I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap makhluk hidup memiliki

advertisement
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap makhluk hidup memiliki kemampuan untuk bergerak. Salah satu bagian tubuh yang
berfungsi sebagai alat gerak adalah otot. Otot merupakan jaringan yang terbentuk dari
sekumpulan sel-sel yang dapat melakukan semua gerakan tubuh. Otot mempunyai sel-sel
yang tipis dan panjang, yang mengubah energi yang tersimpan dalam lemak dan gula darah
(glukosa) menjadi gerakan panas. Otot tersusun atas berkas-berkas sel panjang (miofiber).
Setiap miofiber mengandung ribuan serat-serat yang lebih halus (miofibril).
Jaringan otot terbagi atas otot polos, otot lurik dan otot jantung. Masing-masing jaringan otot
ini memiliki bentuk dan letak yang berbeda satu sama lain. Otot polos umumnya terletak
pada dinding saluran pencernaan, saluran pernapasan, saluran reproduksi dan dinding
pembuluh darah dengan jumlah nukleus sebanyak satu dan terletak pada bagian tengah. Tepi
kontrol dari otot polos adalah tidak menurut kehendak atau biasa disebut dengan saraf tak
sadar (saraf otonom). Otot lurik umumnya terletak atau melekat pada rangka dengan jumlah
nukleus banyak dan terletak pada bagian tepi. Tepi kontrol dari otot lurik adalah menurut
kehendak atau biasa disebut saraf sadar (saraf pusat). Sedangkan otot jantung itu sendiri
merupakan otot yang melekat pada dinding jantung dengan jumlah dan letak nukleus sama
halnya pada otot polos. Tepi kontrol dari otot jantung adalah tidak menurut kehendak atau
biasa disebut dengan saraf tak sadar (saraf otonom).
Jaringan otot tersusun atas sel-sel otot yang bertugas menggerakkan berbagai bagian tubuh.
Jaringan otot mempunyai kemampuan untuk berkontraksi karena sel-sel otot mengandung
protein kontraksi yang memanjang dan mengandung serabut-serabut halus yang disebut
miofibril. Miofibril terdiri atas protein miosin dan aktin. Otot berfungsi dengan normal jika
antara sistem syaraf, spinal cord, dan otot terhubung secara utuh dan bekerja dengan
baik. Otot memiliki tiga kemampuan khusus yaitu kontraktibilitas merupakan kemampuan
untuk berkontraksi atau memendek, ekstensibilitas merupakan kemampuan untuk melakukan
relaksasi dan elastisitas yaitu kemampuan otot untuk kembali pada ukuran semula setelah
berkontraksi. Saat kembali pada ukuran semula otot disebut dalam keadaan
relaksasi. Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan praktikum Ekstensibilitas dan
Elastisitas Otot.
B.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada praktikum Ekstensibilitas dan Elastisitas Otot adalah bagaimana
kemampuan ekstensibilitas dan elastisitas otot polos dan otot serat lintang ?
C. Tujuan Praktikum
Tujuan yang ingin dicapai pada praktikum Ekstensibilitas dan Elastisitas Otot adalah untuk
mengetahui kemampuan ekstensibilitas dan elastisitas otot polos dan otot serat lintang.
D. Manfaat Praktikum
Manfaat yang diperoleh pada praktikum Ekstensibilitas dan Elastisitas Otot adalah untuk
mengetahui kemampuan ekstensibilitas dan elastisitas otot polos dan otot serat lintang.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Jaringan otot yang mencapai 40 % sampai 50 % umumnya tersusun dari sel-sel kontraktil
yang disebut otot. Melalui kontraksi, sel-sel otot menghasilkan pergerakan dan melakukan
pekerjaan. Otot menghasilkan gerakan pada tulang tempat otot tersebut melekat dan bergerak
dalam bagian-bagian organ internal tubuh. Otot juga menopang rangka dan mempertahankan
tubuh saat berada dalam posisi berdiri atau saat duduk terhadap gaya gravitasi. Kontraksi otot
secara metabolismenghasilkan panas untuk mempertahankan suhu normal tubuh. Otot
memiliki ciri mampu melakukan kontrakbilitas, eksitabilitas, ekstensibilitas dan elastisitas.
Kontraksibilitas merupakan kemampuan otot untuk memendek, ekstensibilitas merupakan
kemampuan otot untuk memanjang. Sedangkan kemampuan otot untuk kembali ke keadaan
semula dinamakan elastisitas (Sloane, 2004).
