Get cached

advertisement
EFEKTIFITAS VAKSINASI RABIES PADA ANJING YANG
DIIMPOR MELALUI BANDARA SOEKARNO HATTA
MOCH. ARIEF CAHYONO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Efektifitas Vaksinasi pada Anjing
yang Diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta adalah karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2009
Moch. Arief Cahyono
NIM. B251064154
ABSTRACT
MOCH. ARIEF CAHYONO. Effectiveness of Rabies Vaccination on Dogs that
Imported into Soekarno Hatta Airport. Under direction of DENNY W.
LUKMAN, ZAHID ILYAS, and MARTHEN BM MALOLE.
Rabies is one of zoonotic diseases in the world. Number of rabies cases are
very common and finished with the dead of animals and human after they showed
any clinical symptoms. The case fatality rate is 100%. The main aim of this
research is to study the correlation between antibody titer of rabies on dogs and
cats which imported into Indonesia through Soekarno Hatta Airport and some
factors influence the titer. Some blood samples were collected from all dogs
which came from June 2007 until June 2008. The blood serums were tested in the
reference laboratory of animal quarantine by ELISA test and the data was
analyzed descriptively and using multivariate statistic. The result of this study
showed that antibody titer of rabies were strongly influenced by subcutaneous
application of vaccination, the dog age of above 6 month, the country status of
endemic, and the dog was male. Those factors should be taken into account to
develop the policy and requirements of dog importation due to the quarantine
measures.
Key words: rabies, titer antibody, effectiveness vaccination
RINGKASAN
MOCH. ARIEF CAHYONO. Efektifitas Vaksinasi pada Anjing yang Diimpor
melalui Bandara Soekarno Hatta. Dibimbing oleh DENNY W. LUKMAN,
ZAHID ILYAS, dan MARTHEN B. M. MALOLE.
Rabies merupakan salah satu penyakit hewan tertua di dunia yang bersifat
zoonosis. Kasus penyakit ini pada hewan maupun manusia selalu diakhiri dengan
kematian. Akibatnya penyakit ini selalu menimbulkan rasa takut, kekuatiran serta
keresahan yang mengganggu ketentraman bathin masyarakat. Pemerintah telah
melakukan banyak hal untuk melakukan pemberantasan dan pencegahan
penularan penyakit rabies. Telah banyak dana dan tenaga yang dikeluarkan untuk
menangani penyakit yang zoonosis ini.
Berbagai peraturan pemerintah
dikeluarkan baik oleh Departemen Pertanian maupun departemen lain secara
bersama-sama. Hingga saat ini beberapa daerah yang pernah terjadi wabah rabies
belum juga dapat teratasi permasalahannya.
Pola perilaku masyarakat di daerah yang senang berburu dengan anjing,
memelihara anjing secara liar (tidak terikat), ataupun enggan untuk dilakukan
vaksinasi pada hewan peliharaannya merupakan salah satu kendala dalam
pemberantasan rabies di Indonesia. Pada lain pihak, pengembangbiakan dan
permintaan akan hewan peliharaan semakin tinggi sehingga menambah kompleks
permasalahan pemberantasan rabies.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan melakukan kajian
hubungan antara hasil pemeriksaan titer antibodi rabies dengan faktor-faktor yang
mempengaruhinya pada anjing yang diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta.
Penelitian ini menggunakan disain studi lintas seksional dengan metode
penelitian kualitatif. Setiap kasus dan kontrol diselidiki terhadap faktor risiko
melalui data dan riwayat kesehatan hewan yang diperoleh dari lembar
permohonan karantina, dokumen kesehatan yang disertakan bersama dengan
hewan dari negara asal, serta lembar kartu status hewan saat dilakukan
pemeriksaan di Instalasi Karantina Hewan. Setiap hewan dilakukan pengujian
titer antibodi rabies dan dilakukan observasi selama 14 hari sesuai petunjuk teknis
dalam
Surat
Keputusan
Kepala
Badan
Karantina
Nomor
344.b/Kpts/PD.670.370/L/12/06.
Hasil pengujian dimasukkan dalam tabel yang dibuat dengan berdasarkan
pengelompokan nilai hasil pengujian titer antibodi, yaitu protektif dan tidak
protektif. Data hasil pengujian titer antibodi yang telah diperoleh akan dilakukan
analisis secara statistik dengan umur, aplikasi vaksinasi, jarak waktu vaksinasi
dengan pengukuran titer antibodi, ulangan vaksinasi, jenis kelamin, dan jenis
vaksin guna mengetahui pengaruh masing-masing faktor terhadap titer antibodi.
Hewan anjing yang masuk pada periode bulan Juni 2007–Juni 2008 sebanyak 607
ekor. Seluruh hewan yang diimpor tersebut dilakukan pengambilan darah dan
dilakukan pengujian titer antibodi, sedangkan data klinis hewan dan keterangan
pemilik dikumpulkan dalam lembar isian kuisioner.
Setelah dilakukan pemilahan data yang layak untuk diolah secara statistik,
maka jumlah data hewan yang dapat diolah sebanyak 602 ekor. Dengan
menggunakan regresi logistik dengan nilai confident interval (CI) 95% diperoleh
bahwa nilai odds ratio (OR) pada penelitian ini diperoleh kesimpulan variabel
vaksinasi yang berhubungan kuat terhadap titer antibodi adalah: aplikasi vaksinasi
rabies dengan cara injeksi subkutan (SC), anjing telah berumur di atas 6 bulan,
status negara asal hewan yang bersifat endemik, dan anjing berjenis kelamin
jantan. Seluruh faktor akan berpengaruh dengan baik apabila berada pada
kombinasi yang tepat.
Penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
melakukan tindakan karantina bagi petugas karantina dan Badan Karantina
Pertanian untuk menetapkan aturan pemasukan HPR. Selain itu perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut efektifitas vaksinasi dengan memperhitungkan adanya
faktor-faktor lain (jenis vaksin dari segi pembuatan, faktor ras anjing, faktor stres)
yang belum teramati dalam penelitian ini dan dilakukan penelitian yang sama
pada hewan kucing.
Kata kunci: rabies, titer antibodi, efektifitas vaksinasi
© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2009
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
EFEKTIFITAS VAKSINASI RABIES PADA ANJING YANG DIIMPOR
MELALUI BANDARA SOEKARNO HATTA
MOCH. ARIEF CAHYONO
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : drh. Surachmi Setyaningsih, PhD.
Judul Tesis
Nama
NIM
: Efektifitas Vaksinasi Rabies pada Anjing yang Diimpor melalui
Bandara Soekarno Hatta
: Moch. Arief Cahyono
: B251064154
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. drh. Denny Widaya Lukman, MSi
Ketua
drh. Zahid Ilyas, MSi
Anggota
Dr. drh. Marthen B. M. Malole
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi
Kesehatan Masyarakat Veteriner
Dr. drh. Denny Widaya Lukman, MSi
Tanggal Ujian: 23 Januari 2009
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Salawat dan
salam kita sampaikan kepada Junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW yang
membawa kita kedalam alam rahmah dan cahaya iman dan islam. Amin.
Penelitian ini berjudul “Efektifitas Vaksinasi pada Anjing yang Diimpor melalui
Bandara Soekarno Hatta” yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2007 hingga Juni
2008 di Balai Besar Karantina Hewan Soekarno Hatta.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. drh. Denny Widaya
Lukman, M.Si., drh. Zahid Ilyas, M.Si., dan Dr. drh. Marthen BM. Malole, selaku
dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, pikiran, tenaga serta motivasi
dalam membimbing menyelesaikan tesis, serta kepada Ibu drh. Surachmi
Setyaningsih, PhD sebagai Penguji Luar Komisi yang telah memberikan masukan
penyempurnaan tesis ini. Ucapan yang sama saya tujukan kepada Pimpinan
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Ketua dan staf Departemen Ilmu
Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB, serta Ketua dan
staf Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB yang telah membantu
proses pendidikan dan berlangsungnya penelitian.
Ucapan terima kasih dan penghargaan disampaikan kepada Bapak Ir.
Syukur Iwantoro, MS. MBA. dan Bapak Ir. Hari Priyono, MSi., yang memberikan
dukungan moral dan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pascasarjana,
Bapak drh. Hadi Wardoko, MM., Bapak Indra Mulya S.Sos. M.Si sebagai Kepala
Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta atas segala dukungannya bagi
terselesaikannya tesis ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada
Kepala dan staf di Laboratorium Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian
(BBUSKP) Jakarta, segenap staf Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta
yang telah membantu selama pengumpulan dan pengujian sampel, turut serta
membantu proses pendidikan, memberikan motivasi dan memberikan ijin.
Penghargaan disampaikan pula kepada teman-teman seperjuangan Kelas Khusus
Karantina Hewan (Rita, Edi, Risma, Duma, Nunung, Muji, Era, Tatit, Yoyok,
Iswan, Endah, Maya, Melani, Arum),
Ungkapan terima kasih yang tak hingga juga disampaikan kepada istri
tercinta, ananda Muh. Mirza Alviannur (inspirasi dan motivasi bagi ayah),
Keluarga Besar Nachroedin Nitidisastro, ayahanda H. Candra Sosiawan, ibu dan
adik-adikku, serta seluruh keluarga besar H. Abdul Bari atas segala doa,
pengorbanan, semangat dan kasih sayang yang diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk ilmu pengetahuan dan umat
manusia, khususnya karantina hewan.
Jakarta, Januari 2009
Moch. Arief Cahyono
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pamekasan Madura pada tanggal 22 Maret 1979 dari
Ayahanda H. Candra Sosiawan dan Ibunda Halimatus Sannah (Alm). Penulis
merupakan anak pertama dari lima bersaudara.
Tamat dari Sekolah Dasar Negeri Barurambat Kota III Pamekasan tahun
1991 dan Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Pamekasan tahun 1994. Pada
tahun 1997 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Pamekasan dan pada tahun yang
sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui Jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Fakultas Kedokteran Hewan, lulus Sarjana
Kedokteran Hewan tahun 2001 dan lulus Ujian Profesi Dokter Hewan tahun 2003.
Tahun 2004 penulis mulai aktif sebagai dokter hewan praktisi di Klinik
Hewan My Vets di Jakarta dan pada tahun 2005 bekerja sebagai Medik Veteriner
di Stasiun Karantina Hewan Kelas II Timika hingga sekarang. Saat ini penulis
ditugaskan sementara sebagai Medik Veteriner di Balai Besar Karantina Pertanian
Soekarno-Hatta.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................
xii
DAFTAR TABEL .........................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xvi
PENDAHULUAN .........................................................................................
1
Latar Belakang .......................................................................................
Tujuan .....................................................................................................
Manfaat Penelitian ..................................................................................
Permasalahan ..........................................................................................
Hipotesis .................................................................................................
1
3
3
3
4
TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................
5
Etiologi ...................................................................................................
Struktur Virus Rabies .............................................................................
Replikasi Virus Rabies ...........................................................................
Cara Penularan .......................................................................................
Patogenesis .............................................................................................
Gejala Klinis ..........................................................................................
Diagnosa .................................................................................................
Pengobatan dan Pencegahan ..................................................................
Epidemiologi ..........................................................................................
Sejarah di Indonesia ...............................................................................
Peranan Kesehatan Masyarakat ..............................................................
Vaksinasi Rabies ....................................................................................
Respon Kekebalan terhadap Vaksin Rabies ..........................................
Rute Vaksinasi .......................................................................................
Pengaruh Umur terhadap Vaksinasi .......................................................
Mekanisme Proteksi Rabies ...................................................................
Pengukuran Antibodi Rabies .................................................................
Aturan Internasional tentang Importasi Hewan Kesayangan .................
5
6
7
8
9
10
12
13
13
14
16
17
18
20
21
22
22
24
BAHAN DAN METODE .............................................................................
28
Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................
Alat dan Bahan .......................................................................................
Metodologi ..............................................................................................
Kerangka Studi ........................................................................................
Teknik Pengambilan Data .......................................................................
Pengambilan Sampel Darah ....................................................................
Pemeriksaan Laboratorium .....................................................................
28
28
28
29
32
32
33
Tabulasi Data ..........................................................................................
Analisis Data ..........................................................................................
36
36
HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................
37
Pengumpulan Data Anjing Impor ...........................................................
Pengaruh Faktor Umur terhadap Titer Antibodi .....................................
Pengaruh Faktor Aplikasi Vaksinasi terhadap Titer Antibodi ................
Pengaruh Jarak Waktu Vaksinasi dengan Pengujian Serum Darah
terhadap Titer Antibodi ..........................................................................
Pengaruh Ulangan Vaksinasi terhadap Titer Antibodi ...........................
Pengaruh Status Negara Asal terhadap Titer Antibodi pada Anjing ......
Pengaruh Jenis Kelamin terhadap Titer Antibodi pada Anjing ..............
Pengaruh Jenis Vaksin terhadap Titer Antibodi pada Anjing .................
Nilai OR faktor-faktor Efektifitas Vaksinasi terhadap Titer Antibodi ...
Pengaruh Faktor Lainnya terhadap Titer Antibodi .................................
Tinjauan Efektifitas Vaksinasi Rabies bagi Kesehatan Masyarakat
Veteriner .................................................................................................
37
38
39
41
42
44
45
47
48
50
50
SIMPULAN DAN SARAN ...........................................................................
55
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
56
LAMPIRAN ..................................................................................................
60
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
1
Definisi operasional peubah penelitian ..................................................
30
2
Kelompok faktor umur terhadap titer antibodi pada anjing yang
diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta ..............................................
38
Nilai OR dari faktor umur terhadap titer antibodi pada anjing yang
diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta ..............................................
39
Kelompok faktor aplikasi vaksinasi terhadap titer antibodi pada anjing
yang diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta .....................................
40
Nilai OR dari faktor aplikasi vaksinasi terhadap titer antibodi pada
anjing yang diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta ..........................
40
Kelompok faktor jarak waktu vaksinasi dengan pengujian serum darah
terhadap titer antibodi pada anjing yang diimpor melalui Bandara
Soekarno Hatta .......................................................................................
42
Nilai OR dari faktor jarak waktu vaksinasi dengan pengujian serum
darah terhadap titer antibodi pada anjing yang diimpor melalui
Bandara Soekarno Hatta ........................................................................
42
Kelompok faktor ulangan vaksinasi terhadap titer antibodi pada anjing
yang diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta .....................................
43
Kelompok faktor status negara asal terhadap titer antibodi pada anjing
yang diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta .....................................
44
Nilai OR dari faktor jarak waktu vaksinasi dengan pengujian serum
darah terhadap titer antibodi pada anjing yang diimpor melalui
Bandara Soekarno Hatta ........................................................................
45
Kelompok faktor jenis kelamin terhadap titer antibodi pada anjing
yang diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta ....................................
46
Nilai OR dari faktor jenis kelamin terhadap titer antibodi pada anjing
yang diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta .....................................
46
Kelompok faktor jenis vaksin terhadap titer antibodi pada anjing yang
diimpor melalui bandara Soekarno Hatta ..............................................
47
Nilai OR faktor-faktor vaksinasi dengan menggunakan analisis regresi
multivariat terhadap titer antibodi pada anjing yang diimpor melalui
Bandara Soekarno Hatta ........................................................................
49
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Struktur virus rabies .................................................................................
5
2
Potongan melintang struktur virus rabies ................................................
8
3
Kasus rabies pada manusia di Indonesia periode 2001-2006 ..................
15
4
Kerangka disain penelitian ......................................................................
29
5
Pengambilan sampel darah pada hewan impor ........................................
33
6
Kit ELISA rabies pada sampel serum darah hewan ................................
34
7
Jumlah anjing yang masuk ke Indonesia melalui Bandara Soekarno
Hatta pada periode penelitian …………………………………………..
37
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
Daftar negara berdasarkan situasi penyakit Rabies menurut Wahid
Interface OIE 6 Oktober 2008 ...............................................................
60
2
Contoh lembar dokumen kesehatan hewan dari negara asal hewan .....
64
3
Contoh riwayat vaksinasi hewan ...........................................................
65
4
Contoh sertifikat kesehatan dari dokter hewan di negara asal hewan .............
66
5
Contoh dokumen Surat Persetujuan Pemasukan (import permit) yang
dikeluarkan Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian ...............
67
Contoh dokumen sertifikat pelepasan (KH-12) karantina hewan bagi
hewan yang telah diobservasi di Instalasi Karantina Hewan ................
68
Daftar vaksin rabies yang diijinkan dan diperdagangkan di Amerika
Serikat tahun 2008 .................................................................................
69
Data rekapitulasi pemasukan hewan anjing pada periode penelitian ....
70
6
7
8
xvi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rabies merupakan salah satu penyakit hewan tertua di dunia yang bersifat
zoonosis. Kasus penyakit ini pada hewan maupun manusia selalu diakhiri dengan
kematian. Akibatnya penyakit ini selalu menimbulkan rasa takut, kekuatiran serta
keresahan yang mengganggu ketentraman batin masyarakat.
Di Indonesia rabies sudah lama berjangkit di beberapa daerah.
Sejak
pencatatan penyakit hewan ini di Indonesia, daerah yang secara historis bebas
adalah Nusa Tenggara Barat, Bali, Kepulauan Maluku, Irian Jaya dan Nusa
Tenggara Timur. Namun pada akhir tahun 1997 Pulau Flores telah dinyatakan
tertular dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 756/Kpts/TN 510/98
tanggal 8 September 1998.
Beberapa daerah lainnya di Indonesia selain daerah yang secara historis
bebas rabies itu sampai akhir tahun 2006 masih dinyatakan sebagai daerah tertular
kecuali Pulau Jawa. Pulau Jawa dibebaskan dari penyakit rabies secara bertahap,
untuk Jawa Timur, Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta dinyatakan
bebas
sesuai
dengan
892/Kpts/TN/560/9/97.
Surat
Keputusan
Menteri
Pertanian
Nomor
Selanjutnya, berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Pertanian Nomor 566/Kpts/PD/PD640/10/2004 Daerah Khusus Ibukota Jakarta,
Banten dan Jawa Barat dinyatakan bebas rabies. Namun pada tahun 2008 Menteri
Pertanian melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 1637/2008 tentang Pulau
Bali dinyatakan berstatus wabah rabies (Kompas 2008). Tentunya hal ini menjadi
suatu perhatian yang penting terutama dampaknya terhadap sektor pariwisata dan
kesehatan manusia.
Berkaitan juga dengan kejadian rabies di Bali tersebut,
Menteri Pertanian mengeluarkan pula Peraturan Menteri Pertanian Nomor
1696/Kpts/PD.610/12/2008 tentang penetapan Propinsi Bali sebagai kawasan
karantina penyakit anjing rabies.
Pemerintah telah melakukan banyak hal untuk melakukan pemberantasan
dan pencegahan penularan penyakit rabies. Telah banyak dana dan tenaga yang
dikeluarkan untuk menangani penyakit yang bersifat zoonotik ini.
Berbagai
peraturan pemerintah dikeluarkan baik oleh Departemen Pertanian maupun
2
departemen lain secara bersama-sama. Hingga saat ini beberapa daerah yang
pernah terjadi wabah rabies belum juga dapat teratasi permasalahannya.
Pola perilaku masyarakat di daerah yang senang berburu dengan anjing,
memelihara anjing secara liar (tidak terikat), ataupun tidak peduli untuk dilakukan
vaksinasi pada hewan peliharaannya merupakan salah satu kendala dalam
pemberantasan rabies di Indonesia.
Di lain pihak, pengembangbiakan dan
permintaan akan hewan peliharaan semakin tinggi sehingga menambah kompleks
permasalahan pemberantasan rabies. Kewaspadaan terhadap penyebaran penyakit
rabies tetap terus dilakukan untuk mempertahankan status bebas dari suatu daerah
melalui salah satu diantaranya dengan pengawasan lalu lintas yang ketat terhadap
anjing dan hewan penular rabies (HPR) lainnya maupun melakukan program
vaksinasi pada daerah-daerah endemik rabies.
Peningkatan minat masyarakat pada hewan kesayangan di dalam negeri
berakibat pula pada tingginya importasi anjing dari luar negeri, baik sebagai
hewan indukan maupun peliharaan perseorangan. Hewan tersebut juga digunakan
sebagai hewan perlombaan ataupun didatangkan pemerintah sebagai hewan
organik atau untuk kepentingan militer.
Seperti halnya di Indonesia, negara-negara lain di dunia juga melakukan
program pemberantasan dan pencegahan masuknya rabies dari luar daerah/negara,
melalui vaksinasi, eliminasi hewan carrier, pembatasan lalu lintas, pengujian
laboratorium yang teliti, dan karantina.
Di pintu-pintu pemasukan dan
pengeluaran negara-negara tersebut dilakukan tindakan karantina yang efektif
sesuai dengan kondisi dan aturan yang berlaku secara internasional maupun
kebijakan dalam negeri. Perdagangan HPR antar negara yang semakin meningkat
mendorong institusi Karantina Pertanian Indonesia untuk menegakkan tindakan
karantina yang efektif dan profesional guna mencegah masuknya rabies ke
wilayah Indonesia yang masih bebas rabies ataupun endemik rabies tanpa
menghambat lalu lintas HPR.
Tindakan yang dilakukan adalah dengan
melakukan pemeriksaan dokumen dan fisik hewan saat tiba dan atau akan
berangkat ke luar negeri.
Pemeriksaan fisik tersebut didukung juga dengan
pemeriksaan laboratorium terhadap serum darah hewan.
Hal ini dilakukan
3
sebagai prosedur standar dalam upaya pencegahan masuk dan tersebarnya rabies
ke wilayah Indonesia.
Salah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut adalah melalui kajian yang
seksama terhadap titer antibodi rabies pada hewan yang diimpor dari negara yang
masih bebas rabies maupun yang endemik rabies.
Titer antibodi rabies
merupakan jaminan terhadap kebenaran sertifikat vaksinasi yang disertakan
bersama hewan saat kedatangan.
Hal ini dapat menggambarkan sukses atau
tidaknya vaksinasi yang dilakukan di negara asal hewan. Aturan karantina ini
merupakan salah satu kaidah epidemiologi terhadap hewan impor dan diharapkan
negara pengekspor melakukan hal yang sama.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan melakukan kajian
hubungan antara hasil pemeriksaan titer antibodi rabies dengan faktor-faktor yang
mempengaruhinya pada anjing yang diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta.
Manfaat Penelitian
Kegiatan ini akan memberikan manfaat antara lain :
1. Memberikan gambaran penanganan kesehatan hewan dari negara asal anjing
yang datang ke Indonesia.
2. Memberikan informasi ilmiah tentang efektifitas vaksinasi yang telah
dilakukan terhadap hewan yang diimpor.
3. Memberikan informasi yang akurat bagi masyarakat tentang importasi HPR
dari negara endemik rabies, terutama bagi institusi Badan Karantina Pertanian.
Permasalahan
1. Belum adanya data penelitian ilmiah yang dapat menggambarkan efektifitas
vaksinasi rabies pada hewan yang diimpor dari luar negeri ke wilayah negara
Indonesia.
2. Negara pengekspor anjing merupakan negara yang penanganan kesehatan
hewannya belum diketahui secara jelas.
4
Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah :
1. Ada kaitan antara faktor-faktor dalam penelitian ini dengan nilai titer antibodi
pada anjing.
2. Sejumlah dua atau lebih faktor mempengaruhi tiiter antibodi anjing secara
bersamaan.
TINJAUAN PUSTAKA
Etiologi
Penyakit rabies dalam bahasa Indonesia disebut penyakit anjing gila.
Rabies juga dikenal dengan nama lyssa, tollwut, rage dan hydrophobia.
Dinamakan hydrophobia dikarenakan penderitanya cenderung takut akan air.
Rabies merupakan
an penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus yang
menyerang susunan syaraf pusat dan bersifat menular kepada manusia (zoonosis).
Rabies disebabkan oleh virus neurotropik yang termasuk ke dalam genus
Lyssavirus, famili Rhabdoviridae (Paez A, Nunez C, Garcia1 C dan Boshell J.
2003).
Rabies
ies merupakan penyakit viral ensefalomielitis yang sering berakibat fatal
setelah gejala klinis muncul (Ruprecht 2007). Penderita penyakit ini selalu
berakhir dengan kematian apabila hewan telah menunjukkan gejala klinis.
klini Kasus
kematiannya mencapai 100% (case fatality rate 100%).
Gambar 1 Struktur virus rabies.
Reservoir virus rabies (RABV) terdiri atas berbagai spesies Carnivora dan
Chiroptera,, yang dapat saja menularkan lagi penyakit ini ke mamalia
mama
akhir,
termasuk manusia. Sebagian besar mamalia liar dapat tertular rabies (Daniel B,
Fishbein DB dan Laura ER 1993).
1993) Rabies muncul dalam dua bentuk epidemi
yang berbeda, yaitu rabies tipe urban,, dengan anjing peliharaan sebagai reservoir
dan transmitter, serta rabies tipe silvatik dengan berbagai hewan liar sebagai
reservoirnya (Paez A,, Nunez C, Garcia1 C dan Boshell J 2003).
6
Berdasarkan sifat dari antigen yang dimiliki virus, maka virus rabies
dikelompokkan dalam 4 serotipe yaitu:
1. Serotipe 1, prototipe strain CVS, terdiri dari mayoritas strain liar dan strain
laboratorium di beberapa region di dunia.
2. Serotipe 2, prototipe strain kelelawar lagon (Nigeria).
3. Serotipe 3, prototipe strain Mikola yang dapat diisolasi dari krosidura (shrew)
dan manusia.
4. Serotipe 4, prototipe yang belum dapat diklasifikasikan dan diisolasi dari kuda
Nigeria dan nyamuk Mansonia uniformis.
Saat ini terdapat dua serotipe tambahan virus rabies yang ada di dunia yaitu
Australian bat lyssa viruses dan European bat lyssa viruses 1 dan 2 (Murphy FA,
Gibbs E.J, Horzinek MC dan Studdert MJ 1999). Perbedaan masing-masing
serotipe ini dapat ditunjukkan dengan melakukan uji netralisasi dan cross
protection test karena adanya glikoprotein yang berbeda.
Struktur Virus Rabies
Rhabdovirus merupakan virus RNA negative stranded yang berarti bahwa
virus ini memiliki untai tunggal RNA dengan sifat tidak dapat berfungsi sebagai
messenger RNA (mRNA). Sesuai dengan namanya virus ini berbentuk batang dan
pada salah satu bagian ujungnya melengkung sehingga sering dikatakan seperti
bentuk peluru. Ukuran virus rabies adalah 100 nm hingga 400 nm namun ukuran
ini sering dijumpai bervariasi.
Virus mempunyai envelope yang diperoleh dari membran plasma sel
induknya. Sifat dari envelope virus rabies ini antara lain mengandung lipida yang
mudah dilarutkan dalam pelarut lemak (sabun, eter, kloroform, aseton), etanol 4570%, preparat iodin dan amonium kuartener.
Virus ini resisten terhadap
pengeringan dan freezing thawing yang berulang, cukup stabil pada pH 5-10, peka
terhadap suhu pasteurisasi dan sinar ultraviolet. Envelope ini sangat penting bagi
sifat infektifitas dari virus rabies, sedangkan RNA dan nukleokapsidnya tidak
infektif (Soedijar dan Dharma 2005).
7
Virus rabies diketahui mempunyai lima protein yaitu:
1. Protein G (permukaan); bagian ini merupakan paku glikoprotein pada
permukaan dan ada sebagai penjaga keseimbangan. Setiap virus mempunyai
1200 protein G. Protein G ini adalah protein transmembran dengan rangkaian
N-terminal. Protein ini berikatan dengan reseptor seluler dan merupakan target
dalam netralisasi antibodi.
Penetrasi virus kedalam sitoplasma mengambil
jalur endokrin dan tidak melewati membran plasma.
2. Protein M (matriks); merupakan protein membran perifer yang terlihat sebagai
garis pada permukaan bagian dalam membran virus.
Bagian ini menjadi
jembatan antara membran atau protein G dengan nukleokapsid.
3. Nukleokapsid; bagian ini merupakan inti ribonukleoprotein infeksius virus
rabies. Mempunyai struktur heliks yang berada didalam membran. Dengan
mikroskop elektron dapat dilihat dalam inti ini terdapat 2 protein yaitu N
(nukleoprotein) protein dan L (large) protein, serta NS (nonstruktural, dikenal
juga sebagai P atau Polymerase).
