HUBUNGAN ASUPAN MULTIVITAMIN DAN SINDROM PRAMENSTRUASI PADA MAHASISWI GIZI FKM UI Nur Setiawati Rahayu dan Debby Endayani Safitri Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Email: [email protected] ABSTRAK Sindrom pramenstruasi (PMS) dapat sangat mengganggu aktivitas serta produktivitas harian dan diketahui terjadi pada 90% Mahasiswi Gizi FKM UI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan asupan berbagai vitamin dengan kejadian PMS pada Mahasisiwi Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Desain studi dalam penelitian ini adalah cross sectional dan teknik sampling yang digunakan adalah sensus, sehingga responden dari penelitian ini adalah seluruh mahasiswi yang terdaftar di program studi gizi dari angkatan 2011–2013. Dari penelitian ini, dapat dilihat bahwa sebagian besar Mahasiswi Gizi FKM UI mengalami defisiensi zat gizi mikro, sedangkan hasil uji hubungan antara asupan zat gizi dengan sindrom pramenstruasi menyatakan beberapa asupan zat gizi memiliki hasil yang signifikan dengan PMS yaitu Vitamin A (p = 0,014), Vitamin B 1 (p = 0,000), Vitamin B 2 (p = 0,002), dan Vitamin B6 (p = 0,000). Zat gizi yang paling dominan berhubungan dengan PMS adalah Vitamin B 1 , mahasiswi yang memiliki asupan Vitamin B 1 yang cukup memiliki risiko 61,80 kali lebih kecil mengalami PMS dibandingkan dengan mahasiswi yang mengalami defisiensi. Kata kunci: Sindrom pramenstruasi, asupan zat gizi, Vitamin B 1 ABSTRACT Premenstrual syndrome could be annoyed and decreased productivity and it’s experienced by 90% students of Nutrition Department of University of Indonesia. Design study in this research used cross sectional with sampling technique used was the census, so the respondents of this study were all female students enrolled in the course nutrition of force from 2011 to 2013. It can be seen that most of the FKM UI student Nutritional deficiency of micronutrients, while the test results the relationship between nutrient intake with premenstrual syndrome revealed some nutrient intake had significant results with premenstrual syndrome, namely, Vitamin A (p = 0,014), Vitamin B 1 (p = 0,000), Vitamin B 2 (p = 0,002), Vitamin B 6 (p = 0,000). As for the nutrient intake of the most dominant influence of premenstrual syndrome was Vitamin B 1 , a student who had a sufficient intake of Vitamin B 1 has a 61,80 times lower risk of experienced premenstrual syndrome compared with students who were deficient. Keywords: Premenstrual syndrome, Nutrient intake, Vitamin B 1 Volume 1, Nomor 1, Januari─Juni 2016 1 Universitas PENDAHULUAN Sindrom (FKM UI). Penelitian dilaksanakan pada Mei 2014 pramenstruasi atau di Kota Depok. Desain penelitian yang Pre-Menstrual Syndrome (PMS) dapat digunakan sangat mengganggu aktivitas serta Teknik pengambilan sampel dalam produktivitas harian (Balaha, 2010) penelitian ini adalah sensus sehingga dan sampel diketahui terjadi pada 90% cross adalah merupakan sectional. sampel jenuh. Mahasiswi Gizi FKM UI. Gejala yang Sampel jenuh adalah teknik penentuan sering timbul antara lain sakit kepala, sampel dengan menggunakan seluruh mual, kembung, kelelahan, nyeri pada anggota populasi sebagai payudara, mood swing, depresi, dan dengan tujuan ingin peningkatan selera makan (Isaacs, generalisasi dengan kesalahan yang 2007). PMS dapat terjadi akibat adanya sangat kecil. Data primer diambil dari defisiensi hormon progesteron (Wyatt hasil pengisian kuesioner Shortened et vitamin Pramenstrual Assesment Form (SPAF) bagi yang