Diabetes Mellitus Tipe 2 padaWanita Tua dengan Pola Makan yang

advertisement
Iin l Diabetes Mellitus Tipe 2 padaWanita Tua dengan Pola Makan yang Buruk
Diabetes Mellitus Tipe 2 padaWanita Tua dengan Pola Makan yang Buruk
Iin Purnamasari
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
Abstrak
Diabetes mellitus merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapatkan penanganan seksama. Jumlah penderita
diabetes di Indonesia setiap tahun meningkat. Menurut survei yang dilakukan WHO, Indonesia menempati urutan ke-4
dengan jumlah penderita Diabetes Mellitus (DM) terbesar di dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat. Dengan
prevalensi 8,6% dari total penduduk, diperkirakan pada tahun 2025 terdapat 12,4 juta pengidap diabetes. Perubahan pola
makan menjurus ke sajian siap santap yang mengandung lemak, protein, dan garam tinggi tapi rendah serat pangan,
membawa konsekuensinya terhadap kesehatan adalah berkembangnya penyakit degeneratif (jantung, diabetes mellitus,
kanker, osteoporosis, dan hipertensi). Faktor internal yang berperan dalam perkembangan penyakit diabetes diantaranya
usia lanjut, perempuan, riwayat penyakit diabetes mellitus tipe 2, pola berobat kuratif, pengetahuan yang kurang tentang
diabetes militus, dan riwayat mengkonsumsi makanan yang tidak teratur seperti karbohidrat, lemak, dan berminyak yang
berlebih. Diabetes mellitus merupakan masalah klinis yang kompleks, membutuhkan waktu yang lama dan kerjasama
antara penyelenggara pelayanan kesehatan dan keluarga. Penyelenggara pelayanan kesehatan tidak hanya menyelesaikan
masalah klinis pasien, tetapi juga mencari dan memberikan solusi atas permasalahan-permasalahan dalam lingkungan yang
mempengaruhi kesehatan pasien dan keluarga.
Kata Kunci:diabetes militus tipe 2, obesitas, pelayanan dokter keluarga
Type 2 Diabetes Mellitus in Elderly Women with Poor Diet
Abstract
Diabetes mellitus is a health problem that needs to be managed carefully. The number of diabetics in Indonesia increases
every year. According to the survey conducted by the World Health Organization (WHO), Indonesia ranks fourth in the
number of patients with diabetes mellitus in the world after India, China and the United States. With a prevalence of 8.6%
of the total population, estimated in 2025 there were 12.4 million people with diabetes. Changes in fast food eating
behaviour that contains fat, protein and high salt but low in dietary fiber, bringing consequences to the development of
degenerative diseases (heart disease, diabetes, cancers, osteoporosis and hypertension). Internal factors that have role in
the development of diabetes including age, gender, history of type 2 diabetes mellitus in family, care seeking behaviour,
knowledge about diabetes mellitus and bad dietary intake such as carbohydrates, fats, and greasy excess. Diabetes mellitus
is a complex clinical problem that require a long time and collaboration between health care providers and families. Health
care providers not only solve the problem of clinical patients, but also seek and provide solutions to the problems in the
environment that affect the health of the patient and family.
Keywords:family doctor service,obesity,type 2 diabetes mellitus
Korespondensi: Iin Purnamasari, S.Ked, e-mail [email protected]
Pendahuluan
Diabetes mellitus merupakan masalah
kesehatan
yang
perlu
mendapatkan
penanganan yang seksama. Jumlah penderita
diabetes di Indonesia setiap tahun terus
meningkat. Menurut survei yang dilakukan
WHO, Indonesia menempati urutan ke-4
dengan jumlah penderitaDM terbesar di dunia
setelah India, Cina, dan Amerika Serikat.
Dengan prevalensi 8,6% dari total penduduk,
diperkirakan pada tahun 2025 terdapat 12,4
juta pengidap diabetes. Sedangkan dari data
Departemen Kesehatan, jumlah pasien
diabetes rawat inap maupun rawat jalan di
rumah sakit menempati urutan pertama dari
seluruh penyakit endokrin.1
Prevalensi DM dari tahun ke tahun
semakin meningkat terutama pada kelompok
yang berisiko tinggi untuk mengalami penyakit
DM diantaranya yaitu kelompok usia dewasa
tua (>40 tahun), kegemukan, tekanan darah
tinggi, riwayat keluarga DM dan dislipidemia.
