MENYINGKAP KEBERHASILAN SUATU KELOMPOK TANI

advertisement
MENYINGKAP KEBERHASILAN SUATU KELOMPOK TANI MELALUI
ANALISIS DINAMIKA KELOMPOK DAN PROSES SOSIAL YANG TERJADI
(STUDI KASUS : KTH GIRI YUWONO TELADAN NASIONAL 2012)
Oleh :
Firmansyah
Penyuluh Kehutanan pada Pusat Penyuluhan
Latar Belakang
Kelompok tani dipandang sebagai unsur yang esensial dalam usaha peningkatan
kualitas sumber daya petani melalui kegiatan pendidikan non formal. Melalui kelompok
tani, memungkinkan petani untuk berubah perilakunya karena petani dapat
melaksanakan kegiatan pembelajaran dan berinteraksi di dalam meningkatkan usaha
taninya. Jika kelompok tani dianggap dapat menjadi wadah peningkatan kualitas petani
agar menjadi berdaya, maka “Kelompok Tani” adalah hal penting yang mutlak dipelajari
dan dijadikan fokus perhatian untuk dibina dan dikembangkan oleh semua pihak yang
terkait. Peran kelompok disini tentu didekati dengan teori proses sosial, yaitu yang
menggambarkan ciri, perbedaan atau fakta yang dimiliki suatu kelompok sehingga
kelompok tersebut dapat mencapai tujuannya.
Saat ini masih banyak keberadaan kelompok yang kurang dinamis dan kurang
berperan dalam meningkatkan kemampuan anggotanya, karena lebih mementingkan
terealisasinya program pembangunan sehingga menyebabkan anggota kelompok
semakin tergantung pada adanya bantuan program-program pemerintah dan lembaga
penyandang dana lainnya. Kondisi tersebut merupakan masalah yang harus segera
diselesaikan, sehingga kelompok tani dapat menjadi wadah untuk meningkatkan
kemampuan anggotanya dalam mengelola usaha taninya. Terkait hal tersebut, maka
sangat diperlukan sebuah analisis untuk mempelajari rahasia keberhasilan suatu
Kelompok Tani Hutan (KTH) dengan cara mempelajari dan menganalisa dinamika
kelompok dan proses sosial kelompok tani yang sudah berhasil, sukses dan mandiri.
KTH Giri Yuwono adalah salah satu kelompok tani yang dapat kita tiru dan pelajari
rahasia keberhasilannya. Oleh karena itu, analisis dinamika kelompok dan proses sosial
pada KTH Giri Yuwono ini bertujuan untuk mengetahui gambaran umum, dinamika
kelompok, proses sosial serta tingkat kedinamisan KTH Giri Yuwono sebagai salah satu
bentuk kelompok sosial informal berdasarkan pendekatan psikososial.
METODOLOGI
Metode yang digunakan adalah studi literatur dan dikonfirmasi melalui
wawancara mendalam melalui telepon kepada Ketua KTH Giri Yuwono untuk
melengkapi literatur yang ada. Melalui kedua metode tersebut diharapkan dapat saling
melengkapi kelemahan dari masing-masing metode. Data dan informasi yang terkumpul
baik dari literatur, hasil kunjungan dan wawancara mendalam dengan Ketua KTH Giri
Yuwono di analisis dengan pendekatan psikososial. Analisa kualitatif dilakukan untuk
mengetahui tingkat kedinamisan dan hasilnya dideskriptifkan secara singkat.
`
GAMBARAN UMUM
KTH Giri Yuwono berada di Dusun Banaran Desa Duren Kec. Pagedongan
Kab.Banjarnegara Jawa Tengah dibentuk pada tanggal 03 Maret 2006 berdasarkan hasil
musyawarah awal pembentukan kelompok yang dituangkan dalam BA Musyawarah
Awal Pembentukan KTH. Keberadaan KTH Giri Yuwono disahkan berdasarkan ; 1) SK
Kepala Desa Duren dengan SK Nomor: 474/03/2006; SK Camat Pagedongan dengan SK
Nomor: 045/189/2012; dan terakhir
SK Bupati Banjarnegara dengan SK Nomor:
522/433 Tahun 2012.
KTH Giri Yuwono bergerak di bidang usaha agrosilvopasture yang terdiri dari
119 orang anggota dimana anggota awalnya berjumlah 32 orang, kini bertambah
menjadi 87 orang. Usaha produktif yang dilakukan KTH Giri Yuwono yaitu: 1) HR
Swadaya /Kemitraan (Acacia, Gmelina, Eucalyptus, Jati, Mahoni, Albisia), 2) Ternak
kambing dan ayam kampung, 3) Budidaya Tanaman Bawah Tegakan (cabai, jahe, merica,
ketela pohon, kapulaga, salak) dan budidaya Tanaman dalam Polybag, 4) Pengembangan
Natural Farming (Makanan Ternak dan Pupuk Organik) dan Produksi Gula Merah.
Pendanaan kelompok diperoleh dari iuran anggota dan sumbangan pihak lain
yang tidak mengikat. Iuran anggota terdiri dari iuran pokok sebesar Rp. 50.000,- dan
iuran bulanan sebesar Rp. 4.000,-. Selain itu anggota kelompok juga melaksanakan
kegiatan menabung setiap pertemuan Yasinan (tiap malam Jumat).
Gambar Sekretariat, Penghargaan dan Buku Tabungan Kelompok
Perjalanan masih panjang namun penulis yakin KTH Giri Yuwono akan mampu
mencapai cita-cita karena mempunyai tekad yang kuat dan komitmen yang tinggi untuk
berubah yaitu terwujudnya masyarakat yang
makmur adil dan sejahtera. Kini perubahan pun
sudah mulai nampak, tanah yang dulu gundul
dan gersang kini sudah mulai menghijau.
Pendidikan dan kesehatan masyarakat terus
meningkat. Kegiatan sosial dan ekonomi juga
terus berkembang.
K
eadaan Lahan Sebelum dan sesudah keg.
KTH Giri Yuwono
ANALISA DINAMIKA KELOMPOK
Secara ringkas hasil analisis dinamika kelompok pada KTH Giri Yuwono dengan
pendekatan psikososial disajikan dalam tabel 1.
Tabel 1. Hasil Analisis Dinamika Kelompok dengan Pendekatan Psikososial
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Unsur Dinamika Kelompok
Tujuan Kelompok
Struktur Kelompok
Fungsi Tugas
Pembinaan dan Pengembangan Kelompok
Kekompakan Kelompok
Suasana Kelompok
Ketegangan Kelompok
Keefektifan Kelompok
1
-
Hasil Analisis
2
X
-
3
X
X
X
X
X
X
X
9
Agenda Terselubung
X
Kesimpulan
Ditinjau dari unsur Dinamika Kelompok dengan pendekatan psikososial,
Kelompok Tani Giri Yuwono termasuk dalam kategori BAIK
Saran
Perlu adanya upaya peningkatan subunsur yang terdapat pada
unsur fungsi tugas.
Keterangan : 1 = Kategori Kurang 2 = Kategori Cukup 3 = Kategori Baik
Berikut ini adalah penuturan Bapak Noto Sutarno Ketua KTH Giri Yuwuno
melalui telepon mengenai KTH Giri Yuwono ini: “Tugas dan peran setiap anggota
kelompok sudah sangat jelas Pa Fiman karena sudah ada dalam struktur organisasi dan
tertulis secara formal dalam AD/ART. Pengambilan keputusan atau pemilihan kegiatan
kelompok maupun pemilihan pengurus kelompok dipilih secara musyarawah mufakat oleh
anggota dan setiap anggota memiliki hak suara yang sama. Sedangkan informasi
kegiatan kelompok selalu disampaikan dalam forum “yasinan” setiap mingguan dan
dilaporkan secara terbuka di depan semua anggota. Tapi memang untuk inisiatif kegiatan
atau keputusan sebagian besar berasal dari para pengurus pak karena mungkin
kebanyakan anggota malu berbicara di depan umum”
Dinamika Kelompok Tani Giri Yuwono ditinjau dari sebagian besar unsur
termasuk kategori BAIK. Hal ini juga diperkuat dari wawancara dengan Bapak Noto
Sutarno yaitu: “Adanya partisipasi setiap anggota sekitar 80 % lebih untuk menghadiri
pertemuan/rapat kelompok. Partisipasi pemupukan modal kelompok melalui hasil
produksi susu kambing atau gula merah, hasil buah atau tanaman palawija dan lain
sebagainya. Rapat kelompok, disamping sebagai media evaluasi terhadap pelaksanaan
kegiatan kelompok juga sebagai media komunikasi antar anggota kelompok dalam
mensosialisasikan informasi baru”.
Adanya dinamika kelompok yang BAIK karena tujuan KTH Giri Yuwono searah
dengan tujuan anggota kelompok sehingga anggota kelompok merasa memiliki
kelompok. Setiap anggota kelompok juga memiliki hak yang sama dan kebebasan untuk
memberikan atau menyampaikan ide, gagasan atau usul masukan sebagaimana yang
telah diatur AD/ART kelompok.
ANALISIS PROSES SOSIAL
Dalam analisis proses sosial, faktor yang mempengaruhi terdiri dari 7 unsur
(Saleh, 2011) yaitu:
1) Komunikasi.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh sanders bahwa dalam suatu interaksi atau
hubungan sosial harus ada komunikasi. Dalam KTH Giri Yuwono, komunikasi terjadi
tidak hanya dalam pertemuan atau rapat, tetapi juga di saung disela-sela waktu
bekerja dan sehari-hari dalam pertemuan tatap muka akibat kedekatan secara fisik
(tempat tinggal). Dari hasil pengamatan di lapangan, setiap kegiatan selalu
diinformasikan ke anggota, dan terdapat kebebasan dalam mengemukakan
pendapat. Komunikasi interpersonal dalam kelompok terjadi secara langsung.
2) Memelihara batas (boundary maintenance)
Dalam KTH Giri Yuwono, upaya memelihara batas jelas terlihat. Hal ini bisa dilihat
dari area atau wilayah kerja kelompok tani yang hanya di Dusun Banaran.
Begitupun dengan anggota KTH yang hanya untuk warga asli Dusun Banaran Desa
Duren. Selain itu, fokus kegiatan kelompok hanya pada agrosilvopasture.
3) Kaitan sistemik (systemic linkage),
Slamet (2008) mengatakan bahwa tidak ada suatu hubungan sosial (kelompok)
yang benar-benar bisa menentukan diri dan mandiri, untuk itu tetap memerlukan
dan harus berinteraksi dengan kelompok lain (pola-pola pluralitas). Demikian juga
yang dilakukan KTH Giri Yuwono, kelompok ini berhubungan dengan kelompok lain
misalnya kelompok Sentra Penyuluhan Kehutanan Pedesaan (SPKP) dan lembaga
dinas terkait untuk memperoleh pembinaan (teknis melalui pelatihan) serta
memperlebar jaringan termasuk pasar bekerjasama dengan PT Rimba Partikel
Indonesia (RPI), Forum Komunikasi Alumni (FKA) ESQ Kabupaten Banjarnegara, PT.
Indosar dalam bantuan bibit Tanaman Duren.
4) Pengambilan keputusan (decision making),
Berdasarkan pengamatan dilapangan, dalam kelompok ini, proses pengambilan
keputusan dilakukan secara demokratis dan berdasarkan kesepakatan musyawarah
mufakat.
5) Kontrol sosial (social control),
Yaitu suatu mekanisme yang memantau dan mengevaluasi serta menjatuhkan
sanksi kepada anggota sistem yang menyimpang dari norma. Kontrol sosial
merupakan suatu proses pembatasan perilaku anggota kelompok dalam batas-batas
yang telah ditetapkan. Jadi, terdapat mekanisme yang memantau dan mengevaluasi
serta menjatuhkan sanksi kepada anggota yang menyimpang dari norma. Dalam
kelompok ini kontrol sosial dilakukan dengan pemberian sanksi berupa teguran,
denda, menanam pohon atau bisa sampai dikeluarkan dari kelompok. Selain itu,
Kontrol sosial juga dengan memberikan reward, misalnya dengan mengikutkan
anggota dalam pelatihan dan sebagainya.
6) Sosialisasi (Socialization),
Hal ini berkaitan dengan mendidik anggota baru agar cepat dapat menyesuaikan
diri dengan kelompok, dan dapat berperilaku yang dapat diterima oleh kelompok.
Dengan Kata lain, sosialisasi merupakan suatu cara melalui mana seorang anggota
baru menjadi bagian yang paham tentang sistem tersebut. Proses ini dapat bersifat
formal maupun informal. Sosialisasi dalam KTH Giri Yuwono cenderung bersifat
informal dan sedikit kegiatan sosialisasi secara khusus yaitu hanya apabila ada
sosialisasi program dari instansi terkait.
