Bab Tiga (Chapter Three) Melanjutkan Dengan Benar (Continuing Properly) Selama bertahun-tahun dalam banyak cara, tanpa sadar saya melakukan hal-hal yang menentang tujuan yang Allah inginkan saya kejar, yakni tujuan melakukan pemuridan. Namun perlahan-lahan, Roh Kudus dengan kasih karunia membukakan mataku terhadap setiap kesalahan saya. Hal yang saya pelajari adalah: Saya harus menanyakan segala sesuatu yang telah saya pelajari dan yakin dalam terang Firman Tuhan. Banyak tradisi kita, lebih dari apapun lainnya, membutakan kita terhadap perkataan Allah. Yang lebih buruk adalah perasaan bangga kita yang berlebihan terhadap tradisi-tradisi kita, dan keyakinan kita yang rada dalam kelompok elit yang lebih memahami kebenaran dibandingkan orang-orang Kristen lain. Seperti ucapan seorang guru yang sangat menyinggung perasaan, “Sekarang ini, ada 32,000 denominasi gereja di dunia. Tidakkah saudara beruntung menjadi anggota satu denominasi yang benar?” Akibat kesombongan kita, Allah menentang kita, karena Ia menentang orang-orang sombong. Bila kita ingin maju dan sepenuhnya siap berdiri di hadapan Yesus, kita harus merendahkan diri kita. Allah memberikan kasih karunia kepada mereka. Perhatikan Peranan Pendeta (The Role of the Pastor Considered) Tujuan pendeta dalam pemuridan adalah membentuk segala sesuatu yang dilakukannya dalam pelayanan. Ia harus terus bertanya kepada dirinya, “Bagaimana caranya hal yang sedang saya lakukan dapat berkontribusi kepada proses pemuridan untuk orang-orang yang akan menaati semua perintah Yesus?” Bila pertanyaan itu diajukan dengan jujur, maka banyak hal perlu dihilangkan yang mengatas-namakan kegiatan Kristen. Perhatikan pelayanan seorang pendeta/penatua/penilik,1 yang memfokuskan 1 Tampak jelas sekali bahwa pendeta (kata benda bahasa Yunani adalah poimain, yang berarti gembala) ekivalen dengan penatua (kata benda bahasa Yunani presbuteros), dan juga ekivalen dengan penilik (kata benda bahasa Yunani episkopos, diterjemahkan bishop dalam Alkitab versi King James). Paulus, misalnya, mengajarkan penatua (presbuteros) di Efesus, yang dikatakannya Roh Kudus telah membuat penilik (episkopos), untuk menggembalakan (kata kerja bahasa Yunani poimaino) kawanan domba Allah (lihat Kisah Para Rasul 20:28). Ia juga menggunakan istilah penatua (presbuteros) dan istilah penilik (episkopos) yang sinonim dalam Titus 1:5-7. Juga, Petrus mendorong penatua (presbuteros) untuk menggembalakan (poimaino) pelayanannya di gereja lokal. Bila ia hendak memuridkan mereka yang menaati semua perintah Yesus, salah-satu tanggung-jawab utamanya apa? Yang terbersit di pikiran adalah mengajar secara alami. Yesus berkata agar murid-murid dididik melalui pengajaran (lihat Matius 28:19-20). Syarat menjadi penatua/pendeta/penilik adalah “kesanggupan mengajar” (1 Timotius 3:2). Orang yang “bersusah-payah untuk berkhotbah dan mengajar” harus “dianggap layak untuk mendapat penghormatan dua kali lipat.” (1 Timotius 5:17). Karena itu, pendeta harus mengevaluasi tiap khotbahnya dengan bertanya kepada diri sendiri, “Bagaimana khotbah ini dapat membantu penyelesaian tugas untuk pemuridan?” Tetapi, apa tanggung-jawab mengajar seorang pendeta sudah terpenuhi hanya dengan berkhotbah pada hari Minggu atau tengah minggu? Bila ia berpikir demikian, maka ia mengabaikan fakta Alkitab yang menunjukkan bahwa tanggung-jawab mengajarnya dipenuhi terutama melalui kehidupan yang dijalaninya dan teladan yang ditunjukkannya. Teladan mengajar dari kehidupan sehari-hari hanya dapat diwujudkan melalui pelayanan mengajar bagi banyak