II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai perdagangan antar atau lintas negara, yang mencakup ekspor dan impor. Menurut Halwani (2005), sebab-sebab yang mendorong perdagangan internasional adalah perbedaan potensi sumber daya alam (natural resources), sumber daya modal (capital resources), sumber daya manusia (human capital) dan kemajuan teknologi antarnegara. Sejumlah keunggulan khusus yang dimiliki oleh masing-masing negara akan dijadikan basis dalam meningkatkan perdagangan yang saling menguntungkan. Eli Hecksher dan Bertil Ohlin dalam teorinya (factor-proportion theory) menekankan adanya saling keterkaitan antara perbedaan proporsi faktor-faktor produksi antarnegara dan perbedaan proporsi dalam penggunaannya untuk memroduksi berbagai macam barang. Teorema Hecksher-Ohlin (H-O theorem) menyatakan bahwa sebuah negara akan mengekspor komoditas yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu yang bersamaan mengimpor komoditas yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka dan mahal di negara tersebut. Kemudian, Paul Samuelson menelaah sebuah teorema mengenai penyamaan harga faktor (price factor equalization theorem) yang merupakan kelanjutan dari teorema Hecksher-Ohlin. Pada intinya teorema tersebut (H-O-S theorem) menyatakan bahwa perdagangan internasional akan mendorong terjadinya penyamaan harga-harga faktor, baik secara relatif maupun secara absolut, di antara negara-negara yang terlibat di dalamnya. Artinya bahwa perdagangan internasional akan membuat tingkat upah riil tenaga kerja menjadi homogen, demikian pula terjadi pada tingkat hasil (bunga modal), yakni risiko dan produktivitas modal relatif sama, di negara-negara yang terlibat dalam perdagangan (Salvatore 1997). Integrasi ekonomi kawasan melalui pembentukan blok perdagangan bebas regional memiliki implikasi terhadap kesejahteraan negara-negara anggota, yaitu: efek positif berupa kreasi perdagangan (trade creation) dan efek negatif karena 12 diversi perdagangan (trade diversion). Perubahan tingkat kesejahteraan tersebut ditentukan oleh seberapa besar terjadinya kreasi dan diversi perdagangan. Apabila kreasi lebih besar dari diversi perdagangan, maka kesejahteraan meningkat dan sebaliknya (Krugman & Obstfeld 2000). Kegiatan perdagangan internasional atau disebut sebagai kegiatan ekspor dan impor antar negara mengatakan bahwa suatu negara akan cenderung mengekspor barang-barang yang biaya produksi di dalam negerinya relatif lebih rendah dibandingkan dengan barang yang sama di luar negeri. Sebaliknya, suatu negara akan mengimpor barang-barang yang biaya produksi di dalam negerinya relatif lebih mahal dibandingkan dengan barang yang sama di luar negeri. Oleh karena itu bagi suatu negara, selisih antara penawaran dan permintaan domestik (excess supply) dapat diartikan sebagai penawaran ekspor. Sementara itu permintaan impor merupakan kelebihan permintaan domestik di negara pengimpor (excess demand). Menurut Tambunan (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan internasional dapat dilihat dari teori penawaran dan permintaan. Dari teori penawaran dan permintaan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa perdagangan internasional dapat terjadi karena adanya kelebihan produksi dalam negeri (penawaran) dengan kelebihan permintaan negara lain. Secara teoritis, suatu negara A akan mengekspor suatu komoditi Z ke negara lain, misal negara B apabila harga domestik negara A (sebelum terjadinya perdagangan internasional) relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan harga domestik negara B (Gambar 2). Stuktur harga yang terjadi di negara A lebih rendah karena produksi domestiknya lebih besar daripada konsumsi domestiknya sehingga di negara A terjadi excess supply (kelebihan produksi). Dengan demikian, negara A mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain. Dilain pihak, di negara B terjadi kekurangan supply karena konsumsi domestiknya lebih besar daripada produksi domestiknya (excess demand) sehingga harga yang terjadi di negara B lebih tinggi. Jika negara B berkeinginan untuk membeli komoditi Z dari negara lain yang relatif lebih murah. Kemudian terjadi komunikasi antara negara A dengan negara B, maka akan terjadi 13 perdagangan antar keduanya dengah harga yang diterima oleh kedua negara adalah sama. Gambar 2 memperlihatkan sebelum terjadinya perdagangan internasional harga di negara A sebesar PA, sedangkan di negara B sebesar PB. Penawaran pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih tinggi dari PA sedangkan permintaan di pasar internasional akan jika harga internasional lebih rendah dari PB. Pada saat harga internasional (P*) sama dengan PA maka negara B akan terjadi excess demand (ED) sebesar B. Jika harga internasional sama dengan PB maka di negara A akan terjadi excess supply (ES) sebesar A. Dari A dan B akan terbentuk kurva ES dan ED akan menentukan harga yang terjadi di pasar internasional sebesar P*. Dengan adanya perdagangan tersebut, maka negara A akan mengekspor komoditi Z sebesar X sedangkan negara B akan mengimpor komoditi Z sebesar M, dimana di pasar