BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pergolakkan politik dunia semakin memanas, Amerika Serikat dengan para sekutunya terus menerus melakukan propaganda palsu dan rekayasa untuk mempertahankan superioritasnya di dunia, tuduhan, fitnah, dan ancaman secara sepihak ditujukan ke negara-negara yang berseberangan dengan kebijakan politiknya. Beberapa negara bahkan menempati urutan pertama dalam daftar negara yang harus dikucilkan. Para pemimpinnya menjadi target utama operasi A.S. mereka dituduh sebagai poros kejahatan, anti HAM, pendukung teroris dan diktator. Apatahlagi setelah runtuhnya Uni Soviet, A.S. semakin kehilangan daya nalar sehatnya. Hasrat politik hegenominya untuk menguasai dunia dengan menggunakan kekuatan militer telah mendapatkan kecaman dan kutukan masyarakat internasional. Para aktivis HAM telah memberikan gelar kepadanya sebagai “Champion of Humandistraction” dalam mengubah tatanan dunia baru menjadi new word disorder. Kebijakannya yang otoriter dan mengundang pro dan kontra di dalam maupun luar negeri, terlihat pada Invasinya terhadap Irak. Dengan menggunakan alasannya untuk mencari dan menghancuran senjata pemusnah masal. Sedangkan tujuannya tak lain hanyalah sekedar ingin mempertontonkan superioritasnya kepada dunia, bahwa ia adalah makhluk predator abad modern. Dari sanalah Ia 1 sangat membutuhkan bahan bakar yang cukup, terutama kebutuhan akan minyak agar dapat menggerakan kekuatannya, dengan memiliki kekuatan lebih maka terciptalah hukum rimba yang dijadikannya sebagai kebijakan utamanya. Pemimpin sebuah negara akan tetap menjadi sekutunya selama masih berkiblat ke Gedung Putih. Saddam Husein merupakan sekutu terpenting dalam perang Irak-Iran, berubah menjadi musuhnya setelah ia menolak untuk didikte. Kasus yang sama menimpa pemimpin Revolusi Libya, Muammar Qaddafi dan Presiden Panama. Terlihat dengan Revolusi Al-Fatih September 1969 yang dipimpin Muammar Qaddafi yang merupakan sumber pemicu utama kemarahan A.S. setelah tumbangnya rezim Raja Idris Sanusi yang merupakan boneka Amerika sejak kemerdekaan Libya, dari sinilah ia merasakan kehilangan sekutunya di Afrika Utara. Karena dengan memiliki Minyak mentah dan juga merupakan salah satu negara penghasil minyak terbesar, Amerika tak lagi mendapatkan asupan minyak dari Libya. Selain itu dengan berani Qaddafi mengeluarkan kebijaknnya yaitu dengan menutup pangkalan-pangkalan militer Amerika, Inggris, dan Italia dan membangun Libya baru dengan kemampuannya sendiri. Dengan semua itu Qaddafi menjadi momok yang menakutkan dan trouble maker bagi A.S dan sekutunya. Ia mulai dikucilkan oleh masyarakat internasional akibat propaganda palsu AS sebagai pemimpin negara berkembang dengan SDM yang rendah, Libya tak mampu melakukan conter attack. Ia betul-betul menjadi victim/mangsa trial by press. Nama Qaddafi dengan Libyanya sangat identik dengan teroris dan pendukung gerakan separatis di negara berkembang.sampai- 2 sampai sekutu AS di Liga Arab pun menjaga jarak dengan Qaddafi agar bisa mempertahankan kursi kepemimpinan mereka. Kolonel Muammar Qaddafi yang merupakan pemimpin rakyat Libya pada revolusi September 1969 dan juga pengarang Teori Dunia Ketiga, memang figur paling kontroversial di zaman modern. Bagi dunia Barat, terutama bagi media massanya, Qaddafi adalah penjahat pengganggu perdamaian, gembong teroris dan sekutu dekat komunis Rusia. sedangkan bagi para penguasa Arab konservatif, Qaddafi adalah ‘si Libya gila’1 dan seorang komunis yang ateis. Namun ada yang berbeda pada jutaan rakyat tertindas di Asia, Afrika dan Amerika Latin, mereka malah beranggapan Qaddafi adalah seorang pahlawan, pemimpin dalam perjuangan revolusi melawan imperialisme, eksploitasi dan rasisme. Singkatnya, Qaddafi adalah sosok yang dicintai sekaligus dibenci, dipuji dan dicaci, dan yang paling penting, seorang politisi dengan gaya yang meledak-ledak yang menolak untuk bermain dalam peraturan-peraturan diplomasi internasional biasa. Kepribadian dan penampilan intelektual Muammar Qaddafi terbentuk di gurun, dimana kecermatan dan kesederhanaan kehidupan daerah ini menjadi kerangka dasar yang melahirkan dan mengembangkan Qaddafi. Jadi, ketegasannya dalam menggunakan pendekatan sederhana serta langsung terhadap Islam sebagai sebuah keyakinan agama dan sistem nilai adalah bagian menyeluruh dari karakternya sebagai orang gurun. Di sisi lain, karakter ini pula yang menjadi titik celaan Qaddafi oleh para pemimpin relijius dan pergerakan muslim tradisional, serta menjadi senjata ampuh bagi lawan-lawannya diantara para 1 Ayoub, Mahmoud, Islam dan Teori Dunia Ketiga : Pemikiran Keagamaan Muammar Qadhdhafi, (Bogor : Humaniora Press, 1991). Hal. 9. 3 propaganda mereka baik di Timur maupun di Barat. Sementara itu, dimensi keagamaan dari pemikiran Qaddafi pantas menerima perhatian yang cukup karena dimensi ini memberikan dasar serta kerangka ideologi dan kehidupan Qaddafi dan kehidupan publiknya dalam segala bidang. Libya sendiri merupakan negara di pusat bagian utara Afrika. Di sebelah utara dibatasi oleh laut, di timur oleh Mesir dan Sudan, di selatan Chad dan Nigeria, sedang dibagian barat oleh Aljazair dan Tunisia. Oleh karena lokasinya yang strategis, Libya di masa lalu selalu menjadi sasaran para penakluk. Bangsabangsa yang pernah menduduki sepanjang pantai laut tengah di antaranya : Polinesia, Yunani, Romawi, dan Italia. Italia adalah penyerbu terakhir yang datang pada tahun 1911.2 Gerakan perlawanan dalam menghadapi ekspansi Barat (Italia) di Libya mengambil bentuk tarekat yaitu organisasi sufi (mistik) dengan nama tarekat Sanusiyah yang didirikan oleh Muhammad bin Sanusi (1790-1885). Pengaruh tarekat Sanusiyah di kalangan anggotanya sangat besar. Kabilah-kabilah yang saling bermusuhan di Sahara dan penduduk Badui di Cyrenaica. Berhasil dipersatukan. Ketika Muhammad bin Sanusi meninggal, pemimpin tarekat di gantikan oleh puteranya Muhammad Al-Mahdi.3 Perjuangan Sanusi melawan Italia mendapat dukungan dari beberapa negara Islam, termasuk Turki. pada Tahun 1915 Italia bergabung dengan pihak sekutu dalam perang dunia I melawan Jerman, Austria, dan Turki. Ketika pihak 2 J. Robert. Wegs, Erope Since 1945 : A Concise History, (New York : St. Matrin’s Press). Hal. 112. 3 John Gunther, Inside Africa, (New York : Harper & Brother, 19995), hal. 166. 4 sekutu menang, Sayyid Ahmad (pemimpin tarekat Sanusiyyah saat itu ) yang mendapat dukungan dari Turki, terpaksa meninggalkan Libya dan pemimpin sementara diserahkan kepada saudara sepupunya yaitu Sayyid Idris. Pada tahun 1918, Sayyid Idris mengadakan perjanjian dengan Italia dan ia mengakui kedaulatan Italia di Libya. Sebagai imbalannya Idris memperoleh hak otonomi di daerah-daerah pedalaman. Pemimpin-pemimpin Arab di Tripoli dan Cyrenaica kemudian mengakui Sayyid Idris sebagai Amir atau Pemimpin seluruh Libya. Dalam hal ini Idris menerima pengangkatan itu, akan tetapi terpaksa mengungsi ke Mesir karena Italia akan merencanakan aksi militer. Pada tahun 1942, tentara Inggris dan Prancis memasuki Libya. Inggris menguasai daerah Tipolitania dan Cyrenaica Prancis di Fezzan. Satu tahun kemudian orang-orang Italia berhasil diusir dari Libya oleh tentara Inggris dan Perancis, Sayyid Idris kembali lagi ke Cyrenaica yang kemudian menjadi raja Idris I di Libya di bawah kekuasaan pemerintah militer Inggris dan Perancis. Pada konfrensi Postdam tahun 1945 yang dihadiri oleh Inggris, Perancis, Unisoviet, dan Amerika Serikat, Inggris mengusulkan untuk memberikan kemerdekaan kepada Libya dan hal tersebut mendapat persetujuan.4 Sayangnya sejak awal pemerintahannya, negara ini sudah lemah dan kerajaan mempunyai kekuatan yang sering disalahgunakan. Sementara itu para perwira muda dilanda rasa tidak puas terhadap pemerintahan kerajaan yang konservatif dan diliputi korupsi. Rasa ketidakpuasan itu diwujudkan dalam suatu peristiwa pengambilalihan kekuasaan pada tanggal 1 september 1969 di bawah 4 Lilian Craig Harris, Libya Qadhdhafi’s Revolution and The Modern State, (Colorado wetview Press, 1986). Hal. 9 5 kepemimpinan Muammar Qaddafi. Mereka berusaha membentuk suatu negara Republik dan menyatakan bahwa Libya akan mengikuti cita-cita semangat dan mengumumkan tiga tujuan utamam yaitu kebebasan, sosialisme dan persatuan Muammar Qaddafi sendiri dibesarkan dalam suatu dunia, dimana agama dan politik saling terjalin tak terpisahkan. Keluarganya dan lingkungan disekitarnya selalu mengacu pada warisan-warisan agama, leluhur yang saleh, sejarah perjuangan melawan kolonialisme Eropa. Akan tetapi Muammar Qaddafi sendiri tidak bermaksud untuk membentuk suatu negara berdasarkan Islam yang diperbaharui, tetapi tujuan utamanya adalah bagaimana kontribusi pemikiran maupun tindakannya itu dapat berarti bagi masyarakat Libya khususnya dan masyarakat Arab pada umumnya. Seperti apa yang dikembangkan oleh seorang pemimpin negara di Mesir yaiut Jamal Abdul Naser. Untuk mengetahui lebih jauh tentang Kontribusi Muammar Qaddafi khususnya perannya di masa Revolusi Libya ini, penulis merasa perlu membahasnya dalam sebuah skripsi yang berjudul “Kontribusi Muammar Qaddafi Terhadap Revolusi Di Libya” sehingga dapat memberikan gambaran lebih jauh mengenai perpolitikan di Libya. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Sedikit banyaknya kita telah mengenal Muammar Qaddafi baik pemikiran atau tindakannya, yang banyak membawa dampak positif bagi kemajuan perkembangan dunia Islam dalam berbagai hal. Tentu saja ini merupakan pembahasan yang luas oleh itu penulis mencoba membatasi tulisan ini pada 6 masalah kontibusi Muammar Qaddafi terhadap revolusi Libya kemudian berdasarkan pembatasan masalah tersebut penulis merumuskan masalah sebagai berikut bagaimanakah kontribusi Muammar Qaddafi terhadap revolusi Libya ? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui secara jelas sosok pribadi Muammad Qaddafi serta pemikiran tindakannya terutama yang berkaitan dengan masalah politik. 2. Untuk mengetahui dengan jelas kontribusi pemikiran politik Muammar Qaddafi terhadap revolusi Libya. 3. Penulisan ini diharapkan dapat dijadikan bahan informasi bagi masyarakat. Demikian pula bagi penulis merupakan suatu sarana untuk menumbuhkan ilmu pengetahuan serta meningkatkan khazanah ilmu pengetahuan. Khususnya pada bidang pemikiran politik Islam. D. Metode Penelitian dan Tekhnik Penulisan Untuk kajian ini, penulis menggunakan tipe penelitian kualitatif deskriptif, yaitu yang akan memberi gambaran secara obyektif masalah yang dikaji. Adapun tekhnik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan (Library Research), yaitu penelahaan terhadap berbagai literatur dengan memanfaatkan sumber informasi yang terdapat di perpustakaan dan informasi yang tersedia. Baik melalui literature-literatur yang mendukung, kumpulan makalah-makalah serta artikel-artikel yang telah dipublikasikan dan di 7 dokementasikan dari instansi-instansi terkait yang ada relevansinya dengan penyusunan skripsi ini. Sumber-sumber tersebut dapat dikatagori ke dalam data primer dan data sekunder. Data primer yang dimaksud adalah karya-karya yang berasal dari Qaddafi sendiri yang berkaitan dengan kontribusi pemikiran politiknya terhadap revolusi Libya. Sedangkan data sekunder adalah berdasarkan tulisan-tulisan orang tentang Qaddafi, baik mengenai pemikirannya maupun kondisi sosial-politik pada masa itu khususnya di Libya. Tekhnik penulisan data dalam penulisan ini adalah deskriptif analitis. Dalam penulisan ini, penulis mengacu pada Pedoman Akademik Fakultas Usuludin dan Filsafat, UIN Syarifhidayatullah Jakarta, 2003. E. Sistematika Penulisan Karya tulis ini terdiri dari lima bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut : Bab pertama Pendahuluan meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penulisan,metode pembahasan dan tekhnik penulisan serta sistematika penulisan. Bab kedua Biografi Muammar Qaddafi. Bab ini akan mengulas mengenai biografi Qaddafi yang meliputi, latar belakang Muammar Qaddafi, masa remaja Muammar Qaddafi dan latar belakang pendidikan dan aktivitas Qaddafi. Bab ketiga kondisi Umum Sosial Politik Libya. Pada bab ini penulis mencoba membahas mengenai gambaran singkat mengenai revolusi Libya itu 8 sendiri di masa pra revolusi, di masa revolusi Libya itu sendiri maupun pasca revolusi. Bab empat Pemikiran dan Peran Muammar Qaddafi Dalam Perpolitikkan di Libya serta hubungannya dengan negara-negara Arab dan Internasional. Bab ini adalah berupa tinjauan analisis: pemikiran politik Muammar Qaddafi, Peran Muammar Qaddafi pada revolusi Libya serta hubungan Qaddafi dengan negaranegara Arab dan Internasional. Bab lima penutup. Bab ini berisi kesimpulan. Skripsi ini pada urutannya akan diakhiri dengan daftar bacaan sebagai rujukan dalam penjelasannya. 