PERANAN TANAMAN KELAPA SAWIT PADA KONSERVASI TANAH DAN AIR Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Konservasi Tanah dan Air pada Fakultas Pertanian, diucapkan di hadapan Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara Gelanggang Mahasiswa, Kampus USU, 8 Agustus 2007 Oleh: ERWIN MASRUL HARAHAP UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007 Erwin Masrul Harahap: Peranan Tanaman Kelapa Sawit Pada Konservasi Tanah Dan Air, 2007. Peranan Tanaman Kelapa Sawit pada Konsevasi Tanah dan Air Bismillahirrahmanirrahim Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Yang terhormat, Bapak Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Bapak Ketua dan Bapak/Ibu Anggota Majelis Wali Amanat Universitas Sumatera Utara, Bapak Ketua dan Anggota Dewan Guru Besar Universitas Sumatera Utara, Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak/Ibu Pembantu Rektor Universitas Sumatera Utara, Para Dekan, Ketua Lembaga dan Unit Kerja, Dosen, dan Karyawan di lingkungan Universitas Sumatera Utara, Bapak dan Ibu para undangan, keluarga, teman sejawat, mahasiswa, dan hadirin yang saya muliakan. Marilah kita memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT atas taufik, hidayah, serta rida-Nya atas rahmat dan nikmat yang telah dilimpahkan kepada kita semua, sehingga pada hari yang berbahagia ini kita dapat berkumpul bersama, khususnya pada saya sekeluarga di mana pada hari ini saya dapat dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Konservasi Tanah dan Air pada Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Selawat dan salam kita sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya, semoga kita mendapat syafaatnya di hari perhitungan nanti di akhirat. Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor: 63479/A2.7/KP/2006 tanggal 30 November 2006, maka terhitung tanggal 1 Desember 2006 saya telah diangkat sebagai Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Konservasi Tanah dan Air pada Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Kepada Pemerintah Republik Indonesia dan Menteri Pendidikan Nasional saya mengucapkan terima kasih atas kepercayaan kepada saya untuk menerima jabatan Guru Besar. Semoga Allah SWT melimpahkan kepada saya kekuatan lahir dan batin, serta memberikan petunjuk dan menuntun saya dalam melaksanakan tugas mulia ini. Untuk ini semua saya mohon doa restu para hadirin sekalian. Erwin Masrul Harahap: Peranan Tanaman Kelapa Sawit Pada Konservasi Tanah Dan Air, 2007. 1 Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara Hadirin yang saya hormati, dengan mengharapkan izin dan rida-Nya, perkenankanlah saya membacakan pidato ilmiah saya di hadapan Bapak/Ibu dan hadirin sekalian, yang berjudul: PERANAN TANAMAN KELAPA SAWIT PADA KONSEVASI TANAH DAN AIR I. PENDAHULUAN Kebijakan pembangunan ekonomi Indonesia sejak Pelita I telah berhasil meningkatkan taraf hidup bangsa Indonesia. Kalau pada awal Pelita I (1968) pendapatan per kapita bangsa Indonesia hanya US $ 70, maka pada tahun kelima Pelita VI (1997) telah melebihi US $ 1000 (Pidato Presiden RI di depan sidang DPR, 1997), tetapi akibat krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1998 pendapatan per kapita telah turun lagi menjadi US $ 735. jumlah penduduk miskin yang sudah berkurang dari 40 juta orang (14% dari penduduk Indonesia) pada tahun 1997, karena krisis ekonomi dan moneter, penduduk miskin sudah melebihi 60 juta orang pada tahun 1999. Faktor-faktor yang menyebabkan mereka ini miskin dan kekurangan makanan antara lain adalah produktivitas lahan rendah, lahan pertaniannya sempit, harga hasil pertanian rendah dan kesempatan kerja di luar usaha tani atau pendapatan di luar usaha tani sangat terbatas. Petani miskin di lahan yang miskin akan terus saling memiskinkan apabila faktor penyebabnya tidak dibenahi. Situasi di daerah pertanian yang miskin tersebut terkesan gerah, tidak teratur, dan tidak produktif. Keadaan ini dapat dijumpai hampir di seluruh Indonesia terutama di pertanian lahan kering. Sistem pertanian dan pengelolaannya yang kurang sesuai di lahan kering tidak hanya menurunkan produktivitasnya tetapi juga meningkatkan erosi yang pada gilirannya mengakibatkan lahan tidak produktif atau lahan kritis. Erosi tersebut tidak hanya mengakibatkan berkurangnya lahan produktif tetapi juga merusak fungsi hidrologis bagian hulu yang selanjutnya mengakibatkan banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau di bagian hilir. Hal ini telah menjadi fenomena umum di DAS-DAS yang sudah rusak terutama di Pulau Jawa. Pada akhir tahun 2006 tepatnya di bulan Desember kita telah mencatat terjadinya banjir di banyak tempat di Indonesia terutama DAS-DAS yang sudah rusak bagian hulunya dan beberapa bulan kemudian sudah mengalami kekeringan yang jelas akan menimbulkan malapetaka bagi petani miskin. 2 Erwin Masrul Harahap: Peranan Tanaman Kelapa Sawit Pada Konservasi Tanah Dan Air, 2007. Peranan Tanaman Kelapa Sawit pada Konsevasi Tanah dan Air Hal-hal di atas mengindikasikan bahwa sistem dan pengelolaan lahan di daerah tangkapan hujan di hulu belum merupakan pertanian yang lestari (sustainable). Kita ingin membangun pertanian kita menjadi pertanian yang lestari yang dapat berproduksi cukup dan memberi penghidupan yang layak bagi semua petani secara terus menerus, dapat menampung tenaga kerja yang banyak, petaninya dapat merancang masa depan anak-anaknya, pertanian yang dapat menyediakan bahan baku industri secara cukup dan terus menerus, dan pertanian yang dapat menampung hasil-hasil industri secara lestari. Dengan kata lain kita ingin membangun pertanian menjadi industri yang lestari. Kita harus mengakui bahwa di beberapa tempat pertanian kita selama ini mengabaikan sistem pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) yang diturunkan dari dasar pembangunan berkelanjutan, yakni kebutuhan hidup manusia saat ini dapat dipenuhi tanpa mengorbankan kemampuan memenuhi kebutuhan hidup generasi berikutnya. Sebagai contoh, pengolahan tanah intensifikasi yang diterapkan di semua jenis lahan, termasuk lahan kering, ternyata berdampak terjadinya degradasi lahan yang cukup parah, karena memicu erosi, yang pada gilirannya berdampak degradasi lingkungan, seperti meluasnya lahan marginal dan pendangkalan perairan di bagian hilir. Karena itu, dalam mengembangkan budidaya pertanian di lahan kering teramat sangat penting diterapkan sistem pertanian konservasi yang sesuai dengan kondisi setempat, baik kondisi lahannya maupun kondisi sosialnya. Tanpa kehati-hatian, dikuatirkan pengembangan pertanian di lahan kering bukan mensejahterakan petani, tetapi sebaliknya mendatangkan malapetaka akibat rusaknya lingkungan hidup. Khususnya untuk budidaya pertanian di lahan kering yang umumnya terletak di daerah landai bergelombang, berbukit, dan bergunung, sistem pertanian konservasi harus diartikan sebagai sistem pertanian yang khas kondisi setempat (site spesific). Sistem yang cocok di suatu tempat belum tentu cocok di tempat lain, namun demikian, terdapat berbagai kesamaan tantangan. Yakni: 1. Perlu modal yang cukup besar untuk melaksanakan sistem pertanian konservasi; 2. Luasan penguasaan/pemilikan lahan harus menjadi pendorong kegairahan melaksanakan sistem pertanian berkelanjutan; 3. Tingkat kesadaran konservasi perlu ditingkatkan; 4. Pilihan komoditi budidaya harus menjanjikan dari segi pemasaran. Erwin Masrul Harahap: Peranan Tanaman Kelapa Sawit Pada Konservasi Tanah Dan Air, 2007. 3 Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara Produk pertanian yang cukup tinggi secara terus menerus dapat dipertahankan apabila erosi dari daerah pertanian tersebut lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransikan (ETOL). Apabila erosi lebih besar dari ETOL maka produktivitas lahan akan menurun, sehingga produksi yang tinggi itu hanya dapat dipertahankan beberapa tahun saja dan akhirnya lahan pertanian tersebut menjadi tidak produktif atau bahkan menjadi lahan kritis, dengan kata lain pertanian-pertanian seperti itu adalah pertanian yang tidak lestari. Erosi yang lebih kecil dari ETOL dapat dicapai hanya apabila petani menerapkan sistem pertanian dan pengelolaannya sesuai dengan kaidahkaidah konservasi tanah dan air. Pendapatan yang cukup tinggi dapat diperoleh apabila produksi dan harganya cukup tinggi. Untuk itu pemilihan komoditi yang ditanam harus sesuai dengan karakteristik biofisik daerah dan harus laku di pasar lokal atau regional atau bahkan internasional. Oleh sebab itu pemilihan komoditi harus ditetapkan dengan perimbangan faktor biofisik dan pasar. Sistem pemasaran dan perangkatnya pun harus disediakan agar menunjang pendapatan petani yang tinggi. Semua hal ini harus diwujudkan di seluruh daerah pertanian agar pertanian di Indonesia menjadi industri yang lestari. Tanaman yang memenuhi persyaratan tersebut salah satunya adalah agribisnis tanaman kelapa sawit. II. KONSERVASI TANAH DAN AIR Konservasi tanah diartikan sebagai penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Sifat fisik dan kimia tanah dan keadaan topografi lapangan menentukan kemampuan tanah untuk suatu penggunaan dan perlakuan yang diperlukan. Usaha-usaha konservasi tanah ditujukan untuk (1) mencegah kerusakan tanah oleh erosi, (2) memperbaiki tanah yang rusak, (3) memelihara serta meningkatkan produktivitas tanah agar dapat dipergunakan secara lestari. Dengan demikian konservasi tanah tidaklah berarti penundaan penggunaan tanah atau pelarangan penggunaan tanah, tetapi menyesuaikan macam penggunaannya dengan kemampuan tanah dan memberikan perlakuan sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan, agar tanah dapat berfungsi secara lestari. 