BISNIS YANG BAIK

advertisement
BISNIS YANG BAIK
Tinjauan etis teologis mengenai persepsi warga jemaat
terhadap bisnis Kristen di jemaat GPIB Passareang, Makassar
Tesis
Untuk memenuhi sebahagian persyaratan
mencapai derajat Sarjana S-2
Program Magister Teologi
Program Studi Etika
Diajukan oleh
Stephen G.R. Sihombing
265.029
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
STT INTIM MAKASSAR
Januari 2008
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
SERTIFIKAT UJIAN TESIS
Semua yang bertandatangan di bawah ini, menerangkan bahwa Tesis Magister
Theologi (M.Th) dengan judul:
BISNIS YANG BAIK
Tinjauan etis teologis mengenai persepsi warga jemaat terhadap bisnis Kristen
di jemaat GPIB Passareang, Makassar
yang dipersiapkan dan disusun oleh:
Stephen G.R. Sihombing
265.029
telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 20 Desember 2008 dan
dinyatakan lulus dengan nilai A .
Susunan Dewan Penguji
Pembimbing I
Penguji I
Pdt. Dr. Yusuf G. Mangumban
Pdt. Dr. Yusuf G. Mangumban
Pembimbing II
Penguji II
Pdt. Ny. Resty Arnawa-T, M.Th
Drs. Ishak Ngeljaratan, MA
Mengetahui
Program Pascasarjana STT INTIM Makassar
Pdt. DR. Andarias Kabanga’
Direktur
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan
Tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis
dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari diketahui ini tidak benar, saya bersedia menerima
sanksi sesuai aturan yang berlaku.
Makassar, 15 Januari 2009
Stephen G.R. Sihombing
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
KATA PENGANTAR
Tuntutan untuk berlaku etis dalam bisnis merupakan kenyataan
mutlak yang harus diperhatikan semua pihak yang ingin menjaga agar
lembaga bisnis dapat memberi sumbangan positif bagi kesejahteraan
hidup manusia. Kiranya, tesis ini dapat bermanfaat bagi siapa saja
yang menginginkan terciptanya hubungan integratif bisnis dengan
etika Kristen.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih
kepada dosen pembimbing, Bp. Pdt. DR. Yusuf G. Mangumban dan
Ny. Resty Arnawa-T, M.Th yang telah dengan setia dan sabar
mengarahkan penulis dalam proses penelitian sampai tesis ini selesai.
Penulis mengucapkan terima kasih juga kepada staff pengajar STT
INTIM Makassar, yang telah memperkaya wawasan teologi penulis
selama menempuh pendidikan antara tahun 2006-2008, khususnya
Bp. Pdt. DR. Andarias Kabanga’, Bp. Pdt. DR. Nazarius Rumpak,
Bp. Prof. DR. W.I.M Poli, Bp. Drs. Ishak Ngeljaratan, MA,
Bp. Pdt. D. Sopamena, M.Th, dan Bp. Pdt. Ruben Persang, M.Th.
Tidak dapat dilupakan rekan-rekan dari perpustakaan STT INTIM
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
Makassar yang dengan setia melayani kebutuhan penulis dalam
memperoleh buku-buku untuk kepentingan penelitian.
Ucapan terima kasih yang sama disampaikan pula kepada
Bp. Anggiat Sinaga, MBA, Bp. Ir. Leo Hehanusa, M.Si dan Bp. Max
Saliwir, SE, atas bantuannya dalam proses penulisan tesis ini.
Sahabat-sahabat penulis, David dan Wilson, perlu dicatat di sini
sebagai teman yang komunikatif selama proses studi telogi.
Penulis berterima kasih juga kepada jemaat-jemaat GPIB,
khususnya Jemaat GPIB Passareang, tempat di mana penulis
mengambil bagian dalam pengabdian pelayanan. Penulis tidak dapat
melupakan budi baik dari rekan-rekan sesama pendeta GPIB yaitu,
Pdt. Ny. M.A. Manopo, Pdt. Ny. M.T. Meijer-Hallatu, M.Th,
Pdt. Marlyn Joseph S.Th, dan Bp. Pdt. Timotius Susilo, S.Ag.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang
mendalam
kepada
Majelis Sinode GPIB
XVIII
yang telah
memberikan rekomendasi dan bantuan keuangan selama studi
berlangsung. Secara khusus, penulis sangat berterima kasih kepada
Bp. Pnt. Prof. Dr. John Fo’Eh
dan keluarga yang dengan tulus
mendukung dan membantu pergumulan penulis selama studi dan tugas
pelayanan dalam jemaat GPIB.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
Akhirnya, penulis berterima kasih kepada segenap keluarga:
istri kekasih, Ir. Dewi Arung, kedua anak kekasih: Jacqueline dan
Stefany, kedua orang tua: Mami di Makassar dan Mama di Jakarta,
yang telah mendukung dengan doa dan kasih. Semua ucapan terima
kasih ini dapat dikatakan, karena kemurahan Allah yang melimpah
dalam hidup penulis sampai hari ini.
Makassar, 15 Januari 2009
Penulis
Stephen G. R. Sihombing
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
.............................................................
i
SERTIFIKAT UJIAN TESIS
.............................................................
ii
PERNYATAAN
.............................................................
iii
KATA PENGANTAR
.............................................................
iv
DAFTAR ISI
.............................................................
vii
ABSTRACT
.............................................................
x
ABSTRAK
.............................................................
xi
BAB I
: PENDAHULUAN
............................................................
1
A
Latar Belakang Masalah
.............................................................
1
B
Batasan Masalah
..............................................................
4
C
Rumusan Masalah
..............................................................
5
D
Tujuan Penelitian
..............................................................
5
E
Manfaat Penelitian
..............................................................
6
F
Keaslian Penelitian
..............................................................
6
G
Tinjauan Pustaka
..............................................................
8
H
Landasan Teori
..............................................................
10
I
Hipotesa
..............................................................
11
J
Jenis dan Metode Penelitian ..............................................................
12
K
Sistematika Penulisan
..............................................................
14
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................
15
A
15
Pemikiran Teoritis
..............................................................
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
1.1 Pengertian Etika
..............................................................
15
1.2 Pengertian Etika Kristen ..............................................................
19
2
..............................................................
21
2.1 Bisnis
..............................................................
21
2.2 Klasifikasi Bisnis
..............................................................
23
2.3 Tantangan yang dihadapi Bisnis ..................................................
23
2.3.1 Tantangan Produktivitas
..................................................
23
2.3.2 Tantangan Kualitas
..................................................
24
2.3.3 Tantangan Pasar Global
..................................................
24
2.4 Pentingnya Etika dalam Bisnis ..................................................
24
3
..............................................................
28
..............................................................
28
Relasi Bisnis dan Etika
Persepsi Bisnis Kristen
3.1 Pengertian Persepsi
3.2 Bisnis menurut Iman Kristen
..................................................
29
3.3 Praktek Bisnis dalam Gereja
..................................................
35
Persepsi Bisnis menurut Agama Islam dan Agama Budha .........
36
4
4.1 Agama Islam
..............................................................
36
4.2 Agama Budha
..............................................................
37
5 Jemaat GPIB Passareang .............................................................
39
B
Keaslian Penelitian
..............................................................
41
C
Kerangka Konseptual
..............................................................
45
D
Landasan Teori
..............................................................
46
BAB III : METODE PENELITIAN ..............................................................
47
A
47
Jenis Penelitian
..............................................................
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
B
Lokasi dan Waktu Penelitian ...............................................................
48
C
Teknik Pengumpulan Data
.............................................................
48
D
Teknik Analisis Data
.............................................................
49
BAB IV : PEMBAHASAN
..............................................................
54
..............................................................
54
1.1 Karakteristik Responden ...............................................................
54
1
Hasil Penelitian
1.2 Persepsi Responden mengenai Bisnis Kristen .............................. 56
2
Pengukuran Persepsi berdasarkan Skala Likert ............................. 65
3 Interpretasi Data dan Uji Hipotesis ................................................
BAB V
70
: REFLEKSI TEOLOGIS ..............................................................
77
1
Hubungan Integratif Etika Kristen dengan Bisnis ......................
77
2
Bisnis yang Baik
...............................................................
79
2.1 Melayani Kehendak Allah ..............................................................
81
2.2 Menghargai Sesama
..............................................................
83
2.3 Memiliki Tanggung Jawab Sosial .................................................
85
3
87
Tanggung Jawab Gereja ...............................................................
BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 88
1
Kesimpulan
...............................................................
88
2
Saran
...............................................................
90
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
ABSTRACT
Business is economic activities that cope with material profits. Seeking for
profit in business is an ethical or good action. Actually, business is not run as well
as its substance. Business was running with manipulative ways and egoism which
victimize society and environment. Christianity has ethical principles which are
useful in business. Ethical principle based on Scripture which can be understood
and practised in Christian business, are the main goal of this research.
The locus of the research is Protestant Church in the West of Indonesia
(GPIB) Congregation “Passareang” at Makassar that covers 100 (a hundred)
respondents, from June until August 2008. Descriptive-survey with questionnaire
and interview techniques is the methodology used in this research. Interviewing
with business practitioners, member of assembly of congregation and priests were
conducted. Likert’s scale has been used in this research to measure church’s
member perception about Christian business. The result of the research proves
that (1) church’s members have good perception of the Christian business, (2) the
principles of ethical business could be practised by a Christian businesman, and
(3) church gives less attention for complementing church’s members about good
business based on Christian ethics.
The principles of Christian ethics in business can be formulated in three
primaries (1) to serve the will of God, (2) respect each other and (3) have a social
responsibility. GPIB has a responsibility to equip church’s members to understand
the principles of Christian ethics in business. Business can be practised not only
for the sake of mankind, but also to serve the will of God. The importance of
ethics in business, to encourage all parties, both business practitioners, ethicians,
theological education institutions, and churches to create a business life with
dignity and ecologically oriented.
Keywords: perception, ethics, business, the Bible, Christian
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
ABSTRAK
Bisnis adalah kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan keuntungan materi.
Mencari keuntungan dalam bisnis adalah perbuatan yang etis atau baik. Dalam
kenyataan, bisnis tidak berjalan sesuai hakekatnya. Bisnis dijalankan dengan caracara manipulatif dan egoisme sehingga masyarakat dan lingkungan hidup
dikorbankan. Kekristenan memiliki prinsip-prinsip etis yang dapat digunakan
dalam bisnis. Prinsip-prinsip etis berdasarkan Alkitab yang dipahami dan
dipraktekkan dalam bisnis Kristen, menjadi tujuan utama penelitian ini.
Penelitian ini dilakukan di jemaat GPIB Passareang, Makassar dengan
melibatkan 100 responden pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2008.
Metode yang dipakai adalah metode survai deskriptif dengan teknik kuisioner dan
wawancara. Wawancara dilakukan kepada praktisi bisnis, anggota majelis jemaat
dan pendeta. Skala Likert digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur
persepsi warga jemaat mengenai bisnis Kristen. Hasil penelitian membuktikan
bahwa (1) warga jemaat memiliki persepsi yang baik tentang bisnis Kristen,
(2) prinsip-prinsip etis bisnis Kristen dapat dipraktekkan oleh pebisnis Kristen dan
(3) gereja kurang memberi perhatian penuh dalam melengkapi warga jemaatnya
mengenai bisnis yang baik berdasarkan etika Kristen.
Prinsip-prinsip etika Kristen dalam bisnis dapat dirumuskan dalam 3 pokok
yaitu (1) melayani kehendak Allah, (2) menghargai sesama dan (3) memiliki
tanggungjawab sosial. GPIB memiliki tanggung jawab dalam melengkapi warga
jemaat untuk memahami prinsip-prinsip etika Kristen dalam bisnis.
Bisnis dipraktekkan bukan hanya untuk kepentingan manusia tetapi juga untuk
melayani kehendak Allah. Pentingnya etika dalam bisnis, kiranya mendorong
semua pihak baik praktisi bisnis, etikawan, lembaga pendidikan teologi dan gereja
untuk menciptakan kehidupan bisnis yang bermartabat dan berwawasan ekologis.
Kata kunci: persepsi, etika, bisnis, Alkitab, Kristen
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
BAB I
PENDAHULUAN
A
Latar Belakang Masalah
Bisnis adalah kegiatan ekonomis yang dapat dirasakan semua orang dalam
upaya memenuhi kebutuhan dan keinginan hidupnya. Dengan bisnis, manusia
dapat mengorganisasikan sumber daya untuk menghasilkan dan mendistribusikan
barang dan jasa. Tujuan bisnis adalah memperoleh keuntungan, sehingga pelaku
bisnis berani menanggung resiko menanam modal dalam kegiatan bisnisnya. Dari
sudut pandang ekonomis, dapat dikatakan bisnis yang baik adalah bisnis yang
membawa banyak untung1. Mengejar keuntungan dalam bisnis adalah sesuatu
yang wajar, asalkan tidak mengorbankan kepentingan dan hak orang lain. Bertens
mengatakan bahwa keuntungan dalam bisnis tidak bersifat sepihak melainkan
saling menguntungkan kedua belah pihak2.
Dalam kenyataan, para pelaku bisnis lebih mengutamakan keuntungan
pribadi di atas segala-galanya. Misalnya, rencana kenaikan bahan bakar minyak
pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyhono bulan Mei 2008
mengakibatkan harga bahan bakar minyak (BBM) di tingkat konsumen naik tidak
wajar karena faktor kecurangan pengusaha yang menahan dan menimbun BBM
bersubsidi bahkan menyelundupkannya untuk dijual ke luar negeri. 3
Praktek bisnis curang tidak hanya terjadi saat pemerintah hendak
memberlakukan kebijakan ekonomi tertentu, tetapi juga terjadi ketika pengusaha
1
K. Bertens, Pengantar Etika Bisnis, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2000, hlm. 17
Ibid., hlm. 17.
3
”Bensin Mulai Hilang di Makassar,” Tribun Timur, Makassar: 14 Juni 2008.
2
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
dan penguasa berkolusi dalam pelaksanaan proyek pembangunan atau pemberian
kredit. Pembangunan gedung sekolah, jalan, terminal atau pasar seringkali
kualitasnya buruk dan dalam waktu singkat sudah rusak. Kredit bernilai milyaran
rupiah diberikan kepada pengusaha akhirnya tidak terbayar, sementara nilai harta
kekayaan perusahaan jauh lebih kecil dibanding kredit yang dikucurkan bank4.
Era reformasi telah memberikan kebebasan sehingga pasar menjadi
kompetitif dan memberi peluang bagi pengusaha, misalnya menginvestasikan
modalnya dalam bisnis transportasi udara. Perang tarif antar maskapai
penerbangan telah memberikan keuntungan dan kemudahan bagi konsumen dalam
mobilitasnya. Namun, harga murah tiket pesawat tidak sebanding dengan jaminan
keselamatan penumpang. Sebagai contoh, hilangnya pesawat Adam Air pada awal
Januari 2007 di Majene menjadi pembenaran bahwa jaminan keselamatan
penumpang diabaikan sehingga tidak seorang pun selamat dalam kecelakaan itu 5.
Pada kasus lain, penggunaan bahan kimia seperti formalin
untuk
mengawetkan ikan, daging, mi basah atau bakso dapat membahayakan kesehatan
manusia. Sekalipun para pengusaha mengetahui bahaya itu, tetapi mereka tidak
berusaha menghentikan. Bahan kimia berbahaya itu digunakan pada produk
makanan sebab murah harganya, mudah penggunaannya, lebih menarik pembeli,
dan sangat menguntungkan secara ekonomis.
Tidak hanya manusia, lingkungan alam turut dikorbankan. Kerusakan
ekologi meliputi punahnya spesies, hilangnya hutan tropis, penipisan ozon,
4
Kwik Kian Gie, Praktek Bisnis dan Orientasi Ekonomi Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama dan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi IBII, 1998, hlm. 431.
5
Gatot Widakdo, ”Misteri Jatuhnya Adam Air di Majene Terjawab”, Kompas, Jakarta: 25 Maret
2008.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
tercemarnya ekosistem oleh limbah beracun, banjir dan pemanasan global6, terjadi
akibat penambangan dan eksploitasi hutan yang dilakukan pengusaha-pengusaha
yang mengantungi izin resmi pemerintah, tetapi melupakan tanggung jawab
sosialnya7.
Jika demikian perilaku pengusaha dalam menjalankan bisnisnya, maka
tidak heran jika bisnis itu dinilai kotor. Bisnis dipahami bukan untuk orang jujur,
saleh dan bermoral. Moralitas yang bersumber dari ajaran agama tidak dibutuhkan
dalam dunia bisnis. Bisnis mempunyai mekanisme dan moralitasnya sendiri yang
tidak boleh dicampuri oleh moralitas dari luar. Satu-satunya moralitas dalam
bisnis adalah: keuntungan. Segala tindakan yang dilakukan pengusaha dalam
bisnisnya adalah benar, baik dan tepat, jika mendatangkan keuntungan8.
Pakar etika bisnis Richard T. De George seperti dikutip Keraf, menyebut
pandangan yang memisahkan moralitas dalam bisnis sebagai mitos bisnis
immoral9. Dalam bisnis yang ketat, nilai-nilai moral dan etika hanya akan
membuat pengusaha kalah dalam persaingan bisnis, mengalami kerugian dan
tersingkir dengan sendirinya. Kerja orang bisnis adalah berbisnis dan bukan
beretika. Bisnis yang baik harus berdasarkan
aturan dan kebiasaan yang
dipraktekkan dalam dunia bisnis dan bukan menurut kaidah-kaidah moral.10
6
Fred van Dyke, et al, Redeeming Creation: The Biblical Basis for Enviromental Stewardship,
Illinois: InterVarsity Press, 1996, hlm. 19-23.
7
Maria Hartiningsih dan Hartati Samhadi, ”Menggali Kubur Sendiri,” Kompas, Jakarta: 6 Maret
2008.
8
Eka Darmaputera, Etika Sederhana untuk Semua; Bisnis, Ekonomi dan Penatalayanan, Jakarta:
Gunung Mulia, 1990, hlm. 19-20.
9
A. Sony Keraf, Etika Bisnis, Cetakan ke-14, Yogyakarta: Kanisius, 1998, hlm. 55-56.
10
Ibid., hlm. 57.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
Mitos bisnis immoral ini sulit dibenarkan pengusaha yang menginginkan
bisnisnya sukses dan bertahan lama, sebab mereka harus memperhitungkan segala
akibat dan resiko untuk jangka panjang karena dalam bisnis ada nilai manusiawi
yang dipertaruhkan. Moralitas dan etika dalam bisnis merupakan harapan dan
kebutuhan masyarakat.
Ketika norma, nilai dan kepentingan bersama dalam
masyarakat dicederai oleh praktek bisnis curang, masyarakat bertindak dengan
cara memprotes dan menolak bisnis demikian. Tindakan semacam ini jelas sangat
merugikan pengusaha itu sendiri dan masa depan bisnisnya11.
Bisnis yang baik tentu menghormati hukum positif yang berlaku, seperti
peraturan soal pajak, pembayaran royalti hak cipta atas kekayaan intelektual atau
undang-undang ketenagakerjaan. Namun tidak selalu bisnis yang memenuhi
perundang-undangan dapat diterima dan dibenarkan secara moral dan etis,
misalnya praktek monopoli atau penunjukkan langsung pengusaha tertentu tanpa
melalui penawaran terbuka dalam proyek-proyek pemerintah. Aturan hukum
menjadi tidak baik, tidak adil dan tidak etis karena permainan politik yang tidak
adil dan arogan sehingga dapat dikatakan aturan hukum bukan ukuran satusatunya dalam kegiatan bisnis12.
B
Batasan Masalah
Beragam masalah seperti yang diuraikan di atas mendorong penulis untuk
meneliti lebih khusus tentang bagaimana persepsi warga jemaat GPIB (Gereja
Protestan di Indonesia bagian Barat) tentang bisnis Kristen. Jemaat GPIB yang
11
12
Ibid., hlm. 58-61.
Ibid., hlm. 61.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
dipilih sebagai obyek penelitian ini adalah jemaat GPIB Passareang yang
beralamat di BTN Pepabri C 3 No. 15, Kelurahan Sudiang Raya, Makassar.
Warga jemaat GPIB sebagai persekutuan iman dan bagian dari masyarakat yang
luas memiliki persepsi tentang bisnis yang tidak hanya mengejar keuntungan
semata, tetapi juga terkait dengan nilai-nilai ajaran Kristen yang harus
dipraktekkan dalam kegiatan bisnis.
C
Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka masalah-masalah penelitian
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.
Apakah persepsi warga jemaat GPIB Passareang mengenai bisnis yang
berdasarkan nilai-nilai etika Kristen yang bersumber dari Alkitab?
2.
Bagaimana pebisnis Kristen mengaplikasikan prinsip-prinsip Alkitab
dalam kegiatan bisnisnya selama ini?
3.
Bagaimanakah Gereja melalui Majelis Jemaat GPIB (Pendeta, Penatua dan
Diaken) memberikan pemahaman yang memadai kepada warga jemaat
mengenai bisnis dengan prinsip-prinsip Alkitab?
D
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis (1) persepsi
warga jemaat GPIB mengenai bisnis yang berdasarkan etika Kristen; (2)
implementasi nilai-nilai etika Kristen dalam bisnis oleh warga jemaat yang
berprofesi sebagai pengusaha; dan (3) kontribusi Gereja melalui majelis jemaat
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
GPIB dalam melengkapi warga jemaat memahami dan melakukan bisnis sesuai
dengan prinsip-prinsip Alkitab.
E
Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat baik secara teoritis maupun praktis, yaitu:
1.
Sebagai sumbangan penting dalam memperluas cakrawala pengetahuan di
bidang etika Kristen, khususnya etika bisnis sebagai etika terapan dalam
pendidikan teologi Kristen.
2.
Sebagai masukan berharga bagi warga jemaat, khususnya mereka yang
terlibat dalam praktek bisnis mengenai pentingnya mempraktekkan bisnis
yang baik sesuai etika Kristen bagi keberhasilan bisnis mereka.
3.
Sebagai sumbangan pemikiran bagi Gereja, khususnya majelis jemaat
GPIB untuk dapat membina dan melengkapi warga jemaat khususnya
mereka yang berprofesi sebagai pengusaha agar dapat mempraktekkan
bisnis yang baik dengan berpedoman kepada ajaran Alkitab.
F
Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai bisnis dalam hubungannya dengan etika
sudah
dilakukan oleh beberapa orang dengan konsentrasi studi yang berbeda. Pada bulan
Maret 2008, penulis berkesempatan mendalami karya-karya
ilmiah di
perpustakaan STT Jakarta dan perpustakaan Nasional Jakarta dan mendapatkan
tiga karya ilmiah yang masing-masing ditulis oleh Lestari, Dewanto, dan Tompah
yang dianggap berbobot dan terkait dengan maksud penelitian ini..
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
Lestari dalam tesis magisternya Tinjauan Etika Bisnis dalam Persaingan
Usaha di Indonesia membahas etika bisnis dari perspektif hukum dengan
pendekatan kualitatif. Etika bisnis menurutnya sangat penting ditegakkan dalam
persaingan usaha dan untuk itu dibutuhkan kepastian hukum agar dapat
menguntungkan semua pihak13. Lestari melakukan penelitiannya di Jakarta.
Dewanto dalam disertasi doktoralnya Etik Bisnis dan Keberagamaan
Kelompok
Kristen
dalam
Perspektif
Sosiologis
menyimpulkan
bahwa
keberhasilan bisnis lebih dipengaruhi nilai-nilai budaya kelompok dibanding
pengaruh etik Kristen Protestan Calvinis. Akibatnya, keputusan etis dalam bisnis
lebih berdasarkan pada etik sekular dan filosofis daripada etik teologi Kristen14.
Tompah dalam tesis magisternya Peran Nilai Agama dalam Etika Bisnis
menyebutkan bahwa nilai-nilai agama memiliki peran yang penting bagi para
pengusaha dalam pengambilan keputusan etis di bidang bisnis. Penelitian yang
mengambil lokasi di Jakarta ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan
perspektif teologi15.
Karya-karya ilmiah itu sangat berbeda dengan penelitian penulis baik
secara substansi, metodologi dan lokasi penelitian. Penulis mengakui bahwa minat
untuk meneliti masalah bisnis yang baik
dipengaruhi oleh Bertens, Keraf,
Chandra dan Csikszentmihalyi dalam tulisan-tulisannya maupun kegelisahan
penulis pribadi menyaksikan maraknya praktek bisnis curang dan kotor. Selain
13
R. Siti Lestari, Tinjauan Etika Bisnis dalam Persaingan Usaha di Indonesia, Jakarta:
Universitas Indonesia, 1999.
14
Andreas Bintoro Dewanto, Etik Bisnis dan Keberagamaan Kelompok Kristen dalam Perspektif
Sosiologis, Bandung: Universitas Padjadjaran, 1993.
15
Norita Yudiet Tompah, Peran Nilai Agama dalam Etika Bisnis, Jakarta: STT Jakarta, 2003.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
itu, penulis sendiri sebagai seorang pendeta jemaat GPIB memiliki tanggung
jawab moral untuk melengkapi warga jemaat yang terlibat dalam dunia bisnis.
