Introduksi Gen cryIB-cryIAa ke dalam Genom Padi (Oryza sativa) cv. Rojolele Menggunakan Transformasi Agrobacterium Oleh Endang Sinambela, Obi Satrinanda Manik, Petro Nolla Saragih,Uci Wulandari Kimia Non Dik 2011 Abstrak Gen yang diselipkan dan organisme penerima dapat berasal dari organisme apa saja. Misalnya, gen dari sel pankreas manusia yang kemudian diklon dan dimasukkan ke dalam sel E. Coli yang bertujuan untuk mendapatkan insulin. Pada penelitian ini ransformasi dilakukan secara terpisah untuk masing-masing plasmid yang melibatkan 1737 kalus. Tanaman T0 yang berdasarkan hasil PCR positif mengandung gen cryIB-cryIAa dipilih untuk diuji ketahanannya terhadap penggerek batang kuning. Keberadaan gen cryIB-cryIAa pada tanaman hasil transformasi dideteksi dengan amplifikasi DNA menggunakan primer yang spesifik untuk gen cryIB-cryIAa. Stabilitas gen yang diwariskan kepada turunannya merupakan aspek yang sangat penting dalam rekayasa genetika tanaman. Umumnya gen yang ditransformasi dengan Agrobacterium diwariskan kegenerasi berikutnya mengikuti pola pewarisan Mendel Analisis PCR pada populasi tanaman generasi kedua dilakukan untuk mendeteksi pewarisan gen target pada keturunannya dan untuk mengetahui pola pewarisannya. Kata kunci : hibridisasi genotip cryIB-cryIAa, Agrobacterium, hibridisasi Pendahuluan Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman pertanian kuno berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan sub tropis. Bukti sejarah memperlihatkan bahwa penanaman padi di Zhejiang (Cina) sudah dimulai pada 3.000 tahun SM. Fosil butir padi dan gabah ditemukan di Hastinapur Uttar Pradesh India sekitar 100-800 SM. Selain Cina dan India, beberapa wilayah asal padi adalah Bangladesh Utara, Burma, Thailand, Laos dan Vietnam (BPP Teknologi). Upaya perakitan varietas padi di Indonesia ditujukan untuk menciptakan varietas yang berdaya hasil tinggi dan sesuai dengan kondisi ekosistem, sosial, budaya, serta minat masyarakat. Sejalan dengan berkembangnya kondisi sosial ekonomi masyarakat, permintaan akan tipe varietas yang dihasilkan juga berbeda (Susanto et al, 2003).sampai dengan tahun 1970-an, program pengembangan varietas unggul padi sawah lebih ditekankan pada perbaikan varietas lokal, terutama untuk memperpendek umur tanaman, sehingga dalam satu tahun dapat dilakukan panen dua sampai tiga kali. Untuk mengantisipasi melonjaknya kebutuhan beras dimasa sekarang dan yang akan datang, perbaikan potensi hasil padi mutlak diperlukan. Wujud nyata terobosan perakitan varietas padi untuk masa yang akan datang adalah pengembangan padi hibrida dan tipe baru. Keanekaragaman genetik memainkan peran yang sangat penting dalam adaptabilitas suatu spesies, karena ketika lingkungan suatu spesies berubah, variasi gen yang kecil diperlukan agar spesies dapat bertahan hidup dan beradaptasi. Spesies yang memiliki derajat keanekaragaman genetik yang tinggi pada populasinya akan memiliki lebih banyak variasi alel yang dapat diseleksi. Seleksi yang memiliki sangat sedikit variasi cenderung memiliki resiko lebih besar. Dengan sedikitnya variasi gen dalam spesies, reproduksi yang sehat akan semakin sulit, dan keturunannya akan menghadapi permasalahan yang ditemui pada penangkaran. Ketika manusia mulai bercocok tanaman, terdapat usaha penangkaran selektif untuk menurunkan sifat-sifat yang menguntungkan pada tanaman, dan menghilangkan sifatsifat yang merugikan. Penangkaran selektif ini mengakibatkan monokultur, yakni keseluruhan tumbuhan pada ladang memiliki gen