Fitrianisa B | Allicin Effect in Garlic as Efforts to Prevent Diabetic Nephropathy [ TINJAUAN PUSTAKA] EFEK ALLICIN PADA BAWANG PUTIH SEBAGAI USAHA DALAM MENCEGAH DIABETIK NEFROPATI Fitrianisa Burmana Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Abstrak Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia dikarenakan kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Prevalensi DM di Amerika Serikat pada 2010 adalah 8,3% dari total jumlah penduduk dengan komplikasi yaitu penyakit hati 68%, hipertensi 67%, neuropati 60-70%, penyakit ginjal 44%, stroke 16% dan retinopati 4,4%. Diperkirakan bahwa tahun 2030 prevalensi DM di Indonesia mencapai 21,3 juta orang. Pada DM terjadi gangguan metabolisme lemak/karbohidrat/protein yang ditandai dengan hiperkolesterolemia, hipertrigliserida sehingga LDL terakumulasi di dalam darah, hiperglikemia; pembentukan AGEs; hipertensi arteriole ginjal; faktor-faktor inflamasi endotel merupakan faktor penyebab terbentuknya stress pada kapiler arteriol ginjal yang merupakan awal terbentuknya aterosklerosis di kapiler arteriol (glomerulosklerosis). Kandungan allicin bawang putih dapat menurunkan kadar kolesterol darah yaitu dengan cara menurunkan sintesis kolesterol; menurunkan agregasi trombosit dan antiinflamasi dengan menurunkan aktivitas enzim siklooksigenase yang dapat mengkatalisis pembentukan tromboksan, meningkatkan aktivitas fibrinolitik sehingga trombus yang terbentuk akan dilisis. Berdasarkan telaah artikel didapatkan hasil bahwa kadar sd-LDL pada pasien DM tipe 2 dengan angka kejadian aterosklerosis yaitu 41,89 mg/dL. Nilai ini dapat dijadikan indikator untuk mencegah terbentuknya glomerulosklerosis dalam proses kerusakan ginjal. Bawang putih yang mengandung allicin dapat berfungsi menurunkan oksidasi LDL sehingga menurunkan resiko terjadinya glomerulosklerosis. Kata kunci: allicin, bawang putih, diabetes mellitus tipe 2, nefropati diabetika ALLICIN EFFECT IN GARLIC AS EFFORTS TO PREVENT DIABETIC NEPHROPATHY Abstract Diabetes mellitus (DM) is metabolic disease with characteristics hiperglikemia due to an abnormality of the secretion of insulin, insulin work or both of them. Prevalence of DM in the United States in 2010 is 8.3 % of the population with a complication of 68% namely disease of the liver, hypertension 67%, neuropathy 60-70%, diseases of the kidneys 44%, a stroke 16% and retinopathy 4.4%. It is estimated that 2030 prevalence of DM in Indonesia reach 21.3 million people. Disorder of fat/carbohydrate and protein metabolism occurring at dm marked by hiperkolesterolemia, LDL hipertrigliserida accumulates in the blood, hiperglikemia; the AGEs; hypertensive renal arterioles; endothelial inflammatory factors that cause the formation of capillary stress on renal arterioles which is the initial formation of atherosclerosis in capillary arterioles (glomerulosclerosis). Garlic contains allicin can lower cholesterol levels by lowering cholesterol synthesis; decrease platelet aggregation and anti-inflammatory to reduce the activity of cyclooxygenase enzymes that can catalyze the formation of thromboxane, increases fibrinolytic activity that will lysis thrombus formed. Based on a review article showed that the sd-LDL levels in patients with type 2 diabetes mellitus incidence of atherosclerosis is 41,89 mg/dL. This value can be used as an indicator to prevent the formation of glomerulosclerosis in the process of kidney damage. Garlic contains allicin which can serve to lower LDL oxidation thereby reducing the risk of