MODUL PERKULIAHAN PERTEMUAN XIII PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN PROTESTAN POKOK BAHASAN : SEJARAH GEREJA, ALIRAN, TOKOH DAN PENGARUHNYA Fakultas Program Studi PSIKOLOGI PENDIDIKAN AGAMA PROTESTAN Tatap Muka 14 Kode MK Disusun Oleh 90039 Drs.Sugeng Baskoro, M.M. Abstract Kompetensi Pemahaman lahirnya gereja, alirannya dan pengaruhnya Mahasiswa mampu memahami sejarah gereja secara umum, aliran dalam gereja dan pengaruhnya 1 A. SEJARAH GEREJA, ALIRAN TOKOH DAN PENGARUHNYA Abad pertama sejarah gereja berlangsung dari tahun 30 hingga 150 M. Pada awal masa ini akhirnya gereja purba memahami bahwa ketaatan pada hukum Taurat tidak boleh lagi dianggap sebagai syarat mutlak keselamatan. Dampaknya juga menyebabkan gereja Kristen dapat meluas di lingkungan orang-orang bukan Yahudi. Sekitar tahun 48 M (kira-kira 18 tahun sesudah hari Pentakosta) Paulus berhasil meyakinkan para rasul untuk tidak memaksa orang-orang Kristen bukan Yahudi untuk menaati Taurat Musa; namun masih ada saja orang Yahudi yang menganggap Taurat Musa mutlak sebagai syarat keselamatan. Mereka ini disebut sebagai kaum Yudais. Perluasan gereja bertolak dari daerah Palestina-Siria ke daerah-daerah sebelah Barat, Timur dan Selatan. Di pertengahan ke-2 abad ke-2 agama Kristen sudah tersebar di daerah yang terbentang dari Eropa Barat sampai ke Asia Tengah. Pada masa pertama, Antiokhia menjadi salah satu pusat pekabaran Injil yang utama. Di sinilah pertama kali berdiri jemaat Kristen yang bukan orang-orang Yahudi. Sekitar tahun 180 M agama Kristen sudah tersebar ke daerah yang membentang dari Gallia (Perancis) di Barat sampai Arabia Selatan dan Persia di Timur. Agama Kristen juga sudah memasuki berbagai lingkungan dan bahasa. Berbagai lingkungan juga mempengaruhi perkembangan agama tersebut hingga timbul berbagai cara yang berbeda untuk mengungkapkan keselamatan yang dberikan oleh Allah melalui Yesus Kristus. Di antaranya yaitu (cara yang ditemukan pada abad ke-2 M): didakhe, surat-surat Ignatius, Yustinus Martir, dan Bardaisan. Didakhe. Kata ini 2 berarti ‘pengajaran’. Kitab ini adalah salah satu tulisan yang terkenal setelah zaman para rasul, yang diperkirakan ditulis di Siria pada tahun 100 M. Kitab ini berisi tentang jalan kehidupan dan jalan maut, kebiasaan-kebiasaan dalam hal berpuasa dan berdoa, mengenai tata ibadah khususnya perayaan sakramen-sakramen, dan mengenai tata gereja. Surat-surat Ignatius. Sekitar tahun 110 M uskup Ignatius dari Antiokhia ditangkap oleh pemerintah Romawi. Dalam surat-surat ini tidak ada suasana moralisme seperti yang terdapat dalam kitab didakhe melainkan pujian-pujian kepada Kristus yang menyelamatkan manusia. Ia menekankan bahwa keselamatan itu adalah kehidupan dan yang dipentingkan dalam karya Kristus ialah kebangkitan. Yustinus Martir. Ia adalah seorang filsuf aliran Platonisme namun telah beralih ke filsafat Kristen. Ia mengungkapkan imannya melalui filsafat Yunani (Plato), namun ia juga mengaku bahwa Allah yang tak dapat dikenal itu memperkenalkan diri dan mengutus Anak-Nya ke dunia dan menyelamatkannya. Untuk mengungkapkan Kristus ia juga menggunakan filsafat Stoa. Ia adalah teolog pertama yang berusaha menguraikan iman Kristen secara ilmiah. Bardaisan. Ia adalah seorang bangsawan dari Edessa yang dididik dalam lingkungan agama sinkretistis yang tersebar di Asia Barat, yang unsur utamanya adalah astrologi (ilmu nujum) dari Babilonia kuno. Ia menekankan bahwa pilihan untuk berbuat baik atau jahat, berkaitan dengan takdir dalam ilmu astrologi, merupakan pilihan kita sendiri. Dalam tata gereja juga terdapat bentuk yang berbedabeda. Di setiap jemaat terdapat sejumlah presbuteroi (penatua). Dari mereka dipilih penilik-penilik (episkopoi) yg dibantu para diaken (diakonia). Penilik mengurus soal 3 administrasi dan memimpin kebaktian; diaken mengurus bantuan bagi orang miskin dan melayani