STUDI KOMUNITAS MAKROEPIFIT DI KAMPUS UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JAWA BARAT Laela Maulia, Nisyawati* [email protected] *Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia Abstract A research about macroepifit community was conducted in September 2007 at Universitas Indonesia. The aim of this research is to obtain data of macroepifit’s biodiversity and abundance in northen and southern region of Universitas Indonesia. In addition, the comparison of macroepifit abundance in various tree stage is also obtained. The information that were collected including frequency, density, and macroepifit coverage from each tree in various tree stage.Analysis were done by considering total species, relative frequency, relative density, relative coverage, important value index, Sorensen index, T-test, and correlation between abiotic factor and macroepifit density using Spearman correlation. The result shows that macroepifit in Universitas Indonesia consist of 4 family and 12 species. Drymoglossum piloselloides have the highest abundance in northern region of Universitas Indonesia. D. piloselloides and Pyrrosia lanceolata have the highest abundance in southern region of Universitas Indonesia. The abundance in southern region is higher than northen region because of temperature, humidity, and light intensity in southern region that more suitable for macroepifit growth and development. Keywords :important value index, abundance, community, macroepifit PENDAHULUAN alga (Richards, 1996). Makroepifit memiliki Kampus Universitas Indonesia Depok keanekaragaman jenis yang lebih banyak di memiliki luas wilayah sebesar 312 Ha. Dari banding mikroepifit. Menurut Barbour et al. jumlah tersebut, seluas 219 Ha diperuntukkan (1999), sebagian besar epifit termasuk ke dalam bagi pembangunan hutan kota (Taqyuddin et al., kelompok makroepifit. Hal tersebut terlihat dari 1997). Potensi lahan hijau yang luas menjadikan jumlah epifit di dunia yaitu sebesar 23.000 Kampus UI Depok menjadi habitat bagi berbagai spesies, terdiri atas 879 genus dan 84 famili jenis tumbuhan. Menurut Taqyuddin et al. diantaranya berasal dari kelompok makroepifit. (1997), terdapat 42 jenis pohon yang tumbuh Makroepifit memiliki peran ekologi dan subur di Kampus UI Depok. Pohon merupakan ekonomi. Secara ekologi, epifit merupakan habitat bagi tumbuhan epifit (Stilling, 1999), komponen besar yang menyusun biodiversitas di sehingga sebagian pohon-pohon di Kampus UI hutan-hutan tropis.Terdapat sekitar 10% dari Depok juga berpotensi untuk ditumbuhi oleh keseluruhan tumbuhan vascular dikategorikan epifit. sebagai epifit (Zimmerman dan Olmsted, 1992). Epifit adalah tumbuhan yang menempel Peranan lain makroepifit adalah sebagai habitat dan tumbuh pada tumbuhan lain sebagai bagi hewan-hewan tertentu seperti semut-semut habitatnya untuk mendapatkan sinar matahari, pohon (Arief, 1994). Selain itu, keberadaan air, dan nutrisi (Arief, 1994). Tumbuhan epifit makroepifit dapat memberikan petunjuk bahwa terdiri dari makroepfit seperti paku-pakuan dan atmosfir lingkungan dalam kondisi lembab anggrek, atau pun mikroepifit seperti lumut dan secara permanen, sebab secara umum epifit 297 Jurnal Pro-Life Volume 4 Nomor 1, Maret 2017 tumbuh baik pada kondisi atmosfir yang lembab. Selain itu, pembangunan fisik Kampus UI Makroepifit yang hanya hidup pada jenis pohon Depok tertentu dapat dijadikan sebagai salah satu maupun penebangan pohon yang dimulai sejak pengenal paku tahun 1984 (Taqyuddin et al., 1997), telah Stenochlaena areolaris hanya tumbuh pada mengakibatkan perubahan tata guna lahan dan pohon Pandanus utilissinus (Richards, 1996). lingkungan. jenis pohon. Misalnya, baik berupa Hal pembangunan tersebut gedung diperkirakan Secara ekonomi, beberapa jenis epifit merupakan faktor yang dapat mempengaruhi dapat memberikan manfaat besar bagi manusia. kelimpahan makroepifit karena habitat yang Makroepifit seperti paku-pakuan mempunyai ditempati makroepifit semakin sedikit atau susunan daun yang menarik, sehingga banyak musnah. digunakan sebagai tanaman hias halaman dengan cara ditanam pada pot gantung ataupun Peremajaan pohon yang dilakukan di Kampus UI Depok juga dapat mempengaruhi ditempelkan pada pohon (Sastrapradja, 1979). jumlah Adapula makroepifit pada pohon yang masih muda tidak sebagai paku-pakuan bahan obat, yang dimanfaatkan keberadaan sebanyak pada pohon yang sudah tua. Hal yang tersebut disebabkan karena