yang hampir identik satu sama lainnya. Keanekaragaman genetik yang rendah tersebut mengakibatkan tanaman sangat rentan terkena serangan pada suatu variasi genetik tertentu dan menghancurkan keseluruhan spesies. Keragaman merupakan hal penting dalam pemuliaan karena dapat ditemukan berbagai sumber gen untuk perbaikan suatu sifat tanaman. Gen-gen tersebut dapat ditransfer ke tanaman dengan cara konvensional maupun rekayasa genetik. Salah satu teknik pemuliaan untuk perbaikan sifat adalah perakitan poliploidi. Poliploidi adalah keadaan sel dengan penambahan satu atau lebih genom dari genom normal 2n=2x. Rekayasa genetika merupakan transplantasi atau pencangkokan satu gen ke gen lainnya dimana dapat bersifat antar gen dan dapat pula lintas gen sehingga mampu menghasilkan produk. Rekayasa genetika juga diartikan sebagai perpindahan gen. Teknologi Rekayasa Genetika merupakan inti dari bioteknologi didifinisikan sebagai teknik in-vitro asam nukleat, termasuk DNA rekombinan dan injeksi langsung DNA ke dalam sel atau organel; atau fusi sel di luar keluarga taksonomi; yang dapat menembus rintangan reproduksi dan rekombinasi alami, dan bukan teknik yang digunakan dalam pemuliaan dan seleksi tradisional. Prinsip dasar teknologi rekayasa genetika adalah memanipulasi atau melakukan perubahan susunan asam nukleat dari DNA (gen) atau menyelipkan gen baru ke dalam struktur DNA organisme penerima. Gen yang diselipkan dan organisme penerima dapat berasal dari organisme apa saja. Misalnya, gen dari sel pankreas manusia yang kemudian diklon dan dimasukkan ke dalam sel E. Coli yang bertujuan untuk mendapatkan insulin. Tujuan Rekayasa Genetika Rekayasa genetika pada tanaman mempunyai target dan tujuan antara lain peningkatan produksi, peningkatan mutu produk supaya tahan lama dalam penyimpanan pascapanen, peningkatan kandunagn gizi, tahan terhadap serangan hama dan penyakit tertentu (serangga, bakteri, jamur, atau virus), tahan terhadap herbisida, sterilitas dan fertilitas serangga jantan (untuk produksi benih hibrida), toleransi terhadap pendinginan, penundaan kematangan buah, kualitas aroma dan nutrisi, perubahan pigmentasi. Rekayasa Genetika pada mikroba bertujuan untuk meningkatkan efektivitas kerja mikroba tersebut (misalnya mikroba untuk fermentasi, pengikat nitrogen udara, meningkatkan kesuburan tanah, mempercepat proses kompos dan pembuatan makanan ternak, mikroba prebiotik untuk makanan olahan), dan untuk menghasilkan bahan obatobatan dan kosmetika. Penyebab Berkembangnya Rekayasa Genetika Ditemukannya enzim pemotong DNA yaitu enzim restriksi endonuklease Ditemukannya pengatur ekspresi DNA yang diawali dengan penemuan operon laktosa pada prokariota Ditemukannya perekat biologi yaitu enzim ligase Ditemukannya medium untuk memindahkan gen ke dalam sel mikroorganisme Sejalan dengan penemuan-penemuan penting itu, perkembangan di bidang biostatistika, bioinformatika dan robotika/automasi memainkan peranan penting dalam kemajuan dan efisiensi kerja bidang ini. Penggerek batang kuning (Scirpophaga incertulas) tergolong serangga Ordo Lepidoptera, Famili Pyralidae, yang merupakan salah satu hama utama tanaman padi sawah yang menyebabkan kehilangan padi rata-rata 13%/tahun. Hama ini menyerang fase vegetatif dan generatif dengan gejala yang dikenal sebagai sundep dan beluk. Hama penggerek batang sulit diberantas dengan pestisida, karena larva yang baru menetas segera masuk ke dalam batang dan berkembang hingga menjadi pupa. Salah satu pendekatan alternatif untuk mengatasi hama