Perjamuan Kudus. Ketiganya diangkat melalui pemilihan untuk tugas yg tetap, namun di beberapa jemaat ada yang nampak pimpinan rangkap, yaitu di samping pelayan ada juga nabinabi dan pengajar-pengajar yang disegani karena karunia Roh yang dianugerahkan kepada mereka. Diharapkan supaya semua anggota gereja memberi sumbangan menurut karunia masing-masing. Golongan ini disebut yang berkharisma’ (Roh). Mulai abad ke-2 polanya mulai seragam. Dalam gereja mulai ditetapkan hierarki (urutan pangkat): penilik, penatua, diaken. Satu penilik ditetapkan untuk satu jemaat. Anggapan para pelayan pada saat itu yang memandang hubungan mereka jauh lebih tinggi dibanding jemaat menyebabkan perubahan baru. Istilah Yunani ‘episkopos’ tidak lagi diterjemahkan sebagai penilik melainkan uskup. Penatua atau ‘presbuteroi’ diterjemahkan sebagai imam. Uskuplah yang berkuasa dalam jemaat. Segala keputusan gereja ditetapkan dalam siding para uskup atau sinode. Sistem di mana uskup berkuasadalam gereja ini disebut sebagai sistem ‘episkopalisme’. Sistem pemerintahan ini masih dipakai di gereja ortodoks timur (di Rusia dan Eropa tenggara). Ada tiga unsur yang ada dalam ibadah pada masa itu: pembacaan Alkitab, khotbah dan doa. Perjamuan dirayakan setiap hari Minggu, dan hanya orangorang percaya yang telah beroleh pembasuhan pengampunan dan kelahiran kembali dan yang hidup sesuai ajaran Kristen. Sedangkan baptisan dilayankan dalam upacara tersendiri. Pada abad ke-2 M mulai ada pembatasan baptisan anak-anak dengan pertimbangan bahwa baptisan harus diperoleh melalui penyesalan. 4 Sesudah melewati suatu periode awal yang diwarnai penganiayaan secara sporadik namun intens, Kekristenan menjadi legal pada abad ke-4, ketika Kaisar Konstantinus I mengeluarkan Edicta Milano (Edik Milano) pada tahun 313. Konstantinus berperan penting dalam penyelenggaraan Konsili Nicea Pertama yang merupakan konsili para uskup Gereja Katolik pada tahun 325, yang ditujukan untuk melawan bidaah Arianisme dan merumuskan Kredo Nicea yang digunakan oleh Gereja Katolik, Ortodoksi Timur, dan berbagai Gereja Protestan. Pada tanggal 27 Februari 380, Kaisar Teodosius I memberlakukan sebuah hukum yang menetapkan Kekristenan Katolik sebagai agama resmi Kekaisaran Romawi dan memerintahkan untuk menyebut yang lain dari pada itu sebagai bidaah. Setelah runtuhnya Kekaisaran Romawi, Gereja Katolik melewati suatu masa kegiatan dan ekspansi misi. Selama Abad Pertengahan Katolisisme menyebar di antara bangsa Jerman (pada awalnya bersaing dengan Arianisme), Viking, Polandia, Kroasia, Ceko, Slowakia, Hungaria, Lithuania, Latvia, Finlandia dan Estonia. Keberhasilan kehidupan monastik menumbuhkan berbagai pusat pembelajaran, teristimewa yang paling masyhur di Irlandia dan Gallia, serta berkontribusi bagi Abad Pencerahan Dinasti Carolingian (Carolingian Renaissance). Di kemudian hari yakni pada kurun waktu Abad Pertengahan, Sekolah-sekolah Katedral berkembang menjadi universitas-universitas (Universitas Paris, Universitas Oxford, dan Universitas Bologna), cikal bakal dari lembaga-lembaga pembelajaran Barat modern. 5 B. TANTANGAN YANG DIHADAPI OLEH GEREJA PADA ABAD PERTENGAHAN Pada tahun 150 M gereja menghadapi berbagai tantangan, diantaranya yaitu munculnya aliran-aliran gnostik. Gnosis (Yunani) artinya pengetahuan. Istilah gnostik secara khusus dipakai sebagai sebutan bagi beberapa aliran kepercayaan pada abad ke-2 M, missal aliran Valentinus dan Basilides. Pokok ajarannya tentang asal dunia, tabiat manusia, dan asal kejahatan; yaitu bahwa dunia yang buruk ini bukan ciptaan Allah yg baik; keselamatan itu diperoleh dengan askese. Asas-asas gnostik yang bertentangan dengan asas-asas iman Kristen: Perjanjian baru dipisahkan dari perjanjian lama dan maknanya diputarbalikkan; Allah Bapa tidak sama dgn Allah Bapa Yesus Kristus. Materi (zat jasmani) bukanlah ciptaan Allah; tidak akan ada