MINGGU KE 4 SARANA BERPIKIR ILMIAH 4.1 PENDAHULUAN Ilmuwan yang kreatif mutlak didukung oleh sarana berpikir yang lengkap terpadu secara utuh untuk melakukan penelaahan ilmiah secara teratur dan seksama. Dalam setiap kegiatan ilmiah penelitian ilmiahnya itu diperlukan sarana tertentu pula. Adalah wajar pula bahwa ilmuwan sebelum mempelajari berbagai sara berpikir ilmiah, menguasai terlebih dahulu urutan langkah-langkah dalam kegiatan ilmiah secara mantap. Dengan demikian akhirnya ia akan sampai kepada penghayatan apa hakikat sarana berpikir ilmiah yang sesungguhnya sebagai alat yang membantu pencapaian tujuan tertentu. Di antara sarana berpikir ilmiah yang utama adalah bahasa, logika, matematika dan statistika. Bahasa adalah alat komunikasi verbal baik di dalam seluruh proses berpikir ilmiah maupun dalam menyampaikan alur-alur jalan pikiran kepada pihak lain. Adapun alur jalan pikiran ialah implikasi logika berpikir. Dalam hal ini prosesnya ada yang menganut logika deduktif atau induktif. Dan penalaran ilmiah mencakup kedua-duanya, yang dimanifestasikan berupa matematika sebagai proses berpikir deduktif dan statistika sebagai proses berpikir induktif. 4.2 LOGIKA ATAU PENALARAN Proses berpikir secara rasional lazim disebut penalaran. Dengan demikian, maka berpikir secara rasional dapat disebut berpikir secara nalar atau berpikir secara logis. Pengetahuan yang yang diperoleh tanpa proses berpikir aktif, yaitu pasif, adalah pengetahuan intuitif. Penalaran hanya dikaitkan dengan kegiatan berpikir secara sadar dan aktif, dan mempunyai karakteristik tertentu untuk menemukan kebenaran. Dengan demikian, setiap bentuk penalaran menganut logika sendiri, dan dikatakan bahwa penalaran adalah proses berpikir logis yang menganut logika tertentu. Selain itu, kriteria Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Dr. Ir. M. Syarif Hidayat M.Arch SEMINAR ARSITEKTUR kedua ialah proses berpikir bersifat analitik. 4.2.1 Kriteria kebenaran logika deduktif Masing-masing logika tertentu mempunyai kriteria kebenaran tersendiri. Untuk logika deduktif berlaku teori koherensi. Artinya bahwa menurut teori koherensi pernyataan yang disimpulkan itu dianggap benar, bila pernyataan tersebut secara koheren logis atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Contoh lazim ditampilkan dalam bentuk silogismus. Silogismus tersusun dari dua pernyataan yang mendukung, yaitu yang pertama disebut premis mayor, dan yang kedua disebut premis minor. Sedang pernyataan ketiga merupakan pengetahuan berupa kesimpulan khusus yang ditarik melalui penalaran deduktif dari kedua penrnyataan sebelumnya. Yang bersifat umum. Semua makhluk hidup akan mati (premis mayor) Socrates adalah makhluk hidup (premis minor) Jadi Socrates akan mati (kesimpulan) Berdasarkan penalaran deduktif kesimpulan yang diambil di atas adalah sah, mengingat bahwa kesimpulan tersebut ditarik secara logis dari dua premis yang mendukungnya. Contoh penalaran yang deduktif yang menonjol ialah matematika. Contohnya yang klsik adalah: a = b (premis –1) b = c (premis –2 ) a= c (kesimpulan) 4.2.2 kriteria kebenaran logika induktif. Seperti halnya dengan logika deduktif, bentuk penalaran induktif terdiri dari dua atau lebih landasan pendukung yang diesebut evidensi atau premis, ditambah dengan kesimpulan yang ditarik dari premis-premis tersebut. Dalam hal ini premis-premis berfungsi sebagai fakta, sedang kesimpulan menjelaskannya. Perlu diingatkan bahwa berbeda dengan penalaran deduksi, premis menopang kesimpulan, namun tidak perlu ada hubungan logis di antara keduanya. Bila kesimpulan deduktif dapat dipastikan, maka kesimpulan induktif bersifat tentatif atau sementara sebagai peluang sehingga bersifat probabilistik. