KomuniTi, Vol.III No.1 Juli 2011 20 JURNALISME LINGKUNGAN YANG SADAR LINGKUNGAN Arief Fajar Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Komunikasi dan Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta Email: [email protected] ABSTRACT In the principle, environmental journalism has same format to another journalism. However, the difference is a central issue in the news, coverage of environmental journalism focused on text production from the reality of environment such as the environmental damage caused of human error (pollution, flooding, landslides, and deforestation), local wisdom, conservation, waste, nature resource. According to categorization from Flournoy, environmental news consist of (Flournoy, 1989); Peristiwa yang ditampilkan dalam teks berita yang terkait dengan Bencana Alam, Perubahan Iklim, Global Warming, Penipisan Lapisan Ozon, dan lain-lainya seperti pengembangan teknologi serta kebijakan pemerintah terkait lingkungan. Most people know about environmental degradation such as deforestation, pollution industrial waste and the greenhouse effect through newspapers and television. But most environmentalists are not satisfied with the environmental news in newspapers and on television. They cite three mistakes that often appear in the news environment, such as: lack of information relevant to the background news, headlines are often misleading and lack of desire to think of risk coverage. (Abrar, 1993:59-60). The main discussion in this paper, invites critical discussion about the concept of environmental journalism. Keywords : Environmental Journalism Ethics. ABSTRAK Pada prinsipnya jurnalisme lingkungan hidup sama format jurnalisme yang lain. Namun, yang menjadi perbedaan adalah isu sentral dalam pemberitaan, jurnalisme lingkungan hidup menitiberatkan peliputan dan produksi teks berita pada realitas lingkungan hidup seperti; kerusakan lingkungan akibat olah tangan manusia (pencemaran, banjir, tanah longsor, penggundulan hutan), kearifan lokal, konservasi, limbah, penggunaaan sumber daya 20 KomuniTi, Vol.III No.1 Juli 2011 21 alam. Berkaca dari kategorisasi pemberitaan menurut Flournoy, batasan pemberitaan lingkungan hidup (Flournoy, 1989) ,yaitu; Peristiwa yang ditampilkan dalam teks berita yang terkait dengan Bencana Alam, Perubahan Iklim, Global Warming, Penipisan Lapisan Ozon, dan lain-lainya seperti pengembangan teknologi serta kebijakan pemerintah terkait lingkungan. Sebagian besar masyarakat mengetahui kerusakan lingkungan hidup seperti penggundulan hutan, pencemaran sampah dan industri serta efek rumah kaca melalui surat kabar dan televisi. Tetapi sebagian besar ahli lingkungan hidup tidak puas dengan pemberitaan lingkungan hidup di surat kabar maupun di televisi. Mereka menyebutkan tiga kesalahan yang sering muncul dalam pemberitaan lingkungan hidup; seperti: tiadanya informasi yang relevan dengan latar belakang pemberitaan, judul berita yang sering menyesatkan dan tiadanya keinginan memikirkan dalam risiko pemberitaan. (Abrar, 1993:5960). Bahasan utama dalam tulisan ini, mengajak kritis mengenai konsep jurnalisme lingkungan yang “betul-betul” sadar lingkungan. Kata Kunci: Etika Jurnalisme Lingkungan Hidup jurnalisme LATAR BELAKANG Sebelum menulis makalah ilmiah ini, masih teringat pertanyaan salah satu mahasiswa di kelas paper; bagaimana sebenarnya kita melihat jurnalisme lingkungan hidup? Apakah jurnalisme ini