Kitab Suci

advertisement
FB. Sinamartin, Jan
A Catholic Guide To The Bible -
by Oscar Lukefahr, C.M.
Tidak ada yang lebih bahagia bagi saya ketika menyelesaikan Versi Bahasa Indonesia dari A Catholic Guide
To The Bible yang ditulis oleh Romo Oscar Lukefahar, C.M..
Saya mendapatkan buku ini setelah mendaftar kursus alkitab di Catholic Home Study Services yang
diselenggarakan oleh Catholic Home Study Service (CHSS), Komunitas Vincentian & Missouri Knights of
Columbus, Amerika Serikat, di bawah bimbingan Romo Oscar Lukefahr, C.M..
Kursus Kitab Suci di CHSS ini telah berlangsung selama 60 tahun, tanpa dipungut biaya alias gratis.
Ada 7 materi kursus yang diselenggarakan oleh CHSS. Salah satunya adalah A Catholic Guide To The
Bible, yang merupakan pilihan favorit bagi para siswa yang sedang mendalami Kitab Suci.
“Explains Catholic principles of interpreting the Bible. Takes the student through the Bible,
offering pertinent information about the historical background, author, and literary style of
each book. Selects readable passages from each book of the Bible so that the student can
become familiar with the whole Bible and understand it as the Word of God.”
Oleh karena itu tidak terlalu berlebihan jika dikatakan bahwa buku A Catholic Guide To The Bible merupakan
buku “Referensi/Studi Kitab Suci” kategori Best Seller atau yang paling banyak dibaca orang di seluruh dunia.
Merupakan berita gembira bagi anda yang berminat mendalami Kitab Suci di CHSS, karena kini telah tersedia
A Catholic Guide To The Bible versi Bahasa Indonesia.
Bagi anda yang berminat mengikuti kursus di CHSS daftarkan nama anda di website
http://www.amm.org/chss.htm atau anda dapat menghubungi Catholic Home Study Service, PO Box 363,
Perryville, MO 63775-0363 USA.
Buku A Catholic Guide To Bible versi bahasa Indonesia ini sedang dalam proses pencetakan di Penerbit Obor,
Jakarta, Copyright ada pada penerjemah.
FB. Sinamartin, Jan
Kata Pengantar
Salah satu pertanyaan yang akan diajukan Allah pada saat Penghakiman Terakhir adalah :” Sejauh
mana anda menyukai buku-Ku?” Buku milik Allah adalah Kitab Suci, yang harus kita baca dan hayati sebagai
pedoman hidup.
Namun tidak dapat disangkal bahwa begitu kita membuka Kitab Suci, kita akan dihadapkan pada
kenyataan bahwa Kitab Suci adalah buku yang sulit untuk dimengerti. Banyak orang berusaha untuk
memahami Kitab Suci dengan cara membaca dari awal (Kitab Kejadian) sampai akhir (Kitab Wahyu), namun
di sana akan dihadang oleh bab-bab yang sulit, halaman-halaman yang berisi nama-nama dan angka-angka,
gaya penulisan yang tidak lazim, serta tebalnya isi Kitab Suci itu sendiri.
Buku A Catholic Guide to the Bible yang sedang anda baca ini dimaksudkan sebagai pedoman untuk
mengatasi hambatan-hambatan tersebut dalam memahami isi Kitab Suci. Melalui buku ini anda akan diajak
untuk mengerti dari mana asalnya Kitab Suci itu. Di sini juga disajikan petunjuk terarah disertai latar belakang
informasi dari perikop-perikop pilihan dari setiap kitab yang dibaca.
Selanjutnya, para pembaca akan diajak membahas pelbagai macam topik seperti : bahasa-bahasa yang
dipakai dalam Kitab Suci, bentuk-bentuk sastra, sejarah, dan teologi. Sudah barang tentu di sini dibutuhkan
waktu dan usaha keras. Seperti halnya siswa yang sedang belajar piano, mula-mula oleh instrukturnya akan
diajar bagaimana cara membaca not balok terlebih dahulu untuk kemudian dapat memainkan komposisi piano
yang indah. Begitu pula siswa-siswa yang belajar Kitab Suci : pertama-tama harus mempelajari dasar-dasar
ilmu kitab suci terlebih dahulu untuk kemudian dapat mengerti dan memahami Kitab Suci.
Siswa-siswa yang belajar piano biasanya dianjurkan untuk berlatih setiap hari. Anda sebagai “siswa”
yang sedang belajar Kitab Suci yang menggunakan buku A Catholic Guide to the Bible ini sebagai “pedoman,”
dianjurkan untuk menyisihkan waktu setiap hari membaca bebarapa halaman dari buku ini kemudian melihat
hubungannya pada rujukan-rujukan dalam Kitab Suci dan menjawab pertanyaan dari Workbook (lihat di
bagian belakang dari buku ini). Anda tentunya akan memperoleh manfaat yang tidak sedikit dari metoda
belajar seperti ini, ketimbang melalui cara “borongan.”
Dalam menulis A Catholic Guide to the Bible ini, saya berusaha untuk tetap sejalan dengan ajaranajaran iman Gereja Katolik. Dalam banyak hal di mana Gereja tidak mengeluarkan pernyataan resmi berkaitan
dengan penafsiran Kitab Suci, saya akan berusaha sebaik mungkin untuk menyatakan pendapat saya di
dalam batas-batas alasan dan kesetiaan pada dogma Gereja. Rujukan-rujukan yang mengacu pada
Katekismus Gereja Katolik akan menggunakan penyebutan seperti : K 1-10, berarti Anda diajak untuk melihat
Seksi I s/d X di dalam Katekismus Gereja Katolik (Edisi Indonesia : Para Waligereja Regio Nusa Tenggara,
Cetakan II : 1998).
Buku A Catholic Guide to the Bible ini merupakan ajakan untuk mempelajari Kitab Suci. Ia, buku ini, juga
merupakan undangan untuk mengarungi “petualangan” : mendengarkan Sabda Allah, membaca setiap katakata yang pernah Yesus baca, membuka halaman-halaman yang pernah disentuh (dibaca) oleh para santa
dan santo! Yang kesemuanya itu ada di dalam Kitab Suci. Selain itu, buku ini merupakan bujukan untuk
menemukan bahwa Kitab Suci adalah merupakan “harta karun” yang menemani kita dalam mengarungi
samudera kehidupan. Begitu kita memahami dasar-dasar ilmu kitab suci dan Kitab Suci telah menjadi bagian
dari keseharian kita, itu berati bahwa Allah sendiri yang berbicara kepada kita melalui halaman-halaman Kitab
Suci.
Dan nantinya kita dapat dengan tepat dan tanpa ragu memberikan jawaban pada Hari Penghakiman :
“Oh, buku milikMu Tuhan? Saya sungguh mencintainya. Ia merupakan pedoman bagi saya guna mengenal
kehadiranMu!”
ROMO OSCAR LUKEFAHR, C.M.
FB. Sinamartin, Jan
P.S : Ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam penulisan buku ini :
………Kepada Romo David Polek, C.SS.R., yang mula-mula menyaranakan penulisan buku ini. Kepada
Cecelia Portlock, yang memberikan nasehat dan keahliannya yang sangat berharga. Kepada semua pihak
yang telah membaca seluruh naskah dan workbook, utamanya : Frank dan Gail Jones, Delores Lindhurst, dan
Kathy dan Dennis Vollink. Semua pihak yang telah membantu tahap-tahap penulisan buku ini : Carol Meyer,
Kesey Nugent, Henry dan Jeanne Moreno, Romo John Tackaberry, C.M., Mary Ann Tockzylowsky, Brock dan
Kathy Whittenberger, dan Dr. Micahel Wulfers. Kepada Kelas Studi Kitab Suci pada Paroki St. Vincent de Paul
di Perryville, Missouri, yang dorongan dan nasehatnya sangat berharga. Kepada adik saya, Joann Lukefahr,
D.C., yang telah membentuk Kelas Studi Kitab Suci. Kepada dosen-dosen Kitab Suci saya di seminari, Romo
James Fischer, C.M. dan Romo Gilmore Guyot, C.M. Kepada Penny Elder, Cheryl Callier, dan Sherrie Hotop,
yang telah membantu edisi kedua dan workbook, dan kepada Kass Dotterweich untuk tugas pengeditan edisi
ini. Semoga Berkat Allah menyertai anda semua!
nday, October 08, 2006
Bab Satu : Kitab Suci, Keyakinan, dan Awal Mula
Pada suatu pagi di hari Sabtu, bel di pintu depan pastoran berbunyi. Dan saya mendapat kunjungan dua anak
muda berpakaian rapi. Masing-masing membawa Kitab Suci dan koper. Mereka terkejut ketika mengetahui
bahwa yang dihadapinya adalah seorang imam Katolik (pastoran yang saya tempati tidak ada bedanya
dengan rumah-rumah biasa di kota kecil tempat saya berdomisili), namun demikian mereka memohon ijin
untuk masuk.
Saya menyilakan mereka ke ruang tamu dan memperkenalkan diri sebagai seorang pastor dari
Gereja Katolik setempat. Kemudian mereka memperkenalkan nama masing-masing dan kaitannya dengan
tugas sukarela dari gerejanya, seperti : melakukan kunjungan dari rumah ke rumah, menjelaskan keyakinan
mereka, dan membagi-bagikan brosur. Yang paling muda minta maaf karena tugas mewartakan “Sabda Allah”
merupakan hal yang relatif masih baru, namun karena tiba gilirannya, mau tak mau ia harus berbicara. Ia
melanjutkan dengan memberikan penafsiran ayat demi ayat doa Bapa Kami. Tampaknya ia semakin gugup
setelah menyadari bahwa penjelasannya mengenai Doa Bapa Kami kurang mengena apalagi kepada seorang
imam yang usianya dua kali umurnya. Akhirnya, ia mencapai puncak bingungannya karena lupa pada ayat
setelah “berilah kami rejeki pada hari ini,” ia berhenti dan mengajak melanjutkan percakapan yang umumumum saja.
Setelah tenang kembali ia bertanya bagaimana harus menyapa saya. “Sesukamu sajalah,” jawab
saya, “tetapi kebanyakan orang memanggil saya “bapa” (di Amerika Serikat sebutan untuk seorang romo,
imam, atau pastor Katolik adalah “father,” yang dalam bahasa Indonesia “bapa”). Mendengar jawaban saya, ia
balik bertanya :” bukankah Yesus berkata : Janganlah pula kamu memanggil seorang di bumi Bapa sebab
hanya ada seorang Bapa ialah yang ada di surga?” Saya menjelaskan bahwa tafsiran Gereja Katolik
mengenai Matius 23:9, adalah bahwa Yesus menentang sikap-sikap yang keliru atas kebanggaan superioritas
(salah satu bentuk kekuasaan yang dimonopoli oleh para ahli Taurat dan orang-orang Farisi pada waktu itu),
tidak berarti Yesus melarang penggunaan kata bapa atau guru; sebaliknya kata-kata ini tidak mengacu kepada
kepala keluarga (parents) atau guru! Saya juga menjelaskan bahwa Gereja Katolik mengikuti praktek Santo
Paulus, yang menulis kepada umat yang dilayaninya : “Karena akulah yang dalam Kristus Yesus telah menjadi
bapamu oleh Injil yang kuberitakan kepadamu.” (I Kor 4: 15).
Diskusi kami berlanjut sampai kepada metoda menafsirkan Kitab Suci. Mereka menyatakan keyakinannya
bahwa Kitab Suci memberikan semacam kerangka-waktu (timetable) bagi masa depan, termasuk hari kiamat.
Saya menjelaskan bagaimana ajaran Gereja Katolik menafsirkan tentang “hari” (baca: kiamat). Bahwa
FB. Sinamartin, Jan
“tentang hari atau saat itu, hanya Allah Bapa saja yang tahu." (Mrk 13:32), dan kita harus selalu siap untuk
berjumpa dengan Kristus.
Kemudian kedua anak muda itu mohon pamit. Kunjungan mereka sangat bersahabat, ditandai dengan sikap
sopan-santun dan saling menghormati. Namun demikian saya tidak membuat lingkaran pada tanggal di
kalender saya untuk hari kiamat, dan saya pun ragu apakah kedua anak muda itu memanggil pendeta mereka
“bapa”!
Apa Arti Kitab Suci?
Cerita kunjungan Sabtu pagi di atas memberikan gambaran nyata bahwa mereka yang menyebut diri Kristiani
-- dua anak muda dan seorang imam Katolik -- barangkali memang betul-betul membaca Kitab Suci, tetapi
mungkin saja pemahaman mereka akan Kitab Suci tidaklah sama. Hal seperti ini bisa terjadi karena sebagian
bahasa Kitab Suci tergolong kompleks (rumit). Kita semua memiliki pengalaman menyampaikan suatu ide
tertentu kepada orang lain, tetapi mereka tidak memahami apa yang kita maksudkan. Kerumitan ini akan
semakin bertambah manakala seseorang berusaha berkomunikasi menembus batas-batas (barriers) waktu,
budaya, atau bahasa.
Dewasa ini dalam berkomunikasi kita menggunakan bahasa Indonesia. Sutan Takdir Alisyahbana pun pada
tahun 1920-an telah menggunakan bahasa Indonesia. Tetapi kita dewasa ini merasa kesulitan menangkap
makna kata-kata yang ia pergunakan dalam tulisan-tulisan sastranya seperti misalnya “pauh dilayang,” akan
cenderung kita artikan sebagai “sesuatu yang diterbangkan atau dilontarkan ke udara.” Padahal arti kata itu
sebenarnya adalah : mengiris mangga! Suatu ungkapan yang biasa dipergunakan di suatu daerah, belum
tentu cocok bila diterapkan di daerah lain. Di Indonesia ungkapan “celana ini kependekan untuk saya,” tidak
cocok bila diterapkan di negara tetangga kita Malaysia karena orang di sana akan menggunakan ungkapan
“celana ini terlalu singkat bagi saya.” Beberapa puluh tahun lalu Chevrolet Motor Co., mengeluarkan model
mobil yang diberi nama “Nova” dan diekspor ke Mexico dan ternyata pemasaran mobil itu jeblok! Setelah
diteliti ketahuanlah bahwa dalam bahasa Spanyol No va berarti “tidak bisa jalan!”
Kitab Suci ditulis dalam rentang waktu ribuan tahun lalu oleh orang-orang yang memiliki kebudayaan yang
sangat berbeda dengan kita dan menggunakan bahasa yang sama sekali tidak kita mengerti. Kitab Suci ditulis
dalam format sastra yang sangat berlainan dengan karya-karya sastra Indonesia kontemporer dewasa ini.
Banyak kata-kata penting dalam Kitab Suci, misalnya yang diucapkan Yesus menggunakan bahasa Aram,
yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani, dan selanjutnya diterjemahkan lagi ke dalam bahasabahasa Eropa, baru kemudian dialihkan ke dalam Bahasa Indonesia. Dalam konteks seperti inilah, kita
dihadapkan pada pelbagai masalah yakni mengartikan Kitab Suci.
Adalah keyakinan Gereja Katolik dan banyak lagi gereja-gereja Kristen lainnya yang menganggap bahwa
Kitab Suci juga ditulis oleh Allah. Ini berarti bahwa kita dapat sepenuhnya percaya akan isi Kitab Suci pada
tataran yang tidak ada bandingannya. Namun demikian hal ini justru akan menimbulkan persoalan lebih lanjut.
Bagaimana mungkin suatu tulisan yang sama dikerjakan baik oleh Allah maupun manusia? Lantas bagaimana
cara kita menafsirkan tulisan-tulisan tersebut?
Pandangan resmi Gereja Katolik adalah bahwa Allah sendiri yang memberi inspirasi kepada manusia penulis
Kitab Suci melalui bakat, kemampuan, dan gaya yang mereka miliki. Allah tidak serta merta mendikte pesanpesan yang ingin disampaikan kepada para penulis atau menggunakan mereka sebagai juru bicara semata
yang tidak memiliki peran samasekali. Oleh karena itu, untuk dapat mengerti dengan baik setiap bagian dalam
Kitab Suci mau tak mau kita harus kembali lagi kepada masa dan tempat asal manusia penulis Kitab Suci
dengan menggali pesan-pesan yang diungkapkan oleh para penulis tersebut.
Pada tahap selanjutnya kita akan mempelajari secara lebih rinci ihwal penafsiran Kitab Suci. Pada titik ini kita
telah bersepakat bahwa Kitab Suci harus ditafsirkan. Tak dapat disangkal memang ada pihak-pihak yang
FB. Sinamartin, Jan
beranggapan bahwa kita dapat memahami Kitab Suci dari kata-kata yang terkandung dalam Kitab Suci itu
sendiri. Tetapi rentang waktu ribuan tahun lalu dan fakta bahwa Kitab Suci ditulis di dalam bahasa yang
dipergunakan bagi orang-orang yang berbeda budaya, semakin meyakinkan kita bahwa mempelajari dan
menafsirkan adalah sangat penting jika kita ingin memahami secara baik Kitab Suci.
Untuk memperkuat pandangan ini, kita hanya memerlukan beberapa kutipan dari ayat Kitab Suci. Mazmur
144:1 berbunyi:” Terpujilah TUHAN, gunung batuku.” Apakah ini berarti bahwa Allah adalah benda-benda
padat atau apakah ayat tersebut memiliki makna bahwa Allah adalah pencipta yang maha perkasa sehingga
kita bisa bergantung padaNya? Dengan demikian menafsirkan Kitab Suci adalah penting. Contoh lain bisa kita
temukan dalam Lukas 14:26, di mana Yesus berkata : "Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak
membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan
nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.” Apakah ini berarti bahwa Yesus mengajak kita membenci
keluarga kita sendiri? Atau apakah ucapan Yesus dalam bahasa Armaic itu berarti lain? Lagi-lagi di sini
ditunjukkan bahwa menafsirkan Kitab Suci adalah sangat penting.
Penelitian Para Ilmuwan
Ide menafsirkan Kitab Suci telah menempatkan sebagian orang Katolik dalam posisi yang tidak nyaman.
Mereka mungkin memahami bahwa beberapa pasal-pasal Kitab Suci diasumsikan sebagai historis tetapi
sekarang harus ditafsirkan dengan cara yang berbeda. Bukankah ini berarti bahwa seluruh isi Kitab Suci
hanyalah cerita khayalan?
Jelas bukan. Beberapa tahun belakangan ini memang telah terjadi perubahan pemahaman terhadap
beberapa bagian Kitab Suci. Perubahan pemahaman ini karena hasil penemuan para ilmuwan di bidang
bahasa, arkeologi, dan sejarah.
Bahasa : Abad 19 dan 20 ini telah mengungkap ribuan dokumen yang sebelumnya tidak diketahui sejak
jaman Kitab Suci. Naskah-naskah yang ditulis dalam bahasa Mesir, Babylonia, Persia, Aram, dan bahasabahasa lainnya memungkinkan para ilmuwan mengungkap cara-cara penulisan dan berpikir orang-orang
kuno. Penemuan-penemuan seperti Gulungan Laut Mati (salinan naskah kuno dari beberapa bagian Kitab
Suci dan beberapa tulisan lain ditemukan di gua-gua padang pasir selatan Yerusalem) pada 1947 telah
membantu para ahli membuat kemajuan yang menakjubkan dalam memahami baik Perjanjian Lama maupun
Perjanjian Baru.
Arkeologi : Dalam dua abad belakangan ini, para arkeolog telah membawa pengertian baru pada Kitab Suci.
Monumen-monumen dan kota-kota kuno telah digali dan dipelajari di Mesir, Palestina, dan tempat-tempat
penting lainnya menurut Kitab Suci. Hampir seluruh aspek kehidupan yang disebutkan dalam Kitab Suci telah
diklarifikasi sedemikian rupa.
Sejarah : Ditopang oleh penemuan-penemuan arkeologi, para ahli sejarah telah memperoleh gambaran yang
lebih akurat mengenai kehidupan masa lalu. Mereka telah mampu mendokumentasikan bagian-bagian dari
Kitab Suci yang tidak historis dan yang historis.
Alhasil, kita barangkali berada pada posisi yang lebih baik dalam memahami maksud dari penulis-penulis
Kitab Suci sejak jaman Yesus. Mungkin kita perlu merevisi pandangan kita atas beberapa bagian dari Kitab
Suci, namun demikian bukan berarti kita beranggapan bahwa secara keseluruhan isi Kitab Suci adalah
dongeng belaka. Ada sejarah di dalam Kitab Suci. Tetapi ada pula perumpamaan-perumpamaan, puisi, ceritacerita pendek, drama, cerita tentang binatang, dan pelbagai macam tulisan lainnya.
Hal-hal di atas sepertinya merupakan suatu tantangan tersendiri karena begitu luas cakupannya. Betul bahwa
penelitian-penelitian seperti telah disebut di muka memerlukan pengetahuan bahasa-bahasa kuno, pelbagai
budaya, dan sejarah. Barangkali ini di luar kemampuan manusia pada umumnya. Tetapi para ilmuwan Kitab
Suci telah membantu banyak hal bagi kita. Melalui bantuan mereka kita dapat belajar mengenal dan
FB. Sinamartin, Jan
memahami bentuk-bentuk sastra Kitab Suci, seperti halnya kita mengenal dan memahami karya-karya sastra
kontemporer dewasa ini.
Kita memperoleh manfaat yang sangat besar atas penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan
utamanya dalam hal penterjemahan Kitab Suci yang dewasa ini semakin bagus. Terjemahan-terjemahan Kitab
Suci dewasa ini sudah mendekati makna naskah aslinya (dokumen-dokumen yang ditulis tangan) ketimbang
terjemahan Kitab Suci beberapa puluh tahun lalu. Kalau kita membuka Kitab Suci Komunitas Kristiani
(Edisi Pastoral Katolik, 2001) di sana akan kita jumpai latar belakang sejarah, masa penulisan masing-masing
kitab sekaligus penulisnya, dan yang terpenting disediakan tafsiran di bagian bawah sebagai pedoman atau
bantuan bagi para pembaca.
Catatan penulis sebagai klarifikasi : Dalam buku ini kerap menyebut para ilmuwan Kitab Suci. Ini sekadar
menunjuk kepada pekerjaan mereka sebagai ilmuwan. Segala upaya telah dilakukan di sini untuk mengikuti
keyakinan ilmuwan atas ajaran-ajaran Gereja Katolik dan mengungkapkan pandangan yang sejalan dengan
yang telah ditetapkan Gereja. Tetapi pandangan ilmuwan dapat berubah begitu ada bukti-bukti baru yang
ditemukan oleh para arkeolog, ahli bahasa, dan sejarawan. Hal ini tentu saja tidak lantas membuat kita
cemas. Iman kita tidak terletak pada spekulasi para ilmuwan, tetapi pada kebijaksanaan dan otoritas Allah.
Sementara teori dan pendapat para ilmuwan berubah, doktrin dasar Gereja Katolik yang dibangun adalah
pasti dan sepanjang masa sebab ia berasal dari Yesus Kristus sendiri, Tuhan dan Allah kita, “baik kemarin
maupun hari ini dan sampai selama-lamanya.” (Ibr 13:8).
Tafsir Modern Kitab Suci
Tidak ada naskah tulisan tangan penulis asli yang bisa terpelihara hingga dewasa ini. Naskah-naskah tua
yang ada adalah salinan dan terjemahan, beberapa naskah tua tersebut berusia ribuan tahun, bahkan ada
yang lebih tua lagi. Pada abad-abad lalu, belum ada kesepahaman mengenai apa sesungguhnya yang
dikatakan kitab-kitab asli. Tetapi kemajuan di bidang arkeologi, ilmu bahasa, dan ilmu sejarah telah membantu
ilmuwan Kitab Suci mencapai kesepakatan mengenai hakikat dari teks-teks asli Kitab Suci.
Alhasil, banyak perbedaan mendasar yang sebelumnya dapat kita temui pada terjemahan Kitab Suci
Protestan maupun Katolik yang dewasa ini sudah dapat dihilangkan. Sebagai contoh, tambahan yang tidak
alkitabiah pada Doa Bapa Kami, “[Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan
sampai selama-lamanya. Amin.] telah dihilangkan dalam terjemahan modern Kitab Suci Portestan. Namun
demikian, akan tetap ada terjemahan versi Protestan maupun Katolik. Pada negara-negara yang berbahasa
Inggris versi terjemahan ini lebih banyak lagi. Barangkali kita bertanya dalam hati, “Mengapa begitu banyak
versi? “Versi mana yang harus saya pakai?”
Tak dapat disangkal bawa terjemahan Kitab Suci banyak sekali versinya. Karena sebuah kata bisa saja
memiliki banyak arti dan bisa menjadi pokok perbedaan dalam penafsiran. Seorang penerjemah mungkin lebih
suka menggunakan kata membantu. Tetapi lainnya lebih senang memakai kata menolong. Bagi seorang ahli
bahasa kata cinta barangkali lebih menjadi pilihan ketimbang kata karitas. Tetapi ahli bahasa lainnya kata
karitas merupakan pilihan yang terbaik.
Beberapa terjemahan diupayakan sedekat mungkin mengikuti bahasa aslinya, sementara terjemahan bebas,
atau parafrase, menekankan ide-ide yang dinyatakan kembali dengan kata-kata sendiri. Pendekatan yang
pertama menghasilkan versi terjemahan yang mendekati penulis asli, tetapi bahasanya mungkin terlihat kaku.
Sedangkan yang ke-2 memiliki keuntungan karena menghasilkan lebih banyak keragaman teks-teks yang
lebih enak dibaca, tetapi hal ini bisa mengakibatkan hasil terjemahannya agak bias dari maksud aslinya.
Di Indonesia pun terjemahan Kitab Suci banyak ragamnya, seperti Kitab Suci Dalam Bahasa Indonesia
Sehari-hari, Kitab Suci Terjemahan Baru Versi I, Kitab Suci Terjemahan Baru Versi II, belum lagi yang
diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa daerah seperti Batak, Jawa, Sunda, Minahasa, Bugis, dll. Selain itu
FB. Sinamartin, Jan
ada yang diterjemahkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) untuk Protestan. Sedangkan yang Katolik
dikerjakan oleh Lembaga Biblika Indonesia (LBI). Namun demikian KWI tetap mengakui hasil terjemahan yang
dikeluarkan oleh LAI. Sebagai orang Katolik kita bisa memilih Kitab Suci hasil terjemahan LAI dengan
tambahan kitab-kitab Deuterokanonika yang diselenggaran oleh LBI. Atau kita bisa menggunakan Kitab Suci
Komunitas Kristiani Edisi Pastoral Katolik (Penerbit OBOR, 2002).
Awal Mula Membaca Kitab Suci
Kitab Suci sejatinya merupakan sebuah kumpulan kitab-kitab. Kitab itu sendiri merupakan hasil terjemahan
dari bahasa Yunani biblia. Kitab Suci juga kerap disebut dengan “Kumpulan Karya Tulis Sakral” (the sacred
writings). Pada dasarnya terdapat dua bagian penting dalam Kitab Suci yaitu : Perjanjian Lama, ditulis
sebelum jaman Yesus Kristus, dan Perjanjian Baru, ditulis dalam masa 100 tahun setelah Kematian dan
Kebangkitan Kristus. Sebagian besar Kitab Suci memiliki daftar isi serta metoda penomoran baik untuk
Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Selain itu biasanya terdapat pula daftar singkatan yang lazimnya
merujuk kepada setiap kitab di dalam Kitab Suci.
Masing-masing kitab dibagi-bagi lagi menjadi bab-bab dan ayat-ayat. Sistem penomoran yang dipakai dewasa
ini sejatinya bukan merupakan bagian dari Kitab Suci yang asli, pemenggalan pada bab-bab dan ayat-ayat
seringkali tidak sinkron dengan arti teks. Namun demikian metoda ini telah diterima oleh masyarakat dunia
guna menemukan kutipan-kutipan di dalam Kitab Suci.
Cara yang lazim digunakan untuk merujuk pada kutipan-kutipan Kitab Suci adalah sebagai berikut : pertama,
penyebutan nama Kitab (biasanya disingkat, seperti Matius disingkat dengan Mat., Kejadian menjadi Kej.);
kedua, diikuti oleh sebuah angka, yang menunjukkan pada Bab dari kitab tersebut. Mat 2 berarti Injil Matius
Bab 2. Setelah itu diikuti dengan titik dua (:) dan dilanjutkan dengan angka, yang menunjuk pada Ayat. Mat
2:19-23 berarti Injil Matius Bab 2, Ayat 19 s/d 23.
Jika kutipan yang kita pilih merujuk pada lebih dari satu bab, akan ditulis demikian : Mat 2:19-3:6, dibaca Injil
Matius Bab 2, Ayat 19 sampai dengan Bab 3, Ayat 6.
Kerap pula ayat-ayat tertentu di dalam satu Bab dirujuk, tetapi lainnya dilewati. Sebuah koma biasanya
digunakan untuk menunjuk pada ayat-ayat yang dilewati. Sebagai contoh, 1 Raj 2:1-4, 10-11 mengacu pada
Kitab Pertama Raja-raja Bab 2, Ayat 1 s/d 4 dan Ayat 10 s/d 11. (Ayat-ayat 5 s/d 9 dilewati).
Metoda penomoran ini pada awalnya akan membuat kita bingung, tetapi ia akan menjadi mudah setelah kita
terbiasa dengan Kitab Suci dan setelah melalui proses membuka dan membaca bab demi bab.
Setelah kita memahami metoda penulisan kutipan dalam Kitab Suci. Mulai sekarang seluruh kutipan
Kitab Suci dalam buku ini akan menggunakan singkatan dan penomoran yang telah dijelaskan di muka.
Singkatan dan metoda penomoran yang telah kita pelajari lazim digunakan di gereja-gereja Indonesia, baik
Katolik maupun Protestan.
Alat-bantu Memahami Kitab Suci
Buku A Catholic Guide To The Bible ini, akan membimbing para pembaca menjelajahi Kitab Suci. Alatbantu lain barangkali dapat kita temukan dalam buku-buku yang mengkhususkan diri pada Studi Kitab Suci.
Komentar Kitab Suci misalnya, memuat penjelasan ayat demi ayat pada setiap bab-bab dalam Kitab Suci.
Atlas Kitab Suci membantu kita menemukan tempat atau letak kejadian-kejadian (kisah) di dalam Kitab Suci
baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Atlas Kitab Suci terkadang memberi penjelasan rinci tentang
kehidupan sehari-hari di jaman kuno (jaman Kitab Suci). Konkordansi memuat daftar kata-kata yang ada
dalam Kitab Suci serta menunjukkan pada bab serta pasal di mana kata-kata tersebut berada. Catatan
FB. Sinamartin, Jan
Penterjemah : Di Indonesia Konkordansi Alkitab karangan Dr. D.F. Walker sejak 1978 telah dipergunakan di
kalangan gereja maupun mahasiswa teologi. Kamus Kitab Suci memberikan penjelasan mengenai kata-kata,
nama-nama, dan tempat-tempat penting yang ada di dalam Kitab Suci. Audio Kitab Suci biasanya
diperuntukkan kepada pembaca tuna-netra sehingga Sabda Allah sampai juga kepada mereka melalui alatbantu tersebut. Atau Audio Kitab Suci bisa juga dipergunakan jika tempat dan waktu memang kurang
memungkinkan jika memakai sarana Kitab Suci biasa. Program Komputer Kitab Suci, adalah Kitab Suci yang
ditulis menggunakan sarana program komputer sehingga pengguna dapat langsung mengakses setiap kata
dan ayat dan langsung ditampilkan di layar komputer.
Sesungguhnya terdapat puluhan ribu buku yang menyediakan informasi mengenai Kitab Suci. Banyak
di antaranya yang sejalan dengan ajaran gereja Katolik tetapi banyak pula yang tidak sesuai dan bahkan
menyerang ajaran Gereja Katolik. Kita harus pandai memilah-milah buku-buku mana yang dapat membantu
kita mendalami Kitab Suci.
Iman dan Kitab Suci
Kitab Suci telah menjadi kitab yang paling banyak dibeli orang – bestseller --selama dua ribu tahun. Karena
Kitab Suci menyapa setiap manusia sesuai konteks situasinya. Ia juga merefleksikan emosi manusia dan
melukiskan sebuah gambar yang tepat mengenai seluruh aspek kehidupan manusia : baik dan buruk. Ia
adalah literatur agung : sejarah yang hidup, puisi yang memiliki jiwa, dan cerita-cerita yang mungkin tak
terlupakan. Perikop-perikop seperti “ Tuhan adalah gembalaku” (Mzm 23) dan perumpamaan Yesus tentang
Anak Yang Hilang (Luk 15:11-32) adalah sangat terkenal dan disukai oleh ratusan juta orang di seluruh dunia.
Tetapi alasan utama mengapa Kitab Suci menjadi bestseller adalah karena ia mendapat inspirasi Allah. Hal ini
berarti bahwa Allah mempengaruhi para manusia penulis Kitab Suci untuk mengajarkan kebenaran bagi
keselamatan kita. Allah menghadiahi kita Kitab Suci untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan paling mendasar
dalam hidup kita seperti : “Mengapa kita hidup di dunia?” “Bagaimana segala sesuatu diciptakan?” “Apakah
Allah itu sungguh ada, dan jika benar-benar ada, seperti apa Allah itu?” “Bagaimana seharusnya kita hidup?”
“Apa yang terjadi kemudian setelah kita mati?”
Memandang Kitab Suci hanya sebagai literatur yang kita pelajari sebagaimana halnya buku-buku pelajaran
lainnya adalah sangat mungkin, namun cara pandang seperti itu kurang tepat. Kita barangkali memahami isi
Kitab Suci dan mendiskusikannya secara ilmiah mengenai beberapa pokok bahasan, tetapi kita akan gagal
dalam memahami masalah yang sangat penting, kecuali kita bertanya pada diri kita : Apakah Kitab Suci
benar-benar inspirasi Allah? Apakah Allah benar-benar berbicara kepada kita melalui halaman-halaman Kitab
Suci? Apakah Kitab Suci memberikan pedoman hidup bagi kita? Apakah kita percaya pada pesan-pesan Kitab
Suci tentang keselamatan dan kehidupan kekal melalui Yesus Kristus?
Kitab Suci akan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas. Kita barangkali merasa nyaman
dan puas ketika membaca sebuah novel yang bagus, tetapi ia tidak akan menyebabkan kehidupan kita
berubah. Namun ketika kita membaca Kitab Suci, kita senantiasa ditantang untuk percaya dan menaruh
harapan, untuk mencintai dan memberi, untuk berkorban dan saling membagi, untuk memaafkan dan
menerima maaf, untuk tumbuh dan percaya. Barangkali kita menghargai Kitab Suci sebagai literatur yang
hebat, akan tetapi kita baru benar-benar memahami Kitab Suci hanya setelah kita menyadari bahwa Kitab
Suci adalah sarana dialog dengan Allah Yang Hidup.
Beberapa tahun lalu saya berjumpa dengan seorang wanita lanjut usia yang didiagnosa menderita kanker
yang mematikan. Setelah kami berbincang-bincang mengenai penyakitnya, saya bertanya apakah ia takut
mati? “Oh tidak,” jawabnya tegas. “Yesus akan menuntun saya ke surga. Saya ingin hidup bersama suamiku
lagi, dengan kedua orang tuaku. Saya percaya Tuhan akan menolong saya.”
Ia benar-benar “memahami” Kitab Suci-nya! Mungkin ia tidak dapat mengutip bab dan ayat Kitab Suci, tetapi
FB. Sinamartin, Jan
ia sangat mengerti akan janji Kristus, dan ia sungguh percaya! Sebaliknya sangat mungkin bagi seorang
ilmuwan mengetahui hampir seluruh kata yang pernah diucapan Yesus yang berkaitan dengan kehidupan
kekal tetapi ia tidak mempercayai satu kata pun. Tujuan kita melakukan studi Kitab Suci adalah mempelajari
apa yang Allah katakan dalam Kitab Suci dan mempercayai-Nya serta kemudian melaksanakannya.
Berdoa sebelum membuka Kitab Suci adalah sangat penting, karena dengan berdoa kita membuka hati dan
pikiran kita kepada Sabda Allah melalui kata-kata-Nya yang tertulis dalam halaman-halaman Kitab Suci.
Pada saat kita memperlajari Kitab Suci dan isi Kitab Suci sedang memenuhi kepala kita. Atau pada
saat kita membuka Kitab Suci sebagai langkah awal untuk berdoa. Atau ketika kita membuka Kitab Suci untuk
mencari petunjuk, hendaklah kita mengawali langkah tersebut dengan berdoa kepada Tuhan : “Ya Allah,
bantulah saya untuk memahami dan mengerti Sabda-Mu. Buatlah aku percaya pada Sabda-Mu. Kuatkanlah
aku untuk melaksanakan Sabda-Mu itu. Amin.”
Pertanyaan untuk bahan Diskusi dan Renungan
1. Adakah perikop-perikop dalam Kitab Suci yang menjadi favorit Anda? Mengapa? Pada bagian
mana dari Kitab Suci yang masih membuat anda bingung? Mengapa?
2. Pada saat anda membuka Kitab Suci, atau ketika anda membaca Kitab Suci pada waktu
mengikuti pelayanan doa, apakah anda sadar bahwa Allah sedang berbicara dengan anda
melalui kata-kata yang tertulis dalam Kitab Suci?
Aktivitas
Diamlah untuk beberapa saat. Renungkanlah hal-hal yang paling penting yang belum anda mengerti
dalam hidup anda. Kemudian, tulislah sebuah doa yang isinya memohon kepada Tuhan agar berkenan
membatu menemukan jawaban tersebut dari dalam Kitab Suci. Selipkanlah doa ini di dalam Kitab Suci anda
dan gunakan doa ini pada saat anda mempelajari atau membaca Kitab Suci.
van bagi kehidupan kita pada masa kini.
Sunday, October 08, 2006
Bab Dua : Para Penulis Kitab Suci : Allah dan Manusia
Dalam kehidupan sehari-hari tanpa kita sadari, kita dikelilingi bukan saja oleh hal-hal yang kasat mata tetapi
juga oleh hal-hal yang tidak kasat mata seperti suara-suara yang masuk ke telinga kita : teater dan simfoni,
permainan sepak bola dan berita-berita, talk shows dan musik pop, misalnya. Dipancarkan dari stasiunstasiun televisi, hal-hal yang kasat mata serta suara-suara itu menjadi sesuatu yang terlihat nyata di mata dan
nyaman di telinga begitu kita menyalakan pesawat televisi.
Namun, di sekeliling kita terdapat pula hal-hal yang kasat mata dan suara-suara yang agak “berbeda,”
FB. Sinamartin, Jan
seperti : pesan-pesan cinta dan kebenaran, gambaran keagungan dan keindahan. Hal-hal yang kasat mata
serta suara-suara ini akan menjadi lebih jelas dan lebih indah terdengar ketika kita memalingkan hati dan
pikiran kita kepada Allah.
Kita mengetahui bahwa hal-hal yang bersifat kasat mata dan suara-suara yang dapat didengar oleh telinga itu
awalnya ditangkap dan direkam oleh kamera televisi, lalu dipancar-siarkan melalui studio, dan pada gilirannya
kemudian diterima melalui pesawat televisi di rumah kita. Barangkali kita tidak begitu jelas memahami
bagaimana Tuhan mengirimkan pesan-pesan-Nya kepada kita atau bagaimana kita menerima pesan-pesan
itu. Tetapi melalui tradisi-tradisi yang ada pada orang-orang Yahudi dan Kristen, kita belajar bahwa Allah
berkomunikasi dengan kita melalui keindahan alam, melalui peristiwa-peristiwa di dalam hidup kita, dan juga
melalui pengalaman-pengalaman doa kita. Kita juga belajar bahwa kita mendengarkan Allah melalui
penyelarasan perasaan, intelektualitas, ingatan dan kehendak hati, imajinasi dan emosi-emosi kita akan
realitas kehadiran, tindakan, dan komunikasi Allah.
Kualitas gambar dan suara yang kita terima melalui pesawat tv bergantung pada banyak hal. Cuaca atau alatalat listrik di rumah kita, antena yang berkarat atau pesawat tv yang sudah tua dapat mengganggu kualitas
gambar di layar dan suara di speaker pesawat tv. Begitu pula kualitas gambar dan pesan yang kita terima dari
Allah dapat terhalang oleh pelbagai macam faktor. Pikiran-pikiran kita dapat terbutakan oleh dosa. Pesanpesan yang menyesatkan yang menolak keberadaan Allah dapat mendistorsi hati kita. Perasaaan dan
intelektualitas, ingatan dan keinginan, imajinasi dan emosi-emosi kita mungkin begitu terbebani dengan
keinginan mengejar hal-hal duaniawi sehingga hampir mustahil memberikan perhatian kita secara langsung
kepada Allah.
Inspirasi Alkitabiah
Dewasa ini berkat kemajuan teknologi telah memungkinkan bagi kita untuk mengatasi pelbagai hambatan
sehingga penerimaan siaran televisi menjadi semakin baik. Sinyal-sinyal selain dipancarkan melalui antena
kenvensional kini juga dipancarkan melalui satelit. TV Kabel memungkinkan penerimanya mengakses
langsung dari sumbernya. Film-film kini direkam dalam format VCD atau DVD dan dapat diputar ulang melalui
player dengan ketajaman gambar dan kejernihan suara yang luar biasa.
Teknologi tidak dapat menghilangkan hambatan-hambatan yang menjadi penghalang hubungan Allah dengan
kita, tetapi “inspirasi” yang berasal dari Allah mampu mengatasi penghalang-penghalang tersebut. Dalam
sejarah Yahudi dan Kristen kita mengenal orang-orang yang mencari Allah dengan begitu intens sehingga
pada akhirnya mereka bisa “melihat wajah Allah” dan mampu “mendengar suara Tuhan.” Dengan kata lain,
mereka mendapat inspirasi Allah.
Pengalaman mereka akan Allah melalui alam, orang, peristiwa, dan doa barangkali tidak jauh berbeda dengan
apa yang kita alami pada saat kita menemukan Allah. Pada beberapa kasus, mereka mendapat inspirasi Allah
melalui pekerjaan penelitian “ilmiah” tanpa menyadari bahwa Allah telah bekerja melalui mereka (2 Mak 2:1932 dan Luk 1: 1-4). Pada kejadian lain, mereka menerima inspirasi Allah melalui pengungkapan yang sangat
dramatis seperti penampakan-penampakan yang dialami nabi Yesaya (Yes 6).
Apakah mereka memperoleh inspirasi melalui proses-proses alami atau melalui peristiwa-peristiwa mukjijat,
yang jelas mereka tetap menyampaikan pengalaman-pengalaman itu kepada yang lainnya. Kadangkala,
komunitas Yahudi maupun Kristiani menganggap persepsi-persepsi mereka akan Allah sebagai otentik, lantas
mencatat persepsi-persepsi tersebut, dan kemudian memeliharanya sebagai sesuatu yang sakral. Dari masa
ke masa di bawah bimbingan Allah, komunitas itu mengumpulkan tulisan-tulisan sakral itu menjadi sebuah
buku yang menyatakan iman mereka dan membantu membentuk iman generasi-generasi mendatang.
Mengingat Kitab Suci berasal dari penulis-penulis yang mendapat inspirasi melalui komunitas, maka persepsipersepsi akan Allah yang terdapat dalam Kitab Suci berbeda dari persepsi-persepsi yang bukan berasal dari
FB. Sinamartin, Jan
Kitab Suci. Persepsi-persepsi akan Allah di dalam Kitab Suci memiliki kedudukan khusus karena persepsipersepsi itu dipahami oleh komunitas, yakni Gereja, sebagai inspirasi Allah.
Kitab Suci Dewasa ini
Mengingat Allah memberi inspirasi kepada penulis-penulis Kitab Suci melalui cara sedemikian rupa sehingga
inspirasi itu diakui oleh Gereja, maka Kitab Suci itu sendiri yang berbicara kepada kita dewasa ini. Kita mampu
dan menjadi keharusan bagi kita untuk senantiasa berkomunikasi dengan Allah melalui doa-doa pribadi.
Namun kita tetap harus berjuang dan berusaha. Sebagaimana pesawat tv yang sangat bergantung pada
antena yang lokasinya jauh dari stasiun pemancar, kita kerap menerima gambar dan suara yang kurang baik
kualitasnya serta pesan-pesan yang kerap dibalut oleh dosa-dosa. Kitab Suci bisa kita ibaratkan dengan
sebuah alat perekam VCD/DVD di mana kita bisa menyandarkan seluruh kesadaran dan visi-visi serta pesan
yang kita terima tanpa salah dari Allah.
Melalui Kitab Suci gambaran-gambaran tentang Allah diwariskan kepada kita oleh Abraham, Musa, dan
komunitas Yahudi. Melalui Kitab Suci gambaran-gambaran mengenai Allah disampaikan oleh Lukas, Paulus,
serta komunitas Kristen Perdana. Melalui seluruh kitab di dalam Kitab Suci, gagasan-gagasan kita mengenai
Allah diklarifikasi dan kemampuan kita berbicara dengan Allah ditingkatkan mutunya. Kitab Suci menempatkan
hubungan kita dengan Allah dengan cara yang istimewa dan penuh daya!
Latar Belakang Sejarah Kitab Suci – “SM.”
Penyusunan Kitab Suci sejalan dengan sejarah manusia. Siapa pun yang ingin mengenal secara mendalam
Kitab Suci mau tak mau ia harus juga memahami sejarah komunitas Yahudi dan Kristen Perdana yang
melahirkan Kitab Suci itu. Kita akan mempelajari sejarah tersebut pada bab-bab berikutnya. Pada Bab Dua ini
kita akan melihat secara sekilas peristiwa-peristiwa penting sebagai kerangka untuk mempelajari sejarah itu
lebih lanjut.
Peristiwa penting itu bermula dari seorang yang bernama Abram, berasal dari Ur, sebuah kota kuno di wilayah
utara Teluk Persia. Kira-kira pada tahun 1900 S.M. keluarga Abram pindah ke Haran, sebuah kota di wilayah
perbatasan Turki-Suriah modern. (Catatan : Tahun-tahun yang merujuk kepada Perjanjian Lama kebanyakan
adalah perkiraan). Di kota Haran inilah Abram menerima panggilan Allah untuk pindah ke wilayah Kanaan
(wilayah yang dari masa ke masa dinamakan Tanah Terjanji, Israel, Yudea, Palestina, dan Tanah Suci). Tuhan
mengadakan perjanjian dengan Abram, merubah namanya menjadi Abraham dan berjanji bahwa ia dan
istrinya Sarah (perubahan dari Sirai), akan melahirkan seorang anak laki-laki, yang merupakan awal dari garis
keturunannya yang panjang. Anak laki-laki itu adalah Ishak, ayah dari Yakob yang kemudian mempunyai 12
anak. Kira-kira tahun 1720 S.M. Yakob dan keluarganya berpindah ke Mesir, di mana keturunannya, orangorang Ibrani, menjadi budak di sana.
Tahun 1250 S.M. seorang Ibrani bernama Musa mendengar suara Allah yang menyuruhnya menjadi pemimpin
orang-orang sebangsanya (dikenal juga dengan sebutan Israel dan Yahudi) untuk membebaskan diri dari
perbudakan di Mesir menuju Kanaan, Tanah Terjanji. Musa menerima tugas itu dan membawa orang-orang
Ibrani melakukan perjalanan yang penuh resiko ke luar dari Mesir. Di gunung Sinai ia merima suatu tanda
baru yakni “Sepuluh Perintah Allah,” kemudian ia memimpin umat Israel mengembara di padang gurun selama
empat puluh tahun. Musa meninggal sebelum memasuki Tanah Terjanji, dan panglima perangnya, Yoshua,
membawa orang-orang Yahudi memasuki Kanaan. Setelah itu masa-masa penaklukan pun dimulai, dengan
dua-belas suku (pembagian suku bangsa Israel berdasarkan anak-anak Yakob) bangsa menetap di pelbagai
tempat di Kanaan. Orang-orang Israel itu lalu berperang dengan penduduk asli (Filistin dan lainnya) melalui
pertempuran yang lama dan masa ini dikenal dengan jaman Hakim-Hakim.
FB. Sinamartin, Jan
Kira-kira tahun 1020 S.M. Saul, seorang pemimpin yang memiliki kharisma, mulai mempersatukan suku-suku
Israel dan kemudian ia diangkat menjadi raja. Ia kemudian menjadi tidak waras dan mati terbunuh di dalam
peperangan. Ia kemudian digantikan oleh seorang serdadu muda bernama Daud. Pada tahun 1000 S.M.
Daud mempersatukan kembali suku-suku bangsa Israel, kemudian menetapkan Yerusalem sebagai pusat
pemerintahan. Daudlah yang membuat Israel menjadi sebuah kekuatan yang disegani di Timur Tengah. Pada
tahun 961 S.M. putranya, Salomo, menggantikannya sebagai raja dan membangun Bait Allah yang megah di
Yerusalem. Kendati demikian menjelang masa akhir pemerintahannya ia jatuh ke dalam penyembahan
berhala serta membebani rakyatnya dengan pajak yang tinggi dan memaksa rakyatnya menjadi pekerjapekerja dengan upah minim. Anaknya, Rehoboam, yang menggantikannya sebagai raja meneruskan
kebijaksanaan ayahnya. Dan pada tahun 1922 S.M. perang sipil pecah sehingga kerajaan terbelah dua : Israel
di wilayah utara dengan ibukota Samaria dan Yehuda di wilayah selatan dengan ibukota Yerusalem (beberapa
ilmuwan memperkirakan perpecahan ini terjadi pada tahun 927 S.M. atau 931 S.M.).
Setelah pecah kedua kerajaan bukannya bertambah baik kondisinya tetapi justru sebaliknya : tidak ada
kepemimpinan yang kuat dan rakyatnya jatuh ke dalam dosa karena berpaling dari Allah. Pada tahun 721
S.M. bangsa Asyur (kini bagian Iraq modern) menyerang Israel; para pemimpin pemerintahan dibantai atau
diasingkan. Orang-orang asing dibawa masuk Israel dan berasimilasi dengan orang-orang Israel yang tidak
ikut terbuang, dari hasil asimilasi ini terbentuklah bangsa baru yang dinamakan Samaria. Tahun 587 S.M.
kerajaan Yehuda ditaklukkan oleh kerajaan Babel (juga bagian dari Iraq modern). Yerusalem dijarah dan
diporak-porandakan, tembok yang mengelilinginya dirobohkan, dan Bait Allah dihancurkan. Dan orang-orang
Yehuda yang selamat diasingkan ke Babel.
Beberapa dekade kemudian, Cyrus raja Persia mengalahkan Babel. Tahun 539 S.M. ia mengijinkan orangorang Israel kembali ke nagaranya. Dan mereka mendapati Yerusalem yang hancur berantakan. Kendati
mendapat gangguan dari negara-negara sekitar orang-orang Israel berhasil membangun Bait Allah yang baru
dan berhasil mendirikan kembali tembok kota pada tahun 445 S.M. Tetapi keinginan meraih kembali masa
kejayaan jaman raja Daud tinggal impian.
Pada tahun 332 S.M., Alexander Agung mengambil alih pemerintahan. Setelah kematiannya, bangsa Mesir
dan Asyur silih berganti menaklukkan bangsa Yahudi, dan tahun 167 S.M orang-orang Asyur membantai
orang-orang Yahudi dengan kejam. Namun demikian orang-orang Asyur mendapat perlawanan keras dari
sebuah keluarga Yahudi yang pemberani bernama Makabe, yang berhasil merebut kemerdekaan pada tahun
142 S.M. Masa meredeka in tidak berlangsung lama, karena pada tahun 63 S.M orang-orang Roma
menaklukkan Yerusalem dan menetapkan Palestina (gabungan Idumea, Yehuda, Samaria, dan Galilea)
sebagai negara boneka. Tahun 37 S.M. Herodes Agung diangkat oleh orang-orang Roma sebagai raja : kejam
tetapi ia berusaha membangun negara tanpa kenal lelah. Pemerintahannya berakhir pada tahun 4 S.M. Kirakira dua tahun menjelang habis masa pemerintahannya, Yesus Kristus lahir. (Para ahli yang pada awalnya
menetapkan tahun kelahiran Yesus meleset 6 atau 7 tahun).