diadaptasi dari penelitian yang penderita PMS. Pada kasus PMS, dilakukan oleh Allen (1991) untuk defisiensi memunculkan mendapatkan data tentang gambaran berbagai dampak, seperti defisiensi sindrom pramenstruasi dan food recall Vitamin 2 24 jam untuk mengukur asupan al. 2001). Berbagai diperkirakan bermanfaat vitamin C yang menyebabkan perasaan depresi dan mudah lelah (Gupta, Tiwari, sedangkan & Haria, defisiensi 2014) vitamin B6 menimbulkan insomnia dan emosi tidak stabil Penelitian mengetahui ini (Almatsier, 2004). bertujuan untuk hubungan asupan berbagai vitamin dengan kejadian PMS pada Mahasisiwi Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas vitamin. Metode sampel, membuat analisis yang digunakan adalah analisis univariat untuk melihat bivariat untuk gambaran, melihat analisis hubungan dengan menggunakan chi-square, dan analisis multivariat untuk melihat faktor yang paling dominan dengan menggunakan uji regresi logistik berganda. Indonesia. HASIL SUBJEK DAN METODE Gambaran Sindrom Pramenstruasi Subjek Dalam penelitian ini adalah 156 mahasiswi Departemen Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat 2 Indonesia PMS Mahasiswi diderita oleh Gizi FKM UI 85,9% dengan tingkat ringan, sedang, dan parah. Volume 1, Nomor 1, Januari─Juni 2016 Penentuan PMS adalah dengan Pramenstrual Assessment Form (SPAF) menjumlahkan skor SPAF, dengan yang ketentuan Terdapat responden yang berisi sepuluh 17,6% PMS. mahasiswi yang tingkat berat. mendapatkan skor lebih dari sama mengalami dengan 30 atau mengalami 5 gejala Sedangkan proporsi mahasiswi yang dengan skala lebih dari 1 didefinisikan mengalami PMS tingkat sedang dan mengalami PMS, sedangkan untuk ringan masing-masing adalah 35,5% responden yang mengalami 5 gejala dan 46,8%. Gejala PMS yang paling tetapi hanya memiliki skala 1 atau sering skor kurang dari 30 dinyatakan tidak keparahan dengan skala ekstrim dan mengalami PMS. sedang Gambaran tentang PMS yang dialami berdasarkan responden kuesioner diukur PMS gejala dirasakan adalah pada gejala tingkat mudah tersinggung dan cepat marah (Tabel 1). Shortened Tabel 1. PMS berdasarkan gejala yang dialami Tingkat keparahan Gejala sindrom pramenstruasi Ringan Sedang Berat n % n % N % 1. Payudara terasa lembek, 18, nyeri, membesar atau 69 44,2 58 37,2 29 6 bengkak. 2. Merasa tidak sanggup atau kewalahan untuk 10, 98 62,8 42 26,9 16 mengerjakan tugas sehari3 hari 3. Merasa di bawah tekanan 19, 65 41,7 61 39,1 30 (tertekan) atau stress. 2 4. Mudah tersinggung dan cepat 37, 21 13,5 77 49,4 58 marah. 2 5. Merasa sedih atau murung. 21, 54 34,6 68 43,6 34 8 6. Sakit atau kaku pada 23, punggung, tulang sendi dan 53 34,0 67 42,9 36 1 otot. 7. Bertambah berat badan. 98 62,8 48 30,8 10 6,4 8. Merasa penuh pada bagian 29, perut disertai rasa tidak 43 27,6 67 42,9 46 5 nyaman atau sakit. Volume 1, Nomor 1, Januari─Juni 2016 3 9. Terjadi pembengkakan (karena retensi air) atau odema. 10. Merasa kembung Gambaran Asupan Zat Gizi Vitamin 86,5 20 12,8 1 0,6 95 60,9 46 29,5 15 9,6 mengasup Vitamin A, Vitamin B 1 , menjadi Vitamin B 2 , Vitamin B 6 , Vitamin C dan perhatian dalam penelitian ini terdiri Vitamin E secara cukup. Proporsi dari Vitamin A, Vitamin B 1 , Vitamin terbesar B 2 , Vitamin B 6 , Vitamin C dan Vitamin mengalami defisiensi Vitamin E, yaitu E. asupan 98%. Hanya 2 responden, dari 156 vitamin dari 156 Mahasiswi Gizi FKM responden, yang mengasup vitamin E UI secara adekuat. Tabel 2 yang 135 menunjukkan dan dapat diketahui sebagian besar