vii BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Gambaran Umum Diabetes

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Gambaran Umum Diabetes Mellitus
Sebelum membahas penulisan ini lebih lanjut ada baiknya untuk
mengetahui Diabetes Mellitus secara umum, penyebab, jenis dan akibat yang
ditimbulkan dari penyakit ini. Sehingga sedikit banyak diharapkan pembaca
memperhatikan tentang betapa pentingnya mengatur pola hidup yang baik dan
sehat.
2.1.1
Sistem Glukosa-Insulin dalam Darah
Sistem Glukosa-Insulin merupakan sebuah contoh loop tertutup dalam
sistem fisiologis dalam tubuh manusia. Pada orang normal, konsentrasi kadar gula
darah berada dalam kisaran 70 – 110 mg/dL. Dan sistem glukosa-insulin inilah
yang ada di dalam tubuh manusia agar konsentrasi kadar gula darah tetap pada
kondisi yang stabil dan normal. Gambar 2.1 menjelaskan secara singkat dari
sistem glukosa-insulin ini. Bagi orang normal, kondisi akan selalu berada dalam
area yg berwarna hijau, di mana kadar gula darah berada dalam kondisi yang
normal pula.
vii
24
Gambar 2.1 Sistem Glukosa-Insulin pada Manusia
Beberapa faktor dapat mempengaruhi konsentrasi kadar gula darah
seperti: konsumsi makanan, tingkat pencernaan masing-masing orang, olahraga,
dan sebagainya. Hormon – hormon pada kelenjar endokrin pankreas seperti insulin
dan glukagon yang akan bertanggung jawab untuk menjaga kosentrasi gula darah
pada kondisi normal.
Pada saat konsentrasi gula darah dalam keadaan tinggi, misalkan
seseorang mengkonsumsi makanan (berada pada area yang berwarna merah),
tubuh akan mengirimkan sinyal ke kelenjar pankreas, dan sel-β akan memberikan
respon dengan sekresi hormon insulin ke dalam tubuh. Insulin ini akan bekerja
untuk menurunkan kadar gula darah dan membawa seseorang tetap pada area hijau
yang aman.
Sebaliknya, apabila manusia melakukan kegiatan seperti berolahraga
yang membutuhkan glukosa dalam darah (berada pada area yang berwarna biru),
25
secara otomatis kadar gula darah akan turun dan berada di bawah kondisi normal.
Pada tahap ini tubuh kembali mengirimkan sinyal ke kelenjar pankreas dan sel-α
akan
bereaksi
dengan
mennyekresikan
glukagon.
Glukagon
ini
akan
mempengaruhi sel-sel hati supaya melepaskan simpanan glukosa ke dalam darah
sampai orang kembali ke dalam kondisi normal.
Saat kadar gula darah seseorang secara konstan atau terlalu sering berada
di luar batas wajar (70-11mg/dL), maka dapat dikatakan bahwa orang tersebut
memiliki kelainan atau masalah pada gula darahnya. Kondisi seperti ini disebut
dengan hipoglisemia atau hiperglisemia.
Diabetes Mellitus adalah kelainan dari sistem glukosa-insulin sehingga
penderita tidak dapat mempertahankan kadar gula darahnya konstan pada kondisi
normal.
2.1.2
Diabetes Mellitus
Diabetes
diabaínein,
yang
Mellitus
memiliki
(DM)
(berasal
dari
kata Yunani διαβαίνειν,
arti
"tembus"
atau
"pancuran
air",
dan
kata Latin mellitus, yang berarti "rasa manis") yang dikenal sebagai kencing
manis adalah penyakit yang ditandai dengan hiperglisemia (peningkatan kadar
gula darah yang terus-menerus dan bervariasi, terutama setelah makan. Sumber
lain menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Diabetes Mellitus adalah
keadaan hiperglisemia kronik
disertai
berbagai
kelainan
metabolik
akibat
gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata,
ginjal, dan pembuluh darah, disertai lesi (istilah kedokteran untuk merujuk pada
26
keadaan jaringan yang abnormal dalam tubuh) pada membran basalis dalam
pemeriksaan dengan mikroskop elektron.
Diabetes sendiri bukanlah penyakit tunggal dan berdiri sendiri, melainkan
banyak. Hubungannya adalah antara penyakit-penyakit yang akan ditimbulkan
karena adanya ketidaksempurnaan dari sistem glukosa-insulin dalam tubuh.
Apabila tidak dirawat, diabetes dapat menyebabkan berbagai penyakit kronis
lainnya seperti penyakit hati, kebutaan dan kerusakan lainnya.
2.1.3
Penggolongan Diabetes Mellitus
A. Klasifikasi Diabetes Mellitus Menurut WHO 1985
a. Berdasarkan klinis
1) Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM/Diabetes melitus
tipe I).
2) Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM/Diabetes
melitus Tipe II).
i. Non-obese.
ii. Obese.
3) Malnutrition-Related Diabetes Mellitus (MRDM).
b. Berdasarkan risiko statistik
Termasuk golongan ini adalah penderita-penderita dengan
toleransi glukosa normal, tetapi ada risiko peningkatan kadar gula
dalam darah. Cirinya:
1)
Pernah abnormal dalam toleransi glukosa
27
2)
Potensial abnormal dalam toleransi glukosa (kedua
orang tua penderita Diabetes Mellitus).
3)
Melahirkan dengan berat badan lebih besar dari 4 kg.
B. Klasifikasi Diabetes Mellitus berdasarkan kemampuan pankreas
menghasilkan hormon insulin
a.
Diabetes Mellitus Tipe I
Diabetes Mellitus Tipe I adalah kondisi di mana sel-β
dalam kelenjar pulau Langerhans dihancurkan oleh reaksi
autoimun dalam tubuh. Sebagai akibatnya adalah sangat
rendahnya produksi insulin (di bawah 10% produksi insulin
normal). Pada tahap ini, insulin tidak lagi sanggup untuk
menurunkan kadar gula dalam darah dengan cepat saat seseorang
mengkonsumsi makanan. Bahkan kadar gula darah akan semakin
tinggi sebagai akibat dari hilangnya fungsi lain dari insulin sendiri,
yakni fungsi untuk mengehentikan produksi glukagon, saat kadar
gula darah tinggi. Apabila gula darah mencapai kadar di atas 180
mg/dL, sebagian dari glukosa akan dikeluarkan bersamaan dengan
urin.
Beberapa simtom yang umum terdapat pada penderita
Diabetes Mellitus Tipe I antara lain:
1) poliuria – sering buang air kecil
2) polidipsia - selalu merasa haus
28
3) polifagia - selalu merasa lapar
4) penurunan berat badan
Saat ini, satu – satunya cara untuk mengobati penderita
Diabetes Mellitus Tipe I adalah dengan menyuntikkan insulin ke
dalam tubuh, dibantu dengan olahraga dan diet rendah gula yang
baik. Seseorang yang terkena Diabetes Mellitus Tipe I sangat
tergantung pada penyuntikan insulin karena tidak ada lagi insulin
yang diproduksi oleh tubuh. Apabila tidak mendapatkan suntikan
insulin secara teratur maka penderita akan mati karena tubuh tidak
dapat bertahan dalam kondisi kadar gula yang terlalu tinggi.
b.
