EKSPLOR E RASI BAKTERI DAN D AKT TIVITAS ENZIM PENCER RNA SELU ULOSA, AMILOSA A A, DAN LIPID L DI DALAM SEKUM LA ANDAK JAWA J (Hy Hystrix javaanica) SKRIPS SI SA ARAH JAN NETTE DEP PARTEME EN ILMU NUTRISI N DAN D TEKN NOLOGI P PAKAN FAKUL LTAS PETE ERNAKAN N INSTITUT T PERTAN NIAN BOGOR 2013 RINGKASAN SARAH JANETTE. D24080118. 2013. Eksplorasi Bakteri dan Aktivitas Enzim Pencerna Selulosa, Amilosa, dan Lipid di Dalam Sekum Landak Jawa (Hystrix javanica). Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Anita Sardiana Tjakradidjaja, M. Rur.Sc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Muhammad Ridla, M. Agr. Landak merupakan hewan pengerat yang memiliki kemampuan memanjangkan rambut berduri tajamnya untuk melindungi diri dari serangan musuh. Menurut SK Mentan No.247/Kpts/Um/4/1979, landak Jawa termasuk hewan yang dilindungi dan terancam kepunahan, namun saat ini populasi landak menurun tajam yang disebabkan oleh berbagai faktor.Faktor utama adalah perburuan liar yang ingin mendapatkan dagingnya. Daging landak dipercaya dapat meningkatkan stamina lelaki, selain itu dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Menurut Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM), Universitas Negeri Solo tahun 2008, daging landak bebas kolesterol dan tinggi akan protein. Oleh karena itu, daging landak banyak diminati hingga diekspor keluar negeri. Dengan demikian perlu dilakukan penangkaran untuk menghindari perburuan liar yang akan berakibat kepunahan pada landak. Kualitas daging landak dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi dan sistem pencernaannya. Landak termasuk hewan hindgut fermenter yang dapat menfermentasikan makanannya, terutama hijauan, dan pakan berserat oleh mikroba yang berada di dalam sekum. Informasi mengenai bakteri dan aktivitas enzim pencerna pakan di dalam sekum belum ditemukan. Oleh karena itu, penelitian ini mempelajari komunitas mikroorganisme terutama populasi bakteri selulolitik, amilolitik, dan lipolitik serta aktivitas enzim, Degradabilitas Bahan Kering (DBK), dan Degradabilitas Bahan Organik (DBO) di dalam sekum landak Jawa (Hystrix javanica). Sekum landak diambil dari delapan hewan terdiri dari dua jantan dan enam betina. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) faktorial 2x2 untuk populasi bakteri, DBK dan DBO dengan 4 ulangan. Perlakuan terdiri dari 2 faktor. Faktor A yaitu pakan kontrol dan pakan kontrol + pelet koi. Pakan kontrol terdiri dari daun jaat hutan, bengkuang, talas belitung, tomat, pisang siam dan jagung manis. Faktor B adalah waktu inkubasi yang terdiri dari 0 jam dan 1 jam. Data dianalisis dengan ANOVA dan perbedaan diantara perlakuan diuji dengan kontras ortogonal. Analisa aktivitas enzim diuji dengan uji T Unpaired. Hasil memperlihatkan bahwa penambahan pelet ikan koi pada pakan kontrol tidak dapat meningkatkan populasi bakteri, aktivitas enzim maupun DBK dan DBO. Waktu inkubasi 1 jam berpengaruh nyata pada populasi bakteri (P<0,05), dan aktivitas enzim (P<0,1). Dapat disimpulkan bahwa pemberian pelet ikan KOI belum dapat meningkatkan populasi bakteri, aktivitas enzim dan daya degradabilitas bahan kering dan bahan organik di dalam saluran pencernaan khususnya di dalam sekum landak jawa (Hystrix javanica). Hasil sebaliknya terjadi pada efek perlakuan waktu inkubasi. Kata-kata kunci : landak, populasi bakteri, aktivitas enzim, selulosa, amilosa, lipid. i ABSTRACT Exploration of Cellulose, Amylose, and Lipid Bacteria and Enzyme Activity in the Cecum of Java Porcupine (Hystrix javanica) Sarah Janette, Anita S. Tjakradidjaja, and M. Ridla Porcupine is a wild animal that has been protected by the goverment because of a decrease in it’s population. There are many factors affecting the decrease in porcupine population : illegal hunting for human consumption due to low colesterol content in its meat or for traditional medicine to cure some diseases. Porcupine meat is believed to improve male stamina and cure various diseases. Porcupine meat quality is influenced by feeds that are consumed and digested. Porcupine is a hindgut fermenter animal that ferment their feeds, especially forage and fibrous feeds, in the caecum by microbes. However, there is limited information about feed fermentation by bacteria and its enzyme activity in caecum of porcupine. Therefore, this experiment was conducted to explore the bacteria and enzyme activity degrading cellulose, amylose and lipid from the feeds in the caecum of porcupine. The caecum of porcupine was taken from eight animals that were two males and six females. These animals were divided into two groups and given two treatments. The treatments were control feeds that consisted of jaat grass, bengkoang, belitung taro, sweet corn, tomato, banana, and mineral sources (KO) and control feed plus koi fish pellet (KP = KO + koi fish pellet). Since the digesta had been stored, it was necessary to study the incubation time (0 and 1 h). The experiment was conducted in factorial completely block design (2x2) with factor A was feed types, and factor B was incubation period. Variables measured were bacterial population and enzyme activity degrading cellulose, amylose and lipid; data were analysed using analysis of variance for bacterial population, and t test for enzyme activity. The result showed that the addition of koi fish pellet did not increase population of bacteria and enzyme activity. Bacterial population was affected by incubation time, but this factor did not influence enzyme activity. It is concluded that addition of koi fish pellet had stimulated enzyme activity without increasing bacterial population. A reverse result was obtained for the effect of incubation time. Key words : porcupine, population of bacteria, enzyme activity, cellulose, amylose, lipid. ii EKSPLORASI BAKTERI DAN AKTIVITAS ENZIM PENCERNA SELULOSA, AMILOSA, DAN LIPID DI DALAM SEKUM LANDAK JAWA (Hystrix javanica) Sarah Janette D24080118 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013 iii Judul : Eksplorasi Bakteri dan Aktivitas Enzim Pencerna Selulosa, Amilosa, dan Lipid di Dalam Sekum Landak Jawa (Hystrix javanica). Nama : Sarah Janette NIM : D24080118 Menyetujui, Pembimbing Utama, Ir. Anita. S. Tjakradidjaja, M. Rur.Sc. NIP. 19610930 198603 2 003 Pembimbing Anggota, Dr. Ir. Muhammad Ridla, M. Agr. NIP. 19631206 198903 1 003 Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Dr. Ir. Idat Galih Permana. M.Sc. NIP. 19670506 199103 1 001 Tanggal Ujian : 5 Februari 2013 iv RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 29 Januari 1991. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Sjafril Malik dan Ibu Yufirna. Penulis memiliki seorang saudara perempuan bernama Chyntya Syafril. Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1997 di Sekolah Dasar Negeri 03 Cipinang Melayu, Jakarta Timur dan diselesaikan pada tahun 2002. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama dimulai pada tahun 2002 hingga 2005 di Sekolah Menengah Pertama Labschool Rawamangun, Jakarta Timur. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 44 Jakarta Timur pada tahun 2005 dan diselesaikan pada tahun 2008. Pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti berbagai organisasi dan kepanitiaan yang ada di IPB. Pada tahun 2008-2009, penulis mengikuti organisasi Gentra Kaheman, sebuah organisasi yang bergerak di bidang kesenian daerah sunda. Kemudian pada tahun 2009-2010, penulis mengikuti organisasi HIMASITER (Himpunan Mahasiswa Nutrisi Ternak) yang berada di Fakultas Peternakan. Penulis juga anggota dari organisasi IAAS (International Association of Agricultural Students and Related Sciences) di bagian external program. Prestasi yang telah diraih penulis selama perkuliahan yakni menjadi perwakilan IPB dalam acara IASS (International Agriculture Students Symposium) yang berada di Malaysia pada tahun 2010 dan The Second AISC (Annual Indonesian Scholars Conference) di Taiwan pada tahun 2011. Penulis juga terpilih sebagai mahasiswa berprestasi se-IPB bidang non akademik tahun 2010-2011. v KATA PENGANTAR Bismillahirrohmaanirrohiim. Alhamdullillahirrobbilalamin, Segala puji dan syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat serta salam teruntuk Rasulullah kita Nabi Muhammad SAW, yang telah menyampaikan risalah Al-Qur’an bagi segenap umat manusia hingga akhir zaman. Skripsi yang berjudul “Eksplorasi Bakteri dan Aktivitas Enzim Pencerna Selulosa, Amilosa, dan Lipid di Dalam Sekum Landak Jawa (Hystrix javanica) merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Landak Jawa (Hystrix javanica) merupakan mamalia berambut keras / duri untuk pertahanan diri dari serangan musuh. Di beberapa daerah, landak telah dimanfaatkan sebagai sumber pangan dan dipercaya mengandung khasiat obat. Hal ini menyebabkan semakin meningkatnya perburuan landak secara liar walaupun telah ditetapkan bahwa landak termasuk hewan liar yang dilindungi. Oleh karena itu, dibutuhkan pakan yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya pada saat ditangkarkan tanpa mengurangi performanya ketika landak masih di alam bebas. Untuk mengetahui kebutuhan nutrisinya, maka penelitian ini mengamati populasi bakteri dan aktivitas enzim di dalam sekum landak sebagai tempat fermentasi bahan pakan di dalam saluran pencernaannya. Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi isi maupun penyajiannya. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam mewujudkan karya kecil ini, khususnya kepada dosen pembimbing, dosen penguji, laboran, keluarga, dan para sahabat. Semoga segala amal kebaikannya diterima di sisi Allah SWT. Amin. Bogor, Februari 2013 Penulis vi DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ......................................................................................... i ABSTRACT ............................................................................................ ii LEMBAR PERNYATAAN ................................................................... iii LEMBAR PENGESAHAN ................................................................... iv RIWAYAT HIDUP ................................................................................ v KATA PENGANTAR ............................................................................ vi DAFTAR ISI .......................................................................................... vii DAFTAR TABEL .................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR .............................................................................. x DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xi PENDAHULUAN .................................................................................. 1 Latar Belakang ............................................................................ Tujuan ......................................................................................... 