Replikasi Virus Rabies
Dalam hal replikasi virus rabies diketahui mengalami beberapa tahapan
(Anonim 2007), yaitu:
1. Berikatan
(binding),
reseptor
untuk
rhabdovirus
secara
pasti
dapat
teridentifikasi namun beberapa percobaan merujuk pada fosfolipid terutama
sekali pada fosfotidil serin sebagai molekul reseptor pada permukaan sel.
2. Transkripsi (transcription), pada mulanya polimerase yang membawa masuk
virus membentuk 5 individual mRNA. RNA harus terbentuk sebelum proses
sintesis protein virus lainnya dan virus yang terinfeksi harus disediakan enzim
polimerase. Potongan untaian dari transkripsi virus ini adalah N, NS (P), M, G
dan L dengan sintesis mRNA akan melemahkan ikatan masing-masing gen.
3. Replikasi (replication), polimerase merubah negative sense RNA virus menjadi
untaian positive sense. Bagian ini menjadi template untuk transcriptase untuk
menuliskan kembali molekul RNA dengan sifat negative sense. Fase replikasi
ini membutuhkan protein sintesis dan polymerase yang sama. Pada fase ini,
enzim tersebut harus dapat mengabaikan pengaruh sinyal dari mRNA individu
8
spesies dan membuat
embuat molekul RNA tunggal.
Perubahan antara proses
transkripsi
kripsi mRNA dan replikasi genom RNA diketahui dikendalikan oleh
sejumlah protein N.
4. Protein G mRNA diterjemahkan secara bersamaan di dalam retikulum
endoplasma dan dipindahkan melalui badan golgi ke permukaan sel. Pada
bagian ini protein G akan menempel pada protein M secara bersama. Untaian
molekul RNA negatif akan bersatu dengan N, L, dan NS(P) protein
membentuk inti nukleokapsid.
nukleokapsid Bagian
agian ini akan bersatu dengan protein M pada
bagian dalam permukaan
permuk
membran plasma. Interaksi antara nukleokapsid dan
protein M menyebabkan berubahnya susunan yang lebih awal menjadi lebih
padat, setelah itu nukleokapsid akan berkembang melalui membran.
ambar 2 Potongan melintang struktur
truktur virus rabies.
rabies
Gambar
Cara Penularan
Rabies pada hewan ditularkan ke manusia seringkali melalui gigitan hewan
terinfeksi.
Pada kasus yang jarang terjadi, rabies dapat ditularkan melalui
transplantasi kornea mata atau transplantasi atau transplantasi jaringan lainnya.
Rabies dapat juga ditularkan melalui kontaminasi kelenjar air liur yang terinfeksi
pada
da membran mukosa yang terbuka atau karena luka.
Menurut CDC (2007),
(
, infeksi rabies secara aerosol dapat menjadi salah satu
faktor keterpaparan (exposure
exposure) rabies pada manusia. Hal ini diungkapkan dengan
ditemukannya manusia terinfeksi virus secara aerosol setelah berada didalam gua
9
kelelawar. Selain itu, dokter hewan dan petugas laboratorium dapat juga tertular
rabies secara aerosol. Di Amerika Serikat, infeksi karena kontaminasi kelenjar air
liur terjadi hanya 5 dari 154 (sebesar 3%) kasus yang dilaporkan dari tahun 1950
hingga 1980. Dari 5 kasus pada manusia ini, 4 diantaranya terinfeksi karena
menghirup udara mengandung virus hidup yang tinggi.
Patogenesis
Virus ini pada dasarnya dapat menginfeksi berbagai jenis bentuk sel, namun
yang paling utama terinfeksi adalah sel syaraf. Virus berikatan dengan syaraf
ataupun sel otot pada titik inokulasi via reseptor nicotinic acetylcholine. Pada
bagian ini virus akan tinggal cukup lama hingga beberapa bulan. Virus dapat juga
bereplikasi pada sel otot pada titik terjadinya gigitan tanpa menunjukkan gejala
klinis yang jelas. Hal ini disebut juga sebagai fase inkubasi penyakit.
Virus menyebar melalui akson dan berjalan dari syaraf perifer menuju sel
syaraf tubuh, kemungkinan juga tercelup dalam sitoplasma (Jameson 2006).
Setelah mengalami replikasi di sel syaraf utama tubuh, maka proses infeksi
melalui pergerakan mundur akson dan transinaptik menyebar ke beberapa sel
syaraf.
Penyebaran
transinaptik
merupakan
kemampuan
virus
untuk
menggunakan percabangan sinapsis hingga menyebar pada susunan syaraf pusat
(SSP). Virus akan mencapai dorsal akar ganglion dan medula spinalis, kemudian
pada akhirnya akan mencapai otak.
Infeksi neuronal oleh virus rabies menyebabkan abnormalitas pada fungsi
neotransmiter yang mempengaruhi serotonin, GABA, dan transmisi muscarinic
acetylcoline. Beberapa sel didalam otak dapat terinfeksi oleh virus ini, antara lain
serebelum, sel Purkinje, sel hipokampus dan pontine nuclei (fase prodromal).
Infeksi pada otak menyebabkan terjadinya ensefalitis dan degenerasi neuron
meskipun pada bagian lain virus hanya terlihat kecil sekali menyebabkan efek
sitopatik. Keterlibatan otak menyebabkan koma hingga kematian.
Selama fase neurologis virus dapat menyebar juga ke bagian tubuh yang
lainnya melalui sel syaraf, antara lain ke kulit, mata, adrenal, ginjal hingga sel
asinar dan kelenjar-kelenjar air liur. Sel asinar akan terinfeksi berikutnya, yang
10
pada gilirannya akan mengumpulkan virus didalam rongga mulut.
Hal ini
menjelaskan adanya virus didalam kelenjar air liur.
Soedijar dan Dharma (2005) menyatakan virus tidak saja dijumpai di SSP,
namun dapat juga berada di kelenjar air liur, kelenjar air mata, glandula
suprarenalis dan pankreas. Virus tidak diketemukan didalam darah, limpa, hati,
kelenjar limfe, sumsum tulang atau kelenjar genitalia.
Banyak faktor yang mempengaruhi dan membedakan waktu onset simptom
rabies muncul, namun yang paling penting adalah banyaknya partikel virus yang
menginfeksi dan seberapa dekat gigitan dengan otak. Kondisi imun pasien juga
sangat perlu untuk diperhatikan. Respon imun terhadap virus adalah lambat dan
respon netralisasi yang baik baru akan muncul setelah virus mencapai otak
sehingga akan menjadi terlambat bagi penderita untuk dapat mampu bertahan.
Infeksi rabies bersifat almost always fatal, yang berarti kematian dan berdasarkan
catatan ilmiah hanya 3 orang yang mampu selamat dari symtopmatic rabies.
Gejala Klinis
Virus rabies berada di titik terjadinya gigitan dan bergerak secara lambat
melalui sel syaraf hingga mencapai waktu 3-8 minggu untuk mencapai otak. Pada
kasus yang khusus dapat mencapai 12 bulan untuk dapat menginfeksi otak (Hines
2006). Kebanyakan hewan akan mengalami hanya satu tahap saja atau bahkan
lebih hingga akhirnya mati.
Hewan sigung (skunk) merupakan pengecualian
karena dapat bertahan lama dan hidup sehat sebagai carrier virus rabies. Pada
daerah endemik rabies, sebagian besar hewan terinfeksi tidak akan menunjukkan
gejala klinis.
Fase prodromal.
Selama infeksi terjadi virus akan bergerak mundur
mengikuti gerakan akson dan tubuh masih akan meng abaikan virus. Pada lokasi
gigitan virus akan masuk secara langsung ke dalam syaraf perifer atau bereplikasi
di jaringan sekitar tempat terjadinya gigitan untuk kemudian akan masuk kedalam
sel syaraf. Pada anjing fase ini biasanya akan terjadi selama dua atau tiga hari.
Pada hari berikutnya hewan akan mengalami gelisah dan cemas. Hewan akan
cenderung menyendiri, diam dan mengalami demam. Perubahan perilaku akan
11
tampak pada fase ini. Anjing yang biasanya ramah akan nampak ketakutan atau
agresif, dan begitu juga sebaliknya.
Pada bagian gigitan akan terasa gatal atau pedih bagi mereka, sehingga
mereka akan cenderung sering menjilat dan menguatirkan lingkungan sekitarnya.
Pada kucing fase ini akan lebih cepat terjadi apabila dibandingkan dengan anjing.
Fase furious. Saat virus telah memasuki sel syaraf perifer, virus akan
bergerak melalui serat syaraf sensorik dan motorik menuju otak. Virus juga
menyebar dari otak ke bagian tubuh yang lain termasuk juga pada kelenjar
kelenjar air liur, hingga virus akan tampak berada didalam kelenjar air liur hewan.
Setelah melalui fase prodromal, anjing akan melalui fase yang dtandai dengan
sifat cepat marah apabila dirangsang dengan cahaya dan suara. Fase ini akan
berlangsung selama 1-7 hari.
Hewan akan terlihat gelisah, agresif dan kuat. Biasanya dia akan menggigit
jeruji kandangnya hingga melukai mulutnya sendiri. Anjing pada fase ini akan
menjelajah dan berjalan kemana-mana dengan jarak yang jauh tanpa arah dan
tujuan. Secepatnya hewan ini akan menjadi ataksia, goyah dan terjadi zeisure
hingga kemudian mati.
Fase dumb. Tahap ini kadang juga disebut dengan fase paralisis. Beberapa
hewan mengalami fase ini setelah fase prodromal atau periode furious. Pada
tahap ini syaraf di bagian kepala dan kerongkongan menjadi paralisis. Hewan
akan mengeluarkan air liur, berjalan dengan mulut ternganga, dan tidak dapat
menelan.
Pemilik hewan biasanya akan berpikir hewan kesayangannya
mengalami gangguan menelan akibat adanya benda asing di kerongkongan.
Selama periode ini dalam waktu satu minggu hewan akan mengalami paralisis
yang lebih parah dan akhirnya mati. Kebanyakan anjing melalui masa ini secara
langsung setelah fase prodromal. Sapi pada fase ini seringkali akan melenguh dan
mengulurkan lehernya apabila kerongkongannya telah mengalami kerusakan.
Para peternak biasanya akan berusaha membantu mengeluarkan benda yang
mereka duga apel atau jagung yang berada di kerongkongan sapi tersebut.
Kejadian ini akan membuat mereka berisiko terkena rabies.
12
Diagnosa
Metode tradisional untuk mendiagnosa penyakit rabies adalah pemeriksaan
laboratorium terhadap sampel otak hewan tersangka. Patologi dari infeksi rabies
meliputi perubahan seluler berupa inflamasi otak (ensefalitis) dan medula spinalis
(myelitis), pembuluh darah di sekitar otak akan dikelilingi oleh sel darah putih
(perivascular cuffing), seringkali inclusion bodies globular yang kemerahan
(negri bodies) di dalam sel syaraf dua bagian otak, yaitu serebelum dan
hipokampus (Hines 2006). Metode standar untuk pengujian antibodi rabies yang
direkomendasikan WHO dan OIE adalah serum netralisasi (RFFIT, FAVN, dan
TC/SN).
Diagnosa virus rabies pada hewan dapat pula dilakukan dengan
menggunakan pewarnaan Seller. Uji ini merupakan uji yang relatif cepat dan
murah tetapi kurang spesifik. Dengan uji ini dilakukan pemeriksaan negri bodi
virus rabies yang berukuran 24-27 µm, terletak intrasitoplasmik dan bersifat
asidofilik pada sel syaraf atau ganglion dari tanduk ammon, serebrum, dan
serebelum.
Uji
flourescent
antibodies
test
(FAT)
dapat
digunakan
untuk
memperlihatkan virus rabies pada jaringan otak, cairan serebrosipnal, urin, kulit
dan usapan kornea. Namun uji ini dapat muncul negatif apabila telah muncul
antibodi. Pada hewan juga dapat dilakukan isolasi virus rabies dengan mengambil
sampel dari saliva, cairan serebrospinal dan sedimen urin sebelum kematiannya.
Isolasi mungkin akan gagal dari jaringan otak dan material di atas 10-14 hari
setelah sakit (pasca-kematian), dimana ada korelasinya dengan timbulnya antibodi
netralisasi.
Salah satu metode cepat untuk diagnosa rabies antemortem pada manusia
adalah FAT pada biopsi kulit di daerah tengkuk manusia untuk mendapatkan
antigen rabies. Metode ini lebih sensitif (sensitivitas 86%) dan spesifik untuk
mendeteksi antigen rabies di kulit dan jaringan segar lainnya (misalnya biopsi
otak), air liur, air mata dan biopsi kornea. Untuk pengujian postmortem pada
manusia dengan deteksi antigen rabies pada jaringan otak. Penggunaan reverse
transcription polymerase chain reaction (RT-PCR) juga dapat dilakukan sebagai
salah satu uji yang baik dan akurat ataupun dengan isolasi virus rabies.
13
Pengobatan dan Pencegahan
Penyakit rabies hingga saat ini belum ditemukan pengobatan yang ampuh
dan efektif, sehingga apabila terinfeksi virus ini maka akan diakhiri dengan
kematian (almost always fatal). Apabila dijumpai anjing yang belum divaksinasi
tergigit oleh hewan terinfeksi rabies disarankan agar segera dimusnahkan. Namun
bila pemilik hewan keberatan untuk dimusnahkan, maka hewan tersebut harus
divaksinasi rabies dan diisolasi selama 6 bulan sebelum akhirnya dilepaskan. Jika
hewan yang tergigit pernah mengalami vaksinasi maka harus dengan segera
divaksinasi ulang dan diobservasi secara tertutup selama 45 hari.
Pencegahan dapat dilakukan dengan mengikuti prosedur yang baik untuk
menyikat dengan kuat dan melakukan desinfeksi pada bagian gigitan hewan,
meskipun telah diketahui juga bahwa vaksinasi merupakan salah satu cara terbaik
untuk mencegah rabies. Banyak negara di dunia mengharuskan dilakukannya
vaksinasi rabies secara rutin pada hewan anjing.
Jenis vaksin yang dapat
digunakan saat ini sudah cukup beragam baik berupa live virus ataupun killed
virus. Vaksin-vaksin ini bahkan dapat juga digunakan pada musang, kuda, sapi
dan kambing dengan efek yang sama efektif dan baiknya seperti digunakan pada
anjing, serta hampir selalu berhasil. Bagi manusia yang termasuk dalam golongan
berisiko tinggi rabies disarankan supaya dilakukan vaksinasi secara rutin (Hines
2006).
Epidemiologi
Rabies telah dikenal kurang lebih 4000 tahun yang lalu. Saat ini rabies
terdapat di seluruh dunia dengan beberapa negara termasuk dalam negara bebas
rabies. Penyebaran virus rabies pada mamalia atau reservoar tergantung lokasi
geografi. Di Amerika Utara, hewan liar termasuk raccoon, skunk, serigala dapat
menjadi reservoar sementara, sedangkan di Eropa serigala dan kelelawar
merupakan reservoar utama.
Pada beberapa negara berkembang, rabies mungkin disebarkan ke populasi
anjing dan kelelawar, serta menimbulkan kefatalan pada manusia melalui gigitan
anjing rabies. Selain itu rabies dapat ditularkan melalui kelenjar air liur hewan
14
reservoar liar ke hewan bukan reservoar seperti kucing, monyet, kuda, sapi,
domba dan kambing (CDC 2007).
Kira-kira di 100 negara, rabies enzootik pada hewan liar atau domestik
mengancam 3 juta manusia yang berada di daerah tersebut. Prevalensi rabies
bervariasi. Negara yang lebih banyak terkena penyakit ini adalah negara tropis
berkembang termasuk diantaranya Asia, Afrika dan Amerika Latin, dimana terjadi
kematian manusia lebih dari 99% setiap tahunnya. Menurut Belotto (2003), pada
tahun 2001 kasus rabies pada hewan mencapai 12 486 kasus dengan jumlah 62%
terjadi pada hewan liar. Selain itu lebih dari 15% terjadinya rabies pada manusia
ditularkan lewat kelelawar. Kejadian ini terjadi baik di Amerika Latin (ditularkan
lewat vampire bats) maupun Amerika Utara.
Strategi yang diterapkan untuk menghadapi wabah penyakit rabies di
Amerika adalah dengan melakukan kampanye program vaksinasi secara massal
pada anjing, menyediakan pelayanan vaksinasi rabies bagi manusia di unit-unit
pelayanan kesehatan, surveilans epidemiologi, pendidikan kesehatan dan
pengendalian wabah (Belotto et al. 2003).
Di beberapa negara industrialisasi, positif dilakukan dengan pemberian
vaksin oral pada hewan liar atau vaksinasi parenteral pada hewan domestik.
Pelaksanaan program vaksinasi ini mampu menurunkan angka kematian di negara
industrialisasi. Walaupun UK ditetapkan sebagai negara bebas rabies, kematian
pertama pada manusia akibat rabies ditemukan sejak tahun 1902 di Skotlandia,
serta pada tahun 2002 yang disebabkan oleh lyssavirus pada kelelawar tipe 2
(CDC 2007).
Sejarah di Indonesia
Penyakit rabies sudah dikenal di negara Indonesia semenjak berpuluh-puluh
tahun yang lalu, baik pada manusia maupun pada hewan liar dan hewan
peliharaan. Penyakit ini juga masih dianggap sebagai zoonosis nomor satu. Di
Indonesia saat ini hanya anjing, kucing dan kera yang dikenal sebagai penyebar
utama penyakit ini.
Rabies di Indonesia pertama kali ditemukan pada kerbau oleh Esser pada
tahun 1884, kemudian oleh Penning pada anjing di Tangerang tahun 1889. Kasus
15
rabies pada manusia dilaporkan oleh E. de Haan, menyerang seorang anak di Desa
Palimanan, Cirebon pada tahun 1894. Berdasarkan studi retrospektif, wabah rabies
di Indonesia dimulai pada tahun 1884 di Jawa Barat; tahun 1953 terjadi wabah di
Jawa Tengah; Jawa Timur; Sumatera Barat, kemudian tahun 1956 di Sumatera
Utara. Selanjutnya, wabah rabies terjadi di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara
tahun 1958; Sumatera Selatan tahun 1959; Lampung tahun 1969; Aceh tahun 1970;
Jambi; DI Yogyakarta tahun 1971; DKI Jakarta; Bengkulu dan Sulawesi Tengah
tahun 1972; Kalimantan Timur tahun 1974; Riau tahun 1975; Kalimantan Tengah
tahun 1978; Kalimantan Selatan tahun 1981 dan Pulau Flores tahun 1997 (Barantan
Deptan 2006; Soejoedono 2004). Di Indonesia, ada laporan mengenai 2 orang
pemotong kayu di Sulawesi Utara yang meninggal karena rabies dalam 2 hari tanpa
diketahui cara terpaparnya (Soedijar dan Dharma 2005).
Pada tahun 2006, jumlah kabupaten/kota terjangkit penyakit rabies sebanyak
199 kabupaten/kota dari 23 provinsi. Jumlah kasus gigitan hewan penular rabies
(GHPR) sebanyak 13 929 orang. Jumlah kasus GHPR yang mendapat vaksin anti
rabies (VAR) sebanyak 8 959 hewan.
Jumlah kasus penyakit rabies yang
menyebabkan kematian (lyssa) sebanyak 106 orang.
Kasus GHPR dari tahun 2001 sampai dengan 2004 cenderung naik, tetapi
pada tahun 2005 dan 2006 menurun.
Namun lyssa selama tahun 2001–2005
cenderung meningkat, seiring dengan terjadinya KLB penyakit rabies di
Kalimantan Barat dan Maluku Utara, dan menurun lagi pada tahun 2006. Situasi
penyakit rabies di Indonesia tahun 2001-2006 dapat dilihat pada Gambar 3. Kasus
GHPR terbanyak dilaporkan dari Sumatera Barat (2 538 kasus) sedangkan terendah
terjadi di Banten (10 kasus). Kasus penyakit rabies yang menyebabkan kematian
pada manusia (lyssa) terbanyak dilaporkan dari Sulawesi Utara (21 kasus) dan
Sulawesi Tengah (15 kasus).
16
Gambar 3 Kasus rabies pada manusia di Indonesia periode 2001-2006 (Itjen
Depkes 2006).
Peranan Kesehatan Masyarakat
Permasalahan yang dihadapi dalam program permberantasan penyakit rabies
di Indonesia dan negara berkembang lainnya, terutama menyangkut program
vaksinasi dan pendanaan yang terbatas dari pemerintah untuk surveilans.
Pengetahuan masyarakat yang lemah tentang bahaya rabies menyebabkan
masyarakat tidak mau peduli untuk membiarkan hewannya divaksin oleh petugas
kesehatan hewan atau secara sadar memvaksinasikan hewannya pada dokter
hewan. Kebiasaan masyarakat berburu babi hutan dengan menggunakan anjing
menyebabkan adanya mitos yang kurang baik tentang vaksinasi.
Selain itu
masyarakat tidak terbiasa untuk mengikat anjingnya di tempat yang aman,
sehingga mereka membiarkan anjing-anjing mereka bebas berkeliaran dan dapat
berinteraksi dengan anjing yang mungkin terinfeksi.
Dalam kaitannya dengan tanggung jawab kesehatan masyarakat maka
menurut National Assosiation of State Public Health Veterinarian atau NASPHV
(2008) terdapat beberapa prinsip dalam pencegahan dan pengendalian penyakit
rabies, antara lain:
1. Perlunya edukasi pada masyarakat tentang kesehatan masyarakat, tanggung
jawab pemilik hewan kesayangan, pemeriksaan secara rutin pada dokter
hewan, pendidikan berkelanjutan bagi para profesional di bidang kedokteran
hewan, meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya penyakit rabies.
17
2. Pencegahan rabies pada manusia dengan menerapkan vaksinasi bagi manusia
yang berisiko tinggi terkena rabies ataupun pada masyarakat yang berada di
daerah dengan risiko tinggi gigitan HPR.
3. Pengendalian pada hewan domestik.
4. Vaksinasi rabies pada hewan berisiko.
5. Mengadakan surveilans rabies secara aktif maupun pasif.
Vaksinasi Rabies
Saat ini dikenal terdapat dua jenis vaksin rabies yang digunakan pada hewan
yaitu live vaccine dan killed vaccines. Umumnya vaksin yang digunakan saat ini
adalah jenis killed vaccines. Menurut Schultz (2000), vaksinasi rabies memiliki
durasi imunitas minimum kurang lebih selama 3 tahun dan estimasi proteksi
relatif sebesar 85%. Vaksin rabies dikelompokkan dalam kelompok vaksin inti,
dengan pengertian sebagai vaksin yang penting dan harus diberikan pada setiap
anjing untuk vaksinasi. Termasuk dalam vaksin inti ini adalah canine distemper,
canine parvovirus-2, canine adenovirus-2, dan rabies (Rynders 2005; Schultz
2000).
Program vaksinasi bagi vaksin inti ini adalah dilakukan pada umur 12
minggu atau lebih. Untuk vaksin rabies diharapkan dilakukan revaksinasi pada 1
tahun setelah vaksinasi dan diulang sekali lagi 3 tahun kemudian (Schultz 2000).
Beberapa killed vaccine rabies mempunyai durasi minimum 3 tahun.
Namun beberapa anakan anjing sebesar 5% gagal untuk membentuk imunitas
terhadap salah satu vaksin inti termasuk juga vaksin rabies. Penyebab gagalnya
imunitas ini antara lain: keberadaan imunitas secara pasif dari vaksinasi
sebelumnya, mundurnya respon sistem kekebalan, imunogenisitas vaksin yang
lemah, vaksin yang diberikan kurang cukup, ketidakmampuan genetik untuk
merespon antigen dalam vaksin, kejadian immunosupresi, terlalu banyak
komponen dalam vaksin (multiple component vaccine), atau juga inefektifitas
vaksin itu sendiri (Schultz 2000).
Menurut Roth (2007) faktor yang
mempengaruhi keberhasilan dan durasi imunitas pada hewan antara lain faktor
vaksin yang digunakan, faktor internal hewan, dan faktor patogennya. Nash
(2008) menyatakan adanya maternal antibodi, jarak waktu vaksinasi dan paparan
18
antigen, perbedaan strain virus, kerusakan vaksin, aplikasi vaksinasi yang kurang
tepat, jadwal vaksinasi yang kurang tepat, variasi ras, imunosupresi atau
imunodefisiensi, defisiensi nutrisi dan berada pada masa awal infeksi dapat
berpengaruh terhadap kegagalan vaksinasi.
Untuk menyakinkan bahwa semua anakan anjing memperoleh imunitas
yang baik, maka vaksin rabies diberikan pada umur 12 minggu atau lebih, diikuti
dengan vaksinasi ulangan setelah 1 tahun atau setelah berumur 1 tahun, dan
divaksin kembali setelah 3 tahun (interval 3 tahun). Pada daerah dengan risiko
tinggi rabies, program vaksinasi harus dilakukan untuk memberikan imunitas pada
hewan yang belum pernah divaksinasi atau yang pernah mendapat vaksinasi lebih
dari 3 tahun. Hewan yang belum pernah divaksinasi akan memiliki risiko tinggi
terinfeksi virus rabies bila dibandingkan dengan yang pernah mengalami
vaksinasi.
Anjing yang datang/diimpor dapat membawa rabies bagi negara yang bebas
penyakit rabies bila mereka dalam fase inkubasi penyakit dan ditransportasikan
selama
fase
prasimtomatik.
Vaksinasi
merupakan
program
yang
direkomendasikan untuk mencegah introduksi penyakit tersebut. Kurva antibodi
netralisasi setelah vaksinasi dan boosters akan meningkat.
Antibodi akan
meningkat secara cepat setelah vaksinasi pertama kali, kemudian akan menurun
dan meningkat kembali setelah dilakukan boosters untuk meningkatkan antibodi
pada tingkat yang lebih tinggi dari sebelumnya hingga mencapai nilai antibodi
yang tinggi dan stabil (Aubert 2006).
Data yang diperoleh di Thailand dan Jawa menunjukkan titer antibodi
netralisasi menurun secara cepat setelah mencapai 60 sampai 120 minggu post
vaksinasi pada level 5-25 tingkat lebih rendah dari nilai tertinggi titer. Titer akan
mencapai tingkat yang tinggi apabila pemilik hewan melakukan vaksinasi
beberapa kali secara rutin (Sasaki et al. dalam Aubert 2006).
Respon Kekebalan terhadap Vaksin Rabies
Respon kekebalan spesifik melindungi tubuh dari serangan patogen dan juga
memastikan pertahanan tubuh tidak berbalik melawan jaringan tubuh sendiri.
Respon kekebalan spesifik timbul dari dua sistem berbeda yang saling bekerja
19
sama, yaitu antibody mediated immunity (imunitas yang diperantarai antibodi)
atau disebut juga imunitas humoral, dan cell mediated immunity (imunitas yang
diperantarai sel).
Imunitas humoral merupakan respon kekebalan yang diperantarai antibodi
tidak melibatkan sel, melainkan hanya senyawa kimia yaitu antibodi. Antibodi ini
dihasilkan sel limfosit B dan teraktivasi bila mengenali antigen yang terdapat pada
permukaan sel patogen dengan bantuan sel limfosit T. Sel B akan memproduksi 5
jenis antibodi yaitu Ig A. Ig D, Ig E, Ig G dan Ig M (Tizard 2004). Sel B ini
diproduksi di dalam sumsum tulang belakang. Terdapat tiga jenis sel limfosit B,
yaitu sel B plasma, sel B memori dan sel B pembelah. Patogen akan mengaktivasi
satu sel B membelah dengan cepat menjadi populasi sel yang besar. Semua sel
baru tersebut identik atau klon dan mereka semua kemudian mensekresikan
antibodi yang spesifik terhadap patogen tersebut.
Respon tersebut adalah
menyebabkan antigen saling melekat (aglutinasi), menstimulasi fagositosis oleh
netrofil, berperan sebagai antitoksin dan menyebabkan pengendapan toksin
bakteri, serta mencegah bakteri patogen melekat pada membran sel tubuh. Setelah
infeksi berakhir sel B akan mati.