G
Tinjauan Pustaka
De George seperti dikutip Keraf, mengatakan bahwa sukses dalam bisnis
terkait dengan produk yang baik, manajeman yang mulus dan etika 16. Lebih
lanjut, Bertens merumuskan bahwa bisnis yang baik bukan saja berarti bisnis yang
membawa untung banyak, melainkan juga dan terutama berkualitas etis. Ulrich
dan Thielemann dalam penelitiannya seperti dikutip Pratley mengatakan bahwa
etika yang sehat adalah bisnis yang baik untuk jangka panjang.17
Etika sangat diperlukan untuk mencapai sukses dalam bisnis. Kualitas etis
dalam bisnis menjadikan bisnis dapat bertahan lama dalam iklim perdagangan
global yang kompetitif. Salah satu faktor kontinuitas bisnis menurut Alma18
adalah: soliditas, yaitu kemampuan bisnis memperoleh kepercayaan masyarakat.
Kepercayaan mencakup moral pengelola bisnis, tepat dalam berjanji, dan
dipercaya dalam bidang keuangan.
Sinamo dengan lugas mengatakan bahwa pengusaha juga harus menyadari
dirinya sebagai makhluk moral19. Ciri utama manusia moral ialah kemampuannya
bertindak
berdasarkan prinsip moral, dan bukan oleh emosi atau naluri.
Ketangguhan moral seseorang menurutnya ditentukan oleh tiga hal:
16
Keraf, op.cit, hlm 375.
Peter Pratley, Etika Bisnis, diterjemahan oleh Gunawan Prasetio, Yogyakarta:
Penerbit Andi, 2007, hlm. 63 .
18
Buchari Alma, Pengantar Bisnis, Cetakan ke-11. Bandung: Alfabeta, 2006, hlm. 16.
19
Jansen Sinamo, ”Manusia Moral di Dunia Kerja: Mungkinkah Sukses?, dalam Jonathan
Parapak, Pembelajar & Pelayan, di sekitar Teknologi, Manajemen, Birokrasi dan sumber daya
manusia, hlm. 196
17
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
“1. Ketinggian kesadaran dan pengetahuannya akan prinsipprinsip moral yang mengatur semua fakta moral dalam kehidupan;
2. Kemantapan keyakinannya atas eksistensi prinsip-prinsip moral
di atas; dan
3. Kekuatan komitmennya untuk menerapkan prinsip-prinsip
moral yang diketahuinya dalam kehidupannya baik pada tingkat
personal, organisasional dan sosial.”20
Keraf mengemukakan prinsip-prinsip moral dalam etika bisnis yang terdiri
dari: (1) prinsip otonomi; (2) prinsip kejujuran; (3) prinsip keadilan; (4) prinsip
saling menguntungkan dan (5) integritas moral21.
Dari kesemuanya, prinsip
keadilan menjadi dasar dan jiwa dari semua aturan bisnis dan sebaliknya semua
praktek bisnis yang bertentangan dengan prinsip ini harus dilarang.
Parapak mengatakan bahwa seluruh proses bisnis sarat dengan dimensi
etika dan moral yang sangat terkait pula dengan iman Kristen22. Oleh sebab itu,
seorang pengusaha Kristen harus siap mengaplikasikan imannya secara utuh
dalam kegiatan bisnisnya Diperkirakan bahwa sukses bisnis masa depan akan
banyak terkait dengan ketangguhan dan keuletan para pengusaha beriman.
Susabda dengan kritis mempertanyakan peran pengusaha Kristen dalam
menyikapi kebijakan ekonomi pemerintah yang kolutif dan merugikan rakyat
kecil23. Pengusaha Kristen dalam aktivitas bisnisnya harus memiliki prinsipprinsip etis teologis seperti keteraturan (1 Kor. 14:32-34) dan menciptakan budaya
”Yusuf” yang jujur, sederhana dan selalu menjadi berkat (Kej. 50:20-21).
20
Jonathan Parapak, op.cit, hlm. 195.
Keraf, op.cit, hlm. 74-81.
22
Jonathan Parapak, “Iman Kristen dan Perannya dalam Usaha Bisnis,” dalam Suleeman, F. dkk.,
(peny.) Bergumul dalam pengharapan; Buku Penghargaan Untuk Pdt. Dr. Eka Darmaputera,
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999, hlm. 322.
23
Yakub B. Susabda, ”Iman Kristen dan Etika Bisnis, Sumbangsih Iman Kristen dalam Etika
Bisnis: Sebuah Proposal Pendahuluan dan Refleksi Pribadi yang Ditulis Khusus untuk Pdt. Dr.
Eka Darmaputera”, dalam Ibid., hlm. 343.
21
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
Di lain pihak, Gereja, khususnya pendeta jemaat perlu memberi perhatian
serius terhadap warga jemaat yang berprofesi sebagai pengusaha agar dapat
menjalankan bisnis secara etis sesuai iman Kristen. Penulis setuju dengan
pendapat Magnis-Suseno yang optimis jika Injil mendasari aktivitas bisnis
pengusaha Kristen, maka dia dapat menjadi pebisnis yang baik dan seorang warga
negara yang baik dan bertanggung jawab serta yang dalam batas-batas
kemampuannya mau menyumbangkan sesuatu bagi kemajuan bersama24.
H
Landasan Teori
Bisnis adalah aktivitas ekonomi yang menguntungkan dua pihak yang
bertransaksi guna memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Tentunya bisnis
bukanlah
karya
amal.
Bisnis
memerlukan
motif
keuntungan sehingga
mendatangkan kepuasan dan meningkatkan kesejahteraan. Karena itu bisnis tidak
bisa dikelola dengan mengorbankan pihak lain seperti konsumen, pemerintah,
mitra bisnis atau lingkungan alam. Pelaku bisnis yang curang akan dihukum oleh
masyarakat sehingga mengalami kerugian dan bangkrut.
Sekarang ini bisnis harus dijalankan dengan kesadaran moral dan
tanggung jawab sosial. Kesadaran etis dalam bisnis dapat diperoleh melalui norma
agama, hukum negara dan norma sosial budaya dari masyarakat setempat. Pelaku
bisnis Kristen memiliki Alkitab sebagai pedoman moral dalam berbisnis. Prinsipprinsip Alkitab dalam bisnis Kristen yaitu
24
(1) bisnis sebagai usaha
Franz Magnis-Suseno, ”Etika Bisnis dalam Perspektif Katolik”, dalam Jacobus Tarigan, (Ed.),
Etika Bisnis: Dasar dan Aplikasinya, Jakarta: Komisi Kerasulan Awam KWI dan Grasindo, 1994,
hlm 9.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
mempermuliakan
Allah,
(2)
kekudusan,
(3)
kejujuran
dan
keadilan,
(4) menghargai martabat manusia, dan (5) bertanggungjawab.
Pelaku bisnis Kristen dengan menerapkan prinsip-prinsip Alkitab dalam
bisnis, maka ia dapat berinteraksi secara positif dengan pelanggan, karyawan,
aparat pemerintah, masyarakat lokal dan mitra bisnis. Dengan demikian pelaku
bisnis Kristen dapat melayani kehendak Allah, menghargai sesama dan memiliki
tanggung jawab sosial terhadap lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini Gereja
memiliki tanggung jawab membina warga jemaat dalam soal bisnis agar hidup
mereka sejahtera secara ekonomi dan memiliki kepedulian sosial yang baik.
I
Hipotesa
Hipotesa yang dapat diajukan berkaitan dengan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1.
Penulis berasumsi bahwa warga jemaat GPIB mengetahui dan memahami
bahwa bisnis yang baik dapat dipraktekkan berdasarkan prinsip-prinsip
Alkitab.
2.
Penulis berasumsi bahwa pebisnis Kristen memahami dengan baik bahwa
prinsip-prinsip Alkitab dapat diaplikasikan dalam bisnis.
3.
Penulis berasumsi bahwa Gereja, khususnya presbiter GPIB kurang
memberi perhatian penuh dalam melengkapi warga jemaatnya mengenai
bisnis yang baik berdasarkan etika Kristen.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
J
Jenis dan Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah survai dengan metode yang dipakai ialah
deskriptif analitis. Metode survai deskriptif adalah suatu metode penelitian yang
mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat
pengumpulan data. Dalam penelitian ini data dan informasi dikumpulkan dari
responden dengan mengunakan kuesioner. Data yang diperoleh kemudian
hasilnya akan dipaparkan secara deskrisptif dan pada akhir penelitian akan
dianalisis untuk menguji hipotesis yang diajukan pada awal penelitian ini.
Penelitian ini mengunakan
teknik sampling yang disebut Simple Random
Sampling. Teknik sampling ini adalah cara pengambilan sampel secara acak tanpa
memperhatikan strata (tingkatan) dalam anggota populasi tersebut.25
Pengumpulan data primer dilakukan dengan mengunakan instrumen
angket dan wawancara. Angket diberikan kepada responden untuk mendapatkan
persepsi responden tentang isu utama penelitian ini. Persepsi responden diukur
dengan skala Likert dalam bentuk tanda centang (checklist).26 Jawaban atas setiap
item instrumen dalam penelitian ini
mempunyai gradasi dari sangat positif
sampai dengan sangat negatif dengan kategori jawaban dengan 5 tingkatan: SS
(sangat setuju), ST (setuju), RG (ragu-ragu), TS (tidak setuju) dan STS (sangat
tidak setuju).
Selain angket, penulis melakukan wawancara kepada sejumlah responden
guna memperkuat hasil penelitian. Data primer yang diperoleh kemudian diolah
25
26
Riduwan, Metode dan Teknik Menyusun Tesis, Bandung: Alfabeta, 2007, hlm. 58.
Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis, Cetakan ke-10, Bandung: Alfabeta, 2007, hlm. 86.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
bersama dengan data sekunder yang didapat melalui buku-buku, dokumen
gerejawi dan sumber internet. Penelitian ini dilakukan oleh penulis sendiri sebagai
alat pengumpul data utama pada bulan Juni s/d Agustus 2008 dengan objek
penelitian adalah jemaat GPIB Passareang yang beralamat di BTN Pepabri C 3
No. 15, Kelurahan Sudiang Raya, Makassar.
K
Sistematika Penulisan
Pembahasan dalam penelitian ini disajikan dalam enam bab yang saling
terkait.
Pada bab pertama yaitu pendahuluan dikemukakan latar belakang masalah,
batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, keaslian penelitian, manfaat
penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian dan sistematika
penulisan.
Pada bab kedua,
diuraikan
berkembang sekarang ini dan
teori-teori etika bisnis yang relevan dan
menyusun kerangka berpikir yang konseptual
berdasarkan kajian teoritis.
Pada bab ketiga, menjelaskan metodologi penelitian yang berisikan jenis
penelitian yang dipilih, lokasi dan waktu penelitian, teknik pengumpulan data,
kisi-kisi instrumen penelitian, dan teknik analisis data.
Pada bab keempat, dilakukan pembahasan atas hasil penelitian yang
dilakukan terhadap warga jemaat GPIB di kota Makassar. Bab ini memberikan
gambaran tentang karakteristik responden, persepsi responden mengenai bisnis
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
Kristen berdasarkan angket, pengukuran persepsi responden berdasarkan skala
Likert, interpretasi data dengan teknik triangulasi serta uji hipotesis27.
Pada bab kelima, refleksi teologis atas bisnis yang baik diuraikan dengan
mencermati persepsi warga jemaat, pendapat para etikawan dan perspektif etika
Kristen yang bersumber pada Alkitab.
Pada bab keenam, berisikan kesimpulan dan saran yang diajukan penulis
dan sekaligus menjadi bagian akhir dari penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP PENULIS
27
Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Cetakan ke -22, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2006, hlm. 330-332.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan teori-teori mengenai etika dan bisnis. Pengertian
dasar tentang etika dan bisnis perlu dipahami dengan baik dan bagaimana
hubungan di antara keduanya. Pengertian bisnis menurut ajaran Alkitab turut
dijelaskan agar diperoleh pemahaman yang memadai. Penelitian tentang bisnis
dalam hubungan dengan berbagai disiplin ilmu sudah dilakukan oleh beberapa
orang dan menarik untuk menyimak gagasan mereka. Dalam penelitian ini,
penulis menyusun suatu kerangka konseptual tentang bisnis yang baik.
A
Pemikiran Teoritis
1.1 Pengertian etika
Istilah etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang dalam bentuk tunggal
mempunyai beragam arti: tempat tinggal yang biasa; padang rumput, kandang;
kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasaan, sikap, cara berpikir. Bentuk jamaknya
ta etha yang artinya: adat kebiasaan. Arti terakhir inilah menjadi latar belakang
bagi terbentuknya istilah etika yang oleh filsuf Yunani Aristoteles (384-322 s.M.)
sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi etika dapat didefinisikan
sebagai cabang filsafat tentang baik atau jahatnya tindakan manusia, termasuk
tindakan bisnis. Padanan kata yang dekat dengan ”etika” adalah ”moral”. Kata
mos (jamak: mores) yang berasal dari bahasa Latin ini berarti: kebiasaan, adat.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
Jadi etimologi kata ”etika” menurut K. Bertens sama dengan etimologi kata
”moral” karena keduanya berarti: adat kebiasaan28.
A. Sonny Keraf mengartikan etika dan moral sebagai sistem nilai tentang
bagaimana
manusia
harus
hidup
baik
sebagai
manusia
yang
telah
diinstitusionalisasikan dalam sebuah adat kebiasaan yang kemudian terwujud
dalam pola perilaku yang ajek dan terulang dalam kurun waktu yang lama
sebagaimana laiknya sebuah kebiasaan. 29 Agama dan kebudayaan diyakini
sebagai sumber utama nilai moral dan aturan atau norma moral dan etika yang
kemudian diturunkan dan diwariskan sebagai pegangan bagi setiap penganut
agama dan kebudayaan tersebut. Secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa
nilai moral yang dianut dalam semua agama
sampai tingkat tertentu dapat
diandaikan sama dan berbeda dalam soal penerapan konkrit nilai tersebut30.
Etika menurut Keraf dapat dipahami sebagai filsafat moral, atau ilmu
yang membahas dan mengkaji nilai dan norma yang diberikan oleh moralitas dan
etika dalam pengertian normatif. Etika sebagai filsafat moral dapat diurumuskan
sebagai refleksi kritis dan rasional mengenai (a) nilai dan norma yang menyangkut
bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia; dan mengenai (b) masalahmasalah kehidupan manusia dengan mendasarkan diri pada nilai dan normanorma moral yang umum diterima 31.
Etika dalam pengertian sebagai ilmu yang kritis dan rasional menuntut
agar pertimbangan setiap orang dan kelompok harus terbuka, termasuk terbuka
28
K. Bertens, Etika, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1994, hlm. 4-5.
Keraf, op.cit, hlm. 14.
30
Ibid.
31
Ibid., hlm. 15
29
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
untuk digugat dan dibantah secara kritis rasional oleh pihak lain untuk pada
akhirnya semua pihak bisa sampai pada satu sikap dan penilaian
yang bisa
diterima semua pihak atau yang dianggap paling benar. Etika sebagai ilmu
menuntut manusia untuk berperilaku moral secara kritis dan rasional32.
Etika sebagai refleksi kristis terhadap moralitas mendorong seseorang
untuk bertindak sesuai dengan nilai dan moral yang berlaku berdasarkan
kesadaran kristis dan rasional bahwa tindakan itu memang baik bagi dirinya dan
baik bagi orang lain. Dalam bahasa Kant seperti yang dikutip Keraf, etika
berusaha menggugah kesadaran manusia untuk bertindak secara otonom dan
bukan heteronom. Manusia dengan bantuan etika dapat bertindak secara bebas dan
dapat dipertanggungjawabkan. Kebebasan dan tanggung jawab adalah unsur
pokok dari otonomi moral33.
Etika menurut kacamata Bertens dirumuskan dalam 3 pengertian;
Pertama, etika digunakan dalam pengertian nilai-nilai dan norma-norma moral
yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur
tingkah lakunya misalnya: etika agama Budha atau etika Protestan. Kedua, etika
dalam pengertian kumpulan asas atau nilai moral atau kode etik. Ketiga, etika
sebagai ilmu tentang yang baik atau buruk. Etika menjadi ilmu ketika asas-asas
dan nilai-nilai tentang yang baik dan buruk menjadi bahan refleksi bagi suatu
32
Ibid.
Ibid, 16-17. Sikap otonom adalah sikap moral manusia dalam bertindak berdasarkan kesadaran
pribadi bahwa tindakan yang diambilnya itu baik dan dilakukan atas dasar kesadaran pribadi yang
bersumber dari nilai dan norma moral yang dianut. Sebaliknya, sikap heteronom adalah sikap
manusia dalam bertindak hanya karena sesuai dengan aturan moral yag bersifat eksternal dan
dilakukan dengan disertai perasaan takut atau bersalah.
33
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
penelitian sistematis dan metodis. Dalam pengertian inilah etika dipahami sebagai
filsafat moral34.
Pengertian etika sebagai suatu cabang ilmu filsafat diakui oleh Pratley.
Tujuan etika menurutnya adalah mempelajari perilaku, baik moral maupun
immoral, dengan tujuan membuat pertimbangan yang cukup beralasan dan
akhirnya sampai pada rekomendasi yang memadai. Etika mempunyai tujuan
ganda, yaitu menilai praktek-praktek
manusia dengan menggunakan standar
moral, dan mungkin juga memberikan nasehat yang jelas tentang bagaimana
bertindak secara moral pada situasi tertentu. Etika menolong seseorang untuk
bersikap kritis rasional terhadap pokok persoalan yang sebenarnya sehingga dapat
mengambil keputusan berdasarkan standar-standar normatif yang pantas.35
Brownlee dengan tajam merumuskan fungsi etika tidak sebatas
menyelidiki perbuatan-perbuatan seseorang
tetapi juga memberi bimbingan etis
supaya yang bersangkutan dapat memperbaiki perbuatan-perbuatannya. Karena
itu etika harus mempelajari situasi sebenarnya secara cermat dengan bantuan
ilmu-ilmu sosial sehingga pertimbangan yang diberikan relevan dan kontekstual36.
Tiga pendekatan ilmiah dalam etika yang dikembangkan untuk memahami
tingkah laku moral secara menyeluruh adalah etika deskriptif, etika normatif dan
metaetika. Etika deskriptif adalah etika yang yang melukiskan tingkah laku
moral dalam pengertian luas, yakni menggambarkan adat kebiasaan, anggapananggapan tentang baik dan buruk, tindakan-tindakan yang diperbolehkan dan
34
Bertens, Etika, hlm. 5-6.
Pratley, op.cit, hlm. 11-13.
36
Malcolm Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis dan Faktor-faktor di dalamnya, cet. ke-5,
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989, hlm,. 17.
35
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
tidak diperbolehkan tanpa memberikan penilaian moral untuk diterima atau
ditolak. Etika jenis ini biasanya dikembangkan oleh para ahli ilmu-ilmu sosial
seperti antropolog, psikolog, sosiolog dan sejarahwan. 37
Sebaliknya etika normatif, tidak hanya menjelaskan tingkah laku moral,
tetapi juga melibatkan diri dengan mengemukakan penilaian tentang perilaku
manusia dari sudut pandang
benar-salah, baik-buruk, diterima atau ditolak
berdasarkan norma-norma atau prinsip-prinsip etis yang tidak dapat ditawartawar. Etika normatif tidak dapat bersifat netral, karena mengandung suatu
penilaian
preskriptif atau memerintahkan.
Dengan demikian etika normatif
bertujuan merumuskan prinsip-prinsip etis yang dapat dipertanggungjawabkan
secara rasional dan dapat digunakan dalam praktek.38
Adapun metaetika merupakan suatu cara lain dalam studi etika yang
menunjukkan bahwa yang dibahas bukanlah moralitas secara langsung, melainkan
ucapan-ucapan pada bidang moralitas. Dapat dikatakan, metaetika memusatkan
perhatian pada upaya mempelajari logika khusus dari ucapan-ucapan etis. Dengan
demikian metaetika dapat ditempatkan sebagai filsafat analitis bahasa moralitas.39
1.2 Pengertian etika Kristen
Etika sebagai ilmu pengetahuan yang normatif menurut Verkuyl
membahas dan menggumuli masalah tentang apa yang baik. Secara teologis, apa
yang baik itu adalah segala yang dikehendaki Allah40. Dengan demikian manusia
yang diciptakan Allah dan diselamatkan dalam iman kepada Yesus Kristus harus
37
Bertens, Etika, hlm. 15-16.
Ibid., hlm. 17-18
39
Ibid., hlm. 19-20.
40
J. Verkuyl, Etika Kristen, cetakan ke-12, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1991, hlm. 17.
38
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
memberi perhatian sungguh-sungguh dalam memberlakukan kehendak Allah
dalam semua bidang kehidupannya, tidak terkecuali dalam bidang bisnis.
Sumber utama bagi pengetahuan etika Kristen adalah Alkitab. Walaupun
demikian etika Kristen perlu juga melakukan dialog kritis dengan etika falsafi
sehingga diperkaya dan dapat memberi jawaban tepat sesuai perkembangan
zaman. Catatan yang sama diutarakan oleh Abineno tentang pentingnya etika
Kristen dan etika filosofis untuk dapat hidup berdampingan dan bukannya saling
bertentangan.41
Dengan sistematis Brownlee merumuskan delapan pokok penting dalam
etika Kristen yaitu (1) sumber utamanya adalah kehendak Allah, (2) berdasarkan
iman kepada Yesus Kristus, (3) mengakui kewibawaan Yesus Kristus dalam
ajaran dan keteladananNya, (4) bercirikan kasih sebagai motivasi dalam berbuat
baik, (5) kesatuan antara perbuatan-perbuatan lahiriah manusia dengan hatinya,
(6) Alkitab sebagai satu-satunya tolok ukur bagi teologi dan etika Kristen, (7)
terkait dengan persekutuan atau jemaat dan (8) berlaku untuk seluruh kehidupan
manusia baik budaya, ekonomi, agama maupun politik42.
Kehendak Tuhan menjadi
patokan terakhir saat seorang Kristen
bermaksud mengambil suatu keputusan etis mengenai apa yang benar dan apa
yang salah. Terdapat tiga teori menurut Brownlee, yang dapat diambil untuk
mengerti kehendak Allah itu, yaitu teori etika akibat, kewajiban dan tanggung
jawab.43 Teori etika akibat (etika teleologis) menilai suatu tindakan itu benar
41
J.L. Ch. Abineno, Sekitar Etika dan Soal-soal Etis, cet. ke-3, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003,
hlm. 15-16
42
Brownlee, op.cit, hlm 29-30.
43
Ibid. hlm. 30-40.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
apabila mengakibatkan hasil baik yang lebih besar dari hasil buruk. Sedangkan
teori kewajiban (etika deontologis) menilai tindakan itu baik jika tidak berlawanan
dengan hukum Tuhan. Etika ini menurut Geisler dibangun berdasarkan kehendak
dan wahyu Allah serta bersifat mutlak dan mengikat.44 Teori yang terakhir adalah
teori tanggung jawab. Teori ini menilai bahwa perbuatan itu baik kalau sesuai
dengan pekerjaan Allah. Yang utama ialah bagaimana kita menanggapi pekerjaan
Allah dalam tiap situasi dan peristiwa. Etika tanggung jawab lebih memiliki
pendekatan etis yang berfaedah karena peka terhadap segala situasi dan peristiwa
yang terjadi sehingga tanggapan yang diberikan dapat dipertanggung jawabkan
secara iman Kristen.45
2
Relasi bisnis dan etika
2.1 Bisnis
Bisnis menurut Hughes dan Kapoor seperti dikutip Alma ialah suatu
kegiatan usaha individu yang terorganisasi untuk menghasilkan dan menjual
barang dan jasa guna mendapatkan keuntungan dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat. Pengertian yang sama dikatakan Chandra dengan merumuskan bisnis
sebagai usaha atau proses pertukaran jasa atau produk dalam rangka pencapaian
nilai tambah46. Keuntungan atau pencapaian nilai tambah itu menurut Bertens
diekspresikan dalam bentuk uang. Pencarian keuntungan dalam bisnis
berlangsung timbal balik sebagai komunikasi sosial yang menguntungkan bagi
kedua belah pihak. Karena itu bisnis tidak bisa disamakan dengan kegiatan sosial
44
Norman Geisler, Etika Kristen: Pilihan dan Isu, Malang: Departemen Literatur SAAT, 2001,
hlm. 24-26.
45
Brownlee, op.cit., hlm. 43.
46
Robby I. Chandra, Etika Dunia Bisnis, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1995, hlm 42.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
atau karya amal, sebab bisnis justru tidak mempunyai sifat membantu orang
dengan sepihak tanpa mengharapkan sesuatu kembali. Dari sudut ekonomis,
bisnis yang baik (good business) adalah bisnis yang membawa banyak untung dan
pemahaman semacam ini disepakati semua pengusaha47.
