PENDIDIKAN PRASEKOLAH Siapa, Mengapa, dan Bagaimana Oleh: Dra. Diah Harianti, MPsi, Pusat Kurikulum Balitbangdiknas (Makalah ini disampaikan dalam soft opening Taman Bocah Pre School, Yogyakarta, 11 Oktober 2003) PENDAHULUAN Proses globalisasi selalu berdampak pada dunia pendidikan, termasuk di Indonesia. Pendidikan bertujuan untuk menjadikan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, beriman dan bertaqwa, berakal dan bernalar tinggi, serta berbudaya. Dalam rangka globalisasi dan otonomi daerah, program pendidikan harus mampu memberikan bekal bagi peserta didik agar menjadi manusia yang tangguh sehingga mampu “survive” dan menyesuaikan diri dengan perubahan jaman. Pendidikan prasekolah diselenggarakan dalam upaya membantu meletakkan dasar perkembangan semua aspek tumbuh kembang bagi anak usia sebelum memasuki pendidikan dasar. Usia prasekolah merupakan masa peka untuk menerima rangsangan dan sangat menentukan bagi tumbuh kembang anak pada masa selanjutnya. Anak yang memperoleh pendidikan prasekolah diharapkan dapat mempersiapkan diri untuk memasuki pendidikan dasar secara lebih baik. Kemampuan dasar yang harus dimiliki anak dalam penyesuaian dirinya berupa: 1. Kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik, menghargai orang lain, 2. 3. 4. bekerjasama, kesadaran akan adanya perbedaan pendapat, termasuk kemampuan untuk berfungsi secara baik sebagai anggota tim. Kemampuan untuk melakukan analisa terhadap situasi, membuat pertimbangan yang masuk akal, dan memecahkan permasalahan baru yang dihadapi. Kemampuan untuk mengakses berbagai sinformasi melalui berbagai cara, termasuk kemampuan dalam bahasa lisan maupun tertulis, serta mampu menggunakan secara baik alat dan teknologi yang terus berkembang. Kemampuan untuk secara terus menerus belajar pendekatan yang baru, keterampilan-keterampilan baru, dan pengetahuan-pengetahuan baru sesuai kebutuhan perubahan. SIAPAKAH ANAK PRASEKOLAH ITU? UNESCO dengan persetujuan negara-negara anggotanya membuat International Standard Classification of Education (ISCED) dengan 7 klasifikasi penjenjangan mulai dari prasekolah sampai dengan pendidikan tinggi. Jenjang Prasekolah (Level 0) disebut juga sebagai pendidikan usia dini. Pendidikan prasekolah adalah pendidikan bagi anak usia 3-5 tahun. Beberapa negara memulai lebih awal (2 tahun) dan beberapa negara lain mengakhiri lebih lambat (6 tahun). Dinyatakan pula bahwa untuk beberapa negara pendidikan usia dini termasuk baik pendidikan prasekolah maupun pendidikan dasar. NAEYC (National Association for the Education of Young Children) dalam NAEYC Position Statement menyebutkan bahwa Program Anak Usia Dini adalah program pada sekolah, pusat, atau lembaga lain yang memberikan layanan bagi anak sejak lahir hingga usia 8 tahun. Program tersebut termasuk penitipan anak, penitipan anak pada keluarga (family child care home), pendidikan prasekolah baik swasta maupun negeri, Taman Kanak-kanak, dan Sekolah Dasar. Dalam pelayanannya mereka mengelompokkan usia anak dalam 0-3 tahun (First Three Years of life), 3-5 tahun dan 6-8 tahun. Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa Pendidikan Prasekolah tidak dapat dipisahkan dengan Pendidikan Anak Usia Dini yang dibagi dalam 4 kelompok, yaitu: Bayi (0 – 1 tahun), Toddler (2-3 tahun), Prasekolah (4-6 tahun) dan Kelas Awal SD (7-8 tahun). Sampai saat ini di Indonesia sendiri belum diputuskan apakah pendidikan prasekolah akan dibatasi hanya pada usia tertentu, yaitu usia 4-6 tahun saja, atau ditetapkan untuk semua umur sebelum memasuki Sekolah Dasar. Tulisan ini akan menitikberatkan pada pendidikan prasekolah untuk anak sebelum memasuki sekolah dasar, yaitu usia 4-6 tahun. Walaupun demikian, karena adanya hubungan usia ini dengan kelompok anak usia dini, seringkali pembahasan juga menyentuh anak usia dini secara keseluruhan agar diperoleh gambaran yang utuh dalam pengkajian pendidikan bagi anak yang belum masuk Sekolah Dasar. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang membahas tentang jenjang pendidikan disebutkan bahwa “Jenjang pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi”. Selanjutnya disebutkan dalam ayat berikutnya bahwa “selain jenjang pendidikan tersebut dapat diselenggarakan pendidikan prasekolah”. “Pendidikan prasekolah tidak termasuk persyaratan untuk memasuki pendidikan dasar”. Implikasi dari pernyataan tersebut adalah pendidikan prasekolah bukan merupakan pendidikan yang bersifat wajib dan tidak merupakan persyaratan untuk memasuki sekolah dasar. MENGAPA PENDIDIKAN PRASEKOLAH PENTING? Meskipun secara yuridis di Indonesia pendidikan prasekolah tidak dipandang sebagai pendidikan yang penting, tetapi secara teorotis diketahui bahwa dampak intervensi kesehatan, gizi, dan psikososial-pendidikan terhadap perkembangan anak sangat besar. Bloom (1964) menyebutkan bahwa perkembangan mental, yaitu perkembangan inteligensi, kepribadian dan tingkah laku sosial, sangat pesat ketika anak masih berusia dini. Separo dari perkembangan intelektual anak berlangsung sebelum anak berusia 4 tahun. Landshears (1979) menyebutkan bahwa tingkat perkembangan kognitif pada usia 17 tahun merupakan suatu akumulasi perkembangan anak sampai usia 4 tahun sebanyak 50 %, 4-8 tahun sebanyak 30 %, dan 20 % yang lain dicapai pada usia 9-17 tahun. Selain itu, banyak penelitian tentang otak yang menyatakan bahwa otak terangsang maksimal pada usia dini, dan hal itu sangat dipengaruhi oleh lingkungan (Mary Eming Young, …). Carnegie Task Force (1994) menyebutkan perlunya pendidikan usia dini sbb: Perkembangan otak anak sebelum usia satu tahun lebih cepat dan ekstensif. Walaupun pembentukan sel otak telah lengkap sebelum anak lahir tetapi kematangan otak terus berlangsung sesudah anak lahir. Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Gizi yang tidak layak pada masa kehamilan dan tahun pertama kelahiran akan mempengaruhi perkembangan otak anak dan dapat menyebabkan kecacatan pada syaraf dan tingkah laku anak, seperti kesulitan belajar atau keterbelakangan mental. Pengaruh lingkungan awal pada perkembangan otak berdampak lama (awet). Terdapat bukti bahwa bayi yang diberi gizi yang baik, mainan, dan teman bermain fungsi otaknya lebih baik. Lingkungan tidak saja menyebabkan penambahan jumlah sel otak dan hubungan antar sel, tetapi juga bagaimana hubungan antar sel otak tersebut terjadi. Proses pemerkayaan ini sangat besar terjadi di masa usia dini dan diperluas oleh pengalaman sensori anak dengan dunia luar. Stress pada usia dini dapat merusak secara permanen fungsi otak anak, cara belajar, dan memorinya. Hasil penelitian menunjukkan anak yang mengalami stress yang sangat besar pada usia dini beresiko sangat besar dalam perkembangan kognitif, tingkah laku, dan emosionalnya. NAEYC (National Association for the Education of Young Children) dalam pendahuluan untuk komitmentnya pada pendidikan anak memberikan rasional tentang pentingnya pendidikan anak dengan mengacu beberapa penelitian di bawah ini. Dana Alliance (1997) menyatakan adanya penelitian yang memperlihatkan bahwa sejak bayi sampai lebih kurang 10 tahun, sel otak tidak hanya membentuk hampir seluruh hubungan yang