Respon kekebalan ini tersebut dinamakan
respon kekebalan primer. Respon kekebalan sejak masuknya antigen ke dalam
tubuh membutuhkan waktu kurang lebih 14 hari untuk mencapai tingkat yang
optimum, namun biasanya tidak tinggi dan cepat hilang.
Sel-sel B memori yang telah mengingat patogen yang menginfeksi, masih
tetap hidup untuk beberapa tahun dalam tubuh. Apabila patogen yang sama
masuk atau menginfeksi kembali maka sel B tersebut akan merespon dengan
cepat menghasilkan sel-sel B aktif dalam jumlah yang lebih besar lagi dan
semuanya
memiliki
kemampuan
mensekresi
(immunological memory phenomenon).
antibodi
yang
spesifik
Respon kekebalan tersebut disebut
dengan respon kekebalan sekunder dan merupakan respon kekebalan yang jauh
lebih cepat dan efektif dibandingkan dengan respon kekebalan primer.
Menurut Tizard (2004) imunitas diperantarai sel merupakan respon
kekebalan yang melibatkan sel-sel yang menyerang secara langsung pada
organisme asing. Sel yang terlibat dalam respon kekebalan ini adalah sel limfosit
T.
Tubuh menggunakan mekanisme respon kekebalan ini untuk menghadapi
20
parasit multiseluler, fungi, sel-sel kanker dan dapat menyerang jaringan atau
organ transplan yang dianggap benda asing. Sel limfosit T ini diproduksi oleh
timus.
Sel limfosit T juga bereaksi terhadap antigen yang spesifik. Setiap antigen
yang terdapat pada permukaan sel patogen akan menstimulasi sel limfosit untuk
membelah membentuk klon. Beberapa klon akan menjadi sel-sel memori yang
tetap bertahan dalam tubuh untuk menjadi respon kekebalan sekunder bila terjadi
infeksi patogen yang sama. Klon yang lainnya akan berkembang menjadi salah
satu dari tiga jenis sel T, yaitu sel T pembantu (helper T cell), sel T pembunuh
(killer T cell), sel T sitotoksik (cytotoxic T cell) dan sel T supresor (suppresor T
cell).
Sel T pembantu mempunyai penanda permukaan (CD4) yang menjadi
reseptor bagi virus HIV dan akan mengaktivasi sel B, sel Tc, dan makrofag
menghasilkan protein sitokin/limfokin. Sel T sitotoksik (CD8) akan merespon
terhadap infeksi virus dan tumor.
Vaksinasi rabies yang dilakukan pada anjing akan merangsang terbentuknya
respon kekebalan dengan mengaktivasi limfosit. Antigen akan menginduksi sel T
sitotoksik dan sel T pembantu meningkatkan kerja sel B untuk menghasilkan
antibodi netralisasi terhadap virus (Kasempimolporn S, Hemachudha T,
Khawplod P dan Manatsathit S 1991). Antibodi yang teraktivasi dengan adanya
virus didalam vaksin adalah Ig M dan Ig G. Antibodi yang diproduksi sel B ini
akan diukur dalam pengujian laboratorium dengan menggunakan FAVN maupun
dengan ELISA. Titer antibodi tersebut akan meningkat dengan cepat namun akan
berbeda pada masing-masing individu (Kennedy et al. 2007).
Rute Vaksinasi
Vaksinasi rabies secara umum dilakukan dengan beberapa rute aplikasi,
antara lain secara injeksi intramuskular (IM), injeksi subkutaneus (SC), injeksi
intradermal, intranasal, dan secara parenteral. Pada masa Pasteur, vaksinasi rabies
dilakukan dengan cara injeksi SC, namun Fuenzalida pada tahun 1967
mendemonstrasikan IM dan menunjukkan bahwa rute vaksinasi ini menghasilkan
titer antibodi netralisasi lebih tinggi pada serum darah anjing. Penelitian lebih
lanjut menunjukkan pula hasil yang sama (Aubert 2006). Meskipun demikian,
21
keuntungan injeksi IM ini dikurangi dengan vaksin yang mempunyai potensi
tinggi dan penggunaan adjuvant vaksin yang membuat rasa sakit saat aplikasi.
Adjuvant membuat imunitas vaksin menjadi lebih panjang/lama.
Pengaruh Umur terhadap Vaksinasi
Menurut Aubert (2006), anjing berumur 11-16 minggu merespon lebih baik
pada vaksin low egg passage (LEP) atau high egg passage (HEP) daripada anjing
berumur 5-10 minggu dengan prosentase 81% berbanding 38%. Hubungan antara
umur hewan dan proteksi terhadap rabies digambarkan dalam penelitian (Bunn
dalam Aubert 2006) di laboratorium terhadap anak anjing berumur 3-5 bulan.
Anjing berumur 3 bulan setelah vaksinasi dengan vaksin flury LEP menunjukkan
10/40 mempunyai titer di bawah 1/5.
Pengaruh umur pada respon antibodi netralisasi juga ditunjukkan pada
penelitian di Thailand dengan mengelompokkan anjing ke dalam kelompok 3
minggu–3 bulan, 6-12 bulan, dan lebih dari 12 bulan. Titer antibodi dievaluasi
setelah vaksinasi dan diperoleh hasil bahwa anjing yang lebih tua mempunyai
respon lebih tinggi terhadap vaksinasi. Bahkan penelitian ini menyatakan bahwa
respon superior pada anjing tua meningkatkan pula harapan hidup anjing dengan
sistem imun yang kuat.
Keberadaan antibodi netralisasi spesifik pada anak anjing yang didapatkan
melalui kolostrum menghalangi terbentuknya imunitas aktif pada anak. Menurut
penelitian Precausta yang diacu Aubert (2006), anak anjing yang belum
divaksinasi pada umur 1 bulan mempunyai tingkat antibodi netralisasi yang sama
dengan anakan berumur 7 bulan yang telah divaksinasi, sedangkan anak anjing
berumur 1 bulan dan divaksinasi menunjukkan tingkat antibodi yang menurun
secara kinetik sama dengan anakan lain yang belum divaksinasi pada kandang
yang sama.
Setelah 10-11 minggu tidak dijumpai lagi adanya netralisasi oleh antibodi
maternal pada anjing.
Survei pada populasi anjing yang dilakukan vaksinasi
secara sistemik di Perancis dan di beberapa negara mampu mengkonfirmasi
bahwa tidak dijumpai adanya gangguan antara aktif dan pasif imunitas pada umur
ini.
22
Mekanisme Proteksi Rabies
Menurut Soedijar dan Dharma (2005) manusia yang terinfeksi virus rabies
akan memproteksi dirinya melalui reaksi antigen antibodi dan efek inhibisi dari
interferon. Virus rabies dikenal mempunyai 2 antigen struktural yang utama,
yaitu protein G dan antigen nukleoprotein (internal nucleoprotein). Protein G atau
glikoprotein adalah satu-satunya antigen yang mampu menginduksi pembentukan
antibodi penetralan virus, dan melindungi induk semang (host) terhadap tantangan
virus berikutnya. Antigen nukleoprotein dapat pula menginduksi pembentukan
antibodi seperti yang sering diperlihatkan dengan teknik fiksasi komplemen dan
teknik presipitasi, namun tidak memiliki kemampuan menetralkan.
Virus rabies yang hidup dalam vaksin akan mampu menginduksi sel-sel
tubuh dan membentuk interferon. Setelah dikeluarkan dari sel, interferon dapat
diambil lagi oleh sel lain yang karenanya menjadi resisten terhadap infeksi virus
sebagai kemungkinan dihasilkannya suatu translation inhibiting protein. Bagian
yang penting dari interferon adalah dapat bertindak sebagai substansi terapeutik
yang potensial sebagai obat antivirus universal. Interferon hanya aktif pada hasil
spesies yang membuatnya, sehingga interferon untuk manusia hanya diperoleh
dari sel-sel manusia saja.
Pengukuran Antibodi Rabies
Metode pengukuran antibodi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan
pengukuran kekebalan humoral dan kekebalan selular.
Pengukuran antibodi
humoral dapat dilakukan dengan uji haemoaglutinasi inhibition (HI). Uji ini
dapat menjadi pilihan bagi laboratorium serologi yang mempunyai fasilitas
terbatas.
Namun untuk melakukan uji ini harus dimiliki terlebih dahulu
standardisasi penetapan nilai protektif. Pada saat tertentu, selama dan sesudah
suatu vaksinasi anti rabies penuh memberikan titer tertinggi 1/3125 dengan
metode indirect flourescent antibody test (IFAT).
Teknik ini memerlukan
pengalaman dalam penentuan positif antibodi untuk menghindari positif palsu.
Pengukuran antibodi dapat pula dilakukan dengan metode ELISA yang
cukup murah dan relatif lebih cepat bila dilakukan pemeriksaan pada sampel
dalam jumlah yang banyak dan sekaligus.
Namun uji ini tidak mempunyai
23
sensitifitas dan spesifisitas setinggi serum neutralization test (SNT).
ELISA
menunjukkan sensitifitas dan spesifisitas sebesar 64% dan 100% pada 30 sampel
pada pengujian serum darah anjing di Thailand (Wattanapirom P, Pantsiri U,
Wiriyakitja W, Prasertmek P dan Suradhat S 2008). Pada penelitian tersebut
diperoleh kebanyakan jumlah negatif palsu terjadi pada sampel dengan titer
antibodi dibawah 5 IU/ml dengan pengujian RFFIT . Titer antibodi protektif bagi
hewan dan manusia dinyatakan dengan besaran 0.5 IU/ml bagi sampel individu
atau 0.1 IU bagi serum sampel kelompok.
WHO menyarankan untuk
menggunakan mouse neutralization test (MNT) dan plaque reduction test (PRT)
untuk pengukuran titer antibodi rabies.
Para peneliti saat ini memilih menggunakan metode rapid flourescent focus
inhibition test (RFFIT) sebagai uji standar dalam pengukuran titer antibodi rabies
(sesuai dengan OIE). Uji ini dikenal juga uji flourescent inhibition microtest
(FIMT) sebagai uji modifikasi dari RFFIT yang diaplikasikan dengan mikroplat,
dimana semua uji tersebut memerlukan biakan jaringan.
Uji SNT merupakan uji yang paling spesifik bagi deteksi antibodi rabies.
Uji ini memerlukan kemampuan laboratorium yang baik untuk menggunakan sel
yang sensitif bagi pertumbuhan virus rabies serta menunjukkan adanya kerusakan
sitopatik pada sel MNA (myel-neuroblastoma) setelah diinkubasi selama 3 hari.
Titer 16 merupakan angka positif antibodi terhadap rabies dengan uji ini (Soedijar
dan Dharma 2005).
Metode pengukuran antibodi rabies yang berikutnya adalah dengan
pengukuran kekebalan selular. Uji sitotoksisitas akhir-akhir ini banyak digunakan
untuk mengukur sitotoksisitas atau efek sitostatik antibodi atau sel efektor
(limfosit). Limfosit sel T sitotoksik (Tc) adalah pemegang peranan penting dalam
regulasi respon kebal. Oleh sebab itu ketepatan pengukuran sel T sitotoksik bagi
manusia dan hewan sekarang ini banyak dilakukan dalam industri bioteknologi
seperti imunoterapeutik pengobatan kanker, disorder autoimun, dan percobaan
klinis lainnya.
Dalam
penelitian
yang
dilakukan
oleh
BBPMSOH-UI-BATAN,
pengukuran Tc dilakukan pada sel limfosit manusia pre dan pasca-VAR (vaksin
anti rabies). Sel target myelo-neuroblastoma yang diinokulasi virus rabies yang
24
telah diberi label dengan radioaktif (Cr51) kemudian diinokulasikan dengan
limfosit pre- dan pasca-vaksinasi.
Kemudian sensitisasi limfosit (Tc) dapat
diketahui dengan cara pengukuran pelepasan zat radioaktif yang dihitung dengan
gamma counter (Soedijar dan Dharma 2005). Menurut Durr S et al. (2008)
pengujian untuk mendeteksi virus rabies dapat dilakukan dengan menggunakan
direct rapid immunohistochemical test (dRIT). Penggunaan uji ini di Tanzania
menunjukkan sensitifitas dan spesifisitas yang mencapai 100% dibandingkan
dengan uji gold standart direct fluorescent antibody (DFA) sebagai uji yang
direkomendasikan WHO (Durr S et al. 2008).
Aturan Internasional tentang Importasi Hewan Kesayangan
Secara umum lalu lintas hewan di dunia telah diatur secara rinci oleh OIE
baik untuk ekspor maupun impor dengan mempertimbangkan faktor-faktor
wilayah/negara dan kesehatan hewan. Pertimbangan faktor perdagangan dunia
pun telah diatur secara khusus dalam Sanitary and Phytosanitary Agreement
World Trade Organization (SPS Agreement WTO) bagi para anggotanya. Secara
umum setiap hewan yang akan diberangkatkan dari satu negara ke negara yang
lainnya harus dilengkapi dengan sertifikat kesehatan hewan yang dikeluarkan oleh
dokter hewan berwenang di negara tersebut. Berkaitan dengan penyakit rabies,
OIE (2007) telah mengatur importasi hewan dari negara yang bebas rabies mapun
negara yang endemik rabies (Teresterial Animal Health Code 2007 Chapter
2.2.5). Secara rinci diuraikan sebagai berikut:
1. Hewan berasal dari negara yang bebas rabies. Hewan tersebut harus dilengkapi
dengan International Veterinary Certificate yang dikeluarkan oleh dokter
hewan berwenang di negara tersebut yang menyatakan bahwa hewan tidak
menunjukkan gejala klinis rabies pada saat diberangkatkan, serta hewan telah
berada di wilayah tersebut selama 6 bulan sebelum keberangkatan.
2. Hewan berasal dari negara yang endemik rabies.
Hewan tersebut tidak
menunjukkan gejala klinis rabies selama 48 jam terakhir, telah divaksinasi
rabies tidak kurang dari 6 bulan sebelumnya dan tidak lebih dari satu tahun
sebelum diberangkatkan sebagai prasyarat vaksinasi rabies wajib bagi hewan
berumur tidak kurang dari 3 bulan; divaksinasi ulang (booster) dalam jangka
25
waktu tidak lebih dari satu tahun; digunakan vaksin rabies inaktif atau
menggunakan vaksin rabies rekombinan dan ditandai dengan penggunaan
tanda khusus (termasuk microchip); dilakukan pengujian titer antibodi rabies
tidak lebih dari 3 bulan dan tidak kurang dari 24 jam sebelum diberangkatkan
dengan menunjukkan hasil protektif minimum 0.5 IU/ml.
Pemerintah Indonesia melalui Badan Karantina Pertanian Departemen
Pertanian juga menetapkan petunjuk teknis untuk importasi hewan kesayangan
ini.
Melalui Surat Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor
344.b/kpts/PD.670.370/L/12/06
tentang
Petunjuk
Teknis
Persyaratan
dan
Tindakan Karantina Hewan terhadap Lalulintas Pemasukan Hewan Penular
Rabies (anjing, kucing, kera, dan hewan sebangsanya) maka diberlakukan
persyaratan karantina terhadap lalulintas pemasukan HPR dari luar negeri yang
bebas rabies, yaitu:
1. Dari Luar Negeri
Dari negara bebas rabies sesuai dengan Lampiran Keputusan Menteri Pertanian
Nomor 1096 Tahun 1999 yang dapat diperbaharui sesuai perkembangan status
bebas rabies dunia.
2. Kelengkapan dokumen
a. Sertifikat kesehatan hewan yang diterbitkan oleh pejabat berwenang di
negara asal dan negara transit;
b. Surat persetujuan pemasukan;
c. Paspor hewan atau surat keterangan identitas hewan dalam bahasa Inggris
yang dikeluarkan oleh dokter hewan berwenang di negara asal yang memuat
antara lain telah berada atau dipelihara sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan
di negara asal sebelum diberangkatkan, dan hewan sekurang-kurangnya
telah berumur 6 (enam) bulan serta tidak dalam keadaan bunting umur 6
(enam) minggu atau lebih, dan atau hewan tersebut tidak sedang menyusui
pada saat diberangkatkan.
Paspor hewan mencantumkan informasi
sekurang-kurangnya jenis hewan, bangsa, jenis kelamin, warna bulu,
umur/tanggal lahir dan penanda identitas; atau
d. Penanda identitas permanen dengan identifikasi elektronik (microchip).
Bila microchip yang digunakan tidak sesuai dengan alat baca pada
26
pelabuhan/bandara pemasukan, maka pemilik atau kuasa pemilik harus
menyediakan sendiri perangkat alat baca untuk microchip tersebut.
e. Hewan yang akan masuk ke wilayah/daerah bebas rabies di Indonesia
diberangkatkan langsung dari negara bebas rabies. Apabila harus transit
maka harus ada persetujuan dari Menteri Pertanian cq. Dirjen Peternakan
dan otoritas veteriner di negara transit memberikan keterangan transit;
f. Surat keterangan vaksinasi bagi negara yang melaksanakan vaksinasi, yang
menerangkan bahwa vaksinasi menggunakan vaksin inaktif, yang diberikan:
- untuk hewan yang divaksinasi pertama kali (primer), sekurangkurangnya 6 (enam) bulan dan tidak lebih dari 1 tahun sebelum
diberangkatkan yang diberikan saat hewan berumur minimal 3 (tiga)
bulan;
- untuk vaksinasi booster, sekurang-kurangnya 1 bulan atau tidak lebih
dari 1 tahun sebelum diberangkatkan;
g. Surat keterangan hasil pemeriksaan titer antibodi dari negara asal.
Pengujian titer antibodi tidak boleh dilakukan lebih lama dari 6 bulan
setelah vaksinasi dari laboratorium yang telah diakreditasi.
Dari kedua peraturan tersebut terdapat perbedaan dalam hal persyaratan bagi
pemasukan hewan dari negara yang belum bebas rabies, yaitu pemerintah
Indonesia tidak menetapkan persyaratan bagi hewan yang berasal dari negara
yang belum bebas rabies karena pemerintah melarang pemasukan HPR dari
negara yang belum bebas rabies, kecuali untuk hewan pameran, milik kedutaan
besar negara sahabat dan hewan organik.
Hewan yang datang dari negara bebas rabies ke Indonesia akan dilakukan
pemeriksaan dokumen dan fisik hewan, kemudian dilakukan pengasingan atau
isolasi di dalam fasilitas karantina hewan untuk dilakukan observasi selama
minimal 14 hari.
Pengambilan sampel darah dilakukan untuk pemeriksaan
laboratorium terhadap titer antibodi rabies. Masa karantina bagi hewan dapat
kurang dari 14 hari apabila menunjukkan titer antibodi >0.5 IU/ml bagi hewan
yang berasal dari negara bebas dengan vaksinasi atau titer nol (0) bila berasal dari
negara bebas tanpa vaksinasi.
27
Bagi hewan dengan negara asal yang melakukan vaksinasi dengan vaksin
inaktif, titer antibodi minimal 0.5 IU/ml (≥0,5 IU/ml). Bila kurang dari 0.5 IU/ml
dilakukan vaksinasi ulang bagi hewan yang akan masuk ke wilayah bebas dengan
vaksinasi (Pulau Jawa) atau wilayah endemis; sedangkan negara yang tidak
melaksanakan vaksinasi, bila hewan akan masuk ke wilayah bebas dengan
vaksinasi atau wilayah endemis maka wajib dilakukan vaksinasi. Untuk negara
yang tidak melaksanakan vaksinasi, bila hewan akan masuk ke wilayah bebas
tanpa kegiatan vaksinasi, maka tidak perlu divaksin atau titer antibodi nol (0).
Tindakan karantina penolakan akan dilakukan apabila dokumen tidak sesuai
dengan yang dipersyaratkan, hewan berasal dari negara bebas yang tidak
melaksanakan kegiatan vaksinasi terdapat antibodi ≥0.1 IU/ml, dan hewan yang
berasal dari negara bebas yang melaksanakan kegiatan vaksinasi dan akan masuk
ke daerah bebas tanpa vaksinasi, maka dilakukan penolakan bila terdapat antibodi
<0.5 IU/ml.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada periode waktu Juni 2007 sampai dengan Juni
2008 di Instalasi Karantina Hewan (IKH) Balai Besar Karantina Hewan Soekarno
Hatta dan Laboratorium Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan yaitu: biosafety cabinet class II, ELISA
reader, ELISA washer, microplate dasar V, multichannel micropipet 20-200µl,
single microplate 5-50 µl, single microplate 20-200 µl, microplate dasar V (kit
berjumlah 6 @ 16 well), konjugat 2.5 ml (tutup orange): protein A/peroksidase
(konsentrasi 10x) konjugat diluent 50 ml, buffer peroxidase substrate 50 ml,
kontrol negatif 2.5 ml (tutup hijau) dengan konsentrasi 10x, kontrol positif 2.5 ml
(tutup merah) dengan konsentrasi 10x, sample diluent/SD 50 ml, wash solution 25
ml dan adesif film 6 film.
Metodologi
Penelitian adalah suatu proses mencari sesuatu secara sistematis dalam
waktu yang relatif lama dengan menggunakan metode ilmiah serta aturan yang
berlaku. Dalam proses penelitian ini ditunjukkan untuk mengetahui hubungan
antara titer antibodi terhadap virus rabies dengan risiko masuknya penyakit rabies
dari negara yang belum bebas dan telah bebas penyakit rabies. Konseptualisasi
proses tersebut kemudian dituangkan menjadi suatu metode penelitian lengkap
dengan pola analisis observasi serta pengumpulan data yang diperlukan untuk
melukiskan keadaan tersebut.
Sesuai dengan anggapan dasar serta hipotesis dalam penelitian ini bahwa
deskripsi yang dimaksudkan menggambarkan peubah yang digunakan untuk
menilai pengaruhnya terhadap titer antibodi, serta menggambarkan peubah
tersebut dalam menentukan angka titer kekebalan rabies. Data tersebut perlu
dilakukan analisis untuk menguji hipotesis dan mengadakan interpretasi tentang
hubungan dan pengaruhnya.
29
Kerangka Studi
Penelitian ini menggunakan disain studi lintas seksional dengan metode
penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif merupakan metode penelitian
yang berlandaskan pada falsafah positifisme.
Metode ini digunakan untuk
meneliti populasi, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis
data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan menguji hipotesis yang telah
ditetapkan (Sugiyono 2006).
Studi ini dilaksanakan dengan menggunakan kajian lintas seksional. Kajian
lintas seksional adalah suatu kajian observasional yang meneliti secara sekaligus
faktor exposure dan penyakit tanpa arah dimensi penyelidikan tertentu (Budiharta
dan Suardana 2007). Pemilihan kajian ini dengan dasar studi dilakukan pada satu
titik waktu (periode waktu satu tahun). Keuntungan dilakukannya studi lintas
seksional ini adalah:
1. Sampel dipilih secara acak dari populasi target.
2. Cukup valid untuk melihat pengaruh suatu faktor risiko terhadap penyakit.
3. Memungkinkan untuk generalisasi hasil studi karena pengambilan sampel
dilakukan pada populasi yang besar.
4. Memungkinkan untuk menyidik beberapa faktor penyebab potensial penyakit.
Kajian ini akan memberikan potret pada satu saat tertentu atau periode
tertentu. Kajian ini sangat baik untuk menguji hipotesis asosiasi antara penyakit
dan faktor permanen (tidak akan berubah seumur hidup), misalnya umur, genetik
dan sebagainya pada inferensi yang bersifat kausal (Budiharta dan Suardana
2007).
Dependent
Independent
1. Antibodi protektif
(positif)
2. Antibodi tidak protektif
(negatif)
Faktor:
1. Umur
2. Aplikasi vaksin
3. Jarak waktu vaksinasi
dengan pengujian serum
darah
4. Status negara asal
5. Ulangan vaksinasi
6. Jenis kelamin
7. Jenis vaksin
Gambar 4 Kerangka disain penelitian.
30
Setiap kelompok diselidiki terhadap faktor risiko melalui data dan riwayat
kesehatan hewan yang diperoleh dari lembar permohonan karantina, dokumen
kesehatan yang disertakan bersama dengan hewan dari negara asal, serta lembar
kartu status hewan saat dilakukan pemeriksaan di IKH. Setiap hewan dilakukan
pengujian titer antibodi rabies dan dilakukan observasi selama 14 hari sesuai
petunjuk teknis Badan Karantina Pertanian Indonesia (Surat Keputusan Kepala
Badan Karantina Nomor 344.b/Kpts/PD.670.370/L/12/06).
Hasil pengujian dimasukkan dalam tabel yang dibuat dengan berdasarkan
pengelompokan nilai hasil pengujian titer antibodi, yaitu protektif dan tidak
protektif. Data hasil pengujian titer antibodi yang telah diperoleh akan dilakukan
analisis secara statistik chi square (X2) dengan umur, aplikasi vaksinasi, jarak
waktu vaksinasi dengan pengukuran titer antibodi, ulangan vaksinasi, jenis
kelamin, dan jenis vaksin guna mengetahui pengaruh masing-masing faktor
terhadap titer antibodi. Uji statistik X2 digunakan untuk melihat hubungan antara
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap titer antibodi (Thrusfield 2005).
Tabel 1 Definisi operasional peubah penelitian
No
Peubah
1.
Titer antibodi
Titer protektif
(positif)
Titer tidak
protektif
(negatif)
2.
3.
Faktor umur
Umur <6
bulan
Umur >6
bulan
Definisi operasional
Merupakan kelompok hewan yang memiliki
nilai titer antibodi rabies ≥0.6 EU/ml
Merupakan Kelompok hewan yang memiliki
nilai titer antibodi rabies <0.6 EU/ml
Adalah hewan yang berumur kurang dari 6
bulan saat diimpor ke Indonesia
Adalah hewan yang berumur lebih dari 6
bulan saat diimpor ke Indonesia
Cara aplikasi vaksin
Injeksi
Merupakan cara vaksinasi dengan melakukan
Intramuskular injeksi vaksin pada otot
(IM)
Injeksi
Merupakan cara vaksinasi dengan melakukan
Subkutaneus
injeksi vaksin pada jaringan dibawah
(SC)
kulit/subkutis
Skala
Ordinal
2
1
Ordinal
1
2
Ordinal
1
2
31
No
Peubah
Definisi operasional
4. Jarak waktu vaksinasi dengan pengujian
x < 1 bulan
Selisih waktu vaksinasi dengan waktu
pengujian serum darah kurang dari 1 bulan
x > 1 bulan
Selisih waktu vaksinasi dengan waktu
pengujian serum darah lebih dari 1 bulan
Skala
Ordinal
1
5.
Ulangan vaksinasi
0
Hewan mendapatkan vaksinasi rabies
pertama kali
1
Hewan mendapat ulangan vaksinasi rabies
satu kali
≥2
Hewan mendapat ulangan vaksinasi rabies
dua kali atau lebih
Ordinal
1
Faktor status negara
Negara bebas
Negara-negara yang tidak pernah dilaporkan
rabies (rabies
terjadi kasus rabies, mempunyai system
free country)
surveilans penyakit yang efektif, mempunyai
aturan yang jelas dalam pencegahan dan
pengendalian rabies, serta Negara yang
dalam periode 2 tahun terakhir tidak terjadi
kasus rabies pada manusia maupun spesies
hewan.
Negara
Negara yang dilaporkan masih terjadi kasus
endemik
rabies pada manusia maupun spesies hewan
rabies
dalam periode waktu kurang dari 2 tahun.
Ordinal
1
Jenis Kelamin
Jantan
Hewan yang memiliki alat reproduksi jantan
dan belum dikastrasi
Betina
Hewan yang memiliki alat reproduksi betina
dan belum disteril
Ordinal
1
Jenis vaksin
Ordinal
2
6.
7.
8.
Tunggal
Kombinasi
Vaksin dalam satu vial hanya berisi antigen
rabies
Vaksin dalam satu vial berisi antigen rabies
dan antigen lainnya.
Cara ukur
Observasi dan pemeriksaan titer antibodi
Alat ukur
1. Data pemasukan hewan Balai Besar
Karantina Pertanian Soekarno Hatta
(kuesioner pemilik)
2. Data hasil pemeriksaan laboratorium Balai
Besar Uji Standar Karantina Pertanian
Jakarta
2
2
3
2
2
1
32
Teknik Pengambilan Data
Penelitian ini dilakukan pada anjing yang berasal dari negara bebas rabies
dan negara endemik rabies (menurut daftar Wahid Interface OIE tahun 2008) pada
periode waktu Juni 2007-Juni 2008.