Secara moral keuntungan adalah hal yang baik dan diterima, karena (1)
membuat perusahaan dapat bertahan dalam bisnisnya, (2) memacu produktifitas
dan investasi baru, (3) memberikan kesejahteraan bagi para karyawan dan (4)
menjadikan perusahaan semakin kreatif mengembangkan bisnisnya yang
memungkinkan tersedianya lapangan kerja baru bagi banyak orang. 48
Velasques dengan tepat mengatakan bahwa pengusaha yang berperilaku
etis dalam bisnisnya pasti memperoleh keuntungan yang lebih tinggi daripada
rekannya yang sama sekali tidak peduli dengan perilaku etis. Etika dalam bisnis
tidak memperkecil keuntungan, tetapi justru berkontribusi pada keuntungan49.
Keuntungan dalam bisnis menurut Bertens dapat dipahami sebagai (1) tolok ukur
dalam menilai kesehatan perusahaan atau efisiensi manajemen dalam perusahaan,
(2) pertanda bahwa produk atau jasanya dihargai masyarakat, (3) cambuk untuk
meningkatkan usaha, (4) syarat kelangsungan perusahaan dan (5) mengimbangi
resiko dalam usaha.50
47
Bertens, Pengantar, hlm. 17-19.
Keraf, op.cit, hlm 63.
49
Manuel G. Velasquez, Etika Bisnis, Konsep dan Kasus—Edisi 5, Penerjemah:
Ana Purwaningsih, Kurnianto dan Totok Budisantoso, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2005, hlm. 39.
50
Bertens, op.cit, hlm. 162.
48
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
2.2 Klasifikasi bisnis
Organisasi bisnis yang bergerak dalam bidang komersial menurut Alma
terdiri dari 9 macam yaitu: (1) Usaha pertanian seperti usaha perkebunan, sawah,
sayuran, dan buah-buahan, (2) Produksi bahan mentah seperti usaha dalam bidang
kehutanan, pertambangan, perikanan air tawar ataupun ikan laut yang dibutuhkan
bagi industri, (3) Pabrik/manufaktur yang mengolah bahan mentah menjadi bahan
baku sampai menjadi hasil jadi, (4) Konstruksi seperti pembangunan rumah, jalan,
pabrik dan bangunan lainnya, (5) Usaha perdagangan besar dan kecil yang
berfungsi dalam sistem distribusi, (6) Transportasi dan Komunikasi yang
berfungsi membantu kelancaran kegiatan bisnis seperti angkutan barang, telepon,
radio, televisi dan pos, (7) Usaha finansial, asuransi dan real estate, (8) Usaha jasa
seperti reparasi, tukang cukur, salon kecantikan, pengacara, dokter dan sebagainya
serta (9) Usaha yang dilakukan oleh pemerintah seperti pembuatan regulasi,
pemberian izin usaha, mengembangkan BUMN dan sebagainya. 51
2.3 Tantangan yang dihadapi bisnis
Para pelaku bisnis dalam usaha mengembangkan bisnisnya diperhadapkan
dengan 3 tantangan yang harus disikapi dengan cermat. Ketiga tantangan yang
dimaksud ialah:
2.3.1. Tantangan produktivitas
Dunia bisnis harus meningkatkan produktivitasnya, karena mereka akan
menghadapi pasar luas yang makin berkembang. Usaha meningkatkan
produktivitas ini dapat dilakukan dengan cara (a) memperbaharui mesin-mesin
51
Alma, op.cit, hlm 24.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
dengan mesin modern, (b) kegiatan Penelitian dan Pengembangan, (c) pengunaan
robot, (d) pengembangan manajemen personalia dan (e) keterlibatan karyawan
dalam pengambilan keputusan
2.3.2. Tantangan kualitas
Konsumen merasa tidak senang membeli produk yang cepat rusak dan
seringkali diperbaiki. Konsumen tidak senang dengan perusahaan jasa yang tidak
mau memperkaiki layanan servisnya.
Meningkatkan mutu berarti membuat
sesuatu menjadi lebih baik dan tingkat efisiensi pun menjadi lebih baik pula.
Perbaikan kualitas ini tidak menyangkut produk saja, namun juga mencakup
seluruh bagian dan tingkatan dalam perusahaan.
2.3.3. Tantangan pasar global
Persaingan global makin lama makin meningkat sehingga mengakibatkan
produktivitas dan kualitas produk harus ditingkatkan agar dapat menghadapi
persaingan global tersebut. Negara Jepang memperlihatkan keunggulannya
sehingga mampu melakukan penetrasi pasar global52.
2.4 Pentingnya etika dalam bisnis
Bisnis menurut Bertens tidak hanya berorientasi pada keuntungan
ekonomis, tetapi juga terkait dengan persoalan moral dan hukum. Bisnis yang
baik adalah bisnis yang baik secara moral. Perilaku yang baik dalam konteks
bisnis merupakan perilaku yang sesuai dengan norma–norma moral, sedangkan
perilaku yang buruk bertentangan dengan atau menyimpang dari norma-norma
moral. Selain itu, bisnis yang baik juga terkait langsung dengan hukum sebagai
52
Alma, op.cit, hlm. 31-32
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
norma yang harus dipatuhi, karena peraturan hukum itu mengikat semua warga
negara dan memuat sanksi bagi yang melanggarnya. Jadi bisnis yang baik adalah
bisnis yang patuh pada hukum53.
De George seperti dikutip Keraf, mengatakan bahwa sukses dalam bisnis
terkait dengan produk yang baik, manajeman yang mulus dan etika 54. Lebih
lanjut, Bertens merumuskan bahwa bisnis yang baik bukan saja berarti bisnis yang
membawa untung banyak,
melainkan
juga dan terutama berkualitas etis.
Dalam pengertian yang sama, Ulrich dan Thielemann seperti dikutip Pratley
mengatakan bahwa etika yang sehat adalah bisnis yang baik untuk jangka
panjang.55
Etika sangat diperlukan untuk mencapai sukses dalam bisnis. Kualitas etis
dalam bisnis menjadikan bisnis dapat bertahan lama dalam iklim perdagangan
global yang kompetitif. Salah satu faktor kontinuitas bisnis menurut Alma56
adalah: soliditas, yaitu kemampuan bisnis memperoleh kepercayaan masyarakat.
Kepercayaan mencakup moral pengelola bisnis, tepat dalam berjanji, dan
dipercaya dalam bidang keuangan.
Sinamo dengan lugas mengatakan bahwa pengusaha juga harus menyadari
dirinya sebagai makhluk moral57. Ciri utama manusia moral ialah kemampuannya
bertindak
berdasarkan prinsip moral, dan bukan oleh emosi atau naluri.
Ketangguhan moral seseorang ditentukan oleh tiga hal:
53
Ibid., hlm. 20-22.
Keraf, op.cit, hlm 375.
55
Peter Pratley, op.cit, hlm. 63 .
56
Alma, op.cit, hlm. 16.
57
Sinamo, op.cit, hlm. 196
54
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
“1. Ketinggian kesadaran dan pengetahuannya akan prinsip-prinsip moral
yang mengatur semua fakta moral dalam kehidupan;
2. Kemantapan keyakinannya atas eksistensi prinsip-prinsip moral di atas;
dan
3. Kekuatan komitmennya untuk menerapkan prinsip-prinsip moral yang
diketahuinya dalam kehidupannya baik pada tingkat personal,
organisasional dan sosial58.”
Keraf mengemukakan prinsip-prinsip moral dalam etika bisnis yang terdiri
dari: (1) prinsip otonomi; (2) prinsip kejujuran; (3) prinsip keadilan; (4) prinsip
saling menguntungkan dan (5) integritas moral59.
Dari kesemuanya, prinsip
keadilan menjadi dasar dan jiwa dari semua aturan bisnis dan sebaliknya semua
praktek bisnis yang bertentangan dengan prinsip ini harus dilarang.
Parapak mengatakan bahwa seluruh proses bisnis sarat dengan dimensi
etika dan moral yang sangat terkait pula dengan iman Kristen60. Oleh sebab itu,
seorang pengusaha Kristen harus siap mengaplikasikan imannya secara utuh
dalam kegiatan bisnisnya Diperkirakan bahwa sukses bisnis masa depan akan
banyak terkait dengan ketangguhan dan keuletan para pengusaha beriman.
Susabda dengan kritis mempertanyakan peran pengusaha kristen dalam
menyikapi kebijakan ekonomi pemerintah yang kolutif dan merugikan rakyat
kecil61. Pengusaha Kristen dalam aktivitas bisnisnya harus memiliki prinsipprinsip etis teologis seperti keteraturan (1 Kor. 14:32-34) dan menciptakan budaya
”Yusuf” yang jujur, sederhana dan selalu menjadi berkat (Kej. 50:20-21).
Di lain pihak, Gereja, khususnya pendeta jemaat perlu memberi perhatian
serius terhadap warga jemaatnya yang berprofesi sebagai pengusaha agar
58
Parapak, op.cit, hlm. 195.
Keraf, op.cit, hlm. 74-81.
60
Parapak, op.cit, hlm. 322.
61
Susabda, op.cit, hlm. 343.
59
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
menjalankan bisnisnya secara etis sesuai iman Kristen. Penulis setuju dengan
pendapat Magnis-Suseno yang optimis jika Injil mendasari aktivitas bisnis
pengusaha kristen, maka dia dapat menjadi pebisnis yang baik dan seorang warga
negara yang baik dan bertanggung jawab serta yang dalam batas-batas
kemampuannya mau menyumbangkan sesuatu bagi kemajuan bersama62.
Dalam perkembangan mutakhir, etika bisnis menurut Alois A. Nugroho
terkait juga dengan kesadaran moral terhadap pelestarian lingkungan dalam
bentuk hormat pada lingkungan alam, kesadaran untuk menghindari pencemaran
lingkungan dan pengurasan sumber daya alam. Para pelaku bisnis harus memiliki
kepedulian terhadap generasi mendatang yang akan mewarisi lingkungan hidup
dari kita. Generasi yang mendatang memiliki hak yang sama dengan kita
menyangkut kebutuhan dasar akan makanan, air, udara dan ruang yang bersih dan
sehat sehingga mereka pun dapat menikmati kehidupan yang bermutu.
Memperluas lingkup kepedulian sosial merupakan kompetensi etis yang mutlak
harus dimiliki pelaku bisnis di tengah ancaman bahaya pemanasan global
sekarang ini63. Dalam hal ini pelaku bisnis diharapkan dapat melaksanakan
tanggung jawab sosialnya (Corporate Social Responsibility) sehingga kualitas
hidup komunitas lokal dan lingkungan terjaga dan terpelihara. Pada masa
sekarang sukses dalam bisnis di lihat juga dari bagaimana pelaku bisnis mengelola
62
Tarigan, op.cit, hlm 9.
Alois A. Nugroho, Dari Etika Bisnis ke Etika Ekobisnis, Jakarta: Penerbit Grasindo, 2001,
hlm 5-12.
63
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
tanggung jawab sosial terhadap komunitas di sekitarnya, sehingga menciptakan
keuntungan sosial dan keuntungan finansial dalam jangka panjang. 64
3
Persepsi Bisnis Kristen
3.1 Pengertian Persepsi
Persepsi menurut Lahlry seperti yang dikutip Severin dan Tankard, Jr
dapat
didefinisikan
sebagai
proses
yang
digunakan
seseorang
untuk
menginterpretasikan data-data sensoris yang diterima melalui kelima indra
manusia.65 Pengertian yang sama dan lebih lengkap dijelaskan oleh DeVito yang
mengartikan persepsi sebagai proses dengan mana kita menjadi sadar akan
banyaknya rangsangan (stimulus) yang mempengaruhi indra kita. Persepsi
mempengaruhi pesan apa yang mau diserap dan apa makna yang mau diberikan. 66
Akurasi persepsi menurut DeVito dapat ditingkatkan dengan cara
(1) mencari berbagai petunjuk sebanyak mungkin, (2) merumuskan hipotesis dan
mengujinya, (3) memperhatikan petunjuk-petunjuk yang kontradiktif, (4) tidak
menarik kesimpulan dengan tergesa-gesa, (5) menduga apa yang ada dalam benak
orang lain, (6) berpikir sesuai cara pikir orang lain dan (7) berhati-hati atau
waspada dengan bias anda sendiri. 67
64
Bambang Rudito & Melia Famiola, Etika Bisnis & Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Di
Indonesia, Bandung: Penerbit Rekayasa Sains, 2007, hlm. 209-210.
65
Werner J. Severin dan James W. Tankard, Jr, Teori Komunikasi, Sejarah,Metode, dan Terapan
di Dalam Media Massa, Edisi Ke-5, dialihbahasakan oleh Sugeng Hariyanto, Jakarta: Prenada
Media, 2005, hlm. 83.
66
Joseph A. DeVito, Komunikasi Antarmanusia, dialihbahasakan oleh Agus Maulana, Jakarta:
Professional Books, 1997, hlm. 75.
67
Ibid., hlm. 85.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
3.2 Bisnis menurut iman Kristen
Jerry White68 dalam bukunya, Honesty, Morality & Conscience,
mengemukakan lima prinsip Alkitab bagi aktivitas bisnis Kristen. Pertama,
timbangan yang benar (just weight) seperti yang dicatat dalam Ulangan 25:13-15.
Prinsip timbangan yang benar merupakan keharusan dalam transaksi bisnis yang
benar. Dengan kata lain kualitas barang yang dibayar sesuai dengan apa yang
diiklankan. Pengusaha Kristen harus bertanggungjawab penuh dalam kualitas
barang dan layanan perbaikan. Seorang pengusaha Kristen harus bekerja sepenuh
hati dalam bisnisnya dengan mengingat Kolose 3:23 yang berkata: ”apapun yang
kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan
untuk manusia”.
Kedua, Allah menuntut kejujuran yang sepenuhnya (total honesty). Surat
Efesus 4:25 mengajar kita untuk berkata benar. Sekalipun sering berbuat salah,
seorang pengusaha Kristen harus memiliki kejujuran yang penuh terhadap para
pegawai dan pelanggannya. Penting bagi pengusaha Kristen mengendalikan
perkataannya sebagaimana yang dicatat dalam Yakobus 3:2. Selain itu, Roma
12:17 mengingatkan pebisnis Kristen melakukan apa yang baik bagi semua orang
dengan kejujuran. Kita harus bertanya pada diri kita sendiri, apakah kita sudah
jujur sepenuhnya dalam melaporkan penggunaan waktu kita, uang dan prestasi?
Prinsip yang ketiga adalah menjadi pelayan (being a servant). Menjadi
pelayan harus dibuktikan dengan tingkah laku. Melayani Allah terdengar begitu
mulia, tetapi melayani sesama adalah soal lain yang seringkali sukar dipraktekkan.
68
http://www.probe.org/site/c.fdKEIMNsEoG_b.4227383/k.FE33/Business/and/Ethics/files/default.
css. Makassar: 10 Juni 2008.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
Matius 20:28 berkata bahwa Yesus datang bukan untuk dilayani melainkan untuk
melayani manusia, bahkan menyerahkan hidupnya bagi manusia. Nilai bisnis
terkandung dalam pelayanannya. Batasan sukses adalah sejauh mana kebutuhan
pelanggan atau konsumen dilayani dengan sebaik-baiknya. Dengan pelayanan
yang baik, maka Allah memberikan apa yang menjadi kebutuhan kita dalam
berbisnis.
Prinsip keempat adalah tanggungjawab pribadi. Seorang pengusaha
Kristen
harus
mengambil
tanggungjawab
penuh
dalam
tindakan
dan
keputusannya, dalam apa yang dikatakan dan diperbuat. Tidak boleh ada sikap
melemparkan kesalahan kepada orang lain atau menyalahkan lingkungan sekitar.
Roma 12:2 mengingatkan agar orang percaya tidak menjadi serupa dengan dunia
ini.
Akhirnya, prinsip kelima adalah keuntungan yang wajar (reasonable
profits). Apakah keuntungan yang wajar itu? Keuntungan yang wajar adalah
sesuatu yang diperoleh seseorang untuk dirinya. Dalam mencari keuntungan tidak
boleh berlebihan sehingga tidak ada pihak yang dirugikan sebagaimana yang
dikatakan dalam Lukas 6:31. Bagi pengusaha, keuntungan yang wajar adalah
harga dari jasa dan barang di atas biaya yang sudah dikeluarkan. Bagi pegawai
atau pekerja, keuntungan yang wajar adalah penghasilan atas pekerjaan yang
sudah dilakukannya.
Lukas 3: 14 mengingatkan agar seorang pegawai
mencukupkan kebutuhannya dengan gaji yang diperolehnya dan seorang pegawai
yang sudah bekerja patut mendapat upahnya (1 Timotius 5:18). Pada akhirnya
prinsip Alkitab dalam bisnis ini harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
Alexander Hill dalam bukunya Just Bussiness mengatakan bahwa Alkitab
dapat digunakan untuk menjawab masalah-masalah dalam bisnis sehingga dengan
prinsip-prinsip Alkitab
seorang pengusaha dapat
mengambil keputusan etis
dengan benar. Dasar etika Kristen dalam bisnis adalah karakter Allah yang tidak
berubah dan bukannya peraturan-peraturan
secara harafiah.
menolak pendekatan egoisme (mempromosikan kesenangan
materi atau keberhasilan dalam
Etika Kristen
pribadi melalui
karier), utilitarianisme (memaksimalkan
kesenangan dan mengurangi penderitaan) atau pemikiran deontologis (memelihara
peraturan-peraturan moral seperti ”Jangan merugikan orang lain”).69
Prinsip-prinsip
bisnis Kristen berdasarkan tiga karakter Allah yaitu:
kekudusan, keadilan dan kasih. Ketiga prinsip ini merupakan satu kesatuan dan
tidak dapat dipisahkan ketika mengambil keputusan etis dalam bisnis. Kekudusan
yang terlepas dari keadilan dan kasih, hanya
menghasilkan legalisme
hiperkritikal. Demikian juga, keadilan tanpa kasih dan kekudusan memberikan
akibat-akibat yang kejam. Akhirnya, kasih
ketika hanya berdiri sendiri akan
kehilangan kompas moral yang memadai.70
Prinsip kekudusan
Tuhan, kemurnian,
mengandung empat elemen utama yaitu giat bagi
tanggung jawab dan kerendahan hati. Prinsip kekudusan
memanggil kita untuk dengan giat menempatkan Allah sebagai prioritas tertinggi.
Allah menuntut kesetiaan
mutlak (Hos. 1:2) sehingga perkara-perkara lain
ditempatkan di bawahnya. Tuhan Yesus mengingatkan bahwa kita tidak dapat
69
Alexander Hill, Just Business; Christian Ethics for The Market Place, Cumbria: Paternoster
Press, 1998, hlm. 13-14.
70
Ibid., hlm. 15.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
melayani dua tuan pada saat yang sama (Mat. 6:24). Tugas utama kita adalah
mengasihi Allah
dengan segenap hati, jiwa dan akal budi dan kemudian
mengasihi sesama manusia (Mat.22:37-38). Karena itu, bisnis harus dijalankan
sebagai usaha menghormati Allah.71
Kemurnian,
bahan
dasar
kedua
dari
kekudusan,
merefleksikan
kesempurnaan moral Allah dan keterpisahan dari semua yang secara etis tidak
bersih. Dua komponen kemurnian adalah kemurnian etika dan pemisahan moral.
Kedua prinsip kembar ini dapat dipraktikkan dalam bisnis dengan tiga cara.
Pertama, kemurnian dalam komunikasi yang artinya berbicara terus terang dan
tidak ada agenda tersembunyi. Kedua, kemurnian dalam seksualitas yang artinya
menjaga diri dari perilaku seksual yang menyimpang, kata-kata cabul dan
tindakan pelecehan seksual. Ketiga, kemurnian dalam maksud yang artinya tidak
berlaku curang dan memiliki integritas moral dalam situasi apapun. 72
Kekudusan membuat kita bertanggung jawab dengan menghargai
kemurnian moral dan menghukum ketidakmurnian.
Tanggung jawab adalah
konsep teologis dan ekonomis. Perilaku yang salah dalam bisnis jelas tidak
menyenangkan Allah yang kudus dan sekaligus menurunkan kepercayaan dari
orang lain terhadap yang bersangkutan. Kekudusan tidak hanya menempatkan
Allah dalam posisi terhormat, tetapi juga menciptakan hubungan-hubungan baik
untuk jangka panjang. Bisnis yang sukses tahu bahwa memperoleh kepercayaan
dari atasan, penyalur, pedagang dan pelangan sangatlah penting.73
71
Ibid., hlm. 23-24.
Ibid., hlm. 24-26.
73
Ibid., hlm. 26-27.
72
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
Kerendahan hati adalah akibat alamiah dari usaha meniru kekudusan
Allah. Tuhan Yesus memuji mereka yang rendah hati (Mat. 5:3-5). Mereka yang
rendah hati dapat mendengarkan bawahannya, membangun tim yang kokoh dan
tidak malu mengakui kesalahannya. Mereka yang rendah hati dapat menjangkau
orang lain, ragu-ragu dalam melontarkan kritik dan menjadi pendengar-pendengar
yang baik terhadap orang lain.74
Prinsip bisnis Kristen yang kedua adalah keadilan. Kata keadilan muncul
lebih dari 800 kali dalam Alkitab.
Keadilan menyangkut relasi timbal balik
menyangkut hak dan kewajiban. Keadilan alkitabiah menolak persepsi egoisme
dan kolektivisme. Empat aspek dasar keadilan adalah hak-hak yang prosedural,
hak-hak yang substantif, keadilan yang layak diterima dan keadilan kontraktual.
Kompensasi harus diberikan jika salah satu aspek keadilan itu dilanggar 75.
Prinsip terakhir bisnis Kristen adalah kasih. Kasih adalah inti karakter
Allah dan merupakan kait di mana setiap aturan moral digantungkan. Kasih
mencakup kekudusan di mana Allah diutamakan dan keadilan di mana
kepentingan orang lain diperhatikan. Dalam bisnis, kasih memungkinkan semua
pihak dapat bekerja sama untuk memperoleh keberhasilan dalam jangka panjang.
Tanpa kasih, maka hubungan bisnis cenderung eksploitatif dan kerjasama menjadi
mustahil.
Tiga karakter utama kasih adalah empati, belas kasihan dan
pengorbanan diri. 76
Eka Darmaputera menyoroti pentingnya
etika Kristen dalam bisnis
dibangun secara seimbang. Pada satu pihak, etika Kristen dalam bisnis harus dapat
74
Ibid., hlm. 27-28.
Ibid., hlm. 35-36.
76
Ibid., hlm. 47-48.
75
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
bersikap kritis, analitis dan konseptual dalam menyoroti asumsi-asumsi dasar
maupun praktek-praktek dalam dunia bisnis di dalam terang norma-norma iman
kristiani. Di lain pihak, ia juga mampu memperhitungkan dan oleh karena itu
berusaha memahami mekanisme yang aktual di dalam kegiatan-kegiatan bisnis
kontemporer. Singkatnya, etika bisnis Kristen berusaha memahami dari dalam,
tanpa kehilangan fungsi kritisnya; dan sekaligus berusaha menilai secara normatif
tanpa kehilangan dimensi realismenya.77
Prinsip-prinsip etika bisnis Kristen menurut Eka Darmaputera terdiri atas
lima hal. Pertama, Allah sebagai Pencipta segala sesuatu. Dengan prinsip ini
bisnis harus diarahkan untuk tujuan mempermuliakan Allah dan mendatangkan
kesejahteraan setiap dan seluruh ciptaan. Kedua, semua ciptaan Allah adalah baik.
Dengan prinsip ini
bisnis tidak harus dinilai kotor sebab bisnis mempunyai
potensi melayani tujuan ilahi yang luas dan agung sehingga bisnis dapat
berkembang secara optimal.
Ketiga, manusia adalah gambar Allah. Dengan prinsip ini
dijalankan dengan menghargai martabat manusia sebagai gambar Allah
bukannya ’binatang ekonomi’
bisnis
dan
yang hanya mengejar keuntungan. Keempat,
manusia adalah gambar Allah yang selalu berdosa. Dengan prinsip ini etika bisnis
Kristen memberi tempat bagi kelemahan manusia sehingga dalam situasi tertentu
dapat mengambil tindakan etis yang bertanggungjawab. Kelima, manusia
dibenarkan, tetapi tetap berdosa. Dengan prinsip ini pelaku bisnis Kristen
77
Darmaputera, op.cit, hlm. 7.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
berjuang mengalahkan kuasa dosa dan mengubah dunia bisnis sesuai kehendak
Allah secara konsisten.78
3.3 Praktek Bisnis dalam Gereja
Keterlibatan Gereja dalam kegiatan bisnis lebih banyak bertujuan untuk
mendukung misi Gereja dan memberi kesempatan kerja bagi warga gereja dan
masyarakat sekitarnya. Bisnis Gereja cenderung untuk pelayanan sosial dan
pastoral.
Sebagai contoh, jemaat-jemaat GPIB memiliki usaha perkebunan,
peternakan, koperasi, sekolah, rumah sakit, gedung serba guna dan penerbitan
yang dikelola sesuai dengan kemampuan sumber daya gereja.
Gereja Katolik dan Protestan menurut Rahadi memiliki beragam bisnis
mulai dari rumah sakit, sekolah, perbengkelan, perkebunan, pertanian, wisma atau
penginapan, rumah retret, rumah doa, asrama, panti asuhan, panti jompo, gedung
kesenian, lembaga rehabilitasi narkoba, paket wisata rohani, lembaga penyiaran
atau radio, toko dan penerbitan. Biasanya jika bisnis Geraja tidak dikelola secara
profesional, maka pada akhirnya menjadi beban bagi Gereja sendiri.
