Kemampuan Isolat Bakteri Kitinolitik dalam Mengendalikan Penyakit

advertisement
1
Kemampuan Isolat Bakteri Kitinolitik dalam Mengendalikan Penyakit Jamur Akar Putih
2
(Rigidoporus microporus) pada Bibit Tanaman Karet
3
RAHMIATI*, DWI SURYANTO, ERMAN MUNIR
4
Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
5
Sumatera Utara, Jalan Bioteknologi No. 1, Medan 20155, Indonesia
6
Penelitian tentang kemampuan isolat bakteri kitinolitik dalam mengendalikan penyakit jamur akar
7
putih pada bibit tanaman karet telah dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi
8
FMIPA USU dari bulan Februari sampai dengan Juni 2013. Isolat bakteri kitinolitik PB08,
9
Enterobacter sp. PB17, Bacillus sp. BK17 memiliki kemampuan terbaik dalam menghambat
10
pertumbuhan Rigidoporus microporus secara in vitro. Uji in vivo menunjukkan isolat PB08 dan
11
Enterobacter sp. PB17 mampu menurunkan intensitas serangan penyakit sebesar 37,5%. Pada
12
akhir pengamatan (hari ke-60) uji in vivo dengan cara aplikasi isolat satu hari setelah inokulasi
13
jamur patogen menunjukkan Enterobacter sp. PB17 memiliki nilai intensitas serangan dan luas
14
serangan terendah sebesar 20%. Sedangkan cara aplikasi isolat 30 hari setelah inokulasi jamur
15
patogen menunjukkan PB08 memiliki nilai intensitas serangan dan luas serangan terendah dengan
16
nilai yang sama. Pengamatan mikroskopis menunjukkan bahwa hifa R. microporus yang dihambat
17
oleh isolat bakteri kitinolitik mengalami abnormalitas yaitu bentuk hifa bengkok, lisis, melilit dan
18
menggulung.
19
PENDAHULUAN
20
Penyakit jamur akar putih adalah salah satu penyakit utama yang menyerang tanaman karet.
21
Penyakit JAP disebabkan oleh jamur Rigidoporus microporus yang menyebabkan lapuk pada akar
22
dan leher akar sehingga menyebabkan kematian tanaman. Penyakit JAP mengakibatkan kerugian
23
finansial yang cukup besar yang disebabkan kematian tanaman karet maupun akibat biaya
24
pengendaliannya (Suwandi 2008). Banyak cara pengendalian penyakit yang dilakukan, tetapi hasil
25
yang didapat belum memuaskan dalam menekan dan mengendalikan penyakit tersebut. Sejauh ini
26
pengendalian penyakit JAP umumnya dilakukan dengan cara mekanis dan kimia. Upaya
27
penanggulangan penyakit secara kimia kurang disukai karena selain membutuhkan biaya yang
28
mahal, juga dapat meninggalkan residu yang membahayakan konsumen dan mencemari lingkungan
29
(Araujo et al. 2005).
30
Pengendalian hayati merupakan salah satu alternatif dalam mengendalikan penyakit
31
tanaman. Pengendalian hayati penyakit tanaman dapat dilakukan dengan menggunakan
32
mikroorganisme seperti jamur dan bakteri (Suryanto & Munir 2006). Salah satu agen pengendali
33
hayati yang saat ini sedang dikembangkan adalah bakteri kitinolitik yang menghasilkan enzim
34
kitinase yang dapat melisiskan dinding sel jamur patogen.
35
Beberapa kelompok bakteri dengan kemampuan kitinolitik yang dipakai dalam
36
mengendalikan jamur patogen tanaman seperti A. hydrophila, A. caviae, Pseudomonas maltophila,
37
B. licheniformis, B. circulans, Vibrio furnissii, Xanthomonas spp., dan Serratia marcescens (Gohel
38
et al. 2006), serta B. cereus (Huang et al. 2005). Yurnaliza et al. (2011) melaporkan bahwa aktivitas
39
kitinase Streptomyces RKt5 dapat menghambat pertumbuhan F. oxysporum. Muharni & Widjajanti
40
(2011) melaporkan bahwa bakteri kitinolitik yang diisolasi dari rizosfer tanaman karet mampu
41
menghambat pertumbuhan jamur akar putih R. microporus setelah pengujian secara in vitro. Setelah
42
dilakukan identifikasi meliputi uji biokimia dan pewarnaan Gram, diketahui bahwa bakteri tersebut
43
termasuk ke dalam genus Bacillus.