7) Pelembagaan (institutionalization),
Yaitu proses pemantapan segala sesuatu yang perlu bagi kehidupan kelompok, dan
berkaitan dengan proses pengukuhan pola perilaku untuk dijadikan sesuatu yang
sah dan struktural. Pada KTH Giri Yuwono ini pelembagaan dilakukan dengan
membuat AD/ART yang mengatur kelompok secara tertulis dan diakui oleh
perangkat desa, kecamatan, kabupaten, kelompok-kelompok di luar desa, dan
bahkan secara nasional. Dengan memiliki wadah resmi tersebut akses dalam hal
memperoleh kepercayaan, bantuan, dan sebagainya semakin mudah. Dalam KTH
Giri Yuwono, semua dari 7 unsur proses sosial tersebut telah ada sehingga dapat
dikatakan bahwa KTH Giri Yuwono dinamis.
KESIMPULAN
1.
Berdasarkan analisis dinamika kelompok dan proses sosial, secara keseluruhan
dapat dikatakan bahwa KTH Giri Yuwono ini sangat baik/dinamis.
2.
Faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan dalam dinamika atau
mempengaruhi tingkat kedinamisan KTH Giri Yuwono adalah:
a) Faktor yang menjadi kelemahan (tingkat kedinamisan terendah) yaitu dalam
faktor fungsi tugas, kondisi dimana hal ini mengenai inisiatif dimana anggota
memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk menghasilkan inisiatif, namun
masih sangat terbatas.
b) Faktor yang menjadi kekuatan adalah selain faktor fungsi tugas karena
semuanya berdasarkan analisis indikator dinamika kelompok adalah Baik.
SARAN
1.
Dalam faktor fungsi tugas, pemimpin atau pengurus perlu melakukan pelatihan dan
pengajaran bagi anggota untuk belajar menyampaikan pendapat, ide atau gagasan
sehingga menghasilkan inisiatif yang bermanfaat bagi kelompok.
2.
Mempertahankan dan meningkatkan unsur-unsur dinamika yang sudah baik.
DAFTAR PUSTAKA
Saleh, A. 2011. Proses Sosial (Social Process). Bahan Kuliah Mayor Penyuluhan
Pembangunan. Sekolah Pasca Sarjana. IPB.
Slamet M. 2008. Kumpulan Bahan Kuliah Manajemen Kelompok dan Organisasi (tidak
dipublikasikan). Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Lampiran Foto Keberhasilan dan Dampak Positif KTH Giri Yuwono
Keadaan MCK sebelum Kelompok terbentuk
sangat terbatas, warga mandi bersama, tidak
ada WC
Keadaan MCK setelah Kegiatan KTH Giri
Yuwono sudah memadai
Keadaan Sumber Air Bersih sebelum Kegiatan
KTH Giri Yuwono sangat terbatas
Keadaan Penampungan Sumber Air Bersih
setelah Kegiatan KTH Giri Yuwono
Joko Surahmad
Berkhidmat untuk Hutan Adat Imbo Putui
Oleh : Budi Budiman, S.Hut, M.Sc.
Penyuluh Kehutanan, BP2SDM Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Provinsi Riau merupakan provinsi yang sangat identik dengan
kebakaran hutan. Hampir setiap tahun nama provinsi tersebut kerap
muncul di berbagai media eletronik sebagai provinsi penghasil
kabut asap akibat kebakaran hutan. Data Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan tahun 2016 menyebutkan bahwa selama
tahun 2015, luas hutan Indonesia yang terbakar seluas 11.240,78 ha
dengan hutan terbakar terluas terdapat di Provinsi Riau seluas
2.643 ha.
Dibalik itu semua, ternyata masih terdapat areal hutan di provinsi Riau yang masih terjaga
kelestariannya yaitu hutan adat Imbo Putui. Hutan adat Imbo Putui terletak di desa Petapahan,
Kecamatan Tampung, Kabupaten Kampar, Riau. Luas hutan adat Imbo Putui sekitar 270 hektar,
dikelola oleh masyarakat adat atau masyarakat setempat. Hutan adat Imbo Putui memiliki
potensi sumber daya alam yang luar biasa. Berbagai jenis pohon endemik Sumatera seperti
pohon kulim, kempas, poponyong, kuras, dan berbagai jenis meranti tumbuh di hutan tersebut.
Berbagai jenis tanaman kantung semar, pasak bumi serta beberapa jenis lebah madu ikut
tumbuh dan berkembang biak melengkapi keanekaragaman hayati hutan adat tersebut.
Secara harfiah, hutan adat Imbo Putui berasal dari dua kata “Imbo” yang berarti rimba atau
hutan, dan kata “Putui” yang berarti keputusan, sehingga hutan adat Imbo Putui berarti hutan
tempat para Sultan berembuk untuk mengambil keputusan. Hal ini bisa dipahami karena hutan
adat tersebut merupakan hulu dari kesultanan Siak yang dahulu kalanya digunakan sebagai
tempat berembuk, bertapa dan mengambil keputusan sejak Sultan Syarif Kasim I berkuasa.
Hutan adat Imbo Putui melingkupi 5 suku yang terdapat di desa Petapahan dan sekitarnya yaitu
suku melayu, piliang petopang basah, domo dan petopang kering.
Bermula dari keprihatinan terhadap kelestarian hutan di Riau dan ajakan seorang teman yang
kebetulan menjadi Kepala Desa Petapahan akhirnya Joko Surahmad (51) membulatkan tekad
pindah ke Desa Petapahan untuk menjaga dan terlibat langsung dalam pengelolaan hutan adat
Rimbo Putui. Joko Surahmad, pria kelahiran Ambon 51 tahun lalu adalah seorang Penyuluh
Kehutanan Swadaya Masyarakat yang sudah sejak 5-6 tahun ini mengabdikan masa hidupnya
untuk menjaga kelestarian Hutan Adat Imbo Putui. Joko sadar betul diantara gempuran
perubahan fungsi kawasan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit, hutan adat Imbo Putui
menjadi benteng terakhir bagi upaya pelestarikan hutan dan lingkungan.
Joko, demikian dia biasa dipanggil, bersama dengan kepala desa, Penyuluh Kehutanan dan
tokoh masyarakat lainnya bersepakat untuk menjaga hutan adat tersebut. Hal ini
diimplemetasikan dalam bentuk aturan hukum adat yang bersifat mengikat masyarakat
setempat untuk menjaga kelestarian hutan. Aturan hukum adat tersebut dituangkan dalam
peraturan ninik-mamak yang berbunyi jika masyarakat ketahuan menebang pohon yang
berdiameter 5-20 cm akan dikenai sanksi 200 sak semen, jika pohon yang ditebang lebih dari
diameter 20 cm maka akan dikenai denda 500 sak semen. “Kami harus memberikan sanksi adat
yang lebih besar dari nilai yang diambil supaya memberikan efek jera bagi masyarakat” ujar
Joko.
Profesi asli Joko Surahmad sebenarnya adalah penjaga Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1
Tampung. SMK Negeri 1 Tampung merupakan sekolah kejuruan yang membuka jurusan teknis
sepeda motor, teknik kendaraan ringan dan akuntansi. Kecintaan Joko terhadap lingkungan
tidak diragukan lagi, dia melakukan penanaman pohon secara swadaya di kawasan hutan adat
Imbo Putui. Dia juga menyebarkan “virus” cinta lingkungan kepada anak sekolah, kelompok
pecinta alam dan remaja mesjid di sekitar desa Petapahan. Bahkan, berkat usaha dia
mempengaruhi kepala sekolah, tidak lama lagi SMKN 1 Tampung akan membuka jurusan
Pertanian dan Peternakan.
Untuk lebih mengorganisir kegiatan pelestarian hutan adat Imbo Putui, Joko melakukan
kegiatan pendampingan terhadap beberapa kelompok tani hutan (KTH) seperti KTH Guyub
Rukun, Berkah Bersama, Tani Muda, Mandiri Gunung Jati, Bangkit Sejahtera yang tersebar di
beberapa desa sekitar Hutan Adat Imbo Putui yaitu Desa Suram, Kotobaru, Bangkinang Sebrang,
Bukit Payung, Kotagaro dengan jumlah anggota kelompok tani hutan aktif sekitar 72 orang.
Upaya pemadaman kebakaran hutan dan lahan
Ketika bencana kebakaran hutan tahun 2015 terjadi, Joko beserta anggota kelompok tani hutan
binaannya secara sukarela ikut terlibat dalam upaya pemadaman kebakaran hutan dan lahan
yang terjadi di lahan milik warga yang terdapat di sekitar hutan adat Imbo Putui. Untuk
memudahkan pemadaman kebakaran hutan dan lahan mereka juga melakukan koordinasi
dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit, pemerintah daerah dan Badan Penanggulangan
Bencana Nasional.
Kunjungan Anggota DPD-RI ke Hutan Adat Imbo Putui
Usaha dan kerja keras Joko Surahmad berbuah manis, belum lama ini Joko diganjar
penghargaan Wana Lestari dari pemerintah Kabupaten Siak dan Pemerintah Provinsi Riau.
Kegigihannya menjaga kelestarian hutan adat Imbo Putui, juga membuat banyak pihak melirik
kegiatan yang dilakukannya. Dengan jarak tempuh kurang lebih satu jam dari Bandara Sultan
Syarif Kasim Pekanbaru, tak heran banyak pihak yang berkunjung ke hutan adat tersebut. Tak
kurang dari staf ahli menteri, staf ahli presiden, instansi pemerintah daerah, instansi
pemerintah pusat dan kalangan akademisi sudah berkunjung ke hutan adat Imbo Putui baik
hanya berkunjung, studi banding maupun melaksanakan penelitian.
Pengayaan tanaman bersama Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala)
Universitas Muhammadiyah Riau (UMRI)
Rencana ke depan hutan adat Imbo Putui akan diarahkan untuk pengembangan eko wisata
sehingga masayarakat masih dapat memperoleh manfaat ekonomis dari keberadaan hutan adat
Imbo Putui. Untuk mendukung hal tersebut Joko berinisiatif untu melakukan pengayaan
tanaman dan mengembangkan tanaman anggrek. “Mungkin 3-4 hektar kawasan hutan adat
akan digunakan untuk menangkar anggrek, sehingga menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk
berkunjung” jelasnya.
Joko Surahmad merupakan perwujudan sosok yang peduli terhadap alam. Hutan adat Imbo
Putui bisa lestari salah satunya karena ada sosok Joko yang “berkhidmat” untuk hutan adat
Imbo Putui.
Koperasi Beringin Jaya Tanggamus
Sinergi Cantik Dalam Program KKPE
Oleh : Endang Dwi Hastuti
Penyerahan Buku Rekening KKPE oleh Bupati Tanggamus
Pembangunan kehutanan sangat penting untuk diperhatikan mengingat fungsi dan
peran hutan bagi kehidupan makhluk di bumi ini. Di dalam dan sekitar hutan terdapat
desa hutan tempat bermukim masyarakat yang hidupnya tergantung dari hutan.
Salah satu upaya pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(LHK) dalam pembangunan sektor kehutanan adalah pemberdayaan masyarakat di
dalam dan sekitar hutan. Melalui pemberdayaan diharapkan masyarakat dapat
memiliki kapasitas yang optimal dalam memanfaatkan sumber daya hutan secara
lestari. Salah satu sasaran pemerintah dalam memberdayakan masyarakat adalah
membentuk dan mengembangkan kelembagaan ekonomi usaha seperti koperasi di
lingkungan mereka.
Kelompok Tani Hutan (KTH) Lestari Jaya 6 merupakan satu dari 8 KTH yang berada
dalam wadah Gapoktan Beringin Jaya. Berlokasi di Pekon Margoyoso, Kecamatan
Sumberejo, Kabupaten Tanggamus. Kelompok ini berdiri sejak tahun 2009 dengan
jumlah anggota 163 orang dan luas areal kelola 108,90 Ha, yang terdiri dari areal
anggota seluas 100,25 Ha dan areal lindung 8,65 Ha. KTH Lestari Jaya VI memperoleh
Fasilitasi Kegiatan Pembentukan dan Pengembangan Koperasi KTH dari Pusat
Penyuluhan Tahun 2015 dengan nama “Koperasi HKm Beringin Jaya”, sesuai
Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah RI nomor
231/BH/X.6/VI/2015, dengan jumlah anggota sampai Desember 2015 sebanyak 71
orang.
Bidang Usaha
Koperasi HKm Beringin jaya mengembangkan kegiatan-kegiatan usaha, yaitu :
1. Unit penerimaan kopi
Menampung hasil panen kopi dari anggota dengan harhga yang lebih baik dari
tengkulak. Hasil panen tersebut selanjutnya dijual kepada penampung yang telah
ditentukan oleh koperasi.
2. Budidaya semut angkrang
Membuat tempat untuk pembudidayaan semut angkrang. Semut angkrang
memiliki peluang pasar yang sangat bagus karena harganya yang mahal saat ini.