Secara khusus, Gereja Katolik memiliki pedoman tentang bisnis. Ajaran
Sosial Gereja (ASG) Katolik
menekankan pentingnya penghargaan terhadap
martabat manusia dengan asas solidaritas, subsidiaritas, adanya milik pribadi,
serta mengakui persaingan bebas. Keuntungan dalam bisnis harus diperoleh
semua pihak mulai dari konsumen, karyawan, masyarakat sekitar, masyarkat luas
melalui pajak dan cukai, dan tentunya pelaku bisnis sendiri. Apabila asas ini
78
Ibid., hlm. 10-18.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
dilanggar, yang menderita kerugian adalah semua pihak termasuk anak cucu kita
yang menghadapi rusaknya alam serta lingkungan hidup. 79
4
Persepsi bisnis menurut agama Islam dan agama Budha
Dalam konteks Indonesia yang majemuk, penulis berusaha memaparkan
bagaimana pandangan agama Islam dan budaya Thionghoa tentang bisnis dalam
kaitannya dengan etika. Penulis memilih kedua agama ini dengan pertimbangan
bahwa agama Islam dianut oleh mayoritas penduduk Indonesia dan agama Budha
dianut etnis Thionghoa yang mayoritas adalah pebisnis.
4.1. Agama Islam
Secara historis, agama Islam
dapat dikatakan bersikap positif terhadap
kegiatan bisnis sebab Islam disebarluaskan melalui jalur perdagangan dengan
perintis utama Nabi Muhammad. Al Qur’an sendiri tidak melarang seseorang
mencari kekayaan dengan cara halal. Yang dilarang adalah keserakahan dan
pamer kekayaan (riya’). Rujukan yang penting tentang perdagangan adalah surat
al-Baqarah ayat 275 yang menyatakan: ”Allah telah menghalalkan perdagangan
dan melarang riba.”80
Dalam Al-Qur’an bisnis merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
aktivitas atau amal perbuatan manusia secara keseluruhan dan tidak terbatasi oleh
kesempatan sesaat. Kesemua amal dijanjikan dengan suatu keuntungan yang
optimal. Tujuan dalam bisnis bernilai ganda yaitu keselamatan dunia dan akhirat.
79
Rahardi, F., Menguak Rahasia Bisnis Gereja, Jakarta: Visimedia, 2007, hlm. 23-140.
80
Bertens, Etika Bisnis, hlm. 50-51.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
Bisnis yang hakiki adalah bisnis yang dapat menyelamatkan manusia dari azab
yang pedih. Etika bisnis islami merupakan usaha untuk mencari keridhaan Allah.
Jadi dalam Islam, etika dan bisnis adalah satu kesatuan dengan prinsip utama yaitu
kejujuran dan keadilan81. Perilaku etis bagi kaum Muslim adalah melakukan apa
yang dihalalkan, seperti bertani, berdagang atau menjadi pegawai dan
menghindari hal-hal yang diharamkan, seperti berdagang alkohol, berdagang obatobatan terlarang, prostitusi atau menyebarluaskan barang-barang pornografi.82
4.2. Agama Budha
Sang Buddha menurut Y.M. Bhikkhu Suguno dalam artikel online
Pandangan Agama Buddha Tentang Ekonomi, menasihatkan bahwa kekayaan
atau materi bukanlah satu-satunya tujuan dalam hidup. Umat Budha ketika
mengumpulkan materi diharapkan memperhatikan norma-norma etika dan normanorma keagamaan, sesuai dengan Dhamma. Lebih lanjut, sutta tersebut
menerangkan bahwa dalam mengumpulkan kekayaan, sebaiknya seseorang
mengumpulkannya
dengan
usaha
dan
semangat
yang
tinggi
(utthanaviriyadhigatehi), dengan keringat sendiri (sedavakkhitehi), dan dengan
jalan Dhamma (dhammikehidhammaladdhehi).
Dalam usaha mengumpulkan kekayaan, hendaknya seseorang harus
melakukan
segala
kegiatannya
dengan
jalan
yang
benar.
Misalnya,
kepada para pedagang, Sang Buddha telah menasihati untuk menghindari
penipuan dengan jalan menipu alat pengukur timbangan (tulakuta), dan
81
Muhammad dan Lukman Fauroni, Visi Al-Quran tentang Etika dan Bisnis, Jakarta: Penerbit
Salemba Diniyah, 2002, hlm. 87-89.
82
Ibid., hlm. 133-138
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
menipu
dalam
dengan
memalsu
uang
dan
sebagainya.
Selanjutnya,
Angguttara Nikaya menjelaskan seseorang seharusnya menghindari diri
dari lima macam perdagangan yang bisa membahayakan bagi dirinya
sendiri
dan
perbudakan),
juga
mahkluk
sattha
vanijja
lain,
seperti
(perdagangan
satta
vanijja
persenjataan),
(perdagangan
mamsa
vanijja
(perdagangan mahluk hidup), majja vanijja (perdagangan minum-minuman
keras), dan visa vanijja (perdagangan racun, termasuk ganja, morfin,
dan
sebagainya).
tentang
Ambalatthika
pekerjaan
Buddha.
Jika
terbaik
suatu
Rahulovada
yang
pekerjaan
dilakukan
yang
Sutta
oleh
dilakukan
menegaskan
para
pengikut
adalah
kriteria
Sang
menimbulkan
manfaat untuk dirinya sendiri dan bermanfaat untuk orang lain serta
bermanfaat
pekerjaan
untuk
yang
kedua-duanya
terpuji.
Beberapa
maka
pekerjaan
jenis
pekerjaan
tersebut
seperti
adalah
kerajinan,
pertanian dan sebagainya merupakan pekerjaan yang terpuji.
Agama Buddha memberikan anjuran kepada umat untuk mengembangkan
kesejahteraannya, baik kesejahteraan materi maupun kesejahteraan batin. Manusia
bukanlah penguasa alam yang berkuasa mengatur alam ini sesuai keinginannya.
Kedudukan manusia di alam semesta ini tidaklah tertinggi (supreme), tetapi
bagian dari alam; sehingga dia harus berusaha menyesuaikan diri dengan alam dan
berusaha menggunakan sumber-sumber kekayaan alam dengan sebaik-baiknya.83
83
http://www.buddhistonline.com/dhammadesana/desana7b.shtml. Makassar: 27 Agustus 2008.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
5
Jemaat GPIB Passasreang
Jemaat GPIB Passareang yang beralamat di BTN Pepabri C 3 no. 15,
Kelurahan Sudiang Raya, Makassar, ditahbiskan dan dilembagakan sebagai suatu
jemaat yang mandiri secara keuangan dan organisatoris pada tanggal 6 April 1997
dalam ibadah Minggu yang dilayani langsung oleh Pdt. DR. O.E.Ch Wuwungan
selaku Ketua Majelis Sinode GPIB. Sejak dilembagakan, jemaat ini mengalami
pertumbuhan secara kuantitas dan data terakhir bulan Agustus 2008 menunjukkan
jumlah warga jemaat ini adalah 246 Kepala Keluarga dengan 971 jiwa, yang
tersebar dalam lima sektor pelayanan.
Sejak tahun 1997 sampai 2008, jemaat ini sudah dilayani oleh lima orang
pendeta selaku Ketua Majelis Jemaat (KMJ) sesuai penugasan Majelis Sinode
GPIB yaitu Pdt. Ebser Lalenoh, STh, Pdt. Ny. Ellen Tamunu, SPAK, Pdt. Adma
Tarigan, STh, Pdt. Ny. M.A. Manopo, STh dan Pdt. Ny. M.B. Risamena, STh.
Dalam tanggungjawab organisasi dan pelayanan, pendeta selaku KMJ dibantu
oleh Pelaksana Harian Majelis Jemaat (PHMJ) dalam mengatur pelayanan,
mengelola administrasi kantor dan sumber daya gereja.
Sidang Majelis Jemaat (SMJ) yang dilaksanakan secara berkala 1 kali
dalam 3 bulan, merupakan wadah strategis yang efektif dalam mengevaluasi
kinerja pelayanan, memecahkan persoalan-persoalan jemaat dan merancang
bersama kegiatan-kegiatan pelayanan untuk 3 bulan ke depan. Jemaat ini memiliki
43 anggota majelis jemaat dengan rincian 22 orang sebagai penatua dan 21 orang
sebagai diaken serta 50 orang yang melayani wadah kategorial anak, teruna,
pemuda, wanita dan kaum bapak.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
Jemaat ini memiliki harta milik gereja berupa sebuah gedung gereja,
kantor, ruang serba guna dan pastori. Dalam program tahun 2008-2009, jemaat
ini merencanakan pengadaan kendaraan roda empat untuk kelancaran mobilitas
pelayanan. Dalam penyelenggaraan tertib administrasi dan kenyamanan
beribadah, jemaat Passreang memiliki 2 orang tenaga kantor, 1 orang tenaga
keamanan dan
1 orang koster yang digaji secara periodik sesuai ketentuan
sinodal dan kebijakan setempat.
Pelayanan ibadah Minggu dilaksanakan 2 kali pada jam 09.00 wita dan
17.00 wita. Sementara ibadah Minggu untuk anak-anak dilaksanakan di gedung
gereja, ruang serba guna dan pos-pos pelayanan. Pembinaan reguler dilaksanakan
secara bergilir setiap minggu bagi para pelayan yang bertugas memberitakan
Firman Allah dalam ibadah keluarga, anak, teruna, pemuda, wanita dan kaum
bapak. Kegiatan pembinaan reguler ini dilangsungkan malam hari setiap hari
Senin dan Selasa jam 19.00 wita di ruang konsistori dan ruang serba guna.
Jemaat Passareang memiliki tiga komisi yaitu (1) komisi diakonia yang
bertugas membantu secara finansial dan natura bagi warga jemaat yang
berkekurangan secara ekonomi; (2) komisi kesehatan dengan tugas memeriksa
warga jemaat yang sakit dan mengobatinya. Kegiatan pemeriksaan kesehatan
dilakukan setiap hari Jumat yang dilayani oleh tenaga dokter yang profesional;
dan (3) komisi musik gereja yang membina kegiatan nyanyian gereja dan melatih
pemandu lagu (kantoria).84
84
M. A. Manopo, Memorandum serah terima Pendeta/Ketua Majelis Jemaat GPIB Passareang
Makassar, Makassar: 9 Agustus 2008.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
B
Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai bisnis dalam hubungannya dengan etika dan disiplin
ilmu lainnya sudah dilakukan oleh beberapa orang. Pada bulan Maret 2008,
penulis berkesempatan mendalami karya-karya ilmiah di perpustakaan STT
Jakarta dan perpustakaan Nasional Jakarta yang ditulis oleh Lestari, Dewanto, dan
Tompah yang dianggap berbobot dan terkait dengan maksud penelitian ini.
R. Siti Lestari dalam tesis magisternya Tinjauan Etika Bisnis dalam
Persaingan Usaha di Indonesia membahas etika bisnis dari perspektif hukum
dengan pendekatan kualitatif. Tesis ini bertujuan untuk mengkaji relevansi etika
bisnis dengan persaingan usaha di Indonesia, dan apa aspek hukum dari adanya
persaingan tidak sehat terhadap konsumen dan pengusaha kecil Iainnya.
Etika bisnis menurut Lestari sangat penting ditegakkan dalam persaingan
usaha sebab terdapat hubungan yang erat antara etika bisnis dan persaingan usaha.
Aspek hukum dan aspek etika bisnis sangat menentukan terwujudnya persaingan
yang sehat. Indikator dari persaingan sehat adalah tersedianya banyak produsen,
harga pasar yang ditentukan berdasarkan keseimbangan antara permintaan dan
penawaran, dan peluang yang sama dari setiap usaha, dalam bidang industri dan
perdagangan.
Adanya persaingan usaha yang sehat, akan menguntungkan semua pihak
termasuk konsumen dan pengusaha kecil, dan produsen sendiri, karena akan
menghindari terjadinya konsentrasi kekuatan pada satu atau beberapa usaha
tertentu. Tanpa kepastian hukum, maka mekanisme pasar akan terancam. Adanya
hukum yang pasti akan memelihara ketertiban pasar dan menjamin transparansi
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
pasar. PeneIitian yang dilakukan di Jakarta ini bersifat yuridis normatif dengan
menggunakan pendekatan kualitatif85.
Dewanto dalam disertasi doktoralnya Etik Bisnis dan Keberagamaan
Kelompok
keberhasilan
Kristen
bisnis
dalam
Perspektif
kelompok-kelompok
Sosiologis
Kristen
menyimpulkan
bahwa
yang
obyek
menjadi
penelitiannya lebih dipengaruhi nilai-nilai budaya kelompok dibanding pengaruh
etik Kristen Protestan Calvinis. Akibatnya, keputusan etis dalam bisnis lebih
berdasarkan pada etik sekular dan filosofis daripada etik teologi Kristen. Dewanto
mensinyalir bahwa etik Kristen Protestan Calvinis sama sekali tidak diketahui
karena tidak diajarkan kepada mereka sehingga dalam praktek bisnis yang
digunakan adalah etik sekular dan filosofis86.
Norita Yudiet Tompah dalam tesis magisternya Peran Nilai Agama dalam
Etika Bisnis menyebutkan bahwa nilai-nilai agama memiliki peran yang penting
bagi para pengusaha dalam pengambilan keputusan etis di bidang bisnis.
Pengusaha yang ditelitinya berasal dari kalangan Islam dan Kristen yang berlokasi
di Jakarta. Metodologi penelitiannya menggunakan pendekatan kualitatif dengan
perspektif teologi87.
Penelitian terbaru dari Andreas Bintoro dalam tulisannya Dapatkah
Kekristenan Diterapkan dalam Bisnis ? menyimpulkan bahwa (1) masyarakat
yang majemuk mempersulit pengambilan keputusan etis dalam bisnis, karena
85
R. Siti Lestari, Tinjauan Etika Bisnis dalam Persaingan Usaha di Indonesia, Tesis, Jakarta:
Universitas Indonesia, 1999.
86
Andreas Bintoro Dewanto, Etik Bisnis dan Keberagamaan Kelompok Kristen dalam Perspektif
Sosiologis, Disertasi, Bandung: Universitas Padjadjaran, 1993.
87
Norita Yudiet Tompah, Peran Nilai Agama dalam Etika Bisnis, Tesis, Jakarta: STT Jakarta,
2003.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
masing-masing kelompok masyarakat mempunyai persepsi yang berbeda-beda
tentang norma-norma etis yang ada dan masalah etis yang dihadapi; (2)
Kelompok suku dan etnis yang berbeda-beda dalam komunitas Kristen seringkali
berpegang pada nilai-nilai budaya yang berbeda-beda pula dan menyebabkan
persepsi yang berbeda-beda pula tentang norma etis yang ada serta masalah etis
yang dihadapi; (3) Etik Kristen Protestan Calvinis sebagai norma dan etos belum
cukup diajarkan dan dipahami untuk mampu mengubahkan nilai budaya para
pemeluk Kekristenan Protestan Calvinis ke arah yang lebih mendekati tuntutannya
yang radikal dan transformatif. Ia mensinyalir jika tradisi Reformasi yang terus
menerus memperbaharui dirinya dan profetis tidak diberi tempat dalam
Kekristenan di Indonesia, maka kemungkinan besar Kekristenan akan menjadi
semacam gejala marginal dalam masyarakat Indonesia88.
Seorang psikolog Mihaly Csikszentmihalyi dalam penelitiannya terhadap
sejumlah pebisnis profesional mancanegara mengemukakan bahwa kesuksesan
dalam bisnis dapat membawa kebahagiaan hidup secara menyeluruh. Bisnis yang
baik menurutnya tidak sekadar meningkatkan keuntungan, melainkan turut
memberikan kontribusi signifikan pada kebahagiaan manusia. 89
Bisnis yang tidak baik seperti penipuan, suap, kolusi dan menjual barangbarang berbahaya bagi kesehatan manusia seperti alkohol dan tembakau pada
akhirnya hanya meningkatkan stress dan menghilangkan kebahagiaan90. Bisnis
88
Andreas Bintoro, ”Dapatkah kekristenan Diterapkan dalam Bisnis?”, dalam Robert P Borrong
dan Norita Y. Tompah, (Eds.), Etika Bisnis Kristen, Jakarta: Unit Publikasi dan Informasi & Pusat
Studi Etika STT Jakarta, 2006, hlm. 89-96.
89
Mihaly Csikszentmihalyi, Good Business: Bisnis Sebagai Jalan Kebahagiaan, Diterjemahkan
oleh Helmi Mustofa, Bandung: Penerbit Mizan, 2007, hlm.42.
90
Ibid., hlm. 43-44.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
yang baik dipahami sebagai bisnis yang berorientasi tidak semata-mata meraup
untung, tetapi juga menjadikan usahanya sebagai mesin peningkatan kualitas
hidup. Tindakan para eksekutif sukses itu didasarkan pada prinsip-prinsip agama
Kristen atau nilai-nilai humanisme sekuler.91
Max Weber dalam bukunya Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme
menyimpulkan bahwa agama yang bersemangat modernlah yang akan
memberikan dorongan atau spirit terhadap pertumbuhan ekonomi (kapitalisme).
Kapitalisme menurutnya bukanlah sikap rakus yang tidak terbatas dalam mengejar
keuntungan. Kapitalisme identik dengan pencarian keuntungan (profit), dan
keuntungan itu dapat diperbaharui terus menerus. Semangat kapitalisme klasik
bercirikan sikap moral jujur, ketepatan dalam waktu, sikap rajin dan hemat yang
semuanya dilatarbelakangi
etos kerja Protestan. Akibatnya, pencarian uang
dalam tatanan ekonomi modern sejauh hal itu dilakukan dengan cara-cara legal,
merupakan hasil dan ekspresi dari kebajikan dan kecakapan dalam melaksanakan
panggilan tugas.92
Doktrin predestinasi dari Calvin diartikan sebagai kesempatan bagi orang
beriman untuk membuktikan keselamatannya dengan cara meraih sukses dalam
bisnis. Mereka yang menjalani hidup yang baik dengan kerja keras pasti akan
masuk ke Surga. Sebaliknya, mereka yang malas tidak akan masuk surga setelah
kematiannya. Doktrin ini memotivasi kaum Calvinis untuk bekerja dengan energi
yang berlipat ganda, terdorong oleh janji
91
kebahagiaan abadi. Kerja seperti
Ibid., hlm. 56-57.
Max Weber, Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme, Diterjemahkan oleh Yusup
Priyasudiarja, Yogyakarta: Jejak, 2007, hlm. 58.
92
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
aktivitas bisnis dipahami bukan lagi sebagai sesuatu yang hina, melainkan sebuah
panggilan ilahi (beruf, calling) untuk memuliakan Tuhan. 93
Penelitian yang penulis lakukan ini sama sekali berbeda dengan karyakarya ilmiah sebagaimana yang dipaparkan di atas Penelitian ini sama sekali baru
baik dari segi substansi, metodologi, waktu, tempat dan objek penelitian.
Sepengetahuan penulis belum ada karya ilmiah yang meneliti persepsi warga
jemaat GPIB tentang bisnis dari sudut pandang iman Kristen.
C
Kerangka Konseptual
Persepsi Bisnis
warga jemaat
Pandangan Alkitab
tentang bisnis
1. Mempermuliakan
Allah
2. Kekudusan
3. Jujur dan adil
4. Menghargai martabat
manusia
5. Bertanggungjawab
Pandangan sekular
tentang bisnis
1. Menguntungkan
2. Bermoral
3. Tidak melanggar
hukum
4. Peduli terhadap
Lingkungan
5. Mendatangkan
kebahagiaan
Bisnis yang baik
1. Melayani kehendak Allah
2. Menghargai sesama
3. Memiliki tanggungjawab sosial
93
Ibid., hlm.163.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
D
Landasan Teori
Bisnis adalah aktivitas ekonomi yang menguntungkan dua pihak yang
bertransaksi guna memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Tentunya bisnis
bukanlah
karya
amal.
Bisnis
memerlukan
motif
keuntungan sehingga
mendatangkan kepuasan dan meningkatkan kesejahteraan. Karena itu bisnis tidak
bisa dikelola dengan mengorbankan pihak lain seperti konsumen, pemerintah,
mitra bisnis atau lingkungan alam. Pelaku bisnis yang curang akan dihukum oleh
masyarakat sehingga mengalami kerugian dan bangkrut.
Sekarang ini bisnis harus dijalankan dengan kesadaran moral dan
tanggung jawab sosial. Kesadaran etis dalam bisnis dapat diperoleh melalui norma
agama, hukum negara dan norma sosial budaya dari masyarakat setempat. Pelaku
bisnis Kristen memiliki Alkitab sebagai pedoman moral dalam berbisnis. Prinsipprinsip Alkitab dalam bisnis Kristen yaitu
mempermuliakan
Allah,
(2)
kekudusan,
(3)
(1) bisnis sebagai usaha
kejujuran
dan
keadilan,
(4) menghargai martabat manusia, dan (5) bertanggungjawab.
Pelaku bisnis Krtisten dengan menerapkan prinsip-prinsip Alkitab dalam
bisnisnya, maka ia dapat berinteraksi secara positif dengan pelanggan, karyawan,
aparat pemerintah, masyarakat lokal dan mitra bisnisnya. Dengan demikian pelaku
bisnis Kristen dapat melayani kehendak Allah, menghargai sesama dan memiliki
tanggung jawab sosial terhadap lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini Gereja
memiliki tanggung jawab membina warga jemaatnya dalam soal bisnis agar hidup
mereka sejahtera secara ekonomi dan memiliki kepedulian sosial yang baik.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
BAB III
METODE PENELITIAN
Setelah kerangka konseptual dan landasan teoritis dikemukakan pada bab
terdahulu, maka pada bagian ini metode yang digunakan dalam penelitian ini
dipaparkan.
Di sini, instrumen penelitian yang dipilih adalah angket dan
wawancara guna mendapatkan data akurat dari responden yang menjadi objek
penelitian ini. Persepsi responden diukur dengan skala Likert dengan tingkatan
yang terstruktur.
A
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah survai dengan metode yang dipakai ialah
deskriptif analitis. Metode survai deskriptif adalah suatu metode penelitian yang
mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat
pengumpulan data. Dalam penelitian ini data dikumpulkan dari responden dengan
mengunakan kuesioner.94
Dengan instrumen penelitian berupa kuisioner seperti yang ada dalam
Lampiran I, penulis bermaksud mendapatkan persepsi warga jemaat GPIB
Passareang tentang bisnis dari sudut pandang iman Kristen95. Data yang diperoleh
hasilnya dipaparkan secara deskrisptif dan pada akhir penelitian dianalisis untuk
menguji hipotesis yang diajukan pada awal penelitian ini.
94
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, (Peny.) Metode Penelitian Survai, Jakarta: Penerbit
LP3ES, 1985, hlm. 8.
95
Sanapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial, Dasar-dasar dan Aplikasi, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2005, hlm. 23.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
B
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di jemaat GPIB Pasareang yang beralamat
di BTN Pepabri C 3 No. 15, Kelurahan Sudiang Raya, Makassar. Pengumpulan
data dalam penelitian ini dimulai bulan Juni sampai dengan Agustus 2008.
C
Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini mengunakan teknik sampling yang disebut teknik random
sederhana (simple random sampling). Teknik sampling ini adalah cara
pengambilan sampel secara acak tanpa memperhatikan strata (tingkatan) dalam
anggota populasi tersebut.96 Besaran smpel yang diambil dalam penelitian ini
adalah 100 responden.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan mengunakan instrumen
angket. Angket diberikan kepada warga jemaat GPIB Passareang
sebagai
responden untuk mendapatkan persepsi mengenai bisnis Kristen. Warga jemaat
yang dilibatkan sebagai responden memiliki latar belakang yang beragam baik
secara status sosial, ekonomi, pendidikan, pekerjaan, dan partisipasi dalam
pelayanan Gereja.
Angket disebarkan melalui kordinator sektor pelayanan yang merupakan
penanggungjawab utama pelayanan di sektor pelayanan. Lima (5) sektor
pelayanan dalam jemaat GPIB Passareang
mendapatkan masing-masing 15
eksemplar angket yang ditujukan kepada warga jemaat yang sudah berkeluarga.
Sebagian angket yang tersisa (25 eksemplar) diberikan kepada beberapa pelayan
96
Riduwan, op.cit, hlm. 58.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
PA (Persekutuan Anak), PT (Persekutuan Teruna) dan GP (Gerakan Pemuda)
yang umumnya dari kalangan pemuda.
Selain angket, data primer diperoleh juga melalui wawancara. Penulis
melakukan wawancara kepada sejumlah responden guna memperkuat hasil
penelitian. Dalam wawancara, penulis mengajukan pertanyaan mendalam dengan
menggunakan pedoman wawancara seperti yang ada dalam Lampiran II.
Wawancara dilakukan secara bertahap terhadap tiga orang pendeta jemaat GPIB,
dua orang anggota majelis jemaat GPIB dan tiga orang pengusaha Kristen.