4 Erwin Masrul Harahap: Peranan Tanaman Kelapa Sawit Pada Konservasi Tanah Dan Air, 2007. Peranan Tanaman Kelapa Sawit pada Konsevasi Tanah dan Air Konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air yang jatuh ke tanah untuk pertanian se-efisien mungkin, dan pengaturan waktu aliran sehingga tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim kemarau. Setiap perlakuan yang diberikan kepada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air pada tempat itu dan tempat-tempat di hilirnya. Oleh karena itu konservasi tanah dan konservasi air merupakan dua hal yang berhubungan erat sekali, berbagai tindakan konservasi tanah merupakan juga tindakan konservasi air. Berdasarkan hubungan ini maka tanggung jawab sektor pertanian dalam masalah air ada dua hal, yaitu (1) memelihara jumlah, waktu aliran dan kualitas air sejauh mungkin melalui cara pengelolaan dan penggunaan tanah yang baik dan (2) memaksimumkan manfaat air melalui penerapan cara-cara yang efisien. Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagianbagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat terkikis dan terangkut yang kemudian diendapkan pada suatu tempat lain. Pengangkutan atau pemindahan tanah tersebut terjadi oleh media alami yaitu air atau angin. Erosi oleh angin disebabkan oleh kekuatan angin, sedangkan erosi oleh air ditimbulkan oleh kekuatan air. Di daerah beriklim basah erosi oleh air yang penting, sedangkan erosi oleh angin tidak berarti. Dua macam erosi utama yaitu erosi normal dan erosi dipercepat. Erosi normal juga disebut erosi geologi atau erosi alami merupakan prosesproses pengangkutan tanah yang terjadi di bawah keadaan vegetasi alami. Biasanya terjadi dengan laju yang lambat yang memungkinkan terbentuknya tanah yang tebal dan mampu mendukung pertumbuhan vegetasi secara normal. Proses erosi geologi menyebabkan terjadinya sebagian bentuk permukaan bumi yang terdapat di alam. Erosi dipercepat adalah pengangkutan tanah yang menimbulkan kerusakan tanah sebagai akibat perbuatan manusia yang mengganggu keseimbangan antara proses pembentukan dan pengangkutan tanah. Air hujan yang menimpa tanah-tanah terbuka akan menyebabkan tanah terdispersi dan sebagian dari air hujan yang jatuh tersebut akan mengalir di atas permukaan tanah. Banyaknya air yang mengalir di atas permukaan tanah tergantung pada hubungan antara jumlah dan intensitas hujan dengan kapasitas infiltrasi tanah dan kapasitas penyimpanan air tanah (water holding capacity). Kekuatan perusak air yang mengalir di atas permukaan tanah akan semakin besar dengan makin curam dan makin panjangnya lereng permukaan tanah. Tumbuh-tumbuhan yang hidup di Erwin Masrul Harahap: Peranan Tanaman Kelapa Sawit Pada Konservasi Tanah Dan Air, 2007. 5 Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara atas permukaan tanah dapat memperbaiki kemampuan tanah menyerap air dan memperkecil kekuatan perusak butir-butir hujan yang jatuh, dan daya dispersi dan angkut aliran air di atas permukaan tanah. Perlakuan atau tindakan yang diberikan manusia terhadap tanah dan tumbuh-tumbuhan di atasnya akan menentukan apakah tanah itu akan menjadi baik dan produktif atau menjadi rusak. Erosi yang terjadi meningkatkan aliran permukaan oleh karena berkurangnya kapasitas infiltrasi tanah. Jumlah aliran permukaan yang meningkat mengurangi kandungan air tersedia dalam tanah yang mengakibatkan pertumbuhan tanaman menjadi kurang baik. Berkurangnya pertumbuhan berarti berkurangnya sisa-sisa tanaman yang kembali ke tanah dan berkurangnya perlindungan, yang mengakibatkan erosi menjadi lebih besar. Oleh karena besarnya erosi juga berkaitan dengan banyaknya aliran permukaan, maka dengan meningkatnya aliran permukaan, erosi juga meningkat. Proses tersebut berkembang secara eksponensial, dan usaha untuk menguranginya mungkin dengan cepat secara ekonomi tidak mungkin, jika tidak diketahui dan diatasi secara dini. III. PEMBAGIAN TATA RUANG Berdasarkan data curah hujan, wilayah setiap pulau besar di Indonesia ini dapat dibagi menjadi empat zona yang masing-masing mempunyai pola dan jumlah curah hujan yang berbeda (Tabel 1). Zona I mempunyai jumlah curah hujan terbesar 3000–3500 mm/tahun dan terdapat pada daerah hulu sungai yang merupakan vegetasi hutan tropis basah dengan pegunungan yang mempunyai kemiringan lerengnya antara 15–50% bahkan lebih. Zona II mempunyai jumlah curah hujan 2000–2500 mm/tahun dan terletak pada daerah pertengahan antara dataran dengan pegunungan dengan kemiringan lereng antara 10–30% didominasi dengan vegetasi hutan dan sebagian telah ada yang beralih fungsi menjadi perkebunan. Zona III mempunyai jumlah curah hujan 1500–2000 mm/tahun dan terletak pada daerah antara dataran rendah dengan areal bergelombang dengan kemiringan lereng antara 0–10% didominasi dengan vegetasi perkebunan, perladangan, dan persawahan. Zona IV mempunyai jumlah curah hujan 1000–1500 mm/tahun dan terletak pada daerah rendahan sampai pesisir pantai dengan kemiringan lereng 0–10% di dominasi dengan vegetasi perkebunan, perladangan, persawahan, dan mangrove. 6 Erwin Masrul Harahap: Peranan Tanaman Kelapa Sawit Pada Konservasi Tanah Dan Air, 2007. Peranan Tanaman Kelapa Sawit pada Konsevasi Tanah dan Air Tabel 1. Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total Data Rataan Curah Hujan dan Hari Hujan Zona I, Zona II, Zona III, dan Zona IV Zona I CH HH (mm) (hari) 60 5 67 7 142 5 353 17 426 16 490 15 130 9 251 9 397 11 251 9 180 5 500 7 3247 115 Zona II CH HH (mm) (hari) 88 8 53 8 162 8 343 14 311 9 307 11 143 11 192 11 170 13 262 16 84 5 178 16 2293 130 Zona III CH HH (mm) (hari) 47 4 92 10 85 5 146 11 234 8 197 8 119 9 246 11 148 6 168 11 149 7 210 16 1841 106 Zona IV CH HH (mm) (hari) 26 3 65 6 79 6 77 9 70 10 159 11 78 8 124 9 226 12 190 14 123 6 228 10 1445 104 3.1. Zona I Prediksi erosi dengan menggunakan Universal Soil Loss Equation (USLE) pada zona I besar erosinya yang terjadi pada wilayah ini dapat dilihat pada Tabel 2. Hutan tidak terganggu dan dilaksanakan teknik konservasi tanah yang baik merupakan daerah dengan kejadian erosi terkecil, demikian juga dengan hutan yang tidak terganggu walaupun tanpa penerapan teknik konservasi tanah. Semakin terganggu kondisi hutan seperti pengambilan serasah hutan, tebang pilih dan tebang habis, maka kejadian erosi yang akan terjadi akan semakin berat. Pada kemiringan lereng sekitar 30–50% atau lebih direkomendasikan menjadi hutan yang tidak boleh diganggu baik yang telah melaksanakan teknik konservasi tanah apalagi yang tanpa konservasi tanah. Dengan demikian pada kemiringan lereng ini direkomendasikan untuk menjadi daerah kawasan hutan lindung yang merupakan daerah penyangga air untuk wilayah hilir. Untuk kemiringan lereng 15–30% vegetasi hutan tidak boleh diganggu, tetapi dengan menerapkan teknik konservasi tanah yang baik pada daerah ini masih bisa diproduksi dengan cara tebang pilih atau masih dapat direkomendasikan sebagai kawasan hutan produksi terbatas. Pada umumnya wilayah ini telah terjadi pengambilan kayu secara besar-besaran sehingga banyak kawasan pada kemiringan ini yang sudah rusak. Erwin Masrul Harahap: Peranan Tanaman Kelapa Sawit Pada Konservasi Tanah Dan Air, 2007. 7 Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara Tabel 2. Prediksi Erosi pada Zona I pada Beberapa Kondisi Penggunaan Lahan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Kondisi Lahan Tanpa KTA Tanpa KTA Tanpa KTA Tanpa KTA Tanpa KTA Tanpa KTA Tanpa KTA Tanpa KTA KTA KTA KTA KTA KTA KTA KTA KTA Tanaman Kanopi Hutan Alam Hutan Alam H. Prod H. Prod Hutan Alam Hutan Alam H. Prod H. Prod Hutan Alam Hutan Alam H. Prod H. Prod Hutan Alam Hutan Alam H. Prod H. Prod Serasah Banyak Serasah Kurang Tebang Pilih Tebang Habis Serasah Banyak Serasah Kurang Tebang Pilih Tebang Habis Serasah Banyak Serasah Kurang Tebang Pilih Tebang Habis Serasah Banyak Serasah Kurang Tebang Pilih Tebang Habis Lereng 15-30 15-30 15-30 15-30 30-50 30-50 30-50 30-50 15-30 15-30 15-30 15-30 30-50 30-50 30-50 30-50 % % % % % % % % % % % % % % % % Klas R S SB SB S B SB SB SR SR B S SR R SB SB Erosi Ton/ha/Thn 17,44 87,20 3488,15 8720,37 87,20 436,02 43601,85 90691,84 0,70 3,49 139,53 348,81 3,49 17,44 697,63 1744,07 3.2. Zona II Prediksi erosi dengan USLE pada zona II yang terjadi besarnya pada wilayah ini dapat dilihat pada Tabel 3, pada zona ini di Pulau Sumatera pada umumnya seluruh areal telah dikonversi menjadi tanaman perkebunan yang untuk perlindungan tanah sangat tergantung kepada baik buruknya pertumbuhan tanaman perkebunan tersebut dan teknik konservasi tanah dan airnya. Semakin baik/subur tanaman perkebunan tersebut semakin baik penutupannya pada permukaan tanah dan semakin baik juga dampaknya terhadap perlindungannya terhadap tanah dari hantaman curah hujan yang turun. Dengan demikian semakin baik pertumbuhan tanaman perkebunan semakin kecil erosi tanah yang terjadi karena baiknya perlindungan oleh kanopi tanaman perkebunan tersebut. Pada kemiringan lereng sekitar 15–30% dan 10–15% mutlak dibutuhkan pembangunan teknik konservasi tanah dan air yang baik untuk menjamin keberhasilan produksi tanaman perkebunan/perladangan. Apabila bangunan konservasi tanah tidak dibangun berarti degradasi tanah akan terus berlangsung yang dampaknya akan menggagalkan produksi tanaman tersebut. Pada kemiringan lereng ini direkomendasikan untuk menjadi daerah perkebunan dengan manajemen baik yang menerapkan teknik konservasi tanah dan air sehingga daerah ini juga dapat menjadi daerah penyerap air hujan yang jatuh. Budidaya tanaman perkebunan pada wilayah ini membutuhkan pemupukan yang baik agar tanah menjadi subur dan kanopi tanaman tersebut dapat melindungi tanah dari hempasan curah hujan yang turun. 