pengembangan vaksin influenza universal

advertisement
0467: Toto Subroto dkk.
KO-43
PENGEMBANGAN VAKSIN INFLUENZA UNIVERSAL BERBASIS
EPITOP
Toto Subroto1,∗ , Shabarni Gaffar1 , dan Ade Sholeh Hidayat2
1
Jurusan Kimia FMIPA Unpad
Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor Sumedang 45363,
Tel. (022) 7794391
2
Pusat Teknologi Industri Proses,
BPPT Gd. Teknologi 2, lt.3, Puspitek Serpong Tangerang,
Tel. (021) 75875941
∗
e-Mail: t [email protected]
Disajikan 29-30 Nop 2012
ABSTRAK
Penelitian pengembangan vaksin influenza universal berbasis epitop ini berusaha mengatasi masalah belum efektifnya
vaksin influenza konvensional dalam menghentikan penyebaran flu burung yang berpontensi pandemi. Upaya pengembangan
vaksin influenza berbasis epitop mengarah pada protein permukaan matriks 2 (M2e) yang bersifat lestari yang memungkinkan dirancangnya vaksin influenza universal. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan vaksin influenza universal yang
mengandung epitop target M2e yang lestari dan epitop P25 untuk sel T penolong (M2e(2-16)-K-P25). Tujuan tahun pertama
penelitian: (i) memperoleh fragmen-fragmen peptida penyusun epitop M2e(2-16)-K-P25 melalui metode sintesis peptida fase
padat yang pada tahun kedua akan digabung menjadi epitop utuh dan (ii) merancangdan mengklon gen epitop, serta mengekspresikannya dalam E. coli ER2566 yang dioptimasikan pada tahun kedua. Empat fragmen peptida bergugus pelindung; SLLTEVET (F1), IRNEWGK (F2), KLIPNASLI (F3), dan ENCTKAEL (F4); telah berhasil disintesis yang masing-masing dideteksi pada spektra massa di m/z 1490,0; 1874,9; 1589,9; dan 1881,9 sma. F3 diperoleh dengan tingkat kemurnian yang tinggi
(94,8%). F2 dan F4 masih memerlukan pemurnian lebih lanjut. Pada metode biosintesis, gen eptitop M2e(2-16)-K-P25 telah
berhasil didesain, diklon, dan diekspresikan dalam E. coli ER2566. Fragmen gen M2e(2-16)-K-P25 telah diekspresikan berupa
protein fusi M2e(2-16)-K-P25-intein-CBD. Ekspresi dilakukan dengan kondisi 37 ◦ C sebelum induksi dengan IPTG dan 18 ◦ C
setelah induksi dengan IPTG 100 mM. Pemurnian protein fusi dilakukan dengan kolom kitin. Fragmen M2e(2-16)-K-P25
dapat dipisahkan dari intein-CBD karena adanya aktivitas pelepasan diri dari intein yang diinduksi dengan penambahan βmerkaptoetanol. Karakterisasi fragmen dengan Tricine-SDS-PAGE menunjukkan adanya peptida dengan BM disekitar 4 kDa,
yang berarti fragmen M2e(2-16)-K-P25 telah berhasil dipisahkan dari intein-CBD.
Kata Kunci: Epitop, vaksin, influenza, biosintesis
I.
PENDAHULUAN
Vaksin konvensional influenza yang benar-benar
efektif berupa virus yang dilemahkan untuk menghentikan penyebaran flu burung masih belum ditemukan. Virus influenza yang bersirkulasi ternyata
terus-menerus mengalami mutasi. Mutasi pada protein
permukaan haemaglutinin (HA) dan neuraminidase
(NA) yang terjadi, membantu virus untuk menyerang
respons kekebalan tubuh.[1] Vaksin berbasis epitop peptida menawarkan berbagai keunggulan seperti kemurnian yang tinggi, kapasitas produksi yang besar, dan
dapat diproduksi secara efisien.[2] Selain itu respons
imun dapat dirancang dan diarahkan terhadap epitop
lestari sehingga dapat dijadikan vaksin universal.[3]
Vaksin konvensional influenza A selama ini mengandalkan respons antibodi yang diarahkan pada HA
dan NA.[4] Sedangkan pengembangan vaksin yang
akan diusulkan menggunakan epitop M2e lestari yang
dapat menghindari terjadinya pergeseran antigen ini.
