Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing KAJIAN SOSIAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PETERNAK AYAM BURAS CAHYATI SETIANI dan TEGUH PRASETYO Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Jl. Bukit Tegalepek Kotak Pos 101 Ungaran ABSTRAK Kajian sosial tentang upaya pemberdayaan masyarakat peternak ayam buras dilakukan di Kabupaten Sukoharjo dan Pemalang pada tahun 2004. Upaya pemberdayaan masyarakat peternak ayam buras dilakukan sejak tahun 1999 melalui program Rural Rearing Multiplication Center (RRMC). Tujuan program RRMC adalah: (a) meningkatkan produksi dan produktivitas ayam buras di pedesaan, (b) menciptakan lapangan pekerjaan, dan (c) meningkatkan pendapatan kelompok tani-ternak melalui usaha agribisnis ayam buras. Hasil kajian menunjukkan bahwa masalah sosial menjadi kendala dalam pengembangan agribisnis ayam buras. Sosialisasi yang dilakukan terhadap masyarakat dianggap kurang, sehingga mengakibatkan kecemburuan sosial. Kondisi ini ditunjang oleh manajemen yang belum optimal. Pembagian tugas pada pengelola kurang memberikan insentif yang memadai, dan kondisi sosial ekonomi masyarakat juga menjadi salah satu akar permasalahan terjadinya pencurian (keamanan). Kinerja pemberdayaan masyarakat peternak ayam buras perlu ditingkatkan. Peningkatan prestasi pemberdayaan membutuhkan “biaya mutu” yang perlu dimotori oleh Dinas Peternakan dan secara bertahap melakukan kerjasama/kemitraan dengan pihak swasta. Kata kunci: Kajian sosial, pemberdayaan masyarakat, ayam buras PENDAHULUAN Usaha ternak ayam buras telah menjadi bagian dari sistem budaya petani dan menjadi sumber pendapatan rumahtangga (SUDRAJAD, 2001). Posisi petani secara individual lemah dalam usaha ternak ayam (agribisnis) karena sumberdaya yang dikuasai masih relatif terbatas, dimana hal ini dapat menimbulkan rasa curiga terhadap sesama peternak yang menjadi penghambat dalam melakukan usaha berkelompok. Usaha berkelompok merupakan salah satu pemenuhan skala ekonomi yang dapat memperkuat posisi tawar (USMAN, 2002). Kenyataan ini sesuai dengan pendapat RAHARJO (1994), bahwa salah satu upaya untuk memperkuat posisi petani adalah melakukan usaha secara berkelompok. FAGI dan KARYASA (2004) menyatakan bahwa pola hidup gotong royong masyarakat pedesaan yang umumnya didominasi oleh petani/ peternak semestinya dapat menjadi landasan kuat untuk melakukan usaha secara berkelompok. Keragaan usaha ternak ayam yang dilakukan petani, merupakan hasil suatu proses interaksi antara lingkungan fisik, lingkungan sosial, teknologi, organisasi sosial, idiologi, serta kebutuhan-kebutuhan biopsikologis individu dan sifat-sifatnya (REIJNTJES, et al, 1999). Komponen-komponen ini telah membentuk suatu sistem yang saling berkaitan satu sama lain, dimana perubahan pada satu bagian akan mempengaruhi bagian lain. Pengenalan elemen-elemen baru termasuk program RRMC potensial mengakibatkan tekanan-tekanan sosial dan mengganggu keseimbangan sistem yang telah berjalan. Tujuan pembentukan RRMC adalah: (a). meningkatkan produksi dan produktivitas ayam buras di pedesaan, (b). menciptakan lapangan pekerjaan, dan (c). meningkatkan pendapatan peternak/kelompok tani melalui usaha agribisnis ayam buras (DINAS PETERNAKAN PROPINSI JAWA TENGAH, 2004). Program RRMC dapat membawa perubahan kelembagaan yang mengakibatkan perubahan unsur-unsur seperti aturan main, batas juridiksi, property right dan sanksi yang berlaku. Demikian pula dari aspek organisasi kelompok tani-ternak akan mengakibatkan perubahan tujuan, struktur, partisipan dan perubahan penguasaan sumberdaya dan teknologi. Perubahan ke arah kemajuan sesuai tujuan program hanya dimungkinkan bila tambahan manfaat yang diperoleh lebih besar 137 Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing dari korban akibat perubahan yang dilakukan (KHOIRUDIN, 2000). Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, dilakukan pengkajian sosial pemberdayaan masyarakat peternak ayam buras yang diimplementasikan melalui program RRMC. Tujuan pengkajian adalah untuk mengetahui kinerja pemberdayaan masyarakat peternak ayam buras ditinjau dari aspek sosial, utamanya mengenai kinerja komponen Building Operate and Transfer (BOT) dan komponen bantuan langsung, serta kinerja kelompok tani-ternak. Hasil kajian diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi penentu kebijakan dalam pemberdayaan masyarakat peternak, khususnya peternak ayam buras. METODE PENGKAJIAN RRMC dengan surat keputusan kepala Dinas Peternakan Kabupaten. Lokasi dan waktu Lokasi kajian sosial pemberdayaan masyarakat peternak ayam buras adalah di lokasi penerapan program RRMC yaitu di Kabupaten Pemalang dan Sukoharjo. Pengkajian dilakukan pada bulan SeptemberDesember 2004. Persiapan kajian diawali dengan pembentukan tim pelaksana dilanjutkan menyusun rencana kerja termasuk di dalamnya membuat panduan pelaksanaan dan kuesioner. Panduan pelaksanaan diarahkan untuk mencapai tujuan dengan penekanan pada kinerja kelembagaan program RRMC yang meliputi kinerja komponen BOT dan bantuan langsung, serta kinerja kelompok tani-ternak. Metode pendekatan Pengumpulan dan analisis data Secara konseptual RRMC adalah kegiatan untuk mengembangkan ayam buras secara terpadu pada suatu kawasan yang di dalamnya dibentuk satu pusat pengembangan perbibitan dan budidaya ayam buras. Pusat pengembangan perbibitan ayam buras dilengkapi dengan unit perbibitan dan penetasan, unit pengolahan pakan, Rumah Potong Ayam (RPA), serta sarana pendukung Pos Pelayanan Kesehatan Hewan (Poskeswan). Kawasan yang terbentuk diarahkan menjadi usaha yang dapat menyediakan bibit dan pakan ternak dengan mengoptimalkan potensi lokasi (bahan baku lokal) sehingga bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat pedesaan. Terdapat dua komponen kegiatan dalam RRMC, yaitu: komponen Building Operate and Transfer (BOT) dan Komponen bantuan langsung. Untuk mendukung keberhasilan proyek, ditempatkan beberapa konsultan. Di tingkat propinsi ditempatkan masing-masing empat konsultan teknik, yaitu: konsultan Poultry Management, Konsultan Institusional Livestock, Konsultan Animal Health dan konsultan Nutrition. Konsultan teknik tersebut berkoordinasi dengan konsultan pusat serta pelaksana kegiatan baik di tingkat propinsi maupun tingkat kabupaten. Agar kegiatan lebih terarah dan lebih rinci dibentuk tim teknis maupun tim pembantu teknis bagian proyek 138 Pengumpulan data sekunder bersumber dari Dinas Peternakan Propinsi Jawa Tengah dan Dinas Peternakan Kabupaten Pemalang dan Sukoharjo, BPS Jawa Tengah, dan lembaga lain yang terkait. Data yang dikumpulkan terutama yang terkait dengan pengembangan dan kebijakan agribisnis peternakan ayam, serta dokumen-dokumen program RRMC. Data sekunder digunakan sebagai kontrol. Pengumpulan data primer terutama meliputi: kinerja komponen BOT dan bantuan langsung, serta kinerja kelompok tani-ternak. Responden adalah kelompok sasaran penerima program RRMC. Data dan informasi yang terkumpul dianalisis secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Kinerja komponen building operate and transfer (BOT) Secara keseluruhan komponen BOT yang berupa