1 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM

advertisement
1
KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM
KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS
(Tinjauan Yuridis Putusan Nomor : 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt )
SKRIPSI
Disusun Oleh :
Mohammad Anas
E1A008236
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2012
2
KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM
KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS
(Tinjauan Yuridis Putusan Nomor : 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt )
SKRIPSI
Disusun Oleh :
Mohammad Anas
E1A008236
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2012
3
KEKUATAN PEMBUKTIAN SAKSI KORBAN DALAM KASUS
KECELAKAAN LALU LINTAS
(Studi Terhadap Putusan Nomor : 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt)
Oleh:
Mohammad Anas
E1A008236
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Diterima dan disahkan
Pada tanggal 19 November 2012
Para Penguji/Pembimbing
Penguji I/
Pembimbing I
Penguji II/
Penguji III
Pembimbing II
Dr. Hibnu Nugroho, S.H., M.H. Handri Wirastuti .S, S.H., M.H.
NIP. 19640724 199002 1 001
NIP. 19581019 198702 2 001
Mengetahui
Dekan,
Dr. Angkasa, S.H., M.Hum.
NIP. 19640923 198901 1 001
Pranoto, S.H.,M.H.
NIP. 19540305 198901 1 001
4
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
KEKUATAN PEMBUKTIAN SAKSI KORBAN DALAM KASUS
KECELAKAAN LALU LINTAS
(Studi Terhadap Putusan Nomor: 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt)
Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan semua sumber data serta
informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa
kebenaranya.
Apabila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi termasuk
pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh.
Purwokerto, November 2012
Mohammad Anas
E1A008236
5
MOTTO
Ujian hidup yang selalu menerpamu
yang berjuang untuk hidup yang hanya sementara
rasa perihnya hujan di hatimu
yang diberikan oleh rasa yang hanya sementara
kita hidup di dunia yang penuh tanda tanya
yang tak mungkin kau ubah dan terpaksa mengikutinya
kita berada di antara benar atau salah
yang tak mungkin dapat kau ukur dengan rasa
berdoalah, sampaikan pada Tuhan semua keluh kesahmu
Dia kan menjawabnya
percayalah, dia kan menunjukkan kasih-Nya padamu
melalui jalannya, percayalah
wahai kamu yang tak seperti mereka
yang terlihat cerah menjalani hidupnya
pandangan hidup yang selalu lihat ke atas saja
jadi pemicu keinginan yang tiada habisnya
bersujudlah, akui pada Tuhan semua kelemahanmu
Dia kan menguatkannya
memohonlah, Dia kan memberikan yang terbaik untukmu
melalui caraNya, percayalah….
6
PERSEMBAHAN
Segala Puji dan Syukur saya ucapkan atas nikmat,
rakhmat dan InayyahMu ya Alloh SWT yang telah Engkau
berikan kepada hamba dan keluarga hamba sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik tanpa adanya
halangan suatu apa, Alhamdulillahirobbil ‘Alamiin.
Pada
kesempatan
ini
saya
ucapkan
beribu
ribu
terimakasih tak terhingga kepada orang tua saya yang selalu
memberikan
maupun
dukungan
inmateri.
dan
Saya
motivasi
sadar
tanpa
baik
secara
adanya
materi
doa
dan
perjuangan kalian saya tidak akan pernah menyelesaikan
skripsi ini, terimakasih sekali lagi Ibu dan Bapak, saya
persembahkan karya kecil ini untuk Bapak dan Ibu, karena
kalian lah yang membuat semua tentang saya menjadi berarti
tentu juga karena RidloMu ya Alloh SWT. Mudah mudahan
dikemudian hari saya dapat menjadi orang yang seperti kalian
inginkan, menjadi sosok manusia yang selalu mendoakan orang
tua. Semoga kelak saya dapat mewujudkan impian kalian dan
semoga Alloh SWT memberikan kemudahan bagi saya dan
keluarga saya dalam menjalani kehidupan di Dunia dan
Akhirat….
Amiiin….Amiiin… Ya Robbal ‘Alamiin….
7
ABSTRAK
Judul dari penelitian ini adalah kekuatan pembuktian saksi korban dalam
kasus
kecelakaan
lalu
lintas
tinjauan
yuridis
pada
Putusan
No:20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt . Adanya kecelakaan lalu lintas yang dilakukan oleh
pengemudi sering mengakibatkan kerugian bagi pengguna jalan lain bahkan bagi
pengemudinya sendiri, kerugian itu dapat mengakibatkan luka berat bahkan sampai
meninggal dunia, berkaitan dengan permasalahan tindak pidana lalu lintas yang
dilakukan oleh Warsono dalam perbuatanya yang lalai dalam berkendara sehingga
menimbulkan orang lain luka berat. Dalam pertimbangan Putusan
No:20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt menghadirkan saksi korban yang dapat dijadikan
pertimbangan Hakim dalam memutus perkara. Adapun tujuan penelitian adalah
untuk mengetahui dihadirkanya saksi korban dalam kecelakaan lalu lintas pada
Putusan No:20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt. dan untuk mengetahui sistem pembuktian yang
digunakan
dalam
kasus
kecelakaan
lalu
lintas
pada
Putusan
No:20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt.
Penulisan ini menggunakan Metode Perspektif dengan pendekatan Yuridis
Normatif yaitu dengan memfokuskan pemecahan masalah berdasarkan data yang
diperoleh, yang kemudian dianalisa berdasarkan hukm pidana dan hukum acara
pidana di Indonesia khususnya mengenai tindak pidana lalu lintas karena kealpaanya
mengakibatkan orang lain luka berat. Penggunaan data sekunder merupakan titik
berat penelitian ini, sedangkan data primer hanya sebagai pelengkap atau pendukung.
Berdasarkan hasil penelitian pada Putusan No : 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt
mengenai alat bukti saksi korban yang dihadirkan di persidangan Majelis Hakim
sudah tepat dalam melakukan pemeriksaan alat bukti dimana Hakim tidak hanya
melihat pada satu alat bukti saja, tapi disesuaikan dengan alat bukti lainya sehingga
dapat dijadikan pertimbangan Hakim dalam memutus perkara. Majelis Hakim dalam
pembuktian menggunakan teori pembuktian secara Negatif (negatief wettelijk) sesuai
dengan Pasal 183 KUHAP sehingga Hakim mendapat keyakinan bahwa terdakwa
terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 301 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Kata kunci : Pembuktian, Saksi Korban, Kecelakaan Lalu Lintas
8
ABSTRACT
The title of this the strenght of evidence in the case victims of traffic accidents
judicial review on the decisian No:20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt. Traffic accidents by
drivers often cause harm to other road users even for the driver himself, losses that
could result in serious injury and even death, problems relating to traffic offenses
committed by Warsono in perbuatanya were negligent in driving, causing other
people were seriously injured. In consideration of the Decision No:
20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt bring witnesses who can be taken into consideration in
deciding the case Judge. And The purpose of the study was to determine
dihadirkanya
witnesses
in
a
traffic
accident
in
Decision
No:
20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt.
The Writing is used the Normative Perspective juridical approach is to focus
on solving problems based on data obtained, were then analyzed based hukm
criminal and criminal procedural law in Indonesia, particularly on traffic offenses
because kealpaanya lead others injured. The use of secondary data is the focus of
this study, while the primary data only as a supplement or support.
Based on the results of research on the Decision No:
20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt the evidence presented by the witnesses in the trial judge
was correct in doing the examination of evidence where the judge does not just look
at the evidence only, but adapted to other evidence that can be taken into
consideration in deciding the case Judge. The judges in the proof using the theory of
evidence is negative (negatief wettelijk) in accordance with Section 183 Criminal
Procedure Code so the judge got the belief that the defendant legally and
convincingly proven violating Article 301 paragraph (3) of Law No. 22 Year 2009 on
Traffic and Road Transportation.
Key Words : Verification, Survivors, Traffic Accidents
9
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat
serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan
judul “KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM
KECELAKAAN
LALU
LINTAS
(
Tinjauan
Yuridis
Putusan
Nomor
:
20/Pid.Sus/2011/ PN.Purwokerto )”.
Berbagai kesulitan dan hambatan Penulis hadapi dalam penyusunan skripsi
ini. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini juga tidak lepas dari
bimbingan, dorongan, bantuan materiil dan moril serta pengarahan dari berbagai
pihak, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Maka dari itu, Penulis
ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Angkasa, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Jenderal Soedirman yang telah memberikan izin terhadap penelitian ini.
2. Dr. Hibnu Nugroho, S.H.,M.H., selaku Pembimbing Skripsi I yang telah
memberikan bimbingan, petunjuk, kritik, arahan, dan saran yang sangat
membangun serta banyak menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
khususnya dalam lingkup Hukum Acara Pidana bagi penulis, sehingga
penulis mendapatkan kelancaran dan kemudahan dalam mengerjakan skripsi
sampai selesai.
3. Handri Wirastuti Sawitri, S.H.,M.H. selaku Pembimbing Skripsi II yang telah
memberikan bimbingan, petunjuk, kritik, arahan, dan saran yang sangat
membangun dalam penyusunan skripsi ini.
10
4. Pranoto, S.H.,M.H. selaku Dosen Penguji Skripsi yang turut menilai dan
memberi masukan pada skripsi penulis.
5. Kedua orang tua tercinta dan keluarga saya, yang selalu mendoakan, memberi
nasihat dan motivasi selama penulis mengerjakan skripsi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan dan terdapat
banyak kekurangan karena keterbatasan Penulis. Penulis berharap semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi yang membacanya.
Purwokerto,
November 2012
Mohammad Anas
E1A008236
11
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN ............................................................................... iii
HALAMAN MOTTO .................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... v
ABSTRAK ....................................................................................................... vi
ABSTRACT ..................................................................................................... vii
PRAKATA ..................................................................................................... viii
DAFTAR ISI.................................................................................................... ix
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.................................................................... 1
B. Perumusan Masalah........................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian............................................................................... 5
D. Kegunaan Penelitian ......................................................................... 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Azas dan Fungsi Hukum Acara Pidana............................................. 6
1. Azas Hukum Acara Pidana .......................................................... 6
2. Fungsi Hukum Acara Pidana ...................................................... 18
B. Pembuktian ....................................................................................... 19
1. Pengertian Pembuktian ............................................................... 19
2. Alat Bukti Menurut KUHAP ...................................................... 22
3. Saksi Korban ............................................................................... 32
C. Sistem Pembuktian dalam Hukum Acara Pidana ............................. 36
1. Sistem Pembuktian Berdasarkan UndangUndang Secara Positif…………………………………….……36
12
2. Sistem Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Melulu..... 38
3. Sistem Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim
Atas Alasan Yang Logis……………………………………… 39
4. Sistem Pembuktian Berdasarkan UndangUndang Secara Negatif………………………………………..40
D. Tindak Pidana Lalu Lintas ............................................................... 42
1. Pengertian Tindak Pidana Lalu Lintas ........................................ 42
2. Akibat Tindak Pidana Lalu Lintas .............................................. 43
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan .......................................................................... 49
B. Spesifikasi Penelitian ....................................................................... 49
C. Lokasi Penelitian .............................................................................. 49
D. Sumber Data .................................................................................... 50
E. Metode Pengumpulan Data ............................................................. 50
F. Metode Penyajian Data .................................................................... 51
G. Metode Analisis Data ...................................................................... 51
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian .................................................................................52
B. Pembahasan .......................................................................................81
BAB V. PENUTUP
A. Simpulan ..........................................................................................102
B. Saran ................................................................................................103
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kecelakaan yang sering terjadi di jalan banyak diartikan sebagai suatu
penderitaan yang menimpa diri seseorang secara mendadak dan keras yang datang
dari luar. Akibat hukum yang terjadi terhadap pelanggaran lalu lintas adalah sanksi
hukum yang harus diterapkan terhadap pelaku pelanggaran lalu lintas, lebih-lebih
yang mengakibatkan korban harta benda dan manusia (cacat tetap, meninggal).
Seperti yang dirumuskan dalam Pasal 360 ayat (1) dan ayat (2) Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana yang berbunyi:
(1)Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain
mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama
lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.”
(2) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebahkan orang lain
luka-luka sedemikian rupa sehingga timhul penyakit atau halangan
menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu,
diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana
kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat
ribu lima ratus rupiah.”.
Mengingat jumlah kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan luka berat atau
matinya orang mempunyai kecenderungan yang meningkat maka penjatuhan hukum
pidana terhadap Pasal 360 KUHP diharapkan mampu menekan lajunya kecelakaan
kendaraan bermotor sebagaimana diatur dalam Pasal 360 KUHP. Adanya kecelakaan
lalu lintas yang dilakukan oleh pengemudi seperti misalnya melanggar rambu lalu
lintas atau mengemudikan kendaraan melebihi batas kecepatan maksimum yang
diperbolehkan, pelanggaran lalu lintas diatur dalam peraturan perundang-undangan
14
yaitu dalam Undang Undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan.
Akibat hukum dari kecelakaan lalu lintas adalah adanya pidana bagi
sipembuat atau penyebab terjadinya peristiwa itu dan dapat pula disertai tuntutan
perdata atas kerugian material yang ditimbulkan. Sebagaimana dinyatakan oleh Andi
Hamzah1 bahwa,
“Dalam berbagai macam kesalahan, dimana orang yang berbuat salah
menimbulkan kerugian pada orang lain, maka ia harus membayar ganti
kerugian.”
Secara garis besar kecelakaan lalu lintas cenderung disebabkan oleh 4(empat)
faktor yang saling berkaitan, yakni faktor manusia, faktor kendaraan, faktor jalan
raya dan faktor lingkungan, dari empat faktor tersebut yang memegang peranan
penting adalah faktor manusia. Kekurangan-kekurangan yang ada pada manusia
sebagai pemakai jalan raya, terutama sekali kurangnya disiplin merupakan penyebab
utama terjadinya kecelakaan lalu lintas”.2
Berkaitan dengan kesalahan yang diakibatkan oleh manusia maka
dilakukanya pembuktian, dimana perlu dihadirkan saksi, terutama saksi yang
melihat, mendengar, bahkan mengalami sendiri kecelakaan itu sehingga dalam
proses pembuktian semua akan diketahui mengenai kesalahan dalam hal ini kealpaan
yang dilakukan oleh seseorang. Terutama saksi korban yang mempunyai kekuatan
pembuktian didepan persidangan. Saksi korban sebagai alat bukti oleh hakim
1
Jakarta,
Andi Hamzah. 1986. Sistem Pidana dan Pemidanaan di Indonesia, PT. Pradnya Paramitha,
Hal. 13.
2
Masruchin Ruba‟i. 1997, Mengenal Pidana dan Pemidanaan di Indonesia,. IKIP Malang,hal 165.
15
Pengadilan Negeri dalam memeriksa dan memutus perkara karena kealpaanya yang
mengakibatkan luka berat bahkan matinya orang lain di jalan raya dan merupakan
salah satu alat bukti yang sah dalam persidangan dan harus didukung alat bukti lain
dengan aturan minimal 2 alat bukti.3
Alat bukti yang diatur dalam KUHAP bahwa alat bukti tersebut harus
bersesuaian dengan alat bukti lain, hal ini bertujuan untuk mengetahui peristiwa yang
sebenarnya, sehingga dapat menjamin perlindungan terhadap korban. Penyelesaian
perkara pidana, banyak ditemukan korban kejahatan kurang memperoleh
perlindungan hukum yang memadai, baik perlindungan yang sifatnya immateriil
maupun materiil sebagaimana Geis berpendapat: “to much attention has been paid to
offenders and their rights, to neglect of the victims”.Korban kejahatan ditempatkan
sebagai alat bukti yang memberi keterangan yaitu hanya sebagai saksi, sehingga
kemungkinan bagi korban untuk memperoleh keleluasaan dalam memperjuangkan
haknya adalah kecil.4
Selain memperhatikan korban, juga perlu mengetahui kesalahan tersangka,
apakah dilakukan dengan sengaja atau karena kealpaanya, sehingga pembuktian
merupakan hal yang penting dalam proses peradilan pidana di Indonesia, karena
melalui pembuktian dapat menentukan posisi terdakwa dan apakah telah memenuhi
unsur-unsur terhadap perbuatan yang didakwakan. Hukum akan dapat menilai
tersangka atau terdakwa dengan mempertimbangkan fakta-fakta dan seluruh alat
3
Moelyatno, 2000, Asas-asas Hukum Pidana, Liberty, Yogyakarta, hlm. 54
4
hlm 107.
Marpaung Leden, 2010, Proses Penanganan Perkara Pidana, Sinar Grafika, Edisi Kedua, Jakarta,
16
bukti yang ada, sehingga pembuktian sangat memegang peranan penting untuk
menyatakan kesalahan terdakwa.
Putusan No.20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt merupakan kejadian kecelakaan lalu
lintas yang karena kelalaianya mengakibatkan orang lain luka berat yang terjadi di Jl.
Raya ikut Desa Karang Tengah, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas.
Terdakwa tidak mengecek kondisi kendaraanya. Baru jalan sekitar 3 km, tepatnya di
Desa Karang Tengah, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas tiba tiba terdakwa
tidak dapat mengendalikan kendaraan sehingga kendaran masuk ke parit dengan
kedalaman sekitar 3 meter, akibatnya para penumpang mengalami luka berat.
Terdakwa kemudian di periksa dan di adili di Pengadilan Negeri Purwokerto,
dan didakwa dengan dakwaan Subsidaritas yaitu dakwaan Primer melanggar Pasal
310 Ayat (3) Undang Undang No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan dan dakwaan Subsidair melanggar Pasal 310 Ayat (2) Undang Undang No.22
Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Berdasarkan uraian kasus di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul Kekuatan Pembuktian Saksi Korban Dalam Kasus Kecelakaan
Lalu Lintas (Tinjauan Yuridis Putusan Nomor : 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt )
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut :
1. Mengapa alat bukti saksi korban dihadirkan dalam kasus kecelakaan lalu
lintas dalam Putusan Perkara No.20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt?
17
2. Bagaimana penerapan sistem pembuktian dalam kasus kecelakaan lalu lintas
dalam Putusan PerkaraNo. 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dalam penulisan ini adalah:
1. Untuk mengetahui saksi korban dihadirkan dalam kecelakaan lalu lintas
dalam Putusan Perkara No.20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt.
2. Untuk mengetahui sistem pembuktian yang digunakan dalam kasus
kecelakaan lalu lintas dalam Putusan Perkara No.20/Pid.sus/2011/PN.Pwt .
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
a). Untuk mempertimbangkan teori yang berkaitan dengan kekuatan
pembuktian keterangan saksi korbanmaupun teori tentang pembuktian
berdasarkan keyakinan hakim.
b) Dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut bagi mahasiswa yang
inginmeneliti tentang kekuatan pembuktian kesaksian korban sebagai dasar
pertimbangan hakim dalam memutus perkara pada persidangan kasus
tindak pidana kealpaan yang mengakibatkan luka berat pada orang lain.
2. Manfaat Praktis
Bagi Hakim Pengadilan Tindak Pidanaagar lebih teliti dalam merumuskan
dasar pertimbangan hukum dalam memutus perkara tentang tindak pidana
kealpaan berdasarkan keterangan saksi korban yang merupakan orang yang
mengalami langsung kejadian tindak pidak pidana.
BAB II
18
TINJAUAN PUSTAKA
A. Asas dan Fungsi Hukum Acara Pidana
1. Asas Hukum Acara Pidana
Hukum
acara
pidana
mengatur
cara-cara
bagaimana
negara
menggunakan haknya untuk melakukan penghukuman dalam perkara-perkara
yang terjadi. Hukum acara pidana ialah mempelajari peraturan-peraturan
yang diciptakan oleh negara karena adanya dugaan terjadinya pelanggaran
undang-undang hukum pidana. Perkembangan ilmu hukum acara pidana
sudah meliputi pembagian hukum acara pidana formil dan hukum acara
pidana materiil. Hukum acara pidana formil dimaksudkan berbagai aturan
hukum yang meliputi tata beracara perkara pidana, dan hukum acara pidana
materiil dimaksudkan segala aturan hukum tentang sistem, beban, alat-alat
dan kekuatan pembuktian serta sarana ilmu pengetahuan yang mendukung
pembuktian.
Wirjono5 mengatakan bahwa,
“Jika suatu perbuatan dari seorang tertentu menurut peraturan Hukum
Pidana merupakan perbuatan yang diancam dengan hukuman pidana,
jadi jika ternyata ada hak badan pemerintah yang bersangkutan untuk
menuntut seorang guna mendapat hukuman pidana, timbullah soal
cara bagaimana hak menuntut itu dapat dilaksanakan, cara bagaimana
akan didapat suatu putusan pengadilan, cara bagaimana dan oleh siapa
suatu putusan pengadilan, yang menjatuhkan suatu hukuman pidana
harus dijalankan. Hal ini semua harus diatur dan peraturan inilah yang
dinamakan Hukum Acara Pidana.”
5
Wirjono Projodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Bandung; Sumur, 1982, Hal 21
19
Pendapat yang dikemukaan oleh wirjono mempunyai arti bahwa untuk
mengetahui kebenaran materiil dalam suatu tindak pidana haruslah sesuai
dengan kaidah yang ada dalam hukum acara pidana, karena tujuan dari
hukum acara pidana sendiri adalah untuk mengetahui kebenaran materiil,
selain itu dalam mencari kebenaran materiil tidak boleh bertentangan dengan
asas asas yang ada dalam hukum acara pidana.
Bambang purnomo6 menjelaskan bahwa,
“yang dimaksud asas dalam hukum acara pidana adalah dasar patokan
hukum yang melandasi KUHAP dalam penerapan penegakan hukum.
Asas ini akan menjadi pedoman bagi semua orang termasuk
didalamnya aparat penegak hukum, serta orang-orang yang tengah
berkepentingan dengan hukum acara pidana. Makna asas-asas hukum
itu sendiri merupakan ungkapan hukum yang bersifat umum. Pada
sebagian berasal dari kesadaran hukum serta keyakinan kesusilaan
atau etnis kelompok manusia dan sebagian yang lain berasal dari dasar
pemikiran dibalik peraturan undang-undang serta yurisprudensi.