9 BAB II BIOGRAFI MUAMMAR QADDAFI A. Latar Belakang Mu’ammar Qaddafi Menelusuri karakteristik dan juga latar belakang dari Muammar Qaddafi yang memiliki kelahirannya di daerah gurun terbentang daratan luas padang pasir yang tidak memliki batas dinding dan pintu. Mayoritas masyarakat Badui di sana mempunyai cara tersendiri dalam mempertahankan kehidupannya. Mereka tidak mempercayakan kepada orang lain dan selalu mawas diri terhadap segala sesuatu yang ada di sekeliling mereka. Tatkala mereka ingin keluar menuju padang pasir, maka dengan kepercayaan mereka pada diri sendiri yang akan selalu dipegangnya. Keuletan telah menjadi kualitas karakter dan tabiatnya. Peradaban Mesir Kuno dan Mesopotamia telah dilahirkan di tepi-tepian sungai Nil dan kedua sungai lainnya. Kedua peradaban itu berdekatan dengan padang pasir dimana mereka hidup dan beradab. Di padang pasirlah seorang rasul revolusioner telah mendengar (perintah Tuhan) yang menyuruhnya agar mengahadapi kezaliman dan penindasan seorang raja yang tirani. Pembentukan karakter penghuni padang pasir tidak terlepas dari pengaruh lingkungannya itu sendiri yaitu kesederhanaan yang datang dari ketidaktentuan hidup, keramahtamahan yang didasari oleh keinginan untuk saling membagi, juga tabiat untuk merampas dan menjarah akibat bagi panjangnya kemarau berkepanjangan. 10 Itulah ciri dan karekteristik padang pasir yang telah membentuk dan mempengaruhi sifat-sifat keras dan tak kenal kompromi bagi kaum laki-laki dan kaum wanita. Di padang pasirlah seorang Mu’ammar Qaddafi dilahirkan, kemudian mendapat impiannya menjadi seorang pemimpin negara. Pada masa kecilnya ia menunjukkan kelebihan yang tidak dimiliki oleh anak-anak sebayanya. Ia adalah sosok yang serius, pendiam dan mempunyai sifat ingin tahu. Raut wajahnya memancarkan senyum yang khas. Mu’ammar adalah putra tunggal dan keluarga yang hidup di padang pasir nan jauh dari hiruk pikuk perkotaaan. Ia jarang sekali terlihat bermain dengan saudara-saudara sepupunya melainkan selalu tenggelam dalam pemikiran-pemikiran yang ia selalu impikan.5 Mengetahui riwayat hidup Muammar Qaddafi merupakan salah satu bagian dari upaya memahami sejarah Libya. Perjalanan hidupnya adalah proses pembentukkan karakter beliau yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap gaya kepemimpinannya. Muhammad Abu Minyar al-Qaddafi lebih dikenal dengan sebutan Mua’mmar al-Qadhdhafi, dilahirkan di Sirte, Tripolitania pada tahun 1942.6 suku Qadafa, Berber merupakan asal-usul Mua’ammar Al-Qaddafi dimana mereka memiliki kebanggaan tersendiri karena merasa keturunan Nabi Muhammad. Berbeda dengan keluarga Sanusi yaitu Raja Libya sebelum di bawah kepemimpinan Qaddafi, meskipun mereka juga merupakan keturunan yang serupa 5 Ayoub, Mahmoud, Islam dan Teori Dunia Ketiga : Pemikiran Keagamaan Muammar Qadhdhafi, (Bogor : Humaniora Press, 1991). Hal. 17-18. 6 Lilian Craig Harris, Libya Qadhdhafi Revolution and The Modern State, (Colorado:Westview, 1986), Hal. 45. 11 tetapi tidak pernah mencari pembenaran pada kesalehan leluhur yang menurunkan.7 Orang tua Mu’ammar Al-Qaddafi, Abu Minyar dan Aisyah al-Qadhdhafi adalah seorang pedagang dan kehidupannya masih berpindah dari tempat satu ke tempat lainnya (nomaden). Oleh karena itu Mu’ammar Al-Qaddafi dilahirkan dalam sebuah tenda perkemahan. Pada masa pendudukan Italia, Abu Minyar juga ikut berjuang dalam merebut kemerdekaan Libya. dengan penuh pengorbanan dan berbagai kesulitan dalam keuangan, orang tua Mu’ammar Qaddafi mengirimkannya ke sekolah Qur’an pada usia sepuluh tahun dan disinilah ia memperoleh pendidikan formal agama yang pertama. Seperti sebagian besar saudaranya lainnya, di waktu kecil dia menjadi seorang pengembala, tetapi ayahnya melihat kecerdasan anaknya dan memasukannya ke sekolah Al-Qur’an. Dengan alasan agar kelak anaknya memahami pedoman hidupnya. B. Masa Remaja Mu’ammar Qaddafi Meskipun Ayahnya adalah seorang yang buta huruf akan tetapi ia selalu memikirkan masa depan anaknya agar bisa mengenyam pendidikan formal. Sang ayah memutuskan untuk memanggil seorang guru dari kota untuk mengajarkan alQur’an kepada anaknya yang berusia 7 tahun bersama sepupunya. Selama pengajiannya Mu’ammar selalu menunjukkan semangat yang luar biasa tingginya dalam belajar. Ketika umurnya beranjak sembilan tahun, ia dikirim untuk melanjutkan sekolah dasarnya ke Sirte yang berjarak 30 km dari rumahnya. 7 Lisa Anderson dalam Jhon L. Espito, “Islam Qadhdhafi”, dalam Dinamika Kebangunan Islam, (Jakarta : Rajawali Press, 1987). Hal. 165. 12 Karena tidak mempunyai cukup uang untuk tinggal di asrama Mu’ammar memilih untuk menginap di sebuah mesjid. Setiap akhir pekan ia pulang berlibur ke rumahnya dengan berjalan kaki dan keesokkan harinya harus kembali lagi ke sekolah. Ia hanya memerlukan 4 tahun saja untuk menyelesaikan pendidikan dasarnya yang semestinya ditempuh dalam 6 tahun. Empat tahun kemudian ketika ia berumur 14 tahun, keluarganya memutuskan untuk berpindah ke Sabha, kota utama yang terletak di dalam wilayah Fezzan. Perpindahan tersebut dimaksudkan agar si pemuda itu mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan menengahnya. Di masa muda Mu’ammar gemar dalam mendengarkan cerita-cerita perjuangan rakyatnya melawan penjajah dari ayahnya. Ia selalu meminta ayahnya berulang-ulang. supaya menceritakan bagaimana para pejuang bangsa Libya termasuk kakeknya gugur dalam melawan para penjajah untuk meraih kemerdekaan dan bagaimana ayahnya terluka dalam perang dunia I. Setiap kali mendengarkan cerita itu Mu’ammar pula selalu bertanya pada ayahnya, “siapa yang menjadi pemimpin ayah pada saat itu ?’orang-orang Turki”,bapaknya menjawab berulang-ulang dengan keteguhannya. Si pengembala kecil ini melihat bahwa satu-satunya penyebab dari kemeralatan rakyatnya adalah disebabkan oleh kehadiran kaum asing, yang keberadaannya hanyalah mengeksploitasi rakyat Libya. Ia selau bermimpi dalam tidurnya tentang pertualang yang baru, tentang perjuangan yang baru melawan kolonialisme, perjuangan untuk meraih kebebasan melalui revolusi agung. Masa muda Mu’ammar menyerupai kesuksesan revolusi Mesir pada tahun 1952 dan perjuangan rakyat Algeria melawan Kolonialisme Perancis dengan itu di Sirtelah 13 tempat dimana pemikiran-pemikiran politiknya muncul dan mulai melebarkan sayapnya. Pada masa remajanya, Mu’ammar Qaddafi selalu disegani oleh kawankawannya di sekolah menengah di Sirte karena semangatnya yang menggebugebu dalam mempelajari ilmu politik, dan kemampuannya untuk menggairahkan semangat para pelajar dengan gaya pembicaraannya yang berkobar-kobar karena sering mendengarkan pidato-pidato beberapa pemimpin negara khususnya pemimpin negara Mesir Gamal Abdul Naser. Ia memanfaatkan isu-isu politik dan kejadian-kejadian yang aktual sebagai momentum yang tepat dalam aksi berdemonstrasi. Revolusi Algeria, pecobaan bom atom atas Sahara oleh Perancis, pembunuhan bangsawan Lumumba dan pemutusan persatuan Suriah dan mesir pada tahun 1961 merupakan sebagian contoh-contohnya.8 C. Latar Belakang Pendidikan & Ativitas Mu’ammar Qaddafi Di masa remajanya, Qaddafi sama seperti dengan remaja lainnya. Ia dapat mengenyam pemdidikan, walaupun menjalaninya berpindah-pindah dari satu kota ke kota lainnya karena krisis ekonomi keluarga yang di alaminya. Ketika sekolah menengah, Qaddafi mengagumi tokoh Presiden Mesir, Gamal Abdel Naser memasuki. Tatkala Perang Suez berkecambuk pada 1956, dia mengorganisasi demonstrasi untuk mendukung Mesir. Kelompok pertama organisasi yang melakukan kudeta 1969 ini diciptakan olehnya pada 1958. tanggalnya tidak pasti. 8 Ayoub, Mahmoud, Islam dan Teori Dunia Ketiga : Pemikiran Keagamaan Muammar Qadhdhafi, (Bogor : Humaniora Press, 1991).19. 14 Tetapi dalam periode tersebut, dia jelas terlibat aktif dalam kegiatan politik yang menentang campur tangan Barat di Dunia Arab. Karena alasan politik, dimana pada tahun ketiga di sekolah menengah tersebut, dia diusir dari Fezzan tempat sekolahnya karena telah terbukti membentuk suatu komite pusat dan mengadakan pertemuan-pertemuan rahasia di antara teman-teman sekelasnya untuk membahas ide-ide Jamal Abdul Naser serta menyusun sebuah rencana untuk menggulingkan raja Idris. Lalu ia berpindah bersama keluarganya ke daerah pesisir Mishrata. dan memasuki Akademi Militer Benghazi pada 1964, di sana ia mengorganisasi struktur pertama gerakan bawah tanah yang membawanya menuju kekuasaan.9 Di Misrata sendiri merupakan tempat pertama kali ia membentuk pergerakan sipil politik yang di dalamnya pegawai, guru dan para professional dari berbagai penjuru negeri. Pergerakan ini bertujuan untuk terbebas dari keterlibatannya dalam sebuah partai atau pilihan ideologi. Dengan kata lain ini merupakan pergerakan bangsa Libya yang murni baik dari segi maksud maupun tujuannya, bahkan mencapai persatuan kebangsaan Arab sebagai tujuan utamanya. Persatuan Bangsa Arab memang merupakan impiannya. Jelas sekali demi tercapai impian tersebut ia berusaha mencurahkan sekuat tenaganya. Di Misrata juga Qaddafi menyadari bahwa jalan satu-satunya untuk membebaskan negerinya dari eksplotasi eksternal maupun korupsi internal adalah dengan cara revolusi yang akan menumbangkan kekuasaaan rezim Raja Idris dan menata kembali masyarakat atas dasar prinsip-prinsip keadilan, persamaan, dan pembagian kekayaan secara merata. Ia kemudian meminta kepada beberapa 9 Jhon. L. Espito, Ensiklopedi Oxpord Dunia Islam Modern Jilid III, (Bandung, Mizan, 2001). Hal. 41. 15 sahabat-sahabat sekolahnya untuk bergabung dalam membentuk kekuatan separatis militer, dan seterusnya adakan menjadi permulaan pembentukkan korps petugas-petugas persatuan pembebasan. Sesuai dengan nama korps, yang terdapat di dalamnya adalah orang-orang penting maka mereka mempunyai komitmen yang tinggi dalam Persatuan Bangsa Arab umumnya.10 Pada 1964 ia memasuki Akademi Militer Benghazi, di sana ia mengorganisasi struktur pertama gerakan bawah tanah yang membawanya menuju kekuasaan. Pada pertemuan umum pertama itupun gerakan Mu’ammar Qaddafi tahun 1963 (gerakan rahasia sekelompok siswa sekolah menengah yang dipimpin oleh Mu’ammar Qaddafi) yang mampersatukan para pengikut dari Sabha, Misrata, dan Tripoli diputuskan bahwa Mu’ammar Qaddafi dan dua orang lainnya akan belajar di Akademi Militer Benghazi. Hal itu dilakukan guna membentuk inti Persatuan Perwira Bebas (Free Unionist Officer) yang tujuan jangka panjangnya ialah memungkinkan dilaksanakannya kudeta yang memperoleh cukup dukungan dari kalangan militer.11 Mu’ammar Qaddafi lulus dari Akademi Militer pada tahun 1965, sebelum lulus ia pernah mengikuti latihan militer di Turki. Kemudian ia dikirim ke Inggris untuk mempelajari kode-kode sandi di Beaconfield. Sebuah akademi militer Buckinghamshire, Inggris. Hal itu sangat bermanfaat dalam perencanaan dan pelaksanaan kudetanya. Sekembalinya ke Libya ia belajar di Universitas Benghazi. Segera sesudah kudeta diumumkan ia telah memperoleh gelar sarjana 10 Ayoub, Mahmoud, Islam dan Teori Dunia Ketiga : Pemikiran Keagamaan Muammar Qadhdhafi, (Bogor : Humaniora Press, 1991). Hal. 21-22. 11 Lilian Craig Harris, Libya Qadhdhafi Revolution and The Modern State, (Colorado:Westview, 1986), Hal. 46 16 muda dalam bidang sejarah, walaupun tampaknya ia tidak memenuhi syarat lulus.12 Sebagian waktunya dipergunakan untuk mengumpulkan dukungan bagi kemungkinan suatu pengambil alihan kekuasaan. Persatuan Perwira Bebas yang terdiri dari dua bebas anggota (Mu’ammar Al-Qaddafi sebagai pimpinan, Abdus Salam Jalud, Mukhtar Abdullah al-Qiruri, Basir Sagir Hawwadi , Abdul Muin al-Tah al-Huni, Mustafa Kharrubi, Khuwaildi Hamidi, Muahammad Najm, Awad Ali Hamzah, Abu Bakar al-Muqaryat) memutuskan bahwa telah tiba saatnya untuk bertindak. Setelah mendengar pengumuman bahwa sekelompok perwira muda tersebut akan dikirim ke Inggris pada tanggal 2 September 1969 untuk menjalani kursus-kursus sandi, maka hal tersebut telah merangsang lahirnya rencana terakhir. perwira-perwira bebas itu kemudian bergerak pada tanggal 1 September 1969. 13 12 Lisa Anderson dalam Jhon L. Espito, “Islam Qadhdhafi”, dalam Dinamika Kebangunan Islam, (Jakarta : Rajawali Press, 1987). Hal. 166. 13 J.a. Allan, “Libya”, The Experienceof Oil, (Colorado : wesview Press, 1981), Hal. 305. 