1 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 3 Deskripsi dan Klasifikasi Landak Jawa ...................................... Deskripsi Hystrix .................................................................. Hystrix javanica ................................................................... Tingkah Laku Landak (Hystrix spp.) ................................... Saluran Pencenaan Landak .................................................. Bakteri Selulolitik ....................................................................... Bakteri Amilolitik ....................................................................... Bakteri Lipolitik .......................................................................... Enzim .......................................................................................... Selulase ................................................................................ Amilase ................................................................................ Lipase ................................................................................... MATERI DAN METODE ..................................................................... Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................... Materi .......................................................................................... Prosedur ...................................................................................... Pengambilan Sampel ............................................................ Pengenceran Sampel ............................................................ Perhitungan Populasi Bakteri Selulolitik, Amilolitik, dan Lipolitik ........................................................................ Persiapan Sampel Enzim ..................................................... Pengukuran Aktivitas Enzim ............................................... Uji Aktivitas Enzim Selulase ...................................... 3 4 5 8 9 10 11 12 12 13 13 14 16 16 16 17 17 17 18 18 18 18 vii Uji Aktivitas Enzim Amilase ..................................... Uji Aktivitas Enzim Lipase ....................................... Degradabilitas Bahan Kering dan Bahan Organik ............ Rancangan Percobaan ......................................................... Perlakuan ................................................................... Model ........................................................................ Peubah yang Diamati ................................................. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 19 19 20 20 20 21 22 23 Populasi Bakteri ......................................................................... Aktivitas Enzim .......................................................................... Degradabilitas Bahan Kering dan Bahan Organik ..................... 23 26 27 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 30 Kesimpulan .................................................................................. Saran ............................................................................................ 30 30 UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................. 31 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 32 LAMPIRAN ........................................................................................... 37 viii DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Formula Gigi Hystrix .................................................................. 4 2. Populasi Bakteri Selulolitik, Amilolitik, dan Lipolitik ............... 23 3. Komposisi Kimia Pakan Landak Jawa ....................................... 24 4. Rataan Konsumsi Bahan Kering ................................................. 24 5. Total Konsumsi Nutrien Pakan ................................................... 24 6. Aktivitas Enzim Selulase, Amilase, dan Lipase .......................... 26 7. Degradabilitas Bahan Kering dan Bahan Organik ...................... 28 ix DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Rambut Halus Landak Jawa ........................................................ 6 2. Rambut Peraba Pada Landak Jawa ............................................. 6 3. Duri Bentuk Kipas Landak Jawa ................................................ 6 4. Landak Jawa Sedang Beristirahat ............................................... 7 5. Landak Jawa yang Sedang Terancam Oleh Musuh .................... 7 6. Saluran Pencernaan Hewan Landak ........................................... 10 7. Cara Kerja Enzim Selulase .......................................................... 13 8. Cara Kerja Enzim Amilase .......................................................... 14 x DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Media Pengencer atau Media Putih ............................................ 38 2. Media BHI Selulolitik ................................................................. 39 3. Media BHI Amilolitik ................................................................. 39 4. Media BHI Lipolitik .................................................................... 39 5. Larutan DNS ............................................................................... 40 6. Grafik Persamaan Regresi Enzim Selulase ................................. 41 7. Tabel Larutan Standar Glukosa Untuk Enzim Selulase .............. 41 8. Grafik Persamaan Regresi Enzim Amilase ................................. 42 9. Tabel Larutan Standar Glukosa Untuk Enzim Amilase .............. 42 10. Anova Populasi Bakteri Selulolitik ............................................. 43 11. Anova Populasi Bakteri Amilolitik ............................................. 43 12. Anova Populasi Bakteri Lipolitik ................................................ 43 13. Anova Degradabilitas Bahan Kering ........................................... 44 14. Anova Degradabilitas Bahan Organik ......................................... 44 15. Cara Perhitungan Data Populasi Bakteri ..................................... 44 16. Cara Perhitungan Aktivitas Enzim Selulase dan Enzim Amilase 44 17. Cara Perhitungan Aktivitas Enzim Lipase ................................... 45 xi PENDAHULUAN Latar Belakang Landak merupakan hewan mamalia yang memiliki kemampuan memanjangkan rambut berduri tajamnya untuk melindungi diri dari serangan musuh. Landak diburu secara liar untuk memenuhi kebutuhan daging landak yang digemari di beberapa daerah di Indonesia. Tindakan yang dilakukan secara terus-menerus ini berakibat semakin menurunnya populasi landak di alam. Terlebih lagi landak diyakini dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Daging landak mengandung protein yang cukup tinggi, selain itu kandungan bioaktif dari bagianbagian tubuh landak seperti daging, hati, empedu, ekor, usus, dan durinya dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Hati landak yang dibakar berkhasiat menghilangkan sakit asma, dan abu hasil pembakaran duri landak pun memiliki manfaat yakni sebagai penyembuh sakit gigi (Chairul et al., 2010). Dari banyaknya khasiat yang dimiliki landak, telah diteliti oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Negeri Solo tahun 2008, daging landak bebas kolesterol. Oleh karena itu, daging landak banyak diminati hingga diekspor keluar negeri dengan harga yang tinggi. Saat ini Hystrix javanica berstatus dilindungi berdasarkan SK Mentan No. 247/Kpts/Um/4/1979 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 7 tahun 1999 tanggal 27 Januari 1999 tentang Pengawetan Jenis Satwa dan Tumbuhan Liar. Walaupun satwa ini berstatus dilindungi, perburuan masih terus berlangsung untuk tujuan konsumsi maupun untuk diperdagangkan. Kualitas daging landak dipengaruhi oleh jenis pakan yang dikonsumsi dan proses pencernaannya. Sistem pencernaan landak termasuk hindgut fermenter. Hindgut fermenter adalah hewan dengan sistem pencernaan anaerobik yang makanannya didegradasi oleh mikroba yang berada di sekum atau bagian belakang usus besar sebagai tempat fermentasi utama di dalam saluran pencernaannya (Hutomo et al., 2011). Landak juga termasuk hewan herbivora yang berarti dalam sistem pencernaannya terdapat mikroorganisme yang dapat mencerna selulosa. Landak termasuk hewan pseudoruminan sehingga dapat mencerna pakan yang mengandung selulosa dengan baik. Peranan mikroba di dalam sekum landak terhadap proses fermentasi pakan masih belum diketahui sehingga perlu dipelajari. Selain itu 1 sampai saat ini belum tersedia kriteria tentang kebutuhan pakan atau nutrisi sebagai dasar usaha budidaya landak Jawa sebagai salah satu komoditi pangan dan obat tradisional. Penelitian mengenai landak sangat sedikit dan tidak secara detail, sedangkan hewan landak saat ini marak diperjualbelikan dagingnya. Landak perlu dibudidayakan dan keberhasilan pemeliharaan landak bergantung kepada pakan yang diberikan dan pemanfaatannya di tubuh landak. Penggunaan pakan oleh landak juga dipengaruhi oleh kerja enzim hewan ataupun enzim dari mikroba di sekum. Sampai saat ini, komunitas mikroorganisme pada hewan landak belum dikaji, terutama peranannya dalam penggunaan pakan. Oleh karena itu, penelitian ini mengkaji peranan mikroorganisme sekum landak dalam mencerna bahan pakan. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi komunitas mikroorganisme terutama populasi bakteri selulolitik, amilolitik, dan lipolitik serta aktivitas enzim di dalam sekum landak Jawa (Hystrix javanica) yang diberi perlakuan pemberian pakan yang berbeda. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dasar penelitian mikroorganisme landak yang dapat dijadikan acuan pada penelitian berikutnya. 2 TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi dan Klasifikasi Landak Jawa Landak merupakan hewan mamalia yang bersifat soliter dan nokturnal. Landak memiliki ciri khas pada rambutnya. Secara umum, landak memiliki dua macam rambut, yaitu rambut halus dan rambut yang mengeras atau duri (Roze, 1989). Duri-duri landak merupakan alat pertahanan utama dari predator yang ingin menyerangnya. Menurut Duff dan Lawson (2004), klasifikasi landak Jawa adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mamalia Cohort : Placentalia (Placentals) Magnorder : Epitheria Grandorder : Anagalida Mirorder : Simplicidentata Ordo : Rodentia Familia : Hystricidae Genus : Hystrix Spesies : Hystrix javanica (Sunda Porcupine) Sebelas spesies yang termasuk familia Hystricidae yaitu Hystrix africaeaustralis (Cape Porcupine), Hystrix brachyura (Malayan Porcupine), Hystrix crassispinis (Thick-spined Porcupine), Hystrix cristata (Crested Porcupine), Hystrix indica (Indian Crested Porcupine), Hystrix javanica (Sunda Porcupine), Hystrix pumila (Philippine Porcupine), Hystrix sumatrae (Sumatran Porcupine), Atherurus africanus (African Brush-tailed Porcupine), Atherurus macrourus (Asiatic Brush-tailed Porcupine), dan Trichys fasciculata (Long-tailed Porcupine) (Duff dan Lawson, 2004). Landak memiliki bentuk tubuh lonjong dan cenderung untuk bergerak secara lambat. Landak memiliki berbagai macam corak rambut dan duri, yaitu coklat, hitam, abu-abu, dan putih (Parker, 1990). Landak dan hedgehogs (landak mini) mempunyai hubungan kekerabatan filogenetik yang jauh walaupun sama-sama termasuk landak berduri (Vaughn et al., 2000). 