pohon yang masih dimanfaatkan sebagai obat batuk dan sembelit, muda memiliki permukaan kulit pohon yang paku sparsisora) halus dan kemampuan menyimpan air tidak dimanfaatkan untuk mengompres bagian tubuh sebear pohon yang sudah tua. Menurut Richards yang (1996), piloselloides) langlayangan memar sisik sebab naga (Drymoglossum seperti makroepifit atau (Drynaria bengkak (Sastrapradja, kekasaran permukaan pohon dan 1979).Selain itu, epifit dari suku Asclepiadaceae kemampuan kulit pohon untuk menyimpan air juga banyak dimanfaatkan sebagai tanaman hias merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan bahan obat (Rahayu et al., 2006). keberadaan epifit pada suatu pohon. Oleh sebab Penelitian makroepifit di lingkungan itu, peremajaan dan penebangan pohon di kampus UI depok masih sangat terbatas, bahkan Kampus UI Depok memungkinkan terjadinya dapat dikatakan belum ada. Walaupun demikian, perubahan komunitas epifit dalam skala ruang hasil inventarisasi kekayaan tumbuhan paku dan waktu. (Pterydophyta) di Kampus UI Depok, terdapat 19 Berdasarkan gambar yang diperoleh jenis Pterydophyta, terdiri atas 18 jenis anggota melalui pencitraan satelit, dapat terlihat bahwa kelas Pteropsida dan 1 jenis anggota kelas wilayah Kampus UI Depok di sebelah utara Lycopsida (Ahmad, 2003). Nephrolepis biserrata memiliki vegetasi pohon yang lebih rapat, dan sedangkan wilayah selatan terdapat banyak Nephrolepishirsutula merupakan jenis tumbuhan paku yang ditemukan pada kegiatan gedung inventarisasi jarang.Oleh sebab itu, wilayah bagian utara tersebut, dan juga termasuk makroepifit yang terdapat di Kampus UI Depok. dan vegetasi pepohonan yang cenderung lebih tertutup vegetasi dan wilayah selatan lebih terbuka. Hal tersebut menjadi salah 298 Laela Maulia & Nisyawati: Studi Komunitas Makroepifit di Kampus Universitas Indonesia Depok, Jawa Barat satu alasan yang memungkinkan dilakukan studi komunitas makroepifit di wilayah utara dan selatan Kampus UI Depok. 4. Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan di 60 titik yang tersebar di wilayah Kampus UI Depok. Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, Pengambilan data dilakukan dengan cara maka perlu dilakukan penelitian mengenai studi membagi pohon menjadi 3 bagian menurut komunitas makroepifit di Kampus UI Depok. Partomiharjo et al. (2004), yaitu bagian kanopi Penelitian bertujuan untuk mengetahui komposisi yang merupakan tajuk pohon yang berdaun, jenis makroepifit, kelimpahan makroepifit pada bagian batang yang merupakan bagian batang wilayah utara dan wilayah selatan di Kampus UI utama dan tak berdaun, dan bagian basal yang Depok, merupakan bagian di sekitar akar pohon. Hal serta perbandingan kelimpahan makroepifit pada berbagai strata pohon (basal, tersebut batang, dan kanopi). perbandingan distribusi dan kelimpahan epifit METODOLOGI PENELITIAN pada setiap zona. 1. Lokasi Penelitian Penelitian bertujuan untuk mengetahui Penentuan komposisi jenis, frekuensi, dilakukan di Kampus UI kerapatan, dan penutupan tajuk makroepifit Depok. Wilayah pengambilan data terbagi dilakukan dengan menjadi dua yaitu wilayah selatan dan wilayah tumbuhan inang dan jumlah makroepifit per utara. jenis dari setiap pohon pada strata pohon (basal, 2. Pengamatan Pendahuluan batang, dan kanopi). Selain itu, jumlah individu Pengamatan pendahuluan dilakukan untuk mengetahui keberadaan dan mengambil data jenis makroepifit juga dicatat. Khusus makroepifit jenis-jenis yang merambat, satu rambatan makroepifit makroepifit yang berada di kawasan Kampus UI dihitung sebagai satu individu. Luasan batang Depok. Pengamatan makroepifit menggunakan pohon yang ternaungi makroepifit dihitung pohon sebagai unit sampel, dilakukan dengan dengan mengalikan panjang dan lebar penutupan cara modifikasi dari metode Floren et al. (2001) makroepifit pada batang pohon. dengan pohon sebagai habitat epifit. Selain itu, Data lain yang digunakan sebagai data makroepifit yang diperoleh saat pengamatan tambahan adalah keliling batang pohon setinggi pendahuluan dada diukur untuk menentukan diameter batang diidentifikasi di Herbarium Bogoriense. pohon. Tinggi pohon dihitung menggunakan 3. Penentuan Unit Sampel kilometer yang mencakup data sudut puncak dan Penentuan unit sampel dilakukan jarak pohon dari titik pengamatan. Selain itu, berdasarkan keberadaan makroepifit pada pohon. faktor abiotik yang diukur adalah intensitas Dari 120 pohon yang terdata dalam pengamatan