STUDI KOMPARASI MEDIA NUTRIN AGAR DENGAN SUPLEMEN FILTRAT IKAN GABUS UNTUK DETEKSI Mycobacterium tuberculosis DIBANDING MEDIA LOWENSTEIN – JENSEN Indah Widyaningsih Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya ABSTRAK Ini adalah studi laboratorium diagnostik untuk menentukan tingkat deteksi positif dari Mycobacterium tuberculosis dari pemeriksaan kultur dahak di media nutrien agar filtrat dari ikan snakehead (ikan Gabus), dan gliserol suplemen tambah dan penisilin juga, dengan membandingkan dengan Lowenstein-Jensen media. Sampel sputum diperoleh dari Laboratorium Klinik, Rumah Sakit BP4, Surabaya, sebanyak 31 sampel dari 1 positif kepada pasien 3 TB positif. Pengambilan sampel dilakukan pada Juni hingga Agustus, 2008. Prosedur laboratorium: pada sampel dahak yang telah decontamined dan terkonsentrasi di duplo diinokulasi pada ikan kepala ular filtrat media nutrien agar dan media Lowesntein-Jensen. Ikan kepala ular filtrat media dalam dua yaitu komposisi ikan kepala ular ditambahkan filtrat suplemen dari SNA 50 ml dan 100 ml sebagai SNB. Mycobacterium tuberculosis ini identifikasi menggunakan pewarnaan Ziehl - Neelsen dan uji akumulasi niasin. Hasil studi dari 31 observasi sampel terungkap bahwa tingkat deteksi Mycobacterium tuberculosis positif dalam SNA adalah 20% (2 / 10) dari BTA (BTA) 1 sampel sputum; dinyatakan 100% BTA antara 2 dan 3 (12 / 12, 9 / 9). Dalam SNB adalah sebagai berikut: tingkat deteksi positif adalah 40% (4 / 10) dari sampel 1 dahak BTA dan 100% dari BTA 2 dan 3 (12/12, 9 / 9). Lowenstein - Jensen media lebih sensitif hasil 1 sampel dahak BTA dan 100% dari BTA 2 dan 3 sampel. Mycobacterium tuberculosis laju pertumbuhan di SNA adalah 21-49 hari, SNB 21-56 hari dan di L - J 28-56 hari. Kesimpulannya, tidak ada perbedaan tingkat deteksi posive dan laju pertumbuhan TB Mycobacterum antara ikan kepala ular filtrat media nutrien dan Lowenstein - Jensen media (p> 0,05). Kata kunci: Mycobacterium tuberculosis, filtrat ikan snakehead nutrien, Lowenstein-Jensen Comparative Study NUTRIN MEDIA TO SUPPLEMENT WITH catfish filtrate of Mycobacterium tuberculosis THAN FOR DETECTION MEDIA Lowenstein – JENSEN Indah Widyaningsih Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya ABSTRACT This was a laboratory diagnostic study to determine the positive detection rate of Mycobacterium tuberculosis from the sputum culture examination in the nutrient agar media the filtrate of the fish snakehead (ikan Gabus), and glycerol supplement added and penicillin also, by comparing with Lowenstein-Jensen media. Sputum sample was obtained from Clinical Laboratory, BP4 Hospital, Surabaya, as many as 31 samples of positive 1 to positive 3 tuberculosis patients. Samples were collected at June to August, 2008. The laboratory procedure : on the sputum samples that had been decontamined and concentrated were inoculated in duplo at the snake head fish filtrate nutrient agar media and Lowesntein-Jensen media. The snake head fish filtrate media in two composition ie added snake head fish filtrate supplement of 50 ml SNA and 100 ml as SNB. The Mycobacterium tuberculosis identification using the Ziehl – Neelsen staining and niacin accumulation test. The Study result of 31 samples observation was revealed that Mycobacterium tuberculosis positive detection rate in SNA was 20% ( 2/10 ) from acid fast bacilli ( AFB ) +1 sputum samples; otherwise 100% among AFB +2 and +3 ( 12/12 , 9/9 ). In SNB were as follow : the positive detection rate was 40% ( 4/10 ) from AFB +1 sputum samples and 100% from AFB +2 and +3 ( 12/12 , 9/9 ). Lowenstein – Jensen media more sensitive results of AFB 1 sputum samples and 