Wawancara berlangsung secara tatap muka di pastori, rumah dinas,
kediaman pribadi atau di kantor sesuai waktu yang disepakati. Waktu wawancara
berlangsung antara 60-90 menit. Hasil wawancara direkam dengan alat perekam
(tape recorder). Data primer ini kemudian diolah bersama dengan data sekunder
yang didapat melalui buku-buku, dokumen gerejawi dan sumber internet.
D
Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian kemudian dianalisis dengan
teknik analisis deskriptif kualitatif. Teknik ini digunakan untuk menganalisis data
yang diperoleh melalui kuesioner dan wawancara. Hasil perhitungan analisis
deskriptif tersebut kemudian dideskripsikan dalam distribusi frekuensi skor
masing-masing variabel penelitian. Setelah itu interpretasi dilakukan agar makna
yang terkandung di dalam data (baik yang melalui angket maupun wawancara)
menjadi jelas untuk dicermati.
Pengukuran terhadap persepsi warga jemaat GPIB Passreang mengenai
bisnis Kristen dilakukan
dengan menggunakan skala Likert. Skala Likert
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau
sekelompok orang tentang fenomena sosial. Instrumen penelitian dengan
menggunakan skala Likert ini dibuat dalam bentuk tanda centang (checklist).97
Jawaban atas setiap item instrumen dalam penelitian ini
mempunyai
gradasi dari sangat positif sampai dengan sangat negatif dengan kategori jawaban
dengan 5 tingkatan: SS (sangat setuju), ST (setuju), RG (ragu-ragu), TS (tidak
setuju) dan STS (sangat tidak setuju). Kategori jawaban itu diberi skor dari 1
sampai 5 dengan rincian sebagai berikut: SS diberi skor 5, ST diberi skor 4, RG
diberi skor 3, TS diberi skor 2 dan STS diberi skor 1. Jika sampel yang digunakan
adalah 100 responden, maka jumlah skor ideal: 5 x 100 = 500 (SS) dan jumlah
skor rendah: 1 x 100 = 100 (STS)98.
Kisi-kisi instrumen penelitian untuk mengukur persepsi bisnis Kristen
ditunjukkan dalam Tabel 1.
Tabel 1. KISI-KISI INSTRUMEN PENELITIAN
VARIABEL
DIMENSI
1
2
Persepsi
A. Bisnis
INDIKATOR-
NOMOR
INDIKATOR
ITEM
3
4
1. Bisnis mendatangkan
1
keuntungan
2. Pendapatan dan ekonomi
2
yang lebih baik
3. Bisnis yang baik
7
membawa sukses dan
97
98
Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis, Cetakan ke-10, Bandung: Alfabeta, 2007, hlm. 86-87.
Ibid., hlm. 88-89.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
bertahan lama
4. Bisnis curang: menipu dan
8
melanggar hukum
5. Keuntungan wajar dalam
10
bisnis itu etis/baik
6. Keuntungan didapat
14
dengan segala cara apapun
7. Menjaga kepercayaan
17
konsumen dalam harga, mutu
dan layanan
8. Tanggungjawab sosial
18
pengusaha terhadap
masyarakat
9. Bisnis tidak membutuhkan
19
ajaran agama
10. Ajaran agama tidak dapat
20
dipraktekkan dalam bisnis
11. Bisnis bisa rugi kalau
21
ajaran agama dipraktekkan
12. Pengusaha berbuat
22
curang karena oknum
pemerintah
13. Pengusaha melakukan
23
penipuan agar untung
14. Konsumen dirugikan
24
karena kecurangan
pengusaha
15. Pengusaha dapat
25
menjelekkan rekan bisnis
16. Pengusaha wajib
membayar pajak
28
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
17. Pengusaha curang
29
ditindak secara hukum
B. Alkitab
18. Pedoman moral/etika
3
19. Nilai etika Kristen:
5
kekudusan, keadilan dan
kasih
20. Alkitab mencegah
16
pengusaha berbuat curang
C. Iman
21. Menjadi pengusaha
6
adalah pekerjaan yang baik
22. Pengusaha perlu
4
memiliki etika bisnis
23. Pengusaha dapat
9
mempermuliakan Allah
24. Keuntungan bisnis adalah
11
berkat dari Tuhan
25. Dalam bisnis perlu
12
pertolongan Tuhan (doa)
26. Pengusaha Kristen tidak
27
terpengaruh untuk berbuat
curang
27. Sama sekali tidak ada
13
campur tangan Tuhan dalam
bisnis
28. Bersyukur dan memberi
15
persembahan
29. Lingkungan bisnis
26
curang menghambat bisnis
dengan prinsip Alkitab
30. Bisnis Kristen
30
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
mendatangkan kebahagiaan
dan kesejahteraan hidup
D. Pembinaan
31. Perlu dilakukan
31
pembinaan tentang bisnis
dengan prinsip-prinsip
Alkitab
32. Majelis Jemaat perlu juga
32
dibina soal bisnis Kristen
33. Warga dilarang berbisnis
34
karena kotor dan berdosa
34. Menasihatkan warga
36
jemaat yang berbisnis curang
35. Mendoakan pengusaha
37
menjadi saksi Kristus
E. Program kerja
36. Unit bisnis Gereja perlu
33
didirikan
37. Memberikan pelatihan
35
dan modal kerja
38. Melibatkan pengusaha
38
dalam pelatihan jemaat
39. Partisipasi pengusaha
39
dalam kegiatan pelayanan
40. Kelompok pendukung
bagi pengusaha didirikan
40
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
BAB IV
PEMBAHASAN
Bagian
ini menguraikan hasil angket dan wawancara yang sudah
dilakukan penulis.
Data yang diperoleh melalui angket berupa karakteristik
responden dan persepsi mereka mengenai bisnis Kristen. Data yang diperoleh
lewat wawancara turut menguatkan hasil angket yang diterima. Selanjutnya,
penulis melakukan interpretasi data agar persepsi responden dapat dimengerti
dengan jelas. Dengan data yang melimpah, maka dapat segera dilakukan
pengujian atas hipotesa yang diajukan.
1
Hasil Penelitian
1.1 Karakteristik Responden
Kuisioner yang disebar kepada 100 responden dikembalikan lengkap.
Selain kuisioner, wawancara dilakukan guna melengkapi data yang diperoleh dari
penelitian di Jemaat. Mereka yang diwawancara adalah anggota majelis jemaat
(2 orang), anggota jemaat GPIB yang berprofesi sebagai pengusaha (3 orang) dan
para pendeta GPIB (3 orang). Deskripsi di bawah ini memaparkan hasil penelitian
yang sudah dilakukan selama 3 bulan dari Juni s/d Agustus 2008.
Mayoritas responden adalah kalangan pria (60%)
dan sisanya wanita
(40%). Kebanyakan dari mereka sudah menikah (68%) dan bekerja sebagai
pegawai
negeri maupun swasta (58%). Sekalipun mereka sudah memiliki
pekerjaan utama sebagai pegawai, tetapi beberapa dari mereka memiliki usaha
bisnis sebagai pekerjaan sampingan (36%).
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
Sebagian kecil responden (12%) benar-benar menjadikan bisnis sebagai
pekerjaan utama, seperti bisnis jual beli sembako, perbengkelan, transportasi dan
jasa. Umumnya tingkat pendidikan responden adalah SMTA (54%), kemudian
diikuti lulusan Perguruan Tinggi (36%), dan sebagian kecil SMP (10%).
Responden yang berusia produktif lebih banyak jumlahnya (64%), dibandingkan
mereka yang berusia 50 tahun ke atas (36 %). Sebagian besar responden berstatus
sebagai anggota biasa dalam persekutuan jemaat dan lainnya adalah anggota
majelis jemaat. Uraian lengkap karakteristik responden dapat dilihat dalam Tabel
2 berikut ini.
Tabel 2. KAREKTERISTIK RESPONDEN
KATEGORI DAN BESARANNYA
Umur
Jenis
kelamin
Perkawinan
Pekerjaan
Bisnis
Pendidikan
Status
dalam
Jemaat
16-25 thn
(5%)
Laki-laki
(60%)
Kawin
(68%)
Pedagang
(12%)
26-35 thn
(19%)
Perempuan
(40%)
Belum
(25%)
PNS/TNI/POLRI
(28 %)
Jual beli
sembako
(8%)
Tidak
tamat – SD
Anggota
biasa
(70%)
Perbengkelan
(1%)
SMP
(10%)
Majelis Jemaat
(30%)
36-50 thn
(40%)
50 thn ke atas
(36%)
Duda
(3 %)
Pegawai
swasta
(30%)
Transportasi
(3%)
Janda
(4 %)
Pelajar/Mahasiswa
(10%) dan
lainnya (20%)
Jasa dan lainnya
(28%)
SMTA
(54%)
PT
(30%)
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
1.2 Persepsi responden mengenai bisnis Kristen
Sebagian besar responden (98%) seperti yang tergambar dalam Tabel 3,
berpendapat bahwa
bisnis adalah kegiatan ekonomis
yang mendatangkan
keuntungan materi. Mencari keuntungan dalam bisnis dipahami sebagai perbuatan
baik/etis (96%) jika sesuai dengan hukum yang berlaku dan tidak merugikan
pihak lain. Responden (96%) berpendapat bahwa keuntungan dalam bisnis
menjadikan penghasilan keluarga bertambah. Keuntungan dalam bisnis menjadi
faktor penting bagi keberadaannya. Seorang responden mengakui bahwa ”bisnis
itu orientasinya keuntungan. Kalau tidak, bisnis itu akan pendek.”99 Responden
yang lain mengatakan bahwa ”mencari keuntungan dalam bisnis tidak salah sebab
keuntungan yang dicari adalah keuntungan yang manusiawi.”100
Sekalipun tujuan bisnis adalah keuntungan, mereka yang berbisnis
menurut responden (100%) perlu memiliki etika dalam berbisnis. Etika dalam
bisnis menurut responden dapat bersumber dari ajaran Alkitab. Responden (98%)
mengakui bahwa Alkitab memberikan pedoman moral bagi siapapun yang terjun
dalam bisnis. Jadi, responden menolak jika dikatakan ajaran agama tidak dapat
dipraktekkan dalam bisnis. Seorang responden mengungkapkan pendapatnya
mengenai peran sentral Alkitab dalam pengambilan keputusan etis.
”Alkitab dapat menjadi guidance, pembimbing dalam mengambil
keputusan-keputusan dalam bisnis. Misalnya nilai kasih,
mengingatkan agar dalam mengambil keputusan tidak berdasarkan
99
Anggiat Sinaga, Wawancara, Makassar: 9 Juni 2008. Beliau adalah General Manager Hotel
Clarion di Makassar dan Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) kota Makassar..
100
Marlyn Joseph, Wawancara, Makassar: 28 Agustus 2008. Beliau adalah pendeta GPIB yang
melayani di jemaat GPIB Bukit Zaitun, Makassar.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
emosi sehingga jika ada orang yang bersalah tidak langsung
melakukan pemecatan, melainkan pembinaan”.101
Semua responden (100%) sepakat bahwa nilai-nilai etika Kristen dalam
bisnis terkait dengan kekudusan, keadilan dan kasih. Ajaran Alkitab an sich
diakui tidak berlawanan dengan budaya perusahaan. Secara praktis, pemahaman
ini menurut seorang responden dapat dinyatakan bentuk pemberian penghargaan
bagi yang berprestasi dan hukuman bagi yang melanggar budaya perusahaan.
”Salah satu corporate culture atau budaya perusahaan yang kita
bangun sekarang adalah bagaimana proses keseimbangan antara
reward and punishment. Ketika orang memberikan kinerja yang
baik, kita berikan reward. Ketika dia melanggar, kita berikan
punishment, hukuman. Saya pikir juga di Alkitab dikemukakan
seperti itu, bahwa orang yang jujur diberi penghargaan dan orang
yang jahat diberi hukuman. Ketika tiba ulang tahun hotel,
karyawan terbaik jika dia Kristen kita berangkatkan ibadah ke
Yerusalem; jika dia Islam, kita berangkatkan ibadah umroh. Jadi
reward pun kita lakukan. Tidak hanya pendekatan materialistis,
tetapi juga ada sentuhan-sentuhan religius. Mudah-mudahan
sentuhan-sentuhan religius ini dapat membuat mereka loyal untuk
berbakti kepada perusahaan.” 102
Nilai-nilai etika Kristen ini menurut sebagian besar responden (88%)
dipahami dapat mencegah seorang pengusaha berbuat curang dan sama sekali
tidak mendatangkan kerugian. Seorang responden menjelaskan akibat yang
ditanggung pebisnis jika mengabaikan etika.
”Apapun bisnisnya seorang pebisnis harus mengedepankan etika,
karena bisnis itu menyangkut trust, menyangkut kepercayaan.
Seorang pebisnis harus memiliki etika yang baik agar bisnisnya
langgeng. Jika seorang pebisnis berlaku curang, maka tinggal
101
102
Sinaga, ibid.
Ibid.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
waktunya saja yang bersangkutan akan gagal. Yakinlah tinggal
hitung hari, yang bersangkutan akan hancur, akan bangkrut.”103
Kecenderungan kuat praktek curang dalam bisnis
disebabkan tidak
berfungsinya nilai-nilai moral dalam diri pengusaha itu. Kenyataan demikian
menurut seorang responden dapat ditangkal jika iman Kristen dapat berfungsi
dengan baik dalam diri seorang pengusaha.
”soal bisnis dengan iman, kalau kita lihat praktikanya itu
pure bisnis pasti bertentangan. Bisnis bisa menghalalkan segala
cara demi meraih keuntungan sebanyak-banyaknya. Iman Kristen
membedakan kita dengan yang lain. Bisnis sebenarnya bagaimana
saya menjual yang terbaik dan konsumen membeli yang terbaik.
Memberikan pelayanan terbaik tidak hanya buat konsumen, tetapi
juga karyawan dan lingkungan masyarakat di mana perusahaan itu
berada. Kita memiliki tanggung jawab moral sekaligus tanggung
jawab iman”.104
Praktek bisnis curang dipahami responden (74%) dapat merugikan
konsumen dan menghambat pengusaha dalam menjalankan bisnisnya sesuai
ajaran Alkitab. Seorang responden mengatakan bahwa ”kebohongan dalam bisnis
membawa dampak bagi orang lain. Jangan berpikir kalau kita salah urus, orang
lain tidak kena. Kena juga. Bisnis ini kan punya networking. Begitu kita salah
dalam menjalankan bisnis, orang lain kena imbasnya, langsung atau tidak
langsung. Kita bekerja bukan untuk menyusahkan orang, tetapi menjadi berkat
untuk orang lain”.105 Kebanyakan responden (96%) sepakat bahwa pengusaha
dapat berlaku tidak curang dalam bisnisnya. Aparat pemerintah pun dipandang
103
Ibid.
Leo J. Hehanusa, Wawancara, Makassar: 29 Juli 2008. Beliau adalah pengusaha dan konsultan
bisnis.
105
Ibid.
104
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
responden bukan faktor yang membuat pengusaha berbuat curang, sebab para
pengusaha telah menjalankan kewajiban membayar pajak sesuai ketentuan
berlaku. Kalau pengusaha berlaku curang, responden (94%) berpendapat perlu
diambil tindakan hukum oleh aparat yang berwenang.
Berbisnis dipahami sebagian besar responden (90%) sebagai pekerjaan
yang baik. Seorang responden berpendapat bahwa ”sesungguhnya bisnis itu baik.
Manusia dengan cara-caranya yang tidak benar membuat bisnis itu menjadi tidak
baik.”106 Responden lain mengatakan bahwa ”bisnis itu baik karena menyangkut
pelayanan sosial.”107
Bisnis juga dipandang sebagai pekerjaan baik karena
pengaruh ajaran agama Protestan seperti yang dikatakan seorang responden:
”berdasarkan ajaran Calvin, bisnis itu adalah pekerjaan, dan
pekerjaan itu adalah ibadah. Kalau kita kerja baik, kalau kita
meyakini bahwa ibadah itu di hadapan Tuhan kita harus jujur, kita
harus benar, maka dalam bisnis juga kita harus benar, termasuk
caranya. Cara-cara benar itu tidak menyusahkan.” 108
Sebagian besar responden (90%) berpendapat keuntungan dalam bisnis
tidak boleh didapat dengan segala cara apapun yang melanggar etika dan hukum.
Responden juga setuju jika bisnis dilakukan dengan baik, seorang pengusaha
dapat menuai sukses dan sekaligus mempermuliakan Allah. Dalam kerangka
pemahaman itu, keuntungan yang wajar dalam bisnis dipahami sebagai berkat
dari Tuhan. Karena itu, doa menurut responden (100%) memiliki peranan penting
106
M.T. Hallatu, Wawancara, Makassar: 29 Agustus 2008, Beliau adalah pendeta GPIB yang
melayani di jemaat GPIB Manggamaseang, Makassar.
107
Max Saliwir, Wawancara, Makassar: 2 Juni 2008. Beliau adalah General Manager PT (Persero)
Angkasa Pura I, Ujung Pandang.
108
Hehanusa, ibid.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
dalam hidup pengusaha Kristen. Seorang responden mengaku bahwa ”sebelum
bekerja maka yang terpenting adalah berdoa mohon pertolongan Tuhan.” 109
Dengan keuntungan yang diraih, mereka setuju (98%) bahwa seorang
pengusaha Kristen dapat mengucap syukur dan memberi persembahan kepada
gereja. Ajaran agama menurut responden (94%) sangat berpengaruh bagi
pengusaha dalam menjalankan bisnisnya. Jadi berbisnis dengan mempraktekkan
ajaran Alkitab menurut responden (98%) mendatangkan kebahagiaan dan
kesejahteraan hidup. Dengan
tegas seorang responden berpendapat bahwa
”orang yang berbisnis dengan cara tidak benar seperti manipulasi, sogok
menyogok, akhirnya berujung pada penderitaan. Harusnya orang berusaha
ujungnya sukacita, hidupnya damai sejahtera.” 110
Seorang
pengusaha,
menurut
responden
(100%)
perlu
menjaga
kepercayaan konsumen dalam soal harga, mutu dan layanan dan perlu memiliki
tanggung jawab sosial terhadap masyarakat dan lingkungan
sekitarnya. Soal
tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat sekitar diakui responden
perlu dilakukan sebab orientasi bisnis tidak hanya orientasi profit, tetapi juga
orientasi sosial, sehingga kehadiran usaha di tempat itu menjadi nilai tambah bagi
masyarakat sekitar.111
Majelis jemaat menurut responden (90%)
bertanggung jawab dalam
membina warga jemaat tentang bisnis sesuai dengan ajaran alkitab. Penguasaan
ajaran Alkitab tentang bisnis perlu dipahami oleh anggota majelis jemaat sehingga
mereka dapat membina warga jemaat dengan baik. Dengan pemahaman yang
109
Saliwir, ibid.
ibid.
111
Sinaga, ibid.
110
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
benar, responden sepakat (74%)
bahwa bisnis bukan pekerjaan kotor yang
mendatangkan dosa. Dengan penguasaan nilai-nilai kristiani, seorang responden
mengakui bahwa ”kita dapat menjadi saksi, bersaksi bahwa ada hal-hal yang tidak
benar dalam dunia bisnis”112.
Walaupun demikian, responden berbeda pendapat tentang perlunya gereja
memiliki unit bisnis guna membantu keuangan gereja. Seorang responden setuju
gereja memiliki unit bisnis jika tujuan bisnis untuk kesejahteraan warga jemaat,
dan bukannya orientasi profit113. Responden lain dengan kritis mempertanyakan
perlunya gereja memiliki unit bisnis.
”Apa perlu gereja berbisnis. Menurut saya, berdasarkan Kisah Para
rasul bahwa berkat itu bukan pada gereja, tetapi pada umatnya.
Kenapa gereja mengambil alih peran umatnya? Gereja takut bahwa
umatnya tidak lagi akan memberikan berkatnya. Gereja jangan
berpikir mendistribusikan berkat. Bagaimana seluruh kekuatan
umat dengan masing-masing talentanya, dari berkat-berkat yang
dimiliki warga jemaat, gereja sebagai institusi bisa diberikan
tanggungjawab mengumpul, mengelola dan membagi. Malah satu
ketika, suatu waktu jika tercapai apa yang disebut jemaat
misioner, gereja bukan lagi tempat mengumpul dan membagi
berkat. Jemaat itu sendiri sudah tahu tugas dan tanggung jawabnya
membagi berkat pada orang-orang di sekitarnya.”114
Seorang responden mengutarakan tentang sejauh mana perhatian gereja
dalam dunia bisnis dengan mengidentifikasi bahwa ”kultur GPIB sebagai gereja
dari kalangan birokrat atau pegawai sehingga aspek bisnis kurang mendapat
112
Yedi G. Lely, Wawancara, Makassar: 24 Agustus 2008. Seorang anggota majelis jemaat GPIB
Passareang, Makassar.
113
Yusuf H. Ambanaga, Wawancara, Makassar: 13 Agustus 2008. Seorang anggota majelis jemaat
GPIB Passareang, Makassar.
114
Hehanusa, ibid.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
perhatian dalam program kerja gereja”115. Faktor ini yang menyebabkan gereja
kurang memberi perhatian dalam membina warga jemaat mengenai prinsipprinsip etika Kristen dalam bisnis (10%). Warga jemaat sendiri (56%)
berpendapat perlunya gereja memberi perhatian dalam soal bisnis dengan cara
memberikan pelatihan atau modal kerja bagi warga jemaat yang berminat
membuka usaha dan kekurangan modal kerja. Jika pun gereja perlu membuka unit
bisnis, seorang responden berpendapat bahwa ”koperasi dapat didirikan oleh
gereja guna kesejahteraan umat.”116
Semua responden (100%) setuju agar majelis jemaat mendoakan dan
menasehatkan jika warga jemaat berbuat curang dalam berbisnis. Warga jemaat
yang berprofesi sebagai pengusaha dipandang perlu untuk dilibatkan dalam
membina warga jemaat agar memiliki ketrampilan bisnis. Selain itu, responden
berpendapat bahwa ”perlu dibangun kerjasama dengan pengusaha tertentu
sehingga dapat melatih warga jemaat yang ingin berbisnis.”117 Jadi, pengusaha
tidak hanya dibutuhkan dalam membiayai kegiatan pelayanan gereja.
Majelis jemaat menurut responden (76%) perlu membentuk kelompok
pendukung untuk menolong warganya yang berprofesi sebagai pengusaha dengan
doa dan bimbingan praktis seputar dinamika bisnis. Seorang responden dengan
mendalam menjelaskan bahwa
”kelompok profesional yang ada pada gereja biarlah mereka
berinteraksi sendiri. Agak berat bagi Gereja mau membahas casecase bisnis, karena yang mereka butuhkan adalah solusi.
115
M. A. Manopo, Wawancara, Makassar: 11 Agustus 2008 Beliau adalah pendeta jemaat GPIB
Passareang, Makassar.
116
Lely, ibid.
117
Ibid.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
Kelompok profesi ini dapat dijadikan tempat belajar sehingga
diharapkan bisa tertular hal-hal yang baik. Mereka bisa melakukan
sharing bagaimana berbisnis yang baik, berbisnis yang benar.
Gereja bertugas memberikan konsultasi rohani, memberikan
penguatan bagi warga jemaatnya.” 118
Dalam pengertian yang sama, responden lain setuju bahwa ”kelompok profesi
dapat dibentuk dalam rangka diskusi.”119
Tabel 3. HASIL ANGKET PERSEPSI WARGA JEMAAT
TENTANG BISNIS KRISTEN
INDIKATOR-INDIKATOR
NO
SS
S
RG
TS
STS
2
3
4
5
6
7
1. Bisnis mendatangkan keuntungan
1
34%
64%
2. Pendapatan dan ekonomi yang lebih
2
22%
74%
2%
2%
7
30%
62%
2%
6%
8
40%
22%
5. Keuntungan wajar dalam bisnis itu baik
10
20%
76%
2%
2%
6. Keuntungan didapat dengan segala cara
14
2%
8%
56%
34%
4%
56%
38%
ITEM
1
A. BISNIS
2%
baik
3. Bisnis yang baik membawa sukses dan
bertahan lama
4. Bisnis curang: menipu dan melanggar
22%
16%
hukum
apapun
7. Menjaga kepercayaan konsumen dalam
17
42%
58%
18
28%
72%
harga, mutu dan layanan
8. Tanggungjawab sosial pengusaha
terhadap masyarakat
9. Bisnis tidak membutuhkan ajaran agama
118
119
Hehanusa, ibid.
Saliwir, ibid.
