PENDAHULUAN Latar Belakang Gangguan dari luar yang dapat menyebabkan terganggunya fungsi hutan salah satunya adalah kebakaran hutan, maka kegiatan perlindungan hutan penting untuk dilakukan. Perlindungan hutan merupakan usaha, kegiatan, tindakan untuk mencegah dan membatasi kerusakan-kerusakan hutan dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit, selain itu untuk mempertahankan hak-hak negara atas hutan dan hasil hutan (Purbowaseso, 2004). Menurut sejarahnya, kebakaran hutan terutama hutan tropika basah (tropical rain forest) di Indonesia telah diketahui terjadi sejak abad ke-18. Kebakaran yang terjadi pada tahun 1877, diketahui di kawasan hutan antara Sungai Kalanaman dan Cempaka (sekarang Sungai Sampit dan Sungai Katingan) Provinsi Kalimantan Tengah. Laporan lain juga menyebutkan bahwa kebakaran hutan terjadi di wilayah timur laut yang saat ini dikenal dengan Suaka Danau Sentarum, Provinsi Kalimantan Barat (United Nations Development Programme and State Ministry for Environment, 1998). Sayangnya kebakaran yang terjadi saat itu tidak diketahui berapa luasannya dan disebabkan oleh apa. Sedangkan Bowen (1999) menyatakan bahwa sekitar 400 tahun yang lalu, diceritakan bahwa seorang penjajah Eropa menemukan Pulau Borneo setelah para pelautnya mencium bau asap mereka berpaling ke arah angin dan menemukan pulau (Purbowaseso, 2004). Universitas Sumatera Utara Kerusakan yang terjadi selama kebakaran hutan bersifat eksplosif artinya terjadi dalam waktu relatif cepat dan areal yang luas. Kebakaran hutan menimbulkan banyak akibat pada tumbuhan individu di dalam nabatah itu dan juga pada tanah. Untuk membuat penilaian yang masuk akal mengenai hasil percobaan dalam kebakaran hutan, perlu sekali seseorang memahami fisika tentang kebakaran nabatah. Jumlah dan laju bahang yang dibebaskan pada waktu nabatah tertentu terbakar, tergantung pada faktor seperti keadaan cuaca, topografi, dan sifat bahan bakarnya (Ewusie, 1990). Pemanfaatan api oleh manusia merupakan sumber penyebab utama kebakaran hutan karena mereka kurang menyadari atau lengah terhadap bahayanya. Namun demikian api yang digunakan oleh manusia ini tidak akan menyebabkan kebakaran hutan apabila didukung pengelolaan kawasan yang baik (Sumardi dan Widyastuti, 2004). Iklim mikro yang terdiri dari suhu, kelembaban udara relatif dan kecepatan angin merupakan faktor alam yang dapat mendorong terjadinya kebakaran hutan, terutama pada musim kemarau. Pada musim kemarau, kelembaban udara relatif rendah dan suhu meningkat sehingga menyebabkan serasah yang ada di lantai hutan menjadi kering dan mudah terbakar. Angin merupakan unsur iklim yang mampu mempermudah membesarnya api dan mempercepat menjalarnya ke areal yang lebih luas. Topografi kawasan yang miring dan adanya angin kencang akan menyebabkan api cepat menjalar (Sumardi dan Widyastuti, 2004). Universitas Sumatera Utara Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui perbedaan iklim mikro (suhu, kelembaban udara, dan kecepatan angin) yang terjadi pada areal terbuka dan bervegetasi. 2. Membuat model hubungan antara unsur iklim mikro (suhu, kelembaban udara, dan kecepatan angin) dengan kadar air serasah. Hipotesa Penelitian Terdapat pengaruh iklim mikro (suhu, kelembaban udara, kecepatan angin) pada suatu areal terhadap kadar air serasah. Manfaat Penelitian Sebagai salah satu metode praktis di lapangan untuk menentukan kadar air serasah. Universitas Sumatera Utara