kebangkitan daging dan tidak akan ada dunia baru sebab seluruh materi akan binasa kelak; dalam hal kelakuan manusia ditekankan bukan pada kesejahteraan sesama melainkan pada perlawanan tabiat jasmani. Untuk mengatasi tantangan ini, dibentuklah tiga asas; yaitu kanon, pengakuan iman, dan uskup. Ajaran gereja yang berdasarkan ketiga asas tersebut disebut ‘ortodoks’ atau ajaran yang tepat. Kanon berarti ukuran, patokan. Gereja harus menentukan kitab mana yang benar-benar berasal dari murid Tuhan, karena pada masa itu banyak sekali penganut gnostik membuat kitab-kitab palsu yang memakai nama rasul. Gereja juga memerlukan ikhtisar pokok-pokok kepercayaan yang akan menjadi pegangan bagi jemaat. Oleh sebab itulah dibentuk pengakuan iman, yang 6 pada akhirnya kita kenal dengan pengakuan iman rasuli. Selain itu dibutuhkan juga seseorang yang mengartikan dan menerapkan pengajaran-pengajaran tersebut. Orang itu adalah uskup. Di abad ke-2 M penantian akan kedatangan Tuhan kembali sudah memudar. Sekitar tahun 160 M pengharapan eskatologis (yang menyangkut akhir zaman) kembali berkobar-kobar. Hal ini menyebabkan munculnya gerakan montanisme. Gerakan ini dipelopori oleh seorang bernama Montanus yang menyatakan bahwa dalam dirinya sudah datang Roh penolong yang dijanjikan oleh Yesus. Ia didampingi oleh dua nabi wanita. Mereka menyatakan (sering disampaikan menggunakan bahasa lidah) bahwa akhir dunia sudah tiba, maka orang-orang dilarang untuk kawin, diharuskan banyak berpuasa dan meninggalkan dunia untuk hanya tinggal di suatu tempat (pada saat itu Pepuza). Akhir dunia belum tiba namun gerakan ini tersebar ke propinsi-propinsi juga. Karena gereja percaya bahwa kanon PL dan PB merupakan pernyataan Allah yang lengkap maka gereja tidak dapat mengakui kekuasaan orang-orang yang menyatakan diri dipenuhi oleh Roh Kudus di samping kekuasaan mereka sendiri. Gerakan ini hidup sampai abad ke-4 namun akhirnya kemudian menghilang. Pada masa perkembangan gereja di abad pertama orang-orang Kristen cukup mencolok dalam dunia sekitar Mereka lain dari yang lain: lain dari orang Yahudi, lain pula dari orang-orang Romawi. Mereka sangat menghindari semua hal yang justru digemari oleh orang-orang kafir sezamannya; misalnya sandiwara-sandiwara dalam teater yang seringkali isinya kurang sopan. Itulah sebabnya mereka merupakan sasaran kebencian baik dari pihak 7 rakyat maupun dari pihak pemerintah. Akibatnya banyak fitnah yang ditujukan pada orang-orang Kristen. Mereka difitnah ingin memikat orang-orang yang mereka tolong saja, angkuh, sombong, bahkan dituduh menculik anak-anak kecil untuk meminum darahnya dan memakan dagingnya, juga dituduh bahwa kebaktian mereka berakhir dengan percabulan. Di samping itu pejabat-pejabat pemerintah lebih mencurigai sikap politis orang-orang Kristen. Mereka takut karena orang-orang Kristen dikenal sebagai orangorang yang mengharapkan datangnya suatu kerajaan lain. Hal-hal inilah yang akhirnya mengantarkan orang-orang Kristen pada penganiayaan selama dua setengah abad. Mereka dibunuh karena pengakuannya sebagai orang Kristen. Kalau mereka mau menyangkal dan mempersembahkan korban kepada kaisar mereka dapat dibebaskan. Cara mereka dibunuh pun sama seperti hukuman yang diberikan pada penjahat yang paling jahat: dibakar, disalib, atau berkelahi dengan binatang buas. Orang-orang martir pada saat itu yang cukup terkenal adalah Ignatius (uskup Antiokhia), Polikarpus (uskup Smirna), Blandina (seorang budak perempuan dari kota Lyon, Perancis), dll. Kemartiran mereka justru membuat orang-orang mulai insaf akan kemuliaan dan kebenaran agama Kristen sehingga gereja makin bertambah besar. Pada masa-masa penganiayaan orang-orang Kristen tidak diberi kesempatan untuk membela diri. Maka dari itu orang-orang Kristen terpelajar mengarang kitab-kitab pembelaan atau apologi. Yang paling terkenal di antara kaum terpelajar adalah 