EFEKTIFITAS VAKSINASI RABIES PADA ANJING YANG DIIMPOR MELALUI BANDARA SOEKARNO HATTA MOCH. ARIEF CAHYONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Efektifitas Vaksinasi pada Anjing yang Diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Januari 2009 Moch. Arief Cahyono NIM. B251064154 ABSTRACT MOCH. ARIEF CAHYONO. Effectiveness of Rabies Vaccination on Dogs that Imported into Soekarno Hatta Airport. Under direction of DENNY W. LUKMAN, ZAHID ILYAS, and MARTHEN BM MALOLE. Rabies is one of zoonotic diseases in the world. Number of rabies cases are very common and finished with the dead of animals and human after they showed any clinical symptoms. The case fatality rate is 100%. The main aim of this research is to study the correlation between antibody titer of rabies on dogs and cats which imported into Indonesia through Soekarno Hatta Airport and some factors influence the titer. Some blood samples were collected from all dogs which came from June 2007 until June 2008. The blood serums were tested in the reference laboratory of animal quarantine by ELISA test and the data was analyzed descriptively and using multivariate statistic. The result of this study showed that antibody titer of rabies were strongly influenced by subcutaneous application of vaccination, the dog age of above 6 month, the country status of endemic, and the dog was male. Those factors should be taken into account to develop the policy and requirements of dog importation due to the quarantine measures. Key words: rabies, titer antibody, effectiveness vaccination RINGKASAN MOCH. ARIEF CAHYONO. Efektifitas Vaksinasi pada Anjing yang Diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta. Dibimbing oleh DENNY W. LUKMAN, ZAHID ILYAS, dan MARTHEN B. M. MALOLE. Rabies merupakan salah satu penyakit hewan tertua di dunia yang bersifat zoonosis. Kasus penyakit ini pada hewan maupun manusia selalu diakhiri dengan kematian. Akibatnya penyakit ini selalu menimbulkan rasa takut, kekuatiran serta keresahan yang mengganggu ketentraman bathin masyarakat. Pemerintah telah melakukan banyak hal untuk melakukan pemberantasan dan pencegahan penularan penyakit rabies. Telah banyak dana dan tenaga yang dikeluarkan untuk menangani penyakit yang zoonosis ini. Berbagai peraturan pemerintah dikeluarkan baik oleh Departemen Pertanian maupun departemen lain secara bersama-sama. Hingga saat ini beberapa daerah yang pernah terjadi wabah rabies belum juga dapat teratasi permasalahannya. Pola perilaku masyarakat di daerah yang senang berburu dengan anjing, memelihara anjing secara liar (tidak terikat), ataupun enggan untuk dilakukan vaksinasi pada hewan peliharaannya merupakan salah satu kendala dalam pemberantasan rabies di Indonesia. Pada lain pihak, pengembangbiakan dan permintaan akan hewan peliharaan semakin tinggi sehingga menambah kompleks permasalahan pemberantasan rabies. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan melakukan kajian hubungan antara hasil pemeriksaan titer antibodi rabies dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada anjing yang diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta. Penelitian ini menggunakan disain studi lintas seksional dengan metode penelitian kualitatif. Setiap kasus dan kontrol diselidiki terhadap faktor risiko melalui data dan riwayat kesehatan hewan yang diperoleh dari lembar permohonan karantina, dokumen kesehatan yang disertakan bersama dengan hewan dari negara asal, serta lembar kartu status hewan saat dilakukan pemeriksaan di Instalasi Karantina Hewan. Setiap hewan dilakukan pengujian titer antibodi rabies dan dilakukan observasi selama 14 hari sesuai petunjuk teknis dalam Surat Keputusan Kepala Badan Karantina Nomor 344.b/Kpts/PD.670.370/L/12/06. Hasil pengujian dimasukkan dalam tabel yang dibuat dengan berdasarkan pengelompokan nilai hasil pengujian titer antibodi, yaitu protektif dan tidak protektif. Data hasil pengujian titer antibodi yang telah diperoleh akan dilakukan analisis secara statistik dengan umur, aplikasi vaksinasi, jarak waktu vaksinasi dengan pengukuran titer antibodi, ulangan vaksinasi, jenis kelamin, dan jenis vaksin guna mengetahui pengaruh masing-masing faktor terhadap titer antibodi. Hewan anjing yang masuk pada periode bulan Juni 2007–Juni 2008 sebanyak 607 ekor. Seluruh hewan yang diimpor tersebut dilakukan pengambilan darah dan dilakukan pengujian titer antibodi, sedangkan data klinis hewan dan keterangan pemilik dikumpulkan dalam lembar isian kuisioner. Setelah dilakukan pemilahan data yang layak untuk diolah secara statistik, maka jumlah data hewan yang dapat diolah sebanyak 602 ekor. Dengan menggunakan regresi logistik dengan nilai confident interval (CI) 95% diperoleh bahwa nilai odds ratio (OR) pada penelitian ini diperoleh kesimpulan variabel vaksinasi yang berhubungan kuat terhadap titer antibodi adalah: aplikasi vaksinasi rabies dengan cara injeksi subkutan (SC), anjing telah berumur di atas 6 bulan, status negara asal hewan yang bersifat endemik, dan anjing berjenis kelamin jantan. Seluruh faktor akan berpengaruh dengan baik apabila berada pada kombinasi yang tepat. Penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan tindakan karantina bagi petugas karantina dan Badan Karantina Pertanian untuk menetapkan aturan pemasukan HPR. Selain itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut efektifitas vaksinasi dengan memperhitungkan adanya faktor-faktor lain (jenis vaksin dari segi pembuatan, faktor ras anjing, faktor stres) yang belum teramati dalam penelitian ini dan dilakukan penelitian yang sama pada hewan kucing. Kata kunci: rabies, titer antibodi, efektifitas vaksinasi © Hak Cipta Milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB EFEKTIFITAS VAKSINASI RABIES PADA ANJING YANG DIIMPOR MELALUI BANDARA SOEKARNO HATTA MOCH. ARIEF CAHYONO Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : drh. Surachmi Setyaningsih, PhD. Judul Tesis Nama NIM : Efektifitas Vaksinasi Rabies pada Anjing yang Diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta : Moch. Arief Cahyono : B251064154 Disetujui Komisi Pembimbing Dr. drh. Denny Widaya Lukman, MSi Ketua drh. Zahid Ilyas, MSi Anggota Dr. drh. Marthen B. M. Malole Anggota Diketahui Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner Dr. drh. Denny Widaya Lukman, MSi Tanggal Ujian: 23 Januari 2009 Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal Lulus: PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Salawat dan salam kita sampaikan kepada Junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW yang membawa kita kedalam alam rahmah dan cahaya iman dan islam. Amin. Penelitian ini berjudul “Efektifitas Vaksinasi pada Anjing yang Diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta” yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2007 hingga Juni 2008 di Balai Besar Karantina Hewan Soekarno Hatta. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. drh. Denny Widaya Lukman, M.Si., drh. Zahid Ilyas, M.Si., dan Dr. drh. Marthen BM. Malole, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, pikiran, tenaga serta motivasi dalam membimbing menyelesaikan tesis, serta kepada Ibu drh. Surachmi Setyaningsih, PhD sebagai Penguji Luar Komisi yang telah memberikan masukan penyempurnaan tesis ini. Ucapan yang sama saya tujukan kepada Pimpinan Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Ketua dan staf Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB, serta Ketua dan staf Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB yang telah membantu proses pendidikan dan berlangsungnya penelitian. Ucapan terima kasih dan penghargaan disampaikan kepada Bapak Ir. Syukur Iwantoro, MS. MBA. dan Bapak Ir. Hari Priyono, MSi., yang memberikan dukungan moral dan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pascasarjana, Bapak drh. Hadi Wardoko, MM., Bapak Indra Mulya S.Sos. M.Si sebagai Kepala Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta atas segala dukungannya bagi terselesaikannya tesis ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Kepala dan staf di Laboratorium Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian (BBUSKP) Jakarta, segenap staf Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta yang telah membantu selama pengumpulan dan pengujian sampel, turut serta membantu proses pendidikan, memberikan motivasi dan memberikan ijin. Penghargaan disampaikan pula kepada teman-teman seperjuangan Kelas Khusus Karantina Hewan (Rita, Edi, Risma, Duma, Nunung, Muji, Era, Tatit, Yoyok, Iswan, Endah, Maya, Melani, Arum), Ungkapan terima kasih yang tak hingga juga disampaikan kepada istri tercinta, ananda Muh. Mirza Alviannur (inspirasi dan motivasi bagi ayah), Keluarga Besar Nachroedin Nitidisastro, ayahanda H. Candra Sosiawan, ibu dan adik-adikku, serta seluruh keluarga besar H. Abdul Bari atas segala doa, pengorbanan, semangat dan kasih sayang yang diberikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk ilmu pengetahuan dan umat manusia, khususnya karantina hewan. Jakarta, Januari 2009 Moch. Arief Cahyono RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pamekasan Madura pada tanggal 22 Maret 1979 dari Ayahanda H. Candra Sosiawan dan Ibunda Halimatus Sannah (Alm). Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara. Tamat dari Sekolah Dasar Negeri Barurambat Kota III Pamekasan tahun 1991 dan Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Pamekasan tahun 1994. Pada tahun 1997 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Pamekasan dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui Jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Fakultas Kedokteran Hewan, lulus Sarjana Kedokteran Hewan tahun 2001 dan lulus Ujian Profesi Dokter Hewan tahun 2003. Tahun 2004 penulis mulai aktif sebagai dokter hewan praktisi di Klinik Hewan My Vets di Jakarta dan pada tahun 2005 bekerja sebagai Medik Veteriner di Stasiun Karantina Hewan Kelas II Timika hingga sekarang. Saat ini penulis ditugaskan sementara sebagai Medik Veteriner di Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno-Hatta. DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ................................................................................................. xii DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xvi PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 Latar Belakang ....................................................................................... Tujuan ..................................................................................................... Manfaat Penelitian .................................................................................. Permasalahan .......................................................................................... Hipotesis ................................................................................................. 1 3 3 3 4 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 5 Etiologi ................................................................................................... Struktur Virus Rabies ............................................................................. Replikasi Virus Rabies ........................................................................... Cara Penularan ....................................................................................... Patogenesis ............................................................................................. Gejala Klinis .......................................................................................... Diagnosa ................................................................................................. Pengobatan dan Pencegahan .................................................................. Epidemiologi .......................................................................................... Sejarah di Indonesia ............................................................................... Peranan Kesehatan Masyarakat .............................................................. Vaksinasi Rabies .................................................................................... Respon Kekebalan terhadap Vaksin Rabies .......................................... Rute Vaksinasi ....................................................................................... Pengaruh Umur terhadap Vaksinasi ....................................................... Mekanisme Proteksi Rabies ................................................................... Pengukuran Antibodi Rabies ................................................................. Aturan Internasional tentang Importasi Hewan Kesayangan ................. 5 6 7 8 9 10 12 13 13 14 16 17 18 20 21 22 22 24 BAHAN DAN METODE ............................................................................. 28 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................ Alat dan Bahan ....................................................................................... Metodologi .............................................................................................. Kerangka Studi ........................................................................................ Teknik Pengambilan Data ....................................................................... Pengambilan Sampel Darah .................................................................... Pemeriksaan Laboratorium ..................................................................... 28 28 28 29 32 32 33 Tabulasi Data .......................................................................................... Analisis Data .......................................................................................... 36 36 HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 37 Pengumpulan Data Anjing Impor ........................................................... Pengaruh Faktor Umur terhadap Titer Antibodi ..................................... Pengaruh Faktor Aplikasi Vaksinasi terhadap Titer Antibodi ................ Pengaruh Jarak Waktu Vaksinasi dengan Pengujian Serum Darah terhadap Titer Antibodi .......................................................................... Pengaruh Ulangan Vaksinasi terhadap Titer Antibodi ........................... Pengaruh Status Negara Asal terhadap Titer Antibodi pada Anjing ...... Pengaruh Jenis Kelamin terhadap Titer Antibodi pada Anjing .............. Pengaruh Jenis Vaksin terhadap Titer Antibodi pada Anjing ................. Nilai OR faktor-faktor Efektifitas Vaksinasi terhadap Titer Antibodi ... Pengaruh Faktor Lainnya terhadap Titer Antibodi ................................. Tinjauan Efektifitas Vaksinasi Rabies bagi Kesehatan Masyarakat Veteriner ................................................................................................. 37 38 39 41 42 44 45 47 48 50 50 SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 55 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 56 LAMPIRAN .................................................................................................. 60 xiii DAFTAR TABEL Halaman 1 Definisi operasional peubah penelitian .................................................. 30 2 Kelompok faktor umur terhadap titer antibodi pada anjing yang diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta .............................................. 38 Nilai OR dari faktor umur terhadap titer antibodi pada anjing yang diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta .............................................. 39 Kelompok faktor aplikasi vaksinasi terhadap titer antibodi pada anjing yang diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta ..................................... 40 Nilai OR dari faktor aplikasi vaksinasi terhadap titer antibodi pada anjing yang diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta .......................... 40 Kelompok faktor jarak waktu vaksinasi dengan pengujian serum darah terhadap titer antibodi pada anjing yang diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta ....................................................................................... 42 Nilai OR dari faktor jarak waktu vaksinasi dengan pengujian serum darah terhadap titer antibodi pada anjing yang diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta ........................................................................ 42 Kelompok faktor ulangan vaksinasi terhadap titer antibodi pada anjing yang diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta ..................................... 43 Kelompok faktor status negara asal terhadap titer antibodi pada anjing yang diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta ..................................... 44 Nilai OR dari faktor jarak waktu vaksinasi dengan pengujian serum darah terhadap titer antibodi pada anjing yang diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta ........................................................................ 45 Kelompok faktor jenis kelamin terhadap titer antibodi pada anjing yang diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta .................................... 46 Nilai OR dari faktor jenis kelamin terhadap titer antibodi pada anjing yang diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta ..................................... 46 Kelompok faktor jenis vaksin terhadap titer antibodi pada anjing yang diimpor melalui bandara Soekarno Hatta .............................................. 47 Nilai OR faktor-faktor vaksinasi dengan menggunakan analisis regresi multivariat terhadap titer antibodi pada anjing yang diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta ........................................................................ 49 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 xiv DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Struktur virus rabies ................................................................................. 5 2 Potongan melintang struktur virus rabies ................................................ 8 3 Kasus rabies pada manusia di Indonesia periode 2001-2006 .................. 15 4 Kerangka disain penelitian ...................................................................... 29 5 Pengambilan sampel darah pada hewan impor ........................................ 33 6 Kit ELISA rabies pada sampel serum darah hewan ................................ 34 7 Jumlah anjing yang masuk ke Indonesia melalui Bandara Soekarno Hatta pada periode penelitian ………………………………………….. 37 xiv DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Daftar negara berdasarkan situasi penyakit Rabies menurut Wahid Interface OIE 6 Oktober 2008 ............................................................... 60 2 Contoh lembar dokumen kesehatan hewan dari negara asal hewan ..... 64 3 Contoh riwayat vaksinasi hewan ........................................................... 65 4 Contoh sertifikat kesehatan dari dokter hewan di negara asal hewan ............. 66 5 Contoh dokumen Surat Persetujuan Pemasukan (import permit) yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian ............... 67 Contoh dokumen sertifikat pelepasan (KH-12) karantina hewan bagi hewan yang telah diobservasi di Instalasi Karantina Hewan ................ 68 Daftar vaksin rabies yang diijinkan dan diperdagangkan di Amerika Serikat tahun 2008 ................................................................................. 69 Data rekapitulasi pemasukan hewan anjing pada periode penelitian .... 70 6 7 8 xvi PENDAHULUAN Latar Belakang Rabies merupakan salah satu penyakit hewan tertua di dunia yang bersifat zoonosis. Kasus penyakit ini pada hewan maupun manusia selalu diakhiri dengan kematian. Akibatnya penyakit ini selalu menimbulkan rasa takut, kekuatiran serta keresahan yang mengganggu ketentraman batin masyarakat. Di Indonesia rabies sudah lama berjangkit di beberapa daerah. Sejak pencatatan penyakit hewan ini di Indonesia, daerah yang secara historis bebas adalah Nusa Tenggara Barat, Bali, Kepulauan Maluku, Irian Jaya dan Nusa Tenggara Timur. Namun pada akhir tahun 1997 Pulau Flores telah dinyatakan tertular dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 756/Kpts/TN 510/98 tanggal 8 September 1998. Beberapa daerah lainnya di Indonesia selain daerah yang secara historis bebas rabies itu sampai akhir tahun 2006 masih dinyatakan sebagai daerah tertular kecuali Pulau Jawa. Pulau Jawa dibebaskan dari penyakit rabies secara bertahap, untuk Jawa Timur, Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta dinyatakan bebas sesuai dengan 892/Kpts/TN/560/9/97. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor Selanjutnya, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 566/Kpts/PD/PD640/10/2004 Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Banten dan Jawa Barat dinyatakan bebas rabies. Namun pada tahun 2008 Menteri Pertanian melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 1637/2008 tentang Pulau Bali dinyatakan berstatus wabah rabies (Kompas 2008). Tentunya hal ini menjadi suatu perhatian yang penting terutama dampaknya terhadap sektor pariwisata dan kesehatan manusia. Berkaitan juga dengan kejadian rabies di Bali tersebut, Menteri Pertanian mengeluarkan pula Peraturan Menteri Pertanian Nomor 1696/Kpts/PD.610/12/2008 tentang penetapan Propinsi Bali sebagai kawasan karantina penyakit anjing rabies. Pemerintah telah melakukan banyak hal untuk melakukan pemberantasan dan pencegahan penularan penyakit rabies. Telah banyak dana dan tenaga yang dikeluarkan untuk menangani penyakit yang bersifat zoonotik ini. Berbagai peraturan pemerintah dikeluarkan baik oleh Departemen Pertanian maupun 2 departemen lain secara bersama-sama. Hingga saat ini beberapa daerah yang pernah terjadi wabah rabies belum juga dapat teratasi permasalahannya. Pola perilaku masyarakat di daerah yang senang berburu dengan anjing, memelihara anjing secara liar (tidak terikat), ataupun tidak peduli untuk dilakukan vaksinasi pada hewan peliharaannya merupakan salah satu kendala dalam pemberantasan rabies di Indonesia. Di lain pihak, pengembangbiakan dan permintaan akan hewan peliharaan semakin tinggi sehingga menambah kompleks permasalahan pemberantasan rabies. Kewaspadaan terhadap penyebaran penyakit rabies tetap terus dilakukan untuk mempertahankan status bebas dari suatu daerah melalui salah satu diantaranya dengan pengawasan lalu lintas yang ketat terhadap anjing dan hewan penular rabies (HPR) lainnya maupun melakukan program vaksinasi pada daerah-daerah endemik rabies. Peningkatan minat masyarakat pada hewan kesayangan di dalam negeri berakibat pula pada tingginya importasi anjing dari luar negeri, baik sebagai hewan indukan maupun peliharaan perseorangan. Hewan tersebut juga digunakan sebagai hewan perlombaan ataupun didatangkan pemerintah sebagai hewan organik atau untuk kepentingan militer. Seperti halnya di Indonesia, negara-negara lain di dunia juga melakukan program pemberantasan dan pencegahan masuknya rabies dari luar daerah/negara, melalui vaksinasi, eliminasi hewan carrier, pembatasan lalu lintas, pengujian laboratorium yang teliti, dan karantina. Di pintu-pintu pemasukan dan pengeluaran negara-negara tersebut dilakukan tindakan karantina yang efektif sesuai dengan kondisi dan aturan yang berlaku secara internasional maupun kebijakan dalam negeri. Perdagangan HPR antar negara yang semakin meningkat mendorong institusi Karantina Pertanian Indonesia untuk menegakkan tindakan karantina yang efektif dan profesional guna mencegah masuknya rabies ke wilayah Indonesia yang masih bebas rabies ataupun endemik rabies tanpa menghambat lalu lintas HPR. Tindakan yang dilakukan adalah dengan melakukan pemeriksaan dokumen dan fisik hewan saat tiba dan atau akan berangkat ke luar negeri. Pemeriksaan fisik tersebut didukung juga dengan pemeriksaan laboratorium terhadap serum darah hewan. Hal ini dilakukan 3 sebagai prosedur standar dalam upaya pencegahan masuk dan tersebarnya rabies ke wilayah Indonesia. Salah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut adalah melalui kajian yang seksama terhadap titer antibodi rabies pada hewan yang diimpor dari negara yang masih bebas rabies maupun yang endemik rabies. Titer antibodi rabies merupakan jaminan terhadap kebenaran sertifikat vaksinasi yang disertakan bersama hewan saat kedatangan. Hal ini dapat menggambarkan sukses atau tidaknya vaksinasi yang dilakukan di negara asal hewan. Aturan karantina ini merupakan salah satu kaidah epidemiologi terhadap hewan impor dan diharapkan negara pengekspor melakukan hal yang sama. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan melakukan kajian hubungan antara hasil pemeriksaan titer antibodi rabies dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada anjing yang diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta. Manfaat Penelitian Kegiatan ini akan memberikan manfaat antara lain : 1. Memberikan gambaran penanganan kesehatan hewan dari negara asal anjing yang datang ke Indonesia. 2. Memberikan informasi ilmiah tentang efektifitas vaksinasi yang telah dilakukan terhadap hewan yang diimpor. 3. Memberikan informasi yang akurat bagi masyarakat tentang importasi HPR dari negara endemik rabies, terutama bagi institusi Badan Karantina Pertanian. Permasalahan 1. Belum adanya data penelitian ilmiah yang dapat menggambarkan efektifitas vaksinasi rabies pada hewan yang diimpor dari luar negeri ke wilayah negara Indonesia. 2. Negara pengekspor anjing merupakan negara yang penanganan kesehatan hewannya belum diketahui secara jelas. 4 Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah : 1. Ada kaitan antara faktor-faktor dalam penelitian ini dengan nilai titer antibodi pada anjing. 2. Sejumlah dua atau lebih faktor mempengaruhi tiiter antibodi anjing secara bersamaan. TINJAUAN PUSTAKA Etiologi Penyakit rabies dalam bahasa Indonesia disebut penyakit anjing gila. Rabies juga dikenal dengan nama lyssa, tollwut, rage dan hydrophobia. Dinamakan hydrophobia dikarenakan penderitanya cenderung takut akan air. Rabies merupakan an penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus yang menyerang susunan syaraf pusat dan bersifat menular kepada manusia (zoonosis). Rabies disebabkan oleh virus neurotropik yang termasuk ke dalam genus Lyssavirus, famili Rhabdoviridae (Paez A, Nunez C, Garcia1 C dan Boshell J. 2003). Rabies ies merupakan penyakit viral ensefalomielitis yang sering berakibat fatal setelah gejala klinis muncul (Ruprecht 2007). Penderita penyakit ini selalu berakhir dengan kematian apabila hewan telah menunjukkan gejala klinis. klini Kasus kematiannya mencapai 100% (case fatality rate 100%). Gambar 1 Struktur virus rabies. Reservoir virus rabies (RABV) terdiri atas berbagai spesies Carnivora dan Chiroptera,, yang dapat saja menularkan lagi penyakit ini ke mamalia mama akhir, termasuk manusia. Sebagian besar mamalia liar dapat tertular rabies (Daniel B, Fishbein DB dan Laura ER 1993). 1993) Rabies muncul dalam dua bentuk epidemi yang berbeda, yaitu rabies tipe urban,, dengan anjing peliharaan sebagai reservoir dan transmitter, serta rabies tipe silvatik dengan berbagai hewan liar sebagai reservoirnya (Paez A,, Nunez C, Garcia1 C dan Boshell J 2003). 6 Berdasarkan sifat dari antigen yang dimiliki virus, maka virus rabies dikelompokkan dalam 4 serotipe yaitu: 1. Serotipe 1, prototipe strain CVS, terdiri dari mayoritas strain liar dan strain laboratorium di beberapa region di dunia. 2. Serotipe 2, prototipe strain kelelawar lagon (Nigeria). 3. Serotipe 3, prototipe strain Mikola yang dapat diisolasi dari krosidura (shrew) dan manusia. 4. Serotipe 4, prototipe yang belum dapat diklasifikasikan dan diisolasi dari kuda Nigeria dan nyamuk Mansonia uniformis. Saat ini terdapat dua serotipe tambahan virus rabies yang ada di dunia yaitu Australian bat lyssa viruses dan European bat lyssa viruses 1 dan 2 (Murphy FA, Gibbs E.J, Horzinek MC dan Studdert MJ 1999). Perbedaan masing-masing serotipe ini dapat ditunjukkan dengan melakukan uji netralisasi dan cross protection test karena adanya glikoprotein yang berbeda. Struktur Virus Rabies Rhabdovirus merupakan virus RNA negative stranded yang berarti bahwa virus ini memiliki untai tunggal RNA dengan sifat tidak dapat berfungsi sebagai messenger RNA (mRNA). Sesuai dengan namanya virus ini berbentuk batang dan pada salah satu bagian ujungnya melengkung sehingga sering dikatakan seperti bentuk peluru. Ukuran virus rabies adalah 100 nm hingga 400 nm namun ukuran ini sering dijumpai bervariasi. Virus mempunyai envelope yang diperoleh dari membran plasma sel induknya. Sifat dari envelope virus rabies ini antara lain mengandung lipida yang mudah dilarutkan dalam pelarut lemak (sabun, eter, kloroform, aseton), etanol 4570%, preparat iodin dan amonium kuartener. Virus ini resisten terhadap pengeringan dan freezing thawing yang berulang, cukup stabil pada pH 5-10, peka terhadap suhu pasteurisasi dan sinar ultraviolet. Envelope ini sangat penting bagi sifat infektifitas dari virus rabies, sedangkan RNA dan nukleokapsidnya tidak infektif (Soedijar dan Dharma 2005). 7 Virus rabies diketahui mempunyai lima protein yaitu: 1. Protein G (permukaan); bagian ini merupakan paku glikoprotein pada permukaan dan ada sebagai penjaga keseimbangan. Setiap virus mempunyai 1200 protein G. Protein G ini adalah protein transmembran dengan rangkaian N-terminal. Protein ini berikatan dengan reseptor seluler dan merupakan target dalam netralisasi antibodi. Penetrasi virus kedalam sitoplasma mengambil jalur endokrin dan tidak melewati membran plasma. 2. Protein M (matriks); merupakan protein membran perifer yang terlihat sebagai garis pada permukaan bagian dalam membran virus. Bagian ini menjadi jembatan antara membran atau protein G dengan nukleokapsid. 3. Nukleokapsid; bagian ini merupakan inti ribonukleoprotein infeksius virus rabies. Mempunyai struktur heliks yang berada didalam membran. Dengan mikroskop elektron dapat dilihat dalam inti ini terdapat 2 protein yaitu N (nukleoprotein) protein dan L (large) protein, serta NS (nonstruktural, dikenal juga sebagai P atau Polymerase). Replikasi Virus Rabies Dalam hal replikasi virus rabies diketahui mengalami beberapa tahapan (Anonim 2007), yaitu: 1. Berikatan (binding), reseptor untuk rhabdovirus secara pasti dapat teridentifikasi namun beberapa percobaan merujuk pada fosfolipid terutama sekali pada fosfotidil serin sebagai molekul reseptor pada permukaan sel. 2. Transkripsi (transcription), pada mulanya polimerase yang membawa masuk virus membentuk 5 individual mRNA. RNA harus terbentuk sebelum proses sintesis protein virus lainnya dan virus yang terinfeksi harus disediakan enzim polimerase. Potongan untaian dari transkripsi virus ini adalah N, NS (P), M, G dan L dengan sintesis mRNA akan melemahkan ikatan masing-masing gen. 3. Replikasi (replication), polimerase merubah negative sense RNA virus menjadi untaian positive sense. Bagian ini menjadi template untuk transcriptase untuk menuliskan kembali molekul RNA dengan sifat negative sense. Fase replikasi ini membutuhkan protein sintesis dan polymerase yang sama. Pada fase ini, enzim tersebut harus dapat mengabaikan pengaruh sinyal dari mRNA individu 8 spesies dan membuat embuat molekul RNA tunggal. Perubahan antara proses transkripsi kripsi mRNA dan replikasi genom RNA diketahui dikendalikan oleh sejumlah protein N. 4. Protein G mRNA diterjemahkan secara bersamaan di dalam retikulum endoplasma dan dipindahkan melalui badan golgi ke permukaan sel. Pada bagian ini protein G akan menempel pada protein M secara bersama. Untaian molekul RNA negatif akan bersatu dengan N, L, dan NS(P) protein membentuk inti nukleokapsid. nukleokapsid Bagian agian ini akan bersatu dengan protein M pada bagian dalam permukaan permuk membran plasma. Interaksi antara nukleokapsid dan protein M menyebabkan berubahnya susunan yang lebih awal menjadi lebih padat, setelah itu nukleokapsid akan berkembang melalui membran. ambar 2 Potongan melintang struktur truktur virus rabies. rabies Gambar Cara Penularan Rabies pada hewan ditularkan ke manusia seringkali melalui gigitan hewan terinfeksi. Pada kasus yang jarang terjadi, rabies dapat ditularkan melalui transplantasi kornea mata atau transplantasi atau transplantasi jaringan lainnya. Rabies dapat juga ditularkan melalui kontaminasi kelenjar air liur yang terinfeksi pada da membran mukosa yang terbuka atau karena luka. Menurut CDC (2007), ( , infeksi rabies secara aerosol dapat menjadi salah satu faktor keterpaparan (exposure exposure) rabies pada manusia. Hal ini diungkapkan dengan ditemukannya manusia terinfeksi virus secara aerosol setelah berada didalam gua 9 kelelawar. Selain itu, dokter hewan dan petugas laboratorium dapat juga tertular rabies secara aerosol. Di Amerika Serikat, infeksi karena kontaminasi kelenjar air liur terjadi hanya 5 dari 154 (sebesar 3%) kasus yang dilaporkan dari tahun 1950 hingga 1980. Dari 5 kasus pada manusia ini, 4 diantaranya terinfeksi karena menghirup udara mengandung virus hidup yang tinggi. Patogenesis Virus ini pada dasarnya dapat menginfeksi berbagai jenis bentuk sel, namun yang paling utama terinfeksi adalah sel syaraf. Virus berikatan dengan syaraf ataupun sel otot pada titik inokulasi via reseptor nicotinic acetylcholine. Pada bagian ini virus akan tinggal cukup lama hingga beberapa bulan. Virus dapat juga bereplikasi pada sel otot pada titik terjadinya gigitan tanpa menunjukkan gejala klinis yang jelas. Hal ini disebut juga sebagai fase inkubasi penyakit. Virus menyebar melalui akson dan berjalan dari syaraf perifer menuju sel syaraf tubuh, kemungkinan juga tercelup dalam sitoplasma (Jameson 2006). Setelah mengalami replikasi di sel syaraf utama tubuh, maka proses infeksi melalui pergerakan mundur akson dan transinaptik menyebar ke beberapa sel syaraf. Penyebaran transinaptik merupakan kemampuan virus untuk menggunakan percabangan sinapsis hingga menyebar pada susunan syaraf pusat (SSP). Virus akan mencapai dorsal akar ganglion dan medula spinalis, kemudian pada akhirnya akan mencapai otak. Infeksi neuronal oleh virus rabies menyebabkan abnormalitas pada fungsi neotransmiter yang mempengaruhi serotonin, GABA, dan transmisi muscarinic acetylcoline. Beberapa sel didalam otak dapat terinfeksi oleh virus ini, antara lain serebelum, sel Purkinje, sel hipokampus dan pontine nuclei (fase prodromal). Infeksi pada otak menyebabkan terjadinya ensefalitis dan degenerasi neuron meskipun pada bagian lain virus hanya terlihat kecil sekali menyebabkan efek sitopatik. Keterlibatan otak menyebabkan koma hingga kematian. Selama fase neurologis virus dapat menyebar juga ke bagian tubuh yang lainnya melalui sel syaraf, antara lain ke kulit, mata, adrenal, ginjal hingga sel asinar dan kelenjar-kelenjar air liur. Sel asinar akan terinfeksi berikutnya, yang 10 pada gilirannya akan mengumpulkan virus didalam rongga mulut. Hal ini menjelaskan adanya virus didalam kelenjar air liur. Soedijar dan Dharma (2005) menyatakan virus tidak saja dijumpai di SSP, namun dapat juga berada di kelenjar air liur, kelenjar air mata, glandula suprarenalis dan pankreas. Virus tidak diketemukan didalam darah, limpa, hati, kelenjar limfe, sumsum tulang atau kelenjar genitalia. Banyak faktor yang mempengaruhi dan membedakan waktu onset simptom rabies muncul, namun yang paling penting adalah banyaknya partikel virus yang menginfeksi dan seberapa dekat gigitan dengan otak. Kondisi imun pasien juga sangat perlu untuk diperhatikan. Respon imun terhadap virus adalah lambat dan respon netralisasi yang baik baru akan muncul setelah virus mencapai otak sehingga akan menjadi terlambat bagi penderita untuk dapat mampu bertahan. Infeksi rabies bersifat almost always fatal, yang berarti kematian dan berdasarkan catatan ilmiah hanya 3 orang yang mampu selamat dari symtopmatic rabies. Gejala Klinis Virus rabies berada di titik terjadinya gigitan dan bergerak secara lambat melalui sel syaraf hingga mencapai waktu 3-8 minggu untuk mencapai otak. Pada kasus yang khusus dapat mencapai 12 bulan untuk dapat menginfeksi otak (Hines 2006). Kebanyakan hewan akan mengalami hanya satu tahap saja atau bahkan lebih hingga akhirnya mati. Hewan sigung (skunk) merupakan pengecualian karena dapat bertahan lama dan hidup sehat sebagai carrier virus rabies. Pada daerah endemik rabies, sebagian besar hewan terinfeksi tidak akan menunjukkan gejala klinis. Fase prodromal. Selama infeksi terjadi virus akan bergerak mundur mengikuti gerakan akson dan tubuh masih akan meng abaikan virus. Pada lokasi gigitan virus akan masuk secara langsung ke dalam syaraf perifer atau bereplikasi di jaringan sekitar tempat terjadinya gigitan untuk kemudian akan masuk kedalam sel syaraf. Pada anjing fase ini biasanya akan terjadi selama dua atau tiga hari. Pada hari berikutnya hewan akan mengalami gelisah dan cemas. Hewan akan cenderung menyendiri, diam dan mengalami demam. Perubahan perilaku akan 11 tampak pada fase ini. Anjing yang biasanya ramah akan nampak ketakutan atau agresif, dan begitu juga sebaliknya. Pada bagian gigitan akan terasa gatal atau pedih bagi mereka, sehingga mereka akan cenderung sering menjilat dan menguatirkan lingkungan sekitarnya. Pada kucing fase ini akan lebih cepat terjadi apabila dibandingkan dengan anjing. Fase furious. Saat virus telah memasuki sel syaraf perifer, virus akan bergerak melalui serat syaraf sensorik dan motorik menuju otak. Virus juga menyebar dari otak ke bagian tubuh yang lain termasuk juga pada kelenjar kelenjar air liur, hingga virus akan tampak berada didalam kelenjar air liur hewan. Setelah melalui fase prodromal, anjing akan melalui fase yang dtandai dengan sifat cepat marah apabila dirangsang dengan cahaya dan suara. Fase ini akan berlangsung selama 1-7 hari. Hewan akan terlihat gelisah, agresif dan kuat. Biasanya dia akan menggigit jeruji kandangnya hingga melukai mulutnya sendiri. Anjing pada fase ini akan menjelajah dan berjalan kemana-mana dengan jarak yang jauh tanpa arah dan tujuan. Secepatnya hewan ini akan menjadi ataksia, goyah dan terjadi zeisure hingga kemudian mati. Fase dumb. Tahap ini kadang juga disebut dengan fase paralisis. Beberapa hewan mengalami fase ini setelah fase prodromal atau periode furious. Pada tahap ini syaraf di bagian kepala dan kerongkongan menjadi paralisis. Hewan akan mengeluarkan air liur, berjalan dengan mulut ternganga, dan tidak dapat menelan. Pemilik hewan biasanya akan berpikir hewan kesayangannya mengalami gangguan menelan akibat adanya benda asing di kerongkongan. Selama periode ini dalam waktu satu minggu hewan akan mengalami paralisis yang lebih parah dan akhirnya mati. Kebanyakan anjing melalui masa ini secara langsung setelah fase prodromal. Sapi pada fase ini seringkali akan melenguh dan mengulurkan lehernya apabila kerongkongannya telah mengalami kerusakan. Para peternak biasanya akan berusaha membantu mengeluarkan benda yang mereka duga apel atau jagung yang berada di kerongkongan sapi tersebut. Kejadian ini akan membuat mereka berisiko terkena rabies. 12 Diagnosa Metode tradisional untuk mendiagnosa penyakit rabies adalah pemeriksaan laboratorium terhadap sampel otak hewan tersangka. Patologi dari infeksi rabies meliputi perubahan seluler berupa inflamasi otak (ensefalitis) dan medula spinalis (myelitis), pembuluh darah di sekitar otak akan dikelilingi oleh sel darah putih (perivascular cuffing), seringkali inclusion bodies globular yang kemerahan (negri bodies) di dalam sel syaraf dua bagian otak, yaitu serebelum dan hipokampus (Hines 2006). Metode standar untuk pengujian antibodi rabies yang direkomendasikan WHO dan OIE adalah serum netralisasi (RFFIT, FAVN, dan TC/SN). Diagnosa virus rabies pada hewan dapat pula dilakukan dengan menggunakan pewarnaan Seller. Uji ini merupakan uji yang relatif cepat dan murah tetapi kurang spesifik. Dengan uji ini dilakukan pemeriksaan negri bodi virus rabies yang berukuran 24-27 µm, terletak intrasitoplasmik dan bersifat asidofilik pada sel syaraf atau ganglion dari tanduk ammon, serebrum, dan serebelum. Uji flourescent antibodies test (FAT) dapat digunakan untuk memperlihatkan virus rabies pada jaringan otak, cairan serebrosipnal, urin, kulit dan usapan kornea. Namun uji ini dapat muncul negatif apabila telah muncul antibodi. Pada hewan juga dapat dilakukan isolasi virus rabies dengan mengambil sampel dari saliva, cairan serebrospinal dan sedimen urin sebelum kematiannya. Isolasi mungkin akan gagal dari jaringan otak dan material di atas 10-14 hari setelah sakit (pasca-kematian), dimana ada korelasinya dengan timbulnya antibodi netralisasi. Salah satu metode cepat untuk diagnosa rabies antemortem pada manusia adalah FAT pada biopsi kulit di daerah tengkuk manusia untuk mendapatkan antigen rabies. Metode ini lebih sensitif (sensitivitas 86%) dan spesifik untuk mendeteksi antigen rabies di kulit dan jaringan segar lainnya (misalnya biopsi otak), air liur, air mata dan biopsi kornea. Untuk pengujian postmortem pada manusia dengan deteksi antigen rabies pada jaringan otak. Penggunaan reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR) juga dapat dilakukan sebagai salah satu uji yang baik dan akurat ataupun dengan isolasi virus rabies. 13 Pengobatan dan Pencegahan Penyakit rabies hingga saat ini belum ditemukan pengobatan yang ampuh dan efektif, sehingga apabila terinfeksi virus ini maka akan diakhiri dengan kematian (almost always fatal). Apabila dijumpai anjing yang belum divaksinasi tergigit oleh hewan terinfeksi rabies disarankan agar segera dimusnahkan. Namun bila pemilik hewan keberatan untuk dimusnahkan, maka hewan tersebut harus divaksinasi rabies dan diisolasi selama 6 bulan sebelum akhirnya dilepaskan. Jika hewan yang tergigit pernah mengalami vaksinasi maka harus dengan segera divaksinasi ulang dan diobservasi secara tertutup selama 45 hari. Pencegahan dapat dilakukan dengan mengikuti prosedur yang baik untuk menyikat dengan kuat dan melakukan desinfeksi pada bagian gigitan hewan, meskipun telah diketahui juga bahwa vaksinasi merupakan salah satu cara terbaik untuk mencegah rabies. Banyak negara di dunia mengharuskan dilakukannya vaksinasi rabies secara rutin pada hewan anjing. Jenis vaksin yang dapat digunakan saat ini sudah cukup beragam baik berupa live virus ataupun killed virus. Vaksin-vaksin ini bahkan dapat juga digunakan pada musang, kuda, sapi dan kambing dengan efek yang sama efektif dan baiknya seperti digunakan pada anjing, serta hampir selalu berhasil. Bagi manusia yang termasuk dalam golongan berisiko tinggi rabies disarankan supaya dilakukan vaksinasi secara rutin (Hines 2006). Epidemiologi Rabies telah dikenal kurang lebih 4000 tahun yang lalu. Saat ini rabies terdapat di seluruh dunia dengan beberapa negara termasuk dalam negara bebas rabies. Penyebaran virus rabies pada mamalia atau reservoar tergantung lokasi geografi. Di Amerika Utara, hewan liar termasuk raccoon, skunk, serigala dapat menjadi reservoar sementara, sedangkan di Eropa serigala dan kelelawar merupakan reservoar utama. Pada beberapa negara berkembang, rabies mungkin disebarkan ke populasi anjing dan kelelawar, serta menimbulkan kefatalan pada manusia melalui gigitan anjing rabies. Selain itu rabies dapat ditularkan melalui kelenjar air liur hewan 14 reservoar liar ke hewan bukan reservoar seperti kucing, monyet, kuda, sapi, domba dan kambing (CDC 2007). Kira-kira di 100 negara, rabies enzootik pada hewan liar atau domestik mengancam 3 juta manusia yang berada di daerah tersebut. Prevalensi rabies bervariasi. Negara yang lebih banyak terkena penyakit ini adalah negara tropis berkembang termasuk diantaranya Asia, Afrika dan Amerika Latin, dimana terjadi kematian manusia lebih dari 99% setiap tahunnya. Menurut Belotto (2003), pada tahun 2001 kasus rabies pada hewan mencapai 12 486 kasus dengan jumlah 62% terjadi pada hewan liar. Selain itu lebih dari 15% terjadinya rabies pada manusia ditularkan lewat kelelawar. Kejadian ini terjadi baik di Amerika Latin (ditularkan lewat vampire bats) maupun Amerika Utara. Strategi yang diterapkan untuk menghadapi wabah penyakit rabies di Amerika adalah dengan melakukan kampanye program vaksinasi secara massal pada anjing, menyediakan pelayanan vaksinasi rabies bagi manusia di unit-unit pelayanan kesehatan, surveilans epidemiologi, pendidikan kesehatan dan pengendalian wabah (Belotto et al. 2003). Di beberapa negara industrialisasi, positif dilakukan dengan pemberian vaksin oral pada hewan liar atau vaksinasi parenteral pada hewan domestik. Pelaksanaan program vaksinasi ini mampu menurunkan angka kematian di negara industrialisasi. Walaupun UK ditetapkan sebagai negara bebas rabies, kematian pertama pada manusia akibat rabies ditemukan sejak tahun 1902 di Skotlandia, serta pada tahun 2002 yang disebabkan oleh lyssavirus pada kelelawar tipe 2 (CDC 2007). Sejarah di Indonesia Penyakit rabies sudah dikenal di negara Indonesia semenjak berpuluh-puluh tahun yang lalu, baik pada manusia maupun pada hewan liar dan hewan peliharaan. Penyakit ini juga masih dianggap sebagai zoonosis nomor satu. Di Indonesia saat ini hanya anjing, kucing dan kera yang dikenal sebagai penyebar utama penyakit ini. Rabies di Indonesia pertama kali ditemukan pada kerbau oleh Esser pada tahun 1884, kemudian oleh Penning pada anjing di Tangerang tahun 1889. Kasus 15 rabies pada manusia dilaporkan oleh E. de Haan, menyerang seorang anak di Desa Palimanan, Cirebon pada tahun 1894. Berdasarkan studi retrospektif, wabah rabies di Indonesia dimulai pada tahun 1884 di Jawa Barat; tahun 1953 terjadi wabah di Jawa Tengah; Jawa Timur; Sumatera Barat, kemudian tahun 1956 di Sumatera Utara. Selanjutnya, wabah rabies terjadi di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara tahun 1958; Sumatera Selatan tahun 1959; Lampung tahun 1969; Aceh tahun 1970; Jambi; DI Yogyakarta tahun 1971; DKI Jakarta; Bengkulu dan Sulawesi Tengah tahun 1972; Kalimantan Timur tahun 1974; Riau tahun 1975; Kalimantan Tengah tahun 1978; Kalimantan Selatan tahun 1981 dan Pulau Flores tahun 1997 (Barantan Deptan 2006; Soejoedono 2004). Di Indonesia, ada laporan mengenai 2 orang pemotong kayu di Sulawesi Utara yang meninggal karena rabies dalam 2 hari tanpa diketahui cara terpaparnya (Soedijar dan Dharma 2005). Pada tahun 2006, jumlah kabupaten/kota terjangkit penyakit rabies sebanyak 199 kabupaten/kota dari 23 provinsi. Jumlah kasus gigitan hewan penular rabies (GHPR) sebanyak 13 929 orang. Jumlah kasus GHPR yang mendapat vaksin anti rabies (VAR) sebanyak 8 959 hewan. Jumlah kasus penyakit rabies yang menyebabkan kematian (lyssa) sebanyak 106 orang. Kasus GHPR dari tahun 2001 sampai dengan 2004 cenderung naik, tetapi pada tahun 2005 dan 2006 menurun. Namun lyssa selama tahun 2001–2005 cenderung meningkat, seiring dengan terjadinya KLB penyakit rabies di Kalimantan Barat dan Maluku Utara, dan menurun lagi pada tahun 2006. Situasi penyakit rabies di Indonesia tahun 2001-2006 dapat dilihat pada Gambar 3. Kasus GHPR terbanyak dilaporkan dari Sumatera Barat (2 538 kasus) sedangkan terendah terjadi di Banten (10 kasus). Kasus penyakit rabies yang menyebabkan kematian pada manusia (lyssa) terbanyak dilaporkan dari Sulawesi Utara (21 kasus) dan Sulawesi Tengah (15 kasus). 