MAKALAH KEPERAWATAN PERKEMIHAN ASUHAN

advertisement
MAKALAH KEPERAWATAN PERKEMIHAN ASUHAN
KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KANKER
KANDUNG KEMIH
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 4 KELAS A2
Akub Selvia
131111053
Anita Dwi Konifasari
131111055
M. Fathur Rohman
131111057
Rizky Zulfia Rahma
131111059
Nandia Andririanti
131111062
Dwi Indah Prasetia
131111066
Ruri Meliana
131111068
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
anugerah-Nya kami bisa menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan Kanker Kandung Kemih” tepat pada waktu
yang telah ditentukan, sebagai tugas kelompok untuk mata ajar Keperawatan
Perkemihan.
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pengetahuan
kepada pembaca agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada
pasien yang mengalami kanker kandung kemih. Dalam penyelesaian makalah
ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ucapkan
terima kasih kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa
2.
Ika Yuni Widyawati S.Kep.Ns., M.Kep. MB selaku
fasilitator.
3. Teman-teman Angkatan 2011 kelas B yang telah memberikan motivasi
dalam penyusunan asuhan keperawatan ini yang tidak dapat kami
sebutkan satu persatu.
Kami sadar bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari sempurna,
karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk
menyempurnakan asuhan keperawatan ini menjadi lebih baik lagi.
Demikianlah makalah ini kami buat, semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat dan menambah pengetahuan terutama bagi kelompok kami
dan mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya.
Surabaya, 12 Maret 2014
Penulis
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder
Page ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan ...................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 4
2.1 Anatomi Fisiologi..................................................................................... 4
2.1.1
Anatomi Vesica Urinaria ................................................................ 4
2.1.2
Fisiologi Miksi ............................................................................. 10
2.2 Definisi .................................................................................................. 11
2.3 Klasifikasi .............................................................................................. 11
2.4 Etiologi Dan Faktor Resiko .................................................................... 12
2.5 Patofisiologi ........................................................................................... 15
2.6 Manifestasi Klinis .................................................................................. 15
2.7 WOC...................................................................................................... 15
2.8 Pemeriksaan Diagnostik ......................................................................... 15
2.9 Penatalaksanaan ..................................................................................... 18
2.10 Komplikasi ............................................................................................ 23
2.11 Prognosis ............................................................................................... 23
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN UMUM .................................................
24
3.1 Pengkajian ............................................................................................... 24
BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN KASUS................................................. 33
4.1 Kasus ....................................................................................................... 33
4.2 Pengkajian ............................................................................................... 33
4.3 PemeriksaanFisik ..................................................................................... 35
4.4 PemeriksaanDiagnostik ........................................................................... 36
4.5 Analisa Data ............................................................................................ 37
4.6 Diagnosa Keperawatan ............................................................................ 38
4.7 Intervensi Keperawatan............................................................................ 38
4.8 WOC Kasus ........................................................................................... 40
BAB V PENUTUP ............................................................................................ 41
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page iii
10.1 Kesimpulan ............................................................................................ 41
10.2 Saran ...................................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 42
Lampiran ........................................................................................................... 44
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut National Cancer Institute (2010), kandung kemih adalah
organ berongga di abdomen bagian
bawah.
Kandung
kemih
menyimpan urin; cairan limbah yang dihasilkan oleh ginjal. Kandung kemih
adalah bagian dari saluran kencing. Urin lewat dari setiap ginjal menuju ke
kandung kemih melalui selang panjang yang disebut ureter. Urin
meninggalkan kandung kemih melalui uretra untuk kemudian dikeluarkan
dari tubuh. Dinding kandung kemih memiliki tiga lapisan jaringan, yakni
inner, middle, dan outer. Sel-sel lapisan kandung kemih dapat berkembang
abnormal dan menyebabkan kanker kandung kemih. Kanker dimulai dari
sel dan menghambat penyusunan jaringan, dimana jaringan menyusun
kandung kemih dan organ lain di dalam tubuh. Sel-sel normal tumbuh dan
terbagi untuk membentuk sel-sel baru sebagaimana diperlukan tubuh.
Saat
sel normal menua atau rusak lalu mati, sel-sel baru akan
menggantikan. Saat terjadi tumor, sel-sel baru terbentuk saat tubuh tidak
membutuhkannya dan sel-sel tua atau rusak tidak akan mati. Tumor pada
kandung kemih dapat berupa tumor jinak dan tumor ganas (kanker). Kanker
inilah yang dapat menjadi ancaman untuk hidup, biasanya dapat
dihilangkan tetapi dapat tumbuh kembali, dapat menjalar atau merusak
jaringan atau organ di sekitarnya, dan dapat menyebar ke bagian tubuh yang
lain.
Diperkirakan sekitar 386.300 kasus baru dan 150.200 kematian akibat
kanker kandung kemih muncul di tahun 2008 di seluruh dunia (Jema, et
al.
2011 dalam Rouissi, et al. 2011). Terdapat sekitar 70.530 baru terdiagnosa
kasus kanker kandung kemih (5.760 pada pria dan 17.770 pada wanita) dan
sekitar 14.680 terkait kematian (10.410 pada pria dan 4.270 pada wanita) di
USA di 2010 (Jemal, et al. 2010 dalam Rouissi, et al. 2011). Angka
kejadian paling tinggi rata-rata terjadi di Eropa, Amerika Utara, dan Afrika
Utara. Sedangkan angka yang tererndah ditemukan di Melanesia dan
Afrika Tengah (Jemal, et al. 2011 dalam Rouissi, et al. 2011).
Dari National Cancer Institute (2010), baik tumor jinak maupun
tumor ganas dapat terbentuk di permukaan dinding kandung kemih atau di
dalam dindingnya sendiri dan dengan cepat menyebar ke otot di bawahnya.
Sekitar
90% kanker kandung kemih merupakan transisi dari sel karsinoma
yang muncul dari transisi epithelium dari membran mukosa. Kanker ini
terkadang juga merupakan transisi dari tumor jinak. Dalam jumlah yang
lebih sedikit, kanker kandung kemih melingkupi adenokarsinoma dan
karsinona sel skuamosa. Pasien dengan kanker kandung kemih dapat
ditangani dengan jalan operasi, kemoterapi, terapi biologi, dan terapi
radiasi. Terkadang seroang pasien dapat menerima lebih dari satu
penanganan, tergantung dari lokasi dari kanker kandung kemihnya, apakah
kanker telah menyebar ke lapisan otot atau lapisan luar kandung kemih,
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 1
apakah kanker telah menyebar ke organ tubuh lain, stadium dari kanker, dan
usia dan kondisi umum pasien.
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 2
Setiap pasien sebaiknya memiliki tim atau spesialis yang mampu
membantu perencanaan penyembuhan, termasuk melibatkan seorang
perawat onkologi. Perawat di sini akan membantu
pasien yang
mendapatkan
penanganan dalam bentuk operasi untuk melakukan
perawatan luka, ostomi, kontinensia. Seorang
pasien
juga
berhak
mendapatkan
penjelasan
dari
pilihan penanganan, hasil yang
diharapkan, dan efek samping yang ditimbulkan dari penanganan. Setelah
mendapatkan penanganan, pasien akan lebih baik jika melakukan follow up
misalnya setiap tiga atau enam bulan sekali. Follow up dan checkup ini
akan membantu memastikan bahwa tidak ada perubahan kondisi kesehatan
dan akan dapat segera dilakukan penanganan jika terdapat masalah
kesehatan, karena pada dasarnya kanker kandung kemih memiliki
kemungkinan untuk muncul kembali. Tenanga kesehatan akan melakukan
pemeriksaan fisik, tes darah, sitoskopi, atau CT scans untuk memastikan
munculnya kembali kanker kandung kemih.
1.2 Rumusan Masalah
1)
Bagaimana anatomi dan fisiologi dari vesika
urinaria?
2)
Apakah definisi kanker kandung
kemih?
3)
Bagaimana klasifikasi kanker kandung
kemih?
4)
Apa etiologi kanker kandung
kemih?
5)
Bagaimana patofisiologi kanker kendung
kemih?
6)
Apa saja manifestasi klinis kanker kandung
kemih?
7) Apa saja pemeriksaan diagnostik untuk klien kanker kandung
kemih?
8)
Bagaimana penatalaksanaan klien kanker kandung
kemih?
9)
Apa saja komplikasi dari kanker kandung
kemih?
10) Bagaimana prognosis dari kanker kandung
kemih?
11) Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan kanker
kandung kemih?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Membantu mahasiswa dalam memahami secara umum konsep
dari kanker kandung kemih.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan
kanker kandung kemih.
2) Mampu menemukan masalah keperawatan pada klien
dengan kanker kandung kemih.
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 3
3) Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada klien
dengan kanker kandung kemih.
4) Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien
dengan kanker kandung kemih.
5) Mampu mengevaluasi tindakan yang sudah dilakukan pada
klien dengan kanker kandung kemih.
6) Mampu mengidentifikasi factor-faktor pendukung,
penghambat serta dapat mencari solusinya.
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 4
7) Mampu mendokumentasikan semua kegiatan keperawatan
dalam bentuk narasi.
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 5
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi
2.1.1 Anatomi Vesica Urinaria
1) Lokasi dan Deskripsi (Snell 2011)
Vesica urinaria terletak tepat di belakang os pubis di dalam
rongga pelvis. Pada orang dewasa, kapasitas maksimum vesika
urinaria sekitar 500 ml. Vesica urinaria mempunyai dinding otot
yang kuat. Bentuk dan batas-batasnya sangat bervariasi sesuai
dengan jumlah urin yang dikandungnya. Vesica urinaria yang
kosong pada orang dewasa terletak seluruhnya di dalam pelvis;
waktu terisi, dinding atasnya terangkat sampai masuk regio
hypogastrica (Gambar 1). Pada anak kecil, vesica urinaria yang
kosong menonjol di atas pintu atas panggul; kemudian bila rongga
pelvis membesar, vesica urinaria terbenam ke dalam pelvis untuk
menempati posisi seperti orang dewasa.
Gambar 2. A) Vesica urinaria tampak lateral. B) Bagian dalam vesica urinaria laki-laki tampak depan. (Snell
2011)
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 6
2) Bentuk dan Permukaan (Snell 2011)
Vesica urinaria yang kosong berbentuk piramid (Gambar 2),
mempunyai apex, basis, dan sebuah facies superior serta dua buah
facies inferolateralis; juga mempunyai collum. Apex vesica
urinaria mengarah ke depan dan terletak di belakang pinggir atas
symphisis pubis. Apex vesicae dihubungkan dengan umbilicus
dengan ligamentum umbilicale medianum (sisa urachus).
Basis atau facies poterior vesicae, menghadap ke posterior dan
berbentuk segitiga. Sudut superolateralis merupakan tempat muara
ureter, dan sudut inferior merupakan tempat asal urethra
(Gambar 2). Pada laki-laki, kedua duktus deferens terletak
berdampingan di facies posterior vesicae dan memisahkan vesicula
seminalis satu dengan yang lain. Bagian atas facies posterior
vesicae diliputi peritoneum, yang membentuk dinding anterior
excavatio rectovesicalis. Bagian bawah
facies
posterior
dipisahkan
dari
rectum
oleh
ductus deferens, vesicula
seminalis, dan fascia rectovesicalis. Pada perempuan, uterus dan
vagina terletak berhadapan dengan facies posterior.
Facies superior vesicae diliputi peritoneum dan berbatasan
dengan lengkung ileum atau colon sigmeideum. Sepanjang pinggir
leteral permukaan ini, peritoneum melipat ke dinding lateral
pelvis. Bila vesica urinaria terisi, bentukya menjadi lonjong,
permukaan superiornya membesar dan menonjol ke atas, ke dalam
cavitalis abdominalis. Peritonium yang meliputinya terangkat pada
bagian bawah dinding anterior abdomen, sehingga vesica urinaria
berhubungan langsung dengan dinding anterior abdomen. Facies
inferolateralis di depan berbatasan dengan bantalan lemak
retropubis. Dan os pubis. Lebih ke posterior, di atas berbatasan
dengan musculus obturator internus dan di bagian bawah dengan
musculus levator ani.
Collum vesicae terletak di inferior dan pada laki-laki terletak
pada permukaan atas prostat. Di sini, serabut otot polos dinding
vasicae urinaria dilanjutkan sebagai serabut otot polos prostat.
Collum vesicae dipertahankan pada tempatnya
oleh
ligamentum puboprostaticum pada laki-laki dan ligamentum
pubovesicale pada perempuan.
Kedua
ligamentum
ini
merupakan penebalan dari fascia pelvis. Pada perempuan karena
tidak terdapat prostat, collum vesicae terletak langsung pada facies
superior diaphragmatis urogenitalis. Bila vesicae urinaria terisi,
posisi facies posterior dan collum vesicae relatif tetap, tetapi facies
permukaan superiornya naik ke atas, masuk ke dalam rongga
abdomen seperti telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya.
