KONSEPSI ISLAM DALAM PENGELOLAAN PESISIR Aris Subagiyo 1 A. Pengantar Manusia sebagai khalifah dimuka bumi mendapatkan amanah untuk mengelola sumber daya alam dari Allah SWT. Pengelolaan wilayah pesisir dan lautan merupakan kewajiban yang harus ditanggung oleh setiap umat manusia. Manusia menjadi aktor utama yang mengelola dan memelihara kelestarian alam sebagai amanah dari Allah SWT. Al-Qur’an juga telah menyatakan bahwa sumberdaya alam yang ada di bumi ditujukan untuk kemakmuran manusia, manusia yang menjadi khalifah untuk mengelola dan memanfaatkannya tanpa merusak tatanan yang telah ada. Perspektif Islam, Allah menciptakan manusia sebagai makhluk hidup yang diberi kewenangan untuk tinggal di bumi, beraktivitas dan berinteraksi dengan lingkungannya. Amanah untuk tinggal di bumi juga harus diimbangi dengan pengelolaan yang positif serta pemeliharaan yang berkelanjutan. Laut yang dianugerahkan kepada manusia diperuntukkan untuk dimanfaatkan kekayaan alamnya namun tetap harus menjaga kelestarian lingkungan. Al Quran menjelaskan bahwa manfaat laut untuk kehidupan manusia, dimulai dari sumber makanan daging ikan yang sehat, perhiasan seperti mutiara maupun perhisan dalam artian yang lebih luas seperti bahan tambang, kemudian sebagai sarana transportasi maanusia. Namun, dengan adanya keragaman potensi pesisir tersebut, menimbulkan adanya pemanfaatan potensi wilayah pesisir secara besar-besaran oleh manusia untuk mendapatkan keuntungan secara ekonomis dalam rangka meningkatkan pertumbuhan perekonomian masyarakat. Sehingga hal ini menimbulkan adanya kerusakan di wilayah pesisir yang disebabkan oleh manusia, seperti kerusakan terumbu karang, pencemaran dan lain-lain. Sehingga agar kerusakan wilayah pesisir tidak semakin parah. Manusia yang memegang peranan penting terhadap pengelolaan pesisir dan lautan sehingga terjaminnya kelestarian sumber daya alamnya. Namun yang terjadi banyak terjadi kerusakan ekosistem yang diakibatkan oleh manusia. Al Quran menjelaskan bahwa segala kerusakan yang terjadi di muka bumi baik daratan maupun lautan mayoritas disebabkan oleh ulah manusia. Konservasi wilayah pesisir yang dimaksud adalah upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan serta ekosistemnya untuk menjamin keberadaan dan kesinambungan sumberdaya pesisir dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman hayati (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2007: 3). Upaya konservasi wilayah pesisir dan lautan harus dilakukan oleh setiap umat manusia dalam mengemban amanah sebagai khalifah. Islam mengatur dengan jelas tentang pentingnya mengelola dan melestarikan alam dengan baik. B. Konservasi dan Lingkungan Pesisir Laut dalam perspektif Al Quran Pengelolaan wilayah pesisir dan lautan merukan kewajiban yang harus ditanggung oleh setiap umat manusia sebagai khalifah dimuka bumi. Manusia menjadi aktor utama yang mengelola dan memelihara kelestarian alam sebagai amanah dari Allah SWT. Laut yang dianugerahkan kepada manusia diperuntukkan untuk 2 dimanfaatkan kekayaan alamnya namun tetap harus menjaga kelestarian lingkungan. Allah SWT menegaskan dalam QS. al-An’am (6) : 165 yang artinya: “Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” Laut adalah sumber daya alam yang sangat potensial dalam kehidupan manusia. Di dalam al-Qur‟ān banyak menyebutkan dan menjelaskan tentang manfaat laut untuk dijadikan sumberdaya alam yang dapat membantu kebutuhan sehari-hari manusia. Dalam Al-Qur’an, QS. An Nahl [16] : 14 telah tercantum mengenai pemanfaatan sumberdaya laut/pesisir yang dapat digunakan oleh manusia: “Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur.” (QS. An Nahl [16] : 14). QS. al-An’am (7/55):54 mengisyaratkan bahwa alam semesta diciptakan Allah dalam keadaan baik (shalih), harmonis dan sejahtera. Tetapi setelah manusia menghuni bumi, maka timbullah kerusakan-kerusakan sebagai akibat ulah manusia. Allah pun mengutus utusan-Nya untuk menyeru manusia agar mereka sadar dan berbuat baik. Karena itu usaha para utusan Allah itu pada hakikatnya adalah usaha-usaha untuk mengadakan perbaikan yang di sebut ishlah. Selanjutnya, kata ifsad berasal dari kata kerja dasar fasada, bermakna pokok “merusak” atau “membinasakan” sesuatu. Dengan demikian ishlah dan ifsad adalah dua kata yang berlawanan. Berkaitan dengan pengelolaan lingkungan, kedua kata ini menjadi sangat penting. Ishlah dapat di artikan memperbaiki dan melestarikan lingkungan. Sedangkan ifsad dapat di artikan merusak dan mengganggu kelestarian lingkungan. Dengan demikian makna umum dari kedua kata ini meliputi upaya pengelolaan lingkungan, rehabilitasi sumber daya alam yang rusak, memelihara dan melestarikan (konservasi) lingkungan, serta meningkatkan nilai tambahnya melalui pembangunan dan industri, dengan cara yang shalih dan tidak boleh dengan cara yang fasid. Larangan untuk berbuat berlebih lebihan dijelaskan dalam