IDENTIFIKASI VARIASI BASA NUKLEOTIDA GEN

advertisement
IDENTIFIKASI VARIASI BASA NUKLEOTIDA
GEN KETAHANAN PENYAKIT BLAS Pi33
PADA GALUR PADI TERSELEKSI
KALIA BARNITA
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
ABSTRAK
KALIA BARNITA. Identifikasi Variasi Basa Nukleotida Gen Ketahanan
Penyakit Blas Pi33 pada Galur Padi Terseleksi. Dibimbing oleh SURYANI dan
DWINITA WIKAN UTAMI.
Padi merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting bagi manusia,
sehingga peningkatan produktivitasnya terus diupayakan. Salah satu kendala
dalam peningkatan hasil produksi padi adalah penyakit blas karena dapat
menurunkan tingkat produktivitas. Oleh karena itu, program pembentukan
varietas tahan penyakit blas yang efektif perlu dilakukan. Salah satu gen
ketahanan penyakit blas yang berspektrum luas adalah Pi33. Penelitian ini
bertujuan mengidentifikasi variasi urutan basa nukleotida gen Pi33 pada lima
galur terseleksi turunan Bio46 (IR64/Oryza rufipogon dan CT13432). DNA dari
lima galur yang digunakan setelah diisolasi kemudian diamplifikasi menggunakan
primer spesifik untuk gen Pi33, G1010. Hasil amplifikasi selanjutnya dipurifikasi
sesuai dengan Exo1SAP protocol. Pelabelan dengan fluorescent dyes dilakukan
sebelum analisis pengurutan basa nukleotida menggunakan mesin Genetic
Analyzer CEQ8000. Hasil analisis variasi basa nukleotida menunjukkan dari lima
galur, galur No. 28 memiliki introgresi lengkap dari ketiga genom tetuanya, yaitu
indica (IR64), japonica (CT13432) dan O. rufipogon; sedangkan galur No. 79,
136, dan 143 identik dengan genom indica dan galur No. 195 identik dengan
genom japonica. Diketahui pula adanya motif lestari (conserved) gen Pi33 pada
kelima galur terseleksi, yaitu: CAGCAGCC yang merupakan kelompok protein
G-heterotrimerik. Protein ini berperan sebagai reseptor tanaman untuk mengenali
elisitor patogen dalam interaksi antara tanaman padi dan patogen blas.
ABSTRACT
KALIA BARNITA. Identification of Nucleotide Base Variations Blast Disease
Resistance Gene Pi33 Basis in Selected Rice Strains. Under the direction of
SURYANI and DWINITA WIKAN UTAMI.
Rice is one of the most important crops for human beings, thus increasing
productivity are continually persecuted. Blast disease can reduce the rate of
productivity of rice cultivation. Therefore, the forming programme of blast
disease-resistant varieties needs to do effectively. One of broad-spectrum blast
disease-resistant gene is Pi33. This study aims to identify the variation in the
sequence of nucleotide bases of Pi33 gene in five interspesific strains which
derived from Bio46 (IR64/Oryza rufipogon and CT13432). After isolated, DNA
of five strains amplified used spesific primer for Pi33, G1010. Amplification
result purified through Exo1SAP protocol. Labelling using fluorescent dyes done
before sequencing nucleotide base using CEQ8000 instrument. The results
showed that strains number 28 has introgesion of the three control its parent
genome (subspecies of indica, subspecies of japonica, and O.rufipogon) while
the strains number 79, 136, and 143 identical to indica genome, then number 195
strain identical to japonica genome. The result of ortholog analysis found
conserved nucleotide base sequence, namely: CAGCAGCC which involved into
heterotrimeric G-protein group. This protein has role as plant receptor for
recognizing pathogen elicitor in interaction of rice and blast pathogen.
IDENTIFIKASI VARIASI BASA NUKLEOTIDA
GEN KETAHANAN PENYAKIT BLAS Pi33
PADA GALUR PADI TERSELEKSI
KALIA BARNITA
Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
Judul Skripsi : Identifikasi Variasi Basa Nukleotida Gen Ketahanan Penyakit
Blas Pi33 pada Galur Padi Terseleksi
Nama
: Kalia Barnita
NIM
: G84062341
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Suryani, M.Sc
Ketua
Dr. Dwinita Wikan Utami
Anggota
Diketahui
Dr.Ir. I Made Artika, M.App. Sc
Ketua Departemen Biokimia
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
nikmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
Shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW,
keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman. Karya
ilmiah ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dari bulan
Januari-Juni 2010 di Laboratorium Biomolekuler dan Laboratorium Terpadu,
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya
Genetik Pertanian (BB-Biogen) dengan judul Identifikasi Variasi Basa Nukleotida
Gen Ketahanan Penyakit Blas Pi33 pada Galur Padi Terseleksi.
Ucapan terima kasih penulis tunjukkan kepada semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan karya ilmiah ini, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Suryani, M.Sc sebagai
dosen pembimbing skripsi, Dr. Dwinita Wikan Utami sebagai pembimbing
penelitian, dan Siti Yuriah, S.Si sebagai teknisi pada BB-Biogen. Terima kasih
penulis sampaikan pula kepada Dewi Praptiwi S.Si, Ganty Pratama S.Si, Nuri
Izzatil Wafa, Donna Fujie RU, Sugihartati, Joel Rivandi, Taufik, dan Euis Marlina
yang selalu memberikan dukungannya kepada penulis. Kritik dan saran yang
sifatnya membangun sangat diharapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi
yang memerlukan.
Bogor, Oktober 2010
Kalia Barnita
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, 7 Februari 1989 dari ayah Ir. Makmur
Subagio dan ibu Dra. Nining Diah Maharita Triatmanti. Penulis merupakan putri
bungsu dari dua bersaudara. Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 81
Jakarta dan pada tahun yang sama diterima masuk di Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Tahun berikutnya, setelah
melalui masa Tingkat Persiapan Bersama penulis berhasil diterima pada program
studi mayor Biokimia di Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di beberapa organisasi
kemahasiswaan diantaranya sebagai bendahara Dewan Perwakilan Mahasiswa
Tingkat Persiapan Bersama (DPM TPB) periode 2006-2007 dan anggota divisi
internal Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam (DPM FMIPA) periode 2007-2008. Penulis juga
melaksanakan Praktik Lapangan (PL) di Laboratorium Bioprospeksi Mikroba
Bidang Mikrobiologi Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) periode Juli-Agustus 2009 dan menulis laporan ilmiah yang
berjudul Identifikasi dan Karakterisasi Isolat Bakteri Asal Saluran Cerna Manusia.
Penulis juga pernah menjadi finalis pada lomba Agroindustrial Business Plan
Competition 2008 yang berjudul Pengembangan Sup Instan Singkong sebagai
Alternatif Makanan Penunjang Diversifikasi Pangan.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .....…………...……...…………………………………..
ix
DAFTAR GAMBAR …………...……...…………………………………..
ix
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….
ix
PENDAHULUAN .………………………...………………………………
1
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Padi ............................................................................................
Penyakit Blas .............................................................................................
Resistensi Tanaman Padi terhadap Patogen Blas ......................................
Marka Molekuler ......................................................................................
Polymerase Chain Reaction (PCR) ..........................................................
Elektroforesis DNA ..................................................................................
Pengurutan DNA ......................................................................................
Program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) ...........................
1
2
4
5
6
7
7
8
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan …………………………………………………………..
Metode …………………………………………………………………...
8
8
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian Fenotip Tingkat Ketahanan Blas Galur Terseleksi …..........….
Isolasi DNA Galur Tersleksi ......….………......................................……
Pengujian Kuantitas DNA ......….……….......….....................……..........
Amplifikasi Gen Pi33 Galur Terseleksi ………………….…...........……
Analisis Urutan Basa Nukleotida Gen Pi33 …………..…………............
Analisis BLAST Alignment …………………………........………...........
10
11
11
11
11
12
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan …………………………………………………………………
Saran ……………………………………………………………………..
14
14
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
14
LAMPIRAN ...................................................................................................
17
DAFTAR TABEL
Halaman
1
Konsep gene for gene ............................................................................
5
2
Respon ketahanan lima galur terseleksi terhadap ras blas yang
berbeda...................................................................................................
10
3
Hasil kuantifikasi DNA lima galur terseleksi ……….................……..
11
4
Matriks jarak kedekatan genetik lima galur terseleksi terhadap
kontrol genom tetuanya …………….....................................................
13
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Pyricularia grisea .................................................................................
2
2
Blas daun padi (leaf blast) ....................................................................
2
3
Blas leher malai padi (neck blast) ………………………...…………..
3
4
Blas bulir padi (spikelet blast)...............................................................
3
5
Tahapan perkembangan penyakit blas ..................................................
3
6
Model lintasan sinyal dalam respon ketahanan tanaman ......................
4
7
Proses umum PCR ................................................................................
6
8
Isolasi DNA lima galur terseleksi .........................................................
11
9
Produk PCR lima galur terseleksi..........................................................
11
10
Urutan basa nukleotida gen Pi33 pada salah satu sampel (galur
No.28) ...................................................................................................
12
11
Analisis online alignment pada subspesies indica galur No. 79............
12
12
Analisis profiling urutan basa nukleotida lima galur terseleksi
terhadap genom tetuanya.......................................................................
13
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
Alur penelitian .......................................................................................
18
2
Komposisi bufer ekstraksi DNA untuk 1 liter ......................................
19
3
Komposisi rice flour agar untuk 1 liter ................................................
19
4
Komposisi loading dye …............................................………………..
19
5
Skala penyakit blas berdasarkan evaluasi standar IRRI 1996 ...…...….
19
6
Penilaian skor blas lima galur terseleksi ….........…………...…….......
20
7
Pengurutan basa nukleotida gen Pi33 pada lima galur terseleksi dan
kontrol gen Pi33 pada lokus Oso832600 ……………………...….......
22
8
Analisis offline alignment lima galur terseleksi untuk gen Pi33 ..........
23
9
Analisis online alignment lima galur terseleksi untuk gen Pi33 ...........
24
10
Pohon filogenetik lima galur terseleksi terhadap kontrol genom
tetuanya untuk gen Pi33 ……........................................................…....
27
PENDAHULUAN
Padi merupakan salah satu tanaman
pangan penting di dunia, khususnya
Indonesia. Usaha untuk meningkatkan
produktivitas tanaman padi terus diupayakan.
Produktivitas ini umumnya terganggu oleh
adanya hama dan penyakit tanaman. Salah
satu penyakit yang terus berkembang pada
tanaman padi adalah penyakit blas.
Penyakit blas merupakan salah satu
penyakit penting pada tanaman padi yang
disebabkan
oleh
cendawan
patogen
Pyricularia grisea. Penyakit ini menyebabkan
penurunan tingkat produksi beras dunia
hingga mencapai 30-50% (Baker et al. 1997;
Scarcadi et al. 1997). Patogen blas ini dikenal
bersifat dinamis karena kemampuannya
beradaptasi secara cepat pada tanaman inang.
Pengendalian penyakit blas menggunakan
varietas tahan penyakit merupakan salah satu
cara yang efektif dibandingkan menggunakan
fungisida yang berdampak negatif terhadap
lingkungan. Oleh karena itu, program
pembentukan varietas tahan penyakit blas
sangat penting dilakukan.
