Iin l Diabetes Mellitus Tipe 2 padaWanita Tua dengan Pola Makan yang Buruk Diabetes Mellitus Tipe 2 padaWanita Tua dengan Pola Makan yang Buruk Iin Purnamasari Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Abstrak Diabetes mellitus merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapatkan penanganan seksama. Jumlah penderita diabetes di Indonesia setiap tahun meningkat. Menurut survei yang dilakukan WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 dengan jumlah penderita Diabetes Mellitus (DM) terbesar di dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat. Dengan prevalensi 8,6% dari total penduduk, diperkirakan pada tahun 2025 terdapat 12,4 juta pengidap diabetes. Perubahan pola makan menjurus ke sajian siap santap yang mengandung lemak, protein, dan garam tinggi tapi rendah serat pangan, membawa konsekuensinya terhadap kesehatan adalah berkembangnya penyakit degeneratif (jantung, diabetes mellitus, kanker, osteoporosis, dan hipertensi). Faktor internal yang berperan dalam perkembangan penyakit diabetes diantaranya usia lanjut, perempuan, riwayat penyakit diabetes mellitus tipe 2, pola berobat kuratif, pengetahuan yang kurang tentang diabetes militus, dan riwayat mengkonsumsi makanan yang tidak teratur seperti karbohidrat, lemak, dan berminyak yang berlebih. Diabetes mellitus merupakan masalah klinis yang kompleks, membutuhkan waktu yang lama dan kerjasama antara penyelenggara pelayanan kesehatan dan keluarga. Penyelenggara pelayanan kesehatan tidak hanya menyelesaikan masalah klinis pasien, tetapi juga mencari dan memberikan solusi atas permasalahan-permasalahan dalam lingkungan yang mempengaruhi kesehatan pasien dan keluarga. Kata Kunci:diabetes militus tipe 2, obesitas, pelayanan dokter keluarga Type 2 Diabetes Mellitus in Elderly Women with Poor Diet Abstract Diabetes mellitus is a health problem that needs to be managed carefully. The number of diabetics in Indonesia increases every year. According to the survey conducted by the World Health Organization (WHO), Indonesia ranks fourth in the number of patients with diabetes mellitus in the world after India, China and the United States. With a prevalence of 8.6% of the total population, estimated in 2025 there were 12.4 million people with diabetes. Changes in fast food eating behaviour that contains fat, protein and high salt but low in dietary fiber, bringing consequences to the development of degenerative diseases (heart disease, diabetes, cancers, osteoporosis and hypertension). Internal factors that have role in the development of diabetes including age, gender, history of type 2 diabetes mellitus in family, care seeking behaviour, knowledge about diabetes mellitus and bad dietary intake such as carbohydrates, fats, and greasy excess. Diabetes mellitus is a complex clinical problem that require a long time and collaboration between health care providers and families. Health care providers not only solve the problem of clinical patients, but also seek and provide solutions to the problems in the environment that affect the health of the patient and family. Keywords:family doctor service,obesity,type 2 diabetes mellitus Korespondensi: Iin Purnamasari, S.Ked, e-mail [email protected] Pendahuluan Diabetes mellitus merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapatkan penanganan yang seksama. Jumlah penderita diabetes di Indonesia setiap tahun terus meningkat. Menurut survei yang dilakukan WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 dengan jumlah penderitaDM terbesar di dunia setelah India, Cina, dan Amerika Serikat. Dengan prevalensi 8,6% dari total penduduk, diperkirakan