44
Kitinase diketahui ikut berperan dalam mekanisme pertahanan tanaman terhadap infeksi
45
jamur karena enzim ini dapat menghidrolisis ikatan β-1,4 diantara subunit N-asetilglukosamin pada
46
kitin. Hasil penelitian Pudjihartati et al. (2006) menunjukkan bahwa, aktivitas enzim kitinase pada
47
jaringan tanaman kacang tanah yang terserang S. rolfsii meningkat jauh lebih tinggi dibandingkan
48
jaringan kacang tanah yang sehat. Infeksi S. rolfsii pada jaringan leher akar kacang tanah ternyata
49
meningkatkan aktivitas kitinolitik. Beberapa jenis tanaman memproduksi kitinase dan β 1,3
50
glukanase secara bersamaan sebagai pertahanan melawan infeksi patogen. Kedua jenis enzim ini
51
diketahui berperan dalam melisiskan dinding sel jamur patogen.
52
Dalam penelitian ini dilakukan pengujian kemampuan isolat bakteri kitinolitik dalam
53
mengendalikan penyakit jamur akar putih (Rigidoporus microporus) pada bibit tanaman karet,
54
sehingga dapat diperoleh bakteri potensial yang dapat dikembangkan sebagai agen pengendali
55
hayati.
56
57
METODE PENELITIAN
Kondisi Pertumbuhan dan Kultur
58
Kultur bakteri ditumbuhkan pada media garam minimum kitin (MGMK), sedangkan kultur
59
jamur ditumbuhkan pada media agar kentang dekstrosa (AKD) pada suhu ±28-30°C. pH media
60
diatur pada 6,8. Isolat bakteri kitinolitik Enterobacter sp. PB17, Bacillus sp. BK13, Enterobacter
61
sp. BK15 dan Bacillus sp. BK17, PB08, dan PB15 merupakan koleksi Laboratorium Mikrobiologi,
62
Departemen Biologi, Universitas Sumatera Utara, Medan. Sedangkan isolat jamur patogen
63
Rigidoporus microporus diperoleh dari Laboratorium Proteksi Balai Penelitian Karet Sei Putih
64
Galang Sumatera Utara.
65
Pengamatan Gejala Serangan
66
Gejala serangan tanaman yang terserang JAP diamati pada bagian daun dan batang. Diamati
67
perubahan warna daun serta batang. Untuk memastikan serangan dari Rigidoporus microporus
68
maka dilakukan pembongkaran leher akar.
69
Uji Antagonis Isolat Bakteri Kitinolitik dengan Rigidoporus microporus
70
Uji antagonis isolat bakteri kitinolitik dilakukan secara in vitro. Isolat bakteri diremajakan di media
71
MGMK dan diinkubasi selama 72 jam, dibuat suspensi dengan kerapatan sel ≈ 108 sel/ml. Suspensi
72
ditetesi pada caram kosong oxoid. Kultur jamur patogen dipotong dengan pelubang berdiameter 6
73
mm di bagian hifa terluar. Pengujian dilakukan dengan meletakkan potongan jamur patogen pada
74
bagian tengah media dan cakram yang berisi suspensi pada kedua sisi jamur dengan jarak tanam 3,5
75
cm. Cawan uji diinkubasi ada suhu ±28-30°C selama 6 hari. Pengamatan dimulai dari hari kedua
76
sampai hari keenam.
77
78
Pengamatan Hifa Abnormal
79
Pengamatan hifa abnormal Dilakukan secara mikroskopis dilakukan dengan mengamati
80
ujung hifa pada daerah zona hambat R. microporus (Suryanto et al.
81
microporus pada media MGMK dipotong berbentuk kotak, kemudian diletakkan pada gelas objek.
82
Abnormalitas pertumbuhan hifa fungi patogen diamati, berupa pembengkokan ujung hifa, hifa
83
pecah, hifa berbelah, hifa bercabang, hifa lisis dan hifa tumbuh kerdil (Lorito et al. 1992).
84
Uji Penghambatan dan Pengendalian Serangan R. microporus Secara in vivo
2012). Ujung hifa R.
85
Pengujian in vivo dilakukan dengan 2 cara yaitu aplikasi isolat bakteri kitinolitik satu hari
86
setelah pemberian inokulum patogen dan 30 hari setelah pemberian inokulum patogen. Potongan
87
akar tanaman karet yang sudah terserang JAP dan sudah dipenuhi hifa R. microporus diletakkan
88
pada media tanam dengan jarak tanam ± 5 cm dari bibit tanaman karet. Sebanyak 10 ml suspensi
89
bakteri kitinolitik dengan kerapatan ≈ 108 sel/ml disiram pada permukaan tanah hingga merata.