3. Penampungan gula semut
Hampir semua anggota Gapoktan dan Koperasi Beringin Jaya memiliki pohon aren
di kebun mereka. Koperasi HKm Beringin jaya menampung hasil produksi gula
semut dari anggota untuk dipasarkan ke pihak ke tiga.
4. Pengelolaan Ekowisata Air Terjun Batu Lapis
Air terjun ini terletak di Pekon Talang Beringin, Kecamatan Pulau Panggung dan
berada di areal kerja Gapoktan HKm Beringin jaya dan belum dikelola dengan
serius oleh Pemerintah.
Koperasi HKm Beringin Jaya melalui Gapoktan akan menggarap lokasi tersebut
untuk dijadikan Eko Wisata berbasi HKm, sehingga akan menjadi sumber
penghasilan tetap bagi Pemerintah maupun Koperasi HKm Beringin Jaya.
5. Budidaya Bibit MPTs dan Empon-Empon
Penyediaan bibit unggul dan berkualitas yang bisa meningkatkan penghasilan
bagi setiap anggota.
6. Unit Simpan Pinjam
Memberikan pinjaman kepada peminjam dengan memberikan petunjuk-petunjuk
dan persyaratan yang jelas.
Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) Terobosan Sekaligus Tantangan
Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) adalah produk Kementerian
Pertanian yang diperuntukkan bagi petani di luar maupun di dalam kawasan.
Kelompok Beringin Jaya mendapat pinjaman dana sebesar 1,76 M dari BRI untuk
program KKPE ini, yang tentunya merupakan suatu terobosan sekaligus
tantangan dalam upaya mengembangkan usaha kelompok. Perjuangan untuk
mendapatkan KKPE ini sungguh luar biasa, dibutuhkan kerja keras, komitmen dan
kesabaran dari seluruh komponen yang terlibat. Kegigihan pendamping dalam
memperjuangkan kelompok patut dapat acungan jempol. Bagaimana prosesnya?
Koperasi HKM Beringin Jaya didampingi oleh Penyuluh Kehutanan PNS
Kabupaten Tanggamus Eko Oesmanto, Konsorsium Kota Agung Utara (Korut)
yang diketuai oleh Fajar Sumantri dan Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat
(PKSM) Muhammad Zaini.
Sebelumnya pernah ada KTH di Kabupaten Tanggamus yang mendapatkan KKPE,
sehingga para pendamping berisiatif untuk mendorong Gapoktan HKM Beringin
Jaya untuk dapat memperoleh fasilitas serupa. Para pendamping melakukan
pertemuan dengan para
Ketua Kelompok Lestari
Jaya dan mengkondisikan
hal
tersebut
dengan
membentuk
“Tim
Internal” yang berjumlah
11 orang terdiri dari para
Ketua Kelompok, Ketua
Gapoktan dan pengurus
yang memiliki spesifikasi
keahlian masing-masing,
misalnya ada yang “jago”
manajemen dan meloby
dalam upaya menjaring
KKPE.
Sosialisasi Program KKPE Kepada Anggota Koperasi
Gapoktan HKm Beringin Jaya Koordinator Program
Konsorsium Kota Agung Utara
Gapoktan HKM Beringin Jaya mewadahi 8 KTH Lestari Jaya 1 sampai 8, dan semua
KTH tersebut berminat untuk mendapatkan KKPE. Oleh karenanya pendamping
menawarkan kepada KTH Lestari Jaya I sebagai leader, tetapi tidak disanggupi.
Di sisi lain, sebagi pihak ke tiga adalah Bank BRI, mensyaratkan sasaran KKPE
adalah Kelompok masyarakat di luar atau di dalam kawasan (bukan Gapoktan)
dan harus teregistrasi. Solusinya dibentuklah “Kelompok Beringin Jaya dengan
anggota KTH Lestari Jaya 1 sampai 8 yang berminat untuk mendapatkan KKPE.
Selanjutnya Tim Internal 11 menawarkan kepada kelompok , siapa saja yang
berminat untuk mendapatkan KKPE. Awalnya terdapat 71 orang calon debitur
dan dilakukan penyaringan oleh Tim 11. Dalam hal ini asas kehati-hatian
diterapkan. Nama-nama calon debitur diajukan ke pendamping, selanjutnya
dilakukan penyaringan dengan memperhatikan : luas lahan garapan, komitmen
calon debitur bahwa semua resiko merupakan resiko bersama (tanggung
renteng), sisi sosial serta hasil produksi kopi calon debitur. Sebagai kelengkapan
administrasi Bank BRI diperlukan data masing-masing debitur yaitu : petak persil,
petak areal garapan, KTP dan KK .
Verifikasi dan Kunjungan Lapang oleh Bank BRI
Pertemuan dengan calon debiturpun dilakukan guna menawarkan kembali atau
memperoleh kepastian dari calon debitur. Selanjutnya dibuat aturan internal
terkait KKPE yang ditandatangani di atas materai oleh seluruh calon debitur.
Selanjutnya dilakukan pengecekan yang tidak hanya dilakukan di atas kertas,
tetapi juga lokasi.
Hasil produksi kopi calon debitur menjadi perhatian tersendiri karena
direncanakan pengembalian KKPE diangsur melalui penjualan kopi ke koperasi.
Tim 11 dan pendamping melakukan perhitungan cermat. Dari total Rp. 1,76 M
KKPE akan dibagi habis kepada para debitur. Diperkirakan maksimal debitur
mendapatkan kredit Rp. 22.800.000,-. Dengan jumlah pinjaman tersebut apabila
debitur memiliki luas lahan garapan 1 hektar maka produksi kopi diperkirakan
1,5 ton. Apabila harga di pasar setiap kilogram kopi Rp. 20.000,- maka
penghasilan dari kopi adalah Rp. 30.000.000,-. Maka setelah dikurangi kewajiban
membayar angsuran debitur masih memiliki kelebihan penghasilan untuk
keluarganya.
Setelah itu dibuat aturan internal dan ditandatangani di atas materai oleh semua
calon debitur. Langkah selanjutnya adalah menyampaikan proposal ke Bank BRI
dan dilakukan pengecekan ulang administrasi yang dilanjutkan dengan
pengecekan lapangan. Perlu diketahui bahwa untuk mendapatkan KKPE ini
diperlukan agunan 13 sertifikat lahan warga.
Proses untuk mendapatkan KKPE ini tidak sederhana. “Dibutuhkan kesabaran dan
keikhlasan karena ingin membantu kelompok, ungkap Zaini, PKSM pendamping.
Misalnya ketika Bank BRI sudah melakukan pengecekan lapangan kelompok
sudah merasa yakin akan mendapatkan KKPE. Namun saat itu terjadi pergantian
Kepala Cabang BRI dan proses agak tersendat, sehingga membuat kelompok
hampir putus asa. Untuk mengatasi keresahan kelompok maka pendamping
mengirim Surat Ke Bank BRI untuk konfirmasi kepastian KKPE. Akhirnya
dilakukan pertemuan dengan Kepala Cabang yang baru dan akad kreditpun
dilaksanakan.
Pengelolaan KKPE dilakukan oleh Koperasi
Adanya Koperasi Beringin Jaya diharapkan dapat mendukung pengembangan
usaha kelompok. Dalam aturan intern kelompok disebutkan bahwa anggota
kelompok yang mengikuti program KKPE harus bersedia menjadi anggota
Koperasi dengan membayar simpanan pokok sebesar Rp.500.000,-Dengan
demikian terkumpul dana dari simpanan pokok dan simpanan wajib sebasar Rp.
34.500.000,- dan Rp. 7.411.000,- untuk modal koperasi.
Pengelolaan pinjaman KKPE ini selanjutnya dilakukan oleh koperasi. Dana 1,76 M
dialokasikan kepada anggota kelompok yang sudah didaftar, yaitu sebanyak 69
orang. Pinjaman dilakukan sesuai kebutuhan anggota dengan jangka waktu 3
tahun.. Pengembalian pinjaman dilakukan dengan menjual biji kopi ke koperasi.
Harga biji kopi di
pasaran Rp. 20 ribu,
sedangkan apabila
dijual di koperasi
harganya Rp. 24 ribu.
Terdapat
marjin
sebesar Rp. 4 ribu
rupiah per kilo biji
kopi yang disepakati
pembagian
keuntungannya,
yaitu untuk anggota
kelompok, koperasi,
gapoktan
dan
kelompok.
Penandatanganan Kesepakan Antara Pengurus dan Anggota
KKPE dalam hal Tata cara Pengembalian Kredit KKPE
Manfaat Ganda
KKPE memberikan manfaat ganda, selain bagi anggota kelompok juga bagi
koperasi. Kredit ini untuk perorangan sehingga masyarakat dapat terbantu
pengembangan usahanya. Dengan memutus rantai tengkulak anggota kelompok
dapat memperoleh harga yang layak hasil kopinya. Koperasi dapat berjalan
karena ada modal dari simpanan pokok dan simpanan wajib anggota yang cukup
memadai untuk menjalankan usahanya.
Bagi koperasi pengelolaan KKPE juga merupakan suatu tantangan tersendiri
karena koperasi harus membeli kopi dari anggota dan menjualnya pada pihak
ketiga. Tentu koperasi harus menyiapkan pasarnya. Sebagai langkah terobosan,
Koperasi HKm Beringin Jaya telah melakukan penjajagan kerjasama dengan
beberapa eksportir kopi untuk untuk menampung kopi anggota kelompok.
Peran Pendamping dan Tim 11
Pendamping dan Tim 11 memiliki peran strategis dalam program KKPE ini. Selain
menginisiasi kelompok untuk mengajukan usulan KKPE, pendamping terus
mengawal prosesnya. Di awal proses pengajuan KKPE, pendamping bersama Tim
11 melakukan penyaringan anggota yang layak untuk mengajukan KKPE.
Pendamping mendampingi penyusunan proposal dan aturan intern kelompok.
Selanjutnya, kelompok berkonsultasi dengan pendamping untuk hal-hal teknis.
Pendamping juga mengambil tindakan yang tidak bisa dilakukan oleh kelompok,
seperti menembus birokarasi, misalnya untuk keperluan administrasi Bank BRI
diperlukan rekomendasi dari Kepala KPH, maka pendamping yang maju.
Pendamping juga melakukan pendekatan-pendekatan dengan berbagai pihak agar
proses KKPE dapat berjalan lancar. Pendamping sangat berperan dalam program
KKPE bagi kelompok, bahkan semua urusan kelompok dalam hubungannya
dengan Bank BRI pendamping yang melakukannya.
Tim 11 sampai saat ini terus mengontrol kebun kelompok. Sesuai dengan aturan
kelompok maka ketika ada anggota yang tidak bisa mengembalikan kredit maka
kebunnya diambil alih untuk digarapkan pada orang lain sampai lunas kreditnya.
Setelah lunas kebun dikembalikan lagi pada pemiliknya.
STOP KEBAKARAN HUTAN, SELAMATKAN HUTAN DENGAN AGROFORESTRI
Oleh : Binti Masruroh
Guru SMK Kehutanan Negeri Pekanbaru
Kebakaran hutan atau pembakaran hutan? Pertanyaan yang selalu hadir setiap tahun saat
kabut asap mulai menyelimuti pemukiman warga, saat pesawat pengangkut bom air hilir mudik
secara bergantian. Dua kemungkinan bisa terjadi. Kebakaran hutan terjadi apabila penyebabnya
adalah faktor alam atau ketidaksengajaan, pembakaran hutan terjadi apabila masyarakat /
perusahaan sengaja membakar hutan sebagai usaha membersihkan lahan dan mengubahnya
sebagai lahan pertanian. Terdengar sadis dan menyedihkan, tapi inilah yang terjadi. Masyarakat
maupun perusahaan berlomba lomba membuka hutan untuk dijadikan perkebunan sawit yang
mendatangkan keuntungan cukup besar. Hutan yang seharusnya dijaga dan dimanfaatkan secara
optimal dengan memperhatikan aspek kelestarian kini telah mengalami degradasi dan deforestasi.
Data yang dirilis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2015, Indonesia
mempunyai tingkat laju deforestasi sebesar 170.626 hektar/tahun. Hal ini dikarenakan pengelolaan
dan pemanfaatan hutan selama ini tidak memperhatikan manfaat yang akan diperoleh dari
keberadaan hutan tersebut, sehingga kelestarian lingkungan hidup menjadi terganggu. Penyebab
utama kerusakan hutan adalah kebakaran hutan. Kebakaran hutan terjadi karena manusia yang
menggunakan api dalam upaya pembukaan hutan untuk Hutan Tanaman Industri (HTI),
perkebunan, dan pertanian. Selain itu, kebakaran didukung oleh pemanasan global, kemarau
ekstrim yang seringkali dikaitkan dengan pengaruh iklim memberikan kondisi ideal untuk
terjadinya kebakaran hutan.
