BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agama merupakan pengungkapan iman dalam arti yang luas. Di dalam agama, iman mendapat bentuk yang khas, yang memberdayakan orang beriman mengkomunikasikan imannya dengan orang lain, baik yang beriman maupun yang belum. Ditinjau dari asal-usul katanya, agama terdiri dari dua suku kata, yaitu a yang berarti tidak, dan gamma artinya kacau. Jadi agama berarti tidak kacau. Dengan adanya agama, diharapkan dapat membuat suatu keadaan yang damai. Dalam agama orang memperlihatkan sikap hati dan batinnya di hadapan Tuhan. Sikap manusia di hadapan Tuhan antara lain tampak jelas dalam sikap dan tanggung jawabnya terhadap sesama dan alam sekitarnya. Di dunia ini, sesuai dengan realitas yang ada, Tuhan menurunkan berbagai macam agama, dan manusia bebas untuk memilih agama-agama yang ada itu. Semua agama ini bermuara untuk menyembah Tuhan Yang Maha Kuasa. Namun demikian, ada juga di antara manusia itu yang menyatakan dirinya tidak percaya akan adanya Tuhan. Mereka ini lazim disebut atheis. Ada juga yang beragama percaya kepada Tuhan, tetapi tidak masuk ke dalam salah satu ajaran agama. Ini menjadi fenomena tersendiri dalam melihat manusia seluruh dunia. Di antara agama-agama itu adalah Kristen Katolik, Kristen Protestan, Yahudi, Islam, Hindu, Budha, Konghucu. Juga ada yang disebut dengan aliran kepercayaan seperti Pemena, Parmalim, Karahyangan, Kejawen, dan lain-lainnya. Agama Kristen Universitas Sumatera Utara (Katolik, Protestan), Yahudi, dan Islam secara historis memiliki akar teologis yang sama, yaitu agama yang dibawa oleh Nabi Ibrahim (Abraham). Ketiga agama ini memiliki berbagai persamaan dan perbedaan teologis dan kultur yang mendukungnya. Agama Kristen dan Islam dikembangkan ke seluruh penjuru dunia. Sementara agama Yahudi memang khusus dianut oleh mereka-mereka yang berketurunan Yahudi saja. Salah satu penyebaran agama Kristen Katolik itu adalah ke India. Seperti diketahui bahwa masyarakat India sebagian besar beragama Hindu, sebagian Islam, Budha, Kristen, dan aliran kepercayaan. Agama Katolik seperti diketahui dibawa ke India oleh orang-orang Portugis ketika singgah di Goa. Kemudian mereka ini ada pula yang berpindah ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Dalam tulisan ini adalah di Medan. Agama biasanya selain didasari oleh firman Tuhan juga diwarnai oleh kebudayaan. Agama terjalin erat dengan kebudayaan. Untuk mengenal dan menyembah Allah, manusia perlu mengembangkan pikiran dan kemampuan mengungkapkan imannya. Sikap orang beriman terhadap Allah, khususnya iman, pengharapan dan kasih diungkapkan dalam bahasa dan kebudayaan yang ada. Penulis melihat bahwa ada sebuah tempat di Kota Medan yang merupakan wujud dari pengungkapan iman kepada Allah yang diungkapkan melalui sebuah gedung yang dibangun dengan memadukan unsur kebudayaan India. Tempat ini merupakan gedung yang berbentuk kuil umat Hindu. Gedung ini dinamakan dengan Graha Annai Maria Velangkanni. Universitas Sumatera Utara Menurut sejarahnya, Annai Maria Velangkanni terletak di Chennai Pantai Teluk Benggala, bagian tenggara India, di sebelah selatan dari kota Madras. Annai Maria Velangkanni adalah tempat ziarah untuk mengingat Bunda Maria yang sangat dihormati. Tempat ziarah itu telah berkembang karena beberapa peristiwa yang terjadi secara terpisah satu sama lain sekitar akhir abad ke-16 atau awal abad ke-17 di Velangkanni. Seperti diketahui bahwa dalam teologi Katolik Bunda Maria merupakan perawan suci yang mengandung dan melahirkan putera Allah, yaitu Yesus Kristus, Sang Juru Selamat Manusia. Bunda Maria rela melakukan semuanya itu demi keselamatan umat manusia dan sebagai bagian dari pembimbingan keimanan umat manusia di seluruh dunia. Dalam teologi Kristen, Tuhan itu adalah tunggal, yang terdiri dari Allah Bapa, Yesus Kristus, dan Roh Kudus. Bunda Maria sendiri memiliki sifat-sifat dan nilai-nilai yang berkaitan dengan Tuhan. Oleh karenanya Bunda Maria ini wajar untuk dihormati, dihargai, dan diimani ajaran-ajaran darinya. Masyarakat India yang beragama Katolik ini, sebagian menetap di Velangkani. Namun di antara mereka ada pula yang migrasi ke berbagai tempat di dunia ini, termasuk Medan Indonesia. Mereka migrasi dengan berbagai alasan. Di antaranya adalah untuk kepetingan ekonomi, yaitu menaikkan taraf hidupnya. Ada pula alasan untuk mengembangkan agama. Di Tanjung Selamat Medan, sejak tahun 2001, yang disebut juga tahun Yubileum Agung, telah mulai dibangun suatu tempat suci untuk menghormati Ibu Maria Bunda Penyembuh yang lazimnya disebut Annai Maria Velangkanni. Tempat suci di Tanjung Selamat didirikan untuk menghormati Ibu Maria dengan Universitas Sumatera Utara gelar yang sama yaitu Bunda Penyembuh, atau dalam bahasa Inggris Our Lady of Good Health. Terbangunnya tempat peribadatan Katolik ini, selain dari dukungan umat, juga tidak dapat dilepaskan dari usaha Pastor James Bharataputra, SJ seorang Yesuit asli India yang sudah lebih dari 30 tahun berkarya di Keuskupan Agung Medan. (Sumber : Facebook Maria Annai Velangkanni Medan) Graha Annai Maria Velangkanni Tanjung Selamat bukan sebuah duplikat Basilika Velankanni itu, karena bentuk bangunan Graha Annai Velangkani yang ada di Tanjung Selamat Medan sama sekali