analisis fonotaktik pola penyukuan kata tuturan guru bahasa

advertisement
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Undiksha Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015
ANALISIS FONOTAKTIK POLA PENYUKUAN KATA TUTURAN GURU
BAHASA INDONESIA DAN SISWA KELAS XI IPB DALAM DISKUSI
ANTARKELOMPOK DI SMA NEGERI 1 NUSA PENIDA
Pt. Gita Mertasih¹, I Gede Nurjaya², Sang Ayu Pt. Sriasih³
¹ ² ³Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Pendidikan ganesha
Singaraja, Indonesia
e-mal: [email protected], [email protected],
[email protected], [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) kelompok kata yang mengalami perubahan pelafalan
dan pola suku kata dari segi fonotaktik pada tuturan guru dan siswa kelas XI IPB, (2) jenis fonem dan
pola suku kata bahasa Indonesia yang paling banyak mengalami perubahan pola secara fonotaktik, (3)
penyebab terjadinya perubahan pola suku kata secara fonotaktik dalam diskusi antarkelompok pada
pembelajaran bahasa Indonesia kelas XI IPB di SMA N 1 Nusa Penida. Untuk mencapai tujuan itu,
penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini adalah (1) guru
bahasa bahasa Indonesia, dan (2) siswa kelas XI IPB. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data
adalah metode observasi dan metode wawancara. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan
model analisis deskriptif kualitatif melalui (1) identifikasi data, (2) klasifikasi data, (3) penyajian data, dan
(4) penarikan simpulan. Hasil penelitian ini 1. kata yang mengalami perubahan pelafalan adalah kata
murit, mongomentari, gak, kalok, males, dan denger, dan perubahan pola suku kata yaitu kata drama,
praktek, trampil, strategi, struktur, dan stres. 2. jenis fonem dan pola suku kata bahasa Indonesia yang
paling banyak mengalami perubahan pola secara fonotaktik adalah fonem vokal /a/ dan pola suku kata
serapan. 3. Penyebab terjadinya perubahan pola suku kata secara fonotaktik adalah terjadi proses
morfologi yaitu adanya pemunculan fonem. Selain itu, penyebab lain yang terjadi adanya karena
kurangnya antusias guru dan siswa dalam berbahasa lisan yang baik dan benar. Disarankan hasil
penelitian ini dapat bermakna dalam pembelajaran berbahasa, khususnya dalam pembelajaran bahasa
Indonesia.
Kata kunci: lafal, suku kata, fonotaktik
Abstract
This study aimed to describe (1) a group of words which change the pronunciation and the pattern of
syllables in terms fonotaktik the speech of teachers and students of class XI IPB, (2) types of phonemes
and patterns of syllables Indonesian most widely changing patterns in fonotaktik, (3) the cause of the
change in the pattern of syllables in fonotaktik in discussions between groups at study Indonesian IPB XI
classes in SMA N 1 Nusa Penida. To achieve that goal, this study used a qualitative descriptive study
design. Subjects of this study were (1) Indonesian language teacher, and (2) a class XI student of IPB.
The method used in data collection is a method of observation and interview methods. The data obtained
were analyzed using qualitative descriptive analysis model through (1) the identification of the data, (2)
classification of data, (3) presentation of data, and (4) drawing conclusions. 1. The results of this study
were to change the pronunciation of the word is the word murit, mongomentari, gak, Kalok, lazy, and
heard, and changes in the pattern of syllables that words play, practice, skilful, strategy, structure, and
stress. 2. The types of phonemes and syllables Indonesian pattern most experienced changes in
fonotaktik pattern is phoneme vowel / a /, and the pattern of syllables uptake. 3. The cause of the
changing patterns of syllables in fonotaktik is a process that is the morphological appearance of
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Undiksha Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015
phonemes. In addition, other causes that occur are because of the lack of enthusiasm of teachers and
students in the language spoken is good and right. Suggested results of this study can be meaningful in
language learning, especially in learning Indonesian.
Keywords: pronounciation, syllable, phonotactics
PENDAHULUAN
Bahasa adalah suatu sistem dari lambang bunyi arbitrer yang dihasilkan oleh alat
ucap manusia dan dipakai oleh masyarakat
untuk berkomunikasi, bekerja sama, dan
mengidentifikasi diri. Bahasa dibentuk oleh
kaidah atau aturan serta pola yang tidak
boleh dilanggar agar tidak menyebabkan
gangguan pada komunikasi yang terjadi.
Kaidah, aturan, dan pola-pola yang dibentuk
mencakup tata bunyi, tata bentuk, dan tata
kalimat. Agar komunikasi yang dilakukan
berjalan dengan baik, penerima dan pengirim bahasa harus menguasai bahasanya.
Dalam proses belajar-mengajar, kegiatan diskusi merupakan salah satu
kegiatan dalam situasi formal yang mengharuskan untuk berbahasa lisan secara benar.
Kegiatan diskusi sering diterapkan oleh
guru agar siswa dapat lebih aktif berbicara
dan
bebas
mengeluarkan
pendapat
berkenaan dengan topik yang dibahas.
Wiyanto, (2000: vii) menegaskan bahwa
diskusi merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan ketajaman berpikir dan
kemampuan berbahasa. Oleh karena itulah
kegiatan diskusi kerap dilakukan dalam
pembelajaran di kelas.
Apabila siswa telah terbiasa dengan
diskusi yang sehat, secara otomatis siswa
akan mampu mengaktualisasikan diri dalam
berkomunikasi secara lisan. Rasa malu
siswa untuk berkomunikasi di depan umum
sedikit demi sedikit akan berkurang,
misalnya dalam menyampaikan pendapat
atau argumentasi yang dimilikinya.
Pembicara lisan dalam situasi formal
berbeda tuntutan kaidah kebakuannya
dengan pembicaraan lisan dalam situasi
tidak formal atau santai. Pambicara lisan
dalam situasi formal biasanya dilakukan
oleh kelompok penutur yang berpendidikan.
Bahasa yang digunakan oleh kelompok
penutur yang berpendidikan berbeda
dengan yang tidak berpendidikan, terutama
dalam pelafalan kata yang berasal dari
bahasa asing, misalnya fitnah, kompleks,
instruksi, video, film, fakultas. Penutur yang
tidak berpendidikan mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek, intruksi, pidio, pilm,
pakultas. Dari penjelasan tersebut, jelas
bahwa dalam bahasa lisan terutama dalam
situasi formal, unsur pelafalan menjadi hal
yang penting dan perlu dilatih sedini
mungkin.
