Prosiding Pertemuan Ilmiah XXV HFI Jateng & DIY 199 Pengamatan Fenomena Surface Plasmon Resonance (SPR) pada Permukaan Lapisan Tipis Perak Menggunakan Laser dengan Panjang Gelombang Berbeda dalam Konfigurasi Kretschmann Almaratus Sholihah Rifqi Rufaida1, Kamsul Abraha2 Laboratorium Fisika Zat Padat, Jurusan Fisika FMIPA UGM Sekip Utara, Yogyakarta 55281 email: [email protected], [email protected] Abstrak – Telah dilakukan pengamatan fenomena surface plasmon resonance (SPR) pada lapisan tipis perak yang telah dideposisikan pada prisma. Pengamatan dilakukan dalam konfigurasi Kretschmann dengan menggunakan dua sumber cahaya laser yang mempunyai panjang gelombang berbeda. Dengan menggunakan teknik attenuated total reflection (ATR), terlihat adanya penurunan intensitas (dip) saat berkas laser mengenai prisma. Hal ini mengkonfirmasi munculnya fenomena SPR pada bidang batas prisma-lapisan tipis perak. Dengan memvariasi ketebalan lapisan, terlihat adanya perbedaan penurunan intensitas. Dari kajian ini telah diperoleh ketebalan lapisan dan sudut SPR secara berturut-turut untuk 3 variasi ketebalan yaitu: 68 nm dan 46,67o+ 0,05o; 71 nm dan 46,67o+ 0,05o; 82,5 nm dan 46,40o+ 0,05o. Hasil yang diperoleh dari kurva SPR menunjukkan bahwa untuk lapisan yang semakin tebal, maka nilai reflektansi yang dihasilkan akan semakin besar. Sedangkan untuk variasi panjang gelombang laser, dengan ketebalan yang sama yaitu 61,9 nm, diperoleh hasil sebagai berikut: untuk laser merah (laser He-Ne) dengan panjang gelombang 632,8 nm diperoleh sudut SPR 47,10o+ 0,05o, dan untuk laser hijau (laser zat padat) dengan panjang gelombang 532 nm diperoleh sudut SPR 47,50o+ 0,05o. Hasil ini sesuai dengan kurva resonan untuk variasi ketebalan panjang gelombang laser yang diperoleh oleh peneliti lain, bahwa untuk panjang gelombang sinar laser yang semakin kecil, sudut SPR bergeser ke nilai sudut datang yang lebih besar. Kata kunci: surface plasmon resonance (SPR), attenuated total reflection (ATR), laser, konfigurasi Kretschmann I. PENDAHULUAN Fenomena surface plasmon (SP) telah ditemukan pada tahun 1957 dan sejak itu banyak studi yang telah dilakukan terhadap sifat-sifat fundamental dan aplikasinya. Resonansi SP telah digunakan untuk menghasilkan beragam variasi sensor optik. Suatu SP dapat dihasilkan melalui interaksi antara elektron pada berbagai macam permukaan, seperti pada sebuah logam, dengan sebuah muatan partikel atau dengan sebuah foton. Hal ini merupakan osilasi terkuantisasi kolektif dari elektron konduksi dekat permukaan logam atau semikonduktor. SP dapat dihasilkan dalam lapisan tipis dengan menggunakan konfigurasi di mana cahaya masuk pada lapisan dari suatu medium dengan indeks bias lebih besar dari satu (>1). Dalam penelitian ini yang digunakan adalah metode ATR (Attenuated Total Reflection) dengan konfigurasi Kretschmann (Gambar 1). Gelombang SP adalah gelombang elektromagnetik berpolarisasi-p atau transverse magnetic (TM) yang merambat sepanjang bidang batas dua medium berbeda (logam-dielektrik). SP secara efektif dapat dihasilkan pada unsur logam maupun semikonduktor ketika dimensi partikel lebih kecil daripada setengah panjang gelombang cahaya yang mengenai partikel [3]. Total Internal Reflection (TIR) adalah fenomena optik saat cahaya sinar menembus batas medium dengan sudut datang lebih besar daripada sudut kritis saat ia mengenai permukaan. Saat terjadi TIR maka gelombang elektromagnetik yang terbiaskan mempunyai bentuk gelombang bidang dengan amplitudo meluruh secara eksponensial saat ia menjauhi