KONSEPSI ISLAM DALAM PENGELOLAAN PESISIR

advertisement
KONSEPSI
ISLAM DALAM
PENGELOLAAN
PESISIR
Aris Subagiyo
1
A.
Pengantar
Manusia sebagai khalifah dimuka bumi mendapatkan amanah untuk mengelola
sumber daya alam dari Allah SWT. Pengelolaan wilayah pesisir dan lautan merupakan
kewajiban yang harus ditanggung oleh setiap umat manusia. Manusia menjadi aktor
utama yang mengelola dan memelihara kelestarian alam sebagai amanah dari Allah
SWT. Al-Qur’an juga telah menyatakan bahwa sumberdaya alam yang ada di bumi
ditujukan untuk kemakmuran manusia, manusia yang menjadi khalifah untuk
mengelola dan memanfaatkannya tanpa merusak tatanan yang telah ada. Perspektif
Islam, Allah menciptakan manusia sebagai makhluk hidup yang diberi kewenangan
untuk tinggal di bumi, beraktivitas dan berinteraksi dengan lingkungannya. Amanah
untuk tinggal di bumi juga harus diimbangi dengan pengelolaan yang positif serta
pemeliharaan yang berkelanjutan.
Laut yang dianugerahkan kepada manusia diperuntukkan untuk dimanfaatkan
kekayaan alamnya namun tetap harus menjaga kelestarian lingkungan. Al Quran
menjelaskan bahwa manfaat laut untuk kehidupan manusia, dimulai dari sumber
makanan daging ikan yang sehat, perhiasan seperti mutiara maupun perhisan dalam
artian yang lebih luas seperti bahan tambang, kemudian sebagai sarana transportasi
maanusia. Namun, dengan adanya keragaman potensi pesisir tersebut, menimbulkan
adanya pemanfaatan potensi wilayah pesisir secara besar-besaran oleh manusia untuk
mendapatkan keuntungan secara ekonomis dalam rangka meningkatkan pertumbuhan
perekonomian masyarakat. Sehingga hal ini menimbulkan adanya kerusakan di wilayah
pesisir yang disebabkan oleh manusia, seperti kerusakan terumbu karang, pencemaran
dan lain-lain. Sehingga agar kerusakan wilayah pesisir tidak semakin parah.
Manusia yang memegang peranan penting terhadap pengelolaan pesisir dan
lautan sehingga terjaminnya kelestarian sumber daya alamnya. Namun yang terjadi
banyak terjadi kerusakan ekosistem yang diakibatkan oleh manusia. Al Quran
menjelaskan bahwa segala kerusakan yang terjadi di muka bumi baik daratan maupun
lautan mayoritas disebabkan oleh ulah manusia. Konservasi wilayah pesisir yang
dimaksud adalah upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan serta
ekosistemnya untuk menjamin keberadaan dan kesinambungan sumberdaya pesisir
dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman hayati
(Departemen Kelautan dan Perikanan, 2007: 3). Upaya konservasi wilayah pesisir dan
lautan harus dilakukan oleh setiap umat manusia dalam mengemban amanah sebagai
khalifah. Islam mengatur dengan jelas tentang pentingnya mengelola dan melestarikan
alam dengan baik.
B.
Konservasi dan Lingkungan Pesisir Laut dalam perspektif Al Quran
Pengelolaan wilayah pesisir dan lautan merukan kewajiban yang harus
ditanggung oleh setiap umat manusia sebagai khalifah dimuka bumi. Manusia menjadi
aktor utama yang mengelola dan memelihara kelestarian alam sebagai amanah dari
Allah SWT. Laut yang dianugerahkan kepada manusia diperuntukkan untuk
2
dimanfaatkan kekayaan alamnya namun tetap harus menjaga kelestarian lingkungan.
Allah SWT menegaskan dalam QS. al-An’am (6) : 165 yang artinya:
“Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia
meninggikan sebahagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk
mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat
cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
Laut adalah sumber daya alam yang sangat potensial dalam kehidupan manusia.
Di dalam al-Qur‟ān banyak menyebutkan dan menjelaskan tentang manfaat laut untuk
dijadikan sumberdaya alam yang dapat membantu kebutuhan sehari-hari manusia.
Dalam Al-Qur’an, QS. An Nahl [16] : 14 telah tercantum mengenai pemanfaatan
sumberdaya laut/pesisir yang dapat digunakan oleh manusia:
“Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat
memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan
itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya
kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur.” (QS. An
Nahl [16] : 14).
QS. al-An’am (7/55):54 mengisyaratkan bahwa alam semesta diciptakan Allah
dalam keadaan baik (shalih), harmonis dan sejahtera. Tetapi setelah manusia menghuni
bumi, maka timbullah kerusakan-kerusakan sebagai akibat ulah manusia. Allah pun
mengutus utusan-Nya untuk menyeru manusia agar mereka sadar dan berbuat baik.
Karena itu usaha para utusan Allah itu pada hakikatnya adalah usaha-usaha untuk
mengadakan perbaikan yang di sebut ishlah. Selanjutnya, kata ifsad berasal dari kata
kerja dasar fasada, bermakna pokok “merusak” atau “membinasakan” sesuatu. Dengan
demikian ishlah dan ifsad adalah dua kata yang berlawanan. Berkaitan dengan
pengelolaan lingkungan, kedua kata ini menjadi sangat penting. Ishlah dapat di artikan
memperbaiki dan melestarikan lingkungan. Sedangkan ifsad dapat di artikan merusak
dan mengganggu kelestarian lingkungan. Dengan demikian makna umum dari kedua
kata ini meliputi upaya pengelolaan lingkungan, rehabilitasi sumber daya alam yang
rusak, memelihara dan melestarikan (konservasi) lingkungan, serta meningkatkan nilai
tambahnya melalui pembangunan dan industri, dengan cara yang shalih dan tidak
boleh dengan cara yang fasid.