original dengan penuh makna melalui bentuk arsitektur, simbol-simbol yang menceritakan sejarah kejadian dunia dan keselamatan umat manusia seperti yang tercantum dalam Kitab Suci dan ajaran Gereja Katolik. Graha Annai Maria Velangkanni merupakan bangunan dengan penuh makna religi, melalui simbol-simbol yang menceritakan kejadian sejarah kejadian dunia dan keselamatan bangsa manusia seperti yang tercantum dalam Kitab Suci dan ajaran Gereja Katolik. Makna-makna religius yang dipancarkan melalui simbol-simbol ini menjadi ciri khas umat Katolik di Graha Annai Maria Velangkanni. Di Graha Maria Annai Maria Velangkanni juga terdapat tempat ibadah gereja. Ibadat diadakan dengan berbagai bahasa menurut kebutuhan para peziarah. Di antarnya bahasa India, Bahasa Inggris, dan bahasa Indonesia. Juga disediakan ruang-ruang tersendiri untuk berbagai kelompok bahasa. Setiap sore hari selalu dilakukan ibadah. Graha Annai Maria Velangkanni juga menyelenggarakan perayaan Ekaristi, prosesi-prosesi, novena-novena, dan upacara-upacara khusus dalam bulan Mei setiap tahunnya sebagai bulan Maria. Universitas Sumatera Utara Tata cara ibadah di Graha Annai Maria Velangkanni Tanjung Selamat, sama seperti ibadah pada gereja Katolik pada umumnya yang berpedoman pada tata cara ibadah gereja Katolik di Roma. Kebaktian diiringi dengan menggunakan organ. Nyanyian dalam setiap ibadah dengan menggunakan buku Madah Bakti, sama seperti gereja Katolik pada umumnya. Menurut pengamatan penulis, ada perbedaan yang khas antara Graha Annai Maria Velangkanni dengan berbagai gereja Katolik yang ada di Indonesia, yaitu dalam melakukan ibadah Novena. Dalam ibadah Novena umat Katolik gereja ini menyanyikan lagu pembukaan yang berjudul Mari Memuji Bunda, yang khusus diciptakan oleh Pastor James Bharataputra, SJ. Lagu ini untuk mendoakan Annai Maria Velangkanni, kemudian dilakukan upacara salam untuk memohon kasih karunia Tuhan. Setelah itu dilakukan Doa Pembukaan yang dilanjutkan dengan Doa Rosario seperti yang dilakukan oleh Paus Yohanes Paulus II. Doa Rosario berisi tentang peristiwa-peristiwa Rosario seperti peristiwa-peristiwa gembira, peristiwaperistiwa terang, peristiwa-peristiwa sedih dan mulia, dan peristiwa-peristiwa cahaya. Dalam doa Rosario dinyanyikan lagu Ave Maria Setelah itu dilakukan Doa Penutup kepada Bunda Maria Annai Maria Velangkanni. Yang diakhiri dengan menyanyikan Mars Annai Maria Velangkanni yaitu lagu Terbenam Surya. Menurut penjelasan beliau, melodi dari lagu Mari Memuji Bunda dan Terbenam Surya sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Sedangkan syairnya adalah asli karangan sendiri. Sedangkan lagu Ave Maria berasal dari Madah Bakti buku nyanyian umat Katolik, hanya Pastor James Bharataputra,SJ. Dan menurut Pastor James Bharataputra, SJ hanya tiga lirik lagu ini yang diciptakan bagi umat Katolik Universitas Sumatera Utara dimana latar belakang ketiga liriknya diciptakan untuk rasa syukur kepada bunda Maria. (Wawancara dengan Pastor James Bharataputra, SJ, September 2010). Hal-hal tersebut di atas menarik perhatian penulis untuk diteliti. Teks lagu-lagu yang dibawakan dalam ibadah Novena merupakan lagu yang khusus dibuat oleh Pastor James Bharataputra, SJ, dan sudah diakui oleh Keuskupan Agung Medan yang menjadi lagu resmi dalam setiap ibadah Novena yang ada di Graha Annai Velangkani. Hal ini sesuai dengan Konsili Vatikan II. Musik gereja menurut konsili vatikan II mengatakan bahwa musik gereja mendapatkan tempat yang sangat penting dalam liturgi. Musik sebagai bagian dari liturgi tampak jelas dalam bagian nyanyian, seperti kyrie, gloria, mazmur tanggapan , kudus yang termasuk bagian liturgi sabda dan ekaristi. Peranan musik dalam liturgi sangat penting dan dapat dirumuskan secara sistematis kedalam tiga poin dimensi yaitu : 1. Dimensi liturgis yaitu musik sebagai bagian liturgi itu sendiri 2. Dimensi eklesiologis yaitu musik mengungkapkan partisipasi aktif umat 3. Dimensi kristologis yaitu musik memperjelas misteri Kristus (Hotma Uli : Fungsi dan Peranan Gondang Dalam Penerimaan Sakramen Krisma di Gereja Katolik Santo Diego Martoba Paroki Pasar Merah Medan;Sebuah Kajian Deskriptif. Skripsi Sarjana) Penulis juga akan melihat dan mendeskripsikan bagaimana cara ibadah di Graha Annai Maria Velangkanni serta penggunaan dan fungsi teks lagu yang diciptakan oleh Pastor James Bharataputra, SJ. Untuk itu penulis akan meneliti dan membahas tulisan ini untuk dijadikan skripsi, sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di peringkat strata satu Departemen Etnomusikologi, Fakultas Sasatra, Universitas Sumatera Universitas Sumatera Utara Utara, Medan. Dalam kaitan ini penulis membuat judul: Kajian Fungsi, Teks, Dan Melodi Tiga Lagu Ciptaan Pastor James Bharataputra, SJ Dalam Ibadah Novena Di Graha Maria Annai Velangkanni Medan. 