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 7
Gambar 2. A) Vesica urinaria, prostat dan vesicula seminalis dilihat dari lateral. B) Vesica urinaria, prostat,
ductus deferens, dan vesicula seminalis dilihat dari posterior (Snell 2011)
3) Permukaan Interior (Snell 2011)
Tunica mucosa sebagian besar berlipat-lipat pada vesica
urinaria yang kosong dan lipatan-lipatan tersebut akan hilang bila
vesica urinaria terisi penuh. Area tunica mucosa yang
meliputi permukaan dalam basis vesicae urinariae dinamakan
trigonum vesicae. Di sini, tunica mucosa selalu licin,
walaupun dalam keadaan kosong karena membrana mucosa pada
trigonum ini melekat dengan erat pada lapisan otot yang ada di
bawahnya.
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 8
Sudut superior trigonum ini merupakan tempat muara dari
ureter dan sudut inferiornya merupakan orificium urethrae
internum. Ureter menembus dinding vesica urinaria secara miring
dan keadaan ini membuat fungsinya seperti katup, yang mencegah
aliran balik urin ke ren pada waktu vesica urinaria terisi.
Trigonum vesicae di atas dibatasi oleh rigi muscular yang
berjalan dari muara ureter yang satu ke muara ereter yang lain dan
disebut sebagai plica interureterica, uvula vesicae merupakan
tonjolan kecil terletak tepat dibelakang orificum urethrae yang
disebabkan oleh lobus medius prostate yang ada di bawahnya.
4) Tunica Muscularis Vesica Urinaria (Snell 2011)
Tunica muscularis vesica urinaria terdiri atas otot polos
yang tersusun dalam tiga lapis yang saling berhubungan yang
disebut sebagai musculus detrusor vesicae. Pada collum
vesicae, komponen sirkular dari lapisan otot ini menebal
membentuk musculus sphincter vesicae.
5) Ligamentum-ligamentum Vesica Urinaria (Snell 2011)
Collum vesicae dipertahankan dalam posisinya pada lakilaki oleh ligamentum puboprostaticum dan pada perempuan oleh
ligamentum pubovesicale. Ligamenta ini dibentuk dari fascia
pelvica.
6) Batas-batas Vesicae (Snell 2011)
Pada Laki-laki (Gambar 3):
a. Ke anterior: symphisis pubica, lemak retropubik, dan
dinding anterior abdomen.
b. Ke posterior: vesica rectovesicalis peritonei, ductus
deferens, vesicula seminalis, fascia rectovesicalis, dan rectum.
c. Ke lateral: di atas musculus obturator internus dan di
bawah musculus levator ani.
d. Ke superior: cavitas peritonealis, lengkung ileum, dan
colon sigmoideum.
e. Ke inferior: prostata
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 9
Gambar 3. Potongan sagittal pelvis laki-laki (Snell 2011)
Pada Perempuan (Gambar 4)
Karena tidak ada prostata, vesica urinaria terletak rendah di
dalam pelvis perempuan dibandingkan dengan pelvis laki-laki, dan
collum vesicae terletak
langsung di atas diaphragm
urogenitale. Batas-batas antara vesica urinaria dengan uterus
dengan vagina penting dipikirkan di klinik.
a. Ke anterior: symphisis pubica, lemak retropubik, dan
dinding anterior abdomen.
b.
Ke posterior: dipisahkan dari rectum oleh
vagina.
c.
Ke lateral: di atas musculus obturator internus dan di
bawah
musculus levator ani.
d.
Ke superior: excavatio uterovesicalis dan corpus
uteri.
e.
Ke inferior: diaphragma
urogenital.
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 10
Gambar 4. Potongan sagittal pelvis perempuan (Snell 2011)
7) Pendarahan (Snell 2011)
a. Arteri: arteri vesicalis superior dan inferior, cabangcabang
arteria iliaca interna.
b. Vena: vena-vena membentuk plexus venosus vesicalis,
di
bawah berhubungan dengan plexus prostaticus; dan
bermuara ke vena iliaca interna.
8) Aliran Limfe (Snell 2011)
Pembuluh limfe bermuara ke nodi iliaci interni dan externi.
9) Persarafan (Snell 2011)
Persarafan vesica urinaria berasal dari plexus hypogastricus
inferior. Serabut posganglionik simpatik berasal dari ganglion
lumbale pertama dan kedua dan berjalan turun ke vesica urinaria
melalui
plexus
hypogastricus.
Serabut
preganglionik
parasimpatikus yang muncul sebagai nervi splanchnici pelvici dari
nervus sacralis kedua, ketiga, keempat, berjalan melalui plexus
hypogastricus menuju ke vesica urinaria, di tempat ini
serabut- serabut tersebut bersinaps dengan neuron posganglionik.
Sebagian besar serabut aferen sensorik yang berasal dari vesica
urinaria menuju sistem saraf pusat melalui nervi splanchnici
pelvici. Sebagian serabut aferen berjalan bersama saraf simpatik
melalui plexus hypogastricus dan masuk ke medula spinalis
setinggi segmen lumbalis pertama dan kedua. Saraf simpatik
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 11
menghambat kontraksi
merangsang penutupan
musculus
detrusor
vesicae
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 12
dan
musculus sphincter vesicae. Saraf parasimpatik merangsang
kontraksi musculus detrusor vesicae dan menghambat kerja
musculus sphincter vesicae.
2.1.2 Fisiologi Miksi
Kapasitas maksimum vesica urinaria orang dewasa
adalah sekitar 500 ml. Miksi merupakan suatu kerja refleks yang
pada orang
dewasa normal dikendalikan oleh pusat yang lebih tinggi di otak.
Refleks berkemih mulai bila volume urin mencapai kurang lebih
300
ml. Reseptor regangan di dalam dinding vesica urinaria terangsang
dan impuls tersebut diteruskan ke susunan saraf pusat, dan orang itu
mempunyai kesadaran ingin berkemih. Sebagian impuls naik ke atas
melalui nervi splanchnici pelvici dan masuk ke segmen sacralis
kedua, ketiga, keempat medulla spinalis. Sebagian impuls aferen
berjalan bersama dengan saraf simpatik yang membentuk plexus
hypogastricus dan masuk segmen lumbalis pertama dan kedua medula
spinalis (Snell
2011).
Impuls eferen parasimpatik meninggalkan medula spinalis dari
segmen sacralis kedua, ketiga, dan keempat lalu berjalan melalui
serabut-serabut preganglionik parasimpatik dengan perantaraan nervi
splanchnici pelvici dan plexus hypogastricus inferior ke dinding
vesica urinaria, tempat nervus tersebut bersinaps dengan neuron
posganglionik. Melalui lintasan saraf ini, otot polos dinding
vesica urinaria (musculus detrusor vesicae) berkontraksi dan musculus
sphincter vesicae dibuat relaksasi, impuls eferen juga berjalan ke
musculus sphincter urethrae melalui nervus pudendus (S2, 3, dan
4) dan menyebabkan relaksasi. Bila urin masuk ke urethrae, impuls
aferen tambahan berjalan ke medula spinalis dari urethra dan
memperkuat refleks. Miksi dapat dibantu oleh kontraksi otot-otot
abdomen yang menaikkan tekanan intraabdominalis dan tekanan
pelvicus sehingga timbul tekanan dari luar pada dinding vesica
urinaria (Snell 2011).
Pada anak kecil miksi merupakan refleks sederhana dan terjadi
bila vesica urinaria mengalami peregangan. Pada orang dewasa,
refleks regangan sederhana ini dihambat oleh aktivitas cortex cerebri
sampai waktu dan tempat untuk miksi tersedia. Serabut-serabut
inhibitor berjalan ke bawah bersama tractus corticospinalis menuju
menuju segmen sacralis kedua, ketiga, dan keempat medula spinalis.
Kontraksi musculus sphincter urethrae yang menutup urethra dapat
dikendalikan secara volunter; dan aktivitas ini dibantu oleh musculus
sphincter vesicae yang menekan leher vesica urinaria. Pengendalian
miksi secara volunter normalnya berkembang pada tahun kedua dan
ketiga kehidupan (Snell 2011).
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 13
2.2 Definisi
Kanker kandung kemih adalah kanker nonagresif yang muncul pada
lapisan sel transisional kandung kemih. Kanker ini sifatnya kambuh. Dalam
kasus yang lebih sedikit, kanker kandung kemih ditemukan menginvasi
lapisan lebih dalam dari jaringan kandung kemih. Dalam kasus ini, kanker
cenderung lebih agresif. Paparan zat kimia industri (cat, tekstil),
riwayat penggunaan cyclophosphamide, dan merokok meningkatkan resiko
kanker kandung kemih (DiGiulio, et al. 2007).
Kebanyakan kanker kandung kemih merupakan pertumbuhan
papiloma di urotelium kandung kemih, meskipun pertumbuhan ini dapat
menyebar ke dinding kandung kemih. Kanker kandung kemih adalah
neoplasma yang paling sering terjadi di saluran kemih, dilaporkan
mendekati angka 3% dari semua kematian yang disebabkan oleh kanker.
Kanker ini paling sering muncul pada orang-orang di usia 40 – 60 tahun.
Kanker kandung kemih juga muncul 2 – 3 kali lebih sering pada pria
daripada wanita meskipun angka kejadian pada wanita juga meningkat.
Kanker ini sekarang menjadi urutan nomor 5 dari kanker yang paling sering
terjadi pada pria dan menjadi urutan 10 dari kanker yang paling sering
terjadi pada wanita. Kanker ini juga lebih sering terjadi pada orang kulit
putih daripada orang kulit hitam dan lebih sering muncul di daerah
perkotaan dan di daerah industri bagian utara (Coleman, et al. 1997)
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi DUKE-MASINA, JEWTT dengan modifikasi STRONGMARSHAL untuk menentukan operasi atau observasi (Jiang &
Lizhong
2008)
T = Pembesaran local tumor primer, ditentukan melalui: Pemeriksaan
klinis, uroghrafy, cystoscopy, pemeriksaan bimanual di bawah
anestesi umum dan biopsy atau tansurethral reseksi.
Tis Carcinoma insitu (pre invasive Ca)
TX Cara pemeriksaan untuk menetapkan penyebaran tumor, tak dapat
dilakukan
T0 Tanda-tanda tumor primer tidak ada
T1 Pada pemeriksaan bimanual didapatkan massa yang bergerak
T2 Pada pemeriksaan bimanual ada indurasi daripada dinding buli-buli
T3 Pada pemeriksaan bimanual indurasi atau massa nodular yang
bergerak bebas dapat diraba di buli-buli
T3a Invasi otot yang lebih dalam
T3b Perluasan lewat dinding buli-buli
T4 Tumor sudah melewati struktur sebelahnya
T4a Tumor mengadakan invasi ke dalam prostate, uterus vagina T4b
Tumor sudah melekat pada dinding pelvis atau infiltrasi ke dalam
abdomen
N = Pembesaran secara klinis untuk pembesaran kelenjar limfe,
pemeriksaan kinis, lympgraphy, urography, operative
NX Minimal yang ditetapkan kel.Lymfe regional tidak dapat
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 14
Ditemukan
N0 Tanpa tanda-tanda pembesaran kelenjar lymfe regional
N1 Pembesaran tunggal kelenjar lymfe regional yang homolateral
N2 Pembesaran kontralateral atau bilateral atau kelenjar lymfe regional
yang multiple
N3 Masa yang melekat pada dinding pelvis dengan rongga yang
bebas antaranya dan tumor
N4 Pembesaran kelenjar lymfe juxta regional
M = Metastase jauh termasuk pembesaran kelenjar limfe yang jauh,
Pemeriksaan klinis , thorax foto, dan test biokimia
MX Kebutuhan cara pemeriksaan minimal untuk menetapkan adanya
metastase jauh, tak dapat dilaksanakan
M1 Adanya metastase jauh
M1a Adanya metastase yang tersembunyi pada test-test biokimia
M1b Metastase tunggal dalam satu organ yang tunggal
M1c Metastase multiple dalam satu terdapat organ yang multiple
M1d Metastase dalam organ yang multiple
Sedangkan untuk tipe dan lokasinya adalah sebagai berikut: (Jiang
&
Lizhong 2008)
Tipe tumor didasarkan pada tipe selnya, tingkat anaplasia dan
invasi.
1. Efidermoid Ca, kira-kira 5% neoplasma buli-buli squamosa cell
anaplastik, invasi yang dalam dan cepat metastasenya.
2. Adeno Ca, sangat jarang dan sering muncul pada bekas urachus
3. Rhabdomyo sarcoma, sering terjadi pada anak-anak laki-laki
(adolescent), infiltasi, metastase cepat dan biasanya fatal.
4. Primary
Malignant
lymphoma,
neurofibroma
dan
pheochromacytoma, dapat menimbulkan serangan hipertensi selama
kencing.
5. Ca dari pada kulit, melanoma, lambung, paru dan mamma mungkin
mengadakan metastase ke buli-buli, invasi ke buli-buli oleh
endometriosis dapat terjadi.