Al Quran secara tegas. Kegiatan manusia yang sering mengambil sumber daya alam laut berlebihan dan kurang menjaga kelestariannya mengakibatkan masalah lingkungan. Ketidakseimbangan alam menajdi taruhan jika manusia dengan egonya tidak peduli dengan kelestarian keanekaragaman hayati lautan. Setiap manusia memang diperbolehkan memanfaatkan sumber daya alam namun harus dengan bijak dan tidak merusak. Penjelasan dalam AlQuran terdapat pada QS. al-Isra’ (17/50):26-27 3 “Janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” Al Quran Surat Ar Ruum ayat 41 juga telah menjelaskan mengenai kerusakan sumberdaya alam oleh manusia: “Telah Nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” Penjelasan ayat tersebut adalah segala kerusakan yang terjadi di muka bumi baik daratan maupun lautan mayoritas disebabkan oleh ulah manusia yang tidak bertanggung jawab. Hal ini dipahami bahwa kerusakan yang diakibatkan oleh manusia tidak terbatas pada pelanggaran norma namun juga pengrusakan fisik lingkungan. C. Pengelolaan Pesisir (Sumberdaya Alam, Kerusakan dan Pelestarian) Pengertian Sumberdaya Alam Manusia merupakan salah satu bagian dari lingkungan hidup, dimana lingkungan hidup yang telah menyediakan berbagai macam sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia maupun makhluk hidup lainnya untuk kelangsungan hidupnya. Kelangsungan hidup manusia bergantung pada sumberdaya alam, namun keutuhan dan keberlanjutan lingkungan hidup bergantung pada bagaimana cara manusia memanfaatkan dan mengelola lingkungan hidup tersebut secara arif dan bijaksana. Sumberdaya alam (SDA) merupakan seluruh potensi sumberdaya yang terkandung dalam bumi (tanah), air, dan udara yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan manusia di bumi. Sumberdaya alam dapat dibedakan menjadi dua yaitu sumberdaya alam yang dapat diperbaharui serta sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui. Sumberdaya alam yang dapat diperbaharui adalah sumberdaya alam yang dapat diusahakan kembali keberadaannya dan dapat dimanfaatkan secara terus-menerus. Misalnya, air, udara, tanah, hewan dan tumbuhan. Sedangkan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui adalah sumberdaya alam yang apabila digunakan secara terus-menerus akan habis. Sumberdaya alam yang tidak dapat diperbarui biasanya berasal dari barang tambang (minyak bumi dan batu bara) dan bahan galian (emas, perak, timah, besi, nikel dan lain-lain). Maka ketersediaan sumberdaya alam harus selalu dijaga dan dilestarikan agar tidak merusak keseimbangan ekosistem, sehingga generasi-generasi berikutnya juga masih dapat menikmati hasil sumberdaya alam. Dalam Al-Qur’an juga telah menyatakan bahwa sumberdaya alam yang ada di bumi ditujukan untuk kemakmuran manusia, manusia yang menjadi khalifah 4 untuk mengelola dan memanfaatkannya tanpa merusak tatanan yang telah ada. Dalam perspektif Islam, Allah menciptakan manusia sebagai makhluk hidup yang diberi kewenangan untuk tinggal di bumi, beraktivitas dan berinteraksi dengan lingkungannya. Amanah untuk tinggal di bumi juga harus diimbangi dengan pengelolaan yang positif serta pemeliharaan yang berkelanjutan, sebagaimana tercantum dalam surat Al-A’raf ayat 56: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdo’alah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” Ayat tersebut menjelaskan bahwa memelihara lingkungan hidup dari kerusakan merupakan kewajiban bagi setiap orang. Sehingga seluruh komponen masyarakat juga harus bersama-sama saling menjaga kelestarian lingkungan hidup agar tidak mengancam sesama. Selain itu pengelolaan sumberdaya alam menurut Islam merupakan milik umum yang harus dikelola oleh negara dan diberikan kembali hasilnya kepada rakyat dikemukakan oleh An-Nabhani dalam (HR. Imam Al-Tirmidzi dari Abyadh bin Hamal) Pengertian Sumberdaya Pesisir Wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut. Wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut, seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin. Selain itu wilayah pesisir juga mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat, seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan karena kegiatan manusia. Wilayah pesisir memiliki beragam potensi yang dapat dimanfaatkan oleh manusia antara lain sebagai berikut: a. b. c. d. Potensi pertambangan Potensi perikanan Pariwisata bahari Keanekaragaman hayati (natural biodiversity), yang dapat dimanfaatkan sebagai daya tarik bagi pengembangan kegiatan “ecotaurism”. Manfaat Laut Dalam Al-Qur’an Laut adalah sumber daya alam yang paling luas dan memiliki peran penting dalam perkembangan zaman dan peradaban manusia. Di dalam al-Qur‟ān banyak menyebutkan dan menjelaskan tentang manfaat laut untuk dijadikan sumberdaya alam yang dapat membantu kebutuhan sehari-hari manusia. Dalam Al-Qur’an, QS. An Nahl [16] : 14 telah tercantum mengenai pemanfaatan sumberdaya laut/pesisir yang