KESIAPAN BERSEKOLAH ANAK DILIHAT DARI BERBAGAI FAKTOR DI KOTA SAMARINDA School Readiness Of Children Seen From a Variety Of Factor In Samarinda Lia Kurniasari Prodi S1 Kesehatan MasyarakatSTIKES Muhammadiyah Samarinda Email : [email protected] ABSTRAK Kesiapan sekolah menjadi penting karena seorang anak yang telah memiliki kesiapan untuk sekolah akan memiliki manfaat dan kemajuan dalam perkembangan lebih lanjut. Sedangkan anak-anak yang tidak memiliki kesiapan, akan menghasilkan frustrasi ketika ditempatkan di lingkungan akademik. Tujuannya Untuk menganalisis perbedaan dalam kesiapan sekolah anak-anak memasuki tingkat sekolah dasar dari TK dengan jam belajar 900 menit per minggu dan lebih dari 900 menit per minggu. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik-dan menggunakan desain studi cross-sectional. Penelitian dilakukan pada dua populasi anak-anak prasekolah akhir dengan jam belajar 900 menit per minggu dan lebih dari 900 menit per minggu. Hasil dari Anakanak prasekolah akhir dengan jam belajar 900 menit per minggu dan lebih dari 900 menit per minggu yang jatuh hampir seluruhnya ke dalam kategori disiapkan, P-nilai 0,001 menunjukkan bahwa ada hubungan antara panjang studi dengan kesiapan untuk memasuki tingkat sekolah dasar. Hasil uji regresi menunjukkan bahwa perbedaan-perbedaan ini terletak dari stimulasi yang berbeda yang diberikan oleh orang tua, status bekerja ibu dan sistem pembelajaran yang berbeda dari masingmasing sekolah. Untuk pendidik anak usia dini, mereka harus terus meningkatkan kualitas dan kuantitas pelaksanaan pendidikan anak usia dini serta bagi pemerintah yang harus memberikan informasi yang lebih luas ke daerah pedesaan. Kata kunci : kesiapan bersekolah, perkembangan anak pra sekolah akhir ABSTRACT School readiness becomes important since a child who has had readiness for school will have benefits and progress in further developments. While the children who do not have the readiness, will result in frustration when placed in an academic environment. The objective is to analyze the differences in school readiness of children entering primary school level from kindergarten with study hours 900 minutes per week and more than 900 minutes per week. This study is an observational-analytic study and used cross-sectional study design. The study is conducted on two populations of final preschool children with hours of learning of 900 minutes per week and more than 900 minutes per week. The Results of The final Preschool children with learning hours 900 minutes per week and more than 900 minutes per week were fell almost entirely into the category of well-prepared, P-value of 0.001 indicated that there is a relationship between the length of study with readiness to attend primary school level. The result of regression test shows that these differences lied as results of the different stimulation provided by parents, the status of working of mothers and different learning system from each school. For early childhood educators, they should continue to improve the quality and quantity of the implementation of early childhood education as well as for the government that should provide wider information to rural areas. Keyword: final preschoolers, development of final preschool children, school readiness PENDAHULUAN Anak merupakan buah hati yang sangat berharga bagi orang tuanya karena anaklah yang akan menggantikannya dikemudian hari. Anak juga sering disebut sebagai penerus bangsa. Sebagai penerus bangsa yang berkualitas perlu dipersiapkan anak-anak yang sehat, baik