kajian sosial pemberdayaan masyarakat peternak ayam buras

advertisement
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing
KAJIAN SOSIAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
PETERNAK AYAM BURAS
CAHYATI SETIANI dan TEGUH PRASETYO
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah
Jl. Bukit Tegalepek Kotak Pos 101 Ungaran
ABSTRAK
Kajian sosial tentang upaya pemberdayaan masyarakat peternak ayam buras dilakukan di Kabupaten
Sukoharjo dan Pemalang pada tahun 2004. Upaya pemberdayaan masyarakat peternak ayam buras dilakukan
sejak tahun 1999 melalui program Rural Rearing Multiplication Center (RRMC). Tujuan program RRMC
adalah: (a) meningkatkan produksi dan produktivitas ayam buras di pedesaan, (b) menciptakan lapangan
pekerjaan, dan (c) meningkatkan pendapatan kelompok tani-ternak melalui usaha agribisnis ayam buras. Hasil
kajian menunjukkan bahwa masalah sosial menjadi kendala dalam pengembangan agribisnis ayam buras.
Sosialisasi yang dilakukan terhadap masyarakat dianggap kurang, sehingga mengakibatkan kecemburuan
sosial. Kondisi ini ditunjang oleh manajemen yang belum optimal. Pembagian tugas pada pengelola kurang
memberikan insentif yang memadai, dan kondisi sosial ekonomi masyarakat juga menjadi salah satu akar
permasalahan terjadinya pencurian (keamanan). Kinerja pemberdayaan masyarakat peternak ayam buras
perlu ditingkatkan. Peningkatan prestasi pemberdayaan membutuhkan “biaya mutu” yang perlu dimotori oleh
Dinas Peternakan dan secara bertahap melakukan kerjasama/kemitraan dengan pihak swasta.
Kata kunci: Kajian sosial, pemberdayaan masyarakat, ayam buras
PENDAHULUAN
Usaha ternak ayam buras telah menjadi
bagian dari sistem budaya petani dan menjadi
sumber pendapatan rumahtangga (SUDRAJAD,
2001). Posisi petani secara individual lemah
dalam usaha ternak ayam (agribisnis) karena
sumberdaya yang dikuasai masih relatif
terbatas, dimana hal ini dapat menimbulkan
rasa curiga terhadap sesama peternak yang
menjadi penghambat dalam melakukan usaha
berkelompok. Usaha berkelompok merupakan
salah satu pemenuhan skala ekonomi yang
dapat memperkuat posisi tawar (USMAN,
2002). Kenyataan ini sesuai dengan pendapat
RAHARJO (1994), bahwa salah satu upaya
untuk memperkuat posisi petani adalah
melakukan usaha secara berkelompok. FAGI
dan KARYASA (2004) menyatakan bahwa pola
hidup gotong royong masyarakat pedesaan
yang umumnya didominasi oleh petani/
peternak semestinya dapat menjadi landasan
kuat untuk melakukan usaha secara
berkelompok.
Keragaan usaha ternak ayam yang
dilakukan petani, merupakan hasil suatu proses
interaksi antara lingkungan fisik, lingkungan
sosial, teknologi, organisasi sosial, idiologi,
serta
kebutuhan-kebutuhan
biopsikologis
individu dan sifat-sifatnya (REIJNTJES, et al,
1999). Komponen-komponen ini telah
membentuk suatu sistem yang saling berkaitan
satu sama lain, dimana perubahan pada satu
bagian akan mempengaruhi bagian lain.
Pengenalan elemen-elemen baru termasuk
program RRMC potensial mengakibatkan
tekanan-tekanan sosial dan mengganggu
keseimbangan sistem yang telah berjalan.
Tujuan pembentukan RRMC adalah: (a).
meningkatkan produksi dan produktivitas ayam
buras di pedesaan, (b). menciptakan lapangan
pekerjaan, dan (c). meningkatkan pendapatan
peternak/kelompok
tani
melalui
usaha
agribisnis ayam buras (DINAS PETERNAKAN
PROPINSI JAWA TENGAH, 2004).