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Dr. Ir. M. Syarif Hidayat M.Arch SEMINAR ARSITEKTUR Ciri khas penalaran induktif adalah bahwa dari masing-masing premis yang bersifat khusus, ditarik kesimpulan yang berupa generalisasi atau bersifat umum. Berdasarkan contoh ini termasuk salah satu contoh klasik: Premis – 1 : Besi bila dipanasi memuai Premis – 2 : Tembaga panas memuai Premis – 3 : Timah panas memuai Premis – 4 : Perak panas memuai Kesimpulan : Semua logam, bila dipanasi memuai. Generalisasi semua logam jelas tidak mewakili seluruh populasi sebab hanya didasarkan atas empat observasi terhadap besi, tembaga, timah dan perak, jadi tidak mencakup semua jenis logam. Oleh karena itu kesimpulan yang ditariknya hanya bersifat peluang atau probabilistik sementara. Sebagai penutup, perbedaan prinsipil antara penalaran deduktif dengan penalaran induktif terletak pada kesimpulan yang ditariknya yaitu bersifat pasti pada kesimpulan deduktif atau bersifat probabilistik pada kesimpulan induktif. Adapun persamaannya terletak pada inferensi atau penarikan kesimpulan yang didasarkan atas premis yang mendahuluinya. 4.3 BAHASA SEBAGAI SARANA BERPIKIR ILMIAH Bahasa dapat berfungsi sebagai sarana berpikir ilmiah dalam kegiatan memperoleh pengetahuan secara ilmiah. Manusia yang diberi kemampuan oleh Allah untuk dapat berbahasa mampu berpikir kondusif untuk mengakumulasikan pengetahuannya berupa ilmu pengetahuan sebagaimana yang dikomunikasikan oleh manusia dari generasi ke generasi. Dengan kemampuan berbahasa nilai –nila budaya berlangsung dari generasi ke generasi. Dengan bahasa manusia dimungkinkan untuk berpikir secara abstrak dengan mentransformasikan gejala alam atau gejala sosial sebagai objek faktual menjadi lambang-lambang bahasa yang diabstraksi melalui lambang bahasa tersendiri berupa kata tertentu yang setelah dikomunikasikan mendapat kesepakatan dan mempunyai konotasi yang sama. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Dr. Ir. M. Syarif Hidayat M.Arch SEMINAR ARSITEKTUR Selanjutnya bahasa mengkomunikasikan buah pikiran, perasaan, emosi, yang terutama menonjol dalam interaksi kehidupan sosial budaya. Sedangkan dalam komunikasi ilmiah dicanangkan terbatas dari unsur-unsur emotif dan estetik sehingga pesan-pesan yang disampaika dapat diterima secara reproduktif (identik). Salah satu cara dalam komunikasi ilmiah agar bersifat jelas dan obyektif , bebas dari unsur emotif dan estetik ialah dengan menggunakan kata-kata yang secara tersurat jelas artinya, yaitu berupa definisi-definisi. Di samping itu karya ilmiah pada dasarnya merupakan kumpulan pernyataan yang menyampaikan informasi tentang pengetahuan dan alur-alur jalan pikiran dalam memeperoleh pengetahuan tersebut. Agar komunikasi ilmiah itu bersifat efektif harus dimiliki keterpaduan penguasaan materi ilmiah dengan penguasaan tata bahasa serta gaya bahasa yang meluncur dan komunikatif. Ini berarti bahwa ilmuwan juga berkewajiban mampu berkomunikasi dengan bahawa yang baik dan benar. Bahasa juga memiliki kekurangan tertentu. Bahasa digunakan pada aspek simbolik, unsur emotif tidak sepenuhnya dapat dihindarkan. Bila ingin kejelasn melalui definisi, akibat terlalu panjang dan berbelit-belit malahan menjadi tidak komunikatif. Sebaliknya hanya dengan istilah saja namun akibat makna yang pluralistik jadi kacau. Bagaimana kalau digunakan bahasa matematika. 4.4 MATEMATIKA SEBAGAI SARANA BERPIKIR ILMIAH Bila bahasa verbal adakalanya dapat mengacaukan akibat makna yang pluralistk, sa;ah paham akibat salah tangkap makna atau menyesatkan karena salah interpretasi , maka kini kita dihadapkan kepada bahasa yang artifisial atau buatan yaitu matematika. Bahasa lambangnya terdiri dari huruf-huruf melulu, sehingga nyaris akan membisu dan tidak bermakna sama sekali bila tidak disertai penjelasan artinya kesepakatan sekaligus. Salah satu hal yang menguntungkan dari matematika dibandingkan dengan bahasa verbal ialah ketersediaan bahasa numerik untuk menyatakan sifat kualitatif sesuatu obyek berupa satuan berat, volume atau luas. Demikian pula halnya dengan ramalan ilmiah yang kualitatif dapat dikonversikan ke dalam satuan-satuan tolok ukur seperti tersebut di atas. Belakangan ini juga ilmu-ilmu sosial mulai ikut menerapkan pendekatan kuantitatif sejalan dengan berkembangnya sosiometri dan ekonometri, terutama terkait dengan kebutuhan