Komitmen Indonesia untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan

advertisement
Term of Reference (TOR)
Refleksi Bersama 5:
Agama dan Gerakan Sosial “Islam dan Kesetaran Gender”
Gili Air 23 – 25 April 2005
dan
Pencanangan Program Penghijauan Gili Air Lombok
di
PP Nurusshobah, Lombok Tengah, NTB 26 April 2005
The Wahid Institute
A. Latar belakang
Saat ini gender masih menjadi isu sentral yang kerap dibicarakan. Kekeliruan dalam
memahami dan mengartikan istilah gender masih sering terjadi. Dalam bahasa Inggris, kata
gender diartikan sebagai "jenis kelamin", atau sinonim dengan kata sex. Untuk konsep yang
lebih luas, gender diartikan sebagai "gender is a basis for beginning the different contributions that man
and woman make to culture and collective life by distinction which they are as man and woman."
Sebagaimana isu-isu lainnya seperti Demokrasi, HAM, Civil Society, Gender termasuk isu
baru dan diperkirakan menjadi discourse di Indonesia barulah pada pertengahan tahun 1990an.
Sedangkan kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk
memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia. Kesetaraan gender meliputi
penghapusan diskriminasi dan ketidakadilan struktural, baik terhadap laki-laki maupun
perempuan. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda,
subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki.
Terwujudnya kesetaran dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara
perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki akses dan kesempatan
berpartisispasi.
Kaum perempuan seringkali kurang mendapatkan kesempatan yang cukup untuk berkiprah
dalam kehidupan sosial bila dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini terjadi karena masih
lekatnya ketidakadilan gender dalam masyarakat yang terjelmakan dalam marginalisasi atau
proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan yang bersifat menyepelekan (tidak
penting) kepada kaum perempuan, bahkan kekerasan (violence) termasuk dalam hal bekerja
atau justru beban kerja yang lebih panjang atau lebih banyak (double burden). Bentuk
ketidakadilan gender ini tidak dapat dipisah-pisahkan karena saling terkait dan berhubungan,
serta saling mempengaruhi secara dialektis. Tidak ada satu pun bentuk ketidakadilan gender
yang lebih penting dan lebih esensial dari ketidakadilan yang lain.
Begitu juga dalam bidang keagamaan, khususnya masyakarat Islam. Fenomena ketidakadilan
gender dalam Islam ternyata lebih menunjukkan adanya kesewenang-wenangan dan
penindasan terhadap kaum perempuan. Boleh jadi hal ini merupakan akibat dari pola budaya
dan sistem masyarakat muslim yang mayoritas bercorak patrialkal, struktural dan
subordinatif. Hal ini dapat dilihat dalam sejarah masyarakat muslim. Sempitnya ruang gerak
bagi kaum perempuan muslim terjadi justru setelah Islam mengalami perkembangan pesat
dengan wilayah kekuasaan yang luas. Dalam masyarakat muslim Arab pra-Islam dan Islam
masa awal, kaum perempuan pada umumnya dapat beraktualisasi secara bebas. Namun,
kemudian terjadi pergeseran pandangan terhadap perempuan diantaranya karena interaksi
budaya, kepentingan politik dan ekonomi serta interpretasi atau penafsiran terhadap teks-teks
al-Qur’an.
Apabila gender dipahami sebagai konstruksi sosial, maka agama dipandang sebagai salah satu
institusi yang membentuk pandangan yang streotif terhadap perempuan. Dalam hal ini, Islam
dituduh sebagai agama yang paling tidak adil memperlakukan perempuan.
Pandangan-pandangan yang bias gender telah mengakar dalam wacana dan praktek
keberagamaan dengan atau tanpa legitimasi ajaran agama, akan menjadi lebih sulit untuk
dibongkar atau didekonstruksi jika peran-peran dari tiap elemen masyarakat terutama kyai
sebagai tokoh agama tidak diperhitungkan.
Dalam konsep Islam, terutama merujuk kepada al-Qur’an, konsep keseteraan gender
mengisyaratkan 2 (dua) pengertian. Pertama, al-Qur’an mengakui martabat pria dan wanita
dalam kesejajaran tanpa membedakan jenis kelamin. Kedua, pria dan wanita mempunyai hak
dan kewajiban yang sejajar disegala bidang. akan tetapi pandangan inferior bahwa perempuan
adalah makhluk yang lemah juga disosialisasikan atas nama agama.
