BBLR

advertisement
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Penelitian
Hasil wawancara dengan partisipan penelitian dan hasil
dokumentasi dari data rekam medik dan data buku Kesehatan Ibu
dan Anak (KIA) menggambarkan angka kejadian BBLR di RSUD
Salatiga dan faktor ibu yang berpotensi menentukan kejadian
tersebut.
Angka kejadian bayi dengan BBLR di RSUD Salatiga pada
bulan Juni hingga Agustus 2012 dapat dirangkum pada tabel
berikut :
Tabel 4.1 Angka Kejadian Bayi dengan BBLR di RSUD Salatiga
Juni-Agustus 2012
No Bulan
Jumlah
Jumlah
Persentase
Kelahiran
Bayi BBLR
BBLR
1.
2.
3.
Juni
Juli
Agustus
122
116
112
18
19
30
14,74
16,38
26,79
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kejadian bayi BBLR
di RSUD masih tinggi. Sejak Juni hingga Agustus 2012 tercatat
bahwa angka kejadian BBLR di RSUD Salatiga ini masih melebihi
target capaian BBLR yang ditetapkan pada sasaran program
perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7%
(Depkes, 2010).
41
42
Hasil kategorisasi terhadap partisipan dalam hal faktor ibu,
baik dari segi faktor gizi ibu, faktor status ekonomi, faktor usia ibu,
faktor
pengawasan
ANC,
faktor
pendidikan
ibu,
faktor
penyakit/komplikasi selama kehamilan, faktor paritas, faktor jarak
kehamilan, faktor pekerjaan ibu dan faktor kebiasaan ibu (merokok,
minum alakohol) diringkaskan dalam Tabel 4.2 berikut ini.
43
Partisi
pan
M1
Kurang
M2
Kurang
M3
Kurang
M4
Kurang
M5
Sangat
baik
Kurang
M6
M7
Gizi
M9
Sangat
baik
Sangat
baik
Kurang
M10
Kurang
M11
Kurang
M8
Status
ekonomi
Di bawah
UMR
Di atas
UMR
Di bawah
UMR
Di bawah
UMR
Di atas
UMR
Di bawah
UMR
Di atas
UMR
Di atas
UMR
Di bawah
UMR
Di bawah
UMR
Di bawah
UMR
Tabel 4.2 Kategori faktor ibu pada masing-masing partisipan
Usia
ANC
Pendidik Penyakit
Paritas
Jarak
an
Kehamilan
Baik
Baik
Rendah
Baik
Baik
Baik
Pekerjaan
Ibu
Berisiko
Kebiasaan
Ibu
Baik
Baik
Baik
Rendah
Baik
Berisiko
-
Berisiko
Baik
Sangat
berisiko
Baik
Kurang
Rendah
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Rendah
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Kurang
Menengah
Berisiko
Berisiko
-
Berisiko
Baik
Baik
Baik
Rendah
Berisiko
Berisiko
-
Berisiko
Baik
Sangat
berisiko
Baik
Baik
Rendah
Berisiko
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Rendah
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Menengah
Berisiko
Berisiko
-
Baik
Baik
Baik
Kurang
Menengah
Baik
Berisiko
-
Baik
Baik
Baik
Kurang
Rendah
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
44
M12
Kurang
M13
Kurang
M14
Kurang
Di bawah
UMR
Di bawah
UMR
Di bawah
UMR
Baik
Kurang
Rendah
Baik
Berisiko
-
Berisiko
Baik
berisiko
Kurang
Rendah
Baik
Berisiko
-
Baik
Baik
Sangat
berisiko
Baik
Rendah
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
45
Faktor ibu menunjukkan asosiasi yang positif terhadap
kejadian BBLR jika kategori kurang atau beresiko masih ditemukan
pada sebagian partisipan yakni sebesar 50% atau lebih partisipan.
