BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyebaran infeksi akibat virus merupakan ancaman yang berarti di bidang penyakit, sosial dan ekonomi masyarakat. Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Virus merupakan parasit yang sejauh ini masih tetap diperdebatkan statusnya sebagai makhluk hidup karena tidak dapat menjalankan fungsi biologisnya secara bebas jika tidak berada pada sel inang. Umumnya virus yang berukuran mikroskopik ini akan menginfeksi sel organisme biologis. Virus juga bersifat parasit obligat karena hanya dapat bereproduksi di dalam material hidup dengan menginvasi dan memanfaatkan sel makluk hidup karena virus tidak memiliki perlengkapan selular untuk bereproduksi sendiri. Pada saat ini telah ditemukan berbagai macam virus dan penyakit yang mungkin ditimbulkan. Pada makalah ini lebih dispesifikkan pada pembahasan arbovirus atau arthropod-borne viruses dan 5 contoh penyakit yang disebabkan oleh Arbovirus atau arthropodborne viruses tersebut. Banyak jenis arbovirus di ketahui menyebabkan terjadinya infeksi klinis dan subklinis pada manusia. Ada 4 sindroma klinis utama pada penyakit Arbovirus: 1. Penyakit SSP (Susunan Saraf Pusat) yang gejala klinisnya bervariasi mulai dari aseptik meningitis ringan sampai ensefalitis, dengan koma, paralisis dan mati. 2. Demam akut awal yang terjadi sangat singkat, dengan atau tanpa eksantema, ada juga dengan gejala yang lebih serius menyerang SSP atau disertai dengan perdarahan. 3. Demam berdarah, termasuk demam akut dengan perdarahan luas, luar dan dalam, seringkali serius dan berhubungan dengan kebocoran kapiler, syok dan dengan angka kematian yang tinggi, (semuanya mungkin menyebabkan 1 terjadinya kerusakan hati, tetapi kerusakan hati yang terberat terjadi pada demam kuning yang diikuti dengan ikterus yang jelas) 4. Terjadi Polyarthritis dan ruam, dengan atau tanpa demam, dengan lama yang bervariasi, gejalanya bisa ringan atau dengan gejala sisa berupa artralgia yang berlangsung selama beberapa minggu hingga beberapa bulan. 1.2 Rumusan masalah 1. Apa yang dimaksud dengan Arbovirus atau arthropod-borne viruses ? 2. Apa saja penyakit-penyakit yang disebabkan oleh Arbovirus atau arthropod-borne viruses ? 1.3 Tujuan 1. Untuk memahami pengertian Arbovirus atau arthropod-borne viruses. 2. Untuk mengetahui dan memahami penyakit-penyakit yang disebabkan oleh Arbovirus atau arthropod-borne viruses. 2 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Arbovirus atau arthropod-borne viruses adalah virus-virus yang hidup bertahan di alam melalui kontak biologis antara inang-inang vertebrata yang peka dan arthropoda yang hidup dengan mengisap darah seperti nyamuk, kutu, pinjal, tungau, dan lain-lain. Infeksi pada invertebrata terjadi bila arthropoda yang telah terinfeksi mengisap darah. Jenis-jenis arbovirus ini dalam keadaan terbungkus dan merupakan virus RNA. Akhir-akhir ini arbovirus telah dikelompokkan ke dalam empat kategori atau family sebagai berikut : Family Genus Tipe spesies Togaviridae Alfavirus Siblis Rubivirus Rubella Flavivirus Yellow Fever Pestivirus Bovine viral Hepatitis C Virus HCV Bunyavirus Bunyamwera Hantavirus Hantaan Nairovirus Sandfly fever Tospovirus Crimean-Congo Flaviviridae Bunyaviridae haemorrhagic fever Arenaviridae Arenavirus Lymphocytic choriomeningitis a. Togaviridae Togavirus berbentuk bulat, 65-70nm; kapsid; 249 monomer, ikosahedral. Memiliki inang yang luas, bertumbuh dalam sel-sel mamalia dan serangga. Virus ditularkan dari kelenjar ludah nyamuk ke saluran 3 darah inang vertebrata. Jenis virus ini dapat melibatkan system pusat persyarafan terutama jenis ensefalitis. Jenis penyakit yang lain antara lain adalah cikungunya, yang dapat ditularkan oleh serangga terutama nyamuk. Virus Rubella tidak ditularkan oleh serangga. b. Flaviviridae Flavivirus berbentuk bulat, 40-60nm; kapsid; simetri, tetapi kurang jelas. Virus ini dapat bertahan hidup lama dengan melakukan replikasi dalam inang tanpa membahayakan inang, tetapi dapat menyebabkan banyak jenis penyakit (demam, demam berdarah, Japanese encephalitis, yellow fever, dll). Perbanyakan pada noda kelenjar bening dan perbanyakan sekunder dapat terjadi dalam hati, kelenjar bening, ginjal, jantung, dan sumsum tulang. c. Bunyaviridae Bunyavirus berbentuk bulat, 80-120nm; nukleokapsid; helikal, bersegmen tiga, dan termasuk famili yang terbesar, inang termasuk mamalia dan arthropoda. Jenis virus ini dapat mereplikasi secara ekstensif dalam tubuh serangga dan menyebabkan penyakit Rift Valley fever, Sand fly fever, dan lain-lain. Patogenisitasnya bervariasi, tetapi biasanya gigitan serangga mengakibatkan viremia sementara (adanya virus dalam darah). d. Arenaviridae Arenavirus berbentuk pleiomorfik, 50-300nm; nukleokapsid, helikal, dan merupakan family yang baru (17 tipe). Pertama-tama ditemukan pada 1969 sebagai penyebab penyakit yang disebut Lassa fever. Inang utama adalah tikus dan tidak melibatkan arthropoda untuk penyebaran. Lebih dari 100 virus saat ini diklasifikasikan sebagai arbovirus yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Kebanyakan virus-virus ini di klasifikasikan menurut hubungan antigenik, morfologi dan mekanisme replikasinya kedalam famili dan genus, dimana mereka digolongkan kedalam Togaviridae (Alphavirus), Flaviviridae (Flavivirus) dan Bunyaviridae 4 (Bunyavirus, Phlebovirus), adalah contoh klasifikasi yang dikenal dengan baik. Genus ini sebagian sebagai penyebab utama ensefalitis, sedangkan yang lainnya sebagai penyebab utama demam. Alphavirus dan Bunyavirus biasanya ditularkan melalui nyamuk, sedangkan Flavivirus ditularkan melalui nyamuk atau kutu, dan beberapa Flavivirus memiliki vektor yang tidak dikenal, phlebovirus biasanya ditularkan oleh lalat pasir (sand flies), dengan pengecualian demam Rift Valley, yang di tularkan oleh nyamuk. Virus-virus lain dari famili Bunyaviridae dan beberapa grup lainnya menyebabkan demam atau penyakit demam berdarah, dan bisa di tularkan oleh nyamuk, kutu (ticks), lalat pasir (sand flies) atau midges (ngengat). Sebagian besar dari virus ini memerlukan binatang untuk siklus hidupnya. Manusia tidak begitu penting dalam siklus kehidupan mereka, infeksi pada manusia biasanya terjadi karena kebetulan yaitu pada saat vektor serangga menghisap darah manusia. Hanya dalam beberapa kasus diketahui bahwa manusia berperan sebagai sumber utama perkembang biakan virus dan penularan kepada vektor, seperti dengue dan demam kuning. Sebagian besar virus ini ditularkan oleh nyamuk, sementara sisanya oleh kutu, lalat pasir atau gigitan sejenis lalat kecil. Infeksi di laboratorium mungkin terjadi, termasuk infeksi melalui udara. Walaupun penyebabnya berbeda, penyakit-penyakit ini mempunyai ciriciri epidemiologis yang sama (perbedaan terutama berhubungan dengan vektornya). Sebagai konsekuensinya, penyakit- penyakit tersebut dengan gejalagejala klinis tertentu di bagi dalam 4 kelompok, yaitu yang ditularkan nyamuk (mosquito-borne), yang ditularkan oleh sejenis lalat (midgeborne), yang ditularkan oleh kutu (tickborne), yang ditularkan lalat pasir (sand fly-borne) dan vektor penular yang tidak diketahui. Penyakit-penyakit yang tergolong penting di jelaskan secara tersendiri atau dikelompokkan dalam kelompok penyakit dengan gambaran klinis dan epidemiologis yang sama. 5 BAB 3. PEMBAHASAN 3.1 Demam berdarah dengue (DBD) Definisi Penyebab : Virus demam dengue/Dengue fever virus (Den-1, Den 2, DEN-3, DEN-4). Nama lain : Demam dengue, demam berdarah dengue (DBD) atau dengue hemorrhagic fever (DHF), sindrom guncangan dengue atau dengue shock syndrome (DSS). Karakteristik : Virion sperikal terbungkus berdiameter 40-50nm, RNA genom positif, Flaviviridae. Patogenitas : Penyakit febril akut, dicirikan oleh demam selama 3-5 hari, sakit kepala, myalgia, arthralgia, Fatalitas sampai 50%. Vektor : Aedes aegypti dan Ae albopictus. Epidemiologi : Endemik di banyak Negara tropis (Asia, India, Karibia, Afrika, Amerika Tengah dan Selatan, serta Meksiko). Sebaran inang : Manusia, nyamuk dan primat. Penularan : Melalui gigitin nyamuk terutama Aedes aegypti. Masa inkubasi : 3-14 hari, tetapi biasanya 4-7 hari. Penampung : Manusia, nyamuk. Demam dengue atau dengue hemorrhagic fever (DHF) atau dikenal sebagai demam berdarah dengue disebabkan oleh salah satu dari empat antigen yang berbeda, tetapi sangat dekat satu dengan yang lain, yaitu DEN-1, DEN-2, 6 DEN-3, dan DEN-4 dari genus Flavivirus. Demam berdarah dengue (DBD) adalah bentuk dengue yang parah, berpotensi mengakibatkan kematian. DBD terjadi bilamana pasien mengidap virus dengue