UPAYA MENDETEKSI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT

advertisement
UPAYA MENDETEKSI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT ILEITIS TERMINALIS
Anna Lewi Santoso
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
ABSTRAK
Penyakit ileitis terminalis, adalah penyakit peradangan saluran pencernaan yang dapat mengenai dibeberapa
bagian saluran pencernaan mulai dari mulut sampai anus, penyakit ini mempunyai banyak tanda-tanda keluhan.
Keluhan yang utama adalah sakit perut, diare ( bisa disertai darah ), mual, atau berat badan turun, tetapi dapat juga
disebabkan oleh komplikasi diluar dari saluran pencernaan, misalnya : gatal pada kulit, rematik, peradangan mata,
terlalu capek dan tegang.
Penyebab Penyakit ileitis terminalis diduga karena faktor genetik, dimana sistem kekebalan tubuh menyerang
saluran pencernaan, hal ini menyebabkan peradangan, yang sejenis dengan penyakit 'inflammatory bowel'. Bila ada
riwayat keluarga yang terkena penyakit ileitis terminalis, maka kemungkinan besar individu tersebut akan terkena
penyakit tersebut.
Penyakit ileitis terminalis banyak ditemukan pada negara industri. Angka kejadian pada pria dan wanita sama
banyak. Pada perokok terdapat tiga kali lebih banyak resiko untuk menderita penyakit ileitis terminalis. Di amerika
utara, terdapat 400.000 sampai 600.000 penderita penyakit ileitis terminalis. Untuk eropa utara diperkirakan terdapat
27-48 per 100.000 orang penderita ileitis terminalis.
Penyakit ileitis terminalis cenderung menyerang individu berumur remaja dan dewasa muda, bisa juga pada
usia 50-70an, sehingga penyakit ileitis terminalis dapat menyerang semua umur. Belum ditemukan obat atau tindakan
operasi yang dapat menyembuhkan penyakit ileitis terminalis. Pengobatan yang tersedia untuk saat ini adalah
mengurangi dan mengontrol gejala dan keluhan yang muncul, juga mengurangi timbulnya kekambuhan dari penyakit
ileitis terminalis.
Nama lain dari penyakit ileitis terminalis adalah regional enteritis atau Crohn's disease. Yang memberi Nama
crohn's disease adalah dokter saluran pencernaan dari amerika bernama Burrill Bernard Crohn, pada tahun 1932,
bersama dengan dua temannya menjelaskan beberapa pasien yang sering terkena peradangan pada usus ileum bagian
terminal.
Kata kunci : peradangan, saluran pencernaan, penyakit sistem kekebalan tubuh, terapi dengan obat atau operasi.
DETECTING AND DISEASE CONTROL EFFORTS ILEITIS TERMINALIS
Anna Lewi Santoso
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
ABSTRACT
Is an inflammatory disease of the intestines that may affect any part of the gastrointestinal tract from mouth to
anus, cousing a wide variety of symptoms. It primarily causes abdominal pain, diarrhea ( which may be bloody ),
vomitimg, or weight loss, but may also cause complications outside of the gastrointestinal tract such as skin rashes,
arthritis, inflammation of the eye, tiredness, and lack of consentration.
Regional ileitis disease is thought to be an autoimmune disease, in which the body's immune system attacks the
gastrointestinal tract, causing inflammation, it is classified as a type of inflammatory bowel disease. There has been
evidence of a genetic link to regional ileitis disease, putting individuals with siblings afflicted with the disease at higher
risk.
It is understood to have a large environmental component of evidence by the higher number of cases in western
industrialized nations. Males and females are equally affected. Smoker are three times more likely to develop regional
ileitis disease. Regional ileitis disease affects between 400.000 and 600.000 people in North America. Prevalence
estimates for Northern Europe have ranged from 27-48 per 100.000.
Regional ileitis disease tends to present initially in the teens and twenties, with another peak incidence in the
fifties to seventies, although the disease can occur at any age. There is no know pharmaceutical or surgical cure for
Regional ileitis disease. Treatment options are restricted to controlling symptoms, maintaining remission and preventing
relaps
Regional ileitis disease has also been called regional enteritis or crohn's disease. Crohn's disease was named
for American gastroenterologist Burrill Bernard Crohn, who in 1932, along with two colleaques, described a series of
patients with inflammation of the terminal ileum, the area most commonly affected by the illness.
KEY WORD : Inflammation, gastrointestinal tract, autoimmune disease, no know pharmaceutical or surgical cure.
1. PENDAHULUAN
Ileitis terminalis adalah suatu penyakit
peradangan saluran pencernaan yang mengenai
keseluruhan tebal dinding usus, menahun,
tersering pada usus halus dan colon. Insiden
tertinggi di Amerika serikat, Eropa, jarang pada
Afrika, Asia dan Amerika Selatan. Penyakit ini
terdapat pada semua umur, tersering pada dewasa
muda umur rata-rata 27 tahun ( Storer, 1991 :
1169-75 ).
Etiologi ileitis terminalis tidak diketahui,
namun ada beberapa hipotesa yaitu karena
interaksi faktor genetik dan lingkungan. Mulamula hiperemis ringan, dinding usus oedematus,
mukosa juga hiperemi dan bisa ada ulkus aftosa.
