POLA PERCABANGAN RANTING BAMBU APUS

advertisement
STUDI KOMUNITAS MAKROEPIFIT DI KAMPUS UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK, JAWA BARAT
Laela Maulia, Nisyawati*
[email protected]
*Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia
Abstract
A research about macroepifit community was conducted in September 2007 at Universitas Indonesia.
The aim of this research is to obtain data of macroepifit’s biodiversity and abundance in northen and southern
region of Universitas Indonesia. In addition, the comparison of macroepifit abundance in various tree stage is
also obtained. The information that were collected including frequency, density, and macroepifit coverage from
each tree in various tree stage.Analysis were done by considering total species, relative frequency, relative
density, relative coverage, important value index, Sorensen index, T-test, and correlation between abiotic factor
and macroepifit density using Spearman correlation. The result shows that macroepifit in Universitas Indonesia
consist of 4 family and 12 species. Drymoglossum piloselloides have the highest abundance in northern region of
Universitas Indonesia. D. piloselloides and Pyrrosia lanceolata have the highest abundance in southern region
of Universitas Indonesia. The abundance in southern region is higher than northen region because of
temperature, humidity, and light intensity in southern region that more suitable for macroepifit growth and
development.
Keywords :important value index, abundance, community, macroepifit
PENDAHULUAN
alga (Richards, 1996). Makroepifit memiliki
Kampus Universitas Indonesia Depok
keanekaragaman jenis yang lebih banyak di
memiliki luas wilayah sebesar 312 Ha. Dari
banding mikroepifit. Menurut Barbour et al.
jumlah tersebut, seluas 219 Ha diperuntukkan
(1999), sebagian besar epifit termasuk ke dalam
bagi pembangunan hutan kota (Taqyuddin et al.,
kelompok makroepifit. Hal tersebut terlihat dari
1997). Potensi lahan hijau yang luas menjadikan
jumlah epifit di dunia yaitu sebesar 23.000
Kampus UI Depok menjadi habitat bagi berbagai
spesies, terdiri atas 879 genus dan 84 famili
jenis tumbuhan. Menurut Taqyuddin et al.
diantaranya berasal dari kelompok makroepifit.
(1997), terdapat 42 jenis pohon yang tumbuh
Makroepifit memiliki peran ekologi dan
subur di Kampus UI Depok. Pohon merupakan
ekonomi. Secara ekologi, epifit merupakan
habitat bagi tumbuhan epifit (Stilling, 1999),
komponen besar yang menyusun biodiversitas di
sehingga sebagian pohon-pohon di Kampus UI
hutan-hutan tropis.Terdapat sekitar 10% dari
Depok juga berpotensi untuk ditumbuhi oleh
keseluruhan tumbuhan vascular dikategorikan
epifit.
sebagai epifit (Zimmerman dan Olmsted, 1992).
Epifit adalah tumbuhan yang menempel
Peranan lain makroepifit adalah sebagai habitat
dan tumbuh pada tumbuhan lain sebagai
bagi hewan-hewan tertentu seperti semut-semut
habitatnya untuk mendapatkan sinar matahari,
pohon (Arief, 1994). Selain itu, keberadaan
air, dan nutrisi (Arief, 1994). Tumbuhan epifit
makroepifit dapat memberikan petunjuk bahwa
terdiri dari makroepfit seperti paku-pakuan dan
atmosfir lingkungan dalam kondisi lembab
anggrek, atau pun mikroepifit seperti lumut dan
secara permanen, sebab secara umum epifit
297
Jurnal Pro-Life Volume 4 Nomor 1, Maret 2017
tumbuh baik pada kondisi atmosfir yang lembab.
Selain itu, pembangunan fisik Kampus UI
Makroepifit yang hanya hidup pada jenis pohon
Depok
tertentu dapat dijadikan sebagai salah satu
maupun penebangan pohon yang dimulai sejak
pengenal
paku
tahun 1984 (Taqyuddin et al., 1997), telah
Stenochlaena areolaris hanya tumbuh pada
mengakibatkan perubahan tata guna lahan dan
pohon Pandanus utilissinus (Richards, 1996).
lingkungan.
jenis
pohon.
Misalnya,
baik
berupa
Hal
pembangunan
tersebut
gedung
diperkirakan
Secara ekonomi, beberapa jenis epifit
merupakan faktor yang dapat mempengaruhi
dapat memberikan manfaat besar bagi manusia.
kelimpahan makroepifit karena habitat yang
Makroepifit seperti paku-pakuan mempunyai
ditempati makroepifit semakin sedikit atau
susunan daun yang menarik, sehingga banyak
musnah.
digunakan sebagai tanaman hias halaman dengan
cara
ditanam
pada
pot
gantung
ataupun
Peremajaan pohon yang dilakukan di
Kampus UI Depok juga dapat mempengaruhi
ditempelkan pada pohon (Sastrapradja, 1979).
jumlah
Adapula
makroepifit pada pohon yang masih muda tidak
sebagai
paku-pakuan
bahan
obat,
yang
dimanfaatkan
keberadaan
sebanyak pada pohon yang sudah tua. Hal
yang
tersebut disebabkan karena pohon yang masih
dimanfaatkan sebagai obat batuk dan sembelit,
muda memiliki permukaan kulit pohon yang
paku
sparsisora)
halus dan kemampuan menyimpan air tidak
dimanfaatkan untuk mengompres bagian tubuh
sebear pohon yang sudah tua. Menurut Richards
yang
(1996),
piloselloides)
langlayangan
memar
sisik
sebab
naga
(Drymoglossum
seperti
makroepifit
atau
(Drynaria
bengkak
(Sastrapradja,
kekasaran
permukaan
pohon
dan
1979).Selain itu, epifit dari suku Asclepiadaceae
kemampuan kulit pohon untuk menyimpan air
juga banyak dimanfaatkan sebagai tanaman hias
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
dan bahan obat (Rahayu et al., 2006).
keberadaan epifit pada suatu pohon. Oleh sebab
Penelitian
makroepifit
di
lingkungan
itu, peremajaan dan penebangan pohon di
kampus UI depok masih sangat terbatas, bahkan
Kampus UI Depok memungkinkan terjadinya
dapat dikatakan belum ada. Walaupun demikian,
perubahan komunitas epifit dalam skala ruang
hasil inventarisasi kekayaan tumbuhan paku
dan waktu.