Rumusan pengertian asas-asas hukum yang demikian itu
konsekuensinya adalah kedudukan asas itu menjadi unsur pokok dan
dasar yang penting dari peraturan hukum.”
Asas-asas yang penting yang tercantum dalam hukum acara pidana
adalah sebagai berikut:
1.
Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan
Asas ini bukan merupakan hal yang baru dengan lahirnya KUHAP,
karena dalam HIR asas ini sudah tersirat dengan kata-kata yang lebih konkrit
dari pada yang dipakai dalam KUHAP.
Asas peradilan cepat ini sebenarnya merupakan bagian dari hakhak asasi manusia yang sekedar menegaskan bahwa terselenggaranya
6
Bambang Poernomo. Asas-Asas Hukum Pidana. Ghalia Indonesia: Jakarta, 1992, hlm 28
20
peradilan yang bebas, jujur, dan tidak memihak. Asas ini digunakan
dengan tujuan menghindari penahanan yang lama sebelum ada keputusan
hakim. Tetapi secara yuridis, asas ini dikutip dari Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1970 jo Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman
Dari berbagai ketentuan dalam KUHAP sebagai penjabaran dari
asas cepat, sederhana dan biaya ringan, dijumpai kata-kata ”segera,
secepatnya”, seperti ketentuan dalam Pasal 50 ayat (1), (2) dan (3)
KUHAP yang pada intinya bahwa tersangka atau terdakwa berhak segera
mendapat pemeriksaan oleh penyidik, berhak perkaranya diajukan ke
pengadilan oleh penuntut umum dan berhak segera diadili oleh
pengadilan
Proses perkara yang dilaksanakan dengan cepat, diartikan
menghindarkan segala rintangan yang bersifat prosedural, agar tercapai
efisensi kerja mulai dari kegiatan
penyidikan sampai dengan
pelaksanaan keputusan akhir dapat selesai dalam waktu yang relatif
singkat.
Proses perkara pidana yang sederhana, diartikan penyelenggaraan
administrasi peradilan secara terpadu agar pemberkasan perkara dari
masing-masing instansi yang berwenang berjalan dalam satu kesatuan
yang tidak memberi saluran peluang (circuit court), bekerja secara
berbelit-belit dan dalam berkas tersebut terungkap pertimbangan serta
21
kesimpulan penerapan hukum yang mudah dimengerti oleh pihak yang
berkepentingan.7
Proses
perkara
pidana
dengan
biaya
ringan,
diartikan
menghindarkan sistem administrasi perkara dan mekanisme bekerjanya
para petugas yang mengakibatkan beban biaya bagi yang berkepentingan
atau masyarakat (social cost) yang tidak sebanding, karena biaya yang
dikeluarkan lebih besar tetapi sebaliknya hasil yang diharapkan lebih
kecil.8
Asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan menghendaki
adanya suatu peradilan yang efisien dan efektif sehingga tidak memberi
penderitaan yang berkepanjangan kepada tersangka atau terdakwa agar
kepastian hukum lebih terjamin.
2.
Asas Praduga Tak Bersalah (Presumption of Innocence)
Asas ini dijumpai dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970
jo Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Pokok-Pokok
Kekuasaan Kehakiman dan juga dapat dilihat dari Penjelasan Umum
mengenai asas butir 3c KUHAP yang merumuskan sebagai berikut:
“Setiap orang disangka, ditangkap, ditahan dan atau dihadapkan
di muka sidang pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan
memperoleh kekuatan hukum tetap”.
7
Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan
SidangPengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, edisis kedua, cetakan ketiga, Jakarta:
Sinar Grafika. Hal 52
8
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Edisi Revisi, Sinar Grafika, Jakarta.
2004, Hal 55
22
M. Yahya Harahap9 menjelaskan bahwa,
Asas Praduga Tak Bersalah ditinjau dari segi yuridis atau ditinjau
dari segi teknis penyidikan dinamakan “prinsip akusator” atau
accusatory proceudure (accusatorial system). Prinsip akusator
menempatkan kedudukan tersangka atau terdakwa dalam setiap
tingkat pemeriksaan adalah sebagai subyek, karena itu tersangka
atau terdakwa harus didudukkan atau diperlakukkan dalam
kedudukkan sebagai manusia yang mempunyai harkat martabat
harga diri. Sedangkan yang menjadi obyek pemeriksaan adalah
kesalahan (tindak pidana), yang dilakukan oleh tersangka atau
terdakwa. Asas ini juga merupakan pengejahwentahan KUHAP
atas penghormatan hak asasi manusia. KUHAP memandang
kedudukan tersangka/terdakwa sebagai subyek, sehingga dalam
pemeriksaan hak-hak mereka harus mendapatkan perhatian, jika
tersangka/terdakwa belum mengetahui akan hak-haknya yang
diberikan oleh Undang-Undang, maka aparat penegak hukum
wajib memberitahukannya terlebih dahulu.
3. Pemeriksaan Pengadilan Terbuka Untuk Umum
Pemeriksaan yang dimaksud adalah pemeriksaan yang dilakukan
di dalam sidang pengadilan. Asas ini terdapat dalam Pasal 153 ayat (3)
dan ayat (4) KUHAP, yang berbunyi sebagai berikut:
“Untuk keperluan pemeriksaan, hakim ketua sidang membuka
sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam
perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya adalah anak-anak”
ayat (3).Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (2) dan ayat (3)
mengakibatkan batalnya putusan demi hukum.
Pasal-pasal KUHAP yang mendukung asas ini, memberi makna
yang mengarahkan tindakan penegakan hukum Indonesia harus dilandasi
oleh jiwa persamaan dan keterbukaan serta penerapan sistem
musyawarah dan mufakat dari majelis peradilan dalam mengambil
keputusan. Dengan landasan persamaan han dan kedudukan antara
tersangka/terdakwa dengan aparat penegak hukum, tidak ada dan tidak
9
Yahya Harahap, Op.Cit Hal 41
23
boleh dirahasiakan segala sesuatu yang menyangkut pemeriksaan
terhadap diri tersangka/terdakwa. Semua hasil pemeriksaan yang
menyangkut diri dan kesalahan yang disangkaan kepada tersangka sejak
mulai pemeriksaan penyedikan harus terbuka kepadanya.10
Sifat terbuka di sidang pengadilan dimaksudkan agar khalayak
ramai dapat mengikuti dan mengawasi jalannya pemeriksaan pengadilan,
bukan dalam arti masuknya orang-orang dalam ruang pengadilan. Bisa
saja terjadi, seseorang yang ingin mendengarkan pemeriksaan ditolak
untuk masuk ruang sidang yang luasnya terbatas, akan tetapi dapat
dipersilahkan mengikuti melalui alat pengeras suara yang dipasang di
halaman gedung. Kejadian demikian tidak bertentangan dengan Asas
Terbuka Untuk Umum. Walaupun sidang tertutup untuk umum (seperti
halnya
dalam
perkara
kesusilaan
atau
terdakwanya
anak-anak)
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 153 ayat (3) KUHAP, namun
keputusan hakim tetap dinyatakan dalam sidang yang terbuka untuk
umum.11
Selain itu, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang
Kekuasaan Kehakiman Pasal 18 dan Pasal 195 KUHAP dengan tegas
menyatakan:
”Semua putusan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum
apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.”
10
Andi Hamzah, . Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Jakarta:Ghalia
Indonesia, 1986, Hal 57
11
Bambang Purnomo, Op.Cit. Hal 71
24
4. Asas Oportunitas
Hukum acara pidana mengenal suatu badan khusus yang diberi
wewenang untuk melakukan penuntutan pidana ke pengadilan yang
disebut penuntut umum. Di Indonesia penuntut umum disebut juga jaksa
(Pasal 1 butir a serta Pasal 137 dan seterusnya KUHAP). Wewenang
penuntutan dipegang oleh penuntut umum sebagai monopoli, artinya
tiada badan lain yang boleh melakukan itu. Ini disebut “dominus litis”
ditangan penuntut umum atau jaksa.Dalam arti hakimtidak dapat
meminta supaya delik diajukan kepadanya, sehingga hakim hanya
menunggu penuntutan dari penuntut umum.12
Hak penuntutan mengenal dua asas, yaitu asas legalitas dan
oportunitas (het legalities en het opportunities beginsel).Menurut asas
legalitas, jaksa/penuntut umum wajib menuntut suatu delik. Sedangkan
dalam oportunitas, jaksa/penuntut umum tidak wajib menuntut seseorang
yang melakukan delik jika menurut pertimbangannya akan merugikan
kepentingan umum.
Ramelan berpendapat seperti yang dikutip dalam bukunya Andi
hamzah13 bahwa,
“Asas opportunitas adalah penuntut umum tidak wajib menuntut
seseorang yang melakukan perbuatan pidana jika menurut
pertimbangannya akan merugikan kepentingan umum asas
opportunitas diakui dalam Pasal 35 huruf c Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.”
12
Yahya Harahap. Op.Cit, Hal 58
Andi Hamzah,Sistem Pidana dan Pemidanaan di Indonesia. Bandung: PT. Pradnya
Paramitha,1986, Hal 73
13
25
Selain itu Zainal abidin14 juga mengatakan bahwa,
“Asas opportunitas adalah asas hukum yang memberikan
wewenang kepada penuntut umum untuk menuntut atau tidak
menuntut dengan atau tanpa syarat seseorang atau korporasi yang
telah mewujudkan delik demi kepentingan umum.”
Pasal 32c UU No. 5 Tahun 1991 jo Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia dengan tegas menyatakan asas
oprtunitas itu dianut di Indonesia. Rumusan Pasal 32e tersebut adalah sebagai
berikut:
“Jaksa Agung dapat mengesampingkan suatu perkara berdasarkan
kepentingan umum”.
5. Semua Orang Diperlakukan Sama di Depan Hakim
Asas ini menegaskan bahwa sebagai negara hukum maka
dihadapan hukum semua orang adalah sama dan sederajat. Asas ini diatur
dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Pokok-Pokok
Kekuasaan Kehakiman dalam Pasal 5 ayat (1). Pasal 5 ayat (1) tersebut
menyatakan sebagai berikut:
“Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedabedakan orang”.
Asas semua orang diperlakukan sama didepan hakim digunakan
dalam moto Prasaja (Persatuan Jaksa), yang sering dipakai dalam bahasa
sansekerta “tan hama dharma manna”.15
6. Tersangka dan Terdakwa Berhak Mendapat Bantuan Hukum
14
Abidin, zainal, Hukum Pidana 1, Jakarta, Sinar Grafika, 2007, Hal 81
Andi Hamzah, 2004,Op.Cit hlm 19.
15
26
Pasal 69 sampai Pasal 74 KUHAP diatur mengenai bantuan
hukum bagi tersangka atau terdakwa. Ketentuan asas ini menunjukkan
bahwa tersangka atau terdakwa sangat dijamin hak asasinya sebagai
manusia. Asas ini telah menjadi ketentuan universal di semua negara
yang mengklaimnya dirinya sebagai negara yang demokratis dan
beradab. Dalam “The International Convenant on Civil and Political
Rights”artikel 14 sub 3d kepada tersangka/terdakwa diberikan jaminan:
“To be tried in his presence, and to defend himself in person or
trough legal assistance, of his own choosing to be inform, if he
does not have legal assistance, of his right, and to have legal
assistance assigended to him, in any case where the interests
justice so require, and whithout payment by him in any such case
if he does not have sufficient means to pay for it. (Diadili dengan
kehadiran terdakwa, membela diri sendiri secara pribadi atau
dengan bantuan penasehat hukum menurut pilihannya sendiri,
diberitahu tentang hak-haknya ini jika ia mempunyai penasehat
hukum dan ditunjuk penasehat hukum untuk di jika untuk
kepentingan peradilan perlu untuk itu, dan jika ia tidak mampu
membayar penasehat hukum ia dibebaskan dari pembayaran).16
Pasal tersebut memberikan mendapat kebebasan-kebebasan yang
sangat luas kepada tersangka/terdakwa. Kebebasan-kebebasan tersebut
antara lain:
a.
b.
c.
d.
16
Bantuan hukum dapat diberikan saat tersangka ditangkap atau
ditahan.
Bantuan hukum dapat diberikan pada semua tingkat
pemeriksaan.
Penasehat dapat menghubungi tersangka atau terdakwa pada
tingkat pemeriksaan pada setiap waktu.
Pembicaraan antara penasehat hukum dan tersangka tidak
didengar oleh penyidik dan penuntut umum kecuali pada
delik yang menyangkut keamanan Negara.
Andi Hamzah, 1998,Op.Cit hlm 25.
27
e.
f.
Turunan berita acara diberikan kepada tersangka atau
penasehat hukum guna kepentingan pembelaan.
Penasehat hukum berhak mengirim dan menerima surat dari
tersangka atau terdakwa.17
Pembatasan-pembatasan hanya dikenakan apabila penasehat
hukum menyalahgunakan hak-haknya tersebut. Kebebasan-kebebasan
dan kelonggaran-kelonggaran tersebut hanya dari segi yuridis semata,
bukan dari segi politis, sosial dan ekonomi, sehingga dengan adanya
hambatan-hambatan tersebut pelaksanaan bantuan hukum yang merata
agak sulit dilaksanakan.
7.
Asas Akusator dan Inkisitor (Accusatoir dan Inquisitoir)
Asas akusator berarti menempatkan kedudukan terdakwa dalam
kesejajaran yang memeriksa. Terdakwa tidak dipandang sebagai objek
seperti dalam asas inkisitor. Hal ini terbukti dengan adanya hak
memperoleh bantuan hukum sejak awal pemeriksaan di tingkat
penyidikan.
Asas akusator ini berhubungan dengan asas-asas hukum acara
pidana. Salah satu contoh yaitu adanya kebebasan untuk mendapatkan
bantuan hukum menunjukkan bahwa KUHAP telah menganut asas
akusator ini.
Sesuai dengan hak-hak asasi manusia yang sudah mencapai
ketentuan universal, maka asas inkisitor ini telah ditinggalkan oleh
17
Abdussalam, 2006, Prospek Hukum Pidana Indonesia Dalam Mewujudkan Rasa Keadilan
Masyarakat Jilid 2, Jakarta; Restu Agung, 2006, Hal 62
28
banyak negeri beradab. Selaras dengan itu, berubah pula sistem
pembuktian yang alat-alat bukti berupa pengakuan diganti dengan
”keterangan terdakwa”, begitu pula penambahan alat bukti berupa
keterangan ahli.18
Asas inkuisitor merupakan kebalikan dari asas akusator yang
menempatkan posisi tersangka sejajar dengan pejabat penyidik dan
penuntut umum di depan hukum.
8. Pemeriksaan Hakim yang Langsung dan Lisan
Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan oleh hakim secara
langsung, artinya langsung kepada terdakwa dan para saksi. Sedangkan
pemeriksaan hakim dilakukan secara lisan, artinya bukan tertulis antara
hakim dan terdakwa. Ketentuan mengenai hal ini diatur dalam Pasal 154
dan Pasal 155 KUHAP.19
Adapun bunyi Pasal 154 KUHAP adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
18
Hakim ketua sidang memerintahkan supaya terdakwa
dipanggil masuk dan jika ia dalam tahanan, ia dihadapkan
dalam keadaan bebas.
Jika dalam pemeriksaan perkara terdakwa yang tidak ditahan
tidak hadir pada hari sidang yang telah ditetapkan hakim ketua
sidang meneliti apakah terdakwa sudah dipanggil secara sah.
Jika terdakwa dipanggil secara tidak sah, hakim ketua sidang
menunda persidangan dan memerintahkan supaya terdakwa
dipanggil lagi untuk hadir pada hari sidang berikutnya.
Jika terdakwa ternyata telah dipanggil secara sah tetapi tidak
datang di sidang tanpa alasan yang sah, pemeriksaan perkara
Andi Hamzah. Op.Cit, Hal 56
Moelyatno, Asas-asas Hukum Pidana, Liberty, Yogyakarta,2000, Hal 65
19
29
5.
6.
7.
tersebut tidak dapat dilangsungkan dan hakim ketua sidang
memerintahkan agar terdakwa dipanggil sekali lagi.
Jika dalam suatu perkara ada lebih dari seorang terdakwa dan
tidak semua terdakwa hadir pada hari sidang, pemeriksaan
terhadap terdakwa yang hadir dapat dilangsungkan.
Hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa yang tidak
hadir tanpa alasan yang sah setelah dipanggil secara sah untuk
kedua kalinya, dihadirkan dengan paksa pada sidang pertama
berikutnya.
Panitera mencatat laporan dan menuntut umum tentang,
pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 dan ayat 6
dan menyampaikanya kepada hakim ketua sidang.
Pasal 155 KUHAP berbunyi sebagai berikut:
1. Pada permulaan sidang, hakim ketua sidang menanyakan
kapada terdakwa tentang nama lengkap, tempat lahir, umur
atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal,
agama dan pekerjaanya serta mengingatkan terdakwa supaya
memperhatikan segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya di
sidang.
2. Sesudah itu hakim ketua sidang minta kepada penuntut umum
untuk membacakan surat dakwaan;
Selanjutnya hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa
apakah ia sudah benar-benar mengerti, apabila terdakwa
ternyata tidak mengerti, penuntut umum atas permintaan hakim
ketua sidang wajib memberi penjelasan yang diperlukan.
Pengecualian dari asas langsung adalah kemungkinan putusan
dijatuhkan tanpa hadirnya terdakwa (in absentia), yaitu dalam acara
pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan. Hal ini ditegaskan
dalam Pasal 213 KUHAP, yang berbunyi:
”Terdakwa dapat menunjuk seseorang dengan surat untuk
mewakilinya di sidang”
2. Fungsi Hukum Acara Pidana
Selain asas hukum acara pidana, terdapat juga fungsi hukum acara
pidana yang pada dasarnya adalah tidak jauh berbeda.
30
Van Bemmelen20 mengemukakan tentang fungsi hukum acara pidana
bahwa,
Fungsi hukum acara pidana ada tiga fungsi yaitu:
1. Mencari dan menemukan kebenaran
2. Pemberian putuan oleh hakim
3. Pelaksanaan putusan
Ketiga fungsi hukum acara pidana tersebut yang paling penting karena
menjadi tumpuan kedua fungsi berikutnya, ialah “mencari kebenaran”.
Setelah menemukan kebenaran yang diperoleh melalaui alat bukti dan barang
bukti itulah hakim akan sampai pada putusanyang adil dan tepat.21
Fungsi yang pertama sangat penting, maka definisi hukum acara
pidana yang tidak menyebut itu sebagai kekurangan. Rumusan deBosch
Kempe22rmemberikan definisi tiga fungsi hukum acara pidana yaitu:
“Keseluruhan asas asas dan peraturan perundang-undangan mengenai
mana negara menjalankan hak-haknya karena seing terjadi
pelanggaran undang-undang”.
Kebenaran itu harus didapatkan dalam menjalankan hukum acara
pidana. Umumnya “mencari kebenaran materiil” merupakan tujuan hukum
acara pidana. Akan tetapi usaha untuk menemukan kebenaran materiil yang
menjadi hal yang penting didalam hukum acara pidana.
B. Pembuktian
1. Pengertian Pembuktian
20
Yahya Harahap.Op.Cit.Hal 76
Ibid hal 77
22
Andi Hamzah, Op.Cit, Hal 9
21
31
Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan paling
penting dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan. Dengan pembuktian
inilah ditentukan nasib terdakwa. Apabila hasil pembutian dengan alat alat
bukti yang ditentukan undang-undang tidak cukup membuktikan kesalahan
yang didakwakan kepada terdakwa, terdakwa dibebaskan dari hukuman.
Sebaliknya, kalau kesalahan terdakwa dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti
yang disebutkan dalam Pasal 184 KUHAP, terdakwa harus dinyatakan
bersalah. Kepadanya akan dijatuhkan hukuman. Oleh karena itu, para hakim
harus berhati-hati, cermat dan matang dalam menilai dan mempertimbangkan
masalah pembuktian.
Menurut D.Simons23 pembuktian ialah:
“Meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang
dikemukakan dalam suatu persengketaan. Dengan demikian
nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam
berperkara dimuka Hakim atau Pengadilan”.
Pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan
yang didakwakan, merupakan bagian yang terpenting dari hukum acara
pidana, dalam hal ini pun hak asasi manusia dipertaruhkan. Bagaiman
akibatnya jika seseorang yang didakwa dinyatakan terbukti melakukan
perbuatan yang didakwakan berdasarkan alat bukti yang disertai keyakinan
hakim padahal tidak benar. Untuk inilah maka hukum acara pidana bertujuan
untuk mencari kebenaran materiil.
Bambang purnomo24 dalam bukunya menjelaskan tentang arti hukum
23
Andi Hamzah, Op.Cit, Hal
32
pembuktian sebagai berikut:
Hukum pembuktian adalah keseluruhan aturan atau hukum
atauperaturan undang- undang mengenai kegiatan untuk rekonstruksi
suatu kenyataan yang benar dari setiapkejadian masa lalu yang relevan
dengan persangkaan terhadap orang yang di dugamelakukan perbuatan
pidana dan pengesahan setiap sarana bukti menurut ketentuanhukum
yang berlaku, untuk kepentingan peradilan dalam hukum yang
berlaku, untukkepentingan peradilan dalam perkara pidana. Kegitan
pembuktian di harapkan memperoleh kebenaran secara hukum, karena
kebenaran mutlak sukar di temukan.Kebenaran dalam perkara pidana
merupakan kebenaran yang di susun dan di dapatkandari jejakan,
kesan dan refleksi dari keadan dan/atau benda yang berdasarkan
ilmupengetahuan, berkaitan dengan masa lalu yang di duga menjadi
tindak pidana.