Konsep pengelolaan hutan secara bijaksana, harus mengembalikan fungsi hutan secara
menyeluruh (fungsi ekologis, fungsi sosial dan fungsi ekonomi) dengan lebih menekankan kepada
peran pemerintah, peran masyarakat dan peran swasta. Langkah- langkah yang sinergi dari ketiga
komponen (pemerintah, masyarakat dan swasta) akan mewujudkan fungsi hutan secara
menyeluruh yang menciptakan pengamanan dan pelestarian hutan. Di bawah ini adalah beberapa
gambar tentang kondisi hutan di indonesia khususnya di pulau sumatera. Berawal dari hutan tropis
sumatera dengan dominasi pohon pohon berukuran besar dari jenis dipterocarpa, memiliki iklim
mikro yang sangat khas dan memberikan ruang tumbuh yang cocok untuk berbagai jasad renik dan
satwa langka. Keelokan hutan sumatera sebanding dengan manfaatnya secara ekologi sebagai
penyangga kehidupan. Namun, disisi lain manfaat hutan secara ekonomi bagi masyarakat juga
harus diakomodasi. Mengingat hutan dan masyarakat adalah dua faktor yang sangat penting.
Gambar Hutan Tropis
Gambar Pasca Kebakaran Hutan
Gambar Perkebunan Sawit
Gambar di atas menjelaskan tentang dahsyatnya kerusakan hutan sumatera yang telah
terjadi. Hal ini diakibatkan masyarakat belum merasakan manfaat hutan secara ekonomi sehingga
tanpa berpikir panjang masyarakat maupun perusahaan membakar hutan dan menggantinya
dengan tanaman sawit yang secara ekonomi lebih nyata keuntunganya. Tuntutan ekonomi yang
tinggi sehingga semangat masyarakat membuka hutan juga semakin tinggi. Berbagai kerugian
akibat kerusakan hutan dirasakan oleh Negara baik secara ekonomi maupun ekologi. Peraturan
demi peraturan dibuat untuk membatasi aksi para perusak hutan, namun efek dari peraturan
tersebut belum terasa.
Perbandingan paradigma pendekatan pengelolaan hutan menurut Buchy (2000)
Aspek
Fokus Tujuan
Pengambilan Keputusan
Praktik Pengelolaan
Sumberdaya manusia (bekal
keahlian
Sumberdaya hutan
Pendekatan Pengelolaan
Konvensional
Baru
Revenue, produksi, produk
Kelestarian sumberdaya,
tunggal (kayu)
produk beragam (diversitas )
Sentralistis, Oleh KemenLHK,
Desentralisasi, Oleh
bertemakan kontrol, tanggung
stakeholders di lapangan,
jawab sepenuhnya pada
direncanakan secara bersama,
KemenLHK
terbuka pada inovasi dan
analisis, terdapat pembagian
tanggung jawab yang jelas
antar komponen pengelola
Berorientasi target, hutan
Berorientasi proses, mengakui
diasumsikan homogen, produk diversitas hutan, produk ganda,
tunggal, unit perencanaan
unit perencanaan petak,
adalah area, perencanaan
perencanaan berlevel mikro,
berlevel makro dan prosedur
dan prosedur terbuka untuk
selalu tetap
masukan perbaikan
SDM berbekal ilmu kehutanan
SDM berbekal ilmu lebih
“murni” tradisional
holistik, all-round, serba serbi,
dan mampu bersifat sebagai
fasilitator
Tegakan diperlakukan sebagai
Memperlakukan ekosistem
pabrik sekaligus produk
sebagai pabrik dan tegakan
sebagai produk
Tabel di atas memaparkan bahwa pengelolaan hutan hendaknya dapat memberikan
manfaat baik secara ekologi dan ekonomi, dengan diversitas produk, berorientasi pada proses yang
terbuka pada inovasi dan analisis, melibatkan stakeholders, melibatkan berbagai disiplin ilmu dan
menempatkan ekosistem sebagai lingkungan yang lestari. Pengelolaan hutan menggunakan
paradigma baru dapat terwujud dengan penerapan sistem agroforestri.
Bjorn Lundgren mantan Direktur ICRAf ( Internasional Center for Reseach in Agroforestry )
mengajukan ringkasan dari banyak definisi agroforestri dengan rumusan sebagai berikut : “
Agroforestri adalah istilah kolektif untuk sistem-sistem dan teknologi-teknologi penggunaan lahan,
yang secara terencana dilaksanakan pada satu unit lahan dengan mengkombinasikan tumbuhan
berkayu (pohon, perdu, palem, bambu dengan tanaman pertanian dan hewan ternak yang
dilakukan dalam waktu yang bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan
ekonomi antar berbagai komponen yang ada.
Agroforestri akan membuka sebuah opsi manajemen yang lebih intune dengan tujuan sistem
pertanian berkelanjutan ( Alteiri, 2000). Upaya meniru harmoni diversitas alam berkembang
menjadi konsep agroforestri. Konsep agrofrestri pertama kali dicetuskan oleh tim dari Canadian
International Development Center (CIDA) pada waktu mempresentasikan hasil identifikasi prioritas
penelitian kehutanan tropika (Veer, 1981). Dua tujuan agroforestri dinyatakan, pertama,
mendomestikasikan perladangan berpindah dan memaksimalkan produksi secara lestari, kedua,
memanfaatkan lahan terlantar tanpa merusak lingkungan.
Agroforestri sebagai salah satu wujud sinergi strategis antara sektor pertanian, kehutanan
dan lingkungan sangat penting untuk pembaharuan pengelolaan sumber daya alam yang lebih
sesuai dengan prinsip prinsip kelestarian dan sekaligus percepatan pencapaian kemakmuran.
Praktik praktik agroforestri yang sudah berkembang di indonesia dicirikan oleh tingkat resiliency
yang tinggi dibandingkan dengan praktik yang berbasis pertanian atau hutan monokultur.
Gambar Pengelolaan Hutan dengan sistem agroforestri
Gambar di atas adalah demonstration plot (demplot) Perpaduan tanaman kehutanan berupa
jati dan pertanian berupa jahe merah yang ada di SMK Kehutanan Negeri Pekanbaru. Dalam
kondisi ini ekosistem hutan sebagai penghasil iklim mikro yang memberikan lingkungan yang
sesuai untuk tempat tumbuh jahe merah sehingga manfaat hutan secara ekologi dan ekonomi dapat
dirasakan. Agroforestri lanjut yang sudah berkembang adalah Repong damar di lampung sebagai
rujukan penting tentang non wood forest product. Penanaman tanaman MPTs (Multi Purpose Trees
Species) menghasilkan berbagai produk non kayu yang memiliki daya jual tinggi seperti karet,
damar, kayu putih maupun buah buahan. Demikian juga dengan tumbuhan bawah seperti jahe
merah, kapulaga dll merupakan jenis rempah yang cukup menguntungkan. Hutan sebagai sebuah
ekosistem dengan multi produk non kayu yang dapat dipanen dalam rentang waktu yang pendek
sangat menguntungkan bagi masyarakat. Siklus panen yang bisa diatur secara bergantian akan
memudahkan masyarakat dalam pengelolaanya. Hutan Lestari yang menyejahterakan diharapkan
dapat mengendalikan laju kerusakan hutan di indonesia terutama di pulau sumatera.
KALIBIRU:
bukti KTH mampu mengelola Wisata Alam dengan baik
(Oleh: Yumi Angelia dan Siwi Tri Utami, Penyuluh Kehutanan di Pusat Penyuluhan)
Kalibiru...destinasi wisata populer di Kulon Progo, Yogyakarta yang saat ini sedang diminati oleh
berbagai kalangan, khususnya anak muda.
Kalibiru...menjadi terkenal terutama sejak muncul di dunia maya pada tahun 2014,
seiring denganmewabahnya kegemaran foto selfie yang diunduh di media sosial.
Kalibiru...ternyata areal Hutan Kemasyarakatan (HKm)
yang dikelola oleh para petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan (KTH).
Gambaran Lokasi
Kalibiru adalah nama dusun yang terletak ± 12 kilometer dari kota Wates, di atas Waduk
Sermo, Desa Hargowilis, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo. Jarak tempuh dari Kota Jogjakarta
kira-kira 2,5 jam. Jalan menuju dusun Kalibiru relatif sempit, belum beraspal, ditambah dengan jalan
yang berliku dan mendaki sehingga sangat berbahaya bila tidak diatur dengan baik. Pengelola Wisata
Alam Kalibiru sudah memperhitungkan hal tersebut sehingga di setiap titik atau belokan yang
berbahaya telah disiapkan petugas yang mengatur lalu lintas kendaaraan yang naik menuju Kalibiru
maupun yang turun.
Obyek wisata andalan Kalibiru adalah spot foto di atas pohon dengan latar belakang Waduk
Sermo dengan pemandangan perbukitan yang dipenuhi dengan pepohonan. Ada 6 spot foto yang
dapat dipilih oleh pengunjung. Masing-masing spot foto dikenakan tarif yang berbeda-beda. Di setiap
1
spot foto tersedia tim fotografer profesional yang dilengkapi dengan peralatan pemotretan dan
komputer yang menampung semua hasil pemotretan. Jadi, pengunjung dapat langsung melihat,
memilih dan mendapatkan hasil foto dalam bentuk file “jpg” yang disalin dari komputer tersebut.
Sumber: Dokumentasi KTH HKm Mandiri
Hasil pemotretan di dua spot foto diantara enam spot foto yang ada di Kalibiru
Fasilitas pendukung
Selain spot foto sebagai obyek utama, terdapat juga fasilitas pendukung lain yaitu flying fox,
outbond, pemodokan dan tempat pertemuan. Terdapat 6 pondok wisata dengan desain “rumah jawa”,
masing masing pondok dapat memuat 10-15 orang, yang dilengkapi dengan kasur, selimut dan kamar
mandi di setiap pondok. Ruang pertemuan didesain dengan bentuk Joglo dengan kapasitas hingga 50
orang. Obyek wisata Kalibiru juga menyediakan wahana Flying fox dan outbond. Disediakan 2 jalur
flying fox untuk pengunjung kalibiru, yaitu untuk anak-anak dengan panjang lintasan 50 m dan untuk
dewasa dengan panjang lintasan 85 m.
Fasilitas Outbond dan flying fox
Standar Operasional Prosedur Keamanan dan Asuransi
Setiap pengunjung yang masuk diharuskan membeli tiket masuk. Tiket masuk sudah termasuk
asuransi keselamatan. Wisata alam kalibiru bekerjasama dengan asuransi jasa raharja. Asuransi
2
menjadi hal yang penting bagi obyek wisata alam karena resiko kemungkinan terjadinya kecelakaan
tinggi. Tiket masuk yang sudah dibeli harus disimpan oleh pengunjung ketika mulai masuk hingga
keluar dari tempat wisata. Agar bila terjadi kecelakaan terhadap pengunjung, bisa dilakukan klaim
asuransi dengan menggunakan bukti tiket tersebut.
Untuk dapat berfoto pengunjung harus menaiki pohon dengan menggunakan tangga terlebih
dahulu, sehingga pengunjung diwajibkan memakai tali pengaman yang diikatkan ke badan untuk
melindungi pengunjung. Apabila ada pengunjung yang menolak menggunakan tali pengaman maka
tidak akan diijinkan naik ke spot foto.
Pengunjung terus meningkat dari tahun ke tahun
KTH Sembodo yang tergabung dalam KTH HKm Mandiri, mengelola wisata alam sejak tahun
2010, namun pengunjung Kalibiru meningkat tajam mulai tahun 2014. Peningkatan yang tajam
tertutama sejak promosi melalui media sosial (facebook, instagram, twitter) dan banyaknya
pengunjung yang mengunduh foto selfie mereka di media sosial tersebut. Pada tahun 2015
pengunjung meningkat tajam dari 79.137 pada tahun 2014 ke 309.541, Pada tahun 2016 setiap hari
rata-rata kunjungan mencapai ribuan orang sehingga pada pertengahan tahun pengunjung sudah
mencapai 226.863 orang. Mereka mengakui bahwa media sosial sangat berperan dalam meningkatkan
jumlah pengunjung. Bukan saja dari Indonesia, sudah banyak wisatawan asing yang berkunjung ke
Kalibiru.
Grafik jumlah pengunjung Kalibiru sampai dengan Juli 2016
Pada tahun 2015 jumlah pengunjung dari luar negeri sebanyak 1.139 orang, sampai dengan
bulan September tahun 2016 jumlah pengunjung Kalibiru meningkat hingga 5.680 orang. Kalibiru
semakin banyak dikunjungi oleh wisatawan dari luar negeri terutama setelah masuk dalam daftar
obyek wisata favorit di halaman promosi wisata Jogjakarta.
3
Sejarah Kalibiru
Pada tahun 1960-an Kalibiru merupakan hutan lindung yang belum dijamah manusia. Pada
tahun 1998 bersamaan dengan terjadinya reformasi, terjadi pembalakan liar besar-besaran di hutan
negara, termasuk hutan di Kalibiru. Akibatnya Kalibiru menjadi tandus dan gersang, banyak
masyarakat gagal panen dan jatuh miskin.