Program
RRMC
dapat
membawa
perubahan kelembagaan yang mengakibatkan
perubahan unsur-unsur seperti aturan main,
batas juridiksi, property right dan sanksi yang
berlaku. Demikian pula dari aspek organisasi
kelompok tani-ternak akan mengakibatkan
perubahan tujuan, struktur, partisipan dan
perubahan penguasaan sumberdaya dan
teknologi. Perubahan ke arah kemajuan sesuai
tujuan program hanya dimungkinkan bila
tambahan manfaat yang diperoleh lebih besar
137
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing
dari korban akibat perubahan yang dilakukan
(KHOIRUDIN, 2000).
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas,
dilakukan pengkajian sosial pemberdayaan
masyarakat peternak ayam buras yang
diimplementasikan melalui program RRMC.
Tujuan pengkajian adalah untuk mengetahui
kinerja pemberdayaan masyarakat peternak
ayam buras ditinjau dari aspek sosial,
utamanya mengenai kinerja komponen
Building Operate and Transfer (BOT) dan
komponen bantuan langsung, serta kinerja
kelompok tani-ternak. Hasil kajian diharapkan
dapat menjadi bahan masukan bagi penentu
kebijakan dalam pemberdayaan masyarakat
peternak, khususnya peternak ayam buras.
METODE PENGKAJIAN
RRMC dengan surat keputusan kepala Dinas
Peternakan Kabupaten.
Lokasi dan waktu
Lokasi kajian sosial pemberdayaan
masyarakat peternak ayam buras adalah di
lokasi penerapan program RRMC yaitu di
Kabupaten
Pemalang
dan
Sukoharjo.
Pengkajian dilakukan pada bulan SeptemberDesember 2004. Persiapan kajian diawali
dengan pembentukan tim pelaksana dilanjutkan
menyusun rencana kerja termasuk di dalamnya
membuat panduan pelaksanaan dan kuesioner.
Panduan pelaksanaan diarahkan untuk
mencapai tujuan dengan penekanan pada
kinerja kelembagaan program RRMC yang
meliputi kinerja komponen BOT dan bantuan
langsung, serta kinerja kelompok tani-ternak.
Metode pendekatan
Pengumpulan dan analisis data
Secara konseptual RRMC adalah kegiatan
untuk mengembangkan ayam buras secara
terpadu pada suatu kawasan yang di dalamnya
dibentuk satu pusat pengembangan perbibitan
dan
budidaya
ayam
buras.
Pusat
pengembangan
perbibitan
ayam
buras
dilengkapi dengan unit perbibitan dan
penetasan, unit pengolahan pakan, Rumah
Potong Ayam (RPA), serta sarana pendukung
Pos Pelayanan Kesehatan Hewan (Poskeswan).
Kawasan yang terbentuk diarahkan menjadi
usaha yang dapat menyediakan bibit dan pakan
ternak dengan mengoptimalkan potensi lokasi
(bahan baku lokal) sehingga bermanfaat bagi
pertumbuhan ekonomi masyarakat pedesaan.
Terdapat dua komponen kegiatan dalam
RRMC, yaitu: komponen Building Operate
and Transfer (BOT) dan Komponen bantuan
langsung.
Untuk mendukung keberhasilan proyek,
ditempatkan beberapa konsultan. Di tingkat
propinsi ditempatkan masing-masing empat
konsultan teknik, yaitu: konsultan Poultry
Management,
Konsultan
Institusional
Livestock, Konsultan Animal Health dan
konsultan Nutrition. Konsultan teknik tersebut
berkoordinasi dengan konsultan pusat serta
pelaksana kegiatan baik di tingkat propinsi
maupun tingkat kabupaten. Agar kegiatan lebih
terarah dan lebih rinci dibentuk tim teknis
maupun tim pembantu teknis bagian proyek
138
Pengumpulan data sekunder bersumber dari
Dinas Peternakan Propinsi Jawa Tengah dan
Dinas Peternakan Kabupaten Pemalang dan
Sukoharjo, BPS Jawa Tengah, dan lembaga
lain yang terkait. Data yang dikumpulkan
terutama yang terkait dengan pengembangan
dan kebijakan agribisnis peternakan ayam,
serta dokumen-dokumen program RRMC.