Diabetes Mellitus Tipe II
Diabetes Mellitus Tipe II adalah diabetes yang umum
ditemui. Pada penderita Diabetes Mellitus Tipe II ini, pankreas
masih dapat memproduksi insulin, bahkan dalam beberapa kasus
insulin yang diproduksi hampir sama dengan layaknya orang
normal. Yang menjadi masalah adalah saat insulin tersebut tidak
sanggup untuk memberikan efek atau reaksi terhadap sel dari
tubuh untuk mengurangi gula. Penderita Diabetes Mellitus Tipe II
biasanya resisten terhadap insulin. Lama kelamaan jumlah dari sel
β akan berkurang dan penderita akhirnya mendapatkan perlakuan
yang sama dengan penderita Diabetes Mellitus Tipe I, yakni
dengan injeksi insulin.
29
Simtom – simtom penderita Diabetes Mellitus Tipe II
hampir sama dengan Tipe I. Namun simtoma tersebut umumnya
tidak muncul secara tiba-tiba, namun seiring berjalannya waktu
akan menjadi seperti Diabetes Mellitus Tipe I.
2.1.4
Kadar Gula Darah
Dalam ilmu kedokteran, gula darah adalah istilah yang mengacu kepada
tingkat glukosa di dalam darah baik manusia maupun hewan. Tubuh manusia akan
secara alami dan dengan ketat mengatur kadar gula darah sebagai bagian dari
metabolisme homeostasis. Di mana homeostatis itu sendiri adalah keadaan tubuh
suatu makhluk hidup yang mempertahanan konsentrasi zat dalam tubuh,
khususnya darah agar tetap kosntan (Ali, p.253).
Glukosa merupakan sumber utama energi untuk sel – sel dalam tubuh, dan
darah lipid (dalam bentuk lemak dan minyak) adalah sumber utama untuk
menyimpan energi padat. Glukosa ini diangkut dari usus atau hati ke sel – sel
dalam tubuh melalui aliran darah, dan hormon insulin yang akan membuatnya
dapat diserap oleh tubuh.
Umumnya tingkat gula darah bertahan pada batas-batas yang sempit
sepanjang hari: 4-8 mmol/l (70-150 mg/dl). Kadar gula akan selalu berfluktiasi
sepanjang hari dan meningkat setelah makan serta biasanya berada pada level
terendah pada pagi hari (disebut masa puasa), sebelum sarapan atau makan
pertama di hari itu.
30
Meskipun disebut gula darah, selain glukosa, juga ditemukan jenis-jenis
gula lainnya, seperti fruktosa dan galaktosa. Namun demikian, hanya tingkatan
glukosa yang diatur melalui hormon insulin dan leptin.
Kadar gula di luar rentang normal dapat menjadi indikator kondisi medis.
Kondisi yang terus-menerus tinggi disebut sebagai hiperglisemia, dan sebaliknya
kondisi gula darah yang terus menerus rendah disebut sebagai hipoglisemia.
A.
Jenis Tes Labolatorium untuk Mengukur Gula Darah
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan
konsentrasi gula dalam darah.
a. Uji Gula Darah Puasa (FBS/ Fasting Blood Sugar)
Glukosa adalah monosakarida utama dalam darah.
Pengukuran sangatlah penting untuk diagnosis Diabetes Mellitus.
Pasien akan diharuskan berpuasa selama 8-12 jam sebelum pengujian
dilakukan. Puasa sangat penting untuk mendapatkan hasil pengujian
yang baik dan konsekuen.
b. Glucose Urine Test (GUT)
Dengan cara ini akan diukur jumlah gula / glukosa dalam
sampel urine. Orang yang sehat dan normal tidak akan ada
kandungan gula di dalam urinenya, karena kandungan glukosa dalam
urine berarti adanya metabolisme tubuh yang tidak benar sehingga
glukosa tidak dapat lagi disimpan dalam tubuh melainkan keluar
bersama cairan tubuh.
31
Apabila dalam urine ditemukan konsentrasi gula maka
disebut glycosuria atau glucosuria.
c. Two Hour Postprandial Blood Sugar Test (PPBS 2-h)
Test ini menggunakan parameter yang paling sensitif
dalam mendiagnosis Diabetes Mellitus. Kadar gula darah akan dicek 2
jam setelah makan. Dilakukan demikian karena pada orang normal,
gula darah setelah 2 jam mengkonsumsi makanan akan kembali
normal. Namun tidak demikian dengan orang yang mengidap
Diabetes Mellitus.
Kadar glukosa normal pada orang dewasa:
1) Orthotoulidine metode = 60-110 mg / dL
2) Nelson-Somogyi metode = 80-120 mg / dL
d. Oral Glucose Tolerance Test (OGTT)
Pada OGTT pasien akan diberikan sejumlah glukosa yang
sudah ditentukan sesuai dengan berat tubuh pasien (pada umumnya
orang dewasa akan diminumkan 75 gram glukosa dalam bentuk
cairan). Setelah 30 menit sampai 1 jam, yakni saat glukosa yang
dikonsumsi sebelumnya telah diserap oleh tubuh, pengukuran mulai
dilakukan.
Pengukuran menggunakan teknik sampel darah yang
nantinya ajan di cek di labolatorium. Pengambilan darah dilakukan
dalam interval tertentu, dari 5-15 menit, dan pengambilan sampel
akan terus dilakukan sampai 3 jam setelah konsumsi glukosa cair.
32
e. Intravenous Glucose Tolerance Test (IVGTT)
Cara kerja IVGTT sangat mirip dengan OGTT. Yang
membedakan di sini adalah dimana glukosa tidak dikonsumsi secara
oral atau melalui mulut namun langsung disuntikkan ke dalam
pembuluh darah.
Dengan demikian tidak dibutuhkan waktu tunggu glukosa
sampai dicerna dan IVGTT lebih akurat karena sejumlah glukosa
yang telah ditentukan sebelumnya masuk seluruhnya ke dalam tubuh.
Sedangkan pada OGTT banyak kemungkinan glukosa tertinggal di
dalam mulut dan saluran pencernaan lainnya.
Namun OGTT tetap berfungsi untuk melihat kebiasaan
dari pasien dalam konsumsi glukosa sehari – harinya. Berapa persen
dan berapa lama glukosa akan diproses oleh tubuh. Sedangkan
IVGTT bertujuan untuk melihat secara pasti efektifitas glukosa
dalam tubuh dan sensitifitas insulin yang bekerja.
IVGTT
banyak
digunakan
dalam
penelitian
yang
berhubungan dengan Diabetes Mellitus mengingat ketepatannya yang
sangat tinggi. Semakin sering sampel darah diambil, akan semakin
tinggi pula keakuratannya.
Beberapa hal yang menggunakan IVGTT sebagai dasarnya
adalah penelitian mengenai Model Minimal Glukosa-Insulin dalam
darah.
