FB. Sinamartin, Jan A Catholic Guide To The Bible - by Oscar Lukefahr, C.M. Tidak ada yang lebih bahagia bagi saya ketika menyelesaikan Versi Bahasa Indonesia dari A Catholic Guide To The Bible yang ditulis oleh Romo Oscar Lukefahar, C.M.. Saya mendapatkan buku ini setelah mendaftar kursus alkitab di Catholic Home Study Services yang diselenggarakan oleh Catholic Home Study Service (CHSS), Komunitas Vincentian & Missouri Knights of Columbus, Amerika Serikat, di bawah bimbingan Romo Oscar Lukefahr, C.M.. Kursus Kitab Suci di CHSS ini telah berlangsung selama 60 tahun, tanpa dipungut biaya alias gratis. Ada 7 materi kursus yang diselenggarakan oleh CHSS. Salah satunya adalah A Catholic Guide To The Bible, yang merupakan pilihan favorit bagi para siswa yang sedang mendalami Kitab Suci. “Explains Catholic principles of interpreting the Bible. Takes the student through the Bible, offering pertinent information about the historical background, author, and literary style of each book. Selects readable passages from each book of the Bible so that the student can become familiar with the whole Bible and understand it as the Word of God.” Oleh karena itu tidak terlalu berlebihan jika dikatakan bahwa buku A Catholic Guide To The Bible merupakan buku “Referensi/Studi Kitab Suci” kategori Best Seller atau yang paling banyak dibaca orang di seluruh dunia. Merupakan berita gembira bagi anda yang berminat mendalami Kitab Suci di CHSS, karena kini telah tersedia A Catholic Guide To The Bible versi Bahasa Indonesia. Bagi anda yang berminat mengikuti kursus di CHSS daftarkan nama anda di website http://www.amm.org/chss.htm atau anda dapat menghubungi Catholic Home Study Service, PO Box 363, Perryville, MO 63775-0363 USA. Buku A Catholic Guide To Bible versi bahasa Indonesia ini sedang dalam proses pencetakan di Penerbit Obor, Jakarta, Copyright ada pada penerjemah. FB. Sinamartin, Jan Kata Pengantar Salah satu pertanyaan yang akan diajukan Allah pada saat Penghakiman Terakhir adalah :” Sejauh mana anda menyukai buku-Ku?” Buku milik Allah adalah Kitab Suci, yang harus kita baca dan hayati sebagai pedoman hidup. Namun tidak dapat disangkal bahwa begitu kita membuka Kitab Suci, kita akan dihadapkan pada kenyataan bahwa Kitab Suci adalah buku yang sulit untuk dimengerti. Banyak orang berusaha untuk memahami Kitab Suci dengan cara membaca dari awal (Kitab Kejadian) sampai akhir (Kitab Wahyu), namun di sana akan dihadang oleh bab-bab yang sulit, halaman-halaman yang berisi nama-nama dan angka-angka, gaya penulisan yang tidak lazim, serta tebalnya isi Kitab Suci itu sendiri. Buku A Catholic Guide to the Bible yang sedang anda baca ini dimaksudkan sebagai pedoman untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut dalam memahami isi Kitab Suci. Melalui buku ini anda akan diajak untuk mengerti dari mana asalnya Kitab Suci itu. Di sini juga disajikan petunjuk terarah disertai latar belakang informasi dari perikop-perikop pilihan dari setiap kitab yang dibaca. Selanjutnya, para pembaca akan diajak membahas pelbagai macam topik seperti : bahasa-bahasa yang dipakai dalam Kitab Suci, bentuk-bentuk sastra, sejarah, dan teologi. Sudah barang tentu di sini dibutuhkan waktu dan usaha keras. Seperti halnya siswa yang sedang belajar piano, mula-mula oleh instrukturnya akan diajar bagaimana cara membaca not balok terlebih dahulu untuk kemudian dapat memainkan komposisi piano yang indah. Begitu pula siswa-siswa yang belajar Kitab Suci : pertama-tama harus mempelajari dasar-dasar ilmu kitab suci terlebih dahulu untuk kemudian dapat mengerti dan memahami Kitab Suci. Siswa-siswa yang belajar piano biasanya dianjurkan untuk berlatih setiap hari. Anda sebagai “siswa” yang sedang belajar Kitab Suci yang menggunakan buku A Catholic Guide to the Bible ini sebagai “pedoman,” dianjurkan untuk menyisihkan waktu setiap hari membaca bebarapa halaman dari buku ini kemudian melihat hubungannya pada rujukan-rujukan dalam Kitab Suci dan menjawab pertanyaan dari Workbook (lihat di bagian belakang dari buku ini). Anda tentunya akan memperoleh manfaat yang tidak sedikit dari metoda belajar seperti ini, ketimbang melalui cara “borongan.” Dalam menulis A Catholic Guide to the Bible ini, saya berusaha untuk tetap sejalan dengan ajaranajaran iman Gereja Katolik. Dalam banyak hal di mana Gereja tidak mengeluarkan pernyataan resmi berkaitan dengan penafsiran Kitab Suci, saya akan berusaha sebaik mungkin untuk menyatakan pendapat saya di dalam batas-batas alasan dan kesetiaan pada dogma Gereja. Rujukan-rujukan yang mengacu pada Katekismus Gereja Katolik akan menggunakan penyebutan seperti : K 1-10, berarti Anda diajak untuk melihat Seksi I s/d X di dalam Katekismus Gereja Katolik (Edisi Indonesia : Para Waligereja Regio Nusa Tenggara, Cetakan II : 1998). Buku A Catholic Guide to the Bible ini merupakan ajakan untuk mempelajari Kitab Suci. Ia, buku ini, juga merupakan undangan untuk mengarungi “petualangan” : mendengarkan Sabda Allah, membaca setiap katakata yang pernah Yesus baca, membuka halaman-halaman yang pernah disentuh (dibaca) oleh para santa dan santo! Yang kesemuanya itu ada di dalam Kitab Suci. Selain itu, buku ini merupakan bujukan untuk menemukan bahwa Kitab Suci adalah merupakan “harta karun” yang menemani kita dalam mengarungi samudera kehidupan. Begitu kita memahami dasar-dasar ilmu kitab suci dan Kitab Suci telah menjadi bagian dari keseharian kita, itu berati bahwa Allah sendiri yang berbicara kepada kita melalui halaman-halaman Kitab Suci. Dan nantinya kita dapat dengan tepat dan tanpa ragu memberikan jawaban pada Hari Penghakiman : “Oh, buku milikMu Tuhan? Saya sungguh mencintainya. Ia merupakan pedoman bagi saya guna mengenal kehadiranMu!” ROMO OSCAR LUKEFAHR, C.M. FB. Sinamartin, Jan P.S : Ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam penulisan buku ini : ………Kepada Romo David Polek, C.SS.R., yang mula-mula menyaranakan penulisan buku ini. Kepada Cecelia Portlock, yang memberikan nasehat dan keahliannya yang sangat berharga. Kepada semua pihak yang telah membaca seluruh naskah dan workbook, utamanya : Frank dan Gail Jones, Delores Lindhurst, dan Kathy dan Dennis Vollink. Semua pihak yang telah membantu tahap-tahap penulisan buku ini : Carol Meyer, Kesey Nugent, Henry dan Jeanne Moreno, Romo John Tackaberry, C.M., Mary Ann Tockzylowsky, Brock dan Kathy Whittenberger, dan Dr. Micahel Wulfers. Kepada Kelas Studi Kitab Suci pada Paroki St. Vincent de Paul di Perryville, Missouri, yang dorongan dan nasehatnya sangat berharga. Kepada adik saya, Joann Lukefahr, D.C., yang telah membentuk Kelas Studi Kitab Suci. Kepada dosen-dosen Kitab Suci saya di seminari, Romo James Fischer, C.M. dan Romo Gilmore Guyot, C.M. Kepada Penny Elder, Cheryl Callier, dan Sherrie Hotop, yang telah membantu edisi kedua dan workbook, dan kepada Kass Dotterweich untuk tugas pengeditan edisi ini. Semoga Berkat Allah menyertai anda semua! nday, October 08, 2006 Bab Satu : Kitab Suci, Keyakinan, dan Awal Mula Pada suatu pagi di hari Sabtu, bel di pintu depan pastoran berbunyi. Dan saya mendapat kunjungan dua anak muda berpakaian rapi. Masing-masing membawa Kitab Suci dan koper. Mereka terkejut ketika mengetahui bahwa yang dihadapinya adalah seorang imam Katolik (pastoran yang saya tempati tidak ada bedanya dengan rumah-rumah biasa di kota kecil tempat saya berdomisili), namun demikian mereka memohon ijin untuk masuk. Saya menyilakan mereka ke ruang tamu dan memperkenalkan diri sebagai seorang pastor dari Gereja Katolik setempat. Kemudian mereka memperkenalkan nama masing-masing dan kaitannya dengan tugas sukarela dari gerejanya, seperti : melakukan kunjungan dari rumah ke rumah, menjelaskan keyakinan mereka, dan membagi-bagikan brosur. Yang paling muda minta maaf karena tugas mewartakan “Sabda Allah” merupakan hal yang relatif masih baru, namun karena tiba gilirannya, mau tak mau ia harus berbicara. Ia melanjutkan dengan memberikan penafsiran ayat demi ayat doa Bapa Kami. Tampaknya ia semakin gugup setelah menyadari bahwa penjelasannya mengenai Doa Bapa Kami kurang mengena apalagi kepada seorang imam yang usianya dua kali umurnya. Akhirnya, ia mencapai puncak bingungannya karena lupa pada ayat setelah “berilah kami rejeki pada hari ini,” ia berhenti dan mengajak melanjutkan percakapan yang umumumum saja. Setelah tenang kembali ia bertanya bagaimana harus menyapa saya. “Sesukamu sajalah,” jawab saya, “tetapi kebanyakan orang memanggil saya “bapa” (di Amerika Serikat sebutan untuk seorang romo, imam, atau pastor Katolik adalah “father,” yang dalam bahasa Indonesia “bapa”). Mendengar jawaban saya, ia balik bertanya :” bukankah Yesus berkata : Janganlah pula kamu memanggil seorang di bumi Bapa sebab hanya ada seorang Bapa ialah yang ada di surga?” Saya menjelaskan bahwa tafsiran Gereja Katolik mengenai Matius 23:9, adalah bahwa Yesus menentang sikap-sikap yang keliru atas kebanggaan superioritas (salah satu bentuk kekuasaan yang dimonopoli oleh para ahli Taurat dan orang-orang Farisi pada waktu itu), tidak berarti Yesus melarang penggunaan kata bapa atau guru; sebaliknya kata-kata ini tidak mengacu kepada kepala keluarga (parents) atau guru! Saya juga menjelaskan bahwa Gereja Katolik mengikuti praktek Santo Paulus, yang menulis kepada umat yang dilayaninya : “Karena akulah yang dalam Kristus Yesus telah menjadi bapamu oleh Injil yang kuberitakan kepadamu.” (I Kor 4: 15). Diskusi kami berlanjut sampai kepada metoda menafsirkan Kitab Suci. Mereka menyatakan keyakinannya bahwa Kitab Suci memberikan semacam kerangka-waktu (timetable) bagi masa depan, termasuk hari kiamat. Saya menjelaskan bagaimana ajaran Gereja Katolik menafsirkan tentang “hari” (baca: kiamat). Bahwa FB. Sinamartin, Jan “tentang hari atau saat itu, hanya Allah Bapa saja yang tahu." (Mrk 13:32), dan kita harus selalu siap untuk berjumpa dengan Kristus. Kemudian kedua anak muda itu mohon pamit. Kunjungan mereka sangat bersahabat, ditandai dengan sikap sopan-santun dan saling menghormati. Namun demikian saya tidak membuat lingkaran pada tanggal di kalender saya untuk hari kiamat, dan saya pun ragu apakah kedua anak muda itu memanggil pendeta mereka “bapa”! Apa Arti Kitab Suci? Cerita kunjungan Sabtu pagi di atas memberikan gambaran nyata bahwa mereka yang menyebut diri Kristiani -- dua anak muda dan seorang imam Katolik -- barangkali memang betul-betul membaca Kitab Suci, tetapi mungkin saja pemahaman mereka akan Kitab Suci tidaklah sama. Hal seperti ini bisa terjadi karena sebagian bahasa Kitab Suci tergolong kompleks (rumit). Kita semua memiliki pengalaman menyampaikan suatu ide tertentu kepada orang lain, tetapi mereka tidak memahami apa yang kita maksudkan. Kerumitan ini akan semakin bertambah manakala seseorang berusaha berkomunikasi menembus batas-batas (barriers) waktu, budaya, atau bahasa. Dewasa ini dalam berkomunikasi kita menggunakan bahasa Indonesia. Sutan Takdir Alisyahbana pun pada tahun 1920-an telah menggunakan bahasa Indonesia. Tetapi kita dewasa ini merasa kesulitan menangkap makna kata-kata yang ia pergunakan dalam tulisan-tulisan sastranya seperti misalnya “pauh dilayang,” akan cenderung kita artikan sebagai “sesuatu yang diterbangkan atau dilontarkan ke udara.” Padahal arti kata itu sebenarnya adalah : mengiris mangga! Suatu ungkapan yang biasa dipergunakan di suatu daerah, belum tentu cocok bila diterapkan di daerah lain. Di Indonesia ungkapan “celana ini kependekan untuk saya,” tidak cocok bila diterapkan di negara tetangga kita Malaysia karena orang di sana akan menggunakan ungkapan “celana ini terlalu singkat bagi saya.” Beberapa puluh tahun lalu Chevrolet Motor Co., mengeluarkan model mobil yang diberi nama “Nova” dan diekspor ke Mexico dan ternyata pemasaran mobil itu jeblok! Setelah diteliti ketahuanlah bahwa dalam bahasa Spanyol No va berarti “tidak bisa jalan!” Kitab Suci ditulis dalam rentang waktu ribuan tahun lalu oleh orang-orang yang memiliki kebudayaan yang sangat berbeda dengan kita dan menggunakan bahasa yang sama sekali tidak kita mengerti. Kitab Suci ditulis dalam format sastra yang sangat berlainan dengan karya-karya sastra Indonesia kontemporer dewasa ini. Banyak kata-kata penting dalam Kitab Suci, misalnya yang diucapkan Yesus menggunakan bahasa Aram, yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani, dan selanjutnya diterjemahkan lagi ke dalam bahasabahasa Eropa, baru kemudian dialihkan ke dalam Bahasa Indonesia. Dalam konteks seperti inilah, kita dihadapkan pada pelbagai masalah yakni mengartikan Kitab Suci. Adalah keyakinan Gereja Katolik dan banyak lagi gereja-gereja Kristen lainnya yang menganggap bahwa Kitab Suci juga ditulis oleh Allah. Ini berarti bahwa kita dapat sepenuhnya percaya akan isi Kitab Suci pada tataran yang tidak ada bandingannya. Namun demikian hal ini justru akan menimbulkan persoalan lebih lanjut. Bagaimana mungkin suatu tulisan yang sama dikerjakan baik oleh Allah maupun manusia? Lantas bagaimana cara kita menafsirkan tulisan-tulisan tersebut? Pandangan resmi Gereja Katolik adalah bahwa Allah sendiri yang memberi inspirasi kepada manusia penulis Kitab Suci melalui bakat, kemampuan, dan gaya yang mereka miliki. Allah tidak serta merta mendikte pesanpesan yang ingin disampaikan kepada para penulis atau menggunakan mereka sebagai juru bicara semata yang tidak memiliki peran samasekali. Oleh karena itu, untuk dapat mengerti dengan baik setiap bagian dalam Kitab Suci mau tak mau kita harus kembali lagi kepada masa dan tempat asal manusia penulis Kitab Suci dengan menggali pesan-pesan yang diungkapkan oleh para penulis tersebut. Pada tahap selanjutnya kita akan mempelajari secara lebih rinci ihwal penafsiran Kitab Suci. Pada titik ini kita telah bersepakat bahwa Kitab Suci harus ditafsirkan. Tak dapat disangkal memang ada pihak-pihak yang FB. Sinamartin, Jan beranggapan bahwa kita dapat memahami Kitab Suci dari kata-kata yang terkandung dalam Kitab Suci itu sendiri. Tetapi rentang waktu ribuan tahun lalu dan fakta bahwa Kitab Suci ditulis di dalam bahasa yang dipergunakan bagi orang-orang yang berbeda budaya, semakin meyakinkan kita bahwa mempelajari dan menafsirkan adalah sangat penting jika kita ingin memahami secara baik Kitab Suci. Untuk memperkuat pandangan ini, kita hanya memerlukan beberapa kutipan dari ayat Kitab Suci. Mazmur 144:1 berbunyi:” Terpujilah TUHAN, gunung batuku.” Apakah ini berarti bahwa Allah adalah benda-benda padat atau apakah ayat tersebut memiliki makna bahwa Allah adalah pencipta yang maha perkasa sehingga kita bisa bergantung padaNya? Dengan demikian menafsirkan Kitab Suci adalah penting. Contoh lain bisa kita temukan dalam Lukas 14:26, di mana Yesus berkata : "Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.” Apakah ini berarti bahwa Yesus mengajak kita membenci keluarga kita sendiri? Atau apakah ucapan Yesus dalam bahasa Armaic itu berarti lain? Lagi-lagi di sini ditunjukkan bahwa menafsirkan Kitab Suci adalah sangat penting. Penelitian Para Ilmuwan Ide menafsirkan Kitab Suci telah menempatkan sebagian orang Katolik dalam posisi yang tidak nyaman. Mereka mungkin memahami bahwa beberapa pasal-pasal Kitab Suci diasumsikan sebagai historis tetapi sekarang harus ditafsirkan dengan cara yang berbeda. Bukankah ini berarti bahwa seluruh isi Kitab Suci hanyalah cerita khayalan? Jelas bukan. Beberapa tahun belakangan ini memang telah terjadi perubahan pemahaman terhadap beberapa bagian Kitab Suci. Perubahan pemahaman ini karena hasil penemuan para ilmuwan di bidang bahasa, arkeologi, dan sejarah. Bahasa : Abad 19 dan 20 ini telah mengungkap ribuan dokumen yang sebelumnya tidak diketahui sejak jaman Kitab Suci. Naskah-naskah yang ditulis dalam bahasa Mesir, Babylonia, Persia, Aram, dan bahasabahasa lainnya memungkinkan para ilmuwan mengungkap cara-cara penulisan dan berpikir orang-orang kuno. Penemuan-penemuan seperti Gulungan Laut Mati (salinan naskah kuno dari beberapa bagian Kitab Suci dan beberapa tulisan lain ditemukan di gua-gua padang pasir selatan Yerusalem) pada 1947 telah membantu para ahli membuat kemajuan yang menakjubkan dalam memahami baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Arkeologi : Dalam dua abad belakangan ini, para arkeolog telah membawa pengertian baru pada Kitab Suci. Monumen-monumen dan kota-kota kuno telah digali dan dipelajari di Mesir, Palestina, dan tempat-tempat penting lainnya menurut Kitab Suci. Hampir seluruh aspek kehidupan yang disebutkan dalam Kitab Suci telah diklarifikasi sedemikian rupa. Sejarah : Ditopang oleh penemuan-penemuan arkeologi, para ahli sejarah telah memperoleh gambaran yang lebih akurat mengenai kehidupan masa lalu. Mereka telah mampu mendokumentasikan bagian-bagian dari Kitab Suci yang tidak historis dan yang historis. Alhasil, kita barangkali berada pada posisi yang lebih baik dalam memahami maksud dari penulis-penulis Kitab Suci sejak jaman Yesus. Mungkin kita perlu merevisi pandangan kita atas beberapa bagian dari Kitab Suci, namun demikian bukan berarti kita beranggapan bahwa secara keseluruhan isi Kitab Suci adalah dongeng belaka. Ada sejarah di dalam Kitab Suci. Tetapi ada pula perumpamaan-perumpamaan, puisi, ceritacerita pendek, drama, cerita tentang binatang, dan pelbagai macam tulisan lainnya. Hal-hal di atas sepertinya merupakan suatu tantangan tersendiri karena begitu luas cakupannya. Betul bahwa penelitian-penelitian seperti telah disebut di muka memerlukan pengetahuan bahasa-bahasa kuno, pelbagai budaya, dan sejarah. Barangkali ini di luar kemampuan manusia pada umumnya. Tetapi para ilmuwan Kitab Suci telah membantu banyak hal bagi kita. Melalui bantuan mereka kita dapat belajar mengenal dan FB. Sinamartin, Jan memahami bentuk-bentuk sastra Kitab Suci, seperti halnya kita mengenal dan memahami karya-karya sastra kontemporer dewasa ini. Kita memperoleh manfaat yang sangat besar atas penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan utamanya dalam hal penterjemahan Kitab Suci yang dewasa ini semakin bagus. Terjemahan-terjemahan Kitab Suci dewasa ini sudah mendekati makna naskah aslinya (dokumen-dokumen yang ditulis tangan) ketimbang terjemahan Kitab Suci beberapa puluh tahun lalu. Kalau kita membuka Kitab Suci Komunitas Kristiani (Edisi Pastoral Katolik, 2001) di sana akan kita jumpai latar belakang sejarah, masa penulisan masing-masing kitab sekaligus penulisnya, dan yang terpenting disediakan tafsiran di bagian bawah sebagai pedoman atau bantuan bagi para pembaca. Catatan penulis sebagai klarifikasi : Dalam buku ini kerap menyebut para ilmuwan Kitab Suci. Ini sekadar menunjuk kepada pekerjaan mereka sebagai ilmuwan. Segala upaya telah dilakukan di sini untuk mengikuti keyakinan ilmuwan atas ajaran-ajaran Gereja Katolik dan mengungkapkan pandangan yang sejalan dengan yang telah ditetapkan Gereja. Tetapi pandangan ilmuwan dapat berubah begitu ada bukti-bukti baru yang ditemukan oleh para arkeolog, ahli bahasa, dan sejarawan. Hal ini tentu saja tidak lantas membuat kita cemas. Iman kita tidak terletak pada spekulasi para ilmuwan, tetapi pada kebijaksanaan dan otoritas Allah. Sementara teori dan pendapat para ilmuwan berubah, doktrin dasar Gereja Katolik yang dibangun adalah pasti dan sepanjang masa sebab ia berasal dari Yesus Kristus sendiri, Tuhan dan Allah kita, “baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya.” (Ibr 13:8). Tafsir Modern Kitab Suci Tidak ada naskah tulisan tangan penulis asli yang bisa terpelihara hingga dewasa ini. Naskah-naskah tua yang ada adalah salinan dan terjemahan, beberapa naskah tua tersebut berusia ribuan tahun, bahkan ada yang lebih tua lagi. Pada abad-abad lalu, belum ada kesepahaman mengenai apa sesungguhnya yang dikatakan kitab-kitab asli. Tetapi kemajuan di bidang arkeologi, ilmu bahasa, dan ilmu sejarah telah membantu ilmuwan Kitab Suci mencapai kesepakatan mengenai hakikat dari teks-teks asli Kitab Suci. Alhasil, banyak perbedaan mendasar yang sebelumnya dapat kita temui pada terjemahan Kitab Suci Protestan maupun Katolik yang dewasa ini sudah dapat dihilangkan. Sebagai contoh, tambahan yang tidak alkitabiah pada Doa Bapa Kami, “[Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.] telah dihilangkan dalam terjemahan modern Kitab Suci Portestan. Namun demikian, akan tetap ada terjemahan versi Protestan maupun Katolik. Pada negara-negara yang berbahasa Inggris versi terjemahan ini lebih banyak lagi. Barangkali kita bertanya dalam hati, “Mengapa begitu banyak versi? “Versi mana yang harus saya pakai?” Tak dapat disangkal bawa terjemahan Kitab Suci banyak sekali versinya. Karena sebuah kata bisa saja memiliki banyak arti dan bisa menjadi pokok perbedaan dalam penafsiran. Seorang penerjemah mungkin lebih suka menggunakan kata membantu. Tetapi lainnya lebih senang memakai kata menolong. Bagi seorang ahli bahasa kata cinta barangkali lebih menjadi pilihan ketimbang kata karitas. Tetapi ahli bahasa lainnya kata karitas merupakan pilihan yang terbaik. Beberapa terjemahan diupayakan sedekat mungkin mengikuti bahasa aslinya, sementara terjemahan bebas, atau parafrase, menekankan ide-ide yang dinyatakan kembali dengan kata-kata sendiri. Pendekatan yang pertama menghasilkan versi terjemahan yang mendekati penulis asli, tetapi bahasanya mungkin terlihat kaku. Sedangkan yang ke-2 memiliki keuntungan karena menghasilkan lebih banyak keragaman teks-teks yang lebih enak dibaca, tetapi hal ini bisa mengakibatkan hasil terjemahannya agak bias dari maksud aslinya. Di Indonesia pun terjemahan Kitab Suci banyak ragamnya, seperti Kitab Suci Dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari, Kitab Suci Terjemahan Baru Versi I, Kitab Suci Terjemahan Baru Versi II, belum lagi yang diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa daerah seperti Batak, Jawa, Sunda, Minahasa, Bugis, dll. Selain itu FB. Sinamartin, Jan ada yang diterjemahkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) untuk Protestan. Sedangkan yang Katolik dikerjakan oleh Lembaga Biblika Indonesia (LBI). Namun demikian KWI tetap mengakui hasil terjemahan yang dikeluarkan oleh LAI. Sebagai orang Katolik kita bisa memilih Kitab Suci hasil terjemahan LAI dengan tambahan kitab-kitab Deuterokanonika yang diselenggaran oleh LBI. Atau kita bisa menggunakan Kitab Suci Komunitas Kristiani Edisi Pastoral Katolik (Penerbit OBOR, 2002). Awal Mula Membaca Kitab Suci Kitab Suci sejatinya merupakan sebuah kumpulan kitab-kitab. Kitab itu sendiri merupakan hasil terjemahan dari bahasa Yunani biblia. Kitab Suci juga kerap disebut dengan “Kumpulan Karya Tulis Sakral” (the sacred writings). Pada dasarnya terdapat dua bagian penting dalam Kitab Suci yaitu : Perjanjian Lama, ditulis sebelum jaman Yesus Kristus, dan Perjanjian Baru, ditulis dalam masa 100 tahun setelah Kematian dan Kebangkitan Kristus. Sebagian besar Kitab Suci memiliki daftar isi serta metoda penomoran baik untuk Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Selain itu biasanya terdapat pula daftar singkatan yang lazimnya merujuk kepada setiap kitab di dalam Kitab Suci. Masing-masing kitab dibagi-bagi lagi menjadi bab-bab dan ayat-ayat. Sistem penomoran yang dipakai dewasa ini sejatinya bukan merupakan bagian dari Kitab Suci yang asli, pemenggalan pada bab-bab dan ayat-ayat seringkali tidak sinkron dengan arti teks. Namun demikian metoda ini telah diterima oleh masyarakat dunia guna menemukan kutipan-kutipan di dalam Kitab Suci. Cara yang lazim digunakan untuk merujuk pada kutipan-kutipan Kitab Suci adalah sebagai berikut : pertama, penyebutan nama Kitab (biasanya disingkat, seperti Matius disingkat dengan Mat., Kejadian menjadi Kej.); kedua, diikuti oleh sebuah angka, yang menunjukkan pada Bab dari kitab tersebut. Mat 2 berarti Injil Matius Bab 2. Setelah itu diikuti dengan titik dua (:) dan dilanjutkan dengan angka, yang menunjuk pada Ayat. Mat 2:19-23 berarti Injil Matius Bab 2, Ayat 19 s/d 23. Jika kutipan yang kita pilih merujuk pada lebih dari satu bab, akan ditulis demikian : Mat 2:19-3:6, dibaca Injil Matius Bab 2, Ayat 19 sampai dengan Bab 3, Ayat 6. Kerap pula ayat-ayat tertentu di dalam satu Bab dirujuk, tetapi lainnya dilewati. Sebuah koma biasanya digunakan untuk menunjuk pada ayat-ayat yang dilewati. Sebagai contoh, 1 Raj 2:1-4, 10-11 mengacu pada Kitab Pertama Raja-raja Bab 2, Ayat 1 s/d 4 dan Ayat 10 s/d 11. (Ayat-ayat 5 s/d 9 dilewati). Metoda penomoran ini pada awalnya akan membuat kita bingung, tetapi ia akan menjadi mudah setelah kita terbiasa dengan Kitab Suci dan setelah melalui proses membuka dan membaca bab demi bab. Setelah kita memahami metoda penulisan kutipan dalam Kitab Suci. Mulai sekarang seluruh kutipan Kitab Suci dalam buku ini akan menggunakan singkatan dan penomoran yang telah dijelaskan di muka. Singkatan dan metoda penomoran yang telah kita pelajari lazim digunakan di gereja-gereja Indonesia, baik Katolik maupun Protestan. Alat-bantu Memahami Kitab Suci Buku A Catholic Guide To The Bible ini, akan membimbing para pembaca menjelajahi Kitab Suci. Alatbantu lain barangkali dapat kita temukan dalam buku-buku yang mengkhususkan diri pada Studi Kitab Suci. Komentar Kitab Suci misalnya, memuat penjelasan ayat demi ayat pada setiap bab-bab dalam Kitab Suci. Atlas Kitab Suci membantu kita menemukan tempat atau letak kejadian-kejadian (kisah) di dalam Kitab Suci baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Atlas Kitab Suci terkadang memberi penjelasan rinci tentang kehidupan sehari-hari di jaman kuno (jaman Kitab Suci). Konkordansi memuat daftar kata-kata yang ada dalam Kitab Suci serta menunjukkan pada bab serta pasal di mana kata-kata tersebut berada. Catatan FB. Sinamartin, Jan Penterjemah : Di Indonesia Konkordansi Alkitab karangan Dr. D.F. Walker sejak 1978 telah dipergunakan di kalangan gereja maupun mahasiswa teologi. Kamus Kitab Suci memberikan penjelasan mengenai kata-kata, nama-nama, dan tempat-tempat penting yang ada di dalam Kitab Suci. Audio Kitab Suci biasanya diperuntukkan kepada pembaca tuna-netra sehingga Sabda Allah sampai juga kepada mereka melalui alatbantu tersebut. Atau Audio Kitab Suci bisa juga dipergunakan jika tempat dan waktu memang kurang memungkinkan jika memakai sarana Kitab Suci biasa. Program Komputer Kitab Suci, adalah Kitab Suci yang ditulis menggunakan sarana program komputer sehingga pengguna dapat langsung mengakses setiap kata dan ayat dan langsung ditampilkan di layar komputer. Sesungguhnya terdapat puluhan ribu buku yang menyediakan informasi mengenai Kitab Suci. Banyak di antaranya yang sejalan dengan ajaran gereja Katolik tetapi banyak pula yang tidak sesuai dan bahkan menyerang ajaran Gereja Katolik. Kita harus pandai memilah-milah buku-buku mana yang dapat membantu kita mendalami Kitab Suci. Iman dan Kitab Suci Kitab Suci telah menjadi kitab yang paling banyak dibeli orang – bestseller --selama dua ribu tahun. Karena Kitab Suci menyapa setiap manusia sesuai konteks situasinya. Ia juga merefleksikan emosi manusia dan melukiskan sebuah gambar yang tepat mengenai seluruh aspek kehidupan manusia : baik dan buruk. Ia adalah literatur agung : sejarah yang hidup, puisi yang memiliki jiwa, dan cerita-cerita yang mungkin tak terlupakan. Perikop-perikop seperti “ Tuhan adalah gembalaku” (Mzm 23) dan perumpamaan Yesus tentang Anak Yang Hilang (Luk 15:11-32) adalah sangat terkenal dan disukai oleh ratusan juta orang di seluruh dunia. Tetapi alasan utama mengapa Kitab Suci menjadi bestseller adalah karena ia mendapat inspirasi Allah. Hal ini berarti bahwa Allah mempengaruhi para manusia penulis Kitab Suci untuk mengajarkan kebenaran bagi keselamatan kita. Allah menghadiahi kita Kitab Suci untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan paling mendasar dalam hidup kita seperti : “Mengapa kita hidup di dunia?” “Bagaimana segala sesuatu diciptakan?” “Apakah Allah itu sungguh ada, dan jika benar-benar ada, seperti apa Allah itu?” “Bagaimana seharusnya kita hidup?” “Apa yang terjadi kemudian setelah kita mati?” Memandang Kitab Suci hanya sebagai literatur yang kita pelajari sebagaimana halnya buku-buku pelajaran lainnya adalah sangat mungkin, namun cara pandang seperti itu kurang tepat. Kita barangkali memahami isi Kitab Suci dan mendiskusikannya secara ilmiah mengenai beberapa pokok bahasan, tetapi kita akan gagal dalam memahami masalah yang sangat penting, kecuali kita bertanya pada diri kita : Apakah Kitab Suci benar-benar inspirasi Allah? Apakah Allah benar-benar berbicara kepada kita melalui halaman-halaman Kitab Suci? Apakah Kitab Suci memberikan pedoman hidup bagi kita? Apakah kita percaya pada pesan-pesan Kitab Suci tentang keselamatan dan kehidupan kekal melalui Yesus Kristus? Kitab Suci akan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas. Kita barangkali merasa nyaman dan puas ketika membaca sebuah novel yang bagus, tetapi ia tidak akan menyebabkan kehidupan kita berubah. Namun ketika kita membaca Kitab Suci, kita senantiasa ditantang untuk percaya dan menaruh harapan, untuk mencintai dan memberi, untuk berkorban dan saling membagi, untuk memaafkan dan menerima maaf, untuk tumbuh dan percaya. Barangkali kita menghargai Kitab Suci sebagai literatur yang hebat, akan tetapi kita baru benar-benar memahami Kitab Suci hanya setelah kita menyadari bahwa Kitab Suci adalah sarana dialog dengan Allah Yang Hidup. Beberapa tahun lalu saya berjumpa dengan seorang wanita lanjut usia yang didiagnosa menderita kanker yang mematikan. Setelah kami berbincang-bincang mengenai penyakitnya, saya bertanya apakah ia takut mati? “Oh tidak,” jawabnya tegas. “Yesus akan menuntun saya ke surga. Saya ingin hidup bersama suamiku lagi, dengan kedua orang tuaku. Saya percaya Tuhan akan menolong saya.” Ia benar-benar “memahami” Kitab Suci-nya! Mungkin ia tidak dapat mengutip bab dan ayat Kitab Suci, tetapi FB. Sinamartin, Jan ia sangat mengerti akan janji Kristus, dan ia sungguh percaya! Sebaliknya sangat mungkin bagi seorang ilmuwan mengetahui hampir seluruh kata yang pernah diucapan Yesus yang berkaitan dengan kehidupan kekal tetapi ia tidak mempercayai satu kata pun. Tujuan kita melakukan studi Kitab Suci adalah mempelajari apa yang Allah katakan dalam Kitab Suci dan mempercayai-Nya serta kemudian melaksanakannya. Berdoa sebelum membuka Kitab Suci adalah sangat penting, karena dengan berdoa kita membuka hati dan pikiran kita kepada Sabda Allah melalui kata-kata-Nya yang tertulis dalam halaman-halaman Kitab Suci. Pada saat kita memperlajari Kitab Suci dan isi Kitab Suci sedang memenuhi kepala kita. Atau pada saat kita membuka Kitab Suci sebagai langkah awal untuk berdoa. Atau ketika kita membuka Kitab Suci untuk mencari petunjuk, hendaklah kita mengawali langkah tersebut dengan berdoa kepada Tuhan : “Ya Allah, bantulah saya untuk memahami dan mengerti Sabda-Mu. Buatlah aku percaya pada Sabda-Mu. Kuatkanlah aku untuk melaksanakan Sabda-Mu itu. Amin.” Pertanyaan untuk bahan Diskusi dan Renungan 1. Adakah perikop-perikop dalam Kitab Suci yang menjadi favorit Anda? Mengapa? Pada bagian mana dari Kitab Suci yang masih membuat anda bingung? Mengapa? 2. Pada saat anda membuka Kitab Suci, atau ketika anda membaca Kitab Suci pada waktu mengikuti pelayanan doa, apakah anda sadar bahwa Allah sedang berbicara dengan anda melalui kata-kata yang tertulis dalam Kitab Suci? Aktivitas Diamlah untuk beberapa saat. Renungkanlah hal-hal yang paling penting yang belum anda mengerti dalam hidup anda. Kemudian, tulislah sebuah doa yang isinya memohon kepada Tuhan agar berkenan membatu menemukan jawaban tersebut dari dalam Kitab Suci. Selipkanlah doa ini di dalam Kitab Suci anda dan gunakan doa ini pada saat anda mempelajari atau membaca Kitab Suci. van bagi kehidupan kita pada masa kini. Sunday, October 08, 2006 Bab Dua : Para Penulis Kitab Suci : Allah dan Manusia Dalam kehidupan sehari-hari tanpa kita sadari, kita dikelilingi bukan saja oleh hal-hal yang kasat mata tetapi juga oleh hal-hal yang tidak kasat mata seperti suara-suara yang masuk ke telinga kita : teater dan simfoni, permainan sepak bola dan berita-berita, talk shows dan musik pop, misalnya. Dipancarkan dari stasiunstasiun televisi, hal-hal yang kasat mata serta suara-suara itu menjadi sesuatu yang terlihat nyata di mata dan nyaman di telinga begitu kita menyalakan pesawat televisi. Namun, di sekeliling kita terdapat pula hal-hal yang kasat mata dan suara-suara yang agak “berbeda,” FB. Sinamartin, Jan seperti : pesan-pesan cinta dan kebenaran, gambaran keagungan dan keindahan. Hal-hal yang kasat mata serta suara-suara ini akan menjadi lebih jelas dan lebih indah terdengar ketika kita memalingkan hati dan pikiran kita kepada Allah. Kita mengetahui bahwa hal-hal yang bersifat kasat mata dan suara-suara yang dapat didengar oleh telinga itu awalnya ditangkap dan direkam oleh kamera televisi, lalu dipancar-siarkan melalui studio, dan pada gilirannya kemudian diterima melalui pesawat televisi di rumah kita. Barangkali kita tidak begitu jelas memahami bagaimana Tuhan mengirimkan pesan-pesan-Nya kepada kita atau bagaimana kita menerima pesan-pesan itu. Tetapi melalui tradisi-tradisi yang ada pada orang-orang Yahudi dan Kristen, kita belajar bahwa Allah berkomunikasi dengan kita melalui keindahan alam, melalui peristiwa-peristiwa di dalam hidup kita, dan juga melalui pengalaman-pengalaman doa kita. Kita juga belajar bahwa kita mendengarkan Allah melalui penyelarasan perasaan, intelektualitas, ingatan dan kehendak hati, imajinasi dan emosi-emosi kita akan realitas kehadiran, tindakan, dan komunikasi Allah. Kualitas gambar dan suara yang kita terima melalui pesawat tv bergantung pada banyak hal. Cuaca atau alatalat listrik di rumah kita, antena yang berkarat atau pesawat tv yang sudah tua dapat mengganggu kualitas gambar di layar dan suara di speaker pesawat tv. Begitu pula kualitas gambar dan pesan yang kita terima dari Allah dapat terhalang oleh pelbagai macam faktor. Pikiran-pikiran kita dapat terbutakan oleh dosa. Pesanpesan yang menyesatkan yang menolak keberadaan Allah dapat mendistorsi hati kita. Perasaaan dan intelektualitas, ingatan dan keinginan, imajinasi dan emosi-emosi kita mungkin begitu terbebani dengan keinginan mengejar hal-hal duaniawi sehingga hampir mustahil memberikan perhatian kita secara langsung kepada Allah. Inspirasi Alkitabiah Dewasa ini berkat kemajuan teknologi telah memungkinkan bagi kita untuk mengatasi pelbagai hambatan sehingga penerimaan siaran televisi menjadi semakin baik. Sinyal-sinyal selain dipancarkan melalui antena kenvensional kini juga dipancarkan melalui satelit. TV Kabel memungkinkan penerimanya mengakses langsung dari sumbernya. Film-film kini direkam dalam format VCD atau DVD dan dapat diputar ulang melalui player dengan ketajaman gambar dan kejernihan suara yang luar biasa. Teknologi tidak dapat menghilangkan hambatan-hambatan yang menjadi penghalang hubungan Allah dengan kita, tetapi “inspirasi” yang berasal dari Allah mampu mengatasi penghalang-penghalang tersebut. Dalam sejarah Yahudi dan Kristen kita mengenal orang-orang yang mencari Allah dengan begitu intens sehingga pada akhirnya mereka bisa “melihat wajah Allah” dan mampu “mendengar suara Tuhan.” Dengan kata lain, mereka mendapat inspirasi Allah. Pengalaman mereka akan Allah melalui alam, orang, peristiwa, dan doa barangkali tidak jauh berbeda dengan apa yang kita alami pada saat kita menemukan Allah. Pada beberapa kasus, mereka mendapat inspirasi Allah melalui pekerjaan penelitian “ilmiah” tanpa menyadari bahwa Allah telah bekerja melalui mereka (2 Mak 2:1932 dan Luk 1: 1-4). Pada kejadian lain, mereka menerima inspirasi Allah melalui pengungkapan yang sangat dramatis seperti penampakan-penampakan yang dialami nabi Yesaya (Yes 6). Apakah mereka memperoleh inspirasi melalui proses-proses alami atau melalui peristiwa-peristiwa mukjijat, yang jelas mereka tetap menyampaikan pengalaman-pengalaman itu kepada yang lainnya. Kadangkala, komunitas Yahudi maupun Kristiani menganggap persepsi-persepsi mereka akan Allah sebagai otentik, lantas mencatat persepsi-persepsi tersebut, dan kemudian memeliharanya sebagai sesuatu yang sakral. Dari masa ke masa di bawah bimbingan Allah, komunitas itu mengumpulkan tulisan-tulisan sakral itu menjadi sebuah buku yang menyatakan iman mereka dan membantu membentuk iman generasi-generasi mendatang. Mengingat Kitab Suci berasal dari penulis-penulis yang mendapat inspirasi melalui komunitas, maka persepsipersepsi akan Allah yang terdapat dalam Kitab Suci berbeda dari persepsi-persepsi yang bukan berasal dari FB. Sinamartin, Jan Kitab Suci. Persepsi-persepsi akan Allah di dalam Kitab Suci memiliki kedudukan khusus karena persepsipersepsi itu dipahami oleh komunitas, yakni Gereja, sebagai inspirasi Allah. Kitab Suci Dewasa ini Mengingat Allah memberi inspirasi kepada penulis-penulis Kitab Suci melalui cara sedemikian rupa sehingga inspirasi itu diakui oleh Gereja, maka Kitab Suci itu sendiri yang berbicara kepada kita dewasa ini. Kita mampu dan menjadi keharusan bagi kita untuk senantiasa berkomunikasi dengan Allah melalui doa-doa pribadi. Namun kita tetap harus berjuang dan berusaha. Sebagaimana pesawat tv yang sangat bergantung pada antena yang lokasinya jauh dari stasiun pemancar, kita kerap menerima gambar dan suara yang kurang baik kualitasnya serta pesan-pesan yang kerap dibalut oleh dosa-dosa. Kitab Suci bisa kita ibaratkan dengan sebuah alat perekam VCD/DVD di mana kita bisa menyandarkan seluruh kesadaran dan visi-visi serta pesan yang kita terima tanpa salah dari Allah. Melalui Kitab Suci gambaran-gambaran tentang Allah diwariskan kepada kita oleh Abraham, Musa, dan komunitas Yahudi. Melalui Kitab Suci gambaran-gambaran mengenai Allah disampaikan oleh Lukas, Paulus, serta komunitas Kristen Perdana. Melalui seluruh kitab di dalam Kitab Suci, gagasan-gagasan kita mengenai Allah diklarifikasi dan kemampuan kita berbicara dengan Allah ditingkatkan mutunya. Kitab Suci menempatkan hubungan kita dengan Allah dengan cara yang istimewa dan penuh daya! Latar Belakang Sejarah Kitab Suci – “SM.” Penyusunan Kitab Suci sejalan dengan sejarah manusia. Siapa pun yang ingin mengenal secara mendalam Kitab Suci mau tak mau ia harus juga memahami sejarah komunitas Yahudi dan Kristen Perdana yang melahirkan Kitab Suci itu. Kita akan mempelajari sejarah tersebut pada bab-bab berikutnya. Pada Bab Dua ini kita akan melihat secara sekilas peristiwa-peristiwa penting sebagai kerangka untuk mempelajari sejarah itu lebih lanjut. Peristiwa penting itu bermula dari seorang yang bernama Abram, berasal dari Ur, sebuah kota kuno di wilayah utara Teluk Persia. Kira-kira pada tahun 1900 S.M. keluarga Abram pindah ke Haran, sebuah kota di wilayah perbatasan Turki-Suriah modern. (Catatan : Tahun-tahun yang merujuk kepada Perjanjian Lama kebanyakan adalah perkiraan). Di kota Haran inilah Abram menerima panggilan Allah untuk pindah ke wilayah Kanaan (wilayah yang dari masa ke masa dinamakan Tanah Terjanji, Israel, Yudea, Palestina, dan Tanah Suci). Tuhan mengadakan perjanjian dengan Abram, merubah namanya menjadi Abraham dan berjanji bahwa ia dan istrinya Sarah (perubahan dari Sirai), akan melahirkan seorang anak laki-laki, yang merupakan awal dari garis keturunannya yang panjang. Anak laki-laki itu adalah Ishak, ayah dari Yakob yang kemudian mempunyai 12 anak. Kira-kira tahun 1720 S.M. Yakob dan keluarganya berpindah ke Mesir, di mana keturunannya, orangorang Ibrani, menjadi budak di sana. Tahun 1250 S.M. seorang Ibrani bernama Musa mendengar suara Allah yang menyuruhnya menjadi pemimpin orang-orang sebangsanya (dikenal juga dengan sebutan Israel dan Yahudi) untuk membebaskan diri dari perbudakan di Mesir menuju Kanaan, Tanah Terjanji. Musa menerima tugas itu dan membawa orang-orang Ibrani melakukan perjalanan yang penuh resiko ke luar dari Mesir. Di gunung Sinai ia merima suatu tanda baru yakni “Sepuluh Perintah Allah,” kemudian ia memimpin umat Israel mengembara di padang gurun selama empat puluh tahun. Musa meninggal sebelum memasuki Tanah Terjanji, dan panglima perangnya, Yoshua, membawa orang-orang Yahudi memasuki Kanaan. Setelah itu masa-masa penaklukan pun dimulai, dengan dua-belas suku (pembagian suku bangsa Israel berdasarkan anak-anak Yakob) bangsa menetap di pelbagai tempat di Kanaan. Orang-orang Israel itu lalu berperang dengan penduduk asli (Filistin dan lainnya) melalui pertempuran yang lama dan masa ini dikenal dengan jaman Hakim-Hakim. FB. Sinamartin, Jan Kira-kira tahun 1020 S.M. Saul, seorang pemimpin yang memiliki kharisma, mulai mempersatukan suku-suku Israel dan kemudian ia diangkat menjadi raja. Ia kemudian menjadi tidak waras dan mati terbunuh di dalam peperangan. Ia kemudian digantikan oleh seorang serdadu muda bernama Daud. Pada tahun 1000 S.M. Daud mempersatukan kembali suku-suku bangsa Israel, kemudian menetapkan Yerusalem sebagai pusat pemerintahan. Daudlah yang membuat Israel menjadi sebuah kekuatan yang disegani di Timur Tengah. Pada tahun 961 S.M. putranya, Salomo, menggantikannya sebagai raja dan membangun Bait Allah yang megah di Yerusalem. Kendati demikian menjelang masa akhir pemerintahannya ia jatuh ke dalam penyembahan berhala serta membebani rakyatnya dengan pajak yang tinggi dan memaksa rakyatnya menjadi pekerjapekerja dengan upah minim. Anaknya, Rehoboam, yang menggantikannya sebagai raja meneruskan kebijaksanaan ayahnya. Dan pada tahun 1922 S.M. perang sipil pecah sehingga kerajaan terbelah dua : Israel di wilayah utara dengan ibukota Samaria dan Yehuda di wilayah selatan dengan ibukota Yerusalem (beberapa ilmuwan memperkirakan perpecahan ini terjadi pada tahun 927 S.M. atau 931 S.M.). Setelah pecah kedua kerajaan bukannya bertambah baik kondisinya tetapi justru sebaliknya : tidak ada kepemimpinan yang kuat dan rakyatnya jatuh ke dalam dosa karena berpaling dari Allah. Pada tahun 721 S.M. bangsa Asyur (kini bagian Iraq modern) menyerang Israel; para pemimpin pemerintahan dibantai atau diasingkan. Orang-orang asing dibawa masuk Israel dan berasimilasi dengan orang-orang Israel yang tidak ikut terbuang, dari hasil asimilasi ini terbentuklah bangsa baru yang dinamakan Samaria. Tahun 587 S.M. kerajaan Yehuda ditaklukkan oleh kerajaan Babel (juga bagian dari Iraq modern). Yerusalem dijarah dan diporak-porandakan, tembok yang mengelilinginya dirobohkan, dan Bait Allah dihancurkan. Dan orang-orang Yehuda yang selamat diasingkan ke Babel. Beberapa dekade kemudian, Cyrus raja Persia mengalahkan Babel. Tahun 539 S.M. ia mengijinkan orangorang Israel kembali ke nagaranya. Dan mereka mendapati Yerusalem yang hancur berantakan. Kendati mendapat gangguan dari negara-negara sekitar orang-orang Israel berhasil membangun Bait Allah yang baru dan berhasil mendirikan kembali tembok kota pada tahun 445 S.M. Tetapi keinginan meraih kembali masa kejayaan jaman raja Daud tinggal impian. Pada tahun 332 S.M., Alexander Agung mengambil alih pemerintahan. Setelah kematiannya, bangsa Mesir dan Asyur silih berganti menaklukkan bangsa Yahudi, dan tahun 167 S.M orang-orang Asyur membantai orang-orang Yahudi dengan kejam. Namun demikian orang-orang Asyur mendapat perlawanan keras dari sebuah keluarga Yahudi yang pemberani bernama