1 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan Yuridis Putusan Nomor : 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt ) SKRIPSI Disusun Oleh : Mohammad Anas E1A008236 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2012 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan Yuridis Putusan Nomor : 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt ) SKRIPSI Disusun Oleh : Mohammad Anas E1A008236 Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2012 3 KEKUATAN PEMBUKTIAN SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Terhadap Putusan Nomor : 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt) Oleh: Mohammad Anas E1A008236 Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Diterima dan disahkan Pada tanggal 19 November 2012 Para Penguji/Pembimbing Penguji I/ Pembimbing I Penguji II/ Penguji III Pembimbing II Dr. Hibnu Nugroho, S.H., M.H. Handri Wirastuti .S, S.H., M.H. NIP. 19640724 199002 1 001 NIP. 19581019 198702 2 001 Mengetahui Dekan, Dr. Angkasa, S.H., M.Hum. NIP. 19640923 198901 1 001 Pranoto, S.H.,M.H. NIP. 19540305 198901 1 001 4 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : KEKUATAN PEMBUKTIAN SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Terhadap Putusan Nomor: 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt) Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan semua sumber data serta informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenaranya. Apabila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi termasuk pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh. Purwokerto, November 2012 Mohammad Anas E1A008236 5 MOTTO Ujian hidup yang selalu menerpamu yang berjuang untuk hidup yang hanya sementara rasa perihnya hujan di hatimu yang diberikan oleh rasa yang hanya sementara kita hidup di dunia yang penuh tanda tanya yang tak mungkin kau ubah dan terpaksa mengikutinya kita berada di antara benar atau salah yang tak mungkin dapat kau ukur dengan rasa berdoalah, sampaikan pada Tuhan semua keluh kesahmu Dia kan menjawabnya percayalah, dia kan menunjukkan kasih-Nya padamu melalui jalannya, percayalah wahai kamu yang tak seperti mereka yang terlihat cerah menjalani hidupnya pandangan hidup yang selalu lihat ke atas saja jadi pemicu keinginan yang tiada habisnya bersujudlah, akui pada Tuhan semua kelemahanmu Dia kan menguatkannya memohonlah, Dia kan memberikan yang terbaik untukmu melalui caraNya, percayalah…. 6 PERSEMBAHAN Segala Puji dan Syukur saya ucapkan atas nikmat, rakhmat dan InayyahMu ya Alloh SWT yang telah Engkau berikan kepada hamba dan keluarga hamba sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik tanpa adanya halangan suatu apa, Alhamdulillahirobbil ‘Alamiin. Pada kesempatan ini saya ucapkan beribu ribu terimakasih tak terhingga kepada orang tua saya yang selalu memberikan maupun dukungan inmateri. dan Saya motivasi sadar tanpa baik secara adanya materi doa dan perjuangan kalian saya tidak akan pernah menyelesaikan skripsi ini, terimakasih sekali lagi Ibu dan Bapak, saya persembahkan karya kecil ini untuk Bapak dan Ibu, karena kalian lah yang membuat semua tentang saya menjadi berarti tentu juga karena RidloMu ya Alloh SWT. Mudah mudahan dikemudian hari saya dapat menjadi orang yang seperti kalian inginkan, menjadi sosok manusia yang selalu mendoakan orang tua. Semoga kelak saya dapat mewujudkan impian kalian dan semoga Alloh SWT memberikan kemudahan bagi saya dan keluarga saya dalam menjalani kehidupan di Dunia dan Akhirat…. Amiiin….Amiiin… Ya Robbal ‘Alamiin…. 7 ABSTRAK Judul dari penelitian ini adalah kekuatan pembuktian saksi korban dalam kasus kecelakaan lalu lintas tinjauan yuridis pada Putusan No:20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt . Adanya kecelakaan lalu lintas yang dilakukan oleh pengemudi sering mengakibatkan kerugian bagi pengguna jalan lain bahkan bagi pengemudinya sendiri, kerugian itu dapat mengakibatkan luka berat bahkan sampai meninggal dunia, berkaitan dengan permasalahan tindak pidana lalu lintas yang dilakukan oleh Warsono dalam perbuatanya yang lalai dalam berkendara sehingga menimbulkan orang lain luka berat. Dalam pertimbangan Putusan No:20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt menghadirkan saksi korban yang dapat dijadikan pertimbangan Hakim dalam memutus perkara. Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dihadirkanya saksi korban dalam kecelakaan lalu lintas pada Putusan No:20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt. dan untuk mengetahui sistem pembuktian yang digunakan dalam kasus kecelakaan lalu lintas pada Putusan No:20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt. Penulisan ini menggunakan Metode Perspektif dengan pendekatan Yuridis Normatif yaitu dengan memfokuskan pemecahan masalah berdasarkan data yang diperoleh, yang kemudian dianalisa berdasarkan hukm pidana dan hukum acara pidana di Indonesia khususnya mengenai tindak pidana lalu lintas karena kealpaanya mengakibatkan orang lain luka berat. Penggunaan data sekunder merupakan titik berat penelitian ini, sedangkan data primer hanya sebagai pelengkap atau pendukung. Berdasarkan hasil penelitian pada Putusan No : 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt mengenai alat bukti saksi korban yang dihadirkan di persidangan Majelis Hakim sudah tepat dalam melakukan pemeriksaan alat bukti dimana Hakim tidak hanya melihat pada satu alat bukti saja, tapi disesuaikan dengan alat bukti lainya sehingga dapat dijadikan pertimbangan Hakim dalam memutus perkara. Majelis Hakim dalam pembuktian menggunakan teori pembuktian secara Negatif (negatief wettelijk) sesuai dengan Pasal 183 KUHAP sehingga Hakim mendapat keyakinan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 301 ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Kata kunci : Pembuktian, Saksi Korban, Kecelakaan Lalu Lintas 8 ABSTRACT The title of this the strenght of evidence in the case victims of traffic accidents judicial review on the decisian No:20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt. Traffic accidents by drivers often cause harm to other road users even for the driver himself, losses that could result in serious injury and even death, problems relating to traffic offenses committed by Warsono in perbuatanya were negligent in driving, causing other people were seriously injured. In consideration of the Decision No: 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt bring witnesses who can be taken into consideration in deciding the case Judge. And The purpose of the study was to determine dihadirkanya witnesses in a traffic accident in Decision No: 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt. The Writing is used the Normative Perspective juridical approach is to focus on solving problems based on data obtained, were then analyzed based hukm criminal and criminal procedural law in Indonesia, particularly on traffic offenses because kealpaanya lead others injured. The use of secondary data is the focus of this study, while the primary data only as a supplement or support. Based on the results of research on the Decision No: 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt the evidence presented by the witnesses in the trial judge was correct in doing the examination of evidence where the judge does not just look at the evidence only, but adapted to other evidence that can be taken into consideration in deciding the case Judge. The judges in the proof using the theory of evidence is negative (negatief wettelijk) in accordance with Section 183 Criminal Procedure Code so the judge got the belief that the defendant legally and convincingly proven violating Article 301 paragraph (3) of Law No. 22 Year 2009 on Traffic and Road Transportation. Key Words : Verification, Survivors, Traffic Accidents 9 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS ( Tinjauan Yuridis Putusan Nomor : 20/Pid.Sus/2011/ PN.Purwokerto )”. Berbagai kesulitan dan hambatan Penulis hadapi dalam penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini juga tidak lepas dari bimbingan, dorongan, bantuan materiil dan moril serta pengarahan dari berbagai pihak, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Maka dari itu, Penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Angkasa, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman yang telah memberikan izin terhadap penelitian ini. 2. Dr. Hibnu Nugroho, S.H.,M.H., selaku Pembimbing Skripsi I yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, kritik, arahan, dan saran yang sangat membangun serta banyak menambah wawasan dan ilmu pengetahuan khususnya dalam lingkup Hukum Acara Pidana bagi penulis, sehingga penulis mendapatkan kelancaran dan kemudahan dalam mengerjakan skripsi sampai selesai. 3. Handri Wirastuti Sawitri, S.H.,M.H. selaku Pembimbing Skripsi II yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, kritik, arahan, dan saran yang sangat membangun dalam penyusunan skripsi ini. 10 4. Pranoto, S.H.,M.H. selaku Dosen Penguji Skripsi yang turut menilai dan memberi masukan pada skripsi penulis. 5. Kedua orang tua tercinta dan keluarga saya, yang selalu mendoakan, memberi nasihat dan motivasi selama penulis mengerjakan skripsi. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan dan terdapat banyak kekurangan karena keterbatasan Penulis. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya. Purwokerto, November 2012 Mohammad Anas E1A008236 11 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii SURAT PERNYATAAN ............................................................................... iii HALAMAN MOTTO .................................................................................... iv HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... v ABSTRAK ....................................................................................................... vi ABSTRACT ..................................................................................................... vii PRAKATA ..................................................................................................... viii DAFTAR ISI.................................................................................................... ix BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.................................................................... 1 B. Perumusan Masalah........................................................................... 4 C. Tujuan Penelitian............................................................................... 5 D. Kegunaan Penelitian ......................................................................... 5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Azas dan Fungsi Hukum Acara Pidana............................................. 6 1. Azas Hukum Acara Pidana .......................................................... 6 2. Fungsi Hukum Acara Pidana ...................................................... 18 B. Pembuktian ....................................................................................... 19 1. Pengertian Pembuktian ............................................................... 19 2. Alat Bukti Menurut KUHAP ...................................................... 22 3. Saksi Korban ............................................................................... 32 C. Sistem Pembuktian dalam Hukum Acara Pidana ............................. 36 1. Sistem Pembuktian Berdasarkan UndangUndang Secara Positif…………………………………….……36 12 2. Sistem Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Melulu..... 38 3. Sistem Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Atas Alasan Yang Logis……………………………………… 39 4. Sistem Pembuktian Berdasarkan UndangUndang Secara Negatif………………………………………..40 D. Tindak Pidana Lalu Lintas ............................................................... 42 1. Pengertian Tindak Pidana Lalu Lintas ........................................ 42 2. Akibat Tindak Pidana Lalu Lintas .............................................. 43 BAB III. METODE PENELITIAN A. Metode Pendekatan .......................................................................... 49 B. Spesifikasi Penelitian ....................................................................... 49 C. Lokasi Penelitian .............................................................................. 49 D. Sumber Data .................................................................................... 50 E. Metode Pengumpulan Data ............................................................. 50 F. Metode Penyajian Data .................................................................... 51 G. Metode Analisis Data ...................................................................... 51 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian .................................................................................52 B. Pembahasan .......................................................................................81 BAB V. PENUTUP A. Simpulan ..........................................................................................102 B. Saran ................................................................................................103 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecelakaan yang sering terjadi di jalan banyak diartikan sebagai suatu penderitaan yang menimpa diri seseorang secara mendadak dan keras yang datang dari luar. Akibat hukum yang terjadi terhadap pelanggaran lalu lintas adalah sanksi hukum yang harus diterapkan terhadap pelaku pelanggaran lalu lintas, lebih-lebih yang mengakibatkan korban harta benda dan manusia (cacat tetap, meninggal). Seperti yang dirumuskan dalam Pasal 360 ayat (1) dan ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berbunyi: (1)Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.” (2) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebahkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timhul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.”. Mengingat jumlah kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan luka berat atau matinya orang mempunyai kecenderungan yang meningkat maka penjatuhan hukum pidana terhadap Pasal 360 KUHP diharapkan mampu menekan lajunya kecelakaan kendaraan bermotor sebagaimana diatur dalam Pasal 360 KUHP. Adanya kecelakaan lalu lintas yang dilakukan oleh pengemudi seperti misalnya melanggar rambu lalu lintas atau mengemudikan kendaraan melebihi batas kecepatan maksimum yang diperbolehkan, pelanggaran lalu lintas diatur dalam peraturan perundang-undangan 14 yaitu dalam Undang Undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Akibat hukum dari kecelakaan lalu lintas adalah adanya pidana bagi sipembuat atau penyebab terjadinya peristiwa itu dan dapat pula disertai tuntutan perdata atas kerugian material yang ditimbulkan. Sebagaimana dinyatakan oleh Andi Hamzah1 bahwa, “Dalam berbagai macam kesalahan, dimana orang yang berbuat salah menimbulkan kerugian pada orang lain, maka ia harus membayar ganti kerugian.” Secara garis besar kecelakaan lalu lintas cenderung disebabkan oleh 4(empat) faktor yang saling berkaitan, yakni faktor manusia, faktor kendaraan, faktor jalan raya dan faktor lingkungan, dari empat faktor tersebut yang memegang peranan penting adalah faktor manusia. Kekurangan-kekurangan yang ada pada manusia sebagai pemakai jalan raya, terutama sekali kurangnya disiplin merupakan penyebab utama terjadinya kecelakaan lalu lintas”.2 Berkaitan dengan kesalahan yang diakibatkan oleh manusia maka dilakukanya pembuktian, dimana perlu dihadirkan saksi, terutama saksi yang melihat, mendengar, bahkan mengalami sendiri kecelakaan itu sehingga dalam proses pembuktian semua akan diketahui mengenai kesalahan dalam hal ini kealpaan yang dilakukan oleh seseorang. Terutama saksi korban yang mempunyai kekuatan pembuktian didepan persidangan. Saksi korban sebagai alat bukti oleh hakim 1 Jakarta, Andi Hamzah. 1986. Sistem Pidana dan Pemidanaan di Indonesia, PT. Pradnya Paramitha, Hal. 13. 2 Masruchin Ruba‟i. 1997, Mengenal Pidana dan Pemidanaan di Indonesia,. IKIP Malang,hal 165. 15 Pengadilan Negeri dalam memeriksa dan memutus perkara karena kealpaanya yang mengakibatkan luka berat bahkan matinya orang lain di jalan raya dan merupakan salah satu alat bukti yang sah dalam persidangan dan harus didukung alat bukti lain dengan aturan minimal 2 alat bukti.3 Alat bukti yang diatur dalam KUHAP bahwa alat bukti tersebut harus bersesuaian dengan alat bukti lain, hal ini bertujuan untuk mengetahui peristiwa yang sebenarnya, sehingga dapat menjamin perlindungan terhadap korban. Penyelesaian perkara pidana, banyak ditemukan korban kejahatan kurang memperoleh perlindungan hukum yang memadai, baik perlindungan yang sifatnya immateriil maupun materiil sebagaimana Geis berpendapat: “to much attention has been paid to offenders and their rights, to neglect of the victims”.Korban kejahatan ditempatkan sebagai alat bukti yang memberi keterangan yaitu hanya sebagai saksi, sehingga kemungkinan bagi korban untuk memperoleh keleluasaan dalam memperjuangkan haknya adalah kecil.4 Selain memperhatikan korban, juga perlu mengetahui kesalahan tersangka, apakah dilakukan dengan sengaja atau karena kealpaanya, sehingga pembuktian merupakan hal yang penting dalam proses peradilan pidana di Indonesia, karena melalui pembuktian dapat menentukan posisi terdakwa dan apakah telah memenuhi unsur-unsur terhadap perbuatan yang didakwakan. Hukum akan dapat menilai tersangka atau terdakwa dengan mempertimbangkan fakta-fakta dan seluruh alat 3 Moelyatno, 2000, Asas-asas Hukum Pidana, Liberty, Yogyakarta, hlm. 54 4 hlm 107. Marpaung Leden, 2010, Proses Penanganan Perkara Pidana, Sinar Grafika, Edisi Kedua, Jakarta, 16 bukti yang ada, sehingga pembuktian sangat memegang peranan penting untuk menyatakan kesalahan terdakwa. Putusan No.20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt merupakan kejadian kecelakaan lalu lintas yang karena kelalaianya mengakibatkan orang lain luka berat yang terjadi di Jl. Raya ikut Desa Karang Tengah, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas. Terdakwa tidak mengecek kondisi kendaraanya. Baru jalan sekitar 3 km, tepatnya di Desa Karang Tengah, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas tiba tiba terdakwa tidak dapat mengendalikan kendaraan sehingga kendaran masuk ke parit dengan kedalaman sekitar 3 meter, akibatnya para penumpang mengalami luka berat. Terdakwa kemudian di periksa dan di adili di Pengadilan Negeri Purwokerto, dan didakwa dengan dakwaan Subsidaritas yaitu dakwaan Primer melanggar Pasal 310 Ayat (3) Undang Undang No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan dakwaan Subsidair melanggar Pasal 310 Ayat (2) Undang Undang No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Berdasarkan uraian kasus di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Kekuatan Pembuktian Saksi Korban Dalam Kasus Kecelakaan Lalu Lintas (Tinjauan Yuridis Putusan Nomor : 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt ) B. Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas, dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut : 1. Mengapa alat bukti saksi korban dihadirkan dalam kasus kecelakaan lalu lintas dalam Putusan Perkara No.20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt? 17 2. Bagaimana penerapan sistem pembuktian dalam kasus kecelakaan lalu lintas dalam Putusan PerkaraNo. 