pengetahuan gizi ibu, pola asuh dan status gizi bayi di desa bojong

advertisement
PENGETAHUAN GIZI IBU, POLA ASUH
DAN STATUS GIZI BAYI DI DESA BOJONG JENGKOL,
KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR
HELLYTA HASKA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
ABSTRACT
HELLYTA HASKA. Nutrition Knowledge of Mother, Childcare Practices and
Nutritional Status of Infant in Rural Bojong Jengkol, Ciampea, Bogor . Supervised
by LILIK KUSTIYAH and CLARA M. KUSHARTO.
The direct factors affecting infant’s nutritional status are energy and
nutrients intake, and infection. Factors affecting energy and nutrients intake are
nutrition knowledge of mother; childcare practices, included feeding and caring
practices; and morbidity. The aim of this study was to analyze association
between mother’s nutrition knowledge, feeding practices, and immunization with
nutritional status of infant. Design of this study was cross sectional. Samples of
this study were 60 infants aged 2-24 which were selected purposively. Samples
consist of underweight and normal nutritional status (WAZ), The result showed
that mother’s nutrition knowledge was positively significant correlated with
infant’s nutritional status (r= 0.016 p<0.05). Furthermore, there were positively
significant correlation between feeding practices and immunization with infant’s
nutritional status( r= 0.031 p<0.05 and p< 0.01, respectively).
Keywords : nutrition knowledge, childcare, nutritional status,
ABSTRAK
Faktor yang secara langsung mempengaruhi status gizi bayi adalah
asupan energi dan zat gizi serta infeksi. Adapun faktor yang mempengaruhi
asupan energi dan zat gizi adalah pengetahuan gizi ibu, pola asuh (praktek
pemberian makan dan praktek pengasuhan) dan morbiditas. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara pengetahuan gizi ibu,
praktek pemberian makan dan imunisasi dengan status gizi bayi. Desain
penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Contoh yang digunakan
adalah bayi berumur 2- 24 bulan yang dipilh secara purposive dan dibedakan
menjadi status gizi baik dan kurang/buruk (BB/U). Hasil uji menunjukkan bahwa
terdapat hubungan positif nyata (r= 0.016 p<0.05) antara pengetahuan gizi ibu
dengan status gizi bayi. Selain itu, praktek pemberian makan dan imunisasi juga
menunjukkan hubungan positif nyata ( r= 0.031 p<0.05 dan p< 0.01,) dengan
status gizi bayi.
Kata kunci : pengetahuan gizi, pola asuh, status gizi
RINGKASAN
HELLYTA HASKA. Pengetahuan Gizi Ibu, Pola Asuh dan Status Gizi Bayi di
Desa Bojong Jengkol Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Dibimbing
oleh LILIK KUSTIYAH dan CLARA M. KUSHARTO
Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS 2010) menunjukkan bahwa
prevalensi balita gizi kurang (balita yang mempunyai berat badan kurang) secara
nasional adalah sebesar 17.9 persen, 4.9 persen diantaranya yang gizi buruk.
Berdasarkan hasil pencatatan dan pelaporan hasil Badan Pusat Statistik (BPS)
dari 3.536.981 anak balita di Jawa Barat yang ditimbang melalui Posyandu,
terdapat 10.8 persen di antaranya (380.673) berkategori gizi kurang, dan 1.01
persennya (38.769 anak) menderita gizi buruk (Heryawan 2010).Tujuan umum
penelitian mengkaji pengetahuan gizi ibu, pola asuh dan status gizi bayi di Desa
Bojong Jengkol Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Tujuan khusus
1).Mengkaji karakteristik contoh dan sosial ekonomi keluarga 2).Mengkaji status
gizi contoh 3).Mengkaji Pengetahuan gizi dan kesehatan ibu 4).Mengkaji pola
asuh gizi ( praktek pemberian kolostrum, makanan/minuman prelaktal, ASI, MP
ASI dan penyapihan) 5). Mengakaji pola asuh kesehatan ( pemberian imunisasi
penimbangan di Posyandu dan perilaku hidup bersih dan sehat) 6). Menganalisis
hubungan antara pengetahuan gizi ibu, pola asuh dengan status gizi contoh 7).
Menganalisis hubungan antara imunisasi dan kedatangan posyandu dengan
morbiditas dan status gizi contoh
Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Penelitian dilakukan
pada Desember 2011- Januari 2012. Penelitian dilakukan di Desa Bojong
Jengkol yang berada di wilayah kerja Puskesmas Pasir Ciampea. Pemilihan
Puskesmas Pasir
dilakukan secara purposive atau dengan beberapa
pertimbangan diantaranya bahwa Kecamatan Ciampea termasuk kedalam
Kecamatan di Kabupaten Bogor yang memiliki kasus 10 gizi buruk pada tahun
2009 dan juga ditemukan 23 kasus gizi kurang. Contoh adalah bayi yang
berumur 0-24 bulan yang datang ke Posyandu dan memenuhi kriteria inklusi.
Kriteria inklusi meliputi: 1). Bayi umur 0–24 bulan yang mempunyai KMS dengan
catatan hasil
penimbangan lengkap minimal 3 bulan terakhir sampai
dilaksanakannya penelitian. 2). Bayi diasuh oleh ibunya
3). Bayi lahir
normal/tidak prematur. 4). Bayi dalam keadaan sehat/ tidak menderita penyakit
infeksi berat (batuk rejan,gangguan paru-paru,campak,polio) saat penelitian
5). Bersedia berpatisipasi. Kriteria eksklusi adalah bayi tidak mempunyai tempat
tinggal tetap sehingga sulit dihubungi dan menderita penyakit kronis. Jumlah
contoh yang diambil yaitu 60 orang.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan alat bantu
kuesioner dan penimbangan langsung. Data primer meliputi karakteristik contoh,
karakteristik sosial ekonomi keluarga, pola asuh gizi dan kesehatan, pola hidup
bersih dan sehat dan asupan energi dan protein. Jenis data sekunder yang
dikumpulkan berupa keadaan umum keragaan Posyandu di wilayah Ciampea.
Data dikumpulkan melalui observasi dan wawancara dengan menggunakan
kuesioner.
Proses pengolahan data meliputi coding, entry, dan editing. Data yang
terkumpul ditabulasi, diolah dan dianalisis secara deskriptif dan inferensia.
Setelah dilakukan pengolahan data, data yang terkumpul kemudian dianalisis.
Analisis statistik yang digunakan adalah Rank Spearman, Independen t test, Chi
square.
Umur contoh secara keseluruhan berkisar antara 2-24 bulan, dan
terbanyak ada pada kelompok umur 13-18 bulan (31.7%) . Sebagian besar
contoh (51.7%) adalah perempuan dengan proses kelahiran normal (100%) dan
proses persalinan dengan paraji (83.3%).
Lebih dari separuh ibu contoh berumur 20-40 tahun (78.3%) . Rata-rata
contoh tergolong keluarga miskin, pendidikan orangtua sebagian besar SD,
pekerjaan sebagai petani penggarap dan berpenghasilan rendah.
Sebagian besar ibu contoh (83.3%) memiliki pengetahuan gizi dengan
kategori kurang. Setelah contoh lahir umumnya langsung diberikan madu dan air
tajin (83.3%) dan tidak diberikan kolostrum. Hampir seluruh ibu contoh (96.7%)
menyatakan bahwa mereka langsung memberikan madu terlebih dahulu kepada
bayi mereka sebelum diberi ASI. Sebagian besar ibu (91.7%) tidak memberikan
ASI secara eksklusif. Pemberian ASI dan MP ASI adalah lebih baik pada contoh
dengan status gizi baik daripada status gizi kurang/buruk.
Sebanyak 85% ibu contoh memberikan imunisasi yang lengkap kepada
bayi mereka. Proporsi contoh yang imunisasinya lengkap adalah lebih banyak
pada kelompok contoh yang status gizinya baik (100%) daripada status gizi
kurang/buruk hanya (30.8%). Contoh dengan status gizi baik setiap kali
penimbangan berat badan naik (85.1%) dan contoh status gizi kurang/buruk
secara keseluruhan (100%) pernah menderita penyakit infeksi/non infeksi namun
tidak pernah dirawat (100%).
Berdasarkan lama sakit rata-rata perbulan diketahui bahwa terdapat
16.7% dengan angka morbiditas tinggi (> 8 hari), 56.7% dengan mobiditas
sedang (4-7hari), dan 26.6% dengan morbiditas rendah (< 4hari). Hasil uji
independen t-test juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata (p<0.05)
morbiditas antara contoh dengan status gizi baik dengan status gizi kurang/buruk
(Lampiran 9). Pada contoh dengan status gizi baik morbiditasnya lebih baik (ratarata jumlah hari sakit per bulan adalah < 4 hari) daripada status gizi kurang/buruk
(rata-rata jumlah hari sakit per bulan adalah 5-7 hari)
Terdapat hubungan positif nyata (r= 0.016 p<0.05) antara pengetahuan
gizi ibu dengan status gizi bayi contoh. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi
pengetahuan gizi ibu maka akan semakin baik pula status gizi contoh. Selain itu,
terdapat hubungan positif nyata (r=0.031 p< 0.05) antara pola asuh gizi dengan
status gizi contoh artinya semakin baik pola asuh gizi maka akan semakin baik
pula status gizi contoh. Berdasarkan hasil uji independen t test terdapat
perbedaan nyata pola asuh gizi (p<0.05) antara contoh dengan status gizi baik
dengan contoh status gizi kurang/buruk. Hal ini berari bahwa pola asuh gizi pada
contoh dengan status gizi baik adalah nyata lebih baik daripada contoh dengan
status gizi kurang/buruk.
Hasil uji Chi square menunjukkan bahwa ada hubungan yang nyata
antara imunisasi yang diperoleh oleh contoh dengan morbiditas dan status gizi
contoh. Hal ini berarti bahwa semakin baik (lengkap) imunisasi yang di dapat
oleh contoh maka morbiditas contoh akan semakin rendah dan semakin baik
pula status gizi contoh. Kedatangan ke Posyandu yang rutin juga menunjukkan
ada hubungan yang nyata dengan morbiditas dan status gizi (p<0.05). Hal ini
mengindikasikan bahwa jika contoh rutin dibawa ke Posyandu maka morbiditas
contoh akan semakin rendah dan status gizi contoh akan semakin baik.
Berdasarkan uji independen t test terdapat perbedaan yang nyata
(p<0.05) kedatangan ke Posyandu dan imunisasi antara contoh status gizi baik
dengan contoh status gizi kurang/buruk. Hal ini menunjukkan bahwa contoh
dengan status gizi baik adalah nyata lebih rutin datang ke Posyandu dan lebih
lengkap imunisasinya daripada contoh dengan status gizi kurang/buruk.
PENGETAHUAN GIZI IBU, POLA ASUH
DAN STATUS GIZI BAYI DI DESA BOJONG JENGKOL,
KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR
HELLYTA HASKA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
LEMBAR PENGESAHAN
Judul
: Pengetahuan Gizi Ibu, Pola Asuh dan Status Gizi
Bayi di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan
Ciampea, Kabupaten Bogor
Nama
: Hellyta Haska
NRP
: I14086000
Disetujui oleh:
Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si
Prof. Dr.drh. Clara M Kusharto,M.Sc
Pembimbing I
Pembimbing II
Mengetahui,
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS
Ketua Departemen
Tanggal Disetujui :
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Kota Solok, Provinsi Sumatera Barat pada tanggal 27
Oktober 1985. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara dari Bapak
Hayunas Sukandar dan Ibu Kasmawati B.Ac. Penulis menyelesaikan Taman
Kanak-kanak di TK. Raudhatul Anfal pada tahun 1992. Pendidikan dasar di SD
03 Kp. Jawa Kota, Solok pada tahun
1998. Kemudian penulis melanjutkan
pendidikan ke SLTPN 1 Kota Solok dan lulus pada tahun 2001. Pendidikan
selanjutnya ditempuh di SMAN 1 Kota Solok dan lulus pada tahun 2004.
Kemudian penulis diterima di Program Diploma Institut Pertanian Bogor melalui
jalur USMI pada Program Studi Agroteknologi Hasil Perikanan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan dan penulis melakukan praktek kerja lapang di
Pabrik Pengalengan Ikan (Sarden ABC) di Negara Bali selama 3 bulan.
Penulis mendapatkan gelar Ahli Madya pada tahun 2007 setelah
menyelesaikan laporan akhir yang berjudul “ Identifikasi Prapenerapan HACCP
(Hazard Analysis Critical Control Point) pada Pengalengan Sarden (Sardinella
longiceps) di PT Indocitra Jaya Samudera, Negara, Bali”. Kemudian pada tahun
2008 penulis melanjutkan pendidikan di Program Penyelenggaraan Khusus S1
Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT dan shalawat
kepada Nabi Besar Muhammad SAW, karena penulis telah menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Pengetahuan Gizi Ibu, Pola Asuh dan Status Gizi Bayi di
Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor” sebagai salah
satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si selaku dosen pembimbing akademik dan
skripsi yang selalu memberikan semangat, saran dan arahan kepada
penulis.
2. Prof. Dr.drh. Clara M Kusharto, M.Sc selaku dosen pembimbing yang
memberikan saran dan arahannya kepada penulis dalam penyusunan
skripsi.
3. Leily Amalia, STP, MSi selaku dosen pemandu seminar dan penguji.
4. Kedua orangtua (Hayunas Sukandar dan Kasmawati B.Ac) yang
senantiasa memberi dukungan serta semangat moril dan materil.
5. Uni dan Uda (Hellya Haska, S.Hut, MSi dan Yoki Efriamor S.TP), adik
(Hilhamsyah Putra Haska, S.Hut, Haris Putra Haska S.Kom) yang
selalu ada setiap kali dibutuhkan.
6. Uda (Andika Putra, SH) buat sayang, perhatian dan semangat.
7. Keluarga (Salmialis, Azmer S.Pd, Ir. Zarni Gusti, Desjulmar S.Pd,
Desmice Eni Amd, dan Tarmizi A Tasir, S.Si, MM).
8. Adik-adik vilper (Destian, Mahmud, Bryan, Andri )
9. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak
kekurangan. Dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran
yang sifatnya membangun dari pembaca. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
yang membacanya, khususnya penulis pribadi. Amin.
Bogor, Maret 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .........................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................xi
PENDAHULUAN .........................................................................................1
Latar Belakang ......................................................................................1
Tujuan ....................................................................................................2
Kegunaan ...............................................................................................2
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................4
Pengetahuan Gizi Ibu ..............................................................................4
Pola Asuh Gizi ..........................................................................................4
Pola Asuh Kesehatan ...............................................................................8
Pemberian Imunisasi ......................................................................9
Perilaku hidup bersih dan sehat .......................................................10
Morbiditas ...............................................................................................13
Status Gizi dan Kesehatan .....................................................................13
Penilaian Status Gizi ...............................................................................14
Karakteristik Contoh ................................................................................15
Umur contoh ....................................................................................15
Jenis kelamin ...................................................................................16
Proses kelahiran ..............................................................................16
Proses persalinan ............................................................................16
Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga ...................................................17
Umur ibu .........................................................................................17
Pendidikan orangtua.......................................................................17
Pekerjaan ayah ..............................................................................18
Pendapatan perkapita ....................................................................18
Besar keluarga ...............................................................................18
KERANGKA PEMIKIRAN ..........................................................................20
METODE PENELITIAN ................................................................................22
Desain, Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................22
Cara dan Jumlah Pengambilan Sampel ................................................22
Jenis dan Cara Pengumpulan Data .......................................................22
ii
Pengolahan dan Analisis Data ..............................................................23
Definisi Operasional ..............................................................................27
HASIL PEMBAHASAN ...............................................................................29
Gambaran Umum Lokasi .......................................................................29
Karakteristik Contoh dan Sosial Ekonomi Keluarga ...............................30
Karakteriktik Contoh ..............................................................................30
Umur contoh ...................................................................................30
Jenis kelamin ...................................................................................31
Proses kelahiran .............................................................................32
Proses persalinan ...........................................................................32
Karakeristik Sosial Ekonomi Keluarga ...................................................33
Umur ibu .........................................................................................33
Pendidikan orangtua .......................................................................33
Pekerjaan ayah ...............................................................................34
Pendapatan perkapita .....................................................................34
Besar keluarga ................................................................................34
Status Gizi Contoh………………………………… ................................35
Pengetahuan Gizi dan Kesehatan Ibu………………………………… ....36
Pola Asuh Gizi ......................................................................................39
Praktek pemberian kolostrum ...........................................................40
Praktek pemberian minuman/makanan prelaktal .............................40
Praktek pemberian ASI ....................................................................41
Praktek pemberian MP-ASI ..............................................................42
Praktek penyapihan .........................................................................42
Asupan Energi dan Protein ..............................................................43
Pola Asuh Kesehatan .............................................................................44
Pemberian Imunisasi .......................................................................44
Perilaku hidup bersih dan sehat .......................................................45
Morbiditas. ............................................................................................49
Hubungan Antar Variabel …………………………………………………. ..50
Hubungan pengetahuan gizi ibu dengan status gizi contoh .............50
Hubungan pola asuh gizi dan kesehatan dengan status gizi
contoh .............................................................................................50
Hubungan pemberian imunisasi dan kedatangan ke Posyandu
dengan morbiditas dan status gizi contoh ........................................51
iii
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................52
Kesimpulan .............................................................................................52
Saran………………………………………………………………………….. .53
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................54
LAMPIRAN ..................................................................................................58
iv
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Jenis dan cara pengumpulan data ........................................................24
2. Cara pengkategorian variabel ...............................................................26
3. Keragaan contoh berdasarkan karakteristik dan status gizi contoh .......31
4. Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi dan kesehatan ibu
serta status gizi contoh .........................................................................37
5. Sebaran kategori pengetahuan gizi dan kesehatan ibu serta
status gizi contoh ..................................................................................38
6. Sebaran contoh berdasarkan pola asuh gizi dan status gizi contoh ......39
7. Sebaran contoh berdasarkan angka kecukupan energi dan protein
serta status gizi contoh ........................................................................44
8. Sebaran contoh berdasarkan pola asuh kesehatan dan status
gizi contoh ............................................................................................45
9. Sebaran contoh berdasarkan pola hidup bersih dan sehat dan
status gizi contoh ..................................................................................46
v
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Korelasi Rank Spearman karakteristik contoh dengan status gizi .........59
2. Status gizi contoh .................................................................................60
3. Cara menghitung status gizi dengan Z score ........................................61
4. Baku berat badan menurut umur balita usia 0-24 bulan
ditimbang telentang ..............................................................................62
5. Contoh hasil recall makanan 24 jam .....................................................63
6. Uji Chi Square untuk menentukan hubungan antara pemberian
imunisasi, kedatangan ke posyandu dengan status gizi ........................64
7. Independen t-test imunisasi dan kedatangan posyandu antar
kelompok status gizi contoh …… ..........................................................65
8. Independen t-test pola asuh gizi antar status gizi contoh ......................66
9. Independen t-test morbiditas antar status gizi contoh ...........................67
10. Independen t-test karakteristik contoh dan sosial ekonomi keluarga
antar status gizi contoh ........................................................................68
11. Kondisi lokasi penelitian.......................................................................70
12. Korelasi Rank Spearman pola asuh gizi dengan
status gizi dan morbiditas ....................................................................73
13. Angka kecukupan energi dan protein ...................................................74
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masa bayi dan anak adalah masa mengalami pertumbuhan dan
perkembangan yang cepat dan penting. Masa kritis ada pada saat anak berusia
6-24 bulan, karena pada kelompok umur
tersebut
pertumbuhan kritis dan
kegagalan tumbuh (growth failure) mulai terlihat (Amin et al 2004). Gangguan
gizi dapat disebabkan oleh pola pengasuhan makan anak oleh ibu yang
memberikan makanan prelaktal dan atau MP ASI terlalu dini bahkan ada yang
terlalu terlambat, serta kualitas dan kuantitas yang diberikan tidak memadai.
Penyebab dari tingginya prevalensi gizi kurang secara langsung adalah
adanya asupan gizi yang tidak sesuai antara yang dikonsumsi dengan yang
dibutuhkan tubuh serta
adanya penyakit infeksi. Asupan gizi secara tidak
langsung dipengaruhi oleh pola pengasuhan yang diberikan ibu terhadap
anaknya, dimana pola pengasuhan ini mencakup cara ibu memberikan makan,
bagaimana ibu merawat dan memelihara kesehatan dan kebersihan anaknya.
Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS 2010) menunjukkan bahwa
prevalensi balita kurang gizi (balita yang mempunyai berat badan kurang) secara
nasional adalah sebesar 17,9 persen, 4,9 persen diantaranya yang gizi buruk.
Berdasarkan hasil pencatatan dan pelaporan hasil Badan Pusat Statistik (BPS)
jumlah balita di Jawa Barat 3.536.981 anak balita yang ditimbang melalui
Posyandu, terdapat 10,8 persen di antaranya (380.673) berkategori gizi kurang,
dan 1,01 persennya (38.769 anak) menderita gizi buruk (Heryawan 2010).
Menurut BPS Bogor tahun 2010 jumlah balita (termasuk bayi) sebanyak
83.109 jiwa. Menurut data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bogor Mei
2010 ada 314 balita yang mengalami gizi buruk dengan kasus lama sebanyak
181 dan baru sebanyak 133. Yang tercatat per Juni 2010, ditemukan 147 balita
yang mengalami gizi buruk. Selama kurun waktu enam bulan di 2010, ada sekitar
9 balita meninggal karena gizi buruk (Setyawan 2010).
Dibandingkan
dengan
tahun
sebelumnya,
jumlahnya
mengalami
peningkatan. Pada 2009, tercatat ada 308 kasus balita ( termasuk bayi) gizi
buruk di Kabupaten Bogor. Menurut Kepala bidang Binaan Kesehatan
Masyarakat (Binkesmas) Dinkes Kabupaten Bogor kasus balita mengalami gizi
buruk lebih banyak terjadi pada anak dari warga tidak mampu ekonominya. Di
Kabupaten Bogor, angka balita penderita gizi buruk terbanyak dijumpai di
2
Kecamatan Citeureup sebanyak 11 balita, Kecamatan Ciampea, Tanjungsari,
dan Cibungbulang masing-masing 10 balita, dan Ciomas 9 balita ( Setyawan
2010).
Berdasarkan
uraian
di
atas,
peneliti
tertarik
untuk
mengetahui
pengetahuan gizi ibu, pola asuh, dan status gizi bayi di Desa Bojong Jengkol,
Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.
Tujuan
Tujuan umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengkaji pengetahuan gizi ibu,
pola asuh dan status gizi contoh (bayi) di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan
Ciampea, Kabupaten Bogor.
Tujuan khusus :
1. Mengkaji karakteristik contoh dan sosial ekonomi keluarga.
2. Mengkaji status gizi contoh.
3. Mengkaji pengetahuan gizi dan kesehatan ibu.
4. Mengkaji pola asuh gizi (praktek pemberian kolostrum,makanan/minuman
prelaktal, ASI, MP ASI dan penyapihan).
5. Mengkaji pola asuh kesehatan (pemberian imunisasi, penimbangan di
Posyandu dan perilaku hidup bersih dan sehat).
6. Menganalisis hubungan antara pengetahuan gizi ibu dan pola asuh gizi
dengan status gizi contoh.
7. Menganalisis hubungan antara pemberian imunisasi dan kedatangan ke
Posyandu dengan morbiditas dan status gizi contoh.
Kegunaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman peneliti tentang pengetahuan gizi ibu, pola asuh di Desa Bojong
Jengkol. Selain itu, juga dapat bermanfaat bagi masyarakat khususnya ibu yang
memiliki bayi untuk dijadikan sebagai masukan dalam meningkatkan derajat
kesehatan khususnya status gizi dan kesehatan bayi dan penyuluhan tentang
pelaksanaan program gizi dalam keluarga dan pengaruhnya terhadap status gizi
dan kesehatan bayi. Bagi pihak yang terkait ( Bidan dan tenaga kesehatan)
3
diharapkan dapat menjadi masukan untuk peningkatan pelayanan kesehatan
bagi masyarakat setempat sehingga dapat meningkatkan status gizi bayi, anak,
ibu hamil dan menyusui.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Pengetahuan Gizi Ibu
Menurut Notoatmodjo (1997) pengetahuan ibu tentang gizi adalah apa
yang diketahui ibu tentang makanan sehat, makanan sehat untuk golongan usia
tertentu (misalnya anak, ibu hamil, dan ibu menyusui) dan cara ibu memilih,
mengolah dan menyiapkan makanan yang benar.
Moehdji (1992) sebagaian besar kejadian gizi buruk pada anak dapat
dihindari apabila ibu mempunyai cukup pengetahuan tentang bagaimana cara
mengolah bahan makanan, cara mengatur menu, dan mengatur makanan anak,
tetapi pengaruh terhadap konsumsi makanan ibu rumah tangga tidak selalu
linear artinya semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi ibu rumah tangga, belum
tentu kondisi makanan menjadi baik.