8 Erwin Masrul Harahap: Peranan Tanaman Kelapa Sawit Pada Konservasi Tanah Dan Air, 2007. Peranan Tanaman Kelapa Sawit pada Konsevasi Tanah dan Air Tabel 3. Prediksi Erosi pada Zona II pada Beberapa Kondisi Penggunaan Lahan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Kondisi Lahan Tanpa KTA Tanpa KTA Tanpa KTA Tanpa KTA Tanpa KTA Tanpa KTA Tanpa KTA Tanpa KTA KTA KTA KTA KTA KTA KTA KTA KTA Tanaman Kebun Kebun Kebun Kebun Kebun Kebun Kebun Kebun Kebun Kebun Kebun Kebun Kebun Kebun Kebun Kebun Kanopi Kerapatan Tinggi Kerapatan sedang Kerapatan rendah Perladangan Kerapatan Tinggi Kerapatan sedang Kerapatan rendah Perladangan Kerapatan Tinggi Kerapatan sedang Kerapatan rendah Perladangan Kerapatan Tinggi Kerapatan sedang Kerapatan rendah Perladangan Lereng 10-15 10-15 10-15 10-15 15-30 15-30 15-30 15-30 10-15 10-15 10-15 10-15 15-30 15-30 15-30 15-30 % % % % % % % % % % % % % % % % Klas B SB SB SB SB SB SB SB R R S S S B SB B Erosi Ton/ha/Thn 413,84 827,68 2069,20 1655,36 2483,04 4966,08 12415,20 9932,16 16,55 33,11 82,77 66,21 99,32 198,64 496,61 397,29 3.3. Zona III dan Zona IV Prediksi erosi pada zona III yang terjadi besarnya pada wilayah ini dapat dilihat pada Tabel 4 dan pada zona IV yang terjadi besarnya pada wilayah ini dapat dilihat pada Tabel 5, pada zona ini seluruh areal telah sejak lama diusahakan sebagai areal tanaman perkebunan dan perladangan serta pada daerah rendahan telah dibuka daerah persawahan. Pada wilayah perkebunan perlindungan tanahnya sangat tergantung kepada baik buruknya pertumbuhan tanaman perkebunan tersebut. Semakin baik/subur tanaman perkebunan tersebut semakin baik penutupannya pada permukaan tanah dan semakin baik juga dampaknya terhadap perlindungannya terhadap tanah dari hantaman curah hujan yang turun. Dengan demikian makin baik pertumbuhan tanaman perkebunan makin kecil erosi tanah yang terjadi karena baiknya perlindungan oleh kanopi tanaman perkebunan tersebut dan sebaliknya pada tanaman perkebunan yang tidak subur kelihatan terjadi degradasi tanah dan tanahnya semakin kritis terutama pada kebun sawit yang tumbuh pada lereng 5–10%. Pada perladangan kelihatan di lapangan tanah semakin kritis terutama karena pada areal perladangan tindakan konservasi tanah tidak pernah dilaksanakan. Dengan demikian wajar pada areal ini kelihatan degradasi tanah yang ditunjukkan oleh tanaman yang diusahakan tumbuh tidak subur ditambah lagi pada umumnya penggunaan pupuk sangat jarang pada areal-areal ini. Pada daerah rendahan yang ditanam dengan padi sawah merupakan daerah yang aman dari peristiwa erosi, malah daerah ini merupakan wilayah sedimentasi Erwin Masrul Harahap: Peranan Tanaman Kelapa Sawit Pada Konservasi Tanah Dan Air, 2007. 9 Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara dari hasil erosi dari wilayah di atasnya. Dengan demikian kelihatan bahwa daerah persawahan ini lebih subur ditunjang lagi penanaman padi sawah pada umumnya pemakaian pupuk sudah sangat biasa. Tabel 4. Prediksi Erosi pada Zona III pada Beberapa Kondisi Penggunaan Lahan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Kondisi Lahan Tanpa Tanpa Tanpa Tanpa Tanpa Tanpa Tanpa Tanpa KTA KTA KTA KTA KTA KTA KTA KTA KTA KTA KTA KTA KTA KTA KTA KTA Tanaman Kebun Kebun Kebun Kebun Kebun Kebun Kebun Kebun Kebun Kebun Kebun Kebun Kebun Kebun Kebun Kebun Kanopi Kerapatan Tinggi Kerapatan sedang Kerapatan rendah Perladangan Kerapatan Tinggi Kerapatan sedang Kerapatan rendah Perladangan Kerapatan Tinggi Kerapatan sedang Kerapatan rendah Perladangan Kerapatan Tinggi Kerapatan sedang Kerapatan rendah Perladangan Lereng 0 0 0 0 5 5 5 5 0 0 0 0 5 5 5 5 - 5% 5% 5% 5% 10 % 10 % 10 % 10 % 5% 5% 5% 5% 10 % 10 % 10 % 10 % Kla s S B SB B B SB SB SB SR SR R R SR R S S Erosi Ton/ha/Thn 100,09 200,18 500,46 400,37 250,23 500,46 1251,16 1000,92 4,00 8,01 20,02 16,01 10,01 20,02 50,05 40,04 Tabel 5. Prediksi Erosi pada Zona IV pada Beberapa Kondisi Penggunaan Lahan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 10 Kondisi Lahan Tanpa KTA Tanpa KTA Tanpa KTA Tanpa KTA Tanpa KTA Tanpa KTA Tanpa KTA Tanpa KTA KTA KTA KTA KTA KTA KTA KTA KTA Tanaman Kebun Kebun Kebun Kebun Kebun Kebun Kebun Kebun Kebun Kebun Kebun Kebun Kebun Kebun Kebun Kebun Kanopi Kerapatan Tinggi Kerapatan sedang Kerapatan rendah Perladangan Kerapatan Tinggi Kerapatan sedang Kerapatan rendah Perladangan Kerapatan Tinggi Kerapatan sedang Kerapatan rendah Perladangan Kerapatan Tinggi Kerapatan sedang Kerapatan rendah Perladangan Lereng 0 0 0 0 5 5 5 5 0 0 0 0 5 5 5 5 - 5% 5% 5% 5% 10 % 10 % 10 % 10 % 5% 5% 5% 5% 10 % 10 % 10 % 10 % Klas S S B B S S B SB SR SR SR SR SR SR SR SR Erwin Masrul Harahap: Peranan Tanaman Kelapa Sawit Pada Konservasi Tanah Dan Air, 2007. Erosi Ton/ha/Thn 69,04 138,08 345,21 276,17 69,04 138,08 345,21 276,17 2,76 5,52 13,81 11,05 2,76 5,52 13,81 11,05 Peranan Tanaman Kelapa Sawit pada Konsevasi Tanah dan Air Kesimpulannya pada kemiringan lereng sekitar 5–10% dibutuhkan pembangunan teknik konservasi tanah yang baik untuk menjamin keberhasilan produksi tanaman perkebunan/perladangan. Bangunan konservasi tanah tidak dibangun berarti degradasi tanah akan terus berlangsung yang dampaknya akan menggagalkan produksi tanaman tersebut, akan tetapi karena curah hujan pada zona ini tidak begitu besar, maka tanpa bangunan konservasi tanah pun produktivitas tanah masih baik. Kerugian yang diderita apabila bangunan konservasi tanah tidak dilaksanakan adalah banyak pupuk yang hilang melalui pencucian oleh aliran permukaan. Pada kemiringan lereng ini direkomendasikan untuk menjadi daerah perkebunan dengan manajemen baik yang menerapkan teknik konservasi tanah dan air sehingga daerah ini juga dapat menjadi daerah penyerap air hujan yang jatuh. Budidaya tanaman perkebunan pada wilayah ini membutuhkan pemupukan yang baik agar tanah menjadi subur dan kanopi tanaman tersebut dapat melindungi tanah dari hempasan curah hujan yang turun. IV. POTENSI KERUSAKAN TANAH Berbagai tipe tanah mempunyai kepekaan terhadap erosi yang berbedabeda. Kepekaan erosi tanah yaitu mudah atau tidaknya tanah tererosi adalah fungsi berbagai interaksi sifat-sifat fisik dan kimia tanah. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi kepekaan erosi adalah (1) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas dan kapasitas menahan air, dan (2) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap dispersi dan pengikisan oleh butir-butir hujan yang jatuh dan aliran permukaan. Adapun sifat-sifat tanah yang mempengaruhi erosi adalah tekstur, struktur, bahan organik, kedalaman tanah, sifat lapisan tanah, dan tingkat kesuburan tanah. 4.1. Tekstur Tanah Tekstur adalah ukuran dan proporsi kelompok ukuran butir-butir primer bagian mineral tanah yang terdiri dari liat, pasir, dan debu. Tanah-tanah bertekstur kasar seperti pasir dan pasir berkerikil mempunyai kapasitas infiltrasi yang tinggi dan jika tanah tersebut dalam, maka erosi dapat diabaikan. Tanah bertekstur pasir halus juga mempunyai kapasitas infiltrasi cukup tinggi, akan tetapi jika terjadi aliran permukaan maka butir-butir halus akan mudah terangkut. Tanah-tanah yang mengandung liat dalam jumlah yang tinggi dapat tersuspensi oleh butir-butir hujan yang jatuh menimpanya dan pori-pori lapisan permukaan akan tersumbat oleh butirbutir liat. Hal ini menyebabkan terjadinya aliran permukaan dan erosi yang Erwin Masrul Harahap: Peranan Tanaman Kelapa Sawit Pada Konservasi Tanah Dan Air, 2007. 11 Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara hebat. Akan tetapi jika tanah demikian ini mempunyai struktur yang mantap yaitu tidak mudah terdispersi maka infiltrasi air cukup besar sehingga aliran permukaan dan erosi tidak begitu hebat. Sebagai contoh dapat dilihat dari hasil analisis tanah (Tabel 6) di Kabupaten Aceh Tamiang yang berada pada Zona I dan Zona II yang merupakan daerah hulu Sungai Tamiang. Sifat fisika tanah yang diwakili oleh tekstur, konduktivitas hidrolik (daya hantar air) tanah, dan infiltrasi air (Tabel 7), sedangkan sifat kimia tanah diwakili oleh pH, KTK (kapasitas tukar kation), carbon organik (C-Org), dan phosphat yang dapat tersedia/dipertukarkan (exchangeable). Dari lima lokasi yang diambil contoh tanahnya kelihatan ketebalan horizon pertama sekitar 0–9 cm yang berarti telah terjadi erosi yang cukup berat. Peristiwa erosi berat itu dapat dilihat juga dari persentase liat pada horizon pertama lebih kecil dibandingkan dengan horizon kedua yang berarti bahwa pada horizon pertama telah terjadi pengangkutan liat yang cukup besar sehingga yang tinggal adalah fraksi kasar yaitu debu dan pasir yang beratnya akan lebih sulit terangkut oleh aliran permukaan. Tabel 6. Hasil Analisis Tekstur Tanah (Liat, Debu, dan Pasir) Sifat Kimia dan Sifat Fisika Tanah Berapa Lokasi di Daerah Zona I dan Zona II Kabupaten Aceh Tamiang Kedalaman Liat Debu Pasir pH Cm % % % 0-8 40.0 35.2 24.8 5.702 8-43 1 KTK C-Org P-ex KH me % ppm 11.56 1.258 4.986 10.636 4.450 57.2 11.2 31.6 5.150 6.90 1.328 4.112 > 43 66.4 12.8 20.8 4.785 13.02 0.858 3.772 0.530 0-9 47.2 24.0 28.8 4.762 7.00 1.014 3.622 8.652 64.8 13.2 22.0 4.748 5.38 1.212 2.956 2.452 69.6 14.4 16.0 4.820 5.42 1.090 3.256 0.290 47.2 24.8 28.0 4.780 17.50 1.380 3.160 19.778 53.2 26.8 20.0 4.722 16.78 0.960 2.770 7.902 60.8 22.4 16.8 4.384 15.09 0.976 2.534 2.498 36.4 38.0 25.6 4.988 11.22 1.000 4.110 14.946 66.0 11.2 22.8 4.774 8.98 0.898 2.876 8.070 9-36 2 > 36 0-8 8-37 3 > 37 0-9 9-37 4 > 37 70.8 17.2 12.0 4.630 7.90 1.070 2.088 2.056 0-9 49.2 29.2 21.6 5.366 8.18 1.004 4.684 18.656 62.8 15.2 22.0 4.880 4.88 1.314 2.534 12.438 63.6 10.0 26.4 4.610 6.60 1.232 2.788 3.430 9-36 > 36 5 Keterangan: KTK = Kapasitas Tukar Kation; P-ex = Phosphat tersedia; KH = Konduktivitas Hidrolik (kemampuan tanah menghantar air). 