Upaya pengembangan vaksin berbasis epitop untuk flu
burung mengarah pada protein matriks 2 (M2) yang
merupakan saluran proton yang diperlukan dalam
pengasaman virus sehingga memungkinkan terjadinya
replikasi.[5] M2e, bagian ekto-domain M2, berupa
24 urutan asam amino (SLLTEVETPIRNEWGCRCNDSSD) bersifat lestari, bahkan urutan SLL TEVETP
sangat lestari pada M2e dari 55 isolat influenza A
manusia yang dikumpulkan sejak tahun 1933.[6] Ke-
Prosiding InSINas 2012
0467: Toto Subroto dkk.
KO-44
lestarian M2e ini memungkinkan dirancangnya suatu
vaksin influenza universal.[7] Epitop M2e2-16 (SLLTEVETPI RNEWG) dikenali oleh antibodi monoklonal
yang menghambat replikasi virus influenza A pada sel
model.[8] Oleh karenanya, vaksin berbasis epitop lestari
yang menggunakan epitop M2e merupakan altenatif
untuk menghentikan penyebaran flu burung. Inovasi
vaksin universal berbasis epitop ini sangat mendukung
pengembangan dan penguatan sistem inovasi nasional.
Pada tahun pertama, tujuan penelitian ini adalah
(1) memperoleh fragmen-fragmen penyusun epitop
M2e(2-16)-K-P25 melalui metode sintesis peptida konvergen fase padat, yang pada tahun berikutnya akan
digabung menjadi epitop M2e(2-16)-K-P25 utuh; (2)
merancang dan mengklon gen epitop M2e(2-16)-K-P25,
serta mengekspresikannya dalam E. coli ER2566.
II.
METODOLOGI
A. Sintesis epitop M2e(2-16)-K-P25
Resin 2-klorotritil klorida sebagai fasa pendukung
padat. Asam amino bergugus pelindung yang digunakan adalah Fmoc-A-OH, Fmoc-C(Trt)-OH, FmocD(OtBu)-OH, Fmoc-E(OtBu)-OH, Fmoc-G-OH, Fmoc-IOH, Fmoc-K(Boc)-OH, Fmoc-L-OH, Fmoc-N(Trt)-OH,
Fmoc-P-OH, Fmoc-R(Pbf)-OH, Fmoc-S(tBu)-OH, FmocT(tBu)-OH, Fmoc-V-OH, dan Fmoc-W(Boc)-OH. DIC,
DIPEA, dan etil 2-siano-2-(hidroksiimino)asetat digunakan sebagai reagen kopling. Ninhidrin, kalium sianat
dan p-kloranil digunakan sebagai reagen uji kualitatif. DBU dan piperidin digunakan sebagai reagen
pelepas gugus pelindung sementara Fmoc. Asam
trifluoro-asetat (TFA), etanaditiol (EDT), fenol, dan trifluoroetanol (TFE) digunakan dalam pelepasan peptida
G AMBAR 1: Kromatogram HPLC yang menunjukkan tingginya
tingkat kemurnian peptida F3 bergugus pelindung. Persentase
luas integrasi peptida F3 bergugus pelindung adalah 94,82%, sedangkan bahu yang diduga sebagai pengotor 5,18%. HPLC dijalankan dengan gradien linier, laju alir 1 mL/menit, eluen air0,1% TFA:metanol-0,1% TFA (95%:5%) hingga metanol-0,1%
TFA (100%) selama 35 menit pada kolom Cosmosil 5C18-AR-300
(5 µm, 300Å, 4.6×150 mm)
dari fasa padat. Pelarut yang digunakan antara lain diklorometana (DCM), DMSO, eter, isopropanol, metanol,
n-heksana, dan N,N-dimetilform-amida (DMF).
B.