yang menjadi akar jurnalisme bencana atau komunikasi bencana? Mengapa harus perspektif jurnalis begitu berbeda dalam meliput berita lingkungan hidup dan bencana? Pertanyaan menggelitik, namun perlu sebuah pemikiran kritis untuk menjadikan mahasiswa tersebut paham. Makalah ini sebagai jawaban awal untuk memahami lingkungan terutama sadar lingkungan. Kemudian masih membekas diskusi kecil dengan jurnalis dari LPP TVRI mengenai gaya reportasi jurnalis Indonesia dengan jurnalis asing (terutama Jepang) mengenai lingkungan hidup peliputan terlebih berita bencana. Bahkan, beberapa konsep perbincangan ini menjadi topik dalam situs jejaring sosial dan media sosial lainnya. Secara gamblang, kolega saya tersebut menjelaskan ada tiga perbedaan mendasar dalam gaya reportase lingkungan hidup terutama bencana. Pertama, dari sudut pandang manusia; manusia sebagai 22 KomuniTi, Vol.III No.1 Juli 2011 korban lingkungan atau bencana selalu jurnalis sendiri serta masyarakat; maka diletakkan sebagai objek ekspoitasi baik perlu ada upaya merumuskan etika dan secara fisik maupun psikologis. Sedangkan estetika jurnalisme lingkungan hidup yang jurnalis asing lebih melihat manusia sadar lingkungan. Bukan hanya sebatas sebagai etika penyeimbang mempunyai kewajiban alam dan melestarikan elektronik, keberlanjutan. Kedua, jurnalisme baik tetapi cetak juga maupun memberikan kesadaran akan pentingnya jurnalisme membungkus lingkungan kasus sebagai tanggungjawab bersama. lingkungan; jurnalis kita lebih cenderung memberikan hal-hal yang terlalu jauh dari Oleh karena itu, makalah ini isu lingkungan itu sendiri. Mulai dari mitos mencoba menggagas sebuah pemikiran dan hal magis hingga mengaitkan pada isu untuk melihat jurnalisme lingkungan lebih yang sangat besar mengenai kiamat. sadar lingkungan. Selain itu, menghimpun Sedangkan tanggapan jurnalis asing cenderung secara akademis untuk memberikan pola pikir atau kerangka memberikan beragam perspektif sadar berpikir bagaimana mampu bangkit dari lingkungan untuk peliputan yang lebih keterpurukan bencana atau sekuensi berita hijau. Sehingga, inilah yang menjadi acuan lingkungan. penulis melihat jurnalisme, dengan judul makalah “Jurnalisme Lingkungan yang Ketiga, kekuatan dan keakuratan Sadar Lingkungan”. data; justru jurnalis lokal sering lalai untuk mencatat data-data penting mengenai PEMBAHASAN lingkungan hidup. Bahkan data tidak valid tersebut cenderung data tersebut menjadi 1. Jurnalisme Pembangunan, sumber utama dan sering dikeluhkan Jurnalisme Lingkungan Hidup dan kebenarannya. Hal dipahami berbeda oleh Muara sebagai Jurnalisme Bencana jurnalis asing yang justru mengedepankan Jurnalisme pembangunan dianggap data untuk mampu memberikan laporan sebagai secara lebih rapid. akar muara jurnalisme lingkungan hidup. Mengapa demikian? Hal di atas memang baru sebatas Isu-isu lingkungan hidup awalnya sering diskusi dan belum secara ilmiah dibuktikan dianggap secara riset. Namun, sebagai indikator pembangunan. dengan begitu banyaknya keluhan dari Nasution; isu lingkungan hidup dianggap 22 dekat dengan Menurut isu-isu Zulkarimein KomuniTi, Vol.III No.1 Juli 2011 sebagai bagian concern 23 dari mengimplementasikan konsep jurnalisme pembangunan lewat komunikasi untuk pembangunan seperti yang disebutkan pembangunan, sebagai contoh bagaimana sebelumnya dengan concern utama pada penggunaan TIK (Teknologi Informasi isu-isu pembangunan dalam lingkungan