100% of AFB +2 and +3 samples. Mycobacterium tuberculosis growth rate in SNA was 21 – 49 days, SNB 21- 56 days and in L – J 28 – 56 days. The conclusion, there is no difference in posive detection rate and growth rate of Mycobacterum tuberculosis between snake head fish filtrate nutrient agar media and Lowenstein – Jensen media (p > 0.05). Keywords: Mycobacterium tuberculosis, snakehead fish filtrate nutrient agar , Lowenstein-Jensen PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH Tuberkulosis merupakan penyebab kematian yang menonjol selama berabad – abad. Saat ini tuberkulosis adalah penyebab kematian karena infeksi nomer satu di dunia yaitu mencapai angka 1,5 juta per tahun ( Flynn,2001 ). Tuberkulosis merupakan penyakit bermasalah diseluruh dunia. Sedikitnya sepertiga penduduk dunia terinfeksi dan beresiko terjadinya penyakit ini. Setiap tahun lebih dari 8 juta orang menderita tuberkulosis aktif dan sekitar 2 juta orang meninggal karenanya. Lebih dari 90% kasus tuberkulosis dan kematiannya terjadi dinegara berkembang, 75% nya terjadi pada usia produktif. Kematian akibat tuberkulosis merupakan 25% dari kematian yang dapat dicegah ( ATS,2000; Blanc, 2003 ). Laporan tuberkulosis dunia oleh WHO yang terbaru (2006), masih menempatkan Indonesia sebagai penyumbang tuberkulosis terbesar nomor 3 di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah kasus baru sekitar 539.000 dan jumlah kematian sekitar 101.000 pertahun. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, menempatkan tuberkulosis sebagai penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan, dan merupakan nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi ( DEPKES, 2006 ). Menurut laporan World Health Organization (WHO) penyakit tuberkulosis paru di Indonesia tercatat 320 kasus per 100.000 penduduk pada tahun 1991, 300 per 100.000 pada tahun 1992 dan 247 kasus pada tahun 1993. Perkiraan angka kejadian untuk semua golongan umur pada tahun 2000 dan 2005 adalah 243 dan 247 per 100.000 penduduk. Hasil survei kesehatan rumah tangga yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1992, menunjukkan bahwa tuberkulosis paru sebagai salah satu penyebab kematian terbesar nomor dua di Indonesia, dengan angka kematian sebesar 9,5%. Kasus tuberkulosis paru positif adalah kasus dengan Basil Tahan Asam (BTA) positif. Laporan Departemen Kesehatan dalam profil kesehatan Indonesia (1994), tercatat kematian karena tuberkulosis paru di rumah sakit pada penderita rawat inap sebesar 3,6% pada 1991, 4% pada tahun 1992 dan 4,9% pada tahun 1993. Di dalam buku Sistem Kesehatan Nasional (SKN) disebutkan bahwa angka kesakitan tuberkulosis paru adalah sebesar 3 per mil dan ditargetkan untuk turun menjadi 2 per mil pada tahun 2000, namun perkiraan ini masih belum ada laporan sampai dengan akhir tahun 2000. Infeksi HIV memperbesar masalah tuberkulosis, koinfeksi HIV meningkatkan risiko menjadi tuberkulosis aktif sebesar 5 – 10%. Tahun 2000 prevalensi HIV dan tuberkulosis meningkat tajam. WHO mengestimasi prevalensi HIV pada orang dewasa dan anak seluruh dunia sebanyak 36,1 juta dan 11,8 juta orang dengan koinfeksi HIV. Saat Ini 12% penderita tuberkulosis menderita HIV positif dan 22,5% kematian penderita tuberkulosis disebabkan HIV. (Soewondo 2002; Lulu, 2005; DEPKES 2006) Permasalahan tuberkulosis selain peningkatan prevalensi atau insiden, diperberat dengan masalah peningkatan prevalensi infeksi HIV atau AIDS. Adanya peningkatan insiden tuberkulosis koinfeksi HIV ini dapat meningkatkan kesulitan pengobatan. Demikian pula dengan masalah dalam peningkatan resistensi obat anti tuberlulosis ( OAT ) . Peningkatan prevalensi tuberkulosis koinfeksi HIV maupun tuberkulosis resisten OAT berakibat peningkatan risiko penularan demikian juga menjadi kendala pengendalian tuberculosis ( Kim SJ, 1998 ). Diagnosis tuberkulosis dimulai sejak penemuan bakteri tuberkulosis oleh Robert Koch tahun 1882. Setelah penemuan itu, dikembangkan berbagai teknik pemeriksaan kuman tuberkulosis. Sampai saat ini prinsip penemuan dari kuman tuberkulosis tetap merupakan salah satu pilihan utama terutama untuk pelayanan pada masyarakat walaupun dengan banyak keterbatasan. Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya. Bahan pemeriksaan tuberkulosis paru dapat diperoleh dari sputum, bilasan bronkus, bilasan lambung, jaringan paru serta cairan pleura ( Aditama TY, 2005; Crofton, 1984; Frotingham, 1996 ). Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada program Penanggulangan tuberkulosis dengan strategi Directly Observed Treatment Shortcourse Chemoterapy ( DOTS ), pemeriksaan hapusan sputum mikroskopis langsung dan radiologis toraks merupakan metode standar. Saat ini perkembangan teknik diagnosis yang baru dalam mendeteksi penyakit tuberkulosis telah cukup dikenal, misalnya Polymerase Chain Reaction ( PCR ), bact-alert, Ligase Chain Reaction, Gen Probe, Nucleic Acid Amplification dan deteksi interferon gama ( Aditama TY, 2005; Retno B, 2004 ; Parnaik, 2001 ) Diagnosis tuberkulosis terutama ditegakkan berdasarkan pemeriksaan sputum secara mikroskopis langsung dengan pengambilan sewaktu – pagi – sewaktu ( SPS ). Pada kasus kronik atau gagal pengobatan maka dilakukan pemeriksaan kultur atau biakkan yang merupakan pemeriksaan baku emas yang juga berperan pada pemeriksaan uji kepekaan Mycobacterium tuberculosis terhadap Obat Anti Tuberkulosis ( OAT ). Pada prinsipnya pemeriksaan kultur untuk memperbanyak atau menumbuhkan bakteri, guna mengatasi kesulitan diagnosis pada kasus tuberkulosis koinfeksi HIV yang sering dilaporkan dengan bakteri tahan asam ( BTA ) negatif. Sampai saat ini masih banyak digunakan pemeriksaan kultur dengan memakai media agar antara lain Lowenstein - Jensen, tetapi membutuhkan waktu yang lama yaitu lebih dari tiga minggu ( Sandjaya, 1995; Jawetz et all, 2001 ) ). Sifat Mycobacterium tuberculosis yang lambat pada waktu pembelahan sekitar 20 jam, sehingga di kultur pertumbuhan baru tampak setelah 4 sampai 8 minggu. Untuk dapat tumbuh di media kultur diperlukan 50 sampai 100 kuman/ml sputum. ( Elisabeth Frida, 2006 ) Media perbenihan bertujuan untuk memperbanyak bakteri Mycobacterium tuberculosis dalam spesimen sputum, sehingga dapat meningkatkan deteksi sensitifitas. Sekarang ini banyak media yang dapat digunakan sebagai kultur dari Mycobacterium tuberculosis, seperti media padat dan cair, seperti Lowenstein-Jensen, Mycobacteria Growth Indicator Tube ( MGIT ) maupun mikrokoloni culture. Tetapi semua pemeriksaan diatas memakan biaya yang tidak murah. Dengan demikian masih berkembang teknik lain dalam penelitian kultur guna mendeteksi Mycobacterium tuberculosis guna mendapatkan metode kultur yang murah dan tingkat sensitifitas dan spesitifitasnya tinggi (Forbes BA,Sahm DF,Werssfeld AS, 2005 ). Media Lowenstein – Jensen memiliki nutrisi dengan komposisi sebagai berikut: larutan garam mineral adalah potasium dyhidrogen phosphate anhydrous, magnesium sulphate, magnesium citrate, asparagin, glycerol dan air suling. Media tersebut ditambahkan telur sebagai suplemennya dimana telur mengandung protein, Calcium, Phosphor, Ferous, Vitamin A dan vitamin B1. Medium nutrient agar yang akan dipakai adalah dari Oxoid yang mengandung Lab lemco powder, yeast ekstrak, peptone, sodium chloride dan agar. Pada nutrien ini akan ditambahkan