Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. ABSTRAKSI Peristiwa incest telah terjadi sejak dulu kala. Dalam sejarah dicatat rajaraja Mesir kuno dan putra-putrinya kerap kali melakukan tingkah laku incest dengan motif tertentu, sangat mungkin bertujuan untuk meningkatkan dan kualitas generasi penerusnya. Pasca Invasi Alexander the Great (Iskandar Zulkarnain) para bangsawan Mesir banyak yang melakukan perkawinan dengan saudara kandung dengan maksud untuk mendapatkan keturunan berdarah murni dan melanggengkan kekuasaan. Contoh yang terdokumentasi adalah perkawinan Ptolemeus II dengan saudara perempuannya, Elsione. Beberapa ahli berpendapat, tindakan seperti ini juga biasa dilakukan kalangan orang biasa. Toleransi semacam ini didasarkan pada Mitologi Mesir Kuno tentang perkawinan Dewa Osiris dengan saudaranya, Dewi Isis. Sedangkan dalam mitologi Yunani kuno ada kisah Dewa Zeus yang kawin dengan Hera, yang merupakan kakak kandungnya sendiri. Incest (hubungan seksual yang dilakukan oleh individu didalam sebuah keluarga dengan anggota keluarga lainnya, baik itu ayah dengan anak, ibu dengan anak, kakek dengan cucu, kakak dengan adik) sebagian termasuk kedalam kejahatan atau penganiayaan seksual, dimana perilaku seksual yang dilakukan dapat berupa penganiayaan secara fisik maupun non fisik, oleh orang yang lebih tua atau memiliki kekuasaan yang bertujuan untuk memuaskan hasrat seksual pelakunya. Penyebab atau pemicu timbulnya incest salah satunya adalah karena pengaruh aspek struktural, yakni situasi dalam masyarakat yang semakin kompleks. Kompleksitas situasi menyebabkan ketidakberdayaan pada diri individu. Khususnya apabila ia seorang laki-laki (notabene cenderung dianggap dan menganggap diri lebih berkuasa) akan sangat terguncang, dan menimbulkan ketidakseimbangan mental-psikologis. Permasalahan dalam skripsi ini mengenai hubungan seksual sedarah atau incest yang dilakukan ayah kandung terhadap anak kandungnya dan faktor penyebab terjadinya incest tersebut. Penelitian ini dilakukan di PN Mataram, data yang diambil adalah data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diambil dari PN Mataram sedangkan data sekunder diambil dari berbagai literatur bahan kepustakaan, peraturan Perundang-undangan yang masih berlaku. Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ................................................................................ ABSTRAKSI .............................................................................................. DAFTAR ISI .............................................................................................. BAB I : PENDAHULUAN ..................................................................... 1 A. Latar Belakang ..................................................................... 1 B. Permasalahan ....................................................................... 7 C. Keaslian Penulisan ............................................................... 8 D. Tujuan Penulisan ................................................................. 8 E. Manfaat Penulisan ............................................................... 8 F. Tinjauan Kepustakaan .......................................................... 8 1. Pengertian Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Menurut Para Ahli Kriminologi .................................................... 8 2. Ruang Lingkup Hubungan Sedarah ................................ 13 3. Pengertian dan Batasan Umur Anak ............................... 15 G. Metode Penelitian ................................................................ 27 H. Sistematika Penulisan .......................................................... 29 BAB II : PENGATURAN INCEST DALAM BERBAGAI PERATURAN HUKUM ................................................................................... 30 A. Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Ditinjau dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ............................. 30 B. Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Ditinjau dari Hukum Islam .................................................................................... 43 Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. BAB III : FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA HUBUNGAN DAN AKIBAT SEKSUAL DARI SEDARAH (INCEST) .................................................................................. 49 1. Faktor-faktor Penyebab ........................................................ 49 2. Akibat dari Terjadinya Incest ............................................... 59 3. Upaya-upaya Penanggulangan dari Hubungan Seksual Sedarah ................................................................................ 63 a. Upaya Preventif ............................................................. 63 b. Upaya Represif .............................................................. 65 BAB IV : PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH PENANGGULANGAN (INCEST) DARI DAN TERJADINYA UPAYA KASUS INCEST ..................................................................................... 70 A. Kasus dan Analisa Kasus ..................................................... 70 Kasus ................................................................................... 70 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 78 A. Kesimpulan .......................................................................... 78 B. Saran ................................................................................... 81 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 82 LAMPIRAN-LAMPIRAN Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peristiwa incest telah terjadi sejak dulu kala. Dalam sejarah dicatat rajaraja Mesir kuno dan putra-putrinya kerap kali melakukan tingkah laku incest dengan motif tertentu, sangat mungkin bertujuan untuk meningkatkan dan kualitas generasi penerusnya. Pasca Invasi Alexander the Great (Iskandar Zulkarnain) para bangsawan Mesir banyak yang melakukan perkawinan dengan saudara kandung dengan maksud untuk mendapatkan keturunan berdarah murni dan melanggengkan kekuasaan. Contoh yang terdokumentasi adalah perkawinan Ptolemeus II dengan saudara perempuannya, Elsione. Beberapa ahli berpendapat, tindakan seperti ini juga biasa dilakukan kalangan orang biasa. Toleransi semacam ini didasarkan pada Mitologi Mesir Kuno tentang perkawinan Dewa Osiris 1 dengan saudaranya, Dewi Isis. Sedangkan dalam mitologi Yunani kuno ada kisah Dewa Zeus yang kawin dengan Hera, yang merupakan kakak kandungnya sendiri. Incest (hubungan seksual yang dilakukan oleh individu didalam sebuah keluarga dengan anggota keluarga lainnya, baik itu ayah dengan anak, ibu dengan anak, kakek dengan cucu, kakak dengan adik) sebagian termasuk kedalam kejahatan atau penganiayaan seksual, dimana perilaku seksual yang dilakukan dapat berupa penganiayaan secara fisik maupun non fisik, oleh orang yang lebih tua atau memiliki kekuasaan yang bertujuan untuk memuaskan hasrat seksual pelakunya. 1 http://id.answers.yahoo.com/question/index?gid= tgl. 12 Januari 2009 Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. Studi yang dilakukan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa Timur (2000), berhasil mengungkap bahwa pelaku tindak perkosaan ternyata tidak selalu penjahat atau preman kambuhan atau orang yang tidak dikenal korban, tapi acap kali pelakunya adalah orang yang sudah dikenal baik oleh korban, entah itu tetangga, saudara, kerabat, guru, atau bahkan kakek atau ayah kandung korban sendiri. Kisah-kisah tentang incest ini bukan hanya pada mitologi saja, tapi bahkan ada juga yang tercatat dalam kitab suci beberapa agama. Dalam kitab agama Kristen misalnya banyak sekali dikisahkan peristiwa incest yang bahkan sangat tidak masuk akal seperti kisah incest yang melibatkan beberapa orang Nabi beserta keluarganya. Dan masih banyak lagi kisah tentang incest lainnya yang dapat kita temukan dalam Alkitab (Bible) yang konon bukan hanya melibatkan manusia biasa tapi juga melibatkan orang-orang pilihan Tuhan. Khalil Gibran dalam bukunya yang fenomenal, Sang Nabi, menggambarkan bagaimana orang tua seharusnya mengasihi karunia Tuhan yang sangat berharga yang disebut anak-anak. Segala perhatian dan bimbingan serta kasih sayang sudah sepantasnya dicurahkan kepada mereka, karena anak bukanlah manusia dewasa dalam bentuk mini, dunia anak berbeda dengan dunia orang dewasa, anak mempunyai alam pikiran, perasaan dan kemauan sendiri (Aminah Azis 1998). 2 Di Indonesia sendiri sampai saat ini perilaku incest masih ada pada kelompok masyarakat tertentu, seperti suku Polahi di Kabupaten Polahi, Sulawesi, 2 Aminah Azis. Aspek Hukum Perlindungan Anak. USU Press, Medan, 1998. hal. 4. Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. dimana praktek hubungan incest banyak terjadi. Perkawinan sesama saudara adalah hal yang wajar dan biasa di kalangan suku Polahi. Incest akan dapat terjadi karena banyak faktor yang mempengaruhinya, baik itu secara internal dan eksternal. Kasus incest yang terjadi, banyak sekali tidak dilaporkan oleh korban incest. Jika dibandingkan dengan kasus yang terjadi, hal itu tidak sebanding dengan kasus yang terjadi sebenarnya. Karena hal itu dianggap sebagai aib keluarga, apabila diketahui masyarakat umum akan menyebabkan keluarga yang bersangkutan menanggung malu dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Penyebab atau pemicu timbulnya incest salah satunya adalah karena pengaruh aspek struktural, yakni situasi dalam masyarakat yang semakin kompleks. Kompleksitas situasi menyebabkan ketidakberdayaan pada diri individu. Khususnya apabila ia seorang laki-laki (notabene cenderung dianggap dan menganggap diri lebih berkuasa) akan sangat terguncang, dan menimbulkan ketidakseimbangan mental-psikologis. Dalam ketidakberdayaan tersebut, tanpa adanya iman sebagai kekuatan internal/spiritual, seseorang akan dikuasai oleh dorongan primitif, yakni dorongan seksual ataupun agresivitas. Faktor-faktor struktural tersebut antara lain adalah: (1) Konflik budaya. Seperti kita ketahui, perubahan sosial terjadi begitu cepatnya seiring dengan perkembangan teknologi. Alat-alat komunikasi seperti radio, televisi, VCD, HP, koran, dan majalah telah masuk ke seluruh pelosok wilayah Indonesia. Seiring dengan itu masuk pula budaya-budaya baru yang sebetulnya tidak cocok dengan budaya dan norma-norma setempat. Orang dengan mudah mendapat berita kriminal seks melalui tayangan televisi Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. maupun tulisan di koran dan majalah. Juga informasi dan pengalaman pornografi dan berbagai jenis media. Akibatnya, tayangan televisi, VCD, dan berita di koran atau majalah yang sering menampilkan kegiatan seksual incest serta tindak kekerasannya, dapat menjadi model bagi mereka yang tidak bisa mengontrol nafsu birahinya. (2) Kemiskinan. Meskipun incest dapat terjadi dalam segala lapisan ekonomi, secara khusus kondisi kemiskinan merupakan suatu rantai situasi yang sangat potensial menimbulkan incest. Sejak krisis 1998, tingkat kemiskinan di Indonesia semakin tinggi. Banyak keluarga miskin hanya memiliki satu petak rumah. Kita tidak dapat membedakan mana kamar tidur, kamar tamu, atau kamar makan. Rumah yang ada merupakan satu atau dua kamar dengan multi fungsi. Tak pelak lagi, kegiatan seksual terpaksa dilakukan di tempat yang dapat ditonton anggota keluarga lain. Tempat tidur anak dan orangtuanya sering tidak ada batasnya lagi. Ayah yang tak mampu menahan nafsu birahinya mudah terangsang melihat anak perempuannya tidur. Situasi semacam ini memungkinkan untuk terjadinya incest kala ada kesempatan. (3) Pengangguran. Kondisi krisis juga mengakibatkan banyak terjadinya PHK yang berakibat banyak orang yang menganggur. Dalam situasi suit mencari pekerjaan, sementara keluarga butuh makan, tidak jarang suami istri banting tulang bekerja seadanya. Dengan kondisi istri jarang di rumah (apalagi bila menjadi TKW), membuat sang suami kesepian. Mencari hiburan di luar rumah pun butuh biaya. Tidak menutup kemungkinan anak yang sedang dalam kondisi bertumbuh menjadi sasaran pelampiasan nafsu birahi ayahnya. Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. Alasan anggota keluarga yang melakukan incest, seperti pada kasus ini yaitu ayah sebagai pelaku. Ada kemungkinan pelaku mengalami masa kecil yang kurang menyenangkan, latar belakang keluarga yang kurang harmonis, bahkan mungkin saja pelaku merupakan korban penganiayaan seksual di masa kecilnya. Pelaku cenderung memiliki kepribadian yang tidak matang, pasif, dan cenderung tergantung pada orang lain. Ia kurang dapat mengendalikan diri/hasratnya, kurang dapat berfikir secara realistis, cenderung pasif-agresif dalam mengekspresikan emosinya, kurang memiliki rasa percaya diri. Selain itu, kemungkinan pelaku adalah pengguna alkohol atau obat-obatan terlarang lainnya. Sebuah teori psiko-analisa dari Sigmund freud menyebutkan bahwa setiap anak sebenarnya memiliki dorongan seksual terpendam terhadap orangtuanya; begitu pula sebaliknya. Dan hanya karena super-ego orang tua mampu mengontrol dirinya maka tidak terjadi hubungan yang nyata melainkan sebatas melalui fantasi atau impiannya, dalam kasus incest dorongan hormonal yang tinggi serta adanya kesempatan, lemahnya posisi obyek seksual dan ketidakmampuan super-ego mengendalikan diri, adalah beberapa penyebabnya. 3 Ketidakberdayaan korban untuk mengungkapkan kasus incestyang dialaminya disebabkan adanya pengalaman di masyarakat yang menunjukkan bahwa terjadinya kasus incest, adalah kesalahan dan aib si korban, rasa malu yang tinggi sangat menghambat terbukanya kasus incest ini ke permukaan. Korban yang notabene adalah anak perempuan, tidak tahu dan tidak memiliki kapabilitas untuk membuat pengaduan, sistem hukum yang kompleks 3 Forum Keadilan, September 2002, XXI, hal. 51. Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. membuat anak korban incest hanya mampu memendam apa yang telah dialaminya. Hal ini membuat proses hukum terhadap pelaku menjadi terhambat, secara hukum pelaku Incest memang hanya mendapat hukuman yang relatif ringan dibandingkan apa yang telah dialami dan trauma yang ditinggalkan dari perbuatan itu terhadap anak korban incest. Pada Pasal 290, 292 dan 294 KUHP, pelaku hanya diganjar hukuman maksimal 7 tahun penjara, sementara di dalam sidang, Jaksa Penuntut Umum bahkan dapat menuntut hukumannya jauh lebih ringan, dengan hukuman 4 sampai 5 tahun penjara, dengan alasan pelaku sudah mengaku, menyesali perbuatannya dan belum pernah dihukum karena melakukan tindak kejahatan. Lebih diperparah lagi dalam Pasal 168 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana menyebutkan bahwa “Kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini, maka tidak dapat didengar keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi : a. Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa “berkaitan dengan Pasal 168 tersebut, di dalam Pasal 171 bagian (a), dinyatakan “bahwa yang boleh diperiksa untuk memberi keterangan tanpa sumpah ialah anak yang belum cukup limabelas tahun dan belum pernah kawin”, di dalam penjelasan dari Pasal 171 ini disebutkan bahwa mereka tidak dapat dipertanggungjawabkan secara sempurna dalam hukum pidana maka tidak dapat diambil sumpah dalam memberikan keterangan, karena itu keterangan mereka hanya dipakai sebagai petunjuk saja. Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. Jadi ketika korban akan bersaksi, ia tidak mengucapkan sumpah dan apa yang diucapkannya hanyalah sebagai petunjuk saja, maka kesaksiannya lemah, oleh karena itu maka dapat disebutkan bahwa upaya pengaduan yang diajukan korban sabgat sia-sia. Dalam mengatasi incest ini yang sebenarnya kompleks karena menyangkut struktur sosial, budaya, ekonomi, agama dan hukum; sangat diperlukan perhatian dari berbagai pihak; baik keluarga masyarakat dan aparat penegak hukum. Dengan demikian anak-anak sebagai titipan dari Tuhan Yang Maha Kuasa, benar-benar memperoleh haknya sebagai mutiara kehidupan. Adapun skripsi ini berusaha menguraikan lebih lanjut tindak pidana incest, yang akan kita lihat dari segi kriminologinya, sebab-akibat dari para pelaku incest, dan penegakan Hukum Pidana terhadap Tindak Pidana Incest tersebut. B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah : Dan skripsi ini mengambil beberapa permasalahan yang akan diurai dalam topik pembahasan, yaitu sebagai berikut : 2. Bagaimanakah hubungan seksual sedarah (incest) yang dilakukan oleh ayah kandung terhadap anak kandungnya yang ditinjau dari beberapa perspektif Hukum? 3. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya hubungan seksual sedarah (incest) yang dilakukan oleh ayah kandung terhadap anak kandungnya? Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. C. Keaslian Penulisan Dalam menyusun skripsi ini, penulis membuatnya dengan melihat dasardasar yang telah ada, baik melalui literatur yang penulis peroleh dari perpustakaan dan dari media massa, media cetak ataupun elektronik, setelah sebelumnya penulis memeriksa bahwa belum pernah ada judul atau tema yang sama dengan skripsi ini. D. Tujuan Penulisan Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah : 1. Manfaat secara praktis : 1. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab incest. 2. Untuk mengetahui bagaimana upaya pencegahan terjadinya incest. 2. Manfaat secara teoritis : 1. Agar skripsi ini bermanfaat sebagai bahan mencari ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan incest. 2. Agar dapat membantu menambah bahan bagi aparat penegak hukum. E. Manfaat Penulisan Manfaat dari penulisan skripsi ini adalah : 1. Dapat mengetahui faktor penyebab incest 2. Bagaimana hubungan seksual sedarah itu terjadi 3. Dapat mengetahui upaya pencegahan terjadinya incest F. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Incest Menurut Para Ahli Kriminologi b. Hubungan Seksual antara 2 orang saudara kandung (Menurut Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, 1991) Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. c. Incest adalah kekerasan seksual yang terjadi antar anggota keluarga. Pelaku biasanya adalah anggota keluarga yang lebih dewasa dan korban adalah anakanak. Bentuk kekerasan seksual yang termasuk dalam kategori ini adalah yang terberat, karena pertimbangan : a. Bahwa pelaku adalah orang dekat atau keluarga sendiri, sehingga antara korban dan pelaku sangat mungkin untuk selalu saling bertemu satu sama lain dengan seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa diantara keduanya. b. Biasanya incest ini terjadi secara berulang, karena bagi korban, dirinya terjebak dalam dilema, yaitu disatu sisi takut dengan ancaman pelak, dan disisi lain ada perasaan khawatir bila bercerita kepada anggota keluarga yang lain ia tidak akan percaya. Korban incest biasanya adalah anak-anak, karena biasanya perkosaan incest terjadi tanpa ada perlawanan yang berarti dan relatif jarang menimbulkan trauma fisik, karena biasanya anak-anak cenderung menyerah tanpa melawan (karena tidak memahami apa yang terjadi pada dirinya). Sedangkan pelaku kekerasan, biasanya melakukan dengan menggunakan bujukan akan memberi imbalan tertentu, seperti jajanan, permen, atau uang sehingga anak merasa senang. Selain itu, faktor penyebab anak-anak ini menyerah begitu saja adalah orang yang mereka percayai atau mereka sayangi (telah mengenal mereka secara cukup dekat). Incest sudah dikenal sejak dahulu kala, terdapat pada semua kelompok masyarakat, walaupun jenisnya bervariasi sesuai dengan perbedaan zaman dan kelompok masyarakatnya. Sebagai contoh incest diantara saudara sekandung pada Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. keturunan raja-raja Mesir Kuno, Inca, dan Hawaii, kemudian incest antara ayah dan anak yang terjadi pada suku Azande di Afrika. 4 Incest berasal dari bahasa latin Incestus yang berarti tidak suci, tidak senonoh dan Incestare yang berarti menodai atau mengotori. Definisi incest yang diterima masyarakat luas sekarang ini adalah hubungan seks atau aktivitas seksual lainnya antara individu yang mempunyai hubungan dekat, yang perkawinan diantara mereka dilarang oleh hukum maupun kultur.5 Para sarjana mempunyai pendapat sendiri tentang pengertian incest ini, Soerjono Soekanto dan Pudji Santoso (1998) menyebutkan bahwa “Incest atau hubungan sumbang adalah hubungan seksual yang dilakukan dengan kerabat atau keluarga”. Yang berarti bahwa tidak ada batasan tertentu siapa yang disebut sebagai pelaku secara spesifik. Bila telah terjadi hubungan seksual di dalam keluarga, selain yang sepantasnya, maka ia disebut sebagai perilaku incest. Sedangkan Sardjono Dirdjosisworo (1998), menyatakan “Incest adalah perbuatan sumbang atau zinah dengan saudara.” Incest adalah deviasi perilaku dalam bentuk hidup bersama sebagai suami-istri berkenaan dengan hubungan seks antara dua orang yang bersaudara pada tingkat dimana perkawinan diantara kedua orang itu dilarang oleh Pengadilan.” Sardjono Dirdjosisworo kelihatannya lebih menekankan hubungan incest ini terjadi diantara sesama saudara sekandung atau sedarah, tanpa menyinggung hubungan antara orang tua dan anak. Ada juga pendapat yang menyebutkan Incest adalah sebuah hubungan seksual diantara kerabat, yang dipandang umum sebagai kegiatan yang tabu, sejauh ini bentuk umum dari incest adalah hubungan seksual anak laki-laki 4 5 Akademia, Vol. 4 No. 3 Juli 2000, hlm. 1 Ibid, hlm. 1 Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. dengan saudara perempuan, yang diikuti oleh hubungan seksual antara ayah dan anak perempuannya, sedangkan ibu dan anak lelaki jarang. 6 Pendapat John W. Santrock ini hampir mendekati pendapat Sardjono Dirdjosisworo, yang menekankan pada pengertian incest sebagai hubungan seksual antara saudara sekandung, namun pendapat John W. Santrock ini menyebutkan adanya tingkatan definisi incest berdasarkan frekwensi terjadinya yang dimulai dari hubungan antar saudara, diikuti dengan hubungan ayah-anak perempuan, dan akhirnya hubungan yang terjadi antara ibu dan anak laki-laki. Ruth. S. Kempe dan C. Henry Kempe mendefenisikan Incest sebagai hubungan seksual antara anggota keluarga dalam rumah, baik antara kakak-adik kandung atau tiri, ayah-anak kandung, ayah-anak tiri, paman-keponakan kandung atau tiri. 7 Sedangkan pengertian yang lebih luas lagi ialah hubungan seksual yang dilakukan seseorang dalam keluarga atau seseorang yang sudah seperti keluarga, baik laki-laki ataupun perempuan seperti ayah kandung, ayah tiri, ibu dari pacar, saudara laki-laki, saudara tiri, guru, teman, pendeta/ulama, guru, paman atau kakek (Jenny Marsh : 1988). 8 Terdapat lagi tambahan tentang pelaku incest menurut definisi yang dinyatakan oleh Ruth S. Kempe dan C. Henry Kempe ini, adanya pelaku yang disebut Paman, Keponakan adik tiri, anak tiri, dan kakak tiri. Sedangkan Jenny Marsh lebih luas lagi, dengan menyebutkan pelaku seperti guru, teman, pendeta/ulama, kakek bahkan ibu dari pacar yang mewakili pengertian seseorang yang sudah seperti keluarga. 6 John W. Santrock, Psychology: The Science of Mind and Behavior, WCB (WM C. Brown Publisher), 1995. hlm. 503 7 Sulaiman Zuhdi Manik, Penanganan dan Pendampingan Anak Korban Incest, PKPA, 2002. hlm. 37 8 Ibid, hlm. 37 Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. Incest dapat terjadi pada anak laki-laki dan perempuan serta tidak seluruhnya dalam bentuk hubungan seksual dan disertai dengan kekerasan fisik, non fisik atau rayuan untuk membuat korban tidak berdaya sebelum, sesaat dan sesudah kejadian. Incest yang terjadi tanpa unsur kekerasan, paksaan atau rayuan, tapi berdasarkan rasa saling mau atau suka baik untuk menyenangkan suatu pihak maupun untuk memenuhi tujuan seksual kedua belah pihak juga ada. Incest yang bertujuan untuk menyenangkan suatu pihak biasanya terjadi antara anak dengan ayah kandung atau tiri maupun antara anak dengan ibu kandung atau tiri. Dalam kasus ini umumnya anak berada di pihak pemberi atau memperhatikan dan unsur kasihan atau ingin menyenangkan orangtuanya cenderung menjadi factor pendorong, misalnya karena ia tahu ayah atau ibunya tidak lagi dapat berhubungan seksual dengan ibu atau ayahnya karena alasan medis atau factor usia. 9 Mengambil pendapat F. Pribor, “Bahwa perilaku incest merupakan hubungan seksual diantara keluarga yang mempunyai pertalian darah yang dekat. Yang dimaksud pertalian darah yang dekat adalah hubungan antara ayah dan anak perempuannya, antara ibu dan anak laki-lakinya, antara saudara sekandung, antara paman dan keponakan dan antara ayah tiri dan anak tiri. Pengertian incest pada masa sekarang ini telah diperluas lagi meliputi peradaban pada genital, buah dada dan pantat, oral-genital, dan hubungan seksual anal maupun vagina”. Di sini incest meliputi tindakan seksual yang tidak hanya bersifat penetrasi alat seksual 9 Ibid, hlm. 37 Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. secara wajar, namun juga dapat dikatakan kurang wajar, yang meliputi tindakan anal sex, juga tindakan yang bersifat peradaban terhadap daerah-daerah sensitif. Walaupun secara umum incest pada saat sekarang ini telah dianggap sebagai sesuatu yang dilarang oleh masyarakat, atau lazim disebut tabu, namun Robert Master menggambarkan bahwa beberapa bentuk incest di dalam dua puluh masyarakat diakui. Di Amerika Serikat suatu cult, masyarakat Guyon, menegakkan praktek incest dalam keluarga inti. Alasan penerimaan mereka terhadap incest ini adalah bahwa mereka yakin ekspresi seksual tidak perlu ditahan-tahan, dan bahwa suatu hal yang logis, orangtualah yang memperkenalkan seksualitas terhadap anak. 10 Di Amerika Serikat, hampir seluruh Negara bagian mempunyai sanksi criminal terhadap perilaku incest ini, jadi bukanlah suatu kebetulan kalau keberadaan masyarakat ini bersifat rahasia. 11 2. Ruang Lingkup Hubungan Sedarah Banyak faktor yang berperan sebagai penentu larangan incest pada masyarakat kuno atau terbelakang seperti yang terdapat di Azwande, Mesir, Yunani dan lain-lain. Larangan lebih menyeluruh berkembang setelah diterimanya tradisi Yudeo-Kristian. Ahli sosiologi menekankan bahwa faktor sosial yang berperan dalam pencegahan incest, sedangkan ahli Anthropologi memandang bahwa bentuk tabu terhadap incest ditentukan secara cultural dan dipengaruhi oleh bentuk keluarga patriarchaal. 12 10 Haskell/Yablonsky, Crininology, Crime and Criminality, Harper and Row Publisher, New York, 1983, hlm. 251. 11 Ibid. hlm 251 12 Akademia, op.cit. hlm. 2 Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. Incest erat kaitannya dengan perkawinan, di dalam Islam, perkawinan yang dikenal dengan istilah munakahat, telah mempunyai aturan tersendiri. Adanya wanita-wanita yang tidak halal (dilarang) untuk dinikahi – yang disebut muhrim adalah suatu bentuk aturan yang pada dasarnya mencegah jatuhnya martabat manusia sebagai makhluk yang berakal apabila menikahi muhrimnya tersebut. Apabila hal ini dilanggar maka perkawinannya adalah tidak sah dan hubungan mereka tergolong ke dalam zina. Banyak hal yang tidak dapat diterima dengan akal sehat sebagai manusia normal yang bermoral, bila kita perhatikan fakta yang ada di sekitar peristiwa incest. Sebagai contoh bila ditelusuri beberapa bentuk dan jenis incest, juga bila dilihat tentang karakteristik dari incest. Berbicara tentang jenis incest, dari 1025 kasus incest yang terjadi di Amerika Serikat, Bagley menganalisa 425 kasus dan menarik kesimpulan tentang lima jenis perilaku incest, yaitu : 1. Incest fungsional (atau yang terlembaga)……. Sebagai contoh dari incest ini dilihat dari praktek poligami dan perkawinan dengan putri dan saudara perempuan oleh suku Mormon, yang menegaskan beberapa rasionalisasi teologis untuk perilaku ini, praktek itu umum hingga Negara bagian Utah meminta sanksi kriminal terhahap incest dan poligami. 2. Incest yang tiba-tiba atau tidak diorganisir. Jenis ini terjadi dalam komunitaskomunitas yang berada dalam keadaan disorganisasi sosial dan yang terlalu rumit. Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. 3. Incest Patologis, dalam jenis ini satu atau kedua pelaku rusak secara mental atau psikotis. Yang rusak mental adalah ekstrasociental, dalam artian bahwa mereka tidak mampu menginternalisir aturan moral yang melarang incest. 4. Incest melalui fiksasi objek. Jenis ini didasarkan pada objek awal kepuasan seksual. Bila fiksasi objek menimbulkan incest, sumber kepuasan awal selalu anak muda. Dalam usia kemudian, ayah (atau kurang khusus ibu) mengambil anaknya sebagai mitra seksual yang paling menggairahkan. 5. Incest Psikopatic. Incest ini meliputi kasus-kasus dimana mitra dominan adalah personalitas normal dan intelijensi, memiliki mitra yang sudah kawin yang akan memberikan saluran seksual yang normal, akan tetapi masih menghajar anaknya, walaupun sadar perilaku bejat itu salah. Kemungkinan bahwa beberapa dari kasus ini akan diklasifikasikan sebagai “fiksasi objek” jika lebih banyak data yang diperoleh. 13 Dan dari karakteristiknya incest dapat digolongkan menjadi : a. Berdasarkan rasa saling membutuhkan dan saling memuaskan b. Untuk menyenangkan suatu pihak c. Dilakukan untuk mencegah suatu pihak melakukan kekerasan pada pihak lain d. Dilakukan karena tidak berdaya akibat e. Dapat mengetahui upaya pencegahan terjadinya incest 3. Pengertian Anak dan Batasan Umurnya Anak adalah cikal bakal lahirnya suatu generasi baru yang merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. 13 Haskell/Yablonsky, op.cit, hlm. 251-252 Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. Pengertian anak dapat ditinjau dari usia atau dari aspek kejiwaan. Seseorang dapat dikategorikan sebagai anak bila ia berumur antara 8 sampai 17 tahun, bila ditinjau dari batasan usia, sementara dari aspek kejiwaan terdapat pengklasifikasian definisi yang agak rinci dan mempunyai tingkatan yang lebih jelas, yaitu anak, remaja dini, remaja penuh, dewasa muda, dan akhirnya dewasa. 14 Tahapan perkembangan ini berlangsung secara berurutan, terus menerus, dan dalam tempo perkembangan yang tertentu dan bisa berlaku umum. Untuk lebih jelasnya tahapan perkembangan tersebut dapat dilihat pada uraian berikut : masa pra lahir, dimulai saat terjadinya konsepsi-lahir, masa jabang bayi, satu haridua minggu, masa bayi, dua minggu-satu tahun, masa anak, masa anak-anak awal : satu tahun-enam tahun. Hak-hak privilege yang diberikan Negara atau pemerintah yang timbul dari UUD 1945 dan perundang-undangan. 15 Untuk mendekati makna yang benar tentang anak itu sendiri, sangatlah diperlukan suatu pengelompokan pengertian anak, yang dapat kita bagi dari berbagai sudut pandang, seperti dari aspek religius, sosiologis, ekonomi, dan hukum. a. Pengertian anak dari aspek Religius atau agama Pandangan tentang anak yang dibangun oleh sudut pandang agama, dalam hal ini sudut pandang agama Islam, bahwa pengertian anak menurut pandangan Islam adalah sebagai sesuatu yang mulia kedudukannya. Seorang anak dalam pengertian Islam harus diperlakukan secara manusiawi dan diberi pendidikan, 14 Paulus Hadisuprapto, Juvenile Delinquency, Pemahaman dan Penanggulangannya, Citra Bakti, 1997, Bandung, hlm. 3 15 Ibid, hlm. 4-5 Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. pengajaran, keterampilan dari akhlak nul karimah agar anak tersebut kelak dapat bertanggung jawab dalam mensosialisasikan diri untuk memenuhi kebutuhan hidup dari masa depan yang lebih baik. Dalam pengertian Islam anak adalah titipan Allah SWT kepada orangtua, masyarakat, bangsa dan Negara sebagai pewaris dari ajaran Islam yang kelak akan memakmurkan dunia sebagai rahmatan lil alamin. Pengertian ini memberikan hak atau melahirkan hak anak yang harus diakui, diyakini dan diamankan sebagai implementasi amalan yang diterima oleh anak dari orangtua, masyarakat, bangsa dan Negara. b. Pengertian anak dari aspek Sosiologis Dalam aspek sosiologis, kedudukan anak menunjukkan anak sebagai makhluk sosial ciptaan Allah SWT, yang senantiasa berinteraksi dengan lingkungan masyarakat, bangsa dan Negara. Kedudukan anak dalam pengertian ini memposisikan anak sebagai kelompok sosial yang berstatus lebih rendah dari masyarakat di lingkungan tempat berinteraksi. Status sosial yang dimaksud ditujukan pada kemampuan untuk menterjemahkan ilmu dan teknologi sebagai ukuran interaksi yang dibentuk dari esensi-esensi kemampuan komunikasi sosial yang berada pada skala terendah. Pengelompokan pengertian anak dalam makna ini lebih mengarahkan pada perlindungan kodrati karena keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh anak sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana layaknya orang dewasa. Faktor keterbatasan kemampuan dikarenakan anak berada pada proses pertumbuhan, proses belajar, dan proses sosialisasi dari akibat usia yang belum dewasa, Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. disebabkan kemampuan daya nalar (akal) dan kondisi fisik dalam pertumbuhan atau mental spiritual yang berada dibawah kelompok usia dewasa. Sosialisasi hubungan hukum anak dalam pengertian lingkungan sosial dimaksud untuk menjaga ketentuan dalam hal manakah dapat dicabut hak-hak tertentu dari penguasaan orang tua, masyarakat, pemerintah, bangsa dan Negara terhadap anak. c. Pengertian anak dalam aspek Ekonomi Dalam pengertian ekonomi, status anak sering dikelompokkan pada golongan orang yang non produktif. Jika terdapat kemampuan ekonomi yang persuasive dalam kelompok anak, kemampuan tersebut dikarenakan anak mengalami transformasi financial yang disebabkan dari terjadinya interaksi dalam lingkungan keluarga yang berdasarkan nilai kemanusiaan. Kenyataan-kenyataan dalam masyarakat sering memproses anak-anak melakukan kegiatan ekonomi atau kegiatan produksi dapat menghasilkan nilai-nilai ekonomi. Kedudukan pengertian anak dalam bidang ekonomi adalah elemen yang mendasar untuk menciptakan kesejahteraan anak ke dalam satu konsep normatif, agar status anak tidak menjadi korban (victim) dari ketidakmampuan ekonomi keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. d. Pengertian anak dalam aspek hukum Pengertian anak dalam kedudukan hukum meliputi pengertian kedudukan anak dari pandangan sistem hukum atau disebut kedudukan dalam arti khusus sebagai subjek hukum. Kedudukan anak dalam artian dimaksud meliputi ke dalam beberapa sub sistem sebagai berikut : Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. 