Biosintesis epitop M2e(2-16)-K-P25
E. coli galur TOP10Ff (Invitrogen), E. coli ER2566,
pJET1.2 vector kit (Promega), pTYB21, primer oligonukleotida, taq DNA Polimerase, dNTP, agarose, etidiumbromida, basa tris, EDTA, marker DNA, sorbitol, bromfenol blue, kit purifikasi fragmen DNA (Amersham),
kit penentuan urutan DNA, primer penentuan urutan
DNA (T7 promotor dan terminator), enzim restriksi,
IMPACT kit (New England Biolabs),[9] agar bakto, ekstrak ragi, tripton, NaCl, ampisilin, tetrasiklin, IPTG,
KCl, MgCl2, dan Tween 20.
C.
Metode sintesis epitop
Sintesis peptida fase padat Fmoc/ tBu setiap fragmen peptida bergugus pelindung; SLLTEVETP (F1),
IRNEWGK (F2), KLIPNA SLI (F3), dan ENCTKAEL
(F4); mengacu pada protokol sintesis peptida [10] dengan modifikasi. Peptida disintesis pada fase pendukung padat (resin) 2-klorotritil klorida. Gugus pelindung Fmoc pada asam amino dilepaskan sebelum
reaksi penggandengan asam amino menggunakan
piperidin 25% dalam DMF atau DBU/piperidin/DMF
(1:1:48). Keberha-silan reaksi pelepasan gugus Fmoc
dipantau dengan berubahnya warna butiran resin
masing-masing menjadi biru dan coklat pada uji Kaiser
dan kloranil atau tidak munculnya pendaran pada uji
KLT di bawah sinar UV panjang gelombang 254 nm.
Reaksi penggandengan asam amino bergugus pelindung menggunakan pendekatan karbodiimida dengan
HOBt sebagai zat tambahan. Lengkapnya reaksi ini ditandai melalui tidak berubahnya warna butiran resin
pada uji Kaiser dan kloranil atau munculnya pendaran
pada uji KLT di bawah sinar UV panjang gelombang
254 nm. Reaksi pelepasan gugus pelindung tidak dilakukan pada residu asam amino ujung-N. Setiap peptida
bergugus pelindung dilepaskan dari resin menggunakan TFE/ DCM (2:8). Fragmen peptida bergugus pelindung dikarakterisasi dengan kromatografi lapis tipis
dan spektroskopi massa (ESI-MS). Fragmen peptida
yang belum murni dimurnikan dengan kromatografi
kolom.
D. Metode biosintesis epitop
Biosintesis epitop diawali perancangan dan sintesis urutan pengode M2e(2-16)-K-P25 dengan mempertimbangkan kodon pilihan (codon preference) inang E.
coli. Gen disintesis di Integrated DNA Technologies,
Singapore. Gen sintetik lalu diligasi dengan vektor
kloning pJET1.2 dan disubklon di E. coli TOP10Ff. E.
coli transforman dikarakterisasi dengan PCR dan penentuan urutan nukleotida.
Gen pengode epitop yang telah disubklon lalu diisolasi dan dikonstruksikan ke dalam vektor ekspresi
Prosiding InSINas 2012
0467: Toto Subroto dkk.
KO-45
G AMBAR 2: Fragmen peptida F3 bergugus pelindung yang
berhasil dibuat. Puncak pada m/z 1589,9 sma merupakan ion
molekul peptida F3 bergugus pelindung; m/z 1612,7 sma; ion
molekul peptida dengan ion natrium; dan m/z 1628,7 sma; ion
molekul peptida dengan ion kalium
pTYB21 di antara sisi restriksi SapI dan EcoRI. Plasmid pTYB21-M2e(2-16)-K-P25 digunakan untuk mentransformasi E.coli TOP10Ff kompeten. E. coli transforman dikarakterisasi dengan analisis restriksi menggunakan enzim restriksi SapI dan EcoRI serta penentuan
urutan nukleotida. Plasmid yang positif tersisipi gen
pengode epitop digunakan untuk mentransformasi E.
coli ER2566. Uji pendahuluan ekspresi fragmen peptida M2e(2-16)-K-P25 dalam E. coli ER2566 akan dilakukan dengan menumbuhkan E. coli ER2566 [pTYB21M2e(2-16)-K-P25] dalam media ekspresi yang mengandung penginduksi IPTG 100 mM. Induksi dilakukan
setelah 5 jam inkubasi pada 37 ◦ C dengan pengocokan
100 rpm. Sel dipanen setelah inkubasi 18-20 jam dan
dilisis untuk mendapatkan protein fusi M2e(2-16)-KP25-intein-CBD. Protein fusi dimurnikan dengan kolom
kitin menghasilkan fragmen epitop M2e(2-16)-K-P25.