filtrat ikan gabus yang mengandung protein, calcium, Phosphor, Ferous, Vitamin A dan vitamin B1. Pada penelitian ini kami akan melakukan modifikasi median nutrien agar yang mengandung gliserol ditambah dengan filtrat ikan gabus yang mengandung albumin dan mikronutrien lain . Penelitian ini diharapkan penambahan filtrat ikan gabus / ikan kutuk dapat memberikan hasil kultur yang lebih cepat dan sensitif dibandingkan dengan kultur pada media Lowenstein – Jensen, dan dapat menjadi alternatif metode cepat, murah dan sensitif untuk deteksi Mycobacterium tuberculosis sehingga dapat menegakkan diagnosis dengan cepat dan mempercepat pengobatan dan penyembuhan penderita Tuberkulosis. Rumusan Masalah 1. Apakah pemeriksaan kultur agar dengan penambahan filtrat ikan gabus dapat meningkatkan prosen positif deteksi kuman Mycobacterium tuberculosis “ 2. Apakah pemeriksaan kultur dengan penambahan filtrat ikan gabus memberikan waktu yang lebih cepat dibanding medium Lowenstein Jensen Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum : Teknik kultur agar dengan penambahan filtrat ikan gabus dapat digunakansebagai metode kultur untuk Mycobacterium tuberculosis .2 Tujuan Khusus : 1. Untuk membuktikan pemeriksaan kultur agar dengan penambahan filtrat ikan gabus dapat meningkatkan prosen positif deteksi Mycobacterium tuberculosi dibandingkan dengan medium Lowenstein Jensen 2. Untuk membuktikan pemeriksaan kultur agar dengan penambahan filtrat ikan gabus memberikan hasil yang lebih cepat dibandingkan dengan medium Lowenstein Jensen Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui perkembangan pengetahuan terhadap nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan kuman Mycobacterium tuberculosis pada media agar. .2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat bermanfaat menemukan tehnik kultur yang akurat, sederhana dan murah yang berguna dalam menegakkan diagnosis adanya Mycobacterium tuberculosis dalam bahan pemeriksaan. TINJAUAN PUSTAKA Tuberkulosis Definisi tuberkulosis Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Ditemukan pada tahun 1882 oleh Robert Koch, berbentuk batang atau sedikit melengkung tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini ukurannya lebar 0,3 – 0,6 µm dan panjangnya 1 – 4 µm ( MD Iseman, 2002 ). Tuberkulosis adalah nama suatu infeksi yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis, dapat menyebabkan lesi pada berbagai jaringan organ tubuh. Organ utama yang sering terkena adalah paru – paru. Kuman ini dapat juga menyerang organ lain selain paru ( Rai, 1990 ; Sidik, 1997 ) Sebagian besar Mycobacterium tuberculosis menyerang paru tetapi dapat juga menyerang organ tubuh yang lain. Sumber penularan dari bakteri ini adalah melalui inhalasi dari manusia ke manusia secara kontak langsung lewat udara ( droplet nuclei ) melalui percikan dahak atau sputum yang mengandung partikel Mycobacterium tuberculosis yang berukuran 1 – 5 µm ) ( Forbes, 2005 ). Diagnosis Diperkirakan terdapat 8 – 10 juta kasus tuberkulosis setiap tahunnya didunia saat ini, dan sekitar 3 juta menyebabkan kematian. Perkembangan gejala yang spesifik tergantung dari organ mana yang terkena infeksi Mycobacterium tuberculosis. Gambaran klinis tuberkulosis paru dibagi menjadi dua golongan yaitu (DEPKES 2006, Soedarsono, 2002 ): 1. Gejala utama, yaitu batuk terus menerus dan berdahak selama tiga minggu atau lebih 2. Gejala tambahan, yang sering dijumpai : a. Dahak bercampur darah b. Batuk berdarah c. Sesak nafas dan nyeri dada d. Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak badan ( malaise ), keringat malam, demam atau meriang lebih dari sebulan Diagnosis tuberkulosis Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman mycobacterium tuberculosis. Pada program tuberkulosis nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Pemeriksaan sputum secara mikroskopis merupakan pemeriksaan yang efisien, mudah dan murah. Pemeriksaan baku mas untuk mendiagnosis tuberkulosis adalah melalui kultur, tetapi membutuhkan waktu yang lama. Sifat Mycobacterium tuberculosis yang lambat pada waktu pembelahan sekitar 20 jam, sehingga pada kultur pertumbuhan baru tampak setelah 4 sampai 8 minggu. Untuk dapat tumbuh di media kultur diperlukan 1 sampai 100 kuman / ml sputum ( Elisabeth Frida, 2006 ) Ikan Gabus Karakteristik ikan gabus Daging ikan merupakan bahan biologis yang secara kimia tersusun protein, karbohidrat, lemak, vitamin, enzim dan sebagainya. Kadar protein ikan 16 – 20 % yang terdiri dari asam amino esensial dan non esensial. Protein dibutuhkan untuk pertumbuhan sel, penyusun sel, penyusun struktur sel . Protein yang banyak berperan adalah albumin ( Hadiwiyoto, 1993 ). Ikan gabus atau ikan kutuk atau Snake Head ( Ophiacephalus striatu) adalah ikan yang hidup di air tawar dimana ikan ini bersifat karnivora. Ciri nya adalah ikan ini berbentuk hampir bulat, panjang dan semakin kebelakang berbentuk pipih. Bagian punggung cembung, perut rata dan kepala pipih seperti ular. Berwarna hijau kehitaman ikan ini dapat mencapai panjang 90 – 110 cm ( Eddy, 2003 ). Tabel Komposisi kimia ikan gabus per 100 gram bahan ( Seminar nasional UNBRAW 2008 ) Komposisi Kimia Ikan Gabus Segar air ( g ) 69 Kalori ( kal ) 74 Protein ( g ) 25,2 Lemak ( g ) 1,7 Karbohidrat ( g ) 0 Ca ( mg ) 62 P ( mg ) 176 Fe ( mg ) 0,9 Vitamin A ( SI ) 150 Vitamin B1 ( mg ) 0,04 Vitamin C ( mg ) 0 Bydd ( mg ) 64 Sumber : Poedjiadi dan Supriyanti ( 2006 ) Ikan Gabus Kering 24 292 58 4 0 15 100 0,7 100 0,1 0 80 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS Sputum Mycobacterium tuberculosis Kultur Invitro Pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis Media Nutrien agar + filtrat ikan gabus Nutrisi : Pepton, sodium chloride, yeast ekstrak, karbohidrat Filtrat ikan gabus : Albumin, protein, lemak, karbohidrat, mikronutrien (C, P, Fe), vitamin A, vitamin B1, Vitamin C - Gambar 3.1. Lingkungan : - Suhu - pH - Cahaya Media Lowenstein – Jensen Nutrisi : Tepung kentang, asparagin, gliserol, magnesium sulfat, sodium citrat, mono potasium fosfat, malasite green Telur bebek : Protein, karbohidrat, lemak, thiamin, Riboflavin B12, asam folat, Fe Beda prosen deteksi Mycobacterium tuberculosis Kecepatan pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis Kerangka Konseptual Media Kultur dengan Suplemen Filtrat Ikan Gabus untuk meningkatkan pertumbuhan Mycobacterium tubercolosis. Keterangan Gambar : : yang tidak diteliti : yang diteliti Hipotesis Penelitian 1 Ada perbedaan prosen positif deteksi kuman Mycobacterium tuberculosis antara Lowenstein – Jensen dengan nutrien agar yang ditambah filtrat ikan gabus 2 Ada perbedaan kecepatan pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis antara Lowenstein – Jensen dengan nutrien agar yang ditambah filtrat ikan gabus METODOLOGI PENELITIAN Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah uji diagnostik eksperimental dilaboratorium dengan cara melakukan eksperimen, kemudian diamati dan dibandingkan hasil pertumbuhan bakteri Mycobacterium tuberculosis antara metode Lowensten – Jensen dan media agar dengan penambahan filtrat ikan gabus dalam dua konsentrasi. Komposisi pertama adalah mengandung filtrat 50 ml dan Komposisi kedua adalah mengandung filtrat 100 ml. Tempat Tempat penelitian a. Persiapan filtrat ikan gabus : - Filtrat di dapat dari Rumah Sakit Angkatan Laut Surabaya b. Laboratorium Mikrobiologi FK UNAIR dan BBLK Surabaya c. Rumah Sakit BP4 Surabaya, tempat pengambilan sputum d. Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya HASIL Tabel 1. hasil kultur sputum penderita Tuberkulosis Paru dengan BTA + pada media GNA Jenis Sampel Hasil Pemeriksaan Kultur Pada Media GNA Positif Negatif Total BTA +1 2 8 10 BTA +2 12 0 12 BTA +3 9 0 9 Total 23 8 31 BTA : Bakteri Tahan Asam GNA : komposisi filtrat 50 ml Pada sejumlah sampel sputum penderita tuberkulosis paru yang didapat dari Laboratorium Klinik RS BP4 Surabaya sebanyak 31 sampel yang ditanam media Gabus Nutrien Agar dengan komposisi filtrat 50 ml dengan BTA +1 sebanyak 10 sampel , BTA + 2 sebanyak 12 sampel, BTA +3 sebanyak 9 sampel ditemukan deteksi positif Mycobacterium tuberculosis sebagai berikut : BTA +1 sebanyak 2 sampel yang positif ( 20 % ), BTA +2 sebanyak 11 sampel yang positif ( 100% ), BTA +3 sebanyak 10 sampel yang positif ( 100% ) Tabel 2 Hasil kultur sputum penderita Tuberkulosis Paru dengan BTA + pada media GNB Jenis Sampel Hasil Pemeriksaan Kultur Media GNB Positif Negatif Total BTA +1 4 6 10 BTA +2 12 0 12 BTA +3 9 0 9 Total 25 8 31 BTA : Bakteri Tahan Asam GNB : Gabus Nutrien Agar dengan komposisi filtrat 100 ml Pada sejumlah sampel sputum penderita tuberkulosis paru sebanyak 31sampel yang ditanam media Gabus Nutrien Agar dengan komposisi filtrat 100 ml dengan BTA +1 sebanyak 10 sampel, BTA + 2 sebanyak 12 sampel, BTA +3 sebanyak 9 sampel ditemukan deteksi positif Mycobacterium tuberculosis ditemukan BTA +1 sebanyak 4 sampel yang positif ( 40% ), BTA +2 sebanyak 11 sampel yang positif ( 100% ), BTA +3 sebanyak 10 sampel yang positif ( 100%). Tabel hasil kultur sputum pada media L-J JENIS SAMPEL Hasil Kultur Pada media L - J positif negatif TOTAL BTA +1 8 2 10 BTA +2 12 0 12 BTA +3 9 0 9 TOTAL 29 2 31 Pada analisis statistik untuk membandingkan pertumbuhan koloni Mycobacterium tuberculosis pada media Gabus Nutrien Agar dengan komposisi 100 ml filtrat ikan gabus dan media Lowenstein – Jensen didapatkan hasil p > 0.05 yaitu 0.219 berarti tidak terdapat perbedaan pertumbuhan kultur antara kedua media tersebut. PENUTUP Kesimpulan 1. Ada perbedaan Positif deteksi positif Mycobacterium tuberculosis dari kultur sputum sebanayak 31 sampel pada media Gabus nutrient agar dengan media Lowenstein – Jensen. Dimana pada metode Gabus nutrient agar dengan konsentrasi 50 ml didapat pada BTA +1 sebanyak 20.% , BTA +2 sebanyak100%, BTA +3 1sebanyak 100%. Pada konsentrsi 100 ml didapat BTA +1 sebanyak 40%, BTA +2 sebanyak 100%, BTA +3 sebanyak 100% serta pada media Lowenstein – Jensen memberikan hasil pada BTA + 1 sebanyak 80%, BTA+2 sebanyak 100 %, BTA + 3 seanyak 100 %. Saran Perlu dikembangkan penelitian untuk media kultur meliputi preparasi filtrate ikan Gabus menjadi isolate protein murni yang dikandundung dari filtrat ikan Gabus, serta dilakukan kombinasi komponen komposisi nutrisi sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis untuk meningkatkan deteksi Mycobacterium tuberculosis dari spesimen klinik. Daftar Pustaka Hasegaf Hood. 2007. new current in Tuberculosis. Dalam TB update. Surabaya. Jawetz , E. Melnick, JL Adelberg, EA. 2001. Medical Microbiology. 22 th Ed. Appleton & Lange. Mc Graw Hill comp. Ni Made Mertaniasih., Diagnosis Tuberkulosis masa kini dan akan datang, Peran pada klinik dan program pengendalian simposium Tuberkulosis. Tropical Disease Center UNAIR 2005 Suprayitno Eddy, 2008. Tinjauan Aspek Biokimia Albumin Ikan Gabus sebagai sumber Pangan Kesehatan. Dalam Seminar Nasional Pemanfaatan ikan Gabus Dalam Dunia Kesehatan. UNIBRAW