Data sekunder digunakan sebagai kontrol.
Pengumpulan data primer terutama meliputi:
kinerja komponen BOT dan bantuan langsung,
serta kinerja kelompok tani-ternak. Responden
adalah kelompok sasaran penerima program
RRMC. Data dan informasi yang terkumpul
dianalisis secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kinerja komponen building operate and
transfer (BOT)
Secara keseluruhan komponen BOT yang
berupa bangunan Pusat Pengembangan
Produksi, bangunan Pabrik Pakan Mini, RPA,
dan bangunan Pos Kesehatan Hewan telah
dibangun di lokasi sasaran RRMC yaitu di
Kabupaten Sukoharjo dan Pemalang. Pada saat
dilakukan pengkajian, kondisi bangunan pada
umumnya kurang terawat dan bahkan rusak
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing
berat serta kurang berfungsi sebagaimana yang
direncanakan.
Hasil pengamatan menunjukkan terdapat
beberapa permasalahan teknis maupun sosial
yang menjadi penyebab kurang berfungsinya
bangunan sehingga menjadi rusak (Tabel 1).
Ditinjau dari aspek teknis, penempatan lokasi
komponen BOT
baik bangunan kandang
perbibitan, kandang pembesaran, penetasan,
kantor, pabrik pakan, maupun RPA letaknya
relatif jauh dari pemukinan, sehingga
menimbulkan masalah sosial, utamanya
keamanan. Bila dikaji lebih lanjut, akar
permasalahannya terletak pada sosialisasi,
manajemen, dan tingkat ekonomi masyarakat
sekitar.
Berdasarkan hasil wawancara, sosialisasi
yang dilakukan terhadap masyarakat dianggap
kurang,
sehingga
masyarakat
kurang
memahami konsep maupun rancang bangun
fasilitas RRMC. Pemahaman yang kurang
mengakibatkan kecemburuan sosial yang pada
akhirnya menimbulkan tindakan pencurian
sarana dan prasarana yang ada pada bangunan
tersebut. Kondisi ini ditunjang oleh manajemen
yang belum optimal. Pembagian tugas pada
pengelola kurang memberikan insentif yang
memadai, sehingga pengelola menjalankan
tugasnya menjadi kurang optimal. Kondisi
sosial ekonomi masyarakat sekitar juga
menjadi salah satu akar permasalahan
terjadinya pencurian (keamanan). Pada
umumnya masyarakat di sekitar lokasi tingkat
sosial ekonominya relatif rendah, dan
pemenuhan kebutuhan rumahtangga memicu
terjadinya pencurian.
Ditinjau dari aspek hukum, status lahan
juga menjadi permasalahan di semua lokasi.
Hal ini disebabkan karena walaupun telah
dilakukan kesepakatan dan tertuang dalam
perjanjian, namun jangka waktu sewa relatif
pendek (2-3 tahun). Permasalahan sewa lahan
(tanah kas desa) di Kabupaten Sukoharjo,
belum mengganggu pemanfaatan lokasi
RRMC. Namun demikian pada masa yang
akan datang diperkirakan akan menimbulkan
permasalahan, bila tidak segera dilakukan
perjanjian dalam jangka panjang. Perjanjian
disarankan minimal dilakukan selama 10 tahun
dengan asumsi usaha RRMC sudah dapat
berjalan optimal. Uang sewa lahan di
Kabupaten sukoharjo sebesar Rp. 2.200.000,(dua juta dua ratus ribu rupiah) per 2 tahun
dapat diatasi dengan hasil usaha sampingan
(lele) yang diusahakan oleh ”kelompok inti”.
