laporan akhir penelitian reaserch grant penilaian autentik dalam

advertisement
LAPORAN AKHIR PENELITIAN
REASERCH GRANT
PENILAIAN AUTENTIK DALAM PEMBELAJARAN DAPAT
MENINGKATKAN KEJUJURAN MAHASISWA BK
REGULER B FIP UNIMED PADA WAKTU UJIAN
TIM PENELITI:
1. NANI BARORAH NASUTION ,S.Psi, MA. ( Ketua )
2. DRS. NASRUN, MS
( Anggota )
Dibiayai Oleh Dana PO Unimed SK. Rektor No: 0486/ UN 33.1/ KEP/ 2011
Tanggal 30 Mei 2011
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2011
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami sanjungkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan petunjuk-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Akhir
Research Grant dengan baik. Laporan penelitian ini memfokuskan pada pengaruh
metode penilaian otentik untuk meningkatkan kejujuran pada mahasiswa sebagai
salah satu bentuk karakter bangsa yang perlu ditingkatkan.
Selama penyusunan Laporan Akhir Research Grant ini, tentu kami tidak lepas
dari bantuan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini kami menyampaikan rasa terimah kasih sebesar-besarnya kepada
Bapak/ Ibu yang telah membantu, membimbing dan mengarahkan kami sehingga
Laporan Akhir Research Grant ini dapat selesai.
Pada akhirnya kami menyadari bahwa Laporan Akhir Research Grant ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik
yang sifatnya membangun demi kesempurnaan Laporan Akhir Research Grant ini.
Semoga Laporan Akhir Research Grant yang kami buat ini dapatlah bermanfaat bagi
semua pihak.
Medan,
Nopember 2011
Ketua Tim Penanggung Jawab
Nani Barorah Nasution S.Psi, MA
NIP . 198405152009122005
3
DAFTAR ISI
Halaman Judul…………………………………………………………………….
Lembar Identitas dan Pengesahan………………………………………………...
Kata Pengantar……………………………………………………………………
Daftar Isi………………………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar BelakangMasalah………………………………………..
2. Perumusan Masalah……………………………………………
3. Tujuan Penelitian………………………………………………
4. Manfaat penelitian…………………………………………….
BAB II
KERANGKA TEORITIS
1. Penilaian Autentik…………………………………………….
2. Konsep Kejujuran……………………………………………..
3. Kerangka Konseptual…………………………………………
4. Hipotesisis Penelitian…………………………………………
BAB III
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
BAB IV
BAB V
1
2
3
4
5
10
10
10
12
24
28
28
METODE PENELITIAN
Identifikasi Variabel penelitian………………………………
Populasi dan Sampel………………………………………….
Perlakuan dan Rancangan Percobaan ………………………
Prosedur Percobaan / Kajian…………………..……………..
Prosedur Pelaksanaan………………………………………...
Instrumen Pengumpulan Data……………………………….
Teknik Analisis Data………………………………………….
29
29
30
30
32
34
34
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Gambaran UmumSubjek………………..………………….
2. Hasil Penelitian……………………………………………..
3. Pembahasan Hasil Penelitian……………………………….
36
36
37
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan…………………………………………………
2. Saran……………………………………………….............
43
43
4
BAB I
PENDAHULUAN
I.A. LATAR BELAKANG
Menteri pendidikan nasional melontarkan gagasan tentang pentingnya pendidikan
karakter. Orang harus cerdas secara intelektual dan sekaligus unggul karakternya. Seorang
yang hanya cerdas intelektualnya tanpa diikuti oleh keunggulan karakternya justru akan
membahayakan diri yang bersangkutan dan bahkan juga orang lain. Demikian pula orang
yang tinggi karakternya, tetapi tidak cerdas secara intelektual maka juga tidak akan banyak
memberi manfaat, dan bisa jadi akan diombang-ambingkan oleh orang lain.
Membangun kecerdasan intelektual selama ini dilakukan dengan cara memberikan
berbagai pelajaran melalui lembaga pendidikan. Pengetahuan tersebut dikemas dalam
berbegai tingkatan, dan diberikan sesuai dengan perkembangan para siswa, mulai tingkat
dasar hingga menengah, dan bahkan perguruan tinggi. Jika berkarakter diartikan di
antaranya dengan kejujuran, maka pertanyaannya adalah,
apakah dengan pelajaran
sebagaimana disebutkan di muka seorang siswa pada tingkatan tertentu, juga sekaligus telah
berhasil terbangun sifat kejujurannya. Harapannya memang seperti itu. Para siswa setelah
mendapatkan seperangat pengetahuan tersebut, selain intelektual mereka meningkat,
kejujurannya juga bisa teruji. Namun pada kenyataannya tidak selalu demikian. Banyak
orang cerdas, berpendidikan tinggi, tetapi belum mampu berbuat jujur. Antara kecerdasan
dan kejujuran ternyata tidak selalu tumbuh seiring dan atau sejalan.
Berdasarkan
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
Pusat
Kurikulum
KEMENDIKNAS (2010) nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan
karakter bangsa berlandaskan pertama pada agama dimana masyarakat Indonesia adalah
masyarakat beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu
didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun
didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilainilai pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah
yang berasal dari agama. Kedua Pancasila dimana negara kesatuan Republik Indonesia
5
ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut
Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam
pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi,
kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan
mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang
memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilaiPancasila dalam kehidupannya
sebagai warga negara.
Ketiga yaitu budaya sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup
bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat itu. Nilainilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti
dalam komunikasi antaranggota masyarakat itu. Posisi budaya yang demikian penting dalam
kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya
dan karakter bangsa. Terakhir berdasarkan tujuan pendidikan nasional sebagai rumusan
kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai
satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat
berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu,
tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan
pendidikan budaya dan karakter bangsa. Berdasarkan keempat sumber nilai itu, teridentifikasi
sejumlah nilai untuk pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai berikut ini.
Tabel 1
Nilai Pendidikan dan Karakter Bangsa
No
1.
Nilai
Religius
2.
Jujur
3.
Toleransi
4.
Disiplin
5.
Kerja Keras
Deskripsi
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan
ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan
pemeluk agama lain.
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan
dirinya
sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam
perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama,
suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain
yang
berbeda dari dirinya.
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh
pada berbagai ketentuan dan peraturan
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh
dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas,
6
6.
Kreatif
7.
Mandiri
8.
Demokratis
9.
Rasa Ingin Tahu
10.
Semangat
Kebangsaan
11.
Cinta Tanah Air
12.
Menghargai
Prestasi
13.
14.
Bersahabat/
Komuniktif
Cinta Damai
15.
Gemar Membaca
16.
Peduli Lingkungan
17.
Peduli Sosial
18.
Tanggung-jawab
serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan
cara
atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada
orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai
sama
hak dan kewajiban dirinya dan orang lain
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu
yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan diri dan kelompoknya.
Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi
terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, dan politik bangsa.
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat,
dan
mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara,
bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain
Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan
orang
lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca
berbagai
bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki
kerusakan alam yang sudah terjadi.
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan
pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas
dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan,
terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam,
sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan kejujuran merupakan salah satu bagian
dari karakter yang ingin dikembangkan melalui prosese pendidikan. Seseorang yang
dinyatakan berhasil meraih keunggulan intelektual, selama ini sudah tersedia alat ukurnya,
yaitu berbagai pertanyaan atau soal ujian, baik ujian sekolah maupun ujian nasional. Soalsoal dalam ujian biasanya hanya bisa mengukur keluasan wawasan, kemampuan intelektual
7
atau kecerdasan seseorang. Sedangkan untuk mengukur akhlak, karakter atau kejujuran
belum dikembangkan secara mendalam. Memang sudah ada test-test yang dibuat oleh para
ahli psikologi untuk mengetahui sikap atau attitude seseorang, tetapi belum sampai mampu
mengukur karakter, atau akhlak secara mendalam. Mengukur tingkat kejujuran, karakter, dan
akhlak seseorang tidak mudah dilakukan.
Selain itu, bahwa pengajaran karakter, kejujuran, dan akhlak tidak cukup ditempuh
dengan menerangkan tentang akhlak baik dan akhlak buruk, atau penjelaskan tentang
kejujuran dan bagaimana mengimplementasikan di tengah kehidupan. Pendidikan karakter
atau kejujuran memerlukan ketauladanan, pembiasaan, dan penghargaan dari lingkungan,
baik lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Demikian pula penilaian terhadap
kejujuran dan karakter tidak cukup hanya melihat jawaban-jawaban siswa dari soal yang
dibuat oleh guru. Untuk melihat kejujuran seseorang harus dilakukan dengan penilaian yang
tepat, misalnya didasarkan atas hasil pengamatan yang mendalam dan menyeluruh.
Untuk itu, diperlukan penilaian yang hadir sebagai alternatif penilaian untuk menilai
semua aspek kemampuan yang tidak dapat dinilai dengan tes tertulis (paper and pencil test).
Salah satunya adalah melalui penilaian otentik. Menurut Suparlan, Budimansyah dan
Meirawan (2009:86) menerangkan bahwa penilaian otentik dilakukan untuk mengukur
kemampuan siswa yang sebenarnya. Penilaian otentik pada mata kuliah psikologi umum
tidak hanya mengukur ranah kognitif saja namun juga mengukur ranah afektif dan
psikomotor mahasiswa. Komponen penilaian otentik diyakini memberikan dampak nyata
bagi keberhasilan pembelajaran kompetensi kepada mahasiswa, maka penilaian kini
ditempatkan pada posisi yang penting dalam rangkaian kegiatan pembelajaran. Bentuk dan
cara penilaian dalam banyak hal memberikan pengaruh penting bagi proses pembelajaran,
bagaimana dosen harus memberi materi ajar dan bagaimana mahasiswa harus belajar.
Kasus menarik yang terjadi di Inggris ditemukan oleh Shirran (2008:1) bahwa guru
salah satu mata pelajaran yang didatangi oleh salah seorang orang tua siswa yang tidak puas
dengan nilai yang diberikan oleh guru, sehingga orang tua tersebut mempertanyakan dari
aspek apa saja guru memberikan anaknya nilai yang rendah. Jawaban dari guru ternyata tidak
memuaskan, sehingga orang tua tersebut mengajukan protes kepada kepala sekolah. Dalam
menyelidiki masalah tersebut, kepala sekolah melakukan wawancara informal dengan guru
tadi. Akhirnya ditemukan bahwa guru tidak memakai prosedur evaluasi yang seharusnya.
Kepala sekolah menyimpulkan bahwa, meskipun tugas yang diberikan guru itu menarik dan
memang mencapai tujuan mata pelajaran tersebut, metode guru itu cacat, tidak akurat dan
kurang bagus. Dengan melihat kasus tersebut jelas bahwa harus ada standar penilaian yang
8
diberikan oleh guru, sehingga jelas bahwa nilai tersebut betul-betul mewakili kompetensi
yang dimiliki oleh siswa. Bahkan menurut Shirran (2008:2) bahwa sebelum seorang siswa
mulai menggarap tugas apa saja untuk mata pelajaran apa saja, guru harus dengan jelas dan di
depan umum menyebutkan tiga komponen evaluasi ; Tingkat kriteria yang tertulis, Tingkat
pemikiran akademik, Peryataan tentang persyaratan. Bila melihat ketiga komponen evaluasi
tersebut, guru harus jelas tentang hal ini, ketiga bagian proses penilaian ini harus disebutkan
dengan jelas kepada siswa dan orang tua siswa untuk tugas apa saja.
