MODUL PERKULIAHAN Intervensi Sosial Intervensi I Fakultas Program Studi Psikologi Psikologi Tatap Muka 05 Kode MK 61071 Abstract Intervensi dalam kelompok 2015 5 Intervensi Sosial Yulia Fitriani, S.Psi.,M.A. Disusun Oleh Yulia Fitriani, S.Psi., M.A. Kompetensi Mahasiswa memahami bentuk intervensi dalam kelompok Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Pengantar Fitrahnya, manusia adalah makhluk sosial, manusia memiliki sifat alami yang tdak bisa memisahkan dirinya dengan orang lain, mereka saling ketergantungan satu sama lain. Ketergantungan individu terhadap individu lainnya tersebut dijadikan sebagai alasan untuk memperoleh pengakuan secara pribadi maupun sosial. Terbentuknya sebuah kelompok disebabkan oleh adanya upaya manusia untuk selalu mempertahankan hidup secara biologis dan psikososial. Terbentuknya kelompok sosial yang ada di masyarakat dilatar belakangi oleh berbagai hal. Dari berbagai kelompok sosial inilah muncul identitas sosial. Dari sejumlah identitas yang muncul dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori, seperti biologis/fisiologis (jenis kelamin), etnis/budaya, latar belakang ekonomi (kaya, miskin), dan sebaganya. Teori identitas sosial itu sendiri memfokuskan pada individu dalam mempersepsikan dan menggolongkan diri mereka berdasarkan identitas personal dan sosial mereka. Ketika individu bergabung dengan salah satu kelompok, dan kelompok tersebut memiliki status yang superior dibandingkan kelompok lain, maka hal ini akan meningkatkan self image pada diri individu tersebut. Banyak hal yang melatar belakangi mengapa individu memilih kelompok tertuntu atau bergabung dengan kelompok tertentu, diantaranya perasaan aman dan tidak aman, kepercayaan, atau persepsi sosial. Pada umumnya, individu-individu membagi dua kategori yang berbeda yaitu “kita” dan “mereka”. Dalam teori identitas sosial, kita sama dengan ingroup dan mereka sama dengan out group. Identitas yang melekat pada kelompok akan berpengaruh pada perilaku anggotanya. Ada perasaan bangga dan senang dengan identitas sosial yang dimilikinya. Identitas sosial yang tinggi dapat menyebabkan konformitas yang tinggi pada kelompoknya, menimbulkan rasa solidaritas antar anggota kelompok. Ketika individu bergabung pada sebuah kelompok, dia akan mengidentifikasi dirinya terhadap kelompok. Banyak individu yang membentuk kelompok sosial yang memiliki tujuan dan identitas positif, misalnya kelompok sosial penghafal Al Qur’an, penggemar olah raga tertentu, pecinta binatang tertentu dan sebagainya. Kelompok sosial ini terbentuk karena ada kesamaan minat yang sama pada suatu hal. Saling mendukung, memberikan informasi, dan Intervensi Sosial 2015 5 Yulia Fitriani,S.Psi., M.A. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id sebagainya. Pada kelompok seperi ini, jarang sekali terjadi konflik, karena mereka tidak menganggap individu yang ada diluar kelompoknya sebagai musuh. Di lingkungan masarakat sekitar kita, pada kenyataannya sering terjadi permusuhan antar kelompok. Hal ini disebabkan karena persepsi bahwa individu yang bukan dalam kelompoknya adalah musuhnya dan dianggap dapat membahayakan kelompoknya. Seperti contoh kasus kelompok syiah yang dikucilkan, diusir, disiksa dari kelompok lainnya, karena dianggap mereka out group dari diri dan kelompoknya. Contohnya lagi permusuhan antar etnis, dimana mereka saling merasa benar atau merasa diganggu kelompoknya. Tawuran antar pelajar, yang mereka mengidentifikasikan kelompoknya sebagai sekolah A, sekolah B yang memiliki identitas tertentu. Banyak perilaku agresif yang terjadi antar kelompok karena merasa tidak terima anggota kelompoknya disakiti oleh kelompok lainnya. Seperti kasus kopasus vc preman yang terjadi beberapa waktu lalu di