PDAM Surabaya Akan Naikkan Tarif Air Akibat kenaikan tarif dasar listrik pada Juli ini, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Surabaya merencanakan kenaikan tarif air bagi pelanggannya. "Kami sedang mengevaluasi berapa persentase kenaikan tarif PDAM," kata Mohammad Selim, Direktur Utama PDAM Surabaya. Pemerintah mengatakan faktor-faktor yang menentukan kenaikan tarif PDAM adalah selama lima tahun tarif tidak pernah naik, laba perusahaan kurang dari 70 persen, dan inflasi. Menurut Selim, tarif listrik di PDAM Surabaya mulai Juli ini diperkirakan naik 39 persen hingga 52 persen. Padahal, PDAM Surabaya hanya mengalokasikan kenaikan tarif sebesar 15 persen. Pemerintah menerangkan jika kenaikan tarif listrik hanya lima belas persen tidak akan berpengaruh terharap tarif PDAM. Namun jika kenaikan tarif lebih dari lima belas persen maka akan berpengaruh terhadap kenaikan PDAM. Selama ini, kata Selim, PDAM Surabaya membayar tarif listrik sebesar Rp 3,8 miliar per bulan. "Kami akan mengevaluasi berapa besar persentase kenaikan setelah pembayaran listrik Agustus mendatang," ujarnya. PDAM Surabaya mempunyai pelanggan golongan bisnis, rumah tangga dan golongan sosial. Berapa besar kenaikan tarif PDAM nanti kata dia akan dilaporkan ke Wali Kota Surabaya. "Nanti juga tergantung persetujuan Wali Kota," ujarnya. Ia mengatakan PDAM Surabaya hanya bertujuan meningkatkan pelayanan kepada pelanggan Kebijakan Ekonomi Pemerintah, Makro dan Mikro, Permasalahan, Perbedaan, Inflasi, Fiskal, Moneter, Indonesia Kebijakan Ekonomi Pemerintah, Makro dan Mikro, Permasalahan, Perbedaan, Inflasi, Fiskal, Moneter, Indonesia - Dalam bab sebelumnya, Anda telah mengetahui bahwa pemerintah adalah salah satu pelaku ekonomi, selain konsumen, produsen dan masyarakat luar negeri. Sebelum membahas lebih jauh permasalahan pemerintah di bidang ekonomi dan kebijakankebijakan ekonomi makro yang dilakukan pemerintah, akan dipelajari pengelompokan ilmu ekonomi, dan perbedaan antara ekonomi mikro dan ekonomi makro. Pada Bab ini Anda akan mendapatkan materi kebijakan pemerintah dalam memecahkan masalah-masalah di bidang ekonomi. Pada tahap awal, akan dipelajari perbedaan antara teori ekonomi mikro dan teori ekonomi makro melalui aspek yang membedakannya. Pada tahap akhir, akan dipelajari kebijakan yang diambil pemerintah dalam mengatasi masalah ekonomi mikro dan masalah ekonomi makro. A. Perbedaan antara Ekonomi Mikro dan Ekonomi Makro Ilmu yang mempelajari bagaimana manusia melakukan tindakan pemilihan terhadap berbagai alternatif disebut ilmu ekonomi. Adapun ilmu ekonomi menurut Samuelson (2001) adalah kajian bagaimana masyarakat menggunakan sumber daya yang langka untuk memproduksi komoditi-komoditi berharga dan mendistribusikannya pada masyarakat luas. Selanjutnya, menurut Alfred W. Stoiner ilmu ekonomi dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu ilmu ekonomi deskriptif, teori ekonomi, dan ilmu ekonomi terapan. 1.1. Ilmu Ekonomi Deskriptif Ilmu ekonomi deskriptif adalah bagian ilmu ekonomi yang menggambarkan keteranganketerangan faktual tentang suatu keadaan ekonomi dalam bentuk angka-angka, grafik, kurva atau penyajian lainnya. Ilmu ekonomi dipergunakan oleh BPS (Badan Pusat Statistik) untuk menyajikan keadaan ekonomi baik makro maupun mikro. Contoh ilmu ekonomi deskriptif, yaitu tentang pendapatan nasional, jumlah pengangguran, dan neraca pembayaran. 