Universitas Gadjah Mada 1 Metode Diagnostik Profesi di bidang

advertisement
3
Metode Diagnostik
Profesi di bidang kesehatan dalam prakteknya akan banyak menggunakan
pengetahuan dan ketrampilan untuk memulihkan dan mempertahankan kesehatan pasien.
Tujuan demikian tidak selalu dapat terwujud secara utuh, tetapi dalam keadaannya yang
terbatas klinisi diharapkan dapat bekerja keras untuk memperoleh hasil optimal. Kebutuhan
akan perawatan dan jenis perawatan yang tepat untuk seorang pasien sangat bergantung
pada status kesehatan yang bersangkutan. Diagnosis merupakan suatu proses penilaian
kesehatan pasien dan juga boleh dikatakan sebagai suatu formulasi hasil pemikiran klinisi.
Disiplin kedokteran gigi yang berkompetensi secara khusus dengan pengetahuan
dan seni untuk penilaian kesehatan dikenal sebagai oral diagnosis . Diantaranya termasuk
evaluasi mengenai status kesehatan umum pasien atau asesmen fisik. Disiplin oral
medicine meliputi semua aspek oral diagnosis dengan perhatian khusus pada management
pasien yang kesehatan umumnya kurang menguntungkan (compromised general health)
dan perawatan penyakit nondental yang melibatkan daerah oral dan perioral.
3.1 Metode Diagnostik
Untuk menentukan keputusan diagnostik yang tepat diperlukan cara pendekatan
yang sistematis terhadap berbagai masalah yang timbul pada setiap pasien. Pendekatan
yang paling efektif untuk menentukan berbagai keputusan klinik dilakukan dengan
menggunakan metode ilmiah yang dikenal sebagai metode diagnostik. Walaupun unsurunsur dalam metode ilmiah seperti pengumpulan data, analisis data, testing hipotesis di
dalam metode diagnostik sering disebut dengan istilah yang berbeda, tetapi secara konseptual sama.
Proses analisis informasi klinis dalam diagnosis penyakit pada dasarnya tidak
berbeda dengan metode ilmiah, yaitu dilakukannya suatu percobaan atau eksperimen
untuk mendapatkan pengetahuan yang baru. Seperti terlihat pada gambar berikut, (Gb.- 1 )
menggambarkan sifat pengulangan / umpan batik dalam metode ilmiah, dimana berdasarkan data hasil experiment akan diformulasikan ssuatu hypotesis, yang selanjutnya
dari hypotesis ini akan dilakukan kajian atau experimental berikutnya untuk uji hypothesis.
Dalam tataran klinik maka experiment tersebut merupakan pengumpulan informasi
yang dilakukan dengan meelakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratoris. Untuk menentukan diferensial diagnosis informasi yang terkumpul dari
pemeriksaan tersebut akan dianalisis, dan lebih lanjut akan menghasilkan diagnosis
Universitas Gadjah Mada
1
sementara atau diagnosis kerja. Pemeriksaan ulang setelah perawatan atau pengobatan
pada dasarnya merupakan suatu uji hypotesis.
Unsur-unsur dan urutan kegiatan dalam metode diagnostik untuk evaluasi pasien
dental dapat dilihat pada bagan alir berikut ini. Walupun seluruh rangkaian kegiatan
tersebut tidak pernah secara langsung terjadi dalam praktek, perlu diperhatikan bah wa
berbagai temuan klinis dari seorang pasien mungkin berhubungan dengan beberapa
penyakit yang berbeda. Tanda dan gejala dari penyakit tersebut sering sating tumpang
tindih sehingga menyulitkan diagnosis. Pendekatan masalah pasien dengan menggunakan
metode diagnostik demikian akan menjadi efektif karena dengan mengikuti secara runtut
alur tahapan kegiatan yang ada, berbagai kesalahan yang sering terjadi di klinik dapat
dikurangi.
Gambar 3-1. Rangkaian unsur-unsur dalam metode diagnostik pasien dental
Universitas Gadjah Mada
2
3.1.1 Mengumpulkan informasi
Langkah awal metode diagnostik ialah mengumpulkan informasi diagnostik yang meliputi
riwayat kesehatan rinci dari pasien, temuan hasil pemeriksaan klinis, dan hasil pemeriksaan
penunjang diagnostik lain seperti pemeriksaan labotaorium. Perlu diperhatikan bahwa
selama mengumpulkan informasi ini klinisi harus tetap bersifat obyektif. Pendapat atau
pemikiran yang terlalu awal dapat menyebabkan kekeliruan diagnostik yang justru dapat
menganggu persepsi dan akurasi informasi yang telah dikumpulkan.
Informasi yang telah dikumpulkan dari seorang pasien disebut sebagai diagnostic
database, merupakan suatu facta atau data dasar mengenai status awal pasien yang dapat
digunakan sebagai pembanding untuk evaluasi perkembangan penyakit atau efektifitas
perawatan maupun perkembangan abnormalitas yang baru. Diagnostic database meliputi
riwayat pasien, pemeriksaan fisik dan informasi yang diperoleh dari pemeriksaan penunjang
diagnostik yang lain. Unsur-unsur yang terkadung di dalam database tersebut secara rinci
adalah sebagai berikut:
Data diagnostik untuk pemeriksaan dental yang Iengkap
Riwayat Pasien
Pemeriksaan fisik
Identitas pasien
Pemeriksaan Umum pasien
Keluhan utama
Pemeriksaan Ekstraoral
Riwayat kronologis keluhan utama
Pemeriksaan Intraoral
Riwayat medik:
Kondisi medik masa lampau
Informasi penunjang diagnostik
Infeksi dan immunisasi
Pemeriksaan rad i ograf i k
Perawatan / mondok di rumah sakit
Pemeriksaan laboratorium klinik
Allergi obat / makanan
Pemeriksaan histopatologik
Perawatan medik yang sedang berjalan
Riwayat Keluarga
Pemeriksaan mikrobiologik
Konsultasi dan rujukan.
Riwayat Social Review of
Systems Riwayat Dental
A. Riwayat pasien
Merupakan sumber informasi diagnostik yang banyak memberi kontribusi untuk penilaian
status kesehatan pasien. Riwayat pasien disusun dalam katagori berikut ini:

