Efektivitas Madu dalam Menurunkan Derajat Mukositis Akibat

advertisement
Efektivitas Madu dalam Menurunkan Derajat Mukositis Akibat
Kemoterapi Pada Pasien Kanker
Marthalena Simamora1, Dewi Prabawati2, Wilhelmus Hary Susilo3
1
Program Magister Keperawatan Medikal Bedah, 2 Dosen Tetap STIK Sint
Carolus, 3 Dosen Tidak Tetap STIK Sint Carolus
ABSTRAK
Mukositis merupakan peradangan dan ulcerasi pada mucosa oral dan sub mucosa yang terjadi
akibat efek samping kemoterapi. Salah satu tindakan yang direkomendasikan untuk mencegah dan
menurunkan derajat mukositis adalah melakukan perawatan mulut menggunakan madu.Penelitian
ini bertujuan mengetahui efektivitas madu dalam menurunkan derajat mukositis pada pasien
kanker akibat kemoterapi di rumah sakit umum Kota Medan. Penelitian ini merupakan kuasi
eksperimen non equivalent control group pre test-post test. Metode sampling dengan tehnik total
sampling berjumlah 96 responden terdiri dari kelompok intervensi (76 responden) dilakukan
perawatan mulut menggunakan madu dankelompok kontrol (22 responden) dilakukan perawatan
mulut menggunakan chlorhexidine 0,2%. Analisa data dengan regresi logistic ordinal, uji
bedaMann Withney dan Wilcoxon. Hasil analisis menunjukkan bahwa perawatan mulut
menggunakan madu efektif menurunkan derajat mukositis pada pasien kanker (p=0.000). Uji
bedaMann Wthney diperoleh hasil terdapat perbedaan derajat mukositis pada kelompok inervensi
dan kelompok kontrol P<0.05 (0.007). Perawatan mulut menggunakan madu secara statistic efektif
menurunkan derajat mukositis, maka disarankan agar institusi rumah sakit mengaplikasikan
perawatan mulut menggunakan madu dalam standar asuhan keperawatan pada pasien kanker yang
menjalani kemoterapi.
Kata kunci: Derajat mukositis; kanker; kemoterapi; madu; mukositis; perawatan mulut.
ABSTRACT
Mucositis is the respond of inflammation and ulceration on the mucous membrane in the mouth
and sub mucosa that happened because the side effect of chemotherapy. One of the suggested
actions to prevent and decrease the degree of mucositis is by starting oral care using honey. This
research’s purpose is to find out the effectiveness of the honey in decrease the degree of mucositis
on cancer patients undergo are doing the chemotherapy in a general hospital in Medan. This
research is a quasi experiment with designed of non-equivalent control group pre test-post test.
Sampling method with total sampling technique is consist of 2 groups; an intervention group who
get the oral care using honey (76 correspondent), and a group who get oral care using
chlorhexidine 0.2% (22 correspondent). Regression of ordinal logistic and the test of difference
in non-parametric (Mann Withney and Wilcoxon) are used to analyze the data. The result of the
analysis shows that the oral care using honey is effective to decrease the degree of mucositis on
cancer patients (P=0.000). The oral care using honey statistically effective to decrease the degree
of mucositis, so it is recommemded to the hospitals to implement the oral care using honey in their
standard of nursing treatment towards cancer patient who are doing chemotherapy.
Key words: Cancer; chemotherapy; honey; mucositis; oral care; the degree of mucositis
PENDAHULUAN
Kanker merupakan kumpulan
sel abnormal yang terbentuk oleh sel-
sel yang tumbuh secara terus-menerus,
tidak terbatas, tidak terkordinasi
dengan jaringan sekitarnya dan tidak
berfungsi secara fisiologis (Price
&Wilson, 2005).
Kanker terjadi
karena adanya sel yang bersifat
mutagenik.Pertumbuhan sel kanker
yang terus menerus dan tidak
terkontrol
dapat
mengakibatkan
kematian.(Chan
&
Ingoffo,
2005).Kemoterapi berperan penting
dalam
penatalaksanaan
kanker.Kemoterapi bekerja dengan
merusak proses pembentukan sel
kanker pada fase-fase pembelahan sel
sehingga siklus sel kanker terganggu
dan pembelahannya terhambat.
Prinsip
kerja
kemoterapi
adalah membunuh sel-sel kanker yang
bekerja dengan cepat,
namun
kemoterapi juga menimbulkan efek
samping yaitu selain membunuh selsel kanker juga membunuh sel-sel
yang sehat sehingga kemoterapi sering
menimbulkan
efek
samping
diantaranya adalah mukositis. Sekitar
40% dari semua pasien kanker yang
menjalani kemoterapi mengalami
mukositis; 80% pasien kanker
kepaladan leher yang menjalani terapi
radiasi juga mengalami mukositis
(Sonis et al, 1999 dalam Mohamed,
2012).75% pasien yang mengalami
mukositis
akibat
kemoterapi
mengalami
komplikasi
nyeri
mulut.Nyeri yang dirasakan adalah
nyeri sedang sampai berat sehingga
kadang-kadang pasien diberikan obat
narkotika
untuk
menurunkan
nyerinya.
Mukositis
merupakan
inflamasi dan ulserasi pada membrane
mukosa
oral.Gejala
mukositis
diantaranya adalah timbulnya rasa
sakit, ulserasi, perdarahan, mulut
kering
serta
kesulitan
berbicara.(Eilers,
2004).