glomerulosclerosis. Keywords: allicin, diabetic nephropathy, garlic, type 2 diabetic mellitus Korespondensi: Fitrianisa Burmana | [email protected] 20 | J MAJORITY | Volume 4 Nomor 6 | Maret 2015 Fitrianisa B | Allicin Effect in Garlic as Efforts to Prevent Diabetic Nephropathy Pendahuluan Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.1 Secara epidemiologi, diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk Indonesia berusia diatas 20 tahun dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,6% akan didapatkan 8,2 juta pasien menderita DM. Ditambah lagi hasil penelitian yang dilakukan di seluruh provinsi menunjukkan bahwa prevalensi nasional untuk toleransi glukosa tertanggu (TGT) adalah sebesar 10,25% dan untuk DM adalah sebesar 5,7%.2,3,4,5 Sedangkan hasil Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, diperoleh bahwa prevalensi provinsi Lampung dari Riskesdas 2007 ke Riskesdas 2013 mengalami peningkatan dari 0,7% menjadi 0,8%.6 Dalam keadaan normal, tubuh menggunakan glukosa sebagai sumber energi. Pada keadaan resistensi insulin, hormone sensitive lipase di jaringan adiposa akan menjadi aktif sehingga lipolisis trigliserid di jaringan adiposa semakin meningkat. Keadaan ini akan menghasilkan asam lemak bebas/free fatty acid (FFA) yang berlebihan. Di hati asam lemak bebas akan menjadi trigliserid kembali dan menjadi bagian dari very low density lipoprotein (VLDL) disebut VLDL kaya trigliserid. VLDL kaya trigliserid ini akan diubah menjadi low density lipoprotein (LDL) kaya trigliserid yang selanjutnya dihidrolisis oleh enzim hepatic lipase sehingga menghasilkan small dense LDL dan penurunan kolesterol high density lipoprotein (HDL). Peningkatan kadar trigliserid dan small dense LDL serta penurunan kadar kolesterol HDL berpengaruh terhadap patogenesis aterosklerosis, tetapi yang paling berpengaruh terhadap patogenesis aterosklerosis adalah small dense LDL. Partikel small dense LDL ini sifatnya mudah teroksidasi sehingga sangat aterogenik dan mengakibatkan komplikasi lanjut dari pasien DM.7,8 Nefropati diabetika merupakan komplikasi mikrovaskular diabetes mellitus. Diagnosis stadium klinis nefropati diabetika secara klasik adalah dengan ditemukannya proteinuria >0,5 gr/hari. Telah dibuat konsensus bahwa diagnosis klinis nefropati diabetik sudah dapat ditegakkan bila didapatkan makroalbuminuria persisten (albuminuria >300 mg/24 jam atau 200 mg/mnt).9 Indonesia memiliki kekayaan alam berlimpah baik itu kekayaan flora maupun fauna. Kekayaan tersebut memberikan manfaat bagi rakyat Indonesia, termasuk manfaat dibidang kesehatan, terutama tanaman berkhasiat obat yang dapat digunakan dalam pengobatan tradisional. Produk-produk yang berasal dari tumbuhan telah banyak digunakan sebagai obat. Salah satu contoh adalah bawang putih, selain digunakan sebagai makanan dan penyedap rasa, juga telah dipercaya sebagai obat untuk pengobatan berbagai penyakit. Kandungan allicin pada bawang putih merupakan salah satu senyawa belerang memiliki aktivitas antioksidan, hipolipidemik, antiplatelet dan efek memperlancar sirkulasi darah.10 Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk menulis sebuah review tentang efek allicin pada bawang putih (Allium sativum) sebagai upaya pencegah nefropati diabetik pada pasien diabetes mellitus tipe 2. Isi Ginjal adalah organ vital yang berperan sangat penting dalam sistem perkemihan, termasuk organ lain adalah ureter, satu kandung kemih, dan uretra. Sistem ini berperan memelihara homeostasis melalui proses yang rumit meliputi filtrasi, absorbsi