17 BAB III KONDISI UMUM SOSIAL POLITIK LIBYA A. Gambaran Singkat Libya Pra Revolusi Dalam konstitusi Oktober tahun 1951 disebutkan, bentuk negara Libya adalah federasi yang bercirikan monarki; kepala negara dipimpin oleh seorang raja. Raja mempunyai kewenangan penuh merancang kebijakan-kebijakan starategis negara. Namun, otoritas negara tersebut mengakibatkan tipisnya partisipasi politik publik dalam menentukan masa depannya, Raja Idris yang setelah kemerdekaan Libya dinobatkan sebagai pemimpin mulai enggan menyerahkan kursi kepemimpinan nasional kepada pihak di luar garis keturunannya sehingga semasa Idris berkuasa, para perwarisnya Idris disiapkan untuk menggantikannya.14 Sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara, raja berhak membentuk badan eksekutif dan legislatif yang bertugas membantu kelancaran roda pemerintahan. Setidaknya negara federasi, kekuasaan lembaga eksekutif berada di tangan seorang Perdana Menteri yang disetujui dan diangkat raja bertanggungjawab kepada raja pula tentunya. Masih dalam kekuasaaan lembaga eksekutif, di samping Perdana Menteri, raja membentuk pula Dewan Menteri. Walaupun Dewan Menteri terbentuk atas inisiatif raja, tanggungjawab mereka bukan kepada raja melainkan kepada Dewan Perwakilan. Posisi Dewan Perwakilan itu menurut sistem bikameral sedikit lebih rendah dari Senat yang 14 Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, Rajawali Press, Jakarta, 2000, Hal. 253. 18 menjadi simbol lembaga perwakilan di tingkat nasional. Anggota Senat masa Idris berjumlah delapan orang yang merupakan perwakilan tiap-tiap tiga propinsi tetapi empat orang anggota Senat dipilih raja; anggota senat tersebut memiliki hak veto menolak undang-undang dan keputusan lembaga perwakilan yang berada di bawahnya. Kewenangan tingkat propinsi dijalankan oleh pemerintah dan dewan perwakilan tingkat daerah. Ibukota negara Libya berkedudukan di Tripoli. Perkembangan politik Libya selepas kemerdekaan tahun 1951 banyak diwarnai oleh faktor-faktor kesejarahan. Beberapa faktor itu melatarbelakangi timbulnya perbedaan orientasi politik antar daerah serta ambiguitas pemerintahan monarki Libya. Sekurangnya terdapat tiga persoalan yang dapat teridentifikasi seiring dengan melekatnya faktor sejarah politik dalam negeri Libya. 1. setelah pemilihan umum berlangsung pada 19 Februasi 1952, partaipartai politik dihapuskan termasuk Partai Kongres Nasional yang secara gencar mengkampanyekan perlawanan terhadap kebijakan bentuk negara federal. 2. rasa nasionalisme tidak sekuat ikatan primodial yang berkembang nyaris di semua tempat, membawa dampak konflik antara pemerintahan pusat dan daerah. 3. pewaris kerajaan secara kuantitatif dirasa sangat kurang. Melihat gelembung tiga persoalan tersebut kian membesar Idris merencanakan suksesi kepemimpinan dengan menyerahka, kekuasaan kepada saudaranya berusia enam puluh tahun, sayang sebelum terlaksana 19 saudara Idris terlebih dahulu wafat, Idris kemudian memilih Hasan arRida sebagai penggantinya. Kebijakan luar negeri yang diambil Idris cenderung pro Barat. Pada tahun 1953, Libya menyepakati perjanjian persahabatan selama 20 tahun dan beraliansi dengan Inggris; berdasarkan kesepakatan persahabatan kedua negara, Inggris berhasil membangun pangkalan militer sebagai kompensasi dari bantuan keuangan dan militer yang diberikan kepada Libya. Setahun kemudian, sama seperti Inggris, pangkalan militer, kesepakatan Amerika Libya tersebut diperbaharui tahun 1970. instalasi militer Amerika yang paling strategis pada periode lima puluhan dan awal enam puluhan adalah pangkalan udara Wheerlus terletak dekat Tripoli. Sejumlah wilayah Libya digunakan oleh Inggris maupun Amerika untuk latihan perang. Selain Inggris dan Amerika Serikat, Libya juga menjalin persahabatan dengan Perancis, Italia, Turki dan Uni Soviet kendatipun Libya menolak bantuan keuangan dari Uni Soviet.15 Sikap politik lunak Libya kepada Barat ternyata menghasilkan keuntungan ekonomis. Pihak Barat menyanggupi memberikan paket bantuan melalui jalur Perserikatan Bangsa-Bangsa. Devisi Bantuan Tekhnis PBB menyatakan kesediaan menyalurkan bantuan ke Libya untuk meningkatkan pembangunan sektor pertanian dan pendidikan, bantuan lain datang dari Amerika Serikat dan Inggris. Arus bantuan luar negeri yang mengalir ke Libya berangsur mendongkrak kondisi perekonomiannya, tetapi yang patut dicatat, bahwa Libya menjadi negara sangat 15 Libya Country Profile www. Memory. Loc gov/cgi-bin/query/r?frd. 20 bergantung pada uluran tangan asing sehingga justru menempatkannya di daftar negara miskin. Kondisi ekonomi Libya agaknya mengalami perubahan di tahun 1959. Tahun 1959 merupakan saat-saat ketika para Prospector (tim penilai potensi sumber daya alam suatu negara) Esso yang nantinya beralihan nama pengganti nama Exxon menemukan ladang minyak di Zalan, kawasan Cyrenaica. Setelah itu, menyusul banyak ditemukan kandungan-kandungan minyak di Libya, membuat sektor perdagangan Libya bergerak cepat. Libya memperoleh keuntungan pajak perdagangan minyak sebesar 50% selebihnya dibagikan pada pemegang saham perusahan-perusahan minyak. Letak geografis Libya yang dekat dengan Eropa sangat menguntungkan, sebab Libya mempunyai akses langsung menuju pasar Eropa. Selain itu, kualitas minyak Libya cukup bagus dan kompetitif. Industri minyak telah menaikkan derajat ekonomi Libya dari miskin menuju negara makmur. Kemajuan industri minyak yang menyumbang kemajuan ekonomi Libya telah memberikan inspirasi pemerintah untuk menyusun rencana pembangunan. Maka, pada periode enam puluhan pemerintah Libya mengumumkan Rencana Pembanguna Lima Tahunan yang pertama, dimulai tahun 1963-1968. sisi negatif ’booming’ minyak itu adalah kurangnya perhatian pemerintah pada sektor agrikultur. Ketika ‘booming’ minyak Libya, situasi politik relatif stabil, tetapi ternyata bentuk pemerintahan federal mulai menunjukkan gejala inefisien dan tidak praktis. Pada bulan April 1963, Perdana Menteri Muhi ad Din mengumumkan perombakkan bentuk negara yang semula federasi berubah 21 menjadi kesatuan yang tetap memakai monarki sebagai pusat kekuasaan politik, arah semua kebijakan disentralisasikan ke pusat. Atas perubahan ini, sepuluh propinsi baru segera dibentuk; masing-masing propinsi dikepalai seorang gubernur yang diangkat oleh pemerintah pusat. Dalam hubungan regional, Libya mampu menjaga keharmonisan hubungan diplomatik dengan negara-negara tetangga. Bahkan, Libya termasuk satu dari tiga puluh anggota pendiri organisasi persatuan Afrika yang eksis di tahun 1963, kemudian pada bulan November tahun 1964 bersama Maroko, Aljazair dan Tunisisa membentuk Badan Permusyawaratan yang khusus unutk membahas persoalan kerjasama ekonomi antar negara Arika Utara. Kendati pun Libya mendukung gerakan-gerakan oposisi, termasuk gerakan kemerdekaan di Moroko dan Al-Jazair, peran Libya dalam konflik Arab-Israel yang menanas sekitar tahun lima puluhan dan awal emam puluhan tidak terlalu signifikan. Ancaman politik dalam negeri Libya tampak mengemuka sebagai respon dari seruan nasionalisme Gamal Abdul Naser. Generasi muda Libya mulai terprovokasi dengan ideologi yang dilancarkan Gamal. Memperhatikan besarnya gelombang anti agitasi Barat yang menggejala di Libya, pemerintah segera mengambil tindakan, Libya meminta agar pangkalan-pangkalan Barat terutama Amerika dan Inggris dievakuasi meskipun masa tinggalnya belum jatuh tempo sesuai perjanjian. Tahun 1966, sebagian besar angkatan bersenjata Inggris ditarik, langkah evakuasi instalasi militer asing belum selesai sepenuhnya hingga bulan Maret 1970. 22 Reaksi keras masyarakat Libya atas perang Arab-Israel terjadi di Tripoli dan Benghazi. Mereka yang terdiri dari kaum intelektual, buruh kapal serta pekerja tambang minyak terlibat dalam aksi kekerasaan saat berdemonstrasi. Kantor-kantor perusahaan minyak asing serta kedutaan Amerika Serika dan Inggris menjadi sasaran amuk masa, sedangkan anggota minoritas Yahudi diserang. Nyaris semua orang-orang Yahudi yang tinggal di Libya diusingkan, pemerintah mengupayakan pengendalian keadaan. Usai peristiwa demonstrasi yang dibarengi perilaku anarkis itu muncul pemikiran di sebagian kelompok masyarakat unutk melakukan modernisasi dan efisien pemerintahan. Pemerintahan Idris secara umum memang mendukung gerakan-gerakan reformasi di Arab tetapi dalam konflik Arab-Israel, tidak banyak yang dilakukan Libya, hanya saja Libya tercatat menyetujui pemberian subsidi ekonomi kepada Mesir, Syiria dan Jordan yang sempat dikalahkan Israel, dinyatakan dalam Konferensi Tingkat Tinggi tahun 1967 di Khourtom. Sementara itu Libya juga melemparkan gagasan agar negara-negara Arab produsen minyak bersatu menaikkan harga jual minyak di pasar dunia untuk menekan aksi Israel. Di balik kepemilikan Libya pada negara-negara Arab, pemerintah Idris ternyata berhubungan erat dengan Barat. Aspirasi masyarakat Libya yang menginginkan perubahan politik diungkap oleh Idris, sesuai pembentukkan negara Libya tahun 1963, Idris mempromosikan ide nasionalisme. Meskipun demikian, Idris adalah putera daerah Cyrenaican, sudah tentu kepentingan-kepentingan politik Idris akan selalu difokusikan pada pengembangan tempat asalnya. Lemahnya legitimasi politik 23 Idris di belahan wilayah Libya ikut berperan mendorong keberanian rakyat melontarkan kritik atas kebijakan luar negeri Idris yang cenderung ke Barat. Rakyat Libya terdidik, mulai mencium deviasi penyelenggaraan pemerintahan pusat karena keuntungan minyak yang seharusnya terdistribusi secara merata kepada mereka ternyata terhenti. Kelompok masyarakat elite mencurigai para petinggi negara yang melakukan korupsi dan menyalahgunakan jabatan. Kelompok tersebut yang tersebar ke berbagai profesi terutama sipil dan militer mulai berfikir untuk menyelengserkan pemerintahan Idris. Dan pada akhir 1960-an usia Raja Idris yang hampir 80 tahun, dan kondisi kesehatannya yang melemah. Hal demikian berpengaruh buruk terhadap perfoermance kepemimpinannya. Begitu juga merajalelanya korupsi di lingkungan istana membangkitkan ketidakpuasan dikalangan rakyat Libya. Sementara itu telah lahir seorang figur kharismatik di Mesir, Gamal Abdul Naser, yang banyak dikagumi masyarakat Arab termasuk Libya. Kalangan muda banyak yang menginginkan adanya perubahan. Libya membutuhkan seorang pemimpin yang lebih agresif dan lebih mampu beradaptasi dengan perubahan jaman dan suhu politik Timur Tengah yang kian panas sebagai akibat konflik Arab-Israel 1967. Menjelang terjadinya Revolusi 1969, ada tiga kelompok (diluar kelompok Qaddafi) yang memiliki rencana menggulingkan Raja Idris: (1) Perwira Militer 24 senior, (2) personil business dan professional, dan (3) anggotanya adalah kepala staff dan penasehat istana.16 B. Gambaran Singkat Libya di Masa Revolusi Kolonel Qaddafi mempunyai pandangan berbeda antara revolusi dan kudeta. Kudeta merupakan kesempatan terbaik untuk menggantikan sebuah rezim yang berkuasa, meskipun tidak hanya lebih dari sekedar pergantian kekuasaan dari sebuah kediktatoran kepada kediktatoran yang lain. Sedangkan dalam arti yang kontras revolusi adalah penataan kembali secara menyeluruh sebuah masyarakat menurut rencana dan idealis yang baru. Dalam kata lain revolusi sesungguhnya sebagaimana istilah tersebut menunjukkan kembalinya kepada permulaan yang baru di dalam sejarah sebuah negara. Revolusi Libya yang terjadi pada tanggal 1 September 1969 merupakan salah satu hal yang sangat luar biasa pada masa kini. Itu merupakan kejadian internal dan internasional, tradisonal dan novel dalam keinginan dalam sebuah perubahan. Revolusi Libya bisa disebutkan juga sebagai revolusi ‘Al-Fatih’, dari namanya itu mengekspresikan sebuah simbol, yang arti dan tujuan dari sebuah revolusi. Al-Fatih secara harfiah artinya ‘Pembuka’ atau ‘penakluk’. Artinya adalah permulaan atau penghantar kepada era baru. Dalam pandangan Kolonel Qaddafi serta pengikutnya adalah memerangi keterbelakangan, ketidakpedulian, kemiskinan. Pertama atau hari pembuka (fatih) pada bulan september dimana revolusi terjadi, bagi masyarakat Libya hal tersebut bukan dianggap suatu hari 16 Harris, Lilian Craig, Libia: Qaddafi’s Revolution & The Modern State, (Colorado: Westview, 1986), Hal. 12. 25 yang spesial, tetapi merupakan hari dimana awal yang baru bagi sejarah mereka, hari yang tidak akan pernah mati. Maksud tersebut diungkapkan secara dramatis di dalam slogan ‘al-fatih abadan’(al-fatih untuk selamanya).17 Adanya kharisma Naser di Mesir pada tahun 1960-an merebak ke Libya dan berhasil merebut simpati rakyat Libya. Nasionalisme Arab yang diusungnya mampu membakar semangat kebangsaaan yang terkoyak sejak penjajahan Barat dan runtuhnya kekhalifahan Othoman. Bagi banyak rakyat Libya, ideologi Naser telah membuat mereka kecewa dengan pemimpinnya sendiri yang justru ada di bawah bayang-banyang Barat yang ditengarai sebagai pendukung Israel. Tidaklah heran kemudian revolusi 1969 tidak disertai dengan pertumpahan darah dan perlawanan berarti dari rakyat Libya. Momen kudeta Qaddafi sangat tepat, yaitu ketika bangkitnya nasionalisme Arab dan memuncaknya kekeceweaan terhadap Raja mereka. Meskipun rakyat merasakan kemakmuran ekonomi sejak diketemukannya minyak, banyak kalangan menilai Raja tidak mendistribusikan kekayaan negara secara adil. Redupnya pamor Raja Idris juga disebabkan ketidakberdayaanya memberantas korupsi di kalangan pejabat tinggi negara serta merebaknya kebiasaan menjilat kepada keluarga istana. Para pencetus gagasan revolusi militer Libya yang dimotori oleh the Free Unitarian Officer Movement (Gerakan Kesatuan Pekerja untuk Pembebasan) awalnya dikomunikasikan secara rahasia. Mereka bergerak bergerilya dari satu tempat ke tempat lain untuk mematangkan rencana kudeta; biaya pergerakan inipun dipikul bersama-sama, para anggota rela menyisihkan sebagian gaji mereka 17 Ayoub, Mahmoud, Islam dan Teori Dunia Ketiga : Pemikiran Keagamaan Muammar Qadhdhafi, (Bogor : Humaniora Press, 1991). Hal. 27-28. 