90
Dilakukan pengamatan setiap 7 hari sekali selama 60 hari dimulai dari hari ketujuh setelah
91
inokulais patogen.
92
Pengamatan Intensitas Serangan dan Luas Serangan JAP pada Bibit Tanaman Karet
93
Pengamatan intensitas serangan dilakukan dengan mengamati gejala di atas permukaan
94
tanah dengan mengamati kondisi leher akar. Pengamatan intensitas serangan di bawah tanah
95
dilakukan sekali yaitu pada akhir penelitian (60 hari setelah aplikasi), intensitas serangan dapat
96
dihitung dengan menggunakan rumus Townsend & Heuberger sebagai berikut:
97
I=
98
Keterangan:
99
I
= intensitas serangan
100
n
= jumlah tanaman dari berbagai kategori serangan (skala 1, 2, 3 dan 4)
101
N
= jumlah akar tanaman yang diamati
102
Z
= nilai skoring tertinggi
103
v
= nilai skoring serangan penyakit tiap individu tanaman
 (n x v)
NxZ
x 100 %
104
Luas serangan jamur ditentukan dengan rumus:
105
A=
106
Keterangan:
107
A
= luas serangan
108
n
= jumlah tanaman yang terserang spesies patogen
109
N
= jumlah seluruh tanaman yang diamati
110
Reisolasi Jamur Patogen dan Bakteri Kitinolitik
n
x 100%
N
111
Reisolasi jamur dan bakteri dari akar tanaman karet dilakukan dengan metode Radu &
112
Kqueen (2002) yang dimodifikasi. Setelah Dilakukan sterilisasi permukaan potongan akar tanaman
113
karet ditanam pada media AKD untuk mengisolasi jamur, sedangkan bakteri diisolasi dengan media
114
MGMK. Inkubasi dilakukan pada suhu ruang selama ± 3 hari.
115
Reisolasi bakteri kitinolitik dari media tanam dilakukan dengan menimbang contoh tanah
116
sebanyak 1 gram, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 10 ml akuades
117
steril, lalu tabung dikocok. Pada pengenceran 10-3, sebanyak 0,1 ml suspensi tanah diinokulasikan
118
pada media MGMK dengan metode cawan sebar. Kultur diinkubasi pada suhu ±28-30°C selama 5
119
hari. Pengamatan dilakukan setiap hari selama masa inkubasi. Koloni bakteri yang muncul di media
120
dan menghasilkan zona jernih dihitung jumlahnya.
121
122
HASIL
Gejala Serangan Rigidoporus microporus pada Bibit Tanaman Karet
123
Gejala awal serangan R. microporus pada bibit karet yang terserang penyakit adalah
124
terjadinya perubahan warna daun atau sebagian dari helaian daun. Pada bibit karet yang teserang
125
penyakit, daun terlihat berwarna kuning dan hijau kekuningan, terlihat adanya bintik-bintik kuning
126
pada permukaan daun. Daun-daun tua serta batang tanaman layu, bagian ujung daun mengering
127
berwarna coklat muda. Beberapa helai daun gugur sebelum seluruh daun tanaman rontok. Untuk
128
memastikan penyebab penyakit maka dilakukan pembukaan leher akar. Pada leher akar terlihat
129
adanya miselium. Miselium (rizomorf) tampak berwarna putih dan memenuhi leher akar
130
Kemampuan Antagonis Bakteri Kitinolitik Terhadap R. microporus
131
Hasil uji antagonis isolat bakteri kitinolitik terhadap R. microporus menunjukkan keenam
132
isolat memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menghambat pertumbuhan R. microporus.
133
Kemampuan antagonis isolat ditandai dengan adanya zona hambat yang terbentuk pada daerah
134
pertemuan koloni bakteri dengan jamur. Zona hambat yang terbentuk berupa cerukan penipisan
135
elevasi (Gambar 1).
136
Zona hambat dapat diamati pada hari keempat dan nilainya terus bertambah sampai hari
137
keenam tidak ada lagi penambahan besarnya zona hambat (Tabel 1). Pada hari ke-7 pengamatan,
138
koloni jamur patogen sudah memenuhi cawan uji sehingga zona hambat sudah tidak dapat dihitung.
139
Hasil uji menunjukkan bahwa zona hambat tertinggi pada pengamatan hari keenam ditunjukkan
140
oleh isolat Enterobacter sp. PB17 yaitu sebesar 24.74 mm, diikuti oleh isolat PB08 yaitu sebesar
141
24.12 mm dan Bacillus sp. BK17 yaitu sebesar 19.57 mm. Ketiga isolat ini selanjutnya digunakan
142
untuk uji in vivo.