aktif, absorpsi pasif, dan sekresi. Hasilnya adalah terbentuk urin, yang mengeluarkan berbagai limbah metabolik. Urin yang diproduksi di ginjal mengalir melalui ureter ke kandungan kemih, tempat urin ditampung untuk sementara waktu, dan kemudian dikeluarkan melalui uretra. Kedua ginjal menghasilkan sekitar 125 ml filtrat per menit; dari jumlah ini, 124 ml diabsorbsi kembali olah organ dan hanya1 ml yang diteruskan ke dalam ureter sebagai urin.11 Suatu penyakit endokrin yang paling banyak ditemukan, ditandai dengan kelainan metabolik dan komplikasi jangka panjang yang melibatkan mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah.1 DM adalah penyakit gangguan metabolisme yang disebabkan oleh multipel etiologi dan ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein sebagai akibat gangguan insulin2. Klasifikasi DM adalah DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe lain, DM gestasional.1 Komplikasi DM dibagi menjadi dua yaitu komplikasi metabolik akut dan komplikasi lanjut. Komplikasi metabolik akut berupa hipoglikemia, ketoasidosis diabetik, hiperosmoler nonketotik. J MAJORITY | Volume 4 Nomor 6 | Maret 2015 | 21 Fitrianisa B | Allicin Effect in Garlic as Efforts to Prevent Diabetic Nephropathy Komplikasi lanjut berupa kelainan sirkulasi, retinopati diabetika, nefropati diabetika, neuropati diabetika, ulkus kaki diabetika.5 Gambar 1. Komplikasi lanjut12 Dalam keadaan normal, ±50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20%-40% diubah menjadi lemak. Dalam proses metabolisme insulin memegang peranan penting yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas, bila insulin tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel. Pada DM semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel terhambat dan metabolismenya terganggu. Dengan akibat glukosa akan tetap berada di pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah meningkat.13 Akibat yang lain dari kelainan ini, ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat glukosa yang menyerap air maka semua kelebihan glukosa dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urin yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intraseluler, hal ini akan merangsang 22 | J MAJORITY | Volume 4 Nomor 6 | Maret 2015 pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi.13 Selain itu hipotalamus juga memicu hipofisis posterior untuk mensekresikan ADH. Tetapi apabila glukosa yang larut dalam urin sangat tinggi mengakibatkan ADH tidak mampu membantu ginjal meretensi air maka akan terjadi osmotik diuresis. Hal ini mengakibatkan penurunan cairan tubuh, yang otomatis meningkatkan viskositas darah sehingga bermanifestasi pembuluh darah, jantung atau ginjal. Pada penderita DM akan banyak terdapat plak-plak pada pembuluh darah akibat penumpukan trigliserida dan kolestrol, ditambah dengan thrombosis yang terjadi tadi, hingga dapat menyebabkan aterosklerosis. Aterosklerosis inilah yang dapat mengakibatkan berbagai komplikasi kronik pada penderita DM, termasuk di dalamnya dan yang akan kita bahas disini adalah komplikasi terkait dengan ginjal (nefropatik diabetik).13 Merupakan sindrom klinis pada pasien DM yang ditandai dengan albuminuria menetap (>300 mg/24 jam atau >200 lg/menit) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan, penurunan kecepatan filtrasi glomerulus yang tidak fleksibel dan peningkatan tekanan darah arterial tetapi tanpa penyakit ginjal lainnya atau penyakit kardiovaskuler.14,15,16 Patogenesis dari nefropati diabetika sejalan dengan patogenesis