33
f. Glikosilasi Hemoglobin (HbA1C)
Di dalam aliran darah terdapat sel – sel darah merah yang
terbuat dari molekul, antara lain Hemoglobin. Glukosa menempel
pada hemoglobin untuk membuat molekul baru yang disebut molekul
‘hemoglobin glikosilasi’, yang umum juga disebut hemoglobin A1C
atau HbA1C. Semakin banyak atau tinggi kadar glukosa dalam darah
makan HbA1C pun akan semakin tinggi konsentrasinya.
Sel darah merah hidup selama sekitar 12 minggu sebelum
sel darah merah lama digantikan dengan sel darah merah baru yang
dihasilkan dari sumsum tulang belakang. Dengan mengukur HbA1C
ini maka dapat diketahui rata kadar gula dalam darah selama 8-12
minggu terakhir.
Kadar HbA1C padah orang normal adalah antara 3.5%-5.5
%. Sedangkan pada penderita sekitar 6,5% adalah kondisi yang sudah
sangat baik.
Uji HbA1C saat ini adalah salah satu cara terbaik untuk
memeriksa penderita diabetes, apakah kadargulanya tetap terkontrol
atau tidak. Perlu diingat bahwa HbA1C itu sendiri bukanlah kadar
glukosa dalam darah.
Test ini sebaiknya diulang setiap 3-6 bulan sekali.
g. Self Monitoring Blood Glucose (SMBG)
Cara ini adalah cara paling mudah untuk dijalankan pasien
diabetes. Yakni dengan membeli alat bernama Glukometer kemudian
34
setiap saat baik di rumah maupun di luar rumah, dapat memonitor
sendiri kadar gula darahnya.
Penjelasan lebih lengkap tentang SMBG akan dibahas
pada subbab berikutnya.
B.
Hiperglisemia
Seseorang dikatakan berada pada kondisi hiperglisemia pada saat
kadar gula darahnya berada di atas 270mg/dL. Dan dapat semakin tinggi saat
penderita diabetes mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang banyak atau
saat kadar insulin dalam darahnya terlalu rendah.
Hiperglisemia akan sangat berbahaya apabila tidak diobati dengan
cermat. Antara lain akan berakibat sebagai berikut.
a.
Gangguan pada mata dengan potensi berakibat pada kebutaan.
b.
Gangguan pada ginjal hingga berakibat pada gagal ginjal.
c.
Gangguan kardiovaskular, disertai lesi membran basalis yang
dapat diketahui dengan pemeriksaan menggunakan mikroskop
electron.
d.
Gangguan pada sistem saraf hingga disfungsi saraf autonom,
foot ulcer, amputasi, charcot joint dan disfungsi seksual.
e.
Gejala lain seperti dehidrasi, ketoasidosis, ketonuria dan
hiperosmolar non-ketotik yang dapat berakibat pada stupor
dan koma.
f.
Rentan terhadap infeksi.
35
Gambar 2.2 foot ulcer pada penderita Diabetes Mellitus
C.
Hipoglisemia
Seseorang dikatakan berada pada kondisi hipoglisemia pada
saat gula darah berada di bawah 60 mg/dL. Hal ini dapat terjadi karena
beberapa hal seperti terlalu banyak berolahraga, terlalu banyak suntikan
insulin, terlalu sedikit konsumsi karbohidrat dalam makanan atau bila
seorang penderita diabetes melewati saat makan. Menghindari tahap
hipoglisemia adalah hal yang penting saat penderita diabetes menjalani
perawatan insulin.
Akibat yang dapat ditimbulkan hipoglisemia mulai dari tubuh
lemas, muntah terus menerus, sakit kepala sampai yang parah dapat
menyebabkan koma.
2.2 Glukometer
Diabetes merupakan penyakit yang umum dijumpai dewasa ini. Peran
Glukometer pun semakin besar dan yang menjadi fungsi utamanya adalah
36
memberdayakan penderita Diabetes Mellitus untuk memonitor dirinya sendiri
tanpa perlu berkunjung ke dokter atau rumah sakit.
Glukometer membantu untuk mendeteksi kadar gula darah dalam tubuh
pada saat tertentu, yakni pada saat darah sampel diambil dari dalam tubuh
penderita.
Gambar 2.3 Prosedur menggunakan Glukometer
2.2.1
Definisi
Glukometer adalah salah satu alat yang digunakan untuk mendapatkan
nilai kadar glukosa dalam darah perifer atau sentral. Nilai - nilai tersebut
umumnya dinyatakan dalam 2 jenis satuan, yakni dalam mg/dL atau mmol/L.
Nilai tersebut adalah nilai klinis yang penting untuk gangguan metabolisme
seperti Diabetes Mellitus, denutrisi dan konsekuensi lainnya seperti koma
hiperosmolar, sindrom malabsorpsi, dan yang paling parah adalah hipoglikemia
atau hiperglikemia. Glucometer dan pengobatan farmasi yang tepat adalah dasar
untuk kontrol glikemik pasien diabetes. Di rumah, beberapa glucometers
memiliki beberapa jenis strip untuk memonitor variabel-variabel lain seperti
37
keton yang dihasilkan ketika seorang pasien mengalami hyperglycemia. Gambar
3.2 menunjukkan diagram umum dari Glukometer. Hal ini menunjukkan
perangkat sekunder yang berbeda untuk menunjang komunikasi antara pengguna
dan Glukometer itu sendiri. Bagian yang paling penting adalah strip berbentuk
persegi panjang yang berfungsi sebagai sensor untuk menempatkan darah dan
mendapatkan pengukuran ditentukan dengan konverter analog-digital / analog
digital converter (ADC) dari mikrokontroler / microcontroller unit (MCU).
Perangkat penunjan lain dapat ditambahkan sesuai dengan produsen Glukometer.
Gambar 2.4 Komponen dalam Glukometer
2.2.2
Sensor Glukosa
Langkah pertama yang harus dilakukan untuk mengukur kadar gula
dalam darah adalah dengan mengubah konsentrasi glukosa menjadi sebuah sinyal
voltase. Hal ini mungkin terjadi dengan adanya sensor khusus dalam strip /
lempengan untuk amperometry.
38
Gambar 2.5 Strip untuk Mengukur Kadar Gula pada Glukometer.
Sensor ini menggunakan elektroda platinum dan perak untuk membentuk
bagian dari sirkuit listrik di mana hidrogen peroksida terelektrolisis. Hidrogen
peroksida diproduksi sebagai hasil dari oksidasi glukosa pada membran oksida
glukosa. Arus yang melalui rangkaian menyediakan hasil pengukuran konsentrasi
peroksida hidrogen, sehingga konsentrasi glukosa dapat diketahui.