cahaya, kelembapan, dan suhu. pendahuluan, ditentukan 20 pohon secara acak Sampel makroepifit yang tidak diketahui pada wilayah utara dan selatan kampus UI jenisnya diambil untuk diidentifikasi. Identifikasi Depok. sampel menggunakan buku Flora of Malaya 299 Jurnal Pro-Life Volume 4 Nomor 1, Maret 2017 Volume II ferns of Malaya oleh Holttum (1996). kedua faktor tersebut positif atau negatif (Waite, Sampel yang tidak teridentifikasi dibawa ke 2000). Herbarium Bogoriense untuk diidentifikasi. Perhitungan korelasi Spearman : 5. Pengolahan dan Analisis Data rs = Penghitungan data yang diperoleh meliputi kerapatan, frekuensi, penutupan tajuk, INP, Uji Spearman, Uji Sorensen, dan Uji-t (Shukla dan Chandel, 1996). di = selisih ranking dari kedua faktor n = jumlah sampel Indeks Sorensen Indeks Kerapatan relatif diperoleh dengan rumus Kerapatan = Keterangan : f. a. Kerapatan relatif ∑ ∑ ∑ Sorensen mengetahui kesamaan digunakan jenis antar untuk lokasi berdasarkan jumlah keberadaan jenis yang terdapat di setiap lokasi. Kerapatan relatif = Perhitungan Indeks Sorensen : IS = ∑ Keterangan : b. Frekuensi relatif Frekuensi relatif diperoleh dengan rumus A = jumlah jenis di lokasi A B = jumlah jenis di lokasi B ∑ Frekuensi = ∑ C = jumlah jenis yang terdapat di lokasi A dan B g. Uji-t Frekuensi relatif = Uji-t digunakan untuk mengetahui apakah dua data penelitian berbeda nyata atau tidak (Zar ∑ 1974). Uji-t yang digunakan dalam penelitian c. Tutupan tajuk relatif Tutupan tajun relatif diperoleh dengan rumus ∑ menggunakan software student t-test pada program Microsoft Excel. Tutupan tajuk = ∑ HASIL DAN PEMBAHASAN Tutupan tajuk relatif = 1. Komposisi Jenis Berdasarkan data yang diperoleh pada ∑ d. Nilai penting Nilai penting diperoleh dengan rumus Nilai penting = kerapatan relatif + frekuensi relatif + dominansi relatif e. Korelasi Spearman Korelasi Spearman digunakan untuk menguji ada atau tidak ada hubungan antara 2 faktor yang diuji serta mengetahui sifat hubngan antara bulan September 2007, tercatat bahwa makroepifit yang terdapat di Kampus UI Depok terdiri atas 12 jenis yang termasuk ke dalam 4 famili. Jenis-jenis makroepifit yang ditemukan di Kampus UI Depok yaitu: Davallia denticulata, dan Davallia repens yang termasuk ke dalam famili Davalliaceae, Drymoglossum piloselloides, Drynaria sparsisora, Colosys sp., 300 Laela Maulia & Nisyawati: Studi Komunitas Makroepifit di Kampus Universitas Indonesia Depok, Jawa Barat Phymatosorus scolopendria, Pyrrosia sekitar 0,3 – 0.5 cm. Daun berupa daun tunggal lanceolata, Pyrrosia longifolia, dan Selliguea berbentuk enervis menyirip, ujung daun tumpul. Ciri-ciri tersebut yang termasuk Polypodiaceae, ke Nephrolepis dalam famili hirsutula dan Nephrolepidaceae, daun Drymoglossum piloselloides dapat dikenali Dendrobium dengan ciri-ciri antara lain memiliki rizoma yang crumenatum yang termasuk ke dalam famili panjang, merambat, bersisik, diameter rizoma Orchidaceae. sebesar Davallia dan pertulangan sesuai dengan pernyataan Sastrapradja (1979). Nephrolepis biserrata yang termasuk ke dalam famili lanceolatus, denticulata dapat dikenali 0,1 cm. Tangkai daun bersisik, panjangnya 1 – 3 mm. Daun berbentuk elips dengan ciri-ciri antara lain memiliki rizoma ataupun panjang, menjalar, ditutupi oleh rambut yang membulat, daun fertil lebih kecil dari daun steril, berwarna cokelat muda, dan tidak terdapat sisik dan terdapat sorus di sepanjang tepi daun. Ciri- pada rizoma. Tangkai daun (stipe) halus dan ciri tersebut sesuai dengan pernyataan Holttum berwarna (1966). coklat tua. Daun paku (frond) bulat, tebal berdaging, ujung daun Drymoglossum piloselloides berbentuk triangular, tapi anak daun (pinnae) dimanfaatkan sebagai obat batuk dan sembelit bergerigi. Susunan daun D. denticulata menyirip (Sastrapradja et al., 1979). ganda dua (bipinnatus) yaitu anak daun duduk Drynaria sparsisora dapat dikenali dengan pada cabang tingkat satu dari tangkai daun ciri-ciri antara lain memiliki rizoma yang utama. dengan pendek, menjalar, ditutupi oleh rambut berwarna pernyataan Nooteboom (1998). D. denticulata cokelat tua. Memiliki daun penyangga pada banyak dimanfaatkan sebagai tanaman hias rizoma. Tangkai daun pada daun penyangga (Sastrapradja, 1979). tidak Ciri-ciri tersebut sesuai terlihat. Bentuk torehan tepi daun Davalia repens dapat dikenali dengan ciri- penyangga adalah bercabang menyirip yaitu tepi ciri antara lain memiliki rizoma yang panjang, daun bercangap dengan susunan