Pendapat-pandapat tersebut melahirkan pemikiran yang dapat di tarik
dari pengertian pembuktian, yaitu:
a. Pembuktian merupakan kegiatan ilmiah untuk menuyusun suatu
kebenaran secarahukum, atas suatu peristiwa pidana yang
diperkirakan sebagai peristiwa pidanayang terjadi di masa lampau.
b. Pembuktian merupakan kegiatan yang mencari dan menemukan
keterkaitan (relevansi) peristiswa pidana yang terjadi di masa lalu
dengan persangkaan perbuatan pidana.
c. Pembuktian merupakan upaya pengesahan terhadap alat bukti
menurut ketentuan hukum yang berlaku.
d. Pembuktian merupakan upaya menumbuhkan keyakinan hakim
secara wajar atasdalil-dalil yang dikemukakan untuk mendukung
kebenaran atas suatu peristiwa pidana dan keterkaitan antara
perangkaan
24
atau
dakwa
Bambang Purnomo, Op.Cit. Hal 52
terhadap
seseoarang
yang
dituduh
33
melakukan tindak pidana.
e. Pembuktian merupakan alat bantu bagi hakim untuk menetapkan
suatu putusan dalam persidangan peradilan.
Yahya Harahap25 dalam bukunya menjelaskan apa yang dimaksud
dengan pembuktian adalah:
“ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang
cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang untuk membuktikan
kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa”
Proses pembuktian dalam hukum acara pidana bertujuan untuk
mencari kebenaran materil, dalam rangka mencari kebenaran mareril, hakim
harus hati-hati, cermat, dan matang dalam menilai kekuatan pembuktian
setiap alat bukti yang diajukan dalam persidangan. Hakim tidak hanya harus
memperhatikan kepentingan masyarakat dan terdakwa tetapi juga korban.
Hukum acara pidana, hakim berkewajiban menetapkan:
a. Perbuatan-perbuatan mana yang dapat dianggap terbukti
menurut pemeriksaan pengadilan.
b. Terdakwa bersalah stau tidak atas perbuatan yang didakwakan
kepadanya;
c. Tindak pidana yang dilakukan sehubungan dengan perbuatan
itu;
d. Hukuman yang dijatuhakan kepada terdakwa.
Hal-hal tersebut berkaitan dengan penerapan hukum pembuktian dan
25
Yahya Harahap.Op.Cit.Hal 273
34
alat-alatbukti. Hakikat pembuktian adalah mencari kebenaran akan kejadiankejadian hingga diperoleh kepastian bagi hakim kan kebenaran peristiwa
tertentu.26
2. Alat Bukti Menurut KUHAP
Menurut Pasal 183 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
menyatakan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang
kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat buktiyang sah, hakim
memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan
bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Dengan demikian fungsi
alat bukti dalam pembuktian dalam sidang pengadilan sangat penting sekali
sehingga sering kita dengar bahwa suatu tindak pidana yang tidak cukup bukti
tidak dapat dijatuhi pidana baik denda maupun penjara.
Hukum acara pidana yang ada di Indonesia, mengenai alat bukti
untuk membuktikan kesalahan terdakwadapat dibuktikan dengan alat-alat
bukti disebut dalam Pasal 184 KUHAP, yaitu:
a. Keterangan saksi;
b. Keterangan ahli;
c. Surat;
d. Petunjuk;
e. Keterangan terdakwa
1. Keterangan Saksi
Alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling
26
Hari Sasangka dan Lily Rosita, 1996Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, Sinar
Wijaya, Surabaya, 1996. Hal 96
35
berperan dalam pemeriksaan perkara pidana. Hampir semua pembuktian
perkara pidana selalu berdasarkan pemeriksaan saksi. Saksi merupakan orang
yang memberi keterangan di muka hakim untuk kepentingan terdakwa.
Kemudian saksi yang pertama didengar keteranganya oleh hakim adalah
korban yang menjadi saksi Pasal 160 ayat (1) huruf b KUHAP.27
Menurut KUHAP dalam Pasal 1 butir 26 saksi adalah:
“Orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan
penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana
yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri.”
Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Perlindungan saksi dan korban, saksi adalah,
“Orang yang dapat memberi keterangan guna kepentingan
penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di siding
pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia
lihat sendiri danatau ia alami sendiri”.
Berdasarkan perumusan di atas, maka dalam keterangan saksi, hal
yang harus diungkapkan didepan sidang pengadilan adalah,28
1. Yang ia dengar sendiri, bukan hasil cerita atau hasil pendengaran dari
oranglain. Saksi secara pribadi harus mendengar langsung peristiwa
pidana atauyang kejadian yang terkait dengan peristiwa pidana
tersebut.
2. Yang ia lihat sendiri, kejadian tersebut benar-benar disaksikan
langsung dengan mata kepala sendiri oleh saksi baik secara
27
hlm 107
28
Marpaung Leden, 2010, Proses Penanganan Perkara Pidana, Sinar Grafika, Edisi Kedua, Jakarta,
Andi Hamzah, Op.Cit, Hal 268
36
keseluruhan ataupun rentetan, fragmentasi peristiwa pidana yang
diperiksa.
3. Yang ia alami sendiri sehubungan dengan perkara yang sedang
diperiksa, biasanya merupakan korban dan menjadi saksi utama dari
peristiwa pidana yang bersangkutan. Pasal 160 ayat (1) huruf b
KUHAP menyatakan bahwa yang pertama kali didengar adalah saksi
korban.
4. Didukung oleh sumber dan alasan dari pengetahuannya itu,
sehubungan dengan peristiwa, keadaan, kejadian yang didengar,
dilihat, dan atau dialaminya. Setiap unsur keterangan harus diuji
kebenarannya. Antara keterangan saksi dan sumbernya harus benarbenar konsisten satu dengan yang lainya.
Ditinjau dari segi nilai dan kekuatan pembuktian (the degree
ofevidence) selain hal hal yang harus dibuktikan seorang saksi dalam
persidangan, saksi juga harus memenuhi syarat syarat agar saksi itu sah yaitu,
1. Syarat Formil
a. Saksi harus mengucapkan sumpah atau janji Pasal 160 ayat (3)
KUHAP menyebutkan:
Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah
atau janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan
memberi keterengan yang sebenarnya dan tidak lain dari yang
sebenarnya.
Sumpah atau janji ini wajib diucapkan sebelum memberi
keterangan, tetapi dalam hal dianggap perlu sumpah atau janji
dapat diucapkan setelah pemberian keterangan. Hal ini diatur dalam
37
Pasal 160 ayat (4) KUHAP.
b. Saksi harus sudah dewasa hal ini terkait dengan Pasal 171 KUHAP
yang menyatakan bahwa anak dibawah umur 15 tahun atau belum
menikah, boleh saja memberikan kesaksian namun tidak boleh
disumpah. Padahal Pasal 160 ayat (3) KUHAP mewajibkan adanya
sumpah atau janji. Keterangan saksi dari seseorang yang tidak
disumpah ini tidak punya kekuatan sebagai alat bukti sah. Maka
batas kedewasaan menurut KUHAP untuk memberikan kesaksian
adalah berumur 15 tahun atau sudah menikah.
c. Saksi tidak sakit ingatan atau sakit jiwa sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 177 KUHAP butir b mengingat mereka tidak dapat
kadang-kadang ingatannya baik kembali. Jadi tidak dapat diambil
sumpah atau janji dalam member keterangan. Keterangan mereka
hanya dapat dipakai sebagai petunjuk saja, sebagaimana juga
berlaku bagi orang yang belum dewasa (Penjelasan Pasal 171
KUHAP).
2. Syarat Materil
Syarat materiil mengacu pada Pasal 1 butir 27 KUHP dan
Pasal 185 ayat (1) KUHP berikut merupakan dengan penjelasannya,
Sehingga dapat di simpulkan,
a.
Setiap keterangan saksi diluar apa apa yang didengarnya sendiri
dalam peristiwa pidana yang terjadi atau diluar yang dilihat atau
dialaminya, keterangan yang diberikan di luar pendengaran,
38
penglihatan atau yang terjadi, tidak dapat dinilai dan dijadikan
sebagai alat bukti.
b.
Testimonium de audite atau keterangan saksi yang diperoleh sebagai
hasil pendengaran dari orang lain tidak dapat dijadikan sebagai alat
bukti yang sah.
c.
Pendapat atau rekaan yang saksi peroleh hasil dari pemikiran bukan
merupakan keterangan saksi Pasal 185 ayat (5) KUHP.29
Menurut Darwin Prints bahwa;30
“Sesuai penjelasan KUHAP yang mengatakan kesaksian de auditu
tidak diperkenankan sebagai alat bukti, dan selaras pula dengan tujuan
hukum acara pidana yaitu mencari kebenaran materiil, dan pula untuk
perlindungan terhadap hak hak asasi manusia, di mana keterangan
saksi yang hanya mendengar dari orang lain tidak terjamin
kebenaranya”.
Saksi dalam memberikan keterangan hanya boleh mengenai keadaan
yang didengar, dilihat atau dialami oleh saksi itu sendiri, dan tiap-tiap
persaksian harus disertai penyebutan hal-hal yang menyebabkan seorang saksi
mengetahui hal-hal sesuatu Pasal 185 ayat (1) KUHAP. Suatu pendapat atau
suatu persangkaan yang disusun secara memikirkan dan menyimpulkan hal
sesuatu tidak dianggap sebagai keterangan saksi.31
Keterangan saksi yang dianggap sah adalah keterangan saksi yang
sudah memenuhi syarat formil dan materiil. Dimana berdasarkan tafsir
acontrario keterangan seorang saksi cukup untuk membuktikan kesalahan
29
Ibid, Hal 268
Darwan Prints, 1989, Hukum Acaara Pidana Suatu Pengantar, Djambatan, Jakarata, Hal
30
182
31
Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, Hal 116
39
apabila disertai alat bukti lain. Dimana keterangan saksi korban merupakan
keterangan yang paling kuat dalam pembuktian alat bukti saksi, karena
korban sendiri orang sekaligus saksi yang benar benar mengalami kerugian
akibat tindak pidan yang ditimbulkan.32
Mengenai perkara pidana yang tidak dapat didengar keterangannya
dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi di dalam Pasal 168 KUHAP yaitu:
a. Keluarga sedarah semenda dalam garis lurus ke atas atau kebawah sampai
derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa;
b. Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara
ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena
perkawinan dari anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga;
c. Suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersamasama sebagai terdakwa.
Akan tetapi pada pasal 168 KUHAP memberikan celah kepada saksi
yang mempunyai hubungan darah dengan terdakwa untuk dimintai
keterangannya. Hal tersebut dapat terjadi apabila adanya persetujuan Penuntut
Umum atau terdakwa yang menghendaki keterangan dari saksi yang
mempunyai hubungan keluarga tersebut.
Suatu hal yang sangat perlu dikemukakan dalam pembicaraan saksi
adalah yang berhubungan dengan keterangan saksi itu sendiri yaitu seberapa
jauh luas dan mutu saksi yang harus diperoleh atau digali oleh penyidik
dalam pemeriksaan. Kemudian seberapa banyak saksi yang diperlukan
ditinjau dari daya guna kesaksian tersebut. Keterangan saksi harus
berhubungan, tidak boleh berdiri sendiri, menurut D.Simons bahwa, suatu
32
Abdussalam. Op.Cit. Hal116
40
keterangan saksi yang berdiri sendiri tidak dapat membuktikan seluruh
dakwaan.33
Mengenai hal tersebut maka perlu dihadirkanya saksi yang benar
benar mengetahui suatu kejadian, yaitu korban yang menjadi saksi, karena
korban yang mengalami sendiri suatu tindak pindana. Karena saksi yang
pertama didengar keteranganya oleh hakim adalah korban yang menjadi saksi
Pasal 160 ayat (1) huruf b KUHAP .
2. Keterangan Ahli
Guna menguatkan alat alat bukti lain maka perlu dihadirkanya
seorang Ahli untuk memperjelas peristiwa yang sebenarnya terjadi. Pasal 186
KUHAP berbunyi,
“Keteranhan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan didepan sidang
pengadilan”.
Pasal 1 angka (28) KUHAP berbunyi :
“Keterangan ahli yang diberikan oleh seseorang yang memiliki
keahlian khusus hal yang diperlukan untuk membuat tentang suatu
perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan”.
Syarat sahnya keterangan ahli yaitu :34
1. Keterangan diberikan kepada ahli.
2. Memiliki keahlian khusus dalam bidang tertentu.
3. Menurut pengetahuan dalam bidang keahlianya.
4. Diberikan dibawah sumpah.
Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 179 dan Pasal 186 KUHAP,
33
Lamintang, 2010, Pembahasan KUHAP Menurut Ilmu Pengetauan dan Yurisprudensi,
Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, Hal 287
34
Yahya harahap. Op.Cit.Hal 296
41
keterangan yang dikemukakan oleh ahli menimbulkan dua bentuk :
1) Alat bukti keterangan ahli berbentuk “visum et repertum” atau
“laporan”;
2) Alat bukti keterangan ahli berbentuk “keterangan secara langsung”
di depan sidang pengadilan35
C. Alat Bukti Surat
Surat sebagai alat bukti yang sah harus dibuat atas sumpah jabatan
dan dikuatkan dengan sumpah. Dalam pasal 187 KUHAP disebutkan secara
luas bentuk-bentuk surat yang bernilai sebagai alat bukti yaitu:
1. Berita acara atau surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh atau
dihadapan pejabat yang berwenang mengenai suatu kejadian yang
didengar/dilihat/dialami sendiri disertai alasan yang jelas mengenai
keterangan tersebut.
2. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundangan atau yang
dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana
yang menjadi tanggung jawabnya.
3. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat keterangan berdasarkan
keahliannya mengenai suatu hal yang dimintakan secara resmi kepadanya.
4. Surat lain yang berhubungan dengan alat bukti yang lain.
Alat bukti surat dinilai sebagai alat bukti yang sempurna dan memiliki
kekuatan mengikat bagi hakim (volledig en beslissende bewijskracht). Namun
demikian, kesempurnaan dan kekuatan mengikat tersebut hanyalah secara
35
Mohammad Taufik dan Suhasril,2004, Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan Praktek,
Ghalia Indonesia, Jakarta. 79
42
formal. Pada akhirnya, keyakinan hakimlah yang menentukan kekuatan
pembuktiannya.36
Berdasarkan keterangan tersebut, visum et repertum juga dapat
digolongkan sebagai alat bukti surat yaitu surat keterangan seorang ahli atas
suatu hal yang dibuat berdasarkan keahliannya, dan dimintakan secara
resmi kepadanya oleh penyidik.
D. Alat Bukti Petunjuk
Petunjuk adalah suatu “isyarat” yang dapat ditarik atas suatu
perbuatan atau kejadian atau keadaan yang bersesuaian, sehingga
menandakan telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Petunjuk
hanya dapat diperoleh secara terbatas dari keterangan saksi, surat, dan
keterangan terdakwa. Pada umumnya, alat bukti petunjuk baru diperlukan
bila alat bukti yang lain belum dianggap hakim cukup membuktikan
kesalahan terdakwa.37
Mengenai kekuatan pembuktian alat bukti petunjuk, serupa sifat dan
kekuatanya dengan alat bukti lain, hanya mempunyai sifat kekuatan
pembuktian yang “bebas”, yang artinya,
1. Hakim tidak terikat dengan kebenaran persesuaian yang diwujudkan
oleh petunjuk, oleh karena itu hakim bebas menilainya dan
menggunakan sebagai upaya pembuktian.
2. Petunjuk sebagai alat bukti tidak bisa berdiri sendiri membuktikan
kesalahan terdakwa, alat bukti petunjuk tetap terikat pada prinsip batas
36
Yahya harahap. Op.Cit.Hal 307
Andi Hamzah, Op.Cit, Hal 316
37
43
minimum pembuktian. Oleh karena itu, agar petunjuk dengan sekurangkurangnya satu alat bukti lain.
E. Keterangan Terdakwa
Ditinjau dari segi yuridis istilah ketarangan terdakwa lebih simpatik
dan manusiawi jika dibandingkan dengan istilah pengakuan terdakwa yang
dirumuskan dalam HIR. Pada istilah pengakuan terdakwa, seolah-olah
terdapat unsur paksaan kepada terdakwa untuk mengakui kesalahanya.
Perkataan pengakuan mengandung kurangnya keleluasaan mengutarakan
segala sesuatu yang dilihat, diperbuat dan dialami sendiri oleh terdakwa,
hal ini sedikit banyak masih diwarnai dengan cara “inkuisitur”. Sistem
pemeriksaan yang sifatnya lebih cenderung menyudutkan terdakwa bahwa
seolah-olah terdakwa pada saat diperiksa sudah dianggap bersalah.38
Mengenai pengertian keterangan terdakwa itu sendiri dirumuskan
pada Pasal 189 ayat (1) KUHAP,
“Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan disidang
pengadilan tentang perbuatan yang terdakwa lakukan atau yang
terdakwa ketahui sendiri atau alami sendiri”.
Keterangan Terdakwa dapat diberikan di dalam dan diluar sidang.
Yang dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah menurut undang-undang
adalah keterangan Terdakwa di hadapan sidang. Keterangan yang diberikan
diluar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang
selama didukung oleh suatu alat bukti yang sah lainnya. Adapun keterangan
Terdakwa sebagai alat bukti, tanpa disertai oleh alatbukti lainnya, tidak
38
Yahya harahap. Op.Cit.Hal 319
44
cukup untuk membuktikan kesalahan Terdakwa. Hal ini merupakan
ketentuan beban minimum pembuktian sebagaimana diatur dalam Pasal 183
KUHAP, yaitu dua alat bukti yang sah menurut undang-undang.
3. Saksi Korban
A. Pengertian Saksi Korban
Berdasarkan asas kesamaan didepan hukum (equality before the law)
yang menjadi salah satu ciri negara hukum, maka setiap manusia diperlakukan
sama didepan hukum, semua berhak mendapatkan perlindungan dan
mendapatkan kejelasan dalam suatu perbuatan, khususnya pada suatu tindak
pidana korban selalu mendapatkan kesengsaraan karena harus menanggung
akibat dari tindak pidana itu sendiri.
Pasal 1 butir (3) Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2006 yang
berbunyi sebagai berukut :
Korban adalah orang perorangan atau kelompok orang yang mengalami
penderitaan, baik fisik, mental maupun emosional, kerugian ekonomi, atau
mengalami pengabaian, pengurangan atau perampasan hak-hak dasarnya
sebagai akibat pelanggaran hak asasi manusia yang berat, termasuk korban
adalah ahli warisnya.
Sedangkan saksi itu sendiri seperti yang sudah dijabarkan di atas
adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan
penyelidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu
perkara pidana.
Saksi korban sendiri adalah orang mengalami sendiri, yang ia dengar
sendiri dan ia lihat sendiri tetntang suatu tindak pidana yang kemudian ia
dapat memberikan keterangan didepan sidang pengadilan guna kepentingan
45
penyidikan, penuntutan serta pemeriksaan di sidang pengadilan untuk
diungkap kepada aparat penegak hukum dalam membantu proses jalanya
persidangan, yang diharapkan dapat tercapai apa yang diharapkan yaitu
mencari kebenaran yang sesungguhnya.
B. Hak Hak Saksi Korban
Perkembangannya
pandangan
masyarakat
terhadap
korban,
korbandapat mempercepat terjadinya sutau tindak pidana yang dilakukan oleh
si pelaku,si pelaku berperan aktif dan si korban berperan pasif, dalam hal ini
korban dianggap sebagai ”korban yang bersalah” dalam terjadinya tindak
pidana, halini si pelaku menjadi fokus perhatian reaksi sosial (peradilan),
sedangkan korban mengalami hal kurang perhatian dan akhirnya dianggap
kurang penting dalam proses reaksi sosial, kecuali hanya sekedar sebagai
obyek bukti (saksi korban) dan bukan sebagai subyek dalam sistim peradilan
di Indonesia.
Tentang korban ini, telah dituangkan dalam Undang-undang nomor 13
Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi Dan Korban. Hal mana kepentingan
korban di kuasakan pada suatu Lembaga yang di bentuk oleh undang-undang
yakni Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban (LPSK). Kepentingan
korban melalui LPSK tersebut tertuang dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor
13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban sebagai barikut39 :
(1) Korban melalui LPSK berhak mengajukan ke pengadilan berupa :
39
Soeharto, Hukum Pidana Materiil, Sinar Grafika, jakarta, 1993, Hal 63
46
a. hak atas kompensasi dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia yang
berat;
b. hak atas restitusi atau ganti kerugian yang menjadi tanggung jawab
pelaku tindak pidana.
(2) Keputusan mengenai kompensasi dan restitusi diberikan oleh pengadilan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kompensasi dan restitusi di
atur dengan Peraturan Pemerintah.
C. Kedudukan Saksi Korban
Mencermati mengenai hak-hak korban yang tertuang di dalam
KUHAP, maka di dapat pengaturan hak-hak bagi korban sangat minim sekali
di bandingkan dengan pengaturan tentang hak-hak pelaku tindak pidana
(tersangka/terdakwa/terpidana). Perlindungan hukum lebih banyak di atur
untuk pelaku tindak pidana, sebagaimana tampak dalam berbagai Pasal
tersebut di atas dibandingkan dengan kepentingan korban yang mengalami
penderitaan dari perbuatan pelaku tindak pidana.
Kedudukan saksi korban khususnya dalam lingkup peradilan
merupakan saksi yang memberatkan ( A Charge) bagi terdakwa/tersangka,
karena dalam keteranganya akan menunjukan pada kesalahan yang
terdakwa/tersangka lakukan, sebagai alat bukti melainkan sebagai keterangan
yang dapat menguatkan keyakinan hakim untuk memutus suatu perkara dan
dapat dipakai sebagai petunjuk utuk menemukan kebenaran yang terjadi.