Jaringan otot terdiri atas sel-sel panjang yang disebut serabut otot yang mampu berkontraksi
ketika dirangsang oleh impuls saraf. Serabut otot adalah sejumlah besar mikrofilamen yang
terbuat dari protein kontraktil aktin dan miosin. Otot adalah jaringan yang paling banyak
terdapat pada sebagian besar hewan, dan kontraksi otot merupakan bagian besar dari kerja
seluler yang memerlukan energi dalam suatu hewan yang aktif. Dalam tubuh vertebrata
terdapat tiga jenis jaringan otot, yaitu otot polos, otot lurik dan otot jantung. Otot lurik yang
melekat pada rangka bertanggung jawab atas pergerakan tubuh secara sadar. Otot jantung
membentuk dinding kontraktil jantung. Sel otot jantung bercabang dan ujung sel-selnya
dihubungkan dengan cakram berinterkalar yang mana kontraksi dari otot ini tidak menurut
kehendak. Otot polos ditemukan dalam dinding saluran pencernaan, kandung kemih, arteri
dan organ internal lainnya. Otot polos berkontraksi lebih lambat dibandingkan dengan otot
rangka dan bertanggung jawab atas aktivitas tubuh tidak sadar (Campbell, 2002).
Kontraksi otot selalu diikuti dengan relaksasi. Aktivitas kontraksi dan relaksasi yang berulang
menyebabkan makhluk hidup khususnya hewan mampu melakukan berbagai gerakan, baik
gerakan yang lembut maupun gerakan yang kuat. Kerja biologis otot sesungguhnya adalah
berkontraksi, yang merupakan proses aktif sedangkan relaksasi merupakan proses pasif. Oleh
karena itu, otot biasanya ditemukan dalam bentuk berpasangan yang akan menghasilkan
kerja secara antagonis. Untuk dapat berkontraksi, otot harus memiliki tumpuan atau penahan
tarikan yang berupa tulang dan tulang rawan. Pada vertebrata, tulang juga berfungsi sebagai
rangka tubuh (skeleton) yang memperkuat dan memantapkan bentuk tubuh serta melindungi
organ-organ yang lunak (Isnaeni, 2006).
Otot skeletal secara volunter dikendalikan oleh sistem saraf pusat dan perifer. Penghubung
antara saraf motorik perifer dan sel-sel otot dikenal sebagai motor end-plate. Otot dibagi
dalam tiga kelompok, dengan fungsi utama untuk kontraksi dan menghasilkan pergerakan
yang terdiri dari otot rangka, otot polos dan otot jantung. Otot berkontraksi jika ada
rangsangan dari ATP dan kalsium. Fungsi otot mampu melakukan berbagai tanggapan.
Eksitabilitas adalah kemampuan sel untuk menerima dan merespon stimulus. Stimulus
biasanya dihantarkan oleh neurotransmiter yang dikeluarkan oleh neuron dan respon yang
ditransmisikan dan dihasilkan oleh potensial aksi pada membran plasma dari sel otot.
Kontraktibilitas adalah kemampuan sel untuk merespon stimulus dengan memendek.
Ekstensibilitas adalah kemampuan sel untuk merespon stimulus dengan memperpanjang dan
memperpendek serat otot saat relaksasi. Elastisitas adalah kemampuan sel untuk
menghasilkan waktu istirahat yang lama setelah memendek dan memanjang (Suratu, dkk.,
2008).
Kontraksi otot terjadi akibat impuls saraf yang bersifat elektrik, dihantar ke sel-sel otot secara
kimiawi dan hal ini dilakukan oleh sambungan otot-otot saraf. Impuls saraf sampai ke
sambungan otot saraf yang mengandung gelembung-gelembung kecil asetilkolin. Asetilkolin
dilepas ke dalam ruang antara saraf dan otot, dan ketika asetilkolin menempel pada sel otot,
akan menyebabkan terjadinya depolarisasi dan aktivitas listrik akan menyebar ke seluruh sel
otot sehingga timbul kontraksi. Untuk bisa berkontraksi, serabut otot memerlukan
energi yang diperoleh dari oksidasi makanan, terutama karbohidrat (watson, 2002).