1.2. Teori Ekonomi Teori ekonomi adalah bagian ilmu ekonomi yang menjelaskan mekanisme kegiatan ekonomi. Teori ekonomi ini dibagi menjadi dua, yaitu teori ekonomi mikro dan teori ekonomi makro. a. Teori Ekonomi Mikro Teori ekonomi mikro adalah bagian ilmu ekonomi yang mempelajari perilaku unit-unit ekonomi secara individual, seperti perilaku konsumen, produsen, pasar, penerimaan, biaya, dan keuntungan perusahaan. b. Teori Ekonomi Makro Teori ekonomi makro adalah bagian ilmu ekonomi yang mempelajari unit-unit ekonomi secara agregat (keseluruhan) seperti pendapatan nasional, inflasi, pengangguran, dan kebijakan pemerintah. 1.3. Ilmu Ekonomi Terapan Ilmu ekonomi terapan adalah bagian ilmu ekonomi yang menggunakan kesimpulankesimpulan yang diperoleh dari teori ekonomi untuk menjelaskan masalah-masalah yang dikumpulkan dalam ekonomi deskriptif. Dengan kata lain, ilmu ekonomi terapan merupakan penerapan teori-teori ekonomi yang ada ke dalam praktik kehidupan masyarakat secara nyata, seperti penerapan ekonomi koperasi dan ekonomi perusahaan. Berdasarkan pengelompokan ilmu ekonomi di atas, dapat diketahui perbedaan antara ekonomi mikro dan ekonomi makro. Ilmu ekonomi mikro mempelajari perilaku unit-unit ekonomi secara individual, sedangkan ilmu ekonomi makro mempelajari unit ekonomi secara agregat (keseluruhan). Untuk membedakan antara ekonomi mikro dan ekonomi makro seperti dikutip dari Joesron dan Fathorrozi (2003), setidaknya dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu aspek harga, unit analisis, dan tujuan analisis. a. Aspek Harga Dalam teori ekonomi mikro, yang dimaksud dengan harga ialah harga dari suatu komoditas (barang tertentu saja), sedangkan dalam teori ekonomi makro, dihubungkan dengan tingkat harga secara keseluruhan (agregat). b. Unit Analisis Dilihat dari unit analisisnya, teori ekonomi mikro hanya membahas kegiatan ekonomi secara individual, misalnya, permintaan dan penawaran, perilaku konsumen, perilaku produsen, pasar, penerimaan, biaya produksi, dan laba rugi. Adapun teori ekonomi makro lebih banyak membahas kegiatan ekonomi secara keseluruhan (agregat), seperti pendapatan nasional, pertumbuhan ekonomi, inflasi, pengangguran. Dengan demikian, unit analisis teori ekonomi makro bukan merupakan gabungan dari teori ekonomi mikro. c. Tujuan Analisis Tujuan analisis ekonomi mikro lebih memfokuskan pada upaya pemecahan terhadap bagaimana mengalokasikan sumber daya agar dicapai kombinasi yang tepat. Adapun teori ekonomi makro lebih banyak menganalisis pengaruh kegiatan ekonomi terhadap perekonomian secara keseluruhan (agregat). Berikut disajikan Tabel 1, tentang perbedaan antara ekonomi mikro dan ekonomi makro. Tabel 1. Perbedaan Ekonomi Mikro dan Ekonomi Makro Aspek yang Ekonomi Mikro Dibandingkan Ekonomi Makro Aspek Harga Harga ialah harga dari suatu Harga adalah harga dari komoditas (barang tertentu saja). komoditas secara agregat. Unit Analisis Membahas kegiatan ekonomi secara individual, antara lain permintaan dan penawaran, perilaku konsumen atau produsen, pasar, penerimaan, biaya, dan laba atau rugi perusahaan. Tujuan Analisis Lebih memfokuskan pada Lebih memfokuskan pada analisis analisis tentang pengaruh bagaimana