Studi genetik sifat ketahanan terhadap
patogen blas telah banyak dilakukan dan lebih
dari 40 gen ketahanan telah dipelajari (Sallaud
et al. 2003). Dasar genetik dari sifat ketahanan
penyakit ini belum banyak dipahami. Pada
umumnya dalam patosistem penyakit blas
berlaku konsep interaksi antar gen (gene to
gene), yaitu terjadinya interaksi antara R gene
pada tanaman dan avr gene pada patogen blas
(Sillue et al. 1992; Berruyer et al. 2003).
Urutan alinea genom padi telah diketahui
secara lengkap sehingga memungkinkan
dalam pembentukan marka molekuler yang
terpaut dengan gen ketahanan.
Pembentukan galur yang memiliki sifat
ketahanan terhadap penyakit blas ini dapat
dilakukan dengan pendekatan teknologi
pemuliaan berdasarkan
seleksi
marka
molekuler. Berdasarkan hasil penelitian
sebelumnya, BB-Biogen telah menghasilkan
galur harapan yang berspektrum luas tahan
terhadap beberapa ras patogen blas, yaitu
galur Bio46. Galur Bio46 adalah galur haploid
ganda turunan dari IR64 dan spesies padi liar
Oryza rufipogon yang mengandung beberapa
gen ketahanan penyakit blas.
Centro
International
de-Agriculture
Tropica (CIAT) juga telah membentuk galur
multigen yang berpotensi memiliki ketahanan
terhadap penyakit blas berspektrum luas.
Galur multigen yang telah dibentuk oleh
CIAT adalah galur dengan nama CT13432
(Tharreau 2007). Pembentukan galur baru
turunan dari galur Bio46 dan galur CT13432
yang merupakan galur haploid ganda
berpotensi sebagai galur tahan blas
berspektrum luas dan tahan lama penting
dilakukan.
Menurut Ou (1985) gen ketahanan R gene
pada tanaman padi dikenal sebagai Pi gene.
Gen ini memberikan reaksi yang spesifik
dengan patogen blas apabila menginfeksi
tanaman. Salah satu gen avirulen patogen blas
yang sudah dikarakterisasi adalah ACE1
dimana diketahui memberikan reaksi spesifik
terhadap gen ketahanan tanaman padi Pi33
(Berruyer et al. 2003). Interaksi antara gen
ketahanan dan patogen blas harus diketahui
untuk dijadikan dasar dalam perakitan galur
tahan blas.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya
telah diperoleh beberapa galur padi turunan
Bio46 dan CT13432 yang memiliki
penampilan (fenotip) seperti galur harapan.
Spesifitas spektrum ketahanan pada beberapa
galur terseleksi memerlukan identifikasi
variasi basa nukleotida dari gen ketahanan
terhadap penyakit blas, yaitu gen Pi33.
Variasi basa nukleotida dari gen Pi33 ini
dapat menentukan tipe ketahanan dari galurgalur terseleksi terhadap penyakit blas.
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengidentifikasi variasi basa nukleotida gen
ketahanan penyakit blas (Pi33) pada beberapa
galur padi terseleksi sehingga diketahui tipe
ketahanannya. Hipotesis penelitian ini adalah
kandidat beberapa galur untuk padi terseleksi
memiliki variasi basa nukleotida, yaitu
termasuk
kedalam
subspesies
indica,
subspesies japonica, O. rufipogon atau
introgresi antar ketiga kontrol genom tetuanya
tersebut pada gen ketahanan terhadap penyakit
blas (Pi33). Identifikasi variasi urutan basa
nukleotida gen ketahanan penyakit blas (Pi33)
ini diharapkan dapat memberikan manfaat
dalam mendukung pembentukan galur
harapan baru tanaman padi yang dapat
mengimbangi perubahan genetik patogen blas.
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Padi
Padi termasuk dalam suku padi-padian
atau Poaceae. Padi memiliki akar serabut,
daun
berbentuk
lanset
atau
sempit
memanjang, urat daun sejajar, memiliki
pelepah daun, bunga tersusun sebagai bunga
majemuk serta buah dan biji yang sulit
dibedakan karena merupakan bulir atau
kariopsis (Gardener 1991). Setiap bunga padi
2
memiliki enam kepala sari (antera) dan kepala
putik (stigma) bercabang dua berbentuk sikat
botol. Kedua organ seksual ini umumnya siap
bereproduksi dalam waktu yang bersamaan.
Padi merupakan tanaman berpenyerbukan
sendiri karena 95% atau lebih serbuk sari
membuahi sel telur pada tanaman yang sama.
Satu set genom padi terdiri atas 12 pasang
kromosom (Tjitrosoepomo 1987).
Dua spesies padi yang dibudidayakan
manusia, yaitu Oryza sativa yang berasal dari
daerah hulu sungai di kaki Pegunungan
Himalaya dan O. glaberrima yang berasal dari
Afrika Barat (hulu Sungai Niger). Oryza
sativa terdiri atas dua subspesies, indica dan
japonica (sinonim sinica). Padi japonica
umumnya berumur panjang, postur tinggi,
namun mudah rebah, sekam mahkota (palea)
berbulu, dan bijinya cenderung panjang. Padi
indica berumur lebih pendek, postur lebih
pendek, paleanya tidak berbulu, dan biji
cenderung oval. Kedua anggota subspesies ini
dapat saling membuahi tetapi persentase
keberhasilannya rendah. Budidaya padi yang
telah berlangsung lama telah menghasilkan
berbagai macam jenis padi akibat seleksi dan
pemuliaan (Garris et al. 2005).
Kajian dengan bantuan teknik biologi
molekuler menggunakan penanda restriction
fragment length polymorphism (RFLP)
dibantu dengan isozim menunjukkan bahwa
selain dua subspesies O. sativa yang utama
(indica dan japonica), terdapat pula
subspesies minor. Kajian menggunakan
penanda genetik lain, yaitu simple sequence
repeat (SSR) di inti sel dan dua lokus di
kloroplas
menunjukan
pula
bahwa
pengelompokan indica dan japonica adalah
benar. Subspesies japonica terbagi lagi
menjadi tiga subspesies minor: temperate
japonica (dari Cina, Korea, dan Jepang),
tropical japonica (dari Indonesia), dan
aromatic (Garris et al. 2005).
Berdasarkan bukti-bukti evolusi molekular
diperkirakan kelompok besar indica dan
japonica terpisah sejak ratusan tahun yang
lalu dari suatu populasi spesies moyang O.
rufipogon. Domestikasi padi terjadi di titik
tempat yang berbeda terhadap dua kelompok
yang sudah terpisah ini (Zohary & Hopf
2000).
Padi tumbuh di tanah yang lembab dan
berair. Di daerah tadah hujan, padi gogo
banyak dikembangkan, padi ini merupakan
tipe padi lahan kering yang relatif toleran
tanpa penggenangan seperti di sawah.
Budidaya padi gogo kini menjadi tidak
optimal karena adanya penyakit blas
(Tjitrosoepomo 1987). Beberapa varietas
unggul dan teknologi budidaya padi gogo
yang telah dikembangkan oleh International
Rice Research Institute (IRRI) yang
bekerjasama dengan Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan telah
diadopsi oleh petani luas sehingga dapat
meningkatkan produktivitas padi gogo.
Penyakit Blas
Penyakit blas merupakan salah satu
penyakit penting pada tanaman padi yang
disebabkan oleh cendawan Pyricularia grisea
(Gambar
1).
Cendawan
blas
dapat
menginfeksi tanaman padi pada setiap tahapan
pertumbuhannya dengan membentuk bercak
pada daun (Gambar 2), buku (node blast),
leher malai (Gambar 3), kolar daun (collar
rot), dan bulir padi (Gambar 4) yang dapat
menyebabkan kehampaan pada biji sehingga
bisa mengakibatkan kegagalan panen (IRRI
2003).
Bentuk warna dan ukuran bercak tersebut
bervariasi tergantung pada ketahanan varietas,
umur tanaman, dan umur bercak. Pada
varietas yang tidak tahan, yaitu pada kondisi
lingkungan yang lembab, pinggiran bercak
berwarna coklat dikelilingi oleh warna
kuning pucat (halo area) dan tengahnya
berwarna putih keabu-abuan; sedangkan pada
varietas yang tahan, bercak tidak berkembang
melainkan hanya berupa titik coklat saat
penetrasi sebesar jarum. Hal ini disebabkan
adanya reaksi hipersensitif yang cepat dari
tanaman inang sehingga cendawan blas tidak
berkembang (Scardaci et al. 1997).
Gambar 1 Pyricularia grisea (Scardaci et al.
1997).
Gambar 2 Blas daun padi (leaf blast) (Sinaga
1996).
3
Gambar 3 Blas leher malai padi (neck blast)
(Sinaga 1996).
Gambar 4 Blas bulir padi (spikelet blast)
(Sinaga 1996).
Bercak cendawan blas pada padi terbentuk
melalui serangkaian proses interaksi antara
tanaman padi dan cendawan blas. Pemahaman
tentang interaksi tanaman dengan patogennya
akan melandasi dalam mempelajari reaksi
ketahanan yang terjadi dalam tanaman
sehingga pada akhirnya akan membantu
dalam program perbaikan tanaman, khususnya
dalam pembentukan tanaman tahan terhadap
penyakit blas (Utami 2005). Menurut Gee et
al. (1988) cendawan blas ini mempunyai ras
patogenik yang berbeda kemampuannya
dalam menginfeksi inang. Secara keseluruhan
proses interaksi antara tanaman padi dan
patogen blas melibatkan beberapa tahapan
(Gambar 5), yaitu pada patogen meliputi
tahapan: inokulasi, penetrasi, infeksi, dan
kolonisasi (Sinaga 1996).
Interaksi dimulai dengan aktivitas patogen
melalui proses inokulasi, yaitu terjadi deposisi
atau kontak awal antara inokulum patogen dan
tanaman padi. Patogen yang berupa konidia
cendawan blas akan menempel pada
permukaan sel tanaman padi, misalnya
permukaan sel daun (proses penetrasi).
Konidia ini dilepaskan oleh konidiafor dan
berpindah ke permukaan daun yang tidak
terinfeksi melalui percikan air atau bantuan
angin.
Konidia akan berkecambah pada
kondisi optimum dengan cara membentuk
buluh-buluh perkecambahan yang selanjutnya
menjadi apresorium. Apresorium digunakan
sebagai alat infeksi bila terdapat sinyal
infeksi, yaitu dengan membentuk hifa infeksi
atau kapak penetrasi. Penetrasi ini diperkuat
dengan adanya tekanan mekanik atau reaksi
enzimatik (Dean et al. 1994).
Proses selanjutnya adalah proses infeksi
yang diikuti oleh proses kolonisasi oleh
patogen blas. Proses ini dimulai dengan
masuknya haustorium cendawan blas ke
dalam sel tanaman. Pada tahap infeksi ini
terjadi reaksi spesifik antar inang dan patogen.
Hal ini karena patogen tersebut harus mampu
membuat jalan masuk dan menembus inang
untuk mendapatkan zat makanan dari
inangnya
sehingga
patogen
mampu
melanjutkan
pertumbuhannya
dengan
memperluas aktivitasnya dan menetralisir
reaksi-reaksi pertahanan inang (Sinaga 1996).