secara fisik, mental maupun sosial. Melalui persiapan yang baik maka para penerus bangsa ini bisa bermanfaat bagi bangsa dan negaranya (IDAI, 2014). Santrock (2006) menekankan pentingnya individu memperoleh kesempatan belajar pada saat individu itu sudah siap. Keterlambatan pemberian latihan saat kondisi sudah siap dapat berakibat individu tersebut mungkin tidak dapat merealisasikan kemampuannya secara optimal. Setelah seorang anak menyelesaikan pendidikan prasekolah di TK, seorang anak akan bersiap untuk mengikuti pendidikan formal di Sekolah Dasar, namun tidak semua orang tua memahami bahwa ada banyak aspek kesiapan bersekolah anak untuk memasuki jenjang SD yang juga perlu diperhatikan oleh orang tua secara baik (setiawati, 2011). Hasil penelitian Sulistiyaningsih (2010) menyatakan bahwa kesiapan bersekolah menjadi penting artinya karena anak yang telah memiliki kesiapan untuk bersekolah akan memperoleh keuntungan dan kemajuan dalam perkembangan selanjutnya. Sementara itu anak yang tidak memiliki kesiapan, justru akan frustrasi bila ditempatkan di lingkungan akademis, berbagai bentuk perilaku sebagai cerminan frustrasi ini diantaranya adalah menarik diri, berlaku acuh tak acuh, menunjukkan gejala-gejala fisik, atau kesulitan menyelesaikan tugasnya di Sekolah. Anak-anak yang tidak memilki kesiapan untuk bersekolah akan tidak siap untuk berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran dan aktivitas di kelas. Hal ini dapat mempengaruhi prestasi belajar mereka. (Ladd,dkk dalam Britto dan Rana,2012).Hasil penelitian Yuniarahmah di Banjarmasin tahun 2009 menyebutkan bahwa kecerdasan, regulasi emosi dan kompetensi sosial mampu memprediksi kesiapan anak masuk Sekolah Dasar. Pendidikan PAUD di Indonesia saat ini telah berkembang cukup beragam, salah satu hal yang cukup menjadikan adanya perbedaan adalah pada jam belajar dikelas. Berdasarkan Permendikbud No.146 Tahun 2014 menyebutkan untuk di TK Formal satu kali pertemuan selama 150-180 menit dengan alokasi waktu 900 menit per minggu. Terkait jam belajar saat ini telah banyak berkembang sekolah dengan jam belajar yang melebihi dari aturan dari Kementrian Pendidikan Nasional, biasanya sekolah TK yang melebihi jam belajar tersebut adalah sekolah Islam Terpadu, yang telah melakukan modifikasi dari kurikulum dasar yang telah ditetapkan dalam Permendikbud Nomor 146 Tahun 2014. National Education Goals Panel sejak tahun 1991 menyebutkan bahwa kesiapan bersekolah dan belajar anak seutuhnya meliputi 5 dimensi yaitu 1). Kesehatan fisik dan perkembangan motorik, 2). Perkembangan sosial dan emosional, 3). Perkembangan bahasa, 4). Pendekatan untuk belajar, 5). Kognitif dan pengetahuan umum (Barbara,2008). Mengingat pentingnya kesiapan bersekolah sebagai dasar kemampuan untuk mengikuti berbagai tuntutan kegiatan dan kurikulum Sekolah Dasar, serta masa belajar anak prasekolah dengan perbedaan lama jam belajar tentunya akan mempengaruhi aspek perkembangan anak yang terkait dengan kesiapan masuk Sekolah Dasar, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk bisa melihat dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan belajar anak yang akan memasuki jenjang Sekolah Dasar pada anak prasekolah akhir didua TK dengan karakteristik yang berbeda. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah studi analitik observasional.Rancang bangun penelitian yang digunakan cross sectional. Pada penelitian ini akan ada dua populasi yaitu anak Prasekolah Akhir dengan jam belajar 900 menit/ minggu dan anak Prasekolah Akhir dengan jam belajar lebih dari 900 menit/ minggu. Populasidalam penelitian adalah semua anak Prasekolah Akhir pada TK dengan jam belajar 900 menit/ minggu dan lebih dari 900 menit per Tahun akademik 2014/2015. Sampel dalam penelitian ini adalah sebesar 90 responden (TK jam belajar 900 menit/minggu n = 58 anak dan TK jam belajar lebih dari 900 menit per minggu n = 32 anak). Teknik Pengambilan Sampel Pada penelitian ini teknik pengambilan sampel menggunakan pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling) prasekolah akhir dalam hal perkembangan kognitif berada dalam kategori baik untuk di dua TK HASIL Tabel Tabulasi Silang Perkembangan Motorik Anak Prasekolah Akhir dengan Jam Belajar Di Kota Samarinda Berdasarkan tabel didapatkan perkembangan motorik anak prasekolah akhir pada dua TK dengan jam belajar yang berbeda menunjukkan hasil yang sama yaitu berada dalam perkembangan yang baik. Tabel Tabulasi Silang Perkembangan Sosial Anak Prasekolah Akhir dengan Jam Belajar Di Kota Samarinda Tabel Tabulasi Silang Perkembangan Motorik Anak Prasekolah Akhir dengan Jam Belajar Di Kota Samarinda Lama Jam Belajar Perkembangan Perkembangan Baik Perkembangan Cukup Total Perkembangan n (%) 0 (0) 58 (100) 32 (100) Perkembangan Baik Perkembangan Cukup Perkembangan Kurang Total 900 Menit/minggu n (%) 44 (75,9) >900 menit/ minggu n (%) 32 (100) 11(19) 0 (0) 3 (5,2) 0 (0) 58 (100) 32 (100) Tabel menunjukkan nilai perkembangan anak 9 ( 15,5) 31 (96,9) 1 ( 3,1) 1 ( 1,7) 0 (0) 58 (100) 32 (100) Lama Jam Belajar Lama Jam Belajar Perkembangan 48 (82,8) Tabel Tabulasi Silang Perkembangan Emosional Anak Prasekolah Akhir dengan Jam Belajar Di Kota Samarinda Berdasarkan tabel didapatkan perkembangan motorik anak prasekolah akhir pada dua TK dengan jam belajar yang berbeda menunjukkan hasil yang sama yaitu berada dalam perkembangan yang baik. Tabel Tabulasi Silang Perkembangan Kognitif Anak Prasekolah Akhir dengan Jam Belajar Di Kota Samarinda Perkembangan Baik Perkembangan Cukup Perkembangan Kurang Total n (%) Tabel menunjukkan nilai perkembangan anak prasekolah akhir dalam hal perkembangan sosial untuk jam belajar lebih dari 900 menit per minggu dan lebih berada dalam kategori baik. 900 >900 menit/minggu menit/minggu n (%) n (%) 46 (79,3) 32 (100) 12 (20,7) Lama Jam Belajar 900 >900 menit/minggu menit/minggu Perkembangan 900 menit/minggu n (%) Perkembangan Baik Perkembangan Cukup Perkembangan Kurang Total 4 (6,9) 0 (0) 21 ( 36,2) 9 (28,1) 33 ( 56,9) 23 ( 71,9) 58 (100) 32 (100) >900 menit/minggu n (%) Tabel menunjukkan nilai perkembangan anak prasekolah akhir dalam hal perkembangan emosional untuk jam belajar lebih dari 900 menit per minggu 71,9% berada dalam kategori perkembangan emosional yang kurang, sedangkan untuk anak prasekolah dengan jam belajar 900 menit/minggu 56,9% juga berada dalam perkembangan sosial yang kurang. Tabel Tabulasi Silang Perkembangan Bahasa Anak Prasekolah Akhir dengan Jam Belajar Di Kota Samarinda Orang tua dengan Kesiapan Memasuki Jenjang Sekolah Dasar di TK dengan jumlah jam belajar lebih 900 menit/ minggu Kota Samarinda Tahun 2015 Lama Jam Belajar Perkembangan 900 menit/ minggu n (%) >900 menit/ minggu n (%) Perkembangan Baik 40 (69) 30 (93,8) Perkembangan Cukup Perkembangan Kurang Total 17 ( 29,3) 2 (6,3) Ya 1 (1,7) 0 (0) 58 (100) 32 (100) Tabel menunjukkan nilai perkembangan anak prasekolah akhir dalam hal perkembangan bahasa untuk jam belajar 900 menit per minggu dan lebih berada dalam perkembangan kognitif yang baik atau sesuai tahapan perkembangan. Tabel Hasil Tabulasi Silang Variabel Jam Belajar dengan Kesiapan