Makabe, yang berhasil merebut kemerdekaan pada tahun 142 S.M. Masa meredeka in tidak berlangsung lama, karena pada tahun 63 S.M orang-orang Roma menaklukkan Yerusalem dan menetapkan Palestina (gabungan Idumea, Yehuda, Samaria, dan Galilea) sebagai negara boneka. Tahun 37 S.M. Herodes Agung diangkat oleh orang-orang Roma sebagai raja : kejam tetapi ia berusaha membangun negara tanpa kenal lelah. Pemerintahannya berakhir pada tahun 4 S.M. Kirakira dua tahun menjelang habis masa pemerintahannya, Yesus Kristus lahir. (Para ahli yang pada awalnya menetapkan tahun kelahiran Yesus meleset 6 atau 7 tahun). Latar Belakang Sejarah Kitab Suci – “M.” Yesus dibesarkan di kota bernama Nasaret, kira-kira seratus kilometer utara Yerusalem. Ia belajar berdagang dari ayah angkatnya, Yusuf, seorang tukang kayu. Kira-kira pada umur tiga puluh tahun, Yesus mulai mengkotbahkan sebuah pesan yang menarik hati banyak orang Israel yaitu : Kerajaan Allah telah datang ke dunia dan pengharapan orang-orang yang percaya akan terpenuhi melalui Yesus. Ia mempertunjukkan kekuatan-kekuatan yang menakjubkan melalui mukjizt-mukjizat penyembuhan. Ia mengumpulkan sekelompok orang berjumlah dua belas murid yang menjadi “pembantu khsus”-Nya. Banyak yang telah mendengar ajaran dan menyaksikan mukjizat-mukjizat Yesus berharap bahwa Yesus akan mengalahkan orang-orang Romawi dan membangun negeri mereka sehingga menjadi satu kekuatan dunia sebagaimana masa kejayaan Raja Daud. FB. Sinamartin, Jan Tetapi, popularitas Yesus dianggap membahayakan orang-orang Saduki dan Herodian, kelas masyarakat yang berkuasa di antara orang-orang Yahudi pada waktu itu. Mereka lalu bekerjasama dengan orang-orang Romawi, karena mereka khawatir pengikut Yesus yang jumlahnya besar itu akan melancarkan suatu pemberontakan. Kelas masyarakat lain yang juga penting di Palestina, Farisi, tersinggung ketika Yesus mengkritisi ketaatan mereka atas anggapan bahwa manusia akan diselamatkan hanya dengan melaksanakan ribuan peraturan secara rinci yang diwariskan kepada mereka. Kemudian, orang-orang Saduki, Herodian, dan Farisi berkomplot melawan Yesus. Dengan bantuan Yudas Iskariot, satu dari antara ke-12 murid, Yesus ditangkap, diajukan ke pengadilan tinggi -- Sanhedrin -- yang tidak jujur dan dijatuhi hukuman mati. Karena pemuka-pemuka Yahudi tidak mau dipersalahkan atas kematian Yesus, mereka menginginkan Yesus dihukum salib, jenis hukuman mati ala Romawi, dan yang menjatuhi hukuman itu adalah Ponsius Pilatus, Gubernur Roma. Yesus disalibkan pada hari Jum’at siang di antara dua orang kriminal di suatu tempat bernama Golgota, di luar tembok Yerusalem. Ia wafat setelah menderita sengsara selama beberapa jam. Dan seorang serdadu Roma menikam lambung Yesus guna memastikan bahwa Ia benar-benar telah meninggal. Setelah itu, Yesus dikuburkan dan makam Yesus ditutup dengan sebuah batu besar. Serdadu-serdadu diperintahkan untuk menjaga makam itu. Musuh-musuh Yesus beranggapan bahwa mereka telah mengalahkanNya untuk selama-lamanya. Tetapi pada Minggu pagi, kuburan diketemukan dalam keadaan terbuka dan kosong. Tidak ada seorang pun mengetahui apa yang terjadi sampai ketika Yesus menampakkan diri di hadapan murid-murid-Nya dengan penuh kemuliaan. Ia tidak lagi dibatasi oleh dimensi waktu dan ruang. Selama kurun waktu empat puluh hari, Yesus kerap menampakkan diri kepada murid-murid-Nya dan juga kepada beberapa orang lainnya. Ia mengingatkan kembali murid-murid-Nya bahwa tentang kematian dan kebangkitan-Nya yang telah diramalkanNya sebelumnya sebagai jalan Allah mengalahkan maut dan membawa umat manusia kepada kehidupan kekal. Ia memerintahkan kepada murid-muridNya untuk mengajarkan “Kabar Gembira penyelamatan” ini ke seluruh dunia, ajar mereka bahwa mereka adalah tanda kehadiranNya yang berkelanjutan di muka bumi. Setelah berkata demikian Ia terangkat ke surga. Sepuluh hari kemudian muridmurid Yesus disentuh oleh kekuatan Roh Allah. Dipimpin oleh Petrus, orang pertama di antara murid-murid, mereka mulai mengajar kepada ribuan orang bahwa Yesus yang bangkit adalah Mesias yang diharapkan kedatangannya oleh orang-orang Yahudi. Mereka mengajak para pendengarnya untuk beriman kepada Yesus dan bersatu dengan Yesus melalui pembabtisan. Jumlah orang yang percaya kepada Yesus bertambah menjadi ribuan banyaknya, tetapi tentangan dari pemuka-pemuka Yahudi juga semakin menguat. Pada tahun 36, enam tahun setelah Yesus bangkit, penganiayaan terhadap pengikut-pengikut Yesus marak di mana-mana, dimotori oleh seorang Farisi bernama Saulus. Ia menyaksikan hukuman mati yang dijatuhkan kepada Stefanus, seorang pemimpin gereja. Dan Saulus memasukkan banyak pengikut Kristus ke dalam penjara. Lalu terjadilah peristiwa yang sangat dramatis dan tak terduga. Saulus mengalami penampakan Yesus Kristus yang bangkit dan mulai memproklamirkan bahwa Yesus adalah Mesias. Orang-orang percaya lainnya yang dipaksa ke luar Yerusalem oleh pemuka-pemuka Yahudi, mulai mengajarkan Kabar Gembira penyelamatan ini kepada orang-orang Yahudi dan orang-orang bukan Yahudi. Kendati dibawah ancaman penganiayaan, para pengikut Kristus – yang belakangan disebut orang-orang Kristen --, terus mengajarkan Kabar Gembira ini. Orang-orang yang percaya terus bertumbuh dan saling mengasihi satu sama lain. Perlahan-lahan mereka menanggalkan hubungan mereka dengan ke-Yahudi-an, karena penganiayaan dan karena banyak orang Yahudi yang menolak Yesus sebagai Mesias. Kekristenan segera menyebar melalui wilayah-wilayah yang sudah beradab. Saulus, yang berganti nama menjadi Paulus dan misionaris-misionaris lainnya mewartakan ajaran Yesus di wilayah Asia Kecil, Eropa, Afrika, dan Asia. Tugas pewartaan ini dipermudah oleh jalur-jalur yang sudah dibuat lebih dahulu oleh orangorang Romawi dan sikap orang-orang Romawi yang cinta damai. Tetapi di kemudian hari justru kekaisaran Roma menjadi musuh para pengikut Kristus. Nero, penguasa Roma saat itu (kira-kira pada pertenghanan tahun 60-an) mulai menganiaya orang-orang Kristen. Dan menurut tradisi, Petrus dan Paulus menjadi martir di FB. Sinamartin, Jan Roma. Secara akal sehat, Kekaisaran Romawi seharusnya sudah menghancurkan orang-orang Kristen dengan penganiayaan yang begitu hebat, namun demikian Kekristenan justru bertumbuh subur. Roma mengambil peran penting dalam perkembangan Kekristenan selanjutnya. Setelah Herodes Agripa mati pada tahun 44, pemberontak-pemberontak yang disebut orang-orang Zelot, mulai melancarkan “perang suci” melawan pendudukan Roma. Dan pada tahun 66 perang itu meletus menjadi sebuah revolusi besar. Dan pada tahun 70 orang-orang Romawi menghancurkan Yerusalem, membantai penduduknya, dan menjadikan kota itu seperti puing-puing. Bait Allah tidak ada lagi, dan Kekristenan semakin jauh terpisahkan dari akar keYahudi-annya. Orang-orang Kristen segera mambangun identitasnya sendiri sebagai sebuah Gereja. Pola struktur Gereja kemudian ditetapkan. Gereja-gereja lokal dipimpin oleh seorang Uskup yang dibantu oleh imam-imam dan para diakon. Uskup-uskup yang menggantikan Petrus sebagai Uskup Roma, memiliki otoritas yang sama sebagaimana yang telah diberikan oleh Yesus sendiri; mereka adalah yang utama di antara para uskup sebagaimana Petrus yang utama di antara murid-murid Yesus (para rasul). Masa-masa penganiayaan oleh orang-orang Roma terus berlanjut, tetapi gereja juga terus berkembang. Pada tahun 100 para pengikut Kristus berkisar antara 300.000 – 500.000. Dan pada tahun 313, ketika jumlah orangorang Kristen menjadi beberapa juta, Kaisar Roma, Constantine, mengeluarkan Deklarasi Milano, mememberikan semacam “toleransi” agama kepada Gereja. Kekristenan kemudian menjadi Gereja Katolik (gereja universal), seperti yang dikehendaki oleh Kristus sendiri. Penyusunan Perjanjian Lama Orang-orang Yahudi memandang Abraham sebagai “bapa orang-orang beriman” dan Musa sebagai pemimpin yang membawa mereka dari perbudakan menuju kepada kebebasan. Pemberian penghormatan istimewa kepada Abraham dan Musa ini karena kitab-kitab suci orang Yahudi (Perjanjian Lama) merujuk kepada kedua orang ini. Baik keturunan Abraham maupun Musa mewariskan kisah-kisah kepahlawanan serta ajaran-ajaran kedua “orang besar” ini dari generasi ke generasi. Dan mereka juga mengaitkan latar belakang tradisi-tradisi iman mereka dengan mazmur dan cerita kepahlawanan, puisi dan perumpamaan, legenda dan hukum. Tetapi kisah-kisah, tradisi-tradisi, dan iman mereka belum menemukan bentuknya sampai kira-kira 100 tahun sesudah Kebangkitan Kristus. Ada banyak teori mengenai hal ini. Salah satu teori (yang selalu diperbarui dari tahun ke tahun) berpegang pada pendirian bahwa Perjanjian Lama dikembangkan dari bermacama-macam sumber. Salah satu kumpulan tradisi-tradisi awal itu dicatat semasa Daud dan Salomo memegang tampuk kekuasaan. Tradisi-tradisi itu, termasuk beberapa cerita yang sangat terkenal dan disukai dalam Kitab Suci, memakai “Yahweh” sebagai penyebutan bagi Allah. Dan tradisi-tradisi ini kemudian dikenal dengan sebutan Yahwist. Setelah perang saudara tahun 922 S.M., kumpulan tradisi-tradisi lainnya yang menggunakan “Elohim” untuk menyebut nama Allah dikenal sebagai tradisi Elohist, ditulis di wilayah kerajaan Utara (Israel). Ketika kerajaan utara (Israel) dihancurkan oleh orang-orang Asyur pada tahun 721 S.M., dokumen-dokumen yang mencatat tradisi-tradisi ini dibawa ke wilayah selatan dan digabungkan dengan tradisi Yahwist. Pada masa inilah hukum-hukum di wilayah utara dan selatan dikodifikasi dalam suatu dokumen yang kemudian dikenal dengan tradisi Deuteronomist (“Hukum Kedua”), yang diindonesiakan menjadi “Kitab Ulangan” (Perjanjian Lama). Setelah kerajaan selatan (Yehuda) jatuh ke tangan orang-orang Babel, para pemimpin Israel mulai memusatkan perhatian mereka pada kehidupan spiritual sebagai identitas mereka, yakni sebagai anak-anak Allah. Mereka mencatat tradisi-tradisi yang dikenal sebagai tradisi para Imam (Priestly), sebagai dokumen ke-4. Akhirnya, seorang penyunting atau kelompok penyunting menggabungkan ke-4 tradisi tersebut menjadi bentuk pertama dari lima kitab dari Kitab Suci, yang dikenal dengan Pentateuch (Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan). Oleh orang Yahudi ke-5 kitab ini disebut Taurat atau Hukum Musa, dan mereka sangat mencintai Kitab Taurat ini. Selama masa periode penyusunan Pentateuch, kitab-kitab lain juga ditulis. Tradisi Deuteronomist memproduksi kitab-kitab sbb : Yosua, Hakim-Hakim, 1 dan 2 Samuel, dan 1 dan 2 Raja-Raja, yang FB. Sinamartin, Jan meletakkan interpretasi teologi atas peristiwa-persitiwa dalam sejarah Israel dari Keluaran sampai kepada jatuhnya Yerusalem. Para Pengkotbah Ulung dan pemimpin spiritual yang dikenal dengan para nabi, mengajak umat Israel dan Yehuda untuk patuh terhadap perjanjian yang dibuat oleh para pendahulunya dengan Allah. Kotabah-kotbah dan rincian kehidupan para nabi dicatat dalam kitab-kitab para nabi dalam Perjanjian Lama. Dengan dibangunnya kembali Bait Allah kehidupan religius di seputar tempat suci itu tumbuh kembali. Selama beberapa abad lagu-lagu yang digunakan untuk peribadatan di Bait Allah dikumpulkan bersama dengan puisipuisi religius dan pedoman hidup, kemudian disusun menjadi Kitab Mazmur beberapa abad sebelum Kristus lahir. Dari abad 10 – 5 S.M, bentuk-bentuk karya tulis lainnya disusun seperti (a). kumpulan Kitab Kebijaksanaan; (b). Kitab Rut yang berisi kisah-kisah religius yang dimaksudkan untuk mengajarkan hal-hal yang bersifat keagamaan; (c) juga Kitab Ayub yang berisikan refleksi problema kehidupan. Pada abad ke-4 S.M, upaya-upaya untuk melihat kehadiran Allah dalam peristiwa-peristiwa sejarah menemukan ekspresinya dalam pelbagai tulisan pada Kitab-Kitab Tawarikh (Tawarikh 1 dan 2, Ezra, dan Nehemia). Sebagai bangsa yang sadar akan serangan negara-negara di sekitarnya seperti Yunani, Mesir, dan Asyur, para penulis menyusun cerita yang berkaitan dengan peperangan itu seperti Tobit, Yudit, dan Ester, yang mengajarkan tentang hakikat kesetiaan, penghormatan, keberanian, dan kepercayaan kepada Tuhan. Pengalaman-pengalaman yang behubungan dengan penderitaan akibat peperangan menggugah para pemuka Israel untuk menuangkan pemaknaan hidup dalam tulisan-tulisan seperti Kitab Pengkotbah dan Kitab Sirah. Penganiayaan yang dilakukan orang-orang Asyur dan pemberontakan Makabe menjadi fokus tulisantulisan dalam Kitab 1 dan 2 Makabe, yang disusun kira-kira pada tahun 100 S.M. Ada pula karya sastra yang agak lain jenisnya – berbicara tentang akhir jaman -- yang dikembangkan pada masa penganiayaan oleh orang-orang Asyur. Karya sastra ini menggunakan penglihatan-penglihatan dalam mimpi, kode-kode angka, dan simbol-simbol yang bisa kita temui dalam Kitab Daniel (Bab 7-12). Tulisantulisan ini dimaksudkan mendorong orang-orang Israel yang sedang dianiaya agar tetap tabah. Akhirnya, kirakira dipertengahan abad pertama sebelum Yesus lahir, seorang Yahudi yang memahami cara berpikir orangorang Yunani dan mengenal adat istiadat Yahudi menulis Kebijaksanaan Salomo sebagai pernyataan akan kehadiran Allah di dunia ini, memaklumkan tentang jiwa manusia yang tidak bisa mati, dan mengajarkan bahwa pada akhir jaman Allah akan menyelamatkan orang-orang baik dan menghukum orang-orang jahat. Kapan tepatnya seluruh kitab-kitab yang telah kita bahas di muka, menemukan bentuknya menjadi Perjanjian Lama seperti yang kita kenal dewasa ini? Pada waktu orang-orang Israel kembali dari pembuangan Babel tulisan-tulisan suci itu dikompilasi dan diwartakan kepada orang-orang Yahudi pada kesempatan-kesempatan tertentu. Misalnya, dalam Kitab Nehemia digambarkan bagaimana Ezra, seorang ahli kitab, membacakan Kitab Taurat Musa itu kepada khalayak di Yerusalem, kemungkinan besar yang dibacakan itu adalah bagian dari Kitab-kitab Pentateukh (Neh 8). Penyebutan “Kitab Suci” (1 Mak 12:9) dan “hukum Taurat dan para Nabi” (2 Mak 15:9) terjadi seratus tahun atau lebih sebelum Kristus. Pada masa itu nampaknya ada dua kumpulan kitab suci yang umum dipergunakan. Pertama, dalam bahasa Ibrani, yang dipergunakan orang-orang Israel di Palestina. Kedua, dalam bahasa Yunani, yang disebut juga Septuagint (dari kata-kata Yunani yang berarti tujuh puluh, yang mengikuti tradisi bahwa kitab-kitab itu dikerjakan oleh 70 penterjemah) atau Alexandria (salah satu kota di Mesir) tempat Kitab Suci itu berasal. Versi Septuagint atau Alexandria ini meliputi beberapa kitab yang ditulis dalam Yunani dan Aram (bahasa percakapan orang Yahudi semasa Yesus hidup) juga yang diterjemahkan dari bahasa Ibrani. Alhasil, kitab suci ini jauh lebih tebal ketimbang yang dipergunakan orang-orang Israel di Palestina. Kumpulan Kitab Palestina dan Alexandria ini diakui oleh pelbagai komunitas Yahudi. Tetapi karena bahasa Yunani kemudian menjadi bahasa yang umum dipergunakan di wilayah Mediterania (Timur Tengah sekarang), maka Kitab Suci versi Alexandria ini penyebarannya lebih luas. Baik versi Alexandria maupun Palestina secara definitif belum menemukan bentuknya hingga sesudah jaman Yesus Kristus. Kitab Suci versi Alexandria diterima oleh orangorang Kristen sebagai Perjanjian Lama. Versi Palestina kemudian ditetapkan sebagai Kitab Suci “Resmi” orang-orang Yahudi oleh satu kelompok ilmuwan Yahudi sebagai reaksi atas ditetapkannya versi Alexandria FB. Sinamartin, Jan sebagai Kitab Suci orang-orang Kristen. Penyusunan Perjanjian Baru dan Kitab Suci Kristiani Setelah Kristus Bangkit, para misionaris menyebarkan Kabar Gembira yang diajarkan Yesus Kristus ke pelbagai wilayah. Dalam perjalanan waktu orang-orang Kristen merasa bahwa ajaran-ajaran Yesus perlu dilestarikan dalam bentuk tulisan. Kemudian kumpulan tulisan-tulisan yang berisi ajaran Yesus mulai muncul. Pada tahun 51 atau 52 Rasul Paulus mulai menulis surat untuk kota-kota yang telah menerima ajaranajarannya. Dan surat-surat ini kemudian dipelihara dan di-sharing-kan. Pada tahap selanjutnya surat-surat ini dikenal sebagai surat yang mempunyai otoritas. Pada tahun 65 atau 70 Injil Markus ditulis. Injil-injil dan tulisan-tulisan lain menyusul. Beberapa dari tulisan-tulisan tersebut diterima oleh Gereja sebagai tulisan yang diinspirasi Allah, sedangkan yang lainnya ditolak. Pada tahun 125 seluruh 76 kitab yang kemudian dikenal sebagai Perjanjian Baru selesai ditulis. Dan sekitar tahun 250-an kitab-kitab itu dikompilasi ke dalam suatu daftar (kanon) dan mereka dinyatakan sebagai diinspirasi Allah. Dalam masa itu pula, kitab-kitab suci orang Yahudi dievaluasi oleh orang-orang Kristen. Karena seluruh Perjanjian Baru ditulis dalam Yunani yang diperuntukkan bagi orang-orang Kristen Yahudi yang berbahasa Yunani dan orang-orang yang bukan Yahudi, maka penulis-penulis Perjanjian Baru menggunakan Perjanjian Lama versi Alexandria (Septuagint) sebagai nara sumber. Penulis-penulis Perjanjian Baru kerap mengutip dari Perjanjian Lama versi Alexandria (Septuagint) dan kerap kali merujuk pada kitab-kitab yang hanya terdapat pada versi ini. Konsili Gereja pada tahun 382 di Roma, tahun 393 di Hippo, dan tahun 397 di Cartagena menggunakan daftar Kitab Suci Kristiani berdasarkan versi Alexandria. Gereja Perdana menerima Kitab Suci sebagaimana Gereja Katolik menerimanya dewasa ini (dua puluh tujuh kitab Perjanjian Baru dan empat puluh enam kitab Perjanjian Lama; K-120) Terdapat sedikit ketegangan pada abad 16, ketika Martin Luther dan kelompok Protestan lainnya menolak versi Alexandria (Kristiani) dan lebih memilih versi Palestina (Yahudi). Luther juga meragukan inspirasi Allah pada 4 kitab Perjanjian Baru : Ibrani, Yakobus, Yudit, dan Wahyu; tetapi para pengikutnya mempertahankan daftar tradisional yang sudah dipergunakan orang-orang Kristen sejak awal. Pada tahun 1546 Konsili Trente menetapkan versi Alexandria (Perjanjian Lama) sebagai versi resmi yang dipergunakan oleh Gereja Katolik dan menegaskan kembali daftar tradisional kitab-kitab Perjanjian Baru. Alhasil, kendati Gereja Katolik dan Protestan sama-sama mempergunakan Perjanjian Baru yang terdiri atas dua puluh tujuh kitab, tetapi dalam hal kitab-kitab Perjanjian Lama versi Katolik memiliki 7 kitab lebih banyak dibandingkan dengan versi Protestan, yaitu : Tobit, Yudit, 1 dan 2 Makabe, Kebijaksanaan Salomo, Sirakh, dan Barukh (ditambah dengan Tambahan pada kitab-kitab Ester dan Daniel). Kitab-kitab ini dalam versi Protestan ditempatkan sebagai aprokripa (kitab-kitab yang tersembunyi). Bahasa-bahasa Kitab Suci Sebagian besar Perjanjian Lama ditulis dalam Ibrani. Kitab Tobit dan sebagian dari Kitab Daniel, Ezra, dan Ester ditulis dalam Aram. Kitab Kebijaksanaan Salomo dan 2 Makabe ditulis dalam Yunani, sebagaimana halnya seluruh kitab Perjanjian Baru. Terimakasih patut kita tujukan kepada para ilmuwan kitab suci dari pelbagai kepercayaan yang telah bekerjasama sehingga terjemahan-terjemahan Kitab Suci dewasa ini semakin mendekati apa yang dimaksud oleh penulis-penulis asli Kitab Suci. Sejauh apa yang mereka lakukan, Allah, seabagai Penulis Kitab Suci, berbicara kepada kita melalui manusia-manusia penulis Kitab Suci. Pertanyaan Untuk Bahan Diskusi dan Renungan Coba Anda bayangkan mengenai suatu situasi di dalam Kitab Suci ketika seseorang berjumpa dengan Allah melalui alam, orang, peristiwa, dan doa? Sebutkan serinci mungkin (spesifik) dan semampu FB. Sinamartin, Jan Anda dalam kaitannya dengan situasi saat Allah mengungkapkan diri-Nya pada masing-masing kasus tersebut. (Beberapa contoh : 1 Raja-raja 19:9-13 (alam); Kisah 9:1-9 (orang); Mazmur 78 (peristiwa); Keluaran (33:7-11 (doa). Dapatkah Anda mengingat kejadian pada saat Anda mengalama peristiwa Allah melalui alam, orang. Peristiwa, dan doa? Aktivitas Hapalkan atau setidaknya berusaha agar Anda mengenal tahun-tahun persitiwa penting ini : S.M. (Sebelum Masehi) M (Masehi) 1900 Abraham 26 Yesus mulai mengajar 1720 Yusuf dan Saudara-saudaranya di Mesir 30 Penyaliban dan Kebangkitan Kristus 1250 Musa dan Orang Israel keluar dari Mesir 36 Penganiayaan oleh Saulus 1000 Daud Berkuasa 51 Kitab Pertama Perjanjian Baru ditulis 922 Kerajaan Yahudi Pecah 70 Penghancuran Yerusalem oleh orangorang Romawi 721 Kerajaan Utara jatuh ke Asyur 125 Kitab-kitab Perjanjian Baru selesai disusun 587 Kerajaan Selatan jatuh ke Babel 313 Dekrit Milano 539 Kembali dari pembuangan 382 Konsili Roma menetapkan 73 kitab sebagai Kitab Suci 515 Bait Allah dibangun kembali 1546 Konsili Trente menetapkan versi Alexandria dan daftar tradisional sebagai Kitab Suci Gereja Katolik. 445 Tembok Yerusalem didirikan kembali 332 Alexander Agung menaklukkan Palestina 167 Penganiayaan oleh orang-orang Asyur dan pemberontakan Makabe 142 Judea merdeka 63 Kerajaan Romawi menaklukkan Yerusalem 37 Herodes Agung 6 Yesus Kristus lahir orang-orang Kristen Sebagian besar terbitan Kitab Suci menyediakan peta wilayah yang dihuni orang-orang Yahudi. Cobalah mengenal wilayah-wilayah tersebut. Perhatikan bahwa dari waktu ke waktu wilayah orang-orang Yahudi itu dinamai berbeda-beda : Sebagai Tanah Terjanji, Kanaan, Israel, Yehuda, Judea, Palestina, dan Tanah Suci. FB. Sinamartin, Jan Renungkan dengan tenang dalam beberapa menit mengenai hal-hal yang kasat mata serta suara-suara di sekeliling anda. Kemudian nyalakan pesawat radio, dan carilah beberapa stasiun pemancar. Suara-suara radio itu tetap ada di sana sepanjang waktu. Namun, suara-suara itu perlu ditangkap melalui sebuah radio. Matikan radio dan duduklah dengan tenang sekali lagi. Refleksikan pada hal-hal yang kasat mata serta suarasuara yang menjadi pesan Allah kepada Anda. Perhatikan sesuatu yang yang indah. Pikirkanlah seseorang yang anda cintai. Sadari suatu peristiwa yang membuat anda gembira dan sedih. Kemudian bukalah hati anda kepada Tuhan, berdoalah dan mintalah berkat Allah yang sesuai bagi anda. an bagi kehidupan kita pada masa kini. Sunday, October 08, 2006 Bab Tiga : Membaca dan Menafsirkan Kitab Suci Ribuan orang Indonesia -- terutama yang bermukim di wilayah perkotaan -- setiap pagi menikmati kopi atau teh dengan ditemani surat kabar. Bagi pembaca tertentu mungkin mereka langsung menuju kepada beritaberita yang terpampang di halaman depan, kemudian mengecek headline olah raga, melihat-lihat iklan yang ada kaitan dengan profesinya, membaca editorial atau opini, membaca cepat tulisan-tulisan kolom, dan yang paling akhir menikmati cerbung atau komik, tergantung korannya. Tanpa disadari, mereka sejatinya telah melakukan pola analisa sastra yang cukup canggih. Begitu mereka membuka bagian-bagian tertentu pada lembar-lembar surat kabar, secara naluri mereka telah memilah-milah pelbagai macam bentuk tulisan dan menafsirkannya. Mereka mencari sesuatu di halaman muka dan mencari yang lainnya di bagian editorial, mencari informasi dari penulis kolom kesukaannya, dan juga dari halaman iklan. Mereka begitu antusias membaca berita sepak bola dan bulutangkis di halaman olah raga dan tertawa terbahak-bahak ketika membaca kartun “Panji Koming.” Analisa Sastra Pelbagai Budaya Barangkali kita bertanya dalam hati apa sih yang istimewa tentang membaca surat kabar? Sebelum membicarakan ihwal ini lebih lanjut, mari kita bayangkan sekenario berikut. Pada tahun 2025 bumi kita dihantam oleh sebuah meteor yang maha besar. Sebagian besar umat manusia terbunuh dan selanjutnya muncul pelbagai macam gangguan alam. Dari sedikit umat manusia yang selamat itu, mereka kemudian hidup di dalam gua-gua. Pada tahap awal mereka mengalami kesulitan untuk mulai membangun kembali sebuah peradaban. Namun pada tahun 5000 mereka telah mencapai puncak penelitian ilmiah mengenai kebudayaankebudayaan kuno, termasuk Indonesia di awal abad ke-21. Di bawah rongsokan yang berusia tiga ribu tahun, mereka menemukan dokumen-dokumen kuno dan kemudian menganalisanya dan mereka mulai menterjemahkan bahasa Indonesia ke dalam bahasa yang mereka pakai. Suatu hari para arkeolog menemukan bagian dari sebuah surat kabar. Mereka dengan susah payah menerjemahkan sebuah berita di halam muka tentang perampokan. “Tembakan polisi merobohkan seorang FB. Sinamartin, Jan penjahat yang mencoba merampok gaji karyawan sebuah pabrik,” begitu bunyi terjemahan mereka, yang cukup terbantu oleh gambar seorang penjahat yang tergeletak di atas genangan darah. Pada kesempatan lain, mereka menemukan bagian dari halaman olah raga yang terbaca:”Penonton bersorak ketika salah seorang pemain Persija dengan tepat menembak ke pojok kanan gawang yang dijaga Paimo, kiper Persebaya yang berusia 19 tahun, yang salah antisipasi dan jatuh ke sebelah kiri.” Para arkeolog sangat terkejut. Mereka sampai pada kesimpulan bahwa orang-orang Indonesia pada abad 21 sangat menikmati tontonan olah raga yang para pemainnya berlaga hingga titik darah penghabisan. Kebingungan para arkeolog semakin menjadi-jadi terhadap orang Indonesia, ketika mereka menemukan cuplikan kartun “Panji Koming” di mana digambarkan seseorang sedang berbicara dengan seekor anjing. “Apakah anjing pada abad 21 bisa bicara dengan manusia?” Kebingungan para arkeolog masih terus berlanjut sampai pada suatu ketika mereka menemukan surat kabar lain dan literatur-literatur yang dapat meningkatkan pengetahuan mereka tentang bahasa dan budaya Indonesia. Mereka kemudian memahami bahwa “menembak roboh penjahat” di halaman depan sangat berbeda dengan “menembak bola ke pojok kanan gawang dan penjaganya jatuh ke sebelah kiri” di halaman olah raga. Selanjutnya mereka mempelajari buku-buku tentang kartun dan mereka pun ikut tertawa terbahakbahak ketika mampu menangkap kelucuan kartun “Panji Koming.” Mereka masih takjub bagaimana mereka selama ini sungguh keliru dalam memahami bangsa Indonesia. Tugas para arkeolog abad ke-50 ini -- yang mempelajari budaya, memahami bahasa, dan mencari tahu makna sejati seperti yang dimaksudkan oleh para penulisnya -- akan diterapkan ke dalam pikiran orang-orang Indonesia abad duapuluh satu ini. Adapun belajar dan mengerjakan penelitian yang berkelanjutan menjadi prasyarat sebelum mereka dapat menterjemahkan tulisan-tulisan kita. Apa yang bangsa Indonesia kerjakan dengan begitu mudah dan tanpa banyak menguras pikiran akan menjadi tugas yang tidak ringan bagi para ilmuwan setelah melewati masa tiga ribu tahun. Analisa Sastra Kitab Suci Imajinasi sekenario di atas dapat membantu kita menyadari beberapa kesulitan yang berkaitan dengan pemahaman Kitab Suci. Kira-kira tiga ribu tahun telah berlalu semenjak bagian pertama dari Kitab Suci ditulis. Sebagaimana telah ditunjukkan pada Bab Satu, para arkeolog baru belakangan ini dapat menyingkap banyak hal yang sangat diperlukan guna memahami dengan baik Kitab Suci. Dengan demikian tidaklah mengherankan bahwa evaluasi ulang perlu dilakukan kembali atas beberapa kitab dari Kitab Suci. Barangkali hal ini akan mengganggu sebagian orang, tetapi pada sisi yang lain ia justru menjadi fakta bahwa hal tersebut sangat membantu kita dalam memahami makna yang sesungguhnya dari Kitab Suci. Betul bahwa beberapa kitab pada mulanya dianggap sebagai peristiwa historis, tetapi sekarang digolongkan ke dalam kategori lain. Tetapi juga betul bahwa landasan yang terpenting dari iman Kristiani kita yaitu sejarah, menjadi semakin kokoh dewasa ini dibandingkan sebelumnya. Sebagai contoh, sekarang ini tidak ada sejarawan yang mempertanyakan mengenai realitas kehidupan Yesus. Semakin kita mempelajari Kitab Suci, semakin mantap keyakinan kita bahwa iman kita berdiri di atas landasan yang kokoh. Metoda menafsirkan Kitab Suci, yang berusaha kembali kepada makna asli sebagaimana yang dimaksud penulisnya dengan menganalisa kurun waktu, budaya, bahasa, dan pendukung-pendukung lainnya, disebut sebagai pendekatan kontekstual. Pendekatan inilah yang direkomendasi oleh Paus Pius XII dalam surat ensikliknya, Divino Afflante Spiritu, pada tahun 1943 baik melalui Konsili Vatican II, maupun Katekismus Gereja Katolik (K 109-110). Pendekatan Kitab Suci lainnya adalah penafsiran fundamentalis, yang biasanya berpatokan bahwa setiap kata yang ada di Kitab Suci harus diartikan sebagaimana apa adanya. Ada beberapa macam fundamentalis, yang kesemuanya terlibat dalam penafsiran Kitab Suci yang berbeda satu dengan lainnya. FB. Sinamartin, Jan Sebagian fundamentalis mengatakan bahwa kisah penciptaan dalam bab pertama dari kitab Kejadian harus dipahami sebagaimana apa adanya, yaitu : Allah menciptakan dunia dalam kurun waktu enam hari (1 hari = 24 jam), dan istirahat pada hari ketujuh. Fundamentalis lainnya mengartikan bahwa hari-hari penciptaan terdiri atas waktu yang periodenya lebih panjang. Para fundamentalis sejatinya menafsirkan setiap bagian dari Kitab Suci; mereka menerangkan bagaimana Kitab Suci seharusnya dimengerti. Hal ini semakin menunjukkan kepada kita bahwa Kitab Suci harus ditafsirkan. Kita telah melihat di beberapa bagian Kitab Suci menyebut: Ya Allah, “gunung” batuku dan kita mau tak mau harus menafsirkannya. Begitu yang terjadi di hampir seluruh bagian Kitab Suci. Permasalahan yang sesungguhnya adalah : Prinsip-prinsip yang bagaimana yang akan kita pergunakan dalam menafsirkan Kitab Suci? Prinsip-prinsip Gereja Katolik Dalam Menafsirkan Kitab Suci Para fundamentalis cenderung menafsirkan Kitab Suci menurut prinsip-prinsip subyektif dari pengajar perorangan atau menurut penafsiran pribadi orang tersebut. Orang Katolik didorong untuk menafsirkan Kitab Suci menurut prinsip-prinsip obyektif yang dianjurkan Gereja. Orang Katolik dibimbing kepada penafsiran Kitab Suci yang tepat dalam hal-hal pokok yang berkaitan dengan Iman sebab Gereja dengan jelas mendefinisikan doktrin-doktrin seperti Kebangkitan Kristus dan Kehadiran Nyata dalam Ekaristi. Katekismus Gereja Katolik mengajarkan bahwa kita harus membaca Kitab Suci di dalam konteks Tradisi Gereja yang hidup. Allah mempercayakan Kitab Suci kepada Gereja dan mengutus Roh Kudus untuk membimbing Gereja kepada semua kebenaran dan kita dapat memahami Kitab Suci hanya dengan bimbingan Gereja (K 113). Prinsip pertama dalam menafsirkan Kitab Suci adalah seperti yang telah disampaikan oleh Paus Pius XII, melalui Konsili Vatican II, dan dalam Katekismus Gereja Katolik (K 109-110). Kita hendaknya menggunakan pendekatan kontekstual guna menemukan makna harafiah dari setiap bagian Kitab Suci, dan arti sesungguhnya sebagaimana yang dimaksud penulisnya. Untuk menemukan penafsiran yang benar, kita harus mempelajari waktu, tempat, pola hidup, cara berpikir, tujuan dari penulisan, dan cara-cara mengungkapkan dari para penulis kitab tersebut. Prinsip lainnya yang penting yang diungkapkan dalam Katekismus Gereja Katolik ( K 112) adalah kita harus memperhatikan dengan seksama isi dan kesatuan seluruh Kitab Suci. Kita hendaknya menafsirkan bagianbagian Kitab Suci dalam terang bagian-bagian lainnya yang berhubungan dengan itu. Contoh klasik dalam hal ini adalah Matius 26:26-28, ketika Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya dan berkata: "Ambillah, makanlah, inilah tubuh-Ku……. Minumlah, kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah darah-Ku.” Cukup aneh, inilah bagian dimana para fundamentalis menolak untuk menafsirkan secara harafiah. Tetapi gereja Katolik menafsirkan ini dalam terang Yohanes 6, di mana Yesus menyatakan diriNya sebagai roti kehidupan. Ketika Yesus berkata bahwa kita harus makan dagingNya dan minum darahNya, banyak para pendengarNya meninggalkan Dia. Yesus tidak memanggil mereka kembali dan mengatakan, “Kamu salah paham. Yang Saya maksudkan dengan itu hanyalah simbolis.” Apa yang Yesus inginkan kepada mereka yaitu mau percaya sulit untuk dapat diterima. Dan ketika mereka menolak Yesus dengan sedih hati membiarkan mereka pergi. Pasal lain misalnya 1 Kor 11:27, merujuk kepada Kehadiran Nyata Tuhan Yesus dalam rupa roti dan anggur. Gereja Katolik melihat kepada isi keseluruhan dari Kitab Suci. Dan percaya bahwa Yesus sungguh hadir dalam Ekaristi. Prinsip ketiga dalam menafsirkan Kitab Suci adalah bahwa terdapat satu kesatuan dan konsistensi kebenaran Allah diungkapkan bagi keselamatan kita. Katekismus Gereja Katolik menyebut ini sebagai analogi iman (K 114). Beberapa penafsir secara keliru mengatakan bahwa iman dan karya saling berlawanan satu dengan lainnya, dan beraranggapan bahwa kita dapat selamat cukup dengan iman saja. Namun sejatinya iman dan karya tidak dapat dipisahkan. Dalam Gal 3:1-9, Paulus menekankan bahwa kebenaran datang melalui iman di dalam Kristus ketimbang melalui Taurat (hukum Yahudi). Dengan berkata demikian, Paulus bukannya menafikan pentingnya berkarya dengan baik, mengingat di Galatia 5-6 Paulus menggaris-bawahi bahwa karya FB. Sinamartin, Jan itu sebagai “buah Roh” (Gal 5:22). Pasal-pasal yang menunjukkan pentingnya iman, secara konsisten merujuk kepada pasal-pasal yang memuat kebutuhan akan suatu karya. Perlu dipahami di sini bahwa “h anya iman yang bekerja oleh kasih.” Ketika prinsip kesatuan dan konsistensi diabaikan, hasilnya hanyalah ketidak-menentuan. Kemungkinan bisa saja terjadi, misalnya guna mendukung pendapatnya seseorang mengutip bagian-bagian Kitab Suci dan mengesampingkan bagian lainnya. Gereja Katolik didorong untuk mengenal keselarasan (harmony) di dalam rencana Allah. Ketika orang Katolik dicemooh karena imannya oleh seseorang dengan mengutip beberapa bagian Kitab Suci sambil mengabaikan bagian lainnya, jawaban kita harus menjelaskan posisi kita sebagai orang Katolik jika orang tersebut mau terbuka pikirannya. Jika orang tersebut tertutup pikirannya, kita harus menyatakan bahwa kita menghormati iman orang lain dan kita berharap pada mereka untuk melakukan hal yang sama. Prinsip keempat adalah bahwa bahasa Kitab Suci menggunakan ungkapan yang beraneka ragam bukan berarti harus dipahami sebagaimana apa adanya. Beberapa contoh : "Kalau sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja, kamu dapat berkata kepada pohon ara ini: Terbantunlah engkau dan tertanamlah di dalam laut, dan ia akan taat kepadamu." (Luk 17:6). “ Maka jika matamu yang kanan menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa, dari pada tubuhmu dengan utuh dicampakkan ke dalam neraka.” (Mat 5:29). Dan juga yang telah disinggung di muka “Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.” (Luk 14:26). Ungkapan bahasa yang demikian ini tidak mudah untuk diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa lain termasuk bahasa Indonesia. Namun demikian kita harus ingat bahwa kita pun mempunyai ungkapan yang juga tidak dapat diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa lain, seperti : “Aku telah bekerja keras dengan membanting tulang, guna memenuhi kebutuhan keluargaku.” Prinsip kelima, bagian-bagian dari Perjanjian Lama hendaknya ditafsirkan dalam terang Yesus Kristus dan Perjanjian Baru (K 129). Jika demikian, sebuah pertanyaan patut kita alamatkan kepada beberapa cuplikan dari Perjanjian Lama :”Betulkah ini merupakan bagian dari pesan ilahi Allah yang disampaikan kepada kita?” Misalnya, pemazmur berteriak menuntut balas, “Hai puteri Babel, yang suka melakukan kekerasan, berbahagialah orang yang membalas kepadamu perbuatan-perbuatan yang kaulakukan kepada kami! Berbahagialah orang yang menangkap dan memecahkan anak-anakmu pada bukit batu! Jelaslah hal-hal demikian ini bukan merupakan pesan Yesus Kristus! Kendati demikian, kita dapat menganggap bahwa hal tersebut merupakan cermin dari teologi Perjanjian Lama yang belum sempurna, dan bukan merupakan indikasi kehendak Allah bagi kita. Sebagai pedoman umum, akan lebih baik mengatakan bahwa jika suatu bagian dari Perjanjian Lama yang merujuk kepada Allah tetapi tidak mengacu kepada Yesus Kristus, seyogianya bagian itu harus ditafsirkan dalam terang kehidupan dan ajaran Kristus. Sebagai contoh, rasanya kurang tepat jika kalimat berikut ini berasal dari perintah Allah kepada pemimpin militer dalam Perjanjian Lama untuk membantai setiap lelaki, perempuan dan anak-anak yang tidak berdosa di setiap kota yang ditaklukkan. Hal ini barangkali bisa dikatakan sebagai kesalahan para pemimpin militer yang percaya bahwa tindakan mereka – yang membantai wanita dan anak-anak tidak berdosa -- itu didukung oleh Allah. Inspirasi dan Kebenaran Kitab Suci Pendekatan kontekstual kepada Kitab Suci bukan berarti menolak kebenaran Kitab Suci itu sendiri. Gereja Katolik mengajarkan bahwa Allah adalah penulis Kitab Suci. Inilah yang diartikan sebagai inspirasi biblis (alkitabiah). Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. (2Tim 3:16; lihat juga 2Ptr 1:20-21) Karena Allah adalah penulis Kitab Suci, maka seluruh kitab dalam Kitab Suci mengajarkan kebenaran tanpa kesalahan yang oleh Allah dikehendaki untuk diungkapkan demi keselamatan kita (K 107). Kendati demikian kebenaran itu dinyatakan dengan pelbagai cara dalam bermacam-macam bentuk tulisan seperti sejarah, FB. Sinamartin, Jan nubuat, puisi, peraturan atau hukum, kata-kata bijak, mitos, legenda, cerita dunia binatang, dan perumpamaan. Seluruh bentuk tulisan itu mampu mengkomunikasikan kebenaran dengan gambaran yang begitu dramatis. Sebuah puisi misalnya, mampu mengungkapkan kebenaran sedemikian rupa sehingga tidak mungkin ditiru oleh sebuah kamus. Baris-baris pembuka puisi Chairil Anwar berjudul “Krawang-Bekasi”……. Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi! Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi............ Dalam puisi itu seolah-olah tulang-belulang serdadu yang mati bisa bicara. Tetapi dari sebuah kamus kita diyakinkan bahwa tulang-belulang adalah berfungsi sebagai penyangga tubuh dan yang jelas ia tidak mungkin bisa berkata-kata. Seorang Chairil Anwar dan sebuah kamus keduanya menyatakan kebenaran. Chairil Anwar mengungkapkannya dalam bentuk puisi yang menggambarkan kebisuan para serdadu yang mati, yang diwakili oleh tulang-belulang yang berserakan mulai dari Krawang hingga Bekasi. Sedangkan dari sebuah kamus kita mendapatkan penjelasan yang bersifat teknis. Jika kita memahami cara membaca puisi, kita akan mengetahui kebenaran dari baris-baris puisi Chairil Anwar dan mengerti bahwa baris-baris itu mengungkapkan suatu realitas, yang tidak bisa kita dapatkan dari sebuah kamus. Menarik untuk dicatat bahwa semakin penting sesuatu hal bagi kita, semakin besar kecenderungan kita untuk mengungkapkannya dalam bentuk puisi atau tulisan lain yang bukan ilmiah. Pola-pola ilmiah lebih menggunakan bahasa yang lugas dan hanya sesuai untuk laboratorium. Tetapi ketika kita berhubungan dengan hal-hal yang paling mendalam dalam hidup kita, kita seolah-olah kehilangan kata-kata, tidak bisa berbicara. Dan biasanya kita malah berpaling kepada puisi, gambar-gambar, simbol-simbol, dan sebuah lagu. Kitab Suci berhubungan erat dengan kehidupan dan kematian, cinta dan kebencian, baik dan buruk, Tuhan dan bukan tuhan. Bila Kitab Suci hanya sebatas pada bahasa ilmiah maka ia tidak mampu mengungkap persoalan-persoalan besar itu. Penting untuk digarisbawahi bahwa ada perbedaan mendasar antara kebenaran dan kebenaran yang berdasarkan historis. Sebuah cerita yang tidak berdasarkan historis mampu mengungkapkan kebenaran, seperti perumpamaan “Tentang Anak Yang Hilang” yang diceritakan Yesus (Luk 15:11-32). Anak yang hilang itu tidak sungguh-sungguh ada, tetapi inti dari perumpamaan itu benar : Allah mencintai kita lebih dari yang dapat kita bayangkan dan Ia selalu siap untuk memaafkan kesalahan kita. Adakalanya seseorang secara historis memang benar-benar ada dan menjadi pelaku peran dalam cerita yang tidak historis. George Washington misalnya, secara historis memang benar-benar ada, tetapi cerita tentang dia saat masih kecil yang mematahkan pohon cherry ayahnya dan kemudian mengakui kesalahannya barangkali tidak benar secara historis. Cerita ini mengandung pesan moral : kejujuran adalah sikap yang paling baik. Begitu pula di dalam Kitab Suci, Abraham memang ada secara historis, tetapi cerita-cerita tentang kepahlawanan Abraham barangkali tidak benar secara historis namun cerita itu menyampaikan ajaran-ajaran religius. Cerita mengenai Allah yang meminta Abraham mengorbankan anak laki-lakinya, Ishak, menjadi cerita yang melampaui historis sebab ia menggambarkan hubungan antara Allah dan umat manusia (Kej 22:1-19). Apa yang sesungguhnya terjadi di dalam peristiwa tersebut tidak mungkin terungkap bila menggunakan terminologi-terminologi historis semata. Di dalam Kitab Suci, perumpamaan, puisi, mitos, cerita dunia binatang, dan bentuk-bentuk tulisan lainnya menjadi wahana untuk mengungkapkan kebenaran-kebenaran religius yang sangat penting, banyak di antaranya menjadi di luar historis. Inspirasi dan Keterbatasan Manusia Pemahaman Katolik tentang inspirasi (wahyu) adalah bahwa Allah tidak semata-mata mendiktekan firmannya, tetapi Allah mempengaruhi para penulis untuk menggunakan bakat dan kemampuan yang dimilikinya. Alhasil, Kitab Suci adalah Firman Allah dan juga sekaligus merupakan hasil karya manusia. Gereja mengajarkan FB. Sinamartin, Jan bahwa seluruh kebenaran yang Allah inspirasikan bagi keselamatan kita tidak pernah keliru (K 107), tetapi ada bagian-bagian di dalam Kitab Suci (misalnya catatan para ilmuwan mengenai hal-hal yang berbau ilmiah dan sejarah) yang tidak bersinggungan langsung dengan keselamatan kita. Oleh karena itu, Kitab Suci bisa saja memiliki keterbatasan-keterbatasan yang datangnya dari manusia sejak awal. Khususnya dalam Perjanjian Lama mengandung banyak hal yang kurang sempurna dan tidak lengkap (K 122). Manusia penulis Kitab Suci adalah orang-orang yang berasal dari jamannya sendiri dalam kaitannya dengan pengetahun mereka terhadap hal-hal yang berkaitan dengan ilmu pengetahun. Para penulis Kitab Suci seolah-olah tidak peduli terhadap kenyataan (ilmu pengetahuan) bahwa bumi berputar pada porosnya mengelilingi matahari, manusia pada jaman itu berpendapat bahwa bumi di sangga oleh pilar-pilar. Allah mengilhami orang-orang semacam itu -- yang memiliki pelbagai keterbatasan dalam ilmu pengetahuan dan kesalahan dalam mengungkapkan penciptaan dunia --, untuk mengajarkan dasar-dasar kebenaran yang hingga hari ini masih berlaku. Allah menggunakan mereka – para penulis yang gagasan-gagasannya (ide-ide) kurang tepat – untuk menyampaikan pesan kebenaran : Allah menciptakan segala sesuatu yang ada! Manusia penulis Kitab Suci adalah orang-orang yang berasal dari jamannya sendiri dalam ketidakmampuannya menangkap keseluruhan wahyu Allah. Allah membimbing mereka sejauh mereka mampu menerima wahyu ilahi. Mereka yang hidup lima ratus tahun sebelum Kristus tidak mampu membedakan antara sebab dan akibat. Mereka berpendapat bahwa Allah penyebab segala sesuatu termasuk kejahatan. (Kel 11:10). Dalam hal ini mereka keliru, dan Allah tidak mengilhami keterbatasan-keterbatasan mereka (yang semuanya bersifat manusiawi). Tetapi Allah dapat mengilhami keterbatasan manusia-manusia penulis untuk membawa kebenaran tentang hal-hal penting lainnya. Setelah beberapa abad dan manusia telah tumbuh dewasa secara spiritual, mereka semakin mampu memahami kebenaran akan Allah. Dalam kitab-kitab yang terkini dari Perjanjian Lama dan di dalam Perjanjian Baru, kita dapat menemui pemahaman yang semakin jelas tentang sebab-sebab dan akibat yang berkaitan dengan Allah. Pernah seorang anak muda berkata kepada saya, “Saya sungguh tidak bisa memahami bagaimana orang Katolik percaya bahwa Bunda Maria mendoakan kita, karena di dalam Kitab Suci sendiri dikatakan orang mati tidak bisa berbuat apa-apa. Sejauh saya pahami, Pengkotbah 9:5 menjelaskan ihwal ini secara tuntas.” Pernyataan ini adalah salah satu contoh klasik menggunakan Kitab Suci secara tidak tepat. Pengkotbah 9:5 menyatakan bahwa :” Karena orang-orang yang hidup tahu bahwa mereka akan mati, tetapi orang yang mati tak tahu apa-apa.” Anak muda itu mengutip bagian ini seakan-akan sebagai kata akhir dari Kitab Suci tentang hidup sesudah mati. Tetapi sesungguhnya jauh dari kata akhir. Kita manusia belajar segala sesuatu setahap demi setahap. Dari ketidaktahuan perlahan-lahan bergerak kearah pengetahuan. Roh Kudus secara nyata membimbing kita kepada pemahaman akan kebenaran yang lebih sempurna (Yoh 16:13). Pengarang Pengkotbah yang menulis beberapa ratus tahun sebelum Yesus Kristus melakukan kekeliruan ihwal kehidupan kekal. Tetapi pesan-pesan yang diinspirasi dari Pengkotbah adalah bukan kata akhir dari hidup sesudah mati. Melainkan, pesan-pesan itu menunjukkan bahwa kita memerlukan seorang Penyelamat. Kitabkitab terkini dari Perjanjian Lama seperti 1 dan 2 Makabe dan Kebijaksanaan mengajarkan kehidupan sesudah mati. Yesus semakin memperjelas realitas kehidupan kekal dan ajaran-ajarannya tentang kehidupan kekal dapat kita jumpai di dalam Perjanjian Baru. Allah tidak pernah berubah, tetapi manusialah yang berubah dalam artian kemampuan mereka untuk mendengarkan pesan-pesan Allah. Perlu dipahami bahwa telah terjadi perkembangan doktrin dalam hubungannya dengan kitab-kitab yang ada dalam Kitab Suci, semakin kita mengetahui sejarah dan informasi Kitab Suci, akan semakin baik pemahaman kita mengenai Kitab Suci. Beberapa bagian dari Kitab Suci tergolong out of date ( ketinggalan jaman); namun bagian-bagian itu masih berguna sebab ia menunjukkan kepada kita tahap-tahap perkembangan dalam memahami pesan-pesan Allah, namun demikian bagian-bagian itu tidak harus menjadi pedoman dalam kehidupan nyata kita. Bagian-bagian itu harus ditafsirkan dan dimengerti di dalam terang keseluruhan Kitab Suci, utamanya mengenai ajaran-ajaran Yesus. FB. Sinamartin, Jan Inspirasi dan Ketidakjelasan Penulis-penulis Kitab Suci kadangkala menempatkan versi-versi yang berbeda dari suatu peristiwa di dalam kitab yang sama. Hal ini terjadi mungkin karena penulis tersebut tidak begitu yakin versi mana yang benar atau dikarenakan peristiwa itu berasal dari tradisi-tradisi yang berbeda sehingga penulis berkeinginan untuk melestarikan keduanya. Oleh karena itu, bila kita baca Kis 9:37 diceritakan pada saat Yesus menampakkan diri kepada Paulus, mereka yang menyertai Paulus “mendengar suara tetapi tidak melihat seorang pun.” Sedangkan pada Kis 22:9 mereka “melihat cahaya tetapi tidak mendengar suatu suara.” Barangkali Lukas mendapatkan laporan dua versi peristiwa beberapa tahun sebelumnya dan tidak bisa menentukan peristiwa mana yang lebih akurat, sehingga Lukas memasukkan keduanya dalam tulisannya. Jelaslah di sini Lukas tidak berusaha untuk membuktikan mana di antara keduanya yang paling benar. Yang menjadi pokok persoalan di sini adalah bukan apa yang hendak diungkapkan Lukas atau apakah Allah berkata melalui Lukas tanpa salah, melainkan Yesus telah menampakkan diri kepada Paulus dan merubah seluruh hidupnya. Jika cerita-cerita yang kurang begitu jelas dan agak membingungkan tidak menjadi masalah bagi penulis Kitab Suci, seyogianya hal-hal demikian itu hendaknya juga tidak menjadi gangguan bagi kita. Para penulis dan kisah-kisah yang ditulisnya adalah semacam alat bagi tujuan utama Kitab Suci : ungkapan realitas rohani! Kitab Suci dan Tradisi : Wahyu Segala hal yang telah dikatakan mengenai Kitab Suci diwariskan melalui Gereja Katolik. Dan peranan Gereja dalam menafsirkan Kitab Suci dapat membantu kita memahami bahwa Kitab Suci berasal dari Gereja, bukan sebaliknya Gereja berasal dari Kitab Suci. Dengan menetapkan tujuh puluh tiga kitab pada Kitab Suci yang diinspirasi Allah dan menolak beberapa kitab yang tidak diinspirasi, Gereja Perdana seolah-olah mengatakan : “Inilah yang kita yakini mengenai Allah, Yesus Kristus, kehidupan dan kematian, dan juga tentang kita sebagai Gereja dan yang itu kita tolak.” Seluruh kitab dari Kitab Suci, pada gilirannya kemudian, membantu mempertajam iman setiap generasi baru Kristen. Jelas hal tersebut merupakan suatu proses yang sangat dinamis yang menimbulkan pertentangan. Pada awal abad keempat sesudah Kristus, muncul kelompok orang yang menginginkan pembatasan atas penyelamatan yang dilakukan oleh Yesus Kristus dengan menyatakan bahwa semua orang Kristen harus mengikuti hukum Musa. Sedangkan kaum heretics mengatakan bahwa Yesus adalah Tuhan, tetapi bukan manusia. Kelompok lain bersikeras bahwa Yesus adalah manusia dan bukan Tuhan. Sedangkan yang lainnya lagi menolak apa yang dikatakan Yesus bahwa Allah adalah Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Gereja sudah barang tentu melawan pendapat salah tersebut dan menyatakan bahwa Allah mengungkapkan kebenaran mengenai doktrin-doktrin penting di dalam seluruh kitab-kitab yang ada dalam Kitab Suci yang diterima sebagai yang diinspirasi. Doktrin-doktrin tersebut menyangkal ajaran-ajaran yang keliru dengan menolak kitab-kitab yang kemudian disebut sebagai Injil Genostic dan beberapa kitab lainnya yang dijuluki sebagai “kitab-kitab tersembunyi” dari Kitab Suci. Gereja juga mengungkapkan imannya melalui : cara menafsirkan Kitab Suci, ketetapan yang dihasilkan konsili, merumuskan iman yang disebut kredo, dan bentukbentuk ungkapan peribadatan. Melalui pelbagai cara inilah Kristus membimbing Gerejanya yang kita kenal sebagai “Katolik,” dan Kitab Suci yang diinspirasi yang disebut sebagai Kitab Suci Katolik. Melalui proses ini Gereja tidak menciptakan perangkat imannya sendiri. Melainkan Gereja hanya dapat mengajarkan kebenaranan yang telah diwahyukan Allah kepada manusia. Allah telah mewahyukan beberapa kebenaran melalui cara yang sangat alami. Dunia misalnya, menunjukkan kepada kita akan kebesaran Allah. Namun Allah juga telah berbicara kepada kita dengan pelbagai cara yang ajaib, mengajarkan kepada kita kebenaran Ilahi yang kita sendiri belum bisa memahaminya. Pada masa Perjanjian Lama Allah mengungkapkan kebenaran melalui penulis yang diinspirasi. Kemudian, pada masa yang dijanjikan, Allah mengutus Yesus Kristus sebagai Sabda Yang Diwahyukan secara sempurna (Yoh 1). Apa yang Yesus ajarkan kepada para FB. Sinamartin, Jan muridNya kemudian diwariskan secara lisan dan tulisan. Wahyu Ilahi Allah inilah yang pada gilirannya kemudian diteruskan kepada kita melalui dua cara : Tradisi-tradisi Suci dan Kitab Suci. Tradisi-tradisi Suci dan Kitab Suci merupakan “lumbung iman” Sabda Allah. Yesus mewartakan kebenaran yang diperlukan bagi keselamatan kita dan ini berarti bahwa Warisan Iman itu telah lengkap. Gereja tidak menambahkan apa-apa pada “lumbung iman” Sabda Allah tersebut, tetapi di bawah bimbingan Roh Kudus, lumbung iman Sabda Allah itu berkembang dalam artian pemahamannya atas apa yang telah Yesus wartakan. Gereja meneruskan “lumbung iman” Sabda Allah dari generasi ke genarasi dan ia berkembang menjadi sebuah kesadaran yang mendalam akan keindahan Wahyu Allah (K 74 – 100). Tradisi dapat diartikan sebagai “meneruskan.” Dan Tradisi Suci dapat diartikan sebagai cara Gereja meneruskan dan menafsirkan Kitab Suci, juga hasil keputusan konsili, kredo-kredo, peribadatan, dan konsistensi pada ajaran Gereja. Hal-hal tersebut tidak bertentangan dengan Kitab Suci tetapi berkaitan erat dengan Kitab Suci dan berlandaskan pada Kitab Suci, dan berkembang atas dasar Kitab Suci. Beberapa gereja bersikeras bahwa keseluruhan doktrin harus dapat ditemukan secara eksplisit di dalam Kitab Suci. Tetapi Gereja Katolik tidak sependapat, karena iman kita tidak dapat dibatasi hanya pada apa yang dikatakan Kitab Suci saja, mengingat pada awal kehidupan Gereja belum ada kitab-kitab Perjanjian Baru. Orang-orang Kristen Perdana percaya pada Tradisi Suci sebelum Kitab Suci yang kita kenal sekarang ini ada. Gereja Katolik mengajarkan bahwa setiap doktrin harus selaras dengan Kitab Suci, tetapi tidak harus dinyatkan secara eksplisit di dalam Kitab Suci. Sebuah contoh yang paling jelas adalah doktrin mengenai Trinitas. Kitab Suci memang menyebutkan Bapa, Putra, dan Roh Kudus, tetapi tidak pernah menggunakan istilah Trinitas. Apa yang termaktub secara implisit di dalam Kitab Suci dinyatakan secara eksplisit dalam Tradisi Suci Gereja. Tradisi Suci diperlukan ketika Gereja menerapkan ajaran Kitab Suci untuk merubah situasi atau kondisi. Gereja melakukan hal tersebut dengan bimbingan Roh Kudus, sebab Yesus mengatakan kepada muridmuridNya : “Masih banyak hal yang harus Kukatakan kepadamu, tetapi sekarang kamu belum dapat menanggungnya. Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang.” (Yoh 16:1213). (Lihat Bab Duabelas untuk penjelasan rinci mengenai hubungan antara Kitab Suci dan Tradisi Suci). Kitab Suci : Kitab Katolik Kita sejauh ini telah membahas Kitab Suci sebagai kitab “Katolik”. Ini bukan untuk memojokkan siapa pun. Harap diingat bahwa Kitab Suci asli orang Kristen ditetapkan melalui komunitas orang-orang beriman yang dipimpin oleh para uskup Katolik dan disyahkan menjadi sebuah kumpulan kitab melalui keputusan konsili oleh para uskup Katolik. Kitab Suci dipelihara dan diwariskan selama berabad-abad oleh Gereja Katolik. Sebelum diketemukan mesin cetak, para biarawan dan biarawati Katolik menyalin huruf demi huruf Kitab Suci dengan tangan. Banyak dokumen tulisan-tangan itu yang masih terpelihara dengan baik hingga hari ini. Hal ini sebagai wujud cinta dan kemampuan artistik dari para biarawan dan biarawati yang menulis salinan Kitab Suci. Selama dua ribu tahun Kitab Suci telah dibaca setiap hari pada perayaan Ekaristi. Sabda Allah telah dinyatakan kepada orang-orang Katolik di katakombe-katakombe, di rumah-rumah pribadi, dan di katedral yang megah. Ini menunjukkan sebuah kesaksian yang langgeng atas hormat dan cinta Gereja kepada Kitab Suci. Lectionary Katolik, yakni kalendar tiga tahunan bacaan Kitab Suci yang dipergunakan untuk hari Minggu, adalah model Common Lectionary yang banyak dipergunakan di gereja-gereja Protestan. Gereja Katolik mendorong umatnya untuk membaca Kitab Suci. Konsili Vatican II dalam Konstitusi Dogmatis Tentang Wahyu Ilahi antara lain mengatakan : FB. Sinamartin, Jan ……..mendesak dengan sangat dan istimewa semua orang beriman, terutama para religius, supaya dengan seringkali membaca kita-kitab ilahi memperoleh “pengertian yang mulia akan Yesus Kristus” (Flp 3:8). “Sebab tidak mengenal Kitab Suci berati tidak mengenal Yesus Kristus.” Maka hendaklah mereka dengan suka hati menghadapi nas yang suci sendiri, entah melalui liturgi suci yang sarat dengan sabda-sabda ilahi, entah melalui bacaan yang saleh……...Namun hendaklah mereka ingat, bahwa doa harus menyertai pembacaan Kitab Suci, supaya terwujudlah wawancara antara Allah dan manusia. Sebab “kita berbicara dengan-Nya bila berdoa; kita mendengar-Nya bila membaca amanat-amanat ilahi” (#25; lihat juga K 131 – 133). Hakikat Kitab Suci Katekismus Gereja Katolik menggaris-bawahi bahwa selain arti harafiah (arti yang dicantumkan oleh katakata Kitab Suci dan ditemukan oleh eksegese, yang berpegang pada peraturan penafsiran teks secara tepat. Tiap arti [Kitab Suci] berakar di dalam arti harafiah) yang dimaksudkan oleh para penulis Kitab Suci, terdapat pula arti rohani (berkat kesatuan rencana Allah, maka bukan hanya teks Kitab Suci, melainkan juga kenyataan dan kejadian yang dibicarakan teks itu dapat merupakan tanda) (K 115-119). Berkat kesatuan rencana Allah bagi keselamatan kita, Allah bermaksud menghubungkan hal-hal yang oleh manusia penulis Kitab Suci tidak disadari. Misalnya beberapa nas Kitab Suci mengungkapkan keterkaitan satu dengan lainnya melalui simbol-simbol dan analogi. Dan banyak peristiwa Kitab Suci dapat menjadi pertanda yang mengajak kita untuk memberikan perhatian atas realita-realita yang lebih mendalam. Allah mengetahui dan berkehendak atas hubungan-hubungan tersebut, dan Gereja berusaha mencarinya melalui doa dan permenungan. Katekismus Gereja Katolik membagi arti rohani menjadi tiga golongan : Kesatu, arti alegoris. Hal ini dapat berarti bahwa kejadian-kejadian Kitab Suci dapat menghadirkan suatu simbol yang melampaui arti harafiah dari teks itu sendiri. Misalnya, peristiwa penyeberangan Laut Merah adalah sebuah alegori, sebuah tanda, yang menggambarkan Pembaptisan Kristiani. Kedua, arti moral, memiliki makna bahwa kejadian-kejadian yang digambarkan Kitab Suci harus mangajak kita untuk melakukan yang baik. Kitab Rut, misalnya, tidak hanya sekadar bercerita tentang seorang wanita yang patuh kepada Allah dan kepada keluarganya, melainkan cerita itu mengajak kita agar meniru apa yang diperbuat Rut. Ketiga, arti anagogis, kata ini berasal dari bahasa Yunani yang berarti menghantar, dan ia menunjukkan bahwa kejadian-kejadian dalam Kitab Suci mempunyai arti yang abadi. Dalam makna anagogis kota Yerusalem di bumi adalah lambang Yerusalem surgawi, dan Gereja di bumi merupakan perlambang rumah abadi kita di surga. Kitab Suci : Allah Berbicara Kepada Kita Dalam Bab Dua kita lebih melihat pada pembentukan Kitab Suci. Sedangkan dalam Bab Tiga ini kita telah menyadari betapa pentingnya penafsiran Kitab Suci. Oleh karena itu, kita seyogianya memiliki pemahaman yang baik atas orisinalitas dan tafsir Kitab Suci. Namun demikian, kita tidak hanya sekadar memahaminya saja, tetapi lebih dari itu kita harus memiliki kesadaran bahwa di dalam Kitab Suci Allah berbicara kepada kita sebagai seorang Bapa yang penuh cinta kepada anak-anak-Nya. Jika kita membuka dan membaca Kitab Suci, Allah yang tidak terbatasi oleh waktu dan ruang berbicara kepada kita melalui Sabda yang sama yang telah disampaikan-Nya kepada Abraham, Musa, dan nabi-nabi. Begitu pula jika kita membuka dan membaca Kitab Suci, Yesus berbicara kepada kita seketika itu juga, sebagaimana halnya Ia berbicara kepada para Rasul dua ribu tahun yang lalu (K 101-102). FB. Sinamartin, Jan Melalui Kitab Suci, Allah menyampaikan kepada kita suatu pencerahan yang akan membantu kita bila kita berada dalam situasi khusus yang datang setiap hari. Firman-firman Allah yang telah kita baca berulangkali pada waktu lalu mungkin menyentuh kita dengan kekuatan baru ketika kita sedang berduka karena kematian orang yang kita cintai atau ketika kita sedang bingung tidak tahu apa yang harus kita perbuat atau ketika kita sedang mencari jawaban atas makna hidup. Setiap kali kita membuka Kitab Suci, kita “memutar nomor tilpun Allah.” Kita bisa saja memilih buku-buku lain dari rak perpustakaan kita, membacanya, dan belajar suatu informasi yang berguna. Tetapi saat kita membaca buku-buku tersebut, penulisnya tidak mengetahui apa yang sedang kita perbuat. Sebaliknya, begitu kita membuka Kitab Suci, Allah menyapa kita :”Hallo.” Allah senantiasa berada di dekat kita membantu mengatasi pelbagai persoalan yang kita hadapi seharihari. Sungguh, Firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua mana pun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita (Ibr 4:12). Katekismus Gereja Katolik mengajak kita untuk memahami arti harafiah dari Kitab Suci, arti yang dimaksudkan oleh penulis manusia asli. Tetapi Katekismus Gereja Katolik juga mengundang kita untuk mencari pelbagai makna rohani yang memungkinkan Allah berbicara secara pribadi kepada kita. Ketika kita putus asa, Yesus berkata kepada kita, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu” (Mat 11:28). Ketika kita mengalami ketakutan, Yesus berkata :”Damai sejahtera bagi kamu!” (Yoh 20:19). Ketika kita kesepian, Yesus menguatkan kita, “Aku menyertai kamu senantiasa” (Mat 28:20). Firman Allah di dalam Kitab Suci mengundang kita untuk memberikan suatu jawaban. Kita menjawab Firman Allah itu melalui doa-doa : kita membaca Firman Allah, dan berbicara kepada Allah sebagaimana kita lakukan kepada setiap sahabat. Kita menjawab Firman Allah melalui pilihan-pilihan hidup kita : kita membaca hingga kita menemukan sebuah ungkapan yang menantang kita untuk mengambil keputusan, kemudian membuat keputusan berdasarkan atas apa yang telah Allah sampaikan kepada kita. Kecuali Kitab Suci : tidak ada satu pun buku yang menyediakan komunikasi kepada Allah. “Sungguh, Firman Allah hidup dan kuat.” Pertanyaan Untuk Bahan Diskusi dan Renungan Bagaimana pemahaman anda mengenai bentuk-bentuk sastra? Ada berapa macam bentuk sastra yang dapat anda ketahui dari sebuah suarat kabar? Berapa banyak dalam Kitab Suci? Bagaimana masing-masing bentuk sastra di surat kabar dan di dalam Kitab Suci mewartakan kebenaran? Apakah perbedaan antara pendekatan konstekstual dan fundamentalis terhadap Kitab Suci? Apakah perbedaan antara sejarah dan fakta yang sesungguhnya? Pernahkah anda mempertimbangkan untuk menafsirkan Perjanjian Lama dalam terang Yesus Kristus? Apakah hal tersebut membawa anda kepada pemahaman lain yang selama ini telah anda mengerti dari beberapa bagian Kitab Suci? Dalam hal yang bagimana Kitab Suci disebut sebuah kitab Katolik? Apakah artinya bila anda membuka Kitab Suci, anda memutar nomor milik Allah? Aktivitas Panggillah teman anda melalui tilpun, hanya sekadar melakukan pembicaraan santai. Kemudian, dari pengalaman pembicaraan yang masih segar dalam pikiran anda, ambillah Kitab Suci anda dan nikmatilah suasana santai atas kunjungan Yesus. FB. Sinamartin, Jan Monday, October 09, 2006 Bab Empat : Memasuki Perjanjian Lama : Dari Adam Sampai Musa Wayne dan Rita mendengar celoteh anak-anak mereka sepanjang perjalanan pulang dari kunjungan Natal ke rumah orang tua Rita. Anak-anak itu mengulangi apa yang diceritakan kakek tentang masa lalu dan mulai bertanya kepada orang tua mereka mengenai nenek-moyang mereka. Penasaran oleh keinginan anak-anak mereka tentang masa lalu, Wayne dan Rita memutuskan untuk mulai mempelajari sejarah keluarga mereka. Mereka meminta orang tua mereka mencatat sejarah dan riwayat masa lalu keluarga mereka. Mereka mulai melacak silsilah keluarga. Wayne dan Rita membawa anak-anak mereka ke gereja di mana keluarga mereka dipermandikan dan melihat makam saudara-saudara mereka. Orang tua dan anak-anak sama-sama menyukai tulisan-tulisan surat kabar tua dan catatan pengadilan mengenai transaksi-traksaksi tanah. Suatu saat, Rita dan Wayne harus melacak asal mereka ke German. Mereka mendapati bahwa moyang mereka meninggalkan Eropa pada tahun 1849 guna menghindari penganiayaan agama, mengalami susahnya pelayaran menyeberangi Atlantik, menyusuri sungai Ohio dengan perahu, dan akhirnya menetap di Kentucky. Dengan menyelidiki masa lalu mereka, mereka menemukan sebentuk penghormatan baru terhadap iman Katolik mereka dan Amerika sebagai daerah pengharapan. Mereka memperoleh suatu pandangan baru tentang arti keluarga. Mereka berbicara mengenai nilai-nilai yang dianut nenek-moyang mereka yang masih terpelihara dan arti nilai-nilai tersebut bagi mereka. Silsilah keluarga mereka menjadi suatu kehidupan baru mengingat ia sekarang kokoh berakar dari masa lalu. Akar-akar Spiritualitas Keluarga Kita Di jaman dunia yang begitu cepat berubah, orang dapat dipastikan akan mencari kestabilan dan kepastian yang datang dari akar budaya dan keluarganya. Kita sebagai orang Katolik mempunyai akar budaya yang jauh lebih dalam ketimbang sekadar catatan-catatan pengadilan atau batu-batu kuburan. Kita dapat melacak spiritualitas nenek-moyang kita kembali kepada tradisi-tradisi kuno jaman Perjanjian Lama. Jika kita memperhatikan kitab-kitab Perjanjian Lama sebagai catatan sejarah keluarga kita sendiri, kita akan menemukan sebuah kunci yang akan menyingkap kekayaan yang terbesar dari Kitab Suci. Catatan-catatan itu tidak hanya sekadar cerita-cerita dari masa lalu, daftar nama-nama, dan hukum-hukum atau aturan-aturan kuno. Semua itu adalah sejarah keluarga kita, nama-nama leluhur di dalam iman, dan rincian yang menceritakan bagaimana keluarga kita pernah hidup. Jika kita memandang Perjanjian Lama dengan antusiasme yang sama siapapun akan merasa sedang melihat ke dalam kekayaan keluarga masa lalu. Membaca Perjanjian Lama Salah satu tujuan dari buku ini adalah membantu para pembacanya “membaca” Kitab Suci dengan menyediakan sebuah pemandu perjalanan dengan latar belakang informasi dan perikop-perikop terpilih dari Kitab Suci. Informasi dan pilihan-pilihan tersebut akan dibatasi agar buku ini memiliki ukuran yang pas (tidak terlalu tebal dan juga tidak terlampau tipis). Jika para pembaca ingin mendapat penjelasan yang lebih rinci, bisa memperolehnya dari tafsir dan penjelasan Kitab Suci. (Lihat Daftar Pustaka) Kita mulai dengan pengantar kepada Pentateuck, kemudian berpindah kepada kitab-kitab dari Kitab Suci, mengikuti urutan yang terdapat dalam New Revised Standard Version of The Bible. (Catatan Penterjemah : untuk terjemahan bahasa Indonesia urutan yang sama dengan New Revised Standard Version of The Bible FB. Sinamartin, Jan dapat pembaca jumpai pada Kitab Suci Katolik (Alkitab Katolik Deuterokanonika) Percetakan Arnoldus Ende, tahun 2001 diterbitkan oleh Ditjen Bimas Katolik, Departemen Agama Republik Indonesia dalam rangka PELITA). Pentateukh Para pnyunting yang menyusun Pentateukh -- lima kitab pertama dari Kitab Suci, kira-kira lima ratus lima puluh tahun sebelum Kristus --, bermaksud memberikan kemantaban dan kepastian kepada orang-orang Israel. Orang-orang Israel pada waktu itu tercerabut dari akarnya dan diasingkan oleh orang-orang Babel. Mereka yang kembali ke Israel dibujuk untuk meninggalkan Allah dan berpaling kepada dewa-dewa orang kafir. Mereka tertarik oleh mitos-mitos kafir yang menganggap bahwa kejahatan dan kekacauan menentukan nasib manusia. Para penyunting berkeinginan untuk mengembalikan orang-orang Israel dari kekeliruan tersebut dan kembali kepada tradisi kokoh yang diwariskan oleh Abraham dan Musa. Para penyunting mencatat kisah-kisah yang kerap diceritakan para leluhur mereka yang telah mengikuti kehendak Allah. Mereka mengajarkan bahwa Allah itu ada, Allah-lah yang menciptakan segala sesuatu, dan kejahatan bukan berasal dari Allah tetapi sebagai hasil konsekwensi dari pilihan dosa yang dilakukan oleh manusia. Dalam pada itu, kita senantiasa dihadapkan pada pencobaan seperti yang dihadapi bangsa Israel kuno. Kita digoda untuk meremehkan iman kita sebagai ketinggalan jaman, untuk menyembah ilah-ilah palsu seperti : materialisme, seks, dan sekularisme, untuk takut kepada setan yang memiliki kekuasaan menghancurkan segala sesuatu yang baik, indah, dan sempurna. Pentateukh mewartakan kepada kita, sebagaimana kepada generasi-generasi terdahulu, bahwa Allah sungguh-sungguh ada, kebaikan akan mengalahkan kejahatan, kita dapat melangkah dengan aman mengikuti jalan yang dipilih oleh pendahulu kita. Pentateukh masih relevan bagi kita hingga hari ini, sebab ia merupakan catatan keluarga kita di masa lalu, diinspirasi Allah, dan menjawab hampir semua pertanyaan mendasar mengenai kehidupan. Kitab Kejadian : 1-11 Kejadian adalah sebuah kitab yang bagi orang-orang Israel berfungsi sebagai pengingat asal-usul keluarga mereka melalui garis keturunan Abraham, Ishak, dan Yakob, dan lebih dari itu ia merupakan kitab yang mencatat asal mula alam semesta dan membahas apa arti hidup itu bagi manusia. Sekarang, buka Kitab Sucimu dan bacalah Kejadian 1:1-24. Perikop dari kitab Kejadian ini adalah berasal dari tradisi Imam dan kitab ini barangkali digunakan untuk pemujaan di rumah ibadat (Kenisah). Kitab ini menggambarkan pemahaman orang Yahudi akan sebuah dunia yang merupakan bangunan datar ditopang oleh pilar-pilar di atas lautan dan langit sebagai mangkuk terbalik dengan jendela-jendela sebagai jalan masuk air hujan dan salju. Dalam perikop itu pun kita menemukan beberapa pengulangan frasa yang dimaksudkan sebagai mempermudah mengingat, seperti : “Berfirmanlah Allah,” “Dan jadilah demikian,” “Allah melihat semuanya itu baik,” “Jadilah petang dan jadilah pagi.” Bangunan tujuh hari memiliki pola puitik, dimaksudkan untuk mengajarkan kesucian hari Tuhan, karena bagi Tuhan pun memerlukan istirahat setelah enam hari bekerja! Bangunan tujuh hari itu juga melukiskan saling keterkaitan antar hari, berfungsi sebagai sarana untuk mempermudah mengingat. Hari pertama, ketika Allah menciptakan terang berhubungan dengan hari ke empat ketika Allah menciptakan matahari, bulan, dan bintang-bintang. Hari kedua, ketika Allah menciptakan cakrawala yang memisahkan air yang di atas cakrawala dengan air yang di bawah cakrawala berkaitan dengan hari ke lima, ketika Allah menciptakan burung-burung yang terbang di bawah langit dan ikan yang FB. Sinamartin, Jan berenang di laut. Hari ketiga, ketika Allah menyebabkan dataran mengering dan menumbuhkan tanaman, berhubungan dengan hari ke enam, ketika Allah menciptakan binatang dan manusia yang hidup di tanah dan makan tanaman. Perhatian khusus diberikan pada penciptaan manusia. Allah berfirman, “Baiklah kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita.” Makna dari kalimat ini menjadi bahan perdebatan para ahli. Salah satu pendapat adalah bahwa “baiklah kita” mungkin merupakan sebuah bentuk jamak bagi penghormatan (berkaitan dengan kekuasaan, seperti seorang raja), yang dapat diartikan sebagai pernyataan keseriusan Allah untuk melakukan sesuatu yang istimewa (khusus). “Menurut gambar dan rupa Kita” barangkali mengacu kepada fakta bahwa manusia telah menguasai bumi sebagai wakil Allah dan dipanggil untuk memelihara dunia yang telah diberikan kepada kita. Berlawanan dengan mitos kafir pada masa itu, kisah penciptaan tersebut mengajarkan bahwa hanya satu Allah yang menciptakan segala sesuatu. Penciptaan tidak berasal dari peperangan antara dewa baik dan jahat yang hanya merupakan satu bagian dari hakikat dasar kehidupan. Jika kita cermati, pesan-pesan tersebut masih memiliki nilai kebenaran bagi kita dewasa ini. Alam semesta tidak berasal dari sesuatu yang tidak ada. Organisasi alam semesta tidak dapat terjadi hanya dengan suatu kecelakaan akibat benturan antar atom. Allah sungguh ada. Allah yang menciptakan alam semesta. Kita manusia ada bukan karena kebetulan tetapi ciptaan yang berharga, sebab kita adalah milik Allah yang mewakiliNya di bumi. Bab pertama dari Kejadian tidak menyajikan sebuah kisah ilmu pengetahun tentang penciptaan (hal ini belum dikenal pada waktu Kejadian disusun), tetapi mengajarkan kebenaran religius dalam bahasa yang penuh dengan kekuatan dan keindahan. Gereja Katolik mengajarkan bahwa Kejadian tidak bertentangan dengan teori-teori ilmu pengetahuan modern, termasuk di dalamnya teori evolusi, sepanjang hal-hal tersebut tidak menolak keberadaan Allah dan fakta bahwa segala sesuatu berasal dari Allah. Kejadian menitik beratkan pada hal-hal religius, seperti mengapa terjadi penciptaan dunia? Sedangkan ilmu pengetahuan modern berangkat dari pengamatan, bagaimana dunia itu diciptakan? Adalah sangat mungkin bahwa di dalam kehendak Allah, evolusi bisa saja terjadi atas ciptaan Allah. Kejadian mengajarkan bahwa dengan cara bagaimana pun alam semesta mewujud menjadi ada, ia berasal dari cinta dan kebijaksanaan Allah. Baca Kejadian 2:4-3:24. Perikop ini berisi kisah penciptaan bagian ke dua yang berasal dari sumber Yahwis. Terdapat ketidak-konsistensian antara kisah penciptaan bagian pertama dan kedua. Misalnya, manusia diciptakan setelah penciptaan binatang-binatang di bagian pertama, tetapi di bagian ke dua manusia diciptakan sebelum binatang. Para penyunting terakhir tidak begitu menaruh perhatian pada perbedaan tersebut, hal ini menjadi sebuah fakta tersendiri bahwa mereka tidak berusaha untuk menghadirkan penjelasan ilmiah mengenai proses penciptaan. Mereka menyertakan kedua kisah tersebut sebab masingmasing telah menjadi warisan kekayaan di dalam komunitas Yahudi pada masa itu, dan masing-masing kisah secara khusus menekankan kebenaran religius. Keheranan orang-orang dulu, sebagaimana kita dewasa ini, adalah mengapa dunia penuh dengan dosa, penderitaan, sakit, dan kematian. Kisah penciptaan bagian dua, dengan bahasa yang penuh dengan simbolsimbol serta menukik ke dalam kondisi kemanusiaan membahas permasalahan tersebut. Kisah bagian dua ini tidak hanya menjalin cerita manusia-manusia pertama di bumi tetapi mengisahkan tentang kita semua. Allah telah menganugerahkan kepada kita kehidupan di dunia yang dapat dianggap sebagai surga. Kita dianugerahi kebebasan dan kecerdasan serta dipanggil untuk berjalan berdampingan dengan kasih Allah. Kita diberi kesempatan melakukan komitmen iman di dalam perkawinan dan bersama-sama dengan Allah menciptakan kehidupan baru. Kita dituntut menggunakan kebebasan itu dengan seksama, memilih apa yang oleh Allah dinyatakan sebagai baik dan menghindari apa yang dinyatakan Allah sebagai jahat. Tetapi manusiamanusia pertama telah makan buah dari “pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat.” Dibujuk oleh setan (dalam wujud seekor ular, simbol yang biasanya terdapat pada masyarakat kafir), mereka berkata kepada Allah: “Engkau tidak perlu memberitahu apa yang harus kita lakukan. Kita akan menentukan sendiri apa yang FB. Sinamartin, Jan baik dan apa yang jahat.” Melalui pilihan mereka, dosa datang ke dalam dunia dan menciptakan tembok penghalang antara kita dan Allah. Karena dosa, kita menjadi bisa menderita dan mati, timbul ketegangan dalam hubungan antar manusia, lelah dan jenuh dalam bekerja, mengalami rasa sakit ketika melahirkan. Apa yang dulunya surga menjadi sebuah dunia di mana kita bisa mengalami kematian dan penderitaan, tenggelam ke dalam ketidak-berdayaan dimana keselamatan dapat diperoleh hanya dari Allah, yang bahkan pada saat yang terburuk pun berjanji akan meremukkan kepada ular dan mengalahkan kejahatan. Dalam lanjutan Kejadian 4-11, lebih merupakan bahasan yang membenarkan bahwa dosa cenderung meningkat dalam mencengkeram kehidupan manusia. Seperti halnya Kain, manusia mengiyakan bahkan ketika diminta membunuh sesama anggota keluarga manusia. Kita terjerumus ke dalam lumpur dosa di mana hanya Allah saja yang dapat menyelamatkan kita. Kita menjadi terasing dari Allah, dari kita sendiri, dan dari satu dengan lainnya sehingga seluruh dunia sepertinya telah menjadi sebuh Menara Babel. Abraham : Kejadian : 12-25 Sebelas bab pertama dari Kejadian menunjukkan bahwa manusia bergerak menjauh dari Allah. Namun pada penghujung bab 11, seorang pria diperkenalkan, yang akan mengajak manusia kembali kepada Allah. Orang itu adalah Abraham, putra Terah, yang kira-kira pada 1900 SM bersama dengan keluarganya melakukan migrasi dari Ur (Irak modern) ke Haran (sebuah kota perbatasan Turki-Suriah modern). Setelah kematian Terah, Abraham mendengar Allah memanggilnya untuk menempati daerah baru dan berjanji akan menjadikannya sebuah bangsa yang besar. Abraham segera menuruti panggilan itu itu, membawa istrinya Sirai, keponakannya, Lot dan seluruh harta miliknya ke tanah Kanaan (Israel moderen). Dalam penampakan selanjutnya, Allah memperbarui janjinya menjadi sebuah sumpah, mengganti namanya dari Abram menjadi Abraham dan Sirai menjadi Sarah, dan memberkati mereka dengan anak laki-lakinya, Ishak. Kejadian 12-25 menghadirkan kisah penuh warna tentang Abraham dan keluarganya. Para ilmuwan memperdebatkan kebenaran sejarah dari kisah-kisah tersebut, namun demikian tidak diragukan lagi bahwa Kejadian mengetengahkan Abraham sebagai sebuah model iman, sebagai nenek moyang orang Israel, sebagai seorang yang Allah sendiri menjanjikan tanah yang kemudian diklaim oleh orang-orang Israel. Sekarang baca Kejadian 12:1-9, Kejadian 15:1-17:27, Kejadian 21:1-8, dan Kejadian 22:1-9. Pada perikopperikop itu, iman Abraham kepada Allah masih mendapat penekanan. Juga upacara sumpah, dengan memotong hewan yang dipraktekkan di Timur Tengah pada waktu itu. Para pelaku sumpah berjalan di antara potongan-potongan hewan untuk menunjukkan bahwa mereka akan menemui nasib seperti hewan-hewan tersebut jika mereka melanggar sumpah. Kisah Abraham yang dipanggil Allah untuk mengorbankan putranya menunjukkan betapa dalamnya iman Abraham. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjunjukkan kepada orangorang Israel (yang hidup di tengah orang-orang kafir yang mempraktekkan pengorbanan manusia) bahwa Allah menghendaki korban hewan daripada korban manusia. Sebelum Abraham meninggal, putranya Ishak menikahi Rebeka, masih tergolong cucu keponakan Abraham dan oleh karena itu sesuai hukum pada waktu itu, dan cocok untuk pasangan Ishak. Melalui Ishak janji Allah kepada Abraham akan terpenuhi. Ishak, Yakub, dan Anak-anak Yakub : Kejadian 25-36 Ishak dan Rebeka mempunyai dua anak kembar, Yakub dan Esau (Kej 25:19-34). Anak-anak itu kemudian bersaing satu dengan lainnya. Yakub membuat tipu muslihat sehingga memperoleh hak kesulungan ayahnya, dan Ishak memberikan berkat kepadanya bukan kepada Esau. Beberpa kisah seputar Yakub masih diketengahkan dalam Bab 25-36 ini, kebanyakan berkisar mengenai ketrampilan tangan Yakub. Beberapa kisah berdasarkan dari cerita rakyat setempat. Kisah-kisah itu diolah kembali dari mitos-mitos dan legendalegenda kuno, dengan memberi keterangan tentang nama-nama tempat dan asal-usul bermacam-macam tradisi. FB. Sinamartin, Jan Yakub pergi ke Haran guna mencari seorang istri dan akhirnya mengawini dua orang putri pamannya, Laban. (Poligami -- memiliki banyak istri --, merupakan hal yang lumrah dipraktekkan masyarakat kuno pada waktu itu dan juga raja-raja Istrael hingga abad ke-5 SM). Istri-istri dan pembantu-pembantu perempuannya menjadi ibu dari dua belas anak Yakub, nenek moyang dua belas suku Israel. Dua kisah berbeda (Kej 32:29 dan Kej 35:10) menceritakan nama Yakub diubah menjadi Israel oleh Allah, yang kemudian menjadi nama dari orangorang keturunan Yakub. Suatu ketika, Yakub kembali beserta keluarganya ke Kanaan dan berdamai dengan Esau. Baca Kejadian 25:19-34, Kejadian 27:1-45, Kejadian 33:1-20, dan Kejadian 35:9-15. Perikop-perikop ini berkaitan dengan peristiwa-peristiwa utama dalam kehidupan Yakub dan menunjukkan betapa Allah tetap setia pada janji yang telah dinyatakan kepada kakek Yakub, Abraham. Kisah Yakub merampas hak kesulungan milik Esau, dan Ishak memberkati Yakub memiliki makna bagi Esau bahwa Allah dapat memakai bahkan para pendosa guna memenuhi kehendak ilahiNya. Ini bukan berarti Allah menghendaki para pendosa tersebut, melainkan bahwa Allah dapat mengarahkan kembali para pendosa tersebut ke jalan yang benar – dalam hal ini, pemenuhan janji Allah kepada Abraham. (Lihat Kej 35:9-12). Pelajaran yang dapat kita petik: Allah sanggup membawa kebaikan dari hal-hal yang jahat, bahkan dari kesalahan masa lalu kita, bila kita kembali kepada Allah dengan iman dan kepercayaan. Yusuf : Kejadian 37-50 Kisah Yusuf, yang menjadi penutup Kejadian, mengetengahkan pelajaran yang hampir sama. Yusuf sangat bergantung kepada Allah dalam situasi yang paling buruk sekali pun, dan Allah merubah bencana itu menjadi kemenangan berulang-ulang. Ketika Yusuf dijual menjadi budak oleh kakak-kakaknya, ia kemudian menjadi seorang pembantu yang berhasil. Ketika ia menolak godaan istri tuannya, ia menerima tuduhan palsu dan dijebloskan ke dalam penjara, yang nampaknya menjadi tonggak guna melangkah menjadi seorang penguasa di Mesir. Kelaparan yang meluas di dunia, telah menjadi disempatan bagi Yusuf untuk menunjukkan kemampuannya di bidang administratif. Dan karena peristiwa kelaparan itu Yusuf bisa bergabung lagi dengan kakak-kakanya dan juga ayahnya, Yakub. Karena Yakub dapat bertemu kembali dengan Yusuf anaknya, ia meninggal dengan bahagia. Penguburan ayahnya yang dilakukan di tanah Kanaan oleh Yusuf merupakan pertanda bahwa keluarganya suatu saat akan kembali lagi dari Mesir ke Tanah Terjanji. Baca Kejadian 45:1-28. Perikop ini melukiskan gambaran indah perjumpaan yang penuh emosi antara Yusuf dan kakak-kakaknya dan Yakub menerima berita meyakinkan bahwa Yusuf masih hidup. Anda barangkali ingin membaca seluruh kisah mengenai Yusuf. Cerita itu sangat menarik, adegan demi adegan berlangsung dengan cepat, jika kita sudah membacanya susah untuk berhenti. Di penghujung cerita, keluarga Israel di Mesir mengalami tragedi demi tragedi, menjadi budak, tetapi Allah akan membebaskan dan mereka akan mengalami hidup baru. Kitab Keluaran : 1-18 Kejadian diakhiri dengan kematian Yusuf di Mesir kira-kira tahun 1750 SM. Lima ratus tahun telah berlalu antara kematian Yusuf dan peristiwa-peristiwa yang akan dihadirkan dalam kitab selanjutnya, yakni Keluaran. Di dalam kurun waktu lima ratus tahun turunan Abraham menjadi budak. Catatan-catatan kuno merujuk kepada turunan Abraham sebagai “Habiru,” yang berarti masyarakat nomadik yang sedang mencari kerja di proyek-proyek pembangunan di Mesir. (Dari Habiru inilah kemudian muncul istilah Hebrew (Ibrani), nama lain dari Israel). Kitab Keluaran menggambarkan perbudakan bangsa Israel dan pembebasan mereka di bawah kepemimpinan Musa. Orang-orang Israel telah kehilangan jati diri mereka, tetapi ketika Allah menampakkan diri kepada Musa sebagai “Allah Abraham, Allah Ishak, dan Allah Yakub” (Kel 3:6), sebuah proses dimulai yang akan membawa FB. Sinamartin, Jan orang-orang Ibrani kembali kepada identitas mereka semula yaitu sebagai Keluarga Allah. Nampaknya, terjadi beberapa gelombang perpindahan orang-orang Habiru ke Mesir dan beberapa gelombang pula ketika mereka meninggalkan Mesir. Kitab Suci memusatkan diri pada Keluaran yang dipimpin oleh Musa. Kebanyakan ilmuwan menempatkan peristiwa Keluaran terjadi pada masa kekuasaan Ramses II dan tahun Keluaran kira-kira pada 1250 SM. Banyak ilmuwan menduga bahwa jumlah orang Israel yang dipimpin oleh Musa hanya beberapa ribu saja. Tetapi ketika kisah Keluaran diceritakan berulang-ulang, ia berubah menjadi semacam kisah kepahlawanan. Dan jumlah orang yang keluar dari Mesir mendekati jumlah penduduk Israel pada masa puncaknya. Peritiwa-peristiwa Keluaran lebih lanjut bobotnya diperbesar sampai menjadi ungkapan mukjizat Allah yang memberikan kekuatan dan perlindungan : wabah penyakit sampar, terbelahnya laut, dan tiang-tiang api. Apa makna di balik peristiwa sejarah Keluaran? Salah satu kemungkinan skenario sebagai berikut : Musa, sebagai pemimpin yang berpengaruh pada waktu itu, mengalami peristiwa hadirnya Allah (semak yang terbakar). Ia bisa memahami keinginan Allah bahwa Israel harus dibebaskan. Mengambil kesempatan dari kekacauan peristiwa-peristiwa alam pada waktu itu (sungai Nil yang meluap, katak-katak yang terbawa banjir, lalat dan nyamuk yang memakan bangkai katak, merebaknya pelbagai penyakit dan sampar; udara panas, wabah belalang ; badai padang gurun; mungkin kematian putra Firaun), Musa memimpin satu kelompok orang-orang Israel ke suatu wilayah yang dikenal dengan Laut Bambu (Sea of Reeds bukan “Red Sea,” Laut Merah, tampaknya di sini terjadi salah terjemah dari kata Ibrani asli). Orang-orang Israel berhasil menyeberangi Laut Bambu, sementara pasukan berkuda Mesir tenggelam. Banyak dari mereka yang mati, dan orang-orang Israel memasuki padang gurun, tempat mereka mengembara selama empat puluh tahun sebalum memasuki Tanah Terjanji di bawah pimpinan panglima perang Musa, Yosua. Mengapa kita tidak menganggap kisah Keluaran sebagai apa adanya? Mengapa kita tidak mengikuti saja tafsir yang dilakukan oleh para fundamentalis bahwa Kitab Keluaran adalah sejarah sebagaimana makna modern? Pada dasarnya, kita tidak menafikan kemampuan Allah melakukan mukjizat dalam kisah Keluaran. Allah adalah Allah dan dapat melakukan mukjizat. Namun jika kita melihat materi Keluaran, kita diajak untuk percaya bahwa pengarang “biblis” bermaksud menulis bukan sejarah dalam artian moderen tetapi kisah kepahlawanan yang mengagungkan Allah dan mempermalukan musuh-musuh Allah. Penulis-penulis ini menggabungkan sumber-sumber kuno menjadi sebuah kisah yang benar-benar mudah diingat, dan mengagungkan kekuatan Allah. Selain itu, para penulis tersebut mengingatkan kembali bahwa memandang asal-mula Israel sebagai bangsa hanya sebatas sejarah jelas tidaklah tepat. Kita barangkali bisa membandingkan Keluaran dengan lagu country Johny Horton, “The Batle of New Orleans.” (Pertempuran New Orleans). Lagu ini memiliki landasan yang kuat dalam sejarah, tetapi ia ditulis menjadi sebuah bentuk lagu kepahlawanan, dengan imajinasi dan humor. Betul telah terjadi pertempuran di New Orleans pada tahun 1814-1815, dan Jendral Jackson mengalahkan Inggris (lagu ini membantu masyarakat mengingat fakta-fakta ini – Pertempuran New Orleans -- lebih baik dari pada yang dilakukan oleh pelajaran sejarah di dalam kelas). Namun ada bagian-bagian yang mengagumkan dalam lagu tersebut (buaya dipergunakan sebagai meriam ketika meriam yang sesungguhnya tidak bisa dipergunakan karena terlalu panas!) yang tidak dimaksudkan oleh penulisnya sebagai sejarah. Hal yang hampir sama terjadi pada para penulis Keluaran, mereka tidak bermaksud menyajikan rincian-rincian kisah sebagai peristiwa sejarah. Terdapat beberapa bukti di dalam kisah tersebut yang membawa kita kepada penafsiran bentuk sastra sebagai cerita kepahlawanan daripada sejarah. Pertama, mengapa Firaun mengijinkan Musa datang kembali dengan ancaman-ancaman dan permintaan-permintaan? Mengapa Firaun tidak menjebloskan saja Musa ke dalam penjara atau menghukum mati Musa? Kedua, Keluaran 12:37 mengatakan 600.000 orang laki-laki meninggalkan Mesir; jelas ini akan memberikan gambaran bahwa yang meninggalkan Mesir berjumlah jutaan orang. Tetapi cerita sebelumnya menyebutkan hanya dua pembantu bagi seluruh orang Ibrani! Ketiga, terdapat ketidak-konsistenan jelas hal tersebut bukan merupakan sejarah. Sebagai contoh, “seluruh ternak FB. Sinamartin, Jan orang Mesir mati” ketika tulah kelima terjadi (wabah sampar), tetapi ternak itu mati lagi oleh hujan es dan mati lagi ketika tulah kesepuluh terjadi, matinya anak sulung. Keempat, terdapat ketidak-adilan dari seorang Allah yang menghukum satu orang tetapi membela lainnya, bahkan Allah tidak menghentikan pembantaian anakanak yang tidak berdosa. Allah semacam itu tidak bisa disamakan dengan Allah yang diwahyukan oleh Yesus Kristus. Sekali lagi ditekankan di sini, kita tidak menolak kemungkinan terjadi mukjizat. Allah adalah mahakuasa dan Ia tidak dibatasi oleh hukum-hukum alam. Mengingat Kitab Keluaran berbentuk sastra dan cerita kepahlawanan sulit bagi kita untuk menyimpulkan dengan tepat apakah mukjizat-mukjizat itu benar-benar terjadi seperti apa yang digambarkan di sana. Keluaran memberikan kita hakikat sejarah yang penting yaitu keluarnya orangorang Israel dari Mesir di bawah pimpinan Musa. Keluaran menyajikan pelajaran penting bagi kita : Allah begitu memperhatikan umatNya dan Allah mendukung kebebasan. Di luar fakta-fakta pokok, terdapat ruang yang cukup luas bagi spekulasi, dan Gereja Katolik tidak mengeluarkan pernyataan dogmatis perihal permasalahan tersebut. Baca Keluaran I, kita akan merasakan kesengsaraan dan keputusasaan yang di alami orang-orang Israel yang menjadi budak di Mesir. Baca Keluaran 14, di sana kita merasakan aroma kegembiraan atas kebebasan. Bayangkan anak-anak Yahudi tujuh ratus tahun