Utami (2005) menyebutkan bahwa perluasan
pertumbuhan
tersebut
terjadi
dengan
mengubah kandungan sel inang ke dalam
bentuk unit-unit yang dapat diserap dan
diasimilasi oleh patogen sehingga patogen
akan membentuk koloni.
Menurut Scardaci et al. (1997) faktor yang
mendukung perkembangan penyakit blas,
antara lain adalah pemakaian pupuk nitrogen
yang berlebihan, tanah dalam kondisi aerobik,
dan stres kekeringan. Pada kelembaban tinggi,
bercak
pada
tanaman
yang
rentan
menghasilkan konidia selama 3-4 hari.
Konidia sangat mudah tersebar dan
merupakan
inokulum
untuk
infeksi
selanjutnya.
Gambar 5 Tahapan perkembangan penyakit
blas: (a) proses inokulasi, (b) proses
penetrasi, (c) proses infeksi, (d)
proses kolonisasi (Sinaga 1996).
4
Bercak pertama akan muncul 4-5 hari
setelah inokulasi pada suhu 26-280C dan akan
tertunda kemunculannya 13-18 hari jika suhu
mencapai 9-110C. Perkecambahan dari bercak
kecil menjadi bercak besar berlangsung
selama 8 hari jika suhu 320C. Perluasan
bercak berlangsung lambat dan konstan pada
suhu 160C selama 20 hari. Sporulasi
berlangsung optimum pada suhu 280C selama
15 jam (kondisi gelap). Suhu optimum untuk
perkecambahan spora, pembentukan bercak,
dan sporulasi adalah 32-350C. Perbedaan
bentuk, warna, dan ukuran bercak digunakan
untuk membedakan ketahanan varietas (IRRI
2003).
Tahapan pada tanaman saat terjadinya
infeksi cendawan blas meliputi: pengenalan
oleh gen R pada saat penetrasi, aktivasi
protein kinase, aktivasi kelompok gen Rac,
fosforilasi bertingkat, dan timbulnya respon
pertahanan
tanaman
yang
berupa
diproduksinya senyawa fitoaleksin atau
phatogenesis related (PR) protein (Gambar 6).
Reaksi enzimatik yang terjadi pada proses
penetrasi
melibatkan protein pada
ekstraseluler
matriks
(ECM),
yaitu
glikoprotein, vitronektin, dan fibronektin.
Protein-protein ini berperan sebagai sinyal
pengenal bagi pembentukkan apresorium
sekaligus sebagai sinyal pengenal elisitor
patogen bagi tanaman. Sinyal elisitor patogen
tersebut akan dikenali oleh tanaman melalui
elicitor binding receptor, yaitu gen R yang
terdapat pada permukaan jaringan tanaman
(Ito & Shibuya 2000). Sinyal penetrasi
patogen akan ditangkap oleh protein yang
disebut heterotrimerik protein G, subunit Gα
untuk mengaktifkan gen OsRac1 (Suharsono
et al. 2002). Shimamoto et al. (2001)
menyebutkan
bahwa
kinase
akan
mengaktifkan gen Rice actin 1 (Rac1).
Gambar 6 Model lintasan sinyal dalam respon
ketahanan tanaman.
Aktivitas gen Rac1 akan menyebabkan
terjadinya proses fosforilasi oleh NADPH
oksidase dan terjadi pembentukan intermediet
oksigen ROS, seperti hidrogen peroksida
(H2O2). Akumulasi mRNA dari gen Rac1
akan menyebabkan terjadinya perubahan
permeabilitas membran akibat membukanya
saluran
ion-ion
tertentu.
Hal
ini
mengakibatkan terjadinya aliran H+ dan Ca2+
ke sitosol (ion fluks) serta keluarnya ion K +
dan Cl- melewati dinding sel (ion efluks).
Aliran ion ini sebagai isyarat bagi pengaktifan
enzim mitogen activated protein (MAP)
kinase dalam pembentukan PR protein yang
selanjutnya dapat mengaktifkan mekanisme
ketahanan penyakit blas. Mekanisme tersebut
dapat berupa respon hipersensitif, yaitu sel
atau jaringan yang tertular menjadi cepat mati
sehingga penularan patogen dapat dilokalisasi
(Hammond & Jones 1996).
Gee et al. (2000) menyebutkan bahwa
tanaman padi yang terinduksi oleh serangan
patogen blas akan mengaktifkan kelompok
gen (family genes) yang mengode PR protein
sebagai
pendegradasi sel patogen atau
penghambat virulensi patogen dengan
diproduksinya senyawa fitoaleksin. PR protein
terakumulasi oleh infeksi patogen dan induksi
bahan kimia, seperti salicylic acid (SA) dan
benzo(1,2,3) thiadiazole-7-carbothioic acid Smethyl ester (BTH). Ekspresi gen ini pada
tanaman padi dapat diinduksi pula oleh
senyawa
probenazol
(3-allyloxy-1,
2benzisothiazole-1, 1-dioxode) yang dapat
meningkatkan aktivitas enzim yang berkaitan
dengan sistem pertahanan tanaman, seperti
peroksidase, polifenoloksidase, amonia-liase,
dan katekol-O-metiltransferase serta asam αlinolenik yang berfungsi sebagai penghambat
perkecambahan konidia (Iwata 2001).
Resistensi Tanaman Padi terhadap
Patogen Blas
Terdapat
dua kelompok klasifikasi
ketahanan tanaman terhadap suatu penyakit,
yaitu ketahanan vertikal (vertical resistance)
dan
ketahanan
horisontal
(horizontal
resistance). Ketahanan vertikal memiliki gen
mayor dan hanya efektif terhadap ras-ras
spesifik saja. Interaksi yang terjadi antara gen
mayor dan patogen adalah inkompatibel, gen
mayor ini langsung mengenali patogen
sehingga dapat menghambat siklus hidupnya.
Sedangkan ketahanan horizontal memiliki gen
minor dan tahan terhadap banyak ras patogen
sehingga bersifat tidak spesifik (Agrios 1998).
Pengenalan patogen oleh tanaman yang
tahan, dikontrol oleh gen resistensi (R gene)
5
yang ada pada tanaman dan gen avirulen (Avr
gene) yang terdapat pada patogen. Hal ini
akan mengaktifkan sistem pertahanan (defense
response) tanaman terhadap patogen. Interaksi
antara patogen dan inang dijabarkan dalam
konsep gene for gene (Tabel 1). Kendala yang
sering dihadapi di lapangan adalah
terputusnya ketahanan suatu varietas terhadap
penyakit karena patogen berhasil beradaptasi
membentuk ras baru sehingga berhasil
menyerang varietas yang sebelumnya sudah
diidentifikasi bersifat resisten (Amir 2002).
Beberapa usaha pengendalian terhadap
penyakit blas telah dilakukan, antara lain
adalah
penggunaan
varietas
tahan,
penggunaan pupuk yang berimbang, dan
pemakaian fungisida.
Di antara usaha pengendalian tersebut,
penggunaan varietas tahan merupakan metode
yang sangat praktis dan ekonomis bagi petani
serta ramah lingkungan. Toriyama et al.
(1996) menyatakan metode pengembangan
varietas padi tahan blas dapat dilakukan
dengan penggabungan beberapa gen tahan
dominan (true resistence) pada satu varietas,
pembentukan varietas dengan beberapa gen
ketahanan horizontal (field resistance), dan
penggabungan gen-gen ketahanan true
resistance dan field resistance, serta perakitan
varietas-varietas multiline.
Gen Pi33 adalah salah satu gen ketahanan
yang terdapat pada varietas populer seperti
IR64. Selain itu, gen ini juga terdeteksi pada
spesies padi liar seperti O. rufipogon
(Berruyer et al. 2003). Disamping itu, gen
Pi33 ini juga diketahui bersifat spesifik dalam
interaksinya dengan gen avirulen ACE1 yang
terdapat pada patogen blas. Interaksi antara
patogen dan gen ketahanan pada tanaman
bersifat unik (Bohnert et al. 2004). Oleh
karena itu, dengan diketahuinya respon gen
Pi33 yang bersifat spesifik terhadap patogen
blas tertentu, maka identifikasi variasi urutan
basa nukleotida gen ketahanan penyakit blas
(Pi33) ini diharapkan dapat mendukung
pembentukan galur harapan baru yang dapat
mengimbangi perubahan genetik isolat blas.
Tabel 1 Konsep gene for gene
Genotip
patogen
Avr
vir
Genotip tanaman inang
R/R atau R/s
s/s
Inkompetibel
Kompatibel
(tidak terjadi
(penyakit)
penyakit)
Kompatibel
Kompatibel
(penyakit)
(penyakit)
Marka Molekuler
Penyakit blas tanaman padi dapat
diketahui secara fenotip dan genotip.
Pengamatan secara genotip dapat dilakukan
dengan bantuan marka molekuler (molecular
marker). Marka molekuler yang terpaut
dengan gen-gen (lokus-lokus sifat kuantitatif)
dapat mengurangi ukuran populasi dan waktu
generasi dalam program pemuliaan. Selain itu,
marka molekuler mampu menyeleksi sifatsifat yang sangat sulit, seperti morfologi
perakaran, resistensi terhadap hama dan
penyakit, serta toleransi terhadap cekaman
abiotik. Dibandingkan dengan pengamatan
fenotip, karakterisasi dengan bantuan marka
molekuler mempunyai akurasi dan efesiensi
yang lebih tinggi. Identifikasi dilakukan pada
tingkat DNA sehingga tidak dipengaruhi oleh
lingkungan dan dapat dilakukan pada tahap
awal pertumbuhan tanaman (Hittalmani et al.
1995).
Marka
molekuler
seperti
RFLP
(restriction fragment lenght polymorphism)
telah banyak digunakan untuk analisa variasi
genetik tanaman (Doi et al. 2000). Marka
molekuler tersebut mampu membedakan
genotip diantara individu dengan tingkat
akurasi yang tinggi, baik pada tingkat interdan intra-spesies maupun kerabat jauhnya
(Chen 1998). Pendekatan genotip yang telah
dilakukan oleh marka molekuler digunakan
untuk mengisolasi gen yang tahan terhadap
suatu penyakit. Pembuatan marka molekuler
dilakukan dengan membuat pustaka genom
(padi) terlebih dahulu. DNA organisme yang
digunakan direstriksi kemudian diseparasi
dalam gel agarosa, selanjutnya koloni yang
mengandung DNA organisme tersebut
diseleksi berdasarkan motif urutan DNA
tertentu. Seleksi ini dapat dilakukan dengan
hibridisasi pelacak (probe). Koloni yang
terseleksi kemudian diurutkan dan dibuat
primernya.
Tahap
selanjutnya
adalah
memetakan urutan primer tersebut pada
kromosom (padi) sehingga dapat diketahui
letak primer. Informasi tentang posisi primer
sangat
diperlukan
untuk
kepentingan
pemetaan atau marker assisted selection
(MAS). Peta yang sudah dibuat akan
melengkapi peta genom (padi) yang telah
dibuat dengan menggunakan marka molekuler
(Chen 1998).
Terdapat beberapa marka molekuler lain,
yaitu marka single nucleotide polimorphism
(SNP) dan nuclear binding sites-leucine-rich
repeat (NBS-LRR). Marka SNP ini memiliki
keunggulan dalam mendeteksi keberadaan
6
polimorfisme dibanding marka yang lain.