dan Komunikasi) dalam proyek FAO hidup. penanganan jurnalisme lingkungan hidup tidak hanya potensi kelaparan dan pertanian. (Nasution, 2007:233). Isu-isu jurnalisme apa yang Aggarwala (1980), pembangunan merupakan ini disebut pembangunan. Menurut Jurnalisme peliputan pembangunan sebagai proses ketimbang peristiwa dan periodesasi penekanan pembangunan. selanjutnya, berbicara isu lingkungan di seputar pembangunan menumbuhkan Perkembangan pada Peliputan pembangunan. Menurut Don Michael Flournoy, isu lingkungan hidup terkait dengan peristiwa seperti bencana alam, perubahan iklim, global warming, penipisan lapisan ozon, dan lain-lainya seperti pengembangan teknologi serta kebijakan pemerintah terkait lingkungan. (Flournoy, 1988) jurnalisme pembangunan secara kritis Pada prinsipnya jurnalisme mengkaji, evaluasi dan memberitakan; lingkungan hidup sama format jurnalisme (1) relevansi suatu proyek pembangunan yang dengan kebutuhan nasional dan yang perbedaan terpenting (2) pemberitaan, jurnalisme lingkungan hidup menurut menitiberatkan peliputan dan produksi teks yang berita pada realitas lingkungan hidup diimplementasikan, dan (3) perbedaan seperti; kerusakan lingkungan akibat olah antara dampaknya terhadap masyarakat tangan manusia (pencemaran, banjir, tanah seperti longsor, penggundulan hutan), kearifan perbedaan kebutuhan antara rencananya yang lokal, program dengan diklaim dan kondisi sebenarnya. (Nasution, 2007:3) Kemudian tumbuhlah Sehingga, isu jurnalisme pembangunan pun hadir dengan format tambahan yaitu jurnalisme lingkungan hidup. Pada awal tumbuh jurnalisme lingkungan hidup Namun, adalah isu yang menjadi sentral dalam lokal, konservasi, limbah, penggunaaan lingkungan hidup sebagai bagian isu pembanguna. lain. hadir sumber daya alam (Abrar, 1993). Sehingga, kita dapat memahami jurnalisme lingkungan sebagai jurnalisme konvensional lainnya yang harus taat etika dan menyampaikan faka tetapi bertitik tekan pada kasus linkungan hidup dan sadar etika lingkungan yaitu; (1) informasi 24 KomuniTi, Vol.III No.1 Juli 2011 yang relevan dengan latar belakang kasus Perilaku Penyiaran dan Standar Program lingkungan, (2) materi berita yang sering Siaran (P3-SPS). Apa yang dikeluhkan menjernihkan situasi atau menjadi mediasi Alison Anderson dan Ana Nadya Abrar (dalam istilah McLuhan sebagai extension dalam peliputan jurnalisme lingkungan of man) dan (3) memperhatikan risiko hidup pemberitaan dari kasus lingkungan hidup. bencana. Selain itu, menurut Anderson (1997) juga Dasar terjadi dalam jurnalisme utama adalah ada tiga materi jurnalisme lingkungan baik berita kesalahan yang selalu muncul dalam dan peliputan bencana, yaitu: (1) minimnya jurnalis wajib memiliki materi pengetahuan tentang lingkungan dan nilai informasi budaya bencana, semisal banyak jurnalis yang dari masyarakat atau kasus yang relevan dengan latar lingkungan tersebut. Dalam pandangan salah Anderson, pengetahuan istilah bencana; (2) headline dan isi berita tentang lingkungan dan nilai budaya yang sering menyesatkan masyarakat di sekitar; liputan masa bencana; (3) rendahnya kesadaran lingkungan jauh dari kata memuaskan. akan risiko pemberitaan bencana, baik bagi Semisal; di pemberitaan di negara dunia masyarakat ataupun diri jurnalis sendiri. jurang sering antara menjadikan ketiga, sering karya jurnalisme lingkungan lingkungan yang lokasi bencanadan 2. Konstruksi Kepentingan Jurnalisme memberikan