Latar Belakang Sejarah Kitab Suci – “M.”
Yesus dibesarkan di kota bernama Nasaret, kira-kira seratus kilometer utara Yerusalem. Ia belajar berdagang
dari ayah angkatnya, Yusuf, seorang tukang kayu. Kira-kira pada umur tiga puluh tahun, Yesus mulai
mengkotbahkan sebuah pesan yang menarik hati banyak orang Israel yaitu : Kerajaan Allah telah datang ke
dunia dan pengharapan orang-orang yang percaya akan terpenuhi melalui Yesus. Ia mempertunjukkan
kekuatan-kekuatan yang menakjubkan melalui mukjizt-mukjizat penyembuhan. Ia mengumpulkan sekelompok
orang berjumlah dua belas murid yang menjadi “pembantu khsus”-Nya. Banyak yang telah mendengar ajaran
dan menyaksikan mukjizat-mukjizat Yesus berharap bahwa Yesus akan mengalahkan orang-orang Romawi
dan membangun negeri mereka sehingga menjadi satu kekuatan dunia sebagaimana masa kejayaan Raja
Daud.
FB. Sinamartin, Jan
Tetapi, popularitas Yesus dianggap membahayakan orang-orang Saduki dan Herodian, kelas masyarakat
yang berkuasa di antara orang-orang Yahudi pada waktu itu. Mereka lalu bekerjasama dengan orang-orang
Romawi, karena mereka khawatir pengikut Yesus yang jumlahnya besar itu akan melancarkan suatu
pemberontakan. Kelas masyarakat lain yang juga penting di Palestina, Farisi, tersinggung ketika Yesus
mengkritisi ketaatan mereka atas anggapan bahwa manusia akan diselamatkan hanya dengan melaksanakan
ribuan peraturan secara rinci yang diwariskan kepada mereka. Kemudian, orang-orang Saduki, Herodian, dan
Farisi berkomplot melawan Yesus. Dengan bantuan Yudas Iskariot, satu dari antara ke-12 murid, Yesus
ditangkap, diajukan ke pengadilan tinggi -- Sanhedrin -- yang tidak jujur dan dijatuhi hukuman mati. Karena
pemuka-pemuka Yahudi tidak mau dipersalahkan atas kematian Yesus, mereka menginginkan Yesus dihukum
salib, jenis hukuman mati ala Romawi, dan yang menjatuhi hukuman itu adalah Ponsius Pilatus, Gubernur
Roma. Yesus disalibkan pada hari Jum’at siang di antara dua orang kriminal di suatu tempat bernama
Golgota, di luar tembok Yerusalem. Ia wafat setelah menderita sengsara selama beberapa jam. Dan seorang
serdadu Roma menikam lambung Yesus guna memastikan bahwa Ia benar-benar telah meninggal. Setelah
itu, Yesus dikuburkan dan makam Yesus ditutup dengan sebuah batu besar. Serdadu-serdadu diperintahkan
untuk menjaga makam itu. Musuh-musuh Yesus beranggapan bahwa mereka telah mengalahkanNya untuk
selama-lamanya.
Tetapi pada Minggu pagi, kuburan diketemukan dalam keadaan terbuka dan kosong. Tidak ada seorang pun
mengetahui apa yang terjadi sampai ketika Yesus menampakkan diri di hadapan murid-murid-Nya dengan
penuh kemuliaan. Ia tidak lagi dibatasi oleh dimensi waktu dan ruang. Selama kurun waktu empat puluh hari,
Yesus kerap menampakkan diri kepada murid-murid-Nya dan juga kepada beberapa orang lainnya. Ia
mengingatkan kembali murid-murid-Nya bahwa tentang kematian dan kebangkitan-Nya yang telah
diramalkanNya sebelumnya sebagai jalan Allah mengalahkan maut dan membawa umat manusia kepada
kehidupan kekal. Ia memerintahkan kepada murid-muridNya untuk mengajarkan “Kabar Gembira
penyelamatan” ini ke seluruh dunia, ajar mereka bahwa mereka adalah tanda kehadiranNya yang
berkelanjutan di muka bumi. Setelah berkata demikian Ia terangkat ke surga. Sepuluh hari kemudian muridmurid Yesus disentuh oleh kekuatan Roh Allah. Dipimpin oleh Petrus, orang pertama di antara murid-murid,
mereka mulai mengajar kepada ribuan orang bahwa Yesus yang bangkit adalah Mesias yang diharapkan
kedatangannya oleh orang-orang Yahudi. Mereka mengajak para pendengarnya untuk beriman kepada Yesus
dan bersatu dengan Yesus melalui pembabtisan.
Jumlah orang yang percaya kepada Yesus bertambah menjadi ribuan banyaknya, tetapi tentangan dari
pemuka-pemuka Yahudi juga semakin menguat. Pada tahun 36, enam tahun setelah Yesus bangkit,
penganiayaan terhadap pengikut-pengikut Yesus marak di mana-mana, dimotori oleh seorang Farisi bernama
Saulus. Ia menyaksikan hukuman mati yang dijatuhkan kepada Stefanus, seorang pemimpin gereja. Dan
Saulus memasukkan banyak pengikut Kristus ke dalam penjara.
Lalu terjadilah peristiwa yang sangat dramatis dan tak terduga. Saulus mengalami penampakan Yesus Kristus
yang bangkit dan mulai memproklamirkan bahwa Yesus adalah Mesias. Orang-orang percaya lainnya yang
dipaksa ke luar Yerusalem oleh pemuka-pemuka Yahudi, mulai mengajarkan Kabar Gembira penyelamatan ini
kepada orang-orang Yahudi dan orang-orang bukan Yahudi. Kendati dibawah ancaman penganiayaan, para
pengikut Kristus – yang belakangan disebut orang-orang Kristen --, terus mengajarkan Kabar Gembira ini.
Orang-orang yang percaya terus bertumbuh dan saling mengasihi satu sama lain. Perlahan-lahan mereka
menanggalkan hubungan mereka dengan ke-Yahudi-an, karena penganiayaan dan karena banyak orang
Yahudi yang menolak Yesus sebagai Mesias.
Kekristenan segera menyebar melalui wilayah-wilayah yang sudah beradab. Saulus, yang berganti nama
menjadi Paulus dan misionaris-misionaris lainnya mewartakan ajaran Yesus di wilayah Asia Kecil, Eropa,
Afrika, dan Asia. Tugas pewartaan ini dipermudah oleh jalur-jalur yang sudah dibuat lebih dahulu oleh orangorang Romawi dan sikap orang-orang Romawi yang cinta damai. Tetapi di kemudian hari justru kekaisaran
Roma menjadi musuh para pengikut Kristus. Nero, penguasa Roma saat itu (kira-kira pada pertenghanan
tahun 60-an) mulai menganiaya orang-orang Kristen. Dan menurut tradisi, Petrus dan Paulus menjadi martir di
FB. Sinamartin, Jan
Roma. Secara akal sehat, Kekaisaran Romawi seharusnya sudah menghancurkan orang-orang Kristen
dengan penganiayaan yang begitu hebat, namun demikian Kekristenan justru bertumbuh subur.
Roma mengambil peran penting dalam perkembangan Kekristenan selanjutnya. Setelah Herodes Agripa mati
pada tahun 44, pemberontak-pemberontak yang disebut orang-orang Zelot, mulai melancarkan “perang suci”
melawan pendudukan Roma. Dan pada tahun 66 perang itu meletus menjadi sebuah revolusi besar. Dan
pada tahun 70 orang-orang Romawi menghancurkan Yerusalem, membantai penduduknya, dan menjadikan
kota itu seperti puing-puing. Bait Allah tidak ada lagi, dan Kekristenan semakin jauh terpisahkan dari akar keYahudi-annya. Orang-orang Kristen segera mambangun identitasnya sendiri sebagai sebuah Gereja. Pola
struktur Gereja kemudian ditetapkan. Gereja-gereja lokal dipimpin oleh seorang Uskup yang dibantu oleh
imam-imam dan para diakon. Uskup-uskup yang menggantikan Petrus sebagai Uskup Roma, memiliki otoritas
yang sama sebagaimana yang telah diberikan oleh Yesus sendiri; mereka adalah yang utama di antara para
uskup sebagaimana Petrus yang utama di antara murid-murid Yesus (para rasul).
Masa-masa penganiayaan oleh orang-orang Roma terus berlanjut, tetapi gereja juga terus berkembang. Pada
tahun 100 para pengikut Kristus berkisar antara 300.000 – 500.000. Dan pada tahun 313, ketika jumlah orangorang Kristen menjadi beberapa juta, Kaisar Roma, Constantine, mengeluarkan Deklarasi Milano,
mememberikan semacam “toleransi” agama kepada Gereja. Kekristenan kemudian menjadi Gereja Katolik
(gereja universal), seperti yang dikehendaki oleh Kristus sendiri.
Penyusunan Perjanjian Lama
Orang-orang Yahudi memandang Abraham sebagai “bapa orang-orang beriman” dan Musa sebagai pemimpin
yang membawa mereka dari perbudakan menuju kepada kebebasan. Pemberian penghormatan istimewa
kepada Abraham dan Musa ini karena kitab-kitab suci orang Yahudi (Perjanjian Lama) merujuk kepada kedua
orang ini. Baik keturunan Abraham maupun Musa mewariskan kisah-kisah kepahlawanan serta ajaran-ajaran
kedua “orang besar” ini dari generasi ke generasi. Dan mereka juga mengaitkan latar belakang tradisi-tradisi
iman mereka dengan mazmur dan cerita kepahlawanan, puisi dan perumpamaan, legenda dan hukum.
Tetapi kisah-kisah, tradisi-tradisi, dan iman mereka belum menemukan bentuknya sampai kira-kira 100 tahun
sesudah Kebangkitan Kristus. Ada banyak teori mengenai hal ini. Salah satu teori (yang selalu diperbarui dari
tahun ke tahun) berpegang pada pendirian bahwa Perjanjian Lama dikembangkan dari bermacama-macam
sumber. Salah satu kumpulan tradisi-tradisi awal itu dicatat semasa Daud dan Salomo memegang tampuk
kekuasaan. Tradisi-tradisi itu, termasuk beberapa cerita yang sangat terkenal dan disukai dalam Kitab Suci,
memakai “Yahweh” sebagai penyebutan bagi Allah. Dan tradisi-tradisi ini kemudian dikenal dengan sebutan
Yahwist. Setelah perang saudara tahun 922 S.M., kumpulan tradisi-tradisi lainnya yang menggunakan
“Elohim” untuk menyebut nama Allah dikenal sebagai tradisi Elohist, ditulis di wilayah kerajaan Utara (Israel).
Ketika kerajaan utara (Israel) dihancurkan oleh orang-orang Asyur pada tahun 721 S.M., dokumen-dokumen
yang mencatat tradisi-tradisi ini dibawa ke wilayah selatan dan digabungkan dengan tradisi Yahwist. Pada
masa inilah hukum-hukum di wilayah utara dan selatan dikodifikasi dalam suatu dokumen yang kemudian
dikenal dengan tradisi Deuteronomist (“Hukum Kedua”), yang diindonesiakan menjadi “Kitab Ulangan”
(Perjanjian Lama). Setelah kerajaan selatan (Yehuda) jatuh ke tangan orang-orang Babel, para pemimpin
Israel mulai memusatkan perhatian mereka pada kehidupan spiritual sebagai identitas mereka, yakni sebagai
anak-anak Allah. Mereka mencatat tradisi-tradisi yang dikenal sebagai tradisi para Imam (Priestly), sebagai
dokumen ke-4. Akhirnya, seorang penyunting atau kelompok penyunting menggabungkan ke-4 tradisi tersebut
menjadi bentuk pertama dari lima kitab dari Kitab Suci, yang dikenal dengan Pentateuch (Kejadian, Keluaran,
Imamat, Bilangan, dan Ulangan). Oleh orang Yahudi ke-5 kitab ini disebut Taurat atau Hukum Musa, dan
mereka sangat mencintai Kitab Taurat ini.
Selama masa periode penyusunan Pentateuch, kitab-kitab lain juga ditulis. Tradisi Deuteronomist
memproduksi kitab-kitab sbb : Yosua, Hakim-Hakim, 1 dan 2 Samuel, dan 1 dan 2 Raja-Raja, yang
FB. Sinamartin, Jan
meletakkan interpretasi teologi atas peristiwa-persitiwa dalam sejarah Israel dari Keluaran sampai kepada
jatuhnya Yerusalem. Para Pengkotbah Ulung dan pemimpin spiritual yang dikenal dengan para nabi,
mengajak umat Israel dan Yehuda untuk patuh terhadap perjanjian yang dibuat oleh para pendahulunya
dengan Allah. Kotabah-kotbah dan rincian kehidupan para nabi dicatat dalam kitab-kitab para nabi dalam
Perjanjian Lama.
Dengan dibangunnya kembali Bait Allah kehidupan religius di seputar tempat suci itu tumbuh kembali. Selama
beberapa abad lagu-lagu yang digunakan untuk peribadatan di Bait Allah dikumpulkan bersama dengan puisipuisi religius dan pedoman hidup, kemudian disusun menjadi Kitab Mazmur beberapa abad sebelum Kristus
lahir. Dari abad 10 – 5 S.M, bentuk-bentuk karya tulis lainnya disusun seperti (a). kumpulan Kitab
Kebijaksanaan; (b). Kitab Rut yang berisi kisah-kisah religius yang dimaksudkan untuk mengajarkan hal-hal
yang bersifat keagamaan; (c) juga Kitab Ayub yang berisikan refleksi problema kehidupan.
Pada abad ke-4 S.M, upaya-upaya untuk melihat kehadiran Allah dalam peristiwa-peristiwa sejarah
menemukan ekspresinya dalam pelbagai tulisan pada Kitab-Kitab Tawarikh (Tawarikh 1 dan 2, Ezra, dan
Nehemia). Sebagai bangsa yang sadar akan serangan negara-negara di sekitarnya seperti Yunani, Mesir, dan
Asyur, para penulis menyusun cerita yang berkaitan dengan peperangan itu seperti Tobit, Yudit, dan Ester,
yang mengajarkan tentang hakikat kesetiaan, penghormatan, keberanian, dan kepercayaan kepada Tuhan.
Pengalaman-pengalaman yang behubungan dengan penderitaan akibat peperangan menggugah para
pemuka Israel untuk menuangkan pemaknaan hidup dalam tulisan-tulisan seperti Kitab Pengkotbah dan Kitab
Sirah. Penganiayaan yang dilakukan orang-orang Asyur dan pemberontakan Makabe menjadi fokus tulisantulisan dalam Kitab 1 dan 2 Makabe, yang disusun kira-kira pada tahun 100 S.M.
Ada pula karya sastra yang agak lain jenisnya – berbicara tentang akhir jaman -- yang dikembangkan pada
masa penganiayaan oleh orang-orang Asyur. Karya sastra ini menggunakan penglihatan-penglihatan dalam
mimpi, kode-kode angka, dan simbol-simbol yang bisa kita temui dalam Kitab Daniel (Bab 7-12). Tulisantulisan ini dimaksudkan mendorong orang-orang Israel yang sedang dianiaya agar tetap tabah. Akhirnya, kirakira dipertengahan abad pertama sebelum Yesus lahir, seorang Yahudi yang memahami cara berpikir orangorang Yunani dan mengenal adat istiadat Yahudi menulis Kebijaksanaan Salomo sebagai pernyataan akan
kehadiran Allah di dunia ini, memaklumkan tentang jiwa manusia yang tidak bisa mati, dan mengajarkan
bahwa pada akhir jaman Allah akan menyelamatkan orang-orang baik dan menghukum orang-orang jahat.
Kapan tepatnya seluruh kitab-kitab yang telah kita bahas di muka, menemukan bentuknya menjadi Perjanjian
Lama seperti yang kita kenal dewasa ini? Pada waktu orang-orang Israel kembali dari pembuangan Babel
tulisan-tulisan suci itu dikompilasi dan diwartakan kepada orang-orang Yahudi pada kesempatan-kesempatan
tertentu. Misalnya, dalam Kitab Nehemia digambarkan bagaimana Ezra, seorang ahli kitab, membacakan
Kitab Taurat Musa itu kepada khalayak di Yerusalem, kemungkinan besar yang dibacakan itu adalah bagian
dari Kitab-kitab Pentateukh (Neh 8). Penyebutan “Kitab Suci” (1 Mak 12:9) dan “hukum Taurat dan para Nabi”
(2 Mak 15:9) terjadi seratus tahun atau lebih sebelum Kristus.
Pada masa itu nampaknya ada dua kumpulan kitab suci yang umum dipergunakan. Pertama, dalam bahasa
Ibrani, yang dipergunakan orang-orang Israel di Palestina. Kedua, dalam bahasa Yunani, yang disebut juga
Septuagint (dari kata-kata Yunani yang berarti tujuh puluh, yang mengikuti tradisi bahwa kitab-kitab itu
dikerjakan oleh 70 penterjemah) atau Alexandria (salah satu kota di Mesir) tempat Kitab Suci itu berasal. Versi
Septuagint atau Alexandria ini meliputi beberapa kitab yang ditulis dalam Yunani dan Aram (bahasa
percakapan orang Yahudi semasa Yesus hidup) juga yang diterjemahkan dari bahasa Ibrani. Alhasil, kitab suci
ini jauh lebih tebal ketimbang yang dipergunakan orang-orang Israel di Palestina. Kumpulan Kitab Palestina
dan Alexandria ini diakui oleh pelbagai komunitas Yahudi. Tetapi karena bahasa Yunani kemudian menjadi
bahasa yang umum dipergunakan di wilayah Mediterania (Timur Tengah sekarang), maka Kitab Suci versi
Alexandria ini penyebarannya lebih luas. Baik versi Alexandria maupun Palestina secara definitif belum
menemukan bentuknya hingga sesudah jaman Yesus Kristus. Kitab Suci versi Alexandria diterima oleh orangorang Kristen sebagai Perjanjian Lama. Versi Palestina kemudian ditetapkan sebagai Kitab Suci “Resmi”
orang-orang Yahudi oleh satu kelompok ilmuwan Yahudi sebagai reaksi atas ditetapkannya versi Alexandria
FB. Sinamartin, Jan
sebagai Kitab Suci orang-orang Kristen.
Penyusunan Perjanjian Baru dan Kitab Suci Kristiani
Setelah Kristus Bangkit, para misionaris menyebarkan Kabar Gembira yang diajarkan Yesus Kristus ke
pelbagai wilayah. Dalam perjalanan waktu orang-orang Kristen merasa bahwa ajaran-ajaran Yesus perlu
dilestarikan dalam bentuk tulisan. Kemudian kumpulan tulisan-tulisan yang berisi ajaran Yesus mulai muncul.
Pada tahun 51 atau 52 Rasul Paulus mulai menulis surat untuk kota-kota yang telah menerima ajaranajarannya. Dan surat-surat ini kemudian dipelihara dan di-sharing-kan. Pada tahap selanjutnya surat-surat ini
dikenal sebagai surat yang mempunyai otoritas. Pada tahun 65 atau 70 Injil Markus ditulis. Injil-injil dan
tulisan-tulisan lain menyusul. Beberapa dari tulisan-tulisan tersebut diterima oleh Gereja sebagai tulisan yang
diinspirasi Allah, sedangkan yang lainnya ditolak. Pada tahun 125 seluruh 76 kitab yang kemudian dikenal
sebagai Perjanjian Baru selesai ditulis. Dan sekitar tahun 250-an kitab-kitab itu dikompilasi ke dalam suatu
daftar (kanon) dan mereka dinyatakan sebagai diinspirasi Allah.
Dalam masa itu pula, kitab-kitab suci orang Yahudi dievaluasi oleh orang-orang Kristen. Karena seluruh
Perjanjian Baru ditulis dalam Yunani yang diperuntukkan bagi orang-orang Kristen Yahudi yang berbahasa
Yunani dan orang-orang yang bukan Yahudi, maka penulis-penulis Perjanjian Baru menggunakan Perjanjian
Lama versi Alexandria (Septuagint) sebagai nara sumber. Penulis-penulis Perjanjian Baru kerap mengutip dari
Perjanjian Lama versi Alexandria (Septuagint) dan kerap kali merujuk pada kitab-kitab yang hanya terdapat
pada versi ini. Konsili Gereja pada tahun 382 di Roma, tahun 393 di Hippo, dan tahun 397 di Cartagena
menggunakan daftar Kitab Suci Kristiani berdasarkan versi Alexandria. Gereja Perdana menerima Kitab Suci
sebagaimana Gereja Katolik menerimanya dewasa ini (dua puluh tujuh kitab Perjanjian Baru dan empat puluh
enam kitab Perjanjian Lama; K-120)
Terdapat sedikit ketegangan pada abad 16, ketika Martin Luther dan kelompok Protestan lainnya menolak
versi Alexandria (Kristiani) dan lebih memilih versi Palestina (Yahudi). Luther juga meragukan inspirasi Allah
pada 4 kitab Perjanjian Baru : Ibrani, Yakobus, Yudit, dan Wahyu; tetapi para pengikutnya mempertahankan
daftar tradisional yang sudah dipergunakan orang-orang Kristen sejak awal. Pada tahun 1546 Konsili Trente
menetapkan versi Alexandria (Perjanjian Lama) sebagai versi resmi yang dipergunakan oleh Gereja Katolik
dan menegaskan kembali daftar tradisional kitab-kitab Perjanjian Baru. Alhasil, kendati Gereja Katolik dan
Protestan sama-sama mempergunakan Perjanjian Baru yang terdiri atas dua puluh tujuh kitab, tetapi dalam
hal kitab-kitab Perjanjian Lama versi Katolik memiliki 7 kitab lebih banyak dibandingkan dengan versi
Protestan, yaitu : Tobit, Yudit, 1 dan 2 Makabe, Kebijaksanaan Salomo, Sirakh, dan Barukh (ditambah dengan
Tambahan pada kitab-kitab Ester dan Daniel). Kitab-kitab ini dalam versi Protestan ditempatkan sebagai
aprokripa (kitab-kitab yang tersembunyi).
Bahasa-bahasa Kitab Suci
Sebagian besar Perjanjian Lama ditulis dalam Ibrani. Kitab Tobit dan sebagian dari Kitab Daniel, Ezra, dan
Ester ditulis dalam Aram. Kitab Kebijaksanaan Salomo dan 2 Makabe ditulis dalam Yunani, sebagaimana
halnya seluruh kitab Perjanjian Baru. Terimakasih patut kita tujukan kepada para ilmuwan kitab suci dari
pelbagai kepercayaan yang telah bekerjasama sehingga terjemahan-terjemahan Kitab Suci dewasa ini
semakin mendekati apa yang dimaksud oleh penulis-penulis asli Kitab Suci. Sejauh apa yang mereka lakukan,
Allah, seabagai Penulis Kitab Suci, berbicara kepada kita melalui manusia-manusia penulis Kitab Suci.
Pertanyaan Untuk Bahan Diskusi dan Renungan
Coba Anda bayangkan mengenai suatu situasi di dalam Kitab Suci ketika seseorang berjumpa
dengan Allah melalui alam, orang, peristiwa, dan doa? Sebutkan serinci mungkin (spesifik) dan semampu
FB. Sinamartin, Jan
Anda dalam kaitannya dengan situasi saat Allah mengungkapkan diri-Nya pada masing-masing kasus
tersebut. (Beberapa contoh : 1 Raja-raja 19:9-13 (alam); Kisah 9:1-9 (orang); Mazmur 78 (peristiwa); Keluaran
(33:7-11 (doa). Dapatkah Anda mengingat kejadian pada saat Anda mengalama peristiwa Allah melalui alam,
orang. Peristiwa, dan doa?
Aktivitas
Hapalkan atau setidaknya berusaha agar Anda mengenal tahun-tahun persitiwa penting ini :
S.M. (Sebelum Masehi)
M (Masehi)
1900
Abraham
26
Yesus mulai mengajar
1720
Yusuf dan Saudara-saudaranya di Mesir
30
Penyaliban dan Kebangkitan Kristus
1250
Musa dan Orang Israel keluar dari Mesir
36
Penganiayaan
oleh Saulus
1000
Daud Berkuasa
51
Kitab Pertama Perjanjian Baru ditulis
922
Kerajaan Yahudi Pecah
70
Penghancuran Yerusalem oleh orangorang Romawi
721
Kerajaan Utara jatuh ke Asyur
125
Kitab-kitab Perjanjian Baru selesai
disusun
587
Kerajaan Selatan jatuh ke Babel
313
Dekrit Milano
539
Kembali dari pembuangan
382
Konsili Roma menetapkan 73 kitab
sebagai Kitab Suci
515
Bait Allah dibangun kembali
1546
Konsili Trente menetapkan versi
Alexandria dan daftar tradisional
sebagai Kitab Suci Gereja Katolik.
445
Tembok Yerusalem didirikan kembali
332
Alexander Agung menaklukkan Palestina
167
Penganiayaan oleh orang-orang Asyur dan
pemberontakan Makabe
142
Judea merdeka
63
Kerajaan Romawi menaklukkan Yerusalem
37
Herodes Agung
6
Yesus Kristus lahir
orang-orang
Kristen
Sebagian besar terbitan Kitab Suci menyediakan peta wilayah yang dihuni orang-orang Yahudi. Cobalah
mengenal wilayah-wilayah tersebut. Perhatikan bahwa dari waktu ke waktu wilayah orang-orang Yahudi itu
dinamai berbeda-beda : Sebagai Tanah Terjanji, Kanaan, Israel, Yehuda, Judea, Palestina, dan Tanah Suci.
FB. Sinamartin, Jan
Renungkan dengan tenang dalam beberapa menit mengenai hal-hal yang kasat mata serta suara-suara di
sekeliling anda. Kemudian nyalakan pesawat radio, dan carilah beberapa stasiun pemancar. Suara-suara
radio itu tetap ada di sana sepanjang waktu. Namun, suara-suara itu perlu ditangkap melalui sebuah radio.
Matikan radio dan duduklah dengan tenang sekali lagi. Refleksikan pada hal-hal yang kasat mata serta suarasuara yang menjadi pesan Allah kepada Anda. Perhatikan sesuatu yang yang indah. Pikirkanlah seseorang
yang anda cintai. Sadari suatu peristiwa yang membuat anda gembira dan sedih. Kemudian bukalah hati anda
kepada Tuhan, berdoalah dan mintalah berkat Allah yang sesuai bagi anda.
an bagi kehidupan kita pada masa kini.
Sunday, October 08, 2006
Bab Tiga : Membaca dan Menafsirkan Kitab Suci
Ribuan orang Indonesia -- terutama yang bermukim di wilayah perkotaan -- setiap pagi menikmati kopi atau
teh dengan ditemani surat kabar. Bagi pembaca tertentu mungkin mereka langsung menuju kepada beritaberita yang terpampang di halaman depan, kemudian mengecek headline olah raga, melihat-lihat iklan yang
ada kaitan dengan profesinya, membaca editorial atau opini, membaca cepat tulisan-tulisan kolom, dan yang
paling akhir menikmati cerbung atau komik, tergantung korannya.
Tanpa disadari, mereka sejatinya telah melakukan pola analisa sastra yang cukup canggih. Begitu mereka
membuka bagian-bagian tertentu pada lembar-lembar surat kabar, secara naluri mereka telah memilah-milah
pelbagai macam bentuk tulisan dan menafsirkannya. Mereka mencari sesuatu di halaman muka dan mencari
yang lainnya di bagian editorial, mencari informasi dari penulis kolom kesukaannya, dan juga dari halaman
iklan. Mereka begitu antusias membaca berita sepak bola dan bulutangkis di halaman olah raga dan tertawa
terbahak-bahak ketika membaca kartun “Panji Koming.”
Analisa Sastra Pelbagai Budaya
Barangkali kita bertanya dalam hati apa sih yang istimewa tentang membaca surat kabar? Sebelum
membicarakan ihwal ini lebih lanjut, mari kita bayangkan sekenario berikut. Pada tahun 2025 bumi kita
dihantam oleh sebuah meteor yang maha besar. Sebagian besar umat manusia terbunuh dan selanjutnya
muncul pelbagai macam gangguan alam. Dari sedikit umat manusia yang selamat itu, mereka kemudian hidup
di dalam gua-gua. Pada tahap awal mereka mengalami kesulitan untuk mulai membangun kembali sebuah
peradaban. Namun pada tahun 5000 mereka telah mencapai puncak penelitian ilmiah mengenai kebudayaankebudayaan kuno, termasuk Indonesia di awal abad ke-21. Di bawah rongsokan yang berusia tiga ribu tahun,
mereka menemukan dokumen-dokumen kuno dan kemudian menganalisanya dan mereka mulai
menterjemahkan bahasa Indonesia ke dalam bahasa yang mereka pakai.
Suatu hari para arkeolog menemukan bagian dari sebuah surat kabar. Mereka dengan susah payah
menerjemahkan sebuah berita di halam muka tentang perampokan. “Tembakan polisi merobohkan seorang
FB. Sinamartin, Jan
penjahat yang mencoba merampok gaji karyawan sebuah pabrik,” begitu bunyi terjemahan mereka, yang
cukup terbantu oleh gambar seorang penjahat yang tergeletak di atas genangan darah. Pada kesempatan
lain, mereka menemukan bagian dari halaman olah raga yang terbaca:”Penonton bersorak ketika salah
seorang pemain Persija dengan tepat menembak ke pojok kanan gawang yang dijaga Paimo, kiper Persebaya
yang berusia 19 tahun, yang salah antisipasi dan jatuh ke sebelah kiri.” Para arkeolog sangat terkejut. Mereka
sampai pada kesimpulan bahwa orang-orang Indonesia pada abad 21 sangat menikmati tontonan olah raga
yang para pemainnya berlaga hingga titik darah penghabisan.
Kebingungan para arkeolog semakin menjadi-jadi terhadap orang Indonesia, ketika mereka menemukan
cuplikan kartun “Panji Koming” di mana digambarkan seseorang sedang berbicara dengan seekor anjing.
“Apakah anjing pada abad 21 bisa bicara dengan manusia?”
Kebingungan para arkeolog masih terus berlanjut sampai pada suatu ketika mereka menemukan surat kabar
lain dan literatur-literatur yang dapat meningkatkan pengetahuan mereka tentang bahasa dan budaya
Indonesia. Mereka kemudian memahami bahwa “menembak roboh penjahat” di halaman depan sangat
berbeda dengan “menembak bola ke pojok kanan gawang dan penjaganya jatuh ke sebelah kiri” di halaman
olah raga. Selanjutnya mereka mempelajari buku-buku tentang kartun dan mereka pun ikut tertawa terbahakbahak ketika mampu menangkap kelucuan kartun “Panji Koming.” Mereka masih takjub bagaimana mereka
selama ini sungguh keliru dalam memahami bangsa Indonesia.
Tugas para arkeolog abad ke-50 ini -- yang mempelajari budaya, memahami bahasa, dan mencari tahu
makna sejati seperti yang dimaksudkan oleh para penulisnya -- akan diterapkan ke dalam pikiran orang-orang
Indonesia abad duapuluh satu ini. Adapun belajar dan mengerjakan penelitian yang berkelanjutan menjadi
prasyarat sebelum mereka dapat menterjemahkan tulisan-tulisan kita. Apa yang bangsa Indonesia kerjakan
dengan begitu mudah dan tanpa banyak menguras pikiran akan menjadi tugas yang tidak ringan bagi para
ilmuwan setelah melewati masa tiga ribu tahun.
Analisa Sastra Kitab Suci
Imajinasi sekenario di atas dapat membantu kita menyadari beberapa kesulitan yang berkaitan dengan
pemahaman Kitab Suci. Kira-kira tiga ribu tahun telah berlalu semenjak bagian pertama dari Kitab Suci ditulis.
Sebagaimana telah ditunjukkan pada Bab Satu, para arkeolog baru belakangan ini dapat menyingkap banyak
hal yang sangat diperlukan guna memahami dengan baik Kitab Suci. Dengan demikian tidaklah
mengherankan bahwa evaluasi ulang perlu dilakukan kembali atas beberapa kitab dari Kitab Suci. Barangkali
hal ini akan mengganggu sebagian orang, tetapi pada sisi yang lain ia justru menjadi fakta bahwa hal tersebut
sangat membantu kita dalam memahami makna yang sesungguhnya dari Kitab Suci. Betul bahwa beberapa
kitab pada mulanya dianggap sebagai peristiwa historis, tetapi sekarang digolongkan ke dalam kategori lain.
Tetapi juga betul bahwa landasan yang terpenting dari iman Kristiani kita yaitu sejarah, menjadi semakin
kokoh dewasa ini dibandingkan sebelumnya. Sebagai contoh, sekarang ini tidak ada sejarawan yang
mempertanyakan mengenai realitas kehidupan Yesus. Semakin kita mempelajari Kitab Suci, semakin mantap
keyakinan kita bahwa iman kita berdiri di atas landasan yang kokoh.
Metoda menafsirkan Kitab Suci, yang berusaha kembali kepada makna asli sebagaimana yang dimaksud
penulisnya dengan menganalisa kurun waktu, budaya, bahasa, dan pendukung-pendukung lainnya, disebut
sebagai pendekatan kontekstual. Pendekatan inilah yang direkomendasi oleh Paus Pius XII dalam surat
ensikliknya, Divino Afflante Spiritu, pada tahun 1943 baik melalui Konsili Vatican II, maupun Katekismus
Gereja Katolik (K 109-110).
Pendekatan Kitab Suci lainnya adalah penafsiran fundamentalis, yang biasanya berpatokan bahwa setiap kata
yang ada di Kitab Suci harus diartikan sebagaimana apa adanya. Ada beberapa macam fundamentalis, yang
kesemuanya terlibat dalam penafsiran Kitab Suci yang berbeda satu dengan lainnya.
FB. Sinamartin, Jan
Sebagian fundamentalis mengatakan bahwa kisah penciptaan dalam bab pertama dari kitab Kejadian harus
dipahami sebagaimana apa adanya, yaitu : Allah menciptakan dunia dalam kurun waktu enam hari (1 hari = 24
jam), dan istirahat pada hari ketujuh. Fundamentalis lainnya mengartikan bahwa hari-hari penciptaan terdiri
atas waktu yang periodenya lebih panjang. Para fundamentalis sejatinya menafsirkan setiap bagian dari Kitab
Suci; mereka menerangkan bagaimana Kitab Suci seharusnya dimengerti.
Hal ini semakin menunjukkan kepada kita bahwa Kitab Suci harus ditafsirkan. Kita telah melihat di beberapa
bagian Kitab Suci menyebut: Ya Allah, “gunung” batuku dan kita mau tak mau harus menafsirkannya. Begitu
yang terjadi di hampir seluruh bagian Kitab Suci. Permasalahan yang sesungguhnya adalah : Prinsip-prinsip
yang bagaimana yang akan kita pergunakan dalam menafsirkan Kitab Suci?
Prinsip-prinsip Gereja Katolik Dalam Menafsirkan Kitab Suci
Para fundamentalis cenderung menafsirkan Kitab Suci menurut prinsip-prinsip subyektif dari pengajar
perorangan atau menurut penafsiran pribadi orang tersebut. Orang Katolik didorong untuk menafsirkan Kitab
Suci menurut prinsip-prinsip obyektif yang dianjurkan Gereja. Orang Katolik dibimbing kepada penafsiran
Kitab Suci yang tepat dalam hal-hal pokok yang berkaitan dengan Iman sebab Gereja dengan jelas
mendefinisikan doktrin-doktrin seperti Kebangkitan Kristus dan Kehadiran Nyata dalam Ekaristi. Katekismus
Gereja Katolik mengajarkan bahwa kita harus membaca Kitab Suci di dalam konteks Tradisi Gereja yang
hidup. Allah mempercayakan Kitab Suci kepada Gereja dan mengutus Roh Kudus untuk membimbing Gereja
kepada semua kebenaran dan kita dapat memahami Kitab Suci hanya dengan bimbingan Gereja (K 113).
Prinsip pertama dalam menafsirkan Kitab Suci adalah seperti yang telah disampaikan oleh Paus Pius XII,
melalui Konsili Vatican II, dan dalam Katekismus Gereja Katolik (K 109-110). Kita hendaknya menggunakan
pendekatan kontekstual guna menemukan makna harafiah dari setiap bagian Kitab Suci, dan arti
sesungguhnya sebagaimana yang dimaksud penulisnya. Untuk menemukan penafsiran yang benar, kita harus
mempelajari waktu, tempat, pola hidup, cara berpikir, tujuan dari penulisan, dan cara-cara mengungkapkan
dari para penulis kitab tersebut.
Prinsip lainnya yang penting yang diungkapkan dalam Katekismus Gereja Katolik ( K 112) adalah kita harus
memperhatikan dengan seksama isi dan kesatuan seluruh Kitab Suci. Kita hendaknya menafsirkan bagianbagian Kitab Suci dalam terang bagian-bagian lainnya yang berhubungan dengan itu. Contoh klasik dalam hal
ini adalah Matius 26:26-28, ketika Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu
memberikannya kepada murid-murid-Nya dan berkata: "Ambillah, makanlah, inilah tubuh-Ku……. Minumlah,
kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah darah-Ku.” Cukup aneh, inilah bagian dimana para fundamentalis
menolak untuk menafsirkan secara harafiah. Tetapi gereja Katolik menafsirkan ini dalam terang Yohanes 6, di
mana Yesus menyatakan diriNya sebagai roti kehidupan. Ketika Yesus berkata bahwa kita harus makan
dagingNya dan minum darahNya, banyak para pendengarNya meninggalkan Dia. Yesus tidak memanggil
mereka kembali dan mengatakan, “Kamu salah paham. Yang Saya maksudkan dengan itu hanyalah simbolis.”
Apa yang Yesus inginkan kepada mereka yaitu mau percaya sulit untuk dapat diterima. Dan ketika mereka
menolak Yesus dengan sedih hati membiarkan mereka pergi. Pasal lain misalnya 1 Kor 11:27, merujuk
kepada Kehadiran Nyata Tuhan Yesus dalam rupa roti dan anggur. Gereja Katolik melihat kepada isi
keseluruhan dari Kitab Suci. Dan percaya bahwa Yesus sungguh hadir dalam Ekaristi.
Prinsip ketiga dalam menafsirkan Kitab Suci adalah bahwa terdapat satu kesatuan dan konsistensi kebenaran
Allah diungkapkan bagi keselamatan kita. Katekismus Gereja Katolik menyebut ini sebagai analogi iman (K
114). Beberapa penafsir secara keliru mengatakan bahwa iman dan karya saling berlawanan satu dengan
lainnya, dan beraranggapan bahwa kita dapat selamat cukup dengan iman saja. Namun sejatinya iman dan
karya tidak dapat dipisahkan. Dalam Gal 3:1-9, Paulus menekankan bahwa kebenaran datang melalui iman di
dalam Kristus ketimbang melalui Taurat (hukum Yahudi). Dengan berkata demikian, Paulus bukannya
menafikan pentingnya berkarya dengan baik, mengingat di Galatia 5-6 Paulus menggaris-bawahi bahwa karya
FB. Sinamartin, Jan
itu sebagai “buah Roh” (Gal 5:22). Pasal-pasal yang menunjukkan pentingnya iman, secara konsisten merujuk
kepada pasal-pasal yang memuat kebutuhan akan suatu karya. Perlu dipahami di sini bahwa “h anya iman
yang bekerja oleh kasih.” Ketika prinsip kesatuan dan konsistensi diabaikan, hasilnya hanyalah ketidak-menentuan.
Kemungkinan bisa saja terjadi, misalnya guna mendukung pendapatnya seseorang mengutip bagian-bagian Kitab
Suci dan mengesampingkan bagian lainnya. Gereja Katolik didorong untuk mengenal keselarasan (harmony) di
dalam rencana Allah. Ketika orang Katolik dicemooh karena imannya oleh seseorang dengan mengutip beberapa
bagian Kitab Suci sambil mengabaikan bagian lainnya, jawaban kita harus menjelaskan posisi kita sebagai orang
Katolik jika orang tersebut mau terbuka pikirannya. Jika orang tersebut tertutup pikirannya, kita harus menyatakan
bahwa kita menghormati iman orang lain dan kita berharap pada mereka untuk melakukan hal yang sama.
Prinsip keempat adalah bahwa bahasa Kitab Suci menggunakan ungkapan yang beraneka ragam bukan berarti
harus dipahami sebagaimana apa adanya. Beberapa contoh : "Kalau sekiranya kamu mempunyai iman sebesar
biji sesawi saja, kamu dapat berkata kepada pohon ara ini: Terbantunlah engkau dan tertanamlah di dalam
laut, dan ia akan taat kepadamu." (Luk 17:6). “ Maka jika matamu yang kanan menyesatkan engkau,
cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa, dari pada
tubuhmu dengan utuh dicampakkan ke dalam neraka.” (Mat 5:29). Dan juga yang telah disinggung di muka
“Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya,
saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.”
(Luk 14:26). Ungkapan bahasa yang demikian ini tidak mudah untuk diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa
lain termasuk bahasa Indonesia. Namun demikian kita harus ingat bahwa kita pun mempunyai ungkapan yang
juga tidak dapat diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa lain, seperti : “Aku telah bekerja keras dengan
membanting tulang, guna memenuhi kebutuhan keluargaku.”
Prinsip kelima, bagian-bagian dari Perjanjian Lama hendaknya ditafsirkan dalam terang Yesus Kristus dan
Perjanjian Baru (K 129). Jika demikian, sebuah pertanyaan patut kita alamatkan kepada beberapa cuplikan
dari Perjanjian Lama :”Betulkah ini merupakan bagian dari pesan ilahi Allah yang disampaikan kepada kita?”
Misalnya, pemazmur berteriak menuntut balas, “Hai puteri Babel, yang suka melakukan kekerasan,
berbahagialah orang yang membalas kepadamu perbuatan-perbuatan yang kaulakukan kepada kami!
Berbahagialah orang yang menangkap dan memecahkan anak-anakmu pada bukit batu! Jelaslah hal-hal
demikian ini bukan merupakan pesan Yesus Kristus! Kendati demikian, kita dapat menganggap bahwa hal
tersebut merupakan cermin dari teologi Perjanjian Lama yang belum sempurna, dan bukan merupakan
indikasi kehendak Allah bagi kita.
Sebagai pedoman umum, akan lebih baik mengatakan bahwa jika suatu bagian dari Perjanjian Lama yang
merujuk kepada Allah tetapi tidak mengacu kepada Yesus Kristus, seyogianya bagian itu harus ditafsirkan
dalam terang kehidupan dan ajaran Kristus. Sebagai contoh, rasanya kurang tepat jika kalimat berikut ini
berasal dari perintah Allah kepada pemimpin militer dalam Perjanjian Lama untuk membantai setiap lelaki,
perempuan dan anak-anak yang tidak berdosa di setiap kota yang ditaklukkan. Hal ini barangkali bisa
dikatakan sebagai kesalahan para pemimpin militer yang percaya bahwa tindakan mereka – yang membantai
wanita dan anak-anak tidak berdosa -- itu didukung oleh Allah.
Inspirasi dan Kebenaran Kitab Suci
Pendekatan kontekstual kepada Kitab Suci bukan berarti menolak kebenaran Kitab Suci itu sendiri. Gereja
Katolik mengajarkan bahwa Allah adalah penulis Kitab Suci. Inilah yang diartikan sebagai inspirasi biblis
(alkitabiah). Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan
kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. (2Tim 3:16; lihat juga
2Ptr 1:20-21)
Karena Allah adalah penulis Kitab Suci, maka seluruh kitab dalam Kitab Suci mengajarkan kebenaran tanpa
kesalahan yang oleh Allah dikehendaki untuk diungkapkan demi keselamatan kita (K 107). Kendati demikian
kebenaran itu dinyatakan dengan pelbagai cara dalam bermacam-macam bentuk tulisan seperti sejarah,
FB. Sinamartin, Jan
nubuat, puisi, peraturan atau hukum, kata-kata bijak, mitos, legenda, cerita dunia binatang, dan
perumpamaan.
Seluruh bentuk tulisan itu mampu mengkomunikasikan kebenaran dengan gambaran yang begitu dramatis.
Sebuah puisi misalnya, mampu mengungkapkan kebenaran sedemikian rupa sehingga tidak mungkin ditiru
oleh sebuah kamus. Baris-baris pembuka puisi Chairil Anwar berjudul “Krawang-Bekasi”…….
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi!
Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi............
Dalam puisi itu seolah-olah tulang-belulang serdadu yang mati bisa bicara. Tetapi dari sebuah kamus
kita diyakinkan bahwa tulang-belulang adalah berfungsi sebagai penyangga tubuh dan yang jelas ia tidak
mungkin bisa berkata-kata. Seorang Chairil Anwar dan sebuah kamus keduanya menyatakan kebenaran.
Chairil Anwar mengungkapkannya dalam bentuk puisi yang menggambarkan kebisuan para serdadu yang
mati, yang diwakili oleh tulang-belulang yang berserakan mulai dari Krawang hingga Bekasi. Sedangkan dari
sebuah kamus kita mendapatkan penjelasan yang bersifat teknis. Jika kita memahami cara membaca puisi,
kita akan mengetahui kebenaran dari baris-baris puisi Chairil Anwar dan mengerti bahwa baris-baris itu
mengungkapkan suatu realitas, yang tidak bisa kita dapatkan dari sebuah kamus.
Menarik untuk dicatat bahwa semakin penting sesuatu hal bagi kita, semakin besar kecenderungan kita untuk
mengungkapkannya dalam bentuk puisi atau tulisan lain yang bukan ilmiah. Pola-pola ilmiah lebih
menggunakan bahasa yang lugas dan hanya sesuai untuk laboratorium. Tetapi ketika kita berhubungan
dengan hal-hal yang paling mendalam dalam hidup kita, kita seolah-olah kehilangan kata-kata, tidak bisa
berbicara. Dan biasanya kita malah berpaling kepada puisi, gambar-gambar, simbol-simbol, dan sebuah lagu.
Kitab Suci berhubungan erat dengan kehidupan dan kematian, cinta dan kebencian, baik dan buruk, Tuhan
dan bukan tuhan. Bila Kitab Suci hanya sebatas pada bahasa ilmiah maka ia tidak mampu mengungkap
persoalan-persoalan besar itu.
Penting untuk digarisbawahi bahwa ada perbedaan mendasar antara kebenaran dan kebenaran yang
berdasarkan historis. Sebuah cerita yang tidak berdasarkan historis mampu mengungkapkan kebenaran,
seperti perumpamaan “Tentang Anak Yang Hilang” yang diceritakan Yesus (Luk 15:11-32). Anak yang hilang
itu tidak sungguh-sungguh ada, tetapi inti dari perumpamaan itu benar : Allah mencintai kita lebih dari yang
dapat kita bayangkan dan Ia selalu siap untuk memaafkan kesalahan kita.
Adakalanya seseorang secara historis memang benar-benar ada dan menjadi pelaku peran dalam cerita yang
tidak historis. George Washington misalnya, secara historis memang benar-benar ada, tetapi cerita tentang
dia saat masih kecil yang mematahkan pohon cherry ayahnya dan kemudian mengakui kesalahannya
barangkali tidak benar secara historis. Cerita ini mengandung pesan moral : kejujuran adalah sikap yang
paling baik. Begitu pula di dalam Kitab Suci, Abraham memang ada secara historis, tetapi cerita-cerita tentang
kepahlawanan Abraham barangkali tidak benar secara historis namun cerita itu menyampaikan ajaran-ajaran
religius. Cerita mengenai Allah yang meminta Abraham mengorbankan anak laki-lakinya, Ishak, menjadi cerita
yang melampaui historis sebab ia menggambarkan hubungan antara Allah dan umat manusia (Kej 22:1-19).
Apa yang sesungguhnya terjadi di dalam peristiwa tersebut tidak mungkin terungkap bila menggunakan
terminologi-terminologi historis semata. Di dalam Kitab Suci, perumpamaan, puisi, mitos, cerita dunia
binatang, dan bentuk-bentuk tulisan lainnya menjadi wahana untuk mengungkapkan kebenaran-kebenaran
religius yang sangat penting, banyak di antaranya menjadi di luar historis.
Inspirasi dan Keterbatasan Manusia
Pemahaman Katolik tentang inspirasi (wahyu) adalah bahwa Allah tidak semata-mata mendiktekan firmannya,
tetapi Allah mempengaruhi para penulis untuk menggunakan bakat dan kemampuan yang dimilikinya. Alhasil,
Kitab Suci adalah Firman Allah dan juga sekaligus merupakan hasil karya manusia. Gereja mengajarkan
FB. Sinamartin, Jan
bahwa seluruh kebenaran yang Allah inspirasikan bagi keselamatan kita tidak pernah keliru (K 107), tetapi ada
bagian-bagian di dalam Kitab Suci (misalnya catatan para ilmuwan mengenai hal-hal yang berbau ilmiah dan
sejarah) yang tidak bersinggungan langsung dengan keselamatan kita. Oleh karena itu, Kitab Suci bisa saja
memiliki keterbatasan-keterbatasan yang datangnya dari manusia sejak awal. Khususnya dalam Perjanjian
Lama mengandung banyak hal yang kurang sempurna dan tidak lengkap (K 122).
Manusia penulis Kitab Suci adalah orang-orang yang berasal dari jamannya sendiri dalam kaitannya dengan
pengetahun mereka terhadap hal-hal yang berkaitan dengan ilmu pengetahun. Para penulis Kitab Suci
seolah-olah tidak peduli terhadap kenyataan (ilmu pengetahuan) bahwa bumi berputar pada porosnya
mengelilingi matahari, manusia pada jaman itu berpendapat bahwa bumi di sangga oleh pilar-pilar. Allah
mengilhami orang-orang semacam itu -- yang memiliki pelbagai keterbatasan dalam ilmu pengetahuan dan
kesalahan dalam mengungkapkan penciptaan dunia --, untuk mengajarkan dasar-dasar kebenaran yang
hingga hari ini masih berlaku. Allah menggunakan mereka – para penulis yang gagasan-gagasannya (ide-ide)
kurang tepat – untuk menyampaikan pesan kebenaran : Allah menciptakan segala sesuatu yang ada!
Manusia penulis Kitab Suci adalah orang-orang yang berasal dari jamannya sendiri dalam ketidakmampuannya menangkap keseluruhan wahyu Allah. Allah membimbing mereka sejauh mereka mampu
menerima wahyu ilahi. Mereka yang hidup lima ratus tahun sebelum Kristus tidak mampu membedakan
antara sebab dan akibat. Mereka berpendapat bahwa Allah penyebab segala sesuatu termasuk kejahatan.
(Kel 11:10). Dalam hal ini mereka keliru, dan Allah tidak mengilhami keterbatasan-keterbatasan mereka (yang
semuanya bersifat manusiawi). Tetapi Allah dapat mengilhami keterbatasan manusia-manusia penulis untuk
membawa kebenaran tentang hal-hal penting lainnya. Setelah beberapa abad dan manusia telah tumbuh
dewasa secara spiritual, mereka semakin mampu memahami kebenaran akan Allah. Dalam kitab-kitab yang
terkini dari Perjanjian Lama dan di dalam Perjanjian Baru, kita dapat menemui pemahaman yang semakin
jelas tentang sebab-sebab dan akibat yang berkaitan dengan Allah.
Pernah seorang anak muda berkata kepada saya, “Saya sungguh tidak bisa memahami bagaimana orang
Katolik percaya bahwa Bunda Maria mendoakan kita, karena di dalam Kitab Suci sendiri dikatakan orang mati
tidak bisa berbuat apa-apa. Sejauh saya pahami, Pengkotbah 9:5 menjelaskan ihwal ini secara tuntas.”