Marka ini dapat mendeteksi perbedaan hingga
satu nukleotida saja (Feltus et al. 2004).
Keunggulan lain dari marka SNP adalah
seleksi dapat dilakukan secara langsung pada
gen targetnya. Pengurangan daerah introgresi
bukan target (linkage drag) yang terbawa
dalam genom progeni dapat dilakukan lebih
tepat sehingga seleksi lebih terarah. Seleksi
marka ini digunakan untuk mendeteksi adanya
gen ketahanan (Pi).
Marka mikrosatelit simple sequence
repeats (SSR) secara tandem dapat melakukan
pengulangan mono hingga heksa motif
nukleotida yang ada di seluruh genom
eukariot dan pengulangan yang tinggi terjadi
pada tingkat lokus. Pada genom padi, lebih
dari 500 penanda mikrosatelit telah terpetakan
untuk mengidentifikasi gen Pi (McCouch et
al. 2001).
Gen
ketahanan
lain
diidentifikasi
bersamaan dengan adanya motif urutan seperti
nuclear binding sites (NBS) dan leucine-rich
repeat (LRR) yang berperan dalam lintasan
sinyal transduksi atas keberadaan patogen.
NBS-LRR merupakan bagian dari struktur
kandidat gen. NBS merupakan protein
aktivator pada R-gene, sedangkan LRR berada
dalam R-gene yang berinteraksi dengan
protein avirulen (Avr) dari patogen (Qu et al.
2006).
Populasi tanaman yang telah terseleksi
secara
fenotip,
kemudian
diseleksi
menggunakan marka molekuler yang spesifik
untuk gen target. Gen Pi33 yang terdapat pada
kromosom 8, diseleksi menggunakan primer
G1010 yang berasal dari modifikasi marka
RFLP dan teknik PCR (Kurata et al. 1994).
Marka molekuler yang dimodifikasi dengan
teknik PCR memiliki tingkat polimorfisme
lebih tinggi dibandingkan marka molekuler
biasa (RFLP) sehingga dapat menjangkau
seluruh kromosom 8 (Berruyer et al. 2003).
Polymerase Chain Reaction (PCR)
Teknik PCR merupakan teknik untuk
mengamplifikasi fragmen DNA spesifik
dalam jumlah besar secara in vitro dari
sejumlah kecil templat awal. Komponen PCR
terdiri atas sepasang primer, cetakan DNA,
Taq polimerase, dNTP (deoxynucleotide
triphosphate), bufer PCR, dan MgCl2
(Mikkelsen & Corton 2004). Perbanyakan
fragmen DNA dilakukan secara selektif dan
spesifik oleh sepasang oligonukleotida
(primer F dan R). Primer adalah molekul
oligonukleotida untai tunggal (F atau R) yang
terdiri atas beberapa basa nukleotida.
Gambar 7 Proses umum PCR (Chakrabarti
2004).
Primer akan berhibridisasi dengan
potongan DNA target pada untai lainnya dan
sintesis DNA terjadi dengan Taq polimerase
menghasilkan daerah di antara dua primer.
Taq polimerase berasal dari Thermus
aquaticus yang digunakan untuk mengatalisis
penempelan dua buah primer melalui urutan
yang komplemen (Mikkelsen & Corton 2004).
Siklus amplifikasi yang berulang-ulang
melipatgandakan target DNA yang disintesis
dalam siklus berikutnya, sehingga jumlah
target potongan yang dihasilkan merupakan
eksponensial. Proses umum PCR ditunjukkan
pada Gambar 7.
Tahap denaturasi merupakan tahap awal
reaksi yang berlangsung pada suhu tinggi,
yaitu 94-960C, umumnya dilakukan sampai 5
menit.
Tahap
denaturasi
bertujuan
memisahkan utas ganda DNA menjadi utas
tunggal dengan memutuskan ikatan hidrogen
antar pasang basa. Chakrabarti (2004)
menyebutkan bahwa peran energi panas dapat
menggantikan fungsi enzim helikase, girase,
dan protein pelindung utas tunggal (PPUT)
sekaligus pada proses replikasi DNA.
Tahap yang kedua adalah penempelan
primer atau annealing pada suhu sekitar 42650C. Suhu penempelan ini bersifat spesifik
yang merupakan rata-rata dari nilai melting
temperature (Tm) yang dimiliki masingmasing primer, yaitu forward (5’-end) dan
reverse (3’-end). Primer menempel pada
bagian DNA cetakan yang memiliki urutan
basa komplementer dengan urutan basa
primer. Tahap ini di dalam replikasi sel
berfungsi sebagai inisiasi sintesis DNA oleh
primase untuk membentuk RNA primer pada
situs ori (Chakrabarti 2004).
7
Tahap ketiga adalah perpanjangan primer
yang bertujuan memberikan kondisi optimum
bagi kerja enzim Taq polimerase dalam
memanjangkan primer guna membentuk utas
DNA baru. Chakrabarti (2004) menyebutkan
bahwa peran Taq polimerase dapat
menggantikan fungsi enzim DNA polimerase
III, DNA polimerase I, dan ligase di dalam
replikasi sel. Amplifikasi DNA dilakukan
dengan pengulangan tahapan PCR dalam 3040 siklus.
Elektroforesis DNA
Elektroforesis gel merupakan salah satu
teknik penapisan utama dalam biologi
molekuler. Gel yang digunakan untuk
memisahkan DNA adalah gel agarosa (Wilson
& Walker 2000). Agarosa merupakan polimer
linear
dari
D-galaktosa
dan
3,6anhidrogalaktosa yang diisolasi dari rumput
laut. Elektroforesis gel biasanya dilakukan
untuk tujuan analisis, namun juga dapat
digunakan
sebagai
teknik
preparatif
pemurnian molekul sebelum digunakan untuk
teknik lebih lanjut.
Prinsip dasar elektroforesis berdasarkan
laju perpindahan suatu molekul oleh gaya
gerak listrik di dalam matriks gel secara
horizontal. Ukuran DNA dapat ditentukan
dengan menyertakan marka atau penanda
yang digunakan pada proses running. Pita
DNA divisualisasi dengan metode pewarnaan
(staining)
dan
penghilangan
warna
(destaining) pada gel. Pewarnaan DNA di
dalam gel agarosa dilakukan dengan
menggunakan larutan etidium bromida (0.5 μg
cm-3) selama 15 menit agar molekul sampel
berpendar
dalam
sinar
ultraviolet.
Penghilangan warna dilakukan dengan
perendaman dalam akuades selama 5-7 menit
(Mikkelsen & Corton 2004).
Pengurutan DNA
Fungsi-fungsi gen sering dapat diturunkan
dari urutan basa nukleotida, sebagai contoh
dalam membandingkan urutan sampel dengan
urutan gen yang diketahui fungsinya
(Buchholz et al. 1999). Pengurutan DNA
merupakan penentuan urutan basa nukleotida
pada suatu fragmen DNA. Metode pengurutan
DNA yang telah dikembangkan sejak tahun
1970 adalah metode Maxam-Gilbert dan
Sanger (Sambrook & Russell 2001). Metode
Maxam-Gilbert didasari oleh modifikasi
kimiawi, melibatkan bahan radioaktif seperti
fosfat, dan dilanjutkan dengan pemotongan
DNA (Berg et al. 2002). Metode ini mulanya
cukup populer, namun seiring dengan
dikembangkannya metode terminasi rantai,
metode pengurutan DNA Maxam-Gilbert
menjadi tidak populer.
Metode Maxam-Gilbert melibatkan proses
degradasi kimiawi terhadap fragmen DNA
yang akan diurutkan. Fragmen DNA yang
diberi label radioaktif pada salah satu
ujungnya dipotong tidak sempurna (partial
digest) dengan empat reaksi kimia yang
terpisah. Masing-masing reaksi menyebabkan
fragmen DNA tersebut terpotong pada basa
tertentu. Hal ini menghasilkan empat macam
populasi fragmen DNA yang diberi label pada
semua ujungnya. Tiap populasi terdiri atas
campuran fragmen DNA yang panjangnya
ditentukan oleh lokasi basa tertentu
disepanjang fragmen DNA yang diurutkan
tersebut. Populasi fragmen DNA dipisahkan
dengan elektroforesis dan dideteksi dengan
autoradiografi. Selanjutnya urutan DNA
dibaca dengan cara membandingkan lajur G
(molekul DNA dengan basa G yang ujungnya
dirusak), lajur A+G (basa A+G dirusak), lajur
C+T (basa C+T dirusak), lajur C (basa C
dirusak) (Muladno 2002). Metode degradasi
kimiawi ini meliputi beberapa ketidakstabilan
beberapa reaktan yang menyebabkan tidak
konsistennya hasil dan juga menggunakan
bahan kimia yang berbahaya seperti
hydrazine, piperidine, dan dimetil sulfat
(Zyskind & Bernstein 1992) sehingga metode
ini sudah jarang digunakan.
Pengurutan DNA juga dapat dilakukan
dengan menggunakan metode terminasi rantai
yang dikembangkan oleh Frederick Sanger
(Alberts et al. 2002). Teknik tersebut
melibatkan terminasi atau penghentian reaksi
sintesis DNA in vitro yang spesifik untuk
urutan DNA tertentu menggunakan substrat
nukleotida yang telah dimodifikasi. Tahap
awal metode Sanger adalah dengan membuat
campuran reaksi pada empat tabung yang
berbeda. Setiap tabung berisi cetakan DNA,
primer, DNA polimerase, label radioaktif 32P,
dan dideoksiribonukleosida trifosfat (ddNTP)
keempat basa nukleotida. Perpanjangan rantai
DNA pada metode ini dimulai pada situs
spesifik pada DNA cetakan dengan
menggunakan
oligonukleotida
pendek
(primer) yang komplementer terhadap DNA
pada daerah tersebut. Primer tersebut
diperpanjang menggunakan DNA polimerase.
Selain itu, digunakan pula ddNTP yang tidak
memiliki gugus –OH pada ujung 3’, berfungsi
untuk menghentikan sintesis primer pada
urutan DNA yang tidak memiliki gugus –OH.
Penggabungan nukleotida pemutus rantai oleh
DNA polimerase menghasilkan berbagai
8
fragmen DNA yang berhenti hanya pada
posisi nukleotida tertentu.
Sebagian besar pengerjaan pengurutan
DNA telah diotomatisasi dan dikomputerisasi
sehingga dikenal sebagai automated DNA
sequencing. Metode ini merupakan modifikasi
dari metode Sanger. Metode ini menggunakan
pewarna berflouresens yang berbeda untuk
memberikan label pada ddNTP. Pewarna
berflouresens menggantikan peran radioaktif
fosfat pada metode Sanger. Pembacaan urutan
DNA dilakukan oleh sistem komputer dengan
membedakan panjang gelombang yang
berbeda dari perpendaran flouresens yang
berbeda (Sambrook & Russell 2001).
Program Basic Local Alignment Search
Tool (BLAST)
Basic Local Alignment Search Tool
(BLAST) merupakan salah satu program dari
Gramene (www.gramene.org) atau TIGR
(www.tigr.org) yang digunakan untuk mencari
similaritas suatu urutan nukleotida atau
protein tertentu (query sequence) dengan
urutan basis data (subject sequence) pada
GenBank.