orang. Itu sebabnya persyaratan bagi seorang penatua/pendeta/ penilik lebih banyak terkait dengan karakter dan gaya-hidup seseorang bukannya kemampuan komunikasi verbalnya. Dari lima-belas syarat untuk penilik dalam 1 Timotius 3:1-7, ada empat-belas syarat yang terkait dengan karakter dan hanya satu syarat yang terkait dengan kemampuan. Dari delapan-belas syarat untuk penatua dalam Titus 1:5-9, ada tujuh-belas syarat yang terkait dengan karakter dan hanya satu yang terkait dengan kemampuan mengajar. Paulus mula-mula memperingatkan Timotius, “Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu” (1 Timotius 4:12, tambahkan penekanan). Ia lalu berkata, “Sementara itu, sampai aku datang bertekunlah dalam membaca kitab-kitab Suci, dalam membangun dan dalam mengajar.” (1 Timotius 4:13). Jadi, teladan karakter Timotius disebutkan sebelum ia melayani sebagai pengajar orang banyak, dengan mengutamakan konsekwensinya yang lebih memberikan dampak. Petrus demikian juga menulis: kawanan domba (lihat 1 Petrus 5:1-2). Ada pendapat bahwa seorang bishop (terjemahan Alkitab versi King James episkopos) adalah jabatan yang lebih tinggi dari pendeta atau penatua, dan bishop adalah orang yang menilik banyak gereja; namun pendapat ini hanyalah rekaan manusia. Aku menasihatkan para penatua di antara kamu, aku sebagai teman penatua dan saksi penderitaan Kristus, yang juga akan mendapat bagian dalam kemuliaan yang akan dinyatakan kelak. Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri. Janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu mau memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu. (1 Petrus 5:1-3, tambahkan penekanan). Siapakah yang memberikan ilham untuk menyangkal diri dan menaati Kristus? Apakah dia yang khotbahnya kita puji ataukah dia yang kehidupannya kita kagumi? Pendeta yang tak punya komitmen dan gayanya lembut tak akan memberi ilham kepada orang yang memikul salib. Bila pendeta itu mengkhotbahkan pesan tentang komitmen kepada Kristus, dia pasti berkhotbah dengan pernyataan yang tidak jelas, agar pendengarnya tidak menyangsikan ketulusan hatinya. Kebanyakan pemimpin besar Kristen di masa lalu tidak diingat karena khotbah-khotbahnya, tetapi karena pengorbanannya. Teladan mereka memberikan inspirasi setelah mereka sudah lama tiada. Bila pendeta tidak menunjukkan teladan ketaatan sebagai seorang murid sejati Yesus Kristus, maka ia hanya buang-buang waktu berkhotbah. Hai pendeta, teladan anda bergema sepuluh kali lebih keras daripada khotbah anda. Apakah anda akan menginspirasi orang yang menyangkali dirinya sendiri dan mengikuti Kristus dengan menyangkali dirimu dan mengikuti Kristus? Namun, bagaimana bisa seorang pendeta, dengan memberi teladan gaya hidupnya, dapat mengajar orang-orang yang terutama mengenalinya sebagai ahli pidato di hari Minggu pagi? Hal yang paling mudah dilihat dari cara hidupnya adalah caranya menjabat tangan selama lima detik ketika jemaat saat keluar dari gedung gereja. Mungkin ada sesuatu yang tak layak yang terkait dengan model pelayanan masa sekarang. Khotbah Minggu Pagi setiap Minggu (The Weekly Sunday Morning Sermon) Seorang pendeta dapat membuat asumsi lain yang keliru bila ia anggap tanggungjawab mengajarnya yang terutama adalah memberi kuliah umum setiap minggu. Pelayanan pengajaran Yesus tidak hanya khotbah di depan orang banyak (dan tampaknya, sebagian besar khotbah hanya singkat), tetapi juga percakapan pribadi yang diawali oleh murid-muridNya yang suka bertanya. Lagipula, percapakapan tersebut tidak terbatas hanya satu setengah jam sehari dalam