1.2. Pokok Permasalahan Seperti sudah diuraikan pada bahagian latar belakang di atas, banyak aspek keilmuan yang bisa dikaji dari keberadaan umat Katolik di Graha Anai Velangkanni, seperti interaksi sosial, dogma, dan teologi Katolik, praktek ibadah (unsur budaya India, Indonesia, bahasa-bahasa yang digunakan), inkulturasi, pembelajaran, arsitektur graha, dan lain-lain. Semua hal ini bisa dikaji dari berbagai disiplin ilmu seperti: agama, filsafat, antropologi, linguistiik, arsitektur. estetika, sosiologi, psikologi, manajemen, dan lain-lain. Dalam studi ini penulis tetap berdasar kepada pendekatan-pendekatan etnomusikologi, yang juga adalah sangat menjunjung pendekatan multidisiplin ilmu. Untuk membatasi pembahasan agar topik menjadi terfokus dan menjaga agar pembahasan nantinya tidak melebar ke mana-mana maka disini penulis membuat pembatasan masalah dalam bentuk pokok permasalahan. Berdasarkan fokus kajian yang ingin penulis capai dalam tulisan ini, maka penulis menentukan dua pokok permasalahan atau pertanyaan kajian. Kedua pokok permasalahan kajian itu adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana Penggunaan dan Fungsi Lagu-lagu ciptaan Pastor James Barathaputra,SJ dalam konteks ibadah Novena di Graha Annai Maria Velangkanni Medan. Universitas Sumatera Utara 2. Bagaimana makna teks lagu-lagu yang diciptakan oleh Pastor James Barathaputra,SJ dalam konteks ibadah Novena di Graha Annai Maria Velangkanni Medan. Untuk melihat kajian secara lebih multidisiplin, maka berbagai permasalahan lanjutan penulisi gunakan yaitu: (a) deskripsi ibadah Novena di Gereja Katolik Graha Annai Maria Velangkanni Medan, (b) bagaimana gambaran arsitektur Graha Annai Maria Velangkanni Medan. (c) struktur melodi lagu-lagu yang teksnya diciptakan oleh Pastur James Barathaputra, SJ Menurut penjelasan para informan, melodi lagu ini berusia ratusan tahun, berasal dari India, dan tidak diketahui siapa penciptanya (anonim). Itulah pokok permasalahan dan beberapa permasalahan lanjutan yang penulis tetapkan agar tulisan ini memenuhi pendekatan multidisiplin ilmu seperti yang lazim digunakan di bidang etnomusikologi. 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penulisan tentang ibadah dan penggunaan musik di Gereja Annai Maria Velangkanni Medan adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimana penggunaan dan fungsi Lagu Pastor James Bharataputra, SJ di Graha Annai Maria Velangkanni Medan. 2. Untuk mengetahui bagaimana makna teks lagu-lagu ciptaan Pastor James Bharataputra, SJ di Graha Annai Maria Velangkanni Medan. 3. Medeskripsikan ibadah Novena di Graha Annai Maria Velangkanni Medan Universitas Sumatera Utara 4. Untuk mengetahui aspek arsitektural dan tata ruang Graha Annai Maria Velangkanni Medan. 1.3.2 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Untuk mendalami dan memperluas wawasan enomusikolgi bagaimana guna dan fungsi lagu yang diciptakan seorang pastor untuk kepentingan keberlanjutan dan syair agamanya. 2. Untuk mengetahui apa-apa saja makna yang tesurat dan tersirat di balik lirik lagu yang diciptakan seorang pastor yang memimpin umatnya di sebuah pusat peribadatan, yakni Graha Annai Maria Velangkanni Medan. 3. Sebagai salah satu bahan informasi awal untuk melihat ibadah Novena Katolik yang ada di Graha Annai Maria Velangkanni Medan. 4. Sebagai dokumentasi sehingga menambah referensi bagi dunia pengetahuan Etnomusikologi 1.4 Konsep dan Teori Untuk lebih memperjelas kajian ini, selain menentukan judul, pokok masalah, masalah lanjutan, maka perlu pula diterangkan apa konsep-konsep dan teori-teori yang penulis gunakan dalam rangka penelitian ini. Berbagai konsep dan teori yang digunakan adalah saling mendukung sebuah bangunan kajian atau Universitas Sumatera Utara tulisan yang padu. Berikut uraian tentang berbagai konsep dan teori yang digunakan. 1.4.1 Konsep Skripsi ini adalah salah satu karya ilmiah di Deparetemn Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, Medan, yang bertajuk: Kajian Fungsi, Teks, Dan Melodi Tiga Lagu Ciptaan Pastor James Bharataputra, SJ Dalam Ibadah Novena Di Graha Maria Annai Velangkanni Medan. Untuk lebih mengarahkan konsep-konsep yang terdapat dalam judul di atas, maka penulis menjabarkan konsep tentang: (1) kajian, (2) fungsi, (3) teks, (4) lagu, (5) Pastor James Bharataputra, SJ, (6) novena, dan (7) Graha Annai Maria Velangkanni Medan. Yang penulis maksudkan dengan konsep adalah pengertian abstrak dari jumlah konsepsi-konsepsi atau pengertian, pendapat (paham) yang telah ada dalam pikiran (Bachtiar 1997:10). Jadi konsep itu wujudnya adalah dalam bentuk abstrak. Konsep itu dapat berkaitan dengan makna-makna yang dilatarbelakangi oleh agama dan budaya, dalam hal ini adalah agama Katolik dan budaya campuran India dengan Indonesia sebagai latar belakang munculnya Graha Annai Maria Velangkanni Medan. (1) Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata studi atau kajian, adalah telaah, penelitian, dan penyelidikan ilmiah (1990:860). Dengan demikian, kata kajian dalam skripsi ini bermaksud melakukan studi, penelaahan, penelitian mendalam, penyelidikan ilmiah, dan makna-makna sejenis seperti observsi, pengamatan terlibat, pengungkapan makna, dan seterusnya, yang sejalan dengan cara kerja di bidang etnomusikologi. (2) Yang dimaksud dengan fungsi menurut Radcliffe-Brown (11952:181) adalah bahwa fungsi sangat berkait erat dengan struktur sosial Universitas Sumatera Utara masyarakat. Bahwa struktur sosial itu hidup terus, sedangkan individu-individu dapat berganti setiap masa. Dengan demikian, Radcliffe-Brown yang melihat fungsi ini dari sudut sumbangannya dalam suatu masyarakat, mengemukakan bahawa fungsi