responden bahwa adalah mahasiswi yang tidak Tabel 2. Gambaran Asupan Vitamin Defisiensi N % 62 39 140 89 99 63 137 89 131 84 154 98 Asupan Vitamin A Vitamin B 1 Vitamin B 2 Vitamin B 6 Vitamin C Vitamin E Hubungan Asupan Vitamin dan PMS didapatkan p-value = 0,00, maka dapat Hasil penelitian dapat dilihat disimpulkan bahwa ada hubungan pada Tabel mahasiswi 3. Sebanyak mengalami 95,2% PMS dan yang sangat erat antara asupan Vitamin B 1 dengan PMS. Dari hasil defisiensi Vitamin A. Analisis statistik penelitian menunjukkan A mahasiswi dengan asupan Vitamin B 1 berhubungan dengan PMS (p<0,05) yang kurang memiliki risiko 63,07 kali dan bahwa mahasiswi yang defisiensi lebih besar untuk mengalami PMS. Vitamin A memiliki peluang 4,98 kali Selanjutnya, lebih besar untuk mengalami PMS. mahasiswi yang mengalami defisiensi asupan Selanjutnya, 4 Cukup n % 94 61 16 11 57 37 19 11 25 16 2 2 Vitamin ada 93,6% tersebut diketahui sebanyak pula 92,9% Vitamin B 2 dan mengalami PMS dan mahasiswi yang mengalami PMS dan dapat defisiensi Vitamin B 1 . Dari hasil uji signifikan antara asupan vitamin B 2 terdapat hubungan yang Volume 1, Nomor 1, Januari─Juni 2016 dengan PMS (p<0,01). Dari hasil uji di defisiensi Vitamin C pada penelitian atas peluang ini mengalami sindrom pramenstruasi, mengalami PMS 4,69 kali lebih besar sedangkan di antara mahasiswi yang pada mengalami tidak mengalami PMS ada 15,2% yang kurang Vitamin B 2 . Kemudian, dapat memiliki asupan Vitamin C yang diketahui kurang. Tidak terdapat diketahui pula mahasiswi yang pula terdapat 91,2% mahasiswi yang mengalami PMS dan berarti memiliki asupan vitamin B 6 yang dengan PMS yang dialami Mahasiswi kurang. Hasil uji statistik diperoleh p- Gizi FKM-UI. Terakhir, ada 85,7% value mahasiswi = 0,00, sehingga disimpulkan hubungan bahwa yang terdapat signifikan asupan Vitamin B 6 dapat antara dengan PMS. antara asupan hubungan yang Vitamin mengalami C PMS memiliki asupan Vitamin E yang kurang. Dari hasil uji statistik diperoleh p-value = 1,00, maka dapat Mahasiswi yang mengalami defisiensi disimpulkan Vitamin B 6 berisiko 11,57 kali lebih hubungan antara asupan vitamin E besar untuk mengalami PMS. dengan PMS. Sebanyak yang 84,7% tergolong Asupan Vitamin A Defisiensi Cukup Vitamin B 1 Defisiensi Cukup Vitamin B 2 Defisiensi Cukup Vitamin B6 Defisiensi Cukup Vitamin C Defisiensi Cukup n bahwa tidak ada mahasiswi dalam kategori Tabel 3. Hubungan Asupan Vitamin dan PMS PMS Total Ya Tidak OR % N % n % pvalue 59 75 95.2 79.8 3 19 4.8 20.2 62 94 100 100 4.98 (1.41–17.64) 0.014 131 3 93.6 18.8 9 13 6.4 81.3 140 16 100 100 63.07 (15.16-262.39) 0.000 92 42 92.9 73.7 7 15 7.1 26.3 99 57 100 100 4.69 (1.78–12.36) 0.002 125 9 91.2 47.4 12 10 8.8 52.6 137 19 100 100 11.57 (3.94-34.01) 0.000 111 23 84.7 92 20 2 15.2 8.0 131 25 100 100 0.48 (0.11–2.21) 0.532 Volume 1, Nomor 1, Januari─Juni 2016 5 Vitamin E Defisiensi Cukup 132 2 Tabel 4 85.7 100 menunjukkan 22 0 14.3 100 hasil 154 2 OR 100 100 - setelah 1.000 ada variabel yang awal analisis multivariat dari variabel dikeluarkan dengan nilai OR sebelum yang memiliki nilai p-value kurang variabel dari <0,25 pada analisis bivariat. variabel yang dikeluarkan memiliki Langkah perubahan selanjutnya adalah dikeluarkan, nilai apabila OR<10% dari maka mengeluarkan satu persatu variabel variabel tersebut dikeluarkan, namun yang memiliki p-value>0,05 dengan apabila variabel yang dikeluarkan memperhatikan perubahan nilai OR. memiliki perubahan nilai OR>10% Hal yang harus diperhatikan