Similaritas
tersebut
dapat
digunakan untuk mengetahui fungsi suatu gen,
memperkirakan anggota baru dari suatu famili
gen, dan mengetahui hubungan kekerabatan.
Tingkat similaritas suatu urutan DNA
dapat dilihat melalui beberapa parameter hasil
BLAST, yaitu bit score, expect value (E),
identities, dan gaps. Bit score merupakan nilai
perhitungan statistik hasil perbandingan antara
query sequence dan subject sequence.
Semakin tinggi nilai bit score, maka semakin
tinggi pula nilai similaritas. Nilai E
merupakan jumlah urutan pada subject
sequence yang tidak terkait dengan query
sequence. Semakin kecil nilai E maka
semakin tinggi tingkat kepercayaan terhadap
kesamaan urutan tersebut. Identities adalah
persentase similaritas antara query sequence
dan subject sequence. Gaps menunjukkan
jumlah kekosongan basa yang muncul dari
keseluruhan urutan yang dibandingkan (Costa
& Lifschitz 2003).
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah tabung
mikro Eppendorf, mikropipet, neraca analitik,
autoklaf, vorteks, spektrofotometer, UV
Illuminator
ChemiDoc
EQ
Biorad,
elektroforesis, tip, labu Erlenmeyer, kuvet,
kertas aluminium, stopwatch, penangas air,
microwave, gelas ukur, baki gel agarosa,
mesin PCR PTC-100 dan CEQ genetic
analyzer.
Bahan-bahan yang digunakan untuk isolasi
DNA tanaman padi adalah daun padi galur
terseleksi (No. 28, 79, 136, 143, dan 195),
etanol 70%, etanol 95%, nitrogen cair, bufer
ekstraksi, RNAase, dan larutan TE (Tris HCl
10 mM [pH 8,0], EDTA 1mM). Bahan-bahan
yang digunakan untuk elektroforesis adalah
loading dye, 1 x bufer TAE, agarosa, DNA
hasil PCR, marker ladder 100 bp (0.1 µg/µL),
etidium bromida, dan akuades steril.
Komposisi bufer ekstraksi DNA ditunjukkan
pada Lampiran 2. Bahan-bahan yang
digunakan untuk amplifikasi DNA adalah
dH2O, 10 x bufer PCR, dNTP mix 2 mM, Taq
polimerase (5 U/µL), DNA hasil isolasi, GCrich, dan primer (G1010). Kit yang digunakan
untuk tahap pengurutan DNA adalah Beckman
DTCS Quick Start dengan fluorecent dyes dan
primer pada pelabelan, sedangkan pada
penghentian reaksi digunakan NaOAc 3M,
EDTA 100mM, glikogen, alkohol 90%,
alkohol 70%, dan SLS.
Metode
Pengujian Fenotip Tingkat Ketahanan Blas
Galur Terseleksi
Galur-galur terseleksi (hasil persilangan
BIO46 dengan CT13432) dan galur Kencana
Bali sebagai kontrol peka ditumbuhkan di
rumah kaca dan lapang. Penumbuhan di
rumah kaca dilakukan pada bak plastik ukuran
40x29x7 cm yang telah diisi kompos. Setiap
baris dalam bak plastik ditumbuhkan 10-15
benih dari setiap galur. Tanah diusahakan
tetap basah dengan penyiraman air dan
pemberian larutan nutrisi setiap minggu.
Pemupukan nitrogen sebanyak 8.6 g per baki
diberikan 10, 3, dan 1 hari sebelum inokulasi
untuk meningkatkan kepekaan terhadap blas.
Beberapa ras blas yang digunakan sebagai
ras uji ditumbuhkan pada Rice Flour Agar
(Lampiran 3) pada suhu 250C dengan siklus
fotoperiode 12 jam. Setiap galur yang
ditumbuhkan
dalam
bak
plastik
diinokulasikan dengan 30 mL suspensi
konidia dengan konsentrasi 50000 konidia/mL
dan 0.5% gelatin selama 3-4 minggu setelah
tanam (4-5 daun) dengan cara penyemprotan.
Tanaman yang telah diinokulasi, selanjutnya
diinkubasi pada ruang embun dengan suhu
240C dan kelembaban 95% selama 16 jam.
Berbeda halnya yang terjadi pada pengujian
galur terseleksi di rumah kaca, kelima galur
terseleksi pada pengujian di lapang ditanam di
lokasi endemik penyakit blas (Sukabumi)
sehingga merupakan infeksi alami.
9
Gen ACE1 adalah salah satu gen virulensi
pada patogen blas yang telah dikarakterisasi.
Ketiga ras blas yang digunakan pada
penelitian ini mengandung gen ACE1 yang
memiliki genotip PH14 untuk ras 173, CM28
untuk ras 063, dan Guy11 untuk ras 101.
Penilaian skor blas dilakukan pada fase
vegetatif (umur ±1 bulan). Skor blas (skala
kerusakan) pada setiap helai daun dinilai
menurut system evaluation standard (SES)
(IRRI 1996).
Isolasi DNA Padi Galur Terseleksi
(Sambrook & Russel 1989)
Sebanyak 0.5 gram daun tanaman padi
galur terseleksi (No. 28, 79, 136, 143, dan
195) hasil persilangan resiprokal antara galur
CT13432 dan Bio46 sebagai galur murni
dengan gen Pi33 yang
tahan terhadap
penyakit blas dimasukkan ke dalam tabung
mikro Eppendorf yang berisi nitrogen cair dan
dilisis dengan batang sumpit. Sampel daun
padi menjadi beku setelah penambahan
nitrogen cair.
Sebanyak 700 µL bufer ekstraksi (NaCl,
Tris-HCl, EDTA, dan SDS) ditambahkan.
Proses lisis dengan bufer ekstraksi ini
dilakukan pada suhu inkubasi 65°C selama 15
menit. Hal ini dilakukan untuk optimalisasi
kerja bufer ekstraksi. Sebanyak 700 µL
kloroform ditambahkan dan dikocok hingga
merata. Ekstrak sampel yang diperoleh setelah
penambahan kloroform adalah DNA bebas
protein.
Suspensi selanjutnya disentrifugasi pada
IECCentra-Msentrifuge dengan kecepatan
12000 rpm selama 5 menit. Sentrifugasi
dengan kecepatan tinggi, setelah penambahan
kloroform dilakukan untuk optimalisasi
homogenasi. Supernatan diambil
dan
ditambah dengan 50 µL amonium asetat dan
800 µL etanol absolut, lalu disentrifugasi
kembali pada kecepatan 12000 rpm selama 5
menit. DNA yang dihasilkan selama tahap
pemurnian pada umumnya adalah larutan
DNA encer sehingga konsentrasinya perlu
ditingkatkan dan diendapkan dengan cara
sentrifugasi.
Pemekatan DNA dilakukan dengan
presipitasi etanol absolut dalam kondisi ada
garam (Na+). Pelet putih yang diperoleh dicuci
dengan 500 µL etanol 70% berfungsi untuk
presipitasi lanjutan, kemudian dikeringkan
dalam oven (± 500C) selama 15 menit. Pelet
yang telah kering dilarutkan dengan 50 µL
larutan TE (Tris-EDTA). Enzim RNAase
ditambahkan pada larutan yang berisi ekstrak
DNA dan berfungsi untuk memisahkan RNA
dari DNA. Kemurnian dan konsentrasi DNA
selanjutnya diukur dengan spektrofotometer.
Uji Kuantitas DNA Padi Galur Terseleksi
Uji kuantitas DNA dilakukan berdasarkan
metode Sambrook dan Russel (1989). Metode
ini
dilakukan
dengan
menggunakan
spektrofotometer.
Sampel
DNA
yang
digunakan sebanyak 2 µL ditambahkan 198
µL dH2O. Isolat DNA yang dihasilkan dapat
dilihat nilainya secara kuantitatif dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang
260/ 280 nm.
Amplifikasi Gen Pi33 Galur Terseleksi
Sebanyak 5 sampel DNA padi galur-galur
terseleksi diamplifikasi dengan primer G1010.
Primer G1010 ini mengandung 22 bp forward
sequence, %GC sebesar 50.0%, dan Tm
54.8C; serta 22 bp reverse sequence, %GC
sebesar 40.9%, dan Tm 51.1C. Optimasi
PCR dilakukan dengan volume total 20 µL,
yaitu 3.2 µL dH2O, 2.5 µL 10 x bufer PCR, 3
µL primer (F+R) 10 mM, 1 µL dNTP 200
μM, 4 µL 5 x GC-rich, 0.3 µL enzim DNA
Taq polimerase, dan 6 µL DNA sampel.
Proses PCR terdiri atas 4 langkah
program, yaitu denaturasi awal pada suhu
94°C selama 5 menit, denaturasi akhir pada
suhu 940C selama 1 menit, annealing pada
suhu 500C selama 1 menit, dan primer
extention pada suhu 720C selama 2 menit.
Keempat langkah ini dilakukan sebanyak 35
siklus yang dilanjutkan dengan 2 menit pada
suhu 340C untuk persiapan extention step
yang terakhir. Extention step yang terakhir
dilakukan pada suhu 720C selama 5 menit.
Tahapan terakhir (end) dilakukan pada suhu
150C.
Visualisasi Hasil Amplifikasi Gen Pi33
(Elektroforesis)
Gel agarosa disiapkan terlebih dahulu
dengan bufer TAE 1x pada baki gel agarosa.
Gel agarosa yang memadat dimasukkan ke
dalam tangki elektroforesis berisi bufer TAE
1x. Sebanyak 5 µL produk PCR ditambahkan
dengan 2 µL loading dye. Marker ladder 100
pb sebanyak 2 µL dimasukan pada sumur gel
pertama sebagai standar ukuran DNA.
Komposisi loading dye ditunjukkan pada
Lampiran 4.
Hasil visualisasi DNA sampel dapat
diketahui setelah dilakukan proses pewarnaan
(staining) dengan larutan etidium bromida
(EtBr) selama 15 menit, dilanjutkan dengan
proses penghilangan warna (destaining)
dengan air selama 5 menit. Larutan EtBr akan
10
menyisip pada untai heliks DNA sehingga
dapat memvisualisasikan DNA di bawah sinar
ultraviolet. Proses visualisai dengan sinar
ultraviolet ini dilakukan dengan menggunakan
alat UV Illuminator ChemiDoc EQ Biorad.
Analisis Pengurutan Gen Pi33
Produk PCR yang diperoleh selanjutnya
dimurnikan (purifikasi) dengan komposisi
campuran reaksi (µL): eksonuklease I 0. 5;
Shrimp Alkaline Phosphatase (SAP) 0.25;
bufer SAP 1.3; dan akuades steril 0.95
sehingga jumlah total volume mencapai 10.0.
Campuran larutan tersebut diinkubasi pada
suhu 370C selama 60 menit, kemudian
penghentian reaksi dilakukan pada suhu 750C
selama 15 menit. Hasil purifikasi dapat
disimpan pada suhu -200C.