penggerek batang kuning adalah dengan membuat tanaman yang mempunyai kemampuan internal menghasilkan toksin bagi larva kupu-kupu penggerek batang. Namun, pembuatan padi unggul tahan penggerek batang melalui persilangan tanaman mengalami hambatan, hal tersebut karena belum ditemukannya sumber gen ketahanan pada tanaman padi dan kerabat liarnya. Introduksi gen cry, umumnya cryIAb dan cryIAc, yang diperoleh dari bakteri tanah Bacillus thuringiensis (Bt) telah berhasil dilakukan pada berbagai kultivar tanaman padi. Introduksi tersebut dilakukan umumnya pada kelompok Japonica dan Indica. Tanaman padi transgenik yang mengekspresikan toksin Bt tersebut dilaporkan efektif mengendalikan penggerek batang kuning. Seperti halnya varietas unggul tahan hama hasil persilangan konvensional, maka tanaman transgenic diharapkan dapat efektif mengendalikan hama penggerek batang dalam jangka waktu lama atau tidak mudah patah ketahanannya. Tanaman poligenik adalah tanaman yang mengekspresikan dua atau lebih toksin dalam tanaman. Kedua toksin tersebut terekspresi dengan dosis tinggi, bekerja secara sinergis, dan tidak terjadi resistensi silang (cross resistance). Resistensi silang dapat terjadi bila kedua toksin memiliki situs pengikatan yang sama, sehingga mutasi pada situs pengikatan mengakibatkan larva tahan terhadap kedua toksin tersebut. Penelitian ini dilaksanakan dengan mengintroduksi fusi dua gen cryIB-cryIAa sintetik ke dalam genom kultivar padi lokal Rojolele menggunakan transformasi Agrobacterium. Padi kultivar Rojolele yang tergolong dalam kelompok Javanica, merupakan kultivar padi lokal Indonesia yang sudah dapat diregenerasikan menggunakan teknik kultur jaringan dan sudah berhasil ditransformasi dengan gen cryIAb menggunakan teknik penembakan DNA Gen cryIB dan cryIAa merupakan dua gen yang mempunyai situs pengikatan yang berbeda dalam usus bagian tengah larva dari kupu-kupu penggerek batang padi. Kemungkinan mutasi dua gen lebih kecil dibandingkan dengan satu gen, sehingga diharapkan dapat memperlambat munculnya hama dengan resisten baru. Bahan dan Alat Bahan Benih padi kultivar Rojolele diperoleh dari Balai Penelitian Padi Muara, Bogor. benlate 3%, alkohol 70%, bayclin 70%, akuades steril, Hibrid Gen cryIBcryIAa, rifampisin, kanamisin, Asam Amino, akuades steril, etanol, EDTA 0.05 M, NaCl 2 M, setiltrimetilamonium bromida (CTAB), sarkosil 5%, kloroform, isopropanol, Alat Karter, vakum, kertas tisu steril, rumah kaca khusus (biosafety containment), regenerasi MS, inkubasi, mikroskop, sentrifugas, tabung reaksi, Prosedur Kerja Bahan Tanaman dan Induksi Kalus Embriogenik. Benih padi kultivar Rojolele diperoleh dari Balai Penelitian Padi Muara, Bogor. Benih direndam dalam benlate 3% (b/v) selama 10 menit, alkohol 70% (v/v) selama satu menit, dan bayclin 70% (v/v) selama 20-30 menit sambil digoyang. Selanjutnya benih dicuci dengan akuades steril sebanyak 4-5 kali dan ditanam pada media induksi kalus 3 (IK3) yang terdiri dari media dasar Murashige and Skoog (MS) yang diperkaya dengan 2,4-D 2.5 mg/l pada kondisi gelap. Setelah satu minggu diisolasi kalus yang muncul dari bagian embrio benih dipindahkan ke media IK3 baru, dan ditumbuhkan selama dua minggu pada kondisi gelap. Empat hari sebelum infeksi, kalus dipotong menjadi ukuran yang lebih kecil (+ 2 mm) dan dipindahkan pada media IK3 baru. Plasmid dan Strain Agrobacterium. Hibrid Gen cryIBcryIAa diperoleh dari Dr. E. Guiderdoni, CIRAD-France. Gen cryIBcryIAa yang dikendalikan oleh promoter constitutive ubiquitin