Identitas pasien.
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, ras, alamat dan data personal yang lain. Informasi ini
terutama penting untuk identifikasi dan keperluan administratif, namun untuk diagnosis
Universitas Gadjah Mada
3
kondisi tertentu, informasi mengenai umur, jenis kelamin atau ras tidak jarang sa ngat di
perlukan.

Keluhan Utama ( Chief Complaint = CC )
Merupakan pernyataan pasien mengenai masalah yang sedang dihadapi atau sesuatu yang
mendorong pasien datang ke klinik. Biasanya dicatat dalam bentuk kalimat seperti yang
dikatakan pasien, karena dapat memberikan gambaran masalah yang sebenarnya.

History of chief complaint ( Present illness = PI )
Berisikan tentang riwayat kronologis mengenai masalah pasien. Dari sini akan diperoleh
penjelasan rind mengenai pengetahuan pasien mengenai masalah yang sedang dihadapi,
diantaranya durasi, perawatan yang pernah diperoleh, atau hubungan antara keluhan
dengan aktifitas fisiologis yang lain.

Riwayat Medik ( Medical history = MH)
Berisikan keterangan mengenai riwayat penyakit atau kondisi medik yang pernah di diagnose atau dialami pasien. Informasi ini biasanya dikelompokan dalam katagori penyakit
masa lampau, immunisasi, riwayat mondok di rumah sakit, alergi atau riwayat pengobatan
yang sedang dialami scat ini.

Riwayat keluarga ( Family history )
Terdiri dari status kesehatan anggota keluarga, yang kemungkinan dapat mengungkap
adanya kecenderungan untuk penyakit tertentu yang diwariskan seperti ischemic heart
diasease, diabetes, hemofilia. Informasi penularan untuk infeksi menular tidak jarang dapat
dilacak melalui riwayat keluarga.

Riwayat Social ( Social history )
Termasuk disini ialah informasi mengenai status perkawinan, jumlah anak, tingkat pendidikan, hobi dan kebiasaan. Temuan demikian dapat mengungkap tentang gaya hidup
pasien yang mungkin dapat menunjukkan kepekaan terhadap penyakit tertentu, atau
sebagai pertimbangan mengenai perawatan gigi yang akan diberikan. Informasi me ngenai
kejadian-kejadian yang dapat memberikan tekanan hidup atau yang mungkin dialami
sehubungan dengan penyakitnya tidak dapat diabaikan. Beberapa kondisi tertentu (
bruxism, clenching habits atau myofunctional pain dysfunction syndrome atau MPDS )
sering berhubungan dengan ketegangan emosi atau keadaan yang kurang membahagiakan pasien.