Kemudian warga dan KTH Hutan Kemasyarakatan (HKm) Mandiri menanam dan
menghijaukan Kalibiru sehingga menjadi hijau dan sejuk. Setelah dikelola dengan baik oleh KTH dan
masyarakat, jumlah dan pertumbuhan tanaman meningkat pesat sampai muncul mata air baru. Sejak
tanggal 14 Februari 2008 KTH Mandiri mendapatkan IUPHKm selama 35 tahun. Sejak mendapat ijin
pengelolaan HKm, mulai terpikirkan untuk mengelola Kalibiru menjadi obyek wisata. Dimulai dengan
inisiatif KTH dan didukung dengan fasilitas pembangunan joglo dan pemondokan oleh Pemda
setempat, mulailah Kalibiru menjadi obyek wisata alam.
Dampak ekonomi, sosial dan ekologi Kalibiru
Keberadaan Kalibiru telah memberikan dampak ekonomi, sosial dan ekologi yang sangat
berarti bagi kesejahteraan masyarakat dan dalam pengelolaan hutan berkelanjutan. Hal ini sejalan
dengan maksud dan tujuan program Hutan Kemasyarakatan (HKm) yang dikembangkan Kementerian
Lingkungan Hidup dalam rangka pemberdayaan masyarakat. Dampak ekonomi, sosial dan ekologi
Kalibiru dapat dijelaskan antara lain sebagai berikut:
Peningkatan pendapatan KTH yang fantastis
Pengurus dan anggota KTH Mandiri yang awalnya mendapatkan penghasilan utama dari hasil
ladang/kebun dengan nilai yang minim, hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan setiap hari.
Saat
ini
setelah
beralih
menjadi
pengeola,
karyawan
atau
usaha
lainnya
di
Kalibiru
danmendapatkanpenghasilan rata-rata per bulan 10 kali lipat. Gaji karyawan di atas UMR, ditambah
4
tunjangan Hari Raya. Tenaga honor seperti petugas di pos penjagaan yang mengatur lalu lintas,
petugas kebersihan, parkir dan lainnya mendapat honor per bulan 1,6 juta rupiah.
Menurut pengakuan Pak Sumarjana, penghasilan kotor Kalibiru secara keseluruhan per bulan
adalah berkisar 600 juta, dengan pengeluaran tetap untuk karyawan kira-kira 300 juta per bulan
sehingga keuntungan yang diperoleh rata-rata 300 juta rupiah per bulan. Dari 1 pohon spot foto saja
dapat menghasilkan uang 100 juta rupiah per bulan, sehingga dalam setahun 1 pohon dapat
memberikan pemasukan 1,2 milyar. Nilai yang sangat fantastis.
Tidak ada lagi pengangguran
Keberadaan Wisata Alam Kalibiru secara nyata telah menghilangkan pengangguran di desa.
Semua anak muda yang biasa menghabiskan waktu nongkrong dan main kartu, sekarang semua sudah
terlibat dalam pengelolaan, baik sebagai karyawan tetap maupun honor. Kalibiru saat ini
mempekerjakan 75 karyawan tetap dan honor. Karyawan tetap dan honor diutamakan anggota KTH
dan keluarganya.Setiap hari semua karyawan wajib mengisi absen masuk dan pulang, layaknya
pegawai di kantor lainnya, bahkan sudah menggunakan sistem absen finger print.
Selain itu ada 237 orang anggota KTH dan masyarakat lain yang ikut mendapatkan
penghasilan secara langsung dengan keberadaan Kalibiru, seperti pedagang/warung makanan, ojek
motor/mobil, spot foto dan lainnya. Selain gaji per bulan setiap karyawan juga mendapatkan
Tunjangan Hari Raya yang besarnya satu bulan gaji.
Modal sosial : kunci sukses KTH Mandiri
Obyek andalan dari Kalibiru adalah spot foto di atas pohon dengan latar belakang Waduk
Sermo dan sekelilingnya yang dipenuhi dengan pepohonan. Sebagai destinasi wisata sebenarnya tidak
terlalu istimewa, namun menjadi luar biasa karena wisata alam ini dikelola oleh Kelompok Tani Hutan
bukan pengusaha bermodal besar. Belum banyak wisata alam yang bagus dan populer yang dikelola
oleh Kelompok Tani Hutan, bahkan mungkin baru Kalibiru saja. Oleh karenanya sangat menarik untuk
mempelajari bagaimana KTH Hkm Mandiri dapat mengelola dengan baik.
Hal penting yang menjadi kunci keberhasilan KTH Sembodo adalah modal sosial yang dikelola
dengan baik. Kepemimpinan, kepercayaan, keterbukaan/kejujuran, kerja sama merupakan hal
mendasar yang berpengaruh terhadap keberhasilan KTH Sembodo dalam mengelola Kalibiru.
Kepemimpinan
Mengamati aktivitas pengelolaan Wisata Alam di Kalibiru ada 2 tokoh sentral yang menggerakkannya,
yaitu Bapak Suparjan dan Sumarjana.
5
Dua tokoh pemimpin teladan yang berpengaruh KTH HKm Mandiri (kiri) Bapak Suparjan (Ketua)
dan (kanan) Bapak Sumarjana (Ketua Wisata Alam)
Ketua HKm Mandiri, Bapak Suparjan merupakan pemimpin yang menjadi tokoh panutan, teladan
yang mampu menggerakkan dan merangkul anggota KTH. Beliau sangat taat pada aturan, sehingga
beliau terus memperbaharui pengetahuan terkait HKm dan peraturan lainnya. Menurut Bapak
Suparjan, dalam mengelola KTH aspek kelola kelembagaan menjadi titik penting yang harus
diperhatikan. Pak Suparjan, bukan saja menjadi pemimpin KTH tetapi juga menjadi panutan/tokoh
masyarakat bahkan termasuk salah satu tokoh agama di Kalibiru. Kepulian sosial, kepemimpinan yang
demokratis membuatnya semakin disegani dan dibanggakan anggota KTH dan masyarakat Kalibiru.
Bapak Sumarjana, sebagai ketua KTH Sembodo memiliki semangat yang tinggi dan mampu
menciptakan suasana akrab dan kekeluargaan dalam mengelola Kalibiru. Pak Sumarjana selalu
memberikan semangat kepada karyawan-karyawan yang dijumpai di tempat tugasnya pada saat
memantau dan mengawasi petugasnya dalam melayani pengunjung.
Kepercayaan
Semua anggota KTH percaya pada pimpinannya. Semua yang diputuskan oleh manajemen adalah yang
terbaik berdasarkan musyawarah bersama. Oleh karena itu semua mendukung kesepakatan yang
telah diputuska bersama. Hal ini mungkin banyak dipengaruhi oleh budaya jogja yang terkenal patuh
pada pimpinan“sendiko dawuh”.
Keterbukaan dan kejujuran
Sistem pengelolaan dan administrasi keuangan secara terbuka, sehingga semua manajemen dan
karyawan mengetahui posisi keuangan bersama. Semua bagian yang berkaitan dengan uang harus
melaporkan hasil yang didapat setiap hari pada jam 4 sore. Semua uang harus disetorkan kepada
Bendahara pada hari itu juga. Setiap detail pemasukan dan pengeluaran tercatat dan diketahui oleh
6
semua manajemen, ditandatangani oleh Ketua/manager. Sistem ini diperlakukan sebagaimana
layaknya di bank.
Kejujuran sangat dituntut dan dijunjung tinggi dalam pengelolaan Kalibiru. Konsekuensi tindakan
ketidakjujuran adalah pemberhentian sebagai karyawan. Banyak orang yang melamar ingin menjadi
karyawan di Kalibiru sehingga karyawan Kalibiru benar-benar harus menjaga kepercayaan
manajemen dengan bertindak jujur.
Kerja sama dan gotong royong
Rasa ikut memiliki dan menjadi bagian dari Kalibiru berdampak pada aktivitas yang dilakukan oleh
manajemen dan karyawan. Sifat gotong royong nyata di dalam setiap pelayanan yang diberikan
kepada pengunjung. Demikian juga dalam menyelesaikan masalah dalam pengelolaan Kalibiru
diselesaikan dengan kerja sama yang baik.
Dukungan Pemda dan Penyuluh Kehutanan
Faktor eksternal yang mendukung kemajuan KTH HKm Mandiri dalam mengelola Kalibiru ialah
dukungan Pemda (baik pengambil kebijakan, Penyuluh Kehutanan sebagai pendamping), Dinas
Kehutanan provinsi, dan Dinas Pariwisata. Tanpa ada kerjasama dengan multipihak tersebut, KTH
sendiri tidak akan mampu mengelola Kalibiru dengan baik. Penyuluh Kehutanan yang mendampingi
dari awal kegiatan adalah Bapak Puniman, yang kemudian dilanjutkan sampai dengan saat ini oleh
Bapak Suroso.
Sesuatu yang BIASA bila dikelola dengan benar menjadi LUAR BIASA
Kalimat tersebut menjadi kesimpulan salah seorang peserta Magang Pemanfaatan Jasa
Lingkungan/Wisata Alam yang difasilitasi oleh Pusat Penyuluhan pada tanggal 30 Agustus- 2
September 2016 di Kalibiru. Mereka menyatakan bahwa di daerah mereka sebenarnya banyak potensi
wisata alam yang mungkin lebih spektakuler dibandingkan dengan Kalibiru, tetapi belum dikelola
dengan baik. KTH Mandiri telah membuka mata mereka bahwa bila dikelola dengan benar KTH
mampu mengubah pohon pinus dan jati yang kelihatan BIASA saja menjadi LUAR BIASA karena dapat
menghidupi dan mendatangkan rejeki yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
Kalibiru sudah menjadi inspirasi bagi berbagai pihak untuk berwisata menikmati keindahan alam,
melakukan studi banding, penelitian dan tempat magang. Banyak Pemda daerah lain yang ingin
belajar bagaimana mengelola tempat yang biasa menjadi luar biasa, untuk dikembangkan di
wilayahnya.
7
Pada tahun 2015 Pusat Penyuluhan telah menetapkan KTH Sembodo sebagai LP2UKS/Wanawiyata
Widyakarya yaitu model usaha di bidang kehutanan dan atau lingkungan hidup yang dimiliki dan
dikelola oleh Kelompok Tani Hutan (KTH) atau kelompok masyarakat sebagai percontohan, tempat
pelatihan dan magang bagi masyarakat lainnya.
Perlu Inovasi dan Diversifikasi
Terlepas dari semua hal positif yang ditemui di Kalibiru, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
untuk pengembangan Kalibiru sebagai obyek wisata alam. Beberapa hal yang perlu mendapat
perhatian untuk peningkatan pengelolaan wisata alam yaitu: Pertama, masalah pengelolaan sampah
yang masih belum diperhatikan dengan baik. Perlu edukasi pengunjung untuk membuang sampah
pada tempatnya. Pengelola juga perlu menambah tempat-tempat sampah terutama pada spot foto.
Kedua, kegiatan pembangunan sarana, seperti bangunan permanen, pengerasan jalan setapak dengan
semen untuk memudahkan pengunjung sebaiknya tidak banyak dilakukan karena akan mengganggu
keasrian alam dan bahkan dapat merusak lingkungan. Ketiga, kegiatan atraksi seni budaya dan
kuliner khas Kulonprogo akan menambah daya tarik wisatawan, khususnya dari manca negara.
Keempat, untuk meningkatkan wisata edukasi sebaiknya dilengkapi dengan informasi mengenai flora
dan fauna yang ada wilayah Kalibiru dan manfaatnya sehingga menggugah pengunjung untuk ikut
menjaga kelestariannya. Kelima, dengan meningkatnya kunjungan wisatawan manca negara perlu
peningkatan pelayanan informasi menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa internasional.
Penutup
Pengelolaan wisata alam/pemanfaatan jasa lingkungan tidak hanya dapat dilakukan oleh perusahaan
bermodal besar, sekelompok petani pun dapat mengelola dengan baik sehingga dapat meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan mereka. KTH Bisaaaaa......!!!!
8
Wanawiyata Widyakarya Korut
Mengukir Indahnya Pelangi HKm Tanggamus
Oleh : Endang Dwi Hastuti
Pemagangan Pengelolaan HKm dan Aneka Usaha Kehutanan
Konsorsium Kotaagung Utara (Korut) adalah Non-Government Organization
(NGO) yang merupakan gabungan beberapa NGO Lokal di Kabupaten Tanggamus.
Korut bergerak di bidang pemberdayaan masyarakat, pengelolaan sumber daya alam
dan keanekaragaman hayati yang berwawasan konservasi. Anggota Korut terdiri dari
lembaga - lembaga lokal non-pemerintah seperti Panthera Raflesia Tanggamus
Lampung (PRATALA) yang kegiatannya bergerak pada isu-isu konservasi dan
lingkungn hidup dan Sangga Buana yang berasal dari kelompok sosial budaya Marga
Gunung Alip Tanggamus, Lampung.