Dilihat dari faktor gizi partisipan terdapat tiga dari empat
belas partisipan mencapai kategori baik. Partisipan dinyatakan
mencapai kategori baik, jika kenaikan berat badan selama hamil
0,3-0,5 kg/minggu disesuaikan dengan usia kehamilan partisipan
masing-masing. Sebelas dari empat belas partisipan masuk dalam
kategori kurang. Partisipan dinyatakan berstatus gizi kurang jika
kenaikan berat badan selama hamil kurang dari 0,3 kg/minggu
disesuaikan dengan usia kehamilan masing-masing. Sebelas dari
empat belas partisipan (78,57%) berstatus gizi kurang melahirkan
bayi dengan BBLR. Berdasarkan hasil tersebut, faktor gizi
partisipan berasosiasi positif terhadap kejadian bayi BBLR di RSUD
Salatiga.
Empat dari empat belas partisipan masuk kategori di atas
UMR untuk faktor status ekonomi. Partisipan masuk kategori di atas
UMR jika pendapatan keluarga per bulan mencapai Rp 900.000,00
atau lebih (menengah ke atas). Sepuluh dari empat belas partisipan
masuk dalam kategori di bawah UMR. Partisipan masuk kategori di
bawah UMR jika pendapatan keluarga per bulan kurang dari Rp
900.000,00. Sepuluh dari empat belas partisipan (71,43%) dengan
status ekonomi di bawah UMR melahirkan bayi dengan BBLR
46
sehingga faktor status ekonomi berasosiasi positif dengan kejadian
bayi BBLR di RSUD Salatiga.
Sepuluh dari empat belas partisipan mencapai kategori
baik dalam segi faktor usia. Artinya usia partisipan saat melahirkan
masuk usia reproduksi sehat yaitu usia 20-35 tahun. Tercatat hanya
empat dari empat belas partisipan masuk kategori berisiko karena
saat melahirkan mencapai usia < 20 tahun dan > 35 tahun. Sepuluh
dari empat belas partisipan (71,43%) dengan usia reproduksi sehat
yang melahirkan bayi dengan BBLR. Oleh karena itu, faktor usia
partisipan ini tidak berasosiasi dengan kejadian bayi BBLR di RSUD
Salatiga.
Semua
partisipan
mendapat
pelayanan
ANC
yang
seharusnya kecuali enam dari empat belas partisipan yang tidak
melakukan pemeriksaan Hb. Delapan dari empat belas partisipan
mencapai kategori baik. Partisipan mencapai kategori baik jika
partisipan memperoleh pemeriksaan dengan lengkap. Enam dari
empat belas partisipan masuk kategori kurang. Partisipan masuk
kategori kurang jika ada satu atau lebih jenis pemeriksaan yang
belum dilakukan oleh partisipan. Delapan dari empat belas
partisipan (57,14%) dengan pengawasan ANC baik, melahirkan
bayi BBLR. Faktor pengawasan ANC ini tidak berasosiasi dengan
kejadian bayi BBLR di RSUD Salatiga.
47
Tampak tidak ada variasi dari segi faktor pendidikan
partisipan. Keseluruhan partisipan masuk kategori rendah dengan
rata-rata pendidikan partisipan hanya tamat SMA, SMP dan SD.
Sehingga faktor pendidikan partisipan ini tidak berasosiasi dengan
kejadian bayi BBLR di RSUD Salatiga.
Sepuluh dari empat belas partisipan masuk kategori baik,
artinya
partisipan
tidak
menderita
penyakit
ataupun
tidak
mengalami komplikasi selama kehamilan. Empat dari empat belas
partisipan masuk dalam kategori berisiko. Partisipan masuk
kategori berisiko jika selama kehamilan partisipan menderita
penyakit atau mengalami komplikasi kehamilan. Sepuluh dari empat
belas partisipan (71,43%) tidak menderita penyakit ataupun tidak
mengalami komplikasi selama kehamilan, melahirkan bayi BBLR.
Sehingga faktor penyakit/komplikasi selama kehamilan tidak
berasosiasi terhadap kejadian bayi BBLR di RSUD Salatiga.