Fragmen epitop dikarakterisasi dengan 10% tricineSDS-PAGE.
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sintesis epitop M2e(2-16)-K-P25
Keempat fragmen peptida bergugus pelindung
berhasil disintesis dengan metode sintesis peptida
fase padat Fmoc/tBu menggunakan metode penggandengan karbodi-imida dengan zat tambahan oksima.
Zat Oksima berfungsi menekan reaksi rasemisasi dan
memiliki efisiensi kopling lebih tinggi.[11] Satu fragmen peptida bergugus pelindung, KLIPNASLI (F3),
diperoleh sebanyak 36,4% dengan kemurnian yang
tinggi (94,8%) meskipun tidak melalui pemurnian lanjut dengan kromatografi (G AMBAR 1). Fragmen tersebut dikonfirmasi juga dengan spektroskopi massa sebagai fragmen F3 (G AMBAR 2). Data ini mengindikasikan
G AMBAR 3: Spektra massa fragmen peptida F1, F2, dan F4 yang
telah disintesis. (a) Fragmen peptida F1 diwakili oleh molekul ion
[SLLTEVETP + H]+ dan [SLLTEVETP + Na]+ pada m/z 1490,0
dan 1512,9 sma. (b) Fragmen peptida F2 diwakili oleh molekul
ion [IRNEWGK + H]+ dan [IRNEWGK + Na]+ pada m/z 1874,8
dan 1895,8 sma. (c) Fragmen peptida F4 diwakili oleh molekul ion
[ENCTKAEL + H]+ dan [ENCTKAEL + Na]+ pada m/z 1881,9
dan 1905,5 sma. Pada spektra massa setiap fragmen dapat terlihat
cukup banyak puncak, yang menunjukkan peptida diperoleh tidak
dalam keadaan murni
bahwa metode penggandengan yang digunakan pada
setiap tahap sintesis peptida fase padat Fmoc/tBu
memberikan hasil reaksi dengan kemurnian tinggi
(94,8%) dan ini sesuai dengan persyaratan penggunaan
peptida sebagai vaksin.[12]
Setiap tahap penggandengan asam amino dan
pelepasan gugus pelindung Fmoc, dilakukan uji Kaiser
pada resin untuk mengecek masih adanya gugus amino
bebas. Bila penggandengan berhasil, maka uji ini memberi hasil negatif (tidak ada lagi gugus amino bebas)
yang ditandai tidak berubahnya warna resin. Namun,
untuk beberapa asam amino (antara lain asparagin) uji
Kaiser tidak cukup sensitif sehingga perlu dilakukan uji
kloranil yang lebih sensitif.
Prosiding InSINas 2012
KO-46
G AMBAR 4: (a) Spektrum massa dan (b) kromatogram lapis tipis
fragmen peptida F2 yang telah dimurnikan menunjukkan bahwa
peptida ini telah diperoleh dalam keadaan murni
Hasil karakterisasi dengan menggunakan spektroskopi massa (ESI-MS) menunjukkan bahwa tiga fragmen peptida bergugus pelindung lainnya yang telah
disintesis, yaitu: SLLTEVET (F1), IRNEWGK (F2), dan
ENC TKAEL (F4), berhasil terbentuk. Masing-masing
fragmen peptida ditunjukkan oleh puncak spektrum
massa dengan m/z 1490,0; 1874,9; dan 1881.9 sma pada
G AMBAR 3. Namun, fragmen-fragmen peptida tersebut
tidak diperoleh dalam keadaan murni, cukup banyak
puncak yang terlihat pada setiap spektra massa fragmen peptida. Analisis ketiga fragmen peptida menggunakan kromatografi lapis tipis, dengan beberapa eluen
baik fase normal maupun terbalik (C-18), juga menunjukkan ketiga fragmen tidak murni, sehingga dilakukan
metode pemisahan dengan kromatografi kolom.