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt? C. Tujuan Penulisan Tujuan dalam penulisan ini adalah: 1. Untuk mengetahui saksi korban dihadirkan dalam kecelakaan lalu lintas dalam Putusan Perkara No.20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt. 2. Untuk mengetahui sistem pembuktian yang digunakan dalam kasus kecelakaan lalu lintas dalam Putusan Perkara No.20/Pid.sus/2011/PN.Pwt . D. Manfaat Penulisan 1. Manfaat Teoritis a). Untuk mempertimbangkan teori yang berkaitan dengan kekuatan pembuktian keterangan saksi korbanmaupun teori tentang pembuktian berdasarkan keyakinan hakim. b) Dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut bagi mahasiswa yang inginmeneliti tentang kekuatan pembuktian kesaksian korban sebagai dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara pada persidangan kasus tindak pidana kealpaan yang mengakibatkan luka berat pada orang lain. 2. Manfaat Praktis Bagi Hakim Pengadilan Tindak Pidanaagar lebih teliti dalam merumuskan dasar pertimbangan hukum dalam memutus perkara tentang tindak pidana kealpaan berdasarkan keterangan saksi korban yang merupakan orang yang mengalami langsung kejadian tindak pidak pidana. BAB II 18 TINJAUAN PUSTAKA A. Asas dan Fungsi Hukum Acara Pidana 1. Asas Hukum Acara Pidana Hukum acara pidana mengatur cara-cara bagaimana negara menggunakan haknya untuk melakukan penghukuman dalam perkara-perkara yang terjadi. Hukum acara pidana ialah mempelajari peraturan-peraturan yang diciptakan oleh negara karena adanya dugaan terjadinya pelanggaran undang-undang hukum pidana. Perkembangan ilmu hukum acara pidana sudah meliputi pembagian hukum acara pidana formil dan hukum acara pidana materiil. Hukum acara pidana formil dimaksudkan berbagai aturan hukum yang meliputi tata beracara perkara pidana, dan hukum acara pidana materiil dimaksudkan segala aturan hukum tentang sistem, beban, alat-alat dan kekuatan pembuktian serta sarana ilmu pengetahuan yang mendukung pembuktian. Wirjono5 mengatakan bahwa, “Jika suatu perbuatan dari seorang tertentu menurut peraturan Hukum Pidana merupakan perbuatan yang diancam dengan hukuman pidana, jadi jika ternyata ada hak badan pemerintah yang bersangkutan untuk menuntut seorang guna mendapat hukuman pidana, timbullah soal cara bagaimana hak menuntut itu dapat dilaksanakan, cara bagaimana akan didapat suatu putusan pengadilan, cara bagaimana dan oleh siapa suatu putusan pengadilan, yang menjatuhkan suatu hukuman pidana harus dijalankan. Hal ini semua harus diatur dan peraturan inilah yang dinamakan Hukum Acara Pidana.” 5 Wirjono Projodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Bandung; Sumur, 1982, Hal 21 19 Pendapat yang dikemukaan oleh wirjono mempunyai arti bahwa untuk mengetahui kebenaran materiil dalam suatu tindak pidana haruslah sesuai dengan kaidah yang ada dalam hukum acara pidana, karena tujuan dari hukum acara pidana sendiri adalah untuk mengetahui kebenaran materiil, selain itu dalam mencari kebenaran materiil tidak boleh bertentangan dengan asas asas yang ada dalam hukum acara pidana. Bambang purnomo6 menjelaskan bahwa, “yang dimaksud asas dalam hukum acara pidana adalah dasar patokan hukum yang melandasi KUHAP dalam penerapan penegakan hukum. Asas ini akan menjadi pedoman bagi semua orang termasuk didalamnya aparat penegak hukum, serta orang-orang yang tengah berkepentingan dengan hukum acara pidana. Makna asas-asas hukum itu sendiri merupakan ungkapan hukum yang bersifat umum. Pada sebagian berasal dari kesadaran hukum serta keyakinan kesusilaan atau etnis kelompok manusia dan sebagian yang lain berasal dari dasar pemikiran dibalik peraturan undang-undang serta yurisprudensi. Rumusan pengertian asas-asas hukum yang demikian itu konsekuensinya adalah kedudukan asas itu menjadi unsur pokok dan dasar yang penting dari peraturan hukum.” Asas-asas yang penting yang tercantum dalam hukum acara pidana adalah sebagai berikut: 1. Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan Asas ini bukan merupakan hal yang baru dengan lahirnya KUHAP, karena dalam HIR asas ini sudah tersirat dengan kata-kata yang lebih konkrit dari pada yang dipakai dalam KUHAP. Asas peradilan cepat ini sebenarnya merupakan bagian dari hakhak asasi manusia yang sekedar menegaskan bahwa terselenggaranya 6 Bambang Poernomo. Asas-Asas Hukum Pidana. Ghalia Indonesia: Jakarta, 1992, hlm 28 20 peradilan yang bebas, jujur, dan tidak memihak. Asas ini digunakan dengan tujuan menghindari penahanan yang lama sebelum ada keputusan hakim. Tetapi secara yuridis, asas ini dikutip dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 jo Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman Dari berbagai ketentuan dalam KUHAP sebagai penjabaran dari asas cepat, sederhana dan biaya ringan, dijumpai kata-kata ”segera, secepatnya”, seperti ketentuan dalam Pasal 50 ayat (1), (2) dan (3) KUHAP yang pada intinya bahwa tersangka atau terdakwa berhak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik, berhak perkaranya diajukan ke pengadilan oleh penuntut umum dan berhak segera diadili oleh pengadilan Proses perkara yang dilaksanakan dengan cepat, diartikan menghindarkan segala rintangan yang bersifat prosedural, agar tercapai efisensi kerja mulai dari kegiatan penyidikan sampai dengan pelaksanaan keputusan akhir dapat selesai dalam waktu yang relatif singkat. Proses perkara pidana yang sederhana, diartikan penyelenggaraan administrasi peradilan secara terpadu agar pemberkasan perkara dari masing-masing instansi yang berwenang berjalan dalam satu kesatuan yang tidak memberi saluran peluang (circuit court), bekerja secara berbelit-belit dan dalam berkas tersebut terungkap pertimbangan serta 21 kesimpulan penerapan hukum yang mudah dimengerti oleh pihak yang berkepentingan.7 Proses perkara pidana dengan biaya ringan, diartikan menghindarkan sistem administrasi perkara dan mekanisme bekerjanya para petugas yang mengakibatkan beban biaya bagi yang berkepentingan atau masyarakat (social cost) yang tidak sebanding, karena biaya yang dikeluarkan lebih besar tetapi sebaliknya hasil yang diharapkan lebih kecil.8 Asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan menghendaki adanya suatu peradilan yang efisien dan efektif sehingga tidak memberi penderitaan yang berkepanjangan kepada tersangka atau terdakwa agar kepastian hukum lebih terjamin. 2. Asas Praduga Tak Bersalah (Presumption of Innocence) Asas ini dijumpai dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 jo Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman dan juga dapat dilihat dari Penjelasan Umum mengenai asas butir 3c KUHAP yang merumuskan sebagai berikut: “Setiap orang disangka, ditangkap, ditahan dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap”. 7 Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan SidangPengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, edisis kedua, cetakan ketiga, Jakarta: Sinar Grafika. Hal 52 8 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Edisi Revisi, Sinar Grafika, Jakarta. 2004, Hal 55 22 M. Yahya Harahap9 menjelaskan bahwa, Asas Praduga Tak Bersalah ditinjau dari segi yuridis atau ditinjau dari segi teknis penyidikan dinamakan “prinsip akusator” atau accusatory proceudure (accusatorial system). Prinsip akusator menempatkan kedudukan tersangka atau terdakwa dalam setiap tingkat pemeriksaan adalah sebagai subyek, karena itu tersangka atau terdakwa harus didudukkan atau diperlakukkan dalam kedudukkan sebagai manusia yang mempunyai harkat martabat harga diri. Sedangkan yang menjadi obyek pemeriksaan adalah kesalahan (tindak pidana), yang dilakukan oleh tersangka atau terdakwa. Asas ini juga merupakan pengejahwentahan KUHAP atas penghormatan hak asasi manusia. KUHAP memandang kedudukan tersangka/terdakwa sebagai subyek, sehingga dalam pemeriksaan hak-hak mereka harus mendapatkan perhatian, jika tersangka/terdakwa belum mengetahui akan hak-haknya yang diberikan oleh Undang-Undang, maka aparat penegak hukum wajib memberitahukannya terlebih dahulu. 3. Pemeriksaan Pengadilan Terbuka Untuk Umum Pemeriksaan yang dimaksud adalah pemeriksaan yang dilakukan di dalam sidang pengadilan. Asas ini terdapat dalam Pasal 153 ayat (3) dan ayat (4) KUHAP, yang berbunyi sebagai berikut: “Untuk keperluan pemeriksaan, hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya adalah anak-anak” ayat (3).Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (2) dan ayat (3) mengakibatkan batalnya putusan demi hukum. Pasal-pasal KUHAP yang mendukung asas ini, memberi makna yang mengarahkan tindakan penegakan hukum Indonesia harus dilandasi oleh jiwa persamaan dan keterbukaan serta penerapan sistem musyawarah dan mufakat dari majelis peradilan dalam mengambil keputusan. Dengan landasan persamaan han dan kedudukan antara tersangka/terdakwa dengan aparat penegak hukum, tidak ada dan tidak 9 Yahya Harahap, Op.Cit Hal 41 23 boleh dirahasiakan segala sesuatu yang menyangkut pemeriksaan terhadap diri tersangka/terdakwa. Semua hasil pemeriksaan yang menyangkut diri dan kesalahan yang disangkaan kepada tersangka sejak mulai pemeriksaan penyedikan harus terbuka kepadanya.10 Sifat terbuka di sidang pengadilan dimaksudkan agar khalayak ramai dapat mengikuti dan mengawasi jalannya pemeriksaan pengadilan, bukan dalam arti masuknya orang-orang dalam ruang pengadilan. Bisa saja terjadi, seseorang yang ingin mendengarkan pemeriksaan ditolak untuk masuk ruang sidang yang luasnya terbatas, akan tetapi dapat dipersilahkan mengikuti melalui alat pengeras suara yang dipasang di halaman gedung. Kejadian demikian tidak bertentangan dengan Asas Terbuka Untuk Umum. Walaupun sidang tertutup untuk umum (seperti halnya dalam perkara kesusilaan atau terdakwanya anak-anak) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 153 ayat (3) KUHAP, namun keputusan hakim tetap dinyatakan dalam sidang yang terbuka untuk umum.11 Selain itu, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 18 dan Pasal 195 KUHAP dengan tegas menyatakan: ”Semua putusan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.” 10 Andi Hamzah, . Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Jakarta:Ghalia Indonesia, 1986, Hal 57 11 Bambang Purnomo, Op.Cit. Hal 71 24 4. Asas Oportunitas Hukum acara pidana mengenal suatu badan khusus yang diberi wewenang untuk melakukan penuntutan pidana ke pengadilan yang disebut penuntut umum. Di Indonesia penuntut umum disebut juga jaksa (Pasal 1 butir a serta Pasal 137 dan seterusnya KUHAP). Wewenang penuntutan dipegang oleh penuntut umum sebagai monopoli, artinya tiada badan lain yang boleh melakukan itu. Ini disebut “dominus litis” ditangan penuntut umum atau jaksa.Dalam arti hakimtidak dapat meminta supaya delik diajukan kepadanya, sehingga hakim hanya menunggu penuntutan dari penuntut umum.12 Hak penuntutan mengenal dua asas, yaitu asas legalitas dan oportunitas (het legalities en het opportunities beginsel).Menurut asas legalitas, jaksa/penuntut umum wajib menuntut suatu delik. Sedangkan dalam oportunitas, jaksa/penuntut umum tidak wajib menuntut seseorang yang melakukan delik jika menurut pertimbangannya akan merugikan kepentingan umum. Ramelan berpendapat seperti yang dikutip dalam bukunya Andi hamzah13 bahwa, “Asas opportunitas adalah penuntut umum tidak wajib menuntut seseorang yang melakukan perbuatan pidana jika menurut pertimbangannya akan merugikan kepentingan umum asas opportunitas diakui dalam Pasal 35 huruf c Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.” 12 Yahya Harahap. Op.Cit, Hal 58 Andi Hamzah,Sistem Pidana dan Pemidanaan di Indonesia. Bandung: PT. Pradnya Paramitha,1986, Hal 73 13 25 Selain itu Zainal abidin14 juga mengatakan bahwa, “Asas opportunitas adalah asas hukum yang memberikan wewenang kepada penuntut umum untuk menuntut atau tidak menuntut dengan atau tanpa syarat seseorang atau korporasi yang telah mewujudkan delik demi kepentingan umum.” Pasal 32c UU No. 5 Tahun 1991 jo Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia dengan tegas menyatakan asas oprtunitas itu dianut di Indonesia. Rumusan Pasal 32e tersebut adalah sebagai berikut: “Jaksa Agung dapat mengesampingkan suatu perkara berdasarkan kepentingan umum”. 5. Semua Orang Diperlakukan Sama di Depan Hakim Asas ini menegaskan bahwa sebagai negara hukum maka dihadapan hukum semua orang adalah sama dan sederajat. Asas ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman dalam Pasal 5 ayat (1). Pasal 5 ayat (1) tersebut menyatakan sebagai berikut: “Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedabedakan orang”. Asas semua orang diperlakukan sama didepan hakim digunakan dalam moto Prasaja (Persatuan Jaksa), yang sering dipakai dalam bahasa sansekerta “tan hama dharma manna”.15 6. Tersangka dan Terdakwa Berhak Mendapat Bantuan Hukum 14 Abidin, zainal, Hukum Pidana 1, Jakarta, Sinar Grafika, 2007, Hal 81 Andi Hamzah, 2004,Op.Cit hlm 19. 15 26 Pasal 69 sampai Pasal 74 KUHAP diatur mengenai bantuan hukum bagi tersangka atau terdakwa. Ketentuan asas ini menunjukkan bahwa tersangka atau terdakwa sangat dijamin hak asasinya sebagai manusia. Asas ini telah menjadi ketentuan universal di semua negara yang mengklaimnya dirinya sebagai negara yang demokratis dan beradab. Dalam “The International Convenant on Civil and Political Rights”artikel 14 sub 3d kepada tersangka/terdakwa diberikan jaminan: “To be tried in his presence, and to defend himself in person or trough legal assistance, of his own choosing to be inform, if he does not have legal assistance, of his right, and to have legal assistance assigended to him, in any case where the interests justice so require, and whithout payment by him in any such case if he does not have sufficient means to pay for it. (Diadili dengan kehadiran terdakwa, membela diri sendiri secara pribadi atau dengan bantuan penasehat hukum menurut pilihannya sendiri, diberitahu tentang hak-haknya ini jika ia mempunyai penasehat hukum dan ditunjuk penasehat hukum untuk di jika untuk kepentingan peradilan perlu untuk itu, dan jika ia tidak mampu membayar penasehat hukum ia dibebaskan dari pembayaran).16 Pasal tersebut memberikan mendapat kebebasan-kebebasan yang sangat luas kepada tersangka/terdakwa. Kebebasan-kebebasan tersebut antara lain: a. b. c. d. 16 Bantuan hukum dapat diberikan saat tersangka ditangkap atau ditahan. Bantuan hukum dapat diberikan pada semua tingkat pemeriksaan. Penasehat dapat menghubungi tersangka atau terdakwa pada tingkat pemeriksaan pada setiap waktu. Pembicaraan antara penasehat hukum dan tersangka tidak didengar oleh penyidik dan penuntut umum kecuali pada delik yang menyangkut keamanan Negara. Andi Hamzah, 1998,Op.Cit hlm 25. 27 e. f. Turunan berita acara diberikan kepada tersangka atau penasehat hukum guna kepentingan pembelaan. Penasehat hukum berhak mengirim dan menerima surat dari tersangka atau terdakwa.17 Pembatasan-pembatasan hanya dikenakan apabila penasehat hukum menyalahgunakan hak-haknya tersebut. Kebebasan-kebebasan dan kelonggaran-kelonggaran tersebut hanya dari segi yuridis semata, bukan dari segi politis, sosial dan ekonomi, sehingga dengan adanya hambatan-hambatan tersebut pelaksanaan bantuan hukum yang merata agak sulit dilaksanakan. 7. Asas Akusator dan Inkisitor (Accusatoir dan Inquisitoir) Asas akusator berarti menempatkan kedudukan terdakwa dalam kesejajaran yang memeriksa. Terdakwa tidak dipandang sebagai objek seperti dalam asas inkisitor. Hal ini terbukti dengan adanya hak memperoleh bantuan hukum sejak awal pemeriksaan di tingkat penyidikan. Asas akusator ini berhubungan dengan asas-asas hukum acara pidana. Salah satu contoh yaitu adanya kebebasan untuk mendapatkan bantuan hukum menunjukkan bahwa KUHAP telah menganut asas akusator ini. Sesuai dengan hak-hak asasi manusia yang sudah mencapai ketentuan universal, maka asas inkisitor ini telah ditinggalkan oleh 17 Abdussalam, 2006, Prospek Hukum Pidana Indonesia Dalam Mewujudkan Rasa Keadilan Masyarakat Jilid 2, Jakarta; Restu Agung, 2006, Hal 62 28 banyak negeri beradab. Selaras dengan itu, berubah pula sistem pembuktian yang alat-alat bukti berupa pengakuan diganti dengan ”keterangan terdakwa”, begitu pula penambahan alat bukti berupa keterangan ahli.18 Asas inkuisitor merupakan kebalikan dari asas akusator yang menempatkan posisi tersangka sejajar dengan pejabat penyidik dan penuntut umum di depan hukum. 8. Pemeriksaan Hakim yang Langsung dan Lisan Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan oleh hakim secara langsung, artinya langsung kepada terdakwa dan para saksi. Sedangkan pemeriksaan hakim dilakukan secara lisan, artinya bukan tertulis antara hakim dan terdakwa. Ketentuan mengenai hal ini diatur dalam Pasal 154 dan Pasal 155 KUHAP.19 Adapun bunyi Pasal 154 KUHAP adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 18 Hakim ketua sidang memerintahkan supaya terdakwa dipanggil masuk dan jika ia dalam tahanan, ia dihadapkan dalam keadaan bebas. Jika dalam pemeriksaan perkara terdakwa yang tidak ditahan tidak hadir pada hari sidang yang telah ditetapkan hakim ketua sidang meneliti apakah terdakwa sudah dipanggil secara sah. Jika terdakwa dipanggil secara tidak sah, hakim ketua sidang menunda persidangan dan memerintahkan supaya terdakwa dipanggil lagi untuk hadir pada hari sidang berikutnya. Jika terdakwa ternyata telah dipanggil secara sah tetapi tidak datang di sidang tanpa alasan yang sah, pemeriksaan perkara Andi Hamzah. Op.Cit, Hal 56 Moelyatno, Asas-asas Hukum Pidana, Liberty, Yogyakarta,2000, Hal 65 19 29 5. 6. 7. tersebut tidak dapat dilangsungkan dan hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa dipanggil sekali lagi. Jika dalam suatu perkara ada lebih dari seorang terdakwa dan tidak semua terdakwa hadir pada hari sidang, pemeriksaan terhadap terdakwa yang hadir dapat dilangsungkan. Hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa yang tidak hadir tanpa alasan yang sah setelah dipanggil secara sah untuk kedua kalinya, dihadirkan dengan paksa pada sidang pertama berikutnya. Panitera mencatat laporan dan menuntut umum tentang, pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 dan ayat 6 dan menyampaikanya kepada hakim ketua sidang. Pasal 155 KUHAP berbunyi sebagai berikut: 1. Pada permulaan sidang, hakim ketua sidang menanyakan kapada terdakwa tentang nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaanya serta mengingatkan terdakwa supaya memperhatikan segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya di sidang. 2. Sesudah itu hakim ketua sidang minta kepada penuntut umum untuk membacakan surat dakwaan; Selanjutnya hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa apakah ia sudah benar-benar mengerti, apabila terdakwa ternyata tidak mengerti, penuntut umum atas permintaan hakim ketua sidang wajib memberi penjelasan yang diperlukan. Pengecualian dari asas langsung adalah kemungkinan putusan dijatuhkan tanpa hadirnya terdakwa (in absentia), yaitu dalam acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 213 KUHAP, yang berbunyi: ”Terdakwa dapat menunjuk seseorang dengan surat untuk mewakilinya di sidang” 2. Fungsi Hukum Acara Pidana Selain asas hukum acara pidana, terdapat juga fungsi hukum acara pidana yang pada dasarnya adalah tidak jauh berbeda. 