143
Pengamatan mikroskopik yang dilakukan dapat dilihat bahwa hifa R. microporus mengalami
144
abnormalitas. Hifa jamur patogen mengalami lisis, hifa bengkok, hifa melilit dan hifa menggulung
145
(Gambar 2). Perubahan hifa R. microporus yang terjadi akibat adanya interaksi antara isolat bakteri
146
kitinolitik dengan jamur patogen. Keenam isolat bakteri kitinolitik memiliki kemampuan untuk
147
merusak dinding sel jamur R. microporus.
148
Intensitas Serangan Bakteri Kitinolitik Terhadap R. microporus Pada Bibit Tanaman Karet
149
Efektifitas bakteri kitinolitik dalam mengendalikan serangan R. microporus dilihat berdasarkan
150
gejala serangan yang dilihat dari intensitas serangan dan luas serangan yang diamati setelah hari ke-
151
7 selama 60 hari. Pengamatan intensitas serangan penyakit pada aplikasi isolat bakteri kitinolitik 30
152
hari setelah pemberian inokulum patogen pertama kali dilakukan 30 hari setelah aplikasi patogen.
153
Hal ini dilakukan untuk mengetahui skala awal serangan penyakit. Hasil pengamatan intensitas
154
serangan awal penyakit menunjukkan rata-rata serangan penyakit pada bibit karet yaitu sebesar 35-
155
40% (Tabel 2).
156
Hasil pengamatan selama 60 hari mengindikasikan serangan penyakit JAP pada bibit
157
tanaman karet masih dapat diturunkan. Isolat bakteri kitinolitik mampu menurunkan intensitas
158
serangan serta menghambat laju perkembangan penyakit kecuali pada perlakuan kontrol positif.
159
Penurunan intensitas serangan tertinggi pada aplikasi isolat bakteri kitinolitik 30 hari setelah
160
pemberian inokulum patogen ditunjukkan oleh bibit karet yang diaplikasikan dengan isolat PB08
161
dan Enterobacter sp. PB 17 yaitu sebesar 37,5%. Isolat Bacillus sp. BK17 menunjukkan penurunan
162
intensitas serangan yang lebih rendah yaitu 12,5%.
163
Berdasarkan uji di lapangan hampir seluruh bibit tanaman karet terserang penyakit JAP
164
dengan persentase luas serangan 60-100%, kecuali pada kontrol negatif. Hal ini menunjukkan
165
bahwa R. microporus berhasil mengganggu metabolisme bibit karet sehingga menjadin rentan dan
166
menimbulkan gejala penyakit. Gejala tanaman yang terserang JAP berdasarkan pengamatan di
167
lapangan pada umunya adalah daun tanaman layu, warna daun hijau kekuningan, batang tampak
168
keriput, pinggiran daun melengkung ke atas dengan bercak kuning pada permukaannya. Ketika
169
leher akar dibuka maka tampak rizomorf yang berwarna putih.
170
Pada kontrol negatif tidak menunjukkan adanya gejala serangan dari R. microporus.
171
Berdasarkan pengamatan di lapangan karakteristik bibit karet pada perlakuan kontrol negatif yaitu:
172
tanaman sehat dan terlihat subur. Perawakan tanaman tidak terlalu tinggi, tapi daunnya berwarna
173
hijau tua tanpa ada bercak kuning pada permukaannya, daun tua berguguran dan digantikan daun
174
muda pada pucuk tanaman.Pembongkaran akar menunjukkan bahwa akar steril dari rizomorf JAP
175
Pengaruh Infeksi JAP Terhadap Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, Dan Diameter Batang
176
Infeksi patogen di akar tanaman akan mengakibatkan terhambatnya fungsi jaringan xilem.
177
Hal ini akan berpengaruh terhadap tinggi, diameter batang dan jumlah daun pada tanaman uji.