19
2%
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
10. Ajaran agama tidak dapat dipraktekkan
20
6%
10%
62%
22%
21
10%
6%
58%
26%
22
22%
4%
48%
26%
2%
50%
46%
20%
6%
62%
34%
dalam bisnis
11. Bisnis bisa rugi kalau ajaran agama
dipraktekkan
12. Pengusaha berbuat curang karena
oknum pemerintah
13. Pengusaha melakukan penipuan agar
23
2%
24
22%
untung
14. Konsumen dirugikan karena
52%
kecurangan pengusaha
15. Pengusaha dapat menjelekkan rekan
25
4%
bisnis
16. Pengusaha wajib membayar pajak
28
46%
52%
29
46%
48%
18. Alkitab sebagai pedoman moral/etika
3
48%
50%
19. Nilai etika Kristen: kekudusan,
5
52%
48%
16
46%
42%
6
24%
66%
22. Pengusaha perlu memiliki etika bisnis
4
62%
38%
23. Pengusaha dapat mempermuliakan
9
38%
24. Keuntungan bisnis adalah berkat Tuhan
11
25. Dalam bisnis perlu pertolongan Tuhan
17.Pengusaha
curang
ditindak
secara
2%
6%
hukum
B. ALKITAB
2%
keadilan dan kasih
20. Alkitab mencegah pengusaha berbuat
8%
4%
curang
C. IMAN
21. Menjadi pengusaha adalah pekerjaan
4%
6%
54%
2%
4%
34%
58%
2%
6%
12
70%
30%
27
28%
42%
2%
24%
4%
2%
6%
36%
56%
yang baik
2%
Allah
(doa)
26. Pengusaha Kristen tidak terpengaruh
untuk berbuat curang
27. Sama sekali tidak ada campur tangan
13
Tuhan dalam bisnis
28. Bersyukur dan memberi persembahan
15
38%
60%
2%
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
29. Lingkungan bisnis curang menghambat
26
18%
42%
2%
36%
30
58%
40%
31
14%
76%
4%
6%
32
22%
72%
2%
4%
34
2%
12%
12%
58%
36
26%
64%
6%
4%
37
34%
66%
36. Unit bisnis Gereja perlu didirikan
33
6%
40%
20%
34%
37. Memberikan pelatihan dan modal kerja
35
6%
50%
16%
28%
38. Melibatkan pengusaha dalam pelatihan
38
14%
80%
4%
2%
39
2%
18%
12%
58%
40
4%
72%
12%
2%
bisnis dengan prinsip Alkitab
30.
Bisnis
Kristen
mendatangkan
2%
kebahagiaan dan kesejahteraan hidup
D. PEMBINAAN
31. Perlu dilakukan pembinaan tentang
bisnis dengan prinsip-prinsip Alkitab
32. Majelis Jemaat perlu juga dibina soal
bisnis Kristen
16%
33. Warga dilarang berbisnis karena kotor
dan berdosa
34. Menasihatkan warga jemaat yang
berbisnis curang
35. Mendoakan pengusaha menjadi saksi
Kristus
E. PROGRAM KERJA
jemaat
39. Partisipasi pengusaha dalam kegiatan
10%
pelayanan
40. Kelompok pendukung bagi pengusaha
12%
didirikan
2
Pengukuran Persepsi berdasarkan Skala Likert
Skala likert yang digunakan
untuk mengukur persepsi warga jemaat
tentang bisnis Kristen dalam penelitian ini mempunyai gradasi dari sangat positif
sampai dengan sangat negatif dengan kategori jawaban dengan 5 tingkatan:
SS (sangat setuju), ST (setuju), RG (ragu-ragu), TS (tidak setuju) dan STS (sangat
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
tidak setuju). Jawaban-jawaban itu diberi skor dari 1 sampai 5 dengan rincian
sebagai berikut: SS diberi skor 5, ST diberi skor 4, RG diberi skor 3, TS diberi
skor 2 dan STS diberi skor 1. Jika sampel yang digunakan adalah 100 responden,
maka jumlah skor ideal: 5 x 100 = 500 (SS) dan jumlah skor rendah: 1 x 100 =
100 (STS)120.
Berdasarkan skala Likert ini, skor antara 301 s/d 500 berarti
pemahaman responden baik. Jika skor antara 201 s/d 300 berarti netral dan skor
antara 200 s/d 100 berarti pemahaman responden kurang.
Tabel 4. HASIL SKOR PERSEPSI WARGA JEMAAT
BERDASARKAN SKALA LIKERT
INDIKATOR-INDIKATOR
TOTAL
SS
S
RG
TS
STS
5
4
3
2
1
SKOR
Skor
A. BISNIS
1. Bisnis mendatangkan keuntungan
426
170
256
4
2. Pendapatan dan ekonomi yang lebih
406
110
296
6
4
416
150
248
6
12
392
200
88
5. Keuntungan wajar dalam bisnis itu baik
414
100
304
6
4
6. Keuntungan didapat dengan segala cara
178
8
24
112
baik
3. Bisnis yang baik membawa sukses dan
bertahan lama
4. Bisnis curang: menipu dan melanggar
88
16
hukum
apapun
7. Menjaga kepercayaan konsumen dalam
442
210
232
468
140
328
harga, mutu dan layanan
8. Tanggungjawab sosial pengusaha
terhadap masyarakat
120
Sugiyono, ibid., hlm. 88-89.
34
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
9. Bisnis tidak membutuhkan ajaran
170
8
12
112
38
300
24
30
124
22
200
40
18
116
26
222
88
12
96
26
6
100
46
40
6
124
34
agama
10. Ajaran agama tidak dapat
dipraktekkan dalam bisnis
11. Bisnis bisa rugi kalau ajaran agama
dipraktekkan
12. Pengusaha berbuat curang karena
oknum pemerintah
13. Pengusaha melakukan penipuan agar
162
10
364
110
untung
14. Konsumen dirugikan karena
208
kecurangan pengusaha
15. Pengusaha dapat menjelekkan rekan
170
12
bisnis
16. Pengusaha wajib membayar pajak
442
230
208
428
230
192
18. Alkitab sebagai pedoman moral/etika
446
240
200
19. Nilai etika Kristen: kekudusan,
452
260
192
418
230
168
408
120
264
22. Pengusaha perlu memiliki etika bisnis
462
310
152
23. Pengusaha dapat mempermuliakan
422
190
420
4
17. Pengusaha curang ditindak secara
6
hukum
B. ALKITAB
6
keadilan dan kasih
20. Alkitab mencegah pengusaha berbuat
16
4
curang
C. IMAN
21. Menjadi pengusaha adalah pekerjaan
12
12
216
6
8
170
232
6
12
470
350
120
366
140
168
6
48
yang baik
2
Allah
24. Keuntungan bisnis adalah berkat
Tuhan
25. Dalam bisnis perlu pertolongan Tuhan
(doa)
26. Pengusaha Kristen tidak terpengaruh
4
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
untuk berbuat curang
27. Sama sekali tidak ada campur tangan
154
8
18
72
56
Tuhan dalam bisnis
28. Bersyukur dan memberi persembahan
434
190
240
4
29. Lingkungan bisnis curang
338
90
168
290
160
398
70
304
12
12
412
110
288
6
8
326
10
48
36
116
412
130
256
18
8
434
170
264
36. Unit bisnis Gereja perlu didirikan
318
30
160
60
68
37. Memberikan pelatihan dan modal
334
30
200
48
56
406
70
320
12
4
244
10
72
36
116
368
20
288
36
6
72
2
menghambat bisnis dengan prinsip
Alkitab
30.
Bisnis
Kristen
mendatangkan
454
4
kebahagiaan dan kesejahteraan hidup
D. PEMBINAAN
31. Perlu dilakukan pembinaan tentang
bisnis dengan prinsip-prinsip Alkitab
32. Majelis Jemaat perlu juga dibina soal
bisnis Kristen
33. Warga dilarang berbisnis karena kotor
16
dan berdosa
34. Menasihatkan warga jemaat yang
berbisnis curang
35. Mendoakan pengusaha menjadi saksi
Kristus
E. PROGRAM KERJA
kerja
38. Melibatkan pengusaha dalam
pelatihan jemaat
39. Partisipasi pengusaha dalam kegiatan
10
pelayanan
40. Kelompok pendukung bagi pengusaha
24
didirikan
SKOR AKHIR
362
Berdasarkan tingkat pengukuran skala Likert ini, dapat diperoleh
gambaran lengkap sejauh mana persepsi responden dalam memahami pokok
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
persoalan penelitian ini. Skor 426 memperlihatkan bahwa responden memahami
dengan baik bahwa bisnis itu bermotifkan keuntungan ekonomis. Keuntungan
dalam bisnis menurut responden dapat diperoleh secara etis. Dengan pemahaman
itu, responden memiliki pandangan bahwa
bisnis itu adalah pekerjaan baik dan
karena itu cara berbisnis tidak boleh dilakukan dengan menghalalkan segala cara.
Berbisnis perlu mengedepankan etika yang bersumber dari moral agama. Bisnis
tidak dapat terlepas dari etika agar bisnis dapat bertahan lama dan sukses.
Responden menolak pemahaman bisnis yang dijalankan tanpa moralitas.
Responden memahami dengan baik (446) pentingnya Alkitab menjadi
sumber referensi yang tepat bagi etika bisnis Kristen. Etika bisnis Kristen menurut
responden tidak bertentangan dengan dunia bisnis dan tidak merugikan
kepentingan pengusaha itu sendiri.
Etika bisnis Kristen dapat mencegah
pengusaha berbuat curang terhadap pelanggannya, rekan bisnis dan pemerintah.
Pengusaha memiliki kewajiban moral untuk membayar pajak kepada pemerintah.
Sikap etis dalam bisnis dipahami berkaitan dengan penghayatan terhadap
ajaran Alkitab (416) yang diterima dan diimplementasikan. Responden memahami
dengan baik bahwa dalam prakteknya bisnis curang itu terjadi. Namun, itu tidak
dapat menjadi alasan pembenaran bahwa pengusaha Kristen larut dalam praktek
demikian. Bisnis yang baik menurut responden (452) terkait dengan integritas
moral pengusaha itu sendiri sehingga dapat berbisnis dengan mengutamakan
kekudusan, keadilan dan kasih. Sukses dalam bisnis dipahami sebagai berkat
Allah atas doa dan kerja yang dilakukan dalam bisnis. Pada akhirnya tujuan bisnis
dipahami dapat mendatangkan kesejahtreraan dan kebahagiaan dalam hidup.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
Responden memahami bahwa gereja bertanggung jawab dalam membina
warga jemaatnya untuk mengerti prinsip-prinsip Alkitab sebagai pedoman dalam
berbisnis. Responden sepakat bahwa gereja dapat saja memiliki unit bisnis,
memberikan pelatihan bisnis atau bantuan modal bergulir. Selain itu, kehadiran
kelompok profesional dalam jemaat diperlukan untuk sarana konsultatif dan
penguatan. Tugas-tugas gereja itu dapat dilakukan jika anggota-anggota majelis
jemaat memiliki penguasaan yang baik dalam membina warga jemaat yang
berbisnis dan selalu mendukung mereka dengan doa dan nasehat rohani.
3
Interpretasi Data dan Uji Hipotesis
Bisnis sebagai kegiatan ekonomis yang mendatangkan keuntungan materi
dipahami baik oleh responden. Pengertian ini sejalan dengan teori Bertens yang
mengatakan bahwa
bisnis adalah kegiatan ekonomis dengan maksud
mendatangkan untung yang diekspresikan dalam bentuk uang. 121 Keuntungan
menjadi konsekuensi logis sebagai imbalan kepada pengusaha atas usahanya
melayani kebutuhan konsumen. Faktor keuntungan dalam bisnis menjadi faktor
dominan sehingga beberapa responden yang berlatar belakang pegawai dan
berpendidikan tinggi, terlibat dalam bisnis. Beragam usaha dapat dipilih seperti
menjual kebutuhan sembilan bahan pokok (sembako), perbengkelan atau jasa.
Pilihan jenis usaha tentu disesuaikan dengan ketrampilan dan modal yang dimiliki
oleh masing-masing pelaku bisnis.
Keuntungan dalam bisnis dapat dimanfaatkan guna membiayai keperluan
hidup sehari-hari, ditabung, menjadi modal yang dipakai mengembangkan usaha
121
Bertens, Pengantar, hlm. 17.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
dan mendukung kegiatan pelayanan gereja serta kegiatan sosial kemasyarakatan.
Berdasarkan hasil angket dapat dikatakan bahwa keuntungan dipahami
keuntungan yang timbal balik dan bukan keuntungan yang sepihak. Dengan
demikian bisnis memiliki dimensi sosial. Artinya, keuntungan tidak hanya
dinikmati
pengusaha,
tetapi
lingkungan
di
sekitarnya
sehingga
tidak
mengakibatkan kesejangan dan kerawanan sosial. Selain itu, mengejar keuntungan
tidak boleh berlebihan. Keuntungan harus diperoleh secara wajar sehingga unsur
kepercayaan dalam bisnis terjaga dan tidak ada pihak-pihak yang dirugikan.
Mengejar keuntungan dalam bisnis seperti yang dikatakan Eka Darmaputera
dilakukan dengan tetap menghargai martabat manusia sebagai gambar Allah122.
Perilaku etis disadari turut menentukan keberhasilan bisnis dan sejauh
mana kegiatan bisnis itu dapat bertahan. Berbisnis dengan mengutamakan nilainilai etis adalah berbisnis dengan kualitas yang baik. Berbisnis dengan kualitas
etis menurut Velasquez menjadikan bisnis dapat bertahan lama dalam iklim
perdagangan global yang kompetitif.123 Jadi etika dan bisnis bukan dua wilayah
yang terpisah dan saling bertentangan. Berbisnis tanpa
memperhatikan etika
menurut Masassya hanya membawa kepada kesengsaraan dan membuka peluang
untuk masuk penjara.124
Salah satu sumber etika adalah ajaran agama125. Etika bisnis dapat
diperoleh pelaku bisnis Kristen lewat ajaran Alkitab yang didalami secara pribadi
dan diajarkan oleh gereja. Penyerapan nilai-nilai agama secara pribadi turut
122
Darmaputera, opcit, hlm. 7.
Velasquez, opcit, hlm. 39.
124
Elvyn G. Masassya, Cara Cerdas Menjalankan Bisnis, Jakarta: Penerbit PT Elex Media
Komputindo, 2002, hlm. 25.
125
Keraf, opcit, hlm. 14.
123
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
membentuk komitmen dan ketangguhan moral pelaku bisnis Kristen untuk setia
pada nilai-nilai agama yang dianut dalam bidang usaha yang digelutinya.
Pengusaha demikian menurut Sinamo disebut sebagai manusia moral dengan
kemampuan bertindak berdasarkan prinsip moral, dan bukan oleh emosi atau
naluri126.
Etika bisnis yang bersumber dari ajaran Alkitab memandu pelaku bisnis
untuk tidak terpengaruh dan terlibat dalam praktek bisnis curang yang merugikan
masyarakat, pemerintah dan tentunya dunia bisnis sendiri. Alkitab diyakini dapat
memandu pebisnis Kristen untuk mengutamakan kekudusan, keadilan dan kasih
dalam kegiatan bisnis. Ajaran Alkitab diakui memberikan panduan dalam
menghargai (reward) dan menghukum (punishment) perilaku manusia yang baik
dan buruk. Faktor keadilan dalam bisnis sesuai dengan ajaran Alkitab sehingga
kejahatan tidak memiliki tempat dalam dunia bisnis. Pelaku bisnis curang perlu
ditindak oleh aparat berwajib dan pelaku bisnis yang mengutamakan tanggung
jawab sosial diberikan penghargaan oleh pemerintah.
Pemerintah memiliki
tanggung jawab dalam melindungi dan memberdayakan warga masyarakat
sehingga tidak dirugikan oleh pebisnis yang penuh dengan tipu muslihat.127
Praktek curang dalam bisnis dipahami sebagai bentuk pelanggaran yang
menciderai kepercayaan semua pihak yang berkepentingan. Bisnis itu hakekatnya
mengandung unsur kepercayaan. Unsur kepercayaan harus dijaga dan dipelihara
oleh semua pihak sehingga diperoleh keuntungan bersama. Jika pelaku bisnis
berlaku curang, jelas ada pihak yang dirugikan. Bisnis curang diyakini tidak dapat
126
127
Sinamo, opcit, hlm. 196.
K. Bertens, Perspektif Etika, Yogyakarta: Kanisius, 2001, hlm. 167-168.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
bertahan lama karena warga masyarakat sebagai konsumen akan meninggalkan
dan menghukum pelaku bisnis yang demikian.
Walaupun praktek curang dalam bisnis kerap ditemui, bisnis dipahami
sebagai pekerjaan yang baik. Berbisnis adalah pekerjaan yang sama baiknya
dengan pekerjaan lainnya yang harus dijalankan dengan kejujuran, kesungguhan
dan kepedulian sosial. Dari kaca mata iman Kristen, berbisnis bukanlah pekerjaan
kotor yang mendatangkan dosa. Cara-cara manusia yang tidak benar dalam
berbisnis, diyakini menjadi penyebab utama sehingga bisnis dinilai kotor.
Lingkungan bisnis bukan penyebab utama seseorang mempraktekkan bisnis
curang. Ketaatan kepada nilai-nilai moral religius yang dianut dan kepatuhan
kepada hukum, dapat menjadi dasar yang kokoh bagi pengusaha Kristen agar
bisnisnya sukses, bertahan lama, bermanfaat secara sosial dan menjadi kesaksian
iman kristiani dalam lingkungan bisnisnya.
Sukses dalam bisnis dapat diperoleh pengusaha Kristen jika mereka taat
kepada firman Allah dan tekun dalam doa. Keuntungan dalam bisnis diyakini
sebagai campur tangan Allah yang mendatangkan ucapan syukur. Faktor doa
sebagai kegiatan iman menjadi penting dilakukan saat menjalankan bisnis dan
menghadapi kendala-kendala dalam bisnis. Bisnis yang dikelola secara
profesional, membutuhkan dukungan doa agar diperoleh hasil yang memuaskan.
Jadi pengusaha Kristen dalam berbisnis tidak menghalalkan segala cara yang
berlawanan dengan kebenaran firman Allah.
Dalam hal ini, gereja dapat
menjalankan fungsinya dengan membina dan mendoakan warga jemaat yang
terlibat dalam dunia bisnis.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
Bisnis dengan menggunakan ajaran Alkitab mendatangkan tidak hanya
kesejahteraan ekonomi, tetapi juga kebahagiaan hidup. Fokus pengusaha Kristen
adalah hidup dalam damai sejahtera Allah sehingga mereka dapat melaksanakan
bisnisnya dengan baik dengan tetap juga menjaga hidup persekutuan Tuhan.
Dengan berpartisipasi mendukung kegiatan pelayanan gereja, maka pengusaha
Kristen dapat menjaga keseimbangan dalam hidupnya sehingga tidak jatuh
menjadi ”binatang ekonomi yang rakus”.
Gereja dipercaya memiliki tanggung jawab dalam membina dan
melengkapi warga jemaat dalam memahami dengan baik ajaran Alkitab sebagai
pegangan dalam kegiatan bisnis. Warga jemaat perlu ditolong bahwa aktivitas
bisnis adalah pekerjaan baik yang mendatangkan kesejahteraan dan kebahagiaan
hidup jika prinsip-prinsip etika Kristen mengenai kekudusan, keadilan dan kasih
dipraktekkan. Anggota majelis jemaat GPIB sebagai pelayan Tuhan yang selalu
berhubungan langsung dengan warga jemaat, perlu menguasai dengan baik ajaran
Alkitab itu sehingga mereka dapat menasehati dan mendukung warga jemaat yang
membutuhkan bantuan rohani untuk menguatkan mereka.
Keterlibatan langsung gereja dalam kegiatan bisnis dipahami sebatas
pembentukan koperasi yang lebih mengutamakan kesejahteraan umat. Koperasi
menjadi pilihan terbaik, karena misi utamanya adalah kesejahteraan bersama.
Kalaupun gereja memiliki sekolah, rumah sakit atau perkebunan, tujuan utama
adalah pelayanan kasih atau diakonia gereja kepada warga masyarakat sekitar.
Selain itu, perhatian gereja dalam memberdayakan ekonomi jemaat dapat
ditempuh dengan cara memberikan pelatihan dan pemberian bantuan modal kerja
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
secara bergulir.
Program semacam ini biasanya disesuaikan dengan konteks
keberadaan gereja dan kemampuan keuangan yang dimiliki. Sebagai salah satu
contoh, jemaat GPIB ”Eben Haezer” di Kalimantan Timur memiliki lahan sawit
untuk memberdayakan ekonomi jemaat dan membiayai kegiatan pelayanan gereja.
Lebih lanjut, dapat dikatakan wadah kategorial seperti kelompok
profesional dalam GPIB, selama ini masih dalam proses mencari bentuk. Apakah
kelompok profesional itu sebatas persekutuan ibadah atau dapat menjadi wadah
konsultasi dan kelompok pendukung bagi warga jemaat yang terlibat dalam
bisnis?
Dengan kelompok profesional ini, gereja telah memberi ruang yang
cukup bagi warga
jemaat dalam
mengartikulasikan kebutuhannya
dan
mengembangkan talenta dan karunia yang diberikan Allah secara maksimal.
Berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh, maka pengujian terhadap
hipotesis yang dibangun dapat dilakukan. Hipotesis pertama mengatakan bahwa
warga jemaat GPIB mengetahui dan memahami bahwa bisnis yang baik dapat
dipraktekkan berdasarkan prinsip-prinsip Alkitab. Hipotesis pertama ini dapat
diterima berdasarkan temuan bahwa (1) bisnis itu memerlukan nilai-nilai moral
(100%), (2) nilai-nilai moral bagi etika bisnis Kristen bersumber dari Alkitab
(100%), dan (3) bisnis itu adalah pekerjaan baik (90%) yang dapat menjadi sarana
mempermuliakan Allah (90%) serta sekaligus memiliki dimensi sosial (100%).
Skor akhir pengukuran persepsi berdasarkan skala Likert adalah 362. Skor ini
membuktikan bahwa responden memiliki pemahaman yang baik bahwa bisnis itu
dapat dipraktekkan berdasarkan prinsip-prinsip Alkitab.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
Hipotesis kedua yang diajukan adalah asumsi bahwa pebisnis Kristen
memahami dengan baik bahwa prinsip-prinsip Alkitab dapat diaplikasikan dalam
bisnis. Hipotesis ini dapat diterima berdasarkan
temuan bahwa (1) mencari
keuntungan dalam bisnis adalah perbuatan etis (96%) sebab keuntungan itu adalah
berkat dari Tuhan (92%), (2) nilai-nilai etis kristiani membentuk pelaku bisnis
yang memiliki integritas moral dan dapat dipercaya (70%), dan (3) prinsip-prinsip
Alkitab dalam bisnis mendorong pengusaha untuk berbagi kepada sesama dan
berpartisipasi mendukung pelayanan gereja sesuai dengan kemampuannya.
Hipotesis ketiga menyebutkan bahwa Gereja, khususnya presbiter GPIB
kurang memberi perhatian penuh dalam melengkapi warga jemaatnya mengenai
bisnis yang baik berdasarkan etika Kristen. Hipotesis ini dapat diterima
berdasarkan temuan bahwa (1) pembinaan tentang bisnis berdasarkan prinsipprinsip Alkitab kurang diberikan kepada warga jemaat dan anggota majelis jemaat
GPIB (10%), (2) latar belakang warga GPIB yang mayoritas dari kalangan
pegawai, dan bukannya pengusaha sehingga orientasi pelayanan gereja lebih
mengutamakan aspek ibadah dan organisatoris serta (3) tidak optimalnya
kelompok profesional diberdayakan sebagai sarana untuk bertukar pikiran dan
sekaligus mendukung warga jemaat yang berprofesi sebagai pebisnis.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
BAB V
REFLEKSI TEOLOGIS
Dalam bab-bab sebelumnya telah dikemukakan
bahwa praktik bisnis
membutuhkan nilai-nilai etis agar tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dan bisnis
dapat bertahan lama. Bagian ini menjadi pertanggungan-jawab penulis
berdasarkan kerangka konseptual yang sudah disusun. Dengan memadukan
prinsip-prinsip Alkitab, seorang pengusaha Kristen dapat mempraktikkan bisnis
yang baik. Aspek persekutuan, dalam hal ini gereja tetap memainkan peranan
penting sehingga pelaku bisnis Kristen selalu diingatkan untuk setia hidup sesuai
dengan Firman Allah dalam kesibukan dan tantangan bisnis yang dialami.
1
Hubungan Integratif Etika Kristen dengan Bisnis
Bisnis adalah kegiatan ekonomi yang menyentuh seluruh aspek kehidupan
manusia. Dalam masyarakat modern, bisnis menjadi unsur mutlak dalam
meningkatkan taraf hidup dan kerjasama antar bangsa. Dalam era perdagangan
global,
kegiatan bisnis tidak terlepas dari moralitas atau etika. Kinerja etis
merupakan faktor strategis bagi peningkatan kinerja ekonomis128. Etos Protestan
menurut Max Weber, turut memicu kemajuan ekonomi. Kesuksesan dalam bisnis,
merupakan pertanggung jawaban iman atas keselamatan yang telah diterima dan
panggilan untuk mempermuliakan Allah. 129
Ketika bisnis terlepas dari etika atau moralitas agama, bisnis menjadi alat
mencari keuntungan semata. Demi meraih keuntungan besar, praktek curang
128
129
Nugroho, opcit, 24.
Weber, opcit, hlm. 58, 163.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
dalam bisnis dihalalkan walaupun merugikan masyarakat dan merusak lingkungan
hidup. Bisnis tanpa mempedulikan ajaran Alkitab yang normatif hanya
menghasilkan masyarakat yang tamak di mana uang menjadi satu-satunya nilai
yang utama. Tegasnya, mencari keuntungan dalam bisnis tidak salah, namun tidak
berarti lalu boleh semaunya tanpa batas. Dalam hal ini kita mesti bertanya
bagaimana cara memperolehnya, dan bagaimana menggunakan hasilnya? Apakah
dengan cara yang benar? Apakah untuk maksud dan tujuan yang baik? 130 Praktik
curang dalam bisnis merupakan tantangan bagi gereja dalam perutusannya.