2.4 Etiologi Dan Faktor Resiko
Menurut Coleman, et al, (1997), proses penyakit dari kanker kandung
kemih memiliki beberapa kemungkinan penyebab. Diperkirakan terdapat
korelasi yang sangat kuat antara merokok dengan kejadian kanker kandung
kemih. Paparan industri terhadap zat-zat dan kondisi tertentu juga dapat
menyebabkan kanker kandung kemih. Periode laten dari paparan industri
dapat terjadi hingga 20 – 45 tahun. Percobaan untuk menghubungkan
konsumsi kopi dan kanker kandung kemih menghasilkan penemuan yang
berlawanan. Kontroversi lain menghubungkan pemanis buatan dengan
kejadian kanker kandung kemih meskipun penelitian terbaru tidak
menemukan peningkatan secara signifikan. Sebagian ahli percaya bahwa
klien yang mengalami kekambuhan kanker kandung kemih harus
menghindari pemanis buatan karena dapat memicu agen penyebab kanker.
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 15
Kanker kandung kemih
memiliki beberapa faktor etiologi
termasuk interaksi antara latar belakang genetik dan faktor lingkungan dan
merokok adalah faktor resiko utama pemicu kanker kandung kemih
(Cohen, et al.
2000 dalam Rouissi, et al. 2011), dan bertanggung jawab atas 50% kasus
pada pria dan 35% pada wanita (Zeegers, et al. 2000 dalam Rouissi, et
al.
2011). Asap rokok mengandung sejumlah xenobiotics termasuk oksidan
dan radikal bebas, sehingga asap rokok dapat menurunkan serum dan folat
sel darah merah dalam darah dan antioksidan vitamin B12 (Maninno,
et al.
2003; Tungtrongchitr, et al. 2003 dalam Rouissi, et al. 2011). Sebagai
tambahan laporan mengindikasikan bahwa konsentrasi total plasma
homocysteine lebih tinggi pada perokok daripada non perokok (Lwin, et
al.
2002; Saw, et al. 2001 dalam Rouissi. et al. 2011). Penemuan-penemuan ini
menunjukkan bahwa fungsi polimorfisme pada gen terlibat dalam
metabolisme folat dan tingkat serum dari vitamin B12 memiliki
peranan penting dalam perkembangan karsinogenesis kanker.
Bagaimana pun juga, peneliti yakin bahwa orang-orang dengan faktor
resiko tertentu akan memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk terpapar
kanker kandung kemih. Penelitian menemukan bahwa faktor-faktor berikut
beresiko terhadap munculnya kaner kandung kemih (National Cancer
Institute 2010):
1. Merokok
Merokok merupakan faktor resiko utama untuk kanker kandung kemih.
Merokok merupakan penyebab utama dari beberapa kasus kanker
kandung kemih. Orang yang merokok selama bertahun-tahun memiliki
resiko lebih tinggi daripada orang yang tidak merokok atau orang yang
merokok dalam jangka waktu yang pendek.
2. Bahan-bahan kimia di tempat kerja
Orang-orang tertentu memiliki resiko lebih tinggi karena bahan
kimia penyebab kanker di tempat mereka bekerja. Pekerja di industri
pewarnaan, karet, kimia, logam, tekstil, dan bulu, akan memiliki resiko
terkena kanker kandung kemih. Resiko lain juga muncul pada piñata
rambut, masinis, pekerja printer, pengecat, dan supir truk.
3. Riwayat kanker kandung kemih
Orang-orang yang memiliki riwayat kanker kandung kemih memiliki
kemungkinan untuk kembali memiliki penyakit yang sama.
4. Pengobatan kanker tertentu
Orang yang pernah mendapatkan pengobatan kanker dengan obat-obatan
tertentu seperti cyclophosphamide akan meningkatkan resiko kanker
kandung kemih. Juga orang yang pernah mendapatkan terapi hadradiasi di
abdomen atau panggul akan memiliki resiko
5. Arsenik
Arsenik merupakan suatu racun yang mampu meningkatkan resiko
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 16
kanker kandung kemih. Di beberapa bagian dunia, kadar arsenik mungkin
ditemukan tinggi pada air minum.
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 17
6. Riwayat keluarga dengan kanker kandung kemih
Keluarga yang memiliki riwayat kanker kandung kemih maupun
kanker lain seperti kanker kolon dan kanker ginjal (RCC) akan
menimbulkan resiko kanker kandung kemih
7. Infeksi
Infeksi kronis saluran kencing dan infeksi dari parasit S.
haematobium juga dikaitkan dengan peningkatan resiko kanker
kandung
kemih, seringnya
pada
karsinoma
sel
skuamosa.
Inflamasi kronis juga diperkirakan memainkan peran penting pada
proses karsinogenesis pada kasus ini.
Faktor resiko lain yang menyebabkan kanker kandung kemih menurut
Wein, AJ (2012):
1. Pada karsinoma urothelial kandung kemih
a) Merokok
b) Paparan industri
c) Paparan zat kimia
d) Paparan cyclophosphamide
2. Pada karsinoma sel skuamosa kandung kemih:
a) Schistosomiasis,
merupakan
sebuah
infeksi
dari
Schistosoma
haematobium
b) Batu pada saluran kemih, jika terjadi bertahuntahun
c) Penggunaan kateter selama bertahuntahun d) Divertikula kandung kemih
3. Pada adenokarsinoma kandung kemih:
a) Sisa dari tindakan urachal
b) Neurogenic bladder
c)
Metastasis dari malignansi
primer
d) Ekstropi kandung kemih
e) Invasi tumor/kanker dari organ lain seperti kolon dan
ginjal
4. Penyebab lain yang jarang terjadi: Penggunaan analgesik yang
mengandung phenacetin.
Faktor resiko lain (Ferri
2014):
1. Kerusakan spinal cord disebabkan karena pasien neurogenic bladder
memerlukan drainase kandung kemih jangka panjang dengan kateter
Foley; iritasi kronis dari penggunaan jangka panjang secara umum
mengingkatkan resiko kanker kandung kemih, khususnya karsinoma sel
skuamosa.
2. Onkogenik berkaitan dengan kanker kandung kemih termasuk ras keluarga
dengan gene dan onkogenik ras p21.
3. Tumor suppressor genes, termasuk p53 pada kromosom 17p; gen
retinoblastoma (Rb) pada kromosom 13q; gen pada kromosom 9:
9p21 dan 9q32-33.
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 18
2.5 Patofisiologi
Keganasan yang terjadi pada kandung kemih ini kebanyakan
menyerang pada sel epitel transisional kandung kemih (Monahan, et al,
2007).
Perubahan (mutasi gen) pada kandung kemih melibatkan zat-zat
karsinogen yang didapat dari lingkungan seperti tembakau, aromatik
amina, arsen; faktor resiko lain yang mempengaruhi proses pertumbuhan
sel kanker pada kandung kemih diantaranya : genetik dan riwayat penyakit
kandung kemih sebelumnya. Secara umum, karsinogenesis dapat terjadi
melalui aktivasi proto-onkogen dan rusaknya gen supresor tumor yang
termasuk fosfatase dan tensin homolog (PTEN) dan p53. Akibat dari
mutasi ini terdapat delesi dari kromosom 9 atau mengaktifkan mutasi
dari reseptor faktor pertumbuhan fibroblast 3 (FGFR 3) (Ching & Hansel
2010).
Karsinoma kandung yang masih dini merupakan tumor
superficial. Tumor ini lama-kelamaan dapat mengadakan infiltrasi ke
lamina propia, otot dan lemak perivesika yang kemudian menyebar
langsung ke jaringan sekitarnya. Hematuria yang disertai nyeri
merupakan gejala awal kanker pada kebanyakan pasien (Nursalam &
Batticaca 2006).
2.6 Manifestasi Klinis
Kanker kandung kemih dapat menyebabkan beberapa gejala seperti
berikut: (National Cancer Institute 2010)
1) Terdapat darah dalam urin (urine terlihat seperti berkarat atau
merah gelap).
2) Adanya dorongan mendesak untuk mengosongkan kandung kemih.
3) Harus mengosongkan kandung kemih lebih sering dari biasanya.
4) Adanya dorongan untuk mengosongkan kandung kemih tanpa ada hasil.
5) Merasa perlu berusaha keras saat mengosongkan kandung kemih.
6) Merasa nyeri saat mengosongkan kandung kemih.
2.7 WOC
Terlampir
2.8 Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Laboratorium (Purnomo 2011)
a. Urinalisis
Pemeriksaan ini meliputi:
1) Maskroskopik dengan menilai warna, bau, dan berat jenis urine.
2) Kimiawi meliputi pemeriksaan derajat keasaman/pH, protein, dan
gula dalam urine.
3) Mikroskopik mencari kemungkinan adanya sel-sel, cast (silinder),
atau bentukan lain di dalam urine.
Pada analisis mikoskopik urine, ditemukannya sel – sel darah merah
secara signifikan (lebih dari 2 per lapang pandang) menunjukkan
adanya
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 19
cedera pada sistem saluran kemih dan didapatkannya leukositoria (>5/lpb)
menunjukkan adanya proses inflamasi pada saluran kemih.
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 20
b. Pemeriksaan Darah
1) Darah rutin
Pemeriksaan darah rutin terdiri atas pemeriksaan kadar hemoglo
bin,
leukosit, laju endap darah, hitung jenis leukosit, dan hitung
trombosit.
2) Faal ginjal
Beberapa uji faal ginjal yang sering diperiksa adalah pemeriksaan kadar
kreatinin, kadar ureum atau BUN (Blood Urea Nitrogen), dan klirens
kreatinin. Sayangnya kedua uji ini baru menunjukkan kelainan, pada
saat ginjal sudah kehilangan 2/3 dari fungsinya. Pemeriksaan
klirens kreatinin untuk menguji rerata laju filtrasi glomerulus atau
glomurular filtration rate (GFR).
3) Faal Hepar
Pemeriksaan faal hepar ditujukan untuk mencari adanya metastasis
suatu
keganasan atau untuk melihat fungsi hepar secara
umum
4) β - Human Chorionic Gonadotropin
β – HCG digunakan untuk menunjukkan adanya peningkatan metastase
tumor kandung kemih (Oliver, et.al. 1989)
5) Cell survey antigen study
Pemeriksaan laboratorium untuk mencari sel antigen terhadap
kanker,
bahan yang digunakan adalah darah vena (Nursalam & Batticaca
2009).
c. Kultur urine
Digunakan untuk memeriksa adanya infeksi saluran
kemih.
d. Histopatologi
Pemeriksaan patologi anatomik adalah pemeriksaan histopatologis
yang diambil melalui biopsi jaringan ataupun melalui operasi. Pada
pemeriksaan
ini dapat ditentukan suatu jaringan normal, mengalami proses
inflamasi, pertumbuhan benigna, atau terjadi maligna. Selain itu
pemeriksaan ini dapat
menentukan stadium patologik serta derajat diferensiasi suatu
keganasan.
e. Sitologi
Pemeriksaan sel-sel urotelium yang terlepas bersama urine (biasanya
nilai negative palsu tinggi). Sample urine sebaiknya diambil setelah
pasien
melakukan aktivitas (loncat-loncat atau lari di tempat) dengan harapan
lebih banyak sel urotelium yang terlepas di urine. Derajat
perubahan sel
diklasifikasikan dalam lima kelas mulai dari; normal, sel yang mengalam
i peradangan, sel atipik, disuga menjadi sel ganas, dan sel yang sudah
mengalami perubahan morfologi menjadi sel ganas.
2. Pemeriksaan Radiologis
a. Foto Polos Abdomen (BOF; BNO; KUB)
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 21
Foto polos abdomen atau KUB (Kidney Ureter Bladder) adalah foto
skrining
untuk pemeriksaan kelainan urologi (Purnomo
2011).
b. USG
Sebelum pemeriksaan, pasien dipuasakan untuk meminimalkan gas di
usus yang dapat menghalangi pemeriksaan. Pemeriksaan USG
merupakan
pemeriksaan yang tidak invasive yang dapat menilai bentuk dan
kelainan dari buli (Muttaqin 2011)
c. Sitoskopi
Prosedur pemeriksaan ini merupakan inspeksi langsung uretra dan
kandung
kemih dengan menggunakan alat sitoskopi (meruapakan suat alat
yang
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 22
mempunyai lensa optik pada ujungnya sehingga dapat dengan leluasa
melihat langsung). Sitoskop juga memungkinkan ahli urologi untuk
mendapatkan spesimen urine dari setiap ginjal guna mengevaluasi fungsi
ginjal (Muttaqin 2011).
Gambar 5. Alat forceps dapat dimasukkan melalui sitokop untuk keperluan biopsi pada kandunng kemih
(Muttaqin
2011)
Keterangan gambar :
1. Kiri: Sistoskopi dengan gambaran masa kanker pada dinding
kandung kemih.
2.
Kanan: Radiologis IVP dengan adanya masa pada kandung
kemih.
d. Flow Cytometri (Nursalam 2009)
e. Pielogram Intravena / IVP
Prosedur yang lazim pada IVP adalah foto polos radiografi abdomen
yang
kemudian dilanjutkan dengan penyuntikan media kontras intravena.
Jika BUN >70 (azotemia berat) maka tidak dilakukan pemeriksaan IVP
karena GFR-nya rendah. Dengan demikian, zat warna tidak dapat diekskresi
dan pielogram sulit dilihat. IVP dapat memastikan keberadaan posisi ginjal,
serta menilai ukuran dan bentuk ginjal. Efek berbagai pemyakit terhadap
kemampuan ginjal untuk memekatkan dan mengekskresi zat warna
juga dapat dinilai (Price dan Wilson 2005).
f. Arteriogram ginjal
Tindakan memasukkan kateter melalui arteri femoralis dan aorta
abdominlis sampai setinggi arteri renalis selanjutnya media kontas
disuntikkan. Tindakan ini untuk dapat sipakai untuk melihat pembuluh
darah pada neoplasma (Price dan Wilson 2005).
