potensi dan kualitas batuan formasi kujung sebagai batuan

advertisement
Proceeding Simposium Nasional IATMI
25 - 28 Juli 2007, UPN “Veteran” Yogyakarta
_______________________________________________________________________________
POTENSI DAN KUALITAS BATUAN FORMASI KUJUNG SEBAGAI
BATUAN INDUK, PADA LINTASAN KALI WUNGKAL, TUBAN, JAWA
TIMUR
Oleh :
Bambang Triwibowo dan Kuwat Santoso
Jurusan Teknik Geologi, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta, Jl.
SWK 104 (Lingkar Utara) Condongcatur, Yogyakarta-55283
Telp. (0274) 487816, Fax. (0274) 487816
ABSTRAK
Pencarian dan penemuan interval batuan yang mungkin berpotensi sebagai batuan induk merupakan
langkah awal eksplorasi yang penting. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian tentang identifikasi
interval batuan sedimen yang mengandung bahan organik dengan kadar tertentu, yang oleh panas dan
waktu dapat menghasilkan hidrokarbon dalam bentuk minyak atau gas secara tepat. Telitian ini bertujuan
untuk mengidentifikasi batuan induk hidrokarbon Formasi Kujung pada lintasan Kali Wungkal, Tuban, Jawa
Timur. Analisa geokimia guna mengetahui potensi dan kualitas dilakukan untuk 4 (empat) conto batuan.
Hasil analisa potensi dan kualitas Batuan Induk, berdasarkan contoh batuan yang dianalisis,
kandungan TOC berkisar antara 0.17% sampai 0,69%, miskin sampai sedang. Rock-Eval menunjukkan
bahwa semua batulempung berpotensi miskin sebagai batuan sumber hidrokarbon (PY < 2 kg/ton). Tingkat
kematangan berdasarkan Ro (<0,6), masih belum tercapai/awal matang. Nilai HI yang relatif rendah
mencerminkan bahwa batuan ini jika mencapai kematangan akan cenderung menghasilkan gas, harga indeks
hidrogen (HI) di bawah nilai 150 umumnya berasal tipe kerogen III-IV, yang dibentuk secara dominan oleh
unsur tumbuhan darat.
Keywords : batuan induk, potensi, kualitas, , kematangan
PENDAHULUAN
Asal hidrokarbon di Cekungan Jawa
Timur Utara masih merupakan masalah, beberapa
penulis/ peneliti antara lain, Situmorang dan
Tambunan (1985), Williams (1986), Laporan
Pertamina (1990), dan Musliki (1992). Para
penulis tersebut memperkirakan bahwa Formasi
Ngimbang yang berperan sebagai batuan induk,
namun masih ada kemungkinan formasi lain yang
berada di atasnya seperti: Kujung, Tawun dan
Ngrayong dapat pula bertindak sebagai batuan
induk. Minyak bumi yang ditemukan di cekungan
ini ternyata berbeda-beda sifat fisiknya. Sebagai
contoh, minyak bumi yang ditemukan di lapangan
Kawengan berkadar API 32,90, sedangkan di
lapangan Ledok, Semanggi, dan Nglobo - yang
lokasinya relatif tidak jauh dari Kawengan minyak buminya berkadar API 40°. Hal ini
membuka kemungkinan bahwa batuan selain
Formasi Ngimbang dapat bertindak sebagai
batuan induk. Selain itu, kematangan material
organik juga merupakan masalah, sebagai contoh:
Formasi Ngimbang di cekungan ini mempunyai
kisaran kematangan mulai dari belum matang;
matang bahkan sampai lewat matang. Uraian di
atas menyebabkan penulis tertarik untuk
melakukan telitian ini.
___________________________________________________________________________________
IATMI 2007-TS-03
Proceeding Simposium Nasional IATMI
25 - 28 Juli 2007, UPN “Veteran” Yogyakarta
_______________________________________________________________________________
PERUMUSAN MASALAH
Survei geokimia di lintasan Kali Wungkal
Tuban dimaksudkan untuk meneliti kualitas dan
kuantitas potensi batuan induk berdasarkan data
permukaan (Gambar 1). Adapun tujuan penelitian
ini untuk memberikan informasi tentang potensi
minyak dan gas bumi berdasarkan batuan induk
yang ada di Cekungan Jawa Timur Utara. Hasil
yang didapat merupakan dasar untuk tambahan
data dalam melakukan eksplorasi daerah baru dan
eksploitasi lapangan produksi di waktu
mendatang.