pada tahun 2025 terdapat 12,4 juta pengidap diabetes. Sedangkan dari data Departemen Kesehatan, jumlah pasien diabetes rawat inap maupun rawat jalan di rumah sakit menempati urutan pertama dari seluruh penyakit endokrin.1 Prevalensi DM dari tahun ke tahun semakin meningkat terutama pada kelompok yang berisiko tinggi untuk mengalami penyakit DM diantaranya yaitu kelompok usia dewasa tua (>40 tahun), kegemukan, tekanan darah tinggi, riwayat keluarga DM dan dislipidemia. Pengobatan DM selain mengkonsumsi obat, harus diikuti dengan pengaturan diet dan olahraga teratur. Jika masih dapat diatasi dengan diet rendah karbohidrat dan olahraga, pasien sebisanya tidak memakai obat.1 Untuk mengurangi risiko kematian dan mengurangi biaya pengobatan diabetes mellitus, diperlukan tindakan pencegahan yang dapat dilakukan secara primer maupun sekunder. Pencegahan primer merupakan semua aktivitas yang ditujukan untuk J Medula Unila|Volume 4|Nomor 3|Januari 2016|79 Iin l Diabetes Mellitus Tipe 2 padaWanita Tua dengan Pola Makan yang Buruk mencegah timbulnya hiperglikemia pada individu yang berisiko untuk mengidap diabetes atau pada populasi umum. Pencegahan sekunder merupakan tindakan pencegahan terjadinya komplikasi akut maupun komplikasi jangka panjang pada penderita DM. Pada pencegahan sekunder, penyuluhan kepada pasien dan keluarganya tentang perilaku sehat dan berbagai hal mengenai penatalaksanaan dan pencegahan komplikasi DM sangat diperlukan.2,3 Pola makan pasien harus diarahkan untuk menghindari sajian siap santap yang mengandung lemak, protein, dan garam tinggi namun rendah serat pangan, yang akan mendukung berkembangnya penyakit degeneratif (penyakit jantung, diabetes mellitus, kanker, osteoporosis, dan 4,5 hipertensi). Diabetes mellitus dan hipertensi adalah penyakit menahun yang cenderung akan diderita seumur hidup, sehingga dalam pengelolaannya tidak hanya dokter, perawat dan ahli gizi, akan tetapi peran keikutsertaan pasien sendiri dan keluarganya sangatlah penting. Penyuluhan kepada pasien dan keluarganya akan sangat membantu meningkatkan keikutsertaan dalam usaha pengelolaan penyakit DM.6 KASUS Ny. Y, perempuan, 54 tahun, seorang ibu rumah tangga dengan tiga orang anak, yang berdomisili di Kecamatan Rajabasa datang ke Puskesmas Rajabasa Indah pada tanggal 26 Maret 2015 dengan keluhan badan terasa lemas dan kepala pusing. Keluhan tersebut dirasakannya sejak 2 hari yang lalu. Kunjungan pasien ke Puskesmas Rajabasa Indah kali ini adalah kunjungan yang kesekian kalinya dalam hal pengobatan rutin penyakit kencing manisnya (Diabetes Mellitus). Pasien pertama kali didiagnosa dan mengetahui dirinya mengidap diabetes mellitus 3 tahun yang lalu. Saat itu pasien mengaku badan terasa lemas. Walaupun banyak makan, banyak minum, banyak kencing, dan berat badannya dirasakan menurun. Kemudian pasien datang ke Puskesmas untuk memeriksakan diri dan dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan kadar gula darah. Berdasarkan hasil pemeriksaan, didapatkan kadar glukosa darah sewaktu dengan nilai 300 mg/dl. Karena J Medula Unila|Volume 4|Nomor 3|Januari 2016|80 kondisi pasien yang lemah, pasien kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abdul Moeloek Bandar Lampung dan dirawat selama 10 hari. Setelah keluhan membaik, pasien tidak memeriksakan kembali gula darahnya dan datang ke Puskesmas apabila keluhan tersebut muncul kembali. Dua tahun kemudian pasien mengalami keluhan yang sama dan dirawat kembali di RS. Pasien mengaku sebelum menderita kencing manis, ia memiliki badan yang gemuk. Tetapi saat ini berat badannya dirasakan berkurang. Di keluarga pasien tidak ada yang menderita kencing manis tetapi ayah pasien menderita hipertensi. Pasien memiliki kebiasaan makan makanan tinggi lemak (gorengan dan cemilan) dan tidak menyukai makanan berserat seperti buah dan sayur. Pasien juga mengakui jarang melakukan kegiatan olahraga. Tinggi badan pasien 150 cm, berat badan sebelum sakit DM ±65 kg, dan berat badan saat ini 47 kg. Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Pasien tinggal dipemukiman padat penduduk, bersama suami dan kedua anaknya berserta kedua menantu dan ketiga cucunya. Suami pasien berkerja sebaga kuli bangunan sedangkan menantu pasien berkerja sebagai supir. Kedua anak pasien merupakan ibu rumah tangga. Pasien setiap hari hanya beraktifitas sebagai ibu rumah tangga sambil mengasuh ketiga cucunya. Dilakukan pemeriksaan fisik dan didapatkan keadaan umum baik, berat badan 47 kg, tinggi badan 150 cm, kesan gizi baik dengan hasil perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT) senilai 20,8. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 80x/menit, frekuensi nafas 20x/menit, dan suhu aksila 36,9˚C. Pada kepala, mata, hidung, mulut, tidak didapatkan kelainan. Pada pemeriksaan leher tidak ditemukan peningkatan tekanan vena jugularis (JVP). Pada pemeriksaan paru dan jantung tidak ditemukan kelainan dan didapatkan kesan baik. Pada pemeriksaan abdomen tidak ditemukan adanya kelainan. Pada pemeriksaan anggota gerak tidak ditemukan kelainan, refleks fisiologis normal, tidak ditemukan kelemahan anggota gerak, danrefleks patologis. Dilakukanpula pemeriksaan gula darah puasa dengan hasil 300 mg/dl. Iin l Diabetes Mellitus Tipe 2 padaWanita Tua dengan Pola Makan yang Buruk Pembahasan Masalah kesehatan yang dibahas pada kasus ini adalah diabetes mellitus tipe 2 pada seorang pasien, perempuan, dengan usia 54 tahun. Pada pasien dan keluarga diputuskan untuk dilakukan pembinaan dengan alasan penyakit yang diderita pasien tergolong penyakit menahun atau seumur hidup. Pembinaan terhadap pasien dan keluarga dilakukan dengan harapan anggota keluarga dapat ikut serta dalam pengelolaan penyakit DM pada pasien. Diagnosis DM tipe 2 ditegakkan berdasarkan anamnesis yang didapatkan berupa keluhan badan terasa lemas, mudah kesemutan, dan riwayat pernah dirawat di RS dengan GDS 300 mg/dl. Pasien tidak berobat rutin ke Puskesmas atau rumah sakit dan hanya datang ke pusat pelayanan kesehatan apabila timbul keluhan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum yang baik, tekanan darah 90/60mmHg, frekuensi nadi 80x/menit, frekuensi nafas 20x/menit, dan suhu aksila 36,9˚C. Status gizi baik dengan IMT normal 20,8. Pada tinjauan pustaka dinyatakan untuk kelompok tanpa keluhan khas DM (lemah, kesemutan, rasa baal, gatal, bisul-bisul, keputihan, mata kabur, disfungsi ereksi) disertai dengan dua nilai pemeriksaan glukosa darah tidak normal (GDS ≥200 mg/dl dan atau GD puasa ≥126 mg/dl) yang diperiksa pada hari yang sama atau pada hari yang berbeda sudah cukup untuk menjadi dasar penegakkan diagnosis diabetes mellitus.10,17 Secara umum faktor resiko diabetes mellitus tipe 2 diantaranya adalah adanya riwayat penyakit diabetes mellitus tipe 2 pada orangtua atau saudara, obesitas (indeks massa tubuh >25 kg/m2), kurangnya aktivitas, riwayat diabetes gestasional atau pernah melahirkan dengan berat bayi lebih dari 4 kg, hipertensi (tekanan darah diatas 140/90 mmHg), kadar kolesterol HDL <35mg/dl dan/atau kadar trigliserida >250mg/dl, dan adanya riwayat penyakit jantung dan pembuluh darah.11 Pasien sebelumnya memiliki berat badan sekitar 65 kg yang berangsur menurun tanpa sebab hingga menjadi 47 kg. Saat berat badan belum turun, pasien