Berdasarkan hal di atas, jelas bahwa peserta didik dalam hal ini mahasiswa hanya
dinilai dari aspek penguasaan konsep saja dengan jumlah soal yang ada, sedangkan penilaian
aspek lainnya belum mendapat perhatian yang cukup.. Terkait dengan penilaian tersebut,
esensi penilaian yang sebenarnya, menurut Sapriya (2003) yaitu penilaian merupakan suatu
proses pengumpulan, pelaporan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa yang
diperoleh melalui pengukuran untuk menganalisis atau menjelaskan unjuk kerja atau prestasi
siswa dalam mengerjakan tugas-tugas yang terkait. Proses penilaian ini meliputi
pengumpulan sejumlah bukti-bukti yang menunjukkan pencapaian hasil belajar siswa.
Dengan demikian, penilaian adalah suatu pernyataan berdasarkan sejumlah fakta untuk
menjelaskan karakteristik seseorang atau sesuatu.
Salah satu tujuan pembelajaran merupakan pembinaan untuk melatih kejujuran pada
mahasiswa supaya mandiri dan memiliki softskill serta hardskill yang baik. Rektor unimed
mengatakan bahwa mahasiswa unimed ditempah atau menghasilkan mahasiswa unimed yang
berkarakrater yang memiliki softskill yang tinggi. Dengan bersikap jujur dalam pembelajaran
sudah termasuk softskill yang baik.
Untuk mencapai itu semua mempunyai kerja keras yang sesuai antara ucapan dengan
kenyataan atau antara keadaan yang terlihat dengan keadaaan yang tersembunyi. Untuk
menjadi manusia yang jujur mungkin sulit tetapi untuk dalam pembelajaran tidak begitu sulit,
asalkan benar-benar untuk bersikap jujur pasti bisa. Jika sikap jujur di terapkan dalam
pembelajaran maka banyak manfaat yang diperoleh dari kejujuran, ilmu yang didapat tidak
akan mudah hilang karena sebelum ujian tentu belajar terlebih dahulu.
Dalam mendidik dan memotivasi supaya menjadi orang yang jujur, kerap kali
dikemukakan bahwa menjadi orang jujur itu sangat baik, akan dipercaya orang, akan
disayang lain, dan bahkan mungkin sering dikatakan bahwa kalau jujur akan
disayang/dikasihi oleh Tuhan. Banyak manfaatnya jika bersikap dan berperilaku jujur bukan
hanya dalam pembelajaran tetapi di lingkungan juga sangat dibutuh supaya orang lain dapat
mempercayai kita.
9
Namun, kenyataan yang sebenanya masih banyak mahasiswa yang bersikap tidak jujur
pada waktu ujian dikarena ada kesempatan untuk melihat buku atau teman. Mahasiswa
kurang peduli dengan sikap jujur sehingga pikiran mahasiswa mendapatkan nilai yang tinggi
dan berlomba-lomba untuk memperoleh nilai yang tinggi dengan cara tidak jujur dalam ujian
bahkan mahasiswa mempersiapkan untuk menyontek sebelum ujian.
Pendidikan dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif
karena pendidikan
membangun generasi baru bangsa yang lebih baik. Sebagai alternatif yang bersifat preventif,
pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai
aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah budaya dan
karakter bangsa. Salah satu komponen dalam proses pendidikan yaitu sistem penilaian,
melalui sistem penilaian yang tepat diharapkan dapat mengembangkan dan meningkatkan
karakter peserta didik. Penelitian ini memfokuskan pada pengaruh metode penilaian otentik
untuk meningkatkan kejujuran pada mahasiswa sebagai salah satu bentuk karakter bangsa
yang perlu ditingkatkan.
I.B.RUMUSAN MASALAH
a. Apakah penilaian autentik dapat meningkatkan kejujuran mahasiswa BK Reguler B
FIP unimed pada waktu ujian?
b. Adakah hubungan penilaian autentik terhadap kejujuran mahasiswa BK Reguler B
FIP unimed pada waktu ujian?
I.C.TUJUAN PENELITIAN
a. Melatih mahasiswa BK Reguler B FIP unimed untuk bersikap jujur pada waktu ujian
b. Mengetahui hubungan penilaian autentik terhadap kejujuran mahasiswa BK Reguler
B FIP unimed pada waktu ujian
I.D.MANFAAT PENELITIAN
a.
Bagi mahasiswa
Bagi mahasiswa manfaatnya dari penilaian autentik dapat meningkatkan kejujuran
mahasiswa BK Reguler B FIP unimed pada waktu ujian serta mengembangkan
kemampuannya dengan sikap jujur.
b.
Bagi peneliti lain
Hasil penelitian sangat bermanfaat bagi peneliti karena membentuk sikap jujur dalam
pembelajaran.
10
c.
Bagi jurusan
Hasil penelitian ini berguna sebagai model membantu mahasiswa yang bermasalah dalam
menghadapi ujian dan pembelajaran perkuliahan. Jurusan dapat menyebarluaskan model
Penilaian Autentik Dalam Pembelajaran Dapat Meningkatkan Kejujuran Mahasiswa BK
Reguler B FIP Unimed Pada Waktu Ujian.
d.
Bagi universitas
Hasil penelitian ini bermanfaat bagi perancang program pembinaan mahasiswa mulai dari
staf PR3, staf PD3 dalam usaha membentuk program pembelajaran dengan sistem
penilaian autentik.
11
BAB II
KERANGKA TEORITIS
II.A. Penilaian Autentik (Authentic Assessment)
II.A.1. Pengertian Evaluasi, Penilaian dan Pengukuran
Sebelum membahas penilaian otentik, ada beberapa istilah yang harus dijelaskan
karena istilah ini sering kita dengar hampir sama tetapi berbeda, seperti evaluasi, penilaian,
pengukuran, dan tes. Istilah-istilah tersebut berbeda satu dengan lainnya, baik ruang lingkup
maupun focus yang dinilai. Evaluasi lebih luas ruang lingkupnya daripada penilaian,
sedangkan penilaian lebih terfokus pada aspek tertentu saja yang merupakan bagian dari
ruang lingkup tersebut. Jika hal yang ingin dinilai adalah sistem pembelajaran, maka ruang
lingkupnya adalah semua komponen pembelajaran, dan istilah yang tepat untuk menilai
sistem pembelajaran adalah evaluasi, bukan penilaian. Jika hal yang ingin dinilai satu atau
beberapa bagian/komponen pembelajaran, misalnya hasil belajar, maka istilah yang tepat
digunakan adalah penilaian, bukan evaluasi. Di samping itu, ada juga istilah pengukuran.
Kalau evaluasi dan penilaian bersifat kualitatif, maka pengukuran bersifat kuantitatif
(skor/angka) yang diperoleh dengan menggunakan alat ukur atau instrument yang standar
(baku). Dalam konteks hasil belajar, alat ukur atau instrument tersebut dapat berbentuk tes
atau non-tes.
Tes standar sering digunakan untuk menyeleksi calon mahasiswa PTN. Dalam sistem
pembelajaran (maksudnya pembelajaran sebagai suatu sistem), evaluasi merupakan salah satu
komponen penting dan tahap yang harus ditempuh oleh guru untuk mengetahui keefektifan
pembelajaran. Menurut penjelasan Arifin (2009:2), ada beberapa istilah yang sering
disalahartikan dan disalahgunakan dalam praktik evaluasi, yaitu tes, pengukuran, penilaian,
dan evaluasi. Secara konseptional istilah-istilah tersebut berbeda satu sama lain, tetapi
mempunyai hubungan yang sangat erat. Istilah “tes” berasal dari bahasa latin “testum” yang
berarti sebuah piring atau jambangan dari tanah liat. Istilah tes ini kemudian dipergunakan
dalam lapangan psikologi dan selanjutnya hanya dibatasi sampai metode psikologi, yaitu
suatu cara untuk menyelidiki seseorang. Penyelidikan tersebut dilakukan mulai dari
pemberian suatu tugas kepada seseorang atau untuk menyelesaikan suatu masalah tertentu.
12
Sax (Arifin, 2009:2) mengemukakan “a test ma y be defined as a task or series of task used
to obtain systematic observations presumed to be representative of educational or
psychological traits attributes”. Dalam pengertian ini, Sax lebih menekankan tes sebagai
suatu tugas atau rangkaian tugas. Istilah tugas dapat berbentuk soal atau perintah/suruhan lain
yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Hasil kuantitatif ataupun kualitatif dari pelaksanaan
tugas itu digunakan untuk menarik kesimpulan-kesimpilan tertentu terhadap seseorang.
Mengenai istilah pengukuran, Ebel (Arifin 2009), salah seorang tokohnterkenal dalam
dunia tes dan pengukuran mengemukakan: Measurement is aprocess of assigning numbers to
the individual members of a set of object or persons for the purpose of indicating differences
among them in the degree to which they process the characteristic being measured. If any
characteristic of persons or things can be defined clearly enough so observed fifferences
between them with respect to this characteristic can be consistenly verified, the characteristic
is measurable. A more refined type of measurement involves comparison of some
characteristic of a thing with a preestablished standard scale for measuring that
characteristic.
Berdasarkan beberapa pengertian tentang pengukuran yang dikemukakan di atas,
dapat dikemukakan bahwa pengukuran adalah suatu proses atau kegiatan untuk menentukan
kuantitas sesuatu. Kata “sesuatu” bisa berarti peserta didik, guru, gedung sekolah, meja
belajar, white board, dan sebagainya. Dalam proses pengukuran, tentu guru harus
menggunakan alat ukur (tes atau non-tes). Alat ukur tersebut harus standar, yaitu memiliki
derajat validitas dan reliabilitas yang tinggi. Dalam bidang pendidikan, psikologi, maupun
variable-variabel soaial lainnya, kegiatan pengukuran biasanya menggunakan tes. Dalam
sejarah perkembangannya, aturan mengenai pemberian angka ini didasarkan pada teori
pengukuran psikologi yang dinamakan psychometric. Meskipun demikian, boleh saja suatu
kegiatan penilaian dilakukan tanpa melakukan proses pengukuran.
Arifin (2009:4) menyimpulkan bahwa dapat bahwa penilaian adalah suatu proses atau
kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan untuk mengumpulkan informasi tentang
proses dan hasil belajar peserta didik dalam rangka membuat keputusan-keputusan
berdasarkan kriteria dan pertimbangan tertentu. Keputusan yang dimaksud adalah keputusan
tentang peserta didik, seperti nilai yang akan diberikan atau juga keputusan tentang kenaikan
kelas dan kelulusan. Keputusan tentang peserta didik meliputi juga pengelolaan belajar,
penempatan peserta didik sesuai dengan jenjang atau jenis program pendidikan, bimbingan
dan konseling, dan menyeleksi peserta didik untuk pendidikan lebih lanjut. Keputusan
penilaian terhadap suatu hasil belajar sangat bermanfaat untuk membantu peserta didik
13
merefleksikan apa yang mereka ketahui, bagaimana mereka belajar, dan mendorong tanggung
jawab dalam belajar. Keputusan penilaian dapat dibuat oleh guru, sesama peserta didik (peer)
atau oleh dirinya sendiri (self-assessment). Pengambilan keputusan perlu menggunakan
pertimbangan yang berbeda-beda dan membandingkan hasil penilaian. Pengambilan
keputusan harus membimbing peserta didik untuk melakukan perbaikan pencapaian hasil
belajar. Penilaian harus dipandang sebagai salah satu faktor penting yang menentukan
keberhasilan proses dan hasil belajar, bukan hanya sebagai cara yang digunakan untuk
menilai hasil belajar. Kegiatan penilaian harus dapat memberikan informasi kepada guru
untuk meningkatkan kemampuan mengajarnya dan membantu peserta didik mencapai
perkembangan belajarnya secara optimal. Implikasinya adalah kegiatan penilaian harus
digunakan sebagai cara atau teknik untuk mendidik sesuai dengan prinsip pedagogis. Guru
harus menyadari bahwa kemajuan belajar peserta didik merupakan salah satu indikator
keberhasilannya dalam pembelajaran. Jika sebagian besar peserta didik tidak berhasil dalam
belajarnya berarti pula merupakan kegagalan bagi guru itu sendiri.