tulang daun menjalar, dan ditutupi oleh sisik berwarna menyirip. Daun Drynaria sparsisora berupa cokelat gelap. Daun paku berbentuk triangular, daun tunggal. Bentuk torehan tepi daun adalah tepi anak daun bergerigi. Susunan daun D. berbagi menyirip yaitu tepi daun berbagi dengan repens adalah daun majemuk menyirip ganda susunan tulang daun menyirip. Ciri-ciri tersebut dua. Tangkai daun berwarna kuning kecokelatan. sesuai dengan pernyataan Sastrapradja et al., Pernyataan tersebut sesuai dengan pernyataan (1979). Nooteboom (1998). sebagai obat mata dan obat penangkal gigitan Colysis sp. dapat dikenali dengan ciri-ciri Drynaria sparsisora dimanfaatkan ular (Hovenkamp, 1998). antara lain memiliki rizoma yang pendek, Phymatosorus scolopendria dapat dikenali menjalar, rizoma ditutupi oleh rambut yang dengan ciri-ciri antara lain memiliki rizoma yang berwarna cokelat tua, tidak terdapat sisik pada panjang, menjalar, berwarna putih pucat, terdapat rizoma. Tangkai daun sangat pendek yaitu sisik di sepanjang rizoma, dan rizoma tidak 301 Jurnal Pro-Life Volume 4 Nomor 1, Maret 2017 berambut. Tangkai daun berwarna hijau Sorus tidak terletak di dekat tepi helaian daun, kecokelatan, panjangnya mencapai 25 cm. Daun biasanya ½ -- ¾ bagian helaian dari ibu tulang berupa daun tunggal, ujung daun runcing daun. Ciri-ciri tersebut sesuai dengan pernyataan ataupun meruncing, bentuk torehan tepi daun Sastrapradja et al. (1979). adalah berbagi menyirip yaitu tepi daun berbagi Nephrolepis hirsutula daoat dikenali dengan susunan tulang daun yang menyirip. Ciri- dengan ciri-ciri antara lain batang pendek dan ciri tersebut sesuai dengan pernyataan Holttum ditutupi (1966). mendukung satu kelompok frond. Tangkai daun rambut berwarna cokelat muda, Pyrossia longifolia dapat dikenali dengan yang muda terdapat rambut berwarna putih ciri-ciri antara lain memiliki rizoma yang pucat. Daun pada Nephrolepis hirsutula adalah panjang, merambat, tebalnya 2 – 3 mm dan daun majemuk menyirip. Tepi anak daun terdapat sisik berwarna cokelat tua. Panjang bergerigi, tangkai daun sekitar 2 – 3 cm, bagian pangkal berukuran lebih besar dibanding daun fertil. stipe bersisik. Bentuk daun lanset, tepi daun rata, Sorus terletak di dekat tepi helaian daun. Ciri-ciri ujung daun runcing, dan daun tebal berdaging. tersebut sesuai dengan pernyatan Sastrapradja Daun steril lebih lebar dari daun fertil. Sorus (1979). terdapat di sepanjang tepi daun. Ciri-ciri tersebut dimanfaatkan sebagai sayuran (Sastrapradja, sesuai dengan pernyataan Holttum (1966). 1979). Pyrrosia lanceolata dapat ujung meruncing. Nephrolepis Daun hirsutula steril dapat dikenali Selliguea enervis dapat dikenali dengan berdasarkan ciri-ciri antara lain memiliki rizoma ciri-ciri antara lain memiliki rizoma yang yang panjang, merambat, ditutupi sisik berwarna panjang, menjalar, dan berwarna putih pucat. cokelat tua, diameter rizoma hanya sebesar 0,1 Terdapat sisik yang berwarna cokelat tua di cm. Panjang tangkai daun sekitar 1-2 cm, bagian sepanjang rizoma. Daun berbentuk elips ataupun pangkal stipe bersisik. Daun berbentuk lanset, lanset, tepi daun rata, ujung dan rumcing atau tepi daun rata, ujung daun runcing, daun tebal meruncing, tulang daun menyirip. Ciri-ciri berdaging. Ciri-ciri tersebut sesuai dengan tersebut pernyatan Holttum (1966). Pyrrosia lanceolata enervismenurut Gilbert (1896). hidup pada daerah naungan yang banyak ditumbuhi lumut (Iwatsuki 2002). Nephrolepis dengan deskripsi Selliguea Dendrobium crumenatum adalah satusatunya makroepifit yang bukan dari kelompok dikenali paku-pakuan yang ditemukan di wilayah selatan dengan ciri-ciri antara lain batang pendek, Kampus UI Depok. Dendrobium crumenatum mendukung sekelompok frond, ditutupi rambut lebih kenal dengan anggrek merpati, merupakan berwarna salah satu jenis anggrek alam yang mudah dalam cokelat. biserrata sesuai Daun dapat pada Nephrolepis biserrata adalah daun majemuk menyirip. Tepi pemeliharaan. Dendrobium crumenatum anak daun bergerigi, ujung meruncing. Daun memiliki ciri berupa kelopak bunga berwarna steril berukuran lebih besar dari daun fertil. putih dan bagian labellum berwarna kuning 302 Laela Maulia & Nisyawati: Studi Komunitas Makroepifit di Kampus Universitas Indonesia Depok, Jawa Barat muda, serta memiliki aroma yang khas. hari. Selain itu, Dendrobium crumenatum Dendrobium crumenatum memiliki adaptasi mampu menghasilkan anakan yang banyak, yang sangat luas dan dapat hidup