Fragmen peptida F1 memiliki kelarutan yang buruk. Fragmen ini tidak larut dalam metanol, kloroform,
DCM, DMF, dan bahkan DMSO sekalipun. Pengukuran
spektrum massa fragmen F1 dilakukan dengan menggunakan metanol sebagai pelarutnya. Diduga, sifat kelarutan fragmen F1 di dalam metanol yang sangat buruk membuat hanya sejumlah kecil fragmen F1 yang
terlarut dan terukur oleh spektrometer massa. Sementara itu pengotor yang jumlahnya mungkin kecil, jika
kelarutannya lebih besar dari fragmen F1 maka akan
terukur menyamai atau lebih besar pada spektrometer
massa. Dugaan ini memberikan salah satu alasan mengapa begitu banyak puncak pengotor pada spektrum
massa yang tingginya menyamai puncak fragmen F1.
Fragmen peptida F2 dan F4 dimurnikan dengan
sistem pelarut gradien pada kolom kromatografi silika 70-230 mesh. Sistem pelarut dimulai dari kloroform/metanol/asam asetat (97:2:1) dengan kenaikan
volume metanol 0,5% berangsur-angsur sampai kloroform/metanol/asam asetat (91:8:1). Fragmen peptida
F2 diperoleh sebanyak 18%. Spektrum massa dan kromatogram lapis tipis yang diperlihatkan G AMBAR 4 menunjukkan peptida ini telah murni. Fragmen peptida F4
yang telah dimurnikan menunjukkan nilai m/z 1904,8
0467: Toto Subroto dkk.
G AMBAR 5: Spektrum massa fragmen peptida F4 yang telah
dimurnikan. Puncak yang muncul pada m/z 1904,8 sma diduga
kuat merupakan ion molekul [F4 + Na]+
sma, pada spektrum massa, yang diduga kuat merupakan ion molekul [F4 + Na]+ . Spektrum massa F4
juga memperlihatkan bahwa fragmen peptida bergugus
pelindung ini telah berhasil dimurnikan.
B. Biosintesis epitop M2e(2-16)-K-P25
B-1. Konstruksi plasmid rekombinan
Gen pengode epitop M2e(2-16)-K-P25 perlu dirancang agar sesuai dengan kodon pilihan E. coli. Urutan asam amino epitop (KLIPNASLIENCTKAELKSLLTEVETPIRNEWG) diubah menjadi urutan kodon
menggunakan perangkat lunak GeneMark dan OPTIMIZER yang disesuaikan dengan kodon pilihan E. coli.
Berikut ini 140 pb urutan nukleotida konsensus hasil
optimasi kedua perangkat lunak tersebut diperoleh:
TCT CTG CTG ACC GAA GTT GAA ACC
CCG ATC CGT AAC GAA TGG GGT AAA
AAA CTG ATC CCG AAC GCG TCT CTG
ATC GAA AAC TGC ACC AAA GCG
GAA CTG (%GC=50.5%; %AT=49.5%)
Urutan gen tersebut memiliki komposisi 50,5% G+C
dan 49,5% A+T. Selanjutnya ke dalam urutan gen tersebut ditambahkan sisi restriksi SapI di ujung 3’, kodon
stop (TAA) dan EcoRI di ujung 5’.
Proses ligasi gen pengode epitop dan vektor pJET1.2
(merupakan vektor linier) memungkinkan proses ligasi
ujung tumpul tanpa melalui proses restriksi. Kemudian sel E. coli TOP10Ff kompeten ditransformasi dengan plasmid pJET1.2-M2e(2-16)-K-P25. Transforman
dikarakterisasi menggunakan PCR dengan primer universal vektor pJET1.2 (Gambar 6a). Hasil karakterisasi
menunjukkan adanya pita DNA dengan ukuran ∼259
pb yang cocok dengan ukuran M2e(2-16)-K-P25 ditambah urutan vektor pJET1.2 seperti yang tampak pada
G AMBAR 6-b. Urutan nukleotida pada gen M2e(2-16)K-P25 hasil subkloning dikonfirmasi dengan penentuan
urutan nukleotidanya.