30 Van Bemmelen20 mengemukakan tentang fungsi hukum acara pidana bahwa, Fungsi hukum acara pidana ada tiga fungsi yaitu: 1. Mencari dan menemukan kebenaran 2. Pemberian putuan oleh hakim 3. Pelaksanaan putusan Ketiga fungsi hukum acara pidana tersebut yang paling penting karena menjadi tumpuan kedua fungsi berikutnya, ialah “mencari kebenaran”. Setelah menemukan kebenaran yang diperoleh melalaui alat bukti dan barang bukti itulah hakim akan sampai pada putusanyang adil dan tepat.21 Fungsi yang pertama sangat penting, maka definisi hukum acara pidana yang tidak menyebut itu sebagai kekurangan. Rumusan deBosch Kempe22rmemberikan definisi tiga fungsi hukum acara pidana yaitu: “Keseluruhan asas asas dan peraturan perundang-undangan mengenai mana negara menjalankan hak-haknya karena seing terjadi pelanggaran undang-undang”. Kebenaran itu harus didapatkan dalam menjalankan hukum acara pidana. Umumnya “mencari kebenaran materiil” merupakan tujuan hukum acara pidana. Akan tetapi usaha untuk menemukan kebenaran materiil yang menjadi hal yang penting didalam hukum acara pidana. B. Pembuktian 1. Pengertian Pembuktian 20 Yahya Harahap.Op.Cit.Hal 76 Ibid hal 77 22 Andi Hamzah, Op.Cit, Hal 9 21 31 Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan paling penting dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan. Dengan pembuktian inilah ditentukan nasib terdakwa. Apabila hasil pembutian dengan alat alat bukti yang ditentukan undang-undang tidak cukup membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, terdakwa dibebaskan dari hukuman. Sebaliknya, kalau kesalahan terdakwa dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti yang disebutkan dalam Pasal 184 KUHAP, terdakwa harus dinyatakan bersalah. Kepadanya akan dijatuhkan hukuman. Oleh karena itu, para hakim harus berhati-hati, cermat dan matang dalam menilai dan mempertimbangkan masalah pembuktian. Menurut D.Simons23 pembuktian ialah: “Meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. Dengan demikian nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka Hakim atau Pengadilan”. Pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan, merupakan bagian yang terpenting dari hukum acara pidana, dalam hal ini pun hak asasi manusia dipertaruhkan. Bagaiman akibatnya jika seseorang yang didakwa dinyatakan terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan berdasarkan alat bukti yang disertai keyakinan hakim padahal tidak benar. Untuk inilah maka hukum acara pidana bertujuan untuk mencari kebenaran materiil. Bambang purnomo24 dalam bukunya menjelaskan tentang arti hukum 23 Andi Hamzah, Op.Cit, Hal 32 pembuktian sebagai berikut: Hukum pembuktian adalah keseluruhan aturan atau hukum atauperaturan undang- undang mengenai kegiatan untuk rekonstruksi suatu kenyataan yang benar dari setiapkejadian masa lalu yang relevan dengan persangkaan terhadap orang yang di dugamelakukan perbuatan pidana dan pengesahan setiap sarana bukti menurut ketentuanhukum yang berlaku, untuk kepentingan peradilan dalam hukum yang berlaku, untukkepentingan peradilan dalam perkara pidana. Kegitan pembuktian di harapkan memperoleh kebenaran secara hukum, karena kebenaran mutlak sukar di temukan.Kebenaran dalam perkara pidana merupakan kebenaran yang di susun dan di dapatkandari jejakan, kesan dan refleksi dari keadan dan/atau benda yang berdasarkan ilmupengetahuan, berkaitan dengan masa lalu yang di duga menjadi tindak pidana. Pendapat-pandapat tersebut melahirkan pemikiran yang dapat di tarik dari pengertian pembuktian, yaitu: a. Pembuktian merupakan kegiatan ilmiah untuk menuyusun suatu kebenaran secarahukum, atas suatu peristiwa pidana yang diperkirakan sebagai peristiwa pidanayang terjadi di masa lampau. b. Pembuktian merupakan kegiatan yang mencari dan menemukan keterkaitan (relevansi) peristiswa pidana yang terjadi di masa lalu dengan persangkaan perbuatan pidana. c. Pembuktian merupakan upaya pengesahan terhadap alat bukti menurut ketentuan hukum yang berlaku. d. Pembuktian merupakan upaya menumbuhkan keyakinan hakim secara wajar atasdalil-dalil yang dikemukakan untuk mendukung kebenaran atas suatu peristiwa pidana dan keterkaitan antara perangkaan 24 atau dakwa Bambang Purnomo, Op.Cit. Hal 52 terhadap seseoarang yang dituduh 33 melakukan tindak pidana. e. Pembuktian merupakan alat bantu bagi hakim untuk menetapkan suatu putusan dalam persidangan peradilan. Yahya Harahap25 dalam bukunya menjelaskan apa yang dimaksud dengan pembuktian adalah: “ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa” Proses pembuktian dalam hukum acara pidana bertujuan untuk mencari kebenaran materil, dalam rangka mencari kebenaran mareril, hakim harus hati-hati, cermat, dan matang dalam menilai kekuatan pembuktian setiap alat bukti yang diajukan dalam persidangan. Hakim tidak hanya harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan terdakwa tetapi juga korban. Hukum acara pidana, hakim berkewajiban menetapkan: a. Perbuatan-perbuatan mana yang dapat dianggap terbukti menurut pemeriksaan pengadilan. b. Terdakwa bersalah stau tidak atas perbuatan yang didakwakan kepadanya; c. Tindak pidana yang dilakukan sehubungan dengan perbuatan itu; d. Hukuman yang dijatuhakan kepada terdakwa. Hal-hal tersebut berkaitan dengan penerapan hukum pembuktian dan 25 Yahya Harahap.Op.Cit.Hal 273 34 alat-alatbukti. Hakikat pembuktian adalah mencari kebenaran akan kejadiankejadian hingga diperoleh kepastian bagi hakim kan kebenaran peristiwa tertentu.26 2. Alat Bukti Menurut KUHAP Menurut Pasal 183 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana menyatakan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat buktiyang sah, hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Dengan demikian fungsi alat bukti dalam pembuktian dalam sidang pengadilan sangat penting sekali sehingga sering kita dengar bahwa suatu tindak pidana yang tidak cukup bukti tidak dapat dijatuhi pidana baik denda maupun penjara. Hukum acara pidana yang ada di Indonesia, mengenai alat bukti untuk membuktikan kesalahan terdakwadapat dibuktikan dengan alat-alat bukti disebut dalam Pasal 184 KUHAP, yaitu: a. Keterangan saksi; b. Keterangan ahli; c. Surat; d. Petunjuk; e. Keterangan terdakwa 1. Keterangan Saksi Alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling 26 Hari Sasangka dan Lily Rosita, 1996Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, Sinar Wijaya, Surabaya, 1996. Hal 96 35 berperan dalam pemeriksaan perkara pidana. Hampir semua pembuktian perkara pidana selalu berdasarkan pemeriksaan saksi. Saksi merupakan orang yang memberi keterangan di muka hakim untuk kepentingan terdakwa. Kemudian saksi yang pertama didengar keteranganya oleh hakim adalah korban yang menjadi saksi Pasal 160 ayat (1) huruf b KUHAP.27 Menurut KUHAP dalam Pasal 1 butir 26 saksi adalah: “Orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri.” Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan saksi dan korban, saksi adalah, “Orang yang dapat memberi keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di siding pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri danatau ia alami sendiri”. Berdasarkan perumusan di atas, maka dalam keterangan saksi, hal yang harus diungkapkan didepan sidang pengadilan adalah,28 1. Yang ia dengar sendiri, bukan hasil cerita atau hasil pendengaran dari oranglain. Saksi secara pribadi harus mendengar langsung peristiwa pidana atauyang kejadian yang terkait dengan peristiwa pidana tersebut. 2. Yang ia lihat sendiri, kejadian tersebut benar-benar disaksikan langsung dengan mata kepala sendiri oleh saksi baik secara 27 hlm 107 28 Marpaung Leden, 2010, Proses Penanganan Perkara Pidana, Sinar Grafika, Edisi Kedua, Jakarta, Andi Hamzah, Op.Cit, Hal 268 36 keseluruhan ataupun rentetan, fragmentasi peristiwa pidana yang diperiksa. 3. Yang ia alami sendiri sehubungan dengan perkara yang sedang diperiksa, biasanya merupakan korban dan menjadi saksi utama dari peristiwa pidana yang bersangkutan. Pasal 160 ayat (1) huruf b KUHAP menyatakan bahwa yang pertama kali didengar adalah saksi korban. 4. Didukung oleh sumber dan alasan dari pengetahuannya itu, sehubungan dengan peristiwa, keadaan, kejadian yang didengar, dilihat, dan atau dialaminya. Setiap unsur keterangan harus diuji kebenarannya. Antara keterangan saksi dan sumbernya harus benarbenar konsisten satu dengan yang lainya. Ditinjau dari segi nilai dan kekuatan pembuktian (the degree ofevidence) selain hal hal yang harus dibuktikan seorang saksi dalam persidangan, saksi juga harus memenuhi syarat syarat agar saksi itu sah yaitu, 1. Syarat Formil a. Saksi harus mengucapkan sumpah atau janji Pasal 160 ayat (3) KUHAP menyebutkan: Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberi keterengan yang sebenarnya dan tidak lain dari yang sebenarnya. Sumpah atau janji ini wajib diucapkan sebelum memberi keterangan, tetapi dalam hal dianggap perlu sumpah atau janji dapat diucapkan setelah pemberian keterangan. Hal ini diatur dalam 37 Pasal 160 ayat (4) KUHAP. b. Saksi harus sudah dewasa hal ini terkait dengan Pasal 171 KUHAP yang menyatakan bahwa anak dibawah umur 15 tahun atau belum menikah, boleh saja memberikan kesaksian namun tidak boleh disumpah. Padahal Pasal 160 ayat (3) KUHAP mewajibkan adanya sumpah atau janji. Keterangan saksi dari seseorang yang tidak disumpah ini tidak punya kekuatan sebagai alat bukti sah. Maka batas kedewasaan menurut KUHAP untuk memberikan kesaksian adalah berumur 15 tahun atau sudah menikah. c. Saksi tidak sakit ingatan atau sakit jiwa sebagaimana disebutkan dalam Pasal 177 KUHAP butir b mengingat mereka tidak dapat kadang-kadang ingatannya baik kembali. Jadi tidak dapat diambil sumpah atau janji dalam member keterangan. Keterangan mereka hanya dapat dipakai sebagai petunjuk saja, sebagaimana juga berlaku bagi orang yang belum dewasa (Penjelasan Pasal 171 KUHAP). 2. Syarat Materil Syarat materiil mengacu pada Pasal 1 butir 27 KUHP dan Pasal 185 ayat (1) KUHP berikut merupakan dengan penjelasannya, Sehingga dapat di simpulkan, a. Setiap keterangan saksi diluar apa apa yang didengarnya sendiri dalam peristiwa pidana yang terjadi atau diluar yang dilihat atau dialaminya, keterangan yang diberikan di luar pendengaran, 38 penglihatan atau yang terjadi, tidak dapat dinilai dan dijadikan sebagai alat bukti. b. Testimonium de audite atau keterangan saksi yang diperoleh sebagai hasil pendengaran dari orang lain tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah. c. Pendapat atau rekaan yang saksi peroleh hasil dari pemikiran bukan merupakan keterangan saksi Pasal 185 ayat (5) KUHP.29 Menurut Darwin Prints bahwa;30 “Sesuai penjelasan KUHAP yang mengatakan kesaksian de auditu tidak diperkenankan sebagai alat bukti, dan selaras pula dengan tujuan hukum acara pidana yaitu mencari kebenaran materiil, dan pula untuk perlindungan terhadap hak hak asasi manusia, di mana keterangan saksi yang hanya mendengar dari orang lain tidak terjamin kebenaranya”. Saksi dalam memberikan keterangan hanya boleh mengenai keadaan yang didengar, dilihat atau dialami oleh saksi itu sendiri, dan tiap-tiap persaksian harus disertai penyebutan hal-hal yang menyebabkan seorang saksi mengetahui hal-hal sesuatu Pasal 185 ayat (1) KUHAP. Suatu pendapat atau suatu persangkaan yang disusun secara memikirkan dan menyimpulkan hal sesuatu tidak dianggap sebagai keterangan saksi.31 Keterangan saksi yang dianggap sah adalah keterangan saksi yang sudah memenuhi syarat formil dan materiil. Dimana berdasarkan tafsir acontrario keterangan seorang saksi cukup untuk membuktikan kesalahan 29 Ibid, Hal 268 Darwan Prints, 1989, Hukum Acaara Pidana Suatu Pengantar, Djambatan, Jakarata, Hal 30 182 31 Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, Hal 116 39 apabila disertai alat bukti lain. Dimana keterangan saksi korban merupakan keterangan yang paling kuat dalam pembuktian alat bukti saksi, karena korban sendiri orang sekaligus saksi yang benar benar mengalami kerugian akibat tindak pidan yang ditimbulkan.32 Mengenai perkara pidana yang tidak dapat didengar keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi di dalam Pasal 168 KUHAP yaitu: a. Keluarga sedarah semenda dalam garis lurus ke atas atau kebawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa; b. Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dari anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga; c. Suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersamasama sebagai terdakwa. Akan tetapi pada pasal 168 KUHAP memberikan celah kepada saksi yang mempunyai hubungan darah dengan terdakwa untuk dimintai keterangannya. Hal tersebut dapat terjadi apabila adanya persetujuan Penuntut Umum atau terdakwa yang menghendaki keterangan dari saksi yang mempunyai hubungan keluarga tersebut. Suatu hal yang sangat perlu dikemukakan dalam pembicaraan saksi adalah yang berhubungan dengan keterangan saksi itu sendiri yaitu seberapa jauh luas dan mutu saksi yang harus diperoleh atau digali oleh penyidik dalam pemeriksaan. Kemudian seberapa banyak saksi yang diperlukan ditinjau dari daya guna kesaksian tersebut. Keterangan saksi harus berhubungan, tidak boleh berdiri sendiri, menurut D.Simons bahwa, suatu 32 Abdussalam. Op.Cit. Hal116 40 keterangan saksi yang berdiri sendiri tidak dapat membuktikan seluruh dakwaan.33 Mengenai hal tersebut maka perlu dihadirkanya saksi yang benar benar mengetahui suatu kejadian, yaitu korban yang menjadi saksi, karena korban yang mengalami sendiri suatu tindak pindana. Karena saksi yang pertama didengar keteranganya oleh hakim adalah korban yang menjadi saksi Pasal 160 ayat (1) huruf b KUHAP . 2. Keterangan Ahli Guna menguatkan alat alat bukti lain maka perlu dihadirkanya seorang Ahli untuk memperjelas peristiwa yang sebenarnya terjadi. Pasal 186 KUHAP berbunyi, “Keteranhan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan didepan sidang pengadilan”. Pasal 1 angka (28) KUHAP berbunyi : “Keterangan ahli yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus hal yang diperlukan untuk membuat tentang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan”. Syarat sahnya keterangan ahli yaitu :34 1. Keterangan diberikan kepada ahli. 2. Memiliki keahlian khusus dalam bidang tertentu. 3. Menurut pengetahuan dalam bidang keahlianya. 4. Diberikan dibawah sumpah. Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 179 dan Pasal 186 KUHAP, 33 Lamintang, 2010, Pembahasan KUHAP Menurut Ilmu Pengetauan dan Yurisprudensi, Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, Hal 287 34 Yahya harahap. Op.Cit.Hal 296 41 keterangan yang dikemukakan oleh ahli menimbulkan dua bentuk : 1) Alat bukti keterangan ahli berbentuk “visum et repertum” atau “laporan”; 2) Alat bukti keterangan ahli berbentuk “keterangan secara langsung” di depan sidang pengadilan35 C. Alat Bukti Surat Surat sebagai alat bukti yang sah harus dibuat atas sumpah jabatan dan dikuatkan dengan sumpah. Dalam pasal 187 KUHAP disebutkan secara luas bentuk-bentuk surat yang bernilai sebagai alat bukti yaitu: 1. Berita acara atau surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang mengenai suatu kejadian yang didengar/dilihat/dialami sendiri disertai alasan yang jelas mengenai keterangan tersebut. 2. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundangan atau yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya. 3. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat keterangan berdasarkan keahliannya mengenai suatu hal yang dimintakan secara resmi kepadanya. 4. Surat lain yang berhubungan dengan alat bukti yang lain. Alat bukti surat dinilai sebagai alat bukti yang sempurna dan memiliki kekuatan mengikat bagi hakim (volledig en beslissende bewijskracht). Namun demikian, kesempurnaan dan kekuatan mengikat tersebut hanyalah secara 35 Mohammad Taufik dan Suhasril,2004, Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan Praktek, Ghalia Indonesia, Jakarta. 79 42 formal. Pada akhirnya, keyakinan hakimlah yang menentukan kekuatan pembuktiannya.36 Berdasarkan keterangan tersebut, visum et repertum juga dapat digolongkan sebagai alat bukti surat yaitu surat keterangan seorang ahli atas suatu hal yang dibuat berdasarkan keahliannya, dan dimintakan secara resmi kepadanya oleh penyidik. D. Alat Bukti Petunjuk Petunjuk adalah suatu “isyarat” yang dapat ditarik atas suatu perbuatan atau kejadian atau keadaan yang bersesuaian, sehingga menandakan telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Petunjuk hanya dapat diperoleh secara terbatas dari keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa. Pada umumnya, alat bukti petunjuk baru diperlukan bila alat bukti yang lain belum dianggap hakim cukup membuktikan kesalahan terdakwa.37 Mengenai kekuatan pembuktian alat bukti petunjuk, serupa sifat dan kekuatanya dengan alat bukti lain, hanya mempunyai sifat kekuatan pembuktian yang “bebas”, yang artinya, 1. Hakim tidak terikat dengan kebenaran persesuaian yang diwujudkan oleh petunjuk, oleh karena itu hakim bebas menilainya dan menggunakan sebagai upaya pembuktian. 2. Petunjuk sebagai alat bukti tidak bisa berdiri sendiri membuktikan kesalahan terdakwa, alat bukti petunjuk tetap terikat pada prinsip batas 36 Yahya harahap. Op.Cit.Hal 307 Andi Hamzah, Op.Cit, Hal 316 37 43 minimum pembuktian. Oleh karena itu, agar petunjuk dengan sekurangkurangnya satu alat bukti lain. E. Keterangan Terdakwa Ditinjau dari segi yuridis istilah ketarangan terdakwa lebih simpatik dan manusiawi jika dibandingkan dengan istilah pengakuan terdakwa yang dirumuskan dalam HIR. Pada istilah pengakuan terdakwa, seolah-olah terdapat unsur paksaan kepada terdakwa untuk mengakui kesalahanya. Perkataan pengakuan mengandung kurangnya keleluasaan mengutarakan segala sesuatu yang dilihat, diperbuat dan dialami sendiri oleh terdakwa, hal ini sedikit banyak masih diwarnai dengan cara “inkuisitur”. Sistem pemeriksaan yang sifatnya lebih cenderung menyudutkan terdakwa bahwa seolah-olah terdakwa pada saat diperiksa sudah dianggap bersalah.38 Mengenai pengertian keterangan terdakwa itu sendiri dirumuskan pada Pasal 189 ayat (1) KUHAP, “Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan disidang pengadilan tentang perbuatan yang terdakwa lakukan atau yang terdakwa ketahui sendiri atau alami sendiri”. Keterangan Terdakwa dapat diberikan di dalam dan diluar sidang. Yang dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah menurut undang-undang adalah keterangan Terdakwa di hadapan sidang. Keterangan yang diberikan diluar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang selama didukung oleh suatu alat bukti yang sah lainnya. Adapun keterangan Terdakwa sebagai alat bukti, tanpa disertai oleh alatbukti lainnya, tidak 38 Yahya harahap. Op.Cit.Hal 319 44 cukup untuk membuktikan kesalahan Terdakwa. Hal ini merupakan ketentuan beban minimum pembuktian sebagaimana diatur dalam Pasal 183 KUHAP, yaitu dua alat bukti yang sah menurut undang-undang. 