3. Biopsi
Jika pada test pencitraan dicurigai kanker telah menyebar, biopsi
dapat digunakan untuk memastikan penyebaran kanker ke luar kandung
kemih seperti jaringan sekitar kandung kemih, kelenjar limfa, atau organ
tubuh lain (American Cancer Society 2012).
Secara umum peran perawat dalam menjalakan pengkajian
diagnostik meliputi: (Muttaqin 2011)
1. Memenuhi informasi umum tentang prosedur diagnostik yang akan
dilaksankan.
2. Memberikan informasi waktu dan jadwal yang tepat kapan prosedur
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 23
diagnostik akan dilaksanakan
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 24
3. Memberikan informasi tentang aktivitas yang diperlukan pasien
memberikan instruksi tentang perawata pascaprosedur, pembatasan diet,
dan aktivitas.
4. Memberikan informasi tentang nutrien khusus yang diberikan setelah
diagnosis.
5. Memberikan dukungan psikologis untuk menurunkan tingkat
kecemasan.
6. Mengajarkan
teknik
distraksi
dan
rekasasi
untuk
menurunkan
ketidanyamanan
7. Mendorong anggota keluaraga dan orang terdekat, untuk
memberikan
dukungan emosi pada pasien selama tes diagnostik.
2.9 Penatalaksanaan
1. Tindakan konservatif
Irigasi kandung kemih adalah tindakan mencuci kandung kemih
dengan cairan yang mengalir. Tindakan ini dilakukan untuk
memepertahankan
kepatenan kandung kemih, membuang atau meminimalkan obstruksi seperti
bekuan dan plug mucus dalam kandung kemih, mencegah atau mengatasi
inflamasi atau infeksi kandung kemih dan untuk memasukkan obat untuk
pengobatan kandung kemih lokal. (Johnson 2005)
Irigasi dilakuakan dengan instilasi formalin, fenol atau perak nitrat
untuk mencapai penghilangan hematuria dan strangulasi (pengeluaran
urine yang lambat dan menyakitkan). (Baughman 2000)
2. Tindakan invasive minimal
Tindakan yang pertama dilakukan untuk mengatasi kanker kandung
kemih adalah dengan TURB. setelah itu dilanjutkan dengan irigasi
atau diversi urine baik secara sementara ataupun permanen.
Transurethral reseksi bledder (TURB): Prosedur ini, atau disebut dengan
"reseksi transurethral dari tumor kandung kemih",
umum untuk
kanker kandung kemih tahap awal, atau mereka yang terbatas pada
lapisan superfisial dari dinding kandung kemih. Operasi kanker kandung
kemih ini dilakukan dengan melewatkan instrumen melalui uretra, yang
menghindari memotong melalui perut. Instrumen bedah yang digunakan
untuk operasi ini disebut resectoscope. Sebuah loop kawat di salah satu
ujung resectoscope digunakan untuk menghilangkan jaringan abnormal atau
tumor. Setelah prosedur ini, membakar dasar tumor (fulguration) dapat
membantu memastikan bahwa sel-sel kanker yang tersisa dihancurkan.
Atau laser energi tinggi dapat digunakan. Dan cytoscope digunakan untuk
melihat bagian dalam kandung kemih selama prosedur.
3. Pembedahan untuk kanker kandung kemih (Cancer Treatment Cancer of
America 2013)
Pembedahan biasanya pilihan pengobatan pertama untuk tahap awal
kanker kandung kemih karena tumor memiliki kemungkinan tidak
menyebar ke area lain dari tubuh. Prosedur pembedahan kanker kandung
kemih adalah Cystectomy, pembedahan ini bisa digunakan untuk
menghapus baik seluruh atau sebagian dari kandung kemih. Kadangkadang, kandung kemih dapat diakses melalui sayatan di perut. Hal ini juga
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 25
mungkin untuk melakukan operasi laparoskopi.Operasi laparoskopi, juga
disebut operasi lubang kunci, dapat mengurangi rasa sakit dan
mempersingkat waktu pemulihan.
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 26
Ada dua jenis cystectomi :
1) Cystectomi parsial: Jika kanker telah menyerang lapisan otot
dinding kandung kemih, tetapi tidak besar dan terpusat di satu
daerah kandung kemih, maka dimungkinkan untuk mengobati
kanker dengan menghapus hanya sebagian dari kandung kemih.
Dengan prosedur ini, bagian dari kandung kemih di mana ada
kanker dihapus, dan lubang di dinding kandung kemih kemudian
ditutup.
2) Cystectomi radikal: Jika kanker lebih besar dalam ukuran atau
di lebih dari satu daerah kandung kemih, maka seluruh kandung
kemih mungkin perlu dihapus . Dengan cystectomi radikal, kelenjar
getah bening di dekatnya juga dapat dihapus, bersama dengan
prostat ( untuk pria ), dan bagi perempuan, ovarium, tuba falopi,
rahim, dan sebagian kecil dari vagina. Jenis operasi kanker kandung
kemih merupakan prosedur yang luas, tetapi dapat membantu
memastikan bahwa semua sel kanker dikeluarkan dari tubuh dan
mengurangi kemungkinan penyakit berulang.
4. Diversi Urine (NKUDIC 2013)
Prosedur ini untuk mengalihkan urine yang diperlukan dalam
menangani kegasanan pada system perkemihan.Ketika urin tidak dapat
mengalir keluar dari tubuh , dapat menumpuk di kandung kemih, ureter,
dan ginjal. Akibatnya, limbah tubuh dan air tambahan tidak kosong dari
tubuh, berpotensi mengakibatkan rasa sakit, infeksi saluran kemih, gagal
ginjal, atau jika tidak diobati dapat menimbulkan kematian. Diversi
urin dapat bersifat sementara atau permanen, tergantung pada alasan
untuk prosedur ini.
Diversi urin sementara mengalirkan urine selama beberapa hari atau
minggu. Diversi urin sementara mengalirkan urin hingga penyebab
penyumbatan diatasi atau setelah operasi saluran kemih dilakukan. Jenis
diversi urin sementara ini termasuk nefrostomi dan kateterisasi urin.
Sebuah nefrostomi mengggunakan tabung kecil yang dimasukkan
melalui kulit langsung ke ginjal. Tabung nefrostomi mengalirkan urin dari
ginjal ke dalam kantong drainase eksternal. Seseorang perlu nefrostomi jika
terjadi penyempitan, penyumbatan, atau peradangan pada ureter. Dalam
keadaan ini, nefrostomi dapat digunakan selama beberapa minggu sampai
masalah teratasi.
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 27
Gambar 6.Nephrostomy tube and external drainage pouch
(NKUDIC 2013)
Kateterisasi urin menggunakan selang fleksibel (kateter) ke dalam
kandung kemih untuk mengalirkan urin. Dua metode kateterisasi urin
meliputi penyisipan kateter melalui uretra atau melalui insisi di kulit.
Untuk metode pertama, tipe khusus dari kateter, yang disebut kateter Foley,
dimasukkan melalui uretra. Sebuah kateter Foley memiliki balon berisi air
sebagai kunci di dalam kandung kemih untuk menjaga kateter di tempat.
Untuk metode kedua, disebut kateterisasi suprapubik, kateter dimasukkan
melalui sayatan di kulit di bawah pusar langsung ke dalam kandung kemih.
Kateter urin mungkin tetap di tempat selama beberapa hari atau minggu.
Sedangkan untuk diversi urin permanen membutuhkan
pembedahan untuk mengalihkan aliran urine ke kantong eksternal melalui
sebuah lubang di dinding perut, yang disebut stoma, atau reservoir internal
yang dibuat pembedahan . Stoma berkisar dari tiga perempat inci sampai 3
inci. Ahli bedah melakukan diversi urin permanen ketika pasien memiliki
kandung kemih yang rusak atau tidak lagi memiliki kandung kemih.
Kanker kandung kemih merupakan kasus yang paling umum untuk
dilakukannya diversi urin permanen. Kerusakan kandung kemih dapat
terjadi akibat kerusakan saraf, cacat lahir, peradangan yang lama atau
kronis, suatu kondisi yang menyebabkan kandung kemih menjadi
bengkak dan iritasi, menyebabkan kapasitas kandung kemih berkurang.
Retensi urin adalah ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih
sepenuhnya.
Dua jenis diversi urin permanen meliputi urostomy dan illeal conduit.
Urostomy juga disebut diversi urin noncontinent, membutuhkan
kantong eksternal (kantong plastik sekali pakai yang menempel pada
kulit perut). Ileal conduit melibatkan penciptaan reservoir internal dengan
segmen usus kecil maupun usus besar.
Urostomy (non continent) adalah stoma yang terhubung ke saluran
kemih dan memungkinkan urin mengalir keluar dari tubuh saat buang air
kecil biasa tidak dapat terjadi. Stoma tidak memiliki otot, sehingga
tidak
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 28
bisa mengendalikan aliran urin, menyebabkan aliran kontinu. Sebuah
kantong eksternal mengumpulkan urin mengalir melalui stoma. Saluran
ileum dan ureterostomi kulit adalah dua jenis utama urostomy.
Sedangkan ileal conduit (continen) adalah sebuah saluran ileum yang
menggunakan bagian dari usus - usus kecil, pembedahan dari saluran
pencernaan dan reposisi saluranuntuk urin dari ureter ke stoma. Salah satu
ujung saluran menempel pada ureter, ujung lainnya menempel pada stoma.
Akan tetapi, seorang ahli bedah akan melakukan ureterostomi kulit ketika
usus tidak dapat digunakan untuk membuat stoma karena penyakit dan
kondisi atau paparan radiasi dengan dosisyang tinggi.
Gambar 7. Ileal conduit and stoma (NKUDIC 2013)
Setelah operasi diversi urin, luka, ostomy, dan kontinensia, perawat
atau terapis enterostomal membantu pasien belajar bagaimana mengurus
pengalihan kemih permanen mereka.Perawat dan terapis enterostomal
mengkhususkan diri dalam perawatan ostomy dan rehabilitasi.
Daily care adalah sebagai berikut :
a. Menyeka lendir ekstra. Untuk membersihkan lendir ini, pasien
mungkin perlu untuk mengairi, atau flush, reservoir menggunakan
jarum suntik dengan air steril atau normal saline.
b. Mencuci stoma dan kulit di sekitarnya dengan sabun ringan dan air
c. Membilas stoma secara menyeluruh
d. Pengeringan stoma sepenuhnya
e. Pasien harus memeriksa stoma dan kulit mereka dan memberitahu
penyedia layanan kesehatan mereka setiap perubahan,
khususnya
bukti kerusakan kulit, biasanya di daerah di mana kebocoran
urin antara kantong dan stoma.
5. Radiasi dan Kemoterapi intrabladder atau intrabuli (Singhealth 2013)
Terapi radiasi dapat menjadi alternatif untuk operasi untuk penyakit
lokal. Hal ini juga dapat digunakan jika pasien memiliki penyakit lain yang
mencegah operasi. Atau, dapat digunakan setelah operasi untuk mencoba
untuk mengurangi kemungkinan kanker berulang. Radiasi melibatkan
berkonsentrasi sinar berenergi tinggi ke suatu daerah di mana kanker
itu.
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 29
Efek samping, yang bersifat sementara , termasuk kemerahan pada kulit,
nyeri buang air kecil, melewati sejumlah kecil urin sering, dan kerugian
sementara rambut di lokasi radiasi
Kemoterapi adalah penggunaan obat-obatan yang membunuh kanker .
Beberapa obat kemoterapi dapat disuntikkan langsung ke dalam kandung
kemih untuk pasien dengan kanker kandung kemih awal, untuk mencegah
kambuhnya kanker. Obat Kemoterapi juga bisa disuntikkan ke pembuluh
darah di tangan untuk membunuh sel-sel kanker kandung kemih yang telah
menyebar ke seluruh tubuh, untuk memperlambat pertumbuhan kanker.
Dengan kemoterapi intravesical, obat antikanker yang secara langsung
membunuh sel kanker aktif dimasukkan langsung ke dalam kandung kemih
melalui kateter. Pendekatan ini membantu menghindari banyak
efek samping yang keras yang terjadi sebagai akibat dari obat
merugikan sel normal.Obat-obatan yang paling umum digunakan dalam
kemoterapi intravesical adalah mitomycin dan thiotepa. Obat lainnya yang
digunakan dalam pendekatan ini termasuk valrubicin, doxorubucin dan
gemcitabine. Kadang-kadang, mitomycin diberikan sebagai "terapi
mitomycin elektro" yang berarti bahwa kandung kemih dipanaskan
sementara obat dimasukkan. (Cancer Treatment Cancer of America 2013)
Efek samping dari kemoterapi disuntikkan di pembuluh darah tangan
termasuk mual sementara dan muntah, sariawan, rambut rontok, kehilangan
nafsu makan dan kelelahan.
