HUBUNGAN KOMUNIKASI ORGANISASI DAN MANAJEMEN STRES DENGAN EFEKTIVITAS PEMERIKSAAN DI LINGKUNGAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN RI Eko Sembodo Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Respati Indonesia Jl. Bambu Apus 1 No.3 Cipayung Jakarta Timur 13890 Email: [email protected] ABSTRAK Penelitian ini diadakan untuk mengetahui apakah ada korelasi antara Komunikasi Organisasi dan Manajemen Stres dengan Efektivitas Pemeriksaan di Lingkungan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. Hal ini tentunya memerlukan penelitian dan pengujian hipotesis secara ilmiah dengan menggunakan pendekatan statistika. Hasil penelitian akan dijadikan sebagai dasar bagi peningkatan efektivitas pemeriksaan para auditor Badan Pemeriksa Keuangan RI di masa yang akan datang. Dari hasil penelitian didapat kesimpulan bahwa terdapat korelasi positif antara Komunikasi Organisasi dengan Efektivitas Pemeriksaan. Kontribusi pengaruh Komunikasi Organisasi dengan Efektivitas Pemeriksaan dengan nilai koefisien determines (r2) sebesar 0,36. Artinya variasi perubahan Efektivitas Pemeriksaan dipengaruhi oleh Komunikasi Organisasi sebesar 36%. Terdapat korelasi positif antara Manajemen Stres dengan Efektivitas Pemeriksaan, kontribusi pengaruh Manajemen Stres dengan Efektivitas Pemeriksaan ditunjukkan dengan nilai koefisien determinasi (r2) sebesar 0,425, artinya variasi perubahan Efektivitas Pemeriksaan dipengaruhi oleh Manajemen Stres sebesar 42,5%. Terdapat korelasi positif antara Komunikasi Organisasi dan Manajemen Stres seacara bersama-sama dengan Efektivitas Pemeriksaan ditunjukkan dengan nilai R Square sebesar 0,479. Artinya variasi perubahan Efektivitas Pemeriksaan dipengaruhi oleh Komunikasi Organisasi dan Manajemen Stres secara bersama-sama sebesar 47,9%, sedang sisanya sebesar 52,1% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model. Kata Kunci: Komunikasi Organisasi, Manajemen Stres, Efektivitas Pemeriksaan. PENDAHULUAN Dalam struktur kelembagaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK. Rl) adalah suatu Lembaga Tinggi Negara yang mempunyai tugas sebagai pemeriksa atas pengelolaan tanggung jawab keuangan negara yang bebas dan mandiri sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 23 E ayat (1) Undang Undang Dasar 1945. Keberadaan BPK RI sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa keuangan negara dalam pelaksanaan tugas, fungsi dan kewenangannya diatur di dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun1973 tentang BPK RI. Salah satu Faktor eksternal yang potensial mempengaruhi hasil pemeriksaan dari seorang auditor adalah kondisi komunikasi yang berlangsung di dalam organisasi. Kegiatan komunikasi di Lingkungan BPK RI dilakukan secara berkala dan insidental sesuai kebutuhan, baik secara formal maupun informal. Komunikasi di dalam organisasi tersebut berlangsung antara pimpinan dengan pimpinan, pimpinan dengan para pejabat struktural maupun non struktural. Bentuk komunikasi yang dilaksanakan di Lingkungan BPK RI adalah-komunikasi langsung secara tatap muka (face to face) dan komunikasi tidak langsung (melalui media). Komunikasi langsung biasanya dilaksanakan dalam bentuk. Sidang Badan, Rapat Pimpinan, Rapat Kerja, Pengarahan, Diskusi Panel, Pelatihan dan lainlain yang sifatnya dua arah (two way communication), sedangkan komunikasi tidak langsung biasanya dilaksanakan dalam bentuk: surat keputusan, nota dinas, surat edaran, pengumuman, telaahan, teguran, disposisi bersifat pribadi yang sifatnya satu arah (one way communication) Di Lingkungan BPK RI, permasalahan komunikasi yang sering terjadi adalah masih rendahnya tingkat kemampuan para auditor dalam rangka menerima, mengolah dan menyampaikan pesan (message), baik secara lisan maupun tulisan. Kondisi seperti ini dapat mempengaruhi atau menghambat pelaksanaaan tugas-tugas pemeriksaan, yaitu sejak tahap perencanaan pemeriksaan, pelaksanaan pemeriksaan, sampai dengan pembuatan/penyusunan laporan hasil pemeriksaan yang akhirnya bermuara pada rendahnya kualitas laporan hasil pemeriksaan. Sementara itu, terkait dengan faktor internal, salah satu aspek penting yang berpengaruh terhadap efektivitas pemeriksaan adalah keinampuan petugas pemeriksa untuk mengendalikan stres. Dengan kata lain, manajemen