adalah sumbangan satu bagian aktivitas kepada keseluruhan aktivitas di dalam sistem sosial masyarakatnya. Tujuan fungsi adalah untuk mencapai tingkat harmoni atau konsistensi internal, seperti yang diuraikannya berikut ini. By the definition here offered ‘function’ is the contribution which a partial activity makes of the total activity of which it is a part. The function of a perticular social usage is the contribution of it makes to the total social life as the functioning of the total social system. Such a view implies that a social system ... has a certain kind of unity, which we may speak of as a functional unity. We may define it as a condition in which all parts of the social system work together with a sufficient degree of harmony or internal consistency, i.e., without producing persistent conflicts can neither be resolved not regulated (1952:181). Selaras dengan pandangan Radcliffe-Brown, lagu-lagu ciptaan Pastor James Bharataputra, SJ bisa dianggap sebagai bagian dari struktur sosial masyarakat Katolik Medan, yang merupakan salah satu bagian aktivitas yang bisa menyumbang kepada keseluruhan aktivitas, yang pada masanya akan berfungsi bagi kelangsungan kehidupan budaya masyarakat Katolik Medan. Fungsinya lebih jauh adalah untuk mencapai tingkat harmoni dan konsistensi internal. Pencapaian kondisi itu, dilatarbelakangi oleh berbagai kondisi sosial dan budaya dalam masyarakat Katolik Medan, misalnya lingkungan yang heterogen secara etnik, bahasa, sosial, namun diintegrasikan ke dalam ajaran yang sama yaitu Katolik. (3) Teks dimaksud dalam tulisan ini adalah lirik atau kata-kata yang dipergunakan dalam bentuk nyanyian atau lagu. Kata-kata dalam lagu ini merupakan Universitas Sumatera Utara bagian dari komunikasi verbal antara yang menyanyi dengan yang mendengarkannya. Teks yang digunakan dalam lagu-lagu ciptaan Pastor James Bharataputra, SJ sebahagian besar adalah berbahasa Indonesia. Ini merupakan sebuah strategi kebudayaan untuk beradaptasi dengan lingkungan Medan yang heterogen, dan umat Katolik Medan menjadi bagian dari umat Katolik Indonesia dan Dunia.Dalam tingkat nasional mereka tergabung ke dalam organisasi Komisi Wali Gereja Indonesia. (4) Yang dimasud dengan lagu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:987) adalah nyanyian, musik yang disertai dengan vokal dan menggunakan teks. Lagu ini adalah salah satu bentuk musik yang lazim disebut dengan musik vokal. Dalam hal ini lagu-lagu yang dimaksud adalah musik vokal yang teksnya diciptakan oleh Pastor James Bharataputra, SJ. Teks yang diciptakan merupakan rangkaian fonem, morfem, kata-kata dengan diksi tertentu, dan memiliki nilai estetik dan religius tertentu pula (5) Pastor James Bharataputra, SJ adalah seorang Pastor Serikat Jesuit (SJ) yang mendirikan Graha Annai Maria Velangkanni Medan. Dalam Katolik banyak terdapat perkumpulan/serikat. Salah satunya adalah Serikat Jesuit. Dimana serikat ini pada mulanya dibentuk oleh St.Ignatius Loyola sebagai senjata Katolik roma untuk memperkuat kedudukan Katolik Roma dan menentang Protestanisme yang sedang berkembang pada masa itu. Dalam ajaran Katolik Roma, organisasi Gereja amatlah penting untuk diterapkan, baik secara vertikal maupun horizontal. Paling atas adalah Paus, kemudian disusul oleh Kardinal, Uskup, Pastor, dan sejenisnya. Organisasi keagamaan ini penting untuk menjalankan manajemen organisasi gereja Katolik yang begitu besar, dan jemaatnya mencapai hampir 1,5 milyar jiwa diseluruh dunia ini. Mengapa memilih Pastor James Bharataputra,SJ disebabkan karena Pastor James Bharataputra selain membangun Graha Annai Maria Universitas Sumatera Utara Velangkanni juga menciptakan tiga buah syair lagu bagi umat Katolik. Yang mana ketiga lagu ini diakui oleh Keuskupan sebagai lagu yang dapat dinyanyikan di acara Novena di Graha Annai Velangkanni Medan. (6) Kata novena adalah bentuk feminim dari kata bahasa Latin abad Pertengahan, novenus (kesembilan), yang merupakan angka ordinal dari novem (sembilan). Dalam Gereja Katolik, sebuah novena adalah sebuah devosi atau kebaktian khusus kepada berbagai misteri iman yang dikaitkan dengan pribadi tertentu yang terdiri atas doa-doa yang diucapkan (biasanya) selama sembilan hari berturut-turut, memohon terkabulnya rahmat khusus. Doa-doa ini bisa terdiri atas doa-doa dari buku doa, Doa Rosario, atau doa-doa kecil yang diucapkan dalam beberapa waktu sepanjang hari. Praktek doa novena itu sendiri berasal dari Injil. Setelah Yesus naik ke surga, Ia memerintahkan murid-muridnya untuk berdoa bersama dalam ruangan dan mendevosikan diri mereka seluruhnya pada doa yang dilaksanakan secara teratur (Kisah Para Rasul 1:14). Para murid, Bunda Maria, dan para pengikut Yesus lainnya berdoa bersama selama sembilan hari berturutturut, berakhir pada saat Roh Kudus turun atas para rasul di hari Pentakosta. (Wawancara dengan Pastor James Bharataputra, SJ, November 2010) (7) Graha Annai Maria Velangkanni adalah tempat/bangunan yang didirikan untuk menghormati Bunda Maria. Juga sebagai tempat ibadah bagi umat Katolik khususnya ada di sekitarnya dan juga terbuka bagi masyarakat Katolik umumnya. Graha Annai Velangkani juga menjadi tempat wisata bagi masyarakat umum yang ingin melihat. Tempat ziarah rohani