C. Sistem Pembuktian dalam Hukum Acara Pidana
Konteks hukum acara pidana, pembuktian merupakan keseluruhan
ketentuan hukum yang mengatur proses pembuktian di depan sidang
pengadilan berdasarkan alat - alat bukti menurut undang – undang dan
barang – barang bukti yang diperoleh dan ditemukan beserta dengan
47
keyakinan hakim itu sendiri. Konsep pembuktian dalam hukum acara
dilandasi dengan teori yang menyangkut bagaimana sistem pembuktian
diterapkan.
Adapun maksud sistem pembuktian menurut Andi Hamzah40 adalah:
“Suatu sistem untuk mengetahui bagaimana cara meletakan suatu
hasil pembuktian terhadap perkara yang sedang diperiksa. Hasil dan
kekuatan yang bagaimana yang dianggap cukup memadai untuk
membuktikan kesalahan terdakwa. Dengan demekian sistem
pembuktian adalah sebagai jalan untuk berusaha guna mendekati
sebanyak mungkin persesuaian antara keyakinan hakim dan
kebenaran sejati”.
Sistem pembuktian di dalam KUHAP terdapat empat macam, yaitu,
1. Sistem Pembuktian Berdasarkan Undang-Undang Secara Positif
Menilai kekuatan pembuktian alat-alat bukti yang ada, dikenal dikenal
sistem atau teori pembuktian, salah satunya adalah sistem pembuktian yang
didasarkan alat-alat pembuktian yang disebut melulu pada undang-undang,
disebut sistem pembuktian berdasar undang-undang secara positif (positief
wettelijk bewijstheori). Dikatakan secara positif karena didasarkan kepada
undang-undang melulu. Artinya, jika terbukti suatu perbuatan sesuai dengan
alat-alat bukti yang disebut oleh undang-undang, maka keyakunan hakim
tidak diperlukan sama sekali. Sistem ini disebut juga teori pembuktian
formal.41
Menurut D. Simons42 menjelaskan bahwa,
“ Sistem pembuktian berdasarkan undang-undang secara positif ini
berusaha untuk menyingkirkan semua pertimbangan subjektif hakim
dan mengikat hakim secara ketat menurut peraturan pembuktian yang
40
Andi Hamzah. Op.Cit. Hal 249
Andi Hamzah. Op.Cit. Hal 251
42
Ibid.Hal 251
41
48
keras”.
Teori pembuktian ini sekarang tidak mendapat penganut lag, karena
teori ini terlalu banyak mengandalkan kekuatan pembuktian yang disebut oleh
undang-undang.
Teori juga ditolak oleh wirjono prodjodikoro untuk dianut di
Indonesia karena menurutnya bagaimana hakim dapat menetapkan kebenaran
selain dengan cara menyatakan terhadap keyakinanya tentang hal kebenaran
itu, lagi pula keyakinan seorang hakim yang jujur dan berpengalaman
mungkin sekali adalah sesuai dengan keyakinan masyarakat.43
2. Sistem Pembuktian Berdasar Keyakinan Hakim Melulu
Berhadapan berlawanan dengan teori pembuktian menurut undangundang secara positif, disadari bahwa alat bukti berupa pengakuan terdakwa
sendiri pun tidak selalu membuktikan kebenaran. Pengakuan pun tidak
menjamin terdakwa telah benar-benar melakukan perbuatan yang didakwakan
kepada terdakwa. Oleh karena itu diperlukan juga keyakinan hakim sendiri.
Bertolak pada pemikiran itulah, maka teori berdasar keyakinan hakim
meelulu yang didasarkan pada keyakinan hati nurani akim sendiri ditetapkan
bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan sesuai dengan apa yang
didakwakan. Dengan sistem ini pemidanaan dimungkinkan tanpa didasarkan
pada alat-alat bukti dalam undang-undang.44 Menurut wirjono prodjodikoro45
mengatakan bahwa,
“Sistem pembuktian berdasar pada keyakinan hakim melulu pernah
43
Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit Hal 75
Andi Hamzah. Op.Cit. Hal 252
45
Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit Hal 76
44
49
dianut di Indonesia, yaitu pada pengadilan distrik dan pengadilan
kabupaten, Sistem ini dimungkinkan hakim menyebutkan apa saja
yang menjadi dasar keyakinanya”.
Sistem ini memberikan kebebasan kepada hakim terlalu besar
sehingga sulit diawasi. Di samping itu, terdakwa atau penasihat hukumya
sulit untuk melakukan pembelaan. Hal ini hakim dapat memidana terdakwa
berdasar keyakinanya bahwa terdakwa telah melakukan apa
yang
didakwakan. Pelaksanaan pembuktian seperti pemeriksaan dan pengambilan
sumpah saksi, pembacaan berkas perkara terdapat pada semua perundangundangan acara pidana, termasuk sistem keyakinan hakim melulu.
3. Sistem Pembuktian Berdasar Keyakinan Hakim Atas Alasan Yang Logis
Sebagai jalan tengah muncul sistem atau teori pembuktian berdasar
keyakinan hakim atas alasan yang logis. Menurut teori ini, hakim dapat
memutuskan seseorang bersalah berdasar keyakinanya, keyakinan yang
didasar kepada dasar-dasar pembuktian disertai dengan suatu kesimpulan
yang berlandaskan pada peraturan-peraturan pembuktian tertentu.46
Sistem pembuktian ini disebut juga pembuktian bebas karena hakim
bebas untuk menyebut alasan-alasan keyakinanya. Sistem pembuktian ini
terpecah menjadi dua jurusan,
1. Sistem atau teori pembuktian berdasar keyakinan hakim atas
alasan yang logis.
2. Sistem atau teori pembuktian berdasar undang-undang secara
negatif.
46
Andi Hamzah. Op.Cit. Hal 252
50
Persamaanya adalah keduanya sama berdasar atas keyakinan hakim,
artinya terdakwa tidak mungkin dipidana tanpa adanya keyakinan hakim
bahwa terdakwa bersalah. Perbedaanya bahwa yang pertama atau Sistem atau
teori pembuktian berdasar keyakinan hakim atas alasan yang logis berpangkal
tolak pada keyakinan hakim, tetapi keyakinan itu harus didasarkan kepada
suatu kesimpulan yang logis, yang tidak didasarkan kepada undang-undang,
tetapi ketentuan-ketentuan menurut pengetahuan hakim sendiri tentang
pelaksanaan pembuktian yang mana akan hakim pergunakan. Sedangkan
Sistem atau teori pembuktian berdasar undang-undang secara negatif
berpangkal tolak pada aturan-aturan pembuktian yang ditetapkan secara
limitatif oleh undang-undang, tetapi hal itu harus diikuti dengan keyakinan
hakim.47
4. Teori Pembuktian Berdasarkan Kepada Undang-Undang Secara Negatif
HIR maupun KUHAP semuanya menganut teori atau sistem
pembuktian berdasarkan undang undang negatif (negatief wettelijk). Hal ini
dapat disimpulkan dari Pasal 183 KUHAP yang berbunyi sebagai berikut,
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang, kecuali
apabila dengan sekurang kurangnya dua alat bukti yang sah ia
memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar benar terjadi
dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukanya.”
Pasal 183 KUHAP tersebut nyata bahwa pembuktian harus didasarkan
kepada undang undang (KUHAP), yaitu alat bukti yang sah tersebut dalam
Pasal 184 KUHAP, disertai dengan keyakinan hakim yang diperoleh dari alat
alat bukti tersebut. Mengenai sistem atau teori pembuktian berdasarkan
47
Ibid.Hal 255
51
undang undang negatif (negatief wettelijk) ini, pemidaan didasarkan pada
pembuktian yang berganda (dubbel en grondslag) yaitu pada peraturan
undang undang dan pada keyakinan hakim, menurut peraturan undang undang
dan keyakinan hakim ini bersumberkan pada undang undang.48
Menurut
M.
Yahya
Harahap49,untuk
membuktikan
kesalahan
terdakwa harus :
1. Penjumlahan dari sekurangnya satu saksi ditambah dengan satu saksi ahli
atau surat atau petunjuk, dengan ketentuan penjumlahan kedua alat alat
bukti tersebut “saling bersesuian dan menguatkan”, tidak saling
bertentangan.
2. Atau, dua alat bukti itu berupa dua orang saksi yang saling bersesuian dan
menguatkan, maupun penggabungan keterangan satu saksi dengan
keterangan terdakwa, asal terdapat persesuaian.
Menurut pendapat di atas,sama dengan isi dari Pasal 183 KUHAP
yaitu tidak membenarkan pembuktian kesalahan terdakwa dengan satu alat
bukti yang berdiri sendiri. Prinsip umum dalam pembuktian juga ditegaskan
oleh pasal lain dalam KUHP, antara lain Pasal 185 ayat (2) KUHP bahwa,
“Keterangan seorang saksi saja tidak cukup membuktikan kesalahan
terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadannya. Asas ini
dikenal dengan istilah”satu saksi bukan saksi” (unus testis nullus
testis).”
Kalimat “sekurang kurangnya dua alat bukti yang sah” maksudnya
adalah untuk menjatuhkan pidana kepada seorang terdakwa oleh hakim
apabila kesalahan terdakwa telah dapat dibuktikan “dengan sekurang
kurangnya dua alat bukti yang sah”, jadi minimum pembuktian yang
dianggap cukup membuktikan kesalahan terdakwa agar kepadanya dapat
48
Andi Hamzah, Op.Cit, Hal 255
Yahya Harahap, Op.Cit, Hal 252
49
52
dijatuhkan pidana.50
Asas Negatif Wettelijk tercermin pula secara nyata pada Pasal 189
ayat(4) KUHAP, bahwa berdasarkan “pengakuan salah yang diucapkan
terdakwa”,hakim tidak boleh menghukum terdakwa. “pengakuan salah yang
di ucapkan terdakwa” tanpa alat bukti lain, merupakan alat pembuktian yang
tidak lengkap. Untuk lebih jelasnya Pasal 189 ayat (4), dikutip sebagai
berikut :
“Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa
iabersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya,
melainkanharus disertai dengan alat bukti yang lain.”
Walaupun hakim yakin, bahwa terdakwa bersalah melakukan
perbuatan yang didakwakan oleh penuntut umum, akan tetapi keyakinan
hakim ini hanyadilandaskan oleh satu alat bukti yang berupa keterangan
terdakwa, maka putusan demikian merupakan tindakan yang melanggar asas
dari pada bukti minimum yang di minta oleh Undang-Undang (de leer van het
minimum bewjis) sebagaimana termuat di dalam 183 KUHAP.51
C. Tindak Pidana Lalu Lintas
1. Pengertian Tindak Pidana Lalu Lintas
Istilah tindak pidana yang digunakan di Indonesia merupakan
terjemahan dari bahasa Belanda yaitu Strafbaar feit. Dalam Kitab UndangUndang Hukum Pidana dikenal istilah delict. Ada sebagian sarjana yang
menyebut tindakan pidana sebagai perbuatan pidana, dalam hal ini ada
50
Mohammad taufik dan Suhasril,Op.Cit, Hal 278
Ibid.Hal 279
51
53
kesamaan pendapat karena undang-undang sendiri tidak memberikan suatu
batasan yang jelas mengenai istilah tindak pidana.
Wirjono Prodjodikoro52menyebutkan bahwa,
“Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat
dikenakan hukuman pidana dan pelaku ini dapat dikatakansebagai
subyek tindak pidana.”
Pasal 93 ayat (1) PP Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan
Lalu-Lintas Jalan juga memberikan definisi tentang kecelakaan lalu-lintas,
yaitu:
"Kecelakaan lalu-lintas adalah suatu peristiwa dijalan yang tidak
disangka-sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan atau tanpa
pemakai jalan lainnya mengakibatkan korban manusia atau kerugian
harta benda".
Menurut UU No. 22 Tahun 2009 tentang Tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan pengertian kecelakaan lalu lintas adalah,
“Suatu peristiwa di Jalan yang tidakdiduga dan tidak disengaja
melibatkan Kendaraan dengan atautanpa Pengguna Jalan lain yang
mengakibatkan korban manusiadan/atau kerugian harta benda.”
2. Akibat Tindak Pidana Lalu Lintas
Kecelakaan lalu-lintas yang dapat berupa pelanggaran terhadap
peraturan lalu-lintas yang terjadi baik antar kendaraan bermotor maupun
kendaraan bermotor dengan kendaraan tidak bermotor sebagai pengguna
jalan, dapat mengakibatkan keadaan yang merugikan, antara lain : luka
52
Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit Hal 85
54
ringan, luka berat bahkan mati. Tidak hanya kerugian materi seprti rusaknya
kendaraan bermotor dan lain sebagainya.53
Kerugian fisik dan jasmani pada diri pelaku atau korban yang dapat
berupa luka-luka kecil/ luka ringan, luka berat atau bahkan sampai mati dapat
menjadi akibat adanya suatu tindak pidana lalu-lintas, yaitu seperti yang
diatur dalam Pasal 359 serta Pasal 360 KUHP. Walaupun di dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana tidak diatur secara khusus mengenai tindak
pidana lalu lintas, namun kedua pasal tersebut memyebutkanmengenai
seseorang karena kealpaannya mengakibatkan luka berat atau mati. Jadi
mengenai peraturan tindak pidana lalu lintas dapat digunakan Pasal 359 dan
Pasal 360 KUHP tersebut. Pasal 359 KUHP merumuskan :
"Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain mati,
dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun, atau
pidana kurungan selama-lamanya satu tahun".
Penjelasan Pasal 359 KUHP dapat berarti bahwa karena kurang hatihati, alpa, tidak sengaja, kelalaian pemakai jalan dapat mengakibatkan
terjadinya kecelakaan lalu lintas sehingga menyebabkan orang lain
kehilangan nyawa (mati) dapat dihukum dengan pidana penjara selamalamanya lima tahun ataupun berupa pidana kurungan paling lama satu tahun.
Pasal 360 KUHP merumuskan :54
"Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang luka berat,
dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun atau
pidana kurungan paling lama satu tahun".
53
Ruba‟I, Masruchin ,Mengenal Pidana dan Pemidanaan di Indonesia. IKIP Malang.Hal 142
54
Ibid, Hal 143
55
Akibat yang ditimbulkan oleh suatu tindak pidana lalu lintas antara
lain :
1. Kerusakan materi.
2. Korban luka ringan atau berat.
3. Korban jiwa yang mengalami kematian.
Kerusakan materi sebagai salah satu dampak yang diderita baik oleh
pelaku atau korban kecelakaan lalu lintas dapat berupa kerugian harta benda
seperti kerusakan sepeda motor, barang-barang yang dibawa pada waktu
kecelakaan terjadi, maupun kerusakan fisik badan jalan, trotoar, pagar
pembatas dan lain-lain.55
Menurut Pasal 93 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun
1993 tentang Prasarana dan Lalu-lintas Jalan, korban kecelakaan lalu-lintas
dapat berupa:56
1. Korban mati
Menurut Pasal 93 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun
1993 tentang Prasarana dan Lalu-lintas Jalan, korban mati dirumuskan
sebagai berikut:
"korban mati adalah korban yang dipastikan mati sebagai akibat
kecelakaan lalu-lintas dalam jangka waktu paling lama 30 hari setelah
kecelakaan tersebut".
Korban mati seperti yang telah disebutkan dalam Pasal 93 ayat (2)
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu-
55
Soeharto, 1993, Hukum Pidana Materiil, Sinar Grafika, Jakarta.Hal79
Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit Hal 89
56
56
lintas Jalan berarti bahwa dalam kecelakaan lalu-lintas dapat mengakibatkan
korban Jiwa yang berupa kematian yaitu hilangnya nyawa seseorang. Korban
mati adalah merupakan dampak negatif dengan adanya kecelakaan lalu lintas.
2. Korban luka berat
Pengertian korban luka berta menurut Pasal 93 ayat (4) Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu-lintas Jalan
adalah:
"korban luka berat adalah korban yang karena luka-lukanya menderita
cacat tetap atau harus dirawat dalam jangka waktu lebih dari 30 hari
sejak terjadi kecelakaan".
Korban luka berat seperti yang telah disebutkan dalam Pasal 93 ayat
(2) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalulintas Jalan berarti korban yang mengalami luka yang tidak ringan serta dapat
mengakibatkan suatu cacat otak (seperti gila, karena terkena syaraf bagian
otak), cacat tubuh (patah kaki atau tangan) sehingga tidak dapat pulih seperti
sediakala.
Salah satu akibat dan pelanggaran atau tindak pidana lalu-lintas
seperti yang telah disebutkan diatas adalah luka berat, sedangkan yang
termasuk luka berat telah diatur dalam Pasal 90 KUHP, yaitu :
1. Jatuh sakit atau luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama
sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut.
2. Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau
pekerjaan pencarian.
3. Kehilangan salah satu panca indera.
4. Mendapat cacat berat (verminking).
5. Menderita sakit lumpuh.
6. Terganggunya daya piker selama empat minggu lebih.
7. Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan.
57
3. Korban luka ringan
Pengertian
korban
luka
ringan
menurut
Pasal
93
ayat
(5) Peratutan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalulintas Jalan adalah:
"korban luka ringan adalah korban yang tidak termasuk ke dalam
pengertian ayat (3) dan (4)".
Korban luka ringan seperti yang disebutkan dalam Pasal 93 ayat (5)
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalulintas Jalan berarti korban yang menderita selain kematian atau luka berat
seperti lecet-lecet serta luka ringan lain yang dapat pulih seperti sediakala
sebelum terjadi kecelakaan. Adapun unsur-unsur dalam Pasal 360 KUHP:57
Ayat(l)Subyektif:
a. Karena salahnya Obyektif:
b. Menyebabkan luka berat
c. Orang lain
Ayat (2) Subyektif:
a. Karena salahnya
Obyektif:
b. Menyebabkan
c. Orang lain
d. Luka yang demikian rupa
e. Menjadi sakit sementara
57
Kansil dan Christin, 2007, Hukum Pidana di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hal 286
58
f. Tidak dapat menjalankan jabatannya atau pekerjaannyasementara.
Terhadap masalah kealpaan dalam KUHP tidak diberikan penjelasan
mengenai pengertian tetapi banyak ahli hukum pidana yang membahasnya,
ada yang mengatakan bahwa persoalan sekitar culpa ini antara lain mengenai
dasar dan dipandang perlu dipidananya kealpaan yang tidak disadari, Van
Homet58 mengatakan bahwa kealpaan mengandung dua syarat:
a). Tidak mengadakan penduga-duga sebagaimana diharuskan oleh hukum,
mengenai tidak diadakan penduga-duga ada dua kemungkinan yaitu:
(1) Pelaku berpikir bahwa akibat tidak akan terjadi karena perbuatannya,
padahal pandangan itu mungkin tidak benar.
(2) Bahwa pelaku sama sekali tidak mempunyai pikiran bahwa akibat
yang dilarang mungkin timbul karena perbuatannya.
b). Tidak mengadakan penghati-hatian sebagaimana diharuskan oleh hukum,
untuk menentukan apakah seseorang berbuat tidak mengadakan penghatihatian, sebagaimana ditentukan oleh hukum, maka pertama harus
menggunakan kriteria yang telah ditemukan yaitu:
(1) Menentukan apakah seseorang telah berbuat dengan hati-hati atau
tidak hati-hati harus dilihat, apakah seseorang yang tergolong pelaku
dalam hal yang sama telah berbuat yang sama pula, atau akan berbuat
lain.
(2) Dengan menggunakan ukuran lain yaitu apakah orang-oranggolongan
pelaku dalam hal ini yangsama apakah akan berbuatyang lain atau
tidak.
Maksud dari pembentuk undang-undang hukum pidana ini,bukanlah
memberikan nestapa atau pidana pada perbuatan itu, melainkan memberikan
pengajaran supaya hati-hati dan tidak mengulangi perbuatannya lagi.
58
Kansil dan Christin, Op.Cit, hal 289
59
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Metode Pendekatan
Metode yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis normatif, yaitu
pendekatan yang menggunakan konsepsi yang legistis positivistis. Konsepsi ini
memandang hukum sebagai identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat
dan diundangkan oleh lembaga atau pejabat negara yang berwenang. Selain itu
konsepsi tersebut melihat hukum sebagai suatu sistem normatif yang bersifat
otonom, terhadap dan terlepas dari kehidupan masyarakat.59
2. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah penelitian preskriptif, yaitu suatu
penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran-gambaran atau
merumuskan masalah sesuai dengan keadaan atau fakta yang ada, sifat
preskriptif keilmuan hukum ini merupakan sesuatu yang substansial,
mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsepkonsep hukum dan norma hukum.60
3. Lokasi Penelitian
59
Haryono dalam Johnny Ibrahim, 2006,Teori dan MetodologiPenelitian Hukum Normatif,
Bayumedia Publishing, Jawa Timur, hal. 302.
60
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana Prennada Media Grup, Jakarta.
Hal 91
60
Penelitian ini dilakukan di Pengadilan Negeri Purwokerto.
4. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian diuraikan ke dalam dua jenis data yaitu:61
a.
Data Sekunder, yaitu data yang memberikan penjelasan terhadap data
primer, yang dibagi dan diuraikan ke dalam tiga jenis bahan hukum
yaitu:
1) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang bersifat
mengikat, terdiri dari peraturan dasar dan peraturan perundangundangan, serta Putusan Nomor 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt.
2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang
memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, terdiri
dari pustaka di bidang ilmu hukum, hasil penelitian di bidang
hukum, dan artikel-artikel ilmiah, baik dari koran maupun
internet;
3) Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk
terhadap bahan hukum primer dan sekunder, terdiri dari kamus
hukum dan ensiklopedia.
b.
Data Primer, yaitu data ini yang diperoleh wawancara langsung dengan
Hakim di Pengadilan Negeri Purwokerto.
5. Metode Pengumpulan Data
Metode Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Data Sekunder
Data
sekunder
diperoleh
dengan
menginventarisasi
peraturan
perundang-undangan, yaitu Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981
61
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2006,Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan
Singkat, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal. 33.
