Agroteksos Vol. 19 No. 3, Desember 2009 109 ANALISIS

advertisement
109
ANALISIS SEGREGASI PERSILANGAN VARIETAS PADI TAHAN DAN RENTAN
TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN
ANALYSIS OF SEGREGATION IN RICE CROSSED BETWEEN DROUGHT RESISTANT
AND SUSCEPTIBLE VARIETIES
A.A.K. Sudharmawan
Fakultas Pertanian Universitas Mataram
Email: [email protected]
ABSTRAK
Gen tidak hanya elemen-elemen yang memisah dan menghasilkan pengaruh individu yang jelas, tetapi
interaksi gen satu dengan lainnya memberikan fenotipe yang berbeda secara menyeluruh. Pada penelitian
ini dipelajari pola segregasi ketahanan terhadap cekaman kekeringan persilangan padi beras merah Selat
yang merupakan varietas tahan, dan Sri varietas rentan dalam kaitan dengan sifat akar yang dihasilkan
dalam generasi F2 yang bersama-sama dengan ke dua tetua dan persilangannya. Pada interaksi
persilangan varietas Selat dengan Sri untuk sifat panjang akar dan diameter akar, jumlah lokus yang
terlibat lebih dari dua, untuk sifat jumlah akar bersifat duplikat, dan untuk sifat berat akar kering bersifat
komplementer. Ini berarti bahwa ketahanan terhadap cekaman kekeringan dikendalikan oleh banyak gen
yang berlainan, sebagian bertanggung jawab untuk sifat yang berbeda, namun bersama-sama mendorong
ke arah ketahanan terhadap cekaman kekeringan.
ABSTRACT
Genes are not only elements that separate and produce clear individual influences, but interactions
between one gene and another gives a different phenotype altogether. This study investigates the
segregation pattern of resistance to drought stress in rice crossed between red rice varieties, i.e. between
“Selat” (a resistant variety) and “Sri” (a susceptible variety), in relation to root length trait produced in
the F2 generation with both parents and their crossings. In interactions of crossings between “Selat” and
“Sri” varieties for root length and diameter, the number of locus involved were more than two, for
number of roots, it was duplicated, and for dry root weight, it was complementary. This means that
resistance to drought stress is controlled by many different genes, some responsible for different traits,
but together they support towards formation of resistance to drought stress.
______________________
Kata kunci: padi beras merah, pewarisan, cekaman kekeringan, analisis segregasi
Keywords: red rice, inheritance, drought stress, segregation analysis
PENDAHULUAN
Revolusi hijau telah berhasil meningkatkan
produksi padi nasional meskipun disadari adanya
kekurangan-kekurangan seperti: 1) terfokusnya
pada pengembangan lahan sawah irigasi, 2)
input produksi tinggi dengan tingkat efisiensi
rendah, 3) aspek lingkungan dan kestabilan
produktivitas
jangka
panjang
kurang
terperhatikan. Oleh karena itu perhatian yang
lebih besar perlu diberikan pada pengembangan
varietas untuk lingkungan sub-optimal, seperti
lahan kering, sawah tadah hujan, dan lahan rawa/
pasang surut (Claassen and Shaw, 1970;
Jennings et al., 1979; Suardi dan Ridwan, 2004;
Suprihatno dan Darajat, 2008).
Tindak dan interaksi gen yang berbeda akan
membuat pola segregasi gen yang berbeda
(Singh dan Chaudary, 1977). Tipe tindak gen
dapat dikategorikan dalam (Allard, 1960;
Strickberger, 1985): a. Interaksi antar alel pada
lokus yang sama (intra lokus), yaitu: 1) Nodominan, adalah setiap alel pada lokus tersebut
akan saling menambah atau mengurangi nilai
fenotipenya.