3 Deskripsi Hystrix Genus Hystrix mempunyai ekor yang paling pendek diantara semua subgenus Old World Porcupines. Walaupun ekornya sangat pendek, ekor tersebut dapat menjangkau setengah bagian dari panjang tubuhnya. Mata dan telinganya kecil sehingga indera penglihatannya tidak tajam, namun sangat tajam dalam indera pendengaran. Lubang hidung biasanya berbentuk huruf S dan penciumannya sangat tajam. Bentuk bibir atasnya sumbing dengan ujung hidung yang dapat mematikan lawan karena ditutupi rambut beludru (Grzimek, 2004). Hystrix memiliki duri berderak di bagian ekornya. Hal ini menyebabkan adanya suara berderik ketika duriduri ekor bergerak (Grzimek, 1975). Gabungan suara duri pada ekor dengan penampakan duri-duri di punggung landak dapat menyebabkan hewan lain menjadi takut terhadapnya (Tenney, 1865). Beberapa spesies Hystrix adalah hewan herbivora, memakan buah, akar tanaman, dan umbi-umbian. Beberapa spesies Hystrix lainnya ada yang memakan tulang kering binatang. Tidak seperti rodensia lainnya, Hystrix memiliki gigi seri yang sangat besar, sehingga dapat menghancurkan tulang kering. Hystrix tidak memiliki gigi taring. Jumlah gigi Hystrix adalah 20 buah (Grzimek, 1975). Berikut adalah formula gigi Hystrix : Tabel 1. Formula Gigi Hystrix Posisi Gigi seri Gigi Taring Gigi premolar Gigi Molar Atas – kiri 1 0 1 3 Atas - kanan 1 0 1 3 Bawah - kiri 1 0 1 3 Bawah - kanan 1 0 1 3 Sumber : Grzimek (2004). Landak memiliki dua kaki depan dan kaki belakang yang pendek, namun sangat kuat. Oleh karena itu landak dikenal sebagai hewan penggali yang baik dan landak dapat membuat sarangnya sendiri. Pada kedua kaki depan, masing-masing kaki terdapat empat jari bercakar dan satu ibu jari, sedangkan kaki belakang memiliki jari yang fungsional. Jari tersebut memiliki cakar pendek dan telapak kaki yang halus 4 dan dilengkapi dengan bantalan. Ketika berjalan atau berlari, telapak kaki seluruhnya menyentuh tanah. Landak pun diketahui dapat berenang (Grzimek, 2004). Landak betina dapat berkembang biak dua kali dalam setahun dengan masa bunting kurang lebih 112 hari (16 minggu). Jumlah anak per kelahiran 1-2 ekor (Farida, 2011). Hystrix termasuk hewan poliestrus, dalam sekali bunting dapat melahirkan 1 hingga 3 anak sekaligus dengan persentase melahirkan anak 58,8% satu ekor, 32,1% kembar dua dan 9,1% kembar tiga. Sebelum melahirkan, landak betina akan menggali tanah untuk membuat suatu ruangan sebagai tempat melahirkan (Van Aarde, 1985). Saat dilahirkan, mata anak landak sudah terbuka dan duri tubuhnya masih lembut, tetapi beberapa saat kemudian setelah terkena udara perlahan-lahan durinya akan mengeras (Farida, 2011). Walaupun anak landak mulai dapat memakan pakan keras setelah 2 minggu kelahiran, induk landak masih harus menyusuinya selama 13 hingga 19 minggu masa postpartus (Van Aarde, 1985). Landak muda akan tinggal secara berkoloni sampai landak mencapai umur dua tahun. Sebelum mencapai umur dua tahun, landak akan tinggal bersama induknya di dalam sarang (Norsuhana et al., 2009). Hystrix javanica Hystrix javanica atau biasa dikenal sebagai landak ekor pendek Jawa. Landak Jawa ditemukan oleh F. Cuvier pada tahun 1823 di Jawa (Grzimek, 1975). Landak Jawa memiliki karakteristik sebagai berikut : berat rata-rata sekitar 8 kg dengan panjang tubuh sekitar 45,5 sampai dengan 73,5 cm. Panjang ekornya berkisar antara 6 sampai 13 cm (Grzimek, 1975). Landak Jawa banyak ditemukan di hutan, dataran rendah, kaki bukit, dan area pertanian. Pakan landak Jawa dapat berupa rumput, daun, ranting, akar, buahbuahan, sayur-sayuran bahkan landak juga dapat mengunyah tanduk rusa untuk memenuhi kebutuhan mineral dalam tubuhnya (Banfield, 1974). Ciri-ciri fisik yang khas pada landak Jawa adalah tubuhnya yang diselimuti rambut halus (seperti rambut pada mamalia lain), rambut peraba, dan duri. Rambut halus dan duri terdapat di seluruh bagian tubuh landak, kecuali pada bagian hidung, mulut, daun telinga, dan telapak kaki (Barthelmess, 2006). Fungsi dari rambut halus adalah sebagai pelindung dari cuaca panas maupun dingin, membantu mengatur proses homeostatis tubuh, dan sebagai reseptor sensoris (Akers dan Denbow, 2008). 5 Rambut peraba berwarna hitam dan putih terdapat di bawah hidung dan di sekitar pipi landak (Gambar 2). Rambut peraba merupakan rambut khusus yang tumbuh dari folikel hipodermis. Folikel-folikel tersebut dikelilingi oleh saraf yang responsif terhadap rangsangan mekanik seperti sentuhan atau gerakan (Aspinall dan O’Reilly, 2004). Gambar 1. Rambut halus landak Jawa (Sheila, 2011). Gambar 2. Rambut peraba pada landak Jawa (Sheila, 2011). Gambar 3. Duri bentuk kipas landak Jawa (Sheila, 2011). Duri terpendek ditunjukkan oleh nomor 1 dan 5. Duri terpendek selalu berada di sisi lateral kanan dan kiri. Duri yang terpanjang dan terbesar ditunjukkan oleh nomor 3. Bar 1 cm. Pada bagian kepala, tubuh dan ekor ditutupi oleh duri yang tebal dan kaku yang panjangnya dapat mencapai 20 cm. Duri tersebut berwarna kecoklatan atau kehitaman, seringkali terdapat band putih pada duri landak (Grzimek, 2004). Setiap duri yang ada pada tubuh landak tertanam di dalam kulit. Duri melekat pada otot yang berfungsi sebagai penarik duri tersebut ke atas (penegang) ketika ada ancaman yang mendekat (Grzimek, 1975). 6 Duri-duri pertahanan landak akan ditegangkan ketika landak merasa terancam oleh predator. Landak mampu menghempaskan duri-duri pertahanannya ke tubuh predator ketika predator mendekati landak. Duri-duri pertahanan tersebut dapat terlepas dan menancap pada tubuh predator. Duri-duri yang hilang tersebut akan diganti dengan duri-duri yang baru. Duri-duri baru ini akan tetap berada atau tertanam di dalam kulit sampai tumbuh sempurna. Pertumbuhan duri baru akan sama dengan proses pertumbuhan rambut pada umumnya (Akers dan Denbow, 2008). Duri landak dapat diklasifikasikan menjadi tujuh kelompok, yakni (1) stiletto, duri yang kaku, pipih dengan ujung yang tajam dan alur longitudinal; (2) paku yang tebal, tidak fleksibel, dan ujung yang tajam; (3) bulu, seperti duri yang fleksibel dengan penampang bulat dan ujung yang tajam; (4) kapsul, seperti struktur yang diikat di ujung ekor oleh batang yang tipis; (5) bulu trombosit yang berongga, pipih, dan berwarna putih kekuningan pada ujung ekor; (6) jenis bulu yang rata,bulu halus pada akhir ekor; dan (7) bulu tengkuk yang berjumbai di kepala dan leher (Grzimek, 2004). Landak menggunakan duri-durinya dengan dua cara, defensive (bertahan) dan offensive (menyerang). Cara defensive digunakan ketika musuh akan mendekat atau mengganggu landak. Pada saat ini, duri-duri landak akan menegang. Cara offensive dilakukan dengan menusukkan sejumlah duri pada bagian tubuh musuh. Duri landak yang tertancap pada daging akan terus masuk atau berpenetrasi ke dalam daging. Duri landak tersusun oleh matrik yang membuatnya sangat kaku dan tajam (Roze, 1989). Berikut adalah gambar perbedaan duri landak Jawa yang sedang beristirahat dan duri landak Jawa yang sedang terancam oleh musuh : Gambar 4. Landak Jawa sedang beristirahat (Prayudi, 2012). Gambar 5. Landak Jawa yang sedang terancam oleh musuh (Prayudi, 2012). 7 Tingkah Laku Landak (Hystrix spp.) Makhluk hidup dalam menjalankan fungsi kehidupannya, tentu dipengaruhi oleh lingkungan luar dan aktivitas hewan itu sendiri, sehingga akan mempengaruhi lingkungan internal tubuh hewan. Apabila hal tersebut berubah, maka hewan harus mempertahankan diri atau beradaptasi sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Tingkah laku hewan merupakan suatu kondisi penyesuaian hewan terhadap lingkungannya dan pada banyak kasus merupakan hasil seleksi alam seperti terbentuknya struktur fisik (Craig, 1981). Tingkah laku pada tingkat adaptasi ditentukan oleh kemampuan belajar hewan untuk menyesuaikan tingkah lakunya terhadap suatu lingkungan yang baru. Berdasarkan pengamatan Wardi (2009), aktivitas istirahat merupakan aktivitas yang paling dominan dari landak yang dikandangkan. Sekitar separuh waktunya (51,71%) dihabiskan landak untuk istirahat. Umumnya landak di habitatnya banyak waktu digunakan untuk beristirahat di pohon yang disebut dengan istilah istirahat pohon (Olson, 1999). Aktivitas lain yang juga cukup tinggi adalah lokomosi (20,25%) dan grooming (13,5%). Landak berlokomosi (berpindah atau bergerak dari suatu tempat ke tempat yang lain) diantara waktu istirahat, lokomosi yang terbanyak adalah lokomosi ke tempat pakan. Aktivitas grooming meliputi tingkah laku seperti menjilati tubuhnya, bulu, dan menggigit tulang (Wardi, 2009). Urutan keempat adalah aktivitas makan yang mempunyai nilai persentase sebesar 9,24%. Aktivitas makan landak dilakukan dengan cara pakan diambil dan dipegang dengan kedua kaki depan, kemudian dikunyah sebelum ditelan sambil mengeluarkan suara seperti orang mengecap (Wardi, 2009). Bahan pakan utama yang biasa dikonsumsi landak adalah umbi, akar, batang, kulit kayu, ranting, dan daun-daunan (Haim et al., 1992). Aktivitas lain seperti minum, urinasi, defekasi, dan agonistik (perilaku persaingan antara dua satwa yang sejenis, umumnya terjadi selama musim kawin) sangat rendah yang diindikasikan dengan persentase aktivitas yang rendah, yaitu berturut-turut 0,36%, 1,62%, 0,11%, dan 3,2% (Wardi, 2009). Frekuensi minum landak sangat jarang, biasanya hanya dilakukan setelah aktivitas makan selesai. Aktivitas urinasi dan defekasi biasanya dilakukan dengan posisi setengah 8 mengangkat ekornya dan fesesnya selalu berada di salah satu sudut kandang dan tak pernah berpindah. Aktivitas defekasi rata-rata diawali dengan aktivitas urinasi (Wardi, 2009). Selain aktivitas di atas yang dilakukan landak dalam tingkah laku hariannya ternyata masih ada aktivitas lain, yaitu berusaha memanjat tembok dan berusaha menggali lubang dengan cara mengais tembok. Aktivitas ini merupakan sifat dasar landak yang ada di alam sehingga terkadang masih dilakukan di dalam penangkaran (Wardi, 2009). Tingkah laku dasar hewan merupakan kemampuan yang dibawa sejak lahir (innate behavior), antara lain gerakan menjauh atau mendekat dari stimulus, perubahan pola tingkah laku dengan adanya kondisi lingkungan yang berubah dan tingkah laku akibat mekanisme fisiologis seperti tingkah laku jantan dan betina saat estrus (Stanley dan Andrykovitch, 1984). Perilaku satwa adalah respon atau ekspresi satwa terhadap rangsangan atau stimulus atau agent yang mempengaruhinya. Ada dua macam rangsangan yaitu rangsangan dalam dan rangsangan luar. Rangsangan dalam antara lain adalah faktor fisiologis sekresi hormon dan faktor motivasi. Rangsangan luar dapat berbentuk suara, pandangan, tenaga mekanis, dan rangsangan kimia (Mukhtar, 1986). Sebagian besar satwa liar mempunyai berbagai pola tingkah laku yang dapat dicobakan untuk suatu situasi, dengan demikian landak belajar menerapkan salah satu pola yang menghasilkan penyesuaian terbaik (Alikodra, 1990). Saluran Pencernaan Landak Menurut Van Jaarsveld (1983), lambung di dalam saluran pencernaan landak memiliki persentase 6,47% dari bobot badan dan memiliki pH 2 yang termasuk asam. Rendahnya pH di dalam lambung menyebabkan fermentasi pada daerah lambung sangat jarang terjadi. Landak juga memiliki usus halus yang panjang (670 cm). Sekum dan kolon landak mengandung protozoa dan bakteri yang sama dengan ruminan, terdiri dari 30% pencerna protein, 75%-85% pencerna karbohidrat, dan 15%-30% pencerna karbohidrat larut (McDonald et al., 2002). Sebagian besar pencernaan serat pada landak terjadi di dalam sekum termasuk fermentasi dan 9 produksi VFA. Sedangkan usus halus dan kolon mempunyai sedikit peran dalam proses pencernaan serat pada landak (Grant, 2011). Keterangan : 1. Lambung, 2. Usus halus, 3. Sekum, 4. Ascending Colon, 5. Transverse Colon, 6. Descending Colon. Gambar 6. Saluran pencernaan hewan landak (Van Jaarsveld, 1983). Landak mempunyai kemampuan mencerna serat yang baik, karena mempunyai sekum dan kolon yang besar, sehingga dapat mensuplai 16% kebutuhan energi basal (Johnson dan McBee, 1967) dan distal kolon landak empat kali lebih besar daripada berang-berang (Vispo dan Hume, 1995). Untuk dapat mencerna serat, di dalam sekum landak terdapat bakteri dan enzim yang dapat mendegradasi pakan berserat menjadi sumber energi untuk kebutuhan hidup landak tersebut. Bakteri Selulolitik Bakteri selulolitik menghasilkan enzim yang mampu menghancurkan karbohidrat komplek menjadi selulosa, glukosa, dan asam lemak atsiri (Preston & Leng, 1987). Kebanyakan bakteri selulolitik yang berbentuk coccus memperlihatkan tipe struktur dinding sel Gram-positif dan yang berbentuk batang memperlihatkan tipe struktur sel Gram-negatif (Ogimoto & Imai, 1981). Struktur dinding sel bakteri berperan penting terhadap integritas selular, bentuk, dan stabilitas fisiologis. 