bidang batas kedua medium yg disebut sebagai gelombang evanescent (Gambar 2). Perilaku gelombang ini persis sama dengan perilaku gelombang SP. Artinya yang akan beresonansi dalam fenomena SPR adalah kedua gelombang tersebut. Gambar 1. Diagram skematik metode ATR dengan menggunakan Konfigurasi Kretschmann [1]. Pada konfigurasi ini, cahaya masuk pada lapisan tipis melewati prisma dengan sudut datang yang lebih besar daripada s muncul hanya dalam sepersekian derajat putaran sudut datangnya. Selain itu, resonansi dapat diamati dengan menggunakan spektrometer untuk men-scan panjang gelombang sementara sudut datang dibuat konstan. Saat sudut SP dicapai, intensitas berkas terpantul secara dramatis berkurang karena adanya transfer energi ke lapisan tipis logamnya [2]. Gambar 2. Gelombang evanescent. Medan gelombang evanescent mengambil bentuk E = ( E x , 0, E z ) e i ( k x x −ω t ) e ik z (1) H = (0, H y , 0) e i ( k x x −ω t ) e ik z (2) Gelombang bidang ini terlokalisir di bidang batas, artinya hanya boleh merambat pada bidang tersebut (sb-x), ISSN 0853-0823 200 Prosiding Pertemuan Ilmiah XXV HFI Jateng & DIY sedangkan ke arah sb-z hanya berbentuk semakin kecil amplitudonya ketika makin menjauh dari bidang batas. Sedangkan ATR merupakan TIR tetapi medium udaranya ditukar dengan lapisan tipis logam sehingga jarak jangkau gelombang evanescent menjadi lebih pendek atau disebut mengalami attenuasi yang diakibatkan oleh indeks bias atau tetapan dielektrik logam yang merupakan bilangan kompleks [4]. Geometri ATR ditunjukkan pada Gambar 3. II. METODE EKSPERIMEN A. Skema Langkah Kerja Penelitian (Gambar 5) Gambar 3. Geometri ATR untuk lapisan logam tipis antara kaca prisma dan udara [3]. r12 = ε ε r23 = 1 1 2 2 cos θ1 − n cos 2 (3) cos θ1 + n cos θ 2 cos θ 2 − ε 1 cos θ 2 + ε 1 2 cos θ3 2 cos θ3 (4) cos θ 2 = (1 − n 2 sin 2 θ1 / ε ) (5) cos θ3 = (1 − n 2 sin 2 θ1 ) (6) 1/ 2 1/ 2 r12 + r23e( ) R= −2 kd 1 + r12 r23e( ) −2 kd 2 (7) R merupakan nilai reflektansi dari permukaan lapisan tipis logam. Secara teori, hasil kurva SPR untuk variasi ketebalan lapisan perak dapat dilihat dalam pustaka acuan [5], sedangkan untuk variasi panjang gelombang sinar laser dapat dilihat dalam pustaka acuan [6]. Untuk selanjutnya dalam Bagian II akan diuraikan metode eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini, sementara hasil-hasil berikut pembahasannya dijelaskan dalam Bagian III. Dan akhirnya kesimpulan dipaparkan dalam Bagian IV. Gambar 4. Skema langkah kerja penelitian. Pengambilan data dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama menggunakan laser merah (laser He-Ne) dengan memvariasi ketebalan lapisan tipis perak hasil deposisi pada prisma, sedangkan tahap kedua menggunakan laser merah (laser He-Ne) dan laser hijau (laser zat padat) untuk ketebalan lapisan yang sama. Proses pengambilan data dilakukan dengan menggunakan set-up SPR yang telah dirancang (Gambar 5). Sinar laser dilewatkan melalui dua buah polarisator yang salah satu sudutnya dibuat 45o. Lensa positif untuk memfokuskan sinar yang keluar. Selanjutnya sinar akan melewati beam splitter yang berfungsi membagi sinar menjadi dua bagian dengan intensitas sama yang akan ditangkap oleh laser beam receiver pertama (detektor 1) dan laser beam receiver kedua (detektor 2). Detektor 1 terletak sebelum sinar mengenai prisma, sedangkan detektor 2 letaknya setelah sinar mengenai prisma. Alat yang digunakan untuk menampilkan nilai tegangan yang terbaca adalah mikrokontroler ATMEGA 835. Dalam alat ini juga telah diatur agar nilai reflektansi