Fenotipe
heterozigot
yang
dihasilkan akan berada pada nilai tengah tetua
homozigotnya. 2) Parsial dominan, merupakan
interaksi antar alel dalam satu lokus yang saling
menambah, dimana nilai penotipe yang
dihasilkan akan berada diantara penotipe tetua
homozigot. 3) Dominan penuh, adalah interaksi
antara alel dalam satu lokus dimana anggota
pasangan alel-nya tidak nampak (resesif) jika
alel ini menempati kromosom homolog dalam
keadaan heterozigot. 4) Dominan lebih,
merupakan interaksi dimana fenotipe heterozigot
memiliki nilai yang lebih tinggi dari kedua
tetuanya. 5) Co-dominan, adalah saling
Agroteksos Vol. 19 No. 3, Desember 2009
110
dominan, kedua-duanya terekspresi; b. Interaksi
antar alel pada lokus yang berbeda (interlokus),
adalah peristiwa dimana suatu gen menekan
kegiatan gen lain yang pada lokus lokus berbeda
pada suatu kromosom, disebut juga dengan
epistasis. Penelitian ini mengulas pola segregasi
ketahanan tanaman padi terhadap cekaman
kekeringan, pada akar sebagai penanda sifat.
A1 dominan terhadap A2, B1 dominan
terhadap B2, dan jika A1 homosigot
epistasis dominan. Gen ketahanannya
adalah A1 dan B2.
b)
15
/16 bagian F2-nya seperti F1 maka
ketahanan dikendalikan oleh dua gen
yang merupakan duplikat seperti pada
ilustrasi berikut:
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus
– November 2005 di kebun percobaan Fakultas
Pertanian Universitas Mataram. F1 dan F2
diperoleh dari persilangan padi beras merah
varietas Selat dan Sri, ditanam secara baris.
Untuk kedua tetua, F1 sebanyak satu baris
dengan jumlah 25 tanaman. Sedangkan untuk F2
sebanyak 15 baris, dengan jumlah tiap baris 25
tanaman. Petakan sawah yang terbuat dari kolam
batako ukuran 5 x 1,25 x 0,80 m3, jarak tanam
yang digunakan 20 x 20 cm2.
Parameter yang diamati adalah: panjang
akar, diameter akar, jumlah akar, dan berat akar
kering. Penilaian reaksi ketahanan pada P1, P2,
F1, dan F2 adalah individu tanaman.
Analisis genetik untuk menduga jumlah gen
pengendali, tindak gen, dan pola segregasi
dilakukan dengan SAS V9 dengan PROC GLM,
PROC CLUSTER (untuk mengelompokkan F2
atas sejumlah kelompok yang dikehendaki) dan
PROC DISCRIM (untuk mengelompokkan F2
atas kelompok seperti F1-nya).
Alur fikir untuk menyimak tindak gen
(Mayo, 1980; Crowder, 1981; Elseth and
Baumgardner, 1984; Strickberger, 1985;
Soemartono et al., 1992), sebagai berikut:
1) Keturunan persilangan F2 bersegregasi yang
terlihat dari varian F2 lebih besar dari varian
P1, P2, dan F1.
2) Jika kedua tetua sama ketahanannya dan
ketahanan F1-nya juga sama seperti
tetuanya, dan
a) 13/16 bagian F2-nya seperti F1 maka
ketahanan dikendalikan oleh dua gen
yang epistasis dominan seperti pada
ilustrasi berikut:
A1 dominan terhadap A2, B1 dominan
terhadap B2, dan jika adanya gen dominan
di lokus manapun epistasis terhadap gen
di lokus yang lain. Gen ketahanannya
adalah A1 dan B1.
3) Jika kedua tetua sama ketahanannya namun
F1-nya rentan, dan
a) 9/16 bagian F2-nya seperti tetuanya,
maka ketahanan dikendalikan oleh dua
gen yang komplementer seperti pada
ilustrasi berikut:
A2 dominan terhadap A1, B2 dominan
terhadap B1, dan homosigot resesif di
salah satu lokus epistasis terhadap lokus
lainnya. Gen ketahanannya adalah A2 dan
B2 dengan salah satu sudah cukup
menyebabkan ketahanan.