Pernyataan ini adalah salah satu contoh klasik menggunakan Kitab Suci secara tidak tepat. Pengkotbah 9:5
menyatakan bahwa :” Karena orang-orang yang hidup tahu bahwa mereka akan mati, tetapi orang yang mati
tak tahu apa-apa.” Anak muda itu mengutip bagian ini seakan-akan sebagai kata akhir dari Kitab Suci tentang
hidup sesudah mati. Tetapi sesungguhnya jauh dari kata akhir. Kita manusia belajar segala sesuatu setahap
demi setahap. Dari ketidaktahuan perlahan-lahan bergerak kearah pengetahuan. Roh Kudus secara nyata
membimbing kita kepada pemahaman akan kebenaran yang lebih sempurna (Yoh 16:13). Pengarang
Pengkotbah yang menulis beberapa ratus tahun sebelum Yesus Kristus melakukan kekeliruan ihwal
kehidupan kekal. Tetapi pesan-pesan yang diinspirasi dari Pengkotbah adalah bukan kata akhir dari hidup
sesudah mati. Melainkan, pesan-pesan itu menunjukkan bahwa kita memerlukan seorang Penyelamat. Kitabkitab terkini dari Perjanjian Lama seperti 1 dan 2 Makabe dan Kebijaksanaan mengajarkan kehidupan
sesudah mati. Yesus semakin memperjelas realitas kehidupan kekal dan ajaran-ajarannya tentang kehidupan
kekal dapat kita jumpai di dalam Perjanjian Baru.
Allah tidak pernah berubah, tetapi manusialah yang berubah dalam artian kemampuan mereka untuk
mendengarkan pesan-pesan Allah. Perlu dipahami bahwa telah terjadi perkembangan doktrin dalam
hubungannya dengan kitab-kitab yang ada dalam Kitab Suci, semakin kita mengetahui sejarah dan informasi
Kitab Suci, akan semakin baik pemahaman kita mengenai Kitab Suci. Beberapa bagian dari Kitab Suci
tergolong out of date ( ketinggalan jaman); namun bagian-bagian itu masih berguna sebab ia menunjukkan
kepada kita tahap-tahap perkembangan dalam memahami pesan-pesan Allah, namun demikian bagian-bagian
itu tidak harus menjadi pedoman dalam kehidupan nyata kita. Bagian-bagian itu harus ditafsirkan dan
dimengerti di dalam terang keseluruhan Kitab Suci, utamanya mengenai ajaran-ajaran Yesus.
FB. Sinamartin, Jan
Inspirasi dan Ketidakjelasan
Penulis-penulis Kitab Suci kadangkala menempatkan versi-versi yang berbeda dari suatu peristiwa di dalam
kitab yang sama. Hal ini terjadi mungkin karena penulis tersebut tidak begitu yakin versi mana yang benar
atau dikarenakan peristiwa itu berasal dari tradisi-tradisi yang berbeda sehingga penulis berkeinginan untuk
melestarikan keduanya. Oleh karena itu, bila kita baca Kis 9:37 diceritakan pada saat Yesus menampakkan
diri kepada Paulus, mereka yang menyertai Paulus “mendengar suara tetapi tidak melihat seorang pun.”
Sedangkan pada Kis 22:9 mereka “melihat cahaya tetapi tidak mendengar suatu suara.” Barangkali Lukas
mendapatkan laporan dua versi peristiwa beberapa tahun sebelumnya dan tidak bisa menentukan peristiwa
mana yang lebih akurat, sehingga Lukas memasukkan keduanya dalam tulisannya. Jelaslah di sini Lukas
tidak berusaha untuk membuktikan mana di antara keduanya yang paling benar. Yang menjadi pokok
persoalan di sini adalah bukan apa yang hendak diungkapkan Lukas atau apakah Allah berkata melalui Lukas
tanpa salah, melainkan Yesus telah menampakkan diri kepada Paulus dan merubah seluruh hidupnya. Jika
cerita-cerita yang kurang begitu jelas dan agak membingungkan tidak menjadi masalah bagi penulis Kitab
Suci, seyogianya hal-hal demikian itu hendaknya juga tidak menjadi gangguan bagi kita. Para penulis dan
kisah-kisah yang ditulisnya adalah semacam alat bagi tujuan utama Kitab Suci : ungkapan realitas rohani!
Kitab Suci dan Tradisi : Wahyu
Segala hal yang telah dikatakan mengenai Kitab Suci diwariskan melalui Gereja Katolik. Dan peranan Gereja
dalam menafsirkan Kitab Suci dapat membantu kita memahami bahwa Kitab Suci berasal dari Gereja, bukan
sebaliknya Gereja berasal dari Kitab Suci.
Dengan menetapkan tujuh puluh tiga kitab pada Kitab Suci yang diinspirasi Allah dan menolak beberapa kitab
yang tidak diinspirasi, Gereja Perdana seolah-olah mengatakan : “Inilah yang kita yakini mengenai Allah,
Yesus Kristus, kehidupan dan kematian, dan juga tentang kita sebagai Gereja dan yang itu kita tolak.” Seluruh
kitab dari Kitab Suci, pada gilirannya kemudian, membantu mempertajam iman setiap generasi baru Kristen.
Jelas hal tersebut merupakan suatu proses yang sangat dinamis yang menimbulkan pertentangan. Pada awal
abad keempat sesudah Kristus, muncul kelompok orang yang menginginkan pembatasan atas penyelamatan
yang dilakukan oleh Yesus Kristus dengan menyatakan bahwa semua orang Kristen harus mengikuti hukum
Musa. Sedangkan kaum heretics mengatakan bahwa Yesus adalah Tuhan, tetapi bukan manusia. Kelompok
lain bersikeras bahwa Yesus adalah manusia dan bukan Tuhan. Sedangkan yang lainnya lagi menolak apa
yang dikatakan Yesus bahwa Allah adalah Bapa, Putra, dan Roh Kudus.
Gereja sudah barang tentu melawan pendapat salah tersebut dan menyatakan bahwa Allah mengungkapkan
kebenaran mengenai doktrin-doktrin penting di dalam seluruh kitab-kitab yang ada dalam Kitab Suci yang
diterima sebagai yang diinspirasi. Doktrin-doktrin tersebut menyangkal ajaran-ajaran yang keliru dengan
menolak kitab-kitab yang kemudian disebut sebagai Injil Genostic dan beberapa kitab lainnya yang dijuluki
sebagai “kitab-kitab tersembunyi” dari Kitab Suci. Gereja juga mengungkapkan imannya melalui : cara
menafsirkan Kitab Suci, ketetapan yang dihasilkan konsili, merumuskan iman yang disebut kredo, dan bentukbentuk ungkapan peribadatan. Melalui pelbagai cara inilah Kristus membimbing Gerejanya yang kita kenal
sebagai “Katolik,” dan Kitab Suci yang diinspirasi yang disebut sebagai Kitab Suci Katolik. Melalui proses ini
Gereja tidak menciptakan perangkat imannya sendiri. Melainkan Gereja hanya dapat mengajarkan
kebenaranan yang telah diwahyukan Allah kepada manusia. Allah telah mewahyukan beberapa kebenaran
melalui cara yang sangat alami. Dunia misalnya, menunjukkan kepada kita akan kebesaran Allah. Namun
Allah juga telah berbicara kepada kita dengan pelbagai cara yang ajaib, mengajarkan kepada kita kebenaran
Ilahi yang kita sendiri belum bisa memahaminya. Pada masa Perjanjian Lama Allah mengungkapkan
kebenaran melalui penulis yang diinspirasi. Kemudian, pada masa yang dijanjikan, Allah mengutus Yesus
Kristus sebagai Sabda Yang Diwahyukan secara sempurna (Yoh 1). Apa yang Yesus ajarkan kepada para
FB. Sinamartin, Jan
muridNya kemudian diwariskan secara lisan dan tulisan. Wahyu Ilahi Allah inilah yang pada gilirannya
kemudian diteruskan kepada kita melalui dua cara : Tradisi-tradisi Suci dan Kitab Suci.
Tradisi-tradisi Suci dan Kitab Suci merupakan “lumbung iman” Sabda Allah. Yesus mewartakan kebenaran
yang diperlukan bagi keselamatan kita dan ini berarti bahwa Warisan Iman itu telah lengkap. Gereja tidak
menambahkan apa-apa pada “lumbung iman” Sabda Allah tersebut, tetapi di bawah bimbingan Roh Kudus,
lumbung iman Sabda Allah itu berkembang dalam artian pemahamannya atas apa yang telah Yesus wartakan.
Gereja meneruskan “lumbung iman” Sabda Allah dari generasi ke genarasi dan ia berkembang menjadi
sebuah kesadaran yang mendalam akan keindahan Wahyu Allah (K 74 – 100).
Tradisi dapat diartikan sebagai “meneruskan.” Dan Tradisi Suci dapat diartikan sebagai cara Gereja
meneruskan dan menafsirkan Kitab Suci, juga hasil keputusan konsili, kredo-kredo, peribadatan, dan
konsistensi pada ajaran Gereja. Hal-hal tersebut tidak bertentangan dengan Kitab Suci tetapi berkaitan erat
dengan Kitab Suci dan berlandaskan pada Kitab Suci, dan berkembang atas dasar Kitab Suci.
Beberapa gereja bersikeras bahwa keseluruhan doktrin harus dapat ditemukan secara eksplisit di dalam Kitab
Suci. Tetapi Gereja Katolik tidak sependapat, karena iman kita tidak dapat dibatasi hanya pada apa yang
dikatakan Kitab Suci saja, mengingat pada awal kehidupan Gereja belum ada kitab-kitab Perjanjian Baru.
Orang-orang Kristen Perdana percaya pada Tradisi Suci sebelum Kitab Suci yang kita kenal sekarang ini ada.
Gereja Katolik mengajarkan bahwa setiap doktrin harus selaras dengan Kitab Suci, tetapi tidak harus
dinyatkan secara eksplisit di dalam Kitab Suci. Sebuah contoh yang paling jelas adalah doktrin mengenai
Trinitas. Kitab Suci memang menyebutkan Bapa, Putra, dan Roh Kudus, tetapi tidak pernah menggunakan
istilah Trinitas. Apa yang termaktub secara implisit di dalam Kitab Suci dinyatakan secara eksplisit dalam
Tradisi Suci Gereja.
Tradisi Suci diperlukan ketika Gereja menerapkan ajaran Kitab Suci untuk merubah situasi atau kondisi.
Gereja melakukan hal tersebut dengan bimbingan Roh Kudus, sebab Yesus mengatakan kepada muridmuridNya : “Masih banyak hal yang harus Kukatakan kepadamu, tetapi sekarang kamu belum dapat
menanggungnya. Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh
kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya
itulah yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang.” (Yoh 16:1213). (Lihat Bab Duabelas untuk penjelasan rinci mengenai hubungan antara Kitab Suci dan Tradisi Suci).
Kitab Suci : Kitab Katolik
Kita sejauh ini telah membahas Kitab Suci sebagai kitab “Katolik”. Ini bukan untuk memojokkan siapa pun.
Harap diingat bahwa Kitab Suci asli orang Kristen ditetapkan melalui komunitas orang-orang beriman yang
dipimpin oleh para uskup Katolik dan disyahkan menjadi sebuah kumpulan kitab melalui keputusan konsili
oleh para uskup Katolik.
Kitab Suci dipelihara dan diwariskan selama berabad-abad oleh Gereja Katolik. Sebelum diketemukan mesin
cetak, para biarawan dan biarawati Katolik menyalin huruf demi huruf Kitab Suci dengan tangan. Banyak
dokumen tulisan-tangan itu yang masih terpelihara dengan baik hingga hari ini. Hal ini sebagai wujud cinta
dan kemampuan artistik dari para biarawan dan biarawati yang menulis salinan Kitab Suci.
Selama dua ribu tahun Kitab Suci telah dibaca setiap hari pada perayaan Ekaristi. Sabda Allah telah
dinyatakan kepada orang-orang Katolik di katakombe-katakombe, di rumah-rumah pribadi, dan di katedral
yang megah. Ini menunjukkan sebuah kesaksian yang langgeng atas hormat dan cinta Gereja kepada Kitab
Suci. Lectionary Katolik, yakni kalendar tiga tahunan bacaan Kitab Suci yang dipergunakan untuk hari Minggu,
adalah model Common Lectionary yang banyak dipergunakan di gereja-gereja Protestan.
Gereja Katolik mendorong umatnya untuk membaca Kitab Suci. Konsili Vatican II dalam Konstitusi Dogmatis
Tentang Wahyu Ilahi antara lain mengatakan :
FB. Sinamartin, Jan
……..mendesak dengan sangat dan istimewa semua orang beriman, terutama para religius,
supaya dengan seringkali membaca kita-kitab ilahi memperoleh “pengertian yang mulia akan
Yesus Kristus” (Flp 3:8). “Sebab tidak mengenal Kitab Suci berati tidak mengenal Yesus
Kristus.” Maka hendaklah mereka dengan suka hati menghadapi nas yang suci sendiri, entah
melalui liturgi suci yang sarat dengan sabda-sabda ilahi, entah melalui bacaan yang
saleh……...Namun hendaklah mereka ingat, bahwa doa harus menyertai pembacaan Kitab
Suci, supaya terwujudlah wawancara antara Allah dan manusia. Sebab “kita berbicara
dengan-Nya bila berdoa; kita mendengar-Nya bila membaca amanat-amanat ilahi” (#25; lihat
juga K 131 – 133).
Hakikat Kitab Suci
Katekismus Gereja Katolik menggaris-bawahi bahwa selain arti harafiah (arti yang dicantumkan oleh katakata Kitab Suci dan ditemukan oleh eksegese, yang berpegang pada peraturan penafsiran teks secara tepat.
Tiap arti [Kitab Suci] berakar di dalam arti harafiah) yang dimaksudkan oleh para penulis Kitab Suci, terdapat
pula arti rohani (berkat kesatuan rencana Allah, maka bukan hanya teks Kitab Suci, melainkan juga
kenyataan dan kejadian yang dibicarakan teks itu dapat merupakan tanda) (K 115-119). Berkat kesatuan
rencana Allah bagi keselamatan kita, Allah bermaksud menghubungkan hal-hal yang oleh manusia penulis
Kitab Suci tidak disadari. Misalnya beberapa nas Kitab Suci mengungkapkan keterkaitan satu dengan lainnya
melalui simbol-simbol dan analogi. Dan banyak peristiwa Kitab Suci dapat menjadi pertanda yang mengajak
kita untuk memberikan perhatian atas realita-realita yang lebih mendalam. Allah mengetahui dan berkehendak
atas hubungan-hubungan tersebut, dan Gereja berusaha mencarinya melalui doa dan permenungan.
Katekismus Gereja Katolik membagi arti rohani menjadi tiga golongan :
Kesatu, arti alegoris. Hal ini dapat berarti bahwa kejadian-kejadian Kitab Suci dapat menghadirkan suatu
simbol yang melampaui arti harafiah dari teks itu sendiri. Misalnya, peristiwa penyeberangan Laut Merah
adalah sebuah alegori, sebuah tanda, yang menggambarkan Pembaptisan Kristiani.
Kedua, arti moral, memiliki makna bahwa kejadian-kejadian yang digambarkan Kitab Suci harus mangajak kita
untuk melakukan yang baik. Kitab Rut, misalnya, tidak hanya sekadar bercerita tentang seorang wanita yang
patuh kepada Allah dan kepada keluarganya, melainkan cerita itu mengajak kita agar meniru apa yang
diperbuat Rut.
Ketiga, arti anagogis, kata ini berasal dari bahasa Yunani yang berarti menghantar, dan ia menunjukkan
bahwa kejadian-kejadian dalam Kitab Suci mempunyai arti yang abadi. Dalam makna anagogis kota
Yerusalem di bumi adalah lambang Yerusalem surgawi, dan Gereja di bumi merupakan perlambang rumah
abadi kita di surga.
Kitab Suci : Allah Berbicara Kepada Kita
Dalam Bab Dua kita lebih melihat pada pembentukan Kitab Suci. Sedangkan dalam Bab Tiga ini kita
telah menyadari betapa pentingnya penafsiran Kitab Suci. Oleh karena itu, kita seyogianya memiliki
pemahaman yang baik atas orisinalitas dan tafsir Kitab Suci. Namun demikian, kita tidak hanya sekadar
memahaminya saja, tetapi lebih dari itu kita harus memiliki kesadaran bahwa di dalam Kitab Suci Allah
berbicara kepada kita sebagai seorang Bapa yang penuh cinta kepada anak-anak-Nya.
Jika kita membuka dan membaca Kitab Suci, Allah yang tidak terbatasi oleh waktu dan ruang berbicara
kepada kita melalui Sabda yang sama yang telah disampaikan-Nya kepada Abraham, Musa, dan nabi-nabi.
Begitu pula jika kita membuka dan membaca Kitab Suci, Yesus berbicara kepada kita seketika itu juga,
sebagaimana halnya Ia berbicara kepada para Rasul dua ribu tahun yang lalu (K 101-102).
FB. Sinamartin, Jan
Melalui Kitab Suci, Allah menyampaikan kepada kita suatu pencerahan yang akan membantu kita bila
kita berada dalam situasi khusus yang datang setiap hari. Firman-firman Allah yang telah kita baca berulangkali pada waktu lalu mungkin menyentuh kita dengan kekuatan baru ketika kita sedang berduka karena
kematian orang yang kita cintai atau ketika kita sedang bingung tidak tahu apa yang harus kita perbuat atau
ketika kita sedang mencari jawaban atas makna hidup.
Setiap kali kita membuka Kitab Suci, kita “memutar nomor tilpun Allah.” Kita bisa saja memilih buku-buku
lain dari rak perpustakaan kita, membacanya, dan belajar suatu informasi yang berguna. Tetapi saat kita
membaca buku-buku tersebut, penulisnya tidak mengetahui apa yang sedang kita perbuat. Sebaliknya, begitu
kita membuka Kitab Suci, Allah menyapa kita :”Hallo.”
Allah senantiasa berada di dekat kita membantu mengatasi pelbagai persoalan yang kita hadapi seharihari. Sungguh, Firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua mana pun; ia
menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan
pertimbangan dan pikiran hati kita (Ibr 4:12). Katekismus Gereja Katolik mengajak kita untuk memahami arti
harafiah dari Kitab Suci, arti yang dimaksudkan oleh penulis manusia asli. Tetapi Katekismus Gereja Katolik
juga mengundang kita untuk mencari pelbagai makna rohani yang memungkinkan Allah berbicara secara
pribadi kepada kita.
Ketika kita putus asa, Yesus berkata kepada kita, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan
berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu” (Mat 11:28). Ketika kita mengalami ketakutan, Yesus
berkata :”Damai sejahtera bagi kamu!” (Yoh 20:19). Ketika kita kesepian, Yesus menguatkan kita, “Aku
menyertai kamu senantiasa” (Mat 28:20).
Firman Allah di dalam Kitab Suci mengundang kita untuk memberikan suatu jawaban. Kita menjawab Firman
Allah itu melalui doa-doa : kita membaca Firman Allah, dan berbicara kepada Allah sebagaimana kita lakukan
kepada setiap sahabat. Kita menjawab Firman Allah melalui pilihan-pilihan hidup kita : kita membaca hingga
kita menemukan sebuah ungkapan yang menantang kita untuk mengambil keputusan, kemudian membuat
keputusan berdasarkan atas apa yang telah Allah sampaikan kepada kita. Kecuali Kitab Suci : tidak ada satu
pun buku yang menyediakan komunikasi kepada Allah. “Sungguh, Firman Allah hidup dan kuat.”
Pertanyaan Untuk Bahan Diskusi dan Renungan
Bagaimana pemahaman anda mengenai bentuk-bentuk sastra? Ada berapa macam bentuk sastra yang
dapat anda ketahui dari sebuah suarat kabar? Berapa banyak dalam Kitab Suci? Bagaimana masing-masing
bentuk sastra di surat kabar dan di dalam Kitab Suci mewartakan kebenaran? Apakah perbedaan antara
pendekatan konstekstual dan fundamentalis terhadap Kitab Suci? Apakah perbedaan antara sejarah dan fakta
yang sesungguhnya? Pernahkah anda mempertimbangkan untuk menafsirkan Perjanjian Lama dalam terang
Yesus Kristus? Apakah hal tersebut membawa anda kepada pemahaman lain yang selama ini telah anda
mengerti dari beberapa bagian Kitab Suci? Dalam hal yang bagimana Kitab Suci disebut sebuah kitab Katolik?
Apakah artinya bila anda membuka Kitab Suci, anda memutar nomor milik Allah?
Aktivitas
Panggillah teman anda melalui tilpun, hanya sekadar melakukan pembicaraan santai. Kemudian, dari
pengalaman pembicaraan yang masih segar dalam pikiran anda, ambillah Kitab Suci anda dan nikmatilah
suasana santai atas kunjungan Yesus.
FB. Sinamartin, Jan
Monday, October 09, 2006
Bab Empat : Memasuki Perjanjian Lama : Dari Adam Sampai Musa
Wayne dan Rita mendengar celoteh anak-anak mereka sepanjang perjalanan pulang dari kunjungan Natal ke
rumah orang tua Rita. Anak-anak itu mengulangi apa yang diceritakan kakek tentang masa lalu dan mulai
bertanya kepada orang tua mereka mengenai nenek-moyang mereka.
Penasaran oleh keinginan anak-anak mereka tentang masa lalu, Wayne dan Rita memutuskan untuk mulai
mempelajari sejarah keluarga mereka. Mereka meminta orang tua mereka mencatat sejarah dan riwayat masa
lalu keluarga mereka. Mereka mulai melacak silsilah keluarga. Wayne dan Rita membawa anak-anak mereka
ke gereja di mana keluarga mereka dipermandikan dan melihat makam saudara-saudara mereka. Orang tua
dan anak-anak sama-sama menyukai tulisan-tulisan surat kabar tua dan catatan pengadilan mengenai
transaksi-traksaksi tanah.
Suatu saat, Rita dan Wayne harus melacak asal mereka ke German. Mereka mendapati bahwa moyang
mereka meninggalkan Eropa pada tahun 1849 guna menghindari penganiayaan agama, mengalami susahnya
pelayaran menyeberangi Atlantik, menyusuri sungai Ohio dengan perahu, dan akhirnya menetap di Kentucky.
Dengan menyelidiki masa lalu mereka, mereka menemukan sebentuk penghormatan baru terhadap iman
Katolik mereka dan Amerika sebagai daerah pengharapan. Mereka memperoleh suatu pandangan baru
tentang arti keluarga. Mereka berbicara mengenai nilai-nilai yang dianut nenek-moyang mereka yang masih
terpelihara dan arti nilai-nilai tersebut bagi mereka. Silsilah keluarga mereka menjadi suatu kehidupan baru
mengingat ia sekarang kokoh berakar dari masa lalu.
Akar-akar Spiritualitas Keluarga Kita
Di jaman dunia yang begitu cepat berubah, orang dapat dipastikan akan mencari kestabilan dan kepastian
yang datang dari akar budaya dan keluarganya. Kita sebagai orang Katolik mempunyai akar budaya yang jauh
lebih dalam ketimbang sekadar catatan-catatan pengadilan atau batu-batu kuburan. Kita dapat melacak
spiritualitas nenek-moyang kita kembali kepada tradisi-tradisi kuno jaman Perjanjian Lama.
Jika kita memperhatikan kitab-kitab Perjanjian Lama sebagai catatan sejarah keluarga kita sendiri, kita akan
menemukan sebuah kunci yang akan menyingkap kekayaan yang terbesar dari Kitab Suci. Catatan-catatan itu
tidak hanya sekadar cerita-cerita dari masa lalu, daftar nama-nama, dan hukum-hukum atau aturan-aturan
kuno. Semua itu adalah sejarah keluarga kita, nama-nama leluhur di dalam iman, dan rincian yang
menceritakan bagaimana keluarga kita pernah hidup. Jika kita memandang Perjanjian Lama dengan
antusiasme yang sama siapapun akan merasa sedang melihat ke dalam kekayaan keluarga masa lalu.
Membaca Perjanjian Lama
Salah satu tujuan dari buku ini adalah membantu para pembacanya “membaca” Kitab Suci dengan
menyediakan sebuah pemandu perjalanan dengan latar belakang informasi dan perikop-perikop terpilih dari
Kitab Suci. Informasi dan pilihan-pilihan tersebut akan dibatasi agar buku ini memiliki ukuran yang pas (tidak
terlalu tebal dan juga tidak terlampau tipis). Jika para pembaca ingin mendapat penjelasan yang lebih rinci,
bisa memperolehnya dari tafsir dan penjelasan Kitab Suci. (Lihat Daftar Pustaka)
Kita mulai dengan pengantar kepada Pentateuck, kemudian berpindah kepada kitab-kitab dari Kitab Suci,
mengikuti urutan yang terdapat dalam New Revised Standard Version of The Bible. (Catatan Penterjemah :
untuk terjemahan bahasa Indonesia urutan yang sama dengan New Revised Standard Version of The Bible
FB. Sinamartin, Jan
dapat pembaca jumpai pada Kitab Suci Katolik (Alkitab Katolik Deuterokanonika) Percetakan Arnoldus Ende,
tahun 2001 diterbitkan oleh Ditjen Bimas Katolik, Departemen Agama Republik Indonesia dalam rangka
PELITA).
Pentateukh
Para pnyunting yang menyusun Pentateukh -- lima kitab pertama dari Kitab Suci, kira-kira lima ratus lima
puluh tahun sebelum Kristus --, bermaksud memberikan kemantaban dan kepastian kepada orang-orang
Israel. Orang-orang Israel pada waktu itu tercerabut dari akarnya dan diasingkan oleh orang-orang Babel.
Mereka yang kembali ke Israel dibujuk untuk meninggalkan Allah dan berpaling kepada dewa-dewa orang
kafir. Mereka tertarik oleh mitos-mitos kafir yang menganggap bahwa kejahatan dan kekacauan menentukan
nasib manusia.
Para penyunting berkeinginan untuk mengembalikan orang-orang Israel dari kekeliruan tersebut dan kembali
kepada tradisi kokoh yang diwariskan oleh Abraham dan Musa. Para penyunting mencatat kisah-kisah yang
kerap diceritakan para leluhur mereka yang telah mengikuti kehendak Allah. Mereka mengajarkan bahwa Allah
itu ada, Allah-lah yang menciptakan segala sesuatu, dan kejahatan bukan berasal dari Allah tetapi sebagai
hasil konsekwensi dari pilihan dosa yang dilakukan oleh manusia.
Dalam pada itu, kita senantiasa dihadapkan pada pencobaan seperti yang dihadapi bangsa Israel kuno. Kita
digoda untuk meremehkan iman kita sebagai ketinggalan jaman, untuk menyembah ilah-ilah palsu seperti :
materialisme, seks, dan sekularisme, untuk takut kepada setan yang memiliki kekuasaan menghancurkan
segala sesuatu yang baik, indah, dan sempurna.
Pentateukh mewartakan kepada kita, sebagaimana kepada generasi-generasi terdahulu, bahwa Allah
sungguh-sungguh ada, kebaikan akan mengalahkan kejahatan, kita dapat melangkah dengan aman mengikuti
jalan yang dipilih oleh pendahulu kita. Pentateukh masih relevan bagi kita hingga hari ini, sebab ia merupakan
catatan keluarga kita di masa lalu, diinspirasi Allah, dan menjawab hampir semua pertanyaan mendasar
mengenai kehidupan.
Kitab Kejadian : 1-11
Kejadian adalah sebuah kitab yang bagi orang-orang Israel berfungsi sebagai pengingat asal-usul keluarga
mereka melalui garis keturunan Abraham, Ishak, dan Yakob, dan lebih dari itu ia merupakan kitab yang
mencatat asal mula alam semesta dan membahas apa arti hidup itu bagi manusia. Sekarang, buka Kitab Sucimu dan bacalah Kejadian 1:1-24.
Perikop dari kitab Kejadian ini adalah berasal dari tradisi Imam dan kitab ini barangkali digunakan untuk
pemujaan di rumah ibadat (Kenisah). Kitab ini menggambarkan pemahaman orang Yahudi akan sebuah dunia
yang merupakan bangunan datar ditopang oleh pilar-pilar di atas lautan dan langit sebagai mangkuk terbalik
dengan jendela-jendela sebagai jalan masuk air hujan dan salju. Dalam perikop itu pun kita menemukan
beberapa pengulangan frasa yang dimaksudkan sebagai mempermudah mengingat, seperti : “Berfirmanlah
Allah,” “Dan jadilah demikian,” “Allah melihat semuanya itu baik,” “Jadilah petang dan jadilah pagi.” Bangunan
tujuh hari memiliki pola puitik, dimaksudkan untuk mengajarkan kesucian hari Tuhan, karena bagi Tuhan pun
memerlukan istirahat setelah enam hari bekerja!
Bangunan tujuh hari itu juga melukiskan saling keterkaitan antar hari, berfungsi sebagai sarana untuk
mempermudah mengingat. Hari pertama, ketika Allah menciptakan terang berhubungan dengan hari ke empat
ketika Allah menciptakan matahari, bulan, dan bintang-bintang. Hari kedua, ketika Allah menciptakan
cakrawala yang memisahkan air yang di atas cakrawala dengan air yang di bawah cakrawala berkaitan
dengan hari ke lima, ketika Allah menciptakan burung-burung yang terbang di bawah langit dan ikan yang
FB. Sinamartin, Jan
berenang di laut. Hari ketiga, ketika Allah menyebabkan dataran mengering dan menumbuhkan tanaman,
berhubungan dengan hari ke enam, ketika Allah menciptakan binatang dan manusia yang hidup di tanah dan
makan tanaman.
Perhatian khusus diberikan pada penciptaan manusia. Allah berfirman, “Baiklah kita menjadikan manusia
menurut gambar dan rupa Kita.” Makna dari kalimat ini menjadi bahan perdebatan para ahli. Salah satu
pendapat adalah bahwa “baiklah kita” mungkin merupakan sebuah bentuk jamak bagi penghormatan
(berkaitan dengan kekuasaan, seperti seorang raja), yang dapat diartikan sebagai pernyataan keseriusan
Allah untuk melakukan sesuatu yang istimewa (khusus). “Menurut gambar dan rupa Kita” barangkali mengacu
kepada fakta bahwa manusia telah menguasai bumi sebagai wakil Allah dan dipanggil untuk memelihara
dunia yang telah diberikan kepada kita.
Berlawanan dengan mitos kafir pada masa itu, kisah penciptaan tersebut mengajarkan bahwa hanya satu
Allah yang menciptakan segala sesuatu. Penciptaan tidak berasal dari peperangan antara dewa baik dan
jahat yang hanya merupakan satu bagian dari hakikat dasar kehidupan.
Jika kita cermati, pesan-pesan tersebut masih memiliki nilai kebenaran bagi kita dewasa ini. Alam semesta
tidak berasal dari sesuatu yang tidak ada. Organisasi alam semesta tidak dapat terjadi hanya dengan suatu
kecelakaan akibat benturan antar atom. Allah sungguh ada. Allah yang menciptakan alam semesta. Kita
manusia ada bukan karena kebetulan tetapi ciptaan yang berharga, sebab kita adalah milik Allah yang
mewakiliNya di bumi. Bab pertama dari Kejadian tidak menyajikan sebuah kisah ilmu pengetahun tentang
penciptaan (hal ini belum dikenal pada waktu Kejadian disusun), tetapi mengajarkan kebenaran religius dalam
bahasa yang penuh dengan kekuatan dan keindahan.
Gereja Katolik mengajarkan bahwa Kejadian tidak bertentangan dengan teori-teori ilmu pengetahuan modern,
termasuk di dalamnya teori evolusi, sepanjang hal-hal tersebut tidak menolak keberadaan Allah dan fakta
bahwa segala sesuatu berasal dari Allah. Kejadian menitik beratkan pada hal-hal religius, seperti mengapa
terjadi penciptaan dunia? Sedangkan ilmu pengetahuan modern berangkat dari pengamatan, bagaimana
dunia itu diciptakan? Adalah sangat mungkin bahwa di dalam kehendak Allah, evolusi bisa saja terjadi atas
ciptaan Allah. Kejadian mengajarkan bahwa dengan cara bagaimana pun alam semesta mewujud menjadi
ada, ia berasal dari cinta dan kebijaksanaan Allah.
Baca Kejadian 2:4-3:24. Perikop ini berisi kisah penciptaan bagian ke dua yang berasal dari sumber Yahwis.
Terdapat ketidak-konsistensian antara kisah penciptaan bagian pertama dan kedua. Misalnya, manusia
diciptakan setelah penciptaan binatang-binatang di bagian pertama, tetapi di bagian ke dua manusia
diciptakan sebelum binatang. Para penyunting terakhir tidak begitu menaruh perhatian pada perbedaan
tersebut, hal ini menjadi sebuah fakta tersendiri bahwa mereka tidak berusaha untuk menghadirkan
penjelasan ilmiah mengenai proses penciptaan. Mereka menyertakan kedua kisah tersebut sebab masingmasing telah menjadi warisan kekayaan di dalam komunitas Yahudi pada masa itu, dan masing-masing kisah
secara khusus menekankan kebenaran religius.
Keheranan orang-orang dulu, sebagaimana kita dewasa ini, adalah mengapa dunia penuh dengan dosa,
penderitaan, sakit, dan kematian. Kisah penciptaan bagian dua, dengan bahasa yang penuh dengan simbolsimbol serta menukik ke dalam kondisi kemanusiaan membahas permasalahan tersebut. Kisah bagian dua ini
tidak hanya menjalin cerita manusia-manusia pertama di bumi tetapi mengisahkan tentang kita semua.
Allah telah menganugerahkan kepada kita kehidupan di dunia yang dapat dianggap sebagai surga. Kita
dianugerahi kebebasan dan kecerdasan serta dipanggil untuk berjalan berdampingan dengan kasih Allah. Kita
diberi kesempatan melakukan komitmen iman di dalam perkawinan dan bersama-sama dengan Allah
menciptakan kehidupan baru. Kita dituntut menggunakan kebebasan itu dengan seksama, memilih apa yang
oleh Allah dinyatakan sebagai baik dan menghindari apa yang dinyatakan Allah sebagai jahat. Tetapi manusiamanusia pertama telah makan buah dari “pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat.” Dibujuk oleh setan
(dalam wujud seekor ular, simbol yang biasanya terdapat pada masyarakat kafir), mereka berkata kepada
Allah: “Engkau tidak perlu memberitahu apa yang harus kita lakukan. Kita akan menentukan sendiri apa yang
FB. Sinamartin, Jan
baik dan apa yang jahat.” Melalui pilihan mereka, dosa datang ke dalam dunia dan menciptakan tembok
penghalang antara kita dan Allah. Karena dosa, kita menjadi bisa menderita dan mati, timbul ketegangan
dalam hubungan antar manusia, lelah dan jenuh dalam bekerja, mengalami rasa sakit ketika melahirkan. Apa
yang dulunya surga menjadi sebuah dunia di mana kita bisa mengalami kematian dan penderitaan, tenggelam
ke dalam ketidak-berdayaan dimana keselamatan dapat diperoleh hanya dari Allah, yang bahkan pada saat
yang terburuk pun berjanji akan meremukkan kepada ular dan mengalahkan kejahatan.
Dalam lanjutan Kejadian 4-11, lebih merupakan bahasan yang membenarkan bahwa dosa cenderung
meningkat dalam mencengkeram kehidupan manusia. Seperti halnya Kain, manusia mengiyakan bahkan
ketika diminta membunuh sesama anggota keluarga manusia. Kita terjerumus ke dalam lumpur dosa di mana
hanya Allah saja yang dapat menyelamatkan kita. Kita menjadi terasing dari Allah, dari kita sendiri, dan dari
satu dengan lainnya sehingga seluruh dunia sepertinya telah menjadi sebuh Menara Babel.
Abraham : Kejadian : 12-25
Sebelas bab pertama dari Kejadian menunjukkan bahwa manusia bergerak menjauh dari Allah. Namun pada
penghujung bab 11, seorang pria diperkenalkan, yang akan mengajak manusia kembali kepada Allah. Orang
itu adalah Abraham, putra Terah, yang kira-kira pada 1900 SM bersama dengan keluarganya melakukan
migrasi dari Ur (Irak modern) ke Haran (sebuah kota perbatasan Turki-Suriah modern). Setelah kematian
Terah, Abraham mendengar Allah memanggilnya untuk menempati daerah baru dan berjanji akan
menjadikannya sebuah bangsa yang besar. Abraham segera menuruti panggilan itu itu, membawa istrinya
Sirai, keponakannya, Lot dan seluruh harta miliknya ke tanah Kanaan (Israel moderen). Dalam penampakan
selanjutnya, Allah memperbarui janjinya menjadi sebuah sumpah, mengganti namanya dari Abram menjadi
Abraham dan Sirai menjadi Sarah, dan memberkati mereka dengan anak laki-lakinya, Ishak.
Kejadian 12-25 menghadirkan kisah penuh warna tentang Abraham dan keluarganya. Para ilmuwan
memperdebatkan kebenaran sejarah dari kisah-kisah tersebut, namun demikian tidak diragukan lagi bahwa
Kejadian mengetengahkan Abraham sebagai sebuah model iman, sebagai nenek moyang orang Israel,
sebagai seorang yang Allah sendiri menjanjikan tanah yang kemudian diklaim oleh orang-orang Israel.
Sekarang baca Kejadian 12:1-9, Kejadian 15:1-17:27, Kejadian 21:1-8, dan Kejadian 22:1-9. Pada perikopperikop itu, iman Abraham kepada Allah masih mendapat penekanan. Juga upacara sumpah, dengan
memotong hewan yang dipraktekkan di Timur Tengah pada waktu itu. Para pelaku sumpah berjalan di antara
potongan-potongan hewan untuk menunjukkan bahwa mereka akan menemui nasib seperti hewan-hewan
tersebut jika mereka melanggar sumpah. Kisah Abraham yang dipanggil Allah untuk mengorbankan putranya
menunjukkan betapa dalamnya iman Abraham. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjunjukkan kepada orangorang Israel (yang hidup di tengah orang-orang kafir yang mempraktekkan pengorbanan manusia) bahwa
Allah menghendaki korban hewan daripada korban manusia.
Sebelum Abraham meninggal, putranya Ishak menikahi Rebeka, masih tergolong cucu keponakan Abraham
dan oleh karena itu sesuai hukum pada waktu itu, dan cocok untuk pasangan Ishak. Melalui Ishak janji Allah
kepada Abraham akan terpenuhi.
Ishak, Yakub, dan Anak-anak Yakub : Kejadian 25-36
Ishak dan Rebeka mempunyai dua anak kembar, Yakub dan Esau (Kej 25:19-34). Anak-anak itu kemudian
bersaing satu dengan lainnya. Yakub membuat tipu muslihat sehingga memperoleh hak kesulungan ayahnya,
dan Ishak memberikan berkat kepadanya bukan kepada Esau. Beberpa kisah seputar Yakub masih
diketengahkan dalam Bab 25-36 ini, kebanyakan berkisar mengenai ketrampilan tangan Yakub. Beberapa
kisah berdasarkan dari cerita rakyat setempat. Kisah-kisah itu diolah kembali dari mitos-mitos dan legendalegenda kuno, dengan memberi keterangan tentang nama-nama tempat dan asal-usul bermacam-macam
tradisi.
FB. Sinamartin, Jan
Yakub pergi ke Haran guna mencari seorang istri dan akhirnya mengawini dua orang putri pamannya, Laban.
(Poligami -- memiliki banyak istri --, merupakan hal yang lumrah dipraktekkan masyarakat kuno pada waktu itu
dan juga raja-raja Istrael hingga abad ke-5 SM). Istri-istri dan pembantu-pembantu perempuannya menjadi ibu
dari dua belas anak Yakub, nenek moyang dua belas suku Israel. Dua kisah berbeda (Kej 32:29 dan Kej
35:10) menceritakan nama Yakub diubah menjadi Israel oleh Allah, yang kemudian menjadi nama dari orangorang keturunan Yakub. Suatu ketika, Yakub kembali beserta keluarganya ke Kanaan dan berdamai dengan
Esau.
Baca Kejadian 25:19-34, Kejadian 27:1-45, Kejadian 33:1-20, dan Kejadian 35:9-15. Perikop-perikop ini
berkaitan dengan peristiwa-peristiwa utama dalam kehidupan Yakub dan menunjukkan betapa Allah tetap
setia pada janji yang telah dinyatakan kepada kakek Yakub, Abraham. Kisah Yakub merampas hak
kesulungan milik Esau, dan Ishak memberkati Yakub memiliki makna bagi Esau bahwa Allah dapat memakai
bahkan para pendosa guna memenuhi kehendak ilahiNya. Ini bukan berarti Allah menghendaki para pendosa
tersebut, melainkan bahwa Allah dapat mengarahkan kembali para pendosa tersebut ke jalan yang benar –
dalam hal ini, pemenuhan janji Allah kepada Abraham. (Lihat Kej 35:9-12). Pelajaran yang dapat kita petik:
Allah sanggup membawa kebaikan dari hal-hal yang jahat, bahkan dari kesalahan masa lalu kita, bila kita
kembali kepada Allah dengan iman dan kepercayaan.
Yusuf : Kejadian 37-50
Kisah Yusuf, yang menjadi penutup Kejadian, mengetengahkan pelajaran yang hampir sama. Yusuf sangat
bergantung kepada Allah dalam situasi yang paling buruk sekali pun, dan Allah merubah bencana itu menjadi
kemenangan berulang-ulang.
Ketika Yusuf dijual menjadi budak oleh kakak-kakaknya, ia kemudian menjadi seorang pembantu yang
berhasil. Ketika ia menolak godaan istri tuannya, ia menerima tuduhan palsu dan dijebloskan ke dalam
penjara, yang nampaknya menjadi tonggak guna melangkah menjadi seorang penguasa di Mesir. Kelaparan
yang meluas di dunia, telah menjadi disempatan bagi Yusuf untuk menunjukkan kemampuannya di bidang
administratif. Dan karena peristiwa kelaparan itu Yusuf bisa bergabung lagi dengan kakak-kakanya dan juga
ayahnya, Yakub.
Karena Yakub dapat bertemu kembali dengan Yusuf anaknya, ia meninggal dengan bahagia. Penguburan
ayahnya yang dilakukan di tanah Kanaan oleh Yusuf merupakan pertanda bahwa keluarganya suatu saat
akan kembali lagi dari Mesir ke Tanah Terjanji.
Baca Kejadian 45:1-28. Perikop ini melukiskan gambaran indah perjumpaan yang penuh emosi antara Yusuf
dan kakak-kakaknya dan Yakub menerima berita meyakinkan bahwa Yusuf masih hidup.
Anda barangkali ingin membaca seluruh kisah mengenai Yusuf. Cerita itu sangat menarik, adegan demi
adegan berlangsung dengan cepat, jika kita sudah membacanya susah untuk berhenti. Di penghujung cerita,
keluarga Israel di Mesir mengalami tragedi demi tragedi, menjadi budak, tetapi Allah akan membebaskan dan
mereka akan mengalami hidup baru.
Kitab Keluaran : 1-18
Kejadian diakhiri dengan kematian Yusuf di Mesir kira-kira tahun 1750 SM. Lima ratus tahun telah berlalu
antara kematian Yusuf dan peristiwa-peristiwa yang akan dihadirkan dalam kitab selanjutnya, yakni Keluaran.
Di dalam kurun waktu lima ratus tahun turunan Abraham menjadi budak. Catatan-catatan kuno merujuk
kepada turunan Abraham sebagai “Habiru,” yang berarti masyarakat nomadik yang sedang mencari kerja di
proyek-proyek pembangunan di Mesir. (Dari Habiru inilah kemudian muncul istilah Hebrew (Ibrani), nama lain
dari Israel).
Kitab Keluaran menggambarkan perbudakan bangsa Israel dan pembebasan mereka di bawah kepemimpinan
Musa. Orang-orang Israel telah kehilangan jati diri mereka, tetapi ketika Allah menampakkan diri kepada Musa
sebagai “Allah Abraham, Allah Ishak, dan Allah Yakub” (Kel 3:6), sebuah proses dimulai yang akan membawa
FB. Sinamartin, Jan
orang-orang Ibrani kembali kepada identitas mereka semula yaitu sebagai Keluarga Allah.
Nampaknya, terjadi beberapa gelombang perpindahan orang-orang Habiru ke Mesir dan beberapa gelombang
pula ketika mereka meninggalkan Mesir. Kitab Suci memusatkan diri pada Keluaran yang dipimpin oleh Musa.
Kebanyakan ilmuwan menempatkan peristiwa Keluaran terjadi pada masa kekuasaan Ramses II dan tahun
Keluaran kira-kira pada 1250 SM. Banyak ilmuwan menduga bahwa jumlah orang Israel yang dipimpin oleh
Musa hanya beberapa ribu saja. Tetapi ketika kisah Keluaran diceritakan berulang-ulang, ia berubah menjadi
semacam kisah kepahlawanan. Dan jumlah orang yang keluar dari Mesir mendekati jumlah penduduk Israel
pada masa puncaknya. Peritiwa-peristiwa Keluaran lebih lanjut bobotnya diperbesar sampai menjadi
ungkapan mukjizat Allah yang memberikan kekuatan dan perlindungan : wabah penyakit sampar, terbelahnya
laut, dan tiang-tiang api.
Apa makna di balik peristiwa sejarah Keluaran? Salah satu kemungkinan skenario sebagai berikut : Musa,
sebagai pemimpin yang berpengaruh pada waktu itu, mengalami peristiwa hadirnya Allah (semak yang
terbakar). Ia bisa memahami keinginan Allah bahwa Israel harus dibebaskan. Mengambil kesempatan dari
kekacauan peristiwa-peristiwa alam pada waktu itu (sungai Nil yang meluap, katak-katak yang terbawa banjir,
lalat dan nyamuk yang memakan bangkai katak, merebaknya pelbagai penyakit dan sampar; udara panas,
wabah belalang ; badai padang gurun; mungkin kematian putra Firaun), Musa memimpin satu kelompok
orang-orang Israel ke suatu wilayah yang dikenal dengan Laut Bambu (Sea of Reeds bukan “Red Sea,” Laut
Merah, tampaknya di sini terjadi salah terjemah dari kata Ibrani asli). Orang-orang Israel berhasil
menyeberangi Laut Bambu, sementara pasukan berkuda Mesir tenggelam. Banyak dari mereka yang mati,
dan orang-orang Israel memasuki padang gurun, tempat mereka mengembara selama empat puluh tahun
sebalum memasuki Tanah Terjanji di bawah pimpinan panglima perang Musa, Yosua.
Mengapa kita tidak menganggap kisah Keluaran sebagai apa adanya? Mengapa kita tidak mengikuti saja
tafsir yang dilakukan oleh para fundamentalis bahwa Kitab Keluaran adalah sejarah sebagaimana makna
modern?
Pada dasarnya, kita tidak menafikan kemampuan Allah melakukan mukjizat dalam kisah Keluaran. Allah
adalah Allah dan dapat melakukan mukjizat. Namun jika kita melihat materi Keluaran, kita diajak untuk
percaya bahwa pengarang “biblis” bermaksud menulis bukan sejarah dalam artian moderen tetapi kisah
kepahlawanan yang mengagungkan Allah dan mempermalukan musuh-musuh Allah. Penulis-penulis ini
menggabungkan sumber-sumber kuno menjadi sebuah kisah yang benar-benar mudah diingat, dan
mengagungkan kekuatan Allah. Selain itu, para penulis tersebut mengingatkan kembali bahwa memandang
asal-mula Israel sebagai bangsa hanya sebatas sejarah jelas tidaklah tepat.
Kita barangkali bisa membandingkan Keluaran dengan lagu country Johny Horton, “The Batle of New
Orleans.” (Pertempuran New Orleans). Lagu ini memiliki landasan yang kuat dalam sejarah, tetapi ia ditulis
menjadi sebuah bentuk lagu kepahlawanan, dengan imajinasi dan humor. Betul telah terjadi pertempuran di
New Orleans pada tahun 1814-1815, dan Jendral Jackson mengalahkan Inggris (lagu ini membantu
masyarakat mengingat fakta-fakta ini – Pertempuran New Orleans -- lebih baik dari pada yang dilakukan oleh
pelajaran sejarah di dalam kelas). Namun ada bagian-bagian yang mengagumkan dalam lagu tersebut (buaya
dipergunakan sebagai meriam ketika meriam yang sesungguhnya tidak bisa dipergunakan karena terlalu
panas!) yang tidak dimaksudkan oleh penulisnya sebagai sejarah. Hal yang hampir sama terjadi pada para
penulis Keluaran, mereka tidak bermaksud menyajikan rincian-rincian kisah sebagai peristiwa sejarah.
Terdapat beberapa bukti di dalam kisah tersebut yang membawa kita kepada penafsiran bentuk sastra
sebagai cerita kepahlawanan daripada sejarah. Pertama, mengapa Firaun mengijinkan Musa datang kembali
dengan ancaman-ancaman dan permintaan-permintaan? Mengapa Firaun tidak menjebloskan saja Musa ke
dalam penjara atau menghukum mati Musa? Kedua, Keluaran 12:37 mengatakan 600.000 orang laki-laki
meninggalkan Mesir; jelas ini akan memberikan gambaran bahwa yang meninggalkan Mesir berjumlah jutaan
orang. Tetapi cerita sebelumnya menyebutkan hanya dua pembantu bagi seluruh orang Ibrani! Ketiga,
terdapat ketidak-konsistenan jelas hal tersebut bukan merupakan sejarah. Sebagai contoh, “seluruh ternak
FB. Sinamartin, Jan
orang Mesir mati” ketika tulah kelima terjadi (wabah sampar), tetapi ternak itu mati lagi oleh hujan es dan mati
lagi ketika tulah kesepuluh terjadi, matinya anak sulung. Keempat, terdapat ketidak-adilan dari seorang Allah
yang menghukum satu orang tetapi membela lainnya, bahkan Allah tidak menghentikan pembantaian anakanak yang tidak berdosa. Allah semacam itu tidak bisa disamakan dengan Allah yang diwahyukan oleh Yesus
Kristus.
Sekali lagi ditekankan di sini, kita tidak menolak kemungkinan terjadi mukjizat. Allah adalah mahakuasa dan Ia
tidak dibatasi oleh hukum-hukum alam. Mengingat Kitab Keluaran berbentuk sastra dan cerita kepahlawanan
sulit bagi kita untuk menyimpulkan dengan tepat apakah mukjizat-mukjizat itu benar-benar terjadi seperti apa
yang digambarkan di sana. Keluaran memberikan kita hakikat sejarah yang penting yaitu keluarnya orangorang Israel dari Mesir di bawah pimpinan Musa. Keluaran menyajikan pelajaran penting bagi kita : Allah
begitu memperhatikan umatNya dan Allah mendukung kebebasan. Di luar fakta-fakta pokok, terdapat ruang
yang cukup luas bagi spekulasi, dan Gereja Katolik tidak mengeluarkan pernyataan dogmatis perihal
permasalahan tersebut.
Baca Keluaran I, kita akan merasakan kesengsaraan dan keputusasaan yang di alami orang-orang Israel
yang menjadi budak di Mesir. Baca Keluaran 14, di sana kita merasakan aroma kegembiraan atas kebebasan.
Bayangkan anak-anak Yahudi tujuh ratus tahun kemudian, duduk mengelilingi kakeknya:”Ceritakan lagi,
kakek, bagaimana Allah menuntun Musa dan orang-orang Israel menyeberang laut!”
Janji Allah di Gunung Sinai : Keluaran 19-40
Orang-orang Israel yang dipimpin Musa ke luar dari Mesir merupakan kelompok pengungsi yang kerap
mengeluh. Mereka beradu argumen dengan Musa, mengeluh lantaran hidup menjadi begitu keras, dan
bahkan suatu saat mereka ingin kembali ke Mesir.