stres merupakan salali satu faktor yang potensial mempengaruhi elektivitas pemeriksaan. Manajemen stres merupakan usalia seseorang mencegah timbulnya stres, ineningkatkan ambang stres dan menampung akibat fisiologikal dari stres melalui aktivitasaktivitas: pemecahan masalah secara kreatif, manajemen waktu, keterampilan komunikasi, keterampilan bersikap asertif, dan penyelesaian konflik. Dalam bekerja, seseorang tidak dapat terlepas dari masalah stres. Stres di tempat kerja dapat ditimbulkan oleh inenumpuknya pekerjaan, terjadinya konflik antar pegawai, atau kondisi fasilitas kerja yang tidak memadai. TINJAUAN PUSTAKA Hakikat Efektivitas Efektivitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Seorang manajer efektif dapat memilih pekerjaan yang harus dilakukan atau metoda (cara) yang tepat untuk mencapai tujuan (Handoko, 2000: 7). Dengan demikian konsep efektivitas tidak terlepas dari sejauh mana keberhasilan seseorang dalam mencapai dan mewujudkan tujuan-tivjuan yang telah ditetapkan. Le Boeuf (2000: 6) menyatakan baliwa seseorang dikatakan telah bertindak secara efektif apabila ia bisa menentukan tujuan yang tepat diantara berbagai alternatif dan kemudian juga mampu mencapainya. Unsur penting yang terkandung dalam definisi ini adalah alternatif pencapaian tujuan dan mampu mencapai tujuan. Apabila penetapan tujuan sudah tidak lagi dipersoalkan, karena dianggap sudah ditentukan dengan tepat, maka yang diutamakan adalah pemilihan dan pemanfaatan sarana yang paling tepat untuk pencapaian tujuan itu. Dengan merujuk pada pengertiun dan uraian tentang efektivitas maka tampak bahwa yang dimaksud dengan efektivitas adalah sejauh mana kemampuan seseorang dalam mencapai/mewujudkan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan melalui proses pekerjaan yang benar dan tepat waktu sebagaimana yang telah ditargetkan. Komunikasi Organisasi Manusia sebagai maliluk sosial tidak akan bisa terhindar dari masalah komunikasi. Kalau diamati, terjadinya komunikasi pada diri manusia, sejak bangun tidur sampai tidur kembali secara kodrati senantiasa terlibat dalam komunikasi. Demikian pula di dalam organisasi, komunikasi juga menjadi kebutuhan pokok yang tidak dapat ditinggalkan. Keterlibatan manusia dalam berkomunikasi, menurut Scheidel (dalam Mulyana, 2001: 4) bertujuan untuk menyatakan dan mendukung identitas diri, untuk meir.bangun kontak rasional dengan orang di sekitar kita, dan untuk mempengaruhi orang lain, untuk merasa, berfikir, atau berperilaku seperti yang kita inginkan, namun tujuan dasar kita berkomunikasi adalah untuk mengendalikan lingkungan fisik dan psikologis kita. Uraian tujuan komunikasi Scheidel menunjukkan betapa luasnya tujuan komunikasi, dan Ziummerunan (dalam Mulyana, 2001: 5) melengkapi tujuan komunikasi dengan menjelaskan sebagai penyelesaian tugas, raenciptakan serta memupuk hubungan sebagai berikut: Pertama, kita berkomunikasi untuk menyelesaikan tugas-tugas yang penting bagi kebutuhan kita untuk member! makan dan pakaian kepada diri kita sendiri, memuaskan kepenasaran kita akan lingkungan, dan menikmati hidup. Kedna, kita berkomunikasi untuk menciptakan dan , memupuk hubungan dengan orang lain. Jadi komunikasi mempunyai fungsi isi, yang melibatkan pertukaran infonnasi yang kita perlukan untuk menyelesaikan tugas dan fungsi hubungan yang melibatkan pertukaran informasi mengenai bagaimana hubungan kita dengan orang lain. Hakikat Organisasi Organsasi adalah sekumpulan orang yang melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu, organisasi merupakan bagian clari rangkaian kegiatan yang penting dari suatu manajemen, Stoner (1994: 8) menyatakan bahwa manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya anggota organisasi dan penggunaan semua sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan yang telah diperoleh. Menurut Buchari Zainun (1994: 100), organisasi adalah hubungan atitar manusia terkait dengan cara-cara bagaimana mengusahakan agar orang dapat dikerahkan untuk bekerja sama untuk menghasilkan apa yang diharapkan dalam memenuhi kepuasan inoril maupun kepuasan materiil sebagai imbalan jerih payah mereka. Manajemen Stres Sejalan dengan uraian mengenai manajeman dan stres di atas, Munandar (2001: 401) mendefinisikan manajemen stres "sebagai usaha mencegah