memiliki indeks masa tubuh 28 kg/m2 yang artinya pasien memiliki berat badan berlebih atau obesitas. Hal ini mendukung diagnosis pasien karena adanya penurunan berat badan tanpa sebab merupakan salah satu ciri diabetes mellitus.12 Obesitas juga merupakan salah satu faktor resiko dari timbulnya diabetes mellitus.11 Obesitas merupakan salah satu prediktor utama terjadinya diabetes mellitus tipe 2. Kurangnya aktivitas, diet yang buruk, kebiasaan merokok, dan konsumsi alkohol juga berhubungan erat dalam meningkatkan resiko terjadinya diabetes bahkan setelah dilakukan penyesuaian indeks massa tubuh.13 Konsumsi lemak jenuh berlebihan juga berhubungan dengan meningkatnya resiko DM tipe 2. Contohnya dalam hal ini, mengkonsumsi daging olahan secara sering dapat meningkatkan resiko DM tipe 2.14 Konsumsi berlebihan pada karbohidrat yang secara cepat diserap oleh tubuh (indeks glikemik tinggi) juga dapat meningkatkan resiko terjadinya DM tipe 2, sebaliknya konsumsi makanan berserat tinggi dapat menurunkan resiko tersebut.15 Serat tersebut didapatkan dari biji-bijian, gandum, serat makanan pada buah atau sayuran, dan serat sereal.16 Faktor resiko diabetes mellitus yang dimiliki pasien diantaranya adalah kebiasaan pola makan yang berlebih, khususnya konsumsi gorengan dan cemilan, dan tidak teratur. Tidak ada riwayat penyakit DM dalam keluarga, namun ayah pasien mempunyai riwayat penyakit hipertensi. Dalam literatur lain dinyatakan bahwa kelompok individu yang berisiko tinggi menderita DM tipe 2 diantaranya adalah individu yang mengalami pola makan yang tidak baik dan hipertensi.8,14 Faktor perilaku atau kebiasaan pasien mengkonsumsi makanan tinggi lemak, rendah serat/buah & sayur, kebiasaan tidak melakukan olahraga, serta aktivitas fisik yang kurang hanya di rumah sebagai ibu rumah tangga, menjadi faktor resiko tambahan terjadinya DM. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus tipe 2 yang diberikan kepada pasien dan keluarganya mencakup edukasi dan terapi medikamentosa. Pasien dan keluarganya diberikan edukasi mengenai pengertian, faktor resiko, cara pengelolaan (terapi farmakologis dan nonfarmakologis), tujuan dari pengelolaan dan komplikasi penyakit DM, serta anjuran untuk tetap rutin kontrol ke pelayanan kesehatan.17,18 J Medula Unila|Volume 4|Nomor 3|Januari 2016|81 Iin l Diabetes Mellitus Tipe 2 padaWanita Tua dengan Pola Makan yang Buruk Edukasi kepada pasien merupakan proses merubah perilaku, mengubah pengetahuan, sikap, dan kemampuan yang dibutuhkan untuk memper-tahankan dan meningkatkan kesehatan. Proses tersebut dimulai dengan memberikan informasi serta inter-pretasinya yang terintegrasi secara praktis sehingga terbentuk perilaku yang menguntungkan kesehatan. Dukungan keluarga dekat sangat penting dalam pembentukan perilaku kesehatan yang baik. Saat pasien datang ke Puskesmas Rajabasa indah tanggal 26 Maret 2015, penatalaksanaan yang dilakukan adalah pemberian obat hipoglikemik oral berupa kombinasi Metformin dan Glibenklamid. Pasien juga dianjurkan untuk minum obat teratur setiap hari dan kontrol kembali bila obat habis, serta menerapkan pola makan sesuai dengan terapi gizi medis bagi pasien DM dan melakukan olahraga secara teratur. Diinformasikan pula bahwa pemeriksa akan melakukan kunjungan ke rumah pasien. Limahari kemudian, 31 Maret 2015, dilakukan kunjungan rumah yang pertama. Pada kesempatan tersebut dilakukan perkenalan dengan keluarga pasien serta diberikan penjelasan mengenai pembinaan keluarga. Setelah itu dilakukan anamnesis yang lebih mendalam mengenai keadaan pasien dan keluarga, serta perilaku dan keadaan yang dapat menjadi faktor risiko terjadinya