Produk PCR yang telah dipurifikasi (7
µL), dicampur dengan Beckman DTCS quick
start kit dengan fluorescent dyes (4 µL),
primer (1.7 µL), dan akuades steril (7.3 µL);
kemudian dimasukkan ke dalam mesin PCR
untuk reaksi pelabelan, yaitu denaturasi awal
pada 960C selama 1.5 menit, diikuti dengan 30
siklus: (960C selama 20 detik; annealing 500C
selama 20 detik; extension 600C selama 4
menit). Tahapan selanjutnya dilakukan
pemberhentian reaksi dan presipitasi etanol.
Tahap pemberhentian reaksi ini diawali oleh
sentrifugasi sampel dengan glycogen mixture
(2.0 μL NaOAc 3 M (pH 5.2), 2.0 μL Na2EDTA 100 mM (pH 8.0), dan 1.0 μL glikogen
20mg/mL).
Tahap selanjutnya adalah presipitasi
etanol, yaitu sampel ditambahkan 60 μL
etanol absolut dingin dan disentrifugasi pada
4100 rpm pada suhu 40C selama 10 menit.
Supernatan dibuang sedangkan pelet dibilas
dua kali dengan 200 μL etanol 70% dan
disentrifugasi selama 3 menit dalam keadaan
dingin. Tahap akhir adalah sampel dicampur
dengan 40 μL larutan Simple Loading Solution
(SLS), dan dilakukan pengurutan basa
nukleotida dalam mesin CEQ 8000.
Analisis BLAST Alignment
Analisis urutan basa nukleotida yang telah
diperoleh dilakukan secara multiple alignment
dengan menggunakan software BioEdit versi
7.0.9.0 untuk mengidentifikasi polimorfisme
dengan marka seleksi. Alignment dilakukan
dengan genom Indica (Gramene) dan dengan
genom Japonica (TIGR Japonica). Penemuan
daerah lestari (conserved) dilakukan dengan
genom Greenphyl pada bagian ortholog
sehingga dapat diketahui fungsi dari motif gen
lestari tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian Fenotip Tingkat Ketahanan Blas
Galur Terseleksi
Material genetik yang digunakan dalam
penelitian ini adalah lima galur terseleksi
(hasil persilangan BIO46 dengan CT13432)
yang memiliki gen ketahanan terhadap
penyakit blas, yaitu Pi33 berdasarkan hasil
analisis molekuler menggunakan marka
spesifik untuk gen Pi33. Disamping itu,
kelima galur tersebut juga memiliki
keragaman untuk beberapa karakter agronomi,
seperti: umur berbunga, vigor tanaman,
jumlah anakan produktif, dan warna gabah.
Keragaman fenotip tersebut merupakan faktor
penting dalam perakitan galur harapan padi
tahan blas yang bersifat tahan lama (durable).
Dalam perakitan galur padi tahan penyakit
blas, disamping gen ketahanan penyakit yang
terdapat
pada
tanaman
padi,
perlu
diperhatikan juga keragaman genetik dari
patogen blas. Dari hasil analisis keragaman
genetik patogen blas, diketahui bahwa
terdapat ras-ras patogen blas yang bersifat
dominan di lapang dan memiliki faktor
virulensi yang berbeda. Ketiga ras tersebut
adalah Ras173, Ras063, dan Ras101 (Santoso
et al. 2007). Hasil pengujian kelima galur
terseleksi terhadap tiga ras blas tersebut
menunjukkan bahwa kelima galur terseleksi
pada umumnya tahan terhadap penyakit blas.
Kelima galur terseleksi diamati luasan
bercak serangan blas pada helai setiap daun.
Acuan untuk menentukan nilai skor adalah
penilaian skor blas menurut IRRI-SES seperti
disajikan pada Lampiran 4 (IRRI 1996). Pada
galur tahan (T) skornya 0-3, sedangkan pada
galur peka (P) skornya 4-9 (Lampiran 5).
Hasil pengujian tingkat ketahanan pada Tabel
2 di bawah ini menunjukkan adanya variasi
respon tingkat ketahanan terhadap faktor
virulensi yang berbeda.
Tabel 2 Respon ketahanan lima galur
terseleksi terhadap ras blas yang
berbeda.
Pengujian di
rumah kaca
Uji
No
Galur
Ras
lapang
173
063 101
1
28
T
T
T
T
2
79
P
P
T
T
3
136
P
T
P
P
4
143
T
P
T
T
5
195
T
T
T
T
6
K. Bali
P
P
P
P
T (tahan): skor 0-3; P (peka): skor 4-9
11
Berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada
tabel 2, khususnya pada pengujian rumah kaca
menunjukkan adanya variasi respon yang
berbeda antara galur terseleksi dan ketiga ras
blas. Hal ini dapat terjadi karena produksi
beberapa molekul sinyal dari patogen blas
yang berupa ligan memiliki kemampuan
berikatan secara spesifik dengan reseptor
tanaman. Begitupun yang terjadi pada
pengujian lapang, ras blas yang menginfeksi
pada lapang tidak dapat dideteksi secara
khusus sehingga interaksi antara cendawan
blas dan tanaman padi tidak dapat diprediksi.
Isolasi DNA Galur Terseleksi
Metode isolasi DNA pada kelima galur
terseleksi dilakukan berdasarkan Sambrook
dan Russel (1989) menggunakan metode lisis
nitrogen cair. Hasil isolasi DNA dilihat
dengan
elektroforesis
gel
agarosa.
Elektroforesis
hasil
isolasi
DNA
menggunakan kontrol pembanding berupa
DNA lambda yang sudah diketahui
konsentrasinya. Konsentrasi DNA lambda ini
digunakan untuk menghitung konsentrasi
DNA sampel dengan cara membandingkan
luas atau tebal pita hasil elektroforesis.
Konsentrasi DNA lambda yang digunakan
adalah 25 ng/µL, 50 ng/µL, 100 ng/µL, dan
150 ng/µL.
Hasil elektroforesis isolasi DNA dari
kelima galur terseleksi menunjukkan bahwa
konsentrasi DNA sampel dapat dibandingkan
dengan DNA lambda, yaitu setara dengan
kontrol λ50. Kualitas DNA yang baik adalah
DNA utuh yang tidak mengalami degradasi,
yaitu ditandai dengan tidak terdapatnya pita
smear DNA pada gel agarosa (Gambar 8).
Konsentrasi DNA yang diperoleh dari hasil
isolasi jika hanya dilihat melalui pengujian gel
agarosa belum menjamin keseragaman
konsentrasi DNA tersebut pada setiap galur.
Oleh karena itu, diperlukan uji kuantitas DNA
dengan menggunakan spektrofotometer untuk
menjamin bahwa jumlah DNA yang akan
amplifikasi
dengan
PCR
mempunyai
konsentrasi yang sama.
Gambar 8 Isolasi DNA lima galur terseleksi.
Pengujian Kuantitas DNA
Hasil isolasi DNA pada kelima galur
terseleksi diukur nilai kemurniannya dengan
spektrofotometer pada perbandingan panjang
gelombang 260/280 nm. Hasil kuantifikasi
isolasi DNA menunjukkan nilai kemurnian
berkisar antara 1.6 dan 1.8 (Tabel 3). DNA
sampel secara umum masih mengandung
kontaminasi protein yang ditunjukkan dengan
nilai kemurnian kurang dari 1.8 (Sambrook et
al. 1989). Walaupun demikian, DNA hasil
isolasi tersebut dapat langsung digunakan
untuk diamplifikasi menggunakan teknik PCR
karena teknik ini tidak membutuhkan DNA
dengan kemurnian yang tinggi dan hanya
membutuhkan volume DNA dalam ukuran
mikroliter. Namun, untuk menjamin bahwa
jumlah DNA yang akan amplifikasi dengan
PCR mempunyai konsentrasi yang sama maka
nilai konsentrasi DNA yang sudah diperoleh
diseragamkan oleh pengenceran dengan dH2O
menjadi 10 ng/µL.
Tabel 3 Kuantifikasi DNA lima galur
terseleksi.
Vol
Vol
Galur [DNA]
Kemurnian
DNA
Air
28
4740.5
1.1
498.9
1.7
79
1953.4
2.6
497.4
1.6
136
2652.3
1.9
498.1
1.8
143
3232.8
1.5
498.5
1.8
195
1220.2
4.1
495.9
1.6
Amplifikasi Gen Pi33
Galur Terseleksi
Amplifikasi gen Pi33 pada kelima galur
terseleksi, yaitu galur No. 28, 79, 136, 143,
dan 195 menggunakan marka molekuler
berbasis PCR. Hasil amplifikasi menunjukkan
bahwa marka molekuler dari primer G1010
mampu mengamplifikasi gen Pi33 dengan
panjang basa 210 bp (Gambar 9). Penggunaan
primer tersebut berdasarkan penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Kurata
(1994).
Namun, hasil pengamatan produk PCR
menunjukkan pola pita yang kurang spesifik
pada panjang basa 210 bp, fenomena ini dapat
disebabkan oleh kurang optimumnya suhu
annealing yang digunakan. Hal ini terlihat
dari gel agarosa yang memiliki pola lebih dari
satu pita tetapi terdapat satu pola pita yang
lebih tebal dari pita lainnya, yaitu pada
panjang basa 210 bp. Tahap selanjutnya
setelah didapatkan produk PCR adalah
pemurnian sampel dari primer dan dNTP
bebas oleh Exo1SAP. Keberhasilan pada
tahap ini ditunjukkan pada muculnya pola pita
yang tebal pada panjang basa 210 bp.
12
Gambar 9 Produk PCR lima galur terseleksi.
Analisis Urutan Basa Nukleotida
Gen Pi33
Pelabelan dengan Beckman DTCS quick
start kit pada tahap analisis urutan basa
nukleotida gen Pi33 pada kelima galur
terseleksi dilakukan setelah pemurnian sampel
dari hasil amplifikasi non spesifik serta sisa
primer dan dNTP. Reaksi pelabelan ini
menggunakan pewarna berflouresens yang
menimbulkan perbedaan warna pada setiap
basa nukleotida sehingga memudahkan dalam
analisis gen Pi33.
Tahap selanjutnya setelah pelabelan adalah
pemberhentian reaksi dan presipitasi dengan
etanol, hasil presipitasi ini dapat langsung
dimasukkan ke dalam alat CEQ8000 untuk
mendapatkan hasil urutan basa nukleotida gen
Pi33. Teknologi pengurutan basa nukleotida
yang digunakan pada penelitian ini adalah
Dye-terminator
sequencing
yang
menghasilkan data berupa puncak kurva
(peak-peak).
Puncak-puncak kurva ini terdiri atas 4
warna yang mewakili masing-masing basa
nukleotida, yaitu hijau untuk Adenine (A),
merah untuk Thymine (T), biru untuk Cytocine
(C), dan hitam untuk Guanine (G). Puncak
kurva disebut juga elektroferogram yang
diinterpretasikan secara otomatis oleh
CEQ8000 menjadi urutan basa nukleotida (AC-G-T). Salah satu hasil analisis urutan basa
nukleotida ini ditunjukkan pada Gambar 10
dan hasil keseluruhan terdapat pada Lampiran
6. Hasil pengurutan basa nukleotida gen Pi33
didapatkan bahwa galur No. 28 mengandung
345 basa, No. 79 mengandung 439 basa, No.
136 mengandung 201 basa, No. 143
mengandung 428 basa, dan No.195
mengandung 396 basa.