mengalokasikan sumber kegiatan ekonomi terhadap daya agar dicapai kombinasi yang perekonomian secara tepat. menyeluruh (agregat). Membahas kegiatan ekonomi secara keseluruhan (agregat), antara lain, pendapatan nasional, pertumbuhan ekonomi, inflasi, pengangguran, investasi, dan kebijakan ekonomi. Permasalahan Pemerintah Dalam Perekonomian Mikro Untuk mengatasi dampak kegagalan pasar seperti kekakuan harga, monopoli, dan eksternalitas yang merugikan, peranan pemerintah sangat diperlukan. Hal tersebut bisa dilakukan dalam bentuk campur tangan secara langsung maupun tidak langsung. Berikut adalah campur tangan pemerintah dalam penentuan harga pasar untuk mengatasi kekakuan harga. Hal tersebut dilakukan pemerintah untuk melindungi konsumen atau produsen. a. Campur Tangan Pemerintah Secara Langsung KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KUOTA IMPOR SAPI DAN DAMPAK YANG TERJADI Langkah pemerintah menaikkan kuota impor daging sapi dari 50.000 ton menjadi 72.000 ton pada 2011 dinilai tergesa-gesa dan bisa berdampak serius terhadap kelangsungan peternakan sapi lokal dengan menurunnya harga pembelian daging sapi lokal. Pemerintah lebih mementingkan kepentingan jangka pendek demi stabilisasi harga daging dengan mengorbankan peternak lokal. Tambahan 22.000 ton daging sapi impor setara dengan sekitar 120.000 sapi. Ini berarti, Indonesia kehilangan potensi industri peternakan senilai Rp 293 miliar dengan langkah impor tersebut. Padahal, ini seharusnya dapat diserap industri peternakan sapi nasional Dengan naiknya kuota daging impor akan menekan harga sapi potong di tingkat peternak lokal karena margin harga daging impor dan daging lokal sangat besar sehingga mau tidak mau peternak lokal menjual harga sapi di bawah harga ekonomisnya. Harga daging sapi segar impor lebih murah sekitar Rp 40.000 per kg sampai Rp 46.000 per kg, sedangkan harga sapi dari peternak lokal sekitar Rp 55.000 per kg sampai Rp 60.000 per kg. Sehingga dengan perbedaan harga yang cukup tinggi tersebut, peternak sapi lokal pun mengalami kerugian yang cukup besar. Peternak sapi di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur mengeluhkan masih terpuruknya harga sapi lokal di pasaran. Selain harga yang terus merosot, peternak juga kesulitan melakukan transaksi jual beli dalam skala besar. Dampaknya permintaan daging sapi lokal menurun. Masalah pelik yang menghimpit peternak sapi masyarakat tersebut sebenarnya sudah terjadi beberapa waktu lalu, hal ini diakibatkan melimpahnya sapi impor yang tanpa kendali. Pemerintah pada akhirnya memberlakukan kebijakan pengetatan atas impor daging sapi dan sapi bakalan berupa importir yang tidak dapat menunjukkan Surat Persetujuan Pemasukan (SPP) di negara pengimpor, komoditas yang akan diangkut tidak dapat dikapalkan. Pemerintah telah mengirimkan surat edaran yang ditujukan kepada para importir daging dan sapi bakalan di Australia mengenai kebijakan pengetatan impor. Pemerintah juga telah mengirimkan surat edaran yang ditujukan kepada para importir daging dan sapi bakalan di Australia. Penghentian impor sapi hidup maupun daging sapi dari Australia merupakan langkah terbaik dari pemerintah untuk kembali menggairahkan masyarakat memelihara sapi di Indonesia. Saat ini masyarakat atau khususnya peternak enggan memelihara sapi karena