10 Perbedaan morfologis dan tipe struktur dinding sel diasumsikan akan memperlihatkan perbedaan karakteristik aktifitas bakteri dalam mencerna serat kasar. Bakteri Gram-negatif umumnya merupakan populasi terpadat di dalam rumen terutama bila hewan semangnya hanya diberi pakan hijauan dan komposisi populasi bakteri Gram-positif akan meningkat bila pakan hewan semangnya disuplementasi dengan konsentrat (Ling, 1990). Selulase dari mikroorganisme yang bersifat selulolitik adalah enzim yang terinduksi dan hanya diproduksi bila mikroorganisme ditumbuhkan pada selulosa atau glukan dengan ikatan β-1,4 seperti selobiosa, laktosa, dan sophorosa (Pelczar dan Chan, 1986). Kandungan serat kasar yang tinggi akan mempengaruhi populasi bakteri pencerna serat di dalam rumen (Nurlaela, 2006). Bakteri selulolitik selain memerlukan NH3 sebagai sumber N untuk pertumbuhannya juga memanfaatkan kerangka asam lemak terbang yang dapat diproduksi dari deaminasi asam amino untuk proses metabolismenya (Czerkawski, 1986). Hasil penelitian Wulandari (2010), menyatakan bahwa semakin lama waktu inkubasi maka populasi bakteri selulolitik akan semakin meningkat (P<0,01). Bakteri Amilolitik Bakteri amilolitik merupakan mikroorganisme yang mampu memecah pati menjadi senyawa yang lebih sederhana, terutama dalam bentuk glukosa. Populasi mikroba secara umum ditentukan oleh tipe pakan yang dikonsumsi ternak yang akan mengakibatkan perubahan populasi dan proporsi dari setiap spesies mikroba (Czerkawski, 1986). Konsentrasi VFA total sangat berhubungan dengan populasi mikroba rumen, khususnya bakteri selulolitik dan amilolitik (Church, 1979). Fase pertumbuhan bakteri amilolitik lebih cepat dibandingkan jenis bakteri lain (Ulya, 2007). Jumlah dari bakteri proteolitik dan amilolitik ikut berperan dalam pembentukan zat polimer tertinggi yakni protein dan pati, bervariasi dari 1-1.000.000 sel/ml (dari 1-100.000 sel/ml untuk bakteri proteolitik dan dari 100-1.000.000 untuk bakteri amilolitik) (Khakhinov et al., 2005). Berdasarkan hasil penelitian Wulandari (2010), populasi bakteri amilolitik dipengaruhi secara nyata (P<0,01) oleh waktu inkubasi. Semakin lama waktu inkubasi maka populasi bakteri amilolitik akan semakin meningkat hingga mencapai fase stationer. 11 Bakteri Lipolitik Bakteri lipolitik memiliki kemampuan untuk mendegradasi komposisi berbagai komponen lemak dalam pakan. Di dalam rumen, jumlah bakteri lipolitik yang terlibat dalam hidrolisis lemak dapat mencapai sebanyak 109 cfu / ml larutan. Produk hasil fermentasi tersebut meliputi asam asetat, asam propionat, asam butirat, dan asam suksinat, tetapi tidak menghasilkan asam format dan asam laktat. Hidrolisis lemak ini tidak banyak menghasilkan gas. Sebagian gas mungkin telah diproduksi atau digunakan dalam proses tersebut, tetapi nilai atau jumlah yang sebenarnya tidak diketahui. Hidrogen sulfida terbentuk oleh sejumlah gula dan turunannya, yakni gliserol, fruktosa, dan ribosa yang difermentasi (Hungate, 1966). Enzim Enzim adalah golongan protein yang disintesis oleh sel hidup dan mempunyai fungsi penting sebagai katalisator dalam setiap reaksi metabolisme yang terjadi pada organisasi hidup. Enzim juga merupakan biokatalisator yang menunjang berbagai proses industri. Hal ini disebabkan enzim mempunyai efisiensi dan efektivitas yang tinggi, reaksinya tidak menimbulkan produk samping, dan dapat digunakan berulangkali dengan teknik amobilisasi (Lehninger, 1982). Enzim bersifat sangat spesifik dalam mengkatalis reaksi, sehingga meskipun jumlah enzim ribuan di dalam sel dan substrat pun sangat banyak, tidak akan terjadi kekeliruan (Shahib, 1992). Setiap enzim mempunyai suhu optimum, yaitu ketika enzim tersebut dapat bekerja dengan baik. Semakin jauh dari suhu optimum, kerja enzim semakin tidak baik (Sumardjo, 2009). Berdasarkan letaknya, enzim terdiri dari ekstraseluler dan seluler. Enzim ekstraseluler adalah enzim yang dihasilkan di dalam sel, tetapi dikeluarkan ke dalam medium fermentasi untuk menghidrolisis dan mendegradasi komponen-komponen kompleks menjadi senyawa-senyawa sederhana yang mudah larut dan diserap oleh mikroorganisme (Nuraida et al., 2000). Enzim seluler merupakan enzim yang dihasilkan di dalam sel yang juga berfungsi untuk mendegradasi komponenkomponen kompleks menjadi senyawa - senyawa sederhana di dalam tubuh sel tersebut. 12 Selulase Enzim selulase merupakan golongan enzim yang mampu memutuskan ikatan β-1,4 pada substrat selulosa dan turunannya (selodekstrin, selobiosa, dan lain-lain). Dalam tubuh ternak, enzim selulase berperan dalam memecah selulosa menjadi selebiosa yang kemudian dihidrolisis lebih lanjut oleh enzim selulase untuk menghasilkan glukosa (Tillman et al., 1989). Selulosa merupakan salah satu bahan organik yang terdapat dalam jumlah banyak di alam dan merupakan sumber energi yang sangat potensial bagi ruminansia (Arora, 1989). Selulosa dapat berasal dari kayu, rumput-rumputan, alang-alang, bambu, rami, dan sisa-sisa perkebunan seperti bagas tebu dan padi-padian (Irawadi, 1990). Selulosa adalah polimer dari β-Dglukosa dan gugus atas dan bawahnya dihubungkan dengan CH2OH (Zamora, 2005). Enzim selulase tidak dihasilkan oleh jaringan hewan (Tillman et al., 1989). Gambar 7 memperlihatkan proses kerja enzim selulase yaitu dengan mengubah selulosa menjadi selobiosa lalu menjadi glukosa. Gambar 7. Cara kerja enzim selulase (Nishiyama et al., 2002) Amilase Enzim amilase merupakan enzim yang mengkatalisis reaksi hidrolisis pati menjadi gula-gula sederhana yakni menguraikan amilum (polisakarida) menjadi maltosa (disakarida) (Rinawati et al., 2009). Amilum adalah salah satu bentuk karbohidrat yang terdiri atas dua macam polisakarida yang kedua-duanya adalah polimer dari glukosa yaitu amilosa dan sisanya amilopektin. Amilosa adalah 250-300 unit D-glukosa yang terikat dengan ikatan α 1,4-glikosidik dengan molekulnya 13 merupakan rantai terbuka (Sunarya, 2010). Satu unit aktivitas enzim amilase adalah banyaknya enzim yang diperlukan untuk menghasilkan satu mikromol gula pereduksi per menit per mililiter larutan enzim pada kondisi tertentu (Widyastuti et al., 2001). Gambar 8 memperlihatkan proses kerja enzim amilase yaitu dengan mengubah amilum menjadi maltosa yang kemudian akan diubah lebih lanjut menjadi glukosa. 2 (C6H10O5)n + n H2O amilase n C12H12O11 Gambar 8. Cara kerja enzim amilase (Timotius, 1982) Lipase Lipid adalah salah satu kelompok senyawa organik yang terdapat dalam tumbuhan, hewan, atau manusia. Enzim yang dapat mencerna lipid disebut lipase. Enzim lipase merupakan enzim yang mengkatalisis reaksi hidrolisis ikatan ester (trigliserida) menjadi gliserida parsial (monoasilgliserol dan diasil gliserol), gliserol, dan asam lemak terbang (Macrae,1983). Satu unit aktivitas lipase didefinisikan sebagai kemampuan sejumlah enzim untuk membebaskan satu mikromol asam lemak per menit dari substrat pada pH dan suhu tertentu (Nuraida et al., 2000). Skema reaksi hidrolisis yang dikatalisis oleh lipase dapat diterangkan sebagai berikut : TAG + H2O DAG + ALB DAG + H2O MAG + ALB MAG + H2O Gliserol + ALB dimana TAG, DAG, dan MAG masing-masing adalah triasilgliserol, diasilgliserol, dan monoasilgliserol sedangkan ALB adalah asam lemak bebas. Reaksi di atas bersifat reversibel, artinya lipase juga dapat mengkatalisis pembentukan gliserida dari gliserol dan asam lemak bebas. Beberapa jenis lipase juga diketahui dapat mengkatalisis reaksi reversibel hidrolisis / sintesis ester selain ester gliserol-asam karboksilat pada kondisi tertentu. Dengan demikian definisi lipase yang dikemukakan diatas sebenarnya terlalu sederhana untuk menggambarkan kemampuan enzim lipase (Desnuelle, 1972; Anonymous, 1992). 14 Menurut Miller et al. (2010), lipase merupakan enzim yang dapat larut dalam air dan secara alami mengkatalisis hidrolisis ikatan ester dalam substrat lipid yang tidak larut air. Penambahan lemak ke dalam medium pertumbuhan menunjukkan peningkatan produksi lipase oleh sejumlah mikroba. Minyak zaitun, minyak kacang tanah, minyak biji kapas, dan asam oleat secara efektif dapat merangsang pembentukan lipase (Macrae, 1983). 15 MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi, dan Mikrobiologi Nutrisi, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2012 hingga bulan Juli 2012. Perlakuan pemberian pakan telah dilakukan dari bulan September 2011 hingga bulan November 2011. Materi Bahan Penelitian ini menggunakan delapan ekor landak yang terdiri dari dua jantan dan enam betina. Landak ini merupakan hasil penangkaran LIPI-Cibinong (Cibinong Science Centre) di Jl. Raya Jakarta Bogor KM 46, Cibinong – 16911, Kabupaten Bogor. Landak tersebut diberi dua perlakuan pemberian pakan yakni pakan kontrol yang terdiri dari rumput jaat, bengkoang, talas belitung, jagung, tomat, pisang, dan sumber mineral (K0) dan pakan kontrol (K0) + pelet ikan koi (K1). Pemberian pakan dilakukan ad libitum selama tiga bulan. Umur landak ketika dipotong berkisar antara 12-18 bulan. Landak dipotong setelah dipuasakan selama 1 hari untuk diambil isi (digesta) sekumnya. Sekum landak dipotong dari saluran pencernaan kemudian dikeluarkan isi sekumnya lalu dimasukkan ke dalam tabung fermentor. Digesta sekum di dalam tabung fermentor kemudian disimpan di dalam freezer suhu -20°C untuk analisis berikutnya. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah media pengencer atau media putih, aquades, media brain heart infusion (BHI) yang diberi sumber selulosa (larutan carboxymethyl cellulose/ CMC 1%), amilosa (pati 1%) dan lipid (minyak zaitun), gas CO2, agar Bacto, gliserol 80%, larutan standar glukosa 0,2%, larutan standar glukosa 0,04%, buffer phosphat 0,1 M (pH 6,8), buffer phosphat 0,05 M (pH 8), larutan DNS (Dinitrosalicylic Acid), etanol, aceton, fenolftalein 1%, dan NaOH 0,05 N. 16 Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi timbangan, tabung film, gelas ukur, sudip, labu Erlenmeyer, tabung Hungate, botol, termos, otoklaf (autoclave), penangas air, rak tabung reaksi, tabung reaksi, spoit, needle, panfix, aluminium foil, tissue, gunting, tabung fermentor, penangas air bergoyang (shaker waterbath), sentrifus, mikropipet, vortex, pH meter, cawan porselin, oven 105oC, tanur 600oC, inkubator, dan spektrofotometer. Prosedur Pengambilan Sampel Sampel digesta (isi) sekum yang berada di dalam freezer di thawing terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai sampel. Persiapan sampel dilakukan berdasarkan hasil percobaan yang dikembangkan sebelum penelitian dimulai. Digesta sekum ditimbang sebanyak 3 g di dalam tabung fermentor kapasitas 50 ml lalu dicampur dengan larutan pengencer sebanyak 9 ml sambil dialiri gas CO2 agar kondisi anaerob tercapai. Setelah itu diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 39°C selama 0 dan 1 jam. Sampel tersebut merupakan sampel awal untuk menganalisa populasi bakteri, aktivitas enzim dan DBK serta DBO. Pengenceran Sampel Pengenceran sampel dilakukan secara berseri dan mengikuti prosedur yang dilakukan oleh Ogimoto dan Imai (1981). Preparasi sampel dilakukan sambil dialiri gas CO2 agar sampel tetap dalam kondisi anaerob. Sampel sekum dari masingmasing landak dimasukkan ke dalam tabung fermentor, kemudian dilarutkan dengan larutan pengencer atau media putih dengan rasio sampel dan pelarut adalah 1:3. Pengenceran pertama dilakukan dengan mengambil sebanyak 0,05 ml larutan sekum ke dalam stok bakteri yang berisi larutan pengencer sebanyak 4,85 ml dan gliserol 0,1 ml. Pada pengenceran kedua, sebanyak 0,05 ml dari tabung pengencer 1 diambil dan dimasukkan ke dalam tabung pengencer 2 yang berisi larutan pengencer sebanyak 4,95 ml. 17 Perhitungan Populasi Bakteri Amilolitik, Selulolitik, dan Lipolitik Populasi bakteri dihitung dengan metode pencacahan koloni bakteri hidup (Ogimoto dan Imai, 1981). Prinsip perhitungannya adalah digesta sekum landak yang telah diencerkan secara berseri lalu dibiakkan di dalam tabung Hungate. Medium tumbuh yang digunakan untuk menghitung populasi bakteri selulolitik, amilolitik, dan lipolitik adalah medium BHI agar yang telah diotoklaf lalu dimasukkan ke dalam penangas air bergoyang pada suhu 70°C untuk menjaga medium BHI padat tidak mengeras kembali. Masing-masing (0,1 ml) sampel yang telah diencerkan sebelumnya kemudian dimasukkan ke dalam medium agar BHI yang telah bersuhu suam-suam kuku. Tabung lalu digelindingkan dalam genangan air supaya medium BHI dapat mengeras mengelilingi dinding tabung. Hal yang sama dilakukan pada sampel pengenceran yang kedua. Setelah itu dimasukkan ke dalam inkubator dengan suhu 39°C selama 24 jam. Koloni yang terbentuk kemudian dihitung manual di bawah sinar lampu. Perhitungan data mentah menjadi cfu / gram BK dilampirkan pada Lampiran 15. Persiapan Sampel Enzim Persiapan sampel aktivitas enzim menggunakan sampel awal yang telah diinkubasi selama 0 jam dan 1 jam sebelumnya. Kemudian sampel disentrifugasi pada kecepatan 3.000 rpm selama 20 menit, cairan dipisahkan dari residu dan supernatan (S/N) digunakan sebagai sumber enzim untuk fraksi ekstraseluler, sedangkan residunya digunakan untuk menghitung bahan kering dan bahan organiknya. Pengukuran Aktivitas Enzim 1. Uji aktivitas enzim selulase Prosedur uji aktivitas enzim selulase ini berdasarkan metode dinitrosalicylic acid (Miller, 1959) yang telah dimodifikasi (Tripathi dan Karim, 2011). Prinsip pengujian aktivitas enzim selulase dilakukan dengan mencari nilai selisih antara larutan sampel dengan larutan blanko. Nilai selisih tersebut diestimasikan sebagai monosakarida hasil reduksi dari aktivitas enzim yang telah berlangsung. Larutan buffer fosfat 0,1 M (pH 6,8) sebanyak 1 ml dicampurkan dengan larutan CMC 1% 0,5 ml, dan larutan enzim ekstraseluler yang telah diencerkan 18 sebanyak 0,5 ml. Campuran kemudian diinkubasi pada suhu 39°C selama 60 menit. Setelah itu ditambahkan 3 ml larutan DNS dan dididihkan selama 5 menit. Setelah dingin, campuran tersebut diukur panjang gelombangnya (540 nm) dengan spektrofotometer. Prosedur untuk larutan blanko sama dengan larutan sampel, namun tidak dimasukkan larutan enzim / sampel. Perhitungan data mentah menjadi unit / gram BK dilampirkan pada Lampiran 16. 2. Uji aktivitas enzim amilase Prosedur uji aktivitas enzim amilase ini berdasarkan metode dinitrosalicylic acid (Miller, 1959) yang telah dimodifikasi (Tripathi dan Karim, 2011). Pengujian aktivitas enzim amilase dilakukan dengan mencari nilai selisih antara larutan sampel dengan larutan blanko. Nilai selisih tersebut diestimasikan sebagai monosakarida hasil reduksi dari aktivitas enzim yang telah berlangsung. Larutan buffer fosfat 0,1 M (pH 6,8) sebanyak 1 ml dicampurkan dengan larutan amilum 1% (0,5 ml), dan larutan enzim ekstraseluler yang telah diencerkan sebanyak 0,5 ml. Campuran tesebut kemudian diinkubasi pada suhu 39°C selama 30 menit. Setelah itu ditambahkan 3 ml larutan DNS dan dididihkan selama 5 menit. Setelah didinginkan, campuran tersebut diukur panjang gelombangnya dengan spektrofotometer pada 540 nm. Prosedur untuk larutan blanko sama dengan larutan sampel, namun tidak dimasukkan larutan enzim / sampel. Perhitungan data mentah menjadi unit / gram BK dilampirkan pada Lampiran 16. 3. Uji aktivitas enzim lipase Untuk menentukan aktivitas enzim lipase digunakan metode titrimetri (Nurhasanah dan Herasari, 2008). Sebanyak 2 ml minyak zaitun dalam labu Erlenmeyer 100 ml, ditambah 1 ml larutan buffer fosfat 0,05 M (pH 8), dan 1 ml larutan enzim. Campuran substrat enzim ini kemudian diinkubasikan di dalam penangas air bergoyang pada suhu 39°C. Setelah 1 jam, substrat enzim dinonaktifkan dengan menggunakan campuran aseton dan etanol (1:1) sebanyak 1 ml. Campuran tersebut ditambahkan 5 tetes fenolftalein 1% sebagai indikator dan dititrasi dengan menggunakan larutan NaOH 0,05 N. Titrasi dihentikan setelah campuran berubah menjadi merah muda. Pengukuran aktivitas dilakukan secara duplo untuk setiap sampel. Prosedur untuk larutan blanko sama dengan larutan 19 sampel, namun tidak dimasukkan larutan enzim / sampel. Perhitungan data mentah menjadi unit / gram BK dilampirkan pada Lampiran 17. Aktivitas Lipase (µmol/mnt) Keterangan : = A = ml NaOH untuk titrasi sampel B = ml NaOH untuk titrasi blanko N NaOH = Normalitas NaOH 1000 = Konversi dari mMol ke µmol Degradabilitas Bahan Kering dan Bahan Organik Hasil sampingan (residu) dari pengujian aktivitas enzim ditimbang dan kemudian dipanaskan dalam oven 105°C selama 24 jam untuk mengetahui kadar bahan kering yang terdapat pada residu. Kemudian sampel diabukan di dalam tanur 600°C selama 6 jam untuk mengetahui kadar abu. Pengujian nilai DBK dan DBO dikembangkan dari prinsip kantong nylon (Orskov et al., 1979). Perhitungan nilai DBK dapat dihitung dengan rumus : [(BK sampel awal – BK residu) / BK sampel awal] x 100%. Nilai DBO dihitung dengan rumus : [(BO sampel awal- BO residu) / BO sampel awal] x 100%. Sampel awal yang dimaksud adalah sampel sebelum dilakukan pengenceran. Residu merupakan padatan hasil pemisahan dari supernatan saat disentrifuse. Waktu inkubasi sampel terdiri dari 0 jam dan 1 jam. Rancangan Percobaan Perlakuan Penelitian ini menggunakan dua macam perlakuan pakan yaitu pakan kontrol dan pakan kontrol + pelet ikan koi yang masing-masing diberikan waktu inkubasi 0 jam dan 1 jam seperti rumusan berikut : K0 = Isi sekum hasil pencernaan dari pakan kontrol + waktu inkubasi 0 jam K1 = Isi sekum hasil pencernaan dari pakan kontrol + waktu inkubasi 1 jam P0 = Isi sekum hasil pencernaan dari pakan kontrol + pelet ikan koi yang diberi waktu inkubasi 0 jam 20 P1 = Isi sekum hasil pencernaan dari pakan kontrol + pelet ikan koi yang diberi waktu inkubasi 1 jam Model Dalam penelitian ini digunakan rancangan acak kelompok faktorial 2x2 untuk populasi bakteri dan degradabilitas bahan kering (DBK) dan degradabilitas bahan organik (DBO). Faktor pertama (Faktor A) adalah perlakuan pakan (pakan kontrol dan pakan kontrol + pellet ikan koi), sedangkan faktor kedua (Faktor B) yaitu waktu inkubasi (0 jam dan 1 jam). Empat ekor landak digunakan sebagai ulangan untuk setiap perlakuan. Model matematika RAK Faktorial yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Yijk = µ + αi + βj + αiβj + σk +É›ijk Keterangan: Yijk : nilai pengaruh perlakuan ke-i dan ke-j dan interaksi αiβj µ : nilai tengah αi : pengaruh perlakuan pemberian pakan ke-i βj : pengaruh perlakuan waktu inkubasi ke-j α iβ j : pengaruh perlakuan pemberian pakan ke-i pada perlakuan waktu inkubasi ke-j σk : pengaruh kelompok ternak É›ij : pengaruh galat percobaan Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (Analysis of Variance) untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati, dan untuk mengetahui perbedaan diantara perlakuan yang diuji dengan uji ortogonal kontras (Steel dan Torrie, 1981). Data aktivitas enzim dianalisa dengan mengunakan model matematika uji T tidak berpasangan dengan rumus sebagai berikut : t= 21 Keterangan : d = Rataan peubah pertama dikurangi peubah kedua ( ) sd = Akar dari rataan variasi sampel dikali dengan (1/ n1 + 1/ n2) Peubah yang diamati Peubah yang diamati adalah populasi bakteri selulolitik, amilolitik, dan lipolitik, dan kemudian aktivitas enzim selulase, amilase, dan lipase, serta degradabilitas bahan kering dan degradabilitas bahan organik. 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Populasi Bakteri Bakteri selulolitik, amilolitik, dan lipolitik masing-masing merupakan bakteri pencerna selulosa, amilosa, dan lemak. Bakteri selulolitik mampu memecah selulosa, dan amilolitik memecah amilosa, menjadi senyawa yang lebih sederhana, yakni dalam bentuk glukosa. Sedangkan bakteri lipolitik dapat memecah trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak bebas (Macrae, 1983). Populasi bakteri selulolitik, amilolitik dan lipolitik ditampilkan dalam Tabel 2. Populasi bakteri selulolitik tidak dipengaruhi oleh perlakuan pemberian pakan, dan interaksi antara pemberian pakan dengan waktu inkubasi. Populasi bakteri selulolitik meningkat dengan meningkatnya waktu inkubasi dari 0 jam menjadi 1 jam (P<0,05). Pola yang sama dengan populasi bakteri selulolitik juga terjadi pada populasi bakteri amilolitik dan lipolitik. Hal ini dapat menunjukkan adanya peningkatan dalam pertumbuhan dan aktivitas dari seluruh jenis bakteri tersebut dengan semakin lamanya waktu inkubasi. Tabel 2. Populasi Bakteri Selulolitik, Amilolitik, dan Lipolitik Waktu Inkubasi Peubah Perlakuan Pakan Selulolitik Kontrol Kontrol + Pelet koi x Kontrol Kontrol + Pelet koi Amilolitik x ± sd Kontrol Kontrol + Pelet koi Lipolitik Keterangan : ± sd 0 jam 1 jam ----------(log 10 cfu / g BK)---------- x ± sd Peubah 6,169 ± 0,576 6,627 ± 0,504 6,156 ± 0,500 7,019 ± 0,498 6,162 ± 0,499 6,823 ± 0,509 6,398 ± 0,558b 6,587 ± 0,653a 6,493 ± 0,595 6,419 ± 0,639 6,849 ± 0,466 5,474 ± 2,038 6,987 ± 0,484 5,947 ± 1,487 6,918 ± 0,446 6,634 ± 0,566b 6,231 ± 1,592a 6,432 ± 1,173 5,374 ± 2,007 6,449 ± 0,643 5,444 ± 2,024 6,478 ± 0,765 5,409 ± 1,866 6,464 ± 0,654 5,961 ± 1,521a 5,936 ± 1,457 x ± sd 5,912 ± 1,494b ) Superskrip pada waktu inkubasi menunjukkan adanya perbedaan P<0,05. a,b Hasil ini menunjukkan bahwa penambahan pakan berupa pelet ikan koi belum dapat meningkatkan populasi bakteri selulolitik, amilolitik dan lipolitik secara signifikan. Padahal total konsumsi BK pakan perlakuan KP (pakan kontrol + pelet ikan koi) lebih besar daripada perlakuan KO (pakan kontrol), dan pelet ikan koi mempunyai kandungan nutrien yang cukup bagus, sebagaimana yang dicantumkan di 23 dalam Tabel 3 dan Tabel 4 (Prayudi, 2012). Menurut Nurlaela (2006), kandungan nutrien, terutama serat kasar yang tinggi, akan mempengaruhi populasi bakteri pencerna serat di dalam rumen. Pelet ikan koi termasuk sumber protein pada pakan (Tabel 5). Adanya penambahan pelet ikan koi sangat mempengaruhi komposisi populasi bakteri pada sekum landak. Hal itu yang menyebabkan populasi bakteri selulolitik, amilolitik, dan lipolitik tidak meningkat ketika diberi pelet ikan koi, lain halnya bila yang dijadikan peubah adalah populasi bakteri proteolitik. Tabel 3. Komposisi Kimia Pakan Landak Jawa (100% BK) BK BahanPakan Jaat Hutan Bengkuang Talas Belitung Tomat Pisang Siam Jagung Manis Pellet KOI 20,00 12,32 7,88 6,93 46,23 35,53 94,52 Abu PK LK SK ----------------------(%) -----------------------24,13 35,29 3,99 25,69 10,79 8,49 1,04 9,69 24,49 0,00 0,90 54,37 9,60 16,98 1,59 16,08 3,80 3,08 0,86 3,44 3,28 15,33 7,75 1,75 18,48 25,05 5,77 10,22 BETN GE (kal/g) 10,90 69,99 20,24 55,74 88,81 71,88 40,48 5039 4527 3831 4133 3393 4776 4745 Sumber : Prayudi, 2012 Tabel 4. Rataan Konsumsi Bahan Kering Perlakuan Pakan Kontrol Kontrol + Pellet --------------- ( g/ekor/hari ) ---------------6,045±0,845 8,435±0,713 28,073±1,413b 36,044±1,192a 12,992±1,651 10,153±1,958 6,030±0,327 5,195±0,388 71,244±0,231 71,092±0,274 91,047±2,703 82,017±3,206 225,792±2,871a 202,575±3,405b 45,178±5,826 247,753±4,616 Pakan Daun jaat hutan Bengkuang Talas Belitung Tomat Pisang Siam Jagung Manis Total Konsumsi Pakan Kontrol Pellet KOI Total Konsumsi Pakan Kontrol + Pelet KOI Sumber : Prayudi, 2012. Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan data yang berbeda nyata (P<0,05). Tabel 5. Total Konsumsi Nutrien Pakan Perlakuan Pakan BK Kandungan Nutrien Pakan Abu PK LK SK BETN ------------------- ( g / ekor / hari ) --------------- Pakan Kontrol 218 12,75 24,30 8,25 11,69 159,40 Pakan Kontrol + Pelet Ikan KOI 260 20,95 35,24 10,86 15,78 154,28 Sumber : Prayudi, 2012. 24 Pertumbuhan bakteri dapat dipengaruhi oleh faktor nutrisi dan faktor fisik. Bila hal tersebut tidak terpenuhi maka pertumbuhan bakteri tidak akan maksimal. Faktor nutrisi terdiri dari ion anorganik dan karbon dioksida (Kusnadi, 2003). Mikroba anaerob tidak dapat hidup dalam lingkungan dengan konsentrasi oksigen lebih dari 0,4% (Niswati, 1995). Salah satu faktor fisik adalah temperatur. Menurut Kusnadi (2003), pertumbuhan bakteri dapat dikelompokkan menjadi tiga, yakni psikrofilik (-5-30°C, optimum pada suhu 10-20°C), mesofilik (10-45°C, optimum pada 20-40°C), dan termofilik (25-80°C, optimum pada 50-60°C). Oleh karena itu, bakteri selulolitik, amilolitik, dan lipolitik dari sekum landak termasuk kelompok bakteri mesofilik. Sistem pencernaan landak Jawa sangat mirip dengan sistem pencernaan hewan kelinci. Landak dan kelinci memiliki persamaan di dalam menfermentasikan bahan makanannya, yakni di dalam sekum sebelum dikeluarkan dari saluran pencernaannya. Menurut De Blas dan Wiseman (2010), populasi bakteri di dalam cairan sekum kelinci berkisar 1010 unit pembentuk koloni (colony forming unit, cfu)/g bahan kering (BK). Berdasarkan hasil dari penelitian ini, populasi bakteri di dalam sekum landak hanya mencapai 106 cfu/gram BK. Hal ini menunjukkan bahwa populasi bakteri sekum landak lebih sedikit dibandingkan populasi bakteri sekum kelinci walaupun keduanya termasuk pseudoruminan. Berdasarkan hasil penelitian Elsden et al. (1946), persentase sekum landak lebih rendah dibandingkan sekum kelinci. Rataan bobot sekum landak berkisar sekitar 5,97% dari bobot badan, sedangkan bobot sekum kelinci mencapai 7,8% dari bobot badan. Tingginya populasi bakteri selulolitik dapat disimpulkan bahwa landak merupakan hewan pencerna selulosa yang baik. Berdasarkan hasil penelitian Odenyo et al. (1999), bakteri selulolitik obligat di dalam sekum landak Afrika mempunyai kemampuan mencerna selulosa lebih tinggi dan lebih cepat dibandingkan bakteri selulolitik yang berada di rumen. Johnson dan McBee (1967) juga melaporkan bahwa hasil fermentasi sekum landak menghasilkan asam asetat 74%, asam propionat 12%, dan asam butirat 14%. Konsentrasi VFA di pembuluh darah vena dan arteri pada landak lebih tinggi 23% bila dibandingkan dengan domba. 25 Aktivitas Enzim Aktivitas enzim dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain suhu, pH atau keasaman, waktu, konsentrasi atau jumlah enzim, dan inhibitor enzim (Nuraida et al, 2000). Enzim selulase diinkubasi lebih lama dibandingkan enzim amilase diakibatkan proses degradasi substrat oleh enzim selulase membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan enzim amilase. Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa perlakuan yang diberikan terhadap aktivitas enzim mempunyai pola yang berbanding terbalik dengan pengaruhnya terhadap populasi bakteri. Perlakuan pakan mempengaruhi aktivitas enzim yang diukur, tetapi perlakuan waktu inkubasi tidak memberikan efek yang signifikan terhadap peubah tersebut. Tabel 6. Aktivitas Enzim Selulase, Amilase, dan Lipase Waktu Inkubasi Peubah Perlakuan Pakan Selulase Kontrol Kontrol + Pelet KOI x Amilase Kontrol Kontrol + Pelet KOI x Lipase ± sd Kontrol Kontrol + Pelet KOI x Keterangan : ± sd ± sd 0 jam 1 jam ---------------(unit / g BK)--------------454,97 ± 175,37 272,96 ± 22,95 455,39 ± 169,49 276,07 ± 23,95 x ± sd Peubah 365,73 ± 148,62 455,18 ± 164,43A 274,51 ± 22,42B 364,85 ± 147,26 a 1951,70 ± 117,85 1318,82 ± 365,67b 1894,67 ± 141,81 1463,17 ± 489,59 1923,18 ± 127,83A 1391,00 ± 418,83B 1635,26 ± 419,91 1678,92 ± 410,94 1657,09 ± 406,93 8,26 ± 3,11 4,22 ± 2,04 8,42 ± 3,16 6,26 ± 3,60 8,34 ± 2,99a 5,24 ± 2,98b 6,24 ± 3,28 7,34 ± 3,42 6,79 ± 3,32 363,96 ± 152,49 a,b ) Superskrip pada waktu inkubasi dan perlakuan pakan menunjukkan adanya perbedaan (P<0,1). A,B ) Superskrip pada perlakuan pakan menunjukkan adanya perubahan (P<0,05). Berdasarkan hasil uji t, perlakuan KO (kontrol) mempunyai aktivitas enzim selulase (P<0,05), amilase (P<0,05) dan lipase (P<0,10) yang lebih besar daripada perlakuan KP (kontrol + pelet ikan koi). Hasil uji t juga menunjukkan adanya pengaruh pemberian pakan pada waktu inkubasi 0 jam pada aktivitas enzim amilase (P<0,10), dimana aktivitas enzim amilase pada perlakuan KO (kontrol) lebih besar daripada perlakuan KP (kontrol + pelet ikan koi). Hasil uji t tersebut menunjukkan bahwa perlakuan pakan secara umum dapat mempengaruhi aktivitas enzim. Pemberian pelet ikan koi tidak dapat meningkatkan 26 aktivitas semua enzim. Hal ini dapat terjadi akibat pemberian pelet yang mudah didegradasi dalam saluran pencernaan yang mungkin dapat mempengaruhi kondisi lingkungan, terutama pH, sehingga aktivitas enzim yang berlangsung menjadi berkurang. Pemberian pelet dapat meningkatkan kadar bobot isi sekum, namun tidak berarti akan lebih tinggi juga aktivitas enzimnya. Pada Tabel 6 juga dapat dilihat bahwa aktivitas enzim amilase yang memiliki nilai yang tertinggi, kemudian disusul oleh aktivitas enzim selulase dan yang terakhir adalah aktivitas enzim lipase. Aktivitas enzim amilase lebih tinggi dapat diakibatkan oleh amilum lebih mudah diurai daripada enzim selulase. Pada uji aktivitas enzim selulase digunakan CMC 1% untuk media tumbuh selulosa yang akan diurai oleh enzim selulase, sedangkan pada uji aktivitas enzim amilase digunakan amilum 1% untuk media tumbuh amilum yang akan dihitung aktivitas enzim amilasenya. Lain halnya dengan uji aktivitas enzim lipase yang menggunakan minyak zaitun sebagai induser untuk merangsang produksi enzim lipase. Faktor lain adalah pakan yang dikonsumsi oleh landak. Tabel 3 dan Tabel 4 menunjukkan bahwa landak percobaan lebih banyak mengkonsumsi pakan yang mengandung karbohidrat mudah dicerna (kadar amilosa yang relatif tinggi), diikuti dengan pakan yang mengandung selulosa dan lipid. Berdasarkan hasil penelitian Dyanovita (2011), aktivitas enzim amilase ayam pedaging sebesar 108 ± 0,54 unit / g BK dan enzim lipase sebesar 276,84 ± 4,79 unit / g BK pada perlakuan penggunaan campuran kunyit dan jahe dalam bentuk tepung dan terenkapsulasi sebagai aditif pakan terhadap aktivitas enzim amilase, protease, dan lipase usus halus ayam pedaging. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa aktivitas enzim amilase pada landak Jawa jauh lebih tinggi dibandingkan ayam pedaging. Sebaliknya aktivitas enzim lipase landak Jawa jauh lebih rendah dibandingkan ayam pedaging. Hal tersebut juga dapat dilihat pada karkas daging landak yang sangat tipis lapisan lemaknya (Septiandi, 2012). Hasil ini dapat menunjukkan bahwa pakan yang dikonsumsi oleh kedua jenis hewan, berbeda dalam kandungan lemaknya. Degradibilitas Bahan Kering dan Bahan Organik Nilai degradibilitas bahan kering (DBK) dan degradibilitas bahan organik (DBO) menggambarkan nilai efisiensi kandungan zat makanan dalam ransum untuk dimanfaatkan oleh mikroba rumen (Suryahadi & Piliang, 1993). Oleh sebab itu, 27 semakin tinggi nilai DBK dan DBO maka akan semakin efisien penyerapan zat makanan dalam saluran pencernaan sekum landak tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, secara keseluruhan nilai DBK dan DBO sangat tinggi (Tabel 7), tetapi tidak ada pengaruh yang nyata dari perlakuan pakan, waktu inkubasi dan interaksi antara kedua faktor tersebut terhadap DBK dan DBO. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Wulandari (2010), yang menyatakan bahwa lama waktu inkubasi sangat berpengaruh terhadap nilai DBK dan DBO (P<0,01) pada proses degradasi bungkil biji jarak dengan mikroba rumen ternak ruminansia. Kondisi ini menunjukkan adanya perbedaan dalam proses degradasi oleh mikroba sekum dengan mikroba rumen dimana pakan telah mengalami pencernaan terlebih dahulu oleh enzim pencernaan di usus halus landak dan dilanjutkan oleh enzim mikroba di sekum. Keadaan ini juga menyebabkan nilai DBK dan DBO yang sangat tinggi pada percobaan ini. Selain itu, pakan yang dikonsumsi oleh landak berupa KO (pakan kontrol) dan KP (pakan kontrol + pelet ikan koi) merupakan pakan yang mudah dicerna (Tabel 3 dan Tabel 4) (Prayudi, 2012). Tabel 7. Degradabilitas Bahan Kering dan Bahan Organik Waktu Inkubasi Peubah Perlakuan Pakan DBK Kontrol Kontrol + Pelet KOI x DBO ± sd Kontrol Kontrol + Pelet KOI x ± sd 0 jam 1 jam ---------------(%)--------------- x ± sd Peubah 99,702 ± 0,186 99,696 ± 0,133 99,688 ± 0,044 99,560 ± 0,412 99,699 ± 0,150 99,624 ± 0,280 99,695 ± 0,125 99,628 ± 0,293 99,662 ± 0,220 99,985 ± 0,012 99,973 ± 0,032 99,982 ± 0,014 99,724 ± 0,491 99,984 ± 0,012 99,849 ± 0,349 99,979 ± 0,023 99,853 ± 0,350 99,916 ± 0,248 Keterangan : Hasil anova menunjukkan tidak ada perbedaan antar perlakuan ataupun waktu inkubasi. Kandungan BK pakan kontrol + pelet ikan koi yang terdapat pada pelet ikan koi yaitu 94,52% sedangkan BK pakan kontrol yang tertinggi adalah pisang siam sebesar 46,23% (Prayudi, 2012). Kandungan BK yang tinggi dapat menurunkan daya degradabilitas pakan yang dikonsumsi. Menurut Anggreini (2012), daya degradabilitas pellet ikan koi yang lebih rendah dibandingkan pakan kontrol mengakibatkan nilai DBK yang rendah. 28 Nilai DBK dan DBO juga dipengaruhi oleh populasi bakteri selulolitik, amilolitik, dan lipolitik yang semakin meningkat seiring meningkatnya waktu inkubasi, sehingga menyebabkan jumlah pakan yang didegradasi semakin banyak. Menurut Putra (2006), pencernaan fermentatif BK yang didegradasi semakin tinggi sejalan dengan lamanya proses fermentasi berlangsung. Tabel 7 juga dapat menunjukkan bahwa nilai DBO lebih tinggi dibandingkan nilai DBK. Hal ini menunjukkan bahwa bahan organik seperti protein, karbohidrat, dan lemak yang terdapat dalam ransum sangat mudah dicerna di dalam sekum landak Jawa karena zat makanan tersebut telah mengalami proses pencernaan terlebih dahulu di saluran pencernaan sebelum sekum (usus halus). 