Gambar 10 Urutan basa nukleotida gen Pi33
pada salah satu sampel (galur No.
28).
Berdasarkan
elektroferogram
yang
dihasilkan
terdapat
sedikit
kesalahan
interpretasi alat dalam membaca puncak kurva
yang saling bertumpuk pada posisi tertentu
sehingga terbaca ‘N’ oleh CEQ8000. Solusi
untuk mengatasi kesalahan ini adalah
melakukan pemindaian pada elektroferogram
terhadap kontrol gen Pi33. Posisi genetik dan
lokus gen Pi33 yang berfungsi sebagai kontrol
ditentukan berdasarkan hasil pemetaan dari
genom padi dan dipilih berdasarkan MAP
Kinase Putative Function Search Tool pada
Rice Genome Anotation. Gen Pi33 terletak
pada posisi 3,306 Mbp-3,309 Mbp dalam
lokus LOC-Oso8g32600.
Analisis BLAST Alignment
Analisis BLAST alignment ini meliputi
analisis baik offline maupun online dan
analisis profiling urutan basa nukleotida serta
analisis kedekatan genetik pada kelima galur
terseleksi terhadap gen Pi33. Analsis offline
alignment dilakukan dengan menggunakan
program BioEdit, tujuan dari analisis ini
adalah untuk memindai hasil urutan basa
nukleotida gen Pi33 pada masing-masing
galur terseleksi terhadap kontrol gen Pi33
(Lampiran 7). Analsis online alignment
dilakukan dengan rice genom browser
kelompok subspesies indica, japonica dan
spesies O. rufipogon. Tujuan dari analisis ini
adalah untuk membandingkan urutan basa
nukleotida masing-masing galur yang
dianalisis dengan kontrol genom padi
(Lampiran 8). Basa nukleotida yang tercetak
kuning menunjukan variasi basa yang sesuai
dengan masing-masing kontrol genom
tersebut (Gambar 11).
13
Gambar 11 Analsis online alignment pada
subspesies indica galur No. 79.
Analisis profiling urutan basa nukleotida
berdasarkan
introgresi
genom
tetua
(CT13432/ Japonica, Bio46/Indica (IR64)O.rufipogon) dan identifikasi conserved
sekuen ditunjukkan pada Gambar 12. Tujuan
dari analisis ini adalah untuk mengetahui tipe
introgresi pada masing-masing galur terseleksi
dari tetua-tetuanya. Melalui analisis ini juga
dapat diketahui bahwa kelima galur terseleksi
yang dianalisis urutan basa nukleotidanya
pada gen Pi33 terdapat motif basa yang
bersifat
lestari
(conserved),
yaitu:
subspesies indica
Oryza rufipogon
subspesies japonica
CAGCAGCC yang merupakan kelompok
protein G-heterotrimerik sebagai reseptor
tanaman untuk mengenali elisitor patogen
dalam interaksi antara tanaman padi dengan
patogen blas (http://greenphyl.cirad.fr).
Hasil pohon filogenetik masing-masing
galur terseleksi untuk gen target Pi33
berdasarkan urutan basa nukleotidanya
dengan menggunakan metode NeighborJoining/UPGMA (Unweighted Pair Group
Method Arithmatic Mean) versi 3.6a2.1
ditunjukkan pada Lampiran 9. Matriks jarak
kedekatan genetik pada Tabel 4 menunjukkan
bahwa diantara kelima galur terseleksi yang
digunakan dalam pengujian tahan blas, galur
yang memiliki jarak genetik berdekatan
dengan subspesies indica dan japonica serta
O. rufipogon adalah galur No. 28. Hal ini
dapat dikatakan bahwa terjadi introgresi
urutan basa nukleotida ketiga kontrol tersebut
pada galur No. 28. Adapun galur No. 79, 136,
dan 143 memiliki jarak genetik berdekatan
dengan subspesies indica (BIO46), sedangkan
galur yang memiliki jarak genetik berdekatan
dengan subspesies japonica (CT13432) adalah
galur No. 195. Semakin kecil jarak genetik
maka
semakin dekat
kekerabatannya.
subspesies indica dan japonica
subspesies indica dan O. rufipogon
subspesies indica, japonica, dan O. rufipogon
Gambar 12 Analisis profiling urutan basa nukleotida lima galur terseleksi terhadap genom
tetuanya.
14
Tabel 4 Matriks jarak kedekatan genetik lima galur terseleksi terhadap kontrol genom tetuanya.
28
79
136
143
195
28
2,3
1,6
0,4
0,7
79
2,34
1,85
2,17
2,28
136
1,65
1,85
1,82
1,76
143
0,37
2,17
1,82
0,72
195
0,71
2,28
1,76
0,72
-
O. indica
1,71
1,37
1,75
1,37
1,87
O. rufipogon
1,80
2,64
2,20
2,09
2,23
O. japonica
1,91
1,66
2,02
1,67
1,79
O. indica
1,7
1,37
1,75
1,37
1,87
-
1,30
0,28
O. rufipogon
1,8
2,64
2,20
2,09
2,23
1,30
-
1,55
O. japonica
1,9
1,66
2,02
1,67
1,79
0,28
1,55
-
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Identifikasi variasi basa nukleotida gen
ketahanan terhadap penyakit blas Pi33 pada
galur terseleksi menunjukan bahwa variasi
basa nukleotida gen ketahanan penyakit blas
(Pi33) disebabkan oleh introgresi genom
tetuanya, yaitu subspesies indica dan japonica
serta spesies O. rufipogon. Adapun galur yang
memiliki introgresi ketiga kontrol genom
tetuanya adalah galur No. 28 sedangkan galur
No. 79, 136, dan 143 identik dengan
subspesies indica (BIO46) serta galur yang
identik
dengan
subspesies
japonica
(CT13432) adalah galur No. 195.
Motif urutan basa nukleotida yang bersifat
lestari (conserved) pada kelima galur
terseleksi,
yaitu:
CAGCAGCC
yang
merupakan
kelompok
protein
Gheterotrimerik sehingga tipe ketahanan kelima
galur terseleksi cenderung termasuk tipe
ketahanan hulu (upstream regulated).
Alberts B et al. 2002. Molecular Biology of
the Cell. Edisi ke-4. New York: Garland
Science.
Amir M. 2002. Strategi penyelamatan padi
gogo dari ancaman penyakit blas. Di
dalam: Hermanto, Kasim H, Adil WH,
editor. Risalah Seminar 2000-2001 Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Pangan. Bogor: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. hlm 6876.
Baker B, Zambryski P, Staskawicz B, Kumar
D. 1997. Signalling in plant-microbe
interactions. Science 276:726-733.
Berg JM, Tymoczko JL, Stryer L, Clarke ND.
2002. Biochemistry. New York: WH
Freeman.
Berruyer R et al. 2003. Identification and fine
mapping of the rice resistence gene
corresponding to the Magnaporthe grisea
avirulence gene. Theor Appl Genet
107:1139-1147.
Saran
Untuk mendukung program pengendalian
ketahanan padi terhadap penyakit blas,
disarankan agar analisis gen penyandi protein
G heterotrimerik pada kelima galur terseleksi
tersebut perlu dilakukan lebih lanjut. Selain
itu, identifikasi variasi basa nukleotida gen
ketahanan penyakit blas selain gen Pi33
penting
untuk
dikembangkan
untuk
memperoleh
varietas
yang
memiliki
ketahanan multigenik terhadap penyakit blas.
Buchholz W, Miller SJ, Spearman WJ. 1999.
Manual
DNA
sequencing
using
fluorescence-labeled primers and a
fluorescence scanner. Biotechniques 27:
646-648.
DAFTAR PUSTAKA
Chakrabarti R. 2004. PCR Technology:
Current Innovation. Boca Raton: CRC Pr.
Agrios NG. 1998. Plant Pathology. Florida:
Academic Pr. hlm 115-142.
Chen XM. 1998. Genome scanning for RGA
in rice, barley, and wheat by high-
Bohnert HU et al. 2004. A putative polyketide
syntase/
peptide
syntase
from
Magnaporthe grisea signals pathogen
attack to resistance rice. Plant Cell 16:
2499-2513.
15
resolution electroporesis. TAG 97:345355.
Costa RLC, Lifschitz S. 2003. Database
allocation strategies for parallel BLAST
evaluation on clusters. Distrib Parallel
Databases 13:99-127.
Dean RA, YH Lee, TK Mitchell, DS
Whitehead. 1994. Signaling system and
gene expression regulating appresorium
formation in Magnaporthe grisea. Di
dalam: Rice Blast Disease. Manila:
International Rice Research Institute. hlm
23-26.
Doi K, Nonomura MN, Yoshimura A, Iwata
N, Vaughan DA. 2000. RFLP relationship
of a genome species in genus Oryza. J Fac
Agr 45: 83-98.
Feltus FA et al. 2004. A SNP resource for rice
genetics and breeding based on subspecies
Indica and Japonica. J Genome Res
14:1812-1819.
Gardener FP, Pearce RB, Michell RL.1991.
Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta: UI
Pr.
Garris AJ, Tai TH, Coburn J, Kresovich S,
McCouch S. 2005. Genetic structure and
diversity in Oryza sativa L. Genetics
169:1631-1638.
Gee MJD, Hamer JE, Hodges TK. 2001.
Characterization of a PR-10 pathogenesisrelated gene family induced in rice during
infection with Magnaporthe grisea. Molec
Plant-Microbe Interac 14: 877-886.
Hammond K, Jones GD. 1996. Resistance
genedependent plant defense responses.
The Plant Cell 8: 1773-1791.
Hittalmani S, Foolad MR, Mew T, Rodriguez
RL, Huang N. 1995. Development of a
PCR-based marker to identify rice blast
resistence gene, Pi2(t), in a segregating
polpulation. Theor Appl Genet 91:9-14.
[IRRI] International Rice Research Institute.
2003. Rice Blast. Manila: IRRI.
[IRRI] International Rice Research Institute.
1996. Standard Evaluation System for
Rice. Ed ke-4. Manila: IRRI. hlm 52.
Ito Y, Shibuya N. 2000. Receptors for The
Microbial Elicitors of Plants Defense
Responses. Di dalam: Stacey G, Keen NT,
editor. Plant Microbe Interaction. St. Paul:
APS Pr.
Iwata M. 2001. Probenazole-A plant defence
activator. The Royale Society of
Chemistry: 28-31.
Kurata N et al. 1994. A 300 kilobases interval
genetic map of rice including 883
expressed sequences. Nature Genet 8: 365372.
McCouch SR, Temnykh S, Lukashova A,
Coburn J. 2001. Microsatellite markers in
rice:
abundance,
diversity,
and
applications. Khush GS, editor. Rice
Genetics IV. Manila: IRRI Pr. hlm 117133.
Mikkelsen SR, Corton E. 2004. Bioanalytical
Chemistry. New Jersey: John Wiley &
Sons.
Muladno. 2002. Seputar Teknologi Rekayasa
Genetika. Bogor: Pustaka Wirausaha
Muda.
Ou SH. 1985. Rice Disease. Ed ke-2. Surrey:
Mycol Ist.
Qu S et al. 2006. The broad-spectrum blast
resistance gene Pi9 encodes a nucleotide
binding site-leucine rich repeat protein and
is a member of multigene family in rice.