METODA PENELITIAN
Penelitian ini meliputi pengumpulan data
geologi lapangan dan analisa geokimia mengenai
kandungan zat organik serta parameter-parameter
TATAAN GEOLOGI REGIONAL
Busur Sunda yang menjadi tulang
punggung Jawa Timur adalah tepi paparan aktif
merupakan sebuah konvergensi antara lempeng
Eurasia dan Indo-Australia (Manor dan
Barraclough, 1994). Cekungan Jawa Timur
diperkirakan merupakan sebuah cekungan busur
belakang (Lehner et al., 1983 di dalam Manur dan
Barraclough, 1994), yang terletak pada tepi
benua Sunda yang stabil. Daerah pantai selatan
Jawa Timur merupakan rangkaian pegunungan
vulkanik yaitu sebuah cekungan busur depan dan
daerah prisma akresi luar.
Pembentukan rifting Cekungan Jawa
Timur kemungkinan berhubungan dengan
subduksi ke arah baratlaut dari kerak benua di
sepanjang tepi baratdaya Kalimantan selama
Kapur Bawah. Zona subduksi diperkirakan
berubah sesuai dengan waktunya dan arahnya ke
bagian selatan dan timur antara Kapur Bawah
dan Eosen (Hamilton, 1 97 9) . Pada keadaan
sekarang, palung subduksi trench subduction
kematangan. Data tersebut dikumpulkan dari
lapangan dan laboratorium, serta beberapa
literatur. Untuk ini telah dikumpulkan conto-conto
singkapan batuan, selanjutnya conto tersebut
dibawa kelaboratorium untuk dianalisis secara
geokimia guna mendapatkan data geokimia.
Awalnya
dilakukan
identifikasi
kandungan karbon organik total (TOC) batuan
secara acak, selanjutnya dipilih untuk dikaji
potensi batuan induk hidrokarbon (kuantitas dan
kualitas). Pengambilan conto dilakukan dengan
melakukan lintasan terukur, sedangkan analisa
laboratorium disajikan dalam diagram alir (Gb. 1).
Adapun
lingkup
kegiatan
yang
dilaksanakan dalam studi ini meliputi:
• Pengambilan conto batuan di lapangan,
• Analisis laboratorium, dan
• Interpretasi potensi dan kualitas batuan induk
hidrokarbon ditinjau dari geokimia.
sejajar dengan zona arah timur-barat yang aktif
pada Neogen.
Dua arah struktur utama Tersier yang
berbeda ditemukan di cekungan ini, akibat rezim
tegasan yang mengontrolnya adalah fase retak
Paleogen dan fase inversi Neogen. Sesar arah
timurlaut-baratdaya dikontrol oleh fase retak
tegasan tensional Paleogen pada Eosen Tengah Miosen Awal. Tahap pertama regangan yang
membentuk retakan rifting pada Eosen, yang
diikuti tahap amblesan cekungan besar-besaran
pada Oligosen. Selama fase ini, pengendapan di
cekungan dikontrol oleh sesar tumbuh. Sesar arah
barat-timur berkembang pada struktur inversi
cekungan Miosen Tengah. Struktur inversi
ini didominasi oleh arah tektonik linier barattimur yang dikenal dengan RMK (RembangMadura-Kangean) yang ditunjukkan oleh zona
gerus sinistral utama (Manur dan Barraclough,
1994).
Evaluasi terhadap penyebaran satuan
litostratigrafi dan kondisi struktur geologi
Cekungan Jawa Timur Utara telah dilakukan
berdasarkan hasil kompilasi dari beberapa peta
___________________________________________________________________________________
IATMI 2007-TS-03
Proceeding Simposium Nasional IATMI
25 - 28 Juli 2007, UPN “Veteran” Yogyakarta
_______________________________________________________________________________
geologi daerah Zona Rembang dan Zona Kendeng
dengan skala 1: 100.000. Peta geologi yang
dikompilasi oleh penulis meliputi: Peta Geologi
lembar Rembang, oleh Kadar dan Sudijono (1993),
Peta Geologi lembar Jatirogo, oleh Situmorang,
Smith, dan van Vessem (1992), Peta Geologi
lembar Tuban oleh Hartono (1973), peta
Geologi lembar Ngawi oleh Datun dan
Sukandarrumidi (1992), Peta Geologi lembar
Bojonegoro oleh Pringgoprawiro dan Sukido
(1992), dan Peta Geologi lembar Mojokerto oleh
Noya et al. (1992).
Stratigrafi
Stratigrafi di Zona Rembang telah sering
dibahas di dalam laporan geologi dari Direktorat
Geologi, PPPTMGB Lemigas, Pertamina maupun
lingkungan perguruan tinggi. De Genevraye,
Samuel (1972) dan Pringgoprawiro (1983)
membagi stratigrafi Cekungan Jawa Timur Utara
atas dua mandala, masing-masing Mandala
Rembang mencakup daerah dalam zona
tektono-fisiografi Rembang dan zona tektonoFormasi Kujung (Oligosen Akhir)
Batuan formasi ini terdiri dari napal di
bagian bawah dan lempung dengan sisipan
gamping di bagian atas. Tebal formasi ini tidak
diketahui karena kontak dengan formasi di
bawahnya tidak tersingkap. Di atasnya menutup
selaras Formasi Prupuh
Struktur Geologi
Pola struktur utama Jawa Timur Utara
telah banyak dibahas oleh beberapa peneliti
terdahulu (Sutarso dan Padmosukismo, 1978,
Soemantri et al., 1973, Suyanto et al., 1977)
Pola struktur Jawa Timur dimulai pada kala
Oligosen - Miosen. Pola struktur Jawa
mempunyai arah timur barat yang sesuai dengan
zona subduksi yang sekarang masih aktif di
selatan. Pulau Jawa. Pola struktur merupakan
thrust -fold belts.