Tantangan utamanya adalah mempertahankan bisnis tetap berjalan berdasarkan
etika Kristen bisnis131 sebab bisnis tidak ”bebas nilai” atau ”kedap moral”.132
Sumber utama etika Kristen adalah karya keselamatan Allah dalam Yesus
Kristus bagi manusia. Tindakan penyelamatan Allah ini menunjukkan bahwa
pengaruh dosa terjadi di semua bidang kehidupan manusia, termasuk dalam
bidang bisnis. Dosa yang telah menyebabkan hubungan antar manusia menjadi
tidak adil dan manipulatif.133 Karya penebusan Yesus Kristus memulihkan citra
manusia yang rusak karena dosa egoisme dan egosentrisme sehingga sekarang
manusia dapat menjalin relasi benar dengan Allah dan sesama dalam kekudusan
dan kebenaran (Ef. 2:11-12).134
130
Eka Darmaputera, Sepuluh Perintah Allah, Museumkan Saja? Yogyakarta: Gloria Graffa, 2005,
hlm. 32
131
Bas de Gaay Fortman dan Berma Klein Goldewijik, God and the Goods, Geneva: WCC
Publication, 1998, hlm. 26. .
132
Darmaputera, Sepuluh, hlm. 32.
133
Enrique Dussel, Ethics and Community, Maryknoll: Orbis Books, 1988, hlm. 126-127.
134
Hugh T. Kerr (Ed), Calvin’s Institutes: A New Compend, Kentucky: Westminster/John Knox
Press, 1989, hlm. 93.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
Karya penebusan Yesus Kristus memiliki implikasi etis teologis dalam
bisnis. Pertama, bisnis harus dijalankan dengan pertanggungan-jawab kepada
Allah. Kegiatan bisnis dilakukan sebagai penatalayanan (stewardship) kehendak
Allah. Kedua, kehidupan bisnis harus dibebaskan dari egoisme dan egosentrisme
manusia, serta ditujukan untuk kesejahteraan manusia. Ketiga, bisnis diarahkan
untuk menciptakan oikoumene (dunia kediaman manusia) yang utuh dan lestari di
mana faktor kelestarian dan keutuhan lingkungan hidup turut diperhatikan.135
Dengan demikian bisnis yang sama sekali mengabaikan etika patut
ditolak, sebab bisnis immoral hanya mengakibatkan kerugian dan kehancuran bagi
manusia dan lingkungan hidup. Bisnis yang terlepas dari etika Kristen, membuka
peluang dalam memperoleh keuntungan secara tidak benar. Bisnis tanpa
kandungan etika dapat menyeret pelaku bisnis berbuat kejahatan.
Akhirnya
orientasi bisnis demikian hanya untuk mengejar mamon, kekayaan dan bukan lagi
untuk melayani sesama dan mempermuliakan Allah. Alkitab mengajarkan bahwa
kita tidak dapat menyembah Allah dan mamon secara bersamaan (Mat. 6:24). Di
sini, pelaku bisnis Kristen dapat memberikan kontribusi positif dalam membentuk
dan memperbaharui dunia bisnis menjadi etis dan bermartabat.
2
Bisnis yang Baik
Bisnis yang baik dapat dirumuskan sebagai kegiatan bisnis yang
dipraktekkan pengusaha untuk mencari keuntungan secara ekonomis bagi
kesejahteraan hidupnya dengan dipandu etika Kristen dan menghormati hukum
135
Darmaputera, Etika, hlm. 48-49.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
yang berlaku serta lingkungan hidup sehingga aktivitas bisnis itu berjalan dengan
mantap dan berkelanjutan/lestari.
Secara khusus, orientasi bisnis Kristen membebaskan pelaku bisnis untuk
secara kreatif memadukan keyakinan iman kepada Yesus dengan tujuan bisnis
guna memperoleh keuntungan demi meningkatkan kesejahteraan hidup.
Secara
iman, pelaku bisnis Kristen dalam mengembangkan bisnisnya, menjadi pribadi
yang utuh. Dia menolak moralitas ganda berlaku dalam praktek bisnis. 136 Hidup
kekristenannya tidak hanya tampak di hari Minggu dengan segala kegiatan ibadah
dan pelayanan, tetapi juga berlanjut pada hari-hari kerja dari Senin sampai Sabtu
dalam dunia bisnis yang ditekuni. Komitmen iman yang utuh, membuat pelaku
bisnis Kristen dapat menetapkan batas-batas keuntungan yang wajar dan
manusiawi untuk diterima berdasarkan aturan bisnis yang berlaku. Komitmen
iman itu tidak hanya terarah bagi pribadi dan kinerja bisnis, tetapi juga berakibat
kepada lingkungan sekitar. Pelaku bisnis Kristen memiliki kewajiban iman agar
kegiatan bisnis turut meningkatkan kesejahteraan hidup warga masyarakat sekitar.
Prinsip-prinsip etika Kristen dalam berbisnis dapat dirumuskan dalam
3 pokok yaitu (1) melayani kehendak Allah, (2) menghargai sesama, dan
(3) memiliki tanggungjawab sosial. Ketiga pokok ini merupakan satu kesatuan
yang dapat memandu pelaku bisnis Kristen untuk tampil menjadi saksi-saksi
Kristus sesuai karunia dan talenta yang dianugerahkan Allah dan sekaligus
menikmati sukses dan kebahagiaan dalam hidup.
136
Hill, op.cit., hlm. 64.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
2.1 Melayani Kehendak Allah
Kitab Kejadian (1:28, 3:17-19) mencatat bahwa manusia diberi tanggung
jawab untuk bekerja mengelola segala sesuatu yang Allah telah ciptakan. Bekerja
merupakan anugerah dan panggilan yang diberikan Allah kepada manusia.
Manusia adalah citra Allah dan sekaligus mitra Allah dalam melayani kehendak
Allah di dunia. Dengan demikian manusia berpartisipasi
dalam karya Allah
dalam seluruh bidang hidup, termasuk dalam aktivitas bisnis. Karena itu motivasi
kerja kristiani bukanlah material melainkan motif melayani atau motif berbakti:
”Apapun juga kamu perbuat perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk
Tuhan dan bukan untuk manusia.” (Kol 3:23). Bekerja bukan lagi dipahami
sebagai beban melainkan bagian integral dari ibadah kepada Tuhan yang
dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan penuh sukacita. 137
Karya pembebasan Yesus Kristus membawa manusia menikmati sukacita
dan berkat dalam bekerja dengan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk
melayani kehendak Allah (Yoh 9:5). Dalam ketaatan iman kepada Yesus Kristus,
pelaku bisnis Kristen dapat mempertahankan integritasnya di tengah lingkungan
bisnis yang kotor.
Perilaku bisnis curang adalah realita tak terbantahkan.
Pebisnis Kristen dengan pembaharuan akal budi yang dikerjakan Roh Kudus,
dapat membedakan mana bisnis yang sesuai dengan kehendak Allah dan yang
berlawanan dengan kehendakNya (Rm 12:2). Bisnis obat-obat terlarang,
prostitusi,
137
pemalsuan barang, pembajakan karya cipta atau mengawetkan
Robert P. Borrong, “Etos kerja dan Profesi: Perspektif Alkitabiah,” dalam Borrong, op.cit.,
hlm. 31-32.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
makanan
dengan
formalin
adalah
contoh-contoh
kegiatan bisnis
yang
bertentangan dengan kehendak Allah.
Pelaku bisnis Kristen senantiasa dapat berusaha menjaga kekudusan
hidupnya sebab Allah yang diimani adalah kudus (Ibr 12:14) dan sempurna
(Mat 5:48). Dalam hal ini, kejujuran menjadi penting bagi pebisnis Kristen agar
dapat menjaga kepercayaan masyarakat dan melindungi martabat manusia.
Kejujuran menunjukkan tidak ada maksud tersembunyi yang jahat dengan maksud
merugikan dan
mencelakakan orang lain. Pebisnis Kristen harus membiasakan
diri berkata benar dan membuang dusta dalam kegiatan bisnis (Ef 4:25) sebab
kebohongan atau penipuan hanya mengakibatkan hancurnya kepercayaan sebagai
bagian penting dalam bisnis. Menjual barang kadaluarsa atau menyembunyikan
laporan keuntungan yang sebenarnya merupakan contoh-contoh sikap tidak jujur
dalam berbisnis yang merugikan masyarakat dan pemerintah.
Kejujuran dalam berbisnis mendatangkan sikap syukur yang melimpah
kepada Allah dan permohonan doa yang tidak putus-putusnya. Dengan kejujuran,
pebisnis Kristen dapat memberikan persembahan syukur bagi pekerjaan pelayanan
Gereja dengan tulus dan bukan mencari pujian dari manusia. Di tengah tantangan
dan keberhasilan, pebisnis Kristen tetap dapat berdoa kepada Allah agar tidak
tercemar oleh dosa dan diberi hikmat dalam mengambil keputusan-keputusan etis
yang tepat dalam lingkungan bisnisnya.
Selama kekudusan dipertahankan, maka bisnis menjadi suatu usaha untuk
menghormati Allah dan bukan sebaliknya menjadikan bisnis sebagai berhala.
Bisnis dapat menjadi berhala ketika segala waktu, tenaga, materi dan perhatian
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
tersedot penuh mengurus perkembangan bisnis yang dinamis sehingga tanpa
disadari bisnis menjadi segala-galanya. Akibatnya, kesempatan untuk bersekutu,
beribadah dan bersyukur kepada Allah selalu tertunda dan terhalang demi
mengejar target-target bisnis yang ingin dicapai.138
Allah menghendaki agar manusia melakukan pekerjaan dan ibadah secara
seimbang dan menyerahkan rencana dan kegiatan-kegiatan bisnisnya kepada
Allah agar tidak jatuh dalam dosa kesombongan diri (Yak 4:13-15). Allah sendiri
melawan kesombongan Firaun yang telah memperbudak orang Israel dengan
pekerjaan berat dengan melepaskan orang Israel untuk beribadah kepada-Nya.
(Kel 3:18, 5:1) Ayub yang mengalami sukses dalam bisnis, tetap memelihara
persekutuan dengan Allah agar kehidupan pribadi dan rumah tangganya berkenan
di hadapan Tuhan. (Ay 1:5) Kesuksesan dalam bisnis bukan segala-galanya.
Pelaku bisnis Kristen bertanggung jawab dalam membina rumah tangganya agar
selalu setia beribadah kepada Allah dan hidup dalam kasih persaudaraan
(Yos 24:14-15).
2.2 Menghargai Sesama
Sikap tamak dalam berbisnis hanya menjurus kepada dehumanisasi, di
mana orang memandang orang lain dan masyarakat hanya sebagai alat untuk
memperoleh
keuntungan.
Mengiming-imingkan bunga
yang tinggi atau
menggandakan uang dalam tempo cepat adalah kegiatan bisnis yang membawa
masyarakat kepada sikap materialisme yang berujung pada duka (1 Tim 6:10).
138
M. Bambang Susanto, Perspektif Dunia Usaha di Mata Tuhan, Surabaya: Sangkakala Media
Publishing, 2006, hlm. 98-99
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
Sikap hidup mengasihi sesama menjadi perintah utama yang juga perlu
diperhatikan oleh pelaku bisnis Kristen
1 Yoh 3:16-18).139
(Mat 22:37-49, 1 Kor 13:13,
Dengan mengasihi sesama dengan tulus, maka pebisnis
Kristen terbuka mengulurkan bantuan kepada pihak-pihak yang memerlukan.
Selain itu, mereka yang bekerja dalam suatu lembaga bisnis tidak diperlakukan
sewenang-wenang dengan merendahkan martabat kemanusiaannya. Pebisnis
Kristen perlu memikirkan kesejahteraan pekerja dan memberikan apa yang
menjadi hak mereka tanpa dikurangi sedikitpun (Im 19:13) dan tidak memeras
(Luk 3:14).140
Dengan sikap menghargai martabat manusia sebagai gambar Allah141,
pebisnis Kristen menahan diri untuk berkonfrontasi dengan warga masyakat dan
memberi ruang untuk berdialog dan mendengar suara keprihatinan mereka.
Kesuksesan dalam bisnis berlangsung dalam waktu bersamaan dengan
meningkatnya kesejahteraan masyarakat.
Warga masyarakat tidak harus
dikorbankan demi meraih keuntungan besar jangka pendek. Pebisnis Kristen
harus dapat
menjelaskan secara terbuka dan jelas tujuan bisnisnya kepada
pemerintah dan warga masyarakat sehingga semua pihak dapat mengkalkulasi
secara bersama keuntungan dan kerugian yang
harus ditanggung. Bisnis
dikembangkan untuk menjamin kesejahteraan bersama.
Selain itu, pelaku bisnis Kristen berkewajiban secara moral melindungi
masyarakat dari produk yang berbahaya dan memberikan kompensasi kepada
139
Henk ten Napel, Jalan yang lebih Utama Lagi: Etika Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1988, hlm. 223.
140
Ibid., hlm. 88.
141
Darmaputera, Etika., hlm. 13-14.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
pihak-pihak yang dirugikan. Pelaku bisnis Kristen tidak dapat cuci tangan ketika
salah dalam mengelola bisnisnya yang mengakibatkan kerugian bagi masyarakat.
Pelaku bisnis tidak boleh menggunakan jargon ”atas nama pembangunan” untuk
menindas pihak-pihak yang lemah demi meraup semua keuntungan bagi diri
sendiri. Bisnis yang etis dan legal, dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat
terhadap dunia bisnis dan sekaligus melindungi kepentingan masyarakat. Dengan
bersikap demikian, pelaku bisnis Kristen secara pribadi mengalami pertumbuhan
rohani dan menjadi serupa Kristus (Rm 8:29).
2.3 Memiliki Tanggung Jawab Sosial
Dunia ciptaan dan segala sumberdayanya adalah pemberian Allah dan
tetap menjadi milikNya (Kel 19:5; 1 Taw 29:14; Mzm 24:1). Orang-orang Israel
diingatkan untuk memiliki tanggung jawab sosial kepada mereka yang miskin dan
berkekurangan (Kel 22:25; Im 19:9-10). Tahun Yobel dan hari Sabat diberikan
agar orang-orang Israel memiliki kepedulian sosial terhadap sesama dan
lingkungan hidup (Kel 20:8-11; Ul 15:1-11). Kepedulian sosial terhadap mereka
yang kecil dan lemah disuarakan juga oleh Yesus, ”karena orang-orang miskin
selalu ada padamu, dan kamu dapat menolong mereka” (Mrk 14:7).
Mereka yang berhasil dalam bisnis dapat menggunakan kekayaannya
untuk membantu mereka yang miskin dan berkekurangan (Luk 18:22) sehingga
tidak ada lagi yang mati kelaparan seperti Lazarus (Luk 16:20-25). Dengan
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
berbuat demikian, pebisnis Kristen telah memberikan kesaksian hidup sebagai
murid Yesus yang solider terhadap sesama142.
Kesetia-kawanan sosial yang rendah dapat memicu konflik horisontal
dalam masyarakat. Kesenjangan ekonomi yang lebar menimbulkan kecemburuan
sosial sehingga persoalan sekecil apapun dapat memantik konflik berdarah yang
memilukan dan menggoyahkan sendi-sendi persatuan bangsa. Di sini peran pelaku
bisnis diperlukan untuk memberi peluang kesempatan kerja kepada tenaga lokal
serta memberdayakan ekonomi masyarakat dengan memberi modal kerja dan
pelatihan wirausaha intensif.
Selain itu, kesadaran pentingnya pelestarian lingkungan hidup kiranya
menjadi perhatian penuh agar pelaku bisnis tidak menambah kerusakan ekologis
yang sudah terjadi. Pelaku bisnis Kristen perlu mendukung gerakan pelestarian
lingkungan hidup dengan menciptakan produk yang ramah lingkungan,
mengontrol pembuangan limbah beracun dengan ketat dan membiayai program
penghijauan secara konsisten.
Pelaku bisnis Kristen perlu memiliki paradigma
ekologis dalam berbisnis karena alam adalah bagian dari tata ciptaan Allah yang
wajib dipelihara, diselamatkan dan dilindungi dengan penuh tanggung jawab
(Kej 1:10-13, 31).143
3
142
Tanggung Jawab Gereja
Emanuel Gerrit Singgih, Mengantisipasi Masa Depan: Berteologi dalam Konteks di Awal
Milenium III, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004, hlm. 205-206.
143
Yusuf G. Mangumban, ”Pengelolaan Lingkungan Hidup: Peranan Teologi dan Etika Kristen”,
dalam Markus Rani (peny.), Teologi Kehidupan, Melestarikan Lingkungan Hidup, Toraja: Sulo,
2006, hlm. 52-54.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
Gereja adalah persekutuan orang kudus yang diselamatkan karena
kematian dan kebangkitan Yesus dan diutus ke dalam dunia untuk memberitakan
Injil damai sejahtera (Mat 28:19-20; Ef 6:15) Gereja diingatkan untuk selalu
hidup berpadanan sesuai Injil Kristus (Flp 1:27) sehingga dapat menjadi garam
dan terang yang efektif (Mat 5:13-16). Perbuatan-perbuatan Gereja harus dengan
jelas dapat dilihat orang lain (Kis 5:13,15; 2 Ptr 3:2).144
Dalam mencapai tujuannya, gereja bertanggung jawab melengkapi warga
jemaat agar dapat menjawab tantangan dan pergumulannya berdasarkan
kebenaran firman Allah (Ef 4:12-16).
Gereja berkewajiban membina warga
jemaat sebagai pebisnis yang jujur, kreatif, solider dengan sesama dan tetap
memiliki pergaulan yang akrab dengan Tuhan. 145 Para praktisi bisnis dalam
gereja sendiri perlu dilibatkan dalam memotivasi dan melatih anggota jemaat lain
agar tidak malu terlibat dalam kegiatan bisnis. Selain itu, gereja perlu memberi
dukungan rohani kepada para pelaku bisnis ketika menghadapi kegagalan dalam
bisnis karena krisis ekonomi dan kesalahan dalam pengambilan keputusan
(Luk 22:40; Ef 6:18: 2 Kor 5:20).
144
Harun Hadiwijono, Iman Kristen, cet. ke-6, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1988, hlm. 374-376.
B.A. Abednego, “Masalah dan Tantangan Etik dalam Penggembalaan di Kota Besar yang
Individualistik”, dalam F. Suleeman dan Iones Rakhmat, Masihkah Benih Tersimpan ..? :
Kumpulan Karangan dalam Rangka 50 tahun GKI Jawa Barat, Jakarta: BPK. Gunung Mulia,
1990, hlm. 195.
145
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan refleksi teologis, maka di
bawah ini penulis menarik beberapa kesimpulan dan saran yang diharapkan dapat
bermanfaat bagi praktisi bisnis, lembaga pendidikan teologi, dan GPIB. Penulis
sendiri menyadari bahwa segala rumusan yang dibuat dalam penelitian ini, dapat
dipraktikkan dengan mengandalkan bimbingan kuasa Roh Kudus dan
terang
Firman Allah yang selalu membarui sikap dan perilaku manusia.
1
1.1.
Kesimpulan
Bisnis adalah bagian integral dalam kehidupan manusia dan karena itu
terkait erat dengan moralitas. Moralitas atau etika dalam berbisnis dapat
berasal dari berbagai sumber seperti ajaran agama, filsafat atau nilai
budaya setempat. Dalam bisnis, unsur kepercayaan memainkan peranan
penting yang perlu dijaga dan dipertahankan oleh para pelaku bisnis. Di
sini
moralitas atau etika religius dapat memberikan kontribusi penuh
dalam membentuk dan mengarahkan pebisnis agar bertindak etis demi
kesejahteraan masyarakat dan kepentingan eksistensi bisnis itu sendiri.
1.2.
Persepsi tentang bisnis Kristen diperoleh warga jemaat berdasarkan pesanpesan yang diterima melalui Alkitab dan pengajaran gereja. Warga jemaat
GPIB memahami bahwa bisnis itu berorientasi pada keuntungan yang
diyakini sebagai manifestasi berkat Allah. Bisnis Kristen dilakukan
berdasarkan pada prinsip-prinsip Alkitab seperti kekudusan, keadilan dan
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
kasih. Dengan prinsip-prinsip Alkitab itu, pelaku bisnis diharapkan dapat
menjalankan bisnis yang baik dan menolak praktek bisnis curang.
Warga jemaat GPIB sendiri memiliki persepsi yang baik tentang bisnis
Kristen berdasarkan prinsip-prinsip Alkitab.
1.3.
Pelaku bisnis Kristen sendiri memahami bahwa prinsip-prinsip Alkitab
dapat dipraktekkan dalam bisnis mereka. Alasan utama bahwa bisnis itu
bukanlah pekerjaan kotor. Bisnis adalah pekerjaan baik sama seperti
pekerjaan lain sehingga dalam berbisnis sangat diperlukan integritas moral.
Bisnis Kristen tidak hanya berorientasi mengejar keuntungan, tetapi juga
memiliki aspek sosial. Bisnis menjadi langgeng karena banyak pihak yang
turut menikmati keuntungan.
1.4.
Mayoritas warga GPIB berasal dari kalangan pegawai yang kurang
bersentuhan dengan kegiatan bisnis sehingga dapat dimengerti jika majelis
jemaat kurang memberi perhatian dalam membina warga jemaat dalam
soal bisnis. Keterlibatan gereja dalam mendirikan unit-unit bisnis seperti
sekolah, rumah sakit atau koperasi, cenderung sebagai sarana pelayanan
diakonia bagi mereka yang kurang mampu. Keberadaan kelompok
profesional dalam gereja masih dalam proses mencari bentuk dan belum
diberdayakan secara optimal untuk kepentingan warga jemaat.
1.5.
Bisnis yang baik dapat dirumuskan sebagai bisnis yang (1) melayani
kehendak Allah, (2) menghargai manusia dan (3) memiliki tanggung jawab
sosial. Bisnis dipraktekkan bukan hanya untuk kepentingan manusia tetapi
juga untuk melayani kehendak Allah. Aktivitas bisnis menjadi aktivitas
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
ibadah yang dilakukan dengan kejujuran dan rasa hormat terhadap sesama.
Karena itu, keuntungan dalam bisnis dapat digunakan untuk membantu
mereka yang miskin dan melindungi alam dari kerusakan yang hebat.
1.6.
Gereja bertanggung jawab dalam melengkapi warga jemaat agar hidup
berpadanan dengan Injil Kristus di segala bidang kehidupan. Majelis
jemaat perlu membina warga jemaat tentang bisnis berdasarkan prinsipprinsip Alkitab. Unit bisnis yang dimiliki gereja lebih diarahkan sebagai
sarana pelayanan kasih atau diakonia dalam rangka menolong mereka yang
berkekurangan. Pendampingan pastoral bagi warga jemaat yang bergerak
dalam bisnis perlu diperhatikan oleh gereja sehingga mereka dapat
tertolong mengatasi pergumulannya dan dengan setia mendukung
pekejaan pelayanan gereja.
Kelompok profesional dapat dimanfaatkan
secara maksimal untuk saling membimbing dan menguatkan di antara
mereka yang berprofesi sebagai pebisnis dan mereka yang berminat terlibat
dalam bisnis.
2
2.1.
Saran
Maraknya
praktek bisnis curang membuktikan bahwa
kesadaran
menjalankan bisnis berdasarkan pertimbangan moral kurang diperhatikan.
Kecurangan dalam berbisnis menjelaskan betapa motif ekonomi begitu
kental sehingga cara-cara yang tidak benar dihalalkan demi mengejar
keuntungan maksimal. Publikasi tentang bisnis yang baik perlu
dikembangkan oleh pemerhati bisnis dan etikawan agar kesadaran
berbisnis secara etis menjadi perhatian semua pihak. Pembahasan tema-
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
tema aktual dalam bisnis kontemporer perlu dilakukan antara praktisi
bisnis dan teolog Kristen sehingga diperoleh rumusan-rumusan baru yang
dapat menolong warga jemaat dan masyarakat luas pada umumnya.
2.2.
Lembaga pendidikan teologi bertanggung jawab dalam menyiapkan para
pelayan gereja yang trampil secara teologis agar dapat membimbing warga
jemaat menjadi pelaku bisnis yang benar. Dalam rangka itu, praktisi bisnis
Kristen perlu dilibatkan langsung dalam proses pembelajaran sehingga
mahasiswa dapat memahami pergumulan dan tantangan khas dalam dunia
bisnis. Mencari sintesa kreatif antara dunia bisnis dan iman dalam dunia
yang berubah, menjadi studi yang menarik serta memperkaya wawasan
etika Kristen. Tidak ada salahnya jika mahasiswa teologi diberi pelatihan
wirausaha agar mereka dapat mendorong dirinya dan warga jemaat untuk
menjadi pelaku bisnis yang jujur, ulet dan memiliki solidaritas sosial.
2.3.