Pengobatan DM selain mengkonsumsi obat,
harus diikuti dengan pengaturan diet dan
olahraga teratur. Jika masih dapat diatasi
dengan diet rendah karbohidrat dan olahraga,
pasien sebisanya tidak memakai obat.1
Untuk mengurangi risiko kematian dan
mengurangi biaya pengobatan diabetes
mellitus, diperlukan tindakan pencegahan
yang dapat dilakukan secara primer maupun
sekunder. Pencegahan primer merupakan
semua aktivitas yang ditujukan untuk
J Medula Unila|Volume 4|Nomor 3|Januari 2016|79
Iin l Diabetes Mellitus Tipe 2 padaWanita Tua dengan Pola Makan yang Buruk
mencegah timbulnya hiperglikemia pada
individu yang berisiko untuk mengidap
diabetes atau pada populasi umum.
Pencegahan sekunder merupakan tindakan
pencegahan terjadinya komplikasi akut
maupun komplikasi jangka panjang pada
penderita DM. Pada pencegahan sekunder,
penyuluhan kepada pasien dan keluarganya
tentang perilaku sehat dan berbagai hal
mengenai penatalaksanaan dan pencegahan
komplikasi DM sangat diperlukan.2,3
Pola makan pasien harus diarahkan
untuk menghindari sajian siap santap yang
mengandung lemak, protein, dan garam tinggi
namun rendah serat pangan, yang akan
mendukung
berkembangnya
penyakit
degeneratif (penyakit jantung, diabetes
mellitus,
kanker,
osteoporosis,
dan
4,5
hipertensi).
Diabetes mellitus dan hipertensi adalah
penyakit menahun yang cenderung akan
diderita seumur hidup, sehingga dalam
pengelolaannya tidak hanya dokter, perawat
dan ahli gizi, akan tetapi peran keikutsertaan
pasien sendiri dan keluarganya sangatlah
penting. Penyuluhan kepada pasien dan
keluarganya
akan
sangat
membantu
meningkatkan keikutsertaan dalam usaha
pengelolaan penyakit DM.6
KASUS
Ny. Y, perempuan, 54 tahun, seorang
ibu rumah tangga dengan tiga orang anak,
yang berdomisili di Kecamatan Rajabasa
datang ke Puskesmas Rajabasa Indah pada
tanggal 26 Maret 2015 dengan keluhan badan
terasa lemas dan kepala pusing. Keluhan
tersebut dirasakannya sejak 2 hari yang lalu.
Kunjungan pasien ke Puskesmas Rajabasa
Indah kali ini adalah kunjungan yang kesekian
kalinya dalam hal pengobatan rutin penyakit
kencing manisnya (Diabetes Mellitus).
Pasien pertama kali didiagnosa dan
mengetahui dirinya mengidap diabetes
mellitus 3 tahun yang lalu. Saat itu pasien
mengaku badan terasa lemas. Walaupun
banyak makan, banyak minum, banyak
kencing, dan berat badannya dirasakan
menurun. Kemudian pasien datang ke
Puskesmas untuk memeriksakan diri dan
dokter menyarankan untuk dilakukan
pemeriksaan kadar gula darah. Berdasarkan
hasil pemeriksaan, didapatkan kadar glukosa
darah sewaktu dengan nilai 300 mg/dl. Karena
J Medula Unila|Volume 4|Nomor 3|Januari 2016|80
kondisi pasien yang lemah, pasien kemudian
dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Abdul Moeloek Bandar Lampung dan dirawat
selama 10 hari. Setelah keluhan membaik,
pasien tidak memeriksakan kembali gula
darahnya dan datang ke Puskesmas apabila
keluhan tersebut muncul kembali. Dua tahun
kemudian pasien mengalami keluhan yang
sama dan dirawat kembali di RS. Pasien
mengaku sebelum menderita kencing manis,
ia memiliki badan yang gemuk. Tetapi saat ini
berat badannya dirasakan berkurang. Di
keluarga pasien tidak ada yang menderita
kencing manis tetapi ayah pasien menderita
hipertensi.
Pasien memiliki kebiasaan makan
makanan tinggi lemak (gorengan dan cemilan)
dan tidak menyukai makanan berserat seperti
buah dan sayur. Pasien juga mengakui jarang
melakukan kegiatan olahraga. Tinggi badan
pasien 150 cm, berat badan sebelum sakit DM
±65 kg, dan berat badan saat ini 47 kg.
Pasien adalah seorang ibu rumah
tangga. Pasien tinggal dipemukiman padat
penduduk, bersama suami dan kedua anaknya
berserta kedua menantu dan ketiga cucunya.