timbulnya stres, meningkatkan ambang stres dari individu dan menampung akibat fisiologikal dari stres. Memanajemeni stres bertujuan imtuk raencegali berkembangnya stres jangka pendek rnenjadi stres jangka panjang atau stres yang kronis. Manajemen stres pada umumnya mendasarkan diri pada prinsip pencegahan yang bersifat primer dan sekunder (Cooper & Cartwright, 1997; Munz, Kohler, & Greenberg, 2001). Pencegahan primer berfokus pada pengendalian atau modifikasi srresor yang muncul. Menurut Munz dkk (2001), pencegahan primer yang efektif dapat memperbaiki optimalitas kinerja. Sedangkan pencegahan sekunder, menurut (Kasl, 1998; Rahe dkk), dapat membantu pekerja dalam menghadapi kesulitan-kesulitan kerja. Pencegahan primer memerlukan kemauan bagian manajemen untuk membuat modifikasi atau perubahan terhadap "bagaimana mereka menjalankan bisnis," sebaliknya pencegahan sekunder tidak membutuhkan modifikasi atau perubalian (Rahe & Tolles, 2002: 61-62). Menajemen stres dapat diusahakan dalam rangka: (a) mengubah faktor-faktor dalam lingkungan agar tidak menjadi pembangkit stres, dan (b) mengubah faktor-faktor dalam individu agar diperoleh hasil berupa: (1) ambang sires yang meningkat, sehingga tidak cepat merasakan situasi yang dihadapi sebagai penuh stres; dan (2) toleransi terhadap stres yang meningkat, sehingga individu dapat lebih lama bertahan dalam situasi yang penuh stres yang pada akhirnya tidak cepat menunjukkan akibat yang merusak dari stres pada badan (Munandar, 2001: 403). METODOLOGI PENELITIAN a. Regresi linier sederhana dan berganda 1. Regresi linier sederhana Regresi linear sederhana didasarkan pada hubungan fungsional atau kausal satu variabel bebas dengan satu variabel terikat. Persamaan umum regresi linier sederhana adalah: Y = a + bX Dimana: Y = Subyek dalam variabel dependen yang diprediksikan. a = Harga Y bila X = 0 (harga konstan). b =Angka arah atau koefesien regresi, yang menunjukkan angka peningkatan ataupun penurunan variabel dependen yang didasarkan pada variabel independen. Bila b (+) maka naik, dan bila (-) maka terjadi penurunan. Rumus yang digunakan untuk mencari nilai a (konstanta) dan nilai (koefisien regresi) adalah sebagai berikut: Dimana: n XY X Y b a Y bX n X 2 X 2 a = Nilai Konstanta Y = Rata-rata variabel X = Rata-rata variabel X Jadi harga b merupakan fungsi dari koefesien korelasi. Bila koefisien korelasi tinggi, maka harga b juga besar; sebaliknya bila koefisien korelasi rendah maka harga b juga rendah (kecil). Selain itu, bila koefisien korelasi negatif, maka harga b juga negatif; dan sebaliknya koefisien korelasi positif, maka harga b juga positif. 2. Regresi linier berganda Apabila regresi linear sederhana didasarkan pada hubungan fungsional atau kausal satu variabel independen bebas satu variabel terikat, maka regresi linier berganda didasarkan pada hubungan fungsional atau kausal dua variabel bebas atau lebih dengan satu variabel terikat. Persamaan umum regresi linier berganda adalah: Y a b1X1 b2 X2 Untuk mencari nilai a, b1, dan b2 dapat digunakan formula berikut ini. b1 X 1 a a X 1 b1 X 2 1 a X 2 b1 X 1 X 2 b2 X 2 Y b2 X 1 X 2 X 1Y b2 X 2 X 2Y 2 a. Koefisien korelasi sederhana dan berganda 1. Korelasi sederhana Untuk menghitung koefisien korelasi sederhana antara satu variabel bebas dengan satu variabel terikat digunakan rumus Product Moment Pearson dengan rumus sebagai berikut: rxy n X n XY X Y 2 X nY Y 2 2 2 Dimana: n:Jumlah subyek X:Skor setiap item Y:Skor total (∑X)2:Kuadrat jumlah skor item ∑X 2:Jumlah kuadrat skor item ∑Y2:Jumlah kuadrat skor total (∑Y)2:Kuadrat jumlah skor total rxy:Koefisien korelasi 2. Korelasi berganda Sedangkan untuk menghitung nilai koeflsien korelasi berganda bagi hubungan antara semua variabel bebas dengan satu variabel terikat digunakan rumus sebagai berikut: r r r 2 yx1 yx1 x 2 2 yx 2 2ryx1 ryx 2 ryx1x 2 1 ryx1x 2 2 b. Perhitungan nilai koefisien determinasi Untuk mengukur seberapa besar variabelvariabel bebas dapat menjelaskan variabel terikat digunakan koefisien multikorelasi atau koefisien determinasi (R2). Koefisien ini menunjukkan proporsi variabilitas total pada variabel terikat yang dijelaskan oleh model regresi. Nilai R2 berada pada interval 0 < R2 <1. Logikanya, makin baik estimasi model dalam menggambarkan data, maka