1. Pengertian anak dalam UUD 1945 Pengertian anak dalam UUD 1945, terdapat di dalam kebijaksanaan Pasal 34 UUD 1945, yang menyebutkan : “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara” Mengandung kekhususan bagi pengelompokan anak-anak yang terlantar dan kemudian dijadikan objek pembangunan, pembinaan, pemeliharaan, dengan tujuan anak-anak tersebut akan dapat menjalani kehidupan yang layak suatu saat. Pasal ini mempunyai makna khusus terhadap pengertian dan status anak dalam bidang politik, karena esensi dasar dari pengelompokan kedudukan anak ini adalah bahwa anak adalah subjek hukum nasional, yang harus dilindungi, dipelihara, dan dibina untuk mencapai kesejahteraan anak. 2. Pengertian anak menurut hukum Perdata Pengertian anak dalam sistem hukum perdata dibentuk dari beberapa aspek keperdataan yang terdapat pada anak sebagai subjek hukum yang tidak mampu. Aspek-aspek tersebut adalah : a. status belum dewasa (batas usia) sebagai subjek hukum b. hak-hak anak di dalam hukum perdata Pengertian anak disini disebutkan dengan istilah “belum dewasa” dan mereka yang berada dalam pengasuhan orangtua dan perwalian. Kedudukan seorang anak akibat belum dewasa, menimbulkan hak-hak anak yang harus direalisasikan dengan ketentuan hukum khusus yang menyangkut urusan hak-hak keperdataan anak tersebut. Hak-hak keperdataan anak dijelaskan dalam Pasal 2 KUH Perdata yang menyebutkan sebagai berikut : Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. “Anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap telah dilahirkan, bilamana kepentingan si anak menghendaki”. 16 Jadi dalam ketentuan hukum perdata, kedudukan anak sangat luas dan mempunyai peranan yang penting, dan ketentuan Hukum Perdata ini juga memberikan perlindungan terhadap hak-hak keperdataan anak, dalam hal ini ada kaitannya dengan masalah pembagian harta warisan. Dengan demikian perlindungan anak dalam hukum perdata tidak hanya dilihat dari lahirnya saja tetapi sejak berada dalam kandungan pun hak-hak anak ini tetap dilindungi. 3. Pengertian anak menurut Hukum Pidana Anak dalam pengertian hukum pidana, lebih diutamakan pemahaman terhadap hak-hak anak yang harus dilindungi, karena secara kodrati memiliki substansi yang lemah dan dalam sistem hukum dipandang sebagai subjek hukum yang dicangkokkan dari bentuk pertanggungjawaban, sebagaimana layaknya seorang subjek hukum normal. Pada hakekatnya kedudukan status pengertian anak dalam hukum pidana meliputi dimensi-dimensi pengertian yaitu : a. Ketidakmampuan untuk bertanggungjawab tindak pidana b. Pengembalian hak-hak anak dengan jalan mensubstitusikan hak-hak anak yang timbul dari lapangan hukum keperdataan, tata negara dengan maksud untuk mensejahterahkan anak c. Rehabilitasi, yaitu anak berhak untuk mendapat proses perbaikan mental spiritual akibat dari tindakan hukum pidana yang dilakukan anak itu sendiri 16 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pradnya Paramitha, Jakarta, 1992. hlm. 3. Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. d. Hak-hak untuk menerima pelayanan dan asuhan e. Hak-hak anak dalam proses hukum acara pidana Dengan demikian di dalam ketentuan Hukum Pidana telah memberikan perlindungan terhadap hak-hak anak yang kehilangan kemerdekaan, karena anak dipandang sebagai subjek hukum yang berada pada usia yang belum dewasa sehingga harus tetap dilindungi segala kepentingan dan perlu mendapatkan hakhak yang khusus yang diberikan oleh Negara atau pemerintah. 4. Pengertian Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang dimaksud Perlindungan Hukum dalam skripsi ini adalah Perlindungan hukum terhadap anak, maka sebelum sampai pada pengertian Perlindungan Hukum terhadap anak, harus pula diketahui apakah yang dimaksud dengan Perlindungan Anak. Perlindungan anak adalah meletakkan hak anak ke dalam status sosial anak dalam kehidupan masyarakat, sebagai bentuk perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan anak yang mengalami masalah sosial. Perlindungan dapat diberikan pada hak-hak dalam berbagai proses edukasional terhadap ketidakpahaman dan ketidakmampuan anak dalam melakukan suatu tugas-tugas sosial kemasyarakatan. Perlindungan anak adalah suatu usaha mengadakan kondisi dan situasi yang memungkinkan pelaksanaan hak dan kewajiban anak secara manusiawi positif. 17 Perlindungan anak adalah merupakan hal yang sangat penting demi terciptanya kontinuitas Negara. Anak adalah cikal bakal suatu generasi manusia, pembangunan manusia Indonesia seutuhnya merupakan hakikat pembangunan 17 Romli Atmasasmita, Peradilan Anak di Indonesia, Mandar Maju. 1997. Bandung. Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. Indonesia, sangat tidak menguntungkan bila terjadi ketidakpedulian terhadap Perlindungan anak. Hal-hal yang tidak menguntungkan itu dapat kita terjemahkan sebagai masalah-masalah yang akan segera muncul; seperti gangguan terhadap penegakan hukum, ketertiban dan keamanan. Bila hal ini terjadi maka pembangunan nasional pun terganggu, maka sudah sepantasnya ada usaha untuk mengadakan atau meningkatkan perlindungan terhadap anak. Tonggak sejarah perhatian terhadap anak dimulai pada tahun 1924, yaitu dengan disahkannya Deklarasi Hak Anak oleh Liga Bangsa-Bangsa; hal itu menunjukkan bahwa memang sangat diperlukan perlindungan dan perlakuan khusus terhadap anak dan diwujudkan pula dengan diterbitkannya Convention on the Rights of the Children, tahun 1989, dan telah diratifikasi oleh 191 negara. 18 Dalam arti luas Perlindungan anak adalah semua usaha yang melindungi anak melaksanakan hak dan kewajibannya secara manusiawi positif. Setiap anak dapat melaksanakan haknya, ini berarti dilindungi untuk memperoleh dan mempertahankan haknya untuk hidup, mempunyai kelangsungan hidup, bertumbuh kembang dan perlindungan dalam pelaksanaan hak dan kewajibannya sendiri dan atau bersama para pelindungnya. 19 Perlindungan hukum bagi anak dapat diartikan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak (fundamental rights and freedom of children). Serta berbagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak. Jadi perlindungan hukum bagi anak 18 19 Kalingga, volume 5 no. 1, Januari 2002, hlm. 2 Romli Atmasasmita, op.cit., hlm. 167 Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. mencakup ruang lingkup yang luas. Perlindungan hukum bagi anak dapat mencakup berbagai bidang, antara lain : a. Perlindungan terhadap hak-hak asasi dan kebebasan anak b. Perlindungan anak dalam proses peradilan c. Perlindungan kesejahteraan anak (dalam lingkungan keluarga, pendidikan dan lingkungan sosial) d. Perlindungan anak dalam anak dari masalah pemahaman dan perampasan kemerdekaan e. Perlindungan segala bentuk eksploitasi (perbudakan, perdagangan, anak pelacuran, pornografi, perdagangan/penyalahgunaan obat-obatan, memperalat anak dalam melakukan kejahatan dan sebagainya) f. Perlindungan terhadap anak jalanan g. Perlindungan anak dari akibat-akibat peperangan dan konflik bersenjata h. Perlindungan anak terhadap tindakan kekuasaan 20 Perlindungan anak dalam perspektif hukum pidana pada umumnya diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan sebagian lagi tersebar dalam undang-undang lain yang ada memuat tentang ketentuan pidana. Perlindungan terhadap anak yang diatur dalam KUHP terdiri dari Perlindungan hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana dan Perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban dari tindak pidana. 20 Barda Nawawi arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, 1998, hlm. 155 Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. Apabila anak yang melakukan suatu perbuatan kejahatan atau pelanggaran itu ketika dituntut belum mencapai batas usia dewasa, maka hakim dapat mengambil tindakan untuk tidak mengenakan sesuatu hukuman apapun bagi anak. Dan dengan alasan untuk pembinaan dan pendidikan dapat diserahkan atau dikembalikan pada orang tuanya atau walinya untuk dididik sebagaimana mestinya. Hakim dalam mengambil keputusan ini terlebih dahulu harus memperhatikan kondisi sosial orang tua/ wali si anak tersebut. Apakah memungkinkan si anak mendapat pendidikan/pembinaan yang sebaik-baiknya atau tidak? Atau anak itu diserahkan kepada pemerintah untuk dididik atau dibina. Artinya si anak dijadikan menjadi anak Negara. Ini terjadi apabila dalam keluarga anak tersebut tidak memungkinkan lagi dibina secara baik, karena sifat si anak sendiri maupun karena kondisi orangtua atau walinya. 21 Sebagai korban dari tindak pidana, perlindungan terhadap anak diatur di dalam Pasal-Pasal 283, 287, 290, 292, 293, 294, 295, 297, 320, 332, 341, 342, 346, 347 (1), 328. Pasal-Pasal di atas sebagian besar melalui isi dari Pasal-Pasal di atas. Perlindungan hukum terhadap anak menurut Undang-undang Hak Azasi Manusia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia, ketentuan tentang anak diatur dalam bagian tersendiri yaitu di Bagian Kesepuluh khusus tentang anak. Pasal-Pasal yang mengatur tentang anak itu adalah Pasal-Pasal 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 61, 62, 63, 64, 65 dan 66. 21 Aminah Azis, Aspek Hukum Perlindungan Anak, USU PRESS, 1998. hlm. 55. Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. Perlindungan hukum terhadap anak menurut Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak diharapkan mampu mewujudkan bentuk perlindungan terhadap anak yang selama ini hanya merupakan suatu cita-cita. Menurut Pasal 1 bagian 2, bahwa : Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Dalam Undang-undang no. 23 tahun 2003, disamping perlindungan anak secara umum juga terdapat Pasal yang mengatur tentang Perlindungan Khusus, yaitu, seperti yang tercantum di dalam Pasal 1 bagian 15; Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alcohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran. Menurut Pasal 2 Undang-undang no. 23 tahun 2002, Perlindungan anak haruslah berasaskan Pancasila dan berlandaskan UUD Republik Indonesia tahun 1945, serta tak lepas dari prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak Anak yang meliputi: a. Non diskriminasi b. Kepentingan yang terbaik bagi anak; c. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan d. Penghargaan terhadap pendapat anak Perlindungan anak merupakan tameng bagi anak dalam menghadapi berbagai perlakuan yang kemungkinan akan didapatnya dalam pengasuhan Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. orangtua, wali, atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pergaulannya. Adapun perlakuan-perlakuan yang mungkin didapatnya adalah : a. diskriminasi b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual c. penelantaran d. kekejaman, kekerasan, dan peganiayaan e. ketidakadilan; dan f. perlakuan salah lainnya Hal diatas diatur di dalam Pasal 13 (1) Undang-undang no. 23 tahun 2002, hal lain yang cukup menarik tentang perlindungan anak menurut Undang-undang ini adalah adanya pemberatan hukuman. Adanya pemberatan hukuman terhadap orangtua, wali, atau pengasuh anak yang melakukan perbuatan seperti yang tercantum dalam Pasal 13 ayat (1) diatas tentu sangat membantu anak, dan semakin mewujudkan upaya perlindungan anak. Pemberatan hukuman ini tercantum di dalam Pasal 13 ayat (2), yang berbunyi : Dalam hal orangtua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman. Mengenai perlindungan khusus terhadap anak seperti yang terdapat dalam Undang-undang Perlindungan anak, Penulis hanya mencoba mengetengahkan Pasal-Pasal yang mempunyai relevansi dengan judul skripsi ini. Pasal-Pasal yang penulis anggap erat kaitannya dengan judul skripsi yang penulis pilih adalah, Pasal 69 dan Pasal 81 mengenai ketentuan pidananya. Pasal 69: Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. (1) Perlindungan khusus bagi anak korban kekerasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 meliputi kekerasan fisik, psikis, dan seksual dilakukan melalui upaya: a. Penyebarluasan dan sosialisasi ketentuan peraturan perundangundangan yang melindungi anak korban tindak kekerasan b. Pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi (2) Setiap orang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Sedangkan dalam Pasal 81 disebutkan bahwa: (1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). (2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain. G. Metode Penelitian Sebagai bahan di dalam menyusun skripsi ini penulis menggunakan beberapa teknik mengumpulkan data/penelitian guna mendapatkan informasi dan kebenaran sehingga akhirnya diterapkan mempunyai bobot yang bernilai ilmiah. Adapun metode penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini adalah : 1. Jenis penelitian ini adalah penelitian Hukum Normatif (Yuridis Normatif). Yaitu penelitian terhadap efektifitas hukum dalam bidang hubungan seksual sedarah (incest). 2. Metode Pengumpulan Data Dalam menulis skripsi ini tentu saja membutuhkan bahan atau masukan sehingga dapat tersusun menjadi skripsi, untuk melakukan pengumpulan data, maka penulis melakukan penelitian, yaitu : Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. a. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Library Resaerch ini penulis pergunakan karena pada saat ini metode inilah yang paling efektif dan efisien, juga teknik dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, sehingga landasan pembuatan skripsi ini dan landasan berpikir penulis dan menulis skripsi ini sangat tergantung padanya dan banyak membantu. Penulis melakukan penelitian pengumpulan data-data dan berbagai sumber bacaan yaitu buku-buku, majalah, pendapat dan sarjana, peraturanperaturan yang berkaitan dengan aspek yuridis dan kriminologis dan upaya penanggulangannya, internet, serta kasus-kasus dari kepolisian. b. Penelitian Lapangan (Field Research) Teknik ini juga tidak kalah juga pentingnya untuk membuka fakta dan bobot tulisan ini, sebab dari metode ini ditemukanlah beberapa hal yang dianggap sebagai bahan yang dapat diketahui dan dimengerti karena ada hal yang sangat berbeda baik ditinjau dari teori maupun jika dilihat dari segi peraturan yang mengaturnya, setidak-tidaknya dari penelitian ini diperoleh informasi bagi kita yang tentunya justru paling banyak mendekati kebenaran. c. Analisa Data Sesuai dengan sifat penelitian maka analisis data dilakukan secara kualitatif, yaitu dengan cara mempelajari, memahami data yang ada, selanjutnya dianalisis dengan metode induktif dan deduktif, sehingga dapat ditarik kesimpulan dalam rangka menjawab permasalahan dalam skripsi ini. Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. H. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan skripsi ini secara keseluruhan dapat diuraikan sebagai berikut : 1. BAB I : Pendahuluan, yang menjadi sub bab terdiri dari Latar Belakang Penelitian, Permasalahan, Keaslian Penulisan, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. 2. BAB II : Pengaturan Incest Dalam Berbagai Peraturan Hukum 3. BAB III : Faktor-faktor Penyebab dan Akibat dari Terjadinya Hubungan Seksual Sedarah (Incest) 4. BAB IV : Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Hubungan Seksual Sedarah (Incest) dan Upaya Penanggulangan Dari Terjadinya Kasus Incest 5. BAB V : Penutup sebagaimana layaknya dalam penulisan skripsi, maka dalam penulisan ini penulis membuat suatu kesimpulan dan juga saran yang menjadi bahan masukan untuk penelitian mengenai masalah ini dan dalam skripsi ini akan turut pula dimasukkan daftar bacaan dan lampiran-lampiran. Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. BAB II PENGATURAN INCEST DALAM BERBAGAI PERATURAN HUKUM A. Hubungan Seksual Sedarah (Incest) ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pengaturan perbuatan incest atau yang lebih dikenal dengan hubungan seksual sedarah dalam KUHP Indonesia sangatlah penting, terutama mengenai sanksi-sanksinya. Pengaturan untuk kasus-kasus incest masih berdasarkan pada Pasal 285, Pasal 287, Pasal 294 ayat (1), dan Pasal 295 ayat (1) butir (1). Untuk Pasal 285 KUHP kurang tepat, karena Pasal 285 KUHP adalah Pasal perkosaan. Demikian juga untuk Pasal 287 KUHP juga belum tepat untuk pengaturan incest. Sedangkan bagi Pasal 294 ayat (1) dan Pasal 295 ayat (1) butir (1) masih relevan untuk mengatur incest. Kasus incest bukanlah kasus perkosaan biasa, melainkan menyangkut juga kepercayaan, kelangsungan sebuah keluarga, masa depan anak, dan kondisi psikologi yang terbentuk. Oleh karena itu, sangat disayangkan jika UU Indonesia memperlakukan pelaku incest sama dengan korban perkosaan biasa. Oleh karena itu, sangat disayangkan jika UU Indonesia memperlakukan pelaku incest sama dengan korban perkosaan biasa. Oleh karena itu, UU No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) mengatur pula masalah incest ini yakni pada Pasal 8 huruf a UU PKDRT, yang berbunyi : Kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c meliputi : pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut; pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Selain itu, UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, mengatur masalah incest sesuai dengan UU Perlindungan anak di Pasal 59, dinmaim pemerintah dan/atau lembaga negara secara jelas menyebutkan memberi kepastian perlindungan khususnya antara lain kepada anak dalam situasi yang tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual. Jadi tidak perlu lagi ada kekuatiran korban terhadap kepastian janji perlindungan dari pemerintah dan/atau lembaga negaranya. Untuk Pasal 69nya, lebih menitik beratkan pada upaya/usaha dan/atau cara-caranya memberikan perlindungan khusus itu, bagi si anak korban kekerasan tersebut. Hal ini pastilah harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada. Pertanggung jawaban pidananya terhadap pelaku incest, menurut KUHP hanya relevan dengan Pasal 294 ayat (1) dan Pasal 295 ayat (1) butir (1). Dalam kedua Pasal ini tidak dikenal pidana penjara dan denda paling sedikit/minimalnya, hanya mengenal pidana penjara paling banyak/maksimal saja, yaitu : 7 (tujuh) tahun pada Pasal 294 ayat (1) dan 5 (lima) tahun untuk Pasal 295 ayat (1) butir (1). Pengaturan mengenai kejahatan incest dalam KUHP berada di dalam 294 ayat (1) : Melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tiri, anak angkat, anak dibawah pengawasannya yang belum dewasa, atau dengan orang yang belum dewasa, yang pemeliharaanya, pendidikan atau pengawasannya diserahkan padanya atau pun dengan bujangnya atau bawahannya yang belum dewasa diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun. Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. Perbuatan pidana pada Pasal 294 ini memiliki karakter khusus yakni terdapat suatu hubungan tertentu antara subjek hukum dan sipembuatnya dengan objek (korban). Karena adanya faktor hubungan tersebut, dan kemudian hubungan itu ternyata disalahgunakan (si pelaku menyalahgunakan kedudukannya). Dalam ayat (1) hubungan tersebut dapat dibagi menjadi dua macam yakni pertama, hubungan kekeluargaan dimana si pelaku yang seharusnya memiliki kewajiban hukum untuk melidungi, menghidupi, memelihara, mendidik, dan kedua, adalah hubungan di luar kekeluargaan tetapi didalamnya tumbuh kewajiban hukum untuk memeliharanya, atau menghidupi. Terhadap KUHP, ada beberapa catatan penting yang patut menjadi perhatian. Pertama, adalah bahwa kejahatan incest ini lebih dimasukkan ke dalam delik pencabulan (perkosaan untuk berbuat cabul) ketimbang delik perkosaan dengan persetubuhan. Padahal cara-cara perbuatan incest yang sering terjadi justru menggunakan cara persetubuhan. Akibatnya Pasal yang digunakan tentunya terlalu menguntungkan bagi pelaku, karena incest dengan cara perkosaan tentunya lebih berat ketimbang pencabulan. Kedua, disamping itu relasi (hubungan darah) antara pelaku dan korban hanyalah hubungan orangtua dan anak. oleh karena itu KUHP masih sangat membatasi relasi hubungan sedarah yang dikategorikan sebagai incest. Padahal dalam banyak kasus incest dengan kekerasan justru terjadi pula di luar hubungan darah orangtua-anak. Misalnya incest yang dilakukan antara kakek-cucu, pamankeponakan dan lain sebagainya. Ketiga, KUHP terlihat tidak akan memidana para pelaku incest dengan Pasal 294 jika perbuatan incest dilakukan oleh orang yang telah sama-sama Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. dewasa, dalam konteks suka sama suka, walaupun jika dilakukan dengan perkosaan atau pencabulan. Untuk konteks incest yang dilakukan orang dewasa secara sukarela, KUHP tidak menyatakan hal ini sebagai perbuatan yang dilarang sebagai incest, tapi mengaturnya sebagai delik zina (bila salah satu terikat perkawinan). Untuk kasus incest yang terjadi antara orang dewasa dengan cara paksa (kekerasan, ancaman kekerasan dn lain sebagainya) misalya perkosaan dan pencabulan maka KUHP hanya akan mengenakan Pasal-Pasal perkosaan atau pencabulan. Bukan Pasal mengenai incest. Ketiga, penerapan delik-delik di atas merupakan delik aduan yang mengakibatkan delik tersebut tidak dapat diproses bila pihak yang berkepentingan tidak melaporkan kepihak yang berwajib. Padahal dalam banyak kasus, keluarga korban atau pelaku biasanya menutup-nutupi kasus incest dalam lingkungan keluarganya. Mereka berpandangan jika kasus incest di ungkap maka akan mencemari nama baik pelaku maupun keluarga lebih-lebih jika kasus incest sampai di sidangkan di pengadilan. Sebagai Akibatnya, banyak kasus incest yang tidak pernah terungkap dan menyebabkan pelaku bebas dari sanksi hukum. Akibat lebih lanjut, orang tidak akan menjadi takut dan malu melakukan hubungan incest. Masalah ini akan mengakibatkan kasus incest semakin banyak terjadi di masyarakat. Secara umum pengertian Incest adalah hubungan seksual di antara anggota keluarga yang masih memiliki hubungan darah atau disebut juga dengan hubungan sumbang. Incest juga sering diartikan sebagai hubungan seksual yang terlarang antara kerabat dekat. Kamus inggris-indonesia mengartikan incest sebagai hubungan seks antara sanak keluarga atau anggota keluarga sendiri yang Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. dilarang oleh hukum maupun adat atau larangan berhubungan seksual antara anggota keluarga yang umumnya disebabkan hubungan sedarah. Namun pengertian hubungan incest maupun ruang lingkupnya belum merupakan pengertian yang baku di dalam masyarakat. Karena sesungguhnya batasan-batasan incest ini sangatlah bervariasi baik menurut pandangan agama, sosial-budaya, hukum, adat, bahkan kelas sosial. Pada masyarakat tertentu perkawinan antar sepupu kadangkala dianjurkan, tetapi ada masyarakat yang lain melarang hubungan tersebut. Dalam agama Islam dikenal juga istilah larangan kawin selama-lamanya yaitu perkawinan yang dilakukan karena pertalian darah, pertalian semenda, pertalian sesusuan, dan sebab perzinaan. Masalah larang perkawinan seperti itu diatur dalam UU Perkawinan Nomor 1. Tahun 1974 Pasal 8-11 dan Impres No.1 Tahun 1991, kompilasi hukum islam diatur dalam Pasal 39-44. Mengacu pada konsep tersebut, maka incest diberi pengertian hubungan seksual yang dilarang antara ayah, baik kandung, angkat, maupun samping, maupun kebawah, pertalian sesusuan, dan pertalian semenda. Incest biasanya terjadi antara saudara laki-laki dengan adik kandung atau tiri, ayah dengan anak kandung atau anak tiri, ayah dengan anak angkat atau anak adopsi, kakek dengan cucu, paman dengan keponakan kandung atau tiri dan lakilaki lain yang sudah seperti keluarga, yang posisinya dipercaya. Pengertian yang luas dari incest juga mencakup hubungan seksual yang dilakukan oleh orang yang diberikan kepercayaan untuk mengasuh seseorang misalnya guru terhadap murid atau, pendeta/ulama terhadap anak asuh nya dan Iain-lain. Namun, pada dasarnya hubungan incest yang paling umum terjadi yaitu antara kasus incest yang terjadi Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. antara anggota keluarga antara anak dengan ayah kandung atau tiri, maupun antar anak dengan ibu kandung atau tiri, dan antara saudara kandung. Incest dilakukan dengan berbagai pola, misalnya disertai dengan kekerasan fisik, non fisik atau rayuan untuk membuat korban tidak berdaya sebelum, saat atau sesudah kejadian. Adakalanya incest terjadi tanpa menggunakan unsur kekerasan, paksaan atau rayuan, tetapi berdasarkan rasa sating suka meskipun ini jarang terjadi. Dari berbagai karakteristik incest, kasus yang paling banyak terjadi ialah hubungan seksual yang disertai dengan kekerasan, ancaman kekerasan, penipuan, penyesatan dan bujukrayu agar anak dipaksa menurut dan atau tidak berdaya/pingsan. (dengan tujuan perkosaan dan atau pencabulan). Ada pula karakter kasus yang berbeda dimana Ancaman dan kekerasan tidak hanya ditujukan kepada korban, akan tetapi kepada ibu dan saudaranya (pihak ke-3), agar korban terpaksa menurut. Dampak dari incest yang dirasakan oleh korban sangatlah besar seperti trauma fisik, trauma psikologis, kehamilan yang tidak di inginkan serta kacaunya hubungan dalam keluarga. Gangguan psikologis atau trauma sebagai akibat dari incest yang dialami oleh korban misalnya; tidak mampu mempercayai orang lain, takut atau khawatir dalam berhubungan seksual, depresi, ingin bunuh diri, dan perilaku merusak diri sendiri, perasaan akan harga diri yang rendah, merasa berdosa, marah, menyendiri, dan tidak mau bergaul dengan orang lain. Akibat lain yang sering meresahkan korban adalah mereka sering sekali disalahkan dan mendapat stikma yang buruk dari masyarakat Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. Kejahatan ini, tentunya menjadi ancaman terhadap (terutama) anak dalam sebuah relasi keluarga yang mengakibatkan anak menjadi korban dari pelampiasan seks keluarganya sendiri. Umumnya kejahatan Incest ini justru jarang sekali di dilaporkan kepada pihak berwajib karena akan memalukan keluarga atau khawatir akan mendapat hukuman. Lemahnya perlindungan hukum terhadap para korbannya ini justru membuat incest tidak di sentuh oleh hukum. Ini disebabkan karena metode Incest yang dilakukan oleh pelaku biasanya juga disertai dengan ancaman terhadap korban supaya tidak mengadukan kejadian itu kepada siapa pun. Jika hal itu terjadi, nyawa si korban juga terancam. Hal ini membuat perbuatan yang sama sering berulang berkali-kali sehingga korban pasrah saja menerima perlakuan tidak adil terhadapnya. Pengaturan yang spesifik mengatur mengenai incest ada dalam RUU KUHP di bagian Bab delik kesusilaan yakni dalam Pasal 490, 497 dan 498. Pasal 490: (1) “Persetubuhan yang dilakukan terhadap seseorang yang mempunyai hubungan sedarah dengannya dalam garis lurus atau kesamping sampai derajat ketiga, dipidana pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun. (2) Jika, dilakukan dengan perempuan yang belum berumur 18 tahun dan belum kawin maka dipidana pidana penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat 3 tahun”. Pasal 497: (1) “melakukan perbuatan cabul dengan anak kandungnva dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun”. (2) Setiap orang yang melakukan perbuatan cabul atau persetubuhan dengan anak tirinya. anak angkatnya atau anak di bawah penaawasannya yang dipercayakan padanya untuk diasuh, dididik atau Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. dijaga, atau dengan pembantu rumah tangganya atau dengan bawahannya, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun. (3) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua betas) tahun: a. pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan bawahannya atau dengan orang yang dipercayakan atau diserahkan padanya untuk dijaga; atau b. dokter, guru, pegawai, pengurus, atau petugas pada lembaga pemasyarakatan, lembaga negara tempat latihan karya, rumah pendidikan, rumah yatim dan atau piatu, rumah sakit jiwa, atau panti sosial yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan ke lembaga. rumah atau panti tersebut. Pasal 498 ayat (1): Setiap orang yang menghubungkan atau memudahkan orang lain melakukan perbuatan cabul atau persetubuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 497 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun. Dengan pengaturan yang demikian ini, dapat dikemukakan bahwa kejahatan incest dalam KUHP telah mengalami perubahan. Perubahan itu ialah ditambahkannya “cara persetubuhan” sebagai delik baru terkait dengan kejahatan incest, yang di dalam Pasal 294 KUHP belum dimasukkan. Ditambahkannya elemen “persetubuhan” dalam kejahatan incest akan memberikan perubahan yang signifikan bagi mengantisipasi kejahatan incest yang biasanya hanya di kenakan dengan cara-cara pencabulan. Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. Pasal 490 mengenai incest ini juga menunjukkan bahwa RUU KUHP secara tegas melarang perbuatan-perbuatan incest baik yang dilakukan karena hubungan sedarah juga dalam hubungan relasi yang bersifat khusus, baik yang dilakukan dengan memenuhi unsur unsur paksaan, tanpa kehendak, tanpa persetujuan dari salah satu pihak juga dalam incest yang terjadi melalui persetujuan dari dua belah pihak (by consent). Disamping itu dengan adanya pengaturan sanksi pidana minimal, akan membatasi jaksa maupun hakim dalam penuntutan dan dalam memberikan putusan. Kebebasan para penegak hukum tersebut menjadi terbatasi, sehingga penjatuhan hukuman terhadapa pelaku incest tidak akan dapat terlalu ringan atau terlalu berat. Penjatuhan sanksi pidana akan disesuaikan dengan pembuktian fakta-fakta melalui alat bukti yang dikemukakan dalam persidangan. Selain itu pembatasan sanksi hukum minimal ini diharapkan dapat memberikan rasa keadilan dalam kehidupan manusia baik bagi pelaku, korban, maupun masyarakat. Perkembangan lain yang bisa dilihat dalam RUU KUHP yaitu delik incest yang tidak lagi menjadi delik aduan. Perubahan konsep ini dapat membuka peluang kepada penegak hukum untuk dapat menegakkan hukum yang berlaku tanpa adanya pengaduan dari pihah-pihak yang berkepentingan. Ini diharapkan dapat memberikan rasa keadilan dan perlindungan hukum pada masyarakat. Rumusan tersebut juga sudah membuka pertangungjawaban bagi kejahatan yang dilakukan terhadap anak tiri, anak angkat, anak dibawah pengawasannya yang belum dewasa, atau dengan orang yang belum dewasa, yang pemeliharaanya, pendidikan atau pengawasanya diserahkan padanya atau pun dengan bujangnya atau bawahannya yang belum dewasa. Rumusan Pasal 497 Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. menyatakan bahwa selain melakukan perbuatan cabul dengan anak kandungnya dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun. Perbuatan cabul juga mencakup dilakukan terhadap anak tiri, anak angkat, anak dibawah pengawasannya yang belum dewasa, atau dengan orang yang belum dewasa, yang pemeliharaanya, pendidikan atau pengawasanya diserahkan padanya atau pun dengan bujangnya atau bawahannya yang belum dewasa. Namun bila di telisik lebih jauh rumusan mengenai kejahatan incest dalam RUU KUHP memiiiki beberapa kelemahan. Pertama, dalam Pasal 490 RUU KUHP defenisi incest yang ada mengalami penyempitan makna sehingga apa yang dimaksud dengan kejahatan incest melalui persetubuhan ialah jika hubungan antara korban dan pelaku memiliki hubungan sedarah dalam garis lurus atau kesamping sampai derajat ketiga. Kedua, Pasal 490 juga hanya menegaskan bahwa kejahatan incest terjadi jika ada Persetubuhan yang dilakukan terhadap seseorang yang mempunyai hubungan sedarah dengannya dalam garis lurus atau kesamping sampai derajat ketiga. Tanpa merujuk lebih lanjut mengenai apakah persetubuhan dilakukan dengan cara-cara kekerasan, ancaman kekerasan, dan sebagainya (dengan cara perkosaan). Hal ini justru akan menurunkan derajat kejahatan incest. Karena haruslah dipisahkan besar pertanggungjawaban pelaku incest yang dilakukan dengan cara-cara kekerasan, misalnya kejahatan incest dengan cara perkosaan harus dibedakan dengan incest yang dilakukan dalam konteks persetubuhan tanpa kekerasan (perkosaan) terutama terkait dengan status anak sebagai korban. Padahal jika RUU KUHP konsisten maka rumusan persetubuhan tersebut jika dikaitkan dengan Pasal perkosaan sudah jelas-jelas masuk dalam kategori Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. perkosaan. Sehingga dalam Pasal 490 RUU KUHP tersebut ada dua kejahatan dengan pemberatan yang dilakukan oleh pelaku yakni pertama adalah kejahatan perkosaan, kedua, perkosaan tersebut di lakukan terhadap anak dan ketiga adalah perbuatan tersebut justru di tujukan kepada orang yang memiliki relasi atau hubungan darah dengan pelaku. Ketiga, rumusan Pasal 490 RUU KUHP menyatakan bahwa jika persetubuhan dilakukan dengan perempuan yang belum berumur 18 tahun dan belum kawin maka dipidana pidana penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat 4 tahun, Rumusan seperti ini akan memiliki konsekwensi yang penting. Masih tidak jelas apa pertimbangan dari para perumus RUU KUHP memasukkan kata “belum kawin”. Sebaiknya istilah belum kawin di hilangkan saja. Keempat rumusan Pasal 497 menyatakan bahwa melakukan perbuatan cabul dengan anak kandungnya dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun. Rumusan ini juga mengalami penyempitan makna sehingga apa yang dimaksud dengan kejahatan incest melalui pencabulan hanyalah terbatas dengan anak kandungnya saja atau dengan anak tirinya, anak angkatnya, atau anak di bawah pengawasannya yang dipercayakan padanya untuk diasuh, dididik atau dijaga, atau dengan pembantu rumah tangganya atau dengan bawahannya. Berbeda dengan hubungan yang diatur dalam Pasal 490 RUU KUHP yakni hubungan sedarah dengannya dalam garis lurus atau kesamping sampai derajat ketiga. Pasal 497 RUU KUHP juga menyamakan korban yang berstatus anak dan orang dewasa, dimana tidak adanya pembedaan pidana bagi pelaku. Seharusnya bagi korban yang masih berstatus anak perlu pidana pemberatan bagi pelaku. Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. Dari Paparan tersebut di atas menunjukkan bahwa RUU KUHP telah lebih progresif mengatur mengenai ketentuan tindak pidana incest namun masih memiliki beberapa kekurangan mengatur tindak pidana ini secara lebih konsisten. Ruang lingkup tindak pidana incest dalam RUU KUHP dapat dilihat melalui tabel seperti yang dikatakan oleh Supriadi Widodo Edyyono. Tindak Pidana Incestt Dalam RUU KUHP. 22 Dengan cara Objek (korban) Perkosaan Hubungan sedarah dalam garis lurus atau kesamping sampai derajat ketiga Hubungan sedarah dalam garis lurus atau kesamping sampai derajat ketiga Hubungan sedarah dalam garis lurus atau kesamping sampai derajat ketiga Hubungan sedarah dalam garis lurus atau kesamping sampai derajat ketiga Anak tirinya, anak angkatnya, atau anak di bawah pengawasannya yang dipercayakan Perkosaan Persetubuhan (diluar konteks perkosaan) dengan persetubuhan Persetubuhan (diluar konteks perkosaan dengan persetubuhan) Persetubuhan (diluar konteks perkosaan dengan persetubuhan) 22 Status usia Pasal relevan korban Dewasa (sudah Disamakan 18 tahun) dengan kejahatan perkosaan (Pasal 491 di RUU KUHP) Anak (belum Disamakan 18 tahun) dengan kejahatan perkosaan (Pasal 491 di RUU KUHP) Dewasa (sudah Pasal Inces 18 tahun) dan 490 RUU sudah kawin KUHP Ayat (1) Range Ancaman pidana penjara Anak (belum 18 tahun) dan belum kawin 3 tahun 15 tahun Anak maupun dewasa Pasal incest 490 RUU KUHP Ayat (2) 3 tahun 12 tahun 2 tahun 10 tahun Supriadi Widodo Edyyono. Tindak Pidana Insest Dalam RUU KUHP. Januari 17, 2008. Opini. Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. Pencabulan Perbuatan cabul Perbuatan cabul (pejabat) Perbuatan cabul (dokter, guru, pegawai, pengurus, atau petugas pada lembaga pemasyarakatan, lembaga negara tempat latihan karya, rumah pendidikan, rumah yatim dan atau piatu, rumah sakit jiwa, atau panti sosial) padanya untuk diasuh, dididik atau dijaga, atau dengan pembantu rumah tangganya atau dengan bawahannya Anak kandungnya Dengan anak tirinya, anak angkatnya, atau anak di bawah pengawasannya yang dipercayakan padanya untuk diasuh, dididik atau dijaga, atau dengan pembantu rumah tangganya atau dengan bawahannya Bawahannya atau dengan orang yang dipercayakan atau diserahkan padanya untuk dijaga Dengan orang yang dimasukkan ke lembaga, rumah, atau panti tersebut Anak maupun dewasa Pasal incest 497 RUU KUHP Ayat (1) Pasal incest 497 RUU KUHP Ayat (2) 3 tahun 10 tahun Anak maupun dewasa Pasal incest 497 RUU KUHP Ayat (3) 3 tahun 12 tahun Anak maupun dewasa Pasal incest 497 RUU KUHP Ayat (3) 3 tahun 12 tahun Anak maupun dewasa 2 tahun 10 tahun Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. B. Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Ditinjau dari Hukum Islam Perkawinan sedarah dalam pandangan Islam dan agama-agama yang lain tidak dapat dibenarkan atau tidak dikehendaki. Alasan atau lebih tepatnya hikmah, yang banyak dikemukakan para ulama Islam adalah perkawinan tersebut dapat memutuskan rahim, (qath’ al arham) atau memutuskan hubungan kekeluargaan. Memutuskan hubungan dengan orang lain saja yang tidak sedarah dilarang agama, apalagi sedarah. Hubungan suami isteri dalam perkawinan tidak selamanya berjalan baik-baik, tetapi sering kali terjadi bentrok, mungkin saling membenci. Nah di sini ada kemungkinan pisah, cerai dan seterusnya. Seluruh pandangan mazhab fiqh Islam mengharamkan perkawinan ini. Mereka menyamakannya, dengan zina yang harus dihukum. Tetapi ada perbedaan diantara mereka soal hukumannya. Mazhab Maliki Syafi’i, Hambali, Zhahiri, Syi’ah Zaidi dan lain-lain menghukumnya dengan pidana hudud (hukum islam yang sudah ditentukan bentuk dan kadarnya seperti hukum potong tangan), persis seperti hukum bagi pezina. Sementara Abu Hanifah menghukumnya dengan pidana ta’zir (peringatan keras atau hukuman keras). Dari sisi kesehatan, beberapa anak dari hasil incest memang mengalami kecacatan, akan tetapi kalaupun tidak mengalami kecacatan fisik, anak tersebut juga akan sangat terganggu psikologisnya. Ayat-ayat suci Al-Quran telah menyebutkannya dengan jelas. Kalaupun secara psikologis hubungan itu menimbulkan masalah, tentu merupakan penjelasan bahwa perkawinan tersebut perlu dilarang. Agama berfungsi menentukan arah bagi kebaikan manusia. Nabi pernah mengatakan : “ightaribu la tadhwu”, kawinilah perempuan dari keluarga jauh supaya anak yang dilahirkannya tidak lemah. Dalam Islam dianjurkan agar Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. anak-anak yang sudah besar dipisahkan tempat tidurnya, baik dengan orang tuanya sendiri maupun antara laki-laki dan perempuan. Dalam ayat Al-Quran disebutkan agar anak-anak yang sudah besar, menjelang dewasa tidak memasuki kamar orang tuanya pada tiga waktu : sebelum shalat fajar (subuh), waktu istirahat siang hari dan sesudah shalat Isya. Tiga waktu ini tentu merupakan waktu-waktu di mana orang tua biasanya beristirahat, membuka pakaiannya dan mungkin saja berhubungan intim. Al-Quran menyebutnya waktu-waktu “aurat”. Pada sisi lain orang tua juga harus menjaga kesucian anak-anaknya. (Q.S. al Nur, 58-59). Beberapa contoh pernikahan yang diharamkan oleh Islam, antara lain nikah Ar-Rabth, nikah Al-Istibdha’, nikah Mut’ah, nikah Syighar, nikah Tahlil, nikah dalam masa iddah dan menikahi wanita kafir kitabiyah (wanita Yahudi), nikah dengan wanita-wanita yang diharamkan. Menikah dengan sepupu saat ini masih dipertanyakan boleh tidaknya. Namun, berdasarkan ayat di atas menikah dengan sepupu bukan merupakan hal yang dilarang. Islam memperbolehkannya asal tidak ada hubungan kemahraman. Hal ini dilihat berdasarkan dua pandangan: Pertama, Rasulullah dan para sahabat juga melakukan hal tersebut. Contohnya, saat Rasulullah menikahkan Fathimah, putri beliau, dengan Ali bin Abi Thalib yang tidak lain adalah sepupunya. Menikah dengan sepupu boleh saja, selama tidak ada hubungan kemahraman, halal untuk saling menikahi. Kedua, ditinjau dari media, ternyata diantara mereka juga masih terdapat perbedaan pendapat. Sebagaian kalangan medis menganggap hal itu bukan apaapa. Ada sebuah riset yang dilakukan oleh beberapa pakar medis barat, di beberapa daerah pedalaman Afrika yang biasa menikahkan putra-putri mereka Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. dengan kerabat dekat. Kebiasaan itu sudah berjalan berabad-abad, bahkan lebih dari seribu tahun. Ternyata tidak terdapat keanehan-keanehan atau berbagai bahaya kesehatan terhadap keturunan-keturunan mereka, seperti yang diklaim sebagian kalangan medis. Tentu saja, menikahkan anak dengan kerabat dekat, bukanlah sebuah anjuran khusus. Tidak ana nash yang menunjukkan adanya anjuran khusus seperti itu, sehingga juga tidak layak bila dengan sengaja dibudayakan, seperti yang terjadi di beberapa wilayah pedalaman Afrika tersebut. Tapi setidaknya, dalam Islam memperbolehkannya. Dengan dua bentuk tinjauan tersebut, Islam dan pandangan medis sebagai ahli kesehatan dan reproduksi, jelas pernikahan dengan sepupu bukanlah sesuatu yang dilarang, meski tidaklah dianjurkan secara khusus. Sementara dalam syariat Islam yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad, dan menjadi syariat bagi umat manusia hingga baru kiamat kelak, incest di haramkan secara mutlak. Firman Allah : “Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudara perempuanmu, saudara-saudara bapakmu yang perempuan (bibi), anak perempuan dan saudara-saudaramu yang perempuan, anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki (keponakan), ibumu yang menyusukanmu, mertua, anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaan dari istri yang telah kamu campuri (anak tiri), akan tetapi jika belum campur dengan istrimu itu (sudah kamu ceraikan) maka tidak berdosa bila kamu kawin, dan diharamkan bagimu mengawini menantumu;...” (An Nisaa : 22) Dalam tata nilai di masyarakat kita, setidaknya perkawinan sedarah inipun terbilang tabu. Jadi sungguh tidak ada tradisi dan kebiasaan yang mungkin Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. melegalitaskan terjadinya budaya ini. Budaya import (budaya dari kalangan Barat Non Muslim), juga tidak pernah memperkenalkan budaya perkawinan sedarah ini secara blak-blakan. Meski ruh dari free sex jelas memiliki akses ke arah itu. Sehingga, ada beberapa faktor penyebab terjadinya itu, yang sebagiannya adalah berdasarkan pengakuan dari para pelaku perkawinan sedarah tersebut. 1) Karena sikap rendah diri berlebihan, sehingga menghilangkan kepercayaan diri secara totalitas. 2) Karena paksaan atau bujukan salah satu pihak. Berbee dengan perkosaan pada umumnya, yang terjadi secara tiba-tiba. Perkawinan sedarah ini sering terjadi dengan pendekatan dalam waktu lama, melalui bujukan kepada pihak yang berada di bawah sampai akhirnya terjadilah hal tabu itu. 3) Karena sekedar memperturutkan nafsu syahwat yang tidak dapat dibendung, sementara pelampiasan secara normal dianggap sulit. Masing-masing dari alasan itu tentu harus diantisipasi secara positif melalui petunjuk-petunjuk Al-Quran dan Al-Hadist Kepada mereka yang rendah diri, harus ditegaskan, bahwa mereka itu adalah kaum yang berderajat tinggi sebagai kaum beriman. Kepada mereka yang terintimidasi dan dipaksa oleh keadaan atau bujukan untuk melakukan pernikahan sedarah yang jelas-jelas haram itu, sadarkanlah, bahwa hidup di dunia hanya sebentar saja. Dan tidak ada kekuatan dan daya, kecuali dengan pertolongan Allah. Tidak ada satupun hal yang diharamkan Al-Qur’an yang tidak mengandung madharat (bahaya). Kalaupun dari segi tertentu manfaat bisa ditemukan, tetap saja madharat lebih mendominasi. Kalaulah madharat tersebut Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. tidak langsung menimpa individu, ia bisa menimpa keluarga, atau masyarakat luas. Bahwa ada penemuan incest dipraktekkan dalam masyarakat tertentu untuk menjaga keunggulan trah (garis keturunan) dan ternyata tidak ada akibat negatif, hal itu tidak berarti bahwa secara logika incest menjadi sah-sah saja. Namun sekali lagi, tidak ada sesuatu yang diharamkan Islam yang tidak mengandung bahaya. Sehingga boleh jadi secara dlohir incest (baik karena sedarah maupun sepersusuan) bagi penjagaan galur murni ini tidak ada bahaya, namun bisa saja secara kejiwaan dan moral bisa berbahaya. Apalagi jika dihadapkan pada agama. Semua agama tanpa dikomando menganggap praktek incest sebagai sesuatu yang terlarang. Demikian pula perasaan moral masyarakat secara kolektif - baik yang dibentuk oleh agama maupun yang dibentuk oleh akalbudi - menolak praktek ini sebagai bentuk penyaluran naluri seksual manusia. Sekalipun argumen dan pendekatannya berbeda-beda, pembahasan incest dari sudut pandang agama-agama selalu berujung pada kesimpulan yang sama. Dimasukkannya incest (baik karena sedarah maupun sepersusuan) dalam masalah pernikahan sesungguhnya sangat logis. Sebab, Al-Qur’an hanya mengenal pernikahan sebagai satu-satunya jalan menuju kehalalan hubungan seks. Siapa yang boleh dinikahi maka sah saja berhubungan seks. Sebaliknya siapa yang haram dinikahi maka dia tidak boleh diajak berhubungan seks, apapun alasannya! Berdasarkan logika ini maka hubungan seks sedarah atau sepersusuan baik karena zina maupun perkosaan adalah hal yang keharamannya berlapis-lapis. Incest dengan cara zina (suka sama suka) menabrak dua garis keharaman sekaligus yakni haram menikah dan haram berhubungan seks di luar nikah. Lebih Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. dari zina, incest dengan perkosaan menabrak satu lagi garis keharaman yakni merampas kehormatan perempuan secara paksa. Secara eksplisit Al-Qur’an memang tidak menjelaskan mengapa menikahi mahram diharamkan. Ini cara yang biasa ditempuh Al-Qur’an ketika mengharamkan sesuatu yang madharatnya mudah diketahui atau dirasakan akal sehat. Berbeda dengan keharaman khamr dan riba, misalnya, Al-Qur’an menempuh beberapa fase dan memberikan penjelasan untuk meyakinkan alasan pengharaman karena hal itu banyak dipraktekkan orang dan dirasakan ada unsur manfaatnya meski tidak sebesar madharatnya. Meskipun setelah Al-Qur’an sudah sempurna turun, khamr dan riba pun juga sempurna keharamannya, tidak lagi bertahap. Keharaman incest (baik sedarah maupun sepersusuan) tampaknya dipandang sebagai hal yang mudah diterima akal sehat. Jadi kenapa harus dipersulit? Begitulah Islam. Selain perkara ibadah khas yang telah diatur sedemikian rupa, ternyata dalam hubungan antar manusia pun Islam mengatur sedemikian detailnya. Banyak hikmah dari pengaturan ini, yang salah satunya kelak terungkap lewat peran ilmu pengetahuan yang meneliti dampak buruk perkawinan sedarah atau saudara dekat yang dalam syara’ disebut sebagai mahram (orang yang haram dinikahi). Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. BAB III FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB DAN AKIBAT DARI TERJADINYA HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) 1. Faktor-faktor Penyebab Incest Di masa sekarang ini, sangatlah sulit untuk menggeneralisir penyebab terjadinya kasus incest. Setiap kasus memiliki latar belakang yang berbeda-beda, dan penyebab yang berbeda pula. Dalam skripsi ini akan mencoba digolongkan penyebab terjadinya kasus incest ini menjadi dua golongan utama yaitu Faktor penyebab yang sifatnya ekstern dan faktor penyebab yang sifatnya intern. Faktor penyebab terjadinya kekerasan seksual hubungan sedarah (incest) ada dua kategori yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Yang termasuk faktor internal adalah : a. Semua bentuk kekerasan tersebut berkaitan dengan ketimpangan hubungan kekuasaan baik antara perempuan dengan laki-laki, atau anak dengan pengasuhnya, dan juga ketimpangan ekonomi yang semakin besar baik b. Kelalaian pihak keluarga, yang seharusnya waspada terhadap kekerasan seksual ini. Kurang proteksi terhadap anaknya. c. Gangguan Psikologis pihak keluarga yang melakukan kekerasan Seksual (Incest), mempunyai kelainan seks terhadap anak-anak atau juga mungkin tergolong HyperSeks. d. Merasa kesepian ditinggal oleh istri, pergi keluar kota, pulau. e. Mencari atau memperdalam ilmu hitam f. Iman, tipisnya iman dan kepercayaan terhadap Tuhan YME, yang berguna untuk membentengi dirinya terhadap berbuat dosa. Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. g. Sekolah ataupun lembaga pendidikan yang kurang menanamkan nilai-nilai, norma maupun etika, Pendidikan yang diterapkan hanya sebatas teori dan sangat minim. h. Faktor ekonomi, di dalam keluarga yang taraf ekonominya rendah incest sangat potensial untuk terjadi, dengan kondisi keuangan yang susah, terkadang istri sebagai ibu rumah tangga juga terpaksa untuk bekerja mencari nafkah. Hal ini akan menimbulkan adanya kesempatan bagi ayah untuk mencari pelampiasan seksual kepada anak perempuannya. Bahwa faktor ekonomi yang sulit melahirkan kesempatan untuk melakukan incest dapat dilihat dari peristiwa yang dialami oleh Nr, ketika berumur 8 tahun, ayah tirinya J, melakukan pemerkosaan terhadap dirinya ketika ibunya pergi mencari nafkah tambahan. 