26 untuk disumbangkan. Dengan memakai metode nomad, selain kerahasiaan pergerakan terjaga, mereka berkesempatan memasarkan ide revolusi kepada masyarakat umum yang kebetulan tidak menemukan wadah penyalur aspirasi mereka. Pejabat-pejabat tinggi militer yang menaruh simpati atas gerakan ini direkrut. Pada bulan Januari 1969, isu-isu tentang rencana gerakan revolusi telah meluas di masyarakat. Terlebih saat pemimpin revolusi memastikan apakah the Free Unitarian Officer Movement telah sukses memegang kendali di semua unit angkatan bersenjata dan apakah mereka juga bisa mengumpulkan sejumlah informasi penting personel, kekuatan militer serta amunisi yang dibutuhkan untuk kelanjutan proses revolusi.18 Awalnya, revolusi direncanakan pada bulan Maret 1969, namun beberapa kali ditunda. Tanggal 12 Maret ditangguhkan karena penyanyi popular Mesir, Umi Kulsum, hendak mengadakan konser di Tripoli dalam rangka dukungan terhadap organisasi perlawanan Palestina, Al-Fatah, dan konser itu sendiri mendapat banyak dukungan dari para pejuang nasionalis Arab. Beberapa hari kemudian dibulan yang sama sebenarnya revolusi sudah akan dilancarkan pada tanggal 24 Maret 1969, Revolusi Libya belum juga menuai sukses karena ketidaksiapan anggota pergerakan Tripoli. Dan selanjutnya di bulan Agustus, rencana kudeta lagi-lagi dibatalkan karena pemerintah sedang giat-giatnya melakukan investigasi intelegen militer. Para pejabat militer dan sipil, dan setidaknya satu komplotan lain yang juga merencanakan revolusi, nampaknya 18 Amien Rais, Politik dan Pemerintahan di Timur Tengah, (Yogyakarta: Studi Sosial PAU-UGM, 1988) Hal. 152. 27 telah mencium rencana para “Perwira Bebas” (The Free Unitarian Officer Movement).19 Revolusi menuai hasilnya pada tanggal 1 September 1969. kunci keberhasilan revolusi Libya terletak pada empat alasan: pertama, kerahasiaan persiapan revolusi, kedua: kebulatan tekad The Free Unitarian Officers20 untuk mencapai kemenangan atau mati, ketiga: dukungan dan sambutan oleh seluruh lapisan masyarakat, keempat: kecepatan mengambilalih kendali kekuatan militer pribadi raja. Pada saat terjadinya revolusi, Raja Idris sedang berada di Ankara, Turki, untuk berlibur. Dia tidak mampu berbuat sesuatu untuk menyelamatkan monarkinya. Meskipun sempat meminta bentuan Inggris supaya dia dapat kembali memimpin Libya tetapi Inggris tidak menyanggupinya. Di lain pihak, Muammar Qaddafi, kolonel muda yang masih berusia 27 tahun, dalam waktu singkat berhasil merebut hati rakyat Libya. Mayoritas rakyat nampaknya sudah menerima kepemimpinan Qaddafi. Terhadap Raja Idris Pengadilan Rakyat bahkan menjatuhkan hukuman mati di Absentia.21 Muammar Qaddafi kemudian mengumumkan pembentukkan republik Arab Libya dan menjanjikan kebebasan, persatuan, persamaan serta keadilan sosial. Qaddafi menyatakan bahwa revolusi tidak dimaksudkan untuk menentang 19 Harris, Lilian Craig, Libia : Qadhafi’s Revolution & The Modern State, (Colorado : Westview, 1986), Hal. 15. 20 Penamaan kedua penyebutan terhadap The Free Unitarian Officer dan Free Unionist Officer tidaklah ada perbedaan keduanya mengandung arti yang sama yaitu Gerakan Kesatuan Pekerja dan Pembebasan. 21 Muscat, Frederic, Muammar Qadhafi, (Jakarta : Beunebi Cipta, 1988). Hal. 204. 28 negara manapun, perjanjian dan hukum internasional, tetapi hanya merupakan masalah internal Libya. Pada minggu-minggu pertama usai revolusi, sejumlah sipil moderat dan perwira tentara ditunjuk menduduki posisi kabinet. Pada bulan Desember 1969 terjadi konfrontasi antara Free Unionist Officers dan Kabinet ketika Perdana Menteri dan sejumlah Menteri Kabinet dituduh merencanakan perebutan kekuasaan. Mereka kemudian ditangkap dan keesokan harinya semua kekuasaan diserahkan kepada Revolusionary Command council (RCC) yang para anggotanya berasal dari Free Unionist Officers tepatnya pada 1 September 1969, kemudian membentuk pemerintahan di bawah Dr. Mahmud al-Magrebi, Qaddafi menjadi Presiden Libya dengan Abdul Jallud sebagai orang kedua dalam struktur kekuasaan Libya.22 Pemerintahan baru Libya menegaskan bahwa identitas negeri sebagai bagian dari negara Arab dan agama resminya adalah Islam. Libya tetap melanjutkan pelarangan terhadap keberadaan partai-partai politik. Libya menolak tegas mempublikasikan penafsirannya paham sosialis Arab yang mengintegrasikan prinsip Islam dengan reformasi sosial, ekonomi dan politik. Libya telah mengubah penampilan politiknya yang semula terkesan negara tradisional konservatif dan menjadi nasionalis radikal. 22 Amien Rais, Politik dan Pemerintahan di Timur Tengah, (Yogyakarta: Studi Sosial PAU-UGM 1988), Hal. 152. 29 C. Gambaran Singkat Libya Pasca Revolusi Bentuk pemerintahan Libya berdasarkan Undang-undang Jamahariyah memiliki kesamaan makna dengan republik, dalam ayat (1) disebutkan, Libya adalah negara Arab, demokratis dan republik yang menempatkan kedaulatan tertinggi di tangan rakyat. Masyarakat Libya adalah bagian dari negara-negara Arab. Tujuan mereka adalah kesatuan Wilayah Libya termasuk bagian Afrika. Sejak penghujung 1987, kepala negara, kepala pemerintahan dan panglima angkatan bersenjata Libya dijabat oleh Muammar Qaddafi yang berperan besar melakukan revolusi militer. Kekuasaan Eksekutif dan Legislatif dijalankan oleh Kongres Rakyat Umum (General People’s Congres) yang bersidang beberapa kali dalam setahun.23 Kongres Rakyat Umum menggantikan Dewan Komando Rakyat yang menjadi Dewan Rakyat Umum, mengangkat Perdana Menteri dan Menterimenteri. Tugas lainnya adalah membuat kebijakan-kebijakan umum negara. Keanggotaan Kongres Rakyat Umum berjumlah 1000 orang berasal dari wakil dewan rakyat, kongres rakyat dan dewan revolusi yang lebih rendah (tingkat propinsi dan daerah). Kepemimpinan Kongres Rakyat Umum dipusatkan di Sekretariat Jenderal yang dipimpin seorang sekretaris jenderal. Fungsi kabinet dijalankan oleh Dewan Rakyat Umum. Setelah gubernuran dilarang pada tahun 1975, Libya dibagi dalam tujuh sampai sepuluh distrik-distrik militer (jumlahnya sangat bervariasi sesuai dengan organisasinya). Setiap distrik militer dibagi lagi ke dalam beberapa daerah 23 Muammar Qaddafi, Menapak Jalan Revolusi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000) Hal. 89-94. 30 setingkat kabupaten dan kotamadya, kemudian dibagi lagi dalam kapasitas wilayah desa atau kota. Sejak revolusi 1969, hukum Islam telah menggantikan undang-undang lainnya. Sistem hukum Libya menganut pula peradilan privat, kriminal dan perdagangan. Di Libya terdapat peradilam perorangan (privat), Peradilan Revolusioner dan Peradilan Militer yang menangani persoalan politik. Keberadaan partai politik dilarang. Organisasi masa hampir semua diarahkan ke Arab Sosialist Union. Peran Pemerintahan terhadap perekonomian Libya pada rezim Qaddafi sangat dominan. Salah satunya adalah sebagai pengontrol perusahan-perusahan minyak asing bahkan menasionalisasi perusahaan-perusahaan minyak, contohnya pada tahun 1974, Libya menasionalisasi perusahaan Shell. Sebelumnya, Pada bulan November 1969, telah menasionalisasi seluruh bank milik asing termasuk Arab Bank, Banco di Roma dan Barclay’s bank.24 Fasilitas umum juga dikuasai oleh negara seperti perusahaan penerbangan, komunikasi, bangunan, dan lainnya. Lebih radikal lagi setelah Qaddafi mengeluarkan “Buku Hijau”. Qaddafi mengeluarkan “buku hijau” pada tahun 1977, merupakan filosofi politik dan ekonomi Qaddafi. Di dalamnya berisi gagasan-gagasan tentang pokokpokok pemerintahan dan kritik keras terhadap keberadaan partai politik. Sampai sekarang tidak ada partai politik di Libya. Akan tetapi Qaddafi tetap paling menentukan di Libya, berhubung bukan saja ia menjabat sebagai sekretaris jenderal Majelis Rakyat Umum (General People’s Congress), melainkan juga 24 David E. Long dan Bernard Reich, (Ed) The Government and Politics of the Middle East and North Africa, (United States of America: Weatview Press, 2002). Hal. 376. 31 tetap menjabat presiden. Hal ini karena adanya legitimasi Qaddafi di Libya begitu tinggi yang didapat oleh popularitas dan kepercayaan masyarakat Libya terhadapnya. 32 BAB VI PEMIKIRAN DAN PERAN MU’AMMAR QADDAFI DALAM PERPOLITIKAN DI LIBYA A. Pemikiran Politik Mu’ammar Qaddafi Jika dilihat letak pentingnya Pemikiran Politik Qaddafi lebih didasarkan pada teori yang telah diuraikan dari pada prestasi praktisnya, pada “ Teori Universal Ketiga” yang ditulisnya dalam Buku Hijau terdiri atas tiga bagian yang diterbitkan pada 1975, 1978, dan 1980 yang memperlihatkan konsepsinya tentang politik, ekonomi, dan sosial. Dalam filsafat politiknya, Qaddafi menganggap masyarakat memiliki struktur konsentris dari kumpulan minimal (keluarga) hingga kumpulan global (bangsa); bangsa diperoleh oleh budaya, agama, dan bahasa; penduduk adalah subyek politik yang lebih mulia dibandingkan yang lain. Negara bukanlah suatu hasil alam sedangkan pertalian sosial dapat sewajarnya berubah menjadi identitas nasional yang sadar. Demokrasi harus mengungkapkan kekuatan sejati bangsa. Oleh karena itu, harus ada pemerintahan yang bersifat langsung dari rakyat dan partisipatif tanpa pendelegasian kekuasaan. Karena Qaddafi beranggapan demokrasi pada saat sekarang tidaklah langsung dari rakyat. Akan tetapi, melalui badan perwakilan yang dianggap sebagai kekuasaan diktatoral dari sekelompok minoritas yang nantinya dijelaskan lebih jauh lagi pada pandangannya di pembahasan tentang demokrasi. Inilah premis-premis Jamahiriyah. Menurut Qaddafi, bentuk pemerintahan ini harus diekspor ke luar Libya, pertama di Dunia 33 Arab. Oleh karena itu, percobaan Qaddafi untuk membentuk federasi dengan negara Arab (Sudan, dan Suriah pada 1970; Mesir dan Sudan pada 1971; Mesir pada 1972; Tunisia pada 1974; Cad pada 1981; Maroko pada 1984) dapat mempunyai arti penting meskipun gagal. Percobaan ini tidak hanya untuk mewujudkan gagasan Nasser tentang persatuan Arab, tetapi juga awal dari era baru massa, yakni era Jamahiriyyah. Propaganda Qaddafi, terutama di Afrika, menekankan peran Arab sebagai unsur antikolonialisme, dan kewajiban etis untuk membagi kekayaan dan sumber daya dengan merata. Meskipun tidak diterapkan di Libya sendiri, model ini memiliki teoritis yang penting yang terlihat dalam gerakan fundamentalis yang berkembang sekarang. Masyarakat ideal yang dicita-citakan oleh Qaddafi menolak perjuangan kelas dan berdasarkan solidaritas. Dalam pandangan ini martabat individu adalah esensial. Tidak ada yang dapat memaksa manusia untuk jatuh ke dalam kondisi perbudakan, karena itu dia menolak pekerjaan berdasarkan upah. Secara tak sadar mempromosikan masyarakat “borjuis kecil”, aspek sosial dari teorinya telah meraih sukses di dalam negeri; dia membantu unsur masyarakat yang kurang beruntung, seperti wanita dan kaum muda untuk mengambil peran yang lebih aktif. Sebagian dukungan untuk kebijakannya di Libya berdasarkan kebijakan ini. Masalah kekayaan secara logis berkaitan dengan gagasan Qaddafi tentang masyarakat. Kebutuhan primer harus dipenuhi dan dalam makna ini, mungkin 34 dibicarakan pendekatan sosialis pada ekonomi. Kesetaraan ekonomi adalah tujuannya.25 Karena pemikiran Qaddafi lebih terletak pada tulisannya dalam Buku Hijau maka di sini penulis mencoba menjelaskan pemikirannya dari bab I (Demokrasi), bab II (pembahasan masalah Ekonomi), dan bab III (Pembahasan masalah Sosial). A. 1. Demokrasi Seperti yang telah ditulis oleh Qaddafi pada Buku Hijaunya bahwa bentuk pemerintah adalah masalah terpenting yang dihadapi masyarakat. Di sini ia menggambarkan ke dalam tingkat yang lebih rendah dari interaksi manusia yaitu keluarga. Dan tingkat yang lebih tinggi seperti negara dan bangsa modern. Qaddafi sendiri memandang masyarakat belum bisa menemukan semua bentuk final terhadap masalah demokrasi. Dan ia menyatakan lebih jauh lagi bahwa semua bentuk pemerintahan modern adalah hasil perjuangan dengan berbagai bentuk dan ideologi awal kekuasaan. Walaupun perjuangan itu berlangsung secara damai, tetapi lebih banyak dengan aksi kekerasan di antara kelas-kelas sosial, partai politik, aliran agama dan individu-individu di antara satu sama lain. Yang pada akhirnya akan menghasilkan kemenangan untuk satu partai atas lainnya, yang berakhir dengan kekalahan rakyat atau kekalahan bagi demokrasi sejati. Dan perjuangan itupun mencapai pada kebangkitan demokrasi parlementer. 