Kendati demikian, Allah tetap menjadikan para pengungsi ini sebagai anggota Keluarga Allah. Di Gunung
Sinai, Allah membuat perjanjian dengan orang-orang Ibrani yang dipusatkan pada Sepuluh Perintah Allah.
Orang-orang Israel mematuhi dan menjaga perintah-perintah tersebut sebagai bagian dari perjanjian.
Sedangkan bagian Allah dari perjanjian tersebut adalah “janji ilahi” bahwa Allah akan menjadi Tuhan mereka,
melindungi mereka, dan menuntun mereka ke tanah terjanji seperti yang telah dijanjikan kepada Abraham.
Sepuluh Perintah Allah ini dituangkan dalam Keluaran 20:1-17 (dan ditulis ulang dengan bentuk yang sedikit
berbeda di Ulangan 5:1-21). Tradisi menganggap perintah-perintah tersebut sebagai “berjumlah sepuluh”
berasal dari Keluaran 34:28. Tata cara pemberian nomor bervariasi. Gereja Katolik menghitung Keluaran 20:16 sebagai satu perintah dan Keluaran 20:17 sebagai dua perintah.
Kitab Suci menganggap Sepuluh Perintah Allah sebagai berasal dari Allah (Kel 34:1) dan juga berasal dari
Musa (Kel 34:8). Tradisi-tradisi ini menunjukkan bahwa keberadaan Israel sebagai suatu bangsa sangat
bergantung pada hubungannya dengan Allah. Tradisi-tradisi tersebut memperlihatkan bahwa Musa dipilih oleh
Allah untuk menetapkan semacam hukum bagi bangsa Israel dan untuk membentuk sebuah bangsa yang
akan menyembah kepada Allah Yang Benar. Tradisi-tradisi tersebut juga menetapkan Musa sebagai pemimpin
religius yang merancang Tabut Perjanjian, sebuah peti jinjing yang berisi Sepuluh Perintah Allah dan
merupakan singgasana Allah dimana Allah akan menjumpai bangsa Israel. Musa yang kemudian menjadi
pemimpin membawa bangsa Israel senantiasa berhubungan dengan Allah.
Karena alasan-alasan itulah, sebagian besar hukum dan aturan bangsa Israel, tatacara liturgi, penetapan
bentuk Kenisah yang baik, dan pola-pola ibadat semuanya dihimpun dalam Kitab Keluaran bersamaan
dengan tibanya Sepuluh Perintah Allah yang berasal dari Allah melalui Musa. Para penyunting, tujuh ratus
tahun setelah peristiwa Sinai, menghimpun Kitab Keluaran dari pelbagai macam sumber yang berasal dari
hukum-hukum bangsa Israel yang kesemuanya bermuara pada perjanjian di Gunung Sinai.
Para penyunting itu menyadari pula bahwa sejarah Israel merupakan rangkuman pelbagai peristiwa yang
terjadi dalam Keluaran. Karena itulah para penyunting tersebut memasukkan kisah Anak Lembu Emas (Kel
32-34) di antara daftar hukum-hukum dan peraturan-peraturan. Seperti halnya ketika bangsa Israel di padang
FB. Sinamartin, Jan
gurun yang memiliki kecenderungan menolak Allah, begitu pula keturunannya akan mengikuti kegagalan
leluhur mereka, bahkan semakin banyak membuat anak-anak lembu emas (Lihat 1 Raja-raja 12:26-32).
Sebagaimana Allah mengampuni bangsa Israel ketika mereka menyesal, beberapa abad kemudian Allah juga
mengampuni para pendosa, dan tetap mengajak mereka kembali kepada janji kelimpahan setia-Nya.
Apa yang hendak disampaikan perikop-perikop Keluaran kepada kita dewasa ini? Perikop-perikop tersebut
menyampaikan kepada kita bahwa Allah senantiasa ingin lebih dekat dengan kita (Kel 33:12-13). Allah
menghendaki agar kita mematuhi perintah-perintah yang ditetapkan Allah mengingat perintah-perintah
tersebut membawa kita kepada kehadiran Allah. Selain itu perikop-perikop tersebut mengajarkan kepada kita
bagaimana mengalami kebebasan dalam arti yang sesungguhnya. Adalah Allah yang membawa bangsa Israel
bebas dari perbudakan. Ketika Allah memberi bangsa Israel Sepuluh Perintah Allah, itu dimaksudkan agar
bangsa Israel bebas dari ikatan-ikatan yang menyengsarakan : mulai dari bentuk perbudakan sampai dengan
dosa. Jika kita mematuhi perintah-perintah tersebut dewasa ini, kita akan menikmati kebebasan penuh tanpa
khawatir akan terperangkap dalam lingkaran-lingkaran dosa.
Bahkan kita bisa belajar dari perikop-perikop tersebut daftar-daftar hukum dan peraturan yang dewasa ini
sudah tidak pernah kita ikuti lagi. Hukum-hukum dan peraturan-peraturan tersebut mengingatkan kita akan
komitmen para pendahulu kita secara religius untuk hidup secara benar dan tetap melaksanakan kehidupan
doa (penyembahan kepada Allah). Hukum-hukum dan peraturan-peraturan tersebut mendorong kita untuk taat
dan menyembah Allah dengan cara yang paling baik, "TUHAN, TUHAN, Allah penyayang dan pengasih,
panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya” (Kel 34:6).
Baca Keluaran 20 :1-17, di sana digambarkan bagaimana Allah menetapkan perintah-perintahNya kepada
bangsa Israel. Baca Keluaran 24:1-8, perikop ini mengisahkan bangsa Israel menerima segala persyaratan
perjanjian yang ditetapkan Allah dan Musa memimpin mereka dalam sebuah upacara penerimaan perjanjian
tersebut. Dalam upacara itu, altar merupakan simbol kehadiran Allah, dan darah perlambang kehidupan.
Ketika Musa mengambil darah kurban, dan dipercikan separuh pada altar dan separuhnya lagi kepada orangorang Israel, Musa menyatakan kebersatuan antara Allah dengan bangsa Israel. Baca Keluaran 32:1-20, dan
Keluaran 34:1-9, di sana kita akan menjumpai kisah Anak Lembu Emas dan pembaruan perjanjian. Baca
Keluaran 38:1-8, merupakan sebuah contoh mengenai peraturan beribadah yang dimuat di Kitab Keluaran.
Aturan itu dicatat begitu rinci mencerminkan keinginan bangsa Israel untuk menyembah Allah dengan
segenap hati.
Kitab Imamat : “Kuduslah kamu, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, Kudus.”
Kitab Imamat di dalam bahasa Inggris dikenal dengan Leviticus nama ini berasal dari kata Levi mengingat di
dalam kitab ini berisi kaidah-kaidah ritual yang diperuntukkan bagi imam-imam dari suku Levi. Kaidah-kaidah
ini bermula dari Musa, dan beberapa bermuara dari jaman Musa selama bangsa Israel ke luar dari Mesir
(Keluaran). Tetapi nampaknya sebagian besar dari kaidah-kaidah tersebut dihimpun dari masa dan adat
istiadat sesudah jaman keluaran. Kaidah-kaidah itu ditempatkan dalam Pentateukh kira-kira tahun 550 SM.
Para pembaca moderen mungkin akan berhadapan dengan aturan-aturan dan ritual-ritual Imamat yang cukup
melelahkan bila dibaca. Namun kita dapat menarik manfaat dari kitab tersebut jika kita memandangnya
sebagai sebuah dokumen yang dirancang untuk menetapkan idealisasi dan tujuan perilaku Perjanjian Lama
sebagaimana leluhur kita melakukan penghormatan terhadap Allah.
Baca Imamat 19:1-19, di sini kita akan berhadapan dengan thema pokok Imamat “Kuduslah kamu, sebab Aku,
TUHAN, Allahmu, kudus.” Dalam perikop tersebut kita belajar bahwa memenuhi kewajiban kita terhadap orang
lain berkaitan erat dengan pemenuhan kewajiban kita kepada Allah. Kita mendapati beberapa perintah dari
Sepuluh Perintah Allah yang dinyatakan kembali, dan kita menjumpai ajakan yang begitu indah yaitu
mencintai orang lain sebagaimana kita mencintai diri sendiri. Kita juga menemukan aturan yang bagi kita
mungkin terasa aneh, seperti larangan mengenakan pakaian yang terbuat dari dua bahan. Para ilmuwan
masih berdebat perihal dari mana aturan tersebut berasal. Kerapkali aturan-aturan itu berasal dari kegiatan
ritual. Pada waktu-waktu tertentu aturan-aturan itu berasal dari pengalaman, misalnya larangan memakan
FB. Sinamartin, Jan
daging babi. Aturan ini muncul lantaran begitu banyak orang Israel yang terkena penyakit cacing pita. Apa
yang pada mulanya hanya ditabukan lantaran makanan-makanan tertentu berpotensi membahayakan, lamakelamaan dimaknakan sebagai larangan agama.
Baca Imamat 23, instruksi melaksanakan Sabat dan lima perayaan suci orang Yahudi : Paskah, Pentakosta,
Tahun Baru, Hari Perdamaian, dan Pondok Daun. Tujuan hari Sabat dan lima perayaan suci adalah untuk
membantu orang-orang Israel mengingat kebenaran yang paling mendasar :”Akulah TUHAN, Allahmu” (Im
23:43).
Imamat bisa membantu kita mengingat bahwa Allah adalah Tuhan kita dan harus menata hidup kita menurut
pola yang telah diberikan Allah kepada kita. Kita harus kudus karena Allah adalah kudus.
Kitab Bilangan
Nama Kitab Bilangan berasal dari bilangan angka dari dua kali pelaksanaan penghitungan penduduk Yahudi
(sensus) dan dari daftar barang-barang dan orang-orang yang diuraikan dalam kitab tersebut. Kitab itu
menggambarkan empat puluh tahun pengembaraan bangsa Israel di padang gurun dan berakhir dengan
menjelang masuknya bangsa itu ke Tanah Terjanji. Pelbagai macam catatan, daftar, cerita-cerita, dan
kebiasaan-kebiasaan atau tradisi-tradisi itu diwariskan orang-orang Israel selama berabad-abad sebelum
disunting menjadi bentuk yang kita kenal sekarang ini. Dengan menyusun materi-materi tertsebut, para
penyunting akhir Bilangan mendorong orang-orang Israel pada tahun 550 SM untuk melihat diri mereka
sendiri sebagai sebuah komunitas suci, yang diatur oleh kehendak Allah, diundang untuk mengikuti hukum
Tuhan.
Pembaca barangkali ingin membaca cepat daftar-daftar yang tercantum dalam Bab 1-3 agar lebih mengenal
tipe-tipe sastra. Baca Bilangan 20 untuk mendapatkan pemahaman atas empat puluh tahun pengembaraan
bangsa Yahudi di padang gurun, seperti : catatan kematian adik Musa, Miryam, gugatan orang-orang Israel
karena kekurangan kebutuhan pokok seperti air, gangguan yang terus-menerus dari bangsa-bangsa sekitar
yang bersikap permusuhan, dan kematian adik Musa, Harun.
Baca Bilangan 22-24. Di sini kita akan menemukan sebuah legenda (mungkin dikembangkan dari sejarah
leluhur bangsa Israel) dimaksudkan untuk mengajarkan kebenaran religius. Begitu bangsa Israel mendekati
Tanah Terjanji, kehadiran mereka membuat cemas Raja bangsa Moab. Raja itu berusaha menyewa seorang
nabi bernama Bileam, untuk mengutuk bangsa Israel. Namun dari legenda yang berkaitan, Bileam dituntun
Allah sehingga ia tidak bisa mengutuk bangsa Israel tetapi sebaliknya malah memberkati orang-orang Yahudi.
Ada juga cerita humor yang menarik, utamanya cerita tentang binatang yaitu seekor keledai yang bisa
berbicara. Baca Bilangan 22:22-35 untuk memahami bagaimana cerita tentang binatang itu mengajarkan
kebenaran religius bahwa bangsa Israel ada dalam lindungan Allah.
Kitab Ulangan
Dalam bahasa Inggris Kitab Ulangan dikenal dengan Deuteronomy yang berati “hukum kedua,” atau “salinan
hukum.” Nama ini sesuai karena Kitab Ulangan diawali dengan ulangan hukum dan aturan-aturan yang dapat
ditemukan dalam Pentateukh. Hukum-hukum dan aturan-aturan di dalam kitab ini dicantumkan dalam format
sebuah kotbah yang disampaikan Musa kepada bangsa Israel beberapa saat sebelum mereka memasuki
Tanah Terjanji.
Musa mempelajari seluruh peristiwa Keluaran dari Mesir dan selama empat puluh tahun mengembara di
padang gurun. Ia mengulangi lagi hukum-hukum termasuk Sepuluh Perintah Allah (Ul 5:1-21) yang telah
digunakan untuk mengatur bangsa Israel. Musa merinci berkat-berkat Allah yang akan diterima bangsa Israel
bila mereka mematuhi hukum-hukum dan aturan-aturan tersebut serta memperingatkan akan adanya kutukankutukan jika bangsa itu tidak mematuhi hukum dan aturan tersebut. Setelah Yosua ditunjuk Allah sebagai
pengganti Musa, Musa memberkati dua belas suku bangsa Israel, mendaki Gunung Nebo untuk melihat
Tanah Terjanji dan meninggal di sana.
FB. Sinamartin, Jan
Kitab Ulangan berakhir begitu bangsa Israel bersiap memasuki Tanah Terjanji dengan sebuah pujian bagi
Musa, …….”dalam hal segala tanda dan mujizat, yang dilakukannya atas perintah TUHAN di tanah Mesir
terhadap Firaun dan terhadap semua pegawainya dan seluruh negerinya, dan dalam hal segala perbuatan
kekuasaan dan segala kedahsyatan yang besar yang dilakukan Musa di depan seluruh orang Israel.” (Ul
34:11-12).
Mengingat Ulangan menghadirkan Musa sebagai seorang orator yang menyampaikan pidatonya kepada
orang-orang Israel, para fundamentalis menafsirkan kitab tersebut sebagai berisi pidato yang sesungguhnya
yang disampaikan oleh Musa. Tetapi, bahasa, gaya, dan rujukan terhadap peristiwa sejarah di kemudian hari,
menunjukkan hal yang sebaliknya. Rasanya juga tidak mungkin Musa yang berumur 120 tahun mampu
berpidato sepanjang yang disajikan dalam Kitab Ulangan di hadapan ratusan ribu orang Israel. Kemungkinan
besar, Kitab Ulangan adalah sebuah perangkat bergaya sastra yang menempatkan Musa sebagi pusat
panggung sebagai seorang pelaku sejarah yang menyampaikan pidatonya kepada orang-orang dewasa,
sebagaimana seorang pemain teater beraksi di muka penontonnya.
Sangat mungkin bahwa bagian-bagian Ulangan dan sebagian dari Pentateukh berasal dari Musa sendiri.
Namun Kitab Ulangan yang bentuknya seperti yang kita kenal dewasa ini kemungkinan besar ditulis oleh para
pemimpin religius Israel pada waktu pembuangan di Babel. Yerusalem telah dihancurkan, puluhan ribu orang
Israel dibantai, dan ribuan lainnya dipaksa menyeberang padang gurun menuju Babel. Di jaman sengsara
dalam sejarah Israel ini, penulis-penulis Kitab Ulangan menempatkan Musa berhadapan dengan orang-orang
Israel. Setting-nya adalah kelompok orang-orang Israel yang akan memasuki Tanah Terjanji, tetapi audience
(penonton) yang sesungguhnya adalah kelompok orang-orang yang selamat dari pembuangan. Pesan yang
disampaikan sangat jelas. Hanya ada satu Allah. Allah adalah penuh dengan kesetiaan. Allah sendirilah yang
layak untuk disembah dan dihormati. Patuh pada Allah akan menuai berkah, menolak Allah hanya akan
mendatangkan kehancuran.
Pesan tersebut menjadi dasar apa yang kemudian disebut sebagai Teologi Deuteronomist. Para penulis
Ulangan melihat kembali sejarah Israel dan menemukan sebuah pola di sana, yaitu Allah selalu setia. Ketika
orang-orang Israel menuruti kehendak Allah segalanya berlangsung baik; namun ketika mereka tidak patuh,
segalanya berubah menjadi buruk. Sebagaiman terjadi di kemudian hari, raja dan tentara tidak dapat
menyelamatkan Israel. Hanya Allah yang sanggup. Dan kepatuhan kepada Allah akan menjadi satu-satunya
cara untuk menerima pengampunan dari Allah.
Kitab Ulangan disusun sebagian besar berasal dari tradisi Deuteronomist. Tradisi Deuteronomist dapat kita
temui pada kitab-kitab Pentateukh yang terdiri atas beberapa ayat yang tersebar di sana-sini. Namun tradisi
Deuteronomist itu menjadi sumber dari Kitab-kitab Yosua, Hakim-hakim, 1 dan 2 Samuel, dan 1 dan 2 Rajaraja. Ia juga memiliki pengaruh penting dalam penulisan kitab-kitab lainnya dari Kitab Suci. Kitab Ulangan
berdampak begitu besar dalam Yudaisme dan Kekristenan. Kitab Ulangan dikutip dan dirujuk sebanyak dua
ratus kali di dalam Perjanjian Baru.
Teologi Kitab Ulangan sangat terbatas. Para penulisnya adalah orang-orang yang berasal pada jamannya,
dan mereka belum memperoleh kepenuhan wahyu yang disampaikan melalui Yesus Kristus. Para penulis
tersebut bersama penulis Perjanjian Lama lainnya, belum bisa membedakan antara Allah yang menyebabkan
sesuatu atau menganugerahkan sesuatu. Mengingat Allah begitu perkasa, mereka percaya bahwa Allah
penyebab segala sesuatu, termasuk penderitaan. Dan jika Allah menyebabkan sesuatu yang buruk, Allah pasti
mempunyai alasan baik tersendiri. Biasanya, alasan tersebut berupa hukuman bagi para pendosa. Oleh
karena itu, jika seseorang menderita, hal itu disebabkan karena ia berdosa.
Karena teologi yang dianut Ulangan sangat dekat kaitannya antara dosa dan penderitaan, maka sudah
selayaknyalah kita menuruti kehendak Allah. Dan dunia yang kita huni akan menjadi tempat yang jauh lebih
baik jika semua orang melakukan hal yang sama. (Bayangkan betapa indahnya dunia yang kita huni jika
semua orang melaksanakan Sepuluh Perintah Allah!). Namun karena begitu banyak orang tidak menuruti
kehendak Allah, dunia jauh dari apa yang Allah kehendaki. Di dalam dunia seperti ini, orang yang tidak
FB. Sinamartin, Jan
bersalah dapat menderita karena ulah para pendosa baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kepatuhan akan Allah tidak selalu menjanjikan kebahagiaan dan penderitaan tidak selalu hasil dari penolakan
pribadi akan Allah.
Persoalan paling mendasar dari teologi Ulangan adalah ia mengajak orang untuk percaya bahwa penderitaan
pribadi adalah sebagai akibat dari dosa pribadi. Hal ini menjadi bahan pertanyaan di dalam kitab-kitab
Perjanjian Lama lainnya seperti Ayub, dan teologi Ulangan dibantah secara total oleh ajaran dan hidup Yesus
Kristus, yang tanpa salah sedikit pun menjadi korban dari dosa orang lain. Dalam memahami Ulangan, kita
ditantang untuk menyimpulkan filosofi penderitaan bagi diri kita sendiri, berangkat dari keterbatasan Perjanjian
Lama sampai dengan pemenuhan Wahyu di dalam Yesus Kristus.
Baca Ulangan 1:1-8, di mana para penulis Ulangan menyiapkan panggung bagi Musa untuk berbicara dengan
umat Israel, tidak hanya bagi mereka yang sedang bersiap memasuki Tanah Terjanji tetapi juga bagi mereka
dalam segala usia. Baca Ulangan 5:1-6:9 yang merupakan ulangan dari Perjanjian Sinai (Horeb adalah kata
lain dari Sinai). Di sini juga termaktub pandangan deuteronomist mengenai Musa, yakni pernyataan bahwa
kehidupan yang baik merupakan upah dari ketaatan dan pernyataan pertama kalinya mengenai “Perintah
Agung.” Baca Ulangan 30, bab yang meringkas teologi Ulangan. Perhatikan bahwa sepuluh ayat pertama
disampaikan bagi umat Israel yang diasingkan ke Babel.
Pentateukh : Sebuah Kesatuan
Pentateukh sebagaimana yang telah kita kenal disebut Taurat oleh orang-orang Yahudi dan dianggap sebagai
satu kesatuan. Kejadian berhubungan dengan asal mula Keluarga Allah. Keluaran mengisahkan tentang
sejarah kelahiran bangsa Israel. Imamat menekankan kesucian Keluarga Allah. Bilangan menggambarkan
bagaimana mengatur sebuah bangsa. Ulangan menunjukkan roh cinta kasih dan kepatuhan yang harus
menjadi ciri Keluarga Allah. Kitab-kitab ini sebagai satu kesatuan telah membentuk dasar bernegara orangorang Yahudi, leluhur kita dalam hal iman.
Pertanyaan untuk bahan Diskusi dan Renungan
Sejauh mana Anda memahami silsilah keluarga Anda? Sejauh mana Anda bisa menelusuri sejarah keluarga
Anda? Apakah Anda mempunyai kenangan tertentu dalam keluarga? Tradisi seperti apa di dalam keluarga
yang paling Anda gemari (hari-hari libur, makanan untuk hari-hari tertentu, dll). Pernahkah Anda berpikir
bahwa Perjanjian Lama merupakan sebuah catatan silsilah dan asal-usul, sejarah, dan kenangan, dan tradisi
keluarga Anda? Apakah daftar nama, aturan, hal-hal penting yang dapat kita temui di Perjanjian Lama
membantu Anda memahami nilai-nilai yang terkandung di dalamnya?
Pernahkah Anda berpikir bahwa Sepuluh Perintah Allah sebagaimana dimaksudkan Allah adalah untuk
memberikan kebebasan penuh kepada kita? Sadarilah bahwa dunia kita begitu terbelenggu oleh dosa.
Apakah dunia yang kita huni ini akan berubah jika mulai hari ini semua orang melaksanakan Sepuluh Perintah
Allah?
Para ilmuwan moderen di bidang astronomi, fisika, dan mikrobiologi memberikan pernyataan bahwa begitu
besarannya alam semesta dan begitu kompleksnya bagian-bagian yang terkecil semakin membawa kepada
iman akan Allah. Sangat masuk akal untuk mengatakan bahwa alam semesta dengan seratus miliar galaksi
pastilah berasal dari sesuatu yang Abadi, yang Mahakuasa, mengingat E=mc 2. Tetapi menjadi tidak masuk
akal dengan mengatakan bahwa segala sesuatu berasal dari yang tidak ada (nothing). Tubuh manusia terdiri
atas kira-kira 75 triliun sel, dan masing-masing sel mengandung lebih dari satu triliun atom. Hal-hal yang
berkaitan dengan ini dapat Anda baca dari buku-buku seperti The Hidden Face of God oleh Gerald Sschroder
dan More Than Meets the Eye oleh Dr. Richard Swenson yang memberikan kesaksian bahwa kehidupan
manusia tiak mungkin berevolusi lantaran kebetulan. Apakah penemuan-penemuan ilmu pengetahun
FB. Sinamartin, Jan
memperkuat iman Anda akan Allah?
Kitab Suci mengajarkan kebenaran religius yang diperkuat oleh studi-studi ilmiah. Gerald Schroder menunjuk
pada kesetaraan yang mengagumkan antara enam hari penciptaan dan pemahaman ilmiah terhadap polapola perkembangan setelah Ledakan Besar (Big Bang). Ilmuwan-ilmuwan lain -- mengamati bahwa Kitab
Kejadian menyebut adanya cahaya lebih dahulu sebelum penciptaan bintang-bintang – menjelaskan bahwa
produk paling utama dari Ledakan Besar adalah radiasi yang begitu kuat, yang dalam bahasa sehari-hari
disebut sebagai cahaya. Dalam artian ini, cahaya sungguh ada sebelum bintang-bintang diciptakan. Apakah
Anda mempelajari adanya kesamaan antara Kitab Suci dan ilmu pengetahuan. Mungkinkah pararel itu
merupakan inspirasi Allah agar kita memperhatikan hal tersebut sejalan dengan pengetahuan kita mengenai
alam semesta yang semakin canggih?
Aktivitas
Cobalah Anda keluar rumah ketika langit malam cerah dan lihatlah ke atas. Ada lebih dari 100 milyar bintang
pada gugus (galaxy) Milky Way dan lebih dari 100 milyar gugus (galaxy) dalam alam semesta. Berapa luas
dan ukuran alam semesta? Tak terbayangkan. Untuk mencapai bintang yang terdekat dengan gugus kita
dengan pesawat komersial yang ada sekarang diperlukan 100.000 tahun. Bahkan dengan kecepatan cahaya
(299.792 km per detik), dibutuhkan waktu 30 milyar tahun berkendara dari ujung gugus ke ujung gugus
lainnya. Tanyalah diri Anda sendiri : dapatkah hal-hal tersebut muncul dari sesuatu yang tidak ada? Camkan
Kejadian 1:31 :”Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik.” Pujilah Allah karena
kebesaran alam semesta. Berterimakasihlah kepada Allah karena kita diberi kesempatan untuk mempelajari
keindahan ciptaaNya.
an bagi kehidupan kita pada masa kini.
Thursday, October 12, 2006
Bab Lima Kitab-Kitab Sejarah : Dari Yosua Sampai Pembuangan Babel
Ingatan adalah salah satu hal terpenting dalam kehidupan manusia. Siapa kita dan akan seperti apa nantinya
kita ini, bergantung sebagian besar pada apa yang telah kita lakukan dan apa yang kita ingat pada masa lalu,
yaitu : sejarah kita.
Hal yang sama berlaku juga bagi suatu bangsa. Masing-masing bangsa dapat dikenal melalui terang sejarahnya. Tak dapat disangkal bahwa kesadaran akan masa lalu menjadi hal penting bagi ketahanan suatu bangsa.
Ketika Abraham Lincoln berusaha membawa bangsa Amerika ke luar dari krisis akibat perang saudara, ia
memusatkan perhatian pada sejarah :”Delapan puluh tujuh tahun lalu, para bapa bangsa kita sampai di
wilayah ini, menjadi suatu bangsa baru, mendambakan Kemerdekaan.”
Apa yang dialami oleh orang-perorang dan suatu bangsa dapat berlaku juga bagi suatu agama, seperti agama
Yahudi dan Kristen, misalnya. Agama-agama ini dikenal sepenuhnya hanya melalui terang sejarahnya.
Yudaisme berasal dari peristiwa-peristiwa sejarah yang membentuk orang-orang Yahudi sebagai bangsa dan
kemudian bangsa itu memiliki suatu tujuan tertentu. Sedangkan agama Kristen berakar dari Yudaisme dan di
kemudian hari semakin terbentuk karena keterkaitan dengan peristiwa-peristiwa hidup, mati, dan kebangkitan
FB. Sinamartin, Jan
Yesus Kristus. Yudaisme dan Kekristenan keduanya terbentuk atas dasar masa lalu.
Oleh karena itu, kitab-kitab sejarah dalam Perjanjian Lama menjadi sangat penting. Tetapi harus diingat
bahwa kitab-kitab sejarah tersebut bukanlah merupakan tulisan sejarah dalam pengertian modern. Para
sejarawan kuno tidak mempunyai VCR, telephone, mesin cetak. Karenanya, mereka tidak seakurat para
sejarawan modern. Tujuan mereka dalam menulis sangat berbeda dengan para sejarawan modern.
Sejarah Keselamatan
Pada tahun 1948 Komisi Kitab Suci Kepausan, yang merupakan badan resmi pengajaran Kitab Suci Gereja
Katolik, menyatakan bahwa sejarah dalam Kitab Suci adalah bukan sejarah dalam pengertian tulisan-tulisan
sejarah modern. Ia merupakan sejarah sebagaimana orang-orang pada jaman dahulu memahami dan
menuliskannya.
Sejarah Kitab Suci pertama-tama merupakan cerita-cerita yang berasal dari kumpulan ingatan keluargakeluarga, suku-suku, dan bangsa-bangsa yang kemudian ditulis dan ditulis kembali. Kerapkali “sejarah” dalam
pengertian seperti itu bukan merupakan hasil tulisan apa adanya dari masa lalu karena kemudian ia
merupakan rekonstruksi imaginasi yang dinamakan cerita-cerita rakyat (folklore). Sejarah Kitab Suci
memusatkan diri pada hubungan antara Allah dan umatnya. Oleh karena itu, ia dinamakan sejarah
keselamatan.
Sejarah Keselamatan dapat didefinisikan sebagai kisah perjumpaan Allah dan manusia. Ia berkisah
bagaimana Allah memasuki kehidupan kita dan mengundang kita untuk hadir dalam hadirat dan Keagungan
Allah.
Dalam bab ini kita akan lebih memusatkan perhatian pada pesan-pesan spiritual dari sejarah keselamatan,
yang kerap kita jumpai dalam tema-tema keagamaan dibandingkan dalam aturan-aturan moral tertentu. Kita
juga akan memperhatikan peristiwa-peristiwa dan orang-orang penting dalam sejarah Israel, yang menyiapkan
kerangka kerja sehingga pemahaman terhadap seluruh Kitab Suci menjadi lebih baik.
Kitab-kitab seperti Mazmur dan para nabi lebih berguna jika kita dapat menempatkannya dalam konteks
keadaan sejarah pada masa itu. Mazmur 137, misalnya, akan berbicara kepada kita dengan penuh daya dan
kecerdasan ketika kita menyadari bahwa Mazmur tersebut ditulis oleh seorang Yahudi dalam pembuangan
Babel.
Dalam pada itu, pembentukan doktrin menjadi lebih mudah dipahami ketika kita memahami sejarah Perjanjian
Lama. Apalagi jika kita mampu membedakan kitab-kitab yang lebih tua dari yang terbaru. Kita tidak akan
terkejut ketika menjumpai bahwa kitab-kitab yang lebih tua belum memiliki pernyataan yang jelas ihwal
kehidupan kekal. Dan kita akan melihat bagaimana Allah secara perlahan-lahan membimbing umatNya
kepada pemahaman yang lebih lengkap akan rencana ilahi begitu umatNya lebih terbuka pada kebijaksanaan
dan wahyu Allah.
Sejarah Ulangan (Deuteronomist)
Para ahli Kitab Suci cenderung memandang Kitab-kitab Yosua, Hakim-Hakim, 1 dan 2 Samuel, dan 1 dan 2
Raja-raja sebagai hasil inspirasi dari pandangan teologis Kitab Ulangan (Deuteronomist). Para ahli tersebut
memasukkan ke-6 kitab ini sebagai sejarah Ulangan (Deuteronomist). Kitab-kitab ini merupakan sebuah
upaya pemilahan baik dari cerita-cerita dari mulut ke mulut maupun cerita-cerita dalam bentuk tulisan
misalnya cerita-cerita populer, cerita-cerita rakyat, biografi saksi mata, kisah para raja, dokumen-dokumen
resmi, laporan-laporan pajak, dan sumber-seumber lain. Mengingat sebagian besar sumber-sumber itu kurang
pas sebagai suatu narasi yang teratur; maka tidak bisa lain sumber-sumber itu diambil begitu saja dan
kemudian disusun sebagai bahan penjelasan bagi prinsip-prinsip teologi Ulangan. Alhasil, kitab-kitab tersebut
terkadang berisi perubahan-perubahan yang mendadak, pengulangan-pengulangan, dan cerita-cerita yang
FB. Sinamartin, Jan
saling bertentangan.
Para ahli berpendapat bahwa sejarah Ulangan disusun dari berbagai sumber kira-kira tahun 620 S.M. Dan
kemudian diperbarui dan disusun kembali menjadi bentuk yang sekarang ini kira-kira tahun 550 S.M., pada
masa pembuangan Babel. Isinya meliputi peristiwa-peristiwa dari kematian Musa (1210 S.M.) hingga
pembuangan Babel (550 S.M.).
Mengapa sejarah Ulangan ditulis? Jawabnya adalah karena orang-orang Yahudi pada tahun 550 S.M.
menyadari bahwa Allah berjanji akan menjadikan mereka sebagai bangsa yang terpilih. Tetapi setelah masa
kejayaan Daud dan Salomo, orang-orang Israel tidak pernah lagi mengalami masa kemapanan. Negara
tersebut terpecah menjadi dua bagian akibat perang saudara, mereka tidak pernah mencapai kebesaran
seperti yang mereka harapkan. Kerajaan Utara Israel dihancurkan oleh bangsa Asyur pada tahun 721 S.M.
dan Kerajaan Selatan Yehuda dihancurkan oleh bangsa Babel pada tahun 587 S.M. Orang-orang Israel yang
selamat mencari jawaban atas peristiwa-peristiwa ini. Apakah Allah mereka benar-benar Tuhan? Jika benarbenar Tuhan mengapa Allah membiarkan mereka jatuh ke dalam kesengsaraan? Apakah mereka masih
Keluarga Allah? Apa yang bisa menjadi pegangan mereka untuk masa depan? Sejarah Ulangan dimaksudkan
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.
Sejarah Ulangan membenarkan bahwa hanya ada satu Allah. Allah tetap setia pada perjanjian yang telah
dibuat dengan bangsa Israel, tetapi sebaliknya orang-orang Israel kerap tidak setia kepada Allah. Penderitaan
yang dialami oleh orang-orang Israel kerap dipandang sebagai hukuman karena ketidak-patuhan mereka
kepada Allah. Tetapi jika mereka mau bertobat, mereka akan memperoleh pengampunan dari Allah. Orangorang Israel pada tahun 550 S.M. masih merupakan anggota Keluarga Allah; masa depan mereka tergantung
kepada seberapa jauh mereka bisa menimba ilmu dari pelajaran masa lalu. Patuh terhadap Allah akan
menerima berkat. Ketidak-patuhan akan mengakibatkan kehancuran.
Sebagaimana telah dijelaskna pada Bab Empat, kita harus memaklumi keterbatasan dari teologi Ulangan
(Deuteronomist). Adalah benar bahwa kepatuhan akan menerima berkat dan ketidak-patuhan akan mendapat
hukuman. Namun kita sekarang tahu dari ajaran Yesus bahwa Panghakiman Akhir dari Allah terjadi setelah
kita mengalami kematian. Kita juga tahu dari ajaran Yesus Kristus bahwa penderitaan tidak selalu datangnya
dari hukuman Allah karena dosa-dosa pribadi kita.
Kelemahan lain dari teologi Ulangan (Deuteronomist) bisa kita temukan pada pemahamannya bahwa Allah
sebagai penyebab segala sesuatunya. Akibatnya, orang-orang Israel melihat Allah sebagai penyebab dosa
dan sekaligus menghukum pendosa tersebut. Sebagai contoh, dalam 2 Samuel 24, dimana Allah mendorong
Daud untuk melaksanakan sensus terhadap orang-orang Yahudi, dan kemudian menghukum Daud dan orangorang Israel karena melakukan sensus tersebut. Perikop ini menguraikan suatu fakta bahwa inspirasi Allah
atas para penulis Kitab Suci tidak menafikan keterbatasan para penulis. Kita melihat dalam 2 Samuel 24
kesalahan teologi jelas ada pada para penulisnya, dan kita didorong untuk mencari pemahaman yang lebih
baik mengenai persoalam ilahi di dalam terang keseluruhan Kitab Suci, utamanya terang yang memancar dari
ajaran Yesus.
Setelah memahami kelemahan teologi Ulangan, kita dapat belajar banyak dari perhatian utama mereka
kepada keagungan Allah dan nilai-nilai kepatuhan. Sejarah Ulangan mengajarkan kepada kita untuk
menjadikan Allah sebagai yang paling utama dalam hidup kita dan memandang setiap pilihan sebagai
kesempatan untuk menjawab kehendak Allah.
Kitab Yosua
Kitab Yosua disebut demikian karena kepahlawanan Yosua, penerus Musa. Di dalam Kitab itu diceritakan
bagaimana Yosua memimpin orang-orang Yahudi menyeberangi sungai Yordan masuk ke Tanah Terjanji
dengan mengalahkan penduduk asli dan membagi wilayah yang direbut itu di antara suku-suku Israel.
Tujuan utama dari Kitab Yosua adalah untuk menunjukkan kesetiaan Allah dalam membawa bangsa Israel ke
Tanah Terjanji. Kesan yang dapat kita tangkap dari Kitab tersebut adalah orang-orang Israel mampu
FB. Sinamartin, Jan
membangun tentara yang kuat yang kemudian menaklukkan penduduk asli Kanaan dan merampas tanah
mereka. Tetapi Kitab Hakim-hakim menyajikan gambaran yang agak berbeda. Dalam Kitab tersebut
digambarkan bahwa suku-suku Israel harus berjuang mati-matian untuk membangun sebuah pijakan di Tanah
Terjanji.
Gambaran dari Kitab Hakim-hakim ini barangkali yang lebih mendekati kenyataan sebenarnya.
Sedangkan Kitab Yosua hampir dapat dipastikan berisi gambaran ideal atas penaklukkan Tanah Terjanji :
meringkas kejadian-kejadian yang sesungguhnya telah berlangsung selama berabad-abad menjadi seolaholah hanya beberapa tahun saja. Fakta sesungguhnya atas invasi Palestina oleh orang-orang Yahudi dan
penaklukkan yang bertahap atas penduduk asli adalah inti sejarah di balik Kitab Yosua. Sepanjang inti sejarah
itu bisa kita jumpai banyak cerita, seperti penaklukkan Yeriko, yang tidak dapat dibuktikan oleh para arkeolog
dan cerita itu harus dikategorikan sebagai cerita rakyat (folklore). Maksud penulisnya adalah memberikan
pelajaran teologi, bukan sejarah dalam pengetian modern.
Menyadari bahwa Kitab Yosua bukan sejarah dalam artian modern justru dapat membantu kita
memecahkan satu masalah penting baik dalam Kitab ini maupun kitab-kitab lainnya dalam Perjanjian Lama.
Yaitu masalah yang sering dinyatakan kembali berulang-ulang bahwa Allah memerintahkan pembasmian
secara menyeluruh bagi siapa saja yang menentang orang-orang Yahudi.
Perlu dicatat bahwa perang-perang suci -- yang menganggap perintah Allah membantai baik laki-laki,
perempuan, maupun anak-anak – ditulis kira-kira tujuh ratus tahun setelah peperangan itu terjadi, yaitu pada
masa ketika orang-orang Yahudi berjuang mati-matian untuk hidup. Oleh karena itu, banyak perang suci yang
menempatkan para musuh sebagai orang-orang yang harus dibantai, barangkali hal tersebut merupakan
sebuah gaya sastra ketimbang fakta sejarah yang sesungguhnya. Perang-perang suci sebagaimana
dilaporkan dalam Yosua dan kitab-kitab lainnya barangkali sesungguhnya merupakan sebuah peringatan yang
ditujukan bagi orang-orang Yahudi tahun 550 S.M.
Orang-orang Yahudi pada tahun itu, misalnya, tergoda untuk kawin-mawin dengan orang-orang asing
dan menerima dewa-dewa kafir mereka. Penyusun sejarah Ulangan mungkin ingat kisah-kisah penaklukan
yang dilakukan oleh Yosua dan para penerusnya. Mereka mengingat kembali khususnya cerita-cerita rakyat
yang mengagungkan Allah dengan kisah kemenangan orang-orang Yahudi dan panghancuran musuh secara
paripurna. Mereka melihat bahwa baik kemenangan dan pembasmian musuh itu sebagai datang secara
langsung dari pertolongan Allah Mereka menceritakan kembali kisah ini untuk mengingatkan orang-orang
Yahudi tahun 550 S.M. agar berhati-hati dengan ajaran-ajaran kafir. Peringatan mereka mungkin seperti
ini :”Menjauhlah dari kekafiran. Para leluhur kita telah melakukan hal itu. Sesungguhnya mereka mendapat
perintah keras dari Allah untuk membasmi orang-orang kafir sampai ke akar-akarnya. Tetapi bagi kita paling
tidak, mengindari mereka.”
Bila kita berpaling kepada Yesus, kita melihat alasan yang lebih maju perihal penafsiran tersebut. Yesus
tidak pernah menganjurkan membasmi umat manusia. Kita tidak bisa membayangkan bagaimana Yesus
menyuruh Yosua membantai dengan mata pedang orang-orang yang tidak bersalah baik pria, wanita, maupun
anak-anak. Kita sebaiknya tidak percaya bahwa Allah memberikan perintah membunuh seperti itu dalam
jaman Perjanjian Lama. Yang paling mungkin adalah bahwa peristiwa-peristiwa pembantaian seperti dalam
Kitab Yosua tidak terjadi sebanyak yang digambarkan. Jika mereka melakukan itu, karena terjadi kesalahan
persepsi dan kelemahan manusia ketimbang hal tersebut merupakan perintah langsung dari Allah.
Kita tidak meragukan inspirasi Kitab Suci ketika kita dihadapkan pada pertanyaan apakah Allah
sesungguhnya memerintahkan perang suci dan pembantaian secara sistematis terhadap orang-orang tidak
berdosa. Kita dapat mengatakan bahwa Kitab Suci secara akurat mencatat pandangan orang-orang Israel
pada masa lalu, tetapi persepsi itu keliru. Pesan-pesan yang diilhami, yang dimaksudkan oleh para penulis
Kitab Suci adalah bahwa Allah tidak memerintahkan penghancuran orang-orang kafir, namun supaya para
pembaca Kitab Suci tidak terjebak pada kekafiran.
Kita sebagai orang modern telah membaca pesan-pesan yang mirip dengan pesan-pesan Ulangan yang
FB. Sinamartin, Jan
terjadi dalam sejarah kita sendiri. Beberapa waktu lalu, orang-orang Amerika melihat peperangan terhadap
orang-orang Indian pada abad sembilan belas sebagai tugas suci membasmi bangsa barbar sebagai
pembuka jalan bagi orang-orang beradab. Baru belakangan ini bangsa Amerika mulai berpikir kembali
mengenai sejarahnya dan sampai kepada pemahaman bahwa Allah tidak mungkin mengijinkan pembantaian
manusia tidak berdosa di kedua pihak dalam konflik tersebut. Membaca kitab-kitab sejarah dalam Perjanjian
Lama merupakan kesempatan bagi kita untuk melihat kembali kepada jaman itu ketika kita dengan ceroboh
beranggapan bahwa Allah senantiasa ada di pihak kita, baik di dalam konflik-konflik internasional ataupun
kejadian sehari-hari dengan kerabat, tetangga, atau pun rekan sekerja.
Baca Yosua 3 untuk memperoleh penjelasan tentang masuknya bangsa Israel ke Tanah Terjanji. Para
ilmuwan beranggapan bahwa sungai Yordan kadang-kadang kering karena dipenuhi oleh tanah longsor dan
karena peristiwa tanah longsor tersebut memungkinkan bangsa Israel menyeberang melalui tanah yang
kering. Apa pun realitas sejarahnya, kisah tersebut menunjukkan kepada bangsa Israel bahwa Allah bersama
Yosua sebagaimana Allah bersama Musa ketika menyeberangi Laut Merah empat puluh tahun sebelumnya.
Baca juga Yosua 6 untuk memperoleh gambaran mengenai kisah penghancuran kota Yeriko. (Anda
diharapkan melihat kembali ke Yosua 2 untuk memperoleh latar belakang mengenai Rahap). Baca Yosua 24,
di sini kita akan memperoleh laporan mengenai saat-saat akhir hidup Yosua, pembaruan janjinya kepada
Allah, dan kematian serta pamakamannya.
Kitab Hakim-Hakim
Banyak bangsa melihat kembali kepada masa-masa perjuangan mereka, masa ketika bangsa tersebut
mencari wilayah-wilayah baru atau meperjuangkan dan mempertahankan wilayah dari serbuan bangsa lain.
Pada saat-saat perjuangan seperti itulah biasanya kumudian muncul individu-individu yang mampu mengatasi
halangan-halangan besar guna menciptakan pemukiman bagi keluarga dan kelompoknya. Bagi bangsa Israel,
masa-masa perjuangan itu adalah jaman Hakim-hakim, kira-kira seratus limapuluh tahun setelah kematian
Yosua dan awal munculnya nabi Samuel.
Hakim-hakim itu bukanlah ahli-ahli hukum, tetapi para pahlawan baik pria maupun wanita yang
menyelamatkan bangsa Israel dari pelbagai kesulitan. Kitab Hakim-Hakim dipenuhi oleh prinsip-prinsip
Ulangan yang mengatakan bahwa ketidak-patuhan akan Allah membawa malapetaka dan sebaliknya
kepatuhan kepada Allah akan menghasilkan berkah karena Allah berkenan akan hal itu. Menurut Kitab Hakimhakim, ketika bangsa Israel berpaling dari Tuhan, maka bangkitlah murka TUHAN terhadap orang Israel. Ia
menyerahkan mereka ke dalam tangan perampok dan menjual mereka kepada musuh di sekeliling mereka,
sehingga mereka tidak sanggup lagi menghadapi musuh mereka. Setiap kali mereka maju, tangan TUHAN
melawan mereka dan mendatangkan malapetaka kepada mereka, sesuai dengan apa yang telah
diperingatkan kepada mereka oleh TUHAN dengan sumpah, sehingga mereka sangat terdesak (Hak 2:14-15).
Ketika bangsa Israel bertobat, TUHAN membangkitkan seorang hakim bagi mereka, maka TUHAN menyertai
hakim itu dan menyelamatkan mereka dari tangan musuh mereka selama hakim itu hidup; sebab TUHAN
berbelas kasihan mendengar rintihan mereka karena orang-orang yang mendesak dan menindas mereka
(Hak 2:18).
Jaman Hakim-hakim adalah masa yang penuh dengan kekerasan yaitu ketika bangsa Israel berperang
dengan musuh-musuhnya untuk mempertahankan hidup. Cerita-cerita yang dimuat di Kitab Hakim-hakim
mungkin didasarkan pada pristiwa-peristiwa sejarah, kendati beberapa kisah, utamanya yang berkaitan
dengan Samson diwarnai dengan cerita-cerita rakyat dan legenda. Di dalam Hakim-hakim, pembaca akan
menjumpai kisah-kisah penuh intrik dan pembunuhan (Hak 3:15-30), penipuan dan penghilangan nyawa (Hak
3), perang (Hak 6-8), penghianatan dan pembunuhan atas saudara sendiri (Hak 9), sumpah mati (Hak 11),
perang saudara (Hak 12), pencurian, pengkhianatan, dan bunuh diri (Hak 13-16). Bisa juga kita jumpai
tambahan-tambahan cerita mengenai suku-suku Dan dan Benyamin (Bab 17-21) yang bahkan lebih
mengerikan ketimbang yang terdapat pada Bab 1-16. Seluruh kitab diwarnai dengan gambaran mengerikan
dari sisi kemanusian yang paling buruk. Dan itulah yang terjadi jika manusia berpaling dari Allah.
FB. Sinamartin, Jan
Apa yang bisa kita pelajari dari kitab Hakim-hakim ini? Barangkali pelajaran yang paling penting dari kitab ini
adalah bahwa kemanusiaan senantiasa memerlukan keselamatan. Jika dibiarkan, kemanusiaan akan runtuh
menjadi sebuah karikatur yang mengerikan. Kita telah melihat pelajaran-pelajaran semacam itu berulang kali
dalam sejarah masa kini yang terjadi pada bangsa-bangsa di abad duapuluh yang berjuang membangun
sebuah masyarakat tanpa Ketuhanan dan justru berakhir dengan perang atau penghancuran diri sendiri. Pada
kitab Hakim-hakim, kita menyaksikan bahwa kita memerlukan Tuhan.
Baca Hakim-hakim 15-16 dua bab paling akhir dari cerita Samson. Di sana dikisahkan bagaimana
keserakahan, kesombongan, dan ketidak-patuhan mampu merombak kekuatan menjadi kelemahan dan
menenggelamkan kesenangan, kekuatan, dam harta duniawi di bawah tumpukan rongsokan.
Kitab Rut
Kitab Rut diletakkan sesudah kitab Hakim-hakim adalah sebuah narasi yang bukan merupakan bagian dari
sejarah Ulangan. Kitab Rut merupakan cerita pendek yang mungkin mempunyai landasan sejarah. Ia
mengajarkan hakekat keindahan cinta, kesetiaan, dan pengabdian. Kitab ini ditempatkan setelah Hakim-hakim
sebab kisah ini terjadi “pada masa ketika hakim-hakim memerintah” (Rut 1:1) dan karena ia menyajikan
secara rinci mengenai kakek-buyut Raja Daud, dengan demikian Rut menyajikan sebuah jembatan antara
jaman Hakim-hakim dan masa kerajaan Israel. Keindahan cinta, kesetiaan, dan pengabdian yang terpancar
dari kitab Rut ini menghadirkan sebuah perbedaan yang tajam jika dibandingkan dengan kemerosotan Hakimhakim dan kelemahan-kelemahan kemanusiaan yang terjadi pada kitab-kitab selanjutnya.
Muncul pelbagai pendapat mengenai bentuk sastra dan waktu penulisan kitab Rut. Hal-hal semacam ini tidak
perlu harus dipecahkan bagi kita guna mempelajari pelajaran yang Allah inspirasikan kepada penulisnya yaitu
untuk membagi cinta, kesetiaan, dan pengabdian kepada Allah dan keluarga.
Baca Rut 1-4. Cerita tersebut pendek tapi sangat menarik. Ungkapan kesetiaan Rut kepada ibu mertuanya,
Naomi, kerap dibacakan di dalam upacara-upacara perkawinan dan barngkali dapat digunakan untuk
mengungkapkan komitmen kepada anggota keluarga setiap saat.
Kitab 1 dan 2 Samuel
Kitab-kitab Pertama dan Kedua Samuel dinamakan dimikian karena diambil dari nama nabi Samuel, yang
sepanjang hidupnya menjadi saksi berakhirnya periode Hakim-hakim dan dimulainya jaman kerajaan Israel.
Kitab-kitab tersebut sejatinya berasal dari pelbagai sumber, termasuk kisah-kisah kuno mengenai Tabut
Perjanjian, beberapa cerita mengenai Samuel, Saul dan Daud, serta sebuah tulisan yang berbobot mengenai
sejarah keluarga Daud (2 Sam 9-20). Para ahli berpendapat, 1 dan 2 Samuel ditulis dari sumber-sumber
tersebut di atas kira-kira tahun 620 S.M. dan disunting menjadi bentuk seperti sekarang kira-kira tahun 550
S.M.
Kitab-kitab 1 dan 2 Samuel bukan merupakan sejarah yang menjelaskan peristiwa-peristiwa dan kejadiankejadian secara berkesinambungan melalui cara yang sistematis. Sejatinya kitab-kitab tersebut merupakan
kumpulan dari kisah-kisah mengenai pelbagai macam episode dan beragam kepribadian. Kitab-kitab tersebut
ditulis pertama-tama untuk menjelaskan teologi Ulangan (Deuteronomist). Dengan demikian, seyogianya
kitab-kitab tersebut dikelompokkan sebagai sejarah keselamatan. Namun demikian, kitab-kitab tersebut
memuat data-data sejarah yang dapat dipertanggung-jawabkan, misalnya peristiwa-peristiwa yang
menggambarkan mulai berkuasanya raja Daud, saat sebuah lembaga pengadilan dibentuk dan catatancatatan mengenai pelbagai hal penting disimpan.