Mukosa memperlihatkan derajat perusakan
bervariasi dengan ulkus linier serpiginosa untuk
membentuk “ cobblestone” nodular ( Levine,
1995 : 559-65 ).
Gejala klinis ileitis terminalis meliputi
nyeri abdomen, diare, penurunan berat badan,
demam dan lesi anus, dan diagnosis ditegakkan
dengan pemeriksaan radiologis barium kontras
ganda. Diagnosa banding untuk ileitis terminalis
adalah colitis ulseratif, apendiksitis, tuberculosis,
limfoma dan lain-lain. Untuk terapi digunakan
terapi konservatif dan bila terjadi komplikasi pada
usus seperti perforasi, obstruksi maka dilakukan
operasi ( Levine, 1995 : 559-65 ).
Tujuan dari penulisan ini adalah supaya
dapat mengenal, mengetahui dan mencegah lebih
dini, bila ada keluhan dan gejala yang sama
dengan pemyakit ileitis terminalis, mengingat
bahwa belum ditemukan obat atau operasi yang
dapat menyembuhkan secara tuntas. Bila kita
dapat mencegah lebih awal, kita dapat
mengurangi keluhan yang timbul sehingga tidak
terjadi komplikasi yang lebih berat.
2. APAKAH PENYAKIT ILEITIS
TERMINALIS ITU?
Ileitis terminalis atau Enteritis regionalis
atau Crohn disease adalah suatu penyakit
peradangan saluran pencernaan yang mengenai
keseluruhan tebal ( Transmural ) dinding usus. Ia
menahun dalam perjalanannya dengan masa
relatif tenang bersama kekambuhan akut. Bagian
saluran pencernaan apapun bisa terkena, tetapi
tersering melibatkan usus halus dan colon (
Bailey's, 1972 : 429-30 ).
Insidens tertinggi di Amerika Serikat,
Inggris dan Scandinavia. Tersering di Eropa pusat,
kadang-kadang Afrika, Asia dan Amerika Selatan.
Insidennya tiga kali lebih tinggi pada orang
Yahudi dan lebih sering muncul pada orang kulit
putih dibanding yang kulit hitam dan sedikit lebih
banyak pada pria. Sekitar 60 per 100.000 populasi
terkena di Amerika Serikat, sementara insidens
kasus baru per tahun rata-rata 2 dan 4 per
100.000. Penyakit ini terdapat pada semua umur,
tersering pada dewasa muda dengan umur ratarata 27 tahun. Puncak insiden antara dekade ke
dua dan empat. Resiko terkena ileitis terminalis
pada perokok sigaret dan yang mengkonsumsi
banyak gula ( Schwartz, 1982 : 618-22 ).
Etiologi ileitis terminalis tidak diketahui
dan penyakit ini sering kambuh namun ada
beberapa hipotesa , salah satunya ialah interaksi
faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik bila
ada riwayat keluarga “Inflammatory bowel
disease”, ditemukan pada 15 – 20% penderita.
Agen transmisinya yaitu virus, pseudomonas,
mycobacteria, chlamydia dan yersinia, yang
ditemukan pada jaringan. Dilaporkan juga karena
imunologi yang abnormal. Jadi ada bukti
mengesankan bagi dasar infeksi dan imunologi.
Fenomena ekstraintestinalis berdasarkan
imunologi sering timbul dan bahwa eksaserbasi
penyakit ini sering diredakan oleh pemberian
steroid. Kadar imunoglobulin bervariasi tapi
jumlah dan aktivitas limfosit normal, maka masih
diperlukan penelitian lebih lanjut untuk
menjelaskan peranan imunologi ( Levine, 1995 :
559-65 ).
3. BAGIAN-BAGIAN SALURAN
PENCERNAAN BESERTA FUNGSINYA.
Panjang usus halus kurang lebih enam
meter. Perbatasan antara jejunum dan ileum jelas
dari luar, dinding jejunum lebih tebal dan lumen
ileum lebih sempit. Mesenterium mengandung
pembuluh darah, pembuluh limfe, kelenjar limfe
dan saraf autonom. Aliran darah kolateral melalui
arkade mesenterium di pinggir usus halus cukup
banyak, ini yang antara lain menjamin
penyembuhan luka anastomosis usus.
Selain itu, terdapat pembuluh darah kolateral
antara arteri kolika media sebagai arteri
mesenterika superior dan arteri kolika sinistra
sebagai cabang arteri mesenterika inferior.
Hubungan kolateral ini terletak di pinggir kolon
transversus dan kolon desendens. Disamping itu
terdapat hubungan kolateral antara pangkal arteri
mesenterika superior dan pangkal arteri
mesenterika inferior melalui suatu lengkung
pembuluh yang disebut “Arkus Riolan”, lengkung
salah satu dari kedua arteri tersebut.
Vena mesenterika superior bergabung dengan
vena lienalis dan vena mesenterika inferior
membentuk vena porta. Vena ini merupakan vena
besar sehingga pada hipertensi portal dapat
dipakai untuk dekompresi melalui anastomosis
mesenterikokaval dengan vena cava inferior.