dapat digunakan oleh manusia: 5 “Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur.” (QS. An Nahl [16] : 14). Ayat tersebut menjelaskan bahwa manfaat laut untuk kehidupan manusia, dimulai dari sumber makanan daging ikan yang sehat, perhiasan seperti mutiara maupun perhisan dalam artian yang lebih luas seperti bahan tambang, kemudian sebagai sarana transportasi maanusia. Namun, dengan adanya keragaman potensi pesisir tersebut, menimbulkan adanya pemanfaatan potensi wilayah pesisir secara besar-besaran oleh manusia untuk mendapatkan keuntungan secara ekonomis dalam rangka meningkatkan pertumbuhan perekonomian masyarakat. Sehingga hal ini menimbulkan adanya kerusakan di wilayah pesisir yang disebabkan oleh manusia, seperti kerusakan terumbu karang, pencemaran dan lain-lain. Sehingga agar kerusakan wilayah pesisir tidak semakin parah, maka perlu adanya pengelolaan sumberdaya pesisir untuk melestarikan potensi-potensi yang ada di wilayah pesisir agar keberlanjutan ekosistem pesisir tetap terjaga. Pemanfaatam sumberdaya alam seharusnya dikelola dengan mepertimbangkan kelestarian lingkungan, artinya manfaatkan sumberdaya alam hanya seperlunnya dengan tidak mengeksploitasi yang bisa menyebabkan kerusakan lingkungan, Allah SWT berfirman dalam surat Al-Araf ayat 31: ‘Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) masjid, Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” Sehingga dari ayat tersebut dijelaskan bahwa, pemanfaatan sumberdaya alam tujuannya untuk kebutuhan manusia yaitu makan dan minum, dimana makanan dan minuman yang dapat dikonsumsi berasal dari semua yang ada di bumi serta halal, dengan syarat tidak berlebih-lebihan dalam pemanfaatannya. Begitu juga dengan pemanfaatan sumberdaya alam, harus dilakukan dengan seperlunya dan tidak mengeksploitasi secara berlebihan yang dapat menyebabkan kerusakan alam. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Ketika pemanfaatan potensi sumberdaya pesisir dilakukan atas dasar keserakahan, maka dapat menyebabkan kerusakan sumberdaya alam yang akibatnya tidak ditanggung oleh satu orang tetapi ditanggung oleh seluruh orang. Dalam Al-Qur’an Surat Ar Ruum ayat 41 juga telah menjelaskan mengenai kerusakan sumberdaya alam oleh manusia: 6 “Telah Nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” Sehingga harus dilakukan tindakan untuk mengatasi kerusakan dan perbaikan sumber daya alam yang telah rusak. Salah satu upaya dalam mengatasi kerusakan sumberdaya pesisir adalah dengan melakukan konservasi sumberdaya pesisir. Konservasi adalah upaya untuk memperbaiki sumberdaya alam akibat kerusakan yang ditimbulkan dari mengeksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan, sehingga mengganggu keseimbangan alam. Konservasi berfungsi untuk mengembalikan peran sumberdaya alam kepada fungsi awal dan mengembalikan keseimbangan alam. Berikut merupakan upaya konservasi terhadap sumberdaya alam: 1) Menjaga Kestabilan Rantai Makanan Rantai makanan adalah tolok ukur keseimbangan suatu lingkungan. Semakin banyak komponen yang terlibat maka akan memperlihatkan semakin seimbangnya lingkungan, sebaliknya semakin sedikit unsur yang terlibat dalam rantai makanan disuatu lingkungan dapat dipastikan lingkungan itu telah rusak dan tidak seimbang. Allah SWT berfirman dalam ayat berikut QS al-Hijr 15: 19: “dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gununggunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran.” Dalam ayat tersebut menjelaskan bahwa, sudah merupakan tugas manusia untuk menjaga keseimbangan yang telah ada dalam alam, dengan tetap membiarkan rantai makanan seimbang dan tidak membunuh makhluk hidup apaun secara berlebihan yang dapat merusak keseimbangan alam ini. 2) Menjaga keseimbangan jiwa Keseimbangan jiwa adalah keseimbangan yang dimiliki oleh manusia, ketika jasmani dan rohani manusia seimbang maka seluruh anggota badan dan pikiran akan jernih dan bisa berfikir dengan sehat, sehingga bisa memanfaatkan sumber daya alam dengan bijaksana dan mempertimbangkan kelestarian lingkungan. Allah SWT juga telah menganjurkan untuk tidak berlebih-lebihan dalam melakukan sesuatu, semuanya harus dilakukan dengan seimbang dan tidak berlebih-lebihan. “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid, Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS Al- A’raf 7:13) 3) Menjaga siklus hidrologi 7 Air merupakan komponen bumi yang paling besar, sekitar 70% bumi terdiri dari air. Dalam Al Qur’an surat al-A’rāf 7: 57 tentang siklus terjadinya hujan dan hidrologi alami. “dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, Maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam buahbuahan. seperti Itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, Mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.” Dalam ayat tersebut terjadinya siklus hidrologi melibatkan tiga unsur, yaitu angin, awan dan hujan. Untuk menjaga