6. Immunoterapi Intravesical (Cancer Treatment Cancer of America 2013)
Ada beberapa jenis imunoterapi intravesical :
a. Terapi Bacillus Calmette-Guerin ( BCG ) : BCG adalah jenis
imunoterapi intravesical , dan dapat menjadi cara yang tepat
untuk mengobati stadium awal kanker kandung kemih. BCG adalah
bakteri yang tidak menyebabkan penyakit serius, tetapi berhubungan
dengan kuman yang menyebabkan tuberkulosis. Untuk pengobatan
kanker kandung kemih, BCG dimasukkan ke dalam kandung kemih
melalui kateter. Sistem kekebalan tubuh alami menjadi diaktifkan
oleh kehadiran bakteri asing, yang kemudian mempengaruhi sel-sel
kanker kandung kemih. BCG biasanya diberikan selama 1 sampai 6
minggu, dan dapat diberikan bersama reseksi transurethral. Kurang
umum, BCG diberikan sebagai pengobatan pemeliharaan jangka
panjang.
b. Interferon: Beberapa jenis sel dalam tubuh menghasilkan zat
yang disebut interferon, yang membantu merangsang sistem
kekebalan tubuh. Bahan kimia alami juga dapat direkayasa untuk
digunakan sebagai obat untuk mengobati berbagai penyakit. Salah
satu aplikasi dari disintesis interferon sebagai pengobatan
imunoterapi intravesica l untuk tahap awal kanker kandung kemih.
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 30
2.10 Komplikasi
Komplikasi dari kanker kandung kemih bisa merupakan akibat
dari pengobatan (missal: operasi) dan bisa merupakan akibat dari
terganggunya
mekanisme tubuh akibat kanker itu sendiri. Kompilikasi akibat dari
kanker meliputi: (Medlineplus 2014)
1. Retensi urin akut
Striktur uretra dapat secara total menghalangi aliran urin, menyebabkan
retensi urin akut. Retensi urine adalah ketidakmampuan dalam
mengeluarkan urine sesuai dengan keinginan, sehingga urine yang
terkumpul di buli-buli melampaui batas maksimal.
2. Hydronephrosis
Hydronephrosis adalah pembesaran satu atau kedua ginjal
yang
disebabkan oleh terhalangnya aliran
urin.
3. Masalah seksual (NHS N.D.)
a. Disfungsi ereksi, terjadi pada pria setelah radikal sistektomi dan
dapat diobati dengan inhibitor phosphodiesterase tipe 5.
b. Penyempitan vagina, akibat radiotherapy dan cystectomy
yang menyebabkan vagina memendek dan menyempit.
Hal ini
menyebabkan rasa sakit saat penetrasi dan sulit,
4. Infeksi
Bisa terjadi akibat penatalaksanaan divers urin, dimana terdapat lubang
stoma yang rentan terhadap kuman yang dapat menyebabkan infeksi.
selain itu perawatan yang kurang tepat setelah pembedahan juga dapat
beresiko terjadinya infeksi
5. Sedangkan komplikasi lain dikaitkan dengan daerah metastase
penyakit.
Penyebaran dapat terjadi secara limfogen menuju kelenjar limfe,
obturator,
iliaka eksterna dan
iliaka komunis serta penyebaran secara
hematogen paling sering terjadi di hepar, paru dan tulang.
2.11 Prognosis
1) Tumor superficial : ketahanan hidup 5 tahun 75 %.
2) Tumor infasif : ketahanan hidup 5 tahun 10 %.
3) Tumor terfiksasi dan metastasis : median ketahanan hidup 1 tahun.
4) Tindak lanjut jangka panjang dibutuhkan selama hidup (Grace & Borley
2006).
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 31
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN UMUM
3.1 Pengkajian
3.1.1 Anamnesa
a. Identitas pasien (data demografi)
Data demografi pasien meliputi: nama, alamat, jenis kelamin,
usia, pekerjaan, dst. Pajanan okupasional dengan zat – zat karsinogen
khususnya bahan pewarna dan pelarut yang digunakan dalam indutri
dapat menjadi faktor resiko.
b. Keluhan utama
Keluhan yang paling lazim didapatkan adalah adanya darah
pada urin (hematuria). Hematuria mungkin dapat dilihat dengan mata
telanjang (gross), tetapi mungkin pula hanya terlihat dengan bantuan
mikroskop (mikroskopis). Hematuria biasanya tidak menimbulkan
rasa sakit. Keluhan lainnya meliputi sering BAK dan nyeri saat BAK
(diuria).
Pasien dengan penyakit lanjut dapat hadir dengan nyeri panggul
atau tulang, edema ekstremitas bawah dari kompresi korpus
iliaka, atau nyeri panggul dari obstruksi saluran kemih. Superfisial
kanker kandung kemih jarang ditemukan selama pemeriksaan fisik.
Kadang – kadang, massa abdomen atau pelvis dapat teraba. Periksa
untuk limfadenopati.
c. Riwayat penyakit sekarang
Mendiskripsikan secara kronologis tentang perjalanan penyakit
pasien mulai dari awal mula sakit sampai dibawa ke rumah
sakit.
d. Riwayat penyakit dahulu
Pasien memiliki riwayat kesehatan seperti infeksi atau
iritasi saluran kemih atau gangguan berkemih seperti hematuria dan
disuria.
e. Riwayat penyakit keluarga
Berhunbungan dengan riwayat kanker dalam keluarga seperti
kanker prostat, kanker ginjal, dan lainlain.
f. Riwayat penggunaan obat-obatan
Pasien
mungkin
mengkonsumsi
obat-obatan
seperti
siklofosfamid (cytoxan) yang menjadi faktor penyebab.
g. Pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan.
Misalnya kebiasaan merokok. Panjanan lingkungan dengan zat
karsinogen seperti 2-naftilamin, senyawa
nitrat.
3.1.2 Pemeriksan Fisik
a. Keadaan umum pasien (tanda-tanda vital)
pasien b. Kesadaran
c. Pemeriksaan Head to Toes
- Kepala: normal
- Mata:
inspeksi: konjungtiva anemis
- Hidung: normal
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 32
- Dada & axila: normal
- Pernafasan: normal
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 33
- Sirkulasi jantung:
terjadi peningkatan aliran darah ke kandung kemih karena
proliferasi sel meningkat
- Abdomen:
inspeksi: distensi abdomen
palpasi:
nyeri
tekan
pada
abdomen
- Genitouary:
inspeksi: hematuria
palpasi: teraba ada massa pada daerah suprasimfisis,
abdomen
kuadran bawah.
- Ekstremitas (integumen & muskuluskletal):
inspeksi: kemerahan/iritasi pada daerah
genitalia. palpasi: tugor kulit jelek. Kulit tampak
pucat.
3.1.3 Pengkajian Diagnostik
1) Pemeriksaan Laboratorium
f. Urinalisis
Pada analisis mikoskopik urine, ditemukannya sel – sel
darah merah secara signifikan (lebih dari 2 per lapang
pandang)
menunjukkan adanya cedera pada sistem saluran kemih dan
didapatkannya leukositoria (>5/lpb) menunjukkan adanya
proses
inflamasi pada saluran kemih (Purnomo, 2011)
g. Pemeriksaan Darah
- Darah rutin (Purnomo 2011)
Pemeriksaan darah rutin terdiri atas pemeriksaan kadar
hemoglobin, leukosit, laju endap darah, hitung jenis leukosit,
dan hitung trombosit.
- Faal ginjal (Purnomo 2011)
Beberapa uji faal ginjal yang sering diperiksa adalah
pemeriksaan kadar kreatinin, kadar ureum atau BUN (Blood
Urea
Nitrogen), dan klirens kreatinin.
- Faal Hepar (Purnomo 2011)
Pemeriksaan faal hepar ditujukan untuk mencari adanya
metastasis suatu keganasan atau untuk melihat fungsi hepar
secara umum
- Pemeriksaan penanda tumor (tumor marker)
Pemeriksaan penanda tumor antara lain adalah : PAP
(Prostatic Acid Phosphate) dan PSA (Prostat Spesific Antigen)
yang berguna untuk menegakkan diagnosis karsinoma. PSA ini
dapat digunakan sebagai deteksi awal tumor yang tidak
invasif (Luo 2004).
- Cell survey antigen study (Nursalam 2009)
Pemeriksaan laboratorium untuk mencari sel antigen
terhadap
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 34
kanker, bahan yang digunakan adalah darah
vena. h. Kultur urine
Digunakan untuk memeriksa adanya infeksi saluran
kemih. i. Histopatologi
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 35
Pemeriksaan ini dapat menentukan suatu jaringan normal,
mengalami proses inflamasi, pertumbuhan benigna, atau terjadi
maligna. Selain itu pemeriksaan ini dapat menentukan stadium
patologik serta derajat diferensiasi suatu keganasan.
j. Sitologi
Pemeriksaan sel-sel urotelium yang terlepas bersama urine
(biasanya nilai negative palsu tinggi). Derajat perubahan sel
diklasifikasikan dalam
lima kelas mulai dari; normal, sel yang
mengalami peradangan, sel atipik, disuga menjadi sel ganas, dan sel
yang sudah mengalami perubahan morfologi menjadi sel ganas.
2) Pemeriksaan Radiologis
g. Foto Polos Abdomen (BOF; BNO; KUB) (Purnomo 2011)
Foto polos abdomen atau KUB (Kidney Ureter Bladder) adalah
foto skrining untuk pemeriksaan kelainan
urologi. h. USG (Muttaqin 2011)
Sebelum pemeriksaan, pasien dipuasakan untuk meminimalkan
gas di usus yang dapat menghalangi pemeriksaan. Pemeriksaan USG
merupakan pemeriksaan yang tidak invasive yang dapat menilai
bentuk dan kelainan dari buli.
i. Sitoskopi (Muttaqin 2011)
Prosedur pemeriksaan ini merupakan inspeksi langsung uretra
dan kandung kemih dengan menggunakan alat sitoskopi (meruapakan
suat alat yang mempunyai lensa optik pada ujungnya sehingga dapat
dengan leluasa melihat langsung). Sitoskop juga memungkinkan ahli
urologi untuk mendapatkan spesimen urine dari setiap ginjal
guna mengevaluasi fungsi ginjal. Alat forceps dapat dimasukkan
melalui sitokop untuk keperluan biopsi pada kandunng kemih.
j. Flow Cytometri (Nursalam 2009)
Mendeteksi adanya kelaian kromosom sel-sel urotelim.
k. Pielogram Intravena / IVP (Price dan Wilson 2005)
Prosedur yang lazim pada IVP adalah foto polos radiografi
abdomen yang kemudian dilanjutkan dengan penyuntikan media
kontras intravena. IVP dapat memastikan keberadaan posisi ginjal,
serta menilai ukuran dan bentuk ginjal. Efek berbagai pemyakit
terhadap kemampuan ginjal untuk memekatkan dan mengekskresi zat
warna juga dapat dinilai.
l. Arteriogram ginjal (Price dan Wilson 2005)
Tindakan memasukkan kateter melalui arteri femoralis dan
aorta abdominlis sampai setinggi arteri renalis selanjutnya media
kontas disuntikkan. Tindakan ini untuk dapat sipakai untuk melihat
pembuluh darah pada neoplasma
m. CT-scan (Price dan Wilson 2005)
CT-scan berperan penting dalam penetapan stadium neoplasma
menggantikan IVP dalam kasus trauma
ginjal.
3) Biopsi (American Cancer Society 2012)
Jika pada test pencitraan dicurigai kanker telah menyebar,
biopsi dapat digunakan untuk memastikan penyebaran kanker ke luar
kandung
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 36
kemih seperti jaringan sekitar kandung kemih, kelenjar limfa, atau
organ tubuh lain.
3.2
Analisa Keperawatan
Data
Data Subjektif:
Klien mengeluh mengalami
masalah urine
Data Objektif:
- Distensi abdomen (+)
- Retensi urine
- Disuria
Etiologi
Malignansi sel kandung
kemih
↓
Invasi sel tumor ke
dalam jaringan lebih
dalam
↓
Peningkatan aktivasi
produksi sel tumor
↓
Inflamasi kandung kemih
↓
Penurunan kapasitas
kandung kemih
↓
Retensi urin, diuria, dan
nokturia
↓
Gangguan Eliminasi
Malignansi sel kandung
Data Subjektif:
kemih
Klien mengeluh nyeri di daerah
suprapubis sejak beberapa bulan
↓
Invasi sel tumor ke
lalu
dalam jaringan lebih
Data Objektif:
P: Nyeri muncul saat ingin
dalam
↓
berkemih.
Q: Nyeri hebat seperti ditusuk –
Peningkatan aktivasi
tusuk pada akhir miksi.
produksi sel tumor
R: Nyeri terdapat pada bagian
↓
sudut
kostovertebrata
dan Inflamasi kandung kemih
↓
menjalar ke umbilikus.
S: Nyeri yang dirasakan dari
Supresi sel saraf di
skala 1-10 disebutkan 7.
kandung kemih
T: Nyeri muncul saat ingin
↓
berkemih dan nyeri berkurang Merangsang nosireseptor
saat selesei miksi. Nyeri sangat
di hipotalamus dan
hebat pada akhir miksi.
korteks serebri
↓
Persepsi nyeri
Wajah
klien
tampak
↓
meringis.