Gereja memiliki tugas dan tanggung jawab dalam menjawab masalah
kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Perkembangan mutakhir
menunjukkan bahwa penduduk miskin semakin bertambah dan lapangan
pekerjaan semakin sukar diperoleh. Dua faktor ini sudah cukup dapat
menggerakkan seseorang melakukan tindakan kriminalitas dan aksi
terorisme. Karena itu,
gereja perlu menolong warga jemaat,
khusus
generasi muda dengan memberi pelatihan teknis dalam bisnis dan
mendirikan unit-unit bisnis yang dapat menjadi sarana pengembangan
potensi kreatif mereka. Pelatihan wirausaha dapat dilakukan dalam kerja
sama dengan pemerintah setempat, khususnya balai latihan kerja atau
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
dengan praktisi bisnis yang berasal dari kalangan jemaat sendiri. Dalam hal
ini, wadah kelompok profesional perlu diberdayakan. Selain itu, unit-unit
bisnis yang dimiliki gereja sudah saatnya dikembangkan secara profesional
dengan tetap menjaga motif pelayanan kasih gereja. Jika unit-unit bisnis
itu tidak dikelola dengan manajemen yang baik, pada akhirnya hanya
menjadi beban yang menguras sumber daya gereja sendiri.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku-buku
Abineno, J.L. Ch. Sekitar Etika dan Soal-soal Etis, cet. ke-3, Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2003.
Agung, A.M. Lilik, Menumbuhkan Bisnis yang Beradab, Jakarta: Grasindo,
2002.
Alma, Buchari, Pengantar Bisnis, Cetakan ke-11. Bandung: Alfabeta, 2006.
Bertens, K, Etika, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1994,
_________, Pengantar Etika Bisnis, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2000.
_________, Perspektif Etika, Yogyakarta: Kanisius, 2001.
Borrong, Robert P dan Tompah, Norita Y (Eds.), Etika Bisnis Kristen, Jakarta:
Unit Publikasi dan Informasi & Pusat Studi Etika STT Jakarta, 2006.
Chandra, Robby I, Etika Dunia Bisnis, Yogyakarta: Kanisius, 1995.
Csikszentmihalyi, Mihaly, Good Business: Bisnis Sebagai Jalan Kebahagiaan,
Diterjemahkan oleh Helmi Mustofa, Bandung: Penerbit Mizan, 2007.
Darmaputera, Eka., Etika Sederhana untuk Semua; Bisnis, Ekonomi dan
Penatalayanan, Jakarta: Gunung Mulia, 1990.
Darmaputera, Eka, Sepuluh Perintah Allah, Museumkan Saja? Yogyakarta:
Gloria Graffa, 2005.
De Gaay Fortman, Bas dan Berma Klein Goldewijik, God and the Goods,
Geneva: WCC Publication, 1998.
DeVito, Joseph A. Komunikasi Antarmanusia, Dialihbahasakan oleh Agus
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
Maulana, Jakarta: Professional Books, 1997.
Dewanto, Andreas Bintoro, Etik Bisnis dan Keberagamaan Kelompok Kristen
dalam Perspektif Sosiologis, Bandung: Universitas Padjadjaran, 1993.
Dussel, Enrique, Ethics and Community, Maryknoll: Orbis Books, 1988.
Ernawan, Erni R, Etika Bisnis, Bandung: Alfabeta, 2007.
Hadiwijono, Harun, Iman Kristen, cet. ke-6, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1988.
Hill, Alexander, Just Business; Christian Ethics for The Market Place,
Cumbria: Paternoster Press, 1998.
Keraf, A. Sony, Etika Bisnis, Cetakan ke-14, Yogyakarta: Kanisius, 1998.
Kerr, Hugh T. (Ed), Calvin’s Institutes: A New Compend, Kentucky:
Westminster/John Knox Press, 1989.
Lestari, R. Siti, Tinjauan Etika Bisnis dalam Persaingan Usaha di Indonesia,
Jakarta: Universitas Indonesia, 1999.
Masassya, Elvyn G, Cara Cerdas Menjalankan Bisnis, Jakarta: Penerbit PT Elex
Media Komputindo, 2002.
Meliala, Adrianus, (Ed.), Praktik Bisnis Curang, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
1993.
Moleong, Lexy. J, Metode Penelitian Kualitatif, Cetakan ke -22, Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2006.
Muhammad dan Fauroni, Lukman, Visi Al-Quran tentang Etika dan Bisnis,
Jakarta: Penerbit Salemba Diniyah, 2002.
Napel, Henk ten Jalan yang lebih Utama Lagi: Etika Perjanjian Baru, Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 1988,
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
Nugroho, Alois A, Dari Etika Bisnis ke Etika Ekobisnis, Jakarta: Penerbit
Grasindo, 2001.
Oetama, Jacob, Dunia Usaha dan Etika Bisnis, Jakarta: Penerbit Buku Kompas,
2001.
Pratley, Peter, Etika Bisnis, Diterjemahan oleh Gunawan Prasetio, Yogyakarta:
Penerbit Andi, 2007.
Rahardi, F, Menguak Rahasia Bisnis Gereja, Jakarta: Visimedia, 2007.
Rani, Markus (Peny.), Teologi Kehidupan, Melestarikan Lingkungan Hidup,
Toraja: Sulo, 2006.
Riduwan, Metode & Teknik Menyusun Tesis, Bandung: Alfabeta, 2007.
Rudito, Bambang & Famiola, Melia, Etika Bisnis & Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan Di Indonesia, Bandung: Penerbit Rekayasa Sains, 2007.
Severin, Werner J. dan Tankard, Jr, James W, Teori Komunikasi, Sejarah,
Metode, dan Terapan di Dalam Media Massa, Edisi Ke-5, dialihbahasakan
oleh Sugeng Hariyanto, Jakarta: Prenada Media, 2005.
Singgih, Emanuel Gerrit, Mengantisipasi Masa Depan: Berteologi dalam Konteks
di Awal Milenium III, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004.
Smith, Keith R, God’s Economic Mandate?, A Perspective on Stewardship
Economics, East Sussex: Thankful Books, 2005.
Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis, Cetakan ke-10, Bandung: Alfabeta, 2007.
Suleeman, F. dan Iones Rakhmat, Masihkah Benih Tersimpan ..? : Kumpulan
Karangan dalam Rangka 50 tahun GKI Jawa Barat, Jakarta: BPK.
Gunung Mulia, 1990.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
Suleeman, F. dkk., (peny.) Bergumul dalam pengharapan; Buku Penghargaan
Untuk Pdt. Dr. Eka Darmaputera, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999.
Susanto, M. Bambang, Perspektif Dunia Usaha di Mata Tuhan, Surabaya:
Sangkakala Media Publishing, 2006.
Tarigan, Jacobus, (Ed.), Etika Bisnis: Dasar dan Aplikasinya, Jakarta: Komisi
Kerasulan Awam KWI dan Grasindo, 1994.
Tompah, Norita Yudiet, Peran Nilai Agama dalam Etika Bisnis, Jakarta: STT
Jakarta, 2003.
Velasquez, Manuel G, Etika Bisnis, Konsep dan Kasus—Edisi 5, Penerjemah:
Ana Purwaningsih, Kurnianto dan Totok Budisantoso, Yogyakarta:
Penerbit Andi, 2005.
Verkuyl, J, Etika Kristen, cetakan ke-12, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1991.
Weber, Max, Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme, Diterjemahkan
oleh Yusup Priyasudiarja, Yogyakarta: Jejak, 2007.
Wogaman, J. Philip, Economics and Ethics: A Christian Enquiry, Britain: SCM
Press Ltd, 1986.
2. Dokumen Gerejawi
Manopo, M. A, Memorandum serah terima Pendeta/Ketua Majelis Jemaat GPIB
Passareang Makassar, Makassar: 9 Agustus 2008
3. Surat Kabar
Kompas, Jakarta: 6 Maret 2008.
______, Jakarta: 25 Maret 2008.
Tribun Timur, Makassar: 14 Juni 2008.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
4. Internet
http://www.probe.org/site/c.fdKEIMNsEoG_b.4227383/k.FE33/Business/and/
Ethics/files/default.css. Makassar: 10 Juni 2008.
http://www.buddhistonline.com/dhammadesana/desana7b.shtml.
Makassar: 27 Agustus 2008.
5. Wawancara
Ambanaga, Yusuf H, Makassar: 13 Agustus 2008.
Hallatu, M.T, Makassar: 29 Agustus 2008.
Hehanusa, Leo. J, Makassar: 29 Juli 2008.
Joseph, Marlyn, Makassar: 28 Agustus 2008.
Lely, Yedi G, Makassar: 24 Agustus 2008.
Manopo, M.A, Makassar: 11 Agustus 2008
Saliwir, Max, Makassar: 2 Juni 2008.
Sinaga, Anggiat, Makassar: 9 Juni 2008.
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
LAMPIRAN I
ANGKET PENELITIAN
Salam sejahtera,
Saya adalah mahasiswa Pascasarjana Program Magister Teologi Bidang
Studi Etika Sekolah Tinggi Teologi Indonesia bagian Timur (STT INTIM)
Makassar yang sedang melakukan penelitian tentang: BISNIS YANG BAIK:
Tinjauan etis teologis mengenai persepsi warga jemaat terhadap bisnis Kristen di
jemaat GPIB Passareang Makassar. Untuk keperluan penelitian ini, saya mohon
kesediaan Bapak/Ibu/Saudara untuk memberikan data sesuai dengan daftar
pertanyaan dan pernyataan dalam petunjuk angket.
Bapak/Ibu/Saudara tidak perlu mencantumkan identitas atau nama dalam
mengisi lembaran angket yang tersedia dan jawaban Bapak/Ibu/Saudara dijamin
penuh
kerahasiaannya.
Jawaban
Bapak/Ibu/Saudara
semata-mata
untuk
kepentingan penelitian ini dan bukan untuk kepentingan lainnya.
Atas bantuan, kerjasama dan kesediaan Bapak/Ibu/Saudara mengisi angket
dan mengembalikannya, saya mengucapkan terima kasih.
Makassar, 1 Juni 2008
Hormat saya,
Pdt. S.G.R. Sihombing, STh
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
PETUNJUK ANGKET
A.
PETUNJUK PENGISIAN
1. Kepada bapak/Ibu/Saudara dimohon menjawab seluruh pertanyaan
yang ada dengan jujur dan sebenarnya.
2. Berilah tanda centang (V) pada kolom yang tersedia dan pilih sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya.
3. Ada lima alternatif jawaban yaitu:
5 : Sangat Setuju (SS) dengan pernyataan yang ada
4 : Setuju (S) dengan pernyataan yang ada
3 : Ragu-ragu (RG) dengan pernyataan yang ada
2 : Tidak Setuju (TS) dengan pernyataan yang ada
1 : Sangat Tidak Setuju (STS) dengan pernyataan yang ada
B.
KARAKTERISTIK RESPONDEN
1. Umur (tahun)
a. Umur 16-25 tahun
b. Umur 26-35 tahun
c. Umur 36-50 tahun
d. Umur 50 tahun ke atas
2. Jenis kelamin
: Laki-laki/ Perempuan *)
3. Status perkawinan
a. Kawin
b. Belum pernah kawin
c. Duda
d. Janda
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
4. Pekerjaan utama
a. Pedagang/Pengusaha
b. Pegawai Negeri Sipil/TNI/POLRI
c. Pegawai swasta
d. Pelajar/Mahasiswa
e. Pekerjaan lain dari a-d di atas
5. Bisnis atau usaha yang dimiliki dalam bidang: **)
a. Jual beli sembako/barang campuran
b. Perbengkelan
c. Transportasi
d. Jasa
e. .....................................................................
6. Pendidikan terakhir
a. Tidak tamat SD sampai tamat SD
b. Tamat SMP atau yang sederajad
c. Tamat SMTA dan tidak melanjutkan
d. Perguruan Tinggi
7. Status dalam Jemaat
a. Anggota biasa
b. Majelis Jemaat (Penatua dan Diaken)
*) coret yang tidak perlu
**) bagi yang memiliki bisnis/usaha
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
C. Menyangkut Bisnis Kristen
No
1
Pernyataan
Jawaban
SS
S
RG
TS
STS
SS
S
RG
TS
STS
Bisnis adalah kegiatan di antara manusia
untuk mendatangkan keuntungan materi
2
Dengan
berbisnis,
memperoleh
seseorang
pendapatan
bisa
lebih
dan
kehidupan ekonomi yang lebih baik
3
Alkitab
memberikan pedoman nilai
moral/etis bagi pengusaha
4
Seorang
pengusaha
Kristen
perlu
memiliki nilai-nilai moral/etika dalam
berbisnis
5
Ajaran Alkitab menyangkut kekudusan,
keadilan dan kasih menjadi nilai-nilai
etika Kristen yang perlu diperhatikan
dalam berbisnis
6
Menjadi seorang pengusaha berarti juga
melakukan pekerjaan yang baik
7
Pengusaha yang berbisnis dengan baik
menjaga bisnisnya bertahan lama dan
sukses secara material dan sosial
8
Bisnis
curang
dijalankan
adalah
dengan
bisnis
yang
penipuan
dan
melanggar hukum yang berlaku
9
Seorang
pengusaha
dapat
mempermuliakan Allah lewat praktek
bisnis yang legal dan tidak merugikan
konsumen dan rekan bisnisnya
Pernyataan
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
10
Mencari keuntungan yang wajar oleh
pengusaha
dalam
bisnis
adalah
perbuatan yang baik/etis
11
Pengusaha
memandang
keuntungan
dalam bisnis sebagai berkat dari Tuhan
12
Dalam
berbisnis
perlu
memohon
pertolongan dari Tuhan (berdoa)
13
Sama sekali tidak ada campur tangan
Allah agar bisnis itu untung
14
Dalam bisnis, keuntungan adalah tujuan
utama yang harus didapat dengan segala
cara apapun
15
Keuntungan dalam
bisnis membuat
pengusaha mengucap syukur kepada
Allah dan memberikan persembahan
kepada Gereja
16
Ajaran
Alkitab
pengusaha
dapat
mencegah
Kristen
untuk
mempraktekkan bisnis curang
17
Dalam berbisnis, pengusaha
menjaga
kepercayaan
perlu
konsumen/
pembeli dalam soal harga, mutu barang
dan pelayanan
18
Pengusaha perlu memiliki tanggung
jawab sosial terhadap masyarakat seperti
memberikan
sumbangan
dan
turut
menjaga kelestarian alam
19
Pengusaha memahami dalam berbisnis
tidak dibutuhkan ajaran agama
Pernyataan
20
Ajaran agama tidak dapat dipraktekkan
SS
S
RG
TS
STS
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
secara menyeluruh karena menghalangi
pengusaha untuk meraup keuntungan
besar dalam waktu cepat
21
Berbisnis dengan menerapkan ajaran
Alkitab justru mendatangkan kerugian
bagi upaya memperoleh keuntungan
22
Oknum pemerintah tertentu memaksa
pengusaha kecurangan dalam bisnis
dengan praktek uang sogok atau pungli
agar bisnis lancar dan mudah
23
Dalam usaha memperoleh keuntungan,
seorang pengusaha dapat melakukan
penipuan terhadap konsumen/pembeli
24
Konsumen atau pembeli merasa sangat
dirugikan jika pengusaha berlaku curang
dalam berbisnis
25
Dalam persaingan, seorang pengusaha
dapat menjelek-jelekkan rekan bisnisnya
26
Lingkungan bisnis yang curang dapat
menghambat
pengusaha
Kristen
berbisnis dengan prinsip-prinsip Alkitab
27
Pengusaha
yang
mempraktekkan
prinsip-prinsip Alkitab Kristen sama
sekali tidak terpengaruh untuk berbuat
kecurangan dalam bisnisnya
28
Pengusaha
berkewajiban
membayar
pajak kepada Negara sesuai ketentuan
yang berlaku secara periodik
Pernyataan
29
Pengusaha yang melakukan kecurangan
dalam berbisnis sehingga merugikan
SS
S
RG
TS
STS
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
konsumen dan melanggar hukum perlu
ditindak secara hukum oleh aparat
berwenang
30
Bisnis yang dijalankan dengan prinsipprinsip
Alkitab
mendatangkan
kebahagiaan dan kesejahteraan hidup
D. Menyangkut Pembinaan oleh Majelis Jemaat
No
31
Pertanyaan
Majelis
Jemaat
perlu
Jawaban
SS
S
RG
TS
STS
SS
S
RG
TS
STS
melakukan
pembinaan bagi warga jemaat tentang
bisnis dengan prinsip-prinsip Alkitab
32
Prinsip-prinsip
Alkitab
tentang
kekudusan, keadilan dan kasih dalam
praktek bisnis perlu diketahui oleh
anggota Majelis Jemaat agar dapat
membina warga jemaat dengan baik
33
Majelis Jemaat perlu memiliki unit
bisnis agar dapat membantu keuangan
Gereja
dan
mempraktekkan
cara
berbisnis dengan prinsip Alkitab
34
Majelis Jemaat melarang saja warga
jemaat untuk tidak berbisnis agar tidak
berdosa karena bisnis itu kotor
Pernyataan
35
Majelis
Jemaat
perlu
memberikan
pelatihan atau modal kerja bagi warga
yang berminat membuka usaha dan
kekurangan modal
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
36
Majelis
Jemaat
warga jemaat
perlu
menasihatkan
yang mempraktekkan
bisnis curang karena merugikan orang
banyak dan merusak lingkungan hidup
37
Majelis Jemaat perlu mendoakan warga
jemaat
yang
berprofesi
sebagai
pedagang/pengusaha agar mereka dapat
menjadi saksi-saksi Kristus juga
38
Majelis
Jemaat
pengusaha untuk
perlu
melibatkan
membina warga
jemaat khususnya mereka yang belum
memiliki pekerjaan dan mereka yang
berpenghasilan kecil untuk berbisnis
39
Majelis Jemaat hanya membutuhkan
partisipasi pengusaha dalam membiayai
kegiatan pelayanan Gereja
40
Majelis
Jemaat
perlu
membentuk
kelompok pendukung bagi warga yang
berprofesi sebagai pengusaha sehingga
mereka dapat memecahkan masalah
bisnisnya dengan nasehat dari saudara
seimannya dan dukungan doa
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
LAMPIRAN II
Pedoman Wawancara
A.
Wawancara dengan pengusaha
4.
Bagaimana persepsi Bapak/Ibu bahwa bisnis yang baik terkait dengan
sukses bisnis dan dapat bertahan lama? Apakah menurut Bapak/Ibu bisnis
yang baik semata-mata soal mengejar keuntungan bisnis dan mengorbankan
kepentingan yang lain?
5.
Apakah Bapak/Ibu dapat memberi penjelasan mengapa seorang pengusaha
mengikuti semua aturan yang berlaku dalam dunia bisnis sekalipun aturan
itu bertentangan dengan hukum Negara dan nilai-nilai agama Kristen?
6.
Mungkinkah seorang dapat sukses sebagai orang Kristen dan sekaligus
sebagai seorang pengusaha? Ataukah sebaliknya, bahwa seseorang yang
sukses dalam bisnis biasanya bukanlah orang Kristen yang baik?
7.
Dapatkah sekarang ini Alkitab dan ajaran kristiani tetap relevan terhadap
dunia bisnis yang semakin kompleks dan kompetitif? Ataukah memang
Alkitab dan ajaran Kristen tidak sesuai lagi dengan dunia bisnis yang
curang dan kotor?
8.
Apakah Bapak/Ibu dalam mengambil keputusan dalam bisnis dipengaruhi
oleh nilai-nilai etika Kristen yang bersumber pada Alkitab? Nilai-nilai etika
dan moral seperti apakah yang dominan?
9.
Apakah menurut pengalaman Bapak/Ibu terdapat perbedaan antara orang
Kristen dan orang non-Kristen dalam etika bisnisnya? Dimanakah letak
perbedaan? Ataukah, samasekali tidak ada perbedaan?
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
10.
Kegiatan-kegiatan rohani apa saja yang Bapak/Ibu ikuti secara teratur?
a. Ibadah Minggu
b. Kebaktian keluarga
c. Penelaahan Alkitab
d. Persekutuan Doa kantor
e. Ibadah pribadi
f. ....................................
Apakah kegiatan-kegiatan rohani itu turut membantu Bapak/Ibu dalam
mengambil keputusan dalam bisnis?
11.
Bagian-bagian Alkitab mana yang menurut Bapak/Ibu sangat membantu
dalam memberikan pedoman dalam menjalankan bisnis ?
12.
Sebagai seorang pengusaha atau manager, apakah Bapak/Ibu telah
dilengkapi oleh Gereja, khususnya Majelis Jemaat dalam kehidupan bisnis
selama ini?
13.
Menurut pendapat bapak/Ibu bagaimana Gereja, khususnya Majelis
Jemaat dapat memberi kontribusi lebih dalam melengkapi anggota gereja
yang berprofesi sebagai pengusaha?
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
B.
Wawancara dengan Majelis Jemaat
1.
Bagaimana seharusnya Gereja melihat dunia bisnis? Bisnis sebagai perkara
duniawi dan kotor serta mendatangkan dosa atau sarana untuk
mempermuliakan Allah dan melayani sesama?
2.
Prinsip-prinsip Alkitab seperti kekudusan, keadilan dan kasih dapatkah
memandu pengusaha Kristen dalam berbisnis agar bisnis mereka sukses
dan bertahan lama?
3.
Dengan cara bagaimana Gereja membina warga jemaat agar dalam
berbisnis selalu memberi prioritas kepada Allah agar tidak jatuh dalam
praktek tipu daya yang merugikan orang lain dan mendatangkan dosa?
4.
Apakah Gereja sudah merencanakan atau melaksanakan program
pembinaan bagi warga yang berprofesi sebagai pengusaha? Jika sudah,
kegiatan semacam apa yang telah dilakukan?
5.
Perlukah Gereja membuat kelompok pendukung agar pengusaha dapat
berbagi pengalaman dan mendapat topangan dari saudara seimannya?
6.
Apakah Gereja perlu memiliki unit bisnis untuk membantu warga jemaat
yang tidak memiliki pekerjaan dan menopang keuangan Gereja?
7.
Dalam memberdayakan ekonomi warga jemaat, perlukah Gereja membuat
pelatihan usaha dan memberikan bantuan modal kerja secara bergulir?
8.
Jika warga jemaat berhasil dalam bisnisnya, harapan apakah yang
diberikan kepada mereka: (1) tetap aktif beribadah? (2) terlibat dalam
pelayanan Gereja? (3) mendukung kegiatan Gereja sebagai donatur?
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Stephen Gabariel Rockyfeller Sihombing dilahirkan di Jakarta pada
tanggal 3 Juni 1970. Anak kedua dari enam bersaudara dengan orang tua yang
terkasih (Alm) Bp. M. Sihombing dan Ibu Siti Dinar boru Hutabarat.
Pendidikan teologi diselesaikan pada STT Jakarta (1989-1994). Penugasan
sebagai vikaris oleh Majelis Sinode GPIB pada jemaat GPIB ”Mangngamaseang,”
Makassar (1995-1997). Peneguhan sebagai pendeta pada tanggal 28 September
1997. Penempatan pertama pada jemaat GPIB ”Marturia”, Jambi dengan tugas
mempersiapkan pelembagaan bagian jemaat ”Alfa Omega,” Sungai Bahar.
Setelah dilembagakan, ditugaskan sebagai Ketua Majelis/Pendeta Jemaat GPIB
”Alfa Omega.” (1998-2001). Sebagai perutusan jemaat GPIB ”Alfa Omega”, turut
menghadiri Persidangan Sinode XVII GPIB di Kinasih, Bogor (2000).
Dari Jambi, ditugaskan ke jemaat GPIB ”Bukit Zaitun,” Makassar untuk
mempersiapkan pelembagaan bagian jemaat ”Kanatojeng,” Gowa (2001-2005).
Setelah tugas pelembagaan selesai, Majelis Sinode GPIB menugaskan sebagai
Ketua Majelis/Pendeta Jemaat ”Eben Haezer,” Tanah Grogot, Kaltim (20052006). Turut menghadiri Persidangan Sinode XVIII di Nusa Dua, Bali (2005).
Berpartisipasi dalam kepanitiaan Persidangan Sinode Tahunan (PST) GPIB di
Tana Toraja (2003) dan di Balikpapan (2006). Berdasarkan Surat Rekomendasi
Gereja (SRG) Nomor: 1352/IV-06/MS.XVII/SRG tanggal 26 April 2006,
ditugaskan Majelis Sinode GPIB untuk studi lanjut S2 pada STT INTIM
Makassar dengan konsentrasi studi Etika.
Menikah dengan Dewi Arung, anak dari ibu D. N. Boroallo, pada tanggal
26 Juni 1998 di Makassar dan dikaruniai Tuhan Yesus dua orang putri yaitu
Jacqueline Anastasia Sihombing (1999) dan Stefany Imanuel Sihombing (2001).
Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.
ATTENTION PLEASE:
Dengan segala hormat, saya mohon kiranya
karya ini dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Jika karya ilmiah ini hendak dikutip supaya ditulis sumbernya secara tepat.
Untuk konsultasi Anda dapat menghubungi saya pada alamat:
[email protected]
Tuhan memberkati Anda dalam studi dan cita-cita.
Download