Review of systems ( ROS )
Peninjauan mengenai berbagai sistem tubuh ini tidak lain merupakan kajian mengenai
kesehatan dan fungsi sistem fisiologik seperti terungkap dari pengalaman dan persepsi
pasien. lni dapat diperoleh dengan menanyakan tentang adanya gangguan atau rasa tidak
Universitas Gadjah Mada
4
enak, fungsi tubuh yang tidak seperti biasanya, kesukaran untuk melaksakanan tugas
tertentu, dan pengalaman lain yang sering berhubungan dengan penyakit sistemik. Review
system ini dirancang untuk identifikasi kemungkinan adanya penyakit yang belum
terdiagnose sebelumnya dan juga untuk memperkirakan efektivitas perawatan yang diperoleh untuk penyakit yang telah diderita sebelumnya.

Riwayat dental ( Dental History = DH )
Merupakan riwayat mengenai pengalaman tentang penyakit dan perawatan gigi yang
pernah dialami termasuk juga cara-cara pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut yang dilakukan. Perlu dicermati bahwa riwayat hilangnya beberapa gigi geligi karena tanggal
dengan sendiri atau tanpa sebab yang pasti kemungkinan adanya sebab-sebab sistemik.
B. Pemeriksaan fisik
Merupakan kegiatan penting dalam diagnosis penyakit karena berbagai manifestasi
penyakit dapat diidentifikasi, dan jika hal ini terlewatkan kadang tidak dapat lagi dilacak dari
riwayat maupun pemeriksaan laboratoris. Pada dasarnya pemeriksaan fisik merupakan
suatu kajian terhadap berbagai temuan yang telah dikumpulkan balk melalui anamnesis
atau pemeriksaan penunjang yang lain. Secara konseptual dan procedural pemeriksaan
fisik di klinik kedokteran gigi dapat dibagi menjadi pemeriksaan kesehatan umum pasien,
pemeriksaan ekstra oral dan intraoral.

Pemeriksaan umum
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mendapat gambaran umum mengenai status
fisik maupun mental pasien, diantaranya dengan melakukan pengamatan gaya berjalan,
status nutrisi, perawakan dan bentuk muka, keterbatasan fungsi, ekspresi wajah pasien
dan vital signs. Cara berjalan pasien dapat mengisyaratkan adanya cacat-cacat ortopedik,
neurologik atau penyakit otot, yang dapat dipakai untuk dasar penilaian tole ransi terhadap
kerja fisik. Kesan mengenai status fisik umum pasien ini harus disimpulkan dengan hatihati. Bersamaan dengan anamnesis pemeriksa dapat sekaligus memperhatikan ekspresi,
kesan usia, emosi, sikap pasien dan keadaan sakitnya.

Periksaan Ekstra Oral
Termasuk disini ialah pemeriksaan regio kepala dan leher dimaksudkan untuk
evaluasi kemungkinan adanya kelainan yang berhubungan dengan kesehatan umum dan
mempunyai relevansi dengan diagnosis dan perawatan oral. Walaupun dalam pemeriksaan
rutin tidak selalu dilakukan identifikasi untuk setiap struktur diregio kepala dan le-her,
kemampuan mengenali semua struktur yang ada merupakan dasar untuk melakukan
pemeriksaan kiinis; sehingga kondisi-kondisi asimetri, perubahan warns, tekstur, dan
gangguan fungsi dapat dibedakan dengan kondisi yang normal
Universitas Gadjah Mada
5