sesudah terjadi infeksi sebelumnya oleh tipe virus dengue lain. Jadi, imunitas sebelumnya terhadap tipe virus dengue yang lain adalah penting dalam menghasilkan penyakit DBD yang parah. Infeksi oleh salah satu serotype ini tidak menimbulkan imunitas dengan protektif-silang (cross-protective) sehingga seseorang yang tinggal di daerah endemik dapat terinfeksi oleh demam dengue selama hidupnya. Penyakit ini terutama terdapat didaerah tropis. Virus penyebab penyakit bertahan hidup dalam siklus yang melibatkan manusia dan nyamuk Aedes aegypti yang merupakan nyamuk yang hidup aktif di siang hari dan lebih senang mengisap darah manusia. Menurut World Health Organization (1997), DBD diklasifikasikan menjadi 4 tingkat keparahan. Derajat I : Demam disertai dengan gejala konstitusional non-spesifik, satusatunya manifestasi perdarahan adalah tes torniket positif dan muntah memar. Derajat II : Perdarahan spontan selain manifestasi pasien pada Derajat I, biasanya pada bentuk perdarahan kulit atau perdarahan lain. Derajat III : Gagal sirkulasi dimanifestasikan dengan nadi cepat dan lemah serta penyempitan tekanan nadi atau hipotensi, dengan adanya kulit dingin dan lembab serta gelisah. Derajat IV : Syok hebat dengan tekanan darah atau nadi tidak terdeteksi. Klasifikasi DBD menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2010) yaitu: a. Dengue tanpa tanda bahaya dan dengue dengan tanda bahaya (dengue without warning signs). Kriteria dengue tanpa tanda bahaya dan dengue dengan tanda bahaya: 1) Bertempat tinggal di atau bepergian ke daerah endemik dengue. 7 2) Demam disertai 2 dari hal berikut : Mual, muntah, ruam, sakit dan nyeri, uji torniket positif, lekopenia, adanya tanda bahaya. 3) Tanda bahaya adalah Nyeri perut atau kelembutannya, muntah berkepanjangan, terdapat akumulasi cairan, perdarahan mukosa,letargis, lemah, pembesaran hati > 2 cm, kenaikan hematokrit seiring dengan penurunan jumlah trombosit yang cepat. 4) Dengue dengan konfirmasi laboratorium (penting bila bukti kebocoran plasma tidak jelas) b. Dengue berat (severe dengue). Kriteria dengue berat : 1) Kebocoran plasma berat, yang dapat menyebabkan syok (DSS), akumulasi cairan dengan distress pernafasan. 2) Perdarahan hebat, sesuai pertimbangan klinisi gangguan organ berat, hepar (AST atau ALT ≥ 1000, gangguan kesadaran, gangguan jantung dan organ lain). Untuk mengetahui adanya kecenderungan perdarahan dapat dilakukan uji tourniquet. Vektor Utama Sebagai pembawa virus dengue Ae. aegypti merupakan pembawa utama primary vector) dan bersama Aedes albopictus menciptakan siklus persebaran dengue di desa dan kota. Nyamuk-nyamuk aedes berkembang biak dalam air-air bersih yang tertampung dalam kontainer bekas seperti botol-botol plastik, kalengkaleng bekas, ban mobil bekas, terapung, bak-bak air penampungan yang terbuka, bambu-bambu pagar, tempurung kelapa, pelepah kelapa, kulit-kulit buah seperti kulit buah rambutan, vas-vas bunga yang berisi air, dan lain-lain Nyamuk betina menggigit dan menghisap darah lebih banyak di siang hari terutama pagi atau sore hari antara pukul 08.00 s/d 12.00 dan 15.00 s/d 17.00 WIB. Lebih menyukai darah manusia daripada hewan. Lebih suka beristirahat di tempat yang gelap, lembab, dan tersembunyi di dalam rumah atau bangunan, termasuk di kamar tidur, lemari, kamar mandi, kamar kecil maupun di dapur. Di 8 luar rumah seperti pada tanaman hias di halaman rumah. Di dalam ruangan, permukaan istirahat yang mereka suka adalah di bawah furnitur, benda yang tergantung seperti baju, korden, serta di dinding. Senang tinggal di muara sungai yang mendangkal pada musim kemarau, persawahan, perkebunan kangkung,rawarawa, dan bekas ban kendaraan yang tergenang air. Endemik/Penyebaran Endemik demam dengue pertama dilaporkan terjadi secara simultan pada 1779-1780 di Asia, Afrika, dan Amerika Utara. Hal ini menunjukkan bahwa virus dan vektor penyakit ini memiliki penyebaran yang luas di daerah tropis selama lebih dari 200 tahun (CDC, 2003a). Ledakan demam dengue yang paling serius hanya terjadi satu kali di Amerika Serikat, yaitu di Filadelfia pada 1780 saat terjadi introduksi virus melalui kapal dagang pada Musim Panas yang sangat panas (NIEHS PR # 4, 1998). Menurut laporan, selama kurun waktu sekitar 200 tahun tersebut demam dengue dianggap sebagai penyakit biasa (tidak bebahaya) dan tidak mematikan. Biasanya periode endemik terjadi dalam interval yang cukup lama, yaitu 10-40 tahun terutama karena pada waktu itu virus dan nyamuk vektor hanya dapat dipindahkan antara sentra-sentra populasi melalui kapal-kapal dagang. Pandemik global mulai terjadi di Asia tenggara sesudah Perang Dunia Kedua dan telah lebih meningkat selang 20 tahun terkahir ini. Insiden penyakit dengue dan terutama bentuk yang lebih mematikan yaitu dengue hemorrhagic fever (DHF) atau demam dengue berdarah (DBD), telah bertambah secara dramatis terutama di daerah tropis. Epidemik yang disebabkan oleh serotype berganda (hyperendemicity) lebih sering terjadi. Penyebaran geografis dari virus dengue dan lebih sering terjadi. Penyebaran geografis dari virus dengue dan nyamuk vektor telah meluas dan DBD juga telah terjadi di daerah Pasifik dan Amerika. Mulai 1960-an serangan virus dengue diperkirakan rata-rata 30.000 kasus per tahun. Tiga puluh tahun kemudian, yaitu pada 1995, kasus dengue 9 diperkirakan mencapai 592.000. Meskipun begitu, jumlah sebenarnya diduga lebih besar karena banyak pasien yang tidak melaporkan ke rumah-rumah sakit. Di Asia Tenggara epidemik DBD pertama terjadi pada 1950-an. Namun, sejak 1975 penyakit ini menjadi salah satu penyebab hospitalisasi dan kematian terutama pada anak-anak. Serangan demam berdarah di Indonesia pertama-tama dilaporkan terjadi pada 1968 meskipun pada waktu itu belum dapat dibuktikan secara nyata. Kemudian, pada 1970 terjadi serangan DBD di Jakarta. Antara 1970 dan 1987, tingkat serangan DBD di Asia Tenggara meningkat dari 15 orang per 100.000 menjadi 170 orang per 100.000 Pada 1980-an perkembangan DBD yang kedua di asia mulai terjadi saat Sri Langka, India, dan kepulauan Maldive mengalami epidemik DBD peertama. Pakistan baru melaporkan adanya endemik dengue pertama pada 1994 (CDC, 2003a). Sementara itu, Taiwan dan Cina pada 1980-an juga mengalami epidemik dengue sesudah penyakit itu sempat menghilang selama 35 tahun. Serangkaian epidemik yang terjadi di Cina disebabkan oleh keempat serotype. Setelah sukses melakukan program pengendalian selama 20 tahun, Singapura ternyata mengalami pula ledakan penyakit dengue/DBD kembali (resurgence) yang berlangsung dari 1990 sampai 1994. Sementara itu, didaerah Pasifik dan Afrika, epidemik dengue yang disebabkan oleh keempat serotype, juga telah berkembang secara dramatis. Pada awal 2004 serangan penyakit demam berdarah terjadi dimana-mana di hampir semua propinsi di Indonesia terutama di Jakarta dan sekitarnya. Diberitakan bahwa selama bulan Januari dan Februari 2004, jumlah penderita DBD di Indonesia mencapai 19.000 orang lebih dengan angka kematian 1,8% atau sekitar 342 orang. Mulai 1997, dengue menjadi penyakit virus yang paling penting yang ditularkan nyamuk dan mempengaruhi manusia. Penyebaran secara global hampir sama dengan malaria (CDC, 2003a). Diperkirakan ada 2,5 miliar orang hidup di daerah yang mempunyai risiko tular epidemik dan berisiko tinggi terinfeksi oleh 10 demam dengue (Gubler, 1996). "Pada tahun 2012, demam berdarah tercatat sebagai penyakit akibat virus yang penyebarannya paling cepat dan berpotensi epidemi di seluruh dunia, bahkan dilaporkan mengalami peningkatan kasus hingga 30 kali lipat dari kondisi 50 tahun yang lalu," papar WHO dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari foxnews, Kamis (17/1/2013). "Di seluruh dunia, 2 juta kasus demam berdarah dilaporkan terjadi setiap tahunnya di 100 negara, terutama di benua Asia, Afrika dan Amerika Latin serta menyebabkan 5.0006.000 kasus kematian. Sampai saat ini penyebaran dengue masih terpusat di daerah tropis, yaitu australlia Utara bagian Timur, Asia Tenggara, India, dan sekitarnya, Afrika, Amerika Latin, dan sebagian Amerika serikat. Namun, dengan adanya pemanasan global, dengue diperkirakan akan meluas sampai ke daerahdaerah beriklim dingin. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian DBD Menurut teori Segitiga John Gordon penyakit disebabkan oleh lebih dari satu faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain hubungan anatara penyebab (agent), penjamu (host) dan lingkungan (enviroment). a. Faktor Agent (Penyebab) Dalam hal ini yang menjadi agent dalam penyebaran DBD adalah virus Dengue. b. Faktor Host (Pejamu) Host (pejamu) yang dimaksud adalah manusia yang kemungkinan terpapar terhadap penyakit DBD. Faktor Host (pejamu) antara lain umur, ras, sosial, ekonomi, cara hidup, status perkawinana, hereditas, nutrisi dan imunitas. Dalam penularan DBD faktor manusia erat kaitannya dengan perilaku seperti peran serta dalam kegiatan pemberantasan vector di masyarakat dan mobilitas penduduk. a) Kelompok umur akan mempengaruhi peluang terjadinya penularan penyakit. Beberapa penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan 11 bahwa kelompok umur yang paling banyak diserang DBD adalah kelompok < 15 tahun (Depkes RI, 1992), yang sebagian besar merupakan usia sekolah. b) Kondisi sosial ekonomi akan mempengaruhi perilaku manusia dalam mempercepat perilaku manusia dalam mempercepat penularan penyakit DBD, seperti kurangnya pendingin ruangan (AC) di daerah tropis membuat masyarakat duduk-duduk diluar rumah pada pagi dan sore hari. Waktu pagi dan sore tersebut merupakan saat nyamuk Aedes aegypti mencari mangsanya. c) Tingkat kepadatan penduduk. Penduduk yang padat akan memudahkan penularan DBD karena berkaiatan dengan jarak terbang nyamuk sebagai vektornya. Dari beberapa hasil penelitian menunjukkan, kejadian epidemik DBD banyak terjadi pada daerah yang berpenduduk padat. d) Imunitas adalah daya tahan tubuh terhadap benda asing atau sistem kekebalan. Jika sistem kekebalan tubuh rendah atau menurun, maka dengan mudah tubuh akan terkena penyakit. e) Status gizi diperoleh dari nutrient yang diberikan. Secara umum kekurangan gizi akan berpengaruh terhadap daya tahan dan respon imunologis terhadap penyakit. c. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan diklasifikasikan atas empat komponen yaitu lingkungan fisik, lingkungan kimia, lingkungan biologi, dan lingkungan sosial ekonomi. Gejala Gejala awal DBD hampir sama dengan demam dengue, tetapi sesudah beberapa hari kemudian pasien mulai menjadi tidak tenang, lekas marah, dan 12 berkeringat. Gejala ini diikuti dengan adanya guncangan (shock-like state). Pendarahan mulai terlihat seperti bintik-bintik darah kecil pada permukaan kulit (petechia) dan binti-bintik darah yang lebih besar (patches) di bawah kulit (ecchymases). Guncangan dapat mengakibatkan keringat. Medline Plus Medical Encyopedia (2002) mengemukakan gejala-gejala awal dan gejala-gejala fase akut demam berdarah sebagai berikut: Gejala awal : - Demam - Sakit kepala - Gatal-gatal pada otot - Gatal-gatal pada persendian - Rasa tidak enak badan (malaise) - Kehilangan nafsu makan - Muntah-muntah Gejala fase akut : - Status seperti terguncang (shock-like state) - Berkeringat banyak (diaphoretic) - Keringat basah - Ketidaktenangan (restlessness) - Bintik-bintik darah pada permukaan kulit (petechiae) - Bintik-bintik darah di bawah kulit (Ecchymosis) - Ruam (rash) Pemeriksaan secara fisik dapat menunjukkan pasien mempunyai tekanan darah rendah, lemah, denyut jantung lemah, ruam, mata merah, kerongkongan merah, kelenjar membengkak, dan hati membengkak (hepatomegaly). Komplikasi dapat terjadi, yaitu shock, kerusakan atau perubahan struktur otak (encephalopathy), kerusakan otak, kerusakan hati, dan lain-lain. Diagnosa penderita DBD menurut WHO (1997) memiliki kriteria sebagai berikut : 13 a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari. b. Kecenderungan pendarahan, yang dibuktikan dengan satu hal berikut: tes taouniket, petekie, ekimosis atau purpura; pendarahan dari mukosa, saluran gastrointestinal, tempat injeksi atau lokasi lain, hematenesis atau melena. c. Thrombositopeni (trombosit 100.000/mm3 atau kurang). d. Adanya rembesan plasma karena peningkatan permeabilitas vascular dengan manifestasi sekurang-kurangnya hematokrit meningkat 205 atau lebih. Berdasarkan patokan tersebut, 87 % penderita DBD dapat didiagnosa dengan tepat setelah dilakukan uji silang dengan pemeriksaan serologi di laboratorium (Depkes RI, 1992). Pencegahan dan Pengendalian Nyamuk Sampai saat ini belum ada vaksin yang efektif untuk mencegah penyakit dengue. Vaksin virus dengue sedang dikembangkan di Thailand, tetapi masih membutuhkan volunteer manusia untuk uji coba. Saat ini rekomendasi vaksin virus generasi kedua dengan menggunakan virus Thailand sebagai “template” atau panduan juga sedang dikembangkan. Oleh sebab itu, untuk mendapatkan vaksin yang dapat dipergunakan oleh masyarakat diperkirakan masih membutuhkan waktu sekitar 5-10 tahun. Perkembangan ilmu kedokteran yang telah maju agaknya belum dapat menanggulangi masalah penyakit demam berdarah dengan cara imunisasi. Oleh karena itu, pencegahan penyakit demam berdarah secara konvensional melalui program kebersihan lingkungan masih tetap dilakukan. Pengendalian dengan Cara sanitasi 14 Pencegahan melalui sanitasi lingkungan merupakan pengendalian secara tidak langsung, yaitu membersihkan atau mengeluarkan tempattempat pembiakan nyamuk seperti kaleng-kaleng bekas, plastik-plastik bekas, ban-ban mobil/motor bekas, kontainer-kontainer lain yang dapat menampung air bersih atau genangan air hujan. Barang-barang bekas tersebut dapat dipendam atau dibakar. Tempat-tempat yang bisa menampung air sebagai bagian dari konstruksi bangunan harus dibersihkan dan air-air yang tergenang sesudah hujan harus dijeluarkan. Tempat-tempat penampungan air termasuk sumur harus dibersihkan untuk mengeluarkan atau membunuh telur-telur, jentikjentik, dan pupa-pupa nyamuk. Program yang dicanangkan oleh Pemerintah Indonesia melalui Departemen Kesehatan RI ialah menguras, menimbun, dan mengubur (3M). Menguras berarti membersihkan tempat-tempat penampuangan air (bak mandi) untuk mengeluarkan jentik-jentik nyamuk, menimbun berarti mengumpulkan container-kontainer yang dapat menampung air menjadi tempat pembiakan nyamuk, dan mengubur yaitu mengumpulkan kontainerkontainer dan menguburkannya dalam tanah. Pengendalian Biologi - Menggunakan Bti (Bacillus thuringiensis israilensis) sejenis bakteri yang digunakan untuk adalah menghambat perkembangbiakan nyamuk karena menghasilkan racun (crystal toxin) bagi nyamuk dan jentiknya. - Mecocyclops aspericornis , sejenis udang-udangan yg memakan larva. - Golongan jamur : Tolypocladium cylindrosporum dan Culicinimices clavisporum digunakan sebagai pengendali larva Anopheles 15 - Menggunakan Ikan pemangsa jentik/larva (Ikan kepala timah, Ikan cupang, Ikan gambusia). - Memanfaatkan cicak : Cicak merupakan predator alami bagi nyamuk, sehingga keberadaannya dalam rumah dapat membantu untuk membasmi nyamuk. Pengendalian Cara Mekanik Pengendalian DB yang lain adalah dengan cara mekanik, yaitu mencegah gigitan nyamuk dengan memakai pakaian yang dapat menutupi seluruh bagian tubuh, kecuali muka, penggunaan net atau kawat kasa di rumah-rumah, dan kelambu merupakan cara untuk menghindarkan hubungan (kontak) antara manusia dan vektor. Dapat juga menggunakan alat fisika untuk pemanasan, pembekuan, dan penggunaan alat listrik Pengendalian dengan Insektisida Untuk mencegah penyakit demam berdarah, jalan lain yang dapat ditempuh adalah dengan mengeliminasi atau menurunkan populasi nyamuk-nyamuk vektor seperti Aedes aegepty dan Ae albopictus. Penyemprotan dengan ULV malathion masih merupakan cara yang umum dipakai untuk membunuh nyamuk-nyamuk dewasa, tetapi cara ini tidak dapat membunuh larva yang hidup dalam air. Pengendalian yang umum dipergunakan untuk larva-larva nyamuk adalah dengan menggunakan larvasida seperti abate. Pengembangan Infrastruktur Kesehatan Meskipun sistem penanganan kesehatan telah tertata baik, kesadaran akan adanya serangan demam berdarah dan kemampuan menghadapi arbovirus secara efisien masih diperlukan. Oleh karena itu, strategi pencegahan yang lebih baik perlu dilakukan terus melalui pemberdayaan dan peningkatan pendidikan masyarakat. 