internasional sebesar X sama dengan M yaitu Q*. SB A SA S A2 PB ES X2 ES2 X P* PA M ED2 B DA O QA Negara A (ekspor) O Q* Q** DB2 M2 ED O Perdagangan Internasional DB QB Negara B Sumber: Salvatore (1997) Gambar 3 Kurva perdagangan internasional dan setelah ada trade facilitation Lebih lanjut, secara teoritis trade facilitation sebagai bagian dari kebijakan perdagangan internasional yang bertujuan untuk menurunkan biaya transaksi perdagangan, meningkatkan daya saing dan meningkatkan efisiensi perdagangan akan berimplikasi kepada meningkatnya kemakmuran suatu negara. Secara teoritis pengaruh trade facilitation terhadap perdagangan internasional diperlihatkan oleh Gambar 2 garis hijau. Di negara eksportir (negara A), trade facilitation akan 14 menyebabkan supply suatu negara akan semakin meningkat (S A2 ) dari sebelumnya (S A ) dengan harga yang relatif tetap, hal ini dikarenakan pergerakan arus barang ekspor yang semakin baik. Di lain pihak di negara importir, penentuan kebijakan trade facilitation yang tepat akan menyebabkan membaiknya arus barang impor sehingga membuat demand suatu negara akan meningkat (D B2 ) dengan harga yang relatif tetap atau dapat lebih rendah dari sebelumnya. Peningkatan supply di negara pengekspor dan demand di negara pengimpor yang saling berdagang, maka akan terbentuk kurva ES dan ED yang baru yaitu ES 2 dan ED 2 dengan harga yang terjadi di pasar internasional relatif sama dengan harga sebelumnya bahkan bisa lebih rendah. Dengan adanya perdagangan tersebut, maka negara A akan mengekspor komoditi Z yang lebih besar dari sebelumnya yaitu sebesar X 2 sedangkan negara B akan mengimpor komoditi Z yang juga lebih besar yakni sebesar M 2 , dimana di pasar internasional sebesar X 2 sama dengan M 2 yaitu Q**. Peningkatan arus barang dalam perdagangan menunjukkan peningkatan kemakmuran baik dari negara pengekspor maupun dari negara pengimpor yang saling berdagang. Besarnya dampak akibat peningkatan kurva supply di negara pengekspor (negara A) dan peningkatan kurva demand di negara pengimpor (negara B) akibat peningkatan trade facilitation tergantung dari elastisitas kurva supply dan demand di masing-masing negara. Peningkatan trade facilitation terhadap kurva supply yang lebih elastis di negara pengekspor akan meningkatkan ekspor yang lebih besar. Sementara peningkatan trade facilitation terhadap kurva demand yang lebih elastis di negara pengimpor akan meningkatkan impor yang lebih besar. Pada sektor pertanian kemiringan kurva supply maupun demand lebih inelastis, hal ini mengakibatkan ekspor sektor pertanian akan lebih sedikit ke negara pengimpor yang memiliki kurva demand yang lebih inelastis, sehingga dibutuhkan usaha yang lebih besar untuk ekspor sektor pertanian ke negara pengimpor. Di lain pihak, sektor manufaktur memiliki kurva supply dan demand yang lebih elastis, sehingga ekspor manufaktur akan lebih banyak ke negara pengimpor yang memiliki kurva demand yang lebih elastis. Dari sisi negara pengekspor Peningkatan dalam kebijakan trade facilitation, dilihat dari sisi negara pengekspor akan meningkatkan penawaran 15 dengan harga suatu komoditi yang sama bahkan lebih murah sehingga akan meningkatkan surplus perdagangan. Dari sisi negara pengimpor, peningkatan trade facilitation akan meningkatkan permintaan barang impor disebabkan harga barang yang lebih murah, di sisi lain peningkatan permintaan impor akan memotivasi para produsen di suatu negara untuk lebih efisien untuk meningkatkan daya saing produknya. 2.2 Integrasi Ekonomi Kegiatan ekonomi internasional memiliki kecenderungan untuk membentuk organisasi perdagangan multinasional. Organisasi ini dibentuk dari kumpulan negara berdekatan yang mempunyai kebijakan perdagangan bersama untuk menghadapi negara lain dalam bidang tarif dan akses pasar. Alasan umum pembentukan grup ini adalah menjamin pertumbuhan ekonomi dan bermanfaat bagi Negara anggota. Contoh organisasi yang terkenal sekarang antara lain European Union (EU) dan North American Free Trade Agreement (NAFTA). Pengaruh keberadaan dan pertumbuhan organisasi multinasional ini secara tidak langsung bagi negara peserta adalah untuk menjaga persaingan secara global. Secara luas, pengelompokan regional dibentuk sebagai usaha pemerintah untuk meningkatkan integrasi ekonomi global. Organisasi ini terdiri dari berbagai bentuk, tergantung tingkat kerjasamanya yang mengarah ke tingkat integrasi yang berbeda antara negara peserta. Ada lima tingkat kerja sama formal antar negara anggota kelompok regional, yaitu Free Trade Area (FTA), Custom Union, Common Market, Monetary Union, dan Political Union (Kotabe & Helsen 2001). Free Trade Are (FTA) adalah bentuk awal dari integrasi ekonomi, merupakan kerjasama formal antara dua atau lebih negara untuk mengurangi hambatan tarif dan non tarif diantara negara anggota. Akan tetapi masing-masing negara anggota bebas menentukan tingkat tarif individu dengan negara yang bukan anggota. FTA adalah salah satu bentuk reaksi adanya globalisasi dan liberalisasi yang berimplikasi pada pengurangan dan penghapusan berbagai hambatan dalam kegiatan perdagangan baik