Dalam hal ini ”kelompok inti” yang dimaksud
adalah kelompok dibawah binaan penuh Sub
Dinas Peternakan Kabupaten Sukoharjo seperti
yang tertuang dalam SK Pimbagpro RRMC
No. 27/RRMC/VIII/99 tanggal 9 Agustus
1999.
Permasalahan sewa lahan yang dihadapi
Kabupaten Pemalang membutuhkan perhatian
yang sangat serius. Lahan yang digunakan
untuk RRMC adalah tanah ”bondo desa” seluas
0,6 ha yang merupakan bengkok 3 perangkat
desa. Perjanjian sewa lahan yang telah
disepakati selama tiga tahun pertama (dimulai
tahun 1999) adalah sebesar Rp. 15.000.000,(lima belas juta rupiah) yang oleh Dinas
Peternakan Kabupaten Pemalang dianggarkan
melalui APBD II tahun 1999/2000. Setelah
masa sewa 3 tahun pertama dilanjutkan oleh
pengelola dan besarnya ditinjau kembali.
Harga sewa tersebut 50% masuk kas desa
sebagai dana pembangunan, sedangkan sisanya
dibagi pada 3 perangkat desa yang berhak
sesuai luasan lahan yang digunakan untk
RRMC, yaitu Kadus I, Kadus II, dan Kadus III.
Masing-masing kadus secara berurutan
mendapatkan Rp. 894.737,- (delapan ratus
sembilan puluh empat ribu tujuh ratus tiga
puluh tujuh rupiah), Rp. 921.053,- (sembilan
ratus dua puluh satu ribu lima puluh tiga
rupiah), dan Rp. 5.684.210,- (lima juta enam
ratus delapan puluh empat ribu dua ratus
sepuluh rupiah). Setelah masa sewa tahap
pertama berakhir, timbul permasalahan karena
kegiatan RRMC tidak sesuai dengan konsep
yang direncanakan. Kelompok inti tidak
mempunyai aktifitas lagi dan tidak ada
penghasilan yang dapat digunakan untuk
membayar sewa.
139
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing
Tabel 1. Kondisi dan tingkat pemanfaatan bangunan komponen BOT berdasarkan kabupaten
Kabupaten
Komponen BOT
Lokasi:
- teknis
- sosial
- hukum
Bangunan pusat pengembangan produksi
Bangunan pabrik pakan mini
Bangunan RPA
Poskeswan
Rencana
Sukoharjo
Pemalang
Baik
Kurang
Sewa
Masih dimanfaatkan
Masih dimanfaatkan
pernah digunakan
Cenderung optimal
Kemitraan
Baik
Kurang
Sewa
Tidak dimanfaatkan
Belum pernah digunakan
Belum pernah digunakan
Belum optimal
Diserahkan ke desa
Pada komponen BOT juga dilengkapi
dengan sarana dan prasarana bantuan
kelompok seperti yang disajikan pada Tabel 2.
Tingkat pemanfaatan sarana dan prasarana
secara keseluruhan belum optimal, bahkan ada
beberapa peralatan yang belum dimanfaatkan
sama sekali. Akar permasalahan rendahnya
tingkat pemanfaatan sarana dan prasarana
adalah dari aspek teknis dan manajemen.
Ditinjau dari aspek teknis, di semua lokasi
menyatakan bahwa mesin tetas mempunyai
daya tetas hanya sekitar 65% dengan
penggunaan listrik yang cukup tinggi (500
watt) sehingga biaya penetasan menjadi tidak
efisien (biaya tinggi). Aspek manajemen
menunjukkan bahwa keterampilan pengelola
belum optimal. Hal ini disebabkan karena
hanya terdapat dua pelatih untuk pengelola.
