Proceeding Simposium Nasional IATMI 25 - 28 Juli 2007, UPN “Veteran” Yogyakarta _______________________________________________________________________________ POTENSI DAN KUALITAS BATUAN FORMASI KUJUNG SEBAGAI BATUAN INDUK, PADA LINTASAN KALI WUNGKAL, TUBAN, JAWA TIMUR Oleh : Bambang Triwibowo dan Kuwat Santoso Jurusan Teknik Geologi, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta, Jl. SWK 104 (Lingkar Utara) Condongcatur, Yogyakarta-55283 Telp. (0274) 487816, Fax. (0274) 487816 ABSTRAK Pencarian dan penemuan interval batuan yang mungkin berpotensi sebagai batuan induk merupakan langkah awal eksplorasi yang penting. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian tentang identifikasi interval batuan sedimen yang mengandung bahan organik dengan kadar tertentu, yang oleh panas dan waktu dapat menghasilkan hidrokarbon dalam bentuk minyak atau gas secara tepat. Telitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi batuan induk hidrokarbon Formasi Kujung pada lintasan Kali Wungkal, Tuban, Jawa Timur. Analisa geokimia guna mengetahui potensi dan kualitas dilakukan untuk 4 (empat) conto batuan. Hasil analisa potensi dan kualitas Batuan Induk, berdasarkan contoh batuan yang dianalisis, kandungan TOC berkisar antara 0.17% sampai 0,69%, miskin sampai sedang. Rock-Eval menunjukkan bahwa semua batulempung berpotensi miskin sebagai batuan sumber hidrokarbon (PY < 2 kg/ton). Tingkat kematangan berdasarkan Ro (<0,6), masih belum tercapai/awal matang. Nilai HI yang relatif rendah mencerminkan bahwa batuan ini jika mencapai kematangan akan cenderung menghasilkan gas, harga indeks hidrogen (HI) di bawah nilai 150 umumnya berasal tipe kerogen III-IV, yang dibentuk secara dominan oleh unsur tumbuhan darat. Keywords : batuan induk, potensi, kualitas, , kematangan PENDAHULUAN Asal hidrokarbon di Cekungan Jawa Timur Utara masih merupakan masalah, beberapa penulis/ peneliti antara lain, Situmorang dan Tambunan (1985), Williams (1986), Laporan Pertamina (1990), dan Musliki (1992). Para penulis tersebut memperkirakan bahwa Formasi Ngimbang yang berperan sebagai batuan induk, namun masih ada kemungkinan formasi lain yang berada di atasnya seperti: Kujung, Tawun dan Ngrayong dapat pula bertindak sebagai batuan induk. Minyak bumi yang ditemukan di cekungan ini ternyata berbeda-beda sifat fisiknya. Sebagai contoh, minyak bumi yang ditemukan di lapangan Kawengan berkadar API 32,90, sedangkan di lapangan Ledok, Semanggi, dan Nglobo - yang lokasinya relatif tidak jauh dari Kawengan minyak buminya berkadar API 40°. Hal ini membuka kemungkinan bahwa batuan selain Formasi Ngimbang dapat bertindak sebagai batuan induk. Selain itu, kematangan material organik juga merupakan masalah, sebagai contoh: Formasi Ngimbang di cekungan ini mempunyai kisaran kematangan mulai dari belum matang; matang bahkan sampai lewat matang. Uraian di atas menyebabkan penulis tertarik untuk melakukan telitian ini. ___________________________________________________________________________________ IATMI 2007-TS-03 Proceeding Simposium Nasional IATMI 25 - 28 Juli 2007, UPN “Veteran” Yogyakarta _______________________________________________________________________________ PERUMUSAN MASALAH Survei geokimia di lintasan Kali Wungkal Tuban dimaksudkan untuk meneliti kualitas dan kuantitas potensi batuan induk berdasarkan data permukaan (Gambar 1). Adapun tujuan penelitian ini untuk memberikan informasi tentang potensi minyak dan gas bumi berdasarkan batuan induk yang ada di Cekungan Jawa Timur Utara. Hasil yang didapat merupakan dasar untuk tambahan data dalam melakukan eksplorasi daerah baru dan eksploitasi lapangan produksi di waktu mendatang. METODA PENELITIAN Penelitian ini meliputi pengumpulan data geologi lapangan dan analisa geokimia mengenai kandungan zat organik serta