seminggu di gedung gereja, namun terjadi di sepanjang pesisir pantai, di rumah-rumah, sambil menapaki jalanan berdebu, ketika Yesus hidup bersama murid-muridNya. Model pengajaran yang sama diikuti oleh para rasul. Setelah Pentakosta, ke-duabelas murid mengajar “di Bait Allah dan dari rumah ke rumah” (Kisah Para Rasul 5:42, tambahkan penekanan). Mereka berinteraksi langsung dengan komunitas orang-orang percaya. Paulus juga mengajar “baik di muka umum maupun dalam perkumpulan di rumah-rumah;” (Kisah Para Rasul 20:20, tambahkan penekanan). Jadi, bila anda pendeta, bandingkanlah pelayanan pengajaran anda dengan pelayanan pengajaran Yesus dan para rasul mula-mula. Mungkin anda heran apakah yang sedang anda lakukan adalah kehendak Tuhan untuk anda, atau apakah anda hanya melakukan lebih dari ajaran selama ratusan tahun oleh tradisi-tradisi gereja? Bila anda sedang terheran-heran, pertanda baik. Sangat baik. Itulah langkah awal menuju arah yang benar. Mungkin anda berpikir lebih jauh, dengan berkata, “Di mana saya bisa mendapatkan waktu yang sesuai dengan pelayanan tersebut, dengan mengajar orang-orang dari rumah ke rumah, atau melibatkan diri mereka dalam kehidupan sehari-hari sehingga saya lebih mempengaruhi mereka dengan teladan yang saya tunjukkan?” Ini pertanyaan bagus, karena dapat membuat anda tetap merasa heran apakah ada yang lebih keliru dengan konsep modern tentang peranan pendeta. Mungkin anda berpikir sendiri, “Saya tidak yakin dapat hidup erat dengan orang-orang di gereja saya. Saya diajarkan di sekolah Alkitab bahwa seorang pendeta tak boleh terlalu dekat dengan jemaatnya. Ia harus tetap menjaga jarak untuk mempertahankan rasa hormat terhadap profesi. Si pendeta tak mungkin berteman akrab dengan jemaat.” Pemikiran itu mengungkapkan ada yang sangat keliru dengan cara-cara melakukan sesuatu di gereja sekarang ini. Yesus sangat akrab dengan keduabelas muridNya sehinga salah satu murid merasa nyaman menyandarkan kepalanya di dada Yesus ketika makan bersama (lihat Yohanes 13:23-25). Para murid nyata-nyata hidup bersama selama beberapa tahun. Ada banyak hal yang menjaga jarak profesi dari murid-murid seseorang dalam rangka melakukan pelayanan dengan sukses! Perbandingan Metode, Dulu dan Sekarang (A Comparison of Methods, Ancient and Modern) Bila kita hendak menaati Yesus dan melakukan pemuridan, tidakkah bijak bila kita mengikuti cara-caraNya dalam melakukan pemuridan? Cara-cara itu berfungsi baik bagiNya, dan juga berfungsi baik bagi para rasul yang mengikutiNya. Dan seberapa baik cara-cara modern yang berfungsi untuk memuridkan orang yang menaati semua perintah Kristus? Misalnya, ketika penelitian terhadap orang-orang Kristen di Amerika Serikat berkali-kali menunjukkan bahwa gaya hidup sebagian besar orang yang mengaku Kristen hampir tak beda dengan orang-orang bukan-Kristen, mungkin inilah saatnya untuk bertanya dan memeriksa kembali Alkitab. Pertanyaan yang perlu diperhatikan adalah: Bagaimana jemaat mula-mula berhasil melakukan pemuridan tanpa bangunan gereja, tanpa pendeta yang berpendidikan tinggi, tanpa sekolah-sekolah dan seminari-seminari Alkitab, tanpa himne-himne dan alat proyektor, tanpa mikrofon nir-kabel dan duplikator pemutar musik, tanpa kurikulum sekolah Minggu dan pelayanan pemuda, tanpa tim pujian dan tim paduan suara, tanpa komputer dan mesin fotokopi, tanpa stasiun radio dan stasiun TV Kristen, tanpa ratusan ribu judul buku Kristen dan bahkan tanpa Alkitab milik pribadi? Jemaat mula-mula tidak memerlukan satupun dari benda-benda tersebut untuk melakukan pemuridan, dan