hambatan tarif (tariff-barrier) maupun hambatan non 16 tarif (non-tariff barier). FTA atau Free Trade Area adalah suatu bentuk kerjasama ekonomi regional yang memperdagangkan produk-produk orisinal negara-negara anggotanya yang tidak dipungut bea masuk atau bebas bea masuk. Dengan kata lain, ”internal tariff” antara negara anggota menjadi 0 persen, sedangkan masingmasing negara memiliki “external tariff” sendiri-sendiri. Contohnya AFTA (Asean Free Trade Area) yang diawali dengan CEPT (Common Effective Preferential Tariff) yang mulai diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 1993 serta ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) yang telah diberlakukan 1 Januari 2010. Dampak dibukanya perdagangan bebas tidak hanya akan dirasakan oleh ekonomi negara-negara anggota, namun juga akan dirasakan oleh perekonomian dunia secara keseluruhan. Dampak diliberalisasikannya perdagangan tersebut secara keseluruhan mengakibatkan kesejahteraan dunia menurun. Berdasarkan teori perdagangan internasional, perdagangan internasional seharusnya akan meningkatkan kesejahteraan negara-negara yang melakukan perdagangan bebas, karena melalui perdagangan bebas akan terjadi peningkatan efisiensi penggunaan sumberdaya domestik dan akses pasar ke negara lain (Stephenson 1994). Namun demikian, secara umum terdapat beberapa variabel ekonomi dunia yang meningkat seperti investasi global barang-barang kapital, volume perdagangan dunia, dan indeks harga perdagangan dunia. Peningkatan arus perdagangan sebagai akibat dibukanya tarif seluas-luasnya mengakibatkan peningkatan aliran barang-barang kapital untuk investasi volume perdagangan dunia. Peningkatan investasi global ternyata diikuti dengan tingkat pengembalian kapital yang negatif sehingga secara keseluruhan akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan dunia. Custom Union. Anggota Custom Union tidak hanya mampu mengurangi atau menghilangkan tarif antara anggota, tapi juga mereka mempunyai tarif eksternal bersama terhadap negara yang bukan anggota Custom Union. Hal ini mencegah negara yang bukan anggota mengekspor ke negara anggota yang mempunyai tarif eksternal rendah. Common Market. Common Market menghilangkan semua tarif dan hambatan lain dalam perdagangan antara anggota, mengadopsi seperangkat tarif 17 eksternal bersama pada negara bukan anggota, dan menghilangkan batasanbatasan pada aliran modal dan tenaga kerja antar negara anggota. Monetary Union. Monetary Union berada pada level integrasi keempat dengan satu mata uang bersama antar negara. Contohnya Negara anggota European Union menggunakan mata uang. Tingkat integrasi ini juga disebut Economic Union karena juga melakukan harmonisasi kebijakan ekonomi negara anggota, seperti pajak, kebijakan moneter dan kebijakan fiskal (Wild, Wild dan Han, 2000). Political Union. Political Union merupakan kerjasama tertinggi dari proses integrasi. Political Union dapat menjadi nama lain dari sebuah negara ketika union secara sungguh-sungguh mencapai tingkat integrasi. Terkadang, negara-negara yang berkumpul dalam Political Union antara lain adalah karena alasan sejarah, seperti British Commonwealth yang terdiri dari negara-negara yang pernah menjadi bagian oleh British Empire. Namun ketika British bergabung dengan European Union, perlakuan istimewa ini hilang. Sekarang kelompok ini hanya sebagai forum untuk diskusi dan ikatan sejarah yang sama (Firdaus AH 2011). 2.3 Trade Facilitation 2.3.1 Definisi Trade Facilitation Trade facilitation, menurut definisi yang digunakan oleh WTO adalah: “… penyederhanaan dan harmonisasi dari prosedur perdagangan internasional, termasuk, praktek kegiatan dan formalitas yang terlibat dalam mengumpulkan, presentasi, komunikasi dan pengolahan data dan informasi lainnya yang diperlukan untuk pergerakan barang dalam perdagangan internasional” (Dee & Findlay 2006). Dalam pengertian sempit, usaha-usaha trade facilitation menunjukkan logistik perpindahan barang-barang melalui pelabuhan atau yang lebih efisien melalui perpindahan dokumentasi yang dihubungkan dengan perdagangan antar negara. Pada tahun-tahun belakangan ini, definisi telah diperluas yang mencakup lingkungan dimana didalamnya terdapat transaksi perdagangan, transparansi dan profesionalisme bea cukai dan lingkungan pengaturan sebagaimana harmonisasi 18 dari standarisasi dan dikonversikan terhadap peraturan internasional atau peraturan regional. Perpindahan ini difokuskan pada usaha trade facilitation “dalam batas” pada kebijakan domestik dan struktur institusional dimana pembangunan kapasitas dapat memainkan peranan penting. Sebagai tambahan, integrasi yang cepat dari jaringan teknologi informasi ke dalam perdagangan yang berarti bahwa definisi modern dari trade facilitation memerlukan cakupan konsep teknologi yang baik. Dalam menerangkan perluasan definisi trade facilitation, definisi trade facilitation memasukkan secara relatif elemen “batas” yang konkrit seperti efisiensi pelabuhan dan administrasi bea cukai, dan elemen “di dalam batas” seperti lingkup kebijakan domestik dan infrastruktur yang memungkinkan pelaksanaan