Dilihat dari faktor paritas tercatat tujuh dari empat belas
partisipan mencapai kategori baik, artinya kehamilan partisipan
merupakan paritas 2 atau 3. Tujuh partisipan sisanya masuk
kategori berisiko. Partisipan masuk kategori berisiko jika kehamilan
partisipan merupakan paritas 1 atau lebih dari 3. Tujuh dari empat
belas partisipan (50%) merupakan paritas pertama, menyebabkan
bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR). Sehingga faktor
48
paritas ini berasosiasi dengan kejadian bayi BBLR di RSUD
Salatiga.
Tampak tidak ada variasi dalam segi faktor jarak
kehamilan. Sehingga faktor jarak kehamilan ini tidak berasosiasi
dengan kejadian bayi BBLR di RSUD Salatiga.
Dilihat dari segi faktor pekerjaan tercatat sembilan dari
empat belas partisipan masuk kategori baik, artinya partisipan tidak
bekerja selama kehamilan atau hanya sebagai ibu rumah tangga.
Lima dari empat belas partisipan masuk kategori berisiko, dimana
partisipan bekerja selama kehamilan. Sembilan dari empat belas
partisipan (64,29%) tidak bekerja atau sebagai partisipan rumah
tangga (IRT) melahirkan bayi BBLR. Oleh karena itu, faktor
pekerjaan partisipan tidak berasosiasi dengan kejadian bayi BBLR
di RSUD Salatiga.
Berdasarkan hasil wawancara, keseluruhan partisipan
tidak merokok dan tidak mempunyai kebiasaan minum alkohol.
Faktor kebiasaan partisipan ini tidak berasosiasi terhadap kejadian
bayi BBLR di RSUD Salatiga.
Tiga dari empat belas partisipan dengan status gizi baik
dan status ekonomi di atas UMR (M5, M7 dan M8), dua di
antaranya yakni M5 dan M7 terlihat faktor lain yang mempengaruhi
kejadian BBLRnya. M5 teridentifikasi adanya faktor lain yang
ditemukan
yaitu
mengalami
komplikasi
selama
kehamilan
49
(preeklamsi),
partisipan
bekerja
selama
kehamilan
dan
pengawasan ANC kurang. Kasus pada M7 terlihat faktor gizi
partisipan baik dan status ekonomi di atas UMR, namun yang
menjadi faktor penyebab kejadian BBLRnya adalah faktor usia
partisipan yang beresiko yaitu usia 42 tahun (lebih dari 35 tahun)
dan faktor penyakit yang diderita partisipan yaitu hipertensi.
Tujuh dari partisipan dengan paritas pertama (M2, M5, M6,
M9, M10, M12 dan M13), lima diantaranya yaitu M6, M9, M10, M12
dan M13 dengan status ekonomi di bawah UMR. Lima dari tujuh
partisipan dengan paritas pertama menunjukkan status ekonomi di
bawah UMR melahirkan bayi BBLR.
4.2
Pembahasan
Status gizi berasosiasi terhadap kejadian BBLR. Hal ini
terbukti bahwa sebelas dari empat belas partisipan (78,57%)
dengan status gizi kurang, melahirkan bayi BBLR di RSUD
Salatiga. Indikator status gizi partisipan didasarkan atas kenaikan
berat badan partisipan selama hamil yang disesuaikan dengan usia
kehamilan masing-masing. Status gizi kurang dapat diindikasikan
salah satunya dengan berat badan partisipan kurang dari kenaikan
berat badan yang seharusnya. Status gizi kurang menyebabkan
bayi lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR).
50
Penelitian Ojha di Nepal (2007) menunjukkan faktor yang
signifikan berasosiasi terhadap resiko Low Birth Weight (LBW) atau
BBLR adalah berat badan ibu selama hamil yang kurang. Penelitian
Festy di Kabupaten Sumenep (2010) menunjukkan penambahan
berat badan berpengaruh pada berat bayi baru lahir. Sehingga
dapat
diasumsikan
penambahan
yang
sesuai
berkontribusi
terhadap berat badan bayi sehingga menentukan bayi tergolong
dalam berat badan kurang dari 2500 gram atau berat badan bayi
lebih dari 2500 gram.