parameter-parameter TATAAN GEOLOGI REGIONAL Busur Sunda yang menjadi tulang punggung Jawa Timur adalah tepi paparan aktif merupakan sebuah konvergensi antara lempeng Eurasia dan Indo-Australia (Manor dan Barraclough, 1994). Cekungan Jawa Timur diperkirakan merupakan sebuah cekungan busur belakang (Lehner et al., 1983 di dalam Manur dan Barraclough, 1994), yang terletak pada tepi benua Sunda yang stabil. Daerah pantai selatan Jawa Timur merupakan rangkaian pegunungan vulkanik yaitu sebuah cekungan busur depan dan daerah prisma akresi luar. Pembentukan rifting Cekungan Jawa Timur kemungkinan berhubungan dengan subduksi ke arah baratlaut dari kerak benua di sepanjang tepi baratdaya Kalimantan selama Kapur Bawah. Zona subduksi diperkirakan berubah sesuai dengan waktunya dan arahnya ke bagian selatan dan timur antara Kapur Bawah dan Eosen (Hamilton, 1 97 9) . Pada keadaan sekarang, palung subduksi trench subduction kematangan. Data tersebut dikumpulkan dari lapangan dan laboratorium, serta beberapa literatur. Untuk ini telah dikumpulkan conto-conto singkapan batuan, selanjutnya conto tersebut dibawa kelaboratorium untuk dianalisis secara geokimia guna mendapatkan data geokimia. Awalnya dilakukan identifikasi kandungan karbon organik total (TOC) batuan secara acak, selanjutnya dipilih untuk dikaji potensi batuan induk hidrokarbon (kuantitas dan kualitas). Pengambilan conto dilakukan dengan melakukan lintasan terukur, sedangkan analisa laboratorium disajikan dalam diagram alir (Gb. 1). Adapun lingkup kegiatan yang dilaksanakan dalam studi ini meliputi: • Pengambilan conto batuan di lapangan, • Analisis laboratorium, dan • Interpretasi potensi dan kualitas batuan induk hidrokarbon ditinjau dari geokimia. sejajar dengan zona arah timur-barat yang aktif pada Neogen. Dua arah struktur utama Tersier yang berbeda ditemukan di cekungan ini, akibat rezim tegasan yang mengontrolnya adalah fase retak Paleogen dan fase inversi Neogen. Sesar arah timurlaut-baratdaya dikontrol oleh fase retak tegasan tensional Paleogen pada Eosen Tengah Miosen Awal. Tahap pertama regangan yang membentuk retakan rifting pada Eosen, yang diikuti tahap amblesan cekungan besar-besaran pada Oligosen. Selama fase ini, pengendapan di cekungan dikontrol oleh sesar tumbuh. Sesar arah barat-timur berkembang pada struktur inversi cekungan Miosen Tengah. Struktur inversi ini didominasi oleh arah tektonik linier barattimur yang dikenal dengan RMK (RembangMadura-Kangean) yang ditunjukkan oleh zona gerus sinistral utama (Manur dan Barraclough, 1994). Evaluasi terhadap penyebaran satuan litostratigrafi dan kondisi struktur geologi Cekungan Jawa Timur Utara telah dilakukan berdasarkan hasil kompilasi dari beberapa peta ___________________________________________________________________________________ IATMI 2007-TS-03 Proceeding Simposium Nasional IATMI 25 - 28 Juli 2007, UPN “Veteran” Yogyakarta _______________________________________________________________________________ geologi daerah Zona Rembang dan Zona Kendeng dengan skala 1: 100.000. Peta geologi yang dikompilasi oleh penulis meliputi: Peta Geologi lembar Rembang, oleh Kadar dan Sudijono (1993), Peta Geologi lembar Jatirogo, oleh Situmorang, Smith, dan van Vessem (1992), Peta Geologi lembar Tuban oleh Hartono (1973), peta Geologi lembar Ngawi oleh Datun dan Sukandarrumidi (1992), Peta Geologi lembar Bojonegoro oleh Pringgoprawiro dan Sukido (1992), dan Peta Geologi lembar Mojokerto oleh Noya et al. (1992). Stratigrafi Stratigrafi di Zona Rembang telah sering dibahas di dalam laporan geologi dari Direktorat Geologi, PPPTMGB Lemigas, Pertamina maupun lingkungan perguruan tinggi. De Genevraye, Samuel (1972) dan Pringgoprawiro (1983) membagi stratigrafi Cekungan Jawa Timur Utara atas dua mandala, masing-masing Mandala Rembang mencakup daerah dalam