Selanjutnya tentang istilah evaluasi, akan dikemukakan beberapa pendapat dari pakar
evaluasi. Menurut Wand dan Brown (Arifin, 2009), bahwa evaluasi berarti “…refer to the act
or process to determining the value of something”. Pendapat ini menegaskan pentingnya nilai
(value) dalam evaluasi. Padahal, dalam evaluasi bukan hanya berkaitan dengan nilai tetapi
juga arti atau makna.
Sebagaimana dikemukakan Guba dan Lincoln (1985), bahwa evaluasi sebagai “a process for
describing an evaluand and judging its merit and worth”. Jadi,evaluasi adalah suatu proses
untuk menggambarkan peserta didik dan menimbangnya dari segi nilai dan arti. Definisi
inimenegaskan bahwa evaluasi berkaitan dengan nilai dan arti.
II.A.2. Pengertian Penilaian Otentik (Authentic Assessment)
Bentuk dan cara penilaian dalam banyak hal memberikan pengaruh penting bagi
proses
pembelajaran.
Menurut
Linch
(http://sunartombs.wordpress.com/2009/07/14)
penilaian adalah usaha yang sistematis untuk mengumpulkan informasi untuk membuat
pertimbangan dan keputusan. Brown (http://sunartombs.wordpress.com/2009/07/14) yang
sengaja memilih istilah tes dan mengartikannya sebagai cara pengukuran keterampilan,
pengetahuan, atau penampilan seseorang dalam konteks yang sengaja ditentukan. Atau,
penilaian diartikan sebagai proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur
penpencapaian hasil belajar peserta didik (PP No.19 Th 2005:3).
14
Berdasarkan pendapat di atas, jadi penilaian (assessment) adalah penerapan berbagai cara dan
penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil
belajar peserta didik atau keterpencapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik.
Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang peserta
didik.Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif (pernyataan naratif dalam kata-kata) dan
nilai kuantitatif (berupa angka). Pengukuran berhubungan dengan proses pencarian atau
penentuan nilai kuantitatif tersebut.
Pelaksanaan penilaian dalam suatu kegiatan lebih-lebih dalam pendidikan sangat
diperlukan bahkan sangat penting, karena dengan penilaian dapat menentukan kualitas
pendidikan yang telah ditempuh. Menurut Sudjana (2005: 8), Upaya dalam merencanakan
dan melaksanakan penilaian perlu memperhatikan beberapa prinsip dan prosedur penilaian
sebagai berikut:
1. Dalam menilai hasil belajar hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga jelas
abilitas yang harus dinilai, materi penilaian, alat penilaian, dan interpretasi hasil
penilaian. Sebagai patokan atau ramburambu dalam merancang penilaian hasil belajar
adalah kurikulum yang berlaku dan buku pelajaran yang digunakannya,
2. Penilaian hasil belajar hendaknya menjadi bagian integral dari proses belajar
mengajar, artinya penilaian senantiasa dilaksanakan pada setiap saat proses belajar
mengajar sehingga pelaksanaannya berkesinambungan,
3. Agar diperoleh hasil belajar yang objektif dalam pengertian menggambarkan prestasi
dan kemampuan siswa sebagaimana adanya, penilaian harus menggunakan berbagai
alat penilaian dan sifatnya konprehensif. Maksud komprehensif, bahwa segi atau
abilitas yang dinilainya tidak hanya aspek kognitif, tetapi juga aspek afektif dan
psikomotorik,
4. Penilaian hasil belajar hendaknya diikuti dengan tindak lanjutnya. Data hasil penilaian
sangat bermanfaat bagi guru maupun bagi siswa. Oleh karena itu, perlu dicatat secara
teratur dalam catatan khusus mengenai kemajuan siswa.
Wahab, et. al., (2000:2.15) membedakan prinsip penilaian menjadi dua sifat, yaitu prinsip
penilaian yang bersifat umum dan prinsip penilaian yang bersifat khusus. Pertama, prinsip
penilaian bersifat umum: (1) menyeluruh, (2) berkesinambungan, (3) berorientasi pada
tujuan, (4) objektif, (5) terbuka, (6) kebermaknaan, (7) kesesuaian dan mendidik. Kedua,
penilaian yang bersifat khusus, (1) kepentingan siswa jauh lebih besar dari pada guru,
maksudnya pelaksanaan penilaian bobotnya lebih besar kepada kepentingan siswa, bukan
untuk kepentingan guru, (2) hasil evaluasi tidak bersifat final, (3) soal yang dikembangkan
15
sebaiknya dimulai dari yang mudah, sedang baru ke yang sukar. Penilaian otentik adalah
suatu penilaian belajar yang merujuk pada situasi atau konteks “dunia nyata”, yang
memerlukan berbagai macam pendekatan untuk memecahkan masalah yang memberikan
kemungkinan bahwa satu masalah bisa mempunyai lebih dari satu macam pemecahan.
Dengan kata lain, assessment otentik memonitor dan mengukur kemampuan siswa dalam
bermacam-macam kemungkinan pemecahan masalah yang dihadapi dalam situasi atau
konteks dunia nyata (http://sunartombs.wordpress.com/2009/07/14).
Dalam suatu proses pembelajaran, penilaian otentik mengukur, memonitor dan
menilai semua aspek hasil belajar (yang tercakup dalam domain kognitif, afektif, dan
psikomotor), baik yang tampak sebagai hasil akhir dari suatu proses pembelajaran, maupun
berupa perubahan dan perkembangan aktivitas, dan perolehan belajar selama proses
pembelajaran didalam kelas maupun diluar kelas. Penilaian otentik juga disebut dengan
penilaian alternatif. Pelaksanaan penilaian otentik menggunakan format yang memungkinkan
mahasiswa untuk menyelesaikan suatu tugas atau mendemonstrasikan suatu performasi
dalam memecahkan suatu masalah. Format penilaian ini dapat berupa :
a) tes yang menghadirkan benda ataukejadian asli ke hadapan siswa (hands-on
penilaian),
b) tugas (tugas ketrampilan, tugas investigasi sederhana dan tugas investigasi
terintegrasi),
c) format rekaman kegiatan belajar siswa (misalnya : portfolio, interview, daftar cek,
presentasi oral dan debat).
Beberapa pembaharuan yang tampak pada penilaian otentik adalah :
a) melibatkan siswa dalam tugas yang penting, menarik, berfaedah dan relevan dengan
kehidupan nyata siswa,
b) tampak dan terasa sebagai kegiatan belajar, bukan tes tradisional,
c) melibatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi dan mencakup pengetahuan yang luas,
d) menyadarkan siswa tentang apa yang harus dikerjakannya akan dinilai,
e) merupakan alat penilaian dengan latar standar (standard setting), bukan alat penilaian
yang distandarisasikan,
f) berpusat pada siswa (student centered) bukan berpusat pada guru (teacher centered),
dan
g) dapat menilai siswa yang berbeda kemampuan, gaya belajar dan latar belakang
kulturalnya.
16
Model penilaian otentik (authentic assessment) dewasa ini banyak dibicarakan di
dunia pendidikan karena model ini direkomendasikan, atau bahkan harus ditekankan,
penggunaannya dalam kegiatan menilai hasil belajar pembelajar. Salah satu permasalahan
yang muncul adalah belum tentu semua guru/ dosen memahami konsep dan pelaksanaan
penilaian otentik Penilaian otentik mementingkan penilaian proses dan hasil sekaligus.
Penilaian adalah kegiatan yang dilakukan guru untuk memperoleh informasi secara objektif,
berkelanjutan dan menyeluruh tentang proses dan hasil belajar yang dicapai siswa, dan
hasilnya digunakan sebagai dasar untuk menentukan penilaian selanjutnya (Depdiknas,
2001:1). Penilaian bertujuan untuk menganalisis atau menjelaskan kerja/prestasi peserta didik
dalam mengerjakan tugas-tugas yang terkait, dan mengefektifkan penggunaan informasi
tersebut untuk mencapai tujuan pendidikan (Depdiknas, 2002:2). Dengan demikian, penilaian
dilakukan untuk memperoleh informasi tentang kemajuan dalam penpencapaian hasil belajar.
Evaluasi atau penilaian tidak hanya untuk menentukan angka (marking) melainkan sebagai
momentum dan media bagi siswa dalam mengukur tingkat keberhasilan/kegagalan diri,
klarifikasi dan penilaian diri (self evaluasi) dan re-edukasi (Djahiri, 1996:7).
Jadi, penilaian model otentik menekankan pada pengukuran kinerja, doing something,
melakukan sesuatu yang merupakan penerapan dari ilmu pengetahuan yang telah dikuasai
secara
teoretis.
Penilaian
otentik
lebih
menuntut
pembelajar
mendemonstrasikan
pengetahuan, keterampilan, dan strategi dengan mengkreasikan jawaban atau produk. Siswa
tidak sekedar diminta merespon jawaban seperti dalam tes tradisional, melainkan dituntut
untuk mampu mengkreasikan dan menghasilkan jawaban yang dilatarbelakangi oleh
pengetahuan teoretis.
II.A.3. Fungsi Penilaian Otentik (Authentic Assessment)
Penilaian merupakan bagian penting dalam dari suatu proses belajar mengajar.
Penilaian sangat berguna bagi guru karena dapat membantu menjawab masalah-masalah
penting yang terkait dengan peserta didiknya serta prosedur mengajarnya. Tidak ada proses
belajar mengajar yang bebas dari penilaian, karena penilaian memiliki beberapa fungsi dalam
pembelajaran, yaitu: (1) penilaian sebagai insentif untuk meningkatkan belajar, (2) penilaian
sebagai umpan balik bagi peserta didik, (3) peserta didik sebagai umpan balik bagi guru, (4)
penilaian sebagai informasi bagi orang tua, dan penilaian sebagai informasi untuk keperluan
seleksi (Rumini, et. al., 1991: 121).
Penilaian otentik kini disarankan penggunaannya, karena penilaian otentik menekankan
pencapaian pembelajar untuk menunjukkan kinerja, doing something, kesiapan pembelajaran
17
untuk berunjuk kerja selepas mengikuti kegiatan pembelajaran tentu lebih signifikan. Selain
itu, ada beberapa manfaat lain penggunaan penilaian otentik, sebagaimana dikemukakan
Mueller (http://sunartombs.wordpress. com/2009/07/14), yaitu sebagai berikut.
1. Penggunaan penilaian otentik memungkinkan dilakukannya pengukuran secara
langsung terhadap kinerja pembelajar sebagai indikator pencapain kompetensi yang
dibelajarkan. Penilaian yang hanya mengukur pencapaian pengetahuan yang telah
dikuasai pembelajar hanya bersifat tidak langsung. Tetapi, penilaian otentik menuntut
pembelajar untuk berunjuk kerja dalam situasi yang konkret dan sekaligus bermakna
yang
secara
otomatis
juga
mencerminkan
penguasaan
dan
keterampilan
keilmuannnya. Unjuk kerja tersebut bersifat langsung, langsung terkait dengan
konteks situasi dunia nyata dan tampilannya juga dapat diamati langsung. Hal itu
lebih mencerminkan tingkat pencapaian pada bidang yang dipelajari. Misalnya, dalam
belajar berbicara bahasa target, pembelajar tidak hanya berlatih mengucapkan lafal,
memilih kata, dan menyusun kalimat, melainkan juga mempratikkannya dalam situasi
konkret dan dengan topik aktualrealistiksehingga menjadi lebih bermakna.