judgments tertentu terhadap kondisi memberikan Lingkungan Hidup sebenarnya akarnya adalah budaya masyarakat yang Karya jurnalisme sangat dominan belum bisa dikatakan beradab (Anderson, dalam bentuk teks berita, baik dalam 1997:199-200) karya cetak (media cetak), elektronik (audio dan audio visual) hingga dalam Perkembangan terakhir, jurnalisme bentuk online. Secara tampilan dan gaya lingkungan hidup memiliki varian tema yang lebih khusus yaitu penulisan jurnalisme mempunyai kekhasan dan karakteristik tersendiri, tetapi secara isu bencana. Prakteknya tidak jauh berbeda sering mempunyai similaritas dari ketiga dengan jurnalisme lingkungan hidup, tetapi tipikalnya. sekali lagi banyak ketimpangan terutama perhatian etika dan kesadaran akan bencana yang Namun, utama yang adalah teks menjadi berita sebagai karya utama jurnalisme tadi; masih sangat minim. Secara ideal telah sebab perlu diakui karya jurnalisme banyak aturan resmi dimulai dari etika adalah realitas kedua. jurnalistik, UU Penyiaran hingga Pedoman 24 KomuniTi, Vol.III No.1 Juli 2011 Dalam bahasa sederhana seperti pendapat Eriyanto, bahwa karya jurnalisme lewat teks berita mengalami proses konstruksi yang sarat kepentingan. 25 a. Prominance, nilai berita diukur dari kebesaran peristiwanya atau arti pentingnya. b. Human Interest, peristiwa lebih Dari hasil produksi teks berita inilah, memungkinkan disebut berita kalau media peristiwa massa terkadang terlalu itu lebih banyak “berlebihan” dalam mengapresiasi tuntutan mengandung unsur haru, sedih, dan khalayak sebagai sumber informasi. Hal menguras emosi khalayak. ini sering dikatakan sebagai orientasi c. Conflict/Controversy, peristiwa media massa dimana dapat kita petakan yang mengandung konflik lebih dengan menilai news value (nilai berita) potensial disebut berita dibandingkan dari sebuah teks berita di media massa. dengan Untuk itu akan sangat memudahkan Unusual, memulai sebuah penilaian terhadap teks peristiwa yang tidak biasa, peristiwa berita ketika berupaya memahami ukuran yang jarang terjadi. serta elemen yang digunakan oleh media massa dalam menilai sebuah peristiwa. Elemen ini berhubungan dengan orientasi media dengan khalayaknya. peristiwa biasa-biasa berita saja. mengandung d. Proximity, peristiwa yang dekat lebih layak diberitakan dibandingkan dengan peristiwa yang jauh, baik dari fisik maupun emosional dengan khalayak. Menurut Shoemaker dan Reese, nilai Dalam pandangan penulis, nilai berita adalah elemen yang ditujukan berita kepada merupakan standar utama dari konstruksi atas prosedur standar peristiwa apa yang bisa realitas dari karya jurnalisme termasuk disebarkan kepada khalayak. (Eriyanto, dalam 2002: 105) bertema lingkungan hidup. Hal ini yang khalayak Selain itu, yang nilai berita adalah produk dari konstruksi wartawan yang dianggap ideologi profesional wartawan dimana memberi prosedur bagaimana peristiwa yang begitu banyak disaring dan ditampilkan. Secara umum, nilai berita dapat dipecah sebagai berikut: tersebut merupakan menyajikan menjadi pemberitaan sering menghasilkan kontraproduktif ketika dibenturkan dengan etika jurnalisme secara umum. Orientasi yang berbeda dari kedua aspek harapan pasar dan kewajiban taat etika menghasilkan karya jurnalisme keberpihakan cenderung menghasilkan pada pasar, karena lebih berlandas keberlanjutan dari KomuniTi, Vol.III No.1 Juli 2011 26 institusi pencetak karya jurnalisme sendiri. memberikan Dalam bahasa media sering dianalogikan mengenai sebagai ditariknya tayangan infotainment Silet dan rating dan oplah demi kelanggengan institusi media. hujatan pada jurnalisme lingkungan yang gelimpangan penuh ketimbang lingkungan sebagai nilai tukar. 