Kesalahan pelafalan dapat mengakibatkan interferensi bahasa. Interferensi
yang terjadi disebabkan transper negatif
dari guru kepada siswa, sehingga kualitas
bahasa siswa menjadi buruk. Akibat tersebut hendaknya tidak dipandang sebelah
mata, mengingat bahwa pendidikan dan
bahasa mempunyai hubungan yang erat
sekali dan penggunaan bahasa dalam
pengajaran memainkan peranan yang
sangat penting bagi perkembangan intelektual dari si pelajar. Oleh karena itu,
aturan pelafalan diatur dalam ejaan bahasa
Indonesia.
Salah satu hal yang diatur dalam
ejaan ialah cara pelafalan atau cara
pengucapan dalam bahasa Indonesia. Pada
akhir-akhir ini, sering kita dengar orang
melafalkan bunyi bahasa Indonesia dengan
keraguan. Keraguan yang dimaksud adalah
ketidakteraturan pengguna bahasa dalam
melafalkan huruf. Kesalahan pelafalan
dapat terjadi karena lambang (huruf)
diucapkan tidak sesuai dengan bunyi yang
melambangkan huruf tersebut.
Kaidah pelafalan bunyi bahasa Indonesia berbeda dengan kaidah bunyi bahasa
lain, terutama bahasa asing, seperti bahasa
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Undiksha Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015
Inggris, bahasa Belanda, dan bahasa
Jerman. Dalam bahasa asing, satu bunyi
yang dilambangkan dengan satu huruf,
misalnya /a/ atau /g/, dapat diucapkan
dengan berbagai wujud bunyi bergantung
pada bunyi atau fonem yang ada di
sekitarnya. Lain halnya dengan bahasa
Indonesia, ketentuan pelafalan yang berlaku
dalam bahasa Indonesia cukup sederhana,
yaitu bunyi-bunyi dalam bahasa Indonesia
harus dilafalkan sesuai dengan apa yang
tertulis. Lafal dalam bahasa Indonesia harus
disesuaikan pula dengan kaidah fonotaktik
yang mengatur deretan fonem dalam suatu
bahasa. Tegasnya, fonotaktik sangat penting dikaji untuk mendapatkan pelafalan
yang baik.
Fonotaktik adalah bidang fonologi atau
fonemik yang mengatur tentang penjejeran
fonem dalam kata. Contohnya, kata
/perbandingan/ memiliki 11 fonem. Jejeran
fonem dari kata tersebut adalah /p,e,r,b,a,n,d,i,ng,a,n/. Fonotaktik antara bahasa
yang satu dengan bahasa yang lain
memiliki kekhasan. Seperti bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris, bahasa
Indonesia pada mulanya tidak memiliki
gugus konsonan /str-/ sedangkan bahasa
Inggris memiliki gugus konsonan /str-/.
Fonotaktik dalam bahasa Inggris memiliki
gugus konsonan /str-/ yang pada umumnya
tidak terdapat dalam bahasa Indonesia.
Namun karena kontak antara bahasa yang
terus-menerus
memungkinkan
gugus
konsonan /str-/ ini ada dalam bahasa Indonesia.
Setiap bahasa memiliki aturan penderetan fonem yang disebut fonotaktik. Aturan
inilah yang akan membedakan apakah
suatu deretan fonem dapat diterima pada
suatu bahasa atau tidak. Bahasa Indonesia
juga mempunyai atauran dari segi fonotaktik. Fonotaktik dapat membuat kita merasakan secara ituitif, kata mana yang
terdengar seperti kata dalam bahasa Indonesia, meskipun belum pernah kita dengar
atau lihat sebelumnya. Berdasarkan Kamus
Besar Bahasa Indonesi, fonotaktik adalah
urutan fonem yang dimungkinkan dalam
suatu bahasa atau deskripsi untuk urutan
fonem.
Analisis fonotaktik bertolak pada
pengamatan real (apa adanya) terhadap
perilaku atau distribusi bunyi pada kata-kata
yang diucapkan oleh penutur bahasa yang
bersangkutan. Jadi, analisis fonotaktik bersifat deskriptif. Oleh karena itu, penjelasanpenjelasan yang menyangkut bunyi dan
variasi-variasinya selalu berda- sarkan
posisi dan lingkungan (Masnur Muslich,
2012: 91).
Dalam kegiatan berbahasa, pengetahuan tentang kaidah fonotaktik dapat
mendukung penentuan sistem silabisasi
(penyukuan kata) sebuah bahasa, dapat
menentukan proses perubahan bunyi
seperti asimilasi, dismilasi, elisi, metatesis,
protesis, dan epentesis. Parera (1986: 60)
mengatakan bahwa studi fonotaktik sebuah
bahasa akan menjembatani studi mengenai
perubahan bunyi antarbahasa secara
historis. Studi ini pun dapat menjelaskan
kejadian penyesuaian bunyi pada kata-kata
serapan. Oleh karena itu, penelitian
fonotaktik suatu bahasa penting untuk
dilakukan.
Pola suku kata merupakan satu bagian yang perlu dilengkapi dengan studi
fonotaktik sebuah bahasa. Dengan pengetahuan fonotaktik sebuah bahasa, peneliti
bahasa dapat menentukan pola suku kata
bahasa tertentu. Berdasarkan fonotaktik
bahasa Indonesia pula, dapatlah ditentukan
kemungkinan pola suku kata bahasa
Indonesia.
Penelitian mengenai analisis fonotaktik tuturan guru bahasa Indonesia dan
siswa kelas XI IPB menarik diteliti karena
kata
yang
diujarkan sering
terjadi
perubahan pola suku kata. Salain itu,
penelitian ini menarik karena setiap
konsonan berderet yang ada dalam satu
kata belum tentu sebagai gugus konsonan,
dan gugus konsonan memiliki pola suku
kata serta jenis yang berbeda, baik itu yang
terletak pada posisi suku kata pertama,
suku kata kedua maupun kedua suku kata.
Akibat adanya kosa kata serapan, kata-kata
bahasa Indonesia mengalami perkem-
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Undiksha Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015
bangan dan dimungkinkan sekali perkem bangan itu berpengaruh terhadap kaidah
fonotaktik bahasa Indonesia, termasuk pola
fonotaktik suku kata serapan.