Gambar 2.6 Reaksi pada Elektroda antara Glukosa dan Asam
Glukonat
Sensor yang digunakan sebagai pengukur gula darah berdasarkan pada
elektroda oksida glukosa. Oksida glukosa diamobilisasi dalam elektroda karbon
aktif yang telah dilapisi platina. Enzim pada elektroda digunakan untuk
39
menentukan amperometry dengan menggunakan deteksi elektrokimia dari
hidrogen peroksida yang dihasilkan. Sensor ini terdiri dari berbagai elektroda:
lapisan membran oksida glukosa, film polyurethane yang permeabel oleh
glukosa, oksigen, dan hidrogen peroksida.
2.2.3
Amperometry
Amperometry itu sendiri merupakan sebuah alat untuk analisis kimia yang
digunakan dalam elektrofisiologi untuk mempelajari peristiwa pelepasan molekul
– molekul kimia dengan menggunakan elektroda karbon. Pengukuran elektroda
berdasarkan reaksi oksidasi molekul yang dilepaskan ke dalam medium.
Amperometry mengukur arus listrik yang berada di antara sepasang
elektroda yang memicu reaksi elektrolisis. Oksigen berdifusi melalui membran
dan tegangan listrik akan dialirkan pada elektroda platina (Pt) untuk mereduksi
O2 menjadi H2.
Gambar 2.7 Diagram Proses Strip Tes
Elektroda reaktif adalah jenis sensor amperometry yang menggunakan
desain tiga elektroda. Pendekatan ini berguna ketika menggunakan sensor
amperometry karena keandalan pengukuran tegangan dan arus dalam reaksi
kimia yang sama. Tiga model elektroda menggunakan sebuah elektroda kerja
40
(WE / Working Electode), elektroda referensi (RE / Reference Electrode), dan
elektroda penghitung (CE / Counter Electrode). Setelah arus dihasilkan maka
harus diubah menjadi tegangan untuk diproses oleh MCU. Tindakan ini
dilakukan oleh amplifier transimpedansi. Akhirnya, MCU akan mendeteksi dan
memproses sinyal ini dengan modul ADC.
Gambar 2.8 Skema Chip
Gunakan metode penentuan amperometry dengan
tegangan listrik
konstan 0.3V digunakan dalam meter portabel. Respon arus dari sensor bersifat
linier dengan konsentrasi glukosa dalam kisaran 5 sampai 30 mmol/L dan waktu
respon yang cepat sekitar 20 detik.
2.2.4
Mikroprosesor
Untuk
membuat
sebuah
Glukometer,
pada
dasarnya
hanya
membutuhkan processing unit yang sederhana. Mulai dari 8-bit sampai 32-bit
Mikroprosesor dapat digunakan dalam komponen Glukometer. Namun
Glukometer
yang
umum
diproduksi
mikroprosesor sebagai processing unit-nya.
dewasa
ini
menggunakan
32-bit
41
A. Definisi
Sebagian besar fungsi dari mikroprosesor sendiri adalah
sebagai central processing unit (CPU). CPU adalah pusat dari proses
perhitungan dan pengolahan data yang terbuat dari sebuah lempengan
yang disebut "chip". Chip sering disebut juga dengan "Integrated
Circuit (IC)", bentuknya kecil, terbuat dari lempengan silikon dan bisa
terdiri dari 10 juta transistor.
Gambar 2.9 Mikrorosesor Tipe D4004
Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/File:Intel_4004.jpg
Sebelum berkembangnya mikroprosesor, CPU elektronik
terbuat dari sirkuit terintegrasi TTL terpisah; sebelumnya, transistor
individual; sebelumnya lagi, dari tabung vakum. Bahkan telah ada
desain untuk mesin komputer sederhana atas dasar bagian mekanik
seperti gear, shaft, lever, Tinkertoy, dan lain-lain.
42
Mikroprosesor pertama adalah intel 4004 yang dikenalkan
tahun 1971, tetapi kegunaan mikroprosesor ini masih sangat terbatas,
hanya dapat digunakan untuk operasi penambahan dan pengurangan.
Dan pada tahun 1974 mulai bermunculan mikroprosesor baru yang
dapat menjalankan proses yang lebih rumit.
Tabel 2.1 Perkembangan Mikroprosesor Intel
B. Karakter Mikroprosesor
Berikut adalah karakteristik penting dari mikroprosesor :
a. Ukuran bus data internal (internal data bus size): Jumlah
saluran yang terdapat dalam mikroprosesor yang menyatakan
jumlah bit yang dapat ditransfer antar komponen di dalam
mikroprosesor.
b. Ukuran bus data eksternal (external data bus size): Jumlah
saluran yang digunakan untuk transfer data antar komponen
antara mikroprosesor dan komponen-komponen di luar
mikroprosesor.
43
c. Ukuran alamat memori (memory address size): Jumlah alamat
memori yang dapat dialamati oleh mikroprosesor secara
langsung.
d. Kecepatan clock (clock speed): Rate atau kecepatan clock
untuk menuntun kerja mikroprosesor.
e. Fitur-fitur spesial (special features): Fitur khusus untuk
mendukung aplikasi tertentu seperti fasilitas pemrosesan
floating point, multimedia dan sebagainya.
2.3
Teori Simulasi
Mengacu pada tujuan awal dari penelitian ini yakni untuk membuat
fungsi – fungsi tambahan yang lebih berguna dalam menyampaikan informasi
kepada penderita Diabetes Mellitus yang menggunakan Glukometer sebagai alat
untuk memonitor keadaan gula darah dalam tubuh hari lepas hari.
Sangat diharapkan bahwa fungsi tersebut benar diaplikasikan dan
ditanamkan ke dalam Glukometer, lebih tepatnya ke dalam komponen perangkat
keras, mikroprosesor dalam Glukometer itu sendiri.
Namun karena banyaknya kendala dan keterbatasan baik waktu maupun
materi, maka simulasi ini digunakan sebagai langkah awal sebelum
direalisasikan ke dalam bentuk riil Glukometer yang sebenarnya.
Menurut Law dan Kelton (1991, p1), simulasi atau juga dapat disebut
pengimitasian adalah meniru atau menggambarkan operasi-operasi yang terjadi
pada berbagai macam fasilitas atau proses yang terjadi pada kehidupan nyata
dengan menggunakan bantuan komputer. Fasilitas-fasilitas atau proses-proses
44
yang disebutkan di atas itulah yang dikenal dengan nama sistem. Lebih
lengkapnya, sistem adalah kumpulan kesatuan, yang bekerja dan berinteraksi
bersama-sama menuju hasil akhir yang logis, yang menjadi tujuan bersama.
Untuk mempelajari suatu sistem secara ilmiah, asumsi-asumsi tentang
bagaimana sistem itu bekerja seringkali harus dilakukan. Asumsi-asumsi ini
biasanya dipaparkan dalam relasi matematik atau logik. Dari sanalah dibangun
sebuah model yang digunakan untuk mencoba membangun pengertian tentang
kerja atau perilaku dari sistem yang bersangkutan.
Apabila hubungan yang membangun model cukup sederhana, dapat
digunakan metode-metode matematik seperti aljabar, kalkulus, atau teori
probabilitas untuk mendapatkan jawaban yang pasti. Solusi ini dikenal dengan
solusi analitik.