e-bisnis (Wilson et al 2003). Dalam publikasi United Nations tahun 2002 yang berjudul “Trade Facilitation Handbook For the Greater Mekong Subregion” trade facilitation didefinisikan lebih komprehesif yaitu "pipa perdagangan internasional" dan berfokus pada implementasi yang efisien dari aturan perdagangan dan regulasi. Dalam arti yang sempit, trade facilitation rasionalisasi sistematis prosedur dan dapat didefinisikan sebagai dokumentasi untuk perdagangan internasional. Dalam arti yang lebih luas, namun mencakup semua langkahlangkah regulasi yang mempengaruhi aliran impor dan ekspor, termasuk, namun tidak terbatas pada: a. Pengawasan bea cukai dalam melakukan langkah-langkah untuk memperoleh kepatuhan hukum bea cukai dan regulasi. b. Peraturan teknis untuk memastikan bahwa barang memenuhi standar wajib ditetapkan dalam hukum dan peraturan nasional. c. Inspeksi hewan dan produk hewan dan inspeksi fitosanitasi tanaman dan produk tanaman untuk mencegah penyebaran hama dan penyakit dan melindungi hewan dan kehidupan manusia. d. Pemeriksaan kualitas kontrol lainnya untuk memastikan bahwa barang tersebut sesuai dengan standar minimum internasional dan standar nasional. Kemudian sistem komunikasi elektronik dan internet dapat memberikan kontribusi secara signifikan pada rasionalisasi prosedur dan dokumentasi, trade 19 facilitation dan juga menjadi semakin terkait dengan isu pengembangan ecommerce. Trade facilitation lebih baik dipahami dalam konteks strategi pembangunan perdagangan secara keseluruhan yang tujuannya adalah untuk mengembangkan dan memperluas arus perdagangan yang berkelanjutan untuk mendukung pembangunan ekonomi suatu negara. Tujuan utama dari trade facilitation adalah adalah untuk meminimalkan biaya transaksi dan kompleksitas perdagangan internasional dalam bisnis, dengan tetap menjaga tingkat efisiensi dan efektifitas dalam kontrol pemerintah. Trade facilitation tidak hanya keuntungan dari perdagangan. Penelitian yang sedang berlangsung menunjukkan bahwa keuntungan dari perampingan prosedur perdagangan dapat melebihi keuntungan dari liberalisasi perdagangan (misalnya, pengurangan tarif). Kemampuan negara-negara untuk mengirimkan barang-barang dan jasajasa yang tepat waktu pada kemungkinan biaya terendah adalah faktor kunci dari integrasi ke dalam ekonomi dunia. Dengan penghapusan hambatan perdagangan dan ekspansi dalam volume perdagangan, kebijakan yang menghilangkan hambatan non-tarif dan mempercepat pergerakan barang-barang dan jasa melewati batas wilayah seperti trade facilitation yang mengedepankan agenda perdagangan. Definisi trade facilitation tidak henti-hentinya dikembangkan. Trade facilitation hendak membuat prosedur perdagangan seefisien mungkin melalui penyederhanaan dan harmonisasi dokumentasi, prosedur, dan arus informasi (Roy & Bagai 2004). Sementara kelebihan dari trade facilitation merupakan masalah yang penting baik negara sedang berkembang dan negara maju karena dapat berkontribusi pada: a. Pertumbuhan Ekspor b. Meningkatkan Daya Saing c. Meningkatkan Foreign Direct Investmen (FDI) d. Meningkatkan jumlah perusahaan ukuran kecil dan menengah dalam perdagangan internasional. 20 2.3.2 Trade Facilitation dan Strategi Pembangunan Perdagangan Trade facilitation lebih baik dipahami dalam konteks strategi pembangunan perdagangan secara keseluruhan yang tujuannya adalah untuk mengembangkan dan memperluas arus perdagangan yang berkelanjutan untuk mendukung pembangunan ekonomi suatu negara. Trade Development Strategy Trade facilitation Infrastruktur Development Trade Promotion Trade Relations Management Sumber: United Nations (2002) Gambar 3 Trade development strategy Memang, trade facilitation dapat dilihat sebagai salah satu dari empat komponen strategi pembangunan perdagangan yang komprehensif. Empat komponen tersebut antara lain: 1. Trade Facilitation Trade facilitation memberikan kontribusi kepada strategi pembangunan perdagangan secara keseluruhan dengan mengoptimalkan penggunaan infrastruktur perdagangan dan melengkapi upaya promosi perdagangan dengan meningkatkan citra negara sebagai pusat perdagangan yang efisien. Hal ini juga memfasilitasi pembangunan dan pengelolaan hubungan perdagangan dengan membuat perdagangan peraturan dan prosedur yang lebih transparan dan konsisten dengan konvensi internasional dan standar. 2. Infrastruktur Development Pembangunan infrastruktur diperlukan untuk memungkinkan penanganan yang lebih besar volume perdagangan dan meningkatkan diversifikasi barang yang diperdagangkan dan jasa. Ini mencakup penyediaan utilitas dasar seperti listrik dan air, tetapi juga pengembangan pergudangan, transportasi, pengiriman dan infrastruktur teknologi informasi, dan mengatur badan-badan administratif terkait dan sistem. 21 3. Trade Promotion Trade Promotion terdiri dari program dan kegiatan untuk mempromosikan dan mengembangkan perdagangan dengan negara lain. Ini termasuk langkahlangkah yang akan membantu dalam membangun dan meningkatkan suatu negara atau partisipasi perusahaan dalam pameran dagang, misi dagang dan kampanye publisitas, serta memberikan informasi dan saran pada prospek pasar luar negeri, kontak dan akses. Secara khusus, melibatkan bagaimana sebuah negara membantu para eksportir untuk memasuki dan memperluas ke pasar luar negeri dan bagaimana membuat produk-produknya yang kompetitif. 