Status gizi kurang dikarenakan kurang asupan gizi atau
nutrisi partisipan selama masa kehamilan. Asupan gizi atau nutrisi
pada partisipan sangatlah penting guna menunjang pertumbuhan
dan perkembangan janin yang dikandungnya. Partisipan dengan
asupan gizi atau nutrisi cukup, tanpa pengaruh dari faktor-faktor
lain, kemungkinan akan melahirkan bayi dengan berat badan
normal.
Menurut Waryana (2010), jika status gizi ibu hamil kurang
maka akan dapat berakibat bayi lahir dengan berat badan kurang
dari normal (low birth weight atau BBLR). Kehamilan menyebabkan
meningkatnya metabolisme energi, karena itu kebutuhan energi dan
zat gizi lainnya meningkat selama kehamilan. Peningkatan energi
dan
zat
gizi
tersebut
diperlukan
untuk
pertumbuhan
dan
perkembangan janin, sehingga kekurangan gizi tertentu yang
51
diperlukan saat hamil dapat menyebabkan janin tumbuh tidak
sempurna.
Partisipan dengan status ekonomi di bawah UMR,
berasosiasi dengan kejadian bayi BBLR. Terbukti sepuluh dari
empat belas partisipan (71,43%) dengan status ekonomi di bawah
UMR melahirkan bayi dengan BBLR di RSUD Salatiga. Hasil
penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Khatun & Rahman di
Bangladesh (2008) menunjukkan bahwa Low Birth Weight (LBW)
atau BBLR sebagian besar ditemukan pada keluarga dengan
pendapatan pertahun kurang dari pendapatan rata-rata perkapita
yaitu sebesar 85,2%. Faktor ekonomi berpengaruh terhadap
pemenuhan kebutuhan makanan dan layanan kesehatan. Faktor
ekonomi yang diindikasikan dengan pendapatan keluarga kurang
menyebabkan kebutuhan makanan dan layanan kesehatan tidak
dapat terpenuhi secara maksimal. Faktor ekonomi ini berpengaruh
terhadap kejadian Low Birth Weight atau BBLR.
Status
ekonomi
ini
berkaitan
erat
dengan
tingkat
pendapatan. Partisipan dengan pendapatan tinggi, kemungkinan
besar gizi yang dibutuhkan selama hamil dapat tercukupi secara
optimal. Asupan gizi pada partisipan dipengaruhi oleh pengambilan
keputusan partisipan dalam pemilihan makanan. Jika partisipan
mempunyai daya beli yang baik, maka pemilihan menu makanan
partisipan akan lebih bervariasi, sehingga asupan gizi yang
52
dibutuhkan partisipan dapat tercukupi. Pengetahuan ibu akan
mempengaruhi dalam pengambilan keputusan dan berpengaruh
pada perilakunya. Ibu dengan pengetahuan gizi yang baik,
kemungkinan akan memberikan gizi yang cukup bagi bayinya. Hal
ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Proverawati & Asfuah
(2009).
Berikut ini ungkapan partisipan penelitian yang mendukung
paragraf di atas :
“Selama hamil saya jarang minum susu, karena uangnya
digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang lebih penting
seperti untuk makan sehari-hari, dan kebutuhan untuk
sekolah (M3).”
Berdasarkan ungkapan di atas, masih ditemukan partisipan yang
kurang memperhatikan kebutuhan gizi selama hamil dikarenakan
faktor ekonomi.
Partisipan dengan paritas pertama berasosiasi dengan
kejadian BBLR. Terbukti tujuh dari empat belas partisipan (50%)
dengan paritas pertama melahirkan bayi dengan BBLR. Hasil
penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Kasim,dkk di Bandung
(2008) menunjukkan bahwa kejadian BBLR pada ibu kelompok
risiko paritas 1 lebih tinggi dibandingkan paritas 2-4 (OR=1,88).
Secara statistik didapatkan hubungan antara paritas 1 dengan
kejadian BBLR (p=0,023).