dipotong dari plasmid pBKS ubi cryIB-cryIAa dengan enzim restriksi HindIII dan disisipkan ke dalam plasmid biner pCAMBIA yang telah dipotong dengan HindIII untuk menghasilkan plasmid biner pCAMBIA 1301, 1303, dan 1304 ubi cryIB-cryIAa. Bagian T-DNA vektor biner pCAMBIA 1301, 1303, dan 1304 ubi cryIB-cryIAa masing-masing terdiri dari dua orientasi penyisipan (Gambar 1). Ketiga plasmid ini mengandung gen penyeleksi hygromycin phosphotransferase II (hpt) dan gen pelapor β-glucuronidase (gus) yang disisipi oleh intron dalam T-DNAnya. Namun, plasmid pCAMBIA 1303 dan 1304 mengandung gen penanda lain, yaitu gen gfp (green fluorescent protein dari ubur-ubur) yang disambung dengan gen gus dengan orientasi yang berbeda. Satu koloni Agrobacterium tumefaciens strain EHA 105 yang mengandung pCAMBIA 1301, 1303, atau 1304 ubi cryIB. Gambar 1: Konstruksi plasmid pCAMBIA 1301, 1303, dan 1304 ubi cryIB-cryIAa masingmasing dengan dua orientasi. Orientasi I; arah ekspresi gen dari kiri ke kanan. Orientasi II; arah ekspresi gen dari kanan ke kiri. cryIAa ditumbuhkan pada media LB padat mengandung rifampisin 20 mg/l dan kanamisin 50 mg/l selama tiga hari (28 oC). Selanjutnya, bakteri disuspensikan dalam media Asam Amino (AAM) cair yang telah dimodifikasi (Hiei et al. 1994) mengandung asetosiringon 100 μM. Suspensi bakteri ditumbuhkan pada suhu 28 oC (200 rpm) hingga mencapai OD600 0.4-0.5. Kokultivasi. Kalus embriogenik yang berukuran + 2 mm direndam dalam suspensi Agrobacterium selama 25 menit, dan divakum selama lima menit. Selanjutnya, kalus di keringkan di atas lapisan kertas tisu steril dan ditumbuhkan pada media IK3 mengandung asetosiringon 100 μM, selama tiga hari pada kondisi gelap. Setelah tiga hari kokultivasi, kalus dicuci dengan akuades steril mengandung cefotaksim 600 mg/ l sebanyak 5-6 kali untuk membunuh bakteri. Seleksi Kalus Tahan Hygromisin dan Regenerasi Tanaman. Kalus hasil kokultivasi yang telah dicuci selanjutnya ditumbuhkan pada media seleksi I, yaitu media IK3 mengandung klaforan 250 mg/l dan higromisin 50 mg/l. Dua minggu kemudian kalus dipindahkan ke media seleksi II, yaitu media IK3 mengandung klaforan 250 mg/l dan higromisin 100 mg/l dan ditumbuhkan pada kondisi gelap selama dua minggu. Kalus tahan higromisin kemudian dipindahkan ke media regenerasi MS mengandung IAA 0.5 mg/l dan BAP 0.3 mg/l untuk merangsang tunas muncul. Tanaman yang beregenerasi dipindahkan ke media MS bebas hormon untuk merangsang perakaran. Planlet yang dihasilkan kemudian dipindahkan ke dalam pot berisi tanah steril di rumah kaca khusus (biosafety containment). Uji GUS. Uji GUS pada kalus (tiga hari setelah kokultivasi) dan pada daun planlet dilakukan mengikuti prosedur Jefferson (1987). Sampel diinkubasi semalam (37 oC) dan dicuci dengan etanol 70% sebelum diamati menggunakan mikroskop. Isolasi dan Amplifikasi DNA. Total DNA diiolasi dari daun tanaman yang tidak ditransformasi (kontrol) dan daun tanaman transgenik putative. Sekitar 10 cm daun muda dimasukkan ke dalam tabung 1.5 ml, dibekukan dengan nitrogen cair, digerus hingga menjadi bubuk, dan ditambah dengan 750 μl buffer isolasi yang mengandung bufer lisis [Tris-HCl 0.2 M pH 7.5, EDTA 0.05 M, NaCl 2 M, setiltrimetilamonium bromida (CTAB) 2% (b/v)], bufer ekstraksi [sorbitol 0.35 M, TrisHCl 0.1 M pH 7.5, EDTA 5 mM], dan sarkosil 5% (b/v) dengan perbandingan 2.5:2.5:1. Contoh diinkubasi selama 1 jam pada suhu 65 oC sambil dikocok perlahan, setelah itu ditambah 750 μl kloroform:isoamil alkohol (24:1) dan dikocok. Kemudian