di dataran tingkat pertumbuhan akar dan tunas cepat, serta rendah hingga dataran tinggi. Saat musim tahan terhadap berbunga tiba, seluruh kuntum bunga akan mekar cahaya yang kuat (Hadi, 2007). berbagai rentang intensitas serantak, namun lama mekar tidak lebih dari satu Colysis sp. Davalia denticulata Davalia repens Drymoglossum pilosellioides Drynaria sparsisora Nephrolepis biserrata Nephrolepis hirsutula Phymatosorus scolopendria Pyrrosia lanceolata Pyrrosia longifolia Selliguea enervis Dendrobium crumenatum Gambar 1. Jenis-jenis makroepifit yang ditemukan dikampus Universitas Indonesia Depok 303 Jurnal Pro-Life Volume 4 Nomor 1, Maret 2017 Jenis-jenis makroepifit yang ditemukan di utara dan wilayah selatan berbeda nyata. wilayah utara kampus UI Depok hampir sama Menurut Silley dan Bailey (2003), kondisi iklim dengan yang ditemukan di wilayah selatan. mikro dapat mempengaruhi frekuensi epifit. Perhitungan kesamaan jenis makroepifit antara Selain itu, suhu dan intensitas cahaya yang tinggi wilayah utara dan selatan menunjukkan bahwa serta kedua wilayah memiliki kesamaan jenis. Hal meningkatkan frekuensi makroepifit di suatu tersebut diduga dapat terjadi karena vegetasi wilayah. Kondisi iklim mikro di wilayah selatan pohon yang ditumbuhi makroepifit di wilayah lebih utara dan selatan hampir sama yaitu sebagian dibandingkan wilayah utara. Oleh sebab itu, besar makroepifit terdapat di pohon Acacia makroepifit yang tumbuh di basal pohon lebih mangium dan Delonix regia. banyak dijumpai di wilayah selatan dibanding Makroepifit dapat ditemukan pada tiga bagian pohon yaitu basal, batang, dan kanopi. Jenis makroepifit di wilayah utara yang kelembapan sesuai yang untuk rendah ditumbuhi dapat makroepifit wilayah utara. Makroepifit yang memiliki frekuensi terbesar adalah Drymoglossum piloselloides. ditemukan di bagian basal pohon yaitu Davallia Menurut denticulata, Davallia repens, dan Drymoglossum Drymoglossum piloselloides. Sementara itu, di bagian selatan dengan baik di dataran rendah maupun dataran terdapat 6 jenis yaitu Davallia denticulata, tinggi. Selain itu, Drymoglossum piloselloides Davallia repens, Drymoglossum piloselloides, merupakan tumbuhan epifit vaskular pertama Drynaria sparsisora, Pyrrosia lanceolata, dan yang mampu berkoloni di pohon dengan kondisi Pyrrosia longifolia. Perbedaan jumlah jenis yang ekstrem sebagaimana alga dan lumut (Wee, makroepifit yang tumbuh di bagian basal antara 1978). wilayah Drymoglossum utara dan selatan diduga karena Satrapradja Hal et piloselloides tersebut al. (1979), dapat tumbuh menunjukkan piloselloides bahwa memiliki perbedaan kondisi bagian basal pohon di kedua kemampuan adaptasi yang tinggi untuk tumbuh wilayah. Suhu rata-rata di wilayah utara Kampus pada berbagai kondisi habitat dibanding jenis UI Depok cenderung lebih rendah (30,53 ºC) makroepifit yang lain. Oleh sebab itu, radius sedangakan wilayah selatan berkisar di 32,86 ºC. tumbuh Drymoglossum piloselloides juga lebih Kelembapan rata-rata di wilayah utara luas, sehingga bisa memiliki frekuensi yang lebih sebesar 82,26%, cenderung lebih tinggi dibanding wilayah selatan yang hanya 68,53%. tinggi. Davallia repens hanya dijumpai di Begitu pula dengan intensitas cahaya bagian wilayah utara Kampus UI Depok. Hal tersebut basal wilayah utara (246 x 10 lux) lebih rendah diduga karena Davallia repens lebih menyukai dibandingkan wilayah selatan (548,2 x 10 lux). habitat yang memiliki tingkat kelembapan yang Selain itu, hasil uji-t terhadap suhu, kelembapan, tinggi. Menurut Nooteboom (1998), sebagian dan intensitas cahaya bagian basal di wilayah Davallia repens hidup bersama-sama dengan utara dan wilayah selatan menunjukkan wilayah lumut pada batu-batuan. Oleh karena lumut 304 Laela Maulia & Nisyawati: Studi Komunitas Makroepifit di Kampus Universitas Indonesia Depok, Jawa Barat banyak terdapat pada habitat yang lembab dan nilai penting jenis-jenis makroepifit di wilayah wilayah utara kampus UI Depok memiliki utara memperlihatkan bahwa Drymoglossum tingkat kelembapan yang lebih tinggi dibanding piloselloides memiliki nilai kepadatan relatif dan wilayah selatan, maka diduga hal tersebut yang penutupan tajun relatif yang paling besar menyebabkan Davallia repenshanya dijumpai di sehingga nilai pentingnya menjadi paling besar wilayah utara. yaitu 180,05%. Nilai penting makroepifit lain Phymatosorus scolopendria hanya berturut-turut yaitu Davallia denticulata lanceolata (30,13%), ditemukan di wilayah selatan Kampus UI Depok. (36,08%), Pyrrosia Hal Phymatosorus Drynaria sparsisora scolopendria memiliki daun yang lebar sehingga biserrata (16,57%), membutuhkan habitat yang memiliki intensitas Pyrrosia longifolia (7,18%), dan Selliguea cahaya yang tinggi untuk fotosintesis. Wilayah enervis (7,1%). Selisih nilai penting antara D. selatan Kampus UI Depok memiliki tingkat piloselloides dengan makroepifit lain sangat intensitas cahaya yang lebih tinggi dibanding besar yaitu 143,97% - 172,95%. Berdasarkan wilayah utara. Selain itu, wilayah utara juga data tersebut, diduga bahwa D. piloselloides memiliki vegetasi pohon yang rapat sehingga memiliki kelimpahan terbesar dalam komunitas cahaya matahari banyak terhalang oleh kanopi makroepifit di wilayah utara Kampus UI Depok. pohon. Hal tersebut terlihat dari frekuensi relatif tersebut diduga Oleh karena sebab itu, Phymatosorus Colysis (16,27%), (47,95%), 2. Kelimpahan Jenis penutupan tajuk relatif (66%) D. piloselloides merupakan yang relatif sp. Nephrolepis scolopendria hanya dijumpai di wilayah selatan. Hasil penghitungan nilai frekuensi relatif, kerapatan (22,4%), paling (66,3%), tinggi dan dibanding kepadatan relatif, penutupan tajuk relatif, dan Persentase (%) Perbandingan Frekuensi Relatif (FR), Kerapatan Relatif (KR), dan Penutupan Tajuk Relatif (CR) Jenis Makroepifit di Wilayah Utara 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 33 28 39 20 13 12 3 0 5 230 29 24 15 23 18 7 413 202 201 FR KR CR Jenis Makroepifit Gambar 2. Histogram perbandingan Frekuensi Relatif (FR), Kerapatan Relatif (KR), dan Penutupan Tajuk Relatif (CR) Jenis Makroepifit di Wilayah Utara 305 Jurnal Pro-Life Volume 4 Nomor 1, Maret 2017 makroepifit lain. Menurut Wee (1978), D. sparsisora (37,12%), piloselloides merupakan jenis epifit yang banyak (16,72%), Colysis sp. (14,73%), Nephrolepis tumbuh di sepanjang permukaan batang pohon. biserrata D. piloselloides mampu tumbuh menyebar lebih (4,12%), Dendrobium crumenatum (3,17%), luas dan menutupi lebih banyak daerah pada Phymatosorus batang pohon, bahkan bisa menutupi hingga ke Selliguea enervis (3,17%). Berdasarkan nilai ranting dan daun. Hal tersebut menyebabkan penting pada wilayah selatan, terdapat dua jenis nilai kepadatan relatif dan penutupan tajuk relatif makroepifit yang memiliki kelimpahan besar D. piloselloides besar, sehingga D. piloselloides yaitu D. piloselloides dan Pyrrosia lanceolata. mempunyai indeks nilai penting yang besar. Kelimpahan Pyrrosia lanceolata yang ditemukan (7,1%), Pyrrosia Nephrolepis scolopendria longifolia hirsutula (3,4%), dan Hasil penghitungan nilai frekuensi relatif, di daerah selatan (INP = 70,06%) lebih besar kepadatan relatif, penutupan tajuk relatif, dan dibandingkan wilayah utara (30,13%). Hal nilai penting jenis-jenis makroepifit di wilayah tersebut diduga karena pada wilayah utara D. selatan memperlihatkan bahwa pada wilayah piloselloides selatan terdapat terdapat dua jenis makroepifit pertumbuhannya dengan nilai penting yang besar yaitu D. makroepifit piloselloides (92,02%) dan Pyrrosia lanceolata organisme yang tingkat pertumbuhannya tinggi (70,06%). Nilai penting makroepifit lainnya dapat menghambat pertumbuhan organisme lain yaitu Davallia denticulata (45,38%), Drynaria karena dapat menghalangi organisme lain dalam merupakan paling lain. makroepifit cepat Menurut yang dibandingkan Morin (1974), Persentase (%) Perbandingan Frekuensi Relatif (FR), Kerapatan Relatif (KR), dan Penutupan Tajuk Relatif (CR) Jenis Makroepifit di Wilayah Selatan 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 39 33 29 28 20 23 18 15 13 12 3 24 5 0 230 7 10 4 13 202 201 5 2 201 FR KR CR Jenis Makroepifit Gambar 3. Histogram perbandingan Frekuensi Relatif (FR), Kerapatan Relatif (KR), dan Penutupan Tajuk Relatif (CR) Jenis Makroepifit di Wilayah Selatan 306 Laela Maulia & Nisyawati: Studi Komunitas Makroepifit di Kampus Universitas Indonesia Depok, Jawa Barat mendapatkan sumber daya. Oleh sebab itu, pada atas pohon sebagai epifit. Oleh karena itu, N. wilayah utara kelimpahan Pyrrosia lanceolata biserrata dan N. hirsutula dapat hidup di atas tidak sebesar di wilayah selatan pohon walaupun jumlahnya tidak sebanyak yang Davallia denticulata, Drynaria sparsisora, dan Pyrrosia lanceolata juga memiliki nilai tumbuh di permukaan tanah. Kelimpahan Selliguea enervis sangat penting yang cukup besar di wilayah utara dan rendah baik di wilayah utara