4. Trade Relations Management Hubungan perdagangan internasional melibatkan pengembangan hubungan perdagangan baik dengan negara lain untuk melindungi kepentingan perdagangan suatu negara dan untuk menjamin akses pasar untuk produk dan layanan. Ini juga mencakup isu-isu tentang cara menanggapi pembatasan yang diberikan pada produk oleh negara pengimpor. Hubungan perdagangan biasanya dilakukan pada tiga tingkatan, yaitu: a. Hubungan Bilateral, misal: hubungan antar dua negara b. Hubungan Regional, misal: perjanjian perdagangan regional, ASEAN FTA (AFTA) c. Hubungan Multilateral, misal: WTO 2.4 Faktor-Faktor Penunjang Arus Perdagangan 2.4.1 Gross Domestic Product (Produk Domestik Bruto) Gross Domestic Product (GDP) suatu negara adalah ukuran kapasitas untuk memproduksi komoditi ekspor negara tersebut. Kapasitas perekonomian suatu negara terbuka dapat diketahui berdasarkan kurva batas kemungkinan produksinya. Batas kemungkinan produksi adalah sebuah kurva yang memperlihatkan berbagai alternatif kombinasi dua komoditi yang dapat diproduksi oleh sebuah negara dengan menggunakan semua sumberdayanya dengan teknologi terbaik yang dimilikinya. Jika diasumsikan negara memproduksi komoditi ekspor X, apabila terjadi kenaikan GDP, maka suatu negara akan menambah kapasitas negara untuk 22 memproduksi komoditi X untuk kebutuhan domestik dan ekspor. Besar perubahan GDP yang terjadi menggambarkan pertambahan produksi domestik suatu negara. Adanya peningkatan GDP dan asumsi konsumsi masyarakat sama, maka negara akan mengekspor komoditi X menjadi lebih banyak dari sebelumnya. 2.4.2 Tarif Tarif adalah pajak atau cukai yang dikenakan untuk komoditi yang diperdagangkan lintas batas teritorial. Tarif merupakan bentuk kebijakan perdagangan yang paling tua dan secara tradisional telah digunakan sebagai sumber penerimaan pemerintah sejak lama. Ditinjau dari aspek asal komoditi, ada dua macam tarif, yakni tarif impor (import tariff) dan tarif ekspor (expor tariff). Tarif impor adalah pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang diimpor dari negara lain. Sedangkan tarif ekspor adalah pajak untuk suatu komoditi yang diekspor. Apabila ditinjau dari mekanisme perhitungannya, ada beberapa jenis tarif, yaitu tarif spesifik, tarif ad valorem, dan tarif campuran. Tarif spesifik (specific tariff) dikenakan sebagai beban tetap unit barang yang diimpor (misalnya pungutan 3 dolar untuk setiap barel minyak). Tarif ad valorem (ad valorem tariff) adalah pajak yang dikenakan berdasarkan angka persentase tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor (misalnya suatu negara memungut tarif 25 persen atas nilai atau harga dari setiap unit mobil yang diimpor). Sedangkan tarif campuran (compound tariff) adalah gabungan dari keduanya (Salvatore 1997). 2.4.3 Jarak Antara Negara Jarak adalah indikasi dari biaya transportasi yang dihadapi oleh suatu negara dalam melakukan ekspor. Biaya transportasi adalah salah satu faktor penghambat perdagangan internasional. Jarak meningkatkan biaya transaksi pertukaran barang dan jasa internasional. Semakin jauh terpisah suatu negara dengan yang lain semakin besar pula biaya transportasi pada perdagangan diantara keduanya. Dengan adanya biaya transportasi keuntungan yang diterima oleh suatu negara dari perdagangan internasional semakin kecil. (Krugman 2003) mempertimbangkan jarak kedua negara sebagai determinan penting untuk pola perdagangan geografis. 23 2.5 Faktor-Faktor Penunjang Arus Perdagangan yang Berkaitan dengan Trade Facilitation 2.5.1 Efisiensi Pelabuhan dan Infrastruktur Efisiensi pelabuhan merupakan salah satu faktor penting dari pengukuran trade facilitation, efisiensi ini biasanya berjalan beriringan dengan pembangunan infrastruktur pelabuhan dimana dengan pembangunan infrastruktur memungkinkan penanganan volume perdagangan yang lebih besar dan meningkatkan diversifikasi barang yang diperdagangkan. Ini mencakup penyediaan utilitas dasar seperti listrik dan air, tetapi juga pengembangan pergudangan, transportasi, pengiriman dan infrastruktur teknologi informasi, dan mengatur badan-badan administratif terkait dan sistem. Dalam penellitian ini Efisiensi pelabuhan yang berhubungan dengan infrastruktur diproksi dengan variabel kualitas pelabuhan, hal juga dilakukan oleh Wilson et al (2005). Menurut Wilson et al (2003) menunjukkan bahwa perbaikan dalam efisiensi pelabuhan mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap perdagangan dan diikuti oleh perbaikan bea cukai dan pelaksanaan e-commerce dalam lingkungan bisnis pelabuhan dan bandara. 