contoh disentrifugasi 13 000 g (Sorval MC12C rotor F-12/ M.18) selama 5 menit pada suhu ruang. Lapisan atas diambil dan dipindahkan ke tabung 1.5 ml yang baru. Kemudian ditambahkan 400 μl isopropanol dan dikocok sebelum disentrifugasi (13 000 g) selama 6 menit pada suhu ruang. Supernatan dibuang, pelet dicuci dengan 500 μl etanol 70% dan disentrifugasi (13 000 g selama 3 menit). Supernatan dibuang dan pelet dikeringkan. DNA dilarutkan dalam 50 μl bufer TE [Tris-HCl 10 mM pH 7.5, EDTA 1 mM] dan disimpan pada -20 oC hingga digunakan. Amplifikasi PCR dilakukan dengan total reaksi 25 μl [buffer PCR 1x, dNTPs 0.05 mM, primer reverse dan forward masingmasing 2.5 ng/μl, taq polymerase 0.05 U/μl, 40 ng sampel DNA, dan H2O). Fragmen (785 pb) dari gen cryIB-cryIAa diamplifikasi menggunakan satu pasang primer (forward) 5’- GCCCAAGAAGCTGTCAACGC-3’ dan (reverse) 5’- CGATGTCGAGAACTGTGAGG-3’. Sebagai kontrol internal untuk mengecek keseluruhan proses (integritas dari isolasi DNA dan PCR) digunakan satu pasang primer lain untuk mendeteksi gen internal (gos5) dari tanaman padi. Kondisi PCR yang digunakan adalah 95 oC (3’) 1 siklus; 95 0C (1’), 60 oC (1’), 72 0C (1’) 40 siklus; dan 72 0C (10’) 1 siklus. DNA hasil PCR dipisahkan pada gel agarose 1% (b/v). Uji Ketahanan terhadap Penggerek Batang Kuning. Tanaman transgenik generasi pertama dan kontrol diinfestasi dengan larva penggerek batang kuning yang baru menetas (neonate), masing-masing satu larva untuk tiap anakan. Jumlah anakan padi yang diinfestasi adalah sepuluh anakan untuk tiap rumpun. Anakan yang diinfestasi adalah anakan hasil pemangkasan (ratoon), pada fase vegetatif dengan jumlah daun 4-5. Tanaman atau anakan yang tidak diinfestasi terlebih dahulu dibuang, sehingga setiap rumpun hanya ada sepuluh anakan. Pengamatan terhadap jumlah anakan yang terserang sundep dilakukan dua dan empat minggu setelah infestasi. Persentase sundep untuk masing-masing galur dihitung menggunakan formula sebagai berikut; Nilai D ditransformasikan ke dalam skala 0-9 (0 = 0%, 1 = 1- 20%, 3 = 21-40%, 5 = 41-60%, 7 = 61-80%, 9 = 81-100%). Nilai untuk ketahanan terhadap sundep (deadhearts) berdasarkan Standard Evaluation System (IRRI 1996) adalah sebagai berikut; 0 = tidak ada gejala, 1 = 110%, 3 = 11-20%, 5 = 21- 30%, 7 = 31-60%, dan 9 = > 60% menunjukkan gejala sundep. Analisis Pola Segregasi Gen cryIB-cryIAa. Tanaman transgenik dipelihara di rumah kaca khusus. Tanaman dibiarkan menyerbuk sendiri dan benih dipanen secara terpisah. Analisis pola segregasi gen dilakukan pada benih dari enam galur (Rjl 01 F1.1 11.1, 01 F2.2 9.1, 01 F2.2 10.2, 03 F1.1 4.1, 04 F1.1 2.1, dan 04 F2.2 2.4) terpilih, yaitu yang berasal dari tetua (T0) positif PCR cryIB-cryIAa dan tahan penggerek. Benih tersebut ditanam dan dipilih 30 tanaman secara acak untuk selanjutnya dilakukan isolasi DNA. Amplifikasi DNA menggunakan primer spesifik untuk gen cryIBcryIAa. Data hasil amplifikasi DNA dianalisis menggunakan uji khi-kuadrat untuk menentukan pola segregasi gen cryIB-cryIAa. Hasil dan Pembahasan Hasil Transformasi dan Regenerasi. Pada penelitian ini ransformasi dilakukan secara terpisah untuk masing-masing plasmid yang melibatkan 1737 kalus. Kalus embriogenik umur dua minggu yang telah diinfeksi diseleksi secara bertahap dengan menumbuhkan kalus di media yang mengandung higromisin selama empat minggu. Jumlah kalus tahan higromisin yang dihasilkan bervariasi antara 45.688.6%, sedangkan efisiensi regenerasi dan transformasi secara berturut-turut bervariasi antara 