Bila
gangguan ini tidak segera ditangani
akan mengakibatkan gangguan lebih
lanjut yaitu gangguan kesimbangan
nutrisi
dan
pada
akhirnya
mengakibatkan penurunan kualitas
hidup pasien kanker.
Beberapa
penelitian
merekomendasikan penggunaan madu
dalam menurunkan mukositis akibat
kemoterapi. Madu juga merupakan
zat yang kaya nutrisi. Menurut
beberapa penelitian madu digunakan
dalam berbagai pengobatan modern
karena memiliki efek terapeutik yaitu
memiliki viskositas tinggi, memiliki
pH rendah (asam), mengandung zat
anti oksidan, anti inflamasi, zat
stimulant pertumbuhan, asam amino,
vitamin, enzim dan mineral. Menurut
Bognadov (2011), madu efektif
dalam mempercepat penyembuhan
pada
luka
pembedahan,
luka
penekanan, luka pada pasien diabetes
mellitus dan luka scarring. Penelitian
lain yang dilakukan Mohamed (2012)
tentang pengaruh penggunaanmadu
secara topical dalam managemen
stomatitis pada pasien yang menjalani
kemoterapi. Penelitian ini dilakukan
pada 40 responden yang dibagi dalam
dua kelompok denganmemberikan 20
ml madu (kelompok intervensi) dan
perawatan mulut rutin di rumah sakit
(kelompok kontrol). Hasil penelitian
diperoleh
kelompok
intervensi
mengalami stomatitis yang lebih
rendah dibandingkan kelompok yang
mendapat perawatan mulut biasa.
Rumusan Masalah
Bagaimana efektifitas madu
dalam menurunkan derajat mukositis
akibat kemoterapi pada pasien
kanker?
Tujuan
Diperolehnya
kejelasan
efektivitas madu dalam menurunkan
derajat mukositis akibat kemoterapi
pada pasien kanker.
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Desain penelitian adalah quasi
eksperimentalnon equivalent control
group pre test –post test design.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini
adalah pasien kanker menjalani
kemoterapi di RSUP H. Adam Malik
Medan dan RSU DR. Pirngadi kota
Medan dengan kriteria inklusi adalah
mengalami mukositis derajat 1-4,
dirawat di rumah sakit selama 7 hari,
usia 17-75 tahun, tidak memiliki
penyakit lain seperti DM yang dapat
mempengaruhi proses penyambuhan
luka
dan
memiliki
nilai-nilai
pemeriksaan
hematologis
dalam
rentang normal. (Hb > 10gr/dl).
Populasi eksternal adalah
pasien kanker mulut atau kanker
nasofaring stadium akhir yang
menyebabkan
pasien
kesulitan
membuka mulut sehingga sulit
dilakukan
pemeriksaan
derajat
mukositis.
c.
d.
e.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Unit
Kemoterapi RSUP H.Adam Malik
Medan dan RSUD DR. Pirngadi Kota
Medan pada 12 Mei – 25 Juni 2014.
f.
Prosedur Pengumpulan Data
1. Persiapan
Mengurus surat izin penelitian di
RSUP. H. Adam Malik medan dan
RSUD DR. Pirngadi Medan
2. Pelaksanaan
a. Memilih responden yang sesuai
dengan kriteria responden dengan
tehnik total sampling
b. Menentukan kelompok intervensi
dan kelompok kontrol berdasarkan
g.
perbedaan
waktu.
Kelompok
kontrol diambil terlebih dahulu
pada minggu pertama. Kelompok
intervensi
diambilsetelah
kelompok kontrol selesai
Menjelaskan tujuan dan prosedur
penelitian pada pasien kelompok
kontrol dan kelompok intervensi
dan
memberikan
informent
concern
Pada kelompok kontrol responden
diberikan
informasi
tentang
perawatan mulut menggunakan
chlorhexidine
dan
jadwal
perawatan mulut sesuai derajat
mukositis. Selanjutnya dilakukan
pengambilan data skor derajat
mukositis pertama (pretest) yang
dilakukan sebelum responden
mendapat
kemoterapi.
Pengambilan data skor derajat
mukositis kedua (post test)
dilakukan pada hari ketiga (T2)
dan hari keenam (T3) setelah
pasien melakukan perawatan
mulut
Pada kelompok intervensi sebelum
perawatan
mulut
responden
dianjurkan untuk membersihkan
mulut terlebih dahulu. Berkumur
dengan madu dilakukan selama 30
detik, respoden dianjurkan untuk
menggerak-gerakkan larutan madu
agar menjangkau semua mukosa
mulut .setelah berkumur larutan
madu dibuang.
Pada mukositis derajat 1 dan 2,
responden dianjurkan melakukan
perawatan mulut sebanyak tiga
kali sehari. Sedangkan pada pasien
mukositis derajat 3 dan 4,
perawatan
mulut
dilakukan
sebanyak enam kali sehari.
Mengobservasi derajat mukositis
dan menilai derajat muositis pada
hari ketiga (T2) dan pada hari
keenam (T3).
Sumber : data primer, 2014
Instrumen yang Digunakan
Instrumen yang digunakan adalah
kuesioner, lembar penilaian derajat
mukositis
menggunakan
Oral
Assesment
Guide
dan
lembar
observasi derajat mukositis.
Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini
menggunakananalisis
univariat
statististik deskriptif untuk melihat
gambaran karakteristik responden
dalam penelitian, analisis multivariat
menggunakan regresi logistic ordinal,
Uji
beda
independent
(Mann
Witney)dan uji beda berpasangan
(Wilcoxon).
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Karakteristik Responden
Tabel 4.1. Distribusi responden
berdasarkan status nutrisi, jenis
kanker,jenis kemoterapi dan
Perawatan Mulut
N
o
1
2
3
4
Kategori
Status Gizi:
- Gizi kurang
- Normal
- Gizi baik
Jenis Kanker
- Kanker/
tumor
solid
- Kanker
darah
Jenis
Kemoterapi
- Potensi
Mukosatoks
ik sedang
- Potensi
mukosatok
sik tinggi
Perawatan
Mulut:
- Chlorhexidi
ne
- Madu
Jumlah
intervensi
n = 76
(74.48%)
Jumlah
kontrol
n = 22
(21.56%)
23 (30,3%)
48 (63.1%)
5 (6.6)
4 (18.2)
18 (81.8)
75 (98,7%)
22 (100%)
1 (1,3%)
14 (18.4)
2 (9.1))
62 (81,6)
20 (90.9)
22 (22,4)
76 (77.6)
2. Uji Pseudo R-Square
Thresh
old
Variab
el
indepe
nden
Estimasi
-40.750
-18.980
-14.908
-11.287
4.662
-12.156
.763
- 1.466
-18.197
[derajatpost = 0]
[derajatpost = 1]
[derajatpost = 2]
[derajatpost = 3]
Perawatan Mulut
Usia
Status gizi
Jenis kanker
Jenis Kemoterapi
Hari ke III
Model
Null
Hypothesis
General
Sig.
.879
.915
.933
.949
.000
.925
.576
.888
.918
Hari ke VI
-2 Log
Likelihood
109.446
Sig.
-2 Log
Likelihood
41.519
Sig.
.000
.023
.000
1.000
Pengaruh
Perawatan
Mulut
Menggunakan Madu terhadap
Penurunan Derajat Mukositis
Berdasarkan hasil uji statistik
pengaruh perawatan mulut terhadap
penurunan
derajat
mukositis
didapatkan p value 0.000 (p<0.05) maka
Ha 1diterima, artinya terdapat
pengaruh yang signifikan perawatan
mulut menggunakan madu terhadap
penurunan derajat mukositis pada hari
ke III dan hari ke VI.Hal ini
menunjukkan bahwa perawatan mulut
yang
dilakukan
secara
teratur
memberikan pengaruh positif terhadap
penurunan derajat mukositis.
Hasil analisis efektifitas madu
dalam menurunkan derajat mukositis
menggunakan regresi logistic ordinal
dapat dilihat dari hasil uji parameter
estimate (tabel 5.13) dimana pada hari
ketiga nilai estimasi perawatan mulut
adalah 3.626 dengan Signifikansi
pvalue= 0.023 (p<0.05) yang madu
lebih efektif 3.626 kali lebih efektif
menurunkan
derajat
mukositis
dibandingkan dengan chlorhexidine.
Sedangkan pada hari ke VI terjadi
peningkatan pada nilai estimasi
perawatan mulut menjadi 4.662
artinya madu lebih efektif 4.662 kali
lebih efektif menurunkan derajat
mukositis
dibandingkan
dengan
chlorhexidine.Hasil analisis derajat
mukositis setelah dilakukan perawatan
mulut selama tiga dan enam hari juga
menunjukkan arah yang negative,
artinya semakin sering dilakukan
perawatan mulut maka derajat
mukositis akan turun.
Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Bardi et al (2011)
terhadap 131 pasien kanker kepala dan
leher yang menjalani radioterapi
dilakukan
perawatan
mulut
menggunakan jenis madu manuka
aktif sebanyak 20 ml, perawatan
mulut dilakukan sebanyak 4 kali
sehari selama 6 hari sedangkan
kelompok kontrol menggunakan 20
ml golden sirup dan hasilnya
menunjukkan madu terbukti efektif
dapat menurunkan mukositis tetapi
tidak ada perbedaan yang yang
signifikant antara kelompok madu dan
golden sirup dalam menurunkan
mukositis.
Madu mengandung berbagai
jenis
komponen
kimia
dan
mikrobiologis yang dapat digunakan
dalam proses penyembuhan luka.
Madu
yang
digunakan
dalam
penelitian ini adalah madu dari hutan
yang berasal dari kepulauan Riau yang
dijamin kemurniannya dan telah
mendapat sertifikasi uji laboratorium
dari laboratorium fisik terpadu Institut
Pertanian Bogor tanggal 25 April
2014.
Berdasarkan
hasil
uji
laboratorium didapatkan komposisi
madu
yang
digunakan
dalam
penelitian ini mengandung senyawa
Glukosa 31.41%, Fruktosa 34.17%,
suksosa 2.98%, Vitamin C <1.55 ppm,
Air 21.22% dan pH 3.62.
Kandungan glukosa, frukstosa
dan sukrosa berfungsi meningkatkan
tekanan osmotic.Madu mempunyai
osmolaritas
yang
tinggi
dan
merupakan larutan yang mengalami
super saturasi dengan kandungan gula
yang tinggi dan mempunyai interaksi
yang kuat dengan molekul air.