harga jatuh pada titik paling rendah bahkan merugi. Kepala Dinas Pertanian, Peternakan dan Kehutanan Pemerintah Istimewa Yogyakarta, Edi Suhariyanta, menyatakan penyebab utama peternak enggan memelihara sapi adalah jatuhnya harga sapi akibat impor sapi yang dilakukan pemerintah. Ketika peternak kembali bergairah memelihara sapi karena harga menguntungkan bagi peternak, maka ketersediaan daging untuk konsumsi masyarakat akan terpenuhi, dan target swasembada daging akan dapat tercapai. Penghentian impor tersebut bila dibandingkan sebelumnya harga sapi hidup per kilogram hanya dijual berkisar Rp16.000 hingga Rp17.000. Namun sekarang harga sapi hidup naik menjadi Rp22.000 hingga Rp23.000 per kilogram. Permasalahan Pemerintah dalam Perekonomian Makro Ekonomi Melambat, Pengangguran Indonesia Bertambah Melambatnya pergerakan roda ekonomi membawa dampak bagi sektor ketenagakerjaan Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat dalam kurun waktu satu tahun tingkat pengangguran di Indonesia mengalami pertambahan sebanyak 300 ribu jiwa. Kepala BPS Suryamin mengatakan jumlah pengangguran pada Februari 2015 mengalami peningkatan dibandingkan dengan Agustus 2014 sebanyak 210 ribu jiwa. Sementara jika dibandingkan dengan Februari tahun lalu bertambah 300 ribu jiwa. Suryamin menjelaskan jumlah pengangguran pada Februari 2015 mencapai 7,4 juta orang, dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) yang mengalami kenaikan untuk tingkat pendidikan tinggi. "Ini karena ekonomi melambat, sehingga terjadi peningkatan pengangguran," ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (5/5). Berdasarkan data BPS, pengangguran untuk lulusan strata satu (S1) pada Februari 2015 menjadi 5,34 persen dibanding Februari tahun lalu yang hanya 4,31 persen. Begitu juga lulusan diploma mengalami peningkatan pengangguran dari 5,87 persen menjadi 7,49 persen. Serta pengangguran lulusan SMK yang bertambah dari 7,21 persen menjadi 9,05 persen. Sementara untuk tingkat pendidikan SD, SMP, dan SMA mengalami penurunan, masingmasing yakni dari 3,69 persen menjadi 3,61 persen, 7,44 persen jadi 7,14 persen, dan 9,10 persen menjadi 8,17 persen. "Februari 2015, TPT terendah ada pada penduduk berpendidikan SD ke bawah dan tertinggi pada jenjang pendidikan SMK, diikuti diploma dan universitas," jelas dia. Secara persentase, tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Februari 2015 sebesar 5,81 persen, meingkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu 5,7 persen. Namun, angka tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan TPT Agustus 2014 yang sebesar 5,94 persen. Suryamin menjelaskan perubahan tingkat pengangguran di Indonesia terjadi selaras dengan bertambahnya jumlah angkatan kerja yang sebanyak 3 juta orang dibandingkan dengan Februari 2014 atau sebanyak 6,4 juta orang jika dibandingkan dengan posisi Agustus 2014. Sayangnya, angka serapan tenaga kerjanya jauh lebih rendah yakni hanya 1 juta jiwa selama periode Februari 2014-Februari 2015. Kendati pengangguran bertambah, Suryamin mengklaim jumlah penduduk yang bekerja pada Februari 2015 juga bertambah 6,2 juta orang dibanding keadaan Agustus 2014 atau bertambah 2,7 juta orang dibanding keadaan Februari 2014. JUmlah penduduk yang bekerja per Februari 2015 tercatat sebanyak 120,8 juta orang.