Katolik yang beralamat di Taman Sakura Indah, Jalan Sakura III, No.10 Tanjung Selamat Medan. Universitas Sumatera Utara Demikian kira-kira konsep-konsep yang penulis gunakan dalam tajuk skripsi ini. Semoga uraian di atas akan memperjelas apa yang penulis maksudkan dalam penelitian ini. Selanjutnya diuraikan teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini. 1.4.2 Teori Poerdawarminta dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, menyebutkan bahwa teori diartikan sebagai suatu keterangan mengenai suatu peristiwa (kejadian) dan asas-asas, hukum-hukum umum yang dijadikan dasar dan pendapat, cara-cara dan aturan-aturan untuk melakukan sesuatu. Untuk mengkaji dua pokok permasalah, yaitu masalah fungsi dan teks lagu-lagu ciptaan Pastor James Bharataputra, SJ, digunakan dua teori utama. Untuk mengkaji fungsi dan guna lagu tersebut digunakan teori fungsionalisme didalam disiplin ilmu social budaya termasuk etnmusikologi. Untuk mengkaji bagaimana teks lagu ciptaan Pastor James Bharataputra, SJ, baik struktur maupun maknanya digunaan teori semiotik. Kajian terhadap struktur musik menggunakan teori weighted scale. Teori-teori ini akan penulis uraikan secara terperinci sebagai berikut. 1.4.2.1 Teori Fungsionalisme (1) seorang pakar yang sangat penting dalam sejarah teori antropologi, yaitu Bronislaw Malinowski (1884-1942). Malinowski lahir di Cracow, Polandia, sebagai putra keluarga bangsawan Polandia. Ayahnya seorang profesor dalam ilmu sastra Slavia. Jadi tidak mengherankan apabila Malinowski memperoleh pendidikan yang kelak memberikannya kerja akademik juga. Tahun 1908 beliau lulus dari Fakultas Ilmu Pasti dan Alam dari Universitas Cracow. Yang menarik, Universitas Sumatera Utara selama kajiannya ia gemar membaca buku mengenai folklor dan dongengdongeng rakyat, sehingga ia menjadi tertarik kepada ilmu psikologi. Dia kemudian belajar psikologi kepada Profesor W. Wundt, di Leipzig, Jerman. Perhatiannya terhadap folklor menyebabkan dia membaca buku J.G. Frazer, yang berjudul The Golden Bough, mengenai ilmu gaib, yang menyebabkannya tertarik kepada ilmu etnologi. Dia melanjutkan pelajarannya ke London School of Economics. Namun karena di Perguruan Tinggi itu tidak ada ilmu folklor atau etnologi, maka dia memilih ilmu yang paling dekat kepada keduanya, yaitu ilmu sosiologi empiris. Gurunya dalam ilmu etnologi, ialah C.G. Seligman. Tahun 1916 dia mendapat gelar doktor dalam ilmu itu, dengan menyerahkan dua buah karangan sebagai ganti disertasi, iaitu The Family among the Australian Aborigines (1913) dan The Native of Mailu (1913). Kemudian pada tahun 1914 dia berangkat ke Pulau Trobiand di utara Kepulaun Massim, sebelah tenggara Papua Nugini, untuk melakukan penelitian. Setelah Perang Dunia Pertama pada tahun 1918, dia pergi ke Inggris karena mendapat pekerjaan sebagai pembantu ahli di London School of Economics. Dia mulai mengembangkan suatu kerangka teori baru untuk menganalisis fungsi dari kebudayaan manusia, yang disebutnya dengan teori fungsional tetang kebudayaan, atau a functional theory of culture. Dia kemudian mengambil keputusan untuk menetap di Amerika Serikat, ketika ditawari untuk menjadi profesor antropologi di University Yale pada tahun 1942. Namun pada tahun itu juga dia meninggal dunia. Buku mengenai teori fungsional yang baru yang telah ditulisnya, diredaksi oleh muridnya, H. Cairns, dan menerbitkannya dua tahun sesudah itu (Malinowski, 1944). Universitas Sumatera Utara Pemikiran Malinowski mengenai syarat-syarat metode etnografi berinteraksi secara fungsional yang dikembangkannya dalam berbagai kuliahnya. Isinya adalah tentang metode-metode penelitian lapangan. Dalam masa penulisan ketiga buku etnografi mengenai kebudayaan Trobiand selanjutnya, menyebabkan konsepnya mengenai fungsi sosial adat, perilaku manusia, dan institusi-institusi sosial menjadi lebih mantap. Ia membedakan fungsi sosial dalam tiga tingkat abstraksi (Kaberry, 1957:82), yaitu: (1) Fungsi sosial dari suatu adat, institusi sosial, atau unsur kebudayaan pada tingkat abstraksi pertama mengenai pengaruh atau kesannya terhadap adat, perilaku manusia dan institusi sosial yang lain dalam masyarakat; (2) Fungsi sosial dari suatu adat, institusi sosial, atau unsur kebudayaan pada tingkat abstraksi kedua mengenai pengaruh atau kesannya terhadap keperluan suatu adat atau institusi lain untuk mencapai maksudnya, seperti yang dikonsepsikan oleh warga masyarakat yang terlibat; (3) Fungsi sosial dari suatu adat atau institusi sosial pada tingkat abstraksi ketiga mengenai pengaruh atau kesannya terhadap keperluan mutlak untuk berlangsungnya secara terintegrasi dari suatu sistem sosial tertentu. Malinowski juga mengemukakan teori fungsional tentang kebudayaan. Kegemaran Malinowski terhadap ilmu psikologi juga tampak ketika dia mengujungi University Yale di Amerika Serikat selama setahun, pada tahun 1935. Di sana dia bertemu dengan ahli-ahli psikologi seperti J. Dollard, yang ketika itu sedang mengembangkan serangkaian penelitian mengenai proses belajar. Menurut sarjana psikologi dari Yale itu, asas dari proses belajar adalah tidak lain Universitas Sumatera Utara dari ulangan-ulangan kepada reaksi-reaksi suatu organisme terhadap gejala-gejala dari luar dirinya, yang