zona tektono-fisiografi Rembang dan zona tektonoFormasi Kujung (Oligosen Akhir) Batuan formasi ini terdiri dari napal di bagian bawah dan lempung dengan sisipan gamping di bagian atas. Tebal formasi ini tidak diketahui karena kontak dengan formasi di bawahnya tidak tersingkap. Di atasnya menutup selaras Formasi Prupuh Struktur Geologi Pola struktur utama Jawa Timur Utara telah banyak dibahas oleh beberapa peneliti terdahulu (Sutarso dan Padmosukismo, 1978, Soemantri et al., 1973, Suyanto et al., 1977) Pola struktur Jawa Timur dimulai pada kala Oligosen - Miosen. Pola struktur Jawa mempunyai arah timur barat yang sesuai dengan zona subduksi yang sekarang masih aktif di selatan. Pulau Jawa. Pola struktur merupakan thrust -fold belts. Daerah paparan Rembang, khususnya bagian barat, umumnya berupa endapan laut dangkal dengan sesar-sesar naik yang dominan (Sudiro et al., 1973; Suyanto et al., 1977; dan fisiografi Randublatung, sedangkan Mandala Kendeng meliputi daerah dalam zona tektonofisiografi Kendeng. Mandala Rembang, menurut Pringgoprawiro (1983), umumnya merupakan lingkungan paparan sampai daratan dengan pengendapan batupasir kuarsa, batulempung karbonan, batugamping pasiran, batugamping terumbu, napal pasiran, batupasir gampingan, dan batubara. Ketebalan formasi ini mencapai 5.000 meter. Mandala ini berumur Eosen hingga Pleistosen Awal. Mandala Kendeng, menurut Pringgoprawiro (1983), de Genevraye & Samuel (1972) terdiri dari litologi napal pasiran, batulempung, batupasir gampingan, batulanau, batugamping pasiran dan batupasir konglomeratan. Umur mandala ini Oligosen-Aknir sampai Pleistosen. Stratigrafi di Cekungan Jawa Timur Utara terdiri dari : batuan dasar, Formasi Ngimbang, Kujung, Prupuh, Tuban, Tawun, Ngrayong, Bulu, Wonocolo, Ledok, Mundu, Selorejo dan Lidah (Pringgoprawiro, 1983; Gambar 3). Kenyon, 1977). Sutarso dan Padmosukismo (1978) membagi struktur Cekungan Jawa Timur Utara atas beberapa zona yang disesuaikan dengan pembagian tektono-fisiografi Pringgoprawiro (1983), yaitu Zona Rembang, Zona Randublatung dan Zona Kendeng. Tektonik dan Sedimentasi Daerah Jawa Timur ditinjau dari teori tektonik lempeng (Katili, 1973) dari selatan ke utara dapat dibagi menjadi 7 zona, dengan daerah penelitian termasuk dalam foreland fold - thrust pada Zona Kendeng dan Back arc basin pada Zona Rembang dari sistem subduksi Miosen Awal - sekarang. Tektonik dan sedimentasi Cekungan Jawa Timur Utara dipengaruhi oleh tumbukan lempeng Samudera India-Australia dan lempeng Eurasia. Pada jaman Kapur hingga sekarang kecepatan gerak dari lempeng India - Australia ke arah utara selalu berubah-ubah. Pada jaman Kapur kecepatan gerak tersebut 10 cm/tahun, sedang jaman Oligosen menurun menjadi lebih kecil dari 4 cm/tahun (Hamilton 1979). Selanjutnya pada jaman Miosen ___________________________________________________________________________________ IATMI 2007-TS-03 Proceeding Simposium Nasional IATMI 25 - 28 Juli 2007, UPN “Veteran” Yogyakarta _______________________________________________________________________________ Awal kecepatan geraknya mulai naik lagi dan sekarang mencapai 6 cm/tahun. Kecepatan gerak lempeng yang menurun dari jaman KapurOligosen, menyebabkan terjadinya gerak mundur roll back dari palung (trench), akibat dari lempeng Samudera Hindia lebih cepat daripada gerak maju overriding plate kontinen Eurasia (Dewey, 1980). Sebagai akibatnya di Cekungan Rembang terjadi tektonik regangan mulai Eosen-Oligosen. Pada jaman tersebut pola sesar timurlaut-baratdaya dari jaman Kapur diremajakan dan terjadi horst dan graben (Bransden dan Matthews, 1992). Di dalam cekungan ini diendapkan Formasi Ngimbang dan Formasi Kujung. Pada jaman Oligo-Miosen fase regangan berubah menjadi fase kompresif sesarsesar geser dan pada jaman Kapur mengalami peremajaan menjadi