diabetes mellitus pada umumnya, dan mikroangiopati pada khususnya. Salah satu teori tentang patogenesis nefropati diabetika adalah peningkatan produk glikosilasi dengan proses non enzimatik yang disebut AGEs (Advanced Glicosylation End Products), peningka-tan reaksi jalur poliol (polyol pathway), glukotoksisitas (oto-oksidasi), dan protein kinase-C memberikan kontribusi pada kerusakan ginjal. Kelainan glomerulus disebabkan oleh denaturasi protein karena hiperglikemia dan hipertensi intraglomerulus. Kelainan atau perubahan terjadi pada membran basalis glomerulus dengan proliferasi dari sel-sel mesangium yang menyebabkan glomerulosklerosis, ditandai dengan timbulnya albuminuria.5 Progresivitas nefropati diabetika ditandai dengan adanya proteinuria yang merupakan penanda penurunan fungsi ginjal, peningkatan creatinine clearance (crcl), glomerulosklerosis, dan fibrosis interstitial. Saat ini diketahui bahwa connective tissue growth factor (CTGF) Fitrianisa B | Allicin Effect in Garlic as Efforts to Prevent Diabetic Nephropathy merupakan faktor penting pada nefropati diabetika. Pada sel ginjal, CTGF diinduksi oleh kadar glukosa darah yang tinggi dan berkaitan dengan perubahan sintesis matriks ekstraselular, migrasi sel, serta transisi epitel menjadi mesenkim. CTGF merupakan protein yang disekresi dan dapat dideteksi di cairan biologis. CTGF plasma pada pasien dengan nefropati diabetika lebih tinggi daripada pasien dengan normoalbuminuria. Pada pasien dengan nefropati diabetika, peningkatan CTGF di atas nilai batas 413 pmol/l plasma merupakan prediktor independen terhadap ESRD dan berkaitan dengan penurunan LFG. Selain itu hal tersebut juga dikaitkan dengan penurunan LFG yang lebih tinggi pada pasien dengan nefropati diabetika dibandingkan normo-albuminuria, yaitu berturutturut 5,4 dan 3,3 ml/menit/1,73 m2 per tahun. Pada pasien dengan nefrotik albuminuria >3 g/hari, CTGF plasma hanya sebagai predictor ESRD. Kadar CTGF plasma juga merupakan prediktor independen terhadap mortalitas secara keseluruhan. Namun, CTGF plasma pada pasien normoalbuminuria tidak berkorelasi dengan parameter klinis serta tidak memprediksi hasil.17,18 Lipid plasma terdiri dari triasilgliserol (16%), fosfolipid (30%), kolesterol (14%), dan ester kolesteril serta sedikit asam lemak rantai panjang yang tak teresterifikasi (asam lemak bebas, FFA) (4%). Lipid yang susah larut dibutuhkan zat pelarut yaitu suatu protein yang dikenal dengan nama apolipoprotein atau apoprotein. Yang berfungsi mengangkut lipid (seperti triasilgliserol) di sekitar tubuh dalam darah. Klasifikasi lipoprotein diklasifikasikan atas dasar elektroforesis dan ultrasentrifugasi: Kilomikron, VLDL, IDL, LDL, HDL.19 Pada pasien DM, metabolisme lipoprotein sedikit berbeda dengan mereka yang bukan DM. Dalam keadaan normal tubuh menggunakan glukosa sebagai sumber energi. Pada keadaan resistensi insulin, hormon sensitif lipase di jaringan adiposa akan menjadi aktif sehingga lipolisis trigliserid di jaringan adiposa semakin meningkat. Keadaan ini menghasilkan asam lemak bebas (FFA) yang berlebih-an. Asam lemak bebas akan memasuki aliran darah, sebagian akan digunakan sebagai sumber energi dan sebagian akan dibawa ke hati sebagai bahan baku pembuatan trigliserid. Di hati asam lemak bebas akan menjadi trigliserid kembali dan menjadi bagian dari VLDL. Oleh karena itu VLDL yang dihasilkan pada keadaan resistensi insulin akan sangat kaya trigliserid, disebut VLDL kaya trigliserid. Dalam sirkulasi trigliserid yang banyak di VLDL akan bertukar dengan