Sayangnya, seperti yang telah dipaparkan diatas, banyaknya faktor-faktor
tak terduga maupun yang tidak dapat diprediksikan sebelumnya terlalu banyak,
sehingga sistem menjadi sangat kompleks. Karena itu, sistem ini tidak
memungkinkan model yang realistik untuk dievaluasi secara analitik.
Dalam simulasi, komputer digunakan sebagai alat bantu untuk
mengevaluasi sebuah model secara numerik, dan data-data dikumpulkan untuk
mengestimasi karakteristik sesungguhnya dari sebuah model.
Secara umum, sistem dapat dipelajari perilakunya dengan menggunakan
beberapa metode yang digambarkan pada diagram berikut.
45
Sistem
Eksperimen dengan sistem
yang sebenarnya
Eksperimen dengan model
dari suatu sistem
Model fisik
Model matematik
Solusi analitik
Simulasi
Gambar 2.10 Cara untuk Mempelajari Sistem
Sumber: Law (1991, p4)
Jika
memungkinkan
untuk
bereksperimen
dengan
sistem
yang
sebenarnya, tentunya hasil yang didapatkan mempunyai tingkat ketepatan yang
sangat tinggi, bahkan sempurna. Sayangnya eksperimen ini membutuhkan biaya
yang sangat tinggi dan waktu yang lama serta source yang besar, dan mungkin
saja sistem yang diteliti belum pernah ada sebelumnya, sehingga eksperimen
dengan menggunakan model merupakan pilihan yang seringkali harus ditempuh.
Model fisik, atau yang pada umumnya dikenal sebagai emulator adalah
model yang dibuat sungguh-sungguh mirip dengan aslinya, model tersebut dapat
berperilaku hampir sama dengan sistem asli. Contohnya simulator pesawat
terbang yang digunakan sekolah penerbangan untuk memberikan gambaran
kondisi terbang sesungguhnya pada para siswa. Model ini dapat menggambarkan
46
sistem dengan akurat, mendekati kondisi aslinya, tetapi biaya dan resource yang
diperlukan sangatlah besar, sehingga seringkali model matematik dipilih untuk
membuat model dari suatu sistem.
Model matematik merepresentasikan sistem dalam relasi logical dan
kuantitatif yang kemudian diubah dan dimanipulasi untuk melihat reaksi dari
sistem yang dimaksud. Setelah menggambarkan model matematik, harus dilihat
apakah sistem yang digambarkan cukup sederhana. Jika cukup sederhana, maka
model matematik ini dapat dikembangkan untuk mencari solusi pasti dari
masalah tersebut, yaitu yang dikenal dengan solusi analitik. Sebaliknya, apabila
sistem terlalu kompleks, maka harus dibuat simulasi.
Pembuatan simulasi tentunya harus disesuaikan dengan data yang
didapat, karena itu simulasi dapat dibagi menjadi 3 dimensi perbedaan.
1. Simulasi statis dan dinamis
Simulasi statis adalah simulasi yang menggambarkan suatu
sistem pada waktu tertentu di mana pada saat itu waktu tidak
memiliki pengaruh terhadap perubahan state. Sebaliknya, simulasi
dinamis menggambarkan sebuah sistem yang berubah seiring dengan
perubahan waktu.
2. Simulasi deterministik dan stokastik
Simulasi deterministik adalah simulasi yang tidak mempunyai
komponen berdasarkan probabilitas. Sebaliknya, simulasi stokastik
adalah simulasi yang memiliki komponen berdasarkan probabilitas.
3. Simulasi kontinu dan diskrit
47
Simulasi kontinu adalah simulasi di mana komponenkomponen di dalamnya berubah secara kontinu. Sebaliknya simulasi
diskrit adalah simulasi yang komponen-komponennya berubah sesuai
dengan perubahan waktu.
2.4
2.4.1
Metode yang Digunakan dalam Perhitungan Data
Satuan Kadar Gula Darah yang Digunakan dalam Perhitungan
Satuan yang umum digunakan untuk kadar gula darah adalah
a. mmol/L (millimol/liter); dan
b. mg/dL (milligram/desiliter).
Satuan yang pertama adalah satuan ukuran internasional yang diakui
dunia dan sangat umum dipakai didalam jurnal - jurnal ilmiah tentang diabetes,
sedangkan yang kedua adalah sistem yang diadopsi oleh negara Amerika Serikat.
Glukometer yang umum dijual dipasaran saat ini dibuat oleh berbagai
perusahaan dan bisa saja menggunakan salah satu satuan ukuran seperti diatas,
atau menggunakan keduanya.
Hasil uji darah yang dilakukan oleh laborat-laborat di Indonesia
mengadopsi sistem yang digunakan oleh Amerika Serikat, yakni menggunakan
ukuran mg/dL (milligrams/deciliter).
Karena berat molekul glukosa, dengan rumus kimia C6H12O6 adalah
sekitar 180 gr/mol, untuk pengukuran glukosa, perbedaan dua buah skalanya
adalah faktor dari 18.
Berikut skala yang digunakan untuk mengkonversi satuan tersebut:
18 mg/dL = 1 mmol/dL
48
Untuk mengkonversikan mmol/L ke mg/dL, cukup kalikan dengan 18.
Untuk mengkonversikan mg/dL ke mmol/L, cukup bagi dengan 18 atau
dikalikan dengan 0.055.
2.4.2
Simetrisasi Skala Pengukuran Gula Darah
Fluktuasi gula darah sering kali dijadikan objek untuk deskripsi statistik
dan berbagai analisis data dalam penelitian dan praktik klinis. Namun
bagaimanapun hampir seluruh teknik statistika menggunakan asumsi mengenai
bentuk distribusi dari data yang telah dianalisis. Sebagai contoh, praktik umum
statistik tentang “data tengah ± standar deviasi” mengasumsikan sebuah
distribusi yang simetris dari data – data yang dibaca. Namun kasus tidak sama
pada data gula darah. Contoh terlihat pada gambar di bawah yang menampilkan
distribusi gula darah yang sangat khas dengan subjek penderita Diabetes Mellitus
Tipe I, dengan 186 bacaan pada SMBG (Self –Monitoring of Blood Glucose).
Dapat terlihat dengan jelas bahwa sesungguhnya distribusinya skewed dan
apabila dipaksakan menggunakan kurva normal (kurva lonceng) jelas tidak akan
menggambarkan data dengan baik.
Permasalahan ini tidaklah baru, dan selalu muncul dalam statistik.
Namun masih banyak cara lain yang dapat memberikan sampel simetris yang
sebagai hasil dari sampel non-simetris dengan cara transformasi dan konversi.
Analisis statistik dapat dilakukan dengan data yang simetris, dan sebuah
transformasi invers digunakan untuk menterjemahkan hasilnya sehingga tetap
dapat sesuai dengan data awal. Sangat penting untuk diingat bahwa transformasi
49
tersebut sangatlah bergantung dengan sampel yang diambil. Sampel yang
berbeda tentu akan disimetriskan dengan transformasi yang berbeda pula. Oleh
sebab itu, pendekatan ini akan menjadi sangat tidak praktis dan tidak sesuai
dengan penerapannya dalam alat SMBG, karena transformasi harus dapat
diketahui pada awal pembacaan gula darah penderita.