2. Penilaian otentik memberi kesempatan pembelajar untuk mengkonstruksikan hasil
belajarnya. Penilaian haruslah tidak sekadar meminta pembelajar mengulang apa yang
telah dipelajari karena hal demikian hanyalah melatih mereka menghafal dan
mengingat saja yang kurang bermakna. Dengan penilaian otentik pembelajar diminta
untuk mengkonstruksikan apa yang telah diperoleh ketika mereka dihadapkan pada
situasi konkret. Dengan cara ini pembelajar akan menyeleksi dan menyusun jawaban
berdasarkan pengetahuan yang dimiliki dan analisis situasi yang dilakukan agar
jawabannya relevan dan bermakna.
3. Penilaian otentik memungkinkan terintegrasikannya kegiatan pengajaran, belajar, dan
penilaian menjadi satu paket kegiatan yang terpadu. Dalam pembelajaran tradisional,
juga model penilaian tradisional, antara kegiatan pengajaran dan penilaian merupakan
sesuatu yang terpisah, atau sengaja dipisahkan. Namun, tidak demikian halnya dengan
model penilaian otentik. Ketiga hal tersebut, yaitu aktivitas guru membelajarkan,
siswa belajar, dan guru menilai pencapaian hasil belajar pembelajar, merupakan satu
rangkaian yang memang sengaja didesain demikian. Ketika guru membelajarkan
suatu topik dan pembelajar aktif mempelajari, penilaiannya bukan semata berupa
tagihan terhadap penguasaan topik itu, melainkan pembelajar juga diminta untuk
berunjuk kerja mempraktikkannya dalam sebuah situasi konkret yang sengaja
diciptakan.
18
4. Penilaian otentik memberi kesempatan pembelajar untuk menampilkan hasil
belajarnya, unjuk kerjanya, dengan cara yang dianggap paling baik. Singkatnya,
model ini memungkinkan pembelajar memilih sendiri cara, bentuk, atau tampilan
yang menurutnya paling efektif. Hal itu berbeda dengan penilaian tradisional,
misalnya bentuk tes pilihan ganda, yang hanya member satu cara untuk menjawab dan
tidak menawarkan kemungkinan lain yang dapat dipilih. Jawaban pembelajar dengan
model ini memang seragam, dan itu memudahkan kita mengolahnya, tetapi itu
menutup kreativitas pembelajar untuk mengkreasikan jawaban atau kinerjanya.
Padahal, unsur kreativitas atau kemampuan berkreasi merupakan hal esensial yang
harus diusahakan keterpencapaiannya dalam tujuan pembelajaran.
II.A.D Tujuan Penilaian Otentik (Authentic Assessment)
Tujuan penilaian itu adalah untuk mengukur berbagai keterampilan dalam berbagai
konteks yang mencerminkan situasi di dunia nyata di mana keterampilan-keterampilan
tersebut digunakan. Misalnya, penugasan kepada pembelajar untuk membaca berbagai teks
aktual-realistik, menulis topik-topik tertentu sebagaimana halnya di kehidupan nyata, dan
berpartisipasi konkret dalam diskusi atau bedah buku, menulis untuk jurnal, surat, atau
mengedit tulisan sampai
siap cetak. Dalam kegiatan itu, baik materi pembelajaran maupun penilaiannya terlihat atau
bahkan memang alamiah. Jadi, penilaian model ini menekankan pada pengukuran kinerja,
doing something, melakukan sesuatu yang merupakan penerapan dari ilmu pengetahuan yang
telah
dikuasai
secara
teoretis.
Penilaian
otentik
lebih
menuntut
pembelajar
mendemonstrasikan pengetahuan, keterampilan, dan strategi dengan mengkreasikan jawaban
atau produk. Mahasiswa tidak sekedar diminta merespon jawaban seperti dalam tes
tradisional, melainkan dituntut untuk mampu mengkreasikan dan menghasilkan jawaban yang
dilatarbelakangi oleh pengetahuan teoretis.
Widayati (2009:) menyatakan tujuan dari penilaian otentik yaitu:
1. Mengembangkan
respon
siswa
daripada
menyeleksi
pilihan-pilihan
yang
sudah ditentukan sebelumnya.
2. Menunjukkan cara berpikir tingkat tinggi (higher order thinking).
3. Secara
langsung
mengevaluasi
proyek-proyek
menyeluruh.
4. Mensintesis dengan pembelajaran di kelas.
19
yang
bersifat
holistik
atau
5. Menggunakan
kumpulan
pekerjaan
atau
tugas
siswa
(portofolio)
dalam
jangka waktu yang lama.
6. Memberikan
kesempatan
untuk
melakukan
penilaian
beragam.didasarkan
dari kriteria yang jelas yang diketahui oleh siswa.
7. Berhubungan erat dengan belajar di kelas.
8. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengevaluasi pekerjaannya.
II.A.5. Langkah-langkah Pengembangan Penilaian Otentik (Authentic Assessment)
Semua rangkaian dalam lingkup kegiatan belajar mengajar harus direncanakan
dengan baik agar dapat memberikan hasil dan dampak yang maksimal. Hal inilah antara lain
yang kemudian mendorong intensifnya penerapan teknologi pendidikan dalam dunia
pendidikan. Perencanaan yang baik juga harus diterapkan dalam kegiatan penilaian yang
menjadi bagian integral dari kegiatan pembelajaran. Mueller (http://sunartombs. wordpress.
com/2009/07/14)
mengemukakan
sejumlah
langkah
yang
perlu
ditempuh
dalam
pengembangan penilaian otentik, yaitu yang meliputi
1. Penentuan Standar Standar dimaksudkan sebagai sebuah pernyataan tentang apa yang
harusdiketahui atau dapat dilakukan pembelajar. Di samping standar ada goal (tujuan
umum) dan objektif (tujuan khusus), dan standar berada di antara keduanya. Standar
dapat diobservasi (observable) dan diukur (measurable) keterpencapaiannya. Istilah
umum yang dipakai di dunia pendidikan di Indonesia untuk standar adalah
kompetensi sebagaimana terlihat pada KBK dan KTSP.
2. Penentuan Tugas Otentik. Tugas otentik adalah tugas-tugas yang secara nyata
dibebankan kepada pembelajar untuk mengukur penpencapaian kompetensi yang
dibelajarkan, baik ketika kegiatan pembelajaran masih berlangsung atau ketika sudah
berakhir. Pengukuran hasil penpencapaian kompetensi pembelajar yang secara
realistic dilakukan di kelas dapat bersifat model tradisional atau otentik sekaligus
tergantung kompetensi atau indicator yang akan diukur. Tugas otentik (authentic task)
sering disinonimkan dengan penilaian otentik (authentic assessment) walau
sebenarnya cakupan makna yang kedua lebih luas. Permasalahan yang segera muncul
adalah tugas-tugas apa atau modelmodel pengukuran apa yang dapat dikategorikan
sebagai tugas atau penilaian otentik. Semua kegiatan pengukuran pendidikan harus
mengacu pada standar (standar kompetensi, kompetensi dasar) yang telah ditetapkan.
Demikian pula halnya dengan pemberian tugas-tugas otentik. Pemilihan tugas-tugas
tersebut pertama-tama haruslah merujuk pada kompetensi mana yang akan diukur
20
penpencapaiannya. Kedua, dan inilah yang khas penilaian otentik, pemilihan tugastugas itu harus mencerminkan keadaan atau kebutuhan yang sesungguhnya di dunia
nyata. Jadi, dalam sebuah penilaian otentik mesti terkandung dua hal sekaligus: sesuai
dengan standar (kompetensi) dan relevan (bermakna) dengan kehidupan nyata.
3. Pembuatan Kriteria. Jika standar (kompetensi, kompetensi dasar) merupakan arah dan
acuan kompetensi pembelajaran yang dibelajarkan oleh pendidik dan sekaligus akan
dicapai dalam oleh subjek didik, proses pembelajaran haruslah secara sadar diarahkan
ke pencapaian kompetensi yang telah ditetapkan sebelumnya. Demikian pula halnya
dengan penilaian yang dimaksudkan untuk mengukur kadar pencapaian kompetensi
sebagai bukti hasil belajar. Untuk itu, diperlukan kriteria yang dapat menggambarkan
pencapaian kompetensi yang dimaksud. Kriteria merupakan pernyataan yang
menggambarkan tingkat pencapaian dan bukti-bukti nyata pencapaian belajar subjek
belajar dengan kualitas tertentu yang diinginkan. Kriteria lazimnya juga telah
dirumuskan sebelum pelaksanaan pembelajaran.
4. Pembuatan Rubrik.
Penilaian otentik menggunakan pendekatan penilaian acuan
criteria (criterion referenced measures) untuk menentukan nilai pencapaian subjek
didik. Dengan demikian, nilai seorang pembelajar ditentukan seberapa tinggi kinerja
ditampilkannya secara nyata yang menunjukkan tingkat pencapaian kompetensi yang
dibelajarkan. Untuk menentukan tinggi rendahnya skor kinerja yang dimaksud,
haruslah dipergunakan alat skala untuk memberikan skorskor tiap kriteria yang telah
ditentukan. Alat yang dimaksud disebut rubric (rubric). Rubrik dapat dipahami
sebagai sebuah skala penyekoran (scoring scale) yang dipergunakan untuk menilai
kinerja subjek didik untuk tiap kriteria terhadap tugas-tugas tertentu (Mueller,
http://sunartombs.wordpress.com/2009/07/14).\
II.D.6. Komponen Penilaian Otentik
Komponen penilaian Otentik yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu
1. Penilaian Otentik: Portofolio
Salah satu penilaian otentik yang kini popular dipergunakan di dunia pendidikan di
Indonesia adalah portofolio (portfolio). Bahkan, tampaknya di Indonesia penilaian model
portofolio lebih dahulu dikenal para guru daripada penilaian otentik bersamaan dengan
pelaksanaan KBK/ KTSP. Kini, penilaian portofolio semakin ramai dibicarakan dan diakrabi
para guru dan dosen yang mengajukan sertifikasi profesionalisme pendidik lewat pembuatan
portofolio. Sebelumnya, portofolio sudah lebih banyak dikenal di dunia usaha dan
21
perkantoran. Penggunaan portofolio sebagai salah model penilaian hasil belajar bahasa dan
sastra juga cocok karena dengan cara ini mahasiswa/siswa dipaksa atau terpaksa harus
membuat karya tulis. Penilaian portofolio dapat dipahami sebagai sekumpulan karya yang
disusun secara sistematis selama jangka waktu pembelajaran tertentu yang dipergunakan
untuk memantau perkembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik dalam
suatu mata pelajaran (Supranata & Hatta, 2004:21). Portofolio antara lain diperoleh lewat
penugasan yang diberikan secara terencana dan terstruktur. Jadi, selain untuk menilai hasil
belajar peserta didik, portofolio juga dapat difungsikan sebagai sarana untuk memantau
perkembangan
kemajuan
belajar.
Barton
&
Collins
(http://
sunartombs.wordpress.com/2009/07/14) membedakan objek penilaian portofolio (evidence)
ke dalam: (1) hasil karya peserta didik (artifacts): hasil kerja yang dilakukan di kelas; (2)
reproduksi (reproduction): hasil kerja peserta didik yang dilakukan di luar kelas; (3)
pengesahan (attestations): pernyataan dan hasil pengamatan guru/ pihak lain terhadap peserta
didik; dan (4) produksi (productions): hasil kerja peserta didik yang sengaja dipersiapkan
untuk portofolio. Penilaian portofolio haruslah sesuai dengan tujuan atau kompetensi yang
akan diukur. Oleh karena itu, portofolio dapat bermacam-macam tergantung tujuan yang
ingin dicapai, pembuatan portofolio haruslah secara jelas untuk menunjukkan kompetensi
yang mana.