16 Gambar 3 Kasus rabies pada manusia di Indonesia periode 2001-2006 (Itjen Depkes 2006). Peranan Kesehatan Masyarakat Permasalahan yang dihadapi dalam program permberantasan penyakit rabies di Indonesia dan negara berkembang lainnya, terutama menyangkut program vaksinasi dan pendanaan yang terbatas dari pemerintah untuk surveilans. Pengetahuan masyarakat yang lemah tentang bahaya rabies menyebabkan masyarakat tidak mau peduli untuk membiarkan hewannya divaksin oleh petugas kesehatan hewan atau secara sadar memvaksinasikan hewannya pada dokter hewan. Kebiasaan masyarakat berburu babi hutan dengan menggunakan anjing menyebabkan adanya mitos yang kurang baik tentang vaksinasi. Selain itu masyarakat tidak terbiasa untuk mengikat anjingnya di tempat yang aman, sehingga mereka membiarkan anjing-anjing mereka bebas berkeliaran dan dapat berinteraksi dengan anjing yang mungkin terinfeksi. Dalam kaitannya dengan tanggung jawab kesehatan masyarakat maka menurut National Assosiation of State Public Health Veterinarian atau NASPHV (2008) terdapat beberapa prinsip dalam pencegahan dan pengendalian penyakit rabies, antara lain: 1. Perlunya edukasi pada masyarakat tentang kesehatan masyarakat, tanggung jawab pemilik hewan kesayangan, pemeriksaan secara rutin pada dokter hewan, pendidikan berkelanjutan bagi para profesional di bidang kedokteran hewan, meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya penyakit rabies. 17 2. Pencegahan rabies pada manusia dengan menerapkan vaksinasi bagi manusia yang berisiko tinggi terkena rabies ataupun pada masyarakat yang berada di daerah dengan risiko tinggi gigitan HPR. 3. Pengendalian pada hewan domestik. 4. Vaksinasi rabies pada hewan berisiko. 5. Mengadakan surveilans rabies secara aktif maupun pasif. Vaksinasi Rabies Saat ini dikenal terdapat dua jenis vaksin rabies yang digunakan pada hewan yaitu live vaccine dan killed vaccines. Umumnya vaksin yang digunakan saat ini adalah jenis killed vaccines. Menurut Schultz (2000), vaksinasi rabies memiliki durasi imunitas minimum kurang lebih selama 3 tahun dan estimasi proteksi relatif sebesar 85%. Vaksin rabies dikelompokkan dalam kelompok vaksin inti, dengan pengertian sebagai vaksin yang penting dan harus diberikan pada setiap anjing untuk vaksinasi. Termasuk dalam vaksin inti ini adalah canine distemper, canine parvovirus-2, canine adenovirus-2, dan rabies (Rynders 2005; Schultz 2000). Program vaksinasi bagi vaksin inti ini adalah dilakukan pada umur 12 minggu atau lebih. Untuk vaksin rabies diharapkan dilakukan revaksinasi pada 1 tahun setelah vaksinasi dan diulang sekali lagi 3 tahun kemudian (Schultz 2000). Beberapa killed vaccine rabies mempunyai durasi minimum 3 tahun. Namun beberapa anakan anjing sebesar 5% gagal untuk membentuk imunitas terhadap salah satu vaksin inti termasuk juga vaksin rabies. Penyebab gagalnya imunitas ini antara lain: keberadaan imunitas secara pasif dari vaksinasi sebelumnya, mundurnya respon sistem kekebalan, imunogenisitas vaksin yang lemah, vaksin yang diberikan kurang cukup, ketidakmampuan genetik untuk merespon antigen dalam vaksin, kejadian immunosupresi, terlalu banyak komponen dalam vaksin (multiple component vaccine), atau juga inefektifitas vaksin itu sendiri (Schultz 2000). Menurut Roth (2007) faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan durasi imunitas pada hewan antara lain faktor vaksin yang digunakan, faktor internal hewan, dan faktor patogennya. Nash (2008) menyatakan adanya maternal antibodi, jarak waktu vaksinasi dan paparan 18 antigen, perbedaan strain virus, kerusakan vaksin, aplikasi vaksinasi yang kurang tepat, jadwal vaksinasi yang kurang tepat, variasi ras, imunosupresi atau imunodefisiensi, defisiensi nutrisi dan berada pada masa awal infeksi dapat berpengaruh terhadap kegagalan vaksinasi. Untuk menyakinkan bahwa semua anakan anjing memperoleh imunitas yang baik, maka vaksin rabies diberikan pada umur 12 minggu atau lebih, diikuti dengan vaksinasi ulangan setelah 1 tahun atau setelah berumur 1 tahun, dan divaksin kembali setelah 3 tahun (interval 3 tahun). Pada daerah dengan risiko tinggi rabies, program vaksinasi harus dilakukan untuk memberikan imunitas pada hewan yang belum pernah divaksinasi atau yang pernah mendapat vaksinasi lebih dari 3 tahun. Hewan yang belum pernah divaksinasi akan memiliki risiko tinggi terinfeksi virus rabies bila dibandingkan dengan yang pernah mengalami vaksinasi. Anjing yang datang/diimpor dapat membawa rabies bagi negara yang bebas penyakit rabies bila mereka dalam fase inkubasi penyakit dan ditransportasikan selama fase prasimtomatik. Vaksinasi merupakan program yang direkomendasikan untuk mencegah introduksi penyakit tersebut. Kurva antibodi netralisasi setelah vaksinasi dan boosters akan meningkat. Antibodi akan meningkat secara cepat setelah vaksinasi pertama kali, kemudian akan menurun dan meningkat kembali setelah dilakukan boosters untuk meningkatkan antibodi pada tingkat yang lebih tinggi dari sebelumnya hingga mencapai nilai antibodi yang tinggi dan stabil (Aubert 2006). Data yang diperoleh di Thailand dan Jawa menunjukkan titer antibodi netralisasi menurun secara cepat setelah mencapai 60 sampai 120 minggu post vaksinasi pada level 5-25 tingkat lebih rendah dari nilai tertinggi titer. Titer akan mencapai tingkat yang tinggi apabila pemilik hewan melakukan vaksinasi beberapa kali secara rutin (Sasaki et al. dalam Aubert 2006). Respon Kekebalan terhadap Vaksin Rabies Respon kekebalan spesifik melindungi tubuh dari serangan patogen dan juga memastikan pertahanan tubuh tidak berbalik melawan jaringan tubuh sendiri. Respon kekebalan spesifik timbul dari dua sistem berbeda yang saling bekerja 19 sama, yaitu antibody mediated immunity (imunitas yang diperantarai antibodi) atau disebut juga imunitas humoral, dan cell mediated immunity (imunitas yang diperantarai sel). Imunitas humoral merupakan respon kekebalan yang diperantarai antibodi tidak melibatkan sel, melainkan hanya senyawa kimia yaitu antibodi. Antibodi ini dihasilkan sel limfosit B dan teraktivasi bila mengenali antigen yang terdapat pada permukaan sel patogen dengan bantuan sel limfosit T. Sel B akan memproduksi 5 jenis antibodi yaitu Ig A. Ig D, Ig E, Ig G dan Ig M (Tizard 2004). Sel B ini diproduksi di dalam sumsum tulang belakang. Terdapat tiga jenis sel limfosit B, yaitu sel B plasma, sel B memori dan sel B pembelah. Patogen akan mengaktivasi satu sel B membelah dengan cepat menjadi populasi sel yang besar. Semua sel baru tersebut identik atau klon dan mereka semua kemudian mensekresikan antibodi yang spesifik terhadap patogen tersebut. Respon tersebut adalah menyebabkan antigen saling melekat (aglutinasi), menstimulasi fagositosis oleh netrofil, berperan sebagai antitoksin dan menyebabkan pengendapan toksin bakteri, serta mencegah bakteri patogen melekat pada membran sel tubuh. Setelah infeksi berakhir sel B akan mati. Respon kekebalan ini tersebut dinamakan respon kekebalan primer. Respon kekebalan sejak masuknya antigen ke dalam tubuh membutuhkan waktu kurang lebih 14 hari untuk mencapai tingkat yang optimum, namun biasanya tidak tinggi dan cepat hilang. Sel-sel B memori yang telah mengingat patogen yang menginfeksi, masih tetap hidup untuk beberapa tahun dalam tubuh. Apabila patogen yang sama masuk atau menginfeksi kembali maka sel B tersebut akan merespon dengan cepat menghasilkan sel-sel B aktif dalam jumlah yang lebih besar lagi dan semuanya memiliki kemampuan mensekresi (immunological memory phenomenon). antibodi yang spesifik Respon kekebalan tersebut disebut dengan respon kekebalan sekunder dan merupakan respon kekebalan yang jauh lebih cepat dan efektif dibandingkan dengan respon kekebalan primer. Menurut Tizard (2004) imunitas diperantarai sel merupakan respon kekebalan yang melibatkan sel-sel yang menyerang secara langsung pada organisme asing. Sel yang terlibat dalam respon kekebalan ini adalah sel limfosit T. Tubuh menggunakan mekanisme respon kekebalan ini untuk menghadapi 20 parasit multiseluler, fungi, sel-sel kanker dan dapat menyerang jaringan atau organ transplan yang dianggap benda asing. Sel limfosit T ini diproduksi oleh timus. Sel limfosit T juga bereaksi terhadap antigen yang spesifik. Setiap antigen yang terdapat pada permukaan sel patogen akan menstimulasi sel limfosit untuk membelah membentuk klon. Beberapa klon akan menjadi sel-sel memori yang tetap bertahan dalam tubuh untuk menjadi respon kekebalan sekunder bila terjadi infeksi patogen yang sama. Klon yang lainnya akan berkembang menjadi salah satu dari tiga jenis sel T, yaitu sel T pembantu (helper T cell), sel T pembunuh (killer T cell), sel T sitotoksik (cytotoxic T cell) dan sel T supresor (suppresor T cell). Sel T pembantu mempunyai penanda permukaan (CD4) yang menjadi reseptor bagi virus HIV dan akan mengaktivasi sel B, sel Tc, dan makrofag menghasilkan protein sitokin/limfokin. Sel T sitotoksik (CD8) akan merespon terhadap infeksi virus dan tumor. Vaksinasi rabies yang dilakukan pada anjing akan merangsang terbentuknya respon kekebalan dengan mengaktivasi limfosit. Antigen akan menginduksi sel T sitotoksik dan sel T pembantu meningkatkan kerja sel B untuk menghasilkan antibodi netralisasi terhadap virus (Kasempimolporn S, Hemachudha T, Khawplod P dan Manatsathit S 1991). Antibodi yang teraktivasi dengan adanya virus didalam vaksin adalah Ig M dan Ig G. Antibodi yang diproduksi sel B ini akan diukur dalam pengujian laboratorium dengan menggunakan FAVN maupun dengan ELISA. Titer antibodi tersebut akan meningkat dengan cepat namun akan berbeda pada masing-masing individu (Kennedy et al. 2007). Rute Vaksinasi Vaksinasi rabies secara umum dilakukan dengan beberapa rute aplikasi, antara lain secara injeksi intramuskular (IM), injeksi subkutaneus (SC), injeksi intradermal, intranasal, dan secara parenteral. Pada masa Pasteur, vaksinasi rabies dilakukan dengan cara injeksi SC, namun Fuenzalida pada tahun 1967 mendemonstrasikan IM dan menunjukkan bahwa rute vaksinasi ini menghasilkan titer antibodi netralisasi lebih tinggi pada serum darah anjing. Penelitian lebih lanjut menunjukkan pula hasil yang sama (Aubert 2006). Meskipun demikian, 21 keuntungan injeksi IM ini dikurangi dengan vaksin yang mempunyai potensi tinggi dan penggunaan adjuvant vaksin yang membuat rasa sakit saat aplikasi. Adjuvant membuat imunitas vaksin menjadi lebih panjang/lama. Pengaruh Umur terhadap Vaksinasi Menurut Aubert (2006), anjing berumur 11-16 minggu merespon lebih baik pada vaksin low egg passage (LEP) atau high egg passage (HEP) daripada anjing berumur 5-10 minggu dengan prosentase 81% berbanding 38%. Hubungan antara umur hewan dan proteksi terhadap rabies digambarkan dalam penelitian (Bunn dalam Aubert 2006) di laboratorium terhadap anak anjing berumur 3-5 bulan. Anjing berumur 3 bulan setelah vaksinasi dengan vaksin flury LEP menunjukkan 10/40 mempunyai titer di bawah 1/5. Pengaruh umur pada respon antibodi netralisasi juga ditunjukkan pada penelitian di Thailand dengan mengelompokkan anjing ke dalam kelompok 3 minggu–3 bulan, 6-12 bulan, dan lebih dari 12 bulan. Titer antibodi dievaluasi setelah vaksinasi dan diperoleh hasil bahwa anjing yang lebih tua mempunyai respon lebih tinggi terhadap vaksinasi. Bahkan penelitian ini menyatakan bahwa respon superior pada anjing tua meningkatkan pula harapan hidup anjing dengan sistem imun yang kuat. Keberadaan antibodi netralisasi spesifik pada anak anjing yang didapatkan melalui kolostrum menghalangi terbentuknya imunitas aktif pada anak. Menurut penelitian Precausta yang diacu Aubert (2006), anak anjing yang belum divaksinasi pada umur 1 bulan mempunyai tingkat antibodi netralisasi yang sama dengan anakan berumur 7 bulan yang telah divaksinasi, sedangkan anak anjing berumur 1 bulan dan divaksinasi menunjukkan tingkat antibodi yang menurun secara kinetik sama dengan anakan lain yang belum divaksinasi pada kandang yang sama. Setelah 10-11 minggu tidak dijumpai lagi adanya netralisasi oleh antibodi maternal pada anjing. Survei pada populasi anjing yang dilakukan vaksinasi secara sistemik di Perancis dan di beberapa negara mampu mengkonfirmasi bahwa tidak dijumpai adanya gangguan antara aktif dan pasif imunitas pada umur ini. 22 Mekanisme Proteksi Rabies Menurut Soedijar dan Dharma (2005) manusia yang terinfeksi virus rabies akan memproteksi dirinya melalui reaksi antigen antibodi dan efek inhibisi dari interferon. Virus rabies dikenal mempunyai 2 antigen struktural yang utama, yaitu protein G dan antigen nukleoprotein (internal nucleoprotein). Protein G atau glikoprotein adalah satu-satunya antigen yang mampu menginduksi pembentukan antibodi penetralan virus, dan melindungi induk semang (host) terhadap tantangan virus berikutnya. Antigen nukleoprotein dapat pula menginduksi pembentukan antibodi seperti yang sering diperlihatkan dengan teknik fiksasi komplemen dan teknik presipitasi, namun tidak memiliki kemampuan menetralkan. Virus rabies yang hidup dalam vaksin akan mampu menginduksi sel-sel tubuh dan membentuk interferon. Setelah dikeluarkan dari sel, interferon dapat diambil lagi oleh sel lain yang karenanya menjadi resisten terhadap infeksi virus sebagai kemungkinan dihasilkannya suatu translation inhibiting protein. Bagian yang penting dari interferon adalah dapat bertindak sebagai substansi terapeutik yang potensial sebagai obat antivirus universal. Interferon hanya aktif pada hasil spesies yang membuatnya, sehingga interferon untuk manusia hanya diperoleh dari sel-sel manusia saja. Pengukuran Antibodi Rabies Metode pengukuran antibodi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan pengukuran kekebalan humoral dan kekebalan selular. Pengukuran antibodi humoral dapat dilakukan dengan uji haemoaglutinasi inhibition (HI). Uji ini dapat menjadi pilihan bagi laboratorium serologi yang mempunyai fasilitas terbatas. Namun untuk melakukan uji ini harus dimiliki terlebih dahulu standardisasi penetapan nilai protektif. Pada saat tertentu, selama dan sesudah suatu vaksinasi anti rabies penuh memberikan titer tertinggi 1/3125 dengan metode indirect flourescent antibody test (IFAT). Teknik ini memerlukan pengalaman dalam penentuan positif antibodi untuk menghindari positif palsu. Pengukuran antibodi dapat pula dilakukan dengan metode ELISA yang cukup murah dan relatif lebih cepat bila dilakukan pemeriksaan pada sampel dalam jumlah yang banyak dan sekaligus. Namun uji ini tidak mempunyai 23 sensitifitas dan spesifisitas setinggi serum neutralization test (SNT). ELISA menunjukkan sensitifitas dan spesifisitas sebesar 64% dan 100% pada 30 sampel pada pengujian serum darah anjing di Thailand (Wattanapirom P, Pantsiri U, Wiriyakitja W, Prasertmek P dan Suradhat S 2008). Pada penelitian tersebut diperoleh kebanyakan jumlah negatif palsu terjadi pada sampel dengan titer antibodi dibawah 5 IU/ml dengan pengujian RFFIT . Titer antibodi protektif bagi hewan dan manusia dinyatakan dengan besaran 0.5 IU/ml bagi sampel individu atau 0.1 IU bagi serum sampel kelompok. WHO menyarankan untuk menggunakan mouse neutralization test (MNT) dan plaque reduction test (PRT) untuk pengukuran titer antibodi rabies. Para peneliti saat ini memilih menggunakan metode rapid flourescent focus inhibition test (RFFIT) sebagai uji standar dalam pengukuran titer antibodi rabies (sesuai dengan OIE). Uji ini dikenal juga uji flourescent inhibition microtest (FIMT) sebagai uji modifikasi dari RFFIT yang diaplikasikan dengan mikroplat, dimana semua uji tersebut memerlukan biakan jaringan. Uji SNT merupakan uji yang paling spesifik bagi deteksi antibodi rabies. Uji ini memerlukan kemampuan laboratorium yang baik untuk menggunakan sel yang sensitif bagi pertumbuhan virus rabies serta menunjukkan adanya kerusakan sitopatik pada sel MNA (myel-neuroblastoma) setelah diinkubasi selama 3 hari. Titer 16 merupakan angka positif antibodi terhadap rabies dengan uji ini (Soedijar dan Dharma 2005). Metode pengukuran antibodi rabies yang berikutnya adalah dengan pengukuran kekebalan selular. Uji sitotoksisitas akhir-akhir ini banyak digunakan untuk mengukur sitotoksisitas atau efek sitostatik antibodi atau sel efektor (limfosit). Limfosit sel T sitotoksik (Tc) adalah pemegang peranan penting dalam regulasi respon kebal. Oleh sebab itu ketepatan pengukuran sel T sitotoksik bagi manusia dan hewan sekarang ini banyak dilakukan dalam industri bioteknologi seperti imunoterapeutik pengobatan kanker, disorder autoimun, dan percobaan klinis lainnya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh BBPMSOH-UI-BATAN, pengukuran Tc dilakukan pada sel limfosit manusia pre dan pasca-VAR (vaksin anti rabies). Sel target myelo-neuroblastoma yang diinokulasi virus rabies yang 24 telah diberi label dengan radioaktif (Cr51) kemudian diinokulasikan dengan limfosit pre- dan pasca-vaksinasi. Kemudian sensitisasi limfosit (Tc) dapat diketahui dengan cara pengukuran pelepasan zat radioaktif yang dihitung dengan gamma counter (Soedijar dan Dharma 2005). Menurut Durr S et al. (2008) pengujian untuk mendeteksi virus rabies dapat dilakukan dengan menggunakan direct rapid immunohistochemical test (dRIT). Penggunaan uji ini di Tanzania menunjukkan sensitifitas dan spesifisitas yang mencapai 100% dibandingkan dengan uji gold standart direct fluorescent antibody (DFA) sebagai uji yang direkomendasikan WHO (Durr S et al. 2008). Aturan Internasional tentang Importasi Hewan Kesayangan Secara umum lalu lintas hewan di dunia telah diatur secara rinci oleh OIE baik untuk ekspor maupun impor dengan mempertimbangkan faktor-faktor wilayah/negara dan kesehatan hewan. Pertimbangan faktor perdagangan dunia pun telah diatur secara khusus dalam Sanitary and Phytosanitary Agreement World Trade Organization (SPS Agreement WTO) bagi para anggotanya. Secara umum setiap hewan yang akan diberangkatkan dari satu negara ke negara yang lainnya harus dilengkapi dengan sertifikat kesehatan hewan yang dikeluarkan oleh dokter hewan berwenang di negara tersebut. Berkaitan dengan penyakit rabies, OIE (2007) telah mengatur importasi hewan dari negara yang bebas rabies mapun negara yang endemik rabies (Teresterial Animal Health Code 2007 Chapter 2.2.5). Secara rinci diuraikan sebagai berikut: 1. Hewan berasal dari negara yang bebas rabies. Hewan tersebut harus dilengkapi dengan International Veterinary Certificate yang dikeluarkan oleh dokter hewan berwenang di negara tersebut yang menyatakan bahwa hewan tidak menunjukkan gejala klinis rabies pada saat diberangkatkan, serta hewan telah berada di wilayah tersebut selama 6 bulan sebelum keberangkatan. 2. Hewan berasal dari negara yang endemik rabies. Hewan tersebut tidak menunjukkan gejala klinis rabies selama 48 jam terakhir, telah divaksinasi rabies tidak kurang dari 6 bulan sebelumnya dan tidak lebih dari satu tahun sebelum diberangkatkan sebagai prasyarat vaksinasi rabies wajib bagi hewan berumur tidak kurang dari 3 bulan; divaksinasi ulang (booster) dalam jangka 25 waktu tidak lebih dari satu tahun; digunakan vaksin rabies inaktif atau menggunakan vaksin rabies rekombinan dan ditandai dengan penggunaan tanda khusus (termasuk microchip); dilakukan pengujian titer antibodi rabies tidak lebih dari 3 bulan dan tidak kurang dari 24 jam sebelum diberangkatkan dengan menunjukkan hasil protektif minimum 0.5 IU/ml. Pemerintah Indonesia melalui Badan Karantina Pertanian Departemen Pertanian juga menetapkan petunjuk teknis untuk importasi hewan kesayangan ini. Melalui Surat Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 344.b/kpts/PD.670.370/L/12/06 tentang Petunjuk Teknis Persyaratan dan Tindakan Karantina Hewan terhadap Lalulintas Pemasukan Hewan Penular Rabies (anjing, kucing, kera, dan hewan sebangsanya) maka diberlakukan persyaratan karantina terhadap lalulintas pemasukan HPR dari luar negeri yang bebas rabies, yaitu: 1. Dari Luar Negeri Dari negara bebas rabies sesuai dengan Lampiran Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1096 Tahun 1999 yang dapat diperbaharui sesuai perkembangan status bebas rabies dunia. 