Ada anggapan bahwa semakin tinggi
jenjang sekolah, maka semakin matang
kemampuan berbahasanya. Benarkah demikian? belum ada penelitian yang
membenarkan anggapan tersebut. Oleh
karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai analisis fonotaktik
tuturan guru bahasa Indonesia dan siswa
kelas XI IPB dalam diskusi antarkelompok
di SMA Negeri 1 Nusa Penida. Sebagai
langkah awal, penelitian dilakukan terhadap
penggunaan bahasa saat pembelajaran
oleh guru bahasa Indonesia dan siswa
kelas XI IPB. Hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan masukan berupa perbaikan penggunaan bahasa Indonesia guru
saat penyampaian materi pembelajaran dan
siswa saat mengajukan pendapat, baik pada guru SMA Negeri 1 Nusa Penida maupun guru bahasa Indonesia di luar sekolah
itu.
Ketika survey awal pada proses
pembelajaran behasa Indonesia di kelas XI
IPB 1 SMA Negeri 1 Nusa Penida, bahasa
yang digunakan oleh guru bahasa Indonesia dan siswa kelas XI IPB masih mengandung kesalahan-kesalahan, teruta- ma dari
segi fonologi. Salah satu wacana yang
pernah diungkapkan oleh guru bahasa In donesia saat proses pembelajaran adalah
“Selamat siang murit-murit, sebelum ibu
melanjutkan materi, ibu ingin tanya mengenai kesulitan kalian saat mengerjakan
tugas minggu lalu”. Dikaji dari segi Fonologi,
terdapat kesalahan dalam pengucapan/
lafal. Kesalahan lafal terletak pada penggunaan kata “murit-murit”. Kesalahan lafal pada pengucapan kata “murit-murit” memang
sering diucapkan, apalagi dalam konteks
berbicara secara langsung. Oleh sebab itu,
ketelitian dan ketepatan dalam penggunaan
bahasa Indonesia menjadi hal yang penting.
Contoh lain kesalahan guru adalah kesalahan penggunaan leksikon, "Tolong dibesarkan suaranya, biar semua denger”. Kesalahan fonotaktik pada kalimat tersebut ditan-
dai adanya penggunaan kata “denger”. Kata
“denger” yang seharusnya “dengar” juga
mengalami kekeliruan, terutama pelafalannya. Penggunaan kata “denger” sering digunakan oleh orang-orang Bali, karena
adanya pengaruh dari bahasa Daerah yaitu
kata dingeh. Selain itu, salah seorang siswa
kelas XI IPB 1 di SMA N 1 Nusa Penida
juga mengucapkan kata “struktuk” dengan
penyukuan kata yang keliru yaitu “se-truktur”. Kata tersebut mengalami perubahan
pola suku kata dari segi fonotaktik. Karena
kata “struktur” yang seharusnya memiliki
dua suku kata yaitu struk-tur dan pola suku
kata KKKVK pada suku kata /struk/ diubah
menjadi tiga suku kata yaitu se-truk-tur dan
memiliki pola suku kata yang berbeda.
Dipilihnya guru bahasa Indonesia dan
siswa kelas XI IPB di SMA Negeri 1 Nusa
Penida didasarkan pada hasil observasi
awal terhadap proses pembelajaran di
kelas. Dalam proses belajar, baik dalam
menyampaikan salam maupun materi,
sebagian besar guru bahasa Indonesia di
SMA Negeri 1 Nusa Penida mengabaikan
aspek fonologi terutama pengucapan/lafal
dan fonotaktik dalam berbahasa Indonesia.
Akibat dari kelalaian guru ini, dapat
berpengaruh terhadap penggunaan bahasa
siswa, megingat bahwa guru sebagai
model. Siswa tidak akan canggung menggunakan bahasa Indonesia yang salah
tersebut karena guru mereka pun juga
menggunakan sistem bahasa yang salah.
Maka dari itu, selain guru bahasa Indonesia
di SMA Negeri 1 Nusa Penida subjek kedua
adalah siswa kelas XI IPB di SMA N 1 Nusa
Penida.
Penelitian tentang analisis fonotaktik
guru bahasa Indonesia dan siswa kelas XI
IPB dalam diskusi antarkelopok di SMA
Negeri 1 Nusa Penida belum pernah
dilakukan, meskipun ada penelitian serupa
tentang fonotaktik yang dilaksanakan oleh
beberapa peneliti lainnya. Winarsih (2009),
misalnya, meneliti tentang “Kajian Bentukbentuk Akronim Bahasa Indonesia dan
kajian fonotaktiknya dalam berita liputan
khusus pemilu 2009 pada surat kabar”.
Yang membedakan dengan penelitian ini
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Undiksha Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015
adalah subjek penelitian dan objek
penelitiannya. Subjek penelitian Winarsih
adalah berita liputan khusus pemilu 2009
pada surat kabar Solo Post, sedangkan
objek penelitian ini adalah guru bidang studi
bahasa Indonesia dan siswa kelas XI IPB
di SMA Negeri 1 Nusa Penida. Objek
penelitian Winarsih adalah kajian bentukbentuk akronim bahasa Indonesia dan
kajian fonotaktiknya, sedangkan objek
penelitian ini adalah kesalahan fonotaktik.
Selain itu, penelitian sejenis mengenai
fonotaktik juga dilakukan oleh Editya
Herningtias pada tahun 2012 yang berjudul
“Peran Fonotaktik Bahasa Indonesia dalam
Penyerapan Kata Bahasa Belanda Bidang
Kedokteran dan Kesehatan”. Perbedaan
jelas terlihat dari segi subjek dak objek
penelitiannya. Subjek penelitian Editya
(2012) adalah penyerapan kata bahasa
Belanda bidang kedokteran dan kesehatan,
dan objek penelitian tersebut adalah peran
fonotaktik bahasa Indonesia. Penelitian
Editya Herningtia bertujuan untuk mengetahui peran fonotaktik bahasa Indonesia di
bidang kedokteran dan kesehatan. Dengan
demikian, penelitian yang dilakukan peneliti
ini penting dilakukan untuk inovasi di dalam
dunia pendidikan khususnya dalam ilmu
linguistik.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini dipaparkan tentang (1) rancangan penelitian, (2) subjek
dan objek penelitian, (3) pengumpulan data,
dan (4) analisis data. Di bawah ini dipaparkan mengenai metode penelitian tersebut.
Penelitian ini menggunakan rancangan dan pendekatan deskriptif kualitatif.
Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk
memeroleh gambaran yang jelas, objektif,
sistematis, dan cermat mengenai fakta-fakta
yang diperoleh. Pendekatan metode ini menekankan pada ketajaman analisis secara
objektif sehingga diperoleh ketepatan dalam
interpretasi.
Paparan di atas, sejalan dengan rancangan penelitian adalah strategi penelitian
untuk mengatur latar (setting) penelitian
agar peneliti memeroleh data yang tepat
(valid) sesuai dengan karakteristik variabel
dan tujuan penelitian. Data diperoleh dalam
penelitian ini disajikan secara kualitatif.
Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif tersebut, pada penelitian ini
peneliti tidak melakukan control atau manipulasi terhadap variabel penelitian. Peneliti
hanya sebagai pengamat yang akan
menggambarkan atau melukiskan hal yang
ditemukan ketika penelitian secara naratif.
Rancangan deskriptif ini dipilih oleh
peneliti
untuk
memberikan
suatu
penggambaran yang jelas mengenai
perubahan pola suku kata dari segi
fonotaktik pada penggunaan bahasa guru
bahasa Indonesia dan siswa kelas XI IPB di
SMA Negeri 1 Nusa Penida.
Suandi (2008: 31) mengemukakan
bahwa subjek adalah benda, hal, atau
orang tempat variabel melekat, dan yang
dipermasalahkan dalam penelitian. Subjek
dalam penelitian ini adalah guru bahasa
Indonesia yang berjumlah 1 orang dan
siswa di SMA Negeri 1 Nusa Penida yang
berjumlah 73 orang yang meliputi kelas XI
IPB 1 dan XI IPB 2.
Secara umum, objek penelitian yang dikaji
dalam penelitian ini adalah
perubahan
pelafalan dan penyukuan kata dari segi
fonotaktiknya. Objek yang dikaji secara khusus, berupa kata yang mengalami perubahan pelafalan dan pola suku kata, pada
fonem dan suku kata bahasa Indonesia apa
saja yang mengalami perubahan tersebut,
dan penyebab terjadinya perubahan tersebut. Hal ini menyatakan bahwa objek
penelitian adalah masalah yang dikaji dalam
penelitian.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi dan
metode wawancara.
Metode observasi digunakan oleh peneliti untuk mencari data dari rumusan
masalah pertama, kedua, dan ketiga yaitu
mengenai kata yang mengalami perubahan
pola dari segi fonotaktik, pada pola suku
kata bahasa Indonesia apa saja yang paling
banyak mengalami berubahan pola secara
fonotaktik, dan penyebab terjadinya peru-
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Undiksha Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015
bahan pola suku kata dari segi fonotaktik
pada tuturan guru bahasa Indonesia dan
siswa kelas XI IPB.
Metode observasi yang peneliti
gunakan adalah metode observasi nonpartisipasi dengan teknik perekaman. Peneliti
berada di kelas XI IPB pada pembelajaran
bahasa Indonesia untuk mengadakan pengamatan, perekaman, dan pencatatan
langsung terhadap kata yang mengalami
perubahan pelafalan dan pola dari segi
fonotaktik, pada fonem dan pola suku kata
bahasa Indonesia apa saja yang paling
banyak mengalami berubahan pola secara
fonotaktik, dan penyebab terjadinya perubahan pola suku kata dari segi fonotaktik
pada tuturan guru bahasa Indonesia dan
siswa kelas XI IPB, tetapi peneliti tidak
terlibat langsung dalam aktivitas yang
dilakukan subjek penelitian. Observasi
dilakukan dengan bantuan instrumen obsevasi dan alat perekam untuk memperoleh
data mengenai bagaimanakah perubahan
pola suku kata dari segi fonotaktik dalam
diskusi antarkelompok kelas XI IPB di SMA
N 1 Nusa Penida.
Metode pengumpulan data dengan
wawancara dilakukan dengan mengajukan
pertanyaan kepada responden dengan dibantu menggunakan alat perekam untuk
menghindari kehilangan data. Metode wawancara dalam penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui penyebab perubahan
pola suku kata dari segi fonotaktik. Jadi
data yang diperoleh dari hasil wawancara
digunakan sebagai acuan untuk menentukan penyebab perubahan pola suku kata
dari segi fonotaktik. Jadi data yang diperoleh dari hasil wawancara digunakan
sebaga pelengkap dari data yang diperoleh
melalui metode observasi. Dalam penelitian
ini, wawancara yang dilakukan adalah
wawancara tidak terstruktur agar responden
bisa menjawab secara bebas sesuai dengan pikiran da nisi hatinya. Responden
secara spontan dan lugas dapat mengemukakan segala sesuatu yang ingin dikemukakannya. Dengan demikian, peneliti
bisa memperoleh gambaran yang luas
mengenai terjadinya kesalahan fonotaktik.
Instrument pada metode ini adalah pedoman wawancara. Pelaksanaan wawancara
dilakukan langsung setelah peneliti melakukan perekaman pada metode observasi
terhadap percakapan pada diskusi antarkelompok antara guru bahasa Indonesia dan
siswa XI IPB, hal ini betujuan agar data satu
dengan data lainnya tidak terlepas, jadi
peneliti bisa langsung menanyakan data
guru dan siswa yang melakukan kesalahan
fonotaktik serta penomoran pada data
wawancara
yang
dicantumkan
tidak
tertukar.
Instrumen penelitian yang peneliti
gunakan adalah pedoman observasi yang
digunakan untuk mendapatkan gambaran
sesuai dengan rumusan masalah dan
tujuan yang pertama dan kedua. Selain itu
peneliti juga menggunakan pedoman wawancara untuk memdapat gambaran sesuai
dengan rumusan masalah dan tujuan yang
ketiga.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif sebagai
metode analisis data.berdasarkan metode
ini, peneliti dapat menggunakan teori-teori
relevan yang telah dipaparkan dalam kajian
pustaka sebagai acuan bagi peneliti untuk
mendalami objek penelitian. Analisis data
deskriptif kualitatif diarahkan pada identifikasi dan klasifikasi untuk mendapatkan
deskripsi yang jelas, rinci dan memadai,
berkenaan dengan terjadinya kesalahan fonotaktik dan penyebab terjadinya kesalahan
fonotaktik di SMA N 1 Nusa Penida.
Teknik analisis data deskriptif kualitatif
dapat dibagi menjadi empat langkah: identifikasi data, klasifikasi data, penyajian data,
dan penarikan kesimpulan.