4) Jika kedua tetua sama ketahanannya tapi
ketahanan F1-nya melebihi ketahanan
tetuanya, dan ketahanan F2-nya menunjukkan
gradasi dengan nisbah
a) 1:4:6:4:1 berarti ketahanan dikendalikan
oleh banyak gen pada dua lokus.
b) 9:6:1 berarti ketahanan dikendalikan oleh
banyak lokus dominan.
A.A.K. Sudharmawan: Analisis Segregasi Persilangan …
111
5) Jika kedua tetua berbeda ketahanannya
sedangkan ketahanan F1-nya sama dengan
salah satu tetuanya, dan
a) ¾ bagian F2-nya seperti F1 maka sifat
yang ditunjukkan oleh F1 adalah sifat
dominan.
6) Jika kedua tetua berbeda ketahanannya tapi
ketahanan F1-nya tidak sama dengan
tetuanya yang manapun dan nisbah F2-nya
1:2:1 maka tindak gennya
a) Tidak ada dominansi jika rerata F1 sama
dan rata-rata rerata dua tetuanya
b) Dominansi sebagian jika rerata F1 berada
di antara rerata ke dua tetuanya
c) Dominansi lebih jika rerata F1 di luar
rerata ke dua tetuanya
7) Jika kedua tetua berbeda ketahanannya dan
ketahanan F1-nya berada di tengah-tengah
ketahanan kedua tetuanya dan nisbah F2-nya
1:2:1 maka tindak gennya
a) 1:4:6:4:1 berarti ketahanan dikendalikan
oleh banyak gen pada dua lokus
b) 9:6:1 berarti ketahanan dikendalikan oleh
banyak lokus dominan
A1 dominan terhadap A2, B1 dominan
terhadap B2, dan jika adanya gen dominan
di lokus manapun epistasis terhadap gen
di lokus yang lain. Gen ketahanannya
adalah A1 dan B1.
c) 9/16 bagian F2-nya seperti tetuanya, maka
ketahanan dikendalikan oleh dua gen
yang komplementer seperti pada ilustrasi
berikut:
8) Jika kedua tetua berbeda ketahanannya tapi
ketahanan F1-nya sama dengan salah satu
tetuanya dan
a)
13
/16 bagian F2-nya seperti F1 maka
ketahanan dikendalikan oleh dua gen
yang epistasis dominan seperti pada
ilustrasi berikut:
A1 dominan terhadap A2, B1 dominan
terhadap B2, dan homosigot resesif di
salah satu lokus epistasis terhadap lokus
lainnya. Gen ketahanannya adalah A1 dan
B1 yang harus ada keduanya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A1 dominan terhadap A2, B1 dominan
terhadap B2, dan jika A1 homosigot
epistasis dominan. Gen ketahanannya
adalah A1 dan B2.
b)
15
/16 bagian F2-nya seperti F1 maka
ketahanan dikendalikan oleh dua gen
yang merupakan duplikat seperti pada
ilustrasi berikut:
Sifat panjang akar
Pada Tabel 1 tampak bahwa keragaman
panjang akar kedua tetua dan F1-nya tidak
berbeda (Pr = 0,2373) yang menunjukkan ketiga
populasi merupakan populasi yang genetis
homogen. Hal ini berarti panjang akar F2 akan
bersegregasi, yang ditunjukkan oleh variannya
yang lebih besar dari varian kedua tetua dan F1nya seperti terlihat pada hasil uji Bartlett di
Tabel 1 (Pr = 0,0235). Rerata panjang akar F1
berbeda dengan tetua yang manapun dan
nilainya terletak di antara rerata panjang akar
kedua tetua homosigotnya. Mendasarkan model
satu lokus, F2 akan bersegregasi dengan masingmasing ¼ seperti tetuanya dan ½ sisanya seperti
Agroteksos Vol. 19 No. 3, Desember 2009
112
F1. Pemilahan 350 tanaman F2 dengan analisis
diskriminan menghasilkan 168 tanaman serupa
Selat, 94 tanaman seperti Sri dan 88 tanaman
serupa F1. Hasil pemilahan ini jelas menyimpang
dari nisbah 1:2:1.