Tingginya kadar gula dalam madu
terutama fruktosa dan kandungan air
dalam madu menyebabkan madu
memiliki efek osmotic yang tinggi.
Kadar osmotic madu yang sangat
tinggi menyebabkan madu mampu
mengekstrak dan mengabsorpsi air
dari sel bakteri sehingga bakteri
kehilangan
banyak
air
dan
metabolismenya
terganggu.
Akibatnya,
pertumbuhan
bakteri
terhenti dan akhirnya bakteri akan
mati (Iqbal, 2008).
Faktor lain yang mempengaruhi
penurunan derajat mukositis adalah
kadar pH yang rendah yaitu pH 3.62
(sangat asam). pH madu yang asam
berfungsi menghambat pertumbuhan
bakteri
dengan
menciptakan
lingkungan asam pada luka sehingga
akan mencegah bakteri melakukan
penetrasi dan kolonisasi. Kadar asam
yang tinggi yang dioleskan pada
mukosa yang mengalami mukositis
mengakibatkan respon nyeri.Hal ini
terlihat dari hasil observasi terhadap
pasien dimana setelah dilakukan
perawatan mulut terdapat 5 responden
yang menunjukkan ekspresi wajah
meringis kesakitan dan beberapa
pasien mengungkapkan secara verbal
tentang nyeri yang dirasakan. Untuk
mengatasi nyeri yang dirasakan oleh
pasien, dokter yang merawat pasien
menganjurkan pencampuran lidokain
dengan NaCl
setelah dilakukan
perawatan mulut lalu 15 menit
kemudian pasien berkumur dengan
madu yang sudah diencerkan dengan
NaCl 0,9%.
Pengaruh Faktor Usia Terhadap
Penurunan Derajat Mukositis
Berdasarkan hasil analisis
pengaruh faktor usia terhadap
penurunan derajat mukositis dengan
menggunakan regresi logistic ordinal
menunjukkan
bahwa
terdapat
pengaruh faktor usia terhadap
penurunan derajat mukositis pada hari
ke III dengan p=0.004 (p<0.05).
Sedangkan hasil analisis selanjutnya
pada hari ke VI menunjukkan tidak
adanya pengaruh faktor usia terhadap
penurunan derajat mukositis dengan p
value 0.880 (p>0.05) sehingga Ha 2
ditolak. Meskipun dalam penelitian
ini secara signifikan usia tidak
mempengaruhi penurunan derajat
mukositis, tetapi pada anak usia muda
mempunyai resiko yang lebih besar
mengalami mukositis yaitu 58-85%.
(James, 2010). Hal ini sesuai dengan
pendapat Back (1999) dalam Eilers
(2004) yang menyatakan bahwa pada
anak-anak dan lansia mempunyai
resiko lebih tinggi mengalami
mukositis dibandingkan dengan usia
lainnnya karena pada anak-anak selsel epitel da membrane mukosa lebih
sensitive
mengalami
toksisitas
sedangkan pada lansia diketahui
mengalami penurunan pertumbuhan
sel-sel yang baru dan berkaitan
dengan fungsi hati dan ginjal.
Estimasi
besar
pengaruh
variabel usia terhadap penurunan
derajat mukositis dapat dilihat pada
nilai parameter estimates (tabel 5.13).
Sebagai contohpada tabel 5.13 usia 26
tahun berkontribusi sebesar 7.263 kali
terhadap penurunan derajat mukositis
sedangkan usia 60 tahun berkontribusi
sebesar 1.741 kali terhadap penurunan
derajat
mukositis
dibandingkan
dengan kelompok kontrol. Hasil diatas
menunjukkan bahwa usia muda
memiliki pengaruh yang lebih besar
dalam menurunkan derajat mukositis,
hal ini disebabkan karena usia muda
memiliki kemampuan yang lebih baik
dalam memperbaiki sel atau jaringan
yang rusak dibandingkan dengan usia
tua. Gambaran ini sesuai dengan hasil
penelitian ini dimana hasil yang
signifikan mengenai pengaruh faktor
usia terhadap penurunan derajat
mukositis dialami oleh responden
dengan usia 26 tahun meskipun pada
beberapa responden dengan usia
produktif menunjukkan hasil yang
signifikan.
Pengaruh Status Gizi terhadap
Penurunan Derajat Mukositis
Distribusi frekuensi status gizi
responden dalam penelitian ini adalah
mayoritas responden memiliki status
gizi normal sebanyak 67,3% (66)
reponden. Hasil analisis pengaruh
status gizi terhadap penurunan derajat
mukositis
dengan
menggunakan
regresi logistic ordinal menunjukkan
bahwa tidak terdapat pengaruh yang
signifikan variabel status gizi terhadap
penurunan derajat mukositis pada hari
ke III dan hari ke VI dengan p
value=0,317 hari ke III dan pada hari ke
VI p=0,576 (p>0.05) sehingga Ha 3
ditolak.