Yesus juga tidak melakukan hal yang sama. Dan karena zaman dulu, benda-benda itu bukan hal penting, maka kini benda-benda itu tidak penting. Benda-benda itu bisa saja mendukung, tetapi tak satupun yang penting. Kenyataannya, kebanyakan dari benda-benda itu dapat dan benar-benar menghambat kita dalam melakukan pemuridan. Saya berikan dua contoh. Pertama, perhatikan esensi masa kini dengan menyuruh pendeta yang pernah sekolah Alkitab atau seminari untuk memimpin gereja. Hal itu adalah konsep yang tak didengar oleh Paulus. Di beberapa kota, setelah membentuk gereja-gereja, Paulus berangkat selama beberapa minggu atau bulan, lalu kembali untuk menunjuk penatua-penatua untuk mengawasi mereka (lihat, misalnya, Kisah Para Rasul 13:14-14:23). Itu berarti gerejagereja, yang tak dikunjungi oleh Paulus, tak memiliki jabatan penatua secara resmi selama beberapa minggu atau bulan, dan sebagian besar penatua adalah orang-orang percaya yang masih muda ketika dilantik. Mereka tidak mengenyam pendidikan formal selama dua atau tiga tahun yang mempersiapkan mereka untuk tugas-tugas itu. Jadi, Alkitab mengajarkan bahwa para pendeta/penatua/penilik tidak membutuhkan pendidikan formal selama dua atau tiga tahun untuk melayani secara efektif. Tak seorangpun dengan kepintarannya dapat menentang fakta itu. Namun persyaratan sekarang ini tetap berisi pesan kepada setiap orang percaya: “Jika anda ingin menjadi pemimpin di gereja, anda perlu pendidikan formal selama bertahun-tahun.”2 Dengan cara itu, maka proses penciptaan pemimpin terhambat, sehingga memperlambat proses pemuridan dan perkembangan gereja. Saya kagum betapa hebatnya perusahaan Amerika --Avon dan Amway-- yang kebanjiran target pasarnya jika mereka mensyaratkan para penjualnya untuk mengajak pindah keluarganya ke kota lain untuk mengikuti pelatihan resmi selama tiga tahun, sebelum ia dilepas untuk menjual sabun atau parfum? “Tetapi melayani adalah tugas yang sulit dan rumit!” kata sebagian orang. “Alkitab berkata kita tak boleh memposisikan seorang petobat baru menjadi penilik” (lihat 1 Timotius 3:6). Pertama, kita sampai pada definisi tentang petobat baru, dan konsep Paulus berbeda dengan konsep kita, karena ia menugaskan orang-orang yang baru menjadi percaya selama beberapa bulan untuk memegang tugas sebagai penatua/pendeta/penilik. Kedua, alasan sangat sulitnya melakukan pelayanan sekarang ini adalah keseluruhan sistem dalam struktur dan pelayanan di gereja yang sangat jauh menyimpang dari model Alkitab. Kita telah menjadikan sistem itu sangat rumit, sehingga hanya beberapa orang super yang dapat memenuhi segala tuntutan dari sistem itu! “Namun Allah melarang bila gereja diawasi oleh orang yang tak berpendidikan sekolah Alkitab atau seminari!” kata orang-orang lain. “Penilik yang tak berpendidikan itu dapat saja membawa umatnya kepada ajaran sesat!” Tampaknya, hal itu bukan jadi perhatian Paulus. Faktanya, di masa kini kita memiliki pelayan lulusan sekolah Alkitab dan seminari yang tidak percaya kepada kelahiran dari 2 Penekanan masa kini kepada jabatan seorang pendeta yang berpendidikan tinggi dalam banyak hal menjadi gejala dari sebuah panyakit besar, yakni hal menyamakan penguasaan pengetahuan dengan pertumbuhan rohani. Kita beranggapan bahwa orang yang tahu lebih banyak adalah lebih dewasa secara rohani, sedangkan ia bisa saja kurang rohani, berbangga dengan semua yang telah dipelajarinya. Paulus menuliskan, “Pengetahuan membuat orang menjadi sombong,” (1 Korintus 8:1). Dan tentunya orang yang mendengarkan kuliah yang membosankan selama dua