Daerah paparan Rembang, khususnya
bagian barat, umumnya berupa endapan laut
dangkal dengan sesar-sesar naik yang dominan
(Sudiro et al., 1973; Suyanto et al., 1977; dan
fisiografi Randublatung, sedangkan Mandala
Kendeng meliputi daerah dalam zona tektonofisiografi Kendeng. Mandala Rembang, menurut
Pringgoprawiro (1983), umumnya merupakan
lingkungan paparan sampai daratan dengan
pengendapan batupasir kuarsa, batulempung
karbonan, batugamping pasiran, batugamping
terumbu, napal pasiran, batupasir gampingan,
dan batubara. Ketebalan formasi ini mencapai
5.000 meter. Mandala ini berumur Eosen hingga
Pleistosen Awal. Mandala Kendeng, menurut
Pringgoprawiro (1983), de Genevraye & Samuel
(1972) terdiri dari litologi napal pasiran,
batulempung, batupasir gampingan, batulanau,
batugamping pasiran dan batupasir konglomeratan.
Umur mandala ini Oligosen-Aknir sampai
Pleistosen.
Stratigrafi di Cekungan Jawa Timur
Utara terdiri dari : batuan dasar, Formasi
Ngimbang, Kujung, Prupuh, Tuban, Tawun,
Ngrayong, Bulu, Wonocolo, Ledok, Mundu,
Selorejo dan Lidah (Pringgoprawiro, 1983;
Gambar 3).
Kenyon, 1977). Sutarso dan Padmosukismo
(1978) membagi struktur Cekungan Jawa Timur
Utara atas beberapa zona yang disesuaikan dengan
pembagian tektono-fisiografi Pringgoprawiro
(1983),
yaitu
Zona
Rembang,
Zona
Randublatung dan Zona Kendeng.
Tektonik dan Sedimentasi
Daerah Jawa Timur ditinjau dari teori tektonik
lempeng (Katili, 1973) dari selatan ke utara dapat
dibagi menjadi 7 zona, dengan daerah penelitian
termasuk dalam foreland fold - thrust pada Zona
Kendeng dan Back arc basin pada Zona Rembang
dari sistem subduksi Miosen Awal - sekarang.
Tektonik dan sedimentasi Cekungan Jawa Timur
Utara dipengaruhi oleh tumbukan lempeng
Samudera India-Australia dan lempeng Eurasia.
Pada jaman Kapur hingga sekarang kecepatan
gerak dari lempeng India - Australia ke arah utara
selalu berubah-ubah. Pada jaman Kapur kecepatan
gerak tersebut 10 cm/tahun, sedang jaman Oligosen
menurun menjadi lebih kecil dari 4 cm/tahun
(Hamilton 1979). Selanjutnya pada jaman Miosen
___________________________________________________________________________________
IATMI 2007-TS-03
Proceeding Simposium Nasional IATMI
25 - 28 Juli 2007, UPN “Veteran” Yogyakarta
_______________________________________________________________________________
Awal kecepatan geraknya mulai naik lagi dan
sekarang mencapai 6 cm/tahun. Kecepatan gerak
lempeng yang menurun dari jaman KapurOligosen, menyebabkan terjadinya gerak mundur
roll back dari palung (trench), akibat dari lempeng
Samudera Hindia lebih cepat daripada gerak maju
overriding plate kontinen Eurasia (Dewey, 1980).
Sebagai akibatnya di Cekungan Rembang terjadi
tektonik regangan mulai Eosen-Oligosen. Pada
jaman tersebut pola sesar timurlaut-baratdaya dari
jaman Kapur diremajakan dan terjadi horst dan
graben (Bransden dan Matthews, 1992). Di dalam
cekungan ini diendapkan Formasi Ngimbang dan
Formasi Kujung. Pada jaman Oligo-Miosen fase
regangan berubah menjadi fase kompresif sesarsesar geser dan pada jaman Kapur mengalami
peremajaan menjadi sesar turun. Di dalam
cekungan terbentuklah blok-blok yang naik dan
turun menjadi tinggian dan rendahan, sedangkan di
bagian rendahan diendapkan fasies yang lebih
dalam dan diperkirakan berfungsi sebagai
batuan induk di daerah itu sendiri. Pada
Miosen Awal, sebagai akibat dari gerak ke
utara lempeng Samudera India yang naik, di
Cekungan Rembang terjadi tektonik kompresi
yang berlangsung hingga sekarang. Sementara
itu di dalam cekungan diendapkan Formasi
Tawun, Formasi Ngrayong, Kelompok Kawengan
dan Kelompok Lidah. Sebagian sesar jaman Kapur
diremajakan menjadi sesar-sesar geser. Di atas
blok yang saling bergeser terjadi lipatan-lipatan
dengan pola struktur en echelon (Bransden dan
Matthews, 1992). Pola semacam ini dapat
diamati pada antiklin Nglobo dan Semanggi
(Soeparyono dan Lennox, 1989). Sementara itu
terbentuk pula struktur dengan pola timur barat.