Pengukuran status nutrisi
dalam penelitian ini menggunakan
rumus IMT.IMT banyak digunakan
dirumah sakit untuk mengukur status
nutrisi pasien.Meskipun dari hasil
IMT status gizi tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap penurunan
derajat mukositis mungkin disebabkan
karena
IMT
hanya
dapat
memperkirakan ukuran lemak tubuh
sekalipun hanya estimasi tetapi lebih
akurat dari pada pengukuran berat
badan.Berat badan tidak memberikan
informasi mengenai komposisi tubuh
dan tidak seefektif untuk menentukan
penyakit
kronis.Pasien
yang
berukuran besar tetapi bukan gemuk
dapat memiliki BMI diatas standar,
namun tidak ada hubungannya dengan
kelebihan nutrisi (obesitas).(Hartono,
2004). IMT tidak cukup memberikan
gambaran yang tepat tentang status
gizi, sehingga diperlukan pemeriksaan
laboratorium
yang
lain
untuk
mengukur status nutrisi responden
terutama pada pasien penyakit kronis.
Selain menggunakan IMT,
penilaian status nutrisi dapat dilihat
melalui kadar Albumin, protein dan
Hb. Kadar albumin dalam serum
merupakan parameter yang dapat
digunakan untuk menilai status nutrisi.
Penurunan kadar albumin dalam
serum merupakan salah satu alat yang
digunakan untuk menilai protein
tubuh dan lebih akurat dalam
menentukan status nutrisi pasien
penyakit kronis. Penilaianan protein
tubuh, konsentrasi protein dalam
serum dapat digunakan untuk menilai
derajat hilangnya protein tubuh.
Namun dalam penelitian ini, peneliti
tidak menggunakan nilai albumin
dalam menilai status nutrisi pasien
karena tidak semua pasien kemoterapi
di rumah sakit tempat dilakukannya
penelitian dilakukan pemeriksaan
albumin sebelum kemoterapi selain itu
kadar albumin dalam serum memiliki
keterbatasan sebagai parameter status
nutrisi karena memiliki waktu paruh
yang panjang. Albumin disintesis di
hepar dan memiliki waktu paruh ratarata 20 hari (Hartono, 2004).
Pengaruh Jenis Kanker Terhadap
Penurunan Derajat Mukositis
Berdasarkan
distribusi
frekuensi
jenis kanker secara
keseluruhan dalam penelitian ini
adalah jenis tumor solid. Jenis tumor
solid yang paling banyak dalam
penelitian ini adalah nasofaring
carcinoma (NPC), kanker kolorectal,
kanker paru dengan metastase tulang
dan kanker payudara.Hasil analisis
pengaruh jenis kanker terhadap
penurunan derajat mukositis dengan
menggunakan regresi logistic ordinal
menunjukkan bahwa tidak terdapat
pengaruh yang signifikan variabel
jenis kanker terhadap penurunan
derajat mukositis, p=0.918 (p>0.05)
sehingga Ha 4 ditolak.
Dalam penelitian ini jenis
kanker secara signifikan tidak
mempengaruhi mukositis mugkin
disebabkan karena rata-rata responden
yang diambil dalam penelitian ini
adalah jenis kanker kanker/ tumor
solid. Berdasarkan literature bahwa
mukositis lebih banyak terjadi pada
pasien dengan kanker darah yang
menjalani kemoterapi karena leukemia
merupakan
jenis
kanker
yang
mengakibatkan mielosuppresi. Pada
pasien leukemia yang mengalami
neutropenia akan mudah mengalami
infeksi bakteri seperti mukositis
(Eilers, 2004).
Pengaruh
Terhadap
Mukositis
Jenis
Kemoterapi
Penurunan
Derajat
Hasil analisis pengaruh jenis
kemoterapi
terhadap
penurunan
derajat mukositis menunjukkan bahwa
tidak
terdapat
pengaruh
yang
signifikan variabel jenis kemoterapi
terhadap penurunan derajat mukositis
pada hari ke III dan VI dengan nilai
p=0,08 (p>0.05).
Meskipun dalam penelitian ini
jenis kemoterapi secara signifikan
tidak
mempengaruhi
penurunan
derajat mukositis, hal ini mungkin
disebabkan karena berdasarkan hasil
pengamatan dilahan yang dilakukan
peneliti pasien kanker nasofaring yang
akan menjalani kemoterapi sebelum
kemoterapi dilakukan pasien terlebih
dahulu dianjurkan untuk mengisap es
batu selama lima menit, selama proses
kemoterapi berlangsung dan setelah
kemoterapi. Terapi ini disebut
cryotherapy. Tujuan terapi ini adalah
agar memvasikontriksi pembuluh
darah
sehingga
meminimalkan
masuknya obat kemoterapi pada sel.
Intervansi
ini
masih
menjadi
perdebatan karena pemberian butiran
es dalam waktu lama mengakibatkan
vasokontriksi pembuluh darah yang
berlebihan (Eilers, 2004). Adanya
intervensi ini mungkin menjadi salah
satu faktor tidak ada pengaruh jenis
kemoterapi
terhadap
penurunan
derajat mukositis.
Mukositis
Oral
juga
dipengaruhi oleh jenis obat yang
digunakan dan dosis kemoterapi.
Menurut Otto (2001) jenis kemoterapi
yang dapat mengakibatkan mukositis
adalah yang bersifat toksik terhadap
mukosa. Menurut Hiks (2007), jenis
obat kemoterapi yang bersifat
mukotoksik tinggi adalah jenis anti
tumor
dan
antibiotic
seperti
doxorubicin,
vincristine,
obat
kemoterapi
yang
bersifat
anti
metabolit seperti methotrexate dan 5
FU.