kolesterol ester dari kolesterol LDL. Hal ini akan menghasilkan LDL yang kaya akan trigliserid tetapi kurang kolesterol ester. Trigliserid yang dikandung oleh LDL akan dihidrolisis oleh enzim hepatic lipase yang biasanya meningkat pada keadaan resistensi insulin/pada pasien DM sehingga menghasilkan LDL yang kecil tapi padat yang dikenal dengan small dense LDL. Small dense LDL ini sifatnya mudah teroksidasi, oleh karena itu sangat aterogenik.20 Peran penting kolesterol LDL dalam patogenesis aterosklerosis sudah lama diketahui.21 Oleh sebab itu, target utama pencegahan aterosklerosis adalah menurunkan kadar kolesterol LDL sampai batas normal.22 Namun, penelitian-penelitian yang dilakukan belakangan ini menyatakan bahwa small dense LDL lebih potensial menyebabkan aterosklerosis dibanding-kan kolesterol LDL.22,23 Berdasarkan studi literatur yang dilakukan penulis, didapatkan fakta-fakta terbaru mengenai pengaruh small dense LDL dalam patogenesis aterosklerosis, yaitu: meningkatkan reaksi oksidasi di endotel, meningkatkan permeabilitas endotel, meningkatkan interaksi dengan komponen matriks, meningkatkan ekspresi reseptor scavenger di THP-1 makrofag, menginduksi pembentukan formasi sel busa di THP-1 makrofag, small dense LDL memiliki waktu transit lebih lama di endotel, mengikat reseptor scavenger secara berlebihan, bersifat antioksidan yang sangat sedikit di endotel, lebih mudah masuk ke dalam endotel, sangat mudah mengikat glycosaminoglycans, memicu kerusakan sel endotel, memasukkan PAI-1 (Plasmynogen Activator Inhibitor-1) yang lebih banyak ke dalam sel endotel, meningkatkan sekresi tromboksan di sel endotel, meningkatkan kalsium intraselular di otot polos arteri.23 Plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) adalah suatu protein plasma dengan BM 52.000, dihasilkan oleh berbagai sel, seperti sel-sel endothelium, hepatosit, dan fibroblast. PAI-1 menghambat tissue plasminogenactivator (t-PA) dan urokinase dengan membentuk suatu kompleks dengan enzim,dan PAI-1 berperan penting dalam pengaturan aktifitas sistim fibrinolisis.23 Aktivator plasminogen jaringan (alteplase, t-PA) merupakan protease serin yang J MAJORITY | Volume 4 Nomor 6 | Maret 2015 | 23 Fitrianisa B | Allicin Effect in Garlic as Efforts to Prevent Diabetic Nephropathy dilepaskan kedalam sirkulasi dari endotel vaskuler dalam keadaan luka atau stres dan mempunyai sifat katalitik. Setelah terikat dengan fibrin, t-PA memecah plasminogen dalam bekuan untuk menghasilkan plasmin serta selanjutnya plasmin mencernakan fibrin hingga terbentuk produk penguraian yang bersifat dapat larut dan dengan demikian melarutkan bekuan. Peningkatan PAI-1 dalam sel endotel jelas mempengaruhi proses fibrinolisis sehingga mempermudah terjadinya aterosklerosis.22 Sebuah penelitian cross-sectional (dipublikasikan tahun 2011) yang bertujuan untuk mengetahui kadar small dense LDL pada pasien DM tipe 2 dengan angka kejadian aterosklerosis didapatkan hasil bahwa kadar small dense LDLnya adalah 47,5 mg/dl (sampel berjumlah 31 orang, laki-laki 13 orang dan perempuan 18 orang). Nilai ini dapat dijadikan indikator bahwa untuk mencegah kejadian terbentuknya ateroslerosis dalam proses kerusakan Ginjal (glomerulosklerosis) pada pasien DM tipe 2 maka kadar small dense LDL harus di bawah 47,5 mg/dl.24 Plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) adalah suatu protein plasma dengan BM 52.000, dihasilkan oleh berbagai sel, seperti sel-sel endothelium, hepatosit, dan fibroblast. PAI-1 menghambat tissue plasminogenactivator (t-PA) dan