Larangan untuk berbuat berlebih lebihan dijelaskan dalam Al Quran secara
tegas. Kegiatan manusia yang sering mengambil sumber daya alam laut berlebihan dan
kurang
menjaga
kelestariannya
mengakibatkan
masalah
lingkungan.
Ketidakseimbangan alam menajdi taruhan jika manusia dengan egonya tidak peduli
dengan kelestarian keanekaragaman hayati lautan. Setiap manusia memang
diperbolehkan memanfaatkan sumber daya alam namun harus dengan bijak dan tidak
merusak. Penjelasan dalam AlQuran terdapat pada QS. al-Isra’ (17/50):26-27
3
“Janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu
adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.”
Al Quran Surat Ar Ruum ayat 41 juga telah menjelaskan mengenai kerusakan
sumberdaya alam oleh manusia:
“Telah Nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena tangan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Penjelasan ayat tersebut adalah segala kerusakan yang terjadi di muka bumi
baik daratan maupun lautan mayoritas disebabkan oleh ulah manusia yang tidak
bertanggung jawab. Hal ini dipahami bahwa kerusakan yang diakibatkan oleh manusia
tidak terbatas pada pelanggaran norma namun juga pengrusakan fisik lingkungan.
C.
Pengelolaan Pesisir (Sumberdaya Alam, Kerusakan dan Pelestarian)
Pengertian Sumberdaya Alam
Manusia merupakan salah satu bagian dari lingkungan hidup, dimana
lingkungan hidup yang telah menyediakan berbagai macam sumberdaya alam
yang dapat dimanfaatkan oleh manusia maupun makhluk hidup lainnya untuk
kelangsungan hidupnya. Kelangsungan hidup manusia bergantung pada
sumberdaya alam, namun keutuhan dan keberlanjutan lingkungan hidup
bergantung pada bagaimana cara manusia memanfaatkan dan mengelola
lingkungan hidup tersebut secara arif dan bijaksana.
Sumberdaya alam (SDA) merupakan seluruh potensi sumberdaya yang
terkandung dalam bumi (tanah), air, dan udara yang dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan dan kepentingan manusia di bumi. Sumberdaya alam
dapat dibedakan menjadi dua yaitu sumberdaya alam yang dapat diperbaharui
serta sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui. Sumberdaya alam yang
dapat diperbaharui adalah sumberdaya alam yang dapat diusahakan kembali
keberadaannya dan dapat dimanfaatkan secara terus-menerus. Misalnya, air,
udara, tanah, hewan dan tumbuhan. Sedangkan sumberdaya alam yang tidak
dapat diperbaharui adalah sumberdaya alam yang apabila digunakan secara
terus-menerus akan habis. Sumberdaya alam yang tidak dapat diperbarui
biasanya berasal dari barang tambang (minyak bumi dan batu bara) dan bahan
galian (emas, perak, timah, besi, nikel dan lain-lain). Maka ketersediaan
sumberdaya alam harus selalu dijaga dan dilestarikan agar tidak merusak
keseimbangan ekosistem, sehingga generasi-generasi berikutnya juga masih
dapat menikmati hasil sumberdaya alam.
Dalam Al-Qur’an juga telah menyatakan bahwa sumberdaya alam yang ada di
bumi ditujukan untuk kemakmuran manusia, manusia yang menjadi khalifah
4
untuk mengelola dan memanfaatkannya tanpa merusak tatanan yang telah ada.
Dalam perspektif Islam, Allah menciptakan manusia sebagai makhluk hidup
yang diberi kewenangan untuk tinggal di bumi, beraktivitas dan berinteraksi
dengan lingkungannya. Amanah untuk tinggal di bumi juga harus diimbangi
dengan pengelolaan yang positif serta pemeliharaan yang berkelanjutan,
sebagaimana tercantum dalam surat Al-A’raf ayat 56:
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan berdo’alah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan
diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat
dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”
Ayat tersebut menjelaskan bahwa memelihara lingkungan hidup dari
kerusakan merupakan kewajiban bagi setiap orang. Sehingga seluruh
komponen masyarakat juga harus bersama-sama saling menjaga kelestarian
lingkungan hidup agar tidak mengancam sesama. Selain itu pengelolaan
sumberdaya alam menurut Islam merupakan milik umum yang harus dikelola
oleh negara dan diberikan kembali hasilnya kepada rakyat dikemukakan oleh
An-Nabhani dalam (HR. Imam Al-Tirmidzi dari Abyadh bin Hamal)
Pengertian Sumberdaya Pesisir
Wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut. Wilayah
pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih
dipengaruhi oleh sifat-sifat laut, seperti pasang surut, angin laut dan
perembesan air asin. Selain itu wilayah pesisir juga mencakup bagian laut yang
masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat, seperti sedimentasi
dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan karena kegiatan manusia.
Wilayah pesisir memiliki beragam potensi yang dapat dimanfaatkan oleh
manusia antara lain sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
Potensi pertambangan
Potensi perikanan
Pariwisata bahari
Keanekaragaman hayati (natural biodiversity), yang dapat dimanfaatkan
sebagai daya tarik bagi pengembangan kegiatan “ecotaurism”.