3. Etika Jurnalisme dan Pengolahan dengan menghadirkan prediksi-prediksi Berita Lingkungan Hidup yang sering tanpa dasar, bahkan berlomba- Hakekat lomba memberikan berita non faktual utama menyediakan yang lebih tidak jelas sumbernya. Hal ini jurnalisme informasi komprehensif dperparah dengan masuknya infotainment berita diseleksi Mosco transformasi nilai guna menjadi menghadirkan bencana. Banyak sekali kesalahan data mengekploitasi hidup komoditas yang menjual atau dalam istilah dan liputan berisi data mengenai content dalam terlalu rating dan oplah. Konstruksi dan wacana drama darah dianggap menjadi komodifikasi akibat atas nama secara mudah. Sebagai contoh; peliputan kehidupan tayangan hanya lagi berbicara content isu, tetapi lingkungan hidup, hal ini dapat kita lihat sebagai terakhir lingkungan hidup terutama bencana tidak temporal dan kultural. Pada pemberitaan hadir Kasus presenter karena salah letusan gunung Merapi. Sehingga, isu dipengaruhi oleh kombinasi faktor spatial, yang kepada yang berlebihan menyampaikan kabar mengenai hidup. Wacana pemberitaan berita lingkungan bencana bencana. tersebut, Hal ini juga sejalan dengan kondisi gambaran kepada ialah yang warga atau masyarakat. Sebagai muaranya, informasi tentang tadi mampu memberikan gambaran pola lingkungan hidup terutama bencana. pikir atau mendidik masyarakat untuk Dalam ranah jurnalisme ideal saja, mengatur hidupnya secara lebih baik dan masih diragukan apakah infotainment harmonis. sebagai perluasan jaringan kebutuhan ruang dan praktik jurnalitik. Meskipun belakangan hadir klaim sepihak dari waktu beberapa Sehingga, penyelenggara infotainment sebagai masyarakat kegiatan itu atau tuntutan sendiri. praktek jurnalisme harus sangat memperhatikan sebagai penggiat atau pelopor jurnalisme penerimaan khalayak atau lebih luas infotainment, namun prakteknya jauh dari masyarakat. Selain itu, praktek jurnalisme jurnalisme. sangat perlu diiringi dengan kesadaran Dalam kali diri dari ini mereka beberapa menyebut tayangan Hal kasus tayangan bencana, infotainment akan tanggungjawab profesi dan etika. 26 KomuniTi, Vol.III No.1 Juli 2011 Berkaca pada pendapat 27 Amar Prinsip dasar jurnalisme di atas jelas (1984), praktek jurnalisme berkualitas dapat dipakai menjadi acuan bagaimana adalah memilih atau menyajikan karya menyelenggarakan praktek atau kegiatan jurnalistik yang etis, moralis, dan intelek. jurnalisme. Secara makro elemen di atas (Sumadiria, 2005:39). Tuntutan utama tetap memperhatikan keberlanjutan dan menjadi berkualitas sangat ditentukan dari keberlangsungan tanggungjawab jurnalisme. Sehingga, untuk membedakan dari penyelenggara usaha praktek kegiatan jurnalisme terhadap masyarakat praktek jurnalisme dan etika profesional mereka sendiri. dengan yang Sebagai awalan, para jurnalis secara etika sangatlah mudah. Ada etika yang menjadi terikat dengan apa yang disebut prinsip pegangan, yang berlaku baik dalam bentuk jurnalisme secara universal atau sembilan cetak, elektronik, dan online. elemen jurnalisme (Kovach dan Rosanstiel, 2004:8) yaitu; pada kebenaran. warga. sebenarnya Selain, sembilan prinsip jurnalisme beragam etika dan peraturan