61
( Kitab Hukum Acara Pidana ), Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Peraturan Pemerintah
Nomor 3 Tahun 2002, Tentang Korban Pelanggaran HAM, Undang
Undang No. 22 Tahun 2009Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,
mempelajari keputusan, yaitu Putusan No.20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt,
buku literatur artikel, makalah, seminar, maupun surat-surat resmi
yang ada hubungannya dengan penelitian tersebut.
b. Data Primer
Data primer diperoleh dengan cara wawancara dengan hakim
Pengadilan Negeri Purwokerto.
6. Metode Penyajian Data
Deskriptif analitif diuraikan atau disajikan secara sistematis. Untuk bahan
hukum sekunder akan disajikan sesuai dengan kebutuhan analisis namun tidak
menghilangkan maksud yang terkandung dalam bahan hukum tersebut,
Penyajian bahan ini dapat ditempatkan pada seluruh bab maupun sub bab pada
karya tulis ini sesuaidengan relevansinya pada hal yang bersangkutan.
7.Analisis Data
Analisis data akan dilakukan secara kualitatif, dalam arti bahan hukum yang
telah diperoleh akan dianalisa dan diuraikan menurut mutu dan kualitas sesuai
dengan relevansi dalam penelitian ini.
62
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitain
1.
Data Sekunder
A. Identitas Terdakwa
Terdakwa dalam putusab Nomor : 20/Pid.Sus/PN.Pwt;
Nama
: Warsono Bin Dul mundir
Tempat Lahir
: Banyumas
Umur/ Tanggal Lahir : 28 Tahun / 30 November 1982
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Kebangsaan
: Indonesia
Tempat Tinggal
:
Desa
Tambaksari
Rt
02/Rw
01
Kecamatan
Kembaran, Kabupaten Banyumas
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Sopir
Pendidikan
: SMP
B. Duduk Perkara
Terdakwa Worsono Bin Dul Mundir pada hari Kamis tanggal 16
September 2010 sekitar pukul 15.00 WIB atau setidak-tidaknya pada waktu
lain dalam tahun 2010
bertempat di Jl. Raya ikut Desa Karangtengah,
Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas atau setidak-tidaknya di tempat
63
lain yang masih termasuk daerah hukum Pengadilan Negeri Purwoketo,
mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaianya mengakibatkan
kecelakaan lalu lintas dengan korban luka berat, perbuatan mana dilakukan
dengan cara cara serta keadaan sebagai berikut ;
Awalnya pada hari Rabu tanggal 15 September 2010 sekitar pukul
21.00 WIB terdakwa Warsono Bin Dul mundir sebagai pemilik sekaligus
sopir KBM Pick Up L-300 Nopol : R-9346-VA telah menerima pesan untuk
mengangkut Remaja Masjid NURUL AMAL Desa tambaksogra, Kecamatan
Sumbang, Kabupaten Banyumas yang berjumlah sekitar 30 orang dengan
tujuan ke Lokawisata Curug Cipendok dan untuk itu terdakwa menerima jasa
sebesar Rp 200.000,-( dua ratus ribu ), padahal terdakwa mengetahui bahwa
kendaran tersebut peruntukanya adalah untuk mengangkut barang dan bukan
untuk mengangkut orang. Selanjutnya pada hari Kamis tanggal 16 September
2010 sekitar puku 05.00 WIB terdakwa langsung berangkat untuk menjemput
dan mengantar rombongan remaja masjid yang semanya adalah laki-laki,
namun karena terdakwa berangkat pagi-pagi maka terdakwa hanya sempat
mengecek kondisi angin ban dan tidak melakukan pengecekan terhadap
kondisi onderdil kendaraan lainya bahkan terdakwa mengetahui kalau salah
satu onderdil kendaraan yaitu rem kendaraan dalam keadaan tidak dapat
befungsi tidak baik. Setelah itu terdakwa mengantarkan rombongan tersebut
namun hanya sampai Desa Singasari, lalu terdakwa pulang dan sekitar pukul
14.00 WIB terdakwa dengan menggunakan kendaraan yang sama menjemput
rombongan langsung langsung di Lokasi Curug Cipendok, namun
64
sebelumnya terdakwa juga tidak mengontrol keadaan kendaraan bahkan
terdakwa juga belum pernah ke tempat tersebut sehingga belum paham
dengan keadaan jalan yang akan dilaluinya. Setelah sampai di lokasi Curug
Cipendok lalu terdakwa mengangkut rombongan tersebut dan melanjutkan
perjalanan pulang dan terdakwa memacu kendaraan dengan kecepatan 40
km/jam dengan gigi presnelling pada posisi tiga. Namun ketika kendaraan
baru menempuh jarak sekitar 1 km, tepatnya ketika melintas di jalan menurun
dan menikung ke kiri tepatnya di Desa Karagtengah, Kecamatan Cilongok,
Kabupaten Banyumas, tiba-tiba terdakwa tidak dapat mengendalikan
kendaraan sehingga kendaraan masuk ke parit dengan kedalaman 3 meter
yang terletak di sebelah kanan jalan. Akibatya para penumpag mengalami
luka berat sesuai dengan Visum Et Repertum
dari Rumah Sakit Umum
Daerah ( RSUD ) Ajibarang yang ditandatangani oleh dr. Riski Oktarifa.
C. Dakwaan Penuntut Umum
Setelah barang bukti dilimpahkan ke Kejaksaan dan Warsono Bin Dul
mundir ditetapkan sebagai terdakwa. Penuntut Umum mengajukan Dakwaan
dan tuntutan kepada Terdakwa ke Pengadilan Negeri Purwokerto. Dakwaan
tersebut disusun secara Subsidair yaitu :
a. Primair : Pasal 310 ayat (3) Undang Undang Nomor. 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
b. Subsidair : Pasal 310 ayat (2) Undang Undang Nomor. 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
65
D. Pembuktian
Untuk mengetahui fakta-fakta yang terkungkap dalam pemeriksaan di
persidangan maka Jaksa Penuntut Umum menghadirkan beberapa alat bukti
berupa:
a. Keterangan Saksi
Penuntut umum mengajukan 10 ( sepuluh ) orang saksi
diantaranya saksi DS, RS, SR, SN, DN, EP, AS, SK, DP dan saksi KN
yang dihadirkan dipersidangan.
1) Pada intinya keterangan dari DS, dibawah sumpah menerangkan yang
pada pokoknya sebagai berikut bahwa :
Kejadian itu terjadi pada hari Kamis, tanggal 16 September
2010 sekitar pukul 15.15 WIB di Jalan Umum ikut Desa Karangtengah
Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas. Pada saat terjadi kecelakaan
lalu-lintas tersebut saksi sedang menumpang di bak belakang, berada di
tengah menghadap ke arah pengemudi, Untuk keadaan cuaca sendiri saat
terjadi kecelakaan cerah, kondisi jalan beraspal halus, namun jalan
menurun dan menikung kekiri dari arah utara serta arus lalu-lintas sepi.
Kecelakaan lalu lintas kendaraan KBM Pick Up L 300
Mitsubishi Nopol R-9346-VA yang dikemudikan oleh WARSONO
(terdakwa) tidak dapat dikendalikan sehingga masuk ke parit sedalam 3
meter, akibat peristiwa tersebut ada korbannya yaitu sebanyak 3 orang
patah tulang diantaranya AS, DP dan SN. Pada Saat itu KBM Pick Up L
300 Nopol R-9346-VA datang dari arah utara menuju keselatan dengan
66
kecepatannya sekitar 40-50 km/jam dan gigi presneleng masuk gigi 2,
saat itu tidak melihat kendaraan lain dari arah berlawanan, kecuali
kendaraan yang saksi tumpangi saja.
Sebelum
terjadi
kecelakaan
rombongan
yang
duduk
dibelakang sudah memberi pesan supaya pelan pelan dan hati hati kepada
terdakwa bahkan sempat berkata “ALLAH AKBAR”, Setahu saksi
terdakwa sudah punya SIM, namun saksi belum pernah melihat langsung
kondisi jalan di daerah Curug Cipendok. Saksi tidak tahu kerusakan dari
kendaraan terdakwa karena saksi sendiri menahan rasa sakit akibat luka,
yang menjadi korban kecelakaan adalah DP, SN, dan AS dan lainnya
saksi tidak ingat lagi, setahu saksi KBM Pick Up tersebut posisinya
setelah terjadi kecelakaan menghadap serong kearah timur.
Menurut saksi penyebab kecelakaan adalah karena KBM Pick
Up L 300 Nopol R-9346-VA saat membawa penumpang terlalu berat
sehingga pengemudi tidak dapat mengendalikan kemudinya disaat
melintas dijalan yang menurun dan membelok kekiri lepas kendali dan
langsug terjadi kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban luka
luka dan kerusakan pada kendaraannya.
2) Pada intinya keterangan dari FA, dibawah sumpah menerangkan yang
pada pokoknya sebagai berikut bahwa :
Pada hari Kamis, tanggal 16 September 2010 sekitar pukul
15.15 WIB di jalan umum ikut Desa Karangtengah Kecamatan Cilongok,
67
Kabupaten Cilongok, Kabupaten Banyumas telah terjadi kecelakaan lalu
lintas dimana kendaraan KM Pick Up L 300 Nopol R-9346-VA yang
saksi tumpangi di bak belakangnya yaitu ditengah menghadap ke arah
pengemudi masuk ke parit, untuk keadaan cuaca cerah saat terjadi
kecelakaan dan kondisi jalan beraspal halus, tetapi jalan menurun dan
menikung kekiri dari arah utara serta arus lalu lintas sepi.
Kecelakaan lalu lintas KBM Pick Up L 300 Mitsubishi Nopol
R-9346-VA yang dikemudikan terdakwa dengan membawa penumpang
berjumlah kurang lebih 30 orang tidak dapat dikendalikan sehingga
masuk ke parit. Akibat kejadian tersebut korbannya yaitu sebanyak 3
orang patah tulang diantaranya AS, DP, SN dan yang lainya karena saksi
lupa. Pada Saat itu KBM Pick UP L 300 Nopol R-9346-VA datang dari
arah utara menuju keselatan dengan kecepatannya saat kejadian sekitar
40-50 km/jam, saat itu saksi tidak melihat ada kendaraan lain dari arah
berlawanan. Sebelum terjadi kecelakaan rombongan yang duduk
dibelakang sudah memberi pesan supaya pelan pelan dan hati hati kepada
terdakwa bahkan sempat berkata “ALLAH AKBAR”, setahu saksi
terdakwa sudah punya SIM, namun saksi belum pernah melihat langsung
keadaan jalan di daerah itu.
Korban kecelakaan adalah DP, SR, dan AS dan lainnya saksi
tidak ingat. Setahu saksi, kendaraan tersebut milik terdakwa sendiri,
menurut saksi juga penyebab kecelakaan adalah karena KBM Pick Up L
300 Nopol R-9346-VA saat membawa penumpang terlalu berat sehingga
68
pengemudi tidak dapat mengendalikan kemudinya disaat melintas dijalan
yang menurun dan membelok kekiri lepas kendali dan langsug terjadi
kecelakaan lalulintas yang mengakibatkan korban luka luka dan
kerusakan pada kendaraannya. Untuk biaya pengobatan dan biaya
lainnya ditanggung oleh masing masing karena saksi melihat orang tua
saudara Warsono sedang dalam keadaan sakit sehingga tidak tega
melihatnya.
3) Pada intinya keterangan dari SR, dibawah sumpah menerangkan yang
pada pokoknya sebagai berikut bahwa :
Setahu saksi kejadian kecelakaan tersebut terjadi pada hari
Kamis, tanggal 16 September 2010 sekitar pukul 15.15 WIB di jalan
umum ikut Desa Karangtengah Cilongok, Kabupaten Banyumas. Pada
saat terjadi kecelakaan lalu lintas tersebut saksi sedang menumpang di
bak belakang, ditengah kendaraan menghadap ke arah pengemudi dari
kendaraan KBM Pick Up L 300 Nopol R-9346-VA, untuk keadaan cuaca
cerah saat terjadi kecelakaan dan kondisi jalan beraspal halus, tetapi jalan
menurun dan menikung kekiri dari arah utara serta arus lalu lintas sepi.
Kecelakaan lalu lintas KBM Pick Up L 300 Mitsubishi Nopol R-9346VA masuk ke parit, saksi mengerti saat itu yang dikemudikan kendaraan
adalah saudara WARSONO (terdakwa sendiri). korbannya yaitu
sebanyak 3 orang atau lebih patah tulang diantaranya AS, DP, SN dan
yang lainya saksi tidak ingat.
69
Pada Saat itu KBM Pick Up L 300 Nopol R-9346- VA datang
dari arah utara menuju keselatan dengan kecepatannya sekitar 40-50
km/jam dan gigi preseneleng masuk gigi 2, saat itu saksi tidak melihat
ada kendaraan lain dari arah berlawanan, Sebelum terjadi kecelakaan
rombongan yang duduk dibelakang sudah memberi pesan supaya pelan
pelan dan hati hati kepada terdakwa bahkan sempat berkata “ALLAH
AKBAR”.
Setahu saksi terdakwa sudah punya SIM, namun saksi belum
pernah melihat langsung, saksi tidak tahu kerusakannya karena menahan
rasa sakit akibat luka, yang menjadi korban kecelakaan adalah DP, SN,
dan AS dan lainnya saksi tidak ingat lagi. Menurut saksi penyebabnya
adalah karena KBM Pick Up L 300 Nopol R-9346-VA saat membawa
penumpang terlalu berat sehingga pengemudi tidak dapat mengendalikan
kemudinya dan disaat melintas di jalan yang menurun dan membelok
kekiri lepas kendali dan langsung terjadi kecelakaan lalu lintas yang
mengakibatkan korban luka-luka dan kerusakan pada kendaraan tersebut,
untuk biaya pengobatan dan biaya lainnya ditanggung oleh masing
masing karena saksi melihat orang tua saudara Warsono sedang dalam
keadaan sakit sehingga tidak tega melihatnya.
4) Pada intinya keterangan dari SN, dibawah sumpah menerangkan yang
pada pokoknya sebagai berikut bahwa :
70
Setahu saksi kejadian kecelakaan tersebut terjadi pada hari
Kamis, tanggal 16 September 2010 sekitar pukul 15.15 WIB di jalan
umum ikut Desa Karangtengah Cilongok, Kabupaten Banyumas. Pada
saat terjadi kecelakaan lalu lintas tersebut saksi sedang menumpang di
bak belakang, ditengah kendaraan menghadap ke arah pengemudi, untuk
keadaan cuaca cerah saat terjadi kecelakaan dan kondisi jalan beraspal
halus, tetapi jalan menurun dan menikung kekiri dari arah utara serta arus
lalu lintas sepi.
Kecelakaan lalu lintas KBM Pick Up L 300 Mitsubishi Nopol
R-9346-VA masuk ke parit sedalam 3 meter, korbannya diantaranya 3
orang patah tulang diantaranya AS, DP, dan SR. Pada Saat itu KBM Pick
Up L 300 Nopol R-9346- VA datang dari arah utara menuju keselatan
dengan kecepatannya sekitar 20-30 km/jam dan gigi preseneleng masuk
gigi 2, saat itu saksi tidak melihat ada kendaraan lain dari arah
berlawanan, sebelum terjadi kecelakaan rombongan yang duduk
dibelakang sudah memberi pesan supaya pelan pelan dan hati hati kepada
terdakwa bahkan sempat berkata “ALLAH AKBAR”.
Menurut saksi penyebabnya adalah karena KBM Pick Up L
300 Nopol R-9346-VA saat membawa penumpang terlalu berat sehingga
pengemudi tidak dapat mengendalikan kemudinya dan disaat melintas di
jalan yang menurun dan membelok kekiri lepas kendali dan langsung
terjadi kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban luka-luka dan
kerusakan pada kendaraannya.
71
5) Pada intinya keterangan dari DN, dibawah sumpah menerangkan
yang pada pokoknya sebagai berikut bahwa :
Setahu saksi kejadian kecelakaan tersebut terjadi pada hari
Kamis, tanggal 16 September 2010 sekitar pukul 15.15 WIB di Jalan
Umum ikut Desa Karangtengah Cilongok, Kabupaten Banyumas ada
kecelakaan lalu lintas yang dikemudikan oleh terdakwa Warsono, pada
saat terjadi kecelakaan lalu lintas tersebut saksi sedang menumpang di
bak belakang, ditengah kendaraan menghadap ke arah pengemudi. Untuk
keadaan cuaca cerah saat terjadi kecelakaan dan kondisi jalan beraspal
halus, tetapi jalan menurun dan menikung kekiri dari arah utara serta arus
lalu lintas sepi.
Kecelakaan lalu lintas KBM Pick Up L 300 Mitsubishi Nopol
R-9346-VA, korbannya yaitu sebanyak 3 orang patah tulang diantaranya
AS, DP, dan SR. Pada Saat itu KBM Pick Up L 300 Nopol R-9346- VA
datang dari arah utara menuju keselatan, saat itu saksi tidak melihat ada
kendaraan lain dari arah berlawanan juga, saksi melihat tidak ada
kendaraan lain kecuali kendaraan yang saya tumpangi saja.
Sebelum
terjadi
kecelakaan
rombongan
yang
duduk
dibelakang sudah memberi pesan supaya pelan pelan dan hati hati kepada
terdakwa bahkan sempat berkata “ALLAH AKBAR”, menurut saksi
penyebabnya adalah karena KBM Pick Up L 300 Nopol R-9346-VA saat
membawa penumpang terlalu berat sehingga Pengemudi tidak dapat
mengendalikan kemudinya dan disaat melintas di jalan yang menurun
72
dan membelok kekiri lepas kendali dan langsung terjadi kecelakaan lalu
lintas yang mengakibatkan korban luka-luka dan kerusakan pada
kendaraannya.
6) Pada intinya keterangan dari EP, dibawah sumpah menerangkan yang
pada pokoknya sebagai berikut bahwa :
Hari Kamis, tanggal 16 September 2010 sekitar pukul 15.15
WIB di Jalan Umum ikut Desa Karangtengah Kecamatan Cilongok,
Kabupaten Banyumas terjadi kecelakaan lalu lintas, dimana pada saat
terjadi kecelakaan lalu lintas tersebut saksi sedang menumpang di bak
belakang, berada ditengah menghadap ke arah pengemudi. Kecelakaan
lalu lintas KBM Pick Up L 300 Mitsubishi Nopol R-9346-VA korbanya
yaitu sebanyak 3 orang patah tulang diantaranya AS, DP, dan SR. Pada
saat itu KBM Pick Up L 300 Nopol R-9346-VA datang dari arah utara
menuju keselatan, saat itu saksi tidak melihat ada kendaraan lain dari
arah berlawanan.
7) Pada intinya keterangan dari AS, dibawah sumpah menerangkan yang
pada pokoknya sebagai berikut bahwa :
Sebelum
terjadi
kecelakaan
rombongan
yang
duduk
dibelakang sudah memberi pesan supaya pelan pelan dan hati hati kepada
terdakwa bahkan sempat berkata “ALLAH AKBAR”. Setahu saksi
terdakwa sudah punya SIM, namun saksi belum pernah melihat langsung,
saksi tidak tahu kerusakannya karena menahan rasa sakit akibat luka
karena kecelakaan tersebut, yang menjadi korban kecelakaan adalah DP,
73
SR, dan AS dan ada beberapa orang lagi namun saksi tidak ingat lagi.
Setahu saksi kendaraan tersebut miliknya terdakwa sendiri. Menurut saksi,
penyebabnya adalah karena KBM Pick Up L 300 Nopol R-9346-VA saat
membawa penumpang terlalu berat sehingga pengemudi tidak dapat
mengendalikan kemudinya dan disaat melintas di jalan yang menurun dan
membelok kekiri lepas kendali dan langsung terjadi kecelakaan lalu lintas
yang mengakibatkan korban luka-luka dan kerusakan pada kendaraannya.
Untuk biaya pengobatan dan biaya lainnya ditanggung oleh
masing masing karena saksi melihat orang tua saudara Warsono sedang
dalam keadaan sakit sehingga tidak tega melihatnya.
8). Pada intinya keterangan dari SK, dibawah sumpah menerangkan yang
pada pokoknya sebagai berikut bahwa :
Pada hari Kamis, tanggal 16 September 2010 sekitar pukul
15.15 WIB di jalan umum ikut Desa Karangtengah Kecamatan Cilongok,
Kabupaten Banyumas terjadi kecelakaan lalu lintas, dimana saksi saat itu
sedang menumpang di bak belakang kendaraan KBM Pick Up L 300
Mitsubishi Nopol R-9346-VA tersebut, tiba tiba kendaraan tak terkendali
dan masuk parit. Untuk keadaan cuaca cerah disore hari, kondisi jalan
beraspal halus, jalan menurun dan menikung kekiri dari arah utara serta
arus lalu lintas sepi.
Kecelakaan lalu lintas KBM Pick Up L 300 Mitsubishi Nopol
R-9346-VA, sepengetahuan saksi saat itu yang mengemudikan kendaraan
saat kejadian adalah saudara WARSONO (terdakwa). Korbannya yaitu
74
sebanyak 3 orang patah tulang diantaranya AS, DP dan SR, pada saat itu
KBM Pick Up L 300 Nopol R-9346-VA datang dari arah utara menuju
keselatan.
9). Pada intinya keterangan dari DP, dibawah sumpah menerangkan yang
pada pokoknya sebagai berikut bahwa :
Pada hari Kamis, tanggal 16 September 2010 sekitar pukul
15.15 WIB di jalan umum ikut Desa Karangtengah Kecamatan Cilongok,
Kabupaten Banyumas terjadi kecelakaan lalu lintas, dimana saksi saat itu
sedang menumpang di bak belakang kendaraan KBM Pick Up L 300
Mitsubishi Nopol R-9346-VA tersebut, tiba tiba kendaraan tak terkendali
dan masuk parit. Untuk keadaan cuaca cerah disore hari, kondisi jalan
beraspal halus, jalan menurun dan menikung kekiri dari arah utara serta
arus lalu lintas sepi, kecelakaan lalu lintas KBM Pick Up L 300 Mitsubishi
Nopol R-9346-VA.