Yogyakarta. Identitas sosial yang yang terikat pada setiap anggota kelompok, telah menjadi arah petunjuk anggota dalam bersikap. Apabila individu dan kelompok tidak mampu memecahkan masalah yang mereka hadapi, maka kondisi krisi dapat terjadi. Ketidak mampuan tersebut bisa terjadi karena ketidak seimbangan faktor psikologis, biologis dan integritas sosial. Intervensi sosial tidak hanya diberikan kepada kelompok yang mengalami permusuhan, intervensi kelompok juga dapat diberikan kepada kelompok tertentu yang tidak dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi pada anggota atau kelompok itu sendiri. Misal permasalahan kesehatan, keamanan, pendidikan, dan sebagainya. Intervensi sosial pada kelompok dapat dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: 1. Pemahaman akan masalah sosial yang terjadi ( asesmen sosial) 2. Pemahaman terhadap kemampuan pemecahan masalah yang dimiliki oleh individu atau kelompok terhadap masalah yang terjadi (coping mechanism) 3. Menentukan intervensi yang tepat Untuk menambah wawasan dan memudahkan memahami bentuk-bentuk intervensi seperti apa yang diberikan, di bawah ini akan saya berikan contoh proposal berupa program kegiatan atau intervensi yang akan diberikan kepada kelompok tertentu. Intervensi Sosial 2015 5 Yulia Fitriani,S.Psi., M.A. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat untuk Meningkatkan Kesehatan dan Kebersihan Lingkungan di Pondok Pesantren. Proposal ini merupakan proposal yang disusun oleh Yulia Fitriani, S.Psi.,M.A. sewaktu mengikuti Program Pascasarjana Psikologi UGM Yogyakarta. Latar Belakang Pondok pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan tertua di Indonesia yang merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional yang telah ikut mencerdaskan kehidupan bangsa dan menyukseskan pembangunan nasional. Pendidikan ini semula merupakan pendidikan agama islam yang dimulai sejak munculnya masyarakat islam di Indonesia yang berada ditempat-tempat pengajian, bentuk ini kemudian semakin berkembang dengan pendirian tempat-tempat menginap bagi para pelajar atau santri yang kemudian disebut sebagai pondok pesantren (Masyhud & Khusnurdilo, 2003). Pendidikan di dalam pesantren bertujuan untuk memperdalam pengetahuan agama Islam. Pesantren menerapkan nilai-nilai dari kesederhanaan, keikhlasan, kemandirian, dan pengendalian diri. Para santri dipisahkan dari orang tua dan keluarga mereka, agar dapat meningkatkan hubungan dengan kyai dan juga Tuhan (PonPes, 2008). Kehidupan di pesantren tidak seperti ketika dirumah atau kos-kosan. Pada umumnya pesantren memiliki fasilitas yang terbatas dibandingkan dengan tempat tinggal lain. Dalam satu kamar saja bisa dihuni oleh banyak orang. Ruangan yang sempit, terbatasnya tempat untuk menaruh barang-barang pribadi, tempat untuk tidur, dan fasilitas lainnya. Kebersihan sebagian dari iman, slogan yang sering didengungkan ini terkadang hanya menjadi hiasan diberbagai tempat. Dimulai dari kebiasaan membuang sampah pada tempatnya, merapikan tempat tidur, membersihkan kamar mandi dan semua ruangan yang menjadi tempat tinggal. Pesantren yang seharusnya menjadi pihak yang terdepan dalam mengajarkan pentingnya kebersihan masih belum mampu menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Perilaku bersih dan sehat terutama kebersihan perseorangan di pondok pesantren pada umumnya kurang mendapatkan perhatian dari santri ( Depkes, 2007). Tinggal bersama dengan sekelompok orang seperti di pesantren memang beresiko mudah tertular berbagai penyakit. Penularan penyakit mudah terjadi bila kebersihan pribadi dan lingkungan tidak terjaga dengan baik. Faktanya sebagian pesantren tumbuh dalam lingkungan yang kumuh, tempay mandi dan WC yang kotor, lingkungan yang lembab, dan sanitasi buruk ( Intervensi Sosial 2015 5 Yulia Fitriani,S.Psi., M.A. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Badri, 2008). Ditambah lagi dengan perilaku tidak sehat seperti menggantung pakaian di kamar, pakaian tidak di jemur di bawah terik matahari, saling bertukar pakaian dan benda pribadi seperti sisir, handuk dll (Depkes, 2007). Pandangan masyarakat umum bahwa pesantren terkesan dengan lingkungan yang kotor dan kumuh. Pandangan demikian muncul karena terdapat sejumlah pesantren yang kurang memperhatikan aspek sanitasi lingkungan. Selama ini lebih mengedepankan proses pembelajaran di bidang aspek lainnya, Suara Merdeka, (2013). Banyaknya santri yang menderita penyakit menjadi indikasi bahwa kebersihan dan kesehatan lingkungan di pesantren masih perlu di tingkatkan. Sebanyak 465 santri di pesantren Darul Arafah, Deli Serdang Sumatra Utara terjangkit penyakit infeksi saluran pernafasan akut atau ISPA, Kompas, 2009. Bahkan di Tangerang Banten sebanyak 300 santri pondok pesantren Dar-Qolam menjadi suspect influenza A-H1N1. Di pesantren Tebuireng Jombang 5 santri dipastikan terinfeksi virus H1N1. Di Purwakarta Jawa Barat, 399 santri pondok pesantren Al Hikamus Salafiyah dalam 5 hari tertular flu, Kompas (2012). Dalam penelitiannya Keman, berdasar Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang dilaksanakan tahun 1995 (Ditjen PPM dan PL, 2002) penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) yang merupakan penyebab kematian terbanyak yang kedua dan tuberkulosis merupakan penyebab kematian terbanyak ketiga erat kaitannya dengan kondisi sanitasi perumahan yang tidak sehat. Penyediaan air bersih dan dan sanitasi lingkungan yang tidak memenuhi syarat menjadi faktor risiko terhadap penyakit diare (penyebab kematian urutan nomor empat) disamping penyakit kecacingan yang menyebabkan produktivitas kerja menurun. Disamping itu, angka kejadian penyakit yang ditularkan oleh vektor penular penyakit demam berdarah, malaria, pes dan filariasis yang masih tinggi. Berdasarkan hasil observasi di pondok pesantren X di Yogyakarta pada tanggal 5 Januari 2013, pondok pesantren masih terlihat jauh dari kesan sehat dan bersih. Keadaan tersebut meliputi : 1. Kamar yang duhuni oleh banyak orang sehingga perilaku dan karakter orang yang berbeda-beda menjadi kurang terlihat nyaman. 2. Banyaknya sampah yang berserahkan tidak pada tempatnya. 3. Baju yang sudah terpakai bergelantungan, sehingga rentan untuk menjadi sarang nyamuk 4. Kasur dan bantal yang tidak ditata rapi setelah dipakai, sehingga kamar menjadi terlihat berantakan dan tidak nyaman. Intervensi Sosial 2015 5 Yulia Fitriani,S.Psi., M.A. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 5. Tempat makanan bercampur dengan barang-barang lain, sehingga tempat terkesan kumuh. 6. Lingkungan yang kotor, tidak ditata dengan rapi, sehingga memungkinkan menjadi sarang penyakit, tidak enak dipandang, membuat stres dan tidak nyaman untuk melakukan aktifitas seperti belajar. 7. Kamar ukuran 4x5m di huni lebih dari 3 orang santri, terkesan kurang oksigen. 8. Untuk makan sehari-hari disediakan oleh pihak pesantren khususnya untuk pagi dan sore. Standar gizi makanan kurang diperhatikan, misalnya menu sayur yang cara memasaknya kurang sehat, kurang variatif, tidak memenuhi standar kebutuhan nutrisi, lauk yang monoton tempe atau krupuk saja, sehingga kebutuhan nutrisi yang seimbang belum terpenuhi. 9. Selain itu tidak ada program kesehatan yang diadakan oleh pesantren seperti senam sehat yang berguna untuk menjaga stamina dan kebugaran santri, pemeriksaan kesehatan,dll. 10. Tidak ada penyuluhan kesehatan, yang bertujuan untuk meningkatkan wawasan santri tentang pentingnya kebersihan dan kesehatan lingkungan, bagaimana cara mencegah berbagai macam penyakit dan bagaimana cara membasmi penyakit yang biasa sering menjangkit para santri. 