(Pterydophyta) di Kampus UI Depok, terdapat 19
Berdasarkan
gambar
yang
diperoleh
jenis Pterydophyta, terdiri atas 18 jenis anggota
melalui pencitraan satelit, dapat terlihat bahwa
kelas Pteropsida dan 1 jenis anggota kelas
wilayah Kampus UI Depok di sebelah utara
Lycopsida (Ahmad, 2003). Nephrolepis biserrata
memiliki vegetasi pohon yang lebih rapat,
dan
sedangkan wilayah selatan terdapat banyak
Nephrolepishirsutula
merupakan
jenis
tumbuhan paku yang ditemukan pada kegiatan
gedung
inventarisasi
jarang.Oleh sebab itu, wilayah bagian utara
tersebut,
dan
juga
termasuk
makroepifit yang terdapat di Kampus UI Depok.
dan
vegetasi
pepohonan
yang
cenderung lebih tertutup vegetasi dan wilayah
selatan lebih terbuka. Hal tersebut menjadi salah
298
Laela Maulia & Nisyawati: Studi Komunitas Makroepifit di Kampus Universitas Indonesia Depok, Jawa Barat
satu alasan yang memungkinkan dilakukan studi
komunitas makroepifit di wilayah utara dan
selatan Kampus UI Depok.
4. Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan di 60 titik
yang tersebar di wilayah Kampus UI Depok.
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas,
Pengambilan
data
dilakukan
dengan
cara
maka perlu dilakukan penelitian mengenai studi
membagi pohon menjadi 3 bagian menurut
komunitas makroepifit di Kampus UI Depok.
Partomiharjo et al. (2004), yaitu bagian kanopi
Penelitian bertujuan untuk mengetahui komposisi
yang merupakan tajuk pohon yang berdaun,
jenis makroepifit, kelimpahan makroepifit pada
bagian batang yang merupakan bagian batang
wilayah utara dan wilayah selatan di Kampus UI
utama dan tak berdaun, dan bagian basal yang
Depok,
merupakan bagian di sekitar akar pohon. Hal
serta
perbandingan
kelimpahan
makroepifit pada berbagai strata pohon (basal,
tersebut
batang, dan kanopi).
perbandingan distribusi dan kelimpahan epifit
METODOLOGI PENELITIAN
pada setiap zona.
1. Lokasi Penelitian
Penelitian
bertujuan
untuk
mengetahui
Penentuan komposisi jenis, frekuensi,
dilakukan
di
Kampus
UI
kerapatan, dan penutupan tajuk makroepifit
Depok. Wilayah pengambilan data terbagi
dilakukan
dengan
menjadi dua yaitu wilayah selatan dan wilayah
tumbuhan
inang dan jumlah makroepifit per
utara.
jenis dari setiap pohon pada strata pohon (basal,
2. Pengamatan Pendahuluan
batang, dan kanopi). Selain itu, jumlah individu
Pengamatan pendahuluan dilakukan untuk
mengetahui
keberadaan
dan
mengambil
data
jenis
makroepifit juga dicatat. Khusus makroepifit
jenis-jenis
yang merambat, satu rambatan makroepifit
makroepifit yang berada di kawasan Kampus UI
dihitung sebagai satu individu. Luasan batang
Depok. Pengamatan makroepifit menggunakan
pohon yang ternaungi makroepifit dihitung
pohon sebagai unit sampel, dilakukan dengan
dengan mengalikan panjang dan lebar penutupan
cara modifikasi dari metode Floren et al. (2001)
makroepifit pada batang pohon.
dengan pohon sebagai habitat epifit. Selain itu,
Data lain yang digunakan sebagai data
makroepifit yang diperoleh saat pengamatan
tambahan adalah keliling batang pohon setinggi
pendahuluan
dada diukur untuk menentukan diameter batang
diidentifikasi
di
Herbarium
Bogoriense.
pohon. Tinggi pohon dihitung menggunakan
3. Penentuan Unit Sampel
kilometer yang mencakup data sudut puncak dan
Penentuan
unit
sampel
dilakukan
jarak pohon dari titik pengamatan. Selain itu,
berdasarkan keberadaan makroepifit pada pohon.
faktor abiotik yang diukur adalah intensitas
Dari 120 pohon yang terdata dalam pengamatan
cahaya, kelembapan, dan suhu.
pendahuluan, ditentukan 20 pohon secara acak
Sampel makroepifit yang tidak diketahui
pada wilayah utara dan selatan kampus UI
jenisnya diambil untuk diidentifikasi. Identifikasi
Depok.
sampel menggunakan buku Flora of Malaya
299
Jurnal Pro-Life Volume 4 Nomor 1, Maret 2017
Volume II ferns of Malaya oleh Holttum (1996).
kedua faktor tersebut positif atau negatif (Waite,
Sampel yang tidak teridentifikasi dibawa ke
2000).
Herbarium Bogoriense untuk diidentifikasi.