diabetes mellitus pada pasien. Dari hasil anamnesa tersebut diperoleh informasi bahwa pasien memiliki kebiasaan pola makan yang tidak sehat (mengkonsumsi makanan tinggi lemakdan rendah serat) dan kebiasaan tidak berolahraga.Perilaku tersebut menyebabkan badan pasien menjadi gemuk (65 Kg) sebelum sakit DM.Dari hasil wawancara dengan pasien dan keluarga, dapat disimpulkan bahwa pasien dan keluarga belum banyak mengetahui mengenai penyakit DM. Setelah itu, dijelaskan kembali kepada pasien dan keluarga bahwa penyakit DM merupakan penyakit menahun yang akan diderita seumur hidup, sehingga pengelolaannya tidak hanya bergantung kepada dokter, perawat, dan ahli gizi saja. Keikutsertaan pasien sendiri dan keluarga sangat penting dalam pengelolaan penyakit DM. Pengelolaan penyakit DM yang diberikan meliputi terapi farmakologis dan nonfarmakologis. Tujuan dari pengelolaan itu J Medula Unila|Volume 4|Nomor 3|Januari 2016|82 sendiri adalah menurunkan resiko timbulnya komplikasi dan kematian akibat penyakit DM.7,19 Pembinaan kedua dilakukan pada tanggal 4 April 2015. Dari anamnesis yang dilakukan diketahui bahwa saat ini pasien masih mengeluh badannya mudah lelah, sering merasa kesemutan dan mata sedikit kabur. Menurut pasien, ia minum obat teratur setiap hari, tetapi pasien kurang menerapkan pola makan yang sesuai dengan terapi gizi medis dan tidak berolah raga. Pada pemeriksaan tekanan darah didapatkan hasil 140/90 mmHg dan berat badan 47 kg. Pasien diberitahu masih perlu memperbaiki pola hidupnya dan saat itu juga dilakukan edukasi dan pemberian motivasi kembali kepada pasien dan keluarga mengenai pelaksanaan pengelolaan DM yang baik agar tujuan dari pengelolaan itu dapat tercapai.3,9 Dari hasil pengamatan terhadap lingkungan rumah pada saat kunjungan pertama juga didapatkan keadaan rumah tampak kurang bersih dan tata letak barang di rumah kurang teratur. Rumah berada di lingkungan pemukiman yang padat. Kemudian kepada keluarga dijelaskan bahwa selain perilaku, lingkungan juga sangat mempengaruhi derajat kesehatan seseorang. Menjaga kebersihan di dalam dan di luar rumah dapat mencegah timbulnya penyakit. Kunjungan rumah ketiga dilakukan pada tanggal 6 April 2015. Dari anamnesa diketahui bahwa pasien masih mengeluh badannya mudah lelah, kesemutan, dan mata sedikit kabur. Pasien mengaku kurang menerapkan pola makan yang sesuai dengan terapi gizi medis dan tidak berolah raga. Pasien hanya mengandalkan minum obat saja. Kunjungan rumah keempat dilakukan pada tanggal 10 April 2015. Dari anamnesa diketahui bahwa pasien sudah mengerti tentang diabetes mellitus dan komplikasinya. Pasien juga sudah mulai menerapkan pola makan yang sesuai dengan terapi gizi medis yang telah disampaikan pada saat intervensi dan melakukan olahraga ringan berupa jalan sehat setiap pagi selama kurang lebih 30 menit. Kesimpulan Dari kegiatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa telah ditegakkan Iin l Diabetes Mellitus Tipe 2 padaWanita Tua dengan Pola Makan yang Buruk diagnosis DM tipe 2 pada Ny. Y, 54 tahun, dengan dasar diagnosis dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang serta telah dilakukan penatalaksanaan dengan pemberian terapi medikamentosa, edukasi, dan motivasi untuk melakukan peru-bahan gaya hidup. Pasien dan keluarganya telah mengetahui bahwa resiko komplikasi dan kematian akibat DM dapat diturunkan dengan melakukan pengelolaan yang baik terhadap penyakit DM itu sendiri. Pasien sudah mencoba menerapkan pola makan sesuai dengan terapi gizi medis DM namun belum sepe-nuhnya dilakukan dan pasien juga telah melakukan latihan jasmani be-rupa jalan biasa setiap pagi selama ±30 menit.Keluarga telah ikut berperanserta dalam upaya pengelolaan penyakit DM.Keluarga telah mengetahui pentingnya memiliki dana khusus untuk kesehatan dan memiliki keinginan untuk dapat mengalokasikan dana khusus untuk kesehatan. DAFTAR PUSTAKA 1. World Health Organization.Defination ,diagnosis and clasification of diabetes mellitus and is complication. DepartementNoncommunicacable Disease Surveilance. Genewa; 2010. 