bangunan Pusat Pengembangan Produksi, bangunan Pabrik Pakan Mini, RPA, dan bangunan Pos Kesehatan Hewan telah dibangun di lokasi sasaran RRMC yaitu di Kabupaten Sukoharjo dan Pemalang. Pada saat dilakukan pengkajian, kondisi bangunan pada umumnya kurang terawat dan bahkan rusak Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing berat serta kurang berfungsi sebagaimana yang direncanakan. Hasil pengamatan menunjukkan terdapat beberapa permasalahan teknis maupun sosial yang menjadi penyebab kurang berfungsinya bangunan sehingga menjadi rusak (Tabel 1). Ditinjau dari aspek teknis, penempatan lokasi komponen BOT baik bangunan kandang perbibitan, kandang pembesaran, penetasan, kantor, pabrik pakan, maupun RPA letaknya relatif jauh dari pemukinan, sehingga menimbulkan masalah sosial, utamanya keamanan. Bila dikaji lebih lanjut, akar permasalahannya terletak pada sosialisasi, manajemen, dan tingkat ekonomi masyarakat sekitar. Berdasarkan hasil wawancara, sosialisasi yang dilakukan terhadap masyarakat dianggap kurang, sehingga masyarakat kurang memahami konsep maupun rancang bangun fasilitas RRMC. Pemahaman yang kurang mengakibatkan kecemburuan sosial yang pada akhirnya menimbulkan tindakan pencurian sarana dan prasarana yang ada pada bangunan tersebut. Kondisi ini ditunjang oleh manajemen yang belum optimal. Pembagian tugas pada pengelola kurang memberikan insentif yang memadai, sehingga pengelola menjalankan tugasnya menjadi kurang optimal. Kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar juga menjadi salah satu akar permasalahan terjadinya pencurian (keamanan). Pada umumnya masyarakat di sekitar lokasi tingkat sosial ekonominya relatif rendah, dan pemenuhan kebutuhan rumahtangga memicu terjadinya pencurian. Ditinjau dari aspek hukum, status lahan juga menjadi permasalahan di semua lokasi. Hal ini disebabkan karena walaupun telah dilakukan kesepakatan dan tertuang dalam perjanjian, namun jangka waktu sewa relatif pendek (2-3 tahun). Permasalahan sewa lahan (tanah kas desa) di Kabupaten Sukoharjo, belum mengganggu pemanfaatan lokasi RRMC. Namun demikian pada masa yang akan datang diperkirakan akan menimbulkan permasalahan, bila tidak segera dilakukan perjanjian dalam jangka panjang. Perjanjian disarankan minimal dilakukan selama 10 tahun dengan asumsi usaha RRMC sudah dapat berjalan optimal. Uang sewa lahan di Kabupaten sukoharjo sebesar Rp. 2.200.000,(dua juta dua ratus ribu rupiah) per 2 tahun dapat diatasi dengan hasil usaha sampingan (lele) yang diusahakan oleh ”kelompok inti”. Dalam hal ini ”kelompok inti” yang dimaksud adalah kelompok dibawah binaan penuh Sub Dinas Peternakan Kabupaten Sukoharjo seperti yang tertuang dalam SK Pimbagpro RRMC No. 27/RRMC/VIII/99 tanggal 9 Agustus 1999. Permasalahan sewa lahan yang dihadapi Kabupaten Pemalang membutuhkan perhatian yang sangat serius. Lahan yang digunakan untuk RRMC adalah tanah ”bondo desa” seluas 0,6 ha yang merupakan bengkok 3 perangkat desa. Perjanjian sewa lahan yang telah disepakati selama tiga tahun pertama (dimulai tahun 1999) adalah sebesar Rp. 15.000.000,(lima belas juta rupiah) yang oleh Dinas Peternakan Kabupaten Pemalang dianggarkan melalui APBD II tahun 1999/2000. Setelah masa sewa 3 tahun pertama dilanjutkan oleh pengelola dan besarnya ditinjau kembali. Harga sewa tersebut 50% masuk kas desa sebagai dana pembangunan, sedangkan sisanya dibagi pada 3 perangkat desa yang berhak sesuai luasan lahan yang digunakan untk RRMC, yaitu Kadus I, Kadus II, dan Kadus III. Masing-masing kadus secara berurutan mendapatkan Rp. 894.737,- (delapan