BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia kaya akan sumber bahan obat alam dan obat tradisional yang telah digunakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia secara turun temurun. Keuntungan obat tradisional dirasakan langsung oleh masyarakat adalah kemudahan untuk memperolehnya dan bahan bakunya dapat ditanam di pekarangan sendiri, namun perlu juga diperhatikan efek samping yang ditimbulkan oleh obat tradisional tersebut (Wibowo, 2008). Salah satu tanaman obat yang banyak digunakan saat ini sebagai obat tradisional adalah pegagan (Centella asiatica). Pegagan (Centella asiatica) adalah tanaman liar yang banyak tumbuh di perkebunan, ladang, tepi jalan, serta pematang sawah (Dalimartha, 2005). Pegagan mengandung asiaticoside, thankuniside, isothankuniside, madecassoside, brahmoside, brahmic acid, brahminoside, madasiatic acid, meso-inositol, centelloside, carotenoids, hydrocotylin, vellarine, tanin serta garam mineral seperti kalium, natrium, magnesium, kalsium dan besi (Zheng dan Qin, 2007). Kandungan zat aktif yang baik ini perlu dimanfaatkan untuk pengobatan. Pegagan juga mengandung volatil oil dengan p-cymol, bcaryophyllene dan farnesene, flavonoid, tannin, fitosterol, asam amino, gula, vitamin K, magnesium, kalsium serta sodium. Pada penelitian terbaru, telah ditemukan keberadaan mesoinositol, oligosakarida baru, centellose, kaempferol, quercetin dan stigmasterol. Pegagan memiliki fungsi (diuretika), membersihkan darah, melancarkan peredaran darah, peluruh kencing penurun panas (antipiretika), menghentikan pendarahan (haemostatika), meningkatkan syaraf memori, anti bakteri, tonik, antispasma, antiinflamasi, hipotensif, insektisida, antialergi dan stimulan. Manfaat pegagan lainnya yaitu penyembuhan proses luka, meningkatkan sirkulasi darah pada lengan dan kaki, mencegah varises dan salah urat,meningkatkan daya ingat, mental dan stamina tubuh, serta menurunkan gejala stres dan depresi (Dalimartha, 2005). Pemberian ekstrak pegagan secara oral dengan dosis yang besar dapat menimbulkan rasa tidak enak pada lambung dan hilangnya nafsu makan tetapi biasanya herbal bersifat tonik (berasa manis dan tidak meransang lambung). Dalam kondisi normal lambung mampu melindungi dirinya dari asam lambung. Namun jika perlindungan itu terganggu, asam dan enzim yang biasanya bekerja mencerna makanan akan berbalik menggerus dinding lambung inilah yang akan menyebabkan nyeri (Niswati, 2008). Lambung memiliki dua fungsi utama yaitu fungsi pencernaan dan fungsi motorik. Fungsi pencernaan dan sekresi lambung berkaitan dengan pencernaan protein, sintesis dan sekresi enzim-enzim pencernaan. Selain mengandung sel-sel yang mensekresi mukus, mukosa lambung juga mengandung dua tipe kelenjar tubular yang penting yaitu kelenjar oksintik (gastrik) dan kelenjar pilorik, untuk pencernaan dan absorbsi dalam usus halus. Fungsi motorik lambung terdiri atas (1) penyimpanan sejumlah besar makanan sampai makanan dapat diproses dalam duodenum, (2) pencampuran makanan dengan sekresi lambung hingga membentuk suatu campuran setengah cair yang disebut kimus (chyme) dan (3) pengosongan makanan dari lambung ke dalam usus dengan lambat pada kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan absorbsi dalam usus halus (Wilson dan Lester 1994; Guyton dan Hall 1997). Efek pemberian ekstrak tanaman herbal terhadap mukosa lambung dengan dosis besar, yang kemungkinan ditimbulkan adalah kerusakan lambung yang parah. Pada pemeriksaan histologis tampak berupa degenerasi, bersama-sama dengan pembentukan vakuola besar, penimbunan lemak dan nekrosis. Dengan dasar inilah yang mendorong melakukan penelitian ini, sehingga diharapkan ekstrak pegagan dapat digunakan sebagai obat alternatif yang berkhasiat tanpa menimbulkan efek toksik pada organ terutama lambung ( Salmah Ismail, 2009). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dikaji pada penelitian ini apakah ekstrak pegagan (Centella asiatica) menimbulkan perubahan histopatologi pada lambung tikus putih setelah pemberian peroral. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perubahan histopatologi pada lambung tikus putih setelah pemberian ekstrak pegagan (Centella asiatica) per oral. 1.4 Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang perubahan histopatologi yang ditimbulkan ektrak pegagan (Centella asiatica) pada lambung tikus putih secara peroral. 1.5 Kerangka Pemikiran Zat aktif pada tanaman herbal umunya dalam bentuk metabolit sekunder, sedangkan satu tanaman bisa menghasilkan beberapa metabolit sekunder. Sehingga memungkinkan tanaman tersebut memiliki lebih dari satu efek farmakologi. Bahan obat alam juga memiliki beberapa kelemahan yang juga merupakan kendala dalam pengembangan obat tradisional (termasuk dalam upaya agar bisa diterima pada pelayanan kesehatan formal). Disamping itu perlu diketahui pula bahwa tanaman herbal juga mengandung zat yang berbahaya, setelah melewati beragam penelitian, demikian juga adanya ramuan bahan-bahan yang bersifat keras dan jarang digunakan selain untuk penyakit-penyakit tertentu dengan cara-cara tertentu. Secara toksikologi bahan yang berbahaya adalah suatu bahan (baik alami atau sintesis, organik maupun anorganik) yang karena komposisinya dalam keadaan, jumlah, dosis dan bentuk tertentu dapat mempengaruhi fungsi organ tubuh manusia atau hewan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi khasiat pegagan didalam tubuh suatu individu. Faktor tersebut meliputi dosis, berat badan, lama pemberian, dan jenis kelamin, untuk memastikan adanya efek ekstrak pegagan pada jaringan lambung tikus putih, maka faktor diluar dosis akan dikontrol atau dikendalikan. Kerangka konsep disajikan secara diagram pada Gambar 1.1. Jenis kelamin Berat badan Jenis pakan Lama pemberian Dosis ekstrak pegagan Perubahan histopatologi lambung setelah pemberian berbagai dosis esktrak pegagan Gambar 1.1 Kerangka Konsep Penelitian 1.6 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka konsep tersebut bahwa pemberian ekstrak pegagan (Centella asiatica) peroral berpengaruh terhadap perubahan struktur hitopatologi lambung tikus putih.