BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang cukup banyak, baik
flora maupun fauna. Kita boleh berbangga dengan kekayaan tumbuhan yang
tidak dimiliki negara lain, karena Indonesia yang berada pada daerah tropis
dikenal kaya akan diversitas tumbuhan, bahkan menduduki peringkat lima
dunia yang tercatat memiliki lebih dari 38.000 jenis tumbuhan yang 55 %
diantaranya termasuk endemik.1 Menurut Endert, seorang pakar tumbuhtumbuhan Belanda yang pernah bekerja di Indonesia ditaksir ada kira-kira
4.000 jenis pohon dan dari 4.000 jenis ini belumlah kita kenal semua baik
namanya maupun sifatnya. 2
Maha suci Allah SWT yang telah menciptakan langit dan bumi beserta
seluruh isinya. Manusia diciptakan dimuka bumi ini sebagai khalifah patut
menjaganya, salah satunya di wilayah Indonesia yang kekayaan flora dan
faunanya beranekaragam. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S AtThahaa ayat 53 yang berbunyi :
1
Subekti Rahayu dan Degi Harja, Konservasi Biocarbon, Lanskap dan Kearifan Lokal
untuk Masa Depan. Integrasi pemikiran multidimensi untuk keberlanjutan. UPT BKT Kebun Raya
Cibodas-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2013, h. 48 (diakses melalui
http://www.worldagroforestry.org/sea/publications/files/paper/pp0333-13.pdf. Pada tanggal 4 Juni
2014).
2
“Dikutip dari Najmi Indah dalam, Taksonomi Tumbuhan Tingkat Rendah
(Schyzophyta,Thallophyta, Bryophyta, Pteridophyta), Jurusan Biologi, Fakultas MIPA IKIP PGRI
Jember, 2009, h. 1
   
   





  
   
Artinya : “Dia yang telah menjadikan bagi kamu bumi sebagai hamparan
dan yang telah menjadikan bagi kamu di bumi itu jalan-jalan, dan
menurunkan dari langit air, maka Kami tumbuhkan dengan air
hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacammacam.” 3
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah SWT telah menciptakan sebagian
besar bumi sebagai hamparan dan menjadikan sebagian kecil gunung-gunung
untuk menjaga kestabilan bumi dan Allah SWT telah menurunkan dari langit
air hujan sehingga menumbuhkan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang
bermacam-macam jenis, bentuk, rasa, warna dan manfaatnya. Allah SWT
memberikan air hujan untuk tumbuhan agar berkembang. Penumbuhan aneka
tumbuhan dengan berbagai macam jenis membuktikan betapa agung
penciptaan-Nya.4 Dari sini dapat dipahami bahwa Allah SWT selalu
menciptakan segala sesuatu bermanfaat bagi kelangsungan makhluk hidup,
demikian halnya dalam penciptaan manusia.
Manusia memiliki kelebihan atas makhluk-makhluk lainnya yang
menjadikan manusia spesies yang paling kuat dan berkuasa. Dengan akal
pikirannya, manusia mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk
melalui inspirasi ilmiahnya. Akal pikiran dengan pengetahuannya, dan hati
3
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung : Gema Risalah Press,
1993, h.
4
Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah :Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Jakarta :
Lentera Hati, 2002, h. 604-606
nurani dengan wawasan moral menempatkan manusia sebagai makhluk yang
unggul dibandingkan makhluk-makhluk lainnya.5 Selain itu, manusia
memiliki potensi untuk meraih ilmu dan mengembangkannya dengan seizin
Allah. Salah satunya penelitian tentang keanekaragaman tumbuhan epifit
yang diharapkan bisa bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.
Tumbuhan epifit sangat banyak dijumpai dalam hutan hujan dan pohonpohon hutan dapat ditumbuhi oleh tumbuhan epifit ini.6 Umumnya tumbuhan
epifit menambatkan diri pada tangkai, batang, dan cabang pohon, bahkan
daun tumbuhan lainnya. Tumbuhan epifit tidak mengambil air atau makanan
dari tumbuhan inangnya. Tumbuhan epifit memanfaatkan tumbuhan inang
sekedar untuk mendapatkan cahaya. Daun-daunnya memilki lapisan luar
tebal, berlilin, dan kedap air untuk mengurangi penguapan.7 Biji-bijinya
dipencarkan oleh angin, burung-burung dan beberapa oleh semut. Beberapa
tumbuhan epifit memanjat dengan akarnya sepanjang batang dan dahan
tumbuhan inang.8
Gilbert M. Smith membedakan epifit berdasarkan ukuran tubuhnya
menjadi mikroepifit dan makroepifit. Mikroepifit adalah epifit yang
mempunyai ukuran daun yang kecil di mana bagian-bagiannya (akar, batang,
dan daun) sukar dibedakan karena daunnya berbentuk seperti sisik, contohnya
Lumut, Lichenes, dan Alga, sedangkan makroepifit adalah epifit yang
5
Ahmad Supriadi dan Jumrodah, Tafsir Ayat-Ayat Biologi. Cetakaan I, Yogyakarta :
Kanwa Publisher . 2013.h.73-74
6
G.G.G.J. Van Steenis. 2010, Flora Pegunungan Jawa. Jakarta : LIPI Press h.53
7
Theresa Greenaway, Hutan, Ensiklopedia Tematis Eyewitness, Jakarta : Erlangga. 2010.h.