tertulis kode etik wartawan baik cetak (PWI dan AJI) maupun elektronik, UU Pokok Pers jurnalisme adalah disiplin dalam verifikasi. praktisi e. Jurnalisme No. 40 tahun 1999, UU Penyiaran No. 32 tahun 2002, hingga harus menjaga independensi terhadap sumber berita. harus berlaku sebagai pemantau kekuasaan. f. Jurnalisme harus menyediakan forum publik untuk kritik maupun dukungan warga. Penyiaran hal yang penting dan relevan. h. Jurnalisme harus menjaga agar berita komprehensif dan proporsional. praktisi harus diperbolehkan mengikuti hati nurani mereka. Peraturan Komisi Indonesia Nomor 02/P/KPI/12/2009 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3-SPS). Perangkat etika dan aturan diharapkan memberikan ruang gerak jurnalisme berjalan sesuai koridornya. Selanjutnya g. Jurnalisme harus berupaya membuat i. Para abal-abal; mengenai kegiatan jurnalisme. Mulai dari b. Loyalitas pertama jurnalisme kepada d. Para berkualitas di atas; sebetulnya Indonesia memiliki a. Kewajiban pertama jurnalisme adalah c. Intisari yang bagaimana rangkain etika di atas mengatur kegiatan jurnalisme lingkungan hidup terutama jurnalisme bencana, diantaranya sebagai berikut; a. Pasal 6 UU No 40 tahun 1999 Pokok Pers; KomuniTi, Vol.III No.1 Juli 2011 28 Pers nasional mempunyai peranan keluarga yang berada pada kondisi penting dalam memenuhi hak masyarakat gawat darurat, korban kecelakaan untuk mengetahui dan mengembangkan atau korban kejahatan, atau orang pendapat umum, dengan menyampaikan yang sedang berduka dengan cara informasi yang tepat, akurat dan benar. Hal memaksa, ini mengintimidasi akan mendorong keadilan dan ditegakkannya kebenaran, serta menekan, korban dan/atau keluarganya untuk diwawancarai diwujudkannya supremasi hukum untuk dan/atau menuju masyarakat yang tertib. dan/atau diambil - Menyiarkan b. Pasal 5 UU No. 32 tahun 2002 tentang gambarnya; gambar korban Penyiaran; dan/atau orang yang sedang dalam Penyiaran diarahkan untuk: kondisi menderita hanya dalam - konteks yang dapat mendukung Menyalurkan pendapat umum serta tayangan; mendorong peran aktif masyarakat dalam pembangunan nasional dan daerah serta d. Pasal 55 tentang Peliputan Bencana melestarikan Alam Dan Musibah dalam Peraturan lingkungan hidup; Komisi c. Pasal 34 tentang Peliputan Bencana Alam dalam Peraturan Penyiaran Indonesia 02/P/KPI/12/2009 tentang 03/P/KPI/12/2009 No. alam musibah wajib yang terkena bencana alam. lembaga e. Pasal 56 tentang Peliputan Bencana Alam Dan Musibah dalam Peraturan sebagai berikut: Komisi - Melakukan peliputan subyek yang musibah mempertimbangkan menambah Penyiaran harus 03/P/KPI/12/2009 proses Program Siaran; pemulihan korban dan keluarganya; - Tidak atau korban, keluarga dan/atau masyarakat penyiaran wajib mengikuti ketentuan tertimpa Standar mempertimbangkan proses pemulihan program yang melibatkan pihak-pihak musibah, tentang No. Program siaran peliputan bencana Pedoman Dalam meliput dan/atau menyiarkan terkena Indonesia Program Siaran; Komisi Perilaku Penyiaran; yang Penyiaran Indonesia tentang No. Standar Program siaran peliputan bencana penderitaan alam atau musibah dilarang: ataupun trauma orang dan/atau 28 KomuniTi, Vol.III No.1 Juli 2011 - Menambah penderitaan atau trauma korban, keluarga dan masyarakat 29 lingkungan, dan (5) nilai budaya dari masyarakat atau kasus lingkungan. yang terkena bencana alam dengan cara memaksa, mengintimidasi diwawancarai