PENGETAHUAN GIZI IBU, POLA ASUH DAN STATUS GIZI BAYI DI DESA BOJONG JENGKOL, KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR HELLYTA HASKA DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 ABSTRACT HELLYTA HASKA. Nutrition Knowledge of Mother, Childcare Practices and Nutritional Status of Infant in Rural Bojong Jengkol, Ciampea, Bogor . Supervised by LILIK KUSTIYAH and CLARA M. KUSHARTO. The direct factors affecting infant’s nutritional status are energy and nutrients intake, and infection. Factors affecting energy and nutrients intake are nutrition knowledge of mother; childcare practices, included feeding and caring practices; and morbidity. The aim of this study was to analyze association between mother’s nutrition knowledge, feeding practices, and immunization with nutritional status of infant. Design of this study was cross sectional. Samples of this study were 60 infants aged 2-24 which were selected purposively. Samples consist of underweight and normal nutritional status (WAZ), The result showed that mother’s nutrition knowledge was positively significant correlated with infant’s nutritional status (r= 0.016 p<0.05). Furthermore, there were positively significant correlation between feeding practices and immunization with infant’s nutritional status( r= 0.031 p<0.05 and p< 0.01, respectively). Keywords : nutrition knowledge, childcare, nutritional status, ABSTRAK Faktor yang secara langsung mempengaruhi status gizi bayi adalah asupan energi dan zat gizi serta infeksi. Adapun faktor yang mempengaruhi asupan energi dan zat gizi adalah pengetahuan gizi ibu, pola asuh (praktek pemberian makan dan praktek pengasuhan) dan morbiditas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara pengetahuan gizi ibu, praktek pemberian makan dan imunisasi dengan status gizi bayi. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Contoh yang digunakan adalah bayi berumur 2- 24 bulan yang dipilh secara purposive dan dibedakan menjadi status gizi baik dan kurang/buruk (BB/U). Hasil uji menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif nyata (r= 0.016 p<0.05) antara pengetahuan gizi ibu dengan status gizi bayi. Selain itu, praktek pemberian makan dan imunisasi juga menunjukkan hubungan positif nyata ( r= 0.031 p<0.05 dan p< 0.01,) dengan status gizi bayi. Kata kunci : pengetahuan gizi, pola asuh, status gizi RINGKASAN HELLYTA HASKA. Pengetahuan Gizi Ibu, Pola Asuh dan Status Gizi Bayi di Desa Bojong Jengkol Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh LILIK KUSTIYAH dan CLARA M. KUSHARTO Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS 2010) menunjukkan bahwa prevalensi balita gizi kurang (balita yang mempunyai berat badan kurang) secara nasional adalah sebesar 17.9 persen, 4.9 persen diantaranya yang gizi buruk. Berdasarkan hasil pencatatan dan pelaporan hasil Badan Pusat Statistik (BPS) dari 3.536.981 anak balita di Jawa Barat yang ditimbang melalui Posyandu, terdapat 10.8 persen di antaranya (380.673) berkategori gizi kurang, dan 1.01 persennya (38.769 anak) menderita gizi buruk (Heryawan 2010).Tujuan umum penelitian mengkaji pengetahuan gizi ibu, pola asuh dan status gizi bayi di Desa Bojong Jengkol Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Tujuan khusus 1).Mengkaji karakteristik contoh dan sosial ekonomi keluarga 2).Mengkaji status gizi contoh 3).Mengkaji Pengetahuan gizi dan kesehatan ibu 4).Mengkaji pola asuh gizi ( praktek pemberian kolostrum, makanan/minuman prelaktal, ASI, MP ASI dan penyapihan) 5). Mengakaji pola asuh kesehatan ( pemberian imunisasi penimbangan di Posyandu dan perilaku hidup bersih dan sehat) 6). Menganalisis hubungan antara pengetahuan gizi ibu, pola asuh dengan status gizi contoh 7). Menganalisis hubungan antara imunisasi dan kedatangan posyandu dengan morbiditas dan status gizi contoh Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Penelitian dilakukan pada Desember 2011- Januari 2012. Penelitian dilakukan di Desa Bojong Jengkol yang berada di wilayah kerja Puskesmas Pasir Ciampea. Pemilihan Puskesmas Pasir dilakukan secara purposive atau dengan beberapa pertimbangan diantaranya bahwa Kecamatan Ciampea termasuk kedalam Kecamatan di Kabupaten Bogor yang memiliki kasus 10 gizi buruk pada tahun 2009 dan juga ditemukan 23 kasus gizi kurang. Contoh adalah bayi yang berumur 0-24 bulan yang datang ke Posyandu dan memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi meliputi: 1). Bayi umur 0–24 bulan yang mempunyai KMS dengan catatan hasil penimbangan lengkap minimal 3 bulan terakhir sampai dilaksanakannya penelitian. 2). Bayi diasuh oleh ibunya 3). Bayi lahir normal/tidak prematur. 4). Bayi dalam keadaan sehat/ tidak menderita penyakit infeksi berat (batuk rejan,gangguan paru-paru,campak,polio) saat penelitian 5). Bersedia berpatisipasi. Kriteria eksklusi adalah bayi tidak mempunyai tempat tinggal tetap sehingga sulit dihubungi dan menderita penyakit kronis. Jumlah contoh yang diambil yaitu 60 orang. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan alat bantu kuesioner dan penimbangan langsung. Data primer meliputi karakteristik contoh, karakteristik sosial ekonomi keluarga, pola asuh gizi dan kesehatan, pola hidup bersih dan sehat dan asupan energi dan protein. Jenis data sekunder yang dikumpulkan berupa keadaan umum keragaan Posyandu di wilayah Ciampea. Data dikumpulkan melalui observasi dan wawancara dengan menggunakan kuesioner. Proses pengolahan data meliputi coding, entry, dan editing. Data yang terkumpul ditabulasi, diolah dan dianalisis secara deskriptif dan inferensia. Setelah dilakukan pengolahan data, data yang terkumpul kemudian dianalisis. Analisis statistik yang digunakan adalah Rank Spearman, Independen t test, Chi square. Umur contoh secara keseluruhan berkisar antara 2-24 bulan, dan terbanyak ada pada kelompok umur 13-18 bulan (31.7%) . Sebagian besar contoh (51.7%) adalah perempuan dengan proses kelahiran normal (100%) dan proses persalinan dengan paraji (83.3%). Lebih dari separuh ibu contoh berumur 20-40 tahun (78.3%) . Rata-rata contoh tergolong keluarga miskin, pendidikan orangtua sebagian besar SD, pekerjaan sebagai petani penggarap dan berpenghasilan rendah. Sebagian besar ibu contoh (83.3%) memiliki pengetahuan gizi dengan kategori kurang. Setelah contoh lahir umumnya langsung diberikan madu dan air tajin (83.3%) dan tidak diberikan kolostrum. Hampir seluruh ibu contoh (96.7%) menyatakan bahwa mereka langsung memberikan madu terlebih dahulu kepada bayi mereka sebelum diberi ASI. Sebagian besar ibu (91.7%) tidak memberikan ASI secara eksklusif. Pemberian ASI dan MP ASI adalah lebih baik pada contoh dengan status gizi baik daripada status gizi kurang/buruk. Sebanyak 85% ibu contoh memberikan imunisasi yang lengkap kepada bayi mereka. Proporsi contoh yang imunisasinya lengkap adalah lebih banyak pada kelompok contoh yang status gizinya baik (100%) daripada status gizi kurang/buruk hanya (30.8%). Contoh dengan status gizi baik setiap kali penimbangan berat badan naik (85.1%) dan contoh status gizi kurang/buruk secara keseluruhan (100%) pernah menderita penyakit infeksi/non infeksi namun tidak pernah dirawat (100%). Berdasarkan lama sakit rata-rata perbulan diketahui bahwa terdapat 16.7% dengan angka morbiditas tinggi (> 8 hari), 56.7% dengan mobiditas sedang (4-7hari), dan 26.6% dengan morbiditas rendah (< 4hari). Hasil uji independen t-test juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata (p<0.05) morbiditas antara contoh dengan status gizi baik dengan status gizi kurang/buruk (Lampiran 9). Pada contoh dengan status gizi baik morbiditasnya lebih baik (ratarata jumlah hari sakit per bulan adalah < 4 hari) daripada status gizi kurang/buruk (rata-rata jumlah hari sakit per bulan adalah 5-7 hari) Terdapat hubungan positif nyata (r= 0.016 p<0.05) antara pengetahuan gizi ibu dengan status gizi bayi contoh. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi pengetahuan gizi ibu maka akan semakin baik pula status gizi contoh. Selain itu, terdapat hubungan positif nyata (r=0.031 p< 0.05) antara pola asuh gizi dengan status gizi contoh artinya semakin baik pola asuh gizi maka akan semakin baik pula status gizi contoh. Berdasarkan hasil uji independen t test terdapat perbedaan nyata pola asuh gizi (p<0.05) antara contoh dengan status gizi baik dengan contoh status gizi kurang/buruk. Hal ini berari bahwa pola asuh gizi pada contoh dengan status gizi baik adalah nyata lebih baik daripada contoh dengan status gizi kurang/buruk. Hasil uji Chi square menunjukkan bahwa ada hubungan yang nyata antara imunisasi yang diperoleh oleh contoh dengan morbiditas dan status gizi contoh. Hal ini berarti bahwa semakin baik (lengkap) imunisasi yang di dapat oleh contoh maka morbiditas contoh akan semakin rendah dan semakin baik pula status gizi contoh. Kedatangan ke Posyandu yang rutin juga menunjukkan ada hubungan yang nyata dengan morbiditas dan status gizi (p<0.05). Hal ini mengindikasikan bahwa jika contoh rutin dibawa ke Posyandu maka morbiditas contoh akan semakin rendah dan status gizi contoh akan semakin baik. Berdasarkan uji independen t test terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05) kedatangan ke Posyandu dan imunisasi antara contoh status gizi baik dengan contoh status gizi kurang/buruk. Hal ini menunjukkan bahwa contoh dengan status gizi baik adalah nyata lebih rutin datang ke Posyandu dan lebih lengkap imunisasinya daripada contoh dengan status gizi kurang/buruk. PENGETAHUAN GIZI IBU, POLA ASUH DAN STATUS GIZI BAYI DI DESA BOJONG JENGKOL, KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR HELLYTA HASKA Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 LEMBAR PENGESAHAN Judul : Pengetahuan Gizi Ibu, Pola Asuh dan Status Gizi Bayi di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor Nama : Hellyta Haska NRP : I14086000 Disetujui oleh: Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si Prof. Dr.drh. Clara M Kusharto,M.Sc Pembimbing I Pembimbing II Mengetahui, Dr. Ir. Budi Setiawan, MS Ketua Departemen Tanggal Disetujui : RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kota Solok, Provinsi Sumatera Barat pada tanggal 27 Oktober 1985. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara dari Bapak Hayunas Sukandar dan Ibu Kasmawati B.Ac. Penulis menyelesaikan Taman Kanak-kanak di TK. Raudhatul Anfal pada tahun 1992. Pendidikan dasar di SD 03 Kp. Jawa Kota, Solok pada tahun 1998. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SLTPN 1 Kota Solok dan lulus pada tahun 2001. Pendidikan selanjutnya ditempuh di SMAN 1 Kota Solok dan lulus pada tahun 2004. Kemudian penulis diterima di Program Diploma Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada Program Studi Agroteknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan penulis melakukan praktek kerja lapang di Pabrik Pengalengan Ikan (Sarden ABC) di Negara Bali selama 3 bulan. Penulis mendapatkan gelar Ahli Madya pada tahun 2007 setelah menyelesaikan laporan akhir yang berjudul “ Identifikasi Prapenerapan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) pada Pengalengan Sarden (Sardinella longiceps) di PT Indocitra Jaya Samudera, Negara, Bali”. Kemudian pada tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan di Program Penyelenggaraan Khusus S1 Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT dan shalawat kepada Nabi Besar Muhammad SAW, karena penulis telah menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengetahuan Gizi Ibu, Pola Asuh dan Status Gizi Bayi di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si selaku dosen pembimbing akademik dan skripsi yang selalu memberikan semangat, saran dan arahan kepada penulis. 2. Prof. Dr.drh. Clara M Kusharto, M.Sc selaku dosen pembimbing yang memberikan saran dan arahannya kepada penulis dalam penyusunan skripsi. 3. Leily Amalia, STP, MSi selaku dosen pemandu seminar dan penguji. 4. Kedua orangtua (Hayunas Sukandar dan Kasmawati B.Ac) yang senantiasa memberi dukungan serta semangat moril dan materil. 5. Uni dan Uda (Hellya Haska, S.Hut, MSi dan Yoki Efriamor S.TP), adik (Hilhamsyah Putra Haska, S.Hut, Haris Putra Haska S.Kom) yang selalu ada setiap kali dibutuhkan. 6. Uda (Andika Putra, SH) buat sayang, perhatian dan semangat. 7. Keluarga (Salmialis, Azmer S.Pd, Ir. Zarni Gusti, Desjulmar S.Pd, Desmice Eni Amd, dan Tarmizi A Tasir, S.Si, MM). 8. Adik-adik vilper (Destian, Mahmud, Bryan, Andri ) 9. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya penulis pribadi. Amin. Bogor, Maret 2013 Penulis DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .........................................................................................ix DAFTAR GAMBAR .....................................................................................x DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................xi PENDAHULUAN .........................................................................................1 Latar Belakang ......................................................................................1 Tujuan ....................................................................................................2 Kegunaan ...............................................................................................2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................4 Pengetahuan Gizi Ibu ..............................................................................4 Pola Asuh Gizi ..........................................................................................4 Pola Asuh Kesehatan ...............................................................................8 Pemberian Imunisasi ......................................................................9 Perilaku hidup bersih dan sehat .......................................................10 Morbiditas ...............................................................................................13 Status Gizi dan Kesehatan .....................................................................13 Penilaian Status Gizi ...............................................................................14 Karakteristik Contoh ................................................................................15 Umur contoh ....................................................................................15 Jenis kelamin ...................................................................................16 Proses kelahiran ..............................................................................16 Proses persalinan ............................................................................16 Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga ...................................................17 Umur ibu .........................................................................................17 Pendidikan orangtua.......................................................................17 Pekerjaan ayah ..............................................................................18 Pendapatan perkapita ....................................................................18 Besar keluarga ...............................................................................18 KERANGKA PEMIKIRAN ..........................................................................20 METODE PENELITIAN ................................................................................22 Desain, Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................22 Cara dan Jumlah Pengambilan Sampel ................................................22 Jenis dan Cara Pengumpulan Data .......................................................22 ii Pengolahan dan Analisis Data ..............................................................23 Definisi Operasional ..............................................................................27 HASIL PEMBAHASAN ...............................................................................29 Gambaran Umum Lokasi .......................................................................29 Karakteristik Contoh dan Sosial Ekonomi Keluarga ...............................30 Karakteriktik Contoh ..............................................................................30 Umur contoh ...................................................................................30 Jenis kelamin ...................................................................................31 Proses kelahiran .............................................................................32 Proses persalinan ...........................................................................32 Karakeristik Sosial Ekonomi Keluarga ...................................................33 Umur ibu .........................................................................................33 Pendidikan orangtua .......................................................................33 Pekerjaan ayah ...............................................................................34 Pendapatan perkapita .....................................................................34 Besar keluarga ................................................................................34 Status Gizi Contoh………………………………… ................................35 Pengetahuan Gizi dan Kesehatan Ibu………………………………… ....36 Pola Asuh Gizi ......................................................................................39 Praktek pemberian kolostrum ...........................................................40 Praktek pemberian minuman/makanan prelaktal .............................40 Praktek pemberian ASI ....................................................................41 Praktek pemberian MP-ASI ..............................................................42 Praktek penyapihan .........................................................................42 Asupan Energi dan Protein ..............................................................43 Pola Asuh Kesehatan .............................................................................44 Pemberian Imunisasi .......................................................................44 Perilaku hidup bersih dan sehat .......................................................45 Morbiditas. ............................................................................................49 Hubungan Antar Variabel …………………………………………………. ..50 Hubungan pengetahuan gizi ibu dengan status gizi contoh .............50 Hubungan pola asuh gizi dan kesehatan dengan status gizi contoh .............................................................................................50 Hubungan pemberian imunisasi dan kedatangan ke Posyandu dengan morbiditas dan status gizi contoh ........................................51 iii KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................52 Kesimpulan .............................................................................................52 Saran………………………………………………………………………….. .53 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................54 LAMPIRAN ..................................................................................................58 iv DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Jenis dan cara pengumpulan data ........................................................24 2. Cara pengkategorian variabel ...............................................................26 3. Keragaan contoh berdasarkan karakteristik dan status gizi contoh .......31 4. Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi dan kesehatan ibu serta status gizi contoh .........................................................................37 5. Sebaran kategori pengetahuan gizi dan kesehatan ibu serta status gizi contoh ..................................................................................38 6. Sebaran contoh berdasarkan pola asuh gizi dan status gizi contoh ......39 7. Sebaran contoh berdasarkan angka kecukupan energi dan protein serta status gizi contoh ........................................................................44 8. Sebaran contoh berdasarkan pola asuh kesehatan dan status gizi contoh ............................................................................................45 9. Sebaran contoh berdasarkan pola hidup bersih dan sehat dan status gizi contoh ..................................................................................46 v DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Korelasi Rank Spearman karakteristik contoh dengan status gizi .........59 2. Status gizi contoh .................................................................................60 3. Cara menghitung status gizi dengan Z score ........................................61 4. Baku berat badan menurut umur balita usia 0-24 bulan ditimbang telentang ..............................................................................62 5. Contoh hasil recall makanan 24 jam .....................................................63 6. Uji Chi Square untuk menentukan hubungan antara pemberian imunisasi, kedatangan ke posyandu dengan status gizi ........................64 7. Independen t-test imunisasi dan kedatangan posyandu antar kelompok status gizi contoh …… ..........................................................65 8. Independen t-test pola asuh gizi antar status gizi contoh ......................66 9. Independen t-test morbiditas antar status gizi contoh ...........................67 10. Independen t-test karakteristik contoh dan sosial ekonomi keluarga antar status gizi contoh ........................................................................68 11. Kondisi lokasi penelitian.......................................................................70 12. Korelasi Rank Spearman pola asuh gizi dengan status gizi dan morbiditas ....................................................................73 13. Angka kecukupan energi dan protein ...................................................74 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masa bayi dan anak adalah masa mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang cepat dan penting. Masa kritis ada pada saat anak berusia 6-24 bulan, karena pada kelompok umur tersebut pertumbuhan kritis dan kegagalan tumbuh (growth failure) mulai terlihat (Amin et al 2004). Gangguan gizi dapat disebabkan oleh pola pengasuhan makan anak oleh ibu yang memberikan makanan prelaktal dan atau MP ASI terlalu dini bahkan ada yang terlalu terlambat, serta kualitas dan kuantitas yang diberikan tidak memadai. Penyebab dari tingginya prevalensi gizi kurang secara langsung adalah adanya asupan gizi yang tidak sesuai antara yang dikonsumsi dengan yang dibutuhkan tubuh serta adanya penyakit infeksi. Asupan gizi secara tidak langsung dipengaruhi oleh pola pengasuhan yang diberikan ibu terhadap anaknya, dimana pola pengasuhan ini mencakup cara ibu memberikan makan, bagaimana ibu merawat dan memelihara kesehatan dan kebersihan anaknya. Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS 2010) menunjukkan bahwa prevalensi balita kurang gizi (balita yang mempunyai berat badan kurang) secara nasional adalah sebesar 17,9 persen, 4,9 persen diantaranya yang gizi buruk. Berdasarkan hasil pencatatan dan pelaporan hasil Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah balita di Jawa Barat 3.536.981 anak balita yang ditimbang melalui Posyandu, terdapat 10,8 persen di antaranya (380.673) berkategori gizi kurang, dan 1,01 persennya (38.769 anak) menderita gizi buruk (Heryawan 2010). Menurut BPS Bogor tahun 2010 jumlah balita (termasuk bayi) sebanyak 83.109 jiwa. Menurut data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bogor Mei 2010 ada 314 balita yang mengalami gizi buruk dengan kasus lama sebanyak 181 dan baru sebanyak 133. Yang tercatat per Juni 2010, ditemukan 147 balita yang mengalami gizi buruk. Selama kurun waktu enam bulan di 2010, ada sekitar 9 balita meninggal karena gizi buruk (Setyawan 2010). Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, jumlahnya mengalami peningkatan. Pada 2009, tercatat ada 308 kasus balita ( termasuk bayi) gizi buruk di Kabupaten Bogor. Menurut Kepala bidang Binaan Kesehatan Masyarakat (Binkesmas) Dinkes Kabupaten Bogor kasus balita mengalami gizi buruk lebih banyak terjadi pada anak dari warga tidak mampu ekonominya. Di Kabupaten Bogor, angka balita penderita gizi buruk terbanyak dijumpai di 2 Kecamatan Citeureup sebanyak 11 balita, Kecamatan Ciampea, Tanjungsari, dan Cibungbulang masing-masing 10 balita, dan Ciomas 9 balita ( Setyawan 2010). Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui pengetahuan gizi ibu, pola asuh, dan status gizi bayi di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Tujuan Tujuan umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengkaji pengetahuan gizi ibu, pola asuh dan status gizi contoh (bayi) di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Tujuan khusus : 1. Mengkaji karakteristik contoh dan sosial ekonomi keluarga. 2. Mengkaji status gizi contoh. 3. Mengkaji pengetahuan gizi dan kesehatan ibu. 4. Mengkaji pola asuh gizi (praktek pemberian kolostrum,makanan/minuman prelaktal, ASI, MP ASI dan penyapihan). 5. Mengkaji pola asuh kesehatan (pemberian imunisasi, penimbangan di Posyandu dan perilaku hidup bersih dan sehat). 6. Menganalisis hubungan antara pengetahuan gizi ibu dan pola asuh gizi dengan status gizi contoh. 7. Menganalisis hubungan antara pemberian imunisasi dan kedatangan ke Posyandu dengan morbiditas dan status gizi contoh. Kegunaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti tentang pengetahuan gizi ibu, pola asuh di Desa Bojong Jengkol. Selain itu, juga dapat bermanfaat bagi masyarakat khususnya ibu yang memiliki bayi untuk dijadikan sebagai masukan dalam meningkatkan derajat kesehatan khususnya status gizi dan kesehatan bayi dan penyuluhan tentang pelaksanaan program gizi dalam keluarga dan pengaruhnya terhadap status gizi dan kesehatan bayi. Bagi pihak yang terkait ( Bidan dan tenaga kesehatan) 3 diharapkan dapat menjadi masukan untuk peningkatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat setempat sehingga dapat meningkatkan status gizi bayi, anak, ibu hamil dan menyusui. 4 TINJAUAN PUSTAKA Pengetahuan Gizi Ibu Menurut Notoatmodjo (1997) pengetahuan ibu tentang gizi adalah apa yang diketahui ibu tentang makanan sehat, makanan sehat untuk golongan usia tertentu (misalnya anak, ibu hamil, dan ibu menyusui) dan cara ibu memilih, mengolah dan menyiapkan makanan yang benar. Moehdji (1992) sebagaian besar kejadian gizi buruk pada anak dapat dihindari apabila ibu mempunyai cukup pengetahuan tentang bagaimana cara mengolah bahan makanan, cara mengatur menu, dan mengatur makanan anak, tetapi pengaruh terhadap konsumsi makanan ibu rumah tangga tidak selalu linear artinya semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi ibu rumah tangga, belum tentu kondisi makanan menjadi baik. Konsumsi makanan jarang dipengaruhi oleh pengetahuan gizi secara tersendiri tetapi merupakan interaksi antara sikap dan keterampilan (Sanjur 1982). Menurut Sajogyo et al 1978 secara tidak langsung pengetahuan gizi ibu akan mempengaruhi status gizi anak balita, karena dengan pengetahuannya para ibu dapat mengasuh dan memenuhi kebutuhan zat gizi anak balitanya, sehingga keadaan gizinya terjamin. Pola Asuh Gizi. Pola asuh gizi merupakan praktek dirumah tangga yang diwujudkan dengan tersedianya pangan dan perawatan kesehatan serta sumber daya lainnya untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan anak. Sedangkan menurut Zeitlin (2000) yang dikutip oleh Prahesti (2001) mengatakan bahwa salah satu aspek kunci dalam pola asuh gizi adalah praktek penyusuan dan pemberian MP-ASI. Lebih lanjut praktek penyusuan meliputi pemberian kolostrum,praktek pemberian makanan/minuman prelaktal, menyusui secara eksklusif, dan praktek penyapihan. Praktek pemberian kolostrum Kolostrum (susu pertama) adalah ASI yang keluar pada hari-hari pertama setelah bayi lahir (4-7 hari) berwarna kekuning-kuningan dan lebih kental karena mengandung banyak vitamin, protein, dan zat kekebalan yang penting untuk kesehatan bayi dari penyakit infeksi (Depkes RI 2005). Hal-hal yang mempengaruhi pemberian kolostrum adalah sebagai berikut ,meskipun kolostrum sangat penting untuk meningkatkan daya tahan bayi 5 terhadap penyakit, namun masyarakat terutama ibu-ibu masih banyak yang tidak memberikan kolostrum kepada bayinya (Depkes RI 2000). Hal ini sebagian besar disebabkan oleh ketidaktahuan mereka akan manfaat kolostrum bagi bayinya. Kebanyakan ibu-ibu di pedesaan yang persalinannya ditolong oleh dukun bayi belum terlatih selalu membuang kolostrum dengan alasan bahwa ASI tersebut mengandung bibit penyakit. Biasanya kolostrum tersebut dikubur bersama plasenta bayi. Selain karena kepercayaan tersebut di beberapa daerah memang terdapat tradisi yang mengharuskan untuk membuang kolostrum. Sedangkan sedikitnya penyuluhan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan gizi masyarakat semakin memperburuk keadaan ini. Praktek pemberian minuman/makanan prelaktal Makanan prelaktal adalah makanan dan minuman yang diberikan kepada bayi sebelum ASI keluar, misal air kelapa, air tajin, madu, pisang, susu bubuk, susu sapi, air gula, dan sebagainya (Depkes RI 2000). Kebiasaan memberikan makanan prelaktal harus dihindari karena dirasa tidak perlu dan malah bisa membahayakan bagi bayi dan ibu bayi. Bahaya pemberian makanan/minuman prelaktal (Savage 1991): Untuk bayi: a. Bayi tidak mau mengisap susu dari payudara karena pemberian makanan ini menghentikan rasa lapar. b. Diare sering terjadi karena makanan ini mungkin tercemar. c. Bila yang diberikan susu sapi alergi sering terjadi. d. Bayi bingung mengisap puting susu ibunya bila pemberian makanan lewat botol. e. Saluran pencernaan bayi belum cukup kuat untuk mencerna makanan selain ASI. Untuk Ibu: a. ASI keluar lebih lama karena bayi tidak cukup mengisap. b Bendungan dan mastitis mungkin terjadi karena payudara tidak mengeluarkan ASI. c Ibu sulit menyusui dan cenderung berhenti menyusui. Hal-hal yang mempengaruhi pemberian makanan/minuman prelaktal adalah sebagai berikut : Pemberian makanan/minuman prelaktal masih sering dilakukan terutama bagi bayi yang lahir di Rumah Sakit (RS) atau Rumah Sakit Bersalin (RSB). Pemberian ini didorong oleh sulitnya/sedikitnya ASI yang 6 dihasilkan. Jenis minuman prelaktal yang diberikan biasanya adalah susu formula. Praktek pemberian ini menjadi semakin meningkat dengan banyaknya iklan dan poster mengenai susu formula yang terpasang di RS dan RSB. Akibat lanjut dari hal ini bahwa ibu lebih senang memberi susu formula kepada bayinya dari pada menyusui. Sedangkan bagi ibu-ibu di pedesaan yang melahirkan dengan pertolongan dukun bayi biasanya juga masih sering memberi makanan prelaktal ini dengan alasan yang tidak jauh berbeda dengan diatas, yaitu bahwa ASI sulit keluar dan sangat lama sehingga bayi terus menangis. Pengetahuan gizi ibu yang rendah semakin mendorong praktek ini. Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan bayi, dan mengganggu keberhasilan menyusui (Depkes RI 2000). Praktek pemberian ASI Pola pemberian ASI merupakan model praktek penyusuan/pemberian ASI oleh ibu kepada bayinya pada usia 4 bulan pertama kehidupan bayi. Pola pemberian ASI dibedakan menjadi 2 macam yaitu pola eksklusif dan pola non eksklusif (Depkes RI 2005). ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja kepada bayi sejak lahir sampai usia 4 bulan tanpa diberi makanan pendamping ataupun makanan pengganti ASI. Sedangkan ASI non eksklusif adalah pola pemberian ASI yang ditambah dengan makanan lain baik berupa MP-ASI maupun susu formula (Depkes RI 2005). Alasan pemberian ASI eksklusif antara lain adalah : a. Pada periode usia bayi 0–4 bulan kebutuhan gizi bayi baik kualitas maupun kuantitas terpenuhi dari ASI saja tanpa harus diberikan makanan/minuman lainya. b. Pemberian makanan lain akan mengganggu produksi ASI dan mengurangi kemampuan bayi untuk mengisap. c. Zat kekebalan dalam ASI maksimal dan dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi. Pemberian ASI pada bayi usia 1-6 bulan harus dilakukan sesering mungkin setiap kali bayi menginginkannya (on demand). Pemberian ASI minimal 8 kali sehari semalam. Jangan memberikan makanan atau minuman apapun selain ASI, bahkan air putih sekalipun (CAHD 2004). ASI mengandung zat gizi yang cukup untuk kebutuhan bayi hingga usia 6 bulan (ASI ekslusif). Kekhawatiran bayi akan kurang gizi dan terganggu pertumbuhannya akibat 7 mendapat ASI ekslusif tidak terbukti. Selain itu, bayi yang mendapat ASI ekslusif jarang terkena penyakit saluran pencernaan seperti muntah dan diare (Kramer 2002). Praktek pemberian MP-ASI Makanan pendamping ASI ( MP-ASI) merupakan makanan tambahan yang diberikan pada bayi setelah bayi berusia 4-6 bulan sampai bayi berusia 24 bulan. Selain MP-ASI, ASI pun harus tetap diberikan kepada bayi, paling tidak sampai usia 24 bulan. MP-ASI merupakan makanan tambahan bagi bayi, makanan ini harus menjadi pelengkap dan dapat memenuhi kebutuhan bayi. Jadi MP-ASI berguna untuk menutupi kekurangan zat-zat gizi yang terkandung didalam ASI. Dengan demikian, cukup jelas bahwa peranan MP-ASI bukan sebagai pengganti ASI tetapi untuk melengkapi atau mendampingi ASI (Krisnatuti et al 2002). Tujuan pemberian MP-ASI Tujuan pemberian MP-ASI adalah untuk menambah energi dan zat gizi yang diperlukan bayi karena ASI tidak dapat mencukupi kebutuhan bayi yang semakin meningkat seiring dengan bertambahnya umur dan berat badan. Gangguan terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak yang normal dapat terjadi ketika kebutuhan energi dan zat gizi bayi tidak terpenuhi. Hal ini dapat disebabkan asupan makanan bayi yang hanya mengandalkan ASI saja atau pemberian makanan tambahan yang kurang memenuhi syarat. Disamping itu faktor terjadinya infeksi pada saluran pencernaan memberi pengaruh yang cukup besar (Krisnatuti et al 2002). Praktek penyapihan Masa penyapihan adalah proses dimana seorang bayi secara perlahanlahan memakan makanan keluarga ataupun makanan orang dewasa sehingga secara bertahap bayi semakin kurang ketergantungannya pada ASI dan perlahan-lahan proses penyusuan akan berhenti (Savage 1991). Bayi yang sehat pada usia penyapihan akan tumbuh dan berkembang sangat pesat, sehingga perlu penjagaan khusus untuk memastikan bahwa bayi mendapat makanan yang benar (Depkes RI 1998). Di beberapa tempat, bayi pada usia penyapihan tidak tumbuh dengan baik, maka sering jatuh sakit dan lebih sering terkena penyakit infeksi terutama diare, dibanding waktu-waktu lain. Bayi-bayi yang kurang gizi mungkin akan menjadi lebih buruk keadaannya pada masa penyapihan. Makanan yang tidak cukup dan adanya penyakit membuat bayi tidak tumbuh dengan baik. Hal ini 8 dapat terlihat pada KMS terjadi kenaikan berat badan yang tidak memuaskan atau dalam keadaan yang lebih parah terjadi penurunan berat badan (Depkes RI 1998). Hal-hal yang mempengaruhi praktek penyapihan dini Penyapihan dimulai pada umur yang berbeda pada masyarakat yang berbeda. Menurut WHO bahwa jumlah ibu-ibu di pedesaan yang mulai penyapihan lebih awal tidak sebanyak diperkotaan. Di daerah semi perkotaan, ada kecenderungan rendahnya frekuensi menyusui dan ASI dihentikan terlalu dini karena ibu kembali bekerja. Hal ini menyebabkan kebutuhan zat gizi bayi/anak kurang terpenuhi apalagi kalau pemberian MP-ASI kurang diperhatikan, sehingga anak menjadi kurus dan pertumbuhannya sangat lambat (Depkes RI 2000). Selain karena alasan tersebut kegagalan penyusuan akibat pemberian makanan atau minuman prelaktal sebelum ASI keluar juga menjadi alasan praktek penyapihan dilakukan secara dini, disamping karena ASI tidak keluar dari sesaat sesudah melahirkan (Savage 1991). Pola Asuh Kesehatan Pola asuh kesehatan (PAK) batita, diukur dari bagaimana keluarga melayani kebutuhan kesehatan anak yang meliputi pemberian imunisasi, kapsul vitamin A, penimbangan di Posyandu serta hygiene pribadi. Pola asuh kesehatan akan mempengaruhi pada frekuensi terjadinya penyakit infeksi seperti diare dan ISPA. Penyakit infeksi pada anak balita merupakan masalah kesehatan yang penting di negara berkembang dan telah diketahui mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan anak (Martianto et al 2005). Hastuti (2008) menyebutkan ada dua usaha yang dilakukan orangtua untuk melakukan pola asuh hidup sehat yaitu preventif dan kuratif. Upaya preventif adalah dengan membiasakan pola hidup sehat, melalui penanaman kebiasaan hidup bersih dan teratur seperti mandi, keramas rambut, gosok gigi, gunting kuku, cuci tangan sebelum makan. Upaya tersebut perlu ditanamkan sejak usia dini. Upaya kuratif yang dapat dilakukan meliputi upaya orangtua untuk memberikan pengobatan dan perawatan agar anak selalu berada dalam kondisi terbebas dari penyakit infeksi dan penyakit lain yang umum terjadi pada anak. Menurut Azwar (2000) pelayanan kesehatan yang baik harus memenuhi minimal tiga persyaratan pokok yakni sesuai dengan kebutuhan pemakaian jasa 9 pelayanan, terjangkau oleh pemakai jasa pelayanan serta terjamin mutu. Salah satu jenis pelayanan kesehatan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat antara lain Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Kartu Menuju Sehat (KMS) yang diperoleh dari posyandu berguna untuk memonitor berat badan anak setiap bulannya. Kartu Menuju Sehat (KMS) adalah alat yang memungkinkan dilakukannya pengamatan terhadap pertumbuhan anak dengan cara sederhana yang berfungsi sebagai alat pemantauan gerak pertumbuhan (Ariesman 2009). Pemberian Imunisasi. Imunisasi adalah pemberian kuman penyakit yang telah dilemahkan atau dimatikan. Tujuannya adalah agar tubuh bayi membentuk zat kekebalan terhadap kuman tersebut (Depkes RI 2005). Imunisasi yang dianjurkan adalah Hepatitis B, BCG, Polio, DPT, campak, pneumokokus (PCV), influenza, varisela, Measles Mumps Rubella (MMR), tifoid, Hepatitis A, HPV (IDAI 2010). Imunisasi Hepatitis B pertama kali diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan pada umur 1 dan 6 bulan.. HB-2 diberikan pada umur 1 bulan, interval HB-1 dan HB-2 adalah 1 bulan. HB-3 diberikan umur 6 bulan. Untuk mendapatkan respons imun optimal, interval HB-2 dan HB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan. Polio diberikan saat kunjungan pertama. Untuk bayi yang lahir di RB/RS polio oral diberikan saat bayi dipulangkan (untuk menghindari transmisi virus vaksin kepada bayi lain). Polio dilakukan dengan 5 kali pengulangan yaitu pada saat baru lahir (Polio-0), usia 2 bulan (Polio 1), usia 4 bulan (Polio 2), usia 6 bulan (Polio 3), usia 18 bulan (Polio 4) dan usia 5 tahun (Polio 5). Pemberian imunisasi polio dapat dilakukan bersamaan dengan imunisasi DPT. Imunisasi DPT yaitu imunisasi / vaksin kombinasi yang terdiri dari bakteri pertusis yang telah dimatikan, toksoid (zat yang menyerupai racun) dari difteri dan juga tetanus. Vaksin DPT diberikan untuk mencegah penyakit difteri yang bisa mematikan, penyakit pertusis yang sering disebut batuk 100 hari dan penyakit tetanus. Imunisasi DPT dapat diberikan pada usia minimal 6 minggu sampai 2 bulan. Lalu dilanjutkan pada usia 4 bulan dan 6 bulan. Setelah itu diulang kembali pada usia 18 bulan. Ada dua bentuk imunisasi DPT, yakni bentuk DPwT (whole cell pertusis atau mengandung komponen protein pertusis lengkap) dan bentuk DPaT (acelullar atau hanya mengandung sebagian protein pertusis). Pada DPaT di mana protein pertusis telah dikurangi, otomatis 10 kemungkinan timbul efek sampingnya juga berkurang. Namun, bukan berarti DPaT bebas demam. Hanya saja bila timbul demam tidak setinggi DPwT. Imunisasi BCG berfungsi untuk ketahanan terhadap penyakit TB (Tuberkulosis), TB disebabkan kuman Mycrobacterium tuberculosis, dan mudah sekali menular melalui droplet, yaitu butiran air di udara yang terbawa keluar saat penderita batuk, bernapas ataupun bersin, TB berkaitan dengan keberadaan virus tubercel bacili yang hidup di dalam darah. Sehingga, agar memiliki kekebalan aktif, dimasukkan jenis basil tak berbahaya ke dalam tubuh, vaksinasi BCG (Bacillus Calmette Guerin).BCG dapat diberikan sejak lahir. Apabila BCG akan diberikan pada umur > 3 bulan sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu dan BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif. Campak-1 diberikan pada umur 9 bulan, campak-2 merupakan program BIAS pada SD kelas 1, umur 6 tahun. Apabila telah mendapatkan MMR pada umur 15 bulan, campak-2 tidak perlu diberikan. MMR diberikan apabila sampai umur 12 bulan belum mendapatkan imunisasi campak, MMR dapat diberikan pada umur 12 bulan. Vaksin Hepatitis A direkomendasikan pada umur > 2 tahun, diberikan dua kali dengan interval 6-12 bulan. Vaksin tifoid polisakarida injeksi direkomendasikan untuk umur > 2 tahun. Imunisasi tifoid polisakarida injeksi perlu diulang setiap 3 tahun. Perilaku hidup bersih dan sehat. Kebersihan adalah faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan. Hal ini terlihat dari banyaknya orang yang mendapat penyakit karena tidak memperhatikan faktor kebersihan (Depkes RI 1995). Beberapa penyakit tertentu misalnya penyakit kulit bakteria dan jamur berhubungan erat dengan kebersihan perorangan (Notoatmodjo 1997). Hygiene diri sangat penting diketahui dan dipraktekkan oleh setiap orang untuk kesehatan dirinya maupun kesehatan masyarakat. Hygiene diri adalah pengetahuannyang sifatnya individualistis, artinya sangat tergantung dari diri sendiri, yang prakteknya harus dimengerti dan dilaksanakan oleh setiap individu (Suklan 2000). Mengingat balita adalah individu pasif, maka penjagaan kesehatannya merupakan tanggung jawab individu dewasa disekitarnya, terutama oleh orangtuanya (Depkes 1995). Ruang lingkup hygiene diri meliputi kebersihan kulit, rambut, mata, kuku, hidung, telinga, mulut dan gigi, tangan dan kaki, pakaian, serta kebersihan sesudah buang air besar dan air kecil. Anak harus dapat belajar menjaga kesehatan sendiri sejak dini seperti memotong kuku setiap minggu dan menjaga 11 kebersihannya, menggosok gigi sehari dua kali, mandi dengan sabun dua kali sehari, mencuci anggota badan sebelum tidur, menggunakan pakaian bersih dan sebagainya. Selain menjaga kebersihan diri terpenuhinya pelayanan kesehatan balita juga penting agar status kesehatan balita tetap terjaga (Depkes 1995). Secara umum, lingkungan menentukan mudahnya terjadi penyebaran penyakit infeksi. Ciri umum kondisi lingkungan yang tidak baik adalah keadaan sesak dan pengap, sanitasi buruk, program imunisasi tidak berjalan, penyapihan terlalu dini dan fasilitas penyimpanan makanan yang tidak memadai (Thaha 1995). Sanitasi lingkungan biasanya erat kaitannya dengan kondisi pemukiman. Kusnoputranto (1983) mendefenisikan sanitasi lingkungan sebagai usaha-usaha pengendalian dari semua faktor-faktor lingkungan fisik manusia yang mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan hal yang merugikan bagi perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia. Menurut Latifah et al (2002) rumah dikatakan sehat jika memenuhi beberapa persyaratan berikut : 1. Lantai rumah harus mudah dibersihkan misalnya lantai yang terbuat dari keramik, teraso, tegel atau semen dan kayu atau bambu. Lantai tanah tidak memenuhi syarat kesehatan karena dapat menjadi sumber penyakit seperti cacingan dan bakteri penyebab sakit perut. 