siklus hidrologi yaitu dengan tidak menebang pohon dan merusak hutan, tidak mencemari sumber air, karena akan menggangu siklus hidrologi. D. Konservasi Laut dan Pantai dalam Perspektif Hadis Nabi SAW Konservasi wilayah pesisir yang dimaksud adalah upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan serta ekosistemnya untuk menjamin keberadaan dan kesinambungan sumberdaya pesisir dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman hayati (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2007: 3). Pada saat ini program/strategi konservasi wilayah pesisir menjadi agenda penting mengingat kerusakan sumberdaya pesisir akibat pencemaran yang berasal dari wilayah pesisir dan sekitarnya. Dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan diwilayah pesisir dapat membahayakan kelestarian ekosistem pesisir. Ekosistem pesisir yang rusak dapat mengganggu kehidupan manusia, spesies lain dan lingkungannya. Sehingga terdapat kewajiban menjaga dan melestarikan ekosistem laut sudah menjadi sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan manusia. Dan terdapat beberapa hadis yang behubungan dengan konservasi laut dan pantai, seperti hadis Nabi saw tentang pemanfaatan kayu disekitar laut dan pantai. “Dari Abu Hurairah, dari Nabi saw: Seseorang dari kalangan Bani Israil meminta kepada seorang Bani Israil lainnya agar menyimpankan untuknya uang sebesar 100 dinar, dia menerima uang tersebut, kemudian keluar ke pantai, tetapi dia tidak menemukan tumpangan, lalu dia mengambil kayu dan melubangunya kemudian memasukkan uang 100 dinar yang telah dititpkan kepadanya, lalu melemparkan kayu tersebut ke laut, tidak lama kemudian orang yang menipkan uangnya tersebut keluar ke panta dan menemukan kayu tersebut, dia pun memungutnya untuk dijadikan kayu bakar oleh keluarganya.” Berdasarkan hadis dari Abu Hurairah bahwa kayu yang dilemparkan ke laut merupakan kayu yang dapat dibelah, dilubangi dan dijadikan sebagai bahan bakar rumah tangga, oleh karena itu hadis tersebut menjelaskan bahwa segala hal yang ada 8 disekitar pantai berfungsi sebagai sumber daya milik bersama yang memiliki manfaat ekologis baik bersifat langsung, tidak langsung, atau pilihan maupun bersifat konsumtif maupun non-konsumtif. Pemanfaatan sumber daya milik bersama harus mempertimbangkan faktor internalitas lingkungan dan faktor ekstenalitas lingkungan. Seperti yang diketahui bahwa disekitas wilayah laut dan pantai terdapat hutan mangrove. Ekosistem hutan mangrove secara ekologis memiliki fungsi sebagai tempat mencari makan, memijah, memelihara berbagai macam biota perairan (ikan, udang, dan kerang-kerangan. Perilaku sebagaiman yang ditunjukkan dalam hadis bahwa orang pertama mengambil kayu yang ada disekitar pantai dan memanfatkannya sebagai tempat penyimpanan barang berharga dan membuangnya kembali ke laut tanpa menyertakannya, sedangkan orang kedua memungut kayu tersebut untuk dimanfaatkan seabagai kayu bakar. Perilaku mereka terhadap kayu yang ada disekitar pantai menjelaskan bahwa kayu yang mereka manfaatkan bersama tersebut bukanlah kayu yang ditebang dengan sengaja, sebagaimana prilaku masyarakat pesisir saat ini. Selain itu juga terdapat hadis Rasulullah saw tentang ancaman penebang pohon secara liar, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Daud dalam sunnahnya bahwa: “Telah menceritakan kepada kami Nashr bin Ali berkata, telah mengabarkan kepada kami Abu Usamah dari Ibnu Juraij dari Utsman bin Abu Sulaiman dari Sa’id bin Muhammad bin Jubair bin Muth’im dari Abdullah bin Hubsyi ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa menebang pohon bidara maka Allah akan membenamkan kepalanya dalam api neraka.” Abu Dawud pernah ditanya tentang hadits tersebut, lalu ia menjawab, “Secara ringkas, makna hadits ini adalah bahwa barangsiapa menebang pohon bidara di padang bidara dengan sia-sia dan zhalim; padahal itu adalah tempat untuk berteduh para musafir dan hewan-hewan ternak, maka Allah akan membenamkan kepalanya di neraka.” Telah menceritakan kepada kami Makhlad bin Khalid dan Salamah -maksudnya Salamah bin Syabib- keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq berkata, telah mengabarkan kepada kami Ma’mar dari Utsman bin Abu Sulaiman dari seorang laki-laki penduduk Tsaqif dari Urwah bin Az Zubair dan ia memarfu’kannya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seperti hadits tersebut.” Hadis tersebut menceritakan tentang larangan dalam penebangan pohon secara liar karena seluruh komponen yang terdapat pada pohon memiliki manfaat bagi manusia. Dengan demikian, maka pelestarian tumbuhan laut baik yang tumbuh dalam laut seperti terumbu karang, dan rumput laut, maupun yang tumbuh di pesisir pantai seperti pohon mangrove menjadi kewajiban sebagaimana yang ditunjukkan oleh dua hadis yang telah dijelaskan (riwayat Abu Hurairah dan Abdullah bin Hubsyi). Selanjutnya terdapat hadis tentang kesuciannya air laut dan kehalalan bangkai yang dijelaskan oleh Abu Hurairah yaitu: 9 “Dari Abu Haurairah, dia berkata: Ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam; “Wahai Rasulullah, kami naik kapal dan hanya membawa sedikit air, jika kami berwudhu dengannya maka kami akan kehausan, apakah boleh kami berwudhu dengan air laut?