16 Sejumlah ahli meyakini bahwa Negara-negara yang sedang berkembang harus memfokuskan diri pada pengimplementasian infrastruktur pusat-pusat kesehatan seperti puskesmas. Demikian pula program pencegahan penyakit dengan melibatkan individu-individu dalam satu keluarga dan disekitarnya serta oleh berbagai lapisan masyarakat dan pusat-pusat pelayanan kesehatan sangat diperlukan (gratz, 1985 dalam Defoliart et al, 1987). Gratz lebih lanjut menyatakan bahwa kebutuhan yang paling kritis bukan terletak pada metode pengendalian yang lebih baik, tetapi para ahli pengendalian vektor yang lebih terampil sehingga mereka dapat melatih atau memberdayakan masyarakat mengenai cara mengendalikan vektorvektor penyakit demam berdrah. Selanjutnya, kelompok progfesional harus melakukan penelitian lapangan, evaluasi entomologis dan epidemilogis di daerah endemik tempat aktivitas program pengendalian sementara dilakukan. Penggunaan Zat Penolak Serangga Program pencehaan masih banyak dilakukan dengan menggunakan obat penolak nyamuk seperti “auctan”. Di Indonesia banyak orang menggunakan obat nyamuk bakar untuk mengusir nyamuk pada malam hari dan juga siang hari. Permetrin yang mengandung zat penolak seperti pemanone atau deltamethrin hanya direkomendasi untuk digunakan pada pakaian, sepatu, kelambu, dan alat-alat untuk perkemahan. Permetrin dapat menolak dan membunuh tungau, nyamuk, dan artropoda lainnya. Obat penolak yang saat ini direkomendasdikan adalah yang mengandung N,N-diethylmetatoluamide (DEET) sebagai ingredient aktif. DEET dapat menolak nyamuk, tungau/caplak dan artropoda lainnya apabila dioleskan pada kulit atau pakaian. Konsentrasi DEET sampai 50% direkomendasikan untuk orang-orang dewasa dan anak- 17 anak diatas umur 2 bulan. Konsentrasi yang lebih rendah tidak akan bertahan lama dalam tubuh sehingga perlu reaplikasi. DEET adalah racun yang apabila termakan dapat mengakibatkan iritasi kulit untuk orang-orang yang sensitif. Bila konsentrasi terlalu tinggi, akan mengakibatkan blister. Program Pencegahan DBD Departemen Kesehatan RI Tahun 2004 1. Kewaspadaan dini penyakit demam berdarah dengue a. Penemuan dan pelaporan penderita KDRS b. Penanggulangan fokus - Penyelidikan epidemiologi (PE) - Penyuluhan, 3M, abatisasi, pengasapan fokus c. Pemberantasan vektor intensif (di desa endemis) - Penyuluhan, 3M, abatisasi - Pengasapan massal d. Bulan kewaspadaan “gerakan 3M” pada saat sebelum musim penularan - Penyuluhan intensif - Kerja bakti 3M - Kunjungan rumah e. Pemantauan jentik berkala di desa endemis setiap tiga bulan sekali f. Promosi kesehatan penyakit DBD berupa komunikasi perubahan perilaku dalam pemberantasan sarang nyamuk melalui pesan pokok “3M”. 2. Pemberantasan vektor nyamuk penular a. Nyamuk dewasa dengan pengasapan 18 b. Jentik dengan PSN : - Fisik : 3M (Menguras, Menutup, Mengubur) - Larvasida : Bubuk Temephos (abatisasi/altosid) - Ikanisasi : ikan cupang, tempalo di Palembang 3. Penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) a. Penyuluhan b. PSN (3M) c. Abatisasi selektif d. Fogging missal 4. Peningkatan SDM dan meningkatkan jenjang kemitraan a. Pelatihan : tata laksana kasus, penanggung jawab program, petugas penyemprot, metode PSN, pendekatan MTBS. b. Seminar c. Diskusi d. Penelitian e. Kerjasama dengan LSM/swasta Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2011), cara pencegahan DBD yaitu dengan PSN BDB melalui 3M Plus. a. Menguras tempat penampungan air sekurangnya seminggu sekali b. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air c. Mengubur, mengumpulkan, memanfaatkan atau menyingkirkan barangbarang bekas yang dapat menampung air hujan seperti kaleng bekas, plastik bekas, dll. d. Plus 19 1) Ganti air vas bunga, tempat minuman burung dan tempat lainya seminggu sekali 2) Perbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau rusak 3) Tutup lubang pada potongan bambu, pohon, dan lainya misalnya dengan tanah 4) Menaburi racun pembasmi jentik (larvasidasi) khususnya bagi tempat penampungan air yang sulit dikuras atau daerah sulit air 5) Menebar ikan pemakan jentik seperti kepala timah, gepi, ditempat penampungan air yang ada disekitar rumah 6) Tidur memakai kelambu 7) Memakai obat nyamuk 8) Memasang kawat kasa pada lubang angin di rumah Pengobatan Pengobatan yang spesifik DBD belum ada. Dasar pengobatan penderita penyakit DBD simptomatis adalah penggantian cairan tubuh yang hilang karena 20 kebocoran plasma (Depkes RI, 2005). Pada tubuh orang yang terkena DBD, darah mengalami kehilangan plasma. Plasma merembes keluar pembuluh plasma. Pada tingkat kekentalan tertentu sirkulasi terganggu. Infus cairan mencegah terjadinya kegagalan sirkulasi, sehingga syok yang dapat dicegah. Obat kusus yang digunakan yaitu dengan menggunakan cairan infuse. Prospek Perkembangan Dengue Menurut CDC (2003a) ada tiga kemungkinan penyebab utama munculnya kembali virus dengue di dunia, yaitu : 1. Pengendalian nyamuk secara efektif di daerah-daerah yang endemik dengue hampir tidak ada. Pengendalian dengan menggunakan insektisida ultra-low-volume seperti malathion untuk pengendalian nyamuk Ae. Aegypti dewasa tidak efektif lagi. 2. Terjadinya perubahan-perubahan global secara demografi seperti urbanisasi yang tidak terkendali dan pertumbuhan populasi yang tinggi. Perubahan-perubahan demografi ini telah mengakibatkan pemukiman yang dibawah standar, persediaan air bersih yang kurang, dan pengelolaan kebersihan yang kurang baik. 3. Meningkatnya jumlah orang yang bepergian dengan pesawat terbang menjadi mekanisme yang sangat ideal untuk penyebaran virus dengue. 4. Infrastruktur dan program kesehatan masyarakat di banyak negara telah rusak, serta sumber daya manusia yang kurang, serta biaya pengobatan yang cukup tinggi di Negara-negara berkembang. Gubler (1996) mengemukakan bahwa meskipun berbagai faktor yang bertanggung jawab terhadap peningkatan dengue tidak diketahui sepenuhnya, ia berpendapat bahwa urbanisasi yang cepat, penggunaan pembungkus-pembungkus plastik yang nonbiodegra-dable (tidak terurai secra bilogis), peningkatan perjalanan dan perdagangan, serta kurangnya upaya pengendalian vektor telah member kontribusi terhadap penyebaran penyakit ini. 21 Sementara itu, kehidupan modern yang mulai dinikmati oleh masyarakat di Negara-negara yang sedang berkembang di daerah tropis dapat meningkatkan polutan yang berpeluang menjadi habitat perkembangbiakan nyamuk. Sebagai contoh, maraknya sampah kontainer-kontainer minuman dan makanan dari plastik maupun bahan-bahan yang dibuang sembarangan di halaman, jalan, dan tempattempat pembiakan nyamuk. Timbulnya kembali penyakit dengue sebagai ancaman bagi kesehatan masyarakat mengilustrasikan bagaimana perubahan-perubahan yang dilakukan manusia dalam lingkungan dapat memengaruhi pola penyakitpenyakit menular. Para ahli memperkirakan bahwa pemanasan global akan dapat mempercepat penyebaran demam dengue ke daerah-daerah beriklim dingin. Pemanasan global diprediksikan tidak hanya akan meningkatkan penyebaran nyamuk, tetapi juga akan membuat ukuran nyamuk menjadi lebih kecil. Sebagai akibatnya, nyamuk-nyamuk dewasa akan lebih banyak mengisap darah untuk perkemngan telur-telurnya. Oleh karena itu, insiden mengisap darah dua kali (double feeding) akan semakin meningkat yang berarti pada akhirnya meningkatkan kesempatan untuk menular lebih banyak virus kepada manusia. 2.2 Chikungunya Penyebab : Virus Chikungunya Nama Lain : Demam Chikungunya, CHIK, Buggy Creek Virus atau Epidemik Poliartritis Karakteristik : Togaviridae (Alfavirus), sperikel, virion terbukus berdiameter 60nm, RNA genom Vektor : Aedes spp, Culex spp, Mansonia spp dll Patogenitas : Penyakit virus febril Epidemiologi : Afrika, India, Asia Tenggara Sebaran Inang : Manusia, Primat, Mamalia, Burung 22 Penularan : Melalui gigitan nyamuk Masa inkubasi : 3-12 hari Vektor Berbeda dengan vektor virus demam berdarah yang hanya terbatas pada aedes aygepty dan Ae. Albopictus, vektor penyakit cikungunya adalah jenis-jenis nyamuk seperti Aedes, Culex, Anopheles, dan Mansonia. Penyebaran Penyakit chikungunya tersebar luas didaerah tropis dan subtropis yang berpenduduk padat seperti Afrika, India, dan Asia Tenggara. Di Arika, virus ini dilaporkan menyerang di Zimbabwe, kongo, Angola, Kenya, dan Uganda. Negara selanjutnya yang terserang adalah Thailand pada tahun 1958, Kamboja, Vietnam, Sri Lanka dan India pada tahun 1964. Biasanya, demam chikungunya tidak berakibat fatal. Akan tetapi, dalam kurun waktu 2005-2006, telah dilaporkan terjadi 200 kematian yang dihubungkan dengan chikungunya di pulau Reunion dan KLB yang tersebar luas di India, terutama di Tamil an Kerala. Ribuan kasus terdeteksi di daerah-daerah di India dan di Negara-negara yang bertetangga dengan Sri Lanka, setelah hujan lebat dan banjir pada bulan Agustus 2006. Di selatan India (Negara bagian Kerala), 125 kematian dihubungkan dengan chikungunya. Pada bulan Desember 2006 dilaporkan terjadi 3500 kasus di Maldives, dan lebih dari 60.000 kasus di Sri Lanka, dengan kematian lebih dari 80 orang. Di Pakistan pada bulan oktober 2006 telah dilaporkan terjadi lebih dari 12 kasus chikungunya. Data terbaru bulan Juni 2007, telah dilaporkan terjadi KLB yang menyerang sekitar 7000 penderita di Kerala, India. Angka Insidensi di Indonesia sangat terbatas. Pertama kali, dilaporkan terjadi demam chikungunya di Samarinda tahun 