8 Yustinus Martir dan Tertulianus. Mereka tidak hanya sekedar menyangkal segala fitnah terhadap kepercayaan dan kelakuan orang- orang Kristen. Mereka juga berupaya membuktikan kebenaran ajaran agama Kristen yang akhirnya membentangkan kebodohan dan dosa-dosa agama-agama kafir yang politeis. Meski negara tidak mengindahkan tulisan-tulisan mereka namun pada akhirnya kaumkaum terpelajar mulai memperhatikannya. Para apologet itu merupakan orang-orang pertama yang menguraikan ajaran agama Kristen secara sistematis. Sekitar tahun 250 M dimulailah tahap kedua penganiayaan terhadap kaum Kristen. Penganiayaan ini dilakukan langsung oleh negara sendiri sebagai pemrakarsanya. Negara sengaja ingin memusnahkan agama Kristen. Kaisar Decius (±250) dan Kaisar Diocletianus (± 300) adalah musuh-musuh utama agama Kristen. Sikap negara pada saat itu mulai menjadi keras karena musuh-musuh menyerang batas-batas kekaisaran. Kaisar Decius ingin memperkuat ketahanan Negara melalui agama. Para penduduk diharuskan mempersembahkan korban kepada dewa-dewa. Kalau orang Kristen menolak mereka dianggap pengkhianat. Sekitar tahun 250 jumlah orang Kristen sudah agak besar, tersebar di seluruh kekaisaran dan di luar perbatasannya sampai di Persia dan di India. Yang paling banyak jumlahnya di Asia Barat terutama di Asia Kecil dan Siria. Mereka tinggal di kota-kota dan kebanyakan adalah rakyat kecil. 9 Meskipun begitu negara terutama menyerang uskup-uskupnya. Uskup-uskup dari Roma, Antiokhia, dan Yerusalem mati dibunuh. Setelah satu tahun penghambatan itu pun terhenti karena negara mengakui kekalahannya. Setelah beberapa puluh tahun gereja dapat berkembang tanpa hambatan. Orang-orang Kristen bahkan menduduki pangkat-pangkat dalam istana. Tiba-tiba pada tahun 303 di bawah pemerintahan kaisar Diocletianus orang-orang Kristen dianiaya lebih hebat daripada sebelumnya. Setelah berlangsung selama delapan tahun barulah penghambatan ini berhenti. Lain halnya dengan kaisar Konstantinus Agung. Ia mencari jalan untuk mempertahankan keutuhan negara dengan mencari dukungan gereja, yaitu dengan mengeluarkan edik Milano. Gereja mulai dianakmaskan, milik gereja yang dirampas harus dikembalikan dan negara memberi banyak uang untuk pembangunan gedunggedung gereja. Negara memaksa semua anggota sekte-sekte Kristen masuk menjadi anggota gereja. Walaupun Konstantinus masih membiarkan agama kafir, namun pengganti- penggantinya menyuruh orang untuk menutup rumah-rumah berhala dan melarang orang untuk menyembah dewa-dewa. Pada tahun 380 Kaisar Theodosius mengeluarkan peraturan supaya seluruh penduduk menganut agama resmi, yaitu agama Kristen ortodoks. Namun sesudah tahun-tahun itu kaisar-kaisar juga ingin memperoleh pengaruh yang sebesar-besarnya di dalam gereja. Mulailah dipilih uskup-uskup yang mau memihak kepada pemerintah. Gereja harus mengutuk musuh-musuh kaisar. Begitulah hingga gereja menjadi kaya raya dan jumlah orang Kristen menjadi melonjak. 10 Orang-orang yang ingin tetap memelihara nilai-nilai Kristen memisahkan diri dan menyendiri sambil ber-askese. Setelah penganiayaan selesai, muncullah pertikaian dari dalam, yaitu dari antara orang-orang Kristen sendiri. Yang dipersoalkan adalah diri Kristus, yaitu hubungannya dengan Allah Bapa ( tentang Trinitas) dan hubungan tabiat ilahi dan manusiawi di dalam diri Kristus ( tentang Kristologi). Pemikiran-pemikiran dalam filsafat yang menjabarkan tabiat Kristus (NeoPlatonisme misalnya) menimbulkan masalah karena filsafat Yunani-Romawi ini memandang zat ilahi bertingkat-tingkat. Di satu sisi kaum teolog ingin memakai wawasan-wawasan yang dapat dipahami oleh orang-orang sezaman mereka, namun di sisi lain mereka tidak mau dan tidak boleh menyimpang dari Sabda ilahi dalam Alkitab. DAFTAR PUSTAKA https://barisanpinggiran.wordpress.com/tag/sejarah-gereja-abad-pertengahan/ http://id.wikipedia.org/wiki/Gereja 11 12 13