kemudian, duduk mengelilingi kakeknya:”Ceritakan lagi, kakek, bagaimana Allah menuntun Musa dan orang-orang Israel menyeberang laut!” Janji Allah di Gunung Sinai : Keluaran 19-40 Orang-orang Israel yang dipimpin Musa ke luar dari Mesir merupakan kelompok pengungsi yang kerap mengeluh. Mereka beradu argumen dengan Musa, mengeluh lantaran hidup menjadi begitu keras, dan bahkan suatu saat mereka ingin kembali ke Mesir. Kendati demikian, Allah tetap menjadikan para pengungsi ini sebagai anggota Keluarga Allah. Di Gunung Sinai, Allah membuat perjanjian dengan orang-orang Ibrani yang dipusatkan pada Sepuluh Perintah Allah. Orang-orang Israel mematuhi dan menjaga perintah-perintah tersebut sebagai bagian dari perjanjian. Sedangkan bagian Allah dari perjanjian tersebut adalah “janji ilahi” bahwa Allah akan menjadi Tuhan mereka, melindungi mereka, dan menuntun mereka ke tanah terjanji seperti yang telah dijanjikan kepada Abraham. Sepuluh Perintah Allah ini dituangkan dalam Keluaran 20:1-17 (dan ditulis ulang dengan bentuk yang sedikit berbeda di Ulangan 5:1-21). Tradisi menganggap perintah-perintah tersebut sebagai “berjumlah sepuluh” berasal dari Keluaran 34:28. Tata cara pemberian nomor bervariasi. Gereja Katolik menghitung Keluaran 20:16 sebagai satu perintah dan Keluaran 20:17 sebagai dua perintah. Kitab Suci menganggap Sepuluh Perintah Allah sebagai berasal dari Allah (Kel 34:1) dan juga berasal dari Musa (Kel 34:8). Tradisi-tradisi ini menunjukkan bahwa keberadaan Israel sebagai suatu bangsa sangat bergantung pada hubungannya dengan Allah. Tradisi-tradisi tersebut memperlihatkan bahwa Musa dipilih oleh Allah untuk menetapkan semacam hukum bagi bangsa Israel dan untuk membentuk sebuah bangsa yang akan menyembah kepada Allah Yang Benar. Tradisi-tradisi tersebut juga menetapkan Musa sebagai pemimpin religius yang merancang Tabut Perjanjian, sebuah peti jinjing yang berisi Sepuluh Perintah Allah dan merupakan singgasana Allah dimana Allah akan menjumpai bangsa Israel. Musa yang kemudian menjadi pemimpin membawa bangsa Israel senantiasa berhubungan dengan Allah. Karena alasan-alasan itulah, sebagian besar hukum dan aturan bangsa Israel, tatacara liturgi, penetapan bentuk Kenisah yang baik, dan pola-pola ibadat semuanya dihimpun dalam Kitab Keluaran bersamaan dengan tibanya Sepuluh Perintah Allah yang berasal dari Allah melalui Musa. Para penyunting, tujuh ratus tahun setelah peristiwa Sinai, menghimpun Kitab Keluaran dari pelbagai macam sumber yang berasal dari hukum-hukum bangsa Israel yang kesemuanya bermuara pada perjanjian di Gunung Sinai. Para penyunting itu menyadari pula bahwa sejarah Israel merupakan rangkuman pelbagai peristiwa yang terjadi dalam Keluaran. Karena itulah para penyunting tersebut memasukkan kisah Anak Lembu Emas (Kel 32-34) di antara daftar hukum-hukum dan peraturan-peraturan. Seperti halnya ketika bangsa Israel di padang FB. Sinamartin, Jan gurun yang memiliki kecenderungan menolak Allah, begitu pula keturunannya akan mengikuti kegagalan leluhur mereka, bahkan semakin banyak membuat anak-anak lembu emas (Lihat 1 Raja-raja 12:26-32). Sebagaimana Allah mengampuni bangsa Israel ketika mereka menyesal, beberapa abad kemudian Allah juga mengampuni para pendosa, dan tetap mengajak mereka kembali kepada janji kelimpahan setia-Nya. Apa yang hendak disampaikan perikop-perikop Keluaran kepada kita dewasa ini? Perikop-perikop tersebut menyampaikan kepada kita bahwa Allah senantiasa ingin lebih dekat dengan kita (Kel 33:12-13). Allah menghendaki agar kita mematuhi perintah-perintah yang ditetapkan Allah mengingat perintah-perintah tersebut membawa kita kepada kehadiran Allah. Selain itu perikop-perikop tersebut mengajarkan kepada kita bagaimana mengalami kebebasan dalam arti yang sesungguhnya. Adalah Allah yang membawa bangsa Israel bebas dari perbudakan. Ketika Allah memberi bangsa Israel Sepuluh Perintah Allah, itu dimaksudkan agar bangsa Israel bebas dari ikatan-ikatan yang menyengsarakan : mulai dari bentuk perbudakan sampai dengan dosa. Jika kita mematuhi perintah-perintah tersebut dewasa ini, kita akan menikmati kebebasan penuh tanpa khawatir akan terperangkap dalam lingkaran-lingkaran dosa. Bahkan kita bisa belajar dari perikop-perikop tersebut daftar-daftar hukum dan peraturan yang dewasa ini sudah tidak pernah kita ikuti lagi. Hukum-hukum dan peraturan-peraturan tersebut mengingatkan kita akan komitmen para pendahulu kita secara religius untuk hidup secara benar dan tetap melaksanakan kehidupan doa (penyembahan kepada Allah). Hukum-hukum dan peraturan-peraturan tersebut mendorong kita untuk taat dan menyembah Allah dengan cara yang paling baik, "TUHAN, TUHAN, Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya” (Kel 34:6). Baca Keluaran 20 :1-17, di sana digambarkan bagaimana Allah menetapkan perintah-perintahNya kepada bangsa Israel. Baca Keluaran 24:1-8, perikop ini mengisahkan bangsa Israel menerima segala persyaratan perjanjian yang ditetapkan Allah dan Musa memimpin mereka dalam sebuah upacara penerimaan perjanjian tersebut. Dalam upacara itu, altar merupakan simbol kehadiran Allah, dan darah perlambang kehidupan. Ketika Musa mengambil darah kurban, dan dipercikan separuh pada altar dan separuhnya lagi kepada orangorang Israel, Musa menyatakan kebersatuan antara Allah dengan bangsa Israel. Baca Keluaran 32:1-20, dan Keluaran 34:1-9, di sana kita akan menjumpai kisah Anak Lembu Emas dan pembaruan perjanjian. Baca Keluaran 38:1-8, merupakan sebuah contoh mengenai peraturan beribadah yang dimuat di Kitab Keluaran. Aturan itu dicatat begitu rinci mencerminkan keinginan bangsa Israel untuk menyembah Allah dengan segenap hati. Kitab Imamat : “Kuduslah kamu, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, Kudus.” Kitab Imamat di dalam bahasa Inggris dikenal dengan Leviticus nama ini berasal dari kata Levi mengingat di dalam kitab ini berisi kaidah-kaidah ritual yang diperuntukkan bagi imam-imam dari suku Levi. Kaidah-kaidah ini bermula dari Musa, dan beberapa bermuara dari jaman Musa selama bangsa Israel ke luar dari Mesir (Keluaran). Tetapi nampaknya sebagian besar dari kaidah-kaidah tersebut dihimpun dari masa dan adat istiadat sesudah jaman keluaran. Kaidah-kaidah itu ditempatkan dalam Pentateukh kira-kira tahun 550 SM. Para pembaca moderen mungkin akan berhadapan dengan aturan-aturan dan ritual-ritual Imamat yang cukup melelahkan bila dibaca. Namun kita dapat menarik manfaat dari kitab tersebut jika kita memandangnya sebagai sebuah dokumen yang dirancang untuk menetapkan idealisasi dan tujuan perilaku Perjanjian Lama sebagaimana leluhur kita melakukan penghormatan terhadap Allah. Baca Imamat 19:1-19, di sini kita akan berhadapan dengan thema pokok Imamat “Kuduslah kamu, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, kudus.” Dalam perikop tersebut kita belajar bahwa memenuhi kewajiban kita terhadap orang lain berkaitan erat dengan pemenuhan kewajiban kita kepada Allah. Kita mendapati beberapa perintah dari Sepuluh Perintah Allah yang dinyatakan kembali, dan kita menjumpai ajakan yang begitu indah yaitu mencintai orang lain sebagaimana kita mencintai diri sendiri. Kita juga menemukan aturan yang bagi kita mungkin terasa aneh, seperti larangan mengenakan pakaian yang terbuat dari dua bahan. Para ilmuwan masih berdebat perihal dari mana aturan tersebut berasal. Kerapkali aturan-aturan itu berasal dari kegiatan ritual. Pada waktu-waktu tertentu aturan-aturan itu berasal dari pengalaman, misalnya larangan memakan FB. Sinamartin, Jan daging babi. Aturan ini muncul lantaran begitu banyak orang Israel yang terkena penyakit cacing pita. Apa yang pada mulanya hanya ditabukan lantaran makanan-makanan tertentu berpotensi membahayakan, lamakelamaan dimaknakan sebagai larangan agama. Baca Imamat 23, instruksi melaksanakan Sabat dan lima perayaan suci orang Yahudi : Paskah, Pentakosta, Tahun Baru, Hari Perdamaian, dan Pondok Daun. Tujuan hari Sabat dan lima perayaan suci adalah untuk membantu orang-orang Israel mengingat kebenaran yang paling mendasar :”Akulah TUHAN, Allahmu” (Im 23:43). Imamat bisa membantu kita mengingat bahwa Allah adalah Tuhan kita dan harus menata hidup kita menurut pola yang telah diberikan Allah kepada kita. Kita harus kudus karena Allah adalah kudus. Kitab Bilangan Nama Kitab Bilangan berasal dari bilangan angka dari dua kali pelaksanaan penghitungan penduduk Yahudi (sensus) dan dari daftar barang-barang dan orang-orang yang diuraikan dalam kitab tersebut. Kitab itu menggambarkan empat puluh tahun pengembaraan bangsa Israel di padang gurun dan berakhir dengan menjelang masuknya bangsa itu ke Tanah Terjanji. Pelbagai macam catatan, daftar, cerita-cerita, dan kebiasaan-kebiasaan atau tradisi-tradisi itu diwariskan orang-orang Israel selama berabad-abad sebelum disunting menjadi bentuk yang kita kenal sekarang ini. Dengan menyusun materi-materi tertsebut, para penyunting akhir Bilangan mendorong orang-orang Israel pada tahun 550 SM untuk melihat diri mereka sendiri sebagai sebuah komunitas suci, yang diatur oleh kehendak Allah, diundang untuk mengikuti hukum Tuhan. Pembaca barangkali ingin membaca cepat daftar-daftar yang tercantum dalam Bab 1-3 agar lebih mengenal tipe-tipe sastra. Baca Bilangan 20 untuk mendapatkan pemahaman atas empat puluh tahun pengembaraan bangsa Yahudi di padang gurun, seperti : catatan kematian adik Musa, Miryam, gugatan orang-orang Israel karena kekurangan kebutuhan pokok seperti air, gangguan yang terus-menerus dari bangsa-bangsa sekitar yang bersikap permusuhan, dan kematian adik Musa, Harun. Baca Bilangan 22-24. Di sini kita akan menemukan sebuah legenda (mungkin dikembangkan dari sejarah leluhur bangsa Israel) dimaksudkan untuk mengajarkan kebenaran religius. Begitu bangsa Israel mendekati Tanah Terjanji, kehadiran mereka membuat cemas Raja bangsa Moab. Raja itu berusaha menyewa seorang nabi bernama Bileam, untuk mengutuk bangsa Israel. Namun dari legenda yang berkaitan, Bileam dituntun Allah sehingga ia tidak bisa mengutuk bangsa Israel tetapi sebaliknya malah memberkati orang-orang Yahudi. Ada juga cerita humor yang menarik, utamanya cerita tentang binatang yaitu seekor keledai yang bisa berbicara. Baca Bilangan 22:22-35 untuk memahami bagaimana cerita tentang binatang itu mengajarkan kebenaran religius bahwa bangsa Israel ada dalam lindungan Allah. Kitab Ulangan Dalam bahasa Inggris Kitab Ulangan dikenal dengan Deuteronomy yang berati “hukum kedua,” atau “salinan hukum.” Nama ini sesuai karena Kitab Ulangan diawali dengan ulangan hukum dan aturan-aturan yang dapat ditemukan dalam Pentateukh. Hukum-hukum dan aturan-aturan di dalam kitab ini dicantumkan dalam format sebuah kotbah yang disampaikan Musa kepada bangsa Israel beberapa saat sebelum mereka memasuki Tanah Terjanji. Musa mempelajari seluruh peristiwa Keluaran dari Mesir dan selama empat puluh tahun mengembara di padang gurun. Ia mengulangi lagi hukum-hukum termasuk Sepuluh Perintah Allah (Ul 5:1-21) yang telah digunakan untuk mengatur bangsa Israel. Musa merinci berkat-berkat Allah yang akan diterima bangsa Israel bila mereka mematuhi hukum-hukum dan aturan-aturan tersebut serta memperingatkan akan adanya kutukankutukan jika bangsa itu tidak mematuhi hukum dan aturan tersebut. Setelah Yosua ditunjuk Allah sebagai pengganti Musa, Musa memberkati dua belas suku bangsa Israel, mendaki Gunung Nebo untuk melihat Tanah Terjanji dan meninggal di sana. FB. Sinamartin, Jan Kitab Ulangan berakhir begitu bangsa Israel bersiap memasuki Tanah Terjanji dengan sebuah pujian bagi Musa, …….”dalam hal segala tanda dan mujizat, yang dilakukannya atas perintah TUHAN di tanah Mesir terhadap Firaun dan terhadap semua pegawainya dan seluruh negerinya, dan dalam hal segala perbuatan kekuasaan dan segala kedahsyatan yang besar yang dilakukan Musa di depan seluruh orang Israel.” (Ul 34:11-12). Mengingat Ulangan menghadirkan Musa sebagai seorang orator yang menyampaikan pidatonya kepada orang-orang Israel, para fundamentalis menafsirkan kitab tersebut sebagai berisi pidato yang sesungguhnya yang disampaikan oleh Musa. Tetapi, bahasa, gaya, dan rujukan terhadap peristiwa sejarah di kemudian hari, menunjukkan hal yang sebaliknya. Rasanya juga tidak mungkin Musa yang berumur 120 tahun mampu berpidato sepanjang yang disajikan dalam Kitab Ulangan di hadapan ratusan ribu orang Israel. Kemungkinan besar, Kitab Ulangan adalah sebuah perangkat bergaya sastra yang menempatkan Musa sebagi pusat panggung sebagai seorang pelaku sejarah yang menyampaikan pidatonya kepada orang-orang dewasa, sebagaimana seorang pemain teater beraksi di muka penontonnya. Sangat mungkin bahwa bagian-bagian Ulangan dan sebagian dari Pentateukh berasal dari Musa sendiri. Namun Kitab Ulangan yang bentuknya seperti yang kita kenal dewasa ini kemungkinan besar ditulis oleh para pemimpin religius Israel pada waktu pembuangan di Babel. Yerusalem telah dihancurkan, puluhan ribu orang Israel dibantai, dan ribuan lainnya dipaksa menyeberang padang gurun menuju Babel. Di jaman sengsara dalam sejarah Israel ini, penulis-penulis Kitab Ulangan menempatkan Musa berhadapan dengan orang-orang Israel. Setting-nya adalah kelompok orang-orang Israel yang akan memasuki Tanah Terjanji, tetapi audience (penonton) yang sesungguhnya adalah kelompok orang-orang yang selamat dari pembuangan. Pesan yang disampaikan sangat jelas. Hanya ada satu Allah. Allah adalah penuh dengan kesetiaan. Allah sendirilah yang layak untuk disembah dan dihormati. Patuh pada Allah akan menuai berkah, menolak Allah hanya akan mendatangkan kehancuran. Pesan tersebut menjadi dasar apa yang kemudian disebut sebagai Teologi Deuteronomist. Para penulis Ulangan melihat kembali sejarah Israel dan menemukan sebuah pola di sana, yaitu Allah selalu setia. Ketika orang-orang Israel menuruti kehendak Allah segalanya berlangsung baik; namun ketika mereka tidak patuh, segalanya berubah menjadi buruk. Sebagaiman terjadi di kemudian hari, raja dan tentara tidak dapat menyelamatkan Israel. Hanya Allah yang sanggup. Dan kepatuhan kepada Allah akan menjadi satu-satunya cara untuk menerima pengampunan dari Allah. Kitab Ulangan disusun sebagian besar berasal dari tradisi Deuteronomist. Tradisi Deuteronomist dapat kita temui pada kitab-kitab Pentateukh yang terdiri atas beberapa ayat yang tersebar di sana-sini. Namun tradisi Deuteronomist itu menjadi sumber dari Kitab-kitab Yosua, Hakim-hakim, 1 dan 2 Samuel, dan 1 dan 2 Rajaraja. Ia juga memiliki pengaruh penting dalam penulisan kitab-kitab lainnya dari Kitab Suci. Kitab Ulangan berdampak begitu besar dalam Yudaisme dan Kekristenan. Kitab Ulangan dikutip dan dirujuk sebanyak dua ratus kali di dalam Perjanjian Baru. Teologi Kitab Ulangan sangat terbatas. Para penulisnya adalah orang-orang yang berasal pada jamannya, dan mereka belum memperoleh kepenuhan wahyu yang disampaikan melalui Yesus Kristus. Para penulis tersebut bersama penulis Perjanjian Lama lainnya, belum bisa membedakan antara Allah yang menyebabkan sesuatu atau menganugerahkan sesuatu. Mengingat Allah begitu perkasa, mereka percaya bahwa Allah penyebab segala sesuatu, termasuk penderitaan. Dan jika Allah menyebabkan sesuatu yang buruk, Allah pasti mempunyai alasan baik tersendiri. Biasanya, alasan tersebut berupa hukuman bagi para pendosa. Oleh karena itu, jika seseorang menderita, hal itu disebabkan karena ia berdosa. Karena teologi yang dianut Ulangan sangat dekat kaitannya antara dosa dan penderitaan, maka sudah selayaknyalah kita menuruti kehendak Allah. Dan dunia yang kita huni akan menjadi tempat yang jauh lebih baik jika semua orang melakukan hal yang sama. (Bayangkan betapa indahnya dunia yang kita huni jika semua orang melaksanakan Sepuluh Perintah Allah!). Namun karena begitu banyak orang tidak menuruti kehendak Allah, dunia jauh dari apa yang Allah kehendaki. Di dalam dunia seperti ini, orang yang tidak FB. Sinamartin, Jan bersalah dapat menderita karena ulah para pendosa baik secara langsung maupun tidak langsung. Kepatuhan akan Allah tidak selalu menjanjikan kebahagiaan dan penderitaan tidak selalu hasil dari penolakan pribadi akan Allah. Persoalan paling mendasar dari teologi Ulangan adalah ia mengajak orang untuk percaya bahwa penderitaan pribadi adalah sebagai akibat dari dosa pribadi. Hal ini menjadi bahan pertanyaan di dalam kitab-kitab Perjanjian Lama lainnya seperti Ayub, dan teologi Ulangan dibantah secara total oleh ajaran dan hidup Yesus Kristus, yang tanpa salah sedikit pun menjadi korban dari dosa orang lain. Dalam memahami Ulangan, kita ditantang untuk menyimpulkan filosofi penderitaan bagi diri kita sendiri, berangkat dari keterbatasan Perjanjian Lama sampai dengan pemenuhan Wahyu di dalam Yesus Kristus. Baca Ulangan 1:1-8, di mana para penulis Ulangan menyiapkan panggung bagi Musa untuk berbicara dengan umat Israel, tidak hanya bagi mereka yang sedang bersiap memasuki Tanah Terjanji tetapi juga bagi mereka dalam segala usia. Baca Ulangan 5:1-6:9 yang merupakan ulangan dari Perjanjian Sinai (Horeb adalah kata lain dari Sinai). Di sini juga termaktub pandangan deuteronomist mengenai Musa, yakni pernyataan bahwa kehidupan yang baik merupakan upah dari ketaatan dan pernyataan pertama kalinya mengenai “Perintah Agung.” Baca Ulangan 30, bab yang meringkas teologi Ulangan. Perhatikan bahwa sepuluh ayat pertama disampaikan bagi umat Israel yang diasingkan ke Babel. Pentateukh : Sebuah Kesatuan Pentateukh sebagaimana yang telah kita kenal disebut Taurat oleh orang-orang Yahudi dan dianggap sebagai satu kesatuan. Kejadian berhubungan dengan asal mula Keluarga Allah. Keluaran mengisahkan tentang sejarah kelahiran bangsa Israel. Imamat menekankan kesucian Keluarga Allah. Bilangan menggambarkan bagaimana mengatur sebuah bangsa. Ulangan menunjukkan roh cinta kasih dan kepatuhan yang harus menjadi ciri Keluarga Allah. Kitab-kitab ini sebagai satu kesatuan telah membentuk dasar bernegara orangorang Yahudi, leluhur kita dalam hal iman. Pertanyaan untuk bahan Diskusi dan Renungan Sejauh mana Anda memahami silsilah keluarga Anda? Sejauh mana Anda bisa menelusuri sejarah keluarga Anda? Apakah Anda mempunyai kenangan tertentu dalam keluarga? Tradisi seperti apa di dalam keluarga yang paling Anda gemari (hari-hari libur, makanan untuk hari-hari tertentu, dll). Pernahkah Anda berpikir bahwa Perjanjian Lama merupakan sebuah catatan silsilah dan asal-usul, sejarah, dan kenangan, dan tradisi keluarga Anda? Apakah daftar nama, aturan, hal-hal penting yang dapat kita temui di Perjanjian Lama membantu Anda memahami nilai-nilai yang terkandung di dalamnya? Pernahkah Anda berpikir bahwa Sepuluh Perintah Allah sebagaimana dimaksudkan Allah adalah untuk memberikan kebebasan penuh kepada kita? Sadarilah bahwa dunia kita begitu terbelenggu oleh dosa. Apakah dunia yang kita huni ini akan berubah jika mulai hari ini semua orang melaksanakan Sepuluh Perintah Allah? Para ilmuwan moderen di bidang astronomi, fisika, dan mikrobiologi memberikan pernyataan bahwa begitu besarannya alam semesta dan begitu kompleksnya bagian-bagian yang terkecil semakin membawa kepada iman akan Allah. Sangat masuk akal untuk mengatakan bahwa alam semesta dengan seratus miliar galaksi pastilah berasal dari sesuatu yang Abadi, yang Mahakuasa, mengingat E=mc 2. Tetapi menjadi tidak masuk akal dengan mengatakan bahwa segala sesuatu berasal dari yang tidak ada (nothing). Tubuh manusia terdiri atas kira-kira 75 triliun sel, dan masing-masing sel mengandung lebih dari satu triliun atom. Hal-hal yang berkaitan dengan ini dapat Anda baca dari buku-buku seperti The Hidden Face of God oleh Gerald Sschroder dan More Than Meets the Eye oleh Dr. Richard Swenson yang memberikan kesaksian bahwa kehidupan manusia tiak mungkin berevolusi lantaran kebetulan. Apakah penemuan-penemuan ilmu pengetahun FB. Sinamartin, Jan memperkuat iman Anda akan Allah? Kitab Suci mengajarkan kebenaran religius yang diperkuat oleh studi-studi ilmiah. Gerald Schroder menunjuk pada kesetaraan yang mengagumkan antara enam hari penciptaan dan pemahaman ilmiah terhadap polapola perkembangan setelah Ledakan Besar (Big Bang). Ilmuwan-ilmuwan lain -- mengamati bahwa Kitab Kejadian menyebut adanya cahaya lebih dahulu sebelum penciptaan bintang-bintang – menjelaskan bahwa produk paling utama dari Ledakan Besar adalah radiasi yang begitu kuat, yang dalam bahasa sehari-hari disebut sebagai cahaya. Dalam artian ini, cahaya sungguh ada sebelum bintang-bintang diciptakan. Apakah Anda mempelajari adanya kesamaan antara Kitab Suci dan ilmu pengetahuan. Mungkinkah pararel itu merupakan inspirasi Allah agar kita memperhatikan hal tersebut sejalan dengan pengetahuan kita mengenai alam semesta yang semakin canggih? Aktivitas Cobalah Anda keluar rumah ketika langit malam cerah dan lihatlah ke atas. Ada lebih dari 100 milyar bintang pada gugus (galaxy) Milky Way dan lebih dari 100 milyar gugus (galaxy) dalam alam semesta. Berapa luas dan ukuran alam semesta? Tak terbayangkan. Untuk mencapai bintang yang terdekat dengan gugus kita dengan pesawat komersial yang ada sekarang diperlukan 100.000 tahun. Bahkan dengan kecepatan cahaya (299.792 km per detik), dibutuhkan waktu 30 milyar tahun berkendara dari ujung gugus ke ujung gugus lainnya. Tanyalah diri Anda sendiri : dapatkah hal-hal tersebut muncul dari sesuatu yang tidak ada? Camkan Kejadian 1:31 :”Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik.” Pujilah Allah karena kebesaran alam semesta. Berterimakasihlah kepada Allah karena kita diberi kesempatan untuk mempelajari keindahan ciptaaNya. an bagi kehidupan kita pada masa kini. Thursday, October 12, 2006 Bab Lima Kitab-Kitab Sejarah : Dari Yosua Sampai Pembuangan Babel Ingatan adalah salah satu hal terpenting dalam kehidupan manusia. Siapa kita dan akan seperti apa nantinya kita ini, bergantung sebagian besar pada apa yang telah kita lakukan dan apa yang kita ingat pada masa lalu, yaitu : sejarah kita. Hal yang sama berlaku juga bagi suatu bangsa. Masing-masing bangsa dapat dikenal melalui terang sejarahnya. Tak dapat disangkal bahwa kesadaran akan masa lalu menjadi hal penting bagi ketahanan suatu bangsa. Ketika Abraham Lincoln berusaha membawa bangsa Amerika ke luar dari krisis akibat perang saudara, ia memusatkan perhatian pada sejarah :”Delapan puluh tujuh tahun lalu, para bapa bangsa kita sampai di wilayah ini, menjadi suatu bangsa baru, mendambakan Kemerdekaan.” Apa yang dialami oleh orang-perorang dan suatu bangsa dapat berlaku juga bagi suatu agama, seperti agama Yahudi dan Kristen, misalnya. Agama-agama ini dikenal sepenuhnya hanya melalui terang sejarahnya. Yudaisme berasal dari peristiwa-peristiwa sejarah yang membentuk orang-orang Yahudi sebagai bangsa dan kemudian bangsa itu memiliki suatu tujuan tertentu. Sedangkan agama Kristen berakar dari Yudaisme dan di kemudian hari semakin terbentuk karena keterkaitan dengan peristiwa-peristiwa hidup, mati, dan kebangkitan FB. Sinamartin, Jan Yesus Kristus. Yudaisme dan Kekristenan keduanya terbentuk atas dasar masa lalu. Oleh karena itu, kitab-kitab sejarah dalam Perjanjian Lama menjadi sangat penting. Tetapi harus diingat bahwa kitab-kitab sejarah tersebut bukanlah merupakan tulisan sejarah dalam pengertian modern. Para sejarawan kuno tidak mempunyai VCR, telephone, mesin cetak. Karenanya, mereka tidak seakurat para sejarawan modern. Tujuan mereka dalam menulis sangat berbeda dengan para sejarawan modern. Sejarah Keselamatan Pada tahun 1948 Komisi Kitab Suci Kepausan, yang merupakan badan resmi pengajaran Kitab Suci Gereja Katolik, menyatakan bahwa sejarah dalam Kitab Suci adalah bukan sejarah dalam pengertian tulisan-tulisan sejarah modern. Ia merupakan sejarah sebagaimana orang-orang pada jaman dahulu memahami dan menuliskannya. Sejarah Kitab Suci pertama-tama merupakan cerita-cerita yang berasal dari kumpulan ingatan keluargakeluarga, suku-suku, dan bangsa-bangsa yang kemudian ditulis dan ditulis kembali. Kerapkali “sejarah” dalam pengertian seperti itu bukan merupakan hasil tulisan apa adanya dari masa lalu karena kemudian ia merupakan rekonstruksi imaginasi yang dinamakan cerita-cerita rakyat (folklore). Sejarah Kitab Suci memusatkan diri pada hubungan antara Allah dan umatnya. Oleh karena itu, ia dinamakan sejarah keselamatan. Sejarah Keselamatan dapat didefinisikan sebagai kisah perjumpaan Allah dan manusia. Ia berkisah bagaimana Allah memasuki kehidupan kita dan mengundang kita untuk hadir dalam hadirat dan Keagungan Allah. Dalam bab ini kita akan lebih memusatkan perhatian pada pesan-pesan spiritual dari sejarah keselamatan, yang kerap kita jumpai dalam tema-tema keagamaan dibandingkan dalam aturan-aturan moral tertentu. Kita juga akan memperhatikan peristiwa-peristiwa dan orang-orang penting dalam sejarah Israel, yang menyiapkan kerangka kerja sehingga pemahaman terhadap seluruh Kitab Suci menjadi lebih baik. Kitab-kitab seperti Mazmur dan para nabi lebih berguna jika kita dapat menempatkannya dalam konteks keadaan sejarah pada masa itu. Mazmur 137, misalnya, akan berbicara kepada kita dengan penuh daya dan kecerdasan ketika kita menyadari bahwa Mazmur tersebut ditulis oleh seorang Yahudi dalam pembuangan Babel. Dalam pada itu, pembentukan doktrin menjadi lebih mudah dipahami ketika kita memahami sejarah Perjanjian Lama. Apalagi jika kita mampu membedakan kitab-kitab yang lebih tua dari yang terbaru. Kita tidak akan terkejut ketika menjumpai bahwa kitab-kitab yang lebih tua belum memiliki pernyataan yang jelas ihwal kehidupan kekal. Dan kita akan melihat bagaimana Allah secara perlahan-lahan membimbing umatNya kepada pemahaman yang lebih lengkap akan rencana ilahi begitu umatNya lebih terbuka pada kebijaksanaan dan wahyu Allah. Sejarah Ulangan (Deuteronomist) Para ahli Kitab Suci cenderung memandang Kitab-kitab Yosua, Hakim-Hakim, 1 dan 2 Samuel, dan 1 dan 2 Raja-raja sebagai hasil inspirasi dari pandangan teologis Kitab Ulangan (Deuteronomist). Para ahli tersebut memasukkan ke-6 kitab ini sebagai sejarah Ulangan (Deuteronomist). Kitab-kitab ini merupakan sebuah upaya pemilahan baik dari cerita-cerita dari mulut ke mulut maupun cerita-cerita dalam bentuk tulisan misalnya cerita-cerita populer, cerita-cerita rakyat, biografi saksi mata, kisah para raja, dokumen-dokumen resmi, laporan-laporan pajak, dan sumber-seumber lain. Mengingat sebagian besar sumber-sumber itu kurang pas sebagai suatu narasi yang teratur; maka tidak bisa lain sumber-sumber itu diambil begitu saja dan kemudian disusun sebagai bahan penjelasan bagi prinsip-prinsip teologi Ulangan. Alhasil, kitab-kitab tersebut terkadang berisi perubahan-perubahan yang mendadak, pengulangan-pengulangan, dan cerita-cerita yang FB. Sinamartin, Jan saling bertentangan. Para ahli berpendapat bahwa sejarah Ulangan disusun dari berbagai sumber kira-kira tahun 620 S.M. Dan kemudian diperbarui dan disusun kembali menjadi bentuk yang sekarang ini kira-kira tahun 550 S.M., pada masa pembuangan Babel. Isinya meliputi peristiwa-peristiwa dari kematian Musa (1210 S.M.) hingga pembuangan Babel (550 S.M.). Mengapa sejarah Ulangan ditulis? Jawabnya adalah karena orang-orang Yahudi pada tahun 550 S.M. menyadari bahwa Allah berjanji akan menjadikan mereka sebagai bangsa yang terpilih. Tetapi setelah masa kejayaan Daud dan Salomo, orang-orang Israel tidak pernah lagi mengalami masa kemapanan. Negara tersebut terpecah menjadi dua bagian akibat perang saudara, mereka tidak pernah mencapai kebesaran seperti yang mereka harapkan. Kerajaan Utara Israel dihancurkan oleh bangsa Asyur pada tahun 721 S.M. dan Kerajaan Selatan Yehuda dihancurkan oleh bangsa Babel pada tahun 587 S.M. Orang-orang Israel yang selamat mencari jawaban atas peristiwa-peristiwa ini. Apakah Allah mereka benar-benar Tuhan? Jika benarbenar Tuhan mengapa Allah membiarkan mereka jatuh ke dalam kesengsaraan? Apakah mereka masih Keluarga Allah? Apa yang bisa menjadi pegangan mereka untuk masa depan? Sejarah Ulangan dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Sejarah Ulangan membenarkan bahwa hanya ada satu Allah. Allah tetap setia pada perjanjian yang telah dibuat dengan bangsa Israel, tetapi sebaliknya orang-orang Israel kerap tidak setia kepada Allah. Penderitaan yang dialami oleh orang-orang Israel kerap dipandang sebagai hukuman karena ketidak-patuhan mereka kepada Allah. Tetapi jika mereka mau bertobat, mereka akan memperoleh pengampunan dari Allah. Orangorang Israel pada tahun 550 S.M. masih merupakan anggota Keluarga Allah; masa depan mereka tergantung kepada seberapa jauh mereka bisa menimba ilmu dari pelajaran masa lalu. Patuh terhadap Allah akan menerima berkat. Ketidak-patuhan akan mengakibatkan kehancuran. Sebagaimana telah dijelaskna pada Bab Empat, kita harus memaklumi keterbatasan dari teologi Ulangan (Deuteronomist). Adalah benar bahwa kepatuhan akan menerima berkat dan ketidak-patuhan akan mendapat hukuman. Namun kita sekarang tahu dari ajaran Yesus bahwa Panghakiman Akhir dari Allah terjadi setelah kita mengalami kematian. Kita juga tahu dari ajaran Yesus Kristus bahwa penderitaan tidak selalu datangnya dari hukuman Allah karena dosa-dosa pribadi kita. Kelemahan lain dari teologi Ulangan (Deuteronomist) bisa kita temukan pada pemahamannya bahwa Allah sebagai penyebab segala sesuatunya. Akibatnya, orang-orang Israel melihat Allah sebagai penyebab dosa dan sekaligus menghukum pendosa tersebut. Sebagai contoh, dalam 2 Samuel 24, dimana Allah mendorong Daud untuk melaksanakan sensus terhadap orang-orang Yahudi, dan kemudian menghukum Daud dan orangorang Israel karena melakukan sensus tersebut. Perikop ini menguraikan suatu fakta bahwa inspirasi Allah atas para penulis Kitab Suci tidak menafikan keterbatasan para penulis. Kita melihat dalam 2 Samuel 24 kesalahan teologi jelas ada pada para penulisnya, dan kita didorong untuk mencari pemahaman yang lebih baik mengenai persoalam ilahi di dalam terang keseluruhan Kitab Suci, utamanya terang yang memancar dari ajaran Yesus. Setelah memahami kelemahan teologi Ulangan, kita dapat belajar banyak dari perhatian utama mereka kepada keagungan Allah dan nilai-nilai kepatuhan. Sejarah Ulangan mengajarkan kepada kita untuk menjadikan Allah sebagai yang paling utama dalam hidup kita dan memandang setiap pilihan sebagai kesempatan untuk menjawab kehendak Allah. Kitab Yosua Kitab Yosua disebut demikian karena kepahlawanan Yosua, penerus Musa. Di dalam Kitab itu diceritakan bagaimana Yosua memimpin orang-orang Yahudi menyeberangi sungai Yordan masuk ke Tanah Terjanji dengan mengalahkan penduduk asli dan membagi wilayah yang direbut itu di antara suku-suku Israel. Tujuan utama dari Kitab Yosua adalah untuk menunjukkan kesetiaan Allah dalam membawa bangsa Israel ke Tanah Terjanji. Kesan yang dapat kita tangkap dari Kitab tersebut adalah orang-orang Israel mampu FB. Sinamartin, Jan membangun tentara yang kuat yang kemudian menaklukkan penduduk asli Kanaan dan merampas tanah mereka. Tetapi Kitab Hakim-hakim menyajikan gambaran yang agak berbeda. Dalam Kitab tersebut digambarkan bahwa suku-suku Israel harus berjuang mati-matian untuk membangun sebuah pijakan di Tanah Terjanji. Gambaran dari Kitab Hakim-hakim ini barangkali yang lebih mendekati kenyataan sebenarnya. Sedangkan Kitab Yosua hampir dapat dipastikan berisi gambaran ideal atas penaklukkan Tanah Terjanji : meringkas kejadian-kejadian yang sesungguhnya telah berlangsung selama berabad-abad menjadi seolaholah hanya beberapa tahun saja. Fakta sesungguhnya atas invasi Palestina oleh orang-orang Yahudi dan penaklukkan yang bertahap atas penduduk asli adalah inti sejarah di balik Kitab Yosua. Sepanjang inti sejarah itu bisa kita jumpai banyak cerita, seperti penaklukkan Yeriko, yang tidak dapat dibuktikan oleh para arkeolog dan cerita itu harus dikategorikan sebagai cerita rakyat (folklore). Maksud penulisnya adalah memberikan pelajaran teologi, bukan sejarah dalam pengetian modern. Menyadari bahwa Kitab Yosua bukan sejarah dalam artian modern justru dapat membantu kita memecahkan satu masalah penting baik dalam Kitab ini maupun kitab-kitab lainnya dalam Perjanjian Lama. Yaitu masalah yang sering dinyatakan kembali berulang-ulang bahwa Allah memerintahkan pembasmian secara menyeluruh bagi siapa saja yang menentang orang-orang Yahudi. Perlu dicatat bahwa perang-perang suci -- yang menganggap perintah Allah membantai baik laki-laki, perempuan, maupun anak-anak – ditulis kira-kira tujuh ratus tahun setelah peperangan itu terjadi, yaitu pada masa ketika orang-orang Yahudi berjuang mati-matian untuk hidup. Oleh karena itu, banyak perang suci yang menempatkan para musuh sebagai orang-orang yang harus dibantai, barangkali hal tersebut merupakan sebuah gaya sastra ketimbang fakta sejarah yang sesungguhnya. Perang-perang suci sebagaimana dilaporkan dalam Yosua dan kitab-kitab lainnya barangkali sesungguhnya merupakan sebuah peringatan yang ditujukan bagi orang-orang Yahudi tahun 550 S.M. Orang-orang Yahudi pada tahun itu, misalnya, tergoda untuk kawin-mawin dengan orang-orang asing dan menerima dewa-dewa kafir mereka. Penyusun sejarah Ulangan mungkin ingat kisah-kisah penaklukan yang dilakukan oleh Yosua dan para penerusnya. Mereka mengingat kembali khususnya cerita-cerita rakyat yang mengagungkan Allah dengan kisah kemenangan orang-orang Yahudi dan panghancuran musuh secara paripurna. Mereka melihat bahwa baik kemenangan dan pembasmian musuh itu sebagai datang secara langsung dari pertolongan Allah Mereka menceritakan kembali kisah ini untuk mengingatkan orang-orang Yahudi tahun 550 S.M. agar berhati-hati dengan ajaran-ajaran kafir. Peringatan mereka mungkin seperti ini :”Menjauhlah dari kekafiran. Para leluhur kita telah melakukan hal itu. Sesungguhnya mereka mendapat perintah keras dari Allah untuk membasmi orang-orang kafir sampai ke akar-akarnya. Tetapi bagi kita paling tidak, mengindari mereka.” Bila kita berpaling kepada Yesus, kita melihat alasan yang lebih maju perihal penafsiran tersebut. Yesus tidak pernah menganjurkan membasmi umat manusia. Kita tidak bisa membayangkan bagaimana Yesus menyuruh Yosua membantai dengan mata pedang orang-orang yang tidak bersalah baik pria, wanita, maupun anak-anak. Kita sebaiknya tidak percaya bahwa Allah memberikan perintah membunuh seperti itu dalam jaman Perjanjian Lama. Yang paling mungkin adalah bahwa peristiwa-peristiwa pembantaian seperti dalam Kitab Yosua tidak terjadi sebanyak yang digambarkan. Jika mereka melakukan itu, karena terjadi kesalahan persepsi dan kelemahan manusia ketimbang hal tersebut merupakan perintah langsung dari Allah. Kita tidak meragukan inspirasi Kitab Suci ketika kita dihadapkan pada pertanyaan apakah Allah sesungguhnya memerintahkan perang suci dan pembantaian secara sistematis terhadap orang-orang tidak berdosa. Kita dapat mengatakan bahwa Kitab Suci secara akurat mencatat pandangan orang-orang Israel pada masa lalu, tetapi persepsi itu keliru. Pesan-pesan yang diilhami, yang dimaksudkan oleh para penulis Kitab Suci adalah bahwa Allah tidak memerintahkan penghancuran orang-orang kafir, namun supaya para pembaca Kitab Suci tidak terjebak pada kekafiran. Kita sebagai orang modern telah membaca pesan-pesan yang mirip dengan pesan-pesan Ulangan yang FB. Sinamartin, Jan terjadi dalam sejarah kita sendiri. Beberapa waktu lalu, orang-orang Amerika melihat peperangan terhadap orang-orang Indian pada abad sembilan belas sebagai tugas suci membasmi bangsa barbar sebagai pembuka jalan bagi orang-orang beradab. Baru belakangan ini bangsa Amerika mulai berpikir kembali mengenai sejarahnya dan sampai kepada pemahaman bahwa Allah tidak mungkin mengijinkan pembantaian manusia tidak berdosa di kedua pihak dalam konflik tersebut. Membaca kitab-kitab sejarah dalam Perjanjian Lama merupakan kesempatan bagi kita untuk melihat kembali kepada jaman itu ketika kita dengan ceroboh beranggapan bahwa Allah senantiasa ada di pihak kita, baik di dalam konflik-konflik internasional ataupun kejadian sehari-hari dengan kerabat, tetangga, atau pun rekan sekerja. Baca Yosua 3 untuk memperoleh penjelasan tentang masuknya bangsa Israel ke Tanah Terjanji. Para ilmuwan beranggapan bahwa sungai Yordan kadang-kadang kering karena dipenuhi oleh tanah longsor dan karena peristiwa tanah longsor tersebut memungkinkan bangsa Israel menyeberang melalui tanah yang kering. Apa pun realitas sejarahnya, kisah tersebut menunjukkan kepada bangsa Israel bahwa Allah bersama Yosua sebagaimana Allah bersama Musa ketika menyeberangi Laut Merah empat puluh tahun sebelumnya. Baca juga Yosua 6 untuk memperoleh gambaran mengenai kisah penghancuran kota Yeriko. (Anda diharapkan melihat kembali ke Yosua 2 untuk memperoleh latar belakang mengenai Rahap). Baca Yosua 24, di sini kita akan memperoleh laporan mengenai saat-saat akhir hidup Yosua, pembaruan janjinya kepada Allah, dan kematian serta pamakamannya. Kitab Hakim-Hakim Banyak bangsa melihat kembali kepada masa-masa perjuangan mereka, masa ketika bangsa tersebut mencari wilayah-wilayah baru atau meperjuangkan dan mempertahankan wilayah dari serbuan bangsa lain. Pada saat-saat perjuangan seperti itulah biasanya kumudian muncul individu-individu yang mampu mengatasi halangan-halangan besar guna menciptakan pemukiman bagi keluarga dan kelompoknya. Bagi bangsa Israel, masa-masa perjuangan itu adalah jaman Hakim-hakim, kira-kira seratus limapuluh tahun setelah kematian Yosua dan awal munculnya nabi Samuel. Hakim-hakim itu bukanlah ahli-ahli hukum, tetapi para pahlawan baik pria maupun wanita yang menyelamatkan bangsa Israel dari pelbagai kesulitan. Kitab Hakim-Hakim dipenuhi oleh prinsip-prinsip Ulangan yang mengatakan bahwa ketidak-patuhan akan Allah membawa malapetaka dan sebaliknya kepatuhan kepada Allah akan menghasilkan berkah karena Allah berkenan akan hal itu. Menurut Kitab Hakimhakim, ketika bangsa Israel berpaling dari Tuhan, maka bangkitlah murka TUHAN terhadap orang Israel. Ia menyerahkan mereka ke dalam tangan perampok dan menjual mereka kepada musuh di sekeliling mereka, sehingga mereka tidak sanggup lagi menghadapi musuh mereka. Setiap kali mereka maju, tangan TUHAN melawan mereka dan mendatangkan malapetaka kepada mereka, sesuai dengan apa yang telah diperingatkan kepada mereka oleh TUHAN dengan sumpah, sehingga mereka sangat terdesak (Hak 2:14-15). Ketika bangsa Israel bertobat, TUHAN membangkitkan seorang hakim bagi mereka, maka TUHAN menyertai hakim itu dan menyelamatkan mereka dari tangan musuh mereka selama hakim itu hidup; sebab TUHAN berbelas kasihan mendengar rintihan mereka karena orang-orang yang mendesak dan menindas mereka (Hak 2:18). Jaman Hakim-hakim adalah masa yang penuh dengan kekerasan yaitu ketika bangsa Israel berperang dengan musuh-musuhnya untuk mempertahankan hidup. Cerita-cerita yang dimuat di Kitab Hakim-hakim mungkin didasarkan pada pristiwa-peristiwa sejarah, kendati beberapa kisah, utamanya yang berkaitan dengan Samson diwarnai dengan cerita-cerita rakyat dan legenda. Di dalam Hakim-hakim, pembaca akan menjumpai kisah-kisah penuh intrik dan pembunuhan (Hak 3:15-30), penipuan dan penghilangan nyawa (Hak 3), perang (Hak 6-8), penghianatan dan pembunuhan atas saudara sendiri (Hak 9), sumpah mati (Hak 11), perang saudara (Hak 12), pencurian, pengkhianatan, dan bunuh diri (Hak 13-16). Bisa juga kita jumpai tambahan-tambahan cerita mengenai suku-suku Dan dan Benyamin (Bab 17-21) yang bahkan lebih mengerikan ketimbang yang terdapat pada Bab 1-16. Seluruh kitab diwarnai dengan gambaran mengerikan dari sisi kemanusian yang paling buruk. Dan itulah yang terjadi jika manusia berpaling dari Allah. FB. Sinamartin, Jan Apa yang bisa kita pelajari dari kitab Hakim-hakim ini? Barangkali pelajaran yang paling penting dari kitab ini adalah bahwa kemanusiaan senantiasa memerlukan keselamatan. Jika dibiarkan, kemanusiaan akan runtuh menjadi sebuah karikatur yang mengerikan. Kita telah melihat pelajaran-pelajaran semacam itu berulang kali dalam sejarah masa kini yang terjadi pada bangsa-bangsa di abad duapuluh yang berjuang membangun sebuah masyarakat tanpa Ketuhanan dan justru berakhir dengan perang atau penghancuran diri sendiri. Pada kitab Hakim-hakim, kita menyaksikan bahwa kita memerlukan Tuhan. Baca Hakim-hakim 15-16 dua bab paling akhir dari cerita Samson. Di sana dikisahkan bagaimana keserakahan, kesombongan, dan ketidak-patuhan mampu merombak kekuatan menjadi kelemahan dan menenggelamkan kesenangan, kekuatan, dam harta duniawi di bawah tumpukan rongsokan. Kitab Rut Kitab Rut diletakkan sesudah kitab Hakim-hakim adalah sebuah narasi yang bukan merupakan bagian dari sejarah Ulangan. Kitab Rut merupakan cerita pendek yang mungkin mempunyai landasan sejarah. Ia mengajarkan hakekat keindahan cinta, kesetiaan, dan pengabdian. Kitab ini ditempatkan setelah Hakim-hakim sebab kisah ini terjadi “pada masa ketika hakim-hakim memerintah” (Rut 1:1) dan karena ia menyajikan secara rinci mengenai kakek-buyut Raja Daud, dengan demikian Rut menyajikan sebuah jembatan antara jaman Hakim-hakim dan masa kerajaan Israel. Keindahan cinta, kesetiaan, dan pengabdian yang terpancar dari kitab Rut ini menghadirkan sebuah perbedaan yang tajam jika dibandingkan dengan kemerosotan Hakimhakim dan kelemahan-kelemahan kemanusiaan yang terjadi pada kitab-kitab selanjutnya. Muncul pelbagai pendapat mengenai bentuk sastra dan waktu penulisan kitab Rut. Hal-hal semacam ini tidak perlu harus dipecahkan bagi kita guna mempelajari pelajaran yang Allah inspirasikan kepada penulisnya yaitu untuk membagi cinta, kesetiaan, dan pengabdian kepada Allah dan keluarga. Baca Rut 1-4. Cerita tersebut pendek tapi sangat menarik. Ungkapan kesetiaan Rut kepada ibu mertuanya, Naomi, kerap dibacakan di dalam upacara-upacara perkawinan dan barngkali dapat digunakan untuk mengungkapkan komitmen kepada anggota keluarga setiap saat. Kitab 1 dan 2 Samuel Kitab-kitab Pertama dan Kedua Samuel dinamakan dimikian karena diambil dari nama nabi Samuel, yang sepanjang hidupnya menjadi saksi berakhirnya periode Hakim-hakim dan dimulainya jaman kerajaan Israel. Kitab-kitab tersebut sejatinya berasal dari pelbagai sumber, termasuk kisah-kisah kuno mengenai Tabut Perjanjian, beberapa cerita mengenai Samuel, Saul dan Daud, serta sebuah tulisan yang berbobot mengenai sejarah keluarga Daud (2 Sam 9-20). Para ahli berpendapat, 1 dan 2 Samuel ditulis dari sumber-sumber tersebut di atas kira-kira tahun 620 S.M. dan disunting menjadi bentuk seperti sekarang kira-kira tahun 550 S.M. Kitab-kitab 1 dan 2 Samuel bukan merupakan sejarah yang menjelaskan peristiwa-peristiwa dan kejadiankejadian secara berkesinambungan melalui cara yang sistematis. Sejatinya kitab-kitab tersebut merupakan kumpulan dari kisah-kisah mengenai pelbagai macam episode dan beragam kepribadian. Kitab-kitab tersebut ditulis pertama-tama untuk menjelaskan teologi Ulangan (Deuteronomist). Dengan demikian, seyogianya kitab-kitab tersebut dikelompokkan sebagai sejarah keselamatan. Namun demikian, kitab-kitab tersebut memuat data-data sejarah yang dapat dipertanggung-jawabkan, misalnya peristiwa-peristiwa yang menggambarkan mulai berkuasanya raja Daud, saat sebuah lembaga pengadilan dibentuk dan catatancatatan