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Ia (laut) adalah suci airnya dan halal bangkainya.” Dimana dalam hadis tersebut menjelaskan bahwa menyebutkan bahwa air laut dapat dijadikan sebagai media bersuci dari hadats dan najis dan bangkainya halal untuk dikonsumsi. Kata “wal hillu maitatahu” menujukkan bahwa seluruh bangkai hewan laut dapat dikonsumsi apakah hewan laut tersebut mati dengan sebab atau tanpa sebab. Dan masalah kehalalan bangkai hewan laut yang keluar dan atau dikeluarkan dari laut, para ulama fiqih berbeda pendapat dalam dua pendapat: pertama, bolehnya memakan hewan laut baik yang terdampar dalam kondisi hidup atau telah mati, atau yang mati tanpa sebab. Ini merupakan pendapat madzhab Malikiyah dan Syafi’iyyah berdasarkan petunjuk umum hadis Abu Hurairah tentang sucinya air laut dan kehalalan bangkainya untuk dikonsumsi; kedua, tidak boleh memakan bangkai laut kecuali yang mati karena sebab tertentu seperti: dipancing dalam keadaan hidup lalu mati; mati karena terpanggang oleh panasnya lautan atau membeku karena dinginnya cuaca, dimakan oleh ikan dari spesies lainnya, terdampar, atau dihanyutkan oleh arus laut dalam kondisi hidup kemudian mati akibat itu. Adapun jika matinya hewan laut tersebut tanpa diketahui penyebabnya maka tidak boleh dimakan. Ini merupakan pendapat Abu Hanifah, dengan dasar hadis sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibn Majah dari Hadis Jabir bin ‘Abdullah, dia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Apa yang didamparkan oleh laut atau yang tersingkap darinya maka makanlah, dan apa yang mati padanya dalam keadaan mengapung maka janganlah engkau makan.” Pada dasarnya hadis terbut menunjukkan bahwa konservasi pesisir pantai tidak dapat dilepaskan dari ekosistem laut, dan semakin dikuatkan lagi oleh hadis pertama yang menunjukkan larangan membunuh dan memusnahkan tumbuhan laut dan daratan secara liar yang berakibat pada pincangnya ekosistem di laut dan daratan. E. Konservasi Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dalam Pandangan Fikih Fikih adalah salah satu bidang ilmu dalam syariat islam yang secara khusus membahas persoalan hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, baik kehidupan pribadi, bermasyarakat maupun kehidupan manusia dengan Tuhan. Beberapa ulama fikih seperti Imam Abu Hanifah mendefinisikan fikih sebagai pengetahuan seorang muslim tentang kewajiban dan haknya sebagai hamba Allah. Beberapa ulama memberikan penguraian bahwa arti fikih merupakan suatu ilmu yang mendalami hukum Islam yang diperoleh melalui dalil di Al-Qur’an dan Sunnah. Selain itu fikih merupakan ilmu yang juga membahas hukum syar’iyyah dan hubungannya 10 dengan kehidupan manusia sehari-hari, baik itu dalam ibadah maupun dalam muamalah. Kaitan fikih dalam muamalah ditunjukkan dengan perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari di muka bumi. Pembahasan ini akan menjabarkan kaitan fikih dengan perilaku manusia dalam konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil. Laut merupakan salah satu bagian dari wilayah bumi. Sebagai khalifah Allah, manusia berhak mengelola wilayah tersebut guna mengambil manfaat darinya. Namun laut yang merupakan karunia Tuhan itu wajib untuk dilestarikan bagi generasi berikutnya yang juga berhak terhadap karunia ini. Oleh karena itu, untuk keperluan eksplorasi tersebut diperlukan metode eksplorasi yang seimbang dan proporsional untuk menghindari terjadinya kerusakan laut beserta isinya. Laut di samping sebagai sarana transportasi yang murah, juga menyimpan banyak sumber daya alam yang dapat dieksplorasi seperti perikanan, pertambangan, mineral, migas, dan sebagainya. Sumber daya alam laut Indonesia dengan segala potensinya, berupa perikanan, pertambangan, mineral dan energi, perhubungan laut serta wisata bahari, merupakan karunia dari Allah SWT bagi kita semua yang harus dijaga, diamankan, dikelola, dimanfaatkan, dan dilestarikan dengan zero tolerance terhadap aktivitas yang mengakibatkan kerusakannya. Mewujudkan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia sepatutnya menjadi prioritas utama bangsa ini dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam laut Indonesia dengan cerdas dan lestari. Rokhmin Dahuri (2015), berpendapat bahwa kekayaan SDA dan jasa-jasa lingkungan kelautan Indonesia sebenarnya dapat didayagunakan untuk kemajuan dan kemakmuran bangsa melalui 11 sektor ekonomi kelautan, yaitu: 1) perikanan tangkap, 2) perikanan budidaya, 3) industri pengolahan hasil perikanan, 4) industri bioteknologi kelautan, 