Pemeriksaan Infra Oral
Pemeriksaan awal mengenai kesan umum kesehatan oral sangat penting karena
disamping menunjukkan kepada pasien bahwa keluhan mereka diperhatikan, penilaian
demikan akan memberikan garis besar arch dan luasnya pemeriksaan serta kemungkinan
diperlukan alat bantu pemeriksaan atau tes khusus.Dari kesan awal mengenai kondisi oral
pasien, pemeriksa akan lebih mudah menentukan daerah-daearah mana yang memerlukan
perhatian lebih khusus.
C. Pemeriksaan penunjang diagnostik
Bertambahnya pengetahuan tentang berbagai macam penyakit yang mengenai rongga
mulut, maka semakin besar Pula manfaat yang diambil dari hasil pemeriksaan penunjang
diagnostik dalam identifikasi suatu penyakit. Walaupun tidak secara rutin dilaksanakan,
pemeriksaan penunjang dagnostik seperti radiografi, pemeriksaan laboratoris (darah, urin,
atau cairan jaringan yang lainnya, identifikasi mikrobiologik) dan pemeriksaan jaringan
biopsi sangat diperlukan untuk menegakan diagnosis. penyakit atau kasus tertentu. Hanya
perlu dicatat bahwa untuk pemeriksaan demikian memerlukan waktu yang relatif lama dan
juga biaya tambahan.
Karena lesi di mulut sering merupakan komplikasi, akibat atau manifestasi dari penyakit
sistemik kebutuhan untuk pemeriksaan labortaris akan meningkat. Disamping itu rujukan
atau konsultasi dalam rangka mendapatkan informasi tambahan atau meminta pendapat
dari ahli yang lain sangat diperlukan dalam penanganan kasus-kasus di muiut. Namun
perlu diperhatikan bahwa pemeriksaan laboratoris semata jarang sekali dapat menetapkan
sifat dari suatu lesi di mulut, untuk itu maka dalam pelaksanaannya pemgambilan riwayat,
pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang diagnostik yang lain hendaknya
dilakaksanakan secara terpadu sebagai suatu rangakaian pemeriksaan pasien bukan
merupakan pemeriksaan yang berdiri sendiri. Konfirmasi antara hasil masing-masing teknik
pemeriksaan tersebut akan memberikan informasi diagnostik yang sangat berguna untuk
menegakkan diagnosis.
3.1.2 Evaluasi informasi diagnostik
Tahap ke dua dalam proses diagnostik ialah mengorganisir dan menentukan arti klinis dari
berbagai informasi yang telah dikumpulkan, antara lain dengan membandingkan berbagai
temuan klinis dengan pengetahuan dasar seperti anatomi, fisiologi, patologi dan berbagai
pengalaman klinis yang telah diperoleh sebelumnya. Temuan-temuan yang tidak lazim
akan dikorelasikan untuk diidentifikasi keterkaitannya dan persamaan dalam susunan atau
suatu pola yang mengisyaratkan pada tanda-tanda penyakit tertentu. Da-lam evaluasi ini
Universitas Gadjah Mada
6
harus dikaji mengenai ketepatan informasi yang diperoleh dan untuk hal-hal yang
kontradiktif perlu dicari penjelasan lebih lanjut. Tidak jarang perlu informasi tambahan
dengan melakukan pengulangan beberapa prosedure diagnostik seperti anamnesis atau
pemeriksaan klinis, bahkan kadang harus dilakukan tes atau pemeriksaan tambahan yang
lebih khusus.
Data diagnostik dari riwayat pasien, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang
lain umumnya direkam dalam kartu status berdasarkan kelompok pemeriksaan. Selanjutnya
dilakukan pengelompokan untuk sejumlah temuan klinis yang mempunyai kaitan penting
dengan perubahan fisiologis atau tanda gejala penyakit tertentu. Pada tahapan ini akan
diseleksi apakah informasi tersebut banyak memberikan kontribusi untuk masalah medik,
dental, atau masalah nondental. Beberapa temuan atau suatu penampiIan spesifik dapat
berhubungan dengan lebih dari satu katagori masalah tersebut

Asesmen fisik
Informasi yang berhubungan dengan status medik pasien disusun berdasarkan sistem
fisiologik. Temuan-temuan yang berhubungan dengan satu sistem khusus dikelompokkan
berdasarkan relasinya dengan kondisi-kondisi medik yang telah ada sebelumnya, penyakit
yang sedang didiagnose, atau dengan penyakit yang belum terdiagnose. Jika hubungannya
dengan sistem khusus tidak nyata, maka beberpa gejala tertentu seperti kehilangan berat
badan, demam dikelompokkan sebagai masalah kesehatan umum.