23 Hal ini semakin menegaskan kalimat yang menyatakan bahwa “kemiskinan mendekatkan pada kekufuran”. Konsepsi anak adalah hak milik orang tua yang kemudian dipatrikan kepada anak, maka sang anak harus patuh kepada orang tua dan sebagainya. Jelas konsep seperti ini melemahkan posisi tawar dan kedudukan anak sebagai manusia yang memiliki hak azasi di hadapan orang tuanya. Akhirnya orang tua berada pada posisi yang lebih dominant terhadap anaknya sehingga dapat berbuat seenaknya, termasuk mencabuli anaknya sendiri. Keluarga sebagai kesatuan fungsional, mempunyai tugas untuk menyelenggarakan kebutuhan manusiawi tertentu dan pemeliharaan anak, yang meliputi : pengaturan seksual, reproduksi, afeksi, perlindungan, ekonomi, 23 Pusat Data Yayasan Pusaka Indonesia Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. penentuan status. Bila fungsi keluarga tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya, maka keadaan ini akan mempengaruhi interaksi diantara anggota keluarga tersebut 24 Timbulnya incest mengindikasikan adanya disfungsi dalam sistem keluarga. Disfungsi sistem keluarga adalah rusaknya organisasi dalam keluarga, dan ikatan dalam keluarga diwarnai rasa ketakutan akan ditinggalkan ayah sebagai tiang keluarga, yang akan menyebabkan kehancuran keluarga. 25 Disfungsi dapat dilihat bedasarkan ciri dan karakteristik anggota keluarga tersebut. Riwayat masa kecil mereka sering mencerminkan pola masa kanak-kanak yang tidak bahagia, banyak mengalami kesulitan, baik kesulitan ekonomi, kesulitan dalam hubungan dengan orangtua, maupun penyiksaan fisik dan seksual. Pengalaman masa kanak-kanak yang menyakitkan tersebut mempengaruhi perannya sebagai orangtua dikemudian hari. Ayah tidak mampu menjalankan tugasnya mengasuh dan melindungi anaknya. Pengalaman dimasa lalu, yang melihat orangtua sebagai penyiksa terekam dan berulang pada dirinya, yaitu menyalahgunakan otoritasnya sebagai orangtua dan mengeksploitasi anak perempuannya untuk memuaskan kebutuhan seksualnya. Pengalaman awal dirinya sebagai korban incest, menjadi model prilaku incest di belakang hari terhadap anak perempuannya. Kadang-kadang ayah yang melakukan incest mempunyai kesulitan dalam menjalin hubungan heteroseks yang normal karena mempunyai dorongan homoseks yang laten. Adanya riwayat tidak melakukan hubungan seksual dalam 24 25 Akademia, vol. 4, Juli 2000, hlm. 2 Ibid, hlm. 3 Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. waktu yang lama dan riwayat melakukan hubungan seks bebas menambah dorongan incest ayah. Ayah sebagai pelaku utama incest sering ketakutan kalau anaknya akan mengungkapkan perihal hubungannya kepada orang lain. Di samping rasa takut, ayah juga merasa memiliki campur cemburu pada anak gadisnya, sehingga ia berusaha menghalangi anak perempuannya untuk bergaul dan berhubungan wajar dengan grup remaja lain maupun orang luar. 26 Berlawanan dengan gambaran ayah, gambaran ibu secara umum dilukiskan sebagai seorang yang pasif, menarik diri, dan sangat tergantung. Ibu seringkali tidak menjalankan fungsinya sebagai ibu rumah tangga dan menyerahkan tugasnya kepada anak perempuannya karena alasan sakit dan ketidakmampuannya. Ibu mempunyai ketergantungan ekonomi dan emosional yang besar kepada ayah. Masa kanak-kanak ibu sering diwarnai oleh rasa tidak aman dan suasana rumah yang tidak stabil, sehingga timbul ketergantungan dan cemas perpisahan. Seperti halnya ayah, ibu juga mempunyai pengalaman pengasuhan yang buruk pada masa kanak-kanaknya. Sehingga ibu tidak mempunyai model pola pengasuhan yang baik bagi anak-anaknya, dan ia tidak mampu menjalankan perannya sebagai ibu secara memadai. 27 Kebanyakan anak yang pertama kali menjadi korban incest adalah anak perempuan yang tertua, dan anak perempuan yang lebih muda akan menjadi korban berikutnya. Biasanya incest dimulai ketika anak berusia 8-12 tahun. 26 27 Ibid, hlm. 3 Ibid, hlm. 4 Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. Sulaiman Z. Manik mengungkapkan adanya perbedaan prilaku anak dalam menghadapi perbuatan incest yang dialaminya menurut usia korban. Pada anak usia 15 tahun ke bawah, peristiwa incest ditanggapi dengan tindakan penolakan dan perasaan dikhianati kepercayaanya terhadap pelaku dan hal ini diikuti dengan efek trauma yang sangat besar. Bujukan dan ancaman dari pelaku adalah hal yang lazim dalam kasus-kasus seperti ini. Sedangkan dalam kasus yang usia korbannya 15 tahun ke atas, korban mulai menerima dengan anggapan bahwa dirinya adalah sebagai penyelamat keluarga, baik dari segi seksual, dalam hal ini ibu yang mungkin tidak mampu lagi menjalankan kewajibannya, penyelamat dari terjadinya kekerasan fisik yang sama yang kemungkinan akan menimpa adiknya, dan ekonomi, sesuai dengan sifat ayah sebagai tiang keluarga, dan ada juga hal yang agak mengejutkan, bahwa ketika korban ternyata mulai menikmati hubungan tersebut. Yang merupakan faktor eksternal yaitu : a. Media elektronik maupun media yang lain, baik berupa gambar maupun VCD porno yang bebas beredar atau yang disebut ilegal. Situs pornos dalam internet yang mudah diklik. b. Mode atau cara berpakaian yang mengundang daya tarik seksual atau lebih berani dalam menonjolkan auratnya. c. Minuman keras, narkoba, dan obat perangsang Kekerasan terhadap perempuan merupakan masalah universal yang melewati batas-batas negara dan budaya. Studi yang dilakukan di 90 komunitas yang berbeda di dunia menunjukkan pola tertentu dalam insiden kekerasan terhadap perempuan. Menurut studi tersebut, terdapat empat faktor untuk Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. terjadinya kekerasan. Pertama adalah ketimpangan ekonomi antara perempuan dan laki-laki; selanjutnya adalah penggunaan kekerasan sebagai jalan keluar suatu konflik; otoritas dan kontrol laki-laki dalam pengambilan keputusan. Faktorfaktor tersebut seringkali tertutupi oleh mitos-mitos. Misalnya dominasi laki-laki terhadap perempuan memang suatu hal yang sudah semestinya karena itu merupakan bagian dari ‘kejahatan’ itu sendiri. Dengan melakukan tindak kekerasan, maka hal itu bisa mengurangi stress. Rasa rendah diri dan keinginan perempuan untuk didominasi; dan mitos bahwa kekerasan adalah suatu hal yang tidak terelakkan dalam hubungan perempuan laki-laki. Namun para pengadvokasi anti kekerasan terhadap perempuan mengamati bahwa kekerasan itu merupakan fungsi dari norma-norma sosial yang telah terkonstruksi yang menempatkan lakilaki pada posisi yang dominan dan perempuan pada posisi tersubordinasi. Faktor dominan penyebab terjadinya kekerasan seksual Hubungan sedarah (incest) terhadap Perempuan dibawah umur, yaitu ketimpangan yang terjadi atau kekuasaan antara laki-laki dengan perempuan khususnya pada anak di bawah umur. Hal tersebut yang menjadi tolok ukur terjadinya sehingga memudahkan hal itu dapat tersebut terjadi. Hal tersebut adalah faktor internal, disisi lain juga faktor eksternal juga besar pengaruhnya. Yang menjadi faktor pendukung yaitu takut dengan ancaman yang diberikan oleh pihak yang lebih berkuasa (yaitu pihak keluarga yang akan melakukan incest), lemahnya anak di bawah umur dari segi fisik untuk melawan. Dan menjadi faktor penghambat adalah iman yang tebal yang harus dimiliki oleh pihak keluarga sehingga tidak timbul incest, menanamkan nilai-nilai, etika dan moralitas, Pihak keluarga memberikan proteksi, perhatian dan kasih serta keluarga yang komunikatif. Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. Disamping itu faktor eksternal yang mempunyai pengaruh besar adalah media-media elektronik maupun media tulis yang menyajikan gambar yang dapat membuat orang melakukan tindakan Kekerasan Seksual ini. Media elektronik contohnya yaitu VCD porno yang beredar bak kacang goreng yang dengan mudah dapat diperoleh ditempat-tempat khusus, hal inilah media ini adalah media yang menampilkan secara visual dan audio jadi secara tidak langsung dapat menanamkan dalam pikiran yang kotor, dan pasti butuh obyek dalam pemuas hawa nafsu tersebut. Dalam hal inilah dapat menyebabkan anak sendiri, ataupun anak tetangga yang menjadi sasaran. Karena begitu besar pengaruh yang ditimbulkan oleh media, maka pemerintah harus dapat lebih tegas terhadap pengedar VCD ataupun gambar porno. Faktor pendukung terhadap masalah ini ada beberapa hal : a. Mudahnya VCD porno atau gambar porno yang dijual dipasaran b. Harganya yang murah Selain Faktor Pendukung juga ada faktor penghambat yaitu : a. Pemerintah mengeluarkan hukuman yang lama hingga pemasar atau yang membeli menjadi takut b. Iman yang tebal. Dalam kaitannya sebagai penyebab incest, perubahan sosial adalah perubahan-perubahan aspek sosial sebagai akibat adanya modernisasi. Perubahan sosial yang diakibatkan modernisasi itu seperti munculnya kebebasan dalam publikasi media massa, seperti yang diungkapkan Dadang Hawari; (2002:55). “Faktor penyebabnya adalah longgarnya tata norma dan moral masyarakat akibat Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. invasi media. Kasus Incest makin banyak karena adanya rangsangan lewat media yang semakin marak.” Kalau kita perhatikan, penayangan film-film impor yang mengumbar budaya barat secara bebas memang semakin sering dilakukan stasiun-stasiun televisi yang ada di Indonesia. Ketika acara-acara yang semula dianggap tabu menjadi hal yang dianggap lazim oleh masyarakat karena koran publikasi informasi terbuka lebar, maka bentrokan perilaku sosial pun terjadi. Demikian pula halnya dengan media cetak, belakangan ini banyak tabloid mingguan yang menampilkan pose-pose seronok para modelnya, dan disertai dengan cerita-cerita yang menjurus pada cerita porno sebagai menu utama dari tabloid tersebut. Walaupun batasan pornografi sangat sulit untuk ditetapkan, namun bila kita perhatikan isi dari Pasal 282 KUHP : (1) Barangsiapa menyiarkan, mempertontonkan atau menempelkan dengan berterang-terangan suatu tulisan yang diketahui isinya, atau suatu gambar atau barang yang dikenalnya yang melanggar perasaan kesopanan, maupun membuat, membawa masuk, mengirimkan langsung, membawa keluar atau menyediakan tulisan, gambar atau barang itu untuk disiarkan, dipertontonkan atau ditempelkan sehingga kelihatan oleh orang banyak, ataupun dengan terang-terangan atau dengan menyiarkan sesuatu surat, ataupun dengan berterang-terangan diminta atau menunjukkan bahwa tulisan, gambar atau barang itu boleh didapat, dihukum penjara selamalamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 45.000,(2) Barangsiapa menyiarkan, memepertontonkan atau menempelkan dengan berterang-terangan suatu tulisan, gambar atau barang yang melanggar perasaan kesopanan, maupun membawa masuk, mengirimkan terus, membawa keluar atau menyediakan surat, gambar atau barang itu untuk disiarkan, dipertontonkan atau ditempelkan, sehingga kelihatan oleh orang banyak ataupun dengan berterang-terangan atau dengan menyiarkan sesuatu tulisan menawarkan dengan tidak diminta atau menunjukkan, bahwa tulisan, gambar atau barang itu boleh didapat, dihukum penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 45.000,- jika ada alasan yang sungguh-sungguh untuk menduga, bahwa tulisan, gambar atau barang itu melanggar perasaan kesopanan. Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. (3) Jika melakukan kejahatan yang diterangkan dalam ayat pertama dijadikan suatu pencaharian atau kebiasaan, oleh tersangka, dapat dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 75.000,Perubahan budaya juga diyakini sebagai salah satu penyebab terjadinya kasus incest. Menurut Dadang Hawari (Forum : 2002;55) maksud dari perubahan budaya itu adalah munculnya budaya baru bahwa hubungan seksual itu adalah ungkap kasih sayang, anak mau, dan bapak mau, akhirnya terjadilah hubungan seksual. Lebih lanjut Dadang Hawari menyebutkan – dengan mengambil contoh kasus yang terjadi di barat – bahwa akibat kehidupan yang free sex itu, data statistik menunjukkan bahwa sepertiga gadis di barat justru diperawani oleh bapaknya sendiri. Kecenderungan melakukan seks sedarah adalah dampak dari terjadinya pelompatan budaya; menurut Sulaiman Zuhdi Manik 28, mengutip pendapat Alvin Toeffler “Bahwa ketika seseorang berada pada suatu pola budaya yang sebenarnya belum pantas untuk ditempatinya, maka orang tersebut cenderung untuk melakukan hal-hal yang tidak wajar”. Dalam kasus incest, akibat munculnya budaya barat secara tiba-tiba, maka rakyat timur yang memegang budaya yang sangat bertentangan dengan kebebasan dalam budaya barat menimbulkan ketimpangan perilaku anggota masyarakatnya, hingga hal-hal tabu dapat berlangsung. Ada pameo dalam masyarakat yang menyebutkan bahwa “pria dapat memilih wanita, namun wanita tidak dapat memilih pria”, karena memang jumlah wanita lebih banyak dari pria di muka bumi ini. 28 wawancara Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. Akibatnya Kontrol sosial terhadap kondisi padat populasi wanita itu sangat lemah 29, hal ini menyebabkan tingginya potensi untuk terjadinya kekerasan terhadap perempuan. Dan memang telah terbukti dengan seringnya terjadi kasus kekerasan seksual terhadap perempuan, yang salah satu bentuknya adalah incest. Ringannya hukuman yang dijatuhkan kepada terdakwa dapat disebut sebagai factor yang paling dominant dalam penyebab maraknya incest ini. Pasal 294 KUHP menyebutkan: (1) Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya yang belum dewasa, anak tiri, atau anak pungutnya, anak peliharaannya, atau dengan seseorang yang belum dewasa yang dipercayakan padanya untuk ditanggung, dididik atau dijaga, atau dengan bujang atau orang sebawahnya yang belum dewasa, dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun (2) Dengan hukuman yang serupa, dihukum le. Pegawai negeri yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dibawah perintahnya atau dengan orang yang dipercayakan atau diserahkan padanya untuk dijaga 2e. Pengurus, tabib, guru, pegawai, mandor (opzichter) atau bujang dalam penjara, rumah tempat melakukan pekerjaan untuk negeri (Landswerkinrichting), rumah pendidikan, rumah piatu, rumah sakit ingatan atau balai derma, yang melakukan pencabulan dengan orang yang ditempatkan di situ Dengan hukuman yang maksimalnya hanya tujuh tahun memang sangat tidak setimpal dengan akibat yang telah ditimbulkan pelaku terhadap korban. Sebagai contoh kasus yang dialami oleh Sr, penduduk jalan SM. Raja Medan, ia dicabuli oleh ayahnya M.S.H, pada tanggal 15 April 2006 Jaksa Penuntut Umum mengajukan tuntutan empat tahun penjara terhadap terdakwa, namun Majelis Hakim dalam amar putusannya No. 1.121/pid.B/2006 Mdn menjatuhkan hukuman penjara tiga tahun enam bulan kepada pelaku. 29 Forum Keadilan, September 2005, hlm. 55 Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. Walaupun menurut visum dokter pada kasus tersebut menyatakan bahwa selaput dara korban belum mengalami kerusakan, yang mengindikasikan belum terjadinya persetubuhan, namun harus pula diperhatikan dampak psikologis yang telah dialami korban akibat perbuatan tersebut. Sudah sepantasnya perbuatan ini diperberat hukumannya, namun karena hukuman maksimal yang dapat dijatuhkan dalam kasus ini hanya tujuh tahun, maka sering hukuman yang dijatuhkan lamanya jauh di bawah tuntutan jaksa ataupun di bawah hukuman maksimal. 