Konsumsi makanan jarang dipengaruhi oleh pengetahuan gizi secara
tersendiri tetapi merupakan interaksi antara sikap dan keterampilan (Sanjur
1982). Menurut Sajogyo et al 1978 secara tidak langsung pengetahuan gizi ibu
akan mempengaruhi status gizi anak balita, karena dengan pengetahuannya
para ibu dapat mengasuh dan memenuhi kebutuhan zat gizi anak balitanya,
sehingga keadaan gizinya terjamin.
Pola Asuh Gizi.
Pola asuh gizi merupakan praktek dirumah tangga yang diwujudkan
dengan tersedianya pangan dan perawatan kesehatan serta sumber daya
lainnya untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan anak.
Sedangkan menurut Zeitlin (2000) yang dikutip oleh Prahesti (2001) mengatakan
bahwa salah satu aspek kunci dalam pola asuh gizi adalah praktek penyusuan
dan pemberian MP-ASI. Lebih lanjut praktek penyusuan meliputi pemberian
kolostrum,praktek pemberian makanan/minuman prelaktal, menyusui secara
eksklusif, dan praktek penyapihan.
Praktek pemberian kolostrum
Kolostrum (susu pertama) adalah ASI yang keluar pada hari-hari pertama
setelah bayi lahir (4-7 hari) berwarna kekuning-kuningan dan lebih kental karena
mengandung banyak vitamin, protein, dan zat kekebalan yang penting untuk
kesehatan bayi dari penyakit infeksi (Depkes RI 2005).
Hal-hal yang mempengaruhi pemberian kolostrum adalah sebagai
berikut ,meskipun kolostrum sangat penting untuk meningkatkan daya tahan bayi
5
terhadap penyakit, namun masyarakat terutama ibu-ibu masih banyak yang tidak
memberikan kolostrum kepada bayinya (Depkes RI 2000). Hal ini sebagian besar
disebabkan oleh ketidaktahuan mereka akan manfaat kolostrum bagi bayinya.
Kebanyakan ibu-ibu di pedesaan yang persalinannya ditolong oleh dukun bayi
belum terlatih selalu membuang kolostrum dengan alasan bahwa ASI tersebut
mengandung bibit penyakit. Biasanya kolostrum tersebut dikubur bersama
plasenta bayi. Selain karena kepercayaan tersebut di beberapa daerah memang
terdapat tradisi yang mengharuskan untuk membuang kolostrum. Sedangkan
sedikitnya
penyuluhan
yang
dilakukan
oleh
tenaga
kesehatan
untuk
meningkatkan pengetahuan gizi masyarakat semakin memperburuk keadaan ini.
Praktek pemberian minuman/makanan prelaktal
Makanan prelaktal adalah makanan dan minuman yang diberikan kepada
bayi sebelum ASI keluar, misal air kelapa, air tajin, madu, pisang, susu bubuk,
susu sapi, air gula, dan sebagainya (Depkes RI 2000).
Kebiasaan memberikan makanan prelaktal harus dihindari karena dirasa
tidak perlu dan malah bisa membahayakan bagi bayi dan ibu bayi. Bahaya
pemberian makanan/minuman prelaktal (Savage 1991):
Untuk bayi:
a. Bayi tidak mau mengisap susu dari payudara karena pemberian makanan ini
menghentikan rasa lapar.
b. Diare sering terjadi karena makanan ini mungkin tercemar.
c. Bila yang diberikan susu sapi alergi sering terjadi.
d. Bayi bingung mengisap puting susu ibunya bila pemberian makanan lewat
botol.
e. Saluran pencernaan bayi belum cukup kuat untuk mencerna
makanan selain ASI.
Untuk Ibu:
a. ASI keluar lebih lama karena bayi tidak cukup mengisap.
b Bendungan dan mastitis mungkin terjadi karena payudara tidak mengeluarkan
ASI.
c Ibu sulit menyusui dan cenderung berhenti menyusui.
Hal-hal yang mempengaruhi pemberian makanan/minuman prelaktal
adalah sebagai berikut : Pemberian makanan/minuman prelaktal masih sering
dilakukan terutama bagi bayi yang lahir di Rumah Sakit (RS) atau Rumah Sakit
Bersalin (RSB). Pemberian ini didorong oleh sulitnya/sedikitnya ASI yang
6
dihasilkan. Jenis minuman prelaktal yang diberikan biasanya adalah susu
formula. Praktek pemberian ini menjadi semakin meningkat dengan banyaknya
iklan dan poster mengenai susu formula yang terpasang di RS dan RSB.
Akibat lanjut dari hal ini bahwa ibu lebih senang memberi susu formula
kepada bayinya dari pada menyusui. Sedangkan bagi ibu-ibu di pedesaan yang
melahirkan dengan pertolongan dukun bayi biasanya juga masih sering memberi
makanan prelaktal ini dengan alasan yang tidak jauh berbeda dengan diatas,
yaitu bahwa ASI sulit keluar dan sangat lama sehingga bayi terus menangis.
Pengetahuan gizi ibu yang rendah semakin mendorong praktek ini. Hal ini sangat
berbahaya bagi kesehatan bayi, dan mengganggu keberhasilan menyusui
(Depkes RI 2000).
Praktek pemberian ASI
Pola pemberian ASI merupakan model praktek penyusuan/pemberian ASI
oleh ibu kepada bayinya pada usia 4 bulan pertama kehidupan bayi. Pola
pemberian ASI dibedakan menjadi 2 macam yaitu pola eksklusif dan pola non
eksklusif (Depkes RI 2005).
ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja kepada bayi sejak lahir sampai
usia 4 bulan tanpa diberi makanan pendamping ataupun makanan pengganti
ASI. Sedangkan ASI non eksklusif adalah pola pemberian ASI yang ditambah
dengan makanan lain baik berupa MP-ASI maupun susu formula (Depkes RI
2005).
Alasan pemberian ASI eksklusif antara lain adalah :
a. Pada periode usia bayi 0–4 bulan kebutuhan gizi bayi baik kualitas maupun
kuantitas terpenuhi dari ASI saja tanpa harus diberikan makanan/minuman
lainya.
b. Pemberian makanan lain akan mengganggu produksi ASI dan mengurangi
kemampuan bayi untuk mengisap.
c. Zat kekebalan dalam ASI maksimal dan dapat melindungi bayi dari berbagai
penyakit infeksi.
Pemberian ASI pada bayi usia 1-6 bulan harus dilakukan sesering
mungkin setiap kali bayi menginginkannya (on demand). Pemberian ASI minimal
8 kali sehari semalam. Jangan memberikan makanan atau minuman apapun
selain ASI, bahkan air putih sekalipun (CAHD 2004). ASI mengandung zat gizi
yang cukup untuk kebutuhan bayi hingga usia 6 bulan (ASI ekslusif).
Kekhawatiran bayi akan kurang gizi dan terganggu pertumbuhannya akibat
7
mendapat ASI ekslusif tidak terbukti. Selain itu, bayi yang mendapat ASI ekslusif
jarang terkena penyakit saluran pencernaan seperti muntah dan diare (Kramer
2002).
Praktek pemberian MP-ASI
Makanan pendamping ASI ( MP-ASI) merupakan makanan tambahan
yang diberikan pada bayi setelah bayi berusia 4-6 bulan sampai bayi berusia 24
bulan. Selain MP-ASI, ASI pun harus tetap diberikan kepada bayi, paling tidak
sampai usia 24 bulan. MP-ASI merupakan makanan tambahan bagi bayi,
makanan ini harus menjadi pelengkap dan dapat memenuhi kebutuhan bayi. Jadi
MP-ASI berguna untuk menutupi kekurangan zat-zat gizi yang terkandung
didalam ASI. Dengan demikian, cukup jelas bahwa peranan MP-ASI bukan
sebagai pengganti ASI tetapi untuk melengkapi atau mendampingi ASI (Krisnatuti
et al 2002).
Tujuan pemberian MP-ASI
Tujuan pemberian MP-ASI adalah untuk menambah energi dan zat gizi
yang diperlukan bayi karena ASI tidak dapat mencukupi kebutuhan bayi yang
semakin meningkat seiring dengan bertambahnya umur dan berat badan.
Gangguan terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak yang normal dapat
terjadi ketika kebutuhan energi dan zat gizi bayi tidak terpenuhi. Hal ini dapat
disebabkan asupan makanan bayi yang hanya mengandalkan ASI saja atau
pemberian makanan tambahan yang kurang memenuhi syarat. Disamping itu
faktor terjadinya infeksi pada saluran pencernaan memberi pengaruh yang cukup
besar (Krisnatuti et al 2002).
Praktek penyapihan
Masa penyapihan adalah proses dimana seorang bayi secara perlahanlahan memakan makanan keluarga ataupun makanan orang dewasa sehingga
secara bertahap bayi semakin kurang ketergantungannya pada ASI dan
perlahan-lahan proses penyusuan akan berhenti (Savage 1991). Bayi yang sehat
pada usia penyapihan akan tumbuh dan berkembang sangat pesat, sehingga
perlu penjagaan khusus untuk memastikan bahwa bayi mendapat makanan yang
benar (Depkes RI 1998).
Di beberapa tempat, bayi pada usia penyapihan tidak tumbuh dengan
baik, maka sering jatuh sakit dan lebih sering terkena penyakit infeksi terutama
diare, dibanding waktu-waktu lain. Bayi-bayi yang kurang gizi mungkin akan
menjadi lebih buruk keadaannya pada masa penyapihan. Makanan yang tidak
cukup dan adanya penyakit membuat bayi tidak tumbuh dengan baik. Hal ini
8
dapat terlihat pada KMS terjadi kenaikan berat badan yang tidak memuaskan
atau dalam keadaan yang lebih parah terjadi penurunan berat badan (Depkes RI
1998).
Hal-hal yang mempengaruhi praktek penyapihan dini
Penyapihan dimulai pada umur yang berbeda pada masyarakat yang
berbeda. Menurut
WHO
bahwa jumlah ibu-ibu di pedesaan yang mulai
penyapihan lebih awal tidak sebanyak diperkotaan. Di daerah semi perkotaan,
ada kecenderungan rendahnya frekuensi menyusui dan ASI dihentikan terlalu
dini karena ibu kembali bekerja. Hal ini menyebabkan kebutuhan zat gizi
bayi/anak
kurang
terpenuhi
apalagi
kalau
pemberian
MP-ASI
kurang
diperhatikan, sehingga anak menjadi kurus dan pertumbuhannya sangat lambat
(Depkes RI 2000).
Selain karena alasan tersebut kegagalan penyusuan akibat pemberian
makanan atau minuman prelaktal sebelum ASI keluar juga menjadi alasan
praktek penyapihan dilakukan secara dini, disamping karena ASI tidak keluar dari
sesaat sesudah melahirkan (Savage 1991).
Pola Asuh Kesehatan
Pola asuh kesehatan (PAK) batita, diukur dari bagaimana keluarga
melayani kebutuhan kesehatan anak yang meliputi pemberian imunisasi, kapsul
vitamin A, penimbangan di Posyandu serta hygiene pribadi. Pola asuh kesehatan
akan mempengaruhi pada frekuensi terjadinya penyakit infeksi seperti diare dan
ISPA. Penyakit infeksi pada anak balita merupakan masalah kesehatan yang
penting di negara berkembang dan telah diketahui mempunyai pengaruh
terhadap pertumbuhan anak (Martianto et al 2005).
Hastuti (2008) menyebutkan ada dua usaha yang dilakukan orangtua
untuk melakukan pola asuh hidup sehat yaitu preventif dan kuratif. Upaya
preventif adalah dengan membiasakan pola hidup sehat, melalui penanaman
kebiasaan hidup bersih dan teratur seperti mandi, keramas rambut, gosok gigi,
gunting kuku, cuci tangan sebelum makan. Upaya tersebut perlu ditanamkan
sejak usia dini. Upaya kuratif yang dapat dilakukan meliputi upaya orangtua
untuk memberikan pengobatan dan perawatan agar anak selalu berada dalam
kondisi terbebas dari penyakit infeksi dan penyakit lain yang umum terjadi pada
anak.
Menurut Azwar (2000) pelayanan kesehatan yang baik harus memenuhi
minimal tiga persyaratan pokok yakni sesuai dengan kebutuhan pemakaian jasa
9
pelayanan, terjangkau oleh pemakai jasa pelayanan serta terjamin mutu. Salah
satu jenis pelayanan kesehatan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat
antara lain Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Kartu Menuju Sehat (KMS) yang
diperoleh dari posyandu berguna untuk memonitor berat badan anak setiap
bulannya. Kartu Menuju Sehat (KMS) adalah alat yang memungkinkan
dilakukannya pengamatan terhadap pertumbuhan anak dengan cara sederhana
yang berfungsi sebagai alat pemantauan gerak pertumbuhan (Ariesman 2009).
Pemberian Imunisasi. Imunisasi adalah pemberian kuman penyakit yang telah
dilemahkan atau dimatikan. Tujuannya adalah agar tubuh bayi membentuk zat
kekebalan terhadap kuman tersebut (Depkes RI 2005). Imunisasi yang
dianjurkan adalah Hepatitis B, BCG, Polio, DPT, campak, pneumokokus (PCV),
influenza, varisela, Measles Mumps Rubella (MMR), tifoid, Hepatitis A, HPV
(IDAI 2010).
Imunisasi Hepatitis B pertama kali diberikan dalam waktu 12 jam setelah
lahir, dilanjutkan pada umur 1 dan 6 bulan.. HB-2 diberikan pada umur 1 bulan,
interval HB-1 dan HB-2 adalah 1 bulan. HB-3 diberikan umur 6 bulan. Untuk
mendapatkan respons imun optimal, interval HB-2 dan HB-3 minimal 2 bulan,
terbaik 5 bulan.
Polio diberikan saat kunjungan pertama. Untuk bayi yang lahir di RB/RS
polio oral diberikan saat bayi dipulangkan (untuk menghindari transmisi virus
vaksin kepada bayi lain). Polio dilakukan dengan 5 kali pengulangan yaitu pada
saat baru lahir (Polio-0), usia 2 bulan (Polio 1), usia 4 bulan (Polio 2), usia 6
bulan (Polio 3), usia 18 bulan (Polio 4) dan usia 5 tahun (Polio 5). Pemberian
imunisasi polio dapat dilakukan bersamaan dengan imunisasi DPT.
Imunisasi DPT yaitu imunisasi / vaksin kombinasi yang terdiri dari bakteri
pertusis yang telah dimatikan, toksoid (zat yang menyerupai racun) dari difteri
dan juga tetanus. Vaksin DPT diberikan untuk mencegah penyakit difteri yang
bisa mematikan, penyakit pertusis yang sering disebut batuk 100 hari dan
penyakit tetanus. Imunisasi DPT dapat diberikan pada usia minimal 6 minggu
sampai 2 bulan. Lalu dilanjutkan pada usia 4 bulan dan 6 bulan. Setelah itu
diulang kembali pada usia 18 bulan. Ada dua bentuk imunisasi DPT, yakni
bentuk DPwT (whole cell pertusis atau mengandung komponen protein pertusis
lengkap) dan bentuk DPaT (acelullar atau hanya mengandung sebagian protein
pertusis). Pada DPaT di mana protein pertusis telah dikurangi, otomatis
10
kemungkinan timbul efek sampingnya juga berkurang. Namun, bukan berarti
DPaT bebas demam. Hanya saja bila timbul demam tidak setinggi DPwT.
Imunisasi BCG berfungsi untuk ketahanan terhadap penyakit TB
(Tuberkulosis), TB disebabkan kuman Mycrobacterium tuberculosis, dan mudah
sekali menular melalui droplet, yaitu butiran air di udara yang terbawa keluar saat
penderita batuk, bernapas ataupun bersin, TB berkaitan dengan keberadaan
virus tubercel bacili yang hidup di dalam darah.
Sehingga, agar memiliki
kekebalan aktif, dimasukkan jenis basil tak berbahaya ke dalam tubuh, vaksinasi
BCG (Bacillus Calmette Guerin).BCG dapat diberikan sejak lahir. Apabila BCG
akan diberikan pada umur > 3 bulan sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih
dahulu dan BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif.
Campak-1 diberikan pada umur 9 bulan, campak-2 merupakan program
BIAS pada SD kelas 1, umur 6 tahun. Apabila telah mendapatkan MMR pada
umur 15 bulan, campak-2 tidak perlu diberikan. MMR diberikan apabila sampai
umur 12 bulan belum mendapatkan imunisasi campak, MMR dapat diberikan
pada umur 12 bulan. Vaksin Hepatitis A direkomendasikan pada umur > 2 tahun,
diberikan dua kali dengan interval 6-12 bulan. Vaksin tifoid polisakarida injeksi
direkomendasikan untuk umur > 2 tahun. Imunisasi tifoid polisakarida injeksi
perlu diulang setiap 3 tahun.
Perilaku hidup bersih dan sehat. Kebersihan adalah faktor yang sangat besar
pengaruhnya terhadap kesehatan. Hal ini terlihat dari banyaknya orang yang
mendapat penyakit karena tidak memperhatikan faktor kebersihan (Depkes RI
1995). Beberapa penyakit tertentu misalnya penyakit kulit bakteria dan jamur
berhubungan erat dengan kebersihan perorangan (Notoatmodjo 1997).
Hygiene diri sangat penting diketahui dan dipraktekkan oleh setiap orang
untuk kesehatan dirinya maupun kesehatan masyarakat. Hygiene diri adalah
pengetahuannyang sifatnya individualistis, artinya sangat tergantung dari diri
sendiri, yang prakteknya harus dimengerti dan dilaksanakan oleh setiap individu
(Suklan 2000). Mengingat balita adalah individu pasif, maka penjagaan
kesehatannya merupakan tanggung jawab individu dewasa disekitarnya,
terutama oleh orangtuanya (Depkes 1995).
Ruang lingkup hygiene diri meliputi kebersihan kulit, rambut, mata, kuku,
hidung, telinga, mulut dan gigi, tangan dan kaki, pakaian, serta kebersihan
sesudah buang air besar dan air kecil. Anak harus dapat belajar menjaga
kesehatan sendiri sejak dini seperti memotong kuku setiap minggu dan menjaga
11
kebersihannya, menggosok gigi sehari dua kali, mandi dengan sabun dua kali
sehari, mencuci anggota badan sebelum tidur, menggunakan pakaian bersih dan
sebagainya. Selain menjaga kebersihan diri terpenuhinya pelayanan kesehatan
balita juga penting agar status kesehatan balita tetap terjaga (Depkes 1995).
Secara umum, lingkungan menentukan mudahnya terjadi penyebaran
penyakit infeksi. Ciri umum kondisi lingkungan yang tidak baik adalah keadaan
sesak dan pengap, sanitasi buruk, program imunisasi tidak berjalan, penyapihan
terlalu dini dan fasilitas penyimpanan makanan yang tidak memadai (Thaha
1995).
Sanitasi lingkungan biasanya erat kaitannya dengan kondisi pemukiman.
Kusnoputranto (1983) mendefenisikan sanitasi lingkungan sebagai usaha-usaha
pengendalian dari semua faktor-faktor lingkungan fisik manusia yang mungkin
menimbulkan atau dapat menimbulkan hal yang merugikan bagi perkembangan
fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia.
Menurut Latifah et al (2002) rumah dikatakan sehat jika memenuhi
beberapa persyaratan berikut :
1. Lantai rumah harus mudah dibersihkan misalnya lantai yang terbuat dari
keramik, teraso, tegel atau semen dan kayu atau bambu. Lantai tanah
tidak memenuhi syarat kesehatan karena dapat menjadi sumber penyakit
seperti cacingan dan bakteri penyebab sakit perut.
2. Atap rumah harus kuat dan tidak mudah bocor misalnya genteng, asbes,
gelombang, seng, sirap dan nipah.
3. Dinding rumah yang baik adalah tembok yang dapat dicat dan
dibersihkan dengan mudah. Menurut Depkes (2008) penggunaan jenis
dinding dapat pula digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan
masyarakat.
4. Ventilasi udara biasanya berupa jendela yang dilengkapi dengan lubang
angin. Fungsi ventilasi udara adalah untuk pertukaran udara agar di
dalam rumah tetap bersih dan segar. Sebaiknya setiap ruangan
mempunyai sedikitnya satu buah jendela yang bisa dibuka dan ditutup
sehingga udara dapat mengalir lancar.
5. Rumah harus memiliki sumber air bersih dan sehat. Syarat lokalisasi
bertujuan agar sumber air minum terhindar dari kotoran, sehingga perlu
diperhatikan jarak sumber air minum dengan cubluk (kakus) lubang galian
sampah, lubang galian untuk limbah dan sumber-sumber pengotor
12
lainnya. Menurut Widyati dan Yuliarsih (2002) jarak sumur dengan WC
minimum 10 meter.
6. Jumlah kamar mandi sebaiknya disesuaikan dengan jumlah anggota
keluarga. Jika anggota keluarga ada empat maka paling sedikit harus ada
satu kamar mandi. Setiap kamar mandi biasanya dilengkapi dengan
jamban atau WC.
7. Rumah harus memiliki sarana pembuangan air limbah dan sampah. Air
limbah terdiri dari kotoran manusia, air kotor dari permukaan tanah.
8. Kandang ternak harus terpisah cukup jauh dari rumah agar rumah terjaga
kebersihan dan kesehatannya. Selain itu kandang ternak harus memiliki
tempat pembuangan kotoran.
Sanitasi lingkungan memiliki peran cukup dominan dalam penyediaan
lingkungan yang mendukung kesehatan anak dan proses tumbuh kembangnya.
Kebersihan, baik perorangan maupun lingkungan memegang peranan penting
dalam timbulnya penyakit. Akibat sanitasi yang kurang baik memungkinkan
terjadinya berbagai jenis penyakit, seperti diare, ISPA, cacingan, tifus
abdominalis, hepatitis, malaria, demam berdarah dan sebagainya.
Kebiasaan buruk membuang sampah ke sungai atau pinggiran sungai
bukan tidak menimbulkan persoalan. Air sungai menjadi kotor dan rawan terjadi
penyumbatan saluran yang beresiko terjadinya banjir. Namun masih banyak
warga yang berpendapat bahwa mereka sudah bertahun tahun membuang
sampah ke sungai, tapi tidak terjadi masalah apa-apa (Harto 2006).
Selain itu, masalah polusi udara.Polusi udara dalam ruangan mungkin
menjadi masalah kesehatan yang lebih serius daripada polusi udara luar ruang,
karena secara rata- rata kita menghabiskan 75% dari waktu di dalam ruangan.
Bagi sebagian kelompok termasuk bayi, orang lanjut usia, orang yang baru
sembuh dari sakit dan orang cacat persentase waktu yang dihabiskan di dalam
ruangan bahkan mungkin lebih tinggi. Kemungkinan efek kesehatan akibat
pajanan pada polutan dalam ruang yang berbahaya sangat banyak (Hunters dan
Hirsch 2006).
Efek umum yang dialami oleh non perokok di suatu ruangan penuh asap
rokok berkisar dari iritasi ringan pada mata dan tenggorokan hingga serangan
angina (Hunters dan Hirsch 2006).
13
Morbiditas
Mobiditas ini meliputi prevalensi penyakit menular dan penyakit tidak
menular. Menurut Subandriyo (1993) dalam Hidayati (2011) angka kesakitan
(morbiditas) lebih mencerminkan keadaan kesehatan sesungguhnya, sebab
kejadian kesakitan mempunyai hubungan yang erat dengan berbagai faktor
lingkungan seperti perumahan, air minum dan kebersihan serta faktor
kemiskinan, kekurangan gizi serta pelayanan kesehatan. Sedangkan angka
kematian lebih banyak dipengaruhi oleh kemajuan teknologi kedokteran sehingga
kurang mencerminkan keadaan kesehatan yang sesungguhnya.
Status Gizi dan Kesehatan
Menurut Soekirman (2000) status gizi berarti keadaan kesehatan fisik seseorang
atau sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu atau dua kombinasi
dari ukuran–ukuran gizi tertentu. Suhardjo (1989) mengatakan bahwa status gizi
adalah keadaan tubuh yang disebabkan oleh konsumsi penyerapan dan
penggunaan makanan.
Status kesehatan merupakan salah satu aspek pola asuh yang dapat
mempengaruhi status gizi anak kearah membaik. Status kesehatan adalah halhal yang dilakukan untuk menjaga status gizi anak, menjauhkan dan
menghindarkan penyakit serta yang dapat menyebabkan turunnya keadaan
kesehatan anak. Status kesehatan ini meliputi hal pengobatan penyakit pada
anak apabila anak menderita sakit dan tindakan pencegahan terhadap penyakit
sehingga anak tidak sampai terkena suatu penyakit. Status kesehatan anak
dapat ditempuh dengan cara memperhatikan keadaan gizi anak, kelengkapan
imunisasinya, kebersihan diri anak dan lingkungan dimana anak berada, serta
upaya ibu dalam hal mencari pengobatan terhadap anak apabila anak sakit. Jika
anak sakit hendaknya ibu membawanya ketempat pelayanan kesehatan seperti
rumah sakit, klinik, puskesmas dan lain-lain (Zeitlin 2000).