Ekspresi gen sintetik M2e(2-16)-K-P25 dilakukan
pada inang ekspresi E. coli ER-2566. Gen tersebut
Prosiding InSINas 2012
0467: Toto Subroto dkk.
KO-47
G AMBAR 6: (a) Elektroforegram hasil PCR M2e(2-16)-K-P25
ditambah urutan vektor pJET1.2. (b) Ilustrasi amplifikasi M2e(216)-K-P25 pada plasmid rekombinan pJET1.2-M2e(2-16)-K-P25 dengan primer universal vektor pJET1.2.
perlu diisolasi dahulu, dikonstruksi ke dalam plasmid
ekspresi pTYB21, diklon dalam E. coli TOP10F’, lalu
diekspresikan dalam E. coli ER2566. Plasmid pJET1.2M2e(2-16)-K-P25 dan pTYB21 diisolasi dari transforman E. coli menggunakan Isolation Kit.
Plasmid pJET1.2-M2e(2-16)-K-P25 dan vektor
pTYB21 direstriksi dengan enzim restriksi EcoRI dan
SapI untuk mendapatkan gen M2e(2-16)-K-P25 dan
vektor pTYB21 yang saling komplementer. M2e(216)-K-P25 dan vektor pTYB21 yang telah direstriksi
kemudian dimurnikan dari gel agarosa.
M2e(2-16)-K-P25 dan vektor pTYB21 diligasi menggunakan enzim DNA ligase untuk mengontruksi plasmid pTYB21-M2e(2-16)-K-P25 (G AMBAR 7). M2e(2-16)K-P25 disisipkan di ujung-N gen, diantara sisi SapI dan
EcoRI pada vector pTYB21. Plasmid ini selanjutnya
digunakan untuk mentransformasi sel E. coli TOP10F’
kompeten. Transforman E. coli yang tumbuh dalam media seleksi menunjukkan adanya pTYB21-M2e(2-16)-KP25.
pTYB21-M2e(2-16)-K-P25 diisolasi dari transforman
E. coli kemudian isolatnya dikarakteriasi dengan analisis restriksi menggunakan enzim restriksi EcoRI dan
SapI. Hasil restriksi (G AMBAR 8 lajur 2-5) menunjukkan
pita DNA berukuran ∼140 pb yang cocok dengan ukuran M2e(2-16)-K-P25, dengan demikian transforman E.
coli telah mengandung pTYB21-M2e(2-16)-K-P25.
Urutan nukleotida pada M2e(2-16)-K-P25 hasil
kloning dikonfirmasi dengan penentuan urutan nukleotida yang menunjukkan identitas 100% (G AMBAR 9)
sehingga M2e(2-16)-K-P25 telah tersisipkan pada plasmid pTYB21 dan siap untuk diekspresikan.
G AMBAR 7: Konstruksi plasmid pTYB21-M2e(2-16)-K-P25. Vektor pTYB21 dan M2e(2-16)-K-P25 diligasi menggunakan DNA ligase.
G AMBAR 8: Eletroforegram hasil restriksi pTYB21- M2e(2-16)K-P25 dengan EcoRI dan SapI. Lajur 1 pTYB21- M2e(2-16)K-P25 K1 utuh; Lajur 2 pTYB21- M2e(2-16)-K-P25 K1 terpotong EcoRI/SapI; Lajur 3 pTYB21- M2e(2-16)-K-P25 K2 terpotong EcoRI/SapI; Lajur 4 pTYB21- M2e(2-16)-K-P25 K3 terpotong EcoRI/SapI; Lajur 5 pTYB21- M2e(2-16)-K-P25 K4 terpotong
EcoRI/SapI; Lajur 6 Marker 100 bp.
B-2.
Ekspresi dan purifikasi protein fusi M2e(2-16)-KP25-intein-CBD
Fragmen M2e(2-16)-K-P25 telah di-ekspresikan
dalam E. coli ER2566 berupa protein fusi M2e(2-16)-KProsiding InSINas 2012
0467: Toto Subroto dkk.