1973. Pada laporan selanjutnya terjadi di Kuala Tungkal Jambi tahun 1980, dan Martapura, Ternate, serta 23 Yogyakarta tahun 1983. Selama hampir 20 tahun (1983-2000) belum ada laporan berjangkitnya penyakit ini, sampai adanya laporan KLB demam chikungunya di Muara Enim, Sumatera Selatan, dan Aceh, dilanjutkan Bogor, Bekasi, Purworejo, dan Klaten pada tahun 2002. Pada tahun 2004, dilaporkan KLB yang menyerang sekitar 120 orang di Semarang. Pada tahun 2013, diwilayah Bekasi Barat sudah tercatat 255 penderita, di Kecamatan Cikalongwetan, Kab. Bandung sudah tercatat 218 penderita, di desa Balung Lor Kab. Jember tercatat 149 penderita dan Kabupaten Bolaang Mongondow sudah tercatat 608 penderita. Gambar. Kasus penderita chikungunya di Indonesia Epidemiologi Chikungunya a. Agent 24 Virus chikungunya (CHIKV), suatu arthropoda borne virus (arbovirus) dari genus Alphaviruses famili Togaviridae, yang pada umumnya disebarluaskan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. b. Host Virus Chikungunya (CHIKV) diyakini memiliki siklus sylvatic dan terdapat pada monyet vervet, babon, monyet macaque, lemur dan tikus. Pada manusia, virus ini tidak memiliki pengaruh khusus terhadap usia atau jenis kelamin tetapi tampak bahwa anak-anak, orang tua dan keadaan immunocompromise merupakan yang paling mudah terpengaruh. Gambar. Virus chikungunya pada nyamuk c. Environment Para Ae spesies. albopictus berkembang biak di tempat-tempat yang tergenang air, seperti sekam kelapa, buah kakao, tunggul bambu, lubang pohon dan kolam batu, contoh lain seperti ban kendaraan dan piring di bawah pot-pot tanaman. Habitat Nyamuk Ae. albopictus juga di daerah pedesaan serta pinggiran kota dan taman kota teduh. Nyamuk Ae. aegypti lebih erat hubungannya dengan tempat tinggal manusia karena nyamuk-nyamuk tersebut berkembang biak pada tempat-tempat disekitar ruangan , seperti vas bunga, tempat penyimpanan air dan bak kamar mandi, demikian juga dengan nyamuk Ae. albopictus. 25 Riwayat Alamiah Penyakit Masa inkubasi dan klinis Manifestasi klinis sangat bervariasi mulai dari penyakit yang asimptomatik sampai dengan penyakit berat yang dapat melemahkan. Anak-anak berada di antara kelompok yang berisiko maksimal untuk mengalami manifestasi berat tersebut dan beberapa gambaran klinis dalam kelompok ini berbeda dengan apa yang ada pada orang dewasa. Setelah masa inkubasi, rata-rata antara 2 sampai 4 hari (rentang: 2 sampai 12 hari), penyakit mulai bermanifes tanpa gejala prodroma, dengan gambaran khas demam, ruam dan artralgia. Infeksi virus chikungunya pada anak dapat terjadi tanpa gejala. Adapun gejala klinis yang sering dijumpai pada anak umumnya berupa demam tinggi mendadak selama 1-6 hari, disertai dengan sakit kepala, fotofobia ringan, mialgia dan artralgia yang melibatkan berbagai sendi, serta dapat pula disertai anoreksia, mual dan muntah. Pada bayi, secara tipikal penyakit dimulai dengan adanya demam yang mendadak, diikuti kulit yang merah. Kejang demam dapat terjadi pada sepertiga pasien. Setelah 3-5 hari demam, timbul ruam makulopapular minimal dan limfadenopati, injeksi konjungtiva, pembengkakan kelopak mata, faringitis dan gejala-gejala serta tanda-tanda dari penyakit traktus respiratorius bagian atas umum terjadi, tidak ada enantema. Beberapa bayi mengalami kurva demam bifasik. Artralgia mungkin sangat hebat, walaupun hal tersebut jarang tampak. Nyamuk Aedes aegypti dapat mengandung virus Chikungunya pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum demam sampai 5 hari setelah demam timbul. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-7 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Menjelang akhir fase demam (3 sampai 5 hari) kebanyakan pasien mengalami ruam makulopapular yang difus dan biasanya pada lengan, punggung dan bahu dan kadang-kadang di seluruh tubuh. Ruam ini biasanya berlangsung 48 26 jam. Pada saat ini sering terjadi limfadenopati hebat. Demam pada umumnya akan mereda setelah 2 hari, namun keluhan lain, seperti nyeri sendi, sakit kepala dan insomnia, pada sebagian besar kasus akan menetap 5-7 hari. Penderita bahkan dapat mengeluhkan nyeri sendi dalam jangka waktu yang lebih lama. Nyeri sendi ini dapat berlangsung berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan pada beberapa kasus hingga beberapa tahun, tergantung dari umur penderita. Gambar. Penularan penyakit Gambar. Gejala chikungunya Masa Laten dan periode infeksi Setelah gigitan nyamuk yang terinfeksi, onset penyakit terjadi biasanya antara empat dan delapan hari, tetapi dapat berkisar dari dua sampai 12 hari. 27 CHIKV infeksi (baik klinis atau diam) diperkirakan memberikan kekebalan seumur hidup. Penyakit ini merupakan penyakit epidemik yang timbul dalam jangka waktu 7-8 tahun namun bisa sampai 20 tahun baru timbul kembali. Gejala Sesudah masa inkubasi selama 3-12 hari, gejala awal adalah seperti flu, sakit kepala yang parah, kedinginan, demam (>40o C), sakit pada persendian, nausea (mual), dan muntah-muntah. Sendi-sendi utama menjadi bengkak dan sakit bila disentuh. Sering terjadi rash (bintik-bintik kecil atau ruam). Jarang terlihat adanya pendarahan (hemorrhage). Penderita yang sakit jarang yang sembuh dalam waktu 3-5 hari. Sering dapat menderita sakit pada persendian selama beberapa bulan. Pencegahan dan pengendalian Belum ada vaksin untuk pencegahan penyakit ini, tetapi sangat sensitif pada 70% alkohol, 1% sodium hypochlorida, dan larutan-larutan lipida. Berbeda dengan demam berdarah yang vektor utamanya terbatas pada Ae. Aegepty dan Ae. Albopictus yang hanya aktif pada siang hari, vektor penyakit chikungunya selain kedua jenis Aedes tersebut juga dapat berupa jenis-jenis nyamuk yang aktif pada siang dan malam hari seperti Culex, Armigeres, Mnansonia, dan nyamiuk malaria (Anopheles). Nyamuk nyamuk yang mrngandung vurus chikungunya menyebarkan penyakit dengan cara menusuk dan mengisap darah dari satun orang ke orang lain. Laju penyebaran penyakit akann ditentukan oleh jenis dan populasi nyamuk. Oleh karena itu, semakin banyakjenis nyamuk dan semakin tinggi populasinya, penyebaran penyakit ini akan semakin cepat. Karena jenis nyamuk yang dapat menularkan penyakit chikungunya bermacam_macam, wabah penyakit chikungunya lebih mudah menyebar daripada penyakit demam berdarah. 28 Nyamuk-nyamuk yang mengandung virus chikungunya akan dapat menularkan penyakit dengan menggigit orang, baik pada waktu siang maupun malam hari. Apabila salah seorang anggota keluarga terkena penyakit chikungunya, kemungkinan besar anggota keluarga yang lain yang ada di sekitar/tetangga akan dapat tertular juga. Akibatnya, wabah penyakit ini gampang berkembang disatu daerah dengan cakupan yang luas, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Pengendalian vektor-vektor penyakit chikungunya dengan sendirinya akan lebih sulit karena harus dapat mengendalian semua jenis nyamuk yang ada. Sanitasi lingkungan merupakan faktor utama. Namun demikian, metode pengendalian nyamuk vektor penyakit chikungunya hampir sama dengan pengendalian vektor demam dengue. Menurut Dr. Rita, vaksin untuk pencegahan dan obat untuk membasmi virus Chikungunya belum ada, sehingga cara yang paling efektif adalah dengan pencegahan. Cara pencegahan umumnya sama dengan cara pencegahan terhadap penyakit-penyakit yang ditularkan oleh nyamuk yaitu melindungi diri dari gigitan nyamuk dengan menggunakan repelen, obat nyamuk coil, penggunaan kelambu, melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan tindakan tiga M (menutup, menguras dan mengubur barang bekas yang bisa menampung air atau menaburkan bubuk abate pada penampungan air sebagaimana mencegah demam berdarah), penyemprotan untuk membunuh nyamuk dewasa yang terinfeksi dan memutuskan rantai penularan serta mencegah meluasnya KLB. Pengobatan Tidak ada pengobatan spesifik bagi penderita demam Chikungunya, cukup minum obat penurun panas dan penghilang rasa sakit yang bisa dibeli di toko obat, apotik bahkan di warung-warung. Berikan waktu istirahat yang cukup, minum dan makanan bergizi. Selain itu masyarakat dapat berperan dalam penanganan kasus demam Chikungunya yakni dengan melaporkan kepada 29 Puskesmas/Dinas Kesehatan setempat. Isolasi/hindari penderita dari kemungkinan digigit nyamuk, agar tidak menyebarkan ke orang lain. 2.3 Demam kuning Pengertian Penyakit Demam kuning adalah penyakit demam akut yang ditularkan oleh nyamuk. Demam ini dikenali sebagai penyakit untuk pertama kalinya pada abad ketujuh belas, namun baru pada tahun 1900 sampai 1901 Walter Reed dan rekanrekannya menemukan hubungan antara virus demam