Nyeri
Masalah
Gangguan eliminasi
urine
Nyeri
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 37
Data Subjektif: Data Objektif:
- Hematuria
- Disuria
- BUN meningkat
- Pucat
- Sianosis
- Penafasan cuping hidung
Malignansi sel kandung
kemih
↓
Lapisan mukosa kandung
kemih rapuh
↓
Pendarahan mukosa
kandung kemih
↓
Hematuria
↓
Anemia
↓
Hb ↓
↓
Ikatan Hb dan O2 ↓
↓
Hipoksia
↓
Gangguan transport
oksigen melalui
membrane kapiler
↓
Ketidakefektifan perfusi
jaringan ginjal
Ketidakefektifan
perfusi jaringan ginjal
Data
Subjektif:
Klien Malignansi sel kandung
mengeluh mudah lelah setelah
kemih
↓
beraktivitas
Lapisan mukosa kandung
Data Objektif:
- Pusing
kemih rapuh
↓
- Fatigue
- Pucat
Pendarahan mukosa
- Dispneu
kandung kemih
↓
Hematuria
↓
Anemia
↓
Mudah lelah
↓
Intoleransi Aktivitas
Malignansi
sel kandung
Data Subjektif: kemih
Data Objektif:
- Pembedahan
↓
Dilakukan tindakan
bedah
↓
Intoleransi Aktivitas
Risiko tinggi infeksi
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca Bladder
28
Page
Data Subjektif:
Pasien mengatakan tidak tahu
tentang penyakitnya
Data Objektif:
- Pasien tampak cemas dan
bingung
- Pasien bertanya – tanya
tentang
penyakit
yang
dialaminya
Luka post operasi
↓
Resiko Infeksi
Informasi yang kurang
tentang
tindakan
diagnostik
invasif,
intervensi
kemoterapi,
Kurangnya
pengetahuan
radiasi dan pembedahan,
adanya
stoma,
perencanaan
pasien
pulang.
3.3
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan eliminasi urine b.d retensi urine, diuria, nokturia
2. Nyeri b.d supresi sel saraf akibat pembesaran karsinoma pada
kandung kemih
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan ginjal b.d gangguan transport
oksigen melalui membrane kapiler
4. Intoleransi aktivitas b.d anemia
5. Risiko tinggi infeksi b.d luka post operasi
6. Kurangnya pengetahuan b.d informasi yang kurang tentang tindakan
diagnostik invasif, intervensi kemoterapi, radiasi dan
pembedahan, adanya stoma, perencanaan pasien pulang.
3.4
Rencana Keperawatan
1. Gangguan eliminasi urine b.d retensi urine, diuria, nokturia
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam, eliminasi urine dapat optimal sesuai toleransi
individu
Kriteria evaluasi :
- Secara subjektif pasien tidak mengeluh mengalami gangguan eliminasi urine
- Secara objektif berpartisipasi dalam aktivitas yang berhubungan dengan
perawatan nefrostomi tube
Intervensi
Rasional
Lakukan dan ajarkan cara perawatan Pasca bedah dengan nefrostomi tube
nefrostomi tube
yang ada, maka pasien atau keluarga
perlu diajak dalam berpartisipasi agar
kemandirian meningkat.
Pantau proses penyembuhan luka insisi Mengembangkan
intervensi
dini
pada sekitar nefrostomi tube.
terhadap kemungkinan komplikasi
Anjurkan klien mengunjungi seorang Menurunkan kecemasan dan ketakutan
yang telah mengalami nefrostomi tube . terhadap kemampuan beradaptasi
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca Bladder
29
Page
Sarankan klien untuk mencegah kontak Menurunkan resiko infeksi
urine dengan kulit, untuk mencegah
iritasi kulit akibat diversi urine.
Nilai kemampuan partisipasi pasien Sebagai pegangan informasi
dan keluarga
2. Nyeri b.d supresi sel saraf akibat pembesaran karsinoma pada kandung kemih
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam, skala nyeri menurun
Kriteria evaluasi : Secara objektif klien tampak lebih nyaman
Intervensi
Rasional
Perhatikan lokasi, intensitas, dan durasi Menentukan keparahan nyeri
nyeri
Berikan rasa nyaman (perubahan posisi, Menurunkan tegangan otot
kompres hangat)
Dorong menggunakan teknik relaksasi Meningkatkan kemampuan koping
(nafas
dalam,
imaginary,
atau
visualisasi)
Kolaborasi pemberian obat analgesik, Menurunkan nyeri dang meningkatkan
kortikosteroid, antispasmodik
relaksasi otot.
Pantau skala nyeri
Menetukan penurunan skala nyeri
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan ginjal b.d gangguan transport oksigen melalui
membrane kapiler
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam, perfusi jaringan ginjal adekuat
Kriteria evaluasi :
- Secara objektif pasien tidak pucat dan pernafasan cuping hidung (-)
- Haluaran urine adekuat dan hematuri (-)
- Hb meningkat
Intervensi
Rasional
Observasi status hidrasi dan TTV
Memantau tekanan ortostatik
Pantau hasil laboratorium yang relevan Mengetahui peningkatan Hb
Pantau BUN, elektrolit serum, kreatinin Untuk mengetau faal ginjal
serum, pH, dan kadar hematokrit
Observasi hematuria
Memantau pembekuan darah
Pertahankan keakuratan pencatatan Mencegah dehidrasi maupun over
asupan dan haluaran
hidrasi
4. Intoleransi aktivitas b.d anemia
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam, pasien menunjukkan toleransi terhadap
aktivitas.
Kriteria evaluasi :
- Klien mampu beraktivitas secara bertahap.
- Tidak ada keluhan sesak napas dan fatigue selama aktivitas .
Intervensi
Rasional
Evaluasi motivasi dan keinginan pasien Menjadi data dasar kepatuhan pasien
untuk meningkatkan aktivitas
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca Bladder
Page 30
Ajarkan tentang pengaturan aktivitas
dan teknik manjemen waktu
Penggunaan teknik relaksasi (misalnya:
distraksi, visualisasi) selama aktivitas
Pantau
respon
kardiorespiratori
(misalnya: dispnea, pucat, frekuensi
nafas, dan denyut nadi)
Pantau asupan nutrisi
Untuk mencegah kelelahan
Untuk mencegah cepat lelah
Menjadi indikasi aktivitas
disudahi (istirahat dahulu)
untuk
Untuk memastikan sumber – sumber
energi yang adekuat
Pantau pola tidur dan lamanya waktu Mengetahui pola istirahat pasien
tidur
5. Risiko tinggi infeksi b.d luka post operasi
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam, tidak terjadi infeksi
Kriteria evaluasi : TTV normal, tidak ada tanda dan gejala ISK
Intervensi
Rasional
Gunakan sabun antimikrobial untuk Mencegah transmisi organisme
cuci tangan
Pertahankan intake cairan adekuat
Meningkatkan aliran urine
Ajarkan klien cuci tangan
Memberikan informasi tentang
personal higiene
Ajarkan klien tentang gejala dan tanda Memberikan
informasi
untuk
infeksi,
serta
anjurkan
untuk meningkatkan kepatuhan
melaporkannya
Ajarkan klien dan keluarga untuk Dapat mencegah infeksi
mengalirkan kantong untuk mencegah
refluks
Kaji jenis pembedahan, dan apakah Mengidentifikasi
kemajuan
atau
adanya anjuran khusus dari tim dokter penyimpangan dari tujuan yang
bedah dalam melakukan perawatan diharapkan.
luka.
Lakukan mobilisasi miring kiri-kanan Mencegah penekanan setempat yang
tiap 2 jam.
berlanjut pada nekrosis jaringan lunak.
Lakukan perawatan luka:
 Lakukan perawatan luka steril pada Perawatan luka sebaiknya tidak setiap
hari ke-3 operasi dan diulang setiap hari untuk menurunkan kontak tindakan
dengan luka yang dalam kondisi steril
2 hari sekali.
sehungga
mencegah
kontaminasi
kuman
ke
luka
bedah.
 Bersihkan lukan dengan cairan
antiseptik jenis iodine providum Pembersihan debris (sisa fagositosis,
dengan cara swabbing dari arah jaringan mati) dan kuman sekitar luka
dengan mengoptimalkan kelebihan dari
dalam ke luar.
iodin providum sebagai antiseptik dan
dengan arah dari dalam keluar dapat
mencegah kontaminasi kuman ke
 Bersihkan bekas sisa iodin providum jaringan luka.
iodine
providum
dengan alkohol 70% atau normal Antiseptik
mempunyai
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca Bladder
Page 31
saline dengan cara swabbing dari kelemahan dalam menurunkan proses
arah dalam ke luar.
epitelisasi
jaringan
sehingga
memperlambat
pertumbuhan luka,
 Tutup luka dengan kasa steril dan maka harus dibersihkan dengan alkohol
tutup dengan plester adhesif yang atau normal saline.
Penutupan secara menyeluruh dapat
menyeluruh menutupi kasa.
menghindari kontaminasi dari benda
atau udara yang bersentuhan dengan
luka bedah.
6. Kurangnya pengetahuan b.d informasi yang kurang tentang tindakan diagnostik
invasif, intervensi kemoterapi, radiasi dan pembedahan, adanya
stoma, perencanaan pasien pulang.
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam, terpenuhinya informasi yang dibutuhkan
pasien.
Kriteria evaluasi :
- Pasien teradaptasi dengan kondisi yang dialami.
- Pasien mampu mengungkapkan jadwal pengobatan dan tujuannya.
Intervensi
Rasional
Ajarkan klien dan keluarga prosedur Meningkatkan
pemahaman
dan
dan tujuan terapi.
menurunkan ansietas.
Lakukan
pemberian
kemoterapi
intravesika:
Mencegah infeksi.
 Gunakan teknik steril dalam Meningkatkan retensi obat.
kateterisasi.
 Intruksikan klien untuk berkemih Meningkatkan lapisan bagian dalam
kandung kemih dengan obat-obatan.
sebelum obat dimasukkan.
 Intruksikan untuk selalu mengubah Memberikan kontak yang besar dari
obat dengan permukaan kandung
posisi.
kemih.
 Intruksikan
untuk
menunggu Mencegah pemajanan pada kemoterapi
dan imunoterapi yang dikeluarkan
berkemih selama beberapa jam.
 Intruksikan klien untuk toileting hati melalui urine.
– hati.
Ajarkan perawatan nefrostomi tube Meningkatkan kemandirian.
selama di rumah.
3.5
Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah mendapatkan intervensi
keperawatan adalah sebagai berikut.
1. Eliminasi urine dapat optimal sesuai toleransi individu
2. Penurunan skala nyeri
3. Perfusi jaringan ginjal adekuat
4. Pasien menunjukkan toleransi terhadap aktivitas.
5. Tidak terjadi infeksi pada luka pasca bedah.
6. Informasi kesehatan terpenuhi
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 32
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
4.1 Kasus
Seorang laki-laki (62 tahun) pendidikan terakhir SLTP bekerja sebagai
wiraswasta
di bidang percetakan sablon. Masuk Rumah Sakit tanggal 18 Februari
2014 dengan diagnosa Ca Buli T3 NX M0. Pada tanggal yang sama dilakukan
pengkajian. Didapatkan data sbb.: klien mengeluh nyeri, kencing darah
selama satu bulan, buang air kecil tidak lancar disertai darah selama 10 hari
sebelum dibawa ke Rumah Sakit, tidak ada riwayat alergi makanan dan obat.
Dari pemeriksaan didapatkan hasil sbb.: TD: 140/90 mmHg, nadi: 92x/menit,
RR:
20x/menit, suhu: 36,5°C. Sistem kardiovaskuler dan pernafasan normal,
terpasang kateter threeway dan irigasi cairan, urin merah, output:
600cc/3jam, intake:
750cc/3jam. Klien menyatakan nyeri kandung kemih sesaat dan kadang-kadang.
Meski terpasang kateter, urin tidak keluar secara lancar sehingga perlu
dilakukan
tindakan spooling. TB: 168 cm, BB sekarang 52 kg, 1 bulan sebelumnya 60
kg, diet biasa, nafsu makan baik, frekuensi peristaltik 3x/menit, tidak bisa
BAB selama 4 hari, skibala (+).
Hasil pemeriksaan laboratorium: BUN 8,5 albumin 2,7 kreatinin 0,8 SGOT
17
SGPT 23 CRP 55,3 LED 13.000 Hb 12,5 natrium 135 kalium 3,9 kalsium 101.
Hasil pemeriksaan urin: Glukosa(-) eritrosit(+) lebih dari 100/lapang
pandang, leukosit 20/lapang pandang, kristal(+).
Terapi: Asam trasenamat 3x500 gr, merop 3x1 gr, metamizol 3x1 gr, antrain
3x1
gr, dulcolax 1x, diet TKTP eksta putih
telur.
4.2 Pengkajian
1. Identitas klien
Nama
: Tn. S
Usia
: 62 tahun
Pekerjaan
: Wiraswasta, percetakan sablon
Pendidikan terakhir : SLTP
Tanggal MRS
: 18 Febuari 2014
Dx medis
: Ca Buli T3 NX M0
Tanggal pengkajian : 18 Febuari 2014
2. Keluhan utama: Nyeri pada pelvis.
P= Sakitnya bertambah berat ketika diakhir
berkemih. Q= Nyeri tumpul dan terasa dalam.