Kondisi dental
Informasi mengenai kondisi gigi geligi yang abnormal balk dari keluhan utama, riwayat
dental, atau pemeriksaan klinis dan radiografis ditetapkan apakah disebabkan karena
kelainan primer di gigi atau dari jaringan pendukungnya. Kondisi yang abnormal pada gigi
geligi juga dapat memberi kontribusi untuk asesmen kondisi sistemik. Misalnya periodontitis
yang progresif merupakan salah satu bentuk typikal pada fungsi immun yang compromised
dan diabetes melitus.

Kondisi Nondental
Abnormalitas rongga mulut dan struktur perioral yang tidak berhubungan dengan gigi geligi
umumnya dikelompokkan sebagai perubahan pada mukosa, pembesaran jaringan lunak,
abnormalitas tulang, dan manifestasi dari sindrom klinik. Evaluasi informasi diagnostik yeng
terkait dengan kondisi nondental lebih rind dibahas pada bab-bab berikutnya.
Setelah berbagai kombinasi informasi dikumpulkan klinisi harus mengambil
keputusan awal untuk setiap persoalan diagnostik yang terkait. Untuk identifikasi masalah
diagnsotik pasien dan menentukan cara pendekatan ke arah diagnosis. maka pemahaman
tentang relasi, reliabilitas, konsistensi, dan anti klinis dari informasi yang telah dikumpulkan
sangat diperlukan.
Universitas Gadjah Mada
7
3.1.3 Formulasi diagnostik
Pada tahapan ini akan dibuat berbagai formulasi atau rumusan pemikiran mengenai sifatdasar temuan tidak lazim yang dijumpai. Setiap rumusan pemikiran atau diagnosis tersebut
merupakan penjelasan untuk setiap unsur dari status pasien yang paling konsisten dengan
informasi yang telah diperoleh. Hal demikian pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan
formulasi hypotesis di dalam metode ilmiah. Dalam beberapa hal mungkin diagnosis tidak
terlalu spesifik, pendekatan diagnostik untuk masalah yang khusus akan bergantung pada
keterlibatan masalah tersebut dengan penyakit sistemik, abnormalitas dental atau
nondental.

Penyakit sistemik
Diagnose penyakit sistemik pada dasarnya diluar lingkup praktek dokter gigi.
Namun demikian beberapa dokter gigi mendapat latihan atau pengalaman yang cukup
untuk melakukan dan menginterprestasikan prosesdur pemeriksaan fisik, seperti asesmen
bunyi jantung yang sangat penting untuk diagnose penyakit sistemik. Dalam konteks
perawatan dental, diagnosis definitif penyakit sistemik tidak boleh dikacaukan de ngan
asesmen fisik kesehatan umum pasien yang menjadi tanggung jawab dokter gigi. Jika dari
riwayat, pemeriksaan fisik, dan evaluasi temuan diagnostik yang lain dicurigai adanya
penyakit sistemik, perlu dilakukan konsultasi atau rujukan sehingga diagnose difinitif
penyakit sistemik dapat ditegakkan. Dari sini maka dokter gigi dapat menyusun atau
memodifikasi perawatan dental yang sesuai dengan kondisi kesehatan pasien.

Penyakit dental
Termasuk di sini ialah karies, gingivitis, lesi periapikal sebagai akibat nekrose pulpa,
gangguan perkembangan dental dan abnormalitas erupsi gigi. Sebagian besar kondisi
demikian mempunyai penampilan klinis yang cukup khas, sehingga diagnosis yang pasti
umumnya tidak sulit untuk ditegakkan. Disamping itu karena kondisi dental begitu sering
dijumpai, maka dokter gigi akan sangat familier dengan berbagai variasi perubahan yang
sering terjadi pada penyakit dental. Tantangan yang harus dihadapi dalam persoalan
diagnotik kondisi dental ialah menentukan perluasan lesi dan faktorfaktor lain yang harus
dipertimbangkan dalam memutuskan perawatan yang akan diberikan.