11. Kurangnya upaya untuk meningkatkan pengetahuan santri sehingga pengetahuan dan ketrampilan santri dalam menjaga kesehatan masih sangat kurang. Dengan demikian pengetahuan dan kesadaran santri akan pentingnya kesehatan dan kebersihan lingkunganpun masih perlu ditingkatkan. 12. Fasilitas yang dimiliki juga kurang memadai dan kurang sehat dimana pesantren adalah tempat untuk belajar yang seharusnya memiliki tempat yang nyaman untuk belajar sehingga ilmu yang didapat lebih maksimal. 13. Tempat sampah tidak dibedakan antara sampah kering dan sampah basah, sampah plastik dan non plastik. Perlu diterapkan dalam berbagai tatanan tempat dimana sekumpulan orang hidup, bekerja, bermain dan berinteraksi. Penerapan di berbagai tatanan berguna untuk meningkatkan derajat kesehatan sehingga meningkatkan produktifitas dari penghuni berbagai tatanan tersebut karena masing-masing penghuni dari tatanan memiliki resiko terkena penyakit. (DepKes RI 2002). Penelitian Haryono (2006) yang membuktikan bahwa perilaku santri yang diberi pendidikan tentang kesehatan lingkungan melalui kultum, lebih baik dari santri yang tidak diberi kultum. Santri yang mendapatkan pendidikan kesehatan Intervensi Sosial 2015 5 Yulia Fitriani,S.Psi., M.A. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id lingkungan melalui kultum menunjukan peningkatan nilai pada perilaku yang berkaitan dengan kesehatan lingkungan di pondok pesantren Kabupaten Beneh Meriah. Menurut Mubarok (2007) perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dari orang yang bersangkutan, ketersediaan fasilitas sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan bersih diperlukan kesadaran yang diwujudkan dalam bentuk perilaku untuk hidup bersih dan sehat dari semua pihak. Melalui program pelatihan kesehatan, dimana santri dan masyarakat pesantren secara aktif turut belajar dan meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku sehat sehingga memiliki pengetahuan tentang arti kesehatan dan kebersihan lingkungan pesantren, mengetahui cara-cara untuk mewujudkan lungkungan yang sehat dan bersih dan mampu menerapkan pola hidup yang bersih dan sehat di lingkungan pesantren. Untuk mendapatkan hasil guna dan daya guna yang optiman sehubung dengan peran serta pesantren untuk melakukan pembinaan kesehatan santri-santri diperlukan upaya-upaya yang meliputi Diagnosa Kebutuhan Untuk meningkatkan kesehatan dan kebersihan lingkungan pondok pesantren di perlukan upaya dari berbagai pihak. Dengan program perilaku hidup bersih dan sehat ini diharapkan semua pihak yang ada di pesantren ikut serta dalam upaya mewujudkan kebersihan dan kesehatan lingkungan di pesantren. Upaya Promotif : 1. Pelatihan kader kesehatan pondok pesantren yaitu pelatihan santri-santri yang berada di pondok pesantren untuk menjadi kader kesehatan yang akan membantu kegiatan pelayanan kesehatan di pondok pesantren tersebut. 2. Penyuluhan kesehatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan dan pihak pondok pesantren tentang pesan-pesan kesehatan guna meningkatkan pengetahuan sikap dan perilaku santri dan masyarakat pondok pesantren mengenao kesehatan jasmani, mental dan sosial. 3. Perlombaan bidang kesehatan yaitu kegiatan yang sifatnya untuk meningkatkan minat terhadap kegiatan kesehatan di pondok pesantren, missal lomba kebersihan, lomba kesehatan dan lain-lain. Intervensi Sosial 2015 5 Yulia Fitriani,S.Psi., M.A. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Upaya Preventif : 1. Pemberantasan nyamuk dan sarangnya, adalah kegiatan pencegahan penyakit yang disebabkan gigitan nyamuk dengan jenis kegiatan pemberantasan sarang nyamuk yang dilaksanakan oleh santri dan petugas serta pihak pondok pesantren. 