3. Saksi Korban A. Pengertian Saksi Korban Berdasarkan asas kesamaan didepan hukum (equality before the law) yang menjadi salah satu ciri negara hukum, maka setiap manusia diperlakukan sama didepan hukum, semua berhak mendapatkan perlindungan dan mendapatkan kejelasan dalam suatu perbuatan, khususnya pada suatu tindak pidana korban selalu mendapatkan kesengsaraan karena harus menanggung akibat dari tindak pidana itu sendiri. Pasal 1 butir (3) Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2006 yang berbunyi sebagai berukut : Korban adalah orang perorangan atau kelompok orang yang mengalami penderitaan, baik fisik, mental maupun emosional, kerugian ekonomi, atau mengalami pengabaian, pengurangan atau perampasan hak-hak dasarnya sebagai akibat pelanggaran hak asasi manusia yang berat, termasuk korban adalah ahli warisnya. Sedangkan saksi itu sendiri seperti yang sudah dijabarkan di atas adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana. Saksi korban sendiri adalah orang mengalami sendiri, yang ia dengar sendiri dan ia lihat sendiri tetntang suatu tindak pidana yang kemudian ia dapat memberikan keterangan didepan sidang pengadilan guna kepentingan 45 penyidikan, penuntutan serta pemeriksaan di sidang pengadilan untuk diungkap kepada aparat penegak hukum dalam membantu proses jalanya persidangan, yang diharapkan dapat tercapai apa yang diharapkan yaitu mencari kebenaran yang sesungguhnya. B. Hak Hak Saksi Korban Perkembangannya pandangan masyarakat terhadap korban, korbandapat mempercepat terjadinya sutau tindak pidana yang dilakukan oleh si pelaku,si pelaku berperan aktif dan si korban berperan pasif, dalam hal ini korban dianggap sebagai ”korban yang bersalah” dalam terjadinya tindak pidana, halini si pelaku menjadi fokus perhatian reaksi sosial (peradilan), sedangkan korban mengalami hal kurang perhatian dan akhirnya dianggap kurang penting dalam proses reaksi sosial, kecuali hanya sekedar sebagai obyek bukti (saksi korban) dan bukan sebagai subyek dalam sistim peradilan di Indonesia. Tentang korban ini, telah dituangkan dalam Undang-undang nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi Dan Korban. Hal mana kepentingan korban di kuasakan pada suatu Lembaga yang di bentuk oleh undang-undang yakni Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban (LPSK). Kepentingan korban melalui LPSK tersebut tertuang dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban sebagai barikut39 : (1) Korban melalui LPSK berhak mengajukan ke pengadilan berupa : 39 Soeharto, Hukum Pidana Materiil, Sinar Grafika, jakarta, 1993, Hal 63 46 a. hak atas kompensasi dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia yang berat; b. hak atas restitusi atau ganti kerugian yang menjadi tanggung jawab pelaku tindak pidana. (2) Keputusan mengenai kompensasi dan restitusi diberikan oleh pengadilan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kompensasi dan restitusi di atur dengan Peraturan Pemerintah. C. Kedudukan Saksi Korban Mencermati mengenai hak-hak korban yang tertuang di dalam KUHAP, maka di dapat pengaturan hak-hak bagi korban sangat minim sekali di bandingkan dengan pengaturan tentang hak-hak pelaku tindak pidana (tersangka/terdakwa/terpidana). Perlindungan hukum lebih banyak di atur untuk pelaku tindak pidana, sebagaimana tampak dalam berbagai Pasal tersebut di atas dibandingkan dengan kepentingan korban yang mengalami penderitaan dari perbuatan pelaku tindak pidana. Kedudukan saksi korban khususnya dalam lingkup peradilan merupakan saksi yang memberatkan ( A Charge) bagi terdakwa/tersangka, karena dalam keteranganya akan menunjukan pada kesalahan yang terdakwa/tersangka lakukan, sebagai alat bukti melainkan sebagai keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim untuk memutus suatu perkara dan dapat dipakai sebagai petunjuk utuk menemukan kebenaran yang terjadi. C. Sistem Pembuktian dalam Hukum Acara Pidana Konteks hukum acara pidana, pembuktian merupakan keseluruhan ketentuan hukum yang mengatur proses pembuktian di depan sidang pengadilan berdasarkan alat - alat bukti menurut undang – undang dan barang – barang bukti yang diperoleh dan ditemukan beserta dengan 47 keyakinan hakim itu sendiri. Konsep pembuktian dalam hukum acara dilandasi dengan teori yang menyangkut bagaimana sistem pembuktian diterapkan. Adapun maksud sistem pembuktian menurut Andi Hamzah40 adalah: “Suatu sistem untuk mengetahui bagaimana cara meletakan suatu hasil pembuktian terhadap perkara yang sedang diperiksa. Hasil dan kekuatan yang bagaimana yang dianggap cukup memadai untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Dengan demekian sistem pembuktian adalah sebagai jalan untuk berusaha guna mendekati sebanyak mungkin persesuaian antara keyakinan hakim dan kebenaran sejati”. Sistem pembuktian di dalam KUHAP terdapat empat macam, yaitu, 1. Sistem Pembuktian Berdasarkan Undang-Undang Secara Positif Menilai kekuatan pembuktian alat-alat bukti yang ada, dikenal dikenal sistem atau teori pembuktian, salah satunya adalah sistem pembuktian yang didasarkan alat-alat pembuktian yang disebut melulu pada undang-undang, disebut sistem pembuktian berdasar undang-undang secara positif (positief wettelijk bewijstheori). Dikatakan secara positif karena didasarkan kepada undang-undang melulu. Artinya, jika terbukti suatu perbuatan sesuai dengan alat-alat bukti yang disebut oleh undang-undang, maka keyakunan hakim tidak diperlukan sama sekali. Sistem ini disebut juga teori pembuktian formal.41 Menurut D. Simons42 menjelaskan bahwa, “ Sistem pembuktian berdasarkan undang-undang secara positif ini berusaha untuk menyingkirkan semua pertimbangan subjektif hakim dan mengikat hakim secara ketat menurut peraturan pembuktian yang 40 Andi Hamzah. Op.Cit. Hal 249 Andi Hamzah. Op.Cit. Hal 251 42 Ibid.Hal 251 41 48 keras”. Teori pembuktian ini sekarang tidak mendapat penganut lag, karena teori ini terlalu banyak mengandalkan kekuatan pembuktian yang disebut oleh undang-undang. Teori juga ditolak oleh wirjono prodjodikoro untuk dianut di Indonesia karena menurutnya bagaimana hakim dapat menetapkan kebenaran selain dengan cara menyatakan terhadap keyakinanya tentang hal kebenaran itu, lagi pula keyakinan seorang hakim yang jujur dan berpengalaman mungkin sekali adalah sesuai dengan keyakinan masyarakat.43 2. Sistem Pembuktian Berdasar Keyakinan Hakim Melulu Berhadapan berlawanan dengan teori pembuktian menurut undangundang secara positif, disadari bahwa alat bukti berupa pengakuan terdakwa sendiri pun tidak selalu membuktikan kebenaran. Pengakuan pun tidak menjamin terdakwa telah benar-benar melakukan perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa. Oleh karena itu diperlukan juga keyakinan hakim sendiri. Bertolak pada pemikiran itulah, maka teori berdasar keyakinan hakim meelulu yang didasarkan pada keyakinan hati nurani akim sendiri ditetapkan bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan sesuai dengan apa yang didakwakan. Dengan sistem ini pemidanaan dimungkinkan tanpa didasarkan pada alat-alat bukti dalam undang-undang.44 Menurut wirjono prodjodikoro45 mengatakan bahwa, “Sistem pembuktian berdasar pada keyakinan hakim melulu pernah 43 Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit Hal 75 Andi Hamzah. Op.Cit. Hal 252 45 Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit Hal 76 44 49 dianut di Indonesia, yaitu pada pengadilan distrik dan pengadilan kabupaten, Sistem ini dimungkinkan hakim menyebutkan apa saja yang menjadi dasar keyakinanya”. Sistem ini memberikan kebebasan kepada hakim terlalu besar sehingga sulit diawasi. Di samping itu, terdakwa atau penasihat hukumya sulit untuk melakukan pembelaan. Hal ini hakim dapat memidana terdakwa berdasar keyakinanya bahwa terdakwa telah melakukan apa yang didakwakan. Pelaksanaan pembuktian seperti pemeriksaan dan pengambilan sumpah saksi, pembacaan berkas perkara terdapat pada semua perundangundangan acara pidana, termasuk sistem keyakinan hakim melulu. 3. Sistem Pembuktian Berdasar Keyakinan Hakim Atas Alasan Yang Logis Sebagai jalan tengah muncul sistem atau teori pembuktian berdasar keyakinan hakim atas alasan yang logis. Menurut teori ini, hakim dapat memutuskan seseorang bersalah berdasar keyakinanya, keyakinan yang didasar kepada dasar-dasar pembuktian disertai dengan suatu kesimpulan yang berlandaskan pada peraturan-peraturan pembuktian tertentu.46 Sistem pembuktian ini disebut juga pembuktian bebas karena hakim bebas untuk menyebut alasan-alasan keyakinanya. Sistem pembuktian ini terpecah menjadi dua jurusan, 1. Sistem atau teori pembuktian berdasar keyakinan hakim atas alasan yang logis. 2. Sistem atau teori pembuktian berdasar undang-undang secara negatif. 46 Andi Hamzah. Op.Cit. Hal 252 50 Persamaanya adalah keduanya sama berdasar atas keyakinan hakim, artinya terdakwa tidak mungkin dipidana tanpa adanya keyakinan hakim bahwa terdakwa bersalah. Perbedaanya bahwa yang pertama atau Sistem atau teori pembuktian berdasar keyakinan hakim atas alasan yang logis berpangkal tolak pada keyakinan hakim, tetapi keyakinan itu harus didasarkan kepada suatu kesimpulan yang logis, yang tidak didasarkan kepada undang-undang, tetapi ketentuan-ketentuan menurut pengetahuan hakim sendiri tentang pelaksanaan pembuktian yang mana akan hakim pergunakan. Sedangkan Sistem atau teori pembuktian berdasar undang-undang secara negatif berpangkal tolak pada aturan-aturan pembuktian yang ditetapkan secara limitatif oleh undang-undang, tetapi hal itu harus diikuti dengan keyakinan hakim.47 4. Teori Pembuktian Berdasarkan Kepada Undang-Undang Secara Negatif HIR maupun KUHAP semuanya menganut teori atau sistem pembuktian berdasarkan undang undang negatif (negatief wettelijk). Hal ini dapat disimpulkan dari Pasal 183 KUHAP yang berbunyi sebagai berikut, “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang, kecuali apabila dengan sekurang kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukanya.” Pasal 183 KUHAP tersebut nyata bahwa pembuktian harus didasarkan kepada undang undang (KUHAP), yaitu alat bukti yang sah tersebut dalam Pasal 184 KUHAP, disertai dengan keyakinan hakim yang diperoleh dari alat alat bukti tersebut. Mengenai sistem atau teori pembuktian berdasarkan 47 Ibid.Hal 255 51 undang undang negatif (negatief wettelijk) ini, pemidaan didasarkan pada pembuktian yang berganda (dubbel en grondslag) yaitu pada peraturan undang undang dan pada keyakinan hakim, menurut peraturan undang undang dan keyakinan hakim ini bersumberkan pada undang undang.48 Menurut M. Yahya Harahap49,untuk membuktikan kesalahan terdakwa harus : 1. Penjumlahan dari sekurangnya satu saksi ditambah dengan satu saksi ahli atau surat atau petunjuk, dengan ketentuan penjumlahan kedua alat alat bukti tersebut “saling bersesuian dan menguatkan”, tidak saling bertentangan. 2. Atau, dua alat bukti itu berupa dua orang saksi yang saling bersesuian dan menguatkan, maupun penggabungan keterangan satu saksi dengan keterangan terdakwa, asal terdapat persesuaian. Menurut pendapat di atas,sama dengan isi dari Pasal 183 KUHAP yaitu tidak membenarkan pembuktian kesalahan terdakwa dengan satu alat bukti yang berdiri sendiri. Prinsip umum dalam pembuktian juga ditegaskan oleh pasal lain dalam KUHP, antara lain Pasal 185 ayat (2) KUHP bahwa, “Keterangan seorang saksi saja tidak cukup membuktikan kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadannya. Asas ini dikenal dengan istilah”satu saksi bukan saksi” (unus testis nullus testis).” Kalimat “sekurang kurangnya dua alat bukti yang sah” maksudnya adalah untuk menjatuhkan pidana kepada seorang terdakwa oleh hakim apabila kesalahan terdakwa telah dapat dibuktikan “dengan sekurang kurangnya dua alat bukti yang sah”, jadi minimum pembuktian yang dianggap cukup membuktikan kesalahan terdakwa agar kepadanya dapat 48 Andi Hamzah, Op.Cit, Hal 255 Yahya Harahap, Op.Cit, Hal 252 49 52 dijatuhkan pidana.50 Asas Negatif Wettelijk tercermin pula secara nyata pada Pasal 189 ayat(4) KUHAP, bahwa berdasarkan “pengakuan salah yang diucapkan terdakwa”,hakim tidak boleh menghukum terdakwa. “pengakuan salah yang di ucapkan terdakwa” tanpa alat bukti lain, merupakan alat pembuktian yang tidak lengkap. Untuk lebih jelasnya Pasal 189 ayat (4), dikutip sebagai berikut : “Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa iabersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkanharus disertai dengan alat bukti yang lain.” Walaupun hakim yakin, bahwa terdakwa bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan oleh penuntut umum, akan tetapi keyakinan hakim ini hanyadilandaskan oleh satu alat bukti yang berupa keterangan terdakwa, maka putusan demikian merupakan tindakan yang melanggar asas dari pada bukti minimum yang di minta oleh Undang-Undang (de leer van het minimum bewjis) sebagaimana termuat di dalam 183 KUHAP.51 C. Tindak Pidana Lalu Lintas 1. Pengertian Tindak Pidana Lalu Lintas Istilah tindak pidana yang digunakan di Indonesia merupakan terjemahan dari bahasa Belanda yaitu Strafbaar feit. Dalam Kitab UndangUndang Hukum Pidana dikenal istilah delict. Ada sebagian sarjana yang menyebut tindakan pidana sebagai perbuatan pidana, dalam hal ini ada 50 Mohammad taufik dan Suhasril,Op.Cit, Hal 278 Ibid.Hal 279 51 53 kesamaan pendapat karena undang-undang sendiri tidak memberikan suatu batasan yang jelas mengenai istilah tindak pidana. Wirjono Prodjodikoro52menyebutkan bahwa, “Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana dan pelaku ini dapat dikatakansebagai subyek tindak pidana.” Pasal 93 ayat (1) PP Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu-Lintas Jalan juga memberikan definisi tentang kecelakaan lalu-lintas, yaitu: "Kecelakaan lalu-lintas adalah suatu peristiwa dijalan yang tidak disangka-sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan atau tanpa pemakai jalan lainnya mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda". Menurut UU No. 22 Tahun 2009 tentang Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pengertian kecelakaan lalu lintas adalah, “Suatu peristiwa di Jalan yang tidakdiduga dan tidak disengaja melibatkan Kendaraan dengan atautanpa Pengguna Jalan lain yang mengakibatkan korban manusiadan/atau kerugian harta benda.” 2. Akibat Tindak Pidana Lalu Lintas Kecelakaan lalu-lintas yang dapat berupa pelanggaran terhadap peraturan lalu-lintas yang terjadi baik antar kendaraan bermotor maupun kendaraan bermotor dengan kendaraan tidak bermotor sebagai pengguna jalan, dapat mengakibatkan keadaan yang merugikan, antara lain : luka 52 Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit Hal 85 54 ringan, luka berat bahkan mati. Tidak hanya kerugian materi seprti rusaknya kendaraan bermotor dan lain sebagainya.53 Kerugian fisik dan jasmani pada diri pelaku atau korban yang dapat berupa luka-luka kecil/ luka ringan, luka berat atau bahkan sampai mati dapat menjadi akibat adanya suatu tindak pidana lalu-lintas, yaitu seperti yang diatur dalam Pasal 359 serta Pasal 360 KUHP. Walaupun di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak diatur secara khusus mengenai tindak pidana lalu lintas, namun kedua pasal tersebut memyebutkanmengenai seseorang karena kealpaannya mengakibatkan luka berat atau mati. Jadi mengenai peraturan tindak pidana lalu lintas dapat digunakan Pasal 359 dan Pasal 360 KUHP tersebut. Pasal 359 KUHP merumuskan : "Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain mati, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun, atau pidana kurungan selama-lamanya satu tahun". Penjelasan Pasal 359 KUHP dapat berarti bahwa karena kurang hatihati, alpa, tidak sengaja, kelalaian pemakai jalan dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan lalu lintas sehingga menyebabkan orang lain kehilangan nyawa (mati) dapat dihukum dengan pidana penjara selamalamanya lima tahun ataupun berupa pidana kurungan paling lama satu tahun. Pasal 360 KUHP merumuskan :54 "Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang luka berat, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun". 53 Ruba‟I, Masruchin ,Mengenal Pidana dan Pemidanaan di Indonesia. IKIP Malang.Hal 142 54 Ibid, Hal 143 55 Akibat yang ditimbulkan oleh suatu tindak pidana lalu lintas antara lain : 1. Kerusakan materi. 2. Korban luka ringan atau berat. 3. Korban jiwa yang mengalami kematian. Kerusakan materi sebagai salah satu dampak yang diderita baik oleh pelaku atau korban kecelakaan lalu lintas dapat berupa kerugian harta benda seperti kerusakan sepeda motor, barang-barang yang dibawa pada waktu kecelakaan terjadi, maupun kerusakan fisik badan jalan, trotoar, pagar pembatas dan lain-lain.55 Menurut Pasal 93 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu-lintas Jalan, korban kecelakaan lalu-lintas dapat berupa:56 1. Korban mati Menurut Pasal 93 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu-lintas Jalan, korban mati dirumuskan sebagai berikut: "korban mati adalah korban yang dipastikan mati sebagai akibat kecelakaan lalu-lintas dalam jangka waktu paling lama 30 hari setelah kecelakaan tersebut". Korban mati seperti yang telah disebutkan dalam Pasal 93 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu- 55 Soeharto, 1993, Hukum Pidana Materiil, Sinar Grafika, Jakarta.Hal79 Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit Hal 89 56 56 lintas Jalan berarti bahwa dalam kecelakaan lalu-lintas dapat mengakibatkan korban Jiwa yang berupa kematian yaitu hilangnya nyawa seseorang. Korban mati adalah merupakan dampak negatif dengan adanya kecelakaan lalu lintas. 2. Korban luka berat Pengertian korban luka berta menurut Pasal 93 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu-lintas Jalan adalah: "korban luka berat adalah korban yang karena luka-lukanya menderita cacat tetap atau harus dirawat dalam jangka waktu lebih dari 30 hari sejak terjadi kecelakaan". Korban luka berat seperti yang telah disebutkan dalam Pasal 93 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalulintas Jalan berarti korban yang mengalami luka yang tidak ringan serta dapat mengakibatkan suatu cacat otak (seperti gila, karena terkena syaraf bagian otak), cacat tubuh (patah kaki atau tangan) sehingga tidak dapat pulih seperti sediakala. Salah satu akibat dan pelanggaran atau tindak pidana lalu-lintas seperti yang telah disebutkan diatas adalah luka berat, sedangkan yang termasuk luka berat telah diatur dalam Pasal 90 KUHP, yaitu : 1. Jatuh sakit atau luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut. 2. Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian. 3. Kehilangan salah satu panca indera. 4. Mendapat cacat berat (verminking). 5. Menderita sakit lumpuh. 6. Terganggunya daya piker selama empat minggu lebih. 7. Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan. 57 3. Korban luka ringan Pengertian korban luka ringan menurut Pasal 93 ayat (5) Peratutan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalulintas Jalan adalah: "korban luka ringan adalah korban yang tidak termasuk ke dalam pengertian ayat (3) dan (4)". Korban luka ringan seperti yang disebutkan dalam Pasal 93 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalulintas Jalan berarti korban yang menderita selain kematian atau luka berat seperti lecet-lecet serta luka ringan lain yang dapat pulih seperti sediakala sebelum terjadi kecelakaan. Adapun unsur-unsur dalam Pasal 360 KUHP:57 Ayat(l)Subyektif: a. Karena salahnya Obyektif: b. Menyebabkan luka berat c. Orang lain Ayat (2) Subyektif: a. Karena salahnya Obyektif: b. Menyebabkan c. Orang lain d. Luka yang demikian rupa e. Menjadi sakit sementara 57 Kansil dan Christin, 2007, Hukum Pidana di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hal 286 58 f. Tidak dapat menjalankan jabatannya atau pekerjaannyasementara. Terhadap masalah kealpaan dalam KUHP tidak diberikan penjelasan mengenai pengertian tetapi banyak ahli hukum pidana yang membahasnya, ada yang mengatakan bahwa persoalan sekitar culpa ini antara lain mengenai dasar dan dipandang perlu dipidananya kealpaan yang tidak disadari, Van Homet58 mengatakan bahwa kealpaan mengandung dua syarat: a). Tidak mengadakan penduga-duga sebagaimana diharuskan oleh hukum, mengenai tidak diadakan penduga-duga ada dua kemungkinan yaitu: (1) Pelaku berpikir bahwa akibat tidak akan terjadi karena perbuatannya, padahal pandangan itu mungkin tidak benar. (2) Bahwa pelaku sama sekali tidak mempunyai pikiran bahwa akibat yang dilarang mungkin timbul karena perbuatannya. b). Tidak mengadakan penghati-hatian sebagaimana diharuskan oleh hukum, untuk menentukan apakah seseorang berbuat tidak mengadakan penghatihatian, sebagaimana ditentukan oleh hukum, maka pertama harus menggunakan kriteria yang telah ditemukan yaitu: (1) Menentukan apakah seseorang telah berbuat dengan hati-hati atau tidak hati-hati harus dilihat, apakah seseorang yang tergolong pelaku dalam hal yang sama telah berbuat yang sama pula, atau akan berbuat lain. (2) Dengan menggunakan ukuran lain yaitu apakah orang-oranggolongan pelaku dalam hal ini yangsama apakah akan berbuatyang lain atau tidak. Maksud dari pembentuk undang-undang hukum pidana ini,bukanlah memberikan nestapa atau pidana pada perbuatan itu, melainkan memberikan pengajaran supaya hati-hati dan tidak mengulangi perbuatannya lagi. 58 Kansil dan Christin, Op.Cit, hal 289 59 BAB III METODE PENELITIAN 1. Metode Pendekatan Metode yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis normatif, yaitu pendekatan yang menggunakan konsepsi yang legistis positivistis. Konsepsi ini memandang hukum sebagai identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau pejabat negara yang berwenang. Selain itu konsepsi tersebut melihat hukum sebagai suatu sistem normatif yang bersifat otonom, terhadap dan terlepas dari kehidupan masyarakat.59 2. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah penelitian preskriptif, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran-gambaran atau merumuskan masalah sesuai dengan keadaan atau fakta yang ada, sifat preskriptif keilmuan hukum ini merupakan sesuatu yang substansial, mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsepkonsep hukum dan norma hukum.60 3. Lokasi Penelitian 59 Haryono dalam Johnny Ibrahim, 2006,Teori dan MetodologiPenelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Jawa Timur, hal. 302. 60 Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana Prennada Media Grup, Jakarta. Hal 91 60 Penelitian ini dilakukan di Pengadilan Negeri Purwokerto. 4. Sumber Data Sumber data dalam penelitian diuraikan ke dalam dua jenis data yaitu:61 a. Data Sekunder, yaitu data yang memberikan penjelasan terhadap data primer, yang dibagi dan diuraikan ke dalam tiga jenis bahan hukum yaitu: 1) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang bersifat mengikat, terdiri dari peraturan dasar dan peraturan perundangundangan, serta Putusan Nomor 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt. 2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, terdiri dari pustaka di bidang ilmu hukum, hasil penelitian di bidang hukum, dan artikel-artikel ilmiah, baik dari koran maupun internet; 3) Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan sekunder, terdiri dari kamus hukum dan ensiklopedia. b. Data Primer, yaitu data ini yang diperoleh wawancara langsung dengan Hakim di Pengadilan Negeri Purwokerto. 5. Metode Pengumpulan Data Metode Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Data Sekunder Data sekunder diperoleh dengan menginventarisasi peraturan perundang-undangan, yaitu Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 61 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2006,Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal. 33. 61 ( Kitab Hukum Acara Pidana ), Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002, Tentang Korban Pelanggaran HAM, Undang Undang No. 22 Tahun 2009Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, mempelajari keputusan, yaitu Putusan No.20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt, buku literatur artikel, makalah, seminar, maupun surat-surat resmi yang ada hubungannya dengan penelitian tersebut. b. Data Primer Data primer diperoleh dengan cara wawancara dengan hakim Pengadilan Negeri Purwokerto. 6. Metode Penyajian Data Deskriptif analitif diuraikan atau disajikan secara sistematis. Untuk bahan hukum sekunder akan disajikan sesuai dengan kebutuhan analisis namun tidak menghilangkan maksud yang terkandung dalam bahan hukum tersebut, Penyajian bahan ini dapat ditempatkan pada seluruh bab maupun sub bab pada karya tulis ini sesuaidengan relevansinya pada hal yang bersangkutan. 7.Analisis Data Analisis data akan dilakukan secara kualitatif, dalam arti bahan hukum yang telah diperoleh akan dianalisa dan diuraikan menurut mutu dan kualitas sesuai dengan relevansi dalam penelitian ini. 62 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitain 1. Data Sekunder A. Identitas Terdakwa Terdakwa dalam putusab Nomor : 20/Pid.Sus/PN.Pwt; Nama : Warsono Bin Dul mundir Tempat Lahir : Banyumas Umur/ Tanggal Lahir : 28 Tahun / 30 November 1982 Jenis Kelamin : Laki-laki Kebangsaan : Indonesia Tempat Tinggal : Desa Tambaksari Rt 02/Rw 01 Kecamatan Kembaran, Kabupaten Banyumas Agama : Islam Pekerjaan : Sopir Pendidikan : SMP B. Duduk Perkara Terdakwa Worsono Bin Dul Mundir pada hari Kamis tanggal 16 September 2010 sekitar pukul 15.00 WIB atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam tahun 2010 bertempat di Jl. Raya ikut Desa Karangtengah, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas atau setidak-tidaknya di tempat 63 lain yang masih termasuk daerah hukum Pengadilan Negeri Purwoketo, mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaianya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka berat, perbuatan mana dilakukan dengan cara cara serta keadaan sebagai berikut ; Awalnya pada hari Rabu tanggal 15 September 2010 sekitar pukul 21.00 WIB terdakwa Warsono Bin Dul mundir sebagai pemilik sekaligus sopir KBM Pick Up L-300 Nopol : R-9346-VA telah menerima pesan untuk mengangkut Remaja Masjid NURUL AMAL Desa tambaksogra, Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas yang berjumlah sekitar 30 orang dengan tujuan ke Lokawisata Curug Cipendok dan untuk itu terdakwa menerima jasa sebesar Rp 200.000,-( dua ratus ribu ), padahal terdakwa mengetahui bahwa kendaran tersebut peruntukanya adalah untuk mengangkut barang dan bukan untuk mengangkut orang. Selanjutnya pada hari Kamis tanggal 16 September 2010 sekitar puku 05.00 WIB terdakwa langsung berangkat untuk menjemput dan mengantar rombongan remaja masjid yang semanya adalah laki-laki, namun karena terdakwa berangkat pagi-pagi maka terdakwa hanya sempat mengecek kondisi angin ban dan tidak melakukan pengecekan terhadap kondisi onderdil kendaraan lainya bahkan terdakwa mengetahui kalau salah satu onderdil kendaraan yaitu rem kendaraan dalam keadaan tidak dapat befungsi tidak baik. Setelah itu terdakwa mengantarkan rombongan tersebut namun hanya sampai Desa Singasari, lalu terdakwa pulang dan sekitar pukul 14.00 WIB terdakwa dengan menggunakan kendaraan yang sama menjemput rombongan langsung langsung di Lokasi Curug Cipendok, namun 64 sebelumnya terdakwa juga tidak mengontrol keadaan kendaraan bahkan terdakwa juga belum pernah ke tempat tersebut sehingga belum paham dengan keadaan jalan yang akan dilaluinya. Setelah sampai di lokasi Curug Cipendok lalu terdakwa mengangkut rombongan tersebut dan melanjutkan perjalanan pulang dan terdakwa memacu kendaraan dengan kecepatan 40 km/jam dengan gigi presnelling pada posisi tiga. Namun ketika kendaraan baru menempuh jarak sekitar 1 km, tepatnya ketika melintas di jalan menurun dan menikung ke kiri tepatnya di Desa Karagtengah, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, tiba-tiba terdakwa tidak dapat mengendalikan kendaraan sehingga kendaraan masuk ke parit dengan kedalaman 3 meter yang terletak di sebelah kanan jalan. Akibatya para penumpag mengalami luka berat sesuai dengan Visum Et Repertum dari Rumah Sakit Umum Daerah ( RSUD ) Ajibarang yang ditandatangani oleh dr. Riski Oktarifa. C. Dakwaan Penuntut Umum Setelah barang bukti dilimpahkan ke Kejaksaan dan Warsono Bin Dul mundir ditetapkan sebagai terdakwa. Penuntut Umum mengajukan Dakwaan dan tuntutan kepada Terdakwa ke Pengadilan Negeri Purwokerto. Dakwaan tersebut disusun secara Subsidair yaitu : a. Primair : Pasal 310 ayat (3) Undang Undang Nomor. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. b. Subsidair : Pasal 310 ayat (2) Undang Undang Nomor. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 65 D. Pembuktian Untuk mengetahui fakta-fakta yang terkungkap dalam pemeriksaan di persidangan maka Jaksa Penuntut Umum menghadirkan beberapa alat bukti berupa: a. Keterangan Saksi Penuntut umum mengajukan 10 ( sepuluh ) orang saksi diantaranya saksi DS, RS, SR, SN, DN, EP, AS, SK, DP dan saksi KN yang dihadirkan dipersidangan. 1) Pada intinya keterangan dari DS, dibawah sumpah menerangkan yang pada pokoknya sebagai berikut bahwa : Kejadian itu terjadi pada hari Kamis, tanggal 16 September 2010 sekitar pukul 15.15 WIB di Jalan Umum ikut Desa Karangtengah Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas. Pada saat terjadi kecelakaan lalu-lintas tersebut saksi sedang menumpang di bak belakang, berada di tengah menghadap ke arah pengemudi, Untuk keadaan cuaca sendiri saat terjadi kecelakaan cerah, kondisi jalan beraspal halus, namun jalan menurun dan menikung kekiri dari arah utara serta arus lalu-lintas sepi. Kecelakaan lalu lintas kendaraan KBM Pick Up L 300 Mitsubishi Nopol R-9346-VA yang dikemudikan oleh WARSONO (terdakwa) tidak dapat dikendalikan sehingga masuk ke parit sedalam 3 meter, akibat peristiwa tersebut ada korbannya yaitu sebanyak 3 orang patah tulang diantaranya AS, DP dan SN. Pada Saat itu KBM Pick Up L 300 Nopol R-9346-VA datang dari arah utara menuju keselatan dengan 66 kecepatannya sekitar 40-50 km/jam dan gigi presneleng masuk gigi 2, saat itu tidak melihat kendaraan lain dari arah berlawanan, kecuali kendaraan yang saksi tumpangi saja. Sebelum terjadi kecelakaan rombongan yang duduk dibelakang sudah memberi pesan supaya pelan pelan dan hati hati kepada terdakwa bahkan sempat berkata “ALLAH AKBAR”, Setahu saksi terdakwa sudah punya SIM, namun saksi belum pernah melihat langsung kondisi jalan di daerah Curug Cipendok. Saksi tidak tahu kerusakan dari kendaraan terdakwa karena saksi sendiri menahan rasa sakit akibat luka, yang menjadi korban kecelakaan adalah DP, SN, dan AS dan lainnya saksi tidak ingat lagi, setahu saksi KBM Pick Up tersebut posisinya setelah terjadi kecelakaan menghadap serong kearah timur. Menurut saksi penyebab kecelakaan adalah karena KBM Pick Up L 300 Nopol R-9346-VA saat membawa penumpang terlalu berat sehingga pengemudi tidak dapat mengendalikan kemudinya disaat melintas dijalan yang menurun dan membelok kekiri lepas kendali dan langsug terjadi kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban luka luka dan kerusakan pada kendaraannya. 2) Pada intinya keterangan dari FA, dibawah sumpah menerangkan yang pada pokoknya sebagai berikut bahwa : Pada hari Kamis, tanggal 16 September 2010 sekitar pukul 15.15 WIB di jalan umum ikut Desa Karangtengah Kecamatan Cilongok, 67 Kabupaten Cilongok, Kabupaten Banyumas telah terjadi kecelakaan lalu lintas dimana kendaraan KM Pick Up L 300 Nopol R-9346-VA yang saksi tumpangi di bak belakangnya yaitu ditengah menghadap ke arah pengemudi masuk ke parit, untuk keadaan cuaca cerah saat terjadi kecelakaan dan kondisi jalan beraspal halus, tetapi jalan menurun dan menikung kekiri dari arah utara serta arus lalu lintas sepi. Kecelakaan lalu lintas KBM Pick Up L 300 Mitsubishi Nopol R-9346-VA yang dikemudikan terdakwa dengan membawa penumpang berjumlah kurang lebih 30 orang tidak dapat dikendalikan sehingga masuk ke parit. Akibat kejadian tersebut korbannya yaitu sebanyak 3 orang patah tulang diantaranya AS, DP, SN dan yang lainya karena saksi lupa. Pada Saat itu KBM Pick UP L 300 Nopol R-9346-VA datang dari arah utara menuju keselatan dengan kecepatannya saat kejadian sekitar 40-50 km/jam, saat itu saksi tidak melihat ada kendaraan lain dari arah berlawanan. Sebelum terjadi kecelakaan rombongan yang duduk dibelakang sudah memberi pesan supaya pelan pelan dan hati hati kepada terdakwa bahkan sempat berkata “ALLAH AKBAR”, setahu saksi terdakwa sudah punya SIM, namun saksi belum pernah melihat langsung keadaan jalan di daerah itu. Korban kecelakaan adalah DP, SR, dan AS dan lainnya saksi tidak ingat. Setahu saksi, kendaraan tersebut milik terdakwa sendiri, menurut saksi juga penyebab kecelakaan adalah karena KBM Pick Up L 300 Nopol R-9346-VA saat membawa penumpang terlalu berat sehingga 68 pengemudi tidak dapat mengendalikan kemudinya disaat melintas dijalan yang menurun dan membelok kekiri lepas kendali dan langsug terjadi kecelakaan lalulintas yang mengakibatkan korban luka luka dan kerusakan pada kendaraannya. Untuk biaya pengobatan dan biaya lainnya ditanggung oleh masing masing karena saksi melihat orang tua saudara Warsono sedang dalam keadaan sakit sehingga tidak tega melihatnya. 3) Pada intinya keterangan dari SR, dibawah sumpah menerangkan yang pada pokoknya sebagai berikut bahwa : Setahu saksi kejadian kecelakaan tersebut terjadi pada hari Kamis, tanggal 16 September 2010 sekitar pukul 15.15 WIB di jalan umum ikut Desa Karangtengah Cilongok, Kabupaten Banyumas. Pada saat terjadi kecelakaan lalu lintas tersebut saksi sedang menumpang di bak belakang, ditengah kendaraan menghadap ke arah pengemudi dari kendaraan KBM Pick Up L 300 Nopol R-9346-VA, untuk keadaan cuaca cerah saat terjadi kecelakaan dan kondisi jalan beraspal halus, tetapi jalan menurun dan menikung kekiri dari arah utara serta arus lalu lintas sepi. Kecelakaan lalu lintas KBM Pick Up L 300 Mitsubishi Nopol R-9346VA masuk ke parit, saksi mengerti saat itu yang dikemudikan kendaraan adalah saudara WARSONO (terdakwa sendiri). korbannya yaitu sebanyak 3 orang atau lebih patah tulang diantaranya AS, DP, SN dan yang lainya saksi tidak ingat. 69 Pada Saat itu KBM Pick Up L 300 Nopol R-9346- VA datang dari arah utara menuju keselatan dengan kecepatannya sekitar 40-50 km/jam dan gigi preseneleng masuk gigi 2, saat itu saksi tidak melihat ada kendaraan lain dari arah berlawanan, Sebelum terjadi kecelakaan rombongan yang duduk dibelakang sudah memberi pesan supaya pelan pelan dan hati hati kepada terdakwa bahkan sempat berkata “ALLAH AKBAR”. Setahu saksi terdakwa sudah punya SIM, namun saksi belum pernah melihat langsung, saksi tidak tahu kerusakannya karena menahan rasa sakit akibat luka, yang menjadi korban kecelakaan adalah DP, SN, dan AS dan lainnya saksi tidak ingat lagi. Menurut saksi penyebabnya adalah karena KBM Pick Up L 300 Nopol R-9346-VA saat membawa penumpang terlalu berat sehingga pengemudi tidak dapat mengendalikan kemudinya dan disaat melintas di jalan yang menurun dan membelok kekiri lepas kendali dan langsung terjadi kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban luka-luka dan kerusakan pada kendaraan tersebut, untuk biaya pengobatan dan biaya lainnya ditanggung oleh masing masing karena saksi melihat orang tua saudara Warsono sedang dalam keadaan sakit sehingga tidak tega melihatnya. 4) Pada intinya keterangan dari SN, dibawah sumpah menerangkan yang pada pokoknya sebagai berikut bahwa : 70 Setahu saksi kejadian kecelakaan tersebut terjadi pada hari Kamis, tanggal 16 September 2010 sekitar pukul 15.15 WIB di jalan umum ikut Desa Karangtengah Cilongok, Kabupaten Banyumas. Pada saat terjadi kecelakaan lalu lintas tersebut saksi sedang menumpang di bak belakang, ditengah kendaraan menghadap ke arah pengemudi, untuk keadaan cuaca cerah saat terjadi kecelakaan dan kondisi jalan beraspal halus, tetapi jalan menurun dan menikung kekiri dari arah utara serta arus lalu lintas sepi. Kecelakaan lalu lintas KBM Pick Up L 300 Mitsubishi Nopol R-9346-VA masuk ke parit sedalam 3 meter, korbannya diantaranya 3 orang patah tulang diantaranya AS, DP, dan SR. Pada Saat itu KBM Pick Up L 300 Nopol R-9346- VA datang dari arah utara menuju keselatan dengan kecepatannya sekitar 20-30 km/jam dan gigi preseneleng masuk gigi 2, saat itu saksi tidak melihat ada kendaraan lain dari arah berlawanan, sebelum terjadi kecelakaan rombongan yang duduk dibelakang sudah memberi pesan supaya pelan pelan dan hati hati kepada terdakwa bahkan sempat berkata “ALLAH AKBAR”. Menurut saksi penyebabnya adalah karena KBM Pick Up L 300 Nopol R-9346-VA saat membawa penumpang terlalu berat sehingga pengemudi tidak dapat mengendalikan kemudinya dan disaat melintas di jalan yang menurun dan membelok kekiri lepas kendali dan langsung terjadi kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban luka-luka dan kerusakan pada kendaraannya. 71 5) Pada intinya keterangan dari DN, dibawah sumpah menerangkan yang pada pokoknya sebagai berikut bahwa : Setahu saksi kejadian kecelakaan tersebut terjadi pada hari Kamis, tanggal 16 September 2010 sekitar pukul 15.15 WIB di Jalan Umum ikut Desa Karangtengah Cilongok, Kabupaten Banyumas ada kecelakaan lalu lintas yang dikemudikan oleh terdakwa Warsono, pada saat terjadi kecelakaan lalu lintas tersebut saksi sedang menumpang di bak belakang, ditengah kendaraan menghadap ke arah pengemudi. Untuk keadaan cuaca cerah saat terjadi kecelakaan dan kondisi jalan beraspal halus, tetapi jalan menurun dan menikung kekiri dari arah utara serta arus lalu lintas sepi. Kecelakaan lalu lintas KBM Pick Up L 300 Mitsubishi Nopol R-9346-VA, korbannya yaitu sebanyak 3 orang patah tulang diantaranya AS, DP, dan SR. Pada Saat itu KBM Pick Up L 300 Nopol R-9346- VA datang dari arah utara menuju keselatan, saat itu saksi tidak melihat ada kendaraan lain dari arah berlawanan juga, saksi melihat tidak ada kendaraan lain kecuali kendaraan yang saya tumpangi saja. Sebelum terjadi kecelakaan rombongan yang duduk dibelakang sudah memberi pesan supaya pelan pelan dan hati hati kepada terdakwa bahkan sempat berkata “ALLAH AKBAR”, menurut saksi penyebabnya adalah karena KBM Pick Up L 300 Nopol R-9346-VA saat membawa penumpang terlalu berat sehingga Pengemudi tidak dapat mengendalikan kemudinya dan disaat melintas di jalan yang menurun 72 dan membelok kekiri lepas kendali dan langsung terjadi kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban luka-luka dan kerusakan pada kendaraannya. 6) Pada intinya keterangan dari EP, dibawah sumpah menerangkan yang pada pokoknya sebagai berikut bahwa : Hari Kamis, tanggal 16 September 2010 sekitar pukul 15.15 WIB di Jalan Umum ikut Desa Karangtengah Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas terjadi kecelakaan lalu lintas, dimana pada saat terjadi kecelakaan lalu lintas tersebut saksi sedang menumpang di bak belakang, berada ditengah menghadap ke arah pengemudi. Kecelakaan lalu lintas KBM Pick Up L 300 Mitsubishi Nopol R-9346-VA korbanya yaitu sebanyak 3 orang patah tulang diantaranya AS, DP, dan SR. Pada saat itu KBM Pick Up L 300 Nopol R-9346-VA datang dari arah utara menuju keselatan, saat itu saksi tidak melihat ada kendaraan lain dari arah berlawanan. 7) Pada intinya keterangan dari AS, dibawah sumpah menerangkan yang pada pokoknya sebagai berikut bahwa : Sebelum terjadi kecelakaan rombongan yang duduk dibelakang sudah memberi pesan supaya pelan pelan dan hati hati kepada terdakwa bahkan sempat berkata “ALLAH AKBAR”. Setahu saksi terdakwa sudah punya SIM, namun saksi belum pernah melihat langsung, saksi tidak tahu kerusakannya karena menahan rasa sakit akibat luka karena kecelakaan tersebut, yang menjadi korban kecelakaan adalah DP, 73 SR, dan AS dan ada beberapa orang lagi namun saksi tidak ingat lagi. Setahu saksi kendaraan tersebut miliknya terdakwa sendiri. Menurut saksi, penyebabnya adalah karena KBM Pick Up L 300 Nopol R-9346-VA saat membawa penumpang terlalu berat sehingga pengemudi tidak dapat mengendalikan kemudinya dan disaat melintas di jalan yang menurun dan membelok kekiri lepas kendali dan langsung terjadi kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban luka-luka dan kerusakan pada kendaraannya. Untuk biaya pengobatan dan biaya lainnya ditanggung oleh masing masing karena saksi melihat orang tua saudara Warsono sedang dalam keadaan sakit sehingga tidak tega melihatnya. 