2.5.2 Efisien Prosedur Kepabeanan Efisien Prosedur Kepabeanan merupakan gambaran dari kinerja kepabeanan setiap negara. Pada dimensi trade facilitation efisiensi prosedur kepabeanan berada dalam lingkup custom environment. Dalam penelitian Portugal dan Wilson (2009), dijelaskan bahwa prosedur kepabeanan dalam konteks yang luas, bea cukai bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan perdagangan di perbatasan suatu negara. Ini melibatkan, misalnya, penetapan tarif yang sesuai, verifikasi barang impor dengan persyaratan peraturan di suatu negara dan internasional, dan mencegah barang impor yang dilarang atau tidak aman. Dalam penelitian Wilson et al (2005) custom environment memberikan dampak yang baik terhadap arus perdagangan di berbagai kawasan ekonomi. 2.5.3 Biaya Administrasi Impor Dalam penelitian ini biaya administrasi impor yang digunakan mencakup biaya yang dikenakan pada kontainer 20-kaki dalam dolar AS. Semua biaya yang 24 terkait dengan menyelesaikan prosedur untuk mengekspor atau mengimpor barang disertakan. Ini termasuk biaya untuk dokumen, biaya administrasi untuk bea cukai dan pengawasan teknis, biaya broker pabean, biaya terminal handling dan transportasi darat. Ukuran biaya tidak termasuk pajak atau pajak perdagangan. Disini hanya biaya resmi yang dicatat. Biaya administrasi impor menurut penelitian Anderson dan Wincoop (2003) termasuk ke dalam biaya perdagangan internasional. Mengurangi biaya perdagangan akan memiliki implikasi kesejahteraan yang besar. Karena kebijakan biaya perdagangan bernilai lebih dari 10% pendapatan nasional suatu negara. Biaya administrasi impor juga digunakan dalam penelitian Martines dan Marques (2008). 2.6 Gravity Model Model gravitasi adalah salah satu alat analisis yang dapat digunakan untuk mengestimasi berapa besarnya nilai barang yang keluar dan masuk di suatu wilayah. Gravity model pertama kali dikembangkan oleh Tinberger (1962) dan Poyhonen (1963) untuk menjelaskan aliran perdagangan bilateral oleh mitra dagang pada GNP dan jarak geografi antar negara. Model ini disebut gravity model, karena menggunakan suatu perumusan yang sama dengan model gravitasi Newton, dimana interaksi antara dua objek adalah sebanding dengan massanya dan berbanding terbalik dengan jarak masingmasing. Dalam bentuknya yang paling umum, konsep gravitasi dapat dirumuskan sebagai berikut (Baldwin & Taglioni 2006). πΌππ = π dimana : π π΄π π π΄π π πππ Iij = Taksiran tingkat interaksi antara wilayah i dengan j Ai, Aj = Besarnya daya tarik wilayah i dan j dij = Ukuran jarak antar wilayah i dan j k = Konstanta a, b, c = Parameter Dugaan (2.1) 25 Interaksi antara i dan j (Iij) mencerminkan nilai dari aliran perdagangan suatu komoditas dari wilayah i ke wilayah j. Aliran perdagangan tersebut tidak hanya terbatas pada aliran perdagangan yang terjadi di tingkat negara tetapi juga meliputi arus perdagangan di wilayah bawahnya (propinsi/kabupaten). Di tingkat negara, penerapan model gravitasi tidak hanya diterapkan pada aliran perdagangan antar dua negara melainkan juga dapat diterapkan lebih dari dua negara, misalnya aliran perdagangan antar negara ASEAN, APEC, dan EROPA UNION. Umumnya variabel-variabel yang digunakan untuk mengukur besarnya daya tarik wilayah i dan j (A) adalah jumlah penduduk, Produk Domestik Bruto (PDB) ataupun Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), nilai tukar, harga relatif komoditas yang diperdagangkan, dan lain-lain. Sedangkan variabel jarak (dij) dapat diukur melalui pendekatan biaya transportasi. Kemudian Beers (2000), memperlihatkan standar gravity model dalam bentuk logaritma adalah sebagai berikut : Log Xij = β0 + β1logYi + β2logYj + β3logNi + β4logNj + β5logDij + β6logPij + uij (2.2) dimana : Xij : Komoditi aliran perdagangan bilateral dari negara i ke negara j Yi : GDP negara i Yj : GDP negara j Ni : Populasi negara i Nj : Populasi negara j Dij : Jarak antara negara i dan j Pij : Dummy uij : standar error Model di atas menggambarkan pola normal atau sistematik dari perdagangan dunia yang digambarkan oleh determinan natural dari volume perdagangan seperti Yi, Yj, Ni, Nj, dan Dij. Variabel dummy integrasi ekonomi diperkenalkan untuk menjelaskan deviasi dari pola perdagangan ini pada faktor 26 preferensial perdagangan. Variabel jarak bilateral dipakai untuk setiap aliran perdagangan bilateral. Spesifikasi model mengasumsikan bahwa rintangan hubungan jarak pada perdagangan menyebabkan timbulnya hambatan yang sama per unit jarak pada perdagangan dalam setiap arah. Anderson (1979), memperoleh persamaan gravity secara bersama-sama dengan memasukkan fungsi jarak bilateral ke dalam persamaan yang menunjukkan ”bahwa aliran dari i ke j tergantung pada jarak ekonomi dari i ke j relatif terhadap rata-rata terbobot perdagangan pada jarak ekonomi dari i ke semua titik dalam sistem”. Modifikasi gravity model mengingatkan akan jarak bilateral relatif terhadap rata-rata terbobot dari jarak pengimpor ke semua para supplier yang potensial. Jika jarak bilateral tinggi dibandingkan dengan jarak rata-rata ke semua pengekspor potensial, pengimpor dilokasikan secara relatif kurang baik dan oleh sebab itu perdagangan bilateral menjadi menurun. Apabila pengimpor j dilokasikan secara relatif kurang baik, misalnya jarak efektif yang tinggi sebagai spesifikasi dalam persamaan di atas, hal tersebut masih menyisakan kemungkinan bahwa lokasi tersebut secara relatif menguntungkan dari perspektif pengekspor karena secara relatif akhirnya lokasi yang kurang baik menyebabkan tingginya rata-rata jarak untuk semua demanders potensial. Aliran perdagangan bilateral akan berpengaruh positif karena dampak spesifik tersebut (Beers 2000). 