Memasuki Jenjang Sekolah Dasar dengan 2 Kategori Tahun 2015 Kesiapan Bersekolah SD Lama Belajar 900 menit perminggu > 900 menit per minggu P = 0,001 Stimulasi Cukup siap n (%) 21 (36,2) Sangat siap n (%) 37 (63,8) 1 (3,1) 31 (96,9) Total n (%) 58 (100) 32 (100) Berdasarakan tabel menunjukkan baik anak prasekolah dengan jam belajar 900 menit per minggu maupun dengan jam belajar lebih dari 900 menit per minggu hampir seluruhnya masuk ke dalam kategori sangat siap.Dengan menggunakan uji Chi Square didapat nilai P 0,001, nilai ini kurang dari Alpha (0,05) hal ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara lama belajar dengan kesiapan memasuki jenjang Sekolah Dasar pada anak Prasekolah akhir. Tabel Hasil Tabulasi Silang Variabel Stimulasi Tidak Kesiapan Bersekolah SD Cukup Sangat Siap siap n (%) n (%) 1 (3.1) 17 (94,4) 0 (0) 14 (100) Total n (%) 14 (100) 18 (100) P = 0,378 Tabel diatas menunjukkan baik anak yang mendapat stimulasi maupun yang tidak sama sama menuju kearah yang sangat siap untuk memasuki jenjang Sekolah Dasar. Stimulasi disni dalam bentuk berbagai persiapan yang mendukung anak untuk lebih siap memasuki jenjnag Sekolah Dasar, misalnya sering berdiskusi, melatih kemandirian anak dirumah, menimbulkan minat belajar pada anak, dll. Nilai P 0,278 didapatkan dengan menggunakan uji chi square menunjukkan nilai yang lebih dari 0,05 dan ini tidak menunjukkan hubungan yang signifikan antara stimulasi orang tua dengan kesiapan anak memasuki jenjang Sekolah Dasar pada anak TK dengan jumlah jam belajar lebih dari 900 menit/minggu. PEMBAHASAN Faktor-faktor perkembangan anak yang mempengaruhi kesiapan anak memasuki jenjang Sekolah Dasar adalah : 1. Perkembangan motorik Pada hasil penelitian menunjukkan perkembangan motorik pada anak dengan jam belajar lebih dari 900 menit per minggu masuk ke dalam perkembangan yang baik, dan untuk perkembangan cukup dari sisi motorik ada pada anak dengan jam belajar 900 menit per minggu. Perkembangan motorik yang dinilai disini adalah motorik kasar dan halus, anak-anak TK telah mampu melompat dengan baik, berjalan di titian, dan juga untuk motorik halus anak prasekolah akhir dari kedua TK telah mampu memegang pensil secara baik. Namun pada anak TK dengan jam belajar 900 menit per minggu, peneliti masih menemukan anak TK yang malas untuk memegang pensil untuk menulis ada dan juga memegang pensilnya masih kurang benar, sehingga membuat anak lambat untuk menulis. Anak prasekolah tengah belajar untuk menggunakan dan menguji tubuh mereka. Anak prasekolah juga senang berpartisipasi dalam aktivitas gerak ringan seperti mengambar, mewarnai, melukis, memotong dan menempel, sehingga anak-anak ini membutuhkan program yang mencakup gerak dan permainan. Program prasekolah yang baik mengakomodasi kebutuhan fisik anak prasekolah yang unik dan mendukung pembelajaran mereka lewat keikutsertaan aktif. (Morrison, 2012). Untuk motorik kasar anak pra sekolah dengan jam belajar lebih dari 900 menit setiap harinya selalu dirangsang dengan adanya jadwal bermain setelah belajar pagi dan sebelum makan, anak-anak diijinkan bermain di playground, bermain ayunan, panjat, berjalan dititian, bermain plosotan tanpa ada rasa ketakutan untuk jatuh, sedangkan untuk anak pra sekolah akhir dengan jam belajar 900 menit per minggu, tidak ada jadwal khusus setiap hari untuk anak bermain di playground dan untuk kemampuan motorik halus, kedua TK hampir sama penerapannya. 