Bersama cairan yang masuk dengan
makanan dan minuman, ludah, cairan-cairan
lambung, empedu, pankreas dan usus halus
membentuk cairan saluran cerna sejumlah 6 – 8
liter. Semua cairan ini akan diserap kembali
sebelum isi usus melalui katub ileosekal, sehingga
hanya kira-kira setengah liter cairan yang akan
diteruskan ke kolon. Keluar masuknya cairan
melalui sel ini terjadi dengan cara diffusi, osmosis
atau dibawah pengaruh tekanan hidrostatik.
Fungsi usus halus terdiri dari transportasi dan
pencernaan makanan, serta absorbsi cairan,
elektrolit dan unsur makanan.
Setiap hari beberapa liter cairan dan puluhan gram
makanan yang terdiri dari karbohidrat, lemak dan
protein akan berlalu di usus halus dan setelah
dicerna akan masuk kedalam aliran darah. Proses
ini sangat efisien sebab hampir seluruh makanan
terabsorbsi, kecuali bila terlindung oleh selulosa
yang tidak dapat dicerna. Hal ini menjadi dasar
diet berserat tinggi yang memberi volume ke
faeses sehingga pasase disaluran cerna
berlangsung lebih cepat. Hampir semua bahan
makanan diabsorbsi dalam jejunum, kecuali
vitamin B12 asam empedu yang diserap dalam
ileum terminale.
Isi usus digerakkan oleh peristaltik yang
terdiri atas dua jenis gerakan yaitu segmental dan
longitudinal. Gerakan intestinal ini diatur oleh
sistem saraf autonom dan hormon. Hampir semua
gas usus merupakan udara yang ditelan ( Hamami,
1997 :835-37 ; 855-57 ).
4. KEADAAN SALURAN PENCERNAAN
PADA ILEITIS TERMINALIS.
Lesi ileitis terminalis bisa muncul dalam
bagian traktus gastrointestinalis dimanapun, yang
mencakup esofagus dan lambung. Tetapi insiden
tertinggi ditemukan dalam usus halus dan kolon.
Ileum terminalis sering terlibat, baik tunggal atau
gabungan
dengan
bagian
lain
traktus
gastrointestinalis.
Gambaran makroskopis usus halus pada stadium
akut yaitu granular serosa dengan hiperemis
ringan, dinding usus oedematosa dan lunak
lembut, mediator inflamasi bisa faktor aktif
plasma,
leukotrien,
komplemen,
kinin,
enterotoxin, interleukin, faktor nekrosis tumor.
Mesenterium bisa menebal, tetapi tidak kenyal.
Dalam mesenterium bisa ada kelenjar besar yang
lunak bila usus dibuka, maka mukosa bisa juga
hiperemi dan bisa ada ulkus aftosa. Stadium
menahun, area segmental yang terkena, berwarna
merah gelap serta menebal 2 atau 3 kali diameter
normal dan kenyal dengan konsistensi seperti
karet atau bahkan kasar. Pada serosa terlihat
granular dan berwarna putih suram akibat
granuloma dan pembuluh limfe berdilatasi.
Lemak mesenterika bisa meluas untuk
mengelilingi keseluruhan lingkaran usus yang
terkena dengan cara yang disebut “maju pelanpelan”( Levine, 1995: 559-65 ).
Segmen usus yang terkena bisa melekat
ke struktur normal atau usus lain yang terlibat.
Massa yang melekat padat ini bisa mencakup
fistula antar gelung atau rongga abses. Pada
potongan, keseluruhan dinding usus tampak
menebal, tetapi sebagian besar reaksi ini terjadi
dalam submucosa. Sebagai hasilnya, ukuran
lumen terancam sampai suatu titik, tempat ini bisa
timbul
obstruksi
sebagian.
Mukosa
memperlihatkan derajat perusakan bervariasi
dengan ulkus linier serpiginosa, yang bisa bersatu
melalui ulkus tranversa untuk membentuk
“cobblestone” nodular.
Disamping ulserasi, maka bisa juga ada fissura
pada berbagai kedalaman melalui dinding usus.
Jika ia memotong keseluruhan tebal, maka ia bisa
berlanjut untuk membentuk fistula atau
mengandung abses dengan gelung usus lain.
Kadang-kadang ia bisa menyatukan fissura lain
secara sebagian melalui dinding usus untuk
membentuk fistula intramural.
Mesenterium usus halus dalam stadium menahun
memendek, kenyal dan menebal makroskopis.
Kelenjar limfe didalam mesenterium menebal,
kenyal dan seperti karet, yang mencapai diameter
2 sampai 4 cm ( Storer, 1991: 1169-75 ).
Gambaran makroskopis pada stadium
akut terdapat oedema dan limfangiektasis,
terutama terlihat dalam submukosa. Mukosa
tampak normal, mungkin dengan peningkatan
dalam jumlah sel goblet dan terlihat reaksi
eksudatif dalam serosa. Granuloma tidak
ditemukan dalam stadium ini.
Ileitis terminalis subakut, ditandai oleh fibrosis
dini yang terutama terlihat dalam lapisan
submukosa dan subserosa. Buktinya ditemukan
kolagen fibrilar halus didalam regio ini bersama
dengan infiltrasi sel plasma yang difus, hipertrofi
folikular limfoid dan hiperplasia. Didalam
mukosa ada ulserasi kecil yang terbentang dari
muscularis
mucosae.