Suami pasien berkerja sebaga kuli bangunan
sedangkan menantu pasien berkerja sebagai
supir. Kedua anak pasien merupakan ibu
rumah tangga. Pasien setiap hari hanya
beraktifitas sebagai ibu rumah tangga sambil
mengasuh ketiga cucunya.
Dilakukan pemeriksaan fisik dan
didapatkan keadaan umum baik, berat badan
47 kg, tinggi badan 150 cm, kesan gizi baik
dengan hasil perhitungan Indeks Massa Tubuh
(IMT) senilai 20,8. Pada pemeriksaan tanda
vital didapatkan tekanan darah 90/60 mmHg,
nadi 80x/menit, frekuensi nafas 20x/menit,
dan suhu aksila 36,9˚C. Pada kepala, mata,
hidung, mulut, tidak didapatkan kelainan.
Pada pemeriksaan leher tidak ditemukan
peningkatan tekanan vena jugularis (JVP).
Pada pemeriksaan paru dan jantung tidak
ditemukan kelainan dan didapatkan kesan
baik. Pada pemeriksaan abdomen tidak
ditemukan
adanya
kelainan.
Pada
pemeriksaan anggota gerak tidak ditemukan
kelainan, refleks fisiologis normal, tidak
ditemukan kelemahan anggota gerak,
danrefleks
patologis.
Dilakukanpula
pemeriksaan gula darah puasa dengan hasil
300 mg/dl.
Iin l Diabetes Mellitus Tipe 2 padaWanita Tua dengan Pola Makan yang Buruk
Pembahasan
Masalah kesehatan yang dibahas pada
kasus ini adalah diabetes mellitus tipe 2 pada
seorang pasien, perempuan, dengan usia 54
tahun. Pada pasien dan keluarga diputuskan
untuk dilakukan pembinaan dengan alasan
penyakit yang diderita pasien tergolong
penyakit menahun atau seumur hidup.
Pembinaan terhadap pasien dan keluarga
dilakukan dengan harapan anggota keluarga
dapat ikut serta dalam pengelolaan penyakit
DM pada pasien.
Diagnosis DM tipe 2 ditegakkan
berdasarkan anamnesis yang didapatkan
berupa keluhan badan terasa lemas, mudah
kesemutan, dan riwayat pernah dirawat di RS
dengan GDS 300 mg/dl. Pasien tidak berobat
rutin ke Puskesmas atau rumah sakit dan
hanya datang ke pusat pelayanan kesehatan
apabila timbul keluhan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan
keadaan umum yang baik, tekanan darah
90/60mmHg, frekuensi nadi 80x/menit,
frekuensi nafas 20x/menit, dan suhu aksila
36,9˚C. Status gizi baik dengan IMT normal
20,8. Pada tinjauan pustaka dinyatakan untuk
kelompok tanpa keluhan khas DM (lemah,
kesemutan, rasa baal, gatal, bisul-bisul,
keputihan, mata kabur, disfungsi ereksi)
disertai dengan dua nilai pemeriksaan glukosa
darah tidak normal (GDS ≥200 mg/dl dan atau
GD puasa ≥126 mg/dl) yang diperiksa pada
hari yang sama atau pada hari yang berbeda
sudah cukup untuk menjadi dasar penegakkan
diagnosis diabetes mellitus.10,17
Secara umum faktor resiko diabetes
mellitus tipe 2 diantaranya adalah adanya
riwayat penyakit diabetes mellitus tipe 2 pada
orangtua atau saudara, obesitas (indeks massa
tubuh >25 kg/m2), kurangnya aktivitas,
riwayat diabetes gestasional atau pernah
melahirkan dengan berat bayi lebih dari 4 kg,
hipertensi (tekanan darah diatas 140/90
mmHg), kadar kolesterol HDL <35mg/dl
dan/atau kadar trigliserida >250mg/dl, dan
adanya riwayat penyakit jantung dan
pembuluh darah.11
Pasien sebelumnya memiliki berat
badan sekitar 65 kg yang berangsur menurun
tanpa sebab hingga menjadi 47 kg. Saat berat
badan belum turun, pasien memiliki indeks
masa tubuh 28 kg/m2 yang artinya pasien
memiliki berat badan berlebih atau obesitas.