178
Pertambahan tinggi tanaman pada aplikasi 30 hari dan satu hari setelah inokulasi patogen yang
179
tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan dengan Enterobacter sp. PB17 dengan nilai masing-masing
180
12,46 cm dan 17,4 cm (Gambar 3). Pertambahan tinggi tanaman untuk isolat PB08 dengan aplikasi
181
30 hari setelah inokulasi patogen sebesar 11,2 dan 13,1 cm pada aplikasi satu hari setelah inokulasi
182
patogen. Tanaman yang diaplikasikan isolat Bacillus sp. BK17 menunjukkan perawakan yang lebih
183
pendek jika dibandingkan dengan perlakuan dua isolat lainnya, yaitu sebesar 12 cm dengan aplikasi
184
pada aplikasi satu hari setelah inokulasi patogen dan 8.2 cm dengan aplikasi satu bulan setelah
185
inokulasi patogen. Kontrol positif menunjukkan pertambahan tinggi terendah yaitu 3,6 cm,
186
pertambahan tinggi tanaman pada perlakuan kontrol negatif yaitu 14,24 cm dan tidak lebih tinggi
187
jika dibandingkan dengan tanaman yang diaplikasikan Enterobacter sp. PB17.
188
Pertambahan diameter batang yang dibentuk masing-masing isolat tidak menunjukkan
189
perbedaan yang terlalu jauh dengan kisaran diameter sebesar 0,1-0,22 cm. Pertambahan nilai
190
diameter batang terbesar ditunjukkan oleh perlakuan kontrol negatif yaitu sebesar 0,23 cm.
191
Enterobacter sp. PB17 memiliki pertambahan diameter terbesar yaitu 0,22 cm pada aplikasi isolat
192
satu bulan setelah inokulasi patogen. Kontrol positif menunjukkan pertambahan nilai diameter
193
batang terkecil yaitu sebesar 0,07 cm. Pada aplikasi isolat satu hari setelah inokulasi patogen
194
pertambahan diameter terbesar ditunjukkan oleh isolat PB08 sebesar 0,16 cm.
195
Hasil penelitian menunjukkan nilai pertambahan rata-rata jumlah daun yang berbeda-beda
196
pada setiap perlakuan. Aplikasi bakteri satu hari setelah inokulasi patogen untuk perlakuan setiap
197
isolat tidak menunjukkan perbedaan yang jauh yaitu berkisar 8-8,4 helai. Pertambahan rata-rata
198
daun terbanyak ditunjukkan oleh isolat Enterobacter sp. PB17 yaitu 8,2 helai. Aplikasi isolat 30
199
hari setelah inokulasi patogn menunjukkan isolat PB08 memiliki pertambahan daun paling
200
banyakyaitu 23,2 helai. Untuk perlakuan dengan isolat Enterobacter sp. PB17 jumlah rata-rata daun
201
yaitu 8,4 helai. Sedangkan perlakuan dengan Bacillus sp. BK17 sebanyak 14,2 helai. Kontrol positif
202
tidak menunjukkan pertambahan jumlah daun. Kontrol negatif menunjukkan jumlah daun yang
203
lebih sedikit dari perlakuan dengan isolat bakteri kitinolitik yaitu 2,0 helai.
204
Reisolasi R. microporus dan Bakteri Kitinolitik Dari Akar Bibit Karet
205
Hasil reisolasi dari akar bibit karet menunjukkan jamur yang tumbuh pada media AKD
206
memiliki ciri-ciri yang sama dengan R. microporus yang digunakan sebagai inokulum patogen pada
207
uji in vitro.
208
Hasil reisolasi bakteri pada perlakuan kontrol positif yang tumbuh tidak mampu
209
mendegradasi kitin, sehingga tidak ada zona jernih yang terbentuk. Hasil reisolasi akar karet dari
210
perlakuan dengan ketiga isolat untuk setiap metode menunjukkan adanya degradasi pada media
211
MGMK sehingga membentuk zona jernih.
212
Reisolasi Bakteri Kitinolitik dari Tanah Perlakuan
213
Reisolasi pada tanah bekas perlakuan dilakukan dengan metode cawan tuang dengan faktor
214
pengenceran 104. Hasil reisolasi didapatkan adanya aktivitas kitinase dari rizosfer akar, terbukti dari
215
hasil inokulasi tanah yang diberi perlakuan PB08, Enterobacter sp. PB17 dan Bacillus sp BK17
216
pada media MGMK ditemukan adanya zona jernih. Pada kontrol juga menunjukkan adanya
217
aktivitas kitinase pada tanah, tetapi jumlahnya lebih sedikit dibandingkan perlakuan (Gambar 7).
218
DISKUSI
219
Semangun (2008) menyatakan bahwa tanaman yang diserang JAP warna daunnya tampak
220
kusam, kurang mengkilat, dan melengkung ke bawah. Selanjutnya daun-daun akan menguning dan
221
rontok. Gejala pada bagian atas tanah mirip dengan gejala yang disebabkan oleh penyakit-penyakit
222
akar pada umumnya. Untuk memastikan penyebab penyakit harus dilakukan pembongkaran akar.