Perhitungan korelasi Spearman :
5. Pengolahan dan Analisis Data
rs =
Penghitungan data yang diperoleh meliputi
kerapatan, frekuensi, penutupan tajuk, INP, Uji
Spearman, Uji Sorensen, dan Uji-t (Shukla dan
Chandel, 1996).
di = selisih ranking dari kedua faktor
n = jumlah sampel
Indeks Sorensen
Indeks
Kerapatan relatif diperoleh dengan rumus
Kerapatan =
Keterangan :
f.
a. Kerapatan relatif
∑
∑
∑
Sorensen
mengetahui
kesamaan
digunakan
jenis
antar
untuk
lokasi
berdasarkan jumlah keberadaan jenis yang
terdapat di setiap lokasi.
Kerapatan
relatif
=
Perhitungan Indeks Sorensen :
IS =
∑
Keterangan :
b. Frekuensi relatif
Frekuensi relatif diperoleh dengan rumus
A = jumlah jenis di lokasi A
B = jumlah jenis di lokasi B
∑
Frekuensi = ∑
C = jumlah jenis yang terdapat di lokasi A dan B
g. Uji-t
Frekuensi
relatif
=
Uji-t digunakan untuk mengetahui apakah
dua data penelitian berbeda nyata atau tidak (Zar
∑
1974). Uji-t yang digunakan dalam penelitian
c. Tutupan tajuk relatif
Tutupan tajun relatif diperoleh dengan rumus
∑
menggunakan
software student t-test
pada
program Microsoft Excel.
Tutupan tajuk = ∑
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tutupan
tajuk
relatif
=
1. Komposisi Jenis
Berdasarkan data yang diperoleh pada
∑
d. Nilai penting
Nilai penting diperoleh dengan rumus
Nilai penting = kerapatan relatif + frekuensi
relatif + dominansi relatif
e. Korelasi Spearman
Korelasi Spearman digunakan untuk menguji
ada atau tidak ada hubungan antara 2 faktor yang
diuji serta mengetahui sifat hubngan antara
bulan
September
2007,
tercatat
bahwa
makroepifit yang terdapat di Kampus UI Depok
terdiri atas 12 jenis yang termasuk ke dalam 4
famili. Jenis-jenis makroepifit yang ditemukan di
Kampus UI Depok yaitu: Davallia denticulata,
dan Davallia repens yang termasuk ke dalam
famili
Davalliaceae,
Drymoglossum
piloselloides, Drynaria sparsisora, Colosys sp.,
300
Laela Maulia & Nisyawati: Studi Komunitas Makroepifit di Kampus Universitas Indonesia Depok, Jawa Barat
Phymatosorus
scolopendria,
Pyrrosia
sekitar 0,3 – 0.5 cm. Daun berupa daun tunggal
lanceolata, Pyrrosia longifolia, dan Selliguea
berbentuk
enervis
menyirip, ujung daun tumpul. Ciri-ciri tersebut
yang
termasuk
Polypodiaceae,
ke
Nephrolepis
dalam
famili
hirsutula
dan
Nephrolepidaceae,
daun
Drymoglossum piloselloides dapat dikenali
Dendrobium
dengan ciri-ciri antara lain memiliki rizoma yang
crumenatum yang termasuk ke dalam famili
panjang, merambat, bersisik, diameter rizoma
Orchidaceae.
sebesar
Davallia
dan
pertulangan
sesuai dengan pernyataan Sastrapradja (1979).
Nephrolepis biserrata yang termasuk ke dalam
famili
lanceolatus,
denticulata
dapat
dikenali
0,1
cm.
Tangkai
daun
bersisik,
panjangnya 1 – 3 mm. Daun berbentuk elips
dengan ciri-ciri antara lain memiliki rizoma
ataupun
panjang, menjalar, ditutupi oleh rambut yang
membulat, daun fertil lebih kecil dari daun steril,
berwarna cokelat muda, dan tidak terdapat sisik
dan terdapat sorus di sepanjang tepi daun. Ciri-
pada rizoma. Tangkai daun (stipe) halus dan
ciri tersebut sesuai dengan pernyataan Holttum
berwarna
(1966).
coklat
tua.
Daun
paku
(frond)
bulat, tebal berdaging, ujung daun
Drymoglossum
piloselloides
berbentuk triangular, tapi anak daun (pinnae)
dimanfaatkan sebagai obat batuk dan sembelit
bergerigi. Susunan daun D. denticulata menyirip
(Sastrapradja et al., 1979).
ganda dua (bipinnatus) yaitu anak daun duduk
Drynaria sparsisora dapat dikenali dengan
pada cabang tingkat satu dari tangkai daun
ciri-ciri antara lain memiliki rizoma yang
utama.
dengan
pendek, menjalar, ditutupi oleh rambut berwarna
pernyataan Nooteboom (1998). D. denticulata
cokelat tua. Memiliki daun penyangga pada
banyak dimanfaatkan sebagai tanaman hias
rizoma. Tangkai daun pada daun penyangga
(Sastrapradja, 1979).
tidak
Ciri-ciri
tersebut
sesuai
terlihat.
Bentuk
torehan
tepi
daun
Davalia repens dapat dikenali dengan ciri-
penyangga adalah bercabang menyirip yaitu tepi
ciri antara lain memiliki rizoma yang panjang,
daun bercangap dengan susunan tulang daun
menjalar, dan ditutupi oleh sisik berwarna
menyirip. Daun Drynaria sparsisora berupa
cokelat gelap. Daun paku berbentuk triangular,
daun tunggal. Bentuk torehan tepi daun adalah
tepi anak daun bergerigi. Susunan daun D.
berbagi menyirip yaitu tepi daun berbagi dengan
repens adalah daun majemuk menyirip ganda
susunan tulang daun menyirip. Ciri-ciri tersebut
dua. Tangkai daun berwarna kuning kecokelatan.
sesuai dengan pernyataan Sastrapradja et al.,
Pernyataan tersebut sesuai dengan pernyataan
(1979).