Muscularis
propia
memperlihatkan bukti hipertrofi, fibrosis dan
infiltrasi juga dengan limfosit, sel plasma,
eosinofil, tetapi tidak sampai derajat yang terlihat
dalam submukosa dan subserosa ( Levine, 1995 :
559-65 ).
Granuloma mungkin ada, terdapat lokal
dalam submukosa, subserosa atau kelenjar limfe
yaitu “giant cell” granuloma epiteloid dari
tuberculosa tapi tidak ditemukan kuman TBC,
keadaan
ini
biasa
disebut
“sarcoidlike
granulomas”.
Dalam stadium menahun, fibrosis lebih
terorganisasi dan padat. Terutama timbul dalam
lapisan submukosa dan subserosa, meluas ke
seluruh dinding usus transmural. Ulkus mucosa
lebih besar dan lebih profunda serta bisa bersatu
dan membentuk area yang besar. Vili usus tumpul
atau tidak ada, kelenjar atrofi, keadaan ini
menyerupai mukosa kolon ( Storer, 1991 : 116975 ).
5. BAGAIMANA MENDETEKSI
PENYAKIT ILEITIS TERMINALIS.
Mula-mula gejala berlangsung singkat
lalu tanpa keluhan yang lama, tetapi setelah suatu
waktu, episode simptomatik menjadi lebih sering
dengan masa tenang yang lebih pendek. Pada
waktunya penderita mengalami kira-kira 3 tahun
gejala sebelum diagnosis enteritis regionalis
dikonfirmasi. Kompleks gejala bervariasi dan
tergantung pada tempat penyakit dimulai dalam
traktus gastrointestinalis.
Gejala umum : nyeri abdomen, diare, penurunan
berat badan, demam dan lesi anus. Sebagian kecil
enteritis regionalis bersifat akut dengan gejala
yang serupa apendisitis, yaitu nyeri kwadran
kanan bawah, nyeri tekan dan demam, biasanya
tanpa mual dan muntah. Diagnosa klinis
apendiksitis akut dan diagnosa ileitis terminalis
ditegakkan dalam kamar operasi ( Levine, 1995 :
559-65 ).
Nyeri abdomen 95% terdapat pada ileitis
terminalis. Pola nyeri secara umum bersifat
episodik dan kram serta biasanya mengikuti
makanan, berpusat pada perut bagian bawah dan
hilang dengan defekasi. Nyeri ini sekunder
terhadap peristaltik karena melawan lumen usus
yang dikonstriksikan oleh penebalan dinding usus
yang oedema dan fibrotik. Lumen usus normal
bisa juga nyeri bila melekat pada gelung yang
meradang, terinfeksi dan dapat menyebabkan
obstruksi usus sebagian, bisa juga obstruksi kolon
sebagian atau keduanya. Bila obstruksi total maka
gejalanya, kram, muntah dan abdomen distensi.
Pada penderita menahun, nyeri bersifat 'pegal',
lebih konstan, sering disertai massa yang dapat
dipalpasi dan nyeri tekan abdomen. Terdapat lebih
banyak usus ( normal dan meradang ), bisa juga
terdapat abses tertutup atau fistula entero-enterik (
Schrock, 1993 : 268 ).
Diare yang timbul ± 92%, merupakan
gejala terlazim kedua. Penderita mengeluh dua
atau lima kali buang air besar seperti air tiap hari,
bisa juga semisolid. Karakteristik faeses berisi
tanpa darah, jika yang terkena usus halus. Satu
dari tiga penderita yang terkena pada kolon,
terdapat darah dan beberapa diare darah mirip
pada kolitis ulseratif. Umumnya diare pada ileitis
terminalis jarang terbukti darah, pus dan mukus.
Pada penderita lanjut, diare bisa berbau busuk
sebagai akibat steatore penyerta ( Sachdeva, 1996
: 208-9 ).
Penyebab terjadinya diare, bisa karena penurunan
absorbsi bersih air sekunder terhadap mukosa
yang sakit dan meradang. Hal ini timbul bila
keterlibatan jejunum yang luas, karena jejunum
adalah tempat beban air terbanyak yang
diabsorbsi.
Fistula
enteroenterik
juga
menyebabkan isi usus memintasi area permukaan
mukosa yang luas, tempat normalnya air
diabsorbsi. Atau terdapatnya obstruksi usus akibat
kontriksi peradangan usus proksimal dari segmen
yang terlibat ini berdilatasi dan menyebabkan
penurunan absorbsi cairan. sekresi cairan ke
dalam lumen usus tetap normal atau
meningkat,yang menyebabkan meningkatkan
beban
air yang di angkut melewati valva
ileocaecal. Obstruksi usus sebagian bisa juga
bertanggung jawab bagi pertumbuhan bakteri
berlebihan dalam isi usus. Pertumbuhan bakteri
berlebihan bisa bertangung jawab bagi sebab
akhir diare, yaitu tidak diserapnya garam empedu
dari usus. Jumlah bakteri abnormal dalam lumen
usus mengkonjugasi empedu dan mencegah
absorbsinya didalam ileum. Bila garam empedu
tidak diserap dan melewati kolon kanan, maka ia
menghambat absorbsi air oleh mukosa kolon
sehingga terjadi diare seperti air. Juga tanpa
reabsorbsi garam empedu sebagai bagian sirkulasi
enterohepatik yang normal, kumpulan asam
empedu dikosongkan, terjadi malabsorbsi lemak
dan steatore, yang memperburuk diare ( Levine,
1995 : 559-65 ).
