1 BIOLOGI UMUM BAHAN AJAR DIKTAT 11 BIODIVERSITAS & KONSERVASI Modul Universitas Indonesia 2 DAFTAR POKOK BAHASAN 11.1. TEORI BIOGEOGRAFI DUNIA DAN INDONESIA 11.1.1. Teori Biogeografi Dunia 11.1.2. Teori Biogeografi Indonesia 11.2. KAWASAN SUNDA, SAHUL, DAN WALLACEA 11.2.1. Konsep Kawasan Biogeografi 11.2.2 Keanekaragaman Hayati Di Kawasan Sunda, Sahul, dan Wallacea 11.3. BIODIVERSITAS INDONESIA 11.3.1. Pengertian Biofiversitas 11.3.2. Indonesia Sebagai Negara Megadiversitas 11.3.3. Distribusi atau Sebaran Hewan di Indonesia 11.3.4. Distribusi atau Sebaran Tumbuhan di Indonesia 11.3.5. Hotspot Biodiversitas 11.3.6. Potensi Biodiversitas Dalam Tingkat Genetik, Spesies, dan Ekosistem 11.3.7. Ancaman terhadap Biodiversitas 11.4. KONSEP PEMANFAATAN DAN PELESTARIAN 11.4.1. Konsep Pemanfaatan Keanekaragaman Hayati 11.4.2 Konsep Pelestarian Keanekaragaman Hayati 11.5. USAHA-USAHA KONSERVASI DAN MANAJEMEN BIODIVERSITAS 11.5.1. Strategi dan Status Konservasi 11.5.2. Kawasan Konservasi di Indonesia 11.5.3. Manajemen Konservasi dan Peraturan Perundangan 11.6. DAFTAR ACUAN 3 11. 1 TEORI BIOGEOGRAFI DUNIA DAN INDONESIA 11. 1. 1 Teori Biogeografi Dunia Selama jutaan tahun permukaan bumi selalu berubah. Perubahan tersebut disebabkan oleh adanya pergerakan lempeng bumi/benua (plate tectonic). Pergerakan lempeng bumi terjadi sangat lambat dan mengakibatkan perubahan pada permukaan bumi, gunung api meletus, dan gempa bumi. Peristiwa-peristiwa tersebut akhirnya akan menyebabkan kepunahan makhluk hidup sekaligus menjadi sarana terbentuknya makhluk hidup atau spesies baru. Letusan gunung api menyebabkan musnahnya habitat dan populasi suatu mahluk hidup akan berkurang atau bahkan punah. Akan tetapi sebaliknya, material-material bumi yang dikeluarkan dapat menjadi media baru bagi berkembangnya spesies baru. Sementara itu, gempa bumi dapat memisahkan dan mengisolasi populasi suatu spesies. Dalam jangka waktu yang lama, peristiwa itu akan menyebabkan pembentukan spesies baru, karena isolasi biasanya diikuti oleh perubahan genetik sebagai respons adaptasi terhadap kondisi yang baru. Para ilmuwan telah menemukan bahwa lempeng bumi merupakan suatu lempeng yang solid yang disebut Litosphere, dan terapung di atas suatu massa batuan leleh yang fleksibel yaitu Astenosphere; seperti sebongkah es mengapung di atas lautan. Oleh karena itu, lempeng bumi akan selalu bergerak dan setiap pergerakan tersebut akan mengakibatkan perubahan di permukaan bumi, karena mengalami subduksi (masuknya satu lempeng bumi ke dalam Gambar 11.1 Proses pergerakan lempeng benua [Sumber: www.britannica.com.] lempeng yang bersebelahan) dan upwarding (proses naiknya massa 4 astenosphere ke permukaan bumi). Terdapat 20 buah lempeng bumi di dunia dan Indonesia merupakan bagian dari lempeng Eurasia (Indonesia selain Papua) dan lempeng Australia (Papua). Gempa bumi dan gunung meletus yang terjadi di Indonesia merupakan akibat terjadinya pergerakan lempeng Australia dan lempeng Eurasia yang saling Gambar 11.2 Sebaran lempeng benua [Sumber: www.iris.edu.] bertabrakan. Umumnya jika terjadi pergeseran lempeng bumi di suatu kawasan, maka lempeng yang lain akan ikut bergeser sampai tercapai suatu a keseimbangan. Oleh karena itu, jika di Indonesia terjadi gempa, maka beberapa waktu kemudian akan terjadi pula b gempa bumi atau gunung meletus di belahan bumi yang lain. Dari fosil-fosil yang ditemukan (berasal dari 200-250 juta tahun lalu), terbukti Gambar 11.3 Sejarah terbentuknya benua [Sumber: http://pubs.usgs.gov, 2007.] 5 bahwa semua benua di permukaan bumi ini berawal dari satu daratan besar (superkontinen) yang disebut Pangaea. Pada 135 juta tahun yang lalu, lempeng besar bumi terbelah, sehingga Pangaea terpecah menjadi 2 benua besar yaitu Laurasia dan Gondwanaland. Selanjutnya, Laurasia akan terpisah menjadi kelompok-kelompok daratan yang saat ini dikenal sebagai North America dan Eurasia (Eropa dan Asia), sedangkan Gondwanaland akan terpisah menjadi Afrika, Amerika Selatan, Antartika, dan Australia. Gambar 11.3a menunjukkan bahwa benua Afrika dan Amerika Selatan pernah menyatu. Hal tersebut diyakini oleh para ahli setelah mereka mencermati bentuk pantai timur Amerika Selatan dan pantai barat Afrika. Pada saat itu, fauna di kedua kontinen tersebut dapat saling berpindah tempat. Salah satu bukti bahwa kedua kontinen tersebut pernah bersatu adalah dengan ditemukannya fosil hewan reptil laut, Mesosaurus, di Amerika Selatan dan Afrika Barat (Gambar 11.4). Setelah kedua kontinen itu terpisah, masing-masing fauna beradaptasi terhadap kondisi lingkungan baru, karena masing-masing kontinen mengalami pergerakan ke arah latitude yang lebih tinggi sampai pada posisinya saat ini. Selain itu, jika kita amati keadaan saat ini, hutan hujan tropis berada di sepanjang sisi timur Amerika Selatan sejajar dengan hutan hujan tropis Afrika barat. Anak benua India mulai terpisah dari daratan Afrika pada periode Jurasik menuju ke ekuator. Selain itu hal penting yang juga dapat dicermati adalah Madagaskar yang masih bersatu dengan Afrika bagian timur. Australia masih bersatu dengan Gambar 11.4. Fosil Mesosaurus yang ditemukan di dua tempat yang saat ini terpisah, Brazil, dan Namibia [Sumber: www.unomaha.edu.] daratan Antartika dan mulai bergerak ke ekuator (Gambar 11.3b). Pada periode selanjutnya yaitu Cretaceous (65 juta tahuan lalu), sejumlah perubahan muka benua mulai terlihat. Afrika dan Amerika Selatan sudah jauh terpisah oleh lautan yang kita kenal sekarang bernama Laut Atlantik. Madagaskar mulai memisahkan diri dari Afrika. Pergerakan lempeng ke arah ekuator tersebut terus berlangsung dan selama 65 juta tahun Madagaskar 6 terisolasi dari daratan sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan tingginya angka endemisitas di pulau tersebut. Hewan yang ada di Madagaskar merupakan hewan yang juga terdapat di Afrika Timur, namun setelah Madagaskar terpisah dari Afrika, tidak terjadi lagi pertukaran gen antar populasi, dan selanjutnya hewan-hewan tersebut berevolusi. Sementara itu bagian dari Laurasia juga mulai mengalami pergerakan yang signifikan. Fragmen Eurasia mulai bergerak turun, sedangkan fragmen Eropa Utara dan Amerika Utara mulai terpisah. Fragmen yang kelak menjadi daratan Inggris mulai bergerak menjauhi ekuator. Dengan ditemukannya fosil tumbuhan kelompok palem, terbukti bahwa Inggris menjadi bagian dari Laurasia pernah berada di ekuator (tropis). Fragmen Eurasia akan menjadi Asia Timur dan Asia Tenggara termasuk Indonesia bagian barat. Anak benua India akan menabrak Asia dan membentuk Pegunungan Himalaya, yang menjadi penghalang utama (barrier) persebaran fauna dari Asia ke India dan sebaliknya. Dengan adanya Gambar 11.5 Foto satelit Pegunungan Himalaya [Sumber: University of California, 2007.] pegunungan Himalaya, hewan-hewan tidak dapat crossing over. Hambatan tersebut juga dialami oleh kelompok avifauna (hewan yang dapat terbang), karena udara yang naik dari pegunungan Himalaya seringkali menghadang arah migrasi. Australia akhirnya terpisah dari Antartika dan selama perjalanannya menuju utara, hewan dan tumbuhan di daratan itu mengalami evolusi. Selanjutnya beberapa fragmen akan terpisah dari Australia bagian utara menjadi Papua dan beberapa kepulauan di Indonesia Timur. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika keadaan vegetasi dan jenis hewan yang ada di tempat-tempat tersebut di atas mempunyai banyak kemiripan. Contohnya: hewan marsupialia seperti kangguru dan platipus yang 7 merupakan ciri khas hewan Australia. Sebaran tumbuhan Eucaliptus (kayu putih) di Indonesia timur merupakan bukti bahwa daerah tersebut juga merupakan fragmen dari Australia. Setelah kita mengetahui peristiwa pergerakan kontinen atau benua yang terjadi di masa lalu, maka dapat kita pahami pula keberadaan berbagai jenis tumbuhan dan hewan yang sebarannya kita lihat pada masa sekarang. Oleh karena itu pula kita harus menyadari bahwa semua makhluk hidup di bumi ini berkaitan satu dengan yang lainnya. 11. 1. 2 Teori Biogeografi Indonesia Pada bab 11.1.1. kita mengenal istilah Pangea atau Pangaea yang merupakan nama bagi satu daratan raksasa saat ini menjadi benua-benua. “Pangaea” berarti semua bumi. Kata tersebut diperkenalkan oleh Alfred Wegener pada tahun 1914, di dalam bukunya yang berjudul The Origin of Continents and Oceans. Menurut Wegener, Pangaea merupakan superkontinen yang terdiri atas semua massa benua saat ini yang muncul sekitar 350 juta tahun lalu. Superkontinen secara progresif terus bergerak dan terpisah-pisah. Pergerakan lempeng bumi membawa 2 dampak penting bagi proses evolusi dan kehidupan di permukaan bumi. Pertama, letak suatu daratan atau Gambar 11.6 Sejarah biogeografi Indonesia [Sumber: www.andaman.org, 2006.] 8 benua akibat pergerakan lempeng bumi sangat memengaruhi iklim dan dengan demikian sangat menentukan jenis hewan dan tumbuhan yang dapat hidup di dalamnya. Kedua, pergerakan benua menjadi sarana bagi makhluk hidup untuk berpindah dan beradaptasi dengan lingkungan yang baru, sehingga terbentuk spesies baru melalui proses seleksi alam. Ketika benua-benua tersebut bergabung, populasi-populasi dapat menyebar ke area yang baru dan beradaptasi dengan kondisi setempat. Sebaliknya pada saat benua-benua tersebut terpisah, suatu populasi mahluk hidup harus beradaptasi dengan lingkungan isolasi atau menjadi punah. Sejarah biogeografi Indonesia cukup rumit mengingat Indonesia terdiri atas kepulauan yang tidak berasal dari satu benua, melainkan terdiri atas 2 benua yaitu benua atau Paparan Sunda dan Sahul. Pulau-pulau yang berada di wilayah Indonesia Barat adalah bagian dari Paparan Sunda (Laurasia), sedangkan wilayah Indonesia Timur merupakan bagian dari Paparan Sahul (Gondwana). Pulau Sulawesi yang terletak di antara kedua paparan tersebut sama sekali tidak memiliki kemiripan jenis flora dan fauna dengan pulau-pulau di sebelah timur maupun baratnya. Demikian juga keadaannya dengan Bali dan Lombok. 11. 2 KAWASAN SUNDA, SAHUL, DAN WALLACEA 11. 2. 1 Konsep Kawasan Biogeografi Keunikan dan tingginya keanekaragaman hayati tidak terlepas dari latar belakang iklim, sejarah geologi, unit biogeografi, proses spesiasi, bentuk pulau, dan jumlah ekosistem. Pulau di Indonesia bervariasi dari yang sempit sampai yang luas, dari daratan rendah sampai berbukit hingga pegunungan sehingga mampu menunjang kehidupan flora, fauna, dan mikroorganisme yang beranekaragam. Begitu pula dengan sejarah geologi yang mengakibatkan terbentuknya lebih banyak unit biogeografi di Indonesia. MacArthur dan Wilson (1967) mengatakan bahwa jumlah spesies yang terdapat pada suatu pulau akan ditentukan oleh luas pulau, atau disebut juga dengan teori biogeografi pulau. Pulau yang berukuran sepuluh kali lebih besar cenderung akan mempunyai spesies dua kali lebih banyak. Jumlah spesies yang bertahan dalam suatu pulau ditentukan oleh rata-rata laju kepunahan setempat dan laju migrasi. Laju migrasi pada umumnya akan berhubungan dengan isolasi pulau. Pulau-pulau yang jauh dari benua akan mempunyai spesies lebih sedikit 9 dibandingkan pulau-pulau yang dekat dengan benua. Kondisi di Kepulauan Indonesia sesuai dengan teori biogeografi pulau dari MacArthur dan Wilson (1967). Pulau-pulau besar seperti Papua dan Kalimantan mempunyai spesies lebih banyak dibandingkan dengan pulau-pulau yang lebih kecil. Pulau yang jauh dari benua seperti Pulau Timor mempunyai spesies lebih sedikit dari pulau yang dekat benua sepeti Pulau Jawa. 11. 2. 2 Keanekaragaman Hayati Di Kawasan Sunda, Sahul, dan Wallacea Kondisi biogeografi Indonesia yang cukup rumit tersebut diamati oleh seorang naturalis Inggris Alfred Russel Wallace (antara tahun 1854 dan 1862). Wallace membuat garis imajiner, selanjutnya dikenal sebagai Gambar 11.7. Harimau Sumatera, salah satu hewan endemik Indonesia bagian barat [Sumber: www.wcs.org, 2008.] Garis Wallace, vertikal memanjang melalui Selat Makasar (antara pulau Kalimantan dan Sulawesi) sampai antara Bali dan Lombok. Di sebelah barat Garis Wallace jenis-jenis fauna yang dominan adalah fauna yang berasal dari Asia, seperti harimau, badak; sedangkan di sebelah timur garis tersebut hewan yang dominan Gambar 11.8. Kangguru, salah satu hewan endemik Indonesia bagian timur [Sumber: www.geocities.com, 2006.] adalah yang berasal dari Australia, seperti mamalia berkantung dan banyak spesies endemik lainnya. Seorang naturalis lainnya yaitu Weber juga tertarik mengamati distribusi hewan-hewan dan tumbuhan asli Australia yang menyebar ke wilayah Eurasia. Berdasarkan pengamatannya tersebut, Weber selanjutnya membuat garis imanjiner, Garis Weber, yaitu sebuah batas yang memisahkan Sulawesi dan 10 Papua terus menurun hingga antara Timor dan Australia. Di sebelah barat Garis Weber, 50% jenis hewannya merupakan jenis hewan oriental (Asia), sedangkan di sebelah timur garis tersebut 50% dari jenis hewannya merupakan hewan asli Australia. Para ahli biogeografi saat ini berpendapat bahwa daerah di antara garis Wallace dan garis Weber merupakan zona transisi. Daerah yang termasuk ke dalam zona transisi adalah Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara , selanjutnya disebut daerah wilayah Wallacea. Bagi para peneliti, Wallacea merupakan daerah yang sangat menarik karena jenis flora fauna yang unik serta endemisitas yang tinggi. Gambar 11.9. Anoa, hewan endemik Sulawesi [Sumber: www.gallowaywildlife.co.uk, 2008.] Nusa Tenggara merupakan salah satu wilayah dalam area Wallacea. Nusa Tenggara terdiri atas sekitar 500 pulau-pulau yang terletak di sebelah timur Bali, mulai dari Lombok hingga Timor. Dari Bali, Nusa Tenggara dibatasi oleh Selat Lombok. Alfred R. Wallace berada di tempat tersebut antara tahun 1854--1862 untuk mengamati jenis-jenis burung. Wallace menyimpulkan bahwa jenis burung di Bali memiliki 97% kemiripan dengan jenis burung di Jawa, sedangkan jenisjenis burung di Bali dan Lombok mempunyai kemiripan lebih sedikit, yaitu sekitar 50%. Jadi, mengapa Bali dan Lombok Gambar 11.11 Sejarah biogeografi Pulau Jawa, Bali, dan Lombok pada masa Pleistosin. [Sumber: www.starfish.ch, 2008.] 