Pelatihan dilakukan oleh pembuat mesin tetas.
Sedangkan sarana dan prasarana lain seperti
mixer, pengering, grinder, dan timbangan
walaupun pernah digunakan tetapi juga belum
optimal, bahkan ada yang belum pernah
digunakan.
Tabel 2. Sarana dan prasarana berdasarkan komponen BOT pada program RRMC
Komponen BOT
Pabrik pakan mini
Rumah potong ayam
Pos Kesehatan Hewan
140
Jenis sarana dan prasarana
- ginder/miller
- mixer
- dryer
- genset
- timbangan duduk
- mesin jahit
- perlengkapan kantor
- pisau potong ayam
- gunting operasi
- alat pencabut bulu
- alat pemanas
- keranjang ayam
- freezer
- termometer
- tempat penampung darah
- perlengkapan RPA
- peralatan klinik
- peralatan pengambilan/
pengiriman spesimen
- peralatan lapangan
- peralatan bedah bangkai
- peralatan laboratorium
- peralatan kantor
Jumlah satuan
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
5 buah
4 buah
5 unit
2 unit
25 buah
1 unit
3 buah
4 buah
1 unit
1 set
1 set
1 set
1 set
1 set
1 unit
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing
Kondisi tersebut dapat dimengerti, karena
perubahan yang terjadi pada kelompok tani
ternak (KTT) ayam buras di semua lokasi
sangat mendadak dan berbeda sekali dengan
pengelolaan ayam buras yang dilakukan oleh
KTT sebelumnya. Perubahan dari pengelolaan
individu menjadi secara berkelompok dan dari
subsisten ke arah agribisnis membutuhkan
waktu dan kemampuan manajemen yang kuat.
Apalagi pada umumnya usaha ayam buras
merupakan kegiatan sampingan yang tidak
dikelola secara profesional maupun intensif.
Hal ini juga didukung oleh rendahnya
kemampuan
manajerial
petani
untuk
melakukan usaha secara berkelompok dan
mengarah kepada usaha agribisnis.
Kinerja komponen bantuan langsung
Secara terinci komponen bantuan langsung
yang diimplementasikan di masing-masing
kabupaten disajikan pada Tabel 3. Pengelolaan
komponen bantuan langsung juga masih belum
seperti
yang
direncanakan,
dimana
permasalahan yang dihadapi juga terletak pada
aspek teknis, sosial, dan manajemen.
Tabel 3. Jumlah dan jenis komponen bantuan langsung berdasarkan kelompok
Komponen bantuan langsung
Kelompok inti:
- bibit ayam buras betina
- bibit ayam buras jantan
- bahan baku pakan
- vaksin/obat-obatan
- bahan baku pakan untuk pabrik pakan mini
Jumlah
Kelompok plasma:
- bibit ayam buras betina
- bibit ayam buras jantan
- bahan baku pakan
- vaksin/obat-obatan
Jumlah
Pengembangan
ayam
buras
yang
diimplementasikan di semua lokasi belum
menunjukkan kinerja yang optimal, masingmasing dengan permasalahan yang berbeda,
namun intinya sama yaitu teknis (prasarana dan
sarana), sosial (keamanan), dan manajerial
(kemampuan/ketrampilan). Bahkan pada saat
implementasi RRMC belum dilakukan
penyuluhan mengenai teknik pengelolaan ayam
buras.
Komponen bantuan langsung yang dikelola
kelompok tani-ternak di Kabupaten Sukoharjo
Jenis dan jumlah satuan
Biaya (rupiah)
500 ekor
50 ekor
54.000 kg
I paket
50.000 kg
10.000.000
1.500.000
54.000.000
13.250.000
50.000.000
128.750.000
5.500 ekor
625 ekor
30.000 kg
1 paket
110.000.000
16.750.000
30.000.000
1.000.000
159.750.000
pada saat dilakukan kajian terdapat 505 ekor
ayam buras yang dipelihara dalam kandang
batere (Tabel 4). Pada bulan Agustus populasi
ayam buras sebesar 512 ekor dan dalam jangka
satu bulan mati sebanyak 7 ekor yang
disebabkan kanibalisme dan kelumpuhan.