Data yang akan digunakan adalah data
primer dengan mengumpulkan data pengujian laboratorium titer antibodi di
Laboratorium Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian.
Sedangkan data
sekunder diperoleh melalui lembar permohonan karantina, dokumen kesehatan
yang disertakan bersama dengan hewan dari negara asal, buku vaksinasi,
dokumen karantina hewan serta lembar kartu status hewan saat dilakukan
pemeriksaan di IKH.
Pengambilan Sampel Darah
Pengambilan sampel darah dilakukan pada setiap kedatangan anjing yang
berasal dari luar negeri (sampel 100% hewan yang datang) baik yang berasal dari
negara bebas rabies dan negara endemik rabies. Setiap anjing yang datang akan
diistirahatkan terlebih dahulu selama 1-2 hari agar kondisi tubuhnya berada pada
kondisi yang baik sebelum dilakukan pengambilan darah.
Pengambilan darah ditujukan untuk mendapatkan serum sebagai bahan
untuk pemeriksaan kandungan antibodi rabies dari hewan yang telah divaksinasi.
Darah anjing sebanyak 1-2 ml diambil dari Vena femoralis kaki belakang atau
Vena saphena kaki depan dengan menggunakan spuit steril berukuran 2.5 ml.
Spuit yang telah berisi darah kemudian dibiarkan pada suhu luar sampai terjadi
pemisahan antara serum dan bekuan sel darah.
Cairan serum yang sudah
terpisahkan dari bekuan darah ini kemudian dipindahkan ke dalam tabung
gelas/plastik (tabung venoject/ampul) yang steril.
Tabung yang berisi cairan
serum tadi kemudian disimpan dalam boks/kotak dengan suhu dingin (berisi batu
es), atau langsung dimasukkan ke dalam freezer suhu -20 oC sampai serum
tersebut digunakan atau diuji. Sebelum digunakan untuk pengujian, cairan serum
diinaktivasi terlebih dahulu dengan cara menempatkan tabung berisi serum tadi
pada mesin penghangat air (waterbath) dengan suhu 56 oC untuk selama 30 menit.
33
Gambar 5 Pengambilan sampel darah pada hewan impor.
Pemeriksaan Laboratorium
Pada penelitian ini pemeriksaan titer antibodi terhadap virus rabies
dilakukan dengan menggunakan metode ELISA. Metode ini merupakan salah
satu metode yang direkomendasikan dalam Manual of Standards for Diagnostic
Tests and Vaccines (OIE 2000). Metode ini cukup baik untuk digunakan sebagai
pengujian cepat titer antibodi rabies.
Menurut Cliquet et al. (2004), hasil pengujian titer antibodi anjing dengan
menggunakan
ELISA
ini
menunjukkan
spesifisitas
yang
baik
apabila
dibandingkan dengan pengujian menggunakan gold standard uji fluorescent
antibody virus neutralization (FAVN) yang direkomendasikan OIE, namun
ELISA menunjukkan sensitifitas yang lebih rendah. Menurut Manual of
Diagnostic Tests and Vaccines for Terrestrial Animals 2008, ELISA dapat
digunakan sebagai pilihan uji alternatif untuk perdagangan dan lalu lintas hewan
selain uji yang direkomendasikan, yaitu FAVN dan rapid fluorescent focus
inhibition test (RFFIT). Uji ini telah divalidasi dan terbukti memiliki kinerja yang
memuaskan dengan sensitifitas, spesifisitas dan kemampuan menunjukkan hasil
yang sama pada pengujian berulang (Servat et al. 2007).
34
Gambar 6 Kit ELISA rabies pada sampel serum darah hewan.
Uji ELISA merupakan alat uji yang baik guna melakukan screening secara
cepat terhadap sampel serum hewan kesayangan. Uji ini telah digunakan secara
rutin sebagai uji standar pemeriksaan serum darah hewan kesayangan di karantina
pertanian Indonesia. Keuntungan uji ini adalah mampu menampilkan hasil yang
lebih cepat apabila dibandingkan gold standard yang dapat mencapai 4 hari. Alat
uji ini hanya membutuhkan waktu 4 jam hingga diperoleh hasil titer antibodi.
Pengujian laboratorium akan menggunakan diagnostic kit SERELISATM
RABIES Ab Mono Indirect dengan sensitivitas 76.2% dan spesifisitas 97.2%
(Cliquet et al. 2004). Prinsip kerja dari ELISA ini adalah berdasarkan atas ikatan
antigen (Ag) coating di dasar sumur microplate dengan antibodi (Ab) dari serum
dan konjugat yang ditandai adanya perubahan warna karena adanya penambahan
substrat. Titer serum ditentukan berdasarkan atas optical density (OD) dalam
bentuk equivalen unit terhadap serum standar OIE. Hasil titer yang protektif
ditunjukkan dengan nilai ≥0.6 EU/ml yang nilainya ekuivalen dengan ≥0.5 IU/ml
sebagai standar protektif titer antibodi menurut OIE, sedangkan sebaliknya akan
dianggap tidak protektif.
Prosedur kerja ELISA rabies ini dilakukan pertama kali dengan
mengeluarkan kit ELISA dari refrigerator, sampel dan serum standar OIE dari
freezer dan didiamkan pada suhu 27 oC (suhu ruang) selama 1 jam. Pengenceran
dengan wash solution 1 bagian (20 ml) + 9 bagian (180 ml) air destilata; Plate
35
dasar F disediakan untuk pengenceran dan diisi 90µl sampel diluen (SD) pada A1G1 untuk standar serum OIE dan sumur-sumur selanjutnya sesuai dengan jumlah
sampel yang akan diuji (tidak duplo). Selanjutnya dilakukan pengenceran serum
sesuai standar OIE, yaitu sebagai berikut:1:10, 1:30, 1:100, 1:150, 1:300, 1:1000,
1:3000; Lalu dimasukkan 10 µl serum sampel ke dalam sumur-sumur yang sudah
terisi SD dan dicampur mulai dari sumur H1, A2, B2, C2, dan seterusnya sesuai
dengan jumlah sampel, selanjutnya plate kit ELISA diambil sesuai dengan jumlah
sampel, lalu dimasukkan 90 µl SD pada sumur A1 dan A2 untuk kontrol negatif
dan sumur B1 dan B2 untuk kontrol positif. Sebanyak 90 µl SD dimasukkan pada
sumur C1, D1, E1, F1, G1, H1 dan C2, D2, E2, F2, G2, H2, dan A3, A4 untuk
standar serum OIE dan sumur-sumur selanjutnya sesuai dengan jumlah sampel
yang akan diuji (duplo).
Sebanyak 10 µl kontrol negatif dimasukkan ke sumur A1 dan A2, 10 µl
kontrol positif dimasukkan ke sumur B1 dan B2, 10 µl standar serum OIE dan
serum sampel yang telah diencerkan dimasukkan ke sumur C1, D1, E1, F1, G1,
H1 dan C2, D2, E2, F2, G2, H2 dan A3, A4, dan sumur-sumur selanjutnya sesuai
dengan jumlah sampel yang akan diuji (duplo). Sumur-sumur ditutup dengan
adhesive film dan larutan dilarutkan dengan shaker. Plate diinkubasi pada suhu
37±3 oC selama 1 jam ± 5 menit. Cairan dibuang dan dicuci 4 kali, masingmasing 3 menit.
Sebanyak 100 µl buffer peroksidase ditambahkan ke substrat dan tidak
ditutup dengan adhesive film, kemudian dilarutkan dengan shaker.
Plate
diinkubasi pada suhu 20±5 oC selama 30 menit ± 5 menit (warna berubah menjadi
biru), setelah itu ditambahkan stop solution 50 µl dan warna akan berubah
menjadi kuning.
Selanjutnya, dilarutkan kembali dengan shaker dan terakhir
dibaca OD pada 450 nm/630 nm (mesin ELISA Reader).
Nilai valid bila OD kontrol positif ≥ 0.300 , OD kontrol negatif <0.50 x OD
kontrol positif, koefisien korelasi diantara Ln Ods dan Ln rabies Ab untuk standar
serum OIE >0.95. Titer kalkulasi: Ln [Rab Ab concentration (EU/ml)] = a+b*Ln
OD, sampel Rab Ab concentration (EU/ml) = e(a+b* Ln OD), jika titer kalkulasi >0.5
dikatakan hewan protektif, sedangkan sebaliknya akan dikatakan tidak protektif.
36
Tabulasi Data
Data pengujian yang telah diperoleh dan data kuisioner dikelompokkan
berdasarkan faktor-faktor yang telah ditentukan.
Data yang layak digunakan
untuk analisis statistik.
Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan dan direkapitulasi sehingga diperoleh
gambaran secara menyeluruh terhadap hasil pengumpulan data di lapangan.
Menurut Hosmer dan Lemeshow (1989), untuk mengukur hubungan antara
peubah terikat (dependent variable) dan peubah bebas (independent variable)
dianalisis sebagai berikut :
1. Analisis univariat. Analisis ini berfungsi untuk melihat distribusi frekuensi
responden menurut berbagai karakteristik yang diteliti, baik peubah terikat
maupun peubah bebas.
2. Analisis bivariat. Analisis ini berfungsi untuk melihat besarnya hubungan
antara peubah terikat dan peubah bebas
3. Analisis multivariat. Analisis ini berfungsi untuk melihat pengaruh beberapa
faktor risiko yang signifikan secara bersamaan terhadap munculnya titer
antibodi tidak protektif. Dengan analisis ini akan diperoleh nilai Odds Ratio
(OR) yang dapat mengukur kekuatan asosiasi faktor tanpa memandang cara
pengambilan sampel (Budiharta dan Suardana 2007).
Dalam penelitian ini akan digunakan analisis statistik deskriptif, chi square
(X2) dan statistik logistik regresi dengan menggunakan bantuan software SPSS
versi 17.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengumpulan Data Anjing Impor
Hewan anjing yang masuk pada periode bulan Juni 2007–Juni 2008
sebanyak 607 ekor.
berfluktuasi.
Pemasukan anjing pada periode penelitian terlihat
Dalam studi ini terlihat bahwa pemasukan anjing cenderung
meningkat pada bulan Juni-Agustus. Pada bulan Juli 2007 merupakan bulan
dengan jumlah pemasukan anjing terbanyak (109 ekor) dan pada bulan Februari
2008 jumlah pemasukan paling kecil (12 ekor). Jumlah pemasukan anjing pada
bulan Juni 2007-Juni 2008 dapat dilihat pada Gambar 7.
120
109
101
100
80
69
60
40
47 46
46
44 44
Anjing
32
20
18 18
21
12
0
Gambar 7 Jumlah anjing yang masuk ke Indonesia melalui Bandara Soekarno
Hatta pada periode penelitian (Cahyono dan Darudjati 2008).
Seluruh hewan yang diimpor tersebut dilakukan pengambilan darah dan
dilakukan pengujian titer antibodi, sedangkan data klinis hewan dan keterangan
pemilik dikumpulkan dalam lembar isian kuisioner. Setelah dilakukan pemilahan
data yang layak untuk diolah secara statistik, maka jumlah data hewan yang dapat
diolah sebanyak 602 ekor.
Perbedaan jumlah pemasukan anjing tersebut disebabkan perbedaan jumlah
pendatang (kalangan expatriat atau diplomat negara asing) yang cenderung
meningkat pada bulan Juni hingga Agustus pada setiap tahunnya, sehingga jumlah
38
anjing yang masuk ke Jakarta meningkat.
Selain itu, maraknya kontes atau
pameran anjing pada periode tersebut juga meningkatkan jumlah hewan yang
datang. Secara rata-rata anjing yang masuk ke Jakarta pada periode penelitian
adalah 50 ekor setiap bulan.
Alasan pemasukan anjing ini adalah untuk
kepemilikan perseorangan atau peternak anjing dan untuk diperdagangkan
kembali di Jakarta dan sekitarnya.
Pengaruh Faktor Umur terhadap Titer Antibodi
Pengukuran titer antibodi pada hewan anjing dilakukan dalam 2 kelompok
umur, yaitu di bawah umur 6 bulan dan umur lebih dari 6 bulan. Kelompok umur
kurang dari 6 bulan mempunyai prosentase negatif atau titer tidak protektif yang
lebih tinggi sebanyak 50 ekor (45%) apabila dibandingkan dengan pada kelompok
umur diatas 6 bulan yang berjumlah 98 ekor (20%). Proporsi pada kelompok
positif dengan umur kurang dari 6 bulan sebesar 61 ekor (55%), sedangkan pada
kelompok positif umur diatas 6 bulan sebesar 393 ekor atau 80% (Tabel 2).
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kelompok umur lebih dari 6 bulan akan
memberikan kecenderungan munculnya titer yang protektif sebesar 80% dalam
kelompok hewan anjing, namun pada kelompok ini memiliki korelasi Spearman
yang rendah (0.226) dan menunjukkan bahwa hubungan antara faktor umur
dengan titer antibodi ada namun tidak cukup kuat pengaruhnya.
Tabel 2
Kelompok faktor umur terhadap titer antibodi pada anjing yang
diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta
Titer antibodi
Umur
Jumlah
Positif
Negatif
>6 bulan
393 (80%)
98 (20%)
491
<6 bulan
61 (55%)
50 (45%)
111
454 (75.4%)
148 (24.6%)
602
Jumlah
Dengan analisis statistik regresi logistik dengan faktor umur sebagai peubah
bebas diperoleh hasil bahwa umur yang lebih dari 6 bulan akan mempunyai
39
peluang 3.2 kali lebih besar menyebabkan titer antibodi menjadi protektif (OR =
3.287; CI = 2.129 - 5.076), seperti terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3
Nilai OR dari faktor umur terhadap titer antibodi pada anjing yang
diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta
No.
Umur
Positif
Negatif
1.
> 6 bulan
393
98
2.
< 6 bulan
61
50
Nilai p
OR
CI 95%
0.000
3.287
2.129 – 5.076
Menurut Aubert (2006), vaksinasi rabies yang dilakukan pada hewan yang
berumur di bawah 3 bulan akan menjadi kurang efektif karena masih adanya
maternal antibodi dari induknya. Menurut penelitian hewan anjing yang divaksin
pada umur di bawah 3 bulan akan menunjukkan hasil titer yang sama dengan
hewan berumur di bawah 3 bulan yang belum pernah divaksin (Aubert 2006).
Penelitian yang dilakukan Kennedy et al. (2007) menunjukkan secara signifikan
dengan statistik bahwa hewan dewasa (1-7 tahun) mempunyai titer antibodi lebih
tinggi apabila dibandingkan dengan hewan muda (kurang dari satu tahun) dan
hewan tua (umur lebih dari 7 tahun). Hewan dengan titer teringgi terdapat pada
hewan anjing berumur 3-4 tahun.
Pada hewan muda yang diimpor dan telah divaksinasi rabies tidak
menunjukkan prosentase titer antibodi protektif yang tinggi.
Hal ini dapat
disebabkan masih adanya antibodi maternal yang berasal dari induk, sehingga
vaksinasi yang dilakukan tidak cukup efektif untuk menaikkan titer antibodi
mencapai level proteksi yang baik. Selain itu, dapat pula disebabkan rentang
waktu vaksinasi yang dilakukan terlalu berdekatan dengan waktu keberangkatan
hewan ke negara pengimpor, sehingga titer belum mencapai level protektif.
Pengaruh Faktor Aplikasi Vaksinasi terhadap Titer Antibodi
Berdasarkan hasil pengujian laboratorium maka kelompok anjing dibagi
menjadi kelompok yang divaksinasi dengan injeksi intramuskular (IM) dan
kelompok injeksi subkutan (SC). Dalam Tabel 4 terlihat bahwa proporsi negatif
pada faktor aplikasi dengan cara IM terlihat lebih tinggi apabila dibandingkan
40
dengan aplikasi SC, yaitu sebesar 124 ekor (27.4%) dan 24 ekor (16.0%).
Sebaliknya, proporsi positif pada aplikasi SC lebih tinggi yaitu 126 ekor (84%)
bila dibandingkan dengan proporsi positif pada aplikasi IM sebesar 328 ekor
(72.6%).
Walaupun terlihat bahwa terdapat perbedaan proporsi yang cukup
signifikan antara aplikasi SC dan IM, namun pengaruh aplikasi tersebut dengan
korelasi Spearman terlihat rendah atau tidak terdapat hubungan yang kuat
(=0.115).
Tabel 4
Kelompok faktor aplikasi vaksinasi terhadap titer antibodi pada anjing
yang diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta
Titer antibodi
Aplikasi
Jumlah
Positif
Negatif
126 (84%)
24 (16%)
150
Intramuskular (IM)
328 (72.6%)
124 (27.4%)
452
Jumlah
454 (75.4%)
148 (24.6%)
602
Subkutan (SC)
Dengan menggunakan analisis statistik regresi logistik terlihat nilai OR dari
faktor aplikasi vaksinasi baik secara IM maupun SC seperti terlihat pada Tabel 5.
Pada dasarnya faktor aplikasi vaksinasi ini berpengaruh nyata pada titer antibodi
(p<0.05) atau signifikan, sedangkan berdasarkan Tabel 5 maka aplikasi vaksinasi
dengan SC akan berpeluang dua kali lebih besar dibandingkan dengan aplikasi IM
untuk menimbulkan titer antibodi yang protektif (OR= 1.985;CI=1.225-3.217).
Tabel 5
Nilai OR dari faktor aplikasi vaksinasi terhadap titer antibodi pada
anjing yang diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta
No.
Aplikasi
Positif
Negatif
1.
Subkutan (SC)
126
24
2.
Intramuskular
(IM)
328
124
Nilai p
OR
CI 95%
0.005
1.985
1.225 – 3.217
Menurut Aubert (2006) aplikasi vaksinasi secara IM akan menimbulkan titer
yang lebih cepat muncul, namun onsetnya akan lebih cepat hilang apabila
dibandingkan dengan injeksi SC. Injeksi SC akan menyebabkan titer antibodi
41
dalam tubuh bertahan lebih lama karena digunakan adjuvant sebagai campuran
antigen vaksin. Injeksi vaksin secara SC akan menyebabkan terbentuknya depo
sehingga vaksin dilepaskan secara perlahan didalam tubuh. Banyaknya antigen
yang digunakan dalam vaksin, jenis antigen dan adjuvant vaksin turut juga
mempengaruhi munculnya tanggap kebal yang baik pada hewan. Hal ini yang
menyebabkan vaksinasi yang dilakukan dengan cara aplikasi SC akan menjadi
cenderung protektif pada anjing bila dibandingkan aplikasi IM.
Selain itu,
pengaruh aplikasi vaksinasi ini sangat dipengaruhi oleh kondisi vaksin yang
digunakan.
Potensi vaksin komersial yang tinggi akan menyebabkan pula
tingginya imun respon dari tubuh hewan (Aubert 2006).
Pengaruh Jarak Waktu Vaksinasi dengan Pengujian Serum Darah terhadap
Titer Antibodi
Pada kelompok faktor jarak waktu vaksinasi dengan pengujian serum
darah, hewan dibagi dalam kelompok jarak kurang dari 1 bulan dan kelompok
jarak lebih dari 1 bulan (Tabel 6). Tabel 6 menunjukkan bahwa kelompok negatif
tertinggi berada pada kelompok jarak waktu pengujian kurang dari 1 bulan
sebesar 53 ekor (30.8%), sedangkan pada kelompok jarak waktu lebih dari 1 bulan
sebesar 95 ekor (22.1%). Adapun pada kelompok positif, kelompok jarak waktu
pengujian lebih dari 1 bulan mempunyai proporsi tertinggi sebesar 335 ekor
(77.9%) bila dibandingkan dengan kelompok jarak waktu kurang dari 1 bulan
yang hanya 119 ekor (69.2%). Dengan uji statistik proporsi terlihat berbeda nyata
dan signifikan (nilai p= 0.025), namun mempunyai hubungan yang lemah dengan
titer antibodi karena nilai korelasi Spearman hanya 0.091.
Dengan analisis
statistik regresi logistik terlihat nilai OR dari faktor jarak waktu vaksinasi dengan
pengujian laboratorium besarannya ditunjukkan pada Tabel 7.
Dengan hasil yang terlihat dalam Tabel 7, dapat dikatakan bahwa jarak
waktu vaksinasi dengan pengujian laboratorium yang lebih dari 1 bulan akan
berpeluang 1.6 kali lebih besar menimbulkan titer antibodi yang protektif bila
dibandingkan dengan jarak waktu yang kurang dari 1 bulan (OR=1.571;
CI=1.057-2.333).
42
Tabel 6
Kelompok faktor jarak waktu vaksinasi dengan pengujian serum darah
terhadap titer antibodi pada anjing yang diimpor melalui Bandara
Soekarno Hatta
Titer antibodi
Jarak
Jumlah
Positif
Negatif
>1 bulan
335 (77.9%)
95 (22.1%)
430
<1 bulan
119 (69.2%)
53 (30.8%)
172
Jumlah
454 (75.4%)
148 (24.6%)
602
Tabel 7
Nilai OR dari faktor jarak waktu vaksinasi dengan pengujian serum
darah terhadap titer antibodi pada anjing yang diimpor melalui
Bandara Soekarno Hatta
No.
Jarak
Positif
Negatif
1.
>1 bulan
335
95
2.
<1 bulan
119
53
Nilai p
OR
CI 95%
0.025
1.571
1.057 – 2.333
Penelitian sejenis yang dilakukan Kennedy et al. (2007) menunjukkan
kegagalan vaksinasi terendah terdapat pada serum yang mempunyai jarak waktu
vaksinasi dengan pengujian serum darah (sampling time) 28 hari (p<0.00001)
apabila dibandingkan dengan sampling time yang lebih pendek atau lebih panjang
waktunya. Menurut Aubert (2006) titer antibodi setelah vaksinasi akan muncul
dan mencapai titik yang protektif apabila mencapai lebih dari 2 minggu. Kinetika
antibodi netralisasi akan mencapai titik tertinggi apabila juga dilakukan booster
atau revaksinasi pada hewan sebelum nilai titer antibodi mencapai titik yang
rendah. Jenis vaksin yang digunakan juga akan mempengaruhi cepatnya antibodi
mencapai level yang protektif.
Pengaruh Ulangan Vaksinasi terhadap Titer Antibodi
Berdasarkan pada sertifikat vaksinasi yang dimiliki hewan terlihat bahwa
vaksinasi rabies pada hewan dilakukan sangat beragam.
Berbedanya jumlah
vaksinasi rabies yang diperoleh hewan dikelompokkan dalam 3 kelompok besar,
yaitu ulangan vaksinasi ke-0 (vaksinasi pertama kalinya), ulangan vaksinasi ke-1,
43
dan ulangan vaksinasi lebih dari sama dengan 2 kali (Tabel 8). Pada Tabel 8
terlihat bahwa proporsi kelompok negatif terendah terdapat pada kelompok
ulangan vaksinasi lebih besar sama dengan 2 kali sebesar 2 ekor (4.9%) dan
kelompok tertinggi pada ulangan vaksinasi ke-0 sebesar 137 ekor (27.5%).
Adapun pada kelompok positif proporsi terendah terdapat pada kelompok faktor
ulangan vaksinasi ke-0 sebesar 361 ekor (72.5%), sedangkan pada kelompok
faktor ulangan vaksinasi ke-1 sebesar 54 ekor (85.7%), dan tertinggi pada
kelompok faktor ulangan vaksinasi lebih besar sama dengan 2 kali yaitu 39 ekor
Dengan analisis statistik X2 diperoleh hasil bahwa faktor ini tidak
(95.1%).
signifikan atau tidak berbeda nyata dengan p=0.068 pada selang kepercayaan
95%.
Korelasi faktor ini terhadap titer antibodi juga lemah dengan nilai
Spearman 0.155.
Tabel 8
Kelompok faktor ulangan vaksinasi terhadap titer antibodi pada anjing
yang diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta
Ulangan
Vaksinasi
Titer antibodi
Jumlah
Positif
Negatif
≥2
39 (95.1%)
2 (4.9%)
41
1
54 (85.7%)
9 (14.3%)
63
0
361 (72.5%)
137 (27.5%)
498
Jumlah
454 (75.4%)
148 (24.6%)
602
Menurut Aubert (2006) titer antibodi setelah vaksinasi akan muncul dan
mencapai titik yang protektif apabila mencapai lebih dari 2 minggu. Kinetika
antibodi netralisasi akan mencapai titik tertinggi apabila juga dilakukan booster
atau revaksinasi pada hewan sebelum nilai titer antibodi mencapai titik yang
rendah. Jenis vaksin dan adjuvant yang digunakan juga akan mempengaruhi
cepatnya antibodi mencapai level yang protektif. Adanya pengaruh faktor lain
yang lebih dominan menyebabkan faktor ini terlihat tidak berpengaruh nyata
terhadap titer antibodi.
44
Pengaruh Status Negara Asal terhadap Titer Antibodi
Kelompok hewan anjing juga dikelompokkan menjadi dua kelompok
berdasarkan faktor status negara asal hewan saat datang ke Indonesia, yaitu
kelompok status negara bebas rabies dan kelompok negara endemik rabies.
berdasarkan hasil pengujian laboratorium kedua kelompok tersebut dimasukkan
dalam kelompok negatif dan positif (Tabel 9). Proporsi kelompok negatif yang
terendah terdapat pada kelompok negara asal endemik rabies yaitu 58 ekor
(17.8%) bila dibandingkan dengan kelompok hewan yang berasal dari negara
bebas rabies sebesar 90 ekor (32.6%). Sedangkan kelompok positif tertinggi
berada pada kelompok hewan yang berasal dari negara endemik rabies yaitu 268
ekor (82.2%) dan sebaliknya terlihat lebih rendah pada kelompok hewan dari
negara bebas rabies sebanyak 186 ekor (67.4%). Korelasi faktor status negara ini
terhadap titer antibodi tidak kuat atau lemah dengan nilai Spearman 0.171.
Tabel 9
Kelompok faktor status negara asal terhadap titer antibodi pada anjing
yang diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta
Titer antibodi
Status Negara
Jumlah
Positif
Negatif
Endemik
268 (82.2%)
58 (17.8%)
326
Bebas
186 (67.4%)
90 (32.6%)
276
Jumlah
454 (75.4%)
148 (24.6%)
602
Status negara juga diduga akan mempengaruhi titer antibodi, yang akan
mempengaruhi keberadaan penyakit rabies di wilayah tersebut.
Di negara
endemik, vaksinasi rabies pada hewan kesayangan dilaksanakan secara rutin,
sehingga meningkatkan titer antibodi. Adanya peraturan pemerintah Indonesia
untuk melakukan vaksinasi rabies bagi hewan anjing yang akan masuk ke
Indonesia tanpa memperhatikan status negara asal menyebabkan semua hewan
yang masuk ke Indonesia mengalami vaksinasi rabies dengan berbagai jenis
vaksin yang digunakan.
Pengujian statistik dengan regresi logistik memperoleh hasil bahwa hewan
yang berasal dari negara endemik akan berpeluang dua kali lebih besar
45
mempunyai titer antibodi yang protektif bila dibandingkan dengan negara yang
bebas rabies (OR = 2.236; CI = 1.530-3.267), seperti terlihat pada Tabel 10.
Tabel 10
No.
Nilai OR dari faktor jarak waktu vaksinasi dengan pengujian serum
darah terhadap titer antibodi pada anjing yang diimpor melalui
Bandara Soekarno Hatta
Status Negara
Positif Negatif Nilai p
1.
Endemik
268
58
2.
Bebas
186
90
0.000
OR
CI 95%
2.236 1.530 – 3.267
Vaksinasi yang dilakukan secara rutin dan berulang di negara yang endemik
rabies menyebabkan anjing yang berasal dari negara tersebut menjadi cenderung
memiliki titer antibodi yang protektif.
Faktor banyaknya jenis vaksin yang
direkomendasikan oleh negara asal juga menyebabkan pemilik hewan dapat
menggunakan vaksin yang terbaik bagi anjing peliharaannya. Di negara endemik
rabies pada umumnya digunakan vaksin dengan durasi titer antibodi dapat
bertahan selama 3 tahun.