Genetics 172:1901-1914.
Sallaud C, Lorieux M, Roumen E, Tharreau
D, Berruyer R. 2003. Identification of five
new blast resistance gene in highly blast
resistence variety IR64 using a QTL
mapping strategy. Theor Appl Genet
106:794-803.
Sambrook J, Russel DW. 1989. Molecular
Cloning: A Laboratory Manual. New
York: Cold-Spring Harbor Laboratory Pr.
Sambrook J, Russel DW. 2001. Molecular
Cloning: A Laboratory Manual. New
York: Cold-Spring Harbor Laboratory Pr.
Santoso, Ahmad N, Dwinita WU, Ida H.
2007. Variasi genetik dan spektrum
virulensi patogen blas pada padi asal Jawa
Barat dan Sumatera. Penelitian Pertanian
Tanaman Pangan 26: 150-155.
Scardaci SC, Webster RK, Hill JE, Williams
JF, Brandon DM. 1997. Rice blast: a new
disease in California. Agronomy Fact
197:1-4.
Shimamoto K, Takahashi A, Kawasaki T.
2001. Molecular signaling in disease
resistance of rice. Di dalam: Rice Genetics
IV. Manila: International Rice Research
Institute. hlm 323-333.
16
Sillue D, Tharreau D, Notteghem JL. 1992.
Identification of Magnaporthe grisea
avirulence genes to seven rice cultivars.
Phytopathology 82:1462-1467.
Sinaga MS. 1996. Dasar-dasar Ilmu Penyakit
Tumbuhan. Bogor: IPB Pr.
Suharsono U et al. 2002. The heterotrimeric G
protein α subunit acts upstream of the
small GTPase Rac in disease resistance of
rice. Proc Natl Acad Sci 99: 13307-13312.
Tharreau D. 2007. Generating Blast Durable
Resistence by Using The Wild Rice
Species. Montpellier: CIRAD.
Tjitrosoepomo SS. 1987. Botani umum.
Bandung: Angkasa.
Toriyama K, Ezuka A, Asaga K, Yokoo M.
1996. A method for estimating true
resistance genes to blast rice varieties.
Rice Genetic 2: 325-333.
Utami DW. 2005. Analisis QTL sifat
ketahanan penyakit (Pyricularia grisea,
Sacc) pada populasi hasil persilangan IR64
dengan spesies padi liar Oryza rufipogon,
Griff
[disertasi].
Bogor:
Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Wilson B, Walker K. 2000. Principles and
Techniques of Practical Biochemistry.
Edisi ke-5. Cambridge: CU Pr.
Zohary D, Hopf M. 2000. Domestication of
plants in the old world. Oxford: Oxford
Univ. Pr.
Zyskind, Bernstein. 1992. Recombinant DNA
Laboratory Manual. San Diego: Acadmy
Pr.
LAMPIRAN
18
Lampiran 1 Alur penelitian
Penanaman Benih Galur Padi Terseleksi
Isolasi DNA Galur Padi Terseleksi
Uji Kualitas dan Kuantitas DNA
Elektroforesis DNA
Amplifikasi DNA dengan PCR
Purifikasi Produk PCR
Analisis Pengurutan DNA
Analisis BLAST Alignment
Analisis Pohon Filogenetik
19
Lampiran 2 Komposisi bufer ekstraksi DNA untuk 1 liter
Bahan
Jumlah
NaCl 5 M
100 mL
Tris-HCl 1 M
100 mL
EDTA 0.5 M
100 mL
SDS
12.5 g
Lampiran 3 Komposisi rice flour agar untuk 1 liter
Bahan
Jumlah
Complete rice flour
15 g
Yeast extract
4g
Agar
15 g
Lampiran 4 Komposisi loading dye (10x BlueJuiceTM Gel Loading Buffer)
Bahan
Konsentrasi
Sukrosa
65% (w/v)
Tris-HCl (pH 7.5)
10 mM
EDTA
10 mM
Bromophenol blue
0.3% (w/v)
Lampiran 5 Skala penyakit blas berdasarkan evaluasi standar IRRI 1996
Skala
Gejala
0
Tidak ada bercak
1
Bercak kecil sebesar ujung jarum, coklat tanpa ada pusat sporulasi
2
Bercak abu-abu bundar agak lonjong ø 1-2mm, tepi warna coklat
3
Tipe bercak sama dengan skala 2, umumnya ditemukan pada daun atas
4
Bercak khas blas berukuran 3 mm, luas daun terinfeksi kurang dari 4%
5
Bercak khas blas, luas daun terinfeksi 4-10%
6
Bercak khas blas, luas daun terinfeksi 11-25%
7
Bercak khas blas, luas daun terinfeksi 26-50%
8
Bercak khas blas, luas daun terinfeksi 51-75%
9
Luas daun terinfeksi lebih dari 75%
20
Lampiran 6 Penilaian skor blas lima galur terseleksi
Ras173
No
Galur
Int
(skor)
Respon
1
28
0
2
79
3
136
Ras063
Int
(skor)
Respon
T
2
4
P
4
P
Gambar
Ras101
Int
(skor)
Respon
T
2
T
6
P
2
T
2
T
5
P
Gambar
Gambar
21
Lanjutan lampiran 6 Penilaian skor blas lima galur terseleksi
Ras173
No
Galur
Int
(skor)
Respon
4
143
2
5
195
6
Kencana
Bali
Ras063
Int
(skor)
Respon
T
5
2
T
7
P
T (tahan): skor 0-3; P (peka): skor 4-9
Gambar
Ras101
Int
(skor)
Respon
P
2
T
1
T
2
T
5
P
4
P
Gambar
Gambar
22
Lampiran 7 Pengurutan basa nukleotida gen Pi33 pada lima galur terseleksi dan
kontrol gen Pi33 pada lokus Oso8g32600
>Pi33_28
AGCTGAGCATTGTGCTCACCGAGTGTAGAATTCATTGTGGACTCTATATACAGGAAGGGATGATGT
CTGCTGAATGCGAGGGCATCTGGATTTGCTGAGCCAACTCATAGAACGAGAAAGATGTACATCTTT
TCTCGTTCTATGAGTCGCCTATAGCAAATCAAGATGCCTCTGCTATCAGAAGAACATAATGCCCTT
CCTGTTTATAGATGCCACAATGCGAAATTGTCACTAGCGTGGGGCAACATTTGCGTCTAAGTGCGC
TATCTAAGCCAAGAATGTATATCTTGCGTATGTCTGTATGCACCATGACTGTACTCTGAAGAATAC
TAGGTTAGGACGAAA
>Pi33_79
GCCTGCAATAGCAGCATTTATCCCGCGGAGAGATTGCAGTCAGTTGATTGCGCCGGAGTTCATAAG
GATTAAGTTTGAAGACCCTTTGCTACAGACACGTGCAAAGTCTGGATCTTTTCATCCTGTCATTTA
GAGGCTGAAGACTAAAAGACATCTCGACATGTCGGCGTCTCGTTTAGCGAAGCCCTAAATCACTAT
CACTTCAGATAATCCCCGTTGACCGCAGTTTGGGGCAGACGTGCAATCGGCCGCGGGGGGGAGAAA
TATTTACCCGCCTTAATAATTTTGAAGTAACTTCTTAACCAGGAGGGGCCTTCCAAATTATCCTCC
CGGTTGATACTCTAATCATGTCGCAAAAATTAATCTCGCATTCCTCAGCAGCTGTGTAACTCAGGA
GCGGGTGCACCCCACCAACCAACAACCAAACCCAACCAACAAA
>Pi33_136
CAAAGATGGCTTAAGTCCGGTGAGGTCCAGAACCGCTTTAACGAAGTACATCGACGAGATTCAGCT
GCGTCTAAGTCAATGCTCACTCGCATAAAGACGTAGTCATGTCATCGTTGTACAGACCTGAAATTT
CCGCAGGTCAGACCAACTTCGGGATCATAGTCATAAACTGACGCAGCTAACTTACGAGATCAAACG
AGG
>Pi33_143
CAGNCTTGCATGCGAACGTGTCTGTCTGACCGACGTGAAGAAACTCCTATTGATGGACTCTATATA
CCAGCGAAGGGTATTGATGTCTGCTTGTAATACGAGGGGCAATCTTGGGGATTTGCTTAGCCCACC
TCATAGAACGAGAAAAGATGTACATCTTTTCTCGTTCCTATGAGTCGCCCATGACAAATCCAAGAT
GCCTCGTTATCGGAAGAACATAATCCCTTCCGTTATAGATGACACACGAGAGATGTCGCTAGGTGG
GGCAACATTCGCCTCTATGTTCAGCTATCGTTACAACAAGTGATTGTAATAATCCTATGGCTTATT
ATGGCCTCCTGGTAAATGATCAACCCCATTTGACCCCTGATCAACGTTCCCTCCAAGAGANTAATC
AATCTTTAGGCTTAGTACGAGAGGCGNAGGTA
>Pi33_195
GATGCATAGGCAAATTGTTCACCGATGTAGTGAACTGCATTGTGGCACGCTGATATCAGTGAGGTC
GATTGATTGTCGTCNGAATTTGCGAGGGGCATCTTGGGATTTGCTTAGCCATTGCATAGAACGAGA
AAAAGATGTACATCTTTCTCGTTGCCTATGGAAGTGGCCAATGAGCAAATGCACCAGATGCCCCTC
TTGGTATTCGAGTAGGAAACATTAATGCCCCTTTCCTTGTTTTAATACGATTGACCTACAAAGGCG
AGGATTGGTCACTAACGTGGGGGCAACCATGTGCTTCTAAAGTGCAGCTGTTCTTGGGGCAAGGAA
TTGTAATAATCGTGGGCTGTTAGTGCTCCTGGTAATGGCCAACCCATTGAAACTTGTTAATCGTT
C
>Pi33_KONTROL
TCTTTAGTCCCGGTTGTTCTCAACAACCAGGGGTAAAGATATCTTTACTCCCGATTGTTCTCATCA
ACCGGGACTAAAGATCTAGGGGTATNTATATTCCCGATGCGCGCCCTCGTCTTCTCCACCAACACT
TAGAAGTTTTNGGCCGATCGATCTCTCTCGGNTTCTCCTTCGCCGCCACTGNCTAGGGCATCCCCT
CGCCGACGCCGCCGTCGTATCTCGCCGTCATCTCGCACTCATCGTCGTCGNCGCCTCCACCTCCTC
CGCCGNCGNGGNATCGGTCCTAACTAAGGGATATGGGTTGCAAGTTATTTATGCTTTNATTATTAC
TATTACTATTATTATTACTATTATTATTATTATTATTATTATTATTATTATTATTATTATTATTAC
TATTATTATTATTATGTACCNAATTCTCAANGNTTTATCGGCGG
23
Lampiran 8 Analisis offline alignment lima galur terseleksi untuk gen Pi33
24
Lampiran 9 Analisis online alignment lima galur terseleksi untuk gen Pi33
25
Lanjutan lampiran 9 Analisis online alignment lima galur terseleksi untuk gen Pi33
26
Lanjutan lampiran 9 Analisis online alignment lima galur terseleksi untuk gen Pi33
27
Lampiran 10 Pohon filogenetik lima galur terseleksi terhadap kontrol genom
tetuanya untuk gen Pi33
Download