Pada proses identifikasi dilakukan
reduksi data. Reduksi data adalah memilih
data yang diperlikan dan menyisihkan data
yang tidak dperlukan. Kegiatan reduksi data
dilakukan dengan memilih hal-hal pokok
yang sesuai dengan fokus penelitian. Dalam
proses pengumpulan data di lapangan,
tidak menutup kemungkinan data yang
diperoleh berjumlah cukup besar. Selain itu,
data yang diperoleh bisa saja di luar dari
masalah yang hendak dipecahkan.
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Undiksha Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015
Setelah diidentifikasi, data yang
relevan diklasifikasikan berdasarkan rumusan masalah. Data digolong-golongkan
berdasarkan sub-sub masalah tersebut kemudian dilakukan pengodean. Data yang
diperoleh dari hasil observasi dan wawancara disajikan dalam bentuk yang baik,
dilanjutkan dengan mengklasifikasikan atau
mengelompokkan data-data tersebut berdasarkan kategori-kategori tertentu sesuai de
ngan tujuan penelitian.
Miles dan Huberman (dalam Sugiyono,
2007: 341) menyatakan bahwa yang paling
sering digunakan untuk menyajikan data
dalam penelitian kualitatif adalah dengan
teks yang bersifat naratif. Penyajian data
yang akan mempermudah peneliti memahami yang terjadi dan merencanakan tahap
kerja selanjutnya.
Pengambilan simpulan yakni peneliti
merumuskan simpulan berdasarkan data
yang diperoleh dan menyajikan secara
deskriptif kualitatif yakni menyajikan temuan
di lapangan dengan kata-kata. Penarikan
simpulan ini disesuaikan dengan temuan di
lapangan yang disajikan dalam penyajian
data dan berkaitan dengan rumusan masalah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bagian ini diuraikan hasil penelitian yang diperoleh selama melaksanakan
penelitian, mulai tanggal 8 Mei 2015 sampai
dengan 13 Mei 2015. Hasil penelitian tersebut mencakup mencakup (1) kelompok
kata apa saja yang mengalami perubahan
pelafalan dan pola suku kata dari segi fonotaktiknya pada tuturan guru dan siswa,
(2) jenis fonem dan pola suku kata bahasa
Indonesia yang paling banyak mengalami
perubahan pola secara fonotaktik, (3) penyebab terjadinya perubahan pola suku
kata secara fonotaktik dalam diskusi antarkelompok pada pembelajaran bahasa
Indonesia kelas XI IPB di SMA N 1 Nusa
Penida.
Data mengenai kelompok kata yang
mengalami perubahan pelafalan dan pola
suku kata dari segi fonotaktik pada tuturan
guru dan siswa, diperoleh dari hasil obser-
vasi terhadap tuturan guru dan siswa dalam
diskusi anatarkelompok yang dilaksanakan
pada pembelajaran mengenai drama dan
teks anekdot. Dari segi pelafalan, terdapat
empat subbidang yang sering mengalami
perubahan pengucapan. Keempat subbidang tersebut diantaranya abjad, pengucapan singkatan, kata-kata yang sering salah
pengucapannya, dan variasi dialek. (1)
Abjad terdapat satu buah kata yaitu murit,
(2) pengucapan singkatan tidak terjadi
perubahan pelafalan, (3) dari bidang kata
yang sering salah pengucapannya yaitu
kata m∂ngomentari, dan (4) subbidang
variasi dialek terdapat empat buah kata
yang mengalami perubahan yaitu gak,
kalok, males, dan denger.
Selain pelafalan kata yang sering
mengalami
perubahan,
dari
hasil
pengumpulan data ditemukan perubahan
dari segi pola penyukuan kata pada katakata tetentu. Perubahan pola penyukuan
kata sangat jelas terdengar dang diucapkan
berulang kali oleh subjek penelitian. Kata
yang mengalami perubahan pola suku oleh
guru bahasa Indonesia yaitu kata setruktur,
derama, dan peraktek. Selain guru bahasa
Indonesia, beberapa siswa di kelas XI IPB 1
juga mengujarkan kata dengan pola suku
kata yang salah, yaitu kata terampil dan kata setres. Kata tersebut diucapkan oleh
salah satu siswa kelas XI IPB 1 ketika
memerankan tokoh Ibu dalam drama satu
babak.
Selain kelas XI IPB 1, kesalahan pola
penyukuan kata juga terjadi di kelas XI IPB
2 saat pembelajaran teks anekdot. Setelah
guru memberi kesempatan siswa untuk
menyampaikan pendapat, ada salah satu
siswa mengucapkan kata dengan pola suku
kata yang berubah. Kata yang mengalami
perubahan pola suku kata yaitu kata setra-
tegi.
Sesuai dengan data pertama, data
kedua, data ketiga, data keempat, data kelima, dan data keenam, dapat diketahui
bahwa guru bahasa Indonesia dan siswa
kelas XI IPB di SMA Negeri 1 Nusa Penida
mengujarkan kata yang mengalami peruba-
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Undiksha Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015
han pola penyukuan kata. Kata yang paling
sering mengalami perubahan pola penyukuan kata, yaitu kata struktur menjadi
setruktur, kata drama menjadi derama, kata
praktek menjadi peraktek, kata trampil
menjadi terampil, kata stres menjadi setres,
dan kata strategi menjadi setrategi.
Data mengenai jenis fonem dan pola
suku kata bahasa Indonesia yang paling
banyak mengalami perubahan pola secara
fonotaktik, diperoleh dari hasil penelitian
yang pertama. Dari hasil penelitian yang
pertama, diperileh jenis fonem yang
mengalami perubahan pelafalan yaitu
fonem /d/ pada kata murit, /∂/ pada kata
m∂ngomentari, dan fonem /a/ pada kata
kalok, males, dan denger. Jenis pola suku
kata yang paling banyak mengalami
perubahan yaitu pola suku kata bahasa
Indonesia serapan. Hal tersebut dapat
dilihat dari data kata yang mengalami
perubahan pola suku kata yaitu jenis pola
suku kata asli sebanyak dua buah kata,
sedangkan jenis pola suku kata serapan
sebanyak empat buah kata.
Data mengenai penyebab terjadinya
perubahan pola suku kata secara fonotaktik
dalam diskusi antarkelompok pada pembelajaran bahasa Indonesia kelas XI IPB di
SMA N 1 Nusa Penida diperoleh dari hasil
wawancara kepada guru bahasa Indonesia
dan siswa kelas XI IPB.