mengenai pelbagai hal penting disimpan. Kitab-kitab tersebut diawali dengan kisah kelahiran Samuel. Oleh orang tuanya, Samuel dipersembahkan sepenuhnya kepada Tuhan dan pemuda Samuel tinggal di komplek pemujaan di Shiloh, kira-kira 25 kilometer sebelah utara yang kemudian disebut dengan Yerusalem. Ketika itu, Eli adalah imam di Shiloh tetapi karena usianya yang sudah lanjut dan anak-anaknya yang lemah yang memberikan pelayanan di tempat pemujaan itu sangat mengganggu kewibawaannya. Menurut Kitab I Samuel, karena kejahatan-kejahatan anak-anaknya Allah mengganjar keluarga Eli dengan pelbagai macam penderitaan. Setelah meninggalnya Eli dan anak- FB. Sinamartin, Jan anaknya Samuel kemudian menjadi pemimpin spiritual Israel ketika Tabut Perjanjian telah menjadi simbol persatuan agama bagi suku-suku Israel dan menjadi landasan kisah-kisah lama (1 Sam 1-7). Karena kedudukannya itu Samuel bertugas mengurapi raja pertama, Saul. Kerajaan ditandai dengan sejarah yang suram, muncul kelompok-kelompok baik yang mendukung maupun yang menentang monarki. Siapa pun yang membaca I Samuel secara menyeluruh akan menemukan bukti adanya kelompok-kelompok tersebut dan disana terbaca kisah-kisah yang berbau pertentangan atas diurapinya Saul (1 Sam 8-12). Pada tahun-tahun awal pemerintahannnya, raja Saul cukup menggapai keberhasilan. Ia menjadi titk pusat kerjasama di antara suku-suku Israel dan membentuk tentara yang kuat yang mengalahkan msusuh-musuh Israel. Tetapi, Kitab Suci mengajarkan kepada kita, Saul mulai tidak patuh kepada Allah. Ia mengalami ketidakseimbangan mental dan senantiasa menyalahkan para pembantunya, bahkan kepada panglima tentaranya dan menantunya sendiri, Daud. Karenanya Daud terpaksa harus melakirkan diri, menjadi pemimpin kelompok prajurit yang berkelana di seputar Palestina sampai kematian Saul di dalam peperangan melawan orang-orang Filistin di Gunung Gilboa, tenggara Danau Galilea (1 Sam 3-31). Baca I Samuel 3, di sana kita akan memperoleh gambaran bagaimana Samuel dipanggil menjadi seorang nabi. Baca I Samuel 9:1-10 : di sini kita jumpai narasi pengurapan Saul sebagai Raja oleh Samuel, dan I Samuel 10:17-24 yang merupakan pandangan bahwa pengurapan seorang raja sebagai penolakan terhadap Allah. Kemudian I Samuel 17:1-11, 32-51 memuat cerita yang begitu terkenal yaitu Daud dan Goliath. Dilanjutkan degan I Samuel 31 yang menggambarkan tragedi kematian Saul. Sepeninggal Saul terbukan jalan bagi Daud yang diminta untuk menjadi raja bagi suku-suku keturunan Yehuda. Tetapi, suku-suku lainnya mengikuti Ishabal, putera Saul, dan selama tujuh tahun terjadi perang antara tentara Isahabal yang dipimpin oleh Abner dan pasukan Daud yang dikomandani oleh Joab. Setelah berseteru dengan Ishabal, Abner menyatakan kesetiaannya kepada Daud. Tetapi Abner dibunuh oleh Joab, dan Ishabal terbunuh. Suku-suku Israel kemudian menganggap Daud sebagai raja (2 Samuel 1:1-5). Daud dengan cepat menaklukkan Yerusalem dan mengubahnya menjadi ibukota kerajaanya. Ia membawa Tabut Perjanjian ke Yerusalem, sehingga menjadikannya sebagai kota religius dan pusat politik. Tentara Daud berhasil mengalahkan bangsa Filistin dan musuh-musuh lainnya termasuk Edom, Moab, dan Ammon di sebelah selatan dan timur dan Aram-Damaskus di utara. Dengan demikian Daud mengontrol wilayah yang panjangnya tiga ratus duapuluh kilometer dan lebar seratus tigapuluh kilometer. Dan Daud terus memperkuat tentaranya, menciptakan struktur pemerintahan, dan melakukan perdagangan dengan bangsa-bangsa asing. Ia membangun istana di Yerusalem dan mempersiapkan rancangan pembangunan Bait Allah. Selama empat puluh tahun Daud membentuk orang-orang yang tak bersemangat dan tidak terorganisasi menjadi sebuah bangsa (2 Sam 5:6-10:19). Namun demikian karier Daud tidak tanpa serangkaian tragedi. Para penyunting Ulangan dari 2 Samuel melacak dosa perjinahan Daud dengan Bathsheba dan pembunuhan Uria, suami Bathsheba (2Sam 11-12). Selanjutnya Amnon, putra Daud memperkosa adik tirinya, Tamar, dan Amnon dibunuh oleh Absolom, kakak Tamar (2 Sam 13). Kendati Absolom mengasingkan diri untuk sementara waktu, ia kemudian berdamai dengan Daud dan kemudian memimpin sebuah pemberontakan yang berakhir dengan kematiannya. Pada akhirnya, rangkaian kemenangan Daud atas musuh-musuh Israel semakin memperkokoh kekuasaannya (2 Sam 14-20). Generasi-generasi berikutnya jika melihat ke belakang, akan menganggap bahwa Daud adalah raja Israel yang paling besar. Tindak-tanduknya sungguh mengagumkan. Ia berbuat dosa, tetapi ketika nabi Natan mengingatkan dia, segera Daud bertobat dengan sungguh-sungguh. Natan berjanji pada Daud bahwa kekuatan Allah atas kerajaannya akan berlangsung selamanya (2 Sam 7:8-17). Nubuat ini menjadi sebuah harapan bagi bangsa Israel ketika sedang mengalangi kekalahan, orang-orang Yahudi kemudian mengharapkan seorang mesias, penyelamat, yang akan muncul dari kelaurga Daud dan akan mengembalikan kejayaan bangsa Israel. Harapan mereka akan mesias terpenuhi di dalam Yesus Kristus dan kerajaan abadi yang dibangunNya. FB. Sinamartin, Jan Baca 2 Samuel 5 untuk memperoleh gambaran bagaimana Daud mulai menjadi seorang raja, penaklukannya atas Yerusalem, dan kemenangannya atas orang-orang Filistin. Baca 2 Samuel 11:1-12:15 yang mengisahkan secara dramatis bagaimana Daud jatuh ke dalam dosa dan kemudian bertobat. Baca 2 Samuel 18:1-17 untuk memperoleh gambaran rinci mengenai kematian Absolom di tangan prajurit-prajurit Daud. 1 dan 2 Raja-raja Seperti 1 dan 2 Samuel, 1 dan 2 Raja-raja berasal dari banyak sumber. (Lihat 1 Raja-raja 11:41 dan 1 Rajaraja 14 :19). Kitab-kitab itu muncul pertama kali pada tahun 620 S.M. Kitab-kitab tersebut menceritakan kisah kerajaan Israel mulai dari kematian Daud (961 S.M) sampai dengan hancurnya Yerusalem (587 S.M.). Kitabkitab tersebut ditulis dari sudut pandang Ulangan dan menyampaikan laporan mengenai kehidupan raja-raja Israel dan Yehuda dalam artian ketaatan dan ketidak-taatan raja-raja tersebut kepada Allah. Raja-raja yang taat (sayangnya hanya sedikit) membawa berkah bagi bangsa Yahudi. Raja-raja yang tidak taat membawa bencana bagi bangsa Yahudi, mulai dari perang saudara di Israel sendiri sampai pembuangan di Babel. Buku I Raja-raja dimulai dengan kisah rinci mengenai naiknya raja Salomo ke tampuk kekuasaan. Syukur karena rencana dari ibunya, Bathsheba, Salomo diangkat oleh raja Daud yang telah tua sebagai penggantinya. Setelah kematian Daud, Salomo bergerak cepat mengkonsolidasikan kekuasaannya dengan menghukum mati musuh-musuh utamanya, termasuk kakaknya, Adonia, dan jenderal tua Yoab, dan Simei, seorang bekas musuh bebuyutan raja Daud (1 Raja-raja 1-2). Salomo telah membuktikan diri menjadi penguasa tercerahkan selama bertahun-tahun. Ia mengorganisasikan kerajaan Israel menjadi dua belas wilayah dan membangun Kenisah yang indah untuk berdoa dan bahkan membuat istana yang lebih indah bagi dirinya sendiri. Ia memperbesar jumlah tentaranya dan membangun kereta perang yang kuat. Ia mebangun kota-kota berbenteng di seluruh kerejaan dan mengembangkan wilayah pertanian di sebelah selatan Yerusalem. Kerajaannya menjadi penghubung perdagangan antara Asia dan Afrika, pusat pendidikan dan kesenian, dan menjadi bangsa yang terkenal kiarena kekuata, kemakmuran, dan pengaruhnya (I Raja-raja 3-10). Tetapi kekuasaan, kekayaan, dan kemasyhuran telah menjatuhkan banyak penguasa, begitu pula yang terjadi dengan Salomo. Ia berusaha memperkokoh kekuasaannya dengan melakukan aliansi perkawinan dengan bangsa-bangsa asing. Untuk menyenangkan istri-istri asingnya itu, Salomo membangun tempat pemujaan bagi dewa-dewa kafir. Karena ingin terus kaya, ia membebani pajak yang berlebihan kepada rakyatnya, khususnya suku-suku utara. Dalam upaya pencarian kemasyhuran sebagai seorang pembangun, ia menggambarkan dirinya sendiri sebagai tenaga pembangun. Ketidak-senangan terhadap Salomo sebenarnya sudah lama terjadi, tetapi baru muncul ke permukaan ketika terjadi kerusuhan sipil. Ketika Salomo meninggal sekitar tahun 922 S.M. , ketegangan diperbatasan sudah mencapai tingkat yang membahayakan (1 Raja-raja 11). Salomo digantikan oleh putranya, Rehoboam. Ketika suku-suku utara meminta keringanan atas pelbagai pungutan yang diterapkan pada masa Salomo, Rehoboam justru semakin menekan suku-suku utara tersebut. Karena semakin ditindas, suku-suku utara melepaskan diri dari Yehuda pada tahun 922 S.M dan menunjuk Jeroboam sebagai pemimpin mereka. Jeroboam dengan cepat membangun tempat-tempat ibadah di Bethel dan Dan, hal ini semakin menjauhkan suku-suku utara dari Yerusalem. Rehoboam tidak bisa berbuat banyak untuk menghentikan pemberontakan tersebut karena tentaranya kalah dalam hal jumlah. Persatuan yang telah dibangun Daud runtuh, dan mulailah jaman kerajaan yang terpisah : Israel di utara dan Yehuda di selatan (1 Raja-raja 12-14). Perpecahan ini kemudian menjadi epos keruntuhan bangsa Yahudi. Kedua kerajaan saling berperang dan kemudian keduanya diserang oleh bangsa-bangsa tetangganya. Pada tahun ke-5 Rehoboam berkuasa, Yerusalem diserang Mesir dan barang-barang berharga Bait Allah dirampas (1 Raja-raja 14:25-28). Serangan Mesir tersebut mengakibatkan hancurnya kota-kota berbenteng baik di Yehuda maupun Israel. Kepemimpinan kerajaan utara dan selatan menuju titik yang paling rendah. Menurut para editor Ulangan yang menyusun I dan 2 Raja-raja, -- yang mengenal kehidupan para raja -- sebagian besar raja-raja tidak taat kepada perjanjian FB. Sinamartin, Jan yang telah dibuat dengan Allah, mereka lebih memusatkan diri pada dewa-dewa mereka dan murtad terhadap Allah (1 Raja-raja 15-16). Beberapa seri kisah tentang nabi-nabi terdapat pada 1 Raja-raja 17. Para nabi adalah mereka yang berbicara bagi Allah. Pada jaman Samuel terdapat kelompok-kelompok nabi di Israel yang mengatur peribadatan; banyak di antara para nabi itu memiliki kekuatan khusus. Nabi-nabi yang sejati akan terlihat di kemudian hari sebagai yang dipanggil Allah untuk menentang raja-raja yang menyimpang dari jalan Allah. Itulah sebabnya pada pada masa Ahab berkuasa sebagai raja Israel muncul rangkaian kisah yang bercerita tentang nabi Elia. Ahab memegang tampuk kekuasaan sebagai raja Israel dari tahun 870 S.M. – 850 S.M. Ia menikah dengan putri raja Sidon, Jezebel, dan mendirikan mezbah-mezbah untuk dewa Baal di Samaria, ibu kota Israel. Karena dosa berhala dan kejahatan-kejahatan lainnya seperti berlaku tidak adil dan rakus akan harta benda, ia detentang oleh Elia. Perseteruan itu mencapai puncaknya ketika diadakan sayombara antara Elia dan 850 nabi-nabi kafir pendukung Jezebel di gunung Carmel. Jezebel marah besar ketika Elia membantai nabi-nabi kafir tersebut. Karena hidupnya terancam nabi Elia terpaksa melarikan diri. Dikuatkan oleh pertemuannya dengan Allah, Nabi Elia meneruskan karyanya sebagai nabi dan mengurapi penerusnya Elisa. Sementara itu Ahab meraih dua kemenangan atas Ben-hadad raja Aram (Syria), kemudian terbunuh dalam peperangan yang ke-3 (1 Raja-raja 17-22). Kisah-kisah nabi Elia dan nabi-nabi lainnya dalam 1 dan 2 Raja-raja nampaknya didasarkan atas peristiwaperistiwa sejarah. Kendati demikian kisah-kisah tersebut bercampur dengan pelbagai legenda dan fabel untuk tujuan pengajaran agama : Allah memelihara orang-orang yang percaya dan setia (1 Raja-raja 17 dan 19); mereka yang menyembah dewa-dewa kafir akan mengalami kematian (1 Raja-raja 18); setia kepada Allah akan memperoleh berkat dan ketidak-setiaan akan mendapat hukuman (1 Raja-raja 20-22; 2 Raja-raja 1-8). Baca 1 Raja-raja 3 yang berisi kebijaksanaan Salomo dan 1 Raja-raja 11 yang bercerita mengenai tahuntahun terkahir masa kehidupan Salomo. Baca 1 Raja-raja 12 berisi kisah pemisahan Israel dari Yehuda. Baca 1 Raja-raja 21 untuk memperoleh rincian mengenai pengkhianatan Ahab dan penghakiman Allah atasnya. Tiga belas bab pertama dari 2 Raja-raja masih berkaitan dengan kisah-kisah dan legenda Elia dan Elisa serta beberapa persitiwa sejarah yang terjadi pada masa kehidupan mereka. Termasuk di dalamnya kerjasama antara kerajaan Israel, Yehuda, dan Edom yang berhasil secara militer mengalahkan bangsa Moab (2 Rajaraja 3), kemenangan Israel atas bangsa Aram (2 Raja-raja 7), pembantaian Jezebel dan seluruh keluarga Ahab oleh tentara di bawah pimpinan jenderal Yehu pada tahun 842 S.M., dan instrik-intrik politik di Israel dan Yehuda (2 Raja-raja 1-13). Setelah kematian Elisa, beberapa tahun adalah masa kemunduran, kerusuhan sosial, peperangan yang melibatkan Israel, Yehuda, Aram (Syria), Edom, Moab, dan Amon. Kira-kira pada tahun 783 S.M. raja Amazia dari Yehuda dibunuh oleh lawan politiknya, dan anaknya yang berusia 15 tahun bernama Azaria (juga dikenal dengan Uzia) menggantikan Amazia. Cukup mengejutkan bahwa ternyata raja muda ini mampu memerintah. Selama pemerintahannya yang panjang, masa kejayaan tumbuh kembali di Yehuda, begitu pula yang terjadi di Israel di bawah raja Jereboam II (786-746 S.M.). Yehuda mengembangkan batas kerajaannya hingga jauh ke selatan dan Israel mengembangkan batas kerajaannya sampai jauh ke utara menyamai jaman raja Daud dahulu. Kota-kota berbenteng didirikan; perdagangan dikembangkan; pertanian dan kehutanan juga dikembangkan. Kedua kerajaan menikmati tahun-tahun kejayaan dan kemakmuran (2 Raja-raja 14:1-15:7). Celakanya, ketidakadilan, keserakahan, dan tingkah-laku tak bermoral juga berkembang, khususnya di kerajaan utara. Nabi-nabi seperti Amos dan Hosea melancarkan kecaman terhadap orang-orang kaya dan berkuasa, bahkan menubuatkan kehancuran Samaria. Nubuat mereka segera terjadi. Setelah kematian Jereboam, kekacauan melanda Israel; empat dari lima raja kemudian dibunuh, dan pada tahun 734 S.M. kerajaan kuat Asyur mulai melancarkan rangkaian serangan ke Israel dan berakhir dengan kehancuran total Samaria pada tahun 721 S.M. Raja Asyur, Sargon II, mengirim lebih dari tiga puluh ribu orang Israel ke pengasingan di Mesopotamia (Irak modern) dan menetaplah pelbagai bangsa penakluk di Israel. Hal ini mengakibatkan kawin-mawin dengan orang-orang Israel dan melahirkan orang-orang berdarah campuran FB. Sinamartin, Jan yang di kemudian hari dikenal sebagai orang-orang Samaria. (2 Raja-raja 15:8-17:41). Ketika Asyur menyerang Israel, Ahaz, raja Yehuda membayar upeti kepada Asyur. Penerusnya, Hezekia (715687 S.M.), memutuskan berhenti membayar upeti dan melancarkan pemberontakan kepada Asyur. Ia membentengi Yerusalem dan kota-kota lain, dan memberi jalan kepada rakyat yang bangkit kehidupan religinya di bawah bimbingan nabi Yesaya, dan mencoba menjalin aliansi dengan negara-negara lain. Pada tahun 701 S.M. bangsa Asyur dipimpin raja Sanherib, bergerak menuju Yudea. Mereka merampoki wilayahwilayah seputar Yerusalem, dan kemudian mengepung kota itu. Yerusalem mendekati jurang kehancuran, ketika tiba-tiba pasukan Sanherib mengalami kekalahaan besar oleh “malaikat Allah” (2 Raja-raja 19:35), mungkin karena terkena wabah penyakit hebat. Orang-orang Asyur kemudian kembali ke negerinya, dan Yerusalem bebas dari ancaman. Tetapi sebagian besar Yehuda telah tertimbun sampah dan kotoran, dengan ribuan penduduk kota mati terbunuh atau ditangkap, Hiskia harus memulai lagi membayar upeti kepada raja Asyur hingga kematiannya pada tahun 687 S.M. (2 Raja-raja 18-20). Putra Hizkia, Manasseh, yang berkuasa selama empat puluh lima tahun, juga membayar upeti kepada raja Asyur. Selain itu, ia menyumbangkan pasukan bagi kerajaan Asyur dan menyembah dewa-dewa kafir. Putranya, Amon, melanjutkan praktek penyembahan kepada dewa-dewa kafir, hingga ia terbunuh setelah memegang kekuasaan yang berlangsung hanya dua tahun. Tampaknya hal ini akan menjadi awal bencana, ia digantikan oleh anaknya, Yosia, yang baru berusia delapan tahun pada tahun 640 S.M. Tetapi Asyur mulai kehilangan kendali atas pelbagai wilayah. Bebas dari cengkraman Asyur, Yosia membawa Yehuda kembali kepada aktivitas religius dan melebarkan batas-batas negera ke utara, barat, dan selatan. Niniwe, ibukota Asyur, jatuh ke tangan Babel pada tahun 612 S.M., namun ketika Babel bergerak ke barat mendapat tantangan dari Mesir. Pada tahun 609 S.M., Yosia memutuskan untuk mencegat tentara Mesir di Megido. Tetapi ia terluka parah dan meninggal di Yerusalem beberapa saat kemudian (2 Raja-raja 21:1-23:30) Empat raja Yehuda berikutnya terperangkap dalam peperangan antara Mesir dan Babel. Dengan menafikan nasehat nabi Yeremia, mereka berpihak kepada Mesir. Pada tahun 597 S.M. Nebukadnesar, raja Babel menguasai Yerusalem. Ia mengirim raja Yoyakim dan tokoh-tokoh masyarakat ke pembuangan dan mengangkat Zedekia sebagai raja boneka. Ketika Zedekia melakukan tindakan bodoh dengan memberontak pada Babel tahun 589 S.M., Nebukadnesar menyerang Yehuda dengan tentara yang besar, menghancurkan kota-kota penting, dan mengepung Yerusalem. Setelah hampir dua tahun berjuang mati-matian, Yerusalem akhirnya jatuh tahun 587 S.M. Tentara Babel memasuki kota, mendeportasi ribuan penduduknya yang masih hidup ke Babel dan kemudian mereka membakar Yerusalem. Bangsa yang dibangun oleh Saulus, Daud, dan Salomo musnah (2 Raja-raja 23:31-25:29). Pada tahun 600 S.M. kira-kira seperempat juta orang hidup di Yehuda. Banyak yang berhasil melarikan diri ketika terjadi invasi oleh tentara Babel, mereka mengungsi hingga ke Mesir, dan membentuk komunitas Yahudi. Puluhan ribu orang Yahudi meninggal dalam peperangan, mati kelaparan, dan mati karena kejangkitan wabah penyakit. Barangkali ada sekitar dua puluh ribu orang Yahudi yang dibuang ke Babel. Karena kondisi negara yang hancur itu semakin banyak orang Yahudi berimigrasi, dan pada tahun 550 S.M., tersisa kurang dari lima puluh ribu orang yang hidup di wilayah yang dahulu di sebut Yehuda. Mereka yang dibuang ke Babel harus berjalan lebih dari sepuluh ribu kilometer. Mereka yang selamat diperlakukan dengan cukup baik setelah tiba di Babel. Mereka diperkenankan hidup dalam komunitas Yahudi dan diijinkan untuk bertani atau melakukan aktivitas perdagangan. Mengingat Nebukadnesar membuang orang-orang Yahudi yang berpendidikan, terampil, dan memiliki pengaruh ketika di Yehuda, maka orang-orang Yahudi di Babel termasuk kelompok yang berhasil dan beberapa mencapai sukses dan menjadi kaya. Banyak dari mereka yang tertarik kepada warisan budaya Yahudi. Dan para pemimpin agama dan intelektual mulai mengumpulkan tulisan-tulisan kuno menjadi bagian-bagian yang kemudian kita kenal sebagai Perjanjian Lama. Baca 2 Raja-raja 2 mengenai legenda Elia dan Elisa. Tidak sebagaimana apa adanya, persitiwa yang terjadi merupakan hasil rekaman, namun hal tersebut dimaksudkan sebagai ajaran bagaimana harus menghormati FB. Sinamartin, Jan nabi. Terutama kisah mengenai anak-anak dan beruang yang barangkali dalam hal ini tidak sesuai dengan perasaan modern kita. Tetapi ini hanyalah cerita yang biasanya didongengkan oleh seorang kakek kepada anak-anak nakal yang kurang ajar kepada orang tua. Kita bisa mendengarkan ancaman sang kakek : “Kamu jangan bicara seperti itu. Lihat apa yang terjadi pada beberapa anak nakal yang memanggil nabi Elisa kepala botak.” Baca 2 Raja-raja 25 berkisah tentang runtuhnya Yerusalem. Pembaca modern dapat belajar banyak lebih dari sekadar fakta-fakta sejarah dari kitab-kitab Samuel dan Raja-raja. Sepanjang karir Samuel, Saul, Daud, dan para penerusnya, kita menyaksikan bagaimana ketidaktaatan kepada Allah berakibat kesengsaraan. Kita menyaksikan bahwa kekuasaan yang disalah-gunakan akan menghancurkan masyarakat dan orang per orang. Kita juga diingatkan bahwa keinginan-keinginan yang tanpa batas bisa menghancurkan keluarga dan kehidupan itu sendiri. Dengan mengikuti pelajaran-pelajaran ini, kita bisa menghindar dari nasib buruk dan penderitaan. Pertanyaan untuk Diskusi dan Renungan Teologi Deuteronomi (Ulangan) mengatakan bahwa kebaikan mendapat pahala dan kejahatan memperoleh hukuman. Sejauh mana teologi ini benar? Dalam hal apa teologi ini kurang lengkap? Jika benar bahwa penderitaan datang ke dunia pasti sebagai akibat dari dosa, apakah juga benar bahwa penderitaan dari seorang pribadi tertentu pasti sebagai hasil dari dosa pribadi? Teologi Deuteronomi (Ulangan) dan ajaran para nabi menyalahkan pelbagai malapetaka dan kesengsaraan di Israel atas dasar fakta bahwa pemerintahan, dunia bisnis, dan kehidupan sosial bangsa Israel tidak bersandar kepada Allah. Apakah negara kita dewasa ini kondisinya menyerupai Israel pada masa itu? Berapa banyak pertunjukan televisi yang mencerminkan kepatuhan dan kepercayaan kepada Allah? Apakah televisi-televisi keluarga melakukan doa dan menyandarkan diri kepada kehendak Allah dalam mengambil keputusan? Sejauh mana ketidak-bertuhanan di dalam media mempengaruhi cara berpikir bangsa? Apa yang anda bisa lakukan mengenai hal ini di rumah, keluarga, dan lingkungan sahabat anda? Aktivitas Bandingkan tahun-tahun awal Israel dengan masa-masa permulaan bangsa kita sendiri. Sebagai contoh, di Amerika Serikat, terdapat sebuah masa yang dikenal dengan masa perjuangan, mengusahakan tanah yang sudah diduduki oleh bangsa lain, penggabungan tiga belas negara, pembentukan bangsa, perang saudara antara utara dan selatan, dan lain-lain. Bandingkan beberapa pahlawan bangsa baik pria maupun wanita dengan para pahlawan kuno di Israel. Carilah kesamaan-kesamaan lain yang akan membantu anda memahami sejarah Israel dan sejarah bangsa kita sendiri. Posted by V. Prabowo Shakti at 8:14 PM 0 comments Monday, October 09, 2006 Bab Empat : Memasuki Perjanjian Lama : Dari Adam Sampai Musa Wayne dan Rita mendengar celoteh anak-anak mereka sepanjang perjalanan pulang dari kunjungan Natal ke rumah orang tua Rita. Anak-anak itu mengulangi apa yang diceritakan kakek tentang masa lalu dan mulai bertanya kepada orang tua mereka mengenai nenek-moyang mereka. Penasaran oleh keinginan anak-anak mereka tentang masa lalu, Wayne dan Rita memutuskan untuk mulai mempelajari sejarah keluarga mereka. Mereka meminta orang tua mereka mencatat sejarah dan riwayat masa lalu keluarga mereka. Mereka mulai melacak silsilah keluarga. Wayne dan Rita membawa anak-anak mereka ke gereja di mana keluarga mereka dipermandikan dan melihat makam saudara-saudara mereka. Orang tua dan anak-anak sama-sama menyukai tulisan-tulisan surat kabar tua dan catatan pengadilan mengenai transaksi-traksaksi tanah. FB. Sinamartin, Jan Suatu saat, Rita dan Wayne harus melacak asal mereka ke German. Mereka mendapati bahwa moyang mereka meninggalkan Eropa pada tahun 1849 guna menghindari penganiayaan agama, mengalami susahnya pelayaran menyeberangi Atlantik, menyusuri sungai Ohio dengan perahu, dan akhirnya menetap di Kentucky. Dengan menyelidiki masa lalu mereka, mereka menemukan sebentuk penghormatan baru terhadap iman Katolik mereka dan Amerika sebagai daerah pengharapan. Mereka memperoleh suatu pandangan baru tentang arti keluarga. Mereka berbicara mengenai nilai-nilai yang dianut nenek-moyang mereka yang masih terpelihara dan arti nilai-nilai tersebut bagi mereka. Silsilah keluarga mereka menjadi suatu kehidupan baru mengingat ia sekarang kokoh berakar dari masa lalu. Akar-akar Spiritualitas Keluarga Kita Di jaman dunia yang begitu cepat berubah, orang dapat dipastikan akan mencari kestabilan dan kepastian yang datang dari akar budaya dan keluarganya. Kita sebagai orang Katolik mempunyai akar budaya yang jauh lebih dalam ketimbang sekadar catatan-catatan pengadilan atau batu-batu kuburan. Kita dapat melacak spiritualitas nenek-moyang kita kembali kepada tradisi-tradisi kuno jaman Perjanjian Lama. Jika kita memperhatikan kitab-kitab Perjanjian Lama sebagai catatan sejarah keluarga kita sendiri, kita akan menemukan sebuah kunci yang akan menyingkap kekayaan yang terbesar dari Kitab Suci. Catatan-catatan itu tidak hanya sekadar cerita-cerita dari masa lalu, daftar nama-nama, dan hukum-hukum atau aturan-aturan kuno. Semua itu adalah sejarah keluarga kita, nama-nama leluhur di dalam iman, dan rincian yang menceritakan bagaimana keluarga kita pernah hidup. Jika kita memandang Perjanjian Lama dengan antusiasme yang sama siapapun akan merasa sedang melihat ke dalam kekayaan keluarga masa lalu. Membaca Perjanjian Lama Salah satu tujuan dari buku ini adalah membantu para pembacanya “membaca” Kitab Suci dengan menyediakan sebuah pemandu perjalanan dengan latar belakang informasi dan perikop-perikop terpilih dari Kitab Suci. Informasi dan pilihan-pilihan tersebut akan dibatasi agar buku ini memiliki ukuran yang pas (tidak terlalu tebal dan juga tidak terlampau tipis). Jika para pembaca ingin mendapat penjelasan yang lebih rinci, bisa memperolehnya dari tafsir dan penjelasan Kitab Suci. (Lihat Daftar Pustaka) Kita mulai dengan pengantar kepada Pentateuck, kemudian berpindah kepada kitab-kitab dari Kitab Suci, mengikuti urutan yang terdapat dalam New Revised Standard Version of The Bible. (Catatan Penterjemah : untuk terjemahan bahasa Indonesia urutan yang sama dengan New Revised Standard Version of The Bible dapat pembaca jumpai pada Kitab Suci Katolik (Alkitab Katolik Deuterokanonika) Percetakan Arnoldus Ende, tahun 2001 diterbitkan oleh Ditjen Bimas Katolik, Departemen Agama Republik Indonesia dalam rangka PELITA). Pentateukh Para pnyunting yang menyusun Pentateukh -- lima kitab pertama dari Kitab Suci, kira-kira lima ratus lima puluh tahun sebelum Kristus --, bermaksud memberikan kemantaban dan kepastian kepada orang-orang Israel. Orang-orang Israel pada waktu itu tercerabut dari akarnya dan diasingkan oleh orang-orang Babel. Mereka yang kembali ke Israel dibujuk untuk meninggalkan Allah dan berpaling kepada dewa-dewa orang kafir. Mereka tertarik oleh mitos-mitos kafir yang menganggap bahwa kejahatan dan kekacauan menentukan nasib manusia. Para penyunting berkeinginan untuk mengembalikan orang-orang Israel dari kekeliruan tersebut dan kembali FB. Sinamartin, Jan kepada tradisi kokoh yang diwariskan oleh Abraham dan Musa. Para penyunting mencatat kisah-kisah yang kerap diceritakan para leluhur mereka yang telah mengikuti kehendak Allah. Mereka mengajarkan bahwa Allah itu ada, Allah-lah yang menciptakan segala sesuatu, dan kejahatan bukan berasal dari Allah tetapi sebagai hasil konsekwensi dari pilihan dosa yang dilakukan oleh manusia. Dalam pada itu, kita senantiasa dihadapkan pada pencobaan seperti yang dihadapi bangsa Israel kuno. Kita digoda untuk meremehkan iman kita sebagai ketinggalan jaman, untuk menyembah ilah-ilah palsu seperti : materialisme, seks, dan sekularisme, untuk takut kepada setan yang memiliki kekuasaan menghancurkan segala sesuatu yang baik, indah, dan sempurna. Pentateukh mewartakan kepada kita, sebagaimana kepada generasi-generasi terdahulu, bahwa Allah sungguh-sungguh ada, kebaikan akan mengalahkan kejahatan, kita dapat melangkah dengan aman mengikuti jalan yang dipilih oleh pendahulu kita. Pentateukh masih relevan bagi kita hingga hari ini, sebab ia merupakan catatan keluarga kita di masa lalu, diinspirasi Allah, dan menjawab hampir semua pertanyaan mendasar mengenai kehidupan. Kitab Kejadian : 1-11 Kejadian adalah sebuah kitab yang bagi orang-orang Israel berfungsi sebagai pengingat asal-usul keluarga mereka melalui garis keturunan Abraham, Ishak, dan Yakob, dan lebih dari itu ia merupakan kitab yang mencatat asal mula alam semesta dan membahas apa arti hidup itu bagi manusia. Sekarang, buka Kitab Sucimu dan bacalah Kejadian 1:1-24. Perikop dari kitab Kejadian ini adalah berasal dari tradisi Imam dan kitab ini barangkali digunakan untuk pemujaan di rumah ibadat (Kenisah). Kitab ini menggambarkan pemahaman orang Yahudi akan sebuah dunia yang merupakan bangunan datar ditopang oleh pilar-pilar di atas lautan dan langit sebagai mangkuk terbalik dengan jendela-jendela sebagai jalan masuk air hujan dan salju. Dalam perikop itu pun kita menemukan beberapa pengulangan frasa yang dimaksudkan sebagai mempermudah mengingat, seperti : “Berfirmanlah Allah,” “Dan jadilah demikian,” “Allah melihat semuanya itu baik,” “Jadilah petang dan jadilah pagi.” Bangunan tujuh hari memiliki pola puitik, dimaksudkan untuk mengajarkan kesucian hari Tuhan, karena bagi Tuhan pun memerlukan istirahat setelah enam hari bekerja! Bangunan tujuh hari itu juga melukiskan saling keterkaitan antar hari, berfungsi sebagai sarana untuk mempermudah mengingat. Hari pertama, ketika Allah menciptakan terang berhubungan dengan hari ke empat ketika Allah menciptakan matahari, bulan, dan bintang-bintang. Hari kedua, ketika Allah menciptakan cakrawala yang memisahkan air yang di atas cakrawala dengan air yang di bawah cakrawala berkaitan dengan hari ke lima, ketika Allah menciptakan burung-burung yang terbang di bawah langit dan ikan yang berenang di laut. Hari ketiga, ketika Allah menyebabkan dataran mengering dan menumbuhkan tanaman, berhubungan dengan hari ke enam, ketika Allah menciptakan binatang dan manusia yang hidup di tanah dan makan tanaman. Perhatian khusus diberikan pada penciptaan manusia. Allah berfirman, “Baiklah kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita.” Makna dari kalimat ini menjadi bahan perdebatan para ahli. Salah satu pendapat adalah bahwa “baiklah kita” mungkin merupakan sebuah bentuk jamak bagi penghormatan (berkaitan dengan kekuasaan, seperti seorang raja), yang dapat diartikan sebagai pernyataan keseriusan Allah untuk melakukan sesuatu yang istimewa (khusus). “Menurut gambar dan rupa Kita” barangkali mengacu kepada fakta bahwa manusia telah menguasai bumi sebagai wakil Allah dan dipanggil untuk memelihara dunia yang telah diberikan kepada kita. Berlawanan dengan mitos kafir pada masa itu, kisah penciptaan tersebut mengajarkan bahwa hanya satu Allah yang menciptakan segala sesuatu. Penciptaan tidak berasal dari peperangan antara dewa baik dan jahat yang hanya merupakan satu bagian dari hakikat dasar kehidupan. Jika kita cermati, pesan-pesan tersebut masih memiliki nilai kebenaran bagi kita dewasa ini. Alam semesta FB. Sinamartin, Jan tidak berasal dari sesuatu yang tidak ada. Organisasi alam semesta tidak dapat terjadi hanya dengan suatu kecelakaan akibat benturan antar atom. Allah sungguh ada. Allah yang menciptakan alam semesta. Kita manusia ada bukan karena kebetulan tetapi ciptaan yang berharga, sebab kita adalah milik Allah yang mewakiliNya di bumi. Bab pertama dari Kejadian tidak menyajikan sebuah kisah ilmu pengetahun tentang penciptaan (hal ini belum dikenal pada waktu Kejadian disusun), tetapi mengajarkan kebenaran religius dalam bahasa yang penuh dengan kekuatan dan keindahan. Gereja Katolik mengajarkan bahwa Kejadian tidak bertentangan dengan teori-teori ilmu pengetahuan modern, termasuk di dalamnya teori evolusi, sepanjang hal-hal tersebut tidak menolak keberadaan Allah dan fakta bahwa segala sesuatu berasal dari Allah. Kejadian menitik beratkan pada hal-hal religius, seperti mengapa terjadi penciptaan dunia? Sedangkan ilmu pengetahuan modern berangkat dari pengamatan, bagaimana dunia itu diciptakan? Adalah sangat mungkin bahwa di dalam kehendak Allah, evolusi bisa saja terjadi atas ciptaan Allah. Kejadian mengajarkan bahwa dengan cara bagaimana pun alam semesta mewujud menjadi ada, ia berasal dari cinta dan kebijaksanaan Allah. Baca Kejadian 2:4-3:24. Perikop ini berisi kisah penciptaan bagian ke dua yang berasal dari sumber Yahwis. Terdapat ketidak-konsistensian antara kisah penciptaan bagian pertama dan kedua. Misalnya, manusia diciptakan setelah penciptaan binatang-binatang di bagian pertama, tetapi di bagian ke dua manusia diciptakan sebelum binatang. Para penyunting terakhir tidak begitu menaruh perhatian pada perbedaan tersebut, hal ini menjadi sebuah fakta tersendiri bahwa mereka tidak berusaha untuk menghadirkan penjelasan ilmiah mengenai proses penciptaan. Mereka menyertakan kedua kisah tersebut sebab masingmasing telah menjadi warisan kekayaan di dalam komunitas Yahudi pada masa itu, dan masing-masing kisah secara khusus menekankan kebenaran religius. Keheranan orang-orang dulu, sebagaimana kita dewasa ini, adalah mengapa dunia penuh dengan dosa, penderitaan, sakit, dan kematian. Kisah penciptaan bagian dua, dengan bahasa yang penuh dengan simbolsimbol serta menukik ke dalam kondisi kemanusiaan membahas permasalahan tersebut. Kisah bagian dua ini tidak hanya menjalin cerita manusia-manusia pertama di bumi tetapi mengisahkan tentang kita semua. Allah telah menganugerahkan kepada kita kehidupan di dunia yang dapat dianggap sebagai surga. Kita dianugerahi kebebasan dan kecerdasan serta dipanggil untuk berjalan berdampingan dengan kasih Allah. Kita diberi kesempatan melakukan komitmen iman di dalam perkawinan dan bersama-sama dengan Allah menciptakan kehidupan baru. Kita dituntut menggunakan kebebasan itu dengan seksama, memilih apa yang oleh Allah dinyatakan sebagai baik dan menghindari apa yang dinyatakan Allah sebagai jahat. Tetapi manusiamanusia pertama telah makan buah dari “pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat.” Dibujuk oleh setan (dalam wujud seekor ular, simbol yang biasanya terdapat pada masyarakat kafir), mereka berkata kepada Allah: “Engkau tidak perlu memberitahu apa yang harus kita lakukan. Kita akan menentukan sendiri apa yang baik dan apa yang jahat.” Melalui pilihan mereka, dosa datang ke dalam dunia dan menciptakan tembok penghalang antara kita dan Allah. Karena dosa, kita menjadi bisa menderita dan mati, timbul ketegangan dalam hubungan antar manusia, lelah dan jenuh dalam bekerja, mengalami rasa sakit ketika melahirkan. Apa yang dulunya surga menjadi sebuah dunia di mana kita bisa mengalami kematian dan penderitaan, tenggelam ke dalam ketidak-berdayaan dimana keselamatan dapat diperoleh hanya dari Allah, yang bahkan pada saat yang terburuk pun berjanji akan meremukkan kepada ular dan mengalahkan kejahatan. Dalam lanjutan Kejadian 4-11, lebih merupakan bahasan yang membenarkan bahwa dosa cenderung meningkat dalam mencengkeram kehidupan manusia. Seperti halnya Kain, manusia mengiyakan bahkan ketika diminta membunuh sesama anggota keluarga manusia. Kita terjerumus ke dalam lumpur dosa di mana hanya Allah saja yang dapat menyelamatkan kita. Kita menjadi terasing dari Allah, dari kita sendiri, dan dari satu dengan lainnya sehingga seluruh dunia sepertinya telah menjadi sebuh Menara Babel. FB. Sinamartin, Jan Abraham : Kejadian : 12-25 Sebelas bab pertama dari Kejadian menunjukkan bahwa manusia bergerak menjauh dari Allah. Namun pada penghujung bab 11, seorang pria diperkenalkan, yang akan mengajak manusia kembali kepada Allah. Orang itu adalah Abraham, putra Terah, yang kira-kira pada 1900 SM bersama dengan keluarganya melakukan migrasi dari Ur (Irak modern) ke Haran (sebuah kota perbatasan Turki-Suriah modern). Setelah kematian Terah, Abraham mendengar Allah memanggilnya untuk menempati daerah baru dan berjanji akan menjadikannya sebuah bangsa yang besar. Abraham segera menuruti panggilan itu itu, membawa istrinya Sirai, keponakannya, Lot dan seluruh harta miliknya ke tanah Kanaan (Israel moderen). Dalam penampakan selanjutnya, Allah memperbarui janjinya menjadi sebuah sumpah, mengganti namanya dari Abram menjadi Abraham dan Sirai menjadi Sarah, dan memberkati mereka dengan anak laki-lakinya, Ishak. Kejadian 12-25 menghadirkan kisah penuh warna tentang Abraham dan keluarganya. Para ilmuwan memperdebatkan kebenaran sejarah dari kisah-kisah tersebut, namun demikian tidak diragukan lagi bahwa Kejadian mengetengahkan Abraham sebagai sebuah model iman, sebagai nenek moyang orang Israel, sebagai seorang yang Allah sendiri menjanjikan tanah yang kemudian diklaim oleh orang-orang Israel. Sekarang baca Kejadian 12:1-9, Kejadian 15:1-17:27, Kejadian 21:1-8, dan Kejadian 22:1-9. Pada perikopperikop itu, iman Abraham kepada Allah masih mendapat penekanan. Juga upacara sumpah, dengan memotong hewan yang dipraktekkan di Timur Tengah pada waktu itu. Para pelaku sumpah berjalan di antara potongan-potongan hewan untuk menunjukkan bahwa mereka akan menemui nasib seperti hewan-hewan tersebut jika mereka melanggar sumpah. Kisah Abraham yang dipanggil Allah untuk mengorbankan putranya menunjukkan betapa dalamnya iman Abraham. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjunjukkan kepada orangorang Israel (yang hidup di tengah orang-orang kafir yang mempraktekkan pengorbanan manusia) bahwa Allah menghendaki korban hewan daripada korban manusia. Sebelum Abraham meninggal, putranya Ishak menikahi Rebeka, masih tergolong cucu keponakan Abraham dan oleh karena itu sesuai hukum pada waktu itu, dan cocok untuk pasangan Ishak. Melalui Ishak janji Allah kepada Abraham akan terpenuhi. Ishak, Yakub, dan Anak-anak Yakub : Kejadian 25-36 Ishak dan Rebeka mempunyai dua anak kembar, Yakub dan Esau (Kej 25:19-34). Anak-anak itu kemudian bersaing satu dengan lainnya. Yakub membuat tipu muslihat sehingga memperoleh hak kesulungan ayahnya, dan Ishak memberikan berkat kepadanya bukan kepada Esau. Beberpa kisah seputar Yakub masih diketengahkan dalam Bab 25-36 ini, kebanyakan berkisar mengenai ketrampilan tangan Yakub. Beberapa kisah berdasarkan dari cerita rakyat setempat. Kisah-kisah itu diolah kembali dari mitos-mitos dan legendalegenda kuno, dengan memberi keterangan tentang nama-nama tempat dan asal-usul bermacam-macam tradisi. Yakub pergi ke Haran guna mencari seorang istri dan akhirnya mengawini dua orang putri pamannya, Laban. (Poligami -- memiliki banyak istri --, merupakan hal yang lumrah dipraktekkan masyarakat kuno pada waktu itu dan juga raja-raja Istrael hingga abad ke-5 SM). Istri-istri dan pembantu-pembantu perempuannya menjadi ibu dari dua belas anak Yakub, nenek moyang dua belas suku Israel. Dua kisah berbeda (Kej 32:29 dan Kej 35:10) menceritakan nama Yakub diubah menjadi Israel oleh Allah, yang kemudian menjadi nama dari orangorang keturunan Yakub. Suatu ketika, Yakub kembali beserta keluarganya ke Kanaan dan berdamai dengan Esau. Baca Kejadian 25:19-34, Kejadian 27:1-45, Kejadian 33:1-20, dan Kejadian 35:9-15. Perikop-perikop ini berkaitan dengan peristiwa-peristiwa utama dalam kehidupan Yakub dan menunjukkan betapa Allah tetap setia pada janji yang telah dinyatakan kepada kakek Yakub, Abraham. Kisah Yakub merampas hak kesulungan milik Esau, dan Ishak memberkati Yakub memiliki makna bagi Esau bahwa Allah dapat memakai bahkan para pendosa guna memenuhi kehendak ilahiNya. Ini bukan berarti Allah menghendaki para pendosa tersebut, melainkan bahwa Allah dapat mengarahkan kembali para pendosa tersebut ke jalan yang benar – FB. Sinamartin, Jan dalam hal ini, pemenuhan janji Allah kepada Abraham. (Lihat Kej 35:9-12). Pelajaran yang dapat kita petik: Allah sanggup membawa kebaikan dari hal-hal yang jahat, bahkan dari kesalahan masa lalu kita, bila kita kembali kepada Allah dengan iman dan kepercayaan. Yusuf : Kejadian 37-50 Kisah Yusuf, yang menjadi penutup Kejadian, mengetengahkan pelajaran yang hampir sama. Yusuf sangat bergantung kepada Allah dalam situasi yang paling buruk sekali pun, dan Allah merubah bencana itu menjadi kemenangan berulang-ulang. Ketika Yusuf dijual menjadi budak oleh kakak-kakaknya, ia kemudian menjadi seorang pembantu yang berhasil. Ketika ia menolak godaan istri tuannya, ia menerima tuduhan palsu dan dijebloskan ke dalam penjara, yang nampaknya menjadi tonggak guna melangkah menjadi seorang penguasa di Mesir. Kelaparan yang meluas di dunia, telah menjadi disempatan bagi Yusuf untuk menunjukkan kemampuannya di bidang administratif. Dan karena peristiwa kelaparan itu Yusuf bisa bergabung lagi dengan kakak-kakanya dan juga ayahnya, Yakub. Karena Yakub dapat bertemu kembali dengan Yusuf anaknya, ia meninggal dengan bahagia. Penguburan ayahnya yang dilakukan di tanah Kanaan oleh Yusuf merupakan pertanda bahwa keluarganya suatu saat akan kembali lagi dari Mesir ke Tanah Terjanji. Baca Kejadian 45:1-28. Perikop ini melukiskan gambaran indah perjumpaan yang penuh emosi antara Yusuf dan kakak-kakaknya dan Yakub menerima berita meyakinkan bahwa Yusuf masih hidup. Anda barangkali ingin membaca seluruh kisah mengenai Yusuf. Cerita itu sangat menarik, adegan demi adegan berlangsung dengan cepat, jika kita sudah membacanya susah untuk berhenti. Di penghujung cerita, keluarga Israel di Mesir mengalami tragedi demi tragedi, menjadi budak, tetapi Allah akan membebaskan dan mereka akan mengalami hidup baru. Kitab Keluaran : 1-18 Kejadian diakhiri dengan kematian Yusuf di Mesir kira-kira tahun 1750 SM. Lima ratus tahun telah berlalu antara kematian Yusuf dan peristiwa-peristiwa yang akan dihadirkan dalam kitab selanjutnya, yakni Keluaran. Di dalam kurun waktu lima ratus tahun turunan Abraham menjadi budak. Catatan-catatan kuno merujuk kepada turunan Abraham sebagai “Habiru,” yang berarti masyarakat nomadik yang sedang mencari kerja di proyek-proyek pembangunan di Mesir. (Dari Habiru inilah kemudian muncul istilah Hebrew (Ibrani), nama lain dari Israel). Kitab Keluaran menggambarkan perbudakan bangsa Israel dan pembebasan mereka di bawah kepemimpinan Musa. Orang-orang Israel telah kehilangan jati diri mereka, tetapi ketika Allah menampakkan diri kepada Musa sebagai “Allah Abraham, Allah Ishak, dan Allah Yakub” (Kel 3:6), sebuah proses dimulai yang akan membawa orang-orang Ibrani kembali kepada identitas mereka semula yaitu sebagai Keluarga Allah. Nampaknya, terjadi beberapa gelombang perpindahan orang-orang Habiru ke Mesir dan beberapa gelombang pula ketika mereka meninggalkan Mesir. Kitab Suci memusatkan diri pada Keluaran yang dipimpin oleh Musa. Kebanyakan ilmuwan menempatkan peristiwa Keluaran terjadi pada masa kekuasaan Ramses II dan tahun Keluaran kira-kira pada 1250 SM. Banyak ilmuwan menduga bahwa jumlah orang Israel yang dipimpin oleh Musa hanya beberapa ribu saja. Tetapi ketika kisah Keluaran diceritakan berulang-ulang, ia berubah menjadi semacam kisah kepahlawanan. Dan jumlah orang yang keluar dari Mesir mendekati jumlah penduduk Israel pada masa puncaknya. Peritiwa-peristiwa Keluaran lebih lanjut bobotnya diperbesar sampai menjadi ungkapan mukjizat Allah yang memberikan kekuatan dan perlindungan : wabah penyakit sampar, terbelahnya laut, dan tiang-tiang api. Apa makna di balik peristiwa sejarah Keluaran? Salah satu kemungkinan skenario sebagai berikut : Musa, sebagai pemimpin yang berpengaruh pada waktu itu, mengalami peristiwa hadirnya Allah (semak yang terbakar). Ia bisa memahami keinginan Allah bahwa Israel harus dibebaskan. Mengambil kesempatan dari FB. Sinamartin, Jan kekacauan peristiwa-peristiwa alam pada waktu itu (sungai Nil yang meluap, katak-katak yang terbawa banjir, lalat dan nyamuk yang memakan bangkai katak, merebaknya pelbagai penyakit dan sampar; udara panas, wabah belalang ; badai padang gurun; mungkin kematian putra Firaun), Musa memimpin satu kelompok orang-orang Israel ke suatu wilayah yang dikenal dengan Laut Bambu (Sea of Reeds bukan “Red Sea,” Laut Merah, tampaknya di sini terjadi salah terjemah dari kata Ibrani asli). Orang-orang Israel berhasil menyeberangi Laut Bambu, sementara pasukan berkuda Mesir tenggelam. Banyak dari mereka yang mati, dan orang-orang Israel memasuki padang gurun, tempat mereka mengembara selama empat puluh tahun sebalum memasuki Tanah Terjanji di bawah pimpinan panglima perang Musa, Yosua. Mengapa