Tabel 1. Uji homogenitas rerata dan varian
generasi
Hipotesis
HP1 = HP2 =
HF1
HP1 = HP2
HF1 = HP1
HF1 = HP2
HF1 = HMP
=
=
=
=
Probabilitas (Pr)
PA
DA
JA
BAK
<,0001 <,0001 0,0003 0,0017
<,0001
<,0001
0,0017
0,0207
0,2373
<,0001
0,0161
0,0020
0,6335
<,0001
0,0593
<,0001
0,0007
0,0003
<,0001
0,0010
0,6504
0,0046
0,0663
<,0001
0,0235 0,0575 <,0001 <,0001
HP1 = rerata tetua Selat
HP2 = rerata tetua Sri
= ragam tetua Selat
= ragam tetua Sri
= ragam keturunan ke-1
= ragam keturunan ke-2
PA = panjang akar
JA = jumlah akar
DA = diameter akar BAK = berat akar kering
Kedua tetua yang berbeda dengan F1 juga
berbeda dengan tetua yang manapun dapat juga
terjadi di bawah model dua lokus untuk tindak
gen fenotipe baru, nisbah 9:3:3:1, atau
homosigot resesif, nisbah 9:7 (Hayman and
Mather, 1955; Hanson, 1963; Falconer, 1981;
Ramires, 1991). Hasil pemilahan F2 di atas
kelihatannya juga tidak sesuai dengan yang
terakhir ini (Pr = 0,0021, Tabel 2). Pemilahan
dengan analisis cluster menghasilkan empat
kelompok dengan nisbah 112:59:50:129 yang
juga tidak sesuai untuk tindak gen fenotipe baru
(Pr < 0,0001). Diduga bahwa gen pengendali
berat kering akar lebih dari dua.
Sifat diameter akar
Keragaman diameter akar kedua tetua dan
F1-nya (Tabel 1) tidak sama (Pr < 0,0001) dan
ketiganya berlainan nilainya dengan keragaman
F1 lebih besar. Keragaman F2 jauh lebih besar
lagi, yang menunjukkan adanya segregasi
(Allard, 1960; Strickberger, 1985; Kearsey and
Pooni, 1998). Rerata diameter akar F1 setara
dengan nilai tengah rerata kedua tetuanya,
sehingga F2 akan bersegregasi dengan nisbah
1:2:1 untuk model satu lokus. Sedangkan untuk
model dua lokus nisbahnya 9:3:3:1 atau 9:3:4.
Pemilahan 346 tanaman F2 dengan analisis
diskriminan menghasilkan 219 tanaman serupa
Selat, 11 tanaman serupa F1, dan 116 tanaman
serupa Sri. Hasil jelas tidak sesuai baik dengan
nisbah 1:2:1 maupun 9:3:4: Pemilahan atas
empat kelompok dengan analisis cluster
menghasilkan kelompok dengan 72:75:7:192
tanaman, yang juga tidak sesuai dengan nisbah
9:3:3:1. Hasil ini sama dengan sifat panjang
akar, yaitu bahwa gen pengendali diameter akar
diduga lebih dari dua.