Secara umum program Korut untuk tahun 2012-2017 yaitu Penguatan Fungsi
Register 39 Kota Agung Utara sebagai Kawasan Penyangga Taman Nasional Bukit
Barisan Selatan dan Daerah Tangkapan Air Waduk Batu Tegi. Program tersebut
terbagi dalam tiga komponen yang terdiri dari: Penguatan sistem pengelolaan Hutan
Kemasyarakatan (HKm) di Kabupaten Tanggamus, Penguatan fungsi kawasan HKm
sebagai kawasan penyangga TNBBS dan daerah tangkapan air Waduk Batu Tegi, serta
Pengembangan ekonomi terpadu di areal kerja HKm.
Dalam pelaksanaan program di lapangan Korut membina 24 Gapoktan yang
terdiri dari 18 Gapoktan yang telah memperoleh ijin HKm dan 6 Gapoktan yang
sedang dalam proses ijin HKm, 1 Kelompok Tani Hutan (KTH) dan 3 Kelompok
Wanita Tani Hutan (KWT). Kegiatan kelompok tersebut didominasi budidaya
tanaman kopi dengan total luasan 26,677 Ha dan produksi 21,341,600 kg per tahun.
Sebagai Lembaga Pendidikan dan Pemagangan Swadaya Korut menfasilitasi
peningkatan kapasitas masyarakat dalam pengelolaan HKm melalui berbagai bentuk
pelatihan masyarakat.
Wadah Belajar yang Berkualitas
Kegiatan pemberdayaan masyarakat di Gapoktan yang menjadi sasaran binaan Korut
telah memberikan dampak positif yaitu pengelolaan HKm yang berkualitas , sehingga
tepatlah apabila pada tahun 2016 salah satu Gapoktan HKm yaitu “Beringin Jaya”
memperoleh pengharagaan sebagai terbaik pertama tingkat nasional kategori
pengelola HKm pada Lomba Wana Lestari Tahun 2016. Dampak yang lain adalah
bekembangnya berbagai kegiatan aneka usaha dibidang kehutanan di kelompokkelompok masyarakat tersebut yang telah berhasil meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan kelestarian hutan dan lingkungan.
Sarana belajar Masyarakat
Karena keberhasilannya dalam pengembangan usaha dibidang kehutanan maka
Korut sering dikunjungi berbagai komponen masyarakat untuk studi banding,
melakukan pelatihan maupun magang. Selanjutnya Korut telah dikenal masyarakat
sebagai Lembaga Pelatihan dan Pemagangan Usaha Kehutanan Swadaya (LP2UKS),
khususnya kegiatan HKm.
Sejalan dengan program Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan cq Pusat
Penyuluhan dalam upaya menyediakan sarana pembelajaran bagi masyarakat di
bidang kehutanan dan atau lingkungan hidup yang berkualitas, maka Korut
ditetapkan sebagai Wanawiyata Widyakarya.
Obyek Pelatihan dan Pemagangan
Bagi masyarakat yang berminat untuk melakukan studi banding, pelatihan dan
pemagangan, Wanawiyata Widyakarya Korut telah siap dengan obyek-obyek sebagai
berikut : Penyusunan Rencana Umum dan Rencana Operasional HKm dalam rangka
pengelolaan HKm.
Obyek lainnya adalah budidaya dan pengolahan kopi dan kakao, budidaya lebah
madu, pembibitan pala, budidaya tanaman pala dan pengolahan pala menjadi dodol
dan manisan pala, minyak atsiri, pembuatan gula aren dan gula semut, serta
pengolahan produk tanaman obat.
Disamping itu juga dikembangkan usaha
pembuatan
pupuk
organik
dengan
menggunakan Mikro Organisme Lokal
(MOL)F1 dan Biostarter F2. Berbagai
macam
pupuk
organik
telah
dikembangkan, seperti : Pupuk kompos
NPK, Bio Lahang, Pupuk Pelengkap Cair
Buah (PPC Buah), PPC Daun, PPC Matahari,
juga Pestisida Nabati dan Zat Perangsang
Tumbuh Nabati.
Obyek Pelatihan dan Pemagangan
Sebagai tindak lanjut penetapan Wanawiyata Widyakarya Korut, Pusat
Penyuluhan memfasilitasi kegiatan pemagangan tentang pengelolaan HKm dan Aneka
Usaha Kehutanan pada tanggal 20-22 Oktober 2016. Peserta magang adalah pengurus
KTH dari lima kabupaten di wilayah Provinsi Lampung , yaitu Kabupaten Tanggamus,
Lampung Timur, Lampung Tengah, Pringsewu dan Pesawaran. Kegiatan pemagangan
difokuskan pada pembuatan pupuk organik, pengolahan obat-obatan herbal,
perbanyakan tanaman MPTS dan pemetaan partisipatif.
1. Pemetaan Partisipatif
Materi ini diberikan dalam rangka memfasilitasi Gapoktan dalam mengelola
HKm. Setelah pelatihan diharapkan dapat memetakan lahannya sendiri dan
dapat memanfaatkan hutan dengan sebaik-baiknya untuk kesejahteraannya
dengan tetap mengutamakan kelestariannya.
Praktek proses pemetaan partisipatif
2. Pengolahan Tanaman Bawah Tegakan
Pemanfaatan lahan bawah tegakan (PLBT) antara lain dengan tanaman obatobatan yang dilakukan oleh KWT Mekar Jaya telah menghasilkan berbagai
macam produk obat-obatan tradisional dengan permintaan pasar yang cukup
luas. Bu Prima,Ketua KWT Mekar Jaya bahkan membuka praktek pengobatan
herbal di Puskesmas setempat. Di kelompok ini masyarakat dapat belajar
tentang jenis-jenis tanaman obat-obatan dan cara pembuatan obat-obatan
herbal.
Ketua KWT Mekar Jaya memberi penjelasan tentang budidaya tanaman herbal
Tanaman dan Bahan obat-obatan herbal
Sumber foto : Materi Pemagangan
Praktek pembuatan obat herbal
3. Teknik Perbanyakan Tanaman MPTs
Pengunjung dapat belajar tentang teknik pembibitan tanaman buah dan teknik
perbanyakan tanaman MPTs perbanyakan dengan biji, sambungan, Okulasi,
penyusuan, cangkok, dan Stek.
Praktek Perbanyakan tanaman MPTs
4. Pembuatan Pupuk Organik
Masyarakat dapat belajar tentang
pembuatan pupuk organik dengan
mikro organisme lokal (MOL) F1, Bio
Starter F2, pupuk kompos NPK, pestisida
nabati, bio lahang, pupuk pelengkap cair
buah (PPC buah), pupuk pelengkap cair
daun (PPC Daun), zat perangsang
tumbuh (ZPT), dan pupukpelengkap cair
(PPC) Matahari.
Bahan pembuatan bio stater
MOL sebagai biang mikroba dalam proses pembuatan bio stater
Praktek pembuatan kompos
Wanawiyata Widyakarya Korut diharapkan dapat menjadi percontohan sarana
pembelajaran bagi masyarakat khususnya mengenai pengelolaan HKm. Ke depan
diharapkan masyarakat lainnya dapat mencontoh pengelolaan HKm yang telah
dilakukan oleh Gapoktan HKm Tanggamus. Dengan demikian cita-cita masyarakat
sejahtera dan hutan lestari dapat terwujud melalui pengelolaan HKm yang
berkualitas.
PENDEKATAN PEMASARAN SOSIAL DI DALAM
PENYELENGGARAAN PENYULUHAN KEHUTANAN
Heru Budiono
BDLHK Kadipaten, [email protected]
A. Pendahuluan.
Penyuluh kehutanan dapat dipandang sebagai proses pembelajaran pelaku utama dan
pelaku usaha kehutanan dalam sebuah sistem penyuluhan (Anonim, 2006). Sistem penyuluhan
merupakan seluruh rangkaian pengembangan kemampuan, pengetahuan, keterampilan serta
sikap pelaku utama dan pelaku usaha melalui penyuluhan. Kedua pengertian tersebut
mengandung makna bahwa penyuluhan kehutanan “merupakan proses pembelajaran inheren
yang melibatkan proses-proses lain secara simultan, yaitu proses komunikasi persuasif, proses
pemberdayaan dan proses pertukaran informasi timbal-balik antara penyuluh dan sasaran
(pelaku utama maupun pelaku usaha)”(Anonim, 2010).
Salah satu peran utama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk
mencapai tujuan pembangunan kehutanan tahun 2015 – 2019 adalah menjaga luasan dan
fungsi hutan untuk menopang kehidupan, menyediakan hutan untuk kegiatan sosial, ekonomi
rakyat, dan menjaga jumlah dan jenis flora dan fauna serta endangered species” (Anonim,
2015). Peran ini memiliki dimensi upaya mengelola sumberdaya hutan secara lestari dan
upaya meningkatkan sumbangan sektor kehutanan bagi perekonomian nasional.
Upaya-upaya tersebut membutuhkan peran serta para pelaku utama dan pelaku usaha
bidang kehutanan. Penyelenggaran penyuluhan kehutanan diharapkan mampu meningkatkan
peran serta pelaku utama dan pelaku usaha melalui penyebarluasan informasi tentang
pemanfaatan hutan secara lestari. Disamping itu, kegiatan penyuluhan kehutanan harus dapat
memberikan teknologi pengelolaan sumberdaya hutan secara berkelanjutan yang mampu
memberikan nilai ekonomis bagi pelaku utama dan pelaku usaha.
Pertanyaannya adalah pendekatan apa yang dapat digunakan dalam kegiatan
penyuluhan kehutanan agar dapat mewujudkan peran tersebut? Menjawab pertanyaan tersebut,
artikel ini mengkaji pendekatan pemasaran sosial dan penerapan prinsip-prisnip pemasaran
sosial di dalam penyelengaraan penyuluhan kehutanan. Pemasaran sosial merupakan “upaya
untuk memanfaatkan teknik-teknik dan sumber-sumber usaha komersial untuk mencapai
1
tujuan sosial dalam hal tersedianya perlengkapan, informasi dan pelayanan secara luas”
(Nasution dalam Istiyanto: 2008). Di dalam proses penyuluhan kehutanan terdapat unsur
penyuluh/lembaga sebagai pemasar, pesan penyuluhan sebagai produk, sasaran suluh sebagai
konsumen/pasar dan proses penyampaian pesan penyuluhan (proses pertukaran).
B. Pemasaran Sosial (Social Marketing)
Pemasaran sosial pada dasarnya merupakan aplikasi strategi pemasaran komersil untuk
“menjual” gagasan dalam rangka mengubah sebuah masyarakat, terutama dalam manajemen
yang mencakup analisa, perencanaan, implementasi dan pengawasan. Istilah pemasaran sosial
menggambarkan esensi dari melayani kepentingan sosial melalui teknik-teknik pemasaran.
Pemasaran sosial diartikan sebagai penggunaan prinsip dan teknik pemasaran untuk
mempengaruhi kelompok sasasran (a target audience) agar secara sukarela menerima,
menolak, memodifikasi atau meninggalkan sebuah perilku yang menguntungkan bagi dirisendiri, kelompok atau masyarakat seutuhnya (Shaw: 2008). Pemasaran sosial memanfaatkan
konsep-konsep segementasi pasar, penelitian konsumen, pengembangan konsep, komunikasi,
fasilitas, insentif dan teori pertukaran untuk memaksimalkan respon dari kelompok sasaran.
Adanya tujuan (objectives) yang didesain untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan
kelompok sasaran. Pemasaran sosial mendasarkan kepada konsep-konsep dasar sebagai
berikut (Istiyanto: 2008) :
•
•
•
•
Adanya tujuan (objectives) yang didesain untuk memenuhi kebutuhan dan
keinginan kelompok sasaran
Pemasaran Sosial adalah suatu proses teknikal-menejerial dan sosial-behavioral
yang menyangkut banyak partisipan dari pembuat keputusan-adopter
Pemasaran Sosial bukan semata-mata periklanan tetapi suatu proses yg lebih
luas dan menyangkut hal berikutnya
Program pemasaran sosial haruslah efektif dan merata untuk jangka pendek
dan efisien untuk jangka panjang, untuk menjamin investasi dan alokasi
sumber-sumber (resources allocation)
Perbedaan mendasar antara “pemasaran komersil” dan “pemasaran sosial”, menurut
Andreason dalam Rosilowati (2008), adalah pada prinsip “4P” yang dikenal sebagai marketing
mix. Di dunia bisnis “4P”, adalah promotion (promosi), price (harga), product (produk) dan
place (tempat). Harga adalah biaya
yang digunakan untuk merubah kebiasaan,
kepercayaan/keyakinan, waktu atau uang yang dikeluarkan oleh sasaran untuk memenui
2
kebutuhan. Tempat adalah lokasi atau media yang digunakan untuk menyampaikan pesan
epada sasaran. Promosi adalah media atau pesan yang dapat menarik sasaran kepada produk
yang ditawarkan. Mengutip pendapat John Shewchuk (1994), produk dalam pemasaran sosial
adalah ide, keyakinan atau perilaku yang diterima, diadopsi atau diubah oleh sasaran untuk
memenuhi kebutuhannya
Di dalam pemasaran sosial ada dua hal lain yang membuat berbeda, yaitu adanya
partnership (kemitraan) dan policy (kebijakan) (Rosilowati: 2008). Praktik pemasaran sosial
tak ada artinya apabila kemitraan tidak dijadikan tujuan organisasi. Penekanannya adalah pada
masyarakat luas, langsung mempengaruhi perilaku dan kebutuhan atau kepentingan target
sasaran sebagai dasar pertimbangan. Pemasaran sosial menjadi tidak berarti apabila tidak
diikuti dengan upaya mendorong tersusunnya sebuah kebijakan (Andreason dalam Rosilowati,
2008).