Nooteboom (1998).
sebagai obat mata dan obat penangkal gigitan
Colysis sp. dapat dikenali dengan ciri-ciri
Drynaria
sparsisora
dimanfaatkan
ular (Hovenkamp, 1998).
antara lain memiliki rizoma yang pendek,
Phymatosorus scolopendria dapat dikenali
menjalar, rizoma ditutupi oleh rambut yang
dengan ciri-ciri antara lain memiliki rizoma yang
berwarna cokelat tua, tidak terdapat sisik pada
panjang, menjalar, berwarna putih pucat, terdapat
rizoma. Tangkai daun sangat pendek yaitu
sisik di sepanjang rizoma, dan rizoma tidak
301
Jurnal Pro-Life Volume 4 Nomor 1, Maret 2017
berambut.
Tangkai
daun
berwarna
hijau
Sorus tidak terletak di dekat tepi helaian daun,
kecokelatan, panjangnya mencapai 25 cm. Daun
biasanya ½ -- ¾ bagian helaian dari ibu tulang
berupa daun tunggal, ujung daun runcing
daun. Ciri-ciri tersebut sesuai dengan pernyataan
ataupun meruncing, bentuk torehan tepi daun
Sastrapradja et al. (1979).
adalah berbagi menyirip yaitu tepi daun berbagi
Nephrolepis
hirsutula
daoat
dikenali
dengan susunan tulang daun yang menyirip. Ciri-
dengan ciri-ciri antara lain batang pendek dan
ciri tersebut sesuai dengan pernyataan Holttum
ditutupi
(1966).
mendukung satu kelompok frond. Tangkai daun
rambut
berwarna
cokelat
muda,
Pyrossia longifolia dapat dikenali dengan
yang muda terdapat rambut berwarna putih
ciri-ciri antara lain memiliki rizoma yang
pucat. Daun pada Nephrolepis hirsutula adalah
panjang, merambat, tebalnya 2 – 3 mm dan
daun majemuk menyirip. Tepi anak daun
terdapat sisik berwarna cokelat tua. Panjang
bergerigi,
tangkai daun sekitar 2 – 3 cm, bagian pangkal
berukuran lebih besar dibanding daun fertil.
stipe bersisik. Bentuk daun lanset, tepi daun rata,
Sorus terletak di dekat tepi helaian daun. Ciri-ciri
ujung daun runcing, dan daun tebal berdaging.
tersebut sesuai dengan pernyatan Sastrapradja
Daun steril lebih lebar dari daun fertil. Sorus
(1979).
terdapat di sepanjang tepi daun. Ciri-ciri tersebut
dimanfaatkan sebagai sayuran (Sastrapradja,
sesuai dengan pernyataan Holttum (1966).
1979).
Pyrrosia
lanceolata
dapat
ujung
meruncing.
Nephrolepis
Daun
hirsutula
steril
dapat
dikenali
Selliguea enervis dapat dikenali dengan
berdasarkan ciri-ciri antara lain memiliki rizoma
ciri-ciri antara lain memiliki rizoma yang
yang panjang, merambat, ditutupi sisik berwarna
panjang, menjalar, dan berwarna putih pucat.
cokelat tua, diameter rizoma hanya sebesar 0,1
Terdapat sisik yang berwarna cokelat tua di
cm. Panjang tangkai daun sekitar 1-2 cm, bagian
sepanjang rizoma. Daun berbentuk elips ataupun
pangkal stipe bersisik. Daun berbentuk lanset,
lanset, tepi daun rata, ujung dan rumcing atau
tepi daun rata, ujung daun runcing, daun tebal
meruncing, tulang daun menyirip. Ciri-ciri
berdaging. Ciri-ciri tersebut sesuai dengan
tersebut
pernyatan Holttum (1966). Pyrrosia lanceolata
enervismenurut Gilbert (1896).
hidup pada daerah naungan yang banyak
ditumbuhi lumut (Iwatsuki 2002).
Nephrolepis
dengan deskripsi
Selliguea
Dendrobium crumenatum adalah satusatunya makroepifit yang bukan dari kelompok
dikenali
paku-pakuan yang ditemukan di wilayah selatan
dengan ciri-ciri antara lain batang pendek,
Kampus UI Depok. Dendrobium crumenatum
mendukung sekelompok frond, ditutupi rambut
lebih kenal dengan anggrek merpati, merupakan
berwarna
salah satu jenis anggrek alam yang mudah dalam
cokelat.
biserrata
sesuai
Daun
dapat
pada
Nephrolepis
biserrata adalah daun majemuk menyirip. Tepi
pemeliharaan.
Dendrobium
crumenatum
anak daun bergerigi, ujung meruncing. Daun
memiliki ciri berupa kelopak bunga berwarna
steril berukuran lebih besar dari daun fertil.
putih dan bagian labellum berwarna kuning
302
Laela Maulia & Nisyawati: Studi Komunitas Makroepifit di Kampus Universitas Indonesia Depok, Jawa Barat
muda,
serta
memiliki
aroma
yang
khas.
hari.
Selain
itu,
Dendrobium
crumenatum
Dendrobium crumenatum memiliki adaptasi
mampu menghasilkan anakan yang banyak,
yang sangat luas dan dapat hidup di dataran
tingkat pertumbuhan akar dan tunas cepat, serta
rendah hingga dataran tinggi. Saat musim
tahan terhadap
berbunga tiba, seluruh kuntum bunga akan mekar
cahaya yang kuat (Hadi, 2007).
berbagai rentang intensitas
serantak, namun lama mekar tidak lebih dari satu
Colysis sp.