Korbannya yaitu sebanyak 3 orang patah tulang diantaranya
AS, DP, dan SR, pada Saat itu KBM Pick Up L 300 Nopol R-9346-VA
datang dari arah utara menuju keselatan, kecepatan kendaraan setahu saksi
pada waktu kecelakaan adalah sekitar 20-30 km/jam dan gigi presneleng
masuk gigi 2. Pada saat itu saksi tidak melihat ada kendaraan lain dari arah
berlawanan, sebelum
terjadi kecelakaan rombongan
yang duduk
dibelakang sudah memberi pesan supaya pelan pelan dan hati hati kepada
terdakwa bahkan sempat berkata “ALLAH AKBAR”. Setahu saksi
kendaraan tersebut adalah miliknya terdakwa sendiri, setahu saksi KBM
75
Pick Up tersebut setelah kecelakaan posisinya menghadap serong kearah
timur.
Menurut saksi Penyebabnya adalah karena KBM Pick Up L
300 Nopol R-9346-VA saat membawa penumpang terlalu berat sehingga
Pengemudi tidak dapat mengendalikan kemudinya dan disaat melintas di
jalan yang menurun dan membelok kekiri lepas kendali dan langsung
terjadi kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban luka-luka dan
kerusakan pada kendaraannya, yang menjadi korban kecelakaan adalah
DP, SR, dan AS dan lainnya saksi tidak ingat lagi.
10). Pada intinya keterangan dari KN, dibawah sumpah menerangkan yang
pada pokoknya sebagai berikut bahwa :
Pada hari Kamis, tanggal 16 September 2010 sekitar pukul
15.15 WIB di jalan umum ikut Desa Karangtengah Kecamatan Cilongok,
Kabupaten Banyumas telah terjadi kecelakaan lalu lintas dan saksi ikut
menjadi korban karena sedang menumpang di bak belakang kendaraan
tersebut yaitu berada ditengah kendaraan menghadap ke arah pengemudi.
Untuk keadaan cuaca cerah dan kondisi jalan beraspal halus, jalan
menurun dan menikung kekiri dari arah utara serta arus lalu lintas sepi.
Kecelakaan lalu lintas KBM Pick Up L 300 Mitsubishi Nopol
R-9346-VA masuk parit, sepengetahuan saksi saat itu yang mengemudikan
kendaraan saat kejadian adalah saudara WARSONO (terdakwa),
korbannya yaitu sebanyak 3 orang patah tulang diantaranya AS, DP, dan
76
SR dan lainnya saksi gak ingat, pada saat itu KBM Pick Up L 300 Nopol
R-9346-VA datang dari arah utara menuju keselatan.
Sebelum
terjadi
kecelakaan
rombongan
yang
duduk
dibelakang sudah memberi pesan supaya pelan pelan dan hati hati kepada
terdakwa bahkan sempat berkata “ALLAH AKBAR”, menurut saksi
penyebabnya adalah karena KBM Pick Up L 300 Nopol R-9346-VA saat
membawa penumpang terlalu berat sehingga pengemudi tidak dapat
mengendalikan kemudinya dan disaat melintas di jalan yang menurun dan
membelok kekiri lepas kendali dan langsung terjadi kecelakaan lalu lintas
tunggal yang mengakibatkan korban luka-luka dan kerusakan pada
kendaraannya.
b. Surat
Perkara ini terdapat bukti surat berupa Visum Et Repertum yang
ditandatangani oleh dr. Riski Oktafira dari Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) Ajibarang. Nomor : 445.1/VER/RSUD AJB/965/R/2010 tanggal 6
Oktober 2010 yang menyatakan hasil pemeriksaan terhadap sdr. DS dalam
kesimpulannya disebutkan bahwa dari pemeriksaan pasien tersebut
terdapat pergeseran tulang selangka kanan yang menyebabkan gerak dalam
kegiatan sehari-hari dan retak patah di tulang belakang bawah yang
menyebabkan hambatan gerak dalam kegiatan sehari-hari.
Visum Et Repertum Nomor : 445.1/VER/RSUD AJB/960/R/2010
tanggal 6 Oktober 2010 yang menyatakan hasil pemeriksaan terhadap
sdr.SN dalam kesimpulannya disebutkan bahwa dari pemeriksaan pasien
77
tersebut terdapat patah tulang di bahu kiri yang menyebabkan hambatan
gerak.
Visum Et Repertum Nomor : 445.1/VER/RSUD AJB/966/R/2010
tanggal 6 Oktober 2010 yang menyatakan hasil pemeriksaan terhadap sdr.
AS dalam kesimpulannya disebutkan bahwa dari pemeriksaan pasien
tersebut terdapat patah tulang lengan bawah kiri yang menyebabkan
hambatan gerak dalam kegiatan sehari-hari.
Visum Et Repertum Nomor : 445.1/VER/RSUD AJB/962/R/2010
tanggal 6 Oktober 2010 yang menyatakan hasil pemeriksaan terhadap sdr.
SK dalam kesimpulannya disebutkan bahwa dari pemeriksaan pasien
tersebut terdapat patah tulang panggul kiri yang menyebabkan hambatan
gerak dalam kegiatan sehari-hari dan terdapat pergeseran letak tulang
lengan sebelah kanan yang menyebabkan hambatan gerak dalam kegiatan
sehari-hari.
Visum Et Repertum Nomor : 445.1/VER/RSUD AJB/963/R/2010
tanggal 6 Oktober 2010 yang menyatakan hasil pemeriksaan terhadap sdr.
RS dalam kesimpulannya disebutkan bahwa dari pemeriksaan pasien
tersebut terdapat luka robek di kepala sebelah kanan atas dengan panjang
kurang lebih 5 cm, lebar 2 cm.
Visum Et Repertum Nomor 445.1/VER/RSUD AJB/961/R/2010
tanggal 6 Oktober 2010 yang menyatakan hasil pemeriksaan terhadap sdr.
KN dalam kesimpulannya disebutkan bahwa dari pemeriksaan pasien
78
tersebut terdapat luka memar di daerah punggung kanan dengan panjang ±
4 cm, lebar ± 2 cm, dan luka memar di tungkai bawah kiri.
Visum Et Repertum dari Rumah Sakit Orthopaedi Purwokerto yang
ditandatangani oleh dr. IMAM SOLICHIN, Sp.OT.Spine Nomor :
706/VER/RM/RSOP/X/2010 tanggal 21 Oktober 2010 yang menyatakan
hasil pemeriksaan terhadap sdr. DP dalam kesimpulannya disebutkan
bahwa korban mengalami patah tulang pubis, tipe close book dan kelainan
tersebut akibat tertimpa benda berat.
c. Keterangan Terdakwa
Intinya dari kesimpulan diperoleh keterangan dari Terdakwa
dipersidangan menerangkan yang pada pokoknya sebagai berikut bahwa :
Terdakwa pernah diperiksa oleh penyidik dan keterangan saksi
tersebut didepan penyidik adalah benar. Awalnya pada hari Rabu tanggal
15 September 2010 sekitar pukul 21.00 WIB Terdakwa sebagai pemilik
sekaligus sopir KBM Pick Up L-300 Nopol : R-9346-VA telah menerima
pesan untuk mengangkut Remaja Masjid NURUL AMAL Desa
Tambaksogra, Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas yang
berjumlah sekitar 30 orang dengan tujuan ke Lokawisata Curug
Cipendok dan untuk itu terdakwa menerima jasa sebesar Rp 200.000,( dua ratus ribu ), padahal terdakwa mengetahui bahwa kendaran tersebut
peruntukanya adalah untuk mengangkut barang
dan bukan untuk
mengangkut orang. Selanjutnya pada hari Kamis tanggal 16 September
2010 sekitar puku 05.00 WIB terdakwa langsung berangkat untuk
79
menjemput dan mengantar rombongan remaja masjid yang semanya
adalah laki-laki, namun karena terdakwa berangkat pagi-pagi maka
terdakwa hana sempat mengecek kondisi angin ban dan tidak melakukan
pengecekan terhadap kondisi onderdil kendaraan lainya bahkan terdakwa
mengetahui kalau salah satu onderdil kendaraan yaitu rem kendaraan
dalam keadaan tidak dapat befungsi tidak baik. Setelah itu terdakwa
mengantarkan rombongan tersebut namun hanya sampai Desa Singasari,
lalu terdakwa pulang dan sekitar pukul 14.00 WIB terdakwa dengan
menggunakan kendaraan yang sama menjemput rombongan langsung
langsung di Lokasi Curug Cipendok, namun sebelumnya terdakwa juga
tidak mengontrol keadaan kendaraan bahkan terdakwa juga belum pernah
ke tempat tersebut sehingga belum paham dengan keadaan jalan yang
akan dilaluinya. Setelah sampai di lokasi Curug Cipendok lalu terdakwa
mengangkut rombongan tersebut dan melanjutkan perjalanan pulang dan
terdakwa memacu kendaraan dengan kecepatan 40 km/jam dengan gigi
presnelling pada posisi tiga. Namun ketika kendaraan baru menempuh
jarak sekitar 1 km, tepatna ketika melintas di jalan menurun da menikung
ke kiri tepatnya di Desa Karagtengah, Kecamatan Cilongok, Kabupaten
Banyumas, tiba-tiba terdakwa tidak dapat mengendalikan kendaraan
sehingga kendaraan masuk ke parit dengan kedalaman 3 meter yang
terletak di sebelah kanan jalan. Akibatya para penumpang mengalami
luka berat.
d. Barang Bukti
80
Penuntut Umum mengajukan barang bukti di persidangan
berupa :
1. 1 (satu) unit KBM Pick Up L 300 Nopol : R-9346-VA tahun 1987
warna biru muda merk Mitsubishi Noka : L300GB-200135 Nosin :
4G32C-730285;
2. 1 (satu) STNK KBM Pick Up L-300 Nopol : R-9346-VA An.
NURUDIN Alamat Pasir Wetan RT 01/RW : 03, Karanglewas,
Banyumas;
3. 1 (satu) SIM A An. WARSONO.
E. Tuntutan Penuntut Umum
Tuntutan / Requisitor Penuntut Umum yang disampaikan di
persidangan tanggal 4 Januari 2011 yang pada pokoknya memohon agar
majelis hakim yang memeriksa perkara ini memutus sebagai berikut :
1. Menyatakan Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana kealpaan yang menyebabkan luka
berat pada orang lain dalam Pasal 301 ayat (3) Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan dalam Dakwaan Primair Kami”;
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa
dengan pidana penjara
selama 2 (dua) tahun dikurangi selama Terdakwa berada dalam masa
tahanan, dengan perintah Terdakwa tetap ditahan dan pidana denda
sebesar Rp. 800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah) dengan
81
ketentuan pidana denda maka diganti dengan pidana penjara selama 3
(tiga) bulan;
3. Menyatakan barang bukti berupa :
1. 1 (satu) unit KBM Pick Up L 300 Nopol : R-9346-VA tahun 1987
warna biru muda merk Mitsubishi Noka : L300GB-200135
Nosin : 4G32C-730285;
2. 1 (satu) STNK KBM Pick Up L-300 Nopol : R-9346-VA An.
NURUDIN Alamat Pasir Wetan RT 01/RW : 03, Karanglewas,
Banyumas;
3. 1 (satu) SIM A An. WARSONO.
4. Menetapkan agar Terdakwa dengan dibebani untuk membayar biaya
perkara sebesar Rp. 2500,- (dua ribu lima ratus rupiah).
F. Putusan Pengadilan
a. Dasar Pertimbangan
Menimbang, bahwa dari keterangan saksi-saksi, keterangan
Terdakwa dan dikaitkan dengan bukti surat berupa Visum Et Repertum,
serta barang bukti yang diajukan dipersidangan, dapatlah disusun fakta
yuridis sebagai berikut bahwa :
1. Kejadian kecelakaan lalulintas tersebut terjadi pada hari Kamis tanggal
16 September 2010 pukul 15.15 WIB di Jalan Umum ikut desa
Karangtengah Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas.
82
2. Kejadian kecelakaan tersebut yang terjadi adalah KBM Mitsubishi L
300 Pick Up Nopol R-9346 VA mengalami kecelakaan lalulintas
sendiri/tunggal masuk ke parit dengan kedalaman antara 3 meter,
terdakwa selaku Pengemudi KBM Mitsubisi L 300 Pick Up sudah
memiliki SIM A yang dikeluarkan di Polres Banyumas dan masih
berlaku s/d 30-11-2013.
3. Untuk keadaan cuaca cerah disore hari, jalan diatas dengan aspal jalan
menurun arus lalu lintas sepi, waktu itu terdakwa mengemudikan KBM
Mitsubishi L 300 Pick Up No. Pol R-9346-VA dari arah utara menuju
ke arah selatan (dari Curug Cipendok mau pulang ke desa Sumbang).
4. Karena terdakwa biasa sehari harinya bekerja membawa barang palingpaling hanya mendapat Rp. 50.000; (lima puluh ribu ripiah) dan
terdakwa melihat ada rombongan yang menawarkan uang Rp. 200.000
(dua ratus ribu rupiah) terdakwa merasa tertarik sehingga terdakwa
beranikan diri untuk mengangkut rombongan tersebut.
5. Pada waktu itu berangkatnya pagi hari sekitar pukul 05.00 WIB
sehingga terdakwa selaku sopir tidak sempat kontrol rem atau kondisi
kendaraan yang lain namun terdakwa hanya kontrol kondisi angin ban
saja, Setahu terdakwa selaku sopir kendaraan Mitsubishi Pick Up
tersebut belum pernah melewati jalan tersebut baru kali ini saja.
6. Setahu terdakwa untuk penumpang di depan ada dua orang dan
dibelakang ada 30 orang laki-laki semua dan ada yang duduk juga ada
yang berdiri karena selaku sopir sudah siap menyediakan kursi panjang
83
untuk tempat duduk, pada waktu itu kendaraan yang terdakwa
kemudikan mengalami kecelakaan lalulintas sendiri/tunggal kendaraan
masuk ke dalam paritkebun kosong dengan kedalaman antara 3 meter.
7. Pada waktu itu kendaraan berjalan dengan kecepatan antara 40 km/jam
dan masuk gigi presneling masuk gigi 3 (tiga), setahu terdakwa untuk
jalan yang dilewati kendaraan terdakwa adalah jalan yang menurun dan
beralaskan aspal halus, karena terdakwa selaku sopir tidak hafal
dengan jalan yang dilewati kendaraan terdakwa, dikira jalan menurun
hanya sebentar namun malah menurunnya panjang sekali.
8. Pada saat itu terdakwa tidak bisa berbuat apa apa terdakwa hanya bisa
panik dan takut dan terdakwa juga lupa tidak mengurangi persneling
serta tidak menabrakan kendaraannya ke tebing.
Menimbang, bahwa sampailah kini Majelis Hakim akan menguji
pada pembahasan secara yuridis, berdasarkan fakta-fakta yang terungkap
dipersidangan dapat menjadikan Terdakwa bersalah melakukan tindak
pidana sebagaimana didakwakan kepadanya, dan apakah Terdakwa dapat
dipidana atas perbuatan dimaksud.
Menimbang, bahwa untuk dapat dipersalahkan terhadap diri
Terdakwa, maka perbuatan Terdakwa tersebut harus memenuhi unsurunsur dari Pasal yang didakwakan.
Menimbang, bahwa Penuntut Umum telah menyusun surat
dakwaannya dengan dakwaan subsidaritas, Primair Pasal 301 ayat (3)
84
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan, Subsidair Pasal 301 ayat (2) Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
Menimbang, bahwa konsekuensi dari dakwaan yang disusun
seperti tersebut diatas, maka Majelis Hakim terlebih dahulu akan
membuktikan dakwaan Primair, bila dakwaan Primair terbukti maka
dakwaan subsidair tidak perlu dibuktikan dan sebaliknya bila dakwaan
Primair tidak terbukti maka dakwaan subsidair akan dibuktikan.
Menimbang, bahwa Majelis Hakim akan membuktikan dakwaan
Primair Jaksa Penuntut Umum, yaitu Pasal 301 ayat (3) Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor: 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, yang unsur-unsurnya sebagai berikut;
1). Unsur “Setiap Orang”
Yang dimaksud dengan “Setiap orang” yaitu siapa saja selaku subyek
hukum yang sehat jasmani dan rohani, mampu bertindak sendiri dengan
kemauannya, serta dapat bertanggung jawab atas perbuatan yang
dilakukannya.
2). Unsur “Mengemudikan Motor”
Menurut pasal 1 angka 23 Undang-Undang No. 23 Tahun 1999
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bahwa pengemudi adalah orang
yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang telah memiliki
Surat Ijin Mengemudi.
85
Sedangkan yang dimaksud dengan „kendaraan bermotor‟
menurut pasal 1 angka 8 Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan setiap kendaraan yang digerakkan oleh
peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan di atas
rel.
Apabila pengertian tersebut dihubungkan dengan perkara ini
maka dipersidangan telah diperoleh fakta bahwa pada hari Rabu tanggal
15 September 2010 sekitar pukul 21.00 WIB terdakwa WARSONO Bin
DUL MUNDIR sebagai pemilik sekaligus sopir KBM Pick Up L-300
Nopol: R-9346-VA telah diminta untuk mengangkut Remaja Masjid
NURUL AMAL Desa Tambaksogra, Kecamatan Sumbang, Kabupaten
Banyumas yang berjumlah sekitar 30 (tiga puluh) orang dengan tujuan
ke Lokawisata Curug Cipendok dan untuk itu terdakwa menerima jasa
sebesar Rp 200.000,- (dua ratus ribu rupiah). Dan Selanjutnya pada hari
Kamis tanggal 16 September 2010 sekitar pukul 05.00 WIB terdakwa
mengemudikan mobil L-300 miliknya untuk mengantarkan rombongan
hingga sampai ke Singasari dan rombongan melanjutkan perjalanan ke
Curug Cipendok dengan berjalan kaki, sedangkan terdakwa pulang dan
sekitar pukul 14.00 WIB terdakwa kembali mengemudikan kendaraan
yang sama untuk menjemput rombongan di lokasi Curug Cipendok.
Setelah sampai di lokasi Curug Cipendok lalu terdakwa
mengangkut rombongan tersebut dan melanjutkan perjalanan pulang
dan terdakwa memacu kendaraan dengan kecepatan sekitar 40 km/jam
86
dengan gigi presnelling pada posisi tiga. Namun ketika kendaraan baru
menempuh jarak sekitar 1 km, tepatnya ketika melintas di jalan yang
menurun dan menikung ke kiri tepatnya di Desa Karangtengah,
Kecamatan Cilongok, Kab. Banyumas, tiba-tiba terdakwa tidak dapat
mengendalikan kendaraan sehingga kendaraan masuk ke parit dengan
kedalaman sekitar 3 (tiga) meter yang terletak di sebelah kanan jalan.
Berdasakan pertimbangan uraian diatas maka diketahui bahwa
benar terdakwa adalah selaku sopir/ orang yang telah mengemudikan
kendaraan KBM Pick Up L-300 Nopol : R 9346-VA yaitu suatu
kendaraan yang termasuk digerakkan oleh mekanik sebagaimana
pengertian diatas yang mengalami kecelakaan lalul intas di Desa
Karangtengah Kecamatan Cilongok Kab. Banyumas dan sebagai
pengemudi terdakwa telah pula memiliki Surat Ijin Mengemudi (SIM)
oleh karena itu unsur ini telah pula terpenuhi;.
3. Unsur “Yang Karena Kelalaianya Mengakibatkan Kecelakaan Lalu
Lintas dengan Korban Luka Berat
Menurut pasal 1 angka 24 Undang-undang No. 23 Tahun 1999
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bahwa kecelakaan lalu lintas
adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja
melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang
mengakibatkan korban manusia dan/ atau kerugian harta benda.
87
Sedangkan yang dimaksud dengan „luka berat‟ menurut
penjelasan Pasal 229 ayat (4) Undang-undang No. 23 Tahun 1999
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah luka yang
mengakibatkan korban:
a.
Jatuh sakit dan tidak ada harapan sembuh sama sekali atau
menimbulkan bahaya maut;
b.
Tidak mampu secara terus menerus untuk menjalankan tugas
jabatan atau pekerjaan;
c.
Kehilangan salah satu pancaindera;
d.
Menderita cacat berat atau lumpuh;
e.
Terganggu daya pikir selama (empat) minggu lebih;
f.
Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan; atau
g.
Luka yang membutuhkan perawatan di rumah sakit lebih dari 30
(tiga puluh) hari.
Menimbang, bahwa akibat kelalaian tendakwa sebagai
pengguna jalan yang tidak mengecek kondisi kendaraan saat akan
digunakan baik atau tidak telah mengakibatkan para saksi korban
mengalami luka sedemikian rupa yang sampai saat ini masih
diperlukan perawatan pasca operasi. luka/ patah kaki yang dialami
saksi korban tersebut menurut pendapat Majelis Hakim adatah
termasuk pengertian luka berat sebagaimana dimaksud penjelasan
Pasal 229 ayat 4 UU No. 22 Tahun 2009 karena luka/patah kaki
tersebut membutuhkan waktu yang relatif lama untuk penyembuhan.
88
Menimbang, bahwa berdasarkan uraian dan pertimbangan
diatas maka seluruh unsur-unsur dan Dakwaan Primair Pasal 310
ayat (3) UU No. 22 Tahun 2009 telah terpenuhi dan terbukti. Dan
dengan terbuktinya dakwaan Primair Penuntut Umum maka
Dakwaan Subsidair tidak perlu dipertimbangkan lagi.