Demam timbul lebih dari setengah pasien
ileitis terminalis dan bisa sebagai satu-satunya
gejala. Ia sering mendahului keluhan abdomen
selama beberapa tahun. Sehingga penderita
demam yang asalnya tidak diketahui, ileitis
terminalis pasti merupakan bagian diagnosa
banding. Demam demikian bisa karena abses
didalam dinding usus atau diantara gelung usus.
Suatu fistula bisa juga bertanggung jawab bagi
peningkatan suhu ( Fielding, 1986 : 346-7 ).
Penurunan berat badan lebih dari 5 pon
timbul pada lebih dari 85% tetapi kurang
bermakna. Kegagalan mempertahankan berat
badan paling mungkin karena usaha sadar
penderita untuk menurunkan masukan, karena
hubungan,yang dirasakan antara makan dengan
mulainya gejala.
Terdapat juga malabsorbsi lemak, Vitamin yang
larut lemak (A,D,E,K) tidak dapat diserap secara
normal. Malabsorbsi protein sekunder terhadap
hipermotalitas dan jumlah mukosa yang sakit
didalam usus halus. Sehingga protein tidak
terpapar ke mucosa yang normal untuk waktu
yang cukup dalam pemecahan ke asam amino dan
dipeptida bagi absorbsi. Kesulitan dalam asimilasi
karbohidrat bisa akibat defisiensi disakaridase
dalam mikrovili mucosa usus yang terkena (
Schwartz, 1982 : 618-22 ).
Anemia penyerta yang terlihat dalam
ileitis terminalis mungkin karena beberapa faktor,
pendarahan menahun dari mucosa usus yang
meradang. Pendarahan ini tidak sebesar kolitis
ulserativa, tetapi cukup besar, sehingga masukan
zat
besi
yang
normal
tidak
dapat
mengkompensasi.Timbul
anemia
mikrositik
kronis.Bisa juga anemia megaloblastik karena
defisiensi vitamin B12. Vitamin ini biasanya
diserap dalam ileum terminalis.Gangguan
absorbsi dan pencernaan yang di uraikan di atas
dapat menyebabkan retardasi pertumbuhan pada
pasien anak. Hal ini dapat dihindari jika pengisian
kembali dan tambahan dimulai melalui jalur oral
atau parenteral ( Schrock, 1993 : 268 ).
Sepertiga penderita ileitis terminalis
terdapat komplikasi anus yang bisa mendahului
keluhan abdomen selama beberapa tahun. Fissura
ini merupakan lesi terlazim termasuk juga fistula
dan abses. Sering fistula tidak berhubungan
dengan segmen usus lain yang sakit dan sering
biopsi lesi perianus memperlihatkan granuloma.
Harus hati-hati dalam terapi komplikasi perianus
yang menyertai ileitis terminalis, karena
kecenderungan
terjadi
menahun
pada
penyembuhan pasca bedah.
Paduan konservatif, drainase lokal dan
oral metronidazole memperlihatkan hasil yang
memuaskan, tetapi dalam beberapa kasus ,fistula
perianus kronika parah tidak dapat dikendalikan
tanpa reseksi anus proksimal yang sakit ( Schrock,
1993 : 268 ).
Terdapat juga keluhan lain yang tidak
berhubungan dengan saluran pencernaan. Terjadi
pada ± 25% dan semua sistem organ terkena.
Manifestasi ini timbul setelah mulainya penyakit
usus secara klinis.Tidak mengikuti sifat episodik
penyakit usus, tetapi konstan perjalanannya dan
jarang dipengaruhi oleh terapi.
Artritis terdapat dalam sepertiga penderita, sedikit
manifestasi kulit seperti eritema nodosum,
gangrenosum pirodermik. Terdapat juga uveitis,
iritis atau stomatitis.
Pada hati terdapat infiltrasi lemak, perikolangitis,
kolangitis sklerotikans, kolelitiasis. Batu jenis
kolesterol, terjadi karena kehilangan asam
empedu yang bertindak melarutkan kolesterol di
dalam empedu. Manifestasi ginjal pada
hidronephrosis sekunder terhadap fibrosis
periureter dan nefrolitiasis, Batu oksalat terjadi
karena gangguan absorbsi kalsium dan kehilangan
kalsium tersebut melalui lumen usus. Fibrosis
pankreas dengan penimbunan amiloid sekunder
bisa juga timbul ( Levine, 1995 : 559-65 ).
Resiko Adenokarsinoma usus halus
menyertai ileitis terminalis seratus kali lebih besar
dari pada yang terlihat dalam populasi. Tetapi
masalahnya tidak besar, karena angka karsinoma
pada yang normal hanya 3 per 100.000, sehingga
kira-kira 62 kasus adenokarsinoma usus halus
yang menyertai ileitis terminalis.
Usia rata-rata 47 tahun,10 tahun lebih muda
dibanding populasi normal. Tiga perempat dari
semua tumor timbul dalam ileum terminalis.
sepertiga dari semua tumor timbul pada segmen
yang telah dipintasi secara bedah, dengan
prognosis kelangsungan hidup rata-rata satu tahun
( Storer, 1991 : 1169-75 ).