18-19
8
C.G.G.J. Van Steenis., Flora Pegunungan Jawa. h. 53-54
mempunyai ukuran daun yang lebih besar dari pada mikroepifit dimana
bagian-bagiannya (akar, batang dan daun) dengan nyata dapat dibedakan
dengan
jelas,
contohnya
dari
familia
Orchidaceae,
Ericaceae,
Melastomataceae, dan tumbuhan Paku.9
Salah satu tempat yang ditumbuhi berbagai jenis tumbuh-tumbuhan
khususnya tumbuhan makroepifit
adalah kawasan hutan Kelurahan
Kanarakan. Hutan di kawasan ini memiliki keanekaragaman hayati yang
cukup tinggi, terlihat dari banyaknya jenis tumbuhan yang tumbuh di
kawasan hutan tersebut. Hutan itu sendiri menciptakan iklim dan lingkungan
mikro yang di dalamnya hidup tumbuhan lain secara berlimpah seperti
epifit.10 Curah hujan di kawasan ini berkisar antara 2.939 mm/tahun serta
suhu rata-rata harian 300 C dengan kelembapan rata-rata 70 %.11 Kondisi
lingkungan ini mendukung tumbuhnya berbagai macam jenis tumbuhan salah
satunya adalah anggrek (familia Orchidaceae)
yang membutuhkan
kelembapan udara tinggi dengan kisaran antara 60-80 % tergantung jenis.12
Sedangkan tumbuhan paku yang tumbuh di daerah tropis pada umumnya
menghendaki kisaran 210 C - 270 C untuk pertumbuhannya dengan keadaan
9
Dikutip dari T. Alief Aththorick, dkk. dalam, “Kekayaan Jenis Makroepifit di Hutan
Wisata Telaga Taman Nasional Gunung Leuser (Tngl) Kabupaten Langkat,” Jurnal Biologi
Sumatera,
vol.
2,
no.
1,
Januari
2007.
(diakses
melalui
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17546/1/bio-jan2007-2%20%282%29.pdf. Pada
tanggal 12 desember 2013)
10
Melati Ferianita Fachrul, Metode Sampling Bioekologi, Jakarta : Bumi Aksara, 2007, h.
32
11
Kurnianson, Format Laporan Profil Desa dan Kelurahan (Tingkat Desa dan Kelurahan),
Desa/Kelurahan Kanarakan, Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten/Kota Palangka Raya, Provinsi
Kalimantan Tengah 2012, h.1-4
12
Dyah Widastoety Darmono, Bertanam Anggrek, h. 47-48
temperatur yang sesuai menyebabkan banyak jenis tumbuhan paku yang
hidup di kawasan hutan tropis.13
Berdasarkan hasil observasi, berbagai jenis tumbuhan yang ada di
kawasan hutan Kelurahan Kanarakan Tangkiling belum secara keseluruhan
diketahui atau dikenal nama jenis tumbuhan epifit serta ciri-ciri morfologinya
oleh masyarakat setempat. Pada umumnya masyarakat di daerah ini kurang
memperhatikan tumbuhan yang hidup di pohon-pohon salah satunya adalah
Paku Kepala Tupai serta masih banyak lagi tumbuhan makroepifit yang
tumbuh di kawasan hutan tersebut. Alasan penelitian di kawasan hutan
Kelurahan Kanarakan dilakukan karena belum pernah diteliti untuk jenisjenis makroepifit di wilayah tersebut. Tumbuhan paku dan anggrek (familia
Orchidaceae) termasuk tumbuhan makroepifit yang dikhawatirkan akan
punah sehubungan dengan adanya pembukaan lahan untuk wilayah
pemukiman, sehingga tumbuhan ini perlu untuk diidentifikasi dan di data
keanekaragaman jenisnya.