kuning dengan nyamuk Aedes aegypti dan penemuan ini membuka jalan bagi pengendalian penularan penyakit demam kuning ini. Demam kuning merupakan penyakit yang gawat di daerah tropika. Selama lebih dari 200 tahun sejak diketahui adanya perjangkitan di Yukatan pada tahun 1648, penyakit ini merupakan salah satu momok terbesar di dunia. Pada tahun 1905, New Orleans dan kota-kota pelabuhan di Amerika bagian Selatan terjangkit epidemi demam kuning yang melibatkan sekurang-kurangnya 5000 kasus dan menimbulkan banyak kematian. Imunisasi diperlukan bagi pengunjung ke tempat epidemi. Penyebab Penyakit Demam Kuning Penyebab penyakit menular ini adalah virus RNA kecil yang secara antigenik tergolong dalam genus Flavivirus dan famili Flaviviridae. Klasifikasi virus ini sebagai berikut: Divisio : Protiphyta Kelas : Mikrotatobiotes Ordo : Virales Famili : Flaviviridae. Genus : Flavivirus 30 Gejala Infeksi yang disebabkan oleh flavivirus sangat khas yaitu mempunyai tingkat keparahan sindrom klinis yang beragam. Mulai dari infeksi yang tidak nampak jelas, demam ringan, sampai dengan serangan yang mendadak, parah dan mematikan. Jadi, pada manusia penyakit ini berkisar dari reaksi demam yang hampir tidak terlihat sampai keadaan yang parah. Masa inkubasi demam kuning biasanya berkisar 3 sampai 6 hari, tapi dapat juga lebih lama. Penyakit yang berkembang sempurna terdiri dari tiga periode klinis yaitu : a. Infeksi meliputi viremia, pusing, sakit punggung, sakit otot, demam, mual, dan muntah. b. Remisi (gejala infeksi surut). c. Intoksikasi meliputi suhu mulai naik lagi, pendarahan di usus yang ditandai dengan muntahan berwarna hitam, albuminuria, dan penyakit kuning akibat dari kerusakan hati. Pada hari ke delapan, orang yang terinfeksi virus ini akan meninggal atau sebaliknya akan mulai sembuh. Laju kematiannya kira-kira 5 persen dari keseluruhan kasus. Sembuh dari penyakit ini memberikan kekebalan seumur hidup. Distribusi Penyakit Demam kuning merupakan akibat dari adanya dua daur pemindah sebaran virus yang pada dasarnya berbeda yaitu kota dan hutan (silvatik). Daur kota dipindah sebarkan dari orang ke orang lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti. Sekali terinfeksi, nyamuk vektor itu akan tetap mampu menyebabkan infeksi seumur hidupnya. Demam kuning hutan berjangkit pada hewan liar. Virus demam kuning yang sama ditularkan diantara hewan-hewan tersebut dan kadang-kadang juga terhadap manusia oleh nyamuk selain Aedes aegypti. Ada beberapa nyamuk seperti A. Simponi yang hidup dengan menghisap darah primata yang telah terinfeksi, menyusup ke kebun-kebun desa lalu memindahkan virus tersebut ke manusia. Sekali demam kuning berjangkit di kembali di daerah kota, maka daur 31 kota demam kuning akan dimulai kembali dan kemungkinan akan berkembang menjadi epidemi. Demam kuning hanya terjadi di Afrika dan Amerika Selatan di negara yang terletak dekat khatulistiwa. Pengunjung yang belum diimunisasi, dan orang tinggal di kawasan-kawasan ini menghadapi risiko infeksi. Patogenesis Flavivirus mempunyai kemampuan khas untuk berkembangbiak di dalam jaringan vertebrata dan beberapa artropoda penghisap darah. Virus-virus ini setelah terinokulasi di dalam jaringan inang yang rentan, dan dapat berkembangbiak dengan cepat dan tidak lama kemudian menyebabkan viremia. Mereka dapat ditemukan setempat dalam suatu organ tertentu, menyebabkan kerusakan jaringan dan terganggunya fungsi organ, dan pada akhirnya menyebabkan kematian inang. Pada demam kuning, kerusakan hati mengakibatkan berkembangnya penyakit kuning. Tidak ada pengobatan khusus untuk penyakit ini kecuali pengobatan untuk menghilangkan gejala dan menguatkan badan. Cara Penularan Di daerah perkotaan dan di beberapa daerah pedesaan penularan terjadi karena gigitan nyamuk Aedes aegypti. Di hutan-hutan di Amerika Selatan penularan terjadi akibat gigitan beberapa spesies nyamuk hutan dari genus Haemagogus. Di Afrika Timur Aedes africanus merupakan vector pada populasi kera dimana Ae. Bromeliae dan Ae. Simpsoni (semidomestik) dan mungkin spesies aedes lainnya berperan menularkan virus dari kera ke manusia. Di daerah yang pernah mengalami wabah yang luas seperti di Ethiopia, studi epidemiologis membuktikan Ae. Simpsoni berperan sebagai vector yang menularkan virus dari orang ke orang. Di Afrika Barat Ae. furcifer taylori, Ae. luteocephalus dan spesies lain berperan sebagai vector penularan virus dari monyet ke manusia. Ae. Albopictus dibawa ke Brazil dan Amerika Serikat dari Asia dan diduga sangat 32 potensial berperan sebagai jembatan perantara antara siklus demam kuning tipe sylvatic dengan siklus tipe perkotaan di belahan bumi bagian barat. Infeksi ini tidak ditularkan secara langsung dari orang ke orang atau dari binatang ke manusia. Pencegahan Vaksinasi merupakan cara yang paling efektif untuk mencegah demam kuning. Vaksinasi harus diberikan di pusat vaksinasi yang disetujui dan harus diberikan sertifikat vaksinasi demam kuning internasional. Menurut Undang-undang Karantina Australia 1908, siapapun yang berusia lebih dari satu tahun harus mempunyai sertifikat vaksinasi demam kuning jika telah menginap semalam atau tinggal lebih lama di negara yang dinyatakan terinfeksi demam kuning, dalam waktu enam hari sebelum kedatangan ke Australia. Negara-negara dapat menolak masuk siapapun yang tidak mempunyai sertifikat sah vaksinasi demam kuning, yang baru-baru ini berada di Negara yang terinfeksi demam kuning, dan ada antaranya yang hanya akan memperbolehkan masuk orang yang belum divaksinasi setelah divaksinasi di perbatasan. Sterilitas vaksin yang diberikan dalam situasi tersebut tidak selalu terjamin. Orang yang datang ke Australia dari negara yang terinfeksi demam kuning, yang tidak mempunyai sertifikat vaksinasi demam kuning, akan diwawancarai saat tiba oleh petugas dari Pelayanan Pemeriksaan Karantina Australia (AQIS). Petugas AQIS hanya dapat memperbolehkan masuk orang yang belum divaksinasi jika mereka menyetujui secara tertulis untuk memberi tahu dinas kesehatan jika mengalami gejala manapun infeksi demam kuning, dalam waktu enam hari setelah keberangkatan dari tempat yang dinyatakan terinfeksi demam kuning. Pengunjung ke negara yang terinfeksi demam kuning juga harus mengambil langkah-langkah untuk mencegah digigit nyamuk: a. Memakai pakaian longgar dengan lengan panjang b. Menggunakan pencegah nyamuk (berisi DEET atau picardin) pada bagian tubuh yang terekspos. 33 c. Tinggal di akomodasi yang tahan nyamuk (mis. menggunakan kelambu). Demam Kuning di Indonesia Program untuk mencegah penyakit demam kuning di Indonesia diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1611/Menkes/SK/XI/2005 Tentang Penyelengaraan Imunisasi. Tujuan imunisasi demam kuning adalah memberikan kekebalan efektif bagi semua orang yang melakukan perjalanan berasal dari negara atau ke negara/daerah endemis demam kuning sehingga dapat mencegah masuknya penyakit demam kuning di Indonesia. Vaksin demam kuning berasal dari biakan virus demam kuning strain 17D pada embrio ayam, efektif memberikan perlindungan 99%. Antibodi terbentuk 7-10 hari sesudah imunisasi dan bertahan sedikitnya hingga 30-35 tahun. Walaupun demikian imunisasi ulang harus diberikan setelah 10 tahun sesuai dengan International Helath Regulation (IHR). Vaksinasi demam kuning diberikan dengan cara penyuntikan subkutan di lengan bagian atas dengan dosis 0,5 ml (dosis yang sama diberikan pada bayi). Semua orang yang melakukan perjalanan, berasal dari negara atau ke negara yang di nyatakan endemis demam kuning ( data negara endemis dikeluarkan oleh WHO yang selalu diupdate) kecuali bayi di bawah 9 bulan dan ibu hamil trimester pertama. Sesuai International Helath Regulation setiap orang yang masuk Indonesia yang berasal dari atau melewati daerah yang diduga terjangkit demam kuning serta daerah terjangkit telah diimunisasi demam kuning, yang telah dibuktikan dengan International Certificate of Vaccination (ICV) yang masih berlaku, masa berlaku ICV 10 tahun. Bila ternyata belum bisa menunjukkan ICV (belum diimunisasi), maka terhadap mereka harus dilakukan isolasi selama 6 hari, dilindungi dari gigitan nyamuk sebelum diijinkan melanjutkan perjalanan mereka. Demikian juga mereka yang surat vaksin demam kuningnya belum berlaku, diisolasi sampai ICVnya berlaku. 