atau tiga tahun siap memberikan kuliah yang membosankan setiap minggu! Perawan Maria, yang menyetujui homoseksualitas, yang mengajarkan bahwa Allah mau setiap orang berkendaraan mewah, yang menyatakan bahwa Allah lebih dulu tahu sebagian orang yang akan binasa, atau yang yakin bahwa seseorang dapat memperoleh sorga tanpa harus menaati Kristus. Sering, sekolah dan seminari Alkitab melayani demi melanjutkan doktrin palsu, dan ada pendeta profesional melayani demi melanjutkan doktrin palsu itu. “Orang-orang biasa” di gereja merasa takut untuk menantang pelayan lulusan sekolah Alkitab dan seminari, karena orang-orang profesional itu pernah mengenyam pendidikan seminari dan dapat mengambil banyak ”teks sebagai bukti.” Lagipula, para pelayan itu telah membatasi dan membagi gereja-gereja mereka dari tubuh Kristus melalui doktrindoktrin aneh yang mereka kemukakan, untuk mengkampanyekan berbagai perbedaan nama-nama yang dipajang di depan gedung gereja, sambil mengirim pesan kepada dunia: “Kita bukan seperti orang-orang Kristen lainnya.” Untuk menambah luka lebih lanjut, mereka memberi label kepada setiap orang yang menentang doktrin-doktrin mereka yang kebal-tantangan dan “menimbulkan gangguan.” Inkuisisi masih sangat hidup dan terpelihara, yang dibimbing oleh orang-orang intelek. Apakah itu teladan yang Yesus inginkan yang ditetapkan oleh orang yang harusnya melakukan pemuridan bagi orangorang yang dikenal oleh dunia melalui tindakan saling mengasihi di antara mereka? Orang-orang Kristen kini memilih gereja-gereja berdasarkan doktrin-doktrin tertentu, dan memiliki teologi yang benar menjadi hal terpenting, bukannya memiliki gaya-hidup yang benar, semua karena model Alkitabiah telah ditinggalkan. Alternatif yang Alkitabiah (A Biblical Alternative) Apakah saya mendukung orang-orang yang baru percaya tiga bulan dan menugasi mereka untuk mengawai gereja-gereja (justru hal ini yang Paulus lakukan)? Ya, tetapi hanya jika orang-orang percaya itu memenuhi syarat dalam Alkitab bagi penatua/penilik, dan hanya jika mereka ditugasi mengawasi gereja-gereja yang mengikuti model menurut Alkitab. Yakni, mula-mula gereja harus jadi tempat persekutuan yang baru dirintis yang diserahkan kepada pendeta pendiri yang berpengalaman, seperti seorang rasul, yang dapat mengawasi.3 Sehingga, penatua yang baru diangkat tidak berbuat semaunya. Kedua, jumlah jemaat di rumah-rumah sedikit saja, seperti jemaat mula-mula.4 Hal ini membuat gereja lebih dapat diatur. Mungkin itu sebabnya salah satu syarat menjadi penatua/penilik ialah ia berhasil menata rumah-tangganya (lihat 1 Timotius 3:4-5). Menata “rumah-tangga iman” yang kecil bukan tugas yang lebih sulit dibanding menata keluarga. Ketiga, jemaat harus terdiri dari orang-orang yang telah merespon Injil Alkitabiah melalui pertobatan, dan orang-orang yang jadi murid-murid sejati Tuhan Yesus Kristus. Sehingga, akan terjawab semua tantangan yang muncul dari upaya untuk melayani kawanan domba yang sebenarnya adalah kawanan kambing. Dan keempat, seorang pendeta/penatua/penilik harus mematuhi peran sesuai Alkitab bukannya peran budaya. Yakni, mereka tidak memiliki jabatan sentral, serba-penting dan jadi sorotan seperti yang dilakukan di gereja-gereja kini.5 Sebaliknya, mereka haruslah anggota-anggota seluruh tubuh, hamba yang lemah lembut yang mengajar dengan teladan dan bimbingan, dan yang bertujuan melakukan pemuridan, bukan menjadi ahli pidato di hari Minggu pagi, tetapi mengikuti teladan Yesus. Bila pola itu diikuti, orang yang baru percaya tiga bulan dapat menjadi penilik gereja. Gedung Gereja (Church Buildings) Bagaimana dengan gedung gereja? Kini, gedung gereja jadi “hal penting” lain yang tak dimiliki oleh jemaat mula-mula. Apakah gedung gereja dapat membantu proses pemuridan? 