Menimbang, bahwa sebelum Majelis Hakim menjatuhkan
putusan maka berdasarkan ketentuan Pasal 197 (1) huruf f KUHAP
akan di pertimbangkan hal-hal yang dapat dijadikan pedoman untuk
menentukan berat ringannya hukuman yang akan dijatuhkan atas diri
terdakwa dan selama pemeriksaan perkara ini berlangsung, Majelis
Hakim tidak menemukan hal-hal atau keadaan-keadaan yang
meniadakan ataupun yang menghapuskan hukuman pada diri
terdakwa, baik alasan pemaaf maupun alasan pembenar, sehingga
terdakwa
adalah
dalam
keadaan
mampu
untuk
mempertanggungjawabkan kesalahan yang telah diperbuatnya :
Hal-hal yang memberatkan :
1). Akibat perbuatan terdakwa tersebut para korban menjadi
terhalang melakukan pekerjaannya untuk sementara waktu.
Hal-hal yang meringankan :
1). Terdakwa belum pernah dihukum;
2). Terdakwa bersikap sopan dipersidangan;
3). Tendakwa mengakui terus terang, menyesali dan berjanji tidak
akan mengulangi perbuatannya;
89
4). Para korban telah memaafkan perbuatan terdakwa dan
menyatakan tidak akan menuntut.
b. Amar Putusan
a. Menyatakan bahwa terdakwa tersebut diatas telah terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Mengemudikan
Kendaraan Bermotor Yang Karena Kelalaianya Mengakibatkan
Kecelakan Lalu Lintas Dengan Korban Luka Berat”;
b. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana
penjara selama 6 (enam) bulan;
c. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa tersebut
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
d. Menetapkan terdakwa tetap ditahan.
e. Menetapkan barang bukti berupa;
1. 1 (satu) Unit mobil PICK UP L 300 Nopol R- 9346-VA, tahun 1987
warna biru muda merk Mitsubhisi NK : L300GB-200135. NS :
4G32C-730285.
2. 1 (satu) STNK KBM Pick Up L-300 Nopol : R-9346-VA An.
NURUDIN Alamat Pasir Wetan RT 01/RW : 03, Karanglewas,
Banyumas;
3. 1 (satu) SlM A An.WARSONO.
f. Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara ini
sebesar Rp. 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah).
B. Pembahasan
90
1. Alat Bukti Saksi Korban Dihadirkan Dalam Kasus Kecelakaan Lalu
Lintas Pada Putusan Nomor : 20/Pid.Sus/2011/Pwt
Kecelakaan lalu lintas sering kali terjadi karena pengemudi kurang hatihati dalam berkendara, sehingga tidak heran ketika dalam suatu kecelakaan lalu
lintas mengakibatkan orang lain luka berat bahkan dapat menyebabkan kematian,
kemudian dalam menentukan siapa yang bertanggungjawab membuat para
penegak hukum mengalami kesulitan dalam hal menemukan pelaku atau pihak
yang bertanggungjawab dan juga membuktikan kesalahan pelaku maka dari itu
penyidik melakukan serangkaian upaya untuk mencari bukti-bukti untuk dapat
mengungkap suatu perkara pidana dalam hal ini tindak pidana lalu lintas yang
terdapat dalam Putusan No:20/Pid.Sus/2011/Pwt.
Hakim dalam memeriksa suatu perkara pidana didalam pengadilan
senantiasa berusaha membuktikan. Sesuai dengan pendapatnya R. Soesilo62
a.
b.
c.
d.
Apakah betul suatu peristiwa itu telah terjadi;
Apakah betul peristiwa tersebut merupakan suatu tindak pidana;
Apakah sebabnya peristiwa-peristiwa itu terjadi;
Siapakah orang yang telah bersalah berbuat peristiwa itu.
Adapun alat bukti yang sah menurut undang-undang yang diatur dalam
Pasal 184 ayat (1) KUHAP disebutkan alat bukti yang sah untuk membantu
hakim dalam mengambil keputusan, alat bukti itu seperti :
a.
b.
c.
d.
e.
62
Keterangan Saksi;
Keterangan Ahli;
Surat ;
Petunjuk;
Keterangan terdakwa.
R.Soesilo. Hukum Acara Pidana (Prosedur Penyelesaian Perkara Pidana Menurut
KUHAP Bagi Penegak Hukum). Bogor : Politeia. 1982.Hal 3
91
Jadi keterangan saksi disini adalah alat bukti yang utama. Karena
seseorang didalam melakukan kejahatan tentu akan berusaha menghilangkan
jejaknya, sehingga dalam perkara pidana, pembuktian akan dititikberatkan
pada keterangan saksi (Pasal 184 ayat 1 KUHAP). Pentingnya kedudukan
saksi telah dimulai pada saat proses awal pemeriksaan, begitu pula dalam
proses selanjutnya di Kejaksaan maupun Pengadilan, keterangan saksi
menjadi acuan Hakim dalam memutus bersalah atau tidaknya terdakwa. Jadi
jelas bahwa saksi mempunyai kontribusi yang sangat besar dalam upaya
penegakan hukum di Indonesia
Terkait dengan tindak pidana lalu lintas membuktikan kesalahan
terdakwa maka dari itu penyidik melakukan serangkaian upaya untuk mencari
bukti-bukti untuk dapat mengungkap suatu perkara pidana dalam Putusan
No:20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt berupa menghadirkan sejumlah saksi yang
menjadi korban dalam kasus kecelakaan lalu lintas dimana akan
membuktikan kesalahan tersangka bahwa telah melakukan kealpaan yang
menyebabkan orang lain luka berat. Namun tetap harus saling mendukung
dengan alat bukti yang dihadirkan di persidangan.
Alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling
berperan dalam pemeriksaan perkara pidana, dan ini hampir semua
pembuktian perkara pidana selalu berdasarkan pemeriksaan saksi. Saksi
merupakan orang yang memberi keterangan di muka hakim untuk
kepentingan terdakwa. Saksi yang pertama didengar keteranganya oleh hakim
92
adalah korban yang menjadi saksi ini sesuai Pasal 160 ayat (1) huruf b
KUHAP.
Menurut KUHAP dalam Pasal 1 butir 26 saksi adalah:
“Orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan
penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana
yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri.”
Sedangkan menurut Undang Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Perlindungan saksi dan korban, saksi adalah,
“Orang yang dapat memberi keterangan guna kepentingan
penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di siding
pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia
lihat sendiri danatau ia alami sendiri”.
Berdasarkan perumusan di atas, maka dalam keterangan saksi, hal
yang harus diungkapkan didepan sidang pengadilan adalah,63
5. Yang ia dengar sendiri, bukan hasil cerita atau hasil pendengaran dari
oranglain. Saksi secara pribadi harus mendengar langsung peristiwa
pidana atauyang kejadian yang terkait dengan peristiwa pidana
tersebut.
6. Yang ia lihat sendiri, kejadian tersebut benar-benar disaksikan
langsung dengan mata kepala sendiri oleh saksi baik secara
keseluruhan ataupun rentetan, fragmentasi peristiwa pidana yang
diperiksa.
7. Yang ia alami sendiri sehubungan dengan perkara yang sedang
diperiksa, biasanya merupakan korban dan menjadi saksi utama dari
peristiwa pidana yang bersangkutan. Pasal 160 ayat (1) huruf b
63
Andi Hamzah, Op.Cit, Hal 268
93
KUHAP menyatakan bahwa yang pertama kali didengar adalah saksi
korban.
8. Didukung oleh sumber dan alasan dari pengetahuannya itu,
sehubungan dengan peristiwa, keadaan, kejadian yang didengar,
dilihat, dan atau dialaminya. Setiap unsur keterangan harus diuji
kebenarannya. Antara keterangan saksi dan sumbernya harus benarbenar konsisten satu dengan yang lainya.
Ditinjau dari segi nilai dan kekuatan pembuktian (the degree
ofevidence) selain hal hal yang harus dibuktikan seorang saksi dalam
persidangan, saksi juga harus memenuhi syarat syarat agar saksi itu sah yaitu,
a. Syarat Formil, yakni
1. Saksi harus mengucapkan sumpah atau janji sesuai Pasal 160 Ayat (3)
KUHAP menyebutkan:
Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau
janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberi
keterengan yang sebenarnya dan tidak lain dari yang sebenarnya.
Sumpah atau janji ini wajib diucapkan sebelum memberi keterangan,
tetapi dalam hal dianggap perlu sumpah atau janji dapat diucapkan
setelah pemberian keterangan. Hal ini diatur dalam Pasal 160 Ayat (4)
KUHAP.
2.
Saksi harus sudah dewasa hal ini terkait dengan Pasal 171 KUHAP
yang menyatakan bahwa anak dibawah umur 15 tahun atau belum
menikah, boleh saja memberikan kesaksian namun tidak boleh
disumpah. Padahal Pasal 160 ayat (3) KUHAP mewajibkan adanya
94
sumpah atau janji. Keterangan saksi dari seseorang yang tidak
disumpah ini tidak punya kekuatan sebagai alat bukti sah. Maka batas
kedewasaan menurut KUHAP untuk memberikan kesaksian adalah
berumur 15 tahun atau sudah menikah.
3. Saksi tidak sakit ingatan atau sakit jiwa sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 177 KUHAP butir b mengingat mereka tidak dapat mengingat
ingatanya dan kadang-kadang ingatannya baik kembali. Jadi tidak
dapat diambil sumpah atau janji dalam memberi keterangan.
Keterangan mereka hanya dapat dipakai sebagai petunjuk saja,
sebagaimana juga berlaku bagi orang yangbelum dewasa (Penjelasan
Pasal 171 KUHAP).
b. Syarat Materil
Syarat materiil mengacu pada Pasal 1 butir 27 KUHAP dan
Pasal 185 ayat (1) KUHAP berikut merupakan penjelasannya, sehingga
dapat di ketahui,
1. Setiap keterangan saksi diluar apa apa yang didengarnya sendiri dalam
peristiwa pidana yang terjadi atau diluar yang dilihat atau dialaminya,
keterangan yang diberikan di luar pendengaran, pengkihatan atau yang
terjadi, tidak dapat dinilai dan dijadikan sebagai alat bukti.
2. Testimonium de audite atau keterangan saksi yang diperoleh sebagai
hasil pendengaran dari orang lain tidak dapat dijadikan sebagai alat
bukti yang sah.
3. Pendapat atau rekaan yang saksi peroleh hasil dari pemikiran bukan
95
merupakan keterangan saksi Pasal 185 ayat (5) KUHAP.
Mengenai perkara pidana yang tidak dapat didengar keterangannya
dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi di dalam Pasal 168 KUHAP yaitu:
a. Keluarga sedarah semenda dalam garis lurus ke atas atau kebawah
sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama
sebagai terdakwa;
b. Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa,
saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai
hubungan karena perkawinan dari anak-anak saudara terdakwa
sampai derajat ketiga;
c. Suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang
bersama-sama sebagai terdakwa.
Keterangan saksi harus berhubungan, tidak boleh berdiri sendiri,
menurut D.Simons bahwa,Suatu keterangan saksi yang berdiri sendiri tidak
dapat membuktikan seluruh dakwaan.
Mengenai hal tersebut maka perlu dihadirkanya saksi yang benar
benar mengetahui suatu kejadian, yaitu korban yang menjadi saksi, karena
korban yang mengalami sendiri suatu tindak pindana. Karena saksi yang
pertama didengar keteranganya oleh hakim adalah korban yang menjadi saksi
Pasal 160 ayat (1) huruf b KUHAP .
Kedudukan saksi korban khususnya dalam lingkup peradilan
merupakan saksi yang memberatkan ( A Charge) bagi terdakwa/tersangka,
karena dalam keteranganya akan menunjukan pada kesalahan yang
terdakwa/tersangka lakukan, sebagai alat bukti melainkan sebagai keterangan
yang dapat menguatkan keyakinan hakim untuk memutus suatu perkara dan
dapat dipakai sebagai petunjuk utuk menemukan kebenaran yang terjadi.
96
Guna menilai kebenaran keterangan seorang saksi hakim harus dengan
sungguh sungguh memperhatikan64 :
a. Persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain.
b. Persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain.
c. Alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi
keterangan yang tertentu.
d. Cara hidup dan kesesuaian saksi serta segala sesuatu yang pada
umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya.
Menurut M. Yahya Harahap65, mengenai kekuatan pembuktian keterangan
saksi adalah sebagai berikut :
a) Tidak mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat,
hakim mempunyai kebebasan untuk menilainya.
b) Mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang bebas artinya dapat
dilumpuhkan terdakwa dengan alat bukti lain berupa saksi a de charge
mapundengan keterangan ahli atau alibi.
Uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa alat bukti saksi
korban mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang bebas artinya hakim
tidak terikat dengan alat bukti keterangan saksi korban, akan tetapi didasarkan
pada asas keyakinan hakim dan asas batas minimum pembuktian serta asas
kebenaran sejati, oleh karenanya hakim bebas menilai kebenaran yang
terkandung di dalamnya.
Dari uraian tersebut di atas, apabila dihubungkan dengan Putusan
Perkara
Nomor
:
20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt
dalam
pembuktianya
menghadirkan beberapa saksi yang merupakan korban dari tindak pidana lalu
lintas, ditinjau dari segi formil yaitu dalam Pasal 160 ayat (3) dan Pasal 171
KUHAP dan dari segi materiil yaitu dalam Pasal 185 KUHAP yang di
sesuaikan dengan alat bukti lain, maka ditempatkan sebagai alat bukti yang
64
65
Yahya Harahap, Op.Cit, Hal 107
Ibid, Hal 217
97
sah dan dinilai mempunyai kekuatan pembuktian yang bebas, yang sama
dengan alat bukti lain, karena kedudukan alat bukti saksi tersebut terhadap
bukti lainnya saling menguatkan, dimana penilaiannya tetap ada ditangan
hakim. Oleh karenanya saksi-saksi yang diajukan oleh Penuntut Umum yang
berjumlah 10 (sepuluh) orang, msing-masing saksi memenuhi syarat materiil
sebagai saksi yaitu saksi telah memberikan yang ia dengar, ia lihat dan ia
alami sendiri.
Kemudian masing-masing saksi dari Penuntut Umum juga telah
memenuhi syarat formil karena telah diambil sumpahnya sebelum
memberukan keterangan sehingga dia sah sebagai alat bukti. Lalu keterangan
ssaksi-saksi ini dihubungkan satu degan yang lainya terdapat saling
bersesuaiandan saling menguatkan. Kemudian ditambah dengan alat bukti
lain seperti keterangan terdakwa yang mengakui kebenaran keterangan para
saksi dan telah mengakui perbuatanya.
Apabila keterangan saksi korban dan alat bukti lainya dihubungkan
maka terdapat persesuaian dan saling menguatkan sehingga menimbulkan
keyakinan hakim dengan memutus terdakwa terbukti secara sah dan
meyakinkan melakukan tindak pidana lalu lintas karena kealpaana
menyebabkan orang lain luka berat. Maka dapat disimpulkan bahwa
keterangan saksi korban pada putusan ini mempunyai nilai kekuatan
pembuktian yang cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa benar-benar
bersalah.
98
Saksi korban yang dihadirkan dalam persidangan khususnya pada
Putusan Nomor : 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt telah sesuai dengan apa yang di
rumuskan dalam undang-undang baik secara formil maupun materiil, dimana
saksi korban disini untuk memperkuat alat bukti lain yang berupa KBM Pick
Up L-300 yang dikendarai oleh tersangka sehingga dapat membuktikan
bahwa tersangka Warsono Bin Dulmundir secara sah dan meyakinkan telah
melakukan tindak pidana lalu lintas yang karena kealpaanya menybabkan
orang lain luka berat, sesuai dengan Visum Et Repertum Nomor :
445.1/VER/RSUD AJB/965/R/2010 Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
yang ditandatangani oleh dr.Riski Oktarifa.
Dengan demikian saksi korban di sini selain berkaitan dan
memperkuat alat bukti lain yang dihadirkan dalam persidangan juga
memperkuat alasan hakim dalam pertimbangan guna menjatuhkan putusanya.
Selain itu saksi korban disini sebagai saksi yang memberatkan terhadap
tersangka Warsono Bin Dulmundir, karena memperkuat bahwa tersangka
benar-benar melakukan tindak pidana lalu lintas yang menyebabkan orang
lain luka berat.
Menurut Elly Tri Pangestuti66 selaku hakim yang memutus putusan
No : 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt mengatakan bahwa;
“Dalam kasus kecelakaan lalu lintas ini yang menyebabkan orang lain
luka berat, bagi Majelis Hakim khususnya saya sendiri dalam
menghadirkan saksi korban dapat memberikan kepada Majelis Hakim
dalam mencari kebenaran yang sesungguhnya, karena korban disini
orang yang mengalami sendiri suatu tindak pidana sehingga Majelis
66
Hasil Wawancara Dengan Hakim Pengadilan Negeri Purwokerto yang memutus putusan
No.20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt Di Pengadilan Negeri Purwokerto Tanggal 13 Juni 2012
99
Hakim dapat memutus perkara dengan keyakinan kami, selain itu
kekuatan pembuktian dari saksi adalah bebas, jadi Majelis Hakim
dapat menilainya dengan menyesuaikan dengan alat bukti lain
sehingga akan diketahui suatu kebenaran.
2. Sistem Pembuktian Yang Diterapakan Dalam Kasus Tindak Pidana Lalu
Lintas Pada Putusan Nomor : 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt
Suatu pembuktian merupakan masalah yang penting akan tetapi sangat
sukar dalam proses pemeriksaan perkara pidana di pengadilan. Tujuan dari
hukum acara pidana dapat dilihat dalam Pedoman Pelaksanaan KUHAP yang
dikeluarkan oleh Menteri Kehakiman yaitu
mencari dan mendapatkan atau
setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkaplengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum
acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku
yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya
meminta memeriksa dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah
terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang
didakwakan itu dapat dipersalahkan.
Menurut D.Simons67 pembuktian ialah:
“Meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang
dikemukakan dalam suatu persengketaan. Dengan demikian
nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara
dimuka Hakim atau Pengadilan”.
Tujuan dari pembuktian menurut R. Soesilo68 adalah:
67
Andi Hamzah, 2004, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Edisi Revisi, Sinar
Grafika,Jakarta. Hal 174
68
R.Soesilo. 1982, Hukum Acara Pidana (Prosedur Penyelesaian Perkara Pidana Menurut
KUHAP Bagi Penegak Hukum). Bogor : Politeia. Hal 76
100
“Mencari dan menetapakan kebenaran-kebenaran yang ada dalam
perkara itu, bukankah semata-mata mencari kesalahan seseorang.
Walaupun dalam prakteknya kepastian yang absolut tidak akan dapat
tercapai, akan tetapi dengan penelitian serta kupasan dengan
mempergunaan bukti-bukti yang ada, akan tercapai suatu kebenaran yang
patut dipercaya. Sistem pembuktian harus diadakan guna mencegah
jangan sampai terjadi orang yang tidak bersalah mendapat pidana.”
Menurut Pasal 183 KUHAP menyatakan bahwa hakim tidak boleh
menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya
dua alat bukti yang sah, hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak
pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Dengan demikian fungsi alat bukti dalam pembuktian dalam sidang pengadilan
sangat penting sekali sehingga sering kita dengar bahwa suatu tindak pidana
yang tidak cukup bukti tidak dapat dijatuhi pidana baik denda maupun penjara.
Hukum acara pidana yang ada di Indonesia, mengenai alat bukti untuk
membuktikan kesalahan terdakwadapat dibuktikan dengan alat bukti dalam Pasal
184 KUHAP, yaitu:
a. Keterangan saksi;
b. Keterangan ahli;
c. Surat;
d. Petunjuk;
e. Keterangan terdakwa
Untuk membuktikan kesalahan terdakwa didalam sidang pengadilan,
hakim dalam menjatuhkan putusan selalu mendasari pada alat bukti yang sah.
Ketentuan yang mengatur mengenai pembuktian dalam acara pemeriksaan
perkara pidana terdapat dalam Pasal 183 KUHAP yaitu :
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang, kecuali
apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia
memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi
dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”
101
Pasal 183 KUHAP terkandung prinsip batas minimum pembuktian, yaitu
prinsip yang mengatur batas minimum alat bukti yang harus dipenuhi untuk
membuktikan kesalahan terdakwa atau dengan kata lain asas minimum
pembuktian ialah suatu prinsip yang harus dipedomani dalam menilai cukup atau
tidaknya alat bukti untuk membuktikan salah atau tidaknya kesalaham
terdakwa.
Dengan demikian alat bukti menurut Pasal 184 KUHAP harus sesuai
dengan Pasal 183 KUHAP, harus memenuhi sekurang-kurangnya dua alat bukti
dan mempunyai keyakinan hakim. Berdasarkan hasil penelitian terhadap Putusan
Perkara No:20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt, alat bukti yang digunakan dalam memutus
kasus tindak pidana lalu lintas yang karena kealpaanya menyebabkan orang lain
luka berat, telah memeriksa antara lain:
a. Keterangan Saksi
Alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling
berperan dalam pemeriksaan perkara pidana. Hampir semua pembuktian
perkara pidana selalu berdasarkan pemeriksaan saksi. Saksi merupakan orang
yang memberi keterangan dimuka hakim untuk kepentingan terdakwa.
Kemudian saksi yang pertama didengar keteranganya oleh hakim adalah
korban yang menjadi saksi, ini sesuai Pasal 160 ayat (1) huruf b KUHAP.
Menurut KUHAP dalam Pasal 1 butir 26 saksi adalah:
“Orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan
penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana
yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri.”
102
Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Perlindungan saksi dan korban, saksi adalah,
“Orang yang dapat memberi keterangan guna kepentingan
penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di siding
pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia
lihat sendiri danatau ia alami sendiri”.