Memahami ajaran agama melalui penafsiran al-Qur’an sebagaimana yang ditafsirkan ulama
salaf tidak sepenuhnya benar. Artinya kondisi sosial masyarakat tidak lagi seperti pada masa
dulu. Bukan saja karena al-Qur’an harus diyakini berdialog dengan setiap generasi, namun
juga harus dipelajari dan dipikirkan. Sementara hasil pemikiran (termasuk penafsiran) selalu
dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya kondisi pengalaman, ilmu pengetahuan, latar
belakang pendidikan yang berbeda dari satu generasi ke generasi lainnya, bahkan antara
pemikir satu dan pemikir lainnya pada suatu generasi.
Lebih lanjut para tokoh feminis muslim juga melakukan kritik terhadap interpretasi teks-teks
suci yang diputarbalikkan sedemikian rupa sehingga berakibat munculnya kehidupan yang
eksploitatif dan diskriminatif terhadap perempuan. Kritik tersebut terutama ditujukan
terhadap tafsiran fikih Islam yang memposisikan wanita pada posisi yang subordinat.
Menyadari peliknya persoalan gender yang masih menjadi fokus perhatian dalam realita
masalah-masalah ketidakadilan dan menindaklanjuti pembahasan forum refleksi bersama 4 di
Makassar dengan tema Rekonsiliasi “Islam dan pluralsime di Indonesia” dan dalam upaya lebih
memfokuskan pembahasan pada masalah-masalah dan praktek ketidakadilan di Indonesia,
maka Islam dan Kesetaraan Gender diangkat menajdi tema refleksi bersama 5.
Refleksi bersama ini akan ditutup dengan istighsah umat Islam bagi gerakan Islam dan
kemanusiaan dan menghadirkan pembicara utama K.H. Abdurrahman Wahid.
B. Tujuan
Forum ini bertujuan:
 Refleksi bersama untuk penajaman visi dan misi; konsep dan operasional program
kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, terutama dalam masyarakat islam.
 Membangun sinergi atas berbagai gerakan sosial di kalangan Islam untuk
menempatkan kesetaraan gender sebagai perspektif dalam gerakan.
 Merumuskan agenda bersama serta menyusun strategi keterlibatan dan gerakan sosial
C. Strategi Forum
Forum akan dibagi dua, pertama, input kepada forum berupa diskusi panel dengan
mendatangkan narasumber yang ahli dan menguasai di bidangnya. Kedua, workshop untuk
tukar pikiran dan merumuskan agenda gerakan bersama.
D. Waktu dan Tempat
Refleksi bersama 5 ini akan berlangsung dari tanggal 23 – 26 April 2005 bertempat Pondok
Gili Indah, Gili Air, Tanjung, Lombok Barat.
Rute ke lokasi Refleksi
GILI AIR, KECAMATAN PEMENANG KAB. LOMBOK BARAT – NTB
Tiba di bandara Selaparang, naik taksi ke Pantai Bangsal – Pemenang, di Pantai Bangsa bisa
memesan tiket boat di loket resminya dengan ketentuan sebagai berikut.
a. Bila menggunakan boat public ke gili air, maka biaya hanya Rp. 3.500,-/orang tapi harus
menunggu sampai jumlah penumpang yang terdaftar mencapai 30 orang dan pada jamjam publik diberangkatkan yaitu jam 08.00, 12.00, 15.00 wita
b. Bila boat publik tidak ada, maka harus menggunakan tiket suttle kapan saja dan
berapapun jumlah penumpang tetap diberangkatkan sepanjang hari dengan biaya Rp.
60.000,- / orang
Bila telah mendarat di dermaga gili air, maka langsung ke lokasi acara pinggir dermaga atau
Kontak calling/sms panitia lokal berikut.
1. Bq Ely Mahmudah (081803672768) atau Jumarim Umar Maye (08175762292)
E. Materi dan narasumber
1. Faqih Abdul Qodir, MA. (Fahmina Cirebon): “Pergulatan tafsir dalam Islam tentang
kesetaraan gender.”
2. Prof. Dr. Susan Kenny, (Direktur Centre for Citizenship and Human Rights School of Social
and International Studies di Universitas Deakin Melbourne Australia): “Kesetaraan
gender dalam ilmi-ilmu sosial dan gerakan sosial.”