Kondisi nondental
Dokter gigi mempunyai tanggung jawab untuk menentukan diagnosis dan pera
watan kondisi nondental di mulct dan jaringan sekitarnya. Pada umumnya abnormlitas
nondental memberikan tantangan diagnostik yang lebih sulit daripada penyakit dental.
Pertama, sebagian kondisi ini lebih jarang dijumpai daripada penyakit dental, sehingga
kesempatan dan pengalaman serta kepercayaan untuk menentukan diagnosis dan
perawatannya sangat terbatas. Kedua, diagnosis kondisi oral yang nondental tidak dapat
didasarkan semata-mata pada penampilan lesi atau tanda-tanda disfungsi seperti penya kit
Universitas Gadjah Mada
8
dental. Ini disebabkan karena suatu abnormalitas nondental yang sama dapat merupakan
manifestasi berbagai penyakit lain yang berbeda.
Untuk diagnosis kelainan nondental dilakukan pendekatan melaiui diagnosis diferensial yaitu dengan cara membandingkan berbagai tanda-gejala dari dua atau lebih
penyakit. Didalam fikiran klinisi dibuat daftar berbagai penyakit yang dapat menjelaskan
penampilan umum lesi atau disfungsi yang terjadi. Temuan diagnostik spesifik pada pasien
yang berlawanan dengan ciri khas penyakit-penyakit tersebut dapat dikesampingkan.
Setelah beberapa penyakit dapat dikesampingkan sisanya disusun berdasar urutan
probabilitas diagnotik. Yang paling mendekati diagnosis disebut sebagai diagnosis kerja
atau the working diagnosis, the presumtive diagnosis atau the clinical impression. Untuk
membedakan diagnosis kerja dan kemungkinan diagnose yang lain sering memerlukan test
tambahan dan pengobatan awal. Pemeriksaan tambahan seperti pemeriksaan mikrokopik
jaringan biasanya akan dapat lebih mengarah ke pada diagnosis penyakit tunggal yang
dikenal sebagai diagnosis difinitif, the final diagnosis atau hanya diagnosis saja. Diagnosis
inilah yang dipakai sebagai landasan menajemen difinitif dari masalah yang dihadapi
pasien.
3.1.4 Reassesmen
Tahap reasesmen dalam metode diagnostik equivalent dengan testing hipotesis
dalam metode ilmiah. Diagnosis dari suatu abnormalitas mengisyaratkan perlunya test
tambahan atau perawatan yang sesuai. Dari sini klinisi kadang dapat memprediksi respon
setelah perawatan. Kajian ulang terhadap abnormalitas setelah perawatan pada dasarnya
juga merupakan tes diagnosis. Respons sebagaimana telah diprediksikan sedikit banyak
akan menguatkan diagnosis, sementara jika hasilnya diluar dugaan semula mengisyaratkan bahwa diagnosis salah.
Reasesmen abnormalitas setelah dilakukan perawatan atau tindakan merupakan
tahap akhir metode diagnostik, meliputi penilaian kembali gejala-gejala yang dirasakan
pasien, dan pemeriksaan ulang daerah yang terlibat setelah periode waktu tertentu. Ini
merupakan tahapan testing hypothesis dalam diagnosis klinik. Jika diagnosis benar,
perawatan tepat, dan perawatan tersebut mampu dilaksanakan, maka respon kondisi
tersebut dapat diprediksi. Abnormalitas yang curable akan mengalami penyembuhan
secara komplet, sedang incurable diseases harus dikendalikan dengan suatu perawatan
atau berkembang konsisten sejalan dengan illness. Jika reasesmen menunjukkan hasil
diluar dugaan semula, maka klinisi perlu mempertimbangkan apakah pelaksanaan
perawatan adekuat, perawatan tidak tepat atau diagnosis salah.
3.2 Tipe-tipe pemeriksaan
Universitas Gadjah Mada
9
Metode diagnostik dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan. Modifikasi
demikian umumnya akan membatasai jumlah informasi diagnostik awal yang dikumpulkan
atau lingkup keputusan diagnostik yang harus ditentukan. Dengan tanpa mengurangi
kualitas diagnosis maka karena aspek kepraktisan, ongkos, ketrampilan dan sasaran yang
ingin dicapai ada dua tipe pemeriksaan yang sering dipakai yaitu:
a. Pemeriksaan lengkap
b. Pemeriksaan singkat:

pemeriksaan recall (evaluasi ulang)