Keuntungan yang diperoleh sebesar Rp.
2.703.505,- dengan biaya sebesar Rp.
2.288.750,- (pembelian pakan selama 30 hari
Rp. 2.206.750,- dan antibiotik, stimulan Rp.
82.000,-) dan hasil penjualan telur Rp.
4.992.225,- (9398 butir).
Tabel 4. Perkembangan populasi ayam buras pada kelompok tani-ternak di Kabupaten Sukoharjo
Kelompok tani-ternak
Kandang A
Kandang B
Jumlah
Populasi bulan lalu (ekor)
Jantan
Betina
145
367
512
Populasi akhir (ekor)
Jantan
Betina
142
363
505
Total (ekor)
142
363
505
141
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing
Tabel 5. Perkembangan ternak di Kabupaten Pemalang (Juni 2004)
No. Nama kelompok
Perkembangan (ekor)
Keadaan awal (ekor)
♂
Tambah
kurang
Keadaan akhir (ekor)
♀
♂
♀
♂
♀
♂
♀
1.
Karya Makmur V
200
200
80
100
20
23
80
247
2.
Karya Makmur VI
20
200
22
106
3
38
39
268
3.
Karya Mukti
20
200
10
42
19
33
11
4.
Liring Galih
2.000
5.000
Perkembangan dana bantuan langsung yang
dikelola KTT di Kabupaten Pemalang tidak
dapat termonitor, karena sudah habis.
Perkembangan ternak yang dapat terdeteksi
hanya bantuan langsung yang diperoleh dari
program pemberdayaan RRMC tahun 2003.
Ternak yang dimonitor merupakan ternak milik
anggota kelompok, sedangkan dana bantuan
langsung digunakan untuk simpan pinjam.
Alasan yang dikemukakan, penggunaan uang
dapat sesuai kebutuhan dan yang penting dapat
mengembalikan.
Komponen
bantuan
langsung
juga
mencakup modal. Secara keseluruhan modal
disepakati untuk digulirkan selama 3 tahun
tanpa bunga dan tanpa memperhitungkan
resiko. Artinya menguntungkan atau tidak
usaha ayam buras yang dilakukan oleh
kelompok tani-ternak mereka berkewajiban
untuk
mengembalikan.
Namun
dalam
6.200
209
800
implementasi di lapang, model perguliran
mengalami perubahan. Adapun perkembangan
perguliran kelompok tani-ternak di Kabupaten
Sukoharjo disajikan pada Tabel 6.
Kinerja kelompok tani-ternak
Untuk meningkatkan kinerja KTT di semua
lokasi sasaran program RRMC, mendapatkan
dana bantuan langsung yang digunakan untuk
pembinaan KTT dan sarasehan/sosialisasi
program RRMC. Tujuan pembinaan adalah
untuk menunjang kelancaran kegiatan RRMC
dan meningkatkan aktivitas dan produktivitas
KTT.
Secara keseluruhan organisasi KTT di
semua lokasi belum mampu menunjukkan
kinerja yang optimal, walaupun struktur
organisasi pada setiap KTT telah terbentuk.