makin dekat nilai R ke nilai 1 (satu). Nilai R2 dapat diperoleh dengan rumus: R2=(r)2 x 100% Dimana: R2 = Koefisien determinasi r = Koefisien korelasi HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hubungan antara Komunikasi Organisasi dengan Efektivitas Pemeriksaan Hasil perhitungan regresi, korelasi, koefisien determinasi, dan uji t yang diperoleh dengan bantuan komputer untuk hubungan antara komunikasi organisasi dengan efektivitas pemeriksaan, terangkum pada tabel 5.10 berikut. Tabel 5.10. Rangkuman Hasil Perhitungan Regresi, Korelasi Koefisien Determinasi, dan Uji t Hubungan antara Komunikasi Organisasi (X]) dengan Efektivitas Pemeriksaan (Y) Uraian Koefisien Korelasi (r) Koefisien Determinasi (r2) Konstanta (a) Koefisien Regresi (b) Komunikasi Organisasi 0,6 0,36 44,911 0,550 t hit t tab 7,237 1,665 Sumber: Hasil analisis data penelitian, 2006 Dari tabel di atas terlihat nilai koefisien korelasi. Koefisien korelasi menunjukkan tingkat hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Artinya, apakah baik buruk atau tinggi rendahnya suatu variabel terikat berhubungan dengan variabel bebas. Tingkat hubungan yang dapat terjadi bervariasi, mulai dan sangat lemah, lemah, sedang, kuat sampai sangat kuat. , Hubungan yang terjadi terbagi menjadi dua arah, yaitu positif dan negatif. Jika nilainya positif berarti hubungannya positif, sehingga semakin tinggi variabel bebas semakin tinggi pula variabel terikat; sebaliknya semakin rendah variabel bebas semakin rendah pula variabel terikat. Kemudian jika nilainya negatif, berarti semakin tinggi variabel bebas maka semakin rendah variabel terikat; dan semakin rendah variabel bebas maka variabel terikat semakin tinggi. Berdasarkan hasil perhitungan, sebagaimana terlihat dalam tabel 5.10, diketahui nilai koefisien korelasinya (r) sebesar 0,6. Koefisien korelasi tersebut bemilai positif sehingga mencerminkan bahwa komunikasi organisasi mempunyai hubungan positif dengan efektivitas pemeriksaan, sehingga semakin baik kondisi komunikasi organisasi maka semakin efektif pelaksanaan pemeriksaan. Koefisien korelasi yang diperoleh tersebut belum diketahui apakah signifikan atau tidak sehingga belum diketahui pula apakah hipotesis penelitian yang diajukan diterima atau ditolak. Untuk mengetahuinya, maka nila t hitung yang diperoleh harus terlebih dahulu dibandingkan dengan nilai t tabel. Ketentuannya adalah sebagai berikut: a. Jika t hitung < t tabel (a, df), maka Ho diterima dan Ha ditolak b. Jika t hitung > t tabel (a, df) , maka Ho ditolak dan Ha diterima Dengan menggunakan ketentuan di atas, maka berdasarkan hasil perhitungan seperti terlihat pada tabel 5.10 diketahui nilai t hitung sebesar 7,237. Adapun t tabel dengan menggunakan cc= 5% dan degree of freedom ' sebesar 93, yaitu 1,665. Oleh karena t hitung (7,237) lebih besai dari t tabel (1,665) maka Ho ditolak atau Ha diterima sehingga kesimpulannya adalah: terdapat hubungan positif dan signifikan antara komunikasi organisasi dengan efektivitas pemeriksaan. Selanjutnya untuk mengetahui berapa persen variabel komunikasi organisasi mampu menjelaskan efektivitas pemeriksaan, digunakan koefisien 'determinasi. Koefisien determinasi diperoleh dengan menguadratkan nilai koefisien korelasi. Dari hasil perhitungan diperoleh koefisien detenninasi sebesar 0,36; atau bila dinyatakan dalam bentuk persentase sebesar 36%. Dengan demikian dapat diketahui baik buruknya efektivitas pemeriksaan dapat dijelaskan oleh variabel komunikasi organisasi sebesar 36%. Selanjutnya yang perlu dibalias adalah persamaan regresi. Persamaan regresi berfungsi untuk melakukan prediksi atau estimasi. Misalkan variabel bebas meningkat sebesar X maka berapa besamya variabel terikat atau Y. Pertanyaan ini dapat dijawab melalui estimasi dari persamaan regresi. Berdasarkan output program SPSS sebagaimana terlihat dalam tabel 5.10, didapatkan model persamaan regresi linier sederhana sebagai berikut: Ŷ = 44,91 H-0.550X1 Dari persamaan regresi tampak nilai konstantanya sebesar 44,911. Secara matematis, nilai konstanta tersebut menyatakan bahwa pada saat variabel komunikasi organisasi bernilai 0, maka efektivitas pemeriksaan memiliki skor 44,911. Dari persamaan di atas juga diketahui koefisien regresinya bernilai positif (0,550), sehingga menggambarkan adanya pengaruli yang berbanding lurus antara komunikasi organisasi terhadap efektivitas pemeriksaan; dimana setiap kenaikan satu satuan variabel komunikasi organisasi menyebabkan kenaikan efektivitas pemeriksaan sebesar 0,550 pada konstanta 44,911. 