2.7 Metode Regresi Data Panel Beberapa penelitian yang pernah dilakukan untuk melihat dampak trade facilitation terhadap arus perdagangan internasional maupun bilateral menggunakan beberapa metode analisis. Wilson et al (2003), Wilson et al (2005), dan; Shepherd dan Wilson (2008) menggunakan regresi data panel gravity. Walkenhorst dan Yasui (2003) serta Kim dan Park (2006) menggunakan model GTAP. Disesuaikan dengan kondisi data yang digunkan, maka metode regresi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah regresi data panel dengan model gravitasi. Baltagi (2005) mengungkapkan penggunaan metode data panel sebagai berikut: beberapa keunggulan dalam 27 1) Mampu mengontrol heterogenitas individu karena estimasi dapat dilakukan secara eksplisit dengan memasukkan unsur heterogenitas individu. 2) Mampu memberikan data yang informatif, mengurangi kolinearitas antar peubah, meningkatkan derajat bebas dan lebih efisien. 3) Sangat baik digunakan dalam studi yang bersifat dynamics of adjustment, sehingga sangat sesuai untuk mengukur perubahan dinamis karena berkaitan dengan observasi cross section yang terjadi berulang. 4) Sangat baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang tidak mampu dideteksi dalam data cross section saja atau data time series saja. 5) Dapat digunakan untuk mengkonstruksi dan menguji model perilaku yang lebih kompleks dibandingkan dengan data cross section atau data time series. Penggunaan metode data panel juga memiliki beberapa keterbatasan terutama jika pengumpulan data menggunakan metode survei. Beberapa keterbatasanmya adalah: 1) Permasalahan dalam desain survei panel, pengumpulan dan manajemen data akibat besarnya unit observasi dalam data panel. Permasalahan tersebut terkait dengan cakupan (coverage), nonresponse, kemampuan daya ingat responden (recall), frekuensi dan waktu wawancara. 2) Distorsi kesalahan dalam pengamatan (measurement errors). Kesalahan dalam pengukuran umumnya terjadi karena respon yang tidak sesuai, pertanyaan yang tidak jelas, ketidaktepatan informasi, dan sebagainya. 3) Permasalahan selektivitas (selectivity) yang mencakup: a. Self-selectivity: permasalahan karena data yang dikumpulkan untuk penelitian tidak sepenuhnya dapat menangkap fenomena yang ada. b. Non-response: permasalahan yang muncul dalam panel data ketika ada ketidaklengkapan jawaban yang diberikan oleh responden. c. Attrition: jumlah responden yang cenderung berkurang pada putaran survei berikutnya yang biasanya terjadi karena responden pindah, meninggal dunia atau biaya menemukan responden yang terlalu tinggi 4) Dimensi waktu (time series) yang pendek. Jenis panel mikro biasanya mencakup data tahunan yang relatif pendek untuk setiap individu. 28 5) Cross-section dependence. Fenomena ini dapat dijelaskan dengan contoh, data panel yang sifatnya makro dengan unit observasi negara dan saling memiliki ketergantungan antara negara yang satu dengan negara lainnya. Jika series mencakup waktu yang panjang maka akan mengabaikan crosscountry dependence sehingga menyebabkan penarikan kesimpulan yang salah (misleading inference). 2.8 Tinjauan Penelitian Terdahulu Wilson et al (2003) menganalisis hubungan antara trade facilitation, arus perdagangan dan GDP per kapita untuk sektor barang-barang di negara APEC dengan menggunakan empat indikator dari trade facilitation, yaitu efisiensi pelabuhan, custom environment, regulasi, dan e-bisnis. Penelitiannya menunjukkan bahwa perbaikan dalam efisiensi pelabuhan mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap perdagangan dan diikuti oleh perbaikan bea cukai dan pelaksanaan e-bisnis. Sedangkan indikator regulasi mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap perdagangan manufaktur APEC. Manfaat dari perbaikan trade facilitation akan meningkatkan perdagangan intraAPEC sebesar $254 milyar dan GDP per kapita sebesar 4,3 persen. Penelitian lanjutan dilakukan oleh Wilson et al (2005) dalam penelitiannya juga menggunakan gravity model untuk mengestimasi hubungan antara trade facilitation dan arus perdagangan pada barang-barang manufaktur selama 2000-2001 di 75 negara. Mereka menggunakan empat indikator dalam trade facilitation, yaitu efisisensi perdagangan, bea cukai, regulasi, dan jasa sektor infrastruktur. Dalam penelitiannya ditemukan bahwa perbaikan dalam trade facilitation meningkatkan ekspor dan impor di setiap negara dan dunia. Hasil lain menunjukkan bahwa total keuntungan dalam arus perdagangan pada barang-barang manufaktur dari perbaikan trade facilitation adalah $377 milyar. Penelitian Walkenhorst dan Yasui (2003) menganalisis dampak biaya transaksi perdagangan terhadap manfaat perdagangan dunia dengan menggunakan analisis GTAP. Dari hasil penelitian memperkirakan bahwa pengurangan satu persen biaya transaksi perdagangan untuk perdagangan barang akan membawa keuntungan tahunan sekitar