2. Penilaian Performance Test
Tes-tes semacam inilah yang dimaksudkan dengan tes perbuatan atau tindakan. Tes
tindakan dapat digunakan untuk menilai kualitas suatu perkerjaan yang telah selesai
dikerjakan oleh peserta didik, termasuk juga keterampilan dan ketepatan menyelesaikan suatu
pekerjaan, kecepatan dan kemampuan merencanakan suatu pekerjaan, dan mengidentifikasi
suatu masalah. Tes tindakan dapat difokuskan pada proses, produk atau keduanya. Tes
tindakan sangat bermanfaat untuk memperbaiki kemampuan/perilaku peserta didik, karena
secara objektif kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh peserta didik dapat diamati dan diukur
sehingga menjadi dasar pertimbangan untuk praktik selanjutnya. Sebagaimana jenis tes yang
lain, tes tindakan pun mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan tes tindakan adalah
(1) satu-satunya teknik tes yang dapat digunakan untuk mengetahui hasil belajar dalam
bidang
keterampilan,
seperti
keterampilan
menggunakan
komputer,
keterampilan
menggunakan bahasa asing, keterampilan menulis indah, keterampilan menggambar dan
sebagainya, (2) sangat baik digunakan untuk mencocokkan antara pengetahuan teori dan
keterampilan praktik, sehingga hasil penilaian menjadi lengkap, (3) dalam pelaksanannya
tidak memungkinkan peserta didik untuk menyontek, dan (4) guru dapat mengenal lebih
22
dalam tentang karakteristik masing-masing peserta didik sebagai dasar tindak lanjut hasil
penilaian, seperti pembelajaran remedial. Adapun kelemahan/kekurangan tes tindakan adalah
(1) memakan waktu yang lama, (2) dalam hal tertentu membutuhkan biaya yang besar, (3)
cepat membosankan, (4) jika tes tindakan sudah menjadi sesuatu yang rutin, maka ia tidak
mempunyai arti apa-apa lagi, (5) memerlukan syarat-syarat pendukung yang lengkap, baik
waktu, tenaga maupun biaya. Jika syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi, maka hasil penilaian
tidak dapat dipertanggungjawabkan dengan baik.
3. Skala Sikap (Attitude Scale)
Sikap merupakan suatu kecenderungan tingkah laku untuk berbuat sesuatu dengan
cara, metode, teknik, dan pola tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa orang-orang
maupun berupa objek-objek tertentu. Sikap mengacu kepada perbuatan atau perilaku
seseorang, tetapi tidak berarti semua perbuatan identik dengan sikap. Perbuatan seseorang
mungkin saja bertentangan dengan sikapnya. Dosen perlu mengetahui norma-norma yang ada
pada peserta didik, bahkan sikap peserta didik terhadap dunia sekitarnya, terutama terhadap
mata pelajaran dan lingkungan sekolah. Jika terdapat sikap peserta didik yang negatif, dosen
perlu mencari suatu cara atau teknik tertentu untuk menempatkan sikap negatif itu menjadi
sikap yang positif. Dalam mengukur sikap, guru hendaknya memperhatikan tiga komponen
sikap, yaitu (1) kognisi, yaitu berkenaan dengan pengetahuan peserta didik tentang objek, (2)
afeksi, yaitu berkenaan dengan perasaan peserta didik terhadap objek, dan (3) konasi, yaitu
berkenaan dengan kecenderungan berperilaku peserta didik terhadap objek. Di samping itu,
guru juga harus memilih salah satu model skala sikap.
II.D.7.Strategi Penilaian Autentik
Dalam pelaksanaan pembelajaran bagi mahasiswa supaya lebih memahami materi yang
di dapat setelah belajar yang diberikan kepada dosen salah satunya kegiatan autentik. Dimana
Bentuk-Bentuk Penerapan Autentik Assesmen adalah Portopolio dapat dilakukan dengan
wawancara lisan,performance melakukan tugas problem solving, proyek membuat kegiatan
yang dilakukan
mendiskusikan suatu
masalah, penelitian dalam bentuk diskusi,
menulis/Esai dapat dilakukan dengan kegiatan simulasi atau evaluasi setiap sebulan sekali,
merevisi yang dilakukan melalui presentasi, respon tertulis dengan menganalisis secara lisan.
Untuk pembelajaran mahasiswa perlu menggunakan teknik penilaian autentik dalam
pembelajaran.
Dimana
Langkah-langkah
autentik
assesmen
dilakukan
adalah
mengidentifikasi standar untuk mahasiswa yang sesuai dengan kurikulum, mengembangkan
suatu tugas untuk mahasiswa yang dapat menunjukkaan bahwa mereka telah memenuhi
23
standar itu, Mengidentifikasi karakteristik kinerja yang baik pada kriteria tugas sejauhmana
mahasiswa sudah memahami pembelajaran, Untuk setiap kriteria, identifikasi dua atau lebih
tingkat kemampuan mahasiswa yang dilakukan bersama-sama. Kombinasi kriteria dan
tingkat kinerja untuk masing-masing kriteria akan dibuat suatu bentuk yang sistematis untuk
tugas sebagai pedoman penilaian.
Dengan menggunakan teknik penilaian autentik maka mahasiswa dapat jujur dalam
menggunakan teknik tersebut. Dalam teknik ini ditingkatkan kejujuran pada mahasiswa
dalam menghadapi ujian. Sehingga jika dilakukan teknik penilaian autentik pada mahasiswa
maka banyak manfaat yang di dapat pada mahasiswa misalnya mahasiswa dapat melatih
kejujuran, kemampuan mahasiswa dapat dikembangkan dan mahasiswa mampu menyerap
pembelajaran yang di peroleh dalam belajar.
Dalam penelitian ini penilaian otentik yang dilakukan berupa tes standar, observasi,
esai, assemen diri dan tugas problem solving.
II.B. KEJUJURAN
II.B.1. Definisi Kejujuran
Menurut Albert Hendra Wijaya, Jujur diartikan secara baku adalah "mengakui,
berkata atau memberikan suatu informasi yang sesuai kenyataan dan kebenaran". Dalam
praktek dan penerapannya, secara hukum tingkat kejujuran seseorang biasanya dinilai dari
ketepatan pengakuan atau apa yang dibicarakan seseorang dengan kebenaran dan kenyataan
yang terjadi. Bila berpatokan pada arti kata yang baku dan harafiah maka jika seseorang
berkata tidak sesuai dengan kebenaran dan kenyataan atau tidak mengakui suatu hal sesuai
yang sebenarnya, orang tersebut sudah dapat dianggap atau dinilai tidak jujur, menipu,
mungkir, berbohong, munafik atau lainnya.
Kata jujur adalah kata yang digunakan untuk menyatakan sikap seseorang. Bila
seseorang berhadapan dengan suatu atau fenomena maka seseorang itu akan memperoleh
gambaran tentang sesuatu atau fenomena tersebut. Bila seseorang itu menceritakan
informasi tentang gambaran tersebut kepada orang lain tanpa ada “perobahan” (sesuai
dengan realitasnya) maka sikap yang seperti itulah yang disebut dengan jujur. Kejujuran
adalah suatu perbuatan, pemikiran dan perkataan sesuai dengan kenyataan dan fakta yang
dilakukan.
Pada kebanyakan mahasiswa melakukan tidak jujur dalam menghadapi ujian sehingga
kemampuan yang diperoleh tidak ada dan tidak dapat mengembangkan kemampuannya.
Ketidakjujuran diartikan sebagai niat seseorang untuk melakukan perilaku didasari oleh sikap
24
dan norma subjektif terhadap perilaku tersebut. Norma subjektif muncul dari keyakinan
normatif akan akibat perilaku, dan keyakinan normatif akibat perilaku tersebut terbentuk dari
umpan balik yang diberikan oleh perilaku itu sendiri (Fishbein dan Ajzen, 1975, h.
288).ketidakjujran sebagai niat atau keinginan seseorang untuk melakukan suatu perilaku
demi mencapai tujuan tertentu yang didasarkan pada sikap dan keyakinan orang tersebut
maupun keyakinan dan sikap orang yang mempengaruhinya untuk melakukan suatu perilaku
tertentu. menurut Black Law ketidakjujuran adalah
1. Kesengajaan atas salah pernyataan terhadap suatu kebenaran atau keadaan yang
disembunyikan dari sebuah fakta material yang dapat mempengaruhi orang lain untuk
melakukan perbuatan atau tindakan yang merugikannya, biasanya merupakan
kesalahan namun dalam beberapa kasus (khususnya dilakukan secara disengaja)
memungkinkan merupakan suatu kejahatan;
2. penyajian yang salah/keliru (salah pernyataan) yang secara ceroboh/tanpa perhitungan
dan tanpa dapat dipercaya kebenarannya berakibat dapat mempengaruhi atau
menyebabkan orang lain bertindak atau berbuat;
3. Suatu kerugian yang timbul sebagai akibat diketahui keterangan atau penyajian yang
salah (salah pernyataan), penyembunyian fakta material, atau penyajian yang
ceroboh/tanpa perhitungan yang mempengaruhi orang lain untuk berbuat atau
bertindak yang merugikannya. Aspek-aspek tidak jujur dalam belajar misalnya
menyontek dalam waktu ujian.
Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan kejujuran yaitu Perilaku yang didasarkan
pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan,
tindakan, dan pekerjaan.
II. B.2 Aspek Kejujuran
Dalam situs Parenting (2011) dijelakan 3 aspek utama pada kejujuran yaitu:
1. Berani menyatakan kebenaran . Individu yang jujur mampu menyatakan kebenaran
walaupun kebenaran itu merugikan dirinya sendiri maupun oranglain.
2. Ketulusan yaitu kesejatian tujuan yang mencegah semua tindakan penipuan (yaitu,
setengah-kebenaran, kelalaian yang disengaja). Individu yang memiliki kejujuran
dalam melakukan suatu tindakan dilandaskan pada hati nurani sehingga ketika berkata
dan membantu orang lain dilakukan dengan penuh ketulusan
3. Keterusterangan: Keterusterangan adalah aspek yang paling utama dari kejujuran dan
melibatkan kemauan untuk memberika informasi yang dibutuhkan
25
Menurut Fishbein dan Ajzen (1975, h. 292) Perilaku tidak jujur/ menyontek memiliki
empat aspek, yaitu:
a. Perilaku (behavior)
Bentuk-bentuk perilaku yang menunjukan tingkah laku yaitu menggunakan catatan
jawaban ujian/ulangan, mencontoh jawaban siswa lain, memberikan jawaban yang
telah selesai pada teman, dan mengelak dari aturan-aturan.
b. Sasaran (target)
Objek yang menjadi sasaran perilaku. Objek yang menjadi sasaran dari perilaku
spesifik dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu orang/objek tertentu (particular
object), sekelompok orang/objek (a class of object), dan orang atau objek pada
umumnya (any object). Objek yang menjadi sasaran perilaku dapat berupa catatan
jawaban, buku, telepon genggam, kalkulator,maupun teman.
c. Situasi (situation)
Situasi yang mendukung untuk dilakukannya suatu perilaku (bagaimana dan dimana
perilaku itu akan diwujudkan). Situasi dapat pula diartikan sebagai lokasi terjadinya
perilaku. Pada konteks menyontek, menurut Sujana dan Wulan (1994, h. 3) perilaku
tersebut dapat muncul jika siswa merasa berada dalam kondisi terdesak, misalnya
diadakan pelaksanaan ujian secara mendadak, materi ujian terlalu banyak, atau
adanya beberapa ujian yang diselenggarakan pada hari yang sama sehingga siswa
merasa kurang memiliki waktu untuk belajar. Situasi lain yang mendorong siswa
untuk menyontek menurut Klausmeier (1985, h. 388) adalah jika siswa merasa
perilakunya tidak akan ketahuan. Meskipun ketahuan, hukuman yang diterima tidak
akan terlalu berat.
d. Waktu (time)
Waktu terjadinya perilaku yang meliputi waktu tertentu, dalam satu periode atau
tidak terbatas dalam satu periode, misalnya waktu yang spesifik (hari tertentu,
tanggal tertentu, jam tertentu), periode tertentu (bulan tertentu), dan waktu yang tidak
terbatas (waktu yang akan datang).