Untuk menegakkan diagnosa diperlukan
adanya riwayat spesifik, gejala episodik yang
mencakup nyeri abdomen, diare, demam dan
penurunan berat badan, anemia, defisiensi.
Pemeriksaan fisik bisa bermanfaat dalam
menunjukkan
distensi
derajat
rendah,
hiperperistaltik dan dilatasi usus yang palpable,
massa abdomen yang nyeri tekan, usus halus
dapat menebal dan mengalami hipertrophy
sebagai respon terhadap stenosis yang berjalan
lambat ( Dunphy, 1993 : 155-6 ).
Pemeriksaan yang bermanfaat adalah
endoskopi usus bersama biopsi dan pemeriksaan
radiologi
traktus
gastrointestinal.
Karena
esophagus, lambung dan duodenum jarang terlibat
dalam ileitis terminalis, maka endoskopi fleksibel
traktus gastrointestinal atas biasanya tidak
memberikan
informasi
diagnosis
yang
bermanfaat. Karena kolon dan rektum cukup
sering terlibat, maka protoskopi dan kolonoskopi
fiberoptik fleksibel dapat sangat bermanfaat.
Pemeriksaan bisa menunjukkan mukosa hiperemi,
ulkus aftosa dini atau gambaran lebih lanjut ulkus
konfluens profunda dan fisura. Gambaran mukosa
“cobblestone” bisa sangat menyokong diagnosa
ileitis terminalis. Walaupun perubahan fibrosis
dan peradangan pada pemeriksaan mikroskopis
bisa sangat menggambarkan diagnosis ileitis
terminalis, namun hanya ditemukan suatu
granuloma dianggap patognomonik penyakit ini.
Karena granuloma tampil hanya pada 40% sampai
60% penderita ileitis terminalis, maka tidak
mungkin biopsi acak akan menghasilkan
gambaran ini ( Levine, 1995: 559-65 ).
Pemeriksaan
radiologis
traktus
gastrointestinal untuk menentukan perubahan
dalam perincian mukosa yang terlibat dengan
penyakit ini. Teknik barium kontras ganda dapat
digambarkan luasnya penyakit, kolon dan ileum
terminalis bisa diperiksa dengan enema barium.
Pada awal perjalanan penyakit, ulkus aftosa bisa
terbukti diatas permukaan mukosa. Gambaran
lebih lanjut yaitu penyempitan lumen “tanda
benang” Cantor, ulkus longitudinalis, fissura dan
penampilan “cobblestone”.
Karena di usus yang terlibat maupun mesenterium
menebal secara makroskopis, maka ada
peningkatan ruang diantara gelung usus yang
terisi kontras.
Dilatasi usus bisa diperlihatkan proximal dari area
lumen yang menyempit. Akhirnya massa usus
melekat karena meradang bisa menggeser usus
terisi kontras lainnya. Fistula ( sementara sering
ada dalam penyakit lanjut ) sulit diperlihatkan.
CT scan, ultrasound dan MRI memiliki nilai
diagnostik yang berharga dalam beberapa kasus (
Schrock, 1993 : 268 ).
6. BEBERAPA PENYAKIT YANG
MENYERUPAI PENYAKIT ILEITIS
TERMINALIS.
Penyakit Colitis Ulseratif, mempunyai
keluhan diare berat, yang hanya terdapat pada
kolon. Pada pemeriksaan didapatkan hanya pada
mukosa dan sub mukosa yang meradang, jarang
ada granuloma. Mempunyai respon terhadap
pengobatan
medik
baik,
sesudah
proktokolektomy, yang disertai ileotomi penyakit
colitis ulseratif jarang terulang kembali (
Sachdeva, 1996 : 208-9 ).
Apendiksitis, sangat sulit membedakan
dengan ileitis terminalis akut, karena mempunyai
gejala yang sama, sehingga sulit untuk
membedakannya tanpa operasi ( Hamami, 1997 :
855-7 ).
Tuberculosis, dapat terjadi pada beberapa
tempat dari traktus gastrointestinal, sehingga
menyerupai penyakit ileitis terminalis. Untuk
membedakannya, dilihat dari bagian saluran
pencernaan yang terkena. Tuberculosis jarang
pada caecum distal ( Hamami, 1997 : 855-7 ).
Limfoma, penyakit ini sulit dibedakan
dari
penyakit
ileitis
terminalis.
Untuk
membedakannya dapat melalui pemeriksaan
radiologi, tapi pemeriksaan secara histologi,
kadang-kadang ditemukan sebelum diagnosa
ditegakkan. Dengan Biopsi rektal atau kolon yang
menunjukkan granuloma atau radang mendukung
diagnosa ileitis terminalis ( Schwartz, 1982 : 61822 ).
Penyakit-penyakit lainnya yang bisa menyerupai
penyakit ileitis terminalis antara lain adalah,
karsinoma, amoebiasis, iskemia, gastroenteritis
eosinophilic dan keradangan lainnya.
7. UPAYA PENANGGULANGAN
PENYAKIT ILEITIS TERMINALIS.