untuk prediksi-prediksi. Matematika telah diperagakan pula sebagai Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Dr. Ir. M. Syarif Hidayat M.Arch SEMINAR ARSITEKTUR sarana penalaran deduktif. Sebagai salah satu contoh, bila a=b, dan b=c maka a=c. juga dalam ilmu ukur untuk membuktikan bahwa jumlah sudut dalam suatu segitiga adalah 1800, setelah disusun premis-premis sebagai implikasi evidensi berkat penarikan garis lurus melalui titik A yang sejajar dengan garis BC dalam segitiga ABC. Matematika sebagai sarana penalaran deduktif menjadi sarana berpikir logis yang makin lama makin memerlukan struktur analisis yang lebih sempurna. Jujun dan Russell menyatakan bahwa “matematika adalah masa kedewasaan logika, sedang logika adalah masa kecil matematika”. Jujun juga menyatakan bahwa “Ilmu kualititatif adalah masa kecil ilmu kuantitatif, sedang ilmu kuantitatif merupakan masa dewasa ilmu kualitatif.” Dengan demikian, menjadi jelas bahwa pernyataan verbal tetap perlu dalam dimensi yang harus mampu mengkomunikasikan kerangka pemikiran seorang ilmuwan betapapun rumit atau kompleksnya dengan kata-kata yang sederhana. Hal itu sangat relevan, sebab angka-angka bukanlah pengganti angka-angka, dan hasil pengukuran sekadar unur-unsur yang menjelaskan persoalan yang menjadi kajian sentral analisis utama. Keterpaduan bahasa verbal dengan matematika makin meningkatkan ketajaman dalam mencari kebenaran ilmiah secara deduktif dan akan menjadi mantap bila digabung dengan statistika sebagai sarana penalaran induktif. 4.5 STATISTIKA SEBAGAI SARANA BERPIKIR ILMIAH Disamping logika, bahasa, matematika, maka statistika tak kalah pentingnya bahkan menentukan sebagai sarana berpikir untuk memproses pengetahuan secara ilmiah. Dalam fungsinya sebagai alat metode ilmiah, maka statistika membantu melakukan generalisasi atau menarik kesimpulan umum tentang sifat suatu peristiwa secara lebih pasti, yaitu terhindar dari faktor kebetulan. Dalam penelitian terdapat keadaan dimana kita harus menarik kesimpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat individual. Adalah tidak mungkin untuk meliput kasus-kasus sebagai keseluruhan populasi. Di sinilah letak keunggulan statistika, sehingga peneliti mersa beruntung karena terbuka jalan keluar. Dengan statistika dapat ditarik kesimpulan yang bersifat umum dengan membatasi pengamatan hanya kepada Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Dr. Ir. M. Syarif Hidayat M.Arch SEMINAR ARSITEKTUR sebagian dari populasi yang bersangkutan. Untuk itu tersedia teknik pengambila sampel sesuai dengan persyatan metode ilmiah. Adalah benar bahwa dengan pengamatan seluruh populasi secara sensus akan diperoleh pengetahuan dengan kebenaran ilmiah yang sangat teliti menuju kebenaran yang mutlak. Akan tetapi dengan adanya statistika, penggunan sampelmenjadi efisien dan ekonomis, yang didukung pula oleh teori keilmuan yang tidak menganut pencapaian pencapaian pengetahuan yang bersifat absolut. Namun yang penting adalah bahwa dari sampel populasi yang terbatas, diperoleh kebenaran ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan berkat persyatan metode ilmiahnya terpenuhi. Adapun kunci keunggulan statistika sebagai sarana berpikir ilmiah berupa alat metode ilmiah terletak pada konsep peluang yang mendasari teori statistika. Dengan semikian, penarikan kesimpulan yang bersifat umum mempunyai peluang untuk benar dan tingkat peluang kebenaranya itu dapat dihitung secara pasti. Statistika juga memberi kemampuan untuk menguji peluang kebenaran kausal di mana terlibat dua atau lebih variabel. Teori peluang sebenarnya merupakan cabang dari matematika, sedangkan statistika sendiri adalah merupakan disiplin ilmu yang mandiri. Statistika terapan meliputi teknik penarikan kesimpulan, mengambil sampel dari populasi, menghitung peluang dan sebagainya. Dengan demikian, maka sklus empiris metode ilmiah tercapai secara lengkap dengan dikuasainya statistika untuk menarik kesimpulan ilmiah yang sah. Hal ini berati pula bahwa matematika sebagai sarana penalaran deduktif