Pengaruh Jenis Kelamin terhadap Titer Antibodi
Kelompok hewan anjing dibagi juga dalam kelompok perbedaan jenis
kelamin hewan yaitu menjadi kelompok jantan dan betina. Berdasarkan hasil
pemeriksaan titer antibodi kelompok faktor jenis kelamin akan terlihat dalam
Tabel 11. Proporsi pada kelompok negatif terendah terdapat pada kelompok jenis
kelamin jantan dengan besaran mencapai 48 ekor (16.8%) dibandingkan dengan
kelompok jenis kelamin betina 100 ekor (31.5%), sedangkan proporsi kelompok
positif tertinggi terdapat pada kelompok jenis kelamin jantan dengan besaran 237
ekor (83.2%) dan apabila dibandingkan dengan kelompok jenis kelamin betina
yang hanya mencapai 217 ekor (68.5%). Pada dasarnya hubungan antara faktor
ini dengan titer tidak besar atau lemah. Hal ini dapat terlihat dari nilai korelasi
Spearman yang kecil (-0.170).
46
Tabel 11
Kelompok faktor jenis kelamin terhadap titer antibodi pada anjing
yang diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta
Titer antibodi
No.
Jenis Kelamin
Jumlah
Positif
Negatif
1.
Jantan
237 (83.2%)
48 (16.8%)
285
2.
Betina
217 (68.5%)
100 (31.5%)
317
Jumlah
454 (75.4%)
148 (24.6%)
602
Adapun nilai OR dari faktor jenis kelamin diperoleh dengan menggunakan
analisis statistik regresi (Tabel 12). Hewan dengan jenis kelamin jantan akan
berpeluang dua kali lebih besar untuk mempunyai titer antibodi lebih protektif
bila dibandingkan dengan hewan betina (OR = 2.122; CI = 1.396 – 3.225).
Menurut Klein (2000) hewan jantan menunjukkan respon imunitas yang lebih
rendah bila dibandingkan dengan hewan betina. Faktor ini dipengaruhi oleh
adanya efek imunosupresi pada androgen. Selain itu faktor siklus hormonal pada
hewan betina akan berpengaruh pula terhadap tingginya respon imunitas pada
anjing betina (Dodds 2008).
Penelitian lain yang dilakukan Kennedy et al. (2007) pada sampel serum
darah anjing di Inggris yang menunjukkan bahwa jenis kelamin tidak berpengaruh
terhadap titer antibodi atau kegagalan vaksinasi rabies. Namun penelitian tersebut
mendapatkan
bahwa
pada
hewan
yang
telah
dilakukan
kastrasi
atau
ovarihisterektomi mempunyai titer yang lebih tinggi sebesar 20%. Seghater et al.
(1999) mendapatkan hasil yang sama bahwa jenis kelamin anjing tidak
berpengaruh terhadap titer antibodi.
Tabel 12
No.
Nilai OR dari faktor jenis kelamin terhadap titer antibodi pada anjing
yang diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta
Jenis Kelamin
Positif Negatif Nilai p
1.
Jantan
237
48
2.
Betina
217
100
0.000
OR
CI 95%
2.122 1.396 – 3.225
47
Perbedaan antara hasil dan literatur yang telah ada tersebut masih perlu
diteliti lebih jauh kaitannya dengan pengaruh faktor dominan (umur, ulangan
vaksinasi dan jenis vaksin) terhadap signifikansi hasil tersebut. Pada penelitian
ini, pengelompokan hewan berdasarkan jenis kelamin dilakukan dengan tidak
memperhatikan kaitannya dengan pengaruh faktor yang lain dan pengaruhnya
secara statistik sangat lemah, sehingga masih perlu dibuktikan lebih lanjut
pengaruh tersebut. Munculnya titer antibodi protektif yang lebih baik pada anjing
jantan pada penelitian ini dapat disebabkan oleh komposisi faktor dominan yang
mempengaruhi titer antibodi yang lebih baik bila dibandingkan pada anjing
betina. Hewan dengan umur yang lebih dari 6 bulan, telah mendapatkan vaksinasi
ulangan dan vaksin yang baik akan menunjukkan titer antibodi yang baik.
Pengaruh Jenis Vaksin terhadap Titer Antibodi
Kelompok anjing yang datang juga dibagi berdasarkan jenis vaksin rabies
yang digunakan sebagai vaksin sebelum diberangkatkan ke Indonesia. Adapun
kelompok tersebut terbagi menjadi kelompok vaksin rabies tunggal dan vaksin
rabies kombinasi (Tabel 13). Proporsi kelompok negatif terendah terdapat pada
vaksin rabies kombinasi yaitu 6 ekor (14.3%) dan nilai lebih tinggi terlihat pada
kelompok vaksin tunggal sebesar 142 ekor (25.4%). Kelompok positif dengan
proporsi tertinggi terlihat pada vaksin kombinasi yaitu 36 ekor (85.7%) dan
proporsi terendah terlihat pada kelompok vaksin tunggal sebesar 418 ekor
(74.6%). Apabila dilihat dengan analisis statistik regresi logistik diperoleh hasil
bahwa pada kelompok faktor ini tidak berbeda nyata atau tidak signifikan
terhadap titer antibodi dengan nilai p=0.137 dan nilai korelasi Spearman 0.06.
Tabel 13
Kelompok faktor jenis vaksin terhadap titer antibodi pada anjing yang
diimpor melalui bandara Soekarno Hatta
Titer antibodi
No.
Jenis vaksin
Jumlah
Positif
Negatif
1.
Tunggal
418 (74.6%)
142 (25.4%)
560
2.
Kombinasi
36 (85.7%)
6 (14.3%)
42
Jumlah
454 (75.4%)
148 (24.6%)
602
48
Menurut Kamrani A, Susan S dan Nona M (2004) jenis vaksin lain yang
digunakan secara bersamaan dengan vaksin rabies atau coktail vaccines dan
vaksin rabies yang digunakan tunggal sebagai vaksin utama akan memberikan
pengaruh yang berbeda nyata.
Namun dalam penelitian ini tidak muncul
pengaruh tersebut karena faktor ini juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya.
Menurut Kennedy et al. (2007) vaksin yang diproduksi oleh perusahaan
yang berbeda-beda secara signifikan menunjukkan perbedaan dalam tingkat
kegagalan vaksinasi, dan perbedaan pada median tanggap titer antibodi. Hal ini
dimungkinkan terjadi karena perbedaan formulasi dan produksi yang berbeda
antar vaksin dalam hal konsentrasi dan integritas antigen konten serta adjuvant
yang digunakan.
Dalam hal konten vaksin terdapat perbedaan antara vaksin tunggal
(monovalen) yang menggunakan virus mati atau killed vaccine dengan vaksin
kombinasi (polivalen) yang menggunakan virus aktif atau lived vaccine. Secara
imunologi dapat dijelaskan bahwa vaksin dengan menggunakan virus aktif
(vaksin kombinasi) akan memberikan respon imun yang lebih baik, sehingga titer
antibodinya akan lebih baik dari pada hewan yang divaksin dengan vaksin rabies
tunggal.
Namun adanya berbagai jenis virus dalam satu vaksin akan
menimbulkan kompetisi antar antigen dalam vaksin sehingga dapat terjadi respon
imun yang kurang sempurna. Adanya faktor kompetisi antigen dan pengaruh
faktor lain tersebut yang dapat menyebabkan munculnya respon titer antibodi
yang tidak berbeda nyata antara dua jenis vaksin tersebut. Selain itu jumlah
sampel masing-masing jenis vaksin dalam penelitian ini masih kurang baik antara
rasio dan proporsinya untuk mendapatkan hasil yang lebih baik secara statistik.
Nilai OR Faktor-faktor Efektifitas Vaksinasi terhadap Titer Antibodi
Seluruh faktor yang mempengaruhi efektifitas vaksinasi dilakukan uji
regresi logistik secara bersamaan untuk memperoleh nilai OR masing-masing
faktor dengan memakai rasio <0.05 atau selang kepercayaan 95% (Tabel 14).
faktor-faktor yang sangat berpengaruh terhadap titer antibodi pada anjing yang
diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta secara berturut-turut (dari OR tertinggi
hingga terendah) adalah: (1) aplikasi vaksinasi rabies dengan cara injeksi
49
subkutan (SC); (2) hewan anjing telah berumur di atas 6 bulan; (3) negara asal
hewan adalah berstatus negara endemik; serta (4) hewan yang datang berjenis
kelamin jantan.
Tabel 14
Nilai OR faktor-faktor vaksinasi dengan menggunakan analisis regresi
multivariat terhadap titer antibodi pada anjing yang diimpor melalui
Bandara Soekarno Hatta
No.
Peubah
Nilai B
Nilai p
OR
CI 95%
1.
Hewan berumur diatas 6 bulan
1.159
0.000
3.186
1.988 – 5.105
2.
Aplikasi vaksinasi secara SC
1.212
0.000
3.359
1.923 – 5.868
3.
Status negara endemik rabies
Hewan yang datang berjenis
kelamin jantan
1.053
0.000
2.866
1.858 – 4.421
0.752
0.000
2.122
1.396 – 3.225
4.
Hasil regresi logistik ini menunjukkan 4 faktor tersebut menjadi faktor yang
paling menentukan bagi munculnya titer antibodi yang protektif pada anjing.
Faktor aplikasi vaksin secara SC dan umur hewan di atas 6 bulan memberikan
peluang 3 kali lebih besar munculnya titer antibodi protektif pada anjing
dibandingkan dengan aplikasi vaksin secara IM dan umur anjing di bawah 6
bulan. Menurut Seghaier et al. (1999) titer antibodi yang tinggi pada anjing tidak
hanya berkorelasi dengan berapa kali hewan mendapatkan vaksinasi sebelumnya,
namun lebih disebabkan oleh immunocompetency yang telah baik.
Faktor status negara endemik rabies yang berpengaruh terhadap titer
antibodi protektif dapat dijelaskan sebagai akibat dilakukannya vaksinasi secara
rutin dan terkendali pada hewan kesayangan yang berada di negara tersebut.
Anjing yang berasal dari negara bebas rabies rata-rata mendapatkan vaksinasi
rabies beberapa minggu hingga beberapa bulan sebelum keberangkatan, sehingga
tingkat kekebalannya mencapai tingkat yang optimum. Sedangkan faktor jenis
kelamin hewan yang secara statistik menunjukkan peluang memberikan titer
antibodi yang protektif yang cukup tinggi pada anjing jantan masih perlu diteliti
kembali kaitannya dengan adanya pengaruh faktor lain seperti faktor hormonal,
tyroid dan umur hewan (Klein 2000).
Dengan demikian faktor yang dapat
berpengaruh terhadap titer antibodi berdasarkan uji statistik dan dasar kajian
penelitian ilmiah yang telah ada, maka faktor yang berpengaruh adalah umur
50
diatas 6 bulan, aplikasi vaksinasi secara SC, status negara asal hewan merupakan
negara endemik dan anjing berjenis kelamin jantan.
Pengaruh Faktor Lainnya terhadap Titer Antibodi
Faktor-faktor yang diamati dalam penelitian ini dengan analisis statistik
menunjukkan nilai pengaruh yang tidak terlalu tinggi secara individu terhadap
titer antibodi.
Hal ini terjadi karena masing-masing faktor bekerja saling
mempengaruhi dan terlihat dari nilai korelasi Spearman masing-masing faktor
yang tidak terlalu tinggi. Hewan yang baru berumur kurang dari 6 bulan dapat
saja mempunyai titer antibodi yang baik atau protektif apabila hewan tersebut
divaksinasi dengan injeksi SC dan digunakan vaksin dengan antigen yang cukup
dan adjuvant yang baik. Menurut Aubert (2006) titer antibodi akan mencapai
tingkat kekebalan yang baik apabila faktor-faktornya berada pada kombinasi yang
baik.
Kennedy et al. (2007) mendapatkan ukuran anjing merupakan faktor lain
yang dapat berpengaruh terhadap titer antibodi. Pada penelitian yang dilakukan
tersebut diperoleh kegagalan vaksinasi pada anjing besar cenderung lebih tinggi
apabila dibandingkan dengan anjing kecil. Selain itu, ras anjing juga diketahui
berpengaruh terhadap keberhasilan vaksinasi pada hewan.
Pada ras tertentu
seperti doberman dan rottweiler mempunyai respon imun yang rendah terhadap
vaksin dan sebaliknya pada ras shih tzu merespon dengan baik pada semua jenis
vaksin. Faktor genetik diketahui menjadi faktor yang mempengaruhi tanggap
kebal pada hewan. Faktor genetik yang berpengaruh tersebut adalah major
histocompatibility complex (MHC).
Selain itu, dog leucocyte antigen (DLA)
polimorphism juga diketahui berpengaruh terhadap kepekaan munculnya
autoimun dan kepekaan terhadap penyakit. Pada penelitian ini tidak diperhatikan
faktor tersebut secara lebih spesifik.
Tinjauan Efektifitas Vaksinasi Rabies bagi Kesehatan Masyarakat Veteriner
Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa hewan berumur lebih dari 6
bulan berpeluang mempunyai titer antibodi yang protektif perlu mendapatkan
perhatian bagi para pemegang kebijakan dalam memberikan ijin pemasukan
51
hewan. Faktor ini diketahui berpengaruh secara signifikan baik pada penelitian
ini dan penelitian sebelumnya sehingga dapat dijadikan referensi dalam penentuan
persyaratan pemasukan hewan.
Faktor negara asal hewan menunjukkan hewan yang berasal dari negara
endemik rabies cenderung memiliki titer antibodi yang protektif. Titer antibodi
protektif ini masih harus diamati dengan lebih teliti lagi untuk mencegah
masuknya virus rabies bersama anjing yang masuk tersebut. Adanya alat uji
laboratorium yang mampu mendeteksi virus rabies perlu dimiliki karantina di
pintu pemasukan.
Vaksinasi rabies yang telah dilakukan pada anjing yang diimpor ke
Indonesia sangat dipengaruhi oleh kesadaran masyarakat terutama pemilik hewan
untuk melindungi dirinya dan hewannya dari ancaman penyakit rabies. Pada
negara-negara endemik rabies vaksinasi dilakukan secara rutin baik pada hewan
kesayangan maupun hewan liar yang berada di hutan. Sebagai contoh Amerika
Serikat tidak memiliki kasus rabies di hewan kesayangan yang berada di
perkotaan, namun kasus rabies terjadi pada hewan liar yang berada di hutan
dibagian utara. Negara Brazil mempunyai banyak kasus rabies di perkotaan dan
kasus gigitan HPR menerapkan vaksinasi secara rutin pada anjing jalanan dan
melakukan depopulasi.
Dengan demikian faktor kebijakan pemerintah negara juga akan sangat
mempengaruhi keberhasilan program vaksinasi dan pemberantasan penyakit
rabies. Menurut Tischendorf et al. (1998) keberhasilan program pengendalian
rabies di Eropa pada rubah akan efektif apabila dilakukan vaksinasi secara rutin
dan dilakukan selama 6 tahun pada rata-rata 70% hewan tersebut.
Langkah
pengendalian ini akan berhasil dengan baik apabila ditunjang dengan kebijakan
pemerintah terhadap program tersebut.
Peranan surveilans titer antibodi rabies bagi sistem kesehatan hewan
nasional dan kesehatan masyarakat akan sangat besar apabila dilakukan secara
rutin dan berkesinambungan. Pengamatan titer antibodi pada hewan akan sangat
membantu dalam rangka pencegahan masuknya rabies bersama hewan yang
diimpor dan masuknya hewan beresiko tertular rabies.
Titer antibodi dapat
memberikan informasi keberhasilan vaksinasi yang telah dilakukan sebelumnya.
52
Sebagai salah satu program pemberantasan penyakit rabies, maka vaksinasi akan
menjadi salah satu hal yang utama untuk diamati selain pengamatan terhadap
munculnya gejala klinis penyakit rabies.
Standar pemeriksaan karantina hewan telah diterapkan di berbagai negara di
dunia untuk mencegah masuknya penyakit rabies ke wilayah negara tersebut.
Pemeriksaan dan masa observasi terhadap hewan yang masuk ke suatu wilayah di
negara-negara di dunia sangat bervariasi, bergantung kepada kebijakan
pemerintah menyangkut pencegahan masuknya penyakit rabies. Di negara Inggris
hewan dapat masuk ke wilayah negaranya tanpa melalui masa karantina yang
panjang atau bahkan dapat keluar wilayah negara dan kembali lagi tanpa
mengalami masa karantina. MacDiarmid dan Kevin (2000) menyatakan Selandia
Baru pada awalnya menerapkan masa karantina selama 6 bulan pada anjing
maupun kucing yang masuk dari negara endemik. Namun setelah melakukan
penilaian resiko (risk assessment) mereka menerapkan masa karantina yang
berbeda pada negara endemik yang berbeda berdasarkan kajian resiko yang
dilakukan.
Penerapan masa karantina di karantina Indonesia juga dilakukan
selama 14 hari sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan pemerintah bagi
hewan yang berasal dari negara bebas rabies dan melarang masuknya anjing dari
negara endemik rabies ke Jakarta.
Hasil penelitian ini menunjukkan hewan yang berasal dari negara endemik
mempunyai proporsi titer antibodi protektif yang lebih baik dari negara bebas
rabies.
Pendekatan penyakit berbasis negara yang dianut Indonesia saat ini
terlihat kurang relevan dengan hasil yang ditunjukkan penelitian ini, meskipun
tidak menutup kemungkinan adanya hewan terinfeksi yang masuk dengan gejala
yang tenang atau pada fase awal infeksi. Tinjauan terhadap kebijakan importasi
ini dapat dilakukan apabila diikuti pula dengan kemampuan dalam deteksi gejala
klinis rabies selama masa karantina dan laboratorium untuk melakukan deteksi
virus rabies baik secara cepat (dengan uji cepat) ataupun uji gold standard yang
direkomendasikan OIE. Alat uji standar yang direkomendasikan OIE seperti FAT
maupun RT PCR perlu dimiliki karantina sebagai uji konfirmasi apabila terdapat
kecurigaan adanya virus rabies atau ditemukan munculnya gejala penyakit rabies
pada anjing yang datang.
53
Pada masa kini rabies menjadi zoonosis yang tetap menjadi perhatian utama
di dunia. WHO memberikan perhatian yang secara penuh terhadap penyakit ini.
Menurut WHO (2001) tersebut permasalahan yang dihadapi negara-negara Asia
dalam pengendalian penyakit rabies antara lain lemahnya sistem surveilans dari
penyakit ini, terbatasnya penggunaan dan tersedianya vaksin modern, lemahnya
kesadaran masyarakat, dan kurangnya komitmen pemerintah. Penelitian terhadap
3314 ekor anjing di Bangkok pada Desember 2003 hingga Juni 2004
menunjukkan bahwa program kampanye vaksinasi yang telah dilakukan tidak
cukup memproteksi populasi anjing dan manusia dari penyakit rabies
(Kasempimolporn S et al. 2006)
Pemerintah Indonesia melalui Departemen Kesehatan menerapkan petunjuk
pemberantasan rabies di Indonesia (2000) dengan menyusun petunjuk teknis
penanganan kasus gigitan HPR, penanganan pasien, sistem pelaporan kasus yang
melibatkan masyarakat dari tingkat rukun tetangga hingga tingkat pemegang
kebijakan, dan kewenangan antar departemen teknis yang menangani kasus sesuai
dengan obyeknya (manusia atau hewan).
Asosiasi Dokter Hewan Kesmavet Amerika Serikat atau National
Assosiation of State Public Health Veterinarian (NASPHV) mencetuskan
Compendium
of
Animal
Rabies
Prevention
and
Control
2008
yang
merekomendasikan kegiatan yang dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan dan
pengendalian penyakit rabies di seluruh Amerika Serikat. Adapun rekomendasi
tersebut menyatakan bahwa perlunya edukasi tentang kesehatan masyarakat
menyangkut tanggung jawab kepemilikan hewan, pemeriksaan secara rutin pada
dokter hewan, serta pendidikan berkelanjutan bagi para profesional kesehatan
hewan. Program vaksinasi sebaiknya dilaksanakan secara efektif pada hewan
domestik seperti anjing dan kucing, serta mengurangi hewan jalanan atau tanpa
pemilik berkeliaran secara tidak terkendali.
Daerah-daerah tertentu di Indonesia telah dilakukan sistem edukasi dan
informasi bagi masyarakat dengan pemasangan papan informasi tentang wilayah
tersebut daerah endemik rabies ataupun infromasi tentang daerah tersebut bebas
rabies. Peran serta masyarakat dan media massa turut serta dilibatkan untuk
meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya rabies.
54
Apabila sistem pencegahan dan pengendalian ini dilakukan dengan baik
maka akan memberikan ketenangan dan kenyamanan bagi masyarakat luas
berinteraksi dengan hewan kesayangannya.
Bagi pemerintah akan sangat
membantu memberikan citra pelayanan kesehatan hewan yang baik bagi
masyarakat dan kepercayaan bagi negara lain, terkait dengan adanya perdagangan
global dan pariwisata.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Peubah vaksinasi yang berhubungan kuat terhadap titer antibodi dalam
penelitian ini adalah:
a) Aplikasi vaksinasi rabies dengan cara injeksi subkutan.
b) Anjing telah berumur diatas 6 bulan.
c) Negara asal hewan adalah berstatus negara endemik.
d) Anjing berjenis kelamin jantan
2. Seluruh faktor vaksinasi akan berpengaruh dengan baik pada titer antibodi
apabila berada pada kombinasi yang tepat.
Saran
1. Penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
melakukan tindakan karantina bagi petugas karantina dan Badan Karantina
Pertanian untuk menetapkan aturan pemasukan HPR.
2. Perlu
dilakukan
penelitian
lebih
lanjut
efektifitas
vaksinasi
dengan
memperhitungkan adanya faktor-faktor lain (jenis vaksin dari segi pembuatan,
faktor ras anjing, faktor stres) yang belum teramati dalam penelitian ini dan
dilakukan penelitian yang sama pada hewan kucing.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. The virology section of microbiology and immunology on-line.
School of Medicine. the University of South Carolina. http://
pathmicro.med.sc.edu/book/virol-sta.htm [22 November 2008].
Anonim. 2008. Pertama dalam sejarah, Bali wabah rabies. Kompas 6 Desember
2008.http://www.kompas.com/read/xml/2008/12/06/07162483/pertama.dalam
. sejarah.bali.wabah.rabies [ 6 Desember 2008].
Aubert MFA. 2006. Practical significance of rabies antibodies in cats and dogs
and results of a survey on rabies vaccination and quarantine for domestic
carnivora in western europe. Centre national d'études vétérinaires et
alimentaires, Laboratoire d'études sur la rage et la pathologie des animaux
sauvages. http://www.britfeld. com/rabies.htm [22 November 2008].
[Barantan Deptan] Badan Karantina Pertanian Departemen Pertanian. 2006.
Petunjuk Teknis Persyaratan dan Tindakan Karantina Hewan terhadap
Lalulintas Pemasukan Hewan Penular Rabies (Anjing, Kucing, Kera dan
Hewan sebangsanya) Nomor 344.b/kpts/PD.670.370/L/12/06 tanggal 13
Desember 2006. Jakarta: Deptan
Belotto A et al. 2003. Regional program for the elimination of rabies transmitted
by dogs in the Americas. Proceeding of 28th World Congress of the World
Small Animal Veterinary Association. http://www.vin.com/proceedings/
Proceedings.plx?CID=WSAVA2003&PID=6491 [18 November 2007].
Budiharta S, Suardana IW. 2007. Epidemiologi dan Ekonomi Veteriner. Ed ke-1.
Denpasar: Penerbit Universitas Udayana.
Cahyono MA, Darudjati E. 2008. Pemantauan titer antibodi terhadap virus rabies
pada anjing dan kucing yang diimportasi melalui Bandara Soekarno Hatta
2008. Seminar Pemantauan Daerah Sebar HPHK 2008 Jakarta: Badan
Karantina Pertanian Departemen Pertanian.
Cliquet F et al. 2004. Development of a qualitative indirect ELISA for the
measurement of rabies virus-specific antibodies from vaccinated dogs and
cats. J Virol Methods 117:1–8.
[CDC] Centers for Disease Control and Prevention. 2007. Departement of Health
and Human Service USA. http://www.cdc.gov/rabies/virus.html. [18 Juli
1008].
Daniel B, Fishbein DB, Laura ER.1993. Rabies. The New England Journal of
Medicine Volume 329:1632-1638. http://content.nejm.org/cgi/content
/full/329/22/1632?ijkey=1dae31e8d28078f37cdb61bf0797ae28e7056510&k
eytype2=tf_ipsecsha [18 November 2007].
Dodds WJ. 2008. Immune System and Disease Resistance.
http://www.critterchat.net /immune.htm [3 Februari 2008]
Durr S et al. 2008. Rabies diagnosis for developing countries. PLoS Negl Trop
Dis 2e 206:1-6.
57
Hines R. 2006. Rabies in your cat or dog. http://www.2ndchance .info/
2ndchance./dis [18 November 2007].
Hosmer DW, Lemeshow S. 1989. Applied Logistic Regression. New York: John
Willey and Sons.
[Itjen Depkes] Inspektorat Jenderal Departemen Kesehatan. 2006. Profil
kesehatan
Indonesia
2006.
Jakarta:
Departemen
Kesehatan.
http://itjen.depkes.go.id/downloads/publikasi/Profil%20Kesehatan%20Indon
esia%202006.pdf
Jameson R. 2006. Rabies. http://www.bio.davidson.edu/courses/immunology/
Students/spring2006/Jameson/Rabies.html [22 November 2008].
Kamrani A, Susan S, Nona M. 2004. Evaluation of rabies antibody titer following
simultaneous and time-divided injections of rabies and trivalent including
distemper, hepatitis, and parvo virus vaccines in dogs. World small animal
veterinary
assosiation
2004
congress
proceeding.
Yunani.
http://www.vin.com/proceedings/Proceedings.plx?CID=WSAVA2004&PID
=8920&Print=1&O=Generic [9 Oktober 2008].
Kasempimolporn S, Hemachudha T, Khawplod P, Manatsathit S. 1991. Human
immune response to rabies nucleocapsid and glycoprotein antigens. Clin Exp
Immunol 84:195-199.
Kasempimolporn S et al. 2006. Prevalence of rabies virus infection and rabies
antibody in stray dogs: a survey in Bangkok, Thailand. Prev Vet Med 78:
325-332
Kennedy et al. 2007. Factors influencing the antibody response of dogs vaccinated
against rabies. JVAC 7549:1–8.
Klein SL. 2000. Hormones and mating system affect sex and species differences
in immune function among vertebrates [abstrak]. Di dalam: Behavioural
Processes Vol. 51, Issues 1-3. http://www.sciencedirect.com/science?_ob
=ArticleURL&_udi=B6T2J-41MB0CP-D&_user=10&_rdoc=1&_fmt=&_
orig=search&_sort=d&view=c&_acct=C000050221&_version=1&_urlVersi
on=0&_userid=10&md5=0f3ed60969c337be3eb116456cdecdd5 [3 Februari
2008]
MacDiarmid SC, Kevin CC. 2000. Case Study; The Risk of Introducing Rabies
Through The Importation of Dogs. Ministry of Agriculture Wellington. New
Zealand. http://freespace.virgin.net/simon.green/riskman.htm [20 November
2008].
Murphy FA, Gibbs E.J, Horzinek MC, Studdert MJ. 1999. Veterinary Virology.
San Diego: Academic Press.
Nash H. 2008. Causes of 'vaccine failure'. Doctor Foster and Smith Pet
Education.com. http://www.peteducation.com/article.cfm?c=1+2143&aid=
965 [17 Agustus 2008].
58
[OIE] Office Internationale des Epizootique. 2008. Manual of Standards for
Diagnostic Tests and Vaccines for Terrestrial Animals 2008. Paris: Office
Internationale des Epizootique.
[OIE] Office Internationale des Epizootique. 2007. Terresterial Animal Health
and Code 2007. Paris: Office Internationale des Epizootique.
Paez A, Nunez C, Garcia1 C, Boshell J. 2003. Molecular epidemiology of rabies
epizootics in Colombia: evidence for human and dog rabies associated with
bats. J Ge Virol 84:795–802.
Roth JA. 2007. Factors influencing vaccine duration of immunity. Proceeding of
the NAVC (The North American Veterinary Conference) – 2007. Orlando.
13-27 Januari 2007. Florida: NAVC Congress. hlm 576-578.