34 Pemberian imunisasi demam kuning kepada orang yang akan berkunjung ke negara endemis demam kuning selambat-lambatnya 10 hari sebelum berangkat, bagi yang belum pernah diimunisasi atau yang imunisasinya sudah lebih darri 10 tahun. Setelah divaksinasi, diberikan ICV yang sesuai dengan tanggal pemberian vaksin dan yang bersangkutan harus ikut menandatangani ICV. Untuk anak-anak, yang mendatangani ICV adalah orang tua mereka yang mendampingi berpergian. Di Indonesia lembaga yang berwenang melaksanakan imunisasi demam kuning adalah Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) selaku Init Pelaksana Teknis Departemen Kesehatan yang pembinaanya oleh Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan yang mempunyai kewenangan kekarantinaan kesehatan di pelabuhan, bandara, dan pos lintas batas daerah. Negara Endemik Demam Kuning 1. Amerika Selatan dan Tengah, antara lain: 1. Bolivia 7. Colombia 2. French Guiana 8. Panama 3. Suriname 9. Trinidad & Tobago 4. Brazil 10. Equador 5. Guyana 11. Peru 6. Venezuela 2. Afrika, antara lain 1. Angola 17. Ivory Coast 2 Mali 18. Somalia 3 Benin 19. Ethiopia 4 Niger 20. Togo 5 Burkina Faso 21. Gabon 6 Nigeria 22. Uganda 7 Burundi 23. Mauritania 8 Rwanda 24. Gana 9 Cameroon 25. Zaire 35 10 Sao Tome & Principe 26.Guinea 11 Central Africa Republic 27. Gambia 12 Senegal 28. Unites Republic of Tanzania 13 Chad 29. Guinea Bissau 14 Sierra Leone 30. Guinea Equat 15 Congo 31. Kenya 16 Sudan 32. Liberia 2.4 Ensefalitis Jepang atau Japanese Encephalitis (JE) Nama : Japanese Encephalitis Karakteristik : Togaviridae, Flavirus Patogenitas : Fatalitas sampai 25-30 % terutama pada anak-anak Vektor : Culex spp. Epidemiologi : Asia, Cina, India, Australia Utara, Papua New Guinea, daerah Pasifik Sebaran inang : Manusia, kuda, babi. Cara tular : Melalui gigitan nyamuk terutama nyamuk, Culex spp. Masa inkubasi : 6-8 hari Penampung : Manusia, nyamuk Etiologi Ensefalitis disebabkan oleh : - Bakteri - Virus - Parasit - Fungus - Riketsia 36 Vektor utama dari virus ensefalitis Jepang di Asia Tenggara adalah Culex tritaeniorhynchus, Cx. gelidus dan Cx. vishnu. Nyamuk-nyamuk ini berbiak di sawah, tempat-tempat genangan air dan tempat-tempat permandian. Jenis-jenis nyamuk yang lain seperti Aedes spp., Armigeres spp. dan Anopheles spp juga dapat menjadi vektor dari penyakit ini. Nyamuk, Culex tritaeniorrhynchus banyak ditemukan pada persawahan di Sulawesi Utara. Berbeda dengan nyamuk demam berdarah yaitu Aedes aegypti yang aktif pada waktu siang maka nyamuk Culex spp. ada yang aktif pada waktu siang dan ada yang aktif waktu malam. Gejala Masa inkubasi dari virus JE adalah 4-16 hari. Kebanyakan infeksi JE tidak menunjukkan gejala yang jelas. Dalam kasus yang serius gejala-gejala penyakit adalah sebagai berikut: demam, sakit kepala, kesulitan berbicara dan disfungsi motor. Gejala awal pada anak-anak adalah kehilangan nafsu makan (anorexia), mual, dan sakit perut. Sekitar 25-30 % dari kasus JE bersifat fatal atau mematikan terutama anak-anak di bawah umur 10 tahun. Gejala lain yang dapat terjadi adalah demam, dingin, kelelahan, sakit kepala, mual dan muntah-muntah. Konfusi (pikiran menjadi kacau/bingung) dan agitasi (gerakan secara tidak teratur) dapat terjadi pada tingkat awal. Penyakit ini dapat Pencegahan dan Pengendalian Saat ini ada tiga jenis vaksin ensefalitis Jepang tetapi hanya vaksin yang berasal dari otak tikus dan vaksin inaktivitas yang didasarkan pada strain Nagayama yang dijual di pasaran internasional. Pencegahan juga dapat dilakukan dengan menggunakan obat penolak nyamuk, dengan bahan aktif DEET, penggunaan kelambu di tempat tidur serta kawat kasa di jendela-jendela kamar tidur dan ruangan keluarga. Sanitasi lingkungan merupakan salah atu cara pencegahan awal yang sangat penting yaitu dengan membersihkan tempat-tempat pembiakan nyamuk dan sarang-sarang nyamuk dewasa. Tempat-tempat penggenangan air terutama sesudah musim hujan perlu dikeringkan, kontainer-kontainer yang dapat 37 menampung air hujan atau air minum harus dibersihkan dan tidak membuang kontainer-konainer plastik bekas (botol-botol, mangkuk-mangkuk air mineral, pembungkus-pembungkus plastik jajanan), kaleng-kaleng bekas, botol-botol dan kontainer-kontainer lain yang dapat menampung air menjadi tempat pembiakan nyamuk. Harus diingat bahwa nyamuk Culex spp. yang menjadi vektor utama penular virus ensefalitis Jepang dapat berbiak dalam air bersih, air kotor/selokan, air kolam dan air sawah ataupun air payau. Pengendalian nyamuk vektor (Culex, Aedes dan Anopheles) bentuk dewasa dengan pengasapan (fogging) secara masal dapat menurunkan infeksi virus JE dan sekaligus virus penyebab demam berdarah dan penyakit malaria. Penyebaran angka Prevalensi di Dunia & Provinsi Dari materi dan metode Uji kompetitif ELISA (C-ELISA) Serum yang diuji berasal dari babi, sapi, kambing, ayam, itik dan kuda, serta manusia yang diperoleh dari beberapa daerah di Indonesia. 38 Diperoleh : Prevalensi reaktor JE pada spesies ternak dan manusia 39 Gambar 1. Distribusi antibodi virus Japanese-B-Encephalitis pada ternak dan manusia di Indonesia 2.5 Meningitis Definisi Meningitis adalah suatu infeksi/peradangan dari meninges, lapisan yang tipis/encer yang mengepung otak dan jaringan saraf dalam tulang punggung, disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi secara akut dan kronis. (Harsono., 2003 dalam Yayan ). Meningitis adalah infeksi yang menular. Sama seperti flu, pengantar virus meningitis berasal dari cairan yang berasal dari tenggorokan atau hidung. Virus 40 tersebut dapat berpindah melalui udara dan menularkan kepada orang lain yang menghirup udara tersebut. (Anonim.,2007 dalam Yayan). http://zulliesikawati.files.wordpress.com/2010/05/meningitis.jpg Etiologi Virus penyebab meningitis dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu virus RNA (ribonuclear acid) dan virus DNA (deoxyribo nucleid acid). Contoh virus RNA adalah enterovirus (polio), arbovirus (rubella), mixovirus (influenza, parotitis, dan morbili). Sedangkan contoh virus DNA antaa lain virus herpes, dan retrovirus (AIDS. Penyebab infeksi ini dapat diklasifikasikan atas : Penumococcus, Meningococcus, Hemophilus influenza, Staphylococcus, E.coli, Salmonella. (Japardi, Iskandar., 2002 dalam Yayan). Penyebab meningitis terbagi atas beberapa golongan umur : 1. Neonatus : Eserichia coli, Streptococcus beta hemolitikus, Listeria monositogenes 2. Anak di bawah 4 tahun : Hemofilus influenza, meningococcus, Pneumococcus. 3. Anak di atas 4 tahun dan orang dewasa : Meningococcus, Pneumococcus. (Japardi,Iskandar., 2002 dalam Yayan) 41 http://www.netterimages.com/images/vpv/000/000/012/12244-0550x0475.jpg Anatomi Fisiologi Otak dan sumsum otak belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur syaraf yang halus, membawa pembuluh darah dan dengan sekresi sejenis cairan yaitu cairanserebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu: a. Pia meter : yang menyelipkan dirinya ke dalam celah pada otak dan sumsum tulang belakang dan sebagai akibat dari kontak yang sangat erat akan menyediakan darah untuk struktur-struktur ini. b. Arachnoid : Merupakan selaput halus yang memisahkan pia meter dan durameter. c. Dura meter : Merupakan lapisan paling luar yang padat dan keras berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat. 42 Distribusi Penyakit Tersebar di seluruh dunia, timbul sebagai kasus-kasus endemis dan sporadis. Angka insidensi yang sebenarnya tidak diketahui. Meningkatnya jumlah kasus berhubungan dengan musim, pada akhir musim panas dan awal musim semi jumlah penderita meningkat terutama yang disebabkan oleh arbovirus dan enterovirus sementara KLB meningitis aseptik yang terjadi di akhir musim dingin terutama disebabkan oleh mumps. Pada tahun 2011 prevalensi tertinggi terdapat di Afrika sub-Sahara (African meningitis belt). Tipe Meningitis - Meningitis Kriptikokus adalah meningitis yang disebabkan oleh jamur kriptokokus. Jamur ini bisa masuk ke tubuh kita saat kita menghirup debu atau tahi burung yang kering. Kriptokokus ini dapat menginfeksikan kulit, paru, dan bagian tubuh lain. Diagnosis : Darah atau cairan sumsum tulang belakang dapat dites untuk kriptokokus dengan dua cara. Tes yang disebut ‘CRAG’ mencari antigen ( sebuah protein) yang dibuat oleh kriptokokus. Tes ‘biakan’ mencoba menumbuhkan jamur kriptokokus dari contoh cairan. Tes CRAG cepat dilakukan dan dapat memberi hasi pada hari yang sama. Tes biakan membutuhkan waktu satu minggu atau lebih untuk menunjukkan hasil positif. Cairan sumsum tulang belakang juga dapat dites secara cepat bila diwarnai dengan tinta India. (Yayasan Spiritia., 2006 dalam Yayan). - Viral meningitis Termasuk penyakit ringan. Gejalanya mirip dengan sakit flu biasa, dan umumnya si penderita dapat sembuh sendiri. Frekuensi viral meningitis biasanya meningkat di