11 yang hanya terpisah 25 km (dibanding jarak Bali dan Jawa) memiliki perbedaan jenis burung yang cukup besar? Selama jaman es, Bali terhubung dengan Jawa melalui koridor daratan. Terdapat selat kecil di antara Bali dan Lombok. Sebenarnya burung merupakan hewan yang mempunyai daya dispersal (penyebaran) yang baik dan tidak terpengaruh dengan adanya hambatan, namun beberapa jenis burung memang menetap di Bali dan tidak pernah dapat mencapai Lombok. Burung yang dapat mencapai Lombok dan pulau-pulau lainnya di timur melakukan adaptasi dan menjadi semakin berbeda dari populasi asalnya di Jawa. Dari 562 jenis burung yang teridentifikasi di Nusa Tenggara dan Maluku, 144 jenis di antaranya endemik. Pulau Timor yang merupakan pulau paling timur dari Nusa Tenggara mempunyai jenis-jenis flora fauna endemik tertinggi. Setiap wilayah antara pulau-pulau Nusa Tenggara merupakan rintangan yang harus dilalui bagi proses persebaran hewan. Hewan yang dapat sukses melampaui semua rintangan tersebut biasanya mengalami penyusutan ukuran atau jumlah populasi; selanjutnya populasi yang tersisa akan beradapatasi dengan berbagai perubahan lingkungan atau habitat, menyesuaikan diri dan menjadi endemik di pulau tersebut. 11. 3 BIODIVERSITAS INDONESIA 11. 3. 1 Pengertian Biodiversitas Keanekaragaman hayati (biodiversitas) adalah keragaman berbagai kehidupan di bumi. Menurut World Wildlife Fund (1989) biodiversitas didefinisikan sebagai jutaan tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme, termasuk gen yang dimiliki, serta ekosistem yang dibangunnya menjadi lingkungan hidup. Gambar 11.11 Jumlah spesies yang telah diketahui di muka bumi [Sumber: University of Michigan, 2006.] 12 Biodiversitas digambarkan sebagai jumlah spesies dari berbagai kelompok organisme. Saat ini jumlah organisme yang telah ditemukan mencapai 1,75 juta. Diperkirakan jumlah organisme yang ada di bumi antara 10--50 juta spesies, sehingga masih banyak spesies yang belum ditemukan. Eksploitasi oleh manusia memungkinkan beberapa spesies punah sebelum sempat ditemukan oleh manusia. Perkiraan jumlah organisme di bumi dapat dilihat pada Gambar 11.11. Keanekaragaman hayati atau biodiversitas terkandung di dalam 3 tingkat kehidupan, yaitu keanekaragaman tingkat genetik, tingkat spesies dan, ekosistem. Ketiga tingkatan keanekaragaman hayati tersebut diperlukan untuk kelanjutan hidup di bumi dan berperan penting bagi manusia. Keragaman genetik adalah variasi yang terdapat di antara anggotaanggota spesies di dalam suatu populasi. Populasi yang memiliki keanekaragaman genetik tinggi lebih adapatif terhadap perubahan lingkungan. Jika populasi suatu spesies sangat kecil dan terisolasi, maka bukan tidak mungkin populasi tersebut akan menjadi punah karena hilangnya keragaman genetik. Indonesia mempunyai keragaman genetik yang tinggi. Salah satu contoh adalah keragaman genetik pisang. Indonesia memiliki berbagai jenis pisang, ada pisang ambon, pisang susu, pisang kepok, pisang batu, pisang tanduk, dan sebagainya. Masing-masing jenis pisang tersebut mempunyai kenampakan (morfologi) yang berbeda-beda. Buah pisang tanduk misalnya, bentuknya lebih panjang dari pisang jenis lainnya. Pisang ambon sangat wangi dan tekstur buahnya lembut sehingga dapat diberikan pada bayi. Buah Gambar 11.12 Keaneragaman jenis pisang yang ada di pasar di daerah Solok, Sumatera Utara [Sumber: www.bioversityinternational.org.] pisang batu tidak lazim dikonsumsi sebagai buah namun dapat menjadi bahan campuran saja, karena tekstur buahnya keras. Berbagai macam bentuk, rasa dan tekstur buah pisang menunjukkan bahwa di dalam populasi pisang terdapat variasi-variasi genetik atau terdapat keanekaragaman genetik. Contoh lain yang sangat terkenal adalah 13 berbagai jenis atau varietas padi. Masing-masing jenis padi mempunyai keunggulan dan kelemahan. Para ahli mengetahui sifat-sifat unggul dari masingmasing jenis padi tersebut dan dengan teknologi rekayasa genetika, sifat unggul tersebut disisipkan ke dalam DNA padi yang lain, sehingga dihasilkan varietas padi yang lebih unggul, misalnya padi yang tahan kekeringan, tahan hama, masa panen cepat, dan bulir padi. Padi merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk Asia Tenggara, sehingga untuk menyelamatkan keanekaragaman genetik padi di Asia Tenggara khususnya dan dunia umumnya, dibentuk Pusat Penelitian Padi Internasional atau IRRI (International Rice Research Institute) di Filipina. Di tempat tersebut tersimpan bank gene (gene bank) dari berbagai tipe padi. Keanekaragaman tingkat spesies atau jenis adalah banyaknya jumlah spesies yang saat ini telah berhasil ditemukan dan diidentifikasi oleh manusia. Proses pembentukan spesies (spesiasi) merupakan produk evolusi yang telah berlangsung jutaan tahun. Naluri setiap makhluk hidup adalah mempertahankan diri dan menghasilkan keturunan untuk kelangsungan hidup (survival). Oleh karena itu, setiap individu harus melakukan adaptasi terhadap lingkungan tempat hidupnya (habitat). Tumbuhan gurun mengembangkan mekanisme mencegah penguapan berlebihan. Hewan-hewan yang ada di tempat gelap mempunyai mata yang lebar. Masih ingat apa yang terjadi pada burung-burung Finch) di Kepulauan Galapagos (Gambar 11.13)? Gambar 11.13 Burung Finch yang Darwin temukan di Galapagos [Sumber: waddell.ci.manchester.ct.us.] 14 Keanekaragaman ekosistem terjadi akibat keadaan iklim setempat. Di setiap tipe ekosistem terdapat interaksi-interaksi khas di antara populasi makhluk hidup yang menghuni. Komposisi suatu komunitas atau tipe ekosistem, akan berbeda dengan komunitas lain. Jika di dalam suatu ekosistem terdapat gangguan pada populasi jenis tertentu, maka keseluruhan jaring-jaring makanan akan terganggu. Komunitas atau ekosistem jelas menjadi sarana terbentuknya keanekaragaman hayati. Oleh karena itu, melestarikan ekosistem lebih penting daripada pelestarian spesies tertentu saja. Semakin beragam tipe ekosistem pada suatu kawasan, maka dapat dipastikan keanekaragaman jenis juga lebih tinggi. 11. 3. 2 Indonesia Sebagai Negara Megadiversitas Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak di antara dua benua, yaitu Asia dan Australia. Luas wilayah Indonesia mencapai 7,7 juta km2, yang terdiri atas teritori daratan seluas 1,9 juta km2, teritori laut 3,1 juta km2, dan teritori perairan laut terbatas seluas 2,7 juta km2. Indonesia memiliki 17.508 pulau berukuran besar dan kecil (Supriatna, 1988). Karakteristik pulau di Indonesia sangat bervariasi, mulai dari pulau yang sempit hingga pulau yang sangat luas; dan dari yang datar hingga berbukit serta bergunung tinggi. Hal-hal tersebut mampu menunjang kehidupan flora, fauna, dan mikroorganisme yang beranekaragam. Indonesia memiliki lebih dari 40 tipe ekosistem sehingga dapat disebut sebagai salah satu negara megadiversitas. Bersama dengan Brazil, Zaire, Peru, dan Colombia, Indonesia tergolong ke dalam 10 negara megadiversitas dunia yang memiliki keanekaragaman paling tinggi. Keanekaragaman hayati yang dimiliki oleh Indonesia secara umum dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu: luas wilayah Indonesia yang terdiri atas banyak pulau dan proses biogeografi Indonesia yang terletak di antara Asia dan Australia. 