Pada
paritas
pertama
partisipan
belum
mempunyai
pengalaman merawat kehamilannya. Enam dari tujuh partisipan
53
dengan paritas pertama ini berstatus gizi kurang. Dapat disimpulkan
bahwa partisipan dengan paritas pertama belum mempunyai
pengalaman dalam pemenuhan kebutuhan gizi kehamilan. Mereka
masih kurang memperhatikan asupan gizi atau nutrisi selama
kehamilan, sehingga menyebabkan kenaikan berat badan mereka
masih kurang dari peningkatan berat badan yang ideal untuk
partisipan hamil.
Partisipan dengan paritas pertama masih mengalami
kesulitan secara finansial dalam merawat kehamilannya. Lima dari
tujuh partisipan dengan paritas pertama masih tergolong dalam
status ekonomi di bawah UMR. Ekonomi di bawah UMR
mengakibatkan pemilihan variasi makanan lebih terbatas sehingga
pemenuhan nutrisi selama kehamilan tidak tercukupi secara
optimal.
Hasil penelitian pada partisipan M5 dan M7 menunjukkan
faktor gizi tidak selalu dominan mempengaruhi kejadian BBLR,
namun terdapat faktor lain yang mempengaruhi kejadian BBLR
yaitu adanya faktor usia partisipan (lebih dari 35 tahun),
penyakit/komplikasi selama kehamilan (preeklamsi dan hipertensi),
partisipan bekerja selama kehamilan dan pengawasan ANC yang
kurang.
Pada partisipan M5 teridentifikasi dengan preeklamsi
melahirkan bayi lahir dengan BBLR. Preeklamsi berpengaruh
54
terhadap kualitas janin karena terjadi penurunan aliran darah ke
plasenta menyebabkan janin kekurangan nutrisi sehingga terjadi
gangguan pertumbuhan janin (Prawirahardjo, 2008). Hal ini terjadi
pula pada partisipan M7 dengan riwayat hipertensi. Menurut
Prawirahardjo (2008) efek hipertensi ini pada janin adalah
menghambat pertumbuhan janin disebabkan menurunnya perfusi
uteroplasenta, sehingga menimbulkan infusiensi plasenta. Kondisi
ini dapat menyebabkan bayi lahir dengan BBLR.
Faktor lain yang mungkin menentukan terjadinya BBLR
pada M5 yaitu partisipan bekerja selama kehamilan. Wanita yang
bekerja
selama
hamil,
terlebih
apabila
pekerjaan
tersebut
memerlukan kerja fisik yang berat, kondisi ini dapat mempengaruhi
pertumbuhan,
perkembangan
dikandungnya
serta dapat
dan
kesejahteraan
janin
yang
beresiko mengalami persalinan
prematur atau bayi dengan BBLR (Farrer H, 2001).
Partisipan M5 juga teridentifikasi melakukan pengawasan
ANC masih kurang. Saat hamil M5 tidak melakukan pemeriksaan
Hb, sehingga kondisi partisipan tidak dapat terpantau, khususnya
terhadap penyakit anemia (kurang darah). Pada ibu hamil yang
menderita anemia berat dapat meningkatkan resiko morbiditas
maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan melahirkan bayi
BBLR dan prematur juga lebih besar (Waryana, 2010).
55
Selain riwayat hipertensi, partisipan M7 teridentifikasi pula
berusia lebih dari 35 tahun yaitu 42 tahun. Usia di atas 35 tahun
dimana fungsi-fungsi organ repoduksi mulai menurun, sehingga
tidak bagus untuk menjalani kehamilan. Selain itu, salah satu efek
dari proses degeneratif (penurunan fungsi organ) adalah sklerosis
(penyempitan) pembuluh darah arteri kecil dan arteriole miometrium
menyebabkan aliran darah ke endometrium tidak merata dan
maksimal sehingga dapat mempengaruhi penyaluran nutrisi dari ibu
ke janin dan membuat gangguan pertumbuhan janin dalam rahim
sehingga salah satunya dapat menyebabkan bayi lahir dengan
BBLR (Bartini, 2012 dan Prawirahardjo, 2008).
Download