Manfaat Laut Dalam Al-Qur’an
Laut adalah sumber daya alam yang paling luas dan memiliki peran penting
dalam perkembangan zaman dan peradaban manusia. Di dalam al-Qur‟ān
banyak menyebutkan dan menjelaskan tentang manfaat laut untuk dijadikan
sumberdaya alam yang dapat membantu kebutuhan sehari-hari manusia. Dalam
Al-Qur’an, QS. An Nahl [16] : 14 telah tercantum mengenai pemanfaatan
sumberdaya laut/pesisir yang dapat digunakan oleh manusia:
5
“Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat
memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari
lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar
padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya
kamu bersyukur.” (QS. An Nahl [16] : 14).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa manfaat laut untuk kehidupan manusia,
dimulai dari sumber makanan daging ikan yang sehat, perhiasan seperti
mutiara maupun perhisan dalam artian yang lebih luas seperti bahan tambang,
kemudian sebagai sarana transportasi maanusia.
Namun, dengan adanya keragaman potensi pesisir tersebut, menimbulkan
adanya pemanfaatan potensi wilayah pesisir secara besar-besaran oleh
manusia untuk mendapatkan keuntungan secara ekonomis dalam rangka
meningkatkan pertumbuhan perekonomian masyarakat. Sehingga hal ini
menimbulkan adanya kerusakan di wilayah pesisir yang disebabkan oleh
manusia, seperti kerusakan terumbu karang, pencemaran dan lain-lain.
Sehingga agar kerusakan wilayah pesisir tidak semakin parah, maka perlu
adanya pengelolaan sumberdaya pesisir untuk melestarikan potensi-potensi
yang ada di wilayah pesisir agar keberlanjutan ekosistem pesisir tetap terjaga.
Pemanfaatam sumberdaya alam seharusnya dikelola dengan mepertimbangkan
kelestarian lingkungan, artinya manfaatkan sumberdaya alam hanya
seperlunnya dengan tidak mengeksploitasi yang bisa menyebabkan kerusakan
lingkungan, Allah SWT berfirman dalam surat Al-Araf ayat 31:
‘Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) masjid,
Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”
Sehingga dari ayat tersebut dijelaskan bahwa, pemanfaatan sumberdaya alam
tujuannya untuk kebutuhan manusia yaitu makan dan minum, dimana makanan
dan minuman yang dapat dikonsumsi berasal dari semua yang ada di bumi
serta halal, dengan syarat tidak berlebih-lebihan dalam pemanfaatannya. Begitu
juga dengan pemanfaatan sumberdaya alam, harus dilakukan dengan
seperlunya dan tidak mengeksploitasi secara berlebihan yang dapat
menyebabkan kerusakan alam.
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir
Ketika pemanfaatan potensi sumberdaya pesisir dilakukan atas dasar
keserakahan, maka dapat menyebabkan kerusakan sumberdaya alam yang
akibatnya tidak ditanggung oleh satu orang tetapi ditanggung oleh seluruh
orang. Dalam Al-Qur’an Surat Ar Ruum ayat 41 juga telah menjelaskan
mengenai kerusakan sumberdaya alam oleh manusia:
6
“Telah Nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena tangan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Sehingga harus dilakukan tindakan untuk mengatasi kerusakan dan
perbaikan sumber daya alam yang telah rusak. Salah satu upaya dalam
mengatasi kerusakan sumberdaya pesisir adalah dengan melakukan konservasi
sumberdaya pesisir. Konservasi adalah upaya untuk memperbaiki sumberdaya
alam akibat kerusakan yang ditimbulkan dari mengeksploitasi sumberdaya
alam secara berlebihan, sehingga mengganggu keseimbangan alam. Konservasi
berfungsi untuk mengembalikan peran sumberdaya alam kepada fungsi awal
dan mengembalikan keseimbangan alam. Berikut merupakan upaya konservasi
terhadap sumberdaya alam:
1)
Menjaga Kestabilan Rantai Makanan
Rantai makanan adalah tolok ukur keseimbangan suatu lingkungan.
Semakin banyak komponen yang terlibat maka akan memperlihatkan semakin
seimbangnya lingkungan, sebaliknya semakin sedikit unsur yang terlibat dalam
rantai makanan disuatu lingkungan dapat dipastikan lingkungan itu telah rusak
dan tidak seimbang. Allah SWT berfirman dalam ayat berikut QS al-Hijr 15: 19:
“dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gununggunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran.”
Dalam ayat tersebut menjelaskan bahwa, sudah merupakan tugas manusia
untuk menjaga keseimbangan yang telah ada dalam alam, dengan tetap
membiarkan rantai makanan seimbang dan tidak membunuh makhluk hidup
apaun secara berlebihan yang dapat merusak keseimbangan alam ini.
2)
Menjaga keseimbangan jiwa
Keseimbangan jiwa adalah keseimbangan yang dimiliki oleh manusia,
ketika jasmani dan rohani manusia seimbang maka seluruh anggota badan dan
pikiran akan jernih dan bisa berfikir dengan sehat, sehingga bisa memanfaatkan
sumber daya alam dengan bijaksana dan mempertimbangkan kelestarian
lingkungan. Allah SWT juga telah menganjurkan untuk tidak berlebih-lebihan
dalam melakukan sesuatu, semuanya harus dilakukan dengan seimbang dan
tidak berlebih-lebihan.
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid,
Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS Al- A’raf 7:13)
3)
Menjaga siklus hidrologi
7
Air merupakan komponen bumi yang paling besar, sekitar 70% bumi
terdiri dari air. Dalam Al Qur’an surat al-A’rāf 7: 57 tentang siklus terjadinya
hujan dan hidrologi alami.
“dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum
kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan
mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di
daerah itu, Maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam buahbuahan. seperti Itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati,
Mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.”
Dalam ayat tersebut terjadinya siklus hidrologi melibatkan tiga unsur, yaitu
angin, awan dan hujan. Untuk menjaga siklus hidrologi yaitu dengan tidak
menebang pohon dan merusak hutan, tidak mencemari sumber air, karena akan
menggangu siklus hidrologi.