adalah maka variabel tersebut dimasukkan perbedaan kembali. nilai OR, perbedaan Cara tersebut dilakukan tersebut didapat setelah mengeluarkan hingga tidak ada lagi variabel yang salah satu variabel. Bandingkan nilai memiliki perubahan nilai OR<10%. Tabel 4. Analisis multivariat hubungan multivitamin dengan PMS Variabel Analisis awal Vitamin A Vitamin B 1 Vitamin B 2 Vitamin B 6 Vitamin C Analisis akhir Vitamin A Vitamin B 1 p-value OR 95% CI for OR 0,094 0,000 0,291 0,093 0,139 4,12 35,40 2,02 4,03 0,19 0,79–21,64 6,83–183,47 0,55–7,48 0,79–20,54 0,02–1,71 0,051 0,000 4,79 61,80 0,99–23,15 13,72–278,41 Vitamin B 1 merupakan vitamin yang paling dominan berhubungan dengan PMS, hal tersebut terbukti dengan p-value yang dihasilkan adalah 0.000, selain berdasarkan p-value hubungan antara Vitamin B 1 dengan sindrom pramenstruasi dapat dilihat 6 dari nilai OR yakni 61.80 yang berarti mahasiswi yang memiliki asupan Vitamin B 1 yang kurang memiliki peluang 61.80 mengalami dengan kali PMS mahasiswi lebih besar dibandingkan yang memiliki asupan Vitamin B 1 yang cukup. Volume 1, Nomor 1, Januari─Juni 2016 DISKUSI asupan Vitamin B 1 Vitamin berperan dalam proses pengaturan biokimia, pemeliharaan, metabolisme, dan pertumbuhan (Tejasari, 2005). Vitamin A berperan dalam pertumbuhan, pembelahan sel, reproduksi, dan kekebalan tubuh (Sudiarti, 2006). Kekurangan Vitamin A dapat menurunkan pertumbuhan dan kematangan seksual (Fatmah, 2010). Asupan Vitamin A memberikan efek kepada metabolisme estrogen (Argonz, 1950). Selain itu, Vitamin A berfungsi sebagai antioksidan yang larut dalam lemak mengurangi rasa meningkatkan sintesis sehingga mampu dan dapat nyeri dan progesteron mengimbangi sirkulasi estrogen. Menurut ClagettDame dan Knutson (2011) Vitamin A esensial untuk mata, tulang, pertumbuhan, diferensiasi sel dan untuk reproduksi. Vitamin B 1 termasuk ke dalam salah satu jenis vitamin yang larut dalam air yang banyak terdapat dalam serealia, biji-bijian, kacang-kacangan, dan bahan pangan hewani (Sudiarti, 2006). Angka kecukupan Vitamin B 1 yang dianjurkan adalah 1,1 mg/ hari (Kemenkes, 2013). Defisiensi Vitamin B 1 dapat menyebabkan terganggunya metabolisme karbohidrat. Hasil dari penelitian ini hubungan yang menunjukkan signifikan Volume 1, Nomor 1, Januari─Juni 2016 ada antara dengan PMS. Vitamin B 1 mengurangi gejala PMS dengan memengaruhi kinerja koenzim dalam metabolisme karbohidrat dan asam amino yang berperan dalam munculnya gejala pramenstruasi baik sindrom gejala fisik maupun mental (Abdollahifard, 2014). Seperti yang telah dijelaskan bahwa metabolisme dipercaya karbohidrat memiliki triptofan mana asam yang dibandingkan merupakan amino lebih dengan asam kompleks besar protein, amino pemicu di triptofan munculnya neurotransmiter dari serotonin yang memiliki pengaruh kuat terhadap perubahan suasana hati (Cox Anderson, 2004). Sejalan & dengan penelitian yang dilakukan Bedoya (2011) mengonsumsi tiamin 1,9 mg per hari dapat menurunkan risiko untuk mengalami sindrom pramenstruasi. Vitamin B 2 merupakan vitamin larut dalam air yang terdapat pada bahan pangan nabati maupun hewani (Tejasari, 2005). Vitamin B2 merupakan bagian dari sistem enzim untuk mengoksidasi pelepasan energi glukosa dalam dan tubuh (Gaman, 1994). Vitamin B 2 sangat peka terhadap sinar matahari. Hasil dari penelitian ini 63.5% Mahasiswi Gizi FKM UI mengalami kurang Vitamin B 2 karena kurang dalam mengonsumsi bahan makanan sumber 7 riboflavin. Hal tersebut terlihat dari ameliorating