2. Perkembangan kognitif Pada hasil penelitian menunjukkan perkembangan kognitif pada anak dengan jam belajar 900 menit per minggu masih ada yang berada dalam kategori cukup, sedangkan pada anak dengan jam belajar lebih dari 900 menit per minggu seluruh anak berada dalam perkembangan kognitif yang baik. Pada masa ini anak mempunyai minat yang besar terhadap tugas-tugas sekolah seperti membaca, menulis, berhitung dan lain-lain.Anak membandingbandingkan dirinya dengan teman-temannya sehingga anak mudah sekali dihinggapi perasaan takut akan kegagalan dan ejekan teman. Menurut Vygotsky kemampuan kognitif anak berkembang menjadi matang melalui interaksi sosial yang melekat dalam suatu latar belakang kebudayaan.Mengacu juga pada teori Piaget pada usia prasekolah akhir anak berada pada tahap operasional konkret yang berlangsung kira-kira usia 7-11 tahun. Anak sudah mampu berpikir rasional dan melakukan aktivitas logis tertentu.Anak juga telah mampu memperlihatkan keterampilan konversi, klasifikasi, penjumlahan, pengurangan dan beberapa kemampuan lain yang sangat dibutuhkan anak untuk kebutuhan dasar di sekolah. (Soetjiningsih, 2012). 3. Perkembangan bahasa Pada anak dengan jam belajar 900 menit per minggu masih ada anak yang perkembangan bahasanya cukup dan kurang walaupun perkembangan bahasa anak pada taraf baik pun juga banyak, sedangkan pada anak dengan jam belajar lebih 900 menit per minggu hampir semuanya perkembangan bahasa anak telah berada pada perkembangan yang baik. Pada kedua TK peneliti melihat ada perbedaan pada saat belajar didalam kelas, dimana anak pra sekolah akhir dengan jam belajar 900 menit, kurang terlalu sering untuk ditanya ataupun diajak berdiskusi oleh guru, hal ini karena jumlah siswa di dalam kelas yang cukup banyak, sehingga tidak semua anak dapat ditunjuk oleh guru untuk mengutarakan pendapatnya dalam pembahasan tema pelajaran, sedangkan pada anak dengan jam belajar lebih dari 900 menit per minggu di setiap tema, setiap sentra anak akan selalu ditanya oleh guru satu persatu secara bergantian sehingga pada proses belajar dengan adanya diskusi seperti itu melatih kemampuan berbahasa anak menjadi lebih baik, alasan sehingga anak tersebut selalu bisa ditanyain satu per satu adalah karena jumlah siswa yang tidak banyak di dalam kelas. Dengan mengajak anak melatih perkembangan bahasanya, maka secara tidak langsung melatih kemampuan baca dan tulisnya. Leraner dalam Sudono 2004) mengemukakan bahwa dasar utama perkembangan bahasa anak adalah melalui pengalaman-pengalam yang kaya itu akan menunjang faktor bahasa yang lain, yaitu kemampuan berbicara, membaca dan kemampuan menulis. 4. Perkembangan sosial Pada anak dengan jam belajar 900 menit per minggu masih ada anak yang perkembangan sosialnya cukup dan kurang, sedangkan pada anak dengan jam belajar lebih 900 menit per minggu hampir semuanya perkembangan sosial anak telah berada pada perkembangan yang baik. Pada saat akan memasuki jenjang Sekolah Dasar lingkungan anak sudah semakin luas yang mengakibatkan anak juga mengenal bermacam-macam peran sosial yang ada dalam lingkungan. Menurut Helms dan Turner (dalam Syaodih 2005: 64) mengungkapkan bahwa pola perilaku sosial pada anak dapat dilihat dari empat dimensi yaitu anak yang dapat bekerja sama dengan teman, anak mampu menghargai teman, anak mampu berbagi sesuatu yang dimilikinya kepada teman, dan anak mampu membantu teman.Menurut Vygotsky peran, aturan, dan dukungan motivasional dimungkinkan oleh situasi imajiner yang menyediakan banuan bagi anak untuk membentuk tingkat yang lebih tinggi pada Zona Proximal Development (ZPD) anak, yakni wilayah yang menghubungkan antara kemampuan aktual anak dan