urokinase dengan membentuk suatu kompleks dengan enzim,dan PAI-1 berperan penting dalam pengaturan aktifitas sistim fibrinolisis.24 Aktivator plasminogen jaringan (alteplase, t-PA) merupakan protease serin yang dilepaskan kedalam sirkulasi dari endotel vaskuler dalam keadaan luka atau stres dan mempunyai sifat katalitik. Setelah terikat dengan fibrin, t-PA memecah plasminogen dalam bekuan untuk menghasilkan plasmin serta selanjutnya plasmin mencernakan fibrin hingga terbentuk produk penguraian yang bersifat dapat larut dan dengan demikian melarutkan bekuan. Peningkatan PAI-1 dalam sel endotel jelas mempengaruhi proses fibrinolisis sehingga mempermudah terjadinya aterosklerosis.24 Penelitian eksperimental terkait efek bawang putih yang diberikan pada tikus diketahui bahwa allicin dalam bawang putih yang diberikan selama penelitian memberikan efek penurunan terhadap: total kolesterol, trigliserid, glukosa plasma, high-density lipoprotein kolesterol (HDLc) dan low-density lipoprotein kolesterol (LDLc) dengan pemberian 20mg/kgBB.10 24 | J MAJORITY | Volume 4 Nomor 6 | Maret 2015 Mekanisme allicin dari bawang putih dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah yaitu dengan cara menurunkan sintesis kolesterol. Sulfur yang terkandung dalam allicin dapat menurunkan resiko glomerulosklerosis dengan cara menurunkan oksidasi LDL karena berperan sebagai antioksidan. LDL yang tidak teroksidasi tidak akan difagosit oleh makrofag sehingga pembentukan foam cell akan menurun.10 Asetil Ko-A Allicin HMG-Ko-A Kolesterol HMG co-A reduktase LDL Gambar 2. Mekanisme aksi dalam menurunkan kadar kolesterol10 Allicin dan alliin juga mampu menjadi agen anti-diabetes dengan mekanisme perangsangan pankreas untuk mengeluarkan sekret insulinnya lebih banyak.25 Ringkasan 1. Kadar small dense LDL pada pasien DM tipe 2 dengan angka kejadian aterosklerosis didapatkan hasil bahwa kadar small dense LDL-nya adalah 47,5 mg/dl (sampel berjumlah 31 orang, laki-laki 13 orang dan perempuan 18 orang). Nilai ini dapat dijadikan indikator bahwa untuk mencegah kejadian terbentuknya ateroslerosis dalam proses kerusakan Ginjal (glomerulosklerosis) pada pasien DM tipe 2 maka kadar small dense LDL harus di bawah 47,5 mg/dl; 2. Kandungan allicin dalam bawang putih dapat menjadi obat tradisional yang sangat efektif karena allicin dapat berfungsi menurunkan kadar kolesterol darah, trigliserida dan glukosa plasma serta dapat menyebabkan penurunan yang signifikan pada penyimpanan kolesterol di hati; Fitrianisa B | Allicin Effect in Garlic as Efforts to Prevent Diabetic Nephropathy 3. Allicin juga dapat berfungsi sebagai antiiflamasi karena dapat menurunkan aktivitas NF KappaB yang akan meningkatkan pembentukan nitrit oksida; menurunkan resiko glomerulosklerosis dengan cara menurunkan oksidasi LDL sehingga bisa menjadi upaya pencegahan nefropati diabetika pada pasien diabetes mellitus tipe 2. Simpulan Allicin pada bawang putih mencegah terjadinya Diabetes Mellitus. mampu Daftar pustaka 1. Sudoyo, Aru W, Setiyohadi, Bambang, Alwi, Idrus, dkk. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2009. 2. Gustaviani R. Diagnosis dan klasifikasi diabetes mellitus. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi ke-IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI. 2006. 3. Suyono S. Kecenderungan peningkatan jumlah penyandang diabetes dan patofisiologi diabetes melitus. Dalam: Sugondo S, Soewondo P, Subekti I. Penatalaksanaan diabetes mellitus terpadu, edisi ke-2. Jakarta: FKUI. 2009. 