harus dilakukan untuk seluruh hidupnya, tetapi juga perkembangan terbesarnya. Jadi stimulasi kognitif pada usia sebelum 10 tahun mempengaruhi seluruh kehidupan anak. Bowlby (1969); Stern (1985) menyebutkan bahwa hubungan yang positif dan membangun sangat penting pada usia dini. Data menunjukkan bahwa hal ini penting untuk perkembangan kognitif, emosi, dan sosial anak. Gallahue (1993) menyatakan bahwa usia prasekolah adalah waktu yang paling optimal untuk perkembangan dasar ketrampilan motorik anak. Sedangkan Dyson & Genishi (1993) menyebutkan pentingnya usia tersebut pada perkembangan bahasa anak. Barnett 1995 menyatakan bahwa penelitian-penelitian terbaru secara jelas memperlihatkan bahwa program pendidikan usia dini yang berkualitas tinggi dan sesuai dengan perkembangan anak akan menghasilkan efek positif jangka panjang maupun pendek pada perkembangan kognitif dan sosial anak. Selanjutnya disimpulkan dari berbagai penelitian bahwa pendidikan prasekolah yang bermutu akan menyebabkan anak sukses dalam pendidikannya. Berdasarkan ulasan para ahli tentang perkembangan anak yang sangat pesat pada usia sebelum memasuki sekolah dasar dan pernyataan tentang pentingnya lingkungan bagi perkembangan dini otak anak, maka kita harus mulai memikirkan secara serius untuk menyelamatkan generasi yang akan datang dengan memberikan pelayanan pendidikan sebaik-baiknya bagi anak sebelum masuk sekolah dasar. Memberikan pelayanan pendidikan setelah anak berusia 7 tahun, yaitu ketika anak masuk Sekolah Dasar, adalah satu hal yang terlalu terlambat. Di Indonesia program kesehatan untuk anak sebelum lahir maupun pada masa Balita telah banyak dilakukan. Tetapi perhatian pemerintah terhadap pendidikan anak usia dini sampai saat ini masih sangat terbatas. Maka, perhatian terhadap pendidikan prasekolah perlu dilaksanakan agar kesehatan dan gizi yang telah diupayakan oleh masyarakat maupun pemerintah dapat berlangsung seiring dengan pendidikannya. BAGAIMANA PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI? Perkembangan biasanya dibedakan dengan pertumbuhan. Pertumbuhan mengacu pada perubahan ukuran, sedangkan perkembangan meliputi perubahan kematangan tingkah laku dan dari pola yang sederhana hingga kompleks. Perkembangan adalah perubahan manusia dari anak yang masih tergantung pada orang dewasa ke orang dewasa itu sendiri (Angeles-Bautista, 1997). Mengukur perkembangan anak tidak mudah. Banyak indikator yang harus dilihat pada setiap tahap perkembangan. Dua hal yang mendasari perkembangan adalah kematangan (maturation) dan belajar (learning). Kematangan adalah faktor bawaan. Jika kematangan telah sampai pada titik siap berkembang, maka belajar dapat dimulai (Hurlock, 1978). Kematangan dan belajar akan berlangsung beriringan. Anak harus mencapai kematangan tertentu sebelum mereka dapat belajar. Masa itu disebut sebagai “teachable-moment”. Hurlock (1978) juga menyebutkan adanya tiga patokan yang dapat membantu menentukan kesiapan anak untuk belajar sesuatu, yaitu: 1. Adanya perhatian terhadap sesuatu yang dipelajari. 