kemampuan potensial anak. Pada dua TK dalam penelitian ini, peneliti telah melihat dari anak-anak dapat berinteraksi dengan teman sebaya dan orang dewasa, namun ada sedikit perbedaan dimana anak pra sekolah akhir dengan jam belajar lebih dari 900 menit per minggu lebih mudah untuk diajak berdiskusi mengenai kegiatan mereka di rumah, sedangkan untuk anak pra sekolah akhir dengan jam belajar 900 menit per minggu, anak juga mudah diajak berdiskusi hanya saja respon timbal baliknya lebih lama. 5.Perkembangan emosional Pada anak dengan jam belajar 900 menit per minggu maupun lebih dari 900 menit per minggu perkembangan emosional anak masih banyak yang kurang. Perkembangan sosial emosional yang baik merupakan prediktor untuk kesuksesan dalam bidang akademik, kognitif, sosial dan emosional anak dalam kehidupan selanjutnya. Menurut Waltz (2006) perkembangan emosi dan sosial anak pada masa kanak-kanak usia prasekolah dipengaruhi oleh faktor biolgis, hubungan,dan lingkungannya. Sedangkan menurut Santrock perkembangan emosi dan sosial anak tidak terlepas peran dari faktor-faktor keluarga, relasi anak dengan teman sebayanya, dan kualitas bermain yang dilakukan bersama teman sebayanya. Boyd dkk (2005) menyatakan bahwa salah satu aspek yang penting adalah self regulation untuk membina hubungan sosial yang positif dengan orang lain dan dalam kesiapan sekolah dan mengikuti proses belajar di sekolah. Hasil regresi logistik ganda pada penelitian ini didapatkan hasil faktor dominan yang mempengaruhi kesiapan anak memasuki jenjang Sekolah Dasar, yaitu: 1. Status ibu Hasil penelitian ini menunjukkan status ibu yang tidak bekerja memiliki kemungkinan 6,319 kali memiliki anak lebih siap memasuki jenjang Sekolah Dasar dari pada ibu yang bekerja. Pada penelitian ini didapatkan bahwa ibu yang tidak bekerja yang tentunya lebih banyak waktu terhadap anak-anaknya, sehingga pertumbuhan dan perkembangan anak dipantau secara baik oleh ibu setiap harinya. Dalam hal kesiapan memasuki jenjang Sekolah Dasar peranan ibu ternyata cukup besar, karena ketika anak telah duduk di bangku TK B dan setahun kemudian anak akan mengalami fase kehidupan yang baru, yaitu memasuki jenjang Sekolah Dasar tentunya banyak persiapan yang harus dilakukan agar anak bisa menjadi lebih percaya diri dalam menghadapi fase terbaru kehidupannya. Kesiapan memasuki jenjang Sekolah Dasar dipengaruhi oleh dukungan keluarga. Hasil penelitian di Inggris menyebutkan lingkungan keluarga akan memberikan dukungan terhadap kesiapan anak. 2. Stimulasi Orang tua Peranan stimulasi orang tua dengan kesiapan anak memasuki jenjang Sekolah Dasar. Pada penelitian ini menunjukkan anak yang kurang mendapat stimulasi memiliki kemungkinan 30,297 lebih siap daripada anak yang mendapat stimulasi, hal ini dikarenakan adanya kepercayaan dari orang tua kepada sekolah tempat mereka menyekolahkan anaknya untuk mendapat pendidikan, orang tua tidak memberikan stimulasi khusus untuk persiapan anak memasuki jenjnag Sekolah Dasar, tetapi orang tua hanya menjadi pendamping ketika anak mengalami kesulitan. Dari hasil wawancara didapatkan alasan orang tua yang kurang mau menstimulasi anak untuk memasuki jenjang Sekolah Dasar adalah, karena orang tua berpikir anak mereka telah cukup mendapatkan pendidikan dan stimulasi yang tepat sesuai usia mereka disekolah, sehingga saat dirumah anak akan lebih dibebaskan untuk melakukan hal yang anak sukai dan orang tua tidak mau mengganggu hasil pembentukan dari sekolah. Pada dasarnya pemberian stimulasi sangatlah diperlukan untuk menunjuang pertumbuhan dan