menekan, untuk dan/atau diambil gambarnya; - Menampilkan saat-saat menjelang kematian; - Mewawancara anak dibawah umur KESIMPULAN Masalah pokok pada paper ini yaitu keberadaan jurnalisme lingkungan hidup yang harusnya sadar lingkungan. Dari deskripsi dalam pembahasan paper ini dapat dihasilkan tiga kesimpulan sebagai berikut: sebagai narasumber dalam kejadian 1. Jurnalisme lingkungan hidup yang bencana alam; - Menampilkan gambar korban atau ada sering berikut, kesalahan medium close up, extreme close minimnya informasi yang relevan up); dan/atau dengan latar banyak yaitu: tiga mayat secara detil (big close up, - Menampilkan gambar luka tingkat bencana, jurnalis semisal yang salah memberikan organ tubuh. istilah bencana; (b) headline dan isi berita peliputan dan pengolahan teks berita jurnalisme lingkungan hidup telah diatur dengan baik. Kesadaran jurnalis dan penyelenggara praktek jurnalisme masih harus ditekan untuk sadar lingkungan. Selain itu, ada lima hal yang menjadi dasar utama dalam jurnalisme lingkungan yaitu; 1) informasi yang relevan dengan latar belakang kasus lingkungan, (2) materi berita yang sering menjernihkan situasi atau menjadi mediasi, (3) memperhatikan risiko pemberitaan dari kasus lingkungan (4) pengetahuan tentang yang lokasi (a) berat, darah, dan/atau potongan Sehingga secara etika dan aturan, hidup, memunculkan sering bencanadan menyesatkan masyarakat di masa bencana; (c) rendahnya kesadaran akan risiko pemberitaan bencana, baik bagi masyarakat ataupun diri jurnalis sendiri. 2. Wacana lingkungan pemberitaan berita dipengaruhi oleh kombinasi faktor spatial, temporal dan cultural yang menjadi konstruksi dan komodifikasi. 3. Penyelenggaraan lingkungan jurnalisme hidup perlu memperhatikan etika dan peraturan peliputan serta lima hal dasar yaitu; 30 KomuniTi, Vol.III No.1 Juli 2011 1) informasi yang relevan dengan pemberitaan dari kasus lingkungan latar belakang kasus lingkungan, (2) hidup, materi lingkungan, dan (5) nilai budaya dari berita yang sering menjernihkan situasi atau menjadi (4) pengetahuan tentang masyarakat atau kasus lingkungan. mediasi, (3) memperhatikan risiko DAFTAR PUSTAKA Abrar, Ana Nadhya (1993), Mengenal Jurnalisme Lingkungan Hidup. Yogyakarta. UGM Press. Anderson, Alison (1997), Media, Culture, and Environment. London. UCL Press. Eriyanto (2002), Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media. Yogyakarta. LKiS. Fajar, Arief (2011), Konstruksi Surat Kabar Harian Kompas Mengenai Lingkungan Hidup (Analisis Framing Dalam Penyajian Berita Banjir Citarum), Laporan Penelitian Reguler. Surakarta. Tidak Dipublikasikan. Flournoy, Don Michael (1989), Analisis Isi Surat Kabar-Surat Kabar Indonesia. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. Kovach, Bill dan Tom Rosentiel (2004), Elemen-Elemen Jurnalisme. Jakarta. ISAI. Nasution, Zulkarimein (2007), Komunikasi Pembangunan; Penerapannya, Edisi Revisi. Jakarta. RajaGrafindo. Pengenalan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia No. 02/P/KPI/12/2009 tentang Penyiaran. Teori dan Pedoman Perilaku Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia No. 03/P/KPI/12/2009 tentang Standar Program Siaran. Sumadiria, AS Haris (2005), Jurnalistik Indonesia; Menulis Berita dan Feature. Bandung. Simbiosa Rekatama. Undang-Undang No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran. Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pokok Pers. 30