III . METODE PRAKTIKUM
A . Waktu dan tempat
Praktikum Ekstensibilitas dan Elastisitas Otot dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal
14 Mei 2014 pukul 15.00-18.00 WITA, dan bertempat di Laboratorium Zoologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Halu Oleo, Kendari.
B . Alat dan bahan
1. Alat
Alat yang digunakan pada praktikum Ekstensibilitas dan Elastisitas Otot dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat dan kegunaan pada praktikum Ekstensibilitas dan Elastisitas Otot.
No
Nama alat
Kegunaan
1.
Papan bedah
Untuk tempat membedah katak (Rana sp.)
2.
Alat bedah
Untuk membedah katak (Ranasp.)
3.
Mistar
Untuk mengukur panjang usus katak
(Rana sp.) yang digunakan
4.
Timbangan analitik
Untuk menimbang pasir yang digunakan
5.
Toples
Sebagai tempat membius katak (Rana sp.)
6.
Jarum pentul
Untuk menyangga katak ketika dibedah
7.
Kamera digital
Untuk mendokumentasikan
8.
Alat tulis
Untuk menuliskan hasil pengamatan
2. Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum Ekstensibilitas dan Elastisitas Otot dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Bahan dan kegunaan pada praktikum Ekstensibilitas dan Elastisitas Otot.
No
Nama bahan
Kegunaan
1.
Potongan usus
Sebagai objek pengamatan
2.
Pasir (10 gram, 20 gram, Sebagai bahan pemberat
30 gram, 40 gram, dan 50
gram)
4.
Tali raffia
Sebagai bahan pengikat ujung potongan
usus
5.
Otot gastrocemius
Sebagai bahan pengamatan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
6.
7.
Kapas
Kloroform
8.
Katak (Rana sp.)
Untuk menyerap kloriform
Untuk membius katak (Ranasp.) yang
digunakan
Sebagai bahan yang akan diambil usus dan
Ototgastrocemiusinya
C . Prosedur kerja
Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum Ekstensibilitas dan Elastisitas Otot
yaitu sebagai berikut :
Membius katak (Rana sp.) dalam toples dengan menggunakan kloroform.
Membedah katak (Rana sp.) tersebut di atas papan bedah dengan menggunakan alat bedah.
Mengambil potongan usus katak (Rana sp.) tersebut dengan ukruran 3 cm.
Mengikat kedua ujung potongan usus masing-masing dengan menggunakan tali rafia.
Mengikat salah satu ujung tali rafia tersebut dengan pemberat 10 gram.
Mengukur panjang usus tersebut setelah diberi beban (pemberat 10 gram) dan mencatat
hasilnya.
Mengambil gambar pengamtan tersebut.
Mengulangi langkah 5-7 dengan menggunakan pemeberat 20 gram, 30 gram, 40 gram, dan
50 gram.
Melaporkan hasil pengamatan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan pada praktikum Ekstensibilitas dan Elastisitas Otot dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Hasil pengamatan Ekstensibilitas dan Elastisitas Otot
No
Beban
Panjang (cm)
.
(gram)
Ekstensibilitas
Elastisitas
Usus
Gastrocnemius
Usus
Gastrocnemius
1.
0
3
3
3
3
2.
10
5
4
4
3,5
3.
20
5,4
4,5
4,9
4
4.
30
5,5
5
4,5
4,5
5.
40
6,0
5,2
5
5
6.
50
6,5
5,5
5,5
4,5
B.
Pembahasan
Makhluk hidup khususnya pada hewan vertebrata mempunyai ciri mampu melakukan
gerak. Gerak dapat timbul karena adanya kerja sama antara otot dan tulang. Otot umumnya
bekerja dengan cara berkontraksi sehingga otot akan memendek dan mengeras, sehingga
tulang yang dilekati oleh otot tersebut akan tertarik atau terangkat. Kontraksi satu macam otot
hanya mampu untuk menggerakkan tulang ke satu arah tertentu. Untuk dapat kembali ke
posisi semula, otot mengadakan relaksasi, dimana tulang harus ditarik ke posisi semula.
Otot juga dikatakan sebagai alat gerak aktif. Gerakan tersebut disebabkan karena kerja
sama antara otot dan tulang, tulang tidak dapat berfungsi sebagai alat gerak jika tidak
digerakan oleh otot. Otot mampu menggerakkan tulang karena mempunyai kemampuan
berkontraksi. Selain mampu berkontraksi (memendek) otot juga mampu berelaksasi. Jika otot
berkontraksi tulang akan terangkat, karena sel-sel otot mengandung serabut-serabut halus
yang disebut miofibril. Miofibril terdiri atas protein aktin dan miosin.