3. AD Kusumaningtyas (Rahima Jakarta) “Pengalaman implementasi program
kesetaraan gender dalam masyarakat Islam.”
G. Peserta
Peserta refleksi ini terdiri dari para pemimpin agama (kiai muda) dan para aktivis NGO dari
berbagai daerah di Indonesia. Mereka adalah
1.
2.
3.
4.
5.
Abdul Muqsith (JIL)
Rumadi (PPSDM)
.....(Puan Amal Hayati)
Imdadun Rahmat (Lakpesdam NU)
Alamsyah (Syir’ah)
Jakarta
Jakarta
Jakarta
Jakarta
Jakarta
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
Ahmad Fuad Fanani (JIMM)
Ari Mashuri (Gandhi)
Miftahudin (Desantara)
KH Dian Nafi (PP Al Muayyad)
Saiful (Syarikat)
Afifi (LKiS)
Imam Subkhan (Labda)
Imam Nakho’i (Ma’had Aly)
Paring Utomo (Averroes)
St Ruqoyah Ma’shum (PP Al Ma’shumi)
Pandji Taufik (PP An Nuqoyah
TGH Imron (PP Al Urwatul Wustqo)
Botgel (Lapar)
Sudarto (Pusaka)
Mariyatul Asiah (LK3)
Yongki (Lensa Lombok)
L. Aksar Aansyori (Lombok)
Erma Suriani (Lombok)
Burhanuddin (Lombok)
Ely Mahmudah (LKP2)
Jumarim (YPKM)
Jakarta
Jakarta
Jakarta
Yogyakarta
Yogyakarta
Yogyakarta
Yogyakarta
Surabaya
Surabaya
Surabaya
Surabaya
Makasar
Makasar
Padang
Kalsel
NTB
NTB
NTB
NTB
NTB
NTB
G. Fasilitator
1. Ahmad Suaedy
2. Prof. Dr. Sue Kenny
H. Peninjau
1. Renata
2. Yasir Alimi
3. Jusuf Sutanto
I. Ketentuan Peserta
1. Panitia hanya mengganti biaya transportasi keberangkatan dan kepulangan peserta
yang menyerahkan tiket asli kendaraan yang digunakan beserta airport tac bagi yang
menggunakan pesawat.
2. Peserta diwajibkan membeli tiket keberangkatan dan kepulangan (PP) sebelum acara
dan diserahkan kepada panitia untuk memudahkan penggantian biaya transportasi.
3. Panitia menyediakan akomodasi selama acara berlangsung.
Jadwal Acara
Sabtu, 23 April 2005
15.30 – 17.30
Registrasi peserta
18.30 – 19.00
Pembukaan
19.00 – 21.00
Pergulatan tafsir dalam Islam tentang kesetaraan gender.
Oleh: Faqihuddin Abdul Qodir, MA. (Fahmina Cirebon)
Minggu, 24 April 2005
08.30 – 11.00
Gender issues in social sciences and social movement.
Oleh: Prof. Dr. Susan Kenny, Direktur Centre for Citizenship and
Human Rights Faculty of Arts and International Studies, Deakin
University Melbourne Australia
11.00 – 14.00
Istirahat
14.00 – 17.30
Lanjutan Materi:
Gender issues in social sciences and social movement.
Oleh: Prof. Dr. Susan Kenny
19.00 – 21.00
Diskusi dan sharing pengalaman bersama Prof Dr. Susan Kenny
Senin, 25 April 2005
08.30 – 11.30
Pengalaman implementasi program kesetaraan gender dalam
masyarakat Islam.
Oleh: AD Kusumaningtyas (Rahima Jakarta)
11.30 – 13.30
Istirahat
13.00 – 17.30
Diskusi kelompok
19.00 – 21.00
Diskusi pleno dan sharing pengalaman
Selasa, 26 April 2005
08.00 – 10.00
Menuju lokasi istigotsah di Pondok Pesantren Nurusshobah Batunyale,
Praya Timur, Lombok Tengah NTB
14.00 – 17.00
Istigotsah
 Pengajian umum oleh KH Thonthowi Djauhari Musaddad, MA.
(Pimpinan Pesantren Luhur Al Washilah Cipanas-Tarogong Kaler-Garut
Jawa Barat
 Pencanangan penghijauan dan taushiah oleh KH Abdurrahman Wahid
18.00
Sayonara
Download