2. Kelengkapan dokumen a. Sertifikat kesehatan hewan yang diterbitkan oleh pejabat berwenang di negara asal dan negara transit; b. Surat persetujuan pemasukan; c. Paspor hewan atau surat keterangan identitas hewan dalam bahasa Inggris yang dikeluarkan oleh dokter hewan berwenang di negara asal yang memuat antara lain telah berada atau dipelihara sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan di negara asal sebelum diberangkatkan, dan hewan sekurang-kurangnya telah berumur 6 (enam) bulan serta tidak dalam keadaan bunting umur 6 (enam) minggu atau lebih, dan atau hewan tersebut tidak sedang menyusui pada saat diberangkatkan. Paspor hewan mencantumkan informasi sekurang-kurangnya jenis hewan, bangsa, jenis kelamin, warna bulu, umur/tanggal lahir dan penanda identitas; atau d. Penanda identitas permanen dengan identifikasi elektronik (microchip). Bila microchip yang digunakan tidak sesuai dengan alat baca pada 26 pelabuhan/bandara pemasukan, maka pemilik atau kuasa pemilik harus menyediakan sendiri perangkat alat baca untuk microchip tersebut. e. Hewan yang akan masuk ke wilayah/daerah bebas rabies di Indonesia diberangkatkan langsung dari negara bebas rabies. Apabila harus transit maka harus ada persetujuan dari Menteri Pertanian cq. Dirjen Peternakan dan otoritas veteriner di negara transit memberikan keterangan transit; f. Surat keterangan vaksinasi bagi negara yang melaksanakan vaksinasi, yang menerangkan bahwa vaksinasi menggunakan vaksin inaktif, yang diberikan: - untuk hewan yang divaksinasi pertama kali (primer), sekurangkurangnya 6 (enam) bulan dan tidak lebih dari 1 tahun sebelum diberangkatkan yang diberikan saat hewan berumur minimal 3 (tiga) bulan; - untuk vaksinasi booster, sekurang-kurangnya 1 bulan atau tidak lebih dari 1 tahun sebelum diberangkatkan; g. Surat keterangan hasil pemeriksaan titer antibodi dari negara asal. Pengujian titer antibodi tidak boleh dilakukan lebih lama dari 6 bulan setelah vaksinasi dari laboratorium yang telah diakreditasi. Dari kedua peraturan tersebut terdapat perbedaan dalam hal persyaratan bagi pemasukan hewan dari negara yang belum bebas rabies, yaitu pemerintah Indonesia tidak menetapkan persyaratan bagi hewan yang berasal dari negara yang belum bebas rabies karena pemerintah melarang pemasukan HPR dari negara yang belum bebas rabies, kecuali untuk hewan pameran, milik kedutaan besar negara sahabat dan hewan organik. Hewan yang datang dari negara bebas rabies ke Indonesia akan dilakukan pemeriksaan dokumen dan fisik hewan, kemudian dilakukan pengasingan atau isolasi di dalam fasilitas karantina hewan untuk dilakukan observasi selama minimal 14 hari. Pengambilan sampel darah dilakukan untuk pemeriksaan laboratorium terhadap titer antibodi rabies. Masa karantina bagi hewan dapat kurang dari 14 hari apabila menunjukkan titer antibodi >0.5 IU/ml bagi hewan yang berasal dari negara bebas dengan vaksinasi atau titer nol (0) bila berasal dari negara bebas tanpa vaksinasi. 27 Bagi hewan dengan negara asal yang melakukan vaksinasi dengan vaksin inaktif, titer antibodi minimal 0.5 IU/ml (≥0,5 IU/ml). Bila kurang dari 0.5 IU/ml dilakukan vaksinasi ulang bagi hewan yang akan masuk ke wilayah bebas dengan vaksinasi (Pulau Jawa) atau wilayah endemis; sedangkan negara yang tidak melaksanakan vaksinasi, bila hewan akan masuk ke wilayah bebas dengan vaksinasi atau wilayah endemis maka wajib dilakukan vaksinasi. Untuk negara yang tidak melaksanakan vaksinasi, bila hewan akan masuk ke wilayah bebas tanpa kegiatan vaksinasi, maka tidak perlu divaksin atau titer antibodi nol (0). Tindakan karantina penolakan akan dilakukan apabila dokumen tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan, hewan berasal dari negara bebas yang tidak melaksanakan kegiatan vaksinasi terdapat antibodi ≥0.1 IU/ml, dan hewan yang berasal dari negara bebas yang melaksanakan kegiatan vaksinasi dan akan masuk ke daerah bebas tanpa vaksinasi, maka dilakukan penolakan bila terdapat antibodi <0.5 IU/ml. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada periode waktu Juni 2007 sampai dengan Juni 2008 di Instalasi Karantina Hewan (IKH) Balai Besar Karantina Hewan Soekarno Hatta dan Laboratorium Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan yaitu: biosafety cabinet class II, ELISA reader, ELISA washer, microplate dasar V, multichannel micropipet 20-200µl, single microplate 5-50 µl, single microplate 20-200 µl, microplate dasar V (kit berjumlah 6 @ 16 well), konjugat 2.5 ml (tutup orange): protein A/peroksidase (konsentrasi 10x) konjugat diluent 50 ml, buffer peroxidase substrate 50 ml, kontrol negatif 2.5 ml (tutup hijau) dengan konsentrasi 10x, kontrol positif 2.5 ml (tutup merah) dengan konsentrasi 10x, sample diluent/SD 50 ml, wash solution 25 ml dan adesif film 6 film. Metodologi Penelitian adalah suatu proses mencari sesuatu secara sistematis dalam waktu yang relatif lama dengan menggunakan metode ilmiah serta aturan yang berlaku. Dalam proses penelitian ini ditunjukkan untuk mengetahui hubungan antara titer antibodi terhadap virus rabies dengan risiko masuknya penyakit rabies dari negara yang belum bebas dan telah bebas penyakit rabies. Konseptualisasi proses tersebut kemudian dituangkan menjadi suatu metode penelitian lengkap dengan pola analisis observasi serta pengumpulan data yang diperlukan untuk melukiskan keadaan tersebut. Sesuai dengan anggapan dasar serta hipotesis dalam penelitian ini bahwa deskripsi yang dimaksudkan menggambarkan peubah yang digunakan untuk menilai pengaruhnya terhadap titer antibodi, serta menggambarkan peubah tersebut dalam menentukan angka titer kekebalan rabies. Data tersebut perlu dilakukan analisis untuk menguji hipotesis dan mengadakan interpretasi tentang hubungan dan pengaruhnya. 29 Kerangka Studi Penelitian ini menggunakan disain studi lintas seksional dengan metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif merupakan metode penelitian yang berlandaskan pada falsafah positifisme. Metode ini digunakan untuk meneliti populasi, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono 2006). Studi ini dilaksanakan dengan menggunakan kajian lintas seksional. Kajian lintas seksional adalah suatu kajian observasional yang meneliti secara sekaligus faktor exposure dan penyakit tanpa arah dimensi penyelidikan tertentu (Budiharta dan Suardana 2007). Pemilihan kajian ini dengan dasar studi dilakukan pada satu titik waktu (periode waktu satu tahun). Keuntungan dilakukannya studi lintas seksional ini adalah: 1. Sampel dipilih secara acak dari populasi target. 2. Cukup valid untuk melihat pengaruh suatu faktor risiko terhadap penyakit. 3. Memungkinkan untuk generalisasi hasil studi karena pengambilan sampel dilakukan pada populasi yang besar. 4. Memungkinkan untuk menyidik beberapa faktor penyebab potensial penyakit. Kajian ini akan memberikan potret pada satu saat tertentu atau periode tertentu. Kajian ini sangat baik untuk menguji hipotesis asosiasi antara penyakit dan faktor permanen (tidak akan berubah seumur hidup), misalnya umur, genetik dan sebagainya pada inferensi yang bersifat kausal (Budiharta dan Suardana 2007). Dependent Independent 1. Antibodi protektif (positif) 2. Antibodi tidak protektif (negatif) Faktor: 1. Umur 2. Aplikasi vaksin 3. Jarak waktu vaksinasi dengan pengujian serum darah 4. Status negara asal 5. Ulangan vaksinasi 6. Jenis kelamin 7. Jenis vaksin Gambar 4 Kerangka disain penelitian. 30 Setiap kelompok diselidiki terhadap faktor risiko melalui data dan riwayat kesehatan hewan yang diperoleh dari lembar permohonan karantina, dokumen kesehatan yang disertakan bersama dengan hewan dari negara asal, serta lembar kartu status hewan saat dilakukan pemeriksaan di IKH. Setiap hewan dilakukan pengujian titer antibodi rabies dan dilakukan observasi selama 14 hari sesuai petunjuk teknis Badan Karantina Pertanian Indonesia (Surat Keputusan Kepala Badan Karantina Nomor 344.b/Kpts/PD.670.370/L/12/06). Hasil pengujian dimasukkan dalam tabel yang dibuat dengan berdasarkan pengelompokan nilai hasil pengujian titer antibodi, yaitu protektif dan tidak protektif. Data hasil pengujian titer antibodi yang telah diperoleh akan dilakukan analisis secara statistik chi square (X2) dengan umur, aplikasi vaksinasi, jarak waktu vaksinasi dengan pengukuran titer antibodi, ulangan vaksinasi, jenis kelamin, dan jenis vaksin guna mengetahui pengaruh masing-masing faktor terhadap titer antibodi. Uji statistik X2 digunakan untuk melihat hubungan antara faktor-faktor yang berpengaruh terhadap titer antibodi (Thrusfield 2005). Tabel 1 Definisi operasional peubah penelitian No Peubah 1. Titer antibodi Titer protektif (positif) Titer tidak protektif (negatif) 2. 3. Faktor umur Umur <6 bulan Umur >6 bulan Definisi operasional Merupakan kelompok hewan yang memiliki nilai titer antibodi rabies ≥0.6 EU/ml Merupakan Kelompok hewan yang memiliki nilai titer antibodi rabies <0.6 EU/ml Adalah hewan yang berumur kurang dari 6 bulan saat diimpor ke Indonesia Adalah hewan yang berumur lebih dari 6 bulan saat diimpor ke Indonesia Cara aplikasi vaksin Injeksi Merupakan cara vaksinasi dengan melakukan Intramuskular injeksi vaksin pada otot (IM) Injeksi Merupakan cara vaksinasi dengan melakukan Subkutaneus injeksi vaksin pada jaringan dibawah (SC) kulit/subkutis Skala Ordinal 2 1 Ordinal 1 2 Ordinal 1 2 31 No Peubah Definisi operasional 4. Jarak waktu vaksinasi dengan pengujian x < 1 bulan Selisih waktu vaksinasi dengan waktu pengujian serum darah kurang dari 1 bulan x > 1 bulan Selisih waktu vaksinasi dengan waktu pengujian serum darah lebih dari 1 bulan Skala Ordinal 1 5. Ulangan vaksinasi 0 Hewan mendapatkan vaksinasi rabies pertama kali 1 Hewan mendapat ulangan vaksinasi rabies satu kali ≥2 Hewan mendapat ulangan vaksinasi rabies dua kali atau lebih Ordinal 1 Faktor status negara Negara bebas Negara-negara yang tidak pernah dilaporkan rabies (rabies terjadi kasus rabies, mempunyai system free country) surveilans penyakit yang efektif, mempunyai aturan yang jelas dalam pencegahan dan pengendalian rabies, serta Negara yang dalam periode 2 tahun terakhir tidak terjadi kasus rabies pada manusia maupun spesies hewan. Negara Negara yang dilaporkan masih terjadi kasus endemik rabies pada manusia maupun spesies hewan rabies dalam periode waktu kurang dari 2 tahun. Ordinal 1 Jenis Kelamin Jantan Hewan yang memiliki alat reproduksi jantan dan belum dikastrasi Betina Hewan yang memiliki alat reproduksi betina dan belum disteril Ordinal 1 Jenis vaksin Ordinal 2 6. 7. 8. Tunggal Kombinasi Vaksin dalam satu vial hanya berisi antigen rabies Vaksin dalam satu vial berisi antigen rabies dan antigen lainnya. Cara ukur Observasi dan pemeriksaan titer antibodi Alat ukur 1. Data pemasukan hewan Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta (kuesioner pemilik) 2. Data hasil pemeriksaan laboratorium Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian Jakarta 2 2 3 2 2 1 32 Teknik Pengambilan Data Penelitian ini dilakukan pada anjing yang berasal dari negara bebas rabies dan negara endemik rabies (menurut daftar Wahid Interface OIE tahun 2008) pada periode waktu Juni 2007-Juni 2008. Data yang akan digunakan adalah data primer dengan mengumpulkan data pengujian laboratorium titer antibodi di Laboratorium Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui lembar permohonan karantina, dokumen kesehatan yang disertakan bersama dengan hewan dari negara asal, buku vaksinasi, dokumen karantina hewan serta lembar kartu status hewan saat dilakukan pemeriksaan di IKH. Pengambilan Sampel Darah Pengambilan sampel darah dilakukan pada setiap kedatangan anjing yang berasal dari luar negeri (sampel 100% hewan yang datang) baik yang berasal dari negara bebas rabies dan negara endemik rabies. Setiap anjing yang datang akan diistirahatkan terlebih dahulu selama 1-2 hari agar kondisi tubuhnya berada pada kondisi yang baik sebelum dilakukan pengambilan darah. Pengambilan darah ditujukan untuk mendapatkan serum sebagai bahan untuk pemeriksaan kandungan antibodi rabies dari hewan yang telah divaksinasi. Darah anjing sebanyak 1-2 ml diambil dari Vena femoralis kaki belakang atau Vena saphena kaki depan dengan menggunakan spuit steril berukuran 2.5 ml. Spuit yang telah berisi darah kemudian dibiarkan pada suhu luar sampai terjadi pemisahan antara serum dan bekuan sel darah. Cairan serum yang sudah terpisahkan dari bekuan darah ini kemudian dipindahkan ke dalam tabung gelas/plastik (tabung venoject/ampul) yang steril. Tabung yang berisi cairan serum tadi kemudian disimpan dalam boks/kotak dengan suhu dingin (berisi batu es), atau langsung dimasukkan ke dalam freezer suhu -20 oC sampai serum tersebut digunakan atau diuji. Sebelum digunakan untuk pengujian, cairan serum diinaktivasi terlebih dahulu dengan cara menempatkan tabung berisi serum tadi pada mesin penghangat air (waterbath) dengan suhu 56 oC untuk selama 30 menit. 33 Gambar 5 Pengambilan sampel darah pada hewan impor. Pemeriksaan Laboratorium Pada penelitian ini pemeriksaan titer antibodi terhadap virus rabies dilakukan dengan menggunakan metode ELISA. Metode ini merupakan salah satu metode yang direkomendasikan dalam Manual of Standards for Diagnostic Tests and Vaccines (OIE 2000). Metode ini cukup baik untuk digunakan sebagai pengujian cepat titer antibodi rabies. Menurut Cliquet et al. (2004), hasil pengujian titer antibodi anjing dengan menggunakan ELISA ini menunjukkan spesifisitas yang baik apabila dibandingkan dengan pengujian menggunakan gold standard uji fluorescent antibody virus neutralization (FAVN) yang direkomendasikan OIE, namun ELISA menunjukkan sensitifitas yang lebih rendah. Menurut Manual of Diagnostic Tests and Vaccines for Terrestrial Animals 2008, ELISA dapat digunakan sebagai pilihan uji alternatif untuk perdagangan dan lalu lintas hewan selain uji yang direkomendasikan, yaitu FAVN dan rapid fluorescent focus inhibition test (RFFIT). Uji ini telah divalidasi dan terbukti memiliki kinerja yang memuaskan dengan sensitifitas, spesifisitas dan kemampuan menunjukkan hasil yang sama pada pengujian berulang (Servat et al. 2007). 34 Gambar 6 Kit ELISA rabies pada sampel serum darah hewan. Uji ELISA merupakan alat uji yang baik guna melakukan screening secara cepat terhadap sampel serum hewan kesayangan. Uji ini telah digunakan secara rutin sebagai uji standar pemeriksaan serum darah hewan kesayangan di karantina pertanian Indonesia. Keuntungan uji ini adalah mampu menampilkan hasil yang lebih cepat apabila dibandingkan gold standard yang dapat mencapai 4 hari. Alat uji ini hanya membutuhkan waktu 4 jam hingga diperoleh hasil titer antibodi. Pengujian laboratorium akan menggunakan diagnostic kit SERELISATM RABIES Ab Mono Indirect dengan sensitivitas 76.2% dan spesifisitas 97.2% (Cliquet et al. 2004). Prinsip kerja dari ELISA ini adalah berdasarkan atas ikatan antigen (Ag) coating di dasar sumur microplate dengan antibodi (Ab) dari serum dan konjugat yang ditandai adanya perubahan warna karena adanya penambahan substrat. Titer serum ditentukan berdasarkan atas optical density (OD) dalam bentuk equivalen unit terhadap serum standar OIE. Hasil titer yang protektif ditunjukkan dengan nilai ≥0.6 EU/ml yang nilainya ekuivalen dengan ≥0.5 IU/ml sebagai standar protektif titer antibodi menurut OIE, sedangkan sebaliknya akan dianggap tidak protektif. Prosedur kerja ELISA rabies ini dilakukan pertama kali dengan mengeluarkan kit ELISA dari refrigerator, sampel dan serum standar OIE dari freezer dan didiamkan pada suhu 27 oC (suhu ruang) selama 1 jam. Pengenceran dengan wash solution 1 bagian (20 ml) + 9 bagian (180 ml) air destilata; Plate 35 dasar F disediakan untuk pengenceran dan diisi 90µl sampel diluen (SD) pada A1G1 untuk standar serum OIE dan sumur-sumur selanjutnya sesuai dengan jumlah sampel yang akan diuji (tidak duplo). Selanjutnya dilakukan pengenceran serum sesuai standar OIE, yaitu sebagai berikut:1:10, 1:30, 1:100, 1:150, 1:300, 1:1000, 1:3000; Lalu dimasukkan 10 µl serum sampel ke dalam sumur-sumur yang sudah terisi SD dan dicampur mulai dari sumur H1, A2, B2, C2, dan seterusnya sesuai dengan jumlah sampel, selanjutnya plate kit ELISA diambil sesuai dengan jumlah sampel, lalu dimasukkan 90 µl SD pada sumur A1 dan A2 untuk kontrol negatif dan sumur B1 dan B2 untuk kontrol positif. Sebanyak 90 µl SD dimasukkan pada sumur C1, D1, E1, F1, G1, H1 dan C2, D2, E2, F2, G2, H2, dan A3, A4 untuk standar serum OIE dan sumur-sumur selanjutnya sesuai dengan jumlah sampel yang akan diuji (duplo). Sebanyak 10 µl kontrol negatif dimasukkan ke sumur A1 dan A2, 10 µl kontrol positif dimasukkan ke sumur B1 dan B2, 10 µl standar serum OIE dan serum sampel yang telah diencerkan dimasukkan ke sumur C1, D1, E1, F1, G1, H1 dan C2, D2, E2, F2, G2, H2 dan A3, A4, dan sumur-sumur selanjutnya sesuai dengan jumlah sampel yang akan diuji (duplo). Sumur-sumur ditutup dengan adhesive film dan larutan dilarutkan dengan shaker. Plate diinkubasi pada suhu 37±3 oC selama 1 jam ± 5 menit. Cairan dibuang dan dicuci 4 kali, masingmasing 3 menit. Sebanyak 100 µl buffer peroksidase ditambahkan ke substrat dan tidak ditutup dengan adhesive film, kemudian dilarutkan dengan shaker. Plate diinkubasi pada suhu 20±5 oC selama 30 menit ± 5 menit (warna berubah menjadi biru), setelah itu ditambahkan stop solution 50 µl dan warna akan berubah menjadi kuning. Selanjutnya, dilarutkan kembali dengan shaker dan terakhir dibaca OD pada 450 nm/630 nm (mesin ELISA Reader). Nilai valid bila OD kontrol positif ≥ 0.300 , OD kontrol negatif <0.50 x OD kontrol positif, koefisien korelasi diantara Ln Ods dan Ln rabies Ab untuk standar serum OIE >0.95. Titer kalkulasi: Ln [Rab Ab concentration (EU/ml)] = a+b*Ln OD, sampel Rab Ab concentration (EU/ml) = e(a+b* Ln OD), jika titer kalkulasi >0.5 dikatakan hewan protektif, sedangkan sebaliknya akan dikatakan tidak protektif. 36 Tabulasi Data Data pengujian yang telah diperoleh dan data kuisioner dikelompokkan berdasarkan faktor-faktor yang telah ditentukan. Data yang layak digunakan untuk analisis statistik. Analisis Data Data yang telah dikumpulkan dan direkapitulasi sehingga diperoleh gambaran secara menyeluruh terhadap hasil pengumpulan data di lapangan. Menurut Hosmer dan Lemeshow (1989), untuk mengukur hubungan antara peubah terikat (dependent variable) dan peubah bebas (independent variable) dianalisis sebagai berikut : 1. Analisis univariat. Analisis ini berfungsi untuk melihat distribusi frekuensi responden menurut berbagai karakteristik yang diteliti, baik peubah terikat maupun peubah bebas. 2. Analisis bivariat. Analisis ini berfungsi untuk melihat besarnya hubungan antara peubah terikat dan peubah bebas 3. Analisis multivariat. Analisis ini berfungsi untuk melihat pengaruh beberapa faktor risiko yang signifikan secara bersamaan terhadap munculnya titer antibodi tidak protektif. Dengan analisis ini akan diperoleh nilai Odds Ratio (OR) yang dapat mengukur kekuatan asosiasi faktor tanpa memandang cara pengambilan sampel (Budiharta dan Suardana 2007). Dalam penelitian ini akan digunakan analisis statistik deskriptif, chi square (X2) dan statistik logistik regresi dengan menggunakan bantuan software SPSS versi 17. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengumpulan Data Anjing Impor Hewan anjing yang masuk pada periode bulan Juni 2007–Juni 2008 sebanyak 607 ekor. berfluktuasi. Pemasukan anjing pada periode penelitian terlihat Dalam studi ini terlihat bahwa pemasukan anjing cenderung meningkat pada bulan Juni-Agustus. Pada bulan Juli 2007 merupakan bulan dengan jumlah pemasukan anjing terbanyak (109 ekor) dan pada bulan Februari 2008 jumlah pemasukan paling kecil (12 ekor). Jumlah pemasukan anjing pada bulan Juni 2007-Juni 2008 dapat dilihat pada Gambar 7. 120 109 101 100 80 69 60 40 47 46 46 44 44 Anjing 32 20 18 18 21 12 0 Gambar 7 Jumlah anjing yang masuk ke Indonesia melalui Bandara Soekarno Hatta pada periode penelitian (Cahyono dan Darudjati 2008). Seluruh hewan yang diimpor tersebut dilakukan pengambilan darah dan dilakukan pengujian titer antibodi, sedangkan data klinis hewan dan keterangan pemilik dikumpulkan dalam lembar isian kuisioner. Setelah dilakukan pemilahan data yang layak untuk diolah secara statistik, maka jumlah data hewan yang dapat diolah sebanyak 602 ekor. Perbedaan jumlah pemasukan anjing tersebut disebabkan perbedaan jumlah pendatang (kalangan expatriat atau diplomat negara asing) yang cenderung meningkat pada bulan Juni hingga Agustus pada setiap tahunnya, sehingga jumlah 38 anjing yang masuk ke Jakarta meningkat. Selain itu, maraknya kontes atau pameran anjing pada periode tersebut juga meningkatkan jumlah hewan yang datang. Secara rata-rata anjing yang masuk ke Jakarta pada periode penelitian adalah 50 ekor setiap bulan. Alasan pemasukan anjing ini adalah untuk kepemilikan perseorangan atau peternak anjing dan untuk diperdagangkan kembali di Jakarta dan sekitarnya. Pengaruh Faktor Umur terhadap Titer Antibodi Pengukuran titer antibodi pada hewan anjing dilakukan dalam 2 kelompok umur, yaitu di bawah umur 6 bulan dan umur lebih dari 6 bulan. Kelompok umur kurang dari 6 bulan mempunyai prosentase negatif atau titer tidak protektif yang lebih tinggi sebanyak 50 ekor (45%) apabila dibandingkan dengan pada kelompok umur diatas 6 bulan yang berjumlah 98 ekor (20%). Proporsi pada kelompok positif dengan umur kurang dari 6 bulan sebesar 61 ekor (55%), sedangkan pada kelompok positif umur diatas 6 bulan sebesar 393 ekor atau 80% (Tabel 2). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kelompok umur lebih dari 6 bulan akan memberikan kecenderungan munculnya titer yang protektif sebesar 80% dalam kelompok hewan anjing, namun pada kelompok ini memiliki korelasi Spearman yang rendah (0.226) dan menunjukkan bahwa hubungan antara faktor umur dengan titer antibodi ada namun tidak cukup kuat pengaruhnya. Tabel 2 Kelompok faktor umur terhadap titer antibodi pada anjing yang diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta Titer antibodi Umur Jumlah Positif Negatif >6 bulan 393 (80%) 98 (20%) 491 <6 bulan 61 (55%) 50 (45%) 111 454 (75.4%) 148 (24.6%) 602 Jumlah Dengan analisis statistik regresi logistik dengan faktor umur sebagai peubah bebas diperoleh hasil bahwa umur yang lebih dari 6 bulan akan mempunyai 39 peluang 3.2 kali lebih besar menyebabkan titer antibodi menjadi protektif (OR = 3.287; CI = 2.129 - 5.076), seperti terlihat pada Tabel 3. Tabel 3 Nilai OR dari faktor umur terhadap titer antibodi pada anjing yang diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta No. Umur Positif Negatif 1. > 6 bulan 393 98 2. < 6 bulan 61 50 Nilai p OR CI 95% 0.000 3.287 2.129 – 5.076 Menurut Aubert (2006), vaksinasi rabies yang dilakukan pada hewan yang berumur di bawah 3 bulan akan menjadi kurang efektif karena masih adanya maternal antibodi dari induknya. Menurut penelitian hewan anjing yang divaksin pada umur di bawah 3 bulan akan menunjukkan hasil titer yang sama dengan hewan berumur di bawah 3 bulan yang belum pernah divaksin (Aubert 2006). Penelitian yang dilakukan Kennedy et al. (2007) menunjukkan secara signifikan dengan statistik bahwa hewan dewasa (1-7 tahun) mempunyai titer antibodi lebih tinggi apabila dibandingkan dengan hewan muda (kurang dari satu tahun) dan hewan tua (umur lebih dari 7 tahun). Hewan dengan titer teringgi terdapat pada hewan anjing berumur 3-4 tahun. Pada hewan muda yang diimpor dan telah divaksinasi rabies tidak menunjukkan prosentase titer antibodi protektif yang tinggi. Hal ini dapat disebabkan masih adanya antibodi maternal yang berasal dari induk, sehingga vaksinasi yang dilakukan tidak cukup efektif untuk menaikkan titer antibodi mencapai level proteksi yang baik. Selain itu, dapat pula disebabkan rentang waktu vaksinasi yang dilakukan terlalu berdekatan dengan waktu keberangkatan hewan ke negara pengimpor, sehingga titer belum mencapai level protektif. Pengaruh Faktor Aplikasi Vaksinasi terhadap Titer Antibodi Berdasarkan hasil pengujian laboratorium maka kelompok anjing dibagi menjadi kelompok yang divaksinasi dengan injeksi intramuskular (IM) dan kelompok injeksi subkutan (SC). Dalam Tabel 4 terlihat bahwa proporsi negatif pada faktor aplikasi dengan cara IM terlihat lebih tinggi apabila dibandingkan 40 dengan aplikasi SC, yaitu sebesar 124 ekor (27.4%) dan 24 ekor (16.0%). Sebaliknya, proporsi positif pada aplikasi SC lebih tinggi yaitu 126 ekor (84%) bila dibandingkan dengan proporsi positif pada aplikasi IM sebesar 328 ekor (72.6%). Walaupun terlihat bahwa terdapat perbedaan proporsi yang cukup signifikan antara aplikasi SC dan IM, namun pengaruh aplikasi tersebut dengan korelasi Spearman terlihat rendah atau tidak terdapat hubungan yang kuat (=0.115). Tabel 4 Kelompok faktor aplikasi vaksinasi terhadap titer antibodi pada anjing yang diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta Titer antibodi Aplikasi Jumlah Positif Negatif 126 (84%) 24 (16%) 150 Intramuskular (IM) 328 (72.6%) 124 (27.4%) 452 Jumlah 454 (75.4%) 148 (24.6%) 602 Subkutan (SC) Dengan menggunakan analisis statistik regresi logistik terlihat nilai OR dari faktor aplikasi vaksinasi baik secara IM maupun SC seperti terlihat pada Tabel 5. Pada dasarnya faktor aplikasi vaksinasi ini berpengaruh nyata pada titer antibodi (p<0.05) atau signifikan, sedangkan berdasarkan Tabel 5 maka aplikasi vaksinasi dengan SC akan berpeluang dua kali lebih besar dibandingkan dengan aplikasi IM untuk menimbulkan titer antibodi yang protektif (OR= 1.985;CI=1.225-3.217). Tabel 5 Nilai OR dari faktor aplikasi vaksinasi terhadap titer antibodi pada anjing yang diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta No. Aplikasi Positif Negatif 1. Subkutan (SC) 126 24 2. Intramuskular (IM) 328 124 Nilai p OR CI 95% 0.005 1.985 1.225 – 3.217 Menurut Aubert (2006) aplikasi vaksinasi secara IM akan menimbulkan titer yang lebih cepat muncul, namun onsetnya akan lebih cepat hilang apabila dibandingkan dengan injeksi SC. Injeksi SC akan menyebabkan titer antibodi 41 dalam tubuh bertahan lebih lama karena digunakan adjuvant sebagai campuran antigen vaksin. Injeksi vaksin secara SC akan menyebabkan terbentuknya depo sehingga vaksin dilepaskan secara perlahan didalam tubuh. Banyaknya antigen yang digunakan dalam vaksin, jenis antigen dan adjuvant vaksin turut juga mempengaruhi munculnya tanggap kebal yang baik pada hewan. Hal ini yang menyebabkan vaksinasi yang dilakukan dengan cara aplikasi SC akan menjadi cenderung protektif pada anjing bila dibandingkan aplikasi IM. Selain itu, pengaruh aplikasi vaksinasi ini sangat dipengaruhi oleh kondisi vaksin yang digunakan. Potensi vaksin komersial yang tinggi akan menyebabkan pula tingginya imun respon dari tubuh hewan (Aubert 2006). Pengaruh Jarak Waktu Vaksinasi dengan Pengujian Serum Darah terhadap Titer Antibodi Pada kelompok faktor jarak waktu vaksinasi dengan pengujian serum darah, hewan dibagi dalam kelompok jarak kurang dari 1 bulan dan kelompok jarak lebih dari 1 bulan (Tabel 6). Tabel 6 menunjukkan bahwa kelompok negatif tertinggi berada pada kelompok jarak waktu pengujian kurang dari 1 bulan sebesar 53 ekor (30.8%), sedangkan pada kelompok jarak waktu lebih dari 1 bulan sebesar 95 ekor (22.1%). Adapun pada kelompok positif, kelompok jarak waktu pengujian lebih dari 1 bulan mempunyai proporsi tertinggi sebesar 335 ekor (77.9%) bila dibandingkan dengan kelompok jarak waktu kurang dari 1 bulan yang hanya 119 ekor (69.2%). Dengan uji statistik proporsi terlihat berbeda nyata dan signifikan (nilai p= 0.025), namun mempunyai hubungan yang lemah dengan titer antibodi karena nilai korelasi Spearman hanya 0.091. Dengan analisis statistik regresi logistik terlihat nilai OR dari faktor jarak waktu vaksinasi dengan pengujian laboratorium besarannya ditunjukkan pada Tabel 7. Dengan hasil yang terlihat dalam Tabel 7, dapat dikatakan bahwa jarak waktu vaksinasi dengan pengujian laboratorium yang lebih dari 1 bulan akan berpeluang 1.6 kali lebih besar menimbulkan titer antibodi yang protektif bila dibandingkan dengan jarak waktu yang kurang dari 1 bulan (OR=1.571; CI=1.057-2.333). 42 Tabel 6 Kelompok faktor jarak waktu vaksinasi dengan pengujian serum darah terhadap titer antibodi pada anjing yang diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta Titer antibodi Jarak Jumlah Positif Negatif >1 bulan 335 (77.9%) 95 (22.1%) 430 <1 bulan 119 (69.2%) 53 (30.8%) 172 Jumlah 454 (75.4%) 148 (24.6%) 602 Tabel 7 Nilai OR dari faktor jarak waktu vaksinasi dengan pengujian serum darah terhadap titer antibodi pada anjing yang diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta No. Jarak Positif Negatif 1. >1 bulan 335 95 2. <1 bulan 119 53 Nilai p OR CI 95% 0.025 1.571 1.057 – 2.333 Penelitian sejenis yang dilakukan Kennedy et al. (2007) menunjukkan kegagalan vaksinasi terendah terdapat pada serum yang mempunyai jarak waktu vaksinasi dengan pengujian serum darah (sampling time) 28 hari (p<0.00001) apabila dibandingkan dengan sampling time yang lebih pendek atau lebih panjang waktunya. Menurut Aubert (2006) titer antibodi setelah vaksinasi akan muncul dan mencapai titik yang protektif apabila mencapai lebih dari 2 minggu. Kinetika antibodi netralisasi akan mencapai titik tertinggi apabila juga dilakukan booster atau revaksinasi pada hewan sebelum nilai titer antibodi mencapai titik yang rendah. Jenis vaksin yang digunakan juga akan mempengaruhi cepatnya antibodi mencapai level yang protektif. Pengaruh Ulangan Vaksinasi terhadap Titer Antibodi Berdasarkan pada sertifikat vaksinasi yang dimiliki hewan terlihat bahwa vaksinasi rabies pada hewan dilakukan sangat beragam. Berbedanya jumlah vaksinasi rabies yang diperoleh hewan dikelompokkan dalam 3 kelompok besar, yaitu ulangan vaksinasi ke-0 (vaksinasi pertama kalinya), ulangan vaksinasi ke-1, 43 dan ulangan vaksinasi lebih dari sama dengan 2 kali (Tabel 8). Pada Tabel 8 terlihat bahwa proporsi kelompok negatif terendah terdapat pada kelompok ulangan vaksinasi lebih besar sama dengan 2 kali sebesar 2 ekor (4.9%) dan kelompok tertinggi pada ulangan vaksinasi ke-0 sebesar 137 ekor (27.5%). Adapun pada kelompok positif proporsi terendah terdapat pada kelompok faktor ulangan vaksinasi ke-0 sebesar 361 ekor (72.5%), sedangkan pada kelompok faktor ulangan vaksinasi ke-1 sebesar 54 ekor (85.7%), dan tertinggi pada kelompok faktor ulangan vaksinasi lebih besar sama dengan 2 kali yaitu 39 ekor Dengan analisis statistik X2 diperoleh hasil bahwa faktor ini tidak (95.1%). signifikan atau tidak berbeda nyata dengan p=0.068 pada selang kepercayaan 95%. Korelasi faktor ini terhadap titer antibodi juga lemah dengan nilai Spearman 0.155. Tabel 8 Kelompok faktor ulangan vaksinasi terhadap titer antibodi pada anjing yang diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta Ulangan Vaksinasi Titer antibodi Jumlah Positif Negatif ≥2 39 (95.1%) 2 (4.9%) 41 1 54 (85.7%) 9 (14.3%) 63 0 361 (72.5%) 137 (27.5%) 498 Jumlah 454 (75.4%) 148 (24.6%) 602 Menurut Aubert (2006) titer antibodi setelah vaksinasi akan muncul dan mencapai titik yang protektif apabila mencapai lebih dari 2 minggu. Kinetika antibodi netralisasi akan mencapai titik tertinggi apabila juga dilakukan booster atau revaksinasi pada hewan sebelum nilai titer antibodi mencapai titik yang rendah. Jenis vaksin dan adjuvant yang digunakan juga akan mempengaruhi cepatnya antibodi mencapai level yang protektif. Adanya pengaruh faktor lain yang lebih dominan menyebabkan faktor ini terlihat tidak berpengaruh nyata terhadap titer antibodi. 44 Pengaruh Status Negara Asal terhadap Titer Antibodi Kelompok hewan anjing juga dikelompokkan menjadi dua kelompok berdasarkan faktor status negara asal hewan saat datang ke Indonesia, yaitu kelompok status negara bebas rabies dan kelompok negara endemik rabies. berdasarkan hasil pengujian laboratorium kedua kelompok tersebut dimasukkan dalam kelompok negatif dan positif (Tabel 9). Proporsi kelompok negatif yang terendah terdapat pada kelompok negara asal endemik rabies yaitu 58 ekor (17.8%) bila dibandingkan dengan kelompok hewan yang berasal dari negara bebas rabies sebesar 90 ekor (32.6%). Sedangkan kelompok positif tertinggi berada pada kelompok hewan yang berasal dari negara endemik rabies yaitu 268 ekor (82.2%) dan sebaliknya terlihat lebih rendah pada kelompok hewan dari negara bebas rabies sebanyak 186 ekor (67.4%). Korelasi faktor status negara ini terhadap titer antibodi tidak kuat atau lemah dengan nilai Spearman 0.171. Tabel 9 Kelompok faktor status negara asal terhadap titer antibodi pada anjing yang diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta Titer antibodi Status Negara Jumlah Positif Negatif Endemik 268 (82.2%) 58 (17.8%) 326 Bebas 186 (67.4%) 90 (32.6%) 276 Jumlah 454 (75.4%) 148 (24.6%) 602 Status negara juga diduga akan mempengaruhi titer antibodi, yang akan mempengaruhi keberadaan penyakit rabies di wilayah tersebut. Di negara endemik, vaksinasi rabies pada hewan kesayangan dilaksanakan secara rutin, sehingga meningkatkan titer antibodi. Adanya peraturan pemerintah Indonesia untuk melakukan vaksinasi rabies bagi hewan anjing yang akan masuk ke Indonesia tanpa memperhatikan status negara asal menyebabkan semua hewan yang masuk ke Indonesia mengalami vaksinasi rabies dengan berbagai jenis vaksin yang digunakan. Pengujian statistik dengan regresi logistik memperoleh hasil bahwa hewan yang berasal dari negara endemik akan berpeluang dua kali lebih besar 45 mempunyai titer antibodi yang protektif bila dibandingkan dengan negara yang bebas rabies (OR = 2.236; CI = 1.530-3.267), seperti terlihat pada Tabel 10. Tabel 10 No. Nilai OR dari faktor jarak waktu vaksinasi dengan pengujian serum darah terhadap titer antibodi pada anjing yang diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta Status Negara Positif Negatif Nilai p 1. Endemik 268 58 2. Bebas 186 90 0.000 OR CI 95% 2.236 1.530 – 3.267 Vaksinasi yang dilakukan secara rutin dan berulang di negara yang endemik rabies menyebabkan anjing yang berasal dari negara tersebut menjadi cenderung memiliki titer antibodi yang protektif. Faktor banyaknya jenis vaksin yang direkomendasikan oleh negara asal juga menyebabkan pemilik hewan dapat menggunakan vaksin yang terbaik bagi anjing peliharaannya. Di negara endemik rabies pada umumnya digunakan vaksin dengan durasi titer antibodi dapat bertahan selama 3 tahun. Pengaruh Jenis Kelamin terhadap Titer Antibodi Kelompok hewan anjing dibagi juga dalam kelompok perbedaan jenis kelamin hewan yaitu menjadi kelompok jantan dan betina. Berdasarkan hasil pemeriksaan titer antibodi kelompok faktor jenis kelamin akan terlihat dalam Tabel 11. Proporsi pada kelompok negatif terendah terdapat pada kelompok jenis kelamin jantan dengan besaran mencapai 48 ekor (16.8%) dibandingkan dengan kelompok jenis kelamin betina 100 ekor (31.5%), sedangkan proporsi kelompok positif tertinggi terdapat pada kelompok jenis kelamin jantan dengan besaran 237 ekor (83.2%) dan apabila dibandingkan dengan kelompok jenis kelamin betina yang hanya mencapai 217 ekor (68.5%). Pada dasarnya hubungan antara faktor ini dengan titer tidak besar atau lemah. Hal ini dapat terlihat dari nilai korelasi Spearman yang kecil (-0.170). 46 Tabel 11 Kelompok faktor jenis kelamin terhadap titer antibodi pada anjing yang diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta Titer antibodi No. Jenis Kelamin Jumlah Positif Negatif 1. Jantan 237 (83.2%) 48 (16.8%) 285 2. Betina 217 (68.5%) 100 (31.5%) 317 Jumlah 454 (75.4%) 148 (24.6%) 602 Adapun nilai OR dari faktor jenis kelamin diperoleh dengan menggunakan analisis statistik regresi (Tabel 12). Hewan dengan jenis kelamin jantan akan berpeluang dua kali lebih besar untuk mempunyai titer antibodi lebih protektif bila dibandingkan dengan hewan betina (OR = 2.122; CI = 1.396 – 3.225). Menurut Klein (2000) hewan jantan menunjukkan respon imunitas yang lebih rendah bila dibandingkan dengan hewan betina. Faktor ini dipengaruhi oleh adanya efek imunosupresi pada androgen. Selain itu faktor siklus hormonal pada hewan betina akan berpengaruh pula terhadap tingginya respon imunitas pada anjing betina (Dodds 2008). Penelitian lain yang dilakukan Kennedy et al. (2007) pada sampel serum darah anjing di Inggris yang menunjukkan bahwa jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap titer antibodi atau kegagalan vaksinasi rabies. Namun penelitian tersebut mendapatkan bahwa pada hewan yang telah dilakukan kastrasi atau ovarihisterektomi mempunyai titer yang lebih tinggi sebesar 20%. Seghater et al. (1999) mendapatkan hasil yang sama bahwa jenis kelamin anjing tidak berpengaruh terhadap titer antibodi. Tabel 12 No. Nilai OR dari faktor jenis kelamin terhadap titer antibodi pada anjing yang diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta Jenis Kelamin Positif Negatif Nilai p 1. Jantan 237 48 2. Betina 217 100 0.000 OR CI 95% 2.122 1.396 – 3.225 47 Perbedaan antara hasil dan literatur yang telah ada tersebut masih perlu diteliti lebih jauh kaitannya dengan pengaruh faktor dominan (umur, ulangan vaksinasi dan jenis vaksin) terhadap signifikansi hasil tersebut. Pada penelitian ini, pengelompokan hewan berdasarkan jenis kelamin dilakukan dengan tidak memperhatikan kaitannya dengan pengaruh faktor yang lain dan pengaruhnya secara statistik sangat lemah, sehingga masih perlu dibuktikan lebih lanjut pengaruh tersebut. Munculnya titer antibodi protektif yang lebih baik pada anjing jantan pada penelitian ini dapat disebabkan oleh komposisi faktor dominan yang mempengaruhi titer antibodi yang lebih baik bila dibandingkan pada anjing betina. Hewan dengan umur yang lebih dari 6 bulan, telah mendapatkan vaksinasi ulangan dan vaksin yang baik akan menunjukkan titer antibodi yang baik. Pengaruh Jenis Vaksin terhadap Titer Antibodi Kelompok anjing yang datang juga dibagi berdasarkan jenis vaksin rabies yang digunakan sebagai vaksin sebelum diberangkatkan ke Indonesia. Adapun kelompok tersebut terbagi menjadi kelompok vaksin rabies tunggal dan vaksin rabies kombinasi (Tabel 13). Proporsi kelompok negatif terendah terdapat pada vaksin rabies kombinasi yaitu 6 ekor (14.3%) dan nilai lebih tinggi terlihat pada kelompok vaksin tunggal sebesar 142 ekor (25.4%). Kelompok positif dengan proporsi tertinggi terlihat pada vaksin kombinasi yaitu 36 ekor (85.7%) dan proporsi terendah terlihat pada kelompok vaksin tunggal sebesar 418 ekor (74.6%). Apabila dilihat dengan analisis statistik regresi logistik diperoleh hasil bahwa pada kelompok faktor ini tidak berbeda nyata atau tidak signifikan terhadap titer antibodi dengan nilai p=0.137 dan nilai korelasi Spearman 0.06. Tabel 13 Kelompok faktor jenis vaksin terhadap titer antibodi pada anjing yang diimpor melalui bandara Soekarno Hatta Titer antibodi No. Jenis vaksin Jumlah Positif Negatif 1. Tunggal 418 (74.6%) 142 (25.4%) 560 2. Kombinasi 36 (85.7%) 6 (14.3%) 42 Jumlah 454 (75.4%) 148 (24.6%) 602 48 Menurut Kamrani A, Susan S dan Nona M (2004) jenis vaksin lain yang digunakan secara bersamaan dengan vaksin rabies atau coktail vaccines dan vaksin rabies yang digunakan tunggal sebagai vaksin utama akan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Namun dalam penelitian ini tidak muncul pengaruh tersebut karena faktor ini juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya. Menurut Kennedy et al. (2007) vaksin yang diproduksi oleh perusahaan yang berbeda-beda secara signifikan menunjukkan perbedaan dalam tingkat kegagalan vaksinasi, dan perbedaan pada median tanggap titer antibodi. Hal ini dimungkinkan terjadi karena perbedaan formulasi dan produksi yang berbeda antar vaksin dalam hal konsentrasi dan integritas antigen konten serta adjuvant yang digunakan. Dalam hal konten vaksin terdapat perbedaan antara vaksin tunggal (monovalen) yang menggunakan virus mati atau killed vaccine dengan vaksin kombinasi (polivalen) yang menggunakan virus aktif atau lived vaccine. Secara imunologi dapat dijelaskan bahwa vaksin dengan menggunakan virus aktif (vaksin kombinasi) akan memberikan respon imun yang lebih baik, sehingga titer antibodinya akan lebih baik dari pada hewan yang divaksin dengan vaksin rabies tunggal. Namun adanya berbagai jenis virus dalam satu vaksin akan menimbulkan kompetisi antar antigen dalam vaksin sehingga dapat terjadi respon imun yang kurang sempurna. Adanya faktor kompetisi antigen dan pengaruh faktor lain tersebut yang dapat menyebabkan munculnya respon titer antibodi yang tidak berbeda nyata antara dua jenis vaksin tersebut. Selain itu jumlah sampel masing-masing jenis vaksin dalam penelitian ini masih kurang baik antara rasio dan proporsinya untuk mendapatkan hasil yang lebih baik secara statistik. Nilai OR Faktor-faktor Efektifitas Vaksinasi terhadap Titer Antibodi Seluruh faktor yang mempengaruhi efektifitas vaksinasi dilakukan uji regresi logistik secara bersamaan untuk memperoleh nilai OR masing-masing faktor dengan memakai rasio <0.05 atau selang kepercayaan 95% (Tabel 14). faktor-faktor yang sangat berpengaruh terhadap titer antibodi pada anjing yang diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta secara berturut-turut (dari OR tertinggi hingga terendah) adalah: (1) aplikasi vaksinasi rabies dengan cara injeksi 49 subkutan (SC); (2) hewan anjing telah berumur di atas 6 bulan; (3) negara asal hewan adalah berstatus negara endemik; serta (4) hewan yang datang berjenis kelamin jantan. Tabel 14 Nilai OR faktor-faktor vaksinasi dengan menggunakan analisis regresi multivariat terhadap titer antibodi pada anjing yang diimpor melalui Bandara Soekarno Hatta No. Peubah Nilai B Nilai p OR CI 95% 1. Hewan berumur diatas 6 bulan 1.159 0.000 3.186 1.988 – 5.105 2. Aplikasi vaksinasi secara SC 1.212 0.000 3.359 1.923 – 5.868 3. Status negara endemik rabies Hewan yang datang berjenis kelamin jantan 1.053 0.000 2.866 1.858 – 4.421 0.752 0.000 2.122 1.396 – 3.225 4. Hasil regresi logistik ini menunjukkan 4 faktor tersebut menjadi faktor yang paling menentukan bagi munculnya titer antibodi yang protektif pada anjing. Faktor aplikasi vaksin secara SC dan umur hewan di atas 6 bulan memberikan peluang 3 kali lebih besar munculnya titer antibodi protektif pada anjing dibandingkan dengan aplikasi vaksin secara IM dan umur anjing di bawah 6 bulan. Menurut Seghaier et al. (1999) titer antibodi yang tinggi pada anjing tidak hanya berkorelasi dengan berapa kali hewan mendapatkan vaksinasi sebelumnya, namun lebih disebabkan oleh immunocompetency yang telah baik. Faktor status negara endemik rabies yang berpengaruh terhadap titer antibodi protektif dapat dijelaskan sebagai akibat dilakukannya vaksinasi secara rutin dan terkendali pada hewan kesayangan yang berada di negara tersebut. Anjing yang berasal dari negara bebas rabies rata-rata mendapatkan vaksinasi rabies beberapa minggu hingga beberapa bulan sebelum keberangkatan, sehingga tingkat kekebalannya mencapai tingkat yang optimum. Sedangkan faktor jenis kelamin hewan yang secara statistik menunjukkan peluang memberikan titer antibodi yang protektif yang cukup tinggi pada anjing jantan masih perlu diteliti kembali kaitannya dengan adanya pengaruh faktor lain seperti faktor hormonal, tyroid dan umur hewan (Klein 2000). Dengan demikian faktor yang dapat berpengaruh terhadap titer antibodi berdasarkan uji statistik dan dasar kajian penelitian ilmiah yang telah ada, maka faktor yang berpengaruh adalah umur 50 diatas 6 bulan, aplikasi vaksinasi secara SC, status negara asal hewan merupakan negara endemik dan anjing berjenis kelamin jantan. Pengaruh Faktor Lainnya terhadap Titer Antibodi Faktor-faktor yang diamati dalam penelitian ini dengan analisis statistik menunjukkan nilai pengaruh yang tidak terlalu tinggi secara individu terhadap titer antibodi. Hal ini terjadi karena masing-masing faktor bekerja saling mempengaruhi dan terlihat dari nilai korelasi Spearman masing-masing faktor yang tidak terlalu tinggi. Hewan yang baru berumur kurang dari 6 bulan dapat saja mempunyai titer antibodi yang baik atau protektif apabila hewan tersebut divaksinasi dengan injeksi SC dan digunakan vaksin dengan antigen yang cukup dan adjuvant yang baik. Menurut Aubert (2006) titer antibodi akan mencapai tingkat kekebalan yang baik apabila faktor-faktornya berada pada kombinasi yang baik. Kennedy et al. (2007) mendapatkan ukuran anjing merupakan faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap titer antibodi. Pada penelitian yang dilakukan tersebut diperoleh kegagalan vaksinasi pada anjing besar cenderung lebih tinggi apabila dibandingkan dengan anjing kecil. Selain itu, ras anjing juga diketahui berpengaruh terhadap keberhasilan vaksinasi pada hewan. Pada ras tertentu seperti doberman dan rottweiler mempunyai respon imun yang rendah terhadap vaksin dan sebaliknya pada ras shih tzu merespon dengan baik pada semua jenis vaksin. Faktor genetik diketahui menjadi faktor yang mempengaruhi tanggap kebal pada hewan. Faktor genetik yang berpengaruh tersebut adalah major histocompatibility complex (MHC). Selain itu, dog leucocyte antigen (DLA) polimorphism juga diketahui berpengaruh terhadap kepekaan munculnya autoimun dan kepekaan terhadap penyakit. Pada penelitian ini tidak diperhatikan faktor tersebut secara lebih spesifik. Tinjauan Efektifitas Vaksinasi Rabies bagi Kesehatan Masyarakat Veteriner Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa hewan berumur lebih dari 6 bulan berpeluang mempunyai titer antibodi yang protektif perlu mendapatkan perhatian bagi para pemegang kebijakan dalam memberikan ijin pemasukan 51 hewan. Faktor ini diketahui berpengaruh secara signifikan baik pada penelitian ini dan penelitian sebelumnya sehingga dapat dijadikan referensi dalam penentuan persyaratan pemasukan hewan. Faktor negara asal hewan menunjukkan hewan yang berasal dari negara endemik rabies cenderung memiliki titer antibodi yang protektif. Titer antibodi protektif ini masih harus diamati dengan lebih teliti lagi untuk mencegah masuknya virus rabies bersama anjing yang masuk tersebut. Adanya alat uji laboratorium yang mampu mendeteksi virus rabies perlu dimiliki karantina di pintu pemasukan. Vaksinasi rabies yang telah dilakukan pada anjing yang diimpor ke Indonesia sangat dipengaruhi oleh kesadaran masyarakat terutama pemilik hewan untuk melindungi dirinya dan hewannya dari ancaman penyakit rabies. Pada negara-negara endemik rabies vaksinasi dilakukan secara rutin baik pada hewan kesayangan maupun hewan liar yang berada di hutan. Sebagai contoh Amerika Serikat tidak memiliki kasus rabies di hewan kesayangan yang berada di perkotaan, namun kasus rabies terjadi pada hewan liar yang berada di hutan dibagian utara. Negara Brazil mempunyai banyak kasus rabies di perkotaan dan kasus gigitan HPR menerapkan vaksinasi secara rutin pada anjing jalanan dan melakukan depopulasi. Dengan demikian faktor kebijakan pemerintah negara juga akan sangat mempengaruhi keberhasilan program vaksinasi dan pemberantasan penyakit rabies. Menurut Tischendorf et al. (1998) keberhasilan program pengendalian rabies di Eropa pada rubah akan efektif apabila dilakukan vaksinasi secara rutin dan dilakukan selama 6 tahun pada rata-rata 70% hewan tersebut. Langkah pengendalian ini akan berhasil dengan baik apabila ditunjang dengan kebijakan pemerintah terhadap program tersebut. Peranan surveilans titer antibodi rabies bagi sistem kesehatan hewan nasional dan kesehatan masyarakat akan sangat besar apabila dilakukan secara rutin dan berkesinambungan. Pengamatan titer antibodi pada hewan akan sangat membantu dalam rangka pencegahan masuknya rabies bersama hewan yang diimpor dan masuknya hewan beresiko tertular rabies. Titer antibodi dapat memberikan informasi keberhasilan vaksinasi yang telah dilakukan sebelumnya. 