Hal ini mendukung diagnosis pasien karena
adanya penurunan berat badan tanpa sebab
merupakan salah satu ciri diabetes mellitus.12
Obesitas juga merupakan salah satu faktor
resiko dari timbulnya diabetes mellitus.11
Obesitas merupakan salah satu
prediktor utama terjadinya diabetes mellitus
tipe 2. Kurangnya aktivitas, diet yang buruk,
kebiasaan merokok, dan konsumsi alkohol
juga berhubungan erat dalam meningkatkan
resiko terjadinya diabetes bahkan setelah
dilakukan penyesuaian indeks massa tubuh.13
Konsumsi lemak jenuh berlebihan juga
berhubungan dengan meningkatnya resiko
DM tipe 2. Contohnya dalam hal ini,
mengkonsumsi daging olahan secara sering
dapat meningkatkan resiko DM tipe 2.14
Konsumsi berlebihan pada karbohidrat yang
secara cepat diserap oleh tubuh (indeks
glikemik tinggi) juga dapat meningkatkan
resiko terjadinya DM tipe 2, sebaliknya
konsumsi makanan berserat tinggi dapat
menurunkan resiko tersebut.15 Serat tersebut
didapatkan dari biji-bijian, gandum, serat
makanan pada buah atau sayuran, dan serat
sereal.16
Faktor resiko diabetes mellitus yang
dimiliki pasien diantaranya adalah kebiasaan
pola makan yang berlebih, khususnya
konsumsi gorengan dan cemilan, dan tidak
teratur. Tidak ada riwayat penyakit DM dalam
keluarga, namun ayah pasien mempunyai
riwayat penyakit hipertensi. Dalam literatur
lain dinyatakan bahwa kelompok individu
yang berisiko tinggi menderita DM tipe 2
diantaranya adalah individu yang mengalami
pola makan yang tidak baik dan hipertensi.8,14
Faktor perilaku atau kebiasaan pasien
mengkonsumsi makanan tinggi lemak, rendah
serat/buah & sayur, kebiasaan tidak
melakukan olahraga, serta aktivitas fisik yang
kurang hanya di rumah sebagai ibu rumah
tangga, menjadi faktor resiko tambahan
terjadinya DM.
Penatalaksanaan Diabetes Mellitus tipe
2 yang diberikan kepada pasien dan
keluarganya mencakup edukasi dan terapi
medikamentosa. Pasien dan keluarganya
diberikan edukasi mengenai pengertian,
faktor resiko, cara pengelolaan (terapi farmakologis dan nonfarmakologis), tujuan dari
pengelolaan dan komplikasi penyakit DM,
serta anjuran untuk tetap rutin kontrol ke
pelayanan kesehatan.17,18
J Medula Unila|Volume 4|Nomor 3|Januari 2016|81
Iin l Diabetes Mellitus Tipe 2 padaWanita Tua dengan Pola Makan yang Buruk
Edukasi kepada pasien merupakan
proses
merubah
perilaku,
mengubah
pengetahuan, sikap, dan kemampuan yang
dibutuhkan untuk memper-tahankan dan
meningkatkan kesehatan. Proses tersebut
dimulai dengan memberikan informasi serta
inter-pretasinya yang terintegrasi secara
praktis sehingga terbentuk perilaku yang
menguntungkan
kesehatan.
Dukungan
keluarga dekat sangat penting dalam
pembentukan perilaku kesehatan yang baik.
Saat pasien datang ke Puskesmas
Rajabasa indah tanggal 26 Maret 2015,
penatalaksanaan yang dilakukan adalah
pemberian obat hipoglikemik oral berupa
kombinasi Metformin dan Glibenklamid.
Pasien juga dianjurkan untuk minum obat
teratur setiap hari dan kontrol kembali bila
obat habis, serta menerapkan pola makan
sesuai dengan terapi gizi medis bagi pasien
DM dan melakukan olahraga secara teratur.
Diinformasikan pula bahwa pemeriksa akan
melakukan kunjungan ke rumah pasien.
Limahari kemudian, 31 Maret 2015,
dilakukan kunjungan rumah yang pertama.