12 Erwin Masrul Harahap: Peranan Tanaman Kelapa Sawit Pada Konservasi Tanah Dan Air, 2007. Peranan Tanaman Kelapa Sawit pada Konsevasi Tanah dan Air Tanah Aceh Tamiang terbentuk dari bahan induk yang berkembang dari batuan kapur yang kaya dengan kation Ca dan Mg. Dengan demikian partikel liat cenderung lebih banyak terbentuk akibat dari mineral ini didomonasi dengan mineral-mineral yang sangat mudah melapuk dan tanah yang terbentuk adalah tanah-tanah yang padat dengan pori-pori makro hampir tidak ada sehingga sukar untuk melewatkan air drainase terutama pada horizon bawah tanah (Tabel 6). Pada horizon 2 dan 3 kelihatan bahwa kandungan liat lebih besar dari 50% yang menunjukkan bahwa pada lapisan ini memiliki tekstur berat sebagai akibat dari peristiwa erosi belum pernah terjadi pada kedua horizon ini. Pada horizon 1 kelihatan kandungan liat sudah menurun atau lebih kecil dari 50% yang menunjukkan proses erosi sudah berlangsung yang ditandai dengan banyaknya fraksi liat yang berkurang. Dengan adanya aktivitas perakaran dan suplai bahan organik pada lapisan permukaan struktur ini dapat lebih gembur dan meningkatkan kapasitas infiltrasi dan kemampuan tanah menahan air. 4.2. Struktur Tanah Struktur tanah adalah susunan ikatan butir primer ke dalam butir sekunder atau agregat. Susunan butir-butir primer tersebut menentukan tipe struktur tanah. Tanah-tanah yang berstruktur kersai atau granular lebih terbuka dan lebih sarang dan akan menyerap air lebih cepat dari pada yang berstruktur dengan susunan butir-butir primernya lebih rapat. Terdapat dua aspek struktur yang penting dalam hubungannya dengan erosi, yaitu (1) sifat-sifat fisika-kimia liat yang menyebabkan terjadinya flokkulasi, dan (2) adanya bahan pengikat butir-butir primer sehingga terbentuk agregat yang mantap. Dengan demikian pembentukan struktur tanah dipengaruhi oleh jenis kation yang teradsorpsi oleh liat dan adanya bahan pengikat. Liat yang jenuh dengan ion-ion Ca dan Mg akan terflokkulasi sedangkan yang jenuh dengan ion-ion Na akan terdispersi. Di samping itu kation Ca dan Mg serta basa-basa bervalensi dua lainnya juga berperan sebagai pengikat. Tanah Aceh Tamiang terbentuk dari bahan induk yang berkembang dari batuan kapur yang kaya dengan kation Ca dan Mg. Dengan demikian partikel liat cenderung berflokkulasi karena daerah double layer-nya didominasi oleh kation Ca dan Mg. Dampaknya struktur tanah yang terbentuk adalah tanah-tanah yang padat dengan pori-pori makro hampir tidak ada sehingga sukar untuk melewatkan air drainase terutama pada horizon bawah tanah. Dengan adanya aktivitas perakaran dan suplai bahan organik struktur ini dapat lebih gembur dan meningkatkan kapasitas infiltrasi dan kemampuan tanah menahan air contohnya pada lapisan permukaan. Erwin Masrul Harahap: Peranan Tanaman Kelapa Sawit Pada Konservasi Tanah Dan Air, 2007. 13 Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara Struktur tanah yang demikian ini menyebabkan horizon bawah akan memiliki bulk density yang tinggi dan menyulitkan akar tanaman berkembang pada horizon ini, terutama tanaman kayu-kayuan. Pada akhirnya tanah-tanah yang karakteristiknya demikian apabila tanaman kayu-kayuannya habis diambil akan menyebabkan pertumbuhan kembali (reforestry) akan sangat sukar terjadi, yang akhirnya akan terciptalah tanah-tanah kritis di mana tanah didomonasi oleh alang-alang dan rerumputan. 4.3. Bahan Organik Tanah Bahan organik berupa daun, ranting dan sebagainya yang belum hancur dan menutupi permukaan tanah, merupakan pelindung tanah terhadap kekuatan perusak butir-butir hujan yang jatuh. Bahan organik tersebut juga menghambat aliran air di atas permukaan tanah sehingga mengalir dengan lambat. Bahan organik yang telah mengalami pelapukan mempunyai kemampuan menyerap dan menahan air yang tinggi. Bahan organik dapat menyerap air sebesar dua sampai tiga kali beratnya, akan tetapi kemampuan ini hanya merupakan faktor kecil dalam pengaruhnya terhadap aliran permukaan. Pengaruh bahan organik dalam mengurangi aliran permukaan terutama berupa perlambatan aliran permukaan, peningkatan infiltrasi dan pemantapan agregat tanah. Bahan organik dalam proses agregasi berperan dalam tiga cara, (1) sebagai bahan perekat yang terletak antara dua partikel liat yang bermuatan negatif sehingga liat tersebut terflokulasi, (2) bahan organik yang berbentuk gelatin dapat membalut partikel-partikel tanah dan apabila terjadi pengeringan akan terbentuk sementasi akibatnya terjadi mikro agregat, (3) bahan organik menjadi sumber energi bagi fungi, dalam pertumbuhan hipe fungi menyatukan mikro-agregat tanah menjadi agregat yang lebih besar, seperti peranan akar tanaman yang berukuran mikroskopis. Secara garis besar peranan bahan organik adalah (1) menjaga kelembaban tanah, (2) menawarkan sifat racun dari Al dan Fe, (3) penyangga hara tanaman, (4) membantu dalam meningkatkan penyediaan hara, (5) menstabilkan temperatur tanah, (6) memperbaiki aktivitas mikroba, (7) memperbaiki struktur tanah, (8) meningkatkan efisiensi pemupukan, (9) mengurangi terjadinya erosi. 4.4. Kedalaman Tanah Kedalaman tanah efektif adalah kedalaman tanah yang baik bagi pertumbuhan akar tanaman, yaitu sampai pada lapisan yang tidak dapat ditembus oleh akar tanaman. Lapisan tersebut dapat berupa lapisan padas 14 Erwin Masrul Harahap: Peranan Tanaman Kelapa Sawit Pada Konservasi Tanah Dan Air, 2007. Peranan Tanaman Kelapa Sawit pada Konsevasi Tanah dan Air keras, padas liat, padas rapuh, atau lapisan phlintite. Kedalaman efektif tanah diklasifikasikan lebih dari 90 cm sebagai dalam, 50–90 cm sebagai sedang, 25–50 cm sebagai dangkal, dan kurang dari 25 cm sebagai sangat dangkal. Tanah-tanah yang dalam dan permeabel kurang peka terhadap erosi dari pada tanah-tanah yang permeabel tetapi dangkal. Kedalaman tanah sampai lapisan kedap air menentukan banyaknya air yang dapat diserap tanah dan dengan demikian mempengaruhi besarnya aliran permukaan. Suatu kedalaman tanah yang cukup harus dipelihara agar didapatkan produksi tanaman yang sedang sampai tinggi. Kedalaman tanah sangat kritis pada tanah dangkal yang terletak di atas substrata yang belum melapuk seperti batuan beku. Tanah-tanah demikian ini toleransinya terhadap kerusakan kurang dari pada tanah dengan kedalaman yang sama dan terletak di atas substrata yang telah melapuk atau lebih lembut. Kehilangan tanah oleh erosi menyingkapkan lapisan bawah yang memerlukan waktu dan perlakuan yang baik untuk dapat menjadi media pertumbuhan yang baik bagi tanaman. Jika lapisan yang terungkap tersebut adalah bahan berkapur akan lebih sulit memperbaikinya agar dapat produktif kembali. 4.5. Sifat Lapisan Tanah Sifat lapisan bawah tanah yang menentukan kepekaan erosi tanah adalah permeabilitas lapisan tersebut. Permeabilitas ditentukan oleh tekstur dan struktur tanahnya. Tanah yang lapisan bawahnya bertekstur granuler dan permeabel kurang peka erosi dibandingkan dengan tanah yang lapisan bawahnya padat dan permeabilitasnya rendah. Tanaman yang tumbuh pada tanah menentukan sifat-sifat lapisan bawah tanah tersebut yang sangat tergantung kepada kemampuan akar tanaman tersebut. Semakin besar kemampuan akar tanaman yang tumbuh ke lapisan bawah akan merubah struktur tanah akibat aktivitas pertumbuhan dan perkembangan akar tersebut. Pada Gambar 1 dapat dilihat lapisan tanah dengan tanaman kebun campuran (dikotil)/kayu-kayuan dan Gambar 2 dapat dilihat lapisan tanah dengan tanaman kelapa sawit (monokotil). Erwin Masrul Harahap: Peranan Tanaman Kelapa Sawit Pada Konservasi Tanah Dan Air, 2007. 15 Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara Gambar 1. Profil Tanah pada Tanaman Kebun Campuran/Hutan Sekunder Pada Gambar 1 pada areal tanah yang ditanam dengan kebun campuran/hutan sekunder, dapat dilihat susunan lapisan (horizon) tanah, di mana pada horizon atas pada kedalaman 0–20 cm struktur tanah cukup poreus akibat dari adanya suplai bahan organik dari sisa-sisa tanaman seperti dedaunan yang gugur ke permukaan tanah dan aktivitas perakaran. Pada lapisan ini kemampuan tanah menahan air cukup baik sesuai dengan banyaknya pori-pori tanah baik mikro maupun makro. Tetapi lapisan lebih besar dari 20 cm struktur tanahnya menjadi lebih padat sehingga pori-pori makro semakin sedikit dan yang tersisa adalah pori-pori mikro yang sukar dilewati oleh air. Dengan demikian infiltrasi tanah juga menurun yang berakibat aliran permukaan pada daerah ini akan meningkat yang juga berarti peningkatan proses erosi dan degradasi tanah. Pada Gambar 2 pada areal tanah yang ditanam dengan kelapa sawit, dapat dilihat susunan lapisan (horizon) tanah, di mana pada horizon atas pada kedalaman 0–20 cm struktur tanah cukup poreus akibat dari adanya suplai bahan organik dari sisa-sisa tanaman seperti dedaunan yang gugur ke permukaan tanah dan aktivitas akar serabutnya. Pada lapisan ini kemampuan tanah menahan air cukup baik sesuai dengan banyaknya poripori tanah baik mikro maupun makro. Pada lapisan lebih besar dari 20 cm struktur tanahnya masih baik akibat dari aktivitas perakaran masih 16 Erwin Masrul Harahap: Peranan Tanaman Kelapa Sawit Pada Konservasi Tanah Dan Air, 2007. Peranan Tanaman Kelapa Sawit pada Konsevasi Tanah dan Air kelihatan sehingga pori-pori makro dan pori-pori mikro walaupun sudah berkurang dibandingkan dengan horizon permukaan, tetapi masih cukup untuk meningkatkan infiltrasi tanah. Dengan demikian tanah yang ditanami dengan kelapa sawit akan lebih baik kapasitas infiltrasi tanahnya dibandingkan dengan tanah yang ditanam dengan tanaman kayu-kayuan di mana perakarannya tidak mencapai lapisan bawahnya. Dampaknya aliran permukaan pada daerah ini akan menurun yang juga berarti penurunan proses erosi dan degradasi tanah. Gambar 2. Profil Tanah pada Areal Tanaman Kelapa Sawit Pengukuran infiltrasi tanah yang ditanami kelapa sawit berumur 6 tahun kelihatan pada daerah dekat pangkal batang paling cepat, ini menunjukkan adanya kegiatan akar tanaman. Sedangkan pada jarak lebih besar dari 1,5 m infiltrasi semakin menurun yang menunjukkan bahwa aktivitas perakaran masih belum maksimal. Harahap (2003) mengatakan bahwa akar kelapa sawit yang tumbuh normal akan mencapai kedalaman 2-5 m dari pangkal batang, tergantung dari berat ringannya tekstur tanah (Tinker, 1976; Fatmawaty dan Ginting, 1987, dan Hartley, 1987) dan secara horizontal dapat mencapai lebih dari 4,5 m dari pangkal batang pada lapisan tanah atas (Jourdan dan Rey, 1997). Semakin bertambah umur tanaman kelapa sawit, sistem perakarannya akan memenuhi seluruh horizon tanah, dengan demikian permeabilitas lapisan tanah bawah semakin baik dan kemampuan tanah menahan air semakin banyak. Harahap (1999) ketebalan tanah 0-1 Erwin Masrul Harahap: Peranan Tanaman Kelapa Sawit Pada Konservasi Tanah Dan Air, 2007. 