Perubahan pola suku kata yang
diujarkan secara sadar oleh guru bahasa
Indonesia dan beberapa siswa di kelas XI
IPB 1 dan XI IPB 2 seharusnya tidak boleh
terjadi dalam situasi formal. Banyak kemungkinan
dijadikan alasan oleh guru
bahasa Indonesia maupun siswa yang
mengucapkan kata dengan perubahan pola
suku kata. Berikut adalah kutipan hasil
wawancara dengan guru bahasa Indonesai.
“Saya tidak terlalu memperhatikan ketepatan pola suku kata saat saya mengujarkan kata-kata tersebut. Karena yang terpenting adalah siswa paham dan mengerti
dengan apa yang saya jelaskan. Disamping
itu, saya jga agak sedikit kesulitan ketika
melafalkan kata-kata serapan” (HWG
1/PBSI/2015)
Kutipan hasil wawancara di atas,
menunjukkan kurangnya kepedulian guru
bahasa Indonesia di SMA N 1 Nusa Penida
terhadap aturan dalam bahasa Indonesia.
Sikap guru seolah-olah menyepelekan ketepatan pengujaran pola suku kata bahasa
Indonesia. Dalam proses belajar, baik
dalam menyampaikan salam maupun materi, sebagian besar guru bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Nusa Penida mengabaikan aspek fonologi terutama pengucapan/lafal dan fonotaktik dalam berbahasa
Indonesia. Akibat dari kelalaian guru ini,
dapat berpengaruh terhadap penggunaan
bahasa siswa, megingat bahwa guru
sebagai model. Siswa tidak akan canggung
menggunakan bahasa Indo- nesia yang
salah tersebut karena guru mereka pun juga
menggunakan sistem bahasa yang salah.
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil penelitian yang
peneliti sajikan sebelumnya, selanjutnya
dilakukan pembahasan hasil penelitian.
Pembahasan dilakukan sesuai dengan
rumusan masalah yang ada, yaitu (1) kelom
pok kata yang mengalami perubahan
pelafalan dan pola suku kata dari segi
fonotaktik pada tuturan guru bahasa Indo nesia dan siswa kelas XI IPB dalam diskusi
antarkelompok, (2) jenis fonem dan pola
suku kata bahasa Indonesia yang paling
sering mengalami perubahan, (3) penyebab
terjadinya perubahan pola suku kata secara
fonotaktik dalam diskusi antarkelompok
pada pembelajaran bahasa Indonesia kelas
XI IPB di SMA Negeri 1 Nusa Penida.
Penelitian ini menemukan perubahan
pelafalan dan pola suku kata dari tuturan
guru dan siswa kelas XI IPB. Pelafalan dan
ketepatan pola suku kata dalam tuturan
sangat penting dalam kegiatan berbahasa
karena pelafalan dan pola penyukuan kata
yang tidak tepat dapat menyebabkan
ketidakefektifan bahasa yang digunakan,
juga dapat mengganggu kejelasan informasi
yang disampaikan. Pelafalan kata dan
penyukuan kata yang berbicara harus jelas
dan tepat. Rumusan masalah ini dirinci
kembali berdasarkan jenis perubahannya,
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Undiksha Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015
yaitu kata yang mengalami perubahan
pelafalan dan kata yang mengalami
perubahan pola suku kata.
Dari empat subbidang jenis perubahan
pelafalan, yang paling sering mengalami
perubahan adalah tiga subbidang, yaitu
abjad, kata-kata yang sering salah pengucapannya, dan variasi dialek. Kelompok
kata yang mengalami perubahan pelafalan
dapat dilihat pada kutipan berikut.
1. “Saya akan mengomentari pendapat
kelompok 2” (PD1.1/PBSI/2015)
Kata mengomentari yang bentuk
dasarnya adalah komentar pada kalimat di
atas diucapkan dengan [e] seperti pada
kata meja, seharusnya diucapkan dengan
[e] pada kata kera. Perubahan pelafalan ini
termasuk pada subbidang ketiga, yaitu katakata yang sering salah pengucapannya.
2. “Widya sangat disiplin dalam mengatur
waktu belajar, itu sebabnya widya
menjadi salah satu murit yang unggul di
SMA Negeri 1 Nusa Penida” (PD1.2/
PBSI/2015)
Pengucapan kata murit pada data
tersebut adalah salah. Kata murit dari data
tersebut mengalami perubahan pelafalan,
yaitu fonem /t/ yang seharusnya fonem /d/.
Dalam KBBI tidak ada istilah kata murit,
yang benar adalah kata murid dengan
fonem /d/ di belakang kata tersebut.
Perubahan pelafalan ini termasuk pada
subbidang kesalahan pengucapan abjad.
3. “Pencemaran lingkungan gak akan
terjadi kalok kita menjaga kebersihan
lingkungan” (PD1.3/PBSI/2015)
Pada kutipan data di atas terdapat perubahan pelafalan dari subbidang penggunaan variasi dialek. Kata gak dan kata
kalok merupakan variasi dialek yang
seharusnya tidak diucapkan dalam situasi
formal. Kata-kata tersebut seharusnya diganti menjadi tidak dan kalau.
4. “Remaja sekarang males untuk bersekolah. (PD1.4/PBSI/2015)
Perubahan pelafalan pada data 1.4
terletak pada pengucapan kata males
(seharusnya malas). Kata males merupakan
variasi dialek yang seharusnya tidak
diucapkan dalam situasi formal.
5. “Mohon maaf kepada saudari mila bisa
tolong dibesarkan suaranya, saya tidak
denger!” (PD1.5/PBSI/2015)
Perubahan pelafalan pada data 1.5
terletak pada pengucapan kata denger yang
seharusnya diucapkan dengan kata dengar.
Kata denger juga merupakan variasi dialek
yang seharusnya tidak diucapkan dalam
situasi formal.
Dari
hasil
penelitian,
terdapat
beberapa kata yang diucapkan dengan pola
penyukuan kata yang salah. Terdapat
beberapa kata yang sering digunakan secara salah, tetapi kebanyakan orang menganggap bahwa hal itu bukan kesalahan,
karena pemakaiannya sudah lazim seperti
itu. Inilah yang disebut dengan membenarkan yang lazim, atau bahkan,
membetulkan yang salah (Sudiara, 2006
:143—149). Perubahan pola penyukuan
kata dari tuturan guru bahasa Indonesia
dapat dilihat pada kutipan berikut.