Faktor yang memperngaruhi kesehatan adalah penyebab penyakit,
manusia dan lingkungan. Gangguan keseimbangan diantara ketiga faktor
tersebut menimbulkan gangguan kesehatan yang menyebabkan penurunan
derajat kesehatan seseorang. Penyebab penyakit dapat berasal dari dalam
maupun luar tubuh. Daya tahan tubuh manusia akan mempengaruhi kemudahan
terkena penyakit.
14
Penilaian Status Gizi
Status
gizi
sebagai
keadaan
kesehatan
tubuh
seseorang
yang
diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat-zat gizi makanan
yang dapat dinilai dengan berbagai cara yaitu melalui penilaian klinis, biokimia,
dan antropometri (Riyadi 1995). Menurut Supariasa (2002) penilaian status gizi
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penilaian secara langsung dan tidak
langsung.
1) Penilaian status gizi secara langsung
Untuk
mengetahui
pertumbuhan
anak,
secara
praktis
dilakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan secara teratur. Ada beberapa cara
menilai status gizi yaitu dengan pengukuran antropometri, klinis, biokimia dan
biofisik yang disebut dengan penilaian status gizi secara langsung.
Pengukuran status gizi anak berdasarkan antropometri adalah jenis
pengukuran yang paling sederhana dan praktis karena mudah dilakukan dan
dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar. Secara umum antropometri
artinya ukuran tubuh. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi
berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi
tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri secara umum
digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi.
Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan
tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa 2002).
Parameter
yang
digunakan
pada
penilaian
status
gizi
dengan
menggunakan antropometri adalah umur, berat badan, tinggi badan, lingkar
lengan atas, lingkar kepala, dan lingkar dada (Supariasa 2002). Indeks
antropometri yang umum digunakan dalam menilai status gizi adalah Berat
Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat
Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB). Indeks BB/U adalah pengukuran total
berat badan termasuk air, lemak, tulang, dan otot. Indeks TB/U adalah
pengukuran pertumbuhan linier. Indeks BB/TB adalah indeks untuk membedakan
apakah kekurangan gizi terjadi secara kronis atau akut (Supariasa 2002).
Data status gizi batita dengan pengukuran z skor, standar WHO/NCHS
(World Health Organization-National Center for Health Statistics) dengan kriteria
sebagai berikut : status gizi buruk jika< - 3 SD, status gizi kurang jika - 3 SD s/d <
-2 SD, status gizi baik jika -2 SD s/d +2 SD dan status gizi lebih> 2 SD (Depkes
2000)
15
Pemeriksaan klinis merupakan metode yang sangat penting untuk menilai
status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang
terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan gizi. Hal ini dapat dilihat pada
jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, mukosa oral atau pada organ-organ
yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Metode ini umumnya
untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survei ini dirancang
untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah
satu atau lebih zat gizi.
Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang
dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom)
atau riwayat penyakit (Supariasa 2002).
Pemeriksaan secara biokimia merupakan pemeriksaan specimen yang
diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh.
Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urin, tinja dan juga beberapa
jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode ini digunakan untuk peringatan
bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi
(Supariasa 2002).
Penilaian secara biofisik merupakan metode penentuan status gizi
dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan). Umumnya dapat
digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik. Cara yang
digunakan adalah test adaptasi gelap (Supariasa 2002).
2) Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi tiga yaitu:
survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. Survei konsumsi
makanan merupakan metode penentuan status gizi secara tidak langsung
dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data
konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat
gizi
dalam
masyarakat,
keluarga,
dan
individu.
Survei
ini
dapat
mengidentifikasikan kelebihan atau kekurangan zat gizi (Supariasa 2002).
Karakteristik Contoh
Umur contoh. Status gizi balita merupakan hal yang penting yang harus
diketahui oleh orangtua. Perlunya perhatian lebih dalam usia tumbuh kembang
balita didasarkan pada fakta bahwa kurang gizi yang terjadi pada usia emas
(Golden Age) ini bersifat tidak dapat pulih (irreversible). Kekurangan gizi dapat
mempengaruhi perkembangan otak. Padahal, perkembangan otak terjadi pada
16
usia balita. Fase cepat pertumbuhan otak berlangsung pada janin usia 30 minggu
sampai dengan 18 bulan (Khomsan 2008).
Pertumbuhan bayi merupakan salah satu indikator yang peka terhadap
kekurangan gizi. Pada masa bayi, terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang
sangat pesat baik fisik maupun mental dibandingkan dengan tahapan umur
berikutnya dan bayi merupakan segmen masyarakat yang paling rawan
(Hardinsyah et al 2000).
Jenis kelamin. Berdasarkan jenis kelamin maka dapat diketahui pola asuh yang
diberikan. Secara budaya perempuan dan anak-anak seringkali menerima relatif
lebih sedikit makanan dibanding anak laki-laki atau mereka yang lebih tua.
Kebiasaan dalam pembagian makanan secara signifikan berhubungan dengan
pendidikan dan nilai-nilai atau norma di dalam keluarga dan budaya yang berlaku
di masyarakat. Kebiasaan, nilai dan norma yang berhubungan dengan makanan,
praktek pengasuhan dan kesehatan pada keluarga akan mempengaruhi
keputusan dan praktek konsumsi serta pelayanan kesehatan bagi anak-anak
mereka (Martianto et al 2008).
Proses kelahiran. Bayi cukup bulan (term infant) adalah bayi yang lahir dengan
usia gestasi 37-42 minggu (259-294 hari) lengkap. Bayi kurang bulan (preterm
infant) adalah bayi yang lahir dengan usia gestasi kurang dari 37 minggu (<259
hari), disebut juga prematur. Bayi berat lahir rendah adalah bayi dengan berat
lahir kurang dari 2500 g tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah
berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir. Hasil beberapa penelitian
menunjukkan bahwa bayi BBLR akan mempunyai kemungkinan meninggal
neonatal 20-30 kali lebih besar dan meninggal sebelum berumur satu tahun 17
kali lebih besar dari bayi lahir dengan berat lahir normal (Hardinsyah et al 2000).
Proses persalinan. Paraji atau dukun bayi adalah seorang perempuan yang
diakui oleh masyarakat dalam mendampingi ibu hamil, pertolongan persalinan
serta perawatan bayi baru lahir secara spiritual (Maas 2004). Paraji kebanyakan
merupakan orang yang cukup dikenal di desa, dianggap sebagai orang-orang tua
yang dapat dipercayai dan sangat besar pengaruhnya pada keluarga yang
mereka tolong.
Masyarakat masih banyak yang beranggapan bahwa bila persalinan
ditolong oleh bidan biayanya mahal sedangkan bila ditolong oleh paraji bisa
membayar berapa saja. Penyebab lain mengapa bidan tidak dipilih dalam
membantu persalinan adalah bahwa selain umurnya masih relatif muda, bidan
17
dipandang belum memiliki pengalaman melahirkan dan kebanyakan belum
dikenal oleh masyarakat. Peranan paraji dalam proses kehamilan dan persalinan
berkaitan sangat erat dengan budaya setempat dan kebiasaan setempat
(Anggorodi 2009).
Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga
Umur ibu. Saat ini masih banyak perempuan yang menikah pada usia di bawah
20 tahun. Secara fisik dan mental mereka belum siap untuk hamil dan
melahirkan. Hal ini karena rahimnya belum siap menerima kehamilan dan ibu
muda tersebut belum siap untuk merawat, mengasuh serta membesarkan
bayinya. Bayi yang lahir dari seorang ibu muda kemungkinan lahir belum cukup
bulan, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan mudah meninggal sebelum
bayinya berusia satu tahun. Sebaliknya perempuan yang umurnya diatas 35
tahun akan lebih sering menghadapi kesulitan selama kehamilan dan pada saat
malahirkan serta akan mempengaruhi kelangsungan hidupnya (UNICEF 2002
dalam Kartini 2008).Umur orangtua terutama ibu berkaitan dengan pengalaman
ibu dalam mengasuh anak. Seorang ibu yang masih muda kemungkinan kurang
memliki pengalaman dalam mengasuh anak sehingga dalam merawat anak
didasarkan pada pengalaman orangtua terdahulu. Ibu dengan usia muda
cenderung memperhatikan kepentingan sendiri daripada anak dan keluarga
(Hurlock 1993).
Pendidikan orangtua. Tingkat pendidikan orangtua merupakan salah satu faktor
yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan
(Sukandar 2007). Dari berbagai penelitian diketahui bahwa apabila pendidikan
dan pengetahuan dalam berbagai bidang gizi yang dimiliki orangtua baik, makan
keadaan gizi anak juga baik (Riyadi 2006).
Semakin tinggi pendidikan formal maka akan semakin luas wawasan
berfikirnya, sehingga lebih banyak informasi yang diperoleh. Hal tersebut akan
berdampak positif terhadap ragam pangan yang dikonsumsi. Latar belakang
pendidikan ibu juga berpengaruh terhadap perilaku ibu dalam mengelola rumah
tangga, termasuk konsumsi pangan sehari-hari (Engle et al 1997).
Pendidikan merupakan penuntun manusia untuk berbuat dapat digunakan
untuk mendapatkan informasi sehingga dapat meningkatkan kualiatas hidup. Ibu
yang memiliki pendidikan tinggi cenderung mempunyai pengetahuan gizi,
kesehatan dan pengasuhan anak yang baik (Madanijah 2003).Pendidikan orang
tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak,
18
karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala
informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik/cara
mempraktekkan pola asuh dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana cara
menjaga kesehatan anak, pendidikannya dan sebagainya (Soetjiningsih 1998).
Pekerjaan ayah. Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan maksud
memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan. Besar
pendapatan yang diterima individu akan dipengaruhi oleh jenis pekerjaan yang
dilakukan (Suhardjo 1989).
Semakin baik pekerjaan seseorang maka jumlah pendapatan yang
diterima
semakin
baik.
Peningkatan
pendapatan
dalam
rumah
tangga
memberikan kesempatan kepada rumah tangga untuk memperbaiki dan
meningkatkan mutu jumlah dan keragaman pangan yang mereka beli. Hal ini
sesuai dengan pendapat Soekirman (2000) yang menyatakan bahwa keluarga
yang berstatus sosial ekonomi yang rendah atau miskin umumnya menghadapi
masalah gizi kurang keadaannya serba terbalik dari masalah gizi lebih.
Menurut Soetjiningsih (1998) bahwa pendapatan keluarga yang baik
dapat menunjang tumbuh kembang anak. Karena orang tua menyediakan semua
kebutuhan anak-anaknya.
Pendapatan perkapita. Pendapatan perkapita adalah total penghasilan yang
diperoleh dari seluruh anggota keluarga dibagi jumlah anggota keluarga.
Pendapatan keluarga tergantung pada jenis pekerjaan kepala keluarga dan
anggota keluarga. Jika pendapatan masih rendah maka kebutuhan pangan lebih
dominan daripada kebutuhan non pangan. Sebaliknya, jika pendapatan
meningkat maka pengeluaran non pangan semakin besar, mengingat kebutuhan
akan pangan sudah terpenuhi ( Husaini et al 2000).
Menurut Soekirman (2000) peningkatan pendapatan rumah tangga,
belum tentu bermuara pada perbaikan gizi anggota rumah tangga yang rawan,
terutama anak bayi atau balita, wanita hamil dan wanita menyusui.
Menurut Berg (1986) terdapat hubungan antara pendapatan dan keadaan
status gizi. Hal itu karena tingkat pendapatan merupakan faktor yang
menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi.
Besar keluarga. Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri
dari ayah, ibu, anak dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan
sumberdaya yang sama. Semakin banyak jumlah anggota keluarga, tentunya
akan semakin bervariasi aktivitas, pekerjaan dan seleranya. Sehingga jumlah
19
anggota keluarga berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan gizi yang dipengaruhi
oleh konsumsi makanan.
Banyaknya anggota keluarga akan mempengaruhi konsumsi pangan.
Suhardjo (1989) menyatakan bahwa ada hubungan sangat nyata antara besar
keluarga dan kurang gizi pada masing-masing keluarga. Jumlah anggota
keluarga yang semakin besar tanpa diimbangi dengan meningkatnya pendapatan
akan menyebabkan pendistribusian konsumsi pangan akan semakin tidak
merata.
Menurut BKKBN (1998) jumlah anggota keluarga dapat diklasifikasikan
sebagai besar keluarga dalam tiga kategori yaitu kecil (≤ 4 orang), sedang ( 5-7
orang) dan besar (> 7 orang).
20
KERANGKA PEMIKIRAN
Status gizi secara langsung dipengaruhi oleh konsumsi dan infeksi
(tingkat morbiditas). Pada anak yang makan (konsumsi) tidak cukup baik, maka,
daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah. Hal ini berakibat pada anak
mudah terserang infeksi yang dapat mengurangi nafsu makan, dan akhirnya
menderita kurang gizi, sehingga berdampak pada status gizi kurang/buruk.
Infeksi juga mempunyai kontribusi terhadap kekurangan energi, protein
dan zat gizi lain, karena menurunnya nafsu makan, dan sebagian energi serta zat
gizi lain
digunakan oleh penginfeksi sehingga asupan makanan menjadi
berkurang. Infeksi penyakit (tingkat morbiditas) dipengaruhi oleh pola asuh
kesehatan, diantaranya adalah pemberian imunisasi, pelayanan kesehatan,
perawatan kesehatan, serta pola hidup bersih dan sehat . Pelayanan kesehatan
adalah akses dan / atau keterjangkauan keluarga terhadap upaya pencegahan
penyakit dan pemeliharaan kesehatan, imunisasi, pemeriksaan kehamilan,
pertolongan persalinan, pertolongan kesehatan, penimbangan bayi dan balita,
serta penyuluhan kesehatan dan gizi. Ketidakterjangkauan pelayanan kesehatan
karena
tidak
mampu
membayar,
kurang
pendidikan
dan
pengetahuan
merupakan suatu kendala keluarga dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan
yang tersedia. Hal ini akhirnya berdampak pada status gizi masyarakat terutama
bayi.
Selanjutnya , pengetahuan gizi ibu akan mempengaruhi pola asuh gizi
dan kesehatan yang diberikan. Pola asuh gizi
mencakup praktek pemberian
kolostrum, praktek pemberian makanan minuman prelaktal, praktek pemberian
ASI, praktek pemberian MP ASI dan praktek penyapihan.Kondisi sosial ekonomi
keluarga meliputi pendidikan orang tua, pekerjaan orangtua, jumlah anggota
keluarga, dan pendapatan keluarga akan mempengaruhi penyediaan pangan
dalam keluarga. Penyediaan pangan berpengaruh terhadap konsumsi pangan
dan lebih lanjut menentukan asupan energi dan protein. Kerangka pemikiran
penelitian ini secara sistematis disajikan pada Gambar 1.
21
Sosek keluarga
1.Pedidikan orangtua
2.Pekerjaan orangtua
3.Jumlah anggota keluarga
4. Pendapatan keluarga
Pola asuh gizi
1.Praktek pemberian kolostrum
2. Praktek pemberian makanan
minuman prelaktal
3. Praktek pemberian ASI
4. Praktek pemberian MP ASI
5.Praktek penyapihan
Asupan energi
dan protein
Status gizi
bayi
Pengetahuan gizi dan
kesehatan ibu
Pola asuh kesehatan
1.Pemberian imunisasi
2. Penimbangan di Posyandu
3. Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS)
Morbiditas (penyakit dan
infeksi )
Keterangan
= Hubungan yang dianalisis
= Hubungan yang tidak analisis
= Variabel yang diteliti
Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian : pengetahuan gizi ibu dan
kaitannya dengan pola asuh gizi dan kesehatan, status gizi bayi
22
METODE PENELITIAN
Desain, Tempat, dan Waktu
Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study.Penelitian
dilakukan di Desa Bojong Jengkol yang berada di wilayah kerja Puskesmas Pasir
Ciampea. Populasi dalam penelitian ini adalah bayi umur 0-24 bulan yang
bertempat tinggal di Desa Bojong Jengkol.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bayi umur 0–24 bulan yang
terdaftar di Posyandu Desa Bojong Jengkol. Pengambilan data dilakukan pada
Desember- Januari 2012.
Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah :
1) Bayi umur 0–24 bulan yang mempunyai KMS dengan catatan hasil
penimbangan lengkap minimal 3 bulan terakhir sampai dilaksanakannya
penelitian.
2)
Bayi diasuh oleh ibunya
3)
Bayi lahir normal/tidak prematur.
4)
Bayi dalam keadaan sehat/ tidak menderita penyakit infeksi berat (batuk
rejan,gangguan paru-paru, campak, polio) saat penelitian .
5)
Bersedia berpatisipasi.
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah bayi tidak mempunyai tempat tinggal
yang tetap sehingga sulit dihubungi dan menderita penyakit kronis.
Cara dan Jumlah Pengambilan Contoh
Pemilihan Puskesmas Pasir
dilakukan secara purposiveatau dengan
beberapa pertimbangan diantaranya bahwa Kecamatan Ciampea termasuk
kedalam Kecamatan di Kabupaten Bogor yang memiliki kasus gizi buruk yang
relatif tinggi dan juga banyak ditemukan kasus gizi kurang.
Pengambilan contoh yaitu dilakukan pada bayi yang datang ke Posyandu
dan memenuhi kriteria inklusi. Jika contoh yang datang ke Posyandu jumlahnya
melebihi dari yang diperlukan, maka contoh akan diambil secara acak sederhana
(simple random sampling). Jumlah contoh yang akan diambil yaitu 60 orang
contoh yang terdiri dari 47 contoh dengan status gizi baik dan 13 contoh dengan
status gizi kurang/buruk.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dapat digolongkan
menjadi dua, yaitu data primer melalui wawancara dengan menggunakan alat
bantu kuesioner, sedangkan data sekunder akan dikumpulkan dari Posyandu
23
dan Puskesmas setempat. Data primer yang akan dikumpulkan meliputi
karakteristik contoh, karakteristik sosial ekonomi keluarga,pola asuh gizi, pola
hidup bersih dan sehat, dan asupan energi dan protein. Data karakteristik contoh
yang dikumpulkan meliputi nama, tanggal lahir, proses kelahiran, proses
persalinan, umur, jenis kelamin, berat lahir, berat aktual, panjang, jumlah
saudara. Data berat badan, panjang badan atau tinggi badan dan umur akan
digunakan untuk menghitung atau menentukan status gizi
Data karakteristik sosial ekonomi keluarga yang dikumpulkan meliputi:
umur ibu, tingkat pendidikan orangtua, pekerjaan, besar penghasilan, besar
keluarga, pengeluaran rumah tangga.
Data pola asuh gizi yang dikumpulkan meliputi : Praktek pemberian
kolostrum, pemberian makanan atau minuman prelaktal, pemberian ASI,
pemberian MP ASI, dan penyapihan. Data pola asuh kesehatan yang
dikumpulkan meliputi : pemberian imunisasi, penimbangan Posyandu, PHBS dan
morbiditas. Data pola hidup bersih dan sehat yang
dikumpulkan meliputi:
kebersihan diri, sarana MCK, air bersih, sampah, rumah (dinding, lantai,atap
ventilasi).
Data dikumpulkan dengan wawancara langsung dengan kuesioner serta
dengan form tabel jenis dan frekuensi penyakit yang sering di derita, imunisasi
yang telah diberikan
Jenis data sekunder yang dikumpulkan berupa kondisi umum lokasi
penelitian dan keragaan Posyandu .Data dikumpulkan melalui observasi dan
wawancara.Pengetahuan
gizi
diukur
dengan
menggunakan
kuesioner.
Pertanyaan yang diberikan untuk mengetahui pengetahuan gizi ibu contoh
meliputi: praktek pemberian ASI, praktek pemberian MP ASI, kedatangan ke
Posyandu, imunisasi yang diberikan. Jenis dan cara pengumpulan data dapat
dilihat pada Tabel 1.
Pengolahan dan Analisis Data
Proses pengolahan data meliputi entry, coding, dan editing. Data
yang diperoleh selanjutnya diolah dan dianalisis secara deskriptif dan inferensia
dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS versi 16.0 for
windows.Analisis statistik yang digunakan adalah Rank Spearman, Independen t
test, chi square.Rank Spearman untuk menguji hubungan antara pengetahuan
gizi ibu dan pola asuh gizi dengan status gizi bayi. Uji t untuk uji beda antara pola
asuh gizi contoh, rutinitas datang ke Posyandu, imunisasi contoh status gizi baik
24
dan status gizi kurang/buruk. Uji chi square untuk menguji hubungan antara
imunisasi dan rutinitas kedatangan Posyandu dengan morbiditas.
Tabel.1 Jenis dan cara pengumpulan data
No
1
Variabel
Karakteristik
contoh
Data
Cara pengumpulan data
Nama, tanggal lahir,
Wawancara langsung dengan
proses kelahiran,umur,
kuesioner, melihat KMS,
jenis kelamin, berat lahir,
pengukuran dan penimbangan
berat aktual,panjang atau
langsung
tinggi badan
Karakteristik
Jumlah anggota
Wawancara langsung dengan
sosial
keluarga,pendidikan orang
kuesioner
ekonomi
tua, pekerjaan
ayah,pendapatan
keluarga.
Karakteristik
Jumlah anggota
Wawancara langsung dengan
sosial
keluarga,pendidikan orang
kuesioner
ekonomi
tua, pekerjaan
ayah,pendapatan
keluarga.
2.
Pola asuh gizi
Praktek pemberian
Wawancara langsung dengan
kolostrum,pemberian
kuesioner
makanan atau minuman
prelaktal, pemberian ASI,
pemberian MP ASI,
penyapihan
3.
Pola asuh
Pemberian imunisasi,
Pengamatan langsung,
kesehatan
penimbangan posyandu,
Wawancara dengan kuesioner
PHBS.
dan, imunisasi yang telah
diberikan,
4.
5.
Morbiditas
Jenis, frekuensi, lama
Wawancara dengan form tabel
sakit (selama 3 bulan
jenis dan frekuensi penyakit yang
terakhir)
sering di derita, lama sakit
Pengetahuan
Makanan sehat, Praktek
Wawancara langsung dengan
gizi dan
pemberian ASI, praktek
kuesioner
kesehatan ibu
pemberian MP ASI
25
Pengolahan data sosial ekonomi keluarga dilakukan dengan cara:
Umur ibu. Data umur ibu dikelompokan menjadi empat kelompok menurut Papila
dan Old (1986) dalam Hidayati (2011) yaitu remaja (< 20 tahun), dewasa awal
(20-40 tahun), dewasa tengah (41-65 tahun) dan dewasa akhir (> 65 tahun)
Pendidikan. Data pendidikan terakhir yang ditempuh oleh ibu atau ayah. Data
pendidikan ibu dan ayah akan dikategorikan menjadi yaitu: Tidak sekolah, lulus
SD, lulus SLTP, lulus SLTA, Perguruan tinggi.
Pekerjaan orangtua. Data pekerjaan ibu dan ayah dikategorikan menjadi yaitu:
tidak bekerja (IRT), PNS, buruh pabrik, pegawai swasta, petani pemilik,
pedagang, jasa (sopir/ojek). Selain itu, pekerjaan juga dibedakan berdasarkan
status pekerjaan yang dimiliki yaitu: kontrak, tetap, harian.
Pendapatan perkapita. Data pendapatan perkapita perbulan merupakan hasil
dari pembagian jumlah pendapatan orangtua dan anggota keluarga lain terhadap
jumlah anggota rumah tangga tiap bulannya. Hasil diperoleh kemudian
diklasifikasikan berdasarkan rata-rata dan standar deviasi.
Besar keluarga. Data besar keluarga diketahu dengan menanyakan kepada
contoh jumlah anggota keluarga. Data yang diperoleh kemudian dikelompokan
menurut kriteria BKKBN (1998) yang diklasifikan dalam tiga kategori yaitu kecil (≤
4 orang), sedang (5-7 orang) dan besar (> 7 orang)
Pengolahan data tentang pengetahuan gizi ibu, pola asuh gizi, pola asuh
kesehatan dan status gizi bayi, konsumsi, morbiditas yaitu dengan cara:
Pengetahuan gizi ibu. Pengetahuan gizi diolah dari jawaban contoh pada
pertanyaan dalam kuesioner dalam bentuk pertanyaan tertutup (Pratek
pemberian
kolostrum,
makanan/minuman
prelaktal,
ASI,
MP
ASI
dan
penyapihan). Penilaian dengan memberikan skor 1 jika menjawab benar dan
menjawab salah diberi nilai 0. Total nilai yang diperoleh diklasifikasikan menjadi
tiga kategori yaitu baik jika > 80% jawaban benar, sedang jika 60-80 % jawaban
benar, dan kurang jika < 60% jawaban benar.