Sifat kerja otot dibedakan menjadi antagonis dan sinergenis. Antagonis adalah kerja
otot yang kontraksinya menimbulkan efek gerak berlawanan. Sinergis adalah otot-otot yang
kontraksi dan relaksasinya bekerja secara bersama-sama sehingga menimbulkan gerak searah.
Praktikum Ekstensibilitas dan Elastisitas Otot dilakukan pengamatan terhadap otot
polos dan ototgastrocnemius katak (Rana sp.) yang tidak diberi beban dan ada diberi beban
10 gram, 20 gram, 30 gram, 40 gram dan 50 gram. Hasil pengamatan pada perlakuan yang
tidak diberi beban, diperoleh untuk perlakuan ekstensibilitas maupun elastisitas panjang otot
polos maupungastrocnemius memiliki panjang yang sama yaitu 3 cm. Hasil pengamatan
dengan perlakuan ketika diberi beban 10 gram diperoleh untuk perlakuan ekstensibilitas
panjang otot polos (potongan usus) 5 cm sedangkan panjanggastrocnemius 4 cm.
Kemampuan elastisitas pada perlakuan ini diperoleh panjang otot polos (potongan usus) 4 cm
sedangkan panjang gastrocnemius 3,5 cm.
Hasil pengamatan dengan perlakuan ketika diberi beban 20 gram diperoleh untuk
perlakuan ekstensibilitas panjang otot polos (potongan usus) 5,4 cm sedangkan
panjang gastrocnemius 4,5 cm. Kemampuan elastisitas pada perlakuan ini diperoleh panjang
otot polos (potongan usus) 4,9 cm sedangkan panjang gastrocnemius 4 cm. Hasil pengamatan
dengan perlakuan ketika diberi beban 30 gram diperoleh untuk perlakuan ekstensibilitas
panjang otot polos (potongan usus) 5,5 cm sedangkan panjang gastrocnemius5 cm.
Kemampuan elastisitas pada perlakuan ini diperoleh panjang otot polos (potongan usus)
maupun panjanggastrocnemius adalah 4,5 cm.
Hasil pengamatan dengan perlakuan ketika diberi beban 40 gram diperoleh untuk
perlakuan ekstensibilitas panjang otot polos (potongan usus) 6,0 cm sedangkan
panjang gastrocnemius 5,2 cm. Kemampuan elastisitas pada perlakuan ini diperoleh panjang
otot polos (potongan usus) maupun panjang gastrocnemius adalah 5 cm. Sedangkan hasil
pengamatan dengan perlakuan ketika diberi beban 50 gram diperoleh untuk perlakuan
ekstensibilitas panjang otot polos (potongan usus) 6,5 cm sedangkan
panjang gastrocnemius 5,5 cm. Kemampuan elastisitas pada perlakuan ini diperoleh panjang
otot polos (potongan usus) 5,5 cm sedangkan panjang gastrocnemius4,5 cm.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kemampuan otot untuk kembali ke keadaan
semula (elastisitas) tampak pada beban 10 gram, dimana pada beban ini penambahan
panjang otot tidak menyimpang jauh dari perlakuan yang tidak diberi beban. Hal ini
disebabkan karena massa beban tidak terlalu besar. Sedangkan untuk berat beban 20, gram,
30 gram, 40 gram dan 50 gram penambahan panjang otot dan usus semakin bertambah besar
yang dikarenakan massa beban juga bertambah besar.
Berdasarkan data tersebut, maka dapat diketahui bahwa semakin besar beban yang
diberikan, maka akan semakin besar pula kemampuan otot untuk melakukan ekstensibilitas.
Kemampuan otot untuk melakukan elastisitas yang tidak mendekati kondisi awal terdapat
pada usus. Hal ini disebabkan karena usus pada umumnya lebih elastis bila dibandingkan
dengan otot gastrocnemius.
Otot polos mempunyai bentuk sel seperti gelendong, bagian tengah besar, dan
ujungnya meruncing. Dalam setiap sel otot polos terdapat satu inti sel yang terletak di tengah
dan bentuknya pipih. Aktivitas otot polos tidak dipengaruhi oleh kehendak (otot tidak sadar)
sehingga disebut otot involunter dan selnya dilengkapi dengan serabut saraf dari sistem saraf
otonom. Kontraksi otot polos sangat lambat dan lama. Otot polos yang digunakan dalam
praktikum ini adalah otot polos yang berasal dari dinding pencernaan katak (Rana sp.).