perkembangan anak, dalam hal kesiapan anak bersekolah stimulasi yang tepat akan membantu anak untuk bisa menjadi lebih mandiri dan lebih bisa bertanggung jawab. Faktor lingkungan terdekat dengan anak sangat berperan dalam menunjang kesiapan anak untuk memasuki Sekolah Dasar, sehingga potensi perkembangan anak yang dimiliki anak dapat berkembang secara optimal. Orang tua dan guru memegang peranan yang sangat penting dalam mengembangkan aspekaspek yang sangat menunjang kesiapan anak untuk sekolah meliputi semua perkembangan baik perkembangan motorik kasar dan halus, perkembangan bahasa, perkembangan sosial, perkembangan kognitif dan perkembangan emosi anak. Dalam penelitian ini stimulasi terbanyak diberikan oleh guru dalam artian pihak sekolah lebih banyak membantu dalam pemberian stimulasi yang tepat sesuai dengan usia anak dan kurikulum TK sehingga anak anak prasekolah akhir dapat menerima stimulasi dari sekolah secara baik, hal ini juga sesuai dengan hasil wawancara dengan beebrapa orang tua yang menceritakan bahwa sejak anak mereka masuk ke Sekolah Taman Kanak-Kanak anak mereka menjadi lebih berani, kehidupan sosial anak lebih terbuka, tidak pemalu jika dibandingkan dengan anak sebelum memasuki jenjang TK. Hal ini menunjukkan bahwa stimulasi untuk anak prasekolah akhir, bisa dari pihak diluar keluarga. Namun peran keluarga pun juga tidak bisa dikesampingkan, tetap harus bisa saling bekerja sama, untuk bisa menyiapkan anak memasuki masa depan yang lebih baik lagi. 3. Sekolah Sekolah memegang peranan penting dalam hal kesiapan anak memasuki jenjang Sekolah Dasar, karena setiap sekolah memiliki sistem pembelajaran yang berbeda, adanya modifikasi kurikulum ternyata memberikan bukti bahwa anak anak menjadi bisa lebih mandiri, lebih bertanggung jawab, selain sistem pembelajaran jam belajar disekolah juga mempengaruhi kesiapan anak memasuki jenjang Sekolah Dasar. Anak dengan jam belajar lebih dari 900 menit/ minggu yang dalam artian lebih lama berada di sekolah tentunya akan mengalami masa sosialisasi yang lebih lama dengan teman-teman, dan dengan guru. Berbagai pengalaman selama di dalam sekolah tentunya semakin membuat anak menjadi lebih mandiri dan lebih bertanggung jawab terhadap kegiatan. Tugas sekolah adalah mengembangkan sosialitas anak-anak mulai dari permainanpermainan dan tugas-tugas kelompok, disamping mengembangkan potensi-potensi individualnya. Guru harus tahu kebiasaan-kebiasaan gerak motoris yang salah, misalnya sikap duduk, berjalan, gerak menulis dan harus membetulkan untuk menjadi gerakan-gerakan yang benar. Demikian juga mengenai kegiatan-kegiatan psikologis yang salah harus diarahkan kepada yang benar. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian didapakan hasil perbedaan kesiapan bersekolah pada anak prasekolah akhir dengan jam belajar 900 menit/ minggu dengan jam belajar lebih dari 900 menit/minggu dan faktor-faktor perkembangan baik dari motorik, kognitif, emosi, sosial dan emosional juga mengalami perbedaan. Dan Perbedaan kesiapan terletak pada status ibu bekerja dan sekolah dengan sistem pembelajaran yang berbeda dari tiap sekolah. Saran Selalu memberikan perhatian pada setiap anak, karena setiap anak memiliki ciri khas tertentu dan setiap anak akan melalui fase kehidupan secara berurutan, sehingga dukungan dan perhatian tersebut dapat membuat anak menjadi lebih siap, guru PAUD hendaknya terus meningkatkan kualitas dan kuantitas pelaksanaan PAUD. KEPUSTAKAAN Anon., 2001. www.childtrends.org. [Online] Available at: HYPERLINK "school%20readiness%20:%20helping% 20communities%20get%20children%20 ready%20for%20school%20and%20sch ool%20ready%20for%20children"schoo l readiness : helping communities get children ready for school and school ready for children [Accessed desember 2014]. Anon., 2012. www.childtrenddatabank.org. [Online] Available at: HYPERLINK "www.childtrenddatabank.org" www.childtrenddatabank.org . Arikunto, P.D.S., 2010. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Azwar Saifuddin, M.A., 2013. Pengantar psikologi intelegensi. Yogyakarta: Pelajar Offset. Carlton, M.P., 1999. School readiness : The need for a paradigm shift. school psychology review, 28(3), p.338. Carol Seefeldt dan Barbara A. Wasik, n.d. Pendidikan Anak Usia Dini. In S. Darwin, ed. Menyiapkan anak usia tiga, empat dan lima tahun masuk sekolah. kedua ed. Jakarta: PT. Indeks. p.2008. Dahlan, M.s., 2013. Besar sampel dan cara pengambilan sampel. Jakarta: Salemba medika. Dewi, setiawati, e.h.a.a.c., 2011. Perbedaan kesiapan bersekoah antara anak yang mengikuti dan tidak mengikuti PAUD. jurnal Ikatan dokter indonesia, 61. Diane e. papalia, sally wendkos old, ruth duskin feldman, 2008. human development(psikologi perkembangan). Jakarta : Kencana Prenada Media Group. dr. Soetjiningsih, S.A., 2012. Tumbuh kembanh anak. Jakarta: EGC. Fudyartanta, K., 2012. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hurlock, E.B., 1978. Perkembangan anak jilid II. keenam ed. Jakarta: Eralngga. IDAI, S.i.P., 2014. Panduan Imunisasi Anak. Jakarta: Kompas Gramedia. John, W.S., 2002. Life Span developmnet. In Y.S. Drs. Herman Sinaga, ed. Perkembangan Masa hidup. Kelima ed. Jakarta: PT. Erlangga. Kustimah, d., 2007. Gambaran Kesiapan anak masuk sekolah dasar ditinjau dari hasil tes NST. [Online] [Accessed september 2014]. Kurniasari, Lia. 2015. Perbedaan Kesiapan Bersekolah Anak yang Akan Memasuki Jenjang Sekolah Dasar di Kota Samarinda. Surabaya: Tesis FKM Unair M.Berns, R., 2004. Child, Family, School community. In D. Alpert, ed. socialization and support. 6th ed. USA: Thomson Learning,Inc. Morrison, G.S., 2012. Dasar-Dasar Pendiidkan Anak Usia Dini. In edisi kelima. Translated by S.R.d.A. Widiastuti. Jakarta: PT. Indeks. Nazir, M.P.D., 2013. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia. Novan Ardy Wiyani, M.P., 2014. Mengelola Kecerdasan Sosial dan Emosi Anak Usia Dini. Yogyakarta: Ar Ruzz Media. Nur halimah, f.k., 2010. Kesiapan memasuki sekolah dasar pada anak yang mengikuti pendidikan TK dengan yang tidak mengikuti pendidikan TK di kabupaten Kudus. psikologi universitas maria kudus, 1. PAUDNI, D., 2011. Kerangka Besar Pembangunan PAUD Indonesia. Kementrian Pendidikan Nasional. Prianto, P.M.P.L., 2011. Kesiapan anak bersekolah. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini. Pujiani, 2011. Hubungan pola pengasuhan Ibu dengan ketrampilan sosial anak usia 6 tahun. surabaya, 2011. tesis fkm unai. Riduwan, D.M.B.A., 2013. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta. Soetjiningsih, C.H., 2012. Perkembangan anak Sejak Pembuahan sampai dengan kanakkanak akhir. Jakarta: Prenada Media Group. Supartini, E., 2006. Pengukuran Kesiapan Sekolah. pendidikan Khusus, 2. Suryabrata, S., 2005. Alat ukur Psikologis. Yogyakarta: Andi yogyakarta. Sya'diyah, s.n., 2013. pengaruh interaksi sosial orang tua dengana nak melalui bermain pada kematangan sosial anak usia 4-6 tahun. surabaya, 2013. tesis, FKM Unair. Utina, j., 2011. hubungan antara status bekerja ibu dengan pencapaian tumbuh kembang anak balita di kelurahan masin kecamatan Tumiting Kota Manado. Surabaya: Tesis FKM Unair.