Pola asuh gizi. Pola asuh gizi diolah dari jawaban pada pertanyaan dalam
kuesioner yang jika baik diberi nilai 1 untuk pernyataan positif dan 0 jika
pernyataan negatif. Pola asuh gizi dikategorikan baik jika > 80% jawaban benar,
sedang jika 60-80 % jawaban benar, dan kurang jika < 60% jawaban benar.
Pola asuh kesehatan. Pola asuh kesehatan diolah dari jawaban pada
pertanyaan dalam kuesioner yang jika baik diberi nilai 1 untuk pernyataan positif
dan 0 jika pernyataan negatif. Pola asuh gizi dikategorikan jika > 80% jawaban
26
benar, sedang jika 60-80 % jawaban benar, dan kurang jika < 60% jawaban
benar.
Status gizi bayi. Status gizi bayi akan ditentukan dengan berat badan menurut
umur dan selanjutnya dikategorikan menjadi empat yaitu status gizi buruk jika< 3.0 SD, status gizi kurang jika – 3.0 SD s/d <-2.0 SD, status gizi baik jika -2.0 SD
s/d +2.0 SD dan status gizi lebih> 2.0 SD gizi buruk, gizi kurang(WHO NCHS
2006).
Asupan Energi dan Protein. Data diperoleh melalui recall konsumsi 2x24 jam.
Klasifikasi tingkat konsumsi dibagi menjadi lima dengan cut off point masingmasing sebagai berikut (Depkes RI 1996): 1). defisit tingkat berat <70 % AKG 2).
defisit tingkat sedang : 70 % - 79 % AKG 3). defisit tingkat ringan : 80 % – 89 %
AKG 4). normal : 90-119% AKG 5). kelebihan ≥ 120% AKG.
Morbiditas. Data morbiditas ( rata-rata per bulan) dihitung berdasarkan kejadian
sakit (selama 3 bulan terakhir dibagi 90 hari dan dikalikan dengan 30 hari).
Menurut perhitungan interval kelas menurut Sugiono (2009) dalam Hidayati
(2011) dikategorikan menjadi rendah apabila < 4 hari, sedang 4-7 hari dan tinggi
> 7 hari. Cara pengkategorian variabel disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Cara pengkategorian variabel
No
1
Variabel
Karakteristik contoh
Umur contoh
Jenis kelamin
Proses kelahiran
Proses persalinan
Karakteristik keluarga
Umur ibu
Pendidikan ayah
Pendidikan ibu
Kategori pengukuran
1.
2.
3.
4.
1.
2.
1.
2.
1.
2.
0-6 bulan
7-12 bulan
13-18 bulan
19-24 bulan
Laki-laki
Perempuan
Normal
Operasi (Caesar)
Paraji
Bidan
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.
5.
1.
2.
3.
4.
5.
< 20 tahun
20-40 tahun
41-65 tahun
>65 tahun
Tidak sekolah
Lulus SD
Lulus SLTP
Lulus SLTA
Perguruan Tinggi
Tidak sekolah
Lulus SD
Lulus SLTP
Lulus SLTA
Perguruan Tinggi
27
Lanjutan Tabel 2
No Variabel
Pekerjaan orangtua
No
No
Variabel
Kategori
pengukuran
Variabel
Kategori
Pendapatanpengukuran
(Kap/bln)
abel 2
Besar keluarga
Lanjutan table 1
2.
Pengetahuan gizi ibu
3.
Pola asuh gizi
4.
Pola asuh kesehatan
5.
Status gizi contoh (BB/U)
6.
Asupan Energi dan Protein
7.
Morbiditas
Kategori pengukuran
1. Tidak bekerja (IRT)
2. Pegawai Negri Sipil
3. Buruh pabrik
4. Pegawai swasta
5. Petani pemilik
6. Pedagang
7. Jasa (sopir/ojek)
1. Tinggi
2. Sedang
3. Kurang
1. Kecil (≤ 4 orang)
2. Sedang (5-7orang)
3. Besar ( > 7 orang)
1. Baik
2. Sedang
3. Kurang
1. Baik
2. Sedang
3. Kurang
1. Baik
2. Sedang
3. Kurang
1. Gizi buruk z skor <-3.0
2. Gizi kurang z skor ≥ -3.0 s/d <-2.0
3. Gizi baik z skor ≥- 2.0 s/d z skor ≤ +2.0
4. Gizi lebih z skor ≥ 2.0
1. Defisit berat <70% AKG
2. Defiisit sedang 70-79%AKG
3. Defisit ringan 80-89%AKG
4. Normal 90-119%AKG
5. Lebih ≥120%AKG
1. Rendah < 4 hari
2. Sedang 4-7 hari
3. Tinggi ≥ 7 hari
Definisi Operasional
Contoh adalah bayi yang termasuk dalam kriteria inklusi penelitian.
Karakteristik contoh adalah keadaan contoh yang diamati meliputi umur
contoh, jenis kelamin, proses kelahiran dan proses persalinan.
Karakteristik keluarga adalah keadaan keluarga yang meliputi umur ibu,
pendidikan dan pekerjaan orangtua , pendapatan perkapita dan besar
keluarga.
Pola asuh gizi adalah praktek ibu dalam memenuhi kebutuhan energi dan gizi
anak yang ditentukan berdasarkan praktek pemberian kolostrum,
pemberian minuman dan/atau makanan prelaktal, pemberian ASI,
pemberian MP ASI dan penyapihan.
28
Praktek pemberian kolostrum adalah tindakan ibu untuk memberikan cairan
yang keluar pertama kali dari payudara ibu setelah bayi lahir (4-7 hari).
Cairan tersebut umumnya berwarna kekuning-kuningan dan lebih kental
(Depkes RI 2005)
Praktek pemberian minuman/makanan prelaktal adalah tindakan ibu/penolong
persalinan untuk memberikan minuman/makanan kepada bayi baru lahir
selama ASI belum keluar (Depkes RI 2000).
Praktek pemberian MP-ASI adalah tindakan ibu untuk memberikan makanan
tambahan sebagai pelengkap dan pendamping ASI (Krisnatuti 2000).
Praktek penyapihan adalah praktek ibu untuk menghentikan pemberian ASI
secara bertahap kepada bayinya dan diganti dengan makanan pengganti
(Savage 1991).
Status gizi bayi adalah keadaan fisik seseorang atau sekelompok orang yang
ditentukan berdasarkan indikator berat badan dan umur terhadap baku
antropometri WHO NCHS 2006.
Pola asuh kesehatan adalah pengasuhan yang ditentukan berdasarkan
pemberian imunisasi, penimbangan di Posyandu serta perilaku hidup
bersih dan sehat.
Imunisasi adalah pemberian kuman penyakit yang telah dilemahkan atau
dimatikan
(HB,BCG,DPT,polio,campak)
agar
bayi
mempunyai
kekebalan/daya tahan tubuh.
Morbiditas adalah jumlah hari sakit rata-rata per bulan.
Pengetahuan gizi dan kesehatan ibu adalah apa yang diketahui ibu tentang
makanan sehat, praktek pemberian ASI dan MP ASI.
29
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi
Lokasi penelitian adalah Desa Bojong Jengkol yang merupakan salah
satu desa di wilayah Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, dengan luas
wilayah 212 Ha, yang berbatasan dengan Desa Benteng disebelah utara, desa
Cihideung Udik atau Cibanteng disebelah selatan, Desa Cinangka atau
Cinangneng disebelah barat dan Desa Tegal Waru atau Bojong Rangkas
disebelah timur. Penelitian dilakukan di tiga RW, yaitu RW 7 (Cikirai), RW 8
(Bengle), dan RW 9 (Sukabetah).
Jumlah penduduk Desa Bojong Jengkol sampai akhir bulan Desember
2009 tercatat sebanyak 9.177 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 4.746 jiwa,
perempuan sebanyak 4.431, dan jumlah kepala keluarga (KK) sebanyak 2.203.
Puskesmas Pasir yang terletak di Kampung Pasir Oray Desa Cinangka
mempunyai wilayah kerja yang mencakup tiga desa, yaitu Bojong Jengkol,
Cinangka dan Tegal Waru.
Desa Bojong Jengkol memiliki 9 RW. Masing-masing RW memiliki 1
Posyandu kecuali RW 8 dan 9 digabung menjadi 1 Posyandu, sehingga total ada
8 Posyandu di wilayah tersebut. Keseluruhan jumlah kader adalah 30 orang
dengan jumlah kader perposyandu sebanyak 3-4 orang. Pelaksanaan kegiatan
Posyandu di Desa Bojong Jengkol selalu rutin diadakan setiap bulan di setiap
RW. Hal ini cukup membantu pelayanan kesehatan bagi ibu dan batita dan tentu
saja meningkatkan keterampilan ibu dalam memberikan pola asuh kesehatan
(PAK) yang baik kepada anaknya.
Meski pelayanan Posyandu di Desa Bojong Jengkol belum terkategori
baik, akan tetapi kegiatannya rutin dilakukan setiap bulan. Parakader sangat
menentukan keaktifan para peserta Posyandu, khususnya bagi RW yang agak
sulit dijangkau. Kader yang berada di RW tersebut, menurut penilaian peneliti
telah melakukan tugasnya dengan baik dengan segala keterbatasan dan
kesejahteraan yang kurang terjamin.
Pelayanan yang diberikan di Posyandu masih dominan aspek pelayanan
kesehatan seperti imunisasi, suplementasi dan pengobatan. Jarang dilakukan
upaya penyuluhan tentang bagaimana menyiapkan gizi yang baik bagi keluarga,
terutama bagi anak-anak balita. Dengan demikian, wajar jika pada prakteknya
ibu-ibu masih membiasakan anak-anaknya dengan pola makan yang biasa
dilakukan oleh keluarga dan masyarakat setempat.
30
Karakteristik Contoh dan Sosial Ekonomi Keluarga
Karakteristik contoh yang diamati meliputi usia, jenis kelamin, proses
kelahiran (normal atau operasi) dan proses persalinan (paraji atau bidan). Data
sosial ekonomi keluarga yang diamati meliputi umur ibu, pendidikan orangtua,
pekerjaan ayah, pendapatan keluarga dan besar keluarga. Data mengenai
karakteristik contoh dan sosial ekonomi keluarga secara lengkap disajikan pada
Tabel 3.
Karakteristik Contoh
Umur contoh
Contoh penelitian sebanyak 60 orang dengan umur berkisar antara 2-24
bulan. Umur contoh dikelompokkan menjadi 4 yaitu kelompok 0-6 bulan, 7-12
bulan, 13-18 bulan dan 19-24 bulan. Rata-rata umur contoh dengan status gizi
kurang/buruk adalah 13.3±6.37 bulan dan status gizi baik adalah 13.4±6.61
bulan. Sebagian besar contoh (31.7%) berumur antara 13-18 bulan. Lebih lanjut
pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa contoh dengan status gizi kurang/buruk mulai
banyak terlihat pada kisaran umur 7-12 bulan (23%) karena pada umur ini
merupakan masa dimana anak mulai diberikan makanan pendamping ASI.
Pemberian MP ASI yang tidak tepat waktu (sebelum umur 6 bulan) serta jenis
dan jumlahnya dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan
anak. Status gizi kurang/buruk terbanyak pada umur 13-18 bulan (46.3%). Hal ini
diperkuat oleh penelitian Darmono (1994) bahwa status gizi anak umur 12-60
bulan, baik ditinjau berdasarkan BB/U dan TB/U sebagian besar berada dalam
kondisi kurang. Keadaan ini dipicu oleh asupan gizi yang kurang, yang
disebabkan oleh rendahnya kualitas makanan sapihan dan kurangnya makanan
tambahan setelah pemberian ASI, terutama pada anak umur 24 bulan.
Kekurangan gizi dapat mempengaruhi perkembangan otak. Padahal,
perkembangan otak terjadi pada usia balita. Fase cepat pertumbuhan otak
berlangsung pada janin umur 30 minggu sampai dengan umur bayi 18 bulan
(Khomsan 2008).
Pertumbuhan bayi merupakan salah satu indikator yang peka terhadap
kekurangan gizi. Pada masa bayi, terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang
sangat pesat baik fisik maupun mental dibandingkan dengan tahapan umur
berikutnya dan bayi merupakan segmen masyarakat yang paling rawan
(Hardinsyah et al 2000). Berdasarkan uji independen t –test tidak terdapat
31
perbedaan umur nyata (p>0.05) antara contoh dengan status gizi kurang/buruk
dengan status gizi baik (Lampiran 10).
Tabel 3. Keragaan contoh berdasarkan karakteristik dan status gizi contoh
Karakteristik
n
Umur contoh (bulan)
0-6
7-12
13-18
19-24
Rata-rata±Sd
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Proses kelahiran
Normal
Proses persalinan
Paraji
Bidan
Umur ibu (tahun)
< 20
20-40
41-65
>65
Rata-rata±Sd
Pendidikan ayah
Tidak sekolah
Lulus SD
Lulus SMP
Pendidikan ibu
Tidak sekolah
Lulus SD
Lulus SMP
Pekerjaan ayah
Petani penggarap
Buruh serabutan
Pendapatan (Kap/bln)
<Rp.95.000
Rp.95.000-Rp 121.866
>Rp.121.866
Besar keluarga(org)
≤4
5-7
Status gizi (BB/U)
Baik
Kurang/Buruk
%
n
%
Total
n
%
1
7.7
3
23
6
46.3
3
23
13.3±6.37
11
23.4
9
19.1
13
27.7
14
29.8
13.4±6.61
12
12
19
17
13.4±6.46
20
20
31.7
28.3
7
6
53.8
46.2
22
25
46.8
53.2
29
31
48.3
51.7
13
100
47
100
60
100
13
-
100
-
37
10
78.7
21.3
50
10
83.3
16.7
6
46.2
7
14.9
26.8±2.46
7
53.8
40
85.1
26.9±2.47
13
47
26.9±2.42
21.7
78.3
-
2
11
-
15.4
84.6
-
5
28
14
10.6
59.6
29.8
7
39
14
11.7
65
23.3
2
11
-
15.4
84.6
-
6
37
4
12.8
78.7
8.5
8
48
4
13.3
80
6.7
11
2
84.6
15.4
27
20
57.5
42.5
38
22
63.3
36.7
3
10
-
23.1
76.9
-
9
18
20
19.1
38.3
42.6
12
28
20
20
46.7
33.3
10
3
76.9
23.1
24
23
51.1
48.9
34
26
56.7
43.3
Jenis kelamin
Jenis kelamin contoh terbanyak adalah perempuan (51.7%). Pada contoh
dengan status gizi baik adalah lebih banyak yang
perempuan ( 53.2%),
32
sebaliknya pada kelompok status gizi kurang/buruk adalah yang lebih banyak
laki-laki (53.8%). Namun demikian perbedaan proporsi contoh laki-laki dan
perempuan pada kedua kelompok status gizi adalah tidak besar. Ada banyak
faktor yang mempengaruhi terhadap pola asuh bayi. Secara budaya, perempuan
dan anak-anak seringkali menerima makanan relatif lebih sedikit dibanding anak
laki-laki atau mereka yang lebih tua. Kebiasaan dalam pembagian makanan
secara signifikan berhubungan dengan pendidikan dan nilai-nilai atau norma di
dalam keluarga dan budaya yang berlaku di masyarakat. Kebiasaan, nilai dan
norma yang berhubungan dengan makanan, praktek pengasuhan dan kesehatan
pada keluarga akan mempengaruhi keputusan dan praktek konsumsi serta
pelayanan kesehatan bagi anak-anak mereka (Martianto et al 2008).
Proses kelahiran
Berdasarkan proses kelahiran (Tabel 3) seluruh (100%) contoh lahir
dengan cara normal dan berat badan lahir normal, yaitu 2.5- 3.3 Kg. Selain itu,
bayi lahir cukup bulan (term infant) adalah bayi yang lahir dengan umur gestasi
37-42 minggu (259-294 hari). Bayi kurang bulan (preterminfant) adalah bayi yang
lahir dengan umur gestasi kurang dari 37 minggu (<259 hari), biasa disebut
prematur. Bayi berat lahir rendah adalah bayi dengan berat lahir kurang dari
2500 g tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang
ditimbang dalam 1 jam setelah lahir. Hasil beberapa penelitian menunjukkan
bahwa bayi BBLR akan mempunyai kemungkinan meninggal neonatal 20-30 kali
lebih besar dan meninggal sebelum berumur satu tahun 17 kali lebih besar
daripada bayi lahir dengan berat lahir normal (Hardinsyah et al 2000).
Proses persalinan
Paraji atau dukun bayi adalah seorang perempuan yang diakui oleh
masyarakat dalam mendampingi ibu hamil, pertolongan persalinan serta
perawatan bayi baru lahir secara spiritual (Maas 2004). Berdasarkan proses
persalinan, 83.3% contoh lahir dengan bantuan paraji dan hanya 16.7% lahir
dengan bantuan tenaga kesehatan (bidan). Namun jika dilihat berdasarkan status
gizi, terdapat 21.3% contoh pada status gizi baik yang lahir dengan pertolongan
bidan,
sedangkan pada contoh dengan status gizi kurang/ buruk seluruhnya
(100%) lahir dengan pertolongan paraji (Tabel 3).
Paraji kebanyakan merupakan orang yang cukup dikenal di desa,
dianggap sebagai orang tua yang dapat dipercayai dan sangat besar
pengaruhnya pada keluarga yang mereka tolong. Masyarakat masih banyak
33
yang beranggapan bahwa bila persalinan ditolong oleh bidan biayanya mahal,
sedangkan bila ditolong oleh paraji bisa membayar berapa saja. Penyebab lain
mengapa bidan tidak dipilih dalam membantu persalinan adalah bahwa selain
umurnya masih relatif muda, bidan dipandang belum memiliki pengalaman
melahirkan dan kebanyakan belum dikenal oleh masyarakat secara luas.
Peranan paraji dalam proses kehamilan dan persalinan berkaitan sangat erat
dengan biaya, budaya dan kebiasaan setempat (Anggorodi 2009).
Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga
Umur ibu
Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa sebagian besar (78.3%) umur ibu
contoh adalah 20-40 tahun. Rata-rata umur ibu pada contoh status gizi baik
adalah 26.9±2.47 tahun dan bayi status gizi kurang/buruk adalah 26.8±2.46.
Berdasarkan uji independen t-test tidak terdapat perbedaan nyata umur ibu (p>
0.05) antara contoh status gizi baik dengan status gizi kurang/buruk (Lampiran
10).
Selain
kehamilan,
dari
kurangnya
pengetahuan
permasalahan-permasalahan
pada
akan
pentingnya
kehamilan
dan
perawatan
persalinan
dipengaruhi oleh faktor nikah pada usia muda yang masih banyak dijumpai di
Desa Bojong Jengkol. Disamping itu, dengan masih adanya preferensi terhadap
jenis kelamin anak, yang menyebabkan istri mengalami kehamilan yang berturutturut dalam jangka waktu yang relatif pendek, menyebabkan ibu mempunyai
resiko tinggi pada saat melahirkan.
Saat ini masih banyak perempuan yang menikah pada usia di bawah 20
tahun. Secara fisik dan mental pada umumnya mereka belum siap untuk hamil
dan melahirkan. Hal ini karena rahimnya belum siap menerima kehamilan dan
ibu muda tersebut belum siap untuk merawat, mengasuh serta membesarkan
bayinya. Sebaliknya perempuan yang umurnya diatas 35 tahun akan lebih sering
menghadapi kesulitan selama kehamilan dan pada saat malahirkan serta akan
mempengaruhi kelangsungan hidupnya (UNICEF 2002 dalam Kartini 2008).
Pendidikan orangtua
Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam
tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua
dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan
anak yang baik/cara mempraktekkan pola asuh dalam kehidupan sehari-hari,
34
bagaimana cara menjaga kesehatan anak, pendidikannya dan sebagainya
(Soetjiningsih 1998).
Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa pendidikan orangtua yang menjadi
contoh dikategorikan rendah baik ayah ataupun ibu adalah lulusan SD yaitu
masing-masing (65%) dan (80%).
Pekerjaan ayah
Soekirman (2000) yang menyatakan bahwa keluarga yang berstatus
sosial ekonomi yang rendah atau miskin umumnya menghadapi masalah gizi
kurang keadaannya serba terbalik dari masalah gizi lebih. Berdasarkan Tabel 3
diketahui bahwa sebagaian besar pekerjaan ayah contoh adalah sebagai petani
penggarap
(63.4%) dan buruh serabutan (36.6%) dengan status pekerjaan
adalah sebagai pegawai harian (100%). Sementara ibu contoh semuanya (100%)
adalah ibu rumah tangga.
Semakin baik pekerjaan seseorang maka jumlah pendapatan yang
diterima
semakin
baik.
Peningkatan
pendapatan
dalam
rumah
tangga
memberikan kesempatan kepada rumah tangga untuk memperbaiki dan
meningkatkan mutu jumlah dan keragaman pangan yang mereka beli. Menurut
Soetjiningsih (1998) bahwa pendapatan keluarga yang baik dapat menunjang
tumbuh kembang anak.
Pendapatan perkapita (Rp/bulan)
Pendapatan perkapita adalah total penghasilan yang diperoleh dari
seluruh anggota keluarga dibagi dengan jumlah anggota keluarga. Tabel 3
menunjukkan bahwa sebagian besar (46.7%) pendapatan perkapita adalah
Rp.95.000- Rp.121.866. Menurut BPS (2012) standar Garis Kemiskinan untuk
daerah pedesaan di Jawa Barat untuk pendapatan perkapita perbulan adalah
Rp. 216.610. Berdasarkan standar garis kemiskinan tersebut maka seluruh
(100%) keluarga contoh termasuk dalam kategori miskin. Berdasarkan uji
independen t-test tidak terdapat perbedaan pendapatan yang nyata (p>0.05)
antara pendapatan perkapita pada contoh dengan status gizi baik dengan status
gizi kurang/buruk (Lampiran 10). Menurut Soekirman (2000) peningkatan
pendapatan rumah tangga, belum tentu bermuara pada perbaikan gizi anggota
rumah tangga yang rawan, terutama anak bayi atau balita, wanita hamil dan
wanita menyusui.
Besar keluarga
Menurut BKKBN (1998) jumlah anggota keluarga dapat diklasifikasikan
sebagai besar keluarga dalam tiga kategori yaitu kecil (≤4 orang), sedang (5-7
35
orang) dan besar (> 7 orang). Tabel 3 menunjukkan besar keluarga contoh
adalah ≤ 4 orang. Hal ini berarti bahwa keluarga contoh adalah keluarga kecil.
Rata-rata besar keluarga contoh bayi dengan status gizi baik adalah 4.47±0.91
dan bayi status gizi kurang/buruk adalah 4.46±0.88. Berdasarkan uji independen
t-test tidak terdapat perbedaan besar keluarga yang nyata (p> 0.05) antara
contoh dengan status gizi baik dengan status gizi kurang/buruk (Lampiran 10).
Banyaknya anggota keluarga akan mempengaruhi konsumsi pangan.
Suhardjo (1989) menyatakan bahwa ada hubungan sangat nyata antara besar
keluarga dan kurang gizi pada masing-masing keluarga. Jumlah anggota
keluarga yang semakin besar tanpa diimbangi dengan meningkatnya pendapatan
akan menyebabkan pendistribusian konsumsi pangan akan semakin tidak
merata.
Besar kecilnya jumlah anggota keluarga akan berpengaruh terhadap
pembagian pangan pada masing-masing anggota keluarga. Pada keluarga yang
memiliki balita, dengan jumlah anggota keluarga yang besar bila tidak didukung
dengan seimbangnya persediaan makanan di rumah maka akan berpengaruh
terhadap pola asuh yang secara langsung mempengaruhi konsumsi pangan
yang
diperoleh masing-masing
anggota keluarga terutama
balita yang
membutuhkan makanan pendamping ASI (Lee 1989).
Status Gizi Contoh
Status gizi contoh diperoleh dari menimbang berat badan kemudian
dihitung dengan cara Z-Skor dengan perbandingan berat badan dan umur
terhadap baku antropometri WHO NCHS yang dikategorikan menjadi empat yaitu
status gizi buruk,kurang, baik dan lebih (Lampiran 2). Cara menghitung status
gizi bayi dengan Z-skor (Lampiran 3). Perhitungan Z-skor berdasarkan pada
baku berat badan menurut umur anak 0-24 bulan (Lampiran 4)
Berdasarkan hasil penelitian status gizi contoh di Desa Bojong Jengkol
yang dihitung dengan Z- skor BB/U. Jumlah contoh dengan status gizi baik yaitu
47 orang (78.3%) dan status gizi kurang/buruk 13 orang (21.7%) (Lampiran 2).
Status gizi adalah keadaan kesehatan fisik seseorang atau sekelompok
orang yang ditentukan dengan salah satu atau dua kombinasi dari ukuran–
ukuran gizi tertentu (Soekirman 2000). Menurut Riyadi (1995) Status gizi sebagai
keadaan kesehatan tubuh seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi,
penyerapan, dan penggunaan zat-zat gizi makanan yang dapat dinilai dengan
berbagai cara yaitu melalui penilaian klinis, biokimia, dan antropometri. Penilaian
36
status gizi anak balita dimaksudkan untuk mengetahui apakah seseorang atau
kelompok balita tersebut mempunyai status gizi kurang, baik atau lebih. Penilaian
status gizi anak balita tersebut bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
keseimbangan antara zat gizi yang masuk dalam tubuh dengan zat gizi yang
digunakan oleh tubuh, sehingga tercipta kondisi fisik yang optimal.