Ruprecht CE. 2007. Rhabdoviridae
microbook/ch061.htm [3 Juli 2008].
rabies
virus.
www.gsbs.utmb.edu/
Rynders PE. 2005. New protocols for canine vaccination. di dalam: IAMS canine
pediatric care symposium. Proceeding from a Symposium at the 30th World
Congress of World Small Animal Veterinary Assosiation. Mexico City. 12
Mei 2005. Mexico City: IVIS; 2005. hlm 26-28.
Schultz RD. 2000. Considerations in designing effective and safe vaccination
programs for dogs. International Veterinary Information Service.
www.ivis.org/advances/Infect_Dis_Carmichael/schultz/IVIS.pdf
Seghaier et al. 1999. Rabies mass vaccination campaigns in tunisia: are
vaccinated dogs correctly immunized?. Am J Trop Med Hyg 61:879–884.
Servat A et al. 2007. Inter-Laboratory trial to evaluate the reproducibility of a new
ELISA to detect rabies antibodies in vaccinated domestic and wild
carnivores. J Int Assoc Biol Standard 36:19-26.
Soejoedono RR. 2004. Zoonosis [bahan kuliah]. Bogor: Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor.
Soedijar IL, Dharma DMN. 2005. Review rabies. Prosiding Lokakarya Nasional
Penyakit Zoonosis. 15 September 2005. Bogor: Puslitbang Peternakan. hlm
119-128
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Ed ke-2.
Bandung: Alfabeta.
Tizard IR. 2004. Veterinary Immunology. Ed ke-7. Philapdephia: Saunders.
Thrusfield M. 2005. Veterinary Epidemiology. Ed ke-3. London: Blackwell
Science.
Wattanapirom P, Pantsiri U, Wiriyakitja W, Prasertmek P, Suradhat S. 2008.
Application of an enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) for
determining the presence of anti-rabies virus antibodies in Thai dogs.
Proceedings 7th Chula. Univ. Vet. Sci. Ann. Con. Thailand.
[WHO] World Health Organization. 2001. Strategies for The Control and
Elimination of Rabies in Asia. Report of a WHO Interregional Consultation.
Jenewa: WHO.
59
[WHO] World Health Organization. 2006. Rabies : a neglected zoonotic disease.
http://www.who.int/rabies.html. [8 Agustus 2008]
.
[ZVED] National Center for Zoonotic, Vector-Borne, & Enteric Diseases. 2007.
Compendium of animal rabies prevention and control. http://www.
cdc.gov/rabies/veterinarians.html [12 Juli 2008].
LAMPIRAN
60
Lampiran 1 Daftar negara berdasarkan situasi penyakit Rabies menurut Wahid
Interface OIE 6 Oktober 2008
A. Penyakit tidak pernah terjadi
Country
Andorra
Barbados
Cayman Islands
Cyprus
Fiji
French Polynesia
Guadeloupe (France)
Iceland
Jamaica
Martinique (France)
Mauritius
New Caledonia
New Zealand
Norway
Palestinian Auton. Territories
Reunion (France)
Samoa
St. Kitts and Nevis
St. Vincent and the Grenadines
Vanuatu
Wallis and Futuna Islands
Latest report date
Jul - Dec, 2007
Jul - Dec, 2007
Jul - Dec, 2006
Jul - Dec, 2007
Jul - Dec, 2007
Jul - Dec, 2007
Jan - Jun, 2008
Jan - Jun, 2008
Jul - Dec, 2007
Jul - Dec, 2007
Jul - Dec, 2006
Jan - Jun, 2008
Jan - Jun, 2008
Jan - Jun, 2008
Jul - Dec, 2006
Jan - Jun, 2008
Jul - Dec, 2005
Jul - Dec, 2005
Jul - Dec, 2007
Jul - Dec, 2007
Jul - Dec, 2007
Surveillance
No surveillance specified
No surveillance specified
General Surveillance
General and targeted surveillance
No surveillance specified
General Surveillance
No surveillance specified
General Surveillance
No surveillance specified
General Surveillance
No surveillance specified
No surveillance specified
General Surveillance
No surveillance specified
No surveillance specified
General Surveillance
General Surveillance
No surveillance specified
No surveillance specified
No surveillance specified
General and targeted surveillance
B. Penyakit tidak ditemukan pada periode ini
Country
Latest report date
Surveillance
Albania
Armenia
Jan - Jun, 2008
Jan - Jun, 2008
Australia
Austria
Bahrain
Chile
Jul - Dec, 2007
Jan - Jun, 2008
Jul - Dec, 2007
Jan - Jun, 2008
Chinese Taipei
Jan - Jun, 2008
Costa Rica
Czech Republic
Denmark
Djibouti
Dominican Republic
Jan - Jun, 2008
Jan - Jun, 2008
Jan - Jun, 2008
Jan - Jun, 2008
Jul - Dec, 2007
Egypt
Finland
Former Yug. Rep. of
Macedonia
France
French Guiana
Germany
Greece
Honduras
Ireland
Italy
Japan
Korea (Dem. People's Rep.)
Kuwait
Lebanon
Jul - Dec, 2007
Jan - Jun, 2008
Jul - Dec, 2007
General Surveillance
General and targeted
surveillance
General Surveillance
No surveillance specified
No surveillance specified
General and targeted
surveillance
General and targeted
surveillance
General Surveillance
No surveillance specified
General Surveillance
No surveillance specified
General and targeted
surveillance
No surveillance specified
No surveillance specified
General Surveillance
Jul - Dec, 2006
Jan - Jun, 2008
Jan - Jun, 2008
Jul - Dec, 2007
Jul - Dec, 2007
Jan - Jun, 2008
Jan - Jun, 2008
Jul - Dec, 2007
Jul - Dec, 2007
Jul - Dec, 2007
Jan - Jun, 2008
General Surveillance
No surveillance specified
No surveillance specified
No surveillance specified
General Surveillance
No surveillance specified
No surveillance specified
General Surveillance
General Surveillance
No surveillance specified
No surveillance specified
Date of last
occurrence
2006
2007
1867
2004
2007
1959
2007
2002
2007
2005
1990
2007
2000
2004
2003
2007
1987
1903
1995
1956
1994
1995
61
Libya
Liechtenstein
Luxembourg
Malaysia
Jan - Jun, 2008
Jan - Jun, 2008
Jul - Dec, 2007
Jul - Dec, 2007
Netherlands
Portugal
Qatar
Senegal
Singapore
Slovakia
Spain
Jan - Jun, 2008
Jan - Jun, 2008
Jan - Jun, 2008
Jan - Jun, 2008
Jan - Jun, 2008
Jan - Jun, 2008
Jul - Dec, 2007
Sweden
Switzerland
Syria
United Arab Emirates
Jul - Dec, 2007
Jan - Jun, 2008
Jul - Dec, 2007
Jan - Jun, 2008
No surveillance specified
General Surveillance
No surveillance specified
General and targeted
surveillance
No surveillance specified
Targeted Surveillance
No surveillance specified
General Surveillance
No surveillance specified
No surveillance specified
General and targeted
surveillance
No surveillance specified
General Surveillance
No surveillance specified
No surveillance specified
C. Penyakit masih ditemukan (Immediate notifications / follow-up reports)
Country
France
Start date
24/04/2008
Reason for notification
Reoccurrence
D. Dugaan adanya penyakit
Country
Guinea-Bissau
Uganda
Latest report date
Jan - Jun, 2008
Jul - Dec, 2007
E. Timbul infeksi tanpa gejala klinis penyakit
Country
El Salvador
Latest report date
Jul - Dec, 2007
F. Gejala klinis penyakit ditemukan
Country
Algeria
Angola
Azerbaijan
Bangladesh
Belarus
Belgium
Belize
Benin
Bhutan
Bolivia
Bosnia and Herzegovina
Botswana
Brazil
Bulgaria
Burkina Faso
Burundi
Canada
Central African Republic
Colombia
Congo (Dem. Rep. of the)
Croatia
Cuba
Ecuador
Eritrea
Estonia
Latest report date
Jan - Jun, 2008
Jan - Jun, 2008
Jan - Jun, 2008
Jul - Dec, 2007
Jan - Jun, 2008
Jan - Jun, 2008
Jan - Jun, 2008
Jul - Dec, 2007
Jul - Dec, 2007
Jul - Dec, 2007
Jan - Jun, 2007
Jan - Jun, 2008
Jul - Dec, 2007
Jan - Jun, 2008
Jan - Jun, 2008
Jul - Dec, 2005
Jul - Dec, 2007
Jul - Dec, 2006
Jul - Dec, 2007
Jan - Jun, 2007
Jan - Jun, 2008
Jan - Jun, 2008
Jul - Dec, 2007
Jan - Jun, 2008
Jan - Jun, 2008
1999
1986
1999
1999
2007
1984
2007
1953
2006
2006
1886
2003
1999
62
Ethiopia
Gabon
Georgia
Ghana
Greenland
Guatemala
Guinea
Haiti
Indonesia
Iran
Israel
Jordan
Kazakhstan
Kenya
Korea (Rep. of)
Laos
Latvia
Lesotho
Madagascar
Malawi
Mauritania
Mongolia
Morocco
Mozambique
Myanmar
Namibia
Nepal
Nicaragua
Niger
Nigeria
Oman
Panama
Paraguay
Philippines
Poland
Romania
Russia
Rwanda
Saudi Arabia
Serbia
Slovenia
South Africa
Sri Lanka
Swaziland
Tajikistan
Tanzania
Thailand
Togo
Trinidad and Tobago
Tunisia
Turkey
Ukraine
United Kingdom
United States of America
Uruguay
Uzbekistan
Venezuela
Yemen
Zambia
Zimbabwe
Jan - Jun, 2008
Jan - Jun, 2008
Jan - Jun, 2008
Jan - Jun, 2008
Jul - Dec, 2007
Jul - Dec, 2007
Jul - Dec, 2007
Jul - Dec, 2006
Jan - Jun, 2007
Jul - Dec, 2007
Jan - Jun, 2008
Jul - Dec, 2007
Jul - Dec, 2007
Jul - Dec, 2007
Jul - Dec, 2006
Jul - Dec, 2005
Jan - Jun, 2008
Jan - Jun, 2008
Jul - Dec, 2007
Jul - Dec, 2006
Jan - Jun, 2008
Jan - Jun, 2005
Jul - Dec, 2007
Jul - Dec, 2007
Jan - Jun, 2008
Jul - Dec, 2007
Jul - Dec, 2007
Jul - Dec, 2007
Jan - Jun, 2008
Jul - Dec, 2007
Jul - Dec, 2007
Jul - Dec, 2007
Jan - Jun, 2008
Jul - Dec, 2007
Jul - Dec, 2007
Jan - Jun, 2008
Jul - Dec, 2007
Jul - Dec, 2007
Jul - Dec, 2007
Jul - Dec, 2007
Jan - Jun, 2008
Jul - Dec, 2007
Jul - Dec, 2007
Jan - Jun, 2008
Jan - Jun, 2007
Jul - Dec, 2007
Jan - Jun, 2008
Jan - Jun, 2008
Jul - Dec, 2007
Jan - Jun, 2008
Jan - Jun, 2008
Jul - Dec, 2006
Jul - Dec, 2007
Jan - Jun, 2008
Jan - Jun, 2008
Jan - Jun, 2008
Jul - Dec, 2007
Jan - Jun, 2008
Jul - Dec, 2007
Jul - Dec, 2007
63
G. Pembatasan pada zona/wilayah tertentu dalam satu negara
Country
Argentina
Cameroon
China (People's Rep. of)
Cote D'Ivoire
Guyana
India
Kyrgyzstan
Lithuania
Mali
Mexico
Moldavia
Pakistan
Peru
Sudan
Vietnam
Latest report date
Jan - Jun, 2008
Jul - Dec, 2007
Jul - Dec, 2006
Jul - Dec, 2007
Jan - Jun, 2008
Jan - Jun, 2008
Jan - Jun, 2008
Jul - Dec, 2007
Jan - Jun, 2008
Jul - Dec, 2007
Jul - Dec, 2007
Jan - Jun, 2008
Jul - Dec, 2007
Jan - Jun, 2008
Jul - Dec, 2007
64
Lampiran 2 Contoh lembar dokumen kesehatan hewan dari negara asal hewan
65
Lampiran 3 Contoh riwayat vaksinasi hewan
66
Lampiran 4 Contoh sertifikat kesehatan dari dokter hewan di negara asal hewan
67
Lampiran 5 Contoh
ontoh dokumen Surat Persetujuan Pemasukan (import
(import permit)
permit yang
dikeluarkan Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian
68
Lampiran 6 Contoh dokumen
dokum sertifikat pelepasan (KH-12)
12) karantina hewan bagi
hewan yang telah diobservasi di Instalasi Karantina Hewan
69
Lampiran 7 Daftar vaksin rabies yang diijinkan dan diperdagangkan di Amerika
Serikat tahun 2008
a.
b.
c.
d.
e.
Minimum age (or older) and revaccinated one year later
One month = 28 days
Intramuscularly
Subcutaneously
Non-rabies fractions have a 3 year duration (see label)
70
Lampiran 8 Data rekapitulasi pemasukan hewan anjing pada periode penelitian
No.
Tgl
Masuk
Ras
Negara Asal
Status
Negara
Asal
Sex
Umur
(Dlm Bln)
Nama Vaksin Rabies
Jenis
Vaksin
Rute
Vaksin
Rabies
Vaksinasi
Ke-
Jarak
pengujian
Hasil
Pengujian
T
SC
1
0.75
p
1
1/6/2007
cihuahua
hongkong
NB
F
6
nobivac rabies
2
1/6/2007
fox terrier
australia
NB
M
29
nobivac rabies
T
SC
1
0.25
p
3
3/6/2007
doberman
rusia
NE
M
6
nobivac rabies
T
SC
1
4
tp
4
5/6/2007
boxer
serbia
NE
M
22
rabisin
T
IM
2
3
p
5
6/6/2007
Rottweiler
Serbia
NB
M
4
rabdomun
T
IM
1
1
p
6
6/6/2007
poodle
USA
NE
F
18
imrab 3
T
IM
2
0.75
p
7
6/6/2007
poodle
USA
NE
F
5
imrab 3
T
IM
2
0.75
p
8
6/6/2007
Collie
Hungary
NE
M
17
rabisin
T
IM
2
2
p
9
6/6/2007
Mix terrier
Korea Selatan
NE
M
96
defensor 3
T
IM
1
10
p
10
6/6/2007
Rottweiler
Serbia
NE
M
24
rabisin
T
IM
1
5
p
11
7/6/2007
DSH
Germany
NE
F
24
enduracell 8
K
IM
1
11
TP
12
7/6/2007
DSH
Germany
NE
F
24
rabisin
T
IM
1
3
TP
13
7/6/2007
Neopolitan mastif
Italy
NB
M
8
nobivac rabies
T
SC
1
3
p
14
8/6/2007
Pomeranian
australia
NB
M
36
nobivac rabies
T
SC
2
2
p
15
13/6/2007
Pomeranian
australia
NB
M
72
nobivac rabies
T
SC
1
0.75
p
16
13/6/2007
maltese Cros shih tzu
australia
NB
F
36
nobivac rabies
T
SC
1
0.75
p
17
15/6/2007
Shih Tzu
australia
NB
M
18
nobivac rabies
T
SC
1
3
p
18
17/6/2007
Yorkshire T
thailand
NE
M
12
rabisin
T
IM
1
2
p
19
17/6/2007
Yorkshire T
thailand
NE
F
12
rabisin
T
IM
1
2
p
20
17/6/2007
Yorkshire T
thailand
NE
F
12
rabisin
T
IM
1
2
p
21
17/6/2007
Pomeranian
thailand
NE
F
24
rabisin
T
IM
1
2
p
22
19/6/2007
golden retriever
thailand
NE
M
24
defensor 3
T
IM
3
11
p
71
Status
Negara
Asal
Sex
Umur
(Dlm Bln)
Nama Vaksin Rabies
Jenis
Vaksin
Rute
Vaksin
Rabies
Vaksinasi
Ke-
Jarak
pengujian
Hasil
Pengujian
united states
NE
M
60
rabisin
T
IM
1
7
p
cavalier charles
united states
NE
M
12
rabisin
T
IM
1
4
p
22/6/2007
miniatur pincher
malaysia
NB
F
11
rabisin
T
IM
1
9
p
26
23/6/2007
great dane
germany
NE
M
3
nobivac rabies
T
SC
1
2
p
27
23/6/2007
DSH
germany
NE
F
12
nobivac rabies
T
SC
2
10
p
28
23/6/2007
DSH
germany
NE
F
24
nobivac rabies
T
SC
2
10
p
29
24/06/2007
sheltie
china
NE
M
12
rabisin
T
IM
1
9
p
30
24/06/2007
sheltie
china
NE
F
12
rabisin
T
IM
1
9
p
31
22/6/2007
english shep dog
vietnam
NE
M
72
rabisin
T
IM
6
9
p
32
22/6/2007
S. husky
vietnam
NE
M
48
rabisin
T
IM
4
9
p
33
25/6/2007
pomx maltese
australia
NB
M
60
nobivac rabies
T
SC
1
2
p
34
25/6/2007
cocker spaniel
australia
NB
M
42
nobivac rabies
T
SC
1
2
p
35
25/6/2007
great dane
australia
NB
F
18
nobivac rabies
T
SC
1
2
p
36
25/6/2007
yorkie
USA
NE
M
11
rabvac 3
T
IM
2
8
p
37
25/6/2007
toy fox
USA
NE
M
24
rabvac 3
T
IM
3
9
p
38
27/6/2007
labrador
australia
NB
M
48
nobivac rabies
T
SC
5
9
p
39
27/6/2007
maltese
australia
NB
M
23
nobivac rabies
T
SC
1
2
p
40
29/6/2007
labrador
mexico
NE
F
12
rabisin
T
IM
1
1
p
41
30/6/2007
G retriever
thailand
NE
M
96
hexadog
K
IM
1
11
p
42
30/6/2007
G retriever
thailand
NE
F
72
hexadog
K
IM
1
11
p
43
30/6/2007
Pomeranian
thailand
NE
M
24
hexadog
K
IM
2
7
p
44
30/6/2007
Pomeranian
thailand
NE
M
12
rabisin
T
IM
2
7
p
45
30/6/2007
Pomeranian
thailand
NE
F
24
hexadog
K
IM
2
7
p
No.
Tgl
Masuk
23
20/6/2007
cavalier charles
24
20/6/2007
25
Ras
Negara Asal
72
Status
Negara
Asal
Sex
Umur
(Dlm Bln)
Nama Vaksin Rabies
Jenis
Vaksin
Rute
Vaksin
Rabies
Vaksinasi
Ke-
Jarak
pengujian
Hasil
Pengujian
thailand
NE
F
12
rabisin
T
IM
1
2
p
schottis terrier
thailand
NE
F
12
rabisin
T
IM
1
2
p
2/7/2007
chihua hua
thailand
NE
F
12
rabisin
T
IM
1
2
p
49
2/7/2007
chihua hua
thailand
NE
F
12
rabisin
T
IM
1
2
p
50
2/7/2007
chihua hua
thailand
NE
F
12
rabisin
T
IM
1
2
p
51
2/7/2007
chihua hua
thailand
NE
F
12
rabisin
T
IM
1
2
p
52
2/7/2007
chihua hua
thailand
NE
F
12
rabisin
T
IM
1
2
p
53
2/7/2007
chihua hua
thailand
NE
F
12
rabisin
T
IM
1
2
p
54
2/7/2007
chihua hua
thailand
NE
M
12
rabisin
T
IM
1
2
p
55
2/7/2007
Pomeranian
thailand
NE
F
4
rabisin
T
IM
1
2
p
56
2/7/2007
Pomeranian
thailand
NE
F
7
rabisin
T
IM
1
2
p
57
2/7/2007
pekingese
thailand
NE
M
5
rabisin
T
IM
1
2
p
58
2/7/2007
pekingese
thailand
NE
F
5
rabisin
T
IM
1
2
p
59
2/7/2007
alaskan malamote
thailand
NE
M
4
rabisin
T
IM
1
2
p
60
2/7/2007
alaskan malamote
thailand
NE
F
4
rabisin
T
IM
1
2
p
61
2/7/2007
golden retriever
thailand
NE
M
24
hexadog
K
IM
2
12
p
62
2/7/2007
golden retriever
thailand
NE
M
84
hexadog
K
IM
2
7
p
63
2/7/2007
miniatur pincher
thailand
NE
M
24
eurican 7
K
IM
2
7
p
64
2/7/2007
miniatur pincher
thailand
NE
M
48
defensor 3
T
IM
1
2
p
65
2/7/2007
miniatur pincher
thailand
NE
M
36
eurican 7
K
IM
2
8
p
66
2/7/2007
chihua hua
thailand
NE
F
7
rabisin
T
IM
1
#VALUE!
p
67
2/7/2007
samoyed
thailand
NE
M
36
eurican 7
K
IM
1
3
p
68
2/7/2007
dachshund
thailand
NE
M
24
rabisin
T
IM
2
1
p
No.
Tgl
Masuk
Ras
46
2/7/2007
schottis terrier
47
2/7/2007
48
Negara Asal
73
Status
Negara
Asal
Sex
Umur
(Dlm Bln)
Nama Vaksin Rabies
Jenis
Vaksin
Rute
Vaksin
Rabies
Vaksinasi
Ke-
Jarak
pengujian
Hasil
Pengujian
thailand
NE
M
24
eurican 7
K
IM
1
8
p
japanase spitz
new zealand
NB
M
24
rabdomun
T
IM
1
2
p
2/7/2007
Collie
new zealand
NB
F
24
rabdomun
T
IM
1
2
p
72
3/7/2007
alaskan malamote
USA
NE
M
12
rabisin
T
IM
1
8
p
73
3/7/2007
maltese
USA
NE
F
36
rabisin
T
IM
1
2
p
74
4/7/2007
M schnauzer
USA
NE
M
36
rabisin
T
IM
1
8
p
75
4/7/2007
cockapo
USA
NE
M
30
defensor 3
T
IM
1
12
p
76
4/7/2007
chihua hua
USA
NE
F
16
defensor 3
T
IM
1
8
p
77
5/7/2007
Shih Tzu
thailand
NE
M
12
nobivac rabies
T
SC
1
2
p
78
5/7/2007
pom
thailand
NE
M
12
nobivac rabies
T
SC
1
1,
p
79
5/7/2007
pom
thailand
NE
M
12
nobivac rabies
T
SC
1
1,
p
80
5/7/2007
Rottweiler
germany
NE
M
4
enduracell 8
K
IM
1
2
p
81
4/7/2007
malt terrier
australia
NB
M
24
nobivac rabies
T
SC
1
2
p
82
4/7/2007
border terrier
japan
NB
F
48
Rabies T.C. Vaccine
T
IM
2
2
p
83
6/7/2007
mongrel terrier
kenya
NE
F
60
rabisin
T
IM
5
5
p
84
6/7/2007
mongrel terrier
kenya
NE
F
84
rabisin
T
IM
8
5
p
85
6/07/007
german shepherd
france
NE
M
24
enduracell 8
K
IM
2
1,
p
86
7/7/2007
maltese
USA
NE
M
4
rabisin
T
IM
1
0.5
p
87
9/7/2007
beagle
thailand
NE
F
4
rabisin
T
IM
1
1
p
88
9/07/007
beagle
thailand
NE
F
2
rabisin
T
IM
1
2
p
89
9/07/007
english cooker
thailand
NE
F
11
rabisin
T
IM
1
2
p
90
9/07/007
english cooker
thailand
NE
F
11
rabisin
T
IM
1
2
p
91
9/07/007
m.schnauzer
thailand
NE
F
2.5
rabisin
T
IM
1
2
p
No.
Tgl
Masuk
69
2/7/2007
dachshund
70
2/7/2007
71
Ras
Negara Asal
74
Status
Negara
Asal
Sex
Umur
(Dlm Bln)
Nama Vaksin Rabies
Jenis
Vaksin
Rute
Vaksin
Rabies
Vaksinasi
Ke-
Jarak
pengujian
Hasil
Pengujian
thailand
NE
F
2.5
rabisin
T
IM
1
2
p
m.schnauzer
thailand
NE
F
2.5
rabisin
T
IM
1
2
p
11/07/077
Shih Tzu
singapura
NB
M
12
rabisin
T
IM
1
0.75
p
95
11/07/007
jack russel
australia
NB
M
36
nobivac rabies
T
SC
1
2
p
96
11/07/007
Rottweiler
taiwan
NB
M
36
rabisin
T
IM
1
2
p
97
11/07/007
german shepperd
taiwan
NB
M
48
rabisin
T
IM
1
2
p
98
12/07/007
pointer mix
USA
NE
M
46
rabisin
T
IM
4
8
p
99
13/07/007
Pomeranian
USA
NE
M
36
rabisin
T
IM
3
10
p
100
13/07/007
Pomeranian
USA
NE
M
60
rabisin
T
IM
1
10
p
101
13/07/007
Pomeranian
USA
NE
F
12
rabisin
T
IM
1
10
p
102
13/07/007
beagle
USA
NE
M
108
rabisin
T
IM
1
5
p
103
13/07/007
labrador
USA
NE
F
36
rabisin
T
IM
1
5
p
104
14/07/007
Doberman
germany
NE
M
32
nobivac rabies
T
SC
1
9
p
105
14/07/007
maltese shihtzu
australia
NB
M
61
nobivac rabies
T
SC
1
1
p
106
14/07/007
jack russel
australia
NB
M
52
nobivac rabies
T
SC
1
1
p
107
9/07/007
labrador
USA
NE
F
132
rabisin
T
IM
1
11
p
108
18/07/007
beagle
USA
NE
M
29
rabdomun
T
IM
1
1,
p
109
18/07/007
maltese
USA
NE
M
30
rabvac 3
T
SC
1
2
p
110
20/07/007
maltese
Korea Selatan
NE
F
36
rabisin
T
IM
1
1
p
111
20/07/007
maltese mix
australia
NB
F
36
nobivac rabies
T
SC
1
0.75
p
112
20/07/007
DSH
germany
NE
M
12
enduracell 8
K
IM
1
1
p
113
21/07/007
shehtland sheepdog
canada
NE
M
6
imrab 3 TF
K
IM
1
1,
p
114
21/07/007
shehtland sheepdog
canada
NE
F
4
defensor 3
T
IM
1
4
p
No.
Tgl
Masuk
92
9/07/007
m.schnauzer
93
9/07/007
94
Ras
Negara Asal
75
Status
Negara
Asal
Sex
Umur
(Dlm Bln)
Nama Vaksin Rabies
Jenis
Vaksin
Rute
Vaksin
Rabies
Vaksinasi
Ke-
Jarak
pengujian
Hasil
Pengujian
thailand
NE
F
12
rabisin
T
IM
1
1
p
Yorkshire T
thailand
NE
F
12
rabisin
T
IM
1
1
p
21/07/007
Yorkshire T
thailand
NE
F
12
rabisin
T
IM
1
1
p
118
21/07/007
Yorkshire T
thailand
NE
F
12
rabisin
T
IM
1
1
p
119
21/07/007
Yorkshire T
thailand
NE
F
12
rabisin
T
IM
1
1
p
120
21/07/007
Yorkshire T
thailand
NE
F
12
rabisin
T
IM
1
1
p
121
21/07/007
bull terrier
thailand
NE
F
12
rabisin
T
IM
1
1
tp
122
21/07/007
bull terrier
thailand
NE
F
12
rabisin
T
IM
1
1
tp
123
20/07/007
chihua hua
malaysia
NB
F
98
rabisin
T
IM
1
1
p
124
20/07/007
miniature S
malaysia
NB
F
94
rabisin
T
IM
1
1
p
125
16/07/007
english cooker
USA
NE
F
125
rabvac 3
T
IM
1
2
tp
126
16/07/007
pug
USA
NE
F
84
rabisin
T
IM
1
3
p
127
22/07/007
papillon
USA
NE
M
12
rabisin
T
IM
1
4
p
128
22/07/007
papillon
USA
NE
F
6
rabisin
T
IM
1
8
p
129
22/07/007
papillon
USA
NE
F
6
rabisin
T
IM
1
3
tp
130
22/07/007
papillon
USA
NE
F
12
rabisin
T
IM
1
5
p
131
23/07/007
cotton
USA
NE
M
12
defensor 3
T
IM
1
10
p
132
23/07/007
spitz
USA
NE
F
84
defensor 3
T
IM
1
2
p
133
24/07/007
Yorkshire T
Korea Selatan
NE
F
60
virbac rabies
T
IM
1
4
p
134
24/07/007
mixed
Korea Selatan
NE
M
144
rabisin
T
IM
1
4
p
135
25/07/007
golden retriever
afrika selatan
NE
M
108
nobivac rabies
T
SC
9
10
p
136
25/07/007
japanese chin
australia
NB
M
7
nobivac rabies
T
SC
1
2
p
137
25/07/007
japanese chin
australia
NB
F
4
nobivac rabies
T
SC
1
4
p
No.