ratus sembilan puluh empat ribu tujuh ratus tiga puluh tujuh rupiah), Rp. 921.053,- (sembilan ratus dua puluh satu ribu lima puluh tiga rupiah), dan Rp. 5.684.210,- (lima juta enam ratus delapan puluh empat ribu dua ratus sepuluh rupiah). Setelah masa sewa tahap pertama berakhir, timbul permasalahan karena kegiatan RRMC tidak sesuai dengan konsep yang direncanakan. Kelompok inti tidak mempunyai aktifitas lagi dan tidak ada penghasilan yang dapat digunakan untuk membayar sewa. 139 Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing Tabel 1. Kondisi dan tingkat pemanfaatan bangunan komponen BOT berdasarkan kabupaten Kabupaten Komponen BOT Lokasi: - teknis - sosial - hukum Bangunan pusat pengembangan produksi Bangunan pabrik pakan mini Bangunan RPA Poskeswan Rencana Sukoharjo Pemalang Baik Kurang Sewa Masih dimanfaatkan Masih dimanfaatkan pernah digunakan Cenderung optimal Kemitraan Baik Kurang Sewa Tidak dimanfaatkan Belum pernah digunakan Belum pernah digunakan Belum optimal Diserahkan ke desa Pada komponen BOT juga dilengkapi dengan sarana dan prasarana bantuan kelompok seperti yang disajikan pada Tabel 2. Tingkat pemanfaatan sarana dan prasarana secara keseluruhan belum optimal, bahkan ada beberapa peralatan yang belum dimanfaatkan sama sekali. Akar permasalahan rendahnya tingkat pemanfaatan sarana dan prasarana adalah dari aspek teknis dan manajemen. Ditinjau dari aspek teknis, di semua lokasi menyatakan bahwa mesin tetas mempunyai daya tetas hanya sekitar 65% dengan penggunaan listrik yang cukup tinggi (500 watt) sehingga biaya penetasan menjadi tidak efisien (biaya tinggi). Aspek manajemen menunjukkan bahwa keterampilan pengelola belum optimal. Hal ini disebabkan karena hanya terdapat dua pelatih untuk pengelola. Pelatihan dilakukan oleh pembuat mesin tetas. Sedangkan sarana dan prasarana lain seperti mixer, pengering, grinder, dan timbangan walaupun pernah digunakan tetapi juga belum optimal, bahkan ada yang belum pernah digunakan. Tabel 2. Sarana dan prasarana berdasarkan komponen BOT pada program RRMC Komponen BOT Pabrik pakan mini Rumah potong ayam Pos Kesehatan Hewan 140 Jenis sarana dan prasarana - ginder/miller - mixer - dryer - genset - timbangan duduk - mesin jahit - perlengkapan kantor - pisau potong ayam - gunting operasi - alat pencabut bulu - alat pemanas - keranjang ayam - freezer - termometer - tempat penampung darah - perlengkapan RPA - peralatan klinik - peralatan pengambilan/ pengiriman spesimen - peralatan lapangan - peralatan bedah bangkai - peralatan laboratorium - peralatan kantor Jumlah satuan 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 5 buah 4 buah 5 unit 2 unit 25 buah 1 unit 3 buah 4 buah 1 unit 1 set 1 set 1 set 1 set 1 set 1 unit Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing Kondisi tersebut dapat dimengerti, karena perubahan yang terjadi pada kelompok tani ternak (KTT) ayam buras di semua lokasi sangat mendadak dan berbeda sekali dengan pengelolaan ayam buras yang dilakukan oleh KTT sebelumnya. Perubahan dari pengelolaan individu menjadi secara berkelompok dan dari subsisten ke arah agribisnis membutuhkan waktu dan kemampuan manajemen yang kuat. Apalagi pada umumnya usaha ayam buras merupakan kegiatan sampingan yang tidak dikelola secara profesional maupun intensif. Hal ini juga didukung oleh rendahnya kemampuan manajerial petani untuk melakukan usaha secara berkelompok dan mengarah kepada usaha agribisnis. Kinerja komponen bantuan langsung Secara terinci komponen bantuan langsung yang diimplementasikan di masing-masing kabupaten disajikan pada