Pengetahuan Gizi dan Kesehatan Ibu
Menurut Notoatmodjo (1997) pengetahuan ibu tentang gizi adalah apa
yang diketahui ibu tentang makanan sehat, makanan sehat untuk golongan usia
tertentu (misalnya anak, ibu hamil, dan ibu menyusui) dan cara ibu memilih,
mengolah dan menyiapkan makanan yang benar
Moehdji (1992) menyatakan sebagian besar kejadian gizi buruk pada
anak dapat dihindari apabila ibu mempunyai cukup pengetahuan tentang
bagaimana cara mengolah bahan makanan, cara mengatur menu, dan mengatur
makanan anak. Namun demikian, pengaruh pengetahuan gizi ibu terhadap
konsumsi makanan ibu adalah tidak selalu linear artinya semakin tinggi tingkat
pengetahuan gizi ibu rumah tangga, belum tentu kondisi makanan menjadi baik.
Pengetahuan gizi dan kesehatan ibu dikumpulkan dengan cara
wawancara menggunakan alat bantu kuesioner. Kuesioner tersebut terdiri dari 12
pertanyaan yang meliput pemberian makanan dan minuman prelaktal, praktek
pemberian ASI dan MP ASI, kedatangan posyandu, imunisasi yang diberikan
kepada anak, prioritas pemberian makan dan keikut sertaan ibu dalam seminar
terkait gizi dan kesehatan.Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi dan
kesehatan ibu serta status gizi contoh disajikan secara lengkap pada Tabel 4.
37
Tabel 4. Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi dan kesehatan ibu serta
status gizi contoh
Pengetahuan gizi ibu
Kurang
/Buruk
n
%
Minuman yang diberikan waktu
bayi baru lahir
1.kolostrum
2. madu
3. air tajin
4. air putih
5. susu formula
Apakah ibu tahu kolostrum
1.ya
2. tidak
Sampai usia berapa ibu hanya
memberikan ASI
1.<4 bulan
2.4-<6 bulan
3.≥ 6 bulan
4. 12bulan
Apakah ibu masih memberikan ASI
1.ya
2. tidak
Waktu pemberian ASI
1.teratur
2. tidak teratur
Pertama kali pemberian MP ASI
1.<4 bulan
2.4-<6 bulan
3.≥ 6 bulan
4. 12bulan
Kedatangan ke posyandu
1.rutin
2. tidak rutin
Imunisasi yang diberikan
1.lengkap
2.tidak lengkap
Imunisasi yang diberikan hingga
usia 1 tahun
(BCG,HB,polio,DPT,campak)
1.ya
2.tidak
Prioritas pemberian makan
1.ayah
2.ibu
3.anak
Bayi yang distatus gizi buruk
menurut BB/U di KMS berwarna
1.merah
2.kuning
3. hijau
Pernah mengikuti seminar gizi
1.ya
2. tidak
Status gizi (BB/U)
Baik
Total
n
%
n
%
1
5
7
-
7.7
38.5
53.8
-
9
30
8
-
19.2
63.8
17
-
10
35
15
-
16.7
58.3
25
-
13
100
47
100
60
100
11
2
84.6
15.4
9
38
19.2
80.8
20
40
33.3
66.7
-
-
-
-
-
-
13
100
27
20
57.4
42.6
27
33
45
55
5
8
38.5
61.5
39
8
83
17
44
16
73.3
26.7
12
1
92.3
7.7
10
37
21.3
78.7
22
38
36.7
63.3
4
9
30.8
69.2
40
7
85.1
14.9
44
16
73.3
26.7
4
9
30.8
69.2
47
-
100
-
51
9
85
15
4
9
30.8
69.2
45
2
95.7
42.6
49
11
81.7
18.3
6
5
2
46.2
38.5
15.4
17
10
20
36.2
21.3
42.5
23
15
22
38.3
25
36.7
13
100
100
100
100
60
60
100
100
13
47
47
Tabel 4. menunjukkan bahwa sebagian besar ibu (58.3%) memberikan
madu pada waktu contoh baru lahir, namun pada status gizi baik ada 19.2% ibu
yang memberikan kolostrum. Seluruh ibu (100%) tidak mengetahui tentang
38
kolostrum, umur contoh terbanyak ibu hanya memberikan ASI adalah 4-<6 bulan
(66.7%). Demikian juga contoh dengan status gizi baik terdapat 80.8% ibu
memberikan ASI saja sampai umur 4-<6 bulan. Namun pada contoh dengan
status gizi kurang/buruk terdapat 84.6% ibu memberikan ASI saja sampai umur <
4bulan. Ibu yang masih memberikan ASI pada status gizi baik ( 57.4%) jauh lebih
banyak daripada status gizi kurang/buruk, yaitu tidak ada ibu yang masih
memberikan ASI saat penelitian. Sebanyak 83% ibu pada contoh dengan status
gizi baik memberikan ASI secara teratur. Namun 61.5% ibu pada contoh dengan
status gizi kurang/buruk memberikan ASI secara tidak teratur. MP ASI pertama
kali diberikan pada sebagian besar contoh dengan status gizi baik dan
kurang/buruk masing-masing pada umur 4-<6 bulan (78.7%) dan < 4bulan
(92.3%).
Ibu contoh dengan status gizi baik yang rutin datang ke Posyandu adalah
85.1%, seluruhnya (100%) memberikan imunisasi lengkap dan 95.7% ibu yang
memberikan imunisasi BCG, HB, Polio, DPT, campak. Sementara itu, ibu contoh
dengan status gizi kurang/buruk yang rutin datang ke Posyandu hanya sebanyak
30.8%, imunisasi lengkap sebanyak 30.8%. Prioritas pemberian makan pada
keluarga contoh dengan status gizi baik adalah anak (42.5%), Sebaliknya,
prioritas pemberian makan contoh dengan status gizikurang/buruk terbanyak
(46.2%) adalah ayah. Seluruh ibu (100%) mengetahui bahwa bayi dengan status
gizi buruk di KMS berwarna merah dan seluruh ibu (100%) tidak pernah
mengikuti seminar gizi.
Pengetahuan gizi dan kesehatan ibu contoh dikategorikan menjadi tiga,
yaitu baik, sedang dan kurang. Berdasarkan penelitian, pengetahuan gizi dan
kesehatan ibu di Desa Bojong Jengkol sebesar (83.3%) dikategorikan kurang
dan hanya 16.7% yang dikategorikan sedang. Pengetahuan gizi dan kesehatan
ibu contoh dengan status gizi baik dan kurang/buruk adalah kategori kurang
masing-masing dengan jumlah sebesar 87.2% dan 69.2%. Sebaran contoh
berdasarkan pengetahuan gizi ibu dan status gizi Tabel 5.
Tabel 5. Sebaran kategori pengetahuan gizi dan kesehatan ibu serta status gizi
contoh
Kategori
PG
Sedang
Kurang
Total
Status gizi (BB/U)
Kurang/Buruk
Baik
n
%
n
%
4
30.8
6
12.8
9
69.2
41 87.2
13
100
47 100
Total
n
%
10 16.7
50 83.3
60 100
39
Konsumsi makanan seringkali tidak dipengaruhi oleh pengetahuan gizi
secara langsung tetapi merupakan interaksi antara sikap dan keterampilan
(Sanjur 1982). Menurut Sajogyo et al (1978) secara tidak langsung pengetahuan
gizi ibu akan mempengaruhi status gizi anak
balita, karena dengan
pengetahuannya para ibu dapat mengasuh dan memenuhi kebutuhan zat gizi
anak balitanya, sehingga keadaan gizinya terjamin.
Pendidikan ibu sangat erat kaitannya dengan kesehatan anak, baik diukur
dari status gizi ataupun kematian bayi dan anak. Pudjiadi (1997) menyatakan
bahwa pengetahuan orang tua tentang usia yang tepat untuk memulai
penyapihan dapat menghindari dari penyimpangan pertumbuhan. Pada keluarga
dengan pendapatan rendah penyapihan terlalu dini akan menyebabkan kerugian
karena makanan yang diberikan kurang bergizi dan kurangnya pengetahuan
tentang makanan bayi.
Pola Asuh Gizi
Pola asuh gizi yang diamati meliputi pemberian kolostrum, pemberian
makanan/minuman prelaktal, pemberian ASI, pemberian MP ASI, dan praktek
penyapihan. Secara lengkap pola asuh gizi disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Sebaran contoh berdasarkan pola asuh gizi dan status gizi contoh
Pola asuh gizi
Pemberian
kolostrum
Diberikan
Tidak diberikan
Pemberian
minuman/makanan
prelaktal
Baik
Tidak baik
Pemberian ASI
ASI eksklusif
Non ASI eksklusif
Pemberian MP ASI
Baik
Sedang
Kurang
Praktek
penyapihan
Masih ASI
Tidak mendapat
ASI
Status gizi (BB/U)
Kurang/Buruk
Baik
n
%
n
%
n
Total
%
P
13
100
10
37
21.3
78.7
10
50
16.7
83.3
0.03
4
9
30.8
69.2
6
41
12.8
87.2
10
50
16.7
83.3
0.00
13
100
5
42
10.6
89.4
5
55
8.3
91.7
0.03
2
11
15.4
84.6
10
20
17
21.3
42.6
36.1
10
22
28
16.7
36.7
46.6
13
100
13
34
27.7
72.3
13
47
21.7
78.3
0.04
0.01
40
Pemberian kolostrum
Kolostrum (susu pertama) adalah ASI yang keluar pada hari-hari pertama
setelah bayi lahir (4-7 hari) berwarna kekuning-kuningan dan lebih kental karena
mengandung banyak vitamin, protein, dan zat kekebalan yang penting untuk
kesehatan bayi dari penyakit infeksi (Depkes RI 2005).
Berdasarkan hasil penelitian, ibu-ibu yang melahirkan di paraji setelah
melahirkan contoh langsung diberikan madu atau air tajin (83.3%) dan tidak
diberikan kolostrum. Hal ini sudah menjadi kebiasaan untuk memberikan madu
bagi bayi yang
keluar
baru lahir. Alasan lain tidak diberikannya ASI yang pertama
dibuang karena warnanya kuning dan baunya tidak enak sehingga
dibuang. Disamping itu,
ASI masih belum keluar pada umumnya saat baru
melahirkan.
Kondisi ini memperkuat pernyataan Depkes (2000) bahwa meskipun
kolostrum sangat penting untuk meningkatkan daya tahan bayi terhadap
penyakit, namun masyarakat terutama ibu-ibu masih banyak yang tidak
memberikan kolostrum kepada bayinya. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh
ketidaktahuan mereka akan manfaat kolostrum bagi bayinya. Kebanyakan ibu-ibu
di pedesaan yang persalinannya ditolong oleh paraji yang belum terlatih,
sehingga selalu membuang kolostrum dengan alasan bahwa ASI tersebut
mengandung bibit penyakit. Biasanya kolostrum tersebut dikubur bersama
plasenta bayi. Selain karena kepercayaan tersebut, di beberapa daerah memang
terdapat tradisi yang mengharuskan untuk membuang kolostrum. Fenomena ini
diperburuk oleh sedikitnya penyuluhan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
untuk meningkatkan pengetahuan gizi masyarakat khususnya bagi calon ibu (ibu
hamil). Hasil uji Spearmen menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif nyata
(p< 0.05 r=0.447) antara pemberian kolostrum dengan status gizi bayi. Hal ini
berarti bahwa pemberian kolostrum pada contoh dapat memperbaiki status gizi
contoh.
Pemberian minuman/ makanan prelaktal
Makanan prelaktal adalah makanan dan minuman yang diberikan kepada
bayi sebelum ASI keluar, misalnya air kelapa, air tajin, madu, pisang, susu
bubuk, susu sapi, air gula, dan sebagainya (Depkes RI 2000).
Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa hampir seluruh contoh (96.7%)
menyatakan bahwa mereka langsung memberikan madu terlebih dahulu kepada
anak mereka sebelum diberi ASI.
41
Selanjutnya pada beberapa hari kemudian, contoh sudah dikenalkan
dengan makanan lunak dan umumnya mereka memberikan buah pisang.
Makanan pendamping ASI tersebut telah diberikan sebelum contoh berusia 4
bulan. Alasan yang diberikan para ibu antara lain adalah
sudah menjadi
kebiasaan dalam keluarga, dan tetangga-tetangga lainnya juga melakukan hal
yang sama. Menurut mereka dengan diberikan makanan sejak dini, bayi jadi
lebih cepat kenyang dan menjadi lebih kuat.
Kebiasaan memberikan makanan prelaktal harus dihindari karena dirasa
tidak perlu dan malah bisa membahayakan bagi saluran pencernaan bayi dan ibu
bayi (Savage 1991). Kebiasaan memberikan makanan/minuman prelaktal sangat
berbahaya bagi kesehatan bayi dan dapat menganggu keberhasilan menyusui
(Depkes RI 2000). Hasil uji Spearman menunjukkan bahwa ada hubungan
negatif yang nyata (p=0.00, r=-0.405) antara pemberian minuman/makanan
prelaktal dengan status gizi contoh. Hal ini berarti bahwa pemberian
minuman/makanan prelaktal lebih awal dapat berpengaruh tidak baik terhadap
status gizi contoh.
Praktek pemberian ASI
Pola pemberian ASI dibedakan menjadi 2 macam, yaitu pola eksklusif
dan pola non eksklusif . ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja kepada bayi
sejak lahir sampai usia 6 bulan tanpa diberi makanan pendamping ataupun
makanan pengganti ASI. Sedangkan ASI non eksklusif adalah pola pemberian
ASI yang ditambah dengan makanan dan minuman lain baik berupa MP-ASI
maupun susu formula (Depkes RI 2005).
Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa sebagian besar ibu (91.7%) tidak
memberikan ASI secara eksklusif, baik pada ibu contoh dengan status gizi baik
(89.4%) maupun status gizi kurang/buruk (100%). Pada contoh umur 2-3 bulan
umumnya sudah diberikan makanan lunak seperti pisang. Ibu contoh dengan
status gizi baik yang memberikan ASI eksklusif (8.3%) mengaku masih
memberikan ASI hingga bayi berusia 6 bulan karena ingin melakukan apa yang
disarankan bidan.
Pemberian ASI pada bayi umur 1-6 bulan harus dilakukan sesering
mungkin setiap kali bayi menginginkannya (on demand). Pemberian ASI minimal
8 kali sehari semalam. Selain itu, sebaiknya tidak memberikan makanan atau
minuman apapun selain ASI, bahkan air putih sekalipun (CAHD 2004). ASI
mengandung zat gizi yang cukup untuk kebutuhan bayi hingga usia 6 bulan (ASI
42
eksklusif). Hasil uji Spearmen menunjukkan ada hubungan positif nyata (p=0.03,
r=0.279) antara pemberian ASI eksklusif dengan status gizi contoh. Hal ini berarti
bahwa semakin lama pemberian ASI eksklusif yaitu sampai usia 6 bulan maka
akan semakin baik status gizi contoh.
Praktek pemberian MP ASI
Makanan pendamping ASI ( MP-ASI) merupakan makanan tambahan
yang diberikan pada bayi setelah bayi berumur 4-6 bulan sampai bayi berumur
24 bulan. Selain MP-ASI, ASI pun harus tetap diberikan kepada bayi, paling tidak
sampai umur 24 bulan. MP-ASI
ini harus menjadi pelengkap dan dapat
memenuhi kebutuhan bayi. Jadi MP-ASI berguna untuk menutupi kekurangan
zat-zat gizi yang terkandung didalam ASI. MP-ASI berperan bukan sebagai
pengganti ASI tetapi untuk melengkapi atau mendampingi ASI (Krisnatuti et al
2002). Praktek pemberian makanan pendamping ASI bayi di Desa Bojong
Jengkol tersaji pada Tabel 6.
Berdasarkan data Tabel 6 diketahui bahwa praktek pemberian MP ASI
yang dilakukan sebagian besar (46.7%) masih termasuk kategori kurang. Hal ini
karena jenis makanan pendamping ASI yang diberikan kurang mencukupi dari
segi kuantitas dan kualitasnya. Makanan pendamping ASI yang sering diberikan
biasanya adalah biskuit, susu kental manis sachet, bubur bayi, bubur nasi (bubur
ayam), kacang hijau,
dan pisang. Pada kelompok contoh status gizi baik
terdapat 21.3% contoh yang mendapat MP ASI dengan kategori baik, sedangkan
pada kelompok status gizi kurang/buruk tidak ada contoh yang mendapat MP ASI
kategori baik. Hasil uji Spearman menunjukkan ada hubungan positif nyata
(p<0.05 r=0.032) antara pemberian MP ASI dengan status gizi contoh. Hal ini
berarti bahwa semakin baik praktek pemberian MP ASI ( waktu maupun jenis dan
jumlahnya), maka semakin baik status gizi contoh.
Praktek penyapihan
Masa penyapihan adalah proses dimana seorang bayi secara perlahanlahan memakan makanan keluarga ataupun makanan orang dewasa sehingga
secara bertahap bayi semakin kurang ketergantungannya pada ASI dan
perlahan-lahan proses penyusuan akan berhenti (Savage 1991). Bayi yang sehat
pada usia penyapihan akan tumbuh dan berkembang sangat pesat, sehingga
perlu penjagaan khusus untuk memastikan bahwa bayi mendapat makanan yang
benar (Depkes RI 1998).
43
Penyapihan dimulai pada umur yang berbeda pada masyarakat yang
berbeda. Menurut
WHO
bahwa jumlah ibu-ibu di pedesaan yang mulai
penyapihan lebih awal tidak sebanyak diperkotaan, usia penyapihan di Desa
Bojong Jengkol rata-rata pada usia 18 bulan. Di daerah semi perkotaan, ada
kecenderungan rendahnya frekuensi menyusui dan ASI dihentikan terlalu dini
karena ibu kembali bekerja. Hal ini menyebabkan kebutuhan zat gizi bayi/anak
kurang terpenuhi apalagi kalau pemberian MP-ASI kurang diperhatikan, sehingga
anak menjadi kurus dan pertumbuhannya sangat lambat (Depkes RI 2000).
Pada contoh yang berstatus gizi kurang/buruk, seluruhnya (100%) sudah
tidak mendapat ASI atau disapih (Tabel 6), sedangkan pada contoh kelompok
status gizi baik terdapat 27.7% contoh yang masih mendapat ASI (belum
disapih). Hal ini antara lain disebabkan oleh 92.3% contoh yang berstatus gizi
kurang/buruk berumur lebih dari 7 bulan dan hanya 1 orang (7.7%) yang berumur
0-6 bulan, sedangkan pada kelompok status gizi baik masih terdapat 23.4%
contoh yang berumur 0-6 bulan. Hasil uji Spearman menunjukkan ada hubungan
nyata (p=0.01, r=0.06) antara pratek penyapihan dengan status gizi contoh. Hal
ini berarti bahwa jika penyapihan diberikan pada umur dan dengan cara yang
tepat maka akan semakin baik status gizi contoh.
Asupan Energi dan Protein
Data asupan energi dan protein diperoleh dari recall makanan 2x 24 jam.
Adapun cara perhitungan tingkat kecukupan energi (TKE) diperoleh dari total
asupan (hasil recall) dibandingkan dengan angka kecukupan energi (AKE)
dikalikan seratus persen (Lampiran 13). Secara umum sebagian besar TKE
contoh (46.7%) dalam kategori defisit tingkat sedang dengan nilai TKE berkisar
antara 70%-79%. Rata-rata asupan energi dan protein yaitu 625 Kal dan 14.5 g.
Pada contoh dengan status gizi baik terdapat 44.6% contoh dengan TKE kategori
defisit tingkat sedang dan 12.8% contoh kategori normal dan tidak ada contoh
dengan TKE kategori defisit tingkat berat. Pada contoh dengan status gizi
kurang/buruk terdapat 61.5% contoh dengan kategori TKE defisit tingkat sedang,
7.7% contoh kategori defisit tingkat berat dan tidak ada contoh dengan kategori
TKE kategori normal.
Pada contoh dengan status gizi baik terdapat 40.4% contoh dengan TKP
kategori defisit tingkat sedang dan 12.8% contoh kategori normal dan tidak ada
contoh dengan TKP kategori defisit tingkat berat. Pada contoh dengan status gizi
kurang/buruk terdapat 46.2% contoh dengan kategori TKP defisit tingkat sedang,
44
7.7% contoh kategori defisit tingkat berat dan tidak ada contoh dengan TKE
kategori normal. Hasil perhitungan tingkat kecukupan energi dan protein
(TKE/TKP) disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Sebaran contoh berdasarkan angka kecukupan energi dan protein serta
status gizi contoh
TKE/TKP
TKE
<70%
Kategori
Kurang/Buruk
n
%
Status gizi (BB/U)
Baik
n
%
Total
n
%
1
7.7
-
-
1
1.7
8
61.5
20
42.6
28
46.7
4
30.8
21
44.6
25
41.6
90-119%
Defisit
tingkat
berat
Defisit tingkat
sedang
Defisit
tingkat
ringan
Normal
6
12.8
6
10
≥120%
Kelebihan
-
-
-
-
-
-
13
100
47
100
60
100
1
7.7
-
-
1
1.7
6
46.2
19
40.4
25
41.6
6
46.2
22
46.8
28
46.7
6
12.8
6
10
37
100
60
100
70-79%
80-89%
Total
TKP
<70%
70-79%
80-89%
90-119%
≥120%
Total
Defisit
tingkat
berat
Defisit
tingkat
sedang
Defisit tingkat
ringan
Normal
Kelebihan
13
100
Tidak ada perbedaan yang nyata antara anak perempuan dan laki-laki
dalam hal kebutuhan energi dan protein. Kecukupan akan semakin menurun
seiring dengan bertambahnya usia. Namun untuk protein, angka kebutuhannya
bergantung pada mutu protein. Semakin baik mutu protein, semakin rendah
angka kebutuhan protein. Mutu protein bergantung pada susunan asam amino
yang membentuknya, terutama asam amino essensial (Soekirman 2000).
Pola Asuh Kesehatan
Pemberian Imunisasi
Imunisasi merupakan pemberian kekebalan agar bayi tidak mudah
terserang atau tertular penyakit seperti hepatitis B (HB), tuberkulosis, difteri,
batuk rejan, tetanus, polio dan campak. Pemberian imunisasi harus dilakukan
sesuai umur dan lengkap.
Pemberian imunisasi umumnya dilakukan di Posyandu. Hal ini sejalan
dengan data kunjungan ke Posyandu, yaitu pada kelompok contoh dengan
45
status gizi baik dan kurang/buruk yang rutin datang ke Posyandu masing-masing
adalah sebanyak 85.1% dan 30.8% (Tabel 8).
Penimbangan berat badan
bertujuan untuk memantau pertumbuhan
anak. Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa contoh dengan status gizi baik setiap kali
penimbangan berat badan naik (85.1%) dan contoh dengan status gizi
kurang/buruk kebanyakan turun (46.2%).
Tabel 8. Sebaran contoh berdasarkan pola asuh kesehatan dan status gizi
contoh
Pola asuh kesehatan
Berat badan di KMS tiap kali
penimbangan
1.naik
2.tetap
3.turun
Pernah menderita penyakit infeksi/non
infeksi
1.pernah
2 tidak pernah
Pernah dirawat
1.ya
2.tidak
Kedatangan ke posyandu
1.rutin
2. tidak rutin
Imunisasi
1.lengkap
2.tidak lengkap
Pemberian vitamin A
Kurang/Buruk
Status gizi (BB/U)
Baik
Total
n
%
n
%
n
%
3
4
6
23
30.8
46.2
40
3
4
85.1
6.4
8.5
43
7
10
71.7
11.7
16.6
13
-
100
34
13
72.3
27.7
47
13
78.3
21.7
13
100
47
100
60
100
4
9
30.8
69.2
40
7
85.1
14.9
44
16
73.3
26.7
4
9
13
30.8
69.2
100
47
47
100
100
51
9
60
85
15
100
Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa seluruh contoh (100%) dengan status
gizi kurang/buruk pernah menderita penyakit infeksi/non infeksi. Namun pada
contoh dengan status gizi baik terlihat bahwa yang pernah menderita penyakit
infeksi/non infeksi adalah lebih rendah, yakni sebanyak 72.3% dan sisanya
27.7% tidak pernah sakit selama 3 bulan terakhir.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Secara umum, lingkungan menentukan kemudahan terjadi penyebaran
penyakit infeksi.Ciri umum kondisi lingkungan yang tidak baik adalah keadaan
sesak dan pengap, sanitasi buruk, program imunisasi tidak berjalan, penyapihan
terlalu dini dan fasilitas penyimpanan makanan yang tidak memadai (Thaha
1995).