Sebuah pendekatan alternatif yang dapat menghilangkan ketergantungan
pada pembacaan sampel adalah dengan mengubah skala pada bacaan gula darah
sehingga pada skala yang baru tersebut, bacaan dari gula darah akan bersifat
simetris.
Gambar 2.11 Distribusi Level Gula Darah
Berdasarkan gambar, dapat dilihat bahwa:
a.
Rentang nilai hipoglisemia jauh lebih sempit / kecil dibandingkan
rentang nilai untuk hiperglisemia; dan
b.
Rentang nilai yang ditargetkan tidak berada di tengah rentang
data.
50
Kita akan mengkonversikan skala ini menjadi skala yang simetris,
dengan memperluas rentang dari hipoglisemia, dan mempersempit rentang dari
hiperglisemia, dan posisi dari rentang nilai kadar gula yang ditargetkan akan
disimetriskan menjadi nilai 0. Lebih jelasnya, kita akan mentransformasikan
skala untuk memenuhi kondisi sebagai berikut.
a.
Arah
dari
skala
yang
asli
dengan
skala
yang
sudah
ditransformasikan adalah sama;
b.
Yang menjadi rentang target adalah pada titik 0;
c.
Pusat dari keseluruhan rentang gula darah adalah pada titik 0.
Pertama, kita harus menemukan sebuah fungsi transformasi dan
kemudian membuat validasi bagi transformasi tersebut dengan mencobanya pada
sampel gula darah dari banyak orang untuk memastikan bahwa transformasi yang
dibuat adalah benar.
Bentuk fungsi transformasi yang digunakan menurut Kovatchev et al
(1997):
di mana
merupakan parameter yang ditentukan setelah
melakukan berbagai asumsi dalam penelitian.
Keterangan: BG: Blood Glucose / Gula Darah yang diukur.
Fungsi transformasi atau model matematika yang digunakan tersebut
berasal dari penerimaan kemiringan / skewness pada kurva penyebaran gula
darah dan kemudian memodifikasinya sesuai dengan tujuan rumus tersebut
dibentuk.
51
Dengan menggunakan fungsi transformasi di atas, skala gula darah yang
skewed (miring) akan diubah menjadi skala normal yang bersifat simetris.
Gambar 2.12 Variabel Transformasi Skala Gula Darah
Akan ditentukan terlebih dahulu nilai dari α dan β berdasarkan 3 buah kondisi
yang telah dinyatakan sebelumnya.
Untuk memenuhi kondisi tersebut, dibutuhkan:
Dari persamaan tersebut akan menghasilkan:
Dengan mengurangi dua buah persamaan tersebut akan dihasilkn:
Persamaan di atas akan menghasilkan nilai α = 1.0329. Dengan
melakukan substitusi pada persamaan sebelumnya, maka nilai β = 1.8708.
52
Dengan nilai α dan β, maka telah didapat gula darah yang simetris dengan titik
tengah adalah nol.
Untuk mengkalibrasikan skala baru dan membuat skala total gula darah
dari -√10 sampai √10. Hal ini dilakukan berdasarkan beberapa alasan. Seperti,
data harus memenuhi hipotesis di mana 99.8% data harus berada di antara -√10
sampai √10. Sebab yang kedua, hal ini akan memungkinkan untuk
mengkalibarsikan fungsi resiko yang akan didefinisikan secara singkat untuk
menjadi sebuah fungsi dengan nilai dari 0% -100%. Dengan demikian, dicari
nilai untuk γ:
Dari kondisi tersebut, akan ditemukan nilai γ = 1.774. Sehingga fungsi
transformasi akan menjadi:
Gambar 2.13 Hasil Transformasi Skala Gula Darah
53
Seperti yang ditunjukkan pada gambar distribusi level kadar gula darah,
yang mempresentasikan dari 186 bacaan gula darah dari Glukometer dari
penderita Tipe 1 Diabetes Mellitus. Dan dapat dilihat bahwa sebaran grafik
tersebut miring / skewed. Telah dihitung beradasarkan data statistik, bahwa rata –
rata dari data tersebut adalah 6.7 mmol /L dan standar deviasinya adalah 3.6.
Dalam menerapkan tes statistik, asumsi yang umum digunakan adalah bahwa
95% dari data berada dalam batas rentang dua standar deviasi dari rata – rata
yang ada. Untuk data ini,
, SD = 3.6, maka
maka
rentang gula darah adalah antara -0.5 sampai 13.6 mmol/L. Dari data yang ada
sekitar 2.5% dari 186 data yang telah dibaca seharusnya berada di bawah 0.5
mmol/L yang sebenarnya tidak terjadi demikian (Robeva,et. Al., 2008, p195).
Diharapkan distribusi skewed tersebut dapat ditampilkan mendekati
normal dengan menggunakan transformasi gula darah.
Gambar 2.14 Grafik Transformasi Gula Darah
54
Dari gambar terlihat bahwa histogram dari data yang sama telah
ditransformasikan menjadi skala yang simetris. Pembuktian kesimetrisan data
tersebut
dapat
ditunjukkan
sebagai
berikut:
dari
ditransformasikan ditemukan bahwa
data
yang
telah
dan SD = 1.02. Jadi
di mana memberikan rentang bacaan gula darah
berada di antara -2.17 dan 1.91 mmol/L. Dari data kembali dibuktikan bahwa 4
dari data berada di bawah -2.17 dan 3 berada di atas 1.91. Hal tersebut hampir
sesuai dengan distribusi normal.
Berdasarkan beberapa riset yang telah dilakukan, di antaranya
pengecekan kembali bacaan gula darah yang telah ditransformasikan kepada 205
orang penderia Diabetes Mellitus, telah menunjukkan sebarang normal dengan
skala simetris, dan hanya 2 dari 205 data yang diperoleh yang ditolak dari p-level
dari 0.005 (di mana dari lebih 200 test yang dijalankan dengan p-level, hal ini
akan selalu terjadi dan ini adalah hal yang sangat normal).
2.4.3
Fungsi Resiko Gula Darah
Fungsi resiko yang akan menghitung setiap nilai resiko dari setiap level
gula darah dari 1.1 sampai 33.3 mmol/L.
55
Gambar 2.15 Grafik Fungsi Resiko Transformasi
Fungsi resiko yang akan digunakan merupakan sebuah fungsi kuadrat yang
dihitung berdasarkan nilai gula darah yang telah ditransformasikan sebelumnya.
r(BG) = 10[f(BG)]2
Keterangan:
r(BG): Fungsi resiko gula darah
f(BG): fungsi transformasi gula darah
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa fungsi trasnformasi
gula darah, f(BG) mempunyai interval nilai yakni -√10 sampai dengan √10. Dan
fungsi resiko gula darah, r(BG) mempunya interval nilai dari 0 sampai 100.
r(BG) mempunyai nilai minumum 0 yang didapat apabila nilai f(BG) =0, atau
dalam skala asli, BG = 6.25mmol/L. Sedangkan nilai maksimumnya diperoleh
saat f(BG) = -√10, untuk BG = 1.1 mmol/L dalam skala asli (hipoglisemia
ekstrim) dan f(BG) = √10, untuk BG = 33.3 mmol/L dalam skala asli
56
(hiperglisemia ekstrim). Dengan demikian r(BG) dapat diintepretasikan sebagai
sebuah ukuran dari resiko tersebut berkaitan dengan BG level yang ada.