3.5-22.6% dan 0.5-3.9% (Tabel 1). Uji GUS dilakukan pada kalus tiga hari setelah infeksi, sebagai konfirmasi awal keberhasilan transformasi. Ekspresi GUS yang tinggi (100%) diperoleh pada kalus yang ditransformasi dengan plasmid biner pCAMBIA 1303 dan 1304 ubi cryIB-cryIAa (Tabel 2). Contoh kalus berwarna biru mengekspresikan β-glucuronidase (Gambar 2). Kalus yang tidak ditransformasi (kontrol) tidak mengekspresikan warna biru. Konfirmasi Keberadaan Gen cryIB-cryIAa. Keberadaan gen cryIB-cryIAa pada tanaman hasil transformasi dideteksi dengan amplifikasi DNA menggunakan primer yang spesifik untuk gen cryIB-cryIAa. Hasil PCR menunjukkan adanya pita DNA dengan ukuran yang diharapkan, yaitu 785 pb Hal ini mengindikasikan keberadaan transgen pada tanaman transgenik dan tidak ditemukan pada tanaman yang tidak ditransformasi. Berdasarkan hasil uji PCR, sebanyak 34 dari 80 tanaman (44.16%) hasil transformasi positif mengandung gen cryIB-cryIAa. Sisanya (55.84%) tumbuh dalam media seleksi, namun tidak mengandung gen target (escapes). Uji Ketahanan Tanaman Transgenik terhadap Penggerek Batang Kuning. Tanaman T0 yang berdasarkan hasil PCR positif mengandung gen cryIB-cryIAa dipilih untuk diuji ketahanannya terhadap penggerek batang kuning. Aktivitas insektisida dari fusi protein CryIB-CryIAa diuji dengan meletakkan larva yang baru menetas (neonate) pada daun telinga (auricle) dari daun termuda. Tanaman padi Rojolele yang tidak ditransformasi (kontrol) sudah mulai memperlihatkan gejala sundep, yaitu ditandai dengan layu atau matinya daun termuda (Gambar 4a), pada pengamatan tujuh hari setelah infestasi (HSI). Kerusakan sundep yang parah akibat serangan penggerek batang terlihat pada pengamatan 14 HSI dan 28 HSI (Gambar 4b). Beberapa galur tanaman transgenik potensial tahan terhadap penggerek batang kuning, yaitu dengan tidak menunjukkan gejala sundep pada semua anakan yang diamati. Dari 25 tanaman yang diuji, tujuh tanaman (Rjl 01 F1.1 11.1, 01 F2.2 9.1, 01 F2.2 10.2, 01 F2.2 17.1, 03 F1.1 4.1, 04 F1.1 2.1, dan 04 F2.2 2.4) dikelompokkan tahan terhadap penggerek batang kuning (skala 0), yaitu dengan tidak menunjukkan adanya gejala sundep pada anakan yang diamati (Tabel 3). Analisis Turunan Pertama (T1). Pola segregasi ditentukan dengan melakukan uji PCR terhadap 30 tanaman dari populasi tanaman T1 yang bersegregasi. Sebagian hasil amplifikasi gen cryIB-cryIAa pada populasi tanaman T1 mengalami segregasi (Gambar 5). Hasil analisis khi-kuadrat pada 6 populasi tanaman T1 yang berasal dari tetua positif PCR cryIB-cryIAa memperlihatkan bahwa dua tanaman, yaitu Rjl 04 F2.2 2.4 dan Rjl 01 F1.1 11.1, menurunkan gen target ke generasi berikutnya (T1) mengikuti pola pewarisan Mendel (3:1) (Tabel 4). Akan tetapi, empat populasi lainnya tidak mewarisi gen target. Pembahasan Transformasi dan Regenerasi. Pada penelitian ini efisiensi transformasi kalus embriogenik yang berasal dari skutellum padi cv. Rojolele berkisar antara 0.5-3.9%. Tidak ada perbedaan efesiensi transformasi menggunakan plasmid pCAMBIA 1301, 1303, atau 1304. Efisiensi transformasi ini masih lebih rendah dari efisiensi transformasi yang dilaporkan oleh Hiei et al. (1994) pada padi Japonica (93%) atau Rashid et al. (1996) pada padi Indica (22%). Namun, bila dilihat dari ekspresi gen gus (Tabel 2) yang dideteksi tiga hari setelah kokultivasi efisiensi transformasi menggunakan plasmid pCAMBIA 1303 atau 1304 sangat tinggi, yaitu 100%. Hasil ini setara dengan hasil transformasi pada padi Japonica yang dilakukan oleh