D.
Konservasi Laut dan Pantai dalam Perspektif Hadis Nabi SAW
Konservasi wilayah pesisir yang dimaksud adalah upaya perlindungan,
pelestarian dan pemanfaatan serta ekosistemnya untuk menjamin keberadaan dan
kesinambungan sumberdaya pesisir dengan tetap memelihara dan meningkatkan
kualitas nilai dan keanekaragaman hayati (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2007:
3). Pada saat ini program/strategi konservasi wilayah pesisir menjadi agenda penting
mengingat kerusakan sumberdaya pesisir akibat pencemaran yang berasal dari
wilayah pesisir dan sekitarnya. Dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan
diwilayah pesisir dapat membahayakan kelestarian ekosistem pesisir. Ekosistem
pesisir yang rusak dapat mengganggu kehidupan manusia, spesies lain dan
lingkungannya. Sehingga terdapat kewajiban menjaga dan melestarikan ekosistem laut
sudah menjadi sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan manusia. Dan
terdapat beberapa hadis yang behubungan dengan konservasi laut dan pantai, seperti
hadis Nabi saw tentang pemanfaatan kayu disekitar laut dan pantai.
“Dari Abu Hurairah, dari Nabi saw: Seseorang dari kalangan Bani Israil meminta
kepada seorang Bani Israil lainnya agar menyimpankan untuknya uang sebesar 100
dinar, dia menerima uang tersebut, kemudian keluar ke pantai, tetapi dia tidak
menemukan tumpangan, lalu dia mengambil kayu dan melubangunya kemudian
memasukkan uang 100 dinar yang telah dititpkan kepadanya, lalu melemparkan kayu
tersebut ke laut, tidak lama kemudian orang yang menipkan uangnya tersebut keluar ke
panta dan menemukan kayu tersebut, dia pun memungutnya untuk dijadikan kayu bakar
oleh keluarganya.”
Berdasarkan hadis dari Abu Hurairah bahwa kayu yang dilemparkan ke laut
merupakan kayu yang dapat dibelah, dilubangi dan dijadikan sebagai bahan bakar
rumah tangga, oleh karena itu hadis tersebut menjelaskan bahwa segala hal yang ada
8
disekitar pantai berfungsi sebagai sumber daya milik bersama yang memiliki manfaat
ekologis baik bersifat langsung, tidak langsung, atau pilihan maupun bersifat konsumtif
maupun non-konsumtif. Pemanfaatan sumber daya milik bersama harus
mempertimbangkan faktor internalitas lingkungan dan faktor ekstenalitas lingkungan.
Seperti yang diketahui bahwa disekitas wilayah laut dan pantai terdapat hutan
mangrove. Ekosistem hutan mangrove secara ekologis memiliki fungsi sebagai tempat
mencari makan, memijah, memelihara berbagai macam biota perairan (ikan, udang,
dan kerang-kerangan. Perilaku sebagaiman yang ditunjukkan dalam hadis bahwa orang
pertama mengambil kayu yang ada disekitar pantai dan memanfatkannya sebagai
tempat penyimpanan barang berharga dan membuangnya kembali ke laut tanpa
menyertakannya, sedangkan orang kedua memungut kayu tersebut untuk
dimanfaatkan seabagai kayu bakar. Perilaku mereka terhadap kayu yang ada disekitar
pantai menjelaskan bahwa kayu yang mereka manfaatkan bersama tersebut bukanlah
kayu yang ditebang dengan sengaja, sebagaimana prilaku masyarakat pesisir saat ini.
Selain itu juga terdapat hadis Rasulullah saw tentang ancaman penebang pohon
secara liar, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Daud dalam sunnahnya bahwa:
“Telah menceritakan kepada kami Nashr bin Ali berkata, telah mengabarkan
kepada kami Abu Usamah dari Ibnu Juraij dari Utsman bin Abu Sulaiman dari Sa’id bin
Muhammad bin Jubair bin Muth’im dari Abdullah bin Hubsyi ia berkata, “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa menebang pohon bidara maka Allah
akan membenamkan kepalanya dalam api neraka.” Abu Dawud pernah ditanya tentang
hadits tersebut, lalu ia menjawab, “Secara ringkas, makna hadits ini adalah bahwa
barangsiapa menebang pohon bidara di padang bidara dengan sia-sia dan zhalim;
padahal itu adalah tempat untuk berteduh para musafir dan hewan-hewan ternak, maka
Allah akan membenamkan kepalanya di neraka.” Telah menceritakan kepada kami
Makhlad bin Khalid dan Salamah -maksudnya Salamah bin Syabib- keduanya berkata;
telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq berkata, telah mengabarkan kepada kami
Ma’mar dari Utsman bin Abu Sulaiman dari seorang laki-laki penduduk Tsaqif dari
Urwah bin Az Zubair dan ia memarfu’kannya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
seperti hadits tersebut.”
Hadis tersebut menceritakan tentang larangan dalam penebangan pohon secara
liar karena seluruh komponen yang terdapat pada pohon memiliki manfaat bagi
manusia. Dengan demikian, maka pelestarian tumbuhan laut baik yang tumbuh dalam
laut seperti terumbu karang, dan rumput laut, maupun yang tumbuh di pesisir pantai
seperti pohon mangrove menjadi kewajiban sebagaimana yang ditunjukkan oleh dua
hadis yang telah dijelaskan (riwayat Abu Hurairah dan Abdullah bin Hubsyi).