Tgl
Masuk
115
21/07/007
Yorkshire T
116
21/07/007
117
Ras
Negara Asal
76
Status
Negara
Asal
Sex
Umur
(Dlm Bln)
Nama Vaksin Rabies
Jenis
Vaksin
Rute
Vaksin
Rabies
Vaksinasi
Ke-
Jarak
pengujian
Hasil
Pengujian
australia
NB
F
4
nobivac rabies
T
SC
1
4
p
chinnese crested
australia
NB
M
24
nobivac rabies
T
SC
1
2
p
25/07/007
papillon
australia
NB
F
12
nobivac rabies
T
SC
1
1
p
141
25/07/007
Pomeranian
china
NE
M
18
rabisin
T
IM
2
3
p
142
26/07/007
labrador
USA
NE
F
48
imrab 3
T
IM
1
2
p
143
26/07/007
labrador
USA
NE
F
120
imrab 3
T
IM
1
2
p
144
27/07/007
Pomeranian
thailand
NE
F
12
rabisin
T
IM
1
10
tp
145
27/07/007
mini daschund
USA
NE
F
60
nobivac rabies
T
SC
5
10
tp
146
29/07/007
cavalier king chales S
hongkong
NB
M
53
rabisin
T
IM
4
8
p
147
31/07/007
maltese
Korea Selatan
NE
M
48
rabisin
T
SC
1
3
p
148
31/07/007
labrador
hongkong
NB
M
132
rabisin
T
IM
11
9
p
149
1/08/007
Yorkshire T
USA
NE
M
8
nobivac rabies
T
SC
1
2
p
150
1/08/007
Yorkshire T
USA
NE
F
5
nobivac rabies
T
SC
1
2
p
151
1/08/007
m.schnauzer
australia
NB
M
17
nobivac rabies
T
SC
1
0.25
p
152
1/08/007
west higland T
australia
NB
F
7
nobivac rabies
T
SC
1
0.25
p
153
1/08/007
mix
Korea Selatan
NE
M
53
rabisin
T
IM
1
10
p
154
2/08/007
labrador
thailand
NE
F
8
rabisin
T
IM
1
4
p
155
2/08/007
chine villages
hongkong
NB
F
36
nobivac rabies
T
SC
1
2
p
156
3/08/007
daschund
USA
NE
F
36
rabvac 3
T
IM
1
5
p
157
3/08/007
mix
vietnam
NE
M
36
rabisin
T
IM
2
9
p
158
3/08/007
terier
vietnam
NE
M
132
rabisin
T
IM
10
9
p
159
3/08/007
labrador
vietnam
NE
F
96
rabisin
T
IM
1
9
p
160
4/08/007
Rottweiler
germany
NE
F
40
rabvac 3
T
IM
4
12
p
No.
Tgl
Masuk
Ras
138
25/07/007
japanese chin
139
25/07/007
140
Negara Asal
77
Status
Negara
Asal
Sex
Umur
(Dlm Bln)
Nama Vaksin Rabies
Jenis
Vaksin
Rute
Vaksin
Rabies
Vaksinasi
Ke-
Jarak
pengujian
Hasil
Pengujian
india
NE
F
108
nobivac rabies
T
SC
8
2
p
bull terrier
thailand
NE
M
12
rabisin
T
IM
1
1
p
6/08/007
bull terrier
thailand
NE
M
12
rabisin
T
IM
1
1
p
164
6/08/007
bull terrier
thailand
NE
F
24
rabisin
T
IM
1
1
p
165
6/08/007
Yorkshire T
thailand
NE
M
12
rabisin
T
IM
1
1
p
166
6/08/007
Yorkshire T
thailand
NE
M
12
rabisin
T
IM
1
1
p
167
6/08/007
papilon
thailand
NE
F
12
rabisin
T
IM
1
1
p
168
6/08/007
shetland sheepdog
thailand
NE
F
4
rabisin
T
IM
1
1
p
169
6/08/007
shetland sheepdog
thailand
NE
F
4
rabisin
T
IM
1
1
p
170
6/08/007
scottish terrier
thailand
NE
M
12
rabisin
T
IM
1
1
p
171
6/08/007
springer
bangladesh
NE
F
48
rabisin
T
IM
1
4
p
172
6/08/007
Collie
hungary
NE
M
48
rabisin
T
IM
1
1
p
173
6/08/007
G. Retriver
singapura
NB
F
72
rabisin
T
IM
1
4
p
174
3/08/007
german sheperd
singapura
NB
M
28
nobivac rabies
T
SC
2
12
p
175
3/08/007
labrador
singapura
NB
M
17
nobivac rabies
T
SC
1
12
p
176
6/08/007
lab.mix
USA
NE
F
96
nobivac rabies
T
SC
8
8
p
177
6/08/007
boxer
USA
NE
M
36
nobivac rabies
T
SC
3
8
p
178
6/08/007
labrador
USA
NE
M
15
nobivac rabies
T
SC
1
12
p
179
6/08/007
Yorkshire T
USA
NE
M
84
nobivac rabies
T
SC
7
10
p
180
6/08/007
Yorkshire T
USA
NE
M
72
nobivac rabies
T
SC
6
2
p
181
7/08/007
bichon frise
japan
NB
M
72
Rabies T.C. Vaccine
T
IM
7
4
p
182
7/08/007
bichon frise
japan
NB
M
4
Rabies T.C. Vaccine
T
IM
2
1
p
183
7/08/007
bichon frise
japan
NB
M
4
Rabies T.C. Vaccine
T
IM
2
1
p
No.
Tgl
Masuk
161
4/08/007
mixed
162
6/08/007
163
Ras
Negara Asal
78
Status
Negara
Asal
Sex
Umur
(Dlm Bln)
Nama Vaksin Rabies
Jenis
Vaksin
Rute
Vaksin
Rabies
Vaksinasi
Ke-
Jarak
pengujian
Hasil
Pengujian
USA
NE
M
132
rabisin
T
IM
11
8
p
Pomeranian
USA
NE
F
50
rabisin
T
IM
4
1
p
10/08/007
Pomeranian
singapura
NB
M
48
rabisin
T
IM
2
2
p
187
11/08/007
mini schnauzer
singapura
NB
M
52
rabisin
T
IM
2
2
p
188
12/08/007
chihua hua
thailand
NE
M
12
rabvac 3
T
IM
1
1
p
189
12/08/007
chihua hua
thailand
NE
F
12
rabvac 3
T
IM
1
1
p
190
12/08/007
chihua hua
thailand
NE
F
12
rabvac 3
T
IM
1
1
p
191
12/08/007
chihua hua
thailand
NE
F
12
rabvac 3
T
IM
1
1
p
192
12/08/007
bull terrier
thailand
NE
M
12
rabvac 3
T
IM
1
1
p
193
12/08/007
scottish terrier
thailand
NE
F
5
rabvac 3
T
IM
1
1
p
194
12/08/007
chinese crest
thailand
NE
M
5
rabvac 3
T
IM
1
1
p
195
12/08/007
chinese crest
thailand
NE
F
8
rabvac 3
T
IM
1
1
p
196
12/08/007
siberian huskey
thailand
NE
M
4
rabvac 3
T
IM
1
1
p
197
12/08/007
pug
thailand
NE
M
12
rabvac 3
T
IM
1
1
tp
198
12/08/007
pug
thailand
NE
M
12
rabvac 3
T
IM
1
1
p
199
12/08/007
Pomeranian
thailand
NE
F
12
rabvac 3
T
IM
1
1
tp
200
12/08/007
Pomeranian
thailand
NE
F
12
rabvac 3
T
IM
1
1
tp
201
12/08/007
Pomeranian
thailand
NE
M
12
rabvac 3
T
IM
1
1
p
202
12/08/007
Pomeranian
thailand
NE
M
12
rabvac 3
T
IM
1
1
p
203
12/08/007
Pomeranian
thailand
NE
M
12
rabvac 3
T
IM
1
1
p
204
12/08/007
Pomeranian
thailand
NE
F
12
rabvac 3
T
IM
1
1
p
205
12/08/007
Pomeranian
thailand
NE
F
12
rabvac 3
T
IM
1
1
p
206
12/08/007
cocker spaniel
germany
NE
F
72
rabisin
T
IM
2
5
p
No.
Tgl
Masuk
184
7/08/007
fox terrier
185
8/08/007
186
Ras
Negara Asal
79
Status
Negara
Asal
Sex
Umur
(Dlm Bln)
Nama Vaksin Rabies
Jenis
Vaksin
Rute
Vaksin
Rabies
Vaksinasi
Ke-
Jarak
pengujian
Hasil
Pengujian
thailand
NE
M
12
rabisin
T
IM
1
1
tp
bull terrier
thailand
NE
F
12
rabisin
T
IM
1
1
tp
13/08/007
bull terrier
thailand
NE
F
12
rabisin
T
IM
1
1
tp
210
13/08/007
beagle
thailand
NE
M
14
rabisin
T
IM
1
1
tp
211
13/08/007
english spaniel
thailand
NE
M
10
rabisin
T
IM
1
1
tp
212
13/08/007
chihua hua
thailand
NE
F
11
rabisin
T
IM
1
1
tp
213
13/08/007
westie
USA
NE
M
48
rabvac 3
T
IM
1
18
tp
214
13/08/007
Pomeranian
australia
NB
M
12
nobivac rabies
T
SC
1
3
tp
215
17/08/007
maltese
thailand
NE
F
8
rabisin
T
IM
1
3
p
216
18/08/007
pembroke corgi
USA
NE
F
21
defensor 3
T
IM
1
3
p
217
18/08/007
boxer
germany
NE
F
14
defensor 3
T
IM
2
3
p
218
18/08/007
german sheperd
germany
NE
M
4
nobivac rabies
T
SC
1
1,
p
219
18/08/007
german sheperd
germany
NE
M
4
nobivac rabies
T
SC
1
1,
p
220
20/08/007
golden retriever
australia
NB
M
48
nobivac rabies
T
SC
1
1,
p
221
23/08/007
Pomeranian
taiwan
NB
M
20
rabisin
T
IM
1
1
p
222
23/08/007
chihua hua
japan
NB
M
60
Rabies T.C. Vaccine
T
IM
1
4
p
223
23/08/007
german sheperd
Belgia
NE
F
42
rabvac 1
T
IM
1
0.75
tp
224
25/08/007
german sheperd
rep. ceko
NB
F
25
nobivac rabies
T
IM
1
2,
p
225
25/08/007
german sheperd
rep. ceko
NB
M
24
nobivac rabies
T
IM
1
2,
tp
226
25/08/007
german sheperd
rep. ceko
NB
M
24
nobivac rabies
T
IM
1
2,
p
227
27/08/007
bull terrier
thailand
NE
F
48
rabisin
T
IM
1
1
p
228
27/08/007
bull terrier
thailand
NE
F
4
rabisin
T
IM
1
1
p
229
27/08/007
bull terrier
thailand
NE
F
4
rabisin
T
IM
1
1
p
No.
Tgl
Masuk
207
13/08/007
bull terrier
208
13/08/007
209
Ras
Negara Asal
80
Status
Negara
Asal
Sex
Umur
(Dlm Bln)
Nama Vaksin Rabies
Jenis
Vaksin
Rute
Vaksin
Rabies
Vaksinasi
Ke-
Jarak
pengujian
Hasil
Pengujian
thailand
NE
M
12
rabisin
T
IM
1
1
p
bull terrier
thailand
NE
F
4
rabisin
T
IM
1
1
tp
27/08/007
poodle
thailand
NE
M
60
rabisin
T
IM
1
1
p
233
27/08/007
Pomeranian
australia
NB
M
36
nobivac rabies
T
SC
1
4
p
234
28/08/007
G retriever
hongkong
NB
F
36
nobivac rabies
T
SC
2
2
p
235
28/08/007
G retriever
hongkong
NB
F
36
nobivac rabies
T
SC
2
2
p
236
29/08/007
boxer
germany
NE
F
20
rabisin
T
IM
1
6
p
237
29/08/007
chihua hua
japan
NB
F
72
matsuken TC
K
IM
2
5
p
238
30/08/007
pug
thailand
NE
F
7
rabisin
T
IM
1
0.25
p
239
30/08/007
beagle
thailand
NE
M
5
rabisin
T
IM
1
0.25
tp
240
30/08/007
Yorkshire T
thailand
NE
M
18
rabisin
T
IM
1
0.25
p
241
30/08/007
Pomeranian
thailand
NE
F
4
rabisin
T
IM
1
0.25
tp
242
30/08/007
Pomeranian
thailand
NE
F
4
rabisin
T
IM
1
0.25
tp
243
30/08/007
Pomeranian
thailand
NE
F
7
rabisin
T
IM
1
0.25
p
244
30/08/007
siberian huskey
thailand
NE
F
5
rabisin
T
IM
1
0.25
tp
245
30/08/007
daschund
hongkong
NB
M
36
nobivac rabies
T
SC
1
0.5
p
246
30/08/007
daschund
hongkong
NB
F
84
nobivac rabies
T
SC
1
0.5
p
247
31/08/007
maltese
USA
NE
M
12
defensor 3
T
IM
1
9
p
248
31/08/007
G retriev,mixed
canada
NE
M
84
defensor 3
T
IM
1
3
p
249
31/08/007
Rottweiler
germany
NE
M
13
virbagen SHA2PPi/LT
K
IM
1
12
p
250
01/09/007
Yorkshire T
USA
NE
M
9
rabvac 3
T
IM
1
3
p
251
02/09/007
chihua hua
taiwan
NB
M
12
rabisin
T
IM
1
2
p
252
02/09/007
chihua hua
taiwan
NB
F
2.5
rabisin
T
IM
1
0.75
tp
No.
Tgl
Masuk
230
27/08/007
bull terrier
231
27/08/007
232
Ras
Negara Asal
81
Status
Negara
Asal
Sex
Umur
(Dlm Bln)
Nama Vaksin Rabies
Jenis
Vaksin
Rute
Vaksin
Rabies
Vaksinasi
Ke-
Jarak
pengujian
Hasil
Pengujian
taiwan
NB
M
2.5
rabisin
T
IM
1
0.75
tp
chihua hua
taiwan
NB
F
2.5
rabisin
T
IM
1
0.75
tp
02/09/007
shiba
taiwan
NB
M
2.5
rabisin
T
IM
1
0.75
tp
256
02/09/007
Pomeranian
taiwan
NB
F
2.5
rabisin
T
IM
1
0.75
tp
257
02/09/007
Pomeranian
taiwan
NB
F
2.5
rabisin
T
IM
1
0.75
tp
258
02/09/007
labrador
azarbaijan
NE
M
96
nobivac rabies
T
IM
1
1
p
259
02/09/007
springer
USA
NE
F
132
rabisin
T
IM
1
10
p
260
03/09/007
poodle
USA
NE
F
8
rabisin
T
IM
1
4
p
261
05/09/007
pug
USA
NE
M
3
rabisin
T
IM
1
0.75
p
262
05/09/007
pug
USA
NE
M
3
rabisin
T
IM
1
0.75
p
263
05/09/007
maltese
australia
NB
F
36
nobivac rabies
T
SC
1
1,
p
264
05/09/007
Rottweiler
serbia
NE
M
6
rabisin
T
IM
1
3
p
265
06/09/007
Shih Tzu
thailand
NE
F
18
rabisin
T
IM
1
1
p
266
06/09/007
Min. Bull. Ter.
thailand
NE
F
8
rabisin
T
IM
1
1
p
267
06/09/007
Herder
germany
NE
M
108
enduracell 8
K
IM
1
6
p
268
13/09/007
Pomeranian
australia
NB
M
65
nobivac rabies
T
SC
1
0.5
tp
269
14/09/007
Yorkshire T
japan
NB
F
20
Rabies T.C. Vaccine
T
IM
1
4
p
270
14/09/007
maltese
australia
NB
F
11
nobivac rabies
T
SC
1
1,
p
271
14/09/007
maltese
australia
NB
M
11
nobivac rabies
T
SC
1
1,
p
272
14/09/007
chihua hua
australia
NB
M
36
nobivac rabies
T
SC
1
1,
p
273
14/09/007
maltese
australia
NB
F
24
nobivac rabies
T
SC
1
1,
p
274
18/09/007
cocker spaniel
malaysia
NB
F
96
rabisin
T
IM
2
1,
p
275
22/09/007
chihua hua
Korea Selatan
NE
M
12
rabisin
T
IM
1
2
p
No.
Tgl
Masuk
253
02/09/007
chihua hua
254
02/09/007
255
Ras
Negara Asal
82
Status
Negara
Asal
Sex
Umur
(Dlm Bln)
Nama Vaksin Rabies
Jenis
Vaksin
Rute
Vaksin
Rabies
Vaksinasi
Ke-
Jarak
pengujian
Hasil
Pengujian
Italy
NB
F
36
nobivac rabies
T
SC
1
3
p
bull terrier
norwegia
NB
F
4
rabisin
T
IM
1
2
tp
27/09/007
kelpie cross
australia
NB
M
96
nobivac rabies
T
SC
1
2
p
279
28/09/007
chihua hua
singapura
NB
F
3
nobivac rabies
T
IM
1
1
p
280
30/09/007
chihua hua
thailand
NE
M
3
rabisin
T
IM
1
1
p
281
30/09/007
chihua hua
thailand
NE
F
5
rabisin
T
IM
1
1
p
282
03/10/007
G retreiver
new zealand
NB
F
15
rabdomun
T
IM
2
3
p
283
08/10/007
G retreiver
china
NE
M
36
rabisin
T
IM
1
2
p
284
08/10/007
dachsund
china
NE
M
12
eurican 7
K
IM
1
11
p
285
09/10/007
german sheperd
USA
NE
M
36
rabisin
T
IM
1
4
p
286
10/10/007
DSH
germany
NE
M
28
virbac rabies
T
IM
2
1
p
287
10/10/007
DSH
germany
NE
M
24
virbac rabies
T
IM
1
8
p
288
11/10/007
pug
USA
NE
F
20
nobivac rabies
T
SC
1
8
p
289
12/10/007
DSH
germany
NE
M
20
rabigen mono
T
IM
2
6
p
290
12/10/007
DSH
germany
NE
M
15
nobivac SHPPiLT
K
SC
1
0.75
p
291
12/10/007
DSH
germany
NE
M
16
rabdomun
T
IM
1
20
p
292
17/10/007
maltese X
australia
NB
M
36
nobivac rabies
T
SC
1
1
p
293
17/10/007
DSH
germany
NE
F
28
enduracell 8
K
IM
2
6
p
294
24/10/007
mixed
japan
NB
M
48
Rabies T.C. Vaccine
T
IM
2
2
p
295
25/10/007
mix
belanda
NE
F
14
rabvac 1
T
IM
1
2
p
296
26/10/007
DSH
germany
NE
F
12
nobivac rabies
T
SC
1
8
p
297
31/10/007
DSH
germany
NE
F
12
enduracell 8
K
IM
1
9
p
298
31/10/007
bull terrier
australia
NB
M
3
nobivac rabies
T
SC
1
1,
p
No.
Tgl
Masuk
276
23/09/007
Mix
277
25/09/007
278
Ras
Negara Asal
83
Status
Negara
Asal
Sex
Umur
(Dlm Bln)
Nama Vaksin Rabies
Jenis
Vaksin
Rute
Vaksin
Rabies
Vaksinasi
Ke-
Jarak
pengujian
Hasil
Pengujian
japan
NB
M
9
Rabies T.C. Vaccine
T
IM
1
5
tp
Shih Tzu
USA
NE
M
48
eurican 7
K
IM
4
8
p
01/11/007
DSH
kuwait
NB
M
24
nobivac rabies
T
SC
1
2
p
302
02/11/007
poodle
taiwan
NB
M
3
rabisin
T
IM
1
0.5
tp
303
02/11/007
Rottweiler
Belgia
NE
M
108
nobivac rabies
T
SC
4
4
p
304
06/11/007
DSH
germany
NE
F
15
rabisin
T
IM
1
2
p
305
08/11/007
Boxer Mix
USA
NE
M
72
rabvac 3
T
IM
1
3
p
306
09/11/007
labrador
australia
NB
F
24
nobivac rabies
T
SC
1
1,
p
307
11/11/007
Doberman
rep. ceko
NB
M
2
nobivac rabies
T
IM
1
0.5
p
308
11/11/007
Doberman
rep. ceko
NB
M
2
nobivac rabies
T
IM
1
0.5
tp
309
11/11/007
Doberman
rep. ceko
NB
M
2
nobivac rabies
T
IM
1
0.5
tp
310
11/11/007
Doberman
rep. ceko
NB
F
2
nobivac rabies
T
IM
1
0.5
tp
311
15/11/007
Malamute
singapura
NB
M
84
rabisin
T
IM
1
3
p
312
16/11/007
jack russel
australia
NB
M
12
nobivac rabies
T
SC
1
1
p
313
16/11/007
spinger spaniel
australia
NB
M
48
nobivac rabies
T
SC
1
2
p
314
17/11/007
min.schnuzer
singapura
NB
M
34
rabisin
T
IM
2
2
p
315
23/11/007
labrador
malaysia
NB
F
60
rabisin
T
IM
4
8
p
316
23/11/007
pomx
australia
NB
F
52
nobivac rabies
T
SC
1
1,
p
317
24/11/2007
belgische herder
Belgia
NE
M
6
rabdomun
T
IM
1
3
p
318
22/11/2007
jack russel
australia
NB
M
60
nobivac rabies
T
SC
1
1
p
319
22/11/2007
chihua hua
australia
NB
F
60
nobivac rabies
T
SC
1
1
p
320
27/11/2007
Pomeranian
malaysia
NB
M
49
rabisin
T
IM
1
3
p
321
27/11/2007
Pomeranian
malaysia
NB
F
29
rabisin
T
IM
1
3
p
No.
Tgl
Masuk
299
31/10/007
toy poodle
300
01/11/007
301
Ras
Negara Asal
84
Status
Negara
Asal
Sex
Umur
(Dlm Bln)
Nama Vaksin Rabies
Jenis
Vaksin
Rute
Vaksin
Rabies
Vaksinasi
Ke-
Jarak
pengujian
Hasil
Pengujian
malaysia
NB
M
27
rabisin
T
IM
1
3
p
Pomeranian
malaysia
NB
F
26
rabisin
T
IM
1
3
p
27/11/2007
chihua hua
malaysia
NB
F
13
rabisin
T
IM
1
3
p
325
27/11/2007
chihua hua
malaysia
NB
F
13
rabisin
T
IM
1
3
p
326
27/11/2007
chihua hua
malaysia
NB
F
14
rabisin
T
IM
1
3
p
327
28/11/2007
maltese X
australia
NB
F
120
rabisin
T
IM
1
1
p
328
30/11/2007
shih tzu x
australia
NB
F
12
nobivac rabies
T
SC
1
2
p
329
30/11/2007
shih tzu
thailand
NE
F
72
hexadog
K
IM
1
10
p
330
1/12/2007
jack russel
australia
NB
M
48
nobivac rabies
T
SC
1
1
p
331
1/12/2007
chihua hua
belanda
NE
M
36
nobivac RL
K
SC
2
3
p
332
3/12/2007
labrador
West afrika
NE
M
13
hexadog
K
IM
2
5
p
333
3/12/2007
e. buldog
belanda
NE
M
16
rabisin
T
IM
1
9
p
334
5/12/2007
cattle dog X
australia
NB
F
84
nobivac rabies
T
SC
1
2
p
335
7/12/2007
maltese
australia
NB
M
32
nobivac rabies
T
SC
1
2
p
336
7/12/2007
maltese
australia
NB
M
14
nobivac rabies
T
SC
1
1
p
337
11/12/2007
chihua hua
UK
NE
M
22
nobivac rabies
T
SC
1
3
p
338
13/12/2007
m. schnauzer
china
NE
F
12
nobivac rabies
T
SC
1
4
p
339
13/12/2007
e. buldog
czech republic
NB
M
28
rabisin
T
IM
2
8
tp
340
13/12/2007
maltese mix
australia
NB
F
30
nobivac rabies
T
SC
1
1
p
341
14/12/2007
a. malamute
rep. ceko
NB
M
3
rabisin
T
IM
1
1
p
342
14/12/2007
maltese
australia
NB
M
46
nobivac rabies
T
SC
1
1
p
343
14/12/2007
jack russel
australia
NB
M
4
nobivac rabies
T
SC
1
3
p
344
14/12/2007
jack russel
australia
NB
M
4
nobivac rabies
T
SC
1
3
p
No.
Tgl
Masuk
322
27/11/2007
Pomeranian
323
27/11/2007
324
Ras
Negara Asal
85
Status
Negara
Asal
Sex
Umur
(Dlm Bln)
Nama Vaksin Rabies
Jenis
Vaksin
Rute
Vaksin
Rabies
Vaksinasi
Ke-
Jarak
pengujian
Hasil
Pengujian
japan
NB
M
180
Rabies T.C. Vaccine
T
IM
1
1
p
labrador ret
japan
NB
M
83
rabvac 1
T
IM
1
7
p
21/12/2007
DSH (Europe)
spanyol
NB
M
24
rabvac 1
T
IM
1
8
p
348
22/12/2007
Rottweiler
austria
NB
M
24
enduracell 8
K
IM
2
2
p
349
23/12/2007
labrador ret
USA
NE
M
22
imrab 1
T
IM
1
7
p
350
23/12/2007
labrador ret
USA
NE
F
20
imrab 1
T
IM
1
8
p
351
23/12/2007
labrador ret
USA
NE
M
24
imrab 1
T
IM
1
4
p
352
23/12/2007
labrador ret
USA
NE
M
18
imrab 1
T
IM
1
6
p
353
24/12/2007
poodle
australia
NB
M
36
nobivac rabies
T
SC
1
1
p
354
24/12/2007
mixed
USA
NE
F
120
nobivac rabies
T
SC
1
10
p
355
24/12/2007
labrador ret
USA
NE
M
21
imrab 1
T
IM
1
8
p
356
24/12/2007
labrador ret
USA
NE
M
22
imrab 1
T
IM
1
7
p
357
24/12/2007
labrador ret
USA
NE
M
26
imrab 1
T
IM
1
6
p
358
24/12/2007
labrador ret
USA
NE
M
24
imrab 1
T
IM
1
6
p
359
26/12/2007
toy podle
japan
NB
M
12
Rabies T.C. Vaccine
T
IM
1
7
p
360
29/12/2007
saluki
australia
NB
M
7
nobivac rabies
T
SC
1
2
p
361
29/12/2007
saluki
australia
NB
F
7
nobivac rabies
T
SC
1
2
p
362
29/12/2007
Rottweiler
malaysia
NB
F
12
rabisin
T
IM
1
7
p
363
29/12/2007
Rottweiler
malaysia
NB
F
12
rabisin
T
IM
1
7
p
364
30/12/2007
m.schnauzer
singapura
NB
M
36
rabisin
T
IM
1
10
p
365
4/1/2008
bulldog
taiwan
NB
F
6
rabisin
T
IM
1
2
tp
366
4/1/2008
bulldog
taiwan
NB
M
8
rabisin
T
IM
1
2
tp
367
6/1/2008
x chow chow
swiss
NB
M
77
imrab 1
T
IM
1
2
p
No.