KO-48
G AMBAR 9: Hasil penentuan urutan nukleotida M2e(2-16)-K-P25. Urutan tersebut menunjukkan adanya identitas 100% yang berarti
gen tersebut tidak mengalami mutasi dan menyatakan pula bahwa gen tersebut telah tersisipkan pada plasmid pTYB21 dan siap untuk
diekspresikan.
P25-intein-CBD. Ekspresi dilakukan dengan
kondisi 37 ◦ C sebelum induksi dengan IPTG dan
◦
22 C setelah induksi dengan IPTG 100 mM. G AMBAR 9
menunjukkan hasil uji ekspresi M2e(2-16)-K-P25 dalam
E. coli ER2566. Pengaruh induksi IPTG cukup besar (t4 ) dalam mengekspresikan peptida M2e(2-16)-KP25-intein-CBD dibandingkan tanpa induksi (to ). Untuk ekspresi skala besar, induksi IPTG dilakukan pada
suhu 18 ◦ C. Perubahan suhu menyebabkan jumlah protein tidak larut berkurang dan protein larut meningkat
(G AMBAR 10).
Pemurnian protein fusi M2e(2-16)-K-P25-intein-CBD
dengan kolom kitin di-lakukan untuk mengetahui
adanya peptida M2e(2-16)-K-P25 yang diekspresikan.
M2e(2-16)-K-P25-intein-CBD akan terikat pada matrik
kitin karena mengandung CBD, kemudian fragmen
M2e(2-16)-K-P25 akan terpisah dari intein-CBD karena
adanya aktivitas pelepasan diri dari intein yang diinduksi dengan penambahan β-merkaptoetanol pada
suhu 23 ◦ C. Terpisahnya M2e(2-16)-K-P25 dari inteinCBD dapat diamati melalui penurunan bobot molekul
seperti tampak pada G AMBAR 11 lajur 9. Fragmen
M2e(2-16)-K-P25 yang telah terpisah dari intein-CBD
dapat dielusi dengan eluen buffer dan dikarakterisasi
dengan Tricine-SDS-PAGE (G AMBAR 12). Dari 1 L kultur dapat diperoleh peptida murni sejumlah sekitar 15
mg (TABEL 1).
TABEL 1: Pemurninan M2e(2-16)-K-P25 dari 1 L kultur.
Tahap pemurnian
Lisat terlarut
Kolom kitin
C.
Protein (mg)
693
15
Karakterisasi epitop M2e(2-16)-K-P25
Fragmen M2e(2-16)-K-P25 dikarakterisasi dengan
10% Tricine SDS-PAGE (G AMBAR 12). Adanya protein di
sekitar 4 kDa menunjukkan fragmen M2e(2-16)-K-P25
berhasil dimurnikan dan dipisahkan dari intein. Kon-
G AMBAR 10: Elektroforegram hasil uji ekspresi peptida M2e(216)-K-P25-intein-CBD dengan SDS-PAGE. Peptida M2e(2-16)-KP25-intein-CBD ditunjukkan dengan tanda panah. M: Protein
marka, to : sebelum induksi IPTG, t4 : setelah induksi IPTG, CE:
ekstrak kasar, IF: fraksi yang tidak larut
firmasi epitop dengan ESI-MS yang sedang dilakukan
akan melengkapi pencapaian penelitian tahun pertama.
IV.
KESIMPULAN
1. Seluruh fragmen peptida bergugus pelindung
penyusun epitop M2e(2-16)-K-P25; SLLTEVET
(F1), IRNEWGK (F2), KLIPNASLI (F3), dan ENCTKAEL (F4); telah berhasil dibuat dengan sintesis peptida fase padat Fmoc/tBu menggunakan
metode penggandengan karbodimida dengan zat
tambahan oksima yang masing-masing terdeteksi
pada m/z 1490,0; 1874,9; 1589,9; dan 1881,9 sma.
2. Gen sintetik eptitop M2e(2-16)-K-P25 telah berhasil
didesain, diklon, dan diekspresikan dalam E.
coli ER2566, berupa protein fusi M2e(2-16)-K-P25intein-CBD yang terikat pada matriks kitin. FragProsiding InSINas 2012
0467: Toto Subroto dkk.