Hiei et al. (1994). Selanjutnya kalus yang ditransformasi dengan pCAMBIA 1303 dan 1304 ubi cryIBcryIAa menghasilkan warna biru merata pada seluruh permukaan kalus. Frekuensi ekspresi transien yang tinggi tidak menjamin tingginya jumlah tanaman transgenik yang dihasilkan atau efisiensi transformasi yang stabil. Hal ini menandakan bahwa sistem transformasi ini dapat digunakan untuk memperbaiki sifat genetika padi Rojolele. Hingga saat ini keberhasilan transformasi Agrobacterium masih terbatas pada genotype. Analisis PCR Tanaman Hasil Transformasi (T0). Hasil PCR menggunakan primer spesifik untuk gen cryIB-cryIAa menunjukkan bahwa tanaman transgenik positif mengandung gen target. Sebanyak 34 dari 80 (44.16%) tanaman yang di transformasi dengan gen cryIB-cryIAa menghasilkan pita DNA dengan ukuran 785 pb seperti yang diharapkan. Hasil ini menunjukkan bahwa tanaman positif mengandung gen cryIB-cryIAa. Sisanya (55.84%) tidak mengandung gen target (escape). Tingginya jumlah tanaman escape dapat disebabkan oleh sistem seleksi yang digunakan kurang efektif, penyisipan gen yang tidak sempurna, atau gen yang ditransfer tidak stabil terintegrasi di dalam genom tanaman dan hilang selama proses pembelahan sel (Saini et al. 2003). Uji Ketahanan terhadap Penggerek Batang Kuning. Ekspresi gen pada tanaman transgenik dicerminkan, salah satunya, pada tingkat ketahanan padi transgenik terhadap penggerek batang. Tingkat ketahanan tanaman transgenik terhadap penggerek batang dipengaruhi oleh jumlah toksin yang dihasilkan. Pada penelitian ini, reaksi tanaman transgenik generasi pertama (T0) terhadap larva kupu-kupu penggerek batang kuning dirumah kaca sangat bervariasi (Tabel 3). Tujuh tanaman (Rjl 01 F1.1 11.1, 01 F2.2 9.1, 01 F2.2 10.2, 01 F2.2 17.1, 03 F1.1 4.1, 04 F1.1 2.1, dan 04 F2.2 2.4) dikelompokkan tahan (skala 0) dan sisanya moderat serta tidak tahan. Sebelumnya, doilaporkan bahwa kandungan protein/toksin tanaman transgenik berbeda antara satu tanaman dengan tanaman yang lain. Sehingga, meskipun analisis Western blot belum dilakukan, hal ini mengindikasikan bahwa ekspresi toksin CryIB-CryIAa pada tanaman transgenic yang diperoleh bervariasi. Tanaman transgenik tahan hama diharapkan dapat bermanfaat dalam jangka lama, artinya dalam jangka lama mampu mengendalikan hama sasaran. Jangka waktu pemanfaatan tanaman transgenik sangat tergantung pada manajemen resistensi hama. Cohen (2000) mengusulkan berbagai strategi untuk menghambat munculnya serangga resisten baru. Dua diantaranya adalah; (i) penggunaan tanaman transgenik yang mengandung toksin dengan dosis tinggi dikombinasikan dengan penanaman tanaman nontransgenik (refugia), dan (ii) penggunaan lebih dari satu gen yang berbeda situs pengikatannya (receptor) dalam usus bagian tengah larva. Fusi protein CryIB-CryIAa, berdasarkan hasil penelitian ini, potensial mengendalikan larva kupu-kupu penggerek batang kuning. Sebelumnya, tanaman padi cv. Rojolele transgenik yang mengandung toksin CryIAb dan efektif mengendalikan penggerek batang kuning telah berhasil diperoleh Penggunaan tanaman transgenik yang mengandung toksin yang berbeda ini diharapkan dapat mendukung program manajemen resistensi hama penggerek batang padi di Indonesia. Analisis PCR Turunan Pertama (T1). Stabilitas gen yang diwariskan kepada turunannya merupakan aspek yang sangat penting dalam rekayasa genetika tanaman. Umumnya gen yang ditransformasi dengan Agrobacterium diwariskan kegenerasi berikutnya mengikuti pola pewarisan Mendel Analisis PCR pada populasi