Tabel 3. Pengelolaan komponen bantuan langsung juga masih belum seperti yang direncanakan, dimana permasalahan yang dihadapi juga terletak pada aspek teknis, sosial, dan manajemen. Tabel 3. Jumlah dan jenis komponen bantuan langsung berdasarkan kelompok Komponen bantuan langsung Kelompok inti: - bibit ayam buras betina - bibit ayam buras jantan - bahan baku pakan - vaksin/obat-obatan - bahan baku pakan untuk pabrik pakan mini Jumlah Kelompok plasma: - bibit ayam buras betina - bibit ayam buras jantan - bahan baku pakan - vaksin/obat-obatan Jumlah Pengembangan ayam buras yang diimplementasikan di semua lokasi belum menunjukkan kinerja yang optimal, masingmasing dengan permasalahan yang berbeda, namun intinya sama yaitu teknis (prasarana dan sarana), sosial (keamanan), dan manajerial (kemampuan/ketrampilan). Bahkan pada saat implementasi RRMC belum dilakukan penyuluhan mengenai teknik pengelolaan ayam buras. Komponen bantuan langsung yang dikelola kelompok tani-ternak di Kabupaten Sukoharjo Jenis dan jumlah satuan Biaya (rupiah) 500 ekor 50 ekor 54.000 kg I paket 50.000 kg 10.000.000 1.500.000 54.000.000 13.250.000 50.000.000 128.750.000 5.500 ekor 625 ekor 30.000 kg 1 paket 110.000.000 16.750.000 30.000.000 1.000.000 159.750.000 pada saat dilakukan kajian terdapat 505 ekor ayam buras yang dipelihara dalam kandang batere (Tabel 4). Pada bulan Agustus populasi ayam buras sebesar 512 ekor dan dalam jangka satu bulan mati sebanyak 7 ekor yang disebabkan kanibalisme dan kelumpuhan. Keuntungan yang diperoleh sebesar Rp. 2.703.505,- dengan biaya sebesar Rp. 2.288.750,- (pembelian pakan selama 30 hari Rp. 2.206.750,- dan antibiotik, stimulan Rp. 82.000,-) dan hasil penjualan telur Rp. 4.992.225,- (9398 butir). Tabel 4. Perkembangan populasi ayam buras pada kelompok tani-ternak di Kabupaten Sukoharjo Kelompok tani-ternak Kandang A Kandang B Jumlah Populasi bulan lalu (ekor) Jantan Betina 145 367 512 Populasi akhir (ekor) Jantan Betina 142 363 505 Total (ekor) 142 363 505 141 Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing Tabel 5. Perkembangan ternak di Kabupaten Pemalang (Juni 2004) No. Nama kelompok Perkembangan (ekor) Keadaan awal (ekor) ♂ Tambah kurang Keadaan akhir (ekor) ♀ ♂ ♀ ♂ ♀ ♂ ♀ 1. Karya Makmur V 200 200 80 100 20 23 80 247 2. Karya Makmur VI 20 200 22 106 3 38 39 268 3. Karya Mukti 20 200 10 42 19 33 11 4. Liring Galih 2.000 5.000 Perkembangan dana bantuan langsung yang dikelola KTT di Kabupaten Pemalang tidak dapat termonitor, karena sudah habis. Perkembangan ternak yang dapat terdeteksi hanya bantuan langsung yang diperoleh dari program pemberdayaan RRMC tahun 2003. Ternak yang dimonitor merupakan ternak milik anggota kelompok, sedangkan dana bantuan langsung digunakan untuk simpan pinjam. Alasan yang dikemukakan, penggunaan uang dapat sesuai kebutuhan dan yang penting dapat mengembalikan. Komponen bantuan langsung juga mencakup modal. Secara keseluruhan modal disepakati untuk digulirkan selama 3 tahun tanpa bunga dan tanpa memperhitungkan resiko. Artinya menguntungkan atau tidak usaha ayam buras yang dilakukan oleh kelompok tani-ternak mereka berkewajiban untuk mengembalikan. Namun dalam 6.200 209 800 implementasi di lapang, model perguliran mengalami perubahan. Adapun perkembangan perguliran kelompok tani-ternak di Kabupaten Sukoharjo disajikan pada Tabel 6. Kinerja kelompok tani-ternak Untuk meningkatkan kinerja KTT di semua lokasi sasaran program RRMC, mendapatkan dana bantuan langsung yang digunakan untuk pembinaan KTT dan sarasehan/sosialisasi program RRMC. Tujuan pembinaan adalah