Berdasarkan grafik di atas, bagian sebelah kiri dari parabola
mengidentifikasikan resiko terkena hipoglisemia, dan bagian sebelah kanan
mengidentifikasikan resiko terkena hiperglisemia. Perlu diketahui kembali bahwa
karena dalam skala gula darah baru interval baik hipo maupun hiperglisemia
simetris dengan 0, maka untuk fungsi resiko yang juga simetris akan memiliki
tingkat sensitivitas yamg sama pada hipoglisemua dan hiperglisemia (mengingat
pada skala asli, interval antara hipoglisemia dan hiperglisemia tidaklah sama).
Gambar 2.16 Grafik Fungsi Resiko Non-Transformasi
Sebagai perbandingan, Gambar 2.16 memperlihatkan r(BG) dalam skala
asli. Dan seperti yang terlihat bahwa fungsi resiko dalam skala tersebut
meningkat jauh lebih cepat dalam keadaan hipoglisemia dan tentu tidak sama
sensitif antara hipoglisemia dan hiperglisemia.
57
Berdasarkan fungsi resiko gula darah, dapat diklasifikasikan 2 buah
karakteristik dalam Glukometer.
•
LBGI / Low Blood Glucose Indices: ukuran frekuensi dan luas dari
bacaan gula darah yang rendah, dan
•
HBGI / High Blood Glucosec Indices: ukuran frekuensi dan luas
dari bacaan gula darah yang tinggi.
2.4.4
Indeks Resiko Gula Darah
Untuk menilai resiko yang disebabkan oleh bacaan gula darah yang
rendah dan bacaan gula darah yang tinggi secara terpisah, maka nilai yang rendah
[di mana f(BG) < 0] harus dipisahkan daru nilai yang tinggi [di mana f(BG) > 0].
Atau dapat di simpulkan sebagai berikut.
rl(BG) = r(BG) jika f(BG) < 0 dan 0 untuk lainnya
rh(BG) = r(BG) jika f(BG) > 0 dan 0 untuk lainnya
Perumusan untuk LBGI dan HBGI dapat didefinisikan sebagai berikut.
58
LBGI berdasarkan bagian kiri dari fungsi resiko gula darah, dan HBGI
berdasarkan bagian kanan dari fungsi resiko gula darah.
Guna dari LBGI sendiri adalah mengukur frekuensi dan tingkat bacaan
gula darah yang rendah. Sedangkan HBGI untuk gula darah yang tinggi.
Pada kesempatan yang lebih luas LBGI dan HBGI dapat diproses
menjadi informasi lain yang juga berguna dengan menggunakan data medis yang
lebih banyak seperti insulin, humulin dan sebagainya.
2.5
2.5.1
Perancangan Program Simulasi
Rekayasa Piranti Lunak
Rekayasa Piranti Lunak menurut Fritz Bauer (Pressman, 1992, p23)
adalah penetapn dan pemakaian prinsip-prinsip rekayasa dalam rangka
mendapatkan piranti lunak yang ekonomis yaitu terpecaya dan bekerja efisien
pada mesin (komputer).
Menurut Pressman (1992,p24), rekayasa piranti lunak mencakup 3
elemen yang mampu mengontrol proses pengembangan piranti lunak,yaitu:
1. Metode-metode (methods),
menyediakan cara-cara teknis untuk membangun piranti lunak
2. Alat-alat bantu (tools)
mengadakan dukungan otomatis atau semi otomatis untuk metodemetode seperti CASE (Computer Aided Software Engineering) yang
59
mengkombinasikan software, hardware, dan software engineering
database.
3. Prosedur-prosedur (procedurs)
merupakan pengembangan metode dan alat bantu.
Dalam perancangan software dikenal istilah software life cycle yaitu
serangkaian kegiatan yang dilakukan selama masa perancangan software.
Menurut Dix (1997, p180), berikut adalah visualisasi dari kegiatan pada software
life cycle model waterfall:
1. Spesifikasi kebutuhan (Requirement specification)
Pada
tahap
ini,
pihak
pengembang
dan
konsumen
mengidentifikasi apa saja fungsi-fungsi yang diharapkan dari sistem
dan
bagaimana
sistem
memberikan
layanan
yang
diminta.
Pengembang berusaha mengumpulkan berbagai informasi dari
konsumen.
2. Perancangan arsitektur (Architectural design)
Pada tahap ini, terjadi pemisahan komponen-komponen sistem sesuai
dengan fungsinya masing-masing.
3. Detailed design
Setelah memasuki tahap ini, pengembang memperbaiki deskripsi dari
komponen-komponen dari sistem yang telah dipisah-pisah pada tahap
sebelumnya.
60
4. Coding and unit testing
Pada tahap ini, disain diterjemahkan ke dalam bahasa pemrograman
untuk dieksekusi. Setelah itu komponen-komponen dites apakah
sesuai dengan fungsinya masing-masing.
5. Integration and testing
Setelah tiap-tiap komponen dites dan telah sesuai dengan fungsinya,
komponen-komponen tersebut disatukan lagi. Lalu sistem dites untuk
memastikan sistem telah sesuai dengan kriteria yang diminta
konsumen.
6. Pemeliharaan (maintenance)
Setelah
sistem
diimplementasikan,
maka
perlu
dilakukannya
perawatan terhadap sistem itu sendiri. Perawatan yang dimaksud
adalah
perbaikan
diimplementasikan.
error
yang
ditemkan
setelah
sistem
61
Gambar 2.17 Software Life Cycle Model Waterfall
2.5.2
Rich Picture
A.
Tujuan
Rich picture pada awalnya dikembangkan sebagai bagian dari Soft
Systems Metodology yang diciptakan oleh Peter Checkland untuk mengumpulkan
informasi tentag sebuah situasi yang rumit (Checkland, 1981; Checkland and
Scholes, 1990). Ide untuk menggunakan gambar atau foto untuk berpikir tentang
suatu masalah sangat umum untuk kasus problem solving atau metode berpikir
kreatif (termasuk terapi), karena sesuai denga intuisinya, manusia dapat
berkomunikasi dengan lebih mudah bila diekpresikan dengan simbol dibanding
dengan kata-kata.
Gambar dapat memunculkan sekaligus merekam pengartian yang
mendalam terhadap sebuah situasi. Sementara itu dan teknik visualisasi yang
62
berbeda seperti visual brainstorming, manipulasi penggunaan ibarat dalam tulisan,
telah dikembangkan sebelumnya, tetapi hanya memenuhi satu tujuan dari dua
tujuan yang ada. (Garfield, 1976; McKim, 1980; Shone, 1984; Parker, 1990).