maupun wilayah selatan Kampus UI Depok. Diduga hal tersebut selatan. Hal tersebut diduga karena Selliguea disebabkan karena ketiga jenis makroepifit enervis kalah bersaing dengan jenis makroepifit tersebut lebih mampu beradaptasi dibandingkan lain dalam satu habitat pohon. Berdasarkan jenis makroepifit lainnya. Menurut Holttum pengamatan, Selliguea enervis yang ditemukan (1966), Drynaria sparsisora memiliki dua di wilayah utara dan wilayah selatan selalu macam daun, salah satunya berfuungsi sebagai tumbuh bersama-sama dengan jenis epifit lain. pelindung akar dan pengumpul mineral dan Selain itu, menurut Morin (1974), kompetisi materi organik di sekitarnya. Pyrrosia lanceolata antar organisme untuk mendapatkan sumber memiliki daun yang berdaging, berfungsi untuk daya yang sama dapat menurunkan kelimpahan menyimpan air sehingga dapat tahan terhadap organisme yang kalah bersaing. Hal tersebut kekeringan. dikarenakan Davallia denticulata memiliki rizoma yang berdaging, memiliki rambut, dan sumber daya lebih banyak digunakan oleh organisme yang lebih adaptif. bersisik sehingga mampu menyimpan air dan Nilai frekuensi relatif, kepadatan relatif, tahan terhadap kekeringan. Ciri-ciri tersebut dan penutupan tajuk makroepifit yang tumbuh di yang bagian batang paling besar dibanding basal dan diduga membuat ketiga makroepifit tersebut lebih adaptif dibanding makroepifit kanopi. lainnya. makroepifit yang terdapat di Kampus UI Depok Nephrolepis biserrata tersebut menunjukkan bahwa nilai sebagian besar tumbuh di batang pohon. Nilai penting 16,57% di wilayah utara dan 7,1% di penting makroepifit yang hidup di bagian batang wilayah selatan. Sementara itu, Nephrolepis yaitu sebesar 204,07% - 262,15%, sedangkan di hirsutula memiliki nilai penting 4,12% di bagian basal hanya berkisar 37,01% - 79,93%. wilayah selatan. N. biserrata dan N. hirsutula Bagian kanopi memiliki nilai penting sebesar 0% memiliki nilai penting yang kecil dibanding - 19,72%. Berdasarkan data tersebut, diketahui makroepifit lain. Menurut Partomiharjo et al. bahwa batang pohon merupakan bagian yang (2004), N. biserrata dan N. Hirsutula pada berperan besar sebagai habitat makroepifit. dasarnya adalah jenis paku-pakuan yang tumbuh Batang pohon merupakan bagian pohon yang di permukaan tanah. Oleh karena pada batang sebagian pohon terdapat akumulasi humus, maka hal makroepifit yang tumbuh di bagian itu akan tersebut mendapatkan cahaya matahari secara maksimal. memberikan memiliki Hal peluang kepada N. besar tidak berdaun sehingga biserrata dan N. hirsutula untuk dapat hidup di 307 Jurnal Pro-Life Volume 4 Nomor 1, Maret 2017 Selain itu, menurut Wee (1978), tekstur makroepifit dengan ketiga faktor tersebut. Hal kulit pohon yang kasar lebih banyak dijumpai tersebut tidak sesuai dengan pernyataan bahwa pada tersebut intensitas cahaya berpengaruh terhadap jenis menyebabkan bagian batang memiliki lebih epifit yang dapat hidup di suatu habitat (Barbour banyak materi-materi organik yang tersimpan et al., 1999), dan pada kondisi lingkungan pada retakan kulit pohon serta lebih mudah lembap ditempeli oleh akar makroepifit. kelompok bagian Bagian batang pohon. basal memiliki Hal nilai penting terdapat lebih vaskular banyak epifit dari atau makroepifit (Daubemmire, 1959). Ketidaksesuaian tersebut sebesar 37,01% - 79,93%, lebih rendah dari kemungkinan disebabkan bagian batang. Hal tersebut disebabkan karena waktu bagian basal memiliki paparan intensitas cahaya kelembapan, dan intensitas cahaya yang diukur yang paling rendah dibanding bagian lainnya. bersifat insidental, dengan kata lain hanya Menurut Steege dan Cornelissen (1989), epifit diambil saat penelitian saja. Menurut Stiling memiliki kebutuhan yang besar terhadap cahaya (1999), faktor abiotik yang mempengaruhi matahari. distribusi dan produktivitas organisme adalah penelitian oleh sehingga keterbatasan faktor suhu, Bagian kanopi memiliki nilai penting suhu dan kelembapan yang dipengaruhi oleh paling rendah dibanding dua bagian lain. Hal kondisi iklim dalam jangka waktu tertentu. tersebut Selain itu, faktor abiotik seperti intensitas cahaya kemungkinan disebabkan karena diameter dahan atau batang pohon di bagian yang kanopi tidak sebesar di bagian lain. Batang yang organisme terjadi sepanjang hidup organisme, lebih besar memiliki lebih banyak ruang yang mulai dari fase perkecambahan hingga menjadi tersedia untuk ditumbuhi epifit. Selain itu, dahan dewasa. pohon di