terjadi sedemikian rupa sehingga salah satu keperluan naluri daripada organisme tadi dapat dipuaskan. Teori belajar, atau learning theory, ini sangat menarik perhatian Malinowski, sehingga dipakainya untuk memberi dasar pasti bagi pemikirannya terhadap hubungan-hubungan berfungsi dari unsur-unsur sebuah kebudayaan. Seperti yang telah diuraikan di atas, ketika Malinowski awal kali menulis karangan-karangannya tentang berbagai aspek masyarakat Trobiand sebagai kebulatan, dia tidak sengaja mengenalkan pandangan yang baru dalam ilmu antropologi. Namun reaksi dari kalangan ilmu itu memberinya dorongan untuk mengembangkan satu teori tentang fungsi dari unsur-unsur kebudayaan manusia. Dengan demikian, dengan menggunakan learning theory sebagai dasar, Malinowski mengembangkan teori fungsionalismenya, yang baru terbit selepas ia meninggal dunia. Bukunya bertajuk A Scientific Theory of Culture and Other Essays (1944). Dalam buku ini Malinowski mengembangkan teori tentang fungsi unsur-unsur kebudayaan yang sangat kompleks. Namun inti dari teori itu adalah pendirian bahawa segala kegiatan kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan satu rangkaian kebutuhan naluri makhluk manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya. Kesenian sebagai contoh daripada salah satu usur kebudayaan, terjadi karena manusia ingin memuaskan keperluan nalurinya akan keindahan. Ilmu juga timbul kerana keperluan naluri manusia untuk ingin tahu. Namun banyak juga kegiatan kebudayaan terjadi karana kombinasi dari beberapa macam keperluan itu. Dengan pemahaman ini, kata Universitas Sumatera Utara Malinowski, seseorang peneliti bisa mengkaji dan menerangkan banyak masalah dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan manusia. Mengikut penjelasan Ihromi (1987:59-61) Malinowski mengajukan sebuah orientasi teori yang dinamakan fungsionalisme, yang ditulis Malinowski dalam artikel berjudul “The Group and the Individual in Functional Analysis” dalam jurnal American Journal of Sociology, jilid 44 (1939), hal. 938-964. Dalam artikel ini Malinowski beranggapan bahwa semua unsur kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat. Dengan kata lain, pandangan fungsionalisme terhadap kebudayaan menyatakan bahwa setiap pola kelakuan yang telah menjadi kebiasaan. Setiap kepercayaan dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayaan dalam suatu masyarakat, yang memenuhi beberapa fungsi mendasar dalam kebudayaan bersangkutan. Menurut Malinowski, fungsi dari satu unsur budaya adalah kemampuannya untuk memenuhi beberapa keperluan dasar atau beberapa keperluan yang timbul dari keperluan dasar yaitu keperluan sekunder dari satu entitas kepada sebuah masyarakat. Kebutuhan dasar adalah seperti makanan, reproduksi (melahirkan keturunan), merasa enak badan (bodily comfort), keamanan, kesantaian, gerak, dan pertumbuhan. Beberapa aspek dari kebudayaan memenuhi keinginan-keinginan dasar itu. Untuk memenuhi keinginan dasar ini, muncul keinginan jenis kedua (derived needs), keinginan sekunder yang juga harus dipenuhi oleh kebudayaan. Misalnya unsur kebudayaan yang memenuhi kebutuhan terhadap makanan menimbulkan keinginan sekunder yaitu keinginan untuk kerja sama dalam mengumpulkan makanan atau yang untuk diproduksi. Untuk ini masyarakat mengadakan bentuk-bentuk organisasi politik dan pengawasan sosial yang akan menjamin kelangsungan kewajiban kerjasama itu. Universitas Sumatera Utara Sehingga menurut pandangan Malinowski mengenai kebudayaan, semua unsur kebudayaan akhirnya dapat dipandang sebagai hal yang memenuhi keinginan dasar para warga masyarakat. Malinowski percaya bahawa pendekatan fungsional mempunyai sebuah nilai praktis yang penting. Pengertian nilai praktis ini dapat dimanfaatkan oleh mereka yang bergaul dengan masyarakat primitif. Dia menjelaskan bahwa nilai yang praktis dari teori fungsionalisme adalah bahwa teori ini mengajar kita tentang kepentingan relatif dari berbagai kebiasaan yang beraneka ragam, bagaimana kebiasaan-kebiasaan itu tergantung satu dengan yang lainnya, bagaimana harus dihadapi oleh para penyiar agama, oleh penguasa kolonial, dan oleh mereka yang secara ekonomi mengeksploitasi perdagangan dan tenaga orang-orang masyarakat primitif (Malinowski, 1927:40-41).1 Dalam kaitannya dengan tulisan skripsi ini, penulis menggunakan teori fungsionalisme dalam ilmu sosial tersebut, yang dikemukakan Malinowski, untuk melihat sejauh mana guna dan fungsi lagu-lagu yang diciptakan oleh Pastor James Bharataputra, SJ dalam lingkungan masyarakat atau umat Katolik yang menjadi warganya. Fungsi ini tentu saja berkaitan dengan aspek-aspek sosioreligius 1 Keberatan utama terhadap teori fungsionalismenya Malinowski adalah bahwa teori ini tidak dapat memberi penjelasan mengenai adanya aneka ragam kebudayaan manusia. Keinginan-keinginan yang didefinisikannya, sedikit banyak bersifat universal, seperti keinginan akan makanan yang semua masyarakat harus memikirkannya kalau ingin hidup terus. Jadi teori fungsionalisme memang dapat menerangkan bahwa semua masyarakat menginginkan manajemen soal mendapatkan makanan, namun teori ini tidak dapat menjelaskan kepada kita mengapa setiap masyarakat berbeda manajemennya mengenai pengadaan makanan mereka. Dengan