2. Akibat Dari Terjadinya Incest Akibat yang ditimbulkan kekerasan seksual hubungan sedarah (incest) bagi korban secara umum, pada kasus kekerasan seksual pada perempuan dan anak-anak, korban akan mengalami dampak jangka pendek (short term effect) dan dampak jangka panjang (long term effect). Keduanya merupakan suatu proses adaptasi yang normal (wajar) setelah seseorang mengalami peristiwa traumatis. Dampak jangka pendek biasanya dialami sesaat hingga beberapa hari setelah kejadian. Dampak jangka pendek ini termasuk segi fisik korban, seperti ada gangguan pada organ reproduksi (infeksi, kerusakan selaput dara, robek dan sebagainya) dan luka-luka pada bagian tubuh yang lain, akibat perlawanan atau penganiayaan fisik. Dari segi psikologis biasanya korban merasa sangat marah, jengkel, merasa bersalah, malu dan terhina. Gangguan emosi ini biasanya menyebabkan terjadinya kesulitan tidur (Insomnia) dan kehilangan nafsu makan (lost appetite). Dampak jangka panjang dapat terjadi apabila korban tidak mendapat penanganan dan bantuan (Konseling psikologis) yang memadai. Dampak jangka Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. panjang itu dapat berupa sikap atau persepsi yang negatif terhadap laki-laki atau terhadap seks. Selain hal-hal yang telah disebutkan di atas, ada istilah khusus dalam memahami dampak kekerasan seksual terhadap perempuan yaitu apa yang disebut dengan trauma. Trauma adalah “luka jiwa yang disebabkan oleh karena seseorang mengalami hal diluar batas normal (berdasarkan standar dirinya sendiri). Bila seseorang perempuan mengalami gejala-gejala yang khas, seperti mimpi-mimpi buruk (Nightmares) atau ingatan-ingatan akan kejadian yang muncul secara tiba-tiba (flashback), dan gejala tersebut berkepanjangan hingga lebih dari sekitar 30 hari, besar kemungkinan korban mengalami Post Stress Diorder atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan stres pasca trauma. Ada 3 kategori gejala yang paling umum terjadi, yaitu : c. Hyper arousal, gejala ini sangat dipengaruhi oleh kerja hormonal tubuh yang ikut berubah sehubungan dengan perubahan kondisi psikologis korban. Gejala yang paling umum adalah agresi, insomnia dan reaksi emosional yang intens, seperti depresi yang menyebabkan korban ingin bunuh diri. Gejala ini merupakan indikasi dari adanya persistant continuing expectation of danger atau perasaan seolah-olah kejadian yang buruk itu akan terjadi. d. Instrusion, merupakan constant reliving of the traumatic event atau dan korban sungguh-sungguh tidak mampu mengontrol pemunculan ingataningatan peristiwa yang mengerikan itu. Biasanya gejala berupa Nightmares (mimpi-mimpi buruk) dan flashback (ingatan-ingatan yang berulang, seperti sebuah kilas balik), sehingga dapat dikatakan sebagai kekacauan ingatan. Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. e. Numbing, atau dalam istilah kita “mati rasa”. Gejala ini pada dasarnya adalah wajar, tetapi menjadi tidak wajar jika terjadi terus-menerus sehingga orang menjadi indifferent (acuh tak acuh) dan detached (terpisah dari interaksi sosial). Ketiga hal inilah yang dikenal dengan sebagai Dialektika Trauma, yaitu gejala-gejala yang sangat umum dialami oleh seseorang yang mengalami trauma. Akibat kekerasan seksual bisa berbeda-beda. Ada yang dapat segera terlihat mata seperti kekerasan fisik. Tetapi ada pula jenis kekerasan yang akibatnya baru tampak berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun kemudian dan itupun tidak secara kasat mata, misalnya kekerasan emosional. Menurut Elly Nurhayati dari Rifka Annisa, satu hal yang khas pada perempuan yang mengalami tekanan psikologis termasuk yang dikarenakan kekerasan adalah gangguan pada fungsi reproduksi. Misalnya saja haid yang tidak teratur atau tidak terhenti, sering mengalami keguguran, atau kesulitan menikmati hubungan seksual. Terlepas dari apakah akibat kekerasan itu bisa langsung terlihat mata ataupun baru tampak kemudian, tapi yang jelas dampaknya akan membatasi kehidupan perempuan itu. Gangguan kesehatan, hilangnya konsep diri dan rasa percaya terhadap diri sendiri, jelas akan menghambat kegiatan-kegiatan mereka untuk berpartisipasi secara penuh dalam masyarakat. Ini berarti hilangnya sumber daya manusia yang sangat penting. Perempuan yang seharusnya bisa aktif berpartisipasi dalam masyarakat, dan bisa mengembangkan potensi dirinya, sekarang terhambat karena masalah kekerasan tersebut. Organisasi Kesehatan Sedunia WHO memperkirakan bahwa biaya pengobatan terhadap korban kekerasan 2,5 kali lebih banyak daripada penyakit biasa. Dan perempuan yang Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. mengalami kekerasan akan kehilangan 50 persen produktivitasnya. Belum lagi kalau kita melihat dampak kekerasan terhadap perempuan terhadap generasi mendatang. Anak-anak yang tumbuh di lingkungan keluarga yang diwarnai kekerasan akan menyebabkan anak-anak tersebut tidak bisa berkembang menjadi manusia dewasa yang utuh karena mereka tidak mengenal apa itu kekebasan dan demokrasi. Tidak ada pilihan-pilihan lain bagi anak-anak itu. sejumlah studi menunjukkan bahwa anak-anak yang hidup dalam keluarga yang diwarnai kekerasan, pada masa dewasanya cenderung akan terlibat dalam situasi yang sama karena nilai-nilai yang hidup dalam keluarga itu akan berpindah dan terinternalisasi oleh anak. Analisa terhadap permasalahan ini dapat juga dari dampak sosial. Dampak sosial dari permasalahan ini adalah pelaku atau korban akan merasa dikucilkan dari masyarakat, hal ini menyebabkan masa depan dari anak atau korban kekerasan seksual seolah-olah tidak berpengharapan, yang menjadi faktor pendukung korban merasa tidak berpengharapan atau masa depan yang surama adalah : 1. Masyarakat ataupun pihak keluarga yang menjauhi dan menghindari pelaku atau korban kekerasan seksual. 2. Masyarakat atapun pihak keluarga yang bersifat pasif, maksudnya tidak melakukan segala sesuatu untuk menghibur atau memberi suatu support terhadap korban kekerasan seksual. Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. Yang menjadi faktor penghambat adalah : 1. Masyarakat ataupun pihak keluarga berusaha menghibur dan memberikan pengertian kepada masyarakat yang lainnya untuk tidak menjauhinya ataupun menghindarinya. 2. Masyarakat dan pihak memberikan dukungan terhadap pelaku kekerasan seksual bahwa dia mempunyai harapan di dalam bermasyarakat. 3. Dampak Psikologi. Dampak psikologi dari penderita atau korban dapat dikatakan sangat besar artinya pastilah korban akan mengalami dampak psikologis yang mungkin dapat mempengaruhi kejiwaannya. 4. Dampak fisik. Pada dampak fisik biasanya dapat terlihat langsung secara kasat mata seperti memar-memar ditubuh atau goresan-goresan luka. 5. Dampak Ekonomi. Dampak ekonomi, yang menjadi sumber dari hal ini adalah dimana perekonomian sangat mempengaruhi, dimana dalam suatu keluarga. 3. Upaya-upaya Penanggulangan dari Hubungan Seksual Sedarah 1. Upaya Preventif Pencegahan sebelum terjadinya kasus incest sangat diperlukan, karena pada dasarnya lebih baik mencegah sebelum hal yang buruk terjadi daripada harus menata dan memperbaiki sesuatu yang telah mengalami kerusakan. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan terhadap terjadinya kasus incest ini, yaitu : a. Meningkatkan Pemahaman tentang Agama Semua hal di atas berpulang pada kemampuan memahami dan melaksanakan ajaran agama. Penanaman nilai-nilai agama sejak dini akan sangat membantu proses pencegahan incest ini. Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. Ajaran agama selalu menanamkan kasih sayang, welas asih, kesabaran dan ketaatan, maka bila tiap individu dibekali ajaran agama ini seutuhnya, tidak akan ada lagi penyelewengan-penyelewengan tingkah laku. b. Perbaiki Masalah Ekonomi Sungguh tepat ungkapan yang menyebutkan bahwa kemiskinan membawa kepada kekufuran. Masalah ekonomi, seperti yang telah disebutkan dalam faktor penyebab incest memang merupakan faktor utama dalam terjadinya kasus incest. Ketua MUI Sumatera Utara, mengatakan bahwa Islam mengajarkan umatnya untuk berupaya memperbaiki kesejahteraan. 30 Lebih lanjut ia mengatakan, dalam kaitannya dengan incest; bahwa incest ini dapat menimbulkan dampak besar yaitu pencemaran kelamin dan pencemaran nasab (keturunan). 31 Untuk itu sebagai upaya pencegahan; bila seseorang merasa belum mempunyai kemampuan untuk mensejahterahkan keluarga, janganlah berumah tangga atau kawin. Masih menurut bahwa Islam mendorong umatnya, terutama kepala keluarga untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Itu dimaksudkan agar bisa lebih tenang beribadah kepada Allah SWT. Sebelum calon suami-istri melangsungkan pernikahan, terlebih dahulu ditanyakan kesanggupan baik moril, maupun materiil. Dan bila tidak sanggup, Islam mengajarkan agar berpuasa. c. Menyediakan Tempat Tinggal Yang Layak Masalah tempat tinggal atau rumah yang layak ini juga perlu dikedepankan, dengan tersedianya tempat tinggal yang layak huni bagi anggota keluarga, akan dapat menjadi pencegah sebelum terjadinya incest. 30 31 Sumut Pos, 22 Februari 2005, halaman 19. Ibid Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. Rumah hunian yang layak di sini, dimaksudkan adalah adanya pembedaan kamar tidur bagi anggota keluarga. Idealnya sebuah rumah memiliki tiga kamar tidur; satu kamar tidur untuk orang tua, satu kamar tidur untuk anak laki-laki, satu kamar tidur untuk anak perempuan. 32 Hal ini juga ditegaskan oleh Mahmud Azis Siregar, bahwa Islam memerintahkan untuk memisahkan anak dari kamar orang tua, bila anak mulai mumaiz (belum remaja tapi sudah mengerti lelaki dan perempuan), dan memisahkan tempat tidur dengan saudara yang tidak sejenis, kalau sudah baligh adalah mutlak. 33 d. Jangan Terlalu Dekat dengan Lawan Jenis Bagi anak, haruslah diupayakan untuk tidak terlalu dekat dengan lawan jenis, terlebih dengan keluarga dekat, demikian yang diungkapkan oleh Dra. Psi. Mustika Tarigan. Sebab pelaku incest adalah orang dekat korban, bisa ayah kandung, ayah tiri, paman, kakek, abang. 34 Jadi sebaliknya, demi keamanan anak atau kaum perempuan, sudah sepantasnya ada pengawasan yang ketat bagi orang lain (laki-laki) yang masuk ke kamar. Jangan sampai orang lain itu demikian bebasnya keluar masuk kamar tidur anak perempuan. 2. Upaya Represif Upaya represif yang dapat dilakukan bila kasus incest telah terjadi terhadap anak korban incest adalah : 32 Forum Keadilan, september 2005, halaman 61 Op.cit 34 Ibid 33 Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. a. Terapi Terapi atau konseling sangat dibutuhkan, karena menurut tinjauan psikologi, tindakan incest sangat berdampak terhadap mental seorang anak, bentuk terapi ini adalah : 1) Terapi Individu Terapi individu ditujukan baik terhadap anak sebagai korban incest, ibu, dan ayah sebagai pelaku. Di dalam terapi individu anak sebagai korban perilaku incest dapat mengungkapkan kemarahannya akibat perilaku incest pelaku kepada terapis. Tugas utama terapis dalam terapi individu anak adalah : a) Meyakinkan pasien bahwa keamanannya terjamin, setelah ia mengungkapkan perilaku incest dengan pelaku. b) Meyakinkan kembali pasien bahwa perilaku incest bukan kesalahannya. c) Membangun kembali kemampuan pasien untuk dapat percaya kepada orang lain, dan mengembalikan kemampuannya untuk merasa nyaman dalam menjalin hubungan dekat dengan orang lain. 2) Terapi Berkelompok Bertujuan untuk menolong korban incest dari pengalaman traumatisnya yang sudah lewat. Terapi ini berguna untuk membantu korban dalam mengatasi rasa malu karena keyakinan bahwa dirinya telah tercemar dan merasa berbeda dengan lainnya. Ikatan dalam kelompok mengembangkan rasa kebersamaan dalam menghadapi rahasia. Ketakutan dan rasa putus asa. Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. Korban Incest dapat belajar dari grup bahwa mereka tidak sendirian dalam penderitaan akibat incest, dan mulai menolak perasannya ia harus bertanggung jawab untuk perilaku incest ayahnya atau pelaku yang lain. 3) Terapi Keluarga Terapi keluarga berguna dalam usaha untuk mengembangkan keluarga sebagai kesatuan fungsional dan mengembangkan atau menumbuhkan peranan dalam keluarga yang lebih sehat untuk setiap anggotanya. Kontrol eksternal yang didapatkan dari terapis dapat membantu mencegah perilaku incest, sementara individu yang terlibat belajar untuk mengembangkan kemampuannya menahan diri dengan menggunakan cara yang lebih serasi dan dapat diterima masyarakat dalam memuaskan kebutuhannya. b. Pemindahan Korban Pemindahan korban dari lingkungan tempat tinggalnya juga sangat diperlukan, walaupun pada dasarnya hal ini terkait dengan adanya terapi psikologi yang diterapkan kepada korban. Pemindahan ini juga dianjurkan oleh Elisabeth, S.H. dengan tujuan untuk menumbuhkan rasa aman bagi korban, dan pelepasan dirinya dari perspektif aib dari masyarakat. Masyarakat di lingkungan yang kebetulan sebagai tempat terjadinya kasus incest juga harus dibina, dengan berbagai penyuluhan yang menekankan terjadinya peningkatan rasa peduli terhadap korban, adanya tanggung jawab bersama terhadap korban, dan rasa kebersamaan bahwa korban adalah orang yang perlu ditolong. Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. Upaya Dalam Mencegah Kekerasan Seksual Hubungan Sedarah (Incest) Terhadap Perempuan Di bawah Umur 1) Upaya Pemerintah a) Mengenai VCD porno, pemerintah harus lebih mengoptimalkan tentang hukuman yang berlaku pada pengedar VCD porno atau gambar-gambar porno. b) Bekerja dengan pengurus ibadah untuk lebih mendukung kegiatan beribadah. c) Pengulangan narkoba dan miras harus lebih dioptimalkan. d) Bekerjasama dengan lembaga pendidikan, memberikan penyuluhan terhadap para orangtua dan anak. e) Mengadakan seminar-seminar tentang kekerasan seksual. f) Aparat penegak hukum, untuk menangani kasus ini bekerjasama dengan seluruh lapisan masyarakat. 2) Upaya Masyarakat Mendukung segala proyek pemerintah dan mau diajak bekerjasama, khususnya dalam hal ini adalah mengenai mode atau etika berpakaian yang sopan dan sesuai dengan budaya kita. Masyarakat juga melihat kejadian kekerasan seksual diharapkan melapor kepada aparat keamanan atau pihak yang berwajib. 3) Upaya Pemimpin Agama Juga bekerjasama dengan masyarakat serta pemerintah, baik dalam kebebasan beragama ataupun memberikan atau menanamkan nilai agama dengan baik, dan lebih memperhatikan jemaatnya. Jadi dalam hal ini ketiga unsur yaitu pemerintah, masyarakat dan pemimpin agama harus dapat saling bekerjasama Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. untuk mencapai suatu tujuan bersama. Juga mengadakan seminar mengenai hal tersebut. 4) Upaya Lembaga Sosial Masyarakat Adanya Lembaga Masyarakat yang timbul di Indonesia menunjukkan bahwa masyarakat pun dapat menjadi pemerhati dan bukan hanya pasif melihat kejadian-kejadian yang ada tetapi mau bergerak secara aktif. Jadi lembaga masyarakat juga sama-sama bekerjasama dalam menyerukan pencegahan Kekerasan Seksual terhadap anak di bawah umur. 5) Upaya media televisi dan media lainnya Peran media sangat besar pengaruhnya dalam timbulnya tindakan kekerasan seksual, jadi dalam hal ini Media TV harus lebih lagi dalam membatasi atau mensensor film-film yang dapat dikategorikan film untuk dewasa dengan bekerjasama dengan Lembaga sensor film, dan media massa juga harusnya lebih membatasi tampilan gambar yang dapat mengundang daya tarik seksual. 6) Upaya Keluarga Keluarga dapat dikatakan kelompok terkecil dalam masyarakat yang merupakan sumber awal kasih sayang dan perhatian, jadi dalam hal ini diusahakan keluarga-keluarga dapat lebih menerapkan nilai-nilai, moralitas, etika, kasih sayang dan perhatian. Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. BAB IV PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DAN UPAYA PENANGGULANGAN DARI TERJADINYA KASUS INCEST A. Kasus dan Analisa Kasus 1. Kasus Pada waktu dan tempat tersebut di atas yaitu pada hari Jum’at jam 14.00 Wita sekitar akhir tahun 2005, terdakwa menemui saksi korban SITI JULAEHA (anak kandung terdakwa) yang sedang tertidur terlentang di kamar. Setelah itu terdakwa mengangkat kain sarung, lalu membuka serta melorotkan celana dalam yang dipakai oleh saksi korban. Kemudian terdakwa mengoleskan penisnya dan vagina saksi korban dengan air liurnya sambil melebarkan kedua kaki saksi korban. Selanjutnya terdakwa berusaha memasukkan penisnya ke dalam lubang vagina saksi korban, tetapi ketika penis terdakwa baru menyentuh vagina saksi korban, tiba-tiba saksi korban tersadar dari tidurnya dan terkejut begitu mengetahui dirinya sudah tidak memakai celana dalam lagi dan melihat tubuh terdakwa dalam keadaan telanjang dihadapannya. Saat itu saksi korban sempat menolak dan melakukan perlawanan terhadap terdakwa, namun terdakwa tetap memaksa saksi korban untuk melayaninya bersetubuh dengan memegang secara paksa kedua tangan dan menekan kedua kaki saksi korban dengan badan dan kedua terdakwa sehingga tidak bisa bergerak lagi. Setelah itu terdakwa mengancam saksi korban dengan perkataan “Kamu layani saya sekarang, kalau tidak, saya tidak akan mengurus kamu lagi, tidak ngasih makan dan tidak ngasih uang belanja, dan kalau kamu cerita sama orang-orang, saya akan bunuh kamu”. Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. Dalam keadaan saksi korban takut dan tidak berdaya, kemudian terdakwa melanjutkan perbuatannya dengan cara memegang penisnya dan memasukkannya ke dalam lubang vagina sambil melakukan gerakan naik turun hingga mengeluarkan cairan sperma di dalam lubang vagina saksi korban. Bahwa setelah itu, terdakwa tetap melakukan perbuatan tersebut berkali-kali dan yang terakhir pada sekitar bulan Juni 2006. Akibat perbuatan terdakwa tersebut, menyebabkan saksi korban hamil, sesuai dengan hasil Visum Et Repertum Nomor : 166/PKM/KRP/VII/2006 tanggal 29 Juni 2006 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. I Wyn Restu Adnyana, dokter pemeriksa pada Puskesmas Kuripan, yaitu : puting susu kanan dan kiri menonjol agak hitam kecoklatan, dipencet ASI keluar, didapatkan pembesaran rahim setinggi pusar identik dengan kehamilan 22 minggu sampai dengan 24 minggu, denyut jantung janin/bayi sudah jelas terdengar dan teratur sebanyak 144 kali per menit, selaput dara didapatkan robekan yang tidak teratur pada jam empat, jam tujuh dan jam delapan tetapi tidak sampai ke dasar selaput dara, dinding kemaluan berwarna merah kecoklatan dengan kesimpulan selaput dara robek tidak teratur karena dimasuki benda bulat, keras, tumpul secara paksa dan korba SITI JULAEHA dalam keadaan hamil identik dengan kehamilan 22 minggu sampai dengan 24 minggu. Dari kasus di atas dapat dibagi menjadi 3 dakwaan : Dakwaan Kesatu : Bahwa ia terdakwa MUHALI pada waktu-waktu dalam tahun 2005 sampai dengan tahun 2006, bertempat di rumah terdakwa, Dusun Kumbung, Desa Kuripan Utara, Kecamatan Kediri, Kabupaten Lombok Barat atau setidaktidaknya di tempat lain yang masih berada di daerah hukum Pengadilan Negeri Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. Mataram, telah dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak yaitu saksi korban SITI JULAEHA melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut Dakwaan Kedua Primair : Bahwa ia terdakwa MUHALI pada waktu-waktu dalam tahun 2005 sampai dengan tahun 2006, bertempat di rumah terdakwa, Dusun Kumbung, Desa Kuripan Utara, Kecamatan Kediri, Kabupaten Lombok Barat atau setidaktidaknya di tempat lain yang masih berada di daerah hukum Pengadilan Negeri Mataram, dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita yaitu saksi korban SITI JULAEHA bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut. Subsidair : Bahwa ia terdakwa MUHALI pada waktu-waktu dalam tahun 2005 sampai dengan tahun 2006, bertempat di rumah terdakwa, Dusun Kumbung, Desa Kuripan Utara, Kecamatan Kediri, Kabupaten Lombok Barat atau setidaktidaknya di tempat lain yang masih berada di daerah hukum Pengadilan Negeri Mataram, telah melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, anak dibawah pengawasannya yang belum dewasa, atau dengan orang yang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikannya dan penjagaannya diserahkan kepadanya ataupun dengan bujangnya atau bawahannya yang belum Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. dewasa, jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut. Berdasarkan fakta-fakta yang tersebut di atas, maka Jaksa Penuntut Umum untuk membuktikan unsur-unsur pidana yang telah didakwakan terhadap terdakwa. Sebagaimana disebutkan diawal tuntutan, terdakwa didakwakan melakukan tindak pidana yang kami susun dengan dakwaan alternatif yang terdiri dari : - Dakwaan Kesatu melanggar Pasal 81 ayat (1) UU RI Nomor 23 Tahun 2002 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, Atau - Dakwaan Kedua Primair melanggar Pasal 285 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, Subsidiair melanggar Pasal 294 ayat (1) KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Namun dalam persidangan ini, dakwaan yang dapat dibuktikan telah dilakukan oleh terdakwa yaitu dakwaan Kesatu Pasal 81 ayat (1) UU RI Nomor 23 Tahun 2002 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP yang unsur-unsurnya terdiri dari : 1. Unsur setiap orang Unsur ini menunjuk siapa pelaku atau subyek dari tindak pidana yang dimaksud dalam Surat Dakwaan. Dalam persidangan terungkap fakta bahwa terdakwa menerangkan identitas yang sama dengan identitas dalam Surat Dakwaan yaitu MUHALI, kemudian karena tidak diketemukan fakta-fakta yang dapat menghilangkan atau menghapuskan kesalahan terdakwa, maka dengan demikian dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya. 2. Unsur dengan sengaja Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. Dalam teori dasar Hukum Pidana, kata “sengaja” digambarkan dalam arti “tahu dan dikehendaki” artinya terdakwa tahu dalam sadar apa yang dikerjakan dan apa akibat dari pekerjaannya, namun demikian terdakwa tetap berkehendak dan bersikeras dalam niatnya untuk melakukan. Dalam pemeriksaan dipersidangan diperoleh fakta bahwa terdakwa tahu apa yang dilakukannya yaitu menyetubuhi dengan paksa Siti Julaeha anak kandungnya sendiri dan terdakwa mengetahui akibatnya yaitu bisa menyebabkan hamil dan merusak masa depan anak kandungnya sendiri, namun demikian terdakwa tetap melaksanakan niatnya dengan menyetubuhi anaknya tersebut sampai hamil. 3. Unsur melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya Bahwa unsur ini bersifat alternatif redaksional, artinya apabila salah satu sub unsur terbukti, maka sub unsur lainnya dianggap terbukti pula. Dari pemeriksaan persidangan diperoleh fakta bahwa saksi korban Siti Julaeha sempat menolak dan melakukan perlawanan terhadap terdakwa pada saat akan disetubuhi, namun terdakwa tetap memaksa saksi korban untuk melayaninya bersetubuh dengan memegang secara paksa kedua tangan dan menekan kedua kaki saksi korban dengan badan dan kedua kaki terdakwa sehingga tidak bisa bergerak lagi. Setelah itu terdakwa mengancam saksi korban dengan perkataan “Kamu layani saya sekarang, kalau tidak, saya tidak akan mengurus kamu lagi, tidak ngasih makan dan tidak ngasih uang belanja, dan kalau kamu cerita sama orang-orang, saya akan bunuh kamu”. Dalam keadaan saksi korban takut dan tidak berdaya, kemudian terdakwa melanjutkan perbuatannya dengan cara Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. memegang penisnya dan memasukkannya ke dalam lubang vagina sambil melakukan gerakan naik turun hingga mengeluarkan cairan sperma di dalam lubang vagina saksi korban. 4. Unsur jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut Dari pemeriksaan persidangan diperoleh fakta bahwa semua perbuatan terdakwa sebagaimana tersebut di atas dilakukan secara berkali-kali sampai lebih dari 10 kali dan yang terakhir pada sekitar bulan Juni 2006 atau setidaktidaknya lebih dari satu kali dan secara berlanjut dengan demikian dapat diklasifikasikan sebagai perbuatan yang ada hubungannya satu dengan lainnya dan harus dipandang sebagai perbuatan yang diteruskan atau berlanjut. Dengan demikian karena semua unsur telah terpenuhi maka Pasal dalam Surat Dakwaan telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum dan terhadap perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tersebut maka seharusnya ia dihukum. Pengadilan Negeri Mataram dalam Petikan Putusan Nomor : 306/PID.B/2006/PN.MTR “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” Pengadilan Negeri Mataram yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa, telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara Terdakwa : MUHALI, lahir di Kumbung, umur 60 tahun, jenis kelamin laki-laki, kebangsaan Indonesia, tempat tinggal Dsn. Kumbung, Desa Kuripan Utara, Kec. Kuripan, Kabupaten Lombok Barat, agama Islam, pekerjaan buruh; terdakwa ditahan di Rutan Mataram sejak tanggal 29-06-2006 s/d Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. sekarang; Pengadilan Negeri tersebut; menimbang dst; mengingat Pasal 81 ayat (1) No. 23 Tahun 2002 yo Pasal 64 ayat (4 KUHP) mengadili : 3. Menyatakan terdakwa MUHALI telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya secara berlanjut; 4. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun dan denda sebesar Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah) dengan ketentuan jika denda tersebut di bayar, diganti dengan pidana kurungan selama 4 (empat) bulan; 5. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan itu; 6. Menetapkan Terdakwa tetap ditahan. 7. Menetapkan barang bukti berupa : 1 (satu) lembar kain sarung warna dasar kuning bermotif bunga, 1 (satu) lembar baju kaos warna hitam, 1 (satu) buah BH warna pink, 1 (satu) buah celana dalam warna krem, dikembalikan kepada saksi SITI JULAEHA, sedangkan 1 (satu) lembar kain sarung warna dasar coklat, 1 (satu) lembar tikar warna hijau, hitam dan putih merk. Cap Manggis dikembalikan kepada Terdakwa; 8. Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah). Maka diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mataram pada hari : Rabu tanggal 8 Nopember 2006, oleh Haji Yuliusman, SH sebagai Ketua Majelis, I.B. Putu Madeg, SH.MH dan Dewa Putu Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. Wanten, SH masing-masing sebagai Hakim Anggota, putusan tersebut pada hari itu juga diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum oleh Majelis Hakim tersebut, dengan dibantu oleh : Made Subrata, SH Panitera Pengganti Pengadilan Negeri tersebut serta dihadiri oleh : M. Rusdi, SH, Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Mataram dan Terdakwa tanpa dihadiri oleh Penasihat Hukumnya. Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat penulis ambil dari berbagai permasalahan yang terdapat dalam tulisan ini adalah : 2. Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya incest dapat dibagi ke dalam dua faktor utama, yaitu faktor ekstern dan faktor intern. Faktor ekstern maksudnya adalah faktor-faktor yang bersifat umum dan bukan berasal dari diri pelaku maupun korban, sedangkan faktor intern adalah faktor yang bersifat khusus dan terdapat pada diri korban dan pelaku. Faktor ekstern ini terdiri dari adanya perubahan sosial yang merujuk pada terjadinya modernisasi, ketidakmampuan individu memilah dan mengapresiasi suatu bentuk perubahan mendorong terjadinya incest. Perubahan Budaya juga sebagai salah satu faktor ekstern terjadinya incest, berdasarkan penelitian di Amerika Serikat, ada kecenderungan orang tua untuk melakukan hubungan seks dengan anak perempuannya sebagai wujud bentuk kasih sayang dalam keluarga. Jumlah wanita yang lebih banyak dari pria membuat lemahnya kontrol terhadap kekerasan yang terjadi terhadap wanita yang salah satu bentuknya adalah incest. Faktor ekstern yang terakhir adalah ringannya hukuman yang dijatuhkan terhadap pelaku, dampak terjadinya kasus incest terhadap anak yang mengalami hal tersebut sangat besar, jadi ketika hukuman yang dijatuhkan terhadap pelaku jauh dari tuntutan jaksa maka dapat dinyatakan bahwa tujuanpenjera dari hukuman itu tidak tercapai, dan kasus- Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. kasus incest pun lebih sering terjadi. Dalam faktor intern, faktor ekonomi memegang peran penting, faktor ini merupakan faktor penyebab terbesar dari terjadinya incest terhadap anak, ketidakmampuan secara ekonomi menyebabkan seseorang mencari jalan pintas dalam menyalurkan kebutuhan biologisnya, bila istri tidak mampu melaksanakan kewajibannya. Faktor yang berikut adalah mengenai konsepsi anak adalah milik orang tua, orang tua merasa memiliki anak secara mutlak dan akhirnya merasa dapat melakukan segalanya terhadap anaknya itu, bahkan hal-hal yang bersifat asusila seperti incest. Dan yang terakhir adalah adanya disfungsi keluarga, bahwa ketika orangtua tidak mampu melaksanakan tugasnya sebagai pelindung anak, maka akan terjadilah perbuatan yang semena-mena terhadap anak. 3. Upaya pencegahan kasus incest, upaya yang bersifat preventif dapat dilakukan dengan memperbaiki masalah ekonomi, dengan terciptanya keadaan ekonomi yang lebih baik niscaya peristiwa asusila seperti incest akan dapat dihalangi. Menyediakan tempat tinggal yang layak bagi keluarga, banyak kasus incest yang terjadi karena para anggota keluarga disatukan ke dalam satu kamar, jadi sudah sepantasnya untuk satu keluarga itu ada 3 kamar tidur, yaitu satu kamar untuk orang tua, satu kamar untuk anak laki-laki dan satu kamar untuk anak perempuan. Jangan terlalu dekat dengan lawan jenis, pelaku incest adalah keluarga atau orang yang dekat dengan korban, bisa ayah, abang, atau paman bahkan kakek, jadi untuk mencegah terjadinya kasus ini, kedekatan dengan lawan jenis dalam satu keluarga harus dibatasi ketika anak sudah mencapai usia reproduktif atau bahkan sejak anak masih berusia sangat muda. Meningkatkan pemahaman tentang agama, pembinaan moral anak adalah Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. berasal dari rumah tangga, pemberian pengertian dan ajaran tentang agama sangat penting untuk menghindarkan keluarga dari berbagai perbuatan asusila atau maksiat. Untuk upaya yang bersifat represif, dapat melakukan terapi seperti terapi individu, bahwa korban diberi kesempatan untuk mengungkapkan apa yang dirasakannya secara pribadi dengan psikolog, terapi berkelompok, korban menerima bimbingan dengan beberapa korban lain yang mempunyai nasib yang sama dengannya dengan tujuan agar ia mengetahui bahwa masih banyak orang lain yang bernasib sama dengan dirinya dan dengan harapan ia dapat menerima kenyataan serta melupakan hal yang pernah dialaminya untuk menuju masa depannya yang lebih baik, dan terapi keluarga, incest yang terjadi menunjukkan adanya ketidaksesuaian fungsi keluarga, jadi sepantasnya keluargapun mengalami perbaikan. Upaya pemindahan korban dari lingkungannya juga pantas untuk dilakukan sebagai upaya pemulihan mental yang bersangkutan. 4. Perlindungan hukum terhadap anak korban incest, upaya perlindungan hukum terhadap anak korban incest dimulai dari kepolisian, tersedianya RPK (Ruang Pelayanan Khusus) sangat dirasakan manfaatnya, korban dapat mengadukan masalah yang dihadapinya secara bebeas, kepolisian juga dapat segera melakukan penanganan kasus dengan sistem jemput bola, yaitu melakukan upaya hukum tanpa menunggu adanya laporan dari korban, Posyandu atau Pusat Pelayanan Terpadu, memberikan kemungkinan terciptanya kemudahan dan terjaminnya kelangsungan penanganan kasus-kasus susila umumnya dan incest pada khususnya. Dalam proses peradilan kesaksian korban yang hanya sebagai keterangan dapat dianggap sangat merugikan dalam penjatuhan Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. putusan, belum lagi rendahnya masa hukuman yang hanya mencapai tujuh tahun maksimal untuk kasus yang terkait dengan Pasal 294 KUHP, dan hal ini diperparah dengan vonis hakim yang sering di bawah tuntutan jaksa. B. Saran Saran yang dapat penulis berikan adalah : 1. Faktor-faktor penyebab incest tidak dapat disamakan dalam setiap kasus, namun hampir rata-rata penyebab terjadinya incest adalah lemahnya kondisi ekonomi keluarga, maka sudah sepantasnya ada perhatian yang lebih besar terhadap perbaikan masalah ekonomi ini, diharapkan adanya peningkatan taraf hidup masyarakat pada umumnya. 2. Kuantitas dan kualitas incest menunjukkan suatu peningkatan yang mengkhawatirkan, maka sebaiknya dibuat suatu program pencegahan yang terarah dan terpadu untuk penanganan kasus-kasus kesusilaan umumnya dan kasus incest khususnya. 3. Upaya pencegahan dari kasus incest masih sangat kurang, kalau tidak mau dikatakan buruk, karena banyaknya kasus incest yang terjadi, bahkan ada kemungkinan lebih banyak dari yang terungkap karena incest termasuk ke dalam fenomena gunung es, jadi sebaiknya upaya pencegahan ini dimaksimalkan tindakannya. 4. Perlindungan hukum terhadap anak korban incest belum menunjukkan keberhasilan tujuannya. Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009. DAFTAR PUSTAKA A. Buku Azis, Aminah, SH, Aspek Hukum Perlindungan Anak, USU Press, 1997 Akademia, Volume 4, no. 3, Juli 2000 Bagong Sujanto, dkk, Tindak Kekerasan terhadap Anak, Masalah dan Pemantauannya, LPA Jawa Timur, 2000 Arief, Barda Nawawi, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, 1998 Haskell / Yablonsky, Criminology, Crime and Criminality, Harper and Row Publisher, New York, 1983 Santrock, John. W, Psychology: The Science of Mind and Behaviour, W.M.C. Bown Publisher. Marpaung, Leden, Tindak Pidana Terhadap Kesusilaan, Rajawali Grafika Bandung Hasan Wedong, Maulana, Advokasi dan Hukum Perlindungan, Gramedia Wira Sarana Indonesia Jakarta, 2000 Hadisuprapto, Paulus, SH, MH, Juvenile Delinquency, Pemahaman dan Penanggulangannya, Citra Bakti Bandung, 1997 Soesilo, R. Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Politeia Bandung Subekti, R, Tjitrosoediro, R, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pradnya Paramitha Jakarta 1992 Atmasasmita, Romli, Peradilan Anak di Indonesia, Mandar Maju Bandung, 1997 Manik, Sulaiman Zuhdi, Penanganan dan Pendampingan Anak Korban Incest, PKPA, 2002 Hamid, Syamsul Rijal, Buku Pintas Agama Islam, Penerbit Salam, 1999 B. Majalah dan Koran Sumut Pos, Februari 2002 Kalingga, Volume 5 no. 1, Januari 2002 Kalingga, Mei 2002 Forum Keadilan, edisi XXI 2002 C. Internet Dina Afriani : Aspek Yuridis Dan Kriminologi Terhadap Hubungan Seksual Sedarah (Incest) Yang Dilakukan Ayah Kandung Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Register No. 110/P.2.10/08/2006/PN. Mataram), 2009.