Ditinjau dari segi nilai dan kekuatan pembuktian (the degree
ofevidence) selain hal hal yang harus dibuktikan seorang saksi dalam
persidangan, saksi juga harus memenuhi syarat syarat agar saksi itu sah yaitu,
syarat formil dan materiil seperti yang telah diuraikan di atas.
Putusan No:20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt, harus memenuhi syarat-syarat
seseorang menjadi saksi baik secara formil maupun materiil dalam sidang
pengadilan agar keterangan saksi dianggap sah sebagai alat bukti yang
memiliki nilai kekuatan pembuktian maka harus memenuhi ketentuan seperti
diatas, yakni menghadirkan beberapa saksi diantaranya DS, RS, SR, SN, DN,
EP, AS, SK, DP dan saksi KN sudah memenuhi syarat-syarat sebagai
seorang saksi dan sebagai alat bukti yang memiliki nilai kekuatan
pembuktian sebagaimana diuraikan diatas.
Saksi-saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam
persidangan berjumlah 10 (sepuluh) orang saksi yang dihadirkan di
persidangan. Semua saksi telah memberikan keterangan di depan
persidangan berdasarkan apa yang mereka lihat, mereka dengar dan mereka
alami sendiri, sehingga semua saksi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut
Umum telah memenuhi syarat materiil diamana syarat materiil ini adalah
103
menitik beratkan pada apa yang ia lihat,ia dengar, dan ia alami sendiri
seperti yang tertuang dalam rumusan Pasal 1 angka 27 KUHAP.
Berdasarkan
keterangan-keterangan
saksi
yang
terungkap
dipersidangan maka dapat diambil fakta hukum bahwa pada hari Kamis,
tanggal 16 September 2010 sekitar pukul 15.15 WIB di Jalan Umum ikut
Desa Karangtengah Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas. Pada saat
para saksi sedang menumpang di bak belakang, berada di tengah
menghadap ke arah pengemudi, untuk keadaan cuaca sendiri saat terjadi
kecelakaan cerah, kondisi jalan beraspal halus, namun jalan menurun dan
menikung kekiri dari arah utara serta arus lalu lintas sepi.
Kecelakaan lalu lintas Kbm Pick Up L 300 Mitsubishi Nopol R-9346VA yang dikemudikan oleh WARSONO (terdakwa) tidak dapat
dikendalikan sehingga masuk ke parit sedalam 3 meter, akibat peristiwa
tersebut ada korbannya yaitu sebanyak 3 orang patah tulang diantaranya AS,
DP dan SN. Pada Saat itu KBM Pick Up L 300 Nopol R-9346-VA datang
dari arah utara menuju keselatan dengan kecepatannya sekitar 20-30 km/jam
dan gigi presneleng masuk gigi 2, saat itu tidak melihat kendaraan lain dari
arah berlawanan, kecuali kendaraan yang saksi tumpangi saja.
Menurut keterangan saksi penyebab kecelakaan adalah karena KBM
Pick Up L 300 Nopol R-9346-VA saat membawa penumpang terlalu berat
sehingga pengemudi tidak dapat mengendalikan kemudinya disaat melintas
dijalan yang menurun dan membelok kekiri lepas kendali dan langsug
terjadi kecelakaan lalulintas tunggal yang mengakibatkan korban luka luka
104
dan kerusakan pada kendaraannya, selain itu terdakwa juga lupa tidak
mengecek kembali onderdil kendaraan sehingga pada saat itu rem yang
digunakan tidak terlalu berfungsi dengan baik.
Pasal 185 ayat (6) KUHAP menuntut kewaspadaan hakim dalam
menilai kebenaran keterangan saksi yaitu dengan:
1) Persesuaian antara keterangan saksi satu dengan saksi yang lain;
2) Persesuaian anatara keterangan saksi dengan alat bukti lain.
Menilai dari keterangan saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut
Umum dalam persidangan, dapat diketahuai bahwa masing-masing
keterangan saksi sudah terdapat saling persesuaian dan saling menguatkan.
b. Surat
Surat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 187 ayat (1) huruf c
KUHAP, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah:
a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh
pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya yang
memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar,
dilihat atau dialaminya sendiri disertai dengan alasan yang jelas dan
tegas tentang keterangan itu;
b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam
tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan
bagi pembuktian suatu hal atau suatu keadaan;
c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasar
keahliannya mengenai suatu hal atau suatu keadaan yang diminta
secara resmi daripadanya;
d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi
dan alat pembuktian yang lain.
Putusan Perkara No:20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt apabila dihubungkan
dengan pengertian alat bukti surat dalam hal ini berupa Visum Et Repertum dari
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ajibarang Nomor : 445.1/VER/RSUD
105
AJB/960/R/2010 tanggal 6 Oktober 2010 yang menyatakan hasil pemeriksaan
terhadap para saksi, termasuk ke dalam surat resmi yang dimaksud dalam Pasal
187 huruf c KUHAP adalah sama dengan yang dimaksud dalam penjelasan
Pasal 186 KUHAP. Jika dikaitkan dengan penjelasan Pasal 186 KUHAP, alat
bukti surat berupa keterangan ahli yang dituangakn dalam bentuk laporan dan
dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan.
Penilaian kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti surat, dapat
ditinjau dari segi teori serta menghubungkan dengan beberapa prinsip
pembuktian yang diatur dalam KUHAP yaitu69
a. Segi formal
Ditinjau dari segi formal, alat bukti surat yang disebut pada
Pasal 187 KUHAP huruf a, b dan c adalah alat bukti yang sempurna.
Sebab bentuk surat-surat yang disebut di dalamnya dibuat secara
resmi menurut formalitas yang ditentukan oleh peraturan perundangundangan.
Dengan
dipenuhinya
ketentuan
formil
dalam
pembuatannya dan dibuat berisi keterangan resmi dari seorang
pejabat yang berwenang serta keterangan yang terkandung dalam
surat tadi dibuat atas sumpah jabatan, maka jika dari segi formil alat
bukti surat seperti yang disebut dalam Pasal 187 huruf a, b dam c
KUHAP adalah alat bukti yang bernilai sempurna. Oleh karena itu
alat bukti resmi mempunyai nilai “pembuktian formil yang
sempurna”, dengan sendirinya bentuk dan isi surat tersebut :
69
R. Soesilo, Op.Cit. Hal.110.
106
1) Sudah benar, kecuali dapat dilumpuhkan dengan alat bukti
lain;
2) Semua pihak tak dapat lagi menilai kesempurnaan bentuk
dan pembuatannya;
3) Juga tak dapat lagi menilai kebenaran keterangan yang
dituangkan pejabat berwenang di dalamnya sepanjang isi
keterangan tersebut tidak dapt dilumpuhkan dengan alt
bukti lain;
4) Dengan demikian ditinjau dari segi formil, isi keterangan
yang tertuang di dalamnya, hanya dapat dilumpuhkan
dengan alat bukti lain, berupa alat bukti keterangan saksi,
keterangan ahli atau keterangan terdakwa.
b. Segi materiil
Dari sudut materiil, semua bentuk surat yang disebut dalam
Pasal 187 KUHAP bukan merupakan alat bukti yang mempunyai
kekuatan mengikat. Nilai kekuatan pembuktian alat bukti surat, sama
halnya dengan nilai kekuatan mengikat. Nilai kekuatan pembuktian,
sama halnya dengan nilai kekuatan pembuktian keterangan saksi dan
alat bukti keterangan ahli yang sama-sama mempunyai kekuatan
pembuktian
yang
bersifat
bebas.
Tanpa
mengurangi
sifat
kesempurnaan formal, dengan sendirinya tidak mengandung nilai
kekuatan pembuktian yang mengikat. Hakim dapat mempergunakan
atau menyingkirkannya. Dasar alasan ketidakterikatan hakim atas
alat bukti surat didasarkan pada beberapa asas, yaitu :
1) Asas proses pemeriksaan perkara pidana adalah untuk
mencari kebenaran materiil bukan kebenaran formil. Nilai
kebenara dan kesempurnaan formil dapat dikesampingkan
demi untuk mencapai dan mewujudkan kebenaran materiil
dan kebenaran sejati yang digariskan oleh penjelasan Pasal
183 KUHAP yang memikul kewajiban bagi hakim untuk
menjamin tegaknya kebenaran, keadilan, kepastian hukum
bagi seseorang;
2) Asas keyakinan hakim sesuai yang terdapat dalam Pasal 183
KUHAP yang menganut ajaran sistem pembuktian menurut
undang-undang secara negatif. Dimana hakim dalam
107
memutus harus berdasarkan sekurang-kurangnya dua alat
bukti yang sah, dan dengan alat bukti tersebut hakim
memperoleh keyakinan bahwa terdakwa itu bersalah atau
tidak. Hakim diberi kebebasan untuk menentukan putusan
yang diambilnya dengan tetap memperhatikan tanggung
jawab dengan moral yang tinggi atas landasan tanggung
jawab demi mewujudkan kebenaran sejati.
3) Asas batas minimum pembuktian yaitu sesuai dengan Pasal
183 KUHAP hakim dalam memberikan putusan harus
berdasarkan minimal dua alat bukti dan dengan alat bukti
tersebut hakim memperoleh keyakinan untuk memberikan
keputusan dipersidangan.
Putusan Perkara No: 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt bahwa alat bukti surat
berupa Visum Et Repertum dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Ajibarang Nomor : 445.1/VER/RSUD AJB/960/R/2010 tanggal 6 Oktober
2010 yang menyatakan hasil pemeriksaan terhadap para saksi. ditinjau dari segi
formil dan segi materiil yang di sesuaikan dengan Pasal 187 huruf c KUHAP
adalah sebagai alat bukti yang sah dan dinilai mempunyai kekuatan
pembuktian yang bebas, yang sama dengan alat bukti lain, karena kedudukan
alat bukti surat tersebut terhadap bukti lainnya saling menguatkan, dimana
penilaiannya tetap ada ditangan hakim.
c. Petunjuk
Mengenai kekuatan pembuktian alat bukti petunjuk, serupa sifat dan
kekuatanya dengan alat bukti lain, hanya mempunyai sifat kekuatan
pembuktian yang “bebas”, yang artinya,
1. Hakim tidak terikat dengan kebenaran persesuaian yang diwujudkan
oleh petunjuk, oleh karena itu hakim bebas menilainya dan
menggunakan sebagai upaya pembuktian.
108
2. Petunjuk sebagai alat bukti tidak bisa berdiri sendiri membuktikan
kesalahan terdakwa, alat bukti petunjuk tetap terikat pada prinsip batas
minimum pembuktian. Oleh karena itu, agar petunjuk dapat digunakan
oleh hakim dalam pembuktian, maka harus disesuaikan dengan alat
bukti lain yaitu dengan sekurang-kurangnya satu alat bukti.
Putusan Perkara No: 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt bahwa Hakim dalam
hal menyusun fakta hukum menilai dengan adanya suatu persesuaian antara
keterangan saksi yang dibenarkan oleh keterangan terdakwa dengan
didukung alat bukti surat yang ada telah menunjukan alat bukti petunjuk
bahwa telah terjadi tindak pidana lalu lintas yang menyebabkan orang lain
luka berat.
3. Keterangan Terdakwa
.
Mengenai pengertian keterangan terdakwa itu sendiri dirumuskan
pada Pasal 189 ayat (1) KUHAP,
“Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan disidang
pengadilan tentang perbuatan yang terdakwa lakukan atau yang
terdakwa ketahui sendiri atau alami sendiri”.
Keterangan Terdakwa dapat diberikan di dalam dan diluar sidang
yang dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah menurut undang-undang
adalah keterangan Terdakwa di hadapan sidang. Keterangan yang diberikan
diluar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang;
selama didukung oleh suatu alat bukti yang sah lainnya. Adapun keterangan
Terdakwa sebagai alat bukti, tanpa disertai oleh alatbukti lainnya, tidak
cukup untuk membuktikan kesalahan Terdakwa. Hal ini merupakan
109
ketentuan beban minimum pembuktian sebagaimana diatur dalam Pasal 183
KUHAP, yaitu dua alat bukti yang sah menurut undang-undang.
Adapun dalam pemeriksaan perkara dalam persidangan, terdakwa
memberikan keterangan tentang peristiwa atau kejadian yang pada
pokoknya menerangkan bahwa :
Awalnya pada hari Rabu tanggal 15 September 2010 sekitar pukul
21.00 WIB terdakwa Warsono Bin Dul mundir sebagai pemilik sekaligus
sopir KBM Pick Up L-300 Nopol : R-9346-VA telah menerima pesan untuk
mengangkut
Remaja
Masjid
NURUL
AMAL
Desa
tambaksogra,
Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas yang berjumlah sekitar 30
orang dengan tujuan ke Lokawisata Curug Cipendok dan untuk itu terdakwa
menerima jasa sebesar Rp 200.000,-( dua ratus ribu ), padahal terdakwa
mengetahui
bahwa
kendaran
tersebut
peruntukanya
adalah
untuk
mengangkut barang dan bukan untuk mengangkut orang. Selanjutnya pada
hari Kamis tanggal 16 September 2010 sekitar puku 05.00 WIB terdakwa
langsung berangkat untuk menjemput dan mengantar rombongan remaja
masjid yang semanya adalah laki-laki, namun karena terdakwa berangkat
pagi-pagi maka terdakwa hanya sempat mengecek kondisi angin ban dan
tidak melakukan pengecekan terhadap kondisi onderdil kendaraan bahkan
terdakwa mengetahui kalau salah satu onderdil kendaraan yaitu rem
kendaraan dalam keadaan tidak dapat befungsi tidak baik. Setelah itu
terdakwa mengantarkan rombongan tersebut namun hanya sampai Desa
Singasari, lalu terdakwa pulang dan sekitar pukul 14.00 WIB terdakwa
110
dengan menggunakan kendaraan yang sama menjemput rombongan
langsung di Lokasi Curug Cipendok, namun sebelumnya terdakwa juga
tidak mengontrol keadaan kendaraan bahkan terdakwa juga belum pernah ke
tempat tersebut sehingga belum paham dengan keadaan jalan yang akan
dilaluinya.
Setelah sampai di lokasi Curug Cipendok lalu terdakwa mengangkut
rombongan tersebut dan melanjutkan perjalanan pulang dan terdakwa
memacu kendaraan dengan kecepatan 40 km/jam dengan gigi presnelling
pada posisi tiga. Namun ketika kendaraan baru menempuh jarak sekitar 1
km, tepatnya ketika melintas di jalan menurun da menikung ke kiri di Desa
Karagtengah, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, tiba-tiba
terdakwa tidak dapat mengendalikan kendaraan sehingga kendaraan masuk
ke parit dengan kedalaman 3 meter yang terletak di sebelah kanan jalan,
akibatya para penumpang mengalami luka berat.
4. Barang Bukti
Penuntut Umum mengajukan barang bukti di persidangan berupa :
1. 1 (satu) unit KBM Pick Up L 300 Nopol : R-9346-VA tahun 1987 warna
biru muda merk Mitsubishi Noka : L300GB-200135 Nosin : 4G32C730285;
2. 1 (satu) STNK KBM Pick Up L-300 Nopol : R-9346-VA An. NURUDIN
Alamat Pasir Wetan RT 01/RW : 03, Karanglewas, Banyumas;
3. 1 (satu) SIM A An. WARSONO.
111
Penerapan sistem pembuktian yang digunakan oleh hakim dalam Putusan
Perkara No: 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt menggunakan sistem pembuktian
negative wettelijk hal ini dapat diketahui dari Pasal 183 KUHAP yang
berbunyi sebagai berikut,
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang, kecuali
apabila dengan sekurang kurangnya dua alat bukti yang sah ia
memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar benar terjadi
dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukanya.”
Pasal 183 KUHAP tersebut nyata bahwa pembuktian harus didasarkan
kepada undang undang (KUHAP), yaitu alat bukti yang sah tersebut dalam
Pasal 184 KUHAP, disertai dengan keyakinan hakim yang diperoleh dari alat
alat bukti tersebut. Mengenai sistem atau teori pembuktian berdasarkan
undang undang negatif (negatief wettelijk) ini, pemidaan didasarkan pada
pembuktian yang berganda (dubbel en grondslag) yaitu pada peraturan
undang undang dan pada keyakinan hakim, menurut peraturan undang
undang dan keyakinan hakim ini bersumberkan pada undang undang.
Menurut M. Yahya Harahap70 untuk membuktikan kesalahan
terdakwa harus :
1. Penjumlahan dari sekurangnya satu saksi ditambah dengan satu saksi ahli atau
surat atau petunjuk, dengan ketentuan penjumlahan kedua alat alat bukti tersebut
“saling bersesuian dan menguatkan”, tidak saling bertentangan.
2. Atau, dua alat bukti itu berupa dua orang saksi yang saling bersesuian dan
menguatkan, maupun penggabungan keterangan satu saksi dengan keterangan
terdakwa, asal terdapat persesuaian.
Berdasarkan
hasil
penelitian
terhadap
Putusan
No:
20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt hakim dalam menjatuhkan putusan atas suatu tindak
70
Yahya Harahap, Op.Cit, Hal 115
112
pidana yang didakwakan kepada terdakwa telah memenuhi asas minimal
pembuktian yang sah di persidangan dan hakim telah memperoleh keyakinan
atas
kesalahan
terdakwa
dan
bahwa
terdakwalah
yang
bersalah
melakukannya, yakni adanya penerapan Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP
dengan alat bukti berupa keterangan saksi yaitu korban yang dihadirkan
dipersidangan, keterangan terdakwa dan dikaitkan dengan bukti surat berupa
Visum Et Repertum dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ajibarang
Nomor : 445.1/VER/RSUD AJB/960/R/2010 tanggal 6 Oktober 2010 yang
menyatakan hasil pemeriksaan terhadap para saksi, sehingga hakim
berkeyakinan bahwa terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana lalu
lintas yang karena kealpaanya menyebabkan orang lain luka berat dan
dijatuhi putusan pidana selama 6 (enam) bulan penjara.
Menurut Elly Tri Pangestuti71 selaku hakim yang memutus putusan
No : 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt mengatakan bahwa;
“Kasus kecelakaan lal lintas yang menyebabkan orang lain luka berat
ini masuknya dalam perkara biasa, bukan tindak pidana ringan karena
dilihat dari akibat yang ditimbulkan sangat merugikan orang lain
sehingga dalam hal ini korban yang dilindungi karena dari akibat
tersebut, karena tindak pidana lalu lintas yang mengakibatkan orang
lain luka berat sudah diatur secara khusus dalam Undang-undang
Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan maka
masuk ke dalam pidana khusus.
Selain itu Elly Tri Pangestuti72 selaku hakim yang memutus putusan
No : 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt mengatakan bahwa;
“Dalam membuktikan kesalahan terdakwa Majelis Hakim
menggunakan Pasal 183 KUHAP atau sering disebut pembuktian
71
Hasil Wawancara Dengan Hakim Pengadilan Negeri Purwokerto yang memutus putusan
No.20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt, Di Pengadilan Negeri Purwokerto, Tanggal 13 Juni 2012
72
Ibid
113
berdasarkan undang undang negatif (negatief wettelijk) karena selain
dengan bukti minimum juga harus menggunaka keyakinan hakim
supaya pembuktian ini dapat ditemukan kebenaran materiil.”
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Dari uraian pada pembahasan dan hasil penelitian maka dapat disimpulan
sebagai berikut:
1. Alat Bukti Saksi Korban Dihadirkan Dalam Kasus Kecelakaan Lalu Lintas
Pada Putusan Nomor : 20/Pid.Sus/2011/Pwt, adalah :
a. Alat bukti berupa saksi yang merupakan korban dari tindak pidana lalu
lintas, ditinjau dari segi formil yaitu dalam Pasal 160 ayat (3) dan Pasal
171 KUHAP dan segi materiil yaitu dalam Pasal 185 KUHAP maka
ditempatkan sebagai alat bukti yang sah dan dinilai mempunyai kekuatan
pembuktian yang bebas, yang sama dengan alat bukti lain, karena
114
kedudukan alat bukti saksi tersebut terhadap bukti lainnya saling
menguatkan, dimana penilaiannya tetap ada ditangan hakim, juga untuk
dasar pertimbangan hukum bagi hakim dalam menjatuhkan putusan
pidana yakni pidana selama 6 (enam) bulan.
2. Sistem Pembuktian Yang Diterapakan Dalam Kasus Tindak Pidana Lalu
Lintas Pada Putusan Nomor : 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt, adalah sebagai
berikut:
a. Membuktikan kesalahan terdakwa majelis hakim telah menerapkan sistem
pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif karena mengenai
kasus tindak pidana lalu lintas karena kealpaanya mengakibatkan orang
lain luka berat, korban atau kerugian yang diakibatkan sangat merugikan
orang lain, jadi digunakan sistem pembuktian secara negatif untuk
mengetahui siapa yang harus bertanggungjawab.
b. Menentukan salah atau tidaknya seorang terdakwa dam menjatuhkan
pidana kepada terdakwa yaitu dengan sekurang-kurangnya dua alat yang
sah, alat bukti berupa bukti surat, keterangan terdakwa dan disesuaikan
dengan keterangan saksi, dimana dalam hal ini korban yang dijadikan
sebagai saksi serta barang bukti yang diajukan dipersidangan, maka hakim
memperoleh keyakinan akan kesalahan terdakwa telah melakukan tindak
pidana dan dijatuhi pidana selama 6 (enam) bulan.
B. Saran
Berdasarkan uraian di atas maka saran penulis adalah agar para hakim
dalam membuktikan tindak pidana kecelakaan lalu lintas yang karena kealpaanya
115
mengakibatkan luka berat pada orang lain harus lebih cermat dan teliti dalam
membuktikan kesalahan terdakwa yaitu dengan menggunakan alat bukti terutama
keterangan saksi karena saksi merupakan bukti hidup yang nilai kekuatan
pembuktianya lebih kecil dari pada bukti mati (dapat berbohong) sehingga akan
menimbulkan keyakinan hakim untuk menegakan keadilan.
Download