25 John L. Esposito, Ensiklopedi Oxpord Dunia Islam Modern Jilid III, (Bandung: Mizan, 2001). Hal. 42. 35 Di sini pula ia masih menganggap demokrasi perwakilan sebagai demokrasi yang salah, baginya sistem perwakilan pemerintahan tidak lain adalah kekuasaan diktatoral sekelompok minoritas terhadap mayoritas atau sebaliknya. Seperti 51 persen penduduk memilih seseorang dan 49 persen tidak memilihnya, maka 49 persen rakyat akan ditolak haknya untuk diwakili oleh seorang yang dapat diterima oleh mereka. Selanjutnya iapun menganggap kampanye pemilu hanya sebagai bentuk penghasutan rakyat karena hanya kelompok kaya yang bisa memasukinya.26 Qaddafi juga menyatakan di dalam Buku Hijaunya bahwa:” hendaknya tidak ada perwakilan atas nama rakyat, perwakilan adalah sebuah penipuan. Pernyataan itu mengartikan bahwa demokrasi adalah kedaulatan langsung bagi rakyat. Bukan kedaulatan perwakilan, sementara perwakilan nasional ataupun parlemen didirikan melalui distrik, melalui partai politik atau koalisinya, atau melalui penunjukan. Dari sinilah terletak demokrasi yang salah atau keliru baginya. Karena anggota dari majelis perwakilan yang hanya mewakili partai atau koalisi mereka. Dan bukan mewakili rakyat. Ia sendiri melihat banyak partai, baik parpol, agama atau sosial, merupakan penghalang bagi kemajuan. Sama halnya dengan suku atau kelompok agama. Yang membedakan mereka terletak pada hubungan darah. Walaupun keduanya bersumber dari rakyat yang memiliki kepentingan yang sama, seperti pendidikan, keyakinan atau ideologi. Mereka semua bergabung kepada suatu 26 Muammar Al-Qaddafi, The Green Book, (Tripolli: Mateu Cromo). Hal. 5-6. 36 partai atau kelompok aksi dan bukanlah semata-mata mengabdi kepada rakyat tetapi hanyalah ingin mencari kepentingan pribadi. Selanjutnya Qaddafi juga menganggap partai politik adalah sebuah kegagalan demokrasi. Karena partai-partai politik merupakan bentuk terakhir dari kekuasaan. Apatahlagi dengan adanya persoalan kekuasaan partai minoritas yang menjadi lebih buruk dengan keberadaan partai yang semakin beragam. Karena dengan adanya peningkatan kuantitas partai politik hanya akan menghasilkan kenaikan intensitas perebutan kekuasaan pula. Hal yang demikian partai yang berusaha mendapat kekuasaan sering mengakibatkan kerusakan berbagai hal yang telah dicapai oleh rakyat, yang akan mendapatkan kekuatan politik bagi dirinya sendiri. Ada sebuah jawaban terhadap masalah demokrasi yang merupakan bentuk pemerintah di dalam Buku Hijaunya yaitu komite dan kongres. Ia menyatakan: “ kongres rakyat hanya satu-satunya cara untuk mencapai demokrasi kerakyatan. Semua bentuk pemerintahan yang berlaku di dunia saat ini tidak demokratis sampai mereka beralih kepada sistem ini. Kongres rakyat sendiri merupakan akhir perjalanan panjang pencarian rakyat terhadap demokrasi. Bentuk pemerintahan itu merupakan eksperimen baru dalam demokrasi yang bersandarkan pada “kedaulatan rakyat secara langsung” yang telah disahkan di bulan Maret 1977, sebagai dasar dari sistem politik dalam “ Persatuan Rakyat Arab-Libya Sosialis. Bentuk negara Libya itu secara resmi diumumkan kepada dunia dalam sebuah iklan satu halaman penuh di “Christian Science Monitor” 37 pada tanggal 7 April 1977, kata terakhir dari fase yang panjang ini bukan berarti “kiri”, tetapi “Republik Sosialis”. Pemberian nama baru itupun dimaksudkan untuk membedakan Libya dari sebuah negara republik yang dipimpin seorang presiden. Di dalam negara yang disebut juga Jamahir (rakyat atau masa) itu, setiap orang adalah penguasa, dan tidak ada budak, pembantu ataupun orang yang diremehkan. Struktur masyarakat baru Libya pun cukup komplek dan agak tidak praktis. Dikarenakan bentuk pemerintahannya masih dalam masa percobaan.27 Pada tahun yang sama Qaddafi mengeluarkan dektrit yang berisi larangan adanya partai politik, termasuk Arab Socialist Union (ASU) yang didirikan oleh Qaddafi tahun 1971. sebagai sarana partisipasi politik, dan sesuai dengan buku hijau jilid pertama, Qaddafi kemudian membentuk Komite Rakyat, Komite Umum Rakyat, Kongres Rakyat (parlemen lokal), dan Kongres Umum Rakyat. Qaddafi sendiri menjabat sebagai Sekretariat Jenderal Kongres Umum Rakyat dan tetap sebagai kepala negara, dan biasanya disebut sebagai “pemimpin” atau “saudara kolonel”. Diakhir tahun 1977, Qaddafi membentuk Komite Revolusi (Lijan thawriya). Kongres rakyat pada dasarnya merupakan badan legislatif yang bertugas mengesahkan hukum dan membuat rekomendasi yang diteruskan kepada komite untuk dilaksanakan. Komite bisa diartikan badan eksekutif yang menjalankan pemerintahan dan Komite sendiri diawasi oleh kongres lokal yang menunjuk mereka. Setiap komite menunjuk sekretaris jenderal dan dua pembantu sekretaris 27 Muammar Al-Qaddafi, The Green Book, (Tripolli: Mateu Cromo). Hal. 11-16. 38 jenderal. Seluruh sekretaris secara bergiliran menjadi anggota kongres umum nasional. Anggota setiap organisasi, persatuan pekerja atau professional, sindikat, persatuan pelajar dan yang semacamnya, juga memiliki perwakilan di kongres umum nasional. Sementara itu, keberadaan komite atas dasar keputusan kongres lokal, tidak memiliki wewenang politik sendiri. Memang cukup komplek struktur politik demikian, hal ini dirancang untuk memberikan peluang kepada setiap anggota masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan, untuk ikut serta dalam demokrasi langsung itu. Keputusan diambil bukan melalui pemungutan suara tetapi atas persetujuan umum. Karena itu rapat seringkali berlangsung agak lama sebelum keputusan diambil. Ini mungkin merupakan satu alasan mengapa menjadi sulit untuk melibatkan banyak rakyat Libya dalam sistem tersebut. Namun, karena menghormati Kolonel Qaddafi dan para pengikutnya yang terus bertambah terutama di kalangan pemuda, harga birokrasi yang tidak efektif serta pendidikan rakyat yang prosesnya memakan waktu lama ini tetapi dihargai. Qaddafi sendiri mengharapkan bahwa baik kekuasaan legislatif maupun eksekutif di semua tingkatan akhirnya akan berada di tangan seluruh rakyat. “Definisi demokrasi yang usang, yang menganggap bahwa demokrasi adalah pengawasan rakyat terhadap pemerintahan, akan digantikan oleh definisi yang benar, yaitu demokrasi adalah pengawasan rakyat terhadap diri mereka sendiri. 39 A. B. Pembahasan Masalah Ekonomi Secara umum dunia dewasa ini dikuasai oleh dua kekuatan yang di wakili oleh kekuatan sistem Kapitalis dan Marxis. Qaddafi sendiri berpendapat bahwa dunia dari waktu ke waktu hanya berusaha menukar suatu ideologi atau sistem dengan ideologi atau sistem yang lain, tetapi tidak merubah realitas. Melihat dari dua kekuatan tersebut Kapitalis dan Marxis, keduanya memang tampak berbeda satu sama lainnya, tapi pada kenyataanya mereka adalah dua sisi mata uang. Keduanya mengeksplotasi rakyat, tak peduli dengan melalui banyak majikan seperti pada sistem Kapitalis, atau hanya melalui satu majikan seperti pada sistem Marxis. Keadaannya selalulah sama, kaum buruh dibayar dengan upah tertentu atas pekerjaan mereka, baik pekerjaan untuk perusahaan pribadi atau pun untuk negara sebagai satu-satunya majikan. Negara kaum Marxis didirikan melalui penggunaan kekerasan yang tak terhitung. Kekerasan tersebut digunakan untuk memisahkan seseorang dari kehidupan tradisionalnya, dan mengkondisikannya kembali sebagai sebuah robot. Pada akhirnya tidaklah dapat dipungkiri bahwa rakyat, cepat atau lambat, akan memberontak melawan sistem tersebut. Indikasinya adalah terjadi di Hungaria, Yugaslavia dan Polandia. Sistem Komunis dan Kapitalis sama saja baik dalam hal kepemilikan rakyat, pemerintahan dan negara. Keduanya memiliki angkatan bersenjata dan polisi, yang digunakan sistem Kapitalis untuk melindungi kepentingan golongan kaya, dan oleh sistem Marxis untuk melindungi partai berkuasa. Akhirnya dalam kedua sistem tersebut rakyatlah yang bekerja keras tanpa mampu mengurusi 40 urusan sendiri. Mereka malah diatur oleh administrasi atau pribadi yang mewakili Negara, atau perusahan pribadi yang eksploitatif.28 Dari inilah Qaddafi mencoba untuk memulai pembicaraannya mengenai persoalan ekonomi dengan sebuah kritik tajam terhadap semua sistem ekonomi yang berlaku di dunia saaat ini. Ia menyatakan bahwa meskipun telah ada tindakan-tindakan seperti keamanan sosial, penetapan upah minimum, pengaturan jam kerja, hak untuk berunjuk rasa, serta pembatasan atau penghapusan kepemilikikan pribadi, persoalan terpenting tetap tak terpecahkan. Persoalan tersebut adalah kebebasan manusia. Keadilan memang telah diraih melalui perbaikan semacam sistem yang ada. Tetapi hubungan antar buruh atau teknisi dengan produsen tetap merupakan hubungan antara pelayan dan majikan saja. Semua perbaikan dalam hal ini tak lebih dari tindakan setengah hati, yang lebih mencirikan kedermawanan dibandingkan pengakuan akan hak buruh. Pada dasarnya para buruh memang diberikan upah sesuai dengan barang yang mereka hasilkan. Mereka tidak diizinkan untuk mengkonsumsi barang mereka sendiri karena mereka telah menjual haknya untuk memperoleh upah yang rendah. Qaddafi memberikan pendapat bahwa ia yang memproduksi barang harus menjadi konsumen produknya dan walaupun ada kemungkinan peningkatan pendapatan buruh, tetap saja mereka dalam jalan perbudakan. Dari itu seluruh peningkatan dalam upah atau keamanan kerja tak lebih sebagai hadiah kedermawanan dari si kaya kepada buruhnya. Hanya ketika pemilikan berada di tangan rakyat, yang diatur oleh kongres dan komite yang berasal dari rakyat yaitu 28 Ayoub, Mahmoud, Islam dan Teori Dunia Ketiga : Pemikiran Keagamaan Muammar Qadhdhafi, (Bogor : Humaniora Press, 1991). 72-74. 41 mereka sendiri, disinilah para buruh menjadi mitra dan bukan pencari nafkah. Dewasa ini para buruh semata-mata hanya melayani negara mereka, atau bisnis si kaya, atau partai politik yang telah merampas kedaulatan dan kekayaannya. Karena itulah, pemecahan final masalah tersebut adalah menghilangkan pencarian nafkah sehingga dapat membebaskan manusia dari perbudakannya. Dalam penyelesaian masalah ekonomi sosialis, Muammar Qaddafi menjelaskan dalam Buku Hijau dengan mengemukakan kerja sebagai pengukur upah (dikenal sebagai nilai kerja). Peristiwa ekonomi umum yang terjadi yaitu para pekerja mendapatkan gaji dan jaminan sosial lainnya, padahal hal itu hanya merupakan sumbangan yang diberikan oleh orang kaya atau pemilik badan usaha.29 Qaddafi juga menyadari bahwa taraf kehidupan pekerja sejak Revolusi Industri menanjak naik secara dramatis. Pekerja-pekerja itu kemudian memperoleh pembagian waktu kerja yang pasti, uang lembur, tempat tinggal, pembagian keuntungan, keikutsertaan dalam menejerial, asuransi dan hak-hak lainnya. Perubahan-perubahan drastis juga terjadi dalam hal kepemilikan termasuk pemindahan kepemilikan dari swasta ke negara. Kendatipun perubahan signifikan telah bergulir, hubungan dasar antara pekerja-seorang yang gaji dan pengusaha pihak yang menggaji masih menyisahkan bentuk perbudakan. Bahkan, di negara manapun yang mempunyai usaha ekonomi dan pendapatan yang semestinya dikembalikan untuk kesejahteraan masyarakat pekerja. Seseorang yang membantu proses produktif 29 Muammar Qaddafi, The Green Book, (Tripolli: Mateu Cromo). Hal. 73. 