8). Pada intinya keterangan dari SK, dibawah sumpah menerangkan yang pada pokoknya sebagai berikut bahwa : Pada hari Kamis, tanggal 16 September 2010 sekitar pukul 15.15 WIB di jalan umum ikut Desa Karangtengah Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas terjadi kecelakaan lalu lintas, dimana saksi saat itu sedang menumpang di bak belakang kendaraan KBM Pick Up L 300 Mitsubishi Nopol R-9346-VA tersebut, tiba tiba kendaraan tak terkendali dan masuk parit. Untuk keadaan cuaca cerah disore hari, kondisi jalan beraspal halus, jalan menurun dan menikung kekiri dari arah utara serta arus lalu lintas sepi. Kecelakaan lalu lintas KBM Pick Up L 300 Mitsubishi Nopol R-9346-VA, sepengetahuan saksi saat itu yang mengemudikan kendaraan saat kejadian adalah saudara WARSONO (terdakwa). Korbannya yaitu 74 sebanyak 3 orang patah tulang diantaranya AS, DP dan SR, pada saat itu KBM Pick Up L 300 Nopol R-9346-VA datang dari arah utara menuju keselatan. 9). Pada intinya keterangan dari DP, dibawah sumpah menerangkan yang pada pokoknya sebagai berikut bahwa : Pada hari Kamis, tanggal 16 September 2010 sekitar pukul 15.15 WIB di jalan umum ikut Desa Karangtengah Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas terjadi kecelakaan lalu lintas, dimana saksi saat itu sedang menumpang di bak belakang kendaraan KBM Pick Up L 300 Mitsubishi Nopol R-9346-VA tersebut, tiba tiba kendaraan tak terkendali dan masuk parit. Untuk keadaan cuaca cerah disore hari, kondisi jalan beraspal halus, jalan menurun dan menikung kekiri dari arah utara serta arus lalu lintas sepi, kecelakaan lalu lintas KBM Pick Up L 300 Mitsubishi Nopol R-9346-VA. Korbannya yaitu sebanyak 3 orang patah tulang diantaranya AS, DP, dan SR, pada Saat itu KBM Pick Up L 300 Nopol R-9346-VA datang dari arah utara menuju keselatan, kecepatan kendaraan setahu saksi pada waktu kecelakaan adalah sekitar 20-30 km/jam dan gigi presneleng masuk gigi 2. Pada saat itu saksi tidak melihat ada kendaraan lain dari arah berlawanan, sebelum terjadi kecelakaan rombongan yang duduk dibelakang sudah memberi pesan supaya pelan pelan dan hati hati kepada terdakwa bahkan sempat berkata “ALLAH AKBAR”. Setahu saksi kendaraan tersebut adalah miliknya terdakwa sendiri, setahu saksi KBM 75 Pick Up tersebut setelah kecelakaan posisinya menghadap serong kearah timur. Menurut saksi Penyebabnya adalah karena KBM Pick Up L 300 Nopol R-9346-VA saat membawa penumpang terlalu berat sehingga Pengemudi tidak dapat mengendalikan kemudinya dan disaat melintas di jalan yang menurun dan membelok kekiri lepas kendali dan langsung terjadi kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban luka-luka dan kerusakan pada kendaraannya, yang menjadi korban kecelakaan adalah DP, SR, dan AS dan lainnya saksi tidak ingat lagi. 10). Pada intinya keterangan dari KN, dibawah sumpah menerangkan yang pada pokoknya sebagai berikut bahwa : Pada hari Kamis, tanggal 16 September 2010 sekitar pukul 15.15 WIB di jalan umum ikut Desa Karangtengah Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas telah terjadi kecelakaan lalu lintas dan saksi ikut menjadi korban karena sedang menumpang di bak belakang kendaraan tersebut yaitu berada ditengah kendaraan menghadap ke arah pengemudi. Untuk keadaan cuaca cerah dan kondisi jalan beraspal halus, jalan menurun dan menikung kekiri dari arah utara serta arus lalu lintas sepi. Kecelakaan lalu lintas KBM Pick Up L 300 Mitsubishi Nopol R-9346-VA masuk parit, sepengetahuan saksi saat itu yang mengemudikan kendaraan saat kejadian adalah saudara WARSONO (terdakwa), korbannya yaitu sebanyak 3 orang patah tulang diantaranya AS, DP, dan 76 SR dan lainnya saksi gak ingat, pada saat itu KBM Pick Up L 300 Nopol R-9346-VA datang dari arah utara menuju keselatan. Sebelum terjadi kecelakaan rombongan yang duduk dibelakang sudah memberi pesan supaya pelan pelan dan hati hati kepada terdakwa bahkan sempat berkata “ALLAH AKBAR”, menurut saksi penyebabnya adalah karena KBM Pick Up L 300 Nopol R-9346-VA saat membawa penumpang terlalu berat sehingga pengemudi tidak dapat mengendalikan kemudinya dan disaat melintas di jalan yang menurun dan membelok kekiri lepas kendali dan langsung terjadi kecelakaan lalu lintas tunggal yang mengakibatkan korban luka-luka dan kerusakan pada kendaraannya. b. Surat Perkara ini terdapat bukti surat berupa Visum Et Repertum yang ditandatangani oleh dr. Riski Oktafira dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ajibarang. Nomor : 445.1/VER/RSUD AJB/965/R/2010 tanggal 6 Oktober 2010 yang menyatakan hasil pemeriksaan terhadap sdr. DS dalam kesimpulannya disebutkan bahwa dari pemeriksaan pasien tersebut terdapat pergeseran tulang selangka kanan yang menyebabkan gerak dalam kegiatan sehari-hari dan retak patah di tulang belakang bawah yang menyebabkan hambatan gerak dalam kegiatan sehari-hari. Visum Et Repertum Nomor : 445.1/VER/RSUD AJB/960/R/2010 tanggal 6 Oktober 2010 yang menyatakan hasil pemeriksaan terhadap sdr.SN dalam kesimpulannya disebutkan bahwa dari pemeriksaan pasien 77 tersebut terdapat patah tulang di bahu kiri yang menyebabkan hambatan gerak. Visum Et Repertum Nomor : 445.1/VER/RSUD AJB/966/R/2010 tanggal 6 Oktober 2010 yang menyatakan hasil pemeriksaan terhadap sdr. AS dalam kesimpulannya disebutkan bahwa dari pemeriksaan pasien tersebut terdapat patah tulang lengan bawah kiri yang menyebabkan hambatan gerak dalam kegiatan sehari-hari. Visum Et Repertum Nomor : 445.1/VER/RSUD AJB/962/R/2010 tanggal 6 Oktober 2010 yang menyatakan hasil pemeriksaan terhadap sdr. SK dalam kesimpulannya disebutkan bahwa dari pemeriksaan pasien tersebut terdapat patah tulang panggul kiri yang menyebabkan hambatan gerak dalam kegiatan sehari-hari dan terdapat pergeseran letak tulang lengan sebelah kanan yang menyebabkan hambatan gerak dalam kegiatan sehari-hari. Visum Et Repertum Nomor : 445.1/VER/RSUD AJB/963/R/2010 tanggal 6 Oktober 2010 yang menyatakan hasil pemeriksaan terhadap sdr. RS dalam kesimpulannya disebutkan bahwa dari pemeriksaan pasien tersebut terdapat luka robek di kepala sebelah kanan atas dengan panjang kurang lebih 5 cm, lebar 2 cm. Visum Et Repertum Nomor 445.1/VER/RSUD AJB/961/R/2010 tanggal 6 Oktober 2010 yang menyatakan hasil pemeriksaan terhadap sdr. KN dalam kesimpulannya disebutkan bahwa dari pemeriksaan pasien 78 tersebut terdapat luka memar di daerah punggung kanan dengan panjang ± 4 cm, lebar ± 2 cm, dan luka memar di tungkai bawah kiri. Visum Et Repertum dari Rumah Sakit Orthopaedi Purwokerto yang ditandatangani oleh dr. IMAM SOLICHIN, Sp.OT.Spine Nomor : 706/VER/RM/RSOP/X/2010 tanggal 21 Oktober 2010 yang menyatakan hasil pemeriksaan terhadap sdr. DP dalam kesimpulannya disebutkan bahwa korban mengalami patah tulang pubis, tipe close book dan kelainan tersebut akibat tertimpa benda berat. c. Keterangan Terdakwa Intinya dari kesimpulan diperoleh keterangan dari Terdakwa dipersidangan menerangkan yang pada pokoknya sebagai berikut bahwa : Terdakwa pernah diperiksa oleh penyidik dan keterangan saksi tersebut didepan penyidik adalah benar. Awalnya pada hari Rabu tanggal 15 September 2010 sekitar pukul 21.00 WIB Terdakwa sebagai pemilik sekaligus sopir KBM Pick Up L-300 Nopol : R-9346-VA telah menerima pesan untuk mengangkut Remaja Masjid NURUL AMAL Desa Tambaksogra, Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas yang berjumlah sekitar 30 orang dengan tujuan ke Lokawisata Curug Cipendok dan untuk itu terdakwa menerima jasa sebesar Rp 200.000,( dua ratus ribu ), padahal terdakwa mengetahui bahwa kendaran tersebut peruntukanya adalah untuk mengangkut barang dan bukan untuk mengangkut orang. Selanjutnya pada hari Kamis tanggal 16 September 2010 sekitar puku 05.00 WIB terdakwa langsung berangkat untuk 79 menjemput dan mengantar rombongan remaja masjid yang semanya adalah laki-laki, namun karena terdakwa berangkat pagi-pagi maka terdakwa hana sempat mengecek kondisi angin ban dan tidak melakukan pengecekan terhadap kondisi onderdil kendaraan lainya bahkan terdakwa mengetahui kalau salah satu onderdil kendaraan yaitu rem kendaraan dalam keadaan tidak dapat befungsi tidak baik. Setelah itu terdakwa mengantarkan rombongan tersebut namun hanya sampai Desa Singasari, lalu terdakwa pulang dan sekitar pukul 14.00 WIB terdakwa dengan menggunakan kendaraan yang sama menjemput rombongan langsung langsung di Lokasi Curug Cipendok, namun sebelumnya terdakwa juga tidak mengontrol keadaan kendaraan bahkan terdakwa juga belum pernah ke tempat tersebut sehingga belum paham dengan keadaan jalan yang akan dilaluinya. Setelah sampai di lokasi Curug Cipendok lalu terdakwa mengangkut rombongan tersebut dan melanjutkan perjalanan pulang dan terdakwa memacu kendaraan dengan kecepatan 40 km/jam dengan gigi presnelling pada posisi tiga. Namun ketika kendaraan baru menempuh jarak sekitar 1 km, tepatna ketika melintas di jalan menurun da menikung ke kiri tepatnya di Desa Karagtengah, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, tiba-tiba terdakwa tidak dapat mengendalikan kendaraan sehingga kendaraan masuk ke parit dengan kedalaman 3 meter yang terletak di sebelah kanan jalan. Akibatya para penumpang mengalami luka berat. d. Barang Bukti 80 Penuntut Umum mengajukan barang bukti di persidangan berupa : 1. 1 (satu) unit KBM Pick Up L 300 Nopol : R-9346-VA tahun 1987 warna biru muda merk Mitsubishi Noka : L300GB-200135 Nosin : 4G32C-730285; 2. 1 (satu) STNK KBM Pick Up L-300 Nopol : R-9346-VA An. NURUDIN Alamat Pasir Wetan RT 01/RW : 03, Karanglewas, Banyumas; 3. 1 (satu) SIM A An. WARSONO. E. Tuntutan Penuntut Umum Tuntutan / Requisitor Penuntut Umum yang disampaikan di persidangan tanggal 4 Januari 2011 yang pada pokoknya memohon agar majelis hakim yang memeriksa perkara ini memutus sebagai berikut : 1. Menyatakan Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana kealpaan yang menyebabkan luka berat pada orang lain dalam Pasal 301 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam Dakwaan Primair Kami”; 2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dikurangi selama Terdakwa berada dalam masa tahanan, dengan perintah Terdakwa tetap ditahan dan pidana denda sebesar Rp. 800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah) dengan 81 ketentuan pidana denda maka diganti dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan; 3. Menyatakan barang bukti berupa : 1. 1 (satu) unit KBM Pick Up L 300 Nopol : R-9346-VA tahun 1987 warna biru muda merk Mitsubishi Noka : L300GB-200135 Nosin : 4G32C-730285; 2. 1 (satu) STNK KBM Pick Up L-300 Nopol : R-9346-VA An. NURUDIN Alamat Pasir Wetan RT 01/RW : 03, Karanglewas, Banyumas; 3. 1 (satu) SIM A An. WARSONO. 4. Menetapkan agar Terdakwa dengan dibebani untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 2500,- (dua ribu lima ratus rupiah). F. Putusan Pengadilan a. Dasar Pertimbangan Menimbang, bahwa dari keterangan saksi-saksi, keterangan Terdakwa dan dikaitkan dengan bukti surat berupa Visum Et Repertum, serta barang bukti yang diajukan dipersidangan, dapatlah disusun fakta yuridis sebagai berikut bahwa : 1. Kejadian kecelakaan lalulintas tersebut terjadi pada hari Kamis tanggal 16 September 2010 pukul 15.15 WIB di Jalan Umum ikut desa Karangtengah Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas. 82 2. Kejadian kecelakaan tersebut yang terjadi adalah KBM Mitsubishi L 300 Pick Up Nopol R-9346 VA mengalami kecelakaan lalulintas sendiri/tunggal masuk ke parit dengan kedalaman antara 3 meter, terdakwa selaku Pengemudi KBM Mitsubisi L 300 Pick Up sudah memiliki SIM A yang dikeluarkan di Polres Banyumas dan masih berlaku s/d 30-11-2013. 3. Untuk keadaan cuaca cerah disore hari, jalan diatas dengan aspal jalan menurun arus lalu lintas sepi, waktu itu terdakwa mengemudikan KBM Mitsubishi L 300 Pick Up No. Pol R-9346-VA dari arah utara menuju ke arah selatan (dari Curug Cipendok mau pulang ke desa Sumbang). 4. Karena terdakwa biasa sehari harinya bekerja membawa barang palingpaling hanya mendapat Rp. 50.000; (lima puluh ribu ripiah) dan terdakwa melihat ada rombongan yang menawarkan uang Rp. 200.000 (dua ratus ribu rupiah) terdakwa merasa tertarik sehingga terdakwa beranikan diri untuk mengangkut rombongan tersebut. 5. Pada waktu itu berangkatnya pagi hari sekitar pukul 05.00 WIB sehingga terdakwa selaku sopir tidak sempat kontrol rem atau kondisi kendaraan yang lain namun terdakwa hanya kontrol kondisi angin ban saja, Setahu terdakwa selaku sopir kendaraan Mitsubishi Pick Up tersebut belum pernah melewati jalan tersebut baru kali ini saja. 6. Setahu terdakwa untuk penumpang di depan ada dua orang dan dibelakang ada 30 orang laki-laki semua dan ada yang duduk juga ada yang berdiri karena selaku sopir sudah siap menyediakan kursi panjang 83 untuk tempat duduk, pada waktu itu kendaraan yang terdakwa kemudikan mengalami kecelakaan lalulintas sendiri/tunggal kendaraan masuk ke dalam paritkebun kosong dengan kedalaman antara 3 meter. 7. Pada waktu itu kendaraan berjalan dengan kecepatan antara 40 km/jam dan masuk gigi presneling masuk gigi 3 (tiga), setahu terdakwa untuk jalan yang dilewati kendaraan terdakwa adalah jalan yang menurun dan beralaskan aspal halus, karena terdakwa selaku sopir tidak hafal dengan jalan yang dilewati kendaraan terdakwa, dikira jalan menurun hanya sebentar namun malah menurunnya panjang sekali. 8. Pada saat itu terdakwa tidak bisa berbuat apa apa terdakwa hanya bisa panik dan takut dan terdakwa juga lupa tidak mengurangi persneling serta tidak menabrakan kendaraannya ke tebing. Menimbang, bahwa sampailah kini Majelis Hakim akan menguji pada pembahasan secara yuridis, berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan dapat menjadikan Terdakwa bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan kepadanya, dan apakah Terdakwa dapat dipidana atas perbuatan dimaksud. Menimbang, bahwa untuk dapat dipersalahkan terhadap diri Terdakwa, maka perbuatan Terdakwa tersebut harus memenuhi unsurunsur dari Pasal yang didakwakan. Menimbang, bahwa Penuntut Umum telah menyusun surat dakwaannya dengan dakwaan subsidaritas, Primair Pasal 301 ayat (3) 84 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Subsidair Pasal 301 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Menimbang, bahwa konsekuensi dari dakwaan yang disusun seperti tersebut diatas, maka Majelis Hakim terlebih dahulu akan membuktikan dakwaan Primair, bila dakwaan Primair terbukti maka dakwaan subsidair tidak perlu dibuktikan dan sebaliknya bila dakwaan Primair tidak terbukti maka dakwaan subsidair akan dibuktikan. Menimbang, bahwa Majelis Hakim akan membuktikan dakwaan Primair Jaksa Penuntut Umum, yaitu Pasal 301 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang unsur-unsurnya sebagai berikut; 1). Unsur “Setiap Orang” Yang dimaksud dengan “Setiap orang” yaitu siapa saja selaku subyek hukum yang sehat jasmani dan rohani, mampu bertindak sendiri dengan kemauannya, serta dapat bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukannya. 2). Unsur “Mengemudikan Motor” Menurut pasal 1 angka 23 Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bahwa pengemudi adalah orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang telah memiliki Surat Ijin Mengemudi. 85 Sedangkan yang dimaksud dengan „kendaraan bermotor‟ menurut pasal 1 angka 8 Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan di atas rel. Apabila pengertian tersebut dihubungkan dengan perkara ini maka dipersidangan telah diperoleh fakta bahwa pada hari Rabu tanggal 15 September 2010 sekitar pukul 21.00 WIB terdakwa WARSONO Bin DUL MUNDIR sebagai pemilik sekaligus sopir KBM Pick Up L-300 Nopol: R-9346-VA telah diminta untuk mengangkut Remaja Masjid NURUL AMAL Desa Tambaksogra, Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas yang berjumlah sekitar 30 (tiga puluh) orang dengan tujuan ke Lokawisata Curug Cipendok dan untuk itu terdakwa menerima jasa sebesar Rp 200.000,- (dua ratus ribu rupiah). Dan Selanjutnya pada hari Kamis tanggal 16 September 2010 sekitar pukul 05.00 WIB terdakwa mengemudikan mobil L-300 miliknya untuk mengantarkan rombongan hingga sampai ke Singasari dan rombongan melanjutkan perjalanan ke Curug Cipendok dengan berjalan kaki, sedangkan terdakwa pulang dan sekitar pukul 14.00 WIB terdakwa kembali mengemudikan kendaraan yang sama untuk menjemput rombongan di lokasi Curug Cipendok. Setelah sampai di lokasi Curug Cipendok lalu terdakwa mengangkut rombongan tersebut dan melanjutkan perjalanan pulang dan terdakwa memacu kendaraan dengan kecepatan sekitar 40 km/jam 86 dengan gigi presnelling pada posisi tiga. Namun ketika kendaraan baru menempuh jarak sekitar 1 km, tepatnya ketika melintas di jalan yang menurun dan menikung ke kiri tepatnya di Desa Karangtengah, Kecamatan Cilongok, Kab. Banyumas, tiba-tiba terdakwa tidak dapat mengendalikan kendaraan sehingga kendaraan masuk ke parit dengan kedalaman sekitar 3 (tiga) meter yang terletak di sebelah kanan jalan. Berdasakan pertimbangan uraian diatas maka diketahui bahwa benar terdakwa adalah selaku sopir/ orang yang telah mengemudikan kendaraan KBM Pick Up L-300 Nopol : R 9346-VA yaitu suatu kendaraan yang termasuk digerakkan oleh mekanik sebagaimana pengertian diatas yang mengalami kecelakaan lalul intas di Desa Karangtengah Kecamatan Cilongok Kab. Banyumas dan sebagai pengemudi terdakwa telah pula memiliki Surat Ijin Mengemudi (SIM) oleh karena itu unsur ini telah pula terpenuhi;. 3. Unsur “Yang Karena Kelalaianya Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan Korban Luka Berat Menurut pasal 1 angka 24 Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bahwa kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/ atau kerugian harta benda. 87 Sedangkan yang dimaksud dengan „luka berat‟ menurut penjelasan Pasal 229 ayat (4) Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah luka yang mengakibatkan korban: a. Jatuh sakit dan tidak ada harapan sembuh sama sekali atau menimbulkan bahaya maut; b. Tidak mampu secara terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan; c. Kehilangan salah satu pancaindera; d. Menderita cacat berat atau lumpuh; e. Terganggu daya pikir selama (empat) minggu lebih; f. Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan; atau g. Luka yang membutuhkan perawatan di rumah sakit lebih dari 30 (tiga puluh) hari. Menimbang, bahwa akibat kelalaian tendakwa sebagai pengguna jalan yang tidak mengecek kondisi kendaraan saat akan digunakan baik atau tidak telah mengakibatkan para saksi korban mengalami luka sedemikian rupa yang sampai saat ini masih diperlukan perawatan pasca operasi. luka/ patah kaki yang dialami saksi korban tersebut menurut pendapat Majelis Hakim adatah termasuk pengertian luka berat sebagaimana dimaksud penjelasan Pasal 229 ayat 4 UU No. 22 Tahun 2009 karena luka/patah kaki tersebut membutuhkan waktu yang relatif lama untuk penyembuhan. 