15 Gambar 11.14 Daerah dengan kondisi keanekaragaman hayati tinggi di dunia [Sumber: www.earthobservatory.nasa.gov, 2008.] Kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia tidak hanya yang berada di daratan saja. Terumbu karang Indonesia merupakan 15% dari seluruh terumbu karang dunia. Pulau Sulawesi, Maluku, Bali, dan Nusa Tenggara merupakan bagian dari Indonesia (masih ingat daerah Wallacea?) yang letaknya sangat strategis, yaitu merupakan daerah lintasan arus laut Indonesia. Daerah tersebut merupakan lintasan arus laut dari Laut Pasifik menuju Samudra Hindia. Arus laut tersebuti membawa larva plankton ke dalam perairan Wallacea (Gambar 11.15). Hal tersebut menyebabkan tingginya jenis-jenis spesies perairan. Di Teluk Maumere pernah teridentifikasi sebanyak 1.200 jenis ikan termasuk di dalamnya spesies baru. Perairan kawasan Wallacea termasuk ke dalam 10 kawasan penting terumbu karang dunia dengan luas total 346.782 km2 kekayaan kehidupan perairan lautnya sangat kaya. Ancaman terbesar berasal dari polusi dari daratan, sedimentasi yang berasal dari proses penebangan hutan, pertambangan, dan kegiatan eksploitasi perikanan serta perdagangan ikan untuk memenuhi permintaan pasar Asia Tenggara. 16 Gambar 11.15 Kawasan Wallacea [Sumber: www.biodiversityscience.org, 2004.] 11. 3. 3 Distribusi atau Sebaran Hewan di Indonesia Indonesia adalah suatu negara kepulauan yang terletak di antara dua daerah biogeografi besar, yaitu antara daerah biogeografi Oriental dan daerah biogeografi Australia. Didasarkan kepada sejarah asal wilayah Nusantara beberapa pakar membagi wilayah Indonesia menjadi beberapa kawasan. Kawasan-kawasan tersebut adalah 1. Kawasan Indonesia Barat: meliputi Pulau Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Hewan-hewannya menyerupai hewan daerah oriental, misalnya: gajah, harimau, dan orang utan. 2. Kawasan Indonesia Timur: meliputi Papua dan sekitarnya. Hewanhewannya menyerupai hewan di daerah Australia. 3. Kawasan Wallacea: meliputi wilayah Pulau Sulawesi, Kepulauan Maluku, Sumba, Sumbawa, Lombok, dan Timor. Kawasan tersebut memiliki hewanhewan khas (terutama di Pulau Sulawesi) tidak sama dengan hewan oriental dan hewan Australia, misal: Anoa, burung Mako, kera hitam. 11. 3. 4 Distribusi atau Sebaran Tumbuhan di Indonesia Sebaran dan keberadaan jenis tumbuhan Indonesia sangat bergantung kepada agen distribusi, seperti hewan, manusia, angin dan air. Di dalam pembagian wilayah geografi tumbuhan (fitogeografi), Indonesia termasuk ke dalam wilayah Malesiana. Malesiana adalah suatu daerah luas yang meliputi 17 Malaysia, Indonesia, Papua Nugini, dan Kepulauan Solomon. Daerah tersebut merupakan wilayah bioma hutan hujan tropika dan memiliki beberapa jenis tumbuhan yang khas, misal: rotan, jati, cendana, kayu hitam. Flora yang ditemukan di daerah tersebut sangat bervariasi bahkan beberapa tumbuhan memiliki nilai ekonomi yang tinggi, misal: jati, meranti, anggrek, rotan, kayu cendana, dan mahoni. 11. 3. 5 Hotspot Biodiversity Keanekaragaman hayati di bumi tersebar tidak merata. Keanekaragaman tertinggi terdapat di daerah tropis. Beberapa daerah disebut sebagai daerah hot spot biodiversitas, karena di daerah tersebut memiliki keanekaragaman hayati tinggi dengan tingkat kepunahan spesies dan kerusakan habitat yang besar. Daerah hotspot biodiversitas dunia antara lain Indonesia, great barrier reef di Australia, Madagascar dan Semenanjung California. Indikator keanekaragaman hayati dapat diketahui melalui data rinci yang menggambarkan suatu komunitas. Akan tetapi, jika data tersebut tidak tersedia dapat digunakan data beberapa spesies tertentu. Keragaman jenis tumbuhan dan burung merupakan contoh yang dapat digunakan sebagai indikator yang baik bagi keragaman komunitas. Plant Conservation Office IUCN di Inggris menggunakan pendekatan indikator spesies tersebut sehingga berhasil mengidentifikasi dan mendokumentasikan sekitar 250 pusat keanekaragaman hayati tumbuhan dunia, yang memiliki konsentrasi spesies yang besar. Pendekatan serupa juga dilakukan oleh World Conservation Monitoring Centre, Birdlife International, Conservation International, dan World Wildlife Fund dalam menetapkan wilayahwilayah penting di dunia yang memiliki keanekaragaman hayati dan tingkat endemisme tinggi. Mittermeier dkk. (1999) menemukan bahwa terdapat 25 hotspot yang mampu mewakili 44% spesies tumbuhan, 28% spesies burung, 30% spesies mamalia, 38% spesies reptil, dan 54% spesies ampfibi yang ada di dunia. Sebagian besar daerah hotspot terletak di hutan tropika humida dan sebagian lagi di daerah Mediterania yang hangat dan kering pada musim tertentu. Daerah hotspot yang lain terdapat pada hutan kering dan savana pada ekosistem cerrado di Brazil, sisi timur pegunungan Kenya danTanzania, dan sisi selatan Cina tengah. Salah satu pusat keanekaragaman hayati dunia adalah wilayah 18 tropika Andes, yang memiliki 45.000 spesies tumbuhan berbunga, 1.666 spesies burung, 414 spesies mamalia, 479 spesies reptil, dan 830 spesies amfibi. Kawasan hotspot biodiversity di Indonesia diwakili oleh Kawasan Sunda dan Kawasan Wallacea. Kawasan Sunda meliputi daerah lembah dan pegunungan yang ada di Sumatera dan Kalimantan sampai gunung berapi yang ada di Jawa dan Bali. Ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah mendominasi Kawasan Sunda dengan pohon-pohon tinggi dari suku Dipterocarpaceae. Kawasan Sunda memiliki 25.000 spesies tumbuhan vaskular dengan 15.000 spesies merupakan endemik. Satu suku yaitu Scyphostegiaceae hanya diwakili oleh spesies Scyphostegia borneensis dari Kalimantan yang hanya ada di daerah tersebut. Kalimantan memiliki keragaman jenis pohon yang tinggi, yaitu 265 spesies dari suku Dipterocarpaceae dan 155 spesies merupakan endemik. Pulau Sumatera memiliki jenis yang lebih sedikit dibandingkan Kalimantan, yaitu 100 spesies, dengan 12 spesies merupakan endemik. Pulau Jawa memiliki lebih dari 270 spesies anggrek endemik. Kawasan Sunda juga memiliki marga Rafflesia dengan 16 spesies yang memiliki bunga dengan diameter terbesar di dunia, hampir 1 meter, yaitu Rafflesia arnoldii. Kawasan Sunda memiliki sekitar 770 spesies burung, dengan 150 spesies merupakan endemik, dan sekitar 40 spesies terancam punah. Kalimantan memiliki 30 spesies endemik, yang sebagian besar merupakan burung pegunungan. Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) merupakan spesies endemik Bali dengan jumlah 6 individu pada tahun 2001. Hal tersebut disebabkan maraknya perdagangan ilegal terhadap burung tersebut. Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) merupakan elang endemik Jawa yang terancam punah dengan perkiraan individu tinggal 300--400 pasang yang masih bertahan. Terdapat lebih dari 380 spesies mamalia di Kawasan Sunda, lebih dari 170 spesies merupakan endemik, dan 17 dari 136 marga adalah endemik. Kalimantan memiliki jumlah spesies endemik terbanyak dibandingkan pulau lain di Kawasan Sunda, yaitu 25 spesies. Kepulauan Mentawai merupakan daerah yang memiliki 4 spesies primata endemik, meskipun dengan luas hanya 5,951 km2. Salah satu spesies primata endemik tersebut merupakan marga Simias. Sebagian besar mamalia yang ada di Kawasan Sunda merupakan spesies yang terancam punah. Orang utan sumatera (Pongo abelii) dan orang utan kalimantan (Pongo pygmaeus) merupakan contoh mamalia besar yang terancam punah. Mamalia besar lainnya yang terancam punah adalah Nasalis larvatus, 19 Rhinoceros sondaicus, dan Dicerorhinos sumatrensis. Ancaman kepunahan tersebut disebabkan oleh kerusakan habitat karena kebakaran, konversi hutan, dan pembalakan liar. Tingkat endemisitas reptil di Kawasan Sunda sangat tinggi. Terdapat 450 spesies reptil. Kawasan Sunda memiliki 3 suku reptil yang endemik, yaitu 2 suku dari ular, Anomochilidae dan Xenophiliidae, dan suku Lanthanotidae, sejenis biawak, dengan spesies Lanthanotus borneensis. Selain itu juga terdapat beberapa spesies kura-kura air tawar yang terancam punah. Kawasan Sunda memilki lebih dari 240 spesies amfibi, dengan 200 spesies dari 7 marga merupakan endemik. Beberapa spesies endemik tersebut adalah Leptophryne, Pseudobufo, Phrynella, dan Gastrophrynoides. Informasi mengenai amfibi di Kawasan Sunda masih sangat minim sehingga diperlukan prioritas untuk penelitian di kawasan tersebut. Sekitar 1000 spesies ikan air tawar telah ditemukan di Kawasan Sunda yang hidup di sungai, danau, dan rawa. Kalimantan memiliki jumlah spesies paling banyak dibandingkan pulau lain di Kawasan Sunda dengan 430 spesies, 160 spesies merupakan endemik. Salah satu jenis yang terkenal adalah arwana emas (Scleropagas formosus) yang memilki harga jual yang tinggi. Kawasan Wallacea merupakan hotspot biodiversity yang ada di Indonesia selain Kawasan Sunda. Kawasan tersebut meliputi Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan Lesser Sunda. Kawasan Wallacea dipisahkan dari Kawasan Sunda melalui Garis Wallacea. Vegetasi yang umum ditemukan adalah hutan hujan tropis pada Sulawesi dan Maluku, dan padang savana pada daerah Lesser Sunda. Keanekaragaman flora yang dimiliki Kawasan Wallacea diperkirakan berjumlah 10.000 spesies tumbuhan vaskular, dengan 1.500 spesies endemik (15 persen) atau sekitar 12 marga. Walaupun belum diketahui secara pasti, Sulawesi diperkirakan memiliki 500 spesies endemik, Lesser Sunda memilki 120 spesies endemik, dan Maluku memiliki sekitar 300 spesies endemik. Tumbuhan yang banyak ditemukan di Kawasan Wallacea dan bernilai ekonomis tinggi antara lain Agathis spp., Pterocarpus indicus, dan Eucalyptus deglupta. Kawasan Wallacea memilki sekitar 650 spesies burung, dengan 265 spesies dari 29 marga merupakan endemik. Sulawesi merupakan pulau dengan keanekaragaman burung yang tinggi yaitu 356 spesies, dengan 96 spesies merupakan endemik. Salah satu spesies burung endemik adalah maleo 20 (Macroceplaus maleo). Burung tersebut merupakan satu dari lima puluh spesies burung yang terancam punah di Kawasan Wallacea. Berdasarkan keragaman jenis dan tingkat endemisitas, Birdlife International membagi Kawasan Wallacea menjadi 10 daerah endemik burung. Mamalia di Kawasan Wallacea diperkirakan berjumlah 220 spesies, dengan 125 spesies merupakan endemik. Beberapa mamalia endemik adalah babirusa (Babyrousa babyrussa), anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis), dan anoa dataran tinggi (Bubulus quarlesi). Sulawesi juga memilki 7 spesies endemik monyet dan 5 spesies endemik tarsius. Akan tetapi, sepertiga spesies mamalia endemik yang ada di Kawasan Wallacea terancam punah. Keanekaragaman reptil di Kawasan Wallacea terdiri atas 220 spesies. Terdapat 3 marga ular endemik, yaitu Calomorhabdium, Rabdion, dan Cyclotyphlops. Salah satu spesies reptil yang terkenal dan terdapat di Kawasan Wallacea adalah komodo (Varanus komodoensis). Komodo merupakan kadal terbesar di bumi. Spesies tersebut hanya dapat ditemukan di Pulau Komodo, Padar, Rinca, dan Flores. Kawasan Wallacea juga memiliki spesies kura-kura (Chelodina mccordi) yang hanya dapat ditemukan di Pulau Roti. Kawasan Wallacea memiliki 50 spesies amfibi, dengan 30 spesies merupakan endemik. Bufo celebensis merupakan salah satu spesies amfibi endemik yang ada di Kawasan Wallacea. Terdapat 8 spesies amfibi endemik yang terancam punah, yaitu Oreophryne monticola, Oreophryne celebensis, Oreophryne variabilis, Nyctimystes heinrichi, dan Limnonectes microtympanum. Hampir 300 spesies ikan tawar ditemukan di Kawasan Wallacea, dengan sekitar 75 spesies merupakan endemik. Sulawesi merupakan pulau yang memilki 70 spesies dari total yang ada di Kawasan Wallacea. Ekosistem danau, rawa, dan sungai yang ada di Danau Malili memiliki sekitar 15 spesies endemik, 2 marga endemik, 3 marga Oryzias endemik, dan 7 spesies endemik ikan gobi. 11. 3. 6 Potensi Biodiversitas Dalam Tingkat Genetik, Spesies, dan Ekosistem Keanekaragaman genetik dalam suatu spesies dipengaruhi oleh perilaku reproduksi individu-individu dalam populasi. Individu-individu dalam populasi memilki perbedaan genetik antara satu dan yang lain. Variasi genetik timbul karena setiap individu memiliki bentuk-bentuk gen yang khas. Variasi genetik 21 bertambah ketika keturunan menerima kombinasi unik gen dan kromosom dari induknya melalui rekombinasi gen yang terjadi melalui reproduksi seksual. Potensi keanekaragaman hayati dalam tingkat genetik dapat ditemukan pada keragaman pada satu spesies. Keanekaragaman pada tanaman mawar merupakan contoh sederhana bahwa dalam satu spesies dapat ditemukan bermacam variasi dalam warna bunga, seperti warna merah, putih, dan kuning. Begitu pula pada buah mangga yang bervariasi dari bentuk buah, rasa, dan aroma. Keanekaragaman genetik pada satu spesies tertentu dapat digunakan oleh manusia dalam memberikan nilai tambah yang lebih besar. Potensi keanekaragaman hayati tingkat spesies dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh adalah tanaman kacang. Indonesia memiliki banyak spesies kacang, antara lain kacang tanah, kacang kapri, kacang hijau, dan kacang buncis. Kacang-kacang tersebut dapat dengan mudah dibedakan satu sama lain. Misalnya ukuran batang, kebiasaan hidup, bentuk buah dan biji, jumlah biji, serta rasa yang berbeda. Keanekaragaman tingkat spesies tersebut menyebabkan beragamnya jumlah kandungan gizi yang ada sehingga memilki banyak potensi dan nilai ekonomis. Semua makhluk hidup berinteraksi atau berhubungan erat dengan tempat hidupnya. Lingkungan hidup meliputi komponen biotik dan abiotik. Komponen biotik meliputi berbagai jenis makhluk hidup. Komponen abiotik meliputi iklim, cahaya, batuan, air, tanah, dan kelembapan. Komponen biotik maupun abiotik sangat beragam. Oleh karena itu, ekosistem pun akan bervariasi pula. Perbedaan letak geografis menyebabkan perbedaan iklim. Perbedaan iklim menyebabkan terjadinya perbedaan suhu, curah hujan, intensitas cahaya, dan lamanya penyinaran. Indonesia terletak di daerah tropis sehingga mempunyai iklim yang tropis. Ekosistem yang banyak ditemukan adalah hutan hujan tropis. Hutan hujan tropis memiliki flora dan fauna yang sangat kaya. Keanekaragaman jenis flora dan fauna yang menempati suatu daerah akan membentuk ekosistem yang berbeda. Salah satu potensi karena adanya keanekaragaman ekosistem adalah banyak tersedianya plasma nutfah dari setiap ekosistem. Plasma nutfah tersebut nantinya akan dimanfaatkan untuk kelangsungan hidup manusia. Proses pemanfaatan tersebut dapat berupa domestikasi hewan. Sapi bali merupakan contoh dari produk domestikasi dari banteng (Bos javanicus) yang dimanfaatkan daging dan tenaganya untuk membajak sawah. 