Selanjutnya terdapat hadis tentang kesuciannya air laut dan kehalalan bangkai
yang dijelaskan oleh Abu Hurairah yaitu:
9
“Dari Abu Haurairah, dia berkata: Ada seorang laki-laki bertanya kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam; “Wahai Rasulullah, kami naik kapal dan hanya
membawa sedikit air, jika kami berwudhu dengannya maka kami akan kehausan, apakah
boleh kami berwudhu dengan air laut?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
menjawab: “Ia (laut) adalah suci airnya dan halal bangkainya.”
Dimana dalam hadis tersebut menjelaskan bahwa menyebutkan bahwa air laut
dapat dijadikan sebagai media bersuci dari hadats dan najis dan bangkainya halal
untuk dikonsumsi. Kata “wal hillu maitatahu” menujukkan bahwa seluruh bangkai
hewan laut dapat dikonsumsi apakah hewan laut tersebut mati dengan sebab atau
tanpa sebab. Dan masalah kehalalan bangkai hewan laut yang keluar dan atau
dikeluarkan dari laut, para ulama fiqih berbeda pendapat dalam dua pendapat: pertama,
bolehnya memakan hewan laut baik yang terdampar dalam kondisi hidup atau telah
mati, atau yang mati tanpa sebab. Ini merupakan pendapat madzhab Malikiyah dan
Syafi’iyyah berdasarkan petunjuk umum hadis Abu Hurairah tentang sucinya air laut
dan kehalalan bangkainya untuk dikonsumsi; kedua, tidak boleh memakan bangkai laut
kecuali yang mati karena sebab tertentu seperti: dipancing dalam keadaan hidup lalu
mati; mati karena terpanggang oleh panasnya lautan atau membeku karena dinginnya
cuaca, dimakan oleh ikan dari spesies lainnya, terdampar, atau dihanyutkan oleh arus
laut dalam kondisi hidup kemudian mati akibat itu. Adapun jika matinya hewan laut
tersebut tanpa diketahui penyebabnya maka tidak boleh dimakan. Ini merupakan
pendapat Abu Hanifah, dengan dasar hadis sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu
Daud dan Ibn Majah dari Hadis Jabir bin ‘Abdullah, dia berkata: Rasulullah saw
bersabda:
“Apa yang didamparkan oleh laut atau yang tersingkap darinya maka makanlah,
dan apa yang mati padanya dalam keadaan mengapung maka janganlah engkau makan.”
Pada dasarnya hadis terbut menunjukkan bahwa konservasi pesisir pantai
tidak dapat dilepaskan dari ekosistem laut, dan semakin dikuatkan lagi oleh hadis
pertama yang menunjukkan larangan membunuh dan memusnahkan tumbuhan laut
dan daratan secara liar yang berakibat pada pincangnya ekosistem di laut dan daratan.
E.
Konservasi Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dalam Pandangan Fikih
Fikih adalah salah satu bidang ilmu dalam syariat islam yang secara khusus
membahas persoalan hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, baik
kehidupan pribadi, bermasyarakat maupun kehidupan manusia dengan Tuhan.
Beberapa ulama fikih seperti Imam Abu Hanifah mendefinisikan fikih sebagai
pengetahuan seorang muslim tentang kewajiban dan haknya sebagai hamba Allah.
Beberapa ulama memberikan penguraian bahwa arti fikih merupakan suatu ilmu yang
mendalami hukum Islam yang diperoleh melalui dalil di Al-Qur’an dan Sunnah. Selain
itu fikih merupakan ilmu yang juga membahas hukum syar’iyyah dan hubungannya
10
dengan kehidupan manusia sehari-hari, baik itu dalam ibadah maupun dalam
muamalah. Kaitan fikih dalam muamalah ditunjukkan dengan perilaku manusia dalam
kehidupan sehari-hari di muka bumi. Pembahasan ini akan menjabarkan kaitan fikih
dengan perilaku manusia dalam konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil.
Laut merupakan salah satu bagian dari wilayah bumi. Sebagai khalifah Allah,
manusia berhak mengelola wilayah tersebut guna mengambil manfaat darinya. Namun
laut yang merupakan karunia Tuhan itu wajib untuk dilestarikan bagi generasi
berikutnya yang juga berhak terhadap karunia ini. Oleh karena itu, untuk keperluan
eksplorasi tersebut diperlukan metode eksplorasi yang seimbang dan proporsional
untuk menghindari terjadinya kerusakan laut beserta isinya. Laut di samping sebagai
sarana transportasi yang murah, juga menyimpan banyak sumber daya alam yang
dapat dieksplorasi seperti perikanan, pertambangan, mineral, migas, dan sebagainya.
Sumber daya alam laut Indonesia dengan segala potensinya, berupa perikanan,
pertambangan, mineral dan energi, perhubungan laut serta wisata bahari, merupakan
karunia dari Allah SWT bagi kita semua yang harus dijaga, diamankan, dikelola,
dimanfaatkan, dan dilestarikan dengan zero tolerance terhadap aktivitas yang
mengakibatkan kerusakannya. Mewujudkan kemakmuran bagi seluruh rakyat
Indonesia sepatutnya menjadi prioritas utama bangsa ini dalam pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya alam laut Indonesia dengan cerdas dan lestari.
Rokhmin Dahuri (2015), berpendapat bahwa kekayaan SDA dan jasa-jasa
lingkungan kelautan Indonesia sebenarnya dapat didayagunakan untuk kemajuan dan
kemakmuran bangsa melalui 11 sektor ekonomi kelautan, yaitu: 1) perikanan tangkap,
2) perikanan budidaya, 3) industri pengolahan hasil perikanan, 4) industri bioteknologi
kelautan, 5) pertambangan dan energi (ESDM), 6) pariwisata bahari, 7) hutan bakau, 8)
perhubungan laut, 9) sumberdaya wilayah pulau-pulau kecil, 10) industri dan jasa
maritim, dan 11) SDA nonkonvensional yang diestimasi memiliki total nilai ekonomi
sekitar 1,2 triliun dolar AS per tahun dan dapat menyediakan lapangan kerja sedikitnya
untuk 40 juta orang.