Pada penelitian ini lebih dari
separuh jumlah responden (83,7%)
mendapat jenis kemoterapi dengan
potensi mukosatoksik tinggi seperti
cisplatin
dan
5FU.
Kedua
antisitostatikanini merupakan jenis
kemoterapi yang beresiko tinggi
menyebabkan
mukositis.Menurut
Firdaus dan Prijadi (2010),cisplatin
merupakan obat utama dan paling
sering sering dipakai pada terapi
kankernasofaring.Cisplatin biasanya
diberikan dalam waktu 2-6 jam
dengan dosis 60-120 mg/m2. Efek
toksik pada renal biasanya terjadi,
termasuk
terjadinya
azotemia
moderat,
kebocoran
elektrolit
khususnya
magnesium
dan
potassium.Efek toksik lainnya adalah
mual dan muntah, neurotoksik perifer,
ototoksik, dan mielosupresi yang
terjadi setelah diberikan beberapa kali
kemoterapi.
Mekanisme
kerja
5
Fluorouracil
(5
Fu)
adalah
menghambat
enzim
thymidylate
sinthase dan konversi uridine menjadi
thymidine. Sel akan kekurangan
thymidine dan tidak dapat mensintesa
DNA. Banyak obat-obatan lain yang
dapat
berinteraksi
dengan
5fluorouracil dan menimbulkan efek
yang lebih baik.Efek samping obat ini
antara lain mielosupresi, mucositis,
diare, dermatitis, dan cardiac toksik.
Kesimpulan
1. Karakteristik responden penelitian
ini adalah adalah mayoritas
berusia berusia 57 tahun sebanyak
7,1% (7 responden), status gizi
normal sebanyak 67,3% (66
responden), jenis kemoterapi
dengan potensi mukosatoksik
tinggi sebanyak 83,7% (82
responden)
dengan
jenis
kanker/tumor solid sebanyak 99%
(97 responden).
2. Perawatan mulut menggunakan
madu
berpengaruh
terhadap
penurunan
derajat
mukositis
dengan p value 0.000. Madu lebih
efektif
menurunkan
derajat
mukositis sebesar 4.662 kali
dibandingkan chlorhexidine 0,2
persen
3. Secara statistik terdapat perbedaan
signifikan
penurunan
derajat
mukositis
pada
kelompok
intervensi dan kelompok kontrol
dengan p value =0.000
4. Secara statistik terdapat perbedaan
signifikan
penurunan
derajat
mukositis sebelum dan sesudah
dilakukan
perawatan
mulut
menggunakan madu
5. Secara statistik terdapat perbedaan
signifikan intensitas nyeri pada
kelompok intervensi dibandingkan
dengan
kelompok
kontrol
(p=0.004).
Saran
1. Bagi Pelayanan Keperawatan
Merancang
Standar
Asuhan
Keperawatan dalam manajemen
efek samping kemoterapi
2. Penelitian Selanjutnya
Mengembangkan hasil penelitian
terkait komponen mikrobiologi
yang mempengaruhi penurunan
derajat mukositis
DAFTAR PUSTAKA
Al-Waili, N.S. (2004). Topical Honey
Increase Saliva, Plasma and
Urine Content of Total Nitrite
Consentration.Journal
of
medical food.Diaksestanggal
18
Februari
2014.
http://www.online.liebertpub.c
om/doi/abs/10.1089/jmf.2004
Arikunto,
Suharsimi.(2010).
ProsedurPenelitianSuatuPende
katanPraktek.
Jakarta:
RinekaCipta
Black,
M. Joice& Hawks, Jane
Hokanson. ( 2009). Medical
Surgical Nursing Clinical
Management for Positive
Outcome.
Volume
I.
ElseiverSaunder
USA
Black,
h/files/files/Honig/8HoneyNut
rientFunctionalReview.pdf
Company.
M. Joice& Hawks, Jane
Hokanson. ( 2005). Medical
Surgical Nursing Clinical
Management for Positive
Outcome.
Volume
I.
ElseiverSaunder
Company.
USA
Baggot, R.B., Kelly, K.P., Fochtman,
D.,
&Folley,
G.
(2002).Nursing
Care
of
children and adolescent with
cancer.3
rd
edition.
Pennsylvania: W.B Saunders
Company
Bardy, J., Slevin,N., Male, K.L.,
&Mallasiotis, A (2008). A
Systematic Review Of Honey
Uses and Its Potential value
within Oncology Care. Journal
of Clinical Nursing.Diakses 09
Januari
2014.http://onlinelibrary.wiley.
com/doi/10.1111/j.13652702.2008
Bowden, V.R., Dickey, S.B., &
Greenberg,
C.S.
(1998).Children and Their
Families: The Continum of
Care. Philadelphia: W.B.
Saunders Company
Cancer Care Nova Stovia. (2008).
Best Practice Guidelines for
The Management of Oral
Complications From Cancer
Therapy. California. Nova
Stovia
Government.Diaksestanggal
16
Desember
2013.http://www.cancercare.ns
.ca
Depkes
RI.
(2013).
Seminar
SehariDalamRangkaMemperin
gatiHariKankerSedunia 2010.
Diakses9
Januari
2013.
http://www.depkes.go.id/index
.php/berita/press-release/2233seminar-sehari-dalam-rangkamemperingati-hari-kankersedunia-2013.html.
Bognadov, Stefan. (2010). Honey In
Medicine.