3 Dalam surat pertama Paulus kepada Timotius dan suratnya kepada Titus, ia menyebutkan bahwa ia akan meninggalkan mereka untuk menunjuk penatua/penilik di dalam gereja. Sehingga Timotius dan Titus memberikan tugas pengawasan kepada para penatua/penilik secara singkat. Mereka biasanya mengadakan pertemuan berkala dengan para penatua/penilik untuk memuridkan mereka, sebagaimana ditulis oleh Paulus, “Apa yang telah engkau dengar dari padaku di depan banyak saksi, percayakanlah itu kepada orang-orang yang dapat dipercayai, yang juga cakap mengajar orang lain.” (2 Timotius 2:2). 4 Lihat Kisah Para Rasul 2:2, 46; 5:42; 8:3; 12:12; 16:40: 20:20; Roma 16:5: 1 Korintus 16:19; Kolose 4:15; Filemon. 1:2; 2 Yohanes 1:10 5 Patut dicatat bahwa surat-surat Paulus kepada jemaat-jemaat yang dikirimkan kepada setiap orang di berbagai jemaat, dan bukan kepada para penatua atau penilik. Bahkan, Paulus hanya menyebutkan penatua/pendeta/penilik dalam dua suratnya kepada jemaat-jemaat. Dalam satu contoh, penilik dan diaken disebutkan dalam kalimat pembukaan, ditambahkan seolah-olah ia tidak ingin mereka menganggap bahwa mereka orang yang dikucilkan (lihat Filipi 1:1). Dalam contoh lain, Paulus menyebutkan pendeta-pendeta di antara daftar para pelayan yang memperlengkapi orang-orang suci (lihat Efesus 4:11-12). Juga perlu dicatat secara khusus bagaimana Paulus tidak menyebutkan peranan penatua ketika ia memberikan petunjuk tertentu yang dianggap akan melibatkan penatua, seperti mengatur Perjamuan Tuhan, dan penyelesaian perselisihan di antara orang-orang Kristen. Semua ini menunjuk pada fakta bahwa para penatua/pendeta tidak memegang peranan sentral dan serba-penting yang mereka miliki di banyak gereja masa sekarang. Ketika saya jadi pendeta, saya sering merasa lebih sebagai pengusaha real-estate, bankir, kontraktor umum, dan penggalang dana profesional. Saya bermimpi membangun gedung, mencari model gedung, mendesain ulang model gedung tua, menyewa gedung, membangun gedung baru dan memperbaikinya saat Tuhan kirim hujan melewati celah gedung. Gedung butuh banyak waktu dan tenaga. Saya lakukan banyak hal untuk membangun gedung karena saya yakin, seperti keyakinan pendeta lain, bahwa tak ada cara untuk mencapai keberhasilan tanpa ada gedung sebagai tempat pertemuan jemaat. Gedung gereja juga menghabiskan banyak sekali dana. (Di Amerika Serikat, beberapa sidang jemaat mengeluarkan dana jutaan dolar untuk membangun gedung gereja). Setelah mimpiku terkabul untuk memiliki gedung gereja, saya sering bermimpi ketika perjanjian kredit penjaminan gedung gereja dilunaskan, sehingga kita dapat memakai semua uang untuk pelayanan. Pernah terpikirkan, ketika saya mengajar jemaat saya mengenai pengelolaan khusus yang baik dan cara keluar dari belitan utang, sehingga saya libatkan seluruh jemaat untuk menanggung utang! (Tentu, saya mengajar melalui teladan). Sebagian besar bangunan gereja dipakai hanya selama beberapa jam sekali atau dua kali seminggu. Organisasi apa di seluruh dunia yang membangun gedung-gedung yang jarang digunakan? (Jawaban: hanya aliran-aliran sempalan dan agama-agama palsu). Lubang penghisap-uang itu menimbulkan banyak masalah. Pendeta yang memiliki gedung gereja selalu membutuhkan aliran uang, dan itu mempengaruhi kegiatannya. Ia tergoda untuk melayani orang-orang kaya (yang sering memberi tanpa berkorban), berkompromi