5) pertambangan dan energi (ESDM), 6) pariwisata bahari, 7) hutan bakau, 8) perhubungan laut, 9) sumberdaya wilayah pulau-pulau kecil, 10) industri dan jasa maritim, dan 11) SDA nonkonvensional yang diestimasi memiliki total nilai ekonomi sekitar 1,2 triliun dolar AS per tahun dan dapat menyediakan lapangan kerja sedikitnya untuk 40 juta orang. Namun, sumber daya alam Indonesia baik di pesisir maupun di laut tengah dihadapkan kepada fakta degradasi dan kerusakan akibat aktivitas manusia yang tidak bertanggung jawab. Eksploitasi yang berlebihan, illegal fishing serta pencemaran pesisir dan laut yang terjadi di wilayah perairan Indonesia telah menyebabkan kerusakan terhadap sumber daya alam laut Indonesia, seperti rusaknya hutan mangrove, terumbu karang, habitat ekosistem pesisir dan laut serta degradasi kuantitas ikan dari perairan Indonesia. Sebagai ilustrasi, data Kementerian Lingkungan Hidup (2015) memaparkan kerusakan ekosistem terumbu karang terutama disebabkan oleh penambangan karang, peledakan dan penggunaan bahan beracun untuk menangkap ikan hias, pencemaran dan sedimentasi berasal dari erosi tanah dapat ditemukan di hampir semua kepulauan. Dari 85.707 km2 ekosistem terumbu karang yang tersebar di seluruh Kepulauan Nusantara, 39% dalam keadaan rusak, 34% 11 agak rusak, 22% baik dan hanya 5% yang sangat bagus. Komponen-komponen yang dapat merusak dan mencemari laut seperti partikel kimia, limbah industri, pertambangan, pertanian dan perumahan, kebisingan, atau penyebaran organisme invasif (asing) di dalam laut. Sebagai akibatnya, Indonesia mengalami kerugian dan potential losses yang tidak sedikit. Pembahasan selanjutnya dalam mengatasi perilaku manusia yang merugikan alam, Islam memiliki konsep terhadap perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam laut yang digali dari Al-Qur’an dan Sunnah. Konsep atau pandangan islam terhadap perlindungan, pengelolaan, pemanfaatan dan pelestarian sumber daya alam pada umumnya dan khususnya sumber daya laut, pada dasarnya dibangun di atas prinsip-prinsip sebagai berikut: 1) holistik dan tauhid, 2) khilafah, 3) amanah, 4) i’tidal, 5) istishlah, 6) keberlanjutan, 7) prinsip larangan ekploitasi SDA secara berlebihan, dan 8) konservasi SDA adalah kewajiban keagamaan. 1) Holistik dan Tauhid (Prinsip Ketuhanan/Keesaan Tuhan) Pendekatan Islam terhadap lingkungan dan sumber daya alam bersifat holistik (menyeluruh), yang mencakup etika dan tauhid yang merupakan inti dari ajaran AlQur’an. Tauhid adalah konsep tertinggi dalam Islam dan cara hidup Islam. Bagi seorang muslim, etika Islam (akhlak) dan tauhid adalah sangat penting, final dan tidak bisa ditawar-tawar. Oleh karena itu, isu tentang sumber daya alam, ekonomi dan hal-hal teknis lainnya, harus selalu dalam kerangka penerapan prinsip tauhid yaitu penegasan bahwa Allah SWT adalah Maha Esa; Pencipta seluruh alam semesta; dan dan tujuan akhirnya kembali kepada Allah. Tauhid mengajarkan kita bahwa hanya Allah SWT sebagai sumber dari segala nilai. Menurut pendekatan tauhid dalam Islam, setiap hal yang ada di antara bumi dan langit adalah ciptaan Allah SWT, tidak berevolusi dengan sendirinya menurut Teori Darwin. Alam semesta termasuk dunia seisinya ini adalah sebuah realitas empirik yang tidak berdiri sendiri, akan tetapi berhubungan dengan realitas yang lain yang nonempirik dan transenden, yaitu Allah SWT, Yang Maha Pencipta. Dalam Islam, Allah SWT adalah Pencipta (Khāliq) dan Pemelihara (Rab) dan semua makhluk hidup adalah ciptaan Allah SWT (makhlūq) yang harus menaati-Nya (mahkūm), penciptaan alam semesta pun memiliki maksud dan keteraturan. Allah SWT menciptakan alam semesta ini tidak main-main, setiap ciptaannya harus memainkan peran yang telah ditugaskan kepadanya. Semua dari mereka menyembah kepada Allah SWT dan pada akhirnya akan kembali kepada-Nya. Tauhid atau peng-Esaan Tuhan merupakan satu-satunya sumber nilai dalam etika. Pelanggararan atau penyangkalan terhadap nilai ketauhidan ini berarti syirik yang merupakan perbuatan dosa terbesar dalam Islam. Oleh karena itu tauhid merupakan landasan dan acuan bagi setiap perbuatan manusia, baik perbuatan lahir maupun perbuatan batin termasuk berfikir. Bagi seorang muslim, tauhid harus masuk 12 menembus ke dalam seluruh aspek kehidupannya dan menjadi pandangan hidupnya. Dengan kata lain, tauhid merupakan sumber etika pribadi dan kelompok (masyarakat), etika sosial, ekonomi, dan politik, termasuk etika dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan, pengembangan sains dan teknologi. 