sesar turun. Di dalam cekungan terbentuklah blok-blok yang naik dan turun menjadi tinggian dan rendahan, sedangkan di bagian rendahan diendapkan fasies yang lebih dalam dan diperkirakan berfungsi sebagai batuan induk di daerah itu sendiri. Pada Miosen Awal, sebagai akibat dari gerak ke utara lempeng Samudera India yang naik, di Cekungan Rembang terjadi tektonik kompresi yang berlangsung hingga sekarang. Sementara itu di dalam cekungan diendapkan Formasi Tawun, Formasi Ngrayong, Kelompok Kawengan dan Kelompok Lidah. Sebagian sesar jaman Kapur diremajakan menjadi sesar-sesar geser. Di atas blok yang saling bergeser terjadi lipatan-lipatan dengan pola struktur en echelon (Bransden dan Matthews, 1992). Pola semacam ini dapat diamati pada antiklin Nglobo dan Semanggi (Soeparyono dan Lennox, 1989). Sementara itu terbentuk pula struktur dengan pola timur barat. Sejarah Geologi Tektonik regangan aktif mulai Eosen Tengah - Miosen Awal dianggap merupakan penyebab struktur utama. Tahap pertama fase awal regangan ditandai oleh retakan pada Eosen yang pada kala ini terjadi tinggian dan rendahan. Di dalam cekungan diendapkan sedimen silisiklastik serpih dan karbonat klastik Formasi Ngimbang. Tahap kedua diikuti amblesan besar-besaran dalam cekungan pada Oligosen. Selama fase ini diikuti oleh pengendapan batugamping dan batulempung Formasi Kujung. Selama fase tersebut pengendapan di dalamnya dikontrol oleh struktur sesar, sedangkan pada bagian tinggian terjadi erosi. Pada Awal Miosen terjadi genanglaut yang menyebabkan seluruh cekungan tertutup air. Pada bagian tinggian tumbuh batugamping terumbu Formasi Prupuh, sedangkan di bagian rendahan diendapkan fasies yang lebih dalam. Pertumbuhan batugamping Prupuh terhenti sampai N5 ( JTR-1, BNY-l, DMW-1, dan NGB-1) akibat genanglaut yang besar, diikuti oleh pengendapan Formasi Tawun. Di beberapa tempat batugamping Prupuh ada yang bertahan hidup sampai N7 seperti halnya di sumur DDR 1. Pada Miosen Tengah terjadi perubahan mendasar pola gaya (kompresi) di Cekungan Jawa Timur Utara yang mengakibatkan inversi besar besaran. Sesar-sesar yang terbentuk pada jaman Paleogen, aktif kembali dan menghasilkan sesar naik. Sesar-sesar ini memotong lapisan Neogen. Sebagian cekungan tersingkap di atas muka air laut dan terjadi erosi. Di bagian yang dalam diendapkan batupasir dan batulempung hitam Formasi Ngrayong. Pada akhir Miosen Tengah (N13) terjadi genanglaut. Sebagian daratan Miosen Tengah tertutup pengendapan batugamping Formasi Bulu, di bagian yang dalam diendapkan napal Formasi Wonocolo. Pada akhir Miosen Atas (NJ 8), pengendapan napal Formasi Wonocolo masih berlangsung di sumur BNY-1. Pengendapan ini diikuti susutlaut pada akhir Miosen Atas (N18) yang ditandai dengan ditemukannya perulangan batupasir gampingan, dan batugamping pasiran Formasi Ledok. Kemudian pada Pliosen (Nr9N20), kurang lebih 4-3,5 juta tahun yang lalu, terjadi fase genanglaut lagi yang diikuti pengendapan napal masif Formasi Mundu. Pada Plio-Pleistosen terjadi pengangkatan perlipatan dan penyesaran sebagian cekungan menjadi daratan, sedangkan bagian lainnya yang masih merupakan laut yang menjadi tempat diendapkannya batulempung dan napal Formasi Lidah. ___________________________________________________________________________________ IATMI 2007-TS-03 Proceeding Simposium Nasional IATMI 25 - 28 Juli 2007, UPN “Veteran” Yogyakarta _______________________________________________________________________________ ANALISIS DAN PEMBAHASAN 1. CONTOH BATUAN Pada lintasan Kali Wungkal diambil 4 conto batuan, dari bagian bawah ke arah bagian atas bagian dari Formasi Kujung yang tersingkap. Pengambilan pada litologi batulempung yang segar, conto diambil pada kedalaman 40 sampai 50 di bawah permukaan tanah pada horison tersebut. Lokasi, pengambilan conto dan stratigrafi/geologi sepanjang lintasan (Gambar 4). 