2. Gustaviani, R.Diagnosis dan klasifikasi diabetes melitus. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. hlm. 67. 3. Waspadji, S.Komplikasi kronik diabetes melitus; pengenalan dan penangananya. Dalam: NoerMS, editor. Buku Ajar Penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1996. 4. BateKL, JerumsG.Preventing complication of diabetes.2003 Maret; 179(9):498–503. 5. Suyono, S. Diabetes melitus di indonesia.Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. hlm. 77-90. 6. Agustina, T. Gambaran sikap pasien diabetes melitus di poli penyakit dalam RSUD Dr. Moewardi Surakarta terhadap kunjungan ulang konsultasi gizi [skripsi]. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2009. 7. Soebardi, S. Terapi Non Farmakologis Pada Diabetes Melitus. Dalam:Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakukltas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. 8. Ariatma, D. S. 2007. Penggunaan kaptopril pada pasien hipertensi dengan diabetes mellitus [internet].Diakses tanggal: 23 Juni 2015. Tersedia dari:http://www.majalahfarmacia.com/ru brik/one_news_print.asp?IDNews=442 9. Triaseka. Diabetes melitus [internet]. 2007 [Diakses 23 Juni 2015]. Tersedia dari: http://www.spunge.org/~triaseka/index.p hp?categoryid=20&p2_articleid=9 10. Shaw JE, SicreeRA, ZimmetPZ. Global estimates of the prevalence of diabetes for 2010 and 2030. Diabetes Research and Clinical Practice.2010; 87(1):4-14. 11. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, et al., editors. Harrison’s principles of internal medicine. Edisi ke-18. New York: McGraw Hill; 2011. 12. American Diabetes Association. Diagnosis and classification of diabetes mellitus. Amerika: Diabetes Care; 2004. 27:S5. 13. Hu FB, Manson JE, Stampfer MJ, Colditz G, LiuS, SolomonCG, et al.Diet, lifestyle, and the risk of type 2 diabetes mellitus in women. New England Journal of Medicine. 2001; 345(11):790-7. 14. Van Dam RM, Willett WC, Rimm EB, Stampfer MJ, Hu FB. Dietary fat and meat intake in relation to risk of type 2 diabetes in men.Diabetes care. 2002; 25(3):417-24. 15. Schulze MB, Liu S, Rimm EB, Manson JE, Willett WC, Hu FB. Glycemic index, glycemic load, and dietary fiber intake and incidence of type 2 diabetes in younger J Medula Unila|Volume 4|Nomor 3|Januari 2016|83 Iin l Diabetes Mellitus Tipe 2 padaWanita Tua dengan Pola Makan yang Buruk and middle-aged women. The American J of Clinical Nutrition. 2004; 80(2):348-56. 16. Meyer KA, Kushi LH, Jacobs DR, Slavin J, Sellers TA, Folsom AR.Carbohydrates, dietary fiber, and incident type 2 diabetes in older women. The American J of Clinical Nutrition. 2000; 71(4):921-30. 17. Mendes JJ, Neves J. Diabetic fool infections: current diagnosis and treatment. The J of Diabetic Foot Complications:2012. J Medula Unila|Volume 4|Nomor 3|Januari 2016|84 18. Soegondo S. Obesitas. Dalam: Aru W, dkk,Editor.Ilmu penyakit dalam. jilid III.Edisi ke-5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2009. 19. Waspadji S.. Kaki diabetes. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,Alwi, dkk.Editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta:PusatPenerbitan Departemen Ilmu PenyakitDalam FakultasKedokteran UniversitasIndonesia; 2006.