bagian kanopi juga masih muda dan KESIMPULAN relatif halus. lanjut, suatu Makroepifit yang terdapat di Kampus UI Cornelissen (1989) menyatakan bagian kanopi Depok terdiri atas 12 jenis dan tergolong menjadi memiliki intensitas cahaya matahari tinggi, 4 famili. Jenis makroepifit yang memiliki temperatur tinggi, dan kelembapan yang rendah. kelimpahan tertinggi di wilayah utara adalah Kondisi tersebut menyebabkan bagian kanopi Drymoglossum piloselloides. Sementara itu, pohon makroepifit yang memiliki kelimpahan tertinggi sesuai Steege kelimpahan dan tidak Lebih mempengaruhi untuk tumbuhnya makroepifit. di wilayah selatan 3. Faktor Abiotik piloselloidesdan adalah Drymoglossum Pyrrosia lanceolata. Perhitungan korelasi Spearman antara Kelimpahan makroepifit di wilayah selatan lebih kerapatan makropeifit dengan faktor abiotik besar dibanding wilayah utara karena suhu, seperti suhu, kelembapan, dan intensitas cahaya kelembapan, dan intensitas cahaya di wilayah di wilayah utara dan selatan menunjukkan bahwa selatan tidak makroepifit. terdapat hubungan antara kerapatan lebih sesuai untuk pertumbuhan 308 Laela Maulia & Nisyawati: Studi Komunitas Makroepifit di Kampus Universitas Indonesia Depok, Jawa Barat DAFTAR PUSTAKA Ahmad, HJ. 2003. Inventarisasi Kekayaan Tumbuhan Paku (Pterydophyta) di Kampus UI Depok. Laporan Kerja Praktik. Departemen Biologi FMIPA UI, Depok. ii + 38 hlm. Arief, A. 1994. Hutan : Hakikat dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Yayasan Obro Indonesia, Jakarta. xiii + 153 hlm. Barbour, MG., JH. Burk., WD. Pitts., FS. Gillian dan MW. Schwartz. 1999. Terrestrial Plant Ecology. 3rd ed. Benjamin Cummings Inc. Sand Hill Road: xi + 649 hlm. Daubemmire, RF. 1959. Plants and Environment, A Text Book of Plant Ecology. John Wiley dan Sons, Washington: xi + 422 hlm. Floren, A., A. Freking., M. Biel dan KE. Kinsenmori. 2001. Antrhopogenic disturbance changes the structure of arboreal tropical ant communities. Ecography. 24: 547 – 554. Gilbert, BD. 1896. A new gymnogramme from Venezuela, with remarks on some of the Venezuelan ferns. JSTOR. 23(11): 448 – 454. Hadi, S. 2007. Mari Memulai dengan Anggrek Merpati. http://www.anggrekdendrobium.mht. 1 hlm. Diakses pada 15 November 2007, pukul 17.06 WIB Holttum, RE. 1966. Flora of Malaya Volume II: Ferns of Malaya. 2nd Ed. Government Printing Office, Singapore. v + 653 hlm. Hovenkamp, PH. 1998. Polypodiaceae. Dalam Weesendorp, J.J.A.M dan J.H. van Os. 1998. Flora MalesianaSeries II. Netherlands. 234 hlm. Iwatsuki, K. 2002. An Enumeration of the Pterydophyte of Nepal. http://www.pterydophyte.pyrrosia.lanc.html. 2 hlm. Diakses pada 17 November 2007 pukul 10.15 WIB Morin, PJ. 1999. Community Ecology. Blackwell Science, Inc., United States of America, vii + 423 hlm. Nooteboom, HP. 1998. Davalliaceae. Dalam Weedensdorp, J.J.A.M dan J.H. van Os. 1998. Flora MalesianaSeries II. Netherlands. 234 hlm. Partomihardjo, T., S. Eizi dan Y. Junichi. 2004. Development and distributionof vascular epiphytes communities on the Krakatau Island, Indonesia. Vegegatio. 25(1): 7 – 26. Rahayu, S., S. Andalusia, D. Latifah dan DO. Pribadi. 2006. Seri Koleksi Tumbuhan Merambat Kebun Raya Bogor. LIPI, Bogor. ix + 90 hlm. Richards, PW. 1996. The Tropical Rain Forest. 2nd Ed. Cambridge University Press, Britain. xxii + 575 hlm. Shukla, SC dan MG. Bailey. 2003. Effects of tree crown structure on biomass of the epiphytic fern Polypodium scouleri (Polypodiaceae) in Redwood Forest. American Journal of Botany, 90(2): 255 – 261. Steege, FE dan JHC Cornelissen. 1989. Distribution and ecology of vascular epiphyte in Lowland Rain Forest of Guyana. Biotropica. 21(4): 331 – 339. Stiling, P. 1999. Ecology: Theories and Applications. 3rd Ed. Prentice Hall. United States of America. xvii + 638 hlm. Taqyuddin., J. Sirait., I. Nirawardi., L. Hakim., A. Ramelan dan Firdausy. 1997. Atlas Kampus Universitas Indonesia. Fakultas MIPA UI, Depok. v + 40 hlm. Waite, S. 2000. Statistical Ecology in Practice: A Guide to Analyzing Environmental and Ecological Field Data. Prentice Hall, London. xii + 414 hlm. Wee, YC. 1978. Vascular epiphytes of Singapores wayside trees. The Garden’s Bulletin Singapore. 31(2): 114 – 256. Zimmerman, JK dan IC. Olmsted. 1992. Host tree utilization by vascular epiphytes in a seasonally inundated forest (tintal) in mexico. Biotropica. 24(3): 402 – 407. Zar, JH. 1974. Biostatistical Analysis. Prentice Hall, Inc., London. xi + 620 hlm. 309