22 11. 3. 7 Ancaman Terhadap Biodiversitas Populasi manusia yang terus bertambah menyebabkan berkurangnya hutan sebagai salah satu ekosistem pendukung keanekaragaman hayati. Kegiatan manusia yang mengancam keanekaragaman antara lain kerusakan habitat, fragmentasi habitat, degradasi habitat, perubahan iklim global, pemanfaatan spesies yang berlebihan, invasi spesies asing, dan meningkatnya penyebaran penyakit. Proses pembangunan yang dilakukan oleh manusia seringkali menyebabkan terjadinya perubahan dalam struktur ekosistem. Pembangunan jalan, lapangan, dan kota dapat menyebabkan terbelahnya atau berkurangnya habitat yang luas menjadi beberapa habitat dalam beberapa fragmen. Proses yang menyebabkan habitat yang luas menjadi berkurang dan menjadi dua atau lebih fragmen disebut dengan dengan fragmentasi habitat. Masalah yang seringkali muncul dalam fragmentasi habitat adalah antara satu fragmen dan fragmen lain sering terjadi isolasi oleh bentang alam yang terdegradasi atau telah diubah. Kondisi tersebut menyebabkan daerah tepi pada habitat terfragmen mengalami perubahan atau sering disebut dengan efek tepi. Habitat yang terfragmentasi berbeda dengan habitat yang semula, karena dua alasan berbeda. Pertama, pada habitat terfragmentasi, fragmen memiliki jumlah tepi yang lebih banyak per luas habitat (sehingga mudah terpapar terhadap efek tepi). Kedua, pada bagian terfragmentasi tersebut, bagian tengah dari setiap fragmen habitat menjadi lebih dekat ke daerah tepi. Fragmentasi habitat akan menambah luas daerah tepi secara drastis. Lingkungan mikro pada daerah tepi berbeda dengan lingkungan mikro di bagian tengah. Beberapa efek tepi yang penting adalah naik turunnya intensitas cahaya, suhu, kelembapan, dan kecepatan angin. Efek tepi tersebut dapat dirasakan hingga sejauh 250 m ke dalam habitat. Oleh karena itu, spesies tumbuhan dan hewan biasanya teradaptasi untuk suhu, kelembapan, dan intensitas cahaya tertentu juga sehingga perubahan tersebut dapat memusnahkan banyak spesies dari fragmen-fragmen habitat. Manusia memanfaatkan sumber daya alam seperti kayu, daging, dan tumbuhan. Manusia juga mengkonversi banyak habitat alami menjadi tanah pertanian atau tempat tinggal. Lebih banyak manusia berarti lebih banyak dampak kegiatan manusia dan lebih sedikit keanekaragaman hayati. Polusi nitrogen paling banyak dijumpai dari sungai-sungai dengan tingkat kepadatan 23 penduduk paling tinggi. Tingkat deforestasi tertinggi dijumpai pada negaranegara dengan tingkat pertumbuhan penduduk paling tinggi. Oleh karena itu, beberapa ahli percaya bahwa pembatasan populasi manusia merupakan kunci untuk pelestarian keanekaragaman hayati. 11. 4 KONSEP PEMANFAATAN DAN PELESTARIAN 11. 4. 1 Konsep Pemanfaatan Keanekaragaman Hayati Sejumlah metode telah dikembangkan untuk menghitung nilai ekonomi terhadap keanekaragaman hayati, baik variasi genetik, spesies, komunitas, maupun keseluruhan ekosistem. Keanekaragaman hayati dapat dinilai berdasar nilai manfaat langsung dan nilai manfaat tidak langsung. Nilai manfaat langsung, dapat juga disebut nilai komoditas, seringkali dihitung dengan mengobservasi kegiatan dari suatu kelompok yang dianggap mewakili. Nilai manfaat tidak langsung umumnya diterapkan pada aspek-aspek keanekaragaman hayati yang memberi manfaat ekonomi pada saat ini, maupun masa mendatang, tanpa harus memanen atau merusak sumber dayanya. Nilai manfaat langsung keanekaragaman hayati dapat berupa nilai konsumtif dan nilai produktif. Sebagai contoh adalah suku Indian Amazon yang menggunakan setengah dari spesies pohon hutan tropika humida untuk membuat beberapa produk khusus dan tidak sekadar untuk kayu bakar. Contoh lainnya adalah pemanfaatan berbagai jenis tumbuhan untuk obat tradisional, pemanfaatan tumbuhan bunga tembaga (Catharanthus roseus) sebagai obat kanker, budidaya tanaman pertanian seperti padi dan gandum merupakan contoh nilai langsung. Nilai manfaat tidak langsung keanekaragaman hayati memiliki nilai yang lebih tinggi daripada nilai manfaat langsung. Salah satu nilai manfaat tidak langsung dari keanekaragaman hayati adalah perlindungan air dan tanah. Perlindungan lahan basah telah menjadi prioritas di seluruh dunia untuk mencegah banjir. Konversi daerah aliran sungai menjadi lahan pertanian di sepanjang Sungai Mississipi di bagian barat-tengah Amerika Serikat dan sepanjang Sungai Rhine di Eropa dianggap sebagai faktor utama penyebab banjir besar dalam beberapa tahun terakhir. Peranan dan nilai ekonomi dari lahan dapat dilihat pada Gambar 11.16. 24 Gambar 11.16 Skema nilai total ekonomi lahan basah [Sumber: www.ramsar.org, 2004.] 11. 4. 2 Konsep Pelestarian Keanekaragaman Hayati Para ahli lingkungan menyimpulkan bahwa penyebab kepunahan spesies rentan dan terancam adalah 80% karena perusakan habitat, 50% karena adanya spesies eksotis, 24% dari polusi, dan 17% overeksploitasi serta 3% karena penyakit. Penyebab utama hilangnya keanekaragaman hayati selain dari eksploitasi manusia secara langsung juga karena kerusakan habitat sebagai akibat bertambahnya populasi manusia dan kegiatan manusia. Contoh: pembangunan jalan raya yang membelah kawasan hutan, sehingga terbuka jalan menuju bagian interior hutan. Akibat lanjutan dari hal tersebut di atas adalah fragmentasi habitat hutan. Fragmentasi habitat (Gambar 11.17) mempunyai efek tepi yang mengakibatkan beberapa gangguan terhadap kehidupan spesies hewan dan tumbuhan. Pemburu dapat dengan mudah mendapatkan buruannya, daerah bertelur spesies burung berkurang dan beberapa spesies tumbuhan yang rentan terhadap minimnya naungan. Peristiwa yang terjadi secara perlahan dan seringkali tidak disadari adalah pada saat habitat suatu populasi spesies Gambar 11. 17 fragmentasi habitat di hutan hujan tropis [Sumber: www.forestbiodiversityinbc.ca, 2007.] 25 terpecah menjadi habitat yang lebih sempit, maka populasi yang semula utuh menjadi populasi sporadis (metapopulasi). Kesempatan melakukan perkawinan silang yang semula terjadi secara bebas dan teracak, menjadi terbatas dan tekanan inbreeding (atau silang dalam) atau perkawinan sedarah pada metapopulasi tersebut menjadi besar. Apabila dalam suatu populasi terjadi tekanan inbreeding secara terus menerus maka bukan tidak mungkin populasi tersebut akan menjadi punah. Selain di daratan, perusakan habitat juga terjadi di daerah pesisir. Sebagian besar degradasi habitat pesisir disebabkan oleh tingginya populasi manusia di daerah tersebut. Laju perusakan terumbu karang di Indonesia termasuk yang tercepat di dunia, selain itu juga Indonesia telah kehilangan 45% dari total luas hutan mangrove. Para ahli telah mengamati bahwa terdapat kelompok spesies yang tergolong sangat rentan terhadap kepunahan, kelompok itu adalah 1. Spesies dengan sebaran yang sempit Beberapa spesies hanya terdapat pada satu atau beberapa tempat, dengan sebaran geografis yang sempit. Oleh karena itu, jika daerah sebaran yang sempit tersebut juga dipengaruhi oleh kegiatan manusia, spesies tersebut akan mudah punah. Contoh: jenis-jenis burung kepulauan (island birds) yaitu burung yang wilayah sebarannya hanya di suatu pulau atau kepulauan. 