Pada
kesempatan
tersebut
dilakukan
perkenalan dengan keluarga pasien serta
diberikan penjelasan mengenai pembinaan
keluarga. Setelah itu dilakukan anamnesis
yang lebih mendalam mengenai keadaan
pasien dan keluarga, serta perilaku dan
keadaan yang dapat menjadi faktor risiko
terjadinya diabetes mellitus pada pasien. Dari
hasil anamnesa tersebut diperoleh informasi
bahwa pasien memiliki kebiasaan pola makan
yang tidak sehat (mengkonsumsi makanan
tinggi lemakdan rendah serat) dan kebiasaan
tidak
berolahraga.Perilaku
tersebut
menyebabkan badan pasien menjadi gemuk
(65 Kg) sebelum sakit DM.Dari hasil
wawancara dengan pasien dan keluarga,
dapat disimpulkan bahwa pasien dan keluarga
belum banyak mengetahui mengenai penyakit
DM. Setelah itu, dijelaskan kembali kepada
pasien dan keluarga bahwa penyakit DM
merupakan penyakit menahun yang akan
diderita
seumur
hidup,
sehingga
pengelolaannya tidak hanya bergantung
kepada dokter, perawat, dan ahli gizi saja.
Keikutsertaan pasien sendiri dan keluarga
sangat penting dalam pengelolaan penyakit
DM. Pengelolaan penyakit DM yang diberikan
meliputi terapi farmakologis dan nonfarmakologis. Tujuan dari pengelolaan itu
J Medula Unila|Volume 4|Nomor 3|Januari 2016|82
sendiri adalah menurunkan resiko timbulnya
komplikasi dan kematian akibat penyakit
DM.7,19
Pembinaan kedua dilakukan pada
tanggal 4 April 2015. Dari anamnesis yang
dilakukan diketahui bahwa saat ini pasien
masih mengeluh badannya mudah lelah,
sering merasa kesemutan dan mata sedikit
kabur. Menurut pasien, ia minum obat teratur
setiap hari, tetapi pasien kurang menerapkan
pola makan yang sesuai dengan terapi gizi
medis dan tidak berolah raga. Pada
pemeriksaan tekanan darah didapatkan hasil
140/90 mmHg dan berat badan 47 kg. Pasien
diberitahu masih perlu memperbaiki pola
hidupnya dan saat itu juga dilakukan edukasi
dan pemberian motivasi kembali kepada
pasien dan keluarga mengenai pelaksanaan
pengelolaan DM yang baik agar tujuan dari
pengelolaan itu dapat tercapai.3,9
Dari hasil pengamatan terhadap
lingkungan rumah pada saat kunjungan
pertama juga didapatkan keadaan rumah
tampak kurang bersih dan tata letak barang di
rumah kurang teratur. Rumah berada di
lingkungan pemukiman yang padat. Kemudian
kepada keluarga dijelaskan bahwa selain
perilaku,
lingkungan
juga
sangat
mempengaruhi derajat kesehatan seseorang.
Menjaga kebersihan di dalam dan di luar
rumah dapat mencegah timbulnya penyakit.
Kunjungan rumah ketiga dilakukan pada
tanggal 6 April 2015. Dari anamnesa diketahui
bahwa pasien masih mengeluh badannya
mudah lelah, kesemutan, dan mata sedikit
kabur. Pasien mengaku kurang menerapkan
pola makan yang sesuai dengan terapi gizi
medis dan tidak berolah raga. Pasien hanya
mengandalkan minum obat saja.
Kunjungan rumah keempat dilakukan
pada tanggal 10 April 2015. Dari anamnesa
diketahui bahwa pasien sudah mengerti
tentang diabetes mellitus dan komplikasinya.
Pasien juga sudah mulai menerapkan pola
makan yang sesuai dengan terapi gizi medis
yang telah disampaikan pada saat intervensi
dan melakukan olahraga ringan berupa jalan
sehat setiap pagi selama kurang lebih 30
menit.
Kesimpulan
Dari kegiatan yang telah dilakukan
dapat disimpulkan bahwa telah ditegakkan
Iin l Diabetes Mellitus Tipe 2 padaWanita Tua dengan Pola Makan yang Buruk
diagnosis DM tipe 2 pada Ny. Y, 54 tahun,
dengan dasar diagnosis dari anamnesis,
pemeriksaan
fisik,
dan
pemeriksaan
penunjang
serta
telah
dilakukan
penatalaksanaan dengan pemberian terapi
medikamentosa, edukasi, dan motivasi untuk
melakukan peru-bahan gaya hidup. Pasien dan
keluarganya telah mengetahui bahwa resiko
komplikasi dan kematian akibat DM dapat
diturunkan dengan melakukan pengelolaan
yang baik terhadap penyakit DM itu sendiri.