Sanitasi lingkungan biasanya erat kaitannya dengan kondisi pemukiman.
Kusnoputranto (1983) mendefinisikan sanitasi lingkungan sebagai usaha-usaha
pengendalian dari semua faktor-faktor lingkungan fisik manusia yang mungkin
46
menimbulkan atau dapat menimbulkan hal yang merugikan bagi perkembangan
fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia.
Sebaran contoh berdasarkan perilaku hidup bersih dan sehat serta status
gizi contoh disajikan pada Tabel 9
Tabel 9. Sebaran contoh berdasarkan PHBS dan status gizi contoh
PHBS
Berapa kali bayi dimandikan
1.1x
2. 2x
Apakah mempunyai sarana MCK sendiri
1.ya
2. tidak
Jika tidak aktifitas MCK dilakukan dimana
1.sungai
2.selokan
Bahan perumahan terbuat dari
1.kayu
2.1/2 batu
3. batu
Lantai terbuat dari
1.kayu
2.tanah
3.semen
4.keramik
Atap terbuat dari
1.seng
2.asbes
3.genteng
Apakah rumah memilik ventilasi
1.ya
2.tidak
Apakah sinar matahari masuk ke rumah
1.ya
2.tidak
Ibu biasanya menyuapi dengan
1.tangan
2. sendok
Apakah ibu terbiasa mencuci tangan
dengan sabun sebelum dan setelah
beraktifitas
1.ya
2.tidak
Piring yang digunakan untuk menyajikan
makanan
1.kaca /beling
2.melamin
3.plastik
Kurang
/buruk
n
%
13
100
Status gizi (BB/U)
Baik
n
47
Total
%
n
%
100
60
100
13
100
47
100
60
100
10
3
76.9
23.1
38
9
80.9
19.1
48
12
80
20
10
3
76.9
23.1
36
11
76.6
23.4
46
14
76.7
23.3
13
100
47
100
60
100
5
8
38.5
61.5
31
16
66
34
36
24
60
40
13
-
100
-
47
-
100
-
60
-
100
-
13
-
100
-
47
-
100
-
60
-
100
-
13
100
47
100
60
100
5
8
38.5
61.5
18
29
38.3
61.7
23
37
38.3
61.7
3
4
6
23
30.8
46.2
26
12
9
55.3
25.6
19.1
29
16
15
48.3
26.7
25
47
Tabel 9. Sebaran contoh berdasarkan PHBS dan status gizi contoh (lanjutan)
PHBS
Bayi minum susu dengan
1.gelas kaca
2.cangkir plastic/kaca
3.botol susu
Setelah dicuci perlakukan yang dilakukan
1.ditiriskan
2.direbus
Sumber air minum
1.mata air
2.air sungai
3.air sumur
4.air PDAM
Air minum biasanya
1.air putih
2.air teh
Sumber air mandi dan cuci
1.air sumur
2.air sungai/hujan
Penanganan sampah
1.dibuang ke sungai
2.dikubur
3.dibakar
4.didaur ulang
Adakah anggota yang merokok
1.ya
2.tidak
Siapa yang merokok
1.ayah
2.ibu
Kurang
/buruk
n
%
Status gizi (BB/U)
Baik
Total
n
%
n
%
3
10
23
76.9
27
20
57.4
42.6
30
30
50
50
13
-
100
-
47
-
100
-
60
-
100
-
9
4
-
69.2
30.8
-
47
-
100
-
9
51
-
15
85
-
13
-
100
-
47
-
100
-
60
-
100
-
13
100
47
100
60
100
13
-
100
-
47
-
100
-
60
-
100
-
13
13
-
100
100
-
47
47
-
100
100
-
60
60
-
100
100
-
Hygiene diri sangat penting diketahui dan dipraktekkan oleh setiap orang
untuk kesehatan dirinya maupun kesehatan masyarakat. Hygiene diri adalah
pengetahuan yang sifatnya individualistis, artinya sangat tergantung dari diri
sendiri, yang prakteknya harus dimengerti dan dilaksanakan oleh setiap individu
(Suklan 2000). Mengingat balita adalah individu pasif, maka penjagaan
kesehatannya merupakan tanggung jawab individu dewasa di sekitarnya,
terutama oleh orangtuanya (Depkes RI 1995).
Mengenai penjagaan kebersihan anggota tubuh, para ibu mengemukakan
bahwa seluruh contoh (100%) terbiasa mandi dua kali dalam sehari (Tabel 9),
menggunakan sabun mandi dan handuk pengering tubuh. Jika anak tidak mau
mandi, ibu biasanya membujuk anaknya agar mau membersihkan badannya.
Mandi di sungai masih dilakukan warga, karena kebiasaan mandi di
sungai itu memang mudah, tinggal menceburkan diri karena airnya sangat
berlimpah dan juga belum adanya sarana MCK pribadi menjadi alasan mereka
mandi di sungai.Namun mandi di sungai tentu mempunyai resiko negatif karena
48
banyak sungai yang sudah terkontaminasi beragam limbah rumah tangga seperti
sampah, tinja dan bahan beracun dan berbahaya lainnya.
Hygiene diri yang dilakukan ibu dalam memberikan makan pada contoh
diantaranya semua ibu (100%) menyuapi anaknya dengan sendok. Namun,
banyak (61.7%) ibu-ibu yang tidak mencuci tangan sebelum dan setelah
beraktifitas menyuapi anak mereka. Bahan yang digunakan untuk menyajikan
makanan sebagian besar terbuat dari, kaca (48.3%) , melamin (26.7%) dan
plastik (25%). Sebagian besar ibu menggunakan tempat penyaji makanan
terbuat dari kaca/beling pada contoh dengan status gizi baik (55.3%) dan 46.2%
contoh dengan status gizi kurang/buruk menggunakan bahan plastik.
Sumber air minum pada contoh dengan status gizi baik seluruhnya
(100%) adalah air sumur. Pada contoh dengan status gizi kurang/buruk terdapat
69.2% contoh sumber air minumnya berasal dari sungai dan hanya 30.8% yang
berasal dari sumur. Di lokasi penelitian belum tersedia sumber air PDAM (Tabel
9)
Sanitasi lingkungan memiliki peran cukup dominan dalam penyediaan
lingkungan yang mendukung kesehatan anak dan proses tumbuh kembangnya.
Kebersihan, baik perorangan maupun lingkungan memegang peranan penting
dalam timbulnya penyakit. Akibat sanitasi yang kurang baik memungkinkan
terjadinya berbagai jenis penyakit, seperti diare, ISPA, cacingan, tifus
abdominalis, hepatitis, malaria, dan demam berdarah. Faktor pelayanan
kesehatan dan lingkungan yang sehat sangat diperlukan untuk meningkatkan
kualitas perawatan anak, pemberian ASI, pemberian makanan tambahan,
memonitor pertumbuhan dan perkembangan anak serta mencegah serangan
penyakit (Supariasa 2002).
Semua keluarga contoh (100%) terbiasa membuang sampah di sungai
atau pinggiran jalan menuju sungai. Hal ini menurut mereka dilakukan sembari
pergi mandi atau mencuci pakaian ke sungai. Walaupun sebenarnya mereka
sudah tahu dan diingatkan bahwa membuang sampah ke sungai dapat
membahayakan namun mereka tetap melakukannya karena sudah menjadi
kebiasaan (Tabel 9).
Kebiasaan buruk membuang sampah ke sungai atau pinggiran sungai
bukan tidak menimbulkan persoalan. Air sungai menjadi kotor dan rawan terjadi
penyumbatan saluran yang beresiko terjadinya banjir. Namun masih banyak
49
warga yang berpendapat bahwa mereka sudah bertahun tahun membuang
sampah ke sungai, tapi tidak terjadi masalah apa-apa (Harto 2006).
Kondisi rumah juga menentukan kondisi kesehatan penghuninya.
Sebagian besar rumah keluarga contoh baik dengan status gizi baik ataupun
status gizi kurang/buruk masing-masing terbuat dari setengah batu (batu
pondasinya dan bilik dibagian dindingnya) (76.7%), dengan lantai semen (100%).
Atap rumah terbuat dari seng (60%) dan genteng (40%) setiap rumah sudah
dilengkapi dengan ventilasi (100%) sehingga sinar matahari dapat masuk ke
dalam rumah. Lantai rumah seluruhnya (100 %) terbuat dari semen (Tabel 9).
Keadaan perumahan merupakan salah satu faktor yang menentukan
keadaan hygiene dan sanitasi lingkungan. Rumah merupakan tempat manusia
berlindung dari panas, terik matahari, hujan yang dapat mengganggu kesehatan,
keamanan, kenyamanan manusia, sehingga harus diperhatikan sanitasi
lingkungan rumah. Rumah dikatakan sehat jika memenuhi beberapa persyaratan
yaitu lantai harus mudah dibersihkan terbuat dari keramik, semen atau kayu, atap
rumah kuat dan tidak mudah bocor, dinding terbuat dari tembok yang dapat
dibersihkan dengan mudah, adanya ventilasi, memiliki sumber air yang sehat,
memiliki sarana pembuangan air limbah dan sampah, memiliki kamar mandi
minimal satu kamar mandi (Latifah et al 2002).
Polusi udara dalam ruangan mungkin menjadi masalah kesehatan yang
lebih serius daripada polusi udara luar ruang, karena secara rata- rata kita
menghabiskan
75% dari waktu di dalam ruangan. Bagi sebagian kelompok
termasuk bayi, orang lanjut usia, orang yang baru sembuh dari sakit dan orang
cacat persentase waktu yang dihabiskan di dalam ruangan bahkan mungkin lebih
tinggi. Kemungkinan efek kesehatan akibat pajanan pada polutan dalam ruang
yang berbahaya sangat banyak (Hunters dan Hirsch 2006).
Salah satu polusi udara yang paling berpengaruh adalah asap rokok.
Seluruh keluarga contoh, dalam hal ini ayah merupakan perokok aktif (100%)
(Tabel 9) .Asap rokok yang ditimbulkan dapat merugikan tidak hanya bagi
perokok namun juga bagi non perokok yang menghirup asap rokok (Hunters dan
Hirsch 2006).
Morbiditas.
Data morbiditas dihitung berdasarkan frekuensi dan lama sakit selama
tiga bulan dibagi 90 hari dan dikalikan 30 hari . Berdasarkan frekuensi sakit
dikalikan lama sakit diketahui bahwa terdapat (16.7%) dengan angka morbiditas
50
tinggi (> 8 hari), 56.7% dengan mobiditas sedang (4-7 hari), dan 26.6% dengan
morbiditas rendah (< 4 hari). Hasil uji independen t-test juga menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan nyata (p<0.05) antara contoh dengan status gizi baik dengan
status gizi kurang/buruk (Lampiran 9). Morbiditas pada contoh dengan status gizi
baik (rata-rata hari sakit per bulan adalah < 4 hari) adalah lebih baik daripada
status gizi kurang/buruk (rata-rata hari sakit per bulan adalah 5-7 hari).
Hubungan antar Variabel
Hubungan pengetahuan gizi ibu dengan status gizi contoh
Moehdji (1992) menyatakan bahwa sebagian besar kejadian gizi buruk
pada anak dapat dihindari apabila ibu mempunyai cukup pengetahuan tentang
bagaimana cara mengolah bahan makanan, cara mengatur menu, dan mengatur
makanan. Namun demikian, pengaruh pengetahuan gizi ibu terhadap konsumsi
makanan adalah tidak selalu linear. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat
pengetahuan gizi ibu rumah tangga, belum tentu kondisi makanan menjadi
semakin baik.
Konsumsi makanan seringkali dipengaruhi oleh pengetahuan gizi secara
langsung tetapi merupakan interaksi antara sikap dan keterampilan (Sanjur
1982). Menurut Sajogyo et al 1978 secara tidak langsung pengetahuan gizi ibu
akan mempengaruhi status gizi anak balita, karena dengan pengetahuannya
para ibu dapat mengasuh dan memenuhi kebutuhan zat gizi anak balitanya,
sehingga keadaan gizinya terjamin.
Hasil uji menunjukkan bahwa ada hubungan positif nyata (r= 0.016
p <0.05) antara pengetahuan gizi ibu dengan status gizi contoh. Hal ini berarti
bahwa semakin tinggi pengetahuan gizi ibu maka akan semakin baik pula status
gizi contoh.
Menurut Hartoyo et al (2000) dalam Martianto et al (2008) Ibu dengan
pendidikan dan pengetahuan yang rendah biasanya memiliki rasa percaya diri
yang kurang dan memiliki akses terbatas untuk berpartisipasi pada pelayanan
kesehatan dan gizi seperti Posyandu, Bina Keluarga Balita dan Puskesmas. Oleh
karena itu mereka memiliki resiko yang lebih tinggi untuk memiliki anak yang
kurang gizi.
Hubungan pola asuh gizi dengan status gizi bayi.
Pola asuh yang tidak memadai dapat menyebabkan anak tidak suka
makan atau tidak diberikan makanan seimbang, dan juga dapat memudahkan
51
terjadinya penyakit infeksi yang kemudian dapat berpengaruh terhadap status
gizi anak (Soekirman 2000).
Hasil uji menunjukkan bahwa ada hubungan positif nyata (r= 0.031
p <0.05) antara pola asuh gizi dengan status gizi contoh. Hal ini berarti semakin
baik pola asuh gizi maka akan semakin baik pula status gizi contoh.
Ada hubungan positif antara pola asuh yang dilakukan orang tua terhadap
status gizi anaknya. Tercakup di dalam pola asuh ini adalah pola asuh makan
maupun pola asuh dalam perawatan anak. Makna hubungan ini adalah :
pentingnya orangtua memberikan pola asuh yang baik kepada anaknya agar
asupan gizi menjadi lebih baik dan dampaknya adalah anak semakin baik status
gizinya (Khomsan 2010).
Berdasarkan uji independen t-test terdapat perbedaan nyata pola asuh
gizi (p< 0.05) antara contoh dengan status gizi baik dengan contoh status gizi
kurang/buruk. Hal ini berarti bahwa pola asuh gizi pada contoh dengan status gizi
baik adalah nyata lebih baik daripada contoh dengan status gizi kurang/buruk
(Lampiran 8).
Hubungan pemberian imunisasi dan kedatangan ke Posyandu dengan
morbiditas dan status gizi contoh
Hasil uji chi square (Lampiran 6) menunjukkan bahwa ada hubungan
yang nyata antara imunisasi yang diperoleh oleh contoh dengan mobiditas dan
status gizi contoh. Hal ini berarti berarti bahwa semakin baik (lengkap) imunisasi
yang di dapat oleh contoh maka morbiditas contoh akan semakin rendah dan
akan semakin baik pula status gizi contoh. Kedatangan ke Posyandu yang rutin
juga menunjukan ada hubungan yang nyata dengan morbiditas dan status gizi (p
< 0.05). Hal ini mengindikasikan bahwa jika contoh lebih rutin dibawa ke
Posyandu maka morbiditas contoh akan semakin rendah dan status gizi contoh
akan semakin baik.
Berdasakan uji independen t-test terdapat perbedaan yang nyata
kedatangan ke Posyandu dan imunisasi (p <0.05) antara contoh status gizi baik
dengan contoh status gizi kurang/buruk. Hal ini menunjukkan bahwa contoh
dengan status gizi baik adalah nyata lebih rutin datang ke Posyandu dan lebih
lengkap imunisasinya daripada contoh dengan status gizi kurang/buruk
(Lampiran 7). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Triana (2006) bahwa
semakin kurang tingkat partisipasi ibu di Posyandu, maka semakin besar
kemungkinan anaknya memiliki status gizi yang kurang baik.
52
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Sebagian besar contoh (31.7%) berumur 13-18 bulan, berjenis kelamin
perempuan (51.7%) dengan proses kelahiran normal (100%), dan proses
persalinan sebagian besar (83.3%) dibantu oleh paraji. Lebih dari separuh ibu
contoh berumur 20-40 tahun (78.3%). Rata-rata contoh tergolong keluarga
miskin, pendidikan orangtua sebagian besar SD, pekerjaan sebagai petani
penggarap dan berpenghasilan rendah. Sebagian besar ibu contoh (83.3%).
memiliki pengetahuan gizi dengan kategori kurang.
Setelah bayi lahir umumnya langsung diberikan madu atau air tajin
(83.3%) dan tidak diberikan kolostrum.
Hampir
seluruh ibu contoh (96.7%)
menyatakan bahwa mereka langsung memberikan madu terlebih dahulu kepada
bayi mereka sebelum diberi ASI. Sebagian besar ibu tidak memberikan ASI
secara eksklusif (91.7%). Praktek pemberian ASI dan MP ASI adalah lebih baik
pada contoh dengan status gizi baik daripada status gizi kurang/buruk.
Sebanyak 85% ibu di Desa Bojong Jengkol memberikan imunisasi yang
lengkap kepada bayi mereka. Proporsi contoh
yang imunisasinya lengkap
adalah lebih banyak pada kelompok contoh yang status gizinya baik (100%)
daripada status gizi kurang/buruk hanya (30.8%). Contoh dengan status gizi baik
setiap kali penimbangan berat badan naik (85.1%) dan bayi status gizi kurang
buruk kebanyakan turun (46.2%). Contoh dengan status gizi kurang/buruk secara
keseluruhan (100%) pernah menderita penyakit infeksi/ non infeksi namun tidak
pernah dirawat (100%).
Berdasarkan perhitungan morbiditas ( rata-rata hari sakit per bulan)
terdapat 16.7% dengan angka morbiditas tinggi (> 8 hari), 56.7% dengan
mobiditas sedang (4-7hari), dan 26.6% dengan morbiditas rendah (< 4hari). Hasil
uji independen t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata (p<0.05)
morbiditas antara contoh dengan status gizi baik (rata-rata hari sakit perbulan
adalah < 4 hari) dengan status gizi kurang/buruk. Pada contoh dengan status gizi
baik morbiditasnya lebih baik daripada status gizi kurang/buruk (rata-rata hari
sakit per bulan adalah 5-7 hari).
Terdapat hubungan positif nyata (r= 0.016 p<0.05) antara pengetahuan
gizi ibu dengan status gizi contoh. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi
pengetahuan gizi ibu maka akan semakin baik pula status gizi contoh.
53
Selain itu, terdapat hubungan positif nyata (r= 0.031 p<0.05) antara pola
asuh gizi dengan status gizi contoh, artinya semakin baik pola asuh gizi maka
akan semakin baik pula status gizi contoh.
Hasil uji chi square menunjukkan bahwa ada hubungan yang nyata antara
imunisasi yang diperoleh oleh contoh dengan mobiditas dan status gizi contoh.
Hal ini berarti berarti bahwa semakin baik (lengkap) imunisasi yang didapat oleh
contoh maka morbiditas contoh akan semakin rendah dan akan semakin baik
pula status gizi contoh. Kedatangan ke Posyandu yang rutin juga menunjukkan
ada hubungan yang nyata dengan morbiditas dan status gizi (p < 0.05). Hal ini
mengindikasikan bahwa jika contoh lebih rutin dibawa ke Posyandu maka
morbiditas contoh akan semakin rendah dan status gizi contoh akan semakin
baik.
Berdasakan uji independen t-test terdapat perbedaan yang nyata
kedatangan ke Posyandu dan imunisasi (p <0.05) antara contoh status gizi baik
dengan contoh status gizi kurang/buruk. Hal ini menunjukkan bahwa contoh
dengan status gizi baik adalah nyata lebih rutin datang ke Posyandu dan lebih
lengkap imunisasinya daripada contoh dengan status gizi kurang/buruk.
Saran
Upaya meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak melalui programprogram pembangunan kesehatan perlu memperhatikan aspek-aspek sosialbudaya masyarakat. Penempatan petugas kesehatan selain memberi pelayanan
kesehatan pada masyarakat juga berfungsi sebagai agen perubah
(agent of
change) maka pengetahuan dan kemampuan berkomunikasi dari petugas
kesehatan sangat diperlukan disamping kemampuan dan ketrampilan memberi
pelayanan kesehatan.
Ibu sebagai pengatur keuangan hendaknya dapat mengalokasikan
pendapatan keluarganya untuk memenuhi kebutuhan pangan dengan baik
karena besarnya pengeluaran untuk pangan sangat mempengaruhi status gizi
anak balita. Pola pengasuhan anak salah satunya adalah praktik pemberian
makan pada anak,sehingga ibu harus memperhatikan makanan anak balitanya
karena pemberian dengan gizi baik tercermin pada berat badan anak balita. Ibu
hendaknya selalu menyempatkan waktu untuk ke Posyandu untuk menimbang
berat badan (pemantauan berat badan) dan mendapatkan pelayanan kesehatan
anak secara rutin pada setiap bulannya (imunisasi), sehingga jika ada masalah
gizi dapat segera teratasi.
54
DAFTAR PUSTAKA
Amin AM, Sudargo T, Gunawan IMA. 2004. Hubungan Pola Asuh dan Asupan
gizi Terhadap Status Gizi Anak Umur 6-24 bulan di Kelurahan
Megampang, Kecamatan Barru, Kabupaten Barru. Yogyakarta: Program
Pasca sarjana Universitas Gajah Mada.
Anggorodi R. 2009. Dukun Bayi Dalam Persalinan Oleh Masyarakat Indonesia.
Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat. UI.
Ariesman MB. 2009. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Asiah H. 2000. Pola Asuh Anak pada Etnik Jawa Migran dan Etnik Mandar Studi
Budaya Lokal dengan Pendekatan Etnoetodologi, Interaksi Simbolik dan
Analogi Moderl Kasper pada Pengasuhan Anak. [Disertasi]. Surabaya:
Program Pascasarjana Universitas Airlangga.
Azwar A. Masalah Gizi Kurang pada Balita dan Upaya Penanggulangannya di
Indonesia. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional [BKKBN]. 1998. Gerakan
Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera. Jakarta: BKKBN
Berg .A. 1986. Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional. Jakarta : CV
Rajawali.
[CHAD] Child and Adolescent Health and Development 2004. Nutrition Infant and
Young Child : Geneva. World Health Organization.
Darmono S. 1994. Determinasi Status Gizi Anak Balita: Studi Kasus di Mlonggo
Jepara. Medika No 7 Tahun XX pp: 46-53.
[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1998. Buku Pedoman
ASI Eksklusif Bagi Petugas. Semarang: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia
2000. Makanan
Pendamping ASI. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2000. Kasus Diare.
http://www.depkes.go.idlIndINewsIKlipingf 2000IFeb.20001k 10209000.
htm .
Departemen Kesehatan Republik Indonesia [Depkes RI]. 2005. Manajemen
Laktasi. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Djaeni A. 1999. Ilmu Gizi untuk mahasiswa dan Profesi Jilid I. Jakarta.: Dian
Rakyat.
55
2000. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid II. Jakarta :
Dian Rakyat.
Engel PLP, Manon dan L.Haddad. 1997. Care and Nutrition; Concept and
Measurement. Washington DC: International Food Policy Research
Institute.
Hardinsyah et al. 2000. Review Status Gizi Ibu Hamil, Dampak BBLR dan
Implikasinya pada Program Gizi dan Kesehatan, dalam Kumpulan
Makalah Diskusi Pakar Bidang Gizi Tentang ASI-MP ASI, Antropometri
dan BBLR. Kerjasama antara PERSAGI, LIPI dan UNICEF: Cipanas.
Harto. A . 2006. Hubungan Pengetahuan dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Jakarta: Graha cendikia.
Hastuti D. 2008. Pengasuhan: Teori dan Prinsip serta Aplikasi di Indonesia.
Bogor: Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor.
Heryawan N .2010. Revitalisasi Peran PKK Demi Kemajuan Bangsa.
http://nettyheryawan.com/index.php?option=com_content&view=article&id
=19%3Arevitalisasi-peran-pkk-demi-kemajuan-bangsa&catid=4%3Apkkjawa-barat&Itemid=9&lang.
Hidayati Septiana Baiq. 2011. Hubungan Kepatuhan Konsumsi Biscuit yang
diperkaya Protein Tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias garepinus) dengan
Status Gizi dan Morbiditas Balita di Warungkiara, Bantargadung,
Kabupaten Sukabumi : Bogor. Skipsi FEMA IPB.
Hunter dan Hirsch. 2006. Udara dan Kesehatan Anda: Udara Bersih Sangat
Penting Bagi Kesehatan Anda. Jakarta: PT. Buana Ilmu Populer.
Hurlock EB. 1993. Perkembangan Anak Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Husaini YK, Widodo Y, Triwinarto A, Salimar. 2000. Perubahan Pola konsumsi
Pangan Keluarga pada Waktu Sebelum dan Sesudah Krisis Ekonomi.
Penelitian Gizi Makanan 23: 8-17.
Ikatan Dokter Anak Indonesia [IDAI]. 2004. Jadwal Immunisasi. Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia
Iskandar, Meiwita B. et al .1996. Mengungkap Misteri Kematian Ibu di Jawa
Barat, Depok. Jakarta : Pusat Penelitian Kesehatan Lembaga Penelitian.