52 Sebagai salah satu program pemberantasan penyakit rabies, maka vaksinasi akan menjadi salah satu hal yang utama untuk diamati selain pengamatan terhadap munculnya gejala klinis penyakit rabies. Standar pemeriksaan karantina hewan telah diterapkan di berbagai negara di dunia untuk mencegah masuknya penyakit rabies ke wilayah negara tersebut. Pemeriksaan dan masa observasi terhadap hewan yang masuk ke suatu wilayah di negara-negara di dunia sangat bervariasi, bergantung kepada kebijakan pemerintah menyangkut pencegahan masuknya penyakit rabies. Di negara Inggris hewan dapat masuk ke wilayah negaranya tanpa melalui masa karantina yang panjang atau bahkan dapat keluar wilayah negara dan kembali lagi tanpa mengalami masa karantina. MacDiarmid dan Kevin (2000) menyatakan Selandia Baru pada awalnya menerapkan masa karantina selama 6 bulan pada anjing maupun kucing yang masuk dari negara endemik. Namun setelah melakukan penilaian resiko (risk assessment) mereka menerapkan masa karantina yang berbeda pada negara endemik yang berbeda berdasarkan kajian resiko yang dilakukan. Penerapan masa karantina di karantina Indonesia juga dilakukan selama 14 hari sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan pemerintah bagi hewan yang berasal dari negara bebas rabies dan melarang masuknya anjing dari negara endemik rabies ke Jakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan hewan yang berasal dari negara endemik mempunyai proporsi titer antibodi protektif yang lebih baik dari negara bebas rabies. Pendekatan penyakit berbasis negara yang dianut Indonesia saat ini terlihat kurang relevan dengan hasil yang ditunjukkan penelitian ini, meskipun tidak menutup kemungkinan adanya hewan terinfeksi yang masuk dengan gejala yang tenang atau pada fase awal infeksi. Tinjauan terhadap kebijakan importasi ini dapat dilakukan apabila diikuti pula dengan kemampuan dalam deteksi gejala klinis rabies selama masa karantina dan laboratorium untuk melakukan deteksi virus rabies baik secara cepat (dengan uji cepat) ataupun uji gold standard yang direkomendasikan OIE. Alat uji standar yang direkomendasikan OIE seperti FAT maupun RT PCR perlu dimiliki karantina sebagai uji konfirmasi apabila terdapat kecurigaan adanya virus rabies atau ditemukan munculnya gejala penyakit rabies pada anjing yang datang. 53 Pada masa kini rabies menjadi zoonosis yang tetap menjadi perhatian utama di dunia. WHO memberikan perhatian yang secara penuh terhadap penyakit ini. Menurut WHO (2001) tersebut permasalahan yang dihadapi negara-negara Asia dalam pengendalian penyakit rabies antara lain lemahnya sistem surveilans dari penyakit ini, terbatasnya penggunaan dan tersedianya vaksin modern, lemahnya kesadaran masyarakat, dan kurangnya komitmen pemerintah. Penelitian terhadap 3314 ekor anjing di Bangkok pada Desember 2003 hingga Juni 2004 menunjukkan bahwa program kampanye vaksinasi yang telah dilakukan tidak cukup memproteksi populasi anjing dan manusia dari penyakit rabies (Kasempimolporn S et al. 2006) Pemerintah Indonesia melalui Departemen Kesehatan menerapkan petunjuk pemberantasan rabies di Indonesia (2000) dengan menyusun petunjuk teknis penanganan kasus gigitan HPR, penanganan pasien, sistem pelaporan kasus yang melibatkan masyarakat dari tingkat rukun tetangga hingga tingkat pemegang kebijakan, dan kewenangan antar departemen teknis yang menangani kasus sesuai dengan obyeknya (manusia atau hewan). Asosiasi Dokter Hewan Kesmavet Amerika Serikat atau National Assosiation of State Public Health Veterinarian (NASPHV) mencetuskan Compendium of Animal Rabies Prevention and Control 2008 yang merekomendasikan kegiatan yang dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan dan pengendalian penyakit rabies di seluruh Amerika Serikat. Adapun rekomendasi tersebut menyatakan bahwa perlunya edukasi tentang kesehatan masyarakat menyangkut tanggung jawab kepemilikan hewan, pemeriksaan secara rutin pada dokter hewan, serta pendidikan berkelanjutan bagi para profesional kesehatan hewan. Program vaksinasi sebaiknya dilaksanakan secara efektif pada hewan domestik seperti anjing dan kucing, serta mengurangi hewan jalanan atau tanpa pemilik berkeliaran secara tidak terkendali. Daerah-daerah tertentu di Indonesia telah dilakukan sistem edukasi dan informasi bagi masyarakat dengan pemasangan papan informasi tentang wilayah tersebut daerah endemik rabies ataupun infromasi tentang daerah tersebut bebas rabies. Peran serta masyarakat dan media massa turut serta dilibatkan untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya rabies. 54 Apabila sistem pencegahan dan pengendalian ini dilakukan dengan baik maka akan memberikan ketenangan dan kenyamanan bagi masyarakat luas berinteraksi dengan hewan kesayangannya. Bagi pemerintah akan sangat membantu memberikan citra pelayanan kesehatan hewan yang baik bagi masyarakat dan kepercayaan bagi negara lain, terkait dengan adanya perdagangan global dan pariwisata. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Peubah vaksinasi yang berhubungan kuat terhadap titer antibodi dalam penelitian ini adalah: a) Aplikasi vaksinasi rabies dengan cara injeksi subkutan. b) Anjing telah berumur diatas 6 bulan. c) Negara asal hewan adalah berstatus negara endemik. d) Anjing berjenis kelamin jantan 2. Seluruh faktor vaksinasi akan berpengaruh dengan baik pada titer antibodi apabila berada pada kombinasi yang tepat. Saran 1. Penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan tindakan karantina bagi petugas karantina dan Badan Karantina Pertanian untuk menetapkan aturan pemasukan HPR. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut efektifitas vaksinasi dengan memperhitungkan adanya faktor-faktor lain (jenis vaksin dari segi pembuatan, faktor ras anjing, faktor stres) yang belum teramati dalam penelitian ini dan dilakukan penelitian yang sama pada hewan kucing. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2007. The virology section of microbiology and immunology on-line. School of Medicine. the University of South Carolina. http:// pathmicro.med.sc.edu/book/virol-sta.htm [22 November 2008]. Anonim. 2008. Pertama dalam sejarah, Bali wabah rabies. Kompas 6 Desember 2008.http://www.kompas.com/read/xml/2008/12/06/07162483/pertama.dalam . sejarah.bali.wabah.rabies [ 6 Desember 2008]. Aubert MFA. 2006. Practical significance of rabies antibodies in cats and dogs and results of a survey on rabies vaccination and quarantine for domestic carnivora in western europe. Centre national d'études vétérinaires et alimentaires, Laboratoire d'études sur la rage et la pathologie des animaux sauvages. http://www.britfeld. com/rabies.htm [22 November 2008]. [Barantan Deptan] Badan Karantina Pertanian Departemen Pertanian. 2006. Petunjuk Teknis Persyaratan dan Tindakan Karantina Hewan terhadap Lalulintas Pemasukan Hewan Penular Rabies (Anjing, Kucing, Kera dan Hewan sebangsanya) Nomor 344.b/kpts/PD.670.370/L/12/06 tanggal 13 Desember 2006. Jakarta: Deptan Belotto A et al. 2003. Regional program for the elimination of rabies transmitted by dogs in the Americas. Proceeding of 28th World Congress of the World Small Animal Veterinary Association. http://www.vin.com/proceedings/ Proceedings.plx?CID=WSAVA2003&PID=6491 [18 November 2007]. Budiharta S, Suardana IW. 2007. Epidemiologi dan Ekonomi Veteriner. Ed ke-1. Denpasar: Penerbit Universitas Udayana. Cahyono MA, Darudjati E. 2008. Pemantauan titer antibodi terhadap virus rabies pada anjing dan kucing yang diimportasi melalui Bandara Soekarno Hatta 2008. Seminar Pemantauan Daerah Sebar HPHK 2008 Jakarta: Badan Karantina Pertanian Departemen Pertanian. Cliquet F et al. 2004. Development of a qualitative indirect ELISA for the measurement of rabies virus-specific antibodies from vaccinated dogs and cats. J Virol Methods 117:1–8. [CDC] Centers for Disease Control and Prevention. 2007. Departement of Health and Human Service USA. http://www.cdc.gov/rabies/virus.html. [18 Juli 1008]. Daniel B, Fishbein DB, Laura ER.1993. Rabies. The New England Journal of Medicine Volume 329:1632-1638. http://content.nejm.org/cgi/content /full/329/22/1632?ijkey=1dae31e8d28078f37cdb61bf0797ae28e7056510&k eytype2=tf_ipsecsha [18 November 2007]. Dodds WJ. 2008. Immune System and Disease Resistance. http://www.critterchat.net /immune.htm [3 Februari 2008] Durr S et al. 2008. Rabies diagnosis for developing countries. PLoS Negl Trop Dis 2e 206:1-6. 57 Hines R. 2006. Rabies in your cat or dog. http://www.2ndchance .info/ 2ndchance./dis [18 November 2007]. Hosmer DW, Lemeshow S. 1989. Applied Logistic Regression. New York: John Willey and Sons. [Itjen Depkes] Inspektorat Jenderal Departemen Kesehatan. 2006. Profil kesehatan Indonesia 2006. Jakarta: Departemen Kesehatan. http://itjen.depkes.go.id/downloads/publikasi/Profil%20Kesehatan%20Indon esia%202006.pdf Jameson R. 2006. Rabies. http://www.bio.davidson.edu/courses/immunology/ Students/spring2006/Jameson/Rabies.html [22 November 2008]. Kamrani A, Susan S, Nona M. 2004. Evaluation of rabies antibody titer following simultaneous and time-divided injections of rabies and trivalent including distemper, hepatitis, and parvo virus vaccines in dogs. World small animal veterinary assosiation 2004 congress proceeding. Yunani. http://www.vin.com/proceedings/Proceedings.plx?CID=WSAVA2004&PID =8920&Print=1&O=Generic [9 Oktober 2008]. Kasempimolporn S, Hemachudha T, Khawplod P, Manatsathit S. 1991. Human immune response to rabies nucleocapsid and glycoprotein antigens. Clin Exp Immunol 84:195-199. Kasempimolporn S et al. 2006. Prevalence of rabies virus infection and rabies antibody in stray dogs: a survey in Bangkok, Thailand. Prev Vet Med 78: 325-332 Kennedy et al. 2007. Factors influencing the antibody response of dogs vaccinated against rabies. JVAC 7549:1–8. Klein SL. 2000. Hormones and mating system affect sex and species differences in immune function among vertebrates [abstrak]. Di dalam: Behavioural Processes Vol. 51, Issues 1-3. http://www.sciencedirect.com/science?_ob =ArticleURL&_udi=B6T2J-41MB0CP-D&_user=10&_rdoc=1&_fmt=&_ orig=search&_sort=d&view=c&_acct=C000050221&_version=1&_urlVersi on=0&_userid=10&md5=0f3ed60969c337be3eb116456cdecdd5 [3 Februari 2008] MacDiarmid SC, Kevin CC. 2000. Case Study; The Risk of Introducing Rabies Through The Importation of Dogs. Ministry of Agriculture Wellington. New Zealand. http://freespace.virgin.net/simon.green/riskman.htm [20 November 2008]. Murphy FA, Gibbs E.J, Horzinek MC, Studdert MJ. 1999. Veterinary Virology. San Diego: Academic Press. Nash H. 2008. Causes of 'vaccine failure'. Doctor Foster and Smith Pet Education.com. http://www.peteducation.com/article.cfm?c=1+2143&aid= 965 [17 Agustus 2008]. 58 [OIE] Office Internationale des Epizootique. 2008. Manual of Standards for Diagnostic Tests and Vaccines for Terrestrial Animals 2008. Paris: Office Internationale des Epizootique. [OIE] Office Internationale des Epizootique. 2007. Terresterial Animal Health and Code 2007. Paris: Office Internationale des Epizootique. Paez A, Nunez C, Garcia1 C, Boshell J. 2003. Molecular epidemiology of rabies epizootics in Colombia: evidence for human and dog rabies associated with bats. J Ge Virol 84:795–802. Roth JA. 2007. Factors influencing vaccine duration of immunity. Proceeding of the NAVC (The North American Veterinary Conference) – 2007. Orlando. 13-27 Januari 2007. Florida: NAVC Congress. hlm 576-578. Ruprecht CE. 2007. Rhabdoviridae microbook/ch061.htm [3 Juli 2008]. rabies virus. www.gsbs.utmb.edu/ Rynders PE. 2005. New protocols for canine vaccination. di dalam: IAMS canine pediatric care symposium. Proceeding from a Symposium at the 30th World Congress of World Small Animal Veterinary Assosiation. Mexico City. 12 Mei 2005. Mexico City: IVIS; 2005. hlm 26-28. Schultz RD. 2000. Considerations in designing effective and safe vaccination programs for dogs. International Veterinary Information Service. www.ivis.org/advances/Infect_Dis_Carmichael/schultz/IVIS.pdf Seghaier et al. 1999. Rabies mass vaccination campaigns in tunisia: are vaccinated dogs correctly immunized?. Am J Trop Med Hyg 61:879–884. Servat A et al. 2007. Inter-Laboratory trial to evaluate the reproducibility of a new ELISA to detect rabies antibodies in vaccinated domestic and wild carnivores. J Int Assoc Biol Standard 36:19-26. Soejoedono RR. 2004. Zoonosis [bahan kuliah]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Soedijar IL, Dharma DMN. 2005. Review rabies. Prosiding Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis. 15 September 2005. Bogor: Puslitbang Peternakan. hlm 119-128 Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Ed ke-2. Bandung: Alfabeta. Tizard IR. 2004. Veterinary Immunology. Ed ke-7. Philapdephia: Saunders. Thrusfield M. 2005. Veterinary Epidemiology. Ed ke-3. London: Blackwell Science. Wattanapirom P, Pantsiri U, Wiriyakitja W, Prasertmek P, Suradhat S. 2008. Application of an enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) for determining the presence of anti-rabies virus antibodies in Thai dogs. Proceedings 7th Chula. Univ. Vet. Sci. Ann. Con. Thailand. [WHO] World Health Organization. 2001. Strategies for The Control and Elimination of Rabies in Asia. Report of a WHO Interregional Consultation. Jenewa: WHO. 59 [WHO] World Health Organization. 2006. Rabies : a neglected zoonotic disease. http://www.who.int/rabies.html. [8 Agustus 2008] . [ZVED] National Center for Zoonotic, Vector-Borne, & Enteric Diseases. 2007. Compendium of animal rabies prevention and control. http://www. cdc.gov/rabies/veterinarians.html [12 Juli 2008]. LAMPIRAN 60 Lampiran 1 Daftar negara berdasarkan situasi penyakit Rabies menurut Wahid Interface OIE 6 Oktober 2008 A. Penyakit tidak pernah terjadi Country Andorra Barbados Cayman Islands Cyprus Fiji French Polynesia Guadeloupe (France) Iceland Jamaica Martinique (France) Mauritius New Caledonia New Zealand Norway Palestinian Auton. Territories Reunion (France) Samoa St. Kitts and Nevis St. Vincent and the Grenadines Vanuatu Wallis and Futuna Islands Latest report date Jul - Dec, 2007 Jul - Dec, 2007 Jul - Dec, 2006 Jul - Dec, 2007 Jul - Dec, 2007 Jul - Dec, 2007 Jan - Jun, 2008 Jan - Jun, 2008 Jul - Dec, 2007 Jul - Dec, 2007 Jul - Dec, 2006 Jan - Jun, 2008 Jan - Jun, 2008 Jan - Jun, 2008 Jul - Dec, 2006 Jan - Jun, 2008 Jul - Dec, 2005 Jul - Dec, 2005 Jul - Dec, 2007 Jul - Dec, 2007 Jul - Dec, 2007 Surveillance No surveillance specified No surveillance specified General Surveillance General and targeted surveillance No surveillance specified General Surveillance No surveillance specified General Surveillance No surveillance specified General Surveillance No surveillance specified No surveillance specified General Surveillance No surveillance specified No surveillance specified General Surveillance General Surveillance No surveillance specified No surveillance specified No surveillance specified General and targeted surveillance B. Penyakit tidak ditemukan pada periode ini Country Latest report date Surveillance Albania Armenia Jan - Jun, 2008 Jan - Jun, 2008 Australia Austria Bahrain Chile Jul - Dec, 2007 Jan - Jun, 2008 Jul - Dec, 2007 Jan - Jun, 2008 Chinese Taipei Jan - Jun, 2008 Costa Rica Czech Republic Denmark Djibouti Dominican Republic Jan - Jun, 2008 Jan - Jun, 2008 Jan - Jun, 2008 Jan - Jun, 2008 Jul - Dec, 2007 Egypt Finland Former Yug. Rep. of Macedonia France French Guiana Germany Greece Honduras Ireland Italy Japan Korea (Dem. People's Rep.) Kuwait Lebanon Jul - Dec, 2007 Jan - Jun, 2008 Jul - Dec, 2007 General Surveillance General and targeted surveillance General Surveillance No surveillance specified No surveillance specified General and targeted surveillance General and targeted surveillance General Surveillance No surveillance specified General Surveillance No surveillance specified General and targeted surveillance No surveillance specified No surveillance specified General Surveillance Jul - Dec, 2006 Jan - Jun, 2008 Jan - Jun, 2008 Jul - Dec, 2007 Jul - Dec, 2007 Jan - Jun, 2008 Jan - Jun, 2008 Jul - Dec, 2007 Jul - Dec, 2007 Jul - Dec, 2007 Jan - Jun, 2008 General Surveillance No surveillance specified No surveillance specified No surveillance specified General Surveillance No surveillance specified No surveillance specified General Surveillance General Surveillance No surveillance specified No surveillance specified Date of last occurrence 2006 2007 1867 2004 2007 1959 2007 2002 2007 2005 1990 2007 2000 2004 2003 2007 1987 1903 1995 1956 1994 1995 61 Libya Liechtenstein Luxembourg Malaysia Jan - Jun, 2008 Jan - Jun, 2008 Jul - Dec, 2007 Jul - Dec, 2007 Netherlands Portugal Qatar Senegal Singapore Slovakia Spain Jan - Jun, 2008 Jan - Jun, 2008 Jan - Jun, 2008 Jan - Jun, 2008 Jan - Jun, 2008 Jan - Jun, 2008 Jul - Dec, 2007 Sweden Switzerland Syria United Arab Emirates Jul - Dec, 2007 Jan - Jun, 2008 Jul - Dec, 2007 Jan - Jun, 2008 No surveillance specified General Surveillance No surveillance specified General and targeted surveillance No surveillance specified Targeted Surveillance No surveillance specified General Surveillance No surveillance specified No surveillance specified General and targeted surveillance No surveillance specified General Surveillance No surveillance specified No surveillance specified C. Penyakit masih ditemukan (Immediate notifications / follow-up reports) Country France Start date 24/04/2008 Reason for notification Reoccurrence D. Dugaan adanya penyakit Country Guinea-Bissau Uganda Latest report date Jan - Jun, 2008 Jul - Dec, 2007 E. Timbul infeksi tanpa gejala klinis penyakit Country El Salvador Latest report date Jul - Dec, 2007 F. Gejala klinis penyakit ditemukan Country Algeria Angola Azerbaijan Bangladesh Belarus Belgium Belize Benin Bhutan Bolivia Bosnia and Herzegovina Botswana Brazil Bulgaria Burkina Faso Burundi Canada Central African Republic Colombia Congo (Dem. Rep. of the) Croatia Cuba Ecuador Eritrea Estonia Latest report date Jan - Jun, 2008 Jan - Jun, 2008 Jan - Jun, 2008 Jul - Dec, 2007 Jan - Jun, 2008 Jan - Jun, 2008 Jan - Jun, 2008 Jul - Dec, 2007 Jul - Dec, 2007 Jul - Dec, 2007 Jan - Jun, 2007 Jan - Jun, 2008 Jul - Dec, 2007 Jan - Jun, 2008 Jan - Jun, 2008 Jul - Dec, 2005 Jul - Dec, 2007 Jul - Dec, 2006 Jul - Dec, 2007 Jan - Jun, 2007 Jan - Jun, 2008 Jan - Jun, 2008 Jul - Dec, 2007 Jan - Jun, 2008 Jan - Jun, 2008 1999 1986 1999 1999 2007 1984 2007 1953 2006 2006 1886 2003 1999 62 Ethiopia Gabon Georgia Ghana Greenland Guatemala Guinea Haiti Indonesia Iran Israel Jordan Kazakhstan Kenya Korea (Rep. of) Laos Latvia Lesotho Madagascar Malawi Mauritania Mongolia Morocco Mozambique Myanmar Namibia Nepal Nicaragua Niger Nigeria Oman Panama Paraguay Philippines Poland Romania Russia Rwanda Saudi Arabia Serbia Slovenia South Africa Sri Lanka Swaziland Tajikistan Tanzania Thailand Togo Trinidad and Tobago Tunisia Turkey Ukraine United Kingdom United States of America Uruguay Uzbekistan Venezuela Yemen Zambia Zimbabwe Jan - Jun, 2008 Jan - Jun, 2008 