musim panas karena pada saat itu orang lebih sering terpapar agen pengantar virus. Banyak virus yang bisa menyebabkan viral meningitis. Antara lain virus herpes dan virus penyebab flu perut. (Anonim., 2007 dalam Yayan) 43 - Bacterial meningitis disebabkan oleh bakteri tertentu dan merupakan penyakit yang serius. Salah satu bakterinya adalah meningococcal bacteria. Gejalanya seperti timbul bercak kemerahan atau kecoklatan pada kulit. Bercak ini akan berkembang menjadi memar yang mengurangi suplai darah ke organorgan lain dalam tubuh dapat berakibat fatal dan menyebabkan kematian. (Anonim., 2007 dalam Yayan) - Meningitis Tuberkulosis Generalisata Gejala : demam, mudah kesal, obstipasi, muntah- muntah, ditemukan tanda-tanda perangsangan meningen seperti kaku kuduk, suhu badan naik turun, nadi sangat labil/lambat, hipertensi umum, abdomen tampak mencekung, gangguan saraf otak. Penyebab : kuman mikobakterium tuberkulosa varian hominis. Diagnosis : Meningitis Tuberkulosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan cairan otak, darah, radiologi, test tuberkulin. (Harsono., 2003 dalam Yayan) - Meningitis Purulenta Gejala : demam tinggi, menggigil, nyeri kepala yang terus-menerus, kaku kuduk, kesadaran menurun, mual dan muntah, hilangnya nafsu makan, kelemahan umum, rasa nyeri pada punggung serta sendi. Penyebab : Diplococcus pneumonia (pneumokok), Neisseria meningitidis(meningokok), Stretococcus haemolyticus, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Pneudomonas aeruginosa. Diagnosis : dilakukan pemeriksaan cairan otak, antigen bakterri pada cairan otak, darah tepi, elektrolit darah, biakan dan test kepekaan sumber infeksi, radiologik, pemeriksaan EEG. (Harsono., 2003 dalam Yayan) 44 Transmisi Infeksi Meningococcal bakteri yang menyebabkan meningitis tersebar biasanya melalui kontak dengan perderita. Penyebaran dapat melalui bersin, batuk, mencium, berbagi barang-barang pribadi seperti, sikat gigi, sendok garpu, peralatan dll. Bakteri pneumokokus juga tersebar oleh kontak dekat dengan orang yang terinfeksi dan batuk, bersin dll. Namun, dalam kebanyakan kasus mereka hanya menyebabkan infeksi ringan, seperti infeksi telinga tengah (otitis media). Orangorang dengan sistem kekebalan miskin yang dapat mengembangkan infeksi lebih parah seperti meningitis. Manifestasi Klinis Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat menjalar ke tengkuk dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran menurun. Tanda kernig dan brudzinsky positif (Harsono., 2003 dalam Yayan) 45 Gambar Pemeriksaan Brudzinski dan Kernig Sumber: http://graphics8.nytimes.com/images/2007/08/01/health/adam/19069.jpg Gejala Gejala meningitis tidak selalu sama, tergantung dari usia si penderita serta virus apa yang menyebabkannya. Gejala yang paling umum adalah demam yang tinggi, sakit kepala, pilek, mual, muntah, kejang. Setelah itu biasanya penderita merasa sangat lelah, leher terasa pegal dan kaku, gangguan kesadaran serta penglihatan menjadi kurang jelas. Gejala pada bayi yang terkena meningitis, biasanya menjadi sangat rewel, muncul bercak pada kulit, tangisan lebih keras dan nadanya tinggi, demam ringan, badan terasa kaku, dan terjadi gangguan kesadaran seperti tangannya membuat gerakan tidak beraturan. (Japardi, Iskandar., 2002 dalam Yayan) 46 Sumber : http://www.abpischools.org.uk/res/coresourceimport/resources04/diseases/images /meningitis.jpg Diagnosis Untuk menentukan diagnosis meningitis dilakukan tes laboratorium. Tes ini memakai darah atau cairan sumsum tulang belakang. Cairan sumsum tulang belakang diambil dengan proses yang disebut pungsi lumbal ( lumbar puncture atau spinal tap). Sebuah jarum ditusukkan pada pertengahan tulang belakang, pas di atas pinggul. Jarum menyedap contoh cairan sumsum tulang belakang. Tekanan cairan sumsum tulang belakang juga dapat diukur. Bila tekanan terlalu tinggi, sebagian cairan tersebut dapat disedot. Tes ini aman dan biasanya tidak terlalu menyakitkan. Namun setelah pungsi lumbal beberapa orang mengalami sakit kepala, yang dapat berlangsung beberapa hari. (Ellenby, Miles., Tegtmeyer, Ken, et al., 2006 dalam Yayan). Cara Pencegahan - Kebersihan menjadi kunci utama proses pencegahan terjangkit virus atau bakteri penyebab meningitis. 47 - Selalu cuci tangan, terutama sebelum makan dan setelah dari kamar mandi. - Usahakan untuk tidak berbagi makanan, minuman atau alat makan, untuk membantu mencegah penyebaran virus. - Mengurangi tingkat kepadatan di lingkungan perumahan dan di lingkungan seperti dalam barak, sekolah, tenda dan kapal. - Lengkapi dengan imunisasi si kecil, termasuk vaksin-vaksin seperti HiB, MMR, dan IPD. Berdasarkan Kepmenkes No. 1611 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi, pencegahan meningitis dapat dilakukan dengan imunisasi dan kemoprokfilasis untuk orang-orang yang kontak dengan penderita meningitis dan karier dengan tujuan memberikan kekebalan terhadap penyakit meningitis, seperti vaksin yang diberikan kepada calon jemaah haji. Yang wajib mendapat imunisasi adalah seluruh calon/jemaah haji, petugas PPIH (Panitia Penyelenggaran Ibadah Haji) di Arab Saudi, Tim Kesehatan Haji Indonesia yang bertugas menyertai jemaah (kloter) dan petugas kesehatan di embarkasi/debarkasi. 48 BAB 4. PENUTUP 4.1 Kesimpulan 1 Arbovirus atau arthropod-borne viruses adalah virus-virus yang hidup bertahan di alam melalui kontak biologis antara inang-inang vertebrata yang peka dan arthropoda yang hidup dengan mengisap darah seperti nyamuk, kutu, pinjal, tungau, dan lain-lain. Infeksi pada invertebrata terjadi bila arthropoda yang telah terinfeksi mengisap darah. Jenis-jenis arbovirus ini dalam keadaan terbungkus dan merupakan virus RNA. 2 Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh Arbovirus atau arthropodborne viruses : a) Demam berdarah dengue (DBD) b) Cikungunya c) Demam kuning d) Ensefalitis Jepang atau Japanese Encephalitis (JE) e) Meningitis 49 DAFTAR PUSTAKA Chin, James. 2000. Manual pemberantasan penyakit menular. Berkeley: Public Health Faculty of California University. Jawetz. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : EGC Pelczar, M. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta : UI Press Proverawati, Atikah dan Andhini Citra S.D. 2010. Imunisasi dan Vaksinasi. Yogyakarta : Medical Book Rantam, Fedik A.2005.Virologi.Surabaya:Airlangga University Press Soegijanto, Soegeng. 2004. Kumpulan Makalah Penyakit Tropis dan Infeksi di Indonesia. Surabaya : Airlangga University Press Anonim.2012.Berbagai Jenis Penyakit yang Disebabkan oleh Virus http://www.beritaterhangat.net/2012/11/berbagai-jenis-penyakit-yangdisebabkan.html (diakses 9 april 2013) Israr, Yayan A.2008.meningitis. http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/01/meningitis.pdf (diakses 24 Februari 2013) Jevuska.2012. Penyakit Meningitis (Radang Selaput Otak) : Pengertian, Penyebab & Jenis. http://www.jevuska.com/2012/11/05/penyakit-meningitis-radang-selaput-otakpengertian-penyebab-jenis (diakses 24 februari 2013) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, No. 1611/MENKES/SK/XI/2005 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_kepmenkes/KMK%20No.%201611%20t tg%20Pedoman%20Penyelenggaraan%20Imunisasi.pdf (diakses 20 februari 2013) 50 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1611/MENKES/SK/2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi. Maha, Masri Sembiring. 2012. Japanese Encephalitis. http://www.kalbemed.com/Portals/6/09_193Japanese%20Encephalitis.pdf (diakses pada tanggal 1 Maret 2013) Mandal. Ananya. Meningitis Penyebab. http://www.news-medical.net/health/Meningitis-Causes-%28Indonesian%29.aspx (diakses 24 februari 2013) Sarosa, A dkk. 2000. Prevalensi japanese-b-encephalitis pada berbagai spesies di Indonesia. http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/jitv/jitv51-7.pdf (diakses pada tanggal 1 Maret 2013) Sri Noviarni.2012. Vaksin Penangkal Meningitis. Jakarta : Seputar Indonesia http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/496002/ (diakses 24 februari 2013) http://www.abpischools.org.uk/res/coresourceimport/resources04/diseases/image s/menigitis.jpg http://graphics8.nytimes.com/images/2007/08/01/health/adam/19069.jpg http://www.healthyrecipesdiary.org/wp-content/uploads/Penyebab-PenyakitMeningitis-pada-Orang-Dewasa-dan-pencegahannya-300x192.jpg http://zulliesikawati.files.wordpress.com/2010/05/meningitis.jpg http://www.netterimages.com/images/vpv/000/000/012/12244-0550x0475.jpg http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/44566/BAB%20II%20G07 fit.pdf 51