2. Minat yang berjalan terus dan menjadi semakin kuat. 3. Hasil dari kegiatannya harus lebih baik karena belajar. Karena untuk dapat berkembang manusia harus belajar, maka perlu diberikan stimulus yang signifikan agar anak dapat berkembang dengan optimal. Sejak lahir hingga usia kurang lebih dua tahun perkembangan anak sangat berkaitan dengan keadaan fisik dan kesehatannya. Pada usia ini kebutuhan akan perlindungan orang dewasa sangat besar. Perkembangan kemampuannya, terutama motorik, sangat pesat. Perbedaannya sangat terlihat walau hanya dalam dua atau tiga bulan saja. Pada usia tiga sampai lima tahun perkembangan lebih pada pencapaian kemandirian dan sosialisasi. Tahap-tahap ini sangat penting untuk kehidupan selanjutnya. Pada usia ini anak mulai mampu menerima keterampilan dan pelajaran sebagai dasar pembentukan proses berpikir dan pembentukan pengetahuan. Pada usia ini perkembangan motorik, bahasa, kreativitas, sosial, moral, dan emosionalnya mulai terbentuk dan cenderung menetap sampai usia dewasa BAGAIMANA PENDIDIKAN PRASEKOLAH SEBAIKNYA DILAKUKAN? 1. Developmentally appropriate program Pendidikan yang developmentally appropriate adalah pendidikan yang mendasarkan pada bagaimana anak berkembang dan belajar. Dalam pendekatan ini apa dan bagaimana yang harus dipelajari anak tergantung pada pengetahuan dan pemahaman kita tentang perkembangan anak serta hubungan antara pengalaman sebelumnya dengan berikutnya. Agar tahu bagaimana pembelajaran untuk anak sebaiknya dilakukan, guru harus memahami perubahan perkembangan yang secara umum ada pada anak usia 0-8 tahun, variasi-variasi dalam perkembangan yang mungkin bisa muncul, serta bagaimana kita bisa mendukung perkembangan dan pembelajaran anak secara maksimal pada usia tersebut. Prinsip-prinsip perkembangan yang dapat dijadikan pegangan dalam pembelajaran dengan pendekatan developmentally appropriate: Aspek dalam perkembangan anak –fisik, sosial, emosi, kognitif- berhubungan satu sama lain. Perkembangan pada satu aspek akan mempengaruhi perkembangan pada aspek yang lain. Perkembangan anak muncul pada tahapan yang secara relatif berurutan, di mana kemampuan, keterampilan dan pengetahuan yang datang kemudian dibangun oleh kemampuan, keterampilan dan pengetahuan sebelumnya. Proses perkembangan bervariasi pada setiap anak dan aspek. Tiap anak adalah pribadi yang unik dengan pola dan waktu perkembangan masingmasing. Juga berbeda perkembangannya karena memiliki kepribadian, temperamen, cara belajar, latar belakang keluarga, dan pengalaman yang berbeda. Pengalaman dini memiliki efek yang kumulatif, baik positif maupun negatif, pada setiap anak. Jika pengalaman terjadi terus menerus maka akan menimbulkan efek yang sangat besar dan membekas seperti bola salju. Misalnya: pengalaman bergaul anak di TK akan menimbulkan pengalaman sosial dengan teman sebaya yang akan terus tumbuh sampai dewasa. Perkembangan dan pendidikan muncul dan dipengaruhi oleh beragam konteks sosial dan budaya. Anak adalah pembelajar aktif yang membawa pengalaman sosial, fisik dan budayanya sebagai bahan pengetahuan untuk mengkonstruksi pemahaman tentang dunia sekitar. Perkembangan dan pendidikan dihasilkan dari interaksi antara kematangan biologis dan lingkungan, termasuk dunia sosial dan fisiknya. Bermain adalah kendaraan yang sangat penting untuk mencapai perkembangan sosial, emosional, dan kognitif anak, serta merupakan refleksi dari perkembangannya. Perkembangan akan dicapai oleh anak jika mereka memiliki kesempatan untuk berlatih ketrampilan baru dan berpengalaman dengan tantangan yang teraih, yaitu tantangan yang masih dalam tingkat dapat dikuasainya. Cara penggambaran dari apa yang telah diketahui dan dipelajari oleh anak satu sama lain akan berbeda. Anak akan belajar dengan baik dalam perasaan aman dan dihargai, serta terpenuhi kebutuhan fisiknya. 