29 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penambahan pelet ikan koi sebagai sumber protein ke dalam pakan kontrol menyebabkan perubahan komposisi mikroba sekum yang mengarah pada peningkatan populasi bakteri proteolitik, namun belum dapat meningkatkan populasi bakteri selulolitik, amilolitik, lipolitik, aktivitas ketiga enzim tersebut, degradabilitas bahan kering dan bahan organik. Populasi bakteri selulolitik, amilolitik dan lipolitik lebih dipengaruhi oleh waktu inkubasi yang meningkat dari 0 ke 1 jam, tetapi perlakuan ini tidak mempengaruhi aktivitas enzim, DBK dan DBO. Interaksi antara perlakuan pakan dan waktu inkubasi tidak menyebabkan efek terhadap semua peubah. Saran Diperlukan penelitian lanjutan untuk mengetahui jenis pakan dan bentuk pakan yang sesuai untuk meningkatkan populasi bakteri dan aktivitas enzim agar domestikasi landak dapat tercapai. 30 UCAPAN TERIMA KASIH Bismillahirrahmanirrahim. Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, rizki, nikmat, dan kemudahan yang telah dikaruniakan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Ucapan terima kasih ingin penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu 1) Ir. Anita S. Tjakradidjaja, M.Rur.Sc. dan Dr. Ir. Muhammad Ridla selaku dosen pembimbing yang telah membimbing, mengarahkan, dan memberi saran yang diberikan selama ini. 2) Dr. Ir. Suryahadi, DEA sebagai dosen penguji seminar yang telah memberi masukan untuk perbaikan makalah seminar saya. 3) Prof. Dr. Ir. Komang Gede Wiryawan dan Dr. Irma Isnafia Arief, S.Pt., M.Si selaku dosen penguji yang telah banyak memberi masukan dalam penulisan skripsi ini. 4) Teknisi lab seperti Adriyani, Nanday, Lailasari dan Dian yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. 5) Chyntya Sjafril, Rossy Endah A, dan Adya Rahmi yang telah menemani dan memberi semangat kepada penulis selama penelitian ini berlangsung. 6) Ibu dan Bapak yang telah memberi restu dan doa yang tiada hentinya dipanjatkan serta kasih sayang yang diberikan selama ini kepada penulis. Semoga Allah SWT membalas kebaikan-kebaikan beliau sebagai suatu pahala di dunia dan akhirat kelak. Akhir kata, penulis ingin meminta maaf bila merepotkan dan ada kesalahan selama penelitian ini berlangsung. Wassalamualaikum wr.wb. Jakarta, Februari 2013 Sarah Janette 31 DAFTAR PUSTAKA Akers, R.M., & D. M. Denbow. 2008. Anatomy and Physiology of Domestic Animals. Blackwell Publishing, Garsington Road, Oxford. Alikodra, H. S. 1990. Pengelolaan Satwa Liar. Jilid 1. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Anggreini, R. E. A. 2012. Pengaruh pemberian pakan terhadap konsentrasi amonia dan volatile fatty acid (VFA) dan degradasi bahan kering dan bahan organik di sekum landak (Hystrix javanica). Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Anonymous. 1992. Enzyme Nomenclature. Recommendations of the Nomenclature Committee of the International Union of Biochemistry and Molecular Biology on the Nomenclature and Classification of Enzymes. Academic Press. Inc, San Diego. Arora, S. P. 1989. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Edisi Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Aspinall, V., & M. O’Reilly. 2004. Introduction to Veterinary Anatomy and Physiology. Butterworth Heinemann, London. Banfield, A. W. 1974. The Mammals of Canada. University of Toronto Press, Ontario. Barthelmess, L. E. 2006. Hystrix africaeaustralis. J. Mamall. Spec. 788: 1-7. Chairul, W. R. Farida, T. P. Nugraha. 2010. Kajian efikasi pada landak (Hystrix sp.) untuk pemanfaatan berkelanjutan. Pusat Penelitian Biologi – LIPI. Cibinong, Bogor. Church, D.C. 1979. Digestive Physiology and Nutrition of Ruminant. 2nd Edition. Metropolitan Printing Co, Oregon. Craig, J. V. 1981. Domestic Animal Behavior : Causes and Implication For Animal Care and Management. Prentice Hall, Inc. Englewood Cliffs, New Jersey. Czerkawski, J. W. 1986. An Introduction to Rumen Studies. Pergamon, Oxford. De Blas, C. & J. Wiseman. 2010. Nutririon of The Rabbit. 2nd Edition. CABI Publishing, Wallingford. Desnuelle, P. 1972. The Lipases in The Enzymes. P.O. Boyer (ed.) Vol 7. Academic Press, New York. Duff, A., & A. Lawson. 2004. Mammals of The World a Checklist. Yale University Press, New Haven, London. 32 Dyanovita, A. K. 2011. Pengaruh penggunaan campuran kunyit dan jahe dalam bentuk tepung dan terenkapsulasi sebagai aditif pakan terhadap aktivitas enzim amilase, protease, dan lipase. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang. Elsden, S. R., M. W. S. Hitchcock, R. A. Marshall & A. T. Phillipson. 1946. Volatile acid in the digesta of ruminants and other animals. J. Exp. Biol. 22 : 191. Farida, W. R. 2011. Perilaku harian induk landak raya (Hystrix brachyura LINNAEUS, 1758) pada masa menyusui. Fauna Indonesia. Vol. 10. Bidang Zoologi Puslit Biologi-LIPI. Cibinong, Bogor. Grant, K. 2011. Nutrition of the north american porcupine, Erethizon dorsatum. www.softwarelabs.com. [17 Desember 2012]. Grzimek, B. 1975. Grzimek’s Animal Life Encyclopedia Mammals II. Vol. 2. Van Nostrand Reinhold Company, New York. Grzimek, B. 2004. Grzimek’s Animal Life Encyclopedia Mammals. 2nd Ed. Vol. 17. Van Nostrand Reinhold Company, New York. Haim, A., R. J. Van Aarde, & J. D. Skinner. 1992. Urinary characteristics of the cape porcupine Hystrix africaeaustralis; effect of photoperiode and temperature. J. Basic. Clin. Physiol. Pharmaco. 13 (2) : 166. Hungate, R. E. 1966. The Rumen and Its Microbes. Academic Press, New York. Hutomo, M., H. De Longh, W. Kiswara, & M. Moraal. 2011. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Dugong di Indonesia. Pusat Penelitian Oseanografi, Jakarta. Irawadi, T. T. 1990. Pemanfaatan limbah kelapa sawit sebagai media pertumbuhan kapang penghasil enzim ekstraseluler. Laporan Penelitian. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Johnson, J. L., & R. H. McBee. 1967. The porcupine cecal fermentation. J. Nutrition. 91 : 540-546. Khakhinov, V. V., B. B. Namsaraev, I. D. UI’zetueva, D. D. Barkhutova, E. Y. Abidueva, & T. G. Banzaraktsaeva. 2005. Hydrochemical and Microbiological Characterictics of The Gusino-Ubukunskaya Group of Water Bodies. Vol.32 Water Resources. Interperiodica, Russian. Kusnadi. 2003. Common Text Book Microbiology. JICA IMSTEP, Bandung. Lehninger, A. L. 1982. Principles of Biochemistry. Worth Publisher. Inc, New York. Ling, J.R. 1990. Digestion of Bacterial Cell Walls in The Rumen. In: S. Hoshino, R. Onodera, H. Minato and H. Itabashi (Eds). The Rumen Ecosystem. Jap. Sci. Soc. Press. Tokyo. Macrae, A.R. 1983. Lipase catalyzed interesterification of oils and fats. J. AOCS. 60 : 243-246. 33 McDonald, P., R. A. Edwards, J. F. D. Greenhall, & C. A. Morgan. 2002. Animal Nutrition. 6th Edition. Prentice Hall Publishing, Essex, New Jersey. Miller, G.L. 1959. Use of dinitrosalicylic acid reagent for determination of reducing sugar. J. Analytical Chemistry 31 (3) : 426-429. Miller, F. P., A. F. Vandome, & J. McBrewster. 2010. Lipase. Alphascript Publishing, Beau-Bassin. Mukhtar, A. S. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tingkah Laku Satwa (Ethiologi). Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Departemen Kehutanan, Bogor. Nishiyama, Y., L. Paul, C. Henri. 2002. Crystal structure and hydrogen-bonding system in cellulose from synchrotron x-ray and neutron fiber diffraction. J. Am. Chem. Soc. 124 (31) : 74-82. Niswati, Z. 1995. Karakteristik pertumbuhan dan manipulasi aktivitas amilolitik bakteri rumen sapi dan kerbau. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nuraida, L., R. Dewanti., P. Hariyadi, & S. Budijanto. 2000. Eksplorasi, karakterisasi, dan produksi enzim lipase dengan aktivitas esterifikasi tinggi dari kapang indigenus. Laporan Penelitian. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Norsuhana, A. H., M. D. N. Shukor, A. Aminah, & Z. Z. Zainal. 2009. Lakuan maternal landak raya (Hystrix brachyura) di dalam kurungan. J. Sains Malaysiana. 38 : 595-600. Nurhasanah, & D. Herasari. 2008. Pemurnian enzim lipase dari bakteri lokal dan aplikasinya dalam reaksi esterifikasi. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi. Hal:4. Nurlaela. 2006. Studi perbandingan mikroba rumen antara domba dan kambing lokal. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Odenyo, A. A., R. Bishop, G. Asefa, C. Wells, & P.O. Osuji. 1999. Isolation and characterisation of anaerobic cellulose- degrading bacteria from East African porcupine (Hystrix cristata). J. Anaerob. Academic Press. 5 : 93-100. Ogimoto, K., & S. Imai. 1981. Atlas of Rumen Microbiology. Japan Scientific Societies Press, Tokyo. Olson, R. 1999. Porcupine Ecology and Damage Management Techniques For Rural Homeowners. University of Wyoming, Laramie, Wyoming. Orskov, E.R., & McDonald. 1979. The estimation of protein degradability in the rumen from incubation measurements weighted according to rate of passage. J. Agricultural Science. Cambridge. 92 : 499-503. 34 Parker, S. B. 1990. Grzimek’s Encyclopedia of Mammals. Vol. 4. McGraw-Hill, New York. Pelczar, M.J., & E.C.S. Chan. 1986. Dasar Mikrobiologi 1. Terjemahan: Hadioetomo, R.S., T. Imas, S.S. Tijitrosomo dan S.L. Angkasa. University of Indonesia Press. Jakarta. Prayudi, T. 2012. Pengaruh penambahan pelet ikan koi ke dalam ransum terhadap performa landak jawa (Hystrix javanica). Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Preston, T.R., & R.A. Leng. 1987. Matching Ruminant Production System with Available Resources in Tropic. Penambul Books, Armidale. Putra, S. 2006. Pengaruh supplementasi agensia defaunasi segar dan waktu inkubasi terhadap degradasi bahan kering, bahan organik, dan produk fermentasi secara in vitro. J. Produksi Ternak 8 (2) : 121-123. Rinawati, P. M., Wuryanti, & W. H. Rahmanto. 2009. Isolasi, karakterisasi, dan mobilisasi enzim amilase dari temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb). Laboratorium Biokimia, Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Diponegoro, Semarang. Roze, U. 1989. The North American Porcupine. Smithsonian Institute Press, Washington. Septiandi, Y. 2012. Sifat karkas dan non karkas landak jawa (Hystrix javanica, F. Cuvier 1823) dengan perlakuan penambahan pelet ikan koi pada pakan. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Shahib, M. N. 1992. Pemahaman Seluk Beluk Biokimia dan Penerapan Enzim. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Sheila. 2011. Klasifikasi duri landak jawa (Hystrix javanica) berdasarkan morfologi dan pola distribusi. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Stanley, M., & G. Andrykovich. 1984. Living : In Introduction to Biology. Addison Wesley Publishing Company, Inc., Michigan. Steel, G.D. & J.H. Torrie. 1981. Principles and Procedures of Statistics: A Biometrical Approach. McGraw-Hill, New York. Sumardjo, D. 2009. Pengantar Kimia. Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Sunarya, S. A. H. 2010. Uji benedict dan uji iodium. www.scribd.com/doc /39089775/Uji-Benedict-dan-Uji-Iodium. [14 Oktober 2012]. Suryahadi, & W.G. Piliang. 