the premenstrual hasil analisis bahan makanan yang syndrome symptoms. Glob J form dilakukan pada mahasiswi cenderung food recall, mengonsumi makanan yang sama dalam beberapa hari dan cenderung mengonsumsi makanan yang cepat saji, seperti yang diketahui makanan cepat saji rendah akan kandungan vitamin dan mineral serta tinggi kandungan lemak. Hasil dari penelitian menunjukkan 89,1% Mahasiswi Gizi Allen, SS., McBride, CM. & Price, PL. (1991). The shortened premenstrual assessment form. J. Med Rep, 36:769. Almatsier, S. (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Jakarta : Gramedia pustaka utama. Argonz J., Abinzano C. (1950). tension treated FKM UI mengalami kurang Vitamin Premenstrual B 6 . Hal serupa juga terjadi pada with penelitian Endocrinol Metab, 10:1579. yang dilakukan oleh Kurniati (2013) yang menunjukkan 82.8% wanita usia subur mengalami kurang B6. Vitamin Vitamin B6 memiliki sifat larut dalam air dan banyak terkandung dalam daging, hati, serealia, dan kacang-kacangan (Gaman, 1994). Defisiensi Vitamin B 6 dapat mengganggu metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang berujung pada pelepasan energi terganggunya dalam tubuh sehingga dapat menimbulkan efek mudah lelah, sukar tidur, gangguan fungsi motorik, anemia, kekurangan dalam waktu yang lama dapat menyebabkan kerusakan pada sistem saraf pusat (Almatsier, 2004). M.H., et J A. al. Clin (2010). The phenomenology of syndrome pre-menstruation medical in students: female a cross- sectional study. Pan African Medical journal. Bedoya, P.O-c et al. (2011). Dietary B vitamin intake and incident premenstrual American syndrome. Journal Clinical Nutrition, 93:1080-1086 Clagett-Dame, M. & Knutson, D. (2011). Vitamin A in reproduction and development. Nutrients, 3:385-428. Pemilihan Makanan. In: Gibney, MJ. Abdollahifard S et al. (2014). The effects Balaha Vitamin Cox, D. & Anderson, A. (2004). RUJUKAN 8 Health Sci, 6. of Vitamin B1 on et al. Masyarakat. Gizi Jakarta: Kesehatan Buku Kedokteran EGC. Volume 1, Nomor 1, Januari─Juni 2016 Fatmah. (2010). Gizi pada Usia Lanjut. biringkanaya kota makassar. Jurnal FKUH. Jakarta: Erlangga. Gaman, P.M & Sherrington, K.B. Sudiarti, T & Diah, M.U. (2006). (1994). Ilmu Pangan: Pengantar Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Ilmu dan Depok: Mikrobiologi (Murdjiati Gardjito, Kesmas Sri Masyarakat Pangan, Nauki, Nutrisi Agnes Sardjono, Murdiati, Penerjemah.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Departemen Fakultas Gizi Kesehatan Universitas Indonesia. Tejasari. (2005). Nilai gizi pangan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Gupta, P., Tiwari, S. & Haria, J. (2014). Relationship between depression and vitamin c status: a study on rural patients from western Uttarpradesh in India. International Journal of Scientific Study, 4:37-39. Wyatt, K.P.Det al. (2001). Efficacy of progesteron and progesteron in management of pramenstrual syndrome: Systematic review. British medical journal, 323:776780 Isaacs, S. (2007). Hormonal Balance. Colorado: Bull Publishing Company. Kemenkes RI. (2013, November 28). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 75 Tahun 2013 tentang angka kecukupan gizi yang dianjurkan bagi bangsa Indonesia. December 23, 2015. http://gizi.depkes.go.id/downl oad/Kebijakan%20Gizi/PMK% 2075-2013.pdf Kurniati, et al. (2013). Hubungan asupan zat gizi dengan kejadian anemia prakonsepsi pada di wanita kecamatan ujung tanah dan kecamatan Volume 1, Nomor 1, Januari─Juni 2016 9