R= Nyeri terdapat pada bagian sudut kostovertebrata dan menjalar
ke umbilikus.
S= Nyeri yang dirasakan dari skal 1-10 disebutkan 7.
T= Nyeri terasa pada saat berkemih dan bertambah parah pada saat akhir
berkemih. Kadang-kadang nyeri juga terasa sewaktu-waktu.
3. Riwayat kesehatan klien
1) Riwayat kesehatan masa lalu
Klien mempunyai riwayat hipertensi sejak 15 tahun yang lalu.
2) Riwayat kesehatan saat ini
Klien mengeluh nyeri pada pelvis dan keluar darah saat berkemih.selama
1 bulan, buang air kecil tidak lancar disertai darah selama 10 hari
sebelum dibawa ke Rumah Sakit.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Kakek dari klien menderita kanker
ginjal.
Genogram
Ket:
: laki-laki meninggal
: perempuan meninggal
: laki-laki
: perempuan
: klien
: garis perkawinan
: garis keturunan
4) Riwayat hospitalisasi
Klien pernah di rawat di Rumah Sakit 1 tahun yang lalu, dipasang
kateter dan mengalami infeksi.
5) Riwayat obat-obatan
Klien mendapatkan terapi asam trasenamat 3x500 gr, merop 3x1
gr,
metamizol 3x1 gr, antrain 3x1 gr, dan dulcolax
1x
6) Riwayat alergi
Klien tidak mempunyai riwayat alergi makanan dan obatobatan.
7) Riwayat pola kebiasaan
Klien merokok sejak 35 tahun yang lalu, habis 10 batang/hari, dan
klien mempunyai kebiasaan minum kopi setiap hari.
8) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Klien sering menahan ketika ingin
berkemih.
9) Riwayat psikososial
a. Persepsi terhadap kondisi klien
Klien merasa keadaan tubuhnya melemah dan tidak dapat
beraktivitas seperti biasa setelah menderita sakit.
b. Mekanisme koping dan sistem pendukung
Klien memperbanyak istirahat. Klien mendapatkan dukungan penuh
dari keluarganya untuk lekas sembuh.
c. Pengkajian pengetahuan klien dan keluarga
Klien tidak mengetahui tentang kondisi
penyakitnya. d. Nilai kepercayaan
Klien menganggap bahwa penyakit yang sekarang
dideritanya merupakan teguran dari Tuhan.
4.3 PemeriksaanFisik
1. Keadaan Umum: Kompos mentis
2. Tanda-tanda vital:
TD: 140/90 mmHg
Nadi: 92x/menit
0
RR: 20x/menit
Suhu: 36,5 C
3. Pemeriksaan fisik (head to toe):
Pada wajah / muka : tampak pucat, konjungtiva anemis.
Pada kulit
: akral hangat, basah dan pucat.
Pada perut
: teraba masa feses pada perut kuadran bawah.
Pada alat genitalia
: hematuria, disuria.
4. Sistem tubuh:
1. B1: Breathing
Tidak ada kelainan pada sistem pernafasan. Suara nafas vesikuler.
2. B2: Blood
Tidak ada nyeri dada. Suara jantung reguler.
3. B3: Brain
Kesadaran: (kompos mentis)
a. GCS: E=4, V=5 , M=6. Total nilai:15
b. Wajah tampak pucat.
c. Mata:
Sklera: normal.
Konjungtiva: pucat.
Pupil: isokor
d. Persepsi sensori:
Alat indra berfungsi dengan baik.
4. B4: Bladder
Terpasang kateter three way dan irigasi cairan.
Urin tidak keluar secara lancar sehingga perlu dilakukan
tindakan spooling, produksi urin 600cc/3jam, warna merah.
Distensi daerah suprapubik, nyeri tekan (+).
Balance cairan:
Intake = Output
750/3jam x 8 = 600/3jam x 8 + IWL
6000 = 4800 (15 x 52)
6000 = 4800 + 780
6000 = 5580
B = +420
5.
6.
B5: Bowel
Klien
mengalami
distensi
abdomen.
Tidak bisa BAB selama 4 hari, skibala
(+).
Frekwensi
pristaltik
3x/menit.
Nafsu makan baik, porsi habis, mendapat diet TKTP ekstra putih
telur.
BB sekarang 52 kg, TB: 168 cm.
IMT=BB/(TB) 2 = 52/(1,68)2 = 18,44  kategori
kurus
Diet TKTP ekstra putih telur.
B6: Bone
Tidak
ada
kelainan
pada
sistem
muskuloskeletal.
4.4 PemeriksaanDiagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Hb klien normal (12,5 g/dL). Nilai normalnya 12-16 g/dL.
b. BUN klien normal (8,5 mg/dL) dengan konsentrasi BUN normal
besarnya antara 6-20 mg/dL.
c. Kreatinin klien normal (0,8 mg/dL), dengan konsentrasi kreatinin
plasma normal besarnya 0,5 – 1,3
mg/dL.
d. Albumin rendah (2,7 g/dL). Nilai normalnya 3,0-5,0 g/dL.
e. Nilai SGOT normal (17 IU/L) dan SGPT normal (23 IU/L). Nilai
normalnya untuk SGOT 5-40 IU/L dan SGPT: 0-40 IU/L.
f. CRP tinggi (55,3 mg/L). Nilai normalnya 0-55 mg/L.
g. LED tinggi (13.000 sel/mm3). Nilai normalnya 4.500-10.000 sel/mm3.
h. Natrium normal 135 mEq/L, kalium normal 3,9 mEq/L, dan
kalsium normal 101 mg/L.
i. Pemeriksaan urin: Glukosa(-) eritrosit(+) lebih dari
100/lapang pandang, leukosit 20/lapang pandang, kristal(+).
2. Pemeriksaan penunjang
a. Cystoscopy
Pada kasus ini didapatkan adanya lesi dan masa pada kandung
kemih. b. Biopsy
Pada biopsi didapatkan adanya penghalang, pertumbuhan sel
ganas. Jenis kanker dapat ditentukan dari sampel biopsi. Tes ini
paling sering
dilakukan untuk memeriksa kanker kandung kemih atau uretra.
Normal Hasil : dinding kandung kemih halus. Kandung kemih ukuran
normal, bentuk, dan posisi.
4.5 Analisa Data
Data
Etiologi
Ca Bladder
Data Subjektif:
Klien mengeluh nyeri di daerah
↓
suprapubis sejak 1 bulan yll.
Invasi sel Ca ke dalam
jaringan dalam
Data Objektif:
↓
P: Sakitnya bertambah berat
ketika diakhir berkemih.
Peningkatan aktivasi
Q: Nyeri tumpul dan terasa
produksi sel Ca
dalam.
↓
R: Nyeri terdapat pada bagian Inflamasi kandung kemih
sudut
kostovertebrata
dan
↓
menjalar ke umbilikus.
Supresi sel saraf di
S: Nyeri yang dirasakan dari
kandung kemih
skal 1-10 disebutkan 7.
↓
T: Nyeri terasa pada saat Merangsang nosireseptor
berkemih dan bertambah parah
di hipotalamus dan
pada saat akhir berkemih.
korteks serebri
↓
Kadang-kadang
nyeri
juga
terasa sewaktu-waktu.
Persepsi nyeri
↓
klien
tampak
Wajah
Nyeri
meringis.
 TD: 140/90 mmHg (TD
tinggi), nadi: 92x/menit, RR:
20x/menit,
suhu: 36,5°C.
Ca Bladder
Data
Subjektif:
Klien mengatakan tidak bisa
↓ Perbesaran
BAB selama 4 hari.
kandung kemih
↓
Data Objektif:
Penekanan ke kolon
Skibala (+).
↓
Distensi abdomen.
Penurunan
peristaltik
dan
Peristaltik menurun, 3x/menit.
kegagalan relaksasi
sfingter anus
↓
Feses sulit keluar
↓
Konstipasi
Masalah
Nyeri kronis
Ca Bladder
Data Subjektif:
Klien
mengeluh
nyeri
↓ Perbesaran &
suprapubik, BB menurun, urin
distensi kandung
merah
kemih
↓
Data Objektif:
Penurunan kapasitas
 BB klien turun 5 kg.
vol.kandung kemih
 Distensi daerah suprapubik,
↓
nyeri tekan (+).
Lapisan
mukosa
kandung
 CRP tinggi (55,3 mg/L).
PK: Infeksi
Konstipasi
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca Bladder
37
Page
 LED tinggi (13.000 sel/mm3).
 Leukosit
urin: 20/lapang
pandang.
kemih rapuh
↓
Jaringan debris terlepas
↓
Trauma pada jaringan
↓
Invasi mikroorganisme
↓
Inflamasi jaringan
↓
↑CRP, ↑LED, leukosit
pada urin (+)
↓
Infeksi oportunistik
Ca Bladder
Data Subjektif:
Klien mengatakan cepat letih
↓
Peningkatan produksi sel
dan lemah.
Ca
Data Objektif:
↓
 Klien tampak lemah
Penyerapan
nutrisi untuk
 Albumin rendah 2,7 g/dL
3
perkembangan
sel Ca
 LED tinggi 13.000 sel/mm
↓ Peningkatan
kehilangan protein,
asupan protein tidak
adekuat
↓
Kadar albumin dalam
tubuh rendah
↓
Hipoalbumin
PK: Hipoalbumin
4.6 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri kronis berhubungan dengan respon inflamasi kandung
kemih, supresisel saraf di kandung kemih.
2. Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltis usus,
kegagalan relaksasi sfingter anus akibat penekanan ke kolon.
3. PK: Infeksi.
4. PK: Hipoalbumin.
4.7 Intervensi Keperawatan
1. Nyeri kronis berhubungan dengan respon inflamasi kandung
kemih, supresisel saraf di kandung kemih.
Tujuan: Dalam waktu 2x24 jam, skala nyeri yang dilaporkan berkurang.
Kriteria Hasil: skala nyeri berkurang, wajah klien rileks tidak
meringis,
dapat melakukan tehnik relaksasi individual yang efektif untuk
mencapai kenyamanan.
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 38
Intervensi
1. Lakukan pengkajian nyeri yang
komperhensif, observasi PQRST dan
karakteristik nyeri yang dirasakan
(menetap, hilang timbul, kolik) serta
catat temuan yang didapat
2. Kompres hangat pada area yang nyeri
3. Bantu klien untuk menggunakan
teknik relaksasi, contoh bimbingan
imajinasi, visualisasi
4. Ajarkan teknik relaksasi pernafasan
dalam saat nyeri muncul
5. Tingkatkan tirah baring, biarkan pasien
melakukan posisi yang nyaman
6. Kolaborasi pemberian obat analgesik
sesuai indikasi
Rasional
Membantu membedakan penyebab
nyeri dan memberikan informasi
tentang kemajuan/perbaikan penyakit,
terjadinya komplikasi, dan keefektifan
intervensi
Efek
dilatasi
dinding
ginjal
memberikan respons spasme akan
menurun
Meningkatkan istirahat, memusatkan
kembali
perhatian,
dapat
meningkatkan koping
Meningkatkan intake oksigen sehingga
akan menurunkan stimulus internal
Tirah baring pada posisi fowler rendah
menurunkan tekanan intraabdomen
Memblok lintasan nyeri sehingga
nyeri akan berkurang
2. Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltis usus,
kegagalan relaksasi sfingter anus akibat penekanan ke kolon.
Tujuan: Dalam waktu 2x24 jam, pola defekasi klien kembali normal.
Kriteria hasil: Defekasi minimal 3x seminggu, konsistensi feses
lunak, skibala (-), peristaltik usus dalam batas normal.
Intervensi
Rasional
1. Kaji pola defekasi klien sebelumnya Pola defekasi yang normal harus
dan pola diet serta intake cairan klien, dipertahankan dengan asupan serat
dukung tindakan perbaikan
setiap hari, intake cairan yang adekuat
2. Dorong intake cairan harian minimal Intake cairan yang cukup diperlukan
2 liter per hari, anjurkan minum air untuk mempertahankan pola defekasi
hangat sebelum sarapan
dan kosistensi feses yang baik, air
hangat dapat menstimulus evakuasi
feses
3. Lakukan ambulasi sering pada klien Ambulasi
yang
teratur
akan
yang mengalami hospitalisasi
meningkatkan tonus otot yang
sesuai tolerasi klien
diperlukan untuk defekasi
4. Ajarkan latihan fisik yang dapat Kontraksi otot abdomen dapat
meningkatkan tonus otot abdomen membantu mengeluarkan feses
(kecuali jika terdapat kontraindikasi)
5. Kolaborasi pemberian laksatif
Laksatif dapat melunakkan konsistensi
feses sehingga mudah keluar
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 39
3. PK: Infeksi.
Tujuan: Dalam waktu 2x24 jam, komplikasi akibat infeksi minimal.
Kriteria hasil: LED, CRP dalam batas normal, dan tidak terdapat leukosir
pada urin.