Kitab-kitab tersebut diawali dengan kisah kelahiran Samuel. Oleh orang tuanya, Samuel dipersembahkan
sepenuhnya kepada Tuhan dan pemuda Samuel tinggal di komplek pemujaan di Shiloh, kira-kira 25 kilometer
sebelah utara yang kemudian disebut dengan Yerusalem. Ketika itu, Eli adalah imam di Shiloh tetapi karena
usianya yang sudah lanjut dan anak-anaknya yang lemah yang memberikan pelayanan di tempat pemujaan
itu sangat mengganggu kewibawaannya. Menurut Kitab I Samuel, karena kejahatan-kejahatan anak-anaknya
Allah mengganjar keluarga Eli dengan pelbagai macam penderitaan. Setelah meninggalnya Eli dan anak-
FB. Sinamartin, Jan
anaknya Samuel kemudian menjadi pemimpin spiritual Israel ketika Tabut Perjanjian telah menjadi simbol
persatuan agama bagi suku-suku Israel dan menjadi landasan kisah-kisah lama (1 Sam 1-7).
Karena kedudukannya itu Samuel bertugas mengurapi raja pertama, Saul. Kerajaan ditandai dengan sejarah
yang suram, muncul kelompok-kelompok baik yang mendukung maupun yang menentang monarki. Siapa pun
yang membaca I Samuel secara menyeluruh akan menemukan bukti adanya kelompok-kelompok tersebut
dan disana terbaca kisah-kisah yang berbau pertentangan atas diurapinya Saul (1 Sam 8-12).
Pada tahun-tahun awal pemerintahannnya, raja Saul cukup menggapai keberhasilan. Ia menjadi titk pusat
kerjasama di antara suku-suku Israel dan membentuk tentara yang kuat yang mengalahkan msusuh-musuh
Israel. Tetapi, Kitab Suci mengajarkan kepada kita, Saul mulai tidak patuh kepada Allah. Ia mengalami
ketidakseimbangan mental dan senantiasa menyalahkan para pembantunya, bahkan kepada panglima
tentaranya dan menantunya sendiri, Daud. Karenanya Daud terpaksa harus melakirkan diri, menjadi
pemimpin kelompok prajurit yang berkelana di seputar Palestina sampai kematian Saul di dalam peperangan
melawan orang-orang Filistin di Gunung Gilboa, tenggara Danau Galilea (1 Sam 3-31).
Baca I Samuel 3, di sana kita akan memperoleh gambaran bagaimana Samuel dipanggil menjadi seorang
nabi. Baca I Samuel 9:1-10 : di sini kita jumpai narasi pengurapan Saul sebagai Raja oleh Samuel, dan I
Samuel 10:17-24 yang merupakan pandangan bahwa pengurapan seorang raja sebagai penolakan terhadap
Allah. Kemudian I Samuel 17:1-11, 32-51 memuat cerita yang begitu terkenal yaitu Daud dan Goliath.
Dilanjutkan degan I Samuel 31 yang menggambarkan tragedi kematian Saul.
Sepeninggal Saul terbukan jalan bagi Daud yang diminta untuk menjadi raja bagi suku-suku keturunan
Yehuda. Tetapi, suku-suku lainnya mengikuti Ishabal, putera Saul, dan selama tujuh tahun terjadi perang
antara tentara Isahabal yang dipimpin oleh Abner dan pasukan Daud yang dikomandani oleh Joab. Setelah
berseteru dengan Ishabal, Abner menyatakan kesetiaannya kepada Daud. Tetapi Abner dibunuh oleh Joab,
dan Ishabal terbunuh. Suku-suku Israel kemudian menganggap Daud sebagai raja (2 Samuel 1:1-5).
Daud dengan cepat menaklukkan Yerusalem dan mengubahnya menjadi ibukota kerajaanya. Ia membawa
Tabut Perjanjian ke Yerusalem, sehingga menjadikannya sebagai kota religius dan pusat politik. Tentara Daud
berhasil mengalahkan bangsa Filistin dan musuh-musuh lainnya termasuk Edom, Moab, dan Ammon di
sebelah selatan dan timur dan Aram-Damaskus di utara. Dengan demikian Daud mengontrol wilayah yang
panjangnya tiga ratus duapuluh kilometer dan lebar seratus tigapuluh kilometer. Dan Daud terus memperkuat
tentaranya, menciptakan struktur pemerintahan, dan melakukan perdagangan dengan bangsa-bangsa asing.
Ia membangun istana di Yerusalem dan mempersiapkan rancangan pembangunan Bait Allah. Selama empat
puluh tahun Daud membentuk orang-orang yang tak bersemangat dan tidak terorganisasi menjadi sebuah
bangsa (2 Sam 5:6-10:19).
Namun demikian karier Daud tidak tanpa serangkaian tragedi. Para penyunting Ulangan dari 2 Samuel
melacak dosa perjinahan Daud dengan Bathsheba dan pembunuhan Uria, suami Bathsheba (2Sam 11-12).
Selanjutnya Amnon, putra Daud memperkosa adik tirinya, Tamar, dan Amnon dibunuh oleh Absolom, kakak
Tamar (2 Sam 13). Kendati Absolom mengasingkan diri untuk sementara waktu, ia kemudian berdamai
dengan Daud dan kemudian memimpin sebuah pemberontakan yang berakhir dengan kematiannya. Pada
akhirnya, rangkaian kemenangan Daud atas musuh-musuh Israel semakin memperkokoh kekuasaannya (2
Sam 14-20).
Generasi-generasi berikutnya jika melihat ke belakang, akan menganggap bahwa Daud adalah raja Israel
yang paling besar. Tindak-tanduknya sungguh mengagumkan. Ia berbuat dosa, tetapi ketika nabi Natan
mengingatkan dia, segera Daud bertobat dengan sungguh-sungguh. Natan berjanji pada Daud bahwa
kekuatan Allah atas kerajaannya akan berlangsung selamanya (2 Sam 7:8-17). Nubuat ini menjadi sebuah
harapan bagi bangsa Israel ketika sedang mengalangi kekalahan, orang-orang Yahudi kemudian
mengharapkan seorang mesias, penyelamat, yang akan muncul dari kelaurga Daud dan akan mengembalikan
kejayaan bangsa Israel. Harapan mereka akan mesias terpenuhi di dalam Yesus Kristus dan kerajaan abadi
yang dibangunNya.
FB. Sinamartin, Jan
Baca 2 Samuel 5 untuk memperoleh gambaran bagaimana Daud mulai menjadi seorang raja, penaklukannya
atas Yerusalem, dan kemenangannya atas orang-orang Filistin. Baca 2 Samuel 11:1-12:15 yang mengisahkan
secara dramatis bagaimana Daud jatuh ke dalam dosa dan kemudian bertobat. Baca 2 Samuel 18:1-17 untuk
memperoleh gambaran rinci mengenai kematian Absolom di tangan prajurit-prajurit Daud.
1 dan 2 Raja-raja
Seperti 1 dan 2 Samuel, 1 dan 2 Raja-raja berasal dari banyak sumber. (Lihat 1 Raja-raja 11:41 dan 1 Rajaraja 14 :19). Kitab-kitab itu muncul pertama kali pada tahun 620 S.M. Kitab-kitab tersebut menceritakan kisah
kerajaan Israel mulai dari kematian Daud (961 S.M) sampai dengan hancurnya Yerusalem (587 S.M.). Kitabkitab tersebut ditulis dari sudut pandang Ulangan dan menyampaikan laporan mengenai kehidupan raja-raja
Israel dan Yehuda dalam artian ketaatan dan ketidak-taatan raja-raja tersebut kepada Allah. Raja-raja yang
taat (sayangnya hanya sedikit) membawa berkah bagi bangsa Yahudi. Raja-raja yang tidak taat membawa
bencana bagi bangsa Yahudi, mulai dari perang saudara di Israel sendiri sampai pembuangan di Babel.
Buku I Raja-raja dimulai dengan kisah rinci mengenai naiknya raja Salomo ke tampuk kekuasaan. Syukur
karena rencana dari ibunya, Bathsheba, Salomo diangkat oleh raja Daud yang telah tua sebagai
penggantinya. Setelah kematian Daud, Salomo bergerak cepat mengkonsolidasikan kekuasaannya dengan
menghukum mati musuh-musuh utamanya, termasuk kakaknya, Adonia, dan jenderal tua Yoab, dan Simei,
seorang bekas musuh bebuyutan raja Daud (1 Raja-raja 1-2).
Salomo telah membuktikan diri menjadi penguasa tercerahkan selama bertahun-tahun. Ia mengorganisasikan
kerajaan Israel menjadi dua belas wilayah dan membangun Kenisah yang indah untuk berdoa dan bahkan
membuat istana yang lebih indah bagi dirinya sendiri. Ia memperbesar jumlah tentaranya dan membangun
kereta perang yang kuat. Ia mebangun kota-kota berbenteng di seluruh kerejaan dan mengembangkan
wilayah pertanian di sebelah selatan Yerusalem. Kerajaannya menjadi penghubung perdagangan antara Asia
dan Afrika, pusat pendidikan dan kesenian, dan menjadi bangsa yang terkenal kiarena kekuata, kemakmuran,
dan pengaruhnya (I Raja-raja 3-10).
Tetapi kekuasaan, kekayaan, dan kemasyhuran telah menjatuhkan banyak penguasa, begitu pula yang terjadi
dengan Salomo. Ia berusaha memperkokoh kekuasaannya dengan melakukan aliansi perkawinan dengan
bangsa-bangsa asing. Untuk menyenangkan istri-istri asingnya itu, Salomo membangun tempat pemujaan
bagi dewa-dewa kafir. Karena ingin terus kaya, ia membebani pajak yang berlebihan kepada rakyatnya,
khususnya suku-suku utara. Dalam upaya pencarian kemasyhuran sebagai seorang pembangun, ia
menggambarkan dirinya sendiri sebagai tenaga pembangun. Ketidak-senangan terhadap Salomo sebenarnya
sudah lama terjadi, tetapi baru muncul ke permukaan ketika terjadi kerusuhan sipil. Ketika Salomo meninggal
sekitar tahun 922 S.M. , ketegangan diperbatasan sudah mencapai tingkat yang membahayakan (1 Raja-raja
11).
Salomo digantikan oleh putranya, Rehoboam. Ketika suku-suku utara meminta keringanan atas pelbagai
pungutan yang diterapkan pada masa Salomo, Rehoboam justru semakin menekan suku-suku utara tersebut.
Karena semakin ditindas, suku-suku utara melepaskan diri dari Yehuda pada tahun 922 S.M dan menunjuk
Jeroboam sebagai pemimpin mereka. Jeroboam dengan cepat membangun tempat-tempat ibadah di Bethel
dan Dan, hal ini semakin menjauhkan suku-suku utara dari Yerusalem. Rehoboam tidak bisa berbuat banyak
untuk menghentikan pemberontakan tersebut karena tentaranya kalah dalam hal jumlah. Persatuan yang
telah dibangun Daud runtuh, dan mulailah jaman kerajaan yang terpisah : Israel di utara dan Yehuda di
selatan (1 Raja-raja 12-14).
Perpecahan ini kemudian menjadi epos keruntuhan bangsa Yahudi. Kedua kerajaan saling berperang dan
kemudian keduanya diserang oleh bangsa-bangsa tetangganya. Pada tahun ke-5 Rehoboam berkuasa,
Yerusalem diserang Mesir dan barang-barang berharga Bait Allah dirampas (1 Raja-raja 14:25-28). Serangan
Mesir tersebut mengakibatkan hancurnya kota-kota berbenteng baik di Yehuda maupun Israel. Kepemimpinan
kerajaan utara dan selatan menuju titik yang paling rendah. Menurut para editor Ulangan yang menyusun I
dan 2 Raja-raja, -- yang mengenal kehidupan para raja -- sebagian besar raja-raja tidak taat kepada perjanjian
FB. Sinamartin, Jan
yang telah dibuat dengan Allah, mereka lebih memusatkan diri pada dewa-dewa mereka dan murtad terhadap
Allah (1 Raja-raja 15-16).
Beberapa seri kisah tentang nabi-nabi terdapat pada 1 Raja-raja 17. Para nabi adalah mereka yang berbicara
bagi Allah. Pada jaman Samuel terdapat kelompok-kelompok nabi di Israel yang mengatur peribadatan;
banyak di antara para nabi itu memiliki kekuatan khusus. Nabi-nabi yang sejati akan terlihat di kemudian hari
sebagai yang dipanggil Allah untuk menentang raja-raja yang menyimpang dari jalan Allah. Itulah sebabnya
pada pada masa Ahab berkuasa sebagai raja Israel muncul rangkaian kisah yang bercerita tentang nabi Elia.
Ahab memegang tampuk kekuasaan sebagai raja Israel dari tahun 870 S.M. – 850 S.M. Ia menikah dengan
putri raja Sidon, Jezebel, dan mendirikan mezbah-mezbah untuk dewa Baal di Samaria, ibu kota Israel.
Karena dosa berhala dan kejahatan-kejahatan lainnya seperti berlaku tidak adil dan rakus akan harta benda,
ia detentang oleh Elia. Perseteruan itu mencapai puncaknya ketika diadakan sayombara antara Elia dan 850
nabi-nabi kafir pendukung Jezebel di gunung Carmel. Jezebel marah besar ketika Elia membantai nabi-nabi
kafir tersebut. Karena hidupnya terancam nabi Elia terpaksa melarikan diri. Dikuatkan oleh pertemuannya
dengan Allah, Nabi Elia meneruskan karyanya sebagai nabi dan mengurapi penerusnya Elisa. Sementara itu
Ahab meraih dua kemenangan atas Ben-hadad raja Aram (Syria), kemudian terbunuh dalam peperangan
yang ke-3 (1 Raja-raja 17-22).
Kisah-kisah nabi Elia dan nabi-nabi lainnya dalam 1 dan 2 Raja-raja nampaknya didasarkan atas peristiwaperistiwa sejarah. Kendati demikian kisah-kisah tersebut bercampur dengan pelbagai legenda dan fabel untuk
tujuan pengajaran agama : Allah memelihara orang-orang yang percaya dan setia (1 Raja-raja 17 dan 19);
mereka yang menyembah dewa-dewa kafir akan mengalami kematian (1 Raja-raja 18); setia kepada Allah
akan memperoleh berkat dan ketidak-setiaan akan mendapat hukuman (1 Raja-raja 20-22; 2 Raja-raja 1-8).
Baca 1 Raja-raja 3 yang berisi kebijaksanaan Salomo dan 1 Raja-raja 11 yang bercerita mengenai tahuntahun terkahir masa kehidupan Salomo. Baca 1 Raja-raja 12 berisi kisah pemisahan Israel dari Yehuda. Baca
1 Raja-raja 21 untuk memperoleh rincian mengenai pengkhianatan Ahab dan penghakiman Allah atasnya.
Tiga belas bab pertama dari 2 Raja-raja masih berkaitan dengan kisah-kisah dan legenda Elia dan Elisa serta
beberapa persitiwa sejarah yang terjadi pada masa kehidupan mereka. Termasuk di dalamnya kerjasama
antara kerajaan Israel, Yehuda, dan Edom yang berhasil secara militer mengalahkan bangsa Moab (2 Rajaraja 3), kemenangan Israel atas bangsa Aram (2 Raja-raja 7), pembantaian Jezebel dan seluruh keluarga
Ahab oleh tentara di bawah pimpinan jenderal Yehu pada tahun 842 S.M., dan instrik-intrik politik di Israel dan
Yehuda (2 Raja-raja 1-13).
Setelah kematian Elisa, beberapa tahun adalah masa kemunduran, kerusuhan sosial, peperangan yang
melibatkan Israel, Yehuda, Aram (Syria), Edom, Moab, dan Amon. Kira-kira pada tahun 783 S.M. raja Amazia
dari Yehuda dibunuh oleh lawan politiknya, dan anaknya yang berusia 15 tahun bernama Azaria (juga dikenal
dengan Uzia) menggantikan Amazia. Cukup mengejutkan bahwa ternyata raja muda ini mampu memerintah.
Selama pemerintahannya yang panjang, masa kejayaan tumbuh kembali di Yehuda, begitu pula yang terjadi di
Israel di bawah raja Jereboam II (786-746 S.M.). Yehuda mengembangkan batas kerajaannya hingga jauh ke
selatan dan Israel mengembangkan batas kerajaannya sampai jauh ke utara menyamai jaman raja Daud
dahulu. Kota-kota berbenteng didirikan; perdagangan dikembangkan; pertanian dan kehutanan juga
dikembangkan. Kedua kerajaan menikmati tahun-tahun kejayaan dan kemakmuran (2 Raja-raja 14:1-15:7).
Celakanya, ketidakadilan, keserakahan, dan tingkah-laku tak bermoral juga berkembang, khususnya di
kerajaan utara. Nabi-nabi seperti Amos dan Hosea melancarkan kecaman terhadap orang-orang kaya dan
berkuasa, bahkan menubuatkan kehancuran Samaria. Nubuat mereka segera terjadi. Setelah kematian
Jereboam, kekacauan melanda Israel; empat dari lima raja kemudian dibunuh, dan pada tahun 734 S.M.
kerajaan kuat Asyur mulai melancarkan rangkaian serangan ke Israel dan berakhir dengan kehancuran total
Samaria pada tahun 721 S.M. Raja Asyur, Sargon II, mengirim lebih dari tiga puluh ribu orang Israel ke
pengasingan di Mesopotamia (Irak modern) dan menetaplah pelbagai bangsa penakluk di Israel. Hal ini
mengakibatkan kawin-mawin dengan orang-orang Israel dan melahirkan orang-orang berdarah campuran
FB. Sinamartin, Jan
yang di kemudian hari dikenal sebagai orang-orang Samaria. (2 Raja-raja 15:8-17:41).
Ketika Asyur menyerang Israel, Ahaz, raja Yehuda membayar upeti kepada Asyur. Penerusnya, Hezekia (715687 S.M.), memutuskan berhenti membayar upeti dan melancarkan pemberontakan kepada Asyur. Ia
membentengi Yerusalem dan kota-kota lain, dan memberi jalan kepada rakyat yang bangkit kehidupan
religinya di bawah bimbingan nabi Yesaya, dan mencoba menjalin aliansi dengan negara-negara lain. Pada
tahun 701 S.M. bangsa Asyur dipimpin raja Sanherib, bergerak menuju Yudea. Mereka merampoki wilayahwilayah seputar Yerusalem, dan kemudian mengepung kota itu. Yerusalem mendekati jurang kehancuran,
ketika tiba-tiba pasukan Sanherib mengalami kekalahaan besar oleh “malaikat Allah” (2 Raja-raja 19:35),
mungkin karena terkena wabah penyakit hebat. Orang-orang Asyur kemudian kembali ke negerinya, dan
Yerusalem bebas dari ancaman. Tetapi sebagian besar Yehuda telah tertimbun sampah dan kotoran, dengan
ribuan penduduk kota mati terbunuh atau ditangkap, Hiskia harus memulai lagi membayar upeti kepada raja
Asyur hingga kematiannya pada tahun 687 S.M. (2 Raja-raja 18-20).
Putra Hizkia, Manasseh, yang berkuasa selama empat puluh lima tahun, juga membayar upeti kepada raja
Asyur. Selain itu, ia menyumbangkan pasukan bagi kerajaan Asyur dan menyembah dewa-dewa kafir.
Putranya, Amon, melanjutkan praktek penyembahan kepada dewa-dewa kafir, hingga ia terbunuh setelah
memegang kekuasaan yang berlangsung hanya dua tahun. Tampaknya hal ini akan menjadi awal bencana, ia
digantikan oleh anaknya, Yosia, yang baru berusia delapan tahun pada tahun 640 S.M. Tetapi Asyur mulai
kehilangan kendali atas pelbagai wilayah. Bebas dari cengkraman Asyur, Yosia membawa Yehuda kembali
kepada aktivitas religius dan melebarkan batas-batas negera ke utara, barat, dan selatan. Niniwe, ibukota
Asyur, jatuh ke tangan Babel pada tahun 612 S.M., namun ketika Babel bergerak ke barat mendapat
tantangan dari Mesir. Pada tahun 609 S.M., Yosia memutuskan untuk mencegat tentara Mesir di Megido.
Tetapi ia terluka parah dan meninggal di Yerusalem beberapa saat kemudian (2 Raja-raja 21:1-23:30)
Empat raja Yehuda berikutnya terperangkap dalam peperangan antara Mesir dan Babel. Dengan menafikan
nasehat nabi Yeremia, mereka berpihak kepada Mesir. Pada tahun 597 S.M. Nebukadnesar, raja Babel
menguasai Yerusalem. Ia mengirim raja Yoyakim dan tokoh-tokoh masyarakat ke pembuangan dan
mengangkat Zedekia sebagai raja boneka. Ketika Zedekia melakukan tindakan bodoh dengan memberontak
pada Babel tahun 589 S.M., Nebukadnesar menyerang Yehuda dengan tentara yang besar, menghancurkan
kota-kota penting, dan mengepung Yerusalem. Setelah hampir dua tahun berjuang mati-matian, Yerusalem
akhirnya jatuh tahun 587 S.M. Tentara Babel memasuki kota, mendeportasi ribuan penduduknya yang masih
hidup ke Babel dan kemudian mereka membakar Yerusalem. Bangsa yang dibangun oleh Saulus, Daud, dan
Salomo musnah (2 Raja-raja 23:31-25:29).
Pada tahun 600 S.M. kira-kira seperempat juta orang hidup di Yehuda. Banyak yang berhasil melarikan diri
ketika terjadi invasi oleh tentara Babel, mereka mengungsi hingga ke Mesir, dan membentuk komunitas
Yahudi. Puluhan ribu orang Yahudi meninggal dalam peperangan, mati kelaparan, dan mati karena
kejangkitan wabah penyakit. Barangkali ada sekitar dua puluh ribu orang Yahudi yang dibuang ke Babel.
Karena kondisi negara yang hancur itu semakin banyak orang Yahudi berimigrasi, dan pada tahun 550 S.M.,
tersisa kurang dari lima puluh ribu orang yang hidup di wilayah yang dahulu di sebut Yehuda.
Mereka yang dibuang ke Babel harus berjalan lebih dari sepuluh ribu kilometer. Mereka yang selamat
diperlakukan dengan cukup baik setelah tiba di Babel. Mereka diperkenankan hidup dalam komunitas Yahudi
dan diijinkan untuk bertani atau melakukan aktivitas perdagangan. Mengingat Nebukadnesar membuang
orang-orang Yahudi yang berpendidikan, terampil, dan memiliki pengaruh ketika di Yehuda, maka orang-orang
Yahudi di Babel termasuk kelompok yang berhasil dan beberapa mencapai sukses dan menjadi kaya. Banyak
dari mereka yang tertarik kepada warisan budaya Yahudi. Dan para pemimpin agama dan intelektual mulai
mengumpulkan tulisan-tulisan kuno menjadi bagian-bagian yang kemudian kita kenal sebagai Perjanjian
Lama.
Baca 2 Raja-raja 2 mengenai legenda Elia dan Elisa. Tidak sebagaimana apa adanya, persitiwa yang terjadi
merupakan hasil rekaman, namun hal tersebut dimaksudkan sebagai ajaran bagaimana harus menghormati
FB. Sinamartin, Jan
nabi. Terutama kisah mengenai anak-anak dan beruang yang barangkali dalam hal ini tidak sesuai dengan
perasaan modern kita. Tetapi ini hanyalah cerita yang biasanya didongengkan oleh seorang kakek kepada
anak-anak nakal yang kurang ajar kepada orang tua. Kita bisa mendengarkan ancaman sang kakek : “Kamu
jangan bicara seperti itu. Lihat apa yang terjadi pada beberapa anak nakal yang memanggil nabi Elisa kepala
botak.” Baca 2 Raja-raja 25 berkisah tentang runtuhnya Yerusalem.
Pembaca modern dapat belajar banyak lebih dari sekadar fakta-fakta sejarah dari kitab-kitab Samuel dan
Raja-raja. Sepanjang karir Samuel, Saul, Daud, dan para penerusnya, kita menyaksikan bagaimana ketidaktaatan kepada Allah berakibat kesengsaraan. Kita menyaksikan bahwa kekuasaan yang disalah-gunakan
akan menghancurkan masyarakat dan orang per orang. Kita juga diingatkan bahwa keinginan-keinginan yang
tanpa batas bisa menghancurkan keluarga dan kehidupan itu sendiri. Dengan mengikuti pelajaran-pelajaran
ini, kita bisa menghindar dari nasib buruk dan penderitaan.
Pertanyaan untuk Diskusi dan Renungan
Teologi Deuteronomi (Ulangan) mengatakan bahwa kebaikan mendapat pahala dan kejahatan memperoleh
hukuman. Sejauh mana teologi ini benar? Dalam hal apa teologi ini kurang lengkap? Jika benar bahwa
penderitaan datang ke dunia pasti sebagai akibat dari dosa, apakah juga benar bahwa penderitaan dari
seorang pribadi tertentu pasti sebagai hasil dari dosa pribadi? Teologi Deuteronomi (Ulangan) dan ajaran para
nabi menyalahkan pelbagai malapetaka dan kesengsaraan di Israel atas dasar fakta bahwa pemerintahan,
dunia bisnis, dan kehidupan sosial bangsa Israel tidak bersandar kepada Allah. Apakah negara kita dewasa ini
kondisinya menyerupai Israel pada masa itu? Berapa banyak pertunjukan televisi yang mencerminkan
kepatuhan dan kepercayaan kepada Allah? Apakah televisi-televisi keluarga melakukan doa dan
menyandarkan diri kepada kehendak Allah dalam mengambil keputusan? Sejauh mana ketidak-bertuhanan di
dalam media mempengaruhi cara berpikir bangsa? Apa yang anda bisa lakukan mengenai hal ini di rumah,
keluarga, dan lingkungan sahabat anda?
Aktivitas
Bandingkan tahun-tahun awal Israel dengan masa-masa permulaan bangsa kita sendiri. Sebagai contoh, di
Amerika Serikat, terdapat sebuah masa yang dikenal dengan masa perjuangan, mengusahakan tanah yang
sudah diduduki oleh bangsa lain, penggabungan tiga belas negara, pembentukan bangsa, perang saudara
antara utara dan selatan, dan lain-lain. Bandingkan beberapa pahlawan bangsa baik pria maupun wanita
dengan para pahlawan kuno di Israel. Carilah kesamaan-kesamaan lain yang akan membantu anda
memahami sejarah Israel dan sejarah bangsa kita sendiri.
Posted by V. Prabowo Shakti at 8:14 PM 0 comments
Monday, October 09, 2006
Bab Empat : Memasuki Perjanjian Lama : Dari Adam Sampai Musa
Wayne dan Rita mendengar celoteh anak-anak mereka sepanjang perjalanan pulang dari kunjungan Natal ke
rumah orang tua Rita. Anak-anak itu mengulangi apa yang diceritakan kakek tentang masa lalu dan mulai
bertanya kepada orang tua mereka mengenai nenek-moyang mereka.
Penasaran oleh keinginan anak-anak mereka tentang masa lalu, Wayne dan Rita memutuskan untuk mulai
mempelajari sejarah keluarga mereka. Mereka meminta orang tua mereka mencatat sejarah dan riwayat masa
lalu keluarga mereka. Mereka mulai melacak silsilah keluarga. Wayne dan Rita membawa anak-anak mereka
ke gereja di mana keluarga mereka dipermandikan dan melihat makam saudara-saudara mereka. Orang tua
dan anak-anak sama-sama menyukai tulisan-tulisan surat kabar tua dan catatan pengadilan mengenai
transaksi-traksaksi tanah.
FB. Sinamartin, Jan
Suatu saat, Rita dan Wayne harus melacak asal mereka ke German. Mereka mendapati bahwa moyang
mereka meninggalkan Eropa pada tahun 1849 guna menghindari penganiayaan agama, mengalami susahnya
pelayaran menyeberangi Atlantik, menyusuri sungai Ohio dengan perahu, dan akhirnya menetap di Kentucky.
Dengan menyelidiki masa lalu mereka, mereka menemukan sebentuk penghormatan baru terhadap iman
Katolik mereka dan Amerika sebagai daerah pengharapan. Mereka memperoleh suatu pandangan baru
tentang arti keluarga. Mereka berbicara mengenai nilai-nilai yang dianut nenek-moyang mereka yang masih
terpelihara dan arti nilai-nilai tersebut bagi mereka. Silsilah keluarga mereka menjadi suatu kehidupan baru
mengingat ia sekarang kokoh berakar dari masa lalu.
Akar-akar Spiritualitas Keluarga Kita
Di jaman dunia yang begitu cepat berubah, orang dapat dipastikan akan mencari kestabilan dan kepastian
yang datang dari akar budaya dan keluarganya. Kita sebagai orang Katolik mempunyai akar budaya yang jauh
lebih dalam ketimbang sekadar catatan-catatan pengadilan atau batu-batu kuburan. Kita dapat melacak
spiritualitas nenek-moyang kita kembali kepada tradisi-tradisi kuno jaman Perjanjian Lama.
Jika kita memperhatikan kitab-kitab Perjanjian Lama sebagai catatan sejarah keluarga kita sendiri, kita akan
menemukan sebuah kunci yang akan menyingkap kekayaan yang terbesar dari Kitab Suci. Catatan-catatan itu
tidak hanya sekadar cerita-cerita dari masa lalu, daftar nama-nama, dan hukum-hukum atau aturan-aturan
kuno. Semua itu adalah sejarah keluarga kita, nama-nama leluhur di dalam iman, dan rincian yang
menceritakan bagaimana keluarga kita pernah hidup. Jika kita memandang Perjanjian Lama dengan
antusiasme yang sama siapapun akan merasa sedang melihat ke dalam kekayaan keluarga masa lalu.
Membaca Perjanjian Lama
Salah satu tujuan dari buku ini adalah membantu para pembacanya “membaca” Kitab Suci dengan
menyediakan sebuah pemandu perjalanan dengan latar belakang informasi dan perikop-perikop terpilih dari
Kitab Suci. Informasi dan pilihan-pilihan tersebut akan dibatasi agar buku ini memiliki ukuran yang pas (tidak
terlalu tebal dan juga tidak terlampau tipis). Jika para pembaca ingin mendapat penjelasan yang lebih rinci,
bisa memperolehnya dari tafsir dan penjelasan Kitab Suci. (Lihat Daftar Pustaka)
Kita mulai dengan pengantar kepada Pentateuck, kemudian berpindah kepada kitab-kitab dari Kitab Suci,
mengikuti urutan yang terdapat dalam New Revised Standard Version of The Bible. (Catatan Penterjemah :
untuk terjemahan bahasa Indonesia urutan yang sama dengan New Revised Standard Version of The Bible
dapat pembaca jumpai pada Kitab Suci Katolik (Alkitab Katolik Deuterokanonika) Percetakan Arnoldus Ende,
tahun 2001 diterbitkan oleh Ditjen Bimas Katolik, Departemen Agama Republik Indonesia dalam rangka
PELITA).
Pentateukh
Para pnyunting yang menyusun Pentateukh -- lima kitab pertama dari Kitab Suci, kira-kira lima ratus lima
puluh tahun sebelum Kristus --, bermaksud memberikan kemantaban dan kepastian kepada orang-orang
Israel. Orang-orang Israel pada waktu itu tercerabut dari akarnya dan diasingkan oleh orang-orang Babel.
Mereka yang kembali ke Israel dibujuk untuk meninggalkan Allah dan berpaling kepada dewa-dewa orang
kafir. Mereka tertarik oleh mitos-mitos kafir yang menganggap bahwa kejahatan dan kekacauan menentukan
nasib manusia.
Para penyunting berkeinginan untuk mengembalikan orang-orang Israel dari kekeliruan tersebut dan kembali
FB. Sinamartin, Jan
kepada tradisi kokoh yang diwariskan oleh Abraham dan Musa. Para penyunting mencatat kisah-kisah yang
kerap diceritakan para leluhur mereka yang telah mengikuti kehendak Allah. Mereka mengajarkan bahwa Allah
itu ada, Allah-lah yang menciptakan segala sesuatu, dan kejahatan bukan berasal dari Allah tetapi sebagai
hasil konsekwensi dari pilihan dosa yang dilakukan oleh manusia.
Dalam pada itu, kita senantiasa dihadapkan pada pencobaan seperti yang dihadapi bangsa Israel kuno. Kita
digoda untuk meremehkan iman kita sebagai ketinggalan jaman, untuk menyembah ilah-ilah palsu seperti :
materialisme, seks, dan sekularisme, untuk takut kepada setan yang memiliki kekuasaan menghancurkan
segala sesuatu yang baik, indah, dan sempurna.
Pentateukh mewartakan kepada kita, sebagaimana kepada generasi-generasi terdahulu, bahwa Allah
sungguh-sungguh ada, kebaikan akan mengalahkan kejahatan, kita dapat melangkah dengan aman mengikuti
jalan yang dipilih oleh pendahulu kita. Pentateukh masih relevan bagi kita hingga hari ini, sebab ia merupakan
catatan keluarga kita di masa lalu, diinspirasi Allah, dan menjawab hampir semua pertanyaan mendasar
mengenai kehidupan.
Kitab Kejadian : 1-11
Kejadian adalah sebuah kitab yang bagi orang-orang Israel berfungsi sebagai pengingat asal-usul keluarga
mereka melalui garis keturunan Abraham, Ishak, dan Yakob, dan lebih dari itu ia merupakan kitab yang
mencatat asal mula alam semesta dan membahas apa arti hidup itu bagi manusia. Sekarang, buka Kitab Sucimu dan bacalah Kejadian 1:1-24.
Perikop dari kitab Kejadian ini adalah berasal dari tradisi Imam dan kitab ini barangkali digunakan untuk
pemujaan di rumah ibadat (Kenisah). Kitab ini menggambarkan pemahaman orang Yahudi akan sebuah dunia
yang merupakan bangunan datar ditopang oleh pilar-pilar di atas lautan dan langit sebagai mangkuk terbalik
dengan jendela-jendela sebagai jalan masuk air hujan dan salju. Dalam perikop itu pun kita menemukan
beberapa pengulangan frasa yang dimaksudkan sebagai mempermudah mengingat, seperti : “Berfirmanlah
Allah,” “Dan jadilah demikian,” “Allah melihat semuanya itu baik,” “Jadilah petang dan jadilah pagi.” Bangunan
tujuh hari memiliki pola puitik, dimaksudkan untuk mengajarkan kesucian hari Tuhan, karena bagi Tuhan pun
memerlukan istirahat setelah enam hari bekerja!
Bangunan tujuh hari itu juga melukiskan saling keterkaitan antar hari, berfungsi sebagai sarana untuk
mempermudah mengingat. Hari pertama, ketika Allah menciptakan terang berhubungan dengan hari ke empat
ketika Allah menciptakan matahari, bulan, dan bintang-bintang. Hari kedua, ketika Allah menciptakan
cakrawala yang memisahkan air yang di atas cakrawala dengan air yang di bawah cakrawala berkaitan
dengan hari ke lima, ketika Allah menciptakan burung-burung yang terbang di bawah langit dan ikan yang
berenang di laut. Hari ketiga, ketika Allah menyebabkan dataran mengering dan menumbuhkan tanaman,
berhubungan dengan hari ke enam, ketika Allah menciptakan binatang dan manusia yang hidup di tanah dan
makan tanaman.
Perhatian khusus diberikan pada penciptaan manusia. Allah berfirman, “Baiklah kita menjadikan manusia
menurut gambar dan rupa Kita.” Makna dari kalimat ini menjadi bahan perdebatan para ahli. Salah satu
pendapat adalah bahwa “baiklah kita” mungkin merupakan sebuah bentuk jamak bagi penghormatan
(berkaitan dengan kekuasaan, seperti seorang raja), yang dapat diartikan sebagai pernyataan keseriusan
Allah untuk melakukan sesuatu yang istimewa (khusus). “Menurut gambar dan rupa Kita” barangkali mengacu
kepada fakta bahwa manusia telah menguasai bumi sebagai wakil Allah dan dipanggil untuk memelihara
dunia yang telah diberikan kepada kita.
Berlawanan dengan mitos kafir pada masa itu, kisah penciptaan tersebut mengajarkan bahwa hanya satu
Allah yang menciptakan segala sesuatu. Penciptaan tidak berasal dari peperangan antara dewa baik dan
jahat yang hanya merupakan satu bagian dari hakikat dasar kehidupan.
Jika kita cermati, pesan-pesan tersebut masih memiliki nilai kebenaran bagi kita dewasa ini. Alam semesta
FB. Sinamartin, Jan
tidak berasal dari sesuatu yang tidak ada. Organisasi alam semesta tidak dapat terjadi hanya dengan suatu
kecelakaan akibat benturan antar atom. Allah sungguh ada. Allah yang menciptakan alam semesta. Kita
manusia ada bukan karena kebetulan tetapi ciptaan yang berharga, sebab kita adalah milik Allah yang
mewakiliNya di bumi. Bab pertama dari Kejadian tidak menyajikan sebuah kisah ilmu pengetahun tentang
penciptaan (hal ini belum dikenal pada waktu Kejadian disusun), tetapi mengajarkan kebenaran religius dalam
bahasa yang penuh dengan kekuatan dan keindahan.
Gereja Katolik mengajarkan bahwa Kejadian tidak bertentangan dengan teori-teori ilmu pengetahuan modern,
termasuk di dalamnya teori evolusi, sepanjang hal-hal tersebut tidak menolak keberadaan Allah dan fakta
bahwa segala sesuatu berasal dari Allah. Kejadian menitik beratkan pada hal-hal religius, seperti mengapa
terjadi penciptaan dunia? Sedangkan ilmu pengetahuan modern berangkat dari pengamatan, bagaimana
dunia itu diciptakan? Adalah sangat mungkin bahwa di dalam kehendak Allah, evolusi bisa saja terjadi atas
ciptaan Allah. Kejadian mengajarkan bahwa dengan cara bagaimana pun alam semesta mewujud menjadi
ada, ia berasal dari cinta dan kebijaksanaan Allah.
Baca Kejadian 2:4-3:24. Perikop ini berisi kisah penciptaan bagian ke dua yang berasal dari sumber Yahwis.
Terdapat ketidak-konsistensian antara kisah penciptaan bagian pertama dan kedua. Misalnya, manusia
diciptakan setelah penciptaan binatang-binatang di bagian pertama, tetapi di bagian ke dua manusia
diciptakan sebelum binatang. Para penyunting terakhir tidak begitu menaruh perhatian pada perbedaan
tersebut, hal ini menjadi sebuah fakta tersendiri bahwa mereka tidak berusaha untuk menghadirkan
penjelasan ilmiah mengenai proses penciptaan. Mereka menyertakan kedua kisah tersebut sebab masingmasing telah menjadi warisan kekayaan di dalam komunitas Yahudi pada masa itu, dan masing-masing kisah
secara khusus menekankan kebenaran religius.
Keheranan orang-orang dulu, sebagaimana kita dewasa ini, adalah mengapa dunia penuh dengan dosa,
penderitaan, sakit, dan kematian. Kisah penciptaan bagian dua, dengan bahasa yang penuh dengan simbolsimbol serta menukik ke dalam kondisi kemanusiaan membahas permasalahan tersebut. Kisah bagian dua ini
tidak hanya menjalin cerita manusia-manusia pertama di bumi tetapi mengisahkan tentang kita semua.
Allah telah menganugerahkan kepada kita kehidupan di dunia yang dapat dianggap sebagai surga. Kita
dianugerahi kebebasan dan kecerdasan serta dipanggil untuk berjalan berdampingan dengan kasih Allah. Kita
diberi kesempatan melakukan komitmen iman di dalam perkawinan dan bersama-sama dengan Allah
menciptakan kehidupan baru. Kita dituntut menggunakan kebebasan itu dengan seksama, memilih apa yang
oleh Allah dinyatakan sebagai baik dan menghindari apa yang dinyatakan Allah sebagai jahat. Tetapi manusiamanusia pertama telah makan buah dari “pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat.” Dibujuk oleh setan
(dalam wujud seekor ular, simbol yang biasanya terdapat pada masyarakat kafir), mereka berkata kepada
Allah: “Engkau tidak perlu memberitahu apa yang harus kita lakukan. Kita akan menentukan sendiri apa yang
baik dan apa yang jahat.” Melalui pilihan mereka, dosa datang ke dalam dunia dan menciptakan tembok
penghalang antara kita dan Allah. Karena dosa, kita menjadi bisa menderita dan mati, timbul ketegangan
dalam hubungan antar manusia, lelah dan jenuh dalam bekerja, mengalami rasa sakit ketika melahirkan. Apa
yang dulunya surga menjadi sebuah dunia di mana kita bisa mengalami kematian dan penderitaan, tenggelam
ke dalam ketidak-berdayaan dimana keselamatan dapat diperoleh hanya dari Allah, yang bahkan pada saat
yang terburuk pun berjanji akan meremukkan kepada ular dan mengalahkan kejahatan.
Dalam lanjutan Kejadian 4-11, lebih merupakan bahasan yang membenarkan bahwa dosa cenderung
meningkat dalam mencengkeram kehidupan manusia. Seperti halnya Kain, manusia mengiyakan bahkan
ketika diminta membunuh sesama anggota keluarga manusia. Kita terjerumus ke dalam lumpur dosa di mana
hanya Allah saja yang dapat menyelamatkan kita. Kita menjadi terasing dari Allah, dari kita sendiri, dan dari
satu dengan lainnya sehingga seluruh dunia sepertinya telah menjadi sebuh Menara Babel.
FB. Sinamartin, Jan
Abraham : Kejadian : 12-25
Sebelas bab pertama dari Kejadian menunjukkan bahwa manusia bergerak menjauh dari Allah. Namun pada
penghujung bab 11, seorang pria diperkenalkan, yang akan mengajak manusia kembali kepada Allah. Orang
itu adalah Abraham, putra Terah, yang kira-kira pada 1900 SM bersama dengan keluarganya melakukan
migrasi dari Ur (Irak modern) ke Haran (sebuah kota perbatasan Turki-Suriah modern). Setelah kematian
Terah, Abraham mendengar Allah memanggilnya untuk menempati daerah baru dan berjanji akan
menjadikannya sebuah bangsa yang besar. Abraham segera menuruti panggilan itu itu, membawa istrinya
Sirai, keponakannya, Lot dan seluruh harta miliknya ke tanah Kanaan (Israel moderen). Dalam penampakan
selanjutnya, Allah memperbarui janjinya menjadi sebuah sumpah, mengganti namanya dari Abram menjadi
Abraham dan Sirai menjadi Sarah, dan memberkati mereka dengan anak laki-lakinya, Ishak.
Kejadian 12-25 menghadirkan kisah penuh warna tentang Abraham dan keluarganya. Para ilmuwan
memperdebatkan kebenaran sejarah dari kisah-kisah tersebut, namun demikian tidak diragukan lagi bahwa
Kejadian mengetengahkan Abraham sebagai sebuah model iman, sebagai nenek moyang orang Israel,
sebagai seorang yang Allah sendiri menjanjikan tanah yang kemudian diklaim oleh orang-orang Israel.
Sekarang baca Kejadian 12:1-9, Kejadian 15:1-17:27, Kejadian 21:1-8, dan Kejadian 22:1-9. Pada perikopperikop itu, iman Abraham kepada Allah masih mendapat penekanan. Juga upacara sumpah, dengan
memotong hewan yang dipraktekkan di Timur Tengah pada waktu itu. Para pelaku sumpah berjalan di antara
potongan-potongan hewan untuk menunjukkan bahwa mereka akan menemui nasib seperti hewan-hewan
tersebut jika mereka melanggar sumpah. Kisah Abraham yang dipanggil Allah untuk mengorbankan putranya
menunjukkan betapa dalamnya iman Abraham. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjunjukkan kepada orangorang Israel (yang hidup di tengah orang-orang kafir yang mempraktekkan pengorbanan manusia) bahwa
Allah menghendaki korban hewan daripada korban manusia.
Sebelum Abraham meninggal, putranya Ishak menikahi Rebeka, masih tergolong cucu keponakan Abraham
dan oleh karena itu sesuai hukum pada waktu itu, dan cocok untuk pasangan Ishak. Melalui Ishak janji Allah
kepada Abraham akan terpenuhi.
Ishak, Yakub, dan Anak-anak Yakub : Kejadian 25-36
Ishak dan Rebeka mempunyai dua anak kembar, Yakub dan Esau (Kej 25:19-34). Anak-anak itu kemudian
bersaing satu dengan lainnya. Yakub membuat tipu muslihat sehingga memperoleh hak kesulungan ayahnya,
dan Ishak memberikan berkat kepadanya bukan kepada Esau. Beberpa kisah seputar Yakub masih
diketengahkan dalam Bab 25-36 ini, kebanyakan berkisar mengenai ketrampilan tangan Yakub. Beberapa
kisah berdasarkan dari cerita rakyat setempat. Kisah-kisah itu diolah kembali dari mitos-mitos dan legendalegenda kuno, dengan memberi keterangan tentang nama-nama tempat dan asal-usul bermacam-macam
tradisi.
Yakub pergi ke Haran guna mencari seorang istri dan akhirnya mengawini dua orang putri pamannya, Laban.
(Poligami -- memiliki banyak istri --, merupakan hal yang lumrah dipraktekkan masyarakat kuno pada waktu itu
dan juga raja-raja Istrael hingga abad ke-5 SM). Istri-istri dan pembantu-pembantu perempuannya menjadi ibu
dari dua belas anak Yakub, nenek moyang dua belas suku Israel. Dua kisah berbeda (Kej 32:29 dan Kej
35:10) menceritakan nama Yakub diubah menjadi Israel oleh Allah, yang kemudian menjadi nama dari orangorang keturunan Yakub. Suatu ketika, Yakub kembali beserta keluarganya ke Kanaan dan berdamai dengan
Esau.
Baca Kejadian 25:19-34, Kejadian 27:1-45, Kejadian 33:1-20, dan Kejadian 35:9-15. Perikop-perikop ini
berkaitan dengan peristiwa-peristiwa utama dalam kehidupan Yakub dan menunjukkan betapa Allah tetap
setia pada janji yang telah dinyatakan kepada kakek Yakub, Abraham. Kisah Yakub merampas hak
kesulungan milik Esau, dan Ishak memberkati Yakub memiliki makna bagi Esau bahwa Allah dapat memakai
bahkan para pendosa guna memenuhi kehendak ilahiNya. Ini bukan berarti Allah menghendaki para pendosa
tersebut, melainkan bahwa Allah dapat mengarahkan kembali para pendosa tersebut ke jalan yang benar –
FB. Sinamartin, Jan
dalam hal ini, pemenuhan janji Allah kepada Abraham. (Lihat Kej 35:9-12). Pelajaran yang dapat kita petik:
Allah sanggup membawa kebaikan dari hal-hal yang jahat, bahkan dari kesalahan masa lalu kita, bila kita
kembali kepada Allah dengan iman dan kepercayaan.
Yusuf : Kejadian 37-50
Kisah Yusuf, yang menjadi penutup Kejadian, mengetengahkan pelajaran yang hampir sama. Yusuf sangat
bergantung kepada Allah dalam situasi yang paling buruk sekali pun, dan Allah merubah bencana itu menjadi
kemenangan berulang-ulang.
Ketika Yusuf dijual menjadi budak oleh kakak-kakaknya, ia kemudian menjadi seorang pembantu yang
berhasil. Ketika ia menolak godaan istri tuannya, ia menerima tuduhan palsu dan dijebloskan ke dalam
penjara, yang nampaknya menjadi tonggak guna melangkah menjadi seorang penguasa di Mesir. Kelaparan
yang meluas di dunia, telah menjadi disempatan bagi Yusuf untuk menunjukkan kemampuannya di bidang
administratif. Dan karena peristiwa kelaparan itu Yusuf bisa bergabung lagi dengan kakak-kakanya dan juga
ayahnya, Yakub.
Karena Yakub dapat bertemu kembali dengan Yusuf anaknya, ia meninggal dengan bahagia. Penguburan
ayahnya yang dilakukan di tanah Kanaan oleh Yusuf merupakan pertanda bahwa keluarganya suatu saat
akan kembali lagi dari Mesir ke Tanah Terjanji.
Baca Kejadian 45:1-28. Perikop ini melukiskan gambaran indah perjumpaan yang penuh emosi antara Yusuf
dan kakak-kakaknya dan Yakub menerima berita meyakinkan bahwa Yusuf masih hidup.
Anda barangkali ingin membaca seluruh kisah mengenai Yusuf. Cerita itu sangat menarik, adegan demi
adegan berlangsung dengan cepat, jika kita sudah membacanya susah untuk berhenti. Di penghujung cerita,
keluarga Israel di Mesir mengalami tragedi demi tragedi, menjadi budak, tetapi Allah akan membebaskan dan
mereka akan mengalami hidup baru.
Kitab Keluaran : 1-18
Kejadian diakhiri dengan kematian Yusuf di Mesir kira-kira tahun 1750 SM. Lima ratus tahun telah berlalu
antara kematian Yusuf dan peristiwa-peristiwa yang akan dihadirkan dalam kitab selanjutnya, yakni Keluaran.
Di dalam kurun waktu lima ratus tahun turunan Abraham menjadi budak. Catatan-catatan kuno merujuk
kepada turunan Abraham sebagai “Habiru,” yang berarti masyarakat nomadik yang sedang mencari kerja di
proyek-proyek pembangunan di Mesir. (Dari Habiru inilah kemudian muncul istilah Hebrew (Ibrani), nama lain
dari Israel).
Kitab Keluaran menggambarkan perbudakan bangsa Israel dan pembebasan mereka di bawah kepemimpinan
Musa. Orang-orang Israel telah kehilangan jati diri mereka, tetapi ketika Allah menampakkan diri kepada Musa
sebagai “Allah Abraham, Allah Ishak, dan Allah Yakub” (Kel 3:6), sebuah proses dimulai yang akan membawa
orang-orang Ibrani kembali kepada identitas mereka semula yaitu sebagai Keluarga Allah.
Nampaknya, terjadi beberapa gelombang perpindahan orang-orang Habiru ke Mesir dan beberapa gelombang
pula ketika mereka meninggalkan Mesir. Kitab Suci memusatkan diri pada Keluaran yang dipimpin oleh Musa.
Kebanyakan ilmuwan menempatkan peristiwa Keluaran terjadi pada masa kekuasaan Ramses II dan tahun
Keluaran kira-kira pada 1250 SM. Banyak ilmuwan menduga bahwa jumlah orang Israel yang dipimpin oleh
Musa hanya beberapa ribu saja. Tetapi ketika kisah Keluaran diceritakan berulang-ulang, ia berubah menjadi
semacam kisah kepahlawanan. Dan jumlah orang yang keluar dari Mesir mendekati jumlah penduduk Israel
pada masa puncaknya. Peritiwa-peristiwa Keluaran lebih lanjut bobotnya diperbesar sampai menjadi
ungkapan mukjizat Allah yang memberikan kekuatan dan perlindungan : wabah penyakit sampar, terbelahnya
laut, dan tiang-tiang api.
Apa makna di balik peristiwa sejarah Keluaran? Salah satu kemungkinan skenario sebagai berikut : Musa,
sebagai pemimpin yang berpengaruh pada waktu itu, mengalami peristiwa hadirnya Allah (semak yang
terbakar). Ia bisa memahami keinginan Allah bahwa Israel harus dibebaskan. Mengambil kesempatan dari
FB. Sinamartin, Jan
kekacauan peristiwa-peristiwa alam pada waktu itu (sungai Nil yang meluap, katak-katak yang terbawa banjir,
lalat dan nyamuk yang memakan bangkai katak, merebaknya pelbagai penyakit dan sampar; udara panas,
wabah belalang ; badai padang gurun; mungkin kematian putra Firaun), Musa memimpin satu kelompok
orang-orang Israel ke suatu wilayah yang dikenal dengan Laut Bambu (Sea of Reeds bukan “Red Sea,” Laut
Merah, tampaknya di sini terjadi salah terjemah dari kata Ibrani asli). Orang-orang Israel berhasil
menyeberangi Laut Bambu, sementara pasukan berkuda Mesir tenggelam. Banyak dari mereka yang mati,
dan orang-orang Israel memasuki padang gurun, tempat mereka mengembara selama empat puluh tahun
sebalum memasuki Tanah Terjanji di bawah pimpinan panglima perang Musa, Yosua.