2. Hubungan antara Manajemen Stres dengan Efektivitas Pemeriksaan Hasil perhitungan regresi, korelasi, koefisien determinasi, dan uji t, yang diperolell dengan bantuan komputer untuk hubungan antara manajemen stres dengan efektivitas pemeriksaan, terangkum pada tabel 5.11 berikut. Tabel 5.11. Rangkuman Hasil Perhitungan Regresi, Korelasi Koefisien Determinasi, dan Uji t, Hubungan antara Manajemen Stres (X2) dengan Efektivitas Pemeriksaan (Y) Manajemen Uraian t hit t tab Stres Koefisien Korelasi 0,652 (r) Koefisien 0,425 Determinasi (r2) Konstanta (a) 23,124 8,299 1,665 Koefisien Regresi 0,680 (b) Sumber: Hasil analisis datapenelitian, 2006 Berdasarkan hasil perhitungan sebagaimana terlihat dalam tabel 5.11, diketahui nilai koefisien korelasinya (r) sebesar 0,652. Koefisien korelasi tersebut bernilai positif sehingga mencerminkan bahwa manajemen stres mempunyai hubungan positif dengan efektivitas pemeriksaan, sehingga semakin baik manajemen stres maka semakin efektif pemeriksaan. Kemudian dari hasil perhitungan t test diperoleh nilai t hitung sebesar 8,299, sedangkan nilai t tabel dengan menggunakan a = 5% dan degree of freedom sebesar 93, yaitu 1,665. Oleh karena t hitung (8,299) lebih besar dari t tabel (1,665) maka Ho ditolak atau Ha diterima sehingga kesimpulan yang didapat: terdapat hubungan positif dan signifikan antara manajemen stres dengan efektivitas pemeriksaan. Untuk koefisien determinasinya diketahui sebesar 0,425; atau bila dihyatakan dalam bentuk persentase sebesar 42,5%. Dengan demikian dapat diketahui bahwa efektif tidaknya pemeriksaan dapat dijelaskan oleh variabel manajemen stres sebesar 42,5%. Selanjutnya berdasarkan output program SPSS, didapatkan model persamaan regresi linier sederhana sebagai berikut: Ŷ =23,124 + 0,68X2 Dari persamaan regresi tampak nilai konstantanya sebesar 23,124. Secara matematis, nilai konstanta tersebut menyatakan bahwa pada saat variabel manajemen stres bemilai 0, maka efektivitas pemeriksaan memiliki skor 23,124. Dari persamaan di atas juga diketahui koefisien regresinya bemilai positif (0,68), sehingga menggambarkan adanya pengaruh yang berbanding lurus antara manajemen stres terhadap kinerja; dimana setiap kenaikan satu satuan variabel manajemen stres menyebabkan kenaikan efektivitas kerja sebesar 0,68 pada konstanta 23,124. 3. Hubungan antara Komunikasi Organisasi dan Manajemen Stres dengan Efektivitas Pemeriksaan Perhitungan statistik atas kontribusi komunikasi drganisasi dan manajemen stres secara bersama-sama (simultan) dengan efektivitas pemeriksaan terangkum pada tabel berikut ini. Tabel 5.12. Rangkuman Hasil Perhitungan Korelasi, Koefisien Determinasi, Uji F dan Regresi Hubungan Komunikasi Organisasi dan Manajemen Stres dengan Efektivitas Pemeriksaan Kekuatan hubungan komunikasi organisasi dan manajemen stres secara bersama-sama dengan kinerja tercermin dari besarnya nilai korelasi yang diperoleh, dimana dari hasil perhitungan diketahui nilainya sebesar 0,692. Besaran angka korelasi ini secara kualitatif berarti memiliki hubungan yang tergolong kuat dan positif. Hasil koefisien korelasi (r) yang positif (0,692) menunjukkan orientasi hubungan positif atau searah, dimana apabila komunikasi organisasi dan manajemen stres semakin menunjukan kondisi yang baik, maka efektivitas pemeriksaan juga akan meningkat. Apabila dalam pengujian signifikansi koefisien korelasi sederhana menggunakan uji t, maka untuk pengujian signifikansi koefisien korelasi berganda digunakan uji F. Hal ini dikarenakan pada pengujian signifikansi koefisien korelasi berganda, variabel independennya lebih dari satu, sedangkan pada pengujian signifikansi koefisien korelasi sederhana variabel independennya hanya satu. Dari hasil perhitungan sebagaimana terlihat pada tabel 5.12 diperoleh nilai Fhimng sebesar 42,326. Seperti dalam uji-t, penerimaan ataupun penolakan Ho dan Ha untuk uji-F juga didasarkan pada perbandingan nilai F^ung dan nilai Ftabei. Apabila nilai Fhmmg lebih besar dibandingkan dengan nilai Ftabei maka