Tabel 2. Hasil uji Chi kuadrat nisbah segregasi populasi F2, persilangan varietas Selat x Sri
Nisbah
segregasi
1:2:1
PA
9:3:3:1
9:3:4
DA
monogenik 1 : 2 : 1
digenik
9:3:3:1
9:3:4
JA
monogenik 1 : 2 : 1
digenik
13 : 3
BAK monogenik 3 : 1
15 : 1
digenik
9:7
Sifat
Gen &
Dominansi
monogenik
digenik
Nisbah harapan
Nisbah teramati
Statistik
87,5 : 175 : 87,5
196,875 : 65,625 : 65,625 : 1,875
196,875 : 65,625 : 87,5
86,5 : 173 : 86,5
194,625 : 64,875 : 64,875 : 1,625
194,625 : 64,875 : 86,5
87,5 : 175 : 87,5
284,375 : 65,625
260,25 : 86,75
325,3125 : 21,6875
195,1875 : 151,8125
168 : 88 : 94
112 : 59 : 50 : 129
168 : 88 : 94
219 : 11 : 116
72 : 75 : 7 : 192
219 : 11 : 116
183 : 31 : 136
300 : 50
194 : 153
194 : 153
194 : 153
<0,0001
<0,0001
0,0021
<0,0001
<0,0001
<0,0001
<0,0001
0,0324
<0,0001
<0,0001
0,8977
A.A.K. Sudharmawan: Analisis Segregasi Persilangan …
113
Sifat jumlah akar
Jumlah akar kedua tetua dan F1-nya
berlainan dalam hal keragaman (Pr < 0,0001),
namun rerata kedua tetuanya tidak berbeda (Pr =
0,0593). Menggunakan model satu lokus, hal ini
berarti F2 akan bersegregasi dengan nisbah 1:2:1.
Uji Bartlett (Tabel 1) menunjukkan bahwa
varian F2 lebih besar dari varian kedua tetua dan
F1 (Pr <0,0001). Pemilahan 350 tanaman F2
menggunakan prosedur cluster (Tabel 2) menghasilkan perbandingan 183:31:136. Hasil ini
jelas menunjukkan penyimpangan terhadap
nisbah di atas.
Bahwa kedua tetua sama, dengan F1 yang
berbeda dengan kedua tetuanya dapat terjadi
juga untuk model dua lokus dengan tindak gen
dominan epistasis dimana dominan sempurna
pada kedua pasangan gen, jika satu gen dominan
gen yang kedua epistasis, dan homozigot resesif
akan epistasis pada gen yang pertama
(Strickberger, 1985; Ramires, 1991). Dengan
analisis diskriminan diperoleh nisbah 300
tanaman menyerupai Selat : 50 tanaman
menyerupai Sri. Hasil yang diperoleh ini sesuai
dengan nisbah 13:3 (Pr = 0,0324, Tabel 2).
Sifat berat akar kering
Keragaman kedua tetua dan F1-nya tidak
homogen (Pr < 0,0001, Tabel 1). Pada Tabel 3
terlihat bahwa keragaman kedua tetua kurang
lebih setara dengan keragaman F1 jauh lebih
besar. Keragaman F1 yang lain dengan
keragaman kedua tetua homosigotnya sering
dijumpai, namun keragaman F1-nya lebih kecil,
karena adanya fenomena individual buffering
(Allard and Bradshaw, 1962). Hasil yang didapat
justru kebalikannya. Tidak ada penjelasan yang
dapat dikemukakan.
Kedua tetua berbeda berat kering akarnya
(Pr = 0,0010) dengan berat kering akar seperti
Selat dapat pula terjadi dengan model dua lokus
untuk tindak gen duplikat (berat akar kering
berat : ringan = 15:1), atau komplementer (berat
akar kering berat : ringan = 9:7). Menggunakan
prosedur cluster pemilahan 347 tanaman F2 atas
dua kelompok menghasilkan perbandingan
194:153 yang sesuai dengan nisbah 9:7 (Pr =
0,8977, Tabel 2). Dengan demikian tindak gen
berat akar kering adalah dominan sempurna pada
kedua pasangan gen, tetapi homozigot resesif
akan epistasis akibat pengaruh gen lainnya
(Strickberger, 1985; Ramires, 1991).
KESIMPULAN
Tindak gen interaksi pada persilangan beras
merah varietas Selat dengan Sri pada sifat
panjang akar dan diameter akar jumlah lokus
yang terlibat lebih dari dua, pada sifat jumlah
akar bersifat duplikat, dan pada sifat berat akar
kering bersifat komplementer. Ini berarti bahwa
ketahanan terhadap cekaman kekeringan
dikendalikan oleh banyak gen yang berlainan,
sebagian bertanggung jawab untuk sifat yang
berbeda, namun bersama-sama mendorong ke
arah ketahanan terhadap cekaman kekeringan.