Sejarah Geologi
Tektonik regangan aktif mulai Eosen Tengah
- Miosen Awal dianggap merupakan penyebab
struktur utama. Tahap pertama fase awal
regangan ditandai oleh retakan pada Eosen yang
pada kala ini terjadi tinggian dan rendahan. Di
dalam cekungan diendapkan sedimen silisiklastik
serpih dan karbonat klastik Formasi Ngimbang.
Tahap kedua diikuti amblesan besar-besaran dalam
cekungan pada Oligosen. Selama fase ini diikuti
oleh pengendapan batugamping dan batulempung
Formasi Kujung. Selama fase tersebut
pengendapan di dalamnya dikontrol oleh struktur
sesar, sedangkan pada bagian tinggian terjadi erosi.
Pada Awal Miosen terjadi genanglaut yang
menyebabkan seluruh cekungan tertutup air. Pada
bagian tinggian tumbuh batugamping terumbu
Formasi Prupuh, sedangkan di bagian rendahan
diendapkan fasies yang lebih dalam. Pertumbuhan
batugamping Prupuh terhenti sampai N5 ( JTR-1,
BNY-l, DMW-1, dan NGB-1) akibat genanglaut
yang besar, diikuti oleh pengendapan Formasi
Tawun. Di beberapa tempat batugamping Prupuh
ada yang bertahan hidup sampai N7 seperti
halnya di sumur DDR 1. Pada Miosen Tengah
terjadi perubahan mendasar pola gaya (kompresi)
di Cekungan Jawa Timur Utara yang
mengakibatkan inversi besar besaran. Sesar-sesar
yang terbentuk pada jaman Paleogen, aktif
kembali dan menghasilkan sesar naik. Sesar-sesar
ini memotong lapisan Neogen. Sebagian cekungan
tersingkap di atas muka air laut dan terjadi erosi. Di
bagian yang dalam diendapkan batupasir dan
batulempung hitam Formasi Ngrayong.
Pada akhir Miosen Tengah (N13) terjadi
genanglaut. Sebagian daratan Miosen Tengah
tertutup pengendapan batugamping Formasi Bulu,
di bagian yang dalam diendapkan napal Formasi
Wonocolo. Pada akhir Miosen Atas (NJ 8),
pengendapan napal Formasi Wonocolo masih
berlangsung di sumur BNY-1. Pengendapan ini
diikuti susutlaut pada akhir Miosen Atas (N18)
yang ditandai dengan ditemukannya perulangan
batupasir gampingan, dan batugamping pasiran
Formasi Ledok. Kemudian pada Pliosen (Nr9N20), kurang lebih 4-3,5 juta tahun yang lalu,
terjadi fase genanglaut lagi yang diikuti
pengendapan napal masif Formasi Mundu.
Pada Plio-Pleistosen terjadi pengangkatan
perlipatan dan penyesaran sebagian cekungan
menjadi daratan, sedangkan bagian lainnya yang
masih merupakan laut yang menjadi tempat
diendapkannya batulempung dan napal Formasi
Lidah.
___________________________________________________________________________________
IATMI 2007-TS-03
Proceeding Simposium Nasional IATMI
25 - 28 Juli 2007, UPN “Veteran” Yogyakarta
_______________________________________________________________________________
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
1. CONTOH BATUAN
Pada lintasan Kali Wungkal diambil 4
conto batuan, dari bagian bawah ke arah bagian
atas bagian dari Formasi Kujung yang tersingkap.
Pengambilan pada litologi batulempung yang
segar, conto diambil pada kedalaman 40 sampai
50 di bawah permukaan tanah pada horison
tersebut. Lokasi, pengambilan conto dan
stratigrafi/geologi sepanjang lintasan (Gambar 4).
2. ANALISIS TOC
Tahap awal analisis adalah menentukan
kandungan karbon organik total (TOC) dengan
menggunakan alat LECO Carbon Determinator
Berdasarkan hasil analisis di atas ada dua contoh
yang mempunyai nilai TOC cukup/ sedang, yaitu
conto SW2 dan SW3. Keduanya selanjutnya akan
di analisa pirolisis.