kata lain, teori fungsionalisme tidak menerangkan mengapa pola-pola kebudayaan tertentu timbul untuk memenuhi suatu keinginan manusia, yang sebenarnya boleh saja dipenuhi dengan cara yang lain, yang boleh dipilih dari sejumlah pilihan dan mungkin cara itu lebih mudah. Universitas Sumatera Utara masyarakat yang mengamalkan dan menggunakannya. Selain itu sistem estetika yang digunakan juga pastilah berkaitan engan kebudayaan dan agama Katolik yang mendasarinya. Teori fungsionalisme dalam etnomusikologi juga penulis gunakan terutama seperti yang ditawarkan oleh Alan P. Meriam (1964). Ia menganjurkan untuk membuat pengertian yang berbeda antara kata guna dan fungsi terutama untuk musik dalam masyarakat. Merriam menjelaskan pengertian penggunaan dan fungsi itu sebagai berikut. Dengan tetap bertolak dari teori fungsi, yang kemudian mencoba menerapkannya dalam etnomusikologi, lebih lanjut secara tegas Merriam membedakan pengertian fungsi ini dalam dua istilah, yaitu penggunaan dan fungsi. Menurutnya, membedakan pengertian penggunaan dan fungsi adalah sangat penting. Para ahli etnomusikologi pada masa lampau tidak begitu teliti terhadap perbedaan ini. Jika kita berbicara tentang penggunaan musik, maka kita menunjuk kepada kebiasaan (the ways) musik dipergunakan dalam masyarakat, sebagai praktik yang biasa dilakukan, atau sebagai bagian dari pelaksanaan adat istiadat, baik ditinjau dari aktivitas itu sendiri maupun kaitannya dengan aktivitasaktivitas lain (1964:210). Lebih jauh Merriam menjelaskan perbedaan pengertian antara penggunaan dan fungsi sebagai berikut. Music is used in certain situations and becomes a part of them, but it may or may not also have a deeper function. If the lover uses song to w[h]o his love, the function of such music may be analyzed as the continuity and perpetuation of the biological group. When the supplicant uses music to the approach his god, he is employing a particular mechanism in conjunction with other mechanism as such as dance, prayer, organized ritual, and ceremonial acts. The function of music, on the other hand, is enseparable here from the function of religion which may perhaps be interpreted as the establishment of a sense of security vis-á-vis the universe. “Use” them, refers to the Universitas Sumatera Utara situation in which music is employed in human action; “function” concerns the reason for its employment and perticularly the broader purpose which it serves. (1964:210). Dari kutipan di atas terlihat bahawa Merriam membedakan pengertian penggunaan dan fungsi musik berdasarkan kepada tahap dan pengaruhnya dalam sebuah masyarakat. Musik dipergunakan dalam situasi tertentu dan menjadi bagiannya. Penggunaan bisa atau tidak bisa menjadi fungsi yang lebih dalam. Dia memberikan contoh, jika seeorang menggunakan nyanyian yang ditujukan untuk kekasihnya, maka fungsi musik seperti itu bisa dianalisis sebagai perwujudan dari kontinuitas dan kesinambungan keturunan manusia—[yaitu untuk memenuhi kehendak biologis bercinta, kawin dan berumah tangga dan pada akhirnya menjaga kesinambungan keturunan manusia]. Jika seseorang menggunakan musik untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, maka mekanisme tersebut behubungan mengorganisasikan dengan ritual, dan mekanisme lain, seperti kegiatan-kegiatan menari, upacara. berdoa, “Penggunaan” menunjukkan situasi musik yang dipakai dalam kegiatan manusia; sedangkan “fungsi” berkaitan dengan alasan mengapa si pemakai melakukan, dan terutama tujuan-tujuan yang lebih jauh dari sekedar apa yang dapat dilayaninya. Dengan demikian, selaras dengan Merriam, menurut penulis penggunaan lebih berkaitan dengan sisi praktis, sedangkan fungsi lebih berkaitan dengan sisi integrasi dan konsistensi internal budaya. 1.4.2.2 Teori Weighted Scale dan Semiotik Teori weighted scale adalah sebuah teori yang mengkaji keberadaan melodi berdasarkan kepada delapan unsurnya. Kedelapan unsur melodi itu menurut Malm Universitas Sumatera Utara (1977:15), adalah: (1) tangga nada; (2) nada pusat atau nada dasae; (3) wilayah nada; (4) jumlah nada; (5) penggunaan interval; (6) pola cadensa; (7) formula melodi; dan (8) kontur. Teori ini dipergunakan untuk menganalisis melodi lagu-lagu ciptaan Pastor Jamer Bharataputra, SJ. Dalam rangka mengkaji makna yang terkandung di dalam lagu-lagu ciptaan Pastor James Bharataputra, SJ, penulis menggunakan teori semiotik. Selanjutnya teori ini digunakan dalam usaha untuk memahami bagaimana makna diciptakan dan dikomunikasikan melalui sistem simbol yang membangun sebuah peristiwa seni. Dua tokoh perintis semiotika adalah Ferdinand de Saussure seorang ahli bahasa dari Swiss dan Charles Sanders Pierce, seorang filosof dari Amerika Serikat. Saussure melihat bahasa sebagai sistem yang membuat lambang bahasa itu terdiri dari sebuah imaji bunyi (sound image) atau signifier yang berhubungan dengan konsep (signified). Setiap bahasa mempunyai lambang bunyi tersendiri. Peirce juga menginterpretasikan bahasa sebagai sistem lambang, tetapi terdiri dari tiga bagian yang saling berkaitan: (1) representatum, (2) pengamat (interpretant), dan (3) objek. Dalam kajian kesenian berarti kita harus memperhitungkan peranan seniman pelaku dan penonton sebagai pengamat dari lambang-lambang