Tabel 3. Nilai rerata dan varian generasi
Statistik
Panjang akar
(PA)
Diameter akar
(DA)
Jumlah akar
(JA)
Berat akar kering
(BAK)
Rerata
Varian
n
Rerata
Varian
n
Rerata
Varian
n
Rerata
Varian
n
P1
43,857
16,229
21
1,159
0,010
21
112,333
22,033
21
5,938
0,474
20
P2
24,250
9,000
16
0,848
0,002
16
119,375
43,183
16
4,707
0,339
16
F1
30,186
27,025
7
1,027
0,062
7
133,143
606,143
7
6,150
5,131
7
F2
39,349
61,712
350
0,055
1,005
346
96,991
1275,384
350
6,871
11,677
347
n = jumlah tanaman
Agroteksos Vol. 19 No. 3, Desember 2009
114
DAFTAR PUSTAKA
Allard, R.W. 1960.
Principles of Plant
Breeding, John Wiley and Sons Inc., New
York. 485 p.
Allard, R.W. and A.D. Bradshaw, 1964.
Implication of genotype enviromental
interactions in applied breeding. Crop Sci
(4): 503-508.
Claassen and Shaw, 1970. Effect of Water Stress
at different Development on Rice. Agron. J.
62: p 652-655.
Crowder, L.V., 1981. Pemuliaan Tanaman.
Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas
Pertanian Universitas Gadjah Mada. 204 h.
Elseth, G. D. and K. D. Baumgardner, 1984.
Genetics.
Addison-Wesley
Publising
Company. 780 p.
Falconer, D.S., 1981. Introduction to Quantitative Genetics. Longman Group Limited.
London. 338 p.
Hanson, W.D., 1963. Heritability. Dalam:
Statistical Genetics and Plant Breeding. NasNRC Publ.982: p 125-140.
Hayman B.I. and K. Mather, 1955. The
Description of Gene Interaction in
Continous Variation, Biometrics II: p 69-82.
Jennings, P.R., W.R. Coffman, and H. E.
Kauffman, 1979. Rice Improvements.
I.R.R.I. Los Banos Philippines. 186 p.
Kearsey M.J., H.S. Pooni, 1998. The Genetical
Analysis of Quantitative Traits. Stanley
Ltd.
Ellenborough
House
Thorne
Wellington St Cheltenham GL50 1YW UK.
Mather K. and J.L. Jinks, 1982. Biometrical
Genetics. 3rd ed. Great Britain. University
Press, Cambridge. 396 p.
Mayo, 0., 1980. The Theory of Plant Breeding.
Claderon Press. Oxford. 293 h.
Ramires D.A., 1991. Genetics. 7th ed. SeameoSearca. University of the Philippines at Los
Banos (UPLB).
Singh, R.K., and B.D. Chaudhary, 1977.
Biometrical Methods In Quantitative
Genetic Analysis. Kalyani Publ., Ludhiana,
New Delhi. 304 h.
Soemartono, Nasrullah, dan Hari Hartiko, 1992.
Genetika Kuantitatif dan Bioteknologi
Tanaman. PAU-Bioteknologi UGM. 374 h.
Strickberger M.E., 1985. Genetics. The
University of Missouri-St Louis Mac Millan
Publishing Company New York. 842 h.
Suardi dan Ridwan, 2004. Persilangan Padi Tipe
Baru dengan Padi Liar. BP3TP (29): h 8-9.
Suprihatno, B. dan A.A. Darajat, 2008.
Kemajuan dan Ketersediaan Varietas
Unggul Padi. Balai Besar Penelitian
Tanaman Padi. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. h 302-323.
A.A.K. Sudharmawan: Analisis Segregasi Persilangan …
Download