(WR-112) setelah sebelumnya tiap-tiap perconto
dicuci, dikeringkan, digerus halus, dan ditimbang
seberat kurang lebih 500 mg dan dihilangkan
kandungan karbonatnya dengan menggunakan
asam klorida.
Secara umum telah dapat diterima bahwa
perconto dengan kandungan TOC<0.5% tidak
mempunyai
potensi
yang cukup
untuk
menghasilkan minyak bumi secara komersial, oleh
karena itu ditetapkan sebagai bukan batuan
sumber. Perconto dengan kandungan TOC antara
0.5% - 1.0% mempunyai nilai yang cukup atau
sedang sebagai batuan sumber, sedangkan untuk
TOC antara 1.0% - 2.0% merupakan nilai diatas
rata-rata (kaya) sebagai batuan sumber Tabel 1.
Material organik yang dapat larut dalam
larutan dichlormethana (CH2Cl2) dan disaring
secara gravitasi. Setelah dibilas dan dikeringkan
lalu ditimbang.
Hasil ekstraksi conto seberat 30 gram
3. EKSTRAKSI MATERIAL ORGANIK
4. ANALISA PIROLISIS
Analisis pirolisis dilakukan terhadap
perconto yang mempunyai kandungan TOC lebih
besar atau sama dengan 0.5%. Analisis dilakukan
terhadap perconto yang telah digerus halus seberat
kurang lebih 100 mg dengan menggunakan alat
Rock Eval-5.
Tujuan analisis ini, adalah untuk
mengetahui kwantitas minyak bumi atau
hidrokarbon bebas (S1), dan kwantitas kerogen
(S2) yang keduanya dinyatakan dalam kg/ton dan
temperatur maksimum (Tmaks, oC) yaitu
temperatur puncak pada saat S2 pecah. Dari data
ini dapat diketahui potensi hidrokarbon (PY) yaitu
penjumlahan dari S1 + S2. Indeks Produksi Total
(TPI) didapat dari perhitungan S1/(S1+S2) dan
Indeks Hidrogen (HI) dengan perhitungan
S2/TOCx100
sbb.:
Data hasil analisis pirolisis diinterpretasikan
sebagai berikut:
S1 tidak dipakai, kecuali bila nilai S1 tinggi
dihubungkan dengan nilai S2 yang rendah,
dapat ditafsirkan karena adanya hidrokarbon
yang telah bermigrasi.
Nilai PY (Potential Yield, S1+S2) merupakan
indikasi dari pada kwalitas batuan sumber:
Miskin
Sedang
Bagus
:
:
:
PY < 2 kg/ton
PY = 2-5 kg/ton
PY > 5 kg/ton
Tingkat kematangan bahan organik dapat
ditentukan berdasarkan harga Tmaks:
Tmaks : 435oC
belum matang
Tmaks : 435o-470oC minyak
gas
Tmaks :
465oC
Indeks Produksi Total (TPI) dipakai untuk
perconto batuan yang sedang, kaya atau lebih
___________________________________________________________________________________
IATMI 2007-TS-03
Proceeding Simposium Nasional IATMI
25 - 28 Juli 2007, UPN “Veteran” Yogyakarta
_______________________________________________________________________________
kaya, bila dihubungkan dengan harga Tmaks,
dapat diinterpretasikan sebagai berikut:
Tmaks
< 435oC
TPI
0.1
belum matang
Ternyata kedua contoh tersebut
potensial miskin dan belum matang.
termasuk
5. ANALISIS PANTULAN VITRINIT
Perconto yang telah dihancurkan (tidak
terlalu halus) diberi larutan asam klorida (HCl)
untuk menghilangkan kandungan karbonatnya,
kemudian setelah dilakukan pencucian dan
netralisasi, maka diteteskan larutan asam fluorida
(HF) untuk menghilangkan kandungan silikanya.
Dengan menggunakan larutan ZnBr2, maka akan
terpisahkan antara kerogen dengan yang bukan
kerogen, yang mana kerogen akan mengapung.
Selanjutnya kerogen diambil dan dibilas,
kemudian dicetak dalam resin dan dipoles.
Pengukuran besarnya pantulan vitrinit
dilakukan dengan menggunakan mikroskop
refleksi Leitz-MPV2 yang dikombinasikan dengan
digital counter untuk mengukur nilai pantulan
vitrinit yang ada. Data analisis ini ditampilkan
dalam diagram batang. Nilai yang diarsir dipakai
untuk menentukan kematangan dan yang tidak
diarsir ditafsirkan sebagai vitrinit yang telah
teroksidasi dan mengalami daur ulang atau
material yang tidak jelas identitasnya seperti
bitumen padat, pseudo-vitrinit atau semi fusinit.
kadang-kadang perconto yang dianalisis tidak
mengandung vitrinit atau tidak mempunyai angka
pembacaan yang cukup sebagai data kematangan
yang dapat diyakini, sehingga dinyatakan sebagai
Tidak Dapat Ditentukan (TDD).