Rp 40 miliar di seluruh dunia. Sebagian besar 29 keuntungan akan menguntungkan negara-negara berkembang secara relatif dan tidak ada yang dirugikan. Hasil estimasi juga menunjukkan share perdagangan terhadap GDP akan meningkat lebih baik pada kawasan Timur Tengah & Afrika Utara yaitu sebesar 0,27 persen, Non-OECD Asia Pasifik sebesar 0,25 persen, OECD Eropa sebesar 0,19 persen dan Sub-Sahara Afrika sebesar 0,18 persen. Penelitian Shepherd dan Wilson (2008), pada penelitian ini menunjukkan bahwa impor dan ekspor dengan biaya bervariasi di negara-negara anggota, mulai dari sangat rendah ke tingkat yang cukup tinggi. Tarif dan hambatan non-tarif pada umumnya rendah sampai sedang. Kualitas Infrastruktur dan layanan berbagai sektor memiliki daya saing dari tingkatan adil (fair) sampai tingkatan sangat baik (excelent). Menggunakan model gravitasi standar, penulis menemukan bahwa arus perdagangan di Asia Tenggara sangat sensitif (particulary sensitive) untuk infrastruktur transportasi dan teknologi informasi serta komunikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa posisi wilayah berada membuat keuntungan ekonomi yang signifikan dari reformasi perdagangan fasilitasi. Keuntungan ini bisa jauh lebih besar daripada yang dari reformasi tarif sebanding (comparable tariff reforms). Diperkirakan bahwa meningkatkan fasilitas pelabuhan di kawasan itu, misalnya, bisa memperluas perdagangan hingga 7,5 persen atau 22 miliar US$. Para penulis menafsirkan ini sebagai indikasi dari peran penting infrastruktur transportasi dapat berguna dalam meningkatkan perdagangan intra-regional. Kemudian penelitian Martinez dan Marquez (2008) menganalisis pengaruh trade facilitation terhadap arus perdagangan di tingkat sektoral. Data yang digunakan adalah prosedur dalam melakukan ekspor dan impor barang dengan fokus penelitian pada jumlah dokumen dan waktu yang dibutuhkan (clearence time) dalam menyelesaikan administrasi prosedur ekspor dan impor. Menggunakan model gravitasi dengan penduga OLS, PPML dan model Havey, pada 13 negara ekportir dan 167 negara importir. Penelitian ini menunjukkan arus perdagangan akan meningkat dengan menurunkan biaya transportasi dan menurunkan hari yang dibutuhkan untuk berdagang. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa peningkatan trade facilitation tidak hanya memberikan 30 manfaat kepada negara yang sedang berdagang atau satu negara saja, tapi juga kepada negara tujuan yang berdagang. Sementara pada penelitian ini juga membandingkan dengan penelitianpenelitian sebelumnya yang mengkaji tentang dampak trade facilitation terhadap arus perdagangan dan peranannya bagi perkembangan negara-negara yang diobservasi. Bedanya penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada fokus penelitian yaitu mengakaji pada kerjasama yang lebih luas pada kawasan ASEAN, yaitu pada ASEAN+3 dimana perluasan ini akan memberikan dampak yang berbeda dan lebih besar terhadap perekonomian negara-negara ASEAN+3. Pada penelitian ini menggunakan model panel gravity yang menganalisis dampak trade facilitation terhadap arus perdagangan di negara-negara ASEAN+3. 2.9 Kerangka Pemikiran Kerjasama ASEAN+3 FTA yang ditandatangani pada bulan Oktober 2009, akan berimplikasi pada arus perdagangan di ASEAN+3 FTA. Implementasi ASEAN+3 FTA memberikan dampak yang terbatas terhadap arus perdagangan bilateral antar negara anggota. Sehingga menyebabkan perubahan pada nilai perdagangan antar negara anggota. Dalam merespon dampak yang terbatas tersebut maka diperkenalkan pengukuran trade facilitation. Dimana dengan adanya pengukuran trade facilitation ini diharapkan dapat memberikan pengaruh yang signifikan pada perekonomian masing-masing negara dalam rangka meningkatkan volume perdagangan diantara negara anggota ASEAN+3 FTA. Pemodelan yang dibangun disesuaikan dengan fenomena dan ketersediaan data yang ada, dengan batasan penelitian sebagai berikut: 31 Kerjasama ASEAN+3 Trade Development Strategy Infrastruktur Development Trade facilitation Trade Promotion Trade Relations Management Trade facilitation Model Panel Gravity • GDP riil per kapita negara eksportir • GDP riil per kapita negara importir • Jarak • Tarif • Nilai Tukar Riil • Kualitas Pelabuhan • Efisiensi Prosedur Kepabeanan • Biaya Impor Perdagangan Multilateral Intra ASEAN+3 Implikasi Kebijakan Keterangan: : tidak dibahas dalam Penelitian Gambar 4 Kerangka pemikiran 2.10 Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. GDP per kapita suatu negara berhubungan positif dengan arus perdagangan. Peningkatan GDP per kapita suatu negara dengan lawan dagangnya menyebabkan perdagangan bilateral diantara keduanya akan meningkat. 2. Kualitas pelabuhan dan efisiensi prosedur kepabeanan memiliki hubungan yang positif terhadap arus perdagangan. 3. Biaya administrasi yang diperlukan dalam impor memiliki hubungan yang negartif terhadap arus perdagangan. 4. Jarak dan tarif berhubungan negatif terhadap arus perdagangan. 32 5. Depresiasi nilai tukar berpengaruh positif terhadap arus perdagangan impor. Artinya, makin terdepresiasi nilai tukar riil maka volume impor akan meningkat.