Davalia denticulata
Davalia repens
Drymoglossum pilosellioides
Drynaria sparsisora
Nephrolepis biserrata
Nephrolepis hirsutula
Phymatosorus scolopendria
Pyrrosia lanceolata
Pyrrosia longifolia
Selliguea enervis
Dendrobium crumenatum
Gambar 1. Jenis-jenis makroepifit yang ditemukan dikampus Universitas Indonesia Depok
303
Jurnal Pro-Life Volume 4 Nomor 1, Maret 2017
Jenis-jenis makroepifit yang ditemukan di
utara dan wilayah selatan berbeda nyata.
wilayah utara kampus UI Depok hampir sama
Menurut Silley dan Bailey (2003), kondisi iklim
dengan yang ditemukan di wilayah selatan.
mikro dapat mempengaruhi frekuensi epifit.
Perhitungan kesamaan jenis makroepifit antara
Selain itu, suhu dan intensitas cahaya yang tinggi
wilayah utara dan selatan menunjukkan bahwa
serta
kedua wilayah memiliki kesamaan jenis. Hal
meningkatkan frekuensi makroepifit di suatu
tersebut diduga dapat terjadi karena vegetasi
wilayah. Kondisi iklim mikro di wilayah selatan
pohon yang ditumbuhi makroepifit di wilayah
lebih
utara dan selatan hampir sama yaitu sebagian
dibandingkan wilayah utara. Oleh sebab itu,
besar makroepifit terdapat di pohon Acacia
makroepifit yang tumbuh di basal pohon lebih
mangium dan Delonix regia.
banyak dijumpai di wilayah selatan dibanding
Makroepifit dapat ditemukan pada tiga
bagian pohon yaitu basal, batang, dan kanopi.
Jenis
makroepifit
di
wilayah
utara
yang
kelembapan
sesuai
yang
untuk
rendah
ditumbuhi
dapat
makroepifit
wilayah utara.
Makroepifit
yang
memiliki
frekuensi
terbesar adalah Drymoglossum piloselloides.
ditemukan di bagian basal pohon yaitu Davallia
Menurut
denticulata, Davallia repens, dan Drymoglossum
Drymoglossum
piloselloides. Sementara itu, di bagian selatan
dengan baik di dataran rendah maupun dataran
terdapat 6 jenis yaitu Davallia denticulata,
tinggi. Selain itu, Drymoglossum piloselloides
Davallia repens, Drymoglossum piloselloides,
merupakan tumbuhan epifit vaskular pertama
Drynaria sparsisora, Pyrrosia lanceolata, dan
yang mampu berkoloni di pohon dengan kondisi
Pyrrosia longifolia. Perbedaan jumlah jenis
yang ekstrem sebagaimana alga dan lumut (Wee,
makroepifit yang tumbuh di bagian basal antara
1978).
wilayah
Drymoglossum
utara
dan
selatan
diduga
karena
Satrapradja
Hal
et
piloselloides
tersebut
al.
(1979),
dapat
tumbuh
menunjukkan
piloselloides
bahwa
memiliki
perbedaan kondisi bagian basal pohon di kedua
kemampuan adaptasi yang tinggi untuk tumbuh
wilayah. Suhu rata-rata di wilayah utara Kampus
pada berbagai kondisi habitat dibanding jenis
UI Depok cenderung lebih rendah (30,53 ºC)
makroepifit yang lain. Oleh sebab itu, radius
sedangakan wilayah selatan berkisar di 32,86 ºC.
tumbuh Drymoglossum piloselloides juga lebih
Kelembapan rata-rata di wilayah utara
luas, sehingga bisa memiliki frekuensi yang lebih
sebesar
82,26%,
cenderung
lebih
tinggi
dibanding wilayah selatan yang hanya 68,53%.
tinggi.
Davallia
repens
hanya
dijumpai
di
Begitu pula dengan intensitas cahaya bagian
wilayah utara Kampus UI Depok. Hal tersebut
basal wilayah utara (246 x 10 lux) lebih rendah
diduga karena Davallia repens lebih menyukai
dibandingkan wilayah selatan (548,2 x 10 lux).
habitat yang memiliki tingkat kelembapan yang
Selain itu, hasil uji-t terhadap suhu, kelembapan,
tinggi. Menurut Nooteboom (1998), sebagian
dan intensitas cahaya bagian basal di wilayah
Davallia repens hidup bersama-sama dengan
utara dan wilayah selatan menunjukkan wilayah
lumut pada batu-batuan. Oleh karena lumut
304
Laela Maulia & Nisyawati: Studi Komunitas Makroepifit di Kampus Universitas Indonesia Depok, Jawa Barat
banyak terdapat pada habitat yang lembab dan
nilai penting jenis-jenis makroepifit di wilayah
wilayah utara kampus UI Depok memiliki
utara memperlihatkan bahwa Drymoglossum
tingkat kelembapan yang lebih tinggi dibanding
piloselloides memiliki nilai kepadatan relatif dan
wilayah selatan, maka diduga hal tersebut yang
penutupan tajun relatif yang paling besar
menyebabkan Davallia repenshanya dijumpai di
sehingga nilai pentingnya menjadi paling besar
wilayah utara.
yaitu 180,05%. Nilai penting makroepifit lain
Phymatosorus
scolopendria
hanya
berturut-turut
yaitu
Davallia
denticulata
lanceolata
(30,13%),
ditemukan di wilayah selatan Kampus UI Depok.