Kisaran yang dihasilkan dari nilai
pantulan vitrinit (Ro) adalah sebagai berikut :
< 0.35% Ro
:
belum matang
< 0.60% Ro
:
awal matang
0.60-1.20% Ro :
minyak
0.70-1.00% Ro :
pik minyak
1.00-2.00% Ro :
gas basah
1.35-3.20% Ro :
gas kering
> 435oC
0.1-02 awal matang - matang
0.2
telah terkontaminasi
Dari dua conto SW2 dan SW3 diperoleh hasil
sbb.:
Ro untuk conto SW2 mempunyai harga rata-rata
0,34 (belum matang), sedangkan conto SW3 tidak
dilakukan analisa vitrinit dan analisa GC-MS.
6. ANALISIS MOLEKULAR
Analisis GC-MS dilakukan pada kedua
fraksi, yaitu alifatik dan aromatik dengan
menggunakan sistim GC dari Hewlett Packard
Series 6890 yang dihubungkan dengan
quadrapole Mass Selective Detector Tipe 5970.
Seluruh fraksi alifatik teranalisis dengan
menggunakan Selective ion monitoring (SIM)
mode untuk pendeteksian secara khusus dari ionion m/z 85, 123, 177, 183, 191, 205, 217, 218,
231, 259, 273, 384, 398 dan 412. Bila perlu
perconto dianalisis secara full scan yang
dimaksudkan
untuk
mendapatkan
massa
spektranya. Fragmentogram massa 128, 142, 156,
170, 178, 184, 192, 198, 206, 212, 220, 226, 231,
234, 253, 267, 231, 245, 365 didapatkan dari
fraksi aromatik. A Hewlett Packard series 900/216
data Station digunakan untuk pemrosesan dan
akuisisi data.
Analisis molekul distribusi biomarker
dihitung dari peak areas fragmentogram massa.
Hal yang penting untuk diketahui bahwa
disebabkan oleh respons factors yang berbeda,
maka molekul parameter yang dihitung dari ionion tunggal tidak mewakili perhitungan yang
benar banyaknya senyawa secara relatif.
Bagaimanapun, nilai-nilai ini mudah untuk diukur
dengan membandingkan distribusi biomarker dari
perconto yang berbeda.
Parameter biomarker dipilih untuk
menentukan jenis bahan organik, kematangan
termal dan lingkungan pengendapan. Parameter
yang paling baik adalah yang dipengaruhi hanya
oleh salah satu dari faktor-faktor tersebut.
___________________________________________________________________________________
IATMI 2007-TS-03
Proceeding Simposium Nasional IATMI
25 - 28 Juli 2007, UPN “Veteran” Yogyakarta
_______________________________________________________________________________
Sedangkan hasil analisis GC-MS conto SW2
(Gambar 5).
Potensi dan Kualitas Batuan Induk,
berdasarkan conto batuan yang dianalisis, nampak
bahwa kandungan TOC berkisar antara 0.17%
sampai 0,69%, separuh conto nilainya < 0,5,
sedangkan separuhnya lagi TOC di atas 0,5%
yaitu: SW-2 dan SW-3.
Hasil pirolisis Rock-Eval menunjukkan bahwa
semua batulempung berpotensi miskin sebagai
batuan sumber hidrokarbon (PY < 2 kg/ton). Nilai
HI yang relatif rendah mencerminkan bahwa
batuan ini jika mencapai kematangan akan
cenderung menghasilkan gas. Seluruh batuan
teranalisis mengandung hidrogen dengan jumlah
yang sangat rendah seperti ditunjukkan oleh harga
indeks hidrogen (HI) di bawah nilai 150 (Tabel 2).
Bahan organik dengan kandungan hidrogen
rendah seperti ini umumnya dijumpai pada bahan
organik dengan tipe kerogen III-IV yang dibentuk
KESIMPULAN DAN SARAN
secara dominan oleh unsur tumbuhan darat. Dari
seluruh conto batuan yang dianalisis Rock-Eval
tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan migrasi
hidrokarbon yang telah terjadi.
Hasil analisis biomarker terhadap fraksi
saturasi menunjukkan konfigurasi kematangan
termal rendah baik senyawa sterana m/z217
maupun hopana. Kondisi ini cukup menyulitkan di
dalam melakukan identifikasi individu (puncakpuncak isomer) dari senyawa-senyawa tersebut
karena
proses
isomerisasi
masih
terus
berlangsung. Pada ion kromatogram sterana (m/z
217), senyawa sterana terlihat belum terbentuk
dengan maksimal terutama pembentukan isomerisomer seperti
20S. Hal serupa juga dijumpai
pada ion kromatogram pentasiklik triterpana (m/z
191), dengan masih dijumpainya unsur-unsur
produk kematangan termal rendah seperti
hopana, moretana, serta isomer
22R (Gambar
5).
lazim dijumpai di daerah delta yang masih
berasosiasi dengan daratan.