Ho ditolak dan Ha diterima. Nilai Ftabci pada tingkat kepercayacm 95% (°c = 0,05) dengan degree of freedom fdf) = 42 adalah 3,27. Dengan deinikian, jika dibandingkan antara nilai Fi,lUmg (42,326) dan nilai Ftabci (3,27), maka nilai Fining lebih besar dibandingkan nilai Ftabei- Ini berarti Ha diterima dan Ho ditolak; atau dengan kata lain: komunikasi organisasi dan manajemen stres secara bersama-sama memiliki hubungan positif dan signiflkan dengan efektivitas pemeriksaan. Dengan nilai korelasi sebesar 0,692, maka dapat diketahui koefisien determinasinya sebesar 0,479, atau dalam persentase = 47,9%. Hal ini mencerminkan bahwa efektif tidaknya pemeriksaan 47,9% ditentukan oleh komunikasi organisasi dan manajemen stres. Adapun sisanya sebesar 52,1% dipengaruhi oleh variabelvariabel lain yang tidak dilibatkan dalam penelitian ini. Selanjutnya, untuk analisis regresi berganda, berdasarkan hasil perhirungan konstanta dan koefisien regresi seperti yang terlihat pada Tabel 5.12, dapat disusun persamaan regresi sebagai berikut: Ŷ = 23,564 + 0,279X, + 0,473X2 Dari persamaan ini tampak nilai konstantanya sebesar 23,564. Secara matematis, nilai konstanta ini menyatakan bahwa pada saat komunikasi organisasi dan manajemen stres bernilai 0, maka efektivitas pemeriksaan bemilai 23,564. Dari persamaan di atas juga diketahui koefisien regresi pada masing-masing variabel bebas bernilai positif, yaitu 0,279 untuk komunikasi organisasi dan 0,473 untuk manajemen stres. Nilai positif ini menggambarkan adanya pengaruh yang searah antara komunikasi organisasi dan manajemen s'tres terhadap efektivitas pemeriksaan; dimana setiap kenaikan satu satuan pada variabel komunikasi organisasi dan manajemen stres akan menyebabkan kenaikan efektivitas pemeriksaan sebesar 0,279 untuk kenaikan yang disebabkan oleh variabel komunikasi organisasi dan meningkat 0,473 untuk kenaikan satu satuan variabel manajemen stres. PEMBAHASAN Untuk komunikasi organisasi, dalam penelitian ini diketahui memberikan kontribusi positif sebesar 36%, manajemen stres 42,5% dan secara bersama-sama kedua variabel tersebut memberikui kontribusi positif sebesar 47,9%. Temuan penelitian ini memperlihatkan bahwa kedua variabel tersebut merupakan faktor yang memiliki peran signifikan dalam upaya meningkatkan efektivitas pemenksaan. Dapat pula dikatakan komunikasi organisasi dan man?jemen stres bertindak sebagai prediktor yang baik untuk melihat efektivitas pemenksaan. Artinya, kondisi komunikasi organisasi yang baik dan kemampuan manajemen stres yang baik akan mencerminkan efektivitas pemeriksaan yang baik, dan sebaliknya apabila kondisi komunikasi organisasi kurang baik dan kemampuan manajemen stres kurang baik akan mencerminkan efektivitas pemeriksaan yang kurang baik. Dalam hubungannya dengan efektivitas, maka efektivitas pemeriksaan terkait dengan kemampuan seseorang dalam mencapai/mewujudkan tujuan-tujuan yang telah direncanakan melalui proses pekerjaan yang benar dan tercapai sesuai waktu yang ditentukan. Diantaranya ada beberapa aspek yang mengindikasikan efektivitas pemeriksaan, seperti membuat rencana lebih dahulu, sesuai jadwal atau lebih awal, membagi pekerjaan besar ke dalam beberapa bagian, melakukan monitoring terhadap kemajuan, mendelegasikan pekerjaan, membuat daftar prioritas, dan mencari terobosan baru. Dengan demikian keberhasilan aparat pemeriksa dalam melaksanakan aspek-aspek tersebut tidak akan terlepas dan faktor komunikasi organise si dan kemampuan manajemen stresnya. Pertama adalah faktor komunikasi organisasi. Dalam konteks organisasi, komunikasi merupakan aktivitas yang tidak dapat diabaikan, bahkan memegang peranan sangat penting. Bagaimana proses komunikasi secara keseluruhan yang berlangsung di dalam organisasi, mulai dari komunikasi vertikal, horizontal, sampai diagonal akan mempengaruhi jalannya organisasi. Komunikasi organisasi yang kondusif sangat dibutuhkan, untuk menghindari terjadinya miskoordinasi dan konflik yang potensial menurunkan semangat kerja individu maupun tim. Terkait temuan yang menyatakan adanya hubungan positif antara manajemen stres dengan efektivitas peraeriksaan dapat dipahami. Hal ini terutama jika melihat clampak stres yang sangat menganggu seseorang dalam bcraktivitas. Orang dalam bekerja membutuhkan kondisi