2. Kesehatan lingkungan, yaitu suatu kegiatan berupa pengawasan dan pemeliharaan lingkungan pondok pesantren berupa tempat pembuangan sampah, air limbah, kotoran dan sarana air bersih. Kegiatan ini bertujuan guna meningkatkan kesehatan lingkungan pondok pesantren. 3. Penjaringan kesehatan santri baru guna mengetahui status kesehatan dan sedini mungkin menemukan penyakit yang diderita para santri. 4. Pemeriksaan berkala guna mengevaluasi kondisi kesehatan dan penyakit para santri di pondok pesantren yang dilaksanakan oleh petugas kesehatan dibantu pihak pondok pesantren. Upaya Kuratif dan Rehabilitatif : 1. Pengobatan dilakukan oleh petugas kesehatan terhadap santri dan masyarakat pondok pesantren. 2. Rujukan kasus yaitu kegiatan merujuk santri dan masyarakat pondok pesantren yang mengidap penyakit tertentu ke fasilitas rujukan lebih lanjut untuk mencegah penyakit berkembang lebih lanjut. Peran lain yang bias di lakukan oleh pihak pondok pesantren adalah dengan cara : 1. Pemantauan status gizi masyarakat pesantren dengan kegiatan penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan. 2. Penanggulangan masalah gizi. Kegiatan bekerja sama dengan pihak kesehatan dalam rangka mengatasi masalah gizi utama (Gaki atau gangguan akibat kekurangan iudiom, anemia gizi besi, kurang energy protein, kekurangan vitamin A). 3. Pengelolaan makanan memenuhi syarat kesehatan. Tujuan dan Sasaran 1. Tujuan a. Tujuan Khusus Intervensi Sosial 2015 5 Yulia Fitriani,S.Psi., M.A. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk memberikan wawasan, kesadaran, sikap dan perilaku pada santri, pengurus dan pengasuh pesantren untuk meningkatkan kebersihan dan kesehatan di lingkungan pesantren. b. Tujuan Umum Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kebersihan dan kesehatan di lingkungan pesantren. 2. Sasaran a. Para peneliti dan akademisi Pelatihan perilaku kesehatan ini diharapkan mampu memberikan wawasan bagi para peneliti dan akademisi untuk mengembangkan pemahaman dan wacana mengenai pentingnya kebersihan dan kesehatan lingkungan di pesantren. b. Para Santri, Pengurus, Pengasuh dan Masyarakat Pesantren. Pelatihan perilaku kesehatan ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dan informasi bagi santri, pengurus, pengasuh, dan masyarakat pesantren untuk meningkatkan kebersihan dan kesehatan lingkungan di pesantren. Kajian Teori 1. Kesehatan dan Kebersihan Lingkungan Kebersihan lingkungan adalah suatu keadaan bebas dari pengotoran oleh benda cair, padat maupun gas yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan atau menimbulkan gangguan kesehatan pada umumnya (Departemen Kesehatan RI, 1999). Kesehatan Lingkungan adalah ilmu yang merupakan bagian dari ilmu kesehatan masyarakat yang menitikberatkan perhatian pada perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengawasan, pengkoordinasian dan penilaian dari semua faktor yang ada pada lingkungan fisik manusia yang diperkirakan ada hubungan atau berhubungan dengan perkembangan fisik, kesehatan, atau kelangsungan hidup manusia, sehingga derajat kesehatan lebih dapat ditingkatkan, Dep.Kes. RI (1993). Menurut Himpunan Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI) kesehatan lingkungan adalah suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologis yang dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia. Pada saat ini terjadi pergeseran peran lingkungan dari peran perantara menjadi peran penyebab yang disebut dengan transformasi sanitasi ke kesehatan lingkungan, Wardoyo ( 2004). Intervensi Sosial 2015 5 Yulia Fitriani,S.Psi., M.A. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Kualitas lingkungan yang sehat adalah keadaan lingkungan yang bebas dari resiko yang membahayakan kesehatan dan keselamatan hidup manusia. Kesehatan lingkungan dilaksanakan terhadap tempat-tempat umum seperti : pasar, hotel, terminal, pertokoan, tempat pendidikan, bioskop, dan usaha-usaha sejenisnya ( Undang-undang Kesehatan RI No 23, 1992). Derajat kesehatan masyarakat atau suatu komunitas dalam satu wilayah amat ditentukan oleh kualitas lingkungannya. Baik dalam skala individual maupun komunal, sehat merupakan resultante hubungan interaktif antara manusia dan lingkungannya secara seimbang. Oleh sebab itu, bila terjadi perubahan lingkungan akan menyebabkan gangguan keseimbangan yang akan disusul oleh perubahan tingkat kesehatan masyarakat ( Achmadi, 1992). Departemen Kesehatan RI 2006, Indikator lingkungan bersih dan sehat : a. Terdapat jamban, termasuk cara dan penggunaannya b. Terdapat air bersih dan cara pemanfaatan untuk kesehatan c. Terdapat tempat sampah dan cara pengolahannya d. Terdapat saluran pembuangan air limbah e. Terdapat ventilasi f. Kepadatan penghuni tidak terlalu padat g. Lantai bukan tanah. Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Program perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga dan kelompok masyarakat dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi dalam rangka meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku hidup bersih da sehat melalui pendekatan advokasi, bina suasana dan pemberdayaan masyarakat, dengan demikian diharapkan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat dapat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri melalui penerapan cara-cara hidup sehat dengan mendaja serta meningkatkan status kesehatannya. (Depkes 2008b). Intervensi Sosial 2015 5 Yulia Fitriani,S.Psi., M.A. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan, simons-Marton, 1995. Menurut Machfoedz (2005) pengertian perilaku kesehatan mempunyai dua unsur pokok. Pertama, Respon atau reaksi manusia baik bersifat pasif (pengetahuan, Persepsi, dan sikap) maupun bersifat aktif ( Tindakan yang nyata atau praktis). Kedua Stimulus atau rangsangan terdiri dari empat unsur pokok yaitu sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan. Menurut Blum ( Notoatmodjo 2005) perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok atau masyarakat. Oleh sebab itu dalam rangka membina dan meningkatkan kesehatan masyarakat, intervensi atau upaya yang ditujukan kepada faktor perilaku sangat strategis. Perilaku hidup seseorang, termasuk dalam hal kesehatan, dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor perilaku dan faktor non perilaku (lingkungan dan pelayanan). Oleh sebab itu, upaya untuk memecahkan masalah kesehatan juga ditentukan atau diarahkan kepada kedua faktor tersebut. Perbaikan lingkungan fisik dan peningkatan lingkungan sosio-budaya, serta peningkatan pelayanan kesehatan merupakan intervensi atau pendekatan terhadap faktor non perilaku, sedangkan pendekatan terhadap faktor perilaku adalah promosi kesehatan atau pendidikan kesehatan ( Notoatmodjo, 2005). Program hidup bersih dan sehat merupakan suatu kegiatan yang bertujuan meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap kesehatan dan kebersihan lingkungan. Individu diharapkan mampu berperilaku sehat dalam kehidupan sehari-hari dan mampu menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat di mana individu tinggal. Desain Penelitian Penelitian ini menggunkana metode action research. Metode action research sendiri merupakan metode penelitian yang sangat melibatkan subyek dalam pelaksanaan proses penelitian, adapun tujuan penelitian di antaranya agar terdapat suatu manfaat yang dapat dirasakan langsung oleh subjek penelitian, selain itu action research juga diharapkan dapat meningkatkan suatu kualitas kehidupan masyarakat (Prawitasari, 2011). Adapun penerapan action research yang diterapkan dalam penelitian ini berupa program active learning untuk meningkatkan kebersihan dan kesehatan di lingkungan pesantren. Pihak yang Terlibat Adapun pihak yang terlibat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Intervensi Sosial 2015 5 Yulia Fitriani,S.Psi., M.A. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id a. Peneliti yang bertugas merancang penelitian Action Research b. Santri, pengurus dan pengasuh pondok pesantren c. Dokter dan petugas kesehatan Teknik Pengumpulan Data Sumber-sumber data dalam penelitian ini, yaitu: a. Data primer, yaitu data asli yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti untuk menjawab masalah penelitiannya secara khusus. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui hasil pra (baseline) -pasca: wawancara dan observasi. Alat ukur menggunakan guide observasi check List yang disusun berdasarkan ciri-ciri lingkungan pondok pesantren yang bersih dan sehat. b. Data sekunder, yaitu data yang telah dikumpulkan pihak lain, bukan oleh peneliti sendiri. Data sekunder dalam penelitian ini berasal dari dokumen perusahaan, buku, makalah, jurnal dan berbagai pustaka lain terkait dengan permasalahan penelitian. Teknik Analisis Data Analisis data dilakukan dengan cara deskriptif, dimana dalam setiap kegiatan ada peningkatan kesadaran untuk meningkatkan kebersihan dan kesehatan lingkungan di pesantren, meningkatnya kualitas gizi makanan santri, lingkungan yang memenuhi standar bersih dan sehat berdasarkan kementrian kesehatan. PROGRAM INTERVENSI Intervensi yang dilakukan dalam penelitian perilaku kesehatan ini adalah program guna menciptakan kebersihan dan kesehatan lingkungan di pondok pesantren, pembentukan dan pemeliharaan perilaku ini diawali dengan psikoedukasi mengenai pentingnya kebersihan dan kesehatan lingkungan di pesantren. Program yang akan dilaksanakan ini mencakup tahap-tahap identifikasi masalah dan diagnosa kebutuhan, perencanaan intervensi, dan pelaksanaan. Adapun perencanaan hingga pelaksanaan agenda kegiatan yang dilakukan peneliti disajikan sebagai berikut. Intervensi Sosial 2015 5 Yulia Fitriani,S.Psi., M.A. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Blue Print Kegiatan Intervensi No Kegiatan Pelaksana 1 Persiapan Penelitian Durasi a) Menentukan tempat penelitian - Identifikasi wilayah yang akan diteliti. 3 hari - Melakukan asesmen awal untuk menjaring Peneliti Peneliti permasalahan kebersihan dan kesehatan 3 hari yang terjadi Pondok Pesantren b) Etika Negosiasi akses dan izin yang diperoleh dari - Pengasuh Pondok Pesantren 1 hari Peneliti - Pengurus Pondok Pesantren 1 hari Peneliti - Kesepakatan jadwal dan rencana 1 hari Peneliti c) Bekerja dengan pihak lain - Membuat rencana kerja dengan fasilitator - Menyepakati jadwal dan rencana dengan fasilitator 2 Menentukan calon partisipan 2 hari 2 hari 1 hari Peneliti Peneliti Peneliti Pelaksanaan penelitian a) Pengumpulan data - Merancang metode dan alat 1 pengumpulan data. - Mendaftar minggu alat-alat yang dibutuhkan - Screening dengan pengecekan bekerjasama kesehatan, kesehatan dengan santri, tenaga pengasuh, b) Psikoedukasi Intervensi Sosial 5 Yulia Fitriani,S.Psi., M.A. 1 hari melakukan pengurus 2015 Peneliti Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Peneliti Peneliti, 1 minggu petugas kesehatan - - Sesi I : Psikoedukasi mengenai Dokter pentingnya petugas Kesehatan dan 1 hari kebersihan Lingkungan kesehatan Sesi II : Psikoedukasi mengenai Dokter dampak kesehatan dan kebersihan petugas lingkungan, dengan memberikan kasus penyakit yang ada 1 hari / / kesehatan dilingkungan pesantren, kemudian didiskusikan. - Sesi III : psikoedukasi