2. Spesies yang terdiri atas satu atau beberapa populasi saja Beberapa kejadian seperti kebakaran hutan dan bencana alam dapat membuat populasi suatu jenis makhluk hidup yang semula besar atau banyak menjadi sedikit dan terpisah-terpisah. Populasi badak jawa saat ini hanya yang ada di kawasan TN Ujung Kulon saja. Badak Jawa masuk ke dalam kategori rentan kepunahan terancam punah. Oleh karena itu badak jawa (Gambar 11.18) menjadi pusat perhatian dan prioritas pelestarian satwa di Indonesia dan dunia. Gambar 11.18 Badak jawa [Sumber: cegahsatwapunah.com, 2008.] Contoh lain adalah bambu. Salah satu jenis bambu di China populasinya hanya terdapat di satu kawasan, padahal bambu jenis tersebut merupakan satusatunya sumber makanan bagi hewan panda. Oleh karena itu jenis bambu tersebut menjadi spesies yang rentan terhadap kepunahan. 26 Beberapa contoh penyebab kepunahan yang telah disebutkan di atas akan dapat dihindari dengan adanya upaya usaha pelestarian. Istilah pelestarian atau konservasi mulai mengemuka di kongres keanekaragaman hayati PBB (United Nations Convention on Biodiversity) atau Rio Earth Summit di Rio de Janeiro, Brazil pada tahun 1992. Para ahli mulai menyadari bahwa keanekaragaman hayati dunia telah mengalami penurunan yang drastis. Mereka juga melihat bahwa semua proses di dalam ekosistem alami memberi banyak manfaat pada planet bumi. Selain telah terbukti bahwa teradapat hubungan yang sangat erat antara keanekaragaman hayati dan politik, ekonomi, wilayah geografis, dan keadaan sosial masyarakat. Beberapa konflik wilayah yang terjadi saat ini ada yang disebabkan oleh perebutan atas hak memanfaatkan kekayaan hayati yang terkandung di dalamnya. Pulau Kalimantan atau kawasan Borneo merupakan wilayah dengan 3 negara di dalamnya, Indonesia, Malaysia, dan Brunei. Sebagai suatu kawasan dengan ekosistem yang beragam, Borneo memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang tinggi. Usaha pengelolaan dan pelestarian terhadap kawasan ini tidak dapat dilakukan secara parsial, melainkan harus melibatkan ke-3 negara tersebut. Oleh karena itu saat ini terjalin kerjasama dalam suatu program yang disebut Heart of Borneo (HoB) yang bertujuan melindungi keanekaragaman hayati Borneo. Konservasi adalah suatu tindakan manusia menyelamatkan lingkungan hidup. Manusia merupakan bagian dari lingkungan itu sendiri. Setiap langkah konservasi harus mempertimbangkan kepentingan semua unsur biotik dan abiotik. Pertimbangan yang harus dikaji tidak saja mengenai jumlah atau keberadaan unsur-unsur tersebut (kelestarian spesies), namun juga hubungan atau interaksi di antara faktor biotik dan abiotik (kelestarian ekosistem). Kemampuan manusia sebagai manajer alam memberi makna baru pada kegiatan konservasi. Artinya, dengan segala kemampuannya manusia dapat memberi nilai pada keanekaragaman hayati yang ada. Untuk dapat melihat, menilai, memanfaatkan dan melindungi keanekaragaman hayati yang kita miliki, diperlukan berbagai disiplin ilmu (ilmu dasar dan aplikasi) sebagai perangkatnya. 27 Gambar 11.19 Hubungan biologi konservasi dengan bidang ilmu yang lain [Sumber: Texas University.] 11. 5 USAHA-USAHA KONSERVASI DAN MANAJEMEN BIODIVERSITAS 11. 5. 1 Strategi dan Status Konservasi Strategi terbaik bagi pelestarian jangka panjang keanekaragaman hayati adalah perlindungan populasi dan komunitas alami di habitat alami masingmasing. Perlindungan tersebut dikenal sebagai konservasi in situ. Akan tetapi, konservasi secara in situ mungkin tidak akan efektif jika populasi terakhir dari suatu spesies yang genting terlalu sedikit dan terus menyusut jumlahnya serta berada di luar kawasan konservasi. Masalah tersebut dapat diatasi dengan menempatkan populasi genting yang ada ke dalam suatu lingkungan yang dapat diawasi. Strategi tersebut dikenal sebagai konservasi ex situ. Konservasi ex situ dan in situ merupakan strategi yang saling melengkapi. Individu dari populasi ex situ dapat secara berkala dilepaskan ke alam untuk mendukung upaya pelestarian in situ. Populasi ex situ yang berumur panjang dapat mengurangi kebutuhan pengambilan spesies dari alam dan dapat memberikan informasi kepada masyarakat umum mengenai pentingnya upaya konservasi. Beberapa contoh strategi konservasi ex situ dapat berupa kebun binatang, akuraium, kebun raya, dan bank benih. Bentuk-bentuk konservasi ex situ tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu mencegah spesies dari kepunahan. Beberapa organisasi dunia seperti IUCN (International Union for the Conservation of Nature and natural resources) dan WCMC (World Conservation Monitoring Centre) memberikan perhatian terhadap status serta upaya 28 pelestarian spesies langka dan terancam punah. IUCN dan MCMC telah membagi status konservasi spesies langka dan terancam menjadi 10 kategori. Sepuluh kategori tersebut adalah: 1. Punah (Extinct), suatu spesies (atau subspesies ataupun varietas) yang telah punah dan tidak dapat ditemukan lagi di manapun. 2. Punah di alam (Extinct in the wild), suatu spesies yang hanya ditemukan di perkebunan, penangkaran, atau terdapat sebagai populasi alam yang hidup di luar sebaran aslinya (naturalized). 3. Kritis (Critically endangered), suatu spesies yang menghadapi risiko kepunahan sangat tinggi di alam dalam waktu dekat. Spesies yang dimasukkan ke dalam kategori tersebut adalah spesies yang dalam 10 tahun atau 3 generasi memiliki risiko kepunahan lebih besar dari 50%. 4. Genting (Endangered), suatu spesies dengan risiko kepunahan yang sangat tinggi di alam dalam waktu dekat, dan berisiko menjadi kritis. Spesies yang dimasukkan ke dalam kategori tersebut adalah spesies yang dalam 20 tahun atau 5 generasi memiliki risiko kepunahan lebih besar dari 20%. 5. Rentan (Vulnerable), suatu spesies dengan risiko punah dalam jangka menengah, dan berisiko menjadi genting. Spesies yang dimasukkan ke dalam kategori tersebut adalah spesies yang dalam 100 tahun memiliki risiko kepunahan lebih besar dari 10%. 6. Tergantung upaya konservasi (Conservation Dependent), suatu spesies yang tidak terancam kepunahan, namun keberlangsungan hidupnya bergantung pada upaya konservasi, dan tanpa upaya konservasi maka spesies tersebut akan punah. 7. Nyaris atau mendekati terancam punah (Near Threatened), suatu spesies yang mendekati kategori rentan, namun untuk saat ini tidak tergolong terancam punah. 8. Kekhawatiran minimal (Least Concern), suatu spesies yang tidak terancam kepunahan maupun kategori nyaris terancam. 9. Kurang data (Data Deficient), suatu spesies tanpa data yang cukup lengkap untuk menentukan risiko kepunahannya. 10. Tidak dievaluasi (Not Evaluated), suatu spesies yang belum dievaluasi untuk menentukan ancamannya. 29 11. 5. 