Tgl
Masuk
345
19/12/2007
kisyu dog
346
20/12/2007
347
Ras
Negara Asal
86
Status
Negara
Asal
Sex
Umur
(Dlm Bln)
Nama Vaksin Rabies
Jenis
Vaksin
Rute
Vaksin
Rabies
Vaksinasi
Ke-
Jarak
pengujian
Hasil
Pengujian
swiss
NB
F
77
imrab 1
T
IM
1
2
p
german sheperd
singapura
NB
M
68
rabisin
T
IM
1
1,
p
7/1/2008
samoyed
singapura
NB
M
45
rabisin
T
IM
1
1,
p
371
9/1/2008
Pomeranian
USA
NE
M
24
rabisin
T
IM
1
1,
p
372
10/1/2008
maltese
taiwan
NB
M
24
rabisin
T
IM
1
2
p
373
10/1/2008
Pomeranian
malaysia
NB
F
24
nobivac rabies
T
SC
1
4
p
374
10/1/2008
Pomeranian
malaysia
NB
F
24
nobivac rabies
T
SC
1
4
p
375
10/1/2008
Pomeranian
malaysia
NB
F
24
nobivac rabies
T
SC
1
4
p
376
10/1/2008
Pomeranian
malaysia
NB
F
24
nobivac rabies
T
SC
1
4
p
377
10/1/2008
Pomeranian
malaysia
NB
F
24
nobivac rabies
T
SC
1
4
p
378
10/1/2008
Pomeranian
malaysia
NB
F
24
nobivac rabies
T
SC
1
3,
tp
379
10/1/2008
Pomeranian
malaysia
NB
F
24
nobivac rabies
T
SC
1
3,
p
380
10/1/2008
Pomeranian
malaysia
NB
M
3
nobivac rabies
T
SC
1
2
tp
381
10/1/2008
bulldog
malaysia
NB
F
3
nobivac rabies
T
SC
1
2
p
382
10/1/2008
bulldog
malaysia
NB
M
3
nobivac rabies
T
SC
1
2
tp
383
10/1/2008
bulldog
malaysia
NB
F
3
nobivac rabies
T
SC
1
2
tp
384
10/1/2008
pappilon
malaysia
NB
F
24
nobivac rabies
T
SC
1
4
p
385
10/1/2008
mixed
mesir
NB
F
36
biocan R
T
IM
3
1
p
386
12/1/2008
Pomeranian
malaysia
NB
M
15
nobivac rabies
T
SC
1
4
p
387
12/1/2008
Pomeranian
malaysia
NB
M
15
nobivac rabies
T
SC
1
4
p
388
12/1/2008
Pomeranian
malaysia
NB
M
15
nobivac rabies
T
SC
1
4
p
389
12/1/2008
Pomeranian
malaysia
NB
M
15
nobivac rabies
T
SC
1
4
p
390
12/1/2008
scot. Terrier
malaysia
NB
F
4
nobivac rabies
T
SC
1
2
tp
No.
Tgl
Masuk
368
6/1/2008
x chow chow
369
7/1/2008
370
Ras
Negara Asal
87
Status
Negara
Asal
Sex
Umur
(Dlm Bln)
Nama Vaksin Rabies
Jenis
Vaksin
Rute
Vaksin
Rabies
Vaksinasi
Ke-
Jarak
pengujian
Hasil
Pengujian
malaysia
NB
F
4
nobivac rabies
T
SC
1
2
tp
scot. Terrier
malaysia
NB
F
4
nobivac rabies
T
SC
1
2
p
12/1/2008
scot. Terrier
malaysia
NB
F
4
nobivac rabies
T
SC
1
2
tp
394
12/1/2008
scot. Terrier
malaysia
NB
M
4
nobivac rabies
T
SC
1
2
tp
395
12/1/2008
bulldog
malaysia
NB
M
33
nobivac rabies
T
SC
1
4
p
396
12/1/2008
pekingese
belanda
NE
F
6
nobivac rabies
T
SC
1
3
tp
397
12/1/2008
pekingese
belanda
NE
F
6
eurican LR
K
IM
1
3
tp
398
12/1/2008
pekingese
belanda
NE
F
7
etadex
K
IM
1
3
p
399
12/1/2008
pekingese
belanda
NE
M
7
nobivac rabies
T
SC
1
2
p
400
16/1/2008
maltese
australia
NB
M
84
nobivac rabies
T
SC
1
2,
p
401
17/1/2008
mix
norwegia
NB
M
72
rabisin
T
IM
2
8
p
402
31/1/2008
e. bulldog
taiwan
NB
F
12
rabisin
T
IM
1
3
p
403
31/1/2008
e. bulldog
taiwan
NB
F
6
rabisin
T
IM
1
3
tp
404
31/1/2008
e. bulldog
taiwan
NB
M
6
rabisin
T
IM
1
3
p
405
1/2/2008
m. schnauzer
malaysia
NB
F
60
rabisin
T
IM
1
2
p
406
1/2/2008
m. schnauzer
malaysia
NB
M
48
rabisin
T
IM
1
2
p
407
2/2/2008
a. malamute
malaysia
NB
M
4
nobivac rabies
T
SC
1
3
tp
408
2/2/2008
a. malamute
malaysia
NB
F
4
nobivac rabies
T
SC
1
3
tp
409
2/2/2008
a. malamute
malaysia
NB
F
4
nobivac rabies
T
SC
1
3
tp
410
2/2/2008
a. malamute
malaysia
NB
F
4
nobivac rabies
T
SC
1
3
tp
411
2/2/2008
a. malamute
malaysia
NB
F
4
nobivac rabies
T
SC
1
3
tp
412
2/2/2008
a. malamute
malaysia
NB
F
4
nobivac rabies
T
SC
1
3
tp
413
1/2/2008
maltese
USA
NE
M
4
rabisin
T
IM
1
0.75
p
No.
Tgl
Masuk
391
12/1/2008
scot. Terrier
392
12/1/2008
393
Ras
Negara Asal
88
Status
Negara
Asal
Sex
Umur
(Dlm Bln)
Nama Vaksin Rabies
Jenis
Vaksin
Rute
Vaksin
Rabies
Vaksinasi
Ke-
Jarak
pengujian
Hasil
Pengujian
singapura
NB
M
24
rabisin
T
IM
1
0.75
p
a. malamute
malta
NB
F
3
nobivac rabies
T
SC
1
0.75
p
10/2/2008
b. sheepdog
USA
NE
F
76
defensor 3
T
IM
1
20
p
417
11/2/2008
lab. Ret
singapura
NB
F
76
rabisin
T
IM
1
1,
p
418
13/2/2008
b. frise
USA
NE
M
54
rabisin
T
IM
1
1
p
419
20/2/2008
mix
germany
NE
F
60
eurican LT
K
IM
4
8
p
420
20/2/2008
pekingese
germany
NE
F
132
eurican LT
K
IM
4
8
p
421
21/2/2008
terrier jack russel
singapura
NB
F
12
rabisin
T
IM
1
1,
p
422
22/2/2008
cooker spaniel
UK
NE
M
48
rabisin
T
IM
5
6
p
423
22/2/2008
dobermann
germany
NE
F
4
biocan LR
K
IM
2
1,
p
424
22/2/2008
dobermann
germany
NE
M
4
biocan LR
K
IM
2
1,
p
425
22/2/2008
dobermann
germany
NE
F
4
biocan LR
K
IM
2
1,
p
426
23/2/2008
m. dachsun
japan
NB
F
16
Rabies T.C. Vaccine
T
IM
1
5
p
427
23/2/2008
m. dachsun
japan
NB
F
16
Rabies T.C. Vaccine
T
IM
1
4
p
428
26/2/2008
shibainu
japan
NB
M
4
Rabies T.C. Vaccine
T
IM
1
2
p
429
26/2/2008
shibainu
japan
NB
F
3
Rabies T.C. Vaccine
T
IM
1
2
p
430
2/3/2008
chihua hua
malaysia
NB
F
42
nobivac rabies
T
SC
1
3
p
431
29/2/208
maltese
USA
NE
F
36
rabisin
T
IM
1
1
p
432
6/3/2008
mix
kuwait
NB
F
12
rabisin
T
IM
1
7
p
433
2/3/2008
chihua hua
malaysia
NB
F
42
nobivac rabies
T
SC
1
3
p
434
3/3/2008
english cocker spaniel
malaysia
NB
F
26
rabisin
T
IM
1
2
p
435
3/3/2008
english masstiff
USA
NE
M
3
rabisin
T
IM
1
1
p
436
3/3/2008
english masstiff
USA
NE
F
3
rabisin
T
IM
1
1
p
No.
Tgl
Masuk
414
3/2/2008
chihua hua
415
6/2/2008
416
Ras
Negara Asal
89
Status
Negara
Asal
Sex
Umur
(Dlm Bln)
Nama Vaksin Rabies
Jenis
Vaksin
Rute
Vaksin
Rabies
Vaksinasi
Ke-
Jarak
pengujian
Hasil
Pengujian
italia
NB
F
20
nobivac rabies
T
SC
1
5
p
pitt bull
USA
NE
M
5
rabisin
T
IM
1
6
p
12/3/2008
WH white terrier
australia
NB
F
16
nobivac rabies
T
SC
1
5
p
440
13/3/8
poodle
thailand
NE
F
70
rabisin
T
IM
1
11
p
441
16/3/8
shihtzu
USA
NE
F
24
rabisin
T
IM
1
6
p
442
19/3/8
border collie
australia
NB
M
24
canvac 4
K
IM
1
1,
p
443
20/3/08
chinese sharpei
rep. ceko
NB
F
3
biocan LR
K
IM
2
1,
tp
444
21/3/08
cooker spaniel
USA
NE
F
18
rabdomun
T
IM
1
1
p
445
23/3/08
pug
china
NE
M
36
rabvac 3
T
IM
1
2
p
446
23/3/08
maltese
taiwan
NB
M
60
rabisin
T
IM
1
1,
p
447
28/3/08
Rottweiler
rep. ceko
NB
M
32
rabdomun
T
IM
1
3
tp
448
28/3/08
maltese
singapura
NB
M
45
rabisin
T
IM
1
2
p
449
28/3/08
maltese
singapura
NB
F
42
rabisin
T
IM
1
2
p
450
28/3/08
Yorkshire T
hongkong
NB
F
5
nobivac rabies
T
SC
1
0.75
tp
451
1/4/2008
cavasian
uzbekistan
NE
F
8
rabikan
T
IM
1
5
tp
452
3/4/2008
Pomeranian
taiwan
NB
F
6
rabisin
T
IM
1
3,
tp
453
4/4/2008
chinese sharpei
hawai
NB
F
3
rabvac 1
T
IM
1
2
p
454
5/4/2008
Pomeranian
thailand
NE
M
6
rabisin
T
IM
1
1,
tp
455
5/4/2008
Pomeranian
thailand
NE
M
6
rabisin
T
IM
1
1,
tp
456
5/4/2008
Pomeranian
thailand
NE
F
12
rabisin
T
IM
1
1,
tp
457
5/4/2008
Pomeranian
thailand
NE
F
12
rabisin
T
IM
1
1,
tp
458
5/4/2008
Pomeranian
thailand
NE
F
12
rabisin
T
IM
1
1,
tp
459
5/4/2008
shih tzu
malaysia
NB
M
84
rabisin
T
IM
1
11
p
No.
Tgl
Masuk
437
8/3/2008
Rottweiler
438
10/3/2008
439
Ras
Negara Asal
90
Status
Negara
Asal
Sex
Umur
(Dlm Bln)
Nama Vaksin Rabies
Jenis
Vaksin
Rute
Vaksin
Rabies
Vaksinasi
Ke-
Jarak
pengujian
Hasil
Pengujian
Belgia
NE
F
30
nobivac rabies
T
SC
1
2
p
mini daschund
japan
NB
M
36
rabisin
T
IM
2
1
p
9/4/2008
west highland
malaysia
NB
M
15
rabisin
T
IM
1
1,
p
463
8/4/2008
french bulldog
taiwan
NB
F
32
rabisin
T
IM
1
2
tp
464
9/4/2008
maltese poodle
australia
NB
M
48
nobivac rabies
T
SC
1
1
p
465
9/4/2008
Pomeranian
australia
NB
M
48
nobivac rabies
T
SC
1
1
p
466
9/4/2008
Pomeranian
australia
NB
M
48
nobivac rabies
T
SC
1
1
p
467
9/4/2008
dalmatian
qatar
NB
F
12
rabvac 1
T
IM
1
11
p
468
11/4/2008
pug
thailand
NE
F
3
rabisin
T
IM
1
0.75
p
469
11/4/2008
silky terrier
singapura
NB
F
42
rabvac 3
T
IM
1
0.25
p
470
13/4/2008
labrador
pakistan
NE
F
36
rabisin
T
IM
5
1,
p
471
17/4/2008
labrador ret
singapura
NB
M
48
rabisin
T
IM
1
1,
p
472
17/4/2008
boxer
hungary
NE
M
24
rabisin
T
IM
3
2
p
473
18/4/2008
Rottweiler
germany
NE
M
12
enduracell T
K
IM
1
11
p
474
18/4/2008
Rottweiler
germany
NE
F
12
enduracell T
K
IM
1
10
tp
475
18/4/2008
scot. Terrier
USA
NE
M
5
nobivac rabies
T
SC
1
1
tp
476
22/4/2008
Pomeranian
thailand
NE
M
6
rabisin
T
IM
1
1,
tp
477
22/4/2008
Pomeranian
thailand
NE
F
6
rabisin
T
IM
1
1,
tp
478
22/4/2008
Pomeranian
thailand
NE
F
24
rabisin
T
IM
1
1,
tp
479
22/4/2008
Pomeranian
thailand
NE
F
6
rabisin
T
IM
1
1,
tp
480
22/4/2008
bulldog
thailand
NE
M
5
rabisin
T
IM
1
1,
p
481
22/4/2008
bulldog
thailand
NE
F
5
rabisin
T
IM
1
1,
tp
482
23/4/2008
Pomeranian
australia
NB
F
24
nobivac rabies
T
SC
1
2
p
No.
Tgl
Masuk
460
5/4/2008
duitse herder
461
5/4/2008
462
Ras
Negara Asal
91
Status
Negara
Asal
Sex
Umur
(Dlm Bln)
Nama Vaksin Rabies
Jenis
Vaksin
Rute
Vaksin
Rabies
Vaksinasi
Ke-
Jarak
pengujian
Hasil
Pengujian
australia
NB
F
24
nobivac rabies
T
SC
1
4
p
golden R
thailand
NE
M
12
hexadog
K
IM
1
1
p
27/4/2008
Pomeranian
USA
NE
F
84
rabisin
T
IM
1
3
p
486
27/4/2008
Pomeranian
USA
NE
F
72
rabisin
T
IM
1
3
p
487
28/4/2008
pug
australia
NB
M
16
nobivac rabies
T
SC
1
2
p
488
28/4/2008
chi hua hua
singapura
NB
M
4
rabisin
T
IM
1
2
tp
489
28/4/2008
chi hua hua
singapura
NB
F
12
rabisin
T
IM
1
2
tp
490
28/4/2008
chi hua hua
singapura
NB
F
12
rabisin
T
IM
1
2
tp
491
28/4/2008
chi hua hua
singapura
NB
F
5
rabisin
T
IM
1
2
tp
492
29/4/2008
french bulldog
taiwan
NB
F
11
Rabisin
T
IM
1
3
tp
493
2/5/2008
dobermann
argentina
NE
F
10
rabisin
T
IM
1
3
tp
494
6/5/2008
cocker spaniel
malaysia
NB
M
6
rabisin
T
IM
1
2
tp
495
6/5/2008
maltese
malaysia
NB
M
6
rabisin
T
IM
1
7
p
496
7/5/2008
shibainu
australia
NB
F
3
nobivac rabies
T
SC
1
1,
p
497
9/5/2008
shetland sheepdog
USA
NE
M
12
rabvac 1
T
IM
1
1
tp
498
9/5/2008
shetland sheepdog
USA
NE
F
13
rabvac 1
T
IM
1
1
tp
499
14/5/2008
Pomeranian
taiwan
NB
F
12
rabisin
T
IM
1
1
tp
500
14/5/2008
Pomeranian
taiwan
NB
F
12
rabisin
T
IM
1
1
tp
501
14/5/2008
chi hua hua
taiwan
NB
M
12
rabisin
T
IM
1
1
tp
502
14/5/2008
Pomeranian
taiwan
NB
F
12
rabisin
T
IM
1
1
tp
503
14/5/2008
Pomeranian
taiwan
NB
M
12
rabisin
T
IM
1
1
tp
504
14/5/2008
Pomeranian
taiwan
NB
F
12
rabisin
T
IM
1
1
tp
505
14/5/2008
papilon
taiwan
NB
M
12
rabisin
T
IM
1
1
tp
No.
Tgl
Masuk
483
23/4/2008
dachsund
484
25/4/2008
485
Ras
Negara Asal
92
Status
Negara
Asal
Sex
Umur
(Dlm Bln)
Nama Vaksin Rabies
Jenis
Vaksin
Rute
Vaksin
Rabies
Vaksinasi
Ke-
Jarak
pengujian
Hasil
Pengujian
taiwan
NB
F
12
rabisin
T
IM
1
1
p
chihua hua
taiwan
NB
F
14
rabisin
T
IM
1
1
tp
14/5/2008
chihua hua
taiwan
NB
F
12
rabisin
T
IM
1
1
tp
509
14/5/2008
Pomeranian
taiwan
NB
F
12
rabisin
T
IM
1
1
tp
510
14/5/2008
Pomeranian
taiwan
NB
F
12
rabisin
T
IM
1
1
tp
511
14/5/2008
chihua hua
taiwan
NB
F
12
rabisin
T
IM
1
1
tp
512
14/5/2008
chi hua hua
taiwan
NB
M
12
rabisin
T
IM
1
1
tp
513
14/5/2008
chi hua hua
taiwan
NB
F
12
rabisin
T
IM
1
1
tp
514
14/5/2008
chi hua hua
taiwan
NB
F
12
rabisin
T
IM
1
1
tp
515
14/5/2008
chi hua hua
taiwan
NB
F
12
rabisin
T
IM
1
1
tp
516
14/5/2008
chi hua hua
taiwan
NB
F
12
rabisin
T
IM
1
1
p
517
14/5/2008
chi hua hua
taiwan
NB
F
12
rabisin
T
IM
1
1
p
518
14/5/2008
Pomeranian
taiwan
NB
F
12
rabisin
T
IM
1
1
p
519
14/5/2008
Pomeranian
taiwan
NB
F
12
rabisin
T
IM
1
1
p
520
14/5/2008
chi hua hua
taiwan
NB
F
12
rabisin
T
IM
1
1
tp
521
14/5/2008
west highland
australia
NB
M
36
nobivac rabies
T
SC
1
2
p
522
14/5/2008
labrador
rep. ceko
NB
F
14
nobivac RL
K
SC
1
1,
p
523
16/5/2008
siberian husky
thailand
NE
M
24
rabisin
T
IM
1
1,
tp
524
16/5/2008
pug
thailand
NE
M
24
rabisin
T
IM
1
1,
p
525
16/5/2008
Pomeranian
thailand
NE
M
24
rabisin
T
IM
1
1,
tp
526
16/5/2008
golden R
thailand
NE
F
18
rabisin
T
IM
1
1,
tp
527
17/5/2008
golden R
USA
NE
M
12
imrab 1
T
IM
1
7
tp
528
18/5/2008
toy poodle
taiwan
NB
M
5
rabisin
T
IM
1
2
p
No.
Tgl
Masuk
506
14/5/2008
papilon
507
14/5/2008
508
Ras
Negara Asal
93
Status
Negara
Asal
Sex
Umur
(Dlm Bln)
Nama Vaksin Rabies
Jenis
Vaksin
Rute
Vaksin
Rabies
Vaksinasi
Ke-
Jarak
pengujian
Hasil
Pengujian
hongkong
NB
M
4
rabisin
T
IM
1
1
tp
king charles spaniel
australia
NB
F
10
nobivac rabies
T
SC
1
2
p
23/5/2008
shiba inu
australia
NB
M
4
nobivac rabies
T
SC
1
2
tp
532
24/5/2008
cockapoo
USA
NE
M
36
rabvac 1
T
IM
3
2
p
533
26/5/2008
basset hound
china
NE
F
65
rabisin
T
IM
2
1
p
534
28/5/2008
mini pincher
USA
NE
M
29
rabisin
T
IM
1
1,
p
535
28/5/2008
boston terrier
malaysia
NB
M
3
rabisin
T
IM
1
2
tp
536
30/5/2008
bull terrier
australia
NB
M
3
nobivac rabies
T
SC
1
1
p
537
30/5/2008
dobermann
germany
NE
M
4
nobivac rabies
T
SC
1
3
tp
538
4/6/2008
doberman
ukraina
NE
M
20
nobivac rabies
T
SC
1
1,
tp
539
6/6/2008
papilon
USA
NE
M
42
rabisin
T
IM
1
2,
p
540
6/6/2008
pug
USA
NE
F
18
rabisin
T
IM
1
2
p
541
6/6/2008
terrier mix
malaysia
NB
F
60
rabisin
T
IM
4
2
p
542
6/6/2008
alaskan malamote
rep ceko
NB
M
36
rabisin
T
IM
2
1,
tp
543
6/6/2008
alaskan malamote
rep ceko
NB
F
36
rabisin
T
IM
2
1,
p
544
11/6/2008
poodle
thailand
NE
M
4
rabisin
T
IM
1
1
p
545
11/6/2008
poodle
thailand
NE
F
4
rabisin
T
IM
1
1
tp
546
11/6/2008
poodle
thailand
NE
F
4
rabisin
T
IM
1
1
tp
547
11/6/2008
poodle
thailand
NE
F
4
rabisin
T
IM
1
1
p
548
11/6/2008
sheperd mix
USA
NE
F
36
rabisin
T
IM
2
1,
p
549
12/6/2008
malinoa mix
italia
NB
F
30
rabisin
T
IM
2
2
tp
550
12/6/2008
yorkshire T mix
italia
NB
F
30
rabisin
T
IM
2
2
p
551
13/6/2008
german sheperd
singapura
NB
M
33
Rabvac 3
T
IM
1
1
tp
No.
Tgl
Masuk
529
22/5/2008
pekingese
530
23/5/2008
531
Ras
Negara Asal
94
Status
Negara
Asal
Sex
Umur
(Dlm Bln)
Nama Vaksin Rabies
Jenis
Vaksin
Rute
Vaksin
Rabies
Vaksinasi
Ke-
Jarak
pengujian
Hasil
Pengujian
hongkong
NB
M
4
rabisin
T
IM
1
1
p
Pomeranian
thailand
NE
F
8
rabisin
T
IM
1
1
p
16/6/2008
Pomeranian
thailand
NE
F
8
rabisin
T
IM
1
1
p
555
18/6/2008
schnauzer
Korea Selatan
NE
F
24
nobivac rabies
T
SC
6
3
p
556
18/6/2008
maltese
USA
NE
M
16
rabisin
T
IM
1
2
p
557
19/6/2008
shetland sheepdog
USA
NE
F
15
rabisin
T
IM
1
9
p
558
20/6/2008
sharpei
USA
NE
F
72
rabdomun
T
SC
3
2
p
559
20/6/2008
sharpei
USA
NE
F
72
rabdomun
T
SC
3
2
p
560
20/6/2008
pekingese
Korea Selatan
NE
F
24
rabisin
T
IM
2
3
p
561
21/6/2008
Pomeranian
thailand
NE
F
24
rabisin
T
IM
1
2
p
562
21/6/2008
Pomeranian
thailand
NE
M
24
rabisin
T
IM
1
2
p
563
21/6/208
Pomeranian
thailand
NE
M
8
rabisin
T
IM
1
2
p
564
21/6/2008
Pomeranian
thailand
NE
F
8
rabisin
T
IM
1
2
p
565
23/6/2008
labrador ret
australia
NB
M
8
nobivac rabies
T
SC
1
3
p
566
23/6/2008
tibetan mastif
taiwan
NB
M
4
Eurican 7
K
IM
1
2
tp
567
25/6/2008
thai ridgeback
thailand
NE
M
10
rabisin
T
IM
2
7
p
568
25/6/2008
thai ridgeback
thailand
NE
F
7
rabisin
T
IM
2
4
p
569
25/6/2008
thai ridgeback
thailand
NE
M
10
rabisin
T
IM
2
6
tp
570
25/6/2008
thai ridgeback
thailand
NE
F
4
rabisin
T
IM
1
2
tp
571
25/6/2008
thai ridgeback
thailand
NE
M
11
rabisin
T
IM
2
3
p
572
25/6/2008
thai ridgeback
thailand
NE
F
10
rabisin
T
IM
2
3
tp
573
25/6/2008
thai ridgeback
thailand
NE
M
9
rabisin
T
IM
2
3
tp
574
25/6/2008
thai ridgeback
thailand
NE
F
11
rabisin
T
IM
2
4
p
No.
Tgl
Masuk
552
15/6/2008
poodle
553
16/6/2008
554
Ras
Negara Asal
95
Status
Negara
Asal
Sex
Umur
(Dlm Bln)
Nama Vaksin Rabies
Jenis
Vaksin
Rute
Vaksin
Rabies
Vaksinasi
Ke-
Jarak
pengujian
Hasil
Pengujian
USA
NE
M
108
Rabdomun
T
IM
3
2
p
chi hua hua
taipei
NB
F
10
rabisin
T
IM
1
2
tp
26/6/2008
chi hua hua
taipei
NB
F
10
rabisin
T
IM
1
2
tp
578
26/6/2008
chi hua hua
taipei
NB
F
10
rabisin
T
IM
1
2
tp
579
26/6/2008
chi hua hua
taipei
NB
F
10
rabisin
T
IM
1
2
tp
580
26/6/2008
chi hua hua
taipei
NB
F
11
rabisin
T
IM
1
2
tp
581
26/6/2008
chi hua hua
taipei
NB
F
11
rabisin
T
IM
1
2
tp
582
26/6/2008
chi hua hua
taipei
NB
F
11
rabisin
T
IM
1
2
tp
583
26/6/2008
chi hua hua
taipei
NB
F
11
rabisin
T
IM
1
2
tp
584
26/6/2008
chi hua hua
taipei
NB
F
11
rabisin
T
IM
1
2
tp
585
26/6/2008
chi hua hua
taipei
NB
F
11
rabisin
T
IM
1
2
tp
586
26/6/2008
chi hua hua
taipei
NB
F
11
rabisin
T
IM
1
2
tp
587
26/6/2008
chi hua hua
taipei
NB
F
11
rabisin
T
IM
1
2
tp
588
26/6/2008
chi hua hua
taipei
NB
F
11
rabisin
T
IM
1
2
tp
589
26/6/2008
chi hua hua
taipei
NB
F
11
rabisin
T
IM
1
2
tp
590
26/6/2008
chi hua hua
taipei
NB
F
11
rabisin
T
IM
1
2
tp
591
26/6/2008
poodle
taipei
NB
F
6
rabisin
T
IM
1
2
tp
592
26/6/2008
poodle
taipei
NB
F
5
rabisin
T
IM
1
2
tp
593
26/6/2008
poodle
taipei
NB
F
5
rabisin
T
IM
1
2
tp
594
26/6/2008
poodle
taipei
NB
F
4
rabisin
T
IM
1
2
tp
595
26/6/2008
poodle
taipei
NB
M
4
rabisin
T
IM
1
2
tp
596
26/6/2008
Pomeranian
taipei
NB
F
7
rabisin
T
IM
1
2
tp
597
26/6/2008
west highland
hongkong
NB
F
4
duramune BB
K
IM
1
7
tp
No.
Tgl
Masuk
575
25/6/2008
golden R
576
26/6/2008
577
Ras
Negara Asal
96
1
Status
Negara
Asal1
Sex2
Umur
(Dlm Bln)
Nama Vaksin Rabies
Jenis
Vaksin3
Rute
Vaksin
Rabies4
Vaksinasi
Ke-
Jarak
pengujian
Hasil
Pengujian5
malaysia
NB
F
48
rabisin
T
IM
4
2
p
shih tzu
USA
NE
F
60
nobivac rabies
T
IM
6
2
p
30/6/2008
bichon frise
USA
NE
F
72
nobivac rabies
T
IM
7
2
tp
601
30/6/2008
bulldog
thailand
NE
F
4
Imrab 1
T
IM
2
2
tp
602
30/6/2008
bulldog
thailand
NE
F
4
Imrab 1
T
IM
2
2
tp
No.
Tgl
Masuk
598
27/6/2008
mixed
599
30/6/2008
600
Ras
Negara Asal
Status negara asal: NB: negara bebas, NE: negara endemik; 2Sex: M: jantan, F: betina; 3Jenis vaksin: T: tunggal, K: kombinasi; 4Rute vaksin rabies: IM: intramuskular, SC: subkutan;
5
Hasil pengujian: p: protektif, tp: tidak protektif.
Download