Penelitian tentang tumbuhan paku dan anggrek (familia Orchidaceae)
dapat digunakan oleh masyarakat, khususnya sebagai sarana pengenalan
keanekaragaman jenis tumbuhan epifit. Karena tumbuhan epifit memiliki
fungsi sebagai tanaman hias yang bentuknya beraneka ragam dan warna yang
indah, sehingga dapat dimanfaatkan untuk menambah penghasilan contohnya
dari familia Orchidaceae. Selain itu epifit yang berasal dari tumbuhan paku
dapat dimanfaatkan sebagai tanaman obat, contohnya Drynaria quersifolia
13
Titi dwijayanti Nahu, dkk., Keanekaragaman Dan Bio-Ekologis Tumbuhan Paku
(Pterydophyta) Di Kawasan Cagar Alam Gunung Ambang Sub Kawasan Kabupaten Boolang
Mangondow Timur”, Jurnal, Gorontalo : Universitas Negeri Gorontalo
yang
dimanfaatkan
untuk
obat
bengkak
dan
air
daunnya
untuk
menyembuhkan demam.14 Dari sini dapat dipahami bahwa penelitian tentang
tumbuhan paku dan familia Orchidaceae di Kelurahan Kanarakan Tangkiling
Kota Palangka Raya sangat penting sebagai upaya menjaga keseimbangan
dan kelestarian ekosistem hutan.
Berdasarkan dari latar belakang di atas, maka penulis tertarik unuk
melakukan
penelitian
tentang
tumbuhan
makroepifit
dengan
judul
“Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Makroepifit Di Kawasan Hutan
Kelurahan Kanarakan Tangkiling Kota Palangka Raya”
B. Penelitian Sebelumnya
1. Komposisi dan Stratifikasi Makroepifit di Hutan Wisata Tangkahan
Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat, merupakan salah
satu jurnal dari T. Alief Aththorick, Nursahara Pasaribu, Yulinda, Staf
Pengajar Departemen Biologi FMIPA Universitas Sumatera Utara
menyatakan bahwa Komposisi dan Strafikasi Makroepifit di Hutan Wisata
Tangkahan Taman Nasional Gunung Leuser terdiri dari 20 suku yang yang
tergolong dalam paku-pakuan dan Angiospermae. Komposisi makroepifit
dipengaruhi oleh suku Aspleniaceae dari golongan paku-pakuan dengan
nilai kerapatan relatif 54,4410 %. Jenis makroepifit yang sangat dominan
dan menempati semua strata pohon adalah Asplenium tenerum, jenis ini
memiliki kerapatan relatif dan dan indeks nilai penting tertinggi sebesar
30,0919% dan 39,5809%.
14
Setijati Sastrapradja, Jenis Paku Indonesia, Bogor : LIPI, h. 14
Penelitian yang penulis lakukan dengan penelitian sebelumnya
terdapat persamaan dan perbedaan. Persamaannya yaitu pada penelitian
sebelumnya menggunakan tumbuhan makroepifit sedangkan perbedaan
yang penulis lakukan dengan penelitian sebelumnya yaitu terletak pada
wilayah penelitian yaitu dikawasan Hutan Kelurahan Kanarakan
Tangkiling
Kota
Palangkaraya,
sedangkan
penelitian
sebelumnya
diwilayah Hutan Wisata Tangkahan Taman Nasional Gunung Leuser
Kabupaten Langkat. Kemudian metode yang penulis gunakan adalah
metode transek sedangkan peneliti sebelumnya menggunakan metode
kuadrat. 15
2. Tumbuhan Epifit pada Tegakan Pohon Schima wallichii (D.C) Korth. Di
Gunung Lawu merupakan salah satu jurnal dari Ahmad Dwi Setyawan,
Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta menyatakan bahwa di lereng
selatan Gunung Lawu : (1) ditemukan 23 spesies tumbuhan epifit, terdiri
dari 4 spesies Lichenes, 2 spesies Fungi, 3 spesies Bryophyta, 10 spesies
Pteridophyta, 2 spesies Orchidaceae, dan 2 spesies Liana, (2) kelompok
epifit yang tingkat kemelimpahannya paling tinggi adalah Bryophyta,
sedang
yang
tingkat
keanekaragamannya
paling
tinggi
adalah
Pteridophyta dan (3) ketinggian pohon inang mempengaruhi distribusi,
keanekaragaman dan kemelimpahan tumbuhan epifit.
15
T. Alief Aththorick , dkk., “Komposisi dan Stratifikasi Makroepifit di Hutan Wisata
Tangkahan Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat,” Jurnal Komunikasi Penelitian
Volume
17
(2)
,
2005.