2) Khilafah (Prinsip Perwakilan Tuhan) Salah satu tema terbesar dalam Al-Qur’an adalah tentang penciptaan manusia. Secara filosofis, Al-Qur’an menjelaskan tujuan, makna, dan kehidupan manusia. Tujuan penciptaan yang menetapkan kewajiban mutlak yang harus dilaksanakan oleh manusia, yaitu pemenuhan dan realisasi kehendak Ilahi. Sebagai ciptaan tertinggi (tersempurna) Tuhan, manusia telah diberkahi dengan semua kemampuan penting dalam bentuk kebugaran fisik, psikologis (moral), intelektual (aql), dan spiritual (bimbingan Allah) untuk misi khusus sebagai khalifah Allah (khalifatullah). Manusia adalah yang ciptaan tertinggi Tuhan dan bahkan Allah memerintahkan malaikat untuk sujud tanda bahwa manusia adalah ciptaan tertinggi Allah. Hal ini dinyatakan dalam Al-Qur’an: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. Sebagai khalifatullah (wakil Allah) di bumi, maka manusia wajib (secara aktif) untuk bisa merepresentasikan dirinya sesuai dengan sifat-sifat Allah. Salah satu sifat Allah tentang alam ini adalah bersifat sebagai pemelihara atau penjaga alam (al-rab al’alamin). Jadi sebagai wakil (khalifah) Allah di muka bumi, manusia harus aktif dan bertanggung jawab untuk menjaga fungsi bumi sebagai tempat kehidupan makhluk Allah termasuk manusia, sekaligus menjaga keberlanjutan kehidupannya. 3) Amanah (Prinsip Kepercayaan Tuhan) Alam adalah ajang pengujian manusia. Manusia, atas kemauannya sendiri, menerima alam sebagai kepercayaan (amanah) dan sebagai tempat perjuangan moralnya. Sementara, langit, bumi dan gunung-gunung menolak untuk memikul tanggung jawab tersebut. Dengan menerima kepercayaan, manusia tidak diragukan lagi, menunjukkan kebodohan dan keangkuhan tetapi juga kesediaannya untuk melayani tujuan Allah. Kepercayaan adalah komitmen bersama antara manusia dan Allah sebagai penciptanya: Allah mempercayakan kepada manusia untuk mengelola alam dan menyatakan keyakinanNya pada kemampuan manusia sebagaimana tercantum dalam bagian terakhir dari ayat 30 QS. Al-Baqarah ketika Allah meyakinkan para malaikat dengan mengatakan “Inni a’lamu ma la ta’lamūn” (“Aku tahu apa yang tidak kamu ketahui”). Oleh karena itu manusia menempati posisi yang sangat penting di dunia ini. 13 Oleh karena itu, dalam pandangan Islam apabila terjadi kerusakan sumber daya alam di bumi (di darat maupun di laut) adalah akibat ulah tangan manusia yang lalai menjalankan kepercayaan (amanah) sebagai wakil Tuhan (khalifatullah) di muka bumi. QS. Ar-Rum, 30: 41 menegaskan: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” 4) I’tidal (Prinsip Keseimbangan Ekologi) Gagasan keseimbangan ekologi yang telah ditekankan oleh masyarakat dunia sejak tahun delapan puluhan sebagai salah satu dasar perlindungan terhadap lingkungan, juga merupakan ajaran utama Islam tentang lingkungan. Al-Qur’an mengajarkan bahwa Allah telah menciptakan alam semesta dalam proporsi dan ukuran, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Hukum ciptaan Tuhan termasuk unsur ketertiban, keseimbangan dan proporsionalitas. Allah telah menyatakan dalam AlQuran: “Sesungguhnya, segala sesuatu telah Kami buat dengan ukuran”; “Segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya”; “Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran”; “…Kamu tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang…” Ayat-ayat Al-Qur’an diatas menyebutkan tentang adanya ukuran, ketertiban dan keseimbangan ciptaan Tuhan. Lingkungan alam yang terdiri unsur-unsur tanah, air, udara, tanaman dan hewan diciptakan sejalan dengan konsep proporsionalitas, kebermaksudan dan keseimbangan. Berbagai elemen lingkungan alam berpengaruh dan berinteraksi satu sama lain. Jika ada unsur sumber daya alam digunakan secara berlebihan, maka unsur sumber daya alam lainnya juga akan terganggu. Dan yang akan paling merasakan dampak ketidakseimbangan alam tersebut adalah manusia, karena pencemaran dan kerusakan alam tersebut pada akhirnya akan mengganggu keberlangsungan hidup manusia. Eksploitasi berlebihan serta illegal and unsustainable use terhadap sumber daya alam laut telah menyebabkan gangguan terhadap keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam laut tersebut. 5) Istishlah (Prinsip Kemanfaatan) Tidak ada ciptaan Allah yang bersifat sia-sia. Allah tidak bermain-main dalam ciptaan-Nya. Segala sesuatu yang diciptakan Allah adalah dengan benar dan dengan maksud dan tujuan tertentu. “Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dengan bermain-main. Kami tidak menciptakan keduanya melainkan dengan haq, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui”. Al–istishlah atau kemashlahatan umum merupakan salah satu pilar utama dalam syariah Islam termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam. Allah secara tegas dan eksplisit melarang manusia untuk melakukan perbuatan yang bersifat merusak 14 lingkungan termasuk merusak kehidupan manusia itu sendiri, setelah Tuhan melakukan perbaikan (ishlah). Tujuan tertinggi dari perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam dan ekosistem ini adalah kemaslahatan dan kesejahteraan (istishlah) universal (bagi seluruh makhluk). Begitu juga dengan karunia Tuhan berupa penciptaan laut dengan segala kekayaan alam di dalamnya adalah untuk kemanfaatan (kesejahteraan) manusia sebagaimana difirmankan Allah dalam QS. An-Nahl, 16: 14 sebagai berikut: “Dan Dialah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur.” 6) Prinsip Keberlanjutan 7) Prinsip Larangan Ekploitasi SDA Secara Berlebihan Etika Islam terkait perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam (termasuk di dalamnya sumber daya alam laut) terletak tegas pada gagasan khilafah dan perwalian (amanah). Langit dan bumi dan semua yang terkandung di dalamnya adalah milik Allah dan telah diberikan kepada manusia sebagai kepercayaan. Sebagai penjaga alam, manusia berkewajiban untuk menjaga hubungan yang harmonis dengan alam. Manusia berkewajiban untuk mengelola bumi sesuai dengan tujuan yang dimaksudkan oleh Sang Pencipta untuk kemanfaatan/kepentingannya manusia sendiri dan kepentingan makhluk ciptaan lainnya. Sumber daya alam yang ada adalah untuk kepentingan generasi masa kini dan generasi yang akan datang. Tugas ini jelas menunjukkan ide persamaan antar generasi. Jika sumber daya alam dieksploitasi secara berlebihan dan tidak digunakan secara berkelanjutan, maka tidak akan bisa memberikan manfaat apa-apa untuk generasi yang akan datang. Ini akan menjadi pelanggaran terhadap perintah Allah. Islam melarang umatnya untuk memanfaatkan atau mengekspoitasi sumber daya alam secara berlebihan. Sebaliknya Islam menghimbau umatnya untuk memanfaatkan sumber daya alam secara bijaksana dan lestari. Manusia, khususnya warganegara Indonesia tidak memiliki hak untuk menyebabkan kerusakan dan pencemaran terhadap sumber daya alam laut. Juga tidak memiliki hak untuk mengeksploitasi atau menggunakan sumber daya alam laut dengan tidak bijaksana. Semua kegiatan eksploitasi yang meninggalkan efek merusak pada sumber daya alam laut yang pada akhirnya menjadi alasan untuk rusak dan terancamnya habitat ekosistem laut, seperti rusaknya hutan mangrove, terumbu karang, tercemarnya sumber daya alam laut jelas dilarang dalam ajaran Islam. 8) Konservasi SDA Adalah Kewajiban Agama 15 Kesadaran beragama diperlukan agar setiap individu dapat mengambil bagian dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam. Degradasi lingkungan dan SDA banyak disebabkan ketidaktahuan orang tentang tuntunan Sang Pencipta manusia. Setiap individu harus sadar bahwa konservasi lingkungan hidup dan SDA merupakan kewajiban agama yang dituntut oleh Allah. Allah telah berfirman: “…. dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”; “…makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”; “dan janganlah kamu mentaati perintah orang-orang yang melewati batas, yang membuat kerusakan di muka bumi dan tidak mengadakan perbaikan”; “dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orangorang yang beruntung.” Islam mendorong umat untuk meningkatkan kesadaran beragama dan berpedoman pada tuntunan Islam untuk menggunakan segala cara untuk mengajak semua individu berkomitmen pada etika Islam, moral, dan perilaku dalam memperlakukan alam, lingkungan, dan sumber daya alam untuk kelestarian penggunaannya. Semua orang harus diingatkan tentang kewajiban agama untuk: a) Tidak melakukan pemborosan atau mengkonsumsi sumber daya alam secara berlebihan; b) Menyadari bahwa segala tindakan perusakan sumber daya alam ada perbuatan melanggar hukum; c) Tidak melakukan segala bentuk perusakan, penyalahgunaan, pendegradasian kualitas dan kuantitas lingkungan dan sumber daya alam dengan cara apapun; d) Melakukan konsep pembangunan berkelanjutan. Berdasarkan delapan prinsip di atas tentang pemahaman atas prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam laut, dalam pandangan Islam dapat dijadikan dasar regulasi dan kebijakan. Diharapkan akan melahirkan dua kesadaran pada setiap diri warganegara, yaitu kesadaran bernegara (kesadaran hukum) yang sejalan dengan kesadaran beragama, maka upaya perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam laut Indonesia akan membawa hasil yang optimal dalam mensejahterakan seluruh masyarakat/warga negara Indonesia. 16 DAFTAR PUSTAKA Dahuri, Rokhmin. Jalan Indonesia Menuju Poros Maritim Dunia. Republika, 06 April 2015. Departemen Kelautan dan Perikanan, 2007. Program pengembangan Wilayah Pesisir di Indonesia, 2007. Jakarta. Hamdi, H. Fahmi. 2012. Fikih Lingkungan dalam Perspektif Islam (Sebuah Pengantar). Ibnu El Mubhar. 2015. Konservasi Laut dan Pantai dalam Perspektif Hadis Nabi Muhammad SAW. Muhartono, Erikh. 2011. Pemanfaatan dan Konservasi Sumber Daya Alam Berdasarkan Perspektif Islam. Malang. Universitas Islam Negeri Malang Sodik, Moch dkk. Nelayan Muslim dan Pengelolaan Ekosistem Kelautan di Pantai Utara Jawa: Studi Kasus Nelayan Muslim Jepara. Thobroni, Ahmad Yusam. 2008. Fikih Kelautan II Etika Pengelolaan Laut Dalam Perspektif Al-Qur’an. Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 7, No.3 Juli-Desember 2008. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN Suska Riau. 17