17 Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara m merupakan lapisan tanah yang mengandung kadar unsur hara tertinggi dengan lapisan tanah yang lebih dalam lagi. Pada lapisan ini perkembangan perakaran mencapai puncaknya pada umur tanaman 10 tahun kemudian akar yang tumbuh dan yang mati sudah sama sehingga tidak ada lagi pertambahan akar. Dihubungkan dengan produktivitas tanaman tercapai pada saat tanaman mulai berumur 9 tahun, dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai produk tertinggi umur 0-8 tahun adalah umur kritis yang harus diperhatikan dalam pengelolaan kelapa sawit. Tabel 7. Hasil Pengukuran Infiltrasi Air pada Lahan yang Ditanami dengan Tanaman Kelapa Sawit di Kebun Pulau Tiga PT Perkebunan Nusantara I Kabupaten Aceh Tamiang Jarak dari Pangkal Batang Kelapa sawit Infiltrasi mm/jam 1 2 3 4 5 0 – 0,5 m 24 23 19 29 27 0,5 – 1,5 m 13 12 11 19 21 1,5 – 2,5 m 6 9 6 8 20 2,5 – 3,5 m 3 5 5 5 5 3,5 – 4,5 m 3 2 1 5 5 4.6. Tingkat Kesuburan Tanah Perbaikan kesuburan tanah akan memperbaiki pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan tanaman yang lebih baik akan memperbaiki penutupan tanah yang lebih baik, dan lebih banyak sisa tanaman yang kembali ke tanah setelah panen. Secara umum, jumlah bahan organik berupa sistem perakaran sebanding dengan pertumbuhan bagian di atas tanah. Artinya semakin baik pertumbuhan perakaran tanaman maka semakin baik pula pertumbuhan tajuk tanaman dan produksi sisa-sisa tanaman ke permukaan tanah. Harahap (1999) menyatakan bahwa kemampuan akar kelapa sawit berkembang pada tanah sangat tergantung pada umur tanaman, karena dengan makin bertambah umur perkembangan akar pun semakin luas. Di samping itu tergantung juga dengan subur tidaknya tanaman kelapa sawit, tanaman yang tumbuh subur maka kemampuan akarnya tumbuh dan berkembang makin baik. V. SEJARAH KELAPA SAWIT DI INDONESIA Tanaman kelapa sawit masuk ke Indonesia pada tahun 1848 ditanam di Kebun Raya Bogor. Pada tahun 1911 dimulailah era perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara dengan dibukanya kebun di Tanah Itam Ulu oleh Maskapai Oliepalmen Cultuur, di Pulau Raja oleh Maskapai Huilleries de Sumatera-RCMA, di Sungai Liput oleh Cultuur Mij Mapoli, di Tanjung 18 Erwin Masrul Harahap: Peranan Tanaman Kelapa Sawit Pada Konservasi Tanah Dan Air, 2007. Peranan Tanaman Kelapa Sawit pada Konsevasi Tanah dan Air Genteng oleh Palmbomen Cultuur Mij, dan lain-lainnya. Sampai tahun 1915 baru mencakup areal seluas 2.715 ha, ditanam bersama dengan kultura lain seperti kopi, kelapa, karet, dan tembakau. Pada tahun 1916 ada 16 perusahaan di Sumatera Utara dan 3 perusahaan di Pulau Jawa. Pada tahun 1920 sudah ada 25 perusahaan yang menanam kelapa sawit di Sumatera Timur, 8 di Aceh dan 1 di Sumatera Selatan yaitu Taba Pingin dekat Lubuk Linggau. Sampai tahun 1939 telah tercatat ada 66 perkebunan dengan luas areal 100.000 ha. Masa pendudukan Jepang (1942–1957) merupakan yang paling sulit dan hal ini berlanjut sampai masa ambil alih. Rehabilitasi perkebunan yang dilakukan pemiliknya setelah pengambil alihan tidak banyak dapat mengembalikan situasi sebelum perang dunia ke II. Walaupun luas areal sudah dapat dikembalikan tetapi produksi per ha sangat rendah. Jika sebelum perang produksi lebih 3 ton minyak/ha maka sampai 1957 belum mencapai 2 ton/ha (Lubis, 1992). Tabel 8. Distribusi Luas Areal Kelapa Sawit di Indonesia 1967 Pulau Sumatera PTPN 65.57 SWASTA 40.23 2005 RAKYAT Na Total 105.8 PTPN SWASTA RAKYAT Total 572.380 2.222.060 1.675.170 4.469.610 1.073.720 Kalimantan Na Na Na Na 67.270 715.990 290.460 Sulawesi Na Na Na Na 27.380 85.300 48.550 161.230 lain-lain Na Na Na Na 34.250 25.290 42.160 101.700 701.280 3.048.640 2.056.340 5.806.260 Total 65.57 40.23 105.8 Sumber: Darmosarkoro (2006). Keterangan: PTPN = PT Perkebunan Nusantara. Pada tahun 2005 luas areal telah mencapai 5.806.260 ha yang dimiliki oleh Negara (PT Perkebunan Nusantara), swasta (asing dan nasional) dan rakyat Tabel 8. Produksi CPO dengan luas areal tanaman yang menghasilkan 3.670.000 ha telah mencapai 13.800.000 ton yang menempatkan Indonesia menjadi negara penghasil CPO nomor dua di dunia setelah Malaysia. Untuk masa yang akan datang dengan bertambahnya luas areal yang menghasilkan maka Indonesia akan menjadi negara terbesar memproduksi CPO di dunia (Tabel 9). Dengan melaksanakan program intensifikasi maka produksi CPO itu akan meningkat lebih besar lagi terutama pada lahan perkebunan kelapa sawit rakyat yang produktivitasnya masih sangat rendah dibandingkan dengan produktivitas perkebunan negara dan swasta. Dilihat dari potensi luas lahan yang tersedia di Indonesia yang sesuai untuk program ekstensifikasi atau perluasan areal perkebunan kelapa sawit, maka Indonesia memiliki kemungkinan (potensi) memperluas areal kelapa sawitnya sampai lima kali lipat dari luas areal yang telah ada saat ini (Tabel 10). Sementara negara Malaysia sebagai kompetitor Indonesia dalam memproduksi CPO tidak memiliki potensi areal perluasan lagi. Dengan Erwin Masrul Harahap: Peranan Tanaman Kelapa Sawit Pada Konservasi Tanah Dan Air, 2007. 19 Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara demikian potensi Indonesia sebagai negara penghasil CPO terbesar di dunia peluangnya sangat besar. Isu strategis tentang biodiesel/biofuel yang salah satu bahan dasarnya dapat dibuat dari CPO membuat tanaman ini menjadi primadona untuk agrobisnis/agroindustri. Pada akhirnya harga jual CPO sangat tergantung kepada harga minyak bumi, semakin tinggi dan langka minyak bumi maka harga CPO juga akan meningkat akibat dari kemampuannya menjadi subsitusi sebagai bahan pengganti minyak diesel yang dapat diperbaharui. Tabel 9. Luas Areal Kelapa Sawit (Tanaman Menghasilkan x 1000 ha) dan Produksi Minyak Sawit (CPO x 1000 ton) Dunia Negara 1985 Areal Indonesia 1995 CPO Areal 2005 CPO Areal CPO 341 1.179 1.129 4.040 3.670 13.800 Malaysia 1.125 4.133 2.167 7.811 3.610 14.961 Thailand 49 89 139 354 280 585 Nigeria 203 269 350 630 370 800 Ivory Coast 109 180 161 290 160 270 40 120 117 387 170 655 Columbia Lain-lain Total 408 921 618 1.498 898 2.448 2.275 6.891 4.681 15.010 9.158 33.519 Sumber: Darmosarkoro (2006). VI. PERANAN KELAPA SAWIT DALAM MENGENTASKAN KEMISKINAN Produktivitas tanaman kelapa sawit dengan pertumbuhan yang baik sekitar 24 ton Tandan Buah Segar (TBS)/ha atau 2 ton TBS/ha/bulan dan dapat mencapai sampai 36 ton TBS/ha atau 3 ton TBS/ha/bulan. Dengan harga Rp 1.000,-/kg TBS, maka hasilnya menjadi Rp 2.000.000,-/ha atau Rp 3.000.000,-/ha. Apabila per Kepala Keluarga (KK) dapat diberikan lahan seluas 2 ha, maka setiap KK akan mendapat penghasilan Rp 48.000.000,- sampai Rp 72.000.000,-kotor, dipotong 30% biaya pupuk dan manajemen fee, maka setiap KK memperoleh pendapatan bersih Rp 33.600.000,-/tahun atau Rp 2.800.000,-/bulan sama dengan gaji seorang profesor sampai Rp 54.400.000,-/tahun atau Rp 4.200.000,-/bulan lebih besar dari gaji seorang profesor. Dari sini dapat dikatakan program reformasi agraria dalam rangka meningkatkan pendapatan petani miskin dapat dikombinasikan dengan pembangunan perkebunan kelapa sawit dalam pola plasma. Berhubung rakyat yang akan diberikan lahan plasma ini pada umumnya adalah yang pengetahuan tentang teknologi bercocok tanam kelapa sawit tidak ada, maka lahan tersebut dilola oleh lembaga yang sudah memiliki 20 Erwin Masrul Harahap: Peranan Tanaman Kelapa Sawit Pada Konservasi Tanah Dan Air, 2007. Peranan Tanaman Kelapa Sawit pada Konsevasi Tanah dan Air teknologi yang baik tentang pengelolaan kebun kelapa sawit. Untuk menjamin agar kebun plasma teknologi budidayanya tidak menurun apabila lahan kelapa sawit dibagikan kepada petani plasma yang pengetahuan tentang bercocok tanam kelapa sawit minim, maka pengelolaan lahan plasma tetap dilaksanakan oleh lembaga yang membangun kebun kelapa sawit tersebut dari awal. Sementara rakyat peserta plasma yang mau kerja di lahan perkebunan diberi gaji sesuai dengan pekerjaannya dan memperoleh hasil pembagian setiap bulannya sesuai dengan besarnya produksi kebun dikurangi biaya produksi dan manajemen fee yang dikeluarkan oleh lembaga pengelola kebun kelapa sawit. Dengan demikian tanaman kelapa sawit tetap dikelola dengan baik tidak seperti kondisi tanaman kelapa sawit yang telah diserahkan ke petani plasma selama ini yang kelihatan pertumbuhan dan produksinya tidak lagi baik. Potensi yang besar untuk mengembangkan kebun kelapa sawit di Indonesia berada di Pulau Sumatera (Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan), Pulau Kalimantan (Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur), Pulau Papua (Irian Barat) dan provinsi lain yang potensinya di bawah satu juta hektar. Potensi lahan yang sesuai untuk komoditi kelapa sawit seluas 31.770.680 ha (Tabel 10) dan baru dimanfaatkan sampai saat ini seluas 5.447.562 ha, dengan demikian potensi perluasan areal seluas 26.323.118 ha atau lima kali lipat lebih. Apabila 10 juta ha dapat dibagikan kepada rakyat miskin di mana untuk setiap kepala keluarga dapat memperoleh lahan kebun kelapa sawit seluas 2 ha, maka dapat mengentaskan kemiskinan sebanyak 5 juta kepala keluarga atau sekitar 20 juta rakyat yang berada di bawah garis kemiskinan. Melihat potensi lahan yang dapat dikembangkan menjadi kebun kelapa sawit jelas kelihatan bahwa untuk program revitalisasi pertanian pengembangan kelapa sawit sangat mendukung terutama untuk wilayah Indonesia Tengah dan Barat yang secara tidak langsung akan mempercepat pertumbuhan ekonomi regional daerah tersebut. Kegiatan ini akan berdampak pengurangan kemiskinan, penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan regional, peningkatan kesejahteran rakyat dan pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan per kapita negara. Untuk merealisasikan program ini dibutuhkan kegiatan identifikasi dan inventarisasi sumber daya lahan yang sesuai untuk pengembangan kelapa sawit secara tepat dengan bantuan pendekatan Geography Informasi Sistem (GIS) dan citra satelit atau penginderaan jauh. Dengan data-data tersebut akan memudahkan investor untuk masuk ke agribisnis kelapa sawit ini, karena data-data tersebut dibutuhkan penanam modal yang Erwin Masrul Harahap: Peranan Tanaman Kelapa Sawit Pada Konservasi Tanah Dan Air, 2007. 