Pasien sudah mencoba menerapkan pola
makan sesuai dengan terapi gizi medis DM
namun belum sepe-nuhnya dilakukan dan
pasien juga telah melakukan latihan jasmani
be-rupa jalan biasa setiap pagi selama ±30
menit.Keluarga telah ikut berperanserta
dalam
upaya
pengelolaan
penyakit
DM.Keluarga telah mengetahui pentingnya
memiliki dana khusus untuk kesehatan dan
memiliki keinginan untuk dapat mengalokasikan dana khusus untuk kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization.Defination
,diagnosis and clasification of diabetes
mellitus
and
is
complication.
DepartementNoncommunicacable
Disease Surveilance. Genewa; 2010.
2. Gustaviani, R.Diagnosis dan klasifikasi
diabetes melitus. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi ke-4. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2007. hlm. 67.
3. Waspadji, S.Komplikasi kronik diabetes
melitus; pengenalan dan penangananya.
Dalam: NoerMS, editor. Buku Ajar
Penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi ke-3. Jakarta:
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 1996.
4. BateKL, JerumsG.Preventing complication
of diabetes.2003 Maret; 179(9):498–503.
5. Suyono, S.
Diabetes melitus di
indonesia.Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid III. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2006. hlm. 77-90.
6. Agustina, T. Gambaran sikap pasien
diabetes melitus di poli penyakit dalam
RSUD Dr. Moewardi Surakarta terhadap
kunjungan ulang konsultasi gizi [skripsi].
Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Surakarta; 2009.
7. Soebardi, S. Terapi Non Farmakologis
Pada Diabetes Melitus. Dalam:Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi ke-4.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakukltas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2007.
8. Ariatma, D. S. 2007. Penggunaan kaptopril
pada pasien hipertensi dengan diabetes
mellitus [internet].Diakses tanggal: 23 Juni
2015.
Tersedia
dari:http://www.majalahfarmacia.com/ru
brik/one_news_print.asp?IDNews=442
9. Triaseka. Diabetes melitus [internet]. 2007
[Diakses 23 Juni 2015]. Tersedia dari:
http://www.spunge.org/~triaseka/index.p
hp?categoryid=20&p2_articleid=9
10. Shaw JE, SicreeRA, ZimmetPZ. Global
estimates of the prevalence of diabetes
for 2010 and 2030. Diabetes Research and
Clinical Practice.2010; 87(1):4-14.
11. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser
SL, Longo DL, Jameson JL, et al., editors.
Harrison’s principles of internal medicine.
Edisi ke-18. New York: McGraw Hill; 2011.
12. American Diabetes Association. Diagnosis
and
classification
of
diabetes
mellitus. Amerika: Diabetes Care; 2004.
27:S5.
13. Hu FB, Manson JE, Stampfer MJ, Colditz
G, LiuS, SolomonCG, et al.Diet, lifestyle,
and the risk of type 2 diabetes mellitus in
women. New
England
Journal
of
Medicine. 2001; 345(11):790-7.
14. Van Dam RM, Willett WC, Rimm EB,
Stampfer MJ, Hu FB. Dietary fat and meat
intake in relation to risk of type 2 diabetes
in men.Diabetes care. 2002; 25(3):417-24.
15. Schulze MB, Liu S, Rimm EB, Manson JE,
Willett WC, Hu FB. Glycemic index,
glycemic load, and dietary fiber intake and
incidence of type 2 diabetes in younger
J Medula Unila|Volume 4|Nomor 3|Januari 2016|83
Iin l Diabetes Mellitus Tipe 2 padaWanita Tua dengan Pola Makan yang Buruk
and middle-aged women. The American J
of Clinical Nutrition. 2004; 80(2):348-56.
16. Meyer KA, Kushi LH, Jacobs DR, Slavin J,
Sellers TA, Folsom AR.Carbohydrates,
dietary fiber, and incident type 2 diabetes
in older women. The American J of Clinical
Nutrition. 2000; 71(4):921-30.
17. Mendes JJ, Neves J. Diabetic fool
infections:
current
diagnosis
and
treatment. The J of Diabetic Foot
Complications:2012.
J Medula Unila|Volume 4|Nomor 3|Januari 2016|84
18. Soegondo S. Obesitas. Dalam: Aru W,
dkk,Editor.Ilmu penyakit dalam. jilid
III.Edisi ke-5. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia;2009.
19. Waspadji S.. Kaki diabetes. Dalam: Sudoyo
AW, Setiyohadi B,Alwi, dkk.Editor. Buku
ajar
ilmu
penyakit
dalam.
Jakarta:PusatPenerbitan Departemen Ilmu
PenyakitDalam
FakultasKedokteran
UniversitasIndonesia; 2006.
Download