II.B.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Menyontek
Perilaku menyontek menururt Fishbein dan Ajzen (dalam Baron dan Byrne,2003, h.
133) dapat dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:
a. Sikap terhadap perilaku.
26
Sikap terhadap perilaku yang akan dilakukan dipengaruhi oleh keyakinan individu
bahwa melakukan perilaku tertentu akan membawa pada konsekuensi-konsekuensi tertentu
(behavioral beliefs) dan penilaian individu terhadap konsekuensi-konsekuensi yang akan
terjadi pada individu (outcome evaluations). Keyakinan tentang konsekuensi perilaku
terbentuk berdasarkan pengetahuan individu tentang perilaku tersebut, yang diperoleh dari
pengalaman masa lalu dan informasi dari orang lain (Fishbein dan Ajzen, 1975, h. 132).Sikap
terhadap perilaku merupakan derajat penilaian ada yang
positif atau negative terhadap
perwujudan perilaku tertentu. Individu memiliki sikap positif terhadap perilaku bila
mempunyai keyakinan dan penilaian yang positif terhadap hasil dari tindakan tersebut.
Sebaliknya, sikap terhadap perilaku negatif jika keyakinan dan penilaian terhadap hasil
perilaku negatif (Ajzen, 1991, h. 120).
b. Norma subjektif terhadap perilaku.
Norma subjektif merupakan persepsi individu terhadap norma sosial untuk
menampilkan atau tidak menampilkan perilaku tertentu. Norma subjektif ditentukan oleh
keyakinan normatif (normative beliefs) mengenai harapan-harapan kelompok acuan atau
orang tertentu yang dianggap penting terhadap individu dan motivasi individu untuk
memenuhi atau menuruti harapan tersebut (motivations to comply). Keyakinan normatif
diperoleh dari informasi orang yang berpengaruh (significant others) tentang apakah individu
perlu, harus, atau dilarang melakukan perilaku tertentu dan dari pengalaman individu yang
berhubungan dengan perilaku tersebut (Fishbein dan Ajzen, 1975, h. 303).
c. Persepsi kontrol terhadap tingkah laku.
Selain kedua faktor di atas, Ajzen memperluas teori mengenai intensi tindakan yang
beralasan (reasoned action theory) dengan menambahkan factor yang ketiga, yaitu persepsi
terhadap kontrol terhadap tingkah laku, dalam teori tingkah laku terencana (theory of planned
behavior). Persepsi terhadap control tingkah laku merupakan penilaian terhadap kemampuan
atau ketidakmampuan untuk menampilkan perilaku, atau penilaian seseorang mengenai
seberapa mudah atau seberapa sulit untuk menampilkan perilaku. Individu tidak membentuk
intensi untuk melakukan suatu perilaku kecuali merasa yakin memiliki kemampuan untuk
menampilkan perilaku tersebut. Semakin tinggi persepsi terhadap kontrol perilaku, semakin
tinggi intensi perilaku (Semin dan Fiedler,1996, h. 22). Intensi mencerminkan keinginan
seseorang untuk melakukan tindakan tertentu, sedangkan persepsi terhadap kontrol tingkah
laku sangat memperhatikan beberapa kendala realistis yang mungkin ada. Intensi tidak
dengan sendirinya menjadi perilaku, karena masih tergantung pada faktor lain yaitu persepsi
27
individu terhadap kemampuannya untuk mewujudkan perilaku dan kendala-kendala yang
diperkirakan dapat menghambat perilakunya (Sarwono, 1997, h. 249).
II.C. KERANGKA KONSEPTUAL
Dalam penelitian ini, penilaian autentik merupakan suatu teknik atau cara yang
dilakukan dengan menggunakan fortopolio untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa
dalam pembelajaran serta melatih kejujuran pada mahasiswa. Tujuan penilaian autenti dalam
pembelajaran untuk meningkatkan kejujuran pada mahasiswa adalah mengembangkan respon
mahasiswa, membentuk pola pikir mahasiswa tingkat tinggi, memperoses pembelajaran
kearah positif, mengumpulkan tugas mahasiswa (fortopolio) secara cepat dan tepat, dan
meningkatkan hubungan erat dalam belajar.
Banyak manfaat jika penilaian autentik ini dilaksanakan dengan baik, karena mahasiswa
mampu mengembangkan kemampuannya tanpa melihat pekerjaan temannya, mampu mandiri
dalam segala bidang kegiatan, mampu berimajinasi dan mengeluarkan ide-ide yang
cemerlang serta melatih kejujuran mahasiswa dalam mengerjakan soal ujian yang diberikan
oleh dosen. Sehingga, mahasiswa akan berhasil dan sukses dengan nilai yang baik dan
memiliki bekal untuk dikembangkan.
Dapat dilihat dari kenyataan yang ada bahwa banyak mahasiswa yang telah tamat tetapi
belum bisa menerapkan yang didapat selama perkulihan. Oleh karena itu, para dosen bisa
memberikan materi pembelajaran kepada mahasiswa secara penilaian autentik supaya
mahasiswa dapat menerapkan ilmu yang telah didapatkannya. Dari uraian diatas peneliti
menyimpulkan, “ Bahwa penilaian autentik sangat berpengaruh terhadap pembelajaran
mahasiswa untuk melatih kejujuran”.
II.D. HIPOTESIS
Hipotesa dalam penelitian ini yaitu “Ada pengaruh positif antara penilaian otentik
terhadap peningkatan kejujuran pada mahasiswa regular B Dimana semakin tinggi penerapan
penilaian otentik pada mahasiswa maka makin positif juga tingkat kejujuran pada mahasiswa.
Sebaliknya, semakin rendah aplikasi penilaian otentik maka makin tingkat kejujuran pada
mahasiswa.
28
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan unsur penting didalam penelitian ilmiah karena metode
yang digunakan dalam penelitian dapat menentukan apakah penelitian tersebut dapat
dipertanggungjawabkan hasilnya ( Hadi, 2000 ).
III. A. Identifikasi Variabel Penelitian
Untuk
dapat
menguji
hipotesa
penelitian,
terlebih
dahulu
perlu
diidentifikasikan terlebih dahulu variabel-variabel penelitian yang dipakai dalam
penelitian ini adalah :
1. Variabel bebas
: penilaian otentik
2. Variabel tergantung
: kejujuran
III. B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Definisi operasional pada penelitian ini yaitu:
1. Penilaian Otentik yaitu penilaian model otentik menekankan pada pengukuran kinerja,
doing something, melakukan sesuatu yang merupakan penerapan dari ilmu
pengetahuan yang telah dikuasai secara teoretis. Penilaian otentik lebih menuntut
pembelajar mendemonstrasikan pengetahuan, keterampilan, dan strategi dengan
mengkreasikan jawaban atau produk. Penilaian Otentik dalam penelitian ini meliputi
tes standar, observasi, esai, tugas problem solving dan wawancara.
2. Kejujuran yaitu perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai
orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. Aspek
Kejujuran yang digunakan dalam penelitian ini yaitu perilaku, sasaran, waktu dan
situasi
29
III. C. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa. Subjek dalam penelitian sebanyak
mahasiswa regular B yang sedang mengikuti mata kuliah Psikologi Umum di FIP UNIMED .
Selanjutnya penerapan metode penilaian otentik telah disosialisakan terlebih dahulu pada
awal perkuliahan. Penelitian ini mulai dilaksanakan pada tanggal 3 September 2011 sampai 3
November 2011 (selama 2 bulan). Tindakan dilakukan dengan dua siklus, siklus pertama
selama tiga minggu dan siklus ke dua selama dua minggu
III.D.Perlakuan dan Rancangan Percobaan/ Kajian
Perlakuan dan rancangan percobaan yang sesuai dengan masalah yang dihadapi dalam
meningkatkan kejujuran mahasiswa BK Reguler B FIP Unimed, maka peneliti
melaksanakannya secara kolaborasi dosen dengan teman sejawat. Berdasarkan hasil diskusi
dosen dengan teman sejawat perlu dilaksanakan perbaikan pembelajaran guna meningkatkan
kejujuran mahasiswa BK Reguler C FIP Unimed yang sesuai dengan langkah-langkah PTK.
Rancangan tindakan menggunakan model Kemis & Taggart dengan 4 komponen penelitian
tindakan yaitu : (1) perencanaan, (2) tindakan, (3) observasi, (4) refleksi.
Dengan demikian perlu disusun pelaksanaan kegiatan siklus I dan Siklus II yang
terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi.
Adapun proses pelaksanaan perbaikan pembelajaran sebagai berikut :
Tabel 2
Pelaksanaan Perbaikan Pembelajaran
Identifikasi Masalah
Perumusan masalah
Aktivitas Dosen
Teman sejawat
Aktivitas Dosen
Teman sejawat
Rencana tindakan
Aktivitas Dosen
Pelaksanaan tindakan
Aktivitas Dosen
Observasi
Aktivitas Dosen
Teman sejawat
Refleksi
Aktivitas Dosen
Teman sejawat
30
Menyusun
jadwal
ujian
Menyusun lembaran angket
Menyediakan alat instumentasi
BK
Menyusun lembar observasi
Menyusun rancangan ujian
Membuat soal untuk ujian
Menyusun lembaran observasi
dan angket
Menyediakan alat peraga
Membagi kelompok
Memberikan soal ujian
Mengobservasi kegiatan dosen
Mengobservasi
kegiatan
mahasiswa
Mengobservasi kegiatan dosen
dalam pembelajaran
III.E.Pengamatan
Pengamatan yang diperoleh dalam ujian belangsung adalah banyak mahasiswa yang
melihat buku dan melihat teman sebelahnya. Ketika ujian berlangsung banyak mahasiswa
ynag gelisah karena tidak tahu jawaban dan bahkan mereka saling memberikan kertas
jawaban mereka..
III.F.Prosedur Percobaan / Kajian
Tabel 3
Prosedur Percobaan
No
1.
Tahap Kegiatan
Awal
Tujuan
Hasil Yang Dicapai
 mengidentifikasi tentang penilaian
autentik terhadap kejujuran
mahasiswa
 mendiskusikan penilaian autentik
mahasiswa dan upaya melakukan
perbaikan untuk meningkatkan
kejujuran mahasiswa
 Menyusun tugas yang akan diberkan
kepada mahasiswa
 Menyusun test membuat pedoman
observasi
 Membuat kuesioner
 Membuat tugas untuk observasi
 Melaksanakan tahapan layanan
perencanaan yang telah disusun
dengan menggunakan alat instrument
Ada dukungan dosen
dan teman sejawat, untuk
melakukan perbaikan
guna meningkatkan
kejujuran mahasiswa
2.
Perencanaan
3.
Pelaksanaan
4.
Pengamatan
 Memperoleh data perbaikan dengan
rancangan penilaian autentik dalam
ujian
5.
Refleksi
 Mengamati dan mencatat semua
aktivitas yang dapat mempengaruhi
kejujuran mahasiswa dalam ujian
31
Ada rencana kegiatan
yang dilakukan dosen
dan mahasiswa sesuai
dengan tahap layanan.
Layanan sesuai dengan
perencanaan yang dibuat
dengan mempergunakan
alat instrument
Ada diperoleh data yang
berkaitan dengan
kejujuran mahasiswa
yang dilaksanakan oleh
dosen
Ada hasil refleksi
Merencanakan
Refleksi
Siklus I
Melakukan
Tindakan
Mengamati
Merencanakan
Refleksi
Siklus II
Melakukan
Tindakan
Mengamati
Gambar 1. Tahap-tahap dalam PTK dalam Wardani dkk (2005)
III.G. Prosedur Pelaksanaan
III.G.1. Siklus I
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua siklus dengan waktu 2 bulan Siklus
pertama bertujuan untuk menerapkan relaksasi meningkatkan kejujuran dalam pembelajaran
dengan penilaian autentik.