Namun, sumber daya alam Indonesia baik di pesisir maupun di laut tengah
dihadapkan kepada fakta degradasi dan kerusakan akibat aktivitas manusia yang tidak
bertanggung jawab. Eksploitasi yang berlebihan, illegal fishing serta pencemaran
pesisir dan laut yang terjadi di wilayah perairan Indonesia telah menyebabkan
kerusakan terhadap sumber daya alam laut Indonesia, seperti rusaknya hutan
mangrove, terumbu karang, habitat ekosistem pesisir dan laut serta degradasi
kuantitas ikan dari perairan Indonesia. Sebagai ilustrasi, data Kementerian Lingkungan
Hidup (2015) memaparkan kerusakan ekosistem terumbu karang terutama
disebabkan oleh penambangan karang, peledakan dan penggunaan bahan beracun
untuk menangkap ikan hias, pencemaran dan sedimentasi berasal dari erosi tanah
dapat ditemukan di hampir semua kepulauan. Dari 85.707 km2 ekosistem terumbu
karang yang tersebar di seluruh Kepulauan Nusantara, 39% dalam keadaan rusak, 34%
11
agak rusak, 22% baik dan hanya 5% yang sangat bagus. Komponen-komponen yang
dapat merusak dan mencemari laut seperti partikel kimia, limbah industri,
pertambangan, pertanian dan perumahan, kebisingan, atau penyebaran organisme
invasif (asing) di dalam laut. Sebagai akibatnya, Indonesia mengalami kerugian dan
potential losses yang tidak sedikit.
Pembahasan selanjutnya dalam mengatasi perilaku manusia yang merugikan
alam, Islam memiliki konsep terhadap perlindungan dan pengelolaan sumber daya
alam laut yang digali dari Al-Qur’an dan Sunnah. Konsep atau pandangan islam
terhadap perlindungan, pengelolaan, pemanfaatan dan pelestarian sumber daya alam
pada umumnya dan khususnya sumber daya laut, pada dasarnya dibangun di atas
prinsip-prinsip sebagai berikut: 1) holistik dan tauhid, 2) khilafah, 3) amanah, 4) i’tidal,
5) istishlah, 6) keberlanjutan, 7) prinsip larangan ekploitasi SDA secara berlebihan, dan
8) konservasi SDA adalah kewajiban keagamaan.
1)
Holistik dan Tauhid (Prinsip Ketuhanan/Keesaan Tuhan)
Pendekatan Islam terhadap lingkungan dan sumber daya alam bersifat holistik
(menyeluruh), yang mencakup etika dan tauhid yang merupakan inti dari ajaran AlQur’an. Tauhid adalah konsep tertinggi dalam Islam dan cara hidup Islam. Bagi seorang
muslim, etika Islam (akhlak) dan tauhid adalah sangat penting, final dan tidak bisa
ditawar-tawar. Oleh karena itu, isu tentang sumber daya alam, ekonomi dan hal-hal
teknis lainnya, harus selalu dalam kerangka penerapan prinsip tauhid yaitu penegasan
bahwa Allah SWT adalah Maha Esa; Pencipta seluruh alam semesta; dan dan tujuan
akhirnya kembali kepada Allah. Tauhid mengajarkan kita bahwa hanya Allah SWT
sebagai sumber dari segala nilai.
Menurut pendekatan tauhid dalam Islam, setiap hal yang ada di antara bumi
dan langit adalah ciptaan Allah SWT, tidak berevolusi dengan sendirinya menurut Teori
Darwin. Alam semesta termasuk dunia seisinya ini adalah sebuah realitas empirik yang
tidak berdiri sendiri, akan tetapi berhubungan dengan realitas yang lain yang nonempirik dan transenden, yaitu Allah SWT, Yang Maha Pencipta.
Dalam Islam, Allah SWT adalah Pencipta (Khāliq) dan Pemelihara (Rab) dan
semua makhluk hidup adalah ciptaan Allah SWT (makhlūq) yang harus menaati-Nya
(mahkūm), penciptaan alam semesta pun memiliki maksud dan keteraturan. Allah SWT
menciptakan alam semesta ini tidak main-main, setiap ciptaannya harus memainkan
peran yang telah ditugaskan kepadanya. Semua dari mereka menyembah kepada Allah
SWT dan pada akhirnya akan kembali kepada-Nya.
Tauhid atau peng-Esaan Tuhan merupakan satu-satunya sumber nilai dalam
etika. Pelanggararan atau penyangkalan terhadap nilai ketauhidan ini berarti syirik
yang merupakan perbuatan dosa terbesar dalam Islam. Oleh karena itu tauhid
merupakan landasan dan acuan bagi setiap perbuatan manusia, baik perbuatan lahir
maupun perbuatan batin termasuk berfikir. Bagi seorang muslim, tauhid harus masuk
12
menembus ke dalam seluruh aspek kehidupannya dan menjadi pandangan hidupnya.
Dengan kata lain, tauhid merupakan sumber etika pribadi dan kelompok (masyarakat),
etika sosial, ekonomi, dan politik, termasuk etika dalam pengelolaan sumberdaya alam
dan lingkungan, pengembangan sains dan teknologi.
2)
Khilafah (Prinsip Perwakilan Tuhan)
Salah satu tema terbesar dalam Al-Qur’an adalah tentang penciptaan manusia.