tanaman generasi kedua dilakukan untuk mendeteksi pewarisan gen target pada keturunannya dan untuk mengetahui pola pewarisannya. Hasil analisis PCR pada populasi tanaman T1 dari 6 galur terpilih menunjukkan bahwa tanaman Rjl 04 F2.2 2.4 dan Rjl 01 F1.1 11.1 mengikuti pola pewarisan Mendel yang memenuhi rasio 3:1 untuk gen dominan tunggal. Hal ini mengindikasikan bahwa gen target terintegrasi pada satu lokus dalam kromosom inti. Dengan demikian dimungkinkan untuk mendapatkan galur homozigot gen cryIB-cryIAa. Hasil amplifikasi DNA pada empat populasi tanaman lainnya (Rjl 01 F2.2 9.1, 01 F2.2 10.2, 03 F1.1 4.1, dan 04 F1.1 2.1) menunjukkan bahwa keempatnya tidak mewarisi gen target. Meskipun hal ini jarang terjadi pada tanaman yang ditransformasi menggunakan Agrobacterium, kasus ini dilaporkan terjadi pada tanaman yang ditransformasi dengan penembakan DNA akibat tingginya jumlah salinan gen dan adanya proses penyusunan kembali. Transgen dapat hilang pada generasi berikutnya akibat transgen tidak diwariskan ke sebagian atau semua progeninya. Pada kasus ini diduga gen target tidak terintegrasi dalam kromosom inti, sehingga tidak stabil diturunkan kegenerasi berikutnya. Christou et al. (1989) menduga tingginya jumlah serbuk sari yang steril mengakibatkan terjadinya pewarisan gen yang abnormal. Namun belum diketahui dasar biologis yang tepat yang dapat menjelaskan mengapa hal ini terjadi. Oleh karena itu penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk memperoleh penjelasan yang lebih akurat. Kesimpulan Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun, Keanekaragaman genetik yang rendah tersebut mengakibatkan tanaman sangat rentan terkena serangan pada suatu variasi genetik tertentu dan menghancurkan keseluruhan spesies. Pada penelitian ini ransformasi dilakukan secara terpisah untuk masing-masing plasmid yang melibatkan 1737 kalus. Tanaman T0 yang berdasarkan hasil PCR positif mengandung gen cryIB-cryIAa dipilih untuk diuji ketahanannya terhadap penggerek batang kuning. Keberadaan gen cryIB-cryIAa pada tanaman hasil transformasi dideteksi dengan amplifikasi DNA menggunakan primer yang spesifik untuk gen cryIB-cryIAa. Stabilitas gen yang diwariskan kepada turunannya merupakan aspek yang sangat penting dalam rekayasa genetika tanaman. Umumnya gen yang ditransformasi dengan Agrobacterium diwariskan kegenerasi berikutnya mengikuti pola pewarisan Mendel Analisis PCR pada populasi tanaman generasi kedua dilakukan untuk mendeteksi pewarisan gen target pada keturunannya dan untuk mengetahui pola pewarisannya. Daftar Pustaka Sukmadjaja, Deden, dkk.2007. Teknik Isolasi dan Kultur Protoplas Tanaman Padi. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor Utami, Dwinta W. 2005. Perakitan Galur Durable Tahan Penyakit Blas Menggunakan Spesies Padi Liar Oryza rufipogon. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor. Amirhusin, Bahagiawati. 2004. Perakita Tanaman Transgenetik Tahan Hama. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor Rahmawati , Syamsidah, dan Inez Hortense Slamet-Leodin. 2006. Introduksi Gen cryIB-cryIAa ke dalam Genom Padi (Oryza sativa) cv. Rojolele Menggunakan Transformasi Agrobacterium. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor Wijayanto, Teguh. 2013. Prospek Penerapan Bioteknologi Dalam Pemanfaatan dan Pengembangan Biodiversitas Padi Lokal Sulawesi Tenggara. Universitas Halu Oleo Nafari, Indra Bayu.2006. Kestabilan Pewarisan Gen entC dan pmsB pada Padi Transgenetik Generasi Ketiga (T2). FMIPA. Bogor.