pada tempatnya diimbangi secara sepadan dengan statistika sebagai sarana penalaran induktif, sehingga terjadi proses berpikir ilmiah yang utuh dan tangguh, sebagai alat metode ilmiah yang ampuh untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum secara sah. Pada dasarnya cabang-cabang ilmu tersebut berkembang dari 2 cabang utamaa, yakni filsafat alam yang kemudian menjadi rumpun ilmu-ilmu alam (natural sciences) dan filsafat moral yang kemudian berkembang kedalam cabang ilmu-ilmu sosial (social sciences). Selanjutnya ilmu-ilmu alam membagi diri menjadi 2 kelompok lagi, yakni ilmu alam (physical sciences) dan ilmu hayat (biological sciences). Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Dr. Ir. M. Syarif Hidayat M.Arch SEMINAR ARSITEKTUR Ilmu-ilmu sosial berkembang agak lambat dibandingkan dengan ilmu-ilmu alam. Yang mula-mula berkembang adalah antropologi, psikologi, ekonomi, sosiologi, dan ilmu politik. Selanjutnya, baik cabang-cabang ilmu alam maupun ilmu-ilmu politik bercabangcabang lagi sehingga sampai pada saat ini terdapat sekitar 650 cabang keilmuan. Meskipun filsafat telah berkembang menjadi bemacam-macam ilmu namun filsafat sendiri tidak tenggelam bahkan ikut berkembang pula seirama dengan perkembangan ilmu. Dalam arti yang operasional filsafat adalah suatu pemikiran yang mendalam sampai ke akar-akarnya terhadap suatu masalah atau objek. Sesuai dengan perkembangan filsafat dan pengertiannya maka muncul berbagai macam filsafat, antara lain filsafat alam (metafisika), filsafat ketuhanan (theologia), filsafat manusia, filsafat ilmu, dan sebagainya. Manusia sebagai ciptaan Tuhan yang sempurna dalam memahami alam sekitarnya terjadi proses yang bertingkat dari pengetahuan (sebagai hasil tahu manusia), ilmu dan filsafat. Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar menjawab pertanyaan "what", misalnya apa air, apa manusia, apa alam, dan sebagainya. Sedangkan ilmu (science) bukan sekedar menjawab "what" melainkan akan menjawab pertanyaan "why" dan "how", misalnya mengapa air mendidih bila dipanaskan, mengapa bumi berputar, mengapa manusia bernapas, dan sebagainya. Pengetahuan hanya dapat menjawab pertanyaan apa sesuatu itu. Tetapi ilmu dapat menjawab mengapa dan bagaimana sesuatu tersebut terjadi. Apabila pengetahuan itu mempunyai sasaran tertentu, mempunyai metode atau pendekatan untuk mengkaji objek tersebut sehingga memperoleh hasil yang dapat disusun secara sistematis dan diakui secara universal maka terbentuklah disiplin ilmu. Dengan perkataan lain, pengetahuan itu dapat berkembang menjadi ilmu apabila memenuhi kriteria sebagai berikut : a. Mempunyai objek kajian b. Mempunyai metode pendekatan c. Bersifat universal (mendapat pengakuan secara umum) Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Dr. Ir. M. Syarif Hidayat M.Arch SEMINAR ARSITEKTUR Sedangkan filsafat adalah suatu ilmu yang kajiannya tidak hanya terbatas pada faktafakta saja melainkan sampai jauh diluar fakta sampai batas kemampuan logika manusia. Ilmu mengkaji kebenaran dengan bukti logika atau jalan pikiran manusia. Dengan perkataan lain, batas kajian ilmu adalah fakta sedangkan batas kajian filsafat adalah logika atau daya pikir manusia. Ilmu menjawab pertanyaan "why" dan "how" sedangkan filsafat menjawab pertanyaan "why, why, dan why" dan seterusnya sampai jawaban paling akhir yang dapat diberikan oleh pikiran atau budi manusia. Dalam perkembangan filsafat menjadi ilmu terdapat taraf peralihan. Dalam taraf peralihan ini maka bidang pengkajian filsafat menjadi lebih sempit, tidak lagi menyeluruh melainkan sektoral. Disini orang tidak lagi mempermasalahkan moral secara keseluruhan melainkan mengaitkannya dengan kegiatan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang kemudian berkembang menjadi ilmu ekonomi. Namun demikian dengan taraf ini secara konseptual ilmu masih mendasarkan diri pada norma-norma filsafat. Misalnya ekonomi masih merupakan penerapan etika (appliet ethics) dalam kegiatan manusia memenuhi kebutuhan hidupnya. Metode yang dipakai adalah