Bee
product
Scinece. Diaksestanggal 16
Desember
2013.http://www.beehexagon.net/files/file/fileE/He
althHoney/9HoneyMedicineRe
view.pdf
Eilers, J. (2004). Nursing Intervention
and Supportive Care for
Prevention and Treatment of
Oral Mukositis Associated
with
Cancer
Treatment.
Oncology
Nursing
Forum.Diaksestanggal
20
Februari
2014.http://ons.metapress.com/
content/h35n277470541837/
Bognadov, Stefan. (2011).Honey is
Nutrient and Functional Food:
A Review.Diaksestanggal 16
Desember
2013.http://www.apitherapie.c
Eilers, J., berger, A.M., & Petersen,
M.C. (1988). Development,
testing and Application of Oral
Assessment Guide. Oncology
Nursing
Forum.Diaksestanggal
20
Februari
2014.http://www.wiley.com/do
i/10.1002
Elting,
L.S., Cooksley, C., &
Chamber,
N.
(2003).The
Burden of Cancer Therapy:
Clinical
and
Economic
Outcome of Chemotherapyinduced Mucositis. Cancer
care.Diakses
28
Februari
2014.http://onlinelibrary.wiley.
com/doi/10.1002/cncr.11671/f
ull
Evans, J., &Flavin,.S (2008): A guide
for Healthcare Professionals.
British Journal of Nursing.Vol
17, 24-30.
Globocan IARC.(2008). Estimated
cancer Incidence, Mortality,
Prevalence and Disabilityadjusted life years (DALYs)
Worldwide in 2008.diakses 08
Maret
2014
http://globocan.iarc.fr/
Gralla,
R.J.,
Houlihan,
N.G.,
&Messner,
C.
(2010).Understanding
and
Managing Chemotherapy Side
Effect. New York: Cancer care
Content. Diakses 08 Maret
2014.
http://www.cancercare.org.
Hong, Shu Lei.(2013). Perkembangan
Ilmu Pengetahuan Modern dan
Penyakit Kanker Berbicara
Tentang
Kehidupan
Memerlukan
"Sejati-BaikSabar”.
Era
Baru
News:Universitas
Tokyo.diakses; 06 Januari
2014.
<http://erabaru.net/kesehatan/3
4kesehatan/2361perkembanganilmu
pengetahuan-moderndan-penyakit-kankerberbicara-tentang-kehidupan
memerlukan-qsejati-baiksabarq->
Kemenkes.(2013).
SituasiEpidemiologiHiv-Aids
Di
Indonesia.KementerianKeseha
tan RI. diakses; 06 Januari
2014.
<www.bkkbn.go.id/materi/.../K
emenkes%20[Compatibility%2
0Mode].pdf >Kindler, Hedy
Lee.(2010).Gemcitabine Plus
Bevacizumab Compared With
Gemcitabine Plus Placebo in
Patients
With
AdvancedPancreatic Cancer:
Phase III Trial of the Cancer
andLeukemia
Group
B
(CALGB 80303. Journal of
Clinical Oncology volume 28
no.
22.Diaksestanggal
6
Januari
2014.<http://jco.ascopubs.org/
content/28/22/3617.full.pdf+ht
ml>
Jagathan,
S.K
&Mandal
(2009).Antiproloverative
Effect and of Its Polyphenols:
A
review.
Journal
of
Biomedicine
and
Biotechnology. , 9, 1-13
Lewis S.L. et al. (2012). Medical
Surgical Nursing: Assesment
and Management of Clinical
Problems. Elseiver Mosby.
Missouri.
Mohamed
Salwa,
A.
AmanyShebl&Soheir
Mohamed Weheida. (2012).
The
Effect
of
Topical
Application of Honey on
Management of Chemotherapy
Induced Oral Stomatitis. Life
Science
Journal.Diaksestanggal17
Desember 2013. http://www.
Lifesciencesite.com
Mottalebnejad, M., Akram, S.,
Moghadamina.,Moulana, Z.,
Omidi, S. (2008). The effect of
topical application of pure
honey on radiation- induced
mucositis;
A
randomized
Control trial. The Journal of
Contemporary
Dental
Practice.Diaksestanggal
17
Desember
2013.http://www.jaypeejournal
s.
Muehlbauer, P., Thorpe, D., Davis,
A.,
&Rawling,
B.L.
(2009).Putting EvidanceInto
Practice: Evidance based
Intervention
to
Prevent,
Manage
and
treat
Chemotherapy
and
Radiotherapy
induced
Diarrhea.Clinical Journal of
Oncology Nursing. 13 (3),
336-341
Murti,
Nurhidayatun.
(2012).
UjiKlinisrandomisasi:
Pengaruhperawatanmulutmeng
gunakanmaduterhadapperubah
an
stadium
mukositispadaanakkanker di
RS
KankerDarmaisJakarta.
Depok: FIK UI
Otto,
(2001).Oncology
Nursing.Fourth
Edition.
Mosby
Orsolic, N., & basic, I. (2004). Honey
as A cancer Preventive Agent.
Periodicum Biology, 106(4),
397-401
Orsolic
Nada. (2009). Review
ArtikelBee
Honey
and
Cancer.
Journal
of
ApiProduct and ApiMedical
Science 1 (4); 93-103. DOI
10.3896/ IBRA.4.014.01
Polit,
D.F.,
&Hugler,
B.P.