2. Atap rumah harus kuat dan tidak mudah bocor misalnya genteng, asbes, gelombang, seng, sirap dan nipah. 3. Dinding rumah yang baik adalah tembok yang dapat dicat dan dibersihkan dengan mudah. Menurut Depkes (2008) penggunaan jenis dinding dapat pula digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat. 4. Ventilasi udara biasanya berupa jendela yang dilengkapi dengan lubang angin. Fungsi ventilasi udara adalah untuk pertukaran udara agar di dalam rumah tetap bersih dan segar. Sebaiknya setiap ruangan mempunyai sedikitnya satu buah jendela yang bisa dibuka dan ditutup sehingga udara dapat mengalir lancar. 5. Rumah harus memiliki sumber air bersih dan sehat. Syarat lokalisasi bertujuan agar sumber air minum terhindar dari kotoran, sehingga perlu diperhatikan jarak sumber air minum dengan cubluk (kakus) lubang galian sampah, lubang galian untuk limbah dan sumber-sumber pengotor 12 lainnya. Menurut Widyati dan Yuliarsih (2002) jarak sumur dengan WC minimum 10 meter. 6. Jumlah kamar mandi sebaiknya disesuaikan dengan jumlah anggota keluarga. Jika anggota keluarga ada empat maka paling sedikit harus ada satu kamar mandi. Setiap kamar mandi biasanya dilengkapi dengan jamban atau WC. 7. Rumah harus memiliki sarana pembuangan air limbah dan sampah. Air limbah terdiri dari kotoran manusia, air kotor dari permukaan tanah. 8. Kandang ternak harus terpisah cukup jauh dari rumah agar rumah terjaga kebersihan dan kesehatannya. Selain itu kandang ternak harus memiliki tempat pembuangan kotoran. Sanitasi lingkungan memiliki peran cukup dominan dalam penyediaan lingkungan yang mendukung kesehatan anak dan proses tumbuh kembangnya. Kebersihan, baik perorangan maupun lingkungan memegang peranan penting dalam timbulnya penyakit. Akibat sanitasi yang kurang baik memungkinkan terjadinya berbagai jenis penyakit, seperti diare, ISPA, cacingan, tifus abdominalis, hepatitis, malaria, demam berdarah dan sebagainya. Kebiasaan buruk membuang sampah ke sungai atau pinggiran sungai bukan tidak menimbulkan persoalan. Air sungai menjadi kotor dan rawan terjadi penyumbatan saluran yang beresiko terjadinya banjir. Namun masih banyak warga yang berpendapat bahwa mereka sudah bertahun tahun membuang sampah ke sungai, tapi tidak terjadi masalah apa-apa (Harto 2006). Selain itu, masalah polusi udara.Polusi udara dalam ruangan mungkin menjadi masalah kesehatan yang lebih serius daripada polusi udara luar ruang, karena secara rata- rata kita menghabiskan 75% dari waktu di dalam ruangan. Bagi sebagian kelompok termasuk bayi, orang lanjut usia, orang yang baru sembuh dari sakit dan orang cacat persentase waktu yang dihabiskan di dalam ruangan bahkan mungkin lebih tinggi. Kemungkinan efek kesehatan akibat pajanan pada polutan dalam ruang yang berbahaya sangat banyak (Hunters dan Hirsch 2006). Efek umum yang dialami oleh non perokok di suatu ruangan penuh asap rokok berkisar dari iritasi ringan pada mata dan tenggorokan hingga serangan angina (Hunters dan Hirsch 2006). 13 Morbiditas Mobiditas ini meliputi prevalensi penyakit menular dan penyakit tidak menular. Menurut Subandriyo (1993) dalam Hidayati (2011) angka kesakitan (morbiditas) lebih mencerminkan keadaan kesehatan sesungguhnya, sebab kejadian kesakitan mempunyai hubungan yang erat dengan berbagai faktor lingkungan seperti perumahan, air minum dan kebersihan serta faktor kemiskinan, kekurangan gizi serta pelayanan kesehatan. Sedangkan angka kematian lebih banyak dipengaruhi oleh kemajuan teknologi kedokteran sehingga kurang mencerminkan keadaan kesehatan yang sesungguhnya. Status Gizi dan Kesehatan Menurut Soekirman (2000) status gizi berarti keadaan kesehatan fisik seseorang atau sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu atau dua kombinasi dari ukuran–ukuran gizi tertentu. Suhardjo (1989) mengatakan bahwa status gizi adalah keadaan tubuh yang disebabkan oleh konsumsi penyerapan dan penggunaan makanan. Status kesehatan merupakan salah satu aspek pola asuh yang dapat mempengaruhi status gizi anak kearah membaik. Status kesehatan adalah halhal yang dilakukan untuk menjaga status gizi anak, menjauhkan dan menghindarkan penyakit serta yang dapat menyebabkan turunnya keadaan kesehatan anak. Status kesehatan ini meliputi hal pengobatan penyakit pada anak apabila anak menderita sakit dan tindakan pencegahan terhadap penyakit sehingga anak tidak sampai terkena suatu penyakit. Status kesehatan anak dapat ditempuh dengan cara memperhatikan keadaan gizi anak, kelengkapan imunisasinya, kebersihan diri anak dan lingkungan dimana anak berada, serta upaya ibu dalam hal mencari pengobatan terhadap anak apabila anak sakit. Jika anak sakit hendaknya ibu membawanya ketempat pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, klinik, puskesmas dan lain-lain (Zeitlin 2000). Faktor yang memperngaruhi kesehatan adalah penyebab penyakit, manusia dan lingkungan. Gangguan keseimbangan diantara ketiga faktor tersebut menimbulkan gangguan kesehatan yang menyebabkan penurunan derajat kesehatan seseorang. Penyebab penyakit dapat berasal dari dalam maupun luar tubuh. Daya tahan tubuh manusia akan mempengaruhi kemudahan terkena penyakit. 14 Penilaian Status Gizi Status gizi sebagai keadaan kesehatan tubuh seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat-zat gizi makanan yang dapat dinilai dengan berbagai cara yaitu melalui penilaian klinis, biokimia, dan antropometri (Riyadi 1995). Menurut Supariasa (2002) penilaian status gizi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penilaian secara langsung dan tidak langsung. 1) Penilaian status gizi secara langsung Untuk mengetahui pertumbuhan anak, secara praktis dilakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan secara teratur. Ada beberapa cara menilai status gizi yaitu dengan pengukuran antropometri, klinis, biokimia dan biofisik yang disebut dengan penilaian status gizi secara langsung. Pengukuran status gizi anak berdasarkan antropometri adalah jenis pengukuran yang paling sederhana dan praktis karena mudah dilakukan dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar. Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa 2002). Parameter yang digunakan pada penilaian status gizi dengan menggunakan antropometri adalah umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, dan lingkar dada (Supariasa 2002). Indeks antropometri yang umum digunakan dalam menilai status gizi adalah Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB). Indeks BB/U adalah pengukuran total berat badan termasuk air, lemak, tulang, dan otot. Indeks TB/U adalah pengukuran pertumbuhan linier. Indeks BB/TB adalah indeks untuk membedakan apakah kekurangan gizi terjadi secara kronis atau akut (Supariasa 2002). Data status gizi batita dengan pengukuran z skor, standar WHO/NCHS (World Health Organization-National Center for Health Statistics) dengan kriteria sebagai berikut : status gizi buruk jika< - 3 SD, status gizi kurang jika - 3 SD s/d < -2 SD, status gizi baik jika -2 SD s/d +2 SD dan status gizi lebih> 2 SD (Depkes 2000) 15 Pemeriksaan klinis merupakan metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit (Supariasa 2002). Pemeriksaan secara biokimia merupakan pemeriksaan specimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urin, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode ini digunakan untuk peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi (Supariasa 2002). Penilaian secara biofisik merupakan metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan). Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik. Cara yang digunakan adalah test adaptasi gelap (Supariasa 2002). 2) Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi tiga yaitu: survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. Survei konsumsi makanan merupakan metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi dalam masyarakat, keluarga, dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan atau kekurangan zat gizi (Supariasa 2002). Karakteristik Contoh Umur contoh. Status gizi balita merupakan hal yang penting yang harus diketahui oleh orangtua. Perlunya perhatian lebih dalam usia tumbuh kembang balita didasarkan pada fakta bahwa kurang gizi yang terjadi pada usia emas (Golden Age) ini bersifat tidak dapat pulih (irreversible). Kekurangan gizi dapat mempengaruhi perkembangan otak. Padahal, perkembangan otak terjadi pada 16 usia balita. Fase cepat pertumbuhan otak berlangsung pada janin usia 30 minggu sampai dengan 18 bulan (Khomsan 2008). Pertumbuhan bayi merupakan salah satu indikator yang peka terhadap kekurangan gizi. Pada masa bayi, terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat baik fisik maupun mental dibandingkan dengan tahapan umur berikutnya dan bayi merupakan segmen masyarakat yang paling rawan (Hardinsyah et al 2000). Jenis kelamin. Berdasarkan jenis kelamin maka dapat diketahui pola asuh yang diberikan. Secara budaya perempuan dan anak-anak seringkali menerima relatif lebih sedikit makanan dibanding anak laki-laki atau mereka yang lebih tua. Kebiasaan dalam pembagian makanan secara signifikan berhubungan dengan pendidikan dan nilai-nilai atau norma di dalam keluarga dan budaya yang berlaku di masyarakat. Kebiasaan, nilai dan norma yang berhubungan dengan makanan, praktek pengasuhan dan kesehatan pada keluarga akan mempengaruhi keputusan dan praktek konsumsi serta pelayanan kesehatan bagi anak-anak mereka (Martianto et al 2008). Proses kelahiran. Bayi cukup bulan (term infant) adalah bayi yang lahir dengan usia gestasi 37-42 minggu (259-294 hari) lengkap. Bayi kurang bulan (preterm infant) adalah bayi yang lahir dengan usia gestasi kurang dari 37 minggu (<259 hari), disebut juga prematur. Bayi berat lahir rendah adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 g tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir. Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa bayi BBLR akan mempunyai kemungkinan meninggal neonatal 20-30 kali lebih besar dan meninggal sebelum berumur satu tahun 17 kali lebih besar dari bayi lahir dengan berat lahir normal (Hardinsyah et al 2000). Proses persalinan. Paraji atau dukun bayi adalah seorang perempuan yang diakui oleh masyarakat dalam mendampingi ibu hamil, pertolongan persalinan serta perawatan bayi baru lahir secara spiritual (Maas 2004). Paraji kebanyakan merupakan orang yang cukup dikenal di desa, dianggap sebagai orang-orang tua yang dapat dipercayai dan sangat besar pengaruhnya pada keluarga yang mereka tolong. Masyarakat masih banyak yang beranggapan bahwa bila persalinan ditolong oleh bidan biayanya mahal sedangkan bila ditolong oleh paraji bisa membayar berapa saja. Penyebab lain mengapa bidan tidak dipilih dalam membantu persalinan adalah bahwa selain umurnya masih relatif muda, bidan 17 dipandang belum memiliki pengalaman melahirkan dan kebanyakan belum dikenal oleh masyarakat. Peranan paraji dalam proses kehamilan dan persalinan berkaitan sangat erat dengan budaya setempat dan kebiasaan setempat (Anggorodi 2009). Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga Umur ibu. Saat ini masih banyak perempuan yang menikah pada usia di bawah 20 tahun. Secara fisik dan mental mereka belum siap untuk hamil dan melahirkan. Hal ini karena rahimnya belum siap menerima kehamilan dan ibu muda tersebut belum siap untuk merawat, mengasuh serta membesarkan bayinya. Bayi yang lahir dari seorang ibu muda kemungkinan lahir belum cukup bulan, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan mudah meninggal sebelum bayinya berusia satu tahun. Sebaliknya perempuan yang umurnya diatas 35 tahun akan lebih sering menghadapi kesulitan selama kehamilan dan pada saat malahirkan serta akan mempengaruhi kelangsungan hidupnya (UNICEF 2002 dalam Kartini 2008).Umur orangtua terutama ibu berkaitan dengan pengalaman ibu dalam mengasuh anak. Seorang ibu yang masih muda kemungkinan kurang memliki pengalaman dalam mengasuh anak sehingga dalam merawat anak didasarkan pada pengalaman orangtua terdahulu. Ibu dengan usia muda cenderung memperhatikan kepentingan sendiri daripada anak dan keluarga (Hurlock 1993). Pendidikan orangtua. Tingkat pendidikan orangtua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan (Sukandar 2007). Dari berbagai penelitian diketahui bahwa apabila pendidikan dan pengetahuan dalam berbagai bidang gizi yang dimiliki orangtua baik, makan keadaan gizi anak juga baik (Riyadi 2006). Semakin tinggi pendidikan formal maka akan semakin luas wawasan berfikirnya, sehingga lebih banyak informasi yang diperoleh. Hal tersebut akan berdampak positif terhadap ragam pangan yang dikonsumsi. Latar belakang pendidikan ibu juga berpengaruh terhadap perilaku ibu dalam mengelola rumah tangga, termasuk konsumsi pangan sehari-hari (Engle et al 1997). Pendidikan merupakan penuntun manusia untuk berbuat dapat digunakan untuk mendapatkan informasi sehingga dapat meningkatkan kualiatas hidup. Ibu yang memiliki pendidikan tinggi cenderung mempunyai pengetahuan gizi, kesehatan dan pengasuhan anak yang baik (Madanijah 2003).Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak, 18 karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik/cara mempraktekkan pola asuh dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana cara menjaga kesehatan anak, pendidikannya dan sebagainya (Soetjiningsih 1998). Pekerjaan ayah. Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan. Besar pendapatan yang diterima individu akan dipengaruhi oleh jenis pekerjaan yang dilakukan (Suhardjo 1989). Semakin baik pekerjaan seseorang maka jumlah pendapatan yang diterima semakin baik. Peningkatan pendapatan dalam rumah tangga memberikan kesempatan kepada rumah tangga untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu jumlah dan keragaman pangan yang mereka beli. Hal ini sesuai dengan pendapat Soekirman (2000) yang menyatakan bahwa keluarga yang berstatus sosial ekonomi yang rendah atau miskin umumnya menghadapi masalah gizi kurang keadaannya serba terbalik dari masalah gizi lebih. Menurut Soetjiningsih (1998) bahwa pendapatan keluarga yang baik dapat menunjang tumbuh kembang anak. Karena orang tua menyediakan semua kebutuhan anak-anaknya. Pendapatan perkapita. Pendapatan perkapita adalah total penghasilan yang diperoleh dari seluruh anggota keluarga dibagi jumlah anggota keluarga. Pendapatan keluarga tergantung pada jenis pekerjaan kepala keluarga dan anggota keluarga. Jika pendapatan masih rendah maka kebutuhan pangan lebih dominan daripada kebutuhan non pangan. Sebaliknya, jika pendapatan meningkat maka pengeluaran non pangan semakin besar, mengingat kebutuhan akan pangan sudah terpenuhi ( Husaini et al 2000). Menurut Soekirman (2000) peningkatan pendapatan rumah tangga, belum tentu bermuara pada perbaikan gizi anggota rumah tangga yang rawan, terutama anak bayi atau balita, wanita hamil dan wanita menyusui. Menurut Berg (1986) terdapat hubungan antara pendapatan dan keadaan status gizi. Hal itu karena tingkat pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Besar keluarga. Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumberdaya yang sama. Semakin banyak jumlah anggota keluarga, tentunya akan semakin bervariasi aktivitas, pekerjaan dan seleranya. Sehingga jumlah 19 anggota keluarga berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan gizi yang dipengaruhi oleh konsumsi makanan. Banyaknya anggota keluarga akan mempengaruhi konsumsi pangan. Suhardjo (1989) menyatakan bahwa ada hubungan sangat nyata antara besar keluarga dan kurang gizi pada masing-masing keluarga. Jumlah anggota keluarga yang semakin besar tanpa diimbangi dengan meningkatnya pendapatan akan menyebabkan pendistribusian konsumsi pangan akan semakin tidak merata. Menurut BKKBN (1998) jumlah anggota keluarga dapat diklasifikasikan sebagai besar keluarga dalam tiga kategori yaitu kecil (≤ 4 orang), sedang ( 5-7 orang) dan besar (> 7 orang). 20 KERANGKA PEMIKIRAN Status gizi secara langsung dipengaruhi oleh konsumsi dan infeksi (tingkat morbiditas). Pada anak yang makan (konsumsi) tidak cukup baik, maka, daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah. Hal ini berakibat pada anak mudah terserang infeksi yang dapat mengurangi nafsu makan, dan akhirnya menderita kurang gizi, sehingga berdampak pada status gizi kurang/buruk. Infeksi juga mempunyai kontribusi terhadap kekurangan energi, protein dan zat gizi lain, karena menurunnya nafsu makan, dan sebagian energi serta zat gizi lain digunakan oleh penginfeksi sehingga asupan makanan menjadi berkurang. Infeksi penyakit (tingkat morbiditas) dipengaruhi oleh pola asuh kesehatan, diantaranya adalah pemberian imunisasi, pelayanan kesehatan, perawatan kesehatan, serta pola hidup bersih dan sehat . Pelayanan kesehatan adalah akses dan / atau keterjangkauan keluarga terhadap upaya pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan, imunisasi, pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pertolongan kesehatan, penimbangan bayi dan balita, serta penyuluhan kesehatan dan gizi. Ketidakterjangkauan pelayanan kesehatan karena tidak mampu membayar, kurang pendidikan dan pengetahuan merupakan suatu kendala keluarga dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia. Hal ini akhirnya berdampak pada status gizi masyarakat terutama bayi. Selanjutnya , pengetahuan gizi ibu akan mempengaruhi pola asuh gizi dan kesehatan yang diberikan. Pola asuh gizi mencakup praktek pemberian kolostrum, praktek pemberian makanan minuman prelaktal, praktek pemberian ASI, praktek pemberian MP ASI dan praktek penyapihan.Kondisi sosial ekonomi keluarga meliputi pendidikan orang tua, pekerjaan orangtua, jumlah anggota keluarga, dan pendapatan keluarga akan mempengaruhi penyediaan pangan dalam keluarga. Penyediaan pangan berpengaruh terhadap konsumsi pangan dan lebih lanjut menentukan asupan energi dan protein. Kerangka pemikiran penelitian ini secara sistematis disajikan pada Gambar 1. 21 Sosek keluarga 1.Pedidikan orangtua 2.Pekerjaan orangtua 3.Jumlah anggota keluarga 4. Pendapatan keluarga Pola asuh gizi 1.Praktek pemberian kolostrum 2. Praktek pemberian makanan minuman prelaktal 3. Praktek pemberian ASI 4. Praktek pemberian MP ASI 5.Praktek penyapihan Asupan energi dan protein Status gizi bayi Pengetahuan gizi dan kesehatan ibu Pola asuh kesehatan 1.Pemberian imunisasi 2. Penimbangan di Posyandu 3. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Morbiditas (penyakit dan infeksi ) Keterangan = Hubungan yang dianalisis = Hubungan yang tidak analisis = Variabel yang diteliti Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian : pengetahuan gizi ibu dan kaitannya dengan pola asuh gizi dan kesehatan, status gizi bayi 22 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study.Penelitian dilakukan di Desa Bojong Jengkol yang berada di wilayah kerja Puskesmas Pasir Ciampea. Populasi dalam penelitian ini adalah bayi umur 0-24 bulan yang bertempat tinggal di Desa Bojong Jengkol. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bayi umur 0–24 bulan yang terdaftar di Posyandu Desa Bojong Jengkol. Pengambilan data dilakukan pada Desember- Januari 2012. Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah : 1) Bayi umur 0–24 bulan yang mempunyai KMS dengan catatan hasil penimbangan lengkap minimal 3 bulan terakhir sampai dilaksanakannya penelitian. 2) Bayi diasuh oleh ibunya 3) Bayi lahir normal/tidak prematur. 4) Bayi dalam keadaan sehat/ tidak menderita penyakit infeksi berat (batuk rejan,gangguan paru-paru, campak, polio) saat penelitian . 5) Bersedia berpatisipasi. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah bayi tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap sehingga sulit dihubungi dan menderita penyakit kronis. Cara dan Jumlah Pengambilan Contoh Pemilihan Puskesmas Pasir dilakukan secara purposiveatau dengan beberapa pertimbangan diantaranya bahwa Kecamatan Ciampea termasuk kedalam Kecamatan di Kabupaten Bogor yang memiliki kasus gizi buruk yang relatif tinggi dan juga banyak ditemukan kasus gizi kurang. Pengambilan contoh yaitu dilakukan pada bayi yang datang ke Posyandu dan memenuhi kriteria inklusi. Jika contoh yang datang ke Posyandu jumlahnya melebihi dari yang diperlukan, maka contoh akan diambil secara acak sederhana (simple random sampling). Jumlah contoh yang akan diambil yaitu 60 orang contoh yang terdiri dari 47 contoh dengan status gizi baik dan 13 contoh dengan status gizi kurang/buruk. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dapat digolongkan menjadi dua, yaitu data primer melalui wawancara dengan menggunakan alat bantu kuesioner, sedangkan data sekunder akan dikumpulkan dari Posyandu 23 dan Puskesmas setempat. Data primer yang akan dikumpulkan meliputi karakteristik contoh, karakteristik sosial ekonomi keluarga,pola asuh gizi, pola hidup bersih dan sehat, dan asupan energi dan protein. Data karakteristik contoh yang dikumpulkan meliputi nama, tanggal lahir, proses kelahiran, proses persalinan, umur, jenis kelamin, berat lahir, berat aktual, panjang, jumlah saudara. Data berat badan, panjang badan atau tinggi badan dan umur akan digunakan untuk menghitung atau menentukan status gizi Data karakteristik sosial ekonomi keluarga yang dikumpulkan meliputi: umur ibu, tingkat pendidikan orangtua, pekerjaan, besar penghasilan, besar keluarga, pengeluaran rumah tangga. Data pola asuh gizi yang dikumpulkan meliputi : Praktek pemberian kolostrum, pemberian makanan atau minuman prelaktal, pemberian ASI, pemberian MP ASI, dan penyapihan. Data pola asuh kesehatan yang dikumpulkan meliputi : pemberian imunisasi, penimbangan Posyandu, PHBS dan morbiditas. Data pola hidup bersih dan sehat yang dikumpulkan meliputi: kebersihan diri, sarana MCK, air bersih, sampah, rumah (dinding, lantai,atap ventilasi). Data dikumpulkan dengan wawancara langsung dengan kuesioner serta dengan form tabel jenis dan frekuensi penyakit yang sering di derita, imunisasi yang telah diberikan Jenis data sekunder yang dikumpulkan berupa kondisi umum lokasi penelitian dan keragaan Posyandu .Data dikumpulkan melalui observasi dan wawancara.Pengetahuan gizi diukur dengan menggunakan kuesioner. Pertanyaan yang diberikan untuk mengetahui pengetahuan gizi ibu contoh meliputi: praktek pemberian ASI, praktek pemberian MP ASI, kedatangan ke Posyandu, imunisasi yang diberikan. Jenis dan cara pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 1. Pengolahan dan Analisis Data Proses pengolahan data meliputi entry, coding, dan editing. Data yang diperoleh selanjutnya diolah dan dianalisis secara deskriptif dan inferensia dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS versi 16.0 for windows.Analisis statistik yang digunakan adalah Rank Spearman, Independen t test, chi square.Rank Spearman untuk menguji hubungan antara pengetahuan gizi ibu dan pola asuh gizi dengan status gizi bayi. Uji t untuk uji beda antara pola asuh gizi contoh, rutinitas datang ke Posyandu, imunisasi contoh status gizi baik 24 dan status gizi kurang/buruk. Uji chi square untuk menguji hubungan antara imunisasi dan rutinitas kedatangan Posyandu dengan morbiditas. Tabel.1 Jenis dan cara pengumpulan data No 1 Variabel Karakteristik contoh Data Cara pengumpulan data Nama, tanggal lahir, Wawancara langsung dengan proses kelahiran,umur, kuesioner, melihat KMS, jenis kelamin, berat lahir, pengukuran dan penimbangan berat aktual,panjang atau langsung tinggi badan Karakteristik Jumlah anggota Wawancara langsung dengan sosial keluarga,pendidikan orang kuesioner ekonomi tua, pekerjaan ayah,pendapatan keluarga. Karakteristik Jumlah anggota Wawancara langsung dengan sosial keluarga,pendidikan orang kuesioner ekonomi tua, pekerjaan ayah,pendapatan keluarga. 2. Pola asuh gizi Praktek pemberian Wawancara langsung dengan kolostrum,pemberian kuesioner makanan atau minuman prelaktal, pemberian ASI, pemberian MP ASI, penyapihan 3. Pola asuh Pemberian imunisasi, Pengamatan langsung, kesehatan penimbangan posyandu, Wawancara dengan kuesioner PHBS. dan, imunisasi yang telah diberikan, 4. 5. Morbiditas Jenis, frekuensi, lama Wawancara dengan form tabel sakit (selama 3 bulan jenis dan frekuensi penyakit yang terakhir) sering di derita, lama sakit Pengetahuan Makanan sehat, Praktek Wawancara langsung dengan gizi dan pemberian ASI, praktek kuesioner kesehatan ibu pemberian MP ASI 25 Pengolahan data sosial ekonomi keluarga dilakukan dengan cara: Umur ibu. Data umur ibu dikelompokan menjadi empat kelompok menurut Papila dan Old (1986) dalam Hidayati (2011) yaitu remaja (< 20 tahun), dewasa awal (20-40 tahun), dewasa tengah (41-65 tahun) dan dewasa akhir (> 65 tahun) Pendidikan. Data pendidikan terakhir yang ditempuh oleh ibu atau ayah. Data pendidikan ibu dan ayah akan dikategorikan menjadi yaitu: Tidak sekolah, lulus SD, lulus SLTP, lulus SLTA, Perguruan tinggi. Pekerjaan orangtua. Data pekerjaan ibu dan ayah dikategorikan menjadi yaitu: tidak bekerja (IRT), PNS, buruh pabrik, pegawai swasta, petani pemilik, pedagang, jasa (sopir/ojek). Selain itu, pekerjaan juga dibedakan berdasarkan status pekerjaan yang dimiliki yaitu: kontrak, tetap, harian. Pendapatan perkapita. Data pendapatan perkapita perbulan merupakan hasil dari pembagian jumlah pendapatan orangtua dan anggota keluarga lain terhadap jumlah anggota rumah tangga tiap bulannya. Hasil diperoleh kemudian diklasifikasikan berdasarkan rata-rata dan standar deviasi. Besar keluarga. Data besar keluarga diketahu dengan menanyakan kepada contoh jumlah anggota keluarga. Data yang diperoleh kemudian dikelompokan menurut kriteria BKKBN (1998) yang diklasifikan dalam tiga kategori yaitu kecil (≤ 4 orang), sedang (5-7 orang) dan besar (> 7 orang) Pengolahan data tentang pengetahuan gizi ibu, pola asuh gizi, pola asuh kesehatan dan status gizi bayi, konsumsi, morbiditas yaitu dengan cara: Pengetahuan gizi ibu. Pengetahuan gizi diolah dari jawaban contoh pada pertanyaan dalam kuesioner dalam bentuk pertanyaan tertutup (Pratek pemberian kolostrum, makanan/minuman prelaktal, ASI, MP ASI dan penyapihan). Penilaian dengan memberikan skor 1 jika menjawab benar dan menjawab salah diberi nilai 0. Total nilai yang diperoleh diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu baik jika > 80% jawaban benar, sedang jika 60-80 % jawaban benar, dan kurang jika < 60% jawaban benar. Pola asuh gizi. Pola asuh gizi diolah dari jawaban pada pertanyaan dalam kuesioner yang jika baik diberi nilai 1 untuk pernyataan positif dan 0 jika pernyataan negatif. Pola asuh gizi dikategorikan baik jika > 80% jawaban benar, sedang jika 60-80 % jawaban benar, dan kurang jika < 60% jawaban benar. Pola asuh kesehatan. Pola asuh kesehatan diolah dari jawaban pada pertanyaan dalam kuesioner yang jika baik diberi nilai 1 untuk pernyataan positif dan 0 jika pernyataan negatif. Pola asuh gizi dikategorikan jika > 80% jawaban 26 benar, sedang jika 60-80 % jawaban benar, dan kurang jika < 60% jawaban benar. Status gizi bayi. Status gizi bayi akan ditentukan dengan berat badan menurut umur dan selanjutnya dikategorikan menjadi empat yaitu status gizi buruk jika< 3.0 SD, status gizi kurang jika – 3.0 SD s/d <-2.0 SD, status gizi baik jika -2.0 SD s/d +2.0 SD dan status gizi lebih> 2.0 SD gizi buruk, gizi kurang(WHO NCHS 2006). Asupan Energi dan Protein. Data diperoleh melalui recall konsumsi 2x24 jam. Klasifikasi tingkat konsumsi dibagi menjadi lima dengan cut off point masingmasing sebagai berikut (Depkes RI 1996): 1). defisit tingkat berat <70 % AKG 2). defisit tingkat sedang : 70 % - 79 % AKG 3). defisit tingkat ringan : 80 % – 89 % AKG 4). normal : 90-119% AKG 5). kelebihan ≥ 120% AKG. Morbiditas. Data morbiditas ( rata-rata per bulan) dihitung berdasarkan kejadian sakit (selama 3 bulan terakhir dibagi 90 hari dan dikalikan dengan 30 hari). Menurut perhitungan interval kelas menurut Sugiono (2009) dalam Hidayati (2011) dikategorikan menjadi rendah apabila < 4 hari, sedang 4-7 hari dan tinggi > 7 hari. Cara pengkategorian variabel disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Cara pengkategorian variabel No 1 Variabel Karakteristik contoh Umur contoh Jenis kelamin Proses kelahiran Proses persalinan Karakteristik keluarga Umur ibu Pendidikan ayah Pendidikan ibu Kategori pengukuran 1. 2. 3. 4. 1. 2. 1. 2. 1. 2. 0-6 bulan 7-12 bulan 13-18 bulan 19-24 bulan Laki-laki Perempuan Normal Operasi (Caesar) Paraji Bidan 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4. 5. < 20 tahun 20-40 tahun 41-65 tahun >65 tahun Tidak sekolah Lulus SD Lulus SLTP Lulus SLTA Perguruan Tinggi Tidak sekolah Lulus SD Lulus SLTP Lulus SLTA Perguruan Tinggi 27 Lanjutan Tabel 2 No Variabel Pekerjaan orangtua No No Variabel Kategori pengukuran Variabel Kategori Pendapatanpengukuran (Kap/bln) abel 2 Besar keluarga Lanjutan table 1 2. Pengetahuan gizi ibu 3. Pola asuh gizi 4. Pola asuh kesehatan 5. Status gizi contoh (BB/U) 6. Asupan Energi dan Protein 7. Morbiditas Kategori pengukuran 1. Tidak bekerja (IRT) 2. Pegawai Negri Sipil 3. Buruh pabrik 4. Pegawai swasta 5. Petani pemilik 6. Pedagang 7. Jasa (sopir/ojek) 1. Tinggi 2. Sedang 3. Kurang 1. Kecil (≤ 4 orang) 2. Sedang (5-7orang) 3. Besar ( > 7 orang) 1. Baik 2. Sedang 3. Kurang 1. Baik 2. Sedang 3. Kurang 1. Baik 2. Sedang 3. Kurang 1. Gizi buruk z skor <-3.0 2. Gizi kurang z skor ≥ -3.0 s/d <-2.0 3. Gizi baik z skor ≥- 2.0 s/d z skor ≤ +2.0 4. Gizi lebih z skor ≥ 2.0 1. Defisit berat <70% AKG 2. Defiisit sedang 70-79%AKG 3. Defisit ringan 80-89%AKG 4. Normal 90-119%AKG 5. Lebih ≥120%AKG 1. Rendah < 4 hari 2. Sedang 4-7 hari 3. Tinggi ≥ 7 hari Definisi Operasional Contoh adalah bayi yang termasuk dalam kriteria inklusi penelitian. Karakteristik contoh adalah keadaan contoh yang diamati meliputi umur contoh, jenis kelamin, proses kelahiran dan proses persalinan. Karakteristik keluarga adalah keadaan keluarga yang meliputi umur ibu, pendidikan dan pekerjaan orangtua , pendapatan perkapita dan besar keluarga. Pola asuh gizi adalah praktek ibu dalam memenuhi kebutuhan energi dan gizi anak yang ditentukan berdasarkan praktek pemberian kolostrum, pemberian minuman dan/atau makanan prelaktal, pemberian ASI, pemberian MP ASI dan penyapihan. 28 Praktek pemberian kolostrum adalah tindakan ibu untuk memberikan cairan yang keluar pertama kali dari payudara ibu setelah bayi lahir (4-7 hari). Cairan tersebut umumnya berwarna kekuning-kuningan dan lebih kental (Depkes RI 2005) Praktek pemberian minuman/makanan prelaktal adalah tindakan ibu/penolong persalinan untuk memberikan minuman/makanan kepada bayi baru lahir selama ASI belum keluar (Depkes RI 2000). Praktek pemberian MP-ASI adalah tindakan ibu untuk memberikan makanan tambahan sebagai pelengkap dan pendamping ASI (Krisnatuti 2000). Praktek penyapihan adalah praktek ibu untuk menghentikan pemberian ASI secara bertahap kepada bayinya dan diganti dengan makanan pengganti (Savage 1991). Status gizi bayi adalah keadaan fisik seseorang atau sekelompok orang yang ditentukan berdasarkan indikator berat badan dan umur terhadap baku antropometri WHO NCHS 2006. Pola asuh kesehatan adalah pengasuhan yang ditentukan berdasarkan pemberian imunisasi, penimbangan di Posyandu serta perilaku hidup bersih dan sehat. Imunisasi adalah pemberian kuman penyakit yang telah dilemahkan atau dimatikan (HB,BCG,DPT,polio,campak) agar bayi mempunyai kekebalan/daya tahan tubuh. Morbiditas adalah jumlah hari sakit rata-rata per bulan. Pengetahuan gizi dan kesehatan ibu adalah apa yang diketahui ibu tentang makanan sehat, praktek pemberian ASI dan MP ASI. 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Lokasi penelitian adalah Desa Bojong Jengkol yang merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, dengan luas wilayah 212 Ha, yang berbatasan dengan Desa Benteng disebelah utara, desa Cihideung Udik atau Cibanteng disebelah selatan, Desa Cinangka atau Cinangneng disebelah barat dan Desa Tegal Waru atau Bojong Rangkas disebelah timur. Penelitian dilakukan di tiga RW, yaitu RW 7 (Cikirai), RW 8 (Bengle), dan RW 9 (Sukabetah). Jumlah penduduk Desa Bojong Jengkol sampai akhir bulan Desember 2009 tercatat sebanyak 9.177 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 4.746 jiwa, perempuan sebanyak 4.431, dan jumlah kepala keluarga (KK) sebanyak 2.203. Puskesmas Pasir yang terletak di Kampung Pasir Oray Desa Cinangka mempunyai wilayah kerja yang mencakup tiga desa, yaitu Bojong Jengkol, Cinangka dan Tegal Waru. Desa Bojong Jengkol memiliki 9 RW. Masing-masing RW memiliki 1 Posyandu kecuali RW 8 dan 9 digabung menjadi 1 Posyandu, sehingga total ada 8 Posyandu di wilayah tersebut. Keseluruhan jumlah kader adalah 30 orang dengan jumlah kader perposyandu sebanyak 3-4 orang. Pelaksanaan kegiatan Posyandu di Desa Bojong Jengkol selalu rutin diadakan setiap bulan di setiap RW. Hal ini cukup membantu pelayanan kesehatan bagi ibu dan batita dan tentu saja meningkatkan keterampilan ibu dalam memberikan pola asuh kesehatan (PAK) yang baik kepada anaknya. Meski pelayanan Posyandu di Desa Bojong Jengkol belum terkategori baik, akan tetapi kegiatannya rutin dilakukan setiap bulan. Parakader sangat menentukan keaktifan para peserta Posyandu, khususnya bagi RW yang agak sulit dijangkau. Kader yang berada di RW tersebut, menurut penilaian peneliti telah melakukan tugasnya dengan baik dengan segala keterbatasan dan kesejahteraan yang kurang terjamin. Pelayanan yang diberikan di Posyandu masih dominan aspek pelayanan kesehatan seperti imunisasi, suplementasi dan pengobatan. Jarang dilakukan upaya penyuluhan tentang bagaimana menyiapkan gizi yang baik bagi keluarga, terutama bagi anak-anak balita. Dengan demikian, wajar jika pada prakteknya ibu-ibu masih membiasakan anak-anaknya dengan pola makan yang biasa dilakukan oleh keluarga dan masyarakat setempat. 30 Karakteristik Contoh dan Sosial Ekonomi Keluarga Karakteristik contoh yang diamati meliputi usia, jenis kelamin, proses kelahiran (normal atau operasi) dan proses persalinan (paraji atau bidan). Data sosial ekonomi keluarga yang diamati meliputi umur ibu, pendidikan orangtua, pekerjaan ayah, pendapatan keluarga dan besar keluarga. Data mengenai karakteristik contoh dan sosial ekonomi keluarga secara lengkap disajikan pada Tabel 3. Karakteristik Contoh Umur contoh Contoh penelitian sebanyak 60 orang dengan umur berkisar antara 2-24 bulan. Umur contoh dikelompokkan menjadi 4 yaitu kelompok 0-6 bulan, 7-12 bulan, 13-18 bulan dan 19-24 bulan. Rata-rata umur contoh dengan status gizi kurang/buruk adalah 13.3±6.37 bulan dan status gizi baik adalah 13.4±6.61 bulan. Sebagian besar contoh (31.7%) berumur antara 13-18 bulan. Lebih lanjut pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa contoh dengan status gizi kurang/buruk mulai banyak terlihat pada kisaran umur 7-12 bulan (23%) karena pada umur ini merupakan masa dimana anak mulai diberikan makanan pendamping ASI. Pemberian MP ASI yang tidak tepat waktu (sebelum umur 6 bulan) serta jenis dan jumlahnya dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak. Status gizi kurang/buruk terbanyak pada umur 13-18 bulan (46.3%). Hal ini diperkuat oleh penelitian Darmono (1994) bahwa status gizi anak umur 12-60 bulan, baik ditinjau berdasarkan BB/U dan TB/U sebagian besar berada dalam kondisi kurang. Keadaan ini dipicu oleh asupan gizi yang kurang, yang disebabkan oleh rendahnya kualitas makanan sapihan dan kurangnya makanan tambahan setelah pemberian ASI, terutama pada anak umur 24 bulan. Kekurangan gizi dapat mempengaruhi perkembangan otak. Padahal, perkembangan otak terjadi pada usia balita. Fase cepat pertumbuhan otak berlangsung pada janin umur 30 minggu sampai dengan umur bayi 18 bulan (Khomsan 2008). Pertumbuhan bayi merupakan salah satu indikator yang peka terhadap kekurangan gizi. Pada masa bayi, terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat baik fisik maupun mental dibandingkan dengan tahapan umur berikutnya dan bayi merupakan segmen masyarakat yang paling rawan (Hardinsyah et al 2000). Berdasarkan uji independen t –test tidak terdapat 31 perbedaan umur nyata (p>0.05) antara contoh dengan status gizi kurang/buruk dengan status gizi baik (Lampiran 10). Tabel 3. Keragaan contoh berdasarkan karakteristik dan status gizi contoh Karakteristik n Umur contoh (bulan) 0-6 7-12 13-18 19-24 Rata-rata±Sd Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Proses kelahiran Normal Proses persalinan Paraji Bidan Umur ibu (tahun) < 20 20-40 41-65 >65 Rata-rata±Sd Pendidikan ayah Tidak sekolah Lulus SD Lulus SMP Pendidikan ibu Tidak sekolah Lulus SD Lulus SMP Pekerjaan ayah Petani penggarap Buruh serabutan Pendapatan (Kap/bln) <Rp.95.000 Rp.95.000-Rp 121.866 >Rp.121.866 Besar keluarga(org) ≤4 5-7 Status gizi (BB/U) Baik Kurang/Buruk % n % Total n % 1 7.7 3 23 6 46.3 3 23 13.3±6.37 11 23.4 9 19.1 13 27.7 14 29.8 13.4±6.61 12 12 19 17 13.4±6.46 20 20 31.7 28.3 7 6 53.8 46.2 22 25 46.8 53.2 29 31 48.3 51.7 13 100 47 100 60 100 13 - 100 - 37 10 78.7 21.3 50 10 83.3 16.7 6 46.2 7 14.9 26.8±2.46 7 53.8 40 85.1 26.9±2.47 13 47 26.9±2.42 21.7 78.3 - 2 11 - 15.4 84.6 - 5 28 14 10.6 59.6 29.8 7 39 14 11.7 65 23.3 2 11 - 15.4 84.6 - 6 37 4 12.8 78.7 8.5 8 48 4 13.3 80 6.7 11 2 84.6 15.4 27 20 57.5 42.5 38 22 63.3 36.7 3 10 - 23.1 76.9 - 9 18 20 19.1 38.3 42.6 12 28 20 20 46.7 33.3 10 3 76.9 23.1 24 23 51.1 48.9 34 26 56.7 43.3 Jenis kelamin Jenis kelamin contoh terbanyak adalah perempuan (51.7%). Pada contoh dengan status gizi baik adalah lebih banyak yang perempuan ( 53.2%), 32 sebaliknya pada kelompok status gizi kurang/buruk adalah yang lebih banyak laki-laki (53.8%). Namun demikian perbedaan proporsi contoh laki-laki dan perempuan pada kedua kelompok status gizi adalah tidak besar. Ada banyak faktor yang mempengaruhi terhadap pola asuh bayi. Secara budaya, perempuan dan anak-anak seringkali menerima makanan relatif lebih sedikit dibanding anak laki-laki atau mereka yang lebih tua. Kebiasaan dalam pembagian makanan secara signifikan berhubungan dengan pendidikan dan nilai-nilai atau norma di dalam keluarga dan budaya yang berlaku di masyarakat. Kebiasaan, nilai dan norma yang berhubungan dengan makanan, praktek pengasuhan dan kesehatan pada keluarga akan mempengaruhi keputusan dan praktek konsumsi serta pelayanan kesehatan bagi anak-anak mereka (Martianto et al 2008). Proses kelahiran Berdasarkan proses kelahiran (Tabel 3) seluruh (100%) contoh lahir dengan cara normal dan berat badan lahir normal, yaitu 2.5- 3.3 Kg. Selain itu, bayi lahir cukup bulan (term infant) adalah bayi yang lahir dengan umur gestasi 37-42 minggu (259-294 hari). Bayi kurang bulan (preterminfant) adalah bayi yang lahir dengan umur gestasi kurang dari 37 minggu (<259 hari), biasa disebut prematur. Bayi berat lahir rendah adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 g tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir. Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa bayi BBLR akan mempunyai kemungkinan meninggal neonatal 20-30 kali lebih besar dan meninggal sebelum berumur satu tahun 17 kali lebih besar daripada bayi lahir dengan berat lahir normal (Hardinsyah et al 2000). Proses persalinan Paraji atau dukun bayi adalah seorang perempuan yang diakui oleh masyarakat dalam mendampingi ibu hamil, pertolongan persalinan serta perawatan bayi baru lahir secara spiritual (Maas 2004). Berdasarkan proses persalinan, 83.3% contoh lahir dengan bantuan paraji dan hanya 16.7% lahir dengan bantuan tenaga kesehatan (bidan). Namun jika dilihat berdasarkan status gizi, terdapat 21.3% contoh pada status gizi baik yang lahir dengan pertolongan bidan, sedangkan pada contoh dengan status gizi kurang/ buruk seluruhnya (100%) lahir dengan pertolongan paraji (Tabel 3). Paraji kebanyakan merupakan orang yang cukup dikenal di desa, dianggap sebagai orang tua yang dapat dipercayai dan sangat besar pengaruhnya pada keluarga yang mereka tolong. Masyarakat masih banyak 33 yang beranggapan bahwa bila persalinan ditolong oleh bidan biayanya mahal, sedangkan bila ditolong oleh paraji bisa membayar berapa saja. Penyebab lain mengapa bidan tidak dipilih dalam membantu persalinan adalah bahwa selain umurnya masih relatif muda, bidan dipandang belum memiliki pengalaman melahirkan dan kebanyakan belum dikenal oleh masyarakat secara luas. Peranan paraji dalam proses kehamilan dan persalinan berkaitan sangat erat dengan biaya, budaya dan kebiasaan setempat (Anggorodi 2009). Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga Umur ibu Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa sebagian besar (78.3%) umur ibu contoh adalah 20-40 tahun. Rata-rata umur ibu pada contoh status gizi baik adalah 26.9±2.47 tahun dan bayi status gizi kurang/buruk adalah 26.8±2.46. Berdasarkan uji independen t-test tidak terdapat perbedaan nyata umur ibu (p> 0.05) antara contoh status gizi baik dengan status gizi kurang/buruk (Lampiran 10). Selain kehamilan, dari kurangnya pengetahuan permasalahan-permasalahan pada akan pentingnya kehamilan dan perawatan persalinan dipengaruhi oleh faktor nikah pada usia muda yang masih banyak dijumpai di Desa Bojong Jengkol. Disamping itu, dengan masih adanya preferensi terhadap jenis kelamin anak, yang menyebabkan istri mengalami kehamilan yang berturutturut dalam jangka waktu yang relatif pendek, menyebabkan ibu mempunyai resiko tinggi pada saat melahirkan. Saat ini masih banyak perempuan yang menikah pada usia di bawah 20 tahun. Secara fisik dan mental pada umumnya mereka belum siap untuk hamil dan melahirkan. Hal ini karena rahimnya belum siap menerima kehamilan dan ibu muda tersebut belum siap untuk merawat, mengasuh serta membesarkan bayinya. Sebaliknya perempuan yang umurnya diatas 35 tahun akan lebih sering menghadapi kesulitan selama kehamilan dan pada saat malahirkan serta akan mempengaruhi kelangsungan hidupnya (UNICEF 2002 dalam Kartini 2008). Pendidikan orangtua Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik/cara mempraktekkan pola asuh dalam kehidupan sehari-hari, 34 bagaimana cara menjaga kesehatan anak, pendidikannya dan sebagainya (Soetjiningsih 1998). Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa pendidikan orangtua yang menjadi contoh dikategorikan rendah baik ayah ataupun ibu adalah lulusan SD yaitu masing-masing (65%) dan (80%). Pekerjaan ayah Soekirman (2000) yang menyatakan bahwa keluarga yang berstatus sosial ekonomi yang rendah atau miskin umumnya menghadapi masalah gizi kurang keadaannya serba terbalik dari masalah gizi lebih. Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa sebagaian besar pekerjaan ayah contoh adalah sebagai petani penggarap (63.4%) dan buruh serabutan (36.6%) dengan status pekerjaan adalah sebagai pegawai harian (100%). Sementara ibu contoh semuanya (100%) adalah ibu rumah tangga. Semakin baik pekerjaan seseorang maka jumlah pendapatan yang diterima semakin baik. Peningkatan pendapatan dalam rumah tangga memberikan kesempatan kepada rumah tangga untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu jumlah dan keragaman pangan yang mereka beli. Menurut Soetjiningsih (1998) bahwa pendapatan keluarga yang baik dapat menunjang tumbuh kembang anak. Pendapatan perkapita (Rp/bulan) Pendapatan perkapita adalah total penghasilan yang diperoleh dari seluruh anggota keluarga dibagi dengan jumlah anggota keluarga. Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar (46.7%) pendapatan perkapita adalah Rp.95.000- Rp.121.866. Menurut BPS (2012) standar Garis Kemiskinan untuk daerah pedesaan di Jawa Barat untuk pendapatan perkapita perbulan adalah Rp. 216.610. Berdasarkan standar garis kemiskinan tersebut maka seluruh (100%) keluarga contoh termasuk dalam kategori miskin. Berdasarkan uji independen t-test tidak terdapat perbedaan pendapatan yang nyata (p>0.05) antara pendapatan perkapita pada contoh dengan status gizi baik dengan status gizi kurang/buruk (Lampiran 10). Menurut Soekirman (2000) peningkatan pendapatan rumah tangga, belum tentu bermuara pada perbaikan gizi anggota rumah tangga yang rawan, terutama anak bayi atau balita, wanita hamil dan wanita menyusui. Besar keluarga Menurut BKKBN (1998) jumlah anggota keluarga dapat diklasifikasikan sebagai besar keluarga dalam tiga kategori yaitu kecil (≤4 orang), sedang (5-7 35 orang) dan besar (> 7 orang). Tabel 3 menunjukkan besar keluarga contoh adalah ≤ 4 orang. Hal ini berarti bahwa keluarga contoh adalah keluarga kecil. Rata-rata besar keluarga contoh bayi dengan status gizi baik adalah 4.47±0.91 dan bayi status gizi kurang/buruk adalah 4.46±0.88. Berdasarkan uji independen t-test tidak terdapat perbedaan besar keluarga yang nyata (p> 0.05) antara contoh dengan status gizi baik dengan status gizi kurang/buruk (Lampiran 10). Banyaknya anggota keluarga akan mempengaruhi konsumsi pangan. Suhardjo (1989) menyatakan bahwa ada hubungan sangat nyata antara besar keluarga dan kurang gizi pada masing-masing keluarga. Jumlah anggota keluarga yang semakin besar tanpa diimbangi dengan meningkatnya pendapatan akan menyebabkan pendistribusian konsumsi pangan akan semakin tidak merata. Besar kecilnya jumlah anggota keluarga akan berpengaruh terhadap pembagian pangan pada masing-masing anggota keluarga. Pada keluarga yang memiliki balita, dengan jumlah anggota keluarga yang besar bila tidak didukung dengan seimbangnya persediaan makanan di rumah maka akan berpengaruh terhadap pola asuh yang secara langsung mempengaruhi konsumsi pangan yang diperoleh masing-masing anggota keluarga terutama balita yang membutuhkan makanan pendamping ASI (Lee 1989). Status Gizi Contoh Status gizi contoh diperoleh dari menimbang berat badan kemudian dihitung dengan cara Z-Skor dengan perbandingan berat badan dan umur terhadap baku antropometri WHO NCHS yang dikategorikan menjadi empat yaitu status gizi buruk,kurang, baik dan lebih (Lampiran 2). Cara menghitung status gizi bayi dengan Z-skor (Lampiran 3). Perhitungan Z-skor berdasarkan pada baku berat badan menurut umur anak 0-24 bulan (Lampiran 4) Berdasarkan hasil penelitian status gizi contoh di Desa Bojong Jengkol yang dihitung dengan Z- skor BB/U. Jumlah contoh dengan status gizi baik yaitu 47 orang (78.3%) dan status gizi kurang/buruk 13 orang (21.7%) (Lampiran 2). Status gizi adalah keadaan kesehatan fisik seseorang atau sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu atau dua kombinasi dari ukuran– ukuran gizi tertentu (Soekirman 2000). Menurut Riyadi (1995) Status gizi sebagai keadaan kesehatan tubuh seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat-zat gizi makanan yang dapat dinilai dengan berbagai cara yaitu melalui penilaian klinis, biokimia, dan antropometri. Penilaian 36 status gizi anak balita dimaksudkan untuk mengetahui apakah seseorang atau kelompok balita tersebut mempunyai status gizi kurang, baik atau lebih. Penilaian status gizi anak balita tersebut bertujuan untuk mengetahui sejauh mana keseimbangan antara zat gizi yang masuk dalam tubuh dengan zat gizi yang digunakan oleh tubuh, sehingga tercipta kondisi fisik yang optimal. Pengetahuan Gizi dan Kesehatan Ibu Menurut Notoatmodjo (1997) pengetahuan ibu tentang gizi adalah apa yang diketahui ibu tentang makanan sehat, makanan sehat untuk golongan usia tertentu (misalnya anak, ibu hamil, dan ibu menyusui) dan cara ibu memilih, mengolah dan menyiapkan makanan yang benar Moehdji (1992) menyatakan sebagian besar kejadian gizi buruk pada anak dapat dihindari apabila ibu mempunyai cukup pengetahuan tentang bagaimana cara mengolah bahan makanan, cara mengatur menu, dan mengatur makanan anak. Namun demikian, pengaruh pengetahuan gizi ibu terhadap konsumsi makanan ibu adalah tidak selalu linear artinya semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi ibu rumah tangga, belum tentu kondisi makanan menjadi baik. Pengetahuan gizi dan kesehatan ibu dikumpulkan dengan cara wawancara menggunakan alat bantu kuesioner. Kuesioner tersebut terdiri dari 12 pertanyaan yang meliput pemberian makanan dan minuman prelaktal, praktek pemberian ASI dan MP ASI, kedatangan posyandu, imunisasi yang diberikan kepada anak, prioritas pemberian makan dan keikut sertaan ibu dalam seminar terkait gizi dan kesehatan.Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi dan kesehatan ibu serta status gizi contoh disajikan secara lengkap pada Tabel 4. 37 Tabel 4. Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi dan kesehatan ibu serta status gizi contoh Pengetahuan gizi ibu Kurang /Buruk n % Minuman yang diberikan waktu bayi baru lahir 1.kolostrum 2. madu 3. air tajin 4. air putih 5. susu formula Apakah ibu tahu kolostrum 1.ya 2. tidak Sampai usia berapa ibu hanya memberikan ASI 1.<4 bulan 2.4-<6 bulan 3.≥ 6 bulan 4. 12bulan Apakah ibu masih memberikan ASI 1.ya 2. tidak Waktu pemberian ASI 1.teratur 2. tidak teratur Pertama kali pemberian MP ASI 1.<4 bulan 2.4-<6 bulan 3.≥ 6 bulan 4. 12bulan Kedatangan ke posyandu 1.rutin 2. tidak rutin Imunisasi yang diberikan 1.lengkap 2.tidak lengkap Imunisasi yang diberikan hingga usia 1 tahun (BCG,HB,polio,DPT,campak) 1.ya 2.tidak Prioritas pemberian makan 1.ayah 2.ibu 3.anak Bayi yang distatus gizi buruk menurut BB/U di KMS berwarna 1.merah 2.kuning 3. hijau Pernah mengikuti seminar gizi 1.ya 2. tidak Status gizi (BB/U) Baik Total n % n % 1 5 7 - 7.7 38.5 53.8 - 9 30 8 - 19.2 63.8 17 - 10 35 15 - 16.7 58.3 25 - 13 100 47 100 60 100 11 2 84.6 15.4 9 38 19.2 80.8 20 40 33.3 66.7 - - - - - - 13 100 27 20 57.4 42.6 27 33 45 55 5 8 38.5 61.5 39 8 83 17 44 16 73.3 26.7 12 1 92.3 7.7 10 37 21.3 78.7 22 38 36.7 63.3 4 9 30.8 69.2 40 7 85.1 14.9 44 16 73.3 26.7 4 9 30.8 69.2 47 - 100 - 51 9 85 15 4 9 30.8 69.2 45 2 95.7 42.6 49 11 81.7 18.3 6 5 2 46.2 38.5 15.4 17 10 20 36.2 21.3 42.5 23 15 22 38.3 25 36.7 13 100 100 100 100 60 60 100 100 13 47 47 Tabel 4. menunjukkan bahwa sebagian besar ibu (58.3%) memberikan madu pada waktu contoh baru lahir, namun pada status gizi baik ada 19.2% ibu yang memberikan kolostrum. Seluruh ibu (100%) tidak mengetahui tentang 38 kolostrum, umur contoh terbanyak ibu hanya memberikan ASI adalah 4-<6 bulan (66.7%). Demikian juga contoh dengan status gizi baik terdapat 80.8% ibu memberikan ASI saja sampai umur 4-<6 bulan. Namun pada contoh dengan status gizi kurang/buruk terdapat 84.6% ibu memberikan ASI saja sampai umur < 4bulan. Ibu yang masih memberikan ASI pada status gizi baik ( 57.4%) jauh lebih banyak daripada status gizi kurang/buruk, yaitu tidak ada ibu yang masih memberikan ASI saat penelitian. Sebanyak 83% ibu pada contoh dengan status gizi baik memberikan ASI secara teratur. Namun 61.5% ibu pada contoh dengan status gizi kurang/buruk memberikan ASI secara tidak teratur. MP ASI pertama kali diberikan pada sebagian besar contoh dengan status gizi baik dan kurang/buruk masing-masing pada umur 4-<6 bulan (78.7%) dan < 4bulan (92.3%). Ibu contoh dengan status gizi baik yang rutin datang ke Posyandu adalah 85.1%, seluruhnya (100%) memberikan imunisasi lengkap dan 95.7% ibu yang memberikan imunisasi BCG, HB, Polio, DPT, campak. Sementara itu, ibu contoh dengan status gizi kurang/buruk yang rutin datang ke Posyandu hanya sebanyak 30.8%, imunisasi lengkap sebanyak 30.8%. Prioritas pemberian makan pada keluarga contoh dengan status gizi baik adalah anak (42.5%), Sebaliknya, prioritas pemberian makan contoh dengan status gizikurang/buruk terbanyak (46.2%) adalah ayah. Seluruh ibu (100%) mengetahui bahwa bayi dengan status gizi buruk di KMS berwarna merah dan seluruh ibu (100%) tidak pernah mengikuti seminar gizi. Pengetahuan gizi dan kesehatan ibu contoh dikategorikan menjadi tiga, yaitu baik, sedang dan kurang. Berdasarkan penelitian, pengetahuan gizi dan kesehatan ibu di Desa Bojong Jengkol sebesar (83.3%) dikategorikan kurang dan hanya 16.7% yang dikategorikan sedang. Pengetahuan gizi dan kesehatan ibu contoh dengan status gizi baik dan kurang/buruk adalah kategori kurang masing-masing dengan jumlah sebesar 87.2% dan 69.2%. Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi ibu dan status gizi Tabel 5. Tabel 5. Sebaran kategori pengetahuan gizi dan kesehatan ibu serta status gizi contoh Kategori PG Sedang Kurang Total Status gizi (BB/U) Kurang/Buruk Baik n % n % 4 30.8 6 12.8 9 69.2 41 87.2 13 100 47 100 Total n % 10 16.7 50 83.3 60 100 39 Konsumsi makanan seringkali tidak dipengaruhi oleh pengetahuan gizi secara langsung tetapi merupakan interaksi antara sikap dan keterampilan (Sanjur 1982). Menurut Sajogyo et al (1978) secara tidak langsung pengetahuan gizi ibu akan mempengaruhi status gizi anak balita, karena dengan pengetahuannya para ibu dapat mengasuh dan memenuhi kebutuhan zat gizi anak balitanya, sehingga keadaan gizinya terjamin. Pendidikan ibu sangat erat kaitannya dengan kesehatan anak, baik diukur dari status gizi ataupun kematian bayi dan anak. Pudjiadi (1997) menyatakan bahwa pengetahuan orang tua tentang usia yang tepat untuk memulai penyapihan dapat menghindari dari penyimpangan pertumbuhan. Pada keluarga dengan pendapatan rendah penyapihan terlalu dini akan menyebabkan kerugian karena makanan yang diberikan kurang bergizi dan kurangnya pengetahuan tentang makanan bayi. Pola Asuh Gizi Pola asuh gizi yang diamati meliputi pemberian kolostrum, pemberian makanan/minuman prelaktal, pemberian ASI, pemberian MP ASI, dan praktek penyapihan. Secara lengkap pola asuh gizi disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Sebaran contoh berdasarkan pola asuh gizi dan status gizi contoh Pola asuh gizi Pemberian kolostrum Diberikan Tidak diberikan Pemberian minuman/makanan prelaktal Baik Tidak baik Pemberian ASI ASI eksklusif Non ASI eksklusif Pemberian MP ASI Baik Sedang Kurang Praktek penyapihan Masih ASI Tidak mendapat ASI Status gizi (BB/U) Kurang/Buruk Baik n % n % n Total % P 13 100 10 37 21.3 78.7 10 50 16.7 83.3 0.03 4 9 30.8 69.2 6 41 12.8 87.2 10 50 16.7 83.3 0.00 13 100 5 42 10.6 89.4 5 55 8.3 91.7 0.03 2 11 15.4 84.6 10 20 17 21.3 42.6 36.1 10 22 28 16.7 36.7 46.6 13 100 13 34 27.7 72.3 13 47 21.7 78.3 0.04 0.01 40 Pemberian kolostrum Kolostrum (susu pertama) adalah ASI yang keluar pada hari-hari pertama setelah bayi lahir (4-7 hari) berwarna kekuning-kuningan dan lebih kental karena mengandung banyak vitamin, protein, dan zat kekebalan yang penting untuk kesehatan bayi dari penyakit infeksi (Depkes RI 2005). Berdasarkan hasil penelitian, ibu-ibu yang melahirkan di paraji setelah melahirkan contoh langsung diberikan madu atau air tajin (83.3%) dan tidak diberikan kolostrum. Hal ini sudah menjadi kebiasaan untuk memberikan madu bagi bayi yang keluar baru lahir. Alasan lain tidak diberikannya ASI yang pertama dibuang karena warnanya kuning dan baunya tidak enak sehingga dibuang. Disamping itu, ASI masih belum keluar pada umumnya saat baru melahirkan. Kondisi ini memperkuat pernyataan Depkes (2000) bahwa meskipun kolostrum sangat penting untuk meningkatkan daya tahan bayi terhadap penyakit, namun masyarakat terutama ibu-ibu masih banyak yang tidak memberikan kolostrum kepada bayinya. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh ketidaktahuan mereka akan manfaat kolostrum bagi bayinya. Kebanyakan ibu-ibu di pedesaan yang persalinannya ditolong oleh paraji yang belum terlatih, sehingga selalu membuang kolostrum dengan alasan bahwa ASI tersebut mengandung bibit penyakit. Biasanya kolostrum tersebut dikubur bersama plasenta bayi. Selain karena kepercayaan tersebut, di beberapa daerah memang terdapat tradisi yang mengharuskan untuk membuang kolostrum. Fenomena ini diperburuk oleh sedikitnya penyuluhan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan gizi masyarakat khususnya bagi calon ibu (ibu hamil). Hasil uji Spearmen menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif nyata (p< 0.05 r=0.447) antara pemberian kolostrum dengan status gizi bayi. Hal ini berarti bahwa pemberian kolostrum pada contoh dapat memperbaiki status gizi contoh. Pemberian minuman/ makanan prelaktal Makanan prelaktal adalah makanan dan minuman yang diberikan kepada bayi sebelum ASI keluar, misalnya air kelapa, air tajin, madu, pisang, susu bubuk, susu sapi, air gula, dan sebagainya (Depkes RI 2000). Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa hampir seluruh contoh (96.7%) menyatakan bahwa mereka langsung memberikan madu terlebih dahulu kepada anak mereka sebelum diberi ASI. 41 Selanjutnya pada beberapa hari kemudian, contoh sudah dikenalkan dengan makanan lunak dan umumnya mereka memberikan buah pisang. Makanan pendamping ASI tersebut telah diberikan sebelum contoh berusia 4 bulan. Alasan yang diberikan para ibu antara lain adalah sudah menjadi kebiasaan dalam keluarga, dan tetangga-tetangga lainnya juga melakukan hal yang sama. Menurut mereka dengan diberikan makanan sejak dini, bayi jadi lebih cepat kenyang dan menjadi lebih kuat. Kebiasaan memberikan makanan prelaktal harus dihindari karena dirasa tidak perlu dan malah bisa membahayakan bagi saluran pencernaan bayi dan ibu bayi (Savage 1991). Kebiasaan memberikan makanan/minuman prelaktal sangat berbahaya bagi kesehatan bayi dan dapat menganggu keberhasilan menyusui (Depkes RI 2000). Hasil uji Spearman menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang nyata (p=0.00, r=-0.405) antara pemberian minuman/makanan prelaktal dengan status gizi contoh. Hal ini berarti bahwa pemberian minuman/makanan prelaktal lebih awal dapat berpengaruh tidak baik terhadap status gizi contoh. Praktek pemberian ASI Pola pemberian ASI dibedakan menjadi 2 macam, yaitu pola eksklusif dan pola non eksklusif . ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja kepada bayi sejak lahir sampai usia 6 bulan tanpa diberi makanan pendamping ataupun makanan pengganti ASI. Sedangkan ASI non eksklusif adalah pola pemberian ASI yang ditambah dengan makanan dan minuman lain baik berupa MP-ASI maupun susu formula (Depkes RI 2005). Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa sebagian besar ibu (91.7%) tidak memberikan ASI secara eksklusif, baik pada ibu contoh dengan status gizi baik (89.4%) maupun status gizi kurang/buruk (100%). Pada contoh umur 2-3 bulan umumnya sudah diberikan makanan lunak seperti pisang. Ibu contoh dengan status gizi baik yang memberikan ASI eksklusif (8.3%) mengaku masih memberikan ASI hingga bayi berusia 6 bulan karena ingin melakukan apa yang disarankan bidan. Pemberian ASI pada bayi umur 1-6 bulan harus dilakukan sesering mungkin setiap kali bayi menginginkannya (on demand). Pemberian ASI minimal 8 kali sehari semalam. Selain itu, sebaiknya tidak memberikan makanan atau minuman apapun selain ASI, bahkan air putih sekalipun (CAHD 2004). ASI mengandung zat gizi yang cukup untuk kebutuhan bayi hingga usia 6 bulan (ASI 42 eksklusif). Hasil uji Spearmen menunjukkan ada hubungan positif nyata (p=0.03, r=0.279) antara pemberian ASI eksklusif dengan status gizi contoh. Hal ini berarti bahwa semakin lama pemberian ASI eksklusif yaitu sampai usia 6 bulan maka akan semakin baik status gizi contoh. Praktek pemberian MP ASI Makanan pendamping ASI ( MP-ASI) merupakan makanan tambahan yang diberikan pada bayi setelah bayi berumur 4-6 bulan sampai bayi berumur 24 bulan. Selain MP-ASI, ASI pun harus tetap diberikan kepada bayi, paling tidak sampai umur 24 bulan. MP-ASI ini harus menjadi pelengkap dan dapat memenuhi kebutuhan bayi. Jadi MP-ASI berguna untuk menutupi kekurangan zat-zat gizi yang terkandung didalam ASI. MP-ASI berperan bukan sebagai pengganti ASI tetapi untuk melengkapi atau mendampingi ASI (Krisnatuti et al 2002). Praktek pemberian makanan pendamping ASI bayi di Desa Bojong Jengkol tersaji pada Tabel 6. Berdasarkan data Tabel 6 diketahui bahwa praktek pemberian MP ASI yang dilakukan sebagian besar (46.7%) masih termasuk kategori kurang. Hal ini karena jenis makanan pendamping ASI yang diberikan kurang mencukupi dari segi kuantitas dan kualitasnya. Makanan pendamping ASI yang sering diberikan biasanya adalah biskuit, susu kental manis sachet, bubur bayi, bubur nasi (bubur ayam), kacang hijau, dan pisang. Pada kelompok contoh status gizi baik terdapat 21.3% contoh yang mendapat MP ASI dengan kategori baik, sedangkan pada kelompok status gizi kurang/buruk tidak ada contoh yang mendapat MP ASI kategori baik. Hasil uji Spearman menunjukkan ada hubungan positif nyata (p<0.05 r=0.032) antara pemberian MP ASI dengan status gizi contoh. Hal ini berarti bahwa semakin baik praktek pemberian MP ASI ( waktu maupun jenis dan jumlahnya), maka semakin baik status gizi contoh. Praktek penyapihan Masa penyapihan adalah proses dimana seorang bayi secara perlahanlahan memakan makanan keluarga ataupun makanan orang dewasa sehingga secara bertahap bayi semakin kurang ketergantungannya pada ASI dan perlahan-lahan proses penyusuan akan berhenti (Savage 1991). Bayi yang sehat pada usia penyapihan akan tumbuh dan berkembang sangat pesat, sehingga perlu penjagaan khusus untuk memastikan bahwa bayi mendapat makanan yang benar (Depkes RI 1998). 43 Penyapihan dimulai pada umur yang berbeda pada masyarakat yang berbeda. Menurut WHO bahwa jumlah ibu-ibu di pedesaan yang mulai penyapihan lebih awal tidak sebanyak diperkotaan, usia penyapihan di Desa Bojong Jengkol rata-rata pada usia 18 bulan. Di daerah semi perkotaan, ada kecenderungan rendahnya frekuensi menyusui dan ASI dihentikan terlalu dini karena ibu kembali bekerja. Hal ini menyebabkan kebutuhan zat gizi bayi/anak kurang terpenuhi apalagi kalau pemberian MP-ASI kurang diperhatikan, sehingga anak menjadi kurus dan pertumbuhannya sangat lambat (Depkes RI 2000). Pada contoh yang berstatus gizi kurang/buruk, seluruhnya (100%) sudah tidak mendapat ASI atau disapih (Tabel 6), sedangkan pada contoh kelompok status gizi baik terdapat 27.7% contoh yang masih mendapat ASI (belum disapih). Hal ini antara lain disebabkan oleh 92.3% contoh yang berstatus gizi kurang/buruk berumur lebih dari 7 bulan dan hanya 1 orang (7.7%) yang berumur 0-6 bulan, sedangkan pada kelompok status gizi baik masih terdapat 23.4% contoh yang berumur 0-6 bulan. Hasil uji Spearman menunjukkan ada hubungan nyata (p=0.01, r=0.06) antara pratek penyapihan dengan status gizi contoh. Hal ini berarti bahwa jika penyapihan diberikan pada umur dan dengan cara yang tepat maka akan semakin baik status gizi contoh. Asupan Energi dan Protein Data asupan energi dan protein diperoleh dari recall makanan 2x 24 jam. Adapun cara perhitungan tingkat kecukupan energi (TKE) diperoleh dari total asupan (hasil recall) dibandingkan dengan angka kecukupan energi (AKE) dikalikan seratus persen (Lampiran 13). Secara umum sebagian besar TKE contoh (46.7%) dalam kategori defisit tingkat sedang dengan nilai TKE berkisar antara 70%-79%. Rata-rata asupan energi dan protein yaitu 625 Kal dan 14.5 g. Pada contoh dengan status gizi baik terdapat 44.6% contoh dengan TKE kategori defisit tingkat sedang dan 12.8% contoh kategori normal dan tidak ada contoh dengan TKE kategori defisit tingkat berat. Pada contoh dengan status gizi kurang/buruk terdapat 61.5% contoh dengan kategori TKE defisit tingkat sedang, 7.7% contoh kategori defisit tingkat berat dan tidak ada contoh dengan kategori TKE kategori normal. Pada contoh dengan status gizi baik terdapat 40.4% contoh dengan TKP kategori defisit tingkat sedang dan 12.8% contoh kategori normal dan tidak ada contoh dengan TKP kategori defisit tingkat berat. Pada contoh dengan status gizi kurang/buruk terdapat 46.2% contoh dengan kategori TKP defisit tingkat sedang, 44 7.7% contoh kategori defisit tingkat berat dan tidak ada contoh dengan TKE kategori normal. Hasil perhitungan tingkat kecukupan energi dan protein (TKE/TKP) disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Sebaran contoh berdasarkan angka kecukupan energi dan protein serta status gizi contoh TKE/TKP TKE <70% Kategori Kurang/Buruk n % Status gizi (BB/U) Baik n % Total n % 1 7.7 - - 1 1.7 8 61.5 20 42.6 28 46.7 4 30.8 21 44.6 25 41.6 90-119% Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal 6 12.8 6 10 ≥120% Kelebihan - - - - - - 13 100 47 100 60 100 1 7.7 - - 1 1.7 6 46.2 19 40.4 25 41.6 6 46.2 22 46.8 28 46.7 6 12.8 6 10 37 100 60 100 70-79% 80-89% Total TKP <70% 70-79% 80-89% 90-119% ≥120% Total Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal Kelebihan 13 100 Tidak ada perbedaan yang nyata antara anak perempuan dan laki-laki dalam hal kebutuhan energi dan protein. Kecukupan akan semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia. Namun untuk protein, angka kebutuhannya bergantung pada mutu protein. Semakin baik mutu protein, semakin rendah angka kebutuhan protein. Mutu protein bergantung pada susunan asam amino yang membentuknya, terutama asam amino essensial (Soekirman 2000). Pola Asuh Kesehatan Pemberian Imunisasi Imunisasi merupakan pemberian kekebalan agar bayi tidak mudah terserang atau tertular penyakit seperti hepatitis B (HB), tuberkulosis, difteri, batuk rejan, tetanus, polio dan campak. Pemberian imunisasi harus dilakukan sesuai umur dan lengkap. Pemberian imunisasi umumnya dilakukan di Posyandu. Hal ini sejalan dengan data kunjungan ke Posyandu, yaitu pada kelompok contoh dengan 45 status gizi baik dan kurang/buruk yang rutin datang ke Posyandu masing-masing adalah sebanyak 85.1% dan 30.8% (Tabel 8). Penimbangan berat badan bertujuan untuk memantau pertumbuhan anak. Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa contoh dengan status gizi baik setiap kali penimbangan berat badan naik (85.1%) dan contoh dengan status gizi kurang/buruk kebanyakan turun (46.2%). Tabel 8. Sebaran contoh berdasarkan pola asuh kesehatan dan status gizi contoh Pola asuh kesehatan Berat badan di KMS tiap kali penimbangan 1.naik 2.tetap 3.turun Pernah menderita penyakit infeksi/non infeksi 1.pernah 2 tidak pernah Pernah dirawat 1.ya 2.tidak Kedatangan ke posyandu 1.rutin 2. tidak rutin Imunisasi 1.lengkap 2.tidak lengkap Pemberian vitamin A Kurang/Buruk Status gizi (BB/U) Baik Total n % n % n % 3 4 6 23 30.8 46.2 40 3 4 85.1 6.4 8.5 43 7 10 71.7 11.7 16.6 13 - 100 34 13 72.3 27.7 47 13 78.3 21.7 13 100 47 100 60 100 4 9 30.8 69.2 40 7 85.1 14.9 44 16 73.3 26.7 4 9 13 30.8 69.2 100 47 47 100 100 51 9 60 85 15 100 Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa seluruh contoh (100%) dengan status gizi kurang/buruk pernah menderita penyakit infeksi/non infeksi. Namun pada contoh dengan status gizi baik terlihat bahwa yang pernah menderita penyakit infeksi/non infeksi adalah lebih rendah, yakni sebanyak 72.3% dan sisanya 27.7% tidak pernah sakit selama 3 bulan terakhir. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Secara umum, lingkungan menentukan kemudahan terjadi penyebaran penyakit infeksi.Ciri umum kondisi lingkungan yang tidak baik adalah keadaan sesak dan pengap, sanitasi buruk, program imunisasi tidak berjalan, penyapihan terlalu dini dan fasilitas penyimpanan makanan yang tidak memadai (Thaha 1995). Sanitasi lingkungan biasanya erat kaitannya dengan kondisi pemukiman. Kusnoputranto (1983) mendefinisikan sanitasi lingkungan sebagai usaha-usaha pengendalian dari semua faktor-faktor lingkungan fisik manusia yang mungkin 46 menimbulkan atau dapat menimbulkan hal yang merugikan bagi perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia. Sebaran contoh berdasarkan perilaku hidup bersih dan sehat serta status gizi contoh disajikan pada Tabel 9 Tabel 9. Sebaran contoh berdasarkan PHBS dan status gizi contoh PHBS Berapa kali bayi dimandikan 1.1x 2. 2x Apakah mempunyai sarana MCK sendiri 1.ya 2. tidak Jika tidak aktifitas MCK dilakukan dimana 1.sungai 2.selokan Bahan perumahan terbuat dari 1.kayu 2.1/2 batu 3. batu Lantai terbuat dari 1.kayu 2.tanah 3.semen 4.keramik Atap terbuat dari 1.seng 2.asbes 3.genteng Apakah rumah memilik ventilasi 1.ya 2.tidak Apakah sinar matahari masuk ke rumah 1.ya 2.tidak Ibu biasanya menyuapi dengan 1.tangan 2. sendok Apakah ibu terbiasa mencuci tangan dengan sabun sebelum dan setelah beraktifitas 1.ya 2.tidak Piring yang digunakan untuk menyajikan makanan 1.kaca /beling 2.melamin 3.plastik Kurang /buruk n % 13 100 Status gizi (BB/U) Baik n 47 Total % n % 100 60 100 13 100 47 100 60 100 10 3 76.9 23.1 38 9 80.9 19.1 48 12 80 20 10 3 76.9 23.1 36 11 76.6 23.4 46 14 76.7 23.3 13 100 47 100 60 100 5 8 38.5 61.5 31 16 66 34 36 24 60 40 13 - 100 - 47 - 100 - 60 - 100 - 13 - 100 - 47 - 100 - 60 - 100 - 13 100 47 100 60 100 5 8 38.5 61.5 18 29 38.3 61.7 23 37 38.3 61.7 3 4 6 23 30.8 46.2 26 12 9 55.3 25.6 19.1 29 16 15 48.3 26.7 25 47 Tabel 9. Sebaran contoh berdasarkan PHBS dan status gizi contoh (lanjutan) PHBS Bayi minum susu dengan 1.gelas kaca 2.cangkir plastic/kaca 3.botol susu Setelah dicuci perlakukan yang dilakukan 1.ditiriskan 2.direbus Sumber air minum 1.mata air 2.air sungai 3.air sumur 4.air PDAM Air minum biasanya 1.air putih 2.air teh Sumber air mandi dan cuci 1.air sumur 2.air sungai/hujan Penanganan sampah 1.dibuang ke sungai 2.dikubur 3.dibakar 4.didaur ulang Adakah anggota yang merokok 1.ya 2.tidak Siapa yang merokok 1.ayah 2.ibu Kurang /buruk n % Status gizi (BB/U) Baik Total n % n % 3 10 23 76.9 27 20 57.4 42.6 30 30 50 50 13 - 100 - 47 - 100 - 60 - 100 - 9 4 - 69.2 30.8 - 47 - 100 - 9 51 - 15 85 - 13 - 100 - 47 - 100 - 60 - 100 - 13 100 47 100 60 100 13 - 100 - 47 - 100 - 60 - 100 - 13 13 - 100 100 - 47 47 - 100 100 - 60 60 - 100 100 - Hygiene diri sangat penting diketahui dan dipraktekkan oleh setiap orang untuk kesehatan dirinya maupun kesehatan masyarakat. Hygiene diri adalah pengetahuan yang sifatnya individualistis, artinya sangat tergantung dari diri sendiri, yang prakteknya harus dimengerti dan dilaksanakan oleh setiap individu (Suklan 2000). Mengingat balita adalah individu pasif, maka penjagaan kesehatannya merupakan tanggung jawab individu dewasa di sekitarnya, terutama oleh orangtuanya (Depkes RI 1995). Mengenai penjagaan kebersihan anggota tubuh, para ibu mengemukakan bahwa seluruh contoh (100%) terbiasa mandi dua kali dalam sehari (Tabel 9), menggunakan sabun mandi dan handuk pengering tubuh. Jika anak tidak mau mandi, ibu biasanya membujuk anaknya agar mau membersihkan badannya. Mandi di sungai masih dilakukan warga, karena kebiasaan mandi di sungai itu memang mudah, tinggal menceburkan diri karena airnya sangat berlimpah dan juga belum adanya sarana MCK pribadi menjadi alasan mereka mandi di sungai.Namun mandi di sungai tentu mempunyai resiko negatif karena 48 banyak sungai yang sudah terkontaminasi beragam limbah rumah tangga seperti sampah, tinja dan bahan beracun dan berbahaya lainnya. Hygiene diri yang dilakukan ibu dalam memberikan makan pada contoh diantaranya semua ibu (100%) menyuapi anaknya dengan sendok. Namun, banyak (61.7%) ibu-ibu yang tidak mencuci tangan sebelum dan setelah beraktifitas menyuapi anak mereka. Bahan yang digunakan untuk menyajikan makanan sebagian besar terbuat dari, kaca (48.3%) , melamin (26.7%) dan plastik (25%). Sebagian besar ibu menggunakan tempat penyaji makanan terbuat dari kaca/beling pada contoh dengan status gizi baik (55.3%) dan 46.2% contoh dengan status gizi kurang/buruk menggunakan bahan plastik. Sumber air minum pada contoh dengan status gizi baik seluruhnya (100%) adalah air sumur. Pada contoh dengan status gizi kurang/buruk terdapat 69.2% contoh sumber air minumnya berasal dari sungai dan hanya 30.8% yang berasal dari sumur. Di lokasi penelitian belum tersedia sumber air PDAM (Tabel 9) Sanitasi lingkungan memiliki peran cukup dominan dalam penyediaan lingkungan yang mendukung kesehatan anak dan proses tumbuh kembangnya. Kebersihan, baik perorangan maupun lingkungan memegang peranan penting dalam timbulnya penyakit. Akibat sanitasi yang kurang baik memungkinkan terjadinya berbagai jenis penyakit, seperti diare, ISPA, cacingan, tifus abdominalis, hepatitis, malaria, dan demam berdarah. Faktor pelayanan kesehatan dan lingkungan yang sehat sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas perawatan anak, pemberian ASI, pemberian makanan tambahan, memonitor pertumbuhan dan perkembangan anak serta mencegah serangan penyakit (Supariasa 2002). Semua keluarga contoh (100%) terbiasa membuang sampah di sungai atau pinggiran jalan menuju sungai. Hal ini menurut mereka dilakukan sembari pergi mandi atau mencuci pakaian ke sungai. Walaupun sebenarnya mereka sudah tahu dan diingatkan bahwa membuang sampah ke sungai dapat membahayakan namun mereka tetap melakukannya karena sudah menjadi kebiasaan (Tabel 9). Kebiasaan buruk membuang sampah ke sungai atau pinggiran sungai bukan tidak menimbulkan persoalan. Air sungai menjadi kotor dan rawan terjadi penyumbatan saluran yang beresiko terjadinya banjir. Namun masih banyak 49 warga yang berpendapat bahwa mereka sudah bertahun tahun membuang sampah ke sungai, tapi tidak terjadi masalah apa-apa (Harto 2006). Kondisi rumah juga menentukan kondisi kesehatan penghuninya. Sebagian besar rumah keluarga contoh baik dengan status gizi baik ataupun status gizi kurang/buruk masing-masing terbuat dari setengah batu (batu pondasinya dan bilik dibagian dindingnya) (76.7%), dengan lantai semen (100%). Atap rumah terbuat dari seng (60%) dan genteng (40%) setiap rumah sudah dilengkapi dengan ventilasi (100%) sehingga sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah. Lantai rumah seluruhnya (100 %) terbuat dari semen (Tabel 9). Keadaan perumahan merupakan salah satu faktor yang menentukan keadaan hygiene dan sanitasi lingkungan. Rumah merupakan tempat manusia berlindung dari panas, terik matahari, hujan yang dapat mengganggu kesehatan, keamanan, kenyamanan manusia, sehingga harus diperhatikan sanitasi lingkungan rumah. Rumah dikatakan sehat jika memenuhi beberapa persyaratan yaitu lantai harus mudah dibersihkan terbuat dari keramik, semen atau kayu, atap rumah kuat dan tidak mudah bocor, dinding terbuat dari tembok yang dapat dibersihkan dengan mudah, adanya ventilasi, memiliki sumber air yang sehat, memiliki sarana pembuangan air limbah dan sampah, memiliki kamar mandi minimal satu kamar mandi (Latifah et al 2002). Polusi udara dalam ruangan mungkin menjadi masalah kesehatan yang lebih serius daripada polusi udara luar ruang, karena secara rata- rata kita menghabiskan 75% dari waktu di dalam ruangan. Bagi sebagian kelompok termasuk bayi, orang lanjut usia, orang yang baru sembuh dari sakit dan orang cacat persentase waktu yang dihabiskan di dalam ruangan bahkan mungkin lebih tinggi. Kemungkinan efek kesehatan akibat pajanan pada polutan dalam ruang yang berbahaya sangat banyak (Hunters dan Hirsch 2006). Salah satu polusi udara yang paling berpengaruh adalah asap rokok. Seluruh keluarga contoh, dalam hal ini ayah merupakan perokok aktif (100%) (Tabel 9) .Asap rokok yang ditimbulkan dapat merugikan tidak hanya bagi perokok namun juga bagi non perokok yang menghirup asap rokok (Hunters dan Hirsch 2006). Morbiditas. Data morbiditas dihitung berdasarkan frekuensi dan lama sakit selama tiga bulan dibagi 90 hari dan dikalikan 30 hari . Berdasarkan frekuensi sakit dikalikan lama sakit diketahui bahwa terdapat (16.7%) dengan angka morbiditas 50 tinggi (> 8 hari), 56.7% dengan mobiditas sedang (4-7 hari), dan 26.6% dengan morbiditas rendah (< 4 hari). Hasil uji independen t-test juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata (p<0.05) antara contoh dengan status gizi baik dengan status gizi kurang/buruk (Lampiran 9). Morbiditas pada contoh dengan status gizi baik (rata-rata hari sakit per bulan adalah < 4 hari) adalah lebih baik daripada status gizi kurang/buruk (rata-rata hari sakit per bulan adalah 5-7 hari). Hubungan antar Variabel Hubungan pengetahuan gizi ibu dengan status gizi contoh Moehdji (1992) menyatakan bahwa sebagian besar kejadian gizi buruk pada anak dapat dihindari apabila ibu mempunyai cukup pengetahuan tentang bagaimana cara mengolah bahan makanan, cara mengatur menu, dan mengatur makanan. Namun demikian, pengaruh pengetahuan gizi ibu terhadap konsumsi makanan adalah tidak selalu linear. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi ibu rumah tangga, belum tentu kondisi makanan menjadi semakin baik. Konsumsi makanan seringkali dipengaruhi oleh pengetahuan gizi secara langsung tetapi merupakan interaksi antara sikap dan keterampilan (Sanjur 1982). Menurut Sajogyo et al 1978 secara tidak langsung pengetahuan gizi ibu akan mempengaruhi status gizi anak balita, karena dengan pengetahuannya para ibu dapat mengasuh dan memenuhi kebutuhan zat gizi anak balitanya, sehingga keadaan gizinya terjamin. Hasil uji menunjukkan bahwa ada hubungan positif nyata (r= 0.016 p <0.05) antara pengetahuan gizi ibu dengan status gizi contoh. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi pengetahuan gizi ibu maka akan semakin baik pula status gizi contoh. Menurut Hartoyo et al (2000) dalam Martianto et al (2008) Ibu dengan pendidikan dan pengetahuan yang rendah biasanya memiliki rasa percaya diri yang kurang dan memiliki akses terbatas untuk berpartisipasi pada pelayanan kesehatan dan gizi seperti Posyandu, Bina Keluarga Balita dan Puskesmas. Oleh karena itu mereka memiliki resiko yang lebih tinggi untuk memiliki anak yang kurang gizi. Hubungan pola asuh gizi dengan status gizi bayi. Pola asuh yang tidak memadai dapat menyebabkan anak tidak suka makan atau tidak diberikan makanan seimbang, dan juga dapat memudahkan 51 terjadinya penyakit infeksi yang kemudian dapat berpengaruh terhadap status gizi anak (Soekirman 2000). Hasil uji menunjukkan bahwa ada hubungan positif nyata (r= 0.031 p <0.05) antara pola asuh gizi dengan status gizi contoh. Hal ini berarti semakin baik pola asuh gizi maka akan semakin baik pula status gizi contoh. Ada hubungan positif antara pola asuh yang dilakukan orang tua terhadap status gizi anaknya. Tercakup di dalam pola asuh ini adalah pola asuh makan maupun pola asuh dalam perawatan anak. Makna hubungan ini adalah : pentingnya orangtua memberikan pola asuh yang baik kepada anaknya agar asupan gizi menjadi lebih baik dan dampaknya adalah anak semakin baik status gizinya (Khomsan 2010). Berdasarkan uji independen t-test terdapat perbedaan nyata pola asuh gizi (p< 0.05) antara contoh dengan status gizi baik dengan contoh status gizi kurang/buruk. Hal ini berarti bahwa pola asuh gizi pada contoh dengan status gizi baik adalah nyata lebih baik daripada contoh dengan status gizi kurang/buruk (Lampiran 8). Hubungan pemberian imunisasi dan kedatangan ke Posyandu dengan morbiditas dan status gizi contoh Hasil uji chi square (Lampiran 6) menunjukkan bahwa ada hubungan yang nyata antara imunisasi yang diperoleh oleh contoh dengan mobiditas dan status gizi contoh. Hal ini berarti berarti bahwa semakin baik (lengkap) imunisasi yang di dapat oleh contoh maka morbiditas contoh akan semakin rendah dan akan semakin baik pula status gizi contoh. Kedatangan ke Posyandu yang rutin juga menunjukan ada hubungan yang nyata dengan morbiditas dan status gizi (p < 0.05). Hal ini mengindikasikan bahwa jika contoh lebih rutin dibawa ke Posyandu maka morbiditas contoh akan semakin rendah dan status gizi contoh akan semakin baik. Berdasakan uji independen t-test terdapat perbedaan yang nyata kedatangan ke Posyandu dan imunisasi (p <0.05) antara contoh status gizi baik dengan contoh status gizi kurang/buruk. Hal ini menunjukkan bahwa contoh dengan status gizi baik adalah nyata lebih rutin datang ke Posyandu dan lebih lengkap imunisasinya daripada contoh dengan status gizi kurang/buruk (Lampiran 7). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Triana (2006) bahwa semakin kurang tingkat partisipasi ibu di Posyandu, maka semakin besar kemungkinan anaknya memiliki status gizi yang kurang baik. 52 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Sebagian besar contoh (31.7%) berumur 13-18 bulan, berjenis kelamin perempuan (51.7%) dengan proses kelahiran normal (100%), dan proses persalinan sebagian besar (83.3%) dibantu oleh paraji. Lebih dari separuh ibu contoh berumur 20-40 tahun (78.3%). Rata-rata contoh tergolong keluarga miskin, pendidikan orangtua sebagian besar SD, pekerjaan sebagai petani penggarap dan berpenghasilan rendah. Sebagian besar ibu contoh (83.3%). memiliki pengetahuan gizi dengan kategori kurang. Setelah bayi lahir umumnya langsung diberikan madu atau air tajin (83.3%) dan tidak diberikan kolostrum. Hampir seluruh ibu contoh (96.7%) menyatakan bahwa mereka langsung memberikan madu terlebih dahulu kepada bayi mereka sebelum diberi ASI. Sebagian besar ibu tidak memberikan ASI secara eksklusif (91.7%). Praktek pemberian ASI dan MP ASI adalah lebih baik pada contoh dengan status gizi baik daripada status gizi kurang/buruk. Sebanyak 85% ibu di Desa Bojong Jengkol memberikan imunisasi yang lengkap kepada bayi mereka. Proporsi contoh yang imunisasinya lengkap adalah lebih banyak pada kelompok contoh yang status gizinya baik (100%) daripada status gizi kurang/buruk hanya (30.8%). Contoh dengan status gizi baik setiap kali penimbangan berat badan naik (85.1%) dan bayi status gizi kurang buruk kebanyakan turun (46.2%). Contoh dengan status gizi kurang/buruk secara keseluruhan (100%) pernah menderita penyakit infeksi/ non infeksi namun tidak pernah dirawat (100%). Berdasarkan perhitungan morbiditas ( rata-rata hari sakit per bulan) terdapat 16.7% dengan angka morbiditas tinggi (> 8 hari), 56.7% dengan mobiditas sedang (4-7hari), dan 26.6% dengan morbiditas rendah (< 4hari). Hasil uji independen t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata (p<0.05) morbiditas antara contoh dengan status gizi baik (rata-rata hari sakit perbulan adalah < 4 hari) dengan status gizi kurang/buruk. Pada contoh dengan status gizi baik morbiditasnya lebih baik daripada status gizi kurang/buruk (rata-rata hari sakit per bulan adalah 5-7 hari). Terdapat hubungan positif nyata (r= 0.016 p<0.05) antara pengetahuan gizi ibu dengan status gizi contoh. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi pengetahuan gizi ibu maka akan semakin baik pula status gizi contoh. 53 Selain itu, terdapat hubungan positif nyata (r= 0.031 p<0.05) antara pola asuh gizi dengan status gizi contoh, artinya semakin baik pola asuh gizi maka akan semakin baik pula status gizi contoh. Hasil uji chi square menunjukkan bahwa ada hubungan yang nyata antara imunisasi yang diperoleh oleh contoh dengan mobiditas dan status gizi contoh. Hal ini berarti berarti bahwa semakin baik (lengkap) imunisasi yang didapat oleh contoh maka morbiditas contoh akan semakin rendah dan akan semakin baik pula status gizi contoh. Kedatangan ke Posyandu yang rutin juga menunjukkan ada hubungan yang nyata dengan morbiditas dan status gizi (p < 0.05). Hal ini mengindikasikan bahwa jika contoh lebih rutin dibawa ke Posyandu maka morbiditas contoh akan semakin rendah dan status gizi contoh akan semakin baik. Berdasakan uji independen t-test terdapat perbedaan yang nyata kedatangan ke Posyandu dan imunisasi (p <0.05) antara contoh status gizi baik dengan contoh status gizi kurang/buruk. Hal ini menunjukkan bahwa contoh dengan status gizi baik adalah nyata lebih rutin datang ke Posyandu dan lebih lengkap imunisasinya daripada contoh dengan status gizi kurang/buruk. Saran Upaya meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak melalui programprogram pembangunan kesehatan perlu memperhatikan aspek-aspek sosialbudaya masyarakat. Penempatan petugas kesehatan selain memberi pelayanan kesehatan pada masyarakat juga berfungsi sebagai agen perubah (agent of change) maka pengetahuan dan kemampuan berkomunikasi dari petugas kesehatan sangat diperlukan disamping kemampuan dan ketrampilan memberi pelayanan kesehatan. Ibu sebagai pengatur keuangan hendaknya dapat mengalokasikan pendapatan keluarganya untuk memenuhi kebutuhan pangan dengan baik karena besarnya pengeluaran untuk pangan sangat mempengaruhi status gizi anak balita. Pola pengasuhan anak salah satunya adalah praktik pemberian makan pada anak,sehingga ibu harus memperhatikan makanan anak balitanya karena pemberian dengan gizi baik tercermin pada berat badan anak balita. Ibu hendaknya selalu menyempatkan waktu untuk ke Posyandu untuk menimbang berat badan (pemantauan berat badan) dan mendapatkan pelayanan kesehatan anak secara rutin pada setiap bulannya (imunisasi), sehingga jika ada masalah gizi dapat segera teratasi. 54 DAFTAR PUSTAKA Amin AM, Sudargo T, Gunawan IMA. 2004. Hubungan Pola Asuh dan Asupan gizi Terhadap Status Gizi Anak Umur 6-24 bulan di Kelurahan Megampang, Kecamatan Barru, Kabupaten Barru. Yogyakarta: Program Pasca sarjana Universitas Gajah Mada. Anggorodi R. 2009. Dukun Bayi Dalam Persalinan Oleh Masyarakat Indonesia. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat. UI. Ariesman MB. 2009. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Asiah H. 2000. Pola Asuh Anak pada Etnik Jawa Migran dan Etnik Mandar Studi Budaya Lokal dengan Pendekatan Etnoetodologi, Interaksi Simbolik dan Analogi Moderl Kasper pada Pengasuhan Anak. [Disertasi]. Surabaya: Program Pascasarjana Universitas Airlangga. Azwar A. Masalah Gizi Kurang pada Balita dan Upaya Penanggulangannya di Indonesia. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional [BKKBN]. 1998. Gerakan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera. Jakarta: BKKBN Berg .A. 1986. Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional. Jakarta : CV Rajawali. [CHAD] Child and Adolescent Health and Development 2004. Nutrition Infant and Young Child : Geneva. World Health Organization. Darmono S. 1994. Determinasi Status Gizi Anak Balita: Studi Kasus di Mlonggo Jepara. Medika No 7 Tahun XX pp: 46-53. [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1998. Buku Pedoman ASI Eksklusif Bagi Petugas. Semarang: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2000. Makanan Pendamping ASI. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2000. Kasus Diare. http://www.depkes.go.idlIndINewsIKlipingf 2000IFeb.20001k 10209000. htm . Departemen Kesehatan Republik Indonesia [Depkes RI]. 2005. Manajemen Laktasi. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Djaeni A. 1999. Ilmu Gizi untuk mahasiswa dan Profesi Jilid I. Jakarta.: Dian Rakyat. 55 2000. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid II. Jakarta : Dian Rakyat. Engel PLP, Manon dan L.Haddad. 1997. Care and Nutrition; Concept and Measurement. Washington DC: International Food Policy Research Institute. Hardinsyah et al. 2000. Review Status Gizi Ibu Hamil, Dampak BBLR dan Implikasinya pada Program Gizi dan Kesehatan, dalam Kumpulan Makalah Diskusi Pakar Bidang Gizi Tentang ASI-MP ASI, Antropometri dan BBLR. Kerjasama antara PERSAGI, LIPI dan UNICEF: Cipanas. Harto. A . 2006. Hubungan Pengetahuan dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Jakarta: Graha cendikia. Hastuti D. 2008. Pengasuhan: Teori dan Prinsip serta Aplikasi di Indonesia. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Heryawan N .2010. Revitalisasi Peran PKK Demi Kemajuan Bangsa. http://nettyheryawan.com/index.php?option=com_content&view=article&id =19%3Arevitalisasi-peran-pkk-demi-kemajuan-bangsa&catid=4%3Apkkjawa-barat&Itemid=9&lang. Hidayati Septiana Baiq. 2011. Hubungan Kepatuhan Konsumsi Biscuit yang diperkaya Protein Tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias garepinus) dengan Status Gizi dan Morbiditas Balita di Warungkiara, Bantargadung, Kabupaten Sukabumi : Bogor. Skipsi FEMA IPB. Hunter dan Hirsch. 2006. Udara dan Kesehatan Anda: Udara Bersih Sangat Penting Bagi Kesehatan Anda. Jakarta: PT. Buana Ilmu Populer. Hurlock EB. 1993. Perkembangan Anak Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Husaini YK, Widodo Y, Triwinarto A, Salimar. 2000. Perubahan Pola konsumsi Pangan Keluarga pada Waktu Sebelum dan Sesudah Krisis Ekonomi. Penelitian Gizi Makanan 23: 8-17. Ikatan Dokter Anak Indonesia [IDAI]. 2004. Jadwal Immunisasi. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia Iskandar, Meiwita B. et al .1996. Mengungkap Misteri Kematian Ibu di Jawa Barat, Depok. Jakarta : Pusat Penelitian Kesehatan Lembaga Penelitian. Universitas Indonesia Kartini. T.D. 2008. Hubungan Pola Asuh Ibu dan Kejadian Diare Dengan Pertumbuhan Bayi Yang Mengalami Hambatan Pertumbuhan Dalam Rahim Sampai Umur Empat Bulan. Semarang : Tesis . Program Pasca Sarjana. UNDIP. Khomsan . A. 2008. Mengetahui Status Gizi Balita Anda. Medicastore.com. Artikel Kesehatan. 56 . 2010. Pengaruh Pola Asuh Terhadap Status Gizi Anak. Jakarta: Lintas Café. King. 1996. Nutrition for Developing Countries. Second Edition. New York : Oxford University Press. Krisnatuti D. 2002. Menyiapkan Makanan Pendamping ASI. Jakarta : Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara. Kusnoputranto. H. 1983. Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Latief D. 2000.Program ASI Ekslusif dan MP ASI Kumpulan Makalah dalam Rangka Diskusi Pakar Gizi Bidang ASI dan MP ASI, Antropometri- BBLR, Cipanas 19-20 Januri 2000. Latifah M, Djamaludin MD, Evi D, Sumali MA. 2002. Buku 5 Rumah Sehat. Bogor: Pusat Kurikulum Balitbang, Departemen Pendidikan Nasional dan Lembaga Penelirian Institut Pertanian Bogor. Lee C. 1989. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak. Jakarta : Arcan. Maas L.T. 2004. Kesehatan Ibu dan Anak : Persepsi Budaya dan Dampak Kesehatannya. Medan: USU Digitaly Library. Madanijah S. 2003. Model Pendidikan “GI-PSI-SEHAT” Bagi Ibu serta Dampaknya bagi Perilaku Ibu, Lngkungan Pembelajaran, Konsumsi Pangan dan Status Gizi Anak Usia Dini [Disertasi]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Martiato et al. 2008. Analisis Situasi Ketahanan Pangan dan Gizi dan Program untuk Memperkuat Ketahanan Pangan dan Memperbaiki Status Gizi Anak di Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Bogor : kerjasama FEMA. IPB dengan PLAN Indonesia. Mashitah T, Martianto D, Soekirman. 2005. Hubungan Pola Asuh Makan dan Kesehatan Dengan Status Gizi Anak Batita di Desa Mulya Harja Bogor.: Bogor. Media Gizi dan Keluarga 29(2): 29.39. Moehdji S. 1992. Pemeliharaan Gizi Bayi dan Balita. Jakarta : Bhrata. Notoatmodjo. 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta : Rineka Cipta. Prahesti. A. 2001. Hubungan Pola Asuh Gizi dengan Gangguan Pertumbuhan (Growth Faltering) pada Anak Usia 0-12 Bulan di Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang.[Skirpsi]. Semarang : Universitas Diponegoro. Pudjiadi S. 1997. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Riset Kesehatan Dasar [Risekesdas]. 2010. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar. Jakarta : Balai Penelitan dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. 57 Riyadi H. 1995. Prinsip dan Petunjuk Penilaian Status Gizi. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber daya Keluarga. Bogor. Institut Pertanian Bogor. .2006. Gizi dan Kesehatan Keluarga. Jakarta: Universitas Terbuka. Sanjur. 1982. Social and Cultural Perspective in Nutrition. Washington DC: Prentice Hall. Inc. New York. USA. Sajogyo et al. 1978. Proyek Studi Sektoral/Regional Penentuan Atas Tingkat Pendapatan Rumah Tangga dan Kecukupan Pangan. Lembaga Pusat Studi Pangan. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Savage. 1991. Menolong ibu menyusui. Terjemahan Sukwan Handali. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Setyawan D. 2010. Sembilan Balita Di Kota Bogor Meninggal Karena Gizi Buruk.(http://www.republika.co.id/berita/breakingnews/metropolitan/10/0 7/02/122759-sembilan-balita-meninggal-karena-gizi-buruk-di-bogor. Suklan H. 2000. Hygiene Perorangan. Warta Penyehatan Pemukiman II (4). Jakarta: Direktorat Penyehatan Pemukiman,Departemen Kesehatan RI. Lingkungan Lingkungan Sukandar D .2007. Studi Sosial Ekonomi, Aspek Pangan, Gizi dan Sanitasi. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia . Institut Pertanian Bogor. Supariasa. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC. Soetjiningsih. 1998. Tumbuh Kedokteran. EGC. Kembang Anak. Jakarta: Penerbit Buku Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya :Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional. Suhardjo. 1989. Pemberian Makan Pada Bayi dan Anak. Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Sumardi dan Dieter.1982. Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok. Jakarta: Rajawali Thaha AR.1995. Pengaruh Musim Terhadap Pertumbuhan Anak Keluarga Nelayan. Jakarta: Disertasi Doktor Universitas Indonesia hal.60-69. Triana N. 2006. Hubungan Antara Status Gizi Masa Lalu Anak dan Partisispasi Ibu di Posyandu dengan Kejadian TB pada Murid TK. [Skripsi].Bogor: Institut Pertanian Bogor.. Zeitlin. M. 2000. Peran Pola Asuh Anak: Pemanfatan Hasil Studi Penyimpangan Positif Untuk Program Gizi. Jakarta: Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII: 29 Februari-2 Maret. LIPl. 58 LAMPIRAN 59 Lampiran 1. Korelasi Rank Spearman karakteristik contoh dengan status gizi Descriptive Statistics Mean Std. Deviation N status gizi -.8333 .84706 60 morbiditas 60.5833 19.53987 60 pola asuh gizi 65.3333 5.66484 60 pengetahuan 49.6833 7.92869 60 pendapatan 5.65005 1.546735 60 Correlations status gizi Spearman's rho status gizi Correlatio n Coefficient Sig. (2tailed) -.279* -.310* .006 . .310 .031 .016 .965 60 60 60 60 60 -.133 1.000 .529** .400** .227 .310 . .000 .002 .081 60 60 60 60 60 -.279* .529** 1.000 .779** -.142 .031 .000 . .000 .278 60 60 60 60 60 -.310* .400** .779** 1.000 -.099 .016 .012 .000 . .452 N pola asuh gizi Correlatio n Coefficient Sig. (2tailed) N pengetahuan Correlatio n Coefficient Sig. (2tailed) N pendapatan pengetahua pendapata n n -.133 N Correlatio n Coefficient pola asuh gizi 1.000 Sig. (2tailed) morbiditas morbiditas 60 60 60 60 60 Correlatio n Coefficient .006 .227 -.142 -.099 1.000 Sig. (2tailed) .965 .081 .278 .452 . 60 60 60 60 60 N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). 60 Lampiran 2. Status gizi contoh NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 UMUR 11 9 5 5 17 7 5 5 11 16 24 8 13 20 15 4 23 11 19 22 23 20 14 14 22 18 20 14 20 17 16 16 3 9 22 4 14 12 10 11 20 4 6 4 2 15 4 2 16 14 22 24 22 11 22 20 14 11 17 18 JENIS KELAMIN Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan BB 9 6.8 5.6 6 9 6.5 5.7 6.5 9.5 8.6 11 8 9 11 9.8 5.5 10.3 9 9.7 10.5 10 9.7 8.6 10 11 9.7 10 9 11 9.2 8 11 4.2 9.7 7.7 9.5 5.5 9.5 7.6 9.2 10.5 12 4.5 7 4.1 3.2 8 3.1 10.5 7.5 10.7 12 8.6 10 8.7 8.3 8.2 7.8 8.6 8.5 Z-SCORE -0.9 -1.8 -1.57 -1.3 -1.92 -1.33 -1.43 -0.8 -0.4 -1.8 -0.75 -0.8 -1.4 -0.67 -0.4 -0.71 -1.62 -0.2 -1.08 -1.3 -1.85 -1.25 -1.4 -0.7 -0.92 -1.1 -1 -1 -0.06 -1.75 -3.1 -0.1 -1.8 -1.2 -0.9 -1.67 -0.8 -0.5 -1.9 -0.33 1.6 0.16 -2.14 0.89 -2.71 -2.22 -2.9 -2.28 0.1 -2,5 0.67 0.08 -2.42 0.1 -2.33 -2.42 -2.5 -2.1 -2 -2.1 STATUS GIZI Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Buruk Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Kurang Baik Kurang Kurang Kurang Baik Kurang Baik Baik Kurang Baik Kurang Kurang Kurang Kurang Baik Kurang 61 Lampiran 3. Cara menghitung status gizi dengan Z –Skor Bila “ Nilai Riil “ hasil pengukuran ,”Nilai Median” BB/U, TB/U, atau BB/TB, maka rumusnya : Z –Score = Nilai Riil – Nilai Median SDLower Kategori Status Gizi BB/U : > + 2 SD = Berat badan lebih (Gizi Lebih) - 2 SD s/d + 2 SD = Berat badan Normal (Gizi Baik ) - 3 SD s/d < - 2 SD = Berat badan rendah ( Gizi Rendah) < - 3 SD = Berat badan sangat rendah ( Gizi Buruk) Contoh perhitungan status gizi balita dengan Z-Skor : Anak laki –laki berumur 16 bulan dengan berat badan 8,1 Kg , maka didapat Me = 11,1 dan Sd Lower = 1.10 Z –Skor = 8,1−11.1 1.10 = - 2,72 Jika Z –Skor antara – 3 s/d < - 2 SD maka status Gizi Kurang 62 Lampiran 4. Baku berat badan menurut umur balita usia 0-24 bulan ditimbang telentang UMUR Bulan 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 ANAK LAKI-LAKI Median SD SD Low Upp 3.3 4.3 5.2 6.0 6.7 7.3 7.8 8.3 8.8 9.2 9.5 9.9 10.2 10.4 10.7 10.9 11.1 11.3 11.5 11.7 11.8 12.0 12.2 12.4 12.6 0.40 0.70 0.90 1.00 1.00 1.00 0.90 0.90 1.00 1.00 0.90 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.30 1.30 1.30 0.50 0.70 0.80 0.90 0.90 0.90 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.20 1.20 1.20 1.20 1.30 1.30 1.30 1.30 1.30 UMUR Bulan 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Sumber: Baku Antropometri WHO NCHS (Z-Skor) ANAK PEREMPUAN Median SD SD Low Upp 3.2 4.0 4.7 5.4 6.0 6.7 7.2 7.7 8.2 8.6 8.6 9.2 9.5 9.8 10.0 10.2 10.4 10.6 10.8 11.0 11.2 11.4 11.5 11.7 11.9 0.50 0.60 0.70 0.70 0.70 0.70 0.90 0.90 0.90 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 0.40 0.50 0.70 0.80 0.90 0.80 0.90 1.00 0.90 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.30 1.30 1.30 63 Lampiran 5. Contoh hasil Recall makanan 24 jam Hari : Selasa Tanggal : 13 Desember 2011 No Waktu makan Jenis makanan URT Berat (gram) 1 Makan pagi Nasi Telur dadar Pepaya Biscuit Nasi Tahu goreng Tempe goreng Bayam Mujair Bakwan Nasi Telur dadar Susu kental manis ½ gls 1btr 1bh sedang 5bh ½ gls 1ptg 1ptg ¼ gls 1ptg sdg 1bh ½ gls 1btr 1gls 35 37.5 100 50 35 25 25 25 50 40 35 37.5 200 Selingan 2 Makan siang 3 Selingan Makan malam 64 Lampiran 6. Uji Chi square untuk menentukan hubungan antara pemberian imunisasi dan kedatangan ke Posyandu dengan status gizi StatusGizi Observed N Expected N Residual Kurang/Buruk 13 30 -17 Baik 47 30 17 Total 60 Observed N Expected N Residual lengkap 51 30 21 tidak lengkap 9 30 -21 Total 60 Imunisasi Posyandu Observed N Expected N Residual rutin 44 30 13 tidak rutin 16 30 -13 Total 60 Test Statistics Status Gizi Chi-Square df Asymp. Sig. 20.082 a imunisasi posyandu 30.311 a 11.951 a 1 1 1 .000 .000 .001 a. 0 cells (,0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 30 65 Lampiran 7. Independen t-test imunisasi dan kedatangan posyandu antar kelompok status gizi contoh Group Statistics imunisasi posyandu StatusGizi N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Baik 47 1.6923 .48038 .13323 Kurang/Buruk 13 1.0000 .00000 .00000 Baik 47 1.6923 .48038 .13323 Kurang/Buruk 13 1.1667 .37662 .05436 Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances F imunisasi Equal variances assumed 267.415 Sig. Equal variances not assumed 3.933 t .000 10.221 Equal variances not assumed posyandu Equal variances assumed t-test for Equality of Means .052 df Sig. (2-tailed) 59 .000 5.196 12.000 .000 4.204 59 .000 3.653 16.213 .002 66 Lampiran 8. Independen t-test pola asuh gizi antar status gizi contoh Group statistic StatusGizi Prelaktal Kolostrum MPASI ASI Penyapihan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Baik 47 1.6923 .48038 .13323 Kurang/Buruk 13 1.8750 .33422 .04824 Baik 47 2.0000 .00000 .00000 Kurang/Buruk 13 1.7917 .41041 .05924 Baik 47 2.9231 .27735 .07692 Kurang/Buruk 13 2.0833 .70961 .10242 Baik 47 2.0000 .00000 .00000 Kurang/Buruk 13 1.8958 .30871 .04456 Baik 47 2.0000 .00000 .00000 Kurang/Buruk 13 1.7917 .41041 .05924 Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances F Prelaktal Equal variances assumed t-test for Equality of Means Sig. 7.712 t .007 Equal variances not assumed Kolostrum Equal variances assumed 24.378 .000 Equal variances not assumed MPASI Equal variances assumed 8.779 .004 Equal variances not assumed ASI Equal variances assumed 7.489 .008 Equal variances not assumed Penyapihan Equal variances assumed Equal variances not assumed 24.378 .000 df Sig. (2-tailed) -1.585 59 .118 -1.289 15.285 .216 1.819 59 .074 3.517 47.000 .001 4.160 59 .000 6.556 51.188 .000 1.209 59 .231 2.338 47.000 .024 1.819 59 .074 3.517 47.000 .001 67 Lampiran 9. Independen t-test morbiditas antar status gizi contoh Group Statistics StatusGizi Morbiditas N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Baik 47 1.3077 .63043 .17485 Kurang/Buruk 13 2.1957 .77802 .11471 Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means Sig. (2- F Morbiditas Equal variances assumed Equal variances not assumed 2.401 Sig. .127 t df tailed) -3.772 57 .000 -4.246 23.398 .000 68 Lampiran 10. Independen t-test karakteristik contoh dan sosial ekonomi keluarga antar status gizi contoh Umur contoh Group Statistics status N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Baik 47 14.13 6.237 .910 Kurang/buruk 13 12.62 7.400 2.052 Umur Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances Umur Equal variances assumed t-test for Equality of Means F Sig. t df Sig. (2tailed) .768 .384 .743 58 .460 .674 17.008 .510 Equal variances not assumed Umur Ibu Group Statistics Umur ibu status N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Baik 47 27.11 2.598 .379 Kurang/buruk 13 26.31 1.601 .444 Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means Umur ibu Equal variances assumed F Sig. t df Sig. (2tailed) 3.714 .059 1.051 58 .298 1.368 31.481 .181 Equal variances not assumed Pendapatan Group Statistics pendapatan status N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Baik 47 5.68E5 156186.041 22782.076 Kurang/buruk 13 5.54E5 154733.021 42915.218 69 Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances pendapatan Equal variances assumed t-test for Equality of Means F Sig. t df Sig. (2tailed) .952 .333 .291 58 .772 .293 19.316 .773 Equal variances not assumed Besar Keluarga Group Statistics Besar keluarga status N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Baik l 47 4.55 .974 .142 Kurang/buruk 13 4.23 .599 .166 Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances Besar keluarga Equal variances assumed Equal variances not assumed t-test for Equality of Means F Sig. t Df Sig. (2-tailed) 4.280 .043 1.132 58 .262 1.475 31.547 .150 70 Lampiran 11. Kondisi lokasi penelitian (a) (b) (c) (d) (e) (f) Keterangan : a). Akses menuju desa penelitian sebelum jembatan rusak b). Akses menuju desa penelitian setelah jembatan rusak c). Lokasi mandi RW 07 (Cikarai) d). Lokasi mandi RW 08 ( Bengle) e). Lokasi mandi RW 09 (Sukabetah) f). Lokasi mencuci RW 07 71 Lampiran 11 (lanjutan) (g) (h) (i) (j) (k) (l) Keterangan g). Lokasi mencuci RW 08 h). Lokasi mencuci RW 09 i). Lokasi MCK RW 07 j). Lokasi MCK RW 08 k). Lokasi MCK RW 09 l). Lokasi pemukiman RW 07 72 Lampiran 11 (lanjutan) (m ) (o) (q) Keterangan m). Lokasi pemukiman RW 08 n). Lokasi pemukiman RW 09 o). Lokasi pembuangan sampah RW 07 p). Lokasi pembuangan sampah RW 08 q). Lokasi pembuangan sampah RW 09 r) . Kegiatan Posyandu RW 07 (n) (p) (r) 73 Lampiran 12. Korelasi Rank Spearman status gizi dengan morbiditas Mean Std. Deviation N kolostrum -.8333 .84706 60 prelaktal 60.5833 19.53987 60 ASI 65.3333 5.66484 60 MP ASI 49.6833 7.92869 60 Penyapihan 5.65005 1.546735 60 status gizi Spearman's rho kolostrum Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N prelaktal Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N ASI .031 .310 60 60 -.405 1.000 .000 . 60 * 60 Sig. (2-tailed) .031 .000 60 60 * Correlation Coefficient .310 Sig. (2-tailed) .016 .529 ** .279 N Penyapihan -.133 Correlation Coefficient N MP ASI morbiditas 0.4770 .400 ** .012 60 60 Correlation Coefficient .006 .227 Sig. (2-tailed) .0.01 .081 60 60 N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). 74 Tabel 13. Sebaran angka kecukupan energi dan protein No. Energi (kkal) Protein (g) TKE (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 696 644 609 653 908 609 644 609 679 944 920 679 968 944 932 661 920 644 908 968 920 883 932 908 956 944 895 871 908 932 522 859 679 968 644 895 871 635 908 847 920 944 435 661 479 566 787 487 920 787 956 16 16 14 15 17 14 15 14 16 18 17 16 18 18 18 15 17 15 17 18 17 17 18 17 18 18 17 17 17 18 12 16 16 18 15 17 17 15 17 16 17 18 10 15 11 11 15 11 17 15 18 80 74 77 75 75 77 74 77 78 78 76 78 80 78 77 76 76 74 75 80 76 73 77 75 79 78 74 72 75 77 60 71 78 80 74 74 72 73 75 70 76 78 50 76 55 65 65 56 76 65 79 75 Tabel 13.Sebaran kecukupan energi dan protein (Lanjutan) No 52 53 54 55 56 57 58 59 60 Energi (kkal) 895 871 548 592 556 558 600 920 557 Protein (g) 17 17 13 13 13 14 16 17 13 TKE (%) 74 72 63 68 64 64 50 76 64 76 PENGETAHUAN GIZI IBU, POLA ASUH GIZI DAN STATUS GIZI BAYI DI DESA BOJONG JENGKOL, KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR (Nutrition knowledge of mother, childcare practices and nutritional status of infant in Rural Bojong Jengkol, Ciampea, Bogor) Hellyta Haska 1, Lilik Kustiyah 2 , Clara M Kusharto 3 1 Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680 Email : [email protected] 2 Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680 Email : [email protected] 3 Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680 Email : [email protected] ABSTRACT The direct factors affecting infant’s nutritional status are energy and nutrients intake, and infection. Factors affecting energy and nutrients intake are nutrition knowledge of mother; childcare practices, included feeding and caring practices; and morbidity. The aim of this study was to analyze association between mother’s nutrition knowledge, feeding practices, and immunization with nutritional status of infant. Design of this study was cross sectional. Samples of this study were 60 infants aged 2—24 which were selected purposively. Samples consist of underweight and normal nutritional status (WAZ), The result showed that mother’s nutrition knowledge was positively significant correlated with infant’s nutritional status (r= 0.016 p<0.05). Furthermore, there were positively significant correlation between feeding practices and immunization with infant’s nutritional status( r= 0.031 p<0.05 and p< 0.01, respectively). Key words : childcare, nutrition knowledge, nutritional status ABSTRAK Faktor yang secara langsung memengaruhi status gizi bayi adalah asupan energi dan zat gizi serta infeksi. Adapun faktor yang memengaruhi asupan energi dan zat gizi adalah pengetahuan gizi ibu, pola asuh (praktek pemberian makan dan praktek pengasuhan) dan morbiditas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara pengetahuan gizi ibu, praktek pemberian makan dan imunisasi dengan status gizi bayi. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Subjek yang digunakan adalah bayi berumur 2—24 bulan yang dipilh secara purposive dan dibedakan menjadi status gizi baik dan kurang/buruk (BB/U). Hasil uji menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif nyata (r= 0.016 p<0.05) antara pengetahuan gizi ibu dengan status gizi bayi. Selain itu, praktek 77 pemberian makan dan imunisasi juga menunjukkan hubungan positif nyata (r= 0.031 p<0.05 dan p< 0.01,) dengan status gizi bayi. Kata kunci : pola asuh, pengetahuan gizi, status gizi PENDAHULUAN Praktek pengasuhan yang memadai sangat penting tidak hanya bagi daya tahan anak tetapi juga mengoptimalkan perkembangan fisik dan mental anak serta baiknya kondisi kesehatan anak. Pengasuhan juga memberikan kontribusi bagi kesejahteraan dan kebahagiaan serta kualitas hidup yang baik bagi anak secara keseluruhan. Sebaliknya jika pengasuhan anak kurang memadai, terutama keterjaminan makanan dan kesehatan anak, bisa menjadi salah satu faktor yang menghantarkan anak menderita kurang gizi. Menurut BPS Bogor tahun 2010 jumlah balita (termasuk bayi) sebanyak 83109 jiwa. Menurut data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bogor Mei 2010 ada 314 balita yang mengalami gizi buruk dengan kasus lama sebanyak 181 dan baru sebanyak 133. Yang tercatat per Juni 2010, ditemukan 147 balita yang mengalami gizi buruk. Selama kurun waktu enam bulan di 2010, ada sekitar 9 balita meninggal karena gizi buruk. Di Kabupaten Bogor, angka balita penderita gizi buruk terbanyak dijumpai di Kecamatan Citeureup sebanyak 11 balita, Kecamatan Ciampea, Tanjungsari, dan Cibungbulang masing-masing 10 balita, dan Ciomas 9 balita (Setyawan 2010). Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui pengetahuan gizi ibu, pola asuh, dan status gizi bayi di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Tujuan umum penelitian mengkaji pengetahuan gizi ibu, pola asuh dan status gizi bayi di Desa Bojong Jengkol Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Tujuan khusus 1).Mengkaji karakteristik contoh dan sosial ekonomi keluarga 2).Mengkaji status gizi contoh 3).Mengkaji Pengetahuan gizi dan kesehatan ibu 4).Mengkaji pola asuh gizi ( praktek pemberian kolostrum, makanan/minuman prelaktal, ASI, MP ASI dan penyapihan) 5). Mengakaji pola asuh kesehatan ( pemberian imunisasi penimbangan di Posyandu dan perilaku hidup bersih dan sehat) 6). Menganalisis hubungan antara pengetahuan gizi ibu, pola asuh dengan 78 status gizi contoh 7). Menganalisis hubungan antara imunisasi dan kedatangan posyandu dengan morbiditas dan status gizi contoh. METODE Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Penelitian dilakukan di Desa Bojong Jengkol yang berada di wilayah kerja Puskesmas Pasir Ciampea. Penelitian dilakukan pada Desember 2011— Januari 2012. Cara dan Jumlah Pengambilan Subjek Pemilihan Puskesmas Pasir dilakukan secara purposive atau dengan beberapa pertimbangan diantaranya bahwa Kecamatan Ciampea termasuk kedalam Kecamatan di Kabupaten Bogor yang memiliki kasus gizi buruk dan juga ditemukan banyak kasus gizi kurang. Subjek adalah bayi yang berumur 2—24 bulan yang datang ke Posyandu dan memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi meliputi: 1). Bayi umur 0—24 bulan yang mempunyai KMS dengan catatan hasil penimbangan lengkap minimal 3 bulan terakhir sampai dilaksanakannya penelitian. 2). Bayi diasuh oleh ibunya 3). Bayi lahir normal/tidak prematur. 4) Bayi dalam keadaan sehat/ tidak menderita penyakit infeksi berat (batuk rejan, gangguan paru-paru, campak, polio) saat penelitian 5). Bersedia berpatisipasi. Jumlah subjek yang diambil yaitu 60 orang bayi. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer yang dikumpulkan meliputi karakteristik subjek, karakteristik sosial ekonomi keluarga, perilaku hidup bersih dan sehat, pengetahuan gizi ibu, pola asuh gizi dan kesehatan serta asupan energi dan protein. Data karakteristik subjek yang dikumpulkan meliputi nama, tanggal lahir, proses kelahiran, proses persalinan, umur, jenis kelamin, berat lahir, berat aktual, panjang badan. Data karakteristik sosial ekonomi keluarga yang dikumpulkan meliputi: umur ibu,tingkat pendidikan orangtua, pekerjaan ayah, pendapatan perkapita, besar keluarga. 79 Data perilaku hidup bersih dan sehat yang dikumpulkan meliputi: kebersihan diri, sarana MCK, air bersih, sampah dan ventilasi rumah. Data pola asuh gizi yang akan dkumpulkan meliputi : praktek pemberian kolostrum, praktek pemberian makanan atau minuman prelaktal, praktek pemberian ASI, praktek pemberian MP ASI, dan praktek penyapihan. Data asupan energi dan protein yang dikumpulkan meliputi jenis dan jumlah makanan selama 2×24 jam melalui recall makanan. Data sekunder yang dikumpulkan berupa keadaan umum Posyandu di wilayah Ciampea. Pengolahan dan Analisis Data Proses pengolahan data meliputi coding, entry dan editing. Data yang terkumpul ditabulasi, diolah dan dianalisis secara deskriptif dan inferensia. Analisis statistik yang digunakan adalah korelasi Rank Spearman digunakan untuk menguji hubungan antar variabel. Uji chi square untuk menguji hubungan antara kedatangan ke posyandu, imunisasi dengan status gizi dan morbiditas. Uji t dengan menggunakan Independent T test digunakan untuk mengetahui perbedaan praktek pola asuh gizi bayi status gizi kurang/buruk dengan status gizi normal. Program komputer yang digunakan adalah Microsoft Excel 2007 dan SPSS versi 16.0 for windows. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Lokasi penelitian adalah Desa Bojong Jengkol yang merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, dengan luas wilayah 212 Ha. Penelitian dilakukan di tiga RW yaitu RW 7 (Cikirai), RW 8 (Bengle), dan RW 9 (Sukabetah). Puskesmas Pasir terletak di Kampung Pasir Oray Desa Cinangka mempunyai wilayah kerja yang mencakup tiga desa yaitu Bojong Jengkol, Cinangka dan Tegal Waru. Desa Bojong Jengkol memiliki 9 RW. Masing-masing RW memiliki 1 Posyandu kecuali RW 8 dan 9 digabung menjadi 1 Posyandu, sehingga total ada 8 Posyandu di wilayah tersebut. Keseluruhan jumlah kader adalah 30 orang dengan jumlah kader perposyandu yaitu 3—4 orang. Menurut data pencatatan yang ada di Posyandu jumlah balita di Desa Bojong Jengkol 80 adalah 980 orang dengan 90% balita berstatus gizi baik dan 10% berstatus gizi kurang/buruk. Karakteristik Subjek dan Sosial Ekonomi Keluarga Karakteristik subjek yang diamati meliputi umur, jenis kelamin, proses kelahiran dan proses persalinan. Data sosial ekonomi yang diamati meliputi umur ibu, pendidikan orangtua, pekerjaan, besar penghasilan dan besar keluarga. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar subjek (31.7%) berumur 13—18 bulan, berjenis kelamin perempuan (51.7%) dengan proses kelahiran normal (100%), dan proses persalinan sebagian besar (83.3%) dibantu oleh paraji. Lebih dari separuh ibu subjek berumur 20—40 tahun (78.3%). Rata-rata contoh tergolong keluarga miskin, pendidikan orangtua sebagian besar SD. Pekerjaan sebagai petani penggarap dan berpenghasilan rendah. Sebagian besar (46.7%) pendapatan perkapita adalah Rp 95 000 — Rp 121 866 dengan besar keluarga ≤ 4 orang. Status Gizi Subjek Status gizi subjek diperoleh dengan penimbangan berat badan kemudian dihitung dengan Z skor terhadap baku antropometri WHO NCHS. Status gizi subjek berdasarkan hasil penelitian yang dihitung dengan Z skor BB/U. Jumlah subjek dengan status gizi baik yaitu 47 orang dan status gizi kurang/buruk adalah 13 orang. Status gizi subjek berdasarkan kategori umur contoh adalah pada umur 0—6 bulan yaitu baik (23.4%) namun juga ditemukan status gizi kurang/buruk (7.7%), kemudian pada usia 7—12 bulan (23%) subjek berstatus gizi kurang/buruk dan (19.1%) berstatus gizi baik. Demikian pula pada umur 13-18 bulan sebagian besar subjek (46.3%) berstatus gizi kurang/buruk dan sisanya (27.7%) berstatus gizi baik. Pada umur subjek 19-24 bulan status gizi subjek lebih banyak adalah baik (29.8%). Subjek yang berstatus gizi kurang/ buruk lebih banyak adalah laki-laki 53.8%. Pengetahuan Gizi Ibu Pendidikan ibu sangat erat kaitannya dengan kesehatan anak, baik diukur dari status gizi ataupun kematian bayi dan anak. Diana (2006) karakteristik ibu tidak memengaruhi terhadap pola asuh ibu,tetapi pengetahuan gizi ibu lebih 81 memengaruhi status gizi. Pengetahuan gizi ibu subjek dikategorikan menjadi tiga yaitu baik, sedang dan kurang. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pengetahuan gizi sebagian besar ibu subjek (83.3%) adalah kategori kurang pada subjek dengan status gizi kurang/buruk demikian juga pada kelompok status gizi baik. Pengetahuan orang tentang gizi dapat berbeda-beda sekalipun hidup dalam masyarakat yang sama. Perbedaan ini dapat terjadi karena perbedaan proses sosialisasi yang dialami seseorang baik dalam keluarga maupun lingkungan lainnya seperti teman bermain, dan sumber bacaan. Sejalan dengan hasil penelitian Sharif et al. (2008) menyatakan bahwa pengetahuan gizi yang baik dapat meningkatkan kesehatan dan memberikan kebiasaan makan yang sehat. Pola Asuh Gizi Setelah bayi lahir umumnya langsung diberikan madu atau air tajin (83.3%) dan tidak diberikan kolostrum. Hampir seluruh ibu (96.7%) menyatakan bahwa mereka langsung memberikan madu terlebih dahulu kepada bayi mereka sebelum diberi ASI. Sebagian besar ibu tidak memberikan ASI secara eksklusif (91.7%). Afifah (2007) menyatakan bahwa kegagalan praktik ASI eksklusif adalah disebabkan oleh kurangnya pengetahuan ibu tentang manfaat ASI eksklusif, motivasi pemberian ASI eksklusif dan Kampanye ASI eksklusif yang kurang optimal. Praktek pemberian ASI dan MP ASI adalah lebih baik pada subjek dengan status gizi baik daripada status gizi kurang/buruk. Sebanyak 78.3% subjek sudah tidak diberikan ASI lag. Lativah (2010) menyatakan bahwa hal yang memengaruhi lama pemberian ASI adalah pengetahuan ibu namun, lama pemberian ASI tidak memengaruhi perkembangan sosio emosi anak. Asupan Energi dan Protein Data asupan energi dan protein diperoleh dari recall makanan 2x 24 jam. Adapun cara perhitungan tingkat kecukupan energi (TKE) diperoleh dari total asupan (hasil recall) dibandingkan dengan angka kecukupan energi (AKE) dikalikan seratus persen. Secara umum sebagian besar TKE subjek (46.7%) dalam kategori defisit tingkat sedang dengan nilai TKE berkisar antara 70%—79%. Rata-rata asupan 82 energi dan protein yaitu 625 Kal dan 14.5 g. Pada subjek dengan status gizi baik terdapat 44.6% subjek dengan TKE kategori defisit tingkat sedang dan 12.8% subjek kategori normal dan tidak ada subjek dengan TKE kategori defisit tingkat berat. Pada subjek dengan status gizi kurang/buruk terdapat 61.5% subjek dengan kategori TKE defisit tingkat sedang, 7.7% subjek kategori defisit tingkat berat dan tidak ada subjek dengan kategori TKE kategori normal. Pada subjek dengan status gizi baik terdapat 40.4% subjek dengan TKP kategori defisit tingkat sedang dan 12.8% subjek kategori normal dan tidak ada subjek dengan TKP kategori defisit tingkat berat. Pada subjek dengan status gizi kurang/buruk terdapat 46.2% subjek dengan kategori TKP defisit tingkat sedang, 7.7% subjek kategori defisit tingkat berat dan tidak ada subjek dengan TKE kategori normal. Hasil penelitian Tumirah (2010) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara asupan energi dengan status gizi anak karena bayak faktor yang memengarui status gizi antara lain kesediaan pangan, mutu pangan, cara pengolahan, pola asuh anak. Pola Asuh Kesehatan Anak merupakan kelompok penduduk yang paling rentan terhadap gangguan kesehatan dan gizi. Pemberian makan, status kesehatan ibu, status kesehatan saat lahir dan pelayanan kesehatan merupakan faktor penting dalam peningkatan kesehatan dan status gizi anak. Gangguan terhadap faktor-faktor ini akan diikuti pula dengan gangguan terhadap kesehatan dan gizi anak (Hastuti 2010). Pola asuh kesehatan dalam penelitian ini meliputi praktek pemberian imunisasi, rutinitas datang ke Posyandu dan pola hidup bersih dan sehat. Pemberian imunisasi umumnya dilakukan di Posyandu. Hal ini sejalan dengan data kunjungan ke Posyandu, yaitu pada kelompok subjek dengan status gizi baik dan kurang/buruk yang rutin datang ke Posyandu masing-masing adalah sebanyak 85.1% dan 30.8%. Penimbangan berat badan bertujuan untuk memantau pertumbuhan anak. Subjek dengan status gizi baik setiap kali penimbangan berat badan naik (85.1%) dan contoh dengan status gizi kurang/buruk kebanyakan turun (46.2%). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat 83 Mengenai penjagaan kebersihan anggota tubuh, para ibu mengemukakan bahwa anaknya terbiasa mandi dua kali dalam sehari (100%), menggunakan sabun mandi dan handuk pengering tubuh. Hygiene diri yang dilakukan ibu dalam memberikan makan pada bayi diantaranya semua ibu menyuapi anaknya dengan sendok (100%). Namun, banyak (38.3%) ibu-ibu yang tidak mencuci tangan sebelum dan setelah beraktifitas sebelum menyuapi anak mereka. Bahan yang digunakan untuk menyajikan makanan sebagian besar terbuat dari melamin (26.7%) kaca (48.3%) dan (25%) plastik. Sumber air yang digunakan untuk air minum adalah air sumur (85%), karena belum tersedia sarana air PDAM. Semua keluarga subjek terbiasa membuang sampah di sungai atau pinggiran jalan menuju sungai (100%). Hal ini menurut mereka dilakukan sambil pergi mandi atau mencuci pakaian ke sungai. Kondisi rumah juga menentukan kondisi kesehatan penghuninya. Sebagian besar rumah keluarga subjek terbuat dari setengah batu (batu dan bilik dibagian dindingnya (76.7%), dan (23.3%) terbuat dari batu dengan (100%) lantai rumah semen. Atap rumah terbuat dari seng (60%) dan genteng (40%) setiap rumah sudah dilengkapi dengan ventilasi (100 %) sehingga udara dapat masuk dan keluar rumah. Salah satu polusi udara yang paling berpengaruh adalah asap rokok. Seluruh keluarga subjek (100%) ayah merupakan perokok aktif. Asap rokok yang ditimbulkan dapat merugikan tidak hanya bagi perokok namun juga bagi non perokok yang menghirup asap rokok. Morbiditas Berdasarkan perhitungan morbiditas (rata-rata hari sakit per bulan) terdapat 16.7% dengan angka morbiditas tinggi (>8 hari), 56.7% dengan mobiditas sedang (4—7 hari), dan 26.6% dengan morbiditas rendah (<4 hari). Hasil uji independent t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata (p<0.05) morbiditas antara contoh dengan status gizi baik (rata-rata hari sakit perbulan adalah <4 hari) dengan status gizi kurang/buruk. Pada contoh dengan status gizi baik morbiditasnya lebih baik daripada status gizi kurang/buruk (ratarata hari sakit per bulan adalah 5—7 hari). Hubungan antar Variabel Hubungan pengetahuan gizi ibu dengan status gizi 84 Hasil uji menunjukkan bahwa ada hubungan positif nyata (r=0.016 p<0.05) antara pengetahuan gizi ibu dengan status gizi subjek. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi pengetahuan gizi ibu maka akan semakin baik pula status gizi subjek. Martianto et al. (2008) Ibu dengan pendidikan dan pengetahuan yang rendah biasanya memiliki rasa percaya diri yang kurang dan memiliki akses terbatas untuk berpartisipasi pada pelayanan kesehatan dan gizi seperti Posyandu, Bina Keluarga Balita dan Puskesmas. Oleh karena itu mereka memiliki resiko yang lebih tinggi untuk memiliki anak yang kurang gizi. Madanijah (2007) menyatakan bahwa semakin rendah tingkat kehadiran partisipasi ibu di Posyandu maka akan semakin besar kemungkinan anaknya memiliki status gizi kurang baik. Hubungan Pola Asuh Gizi dengan Status Gizi Hasil uji menunjukkan bahwa ada hubungan positif nyata (r=0.031 p <0.05) antara pola asuh gizi dengan status gizi subjek. Hal ini berarti semakin baik pola asuh gizi maka akan semakin baik pula status gizi subjek. Ada hubungan positif antara pola asuh yang dilakukan orang tua terhadap status gizi anaknya. Tercakup di dalam pola asuh ini adalah pola asuh makan maupun pola asuh dalam perawatan anak. Makna hubungan ini adalah : pentingnya orangtua memberikan pola asuh yang baik kepada anaknya agar asupan gizi menjadi lebih baik dan dampaknya adalah anak semakin baik status gizinya (Khomsan 2010). Sejalan dengan itu, Maas (2004) menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat memengaruhi kondisi kesehatan bayi adalah makanan yang diberikan baik dari segi kualitas dan kuantitas makanan yang diberikan. Penelitian Mashitah (2005) juga menyatakan bahwa pemberian makan anak secara langsung berhubungan dengan baik buruknya status gizi anak.Berdasarkan uji independent t-test terdapat perbedaan nyata pola asuh gizi (p< 0.05) antara subjek dengan status gizi baik dengan subjek status gizi kurang/buruk. Hal ini berarti bahwa pola asuh gizi pada subjek dengan status gizi baik adalah nyata lebih baik daripada subjek dengan status gizi kurang/buruk Hubungan imunisasi dan kedatangan ke posyandu dengan morbiditas dan status gizi 85 Hasil uji chi square menunjukkan bahwa ada hubungan yang nyata antara imunisasi yang diperoleh oleh subjek dengan mobiditas dan status gizi subjek. Hal ini berarti berarti bahwa semakin baik (lengkap) imunisasi yang di dapat oleh subjek maka morbiditas subjek akan semakin rendah dan akan semakin baik pula status gizi subjek. Kedatangan ke Posyandu yang rutin juga menunjukan ada hubungan yang nyata dengan morbiditas dan status gizi (p<0.05). Hal ini mengindikasikan bahwa jika subjek lebih rutin dibawa ke Posyandu maka morbiditas subjek akan semakin rendah dan status gizi subjek akan semakin baik. Berdasakan uji independent t-test terdapat perbedaan yang nyata kedatangan ke Posyandu dan imunisasi (p<0.05) antara subjek status gizi baik dengan subjek status gizi kurang/buruk. Hal ini menunjukkan bahwa subjek dengan status gizi baik adalah nyata lebih rutin datang ke Posyandu dan lebih lengkap imunisasinya daripada contoh dengan status gizi kurang/buruk. KESIMPULAN Sebagian besar subjek (31.7%) berumur 13—18 bulan, berjenis kelamin perempuan (51.7%) dengan proses kelahiran normal (100%), dan proses persalinan sebagian besar (83.3%) dibantu oleh paraji. Lebih dari separuh ibu subjek berumur 20—40 tahun (78.3%). Rata-rata subjek tergolong keluarga miskin, pendidikan orangtua sebagian besar SD, pekerjaan sebagai petani penggarap dan berpenghasilan rendah. Sebagian besar ibu contoh (83.3%). memiliki pengetahuan gizi dengan kategori kurang. Setelah bayi lahir umumnya langsung diberikan madu atau air tajin (83.3%) dan tidak diberikan kolostrum. Hampir seluruh ibu subjek (96.7%) menyatakan bahwa mereka langsung memberikan madu terlebih dahulu kepada bayi mereka sebelum diberi ASI. Sebagian besar ibu tidak memberikan ASI secara eksklusif (91.7%). Praktek pemberian ASI dan MP ASI adalah lebih baik pada subjek dengan status gizi baik daripada status gizi kurang/buruk. Semakin baik pengetahuan gizi ibu, maka semakin baik pula status gizi bayi. Semakin baik pola asuh gizi, maka semakin rendah morbiditas dan semakin baik status gizi bayi. Selain itu, semakin lengkap imunisasi dan rutin datang ke Posyandu, maka semakin rendah morbiditas dan semakin baik status gizi bayi. Penempatan petugas kesehatan selain memberi pelayanan kesehatan pada masyarakat juga berfungsi sebagai agen peubah maka pengetahuan dan 86 kemampuan berkomunikasi dari petugas kesehatan sangat diperlukan disamping kemampuan dan ketrampilan memberi pelayanan kesehatan. Ibu sebagai pengatur keuangan hendaknya dapat mengalokasikan pendapatan keluarganya untuk memenuhi kebutuhan pangan dengan baik karena besarnya pengeluaran untuk pangan sangat memengaruhi status gizi anak. Hendaknya ibu dapat rutin datang ke Posyandu agar jika ada masalah gizi pada bayi segera dapat diatasi. Hal ini terjadi karena di Posyandu selain dilakukan penimbangang (pemantauan berat badan), juga dilakukan pelayanan imunisasi. DAFTAR PUSTAKA Amin AM. Sudargo Toto. Gunawan. 2004. Hubungan Pola asuh dan Asupan Gizi terhadap Status Gizi Anak Umur 6-24 Bulan di Kelurahan Megampang, Kecamatan Barru, Kabupaten Barru. Jurnal Sains dan Kesehatan hal 483491.Yogyakarta: UGM Afifah DN. 2007. Faktor yang Beperan dalam Kegagalan Praktik Pemberian ASI Ekslusif (Kecamatan Tembalang, Kabupaten Semarang 2007). Jurnal hal 119. Jakarta. Diana FM. 2006. Hubungan Pola ASuh dengan Status Gizi Anak Batita di Kecamatan Kuranji, Kelurahan Pasar Ambacang Kota Padang Tahun 2004. Jurnal Kesehatan Masyarakat hal 18-24. Padang: Unand. Hastuti D, Sebho K, Lamwuran. 2010. Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi Rumah Tangga dengan Pemenuhan Hak Anak di Wilayah Dampingan Plan Internasional Indonesia Program Unit Sikka, Nusa Tenggara Timur. Jurnal Ilmu keluarga dan konsumen hal 154-163. Bogor: FEMA IPB. Khomsan A. 2010. Pengaruh Pola Asuh Terhadap Status Gizi Anak. Jakarta: Lintas Café. Latifah Eva, Hastuti Dwi, Melly Latifah. 2010. Pengaruh Pemberian ASI dan Psikososial Terhadap Perkembangan Sosial Emosi Anak pada Keluarga Ibu Bekerja dan Tidak bekerja. Jurnal Ilm. Kel & Kons hal 34-45. Bogor : IPB. Madanijah S , Triana N. 2007. Hubungan Antara Status Gizi Masa Lalu dan Partisipasi Ibu di Posyandu dengan Kejadian Tuberkolosis pada Murid Taman Kanak-kanak. Jurnal Gizi Pangan hal 29-41.Bogor : FEMA IPB. Mashitah T, Soekirman dan Martianto. 2005. Hubungan Pola Asuh Makan dan Kesehatan dengan Status Gizi Anak Batita di Desa Mulya Harja. Jurnal hal 29-39. Bogor: Media Gizi dan Keluarga. Martianto et al. 2008. Analisis Situasi Ketahanan Pangan dan Gizi dan Program untuk Memperkuat Ketahanan Pangan dan Memperbaiki Status Gizi Anak di 87 Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Bogor : kerjasama FEMA. IPB dan PLAN Indonesia. Maas T L .2004. Persepsi Budaya dan Dampak Kesehatannya. Jurnal Kesehatan Ibu dan Anak hal 1-6. Medan : USU. Setyawan D. 2010. Sembilan Balita Di Kota Bogor Meninggal Karena Gizi Buruk.(http://www.republika.co.id/berita/breakingnews/metropolitan/10/07/0 2/122759-sembilan-balita-meninggal-karena-gizi-buruk-di-bogor. Sharif et al. 2008. Nutrition Education Intervention Improves Nutrition Knowledge Attitude and Practices of Primary School Children :A pilot Study. International Journal of Health Education. 119-132. Malaysia : Universty Putra Malaysia. Tumirah, Sriani, Sherly Jeniawati. 2010. Hubungan Antara Konsumsi Makan Sumber Energi dengan Status Gizi. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes hal 223-227 .Surabaya: Poltekes Surabaya