Kesimpulan
1. Potensi hidrokarbon, hasil analisis TOC dan
Rock Eval menunjukkan bahwa sedimen dari
daerah telitian Formasi Kujung Lintasan Kali
Wungkal berupa batu lempung 2 conto tidak
berpotensi (SW-1 dan SW-4) dan dua conto yang
lain berpotensi cukup/sedang (SW-2 dan SW-3).
2. Tingkat Kematangan Termal, seluruh sedimen
dari Formasi Kujung yang dianalisis, tingkat
kematangan termalnya belum matang. Ro conto
SW-2 = 0,34.
3. Tipe Bahan Organik, batuan sedimen
mengandung hidrogen yang umumnya rendah
mencerminkan bahwa kerogen terkandung adalah
Tipe III dengan kapasitas tertinggi sebagai
penghasil gas.
4. Lingkungan Pengendapan Bahan Organik,
kajian data GC dan GCMS memberikan gambaran
bahwa, pada umumnya bahan organik yang
terkandung berasal dari lingkungan pengendapan
kaya oksigen dimana material asal tumbuhan darat
cukup dominan. Lingkungan seperti ini sangat
Saran
1. Untuk
mendapatkan
gambaran
yang
komprehensif mengenai potensi hidrokarbon
Formasi Kujung perlu dilakukan analisis dan
evaluasi geokimia sedimen sedimen dari bawah
permukaan,
2. Perlu dilakukan simulasi laboratorium untuk
mendapatkan produk hidrokarbon dari batuan
sumber yang ada. Hal ini penting mengingat
seluruh batuan sedimen dari daerah survei masih
berada pada tingkat kematangan termal rendah.
___________________________________________________________________________________
IATMI 2007-TS-03
Proceeding Simposium Nasional IATMI
25 - 28 Juli 2007, UPN “Veteran” Yogyakarta
_______________________________________________________________________________
UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih
kepada
LP2M
UPN
”Veteran” Yogyakarta yang telah memberikan
bantuan biaya untuk penelitian ini, tidak lupa
kepada LEMIGAS Jakarta yang telah memberikan
ijin pemakaian fasilitas laboratoriumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Kuwat Santoso, 1998. Studi Batuan Induk
Hidrokarbon di Cekungan Jawa Timur
Utara. Thesis Master, ITB. Unpublished.
Manur H. dan Barraclough R. , 1994. Structural
Control on Hydrocarbon Habitat in the
Bawean area. Proceedings Indonesian
Petroleum Association, 23th Annual
Convention, 129-144.
Mulhadiono, Pringgoprawiro, dan Asikin, 1984.
Tinjauan Stratigrafi dan Tatanan Tektonik
di Pulau. Madura, Jawa Timur, Proceedings
PIT IAGI MI, Bandung, 1-20.
Musliki S., 1992. Generation, Migration and
Accumulation of Hydrocarbon in the North
East Java Basin. Proceedings PIT JAGI,
21" Annual Convention, Yogyakarta, 1-10.
Tissot, B.P. dan Welte, D.H., 1984. Petroleum
Formation and Occurrence, Edisi Kedua,
Springer-Verlag, Berlin, 699 h.
Waples, D.W., 1985. Organic Geochemistry for
Exploration
Geologist.
International
Human Resources Development Corp.,
Boston, 232 h.
GAMBAR 1. PETA LOKASI KALI WUNGKAL DAN SEKITARNYA
___________________________________________________________________________________
IATMI 2007-TS-03
Proceeding Simposium Nasional IATMI
25 - 28 Juli 2007, UPN “Veteran” Yogyakarta
_______________________________________________________________________________
Dihaluskan
Dihaluskan
TOC
Kekayaan
Rock-eval Kekayaan
Kematangan
Potensi batuan
Vitrinit
Kematangan
Conto halus
Ekstraksi
Eksrak / bitumen Conto / minyak
Kromatografi
HK jenuh
Aromatik
NSO
Aromatik
Lingkungan Pengendapan
Kematangan
Korelasi
Penyaringan molekul
Fraksi bercabang / siklik
(Branched / cyclic fractions
GC - MS
Jenis material organik
Kematangan
Lingkungan pengendapan
Korelasi
GAMBAR 2. DIAGRAM ALIR ANALISA GEOKIMIA
___________________________________________________________________________________
IATMI 2007-TS-03
Proceeding Simposium Nasional IATMI
25 - 28 Juli 2007, UPN “Veteran” Yogyakarta
_______________________________________________________________________________
PLEISTOSEN
TRINIL
N 23
N 22
2
TURI
TAMBAKROMO
N 21
PLIOSEN
N 20
Tgh
MUNDU
KAWE N GAN
N 19
ATAS
N 18
N 17
N 16
ATAS
N 13
Tf
I
M
N9
N7
N6
N5
P 22
(N 3)
P 21
(N 2)
P 20
(N 1)
Te
BAWAH
OLIGOSEN
N4
25
ATAS
BAWAH
N8
TUBAN
N 11
N 10
20
NGRAYONG
( U . OK )
N 12
BULU
BAWAH
O
S
TENGAH
E
N 14
15
WONOCOLO
P 19
KUJ UNG
N
N 15
10
LEDOK
. . .