Pertama-tama,
upaya
kita
dalam
menanggulangi penyakit ileitis terminalis secara
konservatif adalah dengan istirahat yang cukup,
menghindari stres emosional, menjalin hubungan
yang baik antara dokter dan penderita. Disamping
itu, yang terpenting adalah menghentikan proses
radang. Upaya lainnya dengan peningkatan gizi
makanan sehari-hari. Bila terdapat diare,
dilakukan pencegahan diare dengan difenoksilat
hidroklorida ( lomotil) atau atropin. Bila dirasakan
nyeri abdomen, diberi analgesik. Jika tidak ada
obstruksi usus (sebagian atau lengkap) maka
dekompresi usus dengan sonde nasogaster, perlu
juga terapi intravena. Untuk eksaserbasi akut
proses peradangan dalam ileitis terminalis diberi
sulfasalazin ( azulfidine ), prednison dan
azatioprin. Namun dalam penelitian, tidak ada
obat yang mengubah perjalanan jangka lama
penyakit ini. Sehingga lama masa tenang diantara
serangan tidak meningkat atau jumlah episode
berulang tidak menurun oleh terapi apapun. Bisa
juga dilakukan pergantian gizi secara oral atau
parenteral. Untuk gizi secara oral: menggunakan
formula rendah dalam masa dan tanpa lemak. Hal
ini dapat diserap hampir seluruhnya didalam usus
halus bagian atas, yang tidak meninggalkan sisa.
Pada penderita dengan obstruksi sebagian, fistula
enteroenterik atau keterlibatan segmen usus halus
yang besar, diberikan makanan parenteral total
yang terdiri dari karbohidrat, protein, lemak,
vitamin, mineral ( Fielding, 1986 : 346-7 ).
Bila upaya kita secara konservatif tidak
bisa mengatasi keluhan penyakit ileitis terminalis
tersebut atau timbul komplikasi , maka bisa
dilakukan upaya terapi Bedah. Intervensi bedah
bukan mengobati ileitis terminalis, tetapi hanya
mengobati masalah spesifik yang timbul dalam
perjalanan penyakit. Operasi tidak mengubah
probabilitas kekambuhan atau kebutuhan bagi
intervensi bedah lebih lanjut.
Indikasi bagi intervensi bedah adalah untuk
Obstruksi usus, fistula enterik, abses, penyakit
perianus dan kegagalan meredanya gejala dengan
prednison
atau
sulfasalazin,
perdarahan
gastrointestinal yang hebat, perforasi abdomen (
jarang ).
Prinsip terapi bedah adalah perlindungan terhadap
panjang usus. Tindakannya meliputi: Pintas usus,
pintas usus dengan defungsionalis segmen yang
terlibat dan reseksi dengan atau tanpa
reanastomosis.
Umumnya dipilih reseksi usus pada
jaringan sakit yang hebat, mesenterium dalam
jumlah minimum boleh direseksi bersama usus
untuk mempertahankan vaskularisasi ke usus yang
masih ada setidaknya 25 cm. Mortalitas bagi
operasi rata-rata 5%. Tetapi tingginya insidens
penggunaan steroid prabedah menyebabkan
tingginya morbiditas pasca bedah. Morbiditas
berpusat pada anastomosis usus, dengan
kebocoran dan fistula serta sepsis yang
berhubungan dengan abses intra abdomen dan
infeksi luka.
Keadaan khusus pada penderita apendiksitis akut
yang dioperasi, ditemukan juga ileum terminalis
meradang,
mesenterium
menebal,
nodus
lymphatik mesenterika membesar kenyal. Jika
caecum tidak terlibat, maka harus dilakukan
apendiktomi serta ileum terminalis dibiarkan tidak
terganggu.
Operasi untuk usus halus yaitu reseksi, untuk usus
besar yaitu panproktokolektomi dengan ileostomi,
mempunyai angka kekambuhan paling kecil,
tetapi operasi yang lebih konservatif dilakukan
terhadap penyakit yang terlokalisir. ( Storer, 1991
: 1169-75 ).
Bila penanggulangan penyakit ileitis
terminalis secara konsevatif maupun tindakan
bedah tidak berhasil, maka dapat terjadi
komplikasi. Komplikasi dapat terjadi pada usus,
yaitu berupa obstruksi, abses, fistula, lesi
anorektal, sering terjadi perforasi bebas dan
perdarahan massive jarang terjadi. Karsinoma
mungkin timbul dalam segmen kecil atau besar
pada usus yang terlibat penyakit ileitis terminalis,
khususnya pada segmen dimana terdapat aliran
faeces dengan operasi pintas usus. Komplikasi
juga bisa terjadi pada seluruh tubuh, misalnya
penyakit
hepatobiliary,
uveitis,
arthritis,
ankylosing spondylitis, ulkus aftosa, erythema
nodusum, amyloidosis, thromboembolism dan
gangguan vaskuler, ditemukan juga pada colitis
ulseratif. Metastase penyakit ileitis terminalis
pada kulit yaitu ulkus kutaneus dengan reaksi
granuloma pada tempat terpisah dari usus dengan
kulit normal. Komplikasi urologi: cystitis, calculi
dan obstruksi uretra. Fibrosis periureterik,
hidronefrosis kanan. ( Sachdeva, 1996 : 208-9 ).