normatif dan deduktif (berpikir dari hal-hal yang umum kepada yang bersifat khusus) berdasarkan asas-asas moral yang filsafat. Pada tahap selanjutnya ilmu menyatakan dirinya otonom dari konsep-konsep filsafat dan bertumpu sepenuhnya pada hakekat alam sebagaimana adanya. Pada tahap peralihan, ilmu masih mendasari diri pada norma yang seharusnya sedangkan dalam tahap terakhir ilmu didasarkan atas penemuan-penemuan. Sehingga dalam menyusun teori-teori ilmu pengetahuan tentang alam dan isinya ini maka manusia tidak lagi mempergunakan metode yang bersifat normatif dan deduktif melainkan kombinasi antara deduktif dan induktif (berpikir dari hal-hal yang bersifat khusus kepada hal-hal yang bersifat umum) dengan jembatan yang berupa pengujian hipotesis. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Dr. Ir. M. Syarif Hidayat M.Arch SEMINAR ARSITEKTUR Selanjutnya proses ini dikenal sebagai metoda deducto hipotetico-verivikatif dan metode ini dipakai sebagai dasar pengembangan metode ilmiah yang lebih dikenal dengan metode penelitian. Selanjutnya melalui atau menggunakan metode ilmiah ini akan menghasilkan ilmu. August Comte (1798-1857) membagi 3 tingkat perkembangan ilmu pengetahuan tersebut diatas kedalam tahap religius, metafisik, dan positif. Hal ini dimaksudkan dalam tahap pertama maka asas religilah yang dijadikan postulat atau dalil ilmiah sehingga ilmu merupakan deduksi atau penjabaran dari ajaran religi (deducto). Dalam tahap kedua, orang mulai berspekulasi, berasumsi, atau membuat hipotesishipotesis tentang metafisika (keberadaan) ujud yang menjadi objek penelaahaan yang terbatas dari dogma religi dan mengembangkan sistem pengetahuan berdasarkan postulat metafisika tersebut (hipotetico). Sedangkan tahap ketiga adalah tahap pengetahuan ilmiah dimana asas-asas yang dipergunakan diuji secara positif dalam proses verivikasi yang objektif (verivikatif). Secara visual proses perkembangan ilmu pengetahuan tersebut yang selanjutnya merupakan kerangka-kerangka metode ilmiah dapat digambarkan seperti terlihat dalam skema (lihat Skema Metode Deducto-Hipotetico-Verivikatif dibawah !). Filsafat ilmu merupakan kajian atau telaah secara mendalam terhadap hakekat ilmu. Oleh sebab itu, filsafat ilmu ingin menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakekat ilmu tersebut, seperti : a. Objek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana ujud hakiki objek tersebut ? Bagaimana hubungan objek dengan daya tangkap manusia (misalnya berpikir, merasa, mengindera) ? b. Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu ? Bagaimana prosedurnya ? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar ? Apa yang disebut kebenaran itu sendiri ? Apa kriterianya ? Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Dr. Ir. M. Syarif Hidayat M.Arch SEMINAR ARSITEKTUR Cara, teknik, atau sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu ? c. Untuk apa ilmu itu dipergunakan ? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dan kaidah-kaidah moral ? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ? Bagaimana hubungan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dan norma-norma moral / profesional ? Ketiga kelompok pertanyaan tersebut merupakan landasan-landasan ilmu, yakni kelompok pertama merupakan landasan ontologi, kelompok kedua merupakan landasan epistemologi, dan kelompok yang terakhir merupakan landasan aksiologis. Secara singkat uraian landasan ilmu itu adalah sebagai berikut : a. Landasan ontologis adalah tentang objek yang ditelaah ilmu. Hal ini berarti tiap ilmu harus mempunyai objek penelaahan yang jelas. Karena diversivikasi ilmu terjadi atas dasar spesifikasi objek telaahannya maka tiap disiplin ilmu mempunyai landasan ontologi yang berbeda. b. Landasan epistemologi adalah cara yang digunakan untuk mengkaji atau menelaah sehingga diperolehnya ilmu tersebut. Secara umum, metode ilmiah pada dasarnya untuk semua disiplin ilmu yaitu berupa proses kegiatan induksi-deduksi-verivikasi seperti telah diuraikan diatas. c. Landasan aksiologi adalah berhubungan dengan penggunaan ilmu tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia. Dengan perkataan lain, apa yang dapat disumbangkan ilmu terhadap pengembangan ilmu itu serta membagi peningkatan kualitas hidup manusia. Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana berpikir. Tersedianya sarana tersebut memungkinkan dilakukannya penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat. Penguasaan sarana berpikir ilmiah ini merupakan suatu hal yang bersifat imperatif bagi seorang ilmuwan. Tanpa menguasai hal ini maka kegiatan ilmiah yang baik tak dapat dilakukan. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Dr. Ir. M. Syarif Hidayat M.Arch SEMINAR ARSITEKTUR Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuhnya. Pada langkah tertentu biasanya diperlukan sarana yang tertentu pula. Oleh sebab itulah maka sebelum kita mempelajari saranasarana berpikir ilmiah ini seyogyanya kita telah menguasai langkah-langkah dalam kegiatan langkah tersebut. Dengan jalan ini maka kita akan sampai pada hakekat sarana yang sebenarnya sebab sarana merupakan alat yang membantu dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Dengan kata lain, sarana ilmiah mempunyai fungsi-fungsi yang khas dalam kaitan kegiatan ilmiah secara menyeluruh. Dalam proses pendidikan, sarana berpikir ilmiah ini merupakan bidang studi tersendiri. Dalam hal ini kita harus memperhatikan 2 hal, yaitu : a. Sarana ilmiah bukan merupakan kumpulan ilmu, dalam pengertian bahwa sarana ilmiah itu merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah. Seperti diketahui, salah satu diantara ciri-ciri ilmu umpamanya adalah penggunaan induksi dan deduksi dalam mendapatkan pengetahuan. Sarana berpikir ilmiah tidak mempergunakan cara ini dalam mendapatkan pengetahuannya. Secara lebih jelas dapat dikatakan bahwa ilmu mempunyai metode tersendiri dalam mendapatkan pengetahuaannya yang berbeda dengan sarana berpikir ilmiah. b. Tujuan mempelajari sarana berpikir ilmiah adalah untuk memungkinkan kita untuk menelaah ilmu secara baik. Sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk dapat memecahkan masalah kita sehari-hari. Dalam hal ini maka sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang ilmu untuk mengembangkan materi pengetahuaannya berdasarkan metode ilmiah. Jelaslah bahwa mengapa sarana berpikir ilmiah mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuaannya sebab fungsi Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Dr. Ir. M. Syarif Hidayat M.Arch SEMINAR ARSITEKTUR sarana berpikir ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah dan bahkan merupakan ilmu tersendiri. Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika, dan statistika. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah dan untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Dilihat dari pola berpikirnya maka ilmu merupakan gabungan antara berpikir deduktif dan induktif. Untuk itu maka penalaran ilmiah menyandarkan diri pada proses logika deduktif dan induktif. Matematika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir deduktif ini sedangkan statistik mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif. Proses pengujian dalam kegiatan ilmiah mengharuskan kita menguasai metode penelitian ilmiah yang pada hakekatnya merupakan pengumpulan fakta untuk menolak atau menerima hipotesis yang diajukan. Kemampuan berpikir ilmiah yang baik harus didukung oleh penguasaan sarana berpikir ini dengan baik pula. Salah satu langkah ke arah penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar peranan masing-masing sarana berpikir tersebut dalam keseluruhan proses berpikir ilmiah. Sebagai resume dari pengkajian mengenai hakekat sarana berpikir ilmiah, peranan masing-masing sarana berpikir tersebut disajikan dalam bagan (lihat Skema Ilmu dan Sarana Berpikir Ilmiah dibawah !). Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Dr. Ir. M. Syarif Hidayat M.Arch SEMINAR ARSITEKTUR Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Dr. Ir. M. Syarif Hidayat M.Arch SEMINAR ARSITEKTUR