1993. Pemanfaatan limbah kelapa sawit (Elaeis guineensis jaquin) sebagai pellet ransum komplit ruminansia. Laporan Penelitian. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 35 Tenney, S. 1865. Natural History, a Manual of Zoology. Charles Scribner & Co., New York. Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadi, S. Prawirokusumo, & S. Lebdosukoyo. 1989. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Timotius, K. H. 1982. Mikrobiologi Dasar. Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Tripathi, M. K., & S. A. Karim. 2011. Effect of yeast cultures supplementation on live weight change, rumen fermentation, ciliate protozoa population, microbial hydrolytic enzymes status and slaughtering performance of growing lamb. Livestock Science. 135 : 17-25. Ulya, A. 2007. Kajian in vitro mikroba rumen berbagai ternak ruminansia dalam proses fermentasi bungkil biji jarak pagar (Jatropha curcas.L). Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Van Aarde, R. J. 1985. Reproduction in captive female cape porcupines (Hystrix africaeaustralis). J. Reprod and Fert. 75 : 577-582. Van Jaarsveld, A. S. 1983. Aspects of the digestion in the cape porcupine. South African. J. Anim. Sci. 13 : 31-33. Vaughn, T., J. Ryan, & N. Czaplewski. 2000. Mammalogy. 4th Ed. Jones and Barlett Publishers, London. Vispo, C. & I. D. Hume. 1995. Digestive tract and digestive function in the North American porcupine and beaver. Canadian. J. Zool. 73 : 967-974. Wardi. 2009. Tingkah laku harian landak raya (Hystrix brachyura) pada siang hari di penangkaran. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Widhyastuti, N. & R. M. Dewi. 2001. Isolasi bakteri proteolitik dan optimasi produksi protease. Laporan Teknik Proyek Inventarisasi dan Karakterisasi Sumberdaya Hayati. Pusat Penelitian Biologi - LIPI. Cibinong, Bogor. Wulandari, P. 2010. Fermentabilitas in vitro ransum yang diberi ekstrak bahan antinutrisi bungkil biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) dengan menggunakan cairan rumen kambing dan domba. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Zamora, A. 2005. Carbohydrates-chemical structure. http://www.scientificpsychic. com/fitness/carbohydrates2.html.[15 Oktober 2012]. 36 LAMPIRAN 37 Lampiran 1. Media Pengencer atau Media Putih o Larutan Mineral I 7,5 ml o Larutan Mineral II 7,5 ml o Cystein 0,05 g o Na2CO3 0,3 g o CMC 1% 0,05 ml o Selobiosa 0,05 g o Pati 0,05 g o Casein-hydrolisate 0,05 g o Resazurin (0,1%) 0,05 ml o Aquades hingga 100 ml a. Larutan Mineral I K2HPO4 0,6 g Aquades hingga 100 ml b. Larutan Mineral II KH2PO4 0,6 g NaCl 0,25 g CaCl2 0,12 g (NH4)2SO4 0,3 g MgSO4.7H2O 0,25 g Aquades hingga 100 ml Cara Pembuatan : 1. Larutan mineral 1 dilarutkan, kemudian tutup rapat dan dimasukkan ke dalam kulkas. 2. Larutan mineral 2 dilarutkan, kemudian tutup rapat dan dimasukkan ke dalam kulkas. 3. Semua bahan yang telah dilarutkan kemudian diberi gas CO2 hingga berwarna putih bening lalu diautoclave dan setelah dingin,disimpan di dalam freezer. 38 Lampiran 2. Media BHI Selulolitik o BHI powder 3,70 g o Glukosa 0,05 g o Selebiosa 0,05 g o CMC 10% 10 ml o Starch 0,05 g o Cystein 0,05 g o Hemin (0,05%) 0,5 ml o Resazurin 0,05 ml o Aquades hingga 100 ml Lampiran 3. Media BHI Amilolitik o BHI powder 3,70 g o Glukosa 0,05 g o Selebiosa 0,05 g o CMC 1% 1 ml o Starch 1g o Cystein 0,05 g o Hemin (0,05%) 0,5 ml o Resazurin 0,05 ml o Aquades hingga 100 ml Lampiran 4. Media BHI Lipolitik o BHI powder 3,70 g o Glukosa 0,05 g o Selebiosa 0,05 g o CMC 1% 0,05 ml o Starch 0,05 g o Cystein 0,05 g o Hemin (0,05%) 0,5 ml o Resazurin 0,05 ml o Aquades hingga 100 ml 39 Cara Pembuatan Media BHI Selulolitik dan BHI Amilolitik: 1. Semua bahan dimasukkan kecuali cystein lalu dicek pH hingga pH 7. 2. Bila pH diatas 7 diberi HCl, bila dibawah 7 maka diberi NaOH lalu dimasak hingga berubah warna dari coklat kekuningan menjadi merah dan akhirnya berwarna kuning bening. Setelah itu api dimatikan dan langsung diberi gas CO2 hingga dingin. 3. Setelah dingin, dimasukkan cystein lalu dipindahkan ke dalam tabung Hungate yang telah berisi agar Bacto masing-masing sebanyak 5 ml. 4. Tabung ditutup rapat dengan panfix dan terakhir diautoclave selama 15 menit. Cara Pembuatan Media BHI Lipolitik: 1. Semua bahan dimasukkan kecuali cystein lalu dicek pH hingga pH 7. 2. Bila pH diatas 7 diberi HCl, bila dibawah 7 maka diberi NaOH lalu dimasak hingga berubah warna dari coklat kekuningan menjadi merah dan akhirnya berwarna kuning bening. Setelah itu api dimatikan dan langsung diberi gas CO2 hingga dingin. 3. Setelah dingin, dimasukkan cystein lalu dipindahkan ke dalam tabung Hungate yang telah berisi agar Bacto masing-masing sebanyak 4,95 ml. 4. Kemudian dimasukkan minyak zaitun sebanyak 0,05 ml setiap tabungnya. 5. Tabung ditutup rapat dengan panfix dan terakhir diautoclave selama 15 menit. Lampiran 5. Larutan DNS (Dinitrosalicylic Acid) o NaOH 1g o Phenol 0,2 g o DNS 1g o Sodium Sulfit 0,5 g o Ka-Na-Tartrat (Garam Rochelle) 24,42 g o Aquades hingga 100 ml 40 Cara Pembuatan Larutan DNS: 1. NaOH dilarutkan dengan aquades sedikit-sedikit kemudian dicampurkan dengan Phenol hingga larut dengan sempurna. 2. Kemudian dimasukkan DNS dan diaduk dengan magnetik stirer hingga larut secara merata.Setelah itu dimasukkan sodium sulfit dan yang terakhir garam Rochelle. Aduk hingga larut sempurna. *catatan : hindari larutan DNS dari cahaya atau gunakan tabung yang gelap. Lampiran 6. Grafik Persamaan Regresi Enzim Selulase Lampiran 7. Tabel Larutan Standar Glukosa Untuk Enzim Selulase Konsentrasi Glukosa (g/100 ml) Absorbans 0 0 0,02 0,08 0,0225 0,097 0,025 0,116 0,0275 0,14 0,03 0,164 0,0325 0,21 0,035 0,229 0,0375 0,288 0,04 0,321 41 Lampiran 8. Grafik Persamaan Regresi Enzim Amilase Lampiran 9. Tabel Larutan Standar Glukosa Untuk Enzim Amilase Konsentrasi Glukosa (g/100 ml) Absorbans 0 0 0,02 0,092 0,03 0,178 0,04 0,305 0,05 0,480 0,06 0,658 0,07 0,848 0,08 1,037 0,09 1,187 0,1 1,388 0,11 1,569 0,12 1,723 42 Lampiran 10. Anova Populasi Bakteri Selulolitik SK db JK KT Fhit f0.05 f0.01 f0,1 15 5,304535 0,3536357 Perlakuan 3 2,0536235 0,6845412 4,7547377 3,8625484 6,9919172 2,812863 * Kelompok 3 1,9551785 0,6517262 4,5268088 3,8625484 6,9919172 2,812863 * Faktor A 1 0,143641 0,143641 0,9977125 5,117355 10,561431 3,360303 NS Faktor B 1 1,7463623 1,7463623 12,130015 5,117355 10,561431 3,360303 ** 2 vs 1 1 3,4927245 3,4927245 24,260029 5,117355 10,561431 3,360303 ** A*B 1 0,1636202 0,1636202 1,1364859 5,117355 10,561431 3,360303 NS Eror 9 1,295733 0,1439703 Total Pembacaan : karena Fhit > f0,01 maka pengaruh waktu inkubasi sangat signifikan terhadap jumlah populasi bakteri selulolitik dimana waktu inkubasi selama 1 jam menghasilkan jumlah populasi bakteri selulolitik lebih besar dibandingkan waktu inkubasi selama 0 jam. Lampiran 11. Anova Populasi Bakteri Amilolitik SK db JK KT Fhit f0.05 f0.01 f0,1 15 20,642938 1,3761959 Perlakuan 3 5,5982777 1,8660926 1,7649448 3,8625484 6,9919172 2,812863 Kelompok 3 5,5288767 1,8429589 1,7430651 3,8625484 6,9919172 2,812863 Faktor A 1 0,6516526 0,6516526 0,6163311 5,117355 10,561431 3,360303 Faktor B 1 3,7742776 3,7742776 3,5697006 5,117355 10,561431 3,360303 2 vs 1 1 7,548555 7,548555 7,139401 5,117355 10,56143 3,360303 A*B 1 1,1723476 1,1723476 1,1088029 5,117355 10,561431 3,360303 Eror 9 9,5157836 1,0573093 Total NS NS NS * * NS Pembacaan : karena Fhit > f0,05 maka pengaruh waktu inkubasi signifikan terhadap jumlah populasi bakteri amilolitikdimana waktu inkubasi selama 1 jam menghasilkan jumlah populasi bakteri amilolitik lebih besardibandingkan waktu inkubasi selama 0 jam. Lampiran 12. Anova Populasi Bakteri Lipolitik SK JK KT 15 3 3 1 1 1 31,831622 4,4584372 18,230162 0,0099501 4,4468266 8,893653 2,1221081 1,4861457 6,0767207 0,0099501 4,4468266 8,893653 A*B 1 0,0016606 0,0016606 Eror 9 9,1430226 1,0158914 Total Perlakuan Kelompok Faktor A Faktor B 2 vs 1 db Fhit f0.05 f0.01 f0,1 1,4628982 3,8625484 5,9816637 3,8625484 0,0097944 5,117355 4,3772657 5,117355 8,754531 5,117355 6,9919172 6,9919172 10,561431 10,561431 10,56143 0,0016346 10,561431 2,812863 2,812863 3,360303 3,360303 3,360303 3,360303 5,117355 NS * NS * * NS Pembacaan: karena Fhit > f0,1 maka pengaruh waktu inkubasi signifikan terhadap jumlah populasi bakteri lipolitik dimana waktu inkubasi selama 1 jam menghasilkan jumlah populasi bakteri lipolitik lebih besar dibandingkan waktu inkubasi selama 0 jam. 43 Lampiran 13. Anova Degradabilitas Bahan Kering SK db Total Perlakuan Kelompok Faktor A Faktor B A*B Eror JK KT Fhit f0.05 f0.01 f0,1 15 3 3 1 1 1 0,728511 0,0553245 0,3881015 0,0180903 0,0223503 0,014884 0,0485674 0,0184415 0,1293672 0,0180903 0,0223503 0,014884 0,5821895 4,0840609 0,5711007 0,7055869 0,4698809 3,8625484 3,8625484 5,117355 5,117355 5,117355 6,9919172 6,9919172 10,561431 10,561431 10,561431 2,812863 2,812863 3,360303 3,360303 3,360303 9 0,285085 0,0316761 NS * NS NS NS Pembacaan : karena semua perlakuan (p<0.05) maka tidak perlu di uji lanjut kontras ortogonal Lampiran 14. Anova Degradabilitas Bahan Organik SK db JK KT Fhit f0.05 f0.01 f0,1 Total Perlakuan Kelompok Faktor A Faktor B A*B 15 3 3 1 1 1 0,9251604 0,1968007 0,1787717 0,0730351 0,0631266 0,0606391 0,0616774 0,0656002 0,0595906 0,0730351 0,0631266 0,0606391 1,0742629 0,9758492 1,196015 1,0337544 0,9930193 3,8625484 3,8625484 5,117355 5,117355 5,117355 6,9919172 6,9919172 10,561431 10,561431 10,561431 2,812863 2,812863 3,360303 3,360303 3,360303 9 0,5495881 0,0610653 Eror NS NS NS NS NS Pembacaan : karena semua perlakuan (p<0.05) maka tidak perlu di uji lanjut kontras ortogonal Lampiran 15. Cara Perhitungan Data Populasi Bakteri 1) Koloni bakteri dihitung sebagai data mentah 2) Data tersebut dibuat dalam satuan koloni / ml sampel basah 3) Satuan diubah menjadi koloni / gram digesta kering 4) Satuan diubah kembali menjadi koloni / gram BK sekum 5) Data tersebut disederhanakan dengan pembulatan 106 kemudian di logaritma 6) Hasil tersebut dibuat dalam bentuk cfu / gram BK Lampiran 16. Cara Perhitungan Aktivitas Enzim Selulase dan Enzim Amilase 1) Persamaan regresi dibuat berdasarkan larutan standar 2) Nilai dari hasil spektrofotometer dijadikan nilai Y kemudian dicari nilai X sebagai nilai konsentrasi glukosa. 3) Data tersebut dibuat dalam satuan gram / ml. 4) Satuan diubah menjadi µg / ml = (gram/ml) x 106 44 5) Satuan diubah dalam bentuk unit / ml sampel encer 2 = (µg/ml) / (180 x wkt inkubasi dalam menit) 6) Angka tersebut diubah dalam satuan unit / ml sampel awal = (unit/ml sampel encer 2) / 0,002 7) Hasil perhitungan tersebut akhirnya dibuat dalam bentuk satuan unit / gram BK digesta = (unit/ml sampel awal) / (0,333 x kadar BK) Lampiran 17. Cara Perhitungan Aktivitas Enzim Lipase 1) Data dihitung dengan rumus aktivitas lipase (µmol/menit) yang telah dicantumkan di prosedur 2) Angka hasil perhitungan tersebut kemudian dibuat dalam satuan unit / gram BK = (µmol/menit) / (0,333 x kadar BK) 45 Lampiran 15. Contoh Bakteri Hasil Penelitian Gambar 9. Bakteri Selulolitik Perlakuan Pakan Kontrol Gambar 10. Bakteri Selulolitik Perlakuan Pakan Kontrol + Pelet Ikan KOI Gambar 11. Bakteri AmilolitikPerlakuan Pakan Kontrol Gambar 12. Bakteri Amilolitik Perlakuan Pakan Kontrol + Pelet Ikan KOI Gambar 13. Bakteri LipolitikPerlakuan Pakan Kontrol Gambar 14. Bakteri Lipolitik Perlakuan Pakan Kontrol + Pelet Ikan KOI 46