kita tidak menganggap kisah Keluaran sebagai apa adanya? Mengapa kita tidak mengikuti saja tafsir yang dilakukan oleh para fundamentalis bahwa Kitab Keluaran adalah sejarah sebagaimana makna modern? Pada dasarnya, kita tidak menafikan kemampuan Allah melakukan mukjizat dalam kisah Keluaran. Allah adalah Allah dan dapat melakukan mukjizat. Namun jika kita melihat materi Keluaran, kita diajak untuk percaya bahwa pengarang “biblis” bermaksud menulis bukan sejarah dalam artian moderen tetapi kisah kepahlawanan yang mengagungkan Allah dan mempermalukan musuh-musuh Allah. Penulis-penulis ini menggabungkan sumber-sumber kuno menjadi sebuah kisah yang benar-benar mudah diingat, dan mengagungkan kekuatan Allah. Selain itu, para penulis tersebut mengingatkan kembali bahwa memandang asal-mula Israel sebagai bangsa hanya sebatas sejarah jelas tidaklah tepat. Kita barangkali bisa membandingkan Keluaran dengan lagu country Johny Horton, “The Batle of New Orleans.” (Pertempuran New Orleans). Lagu ini memiliki landasan yang kuat dalam sejarah, tetapi ia ditulis menjadi sebuah bentuk lagu kepahlawanan, dengan imajinasi dan humor. Betul telah terjadi pertempuran di New Orleans pada tahun 1814-1815, dan Jendral Jackson mengalahkan Inggris (lagu ini membantu masyarakat mengingat fakta-fakta ini – Pertempuran New Orleans -- lebih baik dari pada yang dilakukan oleh pelajaran sejarah di dalam kelas). Namun ada bagian-bagian yang mengagumkan dalam lagu tersebut (buaya dipergunakan sebagai meriam ketika meriam yang sesungguhnya tidak bisa dipergunakan karena terlalu panas!) yang tidak dimaksudkan oleh penulisnya sebagai sejarah. Hal yang hampir sama terjadi pada para penulis Keluaran, mereka tidak bermaksud menyajikan rincian-rincian kisah sebagai peristiwa sejarah. Terdapat beberapa bukti di dalam kisah tersebut yang membawa kita kepada penafsiran bentuk sastra sebagai cerita kepahlawanan daripada sejarah. Pertama, mengapa Firaun mengijinkan Musa datang kembali dengan ancaman-ancaman dan permintaan-permintaan? Mengapa Firaun tidak menjebloskan saja Musa ke dalam penjara atau menghukum mati Musa? Kedua, Keluaran 12:37 mengatakan 600.000 orang laki-laki meninggalkan Mesir; jelas ini akan memberikan gambaran bahwa yang meninggalkan Mesir berjumlah jutaan orang. Tetapi cerita sebelumnya menyebutkan hanya dua pembantu bagi seluruh orang Ibrani! Ketiga, terdapat ketidak-konsistenan jelas hal tersebut bukan merupakan sejarah. Sebagai contoh, “seluruh ternak orang Mesir mati” ketika tulah kelima terjadi (wabah sampar), tetapi ternak itu mati lagi oleh hujan es dan mati lagi ketika tulah kesepuluh terjadi, matinya anak sulung. Keempat, terdapat ketidak-adilan dari seorang Allah yang menghukum satu orang tetapi membela lainnya, bahkan Allah tidak menghentikan pembantaian anakanak yang tidak berdosa. Allah semacam itu tidak bisa disamakan dengan Allah yang diwahyukan oleh Yesus Kristus. Sekali lagi ditekankan di sini, kita tidak menolak kemungkinan terjadi mukjizat. Allah adalah mahakuasa dan Ia tidak dibatasi oleh hukum-hukum alam. Mengingat Kitab Keluaran berbentuk sastra dan cerita kepahlawanan sulit bagi kita untuk menyimpulkan dengan tepat apakah mukjizat-mukjizat itu benar-benar terjadi seperti apa yang digambarkan di sana. Keluaran memberikan kita hakikat sejarah yang penting yaitu keluarnya orangorang Israel dari Mesir di bawah pimpinan Musa. Keluaran menyajikan pelajaran penting bagi kita : Allah begitu memperhatikan umatNya dan Allah mendukung kebebasan. Di luar fakta-fakta pokok, terdapat ruang yang cukup luas bagi spekulasi, dan Gereja Katolik tidak mengeluarkan pernyataan dogmatis perihal permasalahan tersebut. FB. Sinamartin, Jan Baca Keluaran I, kita akan merasakan kesengsaraan dan keputusasaan yang di alami orang-orang Israel yang menjadi budak di Mesir. Baca Keluaran 14, di sana kita merasakan aroma kegembiraan atas kebebasan. Bayangkan anak-anak Yahudi tujuh ratus tahun kemudian, duduk mengelilingi kakeknya:”Ceritakan lagi, kakek, bagaimana Allah menuntun Musa dan orang-orang Israel menyeberang laut!” Janji Allah di Gunung Sinai : Keluaran 19-40 Orang-orang Israel yang dipimpin Musa ke luar dari Mesir merupakan kelompok pengungsi yang kerap mengeluh. Mereka beradu argumen dengan Musa, mengeluh lantaran hidup menjadi begitu keras, dan bahkan suatu saat mereka ingin kembali ke Mesir. Kendati demikian, Allah tetap menjadikan para pengungsi ini sebagai anggota Keluarga Allah. Di Gunung Sinai, Allah membuat perjanjian dengan orang-orang Ibrani yang dipusatkan pada Sepuluh Perintah Allah. Orang-orang Israel mematuhi dan menjaga perintah-perintah tersebut sebagai bagian dari perjanjian. Sedangkan bagian Allah dari perjanjian tersebut adalah “janji ilahi” bahwa Allah akan menjadi Tuhan mereka, melindungi mereka, dan menuntun mereka ke tanah terjanji seperti yang telah dijanjikan kepada Abraham. Sepuluh Perintah Allah ini dituangkan dalam Keluaran 20:1-17 (dan ditulis ulang dengan bentuk yang sedikit berbeda di Ulangan 5:1-21). Tradisi menganggap perintah-perintah tersebut sebagai “berjumlah sepuluh” berasal dari Keluaran 34:28. Tata cara pemberian nomor bervariasi. Gereja Katolik menghitung Keluaran 20:16 sebagai satu perintah dan Keluaran 20:17 sebagai dua perintah. Kitab Suci menganggap Sepuluh Perintah Allah sebagai berasal dari Allah (Kel 34:1) dan juga berasal dari Musa (Kel 34:8). Tradisi-tradisi ini menunjukkan bahwa keberadaan Israel sebagai suatu bangsa sangat bergantung pada hubungannya dengan Allah. Tradisi-tradisi tersebut memperlihatkan bahwa Musa dipilih oleh Allah untuk menetapkan semacam hukum bagi bangsa Israel dan untuk membentuk sebuah bangsa yang akan menyembah kepada Allah Yang Benar. Tradisi-tradisi tersebut juga menetapkan Musa sebagai pemimpin religius yang merancang Tabut Perjanjian, sebuah peti jinjing yang berisi Sepuluh Perintah Allah dan merupakan singgasana Allah dimana Allah akan menjumpai bangsa Israel. Musa yang kemudian menjadi pemimpin membawa bangsa Israel senantiasa berhubungan dengan Allah. Karena alasan-alasan itulah, sebagian besar hukum dan aturan bangsa Israel, tatacara liturgi, penetapan bentuk Kenisah yang baik, dan pola-pola ibadat semuanya dihimpun dalam Kitab Keluaran bersamaan dengan tibanya Sepuluh Perintah Allah yang berasal dari Allah melalui Musa. Para penyunting, tujuh ratus tahun setelah peristiwa Sinai, menghimpun Kitab Keluaran dari pelbagai macam sumber yang berasal dari hukum-hukum bangsa Israel yang kesemuanya bermuara pada perjanjian di Gunung Sinai. Para penyunting itu menyadari pula bahwa sejarah Israel merupakan rangkuman pelbagai peristiwa yang terjadi dalam Keluaran. Karena itulah para penyunting tersebut memasukkan kisah Anak Lembu Emas (Kel 32-34) di antara daftar hukum-hukum dan peraturan-peraturan. Seperti halnya ketika bangsa Israel di padang gurun yang memiliki kecenderungan menolak Allah, begitu pula keturunannya akan mengikuti kegagalan leluhur mereka, bahkan semakin banyak membuat anak-anak lembu emas (Lihat 1 Raja-raja 12:26-32). Sebagaimana Allah mengampuni bangsa Israel ketika mereka menyesal, beberapa abad kemudian Allah juga mengampuni para pendosa, dan tetap mengajak mereka kembali kepada janji kelimpahan setia-Nya. Apa yang hendak disampaikan perikop-perikop Keluaran kepada kita dewasa ini? Perikop-perikop tersebut menyampaikan kepada kita bahwa Allah senantiasa ingin lebih dekat dengan kita (Kel 33:12-13). Allah menghendaki agar kita mematuhi perintah-perintah yang ditetapkan Allah mengingat perintah-perintah tersebut membawa kita kepada kehadiran Allah. Selain itu perikop-perikop tersebut mengajarkan kepada kita bagaimana mengalami kebebasan dalam arti yang sesungguhnya. Adalah Allah yang membawa bangsa Israel bebas dari perbudakan. Ketika Allah memberi bangsa Israel Sepuluh Perintah Allah, itu dimaksudkan agar bangsa Israel bebas dari ikatan-ikatan yang menyengsarakan : mulai dari bentuk perbudakan sampai dengan dosa. Jika kita mematuhi perintah-perintah tersebut dewasa ini, kita akan menikmati kebebasan penuh tanpa khawatir akan terperangkap dalam lingkaran-lingkaran dosa. FB. Sinamartin, Jan Bahkan kita bisa belajar dari perikop-perikop tersebut daftar-daftar hukum dan peraturan yang dewasa ini sudah tidak pernah kita ikuti lagi. Hukum-hukum dan peraturan-peraturan tersebut mengingatkan kita akan komitmen para pendahulu kita secara religius untuk hidup secara benar dan tetap melaksanakan kehidupan doa (penyembahan kepada Allah). Hukum-hukum dan peraturan-peraturan tersebut mendorong kita untuk taat dan menyembah Allah dengan cara yang paling baik, "TUHAN, TUHAN, Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya” (Kel 34:6). Baca Keluaran 20 :1-17, di sana digambarkan bagaimana Allah menetapkan perintah-perintahNya kepada bangsa Israel. Baca Keluaran 24:1-8, perikop ini mengisahkan bangsa Israel menerima segala persyaratan perjanjian yang ditetapkan Allah dan Musa memimpin mereka dalam sebuah upacara penerimaan perjanjian tersebut. Dalam upacara itu, altar merupakan simbol kehadiran Allah, dan darah perlambang kehidupan. Ketika Musa mengambil darah kurban, dan dipercikan separuh pada altar dan separuhnya lagi kepada orangorang Israel, Musa menyatakan kebersatuan antara Allah dengan bangsa Israel. Baca Keluaran 32:1-20, dan Keluaran 34:1-9, di sana kita akan menjumpai kisah Anak Lembu Emas dan pembaruan perjanjian. Baca Keluaran 38:1-8, merupakan sebuah contoh mengenai peraturan beribadah yang dimuat di Kitab Keluaran. Aturan itu dicatat begitu rinci mencerminkan keinginan bangsa Israel untuk menyembah Allah dengan segenap hati. Kitab Imamat : “Kuduslah kamu, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, Kudus.” Kitab Imamat di dalam bahasa Inggris dikenal dengan Leviticus nama ini berasal dari kata Levi mengingat di dalam kitab ini berisi kaidah-kaidah ritual yang diperuntukkan bagi imam-imam dari suku Levi. Kaidah-kaidah ini bermula dari Musa, dan beberapa bermuara dari jaman Musa selama bangsa Israel ke luar dari Mesir (Keluaran). Tetapi nampaknya sebagian besar dari kaidah-kaidah tersebut dihimpun dari masa dan adat istiadat sesudah jaman keluaran. Kaidah-kaidah itu ditempatkan dalam Pentateukh kira-kira tahun 550 SM. Para pembaca moderen mungkin akan berhadapan dengan aturan-aturan dan ritual-ritual Imamat yang cukup melelahkan bila dibaca. Namun kita dapat menarik manfaat dari kitab tersebut jika kita memandangnya sebagai sebuah dokumen yang dirancang untuk menetapkan idealisasi dan tujuan perilaku Perjanjian Lama sebagaimana leluhur kita melakukan penghormatan terhadap Allah. Baca Imamat 19:1-19, di sini kita akan berhadapan dengan thema pokok Imamat “Kuduslah kamu, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, kudus.” Dalam perikop tersebut kita belajar bahwa memenuhi kewajiban kita terhadap orang lain berkaitan erat dengan pemenuhan kewajiban kita kepada Allah. Kita mendapati beberapa perintah dari Sepuluh Perintah Allah yang dinyatakan kembali, dan kita menjumpai ajakan yang begitu indah yaitu mencintai orang lain sebagaimana kita mencintai diri sendiri. Kita juga menemukan aturan yang bagi kita mungkin terasa aneh, seperti larangan mengenakan pakaian yang terbuat dari dua bahan. Para ilmuwan masih berdebat perihal dari mana aturan tersebut berasal. Kerapkali aturan-aturan itu berasal dari kegiatan ritual. Pada waktu-waktu tertentu aturan-aturan itu berasal dari pengalaman, misalnya larangan memakan daging babi. Aturan ini muncul lantaran begitu banyak orang Israel yang terkena penyakit cacing pita. Apa yang pada mulanya hanya ditabukan lantaran makanan-makanan tertentu berpotensi membahayakan, lamakelamaan dimaknakan sebagai larangan agama. Baca Imamat 23, instruksi melaksanakan Sabat dan lima perayaan suci orang Yahudi : Paskah, Pentakosta, Tahun Baru, Hari Perdamaian, dan Pondok Daun. Tujuan hari Sabat dan lima perayaan suci adalah untuk membantu orang-orang Israel mengingat kebenaran yang paling mendasar :”Akulah TUHAN, Allahmu” (Im 23:43). Imamat bisa membantu kita mengingat bahwa Allah adalah Tuhan kita dan harus menata hidup kita menurut pola yang telah diberikan Allah kepada kita. Kita harus kudus karena Allah adalah kudus. Kitab Bilangan Nama Kitab Bilangan berasal dari bilangan angka dari dua kali pelaksanaan penghitungan penduduk Yahudi (sensus) dan dari daftar barang-barang dan orang-orang yang diuraikan dalam kitab tersebut. Kitab itu FB. Sinamartin, Jan menggambarkan empat puluh tahun pengembaraan bangsa Israel di padang gurun dan berakhir dengan menjelang masuknya bangsa itu ke Tanah Terjanji. Pelbagai macam catatan, daftar, cerita-cerita, dan kebiasaan-kebiasaan atau tradisi-tradisi itu diwariskan orang-orang Israel selama berabad-abad sebelum disunting menjadi bentuk yang kita kenal sekarang ini. Dengan menyusun materi-materi tertsebut, para penyunting akhir Bilangan mendorong orang-orang Israel pada tahun 550 SM untuk melihat diri mereka sendiri sebagai sebuah komunitas suci, yang diatur oleh kehendak Allah, diundang untuk mengikuti hukum Tuhan. Pembaca barangkali ingin membaca cepat daftar-daftar yang tercantum dalam Bab 1-3 agar lebih mengenal tipe-tipe sastra. Baca Bilangan 20 untuk mendapatkan pemahaman atas empat puluh tahun pengembaraan bangsa Yahudi di padang gurun, seperti : catatan kematian adik Musa, Miryam, gugatan orang-orang Israel karena kekurangan kebutuhan pokok seperti air, gangguan yang terus-menerus dari bangsa-bangsa sekitar yang bersikap permusuhan, dan kematian adik Musa, Harun. Baca Bilangan 22-24. Di sini kita akan menemukan sebuah legenda (mungkin dikembangkan dari sejarah leluhur bangsa Israel) dimaksudkan untuk mengajarkan kebenaran religius. Begitu bangsa Israel mendekati Tanah Terjanji, kehadiran mereka membuat cemas Raja bangsa Moab. Raja itu berusaha menyewa seorang nabi bernama Bileam, untuk mengutuk bangsa Israel. Namun dari legenda yang berkaitan, Bileam dituntun Allah sehingga ia tidak bisa mengutuk bangsa Israel tetapi sebaliknya malah memberkati orang-orang Yahudi. Ada juga cerita humor yang menarik, utamanya cerita tentang binatang yaitu seekor keledai yang bisa berbicara. Baca Bilangan 22:22-35 untuk memahami bagaimana cerita tentang binatang itu mengajarkan kebenaran religius bahwa bangsa Israel ada dalam lindungan Allah. Kitab Ulangan Dalam bahasa Inggris Kitab Ulangan dikenal dengan Deuteronomy yang berati “hukum kedua,” atau “salinan hukum.” Nama ini sesuai karena Kitab Ulangan diawali dengan ulangan hukum dan aturan-aturan yang dapat ditemukan dalam Pentateukh. Hukum-hukum dan aturan-aturan di dalam kitab ini dicantumkan dalam format sebuah kotbah yang disampaikan Musa kepada bangsa Israel beberapa saat sebelum mereka memasuki Tanah Terjanji. Musa mempelajari seluruh peristiwa Keluaran dari Mesir dan selama empat puluh tahun mengembara di padang gurun. Ia mengulangi lagi hukum-hukum termasuk Sepuluh Perintah Allah (Ul 5:1-21) yang telah digunakan untuk mengatur bangsa Israel. Musa merinci berkat-berkat Allah yang akan diterima bangsa Israel bila mereka mematuhi hukum-hukum dan aturan-aturan tersebut serta memperingatkan akan adanya kutukankutukan jika bangsa itu tidak mematuhi hukum dan aturan tersebut. Setelah Yosua ditunjuk Allah sebagai pengganti Musa, Musa memberkati dua belas suku bangsa Israel, mendaki Gunung Nebo untuk melihat Tanah Terjanji dan meninggal di sana. Kitab Ulangan berakhir begitu bangsa Israel bersiap memasuki Tanah Terjanji dengan sebuah pujian bagi Musa, …….”dalam hal segala tanda dan mujizat, yang dilakukannya atas perintah TUHAN di tanah Mesir terhadap Firaun dan terhadap semua pegawainya dan seluruh negerinya, dan dalam hal segala perbuatan kekuasaan dan segala kedahsyatan yang besar yang dilakukan Musa di depan seluruh orang Israel.” (Ul 34:11-12). Mengingat Ulangan menghadirkan Musa sebagai seorang orator yang menyampaikan pidatonya kepada orang-orang Israel, para fundamentalis menafsirkan kitab tersebut sebagai berisi pidato yang sesungguhnya yang disampaikan oleh Musa. Tetapi, bahasa, gaya, dan rujukan terhadap peristiwa sejarah di kemudian hari, menunjukkan hal yang sebaliknya. Rasanya juga tidak mungkin Musa yang berumur 120 tahun mampu berpidato sepanjang yang disajikan dalam Kitab Ulangan di hadapan ratusan ribu orang Israel. Kemungkinan besar, Kitab Ulangan adalah sebuah perangkat bergaya sastra yang menempatkan Musa sebagi pusat panggung sebagai seorang pelaku sejarah yang menyampaikan pidatonya kepada orang-orang dewasa, sebagaimana seorang pemain teater beraksi di muka penontonnya. FB. Sinamartin, Jan Sangat mungkin bahwa bagian-bagian Ulangan dan sebagian dari Pentateukh berasal dari Musa sendiri. Namun Kitab Ulangan yang bentuknya seperti yang kita kenal dewasa ini kemungkinan besar ditulis oleh para pemimpin religius Israel pada waktu pembuangan di Babel. Yerusalem telah dihancurkan, puluhan ribu orang Israel dibantai, dan ribuan lainnya dipaksa menyeberang padang gurun menuju Babel. Di jaman sengsara dalam sejarah Israel ini, penulis-penulis Kitab Ulangan menempatkan Musa berhadapan dengan orang-orang Israel. Setting-nya adalah kelompok orang-orang Israel yang akan memasuki Tanah Terjanji, tetapi audience (penonton) yang sesungguhnya adalah kelompok orang-orang yang selamat dari pembuangan. Pesan yang disampaikan sangat jelas. Hanya ada satu Allah. Allah adalah penuh dengan kesetiaan. Allah sendirilah yang layak untuk disembah dan dihormati. Patuh pada Allah akan menuai berkah, menolak Allah hanya akan mendatangkan kehancuran. Pesan tersebut menjadi dasar apa yang kemudian disebut sebagai Teologi Deuteronomist. Para penulis Ulangan melihat kembali sejarah Israel dan menemukan sebuah pola di sana, yaitu Allah selalu setia. Ketika orang-orang Israel menuruti kehendak Allah segalanya berlangsung baik; namun ketika mereka tidak patuh, segalanya berubah menjadi buruk. Sebagaiman terjadi di kemudian hari, raja dan tentara tidak dapat menyelamatkan Israel. Hanya Allah yang sanggup. Dan kepatuhan kepada Allah akan menjadi satu-satunya cara untuk menerima pengampunan dari Allah. Kitab Ulangan disusun sebagian besar berasal dari tradisi Deuteronomist. Tradisi Deuteronomist dapat kita temui pada kitab-kitab Pentateukh yang terdiri atas beberapa ayat yang tersebar di sana-sini. Namun tradisi Deuteronomist itu menjadi sumber dari Kitab-kitab Yosua, Hakim-hakim, 1 dan 2 Samuel, dan 1 dan 2 Rajaraja. Ia juga memiliki pengaruh penting dalam penulisan kitab-kitab lainnya dari Kitab Suci. Kitab Ulangan berdampak begitu besar dalam Yudaisme dan Kekristenan. Kitab Ulangan dikutip dan dirujuk sebanyak dua ratus kali di dalam Perjanjian Baru. Teologi Kitab Ulangan sangat terbatas. Para penulisnya adalah orang-orang yang berasal pada jamannya, dan mereka belum memperoleh kepenuhan wahyu yang disampaikan melalui Yesus Kristus. Para penulis tersebut bersama penulis Perjanjian Lama lainnya, belum bisa membedakan antara Allah yang menyebabkan sesuatu atau menganugerahkan sesuatu. Mengingat Allah begitu perkasa, mereka percaya bahwa Allah penyebab segala sesuatu, termasuk penderitaan. Dan jika Allah menyebabkan sesuatu yang buruk, Allah pasti mempunyai alasan baik tersendiri. Biasanya, alasan tersebut berupa hukuman bagi para pendosa. Oleh karena itu, jika seseorang menderita, hal itu disebabkan karena ia berdosa. Karena teologi yang dianut Ulangan sangat dekat kaitannya antara dosa dan penderitaan, maka sudah selayaknyalah kita menuruti kehendak Allah. Dan dunia yang kita huni akan menjadi tempat yang jauh lebih baik jika semua orang melakukan hal yang sama. (Bayangkan betapa indahnya dunia yang kita huni jika semua orang melaksanakan Sepuluh Perintah Allah!). Namun karena begitu banyak orang tidak menuruti kehendak Allah, dunia jauh dari apa yang Allah kehendaki. Di dalam dunia seperti ini, orang yang tidak bersalah dapat menderita karena ulah para pendosa baik secara langsung maupun tidak langsung. Kepatuhan akan Allah tidak selalu menjanjikan kebahagiaan dan penderitaan tidak selalu hasil dari penolakan pribadi akan Allah. Persoalan paling mendasar dari teologi Ulangan adalah ia mengajak orang untuk percaya bahwa penderitaan pribadi adalah sebagai akibat dari dosa pribadi. Hal ini menjadi bahan pertanyaan di dalam kitab-kitab Perjanjian Lama lainnya seperti Ayub, dan teologi Ulangan dibantah secara total oleh ajaran dan hidup Yesus Kristus, yang tanpa salah sedikit pun menjadi korban dari dosa orang lain. Dalam memahami Ulangan, kita ditantang untuk menyimpulkan filosofi penderitaan bagi diri kita sendiri, berangkat dari keterbatasan Perjanjian Lama sampai dengan pemenuhan Wahyu di dalam Yesus Kristus. Baca Ulangan 1:1-8, di mana para penulis Ulangan menyiapkan panggung bagi Musa untuk berbicara dengan umat Israel, tidak hanya bagi mereka yang sedang bersiap memasuki Tanah Terjanji tetapi juga bagi mereka dalam segala usia. Baca Ulangan 5:1-6:9 yang merupakan ulangan dari Perjanjian Sinai (Horeb adalah kata lain dari Sinai). Di sini juga termaktub pandangan deuteronomist mengenai Musa, yakni pernyataan bahwa FB. Sinamartin, Jan kehidupan yang baik merupakan upah dari ketaatan dan pernyataan pertama kalinya mengenai “Perintah Agung.” Baca Ulangan 30, bab yang meringkas teologi Ulangan. Perhatikan bahwa sepuluh ayat pertama disampaikan bagi umat Israel yang diasingkan ke Babel. Pentateukh : Sebuah Kesatuan Pentateukh sebagaimana yang telah kita kenal disebut Taurat oleh orang-orang Yahudi dan dianggap sebagai satu kesatuan. Kejadian berhubungan dengan asal mula Keluarga Allah. Keluaran mengisahkan tentang sejarah kelahiran bangsa Israel. Imamat menekankan kesucian Keluarga Allah. Bilangan menggambarkan bagaimana mengatur sebuah bangsa. Ulangan menunjukkan roh cinta kasih dan kepatuhan yang harus menjadi ciri Keluarga Allah. Kitab-kitab ini sebagai satu kesatuan telah membentuk dasar bernegara orangorang Yahudi, leluhur kita dalam hal iman. Pertanyaan untuk bahan Diskusi dan Renungan Sejauh mana Anda memahami silsilah keluarga Anda? Sejauh mana Anda bisa menelusuri sejarah keluarga Anda? Apakah Anda mempunyai kenangan tertentu dalam keluarga? Tradisi seperti apa di dalam keluarga yang paling Anda gemari (hari-hari libur, makanan untuk hari-hari tertentu, dll). Pernahkah Anda berpikir bahwa Perjanjian Lama merupakan sebuah catatan silsilah dan asal-usul, sejarah, dan kenangan, dan tradisi keluarga Anda? Apakah daftar nama, aturan, hal-hal penting yang dapat kita temui di Perjanjian Lama membantu Anda memahami nilai-nilai yang terkandung di dalamnya? Pernahkah Anda berpikir bahwa Sepuluh Perintah Allah sebagaimana dimaksudkan Allah adalah untuk memberikan kebebasan penuh kepada kita? Sadarilah bahwa dunia kita begitu terbelenggu oleh dosa. Apakah dunia yang kita huni ini akan berubah jika mulai hari ini semua orang melaksanakan Sepuluh Perintah Allah? Para ilmuwan moderen di bidang astronomi, fisika, dan mikrobiologi memberikan pernyataan bahwa begitu besarannya alam semesta dan begitu kompleksnya bagian-bagian yang terkecil semakin membawa kepada iman akan Allah. Sangat masuk akal untuk mengatakan bahwa alam semesta dengan seratus miliar galaksi pastilah berasal dari sesuatu yang Abadi, yang Mahakuasa, mengingat E=mc 2. Tetapi menjadi tidak masuk akal dengan mengatakan bahwa segala sesuatu berasal dari yang tidak ada (nothing). Tubuh manusia terdiri atas kira-kira 75 triliun sel, dan masing-masing sel mengandung lebih dari satu triliun atom. Hal-hal yang berkaitan dengan ini dapat Anda baca dari buku-buku seperti The Hidden Face of God oleh Gerald Sschroder dan More Than Meets the Eye oleh Dr. Richard Swenson yang memberikan kesaksian bahwa kehidupan manusia tiak mungkin berevolusi lantaran kebetulan. Apakah penemuan-penemuan ilmu pengetahun memperkuat iman Anda akan Allah? Kitab Suci mengajarkan kebenaran religius yang diperkuat oleh studi-studi ilmiah. Gerald Schroder menunjuk pada kesetaraan yang mengagumkan antara enam hari penciptaan dan pemahaman ilmiah terhadap polapola perkembangan setelah Ledakan Besar (Big Bang). Ilmuwan-ilmuwan lain -- mengamati bahwa Kitab Kejadian menyebut adanya cahaya lebih dahulu sebelum penciptaan bintang-bintang – menjelaskan bahwa produk paling utama dari Ledakan Besar adalah radiasi yang begitu kuat, yang dalam bahasa sehari-hari disebut sebagai cahaya. Dalam artian ini, cahaya sungguh ada sebelum bintang-bintang diciptakan. Apakah Anda mempelajari adanya kesamaan antara Kitab Suci dan ilmu pengetahuan. Mungkinkah pararel itu merupakan inspirasi Allah agar kita memperhatikan hal tersebut sejalan dengan pengetahuan kita mengenai alam semesta yang semakin canggih? FB. Sinamartin, Jan Aktivitas Cobalah Anda keluar rumah ketika langit malam cerah dan lihatlah ke atas. Ada lebih dari 100 milyar bintang pada gugus (galaxy) Milky Way dan lebih dari 100 milyar gugus (galaxy) dalam alam semesta. Berapa luas dan ukuran alam semesta? Tak terbayangkan. Untuk mencapai bintang yang terdekat dengan gugus kita dengan pesawat komersial yang ada sekarang diperlukan 100.000 tahun. Bahkan dengan kecepatan cahaya (299.792 km per detik), dibutuhkan waktu 30 milyar tahun berkendara dari ujung gugus ke ujung gugus lainnya. Tanyalah diri Anda sendiri : dapatkah hal-hal tersebut muncul dari sesuatu yang tidak ada? Camkan Kejadian 1:31 :”Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik.” Pujilah Allah karena kebesaran alam semesta. Berterimakasihlah kepada Allah karena kita diberi kesempatan untuk mempelajari keindahan ciptaaNya. Posted by V. Prabowo Shakti at 7:09 PM 0 comments Sunday, October 08, 2006 Bab Tiga : Membaca dan Menafsirkan Kitab Suci Ribuan orang Indonesia -- terutama yang bermukim di wilayah perkotaan -- setiap pagi menikmati kopi atau teh dengan ditemani surat kabar. Bagi pembaca tertentu mungkin mereka langsung menuju kepada beritaberita yang terpampang di halaman depan, kemudian mengecek headline olah raga, melihat-lihat iklan yang ada kaitan dengan profesinya, membaca editorial atau opini, membaca cepat tulisan-tulisan kolom, dan yang paling akhir menikmati cerbung atau komik, tergantung korannya. Tanpa disadari, mereka sejatinya telah melakukan pola analisa sastra yang cukup canggih. Begitu mereka membuka bagian-bagian tertentu pada lembar-lembar surat kabar, secara naluri mereka telah memilah-milah pelbagai macam bentuk tulisan dan menafsirkannya. Mereka mencari sesuatu di halaman muka dan mencari yang lainnya di bagian editorial, mencari informasi dari penulis kolom kesukaannya, dan juga dari halaman iklan. Mereka begitu antusias membaca berita sepak bola dan bulutangkis di halaman olah raga dan tertawa terbahak-bahak ketika membaca kartun “Panji Koming.” Analisa Sastra Pelbagai Budaya Barangkali kita bertanya dalam hati apa sih yang istimewa tentang membaca surat kabar? Sebelum membicarakan ihwal ini lebih lanjut, mari kita bayangkan sekenario berikut. Pada tahun 2025 bumi kita dihantam oleh sebuah meteor yang maha besar. Sebagian besar umat manusia terbunuh dan selanjutnya muncul pelbagai macam gangguan alam. Dari sedikit umat manusia yang selamat itu, mereka kemudian hidup di dalam gua-gua. Pada tahap awal mereka mengalami kesulitan untuk mulai membangun kembali sebuah peradaban. Namun pada tahun 5000 mereka telah mencapai puncak penelitian ilmiah mengenai kebudayaankebudayaan kuno, termasuk Indonesia di awal abad ke-21. Di bawah rongsokan yang berusia tiga ribu tahun, mereka menemukan dokumen-dokumen kuno dan kemudian menganalisanya dan mereka mulai menterjemahkan bahasa Indonesia ke dalam bahasa yang mereka pakai. Suatu hari para arkeolog menemukan bagian dari sebuah surat kabar. Mereka dengan susah payah menerjemahkan sebuah berita di halam muka tentang perampokan. “Tembakan polisi merobohkan seorang penjahat yang mencoba merampok gaji karyawan sebuah pabrik,” begitu bunyi terjemahan mereka, yang cukup terbantu oleh gambar seorang penjahat yang tergeletak di atas genangan darah. Pada kesempatan lain, mereka menemukan bagian dari halaman olah raga yang terbaca:”Penonton bersorak ketika salah seorang pemain Persija dengan tepat menembak ke pojok kanan gawang yang dijaga Paimo, kiper Persebaya yang berusia 19 tahun, yang salah antisipasi dan jatuh ke sebelah kiri.” Para arkeolog sangat terkejut. Mereka FB. Sinamartin, Jan sampai pada kesimpulan bahwa orang-orang Indonesia pada abad 21 sangat menikmati tontonan olah raga yang para pemainnya berlaga hingga titik darah penghabisan. Kebingungan para arkeolog semakin menjadi-jadi terhadap orang Indonesia, ketika mereka menemukan cuplikan kartun “Panji Koming” di mana digambarkan seseorang sedang berbicara dengan seekor anjing. “Apakah anjing pada abad 21 bisa bicara dengan manusia?” Kebingungan para arkeolog masih terus berlanjut sampai pada suatu ketika mereka menemukan surat kabar lain dan literatur-literatur yang dapat meningkatkan pengetahuan mereka tentang bahasa dan budaya Indonesia. Mereka kemudian memahami bahwa “menembak roboh penjahat” di halaman depan sangat berbeda dengan “menembak bola ke pojok kanan gawang dan penjaganya jatuh ke sebelah kiri” di halaman olah raga. Selanjutnya mereka mempelajari buku-buku tentang kartun dan mereka pun ikut tertawa terbahakbahak ketika mampu menangkap kelucuan kartun “Panji Koming.” Mereka masih takjub bagaimana mereka selama ini sungguh keliru dalam memahami bangsa Indonesia. Tugas para arkeolog abad ke-50 ini -- yang mempelajari budaya, memahami bahasa, dan mencari tahu makna sejati seperti yang dimaksudkan oleh para penulisnya -- akan diterapkan ke dalam pikiran orang-orang Indonesia abad duapuluh satu ini. Adapun belajar dan mengerjakan penelitian yang berkelanjutan menjadi prasyarat sebelum mereka dapat menterjemahkan tulisan-tulisan kita. Apa yang bangsa Indonesia kerjakan dengan begitu mudah dan tanpa banyak menguras pikiran akan menjadi tugas yang tidak ringan bagi para ilmuwan setelah melewati masa tiga ribu tahun. Analisa Sastra Kitab Suci Imajinasi sekenario di atas dapat membantu kita menyadari beberapa kesulitan yang berkaitan dengan pemahaman Kitab Suci. Kira-kira tiga ribu tahun telah berlalu semenjak bagian pertama dari Kitab Suci ditulis. Sebagaimana telah ditunjukkan pada Bab Satu, para arkeolog baru belakangan ini dapat menyingkap banyak hal yang sangat diperlukan guna memahami dengan baik Kitab Suci. Dengan demikian tidaklah mengherankan bahwa evaluasi ulang perlu dilakukan kembali atas beberapa kitab dari Kitab Suci. Barangkali hal ini akan mengganggu sebagian orang, tetapi pada sisi yang lain ia justru menjadi fakta bahwa hal tersebut sangat membantu kita dalam memahami makna yang sesungguhnya dari Kitab Suci. Betul bahwa beberapa kitab pada mulanya dianggap sebagai peristiwa historis, tetapi sekarang digolongkan ke dalam kategori lain. Tetapi juga betul bahwa landasan yang terpenting dari iman Kristiani kita yaitu sejarah, menjadi semakin kokoh dewasa ini dibandingkan sebelumnya. Sebagai contoh, sekarang ini tidak ada sejarawan yang mempertanyakan mengenai realitas kehidupan Yesus. Semakin kita mempelajari Kitab Suci, semakin mantap keyakinan kita bahwa iman kita berdiri di atas landasan yang kokoh. Metoda menafsirkan Kitab Suci, yang berusaha kembali kepada makna asli sebagaimana yang dimaksud penulisnya dengan menganalisa kurun waktu, budaya, bahasa, dan pendukung-pendukung lainnya, disebut sebagai pendekatan kontekstual. Pendekatan inilah yang direkomendasi oleh Paus Pius XII dalam surat ensikliknya, Divino Afflante Spiritu, pada tahun 1943 baik melalui Konsili Vatican II, maupun Katekismus Gereja Katolik (K 109-110). Pendekatan Kitab Suci lainnya adalah penafsiran fundamentalis, yang biasanya berpatokan bahwa setiap kata yang ada di Kitab Suci harus diartikan sebagaimana apa adanya. Ada beberapa macam fundamentalis, yang kesemuanya terlibat dalam penafsiran Kitab Suci yang berbeda satu dengan lainnya. Sebagian fundamentalis mengatakan bahwa kisah penciptaan dalam bab pertama dari kitab Kejadian harus dipahami sebagaimana apa adanya, yaitu : Allah menciptakan dunia dalam kurun waktu enam hari (1 hari = 24 jam), dan istirahat pada hari ketujuh. Fundamentalis lainnya mengartikan bahwa hari-hari penciptaan terdiri atas waktu yang periodenya lebih panjang. Para fundamentalis sejatinya menafsirkan setiap bagian dari Kitab Suci; mereka menerangkan bagaimana Kitab Suci seharusnya dimengerti. FB. Sinamartin, Jan Hal ini semakin menunjukkan kepada kita bahwa Kitab Suci harus ditafsirkan. Kita telah melihat di beberapa bagian Kitab Suci menyebut: Ya Allah, “gunung” batuku dan kita mau tak mau harus menafsirkannya. Begitu yang terjadi di hampir seluruh bagian Kitab Suci. Permasalahan yang sesungguhnya adalah : Prinsip-prinsip yang bagaimana yang akan kita pergunakan dalam menafsirkan Kitab Suci? Prinsip-prinsip Gereja Katolik Dalam Menafsirkan Kitab Suci Para fundamentalis cenderung menafsirkan Kitab Suci menurut prinsip-prinsip subyektif dari pengajar perorangan atau menurut penafsiran pribadi orang tersebut. Orang Katolik didorong untuk menafsirkan Kitab Suci menurut prinsip-prinsip obyektif yang dianjurkan Gereja. Orang Katolik dibimbing kepada penafsiran Kitab Suci yang tepat dalam hal-hal pokok yang berkaitan dengan Iman sebab Gereja dengan jelas mendefinisikan doktrin-doktrin seperti Kebangkitan Kristus dan Kehadiran Nyata dalam Ekaristi. Katekismus Gereja Katolik mengajarkan bahwa kita harus membaca Kitab Suci di dalam konteks Tradisi Gereja yang hidup. Allah mempercayakan Kitab Suci kepada Gereja dan mengutus Roh Kudus untuk membimbing Gereja kepada semua kebenaran dan kita dapat memahami Kitab Suci hanya dengan bimbingan Gereja (K 113). Prinsip pertama dalam menafsirkan Kitab Suci adalah seperti yang telah disampaikan oleh Paus Pius XII, melalui Konsili Vatican II, dan dalam Katekismus Gereja Katolik (K 109-110). Kita hendaknya menggunakan pendekatan kontekstual guna menemukan makna harafiah dari setiap bagian Kitab Suci, dan arti sesungguhnya sebagaimana yang dimaksud penulisnya. Untuk menemukan penafsiran yang benar, kita harus mempelajari waktu, tempat, pola hidup, cara berpikir, tujuan dari penulisan, dan cara-cara mengungkapkan dari para penulis kitab tersebut. Prinsip lainnya yang penting yang diungkapkan dalam Katekismus Gereja Katolik ( K 112) adalah kita harus memperhatikan dengan seksama isi dan kesatuan seluruh Kitab Suci. Kita hendaknya menafsirkan bagianbagian Kitab Suci dalam terang bagian-bagian lainnya yang berhubungan dengan itu. Contoh klasik dalam hal ini adalah Matius 26:26-28, ketika Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya dan berkata: "Ambillah, makanlah, inilah tubuh-Ku……. Minumlah, kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah darah-Ku.” Cukup aneh, inilah bagian dimana para fundamentalis menolak untuk menafsirkan secara harafiah. Tetapi gereja Katolik menafsirkan ini dalam terang Yohanes 6, di mana Yesus menyatakan diriNya sebagai roti kehidupan. Ketika Yesus berkata bahwa kita harus makan dagingNya dan minum darahNya, banyak para pendengarNya meninggalkan Dia. Yesus tidak memanggil mereka kembali dan mengatakan, “Kamu salah paham. Yang Saya maksudkan dengan itu hanyalah simbolis.” Apa yang Yesus inginkan kepada mereka yaitu mau percaya sulit untuk dapat diterima. Dan ketika mereka menolak Yesus dengan sedih hati membiarkan mereka pergi. Pasal lain misalnya 1 Kor 11:27, merujuk kepada Kehadiran Nyata Tuhan Yesus dalam rupa roti dan anggur. Gereja Katolik melihat kepada isi keseluruhan dari Kitab Suci. Dan percaya bahwa Yesus sungguh hadir dalam Ekaristi. Prinsip ketiga dalam menafsirkan Kitab Suci adalah bahwa terdapat satu kesatuan dan konsistensi kebenaran Allah diungkapkan bagi keselamatan kita. Katekismus Gereja Katolik menyebut ini sebagai analogi iman (K 114). Beberapa penafsir secara keliru mengatakan bahwa iman dan karya saling berlawanan satu dengan lainnya, dan beraranggapan bahwa kita dapat selamat cukup dengan iman saja. Namun sejatinya iman dan karya tidak dapat dipisahkan. Dalam Gal 3:1-9, Paulus menekankan bahwa kebenaran datang melalui iman di dalam Kristus ketimbang melalui Taurat (hukum Yahudi). Dengan berkata demikian, Paulus bukannya menafikan pentingnya berkarya dengan baik, mengingat di Galatia 5-6 Paulus menggaris-bawahi bahwa karya itu sebagai “buah Roh” (Gal 5:22). Pasal-pasal yang menunjukkan pentingnya iman, secara konsisten merujuk kepada pasal-pasal yang memuat kebutuhan akan suatu karya. Perlu dipahami di sini bahwa “h anya iman yang bekerja oleh kasih.” Ketika prinsip kesatuan dan konsistensi diabaikan, hasilnya hanyalah ketidak-menentuan. Kemungkinan bisa saja terjadi, misalnya guna mendukung pendapatnya seseorang mengutip bagian-bagian Kitab Suci dan mengesampingkan bagian lainnya. Gereja Katolik didorong untuk mengenal keselarasan (harmony) di dalam rencana Allah. Ketika orang Katolik dicemooh karena imannya oleh seseorang dengan mengutip beberapa FB. Sinamartin, Jan bagian Kitab Suci sambil mengabaikan bagian lainnya, jawaban kita harus menjelaskan posisi kita sebagai orang Katolik jika orang tersebut mau terbuka pikirannya. Jika orang tersebut tertutup pikirannya, kita harus menyatakan bahwa kita menghormati iman orang lain dan kita berharap pada mereka untuk melakukan hal yang sama. Prinsip keempat adalah bahwa bahasa Kitab Suci menggunakan ungkapan yang beraneka ragam bukan berarti harus dipahami sebagaimana apa adanya. Beberapa contoh : "Kalau sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja, kamu dapat berkata kepada pohon ara ini: Terbantunlah engkau dan tertanamlah di dalam laut, dan ia akan taat kepadamu." (Luk 17:6). “ Maka jika matamu yang kanan menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa, dari pada tubuhmu dengan utuh dicampakkan ke dalam neraka.” (Mat 5:29). Dan juga yang telah disinggung di muka “Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.” (Luk 14:26). Ungkapan bahasa yang demikian ini tidak mudah untuk diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa lain termasuk bahasa Indonesia. Namun demikian kita harus ingat bahwa kita pun mempunyai ungkapan yang juga tidak dapat diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa lain, seperti : “Aku telah bekerja keras dengan membanting tulang, guna memenuhi kebutuhan keluargaku.” Prinsip kelima, bagian-bagian dari Perjanjian Lama hendaknya ditafsirkan dalam terang Yesus Kristus dan Perjanjian Baru (K 129). Jika demikian, sebuah pertanyaan patut kita alamatkan kepada beberapa cuplikan dari Perjanjian Lama :”Betulkah ini merupakan bagian dari pesan ilahi Allah yang disampaikan kepada kita?” Misalnya, pemazmur berteriak menuntut balas, “Hai puteri Babel, yang suka melakukan kekerasan, berbahagialah orang yang membalas kepadamu perbuatan-perbuatan yang kaulakukan kepada kami! Berbahagialah orang yang menangkap dan memecahkan anak-anakmu pada bukit batu! Jelaslah hal-hal demikian ini bukan merupakan pesan Yesus Kristus! Kendati demikian, kita dapat menganggap bahwa hal tersebut merupakan cermin dari teologi Perjanjian Lama yang belum sempurna, dan bukan merupakan indikasi kehendak Allah bagi kita. Sebagai pedoman umum, akan lebih baik mengatakan bahwa jika suatu bagian dari Perjanjian Lama yang merujuk kepada Allah tetapi tidak mengacu kepada Yesus Kristus, seyogianya bagian itu harus ditafsirkan dalam terang kehidupan dan ajaran Kristus. Sebagai contoh, rasanya kurang tepat jika kalimat berikut ini berasal dari perintah Allah kepada pemimpin militer dalam Perjanjian Lama untuk membantai setiap lelaki, perempuan dan anak-anak yang tidak berdosa di setiap kota yang ditaklukkan. Hal ini barangkali bisa dikatakan sebagai kesalahan para pemimpin militer yang percaya bahwa tindakan mereka – yang membantai wanita dan anak-anak tidak berdosa -- itu didukung oleh Allah. Inspirasi dan Kebenaran Kitab Suci Pendekatan kontekstual kepada Kitab Suci bukan berarti menolak kebenaran Kitab Suci itu sendiri. Gereja Katolik mengajarkan bahwa Allah adalah penulis Kitab Suci. Inilah yang diartikan sebagai inspirasi biblis (alkitabiah). Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. (2Tim 3:16; lihat juga 2Ptr 1:20-21) Karena Allah adalah penulis Kitab Suci, maka seluruh kitab dalam Kitab Suci mengajarkan kebenaran tanpa kesalahan yang oleh Allah dikehendaki untuk diungkapkan demi keselamatan kita (K 107). Kendati demikian kebenaran itu dinyatakan dengan pelbagai cara dalam bermacam-macam bentuk tulisan seperti sejarah, nubuat, puisi, peraturan atau hukum, kata-kata bijak, mitos, legenda, cerita dunia binatang, dan perumpamaan. Seluruh bentuk tulisan itu mampu mengkomunikasikan kebenaran dengan gambaran yang begitu dramatis. Sebuah puisi misalnya, mampu mengungkapkan kebenaran sedemikian rupa sehingga tidak mungkin ditiru oleh sebuah kamus. Baris-baris pembuka puisi Chairil Anwar berjudul “Krawang-Bekasi”……. FB. Sinamartin, Jan Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi! Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi............ Dalam puisi itu seolah-olah tulang-belulang serdadu yang mati bisa bicara. Tetapi dari sebuah kamus kita diyakinkan bahwa tulang-belulang adalah berfungsi sebagai penyangga tubuh dan yang jelas ia tidak mungkin bisa berkata-kata. Seorang Chairil Anwar dan sebuah kamus keduanya menyatakan kebenaran. Chairil Anwar mengungkapkannya dalam bentuk puisi yang menggambarkan kebisuan para serdadu yang mati, yang diwakili oleh tulang-belulang yang berserakan mulai dari Krawang hingga Bekasi. Sedangkan dari sebuah kamus kita mendapatkan penjelasan yang bersifat teknis. Jika kita memahami cara membaca puisi, kita akan mengetahui kebenaran dari baris-baris puisi Chairil Anwar dan mengerti bahwa baris-baris itu mengungkapkan suatu realitas, yang tidak bisa kita dapatkan dari sebuah kamus. Menarik untuk dicatat bahwa semakin penting sesuatu hal bagi kita, semakin besar kecenderungan kita untuk mengungkapkannya dalam bentuk puisi atau tulisan lain yang bukan ilmiah. Pola-pola ilmiah lebih menggunakan bahasa yang lugas dan hanya sesuai untuk laboratorium. Tetapi ketika kita berhubungan dengan hal-hal yang paling mendalam dalam hidup kita, kita seolah-olah kehilangan kata-kata, tidak bisa berbicara. Dan biasanya kita malah berpaling kepada puisi, gambar-gambar, simbol-simbol, dan sebuah lagu. Kitab Suci berhubungan erat dengan kehidupan dan kematian, cinta dan kebencian, baik dan buruk, Tuhan dan bukan tuhan. Bila Kitab Suci hanya sebatas pada bahasa ilmiah maka ia tidak mampu mengungkap persoalan-persoalan besar itu. Penting untuk digarisbawahi bahwa ada perbedaan mendasar antara kebenaran dan kebenaran yang berdasarkan historis. Sebuah cerita yang tidak berdasarkan historis mampu mengungkapkan kebenaran, seperti perumpamaan “Tentang Anak Yang Hilang” yang diceritakan Yesus (Luk 15:11-32). Anak yang hilang itu tidak sungguh-sungguh ada, tetapi inti dari perumpamaan itu benar : Allah mencintai kita lebih dari yang dapat kita bayangkan dan Ia selalu siap untuk memaafkan kesalahan kita. Adakalanya seseorang secara historis memang benar-benar ada dan menjadi pelaku peran dalam cerita yang tidak historis. George Washington misalnya, secara historis memang benar-benar ada, tetapi cerita tentang dia saat masih kecil yang mematahkan pohon cherry ayahnya dan kemudian mengakui kesalahannya barangkali tidak benar secara historis. Cerita ini mengandung pesan moral : kejujuran adalah sikap yang paling baik. Begitu pula di dalam Kitab Suci, Abraham memang ada secara historis, tetapi cerita-cerita tentang kepahlawanan Abraham barangkali tidak benar secara historis namun cerita itu menyampaikan ajaran-ajaran religius. Cerita mengenai Allah yang meminta Abraham mengorbankan anak laki-lakinya, Ishak, menjadi cerita yang melampaui historis sebab ia menggambarkan hubungan antara Allah dan umat manusia (Kej 22:1-19). Apa yang sesungguhnya terjadi di dalam peristiwa tersebut tidak mungkin terungkap bila menggunakan terminologi-terminologi historis semata. Di dalam Kitab Suci, perumpamaan, puisi, mitos, cerita dunia binatang, dan bentuk-bentuk tulisan lainnya menjadi wahana untuk mengungkapkan kebenaran-kebenaran religius yang sangat penting, banyak di antaranya menjadi di luar historis. Inspirasi dan Keterbatasan Manusia Pemahaman Katolik tentang inspirasi (wahyu) adalah bahwa Allah tidak semata-mata mendiktekan firmannya, tetapi Allah mempengaruhi para penulis untuk menggunakan bakat dan kemampuan yang dimilikinya. Alhasil, Kitab Suci adalah Firman Allah dan juga sekaligus merupakan hasil karya manusia. Gereja mengajarkan bahwa seluruh kebenaran yang Allah inspirasikan bagi keselamatan kita tidak pernah keliru (K 107), tetapi ada bagian-bagian di dalam Kitab Suci (misalnya catatan para ilmuwan mengenai hal-hal yang berbau ilmiah dan sejarah) yang tidak bersinggungan langsung dengan keselamatan kita. Oleh karena itu, Kitab Suci bisa saja memiliki keterbatasan-keterbatasan yang datangnya dari manusia sejak awal. Khususnya dalam Perjanjian Lama mengandung banyak hal yang kurang sempurna dan tidak lengkap (K 122). FB. Sinamartin, Jan Manusia penulis Kitab Suci adalah orang-orang yang berasal dari jamannya sendiri dalam kaitannya dengan pengetahun mereka terhadap hal-hal yang berkaitan dengan ilmu pengetahun. Para penulis Kitab Suci seolah-olah tidak peduli terhadap kenyataan (ilmu pengetahuan) bahwa bumi berputar pada porosnya mengelilingi matahari, manusia pada jaman itu berpendapat bahwa bumi di sangga oleh pilar-pilar. Allah mengilhami orang-orang semacam itu -- yang memiliki pelbagai keterbatasan dalam ilmu pengetahuan dan kesalahan dalam mengungkapkan penciptaan dunia --, untuk mengajarkan dasar-dasar kebenaran yang hingga hari ini masih berlaku. Allah menggunakan mereka – para penulis yang gagasan-gagasannya (ide-ide) kurang tepat – untuk menyampaikan pesan kebenaran : Allah menciptakan segala sesuatu yang ada! Manusia penulis Kitab Suci adalah orang-orang yang berasal dari jamannya sendiri dalam ketidakmampuannya menangkap keseluruhan wahyu Allah. Allah membimbing mereka sejauh mereka mampu menerima wahyu ilahi. Mereka yang hidup lima ratus tahun sebelum Kristus tidak mampu membedakan antara sebab dan akibat. Mereka berpendapat bahwa Allah penyebab segala sesuatu termasuk kejahatan. (Kel 11:10). Dalam hal ini mereka keliru, dan Allah tidak mengilhami keterbatasan-keterbatasan mereka (yang semuanya bersifat manusiawi). Tetapi Allah dapat mengilhami keterbatasan manusia-manusia penulis untuk membawa kebenaran tentang hal-hal penting lainnya. Setelah beberapa abad dan manusia telah tumbuh dewasa secara spiritual, mereka semakin mampu memahami kebenaran akan Allah. Dalam kitab-kitab yang terkini dari Perjanjian Lama dan di dalam Perjanjian Baru, kita dapat menemui pemahaman yang semakin jelas tentang sebab-sebab dan akibat yang berkaitan dengan Allah. Pernah seorang anak muda berkata kepada saya, “Saya sungguh tidak bisa memahami bagaimana orang Katolik percaya bahwa Bunda Maria mendoakan kita, karena di dalam Kitab Suci sendiri dikatakan orang mati tidak bisa berbuat apa-apa. Sejauh saya pahami, Pengkotbah 9:5 menjelaskan ihwal ini secara tuntas.” Pernyataan ini adalah salah satu contoh klasik menggunakan Kitab Suci secara tidak tepat. Pengkotbah 9:5 menyatakan bahwa :” Karena orang-orang yang hidup tahu bahwa mereka akan mati, tetapi orang yang mati tak tahu apa-apa.” Anak muda itu mengutip bagian ini seakan-akan sebagai kata akhir dari Kitab Suci tentang hidup sesudah mati. Tetapi sesungguhnya jauh dari kata akhir. Kita manusia belajar segala sesuatu setahap demi setahap. Dari ketidaktahuan perlahan-lahan bergerak kearah pengetahuan. Roh Kudus secara nyata membimbing kita kepada pemahaman akan kebenaran yang lebih sempurna (Yoh 16:13). Pengarang Pengkotbah yang menulis beberapa ratus tahun sebelum Yesus Kristus melakukan kekeliruan ihwal kehidupan kekal. Tetapi pesan-pesan yang diinspirasi dari Pengkotbah adalah bukan kata akhir dari hidup sesudah mati. Melainkan, pesan-pesan itu menunjukkan bahwa kita memerlukan seorang Penyelamat. Kitabkitab terkini dari Perjanjian Lama seperti 1 dan 2 Makabe dan Kebijaksanaan mengajarkan kehidupan sesudah mati. Yesus semakin memperjelas realitas kehidupan kekal dan ajaran-ajarannya tentang kehidupan kekal dapat kita jumpai di dalam Perjanjian Baru. Allah tidak pernah berubah, tetapi manusialah yang berubah dalam artian kemampuan mereka untuk mendengarkan pesan-pesan Allah. Perlu dipahami bahwa telah terjadi perkembangan doktrin dalam hubungannya dengan kitab-kitab yang ada dalam Kitab Suci, semakin kita mengetahui sejarah dan informasi Kitab Suci, akan semakin baik pemahaman kita mengenai Kitab Suci. Beberapa bagian dari Kitab Suci tergolong out of date ( ketinggalan jaman); namun bagian-bagian itu masih berguna sebab ia menunjukkan kepada kita tahap-tahap perkembangan dalam memahami pesan-pesan Allah, namun demikian bagian-bagian itu tidak harus menjadi pedoman dalam kehidupan nyata kita. Bagian-bagian itu harus ditafsirkan dan dimengerti di dalam terang keseluruhan Kitab Suci, utamanya mengenai ajaran-ajaran Yesus. Inspirasi dan Ketidakjelasan Penulis-penulis Kitab Suci kadangkala menempatkan versi-versi yang berbeda dari suatu peristiwa di dalam kitab yang sama. Hal ini terjadi mungkin karena penulis tersebut tidak begitu yakin versi mana yang benar atau dikarenakan peristiwa itu berasal dari tradisi-tradisi yang berbeda sehingga penulis berkeinginan untuk melestarikan keduanya. Oleh karena itu, bila kita baca Kis 9:37 diceritakan pada saat Yesus menampakkan FB. Sinamartin, Jan diri kepada Paulus, mereka yang menyertai Paulus “mendengar suara tetapi tidak melihat seorang pun.” Sedangkan pada Kis 22:9 mereka “melihat cahaya tetapi tidak mendengar suatu suara.” Barangkali Lukas mendapatkan laporan dua versi peristiwa beberapa tahun sebelumnya dan tidak bisa menentukan peristiwa mana yang lebih akurat, sehingga Lukas memasukkan keduanya dalam tulisannya. Jelaslah di sini Lukas tidak berusaha untuk membuktikan mana di antara keduanya yang paling benar. Yang menjadi pokok persoalan di sini adalah bukan apa yang hendak diungkapkan Lukas atau apakah Allah berkata melalui Lukas tanpa salah, melainkan Yesus telah menampakkan diri kepada Paulus dan merubah seluruh hidupnya. Jika cerita-cerita yang kurang begitu jelas dan agak membingungkan tidak menjadi masalah bagi penulis Kitab Suci, seyogianya hal-hal demikian itu hendaknya juga tidak menjadi gangguan bagi kita. Para penulis dan kisah-kisah yang ditulisnya adalah semacam alat bagi tujuan utama Kitab Suci : ungkapan realitas rohani! Kitab Suci dan Tradisi : Wahyu Segala hal yang telah dikatakan mengenai Kitab Suci diwariskan melalui Gereja Katolik. Dan peranan Gereja dalam menafsirkan Kitab Suci dapat membantu kita memahami bahwa Kitab Suci berasal dari Gereja, bukan sebaliknya Gereja berasal dari Kitab Suci. Dengan menetapkan tujuh puluh tiga kitab pada Kitab Suci yang diinspirasi Allah dan menolak beberapa kitab yang tidak diinspirasi, Gereja Perdana seolah-olah mengatakan : “Inilah yang kita yakini mengenai Allah, Yesus Kristus, kehidupan dan kematian, dan juga tentang kita sebagai Gereja dan yang itu kita tolak.” Seluruh kitab dari Kitab Suci, pada gilirannya kemudian, membantu mempertajam iman setiap generasi baru Kristen. Jelas hal tersebut merupakan suatu proses yang sangat dinamis yang menimbulkan pertentangan. Pada awal abad keempat sesudah Kristus, muncul kelompok orang yang menginginkan pembatasan atas penyelamatan yang dilakukan oleh Yesus Kristus dengan menyatakan bahwa semua orang Kristen harus mengikuti hukum Musa. Sedangkan kaum heretics mengatakan bahwa Yesus adalah Tuhan, tetapi bukan manusia. Kelompok lain bersikeras bahwa Yesus adalah manusia dan bukan Tuhan. Sedangkan yang lainnya lagi menolak apa yang dikatakan Yesus bahwa Allah adalah Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Gereja sudah barang tentu melawan pendapat salah tersebut dan menyatakan bahwa Allah mengungkapkan kebenaran mengenai doktrin-doktrin penting di dalam seluruh kitab-kitab yang ada dalam Kitab Suci yang diterima sebagai yang diinspirasi. Doktrin-doktrin tersebut menyangkal ajaran-ajaran yang keliru dengan menolak kitab-kitab yang kemudian disebut sebagai Injil Genostic dan beberapa kitab lainnya yang dijuluki sebagai “kitab-kitab tersembunyi” dari Kitab Suci. Gereja juga mengungkapkan imannya melalui : cara menafsirkan Kitab Suci, ketetapan yang dihasilkan konsili, merumuskan iman yang disebut kredo, dan bentukbentuk ungkapan peribadatan. Melalui pelbagai cara inilah Kristus membimbing Gerejanya yang kita kenal sebagai “Katolik,” dan Kitab Suci yang diinspirasi yang disebut sebagai Kitab Suci Katolik. Melalui proses ini Gereja tidak menciptakan perangkat imannya sendiri. Melainkan Gereja hanya dapat mengajarkan kebenaranan yang telah diwahyukan Allah kepada manusia. Allah telah mewahyukan beberapa kebenaran melalui cara yang sangat alami. Dunia misalnya, menunjukkan kepada kita akan kebesaran Allah. Namun Allah juga telah berbicara kepada kita dengan pelbagai cara yang ajaib, mengajarkan kepada kita kebenaran Ilahi yang kita sendiri belum bisa memahaminya. Pada masa Perjanjian Lama Allah mengungkapkan kebenaran melalui penulis yang diinspirasi. Kemudian, pada masa yang dijanjikan, Allah mengutus Yesus Kristus sebagai Sabda Yang Diwahyukan secara sempurna (Yoh 1). Apa yang Yesus ajarkan kepada para muridNya kemudian diwariskan secara lisan dan tulisan. Wahyu Ilahi Allah inilah yang pada gilirannya kemudian diteruskan kepada kita melalui dua cara : Tradisi-tradisi Suci dan Kitab Suci. Tradisi-tradisi Suci dan Kitab Suci merupakan “lumbung iman” Sabda Allah. Yesus mewartakan kebenaran yang diperlukan bagi keselamatan kita dan ini berarti bahwa Warisan Iman itu telah lengkap. Gereja tidak menambahkan apa-apa pada “lumbung iman” Sabda Allah tersebut, tetapi di bawah bimbingan Roh Kudus, lumbung iman Sabda Allah itu berkembang dalam artian pemahamannya atas apa yang telah Yesus wartakan. FB. Sinamartin, Jan Gereja meneruskan “lumbung iman” Sabda Allah dari generasi ke genarasi dan ia berkembang menjadi sebuah kesadaran yang mendalam akan keindahan Wahyu Allah (K 74 – 100). Tradisi dapat diartikan sebagai “meneruskan.” Dan Tradisi Suci dapat diartikan sebagai cara Gereja meneruskan dan menafsirkan Kitab Suci, juga hasil keputusan konsili, kredo-kredo, peribadatan, dan konsistensi pada ajaran Gereja. Hal-hal tersebut tidak bertentangan dengan Kitab Suci tetapi berkaitan erat dengan Kitab Suci dan berlandaskan pada Kitab Suci, dan berkembang atas dasar Kitab Suci. Beberapa gereja bersikeras bahwa keseluruhan doktrin harus dapat ditemukan secara eksplisit di dalam Kitab Suci. Tetapi Gereja Katolik tidak sependapat, karena iman kita tidak dapat dibatasi hanya pada apa yang dikatakan Kitab Suci saja, mengingat pada awal kehidupan Gereja belum ada kitab-kitab Perjanjian Baru. Orang-orang Kristen Perdana percaya pada Tradisi Suci sebelum Kitab Suci yang kita kenal sekarang ini ada. Gereja Katolik mengajarkan bahwa setiap doktrin harus selaras dengan Kitab Suci, tetapi tidak harus dinyatkan secara eksplisit di dalam Kitab Suci. Sebuah contoh yang paling jelas adalah doktrin mengenai Trinitas. Kitab Suci memang menyebutkan Bapa, Putra, dan Roh Kudus, tetapi tidak pernah menggunakan istilah Trinitas. Apa yang termaktub secara implisit di dalam Kitab Suci dinyatakan secara eksplisit dalam Tradisi Suci Gereja. Tradisi Suci diperlukan ketika Gereja menerapkan ajaran Kitab Suci untuk merubah situasi atau kondisi. Gereja melakukan hal tersebut dengan bimbingan Roh Kudus, sebab Yesus mengatakan kepada muridmuridNya : “Masih banyak hal yang harus Kukatakan kepadamu, tetapi sekarang kamu belum dapat menanggungnya. Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang.” (Yoh 16:1213). (Lihat Bab Duabelas untuk penjelasan rinci mengenai hubungan antara Kitab Suci dan Tradisi Suci). Kitab Suci : Kitab Katolik Kita sejauh ini telah membahas Kitab Suci sebagai kitab “Katolik”. Ini bukan untuk memojokkan siapa pun. Harap diingat bahwa Kitab Suci asli orang Kristen ditetapkan melalui komunitas orang-orang beriman yang dipimpin oleh para uskup Katolik dan disyahkan menjadi sebuah kumpulan kitab melalui keputusan konsili oleh para uskup Katolik. Kitab Suci dipelihara dan diwariskan selama berabad-abad oleh Gereja Katolik. Sebelum diketemukan mesin cetak, para biarawan dan biarawati Katolik menyalin huruf demi huruf Kitab Suci dengan tangan. Banyak dokumen tulisan-tangan itu yang masih terpelihara dengan baik hingga hari ini. Hal ini sebagai wujud cinta dan kemampuan artistik dari para biarawan dan biarawati yang menulis salinan Kitab Suci. Selama dua ribu tahun Kitab Suci telah dibaca setiap hari pada perayaan Ekaristi. Sabda Allah telah dinyatakan kepada orang-orang Katolik di katakombe-katakombe, di rumah-rumah pribadi, dan di katedral yang megah. Ini menunjukkan sebuah kesaksian yang langgeng atas hormat dan cinta Gereja kepada Kitab Suci. Lectionary Katolik, yakni kalendar tiga tahunan bacaan Kitab Suci yang dipergunakan untuk hari Minggu, adalah model Common Lectionary yang banyak dipergunakan di gereja-gereja Protestan. Gereja Katolik mendorong umatnya untuk membaca Kitab Suci. Konsili Vatican II dalam Konstitusi Dogmatis Tentang Wahyu Ilahi antara lain mengatakan : ……..mendesak dengan sangat dan istimewa semua orang beriman, terutama para religius, supaya dengan seringkali membaca kita-kitab ilahi memperoleh “pengertian yang mulia akan Yesus Kristus” (Flp 3:8). “Sebab tidak mengenal Kitab Suci berati tidak mengenal Yesus Kristus.” Maka hendaklah mereka dengan suka hati menghadapi nas yang suci sendiri, entah melalui liturgi suci yang sarat dengan sabda-sabda ilahi, entah melalui bacaan yang saleh……...Namun hendaklah mereka ingat, bahwa doa harus menyertai pembacaan Kitab FB. Sinamartin, Jan Suci, supaya terwujudlah wawancara antara Allah dan manusia. Sebab “kita berbicara dengan-Nya bila berdoa; kita mendengar-Nya bila membaca amanat-amanat ilahi” (#25; lihat juga K 131 – 133). Hakikat Kitab Suci Katekismus Gereja Katolik menggaris-bawahi bahwa selain arti harafiah (arti yang dicantumkan oleh katakata Kitab Suci dan ditemukan oleh eksegese, yang berpegang pada peraturan penafsiran teks secara tepat. Tiap arti [Kitab Suci] berakar di dalam arti harafiah) yang dimaksudkan oleh para penulis Kitab Suci, terdapat pula arti rohani (berkat kesatuan rencana Allah, maka bukan hanya teks Kitab Suci, melainkan juga kenyataan dan kejadian yang dibicarakan teks itu dapat merupakan tanda) (K 115-119). Berkat kesatuan rencana Allah bagi keselamatan kita, Allah bermaksud menghubungkan hal-hal yang oleh manusia penulis Kitab Suci tidak disadari. Misalnya beberapa nas Kitab Suci mengungkapkan keterkaitan satu dengan lainnya melalui simbol-simbol dan analogi. Dan banyak peristiwa Kitab Suci dapat menjadi pertanda yang mengajak kita untuk memberikan perhatian atas realita-realita yang lebih mendalam. Allah mengetahui dan berkehendak atas hubungan-hubungan tersebut, dan Gereja berusaha mencarinya melalui doa dan permenungan. Katekismus Gereja Katolik membagi arti rohani menjadi tiga golongan : Kesatu, arti alegoris. Hal ini dapat berarti bahwa kejadian-kejadian Kitab Suci dapat menghadirkan suatu simbol yang melampaui arti harafiah dari teks itu sendiri. Misalnya, peristiwa penyeberangan Laut Merah adalah sebuah alegori, sebuah tanda, yang menggambarkan Pembaptisan Kristiani. Kedua, arti moral, memiliki makna bahwa kejadian-kejadian yang digambarkan Kitab Suci harus mangajak kita untuk melakukan yang baik. Kitab Rut, misalnya, tidak hanya sekadar bercerita tentang seorang wanita yang patuh kepada Allah dan kepada keluarganya, melainkan cerita itu mengajak kita agar meniru apa yang diperbuat Rut. Ketiga, arti anagogis, kata ini berasal dari bahasa Yunani yang berarti menghantar, dan ia menunjukkan bahwa kejadian-kejadian dalam Kitab Suci mempunyai arti yang abadi. Dalam makna anagogis kota Yerusalem di bumi adalah lambang Yerusalem surgawi, dan Gereja di bumi merupakan perlambang rumah abadi kita di surga. Kitab Suci : Allah Berbicara Kepada Kita Dalam Bab Dua kita lebih melihat pada pembentukan Kitab Suci. Sedangkan dalam Bab Tiga ini kita telah menyadari betapa pentingnya penafsiran Kitab Suci. Oleh karena itu, kita seyogianya memiliki pemahaman yang baik atas orisinalitas dan tafsir Kitab Suci. Namun demikian, kita tidak hanya sekadar memahaminya saja, tetapi lebih dari itu kita harus memiliki kesadaran bahwa di dalam Kitab Suci Allah berbicara kepada kita sebagai seorang Bapa yang penuh cinta kepada anak-anak-Nya. Jika kita membuka dan membaca Kitab Suci, Allah yang tidak terbatasi oleh waktu dan ruang berbicara kepada kita melalui Sabda yang sama yang telah disampaikan-Nya kepada Abraham, Musa, dan nabi-nabi. Begitu pula jika kita membuka dan membaca Kitab Suci, Yesus berbicara kepada kita seketika itu juga, sebagaimana halnya Ia berbicara kepada para Rasul dua ribu tahun yang lalu (K 101-102). Melalui Kitab Suci, Allah menyampaikan kepada kita suatu pencerahan yang akan membantu kita bila kita berada dalam situasi khusus yang datang setiap hari. Firman-firman Allah yang telah kita baca berulangkali pada waktu lalu mungkin menyentuh kita dengan kekuatan baru ketika kita sedang berduka karena kematian orang yang kita cintai atau ketika kita sedang bingung tidak tahu apa yang harus kita perbuat atau ketika kita sedang mencari jawaban atas makna hidup. Setiap kali kita membuka Kitab Suci, kita “memutar nomor tilpun Allah.” Kita bisa saja memilih buku-buku FB. Sinamartin, Jan lain dari rak perpustakaan kita, membacanya, dan belajar suatu informasi yang berguna. Tetapi saat kita membaca buku-buku tersebut, penulisnya tidak mengetahui apa yang sedang kita perbuat. Sebaliknya, begitu kita membuka Kitab Suci, Allah menyapa kita :”Hallo.” Allah senantiasa berada di dekat kita membantu mengatasi pelbagai persoalan yang kita hadapi seharihari. Sungguh, Firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua mana pun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita (Ibr 4:12). Katekismus Gereja Katolik mengajak kita untuk memahami arti harafiah dari Kitab Suci, arti yang dimaksudkan oleh penulis manusia asli. Tetapi Katekismus Gereja Katolik juga mengundang kita untuk mencari pelbagai makna rohani yang memungkinkan Allah berbicara secara pribadi kepada kita. Ketika kita putus asa, Yesus berkata kepada kita, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu” (Mat 11:28). Ketika kita mengalami ketakutan, Yesus berkata :”Damai sejahtera bagi kamu!” (Yoh 20:19). Ketika kita kesepian, Yesus menguatkan kita, “Aku menyertai kamu senantiasa” (Mat 28:20). Firman Allah di dalam Kitab Suci mengundang kita untuk memberikan suatu jawaban. Kita menjawab Firman Allah itu melalui doa-doa : kita membaca Firman Allah, dan berbicara kepada Allah sebagaimana kita lakukan kepada setiap sahabat. Kita menjawab Firman Allah melalui pilihan-pilihan hidup kita : kita membaca hingga kita menemukan sebuah ungkapan yang menantang kita untuk mengambil keputusan, kemudian membuat keputusan berdasarkan atas apa yang telah Allah sampaikan kepada kita. Kecuali Kitab Suci : tidak ada satu pun buku yang menyediakan komunikasi kepada Allah. “Sungguh, Firman Allah hidup dan kuat.” Pertanyaan Untuk Bahan Diskusi dan Renungan Bagaimana pemahaman anda mengenai bentuk-bentuk sastra? Ada berapa macam bentuk sastra yang dapat anda ketahui dari sebuah suarat kabar? Berapa banyak dalam Kitab Suci? Bagaimana masing-masing bentuk sastra di surat kabar dan di dalam Kitab Suci mewartakan kebenaran? Apakah perbedaan antara pendekatan konstekstual dan fundamentalis terhadap Kitab Suci? Apakah perbedaan antara sejarah dan fakta yang sesungguhnya? Pernahkah anda mempertimbangkan untuk menafsirkan Perjanjian Lama dalam terang Yesus Kristus? Apakah hal tersebut membawa anda kepada pemahaman lain yang selama ini telah anda mengerti dari beberapa bagian Kitab Suci? Dalam hal yang bagimana Kitab Suci disebut sebuah kitab Katolik? Apakah artinya bila anda membuka Kitab Suci, anda memutar nomor milik Allah? Aktivitas Panggillah teman anda melalui tilpun, hanya sekadar melakukan pembicaraan santai. Kemudian, dari pengalaman pembicaraan yang masih segar dalam pikiran anda, ambillah Kitab Suci anda dan nikmatilah suasana santai atas kunjungan Yesus. Posted by V. Prabowo Shakti at 4:32 AM 0 comments Bab Dua : Para Penulis Kitab Suci : Allah dan Manusia Dalam kehidupan sehari-hari tanpa kita sadari, kita dikelilingi bukan saja oleh hal-hal yang kasat mata tetapi juga oleh hal-hal yang tidak kasat mata seperti suara-suara yang masuk ke telinga kita : teater dan simfoni, permainan sepak bola dan berita-berita, talk shows dan musik pop, misalnya. Dipancarkan dari stasiunstasiun televisi, hal-hal yang kasat mata serta suara-suara itu menjadi sesuatu yang terlihat nyata di mata dan nyaman di telinga begitu kita menyalakan pesawat televisi. Namun, di sekeliling kita terdapat pula hal-hal yang kasat mata dan suara-suara yang agak “berbeda,” seperti : pesan-pesan cinta dan kebenaran, gambaran keagungan dan keindahan. Hal-hal yang kasat mata serta suara-suara ini akan menjadi lebih jelas dan lebih indah terdengar ketika kita memalingkan hati dan pikiran kita kepada Allah. FB. Sinamartin, Jan Kita mengetahui bahwa hal-hal yang bersifat kasat mata dan suara-suara yang dapat didengar oleh telinga itu awalnya ditangkap dan direkam oleh kamera televisi, lalu dipancar-siarkan melalui studio, dan pada gilirannya kemudian diterima melalui pesawat televisi di rumah kita. Barangkali kita tidak begitu jelas memahami bagaimana Tuhan mengirimkan pesan-pesan-Nya kepada kita atau bagaimana kita menerima pesan-pesan itu. Tetapi melalui tradisi-tradisi yang ada pada orang-orang Yahudi dan Kristen, kita belajar bahwa Allah berkomunikasi dengan kita melalui keindahan alam, melalui peristiwa-peristiwa di dalam hidup kita, dan juga melalui pengalaman-pengalaman doa kita. Kita juga belajar bahwa kita mendengarkan Allah melalui penyelarasan perasaan, intelektualitas, ingatan dan kehendak hati, imajinasi dan emosi-emosi kita akan realitas kehadiran, tindakan, dan komunikasi Allah. Kualitas gambar dan suara yang kita terima melalui pesawat tv bergantung pada banyak hal. Cuaca atau alatalat listrik di rumah kita, antena yang berkarat atau pesawat tv yang sudah tua dapat mengganggu kualitas gambar di layar dan suara di speaker pesawat tv. Begitu pula kualitas gambar dan pesan yang kita terima dari Allah dapat terhalang oleh pelbagai macam faktor. Pikiran-pikiran kita dapat terbutakan oleh dosa. Pesanpesan yang menyesatkan yang menolak keberadaan Allah dapat mendistorsi hati kita. Perasaaan dan intelektualitas, ingatan dan keinginan, imajinasi dan emosi-emosi kita mungkin begitu terbebani dengan keinginan mengejar hal-hal duaniawi sehingga hampir mustahil memberikan perhatian kita secara langsung kepada Allah. Inspirasi Alkitabiah Dewasa ini berkat kemajuan teknologi telah memungkinkan bagi kita untuk mengatasi pelbagai hambatan sehingga penerimaan siaran televisi menjadi semakin baik. Sinyal-sinyal selain dipancarkan melalui antena kenvensional kini juga dipancarkan melalui satelit. TV Kabel memungkinkan penerimanya mengakses langsung dari sumbernya. Film-film kini direkam dalam format VCD atau DVD dan dapat diputar ulang melalui player dengan ketajaman gambar dan kejernihan suara yang luar biasa. Teknologi tidak dapat menghilangkan hambatan-hambatan yang menjadi penghalang hubungan Allah dengan kita, tetapi “inspirasi” yang berasal dari Allah mampu mengatasi penghalang-penghalang tersebut. Dalam sejarah Yahudi dan Kristen kita mengenal orang-orang yang mencari Allah dengan begitu intens sehingga pada akhirnya mereka bisa “melihat wajah Allah” dan mampu “mendengar suara Tuhan.” Dengan kata lain, mereka mendapat inspirasi Allah. Pengalaman mereka akan Allah melalui alam, orang, peristiwa, dan doa barangkali tidak jauh berbeda dengan apa yang kita alami pada saat kita menemukan Allah. Pada beberapa kasus, mereka mendapat inspirasi Allah melalui pekerjaan penelitian “ilmiah” tanpa menyadari bahwa Allah telah bekerja melalui mereka (2 Mak 2:1932 dan Luk 1: 1-4). Pada kejadian lain, mereka menerima inspirasi Allah melalui pengungkapan yang sangat dramatis seperti penampakan-penampakan yang dialami nabi Yesaya (Yes 6). Apakah mereka memperoleh inspirasi melalui proses-proses alami atau melalui peristiwa-peristiwa mukjijat, yang jelas mereka tetap menyampaikan pengalaman-pengalaman itu kepada yang lainnya. Kadangkala, komunitas Yahudi maupun Kristiani menganggap persepsi-persepsi mereka akan Allah sebagai otentik, lantas mencatat persepsi-persepsi tersebut, dan kemudian memeliharanya sebagai sesuatu yang sakral. Dari masa ke masa di bawah bimbingan Allah, komunitas itu mengumpulkan tulisan-tulisan sakral itu menjadi sebuah buku yang menyatakan iman mereka dan membantu membentuk iman generasi-generasi mendatang. Mengingat Kitab Suci berasal dari penulis-penulis yang mendapat inspirasi melalui komunitas, maka persepsipersepsi akan Allah yang terdapat dalam Kitab Suci berbeda dari persepsi-persepsi yang bukan berasal dari Kitab Suci. Persepsi-persepsi akan Allah di dalam Kitab Suci memiliki kedudukan khusus karena persepsipersepsi itu dipahami oleh komunitas, yakni Gereja, sebagai inspirasi Allah. FB. Sinamartin, Jan Kitab Suci Dewasa ini Mengingat Allah memberi inspirasi kepada penulis-penulis Kitab Suci melalui cara sedemikian rupa sehingga inspirasi itu diakui oleh Gereja, maka Kitab Suci itu sendiri yang berbicara kepada kita dewasa ini. Kita mampu dan menjadi keharusan bagi kita untuk senantiasa berkomunikasi dengan Allah melalui doa-doa pribadi. Namun kita tetap harus berjuang dan berusaha. Sebagaimana pesawat tv yang sangat bergantung pada antena yang lokasinya jauh dari stasiun pemancar, kita kerap menerima gambar dan suara yang kurang baik kualitasnya serta pesan-pesan yang kerap dibalut oleh dosa-dosa. Kitab Suci bisa kita ibaratkan dengan sebuah alat perekam VCD/DVD di mana kita bisa menyandarkan seluruh kesadaran dan visi-visi serta pesan yang kita terima tanpa salah dari Allah. Melalui Kitab Suci gambaran-gambaran tentang Allah diwariskan kepada kita oleh Abraham, Musa, dan komunitas Yahudi. Melalui Kitab Suci gambaran-gambaran mengenai Allah disampaikan oleh Lukas, Paulus, serta komunitas Kristen Perdana. Melalui seluruh kitab di dalam Kitab Suci, gagasan-gagasan kita mengenai Allah diklarifikasi dan kemampuan kita berbicara dengan Allah ditingkatkan mutunya. Kitab Suci menempatkan hubungan kita dengan Allah dengan cara yang istimewa dan penuh daya! Latar Belakang Sejarah Kitab Suci – “SM.” Penyusunan Kitab Suci sejalan dengan sejarah manusia. Siapa pun yang ingin mengenal secara mendalam Kitab Suci mau tak mau ia harus juga memahami sejarah komunitas Yahudi dan Kristen Perdana yang melahirkan Kitab Suci itu. Kita akan mempelajari sejarah tersebut pada bab-bab berikutnya. Pada Bab Dua ini kita akan melihat secara sekilas peristiwa-peristiwa penting sebagai kerangka untuk mempelajari sejarah itu lebih lanjut. Peristiwa penting itu bermula dari seorang yang bernama Abram, berasal dari Ur, sebuah kota kuno di wilayah utara Teluk Persia. Kira-kira pada tahun 1900 S.M. keluarga Abram pindah ke Haran, sebuah kota di wilayah perbatasan Turki-Suriah modern. (Catatan : Tahun-tahun yang merujuk kepada Perjanjian Lama kebanyakan adalah perkiraan). Di kota Haran inilah Abram menerima panggilan Allah untuk pindah ke wilayah Kanaan (wilayah yang dari masa ke masa dinamakan Tanah Terjanji, Israel, Yudea, Palestina, dan Tanah Suci). Tuhan mengadakan perjanjian dengan Abram, merubah namanya menjadi Abraham dan berjanji bahwa ia dan istrinya Sarah (perubahan dari Sirai), akan melahirkan seorang anak laki-laki, yang merupakan awal dari garis keturunannya yang panjang. Anak laki-laki itu adalah Ishak, ayah dari Yakob yang kemudian mempunyai 12 anak. Kira-kira tahun 1720 S.M. Yakob dan keluarganya berpindah ke Mesir, di mana keturunannya, orangorang Ibrani, menjadi budak di sana. Tahun 1250 S.M. seorang Ibrani bernama Musa mendengar suara Allah yang menyuruhnya menjadi pemimpin orang-orang sebangsanya (dikenal juga dengan sebutan Israel dan Yahudi) untuk membebaskan diri dari perbudakan di Mesir menuju Kanaan, Tanah Terjanji. Musa menerima tugas itu dan membawa orang-orang Ibrani melakukan perjalanan yang penuh resiko ke luar dari Mesir. Di gunung Sinai ia merima suatu tanda baru yakni “Sepuluh Perintah Allah,” kemudian ia memimpin umat Israel mengembara di padang gurun selama empat puluh tahun. Musa meninggal sebelum memasuki Tanah Terjanji, dan panglima perangnya, Yoshua, membawa orang-orang Yahudi memasuki Kanaan. Setelah itu masa-masa penaklukan pun dimulai, dengan dua-belas suku (pembagian suku bangsa Israel berdasarkan anak-anak Yakob) bangsa menetap di pelbagai tempat di Kanaan. Orang-orang Israel itu lalu berperang dengan penduduk asli (Filistin dan lainnya) melalui pertempuran yang lama dan masa ini dikenal dengan jaman Hakim-Hakim. Kira-kira tahun 1020 S.M. Saul, seorang pemimpin yang memiliki kharisma, mulai mempersatukan suku-suku Israel dan kemudian ia diangkat menjadi raja. Ia kemudian menjadi tidak waras dan mati terbunuh di dalam peperangan. Ia kemudian digantikan oleh seorang serdadu muda bernama Daud. Pada tahun 1000 S.M. Daud mempersatukan kembali suku-suku bangsa Israel, kemudian menetapkan Yerusalem sebagai pusat FB. Sinamartin, Jan pemerintahan. Daudlah yang membuat Israel menjadi sebuah kekuatan yang disegani di Timur Tengah. Pada tahun 961 S.M. putranya, Salomo, menggantikannya sebagai raja dan membangun Bait Allah yang megah di Yerusalem. Kendati demikian menjelang masa akhir pemerintahannya ia jatuh ke dalam penyembahan berhala serta membebani rakyatnya dengan pajak yang tinggi dan memaksa rakyatnya menjadi pekerjapekerja dengan upah minim. Anaknya, Rehoboam, yang menggantikannya sebagai raja meneruskan kebijaksanaan ayahnya. Dan pada tahun 1922 S.M. perang sipil pecah sehingga kerajaan terbelah dua : Israel di wilayah utara dengan ibukota Samaria dan Yehuda di wilayah selatan dengan ibukota Yerusalem (beberapa ilmuwan memperkirakan perpecahan ini terjadi pada tahun 927 S.M. atau 931 S.M.). Setelah pecah kedua kerajaan bukannya bertambah baik kondisinya tetapi justru sebaliknya : tidak ada kepemimpinan yang kuat dan rakyatnya jatuh ke dalam dosa karena berpaling dari Allah. Pada tahun 721 S.M. bangsa Asyur (kini bagian Iraq modern) menyerang Israel; para pemimpin pemerintahan dibantai atau diasingkan. Orang-orang asing dibawa masuk Israel dan berasimilasi dengan orang-orang Israel yang tidak ikut terbuang, dari hasil asimilasi ini terbentuklah bangsa baru yang dinamakan Samaria. Tahun 587 S.M. kerajaan Yehuda ditaklukkan oleh kerajaan Babel (juga bagian dari Iraq modern). Yerusalem dijarah dan diporak-porandakan, tembok yang mengelilinginya dirobohkan, dan Bait Allah dihancurkan. Dan orang-orang Yehuda yang selamat diasingkan ke Babel. Beberapa dekade kemudian, Cyrus raja Persia mengalahkan Babel. Tahun 539 S.M. ia mengijinkan orangorang Israel kembali ke nagaranya. Dan mereka mendapati Yerusalem yang hancur berantakan. Kendati mendapat gangguan dari negara-negara sekitar orang-orang Israel berhasil membangun Bait Allah yang baru dan berhasil mendirikan kembali tembok kota pada tahun 445 S.M. Tetapi keinginan meraih kembali masa kejayaan jaman raja Daud tinggal impian. Pada tahun 332 S.M., Alexander Agung mengambil alih pemerintahan. Setelah kematiannya, bangsa Mesir dan Asyur silih berganti menaklukkan bangsa Yahudi, dan tahun 167 S.M orang-orang Asyur membantai orang-orang Yahudi dengan kejam. Namun demikian orang-orang Asyur mendapat perlawanan keras dari sebuah keluarga Yahudi yang pemberani bernama Makabe, yang berhasil merebut kemerdekaan pada tahun 142 S.M. Masa meredeka in tidak berlangsung lama, karena pada tahun 63 S.M orang-orang Roma menaklukkan Yerusalem dan menetapkan Palestina (gabungan Idumea, Yehuda, Samaria, dan Galilea) sebagai negara boneka. Tahun 37 S.M. Herodes Agung diangkat oleh orang-orang Roma sebagai raja : kejam tetapi ia berusaha membangun negara tanpa kenal lelah. Pemerintahannya berakhir pada tahun 4 S.M. Kirakira dua tahun menjelang habis masa pemerintahannya, Yesus Kristus lahir. (Para ahli yang pada awalnya menetapkan tahun kelahiran Yesus meleset 6 atau 7 tahun). Latar Belakang Sejarah Kitab Suci – “M.” Yesus dibesarkan di kota bernama Nasaret, kira-kira seratus kilometer utara Yerusalem. Ia belajar berdagang dari ayah angkatnya, Yusuf, seorang tukang kayu. Kira-kira pada umur tiga puluh tahun, Yesus mulai mengkotbahkan sebuah pesan yang menarik hati banyak orang Israel yaitu : Kerajaan Allah telah datang ke dunia dan pengharapan orang-orang yang percaya akan terpenuhi melalui Yesus. Ia mempertunjukkan kekuatan-kekuatan yang menakjubkan melalui mukjizt-mukjizat penyembuhan. Ia mengumpulkan sekelompok orang berjumlah dua belas murid yang menjadi “pembantu khsus”-Nya. Banyak yang telah mendengar ajaran dan menyaksikan mukjizat-mukjizat Yesus berharap bahwa Yesus akan mengalahkan orang-orang Romawi dan membangun negeri mereka sehingga menjadi satu kekuatan dunia sebagaimana masa kejayaan Raja Daud. Tetapi, popularitas Yesus dianggap membahayakan orang-orang Saduki dan Herodian, kelas masyarakat yang berkuasa di antara orang-orang Yahudi pada waktu itu. Mereka lalu bekerjasama dengan orang-orang Romawi, karena mereka khawatir pengikut Yesus yang jumlahnya besar itu akan melancarkan suatu pemberontakan. Kelas masyarakat lain yang juga penting di Palestina, Farisi, tersinggung ketika Yesus FB. Sinamartin, Jan mengkritisi ketaatan mereka atas anggapan bahwa manusia akan diselamatkan hanya dengan melaksanakan ribuan peraturan secara rinci yang diwariskan kepada mereka. Kemudian, orang-orang Saduki, Herodian, dan Farisi berkomplot melawan Yesus. Dengan bantuan Yudas Iskariot, satu dari antara ke-12 murid, Yesus ditangkap, diajukan ke pengadilan tinggi -- Sanhedrin -- yang tidak jujur dan dijatuhi hukuman mati. Karena pemuka-pemuka Yahudi tidak mau dipersalahkan atas kematian Yesus, mereka menginginkan Yesus dihukum salib, jenis hukuman mati ala Romawi, dan yang menjatuhi hukuman itu adalah Ponsius Pilatus, Gubernur Roma. Yesus disalibkan pada hari Jum’at siang di antara dua orang kriminal di suatu tempat bernama Golgota, di luar tembok Yerusalem. Ia wafat setelah menderita sengsara selama beberapa jam. Dan seorang serdadu Roma menikam lambung Yesus guna memastikan bahwa Ia benar-benar telah meninggal. Setelah itu, Yesus dikuburkan dan makam Yesus ditutup dengan sebuah batu besar. Serdadu-serdadu diperintahkan untuk menjaga makam itu. Musuh-musuh Yesus beranggapan bahwa mereka telah mengalahkanNya untuk selama-lamanya. Tetapi pada Minggu pagi, kuburan diketemukan dalam keadaan terbuka dan kosong. Tidak ada seorang pun mengetahui apa yang terjadi sampai ketika Yesus menampakkan diri di hadapan murid-murid-Nya dengan penuh kemuliaan. Ia tidak lagi dibatasi oleh dimensi waktu dan ruang. Selama kurun waktu empat puluh hari, Yesus kerap menampakkan diri kepada murid-murid-Nya dan juga kepada beberapa orang lainnya. Ia mengingatkan kembali murid-murid-Nya bahwa tentang kematian dan kebangkitan-Nya yang telah diramalkanNya sebelumnya sebagai jalan Allah mengalahkan maut dan membawa umat manusia kepada kehidupan kekal. Ia memerintahkan kepada murid-muridNya untuk mengajarkan “Kabar Gembira penyelamatan” ini ke seluruh dunia, ajar mereka bahwa mereka adalah tanda kehadiranNya yang berkelanjutan di muka bumi. Setelah berkata demikian Ia terangkat ke surga. Sepuluh hari kemudian muridmurid Yesus disentuh oleh kekuatan Roh Allah. Dipimpin oleh Petrus, orang pertama di antara murid-murid, mereka mulai mengajar kepada ribuan orang bahwa Yesus yang bangkit adalah Mesias yang diharapkan kedatangannya oleh orang-orang Yahudi. Mereka mengajak para pendengarnya untuk beriman kepada Yesus dan bersatu dengan Yesus melalui pembabtisan. Jumlah orang yang percaya kepada Yesus bertambah menjadi ribuan banyaknya, tetapi tentangan dari pemuka-pemuka Yahudi juga semakin menguat. Pada tahun 36, enam tahun setelah Yesus bangkit, penganiayaan terhadap pengikut-pengikut Yesus marak di mana-mana, dimotori oleh seorang Farisi bernama Saulus. Ia menyaksikan hukuman mati yang dijatuhkan kepada Stefanus, seorang pemimpin gereja. Dan Saulus memasukkan banyak pengikut Kristus ke dalam penjara. Lalu terjadilah peristiwa yang sangat dramatis dan tak terduga. Saulus mengalami penampakan Yesus Kristus yang bangkit dan mulai memproklamirkan bahwa Yesus adalah Mesias. Orang-orang percaya lainnya yang dipaksa ke luar Yerusalem oleh pemuka-pemuka Yahudi, mulai mengajarkan Kabar Gembira penyelamatan ini kepada orang-orang Yahudi dan orang-orang bukan Yahudi. Kendati dibawah ancaman penganiayaan, para pengikut Kristus – yang belakangan disebut orang-orang Kristen --, terus mengajarkan Kabar Gembira ini. Orang-orang yang percaya terus bertumbuh dan saling mengasihi satu sama lain. Perlahan-lahan mereka menanggalkan hubungan mereka dengan ke-Yahudi-an, karena penganiayaan dan karena banyak orang Yahudi yang menolak Yesus sebagai Mesias. Kekristenan segera menyebar melalui wilayah-wilayah yang sudah beradab. Saulus, yang berganti nama menjadi Paulus dan misionaris-misionaris lainnya mewartakan ajaran Yesus di wilayah Asia Kecil, Eropa, Afrika, dan Asia. Tugas pewartaan ini dipermudah oleh jalur-jalur yang sudah dibuat lebih dahulu oleh orangorang Romawi dan sikap orang-orang Romawi yang cinta damai. Tetapi di kemudian hari justru kekaisaran Roma menjadi musuh para pengikut Kristus. Nero, penguasa Roma saat itu (kira-kira pada pertenghanan tahun 60-an) mulai menganiaya orang-orang Kristen. Dan menurut tradisi, Petrus dan Paulus menjadi martir di Roma. Secara akal sehat, Kekaisaran Romawi seharusnya sudah menghancurkan orang-orang Kristen dengan penganiayaan yang begitu hebat, namun demikian Kekristenan justru bertumbuh subur. Roma mengambil peran penting dalam perkembangan Kekristenan selanjutnya. Setelah Herodes Agripa mati pada tahun 44, pemberontak-pemberontak yang disebut orang-orang Zelot, mulai melancarkan “perang suci” FB. Sinamartin, Jan melawan pendudukan Roma. Dan pada tahun 66 perang itu meletus menjadi sebuah revolusi besar. Dan pada tahun 70 orang-orang Romawi menghancurkan Yerusalem, membantai penduduknya, dan menjadikan kota itu seperti puing-puing. Bait Allah tidak ada lagi, dan Kekristenan semakin jauh terpisahkan dari akar keYahudi-annya. Orang-orang Kristen segera mambangun identitasnya sendiri sebagai sebuah Gereja. Pola struktur Gereja kemudian ditetapkan. Gereja-gereja lokal dipimpin oleh seorang Uskup yang dibantu oleh imam-imam dan para diakon. Uskup-uskup yang menggantikan Petrus sebagai Uskup Roma, memiliki otoritas yang sama sebagaimana yang telah diberikan oleh Yesus sendiri; mereka adalah yang utama di antara para uskup sebagaimana Petrus yang utama di antara murid-murid Yesus (para rasul). Masa-masa penganiayaan oleh orang-orang Roma terus berlanjut, tetapi gereja juga terus berkembang. Pada tahun 100 para pengikut Kristus berkisar antara 300.000 – 500.000. Dan pada tahun 313, ketika jumlah orangorang Kristen menjadi beberapa juta, Kaisar Roma, Constantine, mengeluarkan Deklarasi Milano, mememberikan semacam “toleransi” agama kepada Gereja. Kekristenan kemudian menjadi Gereja Katolik (gereja universal), seperti yang dikehendaki oleh Kristus sendiri. Penyusunan Perjanjian Lama Orang-orang Yahudi memandang Abraham sebagai “bapa orang-orang beriman” dan Musa sebagai pemimpin yang membawa mereka dari perbudakan menuju kepada kebebasan. Pemberian penghormatan istimewa kepada Abraham dan Musa ini karena kitab-kitab suci orang Yahudi (Perjanjian Lama) merujuk kepada kedua orang ini. Baik keturunan Abraham maupun Musa mewariskan kisah-kisah kepahlawanan serta ajaran-ajaran kedua “orang besar” ini dari generasi ke generasi. Dan mereka juga mengaitkan latar belakang tradisi-tradisi iman mereka dengan mazmur dan cerita kepahlawanan, puisi dan perumpamaan, legenda dan hukum. Tetapi kisah-kisah, tradisi-tradisi, dan iman mereka belum menemukan bentuknya sampai kira-kira 100 tahun sesudah Kebangkitan Kristus. Ada banyak teori mengenai hal ini. Salah satu teori (yang selalu diperbarui dari tahun ke tahun) berpegang pada pendirian bahwa Perjanjian Lama dikembangkan dari bermacama-macam sumber. Salah satu kumpulan tradisi-tradisi awal itu dicatat semasa Daud dan Salomo memegang tampuk kekuasaan. Tradisi-tradisi itu, termasuk beberapa cerita yang sangat terkenal dan disukai dalam Kitab Suci, memakai “Yahweh” sebagai penyebutan bagi Allah. Dan tradisi-tradisi ini kemudian dikenal dengan sebutan Yahwist. Setelah perang saudara tahun 922 S.M., kumpulan tradisi-tradisi lainnya yang menggunakan “Elohim” untuk menyebut nama Allah dikenal sebagai tradisi Elohist, ditulis di wilayah kerajaan Utara (Israel). Ketika kerajaan utara (Israel) dihancurkan oleh orang-orang Asyur pada tahun 721 S.M., dokumen-dokumen yang mencatat tradisi-tradisi ini dibawa ke wilayah selatan dan digabungkan dengan tradisi Yahwist. Pada masa inilah hukum-hukum di wilayah utara dan selatan dikodifikasi dalam suatu dokumen yang kemudian dikenal dengan tradisi Deuteronomist (“Hukum Kedua”), yang diindonesiakan menjadi “Kitab Ulangan” (Perjanjian Lama). Setelah kerajaan selatan (Yehuda) jatuh ke tangan orang-orang Babel, para pemimpin Israel mulai memusatkan perhatian mereka pada kehidupan spiritual sebagai identitas mereka, yakni sebagai anak-anak Allah. Mereka mencatat tradisi-tradisi yang dikenal sebagai tradisi para Imam (Priestly), sebagai dokumen ke-4. Akhirnya, seorang penyunting atau kelompok penyunting menggabungkan ke-4 tradisi tersebut menjadi bentuk pertama dari lima kitab dari Kitab Suci, yang dikenal dengan Pentateuch (Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan). Oleh orang Yahudi ke-5 kitab ini disebut Taurat atau Hukum Musa, dan mereka sangat mencintai Kitab Taurat ini. Selama masa periode penyusunan Pentateuch, kitab-kitab lain juga ditulis. Tradisi Deuteronomist memproduksi kitab-kitab