yang sehat, baik secara fisik maupun psikis. Kesehatan fisik dan psikis (jiwa) merupakan modal dasar untuk dapat bekerja dengan optimal, kehadiran stres dalam did seseorang dapat mengganggu kesehatan fisik dan psikis. Khususnya terkait dengan pekerjaan, penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan bahwa sebab dari menurunnya kinerja dipengaruhi oleh stres yang tinggi. Hal ini terjadi karena stres yang tinggi dapat menyebabkan penyempitan perspektif dalam berpikir, penurunan kekuatan, penurunan kapasitas memori, penurunan daya evaluasi terhadap pilihan alternatif dan hasil kerja yang memburuk serta mempengaruhi efektivitas kerja. Jelas sekali bahwa stres menimbulkan banyak efek yang sangat mengganggu orang dalam bekerja, sehingga perlu mememiliki antisipasi terhadap terjadinya stres, yang diantaranya dapat dilakukan melalui manajemen stres. Kemampuan dalam manajemen stres ditandai dengan kemampuan pegawai memecahkan masalah secara kreatif, kemampuan mengelola waktu, Kemampuan berkomunikasi, kemampuan bersikap asertif dan kemampuan menyelesaikan konflik. Meskipun secara statistik komunikasi organisasi dan manajemen stres memiliki kontribusi relatif besar terhadap efektivitas pemeriksaan, yaitu 47,9%, namun masih ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi efektivitas kerja, yakni sebe'sar 52,1%. Faktor lain tersebut dapat bersumber dari persepsi yang tepat, pengenalan din sendiri, faktor stakeholder, dan faktor lingkungan. Meskipun kedua variabel tersebut memiliki hubungan signifikan dengan efektivitas pemeriksaan, namun masih ada variabelvariabel lain yang memengaruhinya. Hal ini terlihat dari kontribusi secara bersama-sama dari kedua variabel tersebut, yaitu 47,9%. Hal ini berarti masih ada 52,1% variabel lain yang memengaruhi efektivitas .pemeriksaan. Variabel-variabel lain tersebut antara lain kepemimpinan, fasilitas kerja, kepuasan kerja, budaya organisasi, kecerdasan emosional, dan kreativitas. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari pembahasan dan temuan-temuan yang diperoleh dari hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab-bab terdahulu, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara Komunikasi Orgamsasi dengan Efektivitas Pemeriksaan. Koefisien korelasi ditunjukkan dengan nilai r = 600. Kontribusi pengaruh Komunikasi Organisasi dengan Efektivitas Pemeriksaan ditunjukkan dengan nilai koefisien determinasi sebesar 0,36. Artinya variasi perubahan Efektivitas Pemeriksaan dipengaruhi oleh Komunikasi Organisasi sebesar 36%, sedang sisanya 64% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam model. 2. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara Manajemen Stres dengan efektivitas pemeriksaan. Koefisien korelasi ditunjukkan dengan nilai r = 0,652. Kontribusi pengaruh Manajemen Stres dengan Efektivitas Pemeriksaan ditunjukkan dengan nilai koefisien detenninasi sebesar 0,425. Artinya variasi perubahan Efektivitas Pemeriksaan dipengaruhi oleh Manajemen Stres sebesar 42,5%, sedang sisanya 57,5% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam model. 3. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara Komunikasi Organisasi dan Manajemen Stres secara bersama-sama dengan Efektivitas Pemeriksaan. Koefisien regresi ditunjukkan dengan nilai R = 0,692. Kontribusi pengaruh Komunikasi Organisasi dan Manajemen Stres secara bersama-sama dengan Efektivitas Pemeriksaan ditunjukkan dengan nilai R Square sebesar 0,479. Artinya variasi perubahan Efektivitas Pemeriksaan dipengaruhi oleh Komunikasi Organisasi dan Manajemen Stres secara bersama-sama sebesar 47,9%. sedang sisanya 52,1% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam model. B. Saran Dari hasil penelitian yang telah disampaikan di atas, bersama ini disampaikan beberapa saran-saran sebagai berikut: 1. Mengingat besarnya kontribusi komunikasi organisasi terhadap efektivitas pemeriksaan bagi auditor di Lingkungan Badan Pemeriksa Keuangan RI, kiranya bidang ilinu komunikasi maupun cabang ilmu komunikasi lain misalnya psikologi komunikasi yang erat kaitannya dengan komunikasi pemeriksaan dimasukkan dalam silabus pada setiap program pendidikan pembentukan auditor (auditor yunior) maupun pendidikan lanjutan bagi para auditor senior. Disamping itu dapat dilakukan