(36,08%),
Pyrrosia
Hal
Phymatosorus
Drynaria
sparsisora
scolopendria memiliki daun yang lebar sehingga
biserrata
(16,57%),
membutuhkan habitat yang memiliki intensitas
Pyrrosia longifolia (7,18%), dan Selliguea
cahaya yang tinggi untuk fotosintesis. Wilayah
enervis (7,1%). Selisih nilai penting antara D.
selatan Kampus UI Depok memiliki tingkat
piloselloides dengan makroepifit lain sangat
intensitas cahaya yang lebih tinggi dibanding
besar yaitu 143,97% - 172,95%. Berdasarkan
wilayah utara. Selain itu, wilayah utara juga
data tersebut, diduga bahwa D. piloselloides
memiliki vegetasi pohon yang rapat sehingga
memiliki kelimpahan terbesar dalam komunitas
cahaya matahari banyak terhalang oleh kanopi
makroepifit di wilayah utara Kampus UI Depok.
pohon.
Hal tersebut terlihat dari frekuensi relatif
tersebut
diduga
Oleh
karena
sebab
itu,
Phymatosorus
Colysis
(16,27%),
(47,95%),
2. Kelimpahan Jenis
penutupan tajuk relatif (66%) D. piloselloides
merupakan
yang
relatif
sp.
Nephrolepis
scolopendria hanya dijumpai di wilayah selatan.
Hasil penghitungan nilai frekuensi relatif,
kerapatan
(22,4%),
paling
(66,3%),
tinggi
dan
dibanding
kepadatan relatif, penutupan tajuk relatif, dan
Persentase (%)
Perbandingan Frekuensi Relatif (FR), Kerapatan Relatif (KR), dan
Penutupan Tajuk Relatif (CR) Jenis Makroepifit di Wilayah Utara
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
33
28
39
20
13
12
3
0
5
230
29
24
15
23
18
7
413
202
201
FR
KR
CR
Jenis Makroepifit
Gambar 2. Histogram perbandingan Frekuensi Relatif (FR), Kerapatan Relatif (KR), dan
Penutupan Tajuk Relatif (CR) Jenis Makroepifit di Wilayah Utara
305
Jurnal Pro-Life Volume 4 Nomor 1, Maret 2017
makroepifit lain. Menurut Wee (1978), D.
sparsisora
(37,12%),
piloselloides merupakan jenis epifit yang banyak
(16,72%), Colysis sp. (14,73%), Nephrolepis
tumbuh di sepanjang permukaan batang pohon.
biserrata
D. piloselloides mampu tumbuh menyebar lebih
(4,12%), Dendrobium crumenatum (3,17%),
luas dan menutupi lebih banyak daerah pada
Phymatosorus
batang pohon, bahkan bisa menutupi hingga ke
Selliguea enervis (3,17%). Berdasarkan nilai
ranting dan daun. Hal tersebut menyebabkan
penting pada wilayah selatan, terdapat dua jenis
nilai kepadatan relatif dan penutupan tajuk relatif
makroepifit yang memiliki kelimpahan besar
D. piloselloides besar, sehingga D. piloselloides
yaitu D. piloselloides dan Pyrrosia lanceolata.
mempunyai indeks nilai penting yang besar.
Kelimpahan Pyrrosia lanceolata yang ditemukan
(7,1%),
Pyrrosia
Nephrolepis
scolopendria
longifolia
hirsutula
(3,4%),
dan
Hasil penghitungan nilai frekuensi relatif,
di daerah selatan (INP = 70,06%) lebih besar
kepadatan relatif, penutupan tajuk relatif, dan
dibandingkan wilayah utara (30,13%). Hal
nilai penting jenis-jenis makroepifit di wilayah
tersebut diduga karena pada wilayah utara D.
selatan memperlihatkan bahwa pada wilayah
piloselloides
selatan terdapat terdapat dua jenis makroepifit
pertumbuhannya
dengan nilai penting yang besar yaitu D.
makroepifit
piloselloides (92,02%) dan Pyrrosia lanceolata
organisme yang tingkat pertumbuhannya tinggi
(70,06%). Nilai penting makroepifit lainnya
dapat menghambat pertumbuhan organisme lain
yaitu Davallia denticulata (45,38%), Drynaria
karena dapat menghalangi organisme lain dalam
merupakan
paling
lain.
makroepifit
cepat
Menurut
yang
dibandingkan
Morin
(1974),
Persentase (%)
Perbandingan Frekuensi Relatif (FR), Kerapatan Relatif (KR), dan Penutupan
Tajuk Relatif (CR) Jenis Makroepifit di Wilayah Selatan
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
39
33
29
28
20
23
18
15
13
12
3
24
5
0
230
7
10
4
13
202
201
5
2
201
FR
KR
CR
Jenis Makroepifit
Gambar 3. Histogram perbandingan Frekuensi Relatif (FR), Kerapatan Relatif (KR), dan
Penutupan Tajuk Relatif (CR) Jenis Makroepifit di Wilayah Selatan
306
Laela Maulia & Nisyawati: Studi Komunitas Makroepifit di Kampus Universitas Indonesia Depok, Jawa Barat
mendapatkan sumber daya. Oleh sebab itu, pada
atas pohon sebagai epifit. Oleh karena itu, N.
wilayah utara kelimpahan Pyrrosia lanceolata
biserrata dan N. hirsutula dapat hidup di atas
tidak sebesar di wilayah selatan
pohon walaupun jumlahnya tidak sebanyak yang
Davallia denticulata, Drynaria sparsisora,
dan Pyrrosia lanceolata juga memiliki nilai
tumbuh di permukaan tanah.