42 yang mendatangkan keuntungan pihak lain kebanyakan masih tetap menghadapi dilema perbudakan. Solusi yang diterapkan Qaddafi yaiu dengan melarang sistem penggajian. Titik perhatiannya diarahkan pada kontribusi para pemetik keuntungan (pengusaha) dalam proses produktif, buruh seharusnya dianggap sebagai mitra dalam proses itu, bukan pelaksana semata (budak), sehingga diharapkan akan tercapai pembagian keuntungan yang sama (berimbang) terhadap hasil produksi. Qaddafi mempercayai bahwa manusia tidak dapat bebas jika seseorang mengendalikan apa yang dibutuhkannya untuk mencapai hidup yang lebih baik. Oleh karena itu, menurut Qaddafi, setiap individu harus mempunyai satu rumah sendiri, satu kendaraan dan pendapatan. Selanjutnya, Qaddafi menjelaskan, individu-individu tidak dapat menjadi buruh karena orang lain akan mengendalikan pendapatannya. Mereka juga tidak diperkenankan memiliki rumah lebih dari satu untuk disewakan, alasannya dengan menyewakan barang berarti mereka telah mengintervensi kebutuhan primer orang lain. Menurut Qaddafi, tujuan aktivitas ekonomi individu yang legitimate adalah mereka mampu memuaskan kebutuhan pribadi tanpa menggantungkan nasib pada pihak di luar dirinya; teori Qaddafi ini juga menafikan adanya perolehan keuntungan surplus. Qaddafi menyatakan, keuntungan dan uang pada akhirnya menghilang seiring dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Pada proklamasi konstitusi tahun 1969 telah diperkenalkan kepemilikan publik, yang merupakan dasar pengembangan masyaraka dan kepemilikan swastasepanjang dalam berusaha tidak eksploitasi. Penerapan pandangan-pandangan 43 baru Qaddafi tentang kepemilikan itu telah dimulai beberapa bulan setelah sosialisasi The Green Book bagian kedua. Pada bulan Mei 1978, sebuah ketentuan hukum diundangkan yang isinya memberikan hak tiap-tiap penduduk Libya untuk mempunyai satu rumah atau sepetak tanah yang diatasnya dapat didirikan bangunan. Kepemilikan rumah lebih dari satu dilarang negara, karena dahulu umumnya rumah-rumah penduduk itu disewakan. Sejak usia memperingati hari jadi revolusi militer Libya ke-9, Qaddafi mengumumkan, sudah saatnya kaum buruh terbebas dari perbudakan, mereka adalah mitra dalam proses produktif dengan mengambilalih kebutuhan produksi yang dijalankan swasta maupun negara. Konsekuensinya, perusahaan-perusahaan di Libya dikendalikan oleh Dewan Rakyat Baru. Masih seputar pendapat Qaddafi melawan eksploitasi adalah larangan aktifitas perdagangan retail. Pemimpin Libya menyarankan para pedagang retail untuk masuk ke wilayah pertanian dan kontruksi. Akan tetapi hasil sekilas dari adanya perubahan tersebut adalah economi chaos dan penurunan tingkat produksi. Qaddafi memegang prinsip melarang gagasan kepemilikan swasta atas tanah. Dengan menggambarkan perbedaan antara kepemilikan dan pemanfaatan. Qaddafi menjelaskan, tanah merupakan harta milik semua masyarakat. Setiap warga dan perwarisnya berhak untuk menggunakan tanah sebagai alat pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Tanah itu milik mereka yang bersedia menggarapnya. Menyewa pekerja sawah tidak diperbolehkan karena akan menyuburkan eksploitasi. 44 Pada dasarnya cita-cita Muammar Qaddafi tentang ekonomi sosialisme secara keseluruhan untuk menghapus efek eksploitasi masa lalu dan menempatkan Libya dalam tuntunan untuk mendapatkan masa depan masyarakat yang sanggup mencukupi kebutuhannya sendiri dalam bidang pertanian, industri, dan pendidikan. Perhatiannya pada sosialisme intinya adalah bersifat kemanusiaan. Lebih tepatnya dia percaya bahwa Arab Libya tidak dapat mencapai tujuan nasionalnya kecuali apabila kondisi materi mareka adalah sedemikian rupa sehingga mereka dapat memberikan kontribusinya kepada perjuangan nasional.30 Kenyataannya yang ada adalah sekelompok minoritas menguasai kekuasaan tanah dan hal ini akan menjadi kendala bagi kemajuan. Karena semua warga negara harus ikut serta dalam kejayaan negerinya. Sosialisme Libya adalah sesuatu keadaan alam di mana semua warga berada dalam posisi untuk mengembangkan potensi mereka sehingga apabila semua kelas yang tertindas tidak lagi tertindas maka ketika itu mereka dapat bersia-siap membuka jalan ke arah kemajuan dan persatuan.31 A. C. Pembahasan Masalah Sosial Pada bagian pemikiran yang ketiga ini merupakan bagian yang paling penting dan menarik karena terlihat paling teoritis. Di sini ia menampilkan teori 30 W.B Fiser, “Libya”, Dalam TheMiddle East and North Africa, (London: Europe Plication Limited, 1993). Hal. 667. 31 Harris, Lilian Craig, Libia : Qadhafi’s Revolution & The Modern State, (Colorado : Westview, 1986), Hal. 68. 45 dasarnya dengan cara yang sama yaitu masih menggunakan teori-teorinya dalam bidang ekonomi dan politik. Lebih awal Qaddafi menjelaskan masalah struktur masyarakat, ia menuturkan bahwa komponen dasar struktur masyarakat manapun adalah adat (‘urf) dan pemahaman agama yang mendalam. Urf dapat diartikan sebagai identitas kesukuan atau kebangsaan (qawmiyah). Jika adat adalah keseluruhan dari kebiasaan-kebiasaan, maka identitas suku harus dianggap sebagai sintetis dari elemen-elemen tersebut. Dalam sejarah bangsa, elemen-elemen ini menghasilkan perbedaan kepribadian kultural dan histories. Di atas pandangan ini, Qaddafi memulai diskusi dengan mengatakan,”satu-satunya penggerak sejarah manusia adalah faktor sosial dan kesukuan”. Faktor-faktor sosial ini membentuk hubungan dasar diantara unit-unit masyarakat utama, dari keluarga kepada suku dan selanjutnya kepada bangsa. Faktor sosial adalah faktor terpenting dalam sejarah. Tujuan utama yang terdapat dalam semua gerakan sejarah adalah kemerdekaan suatu masyarakat atau suku bangsa dari kekuasaan orang lain. Jadi pergerakan sosial selalu merupakan gerakan kemerdekaan, gerakan yang bertujuan merealisasikan identitas esensial dari kelompok yang kalah atau tertindas. Gerakan modern pada waktu itu sekaligus bersifat kebangsaan sebagaimana gerakan kesukuan atau kemasyarakatan. Mereka adalah gerakan pembebasan yang akan tetap bertahan hingga setiap kelompok suku, masyarakat atau bangsa terbebaskan dari pengendalian oleh semua. Ini berarti, dalam pandangan Qaddafi,” bahwa dunia sekarang sedang melewati suatu periode 46 revolusi bersejarah yang mncerminkan perjuangan kebangsaan, dan bertujuan mendukung kebangsaan.32 Gerakan revolusioner yang bersifat kesukuan atau kebangsaan adalah gerakan sosial yang tepenting dan terkuat, karena gerakan tersebut bersumber kepada identitas suku dan bangsa. Bagi Qaddafi identitas kesukuan merupakan dasar fundamental bagi kelangsungan keberadaan suatu bangsa. Karena itu, dalam hal ini mungkin berguna untuk menganalisa pandangan Qaddafi yang dinyatakan dalam Buku Hijaunya, yaitu pandangan mengenai qawmiyah (identitas kesukuan) dan umamiyah (nasionalisme multisuku atau internasionalisme). Sebuah qawm adalah sekelompok orang atau bangsa yang memiliki bahasa, sejarah dan warisan budaya yang sama. Kata ‘qawmiyah’ derivatif dari qawm yang berarti nasionalisme yang dipahami di Barat. Istilah dan konsep nasionalisme inipun yang dipahami oleh Barat pada dasarnya berasal dari budaya Arab klasik. Sedangkan kata Ummah berarti komunitas masyarakat yang memiliki tujuan, kepercayaan atau nasib yang sama. Bentuk jamak dari ummah adalah umam, yang kemudian menjadi umamiyah, umamiyah sebagai ideologi dianggap oleh Qaddafi sebagai alat imperalisme kapitalis dalam usahanya untuk menguasai dunia. Seperti pernyataan yang ada pada Buku Hijau menyatakan bahwa “gagasan tentang internasionalisme (umamiyah) sesungguhnya adalah suatu bentuk baru neo-imperialisme”.33 Ideologi ini tidaklah menghormati kebangsaan, suku dan batas geografi orang lain, dan bersandar pada prinsip ‘kekuatan dan kebenaran’. 32 33 Muammar Qaddafi, The Green Book, (Tripolli: Mateu Cromo). Hal. 86. Muammar Qaddafi, The Green Book, (Tripolli: Mateu Cromo). Hal. 87. 47 Jadi bangsa yang mengadopsi ideologi ini akan menggunakannya untuk merampas kekayaan bangsa lain dengan alasan bahwa bangsa tersebut, secara tekhnologi tidak mampu mengeksploitasi kekayaan alam mereka sendiri, dan karenanya harus mempercayakannya kepada mereka yang bisa melakukannya. Setelah itu di dalam Buku Hijau itupun mengomentari lebih jauh menolak umamiyah atau konsep aturan internasional yang berdasarkan hanya kepada identitas agama umum. Demikian adanya kecenderungan baru dari kelompok keagamaan dan kesukuan yang mengusung internasionalisme sebagai identitas dunia, yang pada akhirnya tak dapat dipungkiri akan membawa kepada “kehancuran peradaban dan penghilangan banyak entitas sosial.” Dengan demikian Qaddafi menyatakan bahwa bangsa apabila kehilangan identitas kesukuannya akhirnya akan hilang. Paling tidak, bangsa itu akan bertahan sebagai minoritas tertindas. Iapun beranggapan identitas kesukuan dan kesetiaan yang dilahirkannya adalah ibarat gaya gravitasi. Dimana ketika gaya itu hilang, ’galaksi’ yang menghubungkan kelompok-kelompok kesukuan akan hancur. Hal ini karena, kata Qaddafi,”Gaya gravitasi yang mempererat ikatan sosial adalah rahasia dari keberlangsungan eksistensi masyarakat.” Selanjutnya menurutnya, satu-satunya saingan dari faktor sosial umum adalah faktor agama. Agama dapat memberikan jalan lain untuk mempersatukan rakyat. Ia pun mampu mempersatukan kelompok dengan latar belakang budaya dan suku yang berbeda. Tapi pada akhirnya faktor sosial akan berlaku atas agama. Ia pun menyimpulkan,” bagi setiap masyarakat (qawm), mempunyai agama 48 mereka sendiri.”ia menambahkan,”ini adalah harmoni sejati yang dibutuhkan masyarakat. Walaupun ia mempunyai komitmen yang sangat teguh dalam menyebarkan Islam, ia pun tetap menggunakan logikanya dengan menyatakan bahwa prinsip utama adalah setiap orang haruslah memiliki agamanya masingmasing. Hal ini berseberangan yang menciptakan kenyataan sehat dan dapat menimbulkan perselisihan dalam masyarakat yang berlatar berlakang suku sama. Solusi baginya adalah kesetiaan terhadap prinsip alamiah yaitu bagi setiap orang agama meraka. Dengan demikian ada kesesuaian antar faktor sosial dan agama yang menghasilkan keselarasan.aturan dalam kehidupan masyarakat akan tercipta dengan baik, yang memperkenankan agama untuk tumbuh dalam cara yang sehat dan masuk akal.34 Selanjutnya Qaddafi juga menyatakan bahwa salah satu ikatan yang kuat dalam masyarakat adalah perkawinan. Menurutnya perkawinan menjadi prinsip dasar kebebasan manusia, karena di dalam masyarakat dengan latar belakang suku dan agama yang sama, perkawinan membantu menopang kesatuan dan pertumbuhan sosialnya. Karenanya, bagi individu keluarga adalah lebih penting dibandingkan negara. Setelah keluarga, unit sosial yang penting adalah suku. Sekalipun hampir semua masyarakat modern tidak lagi bersifat kesukuan, Qaddafi yakin bahwa suku menjadi unit utama seluruh masyarakat. Ia pun beranggapan bahwa suku adalah sebuah keluarga yang tumbuh sebagai hasil penciptaan. Lebih jauh lagi dia 34 Ayoub, Mahmoud, Islam dan Teori Dunia Ketiga : Pemikiran Keagamaan Muammar Qadhdhafi, (Bogor : Humaniora Press, 1991). Hal. 87. 49 menyatakan bahwa sebuah bangsa kenyataanya adalah suku yang tumbuh melalui proses yang juga tumbuh dan terbagi ke dalam banyak cabang. Dimana ikatan yang sama menghubungkan keluarga juga menghubungkan suku, bangsa bahkan dunia. Di sini ia sedikit menyimpulkan bahwa manusia sebenarnya hidup berdasarkan identitas kesukuan dan kebangsaan. Kebangsaan adalah bentuk kesukuan, dan kesukuan berasal dari ikatan keluarga. Tetapi kekuatan ikatan ini berkurang lambat laun dari unit masyarakat terkecil menuju unit masyarakat terbesar. Setelah itu dalam pembahasan ini Qaddafi juga mengambil unsur dalam masyarakat untuk memperjelas teorinya. Dalam hal ini ia membahas sifat, hak dan kedudukan perempuan di tengah masyarakat. Ia menganggap bahwa laki-laki dan perempuan keduanya adalah sama-sama manusia dan setiap perbedaan kepada mereka adalah merupakan tindakan penindasan yang tidak bisa dibenarkan. Yang membedakannya yaitu bahwa masing-masing memiliki peran yang berbeda dalam masyarakat.35 Selanjutnya ia pun mengatakan bahwa dengan mengabaikan peran sebagai ibu dan menukar perannya dengan pusat perawatan bayi akan menurunkan derajat kemanusiaan dan media alamiah ekspresi mereka. Sang ibu dan rumahnya adalah tempat perlindungan alamiah bagi seorang anak. Karena itu, dengan mengirim anak ke tempat perawatan anak adalah kekerasan terhadap anak dan menjauhkan anak dari kebebasan alamiahnya. 35 Ayoub, Mahmoud, Islam dan Teori Dunia Ketiga : Pemikiran Keagamaan Muammar Qadhdhafi, (Bogor : Humaniora Press, 1991). Hal. 91. 50 Pandangan Qaddafi mengenai perempuan terlihat tradisional. Dimana mereka harus terlihat feminim dan cantik. Dengan demikian setiap pekerjaan yang membutuhkan kekuatan fisik atau pekerjaan kotor yang menutupi kecantikan perempuan adalah tindakan penindasan. Sedangkan ketidakada perbedaan antara laki-laki dan perempuan menurut Qaddafi terletak pada hak dan kebebasannya. Perempuan tidaklah seharusnya dipaksa untuk dinikahi atau bercerai tanpa persetujuan mereka, atau menguasakan melalui otoritas berwenang. dan mereka pun bebas dan mempunyai hak dalam menentukan keduanya. Dan ia pun meramalkan bahwa revolusi dunia akan mengakhiri seluruh keadaan sosial dan ekonomi yang memaksa perempuan melakukan pekerjaan laki-laki, dan supaya mereka memperoleh hak yang sama. B. Peran Mu’ammar Qaddafi Pada Revolusi Libya Peran yang tampak pada Qaddafi dari awal revolusi Libyanya di tahun 1969 tepatnya pada tanggal 18 September, ia memulai dengan menuliskan garis besar progaram politiknya, pada bulan berikutnya, dia memerintahkan kekuatan militer asing untuk meninggalkan wilayah Libya dan menyerukan kenetralan dan persatuan nasional dan Arab. Bebarapa bulan kemudian, tiang-tiang utama ekonomi (bank, klinik, minyak, dll) dinasiolisasikan. Qaddafi sempat bertemu dengan Naser beberapa sebelum kematian Naser (28 September 1970) dan menurut pendapat publik, dia menjadi ahli waris alami Nasserisme; partai-partai politik dilarang dan pada Juni 1971 Uni Sosialis Arab didirikan. 