2. ANALISIS TOC Tahap awal analisis adalah menentukan kandungan karbon organik total (TOC) dengan menggunakan alat LECO Carbon Determinator Berdasarkan hasil analisis di atas ada dua contoh yang mempunyai nilai TOC cukup/ sedang, yaitu conto SW2 dan SW3. Keduanya selanjutnya akan di analisa pirolisis. (WR-112) setelah sebelumnya tiap-tiap perconto dicuci, dikeringkan, digerus halus, dan ditimbang seberat kurang lebih 500 mg dan dihilangkan kandungan karbonatnya dengan menggunakan asam klorida. Secara umum telah dapat diterima bahwa perconto dengan kandungan TOC<0.5% tidak mempunyai potensi yang cukup untuk menghasilkan minyak bumi secara komersial, oleh karena itu ditetapkan sebagai bukan batuan sumber. Perconto dengan kandungan TOC antara 0.5% - 1.0% mempunyai nilai yang cukup atau sedang sebagai batuan sumber, sedangkan untuk TOC antara 1.0% - 2.0% merupakan nilai diatas rata-rata (kaya) sebagai batuan sumber Tabel 1. Material organik yang dapat larut dalam larutan dichlormethana (CH2Cl2) dan disaring secara gravitasi. Setelah dibilas dan dikeringkan lalu ditimbang. Hasil ekstraksi conto seberat 30 gram 3. EKSTRAKSI MATERIAL ORGANIK 4. ANALISA PIROLISIS Analisis pirolisis dilakukan terhadap perconto yang mempunyai kandungan TOC lebih besar atau sama dengan 0.5%. Analisis dilakukan terhadap perconto yang telah digerus halus seberat kurang lebih 100 mg dengan menggunakan alat Rock Eval-5. Tujuan analisis ini, adalah untuk mengetahui kwantitas minyak bumi atau hidrokarbon bebas (S1), dan kwantitas kerogen (S2) yang keduanya dinyatakan dalam kg/ton dan temperatur maksimum (Tmaks, oC) yaitu temperatur puncak pada saat S2 pecah. Dari data ini dapat diketahui potensi hidrokarbon (PY) yaitu penjumlahan dari S1 + S2. Indeks Produksi Total (TPI) didapat dari perhitungan S1/(S1+S2) dan Indeks Hidrogen (HI) dengan perhitungan S2/TOCx100 sbb.: Data hasil analisis pirolisis diinterpretasikan sebagai berikut: S1 tidak dipakai, kecuali bila nilai S1 tinggi dihubungkan dengan nilai S2 yang rendah, dapat ditafsirkan karena adanya hidrokarbon yang telah bermigrasi. Nilai PY (Potential Yield, S1+S2) merupakan indikasi dari pada kwalitas batuan sumber: Miskin Sedang Bagus : : : PY < 2 kg/ton PY = 2-5 kg/ton PY > 5 kg/ton Tingkat kematangan bahan organik dapat ditentukan berdasarkan harga Tmaks: Tmaks : 435oC belum matang Tmaks : 435o-470oC minyak gas Tmaks : 465oC Indeks Produksi Total (TPI) dipakai untuk perconto batuan yang sedang, kaya atau lebih ___________________________________________________________________________________ IATMI 2007-TS-03 Proceeding Simposium Nasional IATMI 25 - 28 Juli 2007, UPN “Veteran” Yogyakarta _______________________________________________________________________________ kaya, bila dihubungkan dengan harga Tmaks, dapat diinterpretasikan sebagai berikut: Tmaks < 435oC TPI 0.1 belum matang Ternyata kedua contoh tersebut potensial miskin dan belum matang. termasuk 5. ANALISIS PANTULAN VITRINIT Perconto yang telah dihancurkan (tidak terlalu halus) diberi larutan asam klorida (HCl) untuk menghilangkan kandungan karbonatnya, kemudian setelah dilakukan pencucian dan netralisasi, maka diteteskan larutan asam fluorida (HF) untuk menghilangkan kandungan silikanya. Dengan menggunakan larutan ZnBr2, maka akan terpisahkan antara kerogen dengan yang bukan kerogen, yang mana kerogen akan mengapung. Selanjutnya kerogen diambil dan dibilas, kemudian dicetak dalam resin dan dipoles. Pengukuran besarnya pantulan vitrinit dilakukan dengan menggunakan mikroskop refleksi Leitz-MPV2 yang dikombinasikan dengan digital counter untuk mengukur nilai pantulan vitrinit yang ada. Data analisis ini ditampilkan dalam diagram batang. Nilai yang diarsir dipakai untuk menentukan kematangan dan yang tidak diarsir