21 Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara memiliki teknologi untuk berkolaborasi dengan rakyat atau terjadi kerjasama antara kebun inti (investor) dengan plasma (rakyat). Pemerintah Indonesia pun mudah untuk membangun prasarana dan sarana dalam mendukung pengembangan kebun kelapa sawit ini. Tabel 10. Distribusi Potensi Indonesia No Areal untuk Perluasan Kelapa Sawit di Provinsi Potesi Areal Aktual Areal Potensi (ha) (ha) Perluasan (ha) 1 Nangroe Aceh Darusalam 653.200 268.239 384.871 2 Sumatera Utara 1.299.600 954.854 344.746 3 Sumatera Barat 662.980 307.166 355.814 4 Riau 3.933.440 1.370.284 2.563.156 5 Jambi 2.275.570 457.452 1.818.118 6 Sumatera Selatan 1.999.330 515.371 1.483.959 7 Bangka Belitung 689.740 96.702 593.038 8 Bengkulu 291.290 82.496 208.794 9 Lampung 475.070 138.198 336.872 10 DKI Jakarta 11 Jawa Barat 230.950 6.242 224.708 12 Banten 83.290 19.548 63.742 13 Jawa Tengah 14 DI Yogyakarta 15 Jawa Timur 16 Bali 17 Nusa Tenggara Barat 18 Nusa Tenggara Timur 19 Kalimantan Barat 2.137.000 455.814 1.681.186 20 Kalimantan Tengah 3.855.100 244.281 3.610.819 21 Kalimantan Selatan 1.306.280 143.321 1.162.959 22 Kalimantan Timur 4.906.470 206.137 4.700.333 23 Sulawesi Utara 24 Gorontalo 25 Sulawesi Tengah 300.000 43.762 256.238 26 Sulawesi Selatan 273.000 80.630 192.370 27 Sulawesi Tenggara 14.370 4.106 10.264 28 Maluku 29 Maluku Utara 30 Papua (Irian Jaya) 6.384.000 52.872 6.331.128 Luas Total (ha) 31.770.680 5.447.562 26.323.118 Sumber: Dirjen Bina Produksi Perkebunan, Departemen Pertanian (2004). Pengaruh kelapa sawit terhadap tanah terutama persentase ruang pori dapat dilihat pada Tabel 11, di mana semakin bertambah umur kelapa sawit maka terjadi perubahan persentase ruang pori tanah yang semakin meningkat. Perubahan persentase ruang pori yang semakin meningkat menunjukkan bahwa kemampuan tanah menyerap air semakin meningkat juga (Tabel 7). Penambahan persentase ruang pori ini disebabkan oleh aktivitas 22 akar kelapa sawit, di mana semakin banyak Erwin Masrul Harahap: Peranan Tanaman Kelapa Sawit Pada Konservasi Tanah Dan Air, 2007. akar atau Peranan Tanaman Kelapa Sawit pada Konsevasi Tanah dan Air perkembangan akar semakin giat, maka kelihatan infiltrasi air pun semakin meningkat dan hal ini akan sejalan dengan peningkatan persentase poripori tanah yang pada akhirnya berdampak kepada kemampuan tanah menahan air (water holding capacity) yang meningkat juga. Kemampuan tanaman kelapa sawit inilah yang menyebabkan pada daerah yang dulu sebelum ditanam dengan kelapa sawit sering kekeringan, maka setelah ada tanaman kelapa sawit air yang dulunya hilang bersama aliran permukaan menjadi tertinggal di dalam tanah sehingga pada musim kering persediaan air tanah masih cukup tinggi untuk memenuhi kebutuhan tanaman kelapa sawit. Dengan semakin banyaknya air yang terserap ke dalam tanah secara tidak langsung akan mengurangi air yang mengalir ke sungai pada saat hujan turun dan mengurangi kemungkinan terjadinya banjir pada sungai yang mengalir pada daerah tersebut. Kondisi ini terbukti pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Barumun, setelah daerah tangkapan air hujannya banyak dikonversi dengan kelapa sawit maka hidrografnya menjadi membaik yaitu pada musim hujan tidak banjir dan pada musim kemarau air masih cukup banyak mengalir. Tipe hidrograf inilah yang dikehendaki oleh konservasi tanah dan air, pengurangan aliran permukaaan berarti pengurangan erosi tanah berarti terjadi konservasi tanah, dan pada musim kemarau persediaan air masih cukup banyak yang berarti konservasi air. Tabel 11. Persentase Ruang Pori setiap Horison Tanaman Kelapa Sawit 0, 4, dan 13 Tahun Lapisan Tanah 0 tahun 1 2 3 4 24,26 25,65 26,87 23,45 Tanah Kelapa Sawit Umur 4 tahun (%) 36,92 31,98 32,72 25,19 pada Umur 13 tahun 38,99 33,18 32,45 29,13 VII. KESIMPULAN Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kelapa sawit merupakan tanaman yang memenuhi syarat sebagai tanaman konservasi. Tanaman kelapa sawit memiliki kemampuan merehabilitasi tanah dan memperbaiki tata air, memberikan penghasilan yang cukup bagi petani yang bergerak di agrobisnis ini sehingga mereka dapat merancang masa depan anak-anaknya, agribisnis kelapa sawit ini dapat menyediakan bahan baku industri secara cukup dan terus menerus. Dengan demikian jelas tanaman kelapa sawit ini merupakan rahmat dari Allah SWT untuk Erwin Masrul Harahap: Peranan Tanaman Kelapa Sawit Pada Konservasi Tanah Dan Air, 2007. 23 Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara Indonesia yang memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan agribisnis ini dan potensi ini tidak dimiliki oleh negara-negara lainnya di dunia ini. Hadirin yang saya muliakan, Sebelum mengakhiri pidato ini, perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, SpA(K) Rektor Universitas Sumatera Utara, Abanganda Prof. Dr. Ir. Sumono, MS Pembantu Rektor I, temanku sejak dari tingkat satu di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Ir. Isman Nuriadi Pembantu Rektor V dan seluruh Dewan Guru Besar Universitas Sumatera Utara atas segala bantuannya hingga saya dapat dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap pada Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian (FP) USU pada hari ini. Terima kasih juga saya sampaikan kepada seluruh Sivitas Akademika Fakultas Pertanian USU: Dekan, para Wakil Dekan, Ketua dan Sekretaris Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian USU, para dosen, pegawai serta mahasiswa Fakultas Pertanian USU umumnya dan khususnya Departemen Ilmu Tanah FP-USU yang telah bekerjasama dan mendoakan sehingga saya dapat dikukuhkan sebagai Guru Besar. Kepada guru-guru saya sejak sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas dengan tulus saya ucapkan terimakasih, jasa Bapak dan Ibu akan saya kenang sepanjang hayat dikandung badan. Keberhasilan saya juga tidak lepas dari pengorbanan yang tulus Almarhum Ayahanda Haji Luthan Harahap dan Almarhumah Ibunda Hajjah Tiolimas Batubara yang telah mengasuh dan membesarkan, mendidik, mengajar, dan membimbing saya sejak kecil dengan penuh kesabaran dan ketulusan tanpa mengenal lelah sehingga saya menjadi Guru Besar pada Fakultas Pertanian USU, saya menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Atas segala pengorbanan dari Ayahanda dan Ibunda semoga Allah SWT memberikan balasan, kebaikan berlipat ganda, serta mudah-mudahan diampukan segala dosa-dosanya, dan ditempatkan pada tempat yang sebaik-baiknya di sisi Allah SWT, Amiin ya Rabbal Alaamin. Kepada kedua mertua, khususnya Almarhum Ayahanda Drs. Haji Anas Machmud yang telah banyak memberi nasihat dan motivasi kepada saya sehingga menimbulkan cita-cita untuk menjadi Guru Besar. Beserta Ibunda 24 Erwin Masrul Harahap: Peranan Tanaman Kelapa Sawit Pada Konservasi Tanah Dan Air, 2007. Peranan Tanaman Kelapa Sawit pada Konsevasi Tanah dan Air Hajjah Zulhidjdjah Zen telah mengasuh dan membesarkan, mendidik, mengajar dan membimbing istri saya sejak kecil dengan penuh kesabaran dan ketulusan tanpa mengenal lelah sehingga istri saya menjadi seorang istri yang solehah yang menyokong sepenuhnya karier suami sampai menjadi Guru Besar Fakultas Pertanian USU, saya menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Atas segala pengorbanan Almarhun Ayahanda semoga Allah SWT memberikan balasan, kebaikan berlipat ganda, serta mudah-mudahan diampuni segala dosa-dosanya dan ditempatkan pada tempat yang sebaik-baiknya di sisi Allah SWT, Amiin ya Rabbal Alaamin. Atas pengorbanan Ibunda saya mengucapkan terima kasih semoga Allah SWT memberikan rahmat, hidayah dan rida-Nya kepada beliau, diberi umur panjang untuk mendampingi kami anak-anaknya yang masih membutuhkan bimbingan dan nasihat-nasihat dari beliau. Kepada Dra. Siti Awan Lubis, nantulang saya, yang membawa saya setelah tamat SD ke Yogyakarta, beliaulah yang menggembleng saya sehingga berhasil menempuh studi di SMP dan meletakkan dasar-dasar agar saya memiliki cita-cita setinggi-tingginya sehingga pada hari ini cita-cita tersebut terwujud menjadi Guru Besar di Fakultas Pertanian USU. Kepada beliau terimalah sembah sujud ananda dan terima kasih atas kesabaran dan pengorbanan nantulang, dan kepada Allah saya doakan nantulang diberi umur panjang dan masih mau memberi nasihat kepada ananda untuk menghadapi masa-masa yang akan datang. Yang tak mungkin terlupakan istri tercinta Marni Zuliana, SPd, ananda tersayang Emirza Henderlan Harahap, SH, Citra Marwina Harahap, Siti Nurhalijah Harahap, Erniyanti Marwina Harahap, Lutfi Henderlan Harahap, dan Yeni Santia Pitaloka Harahap terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala perhatian, pengorbanan, kesabaran, dorongan yang kuat dan bimbingan serta doanya yang tulus ikhlas, sejak studi di IPB Bogor yang penuh tantangan dan rintangan, hingga pengukuhan ini dan seterusnya sampai maut menjemput kita. Amiin ya Rabbal Alaamin. Kepada seluruh keluarga, kaum famili serta handai tolan yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, namun telah banyak memberikan dorongan dan semangat kepada saya, pada kesempatan ini saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Akhirnya kepada seluruh panitia pengukuhan yang telah mempersiapkan upacara ini dengan sebaik-baiknya saya ucapkan terima kasih. Buat seluruh adik-adik mahasiswa, tingkatkan prestasi dan semangat dalam menuntut ilmu. Kepada seluruh hadirin yang saya hormati yang dengan penuh Erwin Masrul Harahap: Peranan Tanaman Kelapa Sawit Pada Konservasi Tanah Dan Air, 2007. 