Mengapa kita tidak menganggap kisah Keluaran sebagai apa adanya? Mengapa kita tidak mengikuti saja
tafsir yang dilakukan oleh para fundamentalis bahwa Kitab Keluaran adalah sejarah sebagaimana makna
modern?
Pada dasarnya, kita tidak menafikan kemampuan Allah melakukan mukjizat dalam kisah Keluaran. Allah
adalah Allah dan dapat melakukan mukjizat. Namun jika kita melihat materi Keluaran, kita diajak untuk
percaya bahwa pengarang “biblis” bermaksud menulis bukan sejarah dalam artian moderen tetapi kisah
kepahlawanan yang mengagungkan Allah dan mempermalukan musuh-musuh Allah. Penulis-penulis ini
menggabungkan sumber-sumber kuno menjadi sebuah kisah yang benar-benar mudah diingat, dan
mengagungkan kekuatan Allah. Selain itu, para penulis tersebut mengingatkan kembali bahwa memandang
asal-mula Israel sebagai bangsa hanya sebatas sejarah jelas tidaklah tepat.
Kita barangkali bisa membandingkan Keluaran dengan lagu country Johny Horton, “The Batle of New
Orleans.” (Pertempuran New Orleans). Lagu ini memiliki landasan yang kuat dalam sejarah, tetapi ia ditulis
menjadi sebuah bentuk lagu kepahlawanan, dengan imajinasi dan humor. Betul telah terjadi pertempuran di
New Orleans pada tahun 1814-1815, dan Jendral Jackson mengalahkan Inggris (lagu ini membantu
masyarakat mengingat fakta-fakta ini – Pertempuran New Orleans -- lebih baik dari pada yang dilakukan oleh
pelajaran sejarah di dalam kelas). Namun ada bagian-bagian yang mengagumkan dalam lagu tersebut (buaya
dipergunakan sebagai meriam ketika meriam yang sesungguhnya tidak bisa dipergunakan karena terlalu
panas!) yang tidak dimaksudkan oleh penulisnya sebagai sejarah. Hal yang hampir sama terjadi pada para
penulis Keluaran, mereka tidak bermaksud menyajikan rincian-rincian kisah sebagai peristiwa sejarah.
Terdapat beberapa bukti di dalam kisah tersebut yang membawa kita kepada penafsiran bentuk sastra
sebagai cerita kepahlawanan daripada sejarah. Pertama, mengapa Firaun mengijinkan Musa datang kembali
dengan ancaman-ancaman dan permintaan-permintaan? Mengapa Firaun tidak menjebloskan saja Musa ke
dalam penjara atau menghukum mati Musa? Kedua, Keluaran 12:37 mengatakan 600.000 orang laki-laki
meninggalkan Mesir; jelas ini akan memberikan gambaran bahwa yang meninggalkan Mesir berjumlah jutaan
orang. Tetapi cerita sebelumnya menyebutkan hanya dua pembantu bagi seluruh orang Ibrani! Ketiga,
terdapat ketidak-konsistenan jelas hal tersebut bukan merupakan sejarah. Sebagai contoh, “seluruh ternak
orang Mesir mati” ketika tulah kelima terjadi (wabah sampar), tetapi ternak itu mati lagi oleh hujan es dan mati
lagi ketika tulah kesepuluh terjadi, matinya anak sulung. Keempat, terdapat ketidak-adilan dari seorang Allah
yang menghukum satu orang tetapi membela lainnya, bahkan Allah tidak menghentikan pembantaian anakanak yang tidak berdosa. Allah semacam itu tidak bisa disamakan dengan Allah yang diwahyukan oleh Yesus
Kristus.
Sekali lagi ditekankan di sini, kita tidak menolak kemungkinan terjadi mukjizat. Allah adalah mahakuasa dan Ia
tidak dibatasi oleh hukum-hukum alam. Mengingat Kitab Keluaran berbentuk sastra dan cerita kepahlawanan
sulit bagi kita untuk menyimpulkan dengan tepat apakah mukjizat-mukjizat itu benar-benar terjadi seperti apa
yang digambarkan di sana. Keluaran memberikan kita hakikat sejarah yang penting yaitu keluarnya orangorang Israel dari Mesir di bawah pimpinan Musa. Keluaran menyajikan pelajaran penting bagi kita : Allah
begitu memperhatikan umatNya dan Allah mendukung kebebasan. Di luar fakta-fakta pokok, terdapat ruang
yang cukup luas bagi spekulasi, dan Gereja Katolik tidak mengeluarkan pernyataan dogmatis perihal
permasalahan tersebut.
FB. Sinamartin, Jan
Baca Keluaran I, kita akan merasakan kesengsaraan dan keputusasaan yang di alami orang-orang Israel
yang menjadi budak di Mesir. Baca Keluaran 14, di sana kita merasakan aroma kegembiraan atas kebebasan.
Bayangkan anak-anak Yahudi tujuh ratus tahun kemudian, duduk mengelilingi kakeknya:”Ceritakan lagi,
kakek, bagaimana Allah menuntun Musa dan orang-orang Israel menyeberang laut!”
Janji Allah di Gunung Sinai : Keluaran 19-40
Orang-orang Israel yang dipimpin Musa ke luar dari Mesir merupakan kelompok pengungsi yang kerap
mengeluh. Mereka beradu argumen dengan Musa, mengeluh lantaran hidup menjadi begitu keras, dan
bahkan suatu saat mereka ingin kembali ke Mesir.
Kendati demikian, Allah tetap menjadikan para pengungsi ini sebagai anggota Keluarga Allah. Di Gunung
Sinai, Allah membuat perjanjian dengan orang-orang Ibrani yang dipusatkan pada Sepuluh Perintah Allah.
Orang-orang Israel mematuhi dan menjaga perintah-perintah tersebut sebagai bagian dari perjanjian.
Sedangkan bagian Allah dari perjanjian tersebut adalah “janji ilahi” bahwa Allah akan menjadi Tuhan mereka,
melindungi mereka, dan menuntun mereka ke tanah terjanji seperti yang telah dijanjikan kepada Abraham.
Sepuluh Perintah Allah ini dituangkan dalam Keluaran 20:1-17 (dan ditulis ulang dengan bentuk yang sedikit
berbeda di Ulangan 5:1-21). Tradisi menganggap perintah-perintah tersebut sebagai “berjumlah sepuluh”
berasal dari Keluaran 34:28. Tata cara pemberian nomor bervariasi. Gereja Katolik menghitung Keluaran 20:16 sebagai satu perintah dan Keluaran 20:17 sebagai dua perintah.
Kitab Suci menganggap Sepuluh Perintah Allah sebagai berasal dari Allah (Kel 34:1) dan juga berasal dari
Musa (Kel 34:8). Tradisi-tradisi ini menunjukkan bahwa keberadaan Israel sebagai suatu bangsa sangat
bergantung pada hubungannya dengan Allah. Tradisi-tradisi tersebut memperlihatkan bahwa Musa dipilih oleh
Allah untuk menetapkan semacam hukum bagi bangsa Israel dan untuk membentuk sebuah bangsa yang
akan menyembah kepada Allah Yang Benar. Tradisi-tradisi tersebut juga menetapkan Musa sebagai pemimpin
religius yang merancang Tabut Perjanjian, sebuah peti jinjing yang berisi Sepuluh Perintah Allah dan
merupakan singgasana Allah dimana Allah akan menjumpai bangsa Israel. Musa yang kemudian menjadi
pemimpin membawa bangsa Israel senantiasa berhubungan dengan Allah.
Karena alasan-alasan itulah, sebagian besar hukum dan aturan bangsa Israel, tatacara liturgi, penetapan
bentuk Kenisah yang baik, dan pola-pola ibadat semuanya dihimpun dalam Kitab Keluaran bersamaan
dengan tibanya Sepuluh Perintah Allah yang berasal dari Allah melalui Musa. Para penyunting, tujuh ratus
tahun setelah peristiwa Sinai, menghimpun Kitab Keluaran dari pelbagai macam sumber yang berasal dari
hukum-hukum bangsa Israel yang kesemuanya bermuara pada perjanjian di Gunung Sinai.
Para penyunting itu menyadari pula bahwa sejarah Israel merupakan rangkuman pelbagai peristiwa yang
terjadi dalam Keluaran. Karena itulah para penyunting tersebut memasukkan kisah Anak Lembu Emas (Kel
32-34) di antara daftar hukum-hukum dan peraturan-peraturan. Seperti halnya ketika bangsa Israel di padang
gurun yang memiliki kecenderungan menolak Allah, begitu pula keturunannya akan mengikuti kegagalan
leluhur mereka, bahkan semakin banyak membuat anak-anak lembu emas (Lihat 1 Raja-raja 12:26-32).
Sebagaimana Allah mengampuni bangsa Israel ketika mereka menyesal, beberapa abad kemudian Allah juga
mengampuni para pendosa, dan tetap mengajak mereka kembali kepada janji kelimpahan setia-Nya.
Apa yang hendak disampaikan perikop-perikop Keluaran kepada kita dewasa ini? Perikop-perikop tersebut
menyampaikan kepada kita bahwa Allah senantiasa ingin lebih dekat dengan kita (Kel 33:12-13). Allah
menghendaki agar kita mematuhi perintah-perintah yang ditetapkan Allah mengingat perintah-perintah
tersebut membawa kita kepada kehadiran Allah. Selain itu perikop-perikop tersebut mengajarkan kepada kita
bagaimana mengalami kebebasan dalam arti yang sesungguhnya. Adalah Allah yang membawa bangsa Israel
bebas dari perbudakan. Ketika Allah memberi bangsa Israel Sepuluh Perintah Allah, itu dimaksudkan agar
bangsa Israel bebas dari ikatan-ikatan yang menyengsarakan : mulai dari bentuk perbudakan sampai dengan
dosa. Jika kita mematuhi perintah-perintah tersebut dewasa ini, kita akan menikmati kebebasan penuh tanpa
khawatir akan terperangkap dalam lingkaran-lingkaran dosa.
FB. Sinamartin, Jan
Bahkan kita bisa belajar dari perikop-perikop tersebut daftar-daftar hukum dan peraturan yang dewasa ini
sudah tidak pernah kita ikuti lagi. Hukum-hukum dan peraturan-peraturan tersebut mengingatkan kita akan
komitmen para pendahulu kita secara religius untuk hidup secara benar dan tetap melaksanakan kehidupan
doa (penyembahan kepada Allah). Hukum-hukum dan peraturan-peraturan tersebut mendorong kita untuk taat
dan menyembah Allah dengan cara yang paling baik, "TUHAN, TUHAN, Allah penyayang dan pengasih,
panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya” (Kel 34:6).
Baca Keluaran 20 :1-17, di sana digambarkan bagaimana Allah menetapkan perintah-perintahNya kepada
bangsa Israel. Baca Keluaran 24:1-8, perikop ini mengisahkan bangsa Israel menerima segala persyaratan
perjanjian yang ditetapkan Allah dan Musa memimpin mereka dalam sebuah upacara penerimaan perjanjian
tersebut. Dalam upacara itu, altar merupakan simbol kehadiran Allah, dan darah perlambang kehidupan.
Ketika Musa mengambil darah kurban, dan dipercikan separuh pada altar dan separuhnya lagi kepada orangorang Israel, Musa menyatakan kebersatuan antara Allah dengan bangsa Israel. Baca Keluaran 32:1-20, dan
Keluaran 34:1-9, di sana kita akan menjumpai kisah Anak Lembu Emas dan pembaruan perjanjian. Baca
Keluaran 38:1-8, merupakan sebuah contoh mengenai peraturan beribadah yang dimuat di Kitab Keluaran.
Aturan itu dicatat begitu rinci mencerminkan keinginan bangsa Israel untuk menyembah Allah dengan
segenap hati.
Kitab Imamat : “Kuduslah kamu, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, Kudus.”
Kitab Imamat di dalam bahasa Inggris dikenal dengan Leviticus nama ini berasal dari kata Levi mengingat di
dalam kitab ini berisi kaidah-kaidah ritual yang diperuntukkan bagi imam-imam dari suku Levi. Kaidah-kaidah
ini bermula dari Musa, dan beberapa bermuara dari jaman Musa selama bangsa Israel ke luar dari Mesir
(Keluaran). Tetapi nampaknya sebagian besar dari kaidah-kaidah tersebut dihimpun dari masa dan adat
istiadat sesudah jaman keluaran. Kaidah-kaidah itu ditempatkan dalam Pentateukh kira-kira tahun 550 SM.
Para pembaca moderen mungkin akan berhadapan dengan aturan-aturan dan ritual-ritual Imamat yang cukup
melelahkan bila dibaca. Namun kita dapat menarik manfaat dari kitab tersebut jika kita memandangnya
sebagai sebuah dokumen yang dirancang untuk menetapkan idealisasi dan tujuan perilaku Perjanjian Lama
sebagaimana leluhur kita melakukan penghormatan terhadap Allah.
Baca Imamat 19:1-19, di sini kita akan berhadapan dengan thema pokok Imamat “Kuduslah kamu, sebab Aku,
TUHAN, Allahmu, kudus.” Dalam perikop tersebut kita belajar bahwa memenuhi kewajiban kita terhadap orang
lain berkaitan erat dengan pemenuhan kewajiban kita kepada Allah. Kita mendapati beberapa perintah dari
Sepuluh Perintah Allah yang dinyatakan kembali, dan kita menjumpai ajakan yang begitu indah yaitu
mencintai orang lain sebagaimana kita mencintai diri sendiri. Kita juga menemukan aturan yang bagi kita
mungkin terasa aneh, seperti larangan mengenakan pakaian yang terbuat dari dua bahan. Para ilmuwan
masih berdebat perihal dari mana aturan tersebut berasal. Kerapkali aturan-aturan itu berasal dari kegiatan
ritual. Pada waktu-waktu tertentu aturan-aturan itu berasal dari pengalaman, misalnya larangan memakan
daging babi. Aturan ini muncul lantaran begitu banyak orang Israel yang terkena penyakit cacing pita. Apa
yang pada mulanya hanya ditabukan lantaran makanan-makanan tertentu berpotensi membahayakan, lamakelamaan dimaknakan sebagai larangan agama.
Baca Imamat 23, instruksi melaksanakan Sabat dan lima perayaan suci orang Yahudi : Paskah, Pentakosta,
Tahun Baru, Hari Perdamaian, dan Pondok Daun. Tujuan hari Sabat dan lima perayaan suci adalah untuk
membantu orang-orang Israel mengingat kebenaran yang paling mendasar :”Akulah TUHAN, Allahmu” (Im
23:43).
Imamat bisa membantu kita mengingat bahwa Allah adalah Tuhan kita dan harus menata hidup kita menurut
pola yang telah diberikan Allah kepada kita. Kita harus kudus karena Allah adalah kudus.
Kitab Bilangan
Nama Kitab Bilangan berasal dari bilangan angka dari dua kali pelaksanaan penghitungan penduduk Yahudi
(sensus) dan dari daftar barang-barang dan orang-orang yang diuraikan dalam kitab tersebut. Kitab itu
FB. Sinamartin, Jan
menggambarkan empat puluh tahun pengembaraan bangsa Israel di padang gurun dan berakhir dengan
menjelang masuknya bangsa itu ke Tanah Terjanji. Pelbagai macam catatan, daftar, cerita-cerita, dan
kebiasaan-kebiasaan atau tradisi-tradisi itu diwariskan orang-orang Israel selama berabad-abad sebelum
disunting menjadi bentuk yang kita kenal sekarang ini. Dengan menyusun materi-materi tertsebut, para
penyunting akhir Bilangan mendorong orang-orang Israel pada tahun 550 SM untuk melihat diri mereka
sendiri sebagai sebuah komunitas suci, yang diatur oleh kehendak Allah, diundang untuk mengikuti hukum
Tuhan.
Pembaca barangkali ingin membaca cepat daftar-daftar yang tercantum dalam Bab 1-3 agar lebih mengenal
tipe-tipe sastra. Baca Bilangan 20 untuk mendapatkan pemahaman atas empat puluh tahun pengembaraan
bangsa Yahudi di padang gurun, seperti : catatan kematian adik Musa, Miryam, gugatan orang-orang Israel
karena kekurangan kebutuhan pokok seperti air, gangguan yang terus-menerus dari bangsa-bangsa sekitar
yang bersikap permusuhan, dan kematian adik Musa, Harun.
Baca Bilangan 22-24. Di sini kita akan menemukan sebuah legenda (mungkin dikembangkan dari sejarah
leluhur bangsa Israel) dimaksudkan untuk mengajarkan kebenaran religius. Begitu bangsa Israel mendekati
Tanah Terjanji, kehadiran mereka membuat cemas Raja bangsa Moab. Raja itu berusaha menyewa seorang
nabi bernama Bileam, untuk mengutuk bangsa Israel. Namun dari legenda yang berkaitan, Bileam dituntun
Allah sehingga ia tidak bisa mengutuk bangsa Israel tetapi sebaliknya malah memberkati orang-orang Yahudi.
Ada juga cerita humor yang menarik, utamanya cerita tentang binatang yaitu seekor keledai yang bisa
berbicara. Baca Bilangan 22:22-35 untuk memahami bagaimana cerita tentang binatang itu mengajarkan
kebenaran religius bahwa bangsa Israel ada dalam lindungan Allah.
Kitab Ulangan
Dalam bahasa Inggris Kitab Ulangan dikenal dengan Deuteronomy yang berati “hukum kedua,” atau “salinan
hukum.” Nama ini sesuai karena Kitab Ulangan diawali dengan ulangan hukum dan aturan-aturan yang dapat
ditemukan dalam Pentateukh. Hukum-hukum dan aturan-aturan di dalam kitab ini dicantumkan dalam format
sebuah kotbah yang disampaikan Musa kepada bangsa Israel beberapa saat sebelum mereka memasuki
Tanah Terjanji.
Musa mempelajari seluruh peristiwa Keluaran dari Mesir dan selama empat puluh tahun mengembara di
padang gurun. Ia mengulangi lagi hukum-hukum termasuk Sepuluh Perintah Allah (Ul 5:1-21) yang telah
digunakan untuk mengatur bangsa Israel. Musa merinci berkat-berkat Allah yang akan diterima bangsa Israel
bila mereka mematuhi hukum-hukum dan aturan-aturan tersebut serta memperingatkan akan adanya kutukankutukan jika bangsa itu tidak mematuhi hukum dan aturan tersebut. Setelah Yosua ditunjuk Allah sebagai
pengganti Musa, Musa memberkati dua belas suku bangsa Israel, mendaki Gunung Nebo untuk melihat
Tanah Terjanji dan meninggal di sana.
Kitab Ulangan berakhir begitu bangsa Israel bersiap memasuki Tanah Terjanji dengan sebuah pujian bagi
Musa, …….”dalam hal segala tanda dan mujizat, yang dilakukannya atas perintah TUHAN di tanah Mesir
terhadap Firaun dan terhadap semua pegawainya dan seluruh negerinya, dan dalam hal segala perbuatan
kekuasaan dan segala kedahsyatan yang besar yang dilakukan Musa di depan seluruh orang Israel.” (Ul
34:11-12).
Mengingat Ulangan menghadirkan Musa sebagai seorang orator yang menyampaikan pidatonya kepada
orang-orang Israel, para fundamentalis menafsirkan kitab tersebut sebagai berisi pidato yang sesungguhnya
yang disampaikan oleh Musa. Tetapi, bahasa, gaya, dan rujukan terhadap peristiwa sejarah di kemudian hari,
menunjukkan hal yang sebaliknya. Rasanya juga tidak mungkin Musa yang berumur 120 tahun mampu
berpidato sepanjang yang disajikan dalam Kitab Ulangan di hadapan ratusan ribu orang Israel. Kemungkinan
besar, Kitab Ulangan adalah sebuah perangkat bergaya sastra yang menempatkan Musa sebagi pusat
panggung sebagai seorang pelaku sejarah yang menyampaikan pidatonya kepada orang-orang dewasa,
sebagaimana seorang pemain teater beraksi di muka penontonnya.
FB. Sinamartin, Jan
Sangat mungkin bahwa bagian-bagian Ulangan dan sebagian dari Pentateukh berasal dari Musa sendiri.
Namun Kitab Ulangan yang bentuknya seperti yang kita kenal dewasa ini kemungkinan besar ditulis oleh para
pemimpin religius Israel pada waktu pembuangan di Babel. Yerusalem telah dihancurkan, puluhan ribu orang
Israel dibantai, dan ribuan lainnya dipaksa menyeberang padang gurun menuju Babel. Di jaman sengsara
dalam sejarah Israel ini, penulis-penulis Kitab Ulangan menempatkan Musa berhadapan dengan orang-orang
Israel. Setting-nya adalah kelompok orang-orang Israel yang akan memasuki Tanah Terjanji, tetapi audience
(penonton) yang sesungguhnya adalah kelompok orang-orang yang selamat dari pembuangan. Pesan yang
disampaikan sangat jelas. Hanya ada satu Allah. Allah adalah penuh dengan kesetiaan. Allah sendirilah yang
layak untuk disembah dan dihormati. Patuh pada Allah akan menuai berkah, menolak Allah hanya akan
mendatangkan kehancuran.
Pesan tersebut menjadi dasar apa yang kemudian disebut sebagai Teologi Deuteronomist. Para penulis
Ulangan melihat kembali sejarah Israel dan menemukan sebuah pola di sana, yaitu Allah selalu setia. Ketika
orang-orang Israel menuruti kehendak Allah segalanya berlangsung baik; namun ketika mereka tidak patuh,
segalanya berubah menjadi buruk. Sebagaiman terjadi di kemudian hari, raja dan tentara tidak dapat
menyelamatkan Israel. Hanya Allah yang sanggup. Dan kepatuhan kepada Allah akan menjadi satu-satunya
cara untuk menerima pengampunan dari Allah.
Kitab Ulangan disusun sebagian besar berasal dari tradisi Deuteronomist. Tradisi Deuteronomist dapat kita
temui pada kitab-kitab Pentateukh yang terdiri atas beberapa ayat yang tersebar di sana-sini. Namun tradisi
Deuteronomist itu menjadi sumber dari Kitab-kitab Yosua, Hakim-hakim, 1 dan 2 Samuel, dan 1 dan 2 Rajaraja. Ia juga memiliki pengaruh penting dalam penulisan kitab-kitab lainnya dari Kitab Suci. Kitab Ulangan
berdampak begitu besar dalam Yudaisme dan Kekristenan. Kitab Ulangan dikutip dan dirujuk sebanyak dua
ratus kali di dalam Perjanjian Baru.
Teologi Kitab Ulangan sangat terbatas. Para penulisnya adalah orang-orang yang berasal pada jamannya,
dan mereka belum memperoleh kepenuhan wahyu yang disampaikan melalui Yesus Kristus. Para penulis
tersebut bersama penulis Perjanjian Lama lainnya, belum bisa membedakan antara Allah yang menyebabkan
sesuatu atau menganugerahkan sesuatu. Mengingat Allah begitu perkasa, mereka percaya bahwa Allah
penyebab segala sesuatu, termasuk penderitaan. Dan jika Allah menyebabkan sesuatu yang buruk, Allah pasti
mempunyai alasan baik tersendiri. Biasanya, alasan tersebut berupa hukuman bagi para pendosa. Oleh
karena itu, jika seseorang menderita, hal itu disebabkan karena ia berdosa.
Karena teologi yang dianut Ulangan sangat dekat kaitannya antara dosa dan penderitaan, maka sudah
selayaknyalah kita menuruti kehendak Allah. Dan dunia yang kita huni akan menjadi tempat yang jauh lebih
baik jika semua orang melakukan hal yang sama. (Bayangkan betapa indahnya dunia yang kita huni jika
semua orang melaksanakan Sepuluh Perintah Allah!). Namun karena begitu banyak orang tidak menuruti
kehendak Allah, dunia jauh dari apa yang Allah kehendaki. Di dalam dunia seperti ini, orang yang tidak
bersalah dapat menderita karena ulah para pendosa baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kepatuhan akan Allah tidak selalu menjanjikan kebahagiaan dan penderitaan tidak selalu hasil dari penolakan
pribadi akan Allah.
Persoalan paling mendasar dari teologi Ulangan adalah ia mengajak orang untuk percaya bahwa penderitaan
pribadi adalah sebagai akibat dari dosa pribadi. Hal ini menjadi bahan pertanyaan di dalam kitab-kitab
Perjanjian Lama lainnya seperti Ayub, dan teologi Ulangan dibantah secara total oleh ajaran dan hidup Yesus
Kristus, yang tanpa salah sedikit pun menjadi korban dari dosa orang lain. Dalam memahami Ulangan, kita
ditantang untuk menyimpulkan filosofi penderitaan bagi diri kita sendiri, berangkat dari keterbatasan Perjanjian
Lama sampai dengan pemenuhan Wahyu di dalam Yesus Kristus.
Baca Ulangan 1:1-8, di mana para penulis Ulangan menyiapkan panggung bagi Musa untuk berbicara dengan
umat Israel, tidak hanya bagi mereka yang sedang bersiap memasuki Tanah Terjanji tetapi juga bagi mereka
dalam segala usia. Baca Ulangan 5:1-6:9 yang merupakan ulangan dari Perjanjian Sinai (Horeb adalah kata
lain dari Sinai). Di sini juga termaktub pandangan deuteronomist mengenai Musa, yakni pernyataan bahwa
FB. Sinamartin, Jan
kehidupan yang baik merupakan upah dari ketaatan dan pernyataan pertama kalinya mengenai “Perintah
Agung.” Baca Ulangan 30, bab yang meringkas teologi Ulangan. Perhatikan bahwa sepuluh ayat pertama
disampaikan bagi umat Israel yang diasingkan ke Babel.
Pentateukh : Sebuah Kesatuan
Pentateukh sebagaimana yang telah kita kenal disebut Taurat oleh orang-orang Yahudi dan dianggap sebagai
satu kesatuan. Kejadian berhubungan dengan asal mula Keluarga Allah. Keluaran mengisahkan tentang
sejarah kelahiran bangsa Israel. Imamat menekankan kesucian Keluarga Allah. Bilangan menggambarkan
bagaimana mengatur sebuah bangsa. Ulangan menunjukkan roh cinta kasih dan kepatuhan yang harus
menjadi ciri Keluarga Allah. Kitab-kitab ini sebagai satu kesatuan telah membentuk dasar bernegara orangorang Yahudi, leluhur kita dalam hal iman.
Pertanyaan untuk bahan Diskusi dan Renungan
Sejauh mana Anda memahami silsilah keluarga Anda? Sejauh mana Anda bisa menelusuri sejarah keluarga
Anda? Apakah Anda mempunyai kenangan tertentu dalam keluarga? Tradisi seperti apa di dalam keluarga
yang paling Anda gemari (hari-hari libur, makanan untuk hari-hari tertentu, dll). Pernahkah Anda berpikir
bahwa Perjanjian Lama merupakan sebuah catatan silsilah dan asal-usul, sejarah, dan kenangan, dan tradisi
keluarga Anda? Apakah daftar nama, aturan, hal-hal penting yang dapat kita temui di Perjanjian Lama
membantu Anda memahami nilai-nilai yang terkandung di dalamnya?
Pernahkah Anda berpikir bahwa Sepuluh Perintah Allah sebagaimana dimaksudkan Allah adalah untuk
memberikan kebebasan penuh kepada kita? Sadarilah bahwa dunia kita begitu terbelenggu oleh dosa.
Apakah dunia yang kita huni ini akan berubah jika mulai hari ini semua orang melaksanakan Sepuluh Perintah
Allah?
Para ilmuwan moderen di bidang astronomi, fisika, dan mikrobiologi memberikan pernyataan bahwa begitu
besarannya alam semesta dan begitu kompleksnya bagian-bagian yang terkecil semakin membawa kepada
iman akan Allah. Sangat masuk akal untuk mengatakan bahwa alam semesta dengan seratus miliar galaksi
pastilah berasal dari sesuatu yang Abadi, yang Mahakuasa, mengingat E=mc 2. Tetapi menjadi tidak masuk
akal dengan mengatakan bahwa segala sesuatu berasal dari yang tidak ada (nothing). Tubuh manusia terdiri
atas kira-kira 75 triliun sel, dan masing-masing sel mengandung lebih dari satu triliun atom. Hal-hal yang
berkaitan dengan ini dapat Anda baca dari buku-buku seperti The Hidden Face of God oleh Gerald Sschroder
dan More Than Meets the Eye oleh Dr. Richard Swenson yang memberikan kesaksian bahwa kehidupan
manusia tiak mungkin berevolusi lantaran kebetulan. Apakah penemuan-penemuan ilmu pengetahun
memperkuat iman Anda akan Allah?
Kitab Suci mengajarkan kebenaran religius yang diperkuat oleh studi-studi ilmiah. Gerald Schroder menunjuk
pada kesetaraan yang mengagumkan antara enam hari penciptaan dan pemahaman ilmiah terhadap polapola perkembangan setelah Ledakan Besar (Big Bang). Ilmuwan-ilmuwan lain -- mengamati bahwa Kitab
Kejadian menyebut adanya cahaya lebih dahulu sebelum penciptaan bintang-bintang – menjelaskan bahwa
produk paling utama dari Ledakan Besar adalah radiasi yang begitu kuat, yang dalam bahasa sehari-hari
disebut sebagai cahaya. Dalam artian ini, cahaya sungguh ada sebelum bintang-bintang diciptakan. Apakah
Anda mempelajari adanya kesamaan antara Kitab Suci dan ilmu pengetahuan. Mungkinkah pararel itu
merupakan inspirasi Allah agar kita memperhatikan hal tersebut sejalan dengan pengetahuan kita mengenai
alam semesta yang semakin canggih?
FB. Sinamartin, Jan
Aktivitas
Cobalah Anda keluar rumah ketika langit malam cerah dan lihatlah ke atas. Ada lebih dari 100 milyar bintang
pada gugus (galaxy) Milky Way dan lebih dari 100 milyar gugus (galaxy) dalam alam semesta. Berapa luas
dan ukuran alam semesta? Tak terbayangkan. Untuk mencapai bintang yang terdekat dengan gugus kita
dengan pesawat komersial yang ada sekarang diperlukan 100.000 tahun. Bahkan dengan kecepatan cahaya
(299.792 km per detik), dibutuhkan waktu 30 milyar tahun berkendara dari ujung gugus ke ujung gugus
lainnya. Tanyalah diri Anda sendiri : dapatkah hal-hal tersebut muncul dari sesuatu yang tidak ada? Camkan
Kejadian 1:31 :”Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik.” Pujilah Allah karena
kebesaran alam semesta. Berterimakasihlah kepada Allah karena kita diberi kesempatan untuk mempelajari
keindahan ciptaaNya.
Posted by V. Prabowo Shakti at 7:09 PM 0 comments
Sunday, October 08, 2006
Bab Tiga : Membaca dan Menafsirkan Kitab Suci
Ribuan orang Indonesia -- terutama yang bermukim di wilayah perkotaan -- setiap pagi menikmati kopi atau
teh dengan ditemani surat kabar. Bagi pembaca tertentu mungkin mereka langsung menuju kepada beritaberita yang terpampang di halaman depan, kemudian mengecek headline olah raga, melihat-lihat iklan yang
ada kaitan dengan profesinya, membaca editorial atau opini, membaca cepat tulisan-tulisan kolom, dan yang
paling akhir menikmati cerbung atau komik, tergantung korannya.
Tanpa disadari, mereka sejatinya telah melakukan pola analisa sastra yang cukup canggih. Begitu mereka
membuka bagian-bagian tertentu pada lembar-lembar surat kabar, secara naluri mereka telah memilah-milah
pelbagai macam bentuk tulisan dan menafsirkannya. Mereka mencari sesuatu di halaman muka dan mencari
yang lainnya di bagian editorial, mencari informasi dari penulis kolom kesukaannya, dan juga dari halaman
iklan. Mereka begitu antusias membaca berita sepak bola dan bulutangkis di halaman olah raga dan tertawa
terbahak-bahak ketika membaca kartun “Panji Koming.”
Analisa Sastra Pelbagai Budaya
Barangkali kita bertanya dalam hati apa sih yang istimewa tentang membaca surat kabar? Sebelum
membicarakan ihwal ini lebih lanjut, mari kita bayangkan sekenario berikut. Pada tahun 2025 bumi kita
dihantam oleh sebuah meteor yang maha besar. Sebagian besar umat manusia terbunuh dan selanjutnya
muncul pelbagai macam gangguan alam. Dari sedikit umat manusia yang selamat itu, mereka kemudian hidup
di dalam gua-gua. Pada tahap awal mereka mengalami kesulitan untuk mulai membangun kembali sebuah
peradaban. Namun pada tahun 5000 mereka telah mencapai puncak penelitian ilmiah mengenai kebudayaankebudayaan kuno, termasuk Indonesia di awal abad ke-21. Di bawah rongsokan yang berusia tiga ribu tahun,
mereka menemukan dokumen-dokumen kuno dan kemudian menganalisanya dan mereka mulai
menterjemahkan bahasa Indonesia ke dalam bahasa yang mereka pakai.
Suatu hari para arkeolog menemukan bagian dari sebuah surat kabar. Mereka dengan susah payah
menerjemahkan sebuah berita di halam muka tentang perampokan. “Tembakan polisi merobohkan seorang
penjahat yang mencoba merampok gaji karyawan sebuah pabrik,” begitu bunyi terjemahan mereka, yang
cukup terbantu oleh gambar seorang penjahat yang tergeletak di atas genangan darah. Pada kesempatan
lain, mereka menemukan bagian dari halaman olah raga yang terbaca:”Penonton bersorak ketika salah
seorang pemain Persija dengan tepat menembak ke pojok kanan gawang yang dijaga Paimo, kiper Persebaya
yang berusia 19 tahun, yang salah antisipasi dan jatuh ke sebelah kiri.” Para arkeolog sangat terkejut. Mereka
FB. Sinamartin, Jan
sampai pada kesimpulan bahwa orang-orang Indonesia pada abad 21 sangat menikmati tontonan olah raga
yang para pemainnya berlaga hingga titik darah penghabisan.
Kebingungan para arkeolog semakin menjadi-jadi terhadap orang Indonesia, ketika mereka menemukan
cuplikan kartun “Panji Koming” di mana digambarkan seseorang sedang berbicara dengan seekor anjing.
“Apakah anjing pada abad 21 bisa bicara dengan manusia?”
Kebingungan para arkeolog masih terus berlanjut sampai pada suatu ketika mereka menemukan surat kabar
lain dan literatur-literatur yang dapat meningkatkan pengetahuan mereka tentang bahasa dan budaya
Indonesia. Mereka kemudian memahami bahwa “menembak roboh penjahat” di halaman depan sangat
berbeda dengan “menembak bola ke pojok kanan gawang dan penjaganya jatuh ke sebelah kiri” di halaman
olah raga. Selanjutnya mereka mempelajari buku-buku tentang kartun dan mereka pun ikut tertawa terbahakbahak ketika mampu menangkap kelucuan kartun “Panji Koming.” Mereka masih takjub bagaimana mereka
selama ini sungguh keliru dalam memahami bangsa Indonesia.
Tugas para arkeolog abad ke-50 ini -- yang mempelajari budaya, memahami bahasa, dan mencari tahu
makna sejati seperti yang dimaksudkan oleh para penulisnya -- akan diterapkan ke dalam pikiran orang-orang
Indonesia abad duapuluh satu ini. Adapun belajar dan mengerjakan penelitian yang berkelanjutan menjadi
prasyarat sebelum mereka dapat menterjemahkan tulisan-tulisan kita. Apa yang bangsa Indonesia kerjakan
dengan begitu mudah dan tanpa banyak menguras pikiran akan menjadi tugas yang tidak ringan bagi para
ilmuwan setelah melewati masa tiga ribu tahun.
Analisa Sastra Kitab Suci
Imajinasi sekenario di atas dapat membantu kita menyadari beberapa kesulitan yang berkaitan dengan
pemahaman Kitab Suci. Kira-kira tiga ribu tahun telah berlalu semenjak bagian pertama dari Kitab Suci ditulis.
Sebagaimana telah ditunjukkan pada Bab Satu, para arkeolog baru belakangan ini dapat menyingkap banyak
hal yang sangat diperlukan guna memahami dengan baik Kitab Suci. Dengan demikian tidaklah
mengherankan bahwa evaluasi ulang perlu dilakukan kembali atas beberapa kitab dari Kitab Suci. Barangkali
hal ini akan mengganggu sebagian orang, tetapi pada sisi yang lain ia justru menjadi fakta bahwa hal tersebut
sangat membantu kita dalam memahami makna yang sesungguhnya dari Kitab Suci. Betul bahwa beberapa
kitab pada mulanya dianggap sebagai peristiwa historis, tetapi sekarang digolongkan ke dalam kategori lain.
Tetapi juga betul bahwa landasan yang terpenting dari iman Kristiani kita yaitu sejarah, menjadi semakin
kokoh dewasa ini dibandingkan sebelumnya. Sebagai contoh, sekarang ini tidak ada sejarawan yang
mempertanyakan mengenai realitas kehidupan Yesus. Semakin kita mempelajari Kitab Suci, semakin mantap
keyakinan kita bahwa iman kita berdiri di atas landasan yang kokoh.
Metoda menafsirkan Kitab Suci, yang berusaha kembali kepada makna asli sebagaimana yang dimaksud
penulisnya dengan menganalisa kurun waktu, budaya, bahasa, dan pendukung-pendukung lainnya, disebut
sebagai pendekatan kontekstual. Pendekatan inilah yang direkomendasi oleh Paus Pius XII dalam surat
ensikliknya, Divino Afflante Spiritu, pada tahun 1943 baik melalui Konsili Vatican II, maupun Katekismus
Gereja Katolik (K 109-110).
Pendekatan Kitab Suci lainnya adalah penafsiran fundamentalis, yang biasanya berpatokan bahwa setiap kata
yang ada di Kitab Suci harus diartikan sebagaimana apa adanya. Ada beberapa macam fundamentalis, yang
kesemuanya terlibat dalam penafsiran Kitab Suci yang berbeda satu dengan lainnya.
Sebagian fundamentalis mengatakan bahwa kisah penciptaan dalam bab pertama dari kitab Kejadian harus
dipahami sebagaimana apa adanya, yaitu : Allah menciptakan dunia dalam kurun waktu enam hari (1 hari = 24
jam), dan istirahat pada hari ketujuh. Fundamentalis lainnya mengartikan bahwa hari-hari penciptaan terdiri
atas waktu yang periodenya lebih panjang. Para fundamentalis sejatinya menafsirkan setiap bagian dari Kitab
Suci; mereka menerangkan bagaimana Kitab Suci seharusnya dimengerti.
FB. Sinamartin, Jan
Hal ini semakin menunjukkan kepada kita bahwa Kitab Suci harus ditafsirkan. Kita telah melihat di beberapa
bagian Kitab Suci menyebut: Ya Allah, “gunung” batuku dan kita mau tak mau harus menafsirkannya. Begitu
yang terjadi di hampir seluruh bagian Kitab Suci. Permasalahan yang sesungguhnya adalah : Prinsip-prinsip
yang bagaimana yang akan kita pergunakan dalam menafsirkan Kitab Suci?
Prinsip-prinsip Gereja Katolik Dalam Menafsirkan Kitab Suci
Para fundamentalis cenderung menafsirkan Kitab Suci menurut prinsip-prinsip subyektif dari pengajar
perorangan atau menurut penafsiran pribadi orang tersebut. Orang Katolik didorong untuk menafsirkan Kitab
Suci menurut prinsip-prinsip obyektif yang dianjurkan Gereja. Orang Katolik dibimbing kepada penafsiran
Kitab Suci yang tepat dalam hal-hal pokok yang berkaitan dengan Iman sebab Gereja dengan jelas
mendefinisikan doktrin-doktrin seperti Kebangkitan Kristus dan Kehadiran Nyata dalam Ekaristi. Katekismus
Gereja Katolik mengajarkan bahwa kita harus membaca Kitab Suci di dalam konteks Tradisi Gereja yang
hidup. Allah mempercayakan Kitab Suci kepada Gereja dan mengutus Roh Kudus untuk membimbing Gereja
kepada semua kebenaran dan kita dapat memahami Kitab Suci hanya dengan bimbingan Gereja (K 113).
Prinsip pertama dalam menafsirkan Kitab Suci adalah seperti yang telah disampaikan oleh Paus Pius XII,
melalui Konsili Vatican II, dan dalam Katekismus Gereja Katolik (K 109-110). Kita hendaknya menggunakan
pendekatan kontekstual guna menemukan makna harafiah dari setiap bagian Kitab Suci, dan arti
sesungguhnya sebagaimana yang dimaksud penulisnya. Untuk menemukan penafsiran yang benar, kita harus
mempelajari waktu, tempat, pola hidup, cara berpikir, tujuan dari penulisan, dan cara-cara mengungkapkan
dari para penulis kitab tersebut.
Prinsip lainnya yang penting yang diungkapkan dalam Katekismus Gereja Katolik ( K 112) adalah kita harus
memperhatikan dengan seksama isi dan kesatuan seluruh Kitab Suci. Kita hendaknya menafsirkan bagianbagian Kitab Suci dalam terang bagian-bagian lainnya yang berhubungan dengan itu. Contoh klasik dalam hal
ini adalah Matius 26:26-28, ketika Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu
memberikannya kepada murid-murid-Nya dan berkata: "Ambillah, makanlah, inilah tubuh-Ku……. Minumlah,
kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah darah-Ku.” Cukup aneh, inilah bagian dimana para fundamentalis
menolak untuk menafsirkan secara harafiah. Tetapi gereja Katolik menafsirkan ini dalam terang Yohanes 6, di
mana Yesus menyatakan diriNya sebagai roti kehidupan. Ketika Yesus berkata bahwa kita harus makan
dagingNya dan minum darahNya, banyak para pendengarNya meninggalkan Dia. Yesus tidak memanggil
mereka kembali dan mengatakan, “Kamu salah paham. Yang Saya maksudkan dengan itu hanyalah simbolis.”
Apa yang Yesus inginkan kepada mereka yaitu mau percaya sulit untuk dapat diterima. Dan ketika mereka
menolak Yesus dengan sedih hati membiarkan mereka pergi. Pasal lain misalnya 1 Kor 11:27, merujuk
kepada Kehadiran Nyata Tuhan Yesus dalam rupa roti dan anggur. Gereja Katolik melihat kepada isi
keseluruhan dari Kitab Suci. Dan percaya bahwa Yesus sungguh hadir dalam Ekaristi.
Prinsip ketiga dalam menafsirkan Kitab Suci adalah bahwa terdapat satu kesatuan dan konsistensi kebenaran
Allah diungkapkan bagi keselamatan kita. Katekismus Gereja Katolik menyebut ini sebagai analogi iman (K
114). Beberapa penafsir secara keliru mengatakan bahwa iman dan karya saling berlawanan satu dengan
lainnya, dan beraranggapan bahwa kita dapat selamat cukup dengan iman saja. Namun sejatinya iman dan
karya tidak dapat dipisahkan. Dalam Gal 3:1-9, Paulus menekankan bahwa kebenaran datang melalui iman di
dalam Kristus ketimbang melalui Taurat (hukum Yahudi). Dengan berkata demikian, Paulus bukannya
menafikan pentingnya berkarya dengan baik, mengingat di Galatia 5-6 Paulus menggaris-bawahi bahwa karya
itu sebagai “buah Roh” (Gal 5:22). Pasal-pasal yang menunjukkan pentingnya iman, secara konsisten merujuk
kepada pasal-pasal yang memuat kebutuhan akan suatu karya. Perlu dipahami di sini bahwa “h anya iman
yang bekerja oleh kasih.” Ketika prinsip kesatuan dan konsistensi diabaikan, hasilnya hanyalah ketidak-menentuan.
Kemungkinan bisa saja terjadi, misalnya guna mendukung pendapatnya seseorang mengutip bagian-bagian Kitab
Suci dan mengesampingkan bagian lainnya. Gereja Katolik didorong untuk mengenal keselarasan (harmony) di
dalam rencana Allah. Ketika orang Katolik dicemooh karena imannya oleh seseorang dengan mengutip beberapa
FB. Sinamartin, Jan
bagian Kitab Suci sambil mengabaikan bagian lainnya, jawaban kita harus menjelaskan posisi kita sebagai orang
Katolik jika orang tersebut mau terbuka pikirannya. Jika orang tersebut tertutup pikirannya, kita harus menyatakan
bahwa kita menghormati iman orang lain dan kita berharap pada mereka untuk melakukan hal yang sama.
Prinsip keempat adalah bahwa bahasa Kitab Suci menggunakan ungkapan yang beraneka ragam bukan berarti
harus dipahami sebagaimana apa adanya. Beberapa contoh : "Kalau sekiranya kamu mempunyai iman sebesar
biji sesawi saja, kamu dapat berkata kepada pohon ara ini: Terbantunlah engkau dan tertanamlah di dalam
laut, dan ia akan taat kepadamu." (Luk 17:6). “ Maka jika matamu yang kanan menyesatkan engkau,
cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa, dari pada
tubuhmu dengan utuh dicampakkan ke dalam neraka.” (Mat 5:29). Dan juga yang telah disinggung di muka
“Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya,
saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.”
(Luk 14:26). Ungkapan bahasa yang demikian ini tidak mudah untuk diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa
lain termasuk bahasa Indonesia. Namun demikian kita harus ingat bahwa kita pun mempunyai ungkapan yang
juga tidak dapat diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa lain, seperti : “Aku telah bekerja keras dengan
membanting tulang, guna memenuhi kebutuhan keluargaku.”
Prinsip kelima, bagian-bagian dari Perjanjian Lama hendaknya ditafsirkan dalam terang Yesus Kristus dan
Perjanjian Baru (K 129). Jika demikian, sebuah pertanyaan patut kita alamatkan kepada beberapa cuplikan
dari Perjanjian Lama :”Betulkah ini merupakan bagian dari pesan ilahi Allah yang disampaikan kepada kita?”
Misalnya, pemazmur berteriak menuntut balas, “Hai puteri Babel, yang suka melakukan kekerasan,
berbahagialah orang yang membalas kepadamu perbuatan-perbuatan yang kaulakukan kepada kami!
Berbahagialah orang yang menangkap dan memecahkan anak-anakmu pada bukit batu! Jelaslah hal-hal
demikian ini bukan merupakan pesan Yesus Kristus! Kendati demikian, kita dapat menganggap bahwa hal
tersebut merupakan cermin dari teologi Perjanjian Lama yang belum sempurna, dan bukan merupakan
indikasi kehendak Allah bagi kita.
Sebagai pedoman umum, akan lebih baik mengatakan bahwa jika suatu bagian dari Perjanjian Lama yang
merujuk kepada Allah tetapi tidak mengacu kepada Yesus Kristus, seyogianya bagian itu harus ditafsirkan
dalam terang kehidupan dan ajaran Kristus. Sebagai contoh, rasanya kurang tepat jika kalimat berikut ini
berasal dari perintah Allah kepada pemimpin militer dalam Perjanjian Lama untuk membantai setiap lelaki,
perempuan dan anak-anak yang tidak berdosa di setiap kota yang ditaklukkan. Hal ini barangkali bisa
dikatakan sebagai kesalahan para pemimpin militer yang percaya bahwa tindakan mereka – yang membantai
wanita dan anak-anak tidak berdosa -- itu didukung oleh Allah.
Inspirasi dan Kebenaran Kitab Suci
Pendekatan kontekstual kepada Kitab Suci bukan berarti menolak kebenaran Kitab Suci itu sendiri. Gereja
Katolik mengajarkan bahwa Allah adalah penulis Kitab Suci. Inilah yang diartikan sebagai inspirasi biblis
(alkitabiah). Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan
kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. (2Tim 3:16; lihat juga
2Ptr 1:20-21)
Karena Allah adalah penulis Kitab Suci, maka seluruh kitab dalam Kitab Suci mengajarkan kebenaran tanpa
kesalahan yang oleh Allah dikehendaki untuk diungkapkan demi keselamatan kita (K 107). Kendati demikian
kebenaran itu dinyatakan dengan pelbagai cara dalam bermacam-macam bentuk tulisan seperti sejarah,
nubuat, puisi, peraturan atau hukum, kata-kata bijak, mitos, legenda, cerita dunia binatang, dan
perumpamaan.
Seluruh bentuk tulisan itu mampu mengkomunikasikan kebenaran dengan gambaran yang begitu dramatis.
Sebuah puisi misalnya, mampu mengungkapkan kebenaran sedemikian rupa sehingga tidak mungkin ditiru
oleh sebuah kamus. Baris-baris pembuka puisi Chairil Anwar berjudul “Krawang-Bekasi”…….
FB. Sinamartin, Jan
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi!
Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi............
Dalam puisi itu seolah-olah tulang-belulang serdadu yang mati bisa bicara. Tetapi dari sebuah kamus
kita diyakinkan bahwa tulang-belulang adalah berfungsi sebagai penyangga tubuh dan yang jelas ia tidak
mungkin bisa berkata-kata. Seorang Chairil Anwar dan sebuah kamus keduanya menyatakan kebenaran.
Chairil Anwar mengungkapkannya dalam bentuk puisi yang menggambarkan kebisuan para serdadu yang
mati, yang diwakili oleh tulang-belulang yang berserakan mulai dari Krawang hingga Bekasi. Sedangkan dari
sebuah kamus kita mendapatkan penjelasan yang bersifat teknis. Jika kita memahami cara membaca puisi,
kita akan mengetahui kebenaran dari baris-baris puisi Chairil Anwar dan mengerti bahwa baris-baris itu
mengungkapkan suatu realitas, yang tidak bisa kita dapatkan dari sebuah kamus.
Menarik untuk dicatat bahwa semakin penting sesuatu hal bagi kita, semakin besar kecenderungan kita untuk
mengungkapkannya dalam bentuk puisi atau tulisan lain yang bukan ilmiah. Pola-pola ilmiah lebih
menggunakan bahasa yang lugas dan hanya sesuai untuk laboratorium. Tetapi ketika kita berhubungan
dengan hal-hal yang paling mendalam dalam hidup kita, kita seolah-olah kehilangan kata-kata, tidak bisa
berbicara. Dan biasanya kita malah berpaling kepada puisi, gambar-gambar, simbol-simbol, dan sebuah lagu.
Kitab Suci berhubungan erat dengan kehidupan dan kematian, cinta dan kebencian, baik dan buruk, Tuhan
dan bukan tuhan. Bila Kitab Suci hanya sebatas pada bahasa ilmiah maka ia tidak mampu mengungkap
persoalan-persoalan besar itu.
Penting untuk digarisbawahi bahwa ada perbedaan mendasar antara kebenaran dan kebenaran yang
berdasarkan historis. Sebuah cerita yang tidak berdasarkan historis mampu mengungkapkan kebenaran,
seperti perumpamaan “Tentang Anak Yang Hilang” yang diceritakan Yesus (Luk 15:11-32). Anak yang hilang
itu tidak sungguh-sungguh ada, tetapi inti dari perumpamaan itu benar : Allah mencintai kita lebih dari yang
dapat kita bayangkan dan Ia selalu siap untuk memaafkan kesalahan kita.
Adakalanya seseorang secara historis memang benar-benar ada dan menjadi pelaku peran dalam cerita yang
tidak historis. George Washington misalnya, secara historis memang benar-benar ada, tetapi cerita tentang
dia saat masih kecil yang mematahkan pohon cherry ayahnya dan kemudian mengakui kesalahannya
barangkali tidak benar secara historis. Cerita ini mengandung pesan moral : kejujuran adalah sikap yang
paling baik. Begitu pula di dalam Kitab Suci, Abraham memang ada secara historis, tetapi cerita-cerita tentang
kepahlawanan Abraham barangkali tidak benar secara historis namun cerita itu menyampaikan ajaran-ajaran
religius. Cerita mengenai Allah yang meminta Abraham mengorbankan anak laki-lakinya, Ishak, menjadi cerita
yang melampaui historis sebab ia menggambarkan hubungan antara Allah dan umat manusia (Kej 22:1-19).