Tabel 6. Perkembangan perguliran KTT ayam buras di Kabupaten Sukoharjo (Juni 2004)
Kelompok tani-ternak
Tahun 1999/2000:
Puspito Tani
Puspito Sari
Karya Melati
Ngudi Makmur
Tahun 2000:
Cindelaras
Larasati
Ngudi Tentrem
Lestari
Revolving tahun 2002:
Puspita Tani II
Barokah
Jumlah
142
Jumlah pinjaman
(Rp. 000)
Angsuran (Rp. 000)
Sisa pinjaman
(Rp. 000)
Angsuran
Digulirkan
Dikelompok
39.930
39.930
39.930
39.960
12.587
1.500
1.500
10.773
8.000
-
4.587
1.500
1.500
10.773
27.343
38.430
38.930
29.187
36.500
36.500
36.500
36.500
1.175
11.325
13.800
3.350
10.000
8.000
3.000
1.175
1.325
5.800
350
35.325
25.175
22.700
33.200
10.000
10.000
305.750
55.950
29.000
26.950
10.000
10.000
260.740
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing
Struktur
organisasi
yang
dibentuk
dilengkapi dengan seksi-seksi yang berperan
sesuai dengan fungsi agribisnis, yaitu seksi
penetasan, perbibitan, kesehatan, pakan, dan
pemasaran. Padahal KTT yang dipilih di semua
lokasi merupakan KTT terbaik di wilayahnya,
bahkan secara nasional telah diperhitungkan.
Perubahan sosial yang disebabkan oleh
program RRMC, terutama perubahan dari pola
pemeliharaan ayam buras secara tradisional ke
arah agribisnis belum dapat sepenuhnya
diterapkan oleh petani. Faktor finansial dalam
pengelolaan KTT juga belum diperhitungkan.
Pengurus KTT tidak diberi insentif atas kerja
yang dilakukan, dimana pada awalnya hal ini
dapat berjalan, namun menginjak bulan ke tiga
kinerja pengurus KTT melemah dan pada
akhirnya menyebabkan kinerja KTT tidak
optimal. Selain itu, manajemen KTT juga
kurang diterapkan secara transparan. Keuangan
langsung berada di bawah ketua, anggota lain
tidak mengetahui, dan tidak pernah ada laporan
keuangan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada tingkat lapang, konsep RRMC belum
sepenuhnya dapat diimplementasikan, sehingga
tujuan program pengembangan RRMC belum
sepenuhnya dapat tercapai, masalah sosial dan
manajemen
menjadi
kendala
dalam
pengembangan
agribisnis
ayam
buras.
Sosialisasi terhadap masyarakat kurang intensif
dan mengakibatkan kecemburuan sosial.
Kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar
juga menjadi salah satu akar permasalahan
terjadinya pencurian (keamanan).
Pembagian tugas pada pengelola kurang
memberikan insentif yang memadai sehingga
pengelola menjalankan tugasnya kurang
optimal. Kinerja pemberdayaan masyarakat
peternak ayam buras perlu ditingkatkan.
Peningkatan
prestasi
pemberdayaan
membutuhkan “biaya mutu” yang perlu
dimotori oleh Dinas Peternakan dan secara
bertahap melakukan kerjasama/kemitraan
dengan pihak swasta.
DAFTAR PUSTAKA
DINAS PETERNAKAN PROPINSI JAWA TENGAH. 2004.
Laporan Tahunan 2004. Ungaran.
FAGI dan KARYASA. 2004. Ulasan Makalah Sistem
dan Kelembagaan Usahatani TanamanTernak. Badan Litbang Pertanian. Departemen
Pertanian. Jakarta.
KHAIRUDDIN. 2000. Pembangunan Masyarakat.
Lyberti. Yogjakarta.
RAHARDJO. 1994. Sumberdaya Manusia dalam
Pengembangan agribisnis. UGM-Jogjakarta.
REIJNTJES, C., BERTUS HAVERCORT dan ANN WATER
BAYER. 1999. Pertanian Masa Depan. Penerbit
Kanisius. Yogjakarta.
SUDRAJAD, S. 2001. Pembinaan Peternakan Unggas
Lokal
Rakyat
Menuju
Usaha
yang
Berwawasan Agribisnis. Seminar Nasional
Tentang Unggas Lolal II. Fakultas Peternakan
UNDIP, Semarang.
USMAN, S. 2002 Pembangunan dan Pemberdayaan
Masyarakat. Pustaka Pelajar. Yogjakarta.
143
Download