1. “Bagaimana pelajaran tentang teks
anekdot, masih ingat tentang setruktur
yang
membangunnya?
(PD2.1/PBSI/2015)
2. “Sekarang kita lanjutkan bada materi
berikutnya, yaitu mengenai derama”
(PD2/PBSI/2015)
3. “Jika sudah paham, silakan mencari
kelompok untuk selanjutnya membuat
naskah derama satu babak dan langsung peraktek ke depan” (PD3/PBSI/2015)
Terdapat perubahan pola suku kata
pada kutipan PD2.1, PD2.2, dan PD2.3 di
atas. Kata tersebut mengalami perubahan
dari segi fonotaktik terutama pada pola suku
kata. Kata struktur, kata drama, dan kata
praktek yang seharusnya memiliki dua suku
kata yaitu (struk-tur) dengan pola suku kata
KKKVK-KVK, (dra-ma) dengan pola suku
kata KKV-KV, dan (prak-tek) dengan pola
suku kata KKVK-KVK, mengalami perubahan pola penyukuan kata setelah kata
tersebut diujarkan. Kata struktur, kata
drama, dan kata praktek, berubah menjadi
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Undiksha Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015
tiga suku kata dengan pola yang berubah
pula. Suku kata struktur berubah menjadi
(se-truk-tur) dengan pola suku kata KVKKVK-KVK, suku kata drama berubah
menjadi (de-ra-ma) dengan pola suku kata
KV-KV-KV, dan suku kata praktek berubah
menjadi (pe-rak-tek) dengan pola suku kata
KV-KVK-KVK.
Selain guru bahasa Indonesia, ditemukan beberapa kata yang mengalami
perubahan pola suku kata tuturan siswa
kelas XI IPB dalam diskusi antarkelompok.
Berikut akan dipaparkan contoh perubahan
pola penyukuan kata dari tuturan siswa
kelas XI IPB.
1. “Baru Ibu suruh bantu segitu saja sudah
ngeluh. Tuh lihat teman mu Widya
sudah terampil membantu orangtuanya.
Kamu kapan bisa berubah nak!”
(PD4/PBSI/2015)
Pada kutipan tersebut, terlihat kata
yang mengalami perubahan pola penyukuan kata. Kata yang mengalami perubaha
pola penyukuan kata yaitu kata terampil.
Kata tersebut seharusnya terdiri dari dua
pola suku kata yaitu “tram-pil” dengan pola
penyukuan kata KKVK-KVK, mengalami
perubahan menjadi terampil dengan pola
suku kata KV-KVK-KVK.
2. “Bayu lagi setres ya?, Kok muka mu
kusem banget? Kalo ada masalah,
ceritain dong ke kita. Siapa tau kita bisa
bantu.” (PD5/PBSI/2015)
Kata yang mengalami perubahan pola
penyukuan kata dari kutipan data di atas
yaitu kata setres. Jika dicari di dalam KBBI,
maka tidak akan ditemukan arti dari kata
setres. Karena yang dimaksud adalah
stres, namun karena kesalahan dalam
pengucapan, pola suku kata dari kata stres
berubah menjadi setres. Pola penyukuan
kata dari kata stres yaitu KKKVK dengan
satu suku kata sedangkan setelah diujaran
oleh siswa tersebut, polanya berubah
menjadi KVKVK dengan dua suku kata setres.
3. “Menurut saya, teks anekdot bagus
diselipkan di setiap pembelajaran dan
dijadikan sebagai setrategi untuk
meningkatkan semangat belajar siswa”
(PD6/PBSI/2015)
Kata yang mengalami perubahan pola
penyukuan kata dari kutipa tersebut yaitu
kata setrategi. Pola penyukuan kata yang
benar dari kata tersebut adalah stra-te-gi
dengan pola KKKV-KV-KV, bukan se-tra-tegi yang berpolakan KV-KKV-KV-KV.
Dari data yang diperoleh, dapat dilihat
bahwa jenis fonem yang paling sering
mengalami perubaha adalah fonem vokal
dan fonem konsonan. Fenem vokal yang
mengalami perubahan yaitu fonem /∂/ dan
fonem /a/. Namun, frekuensi perubahan
fonem yang paling sering muncul adalah
fonem /a/ sebanyak 3 kata yaitu kata kalau,
malas, dan dengar.
Selain itu, diperoleh juga kata yang
paling sering berubah pola penyukuan
katanya yaitu kata dengan pola suku kata
bahasa Indonesia serapan.
Saat mengujarkan kata serapan secara
langsung,
guru
dan
siswa
sering
mengucapkan kata-kata tersebut dengan
menyelipkan fonem
/∂/. Menurut Alwi
(2003: 77) pada pola suku kata serapan
biasanya penutur menyelipkan fonem /∂/
untuk
memisahkan
konsonan
yang
berdekatan.
Dalam menentukan penyebab terjadinya
perubahan pola suku kata, tidak cukup
dengan wawancara saja. Diperlukan teori
yang jelas untuk dijadikan sebagai
pedoman. Teori yang digunakan sebagai
pedoman adalah teori dari Abdul Chaer
(2009:96) yang menyebutkan lima penyebab terjadinya perubahan bunyi (1) akibat
adanya koartikulasi; (2) akibat pengaruh
bunyi lingkungan; (3) akibat distribusi; (4)
akibat proses morfologi; (5) akibat dari
perkembangan sejarah.
Dari
kelima
penyebab
terjadiya
perubahan bunyi tersebut, yang paling tepat
digunakan yaitu perubahan bunyi akibat
proses morfologinya. Perubahan bunyi
akibat adanya proses morfologi lazim disebut dengan istilah morfofonemik atau
morfofonologi. Dalam proses ini, dapat
terjadi peristiwa (a) pemunculan fonem, (b)
pelepasan fonem, (c) peluluhan fonem, (d)
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Undiksha Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015
pergeseran fonem, dan (e) perubahan
fonem.
Sesuai dengan data yang ditemukan terkait dengan jenis pola suku kata yang paling
banyak mengalami perubahan pola suku
kata, maka dapat diidentifikasikan bahwa
kata yang mengalami perubahan pola
tersebut mengalami pemunculan fonem.
Fonem yang muncul dari semua data
tersebut yaitu fonem /∂/.