223
Agrios (1988) menyatakan terjadinya perubahan fisiologis menimbulkan gejala terutama dalam hal
224
fotosintesis. Nekrosis yang meluas seperti bercak daun yang merusak jaringan daun serta
225
pengguguran daun yang disebabkan oleh patogen. Hal ini mengakibatkan fotosintesis menurun
226
karena permukaan daun yang berfotosintesis menjadi berkurang.
227
Zona hambat terbentuk karena adanya interaksi antara bakteri kitinolitik yang mendesak hifa
228
jamur R. microporus. Interaksi antara bakteri kitinolitik dengan jamur patogen yang dinding selnya
229
disusun oleh kitin merupakan interaksi yang menguntungkan bagi bakteri kitinolitik tetapi
230
merugikan bagi jamur itu sendiri. Bakteri menghasilkan senyawa bioaktif yang dapat merusak
231
komponen struktural jamur patogen. Adanya enzim hidrolitik, misalnya kitinase pada bakteri
232
kitinolitik, mampu mendegradasi kitin penyusun dinding sel jamur tersebut (Ferniah et al. 2011).
233
Beberapa hal yang mempengaruhi besar kecilnya zona hambat yang dibentuk bakteri
234
kitinolitik terhadap jamur patogen antara lain: interaksi antara kemampuan bakteri kitinolitik dalam
235
menghasilkan enzim hidrolitik, umur biakan bakteri, jumlah enzim yang dihasilkan, komposisi
236
medium dan waktu inkubasi. Penurunan zona hambat juga dapat terjadi karena isolat bakteri sudah
237
masuk fase kematian disebabkan sumber nutrisi pada media terbatas, kitin sebagai induser kitinase
238
dalam media berkurang sehingga sekresi kitinase berkurang dan perkembangan R. microporusyang
239
tumbuh vertikal sehingga dapat melewati daerah zona hambat (Dewi 2011).
240
Keberadaan kitin pada media memacu isolat bakteri kitinolitik untuk memproduksi kitinase
241
yang dapat mendegradasi dinding sel jamut patogen. Ketika kitin yang ada di sekitar koloni sudah
242
terurai enzim kitinase akan mengkolonisasi miselium jamur untuk menguraikan kitin yang ada pada
243
dinding sel jamur tersebut. Penguraian kitin pada dinding sel jamur menyebabkan penghambatan
244
bagi pertumbuhan jamur. Adanya senyawa metabolit lain selain kitinase juga menjadi salah satu
245
penyebab perbedaan daya hambat isolat bakteri kitinolitik terhadap pertumbuhan jamur patogen
246
tanaman (Johansson 2003). Menurut Rajarathanam et al (1998) semakin besar kandungan kitin pada
247
dinding sel, semakin besar zona hambat yang terbentuk.
248
Simbolon (2008) menyatakan bahwa adanya aktivitas antagonisme yang kuat dari isolat
249
bakteri kitinolitik sehingga efektif menghambat pertumbuhan jamur patogen dengan mendegradasi
250
dinding selnya. Hifa fungi patogen mengalami lisis, bengkok, dan menggulung. Lisis pada hifa
251
menunjukkan bahwa isolat bakteri kitinolitik mampu menghidrolisis dinding R. microporus. Hifa
252
jamur patogen yang mengalami pembengkokan dan menggulung diduga sebagai mekanisme
253
pertahanan dari patogen terhadap serangan bakteri kitinolitik.
254
Isolat bakteri kitinolitik Enterobacter sp. PB17 dilaporkan mampu menghambat
255
pertumbuhan Saprolegnia sp. penyebab infeksi pada telur ikan gurame (Dewi 2011). Chernin et al.
256
(1995) menyatakan bahwa bakteri kitinolitik E. agglomerans digunakan sebagai agen biokontrol
257
fungi patogen tanaman R. solani. Kemampuan isolat bakteri kitinolitik dalam mengendalikan jamur
258
patogen pada tanaman tidak terlepas dari kemampuannya menghasilkan enzim kitinase yang dapat
259
melisiskan kitin penyusun dinding sel jamur.
260
Infeksi patogen di akar tanaman akan mengakibatkan terhambatnya fungsi jaringan xilem.
261
Jaringan xilem pada tanaman mempunyai fungsi yang sangat vital yaitu sebagai jalur masuknya
262
unsur hara dan air menuju ke bagian daun. Terhambatnya jaringan xilem ini, membuat tanaman
263
menjadi kekurangan bahan makanan dan air sedangkan proses fotosintesis dan transpirasi pada
264
tanaman terus-menerus terjadi, akibatnya tanaman lama-kelamaan menjadi layu dan mati
265
(Amiruddin et al. 2012).