Apa yang sesungguhnya terjadi di dalam peristiwa tersebut tidak mungkin terungkap bila menggunakan
terminologi-terminologi historis semata. Di dalam Kitab Suci, perumpamaan, puisi, mitos, cerita dunia
binatang, dan bentuk-bentuk tulisan lainnya menjadi wahana untuk mengungkapkan kebenaran-kebenaran
religius yang sangat penting, banyak di antaranya menjadi di luar historis.
Inspirasi dan Keterbatasan Manusia
Pemahaman Katolik tentang inspirasi (wahyu) adalah bahwa Allah tidak semata-mata mendiktekan firmannya,
tetapi Allah mempengaruhi para penulis untuk menggunakan bakat dan kemampuan yang dimilikinya. Alhasil,
Kitab Suci adalah Firman Allah dan juga sekaligus merupakan hasil karya manusia. Gereja mengajarkan
bahwa seluruh kebenaran yang Allah inspirasikan bagi keselamatan kita tidak pernah keliru (K 107), tetapi ada
bagian-bagian di dalam Kitab Suci (misalnya catatan para ilmuwan mengenai hal-hal yang berbau ilmiah dan
sejarah) yang tidak bersinggungan langsung dengan keselamatan kita. Oleh karena itu, Kitab Suci bisa saja
memiliki keterbatasan-keterbatasan yang datangnya dari manusia sejak awal. Khususnya dalam Perjanjian
Lama mengandung banyak hal yang kurang sempurna dan tidak lengkap (K 122).
FB. Sinamartin, Jan
Manusia penulis Kitab Suci adalah orang-orang yang berasal dari jamannya sendiri dalam kaitannya dengan
pengetahun mereka terhadap hal-hal yang berkaitan dengan ilmu pengetahun. Para penulis Kitab Suci
seolah-olah tidak peduli terhadap kenyataan (ilmu pengetahuan) bahwa bumi berputar pada porosnya
mengelilingi matahari, manusia pada jaman itu berpendapat bahwa bumi di sangga oleh pilar-pilar. Allah
mengilhami orang-orang semacam itu -- yang memiliki pelbagai keterbatasan dalam ilmu pengetahuan dan
kesalahan dalam mengungkapkan penciptaan dunia --, untuk mengajarkan dasar-dasar kebenaran yang
hingga hari ini masih berlaku. Allah menggunakan mereka – para penulis yang gagasan-gagasannya (ide-ide)
kurang tepat – untuk menyampaikan pesan kebenaran : Allah menciptakan segala sesuatu yang ada!
Manusia penulis Kitab Suci adalah orang-orang yang berasal dari jamannya sendiri dalam ketidakmampuannya menangkap keseluruhan wahyu Allah. Allah membimbing mereka sejauh mereka mampu
menerima wahyu ilahi. Mereka yang hidup lima ratus tahun sebelum Kristus tidak mampu membedakan
antara sebab dan akibat. Mereka berpendapat bahwa Allah penyebab segala sesuatu termasuk kejahatan.
(Kel 11:10). Dalam hal ini mereka keliru, dan Allah tidak mengilhami keterbatasan-keterbatasan mereka (yang
semuanya bersifat manusiawi). Tetapi Allah dapat mengilhami keterbatasan manusia-manusia penulis untuk
membawa kebenaran tentang hal-hal penting lainnya. Setelah beberapa abad dan manusia telah tumbuh
dewasa secara spiritual, mereka semakin mampu memahami kebenaran akan Allah. Dalam kitab-kitab yang
terkini dari Perjanjian Lama dan di dalam Perjanjian Baru, kita dapat menemui pemahaman yang semakin
jelas tentang sebab-sebab dan akibat yang berkaitan dengan Allah.
Pernah seorang anak muda berkata kepada saya, “Saya sungguh tidak bisa memahami bagaimana orang
Katolik percaya bahwa Bunda Maria mendoakan kita, karena di dalam Kitab Suci sendiri dikatakan orang mati
tidak bisa berbuat apa-apa. Sejauh saya pahami, Pengkotbah 9:5 menjelaskan ihwal ini secara tuntas.”
Pernyataan ini adalah salah satu contoh klasik menggunakan Kitab Suci secara tidak tepat. Pengkotbah 9:5
menyatakan bahwa :” Karena orang-orang yang hidup tahu bahwa mereka akan mati, tetapi orang yang mati
tak tahu apa-apa.” Anak muda itu mengutip bagian ini seakan-akan sebagai kata akhir dari Kitab Suci tentang
hidup sesudah mati. Tetapi sesungguhnya jauh dari kata akhir. Kita manusia belajar segala sesuatu setahap
demi setahap. Dari ketidaktahuan perlahan-lahan bergerak kearah pengetahuan. Roh Kudus secara nyata
membimbing kita kepada pemahaman akan kebenaran yang lebih sempurna (Yoh 16:13). Pengarang
Pengkotbah yang menulis beberapa ratus tahun sebelum Yesus Kristus melakukan kekeliruan ihwal
kehidupan kekal. Tetapi pesan-pesan yang diinspirasi dari Pengkotbah adalah bukan kata akhir dari hidup
sesudah mati. Melainkan, pesan-pesan itu menunjukkan bahwa kita memerlukan seorang Penyelamat. Kitabkitab terkini dari Perjanjian Lama seperti 1 dan 2 Makabe dan Kebijaksanaan mengajarkan kehidupan
sesudah mati. Yesus semakin memperjelas realitas kehidupan kekal dan ajaran-ajarannya tentang kehidupan
kekal dapat kita jumpai di dalam Perjanjian Baru.
Allah tidak pernah berubah, tetapi manusialah yang berubah dalam artian kemampuan mereka untuk
mendengarkan pesan-pesan Allah. Perlu dipahami bahwa telah terjadi perkembangan doktrin dalam
hubungannya dengan kitab-kitab yang ada dalam Kitab Suci, semakin kita mengetahui sejarah dan informasi
Kitab Suci, akan semakin baik pemahaman kita mengenai Kitab Suci. Beberapa bagian dari Kitab Suci
tergolong out of date ( ketinggalan jaman); namun bagian-bagian itu masih berguna sebab ia menunjukkan
kepada kita tahap-tahap perkembangan dalam memahami pesan-pesan Allah, namun demikian bagian-bagian
itu tidak harus menjadi pedoman dalam kehidupan nyata kita. Bagian-bagian itu harus ditafsirkan dan
dimengerti di dalam terang keseluruhan Kitab Suci, utamanya mengenai ajaran-ajaran Yesus.
Inspirasi dan Ketidakjelasan
Penulis-penulis Kitab Suci kadangkala menempatkan versi-versi yang berbeda dari suatu peristiwa di dalam
kitab yang sama. Hal ini terjadi mungkin karena penulis tersebut tidak begitu yakin versi mana yang benar
atau dikarenakan peristiwa itu berasal dari tradisi-tradisi yang berbeda sehingga penulis berkeinginan untuk
melestarikan keduanya. Oleh karena itu, bila kita baca Kis 9:37 diceritakan pada saat Yesus menampakkan
FB. Sinamartin, Jan
diri kepada Paulus, mereka yang menyertai Paulus “mendengar suara tetapi tidak melihat seorang pun.”
Sedangkan pada Kis 22:9 mereka “melihat cahaya tetapi tidak mendengar suatu suara.” Barangkali Lukas
mendapatkan laporan dua versi peristiwa beberapa tahun sebelumnya dan tidak bisa menentukan peristiwa
mana yang lebih akurat, sehingga Lukas memasukkan keduanya dalam tulisannya. Jelaslah di sini Lukas
tidak berusaha untuk membuktikan mana di antara keduanya yang paling benar. Yang menjadi pokok
persoalan di sini adalah bukan apa yang hendak diungkapkan Lukas atau apakah Allah berkata melalui Lukas
tanpa salah, melainkan Yesus telah menampakkan diri kepada Paulus dan merubah seluruh hidupnya. Jika
cerita-cerita yang kurang begitu jelas dan agak membingungkan tidak menjadi masalah bagi penulis Kitab
Suci, seyogianya hal-hal demikian itu hendaknya juga tidak menjadi gangguan bagi kita. Para penulis dan
kisah-kisah yang ditulisnya adalah semacam alat bagi tujuan utama Kitab Suci : ungkapan realitas rohani!
Kitab Suci dan Tradisi : Wahyu
Segala hal yang telah dikatakan mengenai Kitab Suci diwariskan melalui Gereja Katolik. Dan peranan Gereja
dalam menafsirkan Kitab Suci dapat membantu kita memahami bahwa Kitab Suci berasal dari Gereja, bukan
sebaliknya Gereja berasal dari Kitab Suci.
Dengan menetapkan tujuh puluh tiga kitab pada Kitab Suci yang diinspirasi Allah dan menolak beberapa kitab
yang tidak diinspirasi, Gereja Perdana seolah-olah mengatakan : “Inilah yang kita yakini mengenai Allah,
Yesus Kristus, kehidupan dan kematian, dan juga tentang kita sebagai Gereja dan yang itu kita tolak.” Seluruh
kitab dari Kitab Suci, pada gilirannya kemudian, membantu mempertajam iman setiap generasi baru Kristen.
Jelas hal tersebut merupakan suatu proses yang sangat dinamis yang menimbulkan pertentangan. Pada awal
abad keempat sesudah Kristus, muncul kelompok orang yang menginginkan pembatasan atas penyelamatan
yang dilakukan oleh Yesus Kristus dengan menyatakan bahwa semua orang Kristen harus mengikuti hukum
Musa. Sedangkan kaum heretics mengatakan bahwa Yesus adalah Tuhan, tetapi bukan manusia. Kelompok
lain bersikeras bahwa Yesus adalah manusia dan bukan Tuhan. Sedangkan yang lainnya lagi menolak apa
yang dikatakan Yesus bahwa Allah adalah Bapa, Putra, dan Roh Kudus.
Gereja sudah barang tentu melawan pendapat salah tersebut dan menyatakan bahwa Allah mengungkapkan
kebenaran mengenai doktrin-doktrin penting di dalam seluruh kitab-kitab yang ada dalam Kitab Suci yang
diterima sebagai yang diinspirasi. Doktrin-doktrin tersebut menyangkal ajaran-ajaran yang keliru dengan
menolak kitab-kitab yang kemudian disebut sebagai Injil Genostic dan beberapa kitab lainnya yang dijuluki
sebagai “kitab-kitab tersembunyi” dari Kitab Suci. Gereja juga mengungkapkan imannya melalui : cara
menafsirkan Kitab Suci, ketetapan yang dihasilkan konsili, merumuskan iman yang disebut kredo, dan bentukbentuk ungkapan peribadatan. Melalui pelbagai cara inilah Kristus membimbing Gerejanya yang kita kenal
sebagai “Katolik,” dan Kitab Suci yang diinspirasi yang disebut sebagai Kitab Suci Katolik. Melalui proses ini
Gereja tidak menciptakan perangkat imannya sendiri. Melainkan Gereja hanya dapat mengajarkan
kebenaranan yang telah diwahyukan Allah kepada manusia. Allah telah mewahyukan beberapa kebenaran
melalui cara yang sangat alami. Dunia misalnya, menunjukkan kepada kita akan kebesaran Allah. Namun
Allah juga telah berbicara kepada kita dengan pelbagai cara yang ajaib, mengajarkan kepada kita kebenaran
Ilahi yang kita sendiri belum bisa memahaminya. Pada masa Perjanjian Lama Allah mengungkapkan
kebenaran melalui penulis yang diinspirasi. Kemudian, pada masa yang dijanjikan, Allah mengutus Yesus
Kristus sebagai Sabda Yang Diwahyukan secara sempurna (Yoh 1). Apa yang Yesus ajarkan kepada para
muridNya kemudian diwariskan secara lisan dan tulisan. Wahyu Ilahi Allah inilah yang pada gilirannya
kemudian diteruskan kepada kita melalui dua cara : Tradisi-tradisi Suci dan Kitab Suci.
Tradisi-tradisi Suci dan Kitab Suci merupakan “lumbung iman” Sabda Allah. Yesus mewartakan kebenaran
yang diperlukan bagi keselamatan kita dan ini berarti bahwa Warisan Iman itu telah lengkap. Gereja tidak
menambahkan apa-apa pada “lumbung iman” Sabda Allah tersebut, tetapi di bawah bimbingan Roh Kudus,
lumbung iman Sabda Allah itu berkembang dalam artian pemahamannya atas apa yang telah Yesus wartakan.
FB. Sinamartin, Jan
Gereja meneruskan “lumbung iman” Sabda Allah dari generasi ke genarasi dan ia berkembang menjadi
sebuah kesadaran yang mendalam akan keindahan Wahyu Allah (K 74 – 100).
Tradisi dapat diartikan sebagai “meneruskan.” Dan Tradisi Suci dapat diartikan sebagai cara Gereja
meneruskan dan menafsirkan Kitab Suci, juga hasil keputusan konsili, kredo-kredo, peribadatan, dan
konsistensi pada ajaran Gereja. Hal-hal tersebut tidak bertentangan dengan Kitab Suci tetapi berkaitan erat
dengan Kitab Suci dan berlandaskan pada Kitab Suci, dan berkembang atas dasar Kitab Suci.
Beberapa gereja bersikeras bahwa keseluruhan doktrin harus dapat ditemukan secara eksplisit di dalam Kitab
Suci. Tetapi Gereja Katolik tidak sependapat, karena iman kita tidak dapat dibatasi hanya pada apa yang
dikatakan Kitab Suci saja, mengingat pada awal kehidupan Gereja belum ada kitab-kitab Perjanjian Baru.
Orang-orang Kristen Perdana percaya pada Tradisi Suci sebelum Kitab Suci yang kita kenal sekarang ini ada.
Gereja Katolik mengajarkan bahwa setiap doktrin harus selaras dengan Kitab Suci, tetapi tidak harus
dinyatkan secara eksplisit di dalam Kitab Suci. Sebuah contoh yang paling jelas adalah doktrin mengenai
Trinitas. Kitab Suci memang menyebutkan Bapa, Putra, dan Roh Kudus, tetapi tidak pernah menggunakan
istilah Trinitas. Apa yang termaktub secara implisit di dalam Kitab Suci dinyatakan secara eksplisit dalam
Tradisi Suci Gereja.
Tradisi Suci diperlukan ketika Gereja menerapkan ajaran Kitab Suci untuk merubah situasi atau kondisi.
Gereja melakukan hal tersebut dengan bimbingan Roh Kudus, sebab Yesus mengatakan kepada muridmuridNya : “Masih banyak hal yang harus Kukatakan kepadamu, tetapi sekarang kamu belum dapat
menanggungnya. Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh
kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya
itulah yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang.” (Yoh 16:1213). (Lihat Bab Duabelas untuk penjelasan rinci mengenai hubungan antara Kitab Suci dan Tradisi Suci).
Kitab Suci : Kitab Katolik
Kita sejauh ini telah membahas Kitab Suci sebagai kitab “Katolik”. Ini bukan untuk memojokkan siapa pun.
Harap diingat bahwa Kitab Suci asli orang Kristen ditetapkan melalui komunitas orang-orang beriman yang
dipimpin oleh para uskup Katolik dan disyahkan menjadi sebuah kumpulan kitab melalui keputusan konsili
oleh para uskup Katolik.
Kitab Suci dipelihara dan diwariskan selama berabad-abad oleh Gereja Katolik. Sebelum diketemukan mesin
cetak, para biarawan dan biarawati Katolik menyalin huruf demi huruf Kitab Suci dengan tangan. Banyak
dokumen tulisan-tangan itu yang masih terpelihara dengan baik hingga hari ini. Hal ini sebagai wujud cinta
dan kemampuan artistik dari para biarawan dan biarawati yang menulis salinan Kitab Suci.
Selama dua ribu tahun Kitab Suci telah dibaca setiap hari pada perayaan Ekaristi. Sabda Allah telah
dinyatakan kepada orang-orang Katolik di katakombe-katakombe, di rumah-rumah pribadi, dan di katedral
yang megah. Ini menunjukkan sebuah kesaksian yang langgeng atas hormat dan cinta Gereja kepada Kitab
Suci. Lectionary Katolik, yakni kalendar tiga tahunan bacaan Kitab Suci yang dipergunakan untuk hari Minggu,
adalah model Common Lectionary yang banyak dipergunakan di gereja-gereja Protestan.
Gereja Katolik mendorong umatnya untuk membaca Kitab Suci. Konsili Vatican II dalam Konstitusi Dogmatis
Tentang Wahyu Ilahi antara lain mengatakan :
……..mendesak dengan sangat dan istimewa semua orang beriman, terutama para religius,
supaya dengan seringkali membaca kita-kitab ilahi memperoleh “pengertian yang mulia akan
Yesus Kristus” (Flp 3:8). “Sebab tidak mengenal Kitab Suci berati tidak mengenal Yesus
Kristus.” Maka hendaklah mereka dengan suka hati menghadapi nas yang suci sendiri, entah
melalui liturgi suci yang sarat dengan sabda-sabda ilahi, entah melalui bacaan yang
saleh……...Namun hendaklah mereka ingat, bahwa doa harus menyertai pembacaan Kitab
FB. Sinamartin, Jan
Suci, supaya terwujudlah wawancara antara Allah dan manusia. Sebab “kita berbicara
dengan-Nya bila berdoa; kita mendengar-Nya bila membaca amanat-amanat ilahi” (#25; lihat
juga K 131 – 133).
Hakikat Kitab Suci
Katekismus Gereja Katolik menggaris-bawahi bahwa selain arti harafiah (arti yang dicantumkan oleh katakata Kitab Suci dan ditemukan oleh eksegese, yang berpegang pada peraturan penafsiran teks secara tepat.
Tiap arti [Kitab Suci] berakar di dalam arti harafiah) yang dimaksudkan oleh para penulis Kitab Suci, terdapat
pula arti rohani (berkat kesatuan rencana Allah, maka bukan hanya teks Kitab Suci, melainkan juga
kenyataan dan kejadian yang dibicarakan teks itu dapat merupakan tanda) (K 115-119). Berkat kesatuan
rencana Allah bagi keselamatan kita, Allah bermaksud menghubungkan hal-hal yang oleh manusia penulis
Kitab Suci tidak disadari. Misalnya beberapa nas Kitab Suci mengungkapkan keterkaitan satu dengan lainnya
melalui simbol-simbol dan analogi. Dan banyak peristiwa Kitab Suci dapat menjadi pertanda yang mengajak
kita untuk memberikan perhatian atas realita-realita yang lebih mendalam. Allah mengetahui dan berkehendak
atas hubungan-hubungan tersebut, dan Gereja berusaha mencarinya melalui doa dan permenungan.
Katekismus Gereja Katolik membagi arti rohani menjadi tiga golongan :
Kesatu, arti alegoris. Hal ini dapat berarti bahwa kejadian-kejadian Kitab Suci dapat menghadirkan suatu
simbol yang melampaui arti harafiah dari teks itu sendiri. Misalnya, peristiwa penyeberangan Laut Merah
adalah sebuah alegori, sebuah tanda, yang menggambarkan Pembaptisan Kristiani.
Kedua, arti moral, memiliki makna bahwa kejadian-kejadian yang digambarkan Kitab Suci harus mangajak kita
untuk melakukan yang baik. Kitab Rut, misalnya, tidak hanya sekadar bercerita tentang seorang wanita yang
patuh kepada Allah dan kepada keluarganya, melainkan cerita itu mengajak kita agar meniru apa yang
diperbuat Rut.
Ketiga, arti anagogis, kata ini berasal dari bahasa Yunani yang berarti menghantar, dan ia menunjukkan
bahwa kejadian-kejadian dalam Kitab Suci mempunyai arti yang abadi. Dalam makna anagogis kota
Yerusalem di bumi adalah lambang Yerusalem surgawi, dan Gereja di bumi merupakan perlambang rumah
abadi kita di surga.
Kitab Suci : Allah Berbicara Kepada Kita
Dalam Bab Dua kita lebih melihat pada pembentukan Kitab Suci. Sedangkan dalam Bab Tiga ini kita
telah menyadari betapa pentingnya penafsiran Kitab Suci. Oleh karena itu, kita seyogianya memiliki
pemahaman yang baik atas orisinalitas dan tafsir Kitab Suci. Namun demikian, kita tidak hanya sekadar
memahaminya saja, tetapi lebih dari itu kita harus memiliki kesadaran bahwa di dalam Kitab Suci Allah
berbicara kepada kita sebagai seorang Bapa yang penuh cinta kepada anak-anak-Nya.
Jika kita membuka dan membaca Kitab Suci, Allah yang tidak terbatasi oleh waktu dan ruang berbicara
kepada kita melalui Sabda yang sama yang telah disampaikan-Nya kepada Abraham, Musa, dan nabi-nabi.
Begitu pula jika kita membuka dan membaca Kitab Suci, Yesus berbicara kepada kita seketika itu juga,
sebagaimana halnya Ia berbicara kepada para Rasul dua ribu tahun yang lalu (K 101-102).
Melalui Kitab Suci, Allah menyampaikan kepada kita suatu pencerahan yang akan membantu kita bila
kita berada dalam situasi khusus yang datang setiap hari. Firman-firman Allah yang telah kita baca berulangkali pada waktu lalu mungkin menyentuh kita dengan kekuatan baru ketika kita sedang berduka karena
kematian orang yang kita cintai atau ketika kita sedang bingung tidak tahu apa yang harus kita perbuat atau
ketika kita sedang mencari jawaban atas makna hidup.
Setiap kali kita membuka Kitab Suci, kita “memutar nomor tilpun Allah.” Kita bisa saja memilih buku-buku
FB. Sinamartin, Jan
lain dari rak perpustakaan kita, membacanya, dan belajar suatu informasi yang berguna. Tetapi saat kita
membaca buku-buku tersebut, penulisnya tidak mengetahui apa yang sedang kita perbuat. Sebaliknya, begitu
kita membuka Kitab Suci, Allah menyapa kita :”Hallo.”
Allah senantiasa berada di dekat kita membantu mengatasi pelbagai persoalan yang kita hadapi seharihari. Sungguh, Firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua mana pun; ia
menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan
pertimbangan dan pikiran hati kita (Ibr 4:12). Katekismus Gereja Katolik mengajak kita untuk memahami arti
harafiah dari Kitab Suci, arti yang dimaksudkan oleh penulis manusia asli. Tetapi Katekismus Gereja Katolik
juga mengundang kita untuk mencari pelbagai makna rohani yang memungkinkan Allah berbicara secara
pribadi kepada kita.
Ketika kita putus asa, Yesus berkata kepada kita, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan
berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu” (Mat 11:28). Ketika kita mengalami ketakutan, Yesus
berkata :”Damai sejahtera bagi kamu!” (Yoh 20:19). Ketika kita kesepian, Yesus menguatkan kita, “Aku
menyertai kamu senantiasa” (Mat 28:20).
Firman Allah di dalam Kitab Suci mengundang kita untuk memberikan suatu jawaban. Kita menjawab Firman
Allah itu melalui doa-doa : kita membaca Firman Allah, dan berbicara kepada Allah sebagaimana kita lakukan
kepada setiap sahabat. Kita menjawab Firman Allah melalui pilihan-pilihan hidup kita : kita membaca hingga
kita menemukan sebuah ungkapan yang menantang kita untuk mengambil keputusan, kemudian membuat
keputusan berdasarkan atas apa yang telah Allah sampaikan kepada kita. Kecuali Kitab Suci : tidak ada satu
pun buku yang menyediakan komunikasi kepada Allah. “Sungguh, Firman Allah hidup dan kuat.”
Pertanyaan Untuk Bahan Diskusi dan Renungan
Bagaimana pemahaman anda mengenai bentuk-bentuk sastra? Ada berapa macam bentuk sastra yang
dapat anda ketahui dari sebuah suarat kabar? Berapa banyak dalam Kitab Suci? Bagaimana masing-masing
bentuk sastra di surat kabar dan di dalam Kitab Suci mewartakan kebenaran? Apakah perbedaan antara
pendekatan konstekstual dan fundamentalis terhadap Kitab Suci? Apakah perbedaan antara sejarah dan fakta
yang sesungguhnya? Pernahkah anda mempertimbangkan untuk menafsirkan Perjanjian Lama dalam terang
Yesus Kristus? Apakah hal tersebut membawa anda kepada pemahaman lain yang selama ini telah anda
mengerti dari beberapa bagian Kitab Suci? Dalam hal yang bagimana Kitab Suci disebut sebuah kitab Katolik?
Apakah artinya bila anda membuka Kitab Suci, anda memutar nomor milik Allah?
Aktivitas
Panggillah teman anda melalui tilpun, hanya sekadar melakukan pembicaraan santai. Kemudian, dari
pengalaman pembicaraan yang masih segar dalam pikiran anda, ambillah Kitab Suci anda dan nikmatilah
suasana santai atas kunjungan Yesus.
Posted by V. Prabowo Shakti at 4:32 AM 0 comments
Bab Dua : Para Penulis Kitab Suci : Allah dan Manusia
Dalam kehidupan sehari-hari tanpa kita sadari, kita dikelilingi bukan saja oleh hal-hal yang kasat mata tetapi
juga oleh hal-hal yang tidak kasat mata seperti suara-suara yang masuk ke telinga kita : teater dan simfoni,
permainan sepak bola dan berita-berita, talk shows dan musik pop, misalnya. Dipancarkan dari stasiunstasiun televisi, hal-hal yang kasat mata serta suara-suara itu menjadi sesuatu yang terlihat nyata di mata dan
nyaman di telinga begitu kita menyalakan pesawat televisi.
Namun, di sekeliling kita terdapat pula hal-hal yang kasat mata dan suara-suara yang agak “berbeda,”
seperti : pesan-pesan cinta dan kebenaran, gambaran keagungan dan keindahan. Hal-hal yang kasat mata
serta suara-suara ini akan menjadi lebih jelas dan lebih indah terdengar ketika kita memalingkan hati dan
pikiran kita kepada Allah.
FB. Sinamartin, Jan
Kita mengetahui bahwa hal-hal yang bersifat kasat mata dan suara-suara yang dapat didengar oleh telinga itu
awalnya ditangkap dan direkam oleh kamera televisi, lalu dipancar-siarkan melalui studio, dan pada gilirannya
kemudian diterima melalui pesawat televisi di rumah kita. Barangkali kita tidak begitu jelas memahami
bagaimana Tuhan mengirimkan pesan-pesan-Nya kepada kita atau bagaimana kita menerima pesan-pesan
itu. Tetapi melalui tradisi-tradisi yang ada pada orang-orang Yahudi dan Kristen, kita belajar bahwa Allah
berkomunikasi dengan kita melalui keindahan alam, melalui peristiwa-peristiwa di dalam hidup kita, dan juga
melalui pengalaman-pengalaman doa kita. Kita juga belajar bahwa kita mendengarkan Allah melalui
penyelarasan perasaan, intelektualitas, ingatan dan kehendak hati, imajinasi dan emosi-emosi kita akan
realitas kehadiran, tindakan, dan komunikasi Allah.
Kualitas gambar dan suara yang kita terima melalui pesawat tv bergantung pada banyak hal. Cuaca atau alatalat listrik di rumah kita, antena yang berkarat atau pesawat tv yang sudah tua dapat mengganggu kualitas
gambar di layar dan suara di speaker pesawat tv. Begitu pula kualitas gambar dan pesan yang kita terima dari
Allah dapat terhalang oleh pelbagai macam faktor. Pikiran-pikiran kita dapat terbutakan oleh dosa. Pesanpesan yang menyesatkan yang menolak keberadaan Allah dapat mendistorsi hati kita. Perasaaan dan
intelektualitas, ingatan dan keinginan, imajinasi dan emosi-emosi kita mungkin begitu terbebani dengan
keinginan mengejar hal-hal duaniawi sehingga hampir mustahil memberikan perhatian kita secara langsung
kepada Allah.
Inspirasi Alkitabiah
Dewasa ini berkat kemajuan teknologi telah memungkinkan bagi kita untuk mengatasi pelbagai hambatan
sehingga penerimaan siaran televisi menjadi semakin baik. Sinyal-sinyal selain dipancarkan melalui antena
kenvensional kini juga dipancarkan melalui satelit. TV Kabel memungkinkan penerimanya mengakses
langsung dari sumbernya. Film-film kini direkam dalam format VCD atau DVD dan dapat diputar ulang melalui
player dengan ketajaman gambar dan kejernihan suara yang luar biasa.
Teknologi tidak dapat menghilangkan hambatan-hambatan yang menjadi penghalang hubungan Allah dengan
kita, tetapi “inspirasi” yang berasal dari Allah mampu mengatasi penghalang-penghalang tersebut. Dalam
sejarah Yahudi dan Kristen kita mengenal orang-orang yang mencari Allah dengan begitu intens sehingga
pada akhirnya mereka bisa “melihat wajah Allah” dan mampu “mendengar suara Tuhan.” Dengan kata lain,
mereka mendapat inspirasi Allah.
Pengalaman mereka akan Allah melalui alam, orang, peristiwa, dan doa barangkali tidak jauh berbeda dengan
apa yang kita alami pada saat kita menemukan Allah. Pada beberapa kasus, mereka mendapat inspirasi Allah
melalui pekerjaan penelitian “ilmiah” tanpa menyadari bahwa Allah telah bekerja melalui mereka (2 Mak 2:1932 dan Luk 1: 1-4). Pada kejadian lain, mereka menerima inspirasi Allah melalui pengungkapan yang sangat
dramatis seperti penampakan-penampakan yang dialami nabi Yesaya (Yes 6).
Apakah mereka memperoleh inspirasi melalui proses-proses alami atau melalui peristiwa-peristiwa mukjijat,
yang jelas mereka tetap menyampaikan pengalaman-pengalaman itu kepada yang lainnya. Kadangkala,
komunitas Yahudi maupun Kristiani menganggap persepsi-persepsi mereka akan Allah sebagai otentik, lantas
mencatat persepsi-persepsi tersebut, dan kemudian memeliharanya sebagai sesuatu yang sakral. Dari masa
ke masa di bawah bimbingan Allah, komunitas itu mengumpulkan tulisan-tulisan sakral itu menjadi sebuah
buku yang menyatakan iman mereka dan membantu membentuk iman generasi-generasi mendatang.
Mengingat Kitab Suci berasal dari penulis-penulis yang mendapat inspirasi melalui komunitas, maka persepsipersepsi akan Allah yang terdapat dalam Kitab Suci berbeda dari persepsi-persepsi yang bukan berasal dari
Kitab Suci. Persepsi-persepsi akan Allah di dalam Kitab Suci memiliki kedudukan khusus karena persepsipersepsi itu dipahami oleh komunitas, yakni Gereja, sebagai inspirasi Allah.
FB. Sinamartin, Jan
Kitab Suci Dewasa ini
Mengingat Allah memberi inspirasi kepada penulis-penulis Kitab Suci melalui cara sedemikian rupa sehingga
inspirasi itu diakui oleh Gereja, maka Kitab Suci itu sendiri yang berbicara kepada kita dewasa ini. Kita mampu
dan menjadi keharusan bagi kita untuk senantiasa berkomunikasi dengan Allah melalui doa-doa pribadi.
Namun kita tetap harus berjuang dan berusaha. Sebagaimana pesawat tv yang sangat bergantung pada
antena yang lokasinya jauh dari stasiun pemancar, kita kerap menerima gambar dan suara yang kurang baik
kualitasnya serta pesan-pesan yang kerap dibalut oleh dosa-dosa. Kitab Suci bisa kita ibaratkan dengan
sebuah alat perekam VCD/DVD di mana kita bisa menyandarkan seluruh kesadaran dan visi-visi serta pesan
yang kita terima tanpa salah dari Allah.
Melalui Kitab Suci gambaran-gambaran tentang Allah diwariskan kepada kita oleh Abraham, Musa, dan
komunitas Yahudi. Melalui Kitab Suci gambaran-gambaran mengenai Allah disampaikan oleh Lukas, Paulus,
serta komunitas Kristen Perdana. Melalui seluruh kitab di dalam Kitab Suci, gagasan-gagasan kita mengenai
Allah diklarifikasi dan kemampuan kita berbicara dengan Allah ditingkatkan mutunya. Kitab Suci menempatkan
hubungan kita dengan Allah dengan cara yang istimewa dan penuh daya!
Latar Belakang Sejarah Kitab Suci – “SM.”
Penyusunan Kitab Suci sejalan dengan sejarah manusia. Siapa pun yang ingin mengenal secara mendalam
Kitab Suci mau tak mau ia harus juga memahami sejarah komunitas Yahudi dan Kristen Perdana yang
melahirkan Kitab Suci itu. Kita akan mempelajari sejarah tersebut pada bab-bab berikutnya. Pada Bab Dua ini
kita akan melihat secara sekilas peristiwa-peristiwa penting sebagai kerangka untuk mempelajari sejarah itu
lebih lanjut.
Peristiwa penting itu bermula dari seorang yang bernama Abram, berasal dari Ur, sebuah kota kuno di wilayah
utara Teluk Persia. Kira-kira pada tahun 1900 S.M. keluarga Abram pindah ke Haran, sebuah kota di wilayah
perbatasan Turki-Suriah modern. (Catatan : Tahun-tahun yang merujuk kepada Perjanjian Lama kebanyakan
adalah perkiraan). Di kota Haran inilah Abram menerima panggilan Allah untuk pindah ke wilayah Kanaan
(wilayah yang dari masa ke masa dinamakan Tanah Terjanji, Israel, Yudea, Palestina, dan Tanah Suci). Tuhan
mengadakan perjanjian dengan Abram, merubah namanya menjadi Abraham dan berjanji bahwa ia dan
istrinya Sarah (perubahan dari Sirai), akan melahirkan seorang anak laki-laki, yang merupakan awal dari garis
keturunannya yang panjang. Anak laki-laki itu adalah Ishak, ayah dari Yakob yang kemudian mempunyai 12
anak. Kira-kira tahun 1720 S.M. Yakob dan keluarganya berpindah ke Mesir, di mana keturunannya, orangorang Ibrani, menjadi budak di sana.
Tahun 1250 S.M. seorang Ibrani bernama Musa mendengar suara Allah yang menyuruhnya menjadi pemimpin
orang-orang sebangsanya (dikenal juga dengan sebutan Israel dan Yahudi) untuk membebaskan diri dari
perbudakan di Mesir menuju Kanaan, Tanah Terjanji. Musa menerima tugas itu dan membawa orang-orang
Ibrani melakukan perjalanan yang penuh resiko ke luar dari Mesir. Di gunung Sinai ia merima suatu tanda
baru yakni “Sepuluh Perintah Allah,” kemudian ia memimpin umat Israel mengembara di padang gurun selama
empat puluh tahun. Musa meninggal sebelum memasuki Tanah Terjanji, dan panglima perangnya, Yoshua,
membawa orang-orang Yahudi memasuki Kanaan. Setelah itu masa-masa penaklukan pun dimulai, dengan
dua-belas suku (pembagian suku bangsa Israel berdasarkan anak-anak Yakob) bangsa menetap di pelbagai
tempat di Kanaan. Orang-orang Israel itu lalu berperang dengan penduduk asli (Filistin dan lainnya) melalui
pertempuran yang lama dan masa ini dikenal dengan jaman Hakim-Hakim.
Kira-kira tahun 1020 S.M. Saul, seorang pemimpin yang memiliki kharisma, mulai mempersatukan suku-suku
Israel dan kemudian ia diangkat menjadi raja. Ia kemudian menjadi tidak waras dan mati terbunuh di dalam
peperangan. Ia kemudian digantikan oleh seorang serdadu muda bernama Daud. Pada tahun 1000 S.M.
Daud mempersatukan kembali suku-suku bangsa Israel, kemudian menetapkan Yerusalem sebagai pusat
FB. Sinamartin, Jan
pemerintahan. Daudlah yang membuat Israel menjadi sebuah kekuatan yang disegani di Timur Tengah. Pada
tahun 961 S.M. putranya, Salomo, menggantikannya sebagai raja dan membangun Bait Allah yang megah di
Yerusalem. Kendati demikian menjelang masa akhir pemerintahannya ia jatuh ke dalam penyembahan
berhala serta membebani rakyatnya dengan pajak yang tinggi dan memaksa rakyatnya menjadi pekerjapekerja dengan upah minim. Anaknya, Rehoboam, yang menggantikannya sebagai raja meneruskan
kebijaksanaan ayahnya. Dan pada tahun 1922 S.M. perang sipil pecah sehingga kerajaan terbelah dua : Israel
di wilayah utara dengan ibukota Samaria dan Yehuda di wilayah selatan dengan ibukota Yerusalem (beberapa
ilmuwan memperkirakan perpecahan ini terjadi pada tahun 927 S.M. atau 931 S.M.).
Setelah pecah kedua kerajaan bukannya bertambah baik kondisinya tetapi justru sebaliknya : tidak ada
kepemimpinan yang kuat dan rakyatnya jatuh ke dalam dosa karena berpaling dari Allah. Pada tahun 721
S.M. bangsa Asyur (kini bagian Iraq modern) menyerang Israel; para pemimpin pemerintahan dibantai atau
diasingkan. Orang-orang asing dibawa masuk Israel dan berasimilasi dengan orang-orang Israel yang tidak
ikut terbuang, dari hasil asimilasi ini terbentuklah bangsa baru yang dinamakan Samaria. Tahun 587 S.M.
kerajaan Yehuda ditaklukkan oleh kerajaan Babel (juga bagian dari Iraq modern). Yerusalem dijarah dan
diporak-porandakan, tembok yang mengelilinginya dirobohkan, dan Bait Allah dihancurkan. Dan orang-orang
Yehuda yang selamat diasingkan ke Babel.
Beberapa dekade kemudian, Cyrus raja Persia mengalahkan Babel. Tahun 539 S.M. ia mengijinkan orangorang Israel kembali ke nagaranya. Dan mereka mendapati Yerusalem yang hancur berantakan. Kendati
mendapat gangguan dari negara-negara sekitar orang-orang Israel berhasil membangun Bait Allah yang baru
dan berhasil mendirikan kembali tembok kota pada tahun 445 S.M. Tetapi keinginan meraih kembali masa
kejayaan jaman raja Daud tinggal impian.
Pada tahun 332 S.M., Alexander Agung mengambil alih pemerintahan. Setelah kematiannya, bangsa Mesir
dan Asyur silih berganti menaklukkan bangsa Yahudi, dan tahun 167 S.M orang-orang Asyur membantai
orang-orang Yahudi dengan kejam. Namun demikian orang-orang Asyur mendapat perlawanan keras dari
sebuah keluarga Yahudi yang pemberani bernama Makabe, yang berhasil merebut kemerdekaan pada tahun
142 S.M. Masa meredeka in tidak berlangsung lama, karena pada tahun 63 S.M orang-orang Roma
menaklukkan Yerusalem dan menetapkan Palestina (gabungan Idumea, Yehuda, Samaria, dan Galilea)
sebagai negara boneka. Tahun 37 S.M. Herodes Agung diangkat oleh orang-orang Roma sebagai raja : kejam
tetapi ia berusaha membangun negara tanpa kenal lelah. Pemerintahannya berakhir pada tahun 4 S.M. Kirakira dua tahun menjelang habis masa pemerintahannya, Yesus Kristus lahir. (Para ahli yang pada awalnya
menetapkan tahun kelahiran Yesus meleset 6 atau 7 tahun).
Latar Belakang Sejarah Kitab Suci – “M.”
Yesus dibesarkan di kota bernama Nasaret, kira-kira seratus kilometer utara Yerusalem. Ia belajar berdagang
dari ayah angkatnya, Yusuf, seorang tukang kayu. Kira-kira pada umur tiga puluh tahun, Yesus mulai
mengkotbahkan sebuah pesan yang menarik hati banyak orang Israel yaitu : Kerajaan Allah telah datang ke
dunia dan pengharapan orang-orang yang percaya akan terpenuhi melalui Yesus. Ia mempertunjukkan
kekuatan-kekuatan yang menakjubkan melalui mukjizt-mukjizat penyembuhan. Ia mengumpulkan sekelompok
orang berjumlah dua belas murid yang menjadi “pembantu khsus”-Nya. Banyak yang telah mendengar ajaran
dan menyaksikan mukjizat-mukjizat Yesus berharap bahwa Yesus akan mengalahkan orang-orang Romawi
dan membangun negeri mereka sehingga menjadi satu kekuatan dunia sebagaimana masa kejayaan Raja
Daud.
Tetapi, popularitas Yesus dianggap membahayakan orang-orang Saduki dan Herodian, kelas masyarakat
yang berkuasa di antara orang-orang Yahudi pada waktu itu. Mereka lalu bekerjasama dengan orang-orang
Romawi, karena mereka khawatir pengikut Yesus yang jumlahnya besar itu akan melancarkan suatu
pemberontakan. Kelas masyarakat lain yang juga penting di Palestina, Farisi, tersinggung ketika Yesus
FB. Sinamartin, Jan
mengkritisi ketaatan mereka atas anggapan bahwa manusia akan diselamatkan hanya dengan melaksanakan
ribuan peraturan secara rinci yang diwariskan kepada mereka. Kemudian, orang-orang Saduki, Herodian, dan
Farisi berkomplot melawan Yesus. Dengan bantuan Yudas Iskariot, satu dari antara ke-12 murid, Yesus
ditangkap, diajukan ke pengadilan tinggi -- Sanhedrin -- yang tidak jujur dan dijatuhi hukuman mati. Karena
pemuka-pemuka Yahudi tidak mau dipersalahkan atas kematian Yesus, mereka menginginkan Yesus dihukum
salib, jenis hukuman mati ala Romawi, dan yang menjatuhi hukuman itu adalah Ponsius Pilatus, Gubernur
Roma. Yesus disalibkan pada hari Jum’at siang di antara dua orang kriminal di suatu tempat bernama
Golgota, di luar tembok Yerusalem. Ia wafat setelah menderita sengsara selama beberapa jam. Dan seorang
serdadu Roma menikam lambung Yesus guna memastikan bahwa Ia benar-benar telah meninggal. Setelah
itu, Yesus dikuburkan dan makam Yesus ditutup dengan sebuah batu besar. Serdadu-serdadu diperintahkan
untuk menjaga makam itu. Musuh-musuh Yesus beranggapan bahwa mereka telah mengalahkanNya untuk
selama-lamanya.
Tetapi pada Minggu pagi, kuburan diketemukan dalam keadaan terbuka dan kosong. Tidak ada seorang pun
mengetahui apa yang terjadi sampai ketika Yesus menampakkan diri di hadapan murid-murid-Nya dengan
penuh kemuliaan. Ia tidak lagi dibatasi oleh dimensi waktu dan ruang. Selama kurun waktu empat puluh hari,
Yesus kerap menampakkan diri kepada murid-murid-Nya dan juga kepada beberapa orang lainnya. Ia
mengingatkan kembali murid-murid-Nya bahwa tentang kematian dan kebangkitan-Nya yang telah
diramalkanNya sebelumnya sebagai jalan Allah mengalahkan maut dan membawa umat manusia kepada
kehidupan kekal. Ia memerintahkan kepada murid-muridNya untuk mengajarkan “Kabar Gembira
penyelamatan” ini ke seluruh dunia, ajar mereka bahwa mereka adalah tanda kehadiranNya yang
berkelanjutan di muka bumi. Setelah berkata demikian Ia terangkat ke surga. Sepuluh hari kemudian muridmurid Yesus disentuh oleh kekuatan Roh Allah. Dipimpin oleh Petrus, orang pertama di antara murid-murid,
mereka mulai mengajar kepada ribuan orang bahwa Yesus yang bangkit adalah Mesias yang diharapkan
kedatangannya oleh orang-orang Yahudi. Mereka mengajak para pendengarnya untuk beriman kepada Yesus
dan bersatu dengan Yesus melalui pembabtisan.
Jumlah orang yang percaya kepada Yesus bertambah menjadi ribuan banyaknya, tetapi tentangan dari
pemuka-pemuka Yahudi juga semakin menguat. Pada tahun 36, enam tahun setelah Yesus bangkit,
penganiayaan terhadap pengikut-pengikut Yesus marak di mana-mana, dimotori oleh seorang Farisi bernama
Saulus. Ia menyaksikan hukuman mati yang dijatuhkan kepada Stefanus, seorang pemimpin gereja. Dan
Saulus memasukkan banyak pengikut Kristus ke dalam penjara.
Lalu terjadilah peristiwa yang sangat dramatis dan tak terduga. Saulus mengalami penampakan Yesus Kristus
yang bangkit dan mulai memproklamirkan bahwa Yesus adalah Mesias. Orang-orang percaya lainnya yang
dipaksa ke luar Yerusalem oleh pemuka-pemuka Yahudi, mulai mengajarkan Kabar Gembira penyelamatan ini
kepada orang-orang Yahudi dan orang-orang bukan Yahudi. Kendati dibawah ancaman penganiayaan, para
pengikut Kristus – yang belakangan disebut orang-orang Kristen --, terus mengajarkan Kabar Gembira ini.
Orang-orang yang percaya terus bertumbuh dan saling mengasihi satu sama lain. Perlahan-lahan mereka
menanggalkan hubungan mereka dengan ke-Yahudi-an, karena penganiayaan dan karena banyak orang
Yahudi yang menolak Yesus sebagai Mesias.
Kekristenan segera menyebar melalui wilayah-wilayah yang sudah beradab. Saulus, yang berganti nama
menjadi Paulus dan misionaris-misionaris lainnya mewartakan ajaran Yesus di wilayah Asia Kecil, Eropa,
Afrika, dan Asia. Tugas pewartaan ini dipermudah oleh jalur-jalur yang sudah dibuat lebih dahulu oleh orangorang Romawi dan sikap orang-orang Romawi yang cinta damai. Tetapi di kemudian hari justru kekaisaran
Roma menjadi musuh para pengikut Kristus. Nero, penguasa Roma saat itu (kira-kira pada pertenghanan
tahun 60-an) mulai menganiaya orang-orang Kristen. Dan menurut tradisi, Petrus dan Paulus menjadi martir di
Roma. Secara akal sehat, Kekaisaran Romawi seharusnya sudah menghancurkan orang-orang Kristen
dengan penganiayaan yang begitu hebat, namun demikian Kekristenan justru bertumbuh subur.
Roma mengambil peran penting dalam perkembangan Kekristenan selanjutnya. Setelah Herodes Agripa mati
pada tahun 44, pemberontak-pemberontak yang disebut orang-orang Zelot, mulai melancarkan “perang suci”
FB. Sinamartin, Jan
melawan pendudukan Roma. Dan pada tahun 66 perang itu meletus menjadi sebuah revolusi besar. Dan
pada tahun 70 orang-orang Romawi menghancurkan Yerusalem, membantai penduduknya, dan menjadikan
kota itu seperti puing-puing. Bait Allah tidak ada lagi, dan Kekristenan semakin jauh terpisahkan dari akar keYahudi-annya. Orang-orang Kristen segera mambangun identitasnya sendiri sebagai sebuah Gereja. Pola
struktur Gereja kemudian ditetapkan. Gereja-gereja lokal dipimpin oleh seorang Uskup yang dibantu oleh
imam-imam dan para diakon. Uskup-uskup yang menggantikan Petrus sebagai Uskup Roma, memiliki otoritas
yang sama sebagaimana yang telah diberikan oleh Yesus sendiri; mereka adalah yang utama di antara para
uskup sebagaimana Petrus yang utama di antara murid-murid Yesus (para rasul).
Masa-masa penganiayaan oleh orang-orang Roma terus berlanjut, tetapi gereja juga terus berkembang. Pada
tahun 100 para pengikut Kristus berkisar antara 300.000 – 500.000. Dan pada tahun 313, ketika jumlah orangorang Kristen menjadi beberapa juta, Kaisar Roma, Constantine, mengeluarkan Deklarasi Milano,
mememberikan semacam “toleransi” agama kepada Gereja. Kekristenan kemudian menjadi Gereja Katolik
(gereja universal), seperti yang dikehendaki oleh Kristus sendiri.
Penyusunan Perjanjian Lama
Orang-orang Yahudi memandang Abraham sebagai “bapa orang-orang beriman” dan Musa sebagai pemimpin
yang membawa mereka dari perbudakan menuju kepada kebebasan. Pemberian penghormatan istimewa
kepada Abraham dan Musa ini karena kitab-kitab suci orang Yahudi (Perjanjian Lama) merujuk kepada kedua
orang ini. Baik keturunan Abraham maupun Musa mewariskan kisah-kisah kepahlawanan serta ajaran-ajaran
kedua “orang besar” ini dari generasi ke generasi. Dan mereka juga mengaitkan latar belakang tradisi-tradisi
iman mereka dengan mazmur dan cerita kepahlawanan, puisi dan perumpamaan, legenda dan hukum.
Tetapi kisah-kisah, tradisi-tradisi, dan iman mereka belum menemukan bentuknya sampai kira-kira 100 tahun
sesudah Kebangkitan Kristus. Ada banyak teori mengenai hal ini. Salah satu teori (yang selalu diperbarui dari
tahun ke tahun) berpegang pada pendirian bahwa Perjanjian Lama dikembangkan dari bermacama-macam
sumber. Salah satu kumpulan tradisi-tradisi awal itu dicatat semasa Daud dan Salomo memegang tampuk
kekuasaan. Tradisi-tradisi itu, termasuk beberapa cerita yang sangat terkenal dan disukai dalam Kitab Suci,
memakai “Yahweh” sebagai penyebutan bagi Allah. Dan tradisi-tradisi ini kemudian dikenal dengan sebutan
Yahwist. Setelah perang saudara tahun 922 S.M., kumpulan tradisi-tradisi lainnya yang menggunakan
“Elohim” untuk menyebut nama Allah dikenal sebagai tradisi Elohist, ditulis di wilayah kerajaan Utara (Israel).
Ketika kerajaan utara (Israel) dihancurkan oleh orang-orang Asyur pada tahun 721 S.M., dokumen-dokumen
yang mencatat tradisi-tradisi ini dibawa ke wilayah selatan dan digabungkan dengan tradisi Yahwist. Pada
masa inilah hukum-hukum di wilayah utara dan selatan dikodifikasi dalam suatu dokumen yang kemudian
dikenal dengan tradisi Deuteronomist (“Hukum Kedua”), yang diindonesiakan menjadi “Kitab Ulangan”
(Perjanjian Lama). Setelah kerajaan selatan (Yehuda) jatuh ke tangan orang-orang Babel, para pemimpin
Israel mulai memusatkan perhatian mereka pada kehidupan spiritual sebagai identitas mereka, yakni sebagai
anak-anak Allah. Mereka mencatat tradisi-tradisi yang dikenal sebagai tradisi para Imam (Priestly), sebagai
dokumen ke-4. Akhirnya, seorang penyunting atau kelompok penyunting menggabungkan ke-4 tradisi tersebut
menjadi bentuk pertama dari lima kitab dari Kitab Suci, yang dikenal dengan Pentateuch (Kejadian, Keluaran,
Imamat, Bilangan, dan Ulangan). Oleh orang Yahudi ke-5 kitab ini disebut Taurat atau Hukum Musa, dan
mereka sangat mencintai Kitab Taurat ini.
Selama masa periode penyusunan Pentateuch, kitab-kitab lain juga ditulis. Tradisi Deuteronomist
memproduksi kitab-kitab sbb : Yosua, Hakim-Hakim, 1 dan 2 Samuel, dan 1 dan 2 Raja-Raja, yang
meletakkan interpretasi teologi atas peristiwa-persitiwa dalam sejarah Israel dari Keluaran sampai kepada
jatuhnya Yerusalem. Para Pengkotbah Ulung dan pemimpin spiritual yang dikenal dengan para nabi,
mengajak umat Israel dan Yehuda untuk patuh terhadap perjanjian yang dibuat oleh para pendahulunya
dengan Allah. Kotabah-kotbah dan rincian kehidupan para nabi dicatat dalam kitab-kitab para nabi dalam
Perjanjian Lama.