Jan - Jun, 2008 Jan - Jun, 2008 Jul - Dec, 2007 Jul - Dec, 2007 Jul - Dec, 2007 Jul - Dec, 2006 Jan - Jun, 2007 Jul - Dec, 2007 Jan - Jun, 2008 Jul - Dec, 2007 Jul - Dec, 2007 Jul - Dec, 2007 Jul - Dec, 2006 Jul - Dec, 2005 Jan - Jun, 2008 Jan - Jun, 2008 Jul - Dec, 2007 Jul - Dec, 2006 Jan - Jun, 2008 Jan - Jun, 2005 Jul - Dec, 2007 Jul - Dec, 2007 Jan - Jun, 2008 Jul - Dec, 2007 Jul - Dec, 2007 Jul - Dec, 2007 Jan - Jun, 2008 Jul - Dec, 2007 Jul - Dec, 2007 Jul - Dec, 2007 Jan - Jun, 2008 Jul - Dec, 2007 Jul - Dec, 2007 Jan - Jun, 2008 Jul - Dec, 2007 Jul - Dec, 2007 Jul - Dec, 2007 Jul - Dec, 2007 Jan - Jun, 2008 Jul - Dec, 2007 Jul - Dec, 2007 Jan - Jun, 2008 Jan - Jun, 2007 Jul - Dec, 2007 Jan - Jun, 2008 Jan - Jun, 2008 Jul - Dec, 2007 Jan - Jun, 2008 Jan - Jun, 2008 Jul - Dec, 2006 Jul - Dec, 2007 Jan - Jun, 2008 Jan - Jun, 2008 Jan - Jun, 2008 Jul - Dec, 2007 Jan - Jun, 2008 Jul - Dec, 2007 Jul - Dec, 2007 63 G. Pembatasan pada zona/wilayah tertentu dalam satu negara Country Argentina Cameroon China (People's Rep. of) Cote D'Ivoire Guyana India Kyrgyzstan Lithuania Mali Mexico Moldavia Pakistan Peru Sudan Vietnam Latest report date Jan - Jun, 2008 Jul - Dec, 2007 Jul - Dec, 2006 Jul - Dec, 2007 Jan - Jun, 2008 Jan - Jun, 2008 Jan - Jun, 2008 Jul - Dec, 2007 Jan - Jun, 2008 Jul - Dec, 2007 Jul - Dec, 2007 Jan - Jun, 2008 Jul - Dec, 2007 Jan - Jun, 2008 Jul - Dec, 2007 64 Lampiran 2 Contoh lembar dokumen kesehatan hewan dari negara asal hewan 65 Lampiran 3 Contoh riwayat vaksinasi hewan 66 Lampiran 4 Contoh sertifikat kesehatan dari dokter hewan di negara asal hewan 67 Lampiran 5 Contoh ontoh dokumen Surat Persetujuan Pemasukan (import (import permit) permit yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian 68 Lampiran 6 Contoh dokumen dokum sertifikat pelepasan (KH-12) 12) karantina hewan bagi hewan yang telah diobservasi di Instalasi Karantina Hewan 69 Lampiran 7 Daftar vaksin rabies yang diijinkan dan diperdagangkan di Amerika Serikat tahun 2008 a. b. c. d. e. Minimum age (or older) and revaccinated one year later One month = 28 days Intramuscularly Subcutaneously Non-rabies fractions have a 3 year duration (see label) 70 Lampiran 8 Data rekapitulasi pemasukan hewan anjing pada periode penelitian No. Tgl Masuk Ras Negara Asal Status Negara Asal Sex Umur (Dlm Bln) Nama Vaksin Rabies Jenis Vaksin Rute Vaksin Rabies Vaksinasi Ke- Jarak pengujian Hasil Pengujian T SC 1 0.75 p 1 1/6/2007 cihuahua hongkong NB F 6 nobivac rabies 2 1/6/2007 fox terrier australia NB M 29 nobivac rabies T SC 1 0.25 p 3 3/6/2007 doberman rusia NE M 6 nobivac rabies T SC 1 4 tp 4 5/6/2007 boxer serbia NE M 22 rabisin T IM 2 3 p 5 6/6/2007 Rottweiler Serbia NB M 4 rabdomun T IM 1 1 p 6 6/6/2007 poodle USA NE F 18 imrab 3 T IM 2 0.75 p 7 6/6/2007 poodle USA NE F 5 imrab 3 T IM 2 0.75 p 8 6/6/2007 Collie Hungary NE M 17 rabisin T IM 2 2 p 9 6/6/2007 Mix terrier Korea Selatan NE M 96 defensor 3 T IM 1 10 p 10 6/6/2007 Rottweiler Serbia NE M 24 rabisin T IM 1 5 p 11 7/6/2007 DSH Germany NE F 24 enduracell 8 K IM 1 11 TP 12 7/6/2007 DSH Germany NE F 24 rabisin T IM 1 3 TP 13 7/6/2007 Neopolitan mastif Italy NB M 8 nobivac rabies T SC 1 3 p 14 8/6/2007 Pomeranian australia NB M 36 nobivac rabies T SC 2 2 p 15 13/6/2007 Pomeranian australia NB M 72 nobivac rabies T SC 1 0.75 p 16 13/6/2007 maltese Cros shih tzu australia NB F 36 nobivac rabies T SC 1 0.75 p 17 15/6/2007 Shih Tzu australia NB M 18 nobivac rabies T SC 1 3 p 18 17/6/2007 Yorkshire T thailand NE M 12 rabisin T IM 1 2 p 19 17/6/2007 Yorkshire T thailand NE F 12 rabisin T IM 1 2 p 20 17/6/2007 Yorkshire T thailand NE F 12 rabisin T IM 1 2 p 21 17/6/2007 Pomeranian thailand NE F 24 rabisin T IM 1 2 p 22 19/6/2007 golden retriever thailand NE M 24 defensor 3 T IM 3 11 p 71 Status Negara Asal Sex Umur (Dlm Bln) Nama Vaksin Rabies Jenis Vaksin Rute Vaksin Rabies Vaksinasi Ke- Jarak pengujian Hasil Pengujian united states NE M 60 rabisin T IM 1 7 p cavalier charles united states NE M 12 rabisin T IM 1 4 p 22/6/2007 miniatur pincher malaysia NB F 11 rabisin T IM 1 9 p 26 23/6/2007 great dane germany NE M 3 nobivac rabies T SC 1 2 p 27 23/6/2007 DSH germany NE F 12 nobivac rabies T SC 2 10 p 28 23/6/2007 DSH germany NE F 24 nobivac rabies T SC 2 10 p 29 24/06/2007 sheltie china NE M 12 rabisin T IM 1 9 p 30 24/06/2007 sheltie china NE F 12 rabisin T IM 1 9 p 31 22/6/2007 english shep dog vietnam NE M 72 rabisin T IM 6 9 p 32 22/6/2007 S. husky vietnam NE M 48 rabisin T IM 4 9 p 33 25/6/2007 pomx maltese australia NB M 60 nobivac rabies T SC 1 2 p 34 25/6/2007 cocker spaniel australia NB M 42 nobivac rabies T SC 1 2 p 35 25/6/2007 great dane australia NB F 18 nobivac rabies T SC 1 2 p 36 25/6/2007 yorkie USA NE M 11 rabvac 3 T IM 2 8 p 37 25/6/2007 toy fox USA NE M 24 rabvac 3 T IM 3 9 p 38 27/6/2007 labrador australia NB M 48 nobivac rabies T SC 5 9 p 39 27/6/2007 maltese australia NB M 23 nobivac rabies T SC 1 2 p 40 29/6/2007 labrador mexico NE F 12 rabisin T IM 1 1 p 41 30/6/2007 G retriever thailand NE M 96 hexadog K IM 1 11 p 42 30/6/2007 G retriever thailand NE F 72 hexadog K IM 1 11 p 43 30/6/2007 Pomeranian thailand NE M 24 hexadog K IM 2 7 p 44 30/6/2007 Pomeranian thailand NE M 12 rabisin T IM 2 7 p 45 30/6/2007 Pomeranian thailand NE F 24 hexadog K IM 2 7 p No. Tgl Masuk 23 20/6/2007 cavalier charles 24 20/6/2007 25 Ras Negara Asal 72 Status Negara Asal Sex Umur (Dlm Bln) Nama Vaksin Rabies Jenis Vaksin Rute Vaksin Rabies Vaksinasi Ke- Jarak pengujian Hasil Pengujian thailand NE F 12 rabisin T IM 1 2 p schottis terrier thailand NE F 12 rabisin T IM 1 2 p 2/7/2007 chihua hua thailand NE F 12 rabisin T IM 1 2 p 49 2/7/2007 chihua hua thailand NE F 12 rabisin T IM 1 2 p 50 2/7/2007 chihua hua thailand NE F 12 rabisin T IM 1 2 p 51 2/7/2007 chihua hua thailand NE F 12 rabisin T IM 1 2 p 52 2/7/2007 chihua hua thailand NE F 12 rabisin T IM 1 2 p 53 2/7/2007 chihua hua thailand NE F 12 rabisin T IM 1 2 p 54 2/7/2007 chihua hua thailand NE M 12 rabisin T IM 1 2 p 55 2/7/2007 Pomeranian thailand NE F 4 rabisin T IM 1 2 p 56 2/7/2007 Pomeranian thailand NE F 7 rabisin T IM 1 2 p 57 2/7/2007 pekingese thailand NE M 5 rabisin T IM 1 2 p 58 2/7/2007 pekingese thailand NE F 5 rabisin T IM 1 2 p 59 2/7/2007 alaskan malamote thailand NE M 4 rabisin T IM 1 2 p 60 2/7/2007 alaskan malamote thailand NE F 4 rabisin T IM 1 2 p 61 2/7/2007 golden retriever thailand NE M 24 hexadog K IM 2 12 p 62 2/7/2007 golden retriever thailand NE M 84 hexadog K IM 2 7 p 63 2/7/2007 miniatur pincher thailand NE M 24 eurican 7 K IM 2 7 p 64 2/7/2007 miniatur pincher thailand NE M 48 defensor 3 T IM 1 2 p 65 2/7/2007 miniatur pincher thailand NE M 36 eurican 7 K IM 2 8 p 66 2/7/2007 chihua hua thailand NE F 7 rabisin T IM 1 #VALUE! p 67 2/7/2007 samoyed thailand NE M 36 eurican 7 K IM 1 3 p 68 2/7/2007 dachshund thailand NE M 24 rabisin T IM 2 1 p No. Tgl Masuk Ras 46 2/7/2007 schottis terrier 47 2/7/2007 48 Negara Asal 73 Status Negara Asal Sex Umur (Dlm Bln) Nama Vaksin Rabies Jenis Vaksin Rute Vaksin Rabies Vaksinasi Ke- Jarak pengujian Hasil Pengujian thailand NE M 24 eurican 7 K IM 1 8 p japanase spitz new zealand NB M 24 rabdomun T IM 1 2 p 2/7/2007 Collie new zealand NB F 24 rabdomun T IM 1 2 p 72 3/7/2007 alaskan malamote USA NE M 12 rabisin T IM 1 8 p 73 3/7/2007 maltese USA NE F 36 rabisin T IM 1 2 p 74 4/7/2007 M schnauzer USA NE M 36 rabisin T IM 1 8 p 75 4/7/2007 cockapo USA NE M 30 defensor 3 T IM 1 12 p 76 4/7/2007 chihua hua USA NE F 16 defensor 3 T IM 1 8 p 77 5/7/2007 Shih Tzu thailand NE M 12 nobivac rabies T SC 1 2 p 78 5/7/2007 pom thailand NE M 12 nobivac rabies T SC 1 1, p 79 5/7/2007 pom thailand NE M 12 nobivac rabies T SC 1 1, p 80 5/7/2007 Rottweiler germany NE M 4 enduracell 8 K IM 1 2 p 81 4/7/2007 malt terrier australia NB M 24 nobivac rabies T SC 1 2 p 82 4/7/2007 border terrier japan NB F 48 Rabies T.C. Vaccine T IM 2 2 p 83 6/7/2007 mongrel terrier kenya NE F 60 rabisin T IM 5 5 p 84 6/7/2007 mongrel terrier kenya NE F 84 rabisin T IM 8 5 p 85 6/07/007 german shepherd france NE M 24 enduracell 8 K IM 2 1, p 86 7/7/2007 maltese USA NE M 4 rabisin T IM 1 0.5 p 87 9/7/2007 beagle thailand NE F 4 rabisin T IM 1 1 p 88 9/07/007 beagle thailand NE F 2 rabisin T IM 1 2 p 89 9/07/007 english cooker thailand NE F 11 rabisin T IM 1 2 p 90 9/07/007 english cooker thailand NE F 11 rabisin T IM 1 2 p 91 9/07/007 m.schnauzer thailand NE F 2.5 rabisin T IM 1 2 p No. Tgl Masuk 69 2/7/2007 dachshund 70 2/7/2007 71 Ras Negara Asal 74 Status Negara Asal Sex Umur (Dlm Bln) Nama Vaksin Rabies Jenis Vaksin Rute Vaksin Rabies Vaksinasi Ke- Jarak pengujian Hasil Pengujian thailand NE F 2.5 rabisin T IM 1 2 p m.schnauzer thailand NE F 2.5 rabisin T IM 1 2 p 11/07/077 Shih Tzu singapura NB M 12 rabisin T IM 1 0.75 p 95 11/07/007 jack russel australia NB M 36 nobivac rabies T SC 1 2 p 96 11/07/007 Rottweiler taiwan NB M 36 rabisin T IM 1 2 p 97 11/07/007 german shepperd taiwan NB M 48 rabisin T IM 1 2 p 98 12/07/007 pointer mix USA NE M 46 rabisin T IM 4 8 p 99 13/07/007 Pomeranian USA NE M 36 rabisin T IM 3 10 p 100 13/07/007 Pomeranian USA NE M 60 rabisin T IM 1 10 p 101 13/07/007 Pomeranian USA NE F 12 rabisin T IM 1 10 p 102 13/07/007 beagle USA NE M 108 rabisin T IM 1 5 p 103 13/07/007 labrador USA NE F 36 rabisin T IM 1 5 p 104 14/07/007 Doberman germany NE M 32 nobivac rabies T SC 1 9 p 105 14/07/007 maltese shihtzu australia NB M 61 nobivac rabies T SC 1 1 p 106 14/07/007 jack russel australia NB M 52 nobivac rabies T SC 1 1 p 107 9/07/007 labrador USA NE F 132 rabisin T IM 1 11 p 108 18/07/007 beagle USA NE M 29 rabdomun T IM 1 1, p 109 18/07/007 maltese USA NE M 30 rabvac 3 T SC 1 2 p 110 20/07/007 maltese Korea Selatan NE F 36 rabisin T IM 1 1 p 111 20/07/007 maltese mix australia NB F 36 nobivac rabies T SC 1 0.75 p 112 20/07/007 DSH germany NE M 12 enduracell 8 K IM 1 1 p 113 21/07/007 shehtland sheepdog canada NE M 6 imrab 3 TF K IM 1 1, p 114 21/07/007 shehtland sheepdog canada NE F 4 defensor 3 T IM 1 4 p No. Tgl Masuk 92 9/07/007 m.schnauzer 93 9/07/007 94 Ras Negara Asal 75 Status Negara Asal Sex Umur (Dlm Bln) Nama Vaksin Rabies Jenis Vaksin Rute Vaksin Rabies Vaksinasi Ke- Jarak pengujian Hasil Pengujian thailand NE F 12 rabisin T IM 1 1 p Yorkshire T thailand NE F 12 rabisin T IM 1 1 p 21/07/007 Yorkshire T thailand NE F 12 rabisin T IM 1 1 p 118 21/07/007 Yorkshire T thailand NE F 12 rabisin T IM 1 1 p 119 21/07/007 Yorkshire T thailand NE F 12 rabisin T IM 1 1 p 120 21/07/007 Yorkshire T thailand NE F 12 rabisin T IM 1 1 p 121 21/07/007 bull terrier thailand NE F 12 rabisin T IM 1 1 tp 122 21/07/007 bull terrier thailand NE F 12 rabisin T IM 1 1 tp 123 20/07/007 chihua hua malaysia NB F 98 rabisin T IM 1 1 p 124 20/07/007 miniature S malaysia NB F 94 rabisin T IM 1 1 p 125 16/07/007 english cooker USA NE F 125 rabvac 3 T IM 1 2 tp 126 16/07/007 pug USA NE F 84 rabisin T IM 1 3 p 127 22/07/007 papillon USA NE M 12 rabisin T IM 1 4 p 128 22/07/007 papillon USA NE F 6 rabisin T IM 1 8 p 129 22/07/007 papillon USA NE F 6 rabisin T IM 1 3 tp 130 22/07/007 papillon USA NE F 12 rabisin T IM 1 5 p 131 23/07/007 cotton USA NE M 12 defensor 3 T IM 1 10 p 132 23/07/007 spitz USA NE F 84 defensor 3 T IM 1 2 p 133 24/07/007 Yorkshire T Korea Selatan NE F 60 virbac rabies T IM 1 4 p 134 24/07/007 mixed Korea Selatan NE M 144 rabisin T IM 1 4 p 135 25/07/007 golden retriever afrika selatan NE M 108 nobivac rabies T SC 9 10 p 136 25/07/007 japanese chin australia NB M 7 nobivac rabies T SC 1 2 p 137 25/07/007 japanese chin australia NB F 4 nobivac rabies T SC 1 4 p No. Tgl Masuk 115 21/07/007 Yorkshire T 116 21/07/007 117 Ras Negara Asal 76 Status Negara Asal Sex Umur (Dlm Bln) Nama Vaksin Rabies Jenis Vaksin Rute Vaksin Rabies Vaksinasi Ke- Jarak pengujian Hasil Pengujian australia NB F 4 nobivac rabies T SC 1 4 p chinnese crested australia NB M 24 nobivac rabies T SC 1 2 p 25/07/007 papillon australia NB F 12 nobivac rabies T SC 1 1 p 141 25/07/007 Pomeranian china NE M 18 rabisin T IM 2 3 p 142 26/07/007 labrador USA NE F 48 imrab 3 T IM 1 2 p 143 26/07/007 labrador USA NE F 120 imrab 3 T IM 1 2 p 144 27/07/007 Pomeranian thailand NE F 12 rabisin T IM 1 10 tp 145 27/07/007 mini daschund USA NE F 60 nobivac rabies T SC 5 10 tp 146 29/07/007 cavalier king chales S hongkong NB M 53 rabisin T IM 4 8 p 147 31/07/007 maltese Korea Selatan NE M 48 rabisin T SC 1 3 p 148 31/07/007 labrador hongkong NB M 132 rabisin T IM 11 9 p 149 1/08/007 Yorkshire T USA NE M 8 nobivac rabies T SC 1 2 p 150 1/08/007 Yorkshire T USA NE F 5 nobivac rabies T SC 1 2 p 151 1/08/007 m.schnauzer australia NB M 17 nobivac rabies T SC 1 0.25 p 152 1/08/007 west higland T australia NB F 7 nobivac rabies T SC 1 0.25 p 153 1/08/007 mix Korea Selatan NE M 53 rabisin T IM 1 10 p 154 2/08/007 labrador thailand NE F 8 rabisin T IM 1 4 p 155 2/08/007 chine villages hongkong NB F 36 nobivac rabies T SC 1 2 p 156 3/08/007 daschund USA NE F 36 rabvac 3 T IM 1 5 p 157 3/08/007 mix vietnam NE M 36 rabisin T IM 2 9 p 158 3/08/007 terier vietnam NE M 132 rabisin T IM 10 9 p 159 3/08/007 labrador vietnam NE F 96 rabisin T IM 1 9 p 160 4/08/007 Rottweiler germany NE F 40 rabvac 3 T IM 4 12 p No. Tgl Masuk Ras 138 25/07/007 japanese chin 139 25/07/007 140 Negara Asal 77 Status Negara Asal Sex Umur (Dlm Bln) Nama Vaksin Rabies Jenis Vaksin Rute Vaksin Rabies Vaksinasi Ke- Jarak pengujian Hasil Pengujian india NE F 108 nobivac rabies T SC 8 2 p bull terrier thailand NE M 12 rabisin T IM 1 1 p 6/08/007 bull terrier thailand NE M 12 rabisin T IM 1 1 p 164 6/08/007 bull terrier thailand NE F 24 rabisin T IM 1 1 p 165 6/08/007 Yorkshire T thailand NE M 12 rabisin T IM 1 1 p 166 6/08/007 Yorkshire T thailand NE M 12 rabisin T IM 1 1 p 167 6/08/007 papilon thailand NE F 12 rabisin T IM 1 1 p 168 6/08/007 shetland sheepdog thailand NE F 4 rabisin T IM 1 1 p 169 6/08/007 shetland sheepdog thailand NE F 4 rabisin T IM 1 1 p 170 6/08/007 scottish terrier thailand NE M 12 rabisin T IM 1 1 p 171 6/08/007 springer bangladesh NE F 48 rabisin T IM 1 4 p 172 6/08/007 Collie hungary NE M 48 rabisin T IM 1 1 p 173 6/08/007 G. Retriver singapura NB F 72 rabisin T IM 1 4 p 174 3/08/007 german sheperd singapura NB M 28 nobivac rabies T SC 2 12 p 175 3/08/007 labrador singapura NB M 17 nobivac rabies T SC 1 12 p 176 6/08/007 lab.mix USA NE F 96 nobivac rabies T SC 8 8 p 177 6/08/007 boxer USA NE M 36 nobivac rabies T SC 3 8 p 178 6/08/007 labrador USA NE M 15 nobivac rabies T SC 1 12 p 179 6/08/007 Yorkshire T USA NE M 84 nobivac rabies T SC 7 10 p 180 6/08/007 Yorkshire T USA NE M 72 nobivac rabies T SC 6 2 p 181 7/08/007 bichon frise japan NB M 72 Rabies T.C. Vaccine T IM 7 4 p 182 7/08/007 bichon frise japan NB M 4 Rabies T.C. Vaccine T IM 2 1 p 183 7/08/007 bichon frise japan NB M 4 Rabies T.C. Vaccine T IM 2 1 p No. Tgl Masuk 161 4/08/007 mixed 162 6/08/007 163 Ras Negara Asal 78 Status Negara Asal Sex Umur (Dlm Bln) Nama Vaksin Rabies Jenis Vaksin Rute Vaksin Rabies Vaksinasi Ke- Jarak pengujian Hasil Pengujian USA NE M 132 rabisin T IM 11 8 p Pomeranian USA NE F 50 rabisin T IM 4 1 p 10/08/007 Pomeranian singapura NB M 48 rabisin T IM 2 2 p 187 11/08/007 mini schnauzer singapura NB M 52 rabisin T IM 2 2 p 188 12/08/007 chihua hua thailand NE M 12 rabvac 3 T IM 1 1 p 189 12/08/007 chihua hua thailand NE F 12 rabvac 3 T IM 1 1 p 190 12/08/007 chihua hua thailand NE F 12 rabvac 3 T IM 1 1 p 191 12/08/007 chihua hua thailand NE F 12 rabvac 3 T IM 1 1 p 192 12/08/007 bull terrier thailand NE M 12 rabvac 3 T IM 1 1 p 193 12/08/007 scottish terrier thailand NE F 5 rabvac 3 T IM 1 1 p 194 12/08/007 chinese crest thailand NE M 5 rabvac 3 T IM 1 1 p 195 12/08/007 chinese crest thailand NE F 8 rabvac 3 T IM 1 1 p 196 12/08/007 siberian huskey thailand NE M 4 rabvac 3 T IM 1 1 p 197 12/08/007 pug thailand NE M 12 rabvac 3 T IM 1 1 tp 198 12/08/007 pug thailand NE M 12 rabvac 3 T IM 1 1 p 199 12/08/007 Pomeranian thailand NE F 12 rabvac 3 T IM 1 1 tp 200 12/08/007 Pomeranian thailand NE F 12 rabvac 3 T IM 1 1 tp 201 12/08/007 Pomeranian thailand NE M 12 rabvac 3 T IM 1 1 p 202 12/08/007 Pomeranian thailand NE M 12 rabvac 3 T IM 1 1 p 203 12/08/007 Pomeranian thailand NE M 12 rabvac 3 T IM 1 1 p 204 12/08/007 Pomeranian thailand NE F 12 rabvac 3 T IM 1 1 p 205 12/08/007 Pomeranian thailand NE F 12 rabvac 3 T IM 1 1 p 206 12/08/007 cocker spaniel germany NE F 72 rabisin T IM 2 5 p No. Tgl Masuk 184 7/08/007 fox terrier 185 8/08/007 186 Ras Negara Asal 79 Status Negara Asal Sex Umur (Dlm Bln) Nama Vaksin Rabies Jenis Vaksin Rute Vaksin Rabies Vaksinasi Ke- Jarak pengujian Hasil Pengujian thailand NE M 12 rabisin T IM 1 1 tp bull terrier thailand NE F 12 rabisin T IM 1 1 tp 13/08/007 bull terrier thailand NE F 12 rabisin T IM 1 1 tp 210 13/08/007 beagle thailand NE M 14 rabisin T IM 1 1 tp 211 13/08/007 english spaniel thailand NE M 10 rabisin T IM 1 1 tp 212 13/08/007 chihua hua thailand NE F 11 rabisin T IM 1 1 tp 213 13/08/007 westie USA NE M 48 rabvac 3 T IM 1 18 tp 214 13/08/007 Pomeranian australia NB M 12 nobivac rabies T SC 1 3 tp 215 17/08/007 maltese thailand NE F 8 rabisin T IM 1 3 p 216 18/08/007 pembroke corgi USA NE F 21 defensor 3 T IM 1 3 p 217 18/08/007 boxer germany NE F 14 defensor 3 T IM 2 3 p 218 18/08/007 german sheperd germany NE M 4 nobivac rabies T SC 1 1, p 219 18/08/007 german sheperd germany NE M 4 nobivac rabies T SC 1 1, p 220 20/08/007 golden retriever australia NB M 48 nobivac rabies T SC 1 1, p 221 23/08/007 Pomeranian taiwan NB M 20 rabisin T IM 1 1 p 222 23/08/007 chihua hua japan NB M 60 Rabies T.C. Vaccine T IM 1 4 p 223 23/08/007 german sheperd Belgia NE F 42 rabvac 1 T IM 1 0.75 tp 224 25/08/007 german sheperd rep. ceko NB F 25 nobivac rabies T IM 1 2, p 225 25/08/007 german sheperd rep. ceko NB M 24 nobivac rabies T IM 1 2, tp 226 25/08/007 german sheperd rep. ceko NB M 24 nobivac rabies T IM 1 2, p 227 27/08/007 bull terrier thailand NE F 48 rabisin T IM 1 1 p 228 27/08/007 bull terrier thailand NE F 4 rabisin T IM 1 1 p 229 27/08/007 bull terrier thailand NE F 4 rabisin T IM 1 1 p No. Tgl Masuk 207 13/08/007 bull terrier 208 13/08/007 209 Ras Negara Asal 80 Status Negara Asal Sex Umur (Dlm Bln) Nama Vaksin Rabies Jenis Vaksin Rute Vaksin Rabies Vaksinasi Ke- Jarak pengujian Hasil Pengujian thailand NE M 12 rabisin T IM 1 1 p bull terrier thailand NE F 4 rabisin T IM 1 1 tp 27/08/007 poodle thailand NE M 60 rabisin T IM 1 1 p 233 27/08/007 Pomeranian australia NB M 36 nobivac rabies T SC 1 4 p 234 28/08/007 G retriever hongkong NB F 36 nobivac rabies T SC 2 2 p 235 28/08/007 G retriever hongkong NB F 36 nobivac rabies T SC 2 2 p 236 29/08/007 boxer germany NE F 20 rabisin T IM 1 6 p 237 29/08/007 chihua hua japan NB F 72 matsuken TC K IM 2 5 p 238 30/08/007 pug thailand NE F 7 rabisin T IM 1 0.25 p 239 30/08/007 beagle thailand NE M 5 rabisin T IM 1 0.25 tp 240 30/08/007 Yorkshire T thailand NE M 18 rabisin T IM 1 0.25 p 241 30/08/007 Pomeranian thailand NE F 4 rabisin T IM 1 0.25 tp 242 30/08/007 Pomeranian thailand NE F 4 rabisin T IM 1 0.25 tp 243 30/08/007 Pomeranian thailand NE F 7 rabisin T IM 1 0.25 p 244 30/08/007 siberian huskey thailand NE F 5 rabisin T IM 1 0.25 tp 245 30/08/007 daschund hongkong NB M 36 nobivac rabies T SC 1 0.5 p 246 30/08/007 daschund hongkong NB F 84 nobivac rabies T SC 1 0.5 p 247 31/08/007 maltese USA NE M 12 defensor 3 T IM 1 9 p 248 31/08/007 G retriev,mixed canada NE M 84 defensor 3 T IM 1 3 p 249 31/08/007 Rottweiler germany NE M 13 virbagen SHA2PPi/LT K IM 1 12 p 250 01/09/007 Yorkshire T USA NE M 9 rabvac 3 T IM 1 3 p 251 02/09/007 chihua hua taiwan NB M 12 rabisin T IM 1 2 p 252 02/09/007 chihua hua taiwan NB F 2.5 rabisin T IM 1 0.75 tp No. Tgl Masuk 230 27/08/007 bull terrier 231 27/08/007 232 Ras Negara Asal 81 Status Negara Asal Sex Umur (Dlm Bln) Nama Vaksin Rabies Jenis Vaksin Rute Vaksin Rabies Vaksinasi Ke- Jarak pengujian Hasil Pengujian taiwan NB M 2.5 rabisin T IM 1 0.75 tp chihua hua taiwan NB F 2.5 rabisin T IM 1 0.75 tp 02/09/007 shiba taiwan NB M 2.5 rabisin T IM 1 0.75 tp 256 02/09/007 Pomeranian taiwan NB F 2.5 rabisin T IM 1 0.75 tp 257 02/09/007 Pomeranian taiwan NB F 2.5 rabisin T IM 1 0.75 tp 258 02/09/007 labrador azarbaijan NE M 96 nobivac rabies T IM 1 1 p 259 02/09/007 springer USA NE F 132 rabisin T IM 1 10 p 260 03/09/007 poodle USA NE F 8 rabisin T IM 1 4 p 261 05/09/007 pug USA NE M 3 rabisin T IM 1 0.75 p 262 05/09/007 pug USA NE M 3 rabisin T IM 1 0.75 p 263 05/09/007 maltese australia NB F 36 nobivac rabies T SC 1 1, p 264 05/09/007 Rottweiler serbia NE M 6 rabisin T IM 1 3 p 265 06/09/007 Shih Tzu thailand NE F 18 rabisin T IM 1 1 p 266 06/09/007 Min. Bull. Ter. thailand NE F 8 rabisin T IM 1 1 p 267 06/09/007 Herder germany NE M 108 enduracell 8 K IM 1 6 p 268 13/09/007 Pomeranian australia NB M 65 nobivac rabies T SC 1 0.5 tp 269 14/09/007 Yorkshire T japan NB F 20 Rabies T.C. Vaccine T IM 1 4 p 270 14/09/007 maltese australia NB F 11 nobivac rabies T SC 1 1, p 271 14/09/007 maltese australia NB M 11 nobivac rabies T SC 1 1, p 272 14/09/007 chihua hua australia NB M 36 nobivac rabies T SC 1 1, p 273 14/09/007 maltese australia NB F 24 nobivac rabies T SC 1 1, p 274 18/09/007 cocker spaniel malaysia NB F 96 rabisin T IM 2 1, p 275 22/09/007 chihua hua Korea Selatan NE M 12 rabisin T IM 1 2 p No. Tgl Masuk 253 02/09/007 chihua hua 254 02/09/007 255 Ras Negara Asal 82 Status Negara Asal Sex Umur (Dlm Bln) Nama Vaksin Rabies Jenis Vaksin Rute Vaksin Rabies Vaksinasi Ke- Jarak pengujian Hasil Pengujian Italy NB F 36 nobivac rabies T SC 1 3 p bull terrier norwegia NB F 4 rabisin T IM 1 2 tp 27/09/007 kelpie cross australia NB M 96 nobivac rabies T SC 1 2 p 279 28/09/007 chihua hua singapura NB F 3 nobivac rabies T IM 1 1 p 280 30/09/007 chihua hua thailand NE M 3 rabisin T IM 1 1 p 281 30/09/007 chihua hua thailand NE F 5 rabisin T IM 1 1 p 282 03/10/007 G retreiver new zealand NB F 15 rabdomun T IM 2 3 p 283 08/10/007 G retreiver china NE M 36 rabisin T IM 1 2 p 284 08/10/007 dachsund china NE M 12 eurican 7 K IM 1 11 p 285 09/10/007 german sheperd USA NE M 36 rabisin T IM 1 4 p 286 10/10/007 DSH germany NE M 28 virbac rabies T IM 2 1 p 287 10/10/007 DSH germany NE M 24 virbac rabies T IM 1 8 p 288 11/10/007 pug USA NE F 