Universitas Indonesia
Kartini. T.D. 2008. Hubungan Pola Asuh Ibu dan Kejadian Diare Dengan
Pertumbuhan Bayi Yang Mengalami Hambatan Pertumbuhan Dalam
Rahim Sampai Umur Empat Bulan. Semarang : Tesis . Program Pasca
Sarjana. UNDIP.
Khomsan . A. 2008. Mengetahui Status Gizi Balita Anda. Medicastore.com.
Artikel Kesehatan.
56
. 2010. Pengaruh Pola Asuh Terhadap Status Gizi Anak. Jakarta:
Lintas Café.
King. 1996. Nutrition for Developing Countries. Second Edition. New York :
Oxford University Press.
Krisnatuti D. 2002. Menyiapkan Makanan Pendamping ASI. Jakarta : Pustaka
Pembangunan Swadaya Nusantara.
Kusnoputranto. H. 1983. Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Indonesia.
Latief D. 2000.Program ASI Ekslusif dan MP ASI Kumpulan Makalah dalam
Rangka Diskusi Pakar Gizi Bidang ASI dan MP ASI, Antropometri- BBLR,
Cipanas 19-20 Januri 2000.
Latifah M, Djamaludin MD, Evi D, Sumali MA. 2002. Buku 5 Rumah Sehat.
Bogor: Pusat Kurikulum Balitbang, Departemen Pendidikan Nasional dan
Lembaga Penelirian Institut Pertanian Bogor.
Lee C. 1989. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak. Jakarta : Arcan.
Maas L.T. 2004. Kesehatan Ibu dan Anak : Persepsi Budaya dan Dampak
Kesehatannya. Medan: USU Digitaly Library.
Madanijah S. 2003. Model Pendidikan “GI-PSI-SEHAT” Bagi Ibu serta
Dampaknya bagi Perilaku Ibu, Lngkungan Pembelajaran, Konsumsi
Pangan dan Status Gizi Anak Usia Dini [Disertasi]. Bogor : Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Martiato et al. 2008. Analisis Situasi Ketahanan Pangan dan Gizi dan Program
untuk Memperkuat Ketahanan Pangan dan Memperbaiki Status Gizi Anak
di Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Bogor : kerjasama FEMA. IPB dengan PLAN Indonesia.
Mashitah T, Martianto D, Soekirman. 2005. Hubungan Pola Asuh Makan dan
Kesehatan Dengan Status Gizi Anak Batita di Desa Mulya Harja Bogor.:
Bogor. Media Gizi dan Keluarga 29(2): 29.39.
Moehdji S. 1992. Pemeliharaan Gizi Bayi dan Balita. Jakarta : Bhrata.
Notoatmodjo. 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta :
Rineka Cipta.
Prahesti. A. 2001. Hubungan Pola Asuh Gizi dengan Gangguan Pertumbuhan
(Growth Faltering) pada Anak Usia 0-12 Bulan di Kecamatan Sumowono
Kabupaten Semarang.[Skirpsi]. Semarang : Universitas Diponegoro.
Pudjiadi S. 1997. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Riset Kesehatan Dasar [Risekesdas]. 2010. Laporan Nasional Riset Kesehatan
Dasar. Jakarta : Balai Penelitan dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI.
57
Riyadi H. 1995. Prinsip dan Petunjuk Penilaian Status Gizi. Jurusan Gizi
Masyarakat dan Sumber daya Keluarga. Bogor. Institut Pertanian Bogor.
.2006. Gizi dan Kesehatan Keluarga. Jakarta: Universitas Terbuka.
Sanjur. 1982. Social and Cultural Perspective in Nutrition. Washington DC:
Prentice Hall. Inc. New York. USA.
Sajogyo et al. 1978. Proyek Studi Sektoral/Regional Penentuan Atas Tingkat
Pendapatan Rumah Tangga dan Kecukupan Pangan. Lembaga Pusat
Studi Pangan. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Savage. 1991. Menolong ibu menyusui. Terjemahan Sukwan Handali. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama
Setyawan D. 2010. Sembilan Balita Di Kota Bogor Meninggal Karena Gizi
Buruk.(http://www.republika.co.id/berita/breakingnews/metropolitan/10/0
7/02/122759-sembilan-balita-meninggal-karena-gizi-buruk-di-bogor.
Suklan
H. 2000. Hygiene Perorangan. Warta Penyehatan
Pemukiman II (4). Jakarta: Direktorat Penyehatan
Pemukiman,Departemen Kesehatan RI.
Lingkungan
Lingkungan
Sukandar D .2007. Studi Sosial Ekonomi, Aspek Pangan, Gizi dan Sanitasi.
Bogor: Fakultas Ekologi Manusia . Institut Pertanian Bogor.
Supariasa. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC.
Soetjiningsih. 1998. Tumbuh
Kedokteran. EGC.
Kembang
Anak.
Jakarta:
Penerbit
Buku
Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya :Jakarta. Departemen Pendidikan
Nasional.
Suhardjo. 1989. Pemberian Makan Pada Bayi dan Anak. Pusat antar Universitas
Pangan dan Gizi. IPB.
Sumardi dan Dieter.1982. Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok. Jakarta: Rajawali
Thaha AR.1995. Pengaruh Musim Terhadap Pertumbuhan Anak Keluarga
Nelayan. Jakarta: Disertasi Doktor Universitas Indonesia hal.60-69.
Triana N. 2006. Hubungan Antara Status Gizi Masa Lalu Anak dan Partisispasi
Ibu di Posyandu dengan Kejadian TB pada Murid TK. [Skripsi].Bogor:
Institut Pertanian Bogor..
Zeitlin. M. 2000. Peran Pola Asuh Anak: Pemanfatan Hasil Studi Penyimpangan
Positif Untuk Program Gizi. Jakarta: Prosiding Widyakarya Nasional
Pangan dan Gizi VII: 29 Februari-2 Maret. LIPl.
58
LAMPIRAN
59
Lampiran 1. Korelasi Rank Spearman karakteristik contoh dengan status gizi
Descriptive Statistics
Mean
Std. Deviation
N
status gizi
-.8333
.84706
60
morbiditas
60.5833
19.53987
60
pola asuh gizi
65.3333
5.66484
60
pengetahuan
49.6833
7.92869
60
pendapatan
5.65005
1.546735
60
Correlations
status gizi
Spearman's rho status gizi
Correlatio
n
Coefficient
Sig. (2tailed)
-.279*
-.310*
.006
.
.310
.031
.016
.965
60
60
60
60
60
-.133
1.000
.529**
.400**
.227
.310
.
.000
.002
.081
60
60
60
60
60
-.279*
.529**
1.000
.779**
-.142
.031
.000
.
.000
.278
60
60
60
60
60
-.310*
.400**
.779**
1.000
-.099
.016
.012
.000
.
.452
N
pola asuh gizi Correlatio
n
Coefficient
Sig. (2tailed)
N
pengetahuan
Correlatio
n
Coefficient
Sig. (2tailed)
N
pendapatan
pengetahua pendapata
n
n
-.133
N
Correlatio
n
Coefficient
pola asuh
gizi
1.000
Sig. (2tailed)
morbiditas
morbiditas
60
60
60
60
60
Correlatio
n
Coefficient
.006
.227
-.142
-.099
1.000
Sig. (2tailed)
.965
.081
.278
.452
.
60
60
60
60
60
N
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
60
Lampiran 2. Status gizi contoh
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
UMUR
11
9
5
5
17
7
5
5
11
16
24
8
13
20
15
4
23
11
19
22
23
20
14
14
22
18
20
14
20
17
16
16
3
9
22
4
14
12
10
11
20
4
6
4
2
15
4
2
16
14
22
24
22
11
22
20
14
11
17
18
JENIS KELAMIN
Laki-laki
Perempuan
Perempuan
Laki-laki
Laki-laki
Perempuan
Perempuan
Laki-laki
Laki-laki
Perempuan
Perempuan
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Perempuan
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
Perempuan
Laki-laki
Laki-laki
Perempuan
Perempuan
Laki-laki
Laki-laki
Perempuan
Perempuan
Perempuan
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Perempuan
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
Perempuan
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
Laki-laki
Perempuan
Perempuan
Perempuan
Perempuan
Perempuan
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
Perempuan
Laki-laki
Laki-laki
Perempuan
Perempuan
BB
9
6.8
5.6
6
9
6.5
5.7
6.5
9.5
8.6
11
8
9
11
9.8
5.5
10.3
9
9.7
10.5
10
9.7
8.6
10
11
9.7
10
9
11
9.2
8
11
4.2
9.7
7.7
9.5
5.5
9.5
7.6
9.2
10.5
12
4.5
7
4.1
3.2
8
3.1
10.5
7.5
10.7
12
8.6
10
8.7
8.3
8.2
7.8
8.6
8.5
Z-SCORE
-0.9
-1.8
-1.57
-1.3
-1.92
-1.33
-1.43
-0.8
-0.4
-1.8
-0.75
-0.8
-1.4
-0.67
-0.4
-0.71
-1.62
-0.2
-1.08
-1.3
-1.85
-1.25
-1.4
-0.7
-0.92
-1.1
-1
-1
-0.06
-1.75
-3.1
-0.1
-1.8
-1.2
-0.9
-1.67
-0.8
-0.5
-1.9
-0.33
1.6
0.16
-2.14
0.89
-2.71
-2.22
-2.9
-2.28
0.1
-2,5
0.67
0.08
-2.42
0.1
-2.33
-2.42
-2.5
-2.1
-2
-2.1
STATUS GIZI
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Buruk
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Kurang
Baik
Kurang
Kurang
Kurang
Baik
Kurang
Baik
Baik
Kurang
Baik
Kurang
Kurang
Kurang
Kurang
Baik
Kurang
61
Lampiran 3. Cara menghitung status gizi dengan Z –Skor
Bila “ Nilai Riil “ hasil pengukuran ,”Nilai Median” BB/U, TB/U, atau BB/TB, maka
rumusnya :
Z –Score = Nilai Riil – Nilai Median
SDLower
Kategori Status Gizi BB/U :
> + 2 SD = Berat badan lebih (Gizi Lebih)
- 2 SD s/d + 2 SD = Berat badan Normal (Gizi Baik )
- 3 SD s/d < - 2 SD = Berat badan rendah ( Gizi Rendah)
< - 3 SD = Berat badan sangat rendah ( Gizi Buruk)
Contoh perhitungan status gizi balita dengan Z-Skor :
Anak laki –laki berumur 16 bulan dengan berat badan 8,1 Kg , maka didapat Me
= 11,1 dan Sd Lower = 1.10
Z –Skor = 8,1−11.1
1.10
= - 2,72
Jika Z –Skor antara – 3 s/d < - 2 SD maka status Gizi Kurang
62
Lampiran 4. Baku berat badan menurut umur balita usia 0-24 bulan ditimbang
telentang
UMUR
Bulan
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
ANAK LAKI-LAKI
Median
SD
SD
Low
Upp
3.3
4.3
5.2
6.0
6.7
7.3
7.8
8.3
8.8
9.2
9.5
9.9
10.2
10.4
10.7
10.9
11.1
11.3
11.5
11.7
11.8
12.0
12.2
12.4
12.6
0.40
0.70
0.90
1.00
1.00
1.00
0.90
0.90
1.00
1.00
0.90
1.00
1.00
1.00
1.00
1.00
1.00
1.20
1.20
1.20
1.20
1.20
1.30
1.30
1.30
0.50
0.70
0.80
0.90
0.90
0.90
1.00
1.00
1.00
1.00
1.00
1.00
1.00
1.00
1.00
1.00
1.20
1.20
1.20
1.20
1.30
1.30
1.30
1.30
1.30
UMUR
Bulan
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
Sumber: Baku Antropometri WHO NCHS (Z-Skor)
ANAK PEREMPUAN
Median
SD
SD
Low
Upp
3.2
4.0
4.7
5.4
6.0
6.7
7.2
7.7
8.2
8.6
8.6
9.2
9.5
9.8
10.0
10.2
10.4
10.6
10.8
11.0
11.2
11.4
11.5
11.7
11.9
0.50
0.60
0.70
0.70
0.70
0.70
0.90
0.90
0.90
1.00
1.00
1.00
1.00
1.00
1.00
1.00
1.00
1.00
1.00
1.20
1.20
1.20
1.20
1.20
1.20
0.40
0.50
0.70
0.80
0.90
0.80
0.90
1.00
0.90
1.00
1.00
1.00
1.00
1.00
1.00
1.00
1.00
1.20
1.20
1.20
1.20
1.20
1.30
1.30
1.30
63
Lampiran 5. Contoh hasil Recall makanan 24 jam
Hari : Selasa
Tanggal : 13 Desember 2011
No
Waktu makan
Jenis
makanan
URT
Berat (gram)
1
Makan pagi
Nasi
Telur dadar
Pepaya
Biscuit
Nasi
Tahu goreng
Tempe goreng
Bayam
Mujair
Bakwan
Nasi
Telur dadar
Susu kental
manis
½ gls
1btr
1bh sedang
5bh
½ gls
1ptg
1ptg
¼ gls
1ptg sdg
1bh
½ gls
1btr
1gls
35
37.5
100
50
35
25
25
25
50
40
35
37.5
200
Selingan
2
Makan siang
3
Selingan
Makan malam
64
Lampiran 6. Uji Chi square untuk menentukan hubungan antara pemberian
imunisasi dan kedatangan ke Posyandu dengan status gizi
StatusGizi
Observed N
Expected N
Residual
Kurang/Buruk
13
30
-17
Baik
47
30
17
Total
60
Observed N
Expected N
Residual
lengkap
51
30
21
tidak lengkap
9
30
-21
Total
60
Imunisasi
Posyandu
Observed N
Expected N
Residual
rutin
44
30
13
tidak rutin
16
30
-13
Total
60
Test Statistics
Status Gizi
Chi-Square
df
Asymp. Sig.
20.082
a
imunisasi
posyandu
30.311
a
11.951
a
1
1
1
.000
.000
.001
a. 0 cells (,0%) have expected frequencies less than 5. The
minimum expected cell frequency is 30
65
Lampiran 7. Independen t-test imunisasi dan kedatangan posyandu antar
kelompok status gizi contoh
Group Statistics
imunisasi
posyandu
StatusGizi
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Baik
47
1.6923
.48038
.13323
Kurang/Buruk
13
1.0000
.00000
.00000
Baik
47
1.6923
.48038
.13323
Kurang/Buruk
13
1.1667
.37662
.05436
Independent Samples Test
Levene's Test
for Equality of
Variances
F
imunisasi Equal variances assumed
267.415
Sig.
Equal variances not assumed
3.933
t
.000 10.221
Equal variances not assumed
posyandu Equal variances assumed
t-test for Equality of Means
.052
df
Sig. (2-tailed)
59
.000
5.196 12.000
.000
4.204
59
.000
3.653 16.213
.002
66
Lampiran 8. Independen t-test pola asuh gizi antar status gizi contoh
Group statistic
StatusGizi
Prelaktal
Kolostrum
MPASI
ASI
Penyapihan
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Baik
47
1.6923
.48038
.13323
Kurang/Buruk
13
1.8750
.33422
.04824
Baik
47
2.0000
.00000
.00000
Kurang/Buruk
13
1.7917
.41041
.05924
Baik
47
2.9231
.27735
.07692
Kurang/Buruk
13
2.0833
.70961
.10242
Baik
47
2.0000
.00000
.00000
Kurang/Buruk
13
1.8958
.30871
.04456
Baik
47
2.0000
.00000
.00000
Kurang/Buruk
13
1.7917
.41041
.05924
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality
of Variances
F
Prelaktal
Equal variances assumed
t-test for Equality of Means
Sig.
7.712
t
.007
Equal variances not assumed
Kolostrum
Equal variances assumed
24.378
.000
Equal variances not assumed
MPASI
Equal variances assumed
8.779
.004
Equal variances not assumed
ASI
Equal variances assumed
7.489
.008
Equal variances not assumed
Penyapihan Equal variances assumed
Equal variances not assumed
24.378
.000
df
Sig. (2-tailed)
-1.585
59
.118
-1.289
15.285
.216
1.819
59
.074
3.517
47.000
.001
4.160
59
.000
6.556
51.188
.000
1.209
59
.231
2.338
47.000
.024
1.819
59
.074
3.517
47.000
.001
67
Lampiran 9. Independen t-test morbiditas antar status gizi contoh
Group Statistics
StatusGizi
Morbiditas
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Baik
47
1.3077
.63043
.17485
Kurang/Buruk
13
2.1957
.77802
.11471
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
Sig. (2-
F
Morbiditas Equal variances assumed
Equal variances not assumed
2.401
Sig.
.127
t
df
tailed)
-3.772
57
.000
-4.246
23.398
.000
68
Lampiran 10. Independen t-test karakteristik contoh dan sosial ekonomi keluarga
antar status gizi contoh
Umur contoh
Group Statistics
status
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Baik
47
14.13
6.237
.910
Kurang/buruk
13
12.62
7.400
2.052
Umur
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances
Umur
Equal variances assumed
t-test for Equality of Means
F
Sig.
t
df
Sig. (2tailed)
.768
.384
.743
58
.460
.674
17.008
.510
Equal variances not assumed
Umur Ibu
Group Statistics
Umur ibu
status
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Baik
47
27.11
2.598
.379
Kurang/buruk
13
26.31
1.601
.444
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
Umur ibu
Equal variances assumed
F
Sig.
t
df
Sig. (2tailed)
3.714
.059
1.051
58
.298
1.368
31.481
.181
Equal variances not assumed
Pendapatan
Group Statistics
pendapatan
status
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Baik
47
5.68E5
156186.041
22782.076
Kurang/buruk
13
5.54E5
154733.021
42915.218
69
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances
pendapatan
Equal variances assumed
t-test for Equality of Means
F
Sig.
t
df
Sig. (2tailed)
.952
.333
.291
58
.772
.293
19.316
.773
Equal variances not
assumed
Besar Keluarga
Group Statistics
Besar keluarga
status
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Baik l
47
4.55
.974
.142
Kurang/buruk
13
4.23
.599
.166
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances
Besar keluarga
Equal variances
assumed
Equal variances
not assumed
t-test for Equality of Means
F
Sig.
t
Df
Sig. (2-tailed)
4.280
.043
1.132
58
.262
1.475
31.547
.150
70
Lampiran 11. Kondisi lokasi penelitian
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Keterangan :
a). Akses menuju desa penelitian sebelum jembatan rusak
b). Akses menuju desa penelitian setelah jembatan rusak
c). Lokasi mandi RW 07 (Cikarai)
d). Lokasi mandi RW 08 ( Bengle)
e). Lokasi mandi RW 09 (Sukabetah)
f). Lokasi mencuci RW 07
71
Lampiran 11 (lanjutan)
(g)
(h)
(i)
(j)
(k)
(l)
Keterangan
g). Lokasi mencuci RW 08
h). Lokasi mencuci RW 09
i). Lokasi MCK RW 07
j). Lokasi MCK RW 08
k). Lokasi MCK RW 09
l). Lokasi pemukiman RW 07
72
Lampiran 11 (lanjutan)
(m
)
(o)
(q)
Keterangan
m). Lokasi pemukiman RW 08
n). Lokasi pemukiman RW 09
o). Lokasi pembuangan sampah RW 07
p). Lokasi pembuangan sampah RW 08
q). Lokasi pembuangan sampah RW 09
r) . Kegiatan Posyandu RW 07
(n)
(p)
(r)
73
Lampiran 12. Korelasi Rank Spearman status gizi dengan morbiditas
Mean
Std. Deviation
N
kolostrum
-.8333
.84706
60
prelaktal
60.5833
19.53987
60
ASI
65.3333
5.66484
60
MP ASI
49.6833
7.92869
60
Penyapihan
5.65005
1.546735
60
status gizi
Spearman's rho
kolostrum
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
prelaktal
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
ASI
.031
.310
60
60
-.405
1.000
.000
.
60
*
60
Sig. (2-tailed)
.031
.000
60
60
*
Correlation Coefficient
.310
Sig. (2-tailed)
.016
.529
**
.279
N
Penyapihan
-.133
Correlation Coefficient
N
MP ASI
morbiditas
0.4770
.400
**
.012
60
60
Correlation Coefficient
.006
.227
Sig. (2-tailed)
.0.01
.081
60
60
N
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
74
Tabel 13. Sebaran angka kecukupan energi dan protein
No.
Energi (kkal)
Protein (g)
TKE (%)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
696
644
609
653
908
609
644
609
679
944
920
679
968
944
932
661
920
644
908
968
920
883
932
908
956
944
895
871
908
932
522
859
679
968
644
895
871
635
908
847
920
944
435
661
479
566
787
487
920
787
956
16
16
14
15
17
14
15
14
16
18
17
16
18
18
18
15
17
15
17
18
17
17
18
17
18
18
17
17
17
18
12
16
16
18
15
17
17
15
17
16
17
18
10
15
11
11
15
11
17
15
18
80
74
77
75
75
77
74
77
78
78
76
78
80
78
77
76
76
74
75
80
76
73
77
75
79
78
74
72
75
77
60
71
78
80
74
74
72
73
75
70
76
78
50
76
55
65
65
56
76
65
79
75
Tabel 13.Sebaran kecukupan energi dan protein (Lanjutan)
No
52
53
54
55
56
57
58
59
60
Energi (kkal)
895
871
548
592
556
558
600
920
557
Protein (g)
17
17
13
13
13
14
16
17
13
TKE (%)
74
72
63
68
64
64
50
76
64
76
PENGETAHUAN GIZI IBU, POLA ASUH GIZI DAN STATUS GIZI BAYI
DI DESA BOJONG JENGKOL, KECAMATAN CIAMPEA,
KABUPATEN BOGOR
(Nutrition knowledge of mother, childcare practices and nutritional status of
infant in Rural Bojong Jengkol, Ciampea, Bogor)
Hellyta Haska 1, Lilik Kustiyah 2 , Clara M Kusharto 3
1
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), Institut Pertanian Bogor,
Bogor 16680 Email : [email protected]
2
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), Institut Pertanian Bogor,
Bogor 16680 Email : [email protected]
3
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), Institut Pertanian Bogor,
Bogor 16680 Email : [email protected]
ABSTRACT
The direct factors affecting infant’s nutritional status are energy and nutrients
intake, and infection. Factors affecting energy and nutrients intake are nutrition
knowledge of mother; childcare practices, included feeding and caring practices;
and morbidity. The aim of this study was to analyze association between mother’s
nutrition knowledge, feeding practices, and immunization with nutritional status
of infant. Design of this study was cross sectional. Samples of this study were 60
infants aged 2—24 which were selected purposively. Samples consist of
underweight and normal nutritional status (WAZ), The result showed that
mother’s nutrition knowledge was positively significant correlated with infant’s
nutritional status (r= 0.016 p<0.05). Furthermore, there were positively
significant correlation between feeding practices and immunization with infant’s
nutritional status( r= 0.031 p<0.05 and p< 0.01, respectively).
Key words : childcare, nutrition knowledge, nutritional status
ABSTRAK
Faktor yang secara langsung memengaruhi status gizi bayi adalah asupan energi
dan zat gizi serta infeksi. Adapun faktor yang memengaruhi asupan energi dan zat
gizi adalah pengetahuan gizi ibu, pola asuh (praktek pemberian makan dan
praktek pengasuhan) dan morbiditas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menganalisis hubungan antara pengetahuan gizi ibu, praktek pemberian makan
dan imunisasi dengan status gizi bayi. Desain penelitian yang digunakan adalah
cross sectional. Subjek yang digunakan adalah bayi berumur 2—24 bulan yang
dipilh secara purposive dan dibedakan menjadi status gizi baik dan kurang/buruk
(BB/U). Hasil uji menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif nyata (r= 0.016
p<0.05) antara pengetahuan gizi ibu dengan status gizi bayi. Selain itu, praktek
77
pemberian makan dan imunisasi juga menunjukkan hubungan positif nyata (r=
0.031 p<0.05 dan p< 0.01,) dengan status gizi bayi.
Kata kunci : pola asuh, pengetahuan gizi, status gizi
PENDAHULUAN
Praktek pengasuhan yang memadai sangat penting tidak hanya bagi daya
tahan anak tetapi juga mengoptimalkan perkembangan fisik dan mental anak serta
baiknya kondisi kesehatan anak. Pengasuhan juga memberikan kontribusi bagi
kesejahteraan dan kebahagiaan serta kualitas hidup yang baik bagi anak secara
keseluruhan. Sebaliknya jika pengasuhan anak kurang memadai, terutama
keterjaminan makanan dan kesehatan anak, bisa menjadi salah satu faktor yang
menghantarkan anak menderita kurang gizi.