FB. Sinamartin, Jan
Dengan dibangunnya kembali Bait Allah kehidupan religius di seputar tempat suci itu tumbuh kembali. Selama
beberapa abad lagu-lagu yang digunakan untuk peribadatan di Bait Allah dikumpulkan bersama dengan puisipuisi religius dan pedoman hidup, kemudian disusun menjadi Kitab Mazmur beberapa abad sebelum Kristus
lahir. Dari abad 10 – 5 S.M, bentuk-bentuk karya tulis lainnya disusun seperti (a). kumpulan Kitab
Kebijaksanaan; (b). Kitab Rut yang berisi kisah-kisah religius yang dimaksudkan untuk mengajarkan hal-hal
yang bersifat keagamaan; (c) juga Kitab Ayub yang berisikan refleksi problema kehidupan.
Pada abad ke-4 S.M, upaya-upaya untuk melihat kehadiran Allah dalam peristiwa-peristiwa sejarah
menemukan ekspresinya dalam pelbagai tulisan pada Kitab-Kitab Tawarikh (Tawarikh 1 dan 2, Ezra, dan
Nehemia). Sebagai bangsa yang sadar akan serangan negara-negara di sekitarnya seperti Yunani, Mesir, dan
Asyur, para penulis menyusun cerita yang berkaitan dengan peperangan itu seperti Tobit, Yudit, dan Ester,
yang mengajarkan tentang hakikat kesetiaan, penghormatan, keberanian, dan kepercayaan kepada Tuhan.
Pengalaman-pengalaman yang behubungan dengan penderitaan akibat peperangan menggugah para
pemuka Israel untuk menuangkan pemaknaan hidup dalam tulisan-tulisan seperti Kitab Pengkotbah dan Kitab
Sirah. Penganiayaan yang dilakukan orang-orang Asyur dan pemberontakan Makabe menjadi fokus tulisantulisan dalam Kitab 1 dan 2 Makabe, yang disusun kira-kira pada tahun 100 S.M.
Ada pula karya sastra yang agak lain jenisnya – berbicara tentang akhir jaman -- yang dikembangkan pada
masa penganiayaan oleh orang-orang Asyur. Karya sastra ini menggunakan penglihatan-penglihatan dalam
mimpi, kode-kode angka, dan simbol-simbol yang bisa kita temui dalam Kitab Daniel (Bab 7-12). Tulisantulisan ini dimaksudkan mendorong orang-orang Israel yang sedang dianiaya agar tetap tabah. Akhirnya, kirakira dipertengahan abad pertama sebelum Yesus lahir, seorang Yahudi yang memahami cara berpikir orangorang Yunani dan mengenal adat istiadat Yahudi menulis Kebijaksanaan Salomo sebagai pernyataan akan
kehadiran Allah di dunia ini, memaklumkan tentang jiwa manusia yang tidak bisa mati, dan mengajarkan
bahwa pada akhir jaman Allah akan menyelamatkan orang-orang baik dan menghukum orang-orang jahat.
Kapan tepatnya seluruh kitab-kitab yang telah kita bahas di muka, menemukan bentuknya menjadi Perjanjian
Lama seperti yang kita kenal dewasa ini? Pada waktu orang-orang Israel kembali dari pembuangan Babel
tulisan-tulisan suci itu dikompilasi dan diwartakan kepada orang-orang Yahudi pada kesempatan-kesempatan
tertentu. Misalnya, dalam Kitab Nehemia digambarkan bagaimana Ezra, seorang ahli kitab, membacakan
Kitab Taurat Musa itu kepada khalayak di Yerusalem, kemungkinan besar yang dibacakan itu adalah bagian
dari Kitab-kitab Pentateukh (Neh 8). Penyebutan “Kitab Suci” (1 Mak 12:9) dan “hukum Taurat dan para Nabi”
(2 Mak 15:9) terjadi seratus tahun atau lebih sebelum Kristus.
Pada masa itu nampaknya ada dua kumpulan kitab suci yang umum dipergunakan. Pertama, dalam bahasa
Ibrani, yang dipergunakan orang-orang Israel di Palestina. Kedua, dalam bahasa Yunani, yang disebut juga
Septuagint (dari kata-kata Yunani yang berarti tujuh puluh, yang mengikuti tradisi bahwa kitab-kitab itu
dikerjakan oleh 70 penterjemah) atau Alexandria (salah satu kota di Mesir) tempat Kitab Suci itu berasal. Versi
Septuagint atau Alexandria ini meliputi beberapa kitab yang ditulis dalam Yunani dan Aram (bahasa
percakapan orang Yahudi semasa Yesus hidup) juga yang diterjemahkan dari bahasa Ibrani. Alhasil, kitab suci
ini jauh lebih tebal ketimbang yang dipergunakan orang-orang Israel di Palestina. Kumpulan Kitab Palestina
dan Alexandria ini diakui oleh pelbagai komunitas Yahudi. Tetapi karena bahasa Yunani kemudian menjadi
bahasa yang umum dipergunakan di wilayah Mediterania (Timur Tengah sekarang), maka Kitab Suci versi
Alexandria ini penyebarannya lebih luas. Baik versi Alexandria maupun Palestina secara definitif belum
menemukan bentuknya hingga sesudah jaman Yesus Kristus. Kitab Suci versi Alexandria diterima oleh orangorang Kristen sebagai Perjanjian Lama. Versi Palestina kemudian ditetapkan sebagai Kitab Suci “Resmi”
orang-orang Yahudi oleh satu kelompok ilmuwan Yahudi sebagai reaksi atas ditetapkannya versi Alexandria
sebagai Kitab Suci orang-orang Kristen.
FB. Sinamartin, Jan
Penyusunan Perjanjian Baru dan Kitab Suci Kristiani
Setelah Kristus Bangkit, para misionaris menyebarkan Kabar Gembira yang diajarkan Yesus Kristus ke
pelbagai wilayah. Dalam perjalanan waktu orang-orang Kristen merasa bahwa ajaran-ajaran Yesus perlu
dilestarikan dalam bentuk tulisan. Kemudian kumpulan tulisan-tulisan yang berisi ajaran Yesus mulai muncul.
Pada tahun 51 atau 52 Rasul Paulus mulai menulis surat untuk kota-kota yang telah menerima ajaranajarannya. Dan surat-surat ini kemudian dipelihara dan di-sharing-kan. Pada tahap selanjutnya surat-surat ini
dikenal sebagai surat yang mempunyai otoritas. Pada tahun 65 atau 70 Injil Markus ditulis. Injil-injil dan
tulisan-tulisan lain menyusul. Beberapa dari tulisan-tulisan tersebut diterima oleh Gereja sebagai tulisan yang
diinspirasi Allah, sedangkan yang lainnya ditolak. Pada tahun 125 seluruh 76 kitab yang kemudian dikenal
sebagai Perjanjian Baru selesai ditulis. Dan sekitar tahun 250-an kitab-kitab itu dikompilasi ke dalam suatu
daftar (kanon) dan mereka dinyatakan sebagai diinspirasi Allah.
Dalam masa itu pula, kitab-kitab suci orang Yahudi dievaluasi oleh orang-orang Kristen. Karena seluruh
Perjanjian Baru ditulis dalam Yunani yang diperuntukkan bagi orang-orang Kristen Yahudi yang berbahasa
Yunani dan orang-orang yang bukan Yahudi, maka penulis-penulis Perjanjian Baru menggunakan Perjanjian
Lama versi Alexandria (Septuagint) sebagai nara sumber. Penulis-penulis Perjanjian Baru kerap mengutip dari
Perjanjian Lama versi Alexandria (Septuagint) dan kerap kali merujuk pada kitab-kitab yang hanya terdapat
pada versi ini. Konsili Gereja pada tahun 382 di Roma, tahun 393 di Hippo, dan tahun 397 di Cartagena
menggunakan daftar Kitab Suci Kristiani berdasarkan versi Alexandria. Gereja Perdana menerima Kitab Suci
sebagaimana Gereja Katolik menerimanya dewasa ini (dua puluh tujuh kitab Perjanjian Baru dan empat puluh
enam kitab Perjanjian Lama; K-120)
Terdapat sedikit ketegangan pada abad 16, ketika Martin Luther dan kelompok Protestan lainnya menolak
versi Alexandria (Kristiani) dan lebih memilih versi Palestina (Yahudi). Luther juga meragukan inspirasi Allah
pada 4 kitab Perjanjian Baru : Ibrani, Yakobus, Yudit, dan Wahyu; tetapi para pengikutnya mempertahankan
daftar tradisional yang sudah dipergunakan orang-orang Kristen sejak awal. Pada tahun 1546 Konsili Trente
menetapkan versi Alexandria (Perjanjian Lama) sebagai versi resmi yang dipergunakan oleh Gereja Katolik
dan menegaskan kembali daftar tradisional kitab-kitab Perjanjian Baru. Alhasil, kendati Gereja Katolik dan
Protestan sama-sama mempergunakan Perjanjian Baru yang terdiri atas dua puluh tujuh kitab, tetapi dalam
hal kitab-kitab Perjanjian Lama versi Katolik memiliki 7 kitab lebih banyak dibandingkan dengan versi
Protestan, yaitu : Tobit, Yudit, 1 dan 2 Makabe, Kebijaksanaan Salomo, Sirakh, dan Barukh (ditambah dengan
Tambahan pada kitab-kitab Ester dan Daniel). Kitab-kitab ini dalam versi Protestan ditempatkan sebagai
aprokripa (kitab-kitab yang tersembunyi).
Bahasa-bahasa Kitab Suci
Sebagian besar Perjanjian Lama ditulis dalam Ibrani. Kitab Tobit dan sebagian dari Kitab Daniel, Ezra, dan
Ester ditulis dalam Aram. Kitab Kebijaksanaan Salomo dan 2 Makabe ditulis dalam Yunani, sebagaimana
halnya seluruh kitab Perjanjian Baru. Terimakasih patut kita tujukan kepada para ilmuwan kitab suci dari
pelbagai kepercayaan yang telah bekerjasama sehingga terjemahan-terjemahan Kitab Suci dewasa ini
semakin mendekati apa yang dimaksud oleh penulis-penulis asli Kitab Suci. Sejauh apa yang mereka lakukan,
Allah, seabagai Penulis Kitab Suci, berbicara kepada kita melalui manusia-manusia penulis Kitab Suci.
Pertanyaan Untuk Bahan Diskusi dan Renungan
Coba Anda bayangkan mengenai suatu situasi di dalam Kitab Suci ketika seseorang berjumpa
dengan Allah melalui alam, orang, peristiwa, dan doa? Sebutkan serinci mungkin (spesifik) dan semampu
Anda dalam kaitannya dengan situasi saat Allah mengungkapkan diri-Nya pada masing-masing kasus
tersebut. (Beberapa contoh : 1 Raja-raja 19:9-13 (alam); Kisah 9:1-9 (orang); Mazmur 78 (peristiwa); Keluaran
(33:7-11 (doa). Dapatkah Anda mengingat kejadian pada saat Anda mengalama peristiwa Allah melalui alam,
FB. Sinamartin, Jan
orang. Peristiwa, dan doa?
Aktivitas
Hapalkan atau setidaknya berusaha agar Anda mengenal tahun-tahun persitiwa penting ini :
S.M. (Sebelum Masehi)
M (Masehi)
1900
Abraham
26
Yesus mulai mengajar
1720
Yusuf dan Saudara-saudaranya di Mesir
30
Penyaliban dan Kebangkitan Kristus
1250
Musa dan Orang Israel keluar dari Mesir
36
Penganiayaan
oleh Saulus
1000
Daud Berkuasa
51
Kitab Pertama Perjanjian Baru ditulis
922
Kerajaan Yahudi Pecah
70
Penghancuran Yerusalem oleh orangorang Romawi
721
Kerajaan Utara jatuh ke Asyur
125
Kitab-kitab Perjanjian Baru selesai
disusun
587
Kerajaan Selatan jatuh ke Babel
313
Dekrit Milano
539
Kembali dari pembuangan
382
Konsili Roma menetapkan 73 kitab
sebagai Kitab Suci
515
Bait Allah dibangun kembali
1546
Konsili Trente menetapkan versi
Alexandria dan daftar tradisional
sebagai Kitab Suci Gereja Katolik.
445
Tembok Yerusalem didirikan kembali
332
Alexander Agung menaklukkan Palestina
167
Penganiayaan oleh orang-orang Asyur dan
pemberontakan Makabe
142
Judea merdeka
63
Kerajaan Romawi menaklukkan Yerusalem
37
Herodes Agung
6
Yesus Kristus lahir
orang-orang
Kristen
Sebagian besar terbitan Kitab Suci menyediakan peta wilayah yang dihuni orang-orang Yahudi. Cobalah
mengenal wilayah-wilayah tersebut. Perhatikan bahwa dari waktu ke waktu wilayah orang-orang Yahudi itu
dinamai berbeda-beda : Sebagai Tanah Terjanji, Kanaan, Israel, Yehuda, Judea, Palestina, dan Tanah Suci.
Renungkan dengan tenang dalam beberapa menit mengenai hal-hal yang kasat mata serta suara-suara di
sekeliling anda. Kemudian nyalakan pesawat radio, dan carilah beberapa stasiun pemancar. Suara-suara
radio itu tetap ada di sana sepanjang waktu. Namun, suara-suara itu perlu ditangkap melalui sebuah radio.
FB. Sinamartin, Jan
Matikan radio dan duduklah dengan tenang sekali lagi. Refleksikan pada hal-hal yang kasat mata serta suarasuara yang menjadi pesan Allah kepada Anda. Perhatikan sesuatu yang yang indah. Pikirkanlah seseorang
yang anda cintai. Sadari suatu peristiwa yang membuat anda gembira dan sedih. Kemudian bukalah hati anda
kepada Tuhan, berdoalah dan mintalah berkat Allah yang sesuai bagi anda.
Posted by V. Prabowo Shakti at 3:04 AM 0 comments
Bab Satu : Kitab Suci, Keyakinan, dan Awal Mula
Pada suatu pagi di hari Sabtu, bel di pintu depan pastoran berbunyi. Dan saya mendapat kunjungan dua anak
muda berpakaian rapi. Masing-masing membawa Kitab Suci dan koper. Mereka terkejut ketika mengetahui
bahwa yang dihadapinya adalah seorang imam Katolik (pastoran yang saya tempati tidak ada bedanya
dengan rumah-rumah biasa di kota kecil tempat saya berdomisili), namun demikian mereka memohon ijin
untuk masuk.
Saya menyilakan mereka ke ruang tamu dan memperkenalkan diri sebagai seorang pastor dari
Gereja Katolik setempat. Kemudian mereka memperkenalkan nama masing-masing dan kaitannya dengan
tugas sukarela dari gerejanya, seperti : melakukan kunjungan dari rumah ke rumah, menjelaskan keyakinan
mereka, dan membagi-bagikan brosur. Yang paling muda minta maaf karena tugas mewartakan “Sabda Allah”
merupakan hal yang relatif masih baru, namun karena tiba gilirannya, mau tak mau ia harus berbicara. Ia
melanjutkan dengan memberikan penafsiran ayat demi ayat doa Bapa Kami. Tampaknya ia semakin gugup
setelah menyadari bahwa penjelasannya mengenai Doa Bapa Kami kurang mengena apalagi kepada seorang
imam yang usianya dua kali umurnya. Akhirnya, ia mencapai puncak bingungannya karena lupa pada ayat
setelah “berilah kami rejeki pada hari ini,” ia berhenti dan mengajak melanjutkan percakapan yang umumumum saja.
Setelah tenang kembali ia bertanya bagaimana harus menyapa saya. “Sesukamu sajalah,” jawab
saya, “tetapi kebanyakan orang memanggil saya “bapa” (di Amerika Serikat sebutan untuk seorang romo,
imam, atau pastor Katolik adalah “father,” yang dalam bahasa Indonesia “bapa”). Mendengar jawaban saya, ia
balik bertanya :” bukankah Yesus berkata : Janganlah pula kamu memanggil seorang di bumi Bapa sebab
hanya ada seorang Bapa ialah yang ada di surga?” Saya menjelaskan bahwa tafsiran Gereja Katolik
mengenai Matius 23:9, adalah bahwa Yesus menentang sikap-sikap yang keliru atas kebanggaan superioritas
(salah satu bentuk kekuasaan yang dimonopoli oleh para ahli Taurat dan orang-orang Farisi pada waktu itu),
tidak berarti Yesus melarang penggunaan kata bapa atau guru; sebaliknya kata-kata ini tidak mengacu kepada
kepala keluarga (parents) atau guru! Saya juga menjelaskan bahwa Gereja Katolik mengikuti praktek Santo
Paulus, yang menulis kepada umat yang dilayaninya : “Karena akulah yang dalam Kristus Yesus telah menjadi
bapamu oleh Injil yang kuberitakan kepadamu.” (I Kor 4: 15).
Diskusi kami berlanjut sampai kepada metoda menafsirkan Kitab Suci. Mereka menyatakan keyakinannya
bahwa Kitab Suci memberikan semacam kerangka-waktu (timetable) bagi masa depan, termasuk hari kiamat.
Saya menjelaskan bagaimana ajaran Gereja Katolik menafsirkan tentang “hari” (baca: kiamat). Bahwa
“tentang hari atau saat itu, hanya Allah Bapa saja yang tahu." (Mrk 13:32), dan kita harus selalu siap untuk
berjumpa dengan Kristus.
Kemudian kedua anak muda itu mohon pamit. Kunjungan mereka sangat bersahabat, ditandai dengan sikap
sopan-santun dan saling menghormati. Namun demikian saya tidak membuat lingkaran pada tanggal di
kalender saya untuk hari kiamat, dan saya pun ragu apakah kedua anak muda itu memanggil pendeta mereka
“bapa”!
FB. Sinamartin, Jan
Apa Arti Kitab Suci?
Cerita kunjungan Sabtu pagi di atas memberikan gambaran nyata bahwa mereka yang menyebut diri Kristiani
-- dua anak muda dan seorang imam Katolik -- barangkali memang betul-betul membaca Kitab Suci, tetapi
mungkin saja pemahaman mereka akan Kitab Suci tidaklah sama. Hal seperti ini bisa terjadi karena sebagian
bahasa Kitab Suci tergolong kompleks (rumit). Kita semua memiliki pengalaman menyampaikan suatu ide
tertentu kepada orang lain, tetapi mereka tidak memahami apa yang kita maksudkan. Kerumitan ini akan
semakin bertambah manakala seseorang berusaha berkomunikasi menembus batas-batas (barriers) waktu,
budaya, atau bahasa.
Dewasa ini dalam berkomunikasi kita menggunakan bahasa Indonesia. Sutan Takdir Alisyahbana pun pada
tahun 1920-an telah menggunakan bahasa Indonesia. Tetapi kita dewasa ini merasa kesulitan menangkap
makna kata-kata yang ia pergunakan dalam tulisan-tulisan sastranya seperti misalnya “pauh dilayang,” akan
cenderung kita artikan sebagai “sesuatu yang diterbangkan atau dilontarkan ke udara.” Padahal arti kata itu
sebenarnya adalah : mengiris mangga! Suatu ungkapan yang biasa dipergunakan di suatu daerah, belum
tentu cocok bila diterapkan di daerah lain. Di Indonesia ungkapan “celana ini kependekan untuk saya,” tidak
cocok bila diterapkan di negara tetangga kita Malaysia karena orang di sana akan menggunakan ungkapan
“celana ini terlalu singkat bagi saya.” Beberapa puluh tahun lalu Chevrolet Motor Co., mengeluarkan model
mobil yang diberi nama “Nova” dan diekspor ke Mexico dan ternyata pemasaran mobil itu jeblok! Setelah
diteliti ketahuanlah bahwa dalam bahasa Spanyol No va berarti “tidak bisa jalan!”
Kitab Suci ditulis dalam rentang waktu ribuan tahun lalu oleh orang-orang yang memiliki kebudayaan yang
sangat berbeda dengan kita dan menggunakan bahasa yang sama sekali tidak kita mengerti. Kitab Suci ditulis
dalam format sastra yang sangat berlainan dengan karya-karya sastra Indonesia kontemporer dewasa ini.
Banyak kata-kata penting dalam Kitab Suci, misalnya yang diucapkan Yesus menggunakan bahasa Aram,
yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani, dan selanjutnya diterjemahkan lagi ke dalam bahasabahasa Eropa, baru kemudian dialihkan ke dalam Bahasa Indonesia. Dalam konteks seperti inilah, kita
dihadapkan pada pelbagai masalah yakni mengartikan Kitab Suci.
Adalah keyakinan Gereja Katolik dan banyak lagi gereja-gereja Kristen lainnya yang menganggap bahwa
Kitab Suci juga ditulis oleh Allah. Ini berarti bahwa kita dapat sepenuhnya percaya akan isi Kitab Suci pada
tataran yang tidak ada bandingannya. Namun demikian hal ini justru akan menimbulkan persoalan lebih lanjut.
Bagaimana mungkin suatu tulisan yang sama dikerjakan baik oleh Allah maupun manusia? Lantas bagaimana
cara kita menafsirkan tulisan-tulisan tersebut?
Pandangan resmi Gereja Katolik adalah bahwa Allah sendiri yang memberi inspirasi kepada manusia penulis
Kitab Suci melalui bakat, kemampuan, dan gaya yang mereka miliki. Allah tidak serta merta mendikte pesanpesan yang ingin disampaikan kepada para penulis atau menggunakan mereka sebagai juru bicara semata
yang tidak memiliki peran samasekali. Oleh karena itu, untuk dapat mengerti dengan baik setiap bagian dalam
Kitab Suci mau tak mau kita harus kembali lagi kepada masa dan tempat asal manusia penulis Kitab Suci
dengan menggali pesan-pesan yang diungkapkan oleh para penulis tersebut.
Pada tahap selanjutnya kita akan mempelajari secara lebih rinci ihwal penafsiran Kitab Suci. Pada titik ini kita
telah bersepakat bahwa Kitab Suci harus ditafsirkan. Tak dapat disangkal memang ada pihak-pihak yang
beranggapan bahwa kita dapat memahami Kitab Suci dari kata-kata yang terkandung dalam Kitab Suci itu
sendiri. Tetapi rentang waktu ribuan tahun lalu dan fakta bahwa Kitab Suci ditulis di dalam bahasa yang
dipergunakan bagi orang-orang yang berbeda budaya, semakin meyakinkan kita bahwa mempelajari dan
menafsirkan adalah sangat penting jika kita ingin memahami secara baik Kitab Suci.
Untuk memperkuat pandangan ini, kita hanya memerlukan beberapa kutipan dari ayat Kitab Suci. Mazmur
144:1 berbunyi:” Terpujilah TUHAN, gunung batuku.” Apakah ini berarti bahwa Allah adalah benda-benda
padat atau apakah ayat tersebut memiliki makna bahwa Allah adalah pencipta yang maha perkasa sehingga
kita bisa bergantung padaNya? Dengan demikian menafsirkan Kitab Suci adalah penting. Contoh lain bisa kita
FB. Sinamartin, Jan
temukan dalam Lukas 14:26, di mana Yesus berkata : "Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak
membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan
nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.” Apakah ini berarti bahwa Yesus mengajak kita membenci
keluarga kita sendiri? Atau apakah ucapan Yesus dalam bahasa Armaic itu berarti lain? Lagi-lagi di sini
ditunjukkan bahwa menafsirkan Kitab Suci adalah sangat penting.
Penelitian Para Ilmuwan
Ide menafsirkan Kitab Suci telah menempatkan sebagian orang Katolik dalam posisi yang tidak nyaman.
Mereka mungkin memahami bahwa beberapa pasal-pasal Kitab Suci diasumsikan sebagai historis tetapi
sekarang harus ditafsirkan dengan cara yang berbeda. Bukankah ini berarti bahwa seluruh isi Kitab Suci
hanyalah cerita khayalan?
Jelas bukan. Beberapa tahun belakangan ini memang telah terjadi perubahan pemahaman terhadap
beberapa bagian Kitab Suci. Perubahan pemahaman ini karena hasil penemuan para ilmuwan di bidang
bahasa, arkeologi, dan sejarah.
Bahasa : Abad 19 dan 20 ini telah mengungkap ribuan dokumen yang sebelumnya tidak diketahui sejak
jaman Kitab Suci. Naskah-naskah yang ditulis dalam bahasa Mesir, Babylonia, Persia, Aram, dan bahasabahasa lainnya memungkinkan para ilmuwan mengungkap cara-cara penulisan dan berpikir orang-orang
kuno. Penemuan-penemuan seperti Gulungan Laut Mati (salinan naskah kuno dari beberapa bagian Kitab
Suci dan beberapa tulisan lain ditemukan di gua-gua padang pasir selatan Yerusalem) pada 1947 telah
membantu para ahli membuat kemajuan yang menakjubkan dalam memahami baik Perjanjian Lama maupun
Perjanjian Baru.
Arkeologi : Dalam dua abad belakangan ini, para arkeolog telah membawa pengertian baru pada Kitab Suci.
Monumen-monumen dan kota-kota kuno telah digali dan dipelajari di Mesir, Palestina, dan tempat-tempat
penting lainnya menurut Kitab Suci. Hampir seluruh aspek kehidupan yang disebutkan dalam Kitab Suci telah
diklarifikasi sedemikian rupa.
Sejarah : Ditopang oleh penemuan-penemuan arkeologi, para ahli sejarah telah memperoleh gambaran yang
lebih akurat mengenai kehidupan masa lalu. Mereka telah mampu mendokumentasikan bagian-bagian dari
Kitab Suci yang tidak historis dan yang historis.
Alhasil, kita barangkali berada pada posisi yang lebih baik dalam memahami maksud dari penulis-penulis
Kitab Suci sejak jaman Yesus. Mungkin kita perlu merevisi pandangan kita atas beberapa bagian dari Kitab
Suci, namun demikian bukan berarti kita beranggapan bahwa secara keseluruhan isi Kitab Suci adalah
dongeng belaka. Ada sejarah di dalam Kitab Suci. Tetapi ada pula perumpamaan-perumpamaan, puisi, ceritacerita pendek, drama, cerita tentang binatang, dan pelbagai macam tulisan lainnya.
Hal-hal di atas sepertinya merupakan suatu tantangan tersendiri karena begitu luas cakupannya. Betul bahwa
penelitian-penelitian seperti telah disebut di muka memerlukan pengetahuan bahasa-bahasa kuno, pelbagai
budaya, dan sejarah. Barangkali ini di luar kemampuan manusia pada umumnya. Tetapi para ilmuwan Kitab
Suci telah membantu banyak hal bagi kita. Melalui bantuan mereka kita dapat belajar mengenal dan
memahami bentuk-bentuk sastra Kitab Suci, seperti halnya kita mengenal dan memahami karya-karya sastra
kontemporer dewasa ini.
Kita memperoleh manfaat yang sangat besar atas penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan
utamanya dalam hal penterjemahan Kitab Suci yang dewasa ini semakin bagus. Terjemahan-terjemahan Kitab
Suci dewasa ini sudah mendekati makna naskah aslinya (dokumen-dokumen yang ditulis tangan) ketimbang
terjemahan Kitab Suci beberapa puluh tahun lalu. Kalau kita membuka Kitab Suci Komunitas Kristiani
(Edisi Pastoral Katolik, 2001) di sana akan kita jumpai latar belakang sejarah, masa penulisan masing-masing
kitab sekaligus penulisnya, dan yang terpenting disediakan tafsiran di bagian bawah sebagai pedoman atau
FB. Sinamartin, Jan
bantuan bagi para pembaca.
Catatan penulis sebagai klarifikasi : Dalam buku ini kerap menyebut para ilmuwan Kitab Suci. Ini sekadar
menunjuk kepada pekerjaan mereka sebagai ilmuwan. Segala upaya telah dilakukan di sini untuk mengikuti
keyakinan ilmuwan atas ajaran-ajaran Gereja Katolik dan mengungkapkan pandangan yang sejalan dengan
yang telah ditetapkan Gereja. Tetapi pandangan ilmuwan dapat berubah begitu ada bukti-bukti baru yang
ditemukan oleh para arkeolog, ahli bahasa, dan sejarawan. Hal ini tentu saja tidak lantas membuat kita
cemas. Iman kita tidak terletak pada spekulasi para ilmuwan, tetapi pada kebijaksanaan dan otoritas Allah.
Sementara teori dan pendapat para ilmuwan berubah, doktrin dasar Gereja Katolik yang dibangun adalah
pasti dan sepanjang masa sebab ia berasal dari Yesus Kristus sendiri, Tuhan dan Allah kita, “baik kemarin
maupun hari ini dan sampai selama-lamanya.” (Ibr 13:8).
Tafsir Modern Kitab Suci
Tidak ada naskah tulisan tangan penulis asli yang bisa terpelihara hingga dewasa ini. Naskah-naskah tua
yang ada adalah salinan dan terjemahan, beberapa naskah tua tersebut berusia ribuan tahun, bahkan ada
yang lebih tua lagi. Pada abad-abad lalu, belum ada kesepahaman mengenai apa sesungguhnya yang
dikatakan kitab-kitab asli. Tetapi kemajuan di bidang arkeologi, ilmu bahasa, dan ilmu sejarah telah membantu
ilmuwan Kitab Suci mencapai kesepakatan mengenai hakikat dari teks-teks asli Kitab Suci.
Alhasil, banyak perbedaan mendasar yang sebelumnya dapat kita temui pada terjemahan Kitab Suci
Protestan maupun Katolik yang dewasa ini sudah dapat dihilangkan. Sebagai contoh, tambahan yang tidak
alkitabiah pada Doa Bapa Kami, “[Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan
sampai selama-lamanya. Amin.] telah dihilangkan dalam terjemahan modern Kitab Suci Portestan. Namun
demikian, akan tetap ada terjemahan versi Protestan maupun Katolik. Pada negara-negara yang berbahasa
Inggris versi terjemahan ini lebih banyak lagi. Barangkali kita bertanya dalam hati, “Mengapa begitu banyak
versi? “Versi mana yang harus saya pakai?”
Tak dapat disangkal bawa terjemahan Kitab Suci banyak sekali versinya. Karena sebuah kata bisa saja
memiliki banyak arti dan bisa menjadi pokok perbedaan dalam penafsiran. Seorang penerjemah mungkin lebih
suka menggunakan kata membantu. Tetapi lainnya lebih senang memakai kata menolong. Bagi seorang ahli
bahasa kata cinta barangkali lebih menjadi pilihan ketimbang kata karitas. Tetapi ahli bahasa lainnya kata
karitas merupakan pilihan yang terbaik.
Beberapa terjemahan diupayakan sedekat mungkin mengikuti bahasa aslinya, sementara terjemahan bebas,
atau parafrase, menekankan ide-ide yang dinyatakan kembali dengan kata-kata sendiri. Pendekatan yang
pertama menghasilkan versi terjemahan yang mendekati penulis asli, tetapi bahasanya mungkin terlihat kaku.
Sedangkan yang ke-2 memiliki keuntungan karena menghasilkan lebih banyak keragaman teks-teks yang
lebih enak dibaca, tetapi hal ini bisa mengakibatkan hasil terjemahannya agak bias dari maksud aslinya.
Di Indonesia pun terjemahan Kitab Suci banyak ragamnya, seperti Kitab Suci Dalam Bahasa Indonesia
Sehari-hari, Kitab Suci Terjemahan Baru Versi I, Kitab Suci Terjemahan Baru Versi II, belum lagi yang
diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa daerah seperti Batak, Jawa, Sunda, Minahasa, Bugis, dll. Selain itu
ada yang diterjemahkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) untuk Protestan. Sedangkan yang Katolik
dikerjakan oleh Lembaga Biblika Indonesia (LBI). Namun demikian KWI tetap mengakui hasil terjemahan yang
dikeluarkan oleh LAI. Sebagai orang Katolik kita bisa memilih Kitab Suci hasil terjemahan LAI dengan
tambahan kitab-kitab Deuterokanonika yang diselenggaran oleh LBI. Atau kita bisa menggunakan Kitab Suci
Komunitas Kristiani Edisi Pastoral Katolik (Penerbit OBOR, 2002).
FB. Sinamartin, Jan
Awal Mula Membaca Kitab Suci
Kitab Suci sejatinya merupakan sebuah kumpulan kitab-kitab. Kitab itu sendiri merupakan hasil terjemahan
dari bahasa Yunani biblia. Kitab Suci juga kerap disebut dengan “Kumpulan Karya Tulis Sakral” (the sacred
writings). Pada dasarnya terdapat dua bagian penting dalam Kitab Suci yaitu : Perjanjian Lama, ditulis
sebelum jaman Yesus Kristus, dan Perjanjian Baru, ditulis dalam masa 100 tahun setelah Kematian dan
Kebangkitan Kristus. Sebagian besar Kitab Suci memiliki daftar isi serta metoda penomoran baik untuk
Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Selain itu biasanya terdapat pula daftar singkatan yang lazimnya
merujuk kepada setiap kitab di dalam Kitab Suci.
Masing-masing kitab dibagi-bagi lagi menjadi bab-bab dan ayat-ayat. Sistem penomoran yang dipakai dewasa
ini sejatinya bukan merupakan bagian dari Kitab Suci yang asli, pemenggalan pada bab-bab dan ayat-ayat
seringkali tidak sinkron dengan arti teks. Namun demikian metoda ini telah diterima oleh masyarakat dunia
guna menemukan kutipan-kutipan di dalam Kitab Suci.
Cara yang lazim digunakan untuk merujuk pada kutipan-kutipan Kitab Suci adalah sebagai berikut : pertama,
penyebutan nama Kitab (biasanya disingkat, seperti Matius disingkat dengan Mat., Kejadian menjadi Kej.);
kedua, diikuti oleh sebuah angka, yang menunjukkan pada Bab dari kitab tersebut. Mat 2 berarti Injil Matius
Bab 2. Setelah itu diikuti dengan titik dua (:) dan dilanjutkan dengan angka, yang menunjuk pada Ayat. Mat
2:19-23 berarti Injil Matius Bab 2, Ayat 19 s/d 23.
Jika kutipan yang kita pilih merujuk pada lebih dari satu bab, akan ditulis demikian : Mat 2:19-3:6, dibaca Injil
Matius Bab 2, Ayat 19 sampai dengan Bab 3, Ayat 6.
Kerap pula ayat-ayat tertentu di dalam satu Bab dirujuk, tetapi lainnya dilewati. Sebuah koma biasanya
digunakan untuk menunjuk pada ayat-ayat yang dilewati. Sebagai contoh, 1 Raj 2:1-4, 10-11 mengacu pada
Kitab Pertama Raja-raja Bab 2, Ayat 1 s/d 4 dan Ayat 10 s/d 11. (Ayat-ayat 5 s/d 9 dilewati).
Metoda penomoran ini pada awalnya akan membuat kita bingung, tetapi ia akan menjadi mudah setelah kita
terbiasa dengan Kitab Suci dan setelah melalui proses membuka dan membaca bab demi bab.
Setelah kita memahami metoda penulisan kutipan dalam Kitab Suci. Mulai sekarang seluruh kutipan
Kitab Suci dalam buku ini akan menggunakan singkatan dan penomoran yang telah dijelaskan di muka.
Singkatan dan metoda penomoran yang telah kita pelajari lazim digunakan di gereja-gereja Indonesia, baik
Katolik maupun Protestan.
Alat-bantu Memahami Kitab Suci
Buku A Catholic Guide To The Bible ini, akan membimbing para pembaca menjelajahi Kitab Suci. Alatbantu lain barangkali dapat kita temukan dalam buku-buku yang mengkhususkan diri pada Studi Kitab Suci.
Komentar Kitab Suci misalnya, memuat penjelasan ayat demi ayat pada setiap bab-bab dalam Kitab Suci.
Atlas Kitab Suci membantu kita menemukan tempat atau letak kejadian-kejadian (kisah) di dalam Kitab Suci
baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Atlas Kitab Suci terkadang memberi penjelasan rinci tentang
kehidupan sehari-hari di jaman kuno (jaman Kitab Suci). Konkordansi memuat daftar kata-kata yang ada
dalam Kitab Suci serta menunjukkan pada bab serta pasal di mana kata-kata tersebut berada. Catatan
Penterjemah : Di Indonesia Konkordansi Alkitab karangan Dr. D.F. Walker sejak 1978 telah dipergunakan di
kalangan gereja maupun mahasiswa teologi. Kamus Kitab Suci memberikan penjelasan mengenai kata-kata,
nama-nama, dan tempat-tempat penting yang ada di dalam Kitab Suci. Audio Kitab Suci biasanya
diperuntukkan kepada pembaca tuna-netra sehingga Sabda Allah sampai juga kepada mereka melalui alatbantu tersebut. Atau Audio Kitab Suci bisa juga dipergunakan jika tempat dan waktu memang kurang
memungkinkan jika memakai sarana Kitab Suci biasa. Program Komputer Kitab Suci, adalah Kitab Suci yang
ditulis menggunakan sarana program komputer sehingga pengguna dapat langsung mengakses setiap kata
FB. Sinamartin, Jan
dan ayat dan langsung ditampilkan di layar komputer.
Sesungguhnya terdapat puluhan ribu buku yang menyediakan informasi mengenai Kitab Suci. Banyak
di antaranya yang sejalan dengan ajaran gereja Katolik tetapi banyak pula yang tidak sesuai dan bahkan
menyerang ajaran Gereja Katolik. Kita harus pandai memilah-milah buku-buku mana yang dapat membantu
kita mendalami Kitab Suci.
Iman dan Kitab Suci
Kitab Suci telah menjadi kitab yang paling banyak dibeli orang – bestseller --selama dua ribu tahun. Karena
Kitab Suci menyapa setiap manusia sesuai konteks situasinya. Ia juga merefleksikan emosi manusia dan
melukiskan sebuah gambar yang tepat mengenai seluruh aspek kehidupan manusia : baik dan buruk. Ia
adalah literatur agung : sejarah yang hidup, puisi yang memiliki jiwa, dan cerita-cerita yang mungkin tak
terlupakan. Perikop-perikop seperti “ Tuhan adalah gembalaku” (Mzm 23) dan perumpamaan Yesus tentang
Anak Yang Hilang (Luk 15:11-32) adalah sangat terkenal dan disukai oleh ratusan juta orang di seluruh dunia.
Tetapi alasan utama mengapa Kitab Suci menjadi bestseller adalah karena ia mendapat inspirasi Allah. Hal ini
berarti bahwa Allah mempengaruhi para manusia penulis Kitab Suci untuk mengajarkan kebenaran bagi
keselamatan kita. Allah menghadiahi kita Kitab Suci untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan paling mendasar
dalam hidup kita seperti : “Mengapa kita hidup di dunia?” “Bagaimana segala sesuatu diciptakan?” “Apakah
Allah itu sungguh ada, dan jika benar-benar ada, seperti apa Allah itu?” “Bagaimana seharusnya kita hidup?”
“Apa yang terjadi kemudian setelah kita mati?”
Memandang Kitab Suci hanya sebagai literatur yang kita pelajari sebagaimana halnya buku-buku pelajaran
lainnya adalah sangat mungkin, namun cara pandang seperti itu kurang tepat. Kita barangkali memahami isi
Kitab Suci dan mendiskusikannya secara ilmiah mengenai beberapa pokok bahasan, tetapi kita akan gagal
dalam memahami masalah yang sangat penting, kecuali kita bertanya pada diri kita : Apakah Kitab Suci
benar-benar inspirasi Allah? Apakah Allah benar-benar berbicara kepada kita melalui halaman-halaman Kitab
Suci? Apakah Kitab Suci memberikan pedoman hidup bagi kita? Apakah kita percaya pada pesan-pesan Kitab
Suci tentang keselamatan dan kehidupan kekal melalui Yesus Kristus?
Kitab Suci akan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas. Kita barangkali merasa nyaman
dan puas ketika membaca sebuah novel yang bagus, tetapi ia tidak akan menyebabkan kehidupan kita
berubah. Namun ketika kita membaca Kitab Suci, kita senantiasa ditantang untuk percaya dan menaruh
harapan, untuk mencintai dan memberi, untuk berkorban dan saling membagi, untuk memaafkan dan
menerima maaf, untuk tumbuh dan percaya. Barangkali kita menghargai Kitab Suci sebagai literatur yang
hebat, akan tetapi kita baru benar-benar memahami Kitab Suci hanya setelah kita menyadari bahwa Kitab
Suci adalah sarana dialog dengan Allah Yang Hidup.
Beberapa tahun lalu saya berjumpa dengan seorang wanita lanjut usia yang didiagnosa menderita kanker
yang mematikan. Setelah kami berbincang-bincang mengenai penyakitnya, saya bertanya apakah ia takut
mati? “Oh tidak,” jawabnya tegas. “Yesus akan menuntun saya ke surga. Saya ingin hidup bersama suamiku
lagi, dengan kedua orang tuaku. Saya percaya Tuhan akan menolong saya.”
Ia benar-benar “memahami” Kitab Suci-nya! Mungkin ia tidak dapat mengutip bab dan ayat Kitab Suci, tetapi
ia sangat mengerti akan janji Kristus, dan ia sungguh percaya! Sebaliknya sangat mungkin bagi seorang
ilmuwan mengetahui hampir seluruh kata yang pernah diucapan Yesus yang berkaitan dengan kehidupan
kekal tetapi ia tidak mempercayai satu kata pun. Tujuan kita melakukan studi Kitab Suci adalah mempelajari
apa yang Allah katakan dalam Kitab Suci dan mempercayai-Nya serta kemudian melaksanakannya.
Berdoa sebelum membuka Kitab Suci adalah sangat penting, karena dengan berdoa kita membuka hati dan
pikiran kita kepada Sabda Allah melalui kata-kata-Nya yang tertulis dalam halaman-halaman Kitab Suci.
Pada saat kita memperlajari Kitab Suci dan isi Kitab Suci sedang memenuhi kepala kita. Atau pada
FB. Sinamartin, Jan
saat kita membuka Kitab Suci sebagai langkah awal untuk berdoa. Atau ketika kita membuka Kitab Suci untuk
mencari petunjuk, hendaklah kita mengawali langkah tersebut dengan berdoa kepada Tuhan : “Ya Allah,
bantulah saya untuk memahami dan mengerti Sabda-Mu. Buatlah aku percaya pada Sabda-Mu. Kuatkanlah
aku untuk melaksanakan Sabda-Mu itu. Amin.”
Pertanyaan untuk bahan Diskusi dan Renungan
1. Adakah perikop-perikop dalam Kitab Suci yang menjadi favorit Anda? Mengapa? Pada bagian
mana dari Kitab Suci yang masih membuat anda bingung? Mengapa?
2. Pada saat anda membuka Kitab Suci, atau ketika anda membaca Kitab Suci pada waktu
mengikuti pelayanan doa, apakah anda sadar bahwa Allah sedang berbicara dengan anda
melalui kata-kata yang tertulis dalam Kitab Suci?
Aktivitas
Diamlah untuk beberapa saat. Renungkanlah hal-hal yang paling penting yang belum anda mengerti
dalam hidup anda. Kemudian, tulislah sebuah doa yang isinya memohon kepada Tuhan agar berkenan
membatu menemukan jawaban tersebut dari dalam Kitab Suci. Selipkanlah doa ini di dalam Kitab Suci anda
dan gunakan doa ini pada saat anda mempelajari atau membaca Kitab Suci.
Posted by V. Prabowo Shakti at 2:54 AM 1 comments
Kata Pengantar
Kata Pengantar
Salah satu pertanyaan yang akan diajukan Allah pada saat Penghakiman Terakhir adalah :” Sejauh mana
anda menyukai buku-Ku?” Buku milik Allah adalah Kitab Suci, yang harus kita baca dan hayati sebagai
pedoman hidup.
Namun tidak dapat disangkal bahwa begitu kita membuka Kitab Suci, kita akan dihadapkan pada
kenyataan bahwa Kitab Suci adalah buku yang sulit untuk dimengerti. Banyak orang berusaha untuk
memahami Kitab Suci dengan cara membaca dari awal (Kitab Kejadian) sampai akhir (Kitab Wahyu), namun
di sana akan dihadang oleh bab-bab yang sulit, halaman-halaman yang berisi nama-nama dan angka-angka,
gaya penulisan yang tidak lazim, serta tebalnya isi Kitab Suci itu sendiri.
Buku A Catholic Guide to the Bible yang sedang anda baca ini dimaksudkan sebagai pedoman untuk
mengatasi hambatan-hambatan tersebut dalam memahami isi Kitab Suci. Melalui buku ini anda akan diajak
untuk mengerti dari mana asalnya Kitab Suci itu. Di sini juga disajikan petunjuk terarah disertai latar belakang
informasi dari perikop-perikop pilihan dari setiap kitab yang dibaca.
Selanjutnya, para pembaca akan diajak membahas pelbagai macam topik seperti : bahasa-bahasa yang
dipakai dalam Kitab Suci, bentuk-bentuk sastra, sejarah, dan teologi. Sudah barang tentu di sini dibutuhkan
waktu dan usaha keras. Seperti halnya siswa yang sedang belajar piano, mula-mula oleh instrukturnya akan
diajar bagaimana cara membaca not balok terlebih dahulu untuk kemudian dapat memainkan komposisi piano
yang indah. Begitu pula siswa-siswa yang belajar Kitab Suci : pertama-tama harus mempelajari dasar-dasar
ilmu kitab suci terlebih dahulu untuk kemudian dapat mengerti dan memahami Kitab Suci.
Siswa-siswa yang belajar piano biasanya dianjurkan untuk berlatih setiap hari. Anda sebagai “siswa”
yang sedang belajar Kitab Suci yang menggunakan buku A Catholic Guide to the Bible ini sebagai “pedoman,”
dianjurkan untuk menyisihkan waktu setiap hari membaca bebarapa halaman dari buku ini kemudian melihat
FB. Sinamartin, Jan
hubungannya pada rujukan-rujukan dalam Kitab Suci dan menjawab pertanyaan dari Workbook (lihat di
bagian belakang dari buku ini). Anda tentunya akan memperoleh manfaat yang tidak sedikit dari metoda
belajar seperti ini, ketimbang melalui cara “borongan.”
Dalam menulis A Catholic Guide to the Bible ini, saya berusaha untuk tetap sejalan dengan ajaranajaran iman Gereja Katolik. Dalam banyak hal di mana Gereja tidak mengeluarkan pernyataan resmi berkaitan
dengan penafsiran Kitab Suci, saya akan berusaha sebaik mungkin untuk menyatakan pendapat saya di
dalam batas-batas alasan dan kesetiaan pada dogma Gereja. Rujukan-rujukan yang mengacu pada
Katekismus Gereja Katolik akan menggunakan penyebutan seperti : K 1-10, berarti Anda diajak untuk melihat
Seksi I s/d X di dalam Katekismus Gereja Katolik (Edisi Indonesia : Para Waligereja Regio Nusa Tenggara,
Cetakan II : 1998).
Buku A Catholic Guide to the Bible ini merupakan ajakan untuk mempelajari Kitab Suci. Ia, buku ini, juga
merupakan undangan untuk mengarungi “petualangan” : mendengarkan Sabda Allah, membaca setiap katakata yang pernah Yesus baca, membuka halaman-halaman yang pernah disentuh (dibaca) oleh para santa
dan santo! Yang kesemuanya itu ada di dalam Kitab Suci. Selain itu, buku ini merupakan bujukan untuk
menemukan bahwa Kitab Suci adalah merupakan “harta karun” yang menemani kita dalam mengarungi
samudera kehidupan. Begitu kita memahami dasar-dasar ilmu kitab suci dan Kitab Suci telah menjadi bagian
dari keseharian kita, itu berati bahwa Allah sendiri yang berbicara kepada kita melalui halaman-halaman Kitab
Suci.
Dan nantinya kita dapat dengan tepat dan tanpa ragu memberikan jawaban pada Hari Penghakiman :
“Oh, buku milikMu Tuhan? Saya sungguh mencintainya. Ia merupakan pedoman bagi saya guna mengenal
kehadiranMu!”
ROMO OSCAR LUKEFAHR, C.M.
P.S : Ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam penulisan buku ini :
………Kepada Romo David Polek, C.SS.R., yang mula-mula menyaranakan penulisan buku ini. Kepada
Cecelia Portlock, yang memberikan nasehat dan keahliannya yang sangat berharga. Kepada semua pihak
yang telah membaca seluruh naskah dan workbook, utamanya : Frank dan Gail Jones, Delores Lindhurst, dan
Kathy dan Dennis Vollink. Semua pihak yang telah membantu tahap-tahap penulisan buku ini : Carol Meyer,
Kesey Nugent, Henry dan Jeanne Moreno, Romo John Tackaberry, C.M., Mary Ann Tockzylowsky, Brock dan
Kathy Whittenberger, dan Dr. Micahel Wulfers. Kepada Kelas Studi Kitab Suci pada Paroki St. Vincent de Paul
di Perryville, Missouri, yang dorongan dan nasehatnya sangat berharga. Kepada adik saya, Joann Lukefahr,
D.C., yang telah membentuk Kelas Studi Kitab Suci. Kepada dosen-dosen Kitab Suci saya di seminari, Romo
James Fischer, C.M. dan Romo Gilmore Guyot, C.M. Kepada Penny Elder, Cheryl Callier, dan Sherrie Hotop,
yang telah membantu edisi kedua dan workbook, dan kepada Kass Dotterweich untuk tugas pengeditan edisi
ini. Semoga Berkat Allah menyertai anda semua!
Posted by V. Prabowo Shakti at 1:54 AM 0 comments
A Catholic Guide To The Bible by Oscar Lukefahr, C.M.
Tidak ada yang lebih bahagia bagi saya ketika menyelesaikan Versi Bahasa Indonesia dari A Catholic Guide
To The Bible yang ditulis oleh Romo Oscar Lukefahar, C.M.. Saya mendapatkan buku ini setelah mendaftar
kursus alkitab di Catholic Home Study Services yang diselenggarakan oleh
Catholic Home Study Service (CHSS), Komunitas Vincentian & Missouri Knights of Columbus, Amerika
Serikat, di bawah bimbingan Romo Oscar Lukefahr, C.M.. Kursus Kitab Suci di CHSS ini telah berlangsung
selama enam puluh tahun, tanpa dipungut biaya alias gratis.
Ada tujuh materi kursus yang diselenggarakan oleh CHSS. Salah satunya adalah A Catholic Guide To The
Bible, yang merupakan pilihan favorit bagi para siswa yang sedang mendalami Kitab Suci.
“Explains Catholic principles of interpreting the Bible. Takes the student through the Bible,
FB. Sinamartin, Jan
offering pertinent information about the historical background, author, and literary style of
each book. Selects readable passages from each book of the Bible so that the student can
become familiar with the whole Bible and understand it as the Word of God.”
Oleh karena itu tidak terlalu berlebihan jika dikatakan bahwa buku A Catholic Guide To The Bible merupakan
buku “Referensi/Studi Kitab Suci” kategori Best Seller atau yang paling banyak dibaca orang di seluruh dunia.
Merupakan berita gembira bagi anda yang berminat mendalami Kitab Suci di CHSS, karena kini telah tersedia
A Catholic Guide To The Bible versi Bahasa Indonesia.
Bagi anda yang berminat mengikuti kursus di CHSS daftarkan nama anda di website
http://www.amm.org/chss.htm atau anda dapat menghubungi Catholic Home Study Service, PO Box 363,
Perryville, MO 63775-0363 USA.
Buku A Catholic Guide To Bible versi bahasa Indonesia ini sedang dalam proses pencetakan di Penerbit Obor,
Jakarta, Copyright ada pada penerjemah.
Selamat membaca
V. Prabowo Shakti
PD Kharismatik, Kemetiran, Yogyakarta
Download