Kelimpahan
Selliguea
enervis
sangat
penting yang cukup besar di wilayah utara dan
rendah baik di wilayah utara maupun wilayah
selatan Kampus UI Depok. Diduga hal tersebut
selatan. Hal tersebut diduga karena Selliguea
disebabkan karena ketiga jenis makroepifit
enervis kalah bersaing dengan jenis makroepifit
tersebut lebih mampu beradaptasi dibandingkan
lain dalam satu habitat pohon. Berdasarkan
jenis makroepifit lainnya. Menurut Holttum
pengamatan, Selliguea enervis yang ditemukan
(1966), Drynaria sparsisora memiliki dua
di wilayah utara dan wilayah selatan selalu
macam daun, salah satunya berfuungsi sebagai
tumbuh bersama-sama dengan jenis epifit lain.
pelindung akar dan pengumpul mineral dan
Selain itu, menurut Morin (1974), kompetisi
materi organik di sekitarnya. Pyrrosia lanceolata
antar organisme untuk mendapatkan sumber
memiliki daun yang berdaging, berfungsi untuk
daya yang sama dapat menurunkan kelimpahan
menyimpan air sehingga dapat tahan terhadap
organisme yang kalah bersaing. Hal tersebut
kekeringan.
dikarenakan
Davallia
denticulata
memiliki
rizoma yang berdaging, memiliki rambut, dan
sumber
daya
lebih
banyak
digunakan oleh organisme yang lebih adaptif.
bersisik sehingga mampu menyimpan air dan
Nilai frekuensi relatif, kepadatan relatif,
tahan terhadap kekeringan. Ciri-ciri tersebut
dan penutupan tajuk makroepifit yang tumbuh di
yang
bagian batang paling besar dibanding basal dan
diduga
membuat
ketiga
makroepifit
tersebut lebih adaptif dibanding makroepifit
kanopi.
lainnya.
makroepifit yang terdapat di Kampus UI Depok
Nephrolepis
biserrata
tersebut
menunjukkan
bahwa
nilai
sebagian besar tumbuh di batang pohon. Nilai
penting 16,57% di wilayah utara dan 7,1% di
penting makroepifit yang hidup di bagian batang
wilayah selatan. Sementara itu, Nephrolepis
yaitu sebesar 204,07% - 262,15%, sedangkan di
hirsutula memiliki nilai penting 4,12% di
bagian basal hanya berkisar 37,01% - 79,93%.
wilayah selatan. N. biserrata dan N. hirsutula
Bagian kanopi memiliki nilai penting sebesar 0%
memiliki nilai penting yang kecil dibanding
- 19,72%. Berdasarkan data tersebut, diketahui
makroepifit lain. Menurut Partomiharjo et al.
bahwa batang pohon merupakan bagian yang
(2004), N. biserrata dan N. Hirsutula pada
berperan besar sebagai habitat makroepifit.
dasarnya adalah jenis paku-pakuan yang tumbuh
Batang pohon merupakan bagian pohon yang
di permukaan tanah. Oleh karena pada batang
sebagian
pohon terdapat akumulasi humus, maka hal
makroepifit yang tumbuh di bagian itu akan
tersebut
mendapatkan cahaya matahari secara maksimal.
memberikan
memiliki
Hal
peluang
kepada
N.
besar
tidak
berdaun
sehingga
biserrata dan N. hirsutula untuk dapat hidup di
307
Jurnal Pro-Life Volume 4 Nomor 1, Maret 2017
Selain itu, menurut Wee (1978), tekstur
makroepifit dengan ketiga faktor tersebut. Hal
kulit pohon yang kasar lebih banyak dijumpai
tersebut tidak sesuai dengan pernyataan bahwa
pada
tersebut
intensitas cahaya berpengaruh terhadap jenis
menyebabkan bagian batang memiliki lebih
epifit yang dapat hidup di suatu habitat (Barbour
banyak materi-materi organik yang tersimpan
et al., 1999), dan pada kondisi lingkungan
pada retakan kulit pohon serta lebih mudah
lembap
ditempeli oleh akar makroepifit.
kelompok
bagian
Bagian
batang
pohon.
basal memiliki
Hal
nilai
penting
terdapat
lebih
vaskular
banyak
epifit
dari
atau
makroepifit
(Daubemmire, 1959). Ketidaksesuaian tersebut
sebesar 37,01% - 79,93%, lebih rendah dari
kemungkinan
disebabkan
bagian batang. Hal tersebut disebabkan karena
waktu
bagian basal memiliki paparan intensitas cahaya
kelembapan, dan intensitas cahaya yang diukur
yang paling rendah dibanding bagian lainnya.
bersifat insidental, dengan kata lain hanya
Menurut Steege dan Cornelissen (1989), epifit
diambil saat penelitian saja. Menurut Stiling
memiliki kebutuhan yang besar terhadap cahaya
(1999), faktor abiotik yang mempengaruhi
matahari.
distribusi dan produktivitas organisme adalah
penelitian
oleh
sehingga
keterbatasan
faktor
suhu,
Bagian kanopi memiliki nilai penting
suhu dan kelembapan yang dipengaruhi oleh
paling rendah dibanding dua bagian lain. Hal
kondisi iklim dalam jangka waktu tertentu.
tersebut
Selain itu, faktor abiotik seperti intensitas cahaya
kemungkinan
disebabkan
karena
diameter dahan atau batang pohon di bagian
yang
kanopi tidak sebesar di bagian lain. Batang yang
organisme terjadi sepanjang hidup organisme,
lebih besar memiliki lebih banyak ruang yang
mulai dari fase perkecambahan hingga menjadi
tersedia untuk ditumbuhi epifit. Selain itu, dahan
dewasa.
pohon di bagian kanopi juga masih muda dan
KESIMPULAN
relatif
halus.
lanjut,
suatu
Makroepifit yang terdapat di Kampus UI
Cornelissen (1989) menyatakan bagian kanopi
Depok terdiri atas 12 jenis dan tergolong menjadi
memiliki intensitas cahaya matahari tinggi,
4 famili. Jenis makroepifit yang memiliki
temperatur tinggi, dan kelembapan yang rendah.
kelimpahan tertinggi di wilayah utara adalah
Kondisi tersebut menyebabkan bagian kanopi
Drymoglossum piloselloides. Sementara itu,
pohon
makroepifit yang memiliki kelimpahan tertinggi
sesuai
Steege
kelimpahan
dan
tidak
Lebih
mempengaruhi
untuk
tumbuhnya
makroepifit.
di
wilayah
selatan
3. Faktor Abiotik
piloselloidesdan
adalah
Drymoglossum
Pyrrosia
lanceolata.