dan usaha kita untuk memahami proses pertunjukan atau proses penciptaan. Peirce membedakan lambang-lambang ke dalam tiga kategori: ikon, indeks, dan simbol. Apabila lambang itu menyerupai yang dilambangkan seperti foto, maka disebut ikon. Jika lambang itu menunjukkan akan adanya sesuatu seperti timbulnya asap akan diikuti api, disebut indeks. Jika lambang tidak menyerupai yang dilambangkan, seperti burung garuda melambangkan negara Republik Indonesia, maka disebut dengan simbol. Universitas Sumatera Utara Dua tokoh perintis semiotik adalah Ferdinand de Saussure seorang pakar bahasa dari Swiss--dan Charles Sanders Peirce, seorang filosof dari Amerika Serikat. Saussure melihat bahasa sebagai sistem yang membuat lambang bahasa itu terdiri dari sebuah imaji bunyi (sound image) atau signifier, yang berhubungan dengan konsep (signified). Setiap bahasa mempunyai lambang bunyi tersendiri. Semiotika atau semiologi adalah kajian teradap tanda-tanda (sign) serta tanda-tanda yang digunakan dalam perilaku manusia. Definisi yang sama pula dikemukakan oleh salah seorang pendiri teori semiotika, yaitu pakar linguistik dari Swiss Ferdinand de Sausurre. Menurutnya semiotika adalah kajian mengenai “kehidupan tanda-tanda dengan masyarakat yang menggunakan tanda-tanda itu.” Meskipun kata-kata ini telah dipergunakan oleh filosof Inggris abad ke-17 yaitu John Locke, gagasan semiotika sebagai sebuah modus interdisiplin ilmu, dengan berbagai contoh fenomena yang berbeda dalam berbagai lapangan studi, baru muncul ke permukaan pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, ketika munculnya karya-karya Sausurre dan karya-karya seorang filosof Amerika Serikat, Charles Sanders Peirce. Dalam karya awal Peirce di lapangan semiotik ini, ia menumpukan perhatian kepada pragmatisme dan logika. Ia mendefinisikan tanda sebagai “sesuatu yang mendukung seseorang untuk sesuatu yang lain.” Salah satu sumbangannya yang besar bagi semiotika adalah pengkategoriannya mengenai tanda-tanda ke dalam tiga tipe, yaitu: (a) ikon, yang disejajarkan dengan referennya (misalnya jalan raya adalah tanda untuk jatuhnya bebatuan); (b) indeks, yang disamakan dengan referennya (asap adalah tanda adanya api) dan (c) simbol, yang berkaitan dengan referennya dengan cara penemuan (seperti dengan Universitas Sumatera Utara kata-kata atau signal trafik). Ketiga aspek tanda ini penulis pergunakan untuk mengkaji lirik lagu-lagu ciptaan Pastor James Bharataputra, SJ. 1.5 Metode Penelitian Dalam hal metode penelitian, penulis memakai metode penelitian kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Menurut Netll (1964:62-64) ada dua (2) hal yang esensial untuk melakukan aktifitas penelitian dalam disiplin etnomusikologi yaitu: kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium (desk work). Kerja lapangan meliputi: pemilihan informan, pendekatan , dan pengambilan data, pengumpulan dan perekaman data. Sedangkan kerja laboratorium meliputi : pengolahan data, menganalisis dan membuat kesimpulan dari keseluruhan data-data yang diperoleh. Namun demikian, sebelum melakukan hal ini terlebih dahulu dilakukan studi kepustakaan yakni mendapatkan literatur atau sumber-sumber bacaan yang berkaitan dengan pokok permasalahan. 1.5.1 Studi Kepustakaan Studi kepustakaan dilakukan sebagai landasan dalam hal penelitian, yakni dengan mengumpulkan literatur atau sumber bacaan yang akan menjadi dasar dalam melakukan penelitian. Sumber-sumber bacaan ini dapat berupa buku, ensiklopedia, jurnal, bulletin, skripsi dan lain-lain. Dengan melakukan studi kepustakaan ini penulis akan dapat melakukan cara yang efektif dalam melakukan penelitian lapangan dan penyusunan skripsi ini. Universitas Sumatera Utara 1.5.2 Kerja Lapangan Dalam penelitian di lapangan penulis melakukan pengamatan, wawancara dan perekaman/pencatatan data. Tehnik wawancara yang penulis lakukan adalah wawancara berfokus (focus interview) yaitu melakukan pertanyaan selalu berpusat pada pokok permasalahan. Selain itu juga melakukan wawancara bebas (free interview) yaitu pertanyaan tidak selalu berpusat pada pokok permasalahan tetapi pertanyaan juga dapat berkembang pada pokok permasalahan yang lainnya dengan tujuan untuk memperoleh data yang beraneka ragam namun tidak menyimpang dari pokok permasalahan. 1.5.3 Kerja Laboratorium Semua data yang telah diperoleh dari penelitian di lapangan dan studi kepustakaan ankan dianalisis agar sesuai dengan pembahasan sehingga menghasilkan suatu tulisan yang baik dalam melakukan penelitian. Kerja laboratorium ini didukung oleh kegiatan-kegiatan keilmuan yang penulis lakukan seperti mentranskripsi lagu-lagu ciptaan Pastor James Barataputra, SJ. Mentranskripsi hasil wawancara penulsi dengan beliu. Kemudian mengkajinya dengan bantuan teori-teori dalam ilmu sosial dan humaniora yang terkait dengan penelitian ini. Selanjutnya juga membuat uraian-uraian tentang masalah yang diteliti dan keadaan sesungguhnya di lapangan penelitian. Selanjutnya menuliskannya dalam bentuk skripsi berdasarkan keadaan sistematika dan peraturan menulis skripsi di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara. Dalam skripsi ini penulis membuat kesimpulan dan saran tentang apa yang sudah dikerjakan. Universitas Sumatera Utara