KO-49
tuk melaksanakan penelitian ini melalui Insentif Riset
SINas.
DAFTAR PUSTAKA
G AMBAR 11: Elektroforegram SDS-PAGE hasil proses pemurnian
peptida fusi M2e(2-16)-K-P25-intein-CBD dengan kolom kitin.
Peptida fusi dapat terikat pada matriks kitin (7), kemudian peptida
fusi dapat dipecah dengan β-merkaptoetanol menghasilkan intein
∼56 kDa (9) nampak adanya penurunan bobot molekul sebelumnya (∼56 kDa + 4 kda = 60 kDa), dan peptida. M: marka protein,
lajur 1: tanpa induksi dengan IPTG, lajur 2: induksi dengan IPTG,
lajur 3: sampel jernih, lajur 4: fraksi yang tidak larut, lajur 5: fraksi
lolos/tidak terikat matriks kolom, lajur 6: pencucian kolom, lajur 7:
manik kitin sebelum dipecah, lajur 8: pembilasan matriks, lajur 9:
protein fusi pada manik kitin setelah dipecah.
G AMBAR 12: Elektroforegram Tricine-SDS-PAGE M2e(2-16)-KP25 yang telah dimurnikan. Tanda panah menunjukkan M2e(2-16)K-P25.
[1] Carrat, F., Flahault, A. (2007) Influenza vaccine: the
chalange of antigenic drift. Vaccine. 25: 6852-6862.
[2] Toth, I., Simerska, P., Fujita, Y. (2008) Recent advances in design and synthesis of self-adjuvanting
lipopep-tide vaccines. Int. J. Pept. Res. Ther., 14:
333-340.
[3] Sette, A., Fikes, J. (2003) Epitope-based vaccines:
an update on epitope identification,vaccine design
and delivery. Current Opinion in Immuno-logy, 15:
461-470.
[4] Luke, C.J., Subbarao, K. (2006) Vaccine for pandemic influenza. Emerging infectious diseases, 12:
66-72.
[5] Betakova, T. (2007) M2 protein-a proton channel of
influenza A virus. Curr Pharm Des, 13: 3231-3235
[6] Fiers, W., Filette, M. De, Birkett, A., Neirynck, S.,
Min Jou, W. (2004) A ”universal” human influenza
A vaccine. Virus Research, 103: 173-176.
[7] Wang, R., Aihua S., James L., Dawna D., Noelle
J.Z., Hitoshi Y., Lilia K., Lydia M., Atsushi M.,
Hideaki Y., Toshifumi M., Ralph T.K., Sally S., Zen
K., Parkos C. (2008) Leukocyte-epithelial interactions. Current Opinion Cell Biology, 15: 557-64.
[8] Pejoski, D., Zeng, W., Rockman, S., Brown, L.E.,
Jackson, D.C. (2010). A lipopeptide based on the
M2 and HA proteins of influenza A viruses induces protective antibody. Immunology and Cell
Biology, 88: 605-611.
R
[9] New England Biolabs
Inc. 2009. Protein ekspression & Analysis: ImpactTM Kit Manual.
http://www.neb.com/nebecomm/ManualFiles/manualE6901.pdf.10.
[10] Chan, W.C., White, P.D. (2000) Fmoc Solid Phase
Peptide Synthesis, A Practical Approach. Oxford
University Inc.: New York.
[11] Merck. 2009. Non-explosive replacement for HOBt.
Merck KgaA, Darmstadt, Jerman.
[12] Benmohamed, L., Wechsler, S. L., Nesburn, A.
B. (2002). Review Lipopeptide Vaccines-Yesterday,
Today and Tomorrow. Lancet Infect Dis, 2, 425-431.
men M2e(2-16)-K-P25 terpisah dari intein-CBD dengan penambahan β-merkaptoetanol, ditunjukkan
dengan adanya pita protein sekitar 4 kDa pada
Tricine-SDS-PAGE.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada Kementrian Riset dan Teknologi Republik Indonesia atas bantuan dana unProsiding InSINas 2012
Download