pemeriksaan skrening

pemeriksaan darurat
a. Pemeriksaan lengkap
Dalam pemeriksaan ini dilakukan asesmen yang menyeluruh untuk mengumpulkan
informasi yang lengkap sebagai data base. Hasil pemeriksaan ini digunakan untuk
identifikasi kelainan atau penyakit oral serta pengelolaannya secara menyeluruh. Tipe
pemeriksaan demikian sering digunakan untuk: (1) pemeriksaan rutin setiap pasien baru
(sebelumnya belum pernah merneriksaan diri), (2) pemeriksaan periodik dan (3) pemeriksaan untuk pasien dengan masalah kompleks dan memerlukan rujukan.
Dalam pemeriksaan ini dikumpulkan semua informasi diagnostik yang lengkap
meliputi riwayat pasien, pemeriksaan fisik ekstra dan intraoral yang rinci, pemeriksaan
tambahan khusus seperti dental radiograf, asesmen fisik, dan diagnosis seluruh kondisi
oral dan perioral. Data demikian merefleksikan status awal pasien, yang dapat dipakai
sebagai pembanding mengenai efektifitas suatu perawatan. Disamping itu dukoment status
awal yang lengkap sangat penting untuk perlindungan hukum bagi klinisi. Walaupun
memerlukan waktu yang lama pemeriksaan ini merupakan dasar diagnosis yang dapat
dipercaya untuk perawatan dental yang lengkap.
b. Pemeriksaan singkat
Berbeda dengan pemeriksaan lengkap, pemeriksaan singkat ini lebih ringkas
karena informasi yang dikumpulkan tidak menyeluruh. Pemeriksaan demikian biasanya
dipergunakan untuk tujuan khusus atau keperluan tertentu.
Pemeriksaan ulang. Pemeriksaan ini cocok untuk pasien yang sebelumnya sudah
mempunyai data diagnotik dental yang lengkap, dengan asumsi bahwa sebagian informasi
yang ada masih akurat tetapi untuk aspek yang lain seperti status medik dan dental
mungkin telah berubah. Hal ini dapat dilakukan dengan menanyakan pada pasien
mengenai perubahan-perubahan yang telah terjadi sejak pemeriksaan terakhir. Sasaran
utama pemeriksaan ini ialah identifikasi kondisi yang telah berubah dan perlu dtambahkan
Universitas Gadjah Mada
10
pada database lama, sehingga dapat merefleksikan status pasien yang barn. Pemeriksaan
ini sering digunakan untuk evaluasi perkembangan penyakit, efektifitas perawatan atau
pengkajian ulang prognosis.
Pemeriksaan skrening. Tujuan pemeriksaan ini terbatas untuk mendapatkan
informasi tentang suatu kondisi atau kelainan, tanpa memerlukan diagnosis menyeluruh
atau tanggung jawab perawatan pada pasien. Sebagai contoh misalnya pemeriksaan
skrening untuk kanker rongga mulut. dalam hal ini perhatian tertuju pada apakah ada
kanker oral atau tidak, tanpa memperhatikan secara khusus mengenai pemeriksaan rutin
kondisi dental dan asesmen fisik. Pemeriksaan ini sering dipergunakan untuk evaluasi
secara kasar penyakit atau untuk studi epidemiologi.
Pemeriksaan darurat. Dirancang untuk menangani kondisi yang sifatnya darurat,
akut dan memerlukan penanganan dengan cepat, seperti nyeri, perdarahan, trauma atau
infeksi akut atau suatu masalah pasien yang diyakininya bahwa kondisi tersebut bersifat
darurat. Sasaran utama pemeriksaan ditujukan terhadap keluhan utama, diagnosis
penyebab, kemudian menghilangkan penyebab atau merawatnya. Di puskesmas misalnya
pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk pemeriksaan pertotongan pertama atau untuk
keadaan yang sulit dikerjakan sehingga kasus tersebut perlu segara dirujuk. Pada
dasarnya tidak ada prosedur rutin untuk kondisi darurat karena sangat bergantung pada
kemampuan masing-masing pemeriksa. Dalam hal kelengkapan peralatan dan kemampuan dokter memenuhi, unsur-unsur yang terkandung dalam pemeriksaan darurat sama
dengan pemeriksaan skrening atau pemeriksaan ulang, kacuali sasaran pemeriksaan yang
berbeda yaitu pemeriksaan klinis dengan perhatian khusus pada daerah keluhan.
Universitas Gadjah Mada
11
Download