88 Menimbang, bahwa berdasarkan uraian dan pertimbangan diatas maka seluruh unsur-unsur dan Dakwaan Primair Pasal 310 ayat (3) UU No. 22 Tahun 2009 telah terpenuhi dan terbukti. Dan dengan terbuktinya dakwaan Primair Penuntut Umum maka Dakwaan Subsidair tidak perlu dipertimbangkan lagi. Menimbang, bahwa sebelum Majelis Hakim menjatuhkan putusan maka berdasarkan ketentuan Pasal 197 (1) huruf f KUHAP akan di pertimbangkan hal-hal yang dapat dijadikan pedoman untuk menentukan berat ringannya hukuman yang akan dijatuhkan atas diri terdakwa dan selama pemeriksaan perkara ini berlangsung, Majelis Hakim tidak menemukan hal-hal atau keadaan-keadaan yang meniadakan ataupun yang menghapuskan hukuman pada diri terdakwa, baik alasan pemaaf maupun alasan pembenar, sehingga terdakwa adalah dalam keadaan mampu untuk mempertanggungjawabkan kesalahan yang telah diperbuatnya : Hal-hal yang memberatkan : 1). Akibat perbuatan terdakwa tersebut para korban menjadi terhalang melakukan pekerjaannya untuk sementara waktu. Hal-hal yang meringankan : 1). Terdakwa belum pernah dihukum; 2). Terdakwa bersikap sopan dipersidangan; 3). Tendakwa mengakui terus terang, menyesali dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya; 89 4). Para korban telah memaafkan perbuatan terdakwa dan menyatakan tidak akan menuntut. b. Amar Putusan a. Menyatakan bahwa terdakwa tersebut diatas telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Mengemudikan Kendaraan Bermotor Yang Karena Kelalaianya Mengakibatkan Kecelakan Lalu Lintas Dengan Korban Luka Berat”; b. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan; c. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa tersebut dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. d. Menetapkan terdakwa tetap ditahan. e. Menetapkan barang bukti berupa; 1. 1 (satu) Unit mobil PICK UP L 300 Nopol R- 9346-VA, tahun 1987 warna biru muda merk Mitsubhisi NK : L300GB-200135. NS : 4G32C-730285. 2. 1 (satu) STNK KBM Pick Up L-300 Nopol : R-9346-VA An. NURUDIN Alamat Pasir Wetan RT 01/RW : 03, Karanglewas, Banyumas; 3. 1 (satu) SlM A An.WARSONO. f. Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp. 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah). B. Pembahasan 90 1. Alat Bukti Saksi Korban Dihadirkan Dalam Kasus Kecelakaan Lalu Lintas Pada Putusan Nomor : 20/Pid.Sus/2011/Pwt Kecelakaan lalu lintas sering kali terjadi karena pengemudi kurang hatihati dalam berkendara, sehingga tidak heran ketika dalam suatu kecelakaan lalu lintas mengakibatkan orang lain luka berat bahkan dapat menyebabkan kematian, kemudian dalam menentukan siapa yang bertanggungjawab membuat para penegak hukum mengalami kesulitan dalam hal menemukan pelaku atau pihak yang bertanggungjawab dan juga membuktikan kesalahan pelaku maka dari itu penyidik melakukan serangkaian upaya untuk mencari bukti-bukti untuk dapat mengungkap suatu perkara pidana dalam hal ini tindak pidana lalu lintas yang terdapat dalam Putusan No:20/Pid.Sus/2011/Pwt. Hakim dalam memeriksa suatu perkara pidana didalam pengadilan senantiasa berusaha membuktikan. Sesuai dengan pendapatnya R. Soesilo62 a. b. c. d. Apakah betul suatu peristiwa itu telah terjadi; Apakah betul peristiwa tersebut merupakan suatu tindak pidana; Apakah sebabnya peristiwa-peristiwa itu terjadi; Siapakah orang yang telah bersalah berbuat peristiwa itu. Adapun alat bukti yang sah menurut undang-undang yang diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP disebutkan alat bukti yang sah untuk membantu hakim dalam mengambil keputusan, alat bukti itu seperti : a. b. c. d. e. 62 Keterangan Saksi; Keterangan Ahli; Surat ; Petunjuk; Keterangan terdakwa. R.Soesilo. Hukum Acara Pidana (Prosedur Penyelesaian Perkara Pidana Menurut KUHAP Bagi Penegak Hukum). Bogor : Politeia. 1982.Hal 3 91 Jadi keterangan saksi disini adalah alat bukti yang utama. Karena seseorang didalam melakukan kejahatan tentu akan berusaha menghilangkan jejaknya, sehingga dalam perkara pidana, pembuktian akan dititikberatkan pada keterangan saksi (Pasal 184 ayat 1 KUHAP). Pentingnya kedudukan saksi telah dimulai pada saat proses awal pemeriksaan, begitu pula dalam proses selanjutnya di Kejaksaan maupun Pengadilan, keterangan saksi menjadi acuan Hakim dalam memutus bersalah atau tidaknya terdakwa. Jadi jelas bahwa saksi mempunyai kontribusi yang sangat besar dalam upaya penegakan hukum di Indonesia Terkait dengan tindak pidana lalu lintas membuktikan kesalahan terdakwa maka dari itu penyidik melakukan serangkaian upaya untuk mencari bukti-bukti untuk dapat mengungkap suatu perkara pidana dalam Putusan No:20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt berupa menghadirkan sejumlah saksi yang menjadi korban dalam kasus kecelakaan lalu lintas dimana akan membuktikan kesalahan tersangka bahwa telah melakukan kealpaan yang menyebabkan orang lain luka berat. Namun tetap harus saling mendukung dengan alat bukti yang dihadirkan di persidangan. Alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling berperan dalam pemeriksaan perkara pidana, dan ini hampir semua pembuktian perkara pidana selalu berdasarkan pemeriksaan saksi. Saksi merupakan orang yang memberi keterangan di muka hakim untuk kepentingan terdakwa. Saksi yang pertama didengar keteranganya oleh hakim 92 adalah korban yang menjadi saksi ini sesuai Pasal 160 ayat (1) huruf b KUHAP. Menurut KUHAP dalam Pasal 1 butir 26 saksi adalah: “Orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri.” Sedangkan menurut Undang Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan saksi dan korban, saksi adalah, “Orang yang dapat memberi keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di siding pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri danatau ia alami sendiri”. Berdasarkan perumusan di atas, maka dalam keterangan saksi, hal yang harus diungkapkan didepan sidang pengadilan adalah,63 5. Yang ia dengar sendiri, bukan hasil cerita atau hasil pendengaran dari oranglain. Saksi secara pribadi harus mendengar langsung peristiwa pidana atauyang kejadian yang terkait dengan peristiwa pidana tersebut. 6. Yang ia lihat sendiri, kejadian tersebut benar-benar disaksikan langsung dengan mata kepala sendiri oleh saksi baik secara keseluruhan ataupun rentetan, fragmentasi peristiwa pidana yang diperiksa. 7. Yang ia alami sendiri sehubungan dengan perkara yang sedang diperiksa, biasanya merupakan korban dan menjadi saksi utama dari peristiwa pidana yang bersangkutan. Pasal 160 ayat (1) huruf b 63 Andi Hamzah, Op.Cit, Hal 268 93 KUHAP menyatakan bahwa yang pertama kali didengar adalah saksi korban. 8. Didukung oleh sumber dan alasan dari pengetahuannya itu, sehubungan dengan peristiwa, keadaan, kejadian yang didengar, dilihat, dan atau dialaminya. Setiap unsur keterangan harus diuji kebenarannya. Antara keterangan saksi dan sumbernya harus benarbenar konsisten satu dengan yang lainya. Ditinjau dari segi nilai dan kekuatan pembuktian (the degree ofevidence) selain hal hal yang harus dibuktikan seorang saksi dalam persidangan, saksi juga harus memenuhi syarat syarat agar saksi itu sah yaitu, a. Syarat Formil, yakni 1. Saksi harus mengucapkan sumpah atau janji sesuai Pasal 160 Ayat (3) KUHAP menyebutkan: Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberi keterengan yang sebenarnya dan tidak lain dari yang sebenarnya. Sumpah atau janji ini wajib diucapkan sebelum memberi keterangan, tetapi dalam hal dianggap perlu sumpah atau janji dapat diucapkan setelah pemberian keterangan. Hal ini diatur dalam Pasal 160 Ayat (4) KUHAP. 2. Saksi harus sudah dewasa hal ini terkait dengan Pasal 171 KUHAP yang menyatakan bahwa anak dibawah umur 15 tahun atau belum menikah, boleh saja memberikan kesaksian namun tidak boleh disumpah. Padahal Pasal 160 ayat (3) KUHAP mewajibkan adanya 94 sumpah atau janji. Keterangan saksi dari seseorang yang tidak disumpah ini tidak punya kekuatan sebagai alat bukti sah. Maka batas kedewasaan menurut KUHAP untuk memberikan kesaksian adalah berumur 15 tahun atau sudah menikah. 3. Saksi tidak sakit ingatan atau sakit jiwa sebagaimana disebutkan dalam Pasal 177 KUHAP butir b mengingat mereka tidak dapat mengingat ingatanya dan kadang-kadang ingatannya baik kembali. Jadi tidak dapat diambil sumpah atau janji dalam memberi keterangan. Keterangan mereka hanya dapat dipakai sebagai petunjuk saja, sebagaimana juga berlaku bagi orang yangbelum dewasa (Penjelasan Pasal 171 KUHAP). b. Syarat Materil Syarat materiil mengacu pada Pasal 1 butir 27 KUHAP dan Pasal 185 ayat (1) KUHAP berikut merupakan penjelasannya, sehingga dapat di ketahui, 1. Setiap keterangan saksi diluar apa apa yang didengarnya sendiri dalam peristiwa pidana yang terjadi atau diluar yang dilihat atau dialaminya, keterangan yang diberikan di luar pendengaran, pengkihatan atau yang terjadi, tidak dapat dinilai dan dijadikan sebagai alat bukti. 2. Testimonium de audite atau keterangan saksi yang diperoleh sebagai hasil pendengaran dari orang lain tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah. 3. Pendapat atau rekaan yang saksi peroleh hasil dari pemikiran bukan 95 merupakan keterangan saksi Pasal 185 ayat (5) KUHAP. Mengenai perkara pidana yang tidak dapat didengar keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi di dalam Pasal 168 KUHAP yaitu: a. Keluarga sedarah semenda dalam garis lurus ke atas atau kebawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa; b. Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dari anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga; c. Suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa. Keterangan saksi harus berhubungan, tidak boleh berdiri sendiri, menurut D.Simons bahwa,Suatu keterangan saksi yang berdiri sendiri tidak dapat membuktikan seluruh dakwaan. Mengenai hal tersebut maka perlu dihadirkanya saksi yang benar benar mengetahui suatu kejadian, yaitu korban yang menjadi saksi, karena korban yang mengalami sendiri suatu tindak pindana. Karena saksi yang pertama didengar keteranganya oleh hakim adalah korban yang menjadi saksi Pasal 160 ayat (1) huruf b KUHAP . Kedudukan saksi korban khususnya dalam lingkup peradilan merupakan saksi yang memberatkan ( A Charge) bagi terdakwa/tersangka, karena dalam keteranganya akan menunjukan pada kesalahan yang terdakwa/tersangka lakukan, sebagai alat bukti melainkan sebagai keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim untuk memutus suatu perkara dan dapat dipakai sebagai petunjuk utuk menemukan kebenaran yang terjadi. 96 Guna menilai kebenaran keterangan seorang saksi hakim harus dengan sungguh sungguh memperhatikan64 : a. Persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain. b. Persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain. c. Alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan yang tertentu. d. Cara hidup dan kesesuaian saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya. Menurut M. Yahya Harahap65, mengenai kekuatan pembuktian keterangan saksi adalah sebagai berikut : a) Tidak mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat, hakim mempunyai kebebasan untuk menilainya. b) Mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang bebas artinya dapat dilumpuhkan terdakwa dengan alat bukti lain berupa saksi a de charge mapundengan keterangan ahli atau alibi. Uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa alat bukti saksi korban mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang bebas artinya hakim tidak terikat dengan alat bukti keterangan saksi korban, akan tetapi didasarkan pada asas keyakinan hakim dan asas batas minimum pembuktian serta asas kebenaran sejati, oleh karenanya hakim bebas menilai kebenaran yang terkandung di dalamnya. Dari uraian tersebut di atas, apabila dihubungkan dengan Putusan Perkara Nomor : 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt dalam pembuktianya menghadirkan beberapa saksi yang merupakan korban dari tindak pidana lalu lintas, ditinjau dari segi formil yaitu dalam Pasal 160 ayat (3) dan Pasal 171 KUHAP dan dari segi materiil yaitu dalam Pasal 185 KUHAP yang di sesuaikan dengan alat bukti lain, maka ditempatkan sebagai alat bukti yang 64 65 Yahya Harahap, Op.Cit, Hal 107 Ibid, Hal 217 97 sah dan dinilai mempunyai kekuatan pembuktian yang bebas, yang sama dengan alat bukti lain, karena kedudukan alat bukti saksi tersebut terhadap bukti lainnya saling menguatkan, dimana penilaiannya tetap ada ditangan hakim. Oleh karenanya saksi-saksi yang diajukan oleh Penuntut Umum yang berjumlah 10 (sepuluh) orang, msing-masing saksi memenuhi syarat materiil sebagai saksi yaitu saksi telah memberikan yang ia dengar, ia lihat dan ia alami sendiri. Kemudian masing-masing saksi dari Penuntut Umum juga telah memenuhi syarat formil karena telah diambil sumpahnya sebelum memberukan keterangan sehingga dia sah sebagai alat bukti. Lalu keterangan ssaksi-saksi ini dihubungkan satu degan yang lainya terdapat saling bersesuaiandan saling menguatkan. Kemudian ditambah dengan alat bukti lain seperti keterangan terdakwa yang mengakui kebenaran keterangan para saksi dan telah mengakui perbuatanya. Apabila keterangan saksi korban dan alat bukti lainya dihubungkan maka terdapat persesuaian dan saling menguatkan sehingga menimbulkan keyakinan hakim dengan memutus terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana lalu lintas karena kealpaana menyebabkan orang lain luka berat. Maka dapat disimpulkan bahwa keterangan saksi korban pada putusan ini mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa benar-benar bersalah. 98 Saksi korban yang dihadirkan dalam persidangan khususnya pada Putusan Nomor : 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt telah sesuai dengan apa yang di rumuskan dalam undang-undang baik secara formil maupun materiil, dimana saksi korban disini untuk memperkuat alat bukti lain yang berupa KBM Pick Up L-300 yang dikendarai oleh tersangka sehingga dapat membuktikan bahwa tersangka Warsono Bin Dulmundir secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana lalu lintas yang karena kealpaanya menybabkan orang lain luka berat, sesuai dengan Visum Et Repertum Nomor : 445.1/VER/RSUD AJB/965/R/2010 Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) yang ditandatangani oleh dr.Riski Oktarifa. Dengan demikian saksi korban di sini selain berkaitan dan memperkuat alat bukti lain yang dihadirkan dalam persidangan juga memperkuat alasan hakim dalam pertimbangan guna menjatuhkan putusanya. Selain itu saksi korban disini sebagai saksi yang memberatkan terhadap tersangka Warsono Bin Dulmundir, karena memperkuat bahwa tersangka benar-benar melakukan tindak pidana lalu lintas yang menyebabkan orang lain luka berat. Menurut Elly Tri Pangestuti66 selaku hakim yang memutus putusan No : 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt mengatakan bahwa; “Dalam kasus kecelakaan lalu lintas ini yang menyebabkan orang lain luka berat, bagi Majelis Hakim khususnya saya sendiri dalam menghadirkan saksi korban dapat memberikan kepada Majelis Hakim dalam mencari kebenaran yang sesungguhnya, karena korban disini orang yang mengalami sendiri suatu tindak pidana sehingga Majelis 66 Hasil Wawancara Dengan Hakim Pengadilan Negeri Purwokerto yang memutus putusan No.20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt Di Pengadilan Negeri Purwokerto Tanggal 13 Juni 2012 99 Hakim dapat memutus perkara dengan keyakinan kami, selain itu kekuatan pembuktian dari saksi adalah bebas, jadi Majelis Hakim dapat menilainya dengan menyesuaikan dengan alat bukti lain sehingga akan diketahui suatu kebenaran. 2. Sistem Pembuktian Yang Diterapakan Dalam Kasus Tindak Pidana Lalu Lintas Pada Putusan Nomor : 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt Suatu pembuktian merupakan masalah yang penting akan tetapi sangat sukar dalam proses pemeriksaan perkara pidana di pengadilan. Tujuan dari hukum acara pidana dapat dilihat dalam Pedoman Pelaksanaan KUHAP yang dikeluarkan oleh Menteri Kehakiman yaitu mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkaplengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta memeriksa dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwakan itu dapat dipersalahkan. Menurut D.Simons67 pembuktian ialah: “Meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. Dengan demikian nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka Hakim atau Pengadilan”. Tujuan dari pembuktian menurut R. Soesilo68 adalah: 67 Andi Hamzah, 2004, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Edisi Revisi, Sinar Grafika,Jakarta. Hal 174 68 R.Soesilo. 1982, Hukum Acara Pidana (Prosedur Penyelesaian Perkara Pidana Menurut KUHAP Bagi Penegak Hukum). Bogor : Politeia. Hal 76 100 “Mencari dan menetapakan kebenaran-kebenaran yang ada dalam perkara itu, bukankah semata-mata mencari kesalahan seseorang. Walaupun dalam prakteknya kepastian yang absolut tidak akan dapat tercapai, akan tetapi dengan penelitian serta kupasan dengan mempergunaan bukti-bukti yang ada, akan tercapai suatu kebenaran yang patut dipercaya. Sistem pembuktian harus diadakan guna mencegah jangan sampai terjadi orang yang tidak bersalah mendapat pidana.” Menurut Pasal 183 KUHAP menyatakan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Dengan demikian fungsi alat bukti dalam pembuktian dalam sidang pengadilan sangat penting sekali sehingga sering kita dengar bahwa suatu tindak pidana yang tidak cukup bukti tidak dapat dijatuhi pidana baik denda maupun penjara. Hukum acara pidana yang ada di Indonesia, mengenai alat bukti untuk membuktikan kesalahan terdakwadapat dibuktikan dengan alat bukti dalam Pasal 184 KUHAP, yaitu: a. Keterangan saksi; b. Keterangan ahli; c. Surat; d. Petunjuk; e. Keterangan terdakwa Untuk membuktikan kesalahan terdakwa didalam sidang pengadilan, hakim dalam menjatuhkan putusan selalu mendasari pada alat bukti yang sah. Ketentuan yang mengatur mengenai pembuktian dalam acara pemeriksaan perkara pidana terdapat dalam Pasal 183 KUHAP yaitu : “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.” 