pelatihan secara khusus yang mendalami ilmu komunikasi dengan semua aspeknya, misalnya Diktat Peningkatan Ketrampilan Bidang Communications and Presentation Skill dll. 2. BPK-RI, perlu menindaklanjuti dan mengupayakan pengembangan pelatihan yang berkaitan dengan manajemen stres, antara lain dalam bentuk pelatihan di alam bebas (outbond) secara teratur dan menyeluruh, sosialisasi mengenai teknik teknik pemeriksaan terbaru, ceramabceramah agama, dan menyediakan jasa konsultasi psikologis, semua ini dapat diarahkan pada aspek-aspek manajemen stres yang dirasakan masih kurang. Selain itu ada baiknya pula dilaruikan secara terusmenerus mendalaini faktor-i'aktor yang dapat menunjang keberliasilan manajemen stres, misalnya kecerdasan einosional alau kecerdasan spiritual. Qua faktor ini sangat dihutuhkan aparat pemeriksa untuk memperkuat manajemen stres yang digunakan dan dikembangkan terutama dalam menghadapi tekanan kondisi pekerjaan yang semakin kompetitif. 3. Selain upaya-upaya untuk menindaklanjuti hasil penelitian ini adv baiknya dilakukan penyediaan sarana dan prasarana yang memadai untuk membantu kelancaran lugas-tugas auditor, seperti misalnya: a. Menyediakan lingkungan kerja yang aman dan nyaman bagi semua pegawai b. Menibangun budaya organisasi yang produktif yang dapat mendorong kepuasan kerja dan meningkatkan efektivitas kerja pemeriksaan audito DAFTAR PUSTAKA [1] Adair, John. 1998. Effective Decision Making, Calcuta: Rupa & Co. [2] Amirullah dan Haris Budiyono. 2004. Pengantar Manajemen, Yogyakarta: Graha Ilmu. [3] Baron, Robert A. 1998. Psychology, 4th ed, MA: Allyn & Bacon. [4] Benjamin, James dan E., Raymie. 1994. Business and Profesional Communication: Concept and Practices, New York: Harper and Collins College Publishers. [5] Callahan, Robert E. dan Fleenor, C. Patrick.1988. Managing Human Relations: Concepts and Practises, Ohio: Merril Publishing Company. [6] Effendy, Onong U. 1986. Human Relations dan Public Relations dalam "Management”. Bandung: Alumni. [7] Flippo, Edwin B. dan Masud, Moh. 2002. Manajemen Personalia, Jakarta: Gramedia, 1990. Furtwengler/Dale., Penilaian Kinerja, Yogyakarta: Andi. [8] Gibson, James L. John M. Ivancevich, dan James H. Doannelly, J.R. 1996. Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses ^]\\\A U an^ bahasa: Nunuk Ardiani, Jakarta: Binarupa Aksara. [9] Handoko, T. Hani. 1989. Manajemen, Yogyakarta: BPFE, 2000. Imstreet and Baty, Business Communication, London: Kane. [10] Lakein, Alan. 1997.How to Get Control of Your Time and Life, terjemahan Rieka Harahap, Jakarta: Pustaka Tangga. [11] Lanto, Stefanie & Sandra. 1997. Beat Stress with Strength, USA: Park Avenue Production. [12] Le Boeuf, Michael. 2000. Kiat Kerja, terjemahan Haris Munandar, Jakarta: Mitra Utama. [13] M. Simaremare. 1983. Komunikasi Antarpribadi, Jakarta: Biro Penelitian, Fakultas Ilmu Komunikasi UPDM(B). [14] Mulyana, Deddy. 2001. Ilmu Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Munandar, Ashar Sunyoto, Psikologi Industri dan Organisasi, Jakarta: Ul-Pres,. [15] National Safety Council. 2004. Manajemen Stres, alih bahasa: Palupi Widyastuti, Jakarta: EGC. [16] Rahe, Richard H. & Robbyn L Tolles. 2002. "The Brief Stress and Coping Inventory: A Useful Stress Management Instrument," International Journal of Stress Management, Vol. 9, No. 2, pp. 61-62. [17] Sastrodiningkrat, Soebagio. 1999. Kapita Selekta Manajemen & Kepemimpinan, Jakarta: Ind-Hill-Co. [18] Schermerhorn, John R.; Hunt, James G. & Osborn, Richard N. 1994.Managing Organization Behavior, New York: John Wiley & Son. [19] Sendjaja, Sasa Djuarsa, et. al., 1996. Pengantar Komunikasi, Jakarta: Universitas Terbuka. [20] Sherman, Arthur; Bohlander, George & Snell, Scott. 1996.Managing Human Resources, USA: South Western College Publisher. [21] Siagian, S. P. 1996.Eksekutif Yang Efektif, Jakarta: Penerbit PT. Toko Gunung Agung. [22] Siagian, Sondang P. 1997.Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: CV Haji Masagung. [23] Stoner, James A. 1994.Manajemen, Edisi kedua, Jilid 1, Jakarta: Erlangga. [24] Torrington, Cerek; Weightman, Jane, & Johns, Kristy. 1989.Effective Management: People and Organization, UK: Prentice Hall. [25] Zainun, Buchari. 1994. Manajemen dan Molivasi, Cetakan Keenam, Jakarta: Balai Aksara.