51 Pada kemangkatan Nasser dalam usianya ke lima puluh dua tahun, Qaddafi menciptakan suatu kekosongannya dengan memberikan konsep pemikiran yaitu disini ia menggabungkan nasionalisme Arab dan sosialisme dengan fundamentalisme Islam menurut caranya sendiri. Qaddafi mengibarkan bendera sosialisme Arab dan menggantungkan amat berat sekali kepada alasan Islam untuk pengesahan pembaharuan-pembaharuan dan untuk menegaskan PanArab sebagai pemimpin Pan-Islam. Selama tujuh puluhan, baik dalam maupun luar Libya, ”Republik Arab Libya”, dipandang sebagai negara Arab-Islam. Pengumuman-pengumuman pada masa permulaan dari pemerintahan baru itu menempatkan Libya pada jalan sosialisme Arab yang dibenarkan oleh Islam. Membedakan dirinya dari Marxisme, Qaddafi mengumumkan bahwa kebijaksanaanya sosial dari negara adalah sosialisme Islam:”suatu sosialisme yang terpancar dari agama Islam yang sebenarnya dan juga dari Al-Qur’an. Sekalipun dipengaruhi begitu kuat oleh pemikiran Naser, Qaddafi berjalan di luar garis kepahlawanannya dengan penegasan komponen Islam pada ideologinya.36 Dari sinilah Pada 1971, Qaddafi mencoba memperkenalkan kembali hukum Islam di Libya. Hukum pidana sepanjang kanonik (”batas-batas” dari Allah) diperlakukan dimana potong tangan bagi pencurian, hukum rajam bagi perzinaan. Berbagai peraturan Islam lainnya mengenai pengumpulan zakat dan larangan rente-Bank diumumkan. Walau bagaimanapun, pelaksanaannya masih terbatas, meskipun bunyi pidato dan aktivitas sedemikian rupa, sepanjang kenyataan, jikalau diteliti lebih ketat, meskipun gembar-gembor pemerintah Libya 36 Jhon. L. Esposito, Islam dan Politik, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990). Hal. 218-219. 52 dan kehebohan mass-media Barat sedemikan rupa, hukum Islam itu masih tetap samar secara relatif bagi masyarakat Libya. Apa yang menjadi lebih jelas ialah corak Islam yang berbeda dari apa yang pernah diperkenalkan. Bukan mengikuti thariqat As-Sanusiyah dan bukan pula Islam menurut pandangan para ulama, akan tetapi penafsiran Qaddafi sendiri yang bersifat ideosinkretis mengenai Islam. Pada 1973, langkah-langkah pertama “revolusi rakyat’ dilakukan dan proses ini berakhir dengan proklamasi Jamahiriyah Libya Sosialis Arab. Jamahiriyah dimaksudkan menjadi sistem pemerintahan yang baru; menempatkan kedaulatan di tangan rakyat, Jamahiriyah diungkapkan dengan struktur komite yang cukup rumit, yang mewakili badan negara pengambil keputusan dan pelaksanaan. Akibatnya, perpecahan muncul antara kekuasaan dan revolusi yang sebelumnya bersatu.37 Pada awal tahun 1970-an ini pula Mu’ammar Qaddafi mulai membuang semua jabatan pemerintahannya. April 1974 sebuah keputusan dikeluarkan yang menyatakan dirinya bebas dari fungsi politis, administratif dan protokoler, sehingga ia bisa berkonsentrasi pada pengembangan ideologi revolusionernya. Setelah memastikan saat yang tepat untuk melaksanakan teori politik dan ekonominya (tahun 1976), Mu’ammar Qaddafi mengambil tampuk pimpinan di Dewan Komando Revolusioner dengan mengumumkan dalam perayaan Hari 37 Jhon. L. Espito, Ensiklopedi Oxpord Dunia Islam Modern Jilid III, (Bandung, Mizan, 2001). Hal. 41. 53 Nasional 1 September bahwa Dewan Komando Revolusi akan diganti Kongres Umum Rakyat.38 Hal ini dilakukan karena Mu’ammar Qaddafi ingin memanfaatkan kesempatan agar kelompok-kelompok lain yang saling berlomba menduduki posisi pemerintahan dapat memberi simpati kepadanya. Tujuannya agar mereka tidak mendapat basis kekuatan yang besar dan selain itu Mu’ammar Qaddafi juga ingin mempertahankan kewenangannya. Kongres Umum Rakyat sendiri merupakan pertemuan kongres rakyat, komite rakyat, dan kalangan profesi untuk membuat keputusan kongres rakyat. Di antara tugas-tugas KUR adalah sebagai berikut: - Membuat keputusan-keputusan kongres yang diambil melalui sidangsidang biasa dan luar biasa. - Menyiapkan agenda yang dibuat oleh kongres inti rakyat. - Mengawasi, menilai, dan memilih anggota-angota Komite Umum Rakyat. Adapun tugas-tugas Kongres Inti Rakyat adalah sebgai berikut: - mengeluarkan Undang-Undang di berbagai bidang. - Membuat dan merekomendasi perjanjian-perjanjian yang dibuat antara Libya dengan negara-negara lain. - Memperluas hubungan Libya dengan negara-negara lain. - Meletakkan kebijaksanaan umum dalam berbagai bidang. - Pemperluas posisi Libya terhadap gerakan-gerakan politik dunia. 38 W.B Fiser, “Libya”, Dalam TheMiddle East and North Africa, (London: Europe Plication Limited, 1993). Hal. 667. 54 - Meningkatkan kualitas komitet rakyat, memantau, mengawasi dan mengevaluasi. Dan ada juga yang disebut dengan Komite Rakyat merupakan komite yang menggerakan semua sektor, instansi, badan/lembaga, kemaslahatan umum, perusahan-perusahan dan unit-unit administrasi lainnya yang ada di Libya, atau bisa diartikan juga badan pelaksana ketentuan-ketentuan Kongres Rakyat.39 Sesudah 1977, terdapat dua unsur penting lain: penggantian kebijakan yang kaku dan represif di dalam negeri dengan sikap yang lebih moderat terutama dalam ekonomi; dan kegagalan kebijakan luar negeri Libya (dalam kasus Cad, misalnya). Masalah kedua ini menjadikan kecilnya peran yang dimainkan oleh Libya di Dunia Arab meskipun Qaddafi secara berkala dicap oleh Amerika Serikat sebagai musuh simbolis yang harus dihancurkan dengan segala cara. Tanggapan Amerika Serikat ini kurang-lebih akibat dukungan aktif Qaddafi kepada terorisme internasional oleh kelompok, seperti Pasukan Republik Irlandia, Basque, dan kelompok-kelompok Palestina radikal.40 C. Hubungan Qaddafi Terhadap Negara-Negara Arab dan Internasional C.1. Hubungan Qaddafi – Negara-Negara Arab Hubungan Qaddafi dengan negara-negara Arab lainnya diwarnai dengan upaya-upaya menciptakan persatuan, meskipun ide untuk itu tidak selalu datang dari Libya saja. Pada bulan Desember 1969, Libya, Sudan, dan Mesir berusaha 39 W.B Fiser, “Libya”, Dalam TheMiddle East and North Africa, (London: Europe Plication Limited, 1993). Hal. 667. 40 Jhon. L. Espito, Ensiklopedi Oxpord Dunia Islam Modern Jilid III, (Bandung, Mizan, 2001). Hal. 41. 55 mendirikan sebuah federasi. Disamping untuk memformalkan kesetiaan terhadap prinsip-prinsip persatuan Arab, rezim baru di Libya ini juga hendak mendongkrak legitimasi domestik atas pemerintahan Qaddafi, dengan cara menjalin hubungan dengan Naser, seorang pemimpin terpenting di dunia Arab dalam pandangan masyarakat Libya. Federasi Republik Arab (dengan Mesir dan Syiria) terus dipertahankan oleh Libya untuk mempererat aliansinya dengan Mesir, terutama setelah kematian Naser, Qaddafi berusaha mengambil alih posisi Naser, dan konsekwensinya meningkatkan legitimasi dirinya di dalam negeri. Tahun 1974, Qaddafi dan Pimpinan Tunisia mengumumkan pembentukan Uni Libya-Tunisia setelah sebelumnya Qaddafi dan Presiden Tunisia Habib Bourguiba melakukan pembicaraan. Keduanya berniat untuk menjadikan single state, republik Islam Arab. Rencana ini adalah usulan dari Tunisia dalam upaya menjauhkan Libya dengan Mesir. Ketika hubungan Libya dengan Mesir memburuk pasca perang Arab-Israel tahun 1973, Libya mendesak Tunisia. Akan tetapi rencana itu mendapat tentangan dari dalam negeri Tunisia dan Aljazair. Tahun 1975, Libya dan Aljazair menandatangani pakta pertahanan bersama, Hassi mas’ud Treaty, yang memastikan Libya sebagai sekutu regional. Hubungan kedua negara tampak pada Juli 1977, ketika Mesir menyerang Libya dan menghancurkan instalasi radar Soviet di daerah perbatasan Libya-Mesir, dimana Aljazair memberikan dukungan kepada Libya dan pemboman dihentikan. Sebagai imbalannya, Libya mendukung Aljazair yang sedang konflik dengan Maroko dalam persoalan Sahara Barat.41 41 Hasan Sadily, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta: Ichtiar Bahrulhm, 1990). Hal. 344. 56 Tahun 1981 merger dengan Chad dalam upaya mengakhiri perang antara keduanya. Libya juga ingin memastikan dominasinya atas Chad bagian Utara. Merger Libya-Chad memperburuk hubungan dengan Aljazair. Aljazair menandatangani Treaty of Brotherhood dan Concord tahun 1983 dengan Tunisia dan Mauritania, dengan tidak menyertakan Libya. Pada tahun 1984 Libya dan Maroko membentuk The Arab-African Federation, sebagai reaksi diisolasi Libya dan protes kepada Raja Hasan yang melakukan kontrol terhadap Sahara bagian barat. Pada tanggal 25 Maret 1987, Qaddafi mengakui pemerintahan Presiden Hisene Habre (Chad) dan beberapa hari kemudian pejabat-pejabat tinggi Libya menemui presiden tersebut di Addi Abeda, Ethiopis. Konflik perbatasan dengan Chad tentang Jalur Aozou akan dipecahkan dengan cara yang khusuk dan penuh tanggungjawab. Pada tahun yang sama Libya juga berusaha memperbaiki hubungannya dengan Mesir dan Tunisia. Libya membebaskan tahanan-tahanan Tunisia serta menarik pasukannya, baik dari perbatasannya dengan Tunisia maupun Mesir.42 Tahun 1989, Libya, Tunisia, Aljazair, Maroko, dan Mauritania mengumumkan pembentukan Uni Arab Maghrib (UMA). Uni tersebut dimaksudkan untuk membangun integrasi ekonomi dengan model Uni Eropa. Negara-negara Maghrib ingin meperluas pasar mereka, dan menemukan sebuah outlet alternatif bagi persoalan ketenaga kerjaan. Mereka mendirikan perusahanperusahan bersama, dan proyek-proyek sektor manufaktur contohnya. Libya 42 Hasan Sadily, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta: Ichtiar Bahrulhm, 1990). Hal. 344. 57 menjadi satu-satunya negara yang mampu menyerap surplus regional. Negara ini telah diuntungkan karena perdagangan semakin meningkat. Orang-orang Libya dengan mudah dapat berbelanja barang –barang di Tunisia, terutama yang tidak dapat mereka temukan di Libya. Libya merupakan partner utama dalam investasi the Arab Maghrib Bank, dan mempunyai sejumlah proyek gabungan dengan para tetangganya, termasuk Mesir, di bidang pertanian, transportasi, komunikasi dan lain-lain. Terkait dengan persoalan Konflik Arab-Israel, Libya tidak pernah konfromi dalam pendiriannya menentang Zionisme sebagai nasionalisme agressif, dan mendukung kelompok-kelompok radikal di Palestina. Meskipun dia banyak memberikan bantuan dana kepada PLO, seringkali dia tidak sependapat dengan sikap pemimpin PLO, Yasser Arafat, Qadhdhafi juga menentang inisiatif perdamaian 1993 antara Israel dan Palestina. Namun pada tahun 1993 dia mengirimkan 200 orang Libya untuk berkunjung ke Jerusalem dan mengundang orang-orang Yahudi untuk datang ke Libya.43 C.2. Hubungan Libya-AS (1969-2004) Hubungan Libya-Amerika Serikat sejak Revolusi September 1969 diwarnai konflik dan ketidak percayaan kedua belah pihak terhadap satu sama lainnya. Hal ini dapat dipahami karena Qaddafi sejak awal mempersepsikan Amerika Serika sebagai “penjahat”, yang mempunyai misi mendominasi dunia, 43 Hasan Sadily, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta: Ichtiar Bahrulhm, 1990). Hal. 344. 58 dan sebagai pendukung Zionisme.44 Bagi pihak Amerika Serikat sendiri, Qaddafi adalah sosok pembangkang yang seringkali menentang kebijakan-kebijakannya di Timur Tengah, terutama terkait dengan masalah Palestina-Israel. Faktor-faktor lain penyebab keretakan hubungan kedua negara tersebut adalah beralihnya haluan ekonomi Libya ke arah Sosialisme, isu senjata nuklir, isu terorisme, dan kedekatan hubungan Libya-Unisoviet. Perseteruan Libya-Amerika Serikat dimulai tahun 1970 ketika Qaddafi meminta pangkalan militer asing hengkang dari Libya, yaitu pangkalan Inggris dan Amerika. Setelah dilakukan dialog, Amerika Serikat terpaksa menarik semua tentaranya dari Libya, menyusul pasukan Inggris yang beberapa bulan telah melalui. AS tampaknya sangat “tersinggung” dengan sikap Qaddafi. Beberapa kejadian yang kemudian semakin memperburuk hubungan AS-Libya, antaralain: penghentian bantuan militer AS kepada Libya, perjanjian persahabatan Libya-Uni Soviet (1973), klaim Qaddafi atas perairan Teluk Sidra (1973), dan penyerangan terhadap kedutaan besar AS di Tripoli (1979).45 Pada masa kepresidenan Ronald Reagan, AS melakukan tekanan-tekanan diplomasi, ekonomi, dan militer dengan lebih keras, antara lain: Dua Jet Amerika Serikat menembak jauh dua jet Angkatan Udara Libya diatas laut mediterenia (1981); Amerika menuduh Libya sebagai otak pengeboman the West Berlin descotheque (1983); Amerika menjatuhkan sanksi ekonomi dengan menghentikan 44 Harris, Lilian Craig, Libya : Qadhafi’s Revolution & The Modern State, (Colorado : Westviw, 1986), Hal. 83. 45 Sihbudi, Riza, Islam, Dunia Arab, Iran : Bara Timur Tengah, (Bandung : Mizan, 1991). Hal. 97. 