101 Pasal 183 KUHAP terkandung prinsip batas minimum pembuktian, yaitu prinsip yang mengatur batas minimum alat bukti yang harus dipenuhi untuk membuktikan kesalahan terdakwa atau dengan kata lain asas minimum pembuktian ialah suatu prinsip yang harus dipedomani dalam menilai cukup atau tidaknya alat bukti untuk membuktikan salah atau tidaknya kesalaham terdakwa. Dengan demikian alat bukti menurut Pasal 184 KUHAP harus sesuai dengan Pasal 183 KUHAP, harus memenuhi sekurang-kurangnya dua alat bukti dan mempunyai keyakinan hakim. Berdasarkan hasil penelitian terhadap Putusan Perkara No:20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt, alat bukti yang digunakan dalam memutus kasus tindak pidana lalu lintas yang karena kealpaanya menyebabkan orang lain luka berat, telah memeriksa antara lain: a. Keterangan Saksi Alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling berperan dalam pemeriksaan perkara pidana. Hampir semua pembuktian perkara pidana selalu berdasarkan pemeriksaan saksi. Saksi merupakan orang yang memberi keterangan dimuka hakim untuk kepentingan terdakwa. Kemudian saksi yang pertama didengar keteranganya oleh hakim adalah korban yang menjadi saksi, ini sesuai Pasal 160 ayat (1) huruf b KUHAP. Menurut KUHAP dalam Pasal 1 butir 26 saksi adalah: “Orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri.” 102 Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan saksi dan korban, saksi adalah, “Orang yang dapat memberi keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di siding pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri danatau ia alami sendiri”. Ditinjau dari segi nilai dan kekuatan pembuktian (the degree ofevidence) selain hal hal yang harus dibuktikan seorang saksi dalam persidangan, saksi juga harus memenuhi syarat syarat agar saksi itu sah yaitu, syarat formil dan materiil seperti yang telah diuraikan di atas. Putusan No:20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt, harus memenuhi syarat-syarat seseorang menjadi saksi baik secara formil maupun materiil dalam sidang pengadilan agar keterangan saksi dianggap sah sebagai alat bukti yang memiliki nilai kekuatan pembuktian maka harus memenuhi ketentuan seperti diatas, yakni menghadirkan beberapa saksi diantaranya DS, RS, SR, SN, DN, EP, AS, SK, DP dan saksi KN sudah memenuhi syarat-syarat sebagai seorang saksi dan sebagai alat bukti yang memiliki nilai kekuatan pembuktian sebagaimana diuraikan diatas. Saksi-saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan berjumlah 10 (sepuluh) orang saksi yang dihadirkan di persidangan. Semua saksi telah memberikan keterangan di depan persidangan berdasarkan apa yang mereka lihat, mereka dengar dan mereka alami sendiri, sehingga semua saksi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum telah memenuhi syarat materiil diamana syarat materiil ini adalah 103 menitik beratkan pada apa yang ia lihat,ia dengar, dan ia alami sendiri seperti yang tertuang dalam rumusan Pasal 1 angka 27 KUHAP. Berdasarkan keterangan-keterangan saksi yang terungkap dipersidangan maka dapat diambil fakta hukum bahwa pada hari Kamis, tanggal 16 September 2010 sekitar pukul 15.15 WIB di Jalan Umum ikut Desa Karangtengah Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas. Pada saat para saksi sedang menumpang di bak belakang, berada di tengah menghadap ke arah pengemudi, untuk keadaan cuaca sendiri saat terjadi kecelakaan cerah, kondisi jalan beraspal halus, namun jalan menurun dan menikung kekiri dari arah utara serta arus lalu lintas sepi. Kecelakaan lalu lintas Kbm Pick Up L 300 Mitsubishi Nopol R-9346VA yang dikemudikan oleh WARSONO (terdakwa) tidak dapat dikendalikan sehingga masuk ke parit sedalam 3 meter, akibat peristiwa tersebut ada korbannya yaitu sebanyak 3 orang patah tulang diantaranya AS, DP dan SN. Pada Saat itu KBM Pick Up L 300 Nopol R-9346-VA datang dari arah utara menuju keselatan dengan kecepatannya sekitar 20-30 km/jam dan gigi presneleng masuk gigi 2, saat itu tidak melihat kendaraan lain dari arah berlawanan, kecuali kendaraan yang saksi tumpangi saja. Menurut keterangan saksi penyebab kecelakaan adalah karena KBM Pick Up L 300 Nopol R-9346-VA saat membawa penumpang terlalu berat sehingga pengemudi tidak dapat mengendalikan kemudinya disaat melintas dijalan yang menurun dan membelok kekiri lepas kendali dan langsug terjadi kecelakaan lalulintas tunggal yang mengakibatkan korban luka luka 104 dan kerusakan pada kendaraannya, selain itu terdakwa juga lupa tidak mengecek kembali onderdil kendaraan sehingga pada saat itu rem yang digunakan tidak terlalu berfungsi dengan baik. Pasal 185 ayat (6) KUHAP menuntut kewaspadaan hakim dalam menilai kebenaran keterangan saksi yaitu dengan: 1) Persesuaian antara keterangan saksi satu dengan saksi yang lain; 2) Persesuaian anatara keterangan saksi dengan alat bukti lain. Menilai dari keterangan saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan, dapat diketahuai bahwa masing-masing keterangan saksi sudah terdapat saling persesuaian dan saling menguatkan. b. Surat Surat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 187 ayat (1) huruf c KUHAP, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah: a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau dialaminya sendiri disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangan itu; b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian suatu hal atau suatu keadaan; c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasar keahliannya mengenai suatu hal atau suatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya; d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dan alat pembuktian yang lain. Putusan Perkara No:20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt apabila dihubungkan dengan pengertian alat bukti surat dalam hal ini berupa Visum Et Repertum dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ajibarang Nomor : 445.1/VER/RSUD 105 AJB/960/R/2010 tanggal 6 Oktober 2010 yang menyatakan hasil pemeriksaan terhadap para saksi, termasuk ke dalam surat resmi yang dimaksud dalam Pasal 187 huruf c KUHAP adalah sama dengan yang dimaksud dalam penjelasan Pasal 186 KUHAP. Jika dikaitkan dengan penjelasan Pasal 186 KUHAP, alat bukti surat berupa keterangan ahli yang dituangakn dalam bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan. Penilaian kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti surat, dapat ditinjau dari segi teori serta menghubungkan dengan beberapa prinsip pembuktian yang diatur dalam KUHAP yaitu69 a. Segi formal Ditinjau dari segi formal, alat bukti surat yang disebut pada Pasal 187 KUHAP huruf a, b dan c adalah alat bukti yang sempurna. Sebab bentuk surat-surat yang disebut di dalamnya dibuat secara resmi menurut formalitas yang ditentukan oleh peraturan perundangundangan. Dengan dipenuhinya ketentuan formil dalam pembuatannya dan dibuat berisi keterangan resmi dari seorang pejabat yang berwenang serta keterangan yang terkandung dalam surat tadi dibuat atas sumpah jabatan, maka jika dari segi formil alat bukti surat seperti yang disebut dalam Pasal 187 huruf a, b dam c KUHAP adalah alat bukti yang bernilai sempurna. Oleh karena itu alat bukti resmi mempunyai nilai “pembuktian formil yang sempurna”, dengan sendirinya bentuk dan isi surat tersebut : 69 R. Soesilo, Op.Cit. Hal.110. 106 1) Sudah benar, kecuali dapat dilumpuhkan dengan alat bukti lain; 2) Semua pihak tak dapat lagi menilai kesempurnaan bentuk dan pembuatannya; 3) Juga tak dapat lagi menilai kebenaran keterangan yang dituangkan pejabat berwenang di dalamnya sepanjang isi keterangan tersebut tidak dapt dilumpuhkan dengan alt bukti lain; 4) Dengan demikian ditinjau dari segi formil, isi keterangan yang tertuang di dalamnya, hanya dapat dilumpuhkan dengan alat bukti lain, berupa alat bukti keterangan saksi, keterangan ahli atau keterangan terdakwa. b. Segi materiil Dari sudut materiil, semua bentuk surat yang disebut dalam Pasal 187 KUHAP bukan merupakan alat bukti yang mempunyai kekuatan mengikat. Nilai kekuatan pembuktian alat bukti surat, sama halnya dengan nilai kekuatan mengikat. Nilai kekuatan pembuktian, sama halnya dengan nilai kekuatan pembuktian keterangan saksi dan alat bukti keterangan ahli yang sama-sama mempunyai kekuatan pembuktian yang bersifat bebas. Tanpa mengurangi sifat kesempurnaan formal, dengan sendirinya tidak mengandung nilai kekuatan pembuktian yang mengikat. Hakim dapat mempergunakan atau menyingkirkannya. Dasar alasan ketidakterikatan hakim atas alat bukti surat didasarkan pada beberapa asas, yaitu : 1) Asas proses pemeriksaan perkara pidana adalah untuk mencari kebenaran materiil bukan kebenaran formil. Nilai kebenara dan kesempurnaan formil dapat dikesampingkan demi untuk mencapai dan mewujudkan kebenaran materiil dan kebenaran sejati yang digariskan oleh penjelasan Pasal 183 KUHAP yang memikul kewajiban bagi hakim untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan, kepastian hukum bagi seseorang; 2) Asas keyakinan hakim sesuai yang terdapat dalam Pasal 183 KUHAP yang menganut ajaran sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif. Dimana hakim dalam 107 memutus harus berdasarkan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, dan dengan alat bukti tersebut hakim memperoleh keyakinan bahwa terdakwa itu bersalah atau tidak. Hakim diberi kebebasan untuk menentukan putusan yang diambilnya dengan tetap memperhatikan tanggung jawab dengan moral yang tinggi atas landasan tanggung jawab demi mewujudkan kebenaran sejati. 3) Asas batas minimum pembuktian yaitu sesuai dengan Pasal 183 KUHAP hakim dalam memberikan putusan harus berdasarkan minimal dua alat bukti dan dengan alat bukti tersebut hakim memperoleh keyakinan untuk memberikan keputusan dipersidangan. Putusan Perkara No: 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt bahwa alat bukti surat berupa Visum Et Repertum dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ajibarang Nomor : 445.1/VER/RSUD AJB/960/R/2010 tanggal 6 Oktober 2010 yang menyatakan hasil pemeriksaan terhadap para saksi. ditinjau dari segi formil dan segi materiil yang di sesuaikan dengan Pasal 187 huruf c KUHAP adalah sebagai alat bukti yang sah dan dinilai mempunyai kekuatan pembuktian yang bebas, yang sama dengan alat bukti lain, karena kedudukan alat bukti surat tersebut terhadap bukti lainnya saling menguatkan, dimana penilaiannya tetap ada ditangan hakim. c. Petunjuk Mengenai kekuatan pembuktian alat bukti petunjuk, serupa sifat dan kekuatanya dengan alat bukti lain, hanya mempunyai sifat kekuatan pembuktian yang “bebas”, yang artinya, 1. Hakim tidak terikat dengan kebenaran persesuaian yang diwujudkan oleh petunjuk, oleh karena itu hakim bebas menilainya dan menggunakan sebagai upaya pembuktian. 108 2. Petunjuk sebagai alat bukti tidak bisa berdiri sendiri membuktikan kesalahan terdakwa, alat bukti petunjuk tetap terikat pada prinsip batas minimum pembuktian. Oleh karena itu, agar petunjuk dapat digunakan oleh hakim dalam pembuktian, maka harus disesuaikan dengan alat bukti lain yaitu dengan sekurang-kurangnya satu alat bukti. Putusan Perkara No: 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt bahwa Hakim dalam hal menyusun fakta hukum menilai dengan adanya suatu persesuaian antara keterangan saksi yang dibenarkan oleh keterangan terdakwa dengan didukung alat bukti surat yang ada telah menunjukan alat bukti petunjuk bahwa telah terjadi tindak pidana lalu lintas yang menyebabkan orang lain luka berat. 3. Keterangan Terdakwa . Mengenai pengertian keterangan terdakwa itu sendiri dirumuskan pada Pasal 189 ayat (1) KUHAP, “Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan disidang pengadilan tentang perbuatan yang terdakwa lakukan atau yang terdakwa ketahui sendiri atau alami sendiri”. Keterangan Terdakwa dapat diberikan di dalam dan diluar sidang yang dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah menurut undang-undang adalah keterangan Terdakwa di hadapan sidang. Keterangan yang diberikan diluar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang; selama didukung oleh suatu alat bukti yang sah lainnya. Adapun keterangan Terdakwa sebagai alat bukti, tanpa disertai oleh alatbukti lainnya, tidak cukup untuk membuktikan kesalahan Terdakwa. Hal ini merupakan 109 ketentuan beban minimum pembuktian sebagaimana diatur dalam Pasal 183 KUHAP, yaitu dua alat bukti yang sah menurut undang-undang. Adapun dalam pemeriksaan perkara dalam persidangan, terdakwa memberikan keterangan tentang peristiwa atau kejadian yang pada pokoknya menerangkan bahwa : Awalnya pada hari Rabu tanggal 15 September 2010 sekitar pukul 21.00 WIB terdakwa Warsono Bin Dul mundir sebagai pemilik sekaligus sopir KBM Pick Up L-300 Nopol : R-9346-VA telah menerima pesan untuk mengangkut Remaja Masjid NURUL AMAL Desa tambaksogra, Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas yang berjumlah sekitar 30 orang dengan tujuan ke Lokawisata Curug Cipendok dan untuk itu terdakwa menerima jasa sebesar Rp 200.000,-( dua ratus ribu ), padahal terdakwa mengetahui bahwa kendaran tersebut peruntukanya adalah untuk mengangkut barang dan bukan untuk mengangkut orang. Selanjutnya pada hari Kamis tanggal 16 September 2010 sekitar puku 05.00 WIB terdakwa langsung berangkat untuk menjemput dan mengantar rombongan remaja masjid yang semanya adalah laki-laki, namun karena terdakwa berangkat pagi-pagi maka terdakwa hanya sempat mengecek kondisi angin ban dan tidak melakukan pengecekan terhadap kondisi onderdil kendaraan bahkan terdakwa mengetahui kalau salah satu onderdil kendaraan yaitu rem kendaraan dalam keadaan tidak dapat befungsi tidak baik. Setelah itu terdakwa mengantarkan rombongan tersebut namun hanya sampai Desa Singasari, lalu terdakwa pulang dan sekitar pukul 14.00 WIB terdakwa 110 dengan menggunakan kendaraan yang sama menjemput rombongan langsung di Lokasi Curug Cipendok, namun sebelumnya terdakwa juga tidak mengontrol keadaan kendaraan bahkan terdakwa juga belum pernah ke tempat tersebut sehingga belum paham dengan keadaan jalan yang akan dilaluinya. Setelah sampai di lokasi Curug Cipendok lalu terdakwa mengangkut rombongan tersebut dan melanjutkan perjalanan pulang dan terdakwa memacu kendaraan dengan kecepatan 40 km/jam dengan gigi presnelling pada posisi tiga. Namun ketika kendaraan baru menempuh jarak sekitar 1 km, tepatnya ketika melintas di jalan menurun da menikung ke kiri di Desa Karagtengah, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, tiba-tiba terdakwa tidak dapat mengendalikan kendaraan sehingga kendaraan masuk ke parit dengan kedalaman 3 meter yang terletak di sebelah kanan jalan, akibatya para penumpang mengalami luka berat. 4. Barang Bukti Penuntut Umum mengajukan barang bukti di persidangan berupa : 1. 1 (satu) unit KBM Pick Up L 300 Nopol : R-9346-VA tahun 1987 warna biru muda merk Mitsubishi Noka : L300GB-200135 Nosin : 4G32C730285; 2. 1 (satu) STNK KBM Pick Up L-300 Nopol : R-9346-VA An. NURUDIN Alamat Pasir Wetan RT 01/RW : 03, Karanglewas, Banyumas; 3. 1 (satu) SIM A An. WARSONO. 111 Penerapan sistem pembuktian yang digunakan oleh hakim dalam Putusan Perkara No: 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt menggunakan sistem pembuktian negative wettelijk hal ini dapat diketahui dari Pasal 183 KUHAP yang berbunyi sebagai berikut, “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang, kecuali apabila dengan sekurang kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukanya.” Pasal 183 KUHAP tersebut nyata bahwa pembuktian harus didasarkan kepada undang undang (KUHAP), yaitu alat bukti yang sah tersebut dalam Pasal 184 KUHAP, disertai dengan keyakinan hakim yang diperoleh dari alat alat bukti tersebut. Mengenai sistem atau teori pembuktian berdasarkan undang undang negatif (negatief wettelijk) ini, pemidaan didasarkan pada pembuktian yang berganda (dubbel en grondslag) yaitu pada peraturan undang undang dan pada keyakinan hakim, menurut peraturan undang undang dan keyakinan hakim ini bersumberkan pada undang undang. Menurut M. Yahya Harahap70 untuk membuktikan kesalahan terdakwa harus : 1. Penjumlahan dari sekurangnya satu saksi ditambah dengan satu saksi ahli atau surat atau petunjuk, dengan ketentuan penjumlahan kedua alat alat bukti tersebut “saling bersesuian dan menguatkan”, tidak saling bertentangan. 2. Atau, dua alat bukti itu berupa dua orang saksi yang saling bersesuian dan menguatkan, maupun penggabungan keterangan satu saksi dengan keterangan terdakwa, asal terdapat persesuaian. Berdasarkan hasil penelitian terhadap Putusan No: 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt hakim dalam menjatuhkan putusan atas suatu tindak 70 Yahya Harahap, Op.Cit, Hal 115 112 pidana yang didakwakan kepada terdakwa telah memenuhi asas minimal pembuktian yang sah di persidangan dan hakim telah memperoleh keyakinan atas kesalahan terdakwa dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya, yakni adanya penerapan Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP dengan alat bukti berupa keterangan saksi yaitu korban yang dihadirkan dipersidangan, keterangan terdakwa dan dikaitkan dengan bukti surat berupa Visum Et Repertum dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ajibarang Nomor : 445.1/VER/RSUD AJB/960/R/2010 tanggal 6 Oktober 2010 yang menyatakan hasil pemeriksaan terhadap para saksi, sehingga hakim berkeyakinan bahwa terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana lalu lintas yang karena kealpaanya menyebabkan orang lain luka berat dan dijatuhi putusan pidana selama 6 (enam) bulan penjara. Menurut Elly Tri Pangestuti71 selaku hakim yang memutus putusan No : 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt mengatakan bahwa; “Kasus kecelakaan lal lintas yang menyebabkan orang lain luka berat ini masuknya dalam perkara biasa, bukan tindak pidana ringan karena dilihat dari akibat yang ditimbulkan sangat merugikan orang lain sehingga dalam hal ini korban yang dilindungi karena dari akibat tersebut, karena tindak pidana lalu lintas yang mengakibatkan orang lain luka berat sudah diatur secara khusus dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan maka masuk ke dalam pidana khusus. Selain itu Elly Tri Pangestuti72 selaku hakim yang memutus putusan No : 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt mengatakan bahwa; “Dalam membuktikan kesalahan terdakwa Majelis Hakim menggunakan Pasal 183 KUHAP atau sering disebut pembuktian 71 Hasil Wawancara Dengan Hakim Pengadilan Negeri Purwokerto yang memutus putusan No.20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt, Di Pengadilan Negeri Purwokerto, Tanggal 13 Juni 2012 72 Ibid 113 berdasarkan undang undang negatif (negatief wettelijk) karena selain dengan bukti minimum juga harus menggunaka keyakinan hakim supaya pembuktian ini dapat ditemukan kebenaran materiil.” BAB V PENUTUP A. Simpulan Dari uraian pada pembahasan dan hasil penelitian maka dapat disimpulan sebagai berikut: 1. Alat Bukti Saksi Korban Dihadirkan Dalam Kasus Kecelakaan Lalu Lintas Pada Putusan Nomor : 20/Pid.Sus/2011/Pwt, adalah : a. Alat bukti berupa saksi yang merupakan korban dari tindak pidana lalu lintas, ditinjau dari segi formil yaitu dalam Pasal 160 ayat (3) dan Pasal 171 KUHAP dan segi materiil yaitu dalam Pasal 185 KUHAP maka ditempatkan sebagai alat bukti yang sah dan dinilai mempunyai kekuatan pembuktian yang bebas, yang sama dengan alat bukti lain, karena 114 kedudukan alat bukti saksi tersebut terhadap bukti lainnya saling menguatkan, dimana penilaiannya tetap ada ditangan hakim, juga untuk dasar pertimbangan hukum bagi hakim dalam menjatuhkan putusan pidana yakni pidana selama 6 (enam) bulan. 2. Sistem Pembuktian Yang Diterapakan Dalam Kasus Tindak Pidana Lalu Lintas Pada Putusan Nomor : 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt, adalah sebagai berikut: a. Membuktikan kesalahan terdakwa majelis hakim telah menerapkan sistem pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif karena mengenai kasus tindak pidana lalu lintas karena kealpaanya mengakibatkan orang lain luka berat, korban atau kerugian yang diakibatkan sangat merugikan orang lain, jadi digunakan sistem pembuktian secara negatif untuk mengetahui siapa yang harus bertanggungjawab. b. Menentukan salah atau tidaknya seorang terdakwa dam menjatuhkan pidana kepada terdakwa yaitu dengan sekurang-kurangnya dua alat yang sah, alat bukti berupa bukti surat, keterangan terdakwa dan disesuaikan dengan keterangan saksi, dimana dalam hal ini korban yang dijadikan sebagai saksi serta barang bukti yang diajukan dipersidangan, maka hakim memperoleh keyakinan akan kesalahan terdakwa telah melakukan tindak pidana dan dijatuhi pidana selama 6 (enam) bulan. B. Saran Berdasarkan uraian di atas maka saran penulis adalah agar para hakim dalam membuktikan tindak pidana kecelakaan lalu lintas yang karena kealpaanya 115 mengakibatkan luka berat pada orang lain harus lebih cermat dan teliti dalam membuktikan kesalahan terdakwa yaitu dengan menggunakan alat bukti terutama keterangan saksi karena saksi merupakan bukti hidup yang nilai kekuatan pembuktianya lebih kecil dari pada bukti mati (dapat berbohong) sehingga akan menimbulkan keyakinan hakim untuk menegakan keadilan.