1. Perencanaan
Hal-hal yang perlu direncanakan yaitu : tempat dan jadwal melakukan relaksasi,
instrumen pengukuran tingkat kejujuran dengan memberikan ujian formatif kepada
mahasiswa BK Reguler A
2. Tindakan
a. Mengukur strategi penilaian autentik dalam pembelajaran untuk melihat tingkat kejujuran
mahasiswa BK.
b. Melakukan relaksasi, dosen mengarahkan mahasiswa untuk duduk dengan jarak 1 meter
dari teman sebelahnya, kemudian dosen
memberikan ujian dengan dilakukan
memberikan soal oleh dosen dan langsung dijawab oleh mahasiswa, setelah selesai soal
32
ujian terakhir selama 3 menit, barisan paling depan mengumpulkan lembar jawaban
deretannya.
c. Melakukan penilaian otentik melalui tugas berupa proyek solving dan lembar observasi
3. Observasi
Aspek yang diobservasi sebagai berikut :

Pelaksanaan relaksasi sesuai dengan perencanaan

Peningkatan kejujuran mahasiswa BK

Keungulan dan kelemahan tindakan
Pelaksana observasi dilakukan oleh dosen dan mahasiswa yang ada di dalam kelas. Observasi
dilakukan sepanjang rentang waktu penelitian sedang berlangsung. Alat observasi digunakan
daftar cek, catatan lapangan, dan alat perekam.
4.
Refleksi
Refleksi dilakukan oleh dosen dan mahasiswa yang ada di dalam kelas. Aspek
yang direfleksi data-data hasil observasi strategi penilaian autentik. Evaluasi, kriteria
keberhasilan tindakan ditentukan 75% jumlah mahasiswa 41 orang yang terdiri dari 9
putra dan 32 putri yang berhasil melaksanakan relaksasi akan meningkatkan kejujuran
Mahasiswa Bk. Alat evaluasi berupa daftar cek.
III.G.2 Siklus II
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan meningkatkan kejujuran dalam
pembelajaran dengan penilaian autentik.
1. Perencanaan
Hal-hal yang perlu direncanakan yaitu : Pertemuan dosen dengan mahasiswa dalam
menumbuhkan tingkat kejujuran mahasiswa BK Unimed melalui penilaian autentik
yang diberikan oleh dosen yaitu melaksankaan tes standar setelah materi perkuliahan
selesai, assesmen diri dan tugas esai berupa review jurnal.
2. Tindakan
a. Mengukur strategi penilaian autentik dalam pembelajaran untuk melihat tingkat
kejujuran mahasiswa BK.
b. Melakukan relaksasi, dosen memberikan tugas untuk performance setiap mahasiswa
dan memberikan satuan layanan dengan materi meningkatkan kejujuran dalam waktu
ujian melalui penilaian autentik.
3. Observasi
Aspek yang diobservasi sebagai berikut :
33
 Pelaksanaan relaksasi sesuai dengan perencanaan
 Peningkatan kejujuran mahasiswa BK
 Keungulan dan kelemahan tindakan
Pelaksana observasi dilakukan oleh dosen dan mahasiswa yang ada di dalam kelas.
Observasi dilakukan sepanjang rentang waktu penelitian sedang berlangsung. Alat
observasi digunakan daftar cek, catatan lapangan, dan alat perekam.
4. Refleksi
Refleksi dilakukan oleh dosen dan mahasiswa yang ada di dalam kelas. Aspek
yang direfleksi data-data hasil observasi strategi penilaian autentik. Evaluasi, kriteria
keberhasilan tindakan ditentukan 75% jumlah mahasiswa 35 orang yang terdiri dari 8
putra dan 27 putri yang berhasil berada pada kategorisasi ditas rata-rata kejujuran.
Alat evaluasi berupa daftar cek.
III.F. Instrumen Pengumpulan Data
1. Penilaian Otentik
Penilaian otentik akan diukur melalui 5 bentuk alat pengumpulan data yaitu
a. Tes standar. Bentuk tes berupa essai yang merupakan pertanyaan-pertanyaan terkait
materi yang telah dipelajari. Tes diberikan setelah materi diberikan, dan dilaksanakan
pada setiap pertemuan pada siklus I dan II.
b. Lembar Observasi. Lembar observasi berupa hasil pengamatan terhadap perilaku dari
mahasiswa dalam proses belajar mengajar. Pengisian lembar observasi dilaksanakan
oleh observer (mahasiswa yang ikut dalam penelitian). Data pada lembar observasi
diambil pada siklus I.
c. Proyek problem solving. Dosen meminta mahasiswa untuk mengerjakan analisis
terhadap teori psikologi dengan cara menganalisis kelebihan dan kekurangan masingmasing teori. Penilaian pada proyek problem solving dilaksanakan pada siklus II
d. Assesmen diri. Penilaian pada diri sendiri dilakukan oleh mahasiswa untuk
mengevaluasi
keaktifan
mereka
dalam
proses
belajar
mengajar,
dosen
menginstruksikan agar mahasiswa menilai secara objektif kemampuan dirinya.
Penilaian ini dilakukan pada Siklus II
e. Esai. Esai yang dikerjakan oleh mahasiswa berupa analisis terhadap jurnal yang
terkait dengan materi yang diberikan. Untuk menghindari perilaku tidak jujur seperti
plagiat tugas, dosen menginstruksikan agar semua judul jurnal dikumpulkan dulu
34
pada sekretaris sehingga tidak ada jurnal yang sama. Data penilaian pada esai berupa
review jurnal dilaksanakan pada pertemuan II.
2. Kejujuran
Untuk mengukur kejujuran akan dilakukan dengan menggunakan angket. Angket
kejujuran sudah dilakukan uji coba sebelumnya dengan hasil uji reabilitas alpha sebesar 0,
943.
III.H. Teknik Analisa Data
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk melihat
pengaruh penilaian otentik untuk meningkatkan kejujuran pada mahasiswa. Untuk menjawab
hipotesa penelitian maka digunakan uji analisis regresi.
35
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan mengenai keseluruhan hasil penelitian. Pembahasan akan
dimulai dengan memberikan gambaran umum subjek penelitian dilanjutkan dengan analisa
dan interpretasi data penelitian.
IV. A Gambaran Umum Subjek
Subjek penelitian dalam penelitian ini berjumlah 35 orang mahasiswa Prodi BK yang
berada pada kelas regular B dan mengikuti mata kuliah Psikologi Umum. Berdasarkan hal
tersebut didapatkan gambaran subjek penelitian menurut usia dan jenis kelamin
Tabel 4
Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia dan Kelas
Penyebaran Kategori
Jumlah (N)
Persentase
Subjek
Jenis
Laki-laki
8 orang
22,8 %
Kelamin
Perempuan
27 orang
77.2 %
Usia
17 tahun
4 orang
11.4%
18 tahun
25 orang
71.4%
19 tahun
6 orang
17.2%
IV.B. Hasil Penelitian
Jumlah instrumen penelitian yang disebarkan pada subjek penelitian adalah 35 buah
sesuai dengan jumlah sampel yang telah ditetapkan pada proses pengambilan sampel. Skala
yang disebarkan kembali keseluruhannya dan semua data diikutkan dalam proses analisa data
penelitian.
IV.B.1. Uji asumsi
Hipotesa dalam penelitian ini yaitu ada pengaruh positif antara penilaian otentik
dengan peningkatan kejujuran pada mahasiswa regular B. Oleh karena itu sebelum analisa
dilakukan, ada beberapa syarat yang harus dilakukan terlebih dahulu yaitu uji asumsi
36
normalitas sebaran pada kedua variabel baik variabel persepsi terhadap kualitas personal
konselor maupun variabel pemanfaatan layanan konseling sekolah. Selain itu juga dilakukan
uji linearitas untuk mengetahui bentuk korelasi antara masing-masing variabel. Pengujian
asumsi normalitas dan linearitas ini dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS
14.0 for windows
IV.B.1.1 Uji normalitas
Uji normalitas Kolmogorov-Smirnov yang dilakukan pada variabel penilaian otentik
dan kejujuran menunjukkan sebaran normal. Uji normalitas sebaran pada penelitian ini akan
dilakukan pada data siklus I dan II. Pengujian normalitas sebaran data penilaian otentik dan
kejujuran pada Siklus I dapat dilihat pada tabel 4
Tabel 4
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
PenOtentik
N
Normal
Mean
Parametersa Std. Deviation
Most
Absolute
Extreme
Positive
Differences Negative
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
35
82.8257
4.11320
.190
.138
-.190
1.124
.160
Kejujuran
35
18.6000
2.22552
.164
.121
-.164
.970
.304
Berdasarkan kaidah uji normalitas sebaran yaitu apabila p> 0.050, maka sebaran data
pada variable penilaian otentik dan kejujuran pada siklus I terdistribusi secara normal normal.
Pada variabel penilaian otentik nilai p = 0.160 dan pada variabel kejujuran p = 0.304 .
Pengujian normalitas pada data penilaian otentik dan kejujuran untuk siklus ke II dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.
37
Tabel 5
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
PenOtentik
N
Normal
Mean
Parameter Std. Deviation
sa
Most
Absolute
Extreme Positive
Difference Negative
s
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Kejujuran
35
83.2543
35
21.4571
3.16891
2.18744
.195
.119
.131
.097
-.195
-.131
1.153
.140
.776
.584
Berdasarkan kaidah uji normalitas sebaran yaitu apabila p> 0.050, maka sebaran data
pada variable penilaian otentik dan kejujuran pada siklus II terdistribusi secara normal
normal. Pada variabel penilaian otentik nilai p = 0.140 dan pada variabel kejujuran p = 0.584
.
IV.B.2. Uji linearitas hubungan
Hasil uji linearitas hubungan dengan menggunakan interactive graph menghasilkan
diagram pencar (scatterplot). Pada siklus I , dari diagram scatterplot menunjukkan bahwa
variablel penilaian otentik dan kejujuran memiliki hubungan yang linier. Linieritas hubungan
tersebut dapat dilihat pada gambar 2.
Pada siklus II , dari diagram scatterplot menunjukkan bahwa variablel penilaian
otentik dan kejujuran memiliki hubungan yang linier. Linieritas hubungan tersebut dapat
dilihat pada gambar 3.
38
IV.B.2. Hasil utama penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian ini serta landasan teori yang telah dikemukakan di
awal, hipotesa penelitian ini adalah ada pengaruh positif antara penerapan penilaian otentik
untuk meningkatkan kejujuran pada mahasiswa. Mengingat bahwa hipotesis awal bersifat
satu arah dengan taraf kepercayaan yang digunakan 95%, maka ada dua ketentuan
penerimaan hasil uji statistik, yaitu :
1. arah hasil uji korelasi sesuai dengan arah hipotesis (rxy bersifat positif)
2. nilai p ≤ 0.05
Pada penelitian ini menggunakan perhitungan analisis regresi, pada siklus I
didapatkan nilai rxy = 0.134 dengan nilai p = 0.030. Dengan demikian hipotesa yang
digunakan dalam penelitian ini dapat diterima yaitu ada pengaruh positif penerapan penialian
otentik dengan peningkatan kejujuran pada mahasiswa. Berdasarkan hasil perhitungan siklus
II didapatkan nilai rxy = 0.96, dengan nilai p = 0.039. Dengan demikian hipotesa yang
digunakan dalam penelitian ini terbukti, yakni ada pengaruh positif penerapan penilaian
otentik dalam meningkatkan kejujuran pada mahasiswa. (Hasil dapat dilihat pada lampiran)
IV.B.3 Hasil tambahan
Berdasarkan analisa data penelitian, juga didapatkan beberapa hasil tambahan. Hasil
tambahan yang diperoleh dari penelitian ini antara lain kategorisasi data penelitian
berdasarkan tingkat kejujuran berdasarkan skala yang telah dibagikan dan kenaikan tingkat
39
kejujuran pada mahasiswa pada siklus I dan II. Selain itu juga akan ditampilkan data
kenaikan tingkat kejujuran pada siklus I dan siklus II.