C. Prinsip-prinsip pemasaran sosial dalam Penyuluhan Kehutanan
Menurut Margono dalam Alim (2010), “inti dari kegiatan penyuluhan adalah untuk
memberdayakan masyarakat”. Pemberdayaan masyarakat ini bertujuan untuk memperkuat
kemampuan pelaku utama dan pelaku usaha kehutanan agar mereka dapat berpartisipasi aktif
di dalam penyelenggaraan pembangunan kehutanan. Guna mencapai hal tersebut,
penyelenggaraan penyuluhan kehutanan harus dapat menawarkan program, teknologi dan
informasi yang dapat diadopsi oleh pelaku utama dan pelaku usaha.
Seringkali pesan-pesan penyuluhan kehutanan tentang kelestarian hutan seringkali
tidak mendapat tanggapan dari masyarakat. Hal ini berkaitan dengan perbedaan persepsi
antara pemerintah dan masyarakat tentang fungsi hutan. Agar terjadi kesamaan persepsi,
kegiatan penyuluhan kehutanan harus mencari pendekatan yang dapat mengubah persepsi
masyarakat tentang fungsi hutan. Sebagian besar penelitian dalam perubahan perilaku
menyatakan bahwa manusia pada umumnya tidak mau berubah dan tidak mau diperintah.
(Hoffman: 2008)
Agar pesan-pesan penyuluhan kehutanan dapat diadopsi oleh sasaran, maka perlu
dilakukan pengkajian terhadap hal-hal yang menghambat perubahan perilaku sasaran
penyuluhan. Dalam hal ini, pendekatan pemasaran sosial dapat digunakan dalam mengkaji
hal-hal yang menghambat perubahan perilaku.
3
Berkenaan dengan pendekatan pemasaran sosial, maka perlu diperhatikan bahwa
apapun pesan, ide, atau inovasi yang ditawarkan akan memperoleh dua jenis tanggapan dari
sasaran suluh yaitu yang setuju dan menolak. Untuk itu, dengan mengutip pendapat Jeffrey R
Hoofman (2008), kegiatan penyuluhan dengan pendekatan pemasaran sosial harus dapat : “1)
meyakinkan bahwa permasalahan sesuai dengan sasaran, 2) mengidentifikasi keengganan
untuk berubah, 3) membuat pesan-pesan dapat diingat dan menumbuhkan semangat, 4)
mengetahui cara mengukur keberhasilan”.
Selain memperhatikan hal-hal tersebut, penerapan prinsip-prinsip pemasaran sosial
dalam penyuluhan kehutanan memerlukan pemikiran lebih lanjut. Pertama produk atau pesan
penyuluhan kehutanan harus dapat memenuhi kebutuhan sasaran suluh baik pelaku utamam
maupun pelaku usaha kehutanan. Pesan-pesan penyuluhan kehutanan baik berupa teknologi
kehutanan maupun ide harus dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian
hutan tetap terjaga.
Kedua, biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat (uang, waktu, dan tenaga) untuk
menerima dan mengadopsi pesan penyuluhan kehutanan dapat memberikan keuntungan yang
mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini berarti bahwa inovasi yang melekat
pada penyuluhan kehutanan harus mampu memberikan keuntungan bagi para sasaran suluh
seperti penyuluhan tentang agroforestry, hutan rakyat, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu.
Disamping itu, penyuluhan kehutanan juga harus mampu memberikan solusi dalam
pemasaran.
Ketiga, berkaitan dengan promosi dan tempat, agar kegiatan penyuluhan kehutanan
dapat diterima oleh sasaran suluh maka pesan dan media harus sesuai dengan karakteristik
sasaran suluh. Pesan penyuluhan yang disampaikan harus disesuaikan dengan kebutuhan
sasaran suluh. Penggunaan media dan tempat disesuaikan dengan kemampuan sasaran suluh
dilihat dari tingkat pengetahuan, lokasi geografis dan nilai/budaya.
Keempat, kegiatan penyuluhan kehutanan harus dapat meningkatkan jaringan
kemitraan diantara sasaran suluh baik ditingkat individu, kelompok dan masyarakat secara
keseluruhan.Selanjutnya kegiatan penyuluhan juga harus didukung oleh kebijakan pemerintah
(Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) yang dapat mewujudkan kesejahteraan
masyrakat dan kelestarian hutan. Langkah selanjutnya dalam penggunaan prinsip-prinsip
pemasaran sosial adalah melakukan analisis situasi. Analisis situasi ini dilkukan agar program
4
penyuluhan kehutanan yang tertuang di dalam programa penyuluhan kehutanan sesuai dengan
kebutuhan sasaran suluh dan mendukung tercapainya visi penyelenggaraan pembangunan
kehutanan.
D. Penutup
Penyelenggaraan penyuluhan kehutanan memerlukan pendekatan-pendekatan alternatif
untuk mewujudkan pembangunan nasional bidang kehutanan. Salah satu pendekatan yang
dapat digunakan di dalam penyelenggaraan penyuluhan kehutanan adalah pendekatan
pemasaran sosial. Pendekatan ini memandang penyelenggaran penyuluhan kehutanan sebagai
sebuah proses pemasaran sehingga harus memperhatikan prinsip dasar pemasaran. Pendekatan
pemasaran sosial menuntut modifikasi pesan-pesan penyuluhan kehutanan berkaitan dengan
produk, harga, promosi dan tempat. Pesan atau materi penyuluhan kehutanan harus mampu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga hutan tetap lestari.
Penerapan pemasaran sosial di dalam penyelenggaraan penyuluhan kehutanan
mensyaratkan tersedianya sumberdaya manusia dan organisasi penyuluhan yang mampu
memberdayakan masyarakat (pelaku utama dan pelaku usaha kehutanan). Pemberdayaan
masyarakat ini diharapkan dapat meningkatkan peran serta masyarakat di dalam pembangunan
bidang kehutanan untuk mewujudkan kelestarian hutan bagi kesejahteraan masyarakat yang
berkeadilan.
DAFTAR PUSTAKA
Alim, Syahirul. 2010. “Bahan Ajar Penyuluhan Pertanian(Peternakan)”. Jatinangor:
Laboratorium Sosiologi dan Penyuluhan, Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran.
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/02/penyuluhan_pertanian.pdf
diakses Januari 2014.
Anonim. 2010. Dasar-dasar Penyuluhan Pertanian, Modul Diklat Fungsional Penyuluh
Pertanian Ahli. Jakarta: Badan Pengembangan SDM Pertanian, Departemen Pertanian.
Anonim. 2015. “Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : P.39/MenlhkSetjen/2015 tentang Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Tahun 2015 – 2019”.
5
Hoffman, Jeffrey R.2008. Bringing ”Out of Sight, Out of Mind” To The Top of One’s Mind
Using Social Merketing for Water Source Protection.Small Flows Magazine, Spring
Summer 2008, Vol 9, Number1.
http://www.nsfc.wvu.edu/smart/training/toolkit/page3/
social_marketing/SFspsu08_SocialMarketing.pdf diakses tanggal 18-11-2008
Istiyanto, S Bekti.2008. Social Marekting ( Pemasaran Sosial ).
http://sbektiistiyanto.files.wordpress.com/2008/10/ pemasaran-sosial-kes.ppt. diakses
tanggal 18-11-2008.
Lumintang, Richard WE.2003. “Peran Manajemen dalam Penyuluhan”.Membentuk Pola
Perilaku Manusia Pembangunan. Yustina, Ida dan Sudradjat, Adjat (ed).IPB Press :
Bogor.
Shaw, Bret. 2008. Community-based Social Marketing: Focus on Behavior Change. U.W.Extension, Environmental Resource Center, Department of Life Sciences
Communication.
http://www.uwex.edu/ces/depthead/conference/documents/17.pdf diakses tanggal 1811-2008
Shewchuk, John.1994. Social Marketing For Organizations.
http://www.omafra.gov.on.ca/ english/rural/facts/92-097.htm diakses tanggal 18-112008, 22.25
6
Penyuluh Kehutanan Swasta, Potensi Yang Perlu Digali
Guna Pemberdayaan Masyarakat
Oleh: Ryke L.S. Siswari
Sesuai dengan pasal 20 Undang-undang No 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, penyuluhan dilakukan oleh Penyuluh Pegawai
Negeri Sipil (PNS), Penyuluh Swasta dan Penyuluh Swadaya. Untuk sektor kehutanan,
penyuluhan dilaksanakan oleh Penyuluh Kehutanan PNS, Penyuluh Kehutanan Swasta
(PKS) dan Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM). Penyuluhan oleh PKS dan
PKSM ini telah diatur melalui Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P42/ Menhut-II/2012
yang direvisi dengan Peraturan Menteri LIngkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P 76/
Menlhk/Setjen/Kum.1/ 2016 tentang Penyuluh Kehutanan Swasta dan Penyuluh
Swadaya Masyarakat.
Dalam peraturan tersebut, yang dimaksud dengan PKS adalah penyuluh yang berasal
dari dunia usaha dan/atau lembaga yang mempunyai kompetensi dalam bidang
penyuluhan. Secara resmi, PKS dicanangkan oleh Menteri Kehutanan pada tahun 2012
bersamaan dengan pelatihan 50 PKS yang berasal dari Jawa dan Luar Jawa.
PKS inilah yang diharapkan melakukan kegiatan penyuluhan di dalam kawasan yang
dikelola oleh para pemegang ijin, karena PK-PNS dan PKSM lebih banyak berkiprah dan
melaksanakan kegiatannya di luar kawasan serta di kawasan konsevasi.
PKS diperlukan terutama dalam perannya guna menjembatani kesenjangan akses
pengelolaan sumber daya hutan antara perusahaan dengan masyarakat, konflik antara
perusahaan dan masyarakat di sekitar hutan dan juga menyambungkan programprogram pemerintah dalam pembangunan kehutanan dengan masyarakat di sekitar
hutan.
Peran PKS ini sangat penting bila dikaitkan dengan pemberdayaan masyarakat di sekitar
hutan yang menjadi salah satu prioritas pembangunan kehutanan. Terkait hal tersebut,
dalam Perturan Menteri Kehutanan Nomor P 83/MenLHK/Setjen/Kum.1/10/2016
tentang Perhutanan Sosial disebutkan bahwa Pengelola hutan dan Pemegang Ijin wajib
melaksanakan pemberdayaan masyarakat setempat yang terdpat di sekitarnya melalui
kemitraan kehutanan. Di dalamnya juga disebut bahwa kemitraan yang wajib difasilitasi
oleh instansi/lembaga yang membidangi kehutanan dapat dibantu antara lain oleh
Penyuluh .
Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat di dalam kawasan yang didamping oleh PKS
(Dok. Perhutani dan PT Arara Abadi)
Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang PKS dan PKSM
disebutkan bahwa setiap pelaku usaha di bidang kehutanan yang kegiatan/usahanya
berkaitan langsung dengan masyarakat wajib memiliki dan/atau menugaskan karyawan
sebagai PKS paling sedikit 2 (dua) orang. Dalam peraturan tersebut juga disebutkan
bahwa tugas PKS adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
menyiapkan, melaksanakan, mengembangkan kegiatan penyuluhan kehutanan;
menyusun rencana kegiatan penyuluhan kehutanan;
melaksanakan kegiatan penyuluhan kehutanan secara mandiri;
berperanaktif menumbuhkembangkan kegiatan penyuluhan kehutanan;
menyampaikan informasi dan teknologi baru dan tepat guna kepada pelaku utama;
dan
6. mengolah data hasil lapangan untuk dijadikan program dan metode penyuluhan
kehutanan
Pada kenyataannya, setelah pencanangan PKS pada tahun 2012, belum ada
perkembangan PKS meskipun tugas dan fungsi penyuluhannya tetap dilakukan. Istilah
bagi PKS pun sangat beragam. Sesuai Peraturan Menteri Kehutanan No P 54/MenhutII/2014, fungsi penyuluhan pada Pemegang Ijin Usaha Pemanfasatan Hutan dipegang
oleh Tenaga Teknis Pengelolaan Hutan Lestari Pembinaan Hutan (GANISPHPL-BINHUT)
dan Tenaga Tehnis Pengelolaan Hutan Lestari Pemandu Wisata (GANISPHPLPEMANTA). Selain oleh GANISPHPL-BINHUT dan GANISPHPL-PEMANTA, fungsi
penyuluhan juga dilakukan oleh Community Development officer (CDO), Community
Investment Distric dan Community Investment Superintendent. Di Jawa, dalam hal ini
pada lingkup Perum Perhutani, fungsi penyuluhan dilaksanakan oleh Kepala Sub Seksi
PHBM, Mandor Pendamping PHBM dan Tenaga Pendamping Masyarakat (TPM).