4. World Health Organization (WHO). Diabetes. Diakses pada 30 Oktober 2014. Tersedia di: http://www.who.int/ . 5. Arsono S. Diabetes melitus sebagai faktor risiko kejadian gagal ginjal terminal (studi kasus pada pasien RSUD Prof.Dr. Margono Soekarjo Purwokerto). Semarang: Universitas Diponegoro. 2005. 6. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset kesehatan dasar 2013. Jakarta: Kemenkes RI. 2013. 7. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. EGC. Jakarta. 2006. 8. American Heart Association (AHA). 2014. Cardiovascular Disease and Diabetes. Diakses 30 Oktober 2014. Tersedia di: http://www.heart.org/ 9. Hendromartono. Nefropati diabetik. In Aru W. Sudoyo, D. Buku ajar ilmu penyakit dalam, edisi ke-IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. 10.Yin L, Zhuojun H, Xiuying S, Xiaolu X, Jie, F, Shaohua W, dkk. Cholesterol-lowering effect of allicin hypercholesterolemic ICR mice. Hindawi Publishing Corporation. 2012. 1:1-6. 11.Silbernagl S, Lang F. Color atlas pathophysiology. Thieme new york. 2004. 12.Hosten A. The early diagnosis of renal disease. Associate professor of medicine. Washington: Howard university college of medicine. 1976. 13.Cogan MG. Nephrotic syndrome. Medical staff conference. University of california. San francisco. 1982. 14.Sukandar, E. Tinjauan umum nefropati diabetik in nefropati klinik, edisi ke-2. Bandung. Penerbit ITB. 1997. 15.Soman SS. Diabetic nephropathy. eMedicine specialties. 2009. 16.Jacobsen P, Anderson A, Jensen BR, Parving HH. Additive effect of ACE inhibition and angiotensin receptor blockade in type 1 diabetic patients with diabetic nephropathy. J Am Soc Nephrol. America. 14: 992-999. 2003 17.Nguyen TQ, Tarnow L, Jorsal A, Oliver N, Roestenberg P, Ito Y, dkk. Plasma connective tissue growth factor is an independent predictor of ESRD and mortality in type 1 diabetic nephropathy. Diabetes care. 31: 1177-1182. 2008. 18.Murray RK. Biokimia harper Edisi 27. EGC. Jakarta. 2009. 19.Suh S, Hyung DP, See WK, Ji CB, Alice HKT, Hye SC, dkk. Smaller mean LDL particle size and higher proportion of small dense LDL in korean type 2 diabetic patients. Diakses pada 30 Oktober 2014. Tersedia di: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/. 20.Kwon SW, Yoon SJ, Tae SK, Hyuck MK, Jeong HK, Jihyuk R, dkk. Significance of small dense low density lipoprotein as a risk factor for coronary artery disease and acute coronary syndrome. Diakses pada 30 Oktober 2014. Tersedia di: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/. 21.Koba S, Yuuya Y, Tsutomu H, Yasuki I, Yoshihisa B, Fumiyoshi T, dkk. Small LDL cholesterol is superior to LDL cholesterol for determining severe coronary atherosclerosis. Diakses pada 30 Oktober 2014. Tersedia di: http://www.jstage.jst.go.jp/. 22.Tani M, Kawakami A, Mizuno Y, Imase R, Ito Y, Kondo K, et al. small dense LDL enhances THP1 macrophage foam cell formation. Diakses pada 30 Oktober 2014. Tersedia di: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/. 23.Maeda S, Nakanishi S, Yoneda M, Awaya T, Yamane K, Hirano T, dkk. Associations between small dense LDL, HDL subfractions J MAJORITY | Volume 4 Nomor 6 | Maret 2015 | 25 Fitrianisa B | Allicin Effect in Garlic as Efforts to Prevent Diabetic Nephropathy (HDL2, HDL3) and risk of atherosclerosis in japanese-americans. Diakses pada 30 Oktober 2014. Tersedia di: http://www.ncbi .nlm.nih.gov/. 24.Banerjee SK, Maulik SK. Effect of garlic on cardiovasculer disorders: a review. Nutrition journal 1. 2002. (4): 1–14. 26 | J MAJORITY | Volume 4 Nomor 6 | Maret 2015