IV.B.3.1. Kategorisasi Data Penelitian Berdasarkan Instrumen Kejujuran
Kategorisasi dilakukan untuk mengetahui dan menginterpretasikan sejauh mana
tingkat kejujuran yang dimiliki oleh mahasiswa. Kategorisasi tingkat kejujuran mahasiswa
akan dibagi dalam siklus I dan Siklus II. Kategorisasi tingkat kejujuran mahasiswa dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 6
Kategorisasi Kejujuran
Siklus
Siklus I
Siklus II
Nilai
Interpretasi
Jumlah
%
0–6
Hampir tidak mempunyai kejujuran
-
0
7 – 12
Kurang jujur
-
0
13 – 18
Peduli kejujuran/ rata-rata jujur
12
34.2
19 – 24
Diatas rata-rata kejujuran
23
65.8
25 – 30
Sangat jujur
-
0–6
Hampir tidak mempunyai kejujuran
-
7 – 12
Kurang jujur
-
13 – 18
Peduli kejujuran/ rata-rata jujur
4
11.4
19 – 24
Diatas rata-rata kejujuran
29
82.8
25 – 30
Sangat jujur
2
5.8
Dari data diatas dapat disimpulkan pada siklus I sebanyak 34.2% mahasiswa memiliki
tingkat kejujuran pada kategorisasi rata-rata jujur dan 65.8% mahasiswa berada pada kategori
diatas rata-rata kejujuran.
Pada siklus II sebanyak 11.4% mahasiwa memiliki tingkat
kejujuran pada kategorisasi rata-rata jujur, 82.8% mahasiswa berada pada kategori diatas
rata-rata kejujuran dan 5.8 mahasiswa berada pada kategori sangat jujur.
III.B.3.2. Tingkat Kenaikan Kejujuran
40
Berdasarkan data yang didapat dari siklus I dan Siklus II dapat disimpulkan terjadi
kenaikan tingkat kejujuran yang dapat dinilai dari nilai mean pada masing-masing siklus
seperti yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 7
Tingkat Kenaikan Kejujuran
Siklus
Mean
%
Siklus I
19,5
65 %
Siklus II
21,4
71.3%
Dari data diatas dapat disimpulkan terjadi kenaikan tingkat kejujuran dari siklus I
dengan nilai mean 19,5 (65%) menjadi 21,4 (71.3%).
III.C. Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil analisa data pada penelitian ini menggunakan perhitungan analisis
regresi, pada siklus I didapatkan nilai rxy = 0.134 dengan nilai p = 0.030. Dengan demikian
hipotesa yang digunakan dalam penelitian ini dapat diterima yaitu ada pengaruh positif
penerapan penilaian otentik dengan peningkatan kejujuran pada mahasiswa. Penerapan
penilaian otentik dengan menggunakan alat pengumpul data berupa tes standar, observasi,
esai, assemen diri dan proyek problem solving dapat meningkatkan kejujuran pada
mahasiswa. Hal ini dapat disebabkan karena mahasiswa telah diberikan sosialisasi terlebih
dahulu tentang kejujuran dan dalam penerapannya dalam proses belajar mengajar
menggunakan penilaian otentik.
Hasil perhitungan siklus II didapatkan nilai rxy = 0.96, dengan nilai p = 0.039.
Dengan demikian hipotesa yang digunakan dalam penelitian ini terbukti, yakni ada pengaruh
positif penerapan penilaian otentik dalam meningkatkan kejujuran pada mahasiswa. Hasil ini
juga didukung dengan penerapan penilaian otentik pada siklus I sehingga mahasiswa sudah
lebih memahami aplikasi penerapan penilaian otentik dan juga berusaha meningkatkan
kejujuran dalam proses pembelajaran.
Data kategorisasi tingkat kejujuran dapat disimpulkan pada siklus I sebanyak 34.2%
mahasiswa memiliki tingkat kejujuran pada kategorisasi rata-rata jujur dan 65.8% mahasiswa
berada pada kategori diatas rata-rata kejujuran. Pada siklus II sebanyak 11.4% mahasiwa
memiliki tingkat kejujuran pada kategorisasi rata-rata jujur, 82.8% mahasiswa berada pada
41
kategori diatas rata-rata kejujuran dan 5.8 mahasiswa berada pada kategori sangat jujur.
Berdasarkan data diatas maka, penerapan penilaian otentik dapat dikategorikan berhasil
meningkatkan kejujuran karena pada siklus II sebanyak 82.8% mahasiswa berada pada
kategori diatas rata-rata kejujuran.
42
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V. A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan beberapa poin utama
yaitu:
1. Penelitian ini menggunakan perhitungan analisis regresi, pada siklus I didapatkan
nilai rxy = 0.134 dengan nilai p = 0.030. Dengan demikian hipotesa yang digunakan
dalam penelitian ini dapat diterima yaitu ada pengaruh positif penerapan penialian
otentik dengan peningkatan kejujuran pada mahasiswa.
2. Berdasarkan hasil perhitungan siklus II didapatkan nilai rxy = 0.96, dengan nilai p =
0.039. Dengan demikian hipotesa yang digunakan dalam penelitian ini terbukti, yakni
ada pengaruh positif penerapan penilaian otentik dalam meningkatkan kejujuran pada
mahasiswa.
3. Berdasarkan data kategorisasi tingkat kejujuran dapat disimpulkan pada siklus I
sebanyak 34.2% mahasiswa memiliki tingkat kejujuran pada kategorisasi rata-rata
jujur dan 65.8% mahasiswa berada pada kategori diatas rata-rata kejujuran. Pada
siklus II sebanyak 11.4% mahasiwa memiliki tingkat kejujuran pada kategorisasi ratarata jujur, 82.8% mahasiswa berada pada kategori diatas rata-rata kejujuran dan 5.8
mahasiswa berada pada kategori sangat jujur.
4. Terjadi kenaikan tingkat kejujuran dari siklus I dengan nilai mean 19,5 (65%) menjadi
21,4 (71.3%).
V. Saran
V. B. Saran
V.B.1. Bagi Institusi, Staf Pengajar dan Mahasiswa
Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa tingkat kejujuran mahasiswa
berada pada kategori rata-rata jujur. Oleh karena peneliti menyarankan:
1. Pada pihak institusi untuk terus meningkatkan proses belajar mengajar dengan
menekankan pembelajaran yang mengintegrasikan pendidikan karakter sehingga
dapat meningkatkan karakter mahasiswa terutama kejujuran.
43
2. Pihak Institusi juga diharapkan dapat memberikan dukungan secara penuh kepada
proses pembelajaran dengan menerapkan metode penilaian autentik. Selain itu juga
diharapkan semua elemen yang ada di institusi pendidikan dapat menerapkan
penilaian otentik, sehingga mahasiswa dapat terbiasa dengan sistem penilaian otentik.
3. Dosen sebagai staf pengajar terus meningkatkan kualitas personal sehingga menjadi
dapat dijadikan contoh bagi mahasiswa. Selain itu dosen juga diharapkan dapat
dengan makasimal melaksanakan penilaian otentik sehingga proses pembelajaran
bukan hanya fokus pada hasil belajar tetapi juga proses pembelajaran yang
dilaksanakan mahasiswa
4. Melalui penerapan metode penilaian otentik, mahasiswa diharapkan dapat lebih fokus
pada proses pembelajaran karena penilaian otentik melibatkan sejumlah instrumen
penilaian. Selain itu dengan metode ini, diharapkan tingkat kejujuran mahasiswa
bukan hanya dalam proses pembelajaran saja, namun juga dalam berbagai aspek
kehidupan.
V.C.2. Bagi Penelitian Selanjutnya
Untuk peningkatan pada penelitian yang berhubungan dengan penilaian otentik guna
meningkatkan kejujuran selanjutnya diharapkan agar:
1. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas, disarankan agar peneliti lain yang
ingin meneliti variabel yang sama menggunakan metode eksperimen dengan
menggunakan kelompok kontrol dan eksperimen.
2. Disarankan agar peneliti lain yang hendak mengambil topik yang sama agar melihat
pengaruh variabel-variabel lain seperti motivasi dan regulasi diri.
44
3. Penelitian ini terbatas hanya pada sampel mahasiswa Prodi BK regular B saja, akan
lebih maksimal bila penelitian dilakukan pada prodi-prodi lain untuk menambah
generalisasi hasil yang lebih luas.
4. Selain itu peneliti juga menyarankan untuk penelitian selanjutnya agar lebih luas
dalam subjek penelitian artinya tidak terbatas pada mahasiswa saja, namun juga
pihak-pihak lain seperti dosen, guru sekolah dan staf sekolah lain.
JADWAL PENELITIAN
45
September
No
1
Aktivitas
1
2
3
Oktober
4
1
2
√
√
3
4
Persiapan tindakan siklus 1
√
1.1
Mengumpulkan
alat
instrument BK
1.2
√
Menyusun satlan latihan
mahasiswa
√
1.3
Membuat komitmen
√
2
Pelaksanaan
√
tindakan
siklus 1
2.1
Melaksanakan komitmen
2.2
Membuat alat instrument
untuk melaksanakan satuan
√
√
layanan
2.3
Melaksanakan pengamatan
√
waktu ujian
3
Evaluasi dan refleksi
√
3.1
Menganalisis tes awal
√
3.2
Refleksi
terhadap
hasil
√
analisis selama ujian
4
Penyusunan
rencana
√
alat
√
tindakan siklus II
4.1
Melengkapi
instrumentasi BK dalam
Penilaian autentik
4.2
Mengamati
mahasiswa
tindakan
selama
√
ujian
berlangsung
4.3
Menyusun kuesioner
√
5
Pelaksanakan
√
tindakan
siklus II
46
√
November
1
2
3
4
5.1
Memberikan kuesioner
√
5.2
Melaksanakan pengamatan
√
6
Evaluasi dan refleksi
√
6.1
Menganalisis
hasil
√
Refleksi dari hasil analisis
√
pengamatan kuesioner
6.2
evaluasi
7
Penyusunan laporan akhir
√
penelitian
DAFTAR PUSTAKA
Purwanto, N. 1990.Psikologi Pendidikan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
47
√
√
Ahmadi, A. 2003. Psikologi Umum. Jakarta: PT. Rineka Citra.
Farozin, M.Nur Fthiyah K.2004. Pemahaman tingkah laku.Yogyakarta: Rineka Cipta.
Syah, M. 2008. Psikologi pendidikan dengan pendekatan baru. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya.
Corey, G. 2009, Teori konseling dan psikoterapi. Bandung: PT. Refika Aditama.
Suryabrata, S. 1966. Psikologi kepribadian. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Hadis, Abdul. 2008. Psikologi dalam pendidikan. Bandung: PT. Alfabeta, CV.
Herlina, R. 2005. Pengantar psikologi abnormal. Bandung : PT. Refika Aditama.
http://www.smcm.edu/facultystaff/facultyhandbook/honesty.pdf
http://www.parenting.org/article/trustworthiness
http://sunartombs.wordpress.com/2009/07/14).\
Rakhmat, J. 2007. Psikologi komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdkarya.
Sarwono,S, W. 2005. Psikologi social. Jakarta: Balai Pustaka.
Prayitno, H. Erman A. Dasar – dasar BK. Jakarata : PT. Rineka Cipta.
48
Download