2. Integrasi antara gizi, kesehatan dan psikososial Yang menjadi ciri khas dari program pelayanan pendidikan terhadap anak anak usia dini adalah perlunya integrasi dari berbagai pihak untuk penanganan menyeluruh terhadap anak usia prasekolah. Integrasi tersebut diperlukan agar anak memperoleh semua kebutuhannya, yaitu kesehatan, gizi, serta stimulasi psikososial. Ketiganya saling mempengaruhi dan akan mendorong anak untuk tumbuh dan berkembang secara maksimal. Guru, pengasuh, maupun pengelola pendidikan yang lain harus memiliki pengetahuan, ketrampilan, serta afeksi terhadap anak yang menyangkut ketiga hal tersebut. 3. Memperhatikan hak anak Pada tahun 1990 Konvensi Hak Anak telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia. Artinya pemerintah telah menyetujui dan menerapkan aturan tersebut di Indonesia. Dalam Konvensi Hak Anak, yang disebut anak adalah seseorang yang umurnya belum mencapai 18 tahun kecuali menurut undang-undang nasional batasan umur tersebut diturunkan. Berdasarkan undang-undang tentang anak di Indonesia, usia 18 tahun juga usia batasan yang disebut sebagai anak. Sepuluh aspek yang harus ada dalam Konvensi Hak Anak: 1. Anak harus dibesarkan oleh orang tua, orang dewasa lain, atau keluarga yang 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. memberikan cinta dan pengertian sebagai dasar bagi perkembangannya. Anak harus menerima makanan yang sesuai dengan kebutuhan fisiknya. Kesehatan dan perkembangan anak harus diutamakan. Anak harus memperoleh tempat bernaung yang layak. Anak harus memperoleh sedikitnya pendidikan dasar. Anak harus berkembang agar dapat menikmati kehidupan dan melangsungkan identitas bangsa dan negara. Anak harus menerima pelatihan dan pendidikan agar siap bekerja sesuai dengan bakat, kemampuan dan minatnya. Anak harus memperoleh kesempatan dan kemampuan untuk mengutarakan pendapatnya. Anak harus memperoleh akses pelayanan yang mendasar dari lembaga negara dan swasta. Anak harus mendapat kesempatan untuk mengetahui, serta melindungi hak dan minatnya. 4. Guru harus memiliki pengetahuan tentang anak yang berkesulitan belajar Perkembangan anak tidak semuanya normal. Ada yang sedikit di bawah maupun di atas batas normal. Guru harus mampu membedakan dan memberikan perhatian lebih banyak kepada anak yang bermasalah dan berkelainan. Tujuannya adalah agar kelas dapat tetap berjalan dengan semestinya dan setiap anak memperoleh pelayanan secara maksimal. Pada prinsipnya guru dapat membantu mengurangi kesulitan belajar anak tertentu dengan memberikan perhatian yang lebih besar daripada anak-anak normal. Anakanak bermasalah dan berkelainan umumnya memerlukan pembelajaran yang sifatnya individual. Oleh sebab itu, guru perlu merencanakan kegiatan pembelajaran khusus untuk mereka. Seandainya karena parahnya kelainan dan masalah yang dihadapi anak-anak tersebut, guru dapat memberikan informasi kepada orangtua agar segera mendapatkan pertolongan dari ahlinya. SUMBER TULISAN: Robert Myers. The Twelve Who Survive. Strengthening programmes of Early Childhood Development in The Third World; 1992; Routledge in Cooperation with UNESCO for The Consultative Group on Early Childhood Care and Development. Sue Bredekamp & Carol Copple. Developmentally Appropriate Practice in Early Childhood Program. 1997. NAEYC. Mary Eming Young. Earlychild Development: Investing in the Future. (tanpa tahun). The World Bank. Education Indicators: An International Perspective. Juni 2002. . Internet. Carol Seefeld & Nita Barbour. Early Childhood Education. An Introduction. 1986. Merrill Publishing Company. Toronto. Diah Harianti: Naskah Akademik RPP Pendidikan Prasekolah. Diah Harianti : Pendidikan Prasekolah pada Era Otonomi Daerah. Diah Harianti dkk: Pedoman pembelajaran anak kelas awal SD. http://www.tamanbocah.com/tb1/pub_pendprasekolah.html