Menurut BPS Bogor tahun 2010 jumlah balita (termasuk bayi) sebanyak
83109 jiwa. Menurut data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bogor Mei 2010
ada 314 balita yang mengalami gizi buruk dengan kasus lama sebanyak 181 dan
baru sebanyak 133. Yang tercatat per Juni 2010, ditemukan 147 balita yang
mengalami gizi buruk. Selama kurun waktu enam bulan di 2010, ada sekitar 9
balita meninggal karena gizi buruk. Di Kabupaten Bogor, angka balita penderita
gizi buruk terbanyak dijumpai di Kecamatan Citeureup sebanyak 11 balita,
Kecamatan Ciampea, Tanjungsari, dan Cibungbulang masing-masing 10 balita,
dan Ciomas 9 balita (Setyawan 2010).
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui pengetahuan
gizi ibu, pola asuh, dan status gizi bayi di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan
Ciampea, Kabupaten Bogor.
Tujuan umum penelitian mengkaji pengetahuan gizi ibu, pola asuh dan
status gizi bayi di Desa Bojong Jengkol Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.
Tujuan khusus 1).Mengkaji karakteristik contoh dan sosial ekonomi keluarga
2).Mengkaji status gizi contoh 3).Mengkaji Pengetahuan gizi dan kesehatan ibu
4).Mengkaji pola asuh gizi ( praktek pemberian kolostrum, makanan/minuman
prelaktal, ASI, MP ASI dan penyapihan) 5). Mengakaji pola asuh kesehatan (
pemberian imunisasi penimbangan di Posyandu dan perilaku hidup bersih dan
sehat) 6). Menganalisis hubungan antara pengetahuan gizi ibu, pola asuh dengan
78
status gizi contoh 7). Menganalisis hubungan antara imunisasi dan kedatangan
posyandu dengan morbiditas dan status gizi contoh.
METODE
Desain, Tempat dan Waktu
Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Penelitian dilakukan di
Desa Bojong Jengkol yang berada di wilayah kerja Puskesmas Pasir Ciampea.
Penelitian dilakukan pada Desember 2011— Januari 2012.
Cara dan Jumlah Pengambilan Subjek
Pemilihan Puskesmas Pasir
dilakukan secara purposive atau dengan
beberapa pertimbangan diantaranya bahwa Kecamatan Ciampea termasuk
kedalam Kecamatan di Kabupaten Bogor yang memiliki kasus gizi buruk dan
juga ditemukan banyak kasus gizi kurang. Subjek adalah bayi yang berumur
2—24 bulan yang datang ke Posyandu dan memenuhi kriteria inklusi. Kriteria
inklusi meliputi: 1). Bayi umur 0—24 bulan yang mempunyai KMS dengan
catatan hasil
penimbangan lengkap minimal 3 bulan terakhir sampai
dilaksanakannya penelitian. 2). Bayi diasuh oleh ibunya
3). Bayi lahir
normal/tidak prematur. 4) Bayi dalam keadaan sehat/ tidak menderita penyakit
infeksi berat (batuk rejan, gangguan paru-paru, campak, polio) saat penelitian 5).
Bersedia berpatisipasi. Jumlah subjek yang diambil yaitu 60 orang bayi.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer yang
dikumpulkan meliputi karakteristik subjek, karakteristik sosial ekonomi keluarga,
perilaku hidup bersih dan sehat, pengetahuan gizi ibu, pola asuh gizi dan
kesehatan serta asupan energi dan protein. Data karakteristik subjek yang
dikumpulkan meliputi nama, tanggal lahir, proses kelahiran, proses persalinan,
umur, jenis kelamin, berat lahir, berat aktual, panjang badan. Data karakteristik
sosial ekonomi keluarga yang dikumpulkan meliputi: umur ibu,tingkat pendidikan
orangtua, pekerjaan ayah, pendapatan perkapita, besar keluarga.
79
Data perilaku hidup bersih dan sehat yang dikumpulkan meliputi:
kebersihan diri, sarana MCK, air bersih, sampah dan ventilasi rumah. Data pola
asuh gizi yang akan dkumpulkan meliputi : praktek pemberian kolostrum, praktek
pemberian makanan atau minuman prelaktal, praktek pemberian ASI, praktek
pemberian MP ASI, dan praktek penyapihan. Data asupan energi dan protein yang
dikumpulkan meliputi jenis dan jumlah makanan selama 2×24 jam melalui recall
makanan. Data sekunder yang dikumpulkan berupa keadaan umum Posyandu di
wilayah Ciampea.
Pengolahan dan Analisis Data
Proses pengolahan data meliputi coding, entry dan editing. Data yang
terkumpul ditabulasi, diolah dan dianalisis secara deskriptif dan inferensia.
Analisis statistik yang digunakan adalah korelasi Rank Spearman digunakan
untuk menguji hubungan antar variabel. Uji chi square untuk menguji hubungan
antara kedatangan ke posyandu, imunisasi dengan status gizi dan morbiditas. Uji t
dengan menggunakan Independent T test digunakan untuk mengetahui perbedaan
praktek pola asuh gizi bayi status gizi kurang/buruk dengan status gizi normal.
Program komputer yang digunakan adalah Microsoft Excel 2007 dan SPSS versi
16.0 for windows.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi
Lokasi penelitian adalah Desa Bojong Jengkol yang merupakan salah satu
desa di wilayah Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, dengan luas wilayah 212
Ha. Penelitian dilakukan di tiga RW yaitu RW 7 (Cikirai), RW 8 (Bengle), dan
RW 9 (Sukabetah).
Puskesmas Pasir terletak di Kampung Pasir Oray Desa Cinangka
mempunyai wilayah kerja yang mencakup tiga desa yaitu Bojong Jengkol,
Cinangka dan Tegal Waru. Desa Bojong Jengkol memiliki 9 RW. Masing-masing
RW memiliki 1 Posyandu kecuali RW 8 dan 9 digabung menjadi 1 Posyandu,
sehingga total ada 8 Posyandu di wilayah tersebut. Keseluruhan jumlah kader
adalah 30 orang dengan jumlah kader perposyandu yaitu 3—4 orang. Menurut
data pencatatan yang ada di Posyandu jumlah balita di Desa Bojong Jengkol
80
adalah 980 orang dengan 90% balita berstatus gizi baik dan 10% berstatus gizi
kurang/buruk.
Karakteristik Subjek dan Sosial Ekonomi Keluarga
Karakteristik subjek yang diamati meliputi umur, jenis kelamin, proses
kelahiran dan proses persalinan. Data sosial ekonomi yang diamati meliputi umur
ibu, pendidikan orangtua, pekerjaan, besar penghasilan dan besar keluarga.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar subjek (31.7%)
berumur 13—18 bulan, berjenis kelamin perempuan (51.7%) dengan proses
kelahiran normal (100%), dan proses persalinan sebagian besar (83.3%) dibantu
oleh paraji.
Lebih dari separuh ibu subjek berumur 20—40 tahun (78.3%). Rata-rata
contoh tergolong keluarga miskin, pendidikan orangtua sebagian besar SD.
Pekerjaan sebagai petani penggarap dan berpenghasilan rendah. Sebagian besar
(46.7%) pendapatan perkapita adalah Rp 95 000 — Rp 121 866 dengan besar
keluarga ≤ 4 orang.
Status Gizi Subjek
Status gizi subjek diperoleh dengan penimbangan berat badan kemudian
dihitung dengan Z skor terhadap baku antropometri WHO NCHS. Status gizi
subjek berdasarkan hasil penelitian yang dihitung dengan Z skor BB/U. Jumlah
subjek dengan status gizi baik yaitu 47 orang dan status gizi kurang/buruk adalah
13 orang.
Status gizi subjek berdasarkan kategori umur contoh adalah pada umur
0—6 bulan yaitu baik (23.4%) namun juga ditemukan status gizi kurang/buruk
(7.7%), kemudian pada usia 7—12 bulan (23%) subjek berstatus gizi
kurang/buruk dan (19.1%) berstatus gizi baik. Demikian pula pada umur 13-18
bulan sebagian besar subjek (46.3%) berstatus gizi kurang/buruk dan sisanya
(27.7%) berstatus gizi baik. Pada umur subjek 19-24 bulan status gizi subjek
lebih banyak adalah baik (29.8%). Subjek yang berstatus gizi kurang/ buruk lebih
banyak adalah laki-laki 53.8%.
Pengetahuan Gizi Ibu
Pendidikan ibu sangat erat kaitannya dengan kesehatan anak, baik diukur
dari status gizi ataupun kematian bayi dan anak. Diana (2006) karakteristik ibu
tidak memengaruhi terhadap pola asuh ibu,tetapi pengetahuan gizi ibu lebih
81
memengaruhi status gizi. Pengetahuan gizi ibu subjek dikategorikan menjadi tiga
yaitu baik, sedang dan kurang. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa
pengetahuan gizi sebagian besar ibu subjek (83.3%) adalah kategori kurang pada
subjek dengan status gizi kurang/buruk demikian juga pada kelompok status gizi
baik.
Pengetahuan orang tentang gizi dapat berbeda-beda sekalipun hidup dalam
masyarakat yang sama. Perbedaan ini dapat terjadi karena perbedaan proses
sosialisasi yang dialami seseorang baik dalam keluarga maupun lingkungan
lainnya seperti teman bermain, dan sumber bacaan. Sejalan dengan hasil
penelitian Sharif et al. (2008) menyatakan bahwa pengetahuan gizi yang baik
dapat meningkatkan kesehatan dan memberikan kebiasaan makan yang sehat.
Pola Asuh Gizi
Setelah bayi lahir umumnya langsung diberikan madu atau air tajin
(83.3%) dan tidak diberikan kolostrum. Hampir seluruh ibu (96.7%) menyatakan
bahwa mereka langsung memberikan madu terlebih dahulu kepada bayi mereka
sebelum diberi ASI. Sebagian besar ibu tidak memberikan ASI secara eksklusif
(91.7%).
Afifah (2007) menyatakan bahwa kegagalan praktik ASI eksklusif adalah
disebabkan oleh kurangnya pengetahuan ibu tentang manfaat ASI eksklusif,
motivasi pemberian ASI eksklusif dan Kampanye ASI eksklusif yang kurang
optimal.
Praktek pemberian ASI dan MP ASI adalah lebih baik pada subjek dengan
status gizi baik daripada status gizi kurang/buruk. Sebanyak 78.3% subjek sudah
tidak diberikan ASI lag. Lativah (2010) menyatakan bahwa hal yang
memengaruhi lama pemberian ASI adalah pengetahuan ibu namun, lama
pemberian ASI tidak memengaruhi perkembangan sosio emosi anak.
Asupan Energi dan Protein
Data asupan energi dan protein diperoleh dari recall makanan 2x 24 jam.
Adapun cara perhitungan tingkat kecukupan energi (TKE) diperoleh dari total
asupan (hasil recall) dibandingkan dengan angka kecukupan energi (AKE)
dikalikan seratus persen.
Secara umum sebagian besar TKE subjek (46.7%) dalam kategori defisit
tingkat sedang dengan nilai TKE berkisar antara 70%—79%. Rata-rata asupan
82
energi dan protein yaitu 625 Kal dan 14.5 g. Pada subjek dengan status gizi baik
terdapat 44.6% subjek dengan TKE kategori defisit tingkat sedang dan 12.8%
subjek kategori normal dan tidak ada subjek dengan TKE kategori defisit tingkat
berat. Pada subjek dengan status gizi kurang/buruk terdapat 61.5% subjek dengan
kategori TKE defisit tingkat sedang, 7.7% subjek kategori defisit tingkat berat dan
tidak ada subjek dengan kategori TKE kategori normal.
Pada subjek dengan status gizi baik terdapat 40.4% subjek dengan TKP
kategori defisit tingkat sedang dan 12.8% subjek kategori normal dan tidak ada
subjek dengan TKP kategori defisit tingkat berat. Pada subjek dengan status gizi
kurang/buruk terdapat 46.2% subjek dengan kategori TKP defisit tingkat sedang,
7.7% subjek kategori defisit tingkat berat dan tidak ada subjek dengan TKE
kategori normal.
Hasil penelitian Tumirah (2010) menyatakan bahwa tidak ada hubungan
antara asupan energi dengan status gizi anak karena bayak faktor yang
memengarui status gizi antara lain kesediaan pangan, mutu pangan, cara
pengolahan, pola asuh anak.
Pola Asuh Kesehatan
Anak merupakan kelompok penduduk yang paling rentan terhadap
gangguan kesehatan dan gizi. Pemberian makan, status kesehatan ibu, status
kesehatan saat lahir dan pelayanan kesehatan merupakan faktor penting dalam
peningkatan kesehatan dan status gizi anak. Gangguan terhadap faktor-faktor ini
akan diikuti pula dengan gangguan terhadap kesehatan dan gizi anak (Hastuti
2010).
Pola asuh kesehatan dalam penelitian ini meliputi praktek pemberian
imunisasi, rutinitas datang ke Posyandu dan pola hidup bersih dan sehat.
Pemberian imunisasi umumnya dilakukan di Posyandu. Hal ini sejalan
dengan data kunjungan ke Posyandu, yaitu pada kelompok subjek dengan status
gizi baik dan kurang/buruk yang rutin datang ke Posyandu masing-masing adalah
sebanyak 85.1% dan 30.8%.
Penimbangan berat badan bertujuan untuk memantau pertumbuhan anak.
Subjek dengan status gizi baik setiap kali penimbangan berat badan naik (85.1%)
dan contoh dengan status gizi kurang/buruk kebanyakan turun (46.2%).
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
83
Mengenai penjagaan kebersihan anggota tubuh, para ibu mengemukakan
bahwa anaknya terbiasa mandi dua kali dalam sehari (100%), menggunakan sabun
mandi dan handuk pengering tubuh. Hygiene diri yang dilakukan ibu dalam
memberikan makan pada bayi diantaranya semua ibu menyuapi anaknya dengan
sendok (100%). Namun, banyak (38.3%) ibu-ibu yang tidak mencuci tangan
sebelum dan setelah beraktifitas sebelum menyuapi anak mereka. Bahan yang
digunakan untuk menyajikan makanan sebagian besar terbuat dari melamin
(26.7%) kaca (48.3%) dan (25%) plastik. Sumber air yang digunakan untuk air
minum adalah air sumur (85%), karena belum tersedia sarana air PDAM.
Semua keluarga subjek terbiasa membuang sampah di sungai atau
pinggiran jalan menuju sungai (100%). Hal ini menurut mereka dilakukan sambil
pergi mandi atau mencuci pakaian ke sungai.
Kondisi rumah juga menentukan kondisi kesehatan penghuninya. Sebagian
besar rumah keluarga subjek terbuat dari setengah batu (batu dan bilik dibagian
dindingnya (76.7%), dan (23.3%) terbuat dari batu dengan (100%) lantai rumah
semen. Atap rumah terbuat dari seng (60%) dan genteng (40%) setiap rumah
sudah dilengkapi dengan ventilasi (100 %) sehingga udara dapat masuk dan keluar
rumah. Salah satu polusi udara yang paling berpengaruh adalah asap rokok.
Seluruh keluarga subjek (100%) ayah merupakan perokok aktif. Asap rokok yang
ditimbulkan dapat merugikan tidak hanya bagi perokok namun juga bagi non
perokok yang menghirup asap rokok.
Morbiditas
Berdasarkan perhitungan morbiditas (rata-rata hari sakit per bulan)
terdapat 16.7% dengan angka morbiditas tinggi (>8 hari), 56.7% dengan
mobiditas sedang (4—7 hari), dan 26.6% dengan morbiditas rendah (<4 hari).
Hasil uji independent t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata
(p<0.05) morbiditas antara contoh dengan status gizi baik (rata-rata hari sakit
perbulan adalah <4 hari) dengan status gizi kurang/buruk. Pada contoh dengan
status gizi baik morbiditasnya lebih baik daripada status gizi kurang/buruk (ratarata hari sakit per bulan adalah 5—7 hari).
Hubungan antar Variabel
Hubungan pengetahuan gizi ibu dengan status gizi
84
Hasil uji menunjukkan bahwa ada hubungan positif nyata (r=0.016
p<0.05) antara pengetahuan gizi ibu dengan status gizi subjek. Hal ini berarti
bahwa semakin tinggi pengetahuan gizi ibu maka akan semakin baik pula status
gizi subjek.
Martianto et al. (2008) Ibu dengan pendidikan dan pengetahuan yang
rendah biasanya memiliki rasa percaya diri yang kurang dan memiliki akses
terbatas untuk berpartisipasi pada pelayanan kesehatan dan gizi seperti Posyandu,
Bina Keluarga Balita dan Puskesmas. Oleh karena itu mereka memiliki resiko
yang lebih tinggi untuk memiliki anak yang kurang gizi.
Madanijah (2007) menyatakan bahwa semakin rendah tingkat kehadiran
partisipasi ibu di Posyandu maka akan semakin besar kemungkinan anaknya
memiliki status gizi kurang baik.
Hubungan Pola Asuh Gizi dengan Status Gizi
Hasil
uji
menunjukkan
bahwa
ada
hubungan
positif
nyata
(r=0.031 p <0.05) antara pola asuh gizi dengan status gizi subjek. Hal ini berarti
semakin baik pola asuh gizi maka akan semakin baik pula status gizi subjek.
Ada hubungan positif antara pola asuh yang dilakukan orang tua terhadap
status gizi anaknya. Tercakup di dalam pola asuh ini adalah pola asuh makan
maupun pola asuh dalam perawatan anak. Makna hubungan ini adalah :
pentingnya orangtua memberikan pola asuh yang baik kepada anaknya agar
asupan gizi menjadi lebih baik dan dampaknya adalah anak semakin baik status
gizinya (Khomsan 2010). Sejalan dengan itu, Maas (2004) menyatakan bahwa
salah satu faktor yang dapat memengaruhi kondisi kesehatan bayi adalah makanan
yang diberikan baik dari segi kualitas dan kuantitas makanan yang diberikan.
Penelitian Mashitah (2005) juga menyatakan bahwa pemberian makan
anak secara langsung berhubungan dengan baik buruknya status gizi
anak.Berdasarkan uji independent t-test terdapat perbedaan nyata pola asuh gizi
(p< 0.05) antara subjek dengan status gizi baik dengan subjek status gizi
kurang/buruk. Hal ini berarti bahwa pola asuh gizi pada subjek dengan status gizi
baik adalah nyata lebih baik daripada subjek dengan status gizi kurang/buruk
Hubungan imunisasi dan kedatangan ke posyandu dengan morbiditas dan status
gizi
85
Hasil uji chi square menunjukkan bahwa ada hubungan yang nyata antara
imunisasi yang diperoleh oleh subjek dengan mobiditas dan status gizi subjek. Hal
ini berarti berarti bahwa semakin baik (lengkap) imunisasi yang di dapat oleh
subjek maka morbiditas subjek akan semakin rendah dan akan semakin baik pula
status gizi subjek. Kedatangan ke Posyandu yang rutin juga menunjukan ada
hubungan yang nyata dengan morbiditas dan status gizi (p<0.05). Hal ini
mengindikasikan bahwa jika subjek lebih rutin dibawa ke Posyandu maka
morbiditas subjek akan semakin rendah dan status gizi subjek akan semakin baik.
Berdasakan uji independent t-test terdapat perbedaan yang nyata
kedatangan ke Posyandu dan imunisasi (p<0.05) antara subjek status gizi baik
dengan subjek status gizi kurang/buruk. Hal ini menunjukkan bahwa subjek
dengan status gizi baik adalah nyata lebih rutin datang ke Posyandu dan lebih
lengkap imunisasinya daripada contoh dengan status gizi kurang/buruk.
KESIMPULAN
Sebagian besar subjek (31.7%) berumur 13—18 bulan, berjenis kelamin
perempuan (51.7%) dengan proses kelahiran normal (100%), dan proses
persalinan sebagian besar (83.3%) dibantu oleh paraji. Lebih dari separuh ibu
subjek berumur 20—40 tahun (78.3%). Rata-rata subjek tergolong keluarga
miskin, pendidikan orangtua sebagian besar SD, pekerjaan sebagai petani
penggarap dan berpenghasilan rendah. Sebagian besar ibu contoh (83.3%).
memiliki pengetahuan gizi dengan kategori kurang.
Setelah bayi lahir umumnya langsung diberikan madu atau air tajin
(83.3%) dan tidak diberikan kolostrum. Hampir seluruh ibu subjek (96.7%)
menyatakan bahwa mereka langsung memberikan madu terlebih dahulu kepada
bayi mereka sebelum diberi ASI. Sebagian besar ibu tidak memberikan ASI
secara eksklusif (91.7%). Praktek pemberian ASI dan MP ASI adalah lebih baik
pada subjek dengan status gizi baik daripada status gizi kurang/buruk.
Semakin baik pengetahuan gizi ibu, maka semakin baik pula status gizi
bayi. Semakin baik pola asuh gizi, maka semakin rendah morbiditas dan semakin
baik status gizi bayi. Selain itu, semakin lengkap imunisasi dan rutin datang ke
Posyandu, maka semakin rendah morbiditas dan semakin baik status gizi bayi.
Penempatan petugas kesehatan selain memberi pelayanan kesehatan pada
masyarakat juga berfungsi sebagai agen peubah maka pengetahuan dan
86
kemampuan berkomunikasi dari petugas kesehatan sangat diperlukan disamping
kemampuan dan ketrampilan memberi pelayanan kesehatan.
Ibu sebagai pengatur keuangan hendaknya dapat mengalokasikan
pendapatan keluarganya untuk memenuhi kebutuhan pangan dengan baik karena
besarnya pengeluaran untuk pangan sangat memengaruhi status gizi anak.
Hendaknya ibu dapat rutin datang ke Posyandu agar jika ada masalah gizi pada
bayi segera dapat diatasi. Hal ini terjadi karena di Posyandu selain dilakukan
penimbangang (pemantauan berat badan), juga dilakukan pelayanan imunisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Amin AM. Sudargo Toto. Gunawan. 2004. Hubungan Pola asuh dan Asupan
Gizi terhadap Status Gizi Anak Umur 6-24 Bulan di Kelurahan Megampang,
Kecamatan Barru, Kabupaten Barru. Jurnal Sains dan Kesehatan hal 483491.Yogyakarta: UGM
Afifah DN. 2007. Faktor yang Beperan dalam Kegagalan Praktik Pemberian ASI
Ekslusif (Kecamatan Tembalang, Kabupaten Semarang 2007). Jurnal hal 119. Jakarta.
Diana FM. 2006. Hubungan Pola ASuh dengan Status Gizi Anak Batita di
Kecamatan Kuranji, Kelurahan Pasar Ambacang Kota Padang Tahun 2004.
Jurnal Kesehatan Masyarakat hal 18-24. Padang: Unand.
Hastuti D, Sebho K, Lamwuran. 2010. Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi
Rumah Tangga dengan Pemenuhan Hak Anak di Wilayah Dampingan Plan
Internasional Indonesia Program Unit Sikka, Nusa Tenggara Timur. Jurnal
Ilmu keluarga dan konsumen hal 154-163. Bogor: FEMA IPB.
Khomsan A. 2010. Pengaruh Pola Asuh Terhadap Status Gizi Anak. Jakarta:
Lintas Café.
Latifah Eva, Hastuti Dwi, Melly Latifah. 2010. Pengaruh Pemberian ASI dan
Psikososial Terhadap Perkembangan Sosial Emosi Anak pada Keluarga Ibu
Bekerja dan Tidak bekerja. Jurnal Ilm. Kel & Kons hal 34-45. Bogor : IPB.
Madanijah S , Triana N. 2007. Hubungan Antara Status Gizi Masa Lalu dan
Partisipasi Ibu di Posyandu dengan Kejadian Tuberkolosis pada Murid
Taman Kanak-kanak. Jurnal Gizi Pangan hal 29-41.Bogor : FEMA IPB.
Mashitah T, Soekirman dan Martianto. 2005. Hubungan Pola Asuh Makan dan
Kesehatan dengan Status Gizi Anak Batita di Desa Mulya Harja. Jurnal hal
29-39. Bogor: Media Gizi dan Keluarga.
Martianto et al. 2008. Analisis Situasi Ketahanan Pangan dan Gizi dan Program
untuk Memperkuat Ketahanan Pangan dan Memperbaiki Status Gizi Anak di
87
Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Bogor :
kerjasama FEMA. IPB dan PLAN Indonesia.
Maas T L .2004. Persepsi Budaya dan Dampak Kesehatannya. Jurnal Kesehatan
Ibu dan Anak hal 1-6. Medan : USU.
Setyawan D. 2010. Sembilan Balita Di Kota Bogor Meninggal Karena Gizi
Buruk.(http://www.republika.co.id/berita/breakingnews/metropolitan/10/07/0
2/122759-sembilan-balita-meninggal-karena-gizi-buruk-di-bogor.
Sharif et al. 2008. Nutrition Education Intervention Improves Nutrition
Knowledge Attitude and Practices of Primary School Children :A pilot Study.
International Journal of Health Education. 119-132. Malaysia : Universty
Putra Malaysia.
Tumirah, Sriani, Sherly Jeniawati. 2010. Hubungan Antara Konsumsi
Makan Sumber Energi dengan Status Gizi. Jurnal Penelitian Kesehatan
Suara Forikes hal 223-227 .Surabaya: Poltekes Surabaya
Download