dengan ajaran yang mungkin menyerang ajaran lain, dan membelokkan ajaran Alkitab untuk menjadikannya sebagai tujuannya. Banyak khotbahnya cenderung tentang hal-hal keuangan dan mendorong pelipatgandaan uang. Karena itu, orang Kristen kadang mulai berpikir bahwa aspek-aspek terpenting untuk menjadi orang percaya adalah (1) membayar perpuluhan (perintah yang tidak signifikan seperti kata Yesus), dan (2) mengikuti kebaktian di gereja (tempat perpuluhan dikumpulkan setiap hari Minggu). Sepertinya, hal itu bukan gambaran bagi pemuridan. Namun, banyak pendeta bermimpi memiliki jemaat di mana tiap orang hanya melakukan dua hal tadi. Bila pendeta memiliki sidang jemaat di mana hanya sebagian jemaat melakukan dua hal itu, maka ia bisa saja menulis buku dan menjual rahasianya kepada jutaan pendeta lainnya! Fakta mengungkapkan: Tak ada catatan adanya sidang jemaat yang membeli atau membangun gedung dalam kitab Kisah Para Rasul. Sebagian besar orang percaya membuat persekutuan di rumah-rumah.6 Tidak ada pengumpulan dana untuk membangun gedung. Tak ada instruksi dalam suratan-suratan untuk pembangunan gedung gereja. Lagipula, tak seorangpun berpikir untuk membangun gedung gereja sampai 300 tahun usia Kekristenan, ketika gereja berkompromi dengan dunia melalui keputusan Konstantin. Tiga ratus tahun! Coba pikirkan rentang waktu itu! Dan gereja berkembang dan berlipat-lipat jumlahnya, bahkan pada masa-masa penganiayaan berat, semuanya tanpa gedung gereja. Gejala demikian berkali-kali terjadi di abad-abad berikut. Hal sebaliknya terjadi di China akhir-akhir ini, di mana kini ada lebih dari satu juta gereja rumah di China. Hari Minggu Jam Sebelas adalah Jam yang Paling Terpisah (Eleven O’Clock Sunday is the Most Segregated Hour) Fasilitas gereja kini yang mengikuti model Amerika diharapkan memiliki tempat sendiri demi memberi ruang bagi pelayanan khusus untuk tiap kelompok umur. Tetapi di jemaat mula-mula, tak ada pelayanan terpisah bagi pria, wanita dan semua kelompok umur anak-anak. Gereja dipersatukan dalam tiap segi, bukan terpisah-pisah. Unit keluarga diperkuat, dan tanggung-jawab rohani orang-tua diteguhkan, bukannya terkikis, oleh struktur gereja, seperti yang dimiliki oleh unit keluarga dalam struktur gereja masa sekarang. Apakah gedung gereja dapat mendukung atau menghambat kegiatan pemuridan? Dalam sejarah, pemuridan berhasil dilakukan selama berabad-abad tanpa kehadiran gedung gereja, dan karena berbagai alasan yang baik. Persekutuan dilakukan di rumah-rumah, seperti dilakukan selama tiga abad pertama, di mana orang-orang berbagi makanan dengan sukacita, mengajar, bernyanyi, dan mendapat karunia-karunia roh selama tiga sampai lima jam; persekutuan ini memberikan suasana pertumbuhan rohani yang sungguh-sungguh kepada orang-orang percaya. Anggotaanggota tubuh Kristus merasa menjadi peserta, ketika mereka duduk berhadapanhadapan, tidak merasa seperti orang-orang yang hadir di gereja kini —layaknya penonton di teater, yang duduk menatap belakang kepala orang di depannya sambil tetap menonton 6 Lihat Kisah Para Rasul 2:2, 46; 5:42; 8:3; 12:12; 16:40: 20:20; Roma 16:5: 1 Korintus 16:19; Kolose 4:15; Filemon. 