untuk menunjang kelancaran kegiatan RRMC dan meningkatkan aktivitas dan produktivitas KTT. Secara keseluruhan organisasi KTT di semua lokasi belum mampu menunjukkan kinerja yang optimal, walaupun struktur organisasi pada setiap KTT telah terbentuk. Tabel 6. Perkembangan perguliran KTT ayam buras di Kabupaten Sukoharjo (Juni 2004) Kelompok tani-ternak Tahun 1999/2000: Puspito Tani Puspito Sari Karya Melati Ngudi Makmur Tahun 2000: Cindelaras Larasati Ngudi Tentrem Lestari Revolving tahun 2002: Puspita Tani II Barokah Jumlah 142 Jumlah pinjaman (Rp. 000) Angsuran (Rp. 000) Sisa pinjaman (Rp. 000) Angsuran Digulirkan Dikelompok 39.930 39.930 39.930 39.960 12.587 1.500 1.500 10.773 8.000 - 4.587 1.500 1.500 10.773 27.343 38.430 38.930 29.187 36.500 36.500 36.500 36.500 1.175 11.325 13.800 3.350 10.000 8.000 3.000 1.175 1.325 5.800 350 35.325 25.175 22.700 33.200 10.000 10.000 305.750 55.950 29.000 26.950 10.000 10.000 260.740 Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing Struktur organisasi yang dibentuk dilengkapi dengan seksi-seksi yang berperan sesuai dengan fungsi agribisnis, yaitu seksi penetasan, perbibitan, kesehatan, pakan, dan pemasaran. Padahal KTT yang dipilih di semua lokasi merupakan KTT terbaik di wilayahnya, bahkan secara nasional telah diperhitungkan. Perubahan sosial yang disebabkan oleh program RRMC, terutama perubahan dari pola pemeliharaan ayam buras secara tradisional ke arah agribisnis belum dapat sepenuhnya diterapkan oleh petani. Faktor finansial dalam pengelolaan KTT juga belum diperhitungkan. Pengurus KTT tidak diberi insentif atas kerja yang dilakukan, dimana pada awalnya hal ini dapat berjalan, namun menginjak bulan ke tiga kinerja pengurus KTT melemah dan pada akhirnya menyebabkan kinerja KTT tidak optimal. Selain itu, manajemen KTT juga kurang diterapkan secara transparan. Keuangan langsung berada di bawah ketua, anggota lain tidak mengetahui, dan tidak pernah ada laporan keuangan. KESIMPULAN DAN SARAN Pada tingkat lapang, konsep RRMC belum sepenuhnya dapat diimplementasikan, sehingga tujuan program pengembangan RRMC belum sepenuhnya dapat tercapai, masalah sosial dan manajemen menjadi kendala dalam pengembangan agribisnis ayam buras. Sosialisasi terhadap masyarakat kurang intensif dan mengakibatkan kecemburuan sosial. Kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar juga menjadi salah satu akar permasalahan terjadinya pencurian (keamanan). Pembagian tugas pada pengelola kurang memberikan insentif yang memadai sehingga pengelola menjalankan tugasnya kurang optimal. Kinerja pemberdayaan masyarakat peternak ayam buras perlu ditingkatkan. Peningkatan prestasi pemberdayaan membutuhkan “biaya mutu” yang perlu dimotori oleh Dinas Peternakan dan secara bertahap melakukan kerjasama/kemitraan dengan pihak swasta. DAFTAR PUSTAKA DINAS PETERNAKAN PROPINSI JAWA TENGAH. 2004. Laporan Tahunan 2004. Ungaran. FAGI dan KARYASA. 2004. Ulasan Makalah Sistem dan Kelembagaan Usahatani TanamanTernak. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. KHAIRUDDIN. 2000. Pembangunan Masyarakat. Lyberti. Yogjakarta. RAHARDJO. 1994. Sumberdaya Manusia dalam Pengembangan agribisnis. UGM-Jogjakarta. REIJNTJES, C., BERTUS HAVERCORT dan ANN WATER BAYER. 1999. Pertanian Masa Depan. Penerbit Kanisius. Yogjakarta. SUDRAJAD, S. 2001. Pembinaan Peternakan Unggas Lokal Rakyat Menuju Usaha yang Berwawasan Agribisnis. Seminar Nasional Tentang Unggas Lolal II. Fakultas Peternakan UNDIP, Semarang. USMAN, S. 2002 Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. Pustaka Pelajar. Yogjakarta. 143