59 impor minyak dari Libya, dan ekspor alat-alat teknologi ke Libya (1985); Amerika membekukan seluruh asset Libya di Amerika (1986); Amerika Serikat melanggar Piagam PBB dan hukum internasional ketika pesawat-pesawat AS memborbadir target-target sipil di teluk Sirte dan sebuah boat penjaga pantai yang sedang melakukan perjalanan rutinnya (1986); Amerika Serikar menembak jatuh 2 pesawat MIG-23 Libya oleh 2 Pesawat Tomcat F-14 dengan 2 Peluru kendali sparrow dan sidewider.46 Eskalasi konflik Libya-AS di bawah Reagen terutama di picu oleh persepsi yang tumbuh di Barat bahwa Libya terlibat dalam mempromosikan terorisme internasional. Keyakinan ini meningkat dengan adanya statemen-statemen sejumlah politisi penting Libya. Kuatnya persepsi tersebut juga disebabkan oleh sikap keras Libya untuk berperan sebagai pemimpin anti-imperalis dan pendukung semua gerakan pembebasan, terutama di Timur Tengah dan Afrika. Di tahun 1980, 1982, 1984, Libya terlibat dalam sejumlah pembunuhan dan upaya-upaya pembunuhan di London, Athena, Roma, Viena, dan di Amerika Serikat.47 Pada awal-awal pemerintahan George Bush (1989), Qaddafi mengungkapkan hastratnya untuk memperbaiki hubungannya dengan AS. Dia meminta AS mengakhiri boikotnya terhadap ekspor minyak Libya dan mengembalikan personel AS ke Libya untuk menjalankan operasi minyaknya. Pada tahun yang sama, Libya juga menyatakan kenginginannya untuk membuka 46 Harris, Lilian Craig, Libya : Qadhafi’s Revolution & The Modern State, (Colorado : Westviw, 1986), Hal. 83. 47 Slughet, Petter & Marion, The Times Guide to The Middle East, (London : Times Books, 1991), Hal. 177. 60 pembicaraan bilateral denga pemerintahan Bush, dan menormalkan kembali hubungan Libya- AS atas dasar saling menghormati.48 Pemerintahan Bush menanggapi tawaran Qaddafi dengan tekanan diplomatik dan militer, terutama terkait dengan isu pengembangan senjata kimia. Bush mengungkapkan keprihatinannya karena Libya tengah memproduksi mustard dan gas syaraf. Dia mengancam akan melakukan serangan militer ke Libya kalau Qaddafi tidak menghentikan proyek senjatanya. Dan sebagai dukungan terhadap tuntutan supaya Libya menyerahkan dua tersangka pengeboman Pan AM 103, pemerintahan Bush turut menyambut Resolusi Dewan Keamanan PBB yang menjatuhkan embargo terhadap Libya. Di pertengahan 1990-an Amerika Serikat kembali menekan Libya dengan mengeluarkan keputusan akan memberi sangksi kepada perusahaan-perusahaan non-Amerika yang berinvestasi di Libya.49 Alasannya terkait dengan tuduhan mengembangkan senjata pemusnah masal. Keputusan ini juga ditujukan kepada Iran. Namun demikian, Mayoritas negara-negara Eropa tidak mendukungnya. Sampai akhir dekade 1990-an, tidak nampak tanda-tanda membaiknya hubungan AS-Libya. Meskipun Presiden Clinton menyambut penyerahan dua warga negara sebagai syarat dicabutnya Embargo PBB, tetapi AS tetap memberlakukan sangsi ekonominya terhadap Libya. Keseriusan Libya untuk memperbaiki hubungannya dengan AS akhirnya membuahkan hasil setelah ditahun 2004 ini Embargo Ekonomi AS terhadap Libya 48 John, Ronald Bruce St, The Middle East Journal, Volume 58. No. 3.(Musim Panas 2004), Hal. 37. 49 David. E. Long & Bernand, The Government and Politics of Middle East and North Africa, (Colorado : Wstview Press, 2002). Hal. 388. 61 dicabut. Libya telah menunjukkan sikap kooperatifnya dengan AS dan PBB dengan mengijinkan PBB menginfeksi dan melucuti senjata pemusnah masalnya, dan membayar ganti rugi secara materi kepada keluarga korban Lockerbi. Dalam pidato kenegaraanya tahun ini, Bush mengatakan bahwa sikap kooperatif Libya untuk memusnahkan semua senjata pemusnah masalnya merupakan salah satu buah dari preemptive-strikes AS ke Irak. C.3. Hubungan Libya Dengan Negara-Negara Eropa Barat Meskipun sejak awal berkuasa telah dikenal anti pengaruh Barat, Qaddafi terus mengintensifkan hubungan dagangnya dengan negara-negara Erapa. Apalagi ketika hubungan Libya dan AS memburuk, Eropalah yang menjadi tujuan utama ekspor dan impor barang. Di antara negara Eropa yang menjadi sasaran ekspor dan impor adalah Italia, Jerman, Spanyol, Prancis, dan Inggris. Kendatipun demikian, hubungan Libya dengan Negara-Negara Eropa Barat tak urung diwarnai ketegangan. Dengan Inggris, benih-benih konflik sudah ada sejak masa-masa awal pemerintahan Qaddafi, yaitu ketika Qaddafi meminta pangkalan militer Inggris hengkang dari Libya. Di tahun 1984, hubungan diplomatik Libya-Inggris terputus karena Libya dituduh sebagai pelaku penembakkan seorang polisi wanita, Yvonne Fletcher, di London.50 Peristiwa lain yang paling berpengaruh terhadap memburuknya hubungan kedua negara ini adalah peristiwa pengeboman pesawat Pan AM 23 di Lockerbie (1988), di mana banyak di antara penumpangnya adalah warga Inggris. Libya juga 50 W.B Fiser, “Libya”, Dalam TheMiddle East and North Africa, (London: Europe Plication Limited, 1993). Hal. 667. 62 dituduh Inggris sebagai pihak yang bertanggungjawab atas penembakan seorang polisi wanita di depan kedutaan Libya di Inggris. Bersama dengan AS, Inggris adalah negara yang sangat berperan dalam mendorong PBB untuk menjatuhkan embargo terhadap Libya. Di tahun 1996, Inggris diduga menjadi dalang usaha pembunuhan terhadap Qaddafi.51 Inggris kembali membuka hubungan diplomatiknya dengan Libya di tahun 2000, dengan harapan dapat kembali memulihkan hubungan bilateralnya dengan Libya. Libya berseteru dengan Perancis karena dituduh terlibat dalam pengeboman pesawat UTA milik Perancis tahun 1989, yang meledak di Nigeria. Empat warga Libya yang menjadi tersangkanya dinyatakan bersalah in absentia oleh pengadilan Perancis. Atas peristiwa ini, Perancis meminta PBB untuk mengeluarkan resolusinya. Perancis, bersama AS dan Inggris, turut mendorong diberlakukannya sanksi PBB atas Libya. Di tahun 1996, Muammar Qaddafi mengirim surat kepada Presiden Perancis, menyatakan kesediaanya untuk bekerja sama dalam menuntaskan kasus peledakan UTA. Beberapa bulan kemudian, hakim Perancis, Le Borgir, pergi ke Libya untuk melakukan investigasi. Sejak itu, Libya-Perancis terus melakukan beberapa kali pembicaraan hingga akhirnya terjadi kesepakatan. Di tahun 1999 Libya-Perancis mencapai kesepakatan tentang penyelesaian insiden UTA. Libya membayar $ 33 juta sebagai konpensasi terhadap keluarga korban. Sejak peristiwa itu, Perancis cukup berperan dalam proses pencabutan sanksi PBB atas Libya. 51 W.B Fiser, “Libya”, Dalam TheMiddle East and North Africa, (London: Europe Plication Limited, 1993). Hal. 667. 63 Negara Eropa yang nilai ekspor-importnya tertinggi adalah Italia. Dari negara yang pernah menjajah ini, Libya mengimpor banyak bahan pangan. Disamping mengekspor minyak, Libya di Italia membeli 2300 pom bensin di tahun 1993 Pada pertengahan 1990-an, negara-negara Eropa menentang rencana Amerika untuk memberikan sanksi kepada perusahaan-perusahan asing yang menanamkan investasi pada sektor minyak di Libya dan Iran. Tak dapat dipungkiri, proses pencabutan embargo PBB banyak dibantu oleh negara-negara Eropa. Dan segera setelah sanksi PBB dicabut pada tahun 1999, negara-negara Eropa meningkatkan hubungannya dengan Libya. C.4. Hubungan Libya-Uni Soviet Meskipun sering mengkritik ideologi komunis, dan yakin Uni Soviet merupakan “imperalist power”, Qaddafi tak pelak beralih ke Uni-Soviet, seiring semakin buruknya hubungan Libya-Amerika Serikat. Kenapa ke Soviet? Pada saat jamuan makan malam di Uni Soviet Jalloud, Perdana Menteri Libya, menegaskan bahwa Libya memerlukan Militer Uni Sovet dan dukungan politik supaya dapat lepas dari isolasi yang diciptakannya di Afrika Utara. Di samping itu, Semakin dekatnya hubungan Mesir dan Amerika Serikat telah membuat posisi Libya terancam di antara dua api. Libya menurut Jalloud, “under pressure from imperalist and reactionary forces”. 52 52 Halley, P. Edward, Qadhafi & The U. S. Since 1969, (New york : Praeger, 1984). Hal. 60. 64 Kesepakatan Libya dan Uni Soviet didasarkan atas beberapa kesamaan kepentingan, di antaranya adalah terkait dengan bantuan terhadap Palestina dan penentangan terhadap Israel dan Amerika Serikat. Di samping itu, keduanya juga mulai merencanakan kerja sama ambisius di bidang ekonomi, sains, teknik, dan militer. Kendatipun demikian, dalam penyelesaian kasus Palestina Libya dan Uni Soviet memiliki perbedaan. Uni Soviet di tahun 1970-an menawarkan tiga poin perencanaan: pertama, penarikan Israel dari seluruh teritorial yang didudukinya sejak tahun 1967; kedua, pengakuan terhadap hak-hak sah rakyat Palestina, termasuk pembentukan negara Palestian; ketiga, jaminan keamanan dari seluruh negara, termasuk Israel, terhadap wilayah Palestina. Sedangkan dari pihak Qaddafi hanya ada satu poin: “hancurkan Israel”. Libya bukan satu-satunya negara Timur Tengah yang mendapatkan senjata dari Uni Soviet, namun nilai pembelian senjatanya dari Uni soviet paling tinggi, tiga kali lipat dari Aljazair, dan delapan kali lebih besar dari Mesir. Walhasil, Libya, bersama Irak, kemudian menjadi sekutu terkuat Uni Soviet di tahun 1970an. Para analis menunjukkan bahwa Uni Sovet mulai mengangkut persenjataan perang ke Libya di pertengahan tahun 1970, bukan hanya karena kesal setelah dicampakkan oleh Mesir, tetapi negara ini ingin turut mencicipi uang penjualan minyak Libya. Patut diperhatikan, sejumlah kesepakatan Uni Soviet 65 dengan negara-negara penghasil minyak hampir selalu disimpulkan atas dasar materi.53 Jalinan Libya dengan Uni Soviet berimbas positif terhadap hubungan Libya dengan negara-negara komunis lainnya. Libya mengakui Jerman Timur (1973) dan Korea Utara (1974). Pada tahun 1974, Libya membangun hubungan diplomatik dengan Rumania dan menandatangani beberapa kesepakatan bilateral. Pada tahun 1975, Libya mengakui Vietnam Utara. Presiden Libya juga kemudian menjadi akrab dengan Presiden Kuba, Fidel Castro. Meskipun menolak permintaan Uni Sovet untuk membangun pangkalan militernya di Libya tahun 1979, Qaddafi acapkali memberi peringatan kepada Barat bahwa dia akan memberi perlakuan istimewa kepada Uni Sovet apabila Barat terus mengancamnya. Angkatan Laut Soviet telah menikmati akses ke pelabuhan Libya, dan Qaddafi mengijinkan pesawat-pesawat Uni Soviet terbang dari pangkalan-pangkalan udara Libya dalam rangka memonitor aktivitas angkatan laut NATO, dan menggunakan pangkalan-pangkalan Libya dalam “air supply operations” di Afrika.54 Di tahun 1986 Qaddafi telah menyadari bahwa Uni Soviet tidak dapat lagi diandalkan sebagai partner utamanya dikarenakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi Libya dalam berinteraksi dengan negara-negara Barat. Akibatnya, Libya 53 William Zartman, A.g. kluge, “Heroic Politics: The Foreign Policy of Libia,” dalam “The Foreign Policies of Arab States” Korani, Baghat and Dessouki, Ali. E. Hallai. (Colorado : Westview Press, 1993). Hal.. 250. 54 Harris, Lilian Craig, Libya : Qadhafi’s Revolution & The Modern State, (Colorado : Westviw, 1986), Hal. 97. 66 bersiap-siap untuk meninggalkannya.55 Hubungan Libya-Soviet juga menjadi memburuk disebabkan Libya mulai sering menunggak utangnya. Sejak tahun 1992 Rusia menghentikan penjualan senjatanya kepada Libya sebagai penghormatannya kepada sanksi PBB. 55 Slughet, Petter & Marion, The Times Guide to The Middle East, (London : Times Books, 1991), Hal. 181. 67 BAB V KESIMPULAN Berdasarkan bahasan-bahasan pada Bab I. II, III dan IV, tentang kontribusi Muammar Qaddafi dalam revolusi Libya, kini penulis kemukakan beberapa kesimpulannya antara lain: 1. Konsepsi Muammar Qaddafi tentang politik, ekonomi dan sosial yang tertuang dalam buku hijaunya yang terdiri atas tiga bagian, diterbitkan pada 1975, 1978 dan 1980. 2. Perannya setelah terjadinya revolusi Libya memberikan kebijakan dengan mengusir kekuatan asing yang berada di wilayahnya, menyerukan persatuan nasional dan memberikan konsep pemikirannya dengan menggabungkan nasionalisme Arab dan sosialisme dengan fundamentalisme Islam menurut caranya sendiri. 3.kebijakannya dalam memperkenalkan kembali hukum Islam di Libya pada tahun 1971. Hukum Islam yang masih samar secara relatif bagi masyarakat Libya. Corak Islam yang berbeda dari apa yang pernah diperkenalkan. Bukan mengikuti Thariqat As-Sanusiyah dan bukan pula Islam menurut pandangan para ulama, akan tetapi penafsiran Qaddafi sendiri yang bersifat ideosinkretis mengenai Islam. 4.Qaddafi menggantikan Dewan Revolusi Rakyat dengan Kongres Umum Rakyat dan juga membentuk Komite Rakyat menggunakan sistem pemerintahan yang agak rumit. 68 dengan 5.Hubungannya dengan Negara-Negara Arab dalam mempersatukan kekuatannya dengan membentuk berbagai persatuan Uni Arab, kemudian juga hubungannya dengan AS sejak revolusi memang sudah diwarnai konflik dan ketidakpercayaan dari kedua belah pihak yang berakhir dengan sikap kooperatifnya terhadap kebijakan AS dan PBB menginfeksi dan melucuti senjata pemusnah massal, sedangkan hubungan dengan Negara-Negara Eropa Barat yang menjadi tujuan utama ekspor dan impor barang ketika hubungan Libya dan AS memburuk dan terakhir hubungannya dengan Uni Soviet terutama keperluaanya terhadap kekuatan Militer dan dukungan politiknya dalam melepaskan diri dari isolasi yang diciptakannya di Afrika Utara. Dari beberapa hubungannya dengan berbagai negara-negara itu menjadikan perhatian dunia Internasional terhadap kebijakankebijakan yang diambil oleh Qaddafi. 69 70