dapat langsung diketahui, yaitu nilai tegangan D2 dibagi D1. Saat sinar mengenai prisma, divariasi sudut datangnya dengan memutar meja dudukan prisma. Sebelumnya ditentukan terlebih dahulu sudut kritisnya sebagai parameter utama dalam memulai pengambilan data pada sudut tertentu. Nilai output yang diperoleh adalah sudut datang versus reflektansi. ISSN 0853-0823 Prosiding Pertemuan Ilmiah XXV HFI Jateng & DIY 201 adalah 68,0 nm, 71,0 nm dan 82,5 nm. Dan sudut SPR hasil eksperimen berturut-turut terletak pada sudut (θSPR) 46,67° + 0,05°; 46,67° + 0,05°; dan 46,40° + 0,05°. Nilai ketidakpastian 0,05° merupakan setengah skala terkecil dari alat saat memutar prisma setiap 0,1°, dan nilai reflektansinya (R) adalah 0,41; 0,53; dan 0,81 (Gambar 6 dan Gambar 7). B. Skema Alat Surface Plasmon Resonance (SPR) Gambar 5. Skema peralatan SPR [5] Pencatatan data dilakukan menggunakan program Hyperterminal, sedangkan pengolahannya dilakukan dengan program Microsoft Office Excel 2007. Dalam pembuatan grafiknya, digunakan program KGraph. Hasil dari pengamatan sudut SPR yang diperoleh dibandingkan dengan referensi kurva teorinya, terutama untuk kurva pada sinar laser yang berbeda. Setelah diketahui sudut SPRnya, penentuan ketebalan lapisan tipis hasil deposisi ditentukan dengan bantuan program Matlab untuk menampilkan kurva reflektansi hasil komputasi [4]. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pendeposisian Perak pada Prisma Hasil deposisi perak pada prisma ditunjukkan pada Tabel 1. Gambar 6. Kurva SPR untuk ketiga variasi ketebalan perak hasil eksperimen. TABEL 1. PARAMETER DEPOSISI PERAK MENGGUNAKAN VACUUM EVAPORATOR m (mg) s (cm) P (mbar) I (A) t (menit) 5 20 1×10-5 73 10 7 25 1×10-5 73 17 9 (1) 20 1,5×10-5 84 4 9 (2) 25 1,2×10-5 75 4 Keterangan: (1) dan (2) menunjukkan massa yang sama tetapi dengan perlakuan berbeda m = massa perak sebelum dievaporasi (mg) s = jarak antara cuplikan perak dengan prisma (cm) P = tekanan vakum evaporator saat evaporasi (millibar) I = arus yang mengalir untuk membantu penguapan/ deposisi (ampere) t = waktu yang dibutuhkan untuk evaporasi (menit) B. Pengamatan SPR dengan eksplorasi sinyal SPR Variasi Ketebalan Lapisan Perak Untuk variasi ketebalan lapisan perak, laser yang digunakan adalah laser merah (laser He-Ne), dengan λ=632,8 nm. Perak yang dievaporasi adalah untuk tiga nilai massa, yaitu untuk massa 5 mg, 9 mg (1) dan 9 mg (2), dengan perlakuan saat evaporasi masing-masing massa berbeda. Dengan menggunakan program Matlab, untuk ketiga massa perak diperoleh ketebalannya (d) berturut-turut Gambar 7. Kurva SPR untuk ketiga variasi ketebalan perak hasil komputasi. Variasi Panjang Gelombang Sinar Laser Dalam eksperimen ini yang digunakan adalah laser merah (laser He-Ne) dengan λ =632,8 nm, dan laser hijau (laser zat padat) dengan λ=532 nm. Diketahui massa perak yang digunakan adalah 7 mg, yang diperoleh ketebalannya 61,9 nm. Kurva SPR hasil eksperimen dan hasil perhitungan secara komputasi untuk dua buah panjang gelombang yang berbeda ditunjukkan pada Gambar 8 dan Gambar 9. ISSN 0853-0823 202 Prosiding Pertemuan Ilmiah XXV HFI Jateng & DIY tebal, maka nilai reflektansinya akan semakin besar. Sedangkan sudut SPR yang diperoleh saat menggunakan laser merah (laser He-Ne) dengan λ=632,8 nm berada pada 47,10° + 0,05°, dan untuk laser hijau (laser zat padat) dengan λ=532 nm, diperoleh sudut SPR pada 47,50° + 0,05°. Kesimpulannya adalah bahwa ketika lapisan tipis perak disinari dengan panjang gelombang sinar yang semakin kecil, maka sudut SPR akan bergeser ke