(1999).Nursing
Reseach:
Principle
and
Method.
Philadelphia:
Lippincott
Williams & Wilkins.
Polit,
D.F.,
&
Beck,
C.T
(2012).Nursing
Reseach:
generating and Assessing
Evidance
for
Nursing
Practice. 9 th edition.
Philadelphia:
Lippincott
Williams & Wilkins
Price,
S.A., & Wilson, L.M.
(2005).Patofisiologi:
Konsepklinis
proses-proses
penyakit. Jakarta: EGC
Bhisma.
(2010).DesaindanUkuranSamp
eluntukPenelitianKuantitatif di
BidangKesehatan.GadjahMada
University
MurtiPress,
Yogyakarta
National Cancer Institute. (2010),
Surveilence, Epidemiology and
end
Result
(SEER).
Diaksestanggal 29 Septermber
2013.http://www.seer.cancer,g
ov./canque/incidence.html
S.
Purbaya.J.R.
(2007).MengenaldanMemanfa
atkanKhasiatMaduAlami.
Bandung: Pionir Jaya
Risdakes.(2007).Prevalensi
Tumor/kanker.Diakses
08september
www.depkes.go.id
Riset. Jakarta: Trans Info
Media
2013.
Riwidikdo,
Handoko.
(2013).
StatistikaKesehatan.DenganAp
likasi
SPSS
dalamProsedurPenelitian.
Jakarta: Rohima Press
Rubin, Philip & Williams, Jacquelina.
(2011). Clinical Oncology A
Multidisiplinary Approach for
Physicians and Students. 8th
Edition.WB.
Saunders
Company. USA
Rubenstein, E.B. Petersen, D.E., &
Schubert, M (2004).Clinical
Practice
Guideline
For
Prevention and Treatment of
cancer Theraphy-Induced Oral
and
Gastrointestinal
Mucositis. cancer Supplement,
100, 2026-2046
Smeltzer&
Bare.(2002).
KeperawatanMedikalBedah.
Edisi
8.EGC.Jakarta
Susilo,
W.H &Limakrisma, N.
(2012).BiostatistikalanjutAplik
asidengan SPSS dan LISREL
padaIlmuKesehatan. Jakarta:
Trans Info Media
SufiawatiIrna., Gus PermanaSubita.,
(2008).
IdentifikasidanPengendalianFa
ktorResikoMukositis
Oral
selamaRadioterapiKankerNaso
faring.Indonesian Journal of
Dentistry.http//www.fkg.ui.ed
u
Sonis, S.T., Elting, L.S., Keefe, D.,
Schubert,M., Peterson, D.E.,
Hauer-Jensen, M., et al/
(2004). Perspective on cancer
therapy-induced
mucosal
injury:
Pahogenesis,
measurent, epidemiology and
Consequences for Patient.
Supplement
to
Cancer
American Cancer Society, 100
(9). 95-120
Sonis, S.T (1998). Mucositis as a
Biological Process: A new
Hypothesis
for
the
Development
of
ChemotherapyInduced
Stomatotoxicity.
Oral
Oncology, 34 (1). 39-43
Tabane, L. (2004). Sample Size
Determination in Clinical Trial
HRM-733
Calss
Note.
Hamilton:
Mc
Master
University
W.H.
(2012).
Statistika&AplikasiUntukPene
litianIlmuKesehatan. Jakarta:
Trans Info Media
Tomey & Alligood. (2010). Nursing
Theorists and Their Work
Seventh
Edition.
Mosby
Elsevier, Maryland Heights
Misouri, United States of
America
Susilo, WH., M.HavidzAima.,
FitrianiSuprapti. (2014).
BiostatistikaLanjutdanAplikasi
Tipton, J. McDaniel, R., Barbour, L.,
Jhonson, M., Kayne, M.,
LeRoy, P., & Ripple, M.L
Susilo,
(2007).Putting Evidance into
Practice.Evidance
–Based
Intervention
to
prevent,
manage
and
treat
Chemotherapy-induced nausea
and vomiting. Clinical Journey
of Oncology Nursing, 11 (1).
69-78
Tricia
Fransiska.,
Pudjirahayu.,RusSuheryanto
(2012).
Hubungan
status
nutrisipenderitakarsinomanaso
faring
stadium
lanjutdengankejadianmukositis
sesudahradioterapi.Vol. 42 No
1.www.or.id/index.php/orli/art
icle.
Vorh
Werner.,
Hans (2005).
Encyclopedia Reference of
ImmunoToxicology.NewYorkSpinger
Berlin Heidelberg
WHO.(2011).
Cancer.http://www.who.int/fea
tures/qa/15/en/index.html.
Diakses 06 Januari 2014
WHO. (2012). Data WHO 2008:
Epidemiologikanker.
http://id.shvoong.com/medicin
e-and-health/epidemiologypublic-health/ di akses 08
september 2013
Wiyono, G. (2011). 3 in one
MerancangPenelitianBisnisde
nganAlatanalisis SPSS 17.0 &
Smart PLS 2.0. Yogyakarta:
Percetakan STIM YKPN
YKI.(2012).
Jakarta
Race
2012.Yayasankanker
Indonesia/ Indonesian Cancer
Foundation.Diakses 03 Maret
2014.
http://yayasankankerindonesia.
org/2012/jakarta-race-2012
Download