Dalam Peraturan Menteri Lingkungan hidup dan Kehutanan mengenai PKS dan PKSM,
Kelembagaan PKS
berbentuk organisasi profesi, perkumpulan, yayasan, forum,
jaringan dan lainnya yang dapat merupakan bagian organisasi pelaku usaha atau
gabungan dari beberapa pelaku usaha yang membentukkelembagaan PKS
tersendiri.Kelembagaan ini dapat berkedudukan di Provinsi atau Kabupaten/Kota.
Kelembagaan ini bertanggungjawab kepada istansi pelakssana penyuluhan provinsi.
Pemerintah dapat memfasilitasi kelembagaan penyuluhan PKS ini dengan pelatihan,
materi penyuluhan serta pemanfaatan sarana dan prasrana penyuluhan.
Kelembagaan PKS baru terbentuk pada Temu Teknis PKS bulan September 2016 dalam
bentuk Forum Penyuluh Kehutanan Swasta Nasional. Dengan demikian Forum PKS
Naional ini belum sepenuhnya berfungsi. Namun demikian, sebagian tugas dan
fungsinya tetap dilaksanakan oleh pelaku usaha umumnya melalui bagian/divisi yang
menangani pemberdayaan masyarakat dengan bentuk yang sangat beragam.
Penetapan PKS
Alur Penetapan PKS sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
tentang PKS dan PKSM adalah sebgai berikut:
Prosedur Penetapan PKS
1
•IDENTIFIKASI
CALON PKS
2
•PENILAIAN
PELAKU USAHA &
ATAU LEMBAGA
YANG MEMPUNYAI
KOMPETENSI
BIDANG
PENYULUHAN
KEHUTANAN
1
2
•PENETAPAN
•PELAPORAN
KEMEN LHK C.Q.
PUSAT
PENYULUHAN
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, sampai saat ini belum ada penetapan PKS
secara khusus, meskipun dalam perusahaan-perusahaan ppemegang ijin bidang
kehutanan fungsi PKS tetap dilaksanakan oleh GANISPHPL-BINHUT, Community
Development officer (CDO), Community Investment Distric (CID), Community
Investment Superintendent (CIS), Kepala Sub Seksi PHBM, Mandor Pendamping PHBM
maupun TPM.
Pengangkatan GANISPHPL- BINHUT ditetapkan oleh Kepala Balai Pemantauan
Pemanfaatan Hutan Produksi atas nama Direktur Jenderal PHPL. Sedangkan untuk
CDO, CID dan CISditetapkan oleh masing-masing perusahaan.
Di Perum Perhutani, KSS PHBM adalah jabatan yang terdapat dalam struktur organisasi
setiap KPH dan ditetapkan oleh Direksi. Sedangkan Penetapan Mandor Pdendamping
PHBM ditetapkan melalui Keputusan Administratur/KKPH setempat dan merupakan
tugas tambahan dalam artian Mandor PHBM bukan merupakan jabatan khusus yang
ada dalam struktur organisasi Perum Perhutani. Tenaga Pendamping Masyarakat (TPM)
ditetapkan melalui kontrak kerja sama antara Administratur/KKPH dengan Lembaga
Swadaya Masyarakat.
Jumlah, Penyebaran dan Kapasitas PKS
Data lengkap mengenai jumlah dan penyebaran PKS belum diketahui dengan pasti.
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal PHPL Nomor P.16/PGHPL-IPHH/2015 dengan
luasan konsesi yang dikelola oleh para pemegang ijin di luar Perum Perhutani, data
GANISPHPL-BINHUT dibandingkan kondisi riilnya dapat dilihat dalam gambar berikut :
Data Sebaran GANISPHPL-BINHUT
1200
1000
800
600
400
200
0
Potensi
Jumlah Riil
(Sumber data : Direktorat Iuran dan Peredaran Hasil Hutan, 2016)
Sedangkan sebaran PKS pada Perum Perhutani per Divisi Regional adalah sebagai
berikut :
Sebaran PKS pada Perum Perhutani
NO
DIVRE
1.
2.
3.
Jateng
Jatim
Jabar & Banten
Jumlah
KSS
PHBM
20
23
14
57
MANDOR
PHBM
1.744
269
347
2.360
TPM
52
71
28
151
JUMLAH
1.816
363
389
2.658
(Sumber Data: Perum Perhutani, 2016)
Jumlah dan sebaran PKS lain yaitu Community Development officer, Community
Investment Distric, Community Investment Superintendent, belum terdata dengan
akurat.
Secara umum, PKS (dalam hal ini GANISPHPL-BINHUT, Community Development
officer, Community Investment Distric, Community Investment Superintendent, Kepala
Sub Seksi PHBM serta Mandor Pendamping PHBM), belum banyak memperoleh
pelatihan yang dibutuhkan khususnya mengenai pendampingan pemberdayaan
masyarakat. Dari hasil diskusi dan sharing pengalaman pada Temu Teknis PKS yang
diselenggarakan pada bulan September 2016 juga diketahui bahwa pelatihan teknis
bagi PKS juga masih belum memadai.
Beberapa perusahaan besar seperti PT Riau Andalan Pulp and Paperdan PT Arara Abadi
di Sumatar, PT Wana Hijau Pesugihan di Kalimantan, serta Perum Perhutani di Jawa
memang telah melakukan pelatihan-pelatihan pendampingan bagi petugasnya. Namun
lebih banyak perusahaan yang belum melakukannya.
Pelaksanaan Kegiatan
1. Jawa
Di Jawa, dalam hal ini di Perum Perhutani, kegiatan PKS sudah lebih jelas dan
terstruktur terutama dalam pendampingan Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat (PHBM). PHBM sendiri merupakan suatu sistem pengelolaan hutan oleh
Perum Perhutani dalam wilayah kerjanya yang dilaksanakan dengan pola kemitraan
bersama Desa yang oleh Desa didelegasikan kepada Lembaga Masyarakat Desa Hutan
(LMDH) dan dapat melibatkan pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya, sehingga
keberlanjutan fungsi dan manfaat hutan dapat diwujudkan secara optimal dan
proporsional.
PHBM ini dilaksanakan oleh Lembaga Masyarakat Desa Hutan setempat dengan
didampingi oleh Mandor Pendamping PHBM sebagai PKS.Dalam hal ini PKS melakukan
pendampingan sejak perencanaan, pelaksanaan kegiatan PHBM yang dilakukan
oleh LMDH hingga monitoring dan evaluasinya.
Penanaman kopi di bawah tegakan oleh LMDH dengan dampingan Mandor PHBM di areal Perhutani
(dok. Perhutani)
Dalam penyelenggaran PHBM, koordinasi juga dilakukan dengan para pihak terkait seperti
Dinas Kehutanan, Dinas Pertanian, Lembaga Pemerintahan Desa, LSM dan yang lain.
Koordinasi dilakukan dalam rangka penyamaan persepsi dan sinergitas program dan
kegiatan.PKS juga melakukan koordinasi dan penyuluhan bersamna dengan PK PNS
dalam berbagai kegiatan.
Penjenjangan karier PKS secara khusus tidak ada, namum sesuai dengan evaluasi
kinerjanya PKS dapat diikutkan pelatihan untuk penjejangan jabatan struktural di lingkup
Perum Perhutani.
Pembinaan PKS oleh Perum Perhutani dilakukan melalui:
a. penyegaran pendampingan masyarakat yang secara rutin dilakukan oleh masingmasing KPH setiap 3 bulan sekali
b. pelatihan-pelatihan teknis terkait pengelolaan hutan
2. Luar Jawa
Salah satu penyelenggaran penyuluhan oleh PKS di Luar Jawa adalah yang
dilakukan oleh PT Riau Andalan Pulp and Paper di Riau. PT RAPP membebankan
tugas penyuluhan sebagai bagian dari tugas para CDO yang ditempatkan di desa-
desa yang berdekatan dengan satuan pengelolaan HTInya. Satu orang CDO
mendampinbgi masyarakat di 1 sampai 4 desa. Salah satu sarana penyuluhan
yang dimiliki PT RAPP adalah adanya lokasi percontohan pertanian
terpadu.Percontohan didisain memiliki petak-petak tanaman sayuran, kolam ikan
patin dan baung, kandang ternak sapi dan tempat pembuatan kompos. Sarana ini
digunakan untuk pelatihan bagi petani binaan yang saat ini telah terbentuk
sebanyak 134 kelompok dengan jumlah anggota sekitar 3.236 orang yang
tersebar di 57 desa.
Permasalahan
Sebagaimana telah disebutkan, penetapan PKS secara khusus memang belum ada.
Dari Temu Teknis PKS 2016, diperoleh masukan bahwa penetapan PKS oleh
perusahaan sesuai dengan Peraturan Menteri LHK Nomor P 76/ Menlhk/Setjen/Kum.1/
2016 dirasa kurang tepat. Sebaiknya perusahaan hanya mengusulkan calon PKS dari
perusahaannya sesuai kualifikasi untuk ditetapkan sebagai PKS oleh Kementerian LHK.
Legalitas dan pengakuan oleh kementerian LHK ini selain memberikan prestise
tersendiri bagi yang bersangkutan juga akan mepermudah untuk berkoordinasi dan
bersinergi dengan PK-PNS maupun instansi penyelenggara/pelaksana penyuluhan di
daerah. Hal ini juga akan mempermudah pembinaan maupun fasilitasi berupa
pelatihan, pemanfaatan sarana dan prasarana penyuluhan oleh instansi Pembina baik
di pusat maupun daerah.
Secara umum, perusahaan-perusahaan tersebut juga belum sepenuhnya memahami
peraturan mengenai PKS dan PKSM maupun program penyuluhan nasional. Kegiatan
penyuluhan dilakukan sebagai bagian dari Community Development yang memang
menjadi kewajiban. Koordinasi dengan instansi penyelenggara/pelaksana penyuluhan
maupun PK PNS masih belum intens. Demikian juga materi-materi penyuluhan maupun
pembinaan langsung dari pemerintah maupun pemerintah provisi dan kabupaten/kota
belum banyak diterima.
Penutup
Keberadan PKS, dalam hal ini GANISPHPL-BINHUT, Community Development officer,
Community Investment Distric, Community Investment Superintendent, Kepala Sub
Seksi PHBM serta Mandor Pendamping PHBM, merupakan potensi yang dapat
dimanfaatakan dalam pemberdayaan masyarakat terutama di kawasan hutan yang
tidak terjangkau oleh PKS maupun PKSM. Di sini PKS dapat berperan dalam
menjembatani kesenjangan akses pengelolaan sumber daya hutan antara perusahaan
dengan masyarakat, konflik antara perusahaan dan masyarakat di sekitar hutan dan
juga menyambungkan program-program pemerintah dalam pembangunan kehutanan
dengan masyarakat di sekitar hutan.
Untuk mengoptimalkan pemanfaatan PKS tersebut, yang pertama harus dilakukan
adalah menetapkan legalitas PKS yang selama ini belum dilakukan. Berikutnya adalah
menguatkan kelmbagaan PKS yang terbentuk pada bulan September 2016 dengan
mulai memerankannya sesuai dengan fungsi, membantu mensosialisisakan kepada
seluruh pemegang ijin bidang kehutanan dan memberikan peluang agar bisa bersinergi
dengan instansi penyelenggara penyuluhan pusat dan daerah dalam melaksanakan
program dan kegiatan.
Kapasitas PKS juga perlu ditingkatkan melalui fasilitasi pelatihan ilmu penyuluhan,
pendampingan, teknis kehutanan, pertanian dan pengembangan usaha masyarakat.
Pelatihan-pelatihan ini dapat dilakukan oleh istansi penyelenggara penyuluhamn
maupun bekerjasama dengan pelaku usaha dalam hal ini perusahaan dimana PKS
bekerja.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan penyelenggaraan penyuluhan dan
pemberdayaan masyarakat akan lebih optimal sehingga “hutan lestari masyarakat
sejahtera” tidak akan menjadi sekedar slogan saja.
Download