20 nobivac rabies T SC 1 8 p 289 12/10/007 DSH germany NE M 20 rabigen mono T IM 2 6 p 290 12/10/007 DSH germany NE M 15 nobivac SHPPiLT K SC 1 0.75 p 291 12/10/007 DSH germany NE M 16 rabdomun T IM 1 20 p 292 17/10/007 maltese X australia NB M 36 nobivac rabies T SC 1 1 p 293 17/10/007 DSH germany NE F 28 enduracell 8 K IM 2 6 p 294 24/10/007 mixed japan NB M 48 Rabies T.C. Vaccine T IM 2 2 p 295 25/10/007 mix belanda NE F 14 rabvac 1 T IM 1 2 p 296 26/10/007 DSH germany NE F 12 nobivac rabies T SC 1 8 p 297 31/10/007 DSH germany NE F 12 enduracell 8 K IM 1 9 p 298 31/10/007 bull terrier australia NB M 3 nobivac rabies T SC 1 1, p No. Tgl Masuk 276 23/09/007 Mix 277 25/09/007 278 Ras Negara Asal 83 Status Negara Asal Sex Umur (Dlm Bln) Nama Vaksin Rabies Jenis Vaksin Rute Vaksin Rabies Vaksinasi Ke- Jarak pengujian Hasil Pengujian japan NB M 9 Rabies T.C. Vaccine T IM 1 5 tp Shih Tzu USA NE M 48 eurican 7 K IM 4 8 p 01/11/007 DSH kuwait NB M 24 nobivac rabies T SC 1 2 p 302 02/11/007 poodle taiwan NB M 3 rabisin T IM 1 0.5 tp 303 02/11/007 Rottweiler Belgia NE M 108 nobivac rabies T SC 4 4 p 304 06/11/007 DSH germany NE F 15 rabisin T IM 1 2 p 305 08/11/007 Boxer Mix USA NE M 72 rabvac 3 T IM 1 3 p 306 09/11/007 labrador australia NB F 24 nobivac rabies T SC 1 1, p 307 11/11/007 Doberman rep. ceko NB M 2 nobivac rabies T IM 1 0.5 p 308 11/11/007 Doberman rep. ceko NB M 2 nobivac rabies T IM 1 0.5 tp 309 11/11/007 Doberman rep. ceko NB M 2 nobivac rabies T IM 1 0.5 tp 310 11/11/007 Doberman rep. ceko NB F 2 nobivac rabies T IM 1 0.5 tp 311 15/11/007 Malamute singapura NB M 84 rabisin T IM 1 3 p 312 16/11/007 jack russel australia NB M 12 nobivac rabies T SC 1 1 p 313 16/11/007 spinger spaniel australia NB M 48 nobivac rabies T SC 1 2 p 314 17/11/007 min.schnuzer singapura NB M 34 rabisin T IM 2 2 p 315 23/11/007 labrador malaysia NB F 60 rabisin T IM 4 8 p 316 23/11/007 pomx australia NB F 52 nobivac rabies T SC 1 1, p 317 24/11/2007 belgische herder Belgia NE M 6 rabdomun T IM 1 3 p 318 22/11/2007 jack russel australia NB M 60 nobivac rabies T SC 1 1 p 319 22/11/2007 chihua hua australia NB F 60 nobivac rabies T SC 1 1 p 320 27/11/2007 Pomeranian malaysia NB M 49 rabisin T IM 1 3 p 321 27/11/2007 Pomeranian malaysia NB F 29 rabisin T IM 1 3 p No. Tgl Masuk 299 31/10/007 toy poodle 300 01/11/007 301 Ras Negara Asal 84 Status Negara Asal Sex Umur (Dlm Bln) Nama Vaksin Rabies Jenis Vaksin Rute Vaksin Rabies Vaksinasi Ke- Jarak pengujian Hasil Pengujian malaysia NB M 27 rabisin T IM 1 3 p Pomeranian malaysia NB F 26 rabisin T IM 1 3 p 27/11/2007 chihua hua malaysia NB F 13 rabisin T IM 1 3 p 325 27/11/2007 chihua hua malaysia NB F 13 rabisin T IM 1 3 p 326 27/11/2007 chihua hua malaysia NB F 14 rabisin T IM 1 3 p 327 28/11/2007 maltese X australia NB F 120 rabisin T IM 1 1 p 328 30/11/2007 shih tzu x australia NB F 12 nobivac rabies T SC 1 2 p 329 30/11/2007 shih tzu thailand NE F 72 hexadog K IM 1 10 p 330 1/12/2007 jack russel australia NB M 48 nobivac rabies T SC 1 1 p 331 1/12/2007 chihua hua belanda NE M 36 nobivac RL K SC 2 3 p 332 3/12/2007 labrador West afrika NE M 13 hexadog K IM 2 5 p 333 3/12/2007 e. buldog belanda NE M 16 rabisin T IM 1 9 p 334 5/12/2007 cattle dog X australia NB F 84 nobivac rabies T SC 1 2 p 335 7/12/2007 maltese australia NB M 32 nobivac rabies T SC 1 2 p 336 7/12/2007 maltese australia NB M 14 nobivac rabies T SC 1 1 p 337 11/12/2007 chihua hua UK NE M 22 nobivac rabies T SC 1 3 p 338 13/12/2007 m. schnauzer china NE F 12 nobivac rabies T SC 1 4 p 339 13/12/2007 e. buldog czech republic NB M 28 rabisin T IM 2 8 tp 340 13/12/2007 maltese mix australia NB F 30 nobivac rabies T SC 1 1 p 341 14/12/2007 a. malamute rep. ceko NB M 3 rabisin T IM 1 1 p 342 14/12/2007 maltese australia NB M 46 nobivac rabies T SC 1 1 p 343 14/12/2007 jack russel australia NB M 4 nobivac rabies T SC 1 3 p 344 14/12/2007 jack russel australia NB M 4 nobivac rabies T SC 1 3 p No. Tgl Masuk 322 27/11/2007 Pomeranian 323 27/11/2007 324 Ras Negara Asal 85 Status Negara Asal Sex Umur (Dlm Bln) Nama Vaksin Rabies Jenis Vaksin Rute Vaksin Rabies Vaksinasi Ke- Jarak pengujian Hasil Pengujian japan NB M 180 Rabies T.C. Vaccine T IM 1 1 p labrador ret japan NB M 83 rabvac 1 T IM 1 7 p 21/12/2007 DSH (Europe) spanyol NB M 24 rabvac 1 T IM 1 8 p 348 22/12/2007 Rottweiler austria NB M 24 enduracell 8 K IM 2 2 p 349 23/12/2007 labrador ret USA NE M 22 imrab 1 T IM 1 7 p 350 23/12/2007 labrador ret USA NE F 20 imrab 1 T IM 1 8 p 351 23/12/2007 labrador ret USA NE M 24 imrab 1 T IM 1 4 p 352 23/12/2007 labrador ret USA NE M 18 imrab 1 T IM 1 6 p 353 24/12/2007 poodle australia NB M 36 nobivac rabies T SC 1 1 p 354 24/12/2007 mixed USA NE F 120 nobivac rabies T SC 1 10 p 355 24/12/2007 labrador ret USA NE M 21 imrab 1 T IM 1 8 p 356 24/12/2007 labrador ret USA NE M 22 imrab 1 T IM 1 7 p 357 24/12/2007 labrador ret USA NE M 26 imrab 1 T IM 1 6 p 358 24/12/2007 labrador ret USA NE M 24 imrab 1 T IM 1 6 p 359 26/12/2007 toy podle japan NB M 12 Rabies T.C. Vaccine T IM 1 7 p 360 29/12/2007 saluki australia NB M 7 nobivac rabies T SC 1 2 p 361 29/12/2007 saluki australia NB F 7 nobivac rabies T SC 1 2 p 362 29/12/2007 Rottweiler malaysia NB F 12 rabisin T IM 1 7 p 363 29/12/2007 Rottweiler malaysia NB F 12 rabisin T IM 1 7 p 364 30/12/2007 m.schnauzer singapura NB M 36 rabisin T IM 1 10 p 365 4/1/2008 bulldog taiwan NB F 6 rabisin T IM 1 2 tp 366 4/1/2008 bulldog taiwan NB M 8 rabisin T IM 1 2 tp 367 6/1/2008 x chow chow swiss NB M 77 imrab 1 T IM 1 2 p No. Tgl Masuk 345 19/12/2007 kisyu dog 346 20/12/2007 347 Ras Negara Asal 86 Status Negara Asal Sex Umur (Dlm Bln) Nama Vaksin Rabies Jenis Vaksin Rute Vaksin Rabies Vaksinasi Ke- Jarak pengujian Hasil Pengujian swiss NB F 77 imrab 1 T IM 1 2 p german sheperd singapura NB M 68 rabisin T IM 1 1, p 7/1/2008 samoyed singapura NB M 45 rabisin T IM 1 1, p 371 9/1/2008 Pomeranian USA NE M 24 rabisin T IM 1 1, p 372 10/1/2008 maltese taiwan NB M 24 rabisin T IM 1 2 p 373 10/1/2008 Pomeranian malaysia NB F 24 nobivac rabies T SC 1 4 p 374 10/1/2008 Pomeranian malaysia NB F 24 nobivac rabies T SC 1 4 p 375 10/1/2008 Pomeranian malaysia NB F 24 nobivac rabies T SC 1 4 p 376 10/1/2008 Pomeranian malaysia NB F 24 nobivac rabies T SC 1 4 p 377 10/1/2008 Pomeranian malaysia NB F 24 nobivac rabies T SC 1 4 p 378 10/1/2008 Pomeranian malaysia NB F 24 nobivac rabies T SC 1 3, tp 379 10/1/2008 Pomeranian malaysia NB F 24 nobivac rabies T SC 1 3, p 380 10/1/2008 Pomeranian malaysia NB M 3 nobivac rabies T SC 1 2 tp 381 10/1/2008 bulldog malaysia NB F 3 nobivac rabies T SC 1 2 p 382 10/1/2008 bulldog malaysia NB M 3 nobivac rabies T SC 1 2 tp 383 10/1/2008 bulldog malaysia NB F 3 nobivac rabies T SC 1 2 tp 384 10/1/2008 pappilon malaysia NB F 24 nobivac rabies T SC 1 4 p 385 10/1/2008 mixed mesir NB F 36 biocan R T IM 3 1 p 386 12/1/2008 Pomeranian malaysia NB M 15 nobivac rabies T SC 1 4 p 387 12/1/2008 Pomeranian malaysia NB M 15 nobivac rabies T SC 1 4 p 388 12/1/2008 Pomeranian malaysia NB M 15 nobivac rabies T SC 1 4 p 389 12/1/2008 Pomeranian malaysia NB M 15 nobivac rabies T SC 1 4 p 390 12/1/2008 scot. Terrier malaysia NB F 4 nobivac rabies T SC 1 2 tp No. Tgl Masuk 368 6/1/2008 x chow chow 369 7/1/2008 370 Ras Negara Asal 87 Status Negara Asal Sex Umur (Dlm Bln) Nama Vaksin Rabies Jenis Vaksin Rute Vaksin Rabies Vaksinasi Ke- Jarak pengujian Hasil Pengujian malaysia NB F 4 nobivac rabies T SC 1 2 tp scot. Terrier malaysia NB F 4 nobivac rabies T SC 1 2 p 12/1/2008 scot. Terrier malaysia NB F 4 nobivac rabies T SC 1 2 tp 394 12/1/2008 scot. Terrier malaysia NB M 4 nobivac rabies T SC 1 2 tp 395 12/1/2008 bulldog malaysia NB M 33 nobivac rabies T SC 1 4 p 396 12/1/2008 pekingese belanda NE F 6 nobivac rabies T SC 1 3 tp 397 12/1/2008 pekingese belanda NE F 6 eurican LR K IM 1 3 tp 398 12/1/2008 pekingese belanda NE F 7 etadex K IM 1 3 p 399 12/1/2008 pekingese belanda NE M 7 nobivac rabies T SC 1 2 p 400 16/1/2008 maltese australia NB M 84 nobivac rabies T SC 1 2, p 401 17/1/2008 mix norwegia NB M 72 rabisin T IM 2 8 p 402 31/1/2008 e. bulldog taiwan NB F 12 rabisin T IM 1 3 p 403 31/1/2008 e. bulldog taiwan NB F 6 rabisin T IM 1 3 tp 404 31/1/2008 e. bulldog taiwan NB M 6 rabisin T IM 1 3 p 405 1/2/2008 m. schnauzer malaysia NB F 60 rabisin T IM 1 2 p 406 1/2/2008 m. schnauzer malaysia NB M 48 rabisin T IM 1 2 p 407 2/2/2008 a. malamute malaysia NB M 4 nobivac rabies T SC 1 3 tp 408 2/2/2008 a. malamute malaysia NB F 4 nobivac rabies T SC 1 3 tp 409 2/2/2008 a. malamute malaysia NB F 4 nobivac rabies T SC 1 3 tp 410 2/2/2008 a. malamute malaysia NB F 4 nobivac rabies T SC 1 3 tp 411 2/2/2008 a. malamute malaysia NB F 4 nobivac rabies T SC 1 3 tp 412 2/2/2008 a. malamute malaysia NB F 4 nobivac rabies T SC 1 3 tp 413 1/2/2008 maltese USA NE M 4 rabisin T IM 1 0.75 p No. Tgl Masuk 391 12/1/2008 scot. Terrier 392 12/1/2008 393 Ras Negara Asal 88 Status Negara Asal Sex Umur (Dlm Bln) Nama Vaksin Rabies Jenis Vaksin Rute Vaksin Rabies Vaksinasi Ke- Jarak pengujian Hasil Pengujian singapura NB M 24 rabisin T IM 1 0.75 p a. malamute malta NB F 3 nobivac rabies T SC 1 0.75 p 10/2/2008 b. sheepdog USA NE F 76 defensor 3 T IM 1 20 p 417 11/2/2008 lab. Ret singapura NB F 76 rabisin T IM 1 1, p 418 13/2/2008 b. frise USA NE M 54 rabisin T IM 1 1 p 419 20/2/2008 mix germany NE F 60 eurican LT K IM 4 8 p 420 20/2/2008 pekingese germany NE F 132 eurican LT K IM 4 8 p 421 21/2/2008 terrier jack russel singapura NB F 12 rabisin T IM 1 1, p 422 22/2/2008 cooker spaniel UK NE M 48 rabisin T IM 5 6 p 423 22/2/2008 dobermann germany NE F 4 biocan LR K IM 2 1, p 424 22/2/2008 dobermann germany NE M 4 biocan LR K IM 2 1, p 425 22/2/2008 dobermann germany NE F 4 biocan LR K IM 2 1, p 426 23/2/2008 m. dachsun japan NB F 16 Rabies T.C. Vaccine T IM 1 5 p 427 23/2/2008 m. dachsun japan NB F 16 Rabies T.C. Vaccine T IM 1 4 p 428 26/2/2008 shibainu japan NB M 4 Rabies T.C. Vaccine T IM 1 2 p 429 26/2/2008 shibainu japan NB F 3 Rabies T.C. Vaccine T IM 1 2 p 430 2/3/2008 chihua hua malaysia NB F 42 nobivac rabies T SC 1 3 p 431 29/2/208 maltese USA NE F 36 rabisin T IM 1 1 p 432 6/3/2008 mix kuwait NB F 12 rabisin T IM 1 7 p 433 2/3/2008 chihua hua malaysia NB F 42 nobivac rabies T SC 1 3 p 434 3/3/2008 english cocker spaniel malaysia NB F 26 rabisin T IM 1 2 p 435 3/3/2008 english masstiff USA NE M 3 rabisin T IM 1 1 p 436 3/3/2008 english masstiff USA NE F 3 rabisin T IM 1 1 p No. Tgl Masuk 414 3/2/2008 chihua hua 415 6/2/2008 416 Ras Negara Asal 89 Status Negara Asal Sex Umur (Dlm Bln) Nama Vaksin Rabies Jenis Vaksin Rute Vaksin Rabies Vaksinasi Ke- Jarak pengujian Hasil Pengujian italia NB F 20 nobivac rabies T SC 1 5 p pitt bull USA NE M 5 rabisin T IM 1 6 p 12/3/2008 WH white terrier australia NB F 16 nobivac rabies T SC 1 5 p 440 13/3/8 poodle thailand NE F 70 rabisin T IM 1 11 p 441 16/3/8 shihtzu USA NE F 24 rabisin T IM 1 6 p 442 19/3/8 border collie australia NB M 24 canvac 4 K IM 1 1, p 443 20/3/08 chinese sharpei rep. ceko NB F 3 biocan LR K IM 2 1, tp 444 21/3/08 cooker spaniel USA NE F 18 rabdomun T IM 1 1 p 445 23/3/08 pug china NE M 36 rabvac 3 T IM 1 2 p 446 23/3/08 maltese taiwan NB M 60 rabisin T IM 1 1, p 447 28/3/08 Rottweiler rep. ceko NB M 32 rabdomun T IM 1 3 tp 448 28/3/08 maltese singapura NB M 45 rabisin T IM 1 2 p 449 28/3/08 maltese singapura NB F 42 rabisin T IM 1 2 p 450 28/3/08 Yorkshire T hongkong NB F 5 nobivac rabies T SC 1 0.75 tp 451 1/4/2008 cavasian uzbekistan NE F 8 rabikan T IM 1 5 tp 452 3/4/2008 Pomeranian taiwan NB F 6 rabisin T IM 1 3, tp 453 4/4/2008 chinese sharpei hawai NB F 3 rabvac 1 T IM 1 2 p 454 5/4/2008 Pomeranian thailand NE M 6 rabisin T IM 1 1, tp 455 5/4/2008 Pomeranian thailand NE M 6 rabisin T IM 1 1, tp 456 5/4/2008 Pomeranian thailand NE F 12 rabisin T IM 1 1, tp 457 5/4/2008 Pomeranian thailand NE F 12 rabisin T IM 1 1, tp 458 5/4/2008 Pomeranian thailand NE F 12 rabisin T IM 1 1, tp 459 5/4/2008 shih tzu malaysia NB M 84 rabisin T IM 1 11 p No. Tgl Masuk 437 8/3/2008 Rottweiler 438 10/3/2008 439 Ras Negara Asal 90 Status Negara Asal Sex Umur (Dlm Bln) Nama Vaksin Rabies Jenis Vaksin Rute Vaksin Rabies Vaksinasi Ke- Jarak pengujian Hasil Pengujian Belgia NE F 30 nobivac rabies T SC 1 2 p mini daschund japan NB M 36 rabisin T IM 2 1 p 9/4/2008 west highland malaysia NB M 15 rabisin T IM 1 1, p 463 8/4/2008 french bulldog taiwan NB F 32 rabisin T IM 1 2 tp 464 9/4/2008 maltese poodle australia NB M 48 nobivac rabies T SC 1 1 p 465 9/4/2008 Pomeranian australia NB M 48 nobivac rabies T SC 1 1 p 466 9/4/2008 Pomeranian australia NB M 48 nobivac rabies T SC 1 1 p 467 9/4/2008 dalmatian qatar NB F 12 rabvac 1 T IM 1 11 p 468 11/4/2008 pug thailand NE F 3 rabisin T IM 1 0.75 p 469 11/4/2008 silky terrier singapura NB F 42 rabvac 3 T IM 1 0.25 p 470 13/4/2008 labrador pakistan NE F 36 rabisin T IM 5 1, p 471 17/4/2008 labrador ret singapura NB M 48 rabisin T IM 1 1, p 472 17/4/2008 boxer hungary NE M 24 rabisin T IM 3 2 p 473 18/4/2008 Rottweiler germany NE M 12 enduracell T K IM 1 11 p 474 18/4/2008 Rottweiler germany NE F 12 enduracell T K IM 1 10 tp 475 18/4/2008 scot. Terrier USA NE M 5 nobivac rabies T SC 1 1 tp 476 22/4/2008 Pomeranian thailand NE M 6 rabisin T IM 1 1, tp 477 22/4/2008 Pomeranian thailand NE F 6 rabisin T IM 1 1, tp 478 22/4/2008 Pomeranian thailand NE F 24 rabisin T IM 1 1, tp 479 22/4/2008 Pomeranian thailand NE F 6 rabisin T IM 1 1, tp 480 22/4/2008 bulldog thailand NE M 5 rabisin T IM 1 1, p 481 22/4/2008 bulldog thailand NE F 5 rabisin T IM 1 1, tp 482 23/4/2008 Pomeranian australia NB F 24 nobivac rabies T SC 1 2 p No. Tgl Masuk 460 5/4/2008 duitse herder 461 5/4/2008 462 Ras Negara Asal 91 Status Negara Asal Sex Umur (Dlm Bln) Nama Vaksin Rabies Jenis Vaksin Rute Vaksin Rabies Vaksinasi Ke- Jarak pengujian Hasil Pengujian australia NB F 24 nobivac rabies T SC 1 4 p golden R thailand NE M 12 hexadog K IM 1 1 p 27/4/2008 Pomeranian USA NE F 84 rabisin T IM 1 3 p 486 27/4/2008 Pomeranian USA NE F 72 rabisin T IM 1 3 p 487 28/4/2008 pug australia NB M 16 nobivac rabies T SC 1 2 p 488 28/4/2008 chi hua hua singapura NB M 4 rabisin T IM 1 2 tp 489 28/4/2008 chi hua hua singapura NB F 12 rabisin T IM 1 2 tp 490 28/4/2008 chi hua hua singapura NB F 12 rabisin T IM 1 2 tp 491 28/4/2008 chi hua hua singapura NB F 5 rabisin T IM 1 2 tp 492 29/4/2008 french bulldog taiwan NB F 11 Rabisin T IM 1 3 tp 493 2/5/2008 dobermann argentina NE F 10 rabisin T IM 1 3 tp 494 6/5/2008 cocker spaniel malaysia NB M 6 rabisin T IM 1 2 tp 495 6/5/2008 maltese malaysia NB M 6 rabisin T IM 1 7 p 496 7/5/2008 shibainu australia NB F 3 nobivac rabies T SC 1 1, p 497 9/5/2008 shetland sheepdog USA NE M 12 rabvac 1 T IM 1 1 tp 498 9/5/2008 shetland sheepdog USA NE F 13 rabvac 1 T IM 1 1 tp 499 14/5/2008 Pomeranian taiwan NB F 12 rabisin T IM 1 1 tp 500 14/5/2008 Pomeranian taiwan NB F 12 rabisin T IM 1 1 tp 501 14/5/2008 chi hua hua taiwan NB M 12 rabisin T IM 1 1 tp 502 14/5/2008 Pomeranian taiwan NB F 12 rabisin T IM 1 1 tp 503 14/5/2008 Pomeranian taiwan NB M 12 rabisin T IM 1 1 tp 504 14/5/2008 Pomeranian taiwan NB F 12 rabisin T IM 1 1 tp 505 14/5/2008 papilon taiwan NB M 12 rabisin T IM 1 1 tp No. Tgl Masuk 483 23/4/2008 dachsund 484 25/4/2008 485 Ras Negara Asal 92 Status Negara Asal Sex Umur (Dlm Bln) Nama Vaksin Rabies Jenis Vaksin Rute Vaksin Rabies Vaksinasi Ke- Jarak pengujian Hasil Pengujian taiwan NB F 12 rabisin T IM 1 1 p chihua hua taiwan NB F 14 rabisin T IM 1 1 tp 14/5/2008 chihua hua taiwan NB F 12 rabisin T IM 1 1 tp 509 14/5/2008 Pomeranian taiwan NB F 12 rabisin T IM 1 1 tp 510 14/5/2008 Pomeranian taiwan NB F 12 rabisin T IM 1 1 tp 511 14/5/2008 chihua hua taiwan NB F 12 rabisin T IM 1 1 tp 512 14/5/2008 chi hua hua taiwan NB M 12 rabisin T IM 1 1 tp 513 14/5/2008 chi hua hua taiwan NB F 12 rabisin T IM 1 1 tp 514 14/5/2008 chi hua hua taiwan NB F 12 rabisin T IM 1 1 tp 515 14/5/2008 chi hua hua taiwan NB F 12 rabisin T IM 1 1 tp 516 14/5/2008 chi hua hua taiwan NB F 12 rabisin T IM 1 1 p 517 14/5/2008 chi hua hua taiwan NB F 12 rabisin T IM 1 1 p 518 14/5/2008 Pomeranian taiwan NB F 12 rabisin T IM 1 1 p 519 14/5/2008 Pomeranian taiwan NB F 12 rabisin T IM 1 1 p 520 14/5/2008 chi hua hua taiwan NB F 12 rabisin T IM 1 1 tp 521 14/5/2008 west highland australia NB M 36 nobivac rabies T SC 1 2 p 522 14/5/2008 labrador rep. ceko NB F 14 nobivac RL K SC 1 1, p 523 16/5/2008 siberian husky thailand NE M 24 rabisin T IM 1 1, tp 524 16/5/2008 pug thailand NE M 24 rabisin T IM 1 1, p 525 16/5/2008 Pomeranian thailand NE M 24 rabisin T IM 1 1, tp 526 16/5/2008 golden R thailand NE F 18 rabisin T IM 1 1, tp 527 17/5/2008 golden R USA NE M 12 imrab 1 T IM 1 7 tp 528 18/5/2008 toy poodle taiwan NB M 5 rabisin T IM 1 2 p No. Tgl Masuk 506 14/5/2008 papilon 507 14/5/2008 508 Ras Negara Asal 93 Status Negara Asal Sex Umur (Dlm Bln) Nama Vaksin Rabies Jenis Vaksin Rute Vaksin Rabies Vaksinasi Ke- Jarak pengujian Hasil Pengujian hongkong NB M 4 rabisin T IM 1 1 tp king charles spaniel australia NB F 10 nobivac rabies T SC 1 2 p 23/5/2008 shiba inu australia NB M 4 nobivac rabies T SC 1 2 tp 532 24/5/2008 cockapoo USA NE M 36 rabvac 1 T IM 3 2 p 533 26/5/2008 basset hound china NE F 65 rabisin T IM 2 1 p 534 28/5/2008 mini pincher USA NE M 29 rabisin T IM 1 1, p 535 28/5/2008 boston terrier malaysia NB M 3 rabisin T IM 1 2 tp 536 30/5/2008 bull terrier australia NB M 3 nobivac rabies T SC 1 1 p 537 30/5/2008 dobermann germany NE M 4 nobivac rabies T SC 1 3 tp 538 4/6/2008 doberman ukraina NE M 20 nobivac rabies T SC 1 1, tp 539 6/6/2008 papilon USA NE M 42 rabisin T IM 1 2, p 540 6/6/2008 pug USA NE F 18 rabisin T IM 1 2 p 541 6/6/2008 terrier mix malaysia NB F 60 rabisin T IM 4 2 p 542 6/6/2008 alaskan malamote rep ceko NB M 36 rabisin T IM 2 1, tp 543 6/6/2008 alaskan malamote rep ceko NB F 36 rabisin T IM 2 1, p 544 11/6/2008 poodle thailand NE M 4 rabisin T IM 1 1 p 545 11/6/2008 poodle thailand NE F 4 rabisin T IM 1 1 tp 546 11/6/2008 poodle thailand NE F 4 rabisin T IM 1 1 tp 547 11/6/2008 poodle thailand NE F 4 rabisin T IM 1 1 p 548 11/6/2008 sheperd mix USA NE F 36 rabisin T IM 2 1, p 549 12/6/2008 malinoa mix italia NB F 30 rabisin T IM 2 2 tp 550 12/6/2008 yorkshire T mix italia NB F 30 rabisin T IM 2 2 p 551 13/6/2008 german sheperd singapura NB M 33 Rabvac 3 T IM 1 1 tp No. Tgl Masuk 529 22/5/2008 pekingese 530 23/5/2008 531 Ras Negara Asal 94 Status Negara Asal Sex Umur (Dlm Bln) Nama Vaksin Rabies Jenis Vaksin Rute Vaksin Rabies Vaksinasi Ke- Jarak pengujian Hasil Pengujian hongkong NB M 4 rabisin T IM 1 1 p Pomeranian thailand NE F 8 rabisin T IM 1 1 p 16/6/2008 Pomeranian thailand NE F 8 rabisin T IM 1 1 p 555 18/6/2008 schnauzer Korea Selatan NE F 24 nobivac rabies T SC 6 3 p 556 18/6/2008 maltese USA NE M 16 rabisin T IM 1 2 p 557 19/6/2008 shetland sheepdog USA NE F 15 rabisin T IM 1 9 p 558 20/6/2008 sharpei USA NE F 72 rabdomun T SC 3 2 p 559 20/6/2008 sharpei USA NE F 72 rabdomun T SC 3 2 p 560 20/6/2008 pekingese Korea Selatan NE F 24 rabisin T IM 2 3 p 561 21/6/2008 Pomeranian thailand NE F 24 rabisin T IM 1 2 p 562 21/6/2008 Pomeranian thailand NE M 24 rabisin T IM 1 2 p 563 21/6/208 Pomeranian thailand NE M 8 rabisin T IM 1 2 p 564 21/6/2008 Pomeranian thailand NE F 8 rabisin T IM 1 2 p 565 23/6/2008 labrador ret australia NB M 8 nobivac rabies T SC 1 3 p 566 23/6/2008 tibetan mastif taiwan NB M 4 Eurican 7 K IM 1 2 tp 567 25/6/2008 thai ridgeback thailand NE M 10 rabisin T IM 2 7 p 568 25/6/2008 thai ridgeback thailand NE F 7 rabisin T IM 2 4 p 569 25/6/2008 thai ridgeback thailand NE M 10 rabisin T IM 2 6 tp 570 25/6/2008 thai ridgeback thailand NE F 4 rabisin T IM 1 2 tp 571 25/6/2008 thai ridgeback thailand NE M 11 rabisin T IM 2 3 p 572 25/6/2008 thai ridgeback thailand NE F 10 rabisin T IM 2 3 tp 573 25/6/2008 thai ridgeback thailand NE M 9 rabisin T IM 2 3 tp 574 25/6/2008 thai ridgeback thailand NE F 11 rabisin T IM 2 4 p No. Tgl Masuk 552 15/6/2008 poodle 553 16/6/2008 554 Ras Negara Asal 95 Status Negara Asal Sex Umur (Dlm Bln) Nama Vaksin Rabies Jenis Vaksin Rute Vaksin Rabies Vaksinasi Ke- Jarak pengujian Hasil Pengujian USA NE M 108 Rabdomun T IM 3 2 p chi hua hua taipei NB F 10 rabisin T IM 1 2 tp 26/6/2008 chi hua hua taipei NB F 10 rabisin T IM 1 2 tp 578 26/6/2008 chi hua hua taipei NB F 10 rabisin T IM 1 2 tp 579 26/6/2008 chi hua hua taipei NB F 10 rabisin T IM 1 2 tp 580 26/6/2008 chi hua hua taipei NB F 11 rabisin T IM 1 2 tp 581 26/6/2008 chi hua hua taipei NB F 11 rabisin T IM 1 2 tp 582 26/6/2008 chi hua hua taipei NB F 11 rabisin T IM 1 2 tp 583 26/6/2008 chi hua hua taipei NB F 11 rabisin T IM 1 2 tp 584 26/6/2008 chi hua hua taipei NB F 11 rabisin T IM 1 2 tp 585 26/6/2008 chi hua hua taipei NB F 11 rabisin T IM 1 2 tp 586 26/6/2008 chi hua hua taipei NB F 11 rabisin T IM 1 2 tp 587 26/6/2008 chi hua hua taipei NB F 11 rabisin T IM 1 2 tp 588 26/6/2008 chi hua hua taipei NB F 11 rabisin T IM 1 2 tp 589 26/6/2008 chi hua hua taipei NB F 11 rabisin T IM 1 2 tp 590 26/6/2008 chi hua hua taipei NB F 11 rabisin T IM 1 2 tp 591 26/6/2008 poodle taipei NB F 6 rabisin T IM 1 2 tp 592 26/6/2008 poodle taipei NB F 5 rabisin T IM 1 2 tp 593 26/6/2008 poodle taipei NB F 5 rabisin T IM 1 2 tp 594 26/6/2008 poodle taipei NB F 4 rabisin T IM 1 2 tp 595 26/6/2008 poodle taipei NB M 4 rabisin T IM 1 2 tp 596 26/6/2008 Pomeranian taipei NB F 7 rabisin T IM 1 2 tp 597 26/6/2008 west highland hongkong NB F 4 duramune BB K IM 1 7 tp No. Tgl Masuk 575 25/6/2008 golden R 576 26/6/2008 577 Ras Negara Asal 96 1 Status Negara Asal1 Sex2 Umur (Dlm Bln) Nama Vaksin Rabies Jenis Vaksin3 Rute Vaksin Rabies4 Vaksinasi Ke- Jarak pengujian Hasil Pengujian5 malaysia NB F 48 rabisin T IM 4 2 p shih tzu USA NE F 60 nobivac rabies T IM 6 2 p 30/6/2008 bichon frise USA NE F 72 nobivac rabies T IM 7 2 tp 601 30/6/2008 bulldog thailand NE F 4 Imrab 1 T IM 2 2 tp 602 30/6/2008 bulldog thailand NE F 4 Imrab 1 T IM 2 2 tp No. Tgl Masuk 598 27/6/2008 mixed 599 30/6/2008 600 Ras Negara Asal Status negara asal: NB: negara bebas, NE: negara endemik; 2Sex: M: jantan, F: betina; 3Jenis vaksin: T: tunggal, K: kombinasi; 4Rute vaksin rabies: IM: intramuskular, SC: subkutan; 5 Hasil pengujian: p: protektif, tp: tidak protektif.