Perhitungan korelasi Spearman antara
Kelimpahan makroepifit di wilayah selatan lebih
kerapatan makropeifit dengan faktor abiotik
besar dibanding wilayah utara karena suhu,
seperti suhu, kelembapan, dan intensitas cahaya
kelembapan, dan intensitas cahaya di wilayah
di wilayah utara dan selatan menunjukkan bahwa
selatan
tidak
makroepifit.
terdapat
hubungan
antara
kerapatan
lebih
sesuai
untuk
pertumbuhan
308
Laela Maulia & Nisyawati: Studi Komunitas Makroepifit di Kampus Universitas Indonesia Depok, Jawa Barat
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, HJ. 2003. Inventarisasi Kekayaan
Tumbuhan Paku (Pterydophyta) di Kampus
UI Depok. Laporan Kerja Praktik.
Departemen Biologi FMIPA UI, Depok. ii +
38 hlm.
Arief, A. 1994. Hutan : Hakikat dan
Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Yayasan
Obro Indonesia, Jakarta. xiii + 153 hlm.
Barbour, MG., JH. Burk., WD. Pitts., FS. Gillian
dan MW. Schwartz. 1999. Terrestrial Plant
Ecology. 3rd ed. Benjamin Cummings Inc.
Sand Hill Road: xi + 649 hlm.
Daubemmire, RF. 1959. Plants and Environment,
A Text Book of Plant Ecology. John Wiley
dan Sons, Washington: xi + 422 hlm.
Floren, A., A. Freking., M. Biel dan KE.
Kinsenmori.
2001.
Antrhopogenic
disturbance changes the structure of arboreal
tropical ant communities. Ecography. 24: 547
– 554.
Gilbert, BD. 1896. A new gymnogramme from
Venezuela, with remarks on some of the
Venezuelan ferns. JSTOR. 23(11): 448 – 454.
Hadi, S. 2007. Mari Memulai dengan Anggrek
Merpati.
http://www.anggrekdendrobium.mht. 1 hlm. Diakses pada 15
November 2007, pukul 17.06 WIB
Holttum, RE. 1966. Flora of Malaya Volume II:
Ferns of Malaya. 2nd Ed. Government Printing
Office, Singapore. v + 653 hlm.
Hovenkamp, PH. 1998. Polypodiaceae. Dalam
Weesendorp, J.J.A.M dan J.H. van Os. 1998.
Flora MalesianaSeries II. Netherlands. 234
hlm.
Iwatsuki, K. 2002. An Enumeration of the
Pterydophyte
of
Nepal.
http://www.pterydophyte.pyrrosia.lanc.html.
2 hlm. Diakses pada 17 November 2007
pukul 10.15 WIB
Morin, PJ. 1999. Community Ecology.
Blackwell Science, Inc., United States of
America, vii + 423 hlm.
Nooteboom, HP. 1998. Davalliaceae. Dalam
Weedensdorp, J.J.A.M dan J.H. van Os. 1998.
Flora MalesianaSeries II. Netherlands. 234
hlm.
Partomihardjo, T., S. Eizi dan Y. Junichi. 2004.
Development and distributionof vascular
epiphytes communities on the Krakatau
Island, Indonesia. Vegegatio. 25(1): 7 – 26.
Rahayu, S., S. Andalusia, D. Latifah dan DO.
Pribadi. 2006. Seri Koleksi Tumbuhan
Merambat Kebun Raya Bogor. LIPI, Bogor.
ix + 90 hlm.
Richards, PW. 1996. The Tropical Rain Forest.
2nd Ed. Cambridge University Press, Britain.
xxii + 575 hlm.
Shukla, SC dan MG. Bailey. 2003. Effects of tree
crown structure on biomass of the epiphytic
fern Polypodium scouleri (Polypodiaceae) in
Redwood Forest. American Journal of
Botany, 90(2): 255 – 261.
Steege, FE dan JHC Cornelissen. 1989.
Distribution and ecology of vascular epiphyte
in Lowland Rain Forest of Guyana.
Biotropica. 21(4): 331 – 339.
Stiling, P. 1999. Ecology: Theories and
Applications. 3rd Ed. Prentice Hall. United
States of America. xvii + 638 hlm.
Taqyuddin., J. Sirait., I. Nirawardi., L. Hakim.,
A. Ramelan dan Firdausy. 1997. Atlas
Kampus Universitas Indonesia. Fakultas
MIPA UI, Depok. v + 40 hlm.
Waite, S. 2000. Statistical Ecology in Practice: A
Guide to Analyzing Environmental and
Ecological Field Data. Prentice Hall, London.
xii + 414 hlm.
Wee, YC. 1978. Vascular epiphytes of
Singapores wayside trees. The Garden’s
Bulletin Singapore. 31(2): 114 – 256.
Zimmerman, JK dan IC. Olmsted. 1992. Host
tree utilization by vascular epiphytes in a
seasonally inundated forest (tintal) in mexico.
Biotropica. 24(3): 402 – 407.
Zar, JH. 1974. Biostatistical Analysis. Prentice
Hall, Inc., London. xi + 620 hlm.
309
Download