(diakses
melalui
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15469/1/kpm-jun2005-%20%281%29.pdf. Pada
tanggal 12 desember 2013)
Penelitian yang penulis lakukan dengan penelitian sebelumnya
terdapat persamaan dan perbedaan. Persamaannya yaitu pada penelitian
sebelumnya
menggunakan
metode
transek
dan
substrat
hidup
tumbuhannya menempel pada batang tumbuhan lain atau bebatuan.
Sedangkan perbedaan penelitian penulis dengan penelitian sebelumnya
yaitu terletak pada objek penelitian. Objek yang diamati peneliti
sebelumnya adalah semua spesies tumbuhan epifit, sedangkan Penelitian
yang dilakukan penulis hanya terbatas pada tumbuhan makroepifit.16
C. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Penelitian hanya dibatasi pada tumbuhan paku (Pteridophyta) dan anggrek
(familia Orchidaceae) yang termasuk jenis makroepifit yang tumbuh di
pohon yang ditemukan di kawasan hutan Kelurahan Kanarakan Tangkiling
Kota Palangka Raya.
2. Spesimen yang ditemukan diamati morfologinya dan difoto kemudian
diidentifikasi serta dilakukan pendeskripsian.
3. Identifikasi pada tumbuhan makroepifit terutama tumbuhan paku dan
anggrek (familia Orchidaceae) diupayakan sampai tingkat jenis, apabila
tidak dapat di identifikasi maka akan dicari sampai marga ditambah kode
jenis ditambah sp.
16
Ahmad Dwi Setyawan, “Tumbuhan Epifit pada Tegakan Pohon Schima wallichii (D.C.)
Korth. di Gunung Lawu,” Jurnal Biodiversitas Vol 1 No 1, Januari 2000. (diakses melalui
http://biodiversitas.mipa.uns.ac.id/D/D0101/D010103.pdf . Pada tanggal 12 desember 2013)
4. Buku penunjang identifikasi untuk tumbuhan paku dan anggrek (familia
Orchidaceae) menggunakan buku: “Taksonomi Tumbuhan (Schizophyta,
Thallophyta,
Bryophyta,
Pterydophyta),”
Taksonomi
Tumbuhan
(Spermatophyta) oleh Gembong Tjitrosoepomo, “Jenis Paku Indonesia”,
“Kerabat Paku”, “Anggrek Indonesia” dan “Jenis-Jenis Anggrek” oleh
Setijati Sastrapradja
dan “1001 Spesies Anggrek yang Tumbuh dan
Berbunga di Indonesia” oleh Mazna Hashim Assagaf.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka permasalahan yang dikaji
yaitu “ keanekaragaman jenis makroepifit apa saja yang terdapat di kawasan
hutan Kelurahan Kanarakan Tangkiling Kota Palangkaraya”?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah
untuk
mengetahui
keanekaragaman
jenis
tumbuhan
yang
termasuk
makroepifit yang terdapat di kawasan hutan Kelurahan Kanarakan Tangkiling
Kota Palangkaraya.
F. Manfaat Penelitian
Peneltian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :
1.
Bagi masyarakat
Dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang jenis-jenis
tumbuhan yang termasuk makroepifit yang ada dikawasan hutan
Kelurahan Kanarakan Tangkiling Kota Palangkaraya
2.
Bagi peneliti
Untuk menambah wawasan dalam pengenalan jenis-jenis tumbuhan epifit
yang ada di wilayah hutan kota Palangka Raya dan meningkatkan
pemahaman ilmiah tentang makroepifit
G. Definisi Operasional
1. Keanekaragaman jenis adalah jumlah jenis yang beragam yang hidup di
suatu lokasi tertentu.17
2. Makroepifit adalah tumbuhan yang termasuk epifit yang menempel pada
inangnya serta mempunyai ciri-ciri seperti akar, batang, dan daun yang
dapat dibedakan dengan jelas.18
3. Kelurahan Kanarakan merupakan bagian dari wilayah kecamatan Bukit
Batu dengan luas wilayah menurut penggunaan adalah 358,00 Ha/m2.
17
Mochamad Indrawan, Biologi Konservasi Edisi Revisi. Jakarta : Yayasan Obor
Indonesia, 2012. h.21
18
T. Alief Aththorick, dkk., “Kekayaan Jenis Makroepifit di Hutan Wisata Telaga Taman
Nasional Gunung Leuser (Tngl) Kabupaten Langkat,” Jurnal Biologi Sumatera, vol. 2, no. 1,
januari 2007. (diakses melalui http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17546/1/biojan2007-2%20%282%29.pdf. Pada tanggal 12 Desember 2013)
Download