Otot lurik yang digunakan pada praktikum ini adalah otot gastocnemius katak
(Rana sp.) yang terletak pada paha. Otot lurik berfungsi sebagai alat gerak aktif karena dapat
berkontraksi secara cepat dan kuat sehingga dapat menggerakkan tulang dan tubuh. Secara
mikroskopis otot lurik tampak tersusun atas garis-garis gelap dan terang. Penampakan
tersebut disebabkan adanya miofibril. Setiap miofibril tersusun atas satuan kontraktil yang
disebut sarkomer. Sarkomer mengandung dua jenis filamen protein tebal disebut miosin dan
filamen protein tipis disebut aktin. Kedua jenis filamen ini letaknya saling bertumpang tindih
sehingga sarkomer tampak sebagai gambaran garis gelap dan terang. Daerah gelap pada
sarkomer yang mengandung aktin dan miosin dinamakan pita A, sedangkan daerah terang
hanya mengandung aktin dinamakan zona H. Sementara itu, di antara dua sarkomer terdapat
daerah terang yang dinamakan pita I.
Ketika otot berkontraksi, aktin dan miosin bertautan satu sama lain. Akibatnya zona H
dan pita I memendek, sehingga sarkomer pun juga memendek. Dalam otot terdapat zat yang
sangat peka terhadap rangsang disebut asetilkolin. Otot yang terangsang menyebabkan
asetilkolin terurai membentuk miogen yang merangsang pembentukan aktomiosin. Hal ini
menyebabkan otot berkontraksi sehingga otot yang melekat pada tulang bergerak. Jika otot
dirangsang berulang-ulang secara teratur dengan interval waktu yang cukup, otot akan
berelaksasi sempurna di antara 2 kontraksi. Namun jika jarak rangsang singkat, otot tidak
berelaksasi melainkan akan berkontraksi maksimum atau disebut tonus.
Selama otot berkontraksi, otot membutuhkan energi dan oksigen. Oksigen diberikan
oleh darah, sedangkan energi diperoleh dari penguraian ATP dan kreatinfosfat. ATP terurai
menjadi ADP dan energi. Selanjutnya, ADP terurai menjadi AMP dan Energi. Kreatinfosfat
terurai menjadi kreatin, fosfat dan energi. Energi ini digunakan untuk kontraksi otot. Energi
yang membentuk ATP berasal dari penguraian gula otot atau glikogen yang tidak larut.
Glikogen dilarutkan menjadi laktasidogen (pembentuk asam laktat) dan diubah menjadi
glukosa (gula darah) dan asam laktat. Glukosa akan dioksidasi menghasilkan energi dan
melepaskan CO2 dan H2O. Proses penguraian glikogen terjadi pada saat otot dalam keadaan
relaksasi. Pada saat relaksasi diperlukan oksigen sehingga disebut fase aerob.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan pada praktikum Ekstensibilitas dan Elastisitas Otot adalah kemampuan
ekstensibilitas dan elastisitas otot polos dan otot serat lintang dipengaruhi oleh beratnya
beban, apabila beban yang diberikan semakin bertambah maka kemampuan ekstensibilitas
dan elastisitas otot pun akan semakin bertambah pula.
B. Saran
Saran yang dapat saya ajukan pada praktikum Ekstensibilitas dan Elastisitas Otot
adalah agar asisten tetap mempertahankan cara membimbing praktikan dalam melakukan
praktikum, karena cara membimbingnya sudah baik.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, N. A., 2002, Biologi Edisi Kelima Jilid 3, Erlangga, Jakarta.
Isnaeni, W., 2006, Fisiologi Hewan, Kanisius, Yogyakarta.
Sloane, E., 2004, Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Suratun., Heryati., Manurung, S., Raenah, E., 2008, Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Watson, R., 2002, Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat Edisi 10, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN
PERCOBAAN VIII
EKSTENSIBILITAS DAN ELASTISITAS OTOT
NAMA
OLEH :
: DAFID PRATMA
STAMBUK
: F1D1 12 002
KELOMPOK
: III (TIGA)
KELAS
: B
ASISTEN PEMBIMBING : JENDRI MAMANGKEY
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2014
Download