2 Kawasan Konservasi di Indonesia Hukum dan kesepakatan perlu dikembangkan dan diterapkan untuk melindungi spesies terancam punah. Pemerintah dan organisasi konservasi nasional berperan penting dalam melindungi keanekaragaman hayati pada semua tingkatan. Hukum diterbitkan guna mendirikan kawasan taman nasional, serta mengatur berbagai kegiatan seperti pemancingan, penebangan, dan penggembalaan maupun membatasi polusi udara dan air. Kesepakatan internasional untuk membatasi peredaran dan perdagangan spesies terancam punah yang perlu dilaksanakan di tingkat nasional dan internasional. Undang-undang yang mengatur perlindungan keanekaragaman hayati bagi spesies dan ekosistemnya di Indonesia adalah UU No. 5 Tahun 1990. Berdasarkan UU tersebut ,spesies yang ilindungi di Indonesia telah didaftarkan sebagai suatu Lampiran dalam Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999. Daftar tersebut memuat hewan yang dilindungi yang terdiri atas 134 spesies mamalia, 405 spesies burung, 31 spesies reptil, 7 spesies ikan, 20 spesies insekta, 13 spesies bivalvia, 1 spesies Crustaceae, dan 1 spesies Anthozoa (karang). Tumbuhan yang dilindungi meliputi 14 spesies Palmae, semua genus Rafflesia, 29 spesies anggrek, semua genus Nephentes, dan 13 spesies Shorea (meranti). Undang-undang No. 5 Tahun 1990 juga mengatur mengenai kawasan konservasi. Kawasan konservasi tersebut meliputi: 1. Cagar alam: umumnya berukuran kecil, habitat rapuh yang tidak terganggu dengan kepentingan pelestarian yang tinggi, keunikan alam, habitat spesies langka tertentu, dll. Kawasan tersebut memerlukan perlindungan mutlak. 2. Suaka margasatwa: umumnya kawasan berukuran sedang atau luas dengan habitat relatif utuh, dan mempunyai kepentingan pelestarian sedang hingga tinggi. 3. Taman nasional: kawasan luas yang relatif tidak terganggu yang mempunyai nilai alami yang menonjol dan disertai kepentingan pelestarian yang tinggi, berpotensi besar untuk rekreasi, mudah dicaapi pengunjung dan memberikan manfaat yang besar bagi wilayah tersebut. 4. Taman wisata: kawasan alam atau lansekap yang kecil atau tempat yang menarik dan mudah dicapai pengunjung, nilai pelestarian biasanya rendah atau tidak terganggu oleh kegiatan pengunjung dan pengelolaan berorientasi rekreasi. 30 5. Taman buru: habitat alam atau semi alami berukuran sedang sampai besar yang memiliki potensi satwa besar (babi hutan, rusa, sapi liar, ikan, dll.) yang populasinya cukup besar; di daerah tersebut terdapat minat untuk berburu, tersedianya fasilitas berburu yang memadai, dan lokasi mudah dijangkau. Cagar semacam ini memiliki kepentingan dan nilai pelestarian relatif rendah yang tidak akan terancam oleh kegiatan berburu. 6. Hutan lindung: kawasan alami atau hutan tanaman berukuran sedang sampai besar, pada lokasi yang curam, tinggi, mudah tererosi, serta tanah yang terbasuh hujan. Penutup tanah harus berupa hutan untuk melindungi kawasan tangkapan air, mencegah longsor, dan erosi. 11. 5. 3 Manajemen Konservasi dan Peraturan Perundangan Hukum dan peraturan yang dibuat pemerintah tidak akan berjalan tanpa peran masyarakat. Tantangan saat ini adalah bagaimana membangun dan menerapkan strategi yang dapat melibatkan masyarakat dalam program konservasi dan pembuatan kebijakan. Berikut ini adalah beberapa peran yang dapat dilakukan oleh manusia di dalam usaha pengelolaan sumber daya hayati: 1. Pengelolaan kawasan yang dilindungi Masyarakat berpikir bahwa alam tahu yang terbaik. Tidak adanya campur tangan manusia akan menghasilkan keanekaragaman hayati yang terbaik. Asumsi demikian tidak selalu tepat. Seringkali modifikasi lingkungan oleh manusia telah berlangsung sedemikian jauh sehingga spesies dan komunitas yang tersisa tetap memerlukan pemantauan dan pengelolaan manusia untuk dapat bertahan hidup. Untuk mencegah kerusakan yang lebih serius, suatu kawasan harus dikelola secara efektif. Salah satu aspek penting dalam pengelolaan kawasan adalah upaya memantau (monitoring) komponen yang berpengaruh terhadap keanekaragaman hayati, seperti jumlah individu spesies langka dan terancam punah, ketinggian air di sungai, kepadatan herba dan pohon dan jumlah produk alami yang dipanen masyarakat sekitar. Salah satu tantangan dalam proses pengelolaan suatu kawasan adalah populasi manusia yang terus meningkat. Pengelolaan kawasan di Negara berkembang harus dapat mengantisipasi tuntutan kebutuhan manusia yang meningkat pesat terhadap sumber daya dan habitat yang semakin terbatas. Semakin banyak masyarakat yang hidup di dekat kawasan yang dilindungi sehingga konflik kepentingan antara manusia dan spesies liar meningkat. 31 UNESCO telah memelopori pendekatan pengelolaan kawasan melalui pendekatan zonasi melalui program Man and the Biosphere (MAB). Program MAB bertujuan menyatukan kegiatan manusia dengan upaya-upaya Gambar 11.20 Skema program MAB. [Sumber: www.unesco.or.id, 2004.] penelitian, perlindungan alam dan pariwisata dalam satu kawasan yang dilindungi. UNESCO telah menetapkan beberapa cagar biosfer sebagai contoh penerapan program MAB tersebut. Di Indonesia salah satu cagar biosfer adalah Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) di Sulawesi. 2. Penyusunan Undang-undang Lingkungan Hidup Peraturan perundangan konservasi akan mengatur aktifitas yang secara langsung berpengaruh terhadap spesies dan ekosistem. Namun seringkali peraturan perundangan yang dibuat tidak disertai dengan upaya penegakan hukum yang baik. 3. Membuat penilaian (valuasi) ekonomi terhadap potensi suatu kawasan konservasi Penilaian ekonomi terhadap suatu jenis atau suatu kawasan sangat perlu dilakukan, terutama pada saat suatu program konservasi akan dilakukan. Valuasi tersebut akan menjadi dasar pertimbangan yang kuat bagi para penentu kebijakan. Sebagai contoh kawasan gunung dengan pemandangan yang indah bagi sebagian orang hanya mempunyai nilai intrinsik saja karena keindahannya. Namun sesungguhnya kawasan tersebut mempunyai nilai riil karena keindahannya tersebut dapat di’uangkan’, dapat dihitung pemasukan dari karcis masuk kawasan, retribusi parkir, biaya menginap pengunjung, jumlah uang yang dikeluarkan pengunjung, berapa juta orang yang dapat terselamatkan dari bencana bila gunung tersebut tetap lestari, dan sebagainya. Jadi, setelah kita mengetahui sekilas tentang usaha konservasi terhadap keanekaragaman hayati. Kita menyadari bahwa konservasi tidak dapat berjalan sendiri melainkan bergantung kepada banyak pihak terkait (stakeholders) yang secara langsung atau tidak berpengaruh pada tiap usaha konservasi alam. 32 11. 6 DAFTAR ACUAN Brown, J.H. & A.C. Gibson. 1983. Biogeography. The C.V. Mosby Company, St. Louis: xi + 643 hlm. Brown, J.H. & M.V. Lomolino. 1998. Biogeography. 2nd ed. Sinamer Associates, Inc. Publisher, Sunderland: xii + 691 hlm. Cox, C.B. & P.D. Moore. 2005. Biogeography: An ecological and evolutionary approach. Blackwell Publishing, Oxford: xi + 428 hlm. Hall, R. 1998. The plate tectonics of Cenozoics SE Asia and the distribution of land and sea. Dalam: Hall, R. & J.D. Holloway (eds.). 1998. Biogeography and geological evolution of SE Asia. Backbuys Publishers, Leiden: 99-131. Indrawan, M., R.B. Primack & J. Supriatna. 2007. Biologi konservasi. Edisi Revisi. Terj. dari A primer conservation biology. 3rd Ed., oleh Primack, R.B. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta: xvii + 625 hlm. Supriatna, J. 2008. Melestarikan alam Indonesia. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta: xx + 482 hlm.