25 Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara kesabaran dan perhatian selama mengikuti upacara pengukuhan ini, juga saya ucapkan terima kasih. Semoga Allah SWT, senantiasa memberi hidayah, taufik dan rahmat-Nya kepada kita semua. Amiin ya Rabbal Alaamin. Saya mohon maaf jika terdapat kesilapan dalam pidato pengukuhan ini, itu adalah kesalahan saya sebagai seorang hamba Allah yang lemah penuh dengan segala kekurangan, dan kalaupun ada kebenaran, itu adalah semata-mata kebenaran dari Allah SWT. Wabillahi taufik wal hidayah, Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. 26 Erwin Masrul Harahap: Peranan Tanaman Kelapa Sawit Pada Konservasi Tanah Dan Air, 2007. Peranan Tanaman Kelapa Sawit pada Konsevasi Tanah dan Air DAFTAR PUSTAKA Arya, L. M., B. Rusman, IPG. Widjaya-adhi, A. Sofyan, and T. Dierolf, 1992. Effects of Deep Placement of Lime on Soil Properties, Root Growth, Water Availability, and Crop Production in Acid Upland Soil of Sintiung, West Sumatera, Indonesia. Pembr. Pen. Tanah dan Pupuk No. 10: 21-33. Bruce, R. R., G. W. Langdale, L. T. West, and W. P. Miller, 1992. Soil Surface Modification by Biomass Inputs Affecting Rainfall Infiltration. Soil Sci. Am. J. 56: 1614-1620. Chan, K. W., 1977. A Rapid Method for Studying the Root Distribution of Oil Palm, and Its Application. The Proceedings of the Malaysian International Agriculture Oil Palm Conference 1976, Kuala Lumpur, Ed. D. A. Earp and W. Newall. Darmosarkoro, W., 2006. Towards Sustainable Oil Palm Industry in Indonesia. 19–23 June 2006, International Oil Palm Conference. Indonesian Oil Palm Research Institute, Nusa Dua-Bali, Indonesia. Fatmawaty dan G. Ginting, 1987. Morfologi Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Pusat Penelitian Marihat, Pematang Siantar, Indonesia. Harahap, E. M., 1999. Perkembangan Akar Tanaman Kelapa Sawit pada Tanah Terdegradasi di Sosa Tapanuli Selatan Sumatera Utara (Disertasi S3 tidak dipublikasikan) Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Harahap, E. M., 2000. Perubahan Sifat Fisika Tanah Terdegradasi Akibat Penanaman Kelapa Sawit di Sosa Sumatera Utara. Jurnal Agrista, Vol. 4 No. 2. Harahap, E. M., 2001. Rehabilitasi Tanah Terdegradasi dengan Penanaman Kelapa sawit di Sosa Tapanuli Selatan Sumatera Utara. Prosiding Masyarakat Konservasi Tanah dan Air (MKTI), Medan. Harahap, E. M., 2001. Pengaruh Kerapatan Lindak Tanah terhadap Perkembangan Akar Kelapa Sawit. Jurnal Penelitian Pertanian, Vol. 20, No. 1, Juni 2001. Hartley, C. W. S., 1977. The Oil Palm, Second Edition, Tropical Agriculture Series, Longman, London and New York. Erwin Masrul Harahap: Peranan Tanaman Kelapa Sawit Pada Konservasi Tanah Dan Air, 2007. 27 Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara Jama, B.,R. J. Buresh, J. K. Ndufa, and K. D. Sheperd, 1998. Vertical Distribution of Roots and Soil Nitrate: Tree Species and Phosphorus Effects. Soil Sci. Am. J. 62:280-286. Jourdan, C., and H. Rey, 1997. Modelling and Simulation of the Architecture and Development of the Oil-palm (Elaeis guineensis Jacq.) Root System: II Estimation of Root Parameters Using the RACINES Postprocessor. Plant and Soil, 190:235-246. Lubis, A. U., 1992. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Indonesia. Pusat Penelitian Perkebunan Marihat-Bandar Kuala, Pematang Siantar, Sumatera Utara. Russell, R. S., 1982. Plant Root Systems: Their Funstion and Interaction with the Soil. McGraw-Hill Book Company (UK) Limited, Maidenhead, Berkshire, England. Siahaan, M. M., Z. Poeloengan, dan A. Panjaitan, 1990. Pengaruh Jumlah Daun terhadap Pertumbuhan Akar dan Produksi Kelapa Sawit. Buletin Perkebunan 21(2): 93-106. Sinukaban, N., 1995. Pentingnya Pola Pertanian Konservasi dalam Pembangunan Pertanian Lahan Kering. Makalah Seminar Pilmitanas, Bogor. Sitanala, A., 1989. Konsevasi Tanah dan Air. Penerbit Institut Pertanian Bogor, Bogor. Subardja D., Irsal I., Arsil S, 2006. Distribution of Land potential for Oil Palm Extensification in Indonesia. 19–23 June 2006, International Oil Palm Conference. Indonesian Oil Palm Research Institute, Nusa DuaBali, Indonesia. Taylor, D. H., S. D. Nelson and C. F. Williams, 1993. Sub-Root Zone Layering Effects on Water Retention in Sports Turf. Agron. J. 85: 626-630. Torbert, H. A. And C. W. Wood, 1992. Effects of Soil Compaction and Waterfilled Pore Space on Soil Microbial Activity and N Losses. Commun. Soil Sci. Plant Anal. 23(11&12): 1321-1331. Unger, P. W. and T. C. Kaspar, 1994. Soil Compaction and Root Growth. A Review Agron. J. 86:759-766. 28 Erwin Masrul Harahap: Peranan Tanaman Kelapa Sawit Pada Konservasi Tanah Dan Air, 2007. Peranan Tanaman Kelapa Sawit pada Konsevasi Tanah dan Air DAFTAR RIWAYAT HIDUP I. DATA PRIBADI Nama NIP/Karpeg Jabatan Pangkat dan Golongan Tempat/Tgl. Lahir Agama Nama Orang Tua Nama Istri Nama anak Alamat : : : : : : : Dr. Ir. Erwin Masrul Harahap, MS 130 900 677/C.O356086 Guru Besar Pembina/IVa Medan, 28 September 1954 Islam Ayah : H. Luthan Harahap (alm.) Ibu : Hj. Tiolimas Batubara (almh.) : Marni Zuliana, SPd : 1. Emirza Henderlan Harahap 2. Citra Marwina Harahap 3. Siti Nurhalijah Harahap 4. Erniyanti Marwina Harahap 5. Lutfi Henderlan Harahap 6. Yeni Santia Pitaloka Harahap : Jl. Pembanguan No. 50 Helvetia Medan 20124 Telp. (061) 8450632 II. PENDIDIKAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. SD Negeri 16 Medan (1967) SMP Negeri IV Yogyakarta (1969) SMA Negeri I Medan (1972) Sarjana Pertanian USU Medan-Kesuburan Tanah (1980) Magister Sains IPB Bogor-Ilmu Tanah (1991) Doktor IPB Bogor- Ilmu Tanah (1999) III. RIWAYAT JABATAN/PANGKAT/GOLONGAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 1 1 1 1 1 1 1 1 Februari 1981 April 1982 Oktober 1983 Oktober 1987 Oktober 1992 Oktober 1998 Januari 2001 Desember 2006 : : : : : : : : Calon Pegawai Negeri/Gol. IIIa Asisten Ahli Madya/Penata Muda/Gol. IIIa Asisten Ahli/Penata Muda TKt. I/Gol. IIIb Lektor Muda/Penata/Gol. IIIc Lektor Madya/Penata Tkt. I/Gol. IIId Lektor/Pembina/Gol. IVa Lektor Kepala/Pembina/Gol. IVa Guru Besar/Pembina/Gol. IVa Erwin Masrul Harahap: Peranan Tanaman Kelapa Sawit Pada Konservasi Tanah Dan Air, 2007. 29 Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara IV. RIWAYAT PEKERJAAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Asisten Pembantu Dekan III Fakultas Pertanian USU (1981-1983) Staf Pengajar dalam mata kuliah kewiraan (1983–1986) Agronomis PT Rolimex Corp (1982–1988) Staf Pengajar dalam mata kuliah pupuk dan pemupukan (1983–1991) Staf Pengajar dalam mata kuliah konservasi tanah dan air (2000– sekarang) Staf Pengajar dalam mata kuliah fisika tanah (2000–sekarang) Staf Pengajar dalam mata kuliah metodologi penelitian tanah (2000– sekarang) Anggota Senat Fakultas Pertanian USU (2001–2004) Kepala Laboratorium Fisika Tanah dan Konservasi Tanah dan Air (2003– 2006) V. RIWAYAT ORGANISASI - Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI) Masyarakat Konservasi Tanah Indonesia (MKTI) Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Serikat Tani Islam Indonesia (STII) Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) VI. SEMINAR 1. 2. 3. 4. 5. 6. 30 Kongres Nasional Ke V Himpunan Ilmu Tanah Indonesia, tanggal 10 Desember 1989 di Jakarta, sebagai Pembicara. Seminar Sehari Ilmu Tanah diselenggarakan Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian USU, tanggal 17 Oktober 1992, sebagai Pembicara. Lokakarya Identifikasi dan Alternatif Pemecahan Masalah dan Pendidikan diselenggarakan USU, tanggal 13 Desember 1992, sebagai peserta. Expo Hasil Penelitian Tembakau Deli diselenggaraan Balai Penelitian Tembakau Deli PT Perkebunan Nusantara II, tanggal 14 November 1992, sebagai Peserta. Seminar dan Kongres Nasional Gambut II diselenggarakan di Jakarta, tanggal 14 Januari 1993, sebagai peserta. Expo Pengkajian Potensi Pemecahan Hambatan dan Pemetaan Tanah Detail diselenggarakan di Medan, tanggal 29 Juli 1993, sebagai peserta. Erwin Masrul Harahap: Peranan Tanaman Kelapa Sawit Pada Konservasi Tanah Dan Air, 2007. Peranan Tanaman Kelapa Sawit pada Konsevasi Tanah dan Air 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. Diskusi Temu Ilmiah Pengembangan Program Pascasarjana USU diselenggarakan di Medan, tanggal 10 Februari 1994, sebagai peserta. Seminar Pekan Ilmiah: Perencanaan Penggunaan Lahan dalam Menunjang Pertanian Berkelanjutan diselenggarakan di IPB Bogor, tanggal 22 Mei 1995, sebagai peserta. The Conference on Remote sensing ang GIS for Environmental Resources Management diselenggarakan di Jakarta, tanggal 6 Juni 1995, sebagai peserta. Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional ke VI diselenggarakan LIPI di Jakarta, tanggal 21 September 1995, sebagai peserta. Kongres Nasional Ke VI Himpunan Ilmu Tanah Indonesia diselenggarakan di Jakarta, tanggal sebagai peserta. Seminar sehari Kelapa Sawit dan Prospeknya dalam Menghadapi Era Globalisasi diselenggarakan PT Perkebunan Nusantara 4 Kebun Sosa, tanggal 9 Oktober 1996, sebagai pembicara. Seminar sehari Aplikasi Homosopati yang Kondusif terhadap Pengembangan Kelestarian Sumberdaya Alam diselenggarakan di Medan, tanggal 27 Februari 1997, sebagai peserta. Kapita Selekta Andosol Bersama Prof. Dr. Ir. Kim. H. Tan diselenggarakan Pascasarjana USU, tanggal 24 Oktober 1998, sebagai peserta. Lokakarya Teknik Penulisan Karya Ilmiah diselenggarakan Pascasarjana USU, tanggal 4 Desember 1998, sebagai peserta. Kongres Nasional ke VII Himpunan Ilmu Tanah Indonesia diselenggarakan di Bandung, tanggal 4 November 1999, sebagai pembicara. Seminar Unit Pelaksana Riset Fakultas Pertanian USU diselenggarakan di Medan, tanggal 4 Desember 1999, sebagai pembicara. Seminar sehari Ilmu Tanah: sistem Pertanian Konservasi diselenggarakan di Medan, tanggal 14 Desember 1999, sebagai panitia. Lokakarya Pengembangan Budaya Kewirausahaan (entrepreneur) Melalui Integrasi Bahan Ajar (IBA) untuk Dosen Fakultas Pertanian USU Jurusan Ilmu Tanah diselenggarakan di Medan, tanggal 28 Februari 2000 sampai dengan 4 Maret 2000, sebagai pembicara. Kongres ke IV dan Seminar Nasional Masyarakat Konservasi Tanah dan Air Indonesia (MKTI) diselenggarakan di Medan, tanggal 26 Mei 2000, sebagai panitia dan pembicara. Seminar Sehari Peningkatan Potensi Lahan Marginal Fakultas Pertanian Universitas Methodist Indonesia Medan diselenggarakan di Medan, tanggal 24 Juli 2000, sebagai pembicara. Erwin Masrul Harahap: Peranan Tanaman Kelapa Sawit Pada Konservasi Tanah Dan Air, 2007. 31 Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara 22. Diskusi Dwi Bulanan Permasalahan Pemupukan di Perkebunan diselenggarakan Fakultas Pertanian USU, tanggal 24 Februari 2001, sebagai moderator. 23. Seminar yang diselenggarakan oleh Unit Pelaksana Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat (UP3M) FP-UISU diselenggarakan di Medan, tanggal 4 Agustus 2001, sebagai pembicara. 24. Seminar Ilmiah Rehabilitasi Lahan Terdegradasi diselenggarakan Fakultas Pertanian HKBP Nomensen, tanggal 12 Oktober 2001, sebagai pembicara. 25. Seminar Bulanan/Kolokium, UISU Medan diselenggarakan, tanggal 9 Februari 2002, sebagai pembicara. 26. The FourRegional IMT-GT UNINET Conference 2002 Future Scanerio In Biological Research Insights and Co-operation di selenggarakan di Penang Malaysia, tanggal 15 sampai dengan 17 Oktober 2002, sebagai pembicara. 27. Seminar Rancang Bangun Pengembangan Kawasan Agribisnis Terpadu di Daerah Pedesaan Kab. Deli Serdang dan Langkat diselenggarakan di Medan, tanggal 21 Desember 2002, sebagai pembicara. 28. Kongres Nasional ke VIII Himpunan Ilmu Tanah Indonesia “Kearifan Pendayagunaan Sumberdaya Tanah Sebagai Aset Utama Peningkatan Pembangunan Daerah” diselenggarakan di Padang, tanggal 23 Juli 2003, sebagai pembicara. 29. Seminar dalam rangka Dies Natalis 47 Tahun FP-USU diselenggarakan di Medan, tanggal 22 Desember 2003, sebagai peserta. 30. Pertemuan Bimbingan Manajemen Usaha dan Teknis (UP3HP) diselenggarakan Disbun Sumut, tanggal 15 sampai dengan 16 Juli 2004, sebagai pembicara. 31. Seminar Sehari Tentang: Tanggap Kurikulum Prog. Studi Ilmu Tanah, Hasil Penelitian Ilmu Tanah dan Pengenalan GIS diselenggarakan di Medan, tanggal 6 November 2004, sebagai peserta. 32. Pertemuan Teknis Kelapa Sawit 2005 “Peningkatan Produktifitas Kelapa Sawit Melalui Pemupukan dan Pemanfaatan Limbah PKS diselenggarakan di Medan, tanggal 19 sampai dengan 20 April 2005, sebagai peserta. 33. Pertemuan Bimbingan Teknologi Pasca Panen dan Pengolahan Hasil Perkebunan diselenggarakan Disbun Sumut, tanggal 27 Juli 2005, sebagai pembicara. 34. Lokakarya Nasional “Pemuliaan Tanaman” Karet 2005 diselenggarakan di Medan, tanggal 22 sampai dengan 23 November 2005, sebagai peserta. 32 Erwin Masrul Harahap: Peranan Tanaman Kelapa Sawit Pada Konservasi Tanah Dan Air, 2007. Peranan Tanaman Kelapa Sawit pada Konsevasi Tanah dan Air 35. Pelatihan Penetapan Kebutuhan Pupuk dan Kapur Spesifik Lokasi yang Diselenggarakan oleh Prog. Ilmu Tanah FP-USU, tanggal 6 sampai dengan 8 Februari 2006, sebagai narasumber. 36. Fasilitasi Pertemuan Bimbingan Mutu diselenggarakan Disbun Sumut, tanggal 17 sampai dengan 18 April 2006, sebagai pembicara. 37. Semiloka Nasional Sumbangan Pemikiran untuk Penyempurnaan RUU Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian diselenggarakan di Medan, tanggal 16 September 2006, sebagai panitia dan pembicara. 38. Fasilitasi Pertemuan Bimbingan Mutu diselenggarakan Disbun Sumut, tanggal 12 sampai dengan 13 Juni 2006, sebagai pembicara. VII. PUBLIKASI Jurnal Nasional 1. Erwin Masrul Harahap, 1998. The Affect of Salt (NaCl) Fertilizers to Growth and Production of Three variety of Carrot. Majalah Kultura No. 144 Maret 1998. 2. Erwin Masrul Harahap, dan B. H. Dongoran, 1998. Efficiency Application of Nitrogen Fertilizers with Mixing Fetilizers. Majalah Kultura No. 145 Juni 1998. 3. Erwin Masrul Harahap, dan M. D. Ritonga, 1998. Use Possibility of Liquid Waste of Palm Oil Factory as Nitrogen and Potash Fertilizer. Majalah Kultura No. 146 September 1998. 4. Perubahan Sifat Kimia Tanah Terdegradasi Akibat Penanaman Kelapa Sawit di Sosa Sumatera Utara. Jurnal Penelitian Pertanian, Vul. 19 No. 1, Juni 2000. (Terakreditasi). 5. Perubahan Sifat Fisika Tanah Terdegradasi Akibat Penanaman Kelapa Sawit di Sosa Sumatera Utara. Jurnal Agrista, Vol. 4 No. 2, Agustus 2000. (Terakreditasi). 6. Rehabilitasi Tanah Terdegradasi dengan Penanaman Kelapa sawit di Sosa Tapanuli Selatan Sumatera Utara. Prosiding Masyarakat Konservasi Tanah dan Air (MKTI), April 2001. 7. Pengaruh Kerapatan Lindak Tanah terhadap Perkembangan Akar Kelapa Sawit. Jurnal Penelitian Pertanian, Vol. 20, No. 1, Juni 2001. (Terakreditasi). 8. Changes of Physical and Chemical Properties of Marginal Soil as Consequence of Growing Oil Palm in Sosa, North Sumatera. Prosiding IMT-GT, Penang, Malaysia, 2002. 9. Rehabilitasi Kesuburan Tanah Tembakau Deli dengan Pemberian Bahan Organik dari Mimosa Invisa dan Kotoran Ternak. Prosiding Kongres ke VIII HITI 2003. Erwin Masrul Harahap: Peranan Tanaman Kelapa Sawit Pada Konservasi Tanah Dan Air, 2007. 33 Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara Pemakalah pada Seminar 1. Usaha Mengatasi Penguapan Nitrogen dari Urea. Disampaikan pada Seminar dan Kongres Nasional ke V Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI) 10 s.d. 13 Desember 1989 di Medan. 2. Kesuburan Tanah Sosa Tapanuli Selatan Sumatera Utara untuk Perkebunan Kelapa Sawit. Disampaikan pada Seminar Sehari PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Sosa 9 Oktober 1996. 3. Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Tanah Terdegradasi di Sosa Tapanuli Selatan Sumatera Utara Akibat Penanaman Kelapa Sawit. Disampaikan pada Seminar dan Kongres Nasional ke VII Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI) 4 November 1999 di Bandung. 4. Kemampuan Penetrasi Akar Kelapa Sawit pada Beberapa Kerapatan Lindak Tanah. Disampaikan pada Seminar Sehari Unit Pelaksana Riset (UPR) Fakultas Pertanian Sumatera Utara 20 November 1999 di Medan. 5. Kesempatan Berusaha Bagi Lulusan Sarjana Pertanian. Disampaikan pada Lokakarya Pengembangan Budaya Kewirausahaan (Entrepreneur) Melalui Integrasi Bahan Ajar (IBA) untuk Dosen Fakultas Pertanian USU Jurusan Ilmu Tanah 28 Februari 2000 sampai dengan 4 Maret 2000 di Medan. 6. Cara Memproduksi Asam Organik Sebagai Pupuk. Disampaikan pada Lokakarya Pengembangan Budaya Kewirausahaan (Entrepreneur) Melalui Integrasi Bahan Ajar (IBA) untuk Dosen Fakultas Pertanian USU Jurusan Ilmu Tanah 28 Februari 2000 sampai dengan 4 Maret 2000 di Medan. 7. Rehabilitasi Tanah Terdegradasi dengan Penanaman Kelapa Sawit di Sosa Tapanuli Selatan Sumatera Utara. Disampaikan pada Kongres IV dan Seminar Nasional Masyarakat Konservasi Tanah dan Air (MKTI) 26 Mei 2000 di Medan. 8. Degradasi Tekstur dan Struktur Tanah Lapisan Atas Akibat Peristiwa Erosi. Disampaikan pada Seminar Sehari Peningkatan Potensi Lahan Marginal Fakultas Pertanian Universitas Methodist Indonesia Medan. 24 Juli 2000. 9. Changes of Physical and Chemical Properties of Marginal soil as Consequence of Growing Oil Palm in Sosa, North Sumatera. Disampaikan pada Seminar Internasional IMT-GT, Penang, Malaysia. 15 sampai dengan 17 Oktober 2002. 10. Rehabilitasi Kesuburan Tanah Tembakau Deli dengan Pemberian Bahan Organik dari Mimosa Invisa dan Kotoran Ternak. Disampaikan pada Seminar Nasional dan Kongres ke VIII Himpunan Ilmu Tanah (HITI) di Padang 21 sampai dengan 23 Juli 2003. 34 Erwin Masrul Harahap: Peranan Tanaman Kelapa Sawit Pada Konservasi Tanah Dan Air, 2007. Peranan Tanaman Kelapa Sawit pada Konsevasi Tanah dan Air 11. Peluang Askindo dalam Menjalin Kerjasama dengan Petani Perkebunan Kakao Rakyat di Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan. Disampaikan pada Pertemuan Bimbingan Manajemen Usaha dan Teknis UP3HP yang diselenggarakan Dinas Perkebunan Propinsi Sumatera Utara 15 sampai dengan 16 Juli 2004 di Medan. 12. Penanganan Teknologi Pasca Panen Kakao dalam Rangka Menghasilkan Mutu Kakao Rakyat yang Baik. Disampaikan pada Pertemuan Bimbingan Teknologi Pasca Panen dan Pengolahan Hasil Perkebunan yang diselenggarakan Dinas Perkebunan Propinsi Sumatera Utara 27 Juli 2005 di Medan. 13. Upaya-upaya yang Perlu Dilakukan untuk Meningkatkan Mutu Hasil Komoditi Kopi. Disampaikan pada Pertemuan Bimbingan Mutu yang diselenggarakan Dinas Perkebunan Propinsi Sumatera Utara 17 sampai dengan 18 April 2006 di Medan. 14. Perbaikan Teknologi Pra Panen dan Pasca Panen Kopi. Disampaikan pada Pertemuan Bimbingan Mutu yang diselenggarakan Dinas Perkebunan Propinsi Sumatera Utara 12 sampai dengan 13 Juni 2006 di Medan. Erwin Masrul Harahap: Peranan Tanaman Kelapa Sawit Pada Konservasi Tanah Dan Air, 2007. 35