mengenai Dokter cara-cara menciptakan lingkungan petugas yang bersih dan sehat. Memberikan contoh cara penataan 1 hari / kesehatan ruang, cara mengelola sampah, makanan yang sehat. c) Foging ( Penyemprotan nyamuk dan sarangnya) 1 Hari d) Pengadaan tempat sampah dengan cara memisahkan sampah kering, sampah basah, sampah plastik dan sampah non Petugas kesehatan Peneliti 3 hari plastik dan pengasuh/ pengurus e) Lomba kamar sehat, di ikuti oleh seluruh Pengasuh/ anggota kamar, santri diminta berkreasi peneliti dan menciptakan kamar yang bersih dan 3 Hari nyaman, penilaian dilakukan secara berkala 3 Evaluasi 3 hari - Observasi lingkungan pondok Peneliti pesantren dengan panduan guide 1 hari observasi. Pemeriksaan kesehatan 1 Hari - Meresume catatan harian (cek list) 1 Hari Peneliti - Diskusi kelompok terarah 1 Hari Partisipan - Meminta pendapat dari partisipan 1 Hari Intervensi Sosial 2015 5 Petugas - Yulia Fitriani,S.Psi., M.A. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id kesehatan Peneliti penelitian 4 Menulis Laporan 5 Follow Up Dilaporkan 1 Minggu 1 Hari pada pihak terkait, kemudian diusulkan untuk mengambil keputusan dalam menentukan kebijakan. Intervensi Sosial 2015 5 Yulia Fitriani,S.Psi., M.A. Peneliti Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Peneliti Daftar Pustaka Achmadi, U.F. 1992. Pengaruh Pembangunan Terhadap Masalah Kesehatan Masyarakat & Metode Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan. Departemen Kesehatan RI, jakarta. Departemen Kesehatan RI, 1992. Undang-undang Nomor 23 Tahun 199 Tentang kesehatan. Jakarta. Departemen Kesehatan RI, 1993. Buku Pedoman Pengajaran Mata Kuliah Dasar-dasar Kesehatan Lingkungan Pada Institusi Pendidikan Ahli Madya Sanitasi dan Kesehatan Lingkungan. Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Jakarta. Departemen Kesehatan RI, 1999. Kesehatan Tempat Tempat Umum dan Tempat Pembuatan Makanan/Minuman. PKLP Kanwil Depkes Propinsi DIY. Yogyakarta. Haryono, I. 2006. Pendidikan Kesehatan Lingkungan melalui Kultum Kegiatan di Pondok Pesantren Bustanul arifin dan Darussadah Kabupaten Beneh Meriah. Tesis. UGM. Yogyakarta. Machfoedz, 2005. Perilaku Sehat dalam Prinsip-prinsip Kesehatan. UGM. Yogyakarta. Masyhud, M. & Khusnurdilo, M. 2003. Manajemen Pondok Pesantren. Jakarta : Diva Pustaka. Mubarok, W.I. Chayatin. N. Rozikin,K. Supradi. 2007. Promosi Kesehatan. Graha Ilmu. Yogyakarta. Notoatmodjo, S. 2005. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Cetakan Pertama. PT. Rineka Cipta. Jakarta. Prawitasari, J. E. (2011,). Psikologi Klinis: Pengantar Terapan Mikro dan Makro. Jakarta: Erlangga. Rafiek, A. 2008. Pola Adopsi Perilaku Kesehatan Santri Mukim Pada Pondok Pesantren. Universitas Muhamadiyah Malang. Simons-Marton, B. G. Greene, w.H. and Gottlieb,N.H. 1995. Introduction to Health Education and Healt Promotion. Second edition. Waveland Press, Inc. Illinois, USA. Wardoyo, 2004. Transformasi sanitasi ke kesehatan Lingkungan, Jurnal-Gema Kesehatan Lingkungan, Vol 2. No 2. Desember. Hal 19. http://www.suaramerdeka.com/smcetak/index.php?fuseaction=beritacetak.detailberitacetak& id_beritacetak=210672, 4 Januari 2013. http://keperawatankomunitas.blogspot.com/2009/05/peran-serta-pondok-pesantrendalam.html Intervensi Sosial 2015 5 Yulia Fitriani,S.Psi., M.A. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id http://regional.kompas.com/read/2009/08/04/11055144/Terserang.ISPA..321.Santri.Masih.Di isolasi.. http://regional.kompas.com/read/2009/07/29/09512622/399.Santri.Cipulus.Tertular.Flu.dala m.5.Hari. http://regional.kompas.com/read/2009/07/27/21395922/5.Santri.Tebuireng.Terinfeksi.AH1N1 Intervensi Sosial 2015 5 Yulia Fitriani,S.Psi., M.A. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id