arah sudut datang yang semakin besar (bergeser ke kanan). PUSTAKA [1] [2] [3] Gambar 8. Kurva SPR hasil eksperimen dengan dua panjang gelombang sinar laser yang berbeda (Laser merah dengan λ =632,8 nm, laser hijau dengan λ =532 nm). [4] [5] [6] B. Evans, “Surface Plasmons: An Introduction to Optical Excitation of Surface Plasmon Modes”, University of Exeter, England, UK, (2004). P. Orfanides, T. F. Buckner, dan M. C. Buncick, “Demonstration of surface plasmons in metal island films and the effect of the surrounding medium—An undergraduate experiment”, Am. J. Phys. 68, 936-942 (2000). H. J. Simon, D.E. Mitchell, dan J.G. Watson, “Surface Plasmons in Silver Films – a Novel Undergraduate Experiment”, Am. J. Phys., 43, 630-635 (1975). Almaratus Sholihah Rifqi Rufaida, “Pengamatan Fenomena Surface Plasmon Resonance Pada Permukaan Lapisan Tipis Perak Menggunakan Laser dengan Panjang Gelombang Berbeda dalam Konfigurasi Kretschmann”, Skripsi S1, Program Studi Ilmu Fisika FMIPA UGM, Yogyakarta (2011) Y. Tokunaga, H. Watanabe, A. Minamide, dan T. Minamikawa, “Study on Estimation of Metal Film Thickness by Attenuated Total Reflection”, Jpn. J. Appl. Phys., 36, 3162-3166 (1997) G. Jiang, A. Baba, H. Ikarashi, R. Xu, J. Locklin, K. R. Kashif, K. Shinbo, K. Kato, F. Kaneko, dan R. Advincula, “Signal Enhancement and Tuning of Surface Plasmon Resonance in Au Nanoparticle/ Polyelectrolyte Ultrathin Films”, J. Phys. Chem., 111, 18687-18694 (2007). TANYA JAWAB Iwan Sugihartono (Universitas Negeri Jakarta) ? Apa alasannya menggunakan bahan dielektrik perak? Gambar 9. Kurva SPR hasil perhitungan secara komputasi dengan dua panjang gelombang sinar laser yang berbeda (merah dan hijau). Dari kurva pada Gambar 8 dan Gambar 9, yang dicermati adalah pergeseran letak sudut SPR dengan berubahnya panjang gelombang. Terlihat bahwa untuk sampel yang sama, kurva SPR semakin bergeser ke arah sudut datang yang semakin besar saat sampel dikenai laser hijau. Saat menggunakan laser merah, diperoleh sudut SPR pada 47,10° + 0,05°, dengan nilai reflektansinya 0,29, sedangkan saat menggunakan laser hijau sudut SPRnya pada 47,50° + 0,05°, dengan nilai reflektansi 0,27. Jadi dari kurva SPR di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk panjang gelombang sinar laser yang semakin kecil, letak sudut SPR akan bergeser lebih ke kanan atau menuju sudut datang yang lebih tinggi. IV. KESIMPULAN Sudut SPR (θSPR) dan nilai reflektansi saat sudut SPR yang diperoleh dalam variasi ketebalan secara berturut-turut adalah d = 68,0 nm, θSPR =46,67° + 0,05° , R= 0,41; d = 71,0 nm, θSPR =46,67° + 0,05°, R=0,53; d =82,5 nm, θSPR = 46,40° + 0,05°, R=0,81. Reflektansi yang teramati menunjukkan bahwa untuk lapisan perak yang semakin Almaratus @ Perak diketahui sebagai logam dielektrik di mana gelombang SPC (surface plasmon) nya bisa beresonansi dengan gelombang sinar lensa sehingga dapat diperoleh nilai SPR-nya. Edi Santosa (USD Yogyakarta) ? Arti SPR? ? Mengapa ada lebih dari satu nilai intensitas minimal? Almaratus @ SPR (Surface Plasmon Resonance) adalah gelombang elektromagnetik yang merambat di kedua bidang batas medium yang sudah beresonansi dengan sinar laser. @ Karena dalam penelitian ini yang dikerjakan adalah untuk 3 variasi ketebalan, sehingga ada 3 nilai reflektansi. Dengan ketebalan lapisan yang semakin besar, maka nilai reflektansinya akan semakin tinggi. M. Toifur ? Bagaimana pengaruh tebal lapisan terhadap R? Almaratus S @ Semakin tebal lapisan logam (perak), maka nilai R (reflektansi) akan semakin besar. ISSN 0853-0823