Secara filosofis, Al-Qur’an menjelaskan tujuan, makna, dan kehidupan manusia. Tujuan
penciptaan yang menetapkan kewajiban mutlak yang harus dilaksanakan oleh manusia,
yaitu pemenuhan dan realisasi kehendak Ilahi. Sebagai ciptaan tertinggi (tersempurna)
Tuhan, manusia telah diberkahi dengan semua kemampuan penting dalam bentuk
kebugaran fisik, psikologis (moral), intelektual (aql), dan spiritual (bimbingan
Allah) untuk misi khusus sebagai khalifah Allah (khalifatullah). Manusia adalah yang
ciptaan tertinggi Tuhan dan bahkan Allah memerintahkan malaikat untuk sujud tanda
bahwa manusia adalah ciptaan tertinggi Allah. Hal ini dinyatakan dalam Al-Qur’an:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji
Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui”.
Sebagai khalifatullah (wakil Allah) di bumi, maka manusia wajib (secara aktif)
untuk bisa merepresentasikan dirinya sesuai dengan sifat-sifat Allah. Salah satu sifat
Allah tentang alam ini adalah bersifat sebagai pemelihara atau penjaga alam (al-rab
al’alamin). Jadi sebagai wakil (khalifah) Allah di muka bumi, manusia harus aktif dan
bertanggung jawab untuk menjaga fungsi bumi sebagai tempat kehidupan makhluk
Allah termasuk manusia, sekaligus menjaga keberlanjutan kehidupannya.
3)
Amanah (Prinsip Kepercayaan Tuhan)
Alam adalah ajang pengujian manusia. Manusia, atas kemauannya sendiri,
menerima alam sebagai kepercayaan (amanah) dan sebagai tempat perjuangan
moralnya. Sementara, langit, bumi dan gunung-gunung menolak untuk memikul
tanggung jawab tersebut. Dengan menerima kepercayaan, manusia tidak diragukan lagi,
menunjukkan kebodohan dan keangkuhan tetapi juga kesediaannya untuk melayani
tujuan Allah. Kepercayaan adalah komitmen bersama antara manusia dan Allah sebagai
penciptanya: Allah mempercayakan kepada manusia untuk mengelola alam
dan menyatakan keyakinanNya pada kemampuan manusia sebagaimana tercantum
dalam bagian terakhir dari ayat 30 QS. Al-Baqarah ketika Allah meyakinkan para
malaikat dengan mengatakan “Inni a’lamu ma la ta’lamūn” (“Aku tahu apa yang tidak
kamu ketahui”). Oleh karena itu manusia menempati posisi yang sangat penting di
dunia ini.
13
Oleh karena itu, dalam pandangan Islam apabila terjadi kerusakan sumber daya
alam di bumi (di darat maupun di laut) adalah akibat ulah tangan manusia yang lalai
menjalankan kepercayaan (amanah) sebagai wakil Tuhan (khalifatullah) di muka bumi.
QS. Ar-Rum, 30: 41 menegaskan: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut
disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka
sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
4)
I’tidal (Prinsip Keseimbangan Ekologi)
Gagasan keseimbangan ekologi yang telah ditekankan oleh masyarakat dunia
sejak tahun delapan puluhan sebagai salah satu dasar perlindungan terhadap
lingkungan, juga merupakan ajaran utama Islam tentang lingkungan. Al-Qur’an
mengajarkan bahwa Allah telah menciptakan alam semesta dalam proporsi dan ukuran,
baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Hukum ciptaan Tuhan termasuk unsur
ketertiban, keseimbangan dan proporsionalitas. Allah telah menyatakan dalam AlQuran:
“Sesungguhnya, segala sesuatu telah Kami buat dengan ukuran”; “Segala sesuatu pada
sisi-Nya ada ukurannya”; “Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan
padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut
ukuran”; “…Kamu tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang
tidak seimbang…”
Ayat-ayat Al-Qur’an diatas menyebutkan tentang adanya ukuran, ketertiban
dan keseimbangan ciptaan Tuhan. Lingkungan alam yang terdiri unsur-unsur tanah, air,
udara, tanaman dan hewan diciptakan sejalan dengan konsep proporsionalitas,
kebermaksudan dan keseimbangan. Berbagai elemen lingkungan alam berpengaruh
dan berinteraksi satu sama lain. Jika ada unsur sumber daya alam digunakan secara
berlebihan, maka unsur sumber daya alam lainnya juga akan terganggu. Dan yang akan
paling merasakan dampak ketidakseimbangan alam tersebut adalah manusia, karena
pencemaran dan kerusakan alam tersebut pada akhirnya akan mengganggu
keberlangsungan hidup manusia. Eksploitasi berlebihan serta illegal and unsustainable
use terhadap sumber daya alam laut telah menyebabkan gangguan terhadap
keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam laut tersebut.
5)
Istishlah (Prinsip Kemanfaatan)
Tidak ada ciptaan Allah yang bersifat sia-sia. Allah tidak bermain-main dalam
ciptaan-Nya. Segala sesuatu yang diciptakan Allah adalah dengan benar dan dengan
maksud dan tujuan tertentu. “Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa
yang ada antara keduanya dengan bermain-main. Kami tidak menciptakan keduanya
melainkan dengan haq, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui”.
Al–istishlah atau kemashlahatan umum merupakan salah satu pilar utama
dalam syariah Islam termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam. Allah secara tegas
dan eksplisit melarang manusia untuk melakukan perbuatan yang bersifat merusak
14
lingkungan termasuk merusak kehidupan manusia itu sendiri, setelah Tuhan
melakukan perbaikan (ishlah).
Tujuan tertinggi dari perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam dan
ekosistem ini adalah kemaslahatan dan kesejahteraan (istishlah) universal (bagi
seluruh makhluk). Begitu juga dengan karunia Tuhan berupa penciptaan laut dengan
segala kekayaan alam di dalamnya adalah untuk kemanfaatan (kesejahteraan) manusia
sebagaimana difirmankan Allah dalam QS. An-Nahl, 16: 14 sebagai berikut:
“Dan Dialah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan
daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu
perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya
kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur.”