266
Isolat bakteri kitinolitik yang disiram ke permukaan tanah akan masuk ke bagian akar
267
tanaman, dan hidup di sekitar daerah perakaran tanaman atau dapat kita sebut sebagai rhizobakteria.
268
Timmusk (2003) menyebutkan rizobakteria adalah bakteriyang hidup dan berkembang di daerah
269
sekitar perakaran tanaman. Rizobakteriadapat berfungsi sebagai pemacu pertumbuhan tanaman dan
270
sebagai agen antagonis terhadap patogen tanaman.
271
Rhizobakteria
sering
digunakan
untuk
memacu
pertumbuhan
tanaman
(plant
272
growthpromoting rhizobacteria. Beberapa bakteri yang sering digunakan yaitu Pseudomonas
273
sp.,Azospirillum sp., Azotobacter sp., Enterobacter sp.,Bacillus sp. dan Serratia sp. (Sutariati 2006).
274
Timmusk & Wagner (1999) melaporkan bahwa B. polymixa (Paenibacillus polymixa) dapat
275
meningkatkan pertumbuhan tanaman padi disebabkan oleh kemampuannya memproduksi auksin
276
dan sitokinin. Di samping itu B. polymixa juga dapat memfiksasi nitrogen dan dapat melarutkan
277
fosfat. Auksin diketahui berperan dalam mempercepat pertumbuhan, baik itu pertumbuhan akar
278
maupun pertumbuhan batang.
279
Schlegel & Schmidt (1994) menyebutkan bahwa di dalam setiap gram tanah mengandung
280
106 sel mikroorganisme yang mampu menguraikan kitin, adanya zona jernih di sekitar pertumbuhan
281
bakteri mengindikasikan bahwa adanya aktivitas kitinolitik yang mensekresian enzim ke dalam
282
media pertumbuhan (Plebanet al. 1997). Bakteri diketahui dapat menghidrolisis kitin setelah 72-96
283
jam ditumbuhkan pada media campuran agar yang dicampur dengan kolidal kitin sebagai sumber
284
karbonnya (Chernin et al. 1995).
285
DAFTAR PUSTAKA
286
Agrios GN. 1988. Plant Pathology. Department. of Plant Pathology University of Florida.
287
Ginesville Press Inc.
288
Araujo FF, Henning AA & Hungria M. 2005. Phytohormones and Antibiotics Produced by Bacillus
289
subtilis and Their Effect on Seed Pathogenic Fungi and on Soybean Root Development.
290
World J. Microbiol. Biotechnol 21:1639-1645.
291
Amiruddin, Taufik M, Andi KR. 2012. Aplikasi agens hayati dan Arachis pintoi dalam memacu
292
pertumbuhan vegetatif dan ketahanan tanaman lada (Piper ningrum L.) terhadap penyakit
293
kuning. Penelitian Agronomi 1(1): 47-56.
294
295
296
297
Chernin L, Ismailov Z, Haran S & Chet I. 1995. Chitinolytic Enterobacter aggiomerans
antagonistic to fungal plant pathogens. App. Enviro. Microbiol 61(5): 1720-1727.
Dewi RR. 2011. Pengendalian Saprolegnia sp. pada telur gurami (Osphronemus gouramy)
menggunakan isolat bakteri kitinoitik. Tesis. Departemen Biologi FMIPA USU. Medan.
298
Ferniah RS, Pujiyanto S, Purwantisari S & Supriyadi. 2011. Interaksi kapang patogen Fusarium
299
oxysporum dengan bakteri kitinolitik rizosfer tanaman jahe dan pisang. Jurnal Nature
300
Indonesia 14(1): 56-60.
301
302
303
Gohel V, Singh A, Vimal M, Ashwini D & Chatpar HS. 2006. Bioprospecting and antifungal
potential of chitinolytic microorganism. Afri J Biotechnol 5(2): 54-72.
Huang CJ, Tang-Kai W, Shun-Chun C & Chao Ying C. 2005. Identification of an antifungal
304
chitinase from a potential biocontrol agent, Bacillus cereus 28-9.
305
38(1): 82-88.
J Biochem Mol Biol
306
Johansson PM. 2003. Biocontrol of Fusarium in wheat introducing bacteria to a system of complex
307
interactions. Thesis Doctoral. Plant Pathology and Biocontrol Unit. Uppsala Swedia.
308
Swedish University of agriculture Science.
309
Lorito MG, Harman E, Hayes CK, Broadway RM, Tronsmo SL, Woo & Di Pietro A. 1992.