ditafsirkan sebagai vitrinit yang telah teroksidasi dan mengalami daur ulang atau material yang tidak jelas identitasnya seperti bitumen padat, pseudo-vitrinit atau semi fusinit. kadang-kadang perconto yang dianalisis tidak mengandung vitrinit atau tidak mempunyai angka pembacaan yang cukup sebagai data kematangan yang dapat diyakini, sehingga dinyatakan sebagai Tidak Dapat Ditentukan (TDD). Kisaran yang dihasilkan dari nilai pantulan vitrinit (Ro) adalah sebagai berikut : < 0.35% Ro : belum matang < 0.60% Ro : awal matang 0.60-1.20% Ro : minyak 0.70-1.00% Ro : pik minyak 1.00-2.00% Ro : gas basah 1.35-3.20% Ro : gas kering > 435oC 0.1-02 awal matang - matang 0.2 telah terkontaminasi Dari dua conto SW2 dan SW3 diperoleh hasil sbb.: Ro untuk conto SW2 mempunyai harga rata-rata 0,34 (belum matang), sedangkan conto SW3 tidak dilakukan analisa vitrinit dan analisa GC-MS. 6. ANALISIS MOLEKULAR Analisis GC-MS dilakukan pada kedua fraksi, yaitu alifatik dan aromatik dengan menggunakan sistim GC dari Hewlett Packard Series 6890 yang dihubungkan dengan quadrapole Mass Selective Detector Tipe 5970. Seluruh fraksi alifatik teranalisis dengan menggunakan Selective ion monitoring (SIM) mode untuk pendeteksian secara khusus dari ionion m/z 85, 123, 177, 183, 191, 205, 217, 218, 231, 259, 273, 384, 398 dan 412. Bila perlu perconto dianalisis secara full scan yang dimaksudkan untuk mendapatkan massa spektranya. Fragmentogram massa 128, 142, 156, 170, 178, 184, 192, 198, 206, 212, 220, 226, 231, 234, 253, 267, 231, 245, 365 didapatkan dari fraksi aromatik. A Hewlett Packard series 900/216 data Station digunakan untuk pemrosesan dan akuisisi data. Analisis molekul distribusi biomarker dihitung dari peak areas fragmentogram massa. Hal yang penting untuk diketahui bahwa disebabkan oleh respons factors yang berbeda, maka molekul parameter yang dihitung dari ionion tunggal tidak mewakili perhitungan yang benar banyaknya senyawa secara relatif. Bagaimanapun, nilai-nilai ini mudah untuk diukur dengan membandingkan distribusi biomarker dari perconto yang berbeda. Parameter biomarker dipilih untuk menentukan jenis bahan organik, kematangan termal dan lingkungan pengendapan. Parameter yang paling baik adalah yang dipengaruhi hanya oleh salah satu dari faktor-faktor tersebut. ___________________________________________________________________________________ IATMI 2007-TS-03 Proceeding Simposium Nasional IATMI 25 - 28 Juli 2007, UPN “Veteran” Yogyakarta _______________________________________________________________________________ Sedangkan hasil analisis GC-MS conto SW2 (Gambar 5). Potensi dan Kualitas Batuan Induk, berdasarkan conto batuan yang dianalisis, nampak bahwa kandungan TOC berkisar antara 0.17% sampai 0,69%, separuh conto nilainya < 0,5, sedangkan separuhnya lagi TOC di atas 0,5% yaitu: SW-2 dan SW-3. Hasil pirolisis Rock-Eval menunjukkan bahwa semua batulempung berpotensi miskin sebagai batuan sumber hidrokarbon (PY < 2 kg/ton). Nilai HI yang relatif rendah mencerminkan bahwa batuan ini jika mencapai kematangan akan cenderung menghasilkan gas. Seluruh batuan teranalisis mengandung hidrogen dengan jumlah yang sangat rendah seperti ditunjukkan oleh harga indeks hidrogen (HI) di bawah nilai 150 (Tabel 2). Bahan organik dengan kandungan hidrogen rendah seperti ini umumnya dijumpai pada bahan organik dengan tipe kerogen III-IV yang dibentuk KESIMPULAN DAN SARAN secara dominan oleh unsur tumbuhan darat. Dari seluruh conto batuan yang dianalisis Rock-Eval tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan migrasi hidrokarbon yang telah terjadi. Hasil analisis biomarker terhadap fraksi saturasi menunjukkan konfigurasi kematangan termal rendah baik senyawa sterana m/z217 maupun hopana. Kondisi ini cukup menyulitkan di dalam melakukan identifikasi individu (puncakpuncak isomer) dari senyawa-senyawa tersebut karena proses isomerisasi masih terus berlangsung. Pada ion kromatogram sterana (m/z 217), senyawa sterana terlihat belum terbentuk dengan maksimal terutama pembentukan isomerisomer seperti 20S. Hal serupa juga dijumpai pada ion kromatogram pentasiklik triterpana (m/z 191), dengan masih dijumpainya unsur-unsur produk kematangan termal rendah seperti hopana, moretana, serta isomer 22R (Gambar 5). lazim dijumpai di daerah delta yang masih berasosiasi dengan daratan. Kesimpulan 1. Potensi hidrokarbon, hasil analisis TOC dan Rock Eval menunjukkan bahwa sedimen dari daerah telitian Formasi Kujung Lintasan Kali Wungkal berupa batu lempung 2 conto tidak berpotensi (SW-1 dan SW-4) dan dua conto yang lain berpotensi cukup/sedang (SW-2 dan SW-3). 2. Tingkat Kematangan Termal, seluruh sedimen dari Formasi Kujung yang dianalisis, tingkat kematangan termalnya belum matang. Ro conto SW-2 = 0,34. 3. Tipe Bahan Organik, batuan sedimen mengandung hidrogen yang umumnya rendah mencerminkan bahwa kerogen terkandung adalah Tipe III dengan kapasitas tertinggi sebagai penghasil gas. 4. Lingkungan Pengendapan Bahan Organik, kajian data GC dan GCMS memberikan gambaran bahwa, pada umumnya bahan organik yang terkandung berasal dari lingkungan pengendapan kaya oksigen dimana material asal tumbuhan darat cukup dominan. Lingkungan seperti ini sangat Saran 1. Untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif mengenai potensi hidrokarbon Formasi Kujung perlu dilakukan analisis dan evaluasi geokimia sedimen sedimen dari bawah permukaan, 2. Perlu dilakukan simulasi laboratorium untuk mendapatkan produk hidrokarbon dari batuan sumber yang ada. Hal ini penting mengingat seluruh batuan sedimen dari daerah survei masih berada pada tingkat kematangan termal rendah. ___________________________________________________________________________________ IATMI 2007-TS-03 Proceeding Simposium Nasional IATMI 25 - 28 Juli 2007, UPN “Veteran” Yogyakarta _______________________________________________________________________________ UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih kepada LP2M UPN ”Veteran” Yogyakarta yang telah memberikan bantuan biaya untuk penelitian ini, tidak lupa kepada LEMIGAS Jakarta yang telah memberikan ijin pemakaian fasilitas laboratoriumnya. DAFTAR PUSTAKA Kuwat Santoso, 1998. Studi Batuan Induk Hidrokarbon di Cekungan Jawa Timur Utara. Thesis Master, ITB. Unpublished. Manur H. dan Barraclough R. , 1994. Structural Control on Hydrocarbon Habitat in the Bawean area. Proceedings Indonesian Petroleum Association, 23th Annual Convention, 129-144. Mulhadiono, Pringgoprawiro, dan Asikin, 1984. Tinjauan Stratigrafi dan Tatanan Tektonik di Pulau. Madura, Jawa Timur, Proceedings PIT IAGI MI, Bandung, 1-20. Musliki S., 1992. Generation, Migration and Accumulation of Hydrocarbon in the North East Java Basin. Proceedings PIT JAGI, 21" Annual Convention, Yogyakarta, 1-10. Tissot, B.P. dan Welte, D.H., 1984. Petroleum Formation and Occurrence, Edisi Kedua, Springer-Verlag, Berlin, 699 h. Waples, D.W., 1985. Organic Geochemistry for Exploration Geologist. International Human Resources Development Corp., Boston, 232 h. GAMBAR 1. PETA LOKASI KALI WUNGKAL DAN SEKITARNYA ___________________________________________________________________________________ IATMI 2007-TS-03 Proceeding Simposium Nasional IATMI 25 - 28 Juli 2007, UPN “Veteran” Yogyakarta _______________________________________________________________________________ Dihaluskan Dihaluskan TOC Kekayaan Rock-eval Kekayaan Kematangan Potensi batuan Vitrinit Kematangan Conto halus Ekstraksi Eksrak / bitumen Conto / minyak Kromatografi HK jenuh Aromatik NSO Aromatik Lingkungan Pengendapan Kematangan Korelasi Penyaringan molekul Fraksi bercabang / siklik (Branched / cyclic fractions GC - MS Jenis material organik Kematangan Lingkungan pengendapan Korelasi GAMBAR 2. DIAGRAM ALIR ANALISA GEOKIMIA ___________________________________________________________________________________ IATMI 2007-TS-03 Proceeding Simposium Nasional IATMI 25 - 28 Juli 2007, UPN “Veteran” Yogyakarta _______________________________________________________________________________ PLEISTOSEN TRINIL N 23 N 22 2 TURI TAMBAKROMO N 21 PLIOSEN N 20 Tgh MUNDU KAWE N GAN N 19 ATAS N 18 N 17 N 16 ATAS N 13 Tf I M N9 N7 N6 N5 P 22 (N 3) P 21 (N 2) P 20 (N 1) Te BAWAH OLIGOSEN N4 25 ATAS BAWAH N8 TUBAN N 11 N 10 20 NGRAYONG ( U . OK ) N 12 BULU BAWAH O S TENGAH E N 14 15 WONOCOLO P 19 KUJ UNG N N 15 10 LEDOK . . . . . . .. . .. . . . . . . . .. . .. . ... .. ... .. ... .. . .. . . . . .. .. . .. . .. . .. . .. . .. . .. . .. . .. . .. . .. . .. . . . . . ... . .. . .. . . . . . . . . . . . Lempung biru, napal berlapis, sisipan batupasir, lensa coquina (meta limestone) Napal, putih abu-abu, masif , kompak, foram, sisipan gamping calkarenit dibagian atas (Selaoijo Bt.pasir,hijau,merah,coklat, glaukonit,sisipan calkarenit, lempung. Napal,coklat kuning,glaukonit,sisipan calkarenit, lempung . . . . . . . . Calkarenit,berlapis,kompak, . .. . .. . .. . .. keras,glaukonit. ........... ........... Batupasir,coklat,serpihan,lighnit, . .. . .. . .. . .. ... .. sisipan calkarenit. .. .. .. .. .. . ........... . . . . . . . .. . .. . .. . .. . .. . ........... . . . . . Gamping orbitoid,serpih coklat,karbon. .......... Lempung,gampingan,sisipan gamping arenit,koral,algae orbitoid. TAWU N ( U . OK ) 5 PEMERIAN KOLOM FORANGGOTA MASI LIDAH J.TH SATUAN BATUAN Gamping Karren Fm. Madura ZONASI BLOW UMUR KLASIFIKASI HURUF STRATIGRAFI ZONA REMBANG Napal,abu-abu muda,foram PRUPUH Gamping abu-abu. KRANJI Lempung coklat,berlapis-lapis,sisipan gamping,koral,keras,foram besar. KUJUNG Napal,abu-abu, berlapis,sisipan gamping foram, koral, algae. Tcd GAMBAR 3. STRATIGRAFI ZONA/MANDALA REMBANG (PRINGGOPRAWIRO, 1983) ___________________________________________________________________________________ IATMI 2007-TS-03 Proceeding Simposium Nasional IATMI 25 - 28 Juli 2007, UPN “Veteran” Yogyakarta _______________________________________________________________________________ GAMBAR 4. LOKASI CONTO, DAN GEOLOGI LINTASAN KALI WUNGKAL ___________________________________________________________________________________ IATMI 2007-TS-03 Proceeding Simposium Nasional IATMI 25 - 28 Juli 2007, UPN “Veteran” Yogyakarta _______________________________________________________________________________ TABEL 1. HASIL ANALISIS TOC Conto Formasi Litologi %TOC Lokasi SW1 Kujung Batulempung abu-abu, lunak 0,17 Kali Wungkal SW2 Kujung 0,63 Kali Wungkal SW3 Kujung 0,69 Kali Wungkal SW4 Kujung Batulempung abu-abu, karbonatan Batulempung abu-abu karbonatan Batulempung abu-abu karbonatan 0,17 Kali Wungkal TABEL 2. DATA HASIL EKSTRAKSI CONTO/30 GRAM Parameter SW2 (ppm) SW3 (ppm) Total Ekstrak 1570 313 Hilang dalam kolom 187 10 -saturate 493 103 -aromatik 460 110 -hidrokarbon total 953 213 -NSO’s 430 90 -Asphaltens - - -Total non-hidrokarbon 430 90 Hidrokarbon: Non hidrokarbon ___________________________________________________________________________________ IATMI 2007-TS-03 Proceeding Simposium Nasional IATMI 25 - 28 Juli 2007, UPN “Veteran” Yogyakarta _______________________________________________________________________________ TABEL 3. DATA HASIL ANALISIS ROCK EVAL Conto SW2 S1 (mgHC/g batuan) 0,00 S2 (mgHC/g batuan) 0,28 S3 S2/S3 (mgHC/g batuan) 1,09 0,26 TOC HI (%berat) (mgHC/g batuan) 0,63 44 OI (mgCO2/g Corganik) 173 SW3 0,06 0,82 0,18 0,69 26 4,56 119 GAMBAR 5. KROMATOGRAF CONTOH SW 2 ___________________________________________________________________________________ IATMI 2007-TS-03