6)
Prinsip Keberlanjutan
7)
Prinsip Larangan Ekploitasi SDA Secara Berlebihan
Etika Islam terkait perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam (termasuk
di dalamnya sumber daya alam laut) terletak tegas pada gagasan khilafah dan
perwalian (amanah). Langit dan bumi dan semua yang terkandung di dalamnya adalah
milik Allah dan telah diberikan kepada manusia sebagai kepercayaan. Sebagai penjaga
alam, manusia berkewajiban untuk menjaga hubungan yang harmonis dengan alam.
Manusia berkewajiban untuk mengelola bumi sesuai dengan tujuan yang dimaksudkan
oleh Sang Pencipta untuk kemanfaatan/kepentingannya manusia sendiri dan
kepentingan makhluk ciptaan lainnya. Sumber daya alam yang ada adalah untuk
kepentingan generasi masa kini dan generasi yang akan datang. Tugas ini jelas
menunjukkan ide persamaan antar generasi. Jika sumber daya alam dieksploitasi
secara berlebihan dan tidak digunakan secara berkelanjutan, maka tidak akan bisa
memberikan manfaat apa-apa untuk generasi yang akan datang. Ini akan menjadi
pelanggaran terhadap perintah Allah.
Islam melarang umatnya untuk memanfaatkan atau mengekspoitasi sumber
daya alam secara berlebihan. Sebaliknya Islam menghimbau umatnya untuk
memanfaatkan sumber daya alam secara bijaksana dan lestari. Manusia, khususnya
warganegara Indonesia tidak memiliki hak untuk menyebabkan kerusakan dan
pencemaran terhadap sumber daya alam laut. Juga tidak memiliki hak untuk
mengeksploitasi atau menggunakan sumber daya alam laut dengan tidak bijaksana.
Semua kegiatan eksploitasi yang meninggalkan efek merusak pada sumber
daya alam laut yang pada akhirnya menjadi alasan untuk rusak dan terancamnya
habitat ekosistem laut, seperti rusaknya hutan mangrove, terumbu karang,
tercemarnya sumber daya alam laut jelas dilarang dalam ajaran Islam.
8)
Konservasi SDA Adalah Kewajiban Agama
15
Kesadaran beragama diperlukan agar setiap individu dapat mengambil bagian
dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam. Degradasi
lingkungan dan SDA banyak disebabkan ketidaktahuan orang tentang tuntunan Sang
Pencipta manusia. Setiap individu harus sadar bahwa konservasi lingkungan hidup dan
SDA merupakan kewajiban agama yang dituntut oleh Allah. Allah telah berfirman: “….
dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik,
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”; “…makan dan minumlah,
dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan”; “dan janganlah kamu mentaati perintah orang-orang yang melewati
batas, yang membuat kerusakan di muka bumi dan tidak mengadakan perbaikan”; “dan
hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orangorang yang beruntung.”
Islam mendorong umat untuk meningkatkan kesadaran beragama dan
berpedoman pada tuntunan Islam untuk menggunakan segala cara untuk mengajak
semua individu berkomitmen pada etika Islam, moral, dan perilaku dalam
memperlakukan alam, lingkungan, dan sumber daya alam untuk kelestarian
penggunaannya. Semua orang harus diingatkan tentang kewajiban agama untuk:
a)
Tidak melakukan pemborosan atau mengkonsumsi sumber daya alam
secara berlebihan;
b) Menyadari bahwa segala tindakan perusakan sumber daya alam ada
perbuatan melanggar hukum;
c) Tidak melakukan segala bentuk perusakan, penyalahgunaan,
pendegradasian kualitas dan kuantitas lingkungan dan sumber daya alam
dengan cara apapun;
d) Melakukan konsep pembangunan berkelanjutan.
Berdasarkan delapan prinsip di atas tentang pemahaman atas prinsip-prinsip
perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam laut, dalam pandangan Islam dapat
dijadikan dasar regulasi dan kebijakan. Diharapkan akan melahirkan dua kesadaran
pada setiap diri warganegara, yaitu kesadaran bernegara (kesadaran hukum) yang
sejalan dengan kesadaran beragama, maka upaya perlindungan dan pengelolaan
sumber daya alam laut Indonesia akan membawa hasil yang optimal dalam
mensejahterakan seluruh masyarakat/warga negara Indonesia.
16
DAFTAR PUSTAKA
Dahuri, Rokhmin. Jalan Indonesia Menuju Poros Maritim Dunia. Republika, 06 April
2015.
Departemen Kelautan dan Perikanan, 2007. Program pengembangan Wilayah Pesisir di
Indonesia, 2007. Jakarta.
Hamdi, H. Fahmi. 2012. Fikih Lingkungan dalam Perspektif Islam (Sebuah Pengantar).
Ibnu El Mubhar. 2015. Konservasi Laut dan Pantai dalam Perspektif Hadis Nabi
Muhammad SAW.
Muhartono, Erikh. 2011. Pemanfaatan dan Konservasi Sumber Daya Alam Berdasarkan
Perspektif Islam. Malang. Universitas Islam Negeri Malang
Sodik, Moch dkk. Nelayan Muslim dan Pengelolaan Ekosistem Kelautan di Pantai Utara
Jawa: Studi Kasus Nelayan Muslim Jepara.
Thobroni, Ahmad Yusam. 2008. Fikih Kelautan II Etika Pengelolaan Laut Dalam
Perspektif Al-Qur’an. Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 7, No.3 Juli-Desember 2008.
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN Suska Riau.
17
Download