.
.
. .. . .. .
. . . . .
. .. . .. .
... ..
... ..
... ..
. .. . . . . ..
.. . .. . .. . .. . .. . ..
. .. . .. . .. . .. . .. .
.. .
. . . . ...
. .. . .. .
. . . . .
. . . . .
Lempung biru, napal berlapis,
sisipan batupasir, lensa coquina
(meta limestone)
Napal, putih abu-abu, masif
, kompak, foram, sisipan
gamping calkarenit dibagian atas (Selaoijo
Bt.pasir,hijau,merah,coklat,
glaukonit,sisipan calkarenit,
lempung.
Napal,coklat kuning,glaukonit,sisipan calkarenit,
lempung
. . . . . . . . Calkarenit,berlapis,kompak,
. .. . .. . .. . .. keras,glaukonit.
...........
...........
Batupasir,coklat,serpihan,lighnit,
. .. . .. . .. . .. ... .. sisipan calkarenit.
.. .. .. .. .. .
...........
. . . . . .
. .. . .. . .. . .. . .. .
...........
. . . . . Gamping orbitoid,serpih coklat,karbon.
..........
Lempung,gampingan,sisipan gamping
arenit,koral,algae orbitoid.
TAWU N
( U . OK )
5
PEMERIAN
KOLOM
FORANGGOTA
MASI
LIDAH
J.TH
SATUAN
BATUAN
Gamping Karren
Fm. Madura
ZONASI
BLOW
UMUR
KLASIFIKASI
HURUF
STRATIGRAFI ZONA REMBANG
Napal,abu-abu muda,foram
PRUPUH
Gamping abu-abu.
KRANJI
Lempung coklat,berlapis-lapis,sisipan
gamping,koral,keras,foram besar.
KUJUNG
Napal,abu-abu, berlapis,sisipan gamping
foram, koral, algae.
Tcd
GAMBAR 3. STRATIGRAFI ZONA/MANDALA REMBANG (PRINGGOPRAWIRO, 1983)
___________________________________________________________________________________
IATMI 2007-TS-03
Proceeding Simposium Nasional IATMI
25 - 28 Juli 2007, UPN “Veteran” Yogyakarta
_______________________________________________________________________________
GAMBAR 4. LOKASI CONTO, DAN GEOLOGI LINTASAN KALI WUNGKAL
___________________________________________________________________________________
IATMI 2007-TS-03
Proceeding Simposium Nasional IATMI
25 - 28 Juli 2007, UPN “Veteran” Yogyakarta
_______________________________________________________________________________
TABEL 1. HASIL ANALISIS TOC
Conto
Formasi
Litologi
%TOC
Lokasi
SW1
Kujung
Batulempung abu-abu, lunak
0,17
Kali Wungkal
SW2
Kujung
0,63
Kali Wungkal
SW3
Kujung
0,69
Kali Wungkal
SW4
Kujung
Batulempung abu-abu,
karbonatan
Batulempung abu-abu
karbonatan
Batulempung abu-abu
karbonatan
0,17
Kali Wungkal
TABEL 2. DATA HASIL EKSTRAKSI CONTO/30 GRAM
Parameter
SW2 (ppm)
SW3 (ppm)
Total Ekstrak
1570
313
Hilang dalam kolom
187
10
-saturate
493
103
-aromatik
460
110
-hidrokarbon total
953
213
-NSO’s
430
90
-Asphaltens
-
-
-Total non-hidrokarbon
430
90
Hidrokarbon:
Non hidrokarbon
___________________________________________________________________________________
IATMI 2007-TS-03
Proceeding Simposium Nasional IATMI
25 - 28 Juli 2007, UPN “Veteran” Yogyakarta
_______________________________________________________________________________
TABEL 3. DATA HASIL ANALISIS ROCK EVAL
Conto
SW2
S1
(mgHC/g
batuan)
0,00
S2
(mgHC/g
batuan)
0,28
S3
S2/S3
(mgHC/g
batuan)
1,09
0,26
TOC
HI
(%berat) (mgHC/g
batuan)
0,63
44
OI
(mgCO2/g
Corganik)
173
SW3
0,06
0,82
0,18
0,69
26
4,56
119
GAMBAR 5. KROMATOGRAF CONTOH SW 2
___________________________________________________________________________________
IATMI 2007-TS-03
Download