Hal tersebut memang sering terjadi pada
jenis kata serapan. Pada kata serapan akan
muncul bunyi pelancar [e] apabila kata
tersebut memiliki pola KKKVK atau terdiri
dari tiga deretan konsonan yang hanya
terdapat pada jenis kata serapan. Berikut
kata yang mengalami pemunculan fonem
dari data yang ditemukan.
{tram}
+
{pil}
t rampil
{stra}
+
{tegi}
s trategi
{struk}
+
{tur}
s truktur
{stres}
s tres
Pada pemaparan di atas, telah
ditemukan semakin sukar pola suku kata
suatu kata, maka kecenderungan perubahan pola suku kata itu juga semakin
besar. Itu sebabnya mengapa dari sekian
kata yang diujarkan, kata serapanlah yang
paling sering mengalami perubahan pola
suku kata. Dikaji dari teori perubahan bunyi,
maka penyebab terjadinya perubahan
tersebut adalah adanya proses morfologi
yaitu pemunculan fonem. Fonem yang
paling sering muncul adalah fonem /∂/. Hal
itu
terjadi
karena
penutur
ingin
mempermudah pengucapan jenis kata
bahasa Indonesia serapan.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan masalah yang diajukan, hasil kajian terhadap analisis fonotaktik
pola penyukuan kata tuturan guru bahasa
Indonesia dan siswa kelas XI IPB dalam
diskusi antarkelompok di SMA Negeri 1
Nusa Penida dapat ditarik kesimpulan
sebagaimana disampaikan di bawah ini.
1. Kelompok kata yang mengalami perubahan pelafalan dan pola suku kata
dari segi fonotaktiknya pada tuturan
guru dan siswa kelas XI IPB dalam
diskusi antarkelompok, yaitu (1) dari
segi pelafalan terdapat kata murit,
mengomentari, gak, kalok, males, dan
denger, (2) dari segi pola suku kata
terdapat kata drama, kata praktek, kata
trampil, kata strategi, kata struktur, dan
kata stres.
2. Jenis fonem dan pola suku kata bahasa Indonesia yang paling banyak
mengalami perubahan pola secara
fonotaktik adalah fonem vokal /a/ dan
pola suku kata bahasa Indonesia
serapan.
3. Penyebab terjadinya perubahan pola
suku kata secara fonotaktik dalam
diskusi antarkelompok pada pembelajaran bahasa Indonesia kelas XI IPB
di SMA N 1 Nusa Penida adalah terjadi
proses
morfologi
yaitu
adanya
pemunculan
fonem.
Selain
itu,
penyebab lain yang terjadi adanya
karena kurangnya antusias guru dan
siswa dalam berbahasa lisan yang bak
dan benar.
Dengan berdasarkan pada hasil
penelitian, pembahasan, dan kesimpulan di
atas, maka dapat disarankan hal-hal
sebagai berikut :
1. Para pemakai bahasa diharapkan
memanfaatkan hasil kajian untuk
meningkatkan pengetahuan terhadap
kemampuan berbahasa dan dalam
pembentukan pola penyukuan kata
sehingga pola suku kata dari kata-kata
yang diujarkan tetap mem- perhatikan
kaidah
dan
aturan
yang
telah
ditetapkan.
2. Para guru bahasa Indonesia dapat
memanfaatkan hasil kajian ini untuk
melatih bahasa siswa terkait dengan
pengucapan kata serapan dengan pola
yang tepat.
3. Para peneliti yang tertarik mengkaji hal
yang berkaitan dengan kebahasaan
disarankan agar melakukan penelitian
lanjutan untuk lebih menguatkan dan
menemukan kaidah lanjutan dari
fonotaktik pola penyukuan kata dalam
bahasa Indonesia, sehingga dapan
disusun satu pedoman yang baku dalam
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Undiksha Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015
pola penyukuan kata baru yang taat
asas.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, et al. 2003. Tata Bahasa
Baku Bahasa Indonesia. Edisi
ketiga.
Jakarta:
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia.
Chaer, Abdul. 2009. Fonologi Bahasa
Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Hendrikus, Dori Wuwur. 1991. Retorika.
Yogyakarta: Kanisius.
Herningtias,
Editia.
2012.
Peran
Fonotaktik Bahasa Indonesia
dalam Penyerapan kata Bahasa
Belanda Bidang Kedokteran dan
Kesehatan.
Tersedia
pada
http://ejournal.unej.ac.id/2012/sug
esti/.html (diakses tanggal 20
Maret 2015).
Hidayat, Amir F dan Elis N.Rahmani AR.
2006. Ensiklopedi: Bahasa-Bahasa
D
Dunia & Peristilahan dalam
Bahasa. Bandung: CV Pustaka Grafika.
Muslich, Masmur. 2010. Garis-garis
Besar Tatabahasa Baku Bahasa
Indonesia.
Bandung:
Refika
Aditama.
--------.
2013.
Fonologi
Bahasa
Indonesia: Tinjauan Deskriptif
Sistem k
Bunyi Bahasa
Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Parare, Jos Daniel. 1986. Pengantar
Linguistik Umum Fonetik dan
Fonemik. Jakarta: Nusa Indah.
Pusat Bahasa. 2005. Kamus Besar
Bahasa Indonesia edisi keempat.
Jakarta: Balai Pustaka.
Suandi, I Nengah. 2008. “Pengantar
Metodologi Penelitian Bahasa”.
Modul
(tidak
diterbitkan).
Singaraja: Universitas Pendidikan
Ganesha.
Sudiara, I Nyoman Seloka. 2006.
“Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa
Indonesia”.
Modul
(tidak
diterbitkan).
Singaraja: Universitas Pendidikan
Ganesha.
Sugihastuti. 2000. Bahasa Laporan
Penelitian. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Tarigan, H. G. dan Djago Tarigan. 1988.
Pengajaran Analisis Kesalahan
Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Wasrie, Moh. Kusnadi. 2012. Intisari
Lengkap
Bahasa
Indonesia.
Yogyakarta: Indonesia Tera.
Winarsih, 2009. Kajian Bentuk-bentuk
Akronim Bahasa Indonesia dan
Kajian
Fonotaktiknya
dalam
Berita Liputan Khusus Pemilu
2009 pada Surat Kabar Solo
Post.
Tersedia
pada
http://ejournal.unej.ac.id/2009/sug
esti/.html (diakses tanggal 20
Maret 2015).
Wiyanto, Asrul. 2000. Terampil Diskusi.
Jakarta: PT Grasindo
Download