Penyakit Ileitis terminalis adalah penyakit
kronis yang dapat progresif. Tetapi medikal yang
menguntungkan untuk jangka lama belum
ditemukan. Disamping itu, operasi adalah
tindakan paliatif, bukan kuratif. Kekambuhan
rata-rata dalam 15 tahun sesudah operasi adalah
50%. Untuk obstruksi biasanya dilakukan
strictureplasty dan sedikit terdapat komplikasi
post operasi. Operasi ulang diperlukan 10% dari
penderita dengan stricture plasty dalam tiap tahun
dan satu dari tiga penderita dalam 10 tahun.
Operasi
hanya
digunakan
untuk
komplikasi, 80-85% penderita dioperasi dapat
hidup normal. Resiko kematian jangka panjang 2x
pada usia kapanpun. Dibandingkan dengan
normal dan resiko ini lebih besar pada penderita
muda dalam beberapa tahun diagnosis.
Peningkatan mortalitas yang terlihat dalam
penderita ini disebabkan oleh penyebab yang
seluruhnya dapat dihubungkan ke ileitis terminalis
atau komplikasi yang berhubungan.(Storer, 1991 :
1169-75).
8. SIMPULAN
Ileitis terminalis adalah suatu penyakit
peradangan saluran pencernaan yang menahun,
sering kambuh, dengan etiologi yang tidak
diketahui, dan ada hubungannya dengan
imunologi, sering menyerang usus halus dan
kolon.
Insiden tertinggi di Amerika Serikat, Inggris, dan
Scandinavia, yang terkena pada semua umur.
Resiko tertinggi pada perokok dan yang
mengkonsumsi banyak gula.
Gejala umum: nyeri abdomen, diare, penurunan
berat badan, demam dan lesi anus, bisa juga
seperti apendiksitis yang tanpa gejala mual dan
muntah. Diagnosa ditegakkan berdasarkan
anamnesa,
pemeriksaan
fisik
berupa
hiperperistaltik, dilatasi usus yang palpable,
ditemukan juga massa di abdomen yang nyeri
tekan.
Pemeriksaan tambahan yang diperlukan adalah
endoskopi usus untuk biopsi dan pemeriksaan
radiologi barium kontras ganda.
Terapi untuk ileitis terminalis adalah :
istirahat yang cukup, menghentikan proses radang
dengan obat-obatan yang disesuaikan dengan
keluhan / gejala umum, peningkatan gizi.
Terapi bedah diperlukan untuk memperbaiki
keadaan dari usus ( komplikasi ), misal: obstruksi
usus, gagal terapi menggunakan obat, abses, dan
lain-lain.
Prognosis kematian jangka panjang 2x dan lebih
besar resikonya pada penderita muda.
DAFTAR PUSTAKA
Bailey's.H,Crohn's Disease in
Emergency Surgery editor: Mc Nair. Tj,
MD, F.R.C.S, ninth Eds, Bristol John
Wright and Sons LTD.1972.

Dunphy. J. E, M. D.,F. A. C. S.,
Botsford. T.W,M.D,F.A.C.S.,
Pemeriksaan Abdomen dalam
Pemeriksaan Fisik Bedah Alih Bahasa
Susanto. Th., dkk, Yayasan Essentia
Medica, 1993,1993.

Fielding.L.P, Emergencis Caused
by Acute inflammatory and ischaemic
Bowel disease in Bailey'sH. Emergency
Surgery, Editor: Dudley.H.A.F, Eleventh
eds. Bristol Wright 1986.

Hamami. A. H, Pieter J, Riwanto






Ign, Tjambolong T, Usus halus, apendiks,
kolon dan anorektum dalam Buku Ajar
Ilmu Bedah, Editor : Sjamsuhidajat R,
wim de jong. Edisi I, EGC, Jakarta, 1997.
Levine.B.A, M.D., Aust.J.B,
M.D., DH. D, Kelainan Bedah Usus
Halus, dalam buku Buku Ajar Bedah,
editor : Sabiston. D. C, Jr., M.D., Alih
bahasa : Andrianto. P, dr., Timan. I. S., dr.,
editor : Oswari.J,dr., Bagian I, second eds,
EGC, Jakarta, 1995.
Sachdeva. R. K. dr., Traktus
Gastrointestinalis, dalam Catatan Ilmu
Bedah, alih bahasa : Handyanto, dr,
editor: Erlan. Dr., edisi 5, Hipokrates,
Jakarta, 1996.
Schrock. T. R, M.D., Saluran
Pencernaan dalam Ilmu Bedah, alih
bahasa: Dharma. A, drs. Med, Lukmanto.
D, DR., Gunawan, dr., edisi 7, EGC,
Jakarta, 1993.
Schwartz. S I, M.D., Crohn's
Disease in Principles of Surgery Eds :
Schwartz. S. I, M. D., Shires. G.T,M.D.,
Spencer. F. C, M. D., Storer. E. H., M. D.,
Third eds, Mc Graw-Hill International
Book Company Singapore 1982.
Storer. E. H., Small Intestine in
Current Surgical Diagnosis &
Treatmeant, Editor : Way. L. W, M. D.,
Ninth Eds, Pretice-Hall International Inc,
1991.
Download