sbb : Yosua, Hakim-Hakim, 1 dan 2 Samuel, dan 1 dan 2 Raja-Raja, yang meletakkan interpretasi teologi atas peristiwa-persitiwa dalam sejarah Israel dari Keluaran sampai kepada jatuhnya Yerusalem. Para Pengkotbah Ulung dan pemimpin spiritual yang dikenal dengan para nabi, mengajak umat Israel dan Yehuda untuk patuh terhadap perjanjian yang dibuat oleh para pendahulunya dengan Allah. Kotabah-kotbah dan rincian kehidupan para nabi dicatat dalam kitab-kitab para nabi dalam Perjanjian Lama. FB. Sinamartin, Jan Dengan dibangunnya kembali Bait Allah kehidupan religius di seputar tempat suci itu tumbuh kembali. Selama beberapa abad lagu-lagu yang digunakan untuk peribadatan di Bait Allah dikumpulkan bersama dengan puisipuisi religius dan pedoman hidup, kemudian disusun menjadi Kitab Mazmur beberapa abad sebelum Kristus lahir. Dari abad 10 – 5 S.M, bentuk-bentuk karya tulis lainnya disusun seperti (a). kumpulan Kitab Kebijaksanaan; (b). Kitab Rut yang berisi kisah-kisah religius yang dimaksudkan untuk mengajarkan hal-hal yang bersifat keagamaan; (c) juga Kitab Ayub yang berisikan refleksi problema kehidupan. Pada abad ke-4 S.M, upaya-upaya untuk melihat kehadiran Allah dalam peristiwa-peristiwa sejarah menemukan ekspresinya dalam pelbagai tulisan pada Kitab-Kitab Tawarikh (Tawarikh 1 dan 2, Ezra, dan Nehemia). Sebagai bangsa yang sadar akan serangan negara-negara di sekitarnya seperti Yunani, Mesir, dan Asyur, para penulis menyusun cerita yang berkaitan dengan peperangan itu seperti Tobit, Yudit, dan Ester, yang mengajarkan tentang hakikat kesetiaan, penghormatan, keberanian, dan kepercayaan kepada Tuhan. Pengalaman-pengalaman yang behubungan dengan penderitaan akibat peperangan menggugah para pemuka Israel untuk menuangkan pemaknaan hidup dalam tulisan-tulisan seperti Kitab Pengkotbah dan Kitab Sirah. Penganiayaan yang dilakukan orang-orang Asyur dan pemberontakan Makabe menjadi fokus tulisantulisan dalam Kitab 1 dan 2 Makabe, yang disusun kira-kira pada tahun 100 S.M. Ada pula karya sastra yang agak lain jenisnya – berbicara tentang akhir jaman -- yang dikembangkan pada masa penganiayaan oleh orang-orang Asyur. Karya sastra ini menggunakan penglihatan-penglihatan dalam mimpi, kode-kode angka, dan simbol-simbol yang bisa kita temui dalam Kitab Daniel (Bab 7-12). Tulisantulisan ini dimaksudkan mendorong orang-orang Israel yang sedang dianiaya agar tetap tabah. Akhirnya, kirakira dipertengahan abad pertama sebelum Yesus lahir, seorang Yahudi yang memahami cara berpikir orangorang Yunani dan mengenal adat istiadat Yahudi menulis Kebijaksanaan Salomo sebagai pernyataan akan kehadiran Allah di dunia ini, memaklumkan tentang jiwa manusia yang tidak bisa mati, dan mengajarkan bahwa pada akhir jaman Allah akan menyelamatkan orang-orang baik dan menghukum orang-orang jahat. Kapan tepatnya seluruh kitab-kitab yang telah kita bahas di muka, menemukan bentuknya menjadi Perjanjian Lama seperti yang kita kenal dewasa ini? Pada waktu orang-orang Israel kembali dari pembuangan Babel tulisan-tulisan suci itu dikompilasi dan diwartakan kepada orang-orang Yahudi pada kesempatan-kesempatan tertentu. Misalnya, dalam Kitab Nehemia digambarkan bagaimana Ezra, seorang ahli kitab, membacakan Kitab Taurat Musa itu kepada khalayak di Yerusalem, kemungkinan besar yang dibacakan itu adalah bagian dari Kitab-kitab Pentateukh (Neh 8). Penyebutan “Kitab Suci” (1 Mak 12:9) dan “hukum Taurat dan para Nabi” (2 Mak 15:9) terjadi seratus tahun atau lebih sebelum Kristus. Pada masa itu nampaknya ada dua kumpulan kitab suci yang umum dipergunakan. Pertama, dalam bahasa Ibrani, yang dipergunakan orang-orang Israel di Palestina. Kedua, dalam bahasa Yunani, yang disebut juga Septuagint (dari kata-kata Yunani yang berarti tujuh puluh, yang mengikuti tradisi bahwa kitab-kitab itu dikerjakan oleh 70 penterjemah) atau Alexandria (salah satu kota di Mesir) tempat Kitab Suci itu berasal. Versi Septuagint atau Alexandria ini meliputi beberapa kitab yang ditulis dalam Yunani dan Aram (bahasa percakapan orang Yahudi semasa Yesus hidup) juga yang diterjemahkan dari bahasa Ibrani. Alhasil, kitab suci ini jauh lebih tebal ketimbang yang dipergunakan orang-orang Israel di Palestina. Kumpulan Kitab Palestina dan Alexandria ini diakui oleh pelbagai komunitas Yahudi. Tetapi karena bahasa Yunani kemudian menjadi bahasa yang umum dipergunakan di wilayah Mediterania (Timur Tengah sekarang), maka Kitab Suci versi Alexandria ini penyebarannya lebih luas. Baik versi Alexandria maupun Palestina secara definitif belum menemukan bentuknya hingga sesudah jaman Yesus Kristus. Kitab Suci versi Alexandria diterima oleh orangorang Kristen sebagai Perjanjian Lama. Versi Palestina kemudian ditetapkan sebagai Kitab Suci “Resmi” orang-orang Yahudi oleh satu kelompok ilmuwan Yahudi sebagai reaksi atas ditetapkannya versi Alexandria sebagai Kitab Suci orang-orang Kristen. FB. Sinamartin, Jan Penyusunan Perjanjian Baru dan Kitab Suci Kristiani Setelah Kristus Bangkit, para misionaris menyebarkan Kabar Gembira yang diajarkan Yesus Kristus ke pelbagai wilayah. Dalam perjalanan waktu orang-orang Kristen merasa bahwa ajaran-ajaran Yesus perlu dilestarikan dalam bentuk tulisan. Kemudian kumpulan tulisan-tulisan yang berisi ajaran Yesus mulai muncul. Pada tahun 51 atau 52 Rasul Paulus mulai menulis surat untuk kota-kota yang telah menerima ajaranajarannya. Dan surat-surat ini kemudian dipelihara dan di-sharing-kan. Pada tahap selanjutnya surat-surat ini dikenal sebagai surat yang mempunyai otoritas. Pada tahun 65 atau 70 Injil Markus ditulis. Injil-injil dan tulisan-tulisan lain menyusul. Beberapa dari tulisan-tulisan tersebut diterima oleh Gereja sebagai tulisan yang diinspirasi Allah, sedangkan yang lainnya ditolak. Pada tahun 125 seluruh 76 kitab yang kemudian dikenal sebagai Perjanjian Baru selesai ditulis. Dan sekitar tahun 250-an kitab-kitab itu dikompilasi ke dalam suatu daftar (kanon) dan mereka dinyatakan sebagai diinspirasi Allah. Dalam masa itu pula, kitab-kitab suci orang Yahudi dievaluasi oleh orang-orang Kristen. Karena seluruh Perjanjian Baru ditulis dalam Yunani yang diperuntukkan bagi orang-orang Kristen Yahudi yang berbahasa Yunani dan orang-orang yang bukan Yahudi, maka penulis-penulis Perjanjian Baru menggunakan Perjanjian Lama versi Alexandria (Septuagint) sebagai nara sumber. Penulis-penulis Perjanjian Baru kerap mengutip dari Perjanjian Lama versi Alexandria (Septuagint) dan kerap kali merujuk pada kitab-kitab yang hanya terdapat pada versi ini. Konsili Gereja pada tahun 382 di Roma, tahun 393 di Hippo, dan tahun 397 di Cartagena menggunakan daftar Kitab Suci Kristiani berdasarkan versi Alexandria. Gereja Perdana menerima Kitab Suci sebagaimana Gereja Katolik menerimanya dewasa ini (dua puluh tujuh kitab Perjanjian Baru dan empat puluh enam kitab Perjanjian Lama; K-120) Terdapat sedikit ketegangan pada abad 16, ketika Martin Luther dan kelompok Protestan lainnya menolak versi Alexandria (Kristiani) dan lebih memilih versi Palestina (Yahudi). Luther juga meragukan inspirasi Allah pada 4 kitab Perjanjian Baru : Ibrani, Yakobus, Yudit, dan Wahyu; tetapi para pengikutnya mempertahankan daftar tradisional yang sudah dipergunakan orang-orang Kristen sejak awal. Pada tahun 1546 Konsili Trente menetapkan versi Alexandria (Perjanjian Lama) sebagai versi resmi yang dipergunakan oleh Gereja Katolik dan menegaskan kembali daftar tradisional kitab-kitab Perjanjian Baru. Alhasil, kendati Gereja Katolik dan Protestan sama-sama mempergunakan Perjanjian Baru yang terdiri atas dua puluh tujuh kitab, tetapi dalam hal kitab-kitab Perjanjian Lama versi Katolik memiliki 7 kitab lebih banyak dibandingkan dengan versi Protestan, yaitu : Tobit, Yudit, 1 dan 2 Makabe, Kebijaksanaan Salomo, Sirakh, dan Barukh (ditambah dengan Tambahan pada kitab-kitab Ester dan Daniel). Kitab-kitab ini dalam versi Protestan ditempatkan sebagai aprokripa (kitab-kitab yang tersembunyi). Bahasa-bahasa Kitab Suci Sebagian besar Perjanjian Lama ditulis dalam Ibrani. Kitab Tobit dan sebagian dari Kitab Daniel, Ezra, dan Ester ditulis dalam Aram. Kitab Kebijaksanaan Salomo dan 2 Makabe ditulis dalam Yunani, sebagaimana halnya seluruh kitab Perjanjian Baru. Terimakasih patut kita tujukan kepada para ilmuwan kitab suci dari pelbagai kepercayaan yang telah bekerjasama sehingga terjemahan-terjemahan Kitab Suci dewasa ini semakin mendekati apa yang dimaksud oleh penulis-penulis asli Kitab Suci. Sejauh apa yang mereka lakukan, Allah, seabagai Penulis Kitab Suci, berbicara kepada kita melalui manusia-manusia penulis Kitab Suci. Pertanyaan Untuk Bahan Diskusi dan Renungan Coba Anda bayangkan mengenai suatu situasi di dalam Kitab Suci ketika seseorang berjumpa dengan Allah melalui alam, orang, peristiwa, dan doa? Sebutkan serinci mungkin (spesifik) dan semampu Anda dalam kaitannya dengan situasi saat Allah mengungkapkan diri-Nya pada masing-masing kasus tersebut. (Beberapa contoh : 1 Raja-raja 19:9-13 (alam); Kisah 9:1-9 (orang); Mazmur 78 (peristiwa); Keluaran (33:7-11 (doa). Dapatkah Anda mengingat kejadian pada saat Anda mengalama peristiwa Allah melalui alam, FB. Sinamartin, Jan orang. Peristiwa, dan doa? Aktivitas Hapalkan atau setidaknya berusaha agar Anda mengenal tahun-tahun persitiwa penting ini : S.M. (Sebelum Masehi) M (Masehi) 1900 Abraham 26 Yesus mulai mengajar 1720 Yusuf dan Saudara-saudaranya di Mesir 30 Penyaliban dan Kebangkitan Kristus 1250 Musa dan Orang Israel keluar dari Mesir 36 Penganiayaan oleh Saulus 1000 Daud Berkuasa 51 Kitab Pertama Perjanjian Baru ditulis 922 Kerajaan Yahudi Pecah 70 Penghancuran Yerusalem oleh orangorang Romawi 721 Kerajaan Utara jatuh ke Asyur 125 Kitab-kitab Perjanjian Baru selesai disusun 587 Kerajaan Selatan jatuh ke Babel 313 Dekrit Milano 539 Kembali dari pembuangan 382 Konsili Roma menetapkan 73 kitab sebagai Kitab Suci 515 Bait Allah dibangun kembali 1546 Konsili Trente menetapkan versi Alexandria dan daftar tradisional sebagai Kitab Suci Gereja Katolik. 445 Tembok Yerusalem didirikan kembali 332 Alexander Agung menaklukkan Palestina 167 Penganiayaan oleh orang-orang Asyur dan pemberontakan Makabe 142 Judea merdeka 63 Kerajaan Romawi menaklukkan Yerusalem 37 Herodes Agung 6 Yesus Kristus lahir orang-orang Kristen Sebagian besar terbitan Kitab Suci menyediakan peta wilayah yang dihuni orang-orang Yahudi. Cobalah mengenal wilayah-wilayah tersebut. Perhatikan bahwa dari waktu ke waktu wilayah orang-orang Yahudi itu dinamai berbeda-beda : Sebagai Tanah Terjanji, Kanaan, Israel, Yehuda, Judea, Palestina, dan Tanah Suci. Renungkan dengan tenang dalam beberapa menit mengenai hal-hal yang kasat mata serta suara-suara di sekeliling anda. Kemudian nyalakan pesawat radio, dan carilah beberapa stasiun pemancar. Suara-suara radio itu tetap ada di sana sepanjang waktu. Namun, suara-suara itu perlu ditangkap melalui sebuah radio. FB. Sinamartin, Jan Matikan radio dan duduklah dengan tenang sekali lagi. Refleksikan pada hal-hal yang kasat mata serta suarasuara yang menjadi pesan Allah kepada Anda. Perhatikan sesuatu yang yang indah. Pikirkanlah seseorang yang anda cintai. Sadari suatu peristiwa yang membuat anda gembira dan sedih. Kemudian bukalah hati anda kepada Tuhan, berdoalah dan mintalah berkat Allah yang sesuai bagi anda. Posted by V. Prabowo Shakti at 3:04 AM 0 comments Bab Satu : Kitab Suci, Keyakinan, dan Awal Mula Pada suatu pagi di hari Sabtu, bel di pintu depan pastoran berbunyi. Dan saya mendapat kunjungan dua anak muda berpakaian rapi. Masing-masing membawa Kitab Suci dan koper. Mereka terkejut ketika mengetahui bahwa yang dihadapinya adalah seorang imam Katolik (pastoran yang saya tempati tidak ada bedanya dengan rumah-rumah biasa di kota kecil tempat saya berdomisili), namun demikian mereka memohon ijin untuk masuk. Saya menyilakan mereka ke ruang tamu dan memperkenalkan diri sebagai seorang pastor dari Gereja Katolik setempat. Kemudian mereka memperkenalkan nama masing-masing dan kaitannya dengan tugas sukarela dari gerejanya, seperti : melakukan kunjungan dari rumah ke rumah, menjelaskan keyakinan mereka, dan membagi-bagikan brosur. Yang paling muda minta maaf karena tugas mewartakan “Sabda Allah” merupakan hal yang relatif masih baru, namun karena tiba gilirannya, mau tak mau ia harus berbicara. Ia melanjutkan dengan memberikan penafsiran ayat demi ayat doa Bapa Kami. Tampaknya ia semakin gugup setelah menyadari bahwa penjelasannya mengenai Doa Bapa Kami kurang mengena apalagi kepada seorang imam yang usianya dua kali umurnya. Akhirnya, ia mencapai puncak bingungannya karena lupa pada ayat setelah “berilah kami rejeki pada hari ini,” ia berhenti dan mengajak melanjutkan percakapan yang umumumum saja. Setelah tenang kembali ia bertanya bagaimana harus menyapa saya. “Sesukamu sajalah,” jawab saya, “tetapi kebanyakan orang memanggil saya “bapa” (di Amerika Serikat sebutan untuk seorang romo, imam, atau pastor Katolik adalah “father,” yang dalam bahasa Indonesia “bapa”). Mendengar jawaban saya, ia balik bertanya :” bukankah Yesus berkata : Janganlah pula kamu memanggil seorang di bumi Bapa sebab hanya ada seorang Bapa ialah yang ada di surga?” Saya menjelaskan bahwa tafsiran Gereja Katolik mengenai Matius 23:9, adalah bahwa Yesus menentang sikap-sikap yang keliru atas kebanggaan superioritas (salah satu bentuk kekuasaan yang dimonopoli oleh para ahli Taurat dan orang-orang Farisi pada waktu itu), tidak berarti Yesus melarang penggunaan kata bapa atau guru; sebaliknya kata-kata ini tidak mengacu kepada kepala keluarga (parents) atau guru! Saya juga menjelaskan bahwa Gereja Katolik mengikuti praktek Santo Paulus, yang menulis kepada umat yang dilayaninya : “Karena akulah yang dalam Kristus Yesus telah menjadi bapamu oleh Injil yang kuberitakan kepadamu.” (I Kor 4: 15). Diskusi kami berlanjut sampai kepada metoda menafsirkan Kitab Suci. Mereka menyatakan keyakinannya bahwa Kitab Suci memberikan semacam kerangka-waktu (timetable) bagi masa depan, termasuk hari kiamat. Saya menjelaskan bagaimana ajaran Gereja Katolik menafsirkan tentang “hari” (baca: kiamat). Bahwa “tentang hari atau saat itu, hanya Allah Bapa saja yang tahu." (Mrk 13:32), dan kita harus selalu siap untuk berjumpa dengan Kristus. Kemudian kedua anak muda itu mohon pamit. Kunjungan mereka sangat bersahabat, ditandai dengan sikap sopan-santun dan saling menghormati. Namun demikian saya tidak membuat lingkaran pada tanggal di kalender saya untuk hari kiamat, dan saya pun ragu apakah kedua anak muda itu memanggil pendeta mereka “bapa”! FB. Sinamartin, Jan Apa Arti Kitab Suci? Cerita kunjungan Sabtu pagi di atas memberikan gambaran nyata bahwa mereka yang menyebut diri Kristiani -- dua anak muda dan seorang imam Katolik -- barangkali memang betul-betul membaca Kitab Suci, tetapi mungkin saja pemahaman mereka akan Kitab Suci tidaklah sama. Hal seperti ini bisa terjadi karena sebagian bahasa Kitab Suci tergolong kompleks (rumit). Kita semua memiliki pengalaman menyampaikan suatu ide tertentu kepada orang lain, tetapi mereka tidak memahami apa yang kita maksudkan. Kerumitan ini akan semakin bertambah manakala seseorang berusaha berkomunikasi menembus batas-batas (barriers) waktu, budaya, atau bahasa. Dewasa ini dalam berkomunikasi kita menggunakan bahasa Indonesia. Sutan Takdir Alisyahbana pun pada tahun 1920-an telah menggunakan bahasa Indonesia. Tetapi kita dewasa ini merasa kesulitan menangkap makna kata-kata yang ia pergunakan dalam tulisan-tulisan sastranya seperti misalnya “pauh dilayang,” akan cenderung kita artikan sebagai “sesuatu yang diterbangkan atau dilontarkan ke udara.” Padahal arti kata itu sebenarnya adalah : mengiris mangga! Suatu ungkapan yang biasa dipergunakan di suatu daerah, belum tentu cocok bila diterapkan di daerah lain. Di Indonesia ungkapan “celana ini kependekan untuk saya,” tidak cocok bila diterapkan di negara tetangga kita Malaysia karena orang di sana akan menggunakan ungkapan “celana ini terlalu singkat bagi saya.” Beberapa puluh tahun lalu Chevrolet Motor Co., mengeluarkan model mobil yang diberi nama “Nova” dan diekspor ke Mexico dan ternyata pemasaran mobil itu jeblok! Setelah diteliti ketahuanlah bahwa dalam bahasa Spanyol No va berarti “tidak bisa jalan!” Kitab Suci ditulis dalam rentang waktu ribuan tahun lalu oleh orang-orang yang memiliki kebudayaan yang sangat berbeda dengan kita dan menggunakan bahasa yang sama sekali tidak kita mengerti. Kitab Suci ditulis dalam format sastra yang sangat berlainan dengan karya-karya sastra Indonesia kontemporer dewasa ini. Banyak kata-kata penting dalam Kitab Suci, misalnya yang diucapkan Yesus menggunakan bahasa Aram, yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani, dan selanjutnya diterjemahkan lagi ke dalam bahasabahasa Eropa, baru kemudian dialihkan ke dalam Bahasa Indonesia. Dalam konteks seperti inilah, kita dihadapkan pada pelbagai masalah yakni mengartikan Kitab Suci. Adalah keyakinan Gereja Katolik dan banyak lagi gereja-gereja Kristen lainnya yang menganggap bahwa Kitab Suci juga ditulis oleh Allah. Ini berarti bahwa kita dapat sepenuhnya percaya akan isi Kitab Suci pada tataran yang tidak ada bandingannya. Namun demikian hal ini justru akan menimbulkan persoalan lebih lanjut. Bagaimana mungkin suatu tulisan yang sama dikerjakan baik oleh Allah maupun manusia? Lantas bagaimana cara kita menafsirkan tulisan-tulisan tersebut? Pandangan resmi Gereja Katolik adalah bahwa Allah sendiri yang memberi inspirasi kepada manusia penulis Kitab Suci melalui bakat, kemampuan, dan gaya yang mereka miliki. Allah tidak serta merta mendikte pesanpesan yang ingin disampaikan kepada para penulis atau menggunakan mereka sebagai juru bicara semata yang tidak memiliki peran samasekali. Oleh karena itu, untuk dapat mengerti dengan baik setiap bagian dalam Kitab Suci mau tak mau kita harus kembali lagi kepada masa dan tempat asal manusia penulis Kitab Suci dengan menggali pesan-pesan yang diungkapkan oleh para penulis tersebut. Pada tahap selanjutnya kita akan mempelajari secara lebih rinci ihwal penafsiran Kitab Suci. Pada titik ini kita telah bersepakat bahwa Kitab Suci harus ditafsirkan. Tak dapat disangkal memang ada pihak-pihak yang beranggapan bahwa kita dapat memahami Kitab Suci dari kata-kata yang terkandung dalam Kitab Suci itu sendiri. Tetapi rentang waktu ribuan tahun lalu dan fakta bahwa Kitab Suci ditulis di dalam bahasa yang dipergunakan bagi orang-orang yang berbeda budaya, semakin meyakinkan kita bahwa mempelajari dan menafsirkan adalah sangat penting jika kita ingin memahami secara baik Kitab Suci. Untuk memperkuat pandangan ini, kita hanya memerlukan beberapa kutipan dari ayat Kitab Suci. Mazmur 144:1 berbunyi:” Terpujilah TUHAN, gunung batuku.” Apakah ini berarti bahwa Allah adalah benda-benda padat atau apakah ayat tersebut memiliki makna bahwa Allah adalah pencipta yang maha perkasa sehingga kita bisa bergantung padaNya? Dengan demikian menafsirkan Kitab Suci adalah penting. Contoh lain bisa kita FB. Sinamartin, Jan temukan dalam Lukas 14:26, di mana Yesus berkata : "Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.” Apakah ini berarti bahwa Yesus mengajak kita membenci keluarga kita sendiri? Atau apakah ucapan Yesus dalam bahasa Armaic itu berarti lain? Lagi-lagi di sini ditunjukkan bahwa menafsirkan Kitab Suci adalah sangat penting. Penelitian Para Ilmuwan Ide menafsirkan Kitab Suci telah menempatkan sebagian orang Katolik dalam posisi yang tidak nyaman. Mereka mungkin memahami bahwa beberapa pasal-pasal Kitab Suci diasumsikan sebagai historis tetapi sekarang harus ditafsirkan dengan cara yang berbeda. Bukankah ini berarti bahwa seluruh isi Kitab Suci hanyalah cerita khayalan? Jelas bukan. Beberapa tahun belakangan ini memang telah terjadi perubahan pemahaman terhadap beberapa bagian Kitab Suci. Perubahan pemahaman ini karena hasil penemuan para ilmuwan di bidang bahasa, arkeologi, dan sejarah. Bahasa : Abad 19 dan 20 ini telah mengungkap ribuan dokumen yang sebelumnya tidak diketahui sejak jaman Kitab Suci. Naskah-naskah yang ditulis dalam bahasa Mesir, Babylonia, Persia, Aram, dan bahasabahasa lainnya memungkinkan para ilmuwan mengungkap cara-cara penulisan dan berpikir orang-orang kuno. Penemuan-penemuan seperti Gulungan Laut Mati (salinan naskah kuno dari beberapa bagian Kitab Suci dan beberapa tulisan lain ditemukan di gua-gua padang pasir selatan Yerusalem) pada 1947 telah membantu para ahli membuat kemajuan yang menakjubkan dalam memahami baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Arkeologi : Dalam dua abad belakangan ini, para arkeolog telah membawa pengertian baru pada Kitab Suci. Monumen-monumen dan kota-kota kuno telah digali dan dipelajari di Mesir, Palestina, dan tempat-tempat penting lainnya menurut Kitab Suci. Hampir seluruh aspek kehidupan yang disebutkan dalam Kitab Suci telah diklarifikasi sedemikian rupa. Sejarah : Ditopang oleh penemuan-penemuan arkeologi, para ahli sejarah telah memperoleh gambaran yang lebih akurat mengenai kehidupan masa lalu. Mereka telah mampu mendokumentasikan bagian-bagian dari Kitab Suci yang tidak historis dan yang historis. Alhasil, kita barangkali berada pada posisi yang lebih baik dalam memahami maksud dari penulis-penulis Kitab Suci sejak jaman Yesus. Mungkin kita perlu merevisi pandangan kita atas beberapa bagian dari Kitab Suci, namun demikian bukan berarti kita beranggapan bahwa secara keseluruhan isi Kitab Suci adalah dongeng belaka. Ada sejarah di dalam Kitab Suci. Tetapi ada pula perumpamaan-perumpamaan, puisi, ceritacerita pendek, drama, cerita tentang binatang, dan pelbagai macam tulisan lainnya. Hal-hal di atas sepertinya merupakan suatu tantangan tersendiri karena begitu luas cakupannya. Betul bahwa penelitian-penelitian seperti telah disebut di muka memerlukan pengetahuan bahasa-bahasa kuno, pelbagai budaya, dan sejarah. Barangkali ini di luar kemampuan manusia pada umumnya. Tetapi para ilmuwan Kitab Suci telah membantu banyak hal bagi kita. Melalui bantuan mereka kita dapat belajar mengenal dan memahami bentuk-bentuk sastra Kitab Suci, seperti halnya kita mengenal dan memahami karya-karya sastra kontemporer dewasa ini. Kita memperoleh manfaat yang sangat besar atas penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan utamanya dalam hal penterjemahan Kitab Suci yang dewasa ini semakin bagus. Terjemahan-terjemahan Kitab Suci dewasa ini sudah mendekati makna naskah aslinya (dokumen-dokumen yang ditulis tangan) ketimbang terjemahan Kitab Suci beberapa puluh tahun lalu. Kalau kita membuka Kitab Suci Komunitas Kristiani (Edisi Pastoral Katolik, 2001) di sana akan kita jumpai latar belakang sejarah, masa penulisan masing-masing kitab sekaligus penulisnya, dan yang terpenting disediakan tafsiran di bagian bawah sebagai pedoman atau FB. Sinamartin, Jan bantuan bagi para pembaca. Catatan penulis sebagai klarifikasi : Dalam buku ini kerap menyebut para ilmuwan Kitab Suci. Ini sekadar menunjuk kepada pekerjaan mereka sebagai ilmuwan. Segala upaya telah dilakukan di sini untuk mengikuti keyakinan ilmuwan atas ajaran-ajaran Gereja Katolik dan mengungkapkan pandangan yang sejalan dengan yang telah ditetapkan Gereja. Tetapi pandangan ilmuwan dapat berubah begitu ada bukti-bukti baru yang ditemukan oleh para arkeolog, ahli bahasa, dan sejarawan. Hal ini tentu saja tidak lantas membuat kita cemas. Iman kita tidak terletak pada spekulasi para ilmuwan, tetapi pada kebijaksanaan dan otoritas Allah. Sementara teori dan pendapat para ilmuwan berubah, doktrin dasar Gereja Katolik yang dibangun adalah pasti dan sepanjang masa sebab ia berasal dari Yesus Kristus sendiri, Tuhan dan Allah kita, “baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya.” (Ibr 13:8). Tafsir Modern Kitab Suci Tidak ada naskah tulisan tangan penulis asli yang bisa terpelihara hingga dewasa ini. Naskah-naskah tua yang ada adalah salinan dan terjemahan, beberapa naskah tua tersebut berusia ribuan tahun, bahkan ada yang lebih tua lagi. Pada abad-abad lalu, belum ada kesepahaman mengenai apa sesungguhnya yang dikatakan kitab-kitab asli. Tetapi kemajuan di bidang arkeologi, ilmu bahasa, dan ilmu sejarah telah membantu ilmuwan Kitab Suci mencapai kesepakatan mengenai hakikat dari teks-teks asli Kitab Suci. Alhasil, banyak perbedaan mendasar yang sebelumnya dapat kita temui pada terjemahan Kitab Suci Protestan maupun Katolik yang dewasa ini sudah dapat dihilangkan. Sebagai contoh, tambahan yang tidak alkitabiah pada Doa Bapa Kami, “[Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.] telah dihilangkan dalam terjemahan modern Kitab Suci Portestan. Namun demikian, akan tetap ada terjemahan versi Protestan maupun Katolik. Pada negara-negara yang berbahasa Inggris versi terjemahan ini lebih banyak lagi. Barangkali kita bertanya dalam hati, “Mengapa begitu banyak versi? “Versi mana yang harus saya pakai?” Tak dapat disangkal bawa terjemahan Kitab Suci banyak sekali versinya. Karena sebuah kata bisa saja memiliki banyak arti dan bisa menjadi pokok perbedaan dalam penafsiran. Seorang penerjemah mungkin lebih suka menggunakan kata membantu. Tetapi lainnya lebih senang memakai kata menolong. Bagi seorang ahli bahasa kata cinta barangkali lebih menjadi pilihan ketimbang kata karitas. Tetapi ahli bahasa lainnya kata karitas merupakan pilihan yang terbaik. Beberapa terjemahan diupayakan sedekat mungkin mengikuti bahasa aslinya, sementara terjemahan bebas, atau parafrase, menekankan ide-ide yang dinyatakan kembali dengan kata-kata sendiri. Pendekatan yang pertama menghasilkan versi terjemahan yang mendekati penulis asli, tetapi bahasanya mungkin terlihat kaku. Sedangkan yang ke-2 memiliki keuntungan karena menghasilkan lebih banyak keragaman teks-teks yang lebih enak dibaca, tetapi hal ini bisa mengakibatkan hasil terjemahannya agak bias dari maksud aslinya. Di Indonesia pun terjemahan Kitab Suci banyak ragamnya, seperti Kitab Suci Dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari, Kitab Suci Terjemahan Baru Versi I, Kitab Suci Terjemahan Baru Versi II, belum lagi yang diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa daerah seperti Batak, Jawa, Sunda, Minahasa, Bugis, dll. Selain itu ada yang diterjemahkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) untuk Protestan. Sedangkan yang Katolik dikerjakan oleh Lembaga Biblika Indonesia (LBI). Namun demikian KWI tetap mengakui hasil terjemahan yang dikeluarkan oleh LAI. Sebagai orang Katolik kita bisa memilih Kitab Suci hasil terjemahan LAI dengan tambahan kitab-kitab Deuterokanonika yang diselenggaran oleh LBI. Atau kita bisa menggunakan Kitab Suci Komunitas Kristiani Edisi Pastoral Katolik (Penerbit OBOR, 2002). FB. Sinamartin, Jan Awal Mula Membaca Kitab Suci Kitab Suci sejatinya merupakan sebuah kumpulan kitab-kitab. Kitab itu sendiri merupakan hasil terjemahan dari bahasa Yunani biblia. Kitab Suci juga kerap disebut dengan “Kumpulan Karya Tulis Sakral” (the sacred writings). Pada dasarnya terdapat dua bagian penting dalam Kitab Suci yaitu : Perjanjian Lama, ditulis sebelum jaman Yesus Kristus, dan Perjanjian Baru, ditulis dalam masa 100 tahun setelah Kematian dan Kebangkitan Kristus. Sebagian besar Kitab Suci memiliki daftar isi serta metoda penomoran baik untuk Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Selain itu biasanya terdapat pula daftar singkatan yang lazimnya merujuk kepada setiap kitab di dalam Kitab Suci. Masing-masing kitab dibagi-bagi lagi menjadi bab-bab dan ayat-ayat. Sistem penomoran yang dipakai dewasa ini sejatinya bukan merupakan bagian dari Kitab Suci yang asli, pemenggalan pada bab-bab dan ayat-ayat seringkali tidak sinkron dengan arti teks. Namun demikian metoda ini telah diterima oleh masyarakat dunia guna menemukan kutipan-kutipan di dalam Kitab Suci. Cara yang lazim digunakan untuk merujuk pada kutipan-kutipan Kitab Suci adalah sebagai berikut : pertama, penyebutan nama Kitab (biasanya disingkat, seperti Matius disingkat dengan Mat., Kejadian menjadi Kej.); kedua, diikuti oleh sebuah angka, yang menunjukkan pada Bab dari kitab tersebut. Mat 2 berarti Injil Matius Bab 2. Setelah itu diikuti dengan titik dua (:) dan dilanjutkan dengan angka, yang menunjuk pada Ayat. Mat 2:19-23 berarti Injil Matius Bab 2, Ayat 19 s/d 23. Jika kutipan yang kita pilih merujuk pada lebih dari satu bab, akan ditulis demikian : Mat 2:19-3:6, dibaca Injil Matius Bab 2, Ayat 19 sampai dengan Bab 3, Ayat 6. Kerap pula ayat-ayat tertentu di dalam satu Bab dirujuk, tetapi lainnya dilewati. Sebuah koma biasanya digunakan untuk menunjuk pada ayat-ayat yang dilewati. Sebagai contoh, 1 Raj 2:1-4, 10-11 mengacu pada Kitab Pertama Raja-raja Bab 2, Ayat 1 s/d 4 dan Ayat 10 s/d 11. (Ayat-ayat 5 s/d 9 dilewati). Metoda penomoran ini pada awalnya akan membuat kita bingung, tetapi ia akan menjadi mudah setelah kita terbiasa dengan Kitab Suci dan setelah melalui proses membuka dan membaca bab demi bab. Setelah kita memahami metoda penulisan kutipan dalam Kitab Suci. Mulai sekarang seluruh kutipan Kitab Suci dalam buku ini akan menggunakan singkatan dan penomoran yang telah dijelaskan di muka. Singkatan dan metoda penomoran yang telah kita pelajari lazim digunakan di gereja-gereja Indonesia, baik Katolik maupun Protestan. Alat-bantu Memahami Kitab Suci Buku A Catholic Guide To The Bible ini, akan membimbing para pembaca menjelajahi Kitab Suci. Alatbantu lain barangkali dapat kita temukan dalam buku-buku yang mengkhususkan diri pada Studi Kitab Suci. Komentar Kitab Suci misalnya, memuat penjelasan ayat demi ayat pada setiap bab-bab dalam Kitab Suci. Atlas Kitab Suci membantu kita menemukan tempat atau letak kejadian-kejadian (kisah) di dalam Kitab Suci baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Atlas Kitab Suci terkadang memberi penjelasan rinci tentang kehidupan sehari-hari di jaman kuno (jaman Kitab Suci). Konkordansi memuat daftar kata-kata yang ada dalam Kitab Suci serta menunjukkan pada bab serta pasal di mana kata-kata tersebut berada. Catatan Penterjemah : Di Indonesia Konkordansi Alkitab karangan Dr. D.F. Walker sejak 1978 telah dipergunakan di kalangan gereja maupun mahasiswa teologi. Kamus Kitab Suci memberikan penjelasan mengenai kata-kata, nama-nama, dan tempat-tempat penting yang ada di dalam Kitab Suci. Audio Kitab Suci biasanya diperuntukkan kepada pembaca tuna-netra sehingga Sabda Allah sampai juga kepada mereka melalui alatbantu tersebut. Atau Audio Kitab Suci bisa juga dipergunakan jika tempat dan waktu memang kurang memungkinkan jika memakai sarana Kitab Suci biasa. Program Komputer Kitab Suci, adalah Kitab Suci yang ditulis menggunakan sarana program komputer sehingga pengguna dapat langsung mengakses setiap kata FB. Sinamartin, Jan dan ayat dan langsung ditampilkan di layar komputer. Sesungguhnya terdapat puluhan ribu buku yang menyediakan informasi mengenai Kitab Suci. Banyak di antaranya yang sejalan dengan ajaran gereja Katolik tetapi banyak pula yang tidak sesuai dan bahkan menyerang ajaran Gereja Katolik. Kita harus pandai memilah-milah buku-buku mana yang dapat membantu kita mendalami Kitab Suci. Iman dan Kitab Suci Kitab Suci telah menjadi kitab yang paling banyak dibeli orang – bestseller --selama dua ribu tahun. Karena Kitab Suci menyapa setiap manusia sesuai konteks situasinya. Ia juga merefleksikan emosi manusia dan melukiskan sebuah gambar yang tepat mengenai seluruh aspek kehidupan manusia : baik dan buruk. Ia adalah literatur agung : sejarah yang hidup, puisi yang memiliki jiwa, dan cerita-cerita yang mungkin tak terlupakan. Perikop-perikop seperti “ Tuhan adalah gembalaku” (Mzm 23) dan perumpamaan Yesus tentang Anak Yang Hilang (Luk 15:11-32) adalah sangat terkenal dan disukai oleh ratusan juta orang di seluruh dunia. Tetapi alasan utama mengapa Kitab Suci menjadi bestseller adalah karena ia mendapat inspirasi Allah. Hal ini berarti bahwa Allah mempengaruhi para manusia penulis Kitab Suci untuk mengajarkan kebenaran bagi keselamatan kita. Allah menghadiahi kita Kitab Suci untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan paling mendasar dalam hidup kita seperti : “Mengapa kita hidup di dunia?” “Bagaimana segala sesuatu diciptakan?” “Apakah Allah itu sungguh ada, dan jika benar-benar ada, seperti apa Allah itu?” “Bagaimana seharusnya kita hidup?” “Apa yang terjadi kemudian setelah kita mati?” Memandang Kitab Suci hanya sebagai literatur yang kita pelajari sebagaimana halnya buku-buku pelajaran lainnya adalah sangat mungkin, namun cara pandang seperti itu kurang tepat. Kita barangkali memahami isi Kitab Suci dan mendiskusikannya secara ilmiah mengenai beberapa pokok bahasan, tetapi kita akan gagal dalam memahami masalah yang sangat penting, kecuali kita bertanya pada diri kita : Apakah Kitab Suci benar-benar inspirasi Allah? Apakah Allah benar-benar berbicara kepada kita melalui halaman-halaman Kitab Suci? Apakah Kitab Suci memberikan pedoman hidup bagi kita? Apakah kita percaya pada pesan-pesan Kitab Suci tentang keselamatan dan kehidupan kekal melalui Yesus Kristus? Kitab Suci akan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas. Kita barangkali merasa nyaman dan puas ketika membaca sebuah novel yang bagus, tetapi ia tidak akan menyebabkan kehidupan kita berubah. Namun ketika kita membaca Kitab Suci, kita senantiasa ditantang untuk percaya dan menaruh harapan, untuk mencintai dan memberi, untuk berkorban dan saling membagi, untuk memaafkan dan menerima maaf, untuk tumbuh dan percaya. Barangkali kita menghargai Kitab Suci sebagai literatur yang hebat, akan tetapi kita baru benar-benar memahami Kitab Suci hanya setelah kita menyadari bahwa Kitab Suci adalah sarana dialog dengan Allah Yang Hidup. Beberapa tahun lalu saya berjumpa dengan seorang wanita lanjut usia yang didiagnosa menderita kanker yang mematikan. Setelah kami berbincang-bincang mengenai penyakitnya, saya bertanya apakah ia takut mati? “Oh tidak,” jawabnya tegas. “Yesus akan menuntun saya ke surga. Saya ingin hidup bersama suamiku lagi, dengan kedua orang tuaku. Saya percaya Tuhan akan menolong saya.” Ia benar-benar “memahami” Kitab Suci-nya! Mungkin ia tidak dapat mengutip bab dan ayat Kitab Suci, tetapi ia sangat mengerti akan janji Kristus, dan ia sungguh percaya! Sebaliknya sangat mungkin bagi seorang ilmuwan mengetahui hampir seluruh kata yang pernah diucapan Yesus yang berkaitan dengan kehidupan kekal tetapi ia tidak mempercayai satu kata pun. Tujuan kita melakukan studi Kitab Suci adalah mempelajari apa yang Allah katakan dalam Kitab Suci dan mempercayai-Nya serta kemudian melaksanakannya. Berdoa sebelum membuka Kitab Suci adalah sangat penting, karena dengan berdoa kita membuka hati dan pikiran kita kepada Sabda Allah melalui kata-kata-Nya yang tertulis dalam halaman-halaman Kitab Suci. Pada saat kita memperlajari Kitab Suci dan isi Kitab Suci sedang memenuhi kepala kita. Atau pada FB. Sinamartin, Jan saat kita membuka Kitab Suci sebagai langkah awal untuk berdoa. Atau ketika kita membuka Kitab Suci untuk mencari petunjuk, hendaklah kita mengawali langkah tersebut dengan berdoa kepada Tuhan : “Ya Allah, bantulah saya untuk memahami dan mengerti Sabda-Mu. Buatlah aku percaya pada Sabda-Mu. Kuatkanlah aku untuk melaksanakan Sabda-Mu itu. Amin.” Pertanyaan untuk bahan Diskusi dan Renungan 1. Adakah perikop-perikop dalam Kitab Suci yang menjadi favorit Anda? Mengapa? Pada bagian mana dari Kitab Suci yang masih membuat anda bingung? Mengapa? 2. Pada saat anda membuka Kitab Suci, atau ketika anda membaca Kitab Suci pada waktu mengikuti pelayanan doa, apakah anda sadar bahwa Allah sedang berbicara dengan anda melalui kata-kata yang tertulis dalam Kitab Suci? Aktivitas Diamlah untuk beberapa saat. Renungkanlah hal-hal yang paling penting yang belum anda mengerti dalam hidup anda. Kemudian, tulislah sebuah doa yang isinya memohon kepada Tuhan agar berkenan membatu menemukan jawaban tersebut dari dalam Kitab Suci. Selipkanlah doa ini di dalam Kitab Suci anda dan gunakan doa ini pada saat anda mempelajari atau membaca Kitab Suci. Posted by V. Prabowo Shakti at 2:54 AM 1 comments Kata Pengantar Kata Pengantar Salah satu pertanyaan yang akan diajukan Allah pada saat Penghakiman Terakhir adalah :” Sejauh mana anda menyukai buku-Ku?” Buku milik Allah adalah Kitab Suci, yang harus kita baca dan hayati sebagai pedoman hidup. Namun tidak dapat disangkal bahwa begitu kita membuka Kitab Suci, kita akan dihadapkan pada kenyataan bahwa Kitab Suci adalah buku yang sulit untuk dimengerti. Banyak orang berusaha untuk memahami Kitab Suci dengan cara membaca dari awal (Kitab Kejadian) sampai akhir (Kitab Wahyu), namun di sana akan dihadang oleh bab-bab yang sulit, halaman-halaman yang berisi nama-nama dan angka-angka, gaya penulisan yang tidak lazim, serta tebalnya isi Kitab Suci itu sendiri. Buku A Catholic Guide to the Bible yang sedang anda baca ini dimaksudkan sebagai pedoman untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut dalam memahami isi Kitab Suci. Melalui buku ini anda akan diajak untuk mengerti dari mana asalnya Kitab Suci itu. Di sini juga disajikan petunjuk terarah disertai latar belakang informasi dari perikop-perikop pilihan dari setiap kitab yang dibaca. Selanjutnya, para pembaca akan diajak membahas pelbagai macam topik seperti : bahasa-bahasa yang dipakai dalam Kitab Suci, bentuk-bentuk sastra, sejarah, dan teologi. Sudah barang tentu di sini dibutuhkan waktu dan usaha keras. Seperti halnya siswa yang sedang belajar piano, mula-mula oleh instrukturnya akan diajar bagaimana cara membaca not balok terlebih dahulu untuk kemudian dapat memainkan komposisi piano yang indah. Begitu pula siswa-siswa yang belajar Kitab Suci : pertama-tama harus mempelajari dasar-dasar ilmu kitab suci terlebih dahulu untuk kemudian dapat mengerti dan memahami Kitab Suci. Siswa-siswa yang belajar piano biasanya dianjurkan untuk berlatih setiap hari. Anda sebagai “siswa” yang sedang belajar Kitab Suci yang menggunakan buku A Catholic Guide to the Bible ini sebagai “pedoman,” dianjurkan untuk menyisihkan waktu setiap hari membaca bebarapa halaman dari buku ini kemudian melihat FB. Sinamartin, Jan hubungannya pada rujukan-rujukan dalam Kitab Suci dan menjawab pertanyaan dari Workbook (lihat di bagian belakang dari buku ini). Anda tentunya akan memperoleh manfaat yang tidak sedikit dari metoda belajar seperti ini, ketimbang melalui cara “borongan.” Dalam menulis A Catholic Guide to the Bible ini, saya berusaha untuk tetap sejalan dengan ajaranajaran iman Gereja Katolik. Dalam banyak hal di mana Gereja tidak mengeluarkan pernyataan resmi berkaitan dengan penafsiran Kitab Suci, saya akan berusaha sebaik mungkin untuk menyatakan pendapat saya di dalam batas-batas alasan dan kesetiaan pada dogma Gereja. Rujukan-rujukan yang mengacu pada Katekismus Gereja Katolik akan menggunakan penyebutan seperti : K 1-10, berarti Anda diajak untuk melihat Seksi I s/d X di dalam Katekismus Gereja Katolik (Edisi Indonesia : Para Waligereja Regio Nusa Tenggara, Cetakan II : 1998). Buku A Catholic Guide to the Bible ini merupakan ajakan untuk mempelajari Kitab Suci. Ia, buku ini, juga merupakan undangan untuk mengarungi “petualangan” : mendengarkan Sabda Allah, membaca setiap katakata yang pernah Yesus baca, membuka halaman-halaman yang pernah disentuh (dibaca) oleh para santa dan santo! Yang kesemuanya itu ada di dalam Kitab Suci. Selain itu, buku ini merupakan bujukan untuk menemukan bahwa Kitab Suci adalah merupakan “harta karun” yang menemani kita dalam mengarungi samudera kehidupan. Begitu kita memahami dasar-dasar ilmu kitab suci dan Kitab Suci telah menjadi bagian dari keseharian kita, itu berati bahwa Allah sendiri yang berbicara kepada kita melalui halaman-halaman Kitab Suci. Dan nantinya kita dapat dengan tepat dan tanpa ragu memberikan jawaban pada Hari Penghakiman : “Oh, buku milikMu Tuhan? Saya sungguh mencintainya. Ia merupakan pedoman bagi saya guna mengenal kehadiranMu!” ROMO OSCAR LUKEFAHR, C.M. P.S : Ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam penulisan buku ini : ………Kepada Romo David Polek, C.SS.R., yang mula-mula menyaranakan penulisan buku ini. Kepada Cecelia Portlock, yang memberikan nasehat dan keahliannya yang sangat berharga. Kepada semua pihak yang telah membaca seluruh naskah dan workbook, utamanya : Frank dan Gail Jones, Delores Lindhurst, dan Kathy dan Dennis Vollink. Semua pihak yang telah membantu tahap-tahap penulisan buku ini : Carol Meyer, Kesey Nugent, Henry dan Jeanne Moreno, Romo John Tackaberry, C.M., Mary Ann Tockzylowsky, Brock dan Kathy Whittenberger, dan Dr. Micahel Wulfers. Kepada Kelas Studi Kitab Suci pada Paroki St. Vincent de Paul di Perryville, Missouri, yang dorongan dan nasehatnya sangat berharga. Kepada adik saya, Joann Lukefahr, D.C., yang telah membentuk Kelas Studi Kitab Suci. Kepada dosen-dosen Kitab Suci saya di seminari, Romo James Fischer, C.M. dan Romo Gilmore Guyot, C.M. Kepada Penny Elder, Cheryl Callier, dan Sherrie Hotop, yang telah membantu edisi kedua dan workbook, dan kepada Kass Dotterweich untuk tugas pengeditan edisi ini. Semoga Berkat Allah menyertai anda semua! Posted by V. Prabowo Shakti at 1:54 AM 0 comments A Catholic Guide To The Bible by Oscar Lukefahr, C.M. Tidak ada yang lebih bahagia bagi saya ketika menyelesaikan Versi Bahasa Indonesia dari A Catholic Guide To The Bible yang ditulis oleh Romo Oscar Lukefahar, C.M.. Saya mendapatkan buku ini setelah mendaftar kursus alkitab di Catholic Home Study Services yang diselenggarakan oleh Catholic Home Study Service (CHSS), Komunitas Vincentian & Missouri Knights of Columbus, Amerika Serikat, di bawah bimbingan Romo Oscar Lukefahr, C.M.. Kursus Kitab Suci di CHSS ini telah berlangsung selama enam puluh tahun, tanpa dipungut biaya alias gratis. Ada tujuh materi kursus yang diselenggarakan oleh CHSS. Salah satunya adalah A Catholic Guide To The Bible, yang merupakan pilihan favorit bagi para siswa yang sedang mendalami Kitab Suci. “Explains Catholic principles of interpreting the Bible. Takes the student through the Bible, FB. Sinamartin, Jan offering pertinent information about the historical background, author, and literary style of each book. Selects readable passages from each book of the Bible so that the student can become familiar with the whole Bible and understand it as the Word of God.” Oleh karena itu tidak terlalu berlebihan jika dikatakan bahwa buku A Catholic Guide To The Bible merupakan buku “Referensi/Studi Kitab Suci” kategori Best Seller atau yang paling banyak dibaca orang di seluruh dunia. Merupakan berita gembira bagi anda yang berminat mendalami Kitab Suci di CHSS, karena kini telah tersedia A Catholic Guide To The Bible versi Bahasa Indonesia. Bagi anda yang berminat mengikuti kursus di CHSS daftarkan nama anda di website http://www.amm.org/chss.htm atau anda dapat menghubungi Catholic Home Study Service, PO Box 363, Perryville, MO 63775-0363 USA. Buku A Catholic Guide To Bible versi bahasa Indonesia ini sedang dalam proses pencetakan di Penerbit Obor, Jakarta, Copyright ada pada penerjemah. Selamat membaca V. Prabowo Shakti PD Kharismatik, Kemetiran, Yogyakarta