1:2; 2 Yohanes 1:10 pertunjukan di pentas. Atmosfir yang santai pada waktu jamuan bersama menciptakan suasana keterbukaan, hubungan kepedulian murni dan persekutuan sejati, yang tak ada bandingannya dengan “persekutuan” zaman kini yang sering hanya berjabat-tangan dengan orang-orang tak dikenal di bangku sebelah ketika pendeta memberi kode. Pengajaran lebih dari hanya sesi tanya-jawab dan diskusi terbuka di antara sesamanya, bukannya kuliah yang disampaikan oleh orang berpakaian tua, berbicara dengan suara teatrikal, dan berdiri di depan penonton yang bersikap sopan (dan yang sering merasa jemu). Pendeta tidak “menyiapkan khotbah mingguan.” Siapa saja (termasuk penatua/pendeta/penilik) dapat menerima pengajaran yang diberikan oleh Roh Kudus. Ketika rumah penuh sesak, (para) penatua tak akan berpikir untuk mencari gedung yang lebih besar. Sebaliknya, setiap orang tahu, mereka harus membagi menjadi dua persekutuan rumah, dan mereka mencari kehendak Roh terkait dengan tempat persekutuan baru dan orang yang akan mengawasi. Untunglah, mereka tak perlu mencari orang asing dan ahli teori pertumbuhan-gereja untuk meneliti penyimpangan filsafat atau doktrin yang mereka buat; sudah ada calon penilik di antara mereka, yang mengikuti pelatihan kerja dan sudah mengenal anggota-anggota kelompok kecil mereka di masa depan. Gereja rumah yang baru itu berkesempatan untuk menjangkau satu daerah baru melalui penginjilan, dan menunjukkan kepada tiap orang yang tidak percaya apa sebenarnya identitas orang-orang Kristen itu —orang-orang yang saling mengasihi. Mereka dapat mengundang orang-orang yang tidak percaya ke persekutuan mereka, semudah mengundang mereka untuk makan. Pendeta yang Diberkati (The Blessed Ministers) Tak ada pendeta/penatua/penilik di gereja rumah yang menderita “kelelahan” pelayanan karena dibebani tanggung-jawab pastoral, suatu hal yang lazim terdapat di gereja sekarang. (Satu penelitian melaporkan ada 1800 pendeta meninggalkan pelayanan setiap bulan di Amerika Serikat). Pendeta/penatua/penilik itu hanya memiliki kawanan kecil untuk dijaga, dan bila kawanan itu memasok kebutuhan dana sehingga pelayanan itu jadi pekerjaannya, maka ia sebenarnya punya waktu untuk berdoa, merenung, mengabarkan Injil kepada orang-orang tak percaya, membantu kaum miskin, mengunjungi dan mendoakan orang sakit, dan memakai waktu yang berharga untuk memperlengkapi murid-murid baru untuk melakukan semua hal itu secara bersama. Administrasi gereja dibuat sederhana. Ia bekerja sama dengan penatua/pendeta/penilik lainnya di daerahnya. Tidak ada nafsu untuk memiliki “gereja terbesar di kota” atau bersaing dengan para pendeta sejawat untuk melakukan “pelayanan terbaik bagi pemuda” atau “program gereja yang sangat menarik bagi anak-anak.” Orang-orang tidak ke pertemuan jemaat hanya untuk menilai sebaik apa penampilan tim penyembahan atau selucu apa sang pendeta. Mereka telah lahir kembali dan mengasihi Yesus dan umatNya. Mereka suka makan bersama dan berbagi apapun berkat pemberian Allah. Tujuan mereka hanya untuk menaati Yesus dan siap berdiri di depan tahta penghakimanNya. Memang diakui, ada berbagai masalah di gereja-gereja rumah, dan semua disebutkan dalam surat-surat rasul. Namun di gereja mula-mula tak terdengar banyak masalah yang kini melanda gereja-gereja masa kini dan menghambat pemuridan, hanya karena model gereja lokal mereka sangat berbeda dengan perubahan setelah abad ketiga dan sejak abad kegelapan. Jadi, biarkan fakta berikut berlalu: Tidak ada gedung gereja sampai permulaan abad keempat. Andaikan anda hidup selama tiga abad permulaan, bagaimana perbedaan pelayanan anda zaman itu dibandingkan dengan pelayanan di zaman kini? Kesimpulannya, makin dekat kita mengikuti pola-pola Alkitabiah, maka makin efektif kita mewujudkan maksud Allah untuk melakukan pemuridan. Hambatan-hambatan terbesar dalam pemuridan di gereja-gereja masa kini muncul dari struktur dan praktek yang tidak berdasarkan Alkitab.