310
Chitinolytic enzymes produced by Trichoderma harzianum: antifungal activity or purified
311
endochitinase and chitobiosidase. Phytopathol 83:302-307.
312
Muharni & Widjajanti H. 2011. Skrining bakteri kitinolitik antagonis terhadap pertumbuhan jamur
313
akar putih (Rigidoporus lignosus) dari rizosfir tanaman karet. Penelitian Sains 14(1): 51-
314
56.
315
316
317
318
319
320
321
322
Pudjihartati E, Siswanto, Satrias I & Sudarsono. 2006. Aktivitas enzim kitinase kasar pada kacang
tanah yang sehat dan terinfeksi Sclerotium rolfsii. Hayati 13(2):73-78.
Schlegel HG & Schmidt K. 1994. Mikrobiologi. Edisi ke-6 cetakan pertama. Terjemahan RMT
Baskoro. Yogyakarta: UGM Press.
Semangun H. 2008. Penyakit tanaman perkebunan di Indonesia. Gadjah Mada University Press:
Yogyakarta. Hlm.11-19.
Simbolon DN. 2008. Kemampuan antifungi bakteri endofit kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq.)
terhadap Ganoderma boninenese Pat. Skripsi. Departemen Biologi FMIPA USU. Medan.
323
Suryanto D & Munir E. 2006. Potensi isolat bakteri kitinolitik lokal untuk pengendalian hayati
324
jamur. Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian USU 2006. Medan. Hlm. 15-25.
325
Sutariati GAK, Widodo, Sudarsono & Ilyas S. 2006. Pengaruh perlakuan rhizobakter pemacu
326
pertumbuhan tanaman terhadap viabilitas benih serta pertumbuhan bibit tanaman cabai. Bul
327
Agron 34(1): 4-54.
328
329
Suwandi. 2008. Evaluasi kombinasi isolat Trichoderma mikoparasit dalam mengendalikan penyakit
akar putih pada bibit karet. J HPT Tropika 8(1): 55-62.
330
Timmusk S. 2003. Mechanism of action of the plant growth promoting rhizobacterium
331
Paenibacillus polymyxa. Disertation. Uppsala Sweden. Departemen of Cell and Molecular
332
Biology. Uppsala University.
333
Timmusk S & Wagner H. 1999. The plant growth promoting rhizobacterium Paenibacillus
334
polymyxa induces changes in Arabidopsis thaliana gene expression: a possible connection
335
between biotic and abiotic stress responses. MPMI 12(1): 951-959.
336
337
Yurnaliza, Margino S & Sembiring L. 2011. Kemampuan kitinase Streptomyces RKt5 sebagai
antijamur terhdap patogen Fusarium oxysporum. Jurnal Nature Indonesia 14(1):42-64.
338
GAMBAR DAN TABEL
339
Gambar 1. Kemampuan antagonis isolat (a) Bacillus sp. BK13 (b) Enterobacter sp. BK15 (c)
340
Bacillus sp. BK17 (d) PB 08 (e) PB15 dan (f) Enterobacter sp. PB17 dalam menghambat R.
341
microporus.
342
343
344
345
346
347
348
Gambar 2 Hifa abnormal R. microporus (a) bengkok (b) lisis (c) melilit
349
350
351
352
353
Gambar 3. Pertambahan tinggi tanaman
355
356
357
Pertambahan
tinggi tanaman (cm)
354
17.4
20
11.2
13.1
12.46
14.24
12
8.2
10
3.6
0
PB08
Enterobacter sp. Bacillus sp. BK17
PB17
One month
One day
K(+)
K(-)
358
Tabel 1. Besarnya Nilai Zona Hambat
359
No.
360
1.
2.
3.
4.
5.
6.
361
362
363
364
365
1.
2.
3.
367
PB 08
PB 15
Enterobacter sp. PB17
Bacillus sp. BK13
Enterobacter sp. BK15
Bacillus sp. BK17
Tabel 2. Pengamatan Intensitas Serangan Awal
No.
366
Isolat
Zona Hambat (mm)
pengamatan hari ke4
5
6
18.94
21.34
24.12
6.13
8.67
13.76
6.25
13.40
24.74
2.23
14.00
18.04
2.65
10.25
19.13
2.98
12.21
19.57
Isolat
PB08
Enterobacter sp. PB 17
Bacillus sp. BK 17
Intensitas serangan
awal (%)
Intensitas serangan
akhir (%)
Pengurangan
intensitas serangan
(%)
40
35
40
25
20
35
37,5
37,5
12.5
Download