Rich picture digambar pada masa pra-analisis, sebelum diketahui secara
jelas bagian mana dari suatu situasi yang terbaik untuk dijadikan bagian dari suatu
proses dan bagian mana dibuat sebagai sebuah struktur.
Gambar 2.18 Contoh Rich Picture
Rich picture atau yang juga dikenal sebagai rangkuman situasi digunakan
untuk menggambarkan situasi yang rumit. Rich picture adalah suatu usaha untuk
menggabungkan situasi yang sesungguhnya melalui representasi kartun secara
bebas tentang semua ide mengenai layout, connections, relationships, pengaruh,
sebab dan akibat, dan lain sebagainya. Seperti ide-ide objektif ini, rich picture
63
harus dapat menggambarkan elemen-elemen subjektif seperti karakter dan
karakteristik, sudut pandang dan dugaan, semangat dan tingkah laku manusia.
B.
Elemen
Pada umumnya rich picture terdiri dari beberapa elemen, yaitu:
2.5.3
1.
Simbol bergambar;
2.
Kata kunci;
3.
Kartun;
4.
Sketsa;
5.
Simbol;
6.
Judul.
Class Diagram
Class diagram merupakan diagram yang selalu ada di permodelan sistem
berorientasi objek. Class diagram menunjukkan hubungan antar class dalam
sistem yang sedang dibangun dan bagaimana mereka saling berkolaborasi untuk
mencapai suatu tujuan.
Gambar 2.19 Contoh Class Diagram
2.5.4
Use Case Diagram
64
Use Case menunjukkan hubungan interaksi antara aktor dengan use case
di dalam suatu sistem (Mathiassen, 2000, p343) yang bertujuan untuk
menentukan bagaimana aktor berinteraksi dengan sebuah sistem. Aktor adalah
orang atau sistem lain yang berhubungan dengan sistem.
Ada tiga simbol yang mewakili komponen sistem seperti terlihat pada
gambar dibawah ini.
Gambar 2.20 Notasi Use Case Diagram
Menurut Schneider dan Winters, ada lima hal yang harus diperhatikan
dalam pembuatan diagram use case (Schneider dan Winters, 1997, p26):
1. Aktor: segala sesuatu yang berhubungan dengan sistem dan
melaksanakan use case yang terkait.
2. Precondition: kondisi awal yang harus dimiliki aktor untuk masuk ke
dalam sistem untuk terlibat dalam suatu use case.
3. Postcondition: kondisi akhir atau hasil apa yang akan diterima oleh
aktor setelah menjalankan suatu use case.
65
4. Flow of Events: kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada sebuah proses
use case.
5. Alternative Paths: kegiatan yang memberikan serangkaian kejadian
berbeda yang digunakan dalam Flow of Events.
2.5.5
Sequence Diagram
Menggambarkan bagaimana objek berinteraksi satu sama lain melalui
pesan
pada
pelaksanaan
use
case
atau
operasi.
Diagram
sequence
mengilustrasikan bagaimana pesan dikirim dan diterima antar objek secara
berurutan. (Whitten et. al., 2004, p441). Beberapa notasi diagram sequence
terlihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.21 Notasi Sequence Diagram
2.5.6
Activity Diagram
66
Menurut Whitten et. al. (2004, p442) diagram activity digunakan untuk
menggambarkan urutan aliran kegiatan-kegiatan dari sebuah proses bisnis atau
sebuah use case. Diagram ini juga dapat digunakan untuk memodelkan aksi dan
hasil ketika operasi berlangsung. Seperti terlihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 2.22 Notasi Activity Diagram
2.5.7
Interaksi Manusia dan Komputer
Menurut Shneiderman (1998, p4), Interaksi manusia dan komputer
merupakan disiplin ilmu yang berhubungan dengan, perancangan, evaluasi, dan
implementasi sistem komputer interaktif untuk digunakan oleh manusia, serta
studi fenomena-fenomena besar yang berhubungan dengannya.
Pada interaksi manusia dan komputer ditekankan pada pembuatan
antarmuka pemakai (user interface), dimana user interface yang dibuat
67
diusahakan sedemikian rupa sehingga seorang user dapat dengan baik dan
nyaman menggunakan aplikasi perangkat lunak dibuat.
Antar muka pemakai (user interface) adalah bagian sistem komputer
yang memungkinkan manusia berinteraksi dengan komputer. Tujuan antar muka
pemakai adalah agar sistem komputer dapat digunakan oleh pemakai (user
interface), istilah tersebut digunakan untuk menunjuk kepada kemampuan yang
dimiliki oleh piranti lunak atau program aplikasi yang mudah dioperasikan dan
dapat membantu menyelesaikan suatu persoalan dengan hasil yang sesuai dengan
keinginan pengguna, sehingga pengguna merasa betah untuk mengoperasikan
program tersebut.
A.
Program Interaktif
Suatu program yang interaktif dan baik harus bersifat user friendly.
(Scheiderman, p15) menjelaskan lima kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu
program yang user friendly, yaitu:
1. Waktu belajar yang tidak lama;
2. Kecepatan penyajian informasi yang tepat;
3. Tingkat kesalahan pemakaian rendah;
4. Penghafalan sesudah melampaui jangka waktu;
5. Kepuasan pribadi.
68
B.
Pedoman Merancang User Interface
Beberapa pedoman yang dianjurkan dalam merancang suatu program,
guna mendapatkan suatu program yang user friendly yaitu:
1. Delapan aturan emas (Eight Golden Rules)
Untuk merancang sistem interaksi manusia dan komputer yang baik,
harus memperhatikan delapan aturan emas dalam perancangan
antarmukan, seperti: strive for consistency (konsisten dalam
merancang tampilan), enable frequent user to use shorcuts
(memungkinkan pengguna menggunakan shortcuts secara berkala),
offer informative feed back (memberikan umpan balik yang
informatif), design dialogs to yield closure (merancang dialog untuk
menghasilkan
keadaan
akhir),
offer
simple
error
handling
(memberikan penanganan kesalahan), permit easy reversal of actions
(mengijinkan pembalikan aksi dengan mudah), support internal locus
of control (mendukung pengguna menguasai sistem), dan reduce
short-term memory load (mengurangi beban jangka pendek pada
pengguna).
2. Teori waktu respon
Waktu
respon
dalam
sistem
komputer
menurut
(Scheiderman, p352) adalah jumlah detik dari saat pengguna program
memulai aktifitas sampai menampilkan hasilnya di layar atau printer.
Beberapa pedoman yang disarankan: pemakai lebih menyukai waktu
respon yang pendek, waktu respon yang panjang mengganggu, waktu
69
respon yang pendek menyebabkan waktu pengguna berpikir lebih
pendek, waktu respon harus sesuai denga tugasnya, dan pemakai
harus diberi tahu mengenai penundaan yang panjang.
Download