Intervensi
Rasional
1. Pertahankan teknik aseptif dan cuci Pola defekasi yang normal harus
tangan yang benar
dipertahankan dengan asupan serat
setiap hari, intake cairan yang adekuat
2. Berikan perawatan kateter dan Untuk meminimalkan penyebaran
peritoneal rutin
infeksi lebih jauh
3. Observasi untuk melaporkan nyeri, Diduga kemungkinan penyebaran
peningkatan suhu tubuh terus-menerus infeksi ke peritoneum
dan peningkatan jumlah leukosit
4. Kolaborasi pemberian antibiotika Program antibiotika profilaksis untuk
sesuai indikasi
menurunkan
resiko
kontaminasi
peritonitis
4. PK: Hipoalbumin
Tujuan: Dalam waktu 2x24 jam, klien mengalami peningkatan
kadar albumin normal.
Kriteria Hasil: Albumin serum normal 3,0-5,0 g/dL, LED normal 4.5003
10.000 sel/mm , klien tidak lemah.
Intervensi
Rasional
6. Monitor keadaan umum, dan TTV
Memantau terjadinya komplikasi
7. Monitor kadar albumin
Penurunan
albumin
merupakan
indikator adanya gangguan sintesis
protein
8. Tingkatkan asupan protein, misalnya Protein merupakan bahan dasar
dengan diet TKTP ekstra putih telur
pembentukan albumin
9. Kolaborasi pemberian palsbumin Plasbumin infuse merupakan salah
infuse
satu terapi untuk meningkatkan kadar
albumin
10.
Berikan motivasi untuk asupan Asupan nutrisi dan cairan yang
nutrisi yang bergizi dan masukan adekuat membantu meningkatkan
cairan yang adekuat sesuai indikasi
kadar albumin
4.8 WOC Kasus
Terlampir
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 40
BAB V
PENUTUP
10.1
Kesimpulan
Vesica urinaria terletak tepat di belakang os pubis di dalam rongga
pelvis. Pada orang dewasa, kapasitas maksimum vesika urinaria sekitar 500
ml. Miksi merupakan refleks sederhana dan terjadi bila vesica urinaria
mengalami peregangan. Pada orang dewasa peregangan sederhana ini
dihambat oleh aktivitas cortex cerebri sampai waktu dan tempat untuk
miksi tersedia. Kanker kandung kemih mengacu pada tumor ganas dari
mukosa kandung kemih, merupakan tumor ganas yang paling sering terjadi.
Faktor resiko dari kanker kandung kemih antara lain faktor keturunan,
merokok, dan faktor lingkungan seperti paparan radiasi dan zat kimia.
Secara umum, karsinogenesis dapat terjadi melalui aktivasi protoonkogen dan rusaknya gen supresor tumor yang termasuk fosfatase dan
tensin homolog (PTEN) dan p53. Manifestasi yang muncul berupa nyeri
saat berkemih dan adanya darah pada urin. Tindakan pertama adalah reseksi
kandung kemih transuretra atau TUR kandung kemih.Intervensi ini
berguna untuk menentukan luas infiltrate tumor.
10.2
Saran
Diharapkan melalui makalah ini pembaca mampu mengerti tentang
definisi, etilologi, patofisiologi, komplikasi serta asuhan keperawatan pada
klien dengan Kanker Kandung Kemih. Berdasarkan materi yang telah
dijelaskan dalam makalah ini, maka perawat seyogyanya mengerti dan
memahami
akan
medikasi.
Sehingga
perawat
dapat
mengimplementasikannya dalam proses penanganan terhadap pasien. Maka
asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien akan berjalan dengan baik
dan maksimal.
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 41
DAFTAR PUSTAKA
Baradero, M, Dayrit, MW & Siswadi, Y (2008). Klien Gangguan Ginjal: Seri
Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Baughman, Diane C. (2000). Keperawatan medical-bedah : Buku Saku untuk
Brunner dan Suddart. Jakarta : EGC
Carpenito, LJ (2009). Diagnosis Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis Edisi
9. Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Juall & Moyet (2006). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi
10. Jakarta:EGC
Cancer
Treatment
Cancer
of
America
(2013).
Diakses
dari
http://www.cancercenter.com/bladder-cancer/surgery/ pada tanggal 14
Maret 2014 pukul 20.00 WIB
Ching, CB & Hansel, DE (2010). Expanding TherapauticTargets in Bladder
Cancer: The PI3K/Akt/mTOR Pathway, hl: 1406. Diunduh dari
www.laboratoryinvest igat ion.org pada 8 Maret 2014 pukul 14.45 WIB
Coleman, EA, Lord, JE, Huskey, SW, Black JM, & Jacobs EM (1997). MedicalSurgical Nursing: Clinical Management For Continuity of Care. 5th
Edition. USA: Saunders Company
DiGiulio, M, Jackson, D, & Keogh, J (2007). Medical-Surgical Nursing,
Demystified: A Self-Teaching Guide. USA: The McGraw-Hill Companies.
Ferri, FF (2014). Ferri's Clinical Advisor 2014. 169-171.e1. USA: Mosby Inc.
Grace, PA & Borley NR (2006). At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta:
Erlangga
Medical Series
Jiang, Q & Lizhong C (2008). Karsinoma Ginjal dalam Buku Ajar Onkologi
Klinis. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Johnson, Joyce Young. (2005). Prosedur Perawatan di Rumah : Pedoman Untuk
Perawat. Jakarta : EGC
Medlineplus
(2014).
Bladder
Cancer.
Diakses
dari
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/art icle/000486.htm
pada tanggal 15 Maret 2014 Pukul 10.00
Monahan, FD, Sands, JK, Neighbors M (2007). Medical-Surgical Nursing:
Health and Illness Perspectives. Edisi 0. St. Louis: Mosby Elsevier
Muttaqin, A & Sari, K (2011). Asuhan Keperawatan gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika. Hal: 218-129
National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse. (2013).
Diakses dari http://kidney.niddk.nih.gov/kudiseases/pubs/urostomy/ pada
tanggal 14 Maret 2014 pukul 20.00 WIB
National Cancer Institute (2010). What You Need To Know About™ Bladder
Cancer. Rockville: U.S. Department of Health and Human
Services. Diakses dari
http:// www.cancer.gov/cancertopics/wyntk/bladder pada 10
Maret pukul 17.00 WIB
NHS
(N.D.).
Bladder
Cancer
Complication.
Diakses
dari
http://www.nhs.uk/Condit ions/Cancer-of-thebladder/Pages/Co mplications.aspx pada tanggal 15 Maret 2014
pukul
08.00 WIB
Nursalam & Batticaca, FB. (2009). Asuhan Keperawatan pada Pasien denga
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 42
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika. Hal 120-121
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 43
Oliver, Nouri, Crosby, Iles, Navarette, Martin, Bodmer, dan Festenstein
(1989).
Biological significance of beta hCG, HLA and other membrane antigen
expression on bladder tumours and their relationship to tumour
infiltrating lymphocytes (TIL). US National Library of Medicine National
Institutes
of
Health
diakses
dari
http://www.ncbi. nlm.nih.gov/pubmed/2484172
pada tanggal 17
Maret
2013 pukul 18.44 WIB
Price, SA & Wilson, LM (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC. Hal: 905-909
Purnomo, BB (2007). Dasar-dasar Urologi Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto. Hal
170-175
Rouissi. et al (2011). Methylene-tetrahydrofolate reductase (MTHFR) gene
polymorphisms and bladder cancer susceptibility: A meta-analysis that
includes race, smoking status and tumor stage. Vol. 3(12). PP: 328-334.
Diakses
dari
http://www.academicjournals. org/journal/AJB/articleabstract/C8A22F131549 pada tanggal 8 Maret 2014 pukul 19.00 WIB
Singhealth.
(2013).
Diakses
dari
http://www.singhealt h.com.sg/Pat ientCare/Condit ionsAndTreatments/Pag
e s/Bladder-Cancer.aspx pada tanggal 14 Maret 2014 pukul 20.00 WIB
Snell, RS (2011). Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC. Halaman
758-76
Wein, AJ, Kavaoussi, LR, Novick, AC, Partin, AW, Peters, CA (2012).
Campbell- Walsh Urology, Tenth Edition. USA: Saunders.
Wilkinson, Judith M. (2011). Buku Saku Diagnosa Keperawatan: Diagnosa
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Edisi 9. Jakarta: EGC
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien dengan Ca
Bladder Page 44
Lampiran
1. WOC Umum
Life style : merokok, kafein,
paparan zat karsinogenik di tempat
kerja, arsenik
Genetik: riwayat kanker kandung kemih,
riwayat keluarga dengan kanker di area sekitar
kandung kemih (Ca prostat, Ca ginjal, Ca kolon)
Riwayat kesehatan : medikasi
(kemoterapi,
obat
nefrotoksik), riwayat penyakit
ginjal, infeksi
Tersirkulasi di dalam darah
Masuk ke ginjal terfiltrasi di glomerulus
Bercampur dengan urin secara kontinu
Masuk ke buli-buli
Zat-zat karsinogen menetap di kandung kemih dan menempel pada dinding kandung
Berikatan dengan protein RNA dan DNA sel transisional kandung kemih
Delesi kromosom 9 dan aktivasi mutasi dari reseptor faktor pertumbuhan fibroblast 3 (FGFR3)
Inhibisi aktivtas gen supresi sel tumor : fosfatase dan tensin homolog (PTEN) dan p53
Penyimpangan ekspresi gen, proliferasi sel, dan kegagalan apoptosis
DNA gagal melakukan perbaikan
↓ produksi sel regulatorik
Mutasi DNA
Aktivasi proto-onkogen
Dysplasia sel Ca
MALIGNANSI SEL KANDUNG KEMIH
Kandung tidak dapat
berkontraksi maksimal
Infeksi Sekunder
Panas saat miksi
Lapisan mukosa
kandung kemih
rapuh
Jaringan debris
terlepas
Trauma
jaringan
Perdarahan mukosa
kandung kemih
Inflamasi
jaringan
Adanya darah di urin
PK
Perdarahan
2
Hematuri
Anemia
Invasi sel Ca ke dalam
jaringan lebih dalam
↑aktivasi produksi sel Ca
Distensi
kandung kemih
Retensi urin, disuria, dan
nocturia
Supresi sel saraf
di kandung kemih
Persepsi nyeri
Nyeri suprapubik
MK: Kurang
pengetahuan
Hb ↓
Ikatan HbO2 ↓
Hipoksia
Gangguan transport oksigen
melalui membrane kapiler
Nursing Faculty of Airlangga University | Keperawatan Perkemihan | Askep Klien
dengan Ca Bladder
Masuknya
bekteri pada
daerah luka
Bedah : Invasif TURB dan
bedah terbuka
Insisi bedah
Diskontinuitas jaringan
Port de entry bakteri
Inflamasi
MK: Nyeri
MK: Intoleransi Aktivitas
trauma pada
jaringan
Hygiene tidak
adekuat
Merangsang
nosireseptor di
hipotalamus dan
korteks serebri
↓ kapasitas
volume kandung
kemih
diversi urin
Masuknya
bakteri pada area
insersi kateter
Perbesaran massa di
kandung kemih
MK: Gangguan
eliminasi uri
Kelelahan
Pemasangan
kateter
Pucat, sianosis,
pernapasan cuping
MK: Resiko
Infeksi
MK
ketidakefektifan
perfusi jaringan
ginjal
Page
2. WOC Kasus
Life style: kebiasaan merokok dan minum
kopi
Riwayat hospitalisasi : dipasang kateter dan infeksi
Zat-zat karsinogenik tersirkulasi di dalam darah
Masuk ke ginjal terfiltrasi di glomerulus
Bercampur dengan urin secara terus-menerus
Masuk ke kandung kemih
Zat-zat karsinogen menetap di kandung kemih
dan menempel pada dinding kandung kemih
Berikatan dengan protein RNA dan
DNA sel transisional kandung kemih
Delesi kromosom 9 dan aktivasi mutasi dari
reseptor faktor pertumbuhan fibroblast 3 (FGFR3)
Inhibisi aktivtas gen supresi sel tumor : fosfatase dan tensin homolog (PTEN) dan p53
Penyimpangan ekspresi gen, proliferasi
sel, dan kegagalan apoptosis
DNA gagal melakukan perbaikan
↓ produksi sel regulatorik
Mutasi DNA
Aktivasi protoDysplasia sel Ca
KANKER KANDUNG KEMIH
Invasi sel Ca ke dalam inner tissue
↑ aktivasi produksi sel kanker
Perbesaran kandung kemih
↑ produksi sel kanker
Penyerapan nutrisi untuk
perkembangan sel kanker
↑ kehilangan protein, asupan protein tidak
adekuat
↓ kadar albumin
Supresi sel saraf
di kandung
Merangsang nosireseptor
di hipotalamus dan
korteks serebri
Persepsi nyeri
Distensi bladder
Penekanan kolon
Feses sulit keluar
MK: Konstipasi
Nyeri suprapubik
MK: Nyeri
↓ kapasitas volume
kandung kemih
Lapisan mukosa